10 minute read
Mariani
15
PERHUTANAN SOSIAL MASA DEPAN PENGELOLAAN HUTAN MODERN DI INDONESIA BERBASIS KOMUNITAS MASYARAKAT PRODUKTIF
Advertisement
Dhanny Rhismayaddi Natawinangun dan Mariani
Ketua Divisi Kehutanan, Agroforestry, Koperasi
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakandalamkawasanhutanNegara atauHutanHak/HutanAdat, yang dilaksanakan oleh masyarakat sekitar hutan atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan TanamanRakyat,HutanAdat,danKemitraanKehutanan.
PerhutananSosial pada saat ini menjadi perhatian menarik bagi praktisi kehutanan, LSM/NGO kehutanan dan lingkungan hidup, dan akademisi di bidang kehutanan dan pertanian, terutama dalam rangka menjaga kelestarian alam dan lingkungan setelah masuk dalam pasal-pasal di Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Untuk pengelolaan di tingkat tapak pun hal ini menjadi perhatian karena dengan adanya
Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 93
program perhutanan sosial yang masuk ke wilayah pengelolaan menjadi “PR” baru bagi mereka.
Begitu program perhutanan sosial dikenalkan dan ditetapkan sebagai Program Prioritas Presiden Jokowi, langsung mengundang keresahan bagi para pelaku yang memanfaatkan hutan sebagai ruang usaha terselubung dengan tidak mengindahkan aspek kelestarian hutan dan praktek praktek busuk lainnya di lahan kehutanan. Apalagi kebijakan Perhutanan Sosial di lengkapi dengan instrument pendampingan oleh NGO, profesional dan para pihak lainnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
DPKLTS Tegas Mengawal
Gayung bersambut dengan kebijakan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), yang sejak awal berdiri pada tahun 2001 konsisten menjunjung tinggi pengelolaan hutan lestari dengan sistem wanatani/kebon talun/agroforestri berbasis indigenous knowledge leluhur Sunda yaitu Program Kebon Talun melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Sebagian pendiri DPKLTS yang merupakan anggota dari Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) semakin memperkuat implemetasi konsep CBFM (Community Base Forestry Management) di Jawa Barat secara baik dan benar.
Mengingat program perhutanan sosial ini merupakan program pemberian akses kelola lahan selama 35 tahun bagi masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan sumber daya hutan, bukan program bagibagi lahan yang bisa di sertifikasi atau Sertifikat Hak Milik (SHM), yang sejarah awalnya dicanangkan sejak tahun 1990an, dalam perkembangannya telah banyak mengalami perubahan. Sampai pada tahun 2016 sebagai langkah percepatan program perhutanan sosial, keluar peraturan tentang perhutanan sosial yang diatur dalam Permen LHK Nomor P.83 Tahun 2016 dan di susul dengan Permen LHK Nomor P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Kawasan Perum Perhutani.
Terlepas dari pro dan kontra Program Perhutanan Sosial di tingkat Provinsi Jawa Barat dan Nasional, DPKLTS dengan tegas ikut menjadi bagian dari lembaga yang mengawal proses perhutanan sosial dari dalam, dengan menjadi lembaga pendamping kelompok perhutanan
94 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021
sosial di Jawa Barat,dan terdaftar di Kementrian LHK. Hal ini dilakukan untuk menjawab keraguan banyak pihak, dan ikut melakukan fungsi perbaikan sistem dalam tata laksana perhutanan sosial ditingkat tapak (grass root), yaitu dengan DPKLTS terlibat langsung dan berada dalam sistem yang dibuat oleh pihak KLHK melalui Ditjen (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), melalui skema Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK), dan IPHPS Ijin Pengelolaan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) yang berlaku di Pulau Jawa.
Pola Pendampingan DPKLTS
Proses memilih lokasi dan kelompok tani hutan yang akan mendapat pendampingan DPKLTS, diawali dengan melihat target sasaran prioritas kawasan DAS yang selama ini menjadi target lokasi utama DPKLTS. Dalam rangka ikut serta implementasi kerja nyata mengeliminasi lahan kritis, maka terpilihlah lahan hutan di Hulu DAS Citarum dengan kelompok Pagerwana Cibeureum, yaitu binaan DPKLTS sekitar hutan, tepatnya di Desa Cibeureum,Kecamatan Kertasari,Kabupaten Bandung. Selanjutnya Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Herbal di Hulu DAS Citarum menjadi kelompok pertama yang dipilih untuk pendampingan program Perhutanan Sosial, melalui pengajuan SK Perhutanan Sosial pada Tahun 2017.
Berlanjut pendampingan kelompok kedua dan ketiga yangmasih masuk kawasan hulu DAS Citarum, tepatnya di Desa Loa dan Desa Drawati Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung. Alhamdulillah, perkembangan pelaksanaan pendampingan semakin terarah dan jelas manfaatnya terhadap kawasan hutan, serta kesejahteraan petani termasuk masyarakat sekitar hutan. Contoh baik yang merupakan implementasi pemberdayaan masyarakat versi DPKLTS yang berkolaborasi dengan Koperasi Mitra Malabar dalam proses pelaksanaan pasca kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)Cempaka Bentang dan LMDH Mandala Gupakan mendapatkan SK Perhutanan Sosial menjadi semakin focus dan semakin baik dalam tata kelola kawasan, tata kelola kelembagaan Kelompok Tani Hutan (KTH), LMDH dan Koperasi) dan tata kelola usahanya.
Saat ini KTHini sudah mendirikan koperasi yang bergerak di usaha kopi arabika, dengan nama Koperasi Produsen Mitra Perhutanan Sosial Lodra Mandiri (KPMPSLM), yang merupakan koperasi petani hutan pertama di
Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 95
Indonesia yang berdiri secara mandiri dengan semangat ingin menghilangkan praktek tengkulak, dan mendapatkan pengawalan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Republik Indonesia. Semangat keluar dari jerat tengkulak inilah yang membawa kelompok LMDH Cempaka Bentang khususnya meraih kepastian dalam memperbaiki ekonomi anggota petani kopi dan masyarakat Desa Loa yang terlibat dalam proses produksi kopi beras (green beans) sampai produk kopi siap seduh.
Perkembangan usaha kopi dari KPMPSLM semakin nyata manfaatnya dan berkembang dengan pelibatan komponen masyarakat di Desa Loa dan Drawati melalui kolaborasi dengan para pihak dari dalam dan luar negeri.Unit usaha kedai kopi dan “starbike” sebagai unit kopi kelilingnya yangmampu melayani konsumen lokal dengan komunitas kedai kopi di Kecamatan Majalaya, Solokan Jeruk, Ciparay, Cicalengka dan Kota Bandung.
Contoh kelompok perhutanan sosial yang didampingi melalui pengalaman dan kemampuan supertim DPKLTS yang sudah dibekali keilmuan teknis kehutanan, pemberdayaan, jejaring, dan ketangguhan mental di lapangan, menjadi bagian dari harapan pengelolaan hutan di manapun dengan tetap mengedepankan semangat konservasi alam dan kemandirian kelompok menuju ekonomi hijau berkelanjutan.
Implementasi Target Capaian Perhutanan Sosial
Pertama, menciptakan dan mempercepat pemerataan akses lahan dan distribusi aset sumberdaya hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.
Kedua, menyelesaikan konflik tenurial/lahan di kawasan hutan.
Ketiga, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta meningkatkan penghasilan keluarga KTH dan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan talun kelembagaan koperasi produsen wanatani/kebon talun/agroforestri.
Arahan Penentuan Lokasi Perhutanan Sosial
Pertama, arahan areal pengelolaan Perhutanan Sosial ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS).
96 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021
Kedua, PIAPS ditetapkan melalui harmonisasi peta yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan peta yang dimiliki oleh: (1) Pemerintah Daerah Provinsi, (2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, (3) Lembaga Swadaya Masyarakat/NGO/CSO, dan sumber lain.
Ketiga, PIAPS meliputi: (1) kawasan hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Sosial, (2) Kawasan hutan yang sudah dibebani Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, dan (3) area Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus(KHDPK)untuk kepentingan PerhutananSosial.
Keempat, PIAPS ini ditetapkanoleh Menteri, dan direvisi setiap 6 (enam) bulan sekali oleh Dirjen PKTL atas nama Menteri.
Siapa Berhak Mengakses Program Perhutanan Sosial?
Adapun mereka yang berhak mengakses program Perhutanan Sosial, adalah: (1) petani setempat dengan mata pencaharian utama bertani dan mengerjakan lahannya secara langsung, (2) petani penggarap atau petani yang lahannya kurang dari 1/2 hektar, (3) petani dengan memperhatikan perspektif gender, (4) pengungsi akibat bencana alam, diutamakan menjadi anggota kelompok, (5) profesional kehutanan, dan (6) koperasi yang bergerak dibindang kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan,dan perikanan.
Mekanisme dan Pelaksanaan Pendampingan
Proses pendampingan dari DPKLTS diawali dengan keluarnya Surat Keputusan kepada pengurus atau kader Pagerwana (personal atau binaan DPKLTS), yang dinilai mampu menjadi pendamping kelompok perhutanan sosial dengan kriteria: (1) memiliki kemampuan teknis yang mumpuni, (2) teruji dalam kegiatan bersama petani, (3) pengalaman pemberdayaan masyarakat minimal 5 (lima) tahun, dan (4) siap ditempatkan di lokasi target prioritas kelompok Perhutanan Sosial di Jawa Barat.
DPKLTS telah memiliki pengalaman hampir 20 tahun dalam proses pendampingan masyarakat sekitar hutan dan kelompok taninya, serta telah berhasil dengan pola pendampingan intensif dan berkelanjutan. Atas dasar pengalaman tersebut, dapat dikatakan bahwa “Peran
Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 97
pendamping adalah kunci sukses atau gagalnya sebuah program pemberdayaan petani dan masyarakat”. Apabila pendamping tidak memiliki kemampuan, asal-asalan, dan bahkan belum memiliki pengalaman pendampingan, sudah jelas hasilnya pun akan kita ketahui seperti apa.
Setelah ditetapkan lokasi dan kelompok yang akan didampingi, pendamping DPKLTS dibekali arahan teknis pendampingan sesuai dengan visi dan misi lembaga dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, dan di berikan pelatihan khusus juga oleh Kementrian LHK melalui Balai Diklat Kehutanan selama 1 (satu) minggu.
Pendampingan Program Perhutanan Sosial
Amanat Permen Nomor P.83/2016 dan Permen Nomor P.39/2017) tentang kegiatan pendampingan yang harus dilaksanakan terbagi kedalam 3 komponen besar kegiatan, yaitu (1) kelola kawasan, (2) kelola lembaga dan (3) kelola usaha, dan ditambah dengan kegiatan resolusi konflik yang setiap lokasi memiliki tingkat konflik berbeda dan beragam.
Dari tugas dan tanggung jawab pendamping tersebut, pelaksanaan yang dilakukan pendamping dari awal mendampingi kelompok LMDH atau Gapoktan adalah:
Pertama, aktivitas Pra SK Perhutanan Sosial, yaitu (1) dimulai dengan konsolidasi dan penyamaan persepsi dengan Ketua LMDH dan jajaran pengurusnya tentang pemahaman program perhutanan sosial dan tidak menghilangkan pemahaman tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat(PHBM), (2) dilanjutkandengan pengumpulan identitas diri KTP/NIK dan KK anggota LMDH dari seluruh KTH dibawah naungan LMDH, (3) koordinasi selanjutnya dengan pihak Perhutani untuk memperoleh peta kawasan Hutan Pangkuan Desa (HPD) yang menjadi tanggung jawab LMDH selama bekerjasama dengan Perhutani sebagai lampiran pengajuan SK Perhutanan Sosial, (4) kemudian pengajuan tersebut diketahui oleh pihak Perhutani dan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, (5) proses ini tidak mudah dan perlu terus dikawal setelah seluruh berkas yang menjadi syarat pengajuan disampaikan kepada pihak Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (PKPS), Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutahan, (6) proses pengajuan sampai
98 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021
mendapatkan SK Perhutanan Sosial minimal waktunya kurang lebih 9 bulan.
Kedua, aktivitas Pasca SK Perhutanan Sosial, yaitu: (1) pasca kelompok mendapatkan SK Perhutanan Sosial sebagai tanda legalitas kelompok dalam melakukan aktivitas pemanfaatan lahan hutan yang diberikan oleh Negara melalui Kementerian LHK selama 35 Tahun, tugas pendamping selanjutnya yang cukup berat adalah melaksanakan kegiatan tata kelola kawasan, tata kelola kelembagaan, tata kelola usaha, dan tugas tersebut merupakan kunci keberhasilan kelompok, yaitu apabila pendamping mampu memberikan arahan dan bimbingan yang jelas dan fokus dalam proses pendampingan.
Ketiga, peran seorang pendamping dituntut memiliki kemampuan yang multitalenta, karena target para pendamping DPKLTS dituntut ikut mensukseskan program perhutanan sosial. Inilah peran yang harus dimiliki oleh pendampingnya yang meliputi: (1) dari kemampuan tersebut, pendamping DPKLTS mampu beradaptasi dan mampu mengarahkan kelompok sesuai target dan hasil perencanaan bersama dengan kelompok tani hutan dampingannya, (2) permasalahan di lapangan dalam proses pendampingan, baik teknis maupun non teknis, yang dihadapi tidak sedikit, (3) Apalagi praktik para tengkulak yang sudah puluhan tahun menikmati hasil panen petani dari kelompok dampingan sangat sulit dihadapi, maka perlu memiliki trik, kesabaran, dan kerjasama yang baik dengan Ketua LMDH, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Pemuda lokal, (4) bila dinamika masyarakat pasca kelompok dampingan perhutanan sosial sudah menunjukan hasil yang positif dan manfaat langsung kepada kehidupan keluarganya, bisa saja muncul lagi masalah/konflik baru diantara internal kelompok dan masyarakat lokal.
Masukan Berdasar Temuan
Kesimpulan disini bukan merupakan hasil akhir dari proses kegiatan Perhutanan Sosial, karena perjalanan pendampingan masih terus berjalan, dan belum menampakkan hasil yang 100% terbaik. Namun lebih kepada hasil temuan tentang apa dan bagaimana program ini harus disempurnakan dari proses yang dijalankan oleh para pendamping DPKLTS sebagai proses pembelajaran. Adapun temuan yang membuat ancaman kegagalan dalam pelaksanaan Perhutanan Sosial adalah:
Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 99
Pertama, perlu adanya Tim Gugus Tugas khusus per Kabupaten yang didalamnya kolaborasi 7 (tujuh) helix yaitu akademisi, pengusaha, komunitas produktif, pemerintah daerah, media, IT, dan keamanan, untuk memajukan kelompok pasca SK.
Kedua, ada tindakan tegas dari KLHK atas masukan dari Pendamping, LMDH, Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, dan Perum Perhutani, yaitu kepada LSM atau lembaga Pendamping Perhutanan Sosial yang menempatkan pendampingnya untuk mendampingi kelompok tani hutan: (1) yang tidak berkualitas, (2) bahkan memungut iuran, dan (3) mengambil bantuan kelompok atas nama biaya operasional pendamping.
Ketiga, sangat diharapkan sistem Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank HIMBARA dipastikan dapat di akses oleh kelompok pasca SK, karena selama ini masih menggunakan sistem perbankan, dan tidak ada kemudahan seperti yang di sampaikan Presiden Jokowi, Menteri LHK, dan Dirjen terkait untuk pendanaan usaha kelompok melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial(KUPS).
Keempat, ada pendampingan khusus dari Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat) BUPSHA - KLHK, Kementerian Perdagangan, dan Dinas Teknis lainnya.
Kelima, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi setiap kelompok Perhutanan Sosial setiap tahun, tidak menunggu 5 (lima) tahun untuk melihat perkembangan pelaksanaan program Perhutanan Sosial di tingkat tapak.
Demikianlah sekedar uraian tentang Perhutanan Sosial yang memiliki payung hukum dan legalitas jelas dari pemerintah, dan memberikan peluang pelibatan masyarakat dalam rangka turut serta memanfaatkan dan mengelola lahan hutan dengan ketentuan teknisnya. Semua itu adalah program tata kelola hutan masa depan yang memberikan harapan terjaganya hutan lestari, masyarakat lebih produktif, dapat memberikan harapan hidup lebih layak, mandiri berkelanjutan. Sama dengan program DPKLTS selama ini dengan wanatani/kebon talun/agroforestriberbasis komunitas petani sekitar hutan.***
100 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021