Menuju Data Driven Organization Jejak Langkah Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Penerbit Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI 2021
Menuju Data Driven Organization Jejak Langkah Direktorat Data dan Informasi Perpajakan Penasehat Dasto Ledyanto Pengarah Ahmad Tirto Nugroho|M. Baharuddin|Endro Tribudi Setijanto|Ardhie Permadi|Arman Imran Koordinator Neneng Rosidah Editor Sigit Hariyanto|Endah Sitarasmi|Nur Rochman Said Penulis Achmad Gofur Rifai|Ajeng Aditya Triutami|Amelia Kusuma|Anggit Prasetya|Arif Sukma Aji|Astuti Nababan|Banon Keke Irnowo|Debby Ernita Yulius|Deny Irawan|Dona Sri subekti|Dwiyan Irfan Nugraha|Dyah Topan Ari Kusuma|Endah Sitarasmi|Farkhan Wisnu Wardhono|Fatmawati|I Komang Hardi Wirawan|Isnaeny Fortuna Iramadhan|Lilis Tisnowati|M. Muslim Anshori|Melvin Siagian|Monica Vivi Kurniawati|Nita Aprilia Susanti|Prita Solisia|Rifky Bagas Nugrahanto|Rizaldi Rahardian Azmi|Rizki Nimpuno|Ryan Agatha Nanda Widiiswa|Sigit Hariyanto|Wide Metrika Putra|Yuana Christanty Pewawancara Endah Sitarasmi|Prita Solisia|Lilis Tisnowati|Dian Kenanga Sari|Nanda Yunita|Muhammad Halim Arif T.N.|Rifky Bagas Nugrahanto Desain dan Tata Letak Esha Indra Sukmana|Anas Dwi Pambudi|Nanda Yunita Desain Grafis Alvian Adie Pradana|Adyatmika Darmasatyaringgara|Ancy Lestari Saragih|Ismail Riza|Sadana Nur Utama Cetakan pertama, Juli 2021 Penerbit Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI Jalan Gatot Subroto, Kav. 40-42, Jakarta 12190 Telp (+62) 21-525-0208 ISBN 978-623-97203-2-2
Sekapur Sirih Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas limpahan rahmatNya buku bertajuk Menuju Data Driven Organization, Jejak Langkah Direktorat Data dan Informasi Perpajakan ini dapat hadir dihadapan pembaca budiman. Buku ini berupaya memberikan gambaran menyeluruh tentang Direktorat DIP. Dimulai dari sejarah dan latar belakang pembentukannya, profil tiap unsur didalamnya, produk apa saja yang dihasilkan, pendapat para pemangku kepentingan, serta opini para pegawai terhadap perkembangan dunia data, informasi dan data analytics. Merespon perkembangan dunia digital dewasa ini, pengelolaan big data menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Data adalah kekayaan baru yang sangat bernilai. Data dapat dipertukarkan, dieksplorasi, dan dieksploitasi. Direktorat Jenderal Pajak menyadari hal ini, dan menjadikan pembenahan pengelolaan big data sebagai perhatian utama. Basis data pajak yang kaya, kuat, dan valid menjadi penopang utama dalam sistem self assessment.
4
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Tingginya volume dan variasi jenis data yang telah dan terus diupayakan untuk dihimpun, menjadi tantangan tersendiri bagi DJP. Direktorat DIP sebagai unit pengampu harus mampu mengelola data yang sedemikian besar dan kompleks agar dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kegiatan pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian buku ini. Akhirnya, kami berharap buku ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Jakarta, 8 Juli 2021 Direktur Data dan Informasi Perpajakan Dasto Ledyanto
Menuju Data Driven Organization
5
Daftar Isi Sekapur Sirih
4
Apa dan Mengapa DIP?
10
Profil DIP
15
Latar Belakang Pembentukan DIP
16
Struktur Organisasi
20
Profil Pegawai
22
Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi
24
Subdirektorat Pengelolaan Data Internal
30
Subdirektorat Pengelolaan Data Eksternal
37
Subdirektorat Analisis Data
43
Subdirektorat Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data
46
Analis Pajak
53
Fungsional Pranata Komputer
55
Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
6
57
Kebijakan Tata Kelola Data
58
Data Eksternal Berkualitas
62
Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Analisis Perpajakan
65
Compliance Risk Management
70
DJP Data Warehouse
79
99 Data Pemicu
84
Data Penerimaan yang Valid
87
SmartWeb, Analisis Data Berbasis Jaringan
90
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
DIP di Mata Pimpinan dan Mitra Direktur Jenderal Pajak: Suryo Utomo
93 96
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak: Awan Nurmawan Nuh
103
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak: Nufransa Wira Sakti
110
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak: Yon Arsal
115
Kasubid Perencanaan Kinerja Pendapatan dan Pengembangan Layanan Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat: Irvan Niko Firmansyah
123
Lead Advisor Prospera: Rubino Sugana
126
Principal Advisor GIZ: Budi Kuncoro
128
Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
133
Mengelola “Minyak Baru” di DJP
134
Meraih Asa dari Tata Kelola Data
139
Compliance Risk Management: Penyala Tanda Bahaya
142
TKDI, Kini dan Nanti
146
Menggerakan Turbin Analisis Data
150
Kolaborasi UX-Method dalam Pengembangan Risk Engine
155
Urgensi dan Posisi OLAP dalam Analisis Perpajakan
159
Epilog
163
Glosarium
166
Daftar Singkatan dan Akronim
170
Menuju Data Driven Organization
7
Data Driven Organization organisasi yang mampu bekerja, mengambil kesimpulan, dan menetapkan suatu kebijakan dengan menggunakan analisis data secara tepat dan memadai
Apa dan Mengapa DIP? “Kredibilitas, Reputasi dan Reliabilitas DJP ditentukan oleh bagaimana DJP mendapatkan data, mengolah data, memperlakukan data, dan sistem memberikan input dan feedback yang baik, bagaimana DJP mendeploy data tersebut secara konsisten ke seluruh Kanwil dan KPP”. (Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Peresmian Direktorat Data dan Informasi Perpajakan serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta 8 Juli 2019)
10
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Penguasaan suatu institusi pemerintah terhadap data dan informasi, tidak dapat dipungkiri, menjadi hal yang mutlak di era transformasi digital dalam lingkup revolusi industri 4.0 saat ini. Sejak beberapa tahun terakhir, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memandang pentingnya penguasaan atas data dan informasi, yang dianggap sebagai salah satu pilar dalam reformasi perpajakan. DJP terus berbenah untuk bertransformasi menjadi data driven organization, dimana keputusan serta penetapan kebijakan didasarkan atas hasil analisis terhadap data informasi secara tepat dan memadai. Peraturan perundang-undangan memungkinkan DJP untuk menghimpun lebih banyak data baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Menuju Data Driven Organization
11
Pengampunan Pajak sebagai dasar program Amnesti Pajak. Selain itu, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI). Kedua program tersebut memungkinkan DJP memiliki data dari luar negeri. Selain itu, sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang berkaitan dengan Perpajakan, DJP juga menghimpun data yang kuantitasnya sangat besar, yang di sisi lain menuntut hadirnya pengelolaan basis data terintegrasi dan penggunaan big data analytics untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Atas dasar pertimbangan tersebut, dibutuhkan suatu unit yang melakukan pengelolaan atau manajemen data yang efektif, efisien, dan terpadu sehingga data dan informasi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, komprehensif, dan terintegrasi. Dalam rapat Board of Directors (BoD) DJP yang dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2018 dilakukan pembahasan mengenai perlunya unit khusus pengelola data dan analitik yang terintegrasi, selanjutnya dikenal dengan istilah Data Management Unit (DMU). Direktur Jenderal Pajak kemudian memberikan arahan untuk membentuk unit manajemen data di Direktorat Jenderal Pajak dan agar segera dilakukan assessment kebutuhan unit dimaksud dari segi regulasi, proses bisnis, dan sumber daya. Menindaklanjuti arahan Direktur Jenderal Pajak tersebut, dalam periode Januari hingga April 2018 dilakukan koordinasi pembahasan konsep pembentukan DMU yang dikoordinasikan oleh Staf Ahli
12
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak serta beberapa direktorat terkait di lingkungan KPDJP. Adapun konsep DMU yaitu suatu proses bisnis terpadu yang terdiri atas fungsi manajemen data berdasarkan best practice yaitu, perencanaan strategis dan penyusunan kebijakan tata kelola data, perancangan arsitektur data dan pengelolaan data warehouse, pengelolaan keamanan data, serta pencarian data dan onboarding, analisis data perpajakan dan analisis sains data, serta Compliance Risk Management (CRM). Walaupun beberapa fungsi manajemen data tersebut telah dilaksanakan oleh DJP namun dalam pelaksanaannya masih tersebar di beberapa unit kerja, sehingga dibutuhkan integrasi dan penyempurnaan. Lebih jauh, mengingat bahwa proses pembentukan DMU membutuhkan waktu sampai terbentuknya unit baru, maka disusun roadmap tahapan pembentukan DMU yaitu, pertama, untuk jangka pendek di tahun 2018, dilakukan perluasan fungsi Tim Pusat Analisis Perpajakan (Center for Tax Analysis/CTA) sehingga mencakup fungsi manajemen data sebagai prototype DMU, kedua untuk jangka menengah di tahun 2019, dilakukan pembentukan tim transisi jika organisasi masih belum terbentuk, dimana tim transisi ini merupakan perpanjangan masa kerja tim CTA baru, sebagai prototype DMU, sehingga fungsi manajemen data di DJP dapat berjalan secara berkesinambungan, dan terakhir untuk jangka panjang dilakukan pembentukan unit setingkat eselon II sebagai DMU, yang menjadi cikal bakal Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP). Hingga akhirnya pada tahun 2019, melalui penetapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, DJP membentuk DIP yang memiliki tanggung jawab dalam perumusan kebijakan tata kelola data, pengelolaan data internal dan data eksternal, analisis data, serta pengembangan manajemen risiko kepatuhan wajib pajak dan sains data.
Menuju Data Driven Organization
13
Upaya kerja kolaboratif antarlini di dalam Direktorat Jenderal Pajak terus menerus digaungkan dan dipegang dalam setiap pekerjaan pada Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Hal ini merupakan upaya untuk menjamin kualitas produk analisis yang dihasilkan. Sinergi dan kolektivitas yang dibangun menjadi prinsip demi mendukung strategi utama DJP. Dengan penguatan tata kelola data dan informasi, pengelolaan data internal dan eksternal, penggalian potensi dan manajemen risiko kepatuhan berbasis data analytics sebagai tugas dan fungsi utama DIP, diharapkan semakin menasbihkan DJP sebagai organisasi yang dikelola berdasarkan analisis data (data driven organization), yang bukan hanya menjadikan data informasi sebagai sarana pendukung belaka, melainkan juga bagian inti dari strategi, sistem, proses, dan budaya organisasi secara keseluruhan. “Yang saya impikan dan Indonesia impikan adalah suasana dimana compliance dan kemampuan kita untuk collecting didasarkan pada data yang kredibel, akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Saya berharap dengan hadirnya Direktorat TIK, DIP dan PKP menjadi garda yang paling mengenal kualitas data di Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga apabila berhubungan dengan wajib pajak, DJP berwibawa bukan karena kewenangannya, tapi karena wajib pajak tahu bahwa mereka tidak bisa berkelit karena data kita kredibel dan akurat.” Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Peresmian Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Direktorat Data Informasi Perpajakan 8 Juli 2019.
14
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I
Profil Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Latar Belakang Pembentukan DIP Seiring dengan peningkatan jumlah dan jenis data yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai dampak dari ditetapkannya beberapa peraturan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan; 5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang berkaitan dengan Perpajakan; maka perlu dilakukan penanganan tata kelola data (manajemen data) yang efektif, efisien, dan terpadu oleh suatu unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak agar data dan informasi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, komprehensif, dan terintegrasi. Data yang dikelola dan dianalisis dengan baik, bisa menjadi alat bantu pengambilan keputusan serta implementasi kebijakan untuk mendukung pencapaian target penerimaan pajak. Untuk merespon kebutuhan tersebut, dibentuklah unit khusus pengelola data dan analitik yang terintegrasi melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 67/KMK.03/2019 tentang Pembentukan Tim Manajemen Data di Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2019. Keputusan Menteri Keuangan tersebut sekaligus memperkaya tugas dan fungsi serta merubah nama tim yang dulu dikenal dengan nama
16
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Tim Pusat Analisis Perpajakan/Center for Tax Analysis (CTA). Tim CTA sendiri sudah dibentuk sejak tahun 2015, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 609/KMK.03/2015 tentang Pembentukan Tim Pusat Analisis Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak dan terakhir diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.03/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 983/KMK.03/2017 tentang Pembentukan Tim Pusat Analisis Perpajakan (Center for Tax Analysis) di Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2018. Riwayat Pembentukan Tim CTA
Tim Manajemen Data yang mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2019, memiliki tugas untuk melakukan manajemen data secara komprehensif, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pemanfaatan data. Tim tersebut terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pengelola. Tim Pengarah mempunyai tugas untuk menetapkan arah dan kebijakan tim, menetapkan Rencana Strategis tim, dan memberikan arahan kepada tim pengelola. Sedangkan Tim Pengelola melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pembagian kelompok tim sebagai berikut: a. tim Perencanaan Strategis, b. tim Tata Kelola Data, c. tim Analisis Data Perpajakan,
Menuju Data Driven Organization
17
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
d. tim Sains Data (Data Science), dan e. tim Compliance Risk Management. Bagan Struktur Organisasi Tim Manajemen Data
Namun demikian, dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh DJP, diperoleh beberapa faktor yang mendorong DJP untuk melakukan penataan organisasi dalam rangka meningkatkan fungsi tim Manajemen Data. Faktor dimaksud antara lain: 1. Tuntutan stakeholders pada DJP berupa: peningkatan tax ratio, pertumbuhan target penerimaan pajak; dan reformasi birokrasi perpajakan yang memenuhi prinsip clean and good governance. 2. Koordinasi antar unit yang belum terselenggara secara efektif dan efisien. Hal ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya pembentukan tim tambahan di luar struktur formal organisasi. Banyaknya tim berdampak pada duplikasi pelaksanaan pekerjaan yang menjadikan proses produksi menjadi tidak maksimal. 3. Uraian jabatan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Dinamika kegiatan tambahan yang bersifat
18
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
ad hoc mengakibatkan uraian jabatan yang telah ditetapkan pada saat penyusunan struktur organisasi tidak mencerminkan secara tepat kegiatan yang dilakukan atau seharusnya dilakukan oleh beberapa unit kerja. 4. Masih terdapat duplikasi pelaksanaan tugas dan fungsi yang mengakibatkan suatu tugas dan fungsi dapat dilakukan oleh lebih dari satu unit atau justru tidak dilakukan oleh unit mana pun karena saling menunggu. Berdasarkan hasil evaluasi dimaksud, salah satu bentuk penataan organisasi yang perlu dilakukan antara lain dengan melakukan integrasi dan penataan ulang Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan serta Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi menjadi: 1)
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP); dan
2)
Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Struktur Organisasi Direktorat Data dan Informasi Perpajakan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat DIP terdiri dari lima unit eselon III dan dua puluh satu unit eselon IV. Unit-unit dalam Direktorat DIP melaksanakan tugas dan fungsi yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Ibarat ‘ban berjalan’, pekerjaan di setiap Subdirektorat dan Seksi dapat mempengaruhi hasil kualitas kerja di unit lainnya. Untuk itu rantai koordinasi dan sinergi antar unit harus dipasang dengan kencang, sehingga proses disetiap unit dapat terjaga sesuai standar hasil yang diharapkan. Sebagai contoh, tata kelola data atau prosedur kerja yang baik dari Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi tentunya dapat mendorong efektifitas proses maupun hasil kerja di subdirektorat lainnya. Begitu pula pada subdirektorat lainnya, kualitas output yang dihasilkan dapat mempengaruhi pekerjaan maupun dapat memberikan feedback untuk membantu pekerjaan di unit lain.
Menuju Data Driven Organization
19
Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/ PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
20
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Menuju Data Driven Organization
21
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi Tim Manajemen Data DJP sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 67/KMK.03/2019, terdiri dari lima tim pengelola, yang terdiri dari tim Perencanaan Strategis, tim Tata Kelola Data, tim Analisis Data Perpajakan, tim Sains Data (Data Science), dan tim Compliance Risk Management. Tim Perencanaan Strategis dan Tim Tata Kelola Data membuat perencanaan dan tata kelola terkait data, sebelum data dimanfaatkan oleh tim lainnya dalam Tim Manajemen Data. Seiring dengan penataan organisasi yang dilakukan oleh DJP, beberapa fungsi didalam kedua tim tersebut diadopsi menjadi fungsi pada Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi di Direktorat DIP. Tugas pokok Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi antara lain adalah: a. penyusunan kebijakan prioritas inisiatif strategis atas kebutuhan data dan informasi b. penyusunan kebijakan tata kelola data c. penyusunan arsitektur data warehouse d. evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis operasional, analisis data dan manajemen risiko kepatuhan, prosedur kerja, dan proses bisnis di Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi dimaksud, Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi terdiri atas: a. Seksi Perencanaan Strategis Data dan Informasi; b. Seksi Prosedur Tata Kelola Data dan Informasi;
24
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
c. Seksi Perancangan Arsitektur Informasi; dan d. Seksi Evaluasi Pemanfaatan Data dan Informasi. Seksi Perencanaan Strategis Data dan Informasi Kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan yang bersifat strategis maupun yang bersifat rutin di Direktorat DIP, disusun dan dikoordinasikan oleh Seksi Perencanaan Strategis Data dan Informasi (PSDI), antara lain berupa rencana strategis Direktorat DIP Tahun 2020-2024 dan rencana kerja tahunan. Selain penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan, Seksi PSDI juga memiliki tugas di bidang perencanaan terkait kebutuhan data bagi DJP dengan menyusun kebijakan kebutuhan data eksternal. Bentuk perencanaan lainnya adalah perencanaan atas pemanfaatan data yang telah dimiliki dan diterima oleh DJP. Perencanaan pemanfaatan data yang telah dilakukan pada tahun 2020 dihasilkan dalam bentuk kegiatan penurunan data pemicu dan data penguji pada aplikasi Approweb. Koordinasi dan kerja sama untuk penghimpunan dan pertukaran data eksternal juga menjadi tugas dari seksi ini. Tugas yang dilaksanakan dalam rangka membuka pintu kerja sama dalam bentuk pertukaran data antara pemilik data dengan DJP. Selain itu juga dilakukan dalam ruang lingkup kualitas data yang diterima. Koordinasi terkait kualitas data, dilaksanakan berdasarkan laporan hasil penjaminan mutu (quality assurance) atas data eksternal yang diterima secara triwulanan dari Subdirektorat Pengelolaan Data Eksternal. Dari hasil koordinasi tersebut, diharapkan ILAP dapat memberikan data eksternal kepada DJP dengan kualitas yang lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih besar. Seksi Prosedur Tata Kelola Data dan Informasi Sebagai direktorat yang baru terbentuk, prosedur kegiatan untuk masing-masing subdirektorat di Direktorat DIP masih belum sepenuhnya terstandardisasi. Demi mendukung terwujudnya data yang valid, diperlukan suatu prosedur tata kerja yang runut dan baku sehingga dapat menghasilkan output yang berkualitas. Penyusunan
Menuju Data Driven Organization
25
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
prosedur tata kerja dimulai dengan menganalisis proses kerja terkini (existing), kemudian melakukan pembandingan terhadap best practices sebagai salah satu dari kegiatan analisis. Dari hasil pembandingan tersebut, atas kesenjangan (gap) yang ada kemudian dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian sehingga menjadi suatu prosedur yang baku. Adapun salah satu hasil dari penyusunan prosedur kerja pada tahun 2020 yaitu Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai pengembangan data pemicu melalui mekanisme analytics use case. Selain penyusunan prosedur kinerja bagi organisasi, proses pengejawantahan atas kebijakan yang bersifat umum menjadi pedoman yang lebih teknis merupakan sebuah hal yang perlu dilakukan. Pedoman ini digunakan bagi unit kerja di lingkungan DJP agar pekerjaan yang dilakukan selaras dengan aturan-aturan terkait. Salah satu pedoman yang disusun yakni terkait manajemen kualitas data, dimana hal ini tercantum dalam kebijakan tata kelola data yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi. Upaya tak kalah penting lainnya yang mendapat perhatian lebih yakni terkait keamanan data. Keamanan data kerap kali menjadi isu yang krusial dalam suatu organisasi, terlebih bagi organisasi pemerintah. Pengamanan terhadap data maupun akses data wajib dilakukan untuk menghindari upaya penyalahgunaan data. Salah satu bentuk pengamanan tersebut yaitu dengan mengatur kewenangan akses data perpajakan yang dimiliki oleh DJP. Untuk pihak internal DJP, kewenangan hak akses data perpajakan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-30/PJ/2019 tentang Kebijakan Tata Kelola Kewenangan Akses Data Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak. Seiring dengan dinamika di DJP, perlu dilakukan pemutakhiran atas akses pengguna data terhadap data-data perpajakan yang dimiliki. Hal ini dilakukan agar tidak menghambat proses kerja rutin pengguna data. Pemutakhiran akses data menurut SE-30/PJ/2019 dilakukan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut, antara lain: perubahan perundang-undangan di bidang perpajakan, perubahan struktur dan organisasi DJP, hasil pemantauan dan evaluasi, perubahan status pengguna data, dan/atau perubahan SOP yang berlaku di DJP.
26
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Proses pemutakhiran dilakukan dengan pembahasan dengan pengguna data dan kemudian dilakukan perubahan matriks kewenangan akses data perpajakan. Sejak berlakunya SE-30/PJ/2019 sampai dengan pertengahan 2021 telah dilakukan pemutakhiran akses sebanyak empat kali, dengan rincian sebagai berikut: a. Pemutakhiran
kewenangan
akses
untuk
Direktorat
Intelijen
Perpajakan. b. Pemutakhiran kewenangan akses untuk Unit Kepatuhan Internal di lingkungan DJP. c. Pemutakhiran kewenangan akses untuk Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Pendataan Kantor Wilayah DJP. d. Pemutakhiran kewenangan akses untuk Fungsional Penyuluh dan Asisten Penyuluh Pajak. Seksi Perancangan Arsitektur Informasi Seksi Perancangan Arsitektur Informasi yang bertugas untuk melakukan penyusunan arsitektur data pada Enterprise Data Warehouse (EDW). Selain itu juga pembuatan model dan desain data (conceptual, logical, dan physical model) termasuk data mart yang ada pada EDW dan data eksternal, pengelolaan master data dan data referensi pada EDW, penyusunan kamus data pada EDW, penyusunan standardisasi data (business rules set), dan penyusunan kebijakan integrasi data dan interoperabilitas. Penyusunan desain data warehouse di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diperlukan agar seluruh data yang dimiliki DJP terintegrasi, tercatat semua perubahannya, mendukung sistem pengambilan keputusan, dan tidak memberatkan sistem transaksional yang sudah berjalan. Salah satu hasil dari kegiatan ini adalah dokumen High Level Architecture Data Warehouse yang digunakan sebagai landasan ruang kerja bagi setiap unit Direktorat DIP dalam penggunaan EDW DJP. Kamus data pada EDW dibutuhkan untuk menyeragamkan pemahaman dalam penggunaan data dalam basis data, sehingga terdapat konsistensi dalam penggunaan data, tidak terjadi pengulangan data yang sama
Menuju Data Driven Organization
27
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
dan penggunaan data lebih efisien karena data digunakan bersamasama pada basis data. Hal-hal yang diatur dalam dokumen kamus data adalah detail tentang aliran data (data flow) , objek basis data, penyimpanan data (data store) , struktur data (data structure), dan elemen data (data element).
Seksi Evaluasi Pemanfaatan Data dan Informasi Seiring dengan peningkatan jumlah dan jenis data yang dikelola, maka menjadi tantangan sendiri bagi DJP dalam mengelola dan memanfaatkan data yang tersedia secara optimal, komprehensif, dan terintegrasi untuk mendukung target penerimaan pajak. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi atas kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan data sebagaimana telah diamanatkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 17/PJ/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Penataan Organisasi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Adapun evaluasi yang telah dilaksanakan oleh Direktorat DIP dalam hal ini dilaksanakan oleh Seksi Evaluasi Pemanfaatan Data dan Informasi selama tahun 2020 adalah sebagai berikut:
28
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
a. Evaluasi Pemanfaatan Data Eksternal di DJP. b. Evaluasi Pengelolaan Data Pengelolaan Data Eksternal.
Eksternal
pada
Subdirektorat
c. Hasil Evaluasi Data Pemicu Penghasilan yang Belum Dilaporkan dari Selisih Kenaikan Aset Bersih Dibandingkan Penghasilan yang Sudah Dilaporkan. d. Evaluasi Data Pemicu Selisih Saldo Keuangan dengan Harta Setara Kas. e. Evaluasi Data Pemicu Penyalahgunaan Fasilitas PPN Tidak Dipungut pada Kawasan Bebas atau Free Trade Zone. f. Evaluasi Data Pemicu Penerbitan Faktur Pajak 02/03 Kepada Pemungut Tanpa Pembayaran PPN. g. Evaluasi Data Pemicu DTH/RTH Tanpa Potongan Pajak. h. Evaluasi Data Pemicu Penjualan Dalam Negeri yang Dilaporkan sebagai Penyerahan Impor. i. Evaluasi atas Kewenangan Akses Data di DJP. j. Evaluasi Rencana Kerja Direktorat DIP.
Menuju Data Driven Organization
29
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Subdirektorat Pengelolaan Data Internal Pembentukan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) merupakan hasil dari reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). DIP mengelola dan mengintegrasikan data perpajakan terhadap pengambilan kebijakan operasional maupun strategis yang didasarkan pada kegiatan analisis. DJP berupaya menguatkan proses analisis data yang dinamakan OLAP, yaitu Online Analytical Processing. OLAP merupakan pendekatan untuk mengekstrak data hasil kegiatan operasional yang kemudian dapat digunakan untuk melakukan pengelolaan data, laporan yang memanfaatkan data, perhitungan analitik, termasuk yang bersifat prediktif maupun preskriptif. Direktorat Jenderal Pajak dengan pendekatan OLAP diharapkan dapat melakukan merencanakan, menganalisis, dan membuat laporan atas data yang dihasilkan oleh kegiatan operasional perpajakan sehingga dapat digunakan untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan penggalian potensi perpajakan. Berangkat dari kondisi tersebut, terbentuk Direktorat DIP yang di dalamnya terdapat Subdirektorat Pengelolaan Data Internal yang mempunyai tugas dalam kebijakan teknis operasional mutu data internal, pengelolaan data warehouse, pengolahan dan rekonsiliasi data penerimaan dan data utang pajak, serta pengelolaan akun wajib pajak. Subdirektorat Pengelolaan Data Internal bertujuan khusus untuk mengelola data internal sehingga menjadi data yang berkualitas sebagai input dalam pendekatan OLAP. Pengelolaan tersebut tidak hanya berfokus kepada terhadap teknis atas data tetapi juga terhadap
30
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
data penerimaan pajak maupun proses rekonsiliasi atas data penerimaan dan utang pajak. Sehingga dalam konteks kebutuhan analisis kegiatan penggalian potensi perpajakan, subdirektorat pengelolaan data internal dapat menampilkan data yang mencakup dari sisi yang lebih luas (termasuk proses rekonsiliasi dan data penerimaan). Pelaksanaan tugas pengelolaan data internal sendiri juga didasarkan pada Data Management Principle sehingga pekerjaan yang ada dapat berjalan dengan efektif. Prinsip-prinsip manajemen data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Data merupakan hal yang berharga bagi organisasi 2. Kebutuhan manajemen data merupakan kebutuhan organisasi dari perspektif bisnis 3. Manajemen data membutuhkan beragam kemampuan dalam pelaksanaanya 4. Manajemen data merupakan life-cycle management
Menuju Data Driven Organization
31
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Dan untuk menyelenggarakan tugas, fungsi dan juga untuk menjalankan Data Management Priciple dimaksud, Subdirektorat Pengelolaan Data Internal memiliki seksi-seksi sebagai berikut : 1. Seksi Pemantauan Data Internal 2. Seksi Pengendalian Mutu Data Internal 3. Seksi Pengelolaan Data Warehouse 4. Seksi Pengelolaan Data Penerimaan 5. Seksi Rekonsiliasi Data Penerimaan dan Utang Pajak Seksi Pemantauan Data Internal Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pemantauan memiliki arti perbuatan memantau, pengamatan, pencatatan. Kata data memiliki arti keterangan yang benar dan nyata, sedangkan kata internal memiliki arti menyangkut bagian dalam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemantauan data internal merupakan kegiatan memantau, mengamati keterangan yang benar dan nyata yang menyangkut bagian dalam yaitu lingkungan DJP. Uraian tugas-tugas Seksi PDI sebagai berikut: 1. Standardisasi data internal dan melakukan pemutakhiran maupun perbaikan atas data internal hasil pengendalian mutu data internal. 2. Pemantauan dan pemutakhiran data apabila terjadi perubahan atas data master wajib pajak dan data-data lain yang digunakan sebagai referensi di DWH. 3. Memantau aliran data dari database sumber ke DWH. 4. Melakukan dokumentasi file, metadata, dan data referensi pada hasil olahan SPT dan Document Management System (DMS). 5. Pemantauan dan pengelolaan data internal yang terdapat di Enterprise Data Warehouse (DWH). Selain kegiatan tersebut, Dit. DIP melalui Seksi PDI juga membangun sinergi dan kerja sama dengan Direktorat Teknologi Informasi dan
32
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Komunikasi (Dit. TIK) dalam mewujudkan data valid. Sinergi ini dilakukan dengan memberikan umpan balik berupa laporan hasil pengelolaan dan pemantauan data. Apabila terdapat kesalahan data yang disebabkan oleh aplikasi dapat segera dilakukan perubahan dan perbaikan oleh Dit. TIK, sehingga data yang masuk ke database sudah berupa data valid dan lolos penjaminan kualitas. Seksi Pengendalian Mutu Data Internal Penjaminan mutu atau quality assurance (QA) dan pengendalian mutu atau quality control (QC) merupakan kegiatan untuk menilai kualitas suatu data, baik data yang telah dimutakhirkan maupun data yang tidak. Proses ini musti dilakukan agar kualitas data sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. Seksi Pengendalian Mutu Data Internal menjadi penjaga gawang dalam proses penjaminan dan pengendalian mutu ini. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan quality assurance (QA) dan quality control (QC) data hasil cleansing SPT yang dilakukan oleh Seksi Pemantauan Data Internal. Kegiatan pengendalian mutu dilakukan atas data SPT yang akan ditampilkan pada OLAP yang merupakan perpindahan dari tingkat 1 ke tingkat 3. Pada proses pengendalian mutu, kualitas data SPT yang dianggap invalid adalah data yang termasuk dalam 3 kriteria, yaitu : 1. Data Geser yaitu data yang tidak sesuai dengan urutan dalam skema lapor SPT. 2. Data Invalid Number yaitu data yang terdapat tambahan karakter titik atau koma. 3. Data Invalid Structure yaitu data yang kurang atau lebih jumlah per halamannya. Apabila tidak terdapat kriteria invalid, maka data SPT tersebut telah memiliki kualitas yang baik dan dapat dimanfaatkan dalam analisis data perpajakan. Setelah data SPT dilakukan pemutakhiran serta telah lolos pada kriteria mutu, data SPT tersebut akan di-deploy pada sistem.
Menuju Data Driven Organization
33
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Sementara, data yang tidak lolos proses pengendalian mutu memiiki beberapa definisi khusus berikut: 1. Tidak lolos QA yaitu untuk data yang belum memenuhi standar kualitas data pengelolaan data internal. 2. Residu adalah data yang telah dilakukan pemutakhiran data berulang kali tetapi ketika dilakukan pengendalian mutu atas data tersebut, data belum memenuhi standar kualitas yang ada dan kualitas dari data tersebut tidak dapat diperbaiki. 3. Anomali adalah data yang memiliki keganjilan atau penyimpangan karakteristik sehingga membuat isi dari data tersebut diragukan kualitasnya. Seksi Pengelolaan Data Warehouse Pembangunan atas arsitektur data warehouse yang disusun oleh Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi. Namun, pengelolaan atas data warehouse tersebut menjadi tanggung jawab Subdit Pengelolaan Data Internal. Pengelolaan ini penting sehingga pelaksanaan OLAP, proses analisis data perpajakan tetap terjamin. Output teknis dari OLAP ini adalah terbentuk presentation layer atau dasbor. Dasbor ini berupa tampilan atas beberapa data yang telah dianalisis relasinya sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang bersifat operasional maupun strategis. Data dari kegiatan operasional harus melalui beberapa alur tertentu pada data warehouse agar dapat menghasilkan informasi yang berkualitas. Dari sisi teknis pembangunan data warehouse, Seksi Pengelolaan Data Warehouse memiliki tugas untuk mengimplementasikan alur data pada OLAP agar dapat terimplementasi dengan baik mulai dari bagian data sources hingga presentation layer. Dalam mengimplementasikannya, Seksi Pengelolaan Data Warehouse menggunakan proses Extract Transform Load (ETL), yaitu proses untuk memilih dan mengambil data dari satu atau beberapa sumber dan membaca, mengakses, atau mengalirkan data yang dipilih tersebut.
34
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Seksi Pengelolaan Data Penerimaan Mengelola data penerimaan pajak tepat waktu serta akun wajib pajak adalah tugas Seksi Pengelolaan Data Penerimaan. Data penerimaan merupakan data pembayaran wajib pajak yang dibentuk melalui sistem billing Modul Penerimaan Negara (MPN) dan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang di dalamnya terdapat proses identifikasi, analisis, sinkronisasi, rekonsiliasi dan standardisasi. Pengolahan data penerimaan dilakukan dengan menyandingkan data Masterfile NPWP sehingga dapat diketahui identitas wajib pajak berikut dengan jenis pajak dari data penerimaan. Hasil pengolahan data penerimaan, dari data input penerimaan hingga muncul pada presentation layer, dimanfaatkan untuk beberapa kebutuhan analisis antara lain: 1. Aplikasi Dashboard Penerimaan, yang digunakan untuk memantau kinerja penerimaan baik nasional ataupun unit kerja. 2. Aplikasi MPN Harian Rekon, aplikasi pemantauan penerimaan MPN yang diperbaharui setiap 30 menit sekali sebagai alat pemantauan penerimaan. 3. Aplikasi Data SPM merupakan aplikasi pemantauan penerimaan SPM yang diperbaharui setiap hari sebagai alat pemantauan penerimaan SPM. 4. Tabelaris MPN, aplikasi berdasarkan NPWP.
yang
menampilkan
penerimaan
5. Aplikasi Kinerja Penerimaan, aplikasi untuk memantau pertumbuhan penerimaan unit kerja di lingkungan DJP. 6. Tax Payer Account, RAS, aplikasi yang menampilkan data penerimaan pajak berdasarkan mata akun pajak. 7. Aplikasi Pengawasan Pembayaran, aplikasi yang menyandingkan data penerimaan pajak dengan data-data perpajakan lain untuk mendukung pengawasan kepatuhan wajib pajak
Menuju Data Driven Organization
35
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Seksi Rekonsiliasi Data Penerimaan dan Utang Pajak (Seksi RDPUP) Seksi Rekonsiliasi Data Penerimaan dan Utang Pajak melakukan rekonsiliasi data penerimaan dan data utang pajak. Rekonsiliasi ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya perbedaan pencatatan yang berdampak pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam laporan keuangan. Dalam hal terjadi perbedaan data, penyebab-penyebab terjadinya perbedaan harus ditemukan. Untuk mencari penyebab perbedaan ini, koordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut mutlak diperlukan. Dalam rangka pengamanan penerimaan, Seksi Rekonsiliasi Data Penerimaan dan Utang Pajak mempunyai tugas untuk: 1. Memastikan akurasi data penerimaan pajak baik bruto maupun neto. 2. Membuat Konsep Usulan Tanggapan atas Temuan Audit BPK pada Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (LK DJP), Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (LKKK) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). 3. Menyajikan data saldo utang pengembalian (UKPP). Selain tugas diatas, Seksi Rekonsiliasi Data Penerimaan dan Utang Pajak juga mempunyai tugas menyusunan sistem monitoring data internal, data penerimaan, dan UKPP. Tugas lain yaitu, menyiapkan data interkoneksi pada aplikasi Sistem Keuangan Tingkat Instansi dan Sistem Informasi DJP, melakukan pembenahan data bendaharawan. Disamping juga penerimaan belanja Pemerintah dan data penerimaan dari Bea Cukai serta menyusun alur data dalam penyusunan Laporan Keuangan dan Sistem Rekonsiliasi Penerimaan.
36
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Subdirektorat Pengelolaan Data Eksternal Sejarah Unit Pengelola Data Eksternal DJP Kebutuhan akan data dan informasi menjadi hal yang tidak mungkin untuk dihindari dalam sebuah organisasi. Apalagi di dunia perpajakan. Data dari pihak ketiga, data diluar yang dimiliki DJP dan wajib pajak, menjadi kebutuhan dalam mendukung data internal yang sudah ada. Dengan alasan inilah, penting bagi DJP untuk memiliki sebuah unit yang bertugas di bidang pengolahan data eksternal. KPDE atau Kantor Pengolahan Data Eksternal adalah Unit Pelaksana Teknis DJP di bidang pengolahan data dan dokumen yang berkaitan dengan perpajakan yang bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak, dan secara teknis dibina oleh Direktur TIP. Dibentuk pada 30 Desember 2011, KPDE merupakan pelaksanaan amanat UU No 6 Tahun 1983 tentang KUP melalui PMK-134/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data Eksternal. Dengan wilayah kerja meliputi seluruh Indonesia, pada tahun 2012 kemudian diterbitkan SOP pelaksanaan tugas dan fungsi KPDE dengan SE-34/PJ/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Operasional Pengolahan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan di KPDE, dan PP-31/2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan (PAP3D). Pada tahun 2013, mulai diterbitkan peraturan pelaksanaan PAP3D dengan diawali dengan kewajiban 14 ILAP untuk menyampaikan data sesuai PMK-16/PMK.03/2013. ILAP-ILAP kemudian mulai bertambah seiring dengan kebutuhan akan data eksternal di DJP
Menuju Data Driven Organization
37
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
yang akan digunakan untuk penggalian potensi perpajakan. Pada tahun 2013 sendiri dilakukan tiga revisi PMK-16/PMK.03/2013 yang akhirnya menambah jumlah ILAP yang wajib menyampaikan data hingga menjadi 39 ILAP. Revisi PMK kemudian terus dilakukan pada tahun-tahun berikutnya hingga akhirnya terbitlah PMK-228/ PMK.03/2017 yang mewajibkan 69 ILAP untuk menyampaikan data ke DJP. Penambahan ILAP yang tercantum dalam PMK ini kemudian menyebabkan KPDE melakukan penambahan pegawai, dari yang semula berjumlah hanya 10 pegawai saja di tahun 2012. Administrasi dan pengolahan data yang dilakukan KPDE kemudian semakin dituntut untuk dapat dilaksanakan secara lebih baik lagi seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan data eksternal, baik kuantitas maupun kualitas, untuk mendukung tujuan organisasi. Dari sisi struktur organisasi, KPDE yang merupakan organisasi setingkat eselon III dirasa masih kurang memadai untuk dapat melakukan penghimpunan dan pengolahan data eksternal. Kendala yang dihadapi KPDE antara lain terjadi saat pelaksanaan koordinasi dengan ILAP untuk menyampaikan data. ILAP yang merupakan unit eselon II, bahkan terkadang unit eselon I, seringkali abai dan tidak acuh terhadap imbauan penyampaian data dan usaha-usaha koordinasi yang dilakukan KPDE. Selain itu, kendala yang juga dihadapi oleh KPDE dalam bidang pengolahan data, yaitu kurangnya sumber daya dalam melakukan pengolahan sehingga berdampak pada kemampuan dan kualitas data hasil pengolahan. Hal inilah yang menyebabkan muncul sebuah pertimbangan untuk dilakukan penguatan organisasi KPDE dengan menjadikan KPDE bagian dari unit Eselon II di lingkungan KPDJP. Pertimbangan itu kemudian akhirnya berhasil diwujudkan dengan terbitnya PMK Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Perubahan atas PMK/217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, dimana DJP membentuk Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP). Berdasarkan PMK tersebut, KPDE kemudian dilebur ke dalam Subdirektorat Pengelolaan Data Eksternal (PDE). Tugas dan fungsi yang dahulu dijalankan oleh KPDE kemudian
38
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
dijalankan oleh Subdirektorat PDE. Seksi Pengelolaan Data dan Dukungan Operasional (PDDO) kini berubah namanya menjadi Seksi Penerimaan, Penghimpunan, dan Pertukaran Data Eksternal (P3DE), seksi Perekaman dan Transfer Data (PTD) kemudian berubah menjadi seksi Perekaman dan Identifikasi Data Eksternal. Selain itu, terdapat penambahan seksi baru di Subdit PDE yang sebelumnya tidak ada di KPDE, yaitu Seksi Pengendalian Mutu Data Eksternal (PMDE). Dengan leburnya KPDE menjadi bagian dari unit eselon II DJP, KPDE yang sekarang menjadi Subdit PDE bertanggung jawab dalam pengelolaan data eksternal yang lebih berkualitas. Dengan adanya penguatan organisasi, ekspektasi pengguna data terhadap data hasil olahan subdit PDE menjadi lebih tinggi. Fungsi pengelolaan data eksternal pun menjadi lebih matang dengan munculnya seksi PMDE yang bertugas untuk melakukan kontrol kualitas terhadap data eksternal yang diterima. Koordinasi penghimpunan data juga dapat dilakukan dengan lebih leluasa dan terstruktur. Sehingga dapat dikatakan, dengan adanya subdit PDE sebagai manager in charge penghimpunan dan pengolahan data-data eksternal, kebutuhan data eksternal dapat tercukupi dan penggunaan data dapat dilakukan secara optimal oleh DJP. Seksi Penerimaan, Penghimpunan, Dan Pertukaran Data Eksternal (P3DE) Seksi Penerimaan, Penghimpunan, dan Pertukaran Data Eksternal (P3DE) merupakan garda depan dalam penerimaan data eksternal di Direktorat Jenderal Pajak. Seksi P3DE diamanatkan untuk menerima penyampaian data eksternal dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP). Mengingat amanat yang diemban, memiliki kemampuan kordinasi yang baik merupakan sebuah keharusan untuk menjamin ketepatwaktuan dan kelancaran penyampaian data dari ILAP. Koordinasi dilakukan untuk menjaga agar kendala yang dialami oleh masing-masing pihak dapat saling dikomunikasikan dengan baik untuk kemudian dilakukan tindakan pemecahan masalah yang solutif. Dengan terjalinnya hubungan kerja sama yang baik,
Menuju Data Driven Organization
39
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
diharapkan ILAP dapat memenuhi kewajiban penyampaian data eksternal secara tepat waktu, lancar, dan tepat. Kegiatan pengumpulan data eksternal oleh Seksi P3DE diatur di dalam PMK-228/PMK.03/2017 dan kesepakatan tertulis yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang disepakati antara Direktorat Jenderal Pajak dengan ILAP terkait. Aturan dan kesepakatan tertulis tersebut menjadi dasar bagi Seksi P3DE untuk melakukan identifikasi apakah ILAP telah menyampaikan data eksternal secara rutin dan tepat waktu, serta menjadi acuan untuk kegiatan analisis kelengkapan data eksternal yang disampaikan. Data eksternal yang telah diterima dan lolos analisis kelengkapan, kemudian dikirim ke Seksi Perekaman dan Identifikasi Data Eksternal (PIDE) untuk dilakukan proses perekaman dan identifikasi data eksternal. Seksi Perekaman Dan Identifikasi Data Eksternal (PIDE) Seksi Perekaman Dan Identifikasi Data Eksternal (PIDE) bertugas menerima data eksternal yang dikirim oleh Seksi P3DE untuk kemudian dilakukan pengolahan lebih lanjut. Proses pengolahan data eksternal di Seksi PIDE dimulai dengan perekaman yaitu kegiatan memasukkan data yang berbentuk softcopy ke dalam basis data. Adapun data berupa gambar hasil pemindaian akan dikonversi terlebih dahulu menjadi softcopy untuk kemudian dilakukan perekaman. Data eksternal yang di disampaikan oleh ILAP memiliki format yang beragam sehingga dilakukan proses standardisasi data atas data eksternal yang direkam. Data yang telah standar kemudian dilakukan proses cleansing data. Cleansing data dilakukan untuk menghilangkan unsur tertentu pada tiap elemen data eksternal. Contoh cleansing data adalah mengeluarkan unsur gelar akademis ataupun gelar keagamaan dari elemen nama sehingga data yang terdapat pada elemen data nama hanya terisi unsur nama saja. Keseluruhan proses diatas menghasilkan data eksternal yang seragam dan siap untuk dilakukan proses identifikasi. Proses
40
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
identifikasi adalah kegiatan mencari NPWP dan NIK atas suatu data eksternal. Oleh karena itu, hanya data eksternal yang memiliki subjek data saja yang dilakukan proses identifikasi. Acuan yang dipakai dalam proses identifikasi diatur di dalam KEP-6/KPE/2019 tentang Penetapan Tingkat Keyakinan (Level of Confidence) yang terdiri dari enam level. Level pertama adalah data yang memiliki informasi mengenai nama dan NPWP dan/atau NIK subjek data. Level dua adalah data memiliki informasi tentang nama, alamat, tempat, dan tanggal lahir. Level tiga adalah data memiliki nama, alamat, dan tanggal lahir subjek. Level empat adalah data memiliki nama dan alamat subjek. Level lima adalah data memiliki nama dan wilayah subjek. Dan level enam adalah data memiliki nama subjek saja (tingkat kepercayaan paling rendah). Kegiatan identifikasi akan menghasilkan dua jenis data yaitu data teridentifikasi dan data tidak teridentifikasi. Data teridentifikasi adalah data yang memiliki subjek data dan berhasil diidentifikasi NPWP dan NIK, atau salah satu dari NPWP atau NIK saja. Sedangkan data tidak teridentifikasi adalah data yang memiliki subjek data tetapi tidak ditemukan NPWP dan NIK. Kedua jenis data tersebut bersama dengan data yang tidak diidentifikasi karena tidak memiliki subjek data kemudian dilakukan transfer data untuk kemudian dilakukan proses pengendalian mutu di Seksi Pengendalian Mutu Data Eksternal (PMDE). Seksi Pengendalian Mutu Data Eksternal (PMDE) Proses pengendalian mutu data eksternal merupakan upaya penjagaan akhir atas kualitas data eksternal sebelum data tersebut masuk ke dalam database perpajakan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa data eksternal yang dikelola oleh Subdirektorat Pengelolaan Data Eksternal sudah memenuhi kriteria lengkap dan valid sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya mencapai target penerimaan. Proses pengendalian mutu data eksternal dilakukan melalui dua jenis pengujian, yaitu pengujian kelengkapan data dan pengujian validitas
Menuju Data Driven Organization
41
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
data. Pengujian kelengkapan data bertujuan untuk memastikan keterisian kolom-kolom yang bersifat wajib terisi atau mandatory pada tiap-tiap jenis data. Adapun pengujian validitas bertujuan untuk memastikan bahwa hasil identifikasi data wajib pajak telah sesuai antara data yang disampaikan oleh ILAP dengan basis data wajib pajak yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu data eksternal, Seksi PMDE melakukan penelitian terhadap profil wajib pajak. Penelitian tersebut berdasarkan elemen data yang terkandung di dalam data eksternal, kemudian disandingkan dengan data profil wajib pajak yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan suatu keyakinan atas kesesuaian hasil identifikasi wajib pajak dengan data eksternal yang disampaikan. Seksi PMDE menggunakan metode pengujian yang berbeda dengan metode identifikasi data eksternal di Seksi PIDE. Perbedaan metode ini bertujuan untuk memastikan hasil identifikasi data eksternal mempunyai akurasi yang konsisten tinggi. Tidak hanya itu Seksi PMDE harus mampu mendeteksi anomali data yang sebelumnya tidak terdeteksi menggunakan metode identifikasi Seksi PIDE. Data eksternal yang dinyatakan lolos pengendalian mutu akan ditransfer ke Seksi Data Warehouse. Adapun data yang tidak lolos pengendalian mutu akan dikembalikan ke proses sebelumnya untuk diolah kembali sesuai ketentuan yang berlaku.
42
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Subdirektorat Analisis Data Subdirektorat Analisis Data adalah subdirektorat yang sebelumnya merupakan sebuah tim khusus. Tim khusus ini bernama Tim Pusat Analisis Perpajakan atau yang biasa dikenal dengan nama Center for Tax Analysis (CTA). Tim yang berada di bawah naungan Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan. Setelah beberapa kali diperpanjang, tim ini masuk ke dalam proses penyiapan sebuah direktorat baru, yaitu tim Data Manajemen Unit (DMU). Hingga pada akhirnya menjadi unit eselon III di Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Salah satu Arah Umum Kebijakan Perpajakan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024 adalah penajaman fungsi Center for Tax Analysis (CTA). Sehingga semakin memperkuat perlunya sebuah dedicated unit untuk melakukan tugas analisis data perpajakan. Pembangunan tata kelola data di DJP semakin terbantu dan lebih lengkap dengan adanya Subdirektorat Analisis Data. Sesuai dengan namanya, Subdirekrorat Analisis Data secara garis besar bertugas dalam menyiapkan bahan penelaahan kebijakan, menyusun kebijakan teknik operasional di bidang analisis data perpajakan. Tugas ini menghasilkan Laporan Hasil Analisis Perpajakan (LHAP), meskipun tidak menutup kemungkinan berupa hasil analisis dalam bentuk lain. Sedangkan dalam tugas melaksanakan analisis data perpajakan dan distribusi hasil analisis, menghasilkan Laporan Hasil Analisis (LHA) yang didistribusikan melalui Approweb. Pemantauan dan evaluasi atas hasil analisis juga dilakukan dalam rangka menjaga hasil analisis dapat ditindaklanjuti. Untuk memberikan keseimbangan dalam analisis, Subdirektorat Analisis Data juga menghimpun feedback hasil analisis. Selain itu juga memberikan jawaban dari permintaan analisis dari pemangku kepentingan.
Menuju Data Driven Organization
43
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Dalam rangka menjalankan tugas-tugas tersebut, Subdit Analisis Data ditopang oleh 4 seksi, dengan pembagian sektor yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak setiap tahun. Berdasarkan KEP-520/PJ/2020 tanggal 15 Desember 2020 tentang Penetapan Perubahan dan/atau Rincian Tugas Subbagian dan Seksi yang Memiliki Kesamaan Tugas di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, pembagian sektor masing-masing seksi sbb:
Seksi Analisis Data I terdiri dari sektor: a. Perkebunan; b. Perikanan; c. Industri tekstil; d. Industri pariwisata; dan e. Sektor lain yang memiliki keterkaitan.
Seksi Analisis Data II terdiri dari sektor: a. Kimia; b. Farmasi; c. Jasa Kesehatan; d. Jasa Keuangan; e. Orang Pribadi selain High Wealth Individual dan prominent people; dan f. Sektor lain yang memiliki keterkaitan.
Seksi Analisis Data III terdiri dari sektor: a. Pertambangan; b. Kehutanan; c. Jasa konstruksi; d. Jasa pendidikan; e. Jasa transportasi dan pergudangan; dan
44
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
f. Sektor lain yang memiliki keterkaitan.
Seksi Analisis Data IV terdiri dari sektor: a. Industri dan perdagangan makanan dan minuman; b. Industri dan perdagangan elektronik; c. Ekonomi digital; d. Jasa freight forwarding dan logistik; e. Jasa informasi dan komunikasi serta Over the Top (OTT); f. Orang pribadi High Wealth Individual dan prominent people; dan g. Sektor lain yang memiliki keterkaitan. Selain tugas pokok tersebut, Subdit Analisis Data juga melaksanakan berbagai kegiatan ad hoc diantaranya: a. Tim gugus tugas penanganan transfer pricing KPDJP; b. Tim penyusun Daftar Sasaran Analisis Bersama (DSAB) yang merupakan kerjasama DJP dengan DJBC; c. Tim penyusun Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP); d. Menjawab permintaan data pembanding dari database eksternal; e. Melakukan analisis potensi pajak sebagai tindak lanjut kasus fraud; f. Menjadi narasumber pada berbagai In House Training penggalian potensi pajak yang diselenggarakan oleh KPDJP maupun permintaan Kantor Wilayah DJP; g. Menjadi pengajar pada pendidikan dan pelatihan terkait penggalian potensi sektoral yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pajak; h. Kegiatan repository melalui laman internal kompatriot; dan i. Cosign rancangan peraturan perpajakan.
Menuju Data Driven Organization
45
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Subdirektorat Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data Sejarah CRM (Compliance Risk Management) Setelah melewati proses penyusunan dan pengembangan sejak tahun 2014, CRM resmi diterapkan secara nasional. Peluncuran CRM dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak, Robert Pakpahan dalam acara Konsinyasi Tim Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan 2019 yang bertempat di Samosir, Sumatera Utara pada 13 September 2019. Pembangunan Risk Engine CRM dimulai pada tahun 2014 yang merupakan inisiatif dari Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan. Pada saat itu dibentuk suatu Tim Penyusun CRM yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tim penyusun CRM ini bertugas sampai dengan tahun 2018 hingga akhirnya terbentuk sebuah unit yang bertugas untuk mengelola CRM setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-87/ PMK.01/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan 217/PMK.01/2018 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan Implementasi CRM dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2019 tentang Implementasi Compliance Risk Management dalam kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan dan penagihan di Direktorat Jenderal Pajak. Sebagai tindak lanjut dari implementasi CRM, Subdit CRMDS melaksanakan kegiatan diseminasi dan sosialisasi kepada unit vertikal DJP.
46
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
CRM merupakan salah satu inisiatif strategis yang tercantum dalam Rencana Strategis DJP Tahun 2015-2019 serta Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) sebagaimana tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-95/PJ/2015 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 20152019 dan berlanjut hingga ke Rencana Strategis Tahun 2020-2024. Implementasi pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan berbasis risiko melalui pengembangan CRM, adalah salah satu program terkait tax administration reform. Secara utuh, upaya reformasi pajak dalam bentuk policy dan administration reform diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, memperluas basis perpajakan, dan mendorong investasi yang pada akhirnya meningkatkan penerimaan pajak. International Monetary Fund (IMF) dalam Medium-Term Revenue Strategy (MTRS) memprediksi tax administration reform yang dilakukan Indonesia akan meningkatkan tax ratio sebesar 1,5 persen dari PDB, sedangkan tax policy reform akan meningkatkan tax ratio sebesar 3,5 persen dari PDB yaitu total 5 persen dalam jangka waktu 5 tahun. Hadirnya CRM dapat menjadi decision support system yang akan meningkatkan kredibilitas DJP, dan inilah visi dari Subdirektorat Kepatuhan Risiko Wajib Pajak dan Sains Data, untuk mengintegrasikan sistem ke dalam proses bisnis dan fungsi yang signifikan untuk memberikan perlakuan kepada wajib pajak berdasarkan risiko dan perilakunya (sesuai dengan rekomendasi Organisation for Economic Co-operation and Development-OECD, Managing And Improving Tax Compliance, Paris, 2004), dengan pengelompokan sebagai berikut: 1. The disengaged, yaitu wajib pajak yang dengan kesadaran untuk tidak patuh; 2. Resisters, yaitu wajib pajak yang menunjukkan perlawanan dengan dalih bahwa sistem perpajakan sangat oppressive, membebani, dan kaku; 3. Triers,
yaitu
wajib
pajak
yang
memiliki
Menuju Data Driven Organization
kecenderungan
47
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
untuk patuh namun gagal sebagai akibat atas kendala dan permasalahan yang dihadapi terkait pemahaman mengenai kewajiban perpajakannya; dan 4. Supporters, yaitu wajib pajak yang memiliki kecenderungan untuk patuh dan percaya untuk senantiasa mendukung sistem perpajakan. Dengan menetapkan aksi mitigasi maupun pengendalian berdasarkan peta risiko kepatuhan, pelaksanaan tugas dan fungsi oleh fiskus dapat lebih optimal dengan meminimalkan subjektivitas. CRM sendiri dibangun secara lebih sistematis, objektif dan terukur. Hal ini penting untuk menghindari potensi ketidakadilan bagi wajib pajak. Piramida Kepatuhan Wajib Pajak
48
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Siklus Kerja Subdit Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data Subdit CRMDS, nickname dari Subdit Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data, yaitu mempunyai siklus kerja yaitu sebuah proses pengelolaan risiko kepatuhan wajib pajak secara menyeluruh yang meliputi identifikasi, pemetaan, pemodelan dan mitigasi atas risiko kepatuhan wajib pajak serta evaluasinya sehingga menjadi kerangka kerja yang sistematis, terukur, dan objektif (SE-24-24/PJ/2019). Kerangka kerja ini membedakan wajib pajak berdasarkan tingkat risiko kepatuhannya melalui peta kepatuhan wajib pajak. Peta kepatuhan digambarkan dengan sumbu X (absis) yang mencerminkan tingkat kemungkinan ketidakpatuhan dan sumbu Y (ordinat) yang mencerminkan dampak fiskal. Pada tahun 2014, dikembangkan CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan. Dilanjutkan pada tahun berikutnya piloting atas dua CRM tersebut. Pada tahun 2016 hingga 2017, mulai dikembangkan dua fungsi baru, yaitu CRM Fungsi Ekstensifikasi dan CRM Fungsi Penagihan. Periode selanjutnya, terdapat penambahan untuk pengembangan CRM Fungsi Pelayanan, CRM Fungsi Penyuluhan (selanjutnya menjadi CRM Fungsi Edukasi Perpajakan) dan CRM Fungsi Keberatan sehingga pada periode tahun 2018 total sudah terdapat 6 fungsi CRM yang dikembangkan. Selanjutnya, pada Juli 2021 dilaksanakan Roll Out data analytics yaitu CRM Fungsi Edukasi Perpajakan, dan CRM Fungsi Transfer Pricing. Selain CRM, launching juga dilakukan terhadap Ability to Pay, SmartWeb sebagai produk dari Business Intelligence. Kegiatan di Subdirektorat Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data adalah sebuah rangkaian roda yang mendukung proses bisnis pengelolaan data di Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Data yang berada di bawah naungan DIP diproses dan diolah menjadi sebuah tools, yang bertujuan menjadi gambaran besar serta membantu unit vertikal di bawah Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalkan potensi perpajakannya. Terdapat empat seksi yang berada di dalam Subdirektorat Risiko Kepatuhan Wajib
Menuju Data Driven Organization
49
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Pajak dan Sains Data. Seksi-seksi tersebut adalah Seksi Identifikasi dan Penilaian Risiko, Seksi Pemodelan dan Pemetaan Risiko, Seksi Mitigasi dan Evaluasi Risiko, dan Seksi Sains Data. Seksi Identifikasi dan Penilaian Risiko (IPR) Seksi pertama di Subdit CRMDS ini mempunyai tugas dalam penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan kebijakan, pemantauan dan pengendalian risiko. Selain itu sesuai dengan namananya, seksi ini juga melakukan identifikasi, asesmen, dan penentuan prioritas risiko, serta pengusulan bahan penyusunan rencana peningkatan kepatuhan wajib pajak. Pada lingkup kesehariannya, Seksi IPR berperan sebagai pemicu pertama dalam siklus proses bisnis manajemen risiko kepatuhan wajib pajak. Seksi IPR mengeksplorasi beragam unsur-unsur dari berbagai sumber data yang dapat meningkatkan risiko kepatuhan wajib pajak. Sumber data yang digunakan oleh Seksi IPR adalah data internal dan eksternal yang dimiliki DJP. Untuk selanjutnya, Seksi IPR juga menilai signifikasi hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan kemungkinan terjadinya risiko. Produk analisis yang dihasilkan Seksi IPR menjadi input bagi proses analisis selanjutnya yang disebut sebagai risk register. Risk Register berisi daftar variabel risiko yang signifikan mempengaruhi risiko kepatuhan wajib pajak. Tantangan Seksi IPR saat ini adalah mengeksplorasi banyaknya data yang tersedia, yang memang menjadi keniscayaan dalam era big data analytics. Seksi Pemodelan dan Pemetaan Risiko (PPR) Seksi kedua di Subdit CRMDS ini mempunyai tugas menyiapkan bahan penelaahan, penyusunan kebijakan, pemantauan, pengendalian. Dan sesuai dengan namanya, Seksi PPR melaksanakan formulasi dan pemetaan risiko kepatuhan wajib pajak. Penyusunan model kepatuhan risiko (risk engine), peningkatan kualitas (quality improvement) secara berkesinambungan, melakukan pengujian atas
50
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
model kepatuhan risiko yang telah dikembangkan menjadi fokus di dalam seksi ini. Risiko-risiko kepatuhan yang telah diidentifikasi dianalisis lebih lanjut untuk menyusun model kepatuhan atau peta kepatuhan. Pengembangan model atau peta kepatuhan membutuhkan koordinasi yang sinergis dengan direktorat teknis terkait agar model yang dikembangkan selaras dengan tujuan organisasi, maupun dengan pihak pengembangan sistem informasi atau aplikasi perpajakan dalam melakukan deployment model atau peta kepatuhan sehingga dapat dimanfaatkan secara luas baik oleh unit kerja di kantor pusat maupun unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Lebih lanjut, terhadap model yang telah dikembangkan perlu dilakukan penjaminan kualitas agar akurasi dari model terjaga. Selain itu, penyempurnaan model yang telah di-deploy harus terus dilakukan agar sesuai dengan perkembangan risiko-risiko kepatuhan yang ada. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Seksi PPR adalah merancang suatu model yang menintegrasikan seluruh risiko-risiko yang teridentifikasi. Seksi Mitigasi dan Evaluasi Risiko (MER) Seksi ketiga di Subdit CRMDS ini mempunyai tugas dalam pelaksanaan strategi mitigasi risiko, analisis dampak risiko kepatuhan wajib pajak, pengujian otomasi output data dan penyajian hasil analisis data. Seksi MER juga melakukan pembangunan pemahaman dan awareness terhadap pentingnya CRM serta tata kelola dan analisis data. Dari sisi evaluasi, seksi MER melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan CRM dari penentuan metodologi hingga implementasi pemanfaaan CRM. Tanggung jawab lainnya adalah mengidentifikasi kelemahan (loop hole) dalam penyusunan variable CRM termasuk alur proses pengolahan dan penyusunan risk modeling/risk analysis/ risk engine CRM. Seksi MER berperan sebagai tahap akhir dalam siklus proses bisnis
Menuju Data Driven Organization
51
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
manajemen risiko kepatuhan wajib pajak. Output seksi MER berupa laporan evaluasi implementasi CRM dan analisis dampak, kegiatan terkait pembangunan pemahaman dan awereness terhadap pentingnya CRM dan dokumentasi identifikasi dan penilaian risiko. Kegiatan terkait pembangunan pemahaman dan awereness terhadap pentingnya CRM dapat berupa survei daring terhadap unit vertikal maupun sosialisasi yang dilaksanakan secara langsung. Saat ini, sudah dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk CRM yang sudah dalam tahap implementasi maupun uji coba. Hasil akhir berupa laporan evaluasi biasanya digunakan untuk kebijakan berikutnya dan Seksi MER juga perlu memastikan pemanfaatan CRM dilaksanakan secara komprehensif, serta memantau hambatan dan kendala yang dihadapi selama pemanfaatan CRM di KPP. Seksi Sains Data Seksi terakhir di Subdit CRMDS, seksi yang mungkin merupakan salah satu yang menggunaan istilah modern dalam penggunaan Namanya Sains Data atau Data Science. Sebagai unit yang memangku para ilmuwan data, seksi ini bertugas untuk menyediakan layanan mandiri untuk otomasi output data, melakukan penyajian data dan informasi hasil analisis baik dalam bentuk visual. Selain tugas diatas beberapa tugas lainnya adalah menganalisis data untuk mendeteksi pola dan tren ketikdakpatuhan wajib pajak dengan menggunakan teknik data science. Proses inovasi dan kreativitas berjalan setiap hari di dalam Seksi Sains Data. Kebaruan teknologi informasi, khususnya dalam lingkup pengolahan data, membuat menjadi teman sekaligus lawan yang harus ditaklukkan di Seksi Sains Data. Disamping itu, Seksi Sains Data juga mendukung kinerja ketiga seksi sebelumnya untuk memvisualkan dan memberikan hasil pengolahan menjadi data menjadi ringkas dan feasible. Ibarat sebuah laboratorium data, dilakukan proses pembentukan, pemindahan, perubahan sesuai dengan perutukan untuk diterapkan dalam system data analytics.
52
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Analis Pajak DIP Sejarah Analis Pajak Penggunaan nama Analis Pajak pada fungsi analisis data perpajakan pertama kali dilakukan oleh Tim Pusat Analisis Perpajakan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 609/KMK.03/2015. Untuk merespon kebutuhan pengelolaan dan analisis data sehingga dapat dijadikan alat bantu pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan untuk mendukung pencapaian target penerimaan pajak, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 67/KMK.03/2019 dibentuklah Tim Manajemen Data di Direktorat Jenderal Pajak untuk menggantukan Tim Pusat Analisis Perpajakan. Namun demikian, seiring dengan penataan organisasi di Direktorat Jenderal Pajak berupa integrasi dan penataan ulang Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan dan Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi menjadi Direktorat Data dan Informasi Perpajakan dan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 218/KM.1/2020 jabatan Analis Pajak pun berada di bawah naungan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan.
Menuju Data Driven Organization
53
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Sebaran Analis Pajak di Direktorat DIP Saat ini Direktorat DIP memiliki Analis Pajak, dengan sebaran sebagaimana berikut: No
1
2
3
Unit Kerja
Analis Pajak Tk. I
Analis Pajak Tk. II
Analis Pajak Tk. III
Jumlah
Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi Seksi Perencanaan Strategis Data dan Informasi
4
6
1
1
12
Seksi Prosedur Tata Kelola Data dan Informasi
1
2
4
3
10
Seksi Perancangan Arsitektur Informasi
2
2
7
-
11
Seksi Evaluasi Pemanfaatan Data dan Informasi
4
6
3
-
13
Seksi Analisis Data I
2
3
5
1
10
Seksi Analisis Data II
3
6
3
-
12
Seksi Analisis Data III
-
6
5
-
11
Seksi Analisis Data IV
1
5
6
-
12
Subdirektorat Analisis Data
Subdirektorat Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data Seksi Identifikasi dan Penilaian Risiko
3
7
4
-
14
Seksi Pemodelan dan Pemetaan Risiko
2
5
3
1
11
Seksi Mitigasi dan Evaluasi Risiko
1
7
8
-
16
Seksi Sains Data
5
1
2
1
9
Data SIKKA per tanggal 1 Juni 2021
54
Analis Pajak Tk. IV
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Fungsional Pranata Komputer Sejarah Pranata Komputer Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 212/ PMK.01/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 173/PMK.01/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data Eksternal, DJP mempunyai dua Direktorat dan satu Unit Pelaksana Teknis untuk menjalankan tugas teknologi informasi, transformasi teknologi dan pengolahan data eksternal yaitu Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (TIP), Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TTKI) dan Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE). Kelompok Jabatan Fungsional yang berada di Direktorat TIP, Direktorat TTKI, dan KPDE diisi oleh jabatan fungsional Pranata Komputer. Sebaran jumlah fungsional Pranata Komputer di masingmasing unit sebagaimana ditunjukan pada tabel di bawah.
Menuju Data Driven Organization
55
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Seiring dengan penataan organisasi di DJP, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomo 87/PMK.01/2019, fungsional Pranata Komputer di lingkungan Direktorat TIP dan Direktorat TTKI, dipindah tugaskan ke Direktorat DIP dan Direktorat TIK. Sebaran Pranata Komputer di Direktorat DIP Saat ini Direktorat DIP memiliki Pejabat Fungsional Pranata Komputer sebagaimana berikut:
56
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN II
Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Kebijakan Tata Kelola Data Menata basis data dan pengelolaan data perpajakan menjadi salah satu dari dasar pembentukan Direktorat DIP. Menteri Keuangan, dalam arahannya Ketika meresmikan Direktorat DIP dan Direktorat TIK, berharap direktorat baru ini dapat menyajikan sistem informasi dan konsistensi data perpajakan yang lebih baik sebagai garda paling penting dan menentukan kualitas data di DJP serta kemudahan dan keadilan bagi wajib pajak. Konsistensi dan kualitas menjadi kata kunci yang harus diwujudkan dalam pembangunan tata kelola data. Dengan demikian DJP harus memiliki sebuah pedoman dalam melaksanakan tata kelola data. Tata kelola data (Data Governance) adalah suatu sistem yang mengatur hak-hak dan akuntabilitas pengambilan keputusan dalam proses-proses terkait informasi, yang dilaksanakan sesuai dengan model-model yang telah disepakati untuk mengatur siapa yang boleh melakukan, terhadap informasi apa, dalam kondisi seperti apa, dan dengan metode apa (Data Governance Institute, 2005). Lebih sederhana lagi, Philip Russom, seorang peneliti senior dalam manajemen data, mengatakan bahwa tata kelola data dapat dimanifestasikan dalam bentuk dewan tata kelola data di tingkat eksekutif yang merumuskan dan menegakkan kebijakan serta prosedur tentang pemanfaatan dan pengelolaan teknis data yang berlaku untuk seluruh organisasi. DJP bukan tidak punya pedoman tata kelola data sebelumnya. Pengelolaan terhadap data di DJP terakhir merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-10/PJ/2015 tentang Pedoman Administrasi Pembangunan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Data. Namun, pedoman tersebut saat ini dianggap kurang komprehensif dan tidak relevan dengan organisasi pengelolaan data di DJP. Oleh sebab itu, perlu disusun sebuah pedoman tata kelola data sebagai
58
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
perbaikan dan penyempurnaan atas pedoman yang sudah ada. Momentum penyusunan pedoman tata kelola data ini juga menjadi salah satu upaya penyelarasan dengan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia yang juga mengamanatkan mengenai pembenahan data bagi instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Pada bulan Mei 2021, pedoman baru tata kelola data di DJP terealisasi. Dirjen Pajak, Suryo Utomo menekennya dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-215/PJ/2021. Pedoman tata kelola data di DJP yang mengatur tentang prinsip tata kelola data, organisasi tata kelola data, siklus tata kelola dan kebijakan manajemen data. Pedoman yang sudah mencakup apa yang disyaratkan oleh Data Governance Institute dan Philip Russom.
Menuju Data Driven Organization
59
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Salah satu prinsip yang ada dalam pedoman tersebut adalah menyatakan bahwa data merupakan aset yang penting untuk menghasilkan informasi bagi pengambilan keputusan. Sebagai sebuah aset penting bagi organisasi. Sehingga selayaknya mendapat perhatian yang serius dalam mengelolanya. Dengan tata kelola data ini, DJP sudah memberikan tempat yang sesuai untuk data yang dimilikinya. Direktorat DIP, sebagai walidata (data steward) di DJP menyusun tata kelola data secara efektif, efisien dan terpadu. Tujuan dari tata kelola data di DJP yaitu supaya data dapat dimanfaatkan secara optimal, komprehensif, dan terintegrasi dalam rangka mendukung penyelenggaraan administrasi perpajakan serta mewujudkan Single Source of Truth data DJP. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dengan data yang valid diharapkan dapat bermuara kepada penerimaan negara yang maksimal. Pedoman tata kelola data di DJP berisi penjelasan mengenai organisasi tata kelola data, siklus pengelolaan data, dan manajemen data. Organisasi tata kelola yang merupakan bentuk dari dewan data terdiri dari penyelenggara tata kelola data dan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tata kelola data. Siklus pengelolaan data merupakan gambaran umum dari proses perencanaan kebutuhan data, penghimpunan dan penyiapan data, penyimpanan data, serta pemantauan dan evaluasi. Manajemen Data menjadi salah satu hal yang baru karena belum diatur pada kebijakan sebelumnya. Manajemen Data di DJP disusun dengan mengadopsi ketentuan dalam Data Management – Body of Knowledge (DMBOK) yang terdiri dari sepuluh area. Area tersebut adalah arsitektur data, pemodelan dan desain data, data induk dan referensi, penyimpanan dan operasional data, integrasi dan interoperabilitas, enterprise data warehouse dan business intelligence, dokumen dan konten, metadata, keamanan data, dan kualitas data. Penyusunan kebijakan ataupun pedoman tata kelola data diawali dengan melakukan kajian terhadap best practice yang berlaku umum,
60
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
kemudian membandingkannya dengan pengelolaan data di DJP yang ada saat ini. Selain hasil kajian tersebut, dalam penyusunan tata kelola data juga memerhatikan masukan-masukan beberapa pihak. Dari pihak internal di DJP berasal dari direktorat teknis terkait di lingkungan KPDJP selaku business owner dan para Staf Ahli Menteri Keuangan. Adapun dari pihak eksternal, Prospera melalui mitramitranya (Accenture dan Deloitte) memberikan bantuan dengan melakukan assesment terkait tata kelola data yang ada saat ini. Hasil dari assesment tersebut tentunya menjadi masukan yang sangat membantu dalam penyempurnaan kebijakan tata kelola data. Untuk isi pedoman tata kelola data di DJP yang lebih detail, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-215/PJ/2021 tentang Tata Kelola Data di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dapat dilihat kembali.
Menuju Data Driven Organization
61
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data Eksternal Berkualitas Sesuai dengan tagline Direktorat Data dan Informasi Perpajakan yaitu ‘Data Valid Mengalir Secara Otomatis’, Subdit PDE berkewajiban untuk menyediakan data eksternal yang berkualitas agar dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mencapai target penerimaan. Secara sederhana, pengelolaan data eksternal layaknya sebuah pabrik yang memiliki 3 komponen utama, yaitu input, proses, dan output. Kualitas input menentukan kualitas output, sebagaimana kita tahu garbage in garbage out (gigo). Salah satu hal yang terpenting dalam menjaga kualitas data input adalah memastikan ILAP menyampaikan data ke DJP sebagaimana diatur oleh undang-undang atau peraturan lainnya. Untuk itu, DJP mempunyai person in charge (PIC) yang menjalin hubungan dengan ILAP untuk memastikan aliran data dari ILAP. PIC yang aktif membangun komunikasi dengan ILAP akan menjamin kelancaran aliran data serta peningkatan kualitas data dari periode ke periode penyampaian. Dalam menjaga kualitas data mentah yang akan diproses, terdapat standar minimum dalam menyaring data yang diterima. Standar minimum yang digunakan adalah ketersediaan kolom mandatory pada data yang disampaikan. Kolom mandatory merupakan syarat mutlak lolos tidaknya data eksternal yang akan dialirkan. Data yang lolos akan masuk ke dalam proses identifikasi, sementara data yang tidak lolos akan diklarifikasi ke ILAP pemilik data. DJP berbekal PMK 228/PMK.03/2017 dalam memperoleh data dari ILAP, namun demikian peraturan ini tidak mengatur reward dan punishment terhadap ILAP terkait penyampaian data ke DJP. Oleh karena itu kemampuan persuasi dan negosiasi PIC menjadi signifikan untuk memastikan aliran data eksternal ke DJP. Dalam
62
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
hal ini komunikasi menjadi senjata utama untuk memperoleh data eksternal yang berkualitas. Jika komunikasi adalah senjata utama dalam mendapatkan data eksternal yang berkualitas, maka dalam melakukan proses identifikasi, kemampuan menganalisis data sangat dibutuhkan.
Data yang diterima akan dianalisis sesuai dengan acuan tingkat keyakinan (Level of Confidence). Data tersebut kemudian diolah menggunakan alat atau aplikasi. Alat atau aplikasi ini bertugas untuk menyandingkan data eksternal dengan data induk DJP. Hasil keluaran dari alat ini tetap membutuhkan penilaian ulang. Penilaian ulang tersebut berupa pengecekan atas kualitas data hasil proses identifikasi dari alat/aplikasi dengan menerapkan threshold algoritma.
Menuju Data Driven Organization
63
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Dalam mengoperasikan alat ataupun aplikasi yang digunakan dalam mengidentifikasi data eksternal, dibutuhkan keahlian dalam menerapkan algoritma data yang sesuai. Hal ini bertujuan agar data hasil identifikasi memiliki validitas serta kualitas yang tinggi. Hasil proses identifikasi data eksternal adalah data yang ditemukan NPWP saja, data yang ditemukan NIK saja, data yang ditemukan NPWP dan NIK, serta data yang tidak ditemukan NPWP dan NIK. Seluruh data hasil identifikasi tersebut akan dilakukan proses pengendalian mutu. Pada proses pengendalian mutu dilakukan pemeriksaan secara lebih mendalam atas data hasil identifikasi. Data eksternal yang lolos ataupun tidak lolos proses pengendalian mutu data eksternal dapat diidentifikasi menggunakan flag atau tanda yang terdapat pada masing-masing baris data. Adapun flag yang dipergunakan merupakan simbol standar yang merepresentasikan hasil pengendalian mutu data eksternal. Pemakaian simbol standar tersebut bertujuan agar para stakeholder memiliki interpretasi yang sama terhadap hasil pengendalian mutu dan memudahkan dalam melakukan penyaringan atas data yang lolos pengendalian mutu ataupun tidak. Selain itu, proses pengendalian mutu data eksternal juga berfungsi menyediakan umpan balik atas proses penerimaan data eksternal dan proses identifikasi data eksternal. Melalui umpan balik tersebut, diharapkan terdapat perbaikan secara berkelanjutan atas proses pengelolaan data eksternal di Direktorat Data Dan Informasi Perpajakan. Seperti pabrik yang telah menghasilkan produk, data eksternal yang telah melalui berbagai proses pengelolaan data, akan dikirimkan ke data warehouse. Diharapkan data eksternal tersebut digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam penggalian potensi demi tercapainya penerimaan negara.
64
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Analisis Perpajakan (LHAP) Analis pajak pada Subdit Analisis Data bertugas menyusun Laporan Hasil Analis (LHA), yang merupakan kajian potensi pajak secara mikro. Data yang berasal dari berbagai sumber baik internal maupun eksternal diolah secara komprehensif sehingga menghasilkan potensi pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak. Data internal adalah data dan informasi yang disampaikan oleh wajib pajak kepada DJP baik dalam bentuk Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan maupun dokumen-dokumen lainnya, sedangkan data eksternal dihimpun dari berbagai sumber seperti kerjasama dengan dari Instansi, Lembaga, Asosiasi maupun Pihak lain (ILAP), data keuangan dari Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya serta data dari Automatic Exchange of Information (AEOI), yaitu pertukaran data wajib pajak otomatis antar negara. LHA diharapkan menjadi model analisis yang dapat diduplikasi oleh Account Representative dalam melakukan penggalian potensi wajib pajak dengan kegiatan usaha sejenis. Analis pajak harus mempelajari sektor usaha yang diampunya secara mendalam, baik dari sisi proses bisnis maupun ketentuan perpajakan terkait sehingga dapat memperkaya teknik penggalian potensi pajak sektoral. Sektor yang menjadi fokus analisis ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pajak dengan mempertimbangkan pertumbuhan dan kontribusinya terhadap penerimaan. Berdasarkan KEP-520/PJ/2020 tanggal 15 Desember 2020, terdapat terdapat 20 sektor yang ditetapkan sebagai fokus analisis tahun
Menuju Data Driven Organization
65
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
2021 yaitu: perkebunan, perikanan, industri tekstil, industri pariwisata, industri kimia, industri farmasi, jasa keuangan, jasa kesehatan, WP OP selain HWI dan prominent people, pertambangan, kehutanan, jasa konstruksi, jasa pendidikan, jasa transportasi dan pergudangan, industri dan perdagangan makanan dan minuman, industri perdagangan elektronik, ekonomi digital, jasa freight forwarding dan logistik, jasa informasi dan komunikasi dan over the top (OTT), WP OP HWI dan prominent people. Selanjutnya masing-masing analis sektor menyusun Daftar Sasaran Analisis (DSA) dengan mempertimbangkan tingkat risiko ketidakpatuhan wajib pajak. Risiko tersebut dipetakan dengan menggunakan variabel yang sesuai dengan karakteristik tiap sektor. Misalnya menggunakan rasio keuangan (likuiditas, solvabilitas,
66
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
profitabilitas, aktivitas), ketersediaan data keuangan dan data ILAP, serta mempertimbangkan pemerataan sebaran wilayah pada Direktorat Jenderal Pajak. Analis Pajak tidak memiliki kewenangan untuk bertemu atau meminta data dan informasi kepada wajib pajak, sehingga LHA disusun hanya dengan menggunakan data yang tersedia dalam sistem informasi yang dimiliki DJP, baik data internal maupun data eksternal. Account Representative berperan besar dalam melakukan eksekusi LHA di lapangan. Setelah diturunkan kepada unit kerja dimana wajib pajak terdaftar melalui aplikasi Approweb, Account Representative wajib menindaklanjuti LHA tersebut dengan menuangkannya dalam Laporan Hasil Penelitian (LHPt), dengan terlebih dahulu melakukan kunjungan kerja ke lokasi usaha wajib pajak dan mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk melengkapi penelitian. Analis pajak juga menyusun Laporan Hasil Analisis Perpajakan (LHAP) yang merupakan kajian potensi pajak secara makro. LHAP menelaah ketentuan perundang-undangan perpajakan secara mendalam kemudian menyandingkannya dengan praktek yang terjadi di lapangan sehingga dapat mengukur tingkat kepatuhan, menghitung potensi pajak yang masih dapat digali dan mengidentifikasi modus ketidakpatuhan wajib pajak. Beberapa contoh LHAP yang telah diterbitkan antara lain: 1. Analisis Pengukuran Agresivitas Profit Shifting Pada Data Country-by-Country Report; 2. Analisis Pengaruh Investable Assets terhadap Penghasilan dalam rangka Penentuan Daftar Sasaran Analisis Wajib Pajak High Wealth Individual di Indonesia; 3. Analisis Potential Loss atas Penghapusan Aktiva Produktif (Piutang) yang Dilakukan oleh wajib pajak Sektor Jasa Keuangan; 4. Pengawasan terhadap Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi Afiliasi;
Menuju Data Driven Organization
67
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
5. Analisis Potensi Pajak Youtuber Indonesia 6. Telaah Industri Kimia di Indonesia; 7. Analisis Industri Pariwisata, dll Berdasarkan hasil analisis mikro maupun makro yang telah dilakukan, analis melakukan pengisian repository, yaitu tempat disimpannya berbagai macam materi yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga bisa diakses melalui jaringan internal DJP. DJP menyediakan space Wikitax pada laman internal Kompatriot yang merupakan bank pengetahuan perpajakan. Wikitax berisi kumpulan Gambar Tangkapan Space Wikitax di Kompatriot
68
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
peraturan perpajakan, modul pemahaman dan pemanfaatan data, proses bisnis berbagai sektor usaha, makro ekonomi, modus penghindaran pajak, modul teknik penggalian potensi pajak, dll. Subdit
Analisis
Data
tidak
hanya
menghasilkan LHA, LHAP, dan repository. Terdapat berbagai penugasan ad hoc yang menghasilkan output berupa: 1. Daftar Sasaran Analisis Bersama (DSAB); 2. Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP); 3. Hasil analisis data keuangan inbound; 4. Hasil analisis potensi pajak atas kasus fraud; 5. Cosign peraturan perpajakan; 6. Materi pembelajaran penggalian potensi pajak berbasis sektoral;
Menuju Data Driven Organization
69
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
RISIKO PENGHINDARAN PAJAK ATAS TRANSAKSI WP GRUP
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
OPTIMALISASI SASARAN EDUKASI PERPAJAKAN
PENGUKUR KEMAMPUAN MEMBAYAR
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
STATISTIK KINERJA WP KPP MADYA
IDENTIFIKASI BENEFICIAL OWNER & JARINGAN GRUP WP
Pemanfaatan big data menggunakan CRM dan Business Intelligence menghasilkan informasi dan insight untuk mendukung pengamanan penerimaan pajak dan mendorong kepatuhan wajib pajak secara berkelanjutan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Compliance Risk Management Compliance Risk Management (CRM) merupakan suatu bentuk collaborative effort, usaha bersama dari berbagai insan DJP, baik di Kantor Pusat DJP, kanwil-kanwil DJP serta kantor pelayanan pajak yang ada di seluruh Indonesia. Sebagai sebuah hasil yang dikerjakan secara bersama-sama, tentu CRM bukan hanya hasil pekerjaan dari Direktorat DIP. CRM adalah milik DJP, milik Indonesia. DIrektorat DIP, setelah terbentuk di tahun 2019, mendapat tugas untuk menjaga buah karya tersebut. Penjagaan tidak hanya sekedar menjaga yang sudah ada, namun juga merawat dan mengembangkan karya tersebut. Dalam perspektif data analytics, CRM merupakan salah satu bentuk penerapan data analytics. Dibangun berdasarkan kebutuhan organisasi, didasarkan pada data dan diolah menggunakan prinsipprinsip analitik. Dengan adanya unit yang secara khusus “mengurusi” data analytics, CRM dikembangkan untuk terus berada pada jalurnya. Dan sebagai sebuah manajemen, CRM diharapkan dapat membantu organisasi dalam mengatur sumber daya yang dimiliki untuk dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien. CRM memiliki tujuan untuk membantu Direktorat Jenderal Pajak mencapai tujuan strategis organisasi dengan memanfaatkan suatu alat bantu pengambilan keputusan. CRM membedakan wajib pajak berdasarkan tingkat risiko kepatuhannya melalui Peta Kepatuhan Wajib Pajak. Pemetaan ini membantu Direktorat Jenderal Pajak dengan membuat pilihan perlakuan (treatment) yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan secara efektif sekaligus mencegah ketidakpatuhan berdasarkan perilaku wajib pajak dan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Diferensiasi wajib pajak berdasarkan risiko kepatuhan menjadi dasar
Menuju Data Driven Organization
71
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
pengembangan mesin risiko (risk engine) dalam CRM, sehingga wajib pajak dapat dipetakan secara sistematis sesuai best practice di dunia perpajakan internasional, terukur berdasarkan skor dan bobot risiko, dan objektif berdasarkan data. Proses pembentukan risk engine dilakukan melalui tahapan antara lain: 1. Identifikasi Risiko; 2. Penilaian Risiko; 3. Pemodelan dan Pemetaan Risiko; 4. Mitigasi Risiko; dan 5. Evaluasi.
Sebagai direktorat yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang data dan informasi perpajakan, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) beserta direktorat lainnya, dalam bentuk collaborative effort,
72
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak telah menyusun Peta Kepatuhan CRM. CRM yang telah dikembangkan antara lain: 1. CRM Fungsi Ekstensifikasi CRM Fungsi Ekstensifikasi memproduksi peta yang menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam mendaftarakan diri. Kegiatan ekstensifikasi dimulai dengan penyusunan Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE). DSE merupakan daftar wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif namun belum mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Hasil analisis Daftar Sasaran Ekstensifikasi merupakan output dari CRM Fungsi Ekstensifikasi yang ditampilkan dalam Peta Kepatuhan pada Aplikasi SIDJP NINE Modul Ekstensifikasi. Manfaat dari CRM Ekstensifikasi antara lain: a. Membantu identifikasi wajib pajak belum terdaftar; b. Membantu menentukan Ekstensifikasi;
prioritas
pelaksanaan
Kegiatan
c. Menggambarkan Peta Kepatuhan yang menggambarkan risiko pendaftaran pada wilayah kerja bersangkutan; dan d. Informasi untuk membantu manajemen pengelolaan sumber daya yang digunakan dalam kegiatan Ekstensifikasi. 2. CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan (Rikwas) CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan memproduksi peta yang menggambarkan risiko kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pelaporan, pembayaran, dan kebenaran pelaporan yang disusun berdasarkan pada tingkat kemungkinan ketidakpatuhan wajib pajak dan tingkat kontribusi wajib pajak terhadap penerimaan. Kegiatan pemeriksaan dan pengawasan diawali dengan penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP) dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3). DSP3 adalah
Menuju Data Driven Organization
73
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
daftar wajib pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Sedangkan DSPP adalah daftar wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan. CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan merupakan salah satu masukan dalam penyusunan DSP3 dan DSPP tersebut. CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan ditampilkan dalam Peta Kepatuhan pada Aplikasi Approweb. Manfaat CRM Fungsi Pemeriksaan dan Pengawasan antara lain: a. Membantu Penelitian;
analisis
WP
dalam
membuat
Kertas
Kerja
b. Membantu analisis WP untuk membuat Audit Plan dan Audit Program; c. Membantu prioritas WP yang akan ditindaklanjuti; d. Membantu memahami profil risiko WP; e. Membantu memetakan WP dan mitigasi yang dilakukan; f. Membantu menentukan alokasi SDM; dan g. Membantu monitoring tindak lanjut. 3. CRM Fungsi Penagihan CRM Fungsi Penagihan memproduksi peta menggambarkan kepatuhan WP dalam membayar piutang pajak. Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak disusun menggunakan CRM Fungsi Penagihan. Wajib pajak dalam daftar prioritas tersebut dipetakan sesuai risikonya yang ditampilkan dalam peta kepatuhan. Prioritas penagihan ditindaklanjuti sesuai urutan risiko masingmasing wajib pajak atau sesuai kebijakan dengan pertimbangan Kepala Kantor. Tindak lanjut sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
74
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Penentuan prioritas didasarkan pada sisa umur piutang yang dibagi dalam 2 kelompok: • Wajib pajak yang memiliki sisa umur piutang < = 12 bulan akan masuk dalam prioritas tindakan. • Wajib pajak yang sisa umur piutang melebihi 12 bulan atau memiliki umur piutang muda akan masuk dalam prioritas pencairan. CRM Fungsi Penagihan ditampilkan dalam peta kepatuhan pada aplikasi Approweb. Manfaat CRM Fungsi Penagihan adalah: a. Pemetaan wajib pajak berdasarkan analisis risiko ketertagihan piutang pajak; b. Pengendalian risiko daluwarsa penagihan dan pencairan; c. Membantu analisis profil WP dengan sebagai berupa data komprehensif profil wajib pajak dan informasi penanggung pajak; d. Alokasi dan manajemen SDM; dan e. Dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan prognosis. 4. CRM Fungsi Transfer Pricing CRM Fungsi Transfer Pricing memproduksi peta menggambarkan kepatuhan WP yang memiliki transaksi terkait hubungan istimewa (transfer pricing) dan transaksi perpajakan internasional lainnya. Beberapa variabel pembentuk CRM Fungsi Perpajakan Internasional diantaranya berupa ukuran usaha, signifikansi transaksi dan transaksi kepada low tax jurisdiction, besar proporsi utang terhadap modal dan performa keuangan wajib pajak. CRM Fungsi Transfer Pricing ditampilkan dalam Peta Kepatuhan pada Aplikasi Approweb.
Menuju Data Driven Organization
75
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Manfaat CRM Fungsi Transfer Pricing: a. Membantu memetakan WP transaksi transfer pricing dan mitigasi yang dilakukan; b. Menentukan alokasi sumber daya manusia; c. Membentu monitoring tindak lanjut; d. Membantu menentukan prioritas WP yang akan ditindaklanjuti; e. Membantu memahami profil risiko WP; dan f. Membantu analisis WP dalam kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pencegahan dan penyelesaian sengketa pajak. 5. CRM Fungsi Edukasi Perpajakan CRM Fungsi Edukasi Perpajakan, yang sebelumnya bernama CRM Fungsi Penyuluhan, memetakan wajib pajak berdasarkan risiko kepatuhan sehingga diketahui wajib pajak yang perlu menjadi prioritas penyuluhan. CRM Fungsi Edukasi Perpajakan Kepatuhan pada Aplikasi Sisuluh.
ditampilkan
dalam
Peta
Manfaat CRM Edukasi Perpajakan: a. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun Rencana Kerja Penyuluhan; dan b. Menyediakan Daftar prioritas risiko.
Sasaran
Penyuluhan
berdasarkan
6. CRM Fungsi Keberatan CRM Keberatan dimanfaatkan untuk memitigasi kegagalan dalam memberikan keadilan kepada wajib pajak dengan meminimalisir risiko kesalahan Penelaah Keberatan dalam memutuskan permohonan wajib pajak, yang umumnya disebabkan oleh kompleksitas kasus.
76
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
CRM Fungsi Keberatan ditampilkan dalam Peta Kepatuhan pada Aplikasi SIDJP NINE Modul Keberatan. Manfaat CRM Keberatan: a. Alat bantu bagi Kepala Bidang dan Kepala Seksi dalam penugasan Penelaah Keberatan dan meminimalisasi risiko kesalahan Penelaah Keberatan dalam memutuskan sengketa dengan mempertimbangkan beban kerja; b. Penunjang evaluasi regulasi dan proses bisnis lainnya; c. Alat bantu pengembangan standar kompetensi Penelaah Keberatan; d. Sebagai penunjang dalam alokasi SDM; e. Sebagai salah satu sumber informasi bagi Penelaah Keberatan dalam penyelesaian permohonan keberatan; dan f. Menyediakan case guidance penyelesaian keberatan untuk sengketa dengan risiko tertentu. 7. CRM Fungsi Pelayanan CRM Pelayanan memproduksi peta risiko kepatuhan wajib pajak untuk menentukan treatment tindakan pelayanan kepada wajib pajak. CRM Fungsi Pelayanan ditampilkan dalam Peta Kepatuhan pada Aplikasi DJPOnline, TPT Online, Approweb. Manfaat CRM Pelayanan: a. Menerapkan Framework;
Service
b. Melakukan nudging Behavioural Insight;
Risk terhadap
Differentiation WP
dengan
Treatment menerapkan
c. Notifikasi kewajiban yang belum dipenuhi kepada WP untuk mencegah WP mengulangi ketidakpatuhan; d. Update data profil WP; dan
Menuju Data Driven Organization
77
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
e. Notifikasi kewajiban yang belum dipenuhi WP kepada AR dan Juru Sita Pajak untuk mendukung upaya pengawasan dan penagihan pajak. Selain 7 fungsi proses bisnis diatas, CRM fungsi lainnya, seperti CRM Fungsi Penegakan Hukum, CRM Fungsi Penilaian, juga dalam proses pengembangan tahap akhir. Pengembangan CRM per fungsi terus berlanjut hingga nanti akan terpenuhi 16 proses bisnis di core tax yang membutuhkan CRM didalamnya. CRM Fungsi Penegakan Hukum dimaksudkan untuk mengidentifikasi risiko kemungkinan tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak, terutama terkait dengan delik pidana. Delik pidana yang dimaksud adalah delik pidana pasal 39A dan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Business owner dari CRM fungsi ini adalah Direktorat Penegakan Hukum dan Direktorat Intelijen Perpajakan. CRM Fungsi Penilaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi risiko pada objek penilaian. Objek penilaian ini akan dikelompokkan sesuai dengan risiko yang ada, yang selanjutnya akan dijadikan Daftar Sasaran Penilaian (DSPn). Business owner dari CRM fungsi ini adalah Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian. Pengembangan per fungsi dalam proses bisnis ini selanjutnya mengarah pada Integrated Compliace Risk Management, dimana sudah menjadi rencana strategis Direktorat Jenderal Pajak tahun 2020-2024. Jika dilihat dari sisi pengembangan, pembangunan CRM per fungsi merupakan langkah yang harus dijalani. Hingga terbentuk suatu environment CRM yang terintegrasi, baik dari data sumber, variabel maupun mesin risikonya.
78
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
DJP Data Warehouse Secara teori, data warehouse merupakan merupakan basis data yang menyimpan data baru dan data historis. Data yang disimpan berasal dari berbagai sistem operasional dan sumber yang lain (sumber eksternal) yang menjadi perhatian penting bagi manajemen dalam organisasi. Tujuan dari penyimpanan adalah keperluan analisis dan pelaporan manajemen dalam rangka pengambilan keputusan. Pada praktiknya, data warehouse digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan, bukan untuk melaksanakan pemrosesan transaksi. Data warehouse didesain untuk menampung query dalam jumlah yang besar untuk keperluan analisis, sehingga berbeda dari OLTP (Online Transaction Processing) yang dikhususkan untuk menampung data dari proses transaksi. Hal ini dikarenakan data warehouse digunakan untuk menyimpan data selama beberapa bulan atau tahun. Data yang berada pada data warehouse ini dimanfaatkan untuk keperluan analisis dan pelaporan manajemen, sehingga dapat menunjang berjalannya OLAP (Online Analytical Processing) secara maksimal. Keuntungan dari implementasi data warehouse pada proses bisnis organisasi adalah sebagai berikut. a. Pembuatan laporan Penggunaan query sederhana dalam data warehouse dapat menghasilkan informasi untuk beberapa periode tertentu, seperti tahunan, bulanan, mingguan, ataupun harian. b. Online Analytical Processing (OLAP) Data warehouse digunakan untuk melakukan analisis bisnis. Dalam hal ini data warehouse merupakan tool yang handal untuk menganalisis data yang kompleks. c. Data Mining Penggunaan data warehouse dalam pencarian pola dan hubungan antar data, dengan tujuan untuk membuat keputusan bisnis. Dalam hal ini software dirancang untuk kebutuhan statistik.
Menuju Data Driven Organization
79
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
d. Proses informasi eksekutif Data warehouse dapat digunakan untuk mencari informasi kunci yang penting, dengan tujuan untuk membuat keputusan bisnis, tanpa harus menjelajahi atau menganalisa keseluruhan data yang ada. Pengelola data warehouse mempunyai tugas untuk memastikan bahwa implementasi rencana pengembangan dan pengelolaan data warehouse dapat dilakukan dengan baik, sedangkan bagian perencanaan terkait pengembangan data warehouse berada dalam lingkup tata kelola data dan informasi. Dalam struktur organisasi DIP, pengelolaan data warehouse dilakukan oleh SubDirektorat Pengelolaan Data Internal. DJP Data Warehouse Skema data warehouse di DJP menggunakan perspektif tiga tingkat (three tier). Three-Tier Architecture merupakan sebuah arsitektur software yang mengorganisasikan aplikasi ke dalam tiga tingkatan (tiers) dari komponen logic yang saling berkaitan. Ketiga tiers tersebut adalah presentation tier atau user interface, application tier sebagai tempat pemrosesan data, dan data tier di mana data disimpan dan dikelola. Three-Tier Architecture memiliki keunggulan utama di mana pengelola dimungkinkan untuk mengembangkan, memperbaharui, atau scaled tiap tier secara simultan dan terpisah tanpa mempengaruhi tier lain. Saat ini Data warehouse di DJP baru memanfaatkan dua tier dari skema tiga tier yang ada, yaitu data melalui tier-1 langsung dialirkan ke tier-3 tanpa melalui tahapan pada tier-2. Hal ini diimplementasikan untuk memaksimalkan kondisi di mana arsitektur dan infrastruktur atas rancangan data warehouse yang ada baru mencakup pada tier1 dan tier-3. Output dari OLAP ini adalah presentation layer yang merupakan tampilan atas beberapa data yang telah dianalisis relasinya sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang bersifat
80
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
operasional maupun strategis. Data dari kegiatan operasional harus melalui beberapa alur tertentu pada data warehouse agar dapat menghasilkan informasi yang berkualitas. Dalam mewujudkan informasi yang berkualitas, DIP melakukan proses quality assurance atas data sebelum ditampilkan pada presentation layer. Quality assurance yang dilakukan oleh fungsi pengendali mutu akan menghasilkan dua kelompok data. Pertama, data yang tidak lolos proses quality assurance akan dilakukan cleansing ulang. Sedangkan kedua, data yang lolos proses quality assurance akan dilakukan deployment terhadap data tersebut. Selanjutnya, data yang telah divalidasi akan ditempatkan di tier-3 data warehouse sebagai output untuk dapat dimanfaatkan melalui presentation layer. Gambar Rancangan Data Warehouse di DJP
Menuju Data Driven Organization
81
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data warehouse DJP mengarah kepada arsitektur enterprise data warehouse dengan skema data yang harus dilalui menjadi lebih lengkap. Data dari kegiatan operasional dipadukan dengan data eksternal sesuai keperluan. Data yang telah dipadukan akan melewati zona landing, integration, dimensional, serta information agar dapat ditampilkan secara efektif dan efisien pada presentation layer. Rincian kegiatan dari masing-masing zona tersebut adalah sebagai berikut: 1. Data Ingestion, yaitu proses penarikan data (structured atau unstructured); 2. Landing zone, yaitu area untuk menampung dan memproses data yang telah ditarik agar memiliki format dan struktur yang serupa (structured atau unstructured); 3. Integration zone, yaitu area untuk mengintegrasikan data dengan prinsip yang sesuai dengan data vault, sehingga dapat menjadi modal awal terbentuknya single version of fact. Pada area ini juga dilakukan validasi atas kualitas data. Apabila kualitas suatu data tidak lolos dari validasi, maka akan dilakukan proses tambahan untuk memastikan agar kualitas data tersebut dapat tervalidasi; 4. Dimensional zone, yaitu area dimana data yang ada dilakukan pemodelan dalam bentuk star-schema untuk kebutuhan analisis data; 5. Cleansing zone, yaitu area dimana dilakukan pembersihan data yang memiliki ketidaksesuaian dengan proses bisnis DJP agar dapat dilakukan pemutakhiran atas kualitas maupun struktur data; dan 6. Information zone, yaitu area tempat informasi atas semua produk data yang ada baik secara struktur, alur analisis, serta sumber asal data tersebut. Dalam konteks kebutuhan operasional DJP, contoh presentation layer adalah seperti yang ditampilkan dalam Approweb, Appportal,
82
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data yang tersedia di data warehouse di DJP per tanggal 31 Juni 2021
Executive Information System (Mandor). Pembedaan jenis pada setiap tingkatan presentation layer terletak pada jenis informasi yang dibutuhkan. Misalnya, untuk level pelaksana hanya diberikan akses pada presentation layer sebatas dengan kebutuhan kegiatan operasional. Sedangkan untuk level pengambil kebijakan, Eselon III atau II akan diberikan akses presentation layer yang memang digunakan untuk kebutuhan kegiatan strategis. Hingga saat ini sudah terdapat 12 jenis data yang berhasil disalurkan hingga tier-3 pada information zone maupun disalurkan pada data virtualization di presentation layer. Ketersediaan keduabelas jenis data tersebut diharapkan dapat menunjang kegiatan penggalian potensi yang dilaksanakan oleh pihak di unit vertikal.
Menuju Data Driven Organization
83
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
99 Data Pemicu Pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak menjadi sebuah keharusan dalam sistem self assesment yang dianut dalam sistem perpajakan di Indonesia. Pemeriksaan merupakan kegiatan dalam rangka menguji kepatuhan wajib pajak. Sedangkan pengawasan, meskipun juga mempunyai tujuan untuk membuat wajib pajak menjadi patuh, dilakukan dengan proses yang lebih soft. Dalam proses pengawasan, wajib pajak berkesempatan untuk membetulkan sendiri SPT yang ditemukan tidak benar oleh petugas pajak, dalam hal ini Account Representative. Dalam proses pengawasan ini, data yang dapat menguji kebenaran SPT wajib pajak menjadi suatu kebutuhan. Data hasil analis yang menunjukkan adanya kekeliruan dalam pengisian SPT oleh wajib pajak. Data yang dapat memicu timbulnya potensi pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak. Baik data dari internal DJP, maupun data eksternal yang sudah dikumpulkan dari instansi dan lembaga lainnya. Sehingga data hasil analisis ini diberi nama Data Pemicu. Data Pemicu adalah ikhtisar dari keseluruhan hasil penyandingan data yang mengindikasikan adanya ketidakpatuhan wajib pajak baik secara formal maupun material. Istilah data pemicu sudah digunakan sejak penggunaan Approweb dalam kegiatan pengawasan wajib pajak. Direktorat PKP waktu itu menjadi pengampu dalam perumusan Data Pemicu. Data Pemicu waktu itu masih sangat terbatas jumlahnya, ada 11 jenis Data Pemicu. Terbatasnya jumlah disebabkan oleh minimnya ketersediaan data yang siap untuk diolah pada waktu itu, belum adanya data warehouse, dan data analytics yang menunjang. Setelah pengelolaan data dan pemanfaatan data dilakukan secara end-to-end di DIP, pengembangan Data Pemicu menjadi salah satu prioritas. Angka 99 sebagai jumlah yang ditargetkan untuk dipenuhi
84
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
menjadi simbol bahwa penyandingan data untuk dijadikan pemicu potensi pajak bisa sangat banyak. Meskipun 99 tersebut juga merupakan angka yang sementara menjadi jumlah Data Pemicu saat ini. Jika dikelompokkan, 99 Data Pemicu yang sudah ada terdiri dari penyandingan 82 data internal dan 17 data eksternal. Sebelumnya, di akhir tahun 2019 hingga awal tahun 2020, evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat validitas Data Pemicu yang diturunkan di Approweb. Evaluasi ini juga memberikan rekomendasi kepada organisasi dalam menentukan apakah Data Pemicu yang ada, perlu dipertahankan, diubah atau dihapus. Evaluasi dilakukan atas 11 Data Pemicu lama, dimana hasilnya terdapat 4 Data Pemicu yang dipertahankan, 2 Data Pemicu diubah, serta 5 Data Pemicu dihapus. Selanjutnya, selaras dengan tujuan tata kelola data yang baik tetap akan diadakan secara rutin kegiatan evaluasi atas efektivitas penggunaan Data Pemicu ini. Dengan rentang waktu semesteran, kegiatan evaluasi atas Data Pemicu ini diharapkan semakin menghasilkan output Data Pemicu yang berkualitas dan berdaya guna untuk menunjang kegiatan penggalian potensi wajib pajak dalam rangka mencapai target penerimaan. Lebih lanjut, disamping Data Pemicu, terdapat juga Data Penguji, dengan mekanisme Analystics Use Case yang lebih sederhana. Sejauh ini terdapat total 40 jenis Data Penguji dari 28 sumber data yang sudah diturunkan melalui Approweb. Perbedaan dengan Data Pemicu, sebuah Data Penguji tidak memicu potensi pajak. Data Penguji memerlukan analisis lebih lanjut oleh Account Representative untuk dapat diketahui apakah terdapat ketidakbenaran SPT yang dapat menimbulkan potensi pajak yang masih harus dibayar. Seperti halnya Data Pemicu, dinamika Data Penguji juga akan ditentukan dari hasil evaluasi terhadap efektivitas pemanfaatannya. Data Penguji juga akan mengalami proses pembaruan, baik yang sifatnya pengkinian data maupun penghapusan. Patut diperhatikan bahwa sebagian besar Data Penguji berasal dari implementasi
Menuju Data Driven Organization
85
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan (PMK-228), dimana kualitas dan tersedianya Data Penguji sangat bergantung terhadap kepatuhan instansi pemerintah di luar DJP dalam lingkup PMK-228 tersebut, dalam memberikan data dan informasi yang berkualitas kepada DJP. Dalam hal ini sinergi antara DJP, Direktorat DIP khususnya, dengan instansi pemerintah dalam lingkup PMK-228 menjadi hal yang krusial.
86
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data Penerimaan yang Valid Data penerimaan merupakan data pembayaran wajib pajak pada sistem informasi DJP yang dibentuk melalui sistem billing Modul Penerimaan Negara (MPN) dan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang di dalamnya terdapat proses identifikasi, analisis, sinkronisasi, rekonsiliasi dan standardisasi. Data penerimaan terdiri dari penerimaan MPN dan penerimaan Non MPN. Penerimaan MPN terdiri dari penerimaan dari billing DJP, DJBC dan DJA. Sedangkan penerimaan Non MPN terdiri dari penerimaan dari potongan SPM dan BUN. Pengolahan data penerimaan dilakukan dengan menarik data staging penerimaan kemudian disandingkan dengan data Masterfile NPWP sehingga dapat diketahui identitas wajib pajak, KLU wajib pajak serta jenis pajaknya. Proses pengumpulan data penerimaan dapat disajikan ke dalam bentuk tampilan aplikasi maupun file hardcopy untuk permintaan data penerimaan oleh stakeholder. Hasil pengolahan data penerimaan dari data input hingga pada presentation layer yang dimanfaatkan dalam monitoring, evaluasi hingga untuk penggalian potensi perpajakan anatar lain sebagai berikut: 1. Dashboard Penerimaan, dasbor yang mengklasifikasikan penerimaan berdasarkan unit kerja yang digunakan untuk memantau kinerja penerimaan baik nasional maupun regional; 2. MPN Harian Rekon, kumpulan data penerimaan MPN harian yang diperbarui setiap 30 menit sekali sebagai alat pemantauan penerimaan yang sudah masuk; 3. Data SPM, kumpulan data penerimaan SPM yang diperbarui setiap hari sebagai alat pemantauan penerimaan SPM yang sudah masuk;
Menuju Data Driven Organization
87
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
4. Tabelaris MPN, aplikasi yang menampilkan penerimaan untuk setiap wajib pajak; 5. Aplikasi Kinerja Penerimaan, aplikasi untuk memantau pertumbuhan penerimaan unit kerja vertikal DJP; dan 6. Tax Payer Account, Revenue Account System, aplikasi yang menampilkan data penerimaan pajak berdasarkan mata akun pajak dan melekat pada setiap wajib pajak. Proses Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. Rekonsiliasi dilaksanakan untuk memastikan kesesuaian data transaksi penerimaan negara yang tercatat pada GL-SPAN dan basis data pada DJP dan DJBC selaku Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan (IPPT). Selain itu, proses rekonsiliasi dilakukan untuk meyakinkan data sebelum disusun menjadi Laporan Keuangan dan disampaikan kepada stakeholder. Rekonsiliasi meminimalisasi terjadinya perbedaan pencatatan yang berdampak pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Jika terjadi perbedaan data, rekonsiliasi dapat mendeteksi dan mengetahui penyebab terjadinya perbedaan. Untuk memastikan validasi Laporan Keuangan, data penerimaan akan direkonsiliasi terlebih dahulu secara berkala dengan: 1. DJBC, sebagai pemilik data billing Bea Cukai; 2. Direktorat Perbendaharaan (DJPBN), sebagai pihak settlement dan pemilik SPAN; dan 3. Biro Perencanaan Keuangan, pembuatan Laporan Keuangan.
sebagai
pihak
koordinator
Dalam proses ini, DJP dan DJBC mengirimkan data penerimaan yang berasal dari MPN ke DJPBn selaku pihak yang akan melakukan proses rekonsiliasi. Hasil dari proses ini akan ditampilkan ke dalam sebuah aplikasi rekonsiliasi untuk dilakukan penelusuran dan penyesuaian atas transaksi yang masih ada perbedaan. Hasil dari rekonsiliasi
88
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
ini akan dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi yang akan ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan rekonsiliasi tersebut. Selain dipakai dalam penyusunan data penerimaan di laporan keuangan, data penerimaan hasil rekonsiliasi ini juga akan dipakai sebagai salah satu data pembentuk piutang dan data Utang Kelebihan Pembayaran Pajak (UKPP). Dalam data pembentuk piutang, penerimaan akan dipakai sebagai dasar pelunasan piutang yang dilakukan oleh wajib pajak. Sedangkan dalam data UKPP, penerimaan dipakai sebagai data pengurang UKPP. Data Utang Pajak adalah data kewajiban pemerintah yang masih harus dibayarkan kepada wajib pajak terkait kelebihan pembayaran pajak. UKPP diperoleh melalui proses penghitungan saldo dengan menggunakan kertas kerja UKPP dan proses rekonsiliasi data pembentuk UKPP dengan Kantor Wilayah DJP seluruh Indonesia. Data restitusi (SPMKP) menjadi data utama dalam kertas kerja UKPP. Seperti halnya data penerimaan perpajakan, data UKPP juga akan digunakan sebagai salah satu data pembentuk laporan keuangan khususnya Laporan Keuangan Kementerian Keuangan BA 015. Data UKPP ini harus menjadi perhatian pada seluruh pihak di internal Kementerian Keuangan untuk menjaga validitas kebenaran atas nilai yang disajikan dalam laporan keuangan. Tidak hanya bagi pihak internal, pihak eksternal dalam hal ini BPK juga memberi perhatian lebih atas kewajaran penyajian data UKPP tersebut sebagai objek pemeriksaan yang menentukan kualitas opini yang akan diberikan atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan BA 015.
Menuju Data Driven Organization
89
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
SmartWeb, Analisis Data Berbasis Jaringan Tahun 2021 ini, Direktorat Jenderal Pajak siap memperkenalkan anggota baru dari data analytics. Analisis yang berbasis jaringan (graph analytics) yang dapat digunakan untuk identifikasi beneficial owner dan identifikasi anggota grup usaha. Alat data analytics ini diberi nama SmartWeb. Sebuah alat yang diperlukan untuk mengungkap kompleksitas kepemilikan dan transaksi afiliasi yang berlapis-lapis. SmartWeb ini akan secara otomatis mengidentifikasi dan mengelompokkan wajib pajak yang teridentifikasi dalam sebuah grup. Selain itu juga terdapat fitur yang menggambarkan transaksi dari anggota-anggota grup tersebut. Untuk mewujudkan analisis berbasis graph analytics ini, dibentuk sebuah graph database yang mewakili keterhubungan antar entitas. Hubungan ini biasanya kompleks, sehingga setiap node akan berisi data tentang entitas. Sementara edge akan menyimpan data hubungan diantara mereka. Pengguna graph analytics database ini menjadi pionir dalam analisis data di DJP. Fitur-fitur dalam SmartWeb diharapkan akan membantu paling tidak 30% pekerjaan dari Account Representative maupun Pemeriksa Pajak dalam memahami bisnis dan pola transaksi wajib pajak. Selain karena dapat secara otomatis menggambarkan jaringan bisnis wajib pajak, penggunaan graph database juga mempercepat kinerja pemrosesan, meskipun menyimpan detail data. Dalam SmartWeb, informasi yang ada diantaranya adalah visualisasi jaringan wajib pajak yang meliputi hubungan istimewa, saham, pengurus, dan keluarga pengurus. Selain itu, tersedia pula daftar wajib pajak, serta atribut profil dan transaksi perpajakan dalam jaringan wajib pajak. Melalui fitur ini diharapkan dapat memperlihatkan hubungan wajib pajak berdasarkan transaksi
90
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
hubungan istimewa, kepemilikan saham, pengurus, keluarga pengurus serta membandingkan data perpajakan setiap entitas yang berhubungan.
Dalam perspektif data analytics SmartWeb dapat berperan sekaligus dalam 2 (dua) jenis. Pertama, descriptive analtytics, yaitu menjadi alat pengawasan wajib pajak grup dan individu yang terkait, pemilik dan pengurus. Data Matching yang menangkap transaksi hubungan istimewa antara beberapa pihak dengan bersumber pada data lampiran 3A/3B SPT Tahunan dan kepemilikan saham pada Lampiran V dan Lampiran VI SPT Tahunan, Data ILAP AHU, dan Data komersial ACRA, Bloomberg dan Orbis. Selanjutnya, sebagai sebuah predictive analytics yang akan memvisualisasikan pola-pola transaksi dan pola-pola hubungan bisnis diantara anggota grup sebagai pintu masuk untuk memprediksi transaksi dan hubungan yang tidak wajar, yang mengarah pada tax evasion. SmartWeb, dan seluruh hasil data analytics lainnya memerlukan pengembangan-pengembangan sebagai bentuk komitmen dalam menjalankan strategi data driven organization. Dalam era Big
Menuju Data Driven Organization
91
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data Analytics saat ini, pengayaan dari data semi-structure dan unstructured menjadi tantangan tersendiri. Hadirnya SmartWeb bagi DJP menjadi salah satu anak tangga yang harus dipijak dalam mengawal reformasi perpajakan. Untuk menyambut kehadiran core tax. Tantangan pada Data Analytics dan Business Intelligence Berbagai hasil analis data yang sudah ada hingga saat ini, memunculkan secercah peluang bahwa DJP akan dengan cepat dapat benar-benar menuju data driven organization. Data analytics tidak hanya dikembangkan dalam lingkup penerimaan pajak, namun juga dalam lini lainnya yang ada di DJP. Sangat terbuka kemungkinan dalam pengembangan data analytics. Penataan organisasi Direktorat Jenderal Pajak akan terbantu dengan penyediaan informasi dan insight yang dihasilkan. Penambahan jumlah kantor, peleburan maupun mengubah komposisi jenis kantor bisa mengandalkan hasil dari data analytics. Pengelolaan sumber daya manusia, dalam pengembangan pola mutasi, promosi, pelatihan dan komposisi pegawai juga dapat dilakukan berdasarkan data yang diolah menjadi sebuah dasar pengambilan kebijakan. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa regulasi dan peraturan yang akan dikeluarkan juga dapat mengandalkan hasil data analytics. Namun seperti pepatah, the man behind the gun, seberapapun canggih dan hebatnya sebuah tools dan informasi yang dimiliki, semua akan kembali bergantung kepada pemakainya, insan sejati Direktorat Jenderal Pajak.
92
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN III
DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN I Profil DIP
94
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN V Epilog
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) terbentuk sejak dua tahun lalu, tepatnya 8 Juli 2019. Perjalanan DIP menorehkan beragam kesan yang menarik untuk diceritakan, baik dari pihak internal maupun eksternal. Dari internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dirjen Pajak dan para Staf Ahli Menteri Keuangan menjadi tujuan untuk dimintai pandangannya. Para staf ahli tersebut membidangi Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Pengawasan Pajak, dan Kepatuhan Pajak. Sementara, dari pihak eksternal wawancara dilakukan kepada perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Instansi tersebut mewakili instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain yang wajib menyampaikan data dan informasi terkait perpajakan. Prospera dan GIZ sebagai perwakilan mitra yang selama ini memberi dukungan teknis, juga berbagi kesan tentang DIP. Kesan tentang DIP dari berbagai sudut pandang tersaji dari wawancara tersebut. Mulai dari sejarah pembentukan yang menjadi kenangan para pimpinan, kesan yang ditimbulkan kepada pihak yang selama ini berinteraksi, hingga harapan terhadap DIP di masa depan, akan dikupas satu per satu. Gambaran tentang tantangan yang akan dihadapi DIP ke depan juga menjadi topik wawancara. Masukan dan arahan dari para pimpinan, agar dapat mewujudkan harapan-harapan yang mengemuka. Dan akhirnya, bersama arahan pimpinan dan bergandeng tangan dengan para mitra, DIP dapat menjadi penyedia data valid yang mengalir secara otomatis.
Menuju Data Driven Organization
95
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Direktur Jenderal Pajak: Suryo Utomo
“Tantangan untuk DIP” “DJP itu enggak bisa gerak kalau kita enggak punya data,” begitu pernyataan Suryo Utomo ketika kami membuka wawancara pada hari Jum’at, 18 Juni 2021, di sela-sela jadwal padat beliau sebagai Direktur Jenderal Pajak. Ditemui di ruang kerjanya di Gedung A1 lantai tiga, beliau mengatakan pentingnya data bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pernyataan pembuka sekaligus menandakan betapa pentingnya peran data di Direktorat Jenderal Pajak. Urgensi data menjadi tantangan yang perlu dihadapi Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP). Pak Suryo, begitu panggilan akrab beliau, membagi tantangan terkait data ke dalam dua kelompok. “Jadi kelompok bagaimana caranya kita memperoleh data, kemudian yang kedua, bagaimana data itu termanfaatkan,” rinci Pak Suryo. Menata Keranjang Data Pada kelompok perolehan data, Pak Suryo menekankan bahwa DIP perlu memastikan jenis data yang diperlukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan kebutuhan DJP untuk kemudian disandingkan dengan data yang telah dimiliki. “Untuk melihat data apa yang kita perlukan, kita musti tahu, keperluan kita apa sih? Keperluan apa yang memang kita perlukan dan data apa yang udah kita punya,” jelas Pak Suryo. 96
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Pak Suryo kemudian bercerita mengenai bahasan diskusi yang dilakukan dengan Direktur dan teman-teman DIP. “Paling tidak, kalau namanya pajak itu kan data terkait harta orang. Paling gampang kan itu, kan. Data terkait dengan harta orang atau terkait dengan transaksi,” tutur Pak Suryo. Oleh sebab itu, Pak Suryo menyeru DIP untuk menginventarisir data tersebut. “Ayo, data yang berkaitan dengan data orang, mana lagi yang belum kita punyai,” tanya Pak Suryo. Data yang menjadi tantangan pertama DJP menurut Pak Suryo adalah data NIK yang belum sinkron dengan data NPWP. “Karena namanya pajak itu kan urusannya kan cuma sama subjek pajak. Siapa orang, dapat apa, punya apa, kapan waktunya, kan gitu ya? Nah kita punya tantangan, antara NIK dan NPWP itukan belum sinkron 100%. Pada waktu jumlah penduduk Indonesia 267 juta saat ini, kita punya NPWP baru sekitar 40-an juta,” terang Pak Suryo yang pernah menjadi Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak ini. DJP, menurut Pak Suryo, harus dapat menjelaskan perbedaan angka antara NIK dan NPWP tersebut, di samping faktor basis keluarga yang dianut dalam penomoran NPWP. Perbedaan tersebut memunculkan PR baru bagi DJP untuk merekonsiliasi data kependudukan dengan data yang dimiliki. Pak Suryo memberi contoh tantangan berupa data lain yang diperlukan DJP, yaitu data dan informasi mengenai aset tanah dan bangunan. “Itu kan salah satu ya, karena orang punya penghasilan pasti larinya beli tanah, beli bangunan. Itulah kira-kira yang menjadi patokan pada kita. Kita kok belum punya ya? Caranya gimana supaya punya. Nah ini yang menjadi tantangan DIP di situ,” jelas Pak Suryo. Data dan informasi mengenai tanah/bangunan dikelola oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI (Kementerian ATR/ BPN). Setelah menjalin komunikasi dan kerjasama, Memorandum of Understanding antara DJP dan Kementerian ATR/BPN saat ini telah sampai pada tahap akan ditandatangani. Selanjutnya, DJP akan menemui tantangan berikutnya berupa waktu dan cara penyaluran data. “Jadi tantangannya adalah bagaimana kita tahu data yang
Menuju Data Driven Organization
97
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
kita perlukan, bagaimana kita membawa data itu ke tempat kita pada waktu kemungkinan di sana juga sistemnya tidak sama seperti kita,” terang Pak Suryo. Selain tanah/bangunan, menurut Pak Suryo DJP juga membutuhkan data kendaraan bermotor. “Kan pasti dipunyai orang. Nah sekarang pertanyaannya begini, kalau orang beli mobil, itu punya penghasilan nggak? Yang tunai siapa, yang cicil siapa? Setelah jadi punya siapa, kapan dia jual. Ini yang harus kita juga dapat informasi,” demikian peraih gelar Master of Business Taxation dari University of Southern California ini menguraikan. Pak Suryo menyatakan bahwa jika data terkait NIK dan data aset berupa tanah atau bangunan serta kendaraan bermotor tersebut berhasil dikumpulkan, maka hal itu sudah lumayan cukup bagi DJP. Kompilasi data tersebut digabungkan dengan data SPT beserta bukti potong dan bukti pungut, akses data keuangan dan investasi berbentuk surat berharga yang telah dimiliki, akan cukup membantu pelaksanaan tugas DJP. Dalam memenuhi data yang diperlukan, DJP juga menghadapi tantangan lain mengenai penanggung jawab pengumpulan data dan proses input data ke sistem. “Baru mau nyari datanya dulu aja kita udah punya challenge, siapa harus melakukan apa? Nah tantangan berikutnya, sebelum data masuk ke sistem, bagaimana data ini bisa dimasukkan? Karena sistem data mereka kemungkinan berbeda,” ujar Pak Suryo. Seluruh tantangan pada tahap pengumpulan data tersebut disederhanakan Pak Suryo dengan sebuah permisalan. Pekerjaan pengumpulan data oleh DIP diumpamakan dengan menyiapkan keranjang untuk menaruh data yang dikumpulkan dan mengolah data tersebut (termasuk unstructured data) menjadi data yang siap pakai. Data yang Akan Bercerita Pak Suryo kemudian melanjutkan penjelasan mengenai tantangan pada kelompok pemanfaatan data. Menurut Pak Suryo, DIP harus
98
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
mampu menampilkan cerita dan makna dari setiap data yang diadu dengan data lainnya. “Baru cerita adu mengadu data ya. Karena setiap data itu berbunyi, bermakna sesuatu. Inilah yang memunculkan data pemicu, data penguji, jadi pengawasan kita dari situ,” ujar Pak Suryo. Data pemicu dan penguji di mata Pak Suryo, menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang harus ditelaah lebih dalam terkait kebenaran pelaporan wajib pajak.
ini memang harus (ada). “ ...analis Karena kita sudah bicara data driven organization. Jadi fungsi analisis itu betul-betul menjadi suatu fungsi gede yang ada di Direktorat Jenderal Pajak.
”
Setelah itu, barulah tantangan baru berupa penentuan prioritas menggunakan Compliance Risk Management (CRM) dihadapi DJP. “Gimana caranya, kita punya PR dengan CRM. Nah pertanyaan berikutnya, tantangan juga nih. Pertanyaannya, CRM kita ini, yang kita bangun sudah settled belum sih? CRM seperti apa yang kita inginkan?” tanya Pak Suryo. CRM dipandang Pak Suryo sebagai mesin yang mampu memberikan gambaran risiko tentang kepatuhan wajib pajak berdasarkan data yang dimiliki DJP. Kepatuhan ini dapat digambarkan berdasarkan sectoral based, profitabilitas pada periode waktu tertentu, atau berdasarkan kondisi ekonomi saat ini. “Misalnya, harga komoditas lagi bagus, CRM bunyi enggak kira-kira? bisa kita manfaatkan di situ? Untuk kita mitigasi bahwa pertumbuhan ekonomi lagi bagus di sektor ini, size to PDB nya pasti akan lebih tinggi, ada alat nggak, if ada wajib pajak yang melaporkan tidak sesuai dengan polanya,” contoh Pak Suryo mengenai penggunaan CRM. Pak Suryo memandang CRM sebagai data user, sehingga CRM akan bermakna jika data dan formulasi CRM itu sendiri berkualitas baik. “Makanya tantangan data tadi harus selesai dulu, menjadi suatu data yang betul-betul dapat kita pakai dengan minimum requirement
Menuju Data Driven Organization
99
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
yang kita punyai. Jadi minimum requirement-nya tergantung yang CRM tadi juga. Saya pengen begini, saya menggunakan data apa,” demikian jelas Pak Suryo. Pembentukan CRM yang terpercaya menurut Pak Suryo dapat menjadi solusi penentuan prioritas pekerjaan teman-teman di lapangan. “Bagaimana kita menggunakan informasi yang kita punya, dengan data pemicu, penguji, supaya teman-teman kita di lapangan juga terfokus, bagaimana melakukan pekerjaannya,” ujar Pak Suryo. Reformasi Pajak Pak Suryo menegaskan bahwa seluruh tahap pada proses end to end yang dijalankan DIP memiliki tantangan. Seluruh tantangan tersebut perlu dirapikan oleh DJP. “Nah itulah perlunya kita melakukan reform. Kenapa? Ya reform itu, bukan suatu titik, jebret, sudah selesai, enggak,” tambah Pak Suryo. Reformasi bagi Pak Suryo berguna untuk mengantisipasi perkembangan situasi dan mengkalibrasi pemahaman, “Kalau sudah begini, mau seperti apa lagi. Jadi saya memaknai reform itu sesuatu yang niscaya, harus terjadi. Karena apa? Ya berubah. Sama sekali berubah,” tegas Pak Suryo memaknai reformasi. Salah satu reformasi yang tengah dijalankan DJP adalah penyiapan core tax yang akan digunakan pada tahun 2024. Hal ini menjadi PR besar bagi DJP untuk mendukung agar core tax benar-benar siap pada tahun 2024. “Jadi bagaimana kita mencoba memformulasi segala sesuatu, yang siap dipakai, di tahun 2024 dengan logika bahwa dengan data itu semuanya jalan. Itu PR yang paling gede kalau saya,” tegas Pak Suryo. Konsolidasi, Kolaborasi, dan Kualitas Pak Suryo kemudian menjelaskan cara yang harus dilakukan DJP mengatasi tantangan di masa depan yang dihadapi pada tiap proses end to end pengelolaan data. ”Yang harus dilakukan, kita konsolidasi. Pelan-pelan satu satu kita belah, kita pecahkan. Gak bisa cuma dipotong di tengah karena kita bicara end-to-end proses,
100
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
dan itu harus ada. Kalau tidak, berarti kualitas yang ada di belakang juga menjadi pertanyaan,” jelas Pak Suryo. Kolaborasi dengan Direktorat Intelijen Perpajakan (IP) juga dipandang Pak Suryo sebagai hal yang perlu dilakukan DIP. Hal ini karena DIP di mata Pak Suryo, tidak cukup melakukan analisis dengan hanya mengandalkan data yang terdapat di sistem. “Kenapa? orang-orang itu sumber data sebetulnya. Data unstructured yang harus diafirmasikan ke data yang tabel tadi,” terang Pak Suryo mengemukakan alasannya. Peningkatan kualitas analis di DIP juga menjadi hal yang dipesankan Pak Suryo agar dapat menghasilkan hasil analisis yang tajam. “Jadi
kalau saran saya, keinginan saya sih, saya ingin kuatkan, satu, untuk analis ini memang harus (ada). Karena kita sudah bicara data driven organization. Jadi fungsi analisis itu betul-betul menjadi suatu fungsi gede yang ada di Direktorat Jenderal Pajak,” ujar Pak Suryo. Selain meningkatkan kualitas SDM analis, Pak Suryo juga mewanti-wanti mengenai penguatan kualitas hasil analisis agar tidak membutuhkan analisis lebih lanjut. “Kita bicara quality. Jadi bagaimana teman-teman di bawah, dengan yang dipunya tadi,
Menuju Data Driven Organization
101
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
men-triger analisis yang lain, aku setuju. Tapi bukan hasil analisis yang sudah dibuat ini dianalisis lagi. Kalau itu ya namanya bukan hasil analisis toh? Berita,” ujar Pak Suryo retoris. Pak Suryo juga menyatakan keinginan untuk menambah jumlah analis. “Makanya saya pengen tambah banyak. Supaya apa? hasil analisis yang ready itu bisa lebih banyak lagi. Itu keinginan saya,” ungkap Pak Suryo. Harapan untuk DIP Pak Suryo selanjutnya menyampaikan harapan terhadap DIP. Seperti tagline yang diusung, Pak Suryo berharap itu DIP mampu menyediakan data valid yang mengalir secara otomatis. Data valid yang mengalir otomatis pada sistem diharapkan Pak Suryo benarbenar bermanfaat bagi organisasi. “Betul-betul usefull informasi. Mau dianalisis juga tidak susah. Mau ditindaklanjuti AR, juga tidak ribet. Data yang kita perlukan ada. Dan mesinnya juga kita bisa pakai. Apalagi core tax kan. Makanya saya lebih bersiap untuk core tax. Yuk kita bangun, kita bersiap untuk core tax di 2024,” ajak Pak Suryo. Pak Suryo mengakui beratnya amanah yang harus diemban DJP. Oleh sebab itu, Pak Suryo menyatakan kesediaannya mendukung tugas DIP dalam mencari, menstrukturkan, memformulasikan, dan menyajikan data kepada pengguna. “Nah bagaimana caranya biar betul-betul itu bisa terwujud. Aku support apa yang diperlukan,” dukung Pak Suryo secara meyakinkan. Sebuah dukungan penuh Dirjen Pajak sekaligus menutup wawancara.
102
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak: Awan Nurmawan Nuh
Core Tax Mobilnya, Data Bensinnya
Kisah di balik pembentukan DIP juga perlu dilihat dari sudut pandang lain. Wawancara dengan Awan Nurmawan Nuh, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, menjadi wajib hukumnya. Pada tanggal 14 Juni 2021 di ruang kerjanya, sesi wawancara dengan mantan Sekretaris DJP ini dilakukan. Senada dengan Yon Arsal, beliau juga menolak penyematan gelar bidan kelahiran DIP. “Nah waktu itu, bukan bidannya, saya provokatornya lah”, jelasnya sambil tertawa. Ide Awal CTA Pak Awan, panggilan bapak berperawakan tinggi besar ini, memulai kisah pembentukan DIP dengan ide yang muncul saat beliau masih menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, yakni agar DJP mulai berfokus pada bidang yang terkait data. Hal ini dinilai penting agar DJP dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. “Jadi, pentingnya data itu adalah agar kita bisa menjalankan fungsi kita secara baik, khususnya untuk pengawasan dan kepatuhan,” jelas Pak Awan. Menurutnya, SPT harus diuji dengan data agar dapat
Menuju Data Driven Organization
103
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
diketahui kepatuhan wajib pajak, apakah sudah melaksanakan kewajibannya dengan benar atau belum. “Lah itu kan konsekuensi logis dari sistem self-assessment kan. Sekarang WP itu daftar, bayar dan lapor sendiri. Lalu kita anggap benar, kan? Nah kita tahu itu ada ketidakpatuhan dari mana? Data kan? Berarti harus ada data pembanding,” ujarnya retoris. Ide agar DJP mulai berfokus pada bidang yang terkait data tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak saat itu, Fuad Rahmany. Singkat cerita, akhirnya Center for Tax Analysis (CTA) dibentuk dan menempati Gedung Mar’ie Muhammad Lantai 10. CTA saat itu merupakan tim ad hoc di bawah Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan yang dipimpin oleh Dasto Ledyanto, Direktur DIP saat ini. Saat itu, pengumpulan data masih dilakukan oleh Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (TIP), sedangkan CTA hanya melakukan pengolahan data. Transformasi CTA Pak Awan menambahkan, CTA kemudian berkembang. Pembentukan CTA pada tahap awal dilanjutkan dengan CTA jilid II, dengan merekrut analis yang bersumber dari Account Representative. Perekrutan ini dilakukan oleh Robert Pakpahan sebagai Direktur Jenderal Pajak. Tetap sebagai provokator, Pak Awan mulai berpikir ke tahap selanjutnya, “Wah ini kita harus bentuk sesuatu yang namanya data tuh, mengumpulkan, mengolah, sama memanfaatkan itu, end to end process. Makanya dibentuk DMU, Data Management Unit. Di DMU, keliatan sekali tuh, end to end-nya, mulai dari strateginya, analitik, data scientist, CRM, termasuk monitoringnya. Nah, ini end to end process,” terang Pak Awan. CTA inilah yang menurut Pak Awan kemudian bertransformasi menjadi DMU. Melalui DMU, pengelolaan data DJP mulai melangkah ke tahap selanjutnya. Proses pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan data yang selama ini masih dilakukan secara ownership oleh business owner berubah menjadi custodianship. Pak Awan menerangkan, “Maksudnya business owner, pemeriksaan ngumpulin sendiri,
104
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
ngolah sendiri, memanfaatkan sendiri, buat sendiri. PKP juga begitu. Eksten juga begitu. Tersebar-sebar.” DJP ingin mengembalikan fungsi direktorat selaku business owner menjadi hanya sebagai pengguna data. “Maksudnya apa? Jadi, business owner itu tinggal memanfaatkan dan merumuskan kebijakan saja,” ujar Pak Awan. Pak Awan menuturkan bahwa inti pengelolaan data sebenarnya adalah mengumpulkan, mengolah, dan memanfaatkan data. Pak Awan sering mengistilahkan tugas tersebut dengan 3M. “Jadi sebenarnya, kita berpikir, dalam pengolahan data 3M tadi, mengumpulkan, mengolah memanfaatkan itu, harus ditata secara end-to-end sebetulnya,” demikian Pak Awan menjelaskan. Pengelolaan data end to end oleh satu unit berupa DMU inilah yang kemudian menjadi DIP. “Jadi yang ad hoc tadi kita institusionalkan.” ujar Pak Awan. Harapannya, DIP menjadi single source of truth yang menghasilkan data yang sama dan dengan kualitas yang baik. “Bahkan bisa dikembangkan berbagai usecase, analytic, CRM, macam-macam,” tambahnya.
Menuju Data Driven Organization
105
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Selain itu, data analytics DJP diharapkan Pak Awan tidak hanya pada level data matching, namun dapat menjangkau tingkat yang lebih tinggi, mulai dari descriptive, memprediksi suatu perilaku (predictive), bahkan sampai tahap mencegah (prescriptive). Untuk mencapainya, DJP memerlukan penggunaan data science yang dilakukan oleh para ilmuwan data (data scientist). Analisis oleh ilmuwan data di DIP diharapkan dapat memberi insight atas sekumpulan data sehingga menjadi input bagi direktorat selaku business owner dalam menyusun, memonitor, dan mengimplementasikan kebijakan. Sekali Lagi Tentang SDM Pak Awan melihat DIP menghadapi tantangan berupa ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, terutama di bidang ilmuwan data (data scientist) dalam waktu cepat. “Tantangan juga buat pengembangan sumber daya manusia kita. Baik itu jenis diklat, sekolah lanjutan, S2 bahkan mungkin S3 di bidang-bidang seperti itu,” rinci Pak Awan. Pak Awan menyebutkan bahwa pelaksanaan administrasi perpajakan yang kelak menggunakan core tax, akan berkaitan dengan big data, business intelligence, taxpayer account yang mengarah ke machine learning. Dengan platform IT yang mumpuni, dibutuhkan kapasitas sumber daya manusia berupa data scientist yang akan membuat mesin DJP lebih pintar. “Jadi tetap harus ada human intervention. Jadi kalau someday pun kita itu fully otomasi, tetap peran manusia itu penting,” ujar Pak Awan. Tantangan berikutnya menurut Pak Awan adalah support dari pimpinan dan business owner serta tantangan dalam pengumpulan data pihak ketiga. Pak Awan mengingatkan bahwa pengumpulan data ILAP tidaklah semudah yang dibayangkan. “Data itu juga kadangkadang ngasihnya nggak ada isinya atau misalnya strukturnya, nggak bunyi datanya itu,” jelasnya. Apalagi menurut Pak Awan, selama ini belum ada penggunaan user experience sehingga tidak terdapat feedback atas data tersebut. Dengan pengelolaan data end-to-end di satu unit, DIP, mulai dari planning, hingga eksekusi,
106
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
diharapkan monitoring dan feedback dapat berjalan baik sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Dalam menghadapi tantangan SDM, Pak Awan berharap agar pegawai DIP memahami tugas, fungsi, serta gambaran DIP secara garis besar. “Kamu harus tahu konteks gedenya sehingga tahu oh, peran kita itu dimana. Semua orang harus ngerti,” ujar Pak Awan. Berdasarkan pemahaman itu, SDM di DIP harus punya keinginan untuk selalu mengembangkan diri dan update, tanpa harus menunggu disekolahkan atau diajarkan secara kedinasan. Apalagi saat ini, belajar bisa dilakukan dari mana saja. “Maksudnya, ya kita berusaha mengikuti apa yang terjadi. Itu juga tantangan, Keinginan sumber daya manusia itu punya eager untuk mengembangkan diri,” tegas Pak Awan. Di sisi lain, Pak Awan tidak menafikan peran institusi yang harus bisa mendukung pengembangan SDM tersebut.
core tax ini mobilnya. Data ini bensinnya. “ Ya Gimana kalau nggak ada bensinnya? Nggak lari juga. Semua saling melengkapi. Tapi ini bagian yang sangat penting.
”
Pak Awan kemudian menegaskan bahwa kaderisasi di DIP memiliki peran sangat penting. “Karena, bisa jadi, orang-orang itu tidak mungkin di situ terus, harus ada kaderisasi dan kriterianya seperti apa harus jelas,” demikian Pak Awan mengingatkan. SDM yang berintegritas penting untuk memitigasi kemungkinan penyalahgunaan data. “Loh, ini kan data, jadi kita perlu orang-orang yang punya integritas. Jadi, kaderisasi itu penting, tata kelola, governancenya penting, dan orang-orang yang di DIP itu tidak bisa orang-orang sembarangan. Harus orang-orang yang punya integritas yang tinggi,” tegas Pak Awan.
Menuju Data Driven Organization
107
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data Dari DIP Sebagai Bensinnya DJP Tak hanya memberi masukan, Pak Awan turut mengakui dan mengapresiasi kiprah DIP sejak didirikan dua tahun yang lalu. “Sekarang sih sudah oke. Pengembangan usecase, sudah berapa? 94, macam-macam. Wah sudah baguslah. Men-support Approweb sudah bagus”. Pak Awan juga memberi perumpamaan mengenai hubungan peran DIP dengan sistem core tax yang sedang dibangun. “Ya core tax ini mobilnya. Data ini bensinnya. Gimana kalau nggak ada bensinnya? Nggak lari juga. Semua saling melengkapi. Tapi ini bagian yang sangat penting,” jelas Pak Awan yang juga Dewan Pengarah di Tim Persiapan Sistem Inti Admistrasi Pajak (PSIAP). Melalui DIP, data diharapkan Pak Awan dapat menjadi lebih lengkap karena dikumpulkan dari SPT, ILAP dan hasil intelijen. Data juga menjadi lebih tajam setelah diolah melibatkan proses analytics dan penggunaan data science. Data tersebut digunakan DIP dalam membangun Compliance Risk Management (CRM). “Wajib pajak itu kita kasih baju. Kalau sekarang itu bajunya sama, nanti kita kasih kasih baju berdasarkan tingkat risiko. Kemudian kita manfaatkan itu berdasarkan tingkat risiko itu. Jadi, treatment terhadap wajib pajak itu adalah berdasarkan risiko dia, berdasarkan label dia. Sehingga fungsi-fungsi itu berjalan dengan sangat baik,” jelas Pak Awan. Pak Awan menambahkan, CRM tersebut juga menjadi dasar DJP dalam menjalankan Customer Relation Management. Melalui CRM yang kuat, DJP dapat menentukan perlakuan yang tepat bagi wajib pajak. Tiap wajib pajak diberi perlakuan yang berbeda. Perlakuan ini tidak harus dilakukan secara berurutan dari himbauan, pemeriksaan, bukti permulaan hingga penyidikan, melainkan dapat langsung disesuaikan dengan profil masing-masing. Perlakuan yang tepat dapat meningkatkan pelayanan DJP kepada masyarakat sehingga dapat membangun kepercayaan. Tak hanya tepat, pengolahan data yang bagus juga memampukan DJP dalam mengambil keputusan secara cepat.
108
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
DIP Yang Kuat Dan Cepat Terakhir, Pak Awan menyatakan harapan kepada DIP di masa depan. Selaku pengampu pengelolaan data yang terstruktur dan sistematis, secara end-to-end dan terintegrasi, DIP berperan dalam mendukung DJP mewujudkan organisasi yang berbasis data (data driven organization). DIP diharapkan mampu memperkuat dan mendukung DJP dalam melakukan tugas dan fungsinya yakni melayani, mengawasi, dan bahkan melakukan penegakan hukum. Pelaksanaan fungsi ini akan dilakukan DJP lebih tajam secara proper dan adil berbasis risiko kepatuhan. “Sehingga kita menjadi institusi yang kuat, kredibel dan bisa dipercaya,” ujar Pak Awan. Untuk meraih harapan tersebut, DIP diminta Pak Awan untuk menjadi direktorat yang kuat dan dapat melakukan percepatan sehingga menjadi lekas dewasa dan matang. “Saya mengharapkan akselerasi. Saya udah bilang pada Pak Dasto (Direktur DIP, red). Ini mesti cepat ini. Musti cepat belajar nih anak-anak.” Teman-teman DIP diminta agar mampu cepat beradaptasi serta mengakselerasi kemampuan dan ilmunya. “Karena ini sangat diharapkan oleh institusi ini. Ini yang menopang, men-support dengan utama untuk fungsi pajak kita ini. Ya dari DIP ini.” ujar Pak Awan lugas sembari menutup wawancara.
Menuju Data Driven Organization
109
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak: Nufransa Wira Sakti
Insight Untuk Mendukung Kebijakan
Saat ditemui pada medio Februari 2021, Nufransa Wira Sakti, Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak menyampaikan kesannya terhadap Direktorat Data dan informasi Perpajakan (DIP). Bagi Pak Frans, sapaan akrab beliau, pembentukan DIP merupakan hal yang sesuai pada jalurnya (right on track). Penerapan sistem SelfAssessment mengharuskan wajib pajak mendaftar, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri SPT-nya. Konsekuensinya, perhitungan wajib pajak dianggap benar sampai didapatkan data yang menyatakan hal sebaliknya. Data sebagai Kunci Menurut Pak Frans, kunci utama pengawasan pajak adalah data, baik data internal maupun eksternal. Pembentukan DIP akan menjadikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) fokus dalam memperoleh dan mengolah data. Data tersebut diolah menjadi informasi sebagai dasar bagi KPP melakukan analisis dan pengawasan yang cermat dan valid. Pak Frans menambahkan bahwa Menteri Keuangan berekspektasi
110
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
tinggi terhadap DIP dan menjadikan data sebagai andalan yang sangat sering “dijual”. Harapan ini hendaknya dapat diikuti DIP dengan kinerja yang “beyond expectation” melalui penyediaan data dan informasi. “Bagaimana dia bisa menyediakan data-data dan informasi yang sifatnya tidak hanya sebagai pembanding tapi juga memberikan kemampuan untuk analisis terkait dengan big data, data science, dan sebagainya sehingga WP itu tidak bisa kemanamana lagi,” jelas Doktor lulusan Niigata University ini.
dan informasi seharusnya bisa “ Data dikumpulkan dan bisa memberikan satu masukan ke pimpinan, jadi tidak hanya ke bawah untuk eksekusi. Tapi juga memberikan masukan terkait kebijakan.
”
Menurut Pak Frans, DIP akan menghadapi beragam tantangan dalam mengumpulkan dan mengolah Big Data untuk kepentingan perpajakan. Tantangan utamanya adalah bagaimana mendapatkan data dari ILAP secara elektronik, reguler dan valid. “Seharusnya kita, ketika memperoleh data itu, pertama datanya harus secara online. Online atau elektronik, karena kalau manual saya rasa bukan zamannya lagi. Kemudian dia harus reguler, berdasarkan perjanjian, entah itu bulanan, harian, tergantung dari kapasitas data dan juga seberapa penting data itu untuk kita. Kemudian yang ketiga, data itu harus valid karena jangan sampai nanti kita turunkan ke bawah, ternyata pada saat kita terima datanya tidak valid, nah itu yang penting,” urai Pak Frans. Pak Frans yang mengawal DJP dalam kerja sama pengumpulan data kendaraan bermotor dari kepolisian, mengingatkan bahwa negosiasi dengan pihak ketiga tidak selalu berjalan dengan mudah. DJP akan menghadapi alasan kerahasiaan data, perlunya izin, dan kondisi data yang masih manual (hard copy), dan sebagainya. Hal ini membutuhkan seni komunikasi yang baik.
Menuju Data Driven Organization
111
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Setelah tantangan pengumpulan data berhasil diatasi, tantangan berikutnya yang akan dihadapi DIP adalah pemanfaatan data. Evaluasi penggunaan data yang diterima selama ini perlu dilakukan DIP. “Apakah benar-benar dibutuhkan DJP? Jangan-jangan yang dikumpulkan banyak namun yang diturunkan sedikit. Tidak semata menjaring ikan sebanyak-banyaknya namun kapasitas ikan yang dimakan sedikit,” ujar Pak Frans. Secara umum, DIP merupakan direktorat yang mengerjakan sendiri proses end to end, mulai dari mengumpulkan, mengolah, menganalisis, diturunkan ke bawah, monitoring dan evaluasi. Pelaksanaan tugas dari hulu ke hilir ini dipandang Pak Frans akan menghadapi tantangan berupa kecukupan kapasitas SDM, ketersediaan tools yang memadai, dan sebagainya. Semua tantangan tersebut harus ditaklukkan agar DIP mampu mengatasi tantangan selanjutnya yaitu analisis data hingga level pengolahan data tidak terstuktur melalui data science agar bisa dimanfaatkan KPP. Pak Frans kemudian memberi contoh pemanfaatan analisis big data pada tingkat lanjut, seperti identifikasi dan pembuatan basis data WP yang memiliki kebiasaan terlambat setor pajak ataupun terlambat lapor SPT. Selanjutnya, ketika masa pembayaran, DJP dapat mengingatkan WP tersebut secara otomatis, bukan lagi melalui pengawasan manual di KPP. Contoh lain yang diberikan Pak Frans adalah WP yang sering membeli barang perlengkapan olahraga namun menghasilkan output yang tidak berhubungan, mobil mislanya. Hal ini seharusnya dapat ditandai DJP melalui notifikasi otomatis. “Jadi tidak cuma menyandingkan data-data yang sudah disampaikan atau melalui data pihak ketiga. Tapi bagaimana menerjemahkan data ini menjadi sesuatu yang bisa melihat habit WP, wajib pajak. Atau kalau kita lihat ada kecurigaan-kecurigaan yang sifatnya cukup signifikan, bisa kita early warning dari itu,” tambah Pak Frans. Analis di Jaman Avenger Menurut Pak Frans, DIP perlu mempersiapkan SDM terlebih dahulu. Analis pajak yang baru diangkat sejumlah 150 orang harus dapat
112
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
memberikan output yang signifikan, powerfull, dan impactfull. Oleh sebab itu, DIP perlu mempersiapkan pelatihan dan pengembangan kapasitas analis. Harapannya, pengetahuan dan keterampilan analis tidak lagi pada tingkat dasar namun semakin meningkat terutama melalui pelatihan yang benar-benar terkait data science dan data analysis. Dalam mengemban amanah tugas di DIP, Pak Frans berpesan agar para analis tetap semangat, tidak boleh padam apapun tantangannya. Pak Frans mengingatkan bahwa pada suatu titik, ritme pekerjaan yang tinggi mungkin dapat menjadikan pegawai jenuh dan tidak produktif. “Capek boleh, namun jangan berhenti sebelum kita sampai di tujuan,” demikian prinsip Pak Frans. Pak Frans memberi tips kepada analis baru dalam menghadapi ritme kerja tinggi, yaitu melakukan aktivitas selingan. Dalam konteks kedinasan contohnya adalah dengan sesekali melakukan pemantauan ke KPP atau kantor wilayah. Sedangkan untuk kegiatan nonkedinasan, analis harus memperbanyak ngobrol dan berbagi informasi sehingga tiap pegawai dapat mengetahui pekerjaannya apa terhadap bagian dari big picture. Pekerjaan yang dilakukan sendiri-sendiri rentan menumbuhkan ego sektoral dan menjadikan seolah-olah tiap pegawai harus berkompetisi. “Jamannya Avenger bukannya Superman, jadi kolaborasi, banyak ngobrol, banyakbanyak mingle dengan temen-temen subdit lain,” pesan Pak Frans yang pernah menjadi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan. Area Pengembangan Sebagai unit yang baru dibentuk, DIP memiliki area-area yang masih sangat mungkin dikembangkan. Salah satunya adalah tingkat kepercayaan unit vertikal mengenai kualitas output yang dihasilkan. Output data hasil analisis hendaknya semakin valid dan tajam agar memudahkan unit vertikal mengeksekusi tindakan pengawasan. Pak Frans meyakini bahwa jika kepercayaan telah diperoleh, unit vertikal akan bersemangat memanfaatkan output-output berikutnya secara sukarela.
Menuju Data Driven Organization
113
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Menurut Pak Frans, DIP dapat menerapkan beragam strategi komunikasi dalam mengenalkan direktorat dan produknya sebagai langkah membangun kepercayaan. Langkah awalnya adalah analis pajak yang berperan sebagai agen DIP dalam menginformasikan segala sesuatu tentang DIP kepada rekan di unit lama. DIP juga dapat melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap data yang telah diturunkan. Selain mengeveluasi kebermanfaatan data, menurut Pak Frans, monev dapat menjadi sarana DIP mengenal rekan di instansi vertikal dan karakteristik KPP. Misalnya KPP di Sumatera sebagian besar memiliki WP di bidang kelapa sawit. Pengetahuan ini dipandang Pak Frans memungkinkan kebijakan, aplikasi, dan data topdown yang dirancang tidak bersifat one size fit all, melainkan sesuai dengan karakteristik unik tiap KPP. Terakhir, DIP juga diminta mengembangkan analisis data yang lebih dalam dan komprehensif, “nendang”, serta dapat menggambarkan hubungan antar WP atau antar KPP dengan lebih jelas. Selain itu, Pak Frans menyatakan harapan agar insight hasil analisis bukan hanya dibagi kepada sejawat unit vertikal untuk dieksekusi, juga menjadi bahan masukan kepada pimpinan. “Data dan informasi seharusnya bisa dikumpulkan dan bisa memberikan satu masukan ke pimpinan, jadi tidak hanya ke bawah untuk eksekusi. Tapi juga memberikan masukan terkait kebijakan,” ujar Pak Frans mengungkap harapannya di akhir wawancara.
114
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak: Yon Arsal
Cikal Bakal Data Driven Organization Salah satu tokoh yang dianggap turut membidani lahirnya DIP adalah Yon Arsal, atau akrab dipanggil Pak Yon, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan. Saat diwawancarai pada akhir Mei 2021, dengan rendah hati, Pak Yon menyatakan bahwa hanya ikut serta mendorong pembentukan beberapa bagian DIP terutama bagian Center for Tax Analysis (CTA) dan Compliance Risk Management (CRM) yang dahulu berada di bawah koordinasi Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan (PKP). Momentum Data Di ruang kerjanya, Pak Yon bercerita mengenai latar belakang pembentukan DIP. Ide pembentukan DIP muncul karena Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu mewujudkan organisasi yang bergerak berdasarkan data (data driven organization). “Data driven, tidak hanya untuk kepentingan penggalian potensi, tetapi juga organisasi yang mampu untuk memanfaatkan data ini untuk pembuatan policybased juga. Jadi tidak semata-mata hanya untuk penggalian potensi, tapi juga policy-based,” jelas Pak Yon.
Menuju Data Driven Organization
115
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Ketika itu DJP belum memiliki unit yang mengelola data end to end. Pengelolaan data masih bersifat parsial dan terkadang redundant sehingga kurang efisien. Contohnya adalah data analytic. Analisis data yang diturunkan ke KPP tidak hanya berasal dari tugas tim task force Center for Tax Analysis (CTA) di PKP, namun juga dari direktorat lain seperti Ekstensifikasi dan Intelijen. Hal ini menyadarkan pimpinan bahwa DJP perlu menata ulang organisasi. Peluang mewujudkan kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin terbuka ketika DJP mulai memiliki kemampuan hardware dan data yang semakin meningkat. “Dari segala macam latar belakang tadi, kita melihat ini ada momentum. Momentum untuk membuat organisasi yang lebih baik lagi ke depan,” ungkap Pak Yon. Blok Manajemen Data, Blok Pemanfaatan Data Momentum dimana kebutuhan dan kemampuan tersedia tersebut, segera ditindaklanjuti dengan upaya pembentukan unit pengampu data yang berdiri sendiri. Para pimpinan kemudian mengawali bahasan format unit tersebut melalui rancangan yang menggambarkan proses bisnisnya. Rancangan tersebut membagi tugas unit pengampu data menjadi dua blok. Kedua blok ini sering disebut dengan blok kiri dan blok kanan sesuai posisinya pada gambar. “Blok sebelah kiri itu adalah data management-nya, mulai data masuk, di-matchingkan, diolah, dikelola dan siap untuk disajikan. Tentu di dalamnya ada data quality, quality control dan sebagainya, sama satu lagi bagian yang blok sebelah kanan ini, pemanfaatan data,” demikian Pak Yon menggambarkan. Penekanan tugas pengelolaan data oleh blok kiri (manajemen data) lebih kepada penjaminan kualitas data untuk memastikan data cukup dan lengkap, dengan kualitas yang memadai. Sementara itu, blok kanan (pemanfaatan data) merupakan unit yang berfungsi dalam pamanfaatan data, seperti data analytics dan Compliance Risk Management. Unit terkait data analytics akan menjadi rumah baru dari task force CTA yang dibentuk PKP. Unit ini juga menjadi
116
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
unit yang menyatukan tugas analisis data selama ini dari berbagai direktorat. Sementara task force CRM juga memiliki rumah baru di DIP. Di Antara Dua Pilihan Pada awalnya, terdapat dua opsi pembentukan unit. Opsi pertama, DJP akan membentuk satu unit data, yang mengelola data secara end to end. Mulai dari data management, data processing, penyajian data, sampai dengan penyiapan dan pemanfaatan data yang terkait data science, CRM, dan business intelligence. Sedangkan opsi kedua, unit pengampu data dipecah menjadi dua unit sesuai blok pada rancangan gambar proses bisnisnya. Pak Yon merupakan salah satu pendukung pemecahan fungsi. “Saya kepikiran dengan beberapa teman-teman yang lain pada waktu itu, bahwa ini dipecah dua aja. Ada satu dapur yang mengelola data, satu dapur yang memanfaatkan data, karena merasa tugasnya berat,” demikian Pak Yon menjelaskan alasannya. Setelah melalui pembahasan panjang, DJP akhirnya memutuskan untuk melaksanakan opsi pertama, yaitu membentuk satu unit pengampu data secara end to end. Meski awalnya memiliki pilihan yang berbeda, beliau mendukung keputusan yang diambil organisasi. Ketika akhirnya DIP terbentuk, Pak Yon merasa sangat bahagia. “Akhirnya saya happy. Happy lah, artinya ketika memang suatu proses yang sudah kita lewati, lama ini, berbulan-bulan ini diskusinya, malah bertahun-tahun. Kita bicarakan plus minus, plus minus, dan sebagainya, diambil putusan. Ya tentu saya sangat senang,” ujar lulusan S3 Ilmu Ekonomi dari Kobe University ini. Meniti Tangga Data Driven Organization Pembentukan DIP bukanlah akhir, melainkan menjadi langkah awal DJP menuju data driven organization. Upaya tersebut perlu dilakukan selangkah demi selangkah. “Kalau kita ibarat naik. Mau menuju naik tangga, kan kita enggak loncat-loncat. Yang penting pondasinya kita bangun, kita rapatkan, kuatkan, kita naik. Membangun satu bata, rapi, bangun bata berikutnya, bangun bata berikutnya. Yang penting
Menuju Data Driven Organization
117
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
kita selalu konsisten”, jelas Pak Yon melalui perumpamaan. Melalui langkah yang telah ditempuh sejauh ini, sudah banyak kemajuan yang dilakukan DIP. “Ini kemajuannya udah banyak nih,” puji Pak Yon. Namun ke depan, beliau mengingatkan bahwa DIP akan menghadapi banyak tantangan. Tantangan pertama yang perlu diatasi DIP dalam pandangannya adalah pengelolaan internal. DIP memiliki tantangan agar data yang dikeluarkan DIP bernilai sama, siapapun petugasnya. Selain itu, unit lain selaku user data harus dapat menggunakan data secara ansich apa adanya tanpa harus proses double checking.
driven, tidak hanya untuk kepentingan “ Data penggalian potensi, tetapi juga organisasi yang mampu untuk memanfaatkan data ini untuk pembuatan policy-based juga. Jadi tidak semata-mata hanya untuk penggalian potensi, tapi juga policy-based.
”
Selain tantangan pengelolaan data internal, Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak ini mengingatkan bahwa DIP juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan data eksternal. Berdasarkan pengalaman Pak Yon saat menjabat Direktur PKP, pengisian data oleh unit eksternal masih belum bisa dipastikan seratus persen benar dan patuh. Kementerian atau lembaga terkadang masih mengisi update data “sekenanya” dan tidak dilengkapi dengan data NPWP yang valid. Hal ini menyebabkan data menjadi outlier atau tidak bisa diproses lebih lanjut. “Jadi dari source data yang bermasalah, matching-nya pun bermasalah, sehingga setelah data matching, dibandingin lagi dengan SPT, belum tentu sama lagi. Masih ada lagi masalah data outlier dan seterusnya,” terang Pak Yon. Menuju Big Data Berkualitas Langkah yang perlu dilakukan DJP untuk menghadapi tantangan
118
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
tersebut agar dapat meraih kondisi ideal. “Jadi kita tidak hanya sekadar big data, tapi big data dengan kuantitas dan kualitas, dengan tingkat confidence interval, tingkat kepercayaan kita terhadap data itu sangat tinggi”, ujarnya. Langkah pertama adalah pembenahan secara internal. Pembenahan ini dapat menjadi momentum perbaikan sistem inti perpajakan (core tax) dan aplikasi yang selaras dengan reformasi perpajakan yang sedang dijalankan DJP. Selain perbaikan sumber data, pembenahan melalui regulasi juga perlu diterapkan. Misalnya, penggunaan e-bupot sebagai langkah digitalisasi yang meminimalisasi risiko kesalahan akibat intervensi manusia. Untuk itu, tidak cukup hanya oleh DIP, namun DJP harus duduk bersama mengawal perbaikan ini. “Jadi kita harus duduk lagi bersama, mengecek. Kalau data internal, bagian mana yang bisa kita perbaiki lewat regulasi, bagian mana yang harus dilewati dengan administrasi, dan bagian mana yang butuh perbaikan di DIP,” jelas Pak Yon. Langkah selanjutnya, adalah perbaikan data eksternal. Seperti langkah perbaikan internal, langkah ini tidak cukup hanya melibatkan DIP dan bahkan tidak cukup hanya DJP. DJP memerlukan bantuan. Contohnya inisiatif DJP dalam penyusunan Intruksi Presiden yang mewajibkan kode pengenal berupa NPWP ataupun NIK pada data. “Berarti ini juga nggak cukup hanya DIP, dan bahkan tidak cukup hanya DJP. Kita perlu tangan orang lain, yang itu tadi. Saya pikir, salah satu strateginya dengan mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden, red) tadi ya,” ujar Pak Yon. Strategi berupa Inpres mengenai kewajiban kode pengenal diharapkan Pak Yon dapat membantu DJP menangkap banyak hal. Paling tidak, setiap data akan memiliki NIK atau NPWP. Proses identifikasi akan menjadi lebih baik dan proses data matching akan lebih mudah. Ketersediaan data NIK atau NPWP juga perlu didukung dengan kebijakan yang dapat mendorong dan memastikan kepatuhan pemilik data dalam mengirimkan data ke DJP sesuai regulasi. Selain langkah-langkah perbaikan, DIP juga perlu mengelola
Menuju Data Driven Organization
119
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
ekspektasi pihak lain agar kembali ke jalur yang benar. Menurut Pak Yon, saat ini “everybody relies on DIP”. Ekspektasi berbagai pihak sudah sangat tinggi. Hal ini bahkan sampai membuat Pak Yon sebagai pihak yang terlibat dalam pengembangan awal CRM menjadi grogi. “Seolah-olah terkadang ada anggapan bahwa CRM itu adalah obat dari segala penyakit” demikian Pak Yon mengibaratkan.
Menyiapkan Diri Untuk menjawab ekspektasi yang sangat tinggi terhadap DIP, secara spesifik Pak Yon menekankan pentingnya sumber daya manusia (SDM) DIP yang solid dan berkualitas. Kapasitas SDM harus ditingkatkan dan selalu ditingkatkan karena menjadi kunci dalam mewujudkan keinginan DJP menjadi sebuah data driven organization. Untuk itu, analis pajak di DIP dapat diberikan pelatihan secara reguler sehingga benar-benar memiliki dasar pendidikan data analytics. “Kita mampu, menang pengalaman tapi mungkin teorinya nggak tahu. Tapi tentu akan lebih sempurna kalau pengalaman kita dapat, background
120
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
teorinya juga kuat. Nah itu kalau ini dua-duanya ada, saya pikir jadi. Jadi saya pikir SDM will be the key untuk ke sana,” tegas Pak Yon. Pak Yon menambahkan bahwa DIP juga perlu meningkatkan kualitas data yang dihasilkan. Target survei senilai 70% dianggap Pak Yon sudah mampu menunjukkan kualitas data yang baik. Contohnya, jika 70% dari keseluruhan data WP pada kuadran X3Y3 CRM ditindaklanjuti melaui himbauan atau SKP, dan dibayar, kualitas data dianggap sudah baik. Sebaliknya, nilai yang kurang dari 70%, menunjukkan pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan DIP. Menuju Ideal Melalui peningkatan SDM dan kualitas data, Pak Yon berharap DIP dapat mewujudkan kondisi ideal pada pengelolaan data secara end to end. Data yang masuk memiliki karakteristik cukup, lengkap, dan berkualitas. Hasil pengujian data bagus dengan tampilan yang user friendly. Data juga bisa dimanfaatkan dan ditindaklanjuti dengan cepat untuk menghasilkan penerimaan negara. Contoh riil kondisi ideal yang diinginkan Pak Yon adalah 100% himbauan dilakukan berdasarkan CRM (risk-based). Untuk itu, diperlukan data dan sistem DJP yang mampu memunculkan daftar wajib pajak (WP) berisiko pada peta CRM yang dapat diandalkan. Pemanfaatan data produk DIP baik berupa peta CRM, data pemicu, data penguji dan lainnya, diharapkan dapat menekan unsur subjektivitas seminimum mungkin dalam penentuan WP yang diawasi. Akhirnya, seluruh WP akan membayar pajak sesuai dengan yang seharusnya dan tidak bisa lagi bersembunyi. Petugas pajak juga tidak bisa tebang pilih dalam mengawasi WP. Hal ini dianggap Pak Yon mampu menjadikan pengelolaan terkait data integrity dan integritas pegawai menjadi lebih baik. Dalam pandangan Pak Yon, DIP memainkan peranan sentral di DJP dan akan menjadi semakin besar. Tidak hanya kepada pengawasan kepada WP, tetapi juga akan sangat berguna dalam mengelola sumber daya internal (resources) DJP. Pak Yon mencontohkan, jika CRM sudah berjalan baik dan dapat diandalkan, organisasi dapat
Menuju Data Driven Organization
121
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
menentukan alokasi auditor dengan tepat. “Itu kalian sudah bisa metani itu, di mana auditor, harus berapa jumlahnya. Kan nggak semua KPP itu punya X3Y3. Kalau di satu KPP X3Y3 nya kecil, ngapain kita taruh auditor banyak di sana. Bayangkan, organisasi kita akan sangat agile gitu loh,” urai Pak Yon optimis. Pak Yon mengapresiasi sekaligus menaruh harapan agar DIP mempertahankan kinerja yang sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Namun, bagi DIP berlaku “the good is not enough” karena ekspektasi masyarakat, wajib pajak dan DJP yang sangat tinggi dan terus meningka. Oleh karena itu, beliau berharap DIP terus berkembang seiring dengan bertambahnya ekspektasi. Terutama ekspektasi DJP sendiri, yakni menciptakan sebuah data driven organization. Pak Yon menyadari, harapan dan amanah yang diemban DIP bukanlah pekerjaan yang ringan, sehingga organisasi diharap dapat agile dan mereviu kembali organisasi DIP. Jika dirasa ada yang kurang, baik secara organisasi ataupun fungsi, perlu dioptimalkan. Tak hanya itu, Pak Yon juga berpesan penuh harap agar DIP bisa menyelaraskan diri dengan tax reform dan core tax yang sedang dikembangkan. “Saya tahu persis bahwa secara praktiknya kita juga selalu rapat di Pokja dua, teman-teman DIP involved, saya memang harus menekankan sekali lagi, tetap harus ada komunikasi yang intens antara DIP dengan tim core tax,” pesan Pak Yon penuh penekanan pada akhir pembicaraan.
122
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Kasubid Perencanaan Kinerja Pendapatan dan Pengembangan Layanan Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat: Irvan Niko Firmansyah
Mitra Transparan, Komunikasi Lancar
Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan memungkinkan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) bermitra dengan Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP). Saat ini sebanyak 69 ILAP sudah menjadi mitra DJP dalam pengumpulan data dari pihak eksternal. Salah satunya mitra tersebut adalah Pemerintah Provinsi Jabar (Pemprov Jabar) yang diwakili oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat, Bapenda Jabar. Dalam kunjungannya ke DJP pada hari Selasa, 8 Juni 2021, Irvan Niko Firmansyah, mewakili Bapenda Pemprov Jabar berkenan menyampaikan pandangannya terhadap DIP. DIP sebagai person in charge dalam pengumpulan data eksternal mengharuskan untuk menjalin komunikasi dengan mitra pemberi data. Beliau menyampaikan bahwa kehadiran DIP merupakan hal yang positif. “Mengapa demikian, karena di era revolusi industri ini, tentu data merupakan sumber atau hal yang utama dan paling mendasar
Menuju Data Driven Organization
123
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
untuk ke depannya. Bagaimana kita membuat strategi-strategi yang berkaitan dengan optimalisasi peningkatan penerimaan pajak, termasuk pajak daerah dan pajak provinsi,” jelasnya mengemukakan alasan. Irvan juga memandang positif pembentukan DIP karena data dan informasi yang diberikan kepada DJP dikelola dalam satu pintu. “Jadi pemerintah provinsi, khususnya kami juga sangat mudah dan terbantu, juga terfasilitasi dengan adanya direktorat ini. Ini dapat mempermudah pertukaran data tadi,” ungkap Irvan. Menurut Irvan, Pemprov Jawa Barat telah setahun lebih bekerja sama dengan Direktorat DIP terkait optimalisasi dan pemadanan data kendaraan bermotor. Irvan menerangkan bahwa hasil pemadanan data tersebut digunakan oleh Pemprov Jawa Barat untuk membuat beragam strategi dan inovasi terutama terkait dengan kegiatan penyampaian informasi, sosialisasi, dan penagihan pajak daerah. Ketika ditanya testimoni selama bermitra dengan DIP, Irvan memberi penghargaan tinggi. “Alhamdulillah ya, setahun ini kita bermitra cukup lancar, komunikasi terbuka, transparan dan sangat mudah sekali,” puji Irvan tulus. Irvan sangat mengapresiasi pertukaran data yang difasilitasi DIP selama ini yang dianggap cepat, responsif, dan berintegritas serta tidak ada hambatan dalam prosesnya. “Jadi hadirnya DIP ini, kami sangat mendukung dan apresiasi kaitan dengan fasilitasi pertukaran data yang lebih cepat, responsif kemudian profesional tentunya dan terakhir mungkin berintegritas ya. Karena dalam prosesnya itu tidak ada hambatan-hambatan yang seolah-olah, mungkin masuk Dirjen Pajak susah misalnya, berbelit dan lain sebagainya. Nyatanya, yang saya rasakan itu sangat-sangat transparan dan terbuka,” urai Irvan menjelaskan pengalamannya selama ini. Irvan juga melihat adanya komitmen dan upaya pimpinan DJP yang sangat baik dalam mendorong peningkatan validitas data dari kedua belah pihak. Hal ini dianggap Irvan dapat mempercepat sinergi antara Pemprov Jawa Barat dan DJP. Khususnya terkait
124
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
data NPWP dan kendaraan bermotor. “Komitmen pimpinan dari direktur khususnya, saya ucapkan terima kasih, terus dan berupaya mendorong, menvalidasi data di kedua belah pihak. Artinya data yang dimiliki Kementerian Keuangan berupa NPWP dan juga data yang dimiliki kita khususnya kendaraan bermotor bisa kita percepat sinergitasnya,” ujar Irvan. Irvan menyatakan harapannya agar di masa mendatang, Direktorat DIP bisa mengembangkan sistem dimana pemadanan data bisa berlangsung secara online dan realtime. Apabila hal tersebut bisa diwujudkan, maka akan bisa diwujudkan pula sistem yang simultan, baik, cepat, dan tidak hanya dirasakan oleh Pemprov Jawa Barat saja, namun seluruh Pemprov di Indonesia. “Sekarang saja sudah cepat, apalagi kalau misalnya sudah ada sebuah sistem yang bisa melayani secara teknologi, itu sungguh luar biasa lagi. Jadi pemadananpemadanan yang setiap periode dilakukan, bisa simultan berjalan dengan baik dan cepat,” tutup Irvan.
Menuju Data Driven Organization
125
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Lead Advisor Prospera: Rubino Sugana
Produktif, Terbuka, dan Kolaboratif Untuk meningkatkan kapasitas dalam menjalankan fungsi sebagai otoritas pajak di Indonesia, DJP bermitra dengan beberapa negara yang salah satunya adalah Australia. Kerja sama tersebut diwujudkan dalam bentuk Program Kemitraan Indonesia Australia (Prospera). Dalam kerja sama tersebut, Direktorat DIP adalah salah satu direktorat yang paling sering berkomunikasi dengan Prospera. Pada hari Senin, 14 Juni 2021 Tim Buku DIP berkesempatan untuk berbincang dengan Rubino Sugana, Lead Advisor Prospera. Menurut Rubino, business/operating model DJP sangat berbeda apabila dibandingkan dengan lima hingga sepuluh tahun yang lalu. Ke depan, peranan data sangat penting terutama di DJP yang melakukan kegiatan mengolah informasi dalam rangka mengumpulkan penerimaan negara. “Ke depan, dengan banyaknya data yang dikelola, DIP menjadi otak dari tax administration,” ujar Rubino menekankan peran DIP. Untuk mewujudkan Data Driven Organization, semua analisis dan pengambilan keputusan harus berdasarkan data sehingga peran DIP sangat signifikan dan strategis. “Saya turut bangga terlibat dalam pembentukan DIP, dari awal terlibat dalam menyusun desain DIP
126
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
sehingga akhirnya terbentuk DIP,” ungkap Rubino. Dengan perannya yang strategis tersebut, data governance dan kapasitas sumber daya manusia di DIP juga perlu untuk terus ditingkatkan. Rubino menerangkan bahwa Prospera adalah kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia yang meliputi banyak area. Contohnya adalah area penerimaan negara, pengeluaran negara, sektor keuangan, perdagangan. Fokus Prospera di area penerimaan negara adalah sektor perpajakan melalui kemitraan dengan DJP dan BKF. Salah satu inti kerja sama ini adalah membantu DJP merealisasikan core tax yang saat ini sudah terbentuk dengan tim yang solid. “Posisi DIP dalam hal ini sangat strategis, bagaimana memanfaatkan data yang dihasilkan oleh core tax. Saya melihat DIP ini strategis karena sekarang ini DIP yang in charge untuk data,” terang Rubino. Kerja sama tersebut dimulai dari hal bersifat fundamental yaitu data governance yang saat ini regulasinya baru saja diselesaikan. Untuk selanjutnya, Prospera berharap supaya Direktorat DIP aligned dengan core tax dan dapat terus berkolaborasi dengan membantu memberikan kajian dan masukan sampai dengan Direktorat DIP bisa optimal memanfaatkan data yang besar baik dari sisi governance, kapasitas sumber daya manusia, teknologi serta proses bisnisnya. “Kita sudah melalui beberapa tahap, mulai dari diagnostic lalu masuk tahap berikutnya dan sekarang sedang menyelesaikan data governance serta technology assessment. Kedepannya adalah upgrading kapasitas individu dan pemanfaatan data yang ada dan kalau disetujui DJP, Prospera bermaksud support di area tersebut,” jelas Rubino. Prospera selaku “donor” sejauh ini sangat senang dengan kerja sama antara Prospera dengan Direktorat DIP. Engagement berjalan produktif, terbuka, dan kolaboratif. Rubino mewakili Prospera berharap kerjasama dengan DJP menjadi lebih erat dan bisa ditingkatkan ke level-level berikutnya. Beliau juga berharap, pengelolaan data oleh Direktorat DIP di masa mendatang menjadi semakin berkembang karena data analytics adalah inti dari tax administration.
Menuju Data Driven Organization
127
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Principal Advisor GIZ: Budi Kuncoro
GIZ Siap Support DJP The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) adalah Lembaga Pemerintah Jerman dalam hal kerja sama dengan pemerintah negara lain. Dalam salah satu proyeknya, GIZ bermitra dengan DJP dan BKF mewakili Kementerian Keuangan melalui perjanjian implementasi proyek Mobilisasi Sumber Daya Domestik (Domestic Resource Mobilization/DRM). Pada hari Kamis, 17 Juni 2021, kami berkesempatan untuk berbincang secara daring dengan Bapak Budi Kuncoro selaku Principal Advisor for Domestic Resource Mobilization (Tax and Fiscal Policy, at Ministry of Finance) GIZ. Menurut penuturan Budi Kuncoro, GIZ mulai “berkenalan” dengan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) sebelum DIP menjadi direktorat tersendiri. “Jadi ya alhamdulillah, dapat kesempatan, dapat amanah untuk terlibat dari awal. Jadi kami sedikit banyak, ya mungkin pahamlah awal berdirinya DIP,” ujar Pak Budi. GIZ sebagai implementator kerjasama Indonesia-Jerman untuk Kementerian Keuangan, khususnya di DJP dan BKF, memahami urgensi data dan informasi perpajakan yang diampu DIP. “Kalau IDX, Bursa Efek itu, datanya kan hanya data perusahaan terbuka. BI dan OJK, datanya hanya data perusahaan perbankan dan jasa keuangan. Kalau DJP, yang sekarang dikawal DIP ini, datanya
128
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
bayangin, data semua perusahaan, bener nggak? Plus malah data individu. Ya kan. Itu kan luar biasa strategis, luar biasa vital betul,” jelas Budi Kuncoro. Selain memiliki seluruh data wajib pajak, DIP juga berperan DIP mengolah, memverifikasi, dan menganalisis data yang dimiliki sehingga menjadi basis data yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan negara. Tanpa basis data yang cukup, DJP akan sulit melakukan kajian, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, GIZ memandang DIP sebagai “brain” DJP. “Ini sebenarnya, CRM, DIP inikan brain-nya ya, otaknya. Jadi mungkin, analisanya di sini, benar enggak? Analytic-nya, data science-nya, big data-nya kan di sini,” tegas Budi Kuncoro. Sebagai “brain” DJP, peran DIP dipandang GIZ sangat penting. Apalagi data yang diolah tidak sekedar data internal, tapi juga data eksternal. Dengan kombinasi data tersebut, wajib pajak yang melapor secara self-voluntary dapat di-cross check. “Jadi ibaratnya, misalnya DJP meragukan laporan pajak segala macam, itu kita punya back up data untuk menganalisanya,” Budi Kuncoro memberi contoh. GIZ Siap untuk Terus Mendukung Mengingat peran penting tersebut, GIZ siap mendukung DIP dengan sumber daya yang dimiliki. “Kami siap lah, Jerman, GIZ, mendukung visi misi, tujuan, renstra-nya DIP karena ini tentu akan sangat penting. Mungkin kami tidak punya banyak resources, tidak cukup banyak dana. Tapi kita make sure, area yang benar-benar di-support oleh GIZ, oleh Jerman itu, area yang benar-benar penting. Jadi kita bilangnya, brain-nya lah,” ujar Budi menyatakan dukungan. Bentuk support GIZ untuk DIP yang pertama adalah dukungan pengembangan kompetensi SDM. “Training apa yang diperlukan, capacity development seperti apa, capacity building seperti apa, monggo, kita Insya Allah kalau bisa support, kita fully akan support,” jamin principal advisor DRM ini. Dukungan pengembangan kompetensi oleh GIZ ditujukan pada berbagai bidang seperti
Menuju Data Driven Organization
129
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
pajak, data science, data analytics, big data, artificial intelligence, machine learning, serta Compliance Risk Management (CRM). GIZ juga membuka pengembangan kompetensi terutama di bidang CRM kepada direktorat lain selain DIP. Hal ini dimaksudkan GIZ untuk membangun compliance mindset dan risk management mindset para pegawai secara merata di DJP yang berguna dimanapun pegawai tersebut ditempatkan. Bentuk support kedua yang diberikan GIZ adalah dukungan pengembangan sistem di DIP. “Tentu di sistemnya, kami nggak masuk ke akses datanya. Tapi kami lebih kepada kesiapan mendukung pengembangan sistem. Kemudian tools apa yang dibutuhkan oleh DIP. Monggo, siap. Itu, saya pikir juga sangat penting. Jadi pengembangan sistem CRM-nya sendiri, kemudian bagaimana mengolah data internal, pengembangan sistem, tools apa yang diperlukan untuk data internal tersebut,” terangnya. Contoh dukungan sistem yang sedang diberikan GIZ adalah bantuan pada proses migrasi data dan pengembangan XBRL (eXtensible Business Reporting Language) atau pengelolaan data finansial berdasar standar keuangan internasional. Budi Kuncoro menjelaskan bahwa saat ini GIZ juga menjajaki pemberian dukungan kepada DIP dalam bentuk penyediaan data eksternal. Data dari berbagai penyedia data diharapkan GIZ dapat memperkaya basis data DIP. “Misalnya dari Moody’s, dari Bloomberg, dari Reuters, apapun lah, sehingga itu kan akan memperkaya
130
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
databasenya DIP. Sehingga ibu nanti bisa lakukan benchmarking, bisa lakukan kajian, analisis antara internal data dan external data. Itu mungkin yang kami bisa support. Kami siap dukung lah,” ujar belaiu meyakinkan. Teruskan Kemitraan GIZ memandang DIP menerima amanah yang penting terkait data dan informasi perpajakan. DIP juga sudah disediakan resources dan tools yang diperlukan untuk menunjang tugas tersebut. Selaku perwakilan GIZ, Budi Kuncoro berharap agar kerjasama DJP dan GIZ dapat diteruskan. Tujuannya adalah untuk memperkuat resources dan tools agar DIP dapat mengeksekusi peran dan mandat yang diterima. “Jadi Alhamdulillah kan DIP ini, dapat amanah dari pimpinan, dapat mandat yang penting, role penting, yang sangat dibutuhkan oleh DJP untuk dilakukan. Kemudian kedua, amanah juga sudah diberikan resources, yang mulai bertambah, mulai banyak gitu kan. Tinggal kita kuatkan aja nih kompetensinya. Kemudian tambah lagi tools, sistem apa yang diperlukan untuk menunjang peran itu tadi. CRM, data analytics dan data science yang sekarang di-support oleh GIZ akan memainkan peranan penting ketika Core Tax System diimplementasikan. Jadi, kita pikir kemitraan, kerjasama yang sangat baik ini, Insya Allah bisa diteruskan. Mungkin itu harapan utama kami,” ungkap Bapak Budi Kuncoro mengenai harapannya tentang kerja sama DJP dengan GIZ.
Menuju Data Driven Organization
131
The world’s most valuable resource is no longer oil, but data. The Economist, 2017
132
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN IV
Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Mengelola “Minyak Baru” di DJP Penulis : Melvin B. F. Siagian
“The world’s most valuable resource is no longer oil, but data” salah satu judul artikel pada majalah The Economist di tahun 2017. Bila disarikan, kalimat tersebut dapat diartikan bahwa data adalah sesuatu yang bernilai, dapat dipertukarkan, dieksplorasi, dan dieksploitasi. Menilik ke belakang, semua tahu bahwa baronbaron minyak bumi adalah orang-orang terkaya di muka bumi. Hal ini karena penguasaan mereka atas sumber-sumber minyak bumi. Tak ayal lagi, saat ini dan di masa depan penguasa data adalah penentu perekonomian suatu negara dan bahkan global. Tentu kita tidak hendak mengatakan bahwa DJP kedepannya harus menjadi baron data. Namun, DJP harus menjadi pemain kunci penentu perekonomian Indonesia dengan menguasai data, dan tentunya semua ini untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Berdasarkan PMK Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, DJP diberikan kewenangan untuk memperoleh data dari 69 pemilik data eksternal yang terdiri dari Instansi pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP). Secara umum data dari 69 ILAP ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, pertama yaitu data profil, data ini berisi informasi administratif seperti identitas, alamat, perijinan, dan data lainnya. Kedua adalah data transaksional, berisi informasi yang dapat diukur dalam satuan mata uang. Umumnya data dihasilkan dari aktivitas ekonomi seperti ekspor, impor, produksi, data keuangan, dan data sejenis.
134
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Data eksternal diterima DJP melalui berbagai media mulai dari yang paling dasar berupa salinan cetak (hard copy), sampai dengan yang paling maju menggunakan host to host. Hal ini menunjukkan tidak seragamnya struktur dan kualitas data eksternal. Sebagaimana halnya minyak bumi, DJP perlu mengolah data eksternal yang diterima agar bernilai guna optimal dalam pemanfaatannya. Data yang bernilai adalah data yang termanfaatkan. Pintu masuk data eksternal di DJP melalui Seksi Penerimaan, Penghimpunan, dan Pertukaran Data Eksternal (P3DE). Peran seksi tersebut memastikan data eksternal terus mengalir ke DJP. Seksi P3DE perlu menjaga hubungan baik dengan para pemilik data sehingga tidak ada gangguan pasokan data eksternal ke DJP.
Menuju Data Driven Organization
135
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Sebagaimana pompa di sumur minyak bumi yang memiliki target produksi, demikianlah P3DE perlu memastikan bahwa setiap “pompa” (media saluran) data menghasilkan data eskternal sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Data yang diperoleh oleh P3DE adalah data mentah yang perlu diproses lebih lanjut agar bernilai guna. Disinilah fungsi seksi Perekaman dan Identifikasi Data Eksternal (PIDE) memegang peranan penting. PIDE adalah kilang data yang dimiliki oleh DJP. Sepeti halnya kilang minyak, PIDE melakukan “penyulingan” data eksternal yang diterima berdasarkan standar-standar yang telah ditetapkan oleh para pengguna data eksternal di DJP. Data eksternal yang telah distandardisasi oleh PIDE diteruskan ke seksi Pengendalian Mutu Data Eksternal (PMDE). PMDE adalah pemroses akhir data eksternal yang diterima DJP. PMDE melakukan pengendalian mutu data eksternal berdasarkan standar kualitas mutu data yang dimiliki oleh DJP. Selain memastikan mutu data eksternal yang dialirkan, proses pengendalian mutu juga memberikan insight bagi DJP terkait kualitas sumber data eksternal. Sebagaimana halnya minyak bumi, setiap sumur menghasilkan kualitas yang berbeda. Namun demikian, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan konektivitas perekonomian global, tidaklah cukup bagi DJP hanya mengandalkan satu unit eselon III untuk mengoptimalkan data eksternal. Kondisi saat ini PDE cenderung bersifat pasif, tidak aktif dan jauh dari kata agresif. PDE tidak punya kewenangan melakukan akuisisi data, PDE mulai beroperasi setelah Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) menjalin kerja sama dengan pemilik data. PDE tidak memiliki fungsi melakukan analisis biaya dan manfaat terhadap pemilik data. Dengan tetap menggunakan ilustrasi industri minyak bumi, sebuah sumur minyak bumi akan dieksploitasi ketika hasil eksplorasi menunjukkan proyeksi nilai ekonomis yang signifikan. Namun, ada titik di mana nantinya sumber-sumber data lembaga formal tersebut
136
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
akan “kering”. Nilai tambah dari data tersebut tidak lagi signifikan dan cenderung statis, sementara pertumbuhan target penerimaan DJP adalah suatu keniscayaan. Selain itu, fungsi DJP sebagai alat pemerataan ekonomi dalam rangka mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakat. DJP perlu mempersiapkan unit yang memiliki kewenangan lebih luas dari sekadar subdirektorat untuk mengoptimalkan akusisi data eksternal. DJP perlu lebih agresif dalam memperoleh data eksternal. DJP tidak hanya mengandalkan sumber-sumber data formal yang dapat diperoleh dari ILAP, melainkan juga sumber-sumber data non-formal seperti orbis, Osiris, ACRA, dan sebagainya. Dengan melakukan diversifikasi sumber data eksternal, diharapkan DJP tetap relevan dengan perkembangan bisnis dan globalisasi ekonomi. Perluasan fungsi membuat proses akuisisi data menjadi ringkas. Perkembangan ini memberi keleluasan bagi unit akuisisi data tersebut dalam merumuskan kebijakan terkait data eksternal. Pada akhirnya, DJP memiliki data eksternal yang valid dan mengalir lancar sesuai dengan yang diharapkan. (MBFS)
Menuju Data Driven Organization
137
BAGIAN I Profil DIP
138
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN V Epilog
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Meraih Asa dari Tata Kelola Data Penulis: I Komang Hardi Wirawan
Chris Reed, kolumnis Infogix, inc., yaitu sebuah pada perusahaan perangkat lunak yang menyediakan jasa data governance management, berbasis di Illinois, Amerika Serikat, menekankan pentingnya data yang berkualitas dalam proses pengelolaan data untuk membangun kepercayaan (trust) pengguna data. Reed mengatakan bahwa, “Data quality is a critical component of a successful data governance program, it helps build users’ trustin the data, encourage data utilization and produce valuable business insights.” Dalam konteks perpajakan, Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi (Subdit TKDI), dibentuk dengan tujuan untuk memastikan adanya proses “menghasilkan data berkualitas” dalam lingkup pengelolaan data, sehingga data dapat didistribusikan dengan efisien dan tepat guna. Tata kelola data atau data governance secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses atau mekanisme untuk memastikan bahwa data dikelola dengan baik. Apa saja tolok ukur data dapat dikatakan “dikelola dengan baik”? Apabila dikaitkan dengan siklus hidup data, sebagaimana dikutip dari buku DAMA-DMBOK (Data Management Body of Knowledge), yang dimaksud dengan “dikelola dengan baik” disini adalah menjamin kualitas dan integritas setiap tahap siklus hidup data. Mulai dari tahapan perencanaan pembentukan data, bagaimana data diakuisisi, dibangun, dan kemudian diolah untuk dimanfaatkan. Selanjutnya bagaimana data disimpan serta dipantau, hingga nantinya dihapus saat data tersebut tidak digunakan lagi.
Menuju Data Driven Organization
139
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Dalam lingkup yang lebih sempit di lingkungan pemerintahan, sebuah studi OECD di tahun 2019 yang berjudul, “A data driven public sector: Enabling the strategic use of data for productive, inclusive and trustworthy governance”, disampaikan ide tentang siklus hidup kebermanfaatan data dalam organisasi sektor publik. Siklus ini mengidentifikasi dan memonitor tahapan-tahapan yang dilalui oleh data (termasuk yang masih dalam bentuk mentah dan mungkin tidak terstruktur), agar dapat dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan informasi serta pengetahuan. Hasil dari informasi dan pengetahuan tersebut dapat dijadikan landasan bagi pemerintah untuk memutuskan langkah kebijakan, baik yang sifatnya strategis maupun operasional. Lebih lanjut, pada era dimana disebutkan bahwa sumber daya yang paling berharga saat ini bukan lagi minyak bumi, melainkan data (The Economist, 2017), sudah menjadi sebuah keniscayaan lahirnya tren global data driven public sector/organization. Sejalan dengan momentum tersebut, DJP sudah melakukan langkah-langkah strategis, salah satu diantaranya melalui pembentukan Subdit TKDI dalam Direktorat DIP. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahirnya tren organisasi berbasis data driven, juga menimbulkan tantangan yang tidak mudah, khususnya bagi Subdit TKDI dengan fungsi data governance-nya. Berikut beberapa tantangan yang mungkin terjadi. Pertama, terkait validitas dan reliabilitas data. Subdit TKDI harus mempunyai kapasitas helicopter view, yaitu melihat suatu proses bisnis secara menyeluruh. Cara pandang ini diperlukan untuk memastikan proses bisnis penjaminan data yang diterima, diolah, didistribusikan benar-benar valid dan reliabel. Valid dalam artian sahih dan sesuai dengan keadaan sesungguhnya, reliabel dalam artian handal untuk digunakan dalam berbagai penelitian. Misalnya, data keuangan hasil dari Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis/Automatic Exchane Of Information (AEOI). Data keuangan tersebut harus valid menjelaskan nilai rekening sesungguhnya dari wajib pajak dan reliabel untuk digunakan tidak
140
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
hanya sebagai elemen pelengkap penelitian SPT wajib pajak tersebut, namun juga sebagai bahan risk engine dalam fungsi Compliance Risk Management (CRM). Kedua, terkait kebijakan keamanan data. Subdit TKDI harus memastikan adanya proses bisnis yang menjamin bahwa data yang dikelola dapat dimanfaatkan hanya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Termasuk dalam hal ini adalah memastikan adanya kebijakan autentikasi, otorisasi, hak akses, dan audit atas data, serta proses penelusuran dari penggunaan data. Hal ini sematamata demi pengelolaan data sebagai aset DJP, yang harus diolah dan dimanfaatkan dengan penuh tanggung jawab. Ketiga, terkait kemudahan pemanfaatan data. Setelah elemen keamanan data dipastikan terpenuhi, langkah berikutnya adalah memastikan apakah data yang telah disajikan dalam bentuk informasi dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh pengguna. Subdit TKDI harus memastikan adanya proses bisnis yang efisien dan tepat guna, sehingga data dan informasi yang sampai ke tangan user dapat digunakan secara maksimal. Dengan terjaminnya validitas dan reliabilitas data, ditunjang kebijakan keamanan data yang mumpuni, serta kemudahan akses informasi dari data yang ada, diharapkan mampu menumbuhkan kepercayaan (trust) dari pihakpihak pengguna data dan informasi di lingkungan DJP. Kepercayaan atas data governance tersebut penting untuk membangun pondasi keberlanjutan (sustainability) proses bisnis DJP secara keseluruhan. Subdit TKDI harus mampu menjawab ketiga tantangan tersebut, serta menyesuaikan diri dengan perubahan alur informasi yang fragile. Subdit TKDI mampu menjadi rel yang kokoh sebagai pijakan dalam alur data di Direktorat Jenderal Pajak agar lancar dan tanpa kendala. (IKH)
Menuju Data Driven Organization
141
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Compliance Risk Management: Penyala Tanda Bahaya Penulis: Banon Keke Irnowo
Hollywood sering kali merilis film-film bertemakan intelijen. Kita kenal Mission Impossible, James Bond, Bourne, Kingsman, RED, Snowden, dan Mile 22 diproduksi berseri-seri dalam genre itu. Film yang disebut terakhir, Mile 22, terkhusus mendapat tempat istimewa di hati penonton Indonesia. Film yang berkisah tentang ancaman kedaulatan negara dari seorang triple agen intelijen ini dibintangi oleh Iko Uwais, bang jago silat asal Indonesia. Dalam dunia nyata, kita mengetahui bahwa tugas seorang agen intelijen adalah meniadakan ancaman demi tetap tegaknya kedaulatan bangsa. Bahaya ancaman harus dimitigasi sebelum terjadi. Maka, lewat film-film itu seakan-akan diberi gambaran bahwa ancaman, bahaya, risiko itu nyata kehadirannya dalam kehidupan meski dalam kondisi aman. Sungguh, kita telah diberikan pelajaran yang berharga lewat wabah pandemi Covid-19 ini. Salah satunya adalah bukti bahwa setiap peristiwa di masa depan pasti ada risikonya. Penting bagi kita untuk dapat mengidentifikasi, menilai, memetakan dan menindaklanjuti risiko tersebut jauh-jauh hari agar tidak menjadi ancaman untuk tujuan hidup. Dalam konteks perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku otoritas pajak pun tidak luput dari risiko yang mengancam kesinambungan kepatuhan wajib pajak. Demi mengendalikan risiko tersebut diperlukan adanya alat untuk menyalakan tanda bahaya
142
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
yang datang. Compliance Risk Management (CRM) –lah alat yang dimaksud. Berikut lima fakta terkait CRM. Pertama, CRM dibentuk sesuai fungsi organisasi. Selayaknya pepatah “Form follows Function” dimana bentuk mengikuti fungsi yang dibutuhkan. CRM diampu oleh Subdirektorat Risiko Kepatuhan Wajib Pajak dan Sains Data pada Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Subdirektorat ini membentuk seksi dan pola kerja sesuai dengan pendekatan ‘ban berjalan’. Secara teori manajemen risiko, CRM dibentuk melalui tahapan identifikasi, penilaian, pemetaan dan tindak lanjut risiko. S ub d i r e k t o r a t i ni telah membidani kelahiran empat CRM Fungsi Pengawasan dan Pemeriksaan, CRM Fungsi Penagihan, CRM Fungsi Ekstensifikasi, CRM Fungsi Perpajakan Internasional. Kita nantikan kehadiran fungsi-fungsi lainnya dalam CRM dikembangkan untuk dapat menyalakan tanda bahaya ketidapatuhan wajib pajak.
Menuju Data Driven Organization
143
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Kedua, CRM merupakan Alat Ukur Kepatuhan Wajib Pajak. “What gets measured, gets managed,” ungkapan Peter Drucker yang seorang guru manajemen ini mungkin ada benarnya juga. Menurutnya sesuatu yang bisa diukur, akan bisa dikendalikan. Makin ke sini peranan data terukur semakin dirasa penting. Rencana Strategis DJP 2020-2024 yang berpegang pada Data Driven Method, menuntut setiap pekerjaan harus digerakkan dari data yang dimiliki dulu. Ketika mampu menguasai sebanyak mungkin data, segalanya akan dapat dengan mudah dikendalikan. Maka tentu diperlukan alat ukur yang baik untuk mengolah data tadi menjadi pengetahuan bukan sekedar informasi bagi pengampu kebijakan. CRM secara kuantitatif digunakan sebagai pengukur posisi kuadran untuk dapat menyalakan tanda bahaya ketidapatuhan wajib pajak. Ketiga, CRM merupakan Sistem Peringatan Dini. Berdasarkan hasil riset Tax Justice Network dalam laporan The State of Tax Justice 2020: Tax Justice in the time of Covid-19 melaporkan penghindaran pajak per tahun yang terjadi di Indonesia setara dengan 4,39% total penerimaan pajak dan 42,29% dari total belanja kesehatan atau senilai 69 triliun rupiah. Berdasarkan informasi tersebut, betapa besar kerugian yang harus ditanggung Indonesia di masa pandemi ini. Oleh karena itu, diperlukan alarm untuk memperingatkan Account Representative sejak dini atas potensi ketidakpatuhan wajib pajak, alarm untuk pemeriksa pajak dalam menentukan prioritas pemeriksaan, alarm untuk Juru Sita Pajak dalam prioritas tindakan penagihan aktif. CRM hadir sebagai sarana efektivitas dan efisiensi kerja fiskus dalam menyalakan tanda bahaya ketidapatuhan wajib pajak. Keempat, CRM merupakan tailor-made. Pendekatan dalam CRM sama dengan pameo ‘one size does not fit all’ yang berarti satu ukuran bukan berarti cocok untuk semuanya. Diharapkan fiskus dapat memberikan resep dan treatment yang tepat berdasarkan level pemetaan risiko wajib pajak. Sebagai contoh, apakah wajib pajak PT A yang berisiko tinggi relevan untuk diusulkan pemeriksaan ataukah dilakukan Advance Pricing Agreement saja. Apakah wajib pajak PT B
144
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
dengan berisiko rendah dalam rentan selera risiko tertentu hanya akan dipersuasi dalam memenuhi tax gap-nya. Semua treatment itu kembali kepada pendekatan tersebut. Prioritas tindakan dibangun berdasarkan nyala peta kepatuhan menampilkan tanda bahaya ketidakpatuhan wajib pajak. Terakhir, DJP merupakan salah satu lembaga regulator Last Resort Data terbesar di Indonesia. Berdasarkan wewenang dan tujuannya, DJP menjadi lembaga pemerintahan yang merupakan anjungan terakhir pengumpul jenis data beragam di Indonesia. Sebagai perbandingan, DJP memiliki data laporan keuangan dari jutaan wajib pajak dimana tidak dimiliki lembaga lain sesama regulator pengampu bidang usaha entitas terkait. Hal ini menjadikan data variabel dalam pembentukan CRM terjamin ketersediaan dan kekayaannya. Ke depan ruang akses perolehan data ekternal seperti pertukaran informasi perpajakan international, Institusi Lembaga Asosiasi dan Pihak Lain (ILAP), Laporan Per Negara, Pertukaran Data DJBC- DJP, dan data lainnya akan semakin meluas. Tentu, hujan data yang diterima DJP akan memperkaya dan menyempurnakan risk engine CRM dalam memuat variabel risiko dalam menyalakan tanda bahaya ketidakpatuhan wajib pajak. Berdasar kepada kelima fakta CRM tersebut yaitu: Form Follows Function, Early Warning System, Measuring Instrument, Tailor-made, dan Last Resort Data inilah CRM bekerja untuk menyalakan tanda bahaya ketidapatuhan wajib pajak. Ke depan, dalam upaya mencapai visi dan misi DJP diperlukan collaborative effort atau upaya bersama dari berbagai seluruh elemen dan unit kerja lingkungan DJP. Kelima fakta tersebut meningkatkan optimisme bahwa CRM dapat menjadi wasilah menuju ke sana. Mengenai pentingnya kebersamaan ini, penulis teringat sebuah bait lagu penyemangat dari grup musik asal Bali, Superman is Dead: “Jika kami bersama, Nyalakan Tanda Bahaya, Kami adalah Kamu, Muda, Beda dan Berbahaya”. (BKI)
Menuju Data Driven Organization
145
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
TKDI, Kini dan Nanti Penulis: M. Muslim Anshori
Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi (Subdit TKDI) terbentuk sejak disetujuinya perluasan fungsi Tim Pusat Analisis Perpajakan (Center for Tax Analysis/CTA) pada pertengahan tahun 2018, sehingga CTA memiliki fungsi manajemen data sebagai prototype Data Management Unit (DMU). Sembari menunggu disahkannya aturan tentang pembentukan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP), dibentuklah tim transisi yang dikenal dengan nama Tim Manajemen Data. Pada tim transisi ini, fungsi manajemen data mengikuti konsep best practice, dimana terdapat beberapa subtim pada Tim Manajemen Data antara lain: 1. Perencanaan strategis atas data; 2. Perancangan dan pelaksanaan tata kelola data; 3. Analisis data perpajakan dan analisis sains data; 4. Compliance Risk Management (CRM). Berdasarkan konsep tersebut, dapat dilihat bahwa Subdit TKDI melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh Subtim Perencanaan Strategis atas Data dan Subtim Perancangan dan Pelaksanaan Tata Kelola Data. Dalam pelaksanaannya, kinerja Tim Manajemen Data masih belum optimal karena hanya merupakan tim gugus tugas, sedangkan masing-masing anggota tim masih memiliki pekerjaan utama yang harus diselesaikan. Setelah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019 disahkan dan Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) terbentuk, barulah fokus kegiatan terkait pengelolaan data dan informasi dapat dilaksanakan dengan optimal. Tugas dan fungsi
146
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
tersebut ditegaskan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ/2019. Kegiatan Subdit TKDI meliputi perumusan tata kelola data dan informasi hingga melakukan evaluasi atas pemanfaatan data dan informasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Subdit TKDI adalah melakukan penyusunan desain data warehouse di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang bertujuan agar seluruh data yang dimiliki DJP terintegrasi, tercatat semua perubahannya, mendukung sistem pengambilan keputusan, dan tidak memberatkan sistem transaksional yang sudah berjalan. Pada tahun 2020, Subdit TKDI juga menyelesaikan kebijakan kebutuhan data, yang bertujuan untuk menyiapkan kebijakan teknis yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pencarian dan pengolahan data eksternal yang diperlukan oleh DJP. Lingkup Kerja Subdirektorat Tata Kelola Data dan Informasi
Menuju Data Driven Organization
147
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Selain melakukan penyusunan kebijakan terkait tata Kelola data dan informasi, subdit TKDI juga telah melakukan kegiatan evaluasi antara lain terkait implementasi tata kelola data dan kualitas data dan informasi perpajakan. Kegiatan evaluasi pelaksanaan tata kelola data adalah kegiatan yang dilakukan untuk memastikan tata kelola data yang dilakukan telah sesuai dengan konsep ideal yang lazim ataupun ketentuan yang berlaku. Output dari kegiatan ini berupa laporan evaluasi implementasi tata kelola data. Diharapkan melalui evaluasi ini dapat memberikan analisis dan insight atas penerapan dan dampaknya sehingga suatu kebijakan dapat terukur dengan jelas. Sedangkan pelaksanaan penilaian atas kualitas data dan informasi perpajakan adalah kegiatan penilaian atas kualitas data dan informasi yang dihasilkan oleh Direktorat DIP berdasarkan persepsi para pengguna. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menilai kualitas data dan informasi yang dihasilkan oleh Direktorat DIP berdasarkan persepsi para pengguna. Hasil dari kegiatan evaluasi tersebut, diharapkan adanya upaya perbaikan pengelolaan data dan informasi di DJP menjadi lebih baik. Selain kegiatan-kegiatan di atas, hal yang menjadi perhatian dari Subdit TKDI adalah penambahan fitur baru pada modul pengawasan pajak di aplikasi Approweb (enhancing Approweb) dan melakukan penyandingan data untuk diturunkan sebagai data pemicu atau data penguji sebagai amanat dari Direktur Jenderal Pajak dalam mendukung penerimaan negara. Hanya saja, dalam setiap pelaksanaan kegiatan Subdit TKDI masih terdapat hambatan yang dihadapi. Di antaranya kurangnya sinkronisasi antara Kebijakan Tata Kelola Data dan Informasi dengan Kebijakan Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi. Selain itu. penggabungan Komite Pengarah Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi membutuhkan waktu panjang dan mempengaruhi kegiatan Penyusunan Kebijakan Umum Tata Kelola Data dan Informasi dan Penyusunan Kebijakan Manajemen Data.
148
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Untuk memitigasi hal tersebut, Subdit TKDI telah melakukan koordinasi secara intensif dengan direktorat terkait untuk menyelesaikan beberapa kegiatan yang perlu diseleraskan terkait dengan pengelolaan data dan informasi. Selain itu, pada bulan November 2020 telah dilakukan penambahan 47 analis pajak di Subdit TKDI. Dengan adanya penambahan pegawai tersebut, diharapkan tidak ada lagi hambatan terkait dengan sumber daya manusia ataupun pembagian tugas ke depannya. Subdit TKDI terlibat sejak pengumpulan data hingga data tersebut dimanfaatkan oleh pengguna, termasuk evaluasi terhadap pemanfaatan data tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Subdit TKDI memiliki peran yang sangat penting terhadap kegiatan pengelolaan data dan informasi di DJP. Oleh sebab itu, diharapkan dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan subdit TKDI tidak hanya berasal dari lingkungan Direktorat DIP saja, tetapi juga dukungan dari unit kerja lain di DJP dan pihak eksternal, untuk mewujudkan “data valid dan mengalir secara otomatis” di DJP. (MA)
Menuju Data Driven Organization
149
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Menggerakkan Turbin Analisis Data Penulis: Endah Sitarasmi
“Information is the oil of the 21st century, and analytics is the combustion engine,” Peter Sondergaard (2011). Pada abad ke21 ini informasi diibaratkan sebagai bahan bakar minyak, sedangkan analisis adalah mesin pembakarnya. Tanpa proses pembakaran, minyak tetaplah minyak, tidak akan berubah sendiri menjadi energi yang menerangi dunia. Kata analisis berasal dari bahasa Yunani kuno analusis, yang terbentuk dari dua suku kata yaitu: ana yang artinya kembali dan luein yang artinya melepas. Jika kedua kata tersebut digabungkan maka maknanya adalah melepas kembali atau menguraikan. Kata analusis ini diserap kedalam bahasa inggris menjadi analysis, kemudian di serap ke dalam bahasa Indonesia menjadi analisis. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), analisis adalah penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya atau pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya. Subdit Analisis Data adalah bagian dari Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) yang mengambil peran kegiatan analisis tersebut. Cikal bakal Subdit Analisis Data sebenarnya sudah ada sebelum Direktorat DIP berdiri. Tim Pusat Analisis Perpajakan atau yang biasa dikenal dengan nama Center for Tax Analysis (CTA) dibentuk sebagai tindak lanjut rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang perlunya unit analisis data di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Saat itu peran fungsi pengawasan dirasa belum optimal dalam mendukung pencapaian target penerimaan
150
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
pajak. Rasio pajak dan cakupan wajib pajak (taxpayers coverage) juga masih jauh dari harapan. Terdapat berbagai permasalahan dalam kegiatan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Kualitas dan kuantitas data yang rendah, belum optimalnya strategi analisis data pajak makro maupun mikro, dan belum adanya unit spesialis analisis pajak dan ekonomi merupakan beberapa kendala diantaranya. Kebutuhan akan unit analisis pajak juga disebutkan dalam Arah Umum Kebijakan Perpajakan pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Pemerintah mengupayakan peningkatan rasio pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pajak melalui penajaman fungsi Center for Tax Analysis (CTA). Selain itu, dilakukan
Menuju Data Driven Organization
151
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
pula upaya peningkatan akses data pihak ketiga, penyempurnaan regulasi perpajakan, pelaksanaan Tax Amnesty, menyusun kebijakan tarif cukai, penguatan fungsi pengawasan, serta penindakan barang kena cukai ilegal. Tanggal 24 November 2014 tim CTA yang masih bersifat ad hoc resmi berdiri dengan menugaskan 30 pegawai Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan (PKP) sebagai analis pajak sementara. Tugas pokok CTA pada saat itu antara lain melakukan kegiatan extra effort penggalian potensi pajak berskala nasional, memetakan potensi pajak sektoral, mengidentifikasi proses bisnis dan modus ketidakpatuhan wajib pajak, serta mendukung peningkatan kualitas dan pemanfaatan data. Produk yang dihasilkan oleh tim CTA berupa Laporan Hasil Analisis Ekonomi (LHAE), Laporan Hasil Analisis (LHA) potensi individual dan massal, Laporan Hasil Analisis Perpajakan (LHAP), laporan monitoring, modul penggalian potensi pajak, bimbingan teknis perpajakan dan portal WikiTax sebagai gudang informasi penggalian potensi pajak. Seiring berjalannya waktu CTA berkembang dengan dinamis. Laporan hasil analisis ekonomi tidak lagi menjadi tugas pokok para analis CTA karena dilimpahkan kepada Direktorat PKP. CTA kemudian bergabung dalam Tim Manajemen Data (Data Management UnitDMU) bersama Tim Perencanaan Strategis, Tim Tata Kelola Data, Tim Sains Data dan Tim Compliance Risk Management (CRM), dan pada akhirnya melebur kedalam Direktorat DIP melalui PMK-87/ PMK.01/2019 tanggal 11 Juni 2019 dengan nama baru: Subdirektorat Analisis Data. Kepala Subdirektorat Analisis Data, Ardie Permadi, menjabarkan tantangan yang harus dihadapi saat mendapatkan amanah untuk memimpin Subdit Analisis Data. Transformasi dari gugus tugas menjadi sebuah unit struktural membutuhkan berbagai penyesuaian baik teknis maupun non teknis. Pada saat itu sebagian LHA yang diproduksi oleh CTA bersifat single tax dan belum menggunakan
152
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
seluruh data terkait wajib pajak yang bersangkutan. Menyikapi hal tersebut, beliau menegaskan bahwa kualitas LHA yang dihasilkan oleh Subdit Analisis Data harus lebih ditingkatkan, yaitu seluruhnya harus bersifat comprehensive all taxes dengan menggunakan seluruh data yang tersedia. Permasalahan lain pada saat itu adalah kurangnya jumlah analis pajak pada Subdit Analisis Data, sehingga LHA yang dihasilkan tidak dapat menjangkau seluruh kantor wilayah secara merata. Saat ini analis pajak baru telah bergabung sehingga secara keseluruhan berjumlah 50 orang. “Harapan saya agar para analis baru segera menyesuaikan diri, sehingga bisa menciptakan orkestrasi yang harmonis tanpa menghilangkan warna masing-masing individu,” tambahnya. Menutup wawancara penulis dengan Kasubdit Analisis Data, beliau berharap di masa mendatang kuantitas dan kualitas LHA/LHAP semakin meningkat. Subdit Analisis Data harus dapat melanjutkan cita-cita founding father CTA serta mampu menjadi garda terdepan dalam kegiatan penggalian potensi pajak. Pada bulan Maret tahun 2021, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menginisiasi gebrakan baru dengan membentuk tim gabungan antara Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) dengan Direktorat Intelijen dan Penyidikan (IP) melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-104/PJ/2021 tanggal 18 Maret 2021 tentang Pembentukan Tim Analis Pajak Di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Tim tersebut dibentuk dengan pertimbangan bahwa dalam rangka pengamanan penerimaan pajak tahun 2021, diperlukan upaya maksimal pada fungsi pengawasan kepatuhan wajib pajak. Salah satu upaya pada fungsi tersebut adalah meningkatkan kualitas hasil analisis di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dengan mengombinasikan kegiatan analisis data pada Direktorat DIP dengan kegiatan pengumpulan data di lapangan yang dilakukan oleh Direktorat IP. Lembar Informasi Intelijen Perpajakan (LIIP) menjadi bagian tak terpisahkan dari Laporan Hasil Analisis (LHA).
Menuju Data Driven Organization
153
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Model kolaborasi tersebut saat ini telah diduplikasi di tingkat Kantor Wilayah DJP. Setiap kantor wilayah di seluruh Indonesia membentuk tim ad hoc yang merupakan gabungan antara pegawai pelaksana yang ditunjuk sebagai analis pajak dengan pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk bersama-sama menyusun Laporan Hasil Analisis (LHA) tingkat kantor wilayah. Upaya tersebut diharapkan dapat memperkaya dan mempertajam hasil analisis yang dihasilkan. (ES)
154
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Kolaborasi UX-Method dalam Pengembangan Risk Engine Penulis: Rifky Bagas Nugrahanto
Pergerakan informasi yang sangat cepat saat ini dalam dunia digitalisasi, pastinya memicu adanya ketidakpastian. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19, kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perekonomian sangat membutuhkan ekstra observasi dan penelitian dalam mengambil setiap keputusan agar komprehensif dan tepat sasaran. Pada sisi perpajakan, ketidakpastian yang timbul, juga mempengaruhi cara melakukan pengawasan dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada wajib pajak. Latar belakang ini juga sejalan dengan apa yang selama ini dibangun dalam Compliance Risk Management (CRM) dengan menerapkan pemberian perlakuan kepada wajib pajak berdasarkan risiko dan perilakunya. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Managing And Improving Tax Compliance, Paris, 2004. Berdasarkan rekomendasi OECD tersebut, terbagi empat kelompok wajib pajak yaitu disengaged (memutuskan untuk tidak patuh), resisters (hanya patuh jika terdeteksi oleh otoritas wajib pajak), triers (memiliki keinginan untuk patuh), dan supporters (selalu patuh). Saat ini penindakan tegas telah dilakukan DJP terutama bagi kelompok the disengaged dan resisters. Kelompok disengaged merupakan wajib pajak yang dengan kesadaran untuk tidak patuh, sedangkan
Menuju Data Driven Organization
155
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
resisters adalah kelompok yang menunjukkan perlawanan dengan dalih bahwa sistem perpajakan sangat oppressive, membebani, dan kaku. Namun, bagi kelompok triers yang memiliki keinginan untuk patuh namun terkendala, DJP perlu membantu dengan sederet inovasi untuk menemukan solusinya. Salah
satu
metode
untuk
menemukan
solusi
dari
kendala
permasalahan perpajakan dapat dilakukan dengan proses UX (User Experience). Proses UX adalah adalah proses mengenali, memahami, dan menganalisis pengalaman pengguna dalam proses interaksi dengan aplikasi, perangkat lunak, maupun pelayanan yang semula memang diperuntukkan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna. Pengalaman tersebut dapat dilihat dari mudahnya dalam menggunakan produk yang ada. Terlebih lagi, juga berbagai pengamatan untuk mampu untuk memaksimalkan segala aspek mulai dari fitur, desain, dan konten yang dapat membantu pengguna untuk mencapai tujuan saat berinteraksi dengan aplikasi maupun pelayanan yang ada. Penerapan UX sendiri juga telah dikembangkan beberapa startup alias perusahaan rintisan di Indonesia. Saat ini, ada sederet daftar startup Indonesia di berbagai bidang mulai dari e-commerce, logistik, transportasi dan akomodasi, dompet digital, kesehatan, hingga edukasi, sehingga dalam penerapan UX sendiri diharapkan mampu meningkatkan skala ke korporasi lebih besar. Penerapan fitur yang bermanfaat pada UX, biasanya dimanfaatkan oleh aplikasi transportasi daring seperti Gojek, Grab, dan Maxim. Inovasi yang mengutamakan kemudahan penggunanya dapat dilihat dari banyaknya fitur-fitur bermanfaat yang ditawarkan oleh aplikasi tersebut. Fitur-fitur tersebut antara lain seperti layanan antar penumpang, layanan antar makanan, dan layanan antar barang. Fitur-fitur tersebut sangat membantu pengguna dalam memenuhi kebutuhan mereka sehingga kepuasan pengguna juga akan meningkat.
156
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Selain itu transportasi daring menggunakan alur yang mudah digunakan (user friendly) dalam setiap fiturnya. Pengguna dapat dengan cepat memahami dan menggunakan setiap fitur tanpa usaha yang berlebih. Hal tersebut akan meningkatkan kenyamanan pengguna ketika menggunakan aplikasi. Kembali pada proses UX di DJP, ternyata salah satu yang kerap diinginkan oleh wajib pajak adalah bagaimana informasi yang disampaikan DJP dapat lebih jelas dan tepat waktu (kasus didapatkan berdasarkan penelitian kualitatif pada UX-Journey SMEtaxpayers). Informasi tersebut diharapkan dapat mengalir secara otomatis sehingga dapat berjalan secara reguler dan mengurangi ketergantungan pada proses manual. Sebenarnya sebuah fungsi baru sedang dibangun di bawah sistem CRM. CRM melakukan pendekatan baru dalam mengelola wajib pajak berdasarkan kepatuhannya secara objektif, sistematis, terukur, dan terstruktur untuk membangun kepatuhan yang berkelanjutan di semua bidang administrasi perpajakan. CRM Fungsi Pelayanan berfokus pada empat domain kepatuhan yaitu pendaftaran, pembayaran, pelaporan, dan kebenaran pelaporan. CRM Fungsi Pelayanan juga berperan dalam saluran utama layanan DJP (click and counter) dengan memberikan notifikasi kepada wajib pajak ketika meminta layanan pajak tertentu. Layanan tersebut terbagi menjadi dua, yaitu proses bisnis atas permohonan layanan administrasi melalui situs (click) dan melalui Tempat Pelayanan Terpadu (counter). Salah satu poin yang menjadi rekomendasi berupa pemenuhan notifikasi adalah tugas lanjutan yang coba untuk direalisasikan. Adanya notifikasi, wajib pajak menjadi lebih cepat mengetahui apa yang harus dilakukan dan mengurangi kekhawatiran terjadinya simpang siur informasi yang ada. Keberadaan notifikasi ini juga akan menjadi solusi dari penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang terkadang terlambat atau tidak tersampaikan. Terlebih juga
Menuju Data Driven Organization
157
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
harapan adanya teknologi tracking dan follow up dari setiap proses pengajuan perpajakan yang dilakukan. Selain itu, wajib pajak juga berharap dapat memilih media dalam penyampaian pengingat dan bahkan kapan jatuh tempo pengingat tersebut dapat dikirim ke wajib pajak. Jenis informasi yang disampaikan juga singkat, padat dan jelas, tanpa perlu penjelasan panjang lebar regulasi serta dapat melakukan unduhan versi lengkap surat maupun produk hukum yang terlampir. Tampilan yang diharapkan juga dapat berupa dashboard pada tampilan untuk UI (User Interface) berupa to do list, yang dapat berubah warna jika tanggal waktu pengingat telah atau hampir terlewati. Walaupun proses saat ini tetap bergantung pada unsur manual atau unsur manusia di dalam memilah dan menganalisa serta eksekusinya, diharapkan proses ke depan juga memanfaatkan AI (Artificial Intelligence). Keterbatasan lingkup datanya juga masih menjadi kendala, karena pengelolaan kustomisasi atau penyimpanan data baru atau integrasi data yang menjadi syarat selanjutnya membutuhkan perangkat baru yang lebih memadai kebutuhan yang ada. (RBN)
158
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Urgensi dan Posisi OLAP dalam Analisis Perpajakan Penulis : Ryan Agatha Nanda Widiiswa dan Fatmawati
Perkembangan dan disrupsi dunia digital dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari realita kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam konteks pemerintahan. Narasi menuju e-government yang dapat terimplementasikan secara menyeluruh, di mana pemerintah didorong untuk dapat memaksimalkan peluang dari kemajuan teknologi. Efisiensi dan efektivitas dari pelaksanaan pemerintahan menjadi tujuannya, tidak terkecuali terhadap sektor perpajakan. Salah satu hal yang terpengaruh dengan adanya kemajuan teknologi di bidang e-government adalah bagaimana pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan atau keputusan. E-government yang mendorong dunia pemerintahan agar menjadikan setiap keputusan atau kebijakan yang diambil didasarkan pada data. Hingga akhirnya disebutkan sebagai data driven organization. Di mana data menjadi bagian dari operasional, strategi, sistem dan budaya organisasi yang didasarkan pada data, tentunya data yang berkualitas. Untuk merespon perkembangan digital yang terjadi, termasuk salah satunya membangun data driven organization, Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi di bidang perpajakan melalui reorganisasi. Salah satu hasil dari reogranisasi tersebut adalah dibentuknya Direktorat Data dan Informasi Perpajakan. Melalui unit eselon II ini, Direktorat Jenderal Pajak berupaya mengelola dan mengintegrasikan data perpajakan, baik terhadap pengambilan
Menuju Data Driven Organization
159
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
kebijakan operasional maupun strategis yang didasarkan pada kegiatan analisis. Direktorat Jenderal Pajak berupaya menguatkan analisis data dengan pendekatan Online Analytical Processing (OLAP). OLAP adalah pendekatan dalam menyajikan permintaan proses analisis yang bersifat dimensional secara cepat yang berupa desain teknologi yang dapat mengoleksi, menyimpan, memanipulasi suatu data multidimensi untuk tujuan analis. Data pada OLAP merupakan data lampau dan data yang mendekati real-time. Biasanya dalam bentuk yang kompleks dan bervolume besar yang digunakan untuk melakukan analisis ke depan. OLAP bukanlah data yang bisa diedit, diganti, atau dihapus seperti data–data yang ada dalam OLTP. OLAP biasanya digunakan untuk menentukan suatu keputusan. Dalam OLAP, terdapat teknologi untuk mengekstrak data hasil kegiatan operasional yang kemudian dapat digunakan untuk melakukan pengelolaan data, melihat laporan atas data pada posisi dan waktu tertentu, perhitungan analitik yang rumit dan perencanaan skenario prediktif maupun preskriptif atas sebuah kejadian.
160
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Sementara Online Transaction Processing (OLTP) adalah sistem yang menghasilkan basis data dari suatu kegiatan yang bersifat transaksional atau operasional dari suatu proses bisnis. Dalam OLTP, data bertambah setiap terdapat transaski baru, dari proses transaksi sehari-hari. Sedangkan OLTP merupakan suatu sistem yang berorientasi proses, yang berfungsi sebagai operasi harian dan datanya dapat diubah, diganti, atau dihapus. Direktorat Jenderal Pajak dengan OLAP-nya, diharapkan dapat merencanakan, menganalisis, dan membuat laporan atas data yang dihasilkan oleh kegiatan operasional perpajakan. Sehingga data yang dimiliki dapat digunakan untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan analisis data perpajakan, termasuk penggalian potensi pajak. OLAP dapat berjalan secara maksimal dan tepat sasaran jika sistem teknologi informasi, pengelolaan yang baik dari organisasi, pengumpulan data dan informasi operasional yang akurat, andal dan cepat dapat terpenuhi. Secara garis besar keuntungan dari pengenalan OLAP dalam proses bisnis kegiatan perpajakan, yaitu: a. Penyimpanan pengawasan proses bisnis melalui data yang terintegrasi; b. Membantu budaya organisasi dapat merespon kebutuhan secara cepat dan mudah beradaptasi; c. Meningkatkan produktifitas pemakai akhir bisnis, pengembang IT, dan keseluruhan organisasi; d. Meningkatkan efsiensi dalam melakukan kebutuhan bisnis yang ada; dan
analisis
terhadap
e. Mendorong terbentuknya single source of truth untuk keperluan analisis dan pengambilan kebijakan. Berangkat dari kondisi tersebut, pembentukan unit khusus yang mengelola OLAP yang memiliki memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan atas data menjadi suatu keharusan. Pendekatan OLAP
Menuju Data Driven Organization
161
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
ini memerlukan sebuah basis data baik yang bersumber dari internal maupun eksternal. Basis data ini dapat disebut juga dengan data warehouse. Data yang berada pada data warehouse ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan analisis dan pelaporan manajemen sehingga dapat menunjang berjalannya OLAP secara maksimal. Bentuk output teknis dari OLAP ini adalah terbentuk presentation layer atau dashboard yang merupakan tampilan atas beberapa data yang telah dianalisis relasinya sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang bersifat operasional maupun strategis. Data dari kegiatan operasional sendiri harus melalui beberapa alur tertentu pada data warehouse agar dapat menghasilkan informasi yang berkualitas. Dalam perspektif OLAP, data yang tampil pada presentation layer adalah data yang telah melalui proses penyaringan pengendalian mutu data. Pengendalian mutu ini penting sehingga data dapat dijamin validitas dan kualitasnya. Oleh sebab itu, kondisi ideal OLAP membutuhkan data valid yang telah diuji kualitasnya melalui cleansing berupa proses pemutakhiran dan penjaminan kualitas data. Tentu saja, OLAP dengan data yang valid mempunyai posisi yang penting dan mendesak dalam analisis data perpajakan. (RA/F)
162
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN V
Epilog
BAGIAN I Profil DIP
164
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
BAGIAN V Epilog
BAGIAN I Profil DIP
BAGIAN II Dari DIP untuk DJP dan Indonesia
BAGIAN III DIP di Mata Pimpinan dan Mitra
BAGIAN IV Pegawai DIP Bicara Data dan Informasi
BAGIAN V Epilog
Epilog Sejarah sebaiknya ditulis oleh para pelakunya. Buku ini adalah upaya kami untuk menyampaikan jejak langkah yang telah dilakukan oleh Direktorat DIP sejak berdiri sampai dengan saat ini. Ibarat bayi berusia 2 tahun, perjalanan yang harus kami tempuh untuk menjadi dewasa masih sangat panjang dan penuh tantangan. Waktu terus bergulir, pegawai datang dan pergi silih berganti. Organisasi tumbuh dan berkembang menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Direktorat DIP bercita-cita untuk menyokong Direktorat Jenderal Pajak menjadi ”Data Driven Organization”, yaitu organisasi yang mampu bekerja, mengambil kesimpulan, dan menetapkan suatu kebijakan dengan menggunakan analisis data yang optimal. Kami mengucapkan terimakasih kepada para pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membaca buku ini sampai dengan tuntas. Besar harapan kami agar buku ini bermanfaat dan menginspirasi berbagai pihak untuk berkontribusi lebih baik lagi untuk DJP khususnya, dan secara umum untuk Indonesia yang kita cintai bersama. Akhirnya, sebagai penutup dari rangkaian informasi dalam buku ini, kami sampaikan pesan dari Oscar Wilde, seorang novelis dan penyair asal Irlandia, “Anybody can create history. Only a great man can write it.” Tiada gading yang tak retak, tiada kaca yang tak buram Retak jangan pada bangunan, nanti hancur berantakan Akhirnya berhasil naik cetak, setelah lembur beberapa malam Jika ada banyak kekurangan, mohon kami dimaafkan
Menuju Data Driven Organization
165
Glosarium Artificial Intelligence
:
Kecerdasan yang ditambahkan kepada suatu sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah atau bisa disebut juga intelegensi artifisial atau hanya disingkat AI, didefinisikan sebagai kecerdasan entitas ilmiah
Big Data Analytics
:
Teknik analitik terhadap kumpulan data yang sangat besar dan beragam yang mencakup data terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur, dari berbagai sumber, dan dalam ukuran berbeda dari terabyte hingga zettabytes.
Business Intelligence
:
Sekumpulan teknik dan alat untuk mentransformasi dari data mentah menjadi informasi yang berguna dan bermakna untuk tujuan analisis bisnis
Core Tax
:
Core Tax Administration System (CTAS) /Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP)
Data
:
Seperangkat nilai-nilai kualitatif atau kuantitatif variabel dari satu atau lebih objek
Data Analytics
:
Proses inspeksi, pembersihan dan pemodelan data dengan tujuan menemukan informasi yang berguna, menginformasikan kesimpulan dan mendukung pengambilan keputusan
166
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Data driven organization
:
Organisasi yang mampu bekerja, mengambil kesimpulan, dan menetapkan suatu kebijakan dengan menggunakan analisis data secara tepat dan memadai
Data Mart
:
Subset dari penyimpanan informasi directorial, umumnya berorientasi pada tujuan tertentu atau subjek data primer yang dapat didistribusikan untuk menyediakan kebutuhan bisnis
Data Governance
:
Sistem yang mengatur hak-hak dan akuntabilitas pengambilan keputusan dalam proses-proses terkait informasi, yang dilaksanakan sesuai dengan model-model yang telah disepakati untuk mengatur siapa yang boleh melakukan, terhadap informasi apa, dalam kondisi seperti apa, dan dengan metode apa
Data Warehouse
:
Suatu sistem komputer untuk mengarsipkan dan menganalisis data historis suatu organisasi seperti data penjualan, gaji, dan informasi lain dari operasi harian
Decision Support System
:
Bagian dari sistem informasi berbasis komputer yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan
Deployment
:
Proses menyalin, mengonfigurasi, dan mengaktifkan aplikasi tertentu di sebuah server atau di cluster
Menuju Data Driven Organization
167
Enterprise Data Warehouse
:
Basis data, atau kumpulan basis data, yang memusatkan informasi bisnis dari berbagai sumber dan aplikasi, dan membuatnya tersedia untuk analisis dan penggunaan di seluruh organisasi. EDW dapat ditempatkan di server lokal atau di cloud
Enterprise Risk Management
:
Suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direktur, manajemen, dan personel lain dalam perusahaan, yang diterapkan pada tataran strategis dan menyeluruh, yang dirancang untuk mengidentifikasi potensi peristiwa yang dapat memengaruhi perusahaan dan untuk memberikan jaminan yang wajar terhadap pencapaian sasaran perusahaan
Extract Transform Load (ETL)
:
Proses untuk memilih dan mengambil data dari satu atau beberapa sumber dan membaca, mengakses, atau mengalirkan data yang dipilih tersebut.
Internet of Things (Iot)
Machine Learning
168
Integrasi orang, proses, dan teknologi dengan perangkat dan sensor yang dapat dihubungkan untuk memungkinkan pemantauan jarak jauh, status, manipulasi, dan evaluasi tren perangkat tersebut :
Mesin yang mencakup pendekatan kecerdasan buatan yang berkaitan dengan pembeajaran dari data yang terbagi dalam tiga area: supervised learning, unsupervised learning, dan reinforcement learning
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
Model
:
Representasi matematis dari suatu sistem, umumnya menggabungkan distribusi probabilitas
OLAP
:
Pendekatan sistem yang secara cepat menyediakan jawaban-jawaban terhadap query analitik yang bersifat multidimensi
:
Kelas program perangkat lunak yang mampu mendukung pemrosesan transaksi online dan digunakan untuk memfasilitasi dan mengelola aplikasi yang berorientasi transaksi
Person in Charge
:
Seseorang yang bertanggung jawab atas jalannya suatu event, proyek, atau tugas tertentu
Quality Assurance
:
Bagian dari manajemen mutu yang berfokus pada penyediaan keyakinan bahwa persyaratan kualitas akan terpenuhi
Quality Contol
:
Bagian dari manajemen mutu yang berfokus pada pemenuhan persyaratan mutu
Risk Modelling
:
Pemodelan dan kuantifikasi risiko
Use Case
:
Pemanfaatan data dan sistem analitik untuk memperoleh wawasan dalam menjawab pertanyaan bisnis yang nyata untuk pengambilan keputusan.
User Interface
:
Tampilan visual sebuah produk yang menjembatani sistem dengan pengguna (user)
User Experience
:
Pengalaman pengguna berinteraksi/menggunakan digital
(Online Analytical Processing) OLTP (Online Transactional Processing)
Menuju Data Driven Organization
dalam produk
169
Daftar Singkatan dan Akronim AI
: Artificial Intelligence
ASN
: Aparatur Sipil Negara
CRM
: Compliance Risk Management
CTA
: Center for Tax Analysis
DIP
: Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
DJP
: Direktorat Jenderal Pajak
DMU
: Data Management Unit
DTH/RTH
: Daftar Transaksi Harian/ Rekapitulasi Transaksi Harian
DWH
: Data Warehouse
EDW
: Enterprise Data Warehouse
ERM
: Enterprise Risk Management
ILAP
: Instansi,Lembaga, Asosiasi, Pihak ketiga
IMF
: Internastional Monetary Fund
IPR
: Identifikasi dan Penilaian Risiko
JFPK
: Jabatan Fungsional Pranata Komputer
KITSDA
: Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur
KPDE
: Kantor Pengolahan Data Eksternal
KPP
: Kantor Pelayanan Pajak
LHA
: Laporan Hasil Analisis
170
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
LHAE
: Laporan Hasil Analisis Ekonomi
LHAP
: Laporan Hasil Analisis Perpajakan
MER
: Mitigasi dan Evaluasi Risiko
MPN
: Modul Penerimaan Negara
MTRS
: Medium Term Revenue Strategy
NIK
: Nomor Induk Kependudukan
NPWP
: Nomor Pokok Wajib Pajak
OECD
: Organisation for Economic, Cooperation and Development
OLAP
: Online Analytical Processing
OLTP
: Online Transactional Processing
P3DE
: Penerimaan, Penghimpunan, dan Pertukaran Data Eksternal
PDDO
: Pengelolaan Data dan Dukungan Operasi
PDE
: Pengelolaan Data Eksternal
PDI
: Pengelolaan Data Internal
PDP
: Pengelolaan Data Penerimaan
Pedati
: Pengelolaan Data Internal
Pemudi
: Pengendalian Mutu Data Internal
PIC
: Person in Charge
PIDE
: Perekaman dan Identifikasi Data Eksternal
PKS
: Perjanjian Kerja Sama
PMDE
: Pengendalian Mutu Data Eksternal
PMK
: Peraturan Menteri Keuangan
PPN
: Pajak Pertambahan Nilai
PPR
: Pemodelan dan Pemetaan Risiko
Menuju Data Driven Organization
171
PSDI
: Perencanaan Strategis Data dan Informasi
PTD
: Perekaman dan Transfer Data
Pusintek
: Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan
QA
: Quality Assurance
QC
: Quality Control
RBTK
: Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan
RDPUP
: Rekonsiliasi Data Penerimaan dan Utang Pajak
SD
: Sains Data
Sesditjen
: Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak
SMO
: Saat Mulai Operasi
SOP
: Standard Operating Procedure
SP2DK
: Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan
SPT
: Surat Pemberitahuan
TIK
: Teknologi Informasi dan Komunikasi
TIP
: Teknologi dan Informasi Perpajakan
TKDI
: Tata Kelola Data dan Informasi
TTKI
: Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi
UI
: User Interface
UKPP
: Utang Kelebihan Pembayaran Pendapatan
UX
: User Experience
172
Direktorat Data dan Informasi Perpajakan
:;;;<=<>?@A?=?ABCB<=DAE<FG@AH<I<J;AK<FC=<AL?M<A@GI<EA N?O<F<APQRQSPTUVWXSYTZQXU[QRUYX\A]<I?A^G=D@?A<=<>?@?@A ?MGANCMG>_NCMG>ABC=`<I?A@G<MGA^G=D@?AZWPWAa<=DA<I<A I?Ab?FCLMcF<MA]C=ICF<>Ad<`<L;e fghijklhmniopihqrmsqtqjumvlhwxmykxzx
:{YTWSRQ|}~ ~ ~ ~ U QXQAL<><GA XZZQ A<I<ANC=@?==a< A ZZQ A><F?ÀGD<;A CBG<A@<>?=DA BC>C=DL< ?;A < ?A?=?AN<D?<=Aa<=DA@<=D<MA C=M?=D;e v q kq mo rgm i kihgom i m l hzqo q m ll qo qom gpqo msihqklhqompqomsioi qjqom ljlzmsqtqjum
: ¡APQRQSQXQ¢£RU¤¥AI<=APQRQS¥¤UWX¤WAa<=DA@CL<F<=DA I?_¥¦§§YTRAc>CEA¨©ªA<L<=ABCB<?=L<=A CF<=<=A C=M?=DALCM?L<A cFCA <«A a@MCBAI??B >CBC=M<@?L<=;A ]<I?¡AL?M<A ?L?FALCB?MF<<=¡ALCF`<@<B<Aa<=DA@<=D<MAN<?LA ?=?¡A©=@a<A¬>><EAN?@<AI?MCFG@L<=;A G=DL?=A?MGAE<F< <=A GM<B<AL<B?;e ®°̄±²̄³µ́¶·¸¹̄º®m»¼½um lpgm lo¾xhx
012343 6787 6 7 78 14 2 1 2 2 ! " #1 $ 4 2 %&'()*+',*-%,*,-.,/-0/1+'2,3&-4('5,6,),/ 7879 ISBN 978-623-97203-2-2