ACARA
Diskusi Media & Buruh Migran “Mengelola informasi, Melindungi Buruh Migran”
Diskusi Buruh migran yang berlangsung pada hari Kamis pukul 19.00 di ruang 2 pada konsep acara Jagongan Media Rakyat, Jogja National Mu seum (eks. ASRI Gampingan) Jl. Amri Yahya No. 1 Wirobrajan, Yogyakarta, banyak di hadiri peserta sampai ruangan penuh sesak, karena judul dis kusinya yang menarik selain itu narasumber dari beberapa daerah juga memaparkan pengalaman nya pada isu buruh migran dan media informasi. Upaya untuk memperbaiki nasib buruh mi gran Indonesia sangat mungkin dilakukan melalui pengelolaan informasi. Pelbagai pengalaman Pu sat Teknologi Komunitas (PTK) Rumah Teknologi untuk TKI (Mahnetik) menunjukkan bahwa bu ruh migran, keluarga dan pemegang kebijakan lainnya dapat dipertemukan dalam sebuah sistem pertukaran informasi. Sistem tersebut memung kinkan TKI untuk melakukan penginformasian seputar pengalaman dan situasi terkini di negeri tempat bekerja. Yayah Sobariah, Ketua PPSW (Pusat Pengem bangan Sumberdaya Wanita) Pasundan men gungkapkan bahwa daerah Jawa Barat seperti Sukabumi, Cianjur, Karawang, Pandeglang, dan Lebak merupakan area kantong buruh migran yang sebagian besar bekerja di Arab Saudi. Mer eka bisa keluar negeri dengan harapan bisa men4 | Jagongan Media Rakyat | 22 Juli 2010
jalankan ibadah haji, dan ada kesepakatan meski tidak tertulis setelah dari bekerja luar negeri mer eka bisa kerja ke negara lain. PPSW berupaya mengatasi persoalan mereka dengan memben tuk kelompok perempuan yang menjadi buruh migran, kerabat saudara, dan masyarakat setem pat. Wadah ini merupakan tempat bagi para bu ruh migran yang seringkali enggan menceritakan persoalannya. Proses saling berbagi ini merupa kan pembelajaran bagi calon tenaga kerja wanita yang akan berangkat ke luar negeri agar mereka waspada terhadap praktek calo yang seringkali memakan biaya besar. Dalam diskusi, Dosi dari Serikat Buruh di Lampung mempertanyakan peran media dalam mengakses informasi ke luar negeri, khususnya bagi buruh migran. Ternyata berbagai media komunikasi seperti internet, buletin merupakan salah satu media yang cukup efektif bagi buruh migran. Auny Tim Media JMR 2010 Narasumber : Sri Aryani (TIFA Jakarta), Lily Pur wani (Seruni Banyumas), Yayah (PPSW Pasun dan)
Jagongan Media Rakyat
22 Juli 2010
Desa Ujung Tombak Akurasi Data Kemiskinan Penduduk JMR 2010 diawali seminar nasional bertajuk “Pe ngembangan Basis Data Kemiskinan dari Tingkat Desa Untuk Percepatan Penanggulangan Kemis kinan di Indonesia’ di Pendapa Ajiyasa, JNM Jl. Amri Yahya no. 1 Gampingan, Yogyakarta. Seminar bermoderator Imam Prakoso ini menghadirkan empat pembicara; Dr. Kecuk Suharyanto dari Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS, K. Paemboonan M.Si. selaku Sekdirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemdagri, Prof. Susetiawan dari UGM, dan Sudirman Alfian – Kades Terong, Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Sekitar 180 peserta dari berbagai daerah dan profesi antusias hadir. Pak Dirman mengungkapkan bahwa Desa Te rong hendak mematahkan pandangan “desa sama dengan keterbelakangan” dengan mengembang kan Sistem Informasi Desa yang valid terjangkau serta daring berisi data sekitar 1.600-an KK di de sa. Di kantor Kades pun ada layar sentuh di mana warga bisa berkeluh-kesah. Program berdasar IT ini dapat muncul karena aparatur desa “melek” teknologi dan berkomitmen. Pak Kecuk lalu memaparkan definisi kemiski nan dan upaya pemaduan datanya. K. Paemboon-
an mempertegas bahwa sejak sistem otonomi da erah dipakai, desa berkewenangan memberdaya kan masyarakat sehingga masyarakat keluar dari belenggu kemiskinan. Terakhir, bagi Prof Susetiawan definisi ke miskinan tidak hanya kuantitas tapi juga kualitas serta harus disepakati dulu untuk lalu dapat diru muskan solusi yang dibutuhkan. Banyaknya data keluaran pempus maka; ‘Data ini memang dibu tuhkan masyarakat atau sekadar komoditas?”. Ia pun menghargai upaya Kades Sudirman Alfian. Saat diskusi, Ismail (UMY) berbagi bahwa ke miskinan didefinisikan masyarakat setempat telah lama disuarakan Parsudi Suparlan – tetapi tidak sampai ke pemerintah, serta berlakunya kata Fo cault “Knowledge is power” dalam pengembangan basis data. Pertanyaannya, bagaimana memben tuk mental penyedia data kemiskinan. Desa Terong telah mengelola data partisipatif oleh aparat kredibel. Mentalitas inilah yang perlu ditumbuhkan. Sehingga Indonesia bukan negara yang melanjutkan kemiskinan, tetapi memang berupaya mengentaskan kemiskinan. Ike Tim Media JMR 2010 22 Juli 2010 | Jagongan Media Rakyat | 1
ACARA
ACARA Media Komunitas, Impian Bersama (1)
Barongsai Anak Patangpuluhan Membuka Jagongan Media Rakyat 2010
Apa tujuan sebuah komunitas mengembangkan medianya sendiri? Inilah inti diskusi bertajuk “Advancing Public Interest Media”. Diskusi yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Arizona State University bertempat di Ruang 4, Jogja Na tional Museum (JNM), Yogyakarta. Merlyna Lim sebagai fasilitator mampu mengajak peserta un tuk berbagi gagasan mereka tentang media komu nitas. Setelah saling berkenalan, diskusi dimulai de ngan saling curah gagasan tentang media “publik” seperti apakah yang diinginkan atau dibutuhkan oleh masyarakat. Media publik yang dimaksud adalah media yang berpihak pada kepentingan publik. Merlyna kemudian meringkasnya dalam beberapa karakteristik media, yaitu media penyebar gagasan atau ide yang mensubyekkan sumber dan pembaca berita, menghargai kar ya, terjangkau secara so sial dan ekonomi, dekat dengan realita/ isu yang ada dalam dan dari ma syarakat, mampu menye rap aspirasi masyarakat, membumi,bersifatpartisi patoris, menjalankan fung si sebagai ruang publik, dan publik bisa ikut memi liki serta mengelola untuk
kepentingan bersama. Tak hanya itu, peserta dan Merlyna kemu dian membahas beragam persoalan yang sering dihadapi media. Terutama, pengalaman aktivis komunitas dalam menggunakannya – kerapnya, masalah regulasi dan legalitas. Media komuni tas dan media pewarta warga sering terkendala dalam beraktivitas karena status hukum mereka tidak jelas. Padahal, kemampuan serta kejujuran mereka mungkin lebih baik daripada jurnalis yang terikat oleh lembaga media tertentu. Juga, terdapat jurnalis atau pegiat media ko munitas yang hanya mementingkan pemahaman teknis tanpa memahami penyusunan konten yang baik. Seringkali, mereka sangat subyektif (me mentingkan diri sendiri atau kelompoknya). Ini menyulitkan media komunitas melakukan trans formasi sosial. Tiadanya kanal-kanal penghubung atau mediator ditengarai sebagai salah satu pe nyebabnya. Akhirnya, Merlyna mengharapkan para peser ta diskusi untuk mengubah cara pandang mereka. Mencoba melihat secara lebih makro bahwa ban yak celah kosong yang ditinggalkan media mainstream. Dan, media komunitas/ media pewarta warga seharusnya muncul menjadi media yang berpihak kepada kepentingan publik. Muncul se bagai media gotong royong yang menjadi impian bersama. Christian Apri Wijaya
Sekolah Anak Alam (Salam)
beliau pun mendirikan sekolah serupa. Siswa-siswi Salam terdiri dari berbagai macam status sosial baik dari keluarga kurang mampu maupun dari keluarga berada karena pada dasarnya sekolah ini tidak membedakan status sosial anak. Seperti tutur Suparno selaku pencari dana Salam,”Sekolah ini tidak membedakan sta tus ekonomi.” Sistem pendidikan yang digunakan oleh Salam mengacu pada kurikulum pendidikan nasional. Namun, materi pelajaran juga ditambah dengan materi kebudayaan, lingkungan, pangan berupa makanan tradisional dan makanan kese hatan, serta kesehatan. Beberapa materi informal lainnya sedang dalam proses pembicaraan.
Sekolah Anak Alam (Salam) pertama kali didirikan pada tanggal 8 Juli 1988 oleh Ibu Sri wayaningsih di Banjarnegara saat beliau yang berasal dari Klaten menikah dengan pria asal Banjarnegara kemudian menetap di sana. Pence tusan Salam berangkat dari keprihatinan Ibu Sri Wayaningsih pada hilangnya keceriaan masa ke cil anak-anak karena ketatnya pendidikan formal. Ketika pindah ke Yogyakarta pada tahun 2000, 2 | Jagongan Media Rakyat | 22 Juli 2010
Tim Media JMR 2010
Barongsai adalah tarian tradisional Cina den gan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Kesenian ini sudah ada sejak ribuan tahun silam. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebe lum masehi. Anak-anak di RW 04 Patangpuluhan Yogyakarta menggunakan kesenian ini sebagai media berekspresi mereka. Pada hari Kamis, 22 Juli 2010 pukul 15.30 -16.00 di Jagongan Media Rakyat, Jogja National Museum (eks. Akademi Seni Rupa Indonesia - ASRI Gampingan) Jl. Amri Yahya No. 1 Wirobrajan, Yogyakarta 55181 Indo nesia. Adi Setiawan, Ketua Paguyuban Barongsai Anak Patangpuluhan, mengungkapkan bahwa pa guyuban ini berdiri pada tahun 2001. Melalui pa guyuban ini diharapkan anak-anak lebih sensitif terhadap kebudayaan bangsa, terutama kesenian barongsai. Melalui kesenian pula generasi muda bisa terhindar dari pengaruh negatif seperti nar koba. Paguyuban Patangpuluhan ikut menyemarak kan dalam acara Jaringan Media Rakyat dengan tujuan menghibur para penonton serta mengajak masyarakat cinta kesenian. Total yang ikut ber main ada 30 anak , 5 sebagai perkusi dan 25 seb agai pemain barongsai. Anak yang mengikuti dari usia sekolah TK sampai kelas 6 SD. Pertunjukkan nya menceritakan kehidupan sehari-hari yang di simbolkan dengan Naga tidur yang artinya jangan bermalas-malasan, dan Naga murka yang artinya untuk giat dalam bekerja. Wawan kelas 5 SD salah
satu bagian dari Paguyuban Patangpuluhan men gungkapkan sangat senang bisa mengikuti acara ini karena bisa menghibur para penonton. Dari sini kita bisa melihat bahwa kesenian ini mem berikan pesan ke masyarakat untuk selalu seman gat dalam melakukan kegiatan positif. Auny
Sistem pengajarannya diawali praktik kemu dian dilanjutkan teori. Proses belajar mengajar dilakukan di dalam dan di luar ruang agar para murid dapat mengenal lingkungan sekitarnya. Sekolah ini menggunakan sistem lima hari kerja di mana anak-anak hanya bersekolah dari hari Senin hingga Jumat, sementara hari Sabtu dan Miggu sekolah diliburkan. Jam efektif bagi play group adalah pukul 9-11, TK pukul 8-12, semen tara bagi tingkat SD pukul 8-1 siang. Salam dapat ditemukan di Banjarnegara dan Yogyakarta. Di Banjarnegara Salam berupa Taman Kanak-Kanak (TK), sedangkan di Yogyakarta ditambah Kelom pok Bermain, dan Sekolah Dasar (SD).
Sedianya, anak-anak yang menempuh studi di Salam juga akan mendapatkan ijazah seperti lem baga pendidikan formal lainnya, namun izin pem berian ijazah tersebut sedang diproses oleh Dinas Pendidikan. Dana untuk menjalankan sekolah ini didapat dari hasil berjualan dan sumbangan orang tua murid semampunya. Dengan dana ini pula, Sekolah Alam menggaji tenaga pengajarnya. “Tenaga pengajar di sekolah ini merupakan rela wan, salah satunya berasal dari Australia,” terang Suparno. Ike
Tim Media JMR 2010)
Tim Media JMR 2010
Narasumber: Suparno 22 Juli 2010 | Jagongan Media Rakyat | 3