SPKD 2011-2013

Page 1

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH (SPKD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 - 2013

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH SEKRETARIAT TKPKD PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pemuda 127 – 133 Telp. (024) 3515591 – 3515592 Fax. (024) 3546802 Kode Pos 50132 e-mail : set-tkpkdjateng@jatengprov.go.id Semarang 2011


KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Nomor: 414.2/131/2010, tanggal 31 Agustus 2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Tengah yang berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor: 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor: 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota. TKPK Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka percepatan program penanggulangan kemiskinan, salah satunya adalah penyusunan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor : 15 Tahun 2010, Instruksi Presiden Nomor : 1 Tahun 2010, Instruksi Presiden Nomor : 3 tahun 2010 dan Permendagri Nomor : 42 Tahun 2010, serta diselaraskan dengan Visi dan Misi RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah menjelaskan tentang strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Tengah sebagai langkah untuk melakukan koordinasi dalam perencanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan yang lebih terpadu dan terintegrasi dengan proses-proses perencanaan pembangunan yang lain. Tersusunnya dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah diharapkan dapat dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan dan program-program sehingga lebih menjamin percepatan penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah.

Semarang,

Oktober 2011

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH Selaku Sekretaris TKPK Provinsi Jawa Tengah

Herru Setiadhie, SH, M.Si

i


RINGKASAN EKSEKUTIF 1.

Latar Belakang. Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Tengah. Upaya mengatasi kemiskinan telah dilakukan antara lain dengan menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Bahkan pemberian bantuan langsung tunai juga telah ditempuh sehubungan dengan kenaikan harga BBM tahun 2005 sebagai bagian dari upaya menanggulangi kondisi kemiskinan di Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah terus mengalami penurunan, dari 5,72 juta jiwa (17,72 %) pada tahun 2009 menjadi sebanyak 5,37 juta jiwa (16,56 %) pada Maret tahun 2010 menjadi sebanyak 5,22 juta jiwa (16,11 %) pada Juli 2010 dan menjadi sebanyak 5,10 juta jiwa (15,76 %) pada Maret 2011. Meskipun jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah telah mengalami penurunan namun pada hakekatnya jumlahnya masih relatif tinggi, hal ini mengharuskan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dengan kerja keras dan serius dari seluruh pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat, Daerah maupun seluruh komponen (Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan lain-lain).

2.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). Dalam rangka mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai sebuah perencanaan strategi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di daerah. Penyusunan SPKD berpedoman pada Perpres 15 tahun 2010, Inpres 1 tahun 2010 dan Inpres 3 tahun 2010 yang diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2008 – 2013. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) pada hakekatnya merupakan arah dan kebijakan yang akan dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya penanggulangan kemiskinan hingga tahun 2013. SPKD ini disusun berdasarkan deskripsi masalah dan analisa kondisi yang ada di Provinsi Jawa Tengah.

3.

Diagnosis Kemiskinan. a. Pengertian Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks, bukan hanya masalah pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Cara pandang yang berbeda akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana sebabsebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami pengertian kemiskinan secara komprehensif. b. Dimensi Kemiskinan. Untuk memahami fenomena kemiskinan, juga bisa didekati dengan dimensi/sisi politik, sosial budaya, lingkungan, ekonomi dan dimensi aset. ii


c. Penyebab Kemiskinan. Ada empat faktor penyebab kemiskinan adalah Faktor Budaya (Cultural Factor), Faktor Struktural (Structural Factor), Faktor Alam (Natural Factor), dan Konflik Sosial Politik. d. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan. Terdapat 5 (lima) pendekatan penanggulangan kemiskinan, yaitu Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach), Pendekatan Pendapatan (Income Approach), Pendekatan Kemampuan Dasar (Human Capability Approach), Pendekatan Obyektif, dan Pendekatan Subyektif. 4.

Isu-isu strategis. Beberapa isu dan permasalahan kemiskinan di Jawa Tengah, yaitu 1) Tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk dan Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin; 2) Tingginya Jumlah Pengangguran; 3) Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian; 4) Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar; 5) Belum Berimbangnya Kondisi Layanan Pendidikan Dasar antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah; 6) Bencana Alam; 7) Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal; 8) Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha serta Rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan; 9) Terbatasnya Akses Layanan Perumahan Dan Sanitasi; 10) Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin; 11) Besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup masyarakat miskin; 12) Masih rendahnya akses usaha kecil dan mikro terhadap permodalan usaha dan pasar ekspor; 13) Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good Governance); dan 14) Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender.

5.

Visi dan Misi. Visi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dirumuskan sebagai berikut: “Menurunnya Penduduk Miskin Guna Mendukung Tercapainya Masyarakat Jawa Tengah yang Semakin Sejahtera�. Untuk mewujudkan visi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah ditempuh melalui 5 misi yaitu: 1) Melakukan pemberdayaan masyarakat miskin dan perempuan secara terprogram dan berkesinambungan; 2) Menciptakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha serta mengembangkan UMKM; 3) Meningkatkan akses pelayanan dasar dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan perempuan; 4) Mengembangkan sumber daya manusia yang produktif berbasis pada sektor pertanian dan perdesaan; dan 5) Membangun komitmen dan kemitraan seluruh pihak dalam penanggulangan kemiskinan.

6.

Kebijakan. Kebijakan yang dilakukan dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan perlu dilaksanakan secara koordinatif, terpadu, terukur, sinergis, berkesinambungan dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan yang diambil antara lain 1) Kebijakan Ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Environment; 2) Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha; 3) Kebijakan Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah; 4)

iii


Kebijakan Pemenuhan Hak Dasar; 5) Kebijakan Percepatan Pembangunan Perdesaan; dan 6) Kebijakan Percepatan Pembangunan Perkotaan. 7.

Strategi. Penanggulangan kemiskinan dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan 5 (lima) strategi utama, yaitu: Strategi 1 : Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin; Strategi 2 : Peningkatan Akses Pelayanan Dasar; Strategi 3 : Pembangunan yang Inklusif; Strategi 4 : Mensinergikan Kebijakan dan Pengelompokan Program Penanggulangan Kemiskinan; dan Strategi 5 : Memperbaiki Program Perlindungan Sosial. Strategi mensinergikan kebijakan dan pengelompokan program penanggulangan kemiskinan di bagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu Kelompok 1 : Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga; Kelompok 2 : Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat; dan Kelompok 3 : Kelompok Program Penangulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil.

8.

Program. Program penanggulangan kemiskinan haruslah diletakkan pada kerangka dasar yang lebih berkelanjutan agar mampu memberikan manfaat yang nyata, jangka panjang dan berkelanjutan. Implementasi program-program penanggulangan kemiskinan yang langsung diarahkan kepada kelompok sasaran/target group/kelompok miskin, membangun infrastruktur sosial-kelembagaan yang baik harus juga dibangun agar dapat menjadi penopang bagi program-program penanggulangan kemiskinan.

9.

Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan pada dasarnya dilakukan oleh semua pelaku atau pemangku kepentingan (stakeholders) penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu dilandasi oleh kejujuran, motivasi dan kesungguhan yang kuat dari para pelaku. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah 1) Obyektif dan Profesional; 2) Transparan; 3) Partisipatif; 4) Akuntabel; 5) Tepat Waktu; 6) Berkesinambungan; 7) Berbasis Indikator Kinerja; 8) Jujur; Tahapan-tahapan pelaksanaan Monitoring dan evaluasi yaitu : 1) Pembentukan Tim Pemantau (Monitoring); 2) Pembahasan Materi Pemantauan; 3) Penentuan Lokasi Sasaran; 4) Pelaksanaan Monitoring oleh Tim Pemantau; 5) Pembahasan Hasil Monitoring; 6) Pelaporan Hasil Monitoring dan Evaluasi; 7) Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi; dan 8) Pemanfaatan dan Tindak Lanjut.

iv


DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................. Ringkasan Eksekutif ....................................................................................... Daftar Isi ...................................................................................................... Daftar Tabel .................................................................................................. Daftar Gambar ..............................................................................................

i ii v viii ix

BAB I

1 1 2 2 3 4 6 7 7 8

PENDAHULUAN ........................................................................... A. Latar Belakang .......................................................................... B. Maksud dan Tujuan Penyusunan SPKD ........................................ 1. Maksud ............................................................................... 2. Tujuan ................................................................................ C. Dasar Hukum ............................................................................ D. Metode dan Tahapan Penyusunan SPKD ..................................... E. Kedudukan dan Ruang Lingkup .................................................. 1. Kedudukan .......................................................................... 2. Ruang lingkup .....................................................................

BAB II DIAGNOSA KEMISKINAN ............................................................ 9 A. Pengertian Kemiskinan ................................................................ 12 B. Fenomena Kemiskinan Absolut dan Relatif.................................... 10 1. Kemiskinan Absolut............................................................... 11 2. Kemiskinan Relatif. ............................................................... 11 C. Derajad Kemiskinan .................................................................... 12 1. Kemiskinan Potensial (Potential Poverty) ................................ 12 2. Kemiskinan Sementara (Transient Poverty) ............................ 12 3. Kemiskinan Kronis (Cronic Poverty)........................................ 13 D. Dimensi Kemiskinan ................................................................... 13 1. Dimensi Politik ...................................................................... 13 2. Dimensi Sosial Budaya .......................................................... 13 3. Dimensi Lingkungan.............................................................. 14 4. Dimensi Ekonomi .................................................................. 14 5. Dimensi Asset....................................................................... 14 E. Penyebab Kemiskinan ................................................................. 14 1. Faktor Budaya (Cultural Factor) ............................................ 14 2. Faktor Struktural (Structural Factor)....................................... 15 3. Faktor Alam (Natural Factor) ................................................ 16 4. Konflik Sosial Politik .............................................................. 16 F. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan. .................................... 17 1. Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach)............ 17 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) .......................... 17 3. Pendekatan Kemampuan Dasar (Human Capability Approach) . 18 4. Pendekatan Obyektif ............................................................. 18 5. Pendekatan Subyektif............................................................ 18 G. Indikator Kemiskinan .................................................................. 18 H. Gambaran Umum Kemiskinan di Jawa Tengah.............................. 19 Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

v


1. 2. 3.

Kondisi Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Tengah ....... 19 Kecenderungan Jumlah Penduduk Miskin Prov. Jateng ............ 21 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Jawa Tengah................................... 22 4. Distribusi Penduduk Miskin per Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah ........................................................................ 23 5. Persebaran Penduduk Miskin Perdesaan dan Perkotaan........... 30 6. Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Tengah...................... 31 7. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah......................... 34 I. Isu窶的su Strategis ........................................................................ 41 1. Tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk dan Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin................................................................... 41 2. Tingginya Jumlah Pengangguran ........................................... 41 3. Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian ......... 42 4. Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar ........................ 42 5. Belum Berimbangnya Kondisi Layanan Pendidikan Dasar antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. .............................. 42 6. Bencana Alam....................................................................... 43 7. Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal ........................ 43 8. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha serta Rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan ...................... 43 9. Terbatasnya Akses Layanan Perumahan Dan Sanitasi ............. 43 10. Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin................................. 44 11. Besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup masyarakat miskin ................................................................ 44 12. Masih rendahnya akses usaha kecil dan mikro terhadap permodalan usaha dan pasa rekspor ...................................... 44 13. Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good Governance).................................................. 44 14. Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender ............. 45 BAB III REVIEW KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN ........... 46 A. Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Lama.............................. 47 B. Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Baru............................... 48 C. Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ............................................................................. 50 BAB IV STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN TARGET CAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN.............................................. 52 A. Visi dan Misi ............................................................................... 52 B. Prinsip Dasar Penanggulangan Kemiskinan ................................... 53 C. Kebijakan ................................................................................... 54 D. Strategi ...................................................................................... 62 E. Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan................................ 69 BAB V

KERANGKA IMPLEMENTASI DAN PENJABARAN KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM ........................................................ 72

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

vi


A. Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan ................................................................................ 72 B. Penjabaran Kebijakan, Strategi, dan Program .............................. 75 1. Masih Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah ............................................................................. 76 2. Masih Tingginya Angka Pengangguran ................................ 77 3. Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian, Tambak ke Industri ........................................................... 79 4. Rendahnya Akses Masyarakat Miskin Untuk Mendapatkan Layanan Dasar Bidang Kesehatan, Pendidikan, Akses Usaha, Permodalan, Air Bersih, Sanitasi, Dan Perumahan ................ 80 5. Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan.82 6. Bencana Alam .................................................................... 85 7. Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal ..................... 86 8. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha, Lemahnya Perlindungan Terhadap Asset Usaha, dan Perbedaan Upah Serta Lemahnya Perlindungan Kerja Terutama Bagi Pekerja Anak dan Pekerja Perempuan ............................................. 87 9. Terbatasnya Akses Terhadap Air Bersih, Layanan Perumahan dan Sanitasi ....................................................................... 89 10. Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin .............................. 91 11. Besarnya Tanggungan Keluarga dan Tekanan Hidup Masyarakat Miskin............................................................... 93 12. Masih Rendahnya Akses Usaha Kecil dan Mikro Terhadap Permodalan Usaha dan Pasar Ekspor ................................... 95 13. Belum Optimalnya Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan Yang Bersih (Good Governance) .......................................... 98 14. Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender ........... 100 BAB VI MONITORING DAN EVALUASI ...................................................103 A. Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Waktu Pelaksanaan .................. 103 1. Pengertian ........................................................................... 103 2. Tujuan ................................................................................ 103 3. Manfaat .............................................................................. 104 4. Waktu Pelaksanaan .............................................................. 104 B. Sistem Monitoring dan Mekanisme Evaluasi ................................. 105 C. Langkah-Langkah Monitoring dan Evaluasi .................................. 108 1. Pembentukan Tim Pemantau (Monitoring).............................. 108 2. Pembahasan Materi Pemantauan ........................................... 108 3. Penentuan Lokasi Sasaran ..................................................... 110 4. Pelaksanaan Monitoring oleh Tim Pemantau ........................... 110 5. Pembahasan Hasil Monitoring ............................................... 114 6. Pelaporan Hasil Monitoring dan Evaluasi................................. 114 7. Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi................................ 116 8. Pemanfaatan dan Tindak Lanjut ............................................ 116 BAB VII PENUTUP ....................................................................................118

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

vii


DAFTAR TABEL Tabel 1. Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah .................................... 19 Tabel 2. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010 ................................................. 22 Tabel 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 ........................................................................ 22 Tabel 4. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 ......................................................................... 23 Tabel 5. Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2009 .................................................... 24 Tabel 6. Nama Kabupaten/Kota Tingkat Kemiskinan Cenderung Meningkat lebih dari 5% ............................................................................. 27 Tabel 7. Kabupaten/Kota yang Mampu Menurunkan Angka Kemiskinan ........ 28 Tabel 8. Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004 – 2009 (Rupiah/Kapita/Bulan) ......................................................... 28 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kota dan Desa di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010 ..................................... 30 Tabel 10. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten /Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2010 ......................................................... 32 Tabel 11. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005, 2007, 2009 ............................. 35 Tabel 12. Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2010 ................................................................................ 37 Tabel 13. Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2008 – 2010 ......... 38 Tabel 14. Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ...... 51 Tabel 15. Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 – 2015 ..................................................................... 70

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

viii


DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alur Penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah ............................... 7 Gambar 2. Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antara MasingMasing Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional Tahun 2010 ........ 26 Gambar 3. Peta Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010...................... 26 Gambar 4. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 – 2010............................................................................... 32 Gambar 5. Grafik Perbandingan Nilai IPM Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ........................................................... 36 Gambar 6. Grafik Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2010 ......... 40 Gambar 7. Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan................................................................................. 75 Gambar 8. Mekanisme dan Teknis Monitoring dan Evaluasi Pronangkis ........... 113

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

ix


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB I PENDAHULUAN


BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya adalah upaya sadar untuk memanfaatkan

potensi yang layak, memecahkan permasalahan yang dihadapi serta memenuhi kebutuhan masyarakat menuju keadaan atau kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Pendayagunaan berbagai potensi dan sumberdaya yang tersedia untuk pembangunan telah digerakkan melalui perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah dan tahunan secara berkesinambungan, namun sampai saat ini masih belum dapat sepenuhnya memecahkan permasalahan yang ada termasuk kemiskinan. Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia termasuk didalamnya Provinsi Jawa Tengah. Upaya mengatasi kemiskinan telah dilakukan antara lain dengan menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Bahkan pemberian bantuan langsung tunai juga telah ditempuh sehubungan dengan kenaikan harga BBM tahun 2005 sebagai bagian dari upaya menanggulangi kondisi kemiskinan di Indonesia. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah telah mengalami penurunan dari 5,72 juta jiwa (17,72 %) pada tahun 2009 menjadi sebanyak 5,37 juta jiwa (16,56 %) pada bulan Maret tahun 2010 menjadi sebanyak 5,22 juta jiwa (16,11 %) pada bulan Juli 2010 dan menjadi sebanyak 5,10 juta jiwa (15,76 %) pada bulan Maret 2011. Meskipun jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah telah mengalami penurunan namun pada hakekatnya jumlahnya masih relatif tinggi, hal ini mengharuskan upaya penanggulangan kemiskinan dengan kerja keras dan serius dari seluruh pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat, Daerah maupun seluruh komponen (Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, LSM dan lain-lain). Penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebanyak 32.380.687 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 995 jiwa/km dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,37 % (periode 2000 – 2010). Kondisi faktual tahun 2010 (sampai dengan Agustus 2010, BPS) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,21 % (1,04 juta orang) dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 16.856.330 orang dan telah melampaui target yang tertuang dalam RPJMD tahun 2010 yaitu sebesar 7,63 % (1,35 juta orang). Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

1


Belum optimalnya penurunan angka kemiskinan di Indonesia termasuk di Jawa Tengah, salah satu faktornya dikarenakan belum optimalnya komitmen dan keterpaduan dalam menangani masalah kemiskinan. Ego sektoral, bidang dan urusan masih mewarnai dalam penetapan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu dalam rangka mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai sebuah perencanaan strategi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di daerah. Penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor : 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Instruksi Presiden Nomor : 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, diselaraskan atau dipadukan dengan Visi dan Misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah merupakan pengejawantahan kebijakan dalam percepatan penanggulangan kemiskinan

melalui

pendekatan

yang

komprehensif

dan

terpadu

serta

pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, terencana dan berkesinambungan. Selain itu juga menuntut keterlibatan semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan maupun masyarakat miskin itu sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin pada khususnya dan pembangunan daerah pada umumnya.

B.

Maksud dan Tujuan Penyusunan SPKD

1.

Maksud :

a.

Memperluas

kesempatan

dan

keterlibatan

stakeholders

dalam

perencanaan program baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya penanggulangan kemiskinan; b.

Memperkaya analisis dan pemahaman terhadap permasalahan kemiskinan serta potensi-potensi yang ada dengan melibatkan seluruh stakeholders;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

2


c.

Mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk lebih proaktif, peduli dan memiliki kemampuan menyusun kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor);

d.

Mendorong

kemandirian

menerapkan

Pemerintah

pembangunan

Provinsi

partisipatif

Jawa

melalui

Tengah

sinergi

dalam

penyusunan

program dan penganggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin.

2. a.

Tujuan : Menegaskan

komitmen

dan

mendorong

sinergi

berbagai

upaya

penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan, Pelaku Usaha, Lembaga Internasional, dan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah; b.

Membangun konsensus bersama untuk mengatasi kemiskinan dengan pendekatan partisipatif dan pemberdayaan dalam perumusan kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan;

c.

Menegaskan

komitmen

dalam

mendukung

pencapaian

tujuan

pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDG’s) terutama tujuan penanggulangan kemiskinan; d.

Sebagai dasar kebijakan dalam penanganan kemiskinan di daerah dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dokumen perencanaan dan anggaran daerah, didayagunakan untuk menyusun langkah (rencana aksi) yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, melalui serangkaian program dan kegiatan dalam satu wadah koordinasi yang lebih mantap, komprehensif, sinergis, akseleratif dan berkelanjutan;

e.

Terintegrasinya SPKD Provinsi Jawa Tengah ke dalam RKPD dan RAPBD Provinsi Jawa Tengah secara bertahap dan berkelanjutan.

C. 1.

Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

3


3.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4421);

4.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

7.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant On Civil and Politic Right (Konvenan Internasional tentang HakHak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

8.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang

Nasional

2005-2025

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700): 9.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2049 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

4


11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988, tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3373); 12. Peraturan Pemerintah 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 13. Peraturan

Presiden

Nomor

15

Tahun

2010,

tentang

Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan; 14. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; 15. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; 16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025; 17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota; 19. Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2007, tentang Pemanfaatan Profil Data Kemiskinan di Jawa Tengah; 20. Keputusan

Gubernur

Jawa

Tengah

No.

414.2/131/2010

tentang:

Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah.

D.

Metode dan Tahapan Penyusunan SPKD Metode yang dipakai dalam menyusun dokumen SPKD Provinsi Jawa

Tengah adalah mengkaji ulang dan menganalisa dokumen SPKD yang telah disusun sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan mengkombinasi kajian dan analisa data sekunder serta dokumen/kertas hasil diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan. Tahapan Penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

5


1.

Evaluasi dan analisa data sekunder yang berkaitan dengan kemiskinan;

2.

Telaah terhadap dokumen SPKD sebelumnya dengan didukung dokumen lain

yang

berkaitan

dengan

penanggulangan

kemiskinan

secara

partisipatif; 3.

FGD Stakeholders dengan melibatkan berbagai unsur (Akademisi, Pelaku dan Penerima Program Penanggulangan Kemiskinan, Dunia Usaha, Birokrasi, NGO dan Asosiasi);

4.

Konsultasi Komunitas : a. Konsultasi Publik (perwakilan stakeholders); b. Konsultasi Ahli (akademisi perguruan tinggi);

5.

Perbaikan draft dokumen SPKD; Berdasarkan masukan-masukan yang di sampaikan dalam konsultasi publik dilakukan perbaikan dokumen SPKD;

6.

Diskusi pemantapan dokumen SPKD (internal TKPKD Provinsi Jawa Tengah);

7.

Rapat koordinasi TKPKD seluruh Kabupaten/Kota se - Jawa Tengah; Rapat

Koordinasi

dokumen

SPKD

TKPKD

ini

Provinsi

dimaksudkan

kepada

untuk

TKPKD

mensosialisasikan

Kabupaten/Kota

untuk

mendapatkan masukan dan legitimasi dari Kabupaten/Kota; 8.

Review tahap akhir dan finalisasi dokumen SPKD; Berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan dalam rapat koordinasi dilakukan penyempurnaan/finalisasi dokumen SPKD;

9.

Legalisasi dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah; Agar dokumen SPKD ini bisa menjadi pengikat dan acuan bagi seluruh pelaku

penanggulangan

kemiskinan

maka

perlu

adanya

Peraturan

Gubernur; Selanjutnya untuk mengetahui bagan alur penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah terlihat pada gambar 1 berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

6


Gambar 1 Bagan Alur Penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah

ALUR PENYUSUNAN SPKD PROVINSI JAWA TENGAH FGD Stakeholder

Konsultasi Publik

Review SPKD

Perbaikan Draft SPKD FGD Stakeholder

Konsultasi Ahli

Diskusi Kelompok TKPKD Prov. Jateng

Lokakarya Stakeholder Provinsi dan Kabupaten

Evaluasi Dan Analisa Data Sekunder

Review Tahap Akhir

Implementasi Perencanaan TA 2011

E.

Kedudukan dan Ruang Lingkup

1.

Kedudukan

Proses Ke Peraturan Gubernur

Finalisasi Dokumen

Dokumen SPKD yang berisikan Strategi dan Rencana Aksi untuk mempercepat tujuan dan sasaran penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab itu, dokumen SPKD tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian integral dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013 yang memuat Kebijakan Pembangunan dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah selama lima tahun. Selanjutnya agar dokumen SPKD dapat menjadi arah dalam melakukan pengarusutamaan ( mainstreaming) berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di daerah, maka SPKD selain disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga disusun oleh Pemeirntah Kabupaten/Kota. Dokumen SPKD diselaraskan pada RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dapat menjabarkan berbagai program dan kegiatan percepatan penanggulangan kemiskinan di daerah.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

7


2.

Ruang Lingkup Penyusunan SPKD berpedoman pada Perpres 15 tahun 2010, Inpres 1

tahun 2010 dan Inpres 3 tahun 2010 yang diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2008 – 2013. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) pada hakekatnya merupakan arah dan kebijakan yang akan dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya penanggulangan kemiskinan hingga tahun 2013. SPKD ini disusun berdasarkan deskripsi masalah dan analisa kondisi yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Mengingat kompleksitas permasalahan kemiskinan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik berkaitan dengan penyebab maupun implikasinya, maka upaya penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan berbagai bidang pembangunan. Program penanggulangan kemiskinan meliputi program-program pembangunan berbagai bidang yang tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan yang sudah ada yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah

(Renstra

SKPD)

yang

secara

langsung

mendukung

upaya

penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, SPKD sesungguhnya merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan tahunan, SPKD menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang merupakan dokumen perencanaan pembangunan tahunan daerah. Pada tataran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dalam jangka menengah, Program-program dalam SPKD terakomodasi dalam Rencana Strategis (Renstra) SKPD, sedangkan dalam jangka pendek (tahunan)

program-program

penanggulangan

kemiskinan

dalam

SPKD

diimplementasikan dalam Rencana Kerja (Renja) SKPD yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

8


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB II DIAGNOSA KEMISKINAN


BAB II DIAGNOSA KEMISKINAN A.

Pengertian Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks,

bukan hanya masalah pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Cara pandang yang berbeda akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana sebabsebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami pengertian kemiskinan secara komprehensif. Kemiskinan memiliki dimensi ekonomi, sosial-budaya dan politik. Dimensi kemiskinan

yang

bersifat

ekonomi

memandang

kemiskinan

sebagai

ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan material manusia seperti pangan, sandang, papan dan sebagainya. Dimensi ini diukur dengan nilai uang, meskipun harganya selalu berubah tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi. Dimensi sosial dan budaya memandang kemiskinan sebagai pelembagaan dan pelestarian nilai-nilai apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan dan sebagainya.

Sedangkan

dimensi

politik

melihat

kemiskinan

sebagai

ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses proses-proses politik karena tidak ada lembaga yang mewakili kepentingan terhambatnya

sebagian

kelompok

masyarakat

mereka menyebabkan dalam

memperjuangkan

aspirasinya. Dimensi kemiskinan berimplikasi pada upaya untuk mendefinisikan kemiskinan, termasuk ukuran-ukuran yang digunakan.

Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut:

“Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan

dan

berkesinambungan;

sumber

daya

kelaparan

dan

produktif

yang

kekurangan

menjamin

gizi;

kehidupan

rendahnya

tingkat

kesehatan, keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layananlayanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

9


terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya.� Secara umum kemiskinan dipandang sebagai kondisi dimana seseorang atau suatu keluarga berada dalam keadaan kekurangan dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu, ketidak atau kekurangmampuan fisik manusia, ketiadaan atau kekurangan akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan, serta sulit atau kurang memperoleh akses dalam proses-proses pengambilan kebijakan. Kemiskinan adalah masalah sosial yang kompleks yang juga menuntut penanganan secara komprehensif. Masalah kemiskinan tidak dapat direduksi secara sederhana sebagai masalah kurangnya pendapatan, dan diberi solusi yang sederhana, misalnya dengan memperluas kesempatan. Kemiskinan dapat mengambil bentuk lain, seperti lemahnya kapabilitas, lemahnya kelembagaan dan kerentanan. Wujud kemiskinan tersebut saling berhubungan dan merupakan suatu pola kemiskinan. Artinya masing-masing bentuk/wujud kemiskinan dapat melekat pada orang yang sama atau berbeda. Misalnya, orang yang miskin pendapatan, bisa pada saat yang sama miskin kapabilitas, miskin kelembagaan dan rentan. Pendapatan yang rendah menjadi sebab ketidakmampuan seseorang untuk memperoleh atau meningkatkan pendapatan. Rendahnya pendapatan dan kapabilitas terjadi karena tidak adanya dukungan kelembagaan yang dapat melindungi dan memfasilitasi masyarakat miskin.

B.

Fenomena Kemiskinan Absolut dan Relatif Kemiskinan absolut dan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu

pada

kepemilikan

materi

dikaitkan

dengan

standar

kelayakan

hidup

seseorang/keluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial ( social

distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada kemiskinan relatif, kategorisasi kemiskinan ditentukan

berdasarkan

perbandingan

relatif

tingkat kesejahteraan

antar

penduduk. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

10


1.

Kemiskinan Absolut Secara sederhana kemiskinan absolut adalah derajat kepemilikan materi

atau standar kelayakan hidup orang-orang atau keluarga yang berada di garis atau di bawah garis subsisten. Indikatornya sangat terukur, di mana ada standar kehidupan yang dikategorikan secara berjenjang, yakni di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana tingkat pendapatan

seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan (Sayogya, 1988). Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami (Sayogya, 1988). Kemiskinan absolut diukur dengan menggunakan garis kemiskinan yang konstan sepanjang waktu yang biasanya berupa jumlah atau nilai pendapatan dan unit uang. Namun ukuran bisa pula berbentuk jumlah konsumsi kalori, atau lainnya, yang memungkinkan adanya perbedaan jumlah atau nilai perbedaan pendapatan dalam unit uang. Parameter ini merupakan ukuran yang tetap dan kriteria pengukuran seperti itu diperoleh dari pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kebutuhan dasar.

2.

Kemiskinan Relatif. Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif pada dasarnya

menunjuk pada perbedaan relatif tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada di lapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat digolongkan sebagai penduduk miskin. Dengan kategorisasi seperti ini, dapat saja mereka yang digolongkan sebagai miskin sebenarnya

sudah

dapat

mencukupi

hak-hak

dasarnya,

namun

tingkat

keterpenuhiannya berada di lapisan terbawah. Kemiskinan relatif memahami kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok penduduk. Pendekatan ketimpangan tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan, tetapi pada besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat paling bawah dengan 80 atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang berorientasi pada pendekatan ketimpangan tertuju pada upaya memperkecil perbedaan antara mereka yang di bawah (miskin) dan mereka yang makmur (better-off) dalam setiap dimensi stratifikasi dan differensiasi sosial. Ketimpangan merupakan suatu permasalahan yang berbeda dengan kemiskinan dan para ahli Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 11


sosiologi pada hakikatnya lebih tertarik pada isu ketimpangan. Misalnya mereka lebih tertarik pada kelompok masyarakat pada spektrum pendapatan 5 persen atau 10 persen paling bawah dalam hirarki pendapatan. Dalam pendekatan ini persentase orang yang relatif miskin cenderung konstan walaupun kondisi ekonomi berubah.

C.

Derajad Kemiskinan Kondisi kemiskinan dapat terjadi dalam derajat yang berbeda, dari tingkat

yang paling ringan ke tingkat yang lebih parah. Situasi paling ringan disebut sebagai kemiskinan potensial (potential poor) atau hampir miskin (near poor). Sementara itu orang yang tengah mengalami kemiskinan dapat dikatagorikan menjadi dua macam yaitu : pertama, mereka yang mengalami kemiskinan untuk sementara waktu karena kondisi eksternal yang membawanya ke situasi seperti itu, disebut kemiskinan sementara; atau kedua, mereka mengalami untuk waktu yang lama dan sulit diubah ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, disebut kemiskinan kronis. 1.

Kemiskinan Potensial (Potential Poverty) Kemiskinan potensial (potential poverty), yaitu orang yang pendapatannya

berada sedikit di atas garis kemiskinan, sehingga sedikit goncangan eksternal dapat membuat mereka kehilangan pekerjaan atau berkurang perolehan pendapatannya sehingga jatuh ke dalam situasi kemiskinan yang lebih buruk. Orang yang berada pada situasi pendapatan seperti ini disebut hampir miskin (near poor). Potensi menjadi miskin bisa juga berasal dari faktor-faktor eksternal, seperti tempat tinggal yang rentan terhadap bencana alam (banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, badai, tsunami dan sebagainya). Tatanan sosial yang rusak sehingga rentan mengalami konflik horizontal juga dapat menjadi potensi untuk terjadinya kemiskinan yang lebih buruk. 2.

Kemiskinan Sementara (Transient Poverty) Kemiskinan sementara (transient poverty), adalah kemiskinan yang terjadi

hanya untuk waktu yang relatif sementara. Kemiskinan ini dialami oleh orang (keluarga) yang sebelumnya tidak miskin, tetapi karena kondisi eksternal tertentu (perang, konflik horizontal dalam masyarakat, bencana alam, kecelakaan dan sebagainya), orang atau keluarga tersebut jatuh ke dalam kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan sementara ini mungkin mempunyai latar Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

12


belakang pendidikan dan keterampilan yang cukup memadai, atau memiliki etos kerja dan daya inovasi yang tinggi. Orang atau keluarga seperti itu dapat dengan mudah dapat terbebas dari situasi miskin jika kondisi eksternal berubah ke arah yang lebih positif. 3.

Kemiskinan Kronis (Cronic Poverty) Kemiskinan kronis (cronic poverty). Kemiskinan dapat berlangsung secara

terus menerus atau lebih bersifat permanen. Di sini orang lahir dari keluarga miskin, hidup di masyarakat miskin, mungkin dengan kultur kemiskinan (fatalisme) atau tinggal di tempat yang tidak menguntungkan (tanah tandus, miskin sumber daya alam, terisolasi secara spasial), sehingga sedikit kesempatan tersedia baginya untuk meningkatkan kualitas hidup. Kemiskinan kronis dapat diperparah oleh kebijakan negara yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin atau daerah tertinggal, atau oleh sistem pasar yang tidak memberi ruang bagi mereka untuk masuk sebagai tenaga kerja atau untuk menjual produk-produk mereka karena tidak bisa bersaing dengan produk-produk mereka karena tidak bisa bersaing dengan produk-produk lain di pasar bebas.

D.

Dimensi Kemiskinan Untuk memahami fenomena kemiskinan, juga bisa didekati dengan

dimensi/sisi politik, sosial budaya, lingkungan, ekonomi dan dimensi asset. Berikut penjelasan berbagai dimensi dimaksud : 1.

Dimensi Politik Kemiskinan dilihat dari dimensi politik adalah tidak dimilikinya akses dan

wadah/organisasi yang memungkinkan kaum miskin ikut dalam pengambilan keputusan strategik untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan menyangkut hidup mereka, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka,

akibatnya kaum miskin

dengan segala pekerjaan usahanya secara resmi tidak diakui, tidak dimilikinya akses ke sumber daya kunci yang memadai untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi dan peluang usahanya terbatas.

2.

Dimensi Sosial Budaya Ditandai dengan tidak terintegrasinya masyarakat miskin dalam institusi

sosial formal dan terinternalisasikannya budaya kemiskinan, sebagai akibat Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

13


adanya segresi sosial yang menyebabkan berbagai kerawanan keamanan, masyarakat miskin harus mengembangkan sistem jaminan sosialnya sendiri, lahirnya budaya kemiskinan yang sering merusak kualitas manusia, pudarnya nilai-nilai kapital sosial dan tata nilai-nilai dominan yang berlaku.

3.

Dimensi Lingkungan Sering muncul dalam bentuk sikap perilaku dan cara pandang yang tidak

berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta pemukiman.

4.

Dimensi Ekonomi Rendahnya penghasilan sehingga tidak cukup untuk menunjang kehidupan

keluarga, akibatnya kebutuhan dasar tidak dapat dipenuhi, yang ditandai dengan tidak dimilikinya mata pencaharian yang mantap (rentan tidak mapan), gizi dan kesehatan rendah, pakaian tidak memadai, hunian yang tidak layak, pendidikan rendah dan sebagainya, akhirnya muaranya adalah kelaparan.

5.

Dimensi asset Rendahnya kepemilikan masyarakat miskin terhadap berbagai hal yang

dapat menjadi modal hidup mereka termasuk asset kualitas sumberdaya manusia atau

“human

capital�, peralatan kerja, asset sosial, asset sumberdaya

alam/lingkungan, asset finansial, hunian atau perumahan dan sebagainya.

E.

Penyebab Kemiskinan Berdasarkan analisa dan identifikasi, setidaknya ada empat faktor

penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut : 1.

Faktor Budaya (Cultural Factor) Di mana penyebab kemiskinan tidak bersumber dari luar, melainkan dari

diri dalam diri atau masyarakat miskin itu sendiri. Penjelasan ini diangkat dari perspektif kalangan konservatif di mana orang menjadi miskin karena jebakan budayanya dan perilakunya sendiri yang kemudian diwariskan secara turun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

14


temurun. Kelompok dan Individu-individu yang ada dalam masyarakat dianggap terjebak pada kebiasaan-kebiasaan hidup berikut nilai-nilai sosial dalam masyarakat di mana ia/mereka berada. Budaya hidup miskin dianggap sebagai produk sosial kolektif yang pada akhirnya dipandang sebagai kekuatan eksternal yang koersif (memaksa) di mana individu larut atau tidak berdaya di dalamnya. Karena memang tidak memiliki kekuatan untuk melawannya. Malas, orientasi hidup yang hanya berdasarkan kebutuhan pragmatis sehari-hari atau tidak berorientasi ke depan, kemanjaan terhadap lingkungan akibat suburnya lahan sehingga merasa tidak perlu kerja keras karena memang sumber penghidupan dapat dengan mudah diperoleh, merupakan sebagian dari faktor-faktor yang kemudian membentuk budaya dan lalu menjebak mereka dalam kondisi hidup miskin.

2.

Faktor Struktural (Structural Factor) Di mana orang atau kelompok masyarakat miskin lebih disebabkan oleh

berbagai kebijakan negara yang bukan saja tidak menguntungkan melainkan juga menjadikan mereka dimiskinkan. Kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi dari negara akan selalu menunjukkan keberpihakannya pada kelompok kepentingan yang direpresentasikannya, secara langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak disadari telah mengesampingkan kepentingan masyarakat miskin. Kemiskinan struktural juga dapat merupakan produk dari sistem sosial, ekonomi, dan politik yang hegemonis dan eksploitatif. Sistem ekonomi pasar yang tidak terkendali bisa memarginalkan kelompok ekonomi oleh segelintir elit ekonomi. Sistem ekonomi yang represif memberi ruang yang terbatas kepada penduduk miskin untuk mengambil peran dalam proses-proses politik dan memperjuangkan kepentingannya. Sistem sosial juga dapat berkembang ke arah yang bersifat memarginalkan kelompok sosial tertentu. Suku pedalaman, misalnya, dapat terpinggirkan oleh suku pantai atau pendatang. Perbedaan agama juga dapat melahirkan diskriminasi ekonomi terhadap penganut agama yang berbeda. Lebih jauh lagi, masyarakat yang dibangun di atas pondasi kultur patriarki dapat memarginalkan perempuan untuk terlibat dalam aktifitas produktif dan memberi kontribusi pada kesejahteraan ekonomi keluarga. Negara, yang diekspresikan oleh kebijakan pemerintah, dianggap terlalu banyak memberikan kebebasan atau toleransi terhadap kekuatan modal dalam melakukan ekspansinya, sehingga bukan saja dengan leluasa melakukan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 15


eksploitasi terhadap sumber daya alam dan manusia secara tidak adil, melainkan juga berhasil melakukan penggusuran terhadap hak-hak milik, hak ekonomi, dan hak budaya masyarakat lokal. Demikian juga kebijakan di bidang agraria, pemerintah harus memiliki komitmen untuk menciptakannya secara berkeadilan. Negara sering juga tidak memberikan keberpihakan yang kuat kepada kelompok masyarakat yang rentan dan termarginalkan atau pada tingkat tertentu ikut melanggengkan nilai-nilai sosial yang eksploitatif dan diskriminatif. Dalam hal ini, meskipun daya kritis masyarakat terhadap kebijakan negara semakin tinggi, utamanya berkaitan dengan hak-hak hidup mereka yang kian tergusur oleh kebijakan

negara

atau

ekspansi

kapitalis,

pemerintah

dengan

berbagai

instrumennya selalu saja bersikap defensif dan bahkan ofensif terhadap kekuatan yang kritis.

3.

Faktor Alam (Natural Factor) Penyebab atau latar belakang dari adanya kemiskinan jenis ini diperoleh

dari pendekatan fisik dan ekologi (physicological and ecological explanation ) dan pendekatan yang menyalahkan individu atau orang miskin ( individual blame

approach). Setidaknya terdapat tiga jenis yang tergolong sebagai penyebab kemiskinan alamiah, yaitu: pertama, kondisi alam yang kering, tandus dan tidak memiliki sumber alam yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi alam yang dapat dimanfaatkan

secara

ekonomi,

serta

keterisolasian

wilayah

pemukiman

penduduk; kedua, bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, dan wabah penyakit baik menyerang manusia maupun sumber mata pencaharian penduduk (seperti menyerang hewan ternak dan tanaman penduduk); dan ketiga, kondisi fisik manusia baik bawaan sejak lahir maupun pengaruh degenerasi yang menjadikan seseorang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja secara layak.

4.

Konflik Sosial Politik Kenyataan bahwa konflik sosial dan politik yang terjadi di berbagai

belahan dunia telah menjadi salah satu faktor penyebab munculnya kemiskinan. Instabilitas sosial dan politik berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya produktivitas masyarakat, termasuk bukan saja enggannya para investor untuk menanamkan modalnya dalam suatu negara yang bergejolak, melainkan juga terjadinya pelarian modal dari dalam negeri (atau daerah) ke luar (daerah atau Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

16


negeri). Akibatnya lapangan kerja terbatas atau berkurang yang berdampak pada pengangguran atau PHK meningkat. Kecuali itu, pengalaman dari adanya berbagai kasus konflik horisontal dan vertikal di tingkat lokal di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, berdampak pada terjadinya mobilitas paksa (forced migration), perubahan tempat tinggal (people displacement) secara paksa, termasuk kehilangan lapangan kerja, harta benda, tanah, rumah atau tempat tinggal. Pengungsi/eksodus begitu banyak dengan kondisi kehidupan yang secara tiba-tiba berubah menjadi miskin, dengan korban utama adalah perempuan, anak-anak, dan kalangan orang tua. Di samping itu, banyak pula korban konflik yang mengalami cacat fisik seumur hidup, yang artinya juga kehilangan daya untuk bekerja secara layak. Konflik sosial politik seperti ini bisa terjadi karena ketidakadilan sosial yang terjadi antara kelompok masyarakat, sehingga menciptakan kecemburuan sosial, misalkan kecemburuan sosial antara penduduk asli dengan pendatang.

F.

Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan. Untuk melengkapi agar dapat memahami lebih dalam tentang kondisi

kemiskinan dapat dilihat melalui 5 pendekatan, yaitu : 1.

Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach)

a.

Kemiskinan

sebagai

suatu

seseorang, keluarga dan

ketidakmampuan masyarakat

(lack

of

dalam memenuhi

capabilities) kebutuhan

minimum. b.

Kebutuhan minimum yang dimaksud adalah kebutuhan pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.

2.

Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

a.

Kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pandapatan seseorang dalam masyarakat.

b.

Pendekatan ini menentukan secara rigid standar pendataan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

17


3.

Pendekatan Kemampuan Dasar (Human Capability Approach)

a.

Kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat.

b.

Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan.

4.

Pendekatan Obyektif Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan kesejahteraan ( the

welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi keluar dari kemiskinan. 5.

Pendekatan Subyektif Kemiskinan berdasarkan pendapatan atau pandangan orang miskin sendiri.

G.

Indikator Kemiskinan Ukuran kemiskinan merupakan hal yang sangat penting. Selain untuk

mengetahui tingkat kemiskinan, status kemiskinan suatu keluarga juga memiliki berbagai

fungsi.

Pertama,

sebagai

alat

penargetan

program-program

penanggulangan kemiskinan. Kedua, sebagai alat untuk mengukur dampak suatu program penanggulangan kemiskinan. Jenis data yang dibutuhkan untuk kedua jenis pengukuran kemiskinan tersebut dapat berbeda, meskipun seluruhnya membutuhkan data pada tingkat keluarga dan/atau lingkungan. Badan Pusat Statistik (BPS) telah menetapkan 14 kriteria atau indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan : 1.

Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang;

2.

Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan;

3.

Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester;

4.

Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain;

5.

Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;

6.

Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/ sungai/air hujan;

7.

Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

18


8.

Hanya mengkonsumsi daging /susu/ayam satu kali dalam seminggu;

9.

Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;

10.

Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari;

11.

Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik;

12.

Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per bulan;

13.

Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD;

14.

Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah di jual dengan nilai Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.

H.

Gambaran Umum Kemiskinan di Jawa Tengah

1.

Kondisi Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak pada 5째40' dan 8째30' dan

111째30' Bujur Timur,

selain daratan Jawa Tengah juga memiliki wilayah laut

dengan garis pantai sepanjang 791,76 km dimana pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang 289,07

km.

Secara administratif, Provinsi

Jawa Tengah terdiri dari 29 Kabupaten, 6 Kota, 573 Kecamatan, 8577 Desa/Kelurahan

(7810

Desa dan

767 Kelurahan). Secara

rinci

wilayah

administrasi Provinsi Jawa Tengah bisa dilihat dalam tabel 1 berikut : Tabel 1 Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah No. 1 2 3

Uraian Jumlah Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan a. Desa b. Kelurahan

Kabupaten/Kota Kabupaten 29 537 8.235 7.809 426

Kota 6 36 341 341

Jumlah 35 573 8.576 7.809 767

Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia), terdiri dari 992 ribu hektar (30,50 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,5 persen) lahan bukan sawah. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

19


Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi berkepadatan penduduk sangat tinggi, dengan rata-rata kepadatan penduduk sebanyak 995 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Jawa Tengah sebagai Provinsi ketiga dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja (15-64 tahun), dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah pencari kerja, angka pengangguran dan kebutuhan fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan kerja cukup tinggi. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan penduduk, jumlah pekerja pada lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan menempati proporsi tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Sektor industri merupakan salah satu motor penggerak perekonomian Jawa Tengah yang memberikan sumbangan cukup dominan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pada sektor pertanian, Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 20 tahun masih tetap menjadi salah satu penyangga pangan nasional terutama beras. Provinsi Jawa Tengah memiliki garis pantai sepanjang 791,76 km dimana pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang 289,07

km,

juga terdapat pulau-pulau kecil yang tersebar di Laut Jawa. Kondisi geografis semacam ini menyimpan potensi sumberdaya kelautan dan

perikanan yang

sangat besar termasuk perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan produk perikanan dan bioteknologi, pariwisata bahari dan pantai, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri kapal, bangunan laut dan pantai, pulaupulau kecil dan kegiatan pendayagunaan benda-benda berharga di dalam laut. Dari gambaran tersebut, sumber daya kelautan dan perikanan di bidang kelautan dan perikanan di Jawa Tengah memiliki potensi yang sangat besar, sehingga dapat menjadi faktor penggerak (prime mover) apabila dikelola dengan baik. Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan adanya usaha penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) di wilayah Pantai Utara Jawa Tengah. Sementara di wilayah pantai selatan Jawa Tengah mempunyai potensi sumber daya perikanan laut yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

20


2.

Kecenderungan Jumlah Penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan

konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar ( basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Pada tahun 2010 Garis Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp. 192.435 per kapita/ per bulan. Penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita/ per bulan di bawah angka tersebut. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1996 sebesar 6.417,6 ribu atau 21,61 %. Tiga tahun kemudian pada tahun 1999 terjadi peningkatan yang cukup signifikan baik dari segi jumlah maupun persentasenya yaitu sebanyak 8.755,4 ribu atau 28,46%. Terjadinya peningkatan angka kemiskinan yang cukup signifikan karena pada tahun 1997 hingga 1998 dikarenakan Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik. Sejak tahun 1999 angka kemiskinan cenderung terus menurun. Pada tahun 2005 ke 2006 terjadi peningkatan angka kemiskinan dari 20,49% menjadi 22,19% dikarenakan pada saat itu terjadi kenaikan bahan bakar minyak yang menyebabkan kenaikan harga. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah sebanyak 5.369,2 juta orang atau 16,56%. Meskipun terjadi penurunan, namun persentase penduduk

miskin di Provinsi Jawa Tengah masih lebih tinggi dari rata-rata

nasional yaitu sebesar 13,33%. Kondisi tersebut menempatkan Jawa Tengah pada peringkat ke 17 dari 33 provinsi di Indonesia. Agar terdapat gambaran yang lebih lengkap tentang kecenderungan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada

tabel 2

berikut: Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

21


Tabel 2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010

Tahun

Garis Kemiskinan

1996 1999 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

32.424 76.579 119.403 126.651 130.013 142.337 154.111 168.168 182.515 192.435

Persentase Penduduk Miskin (%) Jawa Tengah Nasional 21,61 17,47 28,46 23,43 21,78 17,42 21,11 16,66 20,49 15,97 22,19 17,75 20,43 16,58 19,23 15,42 17,72 14,15 16,56 13,33

Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang) 6417,6 8755,4 6980,0 6843,8 6533,5 7100,6 6557,2 6189,6 5725,7 5369,2

Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)Maret 2010

3.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Jawa Tengah Indeks

Kedalaman

Kemiskinan

(P1)

merupakan

ukuran

rata-rata

kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 2,96 menurun menjadi sebesar 2,49 di tahun 2010, atau terjadi penurunan sebesar 0,47. Kondisi ini sesuai dengan yang ditargetkan oleh MDG’s yakni harus terjadi penurunan Kemiskinan

(P1).

Untuk

mengetahui

kecenderungan

Indeks Kedalaman Indeks

Kedalaman

Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 No

Tahun

1 2 3 4 5 6

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Desa Kota+Desa 3,05 3,84 3,51 2,75 4,37 3,69 3,33 4,32 3,84 2,97 3,78 3,39 2,56 3,34 2,96 2,09 2,86 2,49

Sumber : Kemiskinan Makro Susenas, BPS Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

22


Dalam tabel 3 tersebut juga bisa dilihat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 2,09 sedangkan di daerah perdesaan mencapai 2,86. Itu berarti kesenjangan kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding di daerah perkotaan. Untuk mengetahui penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin diukur melalui Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Semakin tinggi nilai indeks semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah mulai tahun 2007 sampai tahun 2010 terus menunjukkan angka penurunan. Penurunan ini memberikan gambaran bahwa di Provinsi Jawa Tengah, ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin mengecil. Untuk mengetahui gambaran Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel 4 berikut : Tabel 4 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah Bulan Maret 2005-2010 No Tahun 1 2 3 4 5 6

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota 0,85 2,72 0,96 0,82 0,62 0,50

Desa 0,99 1,10 1,19 0,98 0,85 0,69

Kota+Desa 0,93 0,94 1,08 0,90 0,74 0,60

Sumber : Kemiskinan Makro Susenas, BPS

Dari tabel 4 tersebut dapat terlihat bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Jawa Tengah antara perkotaan dan perdesaan lebih tinggi di daerah perdesaan. Itu berarti ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di perdesaan lebih tajam.

4.

Distribusi Penduduk Miskin per Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah tersebar di 29 Kabupaten dan 6

kota. Penyebaran itu tidak merata dalam arti ada kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tinggi dan ada yang persentase penduduknya rendah. Untuk tahun 2010, wilayah dengan persentase penduduk miskin paling tinggi adalah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

23


Kabupaten Purbalingga yaitu sebesar 25,91%. Sedangkan wilayah yang paling rendah persentase penduduk miskinnya adalah Kota Semarang yaitu sebesar 5,12 %. Selengkapnya, persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, berbasis Kabupaten dan Kota, periode tahun 2003 s/d 2010 disajikan dalam tabel 5 berikut : Tabel 5 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2010

1

Kabupaten Cilacap

Maret 2003 20,90

2

Kabupaten Banyumas

21,50

21,47

22,02

24,44

22,46

22,93

21,52

Juli 2010 18,11 20,20

3

Kabupaten Purbalingga

31,27

31,20

29,95

32,38

30,24

27,12

24,97

24,58

4

Kabupaten Banjarnegara

26,88

26,91

27,35

29,40

27,18

23,34

21,36

19,17

5

Kabupaten Kebumen

31,00

30,95

29,83

32,49

30,25

27,87

25,73

22,71

6

Kabupaten Purworejo

24,79

23,51

22,77

22,75

20,49

18,22

17,02

16,61

7

Kabupaten Wonosobo

32,96

33,15

31,68

34,43

32,29

27,72

25,91

23,16

8

Kabupaten Megelang

17,45

16,10

15,42

17,36

17,37

16,49

15,19

14,14

9

Kabupaten Boyolali

18,48

18,47

17,75

20,00

18,06

17,08

15,96

13,72

10

Kabupaten Klaten

23,84

23,48

22,48

22,99

22,27

21,72

19,68

17,47

11

Kabupaten Sukoharjo

15,17

14,38

13,67

15,63

14,02

12,13

11,51

10,94

12

Kabupaten Wonogiri

24,09

24,43

25,21

27,01

24,44

20,71

19,08

15,68

13

Kabupaten Karanganyar

17,45

16,14

16,14

18,69

17,39

15,68

14,73

13,98

14

Kabupaten Sragen

27,01

26,06

24,28

23,72

21,24

20,83

19,70

17,49

15

Kabupaten Grobogan

29,19

29,03

28,00

27,60

25,14

19,84

18,68

17,86

16

Kabupaten Blora

23,38

22,97

21,73

23,95

21,46

18,79

17,70

16,27

17

Kabupaten Rembang

32,06

32,00

30,72

33,20

30,71

27,21

25,86

23,41

18

Kabupaten Pati

20,66

20,67

19,82

22,14

19,79

17,90

15,92

14,48

19

Kabupaten Kudus

12,34

11,44

10,93

12,05

10,73

12,58

10,80

9,02

20

Kabupaten Jepara

10,11

9,88

10,39

11,75

10,44

11,05

9,60

10,18

21

Kabupaten Demak

24,43

24,94

23,60

26,03

23,50

21,24

19,70

18,76

22

Kabupaten Semarang

14,04

13,68

13,16

13,62

12,34

11,37

10,66

10,50

23

Kabupaten Temanggung

15,69

15,22

14,50

16,62

16,55

16,39

15,05

13,46

24

Kabupaten Kendal

22,84

20,87

20,06

21,59

20,70

17,87

16,02

14,47

25

Kabupaten Batang

20,68

19,01

18,15

19,99

20,79

18,08

16,61

14,67

26

Kabupaten Pekalogan

23,66

21,50

20,47

22,80

20,31

19,52

17,93

16,29

27

Kabupaten Pemalang

24,02

22,31

22,59

25,30

22,79

23,92

22,17

19,96

28

Kabupaten Tegal

21,42

20,53

19,60

20,71

18,50

15,78

13,98

13,11

29

Kabupaten Brebes

31,18

29,10

27,79

30,36

27,93

25,98

24,39

23,01

30

Kota Megelang

14,80

14,01

12,92

11,19

10,01

11,16

10,11

10,51

31

Kota Surakarta

15,00

13,72

13,34

15,21

13,64

16,13

14,99

13,96

32

Kota Salatiga

11,59

9,68

8,81

8,90

9,01

8,47

7,48

8,28

33

Kota Semarang

6,01

5,60

4,22

5,33

5,26

6,00

4,84

5,12

34

Kota Pekalongan

7,64

6,81

6,37

7,38

6,62

10,29

8,56

9,37

35

Kota Tegal JAWA TENGAH

9,53 21,78

9,49 21,11

8,96 20,49

10,40 22,19

9,36 20,43

11,28 18,99 15,42

9,88 17,48 14,15

10,62

NO

KABUPATEN/KOTA

NASIONAL

Maret 2004 20,90

Maret 2005 22,25

Maret 2006 24,93

Maret 2007 22,59

Juli 2008 21,40

Juli 2009 19,88

(Maret)

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

16,11 13,33

(Maret)

(Maret)

24


Berdasarkan data

kemiskinan tahun 2010 tingkat kemiskinan di

Kabupaten/kota dapat dikategorisasikan menjadi 3 kategori: 1.

Kategori pertama adalah Kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya di bawah angka Nasional yaitu sebesar 13,33 % pada bulan Maret tahun 2010,

sejumlah

10

Kabupaten/kota,

yaitu

Kabupaten

Sukoharjo,

Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. 2.

Kategori kedua adalah Kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya di atas angka nasional yaitu sebesar 13,33% pada bulan Maret tahun 2010 namun di bawah angka Provinsi yaitu sebesar 16,11 % pada bulan Juli tahun 2010, sebanyak 9 Kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Magelang,

Kabupaten

Boyolali,

Kabupaten

Wonogiri,

Kabupaten

Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, dan Kota Surakarta. 3.

Kategori ketiga adalah Kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya di atas angka provinsi yaitu sebesar 16,11 % pada bulan Juli tahun 2010, sebanyak 16 Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang,

Kabupaten

Demak,

Kabupaten

Pekalongan,

Kabupaten

Pemalang, dan Kabupaten Brebes. Posisi tingkat kemiskinan di masing masing Kabupaten/Kota tahun 2010 dibandingkan Provinsi dan Nasional dapat ditampilkan dalam gambar 2 berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

25


Gambar 2 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antara Masing-Masing Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2010 30

25

15

10

5

16,11 13,33

18,11 20,2 24,58 19,17 22,71 16,61 23,16 14,14 13,72 17,47 10,94 15,68 13,98 17,49 17,86 16,27 23,41 14,48 9,02 10,18 18,76 10,5 13,46 14,47 14,67 16,29 19,96 13,11 23,01 10,51 13,96 8,28 5,12 9,37 10,62

Persen

20

0

Persentase Penduduk Miskin Provinsi tahun 2010

Persentase Penduduk Miskin Nasional tahun 2010

Gambar 3 Peta Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

26


Tingkat kemiskinan di bawah angka Nasional: Kabupaten

Sukoharjo,

Kabupaten

Kudus,

Kabupaten

Jepara,

Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Tingkat kemiskinan di atas angka Nasional di bawah angka Provinsi: Kabupaten

Magelang, Kabupaten

Boyolali,

Kabupaten

Wonogiri,

Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, dan Kota Surakarta. Tingkat kemiskinan di atas angka Provinsi: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten

Wonosobo,

Kabupaten

Grobogan,

Kabupaten Kabupaten

Klaten, Blora,

Kabupaten Kabupaten

Sragen, Rembang,

Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Brebes.

Ada hal yang perlu dicermati dari tabel 5 tersebut adalah bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (2004 – 2009), ada beberapa Kabupaten/Kota yang tingkat kemiskinannya tinggi dan cenderung stagnan dan bahkan meningkat

angka

kemiskinannya yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Pemalang dapat dilihat di tabel 6 berikut : Tabel 6 Nama Kabupaten/Kota Tingkat Kemiskinan Cenderung Meningkat No 1 2 3

Kabupaten Banyumas Cilacap Pemalang

2004 21,47 20,90 22,31

Tahun %

2009 21,52 19,88 22,17

Di sisi lain ada 11 Kabupaten dalam kurun waktu 5 tahun (2004-2009) mampu menurunkan angka kemiskinan sampai lebih dari 5 %. Kabupaten tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

27


Tabel 7 Kabupaten/Kota yang Mampu Menurunkan Angka Kemiskinan Lebih Dari 5 % No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tahun 2004 2009 29,03 18,68 33,15 25,91 26,06 19,07 20,53 13,98 23,51 17,02 31,20 24,97 32,00 25,86 24,43 19,08 22,97 17,70 24,94 19,70 30,95 25,73

Kabupaten/Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten

Grobogan Wonosobo Sragen Tegal Purworejo Purbalingga Rembang Wonogiri Blora Demak Kebumen

Tingkat Penurunan 10,35 7,24 6,99 6,55 6,49 6,23 6,14 5,35 5,27 5,24 5,22

Sedangkan untuk garis kemiskinan dan penduduk miskin Kabupaten/Kota pada tahun 2004 – 2009 terlihat pada tabel 8 di bawah ini : Tabel 8 Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah TAHUN 2004 – 2009 (Rupiah/Kapita/Bulan)

1

Kabupaten Cilacap

123.822

128.671

135.406

141.840

Juli 2008 161.646

2

140.153

152.121

158.253

164.111

189.735

208.583

225.546

132.016

144.515

146.178

148.735

164.046

194.529

210.349

119.127

126.543

136.765

146.531

158.702

160.345

173.385

5

Kabupaten Banyumas Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Kebumen

107.837

137.095

149.986

162.301

188.042

195.589

211.495

6

Kabupaten Purworejo

118.385

128.427

138.748

148.607

156.632

194.292

211.400

7

Kabupaten Wonosobo

128.514

134.488

139.766

144.809

147.687

187.932

203.216

8

Kabupaten Megelang

113.953

113.279

120.111

126.638

146.910

169.158

184.053

9

Kabupaten Boyolali

121.025

120.685

136.787

152.169

161.660

195.538

209.495

10

Kabupaten Klaten

160.796

180.085

191.910

203.205

240.551

241.608

258.854

11

Kabupaten Sukoharjo

150.254

129.392

145.884

161.638

182.624

211.928

227.055

12

132.197

130.016

137.241

144.144

155.000

182.083

195.080

134.693

148.987

156.733

164.134

173.222

202.500

216.954

14

Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen

136.527

147.361

158.011

168.185

166.014

192.530

206.273

15

Kabupaten Grobogan

126.471

138.103

151.133

163.581

165.302

205.468

223.560

16

Kabupaten Blora

112.729

120.701

126.957

132.933

144.710

174.951

190.356

17

Kabupaten Rembang

139.921

141.530

152.740

163.449

172.010

200.216

217.846

18

Kabupaten Pati

160.096

159.558

172.821

185.490

220.352

224.390

244.149

19

Kabupaten Kudus

152.203

156.462

164.758

172.683

217.005

218.411

237.643

20

Kabupaten Jepara

134.066

155.376

163.028

170.338

201.625

206.549

224.737

21

Kabupaten Demak

136.777

142.593

155.282

167.405

173.075

210.260

228.774

NO

3 4

13

Kabupaten/Kota

2004

2005

2006

2007

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

Juli 2009 191.167

Juli 2010 206.714

28


156.697

Juli 2008 164.333

Juli 2009 189.612

Juli 2010 206.308

120.580

129.495

146.268

164.343

178.814

140.676

156.491

171.598

182.113

199.020

216.545

96.516

106.644

118.985

133.680

151.411

155.558

169.256

151.665

150.604

161.603

172.110

205.028

210.168

228.674

125.554

128.309

144.570

160.105

185.526

198.295

216.365

Kabupaten Tegal

126.516

140.441

150.438

159.988

180.878

187.048

204.093

29

Kabupaten Brebes

133.321

137.298

151.922

165.893

192.162

219.119

239.086

30

Kota Megelang

163.503

157.233

167.813

177.920

228.385

237.967

258.921

31

Kota Surakarta

154.749

169.956

183.766

196.959

236.751

286.158

306.584

32

Kota Salatiga

136.723

150.854

161.527

171.722

211.260

221.701

241.223

33

Kota Semarang

133.814

162.723

167.404

171.875

221.357

226.271

246.195

34

Kota Pekalongan

139.571

136.266

144.066

151.517

223.167

231.562

251.952

35

Kota Tegal

167.621

171.462

184.872

197.683

244.380

248.173

270.788

181.877 182.636 (Maret)

201.651 200.262 (Maret)

217.327 211.726 (Maret)

NO

Kabupaten/Kota

2004

2005

2006

2007

22

Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal

123.907

143.695

150.294

106.292

111.249

150.584

27

Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang

28

23 24 25 26

Jawa Tengah Nasional

Garis kemiskinan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1.

Garis

Kemiskinan

rendah,

yaitu

Kabupaten/Kota

yang

garis

kemiskinannya berada di bawah garis kemiskinan Provinsi bulan Juli tahun 2010 sebesar Rp. 217.327/kapita/bulan terdapat di 15 Kabupaten yaitu: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten

Kebumen,

Kabupaten

Purworejo,

Kabupaten

Magelang,

Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Tegal. 2.

Garis kemiskinan sedang adalah Kabupaten/Kota yang berada antara garis

kemiskinan

Provinsi

bulan

Juli

tahun

2010

sebesar

Rp.

217.327/kapita/bulan dan garis kemiskinan Nasional bulan Maret 2010

sebesar Rp. 211.726/kapita/bulan terdapat

di

3

Kabupaten

yaitu:

Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Pemalang. 3.

Garis kemiskinan tinggi adalah Kabupaten/Kota yang berada di atas garis

kemiskinan

Nasional

bulan

Maret

2010

sebesar

Rp.

211.726/kapita/bulan terdapat di 17 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Banyumas,

Kabupaten

Klaten,

Kabupaten

Sukoharjo,

Kabupaten

Grobogan, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

29


Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Garis kemiskinan yang paling rendah adalah Kabupaten Batang sebesar Rp.169.256/kapita/bulan sedangkan yang paling tinggi adalah Kota Surakarta sebesar Rp. 306.584/kapita/bulan.

5.

Persebaran Penduduk Miskin Perdesaan dan Perkotaan Penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tersebar di wilayah perdesaan

dan perkotaan. Pada tahun 2010 penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah sebesar 5.369,2 ribu jiwa (16,56%), yang tersebar di wilayah perdesaan sebesar 3.110,2 ribu jiwa (18,66%) di wilayah perkotaan sebesar 2.258,9 ribu jiwa (14,33%). Jumlah, persentase dan persebaran penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel 9 berikut : Tabel 9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kota dan Desa Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2010 (bulan Maret) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang) Tahun Kota Desa Kota+Desa 1996 1.973,4 4.444,2 6.417,6 1999 3.062,2 5.723,2 8.755,4 2002 2.762,3 4.5.46,0 7.308,3 2003 2.520,3 4.459,7 6980,0 2004 2.346,5 4.497,3 6843,8 2005 2.671,2 3.862,3 6533,5 2006 2.958,1 4.142,5 7100,6 2007 2.687,3 3.869,9 6557,2 2008 2.556,5 3.633,1 6189,6 2009 2.420,9 3.304,8 5725,7 2010 2.258,9 3.110,2 5369,2

Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa 20,67 22,05 21,61 27,80 28,05 28,46 20,50 24,96 23,06 19,66 23,19 21,78 17,52 23,64 21,11 17,24 23,57 20,49 18,90 25,28 22,19 17,23 23,45 20,43 16,34 21,96 19,23 15,41 19,89 17,72 14,33 18,66 16,56

Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS Provinsi Jawa Tengah

Bila dibandingkan terhadap total penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk miskin yang berada di di daerah perdesaan sejumlah 3,110 juta orang atau sebesar 57,72%, sisanya tinggal di daerah perkotaan sejumlah 2,258 juta orang atau sebesar 42,28%. Pengukuran kemiskinan menggunakan Garis Kemiskinan yang berbeda Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

30


antara daerah perdesaan dan perkotaan, di daerah perkotaan pada bulan Maret tahun 2010 sebesar Rp. 205.606/kapita/bulan dan di perdesaan sebesar Rp. 179.982/kapita/bulan. Pada periode Maret 2009 – 2010 penduduk miskin di daerah perkotaan turun 162 ribu orang, sedangkan di perdesaan turun sebesar 194,53 ribu orang.

6.

Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Tengah Dari tahun ke tahun, penduduk yang membutuhkan pekerjaan terus

bertambah, sementara, di lain pihak, ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada terbatas. Besarnya jumlah pencari kerja dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia memaksa para pencari kerja untuk lebih berkompetisi dan berusaha lebih keras dalam mencari pekerjaan dengan berbagai cara yang bisa dilakukan. Bagi yang tidak mampu mengimbangi arus kompetisi, maka akan tersisihkan dan pada akhirnya berstatus sebagai tuna karya, atau lebih umum disebut sebagai pengangguran. Di Provinsi Jawa Tengah, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2010 adalah sebesar 1.046.883 orang (6,21%) dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 16.856.330 orang. Jadi jumlah angkatan kerja yang terserap sebanyak 15.809.447 orang (93,79%). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2009 sebanyak 1.252.267 orang (7,33%) dari jumlah angkatan kerja sebanyak 17.087.649 orang. Dari jumlah tersebut, yang berhasil mendapatkan pekerjaan adalah sebesar 15.835.382 orang (92,67%). Dari tahun 2009 sampai tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 19,62%. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, sebanyak 5.616.529 orang atau 35,53%, kemudian sektor perdagangan yang menyerap 3.388.450 orang atau 21,43% dan sektor industri yang menampung 2.815.292 orang atau 17,81% dari orang yang bekerja. Walaupun sektor pertanian terbanyak menyerap tenaga kerja di tahun 2010, namun dibanding dengan tahun 2009 penyerapan tersebut menurun sekitar 1,51%.

Penurunan pekerja di sektor ini dari tahun sebelumnya kemungkinan

disebabkan karena luas lahan pertanian yang semakin berkurang maupun juga disebabkan karena pengaruh musim. Fenomena ini sangat berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

31


Jawa Tengah. Tengah. Dengan Dengan penyerapan penyerapan tenaga tenaga yang yang semakin semakin berkurang berkurang di sektor Jawa pertanian (perdesaan) (perdesaan) maka maka kemiskinan kemiskinan di di perdesaan perdesaan tetap tetap tergolong tergolong tinggi. pertanian Berikut ini ini adalah adalah grafik grafik TPT TPT di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah dari tahun 2005 Berikut hingga 2010 2010 dapat dapat dilihat dilihat pada pada gambar gambar 44 berikut berikut :: hingga Gambar 44 Gambar

Peningkatan TPT TPT di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah adalah adalah dari dari tahun tahun 2005 ke tahun Peningkatan 2006, yaitu yaitu dari dari 5,89% 5,89% naik naik menjadi menjadi 7,30%. 7,30%. Namun, Namun, secara secara umum, tingkat 2006, pengangguran di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah cenderung cenderung menurun, menurun, terutama terutama dari tahun pengangguran 2007 hingga hingga 2010, 2010, yaitu yaitu dari dari 7,70% 7,70% terus terus turun turun hingga hingga 6,21%. 6,21%. Sedangkan untuk 2007 Kabupaten dan dan kota kota yang yang ada ada di di Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah, Tengah, 17 Kabupaten/kota Kabupaten memiliki TPT TPT yang yang lebih lebih baik baik dari dari Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah. Tengah. Data Data mengenai tingkat memiliki pengangguran terbuka terbuka Kabupaten Kabupaten dan dan kota kota yang yang ada ada di di Provinsi Provinsi Jawa Tengah pengangguran (tahun 2009-2010) 2009-2010) dapat dapat dilihat dilihat pada pada tabel tabel 10 10 berikut berikut :: (tahun Tabel 10 10 Tabel Tingkat Pengangguran Pengangguran Terbuka Terbuka Kabupaten Kabupaten /Kota Tingkat Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah Tahun Tahun 2009 2009 -- 2010 2010 Provinsi No No

11 22 33 44 55 66 77 88

Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Kabupaten Cilacap Cilacap Kabupaten Kabupaten Banyumas Banyumas Kabupaten Kabupaten Purbalingga Purbalingga Kabupaten Kabupaten Banjarnegara Banjarnegara Kabupaten Kabupaten Kebumen Kebumen Kabupaten Kabupaten Purworejo Purworejo Kabupaten Kabupaten Wonosobo Wonosobo Kabupaten Kabupaten Magelang Magelang Kabupaten

2009 2009 Jumlah Persentase Persentase Jumlah 89.175 11,45% 89.175 11,45% 59.582 8,05% 59.582 8,05% 19.638 4,66% 19.638 4,66% 22.993 5,07% 22.993 5,07% 49.241 8,12% 49.241 8,12% 17.748 4,94% 17.748 4,94% 14.292 3,62% 14.292 3,62% 31.253 4,95% 31.253 4,95%

2010 Jumlah Persentase 74.298 9,75% 58.403 7,37% 16.653 3,82% 14.457 3,10% 46.876 8,02% 11.994 3,40% 16.066 4,04% 19.245 2,97%

DokumenStrategi StrategiPenanggulangan PenanggulanganKemiskinan KemiskinanDaerah Daerah Provinsi Provinsi Jawa Jawa Tengah Tengah Tahun Tahun 2011 2011 -- 2013 2013 Dokumen

32


No

Kabupaten/Kota

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Nasional

2009 2010 Jumlah Persentase Jumlah Persentase 29.899 5,51% 20.594 3,90% 39.271 6,36% 25.877 4,50% 37.359 8,28% 32.000 7,40% 29.159 5,03% 24.407 4,70% 37.608 8,26% 30.321 6,62% 28.624 5,78% 19.777 4,09% 46.610 6,07% 33.179 4,60% 34.361 6,99% 25.643 5,49% 18.058 5,64% 15.653 4,89% 49.094 7,68% 38.604 6,22% 32.306 7,36% 26.152 6,22% 24.562 4,40% 25.648 4,56% 30.022 5,72% 29.696 5,69% 40.267 7,88% 33.499 6,25% 16.514 4,24% 14.797 3,60% 29.255 5,64% 26.395 5,57% 24.733 7,11% 24.486 6,48% 17.993 4,18% 16.912 4,04% 79.372 12,26% 66.630 11,45% 60.152 9,24% 47.313 7,48% 79.116 9,42% 72.659 8,21% 9.863 14,95% 8.226 13,28% 28.778 10,44% 22.575 8,73% 9.674 10,95% 8.345 10,22% 83.963 10,66% 71.499 8,98% 12.564 8,61% 10.165 7,00% 19.168 15,74% 17.839 14,22% 1.252.267 7,33% 1.046.883 6,21% 7,87%

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Dari tabel di atas TPT Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu : 1.

Kategori Rendah adalah Kabupaten/Kota dengan TPT di bawah angka Provinsi (6,21%) sejumlah 17 Kabupaten, yaitu: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Pekalongan.

2.

Kategori Sedang adalah Kabupaten/Kota dengan TPT di atas angka

Provinsi di bawah angka Nasional (7,87%) sejumlah 6 Kabupaten, yaitu: Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 33


Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Semarang, Kabupaten Batang, dan Kota Pekalongan. 3.

Kategori Tinggi adalah Kabupaten/Kota dengan TPT di atas angka nasional (7,87%) sejumlah 12 Kabupaten/kota yaitu: Kabupaten Cilacap, Kabupaten

Banyumas,

Kabupaten

Kebumen,

Kabupaten

Pemalang,

Kabupaten

Tegal,

Kabupaten

Kabupaten

Sukoharjo,

Brebes,

Kota

Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Tegal.

7.

IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index

(HDI) merupakan ukuran keberhasilan pembangunan aspek manusia dalam suatu wilayah tertentu yang standarnya ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nation of Development Program). selanjutnya

disepakati

dan

dapat

digunakan

untuk

Ukuran ini

mengukur

kinerja

pembangunan manusia pada suatu wilayah tertentu, seperti negara, propinsi atau Kabupaten/kota. Pada dasarnya IPM menetapkan standar-standar minimal yang sangat sederhana sehingga dapat dikatakan sebagai prasyarat minimal yang harus dicapai oleh suatu negara atau wilayah pada kurun waktu tertentu. IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari: a.

Indeks Harapan Hidup Terdiri dari komponen : Kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH);

b.

Indeks Pendidikan Terdiri dari komponen : Pengetahuan, yang diukur dengan (1) Angka Melek Huruf, dan (2) Rata-rata Lama Sekolah;

c.

Indeks Standar Hidup Layak Terdiri dari komponen : Pendapatan, yang diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan atau pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara.

Di Provinsi Jawa Tengah telah dilakukan penghitungan nilai IPM oleh BPS, adapun nilai IPM dari masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah terlihat pada tabel 11 berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

34


Tabel 11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005, 2007, 2009 Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 71 72 73 74 75 76 33

Kabupaten/Kota Kabupaten Cilacap Kabupaten Banyumas Kabupaten Purbalingga Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Kebumen Kabupaten Purworejo Kabupaten Wonosobo Kabupaten Magelang Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Wonogiri Kabupaten Karanganyar Kabupaten Sragen Kabupaten Grobogan Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah

2005

2007

2009

69.5 70.7 69.3 67.3 68.9 69.1 67.6 69.9 69.0 71.4 71.2 69.0 70.7 66.6 68.2 67.9 69.0 70.9 70.0 69.6 69.4 71.9 71.8 67.5 67.6 68.2 66.3 67.5 64.3 74.7 76.0 74.8 75.3 71.9 71.4 69.8

70.25 71.23 70.38 68.54 69.96 70.68 69.22 71.03 69.63 72.48 72.46 70.11 71.59 68.98 69.75 69.11 70.54 71.87 71.66 71.45 71.05 72.93 73.08 68.91 68.64 69.69 67.89 68.83 66.57 75.69 76.58 75.37 76.11 73.10 72.72 70.92

71.39 72.27 71.51 69.63 70.73 71.88 70.08 71.76 70.44 73.41 73.29 71.04 72.55 70.27 70.60 70.14 71.55 72.72 72.57 72.45 72.10 73.66 73.85 70.07 69.84 70.83 69.02 70.08 67.69 76.37 77.49 76.11 76.90 74.01 73.63 72.10

Apabila ditampilkan dalam grafik, IPM dari 35 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah tahun 2009 dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

35


Gambar 5 Grafik Perbandingan Nilai IPM Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 80 78 76 74

73,63

76,90

74,01

77,49

76,37 70,83

70,08

67,69

64

69,02

69,84

73,85 70,07

73,66

72,45

72,10

72,72

72,57

71,55

70,60

70,14

72,55

70,27

71,04

73,41

73,29

71,76

70,44

71,88

70,08

70,73

72,27

69,63

66

71,39

68

71,51

70

76,11

72,10

72

62

IPM Kabupaten/Kota tahun 2009

IPM Provinsi Tahun 2009

Dari data IPM tersebut dapat diketahui bahwa nilai IPM dari tahun 2005, 2007 dan 2009 di semua Kabupaten/Kota mengalami peningkatan antara 1 – 4 point, peningkatan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Sragen 3,67 point dan Kabupaten Brebes 3,39 point. Sedangkan yang paling rendah terjadi di Kota Salatiga 1,34 point Kabupaten Boyolali 1,44 point dan Kota Surakarta 1,49 point. Kalau dicermati dari perbandingan antar tahun terlihat bahwa peningkatan nilai IPM yang tinggi terjadi di wilayah Kabupaten/Kota yang IPM nya rendah namun masih tetap pada posisi IPM yang rendah sehingga pada wilayah-wilayah tersebut

tetap

perlu

mendapatkan

perhatian

yang

serius

untuk

terus

meningkatkan kesejahteraanya yang secara otomatis akan meningkatkan nilai IPM sejajar dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan antar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah nilai IPM yang tinggi yaitu: 1.

Kabupaten/Kota yang di atas nilai IPM Provinsi sebesar 72,10 terdapat sebanyak 15 Kabupaten/Kota, yaitu : Kota Surakarta, Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus,

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

36


Kabupaten

Pati,

Kabupaten

Karanganyar,

Kabupaten

Sukoharjo,

Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Banyumas. 2.

Kabupaten/Kota yang di bawah nilai IPM Provinsi sebesar 72,10 terdapat sebanyak 20 Kabupaten, yaitu: Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten

Pemalang,

Kabupaten

Pekalongan,

Kabupaten

Batang,

Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten

Boyolali,

Kabupaten

Kabupaten

Purworejo,

Magelang,

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

Wonosobo,

Kebumen,

Kabupaten

Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Cilacap.

Upah

Minimum

Regional

(UMR)

adalah

salah

satu

indikator

kemajuan/kesejahteraan suatu wilayah, yaitu standart upah orang bekerja dalam kurun waktu 1 bulan, dimana perhitungan UMR ini salah satu pertimbangannya adalah

pendapatan

minimal

untuk

bisa

hidup

layak

disuatu

wilayah

(Kabupaten/Kota) atau Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Selanjutnya untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selama sebulan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2010 dapat terlihat pada tabel 12 berikut : Tabel 12 Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010 (dalam Ribu Rupiah)

Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Kabupaten/Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten

Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora

2008 UMK KHL 587,5 550,0 560,0 551,0 550,0 555,0 565,0 610,0 622,0 607,0 642,5 585,0 650,0 607,5 555,0 624,0

693,5 612,2 687,0 649,0 626,9 623,3 666,9 662,4 642,4 658,6 659,7 618,0 668,8 640,3 627,7 675,0

2009 UMK KHL 664,3 612,5 618,8 637,0 647,5 643,0 667,0 702,0 718,5 685,0 710,0 650,0 719,0 687,0 640,0 675,0

775,3 682,7 719,5 740,3 734,0 710,8 785,1 789,5 729,4 714,9 710,3 683,3 751,0 721,6 729,1 710,5

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

2010 UMK KHL 698,3 670,0 695,0 662,0 700,0 719,0 715,0 752,0 748,0 735,0 769,5 695,0 761,0 724,0 687,5 742,0

812,5 677,5 803,0 794,5 786,4 795,5 814,4 835,9 752,7 743,0 769,5 739,4 780,0 728,7 809,5 760,9

37


Kode 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 71 72 73 74 75 76 33

Kabupaten/Kota Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah

2008 UMK KHL

2009 UMK KHL

2010 UMK KHL

560,0 600,0 672,5 585,0 647,5 672,0 547,0 662,5 615,0 615,0 575,0 560,0 547,0 570,0 674,3 662,5 715,7 615,0 560,0 601,4

647,0 670,0 750,7 650,0 772,3 759,4 645,0 730,0 700,0 700,0 630,0 600,0 575,0 665,0 723,0 750,0 838,5 710,0 611,0 679,2

702,0 733,0 775,0 702,0 813,4 824,0 709,5 780,0 745,0 760,0 675,0 687,5 681,0 745,0 785,0 803,2 939,8 760,0 700,0 737,0

640,3 667,8 684,7 668,3 683,4 737,4 614,2 702,9 666,3 682,3 669,0 681,8 737,5 661,1 674,3 711,0 715,7 660,6 648,2 667,7

735,4 726,1 764,1 730,8 812,9 862,3 769,8 768,4 792,2 762,9 731,2 749,0 793,7 751,2 723,0 780,8 838,5 806,7 701,3 752,4

755,1 779,6 786,9 772,7 847,3 895,0 800,9 817,6 845,4 836,5 765,6 794,1 857,3 826,6 855,6 803,2 939,8 839,5 798,0 800,6

Selanjutnya persentase perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2008 – 2010 terlihat pada tabel 13 berikut : Tabel 13 Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tahun 2008 – 2010 Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Kabupaten/Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten

Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora

2008

2009

2010

84,72 89,84 81,51 84,89 87,73 89,04 84,72 92,09 96,83 92,17 97,39 94,66 97,19 94,88 88,42 92,44

85,69 89,72 86,00 86,04 88,22 90,46 84,95 88,92 98,51 95,81 99,95 95,13 95,74 95,20 87,77 95,00

85,95 98,90 86,55 83,32 89,02 90,39 87,80 89,97 99,37 98,93 100,00 94,00 97,56 99,36 84,93 97,52

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

38


Kode

Kabupaten/Kota

2008

2009

2010

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 33

Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Kudus Kabupaten Jepara Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kabupaten Temanggung Kabupaten Kendal Kabupaten Batang Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pemalang Kabupaten Tegal Kabupaten Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah

87,46 89,84 98,22 87,54 94,74 91,13 89,06 94,25 92,31 90,14 85,95 82,13 74,17 86,22 100,00 93,17 100,00 93,09 86,40 90,07

87,97 92,27 98,25 88,94 95,00 88,06 83,79 95,00 88,36 91,76 86,16 80,11 72,45 88,53 100,00 96,06 100,00 88,01 87,12 90,27

92,97 94,02 98,49 90,85 96,00 92,07 88,59 95,40 88,12 90,85 88,16 86,58 79,44 90,12 91,75 100,00 100,00 90,53 87,72 92,06

Apabila ditampilkan dalam grafik, persentase perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menurut Kabupaten/Kota se Jawa Tengah Tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

39


Gambar 6 Grafik Persentase Perbandingan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota se Jawa Tengah Tahun 2010 105 100 95

97,52 92,97 94,02 98,49 90,85 96,00 92,07 88,59 95,40 88,12 90,85 88,16 86,58 79,44 90,12 91,75 100,00 100,00 90,53 87,72

84,93

80

85,95

85

86,55 83,32 89,02 90,39 87,80 89,97

98,90

90

99,37 98,93 100,00 94,00 97,56 99,36

Persen

92,06

75

Persentase UMK terhadap KHL Kabupaten/Kota tahun 2010 Persentase UMK terhadap KHL Provinsi tahun 2010

Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan di semua Kabupaten/Kota, namun peningkatan UMR tersebut tidak atau belum menunjukkan tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut hal ini bisa dilihat dari lebih tingginya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di bandingkan dengan UMK. Selain itu juga UMK masih belum diterapkan oleh beberapa perusahaan sesuai dengan yang seharusnya. Kabupaten/Kota yang memiliki persentase perbandingan UMK terhadap KHL di atas persentase perbandingan UMK terhadap KHL Provinsi ada 16 Kabupaten/Kota atau sekitar 45,71%, yaitu : Kabupaten Banyumas, Kabupaten Boyolali,

Kabupaten

Klaten,

Kabupaten

Sukoharjo,

Kabupaten

Wonogiri,

Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Untuk Kabupaten/Kota yang persentase perbandingan UMK terhadap KHL di bawah persentase

perbandingan

UMK

terhadap

KHL

Provinsi

terdapat

di

19

Kabupaten/Kota atau sekitar 54,29%, yaitu: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga,

Kabupaten

Banjarnegara,

Kabupaten

Kebumen,

Kabupaten

Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, Kabupaten Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

40


Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Apabila diperbandingkan UMK antar Kabupaten/Kota pada tahun 2010 bisa diketahui bahwa Kabupaten/Kota yang paling tinggi UMK nya adalah Kota Semarang yaitu Rp 939.800,-, sedangkan Kabupaten/Kota yang paling rendah UMK nya adalah Kabupaten Banjarnegara yaitu 662.000,-.

I.

Isu - Isu Strategis Berbagai isu strategis dan permasalahan yang dialami masyarakat miskin

pada

umumnya

menunjukkan

bahwa

kemiskinan

bersumber

dari

ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar; kerentanan

masyarakat menghadapi persaingan usaha; lemahnya

penanganan masalah kependudukan; ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender; dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan masih banyaknya wilayah tertinggal dan terisolir. Diagnosis kemiskinan juga menunjukkan faktor utama penyebab kemiskinan yang bersifat struktural, yaitu pelaksanaan kebijakan, pengelolaan anggaran dan penataan kelembagaan yang kurang mendukung, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Beberapa isu dan permasalahan kemiskinan di Jawa Tengah, yaitu : 1.

Tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk dan Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin Laju pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah

0,77 %. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2010 sejumlah 5.369.200 orang (16,56%), meskipun telah mengalami penurunan bila dibanding dengan penduduk miskin tahun 2009 sejumlah 5.726.700 orang (17,72%) namun secara absolut jumlahnya penduduk miskin masih relatif banyak. Penyebaran penduduk miskin pun tidak merata, di antara 35 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penduduk miskin juga sebagian besar tinggal di perdesaan. 2.

Tingginya Jumlah Pengangguran Jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebanyak

1.046.883 orang atau 6,21% dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 16.856.330 orang. Tingginya tingkat pengangguran ini dipengaruhi minimnya

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

41


keterampilan dan pendidikan yang dimiliki oleh penganggur sehingga sangat sulit mengakses pasar kerja. 3.

Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian lebih kurang sebesar 2% per

tahun, akibatnya adalah berkurangnya total produksi pertanian yang berakibat pada berkurangnya ketersediaan pangan. Walaupun sektor pertanian masih menjadi lapangan pekerjaan utama penduduk Provinsi Jawa Tengah, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan persentase daya serap sektor pertanian sebesar 1,51% dari tahun 2009. Situasi

ini dipengaruhi

oleh

lemahnya kepastian

kepemilikan

dan

penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh akses terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. 4.

Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat yang diprogramkan oleh

pemerintah belum sepenuhnya menjangkau seluruh keluarga miskin yang ada di Jawa Tengah. Disisi lain keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah baik APBN dan APBD sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, fasilitas rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. 5.

Belum Berimbangnya Kondisi Layanan Pendidikan Dasar antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dasar

di Jawa Tengah antara lain adalah masih rendahnya kondisi sarana prasarana pendidikan dasar sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP) di Kabupaten/kota; Disparitas

kualifikasi

pendidikan

pendidik

pada

pendidikan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

dasar

antar

42


Kabupaten/kota; dan Disparitas katagori (hasil akreditasi)

satuan pendidikan

dasar antar Kabupaten/kota. 6.

Bencana Alam Berbagai macam bencana alam terjadi setiap tahun di Jawa Tengah, baik

banjir, tanah longsor, kekeringan, gunung berapi, gempa bumi, angin puting beliung, kebakaran hutan dan lain-lain. Kejadian bencana alam datang secara mendadak dapat menimbulkan korban bagi masyarakat yang terkena bencana dan akibatnya masyarakat yang terkena bencana alam dapat menjadi miskin. 7.

Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal Penanaman

modal

merupakan

salah

satu

solusi

bagi

terjadinya

pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja untuk megurangi tingginya angka pengangguran. Untuk itu besarnya peningkatan penanaman modal di Jawa Tengah sangat diperlukan untuk mendorong tumbuh kembangnya industri maupun usaha-usaha lain didaerah. 8.

Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha serta Rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan. Masih banyaknya penduduk usia kerja yang bekerja di sektor pertanian

dalam arti luas dan industri pengolahan yang sebagian besar berstatus sebagai buruh tani dan buruh industri dengan tingkat pendidikan relatif rendah, sehingga berpengaruh terhadap tingkat penghasilannya. Masih banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor informal tanpa adanya perlindungan kerja/sosial yang memadai serta belum adanya kepastian keberlanjutan usaha. Terdapat kecenderungan menurunnya tingkat penyerapan tenaga kerja, karena meningkatnya usaha yang lebih bersifat padat modal. Masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dibanding laki-laki. 9.

Terbatasnya Akses Layanan Perumahan dan Sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan

pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

43


disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam. 10.

Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja

secara sepihak, menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan

yang

akan

dirumuskan

maupun

mekanisme

perumusan

yang

memungkinkan keterlibatan mereka. 11.

Besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup masyarakat miskin. Rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar

daripada rumah tangga tidak miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5 orang. 12.

Masih

rendahnya

akses

usaha

kecil

dan

mikro

terhadap

permodalan usaha dan pasar ekspor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah basis perekonomian yang cukup tangguh di Jawa Tengah, sehingga kontribusi UMKM bagi penyerapan tenaga kerja sangat besar. Sayangnya prestasi ini belum sepenuhnya diimbangi dengan pelayanan permodalan yang diberikan oleh pemerintah secara optimal dan pasar ekspor juga sulit untuk ditembus karena persaingan kualitas produk disamping akses menuju tempat tujuan ekspor belum sepenuhnya mudah dijangkau. 13.

Belum optimalnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang amanah (Good Governance) Tuntutan untuk mewujudkan good governance sudah menjadi salah satu

isu yang harus segera diwujudkan, karena dapat menimbulkan dampak krisis finansial seperti yang terjadi tahun 1997 – 1998 yang meluas menjadi krisis multidimensial. Dampak dari krisis tersebut dapat menyebabkan jumlah pengangguran dan kemiskinan semakin bertambah karena banyaknya PHK dari beberapa perusahaan yang dilanda krisis multidimensial.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

44


14.

Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender Dua indikator perwujudan keadilan dan kesetaraan gender adalah Indeks

Pembangunan

Gender

(IPG)

dan

Indeks

Pemberdayaan

Gender

(IDG).

Ketidakadilan dan kesetaraan juga dapat dilihat dari tingginya angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

45


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB III REVIEW KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN


BAB III REVIEW KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan : � Masalah kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat sektoral, parsial, dan berjangka pendek, tetapi kebijakan yang konsisten, terpadu, dan terencana � Berbagai program kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral, dan

charity

dalam

kenyataannya

justru

menghasilkan

kondisi

yang

kurang

menguntungkan misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan kapital sosial yang ada di masyarakat seperti gotong royong, kepedulian, musyawarah, keswadayaan. Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama. Kondisi kapital sosial yang memudar dan melemah salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pengelolala program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak adil dan tidak transparan, sehingga menimbulkan kecurigaan, ketidakpedulian dan skeptisme masyarakat. Pelaksanaan berbagai kebijakan publik strategis telah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten/Kota dalam mengatasi berbagai permasalahan

kemiskinan.

Implementasi

kebijakan

tersebut,

baik

secara

langsung maupun tidak langsung memiliki dampak pada terpenuhinya hak-hak dasar warga miskin atau justru malah menurunkan taraf hidup mereka. Oleh karenanya, kaji ulang kebijakan menjadi perlu dilakukan guna menilai sejauh mana

dampak

pelaksanaan

kebijakan

tersebut

terhadap

penghormatan,

perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar warga miskin. Kaji ulang kebijakan berfungsi sebagai bahan analisis kebijakan Pronangkis kedepan serta mengukur sejauhmana komitmen dan kemitraan berbagai pihak dalam menanggulangi kemiskinan dengan menjunjung tinggi prinsip good local governance. Disisi lain, kaji ulang terhadap kebijakan publik strategis penanggulangan kemiskinan dimaksudkan untuk mengambil pelajaran dalam penyusunan SPKD Provinsi Jawa Tengah sehingga tidak terjadi kesalahan atau mengulang kesalahan yang sama dimasa mendatang seperti duplikasi anggaran pada program

dan

sasaran

yang

sama

di

level

basis

masyarakat.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

Metode 46


pengkajiannya tidak hanya dilakukan dengan menelaah dokumen terkait, namun juga menggali aspirasi implementasi program di masyarakat melalui pendekatan yang partisipatif, apakah dalam kebijakan atau program tersebut telah terpenuhi unsur pilar penanggulangan kemiskinan. Pilar-pilar tersebut antara lain perluasan kesempatan kerja dan berusaha, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, perlindungan dan jaminan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan.

A.

Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Lama Pendekatan dan pengkajian masih berporos pada paradigma modernisasi

yang bersandar pada teori-teori pertumbuhan ekonomi dan model yang berpusat pada produksi. Kelemahan paradigma lama yaitu : 1.

Masih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi makro, yang tidak langsung menyentuh masyarakat miskin.

2.

Kebijakan

yang

terpusat

(sentralisasi)

dan

seragam,

sementara

karakteristik kemiskinan berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain sehingga penyelesaianya juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. 3.

Lebih bersifat karitatif, sesaat dan tidak berkelanjutan.

4.

Memposisikan masyarakat sebagai obyek dalam pembangunan termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

5.

Cara pandang tentang kemiskinan yang hanya berorientasi pada ekonomi, sementara

kemiskinan

merupakan

masalah

yang

kompleks

dan

penyelesaiannya tidak hanya dimensi ekonomi tetapi dari berbagai dimensi kemiskinan yang ada. 6.

Asumsi permasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang sama (one fit for all).

7.

Kegiatan selama ini bersifat parsial dan sektoral yang pada akhirnya akan melemahkan kapital sosial, Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan daan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.

8.

Kurang memperhatikan keragaman budaya, sementara keragaman budaya dan kearifan lokal seringkali memberikan energi positif dalam kemandirian masyarakat.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

47


9.

Pendekatan yang top down.

10.

Tumpang tindihnya program dan kelompok sasaran.

11.

Kurang

terintegrasi

program-program

yang

diluncurkan

sehingga

berdampak pada tumpang tindih kegiatan dan sasaran termasuk pada implementasi program yang seringkali kontradiktif. 12.

B.

Tidak berkelanjutan.

Paradigma Penanggulangan Kemiskinan Baru Pergeseran paradigma pembangunan di Indonesia mulai dari paradigma

pembangunan ekonomi, paradigma pembangunan kesejahteraan sosial, dan kini bergeser pada paradigma pembangunan manusia telah membawa dampak perubahan

dalam

kebijakan

penanggulangan

kemiskinan.

Selain

itu,

pengarusutamaan kemiskinan dalam pembangunan membawa konsekuensi setiap kebijakan pembangunan harus berorientasi dan bermanfaat bagi orang miskin (pro-poor development), baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, dan keamanan. Paradigma penanggulangan kemiskinan yang dianut pemerintah saat ini adalah paradigma pemenuhan hak-hak dasar manusia yang lebih menekankan otonomi individu dari sekedar pendekatan kebutuhan masyarakat. Komitmen

pemerintah

menandatangani

deklarasi

pencapaian

Millenium

Development Goals (MDG’s) pada September Tahun 2000 lalu merupakan langkah terukur dan signifikan dalam menanggulangi kemiskinan dengan orientasi pemenuhan hak dasar manusia. Pengakuan permasalahan kemiskinan karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar warga miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang

bermartabat

juga

dirumuskan

dalam

dokumen

Strategi

Nasional

Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) Tahun 2005-2009 yang telah terintegrasi kedalam dokumen RPJMN Tahun 2004-2009. Sehingga, pada tahun 2006 Pemerintah merasa perlu membangun konsensus nasional Pembangunan Manusia Indonesia (PMI) dalam bentuk kontrak sosial dengan pemerintah daerah sebagai pintu masuk untuk menjamin bahwa proses pemenuhan hak dasar manusia tersebut berjalan partisipatif. Pembangunan Manusia Indonesia berarti negara melaksanakan kewajibannya memenuhi, menghormati dan melindungi hak dasar warga negara Indonesia sesuai apa yang diamanahkan dalam UUD 1945.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

48


TNP2K-RI

berupaya

mengembangkan

paradigma

dalam

proses

penanganan penanggulangan kemiskinan yang sifatnya sektoral, guna mengarah pada pola penanganan yang bersifat multisektoral dengan mengelompokkan program-program penanggulangan kemiskinan tersebut berdasarkan segmentasi masyarakat miskin penerima program sebagai berikut : 1.

Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial yang terdiri atas program yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;

2.

Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas program-program yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsipprinsip pemberdayaan masyarakat;

3.

Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil terdiri atas program-program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.

Meninjau pelaksanaan kebijakan pronangkis akhir-akhir ini memunculkan kesepahaman bahwasanya pola dan paradigma baru penanganan kemiskinan secara umum setidaknya memiliki ciri sebagai berikut : 1.

Kemiskinan tidak hanya dilihat dari karakteristik orang miskin yang statis, melainkan dilihat secara dinamis;

2.

Indikator untuk mengukur kemiskinan adalah komposit;

3.

Konsep kemampuan sosial (social capabilities) dipandang dari pendapatan dalam memotret dinamika kemiskinan;

4.

Pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin pada beberapa indikator kunci mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata pencaharian (lifelihoods capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic

needs fullfilment), mengelola aset (asset management), berpartisipasi dalam

kegiatan

kemasyarakatan

(access

to social capital), serta

kemampuan dalam menghadapi guncangan dan tekanan ( cope with

shocks and stresses);

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

49


5.

Berorientasi pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar (right-based approach) masyarakat miskin;

6.

Bertumpu pada community based development dengan pola memberikan kewenangan khususnya

kepada

masyarakat

masyarakat

lokal

sampai

dalam

pada

tingkat

pengambilan

terbawah,

keputusan

dan

pengelolaan program (people centered development); 7.

Mengedepankan keterlibatan pelaku-pelaku kunci untuk diarahkan pada pemberdayaan potensi masyarakat miskin;

8.

Mengarah pada pola-pola penanganan yang bersifat multisektoral namun tetap terkoordinir secara sistematis, holistik, partisipatif dan berkelanjutan dalam sebuah wadah kelembagaan dan payung kebijakan nasional;

9.

Terintegrasi dalam skema perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah;

10.

Bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin pada program-program nangkis berbasis perlindungan dan jaminan sosial seperti

dalam

bidang

pendidikan,

pelayanan

kesehatan,

pangan,

kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih; 11.

Mengutamakan pendekatan partisipatif dalam setiap prosesnya, adanya unsur

desentralisasi dan pengembangan kapasitas kelembagaan pada

program-program nangkis berbasis pemberdayaan masyarakat; 12.

Dibidang pembangunan ekonomi, lebih berorientasi pada pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro dan kecil;

13.

Mengutamakan keterlibatan perempuan dan kelompok marjinal dalam pengambilan keputusan dan seluruh proses pengelolaan program untuk mengakses pelayanan dasar;

14.

Memperhatikan keragaman budaya, bersifat inovatif dan memberdayakan masyarakat miskin.

C.

Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah pada berbagai kesempatan seringkali sebagai tolak

ukur

dan

barometer

keberhasilan

pelaksanaan

berbagai

program

penanggulangan kemiskinan, kita ketahui bersama bahwa upaya penanggulangan kemiskinan yang diprakarsai pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Daerah saat ini telah mengalami perkembangan dan pergeseran yang cukup berarti Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

50


sesuai

dengan

arah

dan

konteks

sasaran

penanggulangan

kemiskinan.

Pencanangan PNPM Mandiri pada bulan April Tahun 2007 lalu sebagai payung kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan menjadi momentum penting pergeseran skema proyek menuju skema program yang lebih mengedepankan prinsip keberlanjutan, kemandirian, dan kemitraan sinergis antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli (swasta). Program kegiatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 14 berkut : Tabel 14 Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah No

Program

1.

PNPM Mandiri Perkotaan PNPM Mandiri Perdesaan PPIP PAKET P2KP PLPBK Pamsimas Sanimas BLT Raskin KUBE BOS KUR Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Perluasan Kesempata Kerja dan Berusaha

Output Yang Dapat Dicapai Pemberdaya Peningkatan Perlindungan an dan Kapasitas dan Jaminan Kemandirian dan Kualitas Sosial Masyarakat SDM

Peningkatan Kualitas Lingkungan

  

    

   

    

   

 

 

Sumber :FGD Stakeholders Provinsi Jawa Tengah

Adapun hasil program penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan oleh

pemerintah

pusat

dan

daerah

melalui

pendekatan

pemberdayaan

masyarakat saat ini setidaknya memiliki pola-pola sebagai berikut : 1.

Kebijakannya terdesentralisasi dengan memperhatikan karakteristik dan budaya masing-masing wilayah;

2.

Memposisikan warga masyarakat sebagai pelaku pembangunan;

3.

Membangun serta melibatkan kelembagaan keswadayaan masyarakat sebagai motor penggerak dan pengendali program;

4.

Memandang

permasalahan

kemiskinan

dari

berbagai

aspek

dan

kategorisasi kelompok sasaran; 5.

Menerapkan prinsip good governance;

6.

Menerapkan pendekatan partisipatif berdasarkan kebutuhan masyarakat;

7.

Mengutamakan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

51


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB IV STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN TARGET CAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN


BAB IV STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN TARGET CAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

A.

Visi dan Misi Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah

merupakan bagian yang terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2008 - 2013. Berdasarkan substansi yang ada di RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008 - 2013, kondisi dan tantangan yang dihadapi, serta modal dan potensi daerah, maka visi penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dirumuskan sebagai berikut :

“Menurunnya Penduduk Miskin Guna Mendukung Tercapainya Masyarakat Jawa Tengah yang Semakin Sejahtera�

Untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi sebagai berikut : 1.

Melakukan pemberdayaan masyarakat miskin dan perempuan secara terprogram dan berkesinambungan;

2.

Menciptakan

perluasan

kesempatan

kerja

dan

berusaha

serta

mengembangkan UMKM; 3.

Meningkatkan

akses

pelayanan

dasar

dan

perlindungan

sosial

bagi

masyarakat miskin dan perempuan; 4.

Mengembangkan sumber daya manusia yang produktif berbasis pada sektor pertanian dan perdesaan;

5.

Membangun komitmen dan kemitraan seluruh pihak dalam penanggulangan kemiskinan;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

52


B.

Prinsip Dasar Penanggulangan Kemiskinan

1.

Kesamaan Hak Penanggulangan kemiskinan menjamin adanya hak tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa dan keyakinan politik;

2.

Manfaat Bersama Penanggulangan kemiskinan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat miskin;

3.

Kemandirian Penanggulangan kemiskinan harus menjamin peningkatan kemandirian masyarakat miskin, bukan justru meningkatkan ketergantungan pada pihak lain, termasuk kepada pemerintah;

4.

Kebersamaan Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama dilakukan secara terpadu dengan keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat termasuk masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan;

5.

Transparansi Penanggulangan kemiskinan menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui pelayanan dan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin;

6.

Akuntabilitas Seluruh proses, mekanisme dan hasil dari penanggulangan kemiskinan harus dapat dipertanggungjawabkan ke seluruh pemangku kepentingan;

7.

Partisipasi Terbukanya perencanaan,

keterlibatan pelaksanaan,

berbagai monitoring

pemangku dan

kepentingan

evaluasi

dalam

penanggulangan

kemiskinan dengan mempertimbangkan keterwakilan masyarakat miskin; 8.

Keberlanjutan Penanggulangan kemiskinan harus menjamin pelaksanaan pembangunan pemberdayaan secara terus menerus. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

53


C.

Kebijakan Dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Pananggulangan Kemiskinan, pada pasal 1 disebutkan bahwa Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan

rakyat. Sedangkan arah kebijakan penanggulangan

kemiskinan seperti disebutkan dalam pasal 2 adalah sebagai berikut : (1) arah kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional berpedoman pada

Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); (2) arah kebijakan penanggulangan kemiskinan daerah berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Terkait dengan hal ini penanggulangan kemiskinan tidak termasuk kategori sektor atau urusan, namun merupakan program lintas sektor yang bersifat

mainstreaming (pengarusutamaan), dan bisa melekat pada setiap urusan pembangunan daerah. Dalam dokumen RPJP-D Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2025 disebutkan bahwa tujuan pembangunan jangka panjang daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2025 adalah mewujudkan daerah dan masyarakat Jawa Tengah yang mandiri, maju, sejahtera, dan lestari sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan sasaran pokok yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1.

Terwujudnya sumber daya manusia dan masyarakat Jawa Tengah yang berkualitas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, serta berbudaya.

2.

Terwujudnya perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan.

3.

Terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

54


4.

Terwujudnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi daerah.

5.

Terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, damai dan bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didukung dengan kepastian hukum dan penegakan HAM serta keadilan dan kesetaraan gender.

Sedangkan arah Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2025 adalah sebagai berikut : 1.

Mewujudkan sumber daya manusia dan masyarakat jawa tengah yang berkualitas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, serta berbudaya.

2.

Mewujudkan perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan.

3.

Mewujudkan kehidupan politik dan tata pemerintahan yang baik ( good

governance), demokratis dan bertanggung jawab, didukung oleh kompetensi dan profesionalitas aparatur, bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta pengembangan jejaring. 4.

Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara itu dalam pasal 3 Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010

disebutkan bahwa Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan : 1.

Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;

2.

Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;

3.

Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil;

4.

Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Sedangkan dalam pasal 5 disebutkan bahwa

program percepatan

penanggulangan kemiskinan terdiri dari :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

55


1.

Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar,pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;

2.

Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, mengembangkan potensi dan kelompok masyarakat miskin pembangunan yang didasarkan pemberdayaan masyarakat;

3.

Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil;

4.

Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.

Dalam rangka mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu dirumuskan berbagai kebijakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan yang dilakukan dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan perlu dilaksanakan secara koordinatif, terpadu, terukur, sinergis dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan yang diambil antara lain:

1.

Kebijakan Ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro

Environment Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, mengarahkan kebijakan ekonomi pada terwujudnya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha dan terbukanya kesempatan berusaha yang luas bagi peningkatan kapabilitas masyarakat. Penjabaran dari kebijakan di bidang ini antara lain: a.

Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui berbagai kebijakan

yang

diarahkan

untuk

mengembangkan

iklim

investasi

di

perdesaan, meningkatkan produktivitas, memperluas perdagangan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan; b.

Kebijakan pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan sosial ekonomi

masyarakat

miskin

dan

merangsang

investor

untuk

mengembangkan usaha di wilayah perdesaan; Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

56


c.

Kebijakan pengembangkan investasi yang mendasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja dan pengembangan usaha perdesaan, reformasi perijinan investasi, pengembangan industrialisasi perdesaan untuk memicu dan memacu perkembangan wilayah, peningkatan daya tarik investasi dan menjamin kepastian investasi;

d.

Kebijakan di bidang pertanian ditempuh dengan berbagai upaya antara lain: reorientasi pengelolaan usaha tani, peningkatan akses petani dan nelayan terhadap modal, prasarana dan sarana, teknologi dan pasar;

e.

Kebijakan di bidang perdagangan ditempuh melalui peningkatan kemudahan dalam perdagangan terutama bagi pelaku usaha kecil dan mikro dan koperasi bagi petani dan nelayan, kelancaran aliran barang, jasa dan manusia antar wilayah, pemberian perlindungan pada perdagangan hasil pertanian dan usaha kecil;

f.

Kebijakan di bidang tenaga kerja ditempuh melalui penetapan upah minimum provinsi; jaminan perlindungan bagi tenaga kerja informal dan kesetaraan antara pekerja laki-laki dan perempuan.

2.

Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha Upaya perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui berbagai

kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan usaha. a.

Kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja. Kebijakan

untuk

menciptakan

lapangan

kerja

dilaksanakan

dengan

memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat miskin dan mampu menjamin penghasilan yang tetap. Selain itu juga mendorong masyarakat miskin untuk belajar berusaha secara mandiri melalui kelompok, sehingga mampu mewujudkan jiwa kewirausahaan. 1)

Peningkatan kesempatan kerja masyarakat miskin. Upaya peningkatan kesempatan kerja dilakukan melalui penciptaan lapangan kerja produktif dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal dan dilakukan secara mandiri.

2)

Peningkatan akses permodalan bagi masyarakat miskin. Peningkatan

akses

permodalan

dilakukan

dengan

membangun

kemitraan bersama koperasi, instansi terkait, lembaga keuangan dan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

57


BUMN/BUMD. Selain itu dilakukan pula pendampingan pengelolaan manajerial dan pemasaran. 3)

Pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan melalui pengembangan budaya usaha dan pelatihan kewirausahaan.

b.

Kebijakan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja antara lain : 1)

Pengembangan kewirausahaan. Upaya ini dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan kemampuan manajemen usaha.

2)

Peningkatan kapasitas kerja masyarakat miskin. Upaya

ini

dilakukan

melalui

peningkatan

kualitas,

kompetensi,

kemampuan manajemen dan penerapan teknologi tepat guna. c.

Kebijakan untuk meningkatkan usaha produktif bagi masyarakat miskin, meliputi : 1)

Pengembangan usaha pada masyarakat miskin. Pengembangan usaha dilakukan melalui pendampingan kegiatan usaha, peningkatan perlindungan usaha dan disertai pembentukan serta pengembangan sentra-sentra usaha.

2)

Peningkatan akses sumberdaya produktif bagi kelompok masyarakat miskin. Peningkatan

akses

sumberdaya

produktif

dilakukan

melalui

pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan potensi lokal dengan penggunaan teknologi tepat guna, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kegiatan usaha. 3.

Kebijakan Pengurangan Kesenjangan Antar Wilayah Upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah dilakukan melalui berbagai

langkah yang diarahkan untuk mempercepat pembangunan wilayah desa tertinggal, terpencil, perbatasan dan wilayah pasca bencana antara lain meliputi : a.

Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana dasar di wilayah tertinggal, pesisir, perbatasan provinsi dan pasca bencana.

b.

Peningkatan investasi dan pengembangan usaha di wilayah tertinggal, pesisir, perbatasan provinsi dan pasca bencana. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

58


c.

Revitalisasi

kebijakan

penataan

ruang

wilayah

yang

sesuai

dengan

peruntukannya dan berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. d.

Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat di wilayah tertinggal, pesisir, perbatasan provinsi dan pasca bencana.

e.

Peningkatan

kerjasama

pembangunan

antar

daerah

dalam

rangka

pengembangan potensi daerah. 4.

Kebijakan Pemenuhan Hak Dasar Kebijakan

penanggulangan

kemiskinan

dipusatkan

pada

prioritas

penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumber daya alam, rasa aman, dan berpartisipasi dengan memperhitungkan kemajuan secara bertahap. Kebijakan pemenuhan hak dasar masyarakat meliputi: a.

b.

Pemenuhan hak pangan bagi masyarakat meliputi: 1)

Peningkatan produksi dan distribusi pangan secara merata;

2)

Peningkatan dan stabilitas ketahanan pangan lokal;

3)

Peningkatan pendapatan petani dan nelayan;

4)

Peningkatan pengetahuan masyarakat akan diversifikasi pangan;

5)

Peningkatan sistem kewaspadaan dini dalam gizi dan rawan pangan.

Pemenuhan hak atas layanan kesehatan, meliputi : 1)

Peningkatan dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin;

2)

Peningkatan pengetahuan masyarakat miskin tentang arti pentingnya kesehatan dan gizi masyarakat;

3)

Peningkatan

kerjasama

global

dalam

penanggulangan

masalah

kesehatan. c.

Pemenuhan hak atas layanan pendidikan, meliputi : 1)

Peningkatan partisipasi layanan pendidikan baik formal maupun non formal bagi masyarakat miskin;

2)

Pemberian kesempatan bagi anak berprestasi dari keluarga miskin untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

59


3)

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di daerah terisolir, tertinggal, perbatasan provinsi.

d.

Pemenuhan hak atas perumahan, meliputi : 1)

Penyediaan rumah yang layak dan sehat yang terjangkau bagi masyarakat miskin;

2)

Peningkatan

perlindungan

terhadap

lingkungan

permukiman

dan

perumahan rakyat terutama komunitas adat. e.

Pemenuhan hak atas air bersih dan sanitasi, meliputi : 1)

Penyediaan air bersih bagi masyarakat di daerah tertipencil, tertinggal, pesisir dan perbatasan provinsi;

2)

Peningkatan sanitasi lingkungan masyarakat miskin didaerah tertinggal, terpencil, pesisir dan perbatasan provinsi serta daerah kumuh.

f.

Pemenuhan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, meliputi : 1)

Pengembangan

sistem

pengelolaan

sumberdaya

alam

yang

berkelanjutan; 2)

Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;

3)

Menjalin kerjasama global dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

g.

Pemenuhan hak atas tanah, meliputi : 1)

Peningkatan peran masyarakat dalam penataan ruang daerah;

2)

Melindungi hak atas tanah bagi komunitas adat, kelompok rentan dan tanah ulayat;

3)

Optimalisasi pemanfaatan tanah secara terencana dan sesuai tata ruang daerah.

h.

Pemenuhan hak untuk berpartisipasi, meliputi : 1)

Pengembangan partisipasi masyarakat melalui mekanisme transparansi dalam proses pembangunan tanpa diskriminasi;

2) i.

Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat miskin.

Perwujudan keadilan, rasa aman dan kesetaraan gender, meliputi : 1)

Mendorong pengarusutamaan gender di masyarakat;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

60


2)

Peningkatan pelayanan publik yang berkeadilan gender, perlindungan terhadap perempuan baik di sektor publik maupun domestik dan partipasi perempuan dalam pengambilan keputusan;

3) j.

Memperkuat kelembagaan dan organisasi perempuan.

Memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam keseluruhan proses pembangunan.

5.

Kebijakan Percepatan Pembangunan Perdesaan. Upaya percepatan pembangunan perdesaan dilakukan dengan mengarahkan

kembali orientasi pembangunan ke perdesaan yang bersifat menyeluruh, terkait pengembang sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan lingkungan, sosial budaya, politik dan kewilayahan. Segenap potensi masyarakat Jawa Tengah, baik pengetahuan, ketrampilan, teknologi, dan informasi serta permodalan diarahkan untuk mendukung pembangunan perdesaan secara terpadu. Hal tersebut sejalan dengan gerakan pembangunan �Bali nDeso mBangun Deso � yang kesemuanya ditujukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, antara lain digunakan dalam bentuk : a.

Revitalisasi pertanian dalam arti luas dalam bentuk reorientasi pengelolaan usaha tani, peningkatan akses petani dan nelayan terhadap modal, sarana dan prasarana, teknologi dan pasar.

b.

Peningkatan

dan

perbaikan

infrastruktur

perdesaan

dalam

rangka

mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin dan menarik investor mengembangkan usaha di perdesaan. c.

Memperkuat kelembagaan masyarakat dalam rangka mengoptimalkan modal sosial (social capital ).

d.

Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat berperan aktif dalam pembangunan dan kelembagaan di perdesaan.

e.

Menciptakan iklim yang kondusif, agar kegiatan usaha dapat tumbuh berkembang dan mandiri di wilayah perdesaan.

f.

Menjamin kestabilan ketersediaan pangan.

g.

Menjamin kualitas harga komoditas pertanian dan perlindungan pasar, agar menguntungkan bagi petani.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

61


6.

Kebijakan Percepatan Pembangunan Perkotaan.

a.

Memperluas pelayanan publik dan kemampuan berusaha bagi masyarakat miskin perkotaan tanpa diskriminasi gender.

b.

Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat miskin perkotaan.

c.

Meningkatkan kepastian penguasaan dan pemilikan permukiman yang layak bagi masyarakat miskin.

D.

Strategi Pilihan strategi sangat tergantung kepada fenomena yang ada. Fenomena

kemiskinan yang berdimensi ekonomi pendekatan strateginya dilakukan dengan dua strategi utama, yaitu pertama, mengurangi beban biaya bagi penduduk miskin dan

kedua, meningkatkan pendapatan dan daya beli penduduk miskin. Bentuk kebijakan riil dari strategi pertama yang ditempuh adalah dengan mengurangi pengeluaran melalui pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Bentuk kebijakan riil strategi kedua, adalah melalui peningkatan kapasitas, harga diri

dan produktivitas bagi penduduk miskin agar memperoleh kesempatan dan

hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi , sosial dan politik yang berkesinambungan. Kemiskinan

merupakan

permasalahan

bangsa

yang

mendesak

dan

memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh. Dalam rangka memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak, diperlukan langkah-langkah strategis, komprehensif dan aplikatif. Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swasta) dan masyarakat merupakan

pihak-pihak

yang

memiliki

tanggung jawab sama terhadap kemiskinan. Pemerintah telah melaksanakan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program dalam upaya pemenuhan hak-hak

dasar warga

negara

secara

layak, meningkatkan kesejahteraan sosial

ekonomi masyarakat miskin, penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam upaya mencapai masyarakat Indonesia yang sejahtera, demokratis dan

berkeadilan.

Namun keseluruhan upaya tersebut belum maksimal jika tanpa dukungan dari

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

62


para pemangku kepentingan lainnya secara koordinatif, integratif, sinkronisasi, sinergis dan berkesinambungan. Penanggulangan

kemiskinan

dilakukan

secara

komprehensif

dengan

memperhatikan strategi utama, sebagai berikut: 1.

Strategi 1 : Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin Pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan

aset dan kemampuan masyarakat miskin, agar mau dan mampu mengakses berbagai sumberdaya, tanah pertanian, permodalan, teknologi dan pasar. Upaya

pemberdayaan

masyarakat

mempunyai

tujuan

meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan kelompok miskin beserta keluarganya baik dengan meningkatkan usaha yang ada maupun dengan menciptakan kesempatan kerja baru, serta meningkatkan daya tawar mereka melalui pendampingan yang partisipatif dan berkelanjutan. Upaya memberdayakan penduduk miskin menjadi sangat penting untuk meningkatkan Dalam

efektivitas

dan keberlanjutan

upaya penanggulangan

kemiskinan

penanggulangan sangat

penting

kemiskinan. untuk

tidak

memberlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan. Upaya untuk memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam jebakan kemiskinan. Pentingnya pelaksana strategi dengan prinsip ini menimbang kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada

kaum

terdistribusi

miskin.

Hal

ini menyebabkan

output

pertumbuhan

tidak

secara merata pada semua kelompok masyarakat. Kelompok

masyarakat miskin, yang secara politik, sosial, dan ekonomi tidak berdaya, jarang menikmati hasil pembangunan tersebut secara proporsional. Bahkan, sering proses pembangunan itu justru membuat mereka mengalami marjinalisasi, baik secara fisik maupun sosial disebabkan konsep

pembangunan yang ditujukan

untuk

menanggulangi kemiskinan umumnya melalui mekanisme atas bawah (top down). Kelemahan dari mekanisme atas bawah (top down) adalah tanpa penyertaan partisipasi masyarakat. Semua inisiatif program penanggulangan kemiskinan berasal dari

pemerintah (pusat),

demikian

pula

dengan penanganannya. Petunjuk

pelaksanaan dan petunjuk teknis implementasi program selalu dibuat seragam tanpa memperhatikan karakteristik masyarakat miskin di masing-masing daerah. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

63


Akibatnya, program yang diberikan sering tidak mempunyai korelasi dengan prioritas dan kebutuhan masyarakat miskin setempat. Dengan pertimbanganpertimbangan

tersebut,

upaya

secara menyeluruh

disertai

dengan

pemberdayaan masyarakat miskin menjadi salah satu prinsip utama dalam strategi penanggulangan kemiskinan. Agar terjadi optimalisasi dalam pemberdayaan masyarakat, perlu dirumuskan strategi dalam pemberdayaan masyarakat. Rumusan strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1.

Pendekatan kelompok Dengan berkelompok masyarakat miskin mau dan mampu bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, berdasarkan potensi dari, oleh dan untuk kepentingan mereka bersama.

2.

Keswadayaan Sejak penumbuhan kelompok, masyarakat miskin sudah didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri dan tidak selalu tergantung kepada bantuan dan pertolongan dari luar.

3.

Kesatuan Keluarga Kepala keluarga beserta anggota keluarga merupakan satu kesatuan untuk kemajuan kesejahteraan mereka. Untuk itu peran serta aktif seluruh anggota keluarga sangat diperlukan, terlebih anggota keluarga yang perempuan.

4.

Kemitraan Masyarakat miskin adalah pelaku utama dalam penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas upaya tersebut perlu membangun kerjasama dengan pemerintah, sektor bisnis dan akademisi sebagai mitra kerja.

5.

Bekerja sambil belajar Pendampingan orang miskin dilakukan melalui proses saling belajar-mengajar dan

bekerja

sama

dari

mengidentifikasi,

menganalisa,

memutuskan,

melaksanakan dan memetik hasilnya secara berkelanjutan. 6.

Kebersamaan Agar kelompok orang miskin mampu menjadi gerakan rakyat akar rumput maka anggota kelompok haruslah dari orang miskin yang saling mengenal, saling

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

64


percaya dan mempunyai kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama. 7.

Pendekatan Orang miskin sebagai pelaku penanggulangan kemiskinan perlu melibatkan seluruh anggota keluarga dengan prinsip kesetaraan gender.

2.

Strategi 2 : Peningkatan Akses Pelayanan Dasar Prinsip kedua dalam penanggulangan

kemiskinan adalah memperbaiki

akses kelompok masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan membantu mengurangi

biaya

yang

harus

dikeluarkan

oleh

kelompok

masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia (human capital). Salah satu bentuk peningkatan akses pelayanan dasar penduduk miskin terpenting adalah peningkatan akses pendidikan. Pendidikan harus diutamakan mengingat dalam jangka panjang merupakan cara yang efektif bagi penduduk miskin

untuk

keluar

dari kemiskinan. Sebaliknya, kesenjangan pelayanan

pendidikan antara penduduk miskin dan tidak miskin akan melestarikan kemiskinan melalui pewarisan kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anakanak dari keluarga miskin yang tidak dapat mencapai tingkat pendidikan yang mencukupi sangat besar kemungkinannya untuk tetap miskin sepanjang hidupnya. Selain pendidikan, perbaikan akses yang juga harus diperhatikan adalah akses terhadap pelayanan kesehatan. Status kesehatan yang lebih baik akan dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja dan berusaha bagi penduduk miskin. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dan keluar dari kemiskinan. Selain itu, peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak menjadi poin utama untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Konsumsi air minum yang tidak layak dan buruknya sanitasi perumahan meningkatkan kerentanan individu dan kelompok masyarakat terhadap penyakit.

3.

Strategi 3 : Pembangunan yang Inklusif Pembangunan

yang

inklusif

diartikan

sebagai

pembangunan

yang

mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada seluruh masyarakat. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

65


Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan pembangunan. Fakta di berbagai negara menunjukkan bahwa kemiskinan hanya dapat berkurang dalam suatu perekonomian yang tumbuh secara dinamis. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang stagnan hampir bisa dipastikan berujung pada peningkatan angka kemiskinan. Pertumbuhan harus mampu menciptakan lapangan kerja dalam

jumlah

besar.

Selanjutnya,

produktif

diharapkan terdapat multiplier effect pada

peningkatan pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan taraf hidup, dan pengurangan angka kemiskinan. Untuk mencapai kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri, sehingga stabilitas ekonomi

makro

merupakan prasyarat penting untuk dapat mengembangkan dunia usaha. Selain itu juga diperlukan kejelasan dan kepastian berbagai kebijakan dan peraturan. Begitu juga, diperlukan

kemudahan

berbagai

hal

seperti

ijin

berusaha,

perpajakan dan perlindungan kepemilikan. Selanjutnya, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus didorong untuk terus menciptakan nilai tambah, termasuk melalui pasar ekspor. Pertumbuhan yang berkualitas juga mengharuskan adanya prioritas lebih pada sektor perdesaan dan pertanian. Daerah perdesaan dan sektor pertanian merupakan tempat di mana penduduk miskin terkonsentrasi. Dengan demikian, pengembangan perekonomian perdesaan dan sektor pertanian memiliki potensi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan secara signifikan. Pembangunan kewilayahan.

Setiap

yang

inklusif

daerah

di

juga

penting

Indonesia

dapat

dipahami berfungsi

dalam sebagai

pertumbuhan dengan sumber daya dan komoditi unggulan yang Perekonomian

daerah

ini

yang

kemudian

konteks pusat

berbeda.

akan membentuk karakteristik

perekonomian nasional. Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting untuk memperkuat ekonomi domestik.

4. Strategi 4 : Mensinergikan Kebijakan dan Pengelompokan Program Penanggulangan Kemiskinan Strategi

mensinergikan

kebijakan

dan

pengelompokan

program

penanggulangan kemiskinan di bagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

66


a.

Kelompok 1 : Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga bertujuan untuk memenuhi

hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup penduduk miskin. Bantuan sosial terpadu berbasis keluarga memiliki karakteristik bantuan langsung tunai bersyarat bagi keluarga sangat miskin, keluarga miskin dan keluarga hampir miskin. Cakupan program pada kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, meliputi : 1)

Bantuan langsung kepada keluarga sasaran, bantuan langsung dapat berupa bantuan tunai bersyarat (Program Keluarga

Harapan/PKH),

Bantuan Langsung Bersyarat (conditional cash transfer), bantuan langsung dalam bentuk

barang, misalnya pemberian beras bagi masyarakat miskin

(raskin), serta bantuan bagi kelompok masyarakat rentan seperti mereka yang cacat, lansia, yatim/piatu dan sebagainya; 2)

Bantuan pendidikan berupa beasiswa dan pendidikan anak usia dini;

3)

Bantuan kesehatan termasuk pendidikan bagi orang tua bekaitan dengan kesehatan dan gizi (parenting education) melalui pemberian pelayanan kesehatan yang ditunjuk.

b.

Kelompok 2 : Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Kelompok

pemberdayaan

program masyarakat

penanggulangan bertujuan

memperkuat kapasitas kelompok

untuk

kemiskinan

berbasis

mengembangkan potensi dan

masyarakat miskin

untuk terlibat dalam

pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Program

pada

kelompok program

penanggulangan

kemiskinan

berbasis

pemberdayaan masyarakat memiliki ciri sebagai berikut : 1)

Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pembangunan, dari mulai tahap perencanaan,

pelaksanaan,

pengawasan

serta

pemeliharaan

dan

pelestariannya; 2)

Pengelolaan program dilaksanakan melalui kelembagaan masyarakat di tingkat desa/kelurahan secara transparan dan akuntabilitas;

3)

Pemerintah menyediakan tenaga pendampingan ( technical assistance) secara berjenjang dari mulai tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat pusat. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

67


Cakupan bidang pada kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1)

Pembangunan

infrastruktur

pendukung

sosial

ekonomi

di

tingkat

desa/kelurahan; 2)

Peningkatan kapasitas ( capacity building) bagi masyarakat miksin;

3)

Pinjaman modal bagi keluarga miskin pelaku usaha mikro dan kecil melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) bukan bank dan bukan koperasi di tingkat desa/kelurahan dan atau kecamatan;

4)

Bantuan sosial/santunan bagi Rumah Tangga Sangat Miskin/RTSM (orang lanjut usia/lansia, beasiswa dan peningkatan gizi balita). Penerima manfaat adalah kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin

dan hampir miskin.

c.

Kelompok 3 : Kelompok

Program

Penangulangan Kemiskinan

Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil Program

penanggulangan

kemiskinan

berbasis

pemberdayaan usaha

ekonomi mikro dan kecil adalah program yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan

ekonomi

masyarakat

dengan

Karakteristik program pada kelompok program berbasis

berbasis

sumberdaya

penanggulangan

lokal.

kemiskinan

pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil adalah dengan

pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memberikan akses modal bagi masyarakat kecil. Cakupan pada kelompok program penanggulangan kemiskinan barbasis pemberdayaan usaha kecil dan mikro adalah : 1)

Perluasan penyaluran kredit dalam upaya meningkatkan jumlah kredit dan debitur usaha mikro dan kecil pada kelompok program penanggulangan kemiskinan barbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan

kecil,

pemerintah daerah diharapkan dapat merumuskan pelaksanaan perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 2)

Penguatan kelembagaan dalam upaya meningkatkan kelembagaan mikro bukan

bank

dan

penanggulangan

bukan

koperasi

kemiskinan

pada

barbasis

kelompok pemberdayaan

program usaha

ekonomi mikro dan kecil, melalui : a)

Pendataan Lembaga Keuangan Mikro dan Kecil (LKM) bukan bank dan bukan koperasi;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

68


b)

Pendampingan

terhadap

Lembaga

Keuangan

Mikro (LKM) yang

belum berbadan hukum; c)

Pembinaan

dan

pengawasan

terhadap

Lembaga Keuangan

Mikro (LKM). Penerima manfaat kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil adalah kelompok masyarakat hampir miskin yang kegiatan usahanya pada skala mikro dan kecil dan yang dinilai layak untuk mendapatkan bantuan program.

5.

Strategi 5 : Memperbaiki Program Perlindungan Sosial Prinsip

pertama

adalah

memperbaiki

dan

mengembangkan

sistem

perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu individu dan masyarakat menghadapi goncangangoncangan (shocks) dalam hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif akan mengantisipasi agar seseorang atau

masyarakat

yang

mengalami

goncangan

tidak sampai jatuh miskin.

Penerapan strategi ini antara lain didasari satu fakta besarnya jumlah masyarakat yang rentan jatuh dalam kemiskinan di Indonesia. Di samping menghadapi masalah tingginya potensi kerawanan sosial, Indonesia juga dihadapkan pada fenomena terjadinya populasi penduduk tua ( population ageing) pada struktur demografinya. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan beban ekonomi terhadap generasi muda untuk menanggung mereka atau tingginya rasio ketergantungan. Tingginya tingkat kerentanan juga menyebabkan tingginya kemungkinan untuk masuk atau keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi semakin besarnya kemungkinan orang jatuh miskin, perlu dilaksanakan suatu program bantuan sosial untuk melindungi mereka yang tidak miskin agar tidak menjadi miskin dan mereka yang sudah miskin agar tidak menjadi lebih miskin.

E.

Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan Adapun

persentase

kemiskinan

masing-masing

Kabupaten/Kota

yang

ditargetkan untuk dicapai dari tahun 2011 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 15 berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

69


Tabel 15 Target Capaian Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

KABUPATEN/KOTA Kab Cilacap Kab Banyumas Kab Purbalingga Kab Banjarnegara Kab Purworejo Kab Wonosobo Kab Magelang Kab Boyolali Kab Wonogiri Kab Sragen Kab Blora Kab Rembang Kab Pati Kab Demak Kab Semarang Kab Temanggung Kab Kendal Kab Batang Kab Pekalongan Kab Pemalang Kab Tegal Kab Brebes Kab Jepara Kab Grobogan Kab Kudus Kab Klaten Kab Karanganyar Kab Sukoharjo Kab Kebumen Kota Semarang Kota Salatiga Kota Magelang Kota Tegal Kota Surakarta Kota Pekalongan Jawa Tengah

2011 17.51 19.23 22.50 19.41 15.48 23.38 13.76 14.51 16.59 17.82 16.06 23.51 14.38 17.73 9.62 13.59 14.51 15.04 16.06 20.03 12.44 22.06 8.56 16.89 9.70 17.91 13.32 10.48 23.47 4.19 6.62 8.91 8.82 13.37 7.50 15.00

TARGET CAPAIAN 2012 2013 2014 15.69 13.87 12.05 17.23 15.23 13.23 20.16 17.82 15.48 17.39 15.37 13.35 13.87 12.26 10.65 20.95 18.52 16.09 12.33 10.90 9.47 13.00 11.49 9.98 14.86 13.14 11.41 15.97 14.11 12.26 14.39 12.72 11.05 21.06 18.62 16.17 12.88 11.39 9.89 15.89 14.04 12.20 8.62 7.62 6.62 12.18 10.76 9.35 13.00 11.49 9.98 13.48 11.91 10.35 14.39 12.72 11.05 17.95 15.86 13.78 11.15 9.85 8.56 19.77 17.47 15.18 7.67 6.78 5.89 15.13 13.38 11.62 8.69 7.68 6.67 16.05 14.18 12.32 11.93 10.55 9.16 9.39 8.30 7.21 21.03 18.59 16.15 3.75 3.32 2.88 5.93 5.24 4.55 7.98 7.06 6.13 7.90 6.99 6.07 11.98 10.59 9.20 6.72 5.94 5.16 13.44 11.88 10.32

2015 10.21 11.22 13.13 11.32 9.03 13.64 8.03 8.46 9.68 10.40 9.37 13.71 8.39 10.34 5.61 7.93 8.46 8.77 9.37 11.68 7.26 12.87 4.99 9.85 5.66 10.45 7.77 6.11 13.69 2.44 3.86 5.20 5.15 7.80 4.38 8.75

Berdasarkan persentase target capaian persentase penduduk miskin dapat diketahui target penurunan di atas 2 persen tahun 2011 ke tahun 2012 ada pada 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Rembang. Sedangkan tahun 2012 ke tahun 2013 target penurunan persentase kemiskinan di atas 1 persen ada pada 22 Kabupaten yaitu : Kabupaten Cilacap, Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

70


Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Demak, Kabupaten

Kendal,

Kabupaten

Batang,

Kabupaten

Pekalongan,

Kabupaten

Pemalang, dan Kabupaten Brebes. Untuk persentase penurunan target penduduk miskin di atas 1,5% di tahun 2012 sampai tahun 2013 ada pada 7 Kabupaten yaitu Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Brebes.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

71


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB V KERANGKA IMPLEMENTASI DAN PENJABARAN KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM


BAB V KERANGKA IMPLEMENTASI DAN PENJABARAN KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM Kebijakan pokok penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk memecahkan permasalahan

kemiskinan

di

masyarakat

dalam

rangka

penganggulangan

kemiskinan, berbagai kebijakan akan dilaksanakan secara koordinatif, terpadu, terukur, sinergis dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak, dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama penanggulangan kemiskinan. Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan secara riil akan diarahkan pada program pembangunan yang pro growth, pro job, pro poor dan pro

Environment yang berorientasi pada pemerataan pendapatan antar kelompok masyarakat, pengurangan beban pengeluaran penduduk miskin, pemenuhan kebutuhan dasar dan pemerataan pembangunan antar wilayah. Adapun arah Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Daerah sebagai berikut : 1.

Menjamin agar masing-masing keluarga miskin teridentifikasi secara akurat dan terpantau perkembangannya;

2.

Memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan produktifitas kerjanya;

3.

Memberikan fasilitas untuk memberdayakan keluarga miskin;

4.

Memberikan perlindungan terhadap kaum miskin dari tekanan internal dan eksternal;

A.

Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan Di dalam usaha yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan

mensejahterakan masyarakat, ketersediaan dana bukanlah satu-satunya faktor keberhasilan. Program penanggulangan kemiskinan haruslah diletakkan pada kerangka dasar yang lebih berkelanjutan agar mampu memberikan manfaat yang nyata, jangka panjang dan berkelanjutan, tidak hanya semata-mata untuk pencapaian

MDGs.

penanggulangan sasaran/target

Disamping

kemiskinan

mengimplementasikan

yang

group/kelompok

langsung

miskin,

diarahkan

membangun

program-program kepada

kelompok

infrastruktur

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

sosial-

72


kelembagaan yang baik harus juga dibangun agar dapat menjadi penopang bagi program-program penanggulangan kemiskinan. Beberapa infrastruktur sosial-kelembagaan yang menjadi syarat keberhasilan program penanggulangan kemiskinan yaitu : 1.

Memantapkan

Infrastruktur

Kelembagaan

Penanggulangan

Kemiskinan Pentingnya membangun dan memantapkan kelembagaan penanggulangan kemiskinan sebenarnya sudah disadari oleh Pemerintah.

Di dalam desain

kelembagaan penanggulangan kemiskinan sebelumnya kita mengenal Komite Penanggulangan Kemiskinan. Tahun 2005, Komite Penanggulangan Kemiskinan ini diubah menjadi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) berdasarkan Peraturan Presiden No.54 tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.

4

tahun

kemudian,

kelembagaan

penanggulangan

kemiskinan

diperbarui melalui Perpres No.13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Pada Tahun 2010 Pemerintah mengeluarkan Perpres No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dengan membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Ini menunjukkan betapa pentingnya membangun dan memantapkan kelembagaan

penanggulangan

kemiskinan.

Namun

pengelolaan

infrastruktur

kelembagaan ini belum optimal seperti yang diharapkan. Kelembagaan penanggulangan kemiskinan seharusnya juga dibangun dan dimantapkan sampai ke tingkat kelurahan/desa. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sekarang ini yang hanya dibentuk di tingkat Kabupaten/Kota sebaiknya dibangun pola yang sama di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi mata rantai yang putus di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Pada kenyataannya tingkat kecamatan maupun desa/kelurahan membutuhkan

wadah/forum/kelembagaan

yang

berfungsi

mengkoordinasikan

gerakan dan program-program penanggulangan kemiskinan. Forum seperti TKPKD tersebut dilandaskan filosofi kerelawanan yang penggeraknya berasal dari unsur

stakeholders di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. 2.

Memantapkan Keterpaduan Perencanaan Salah satu sisi yang harus diperkuat untuk mendukung keberhasilan

penanggulangan kemiskinan adalah sisi perencanaan. Pemerintah sangat menyadari Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

73


arti pentingnya keterpaduan perencanaan ini dari Pusat sampai ke desa/kelurahan. Inpres No.3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan menegaskan bahwa paling lambat tahun 2011, perencanaan di tingkat desa/kelurahan harus sudah bisa dipadukan. Dengan membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) yang dijabarkan lebih lanjut dengan Rencana Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan di setiap desa dan kelurahan, maka gerak, langkah dan sasaran penanggulangan kemiskinan sudah bisa lebih terpola, terarah dan terukur. Perencanaan yang ada di desa dan kelurahan bisa memberikan pedoman untuk mengoptimalkan gerakan penanggulangan kemiskinan. 3.

Memantapkan Konsolidasi dan Penyepakatan Bersama Masalah Data Kemiskinan Data kemiskinan makro yang menjadi rujukan resmi untuk mengukur tingkat

kemiskinan, belum bisa dijadikan rujukan untuk menyusun program-program yang langsung ditujukan kepada kelompok miskin, karena data makro tersebut hanya dapat menggambarkan kemiskinan sampai pada tingkat kabupaten/kota. Data kemiskinan makro tersebut belum bisa menjawab pertanyaan dimana kelompok miskin berada (di tingkat kecamatan/kelurahan), siapa kelompok miskin tersebut, dan dimensi-dimensi kemiskinan yang dialami. Pemerintah sudah mengeluarkan Data kemiskinan Mikro pada tahun 2005 (PSE05) dan pada tahun 2008 (PPLS 2008), yang memuat siapa, dimana dan sisi kemiskinan yang dihadapi, namun kenyataannya banyak Kabupaten/Kota yang melakukan assesment atas inisatif sendiri dan menghasilkan data mikro yang berbeda. Kenyataannya ini harus dicari solusinya dan disepakati, sehingga didapat satu data kemiskinan mikro yang dijadikan rujukan bersama. Tanpa kesepakatan bersama, pengukuran tingkat keberhasilan

dalam

menanggulangi

kemiskinan

bisa

berbeda-beda

dan

memunculkan kontroversi. Di dalam gerakan penanggulangan kemiskinan, kekuatan uang atau dana bukanlah menjamin keberhasilan. Salah satu kekuatan yang sudah banyak di identifikasi, namun belum terkelola dengan baik adalah kekuatan modal sosial. Modal sosial ini sebenarnya sudah sangat sering diucapkan dan banyak yang meyakini, namun kenyataannya di praktek penanggulangan kemiskinan belum terkelola dengan baik. Modal sosial, yang dalam praktek keseharian terwujud dalam bentuk kepedulian dan kegotong royongan untuk mengatasi masalah bersama – masalah kemiskinan – pada prakteknya belum dikelola secara lebih baik dan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

74


berkelanjutan. Modal sosial hanya dipandang sebagai daya dukung yang sesaat, tidak terorganisir dan berkelanjutan dan hanya sebagai penguat program. Modal sosial seharusnya menjadi ruh atau urat nadi dalam gerakan penanggulangan kemiskinan. Beberapa kasus membuktikan bahwa komunitas masyarakat yang menerima dan menjalankan program penanggulangan kemiskinan, yang didasari dengan semangat kerelawanan, kepedulian, kegotongroyongan dan semangat untuk bisa keluar

dari

keberhasilan

kemiskinan yang

sasaran/miskin.

nyata

yang dan

Kelembagaan

terorganisir bisa dan

dan

berkesinambungan,

dirasakan

manfaatnya

pelaksanaan

program

oleh

memiliki kelompok

penanggulangan

kemiskinan semakin kokoh, berkelanjutan dan sangat bermanfaat bila kelembagaan dan pelakunya memiliki roh dan menjadikan modal sosial sebagai urat nadi gerakan. Kerangka berpikir ini merupakan prasyarat agar penanggulangan kemiskinan bisa lebih berkelanjutan dan bermanfaat dalam jangka panjang. Kerangka berpikir ini bisa dilihat dalam gambar 7 berikut : Gambar 7 Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan

B.

Penjabaran Kebijakan, Strategi, dan Program Berbagai isu strategis dan permasalahan yang dialami masyarakat miskin

pada umumnya menunjukkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar; kerentanan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 75


masyarakat menghadapi persaingan usaha; lemahnya penanganan masalah kependudukan; ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender; dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan masih banyaknya wilayah tertinggal dan terisolir. Diagnosis kemiskinan juga menunjukkan faktor utama penyebab kemiskinan yang bersifat struktural, yaitu pelaksanaan kebijakan, pengelolaan anggaran dan penataan kelembagaan yang kurang mendukung, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Untuk itu dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan ditetapkan berbagai kebijakan dan strategi agar permasalahan kemiskinan dapat teratasi dengan baik. Implementasi kebijakan dan strategi terkait dengan permasalahan kemiskinan yang dihadapi adalah sebagai berikut : 1.

Masih Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Masih tingginya penduduk miskin salah satunya dikarenakan pendapatan

yang diperoleh tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum yang layak, upaya meningkatkan pendapatan penduduk miskin perlu lebih di dorong sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak melalui kegiatan atau pekerjaan yang melibatkan banyak orang tanpa harus menggunakan tingkat ketrampilan yang tinggi. Tidak terdistribusikannya pendapatan secara merata juga menjadi salah satu sebab kemiskinan tetap ada, keuntungan yang masih banyak pada seorang atau sekelompok orang menyebabkan manfaat pembangunan tidak sampai pada warga miskin. Peningkatan kesempatan kerja dilakukan dengan membuka atau membangun usaha-usaha yang menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan akses produktif berupa permodalan maupun lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan agar dapat ditanami atau dimanfaatkan untuk pertanian sehingga dapat diperoleh manfaatnya bagi warga miskin atau pengangguran. Dengan demikian peningkatan kesempatan kerja ini perlu didukung kemauan yang sama antara pemerintah dan investor dalam menciptakan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

Kebijakan Ekonomi yang Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro

Environment; b.

Strategi 1)

Pembangunan yang inklusif, melibatkan dan bermanfaat kepada seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

76


c.

Program 1)

Memberdayakan kelompok masyarakat miskin;

2)

Menyusun anggaran yang berorientasi pada masyarakat miskin;

3)

Mempermudah berdirinya perusahaan/pabrik yang bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat miskin;

4)

Membuka akses kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterbatasan yang dimilikinya;

5)

Menciptakan inovasi baru dalam bidang peternakan, perikanan, dan pertanian yang bisa dijalankan oleh masyarakat miskin dengan teknologi dan keterampilan yang sederhana;

6)

2.

Meningkatan akses permodalan bagi masyarakat miskin/penganggur;

Masih Tingginya Angka Pengangguran Kurangnya sektor-sektor usaha yang menyerap tenaga kerja yang banyak

bisa menjadikan pengangguran semakin banyak, rendahnya keterampilan juga mempengaruhi dalam mendapatkan pekerjaan. Untuk itu penting sekali untuk meningkatkan kualitas angkatan kerja dengan pemberian pelatihan keterampilan agar dapat diserap oleh dunia usaha dan meningkatkan investasi pada usaha-usaha yang menyerap tenga kerja yang banyak. Akses bekerja yang semakin banyak diharapkan mampu menyerap angkatan kerja yang belum bekerja dan akses mendapatkan permodalan, ketrampilan juga dapat membantu meningkatkan produktifitas yang semakin baik. Penguatan dalam pembinaan dan pelatihan bagi wirausaha diharapkan mampu menciptakan wirausaha yang tangguh dan memiliki keunggulan kompetitif sehingga mampu bersaing dengan kompetitor lainnya. Penyebarluasan akses informasi yang semakin terbuka diharapkan menjadi jembatan bagi angkatan kerja mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Usaha-usaha yang menyerap tenaga kerja yang banyak perlu mendapatkan dukungan permodalan dan dukungan pemasaran sehingga akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja dan Berusaha;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

77


b.

Strategi 1)

Mensinergikan Kebijakan dan Pengelompokan Program Penanggulangan Kemiskinan;

2)

Meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam penyerapan tenaga kerja, baik regional, nasional maupun internasional;

3)

Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan bursa kerja dan optimalisasi sistem informasi bursa kerja yang mudah diakses oleh masyarakat;

4)

Meningkatkan pengawasan dan perlindungan tenaga kerja sesuai norma hukum

yang

berlaku,

serta

meningkatkan

peran

lembaga

ketenagakerjaan; 5)

Mempermudah berdirinya perusahaan/pabrik yang bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat miskin;

6)

Membuka akses kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterbatasan yang dimilikinya;

7)

Mengembangkan kapasitas kewirausahaan dan pelatihan manajemen bagi masyarakat miskin;

8)

Meningkatkan

akses

sumberdaya

produktif

masyarakat

miskin/

masyarakat

miskin/

penganggur; 9)

Meningkatkan

kapasitas

ketrampilan

kerja

penganggur; 10)

Meningkatan akses permodalan bagi masyarakat miskin/penganggur;

11)

Meningkatan

kondusifitas

daerah

untuk

menarik

para

investor

menanamkan modalnya di Jawa Tengah; c.

Program 1)

Program peningkatan akses kesempatan kerja dan berusaha;

2)

Program

peningkatan

mendapatkan pekerjaan

akses kepada masyarakat miskin untuk sesuai

dengan

keterbatasan

yang

dimilikinya; 3)

Program

pengembangan

manajemen bagi

kapasitas

kewirausahaan

dan

pelatihan

masyarakat miskin;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

78


4)

Program

peningkatan

kesempatan

kerja

bagi

masyarakat

miskin/penganggur; 5)

Program penciptaan inovasi baru dalam bidang peternakan, perikanan, dan pertanian yang bisa dijalankan oleh masyarakat miskin dengan teknologi dan keterampilan yang sederhana;

6)

Program

peningkatan

akses

sumberdaya

produktif

masyarakat

miskin/penganggur; 7)

Program

peningkatan

kapasitas

ketrampilan

kerja

masyarakat

bagi

masyarakat

miskin/penganggur; 8)

Program

peningkatan

akses

permodalan

miskin/penganggur; 9)

Program peningkatan kondusifitas daerah untuk menarik para investor menanamkan modalnya di Jawa Tengah.

3.

Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian, Tambak ke Industri Kemajuan ekonomi yang tidak terkendali dan tanpa pengawasan yang baik

menyebabkan berbagai dampak tidak baik antara lain beralihnya fungsi lahan pertanian ke non pertanian, jika tidak dikendalian dengan baik akan mengancam sumber pangan masyarakat atau dengan kata lain ketahanan pangan di suatu wilayah menjadi rapuh. Untuk itu perlu kebijakan yang mampu mengendalikan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak merusak lingkungan dan mampu menjaga fungsi kelestarian lingkungan. Konsep pembangunan pada era sekarang mengarah pada pembagunan yang memperhatikan lingkungan atau pembangunan yang mampu menjaga kesimbangan kelestarian lingkungan. Konsep pembangunan yang bersih, memperhatikan dampak pada lingkungan atau pembangunan yang menciptakan lingkungan menjadi lebih bersih (clean development mechanism) sudah menjadi kesepakatan negara maju yang perlu juga dilaksanakan dinegara berkembang. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

Kebijakan perlindungan terhadap lahan pertanian dan perikanan produktif.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

79


b.

Strategi 1)

Regulasi alih fungsi lahan pertanian;

2)

Optimalisasi pengawasan alih fungsi lahan pertanian;

3)

Peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin melalui pemanfatan lahan tidur;

4) c.

Diversifikasi hasil pertanian untuk menggairahkan produktivitas pertanian;

Program 1)

Program perlindungan lahan pertanian produktif dan lahan konservasi;

2)

Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan alih fungsi lahan pertanian;

3)

Program sosialisasi regulasi alih fungsi lahan, tata guna lahan, RT/RW kepada semua pihak;

4)

Program penindakan tegas pelanggar atauran tata guna lahan;

5)

Program optimalisasi pemanfaatan lahan tidur;

6)

Program pengolahan makanan berbahan dasar ikan;

7)

Program diversifikasi hasil pertanian;

8)

Program perbaikan sarana prasarana perikanan air payau/tambak;

9)

Program gemar makan ikan;

10)

Program pembangunan pasar ikan modern dengan tetap menjaga kearifan lokal yang ada;

4.

Rendahnya Akses Masyarakat Miskin Untuk Mendapatkan Layanan Dasar Bidang Kesehatan, Pendidikan, Akses Usaha, Permodalan, Air Bersih, Sanitasi Dan Perumahan. Keterbatasan akses bagi warga miskin untuk mendapatkan kebutuhan dasar

perlu lebih dibuka luas dengan lebih menerapkan kinerja aparatur pemerintahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

yang lebih partisipatif,

transparan dan memiliki kepekaan sosial yang lebih tinggi. Meningkatnya kinerja dari pihak terkait diharapkan warga miskin mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Keterpaduan program kegiatan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan dapat mengarah pada pemenuhan sepuluh hak dasar antara lain kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, usaha, air bersih dan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013 80


perumahan,

dan

permodalan.

Peningkatan

koordinasi

dalam

memfasilitasi

kebutuhan tersebut diharapkan dapat mempercepat pengurangan kemiskinan, dengan koordinasi dan penyerapan aspirasi kebutuhan di masyarakat miskin diharapkan nantinya kegiatan atau program yang dilaksanakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga akan lebih tepat guna dan bermanfaat. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

b.

Pemenuhan 10 hak dasar;

Strategi 1)

Memperbaikipemenuhan hak atas kesehatan;

2)

Memperbaiki pemenuhan hak atas air bersih dan sanitasi yang baik;

3)

Memperbaiki pemenuhan hak atas perumahan;

4)

Membuka akses kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan air bersih dengan mudah dan harga murah;

5)

Membangun kesadaran masyarakat untuk memelihara kelestarian alam yang memberikan ketersedian air bersih yang berlimpah dengan menumbuhkan kearifan lokal yang ada;

6)

Menjaga agar tidak terjadi perusakan alam dalam bentuk apapun yang akan berdampak pada kerawanan air bersih;

7)

Membuka akses masyarakat miskin untuk mendapatkan kemudahan dalam kredit rumah dengan bunga rendah;

8)

Membangun kesadaran masyarakat miskin terhadap rumah yang sehat;

9)

Mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan;

10) Membangun kepedulian pihak swasta untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan rumah tidak layak; 11) Membangun kepedulian dan kebersamaan masyarakat dalam perbaikan rumah tidak layak huni; c.

Program 1)

Program peningkatan fasilitasi pemenuhan 10 hak dasar;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

81


2)

Program optimalisasi peran Posyandu;

3)

Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyediaan pelayanan kesehatan;

4)

Program penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat miskin tanpa diskriminasi;

5)

Program peningkatan pengetahuan masyarakat miskin tentang kesehatan terutama ibu, bayi dan balita;

6)

Program

peningkatan

akses

kepada

masyarakat

miskin

untuk

mendapatkan air bersih dengan mudah dan harga murah; 7)

Program

peningkatan

kesadaran

masyarakat

untuk

memelihara

kelestarian alam yang memberikan ketersedian air bersih yang berlimpah dengan menumbuhkan kearifan lokal yang ada; 8)

Program peningkatan penjagaan agar tidak terjadi perusakan alam dalam bentuk apapun yang akan berdampak pada kerawanan air bersih;

9)

Program membangun kepedulian pihak swasta untuk melaksanakan program kelestarian alam dan penyediaan air bersih melalui program CSR;

10) Program sosialisasi pentingnya air bersih dan sanitasi yang sehat dalam kehidupan manusia dan cara pemeliharaannya; 11) Membuka akses masyarakat miskin untuk mendapatkan kemudahan dalam kredit rumah dengan bunga lunak; 12) Membangun kesadaran masyarakat miskin terhadap rumah yang sehat; 13) Mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan rumah tidak layak huni; 14) Membangun kepedulian pihak swasta untuk melaksanakan program pemugaran/perbaikan rumah tidak layak huni; 15) Membangun kepedulian dan kebersamaan masyarakat untuk ikut berkontribusi terhadap perbaikan rumah tidak layak huni; 5.

Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan Kemiskinan menyebabkan masyarakat tidak mampu

menyekolahkan ke

tingkat pendidikan dasar maupun pendidikan yang lebih tinggi, disamping itu Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

82


kualitas layanan pendidikan juga belum memadai baik sarana prasarana belajar maupun kualitas pengajaran. Peningkatan akses pendidikan bagi warga miskin perlu lebih ditingkatkan karena keterbatasan akses informasi, akses biaya menyebakan banyak warga msikin yang belum dapat pendidikan yang layak,

termasuk

peningkatan mutu pendidikan bagi warga miskin. Pendidikan informal untuk lebih ditingkatkan kualitasnya baik dari sarana prasarana maupun biaya untuk siswa dari keluarga kurang atau tidak mampu yang digratiskan. Diharapkan dengan peningkatan akses pendidikan bagi semua warga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga mereka mampu mengatasi dan terlepas dari kemiskinan. Peningkatan akses pendidikan bagi warga miskin perlu lebih ditingkatkan karena keterbatasan akses informasi, akses biaya menyebakan banyak warga miskin yang belum dapat pendidikan yang layak, termasuk peningkatan mutu pendidikan bagi warga miskin. Pendidikan informal untuk lebih ditingkatkan kualitasnya baik dari sarana prasarana maupun biaya untuk siswa dari keluarga kurang atau tidak mampu yang digratiskan. Diharapkan dengan peningkatan akses pendidikan bagi semua warga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga mereka mampu mengatasi dan terlepas dari kemiskinan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

b.

Kebijakan Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan;

Strategi 1)

Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan;

2)

Menampung atau memfasilitasi anak-anak miskin untuk bersekolah;

3)

Penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan;

4)

Meningkatan kualitas tenaga pendidik dan proses belajar mengajar yang profesional;

5)

Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan;

6)

Mengembalikan lembaga pendidikan kepada jatidirinya (mencerdaskan masyarakat termasuk masyarakat yang miskin);

7)

Mengembalikan keberadaan Komite Sekolah yang berperan sesuai tupoksinya (menjadi wakil walimurid untuk mendapatkan hak dan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

83


kewajibannya dengan benar, bukan sebagai alat legitimasi pihak sekolah); 8)

Mengoptimalkan Kelompok Belajar Usaha (KBU);

9)

Peningkatan pelaksanaan kegiatan belajar melalui Program Kejar PAKET A, PAKET B, dan PAKET C;

10) Penguatan pembinaan potensi siswa pendidikan dasar; c.

Program 1)

Program peningkatan akses pendidikan dan pelayanan pendidikan;

2)

Program peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan;

3)

Program pengembangan program peralatan kesehatan sekolah;

4)

Program pengembangan perpustakaan sekolah;

5)

Program pengembangan peralatan ilmu pengetahuan (laboratorium komputer, laboratorium biologi, laboratorium fisika dll);

6)

Program

pengembalian

(mencerdaskan

lembaga

masyarakat

pendidikan

termasuk

kepada

masyarakat

jatidirinya

yang

kurang

mampu); 7)

Program beasiswa, sarana prasarana pendidikan bagi masyarakat miskin yang dilaksanakan oleh swasta melalui program CSR;

8)

Pelaksanaan kegiatan belajar melalui program Kejar Paket A, Paket B, dan Paket C;

9)

Program fasilitasi pembinaan siswa melalui penguatan bantuan biaya operasional sekolah;

10) Program pemberian bantuan operasional kepada sekolah dasar; 11) Program

penyuluhan

dan

pendampingan

masyarakat

tentang

pentingnya pendidikan dalam merubah nasibnya; 12) Program peningkatan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi; 13) Program mengembalikan keberadaan Komite Sekolah yang berperan sesuai tupoksinya (menjadi wakil walimurid untuk mendapatkan hak dan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

84


kewajibanya dengan benar, bukan sebagai alat legitimasi pihak sekolah); 14) Program perekrutan tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan dan berkualitas; 15) Program pemenuhan rasio guru dengan jumlah siswa yang harus dipenuhi; 16) Program penguatan pembinaan potensi siswa pendidikan dasar; 17) Program fasilitasi kabupaten/kota untuk mengoptimalkan Kelompok Belajar Usaha (KBU); 18) Program fasilitasi kabupaten/kota untuk mengoptimalkan Kelompok Belajar Masyarakat (KBM); 6.

Bencana Alam Bencana alam yang berdampak pada kerugian materiil dan non materiil perlu

adanya

penanganan

yang

cepat

untuk

menghindari

banyaknya

kerugian.

Peningkatan fasilitas bagi penanggulangan bencana perlu lebih ditingkatkan baik dari sarana prasana, sumberdaya manusia dan pembiayaan. Kemiskinan juga bisa dikarenakan oleh bencana, oleh karena itu program peningkatan penanganan bencana diperlukan untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak yang merugikan dari suatu bencana. Daya tanggap dalam penanganan bencana juga penting sekali karena banyak aspek yang segera ditangani dan perlu mendapatkan perhatian yang sama dan simultan. Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana diharapkan dapat segera dilaksanakan dengan penyediaan anggaran yang memadai baik dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dan perlunya peningkatan

koordinasi lintas sektor dalam memulihkan kondisi

infrastuktur, sosial dan ekonomi agar masyarakat dapat memulai dengan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

b.

Optimalisasi penanganan bencana alam secara sistemik;

Strategi 1)

Identifikasi potensi wilayah rawan bencana;

2)

Optimalisasi manajemen penanggulangan bencana;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

85


3)

Meningkatan

partisipasi

aktif

masyarakat

dalam

penanggulangan

bencana alam; 4)

Mengembangkan penggunaan alat pendeteksi dini bencana alam;

5)

Memetakan daerah rawan bencana alam;

6)

Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak bermukim di daerah rawan bencana;

c.

7)

Meningkatan sistem koordinasi penanggulangan bencana alam;

8)

Meningkatkan kemampuan petugas penanggulangan bencana alam;

Program 1)

Program peningkatan penanganan bencana dari aspek pencegahan, penyelamatan (tanggap darurat), rehabilitasi dan rekonstruksi;

2)

Program pemetaan daerah rawan bencana alam;

3)

Program pengembangan penggunaan alat pendeteksi dini bencana alam;

4)

Program peningkatan sistem koordinasi penanggulangan bencana alam;

5)

Program

peningkatan

partisipasi

aktif

masyarakat

dalam

penanggulangan bencana alam; 6)

Program peningkatan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana alam;

7)

Program peningkatan penanganan bencana dari aspek pencegahan, penyelamatan (tanggap darurat) dan rehabilitasi;

7.

8)

Program peningkatan keterampilan menghadapi bencana alam;

9)

Program penyadaran untuk tidak bermukim di daerah rawan bencana;

Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal Kurangnya penyerapan tenaga kerja akan mengakibatkan kemiskinan

sehingga perlu dilakukan kerjasama investasi dengan berbagai pihak agar dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Masih rendahnya realisasi penanaman modal perlu mendapatkan perhatian dalam penanganannya karena hal ini juga akan mempengaruhi tingkat kemiskinan yang ada di suatu wilayah. Upaya menciptakan lapangan kerja yang luas tidak terlepas dari kebijakan yang mampu menarik investasi di berbagai bidang untuk menciptakan lapangan kerja baru. Untuk itu Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

86


program peningkatan kerjasama jaringan ekonomi lokal, regional dan internasional perlu terus ditingkatkan dengan meningkatkan daya saing di bidang tenaga kerja dan sistem perijinan dan insentif bagi investor yang menanamkan modal. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

b.

c.

Peningkatan Penanaman Modal di Daerah.

Strategi 1)

Meningkatkan promosi potensi daerah;

2)

Menyempurnakan sistem pelayanan perijinan;

3)

Meningkatkan kerjasama dengan pihak ketiga;

4)

Menjaga keamanan dan kenyamanan berusaha;

5)

Meningkatkan ketrampilan tenaga kerja;

Program 1)

Program peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga;

2)

Program

peningkatan

jaringan

ekonomi

lokal,

regional

dan

internasional;

8.

3)

Program peningkatan promosi potensi daerah;

4)

Program penyempurnaan sistem pelayanan perijinan usaha;

5)

Program peningkatan peran lembaga-lembaga ekonomi di daerah;

6)

Program menjaga keamanan dan kenyamanan berusaha;

Terbatasnya

Kesempatan

Kerja

dan

Berusaha,

Lemahnya

Perlindungan Terhadap Asset Usaha, dan Perbedaan Upah Serta Lemahnya Perlindungan Kerja Terutama Bagi Pekerja Anak dan Pekerja

Perempuan

Seperti

Buruh

Migran

Perempuan

dan

Pembantu Rumah Tangga. Akses untuk mendapatkan pekerjaan ataupun informasi pekerjaan masih perlu ditingkatkan agar percepatan pengurangan kemiskinan dapat sesuai dengan target yang ditetapkan. Namun terkadang hak-hak pekerja belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh perusahaan sehingga seringkali timbul perselisihan antara pekerja Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

87


dengan pengusaha. Begitu juga karena kemiskinan menyebabkan anak-anak yang belum layak untuk bekerja sudah harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Upaya peningkatan perluasan kesempatan kerja bertujuan untuk menyerap jumlah

angkatan

kerja

sehingga

dapat

meningkatkan

pendapatan

dan

meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Perlu upaya yang sinergi dengan para investor dan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja melalui kemudahan perijinan dan jaminan keamanan

dalam

berinvestasi.

Peningkatan

sarana

dan

prasarana

dalam

mendukung sektor industri manufaktur maupun pertanian sangat diperlukan agar para penanam modal lebih yakin akan masa depan investasinya sehingga diharapkan akan mampu lebih banyak menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan berkesinambungan seiring dengan meningkatnya hasil produksi dan pemasaran. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kesempatan kerja maka diperlukan peningkatan kualitas dan produktifitas tenaga kerja sehingga hasil produksi akan lebih diminati dan dipercaya oleh pihak pembeli. Dampak lain dari peningkatan kualitas dan produktif antara lain semakin diminatinya produk industri di Jawa tengah sehingga semakin luasnya pemasaran ke berbagai daerah baik antar kota, pulau ataupun antar negara. Untuk itu penting sekali menjaga mutu produksi yang berstandar nasional dan internasional. Upaya lain agar kualitas dan produktifitas semakin meningkat perlu adanya perlindungan ketenagakerjaan agar mereka merasa nyaman dalam bekerja baik kesejahteraan, keamanan maupun kenyamanan bekerja. Upaya lain terkait dengan perluasan kesempatan kerja adalah pengembangan lembaga ketenagakerjaan yang diharapkan mampu menciptakan tenaga kerja yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Kemampuan lembaga ketenagakerjaan semakin dapat menciptakan kualitas tenaga kerja yang baik jika sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja juga semakin memadai. Lembaga perlindungan ketenagakerjaan yang professional untuk memperjuangkan hak-hak pekerja juga diharapkan semakin meningkat kemampuannya dalam memberikan advokasi terhadap tenaga kerja jika terjadi perselisihan antara pekerja dan perusahaan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

88


a.

Kebijakan 1)

Peningkatan dan perluasan lapangan pekerjaan di berbagai sektor;

2)

Peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja;

b.

3)

Penegakan hukum untuk perlindungan tenaga kerja;

4)

Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja;

5)

Memantapkan hubungan industrial yang harmonis;

Strategi 1)

Meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait (swasta

dan institusi

terkait) dalam penyerapan tenaga kerja, baik regional, nasional maupun internasional; 2)

Optimalisasi

peran

lembaga

pendidikan

ketrampilan

dalam

meningkatkan kualitas tenaga kerja; 3)

Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan bursa kerja dan optimalisasi sistem informasi bursa kerja yang mudah di akses oleh masyarakat;

4)

Meningkatkan pengawasan dan perlindungan tenaga kerja sesuai norma hukum

yang

berlaku,

serta

meningkatkan

peran

lembaga

ketenagakerjaan; c.

9.

Program 1)

Program Peningkatan Kesempatan Kerja;

2)

Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja;

3)

Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan.

Terbatasnya Akses Terhadap Air Bersih, Layanan Perumahan dan Sanitasi Kesulitan

terbatasnya

untuk

penguasaan

mendapatkan sumber

air

air dan

bersih

terutama

menurunnya

disebabkan

mutu

sumber

oleh air,

memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk akan membawa dampak pada semakin bertambahnya kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal. Kondisi ekonomi masyarakat juga mempengaruhi Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

89


terhadap kepemilikan rumah sehingga perlu sekali program pembangunan rumah bagi kalangan menengah ke bawah. Terkait dengan penanggulangan kemiskinan maka dibutuhkan perumahan yang murah dan layak huni dengan berbagai sarana sanitasi yang memadai. Konsep perumahan murah ini diharapkan benar-benar dapat dinikmati oleh masyarakat miskin sehingga kualitas hidup mereka akan semakin sehat dan sejahtera. Pemberdayaan komunitas perumahan tidak hanya untuk meningkatkan swadaya masyarakat yang bertempat tinggal diperumahan atau perkampungan dalam meningkatkan kualitas lingkunganya tetapi juga bagi para pengembang perumahan untuk dapat memberikan subsidi silang dari kegiatan pembangunan perumahan kelas menengah dan atas kepada pembangunan perumahan warga kurang mampu. Melalui dana CSR yang dimiliki oleh perusahan swasta perumahan diharapkan juga dapat digunakan untuk pembangunan atau perbaikan permukiman kumuh yang ada di wilayah perusahaan atau wilayah lainnya dari sisi sanitasi, kualitas rumah maupun kelestarian lingkungan sekitar perumahan atau permukiman penduduk, baik dipermukiman padat maupun tidak padat. Peran kelembagaan yang ada di masyarakat perlu ditingkatkan baik kemampuan sumberdaya manusia maupun kelengkapan organisasi. Peran dan fungsi kelembagaan yang ada perlu dioptimalkan dengan pembinaan dan pelatihan bagi personil lembaga masyarakat yang ada sehingga secara nyata lembaga masyarakat tersebut memberikan nilai tambah dalam memperlancar proses pembangunan dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan program pembangunan yang sedang atau akan dijalankan. Peningkatan komunikasi atau peningkatan jaringan kerjasama antar lembaga masyarakat diharapakan dapat menciptakan penguatan modal sosial masyarakat sehingga memperkuat komunitas yang lebih besar dan akhirnya menjadi gerakan yang postif dalam mendukung kemajuan masyarakat. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.

Kebijakan 1)

Pemenuhan

kebutuhan

rumah

bagi

masyarakat

pedesaan

dan

perkotaan serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR); 2)

Pemanfaatan lahan perumahan dengan efesien dan efektif melalui pembangun rumah secara vertikal;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

90


3)

Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pengembangan kearifan lokal dan memperhatikan lembaga yang telah ada;

b.

Strategi 1)

Mengoptimalkan peran stakeholders dalam hal ini pengembang dan masyarakat dalam pembangunan rumah dan penyediaan sanitasi yang layak;

2)

Memanfaatkan potensi lembaga pembiayaan keuangan lokal dalam pembiayaan perumahan bagi masyarakat pedesaan dan MBR;

3)

Pemberdayaan komunitas perumahan melalui peningkat intensitas komunikasi dan informasi dan mengembangkan model subsidi silang;

c.

10.

Program 1)

Program pembangunan perumahan;

2)

Program pemberdayaan komunitas perumahan;

Lemahnya Partisipasi Masyarakat Miskin Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara

sepihak, menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya partisipasi mereka dalam pengambilan

keputusan.

Rendahnya

partisipasi

masyarakat

miskin

dalam

perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan

yang

akan

dirumuskan

maupun

mekanisme

perumusan

yang

memungkinkan keterlibatan mereka. Paradigma pembangunan partisipatif memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan. Fasilitasi berupa pelatihan dan pendidikan keterampilan

bagi masyarakat diharapkan

dapat

meningkatkan kapasitas masyarakat sehingga masyarakat mampu mengembagkan komunitas di wilayahnya agar lebih berdaya. Peran Pemerintah sangat penting dalam menyerap aspirasi dan menindaklanjuti dengan pemberian fasilitas kepada masyarakat agar bisa berkembang dari sisi pengetahuan dan keterampilan sehingga lebih mampu mendayagunakan potensi dan menyelesaikan permasalahan di lingkungan masyarakat. Sejalan dengan peningkatan fasilitasi pengembangan masyarakat, maka diperlukan wadah atau forum bagi masyarakat untuk melakukan penyampaian gagasan atau ide baik mulai dari proses perencanaan sampai dengan evaluasi kegiatan.

Transparansi

dalam

kegiatan

atau

program

diharapkan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

akan 91


meningkatkan keterlibatan masyarakat untuk mendukung dan menjaga agar kegiatan program yang dijalankan di wilayah dapat sesuai dengan harapan yaitu meningkatkan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Kegiatan rembug warga atau kegiatan musyawarah pembangunan tetap terus dilakukan dengan mengedepankan transparansi dan partisipasi agar pembangunan yang dilakukan benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Peran kehumasan di pemerintahan memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Peran kelembagaan yang ada di masyarakat perlu ditingkatkan baik kemampuan sumberdaya manusia maupun kelengkapan organisasi. Peran dan fungsi kelembagaan yang ada perlu dioptimalkan dengan pembinaan dan pelatihan bagi personil lembaga masyarakat yang ada sehingga secara nyata lembaga masyarakat tersebut memberikan nilai tambah dalam memperlancar proses pembangunan dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan program pembangunan yang sedang atau akan dijalankan. Peningkatan komunikasi atau peningkatan jaringan kerjasama antar lembaga masyarakat diharapkan dapat menciptakan penguatan modal sosial masyarakat sehingga memperkuat komunitas yang lebih besar dan akhirnya menjadi gerakan yang postif dalam mendukung kemajuan masyarakat. Peran aparatur pemerintah desa sangat penting sekali karena mereka berada pada barisan terdepan yang langsung menangani masyarakat. Kondisi aparatur desa yang masih kurang dari sisi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan menjadi kendala dalam mempercepat pembangunan

di desa dan mengembangkan

kemampuan kemasyarakatan. Pembinaan aparatur desa dari pemerintahan yang lebih tinggi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk mendukung kemajuan sebuah

desa,

pendidikan

dan

latihan

tentang

pembangunan

partisipatif,

perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan disamping keadministrasian desa. Kesadaran tentang pentingnya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas bagi aparatur pemerintah desa perlu ditingkatkan dan diperkuat

mengingat

pemerintahan

terkecil

akan

mencerminkan

kondisi

pemerintahan yang lebih tinggi yaitu pemerintahan Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

92


a.

Kebijakan 1)

Peningkatan fasilitasi pengembangan masyarakat dan lembaga desa dalam melaksanakan pembangunan;

2)

Peningkatan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa;

3)

Peningkatan fungsi kelembagaan dan sistem informasi masyarakat penunjang pemberdayaan masyarakat;

b.

4)

Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;

5)

Peningkatan kemampuan manajemen keuangan desa;

Strategi 1)

Mengoptimalkan sumberdaya (aparat desa) dalam memberikan fasilitasi kepada masyarakat;

2)

Meningkatkan SDM masyarakat desa dalam pembangunan;

3)

Mengembangkan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan potensi dan kearifan desa;

4)

Mengoptimalkan kelembagaan ekonomi desa dalam memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi masyarakat;

5) c.

11.

Meningkatkan dan fasilitasi Bintek dan Diklat Pemerintah Desa;

Program 1)

Program fasilitasi pengembangan masyarakat;

2)

Program peningkatan partisipasi masyarakat;

3)

Program penguatan kelembagaan masyarakat;

4)

Program peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;

Besarnya Tanggungan Keluarga dan Tekanan Hidup Masyarakat Miskin Rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar

daripada rumah tangga tidak miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5 orang. Pelayanan Keluarga Berencana perlu kembali ditingkatkan dalam upaya mengendalikan jumlah penduduk. Pengendalian jumlah penduduk terkait sangat penting karena pertambahan jumlah penduduk tanpa Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

93


diimbangi dengan pertambahan pendapatan akan menambah jumlah penduduk miskin. Untuk itu pelayanan Keluarga Berencana tidak hanya pada pembatasan jumlah anak namun merupakan manajemen kesejahateraan penduduk di suatu wilayah atau negara. Bagi masyarakat kurang mampu atau miskin diharapkan dapat dilayani dengan biaya gratis atau biaya pelayanan terjangkau dan berkualitas karena sudah menjadi tanggungjawab pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakatnya tanpa membebani masyarakat lagi karena misi sosial dalam kesehatan perlu kembali ditingkatkan. Pengembangan model operasional BKB-Posyandu diharapkan akan lebih mendekatkan pada masyarakat sehingga pelayanan akan kesehatan terkait dengan KB semakin cepat dan dihindari keterlambatan pelayanan kesehatan. Peningkatan petugas lapangan KB perlu ditingkatkan dan perlu ditunjang sarana dan prasarana yang memadai termasuk petugas yang ada di Posyandu juga perlu dibekali dengan pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Wujud pembinaan peran serta masyarakat diharapkan semakin meningkat baik

dari

sisi

masyarakat.

jumlah

kader

Kesadaran

akan

kesehatan pentingnya

masyarakat

maupun

Keluarga

Berencana

pengetahuan diharapkan

meningkatkan jumlah KB Mandiri. Meningkatnya kemampuan pengetahuan kader kesehatan masyarakat diharapkan dapat mempercepat proses sosialisasi akan pentingnya keluarga berencana bagi masa depan anak-anak dan keluarga yang sedang dibina. Perlu upaya yang terus menerus memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu, bayi dan anak agar dapat dikurangi angka kematian ibu dan kasus gizi kurang atau gizi buruk. Untuk itu program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak dimaksudkan agar para ibu mampu menjaga kondisi kesehatannya, bayi atau anak yang dimiliki sehingga dapat tumbuh sehat, kuat dan cerdas. Promosi kesehatan tidak hanya memberikan sosialisasi secara umum tentang kesehatan bagi masyarakat umum tetapi diharapkan memberikan nilai tambah pengetahuan dalam meningkatkan kesehatan baik dari pemilihan jenis obat-obatan, susu maupun sayuran-sayuran yang baik bagi kesehatan ibu bayi dan anak di masyarakat kurang mampu atau masyarakat miskin. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

94


a.

Kebijakan 1)

Peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana untuk masyarakat dan mendorong masyarakat untuk mengendalikan kelahiran;

2)

Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR);

3)

Pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PAUD;

4)

Penguatan Kelompok Bina Keluarga, Bina Balita, Bina Remaja dan Bina Lansia;

5)

Peningkatan peran serta masyarakat dan pengembangan informasi KB dan KS serta meningkatkan peserta KB Mandiri;

b.

Strategi 1)

Meningkatkan

kemampuan

petugas

lapangan

(PLKB)

serta

mengkampanyekan Program Dua Anak Lebih Baik; 2)

Meningkatkan kapasitas pemahaman tentang reproduksi sehat remaja dengan melakukan advokasi untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam reproduksi sehat;

3)

Meningkatkan cakupan pelayanan kontrasepsi dan KB bagi keluarga miskin;

c.

Program 1)

Program pelayanan keluarga berencana;

2)

Program kesehatan reproduksi remaja;

3)

Program pengembangan model operasional BKB-Posyandu;

4)

Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri;

5)

Program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak melalui Kelompok Bina Keluarga dan Bina Balita;

12.

Masih

Rendahnya

Akses

Usaha

Kecil

dan

Mikro

Terhadap

Permodalan Usaha dan Pasar Ekspor UMKM adalah basis perekonomian yang cukup tangguh di Jawa Tengah, sehingga kontribusi UMKM bagi penyerapan tenaga kerja sangat besar. Sayangnya prestasi ini tidak diimbangi dengan pelayanan permodalan yang diberikan oleh pemerintah secara optimal dan pasar ekspor juga sulit untuk ditembus karena Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

95


persaingan kualitas produk disamping akses menuju tempat tujuan ekspor belum sepenuhnya mudah dijangkau. Penguatan kapasitas kelembagaan koperasi sangat penting untuk menunjang kinerja pelayanan koperasi terhadap anggota maupun lingkungan masyarakatnya. Penguatan kapasitas kelembagaan tidak terlepas dari peningkatan sumberdaya manusia yang dimiliki melalui pendidikan dan pelatihan manajemen koperasi yang lebih baik. Penguatan jaringan kerjasama dan peningkatan penguasaan teknologi akan menambah kapasitas koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa menghadapi persaingan global maupun persaingan di tingkat lokal dan nasional. Selain penguasaan teknologi adalah prinsip akuntabilitas, transparansi dan kejujuran dalam menjalankan koperasi mempengaruhi kepercayaan masyarakat dalam bekerjasama dengan koperasi yang pada akhirnya koperasi benar-benar sebagai lokomotif pengerak perekonomi masyarakat selain lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sejalan dengan penguatan kapasitas koperasi agar menjadi lebih berdaya maka melalui pengembangan jenis usaha yang dilakukan dan meningkatnya jaringan usaha diharapkan akan memperkuat posisi koperasi dalam perekonomian bangsa. Program ini sebagai langkah percepatan dan penguatan pilar ekonomi kerakyatan sehingga mampu bersaing dengan lembaga ekonomi lainnya. Pemberian modal kerja dan pembinaan memberikan nilai tambah dalam mengembangkan koperasi yang lebih maju dan profesional dalam melayani kebutuhan anggota dan masyarakat. Penguasaan teknologi bagi koperasi sangat penting untuk menunjang kinerja pelayanan ekonomi disamping sehat organisasi dan administrasi. Salah satu upaya agar koperasi mampu bersaing adalah adanya penguatan modal yang dimiliki, terfasilitasinya koperasi sebagai Sentra Bisnis Development Services sebagai Konsultan Keuangan Mitra

Bank (KKMB), terintegrasinya KSP

dalam teknologi yang terintegrasi sehingga dapat diketahui perkembangan kelompok-kelompok usaha di bawah koperasi. Pemberdayaan koperasi diharapkan meningkatkan kualitas produk UMKM, mengembangkan

dan

menumbuhkan

wirausaha

baru,

meningkatkan

akses

pemasaran, meningkatkan teknologi tepat guna, terfasilitasinya peningkatan teknologi tepat guna dan peningkatan pemasaran melalui kemitraan, misi dagang, pameran dan gelar produk unggulan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

96


a.

Kebijakan 1)

Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan dalam sistem basis agrobisnis (KUD, KOPTAN, KSP dan USP);

2)

Pengembangan jaringan usaha dan perluasan akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM baik di dalam negeri maupun luar negeri;

3)

Perluasan akses Koperasi dan UMKM terhadap lembaga pembiayaan dan penguatan

kelembagaan

keuangan

yang

memiliki

dan

dikelola

masyarakat (KSP, USP dan KJKS ); 4)

Peningkatan pertumbuhan dan memberdayakan UMKM melalui berbagai insentif di bidang perijinan, pemberian fasilitas pemasaran, melalui berbagai pameran produk-produk UMKM, serta penguatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan usaha UMKM;

5)

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Koperasi dan UMKM melalui pendidikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi;

b.

Strategi 1)

Penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat perdesaan dan perkotaan dalam sistem agrobisnis maupun perdagangan dan jasa;

2)

Membangun dan mengembangkan sistem jaringan distribusi dan

networking ekonomi koperasi dan UMKM; 3)

Menumbuhkembangkan

lembaga

keuangan

alternatif

(KSP/USP-

Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi) dan lembaga pendukung lainnya bagi pengembangan Koperasi dan UMKM; 4)

Meningkatkan

daya

saing

sektor

UMKM

melalui

peningkatan

produktivitas dan kualitas produk yang berbasis unggulan daerah, berdaya

saing

manajemen

global

pemasaran

dan

berorientasi

kearah

ekspor

pembentukan

serta

perbaikan

produk

bermerek

(branded product); 5)

Mewujudkan SDM Koperasi dan UMKM yang profesional melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pelatihan dan sertifikasi profesi dalam rangka peningkatan SDM secara periodik dan berkelanjutan, serta perluasan sertifikasi kompetensi SDM koperasi dan UMKM;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

97


c.

Program 1)

Program penguatan kapasitas kelembagaan Koperasi dan UMKM;

2)

Program pemberdayaan Koperasi dan UMKM melalui Penguatan dan pengembangan diversifikasi usaha dan sistem distribusi/jaringan usaha serta peningkatan daya saing;

3)

Program penguatan dan pengembangan permodalan dan jaringan kemitraan usaha KSP/USP-Koperasi;

4)

Program pemberdayaan Koperasi dan UMKM melalui peningkatan produktifitas pemasaran dan jaringan usaha;

13.

Belum Optimalnya Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan Yang Bersih (Good Governance) Tuntutan untuk mewujudkan good governance sudah menjadi salah satu isu

yang harus segera diwujudkan, karena dengan tata kelola kepemerintahan yang bersih diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kinerja pemerintah akan integritas dan semangat yang tinggi dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Program

peningkatan kualitas pelayanan publik sangat penting dilaksanakan karena terkait dengan sejauh mana pemerintahan dengan satuan kerja perangkat daerahnya mampu memberikan pelayanan publik menjalankan

kegiatan

programnya

yang baik kepada masyarakat dan

seefektif

mungkin

dalam

mengatasi

permasalahan yang ada. Transparansi dalam tata kelola pemerintahan, akuntabiltas serta kedisplinan aparatur menjadi salah satu indikator kinerja kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik yang semakin cepat dan transparan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan masyarakat dan dapat mengurangi biaya dan waktu bagi masyarakat ketika akan mengurus sesuatu hal terkait dengan salah satu jenis pelayanan publik. Untuk itu sistem pelayanan publik terkait dengan sistem teknologi dan informasi pelayanan perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan dengan sistem elektronik. Oleh karena itu penting sekali peningkatan kemampuan aparatur pemerintahan dalam menguasai penggunaan teknologi informasi. Agar setiap anggaran pembiayaan lebih terfokus dalam penggunaannya maka penting sekali bagian perencanaan program satuan kerja perangkat daerah memahami subtansi kegiatan yang akan dianggarkan pembiayaanya untuk menghindari penggunaan anggaran yang tidak tepat penggunaanya. Peningkatan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

98


peran Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dalam memberikan saran dan masukan terkait ketepatan kegiatan dan kesesuaian jumlah anggaran terkait dengan kebijakan yang ada perlu lebih ditingkatkan agar arah pembangunan di suatu wilayah sesuai dengan tujuan pembangunan daerah dan tujuan pembangunan nasional. Fungsi evaluasi dan pengendalian pembangunan menjadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas hasil pembangunan pada tahun-tahun mendatang. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program yang dilakukan adalah sebagai berikut: a.

Kebijakan 1)

Peningkatan disiplin aparatur pemerintahan;

2)

Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui transparansi, partisipasi dan akuntabiltas tata kepemerintahan;

3)

Peningkatan kompetensi aparatur pemerintahan dalam pelayanan publik;

4)

Peningkatan

penguasaan

teknologi

dan

informasi

aparatur

pemerintahan; 5)

Peningkatan

efektivitas

penggunaan

anggaran

penanggulangan

kemiskinan; b.

Strategi 1)

Meningkatkan evaluasi kinerja internal aparatur pemerintahan;

2)

Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dengan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pelayanan prima, perencanaan anggaran dan evaluasi program, perencanaan program;

3)

Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi informasi melalui pendidikan dan pelatihan;

c.

Program 1)

Program peningkatan kualitas pelayanan publik;

2)

Program peningkatan sistem teknologi dan informasi pelayanan publik;

3)

Program

efektivitas

penganggaran

berbasis

kemiskinan

dan

pengangguran;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

99


14.

Belum Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender Dua indikator perwujudan keadilan dan kesetaraan gender adalah Indeks

Pembangunan

Gender

(IPG)

dan

Indeks

Pemberdayaan

Gender

(IDG).

Ketidakadilan dan kesetaraan gender juga dapat dilihat dari tingginya angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Masa depan suatu bangsa ditentukan sejauh mana kemampuan membina generasi muda baik pemuda maupun perempuan, baik dari pengetahuan dan ketrampilan.

Untuk

itu

perlu

sekali

peningkatan

kualitas

anak

dengan

meningkatakan ketrampilan dan pengetahuan, upaya untuk mengatasi anak terlantar menjadi hal yang penting bagi upaya menjamin kelangsungan masa depan anak

tersebut

sehingga

mereka

mampu

terlepas

dari

kemiskinan

yang

membelenggunya. Untuk itu perumusan kebijakan di masing-masing SKPD perlu memberikan kegiatan bagi peningkatan kualitas anak dan perempuan dari sisi pelatihan dan ketrampilan dan penyediaan sarana belajar dan sekolah bagi anakanak terlantar dan kurang mampu. Upaya untuk memperkuat peran serta perempuan dalam pembangunan dibutuhkan sarana dan prasarana yang salah satunya adalah kelembagaan. Kelembagaan pengarusutamaan gender yang telah ada seperti PKK perlu lebih dipertahankan dan ditingkatkan perannya dalam ikut serta dalam pembangunan. Kelompok-kelompok perempuan yang terbentuk di masyarakat perlu dikembangkan dalam aspek kegiatan dan ketrampilan terkait dengan bagaimana kaum perempuan agar bisa produktif menghasilkan usaha yang mampu menggerakan potensi sumberdaya yang ada di masyarakat. Upaya ini meliputi peningkatan kualitas hidup serta perlindungan perempuan dan anak melalui perluasan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kualitas anak yang sehat memberikan kontribusi terhadap kualitas masyarakat di suatu wilayah

sehingga mereka lebih

mampu

secara

produktif

berperan

dalam

pembangunan. Begitu juga kualitas perempuan yang semakin meningkat dalam membina anak dan keluarga menjadikan penguatan kualitas masyarakat di suatu wilayah semakin baik. Untuk itu pemenuhan kecukupan gizi anak dan ibu perlu diupayakan, sehingga mampu menciptakan generasi muda yang lebih baik dan berprestasi. Selain itu perlu diperhatikan pula kegiatan pendidikan kemasyarakatan, bimbingan sosial kader perempuan bidang kesejahteraan sosial, terselenggaranya reintegrasi sosial bagi korban kekerasan, TOT pekerja sosial pendamping korban kekerasan, orientasi penanganan anak-anak nakal. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

100


Perlunya wadah atau forum-forum kegiatan yang mampu mengekpresikan potensi yang dimiliki generasi muda dan anak termasuk perempuan dalam pembangunan. Peningkatan kemampuan akan seni budaya, olah raga dan pendidikan memberikan nilai tambah pada kualitas generasi mudah. Event-event lomba kreatifitas pemuda dan perempuan perlu banyak diselenggarakan untuk menggali potensi dan mengembangkan potensi sehingga memperkaya budaya bangsa dan mewarnai pembangunan yang dilaksanakan. Untuk itu kebijakan, strategi, dan program

yang dilakukan adalah sebagai

berikut : a.

Kebijakan 1)

Penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender melalui pemahaman dan

komitmen,

kerangka

kebijakan,

struktur

dan

mekanisme

kelembagaan, data informasi dan penelitian, keterampilan perencanaan, manajemen, mekanisme partisipasi, serta sumberdaya;

b.

2)

Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan;

3)

Peningkatan peran perempuan dalam pembangunan;

Strategi 1)

Mengintegrasikan

kebijakan

dan

program

peningkatan

kualitas

perempuan dan anak dalam dokumen perencanaan daerah (RPJPD, RPJMD dan RKPD); 2)

Meningkatkan pemahaman SKPD dalam pengarusutamaan gender, mewujudkan struktur dan mekanisme kelembagaan yang responsif gender,

mewujudkan

data

dan

informasi

untuk

penguatan

pengarusutamaan gender; 3)

Meningkatkan keterampilan perencanaan dan manajemen bagi SKPD tentang

pengarusutamaan

gender

dan

mewujudkan

mekanisme

partisipasi serta pengolahan sumberdaya yang mendukung peran perempuan dalam pembangunan; 4)

Meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan perempuan melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, partisipasi politik dan terbukanya akses sumberdaya dan ekonomi;

5)

Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

101


c.

Program 1)

Program

keserasian

kebijakan

peningkatan

kualitas

anak

dan

perempuan; 2)

Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender;

3)

Program peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak;

4)

Peningkatan

peran

serta

anak

dan

kesetaraan

gender

dalam

pembangunan;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

102


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI


BAB VI MONITORING DAN EVALUASI A.

Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Waktu Pelaksanaan

1.

Pengertian Kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan pada

dasarnya dilakukan oleh semua pelaku atau pemangku kepentingan ( stakeholders) penanggulangan kemiskinan. Monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan pada Lembaga Pemerintah dilakukan secara internal oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kebijakan dan program, serta mengukur dampak kebijakan dan program penganggulangan

kemiskinan.

Kegiatan

monitoring

dan

evaluasi

program

penanggulangan kemiskinan juga dilakukan secara independen oleh lembagalembaga Non Pemerintah seperti LSM, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Organisasi Profesi, dan Media Massa. Hasil monitoring dan evaluasi, baik yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah maupun Lembaga-Lembaga Non Pemerintah perlu diverifikasi dan dikonsolidasikan oleh sekretariat TKPKD Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan keempat Pokja agar dihasilkan laporan monitoring dan evaluasi yang sistematis, teratur, dan akurat.

2.

Tujuan

Monitoring dan evaluasi secara umum bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dampak program/kegiatan yang mencakup manfaat maupun sasaran program itu sendiri telah berjalan. Secara khusus monitoring dan evaluasi itu bertujuan : a.

Untuk menilai kemajuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan;

b.

Untuk mengetahui kendala-kendala dan permasalahan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan;

c.

Untuk

mengukur

keluaran/hasil,

manfaat/maksud

dan

atau

dampak

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan indikator-indikator yang telah di tetapkan; d.

Sebagai umpan balik untuk peningkatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan khususnya pembangunan upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah untuk periode sekarang maupun yang akan datang. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

103


Secara umum, kegiatan monitoring dan evaluasi akan menjawab pertanyaan sebagai berikut : a.

Apakah kebijakan dan program kegiatan yang dilaksanakan sudah mencapai tujuan yang direncanakan ?

b.

Apakah kebijakan dan program kegiatan yang dilaksanakan telah berhasil ? Mengapa berhasil ? Dan mengapa tidak berhasil ?

c.

Apakah kita akan mengulanginya lagi dengan berbagai perbaikan atau melakukan yang berbeda ?

3.

Manfaat Manfaat monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut :

a.

Mengetahui output dan outcome dari upaya program yang sedang dan telah berjalan.

b.

Sebagai pembelajaran bersama untuk melakukan program/kegiatan yang lebih baik lagi. Adapun manfaat dari monitoring dan evaluasi bagi berbagai pihak adalah :

a.

Bagi Pelaku (Stakeholders)

Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk menciptakan kepemilikan lokal dan kepedulian bersama. Hal ini merupakan suatu cara untuk membangun kapasitas para pelaku dalam mencari keputusan, dan melakukan upayaupaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan. Monitoring dan evaluasi ini juga merupakan pengejawantahan dari implementasi akuntabilitas. b.

Bagi Pengelola Program Pengelolaan dan evaluasi partisipatif dapat membantu untuk memperoleh informasi kuantitatif dan masukan dari berbagai aspirasi yang menyangkut dampak dari suatu program, sehingga dapat dibuat perencanaan strategi untuk meningkatkan pelaksanaan suatu program lebih baik lagi.

4.

Waktu Pelaksanaan Kegiatan evaluasi secara prinsip merupakan kegiatan tahap akhir dari suatu

kegiatan dan program, untuk dinilai apakah sebuah kebijakan dan program telah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

104


mencapai tujuan yang diharapkan. Kegiatan evaluasi dapat dibagi menurut waktu pelaksanaannya yaitu : a.

Evaluasi pra program;

b.

Evaluasi pada saat program berjalan;

c.

Evaluasi summative (akhir); dan

d.

Evaluasi dampak. Jadi kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang sekali saja dilakukan

pada saat akhir program/kegiatan tetapi kegiatan yang bisa dilakukan sesuai tahapan yang dilaksanakan.

B.

Sistem Monitoring dan Mekanisme Evaluasi Kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan di

tingkat lokal atau komunitas sepenuhnya merupakan prakarsa dan kegiatan masyarakat sendiri. Untuk itu dapat diberikan pendampingan dan/atau advokasi oleh Sekretariat TKPKD Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun oleh LSM yang memiliki kompetensi dalam penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu dilandasi oleh kejujuran, motivasi dan kesungguhan yang kuat dari para pelaku. Selain itu, prinsipprinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah : a.

Obyektif dan Profesional Pelaksanaan

monitoring

dan

evaluasi

dilakukan

secara

profesional

berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan. b.

Transparan Pelaksanaan

monitoring dan evaluasi dilakukan secara terbuka dan

dilaporkan secara luas melalui berbagai media yang ada agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah tentang informasi dan hasil kegiatan

monitoring dan evaluasi.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

105


c.

Partisipatif Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku penanggulangan kemiskinan, termasuk masyarakat miskin itu sendiri.

d.

Akuntabel Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dapat dipertanggung-jawabkan secara internal maupun eksternal.

e.

Tepat Waktu Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan.

f.

Berkesinambungan Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan.

g.

Berbasis Indikator Kinerja Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria atau indikator kinerja, baik indikator masukan, proses, keluaran, manfaat maupun dampak.

h.

Jujur Agar data dan informasi yang didapatkan akan menjadi input terhadap analisis dan rekomendasi yang valid, maka seluruh pelaku/elemen yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi harus memegang teguh kejujuran. Disamping prinsip-prinsip tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam pelaksanaan monitoring, yaitu : a.

Pelaku monitoring adalah semua pelaku/stakeholders yang berkepentingan terhadap masalah kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Dengan kata lain, pelaku monitoring dalam kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah adalah pemantau bagi dirinya sendiri dan bagi pelaku lain. Dengan demikian diharapkan dapat terlaksana prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah di tingkat Provinsi bertanggungjawab mengkoordinasikan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

106


hasil

monitoring

dan

evaluasi

yang

dilakukan

oleh

masing-masing

stakeholders. b.

Obyek monitoring adalah semua kebijakan dan program yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu,

monitoring

kegiatan

dilaksanakan

sejak

awal

dimulai

dari

proses

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program terkait, dan dilakukan oleh seluruh stakeholders di Provinsi Jawa Tengah, baik yang dilakukan di tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota maupun Provinsi. c.

Sarana monitoring kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan adalah segenap sarana yang dimiliki oleh masing-masing pelaku, selaras dengan semangat kerelawanan dan keikutsertaan, sehingga para pelaku dapat mempergunakan metode dan alat mereka sendiri untuk dikompilasikan hasilnya dan dikaji bersama sebagai dasar perbaikan dan program penanggulangan kemiskinan selanjutnya.

d.

Metode monitoring terhadap kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan ditentukan oleh masing-masing pihak, sesuai dengan kapasitas dan mekanisme kerja masing-masing dengan semangat memperbaiki kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang sedang berjalan. Sistem pemantauan (monitoring) yang partisipatif dalam penanggulangan

kemiskinan berperan sebagai : a.

Tulang punggung komunikasi vertikal dan horizontal yang menghubungkan staf proyek/program pada semua tingkatan dan lokasi dan dengan semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pelaksanaan proyek/program;

b.

Merupakan

dasar

untuk

partisipasi

aktif

penerima

akhir

manfaat

proyek/program serta stakeholders pada umumnya; c.

Memberdayakan masyarakat desa/kelurahan, khususnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung di desa/kelurahan, keluarga miskin, dan perempuan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap layanan, tindakan, dan keluaran suatu program; Sistem

pemantauan

(monitoring)

memerlukan

rencana

operasi

yang

terstruktur dengan baik melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data, dimana data ini adalah merupakan inti dari Sistem Informasi Managemen (SIM). Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

107


Langkah-Langkah Monitoring dan Evaluasi

C.

Agar monitoring dan evaluasi dapat dilaksanakan dengan lancar maka diperlukan perencanaan yang terprogram sehingga setiap tahapan pelaksanaan monev (monitoring dan evaluasi) sesuai dengan prosedur baku rencana kegiatan yang

ditetapkan.

Pelaksanaan

monev

didasarkan

atas

rencana

induk

pelaksanaannya yang dilakukan secara pasif dan aktif. Dalam hal ini data SIM menjadi sumber yang menyediakan data utama.

1.

Pembentukan Tim Pemantau (Monitoring) Sebelum

pembentukan

melakukan Tim

pemantauan,

Pemantau

maka

(Monitoring),

hal

terlebih ini

dahulu

ditempuh

dilakukan

agar

terjadi

pembelajaran bersama ketika pemantauan dilaksanakan. Di Provinsi Jawa Tengah pemantauan dilaksanakan melalui dua kategori, yaitu : a.

Pemantauan Internal, yang dilakukan oleh dinas/instansi terkait dengan program atau kegiatan yang sedang dilakukan.

b.

Pemantauan

Independen,

yang

dilakukan

oleh

Tim

Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Jawa Tengah dengan membuat Kelompok Kerja (POKJA), Selain itu TKPKD provinsi Jawa Tengah juga

akan

memantau

kegiatan

penanggulangan

kemiskinan

yang

dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota bersama dengan Tim yang ada di Kabupaten/Kota setempat. Pembentukan Tim dibentuk berdasarkan dari perwakilan dari setiap unsur yang ada dan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.

2.

Pembahasan Materi Pemantauan Setelah terbentuk Tim Pemantau, maka selanjutnya dibahas dan disepakati

bersama materi yang akan dijadikan dasar pemantauan. Dalam pembahasan materi tersebut, tentunya tidak terlepas dari data dan informasi mengenai indikator kinerja kebijakan program penanggulangan kemiskinan yang telah disepakati sebelumnya dan telah dituangkan dalam target capaian pada BAB sebelumnya, termasuk didalamnya output dan outcome serta capaian suatu program yang akan dipantau, serta data kondisi awal wilayah yang akan dipantau sebelum pelaksanaan program

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

108


tersebut. Permasalahan dan kendala yang dihadapi baik dari laporan maupun dari pengaduan yang masuk juga menjadi dasar dalam pembahasan materi ini. Dengan adanya pembahasan materi ini, lebih memungkinkan adanya kesamaan pemahaman terhadap sasaran yang akan dilakukan pemantauan serta tidak akan terjadi perbedaan pemahaman diantara pelaku. Dari hasil pembahasan tersebut, keluarlah format monitoring bersama yang akan digunakan oleh seluruh Tim Pemantau. Materi Pemantauan dapat didasarkan juga pada Indikator Kinerja Upaya Penanggulangan Kemiskinan, yang merupakan indikator proses dari setiap langkah program penanggulangan kemiskinan secara

lintas sektor yang dilakukan oleh

instansi-instansi di tingkat Provinsi, sehingga diharapkan dapat terjadi sinkronisasi dan

sinergitas

untuk

mencapai

sasaran

pokok.

Indikator

kinerja

upaya

penanggulangan kemiskinan meliputi : a.

Manusia; sasaran akhir berupa meningkatnya modal sosial, keberdayaan dan martabat manusia;

b.

Ekonomi; sasaran akhir berupa meningkatnya produktifitas dan kapasitas ekonomi;

c.

Lingkungan; sasaran akhir berupa meningkatnya dukungan lingkungan sosial ekonomi terhadap pengembangan usaha;

d.

Kelembagaan;

sasaran

akhir

berupa

meningkatnya

keberdayaan

kelembagaan penduduk miskin dalam berusaha; e.

Berkelanjutan; sasaran akhir berupa menurunnya jumlah penduduk miskin secara terus menerus berdasarkan keberdayaan penduduk miskin yang ada.

Indikator diperlukan sebagai alat untuk menilai kemajuan, keseluruhan kinerja dan dampak program penanggulangan kemiskinan. Indikator merupakan tulang punggung sistem monitoring dan evaluasi sehingga indikator-indikator kinerja yang ada harus dapat diverifikasi secara obyektif. Indikator pencapaian hasil menentukan : a.

Apakah kegiatan dan masukan program penanggulangan kemiskinan menghasilkan keluaran/output yang diharapkan;

b.

Apakah keluaran atau hasil program penanggulangan kemiskinan mencapai maksud/manfaat program; Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

109


c.

Apakah maksud/manfaat program ini memberikan sumbangan kepada tujuan keseluruhan program penanggulangan kemiskinan. Indikator dapat dikembangkan dengan cara yang sangat rinci untuk

mengukur capaian setiap kegiatan, keluaran, maksud dan tujuan program. Oleh karena itu indikator dapat digabung dan disusun sesuai dengan peringkat dan berubah menjadi indikator kunci.

3.

Penentuan Lokasi Sasaran Dalam melakukan pemantauan, juga sangat penting sekali menentukan

lokasi yang akan dikunjungi oleh Tim Pemantau. Apabila lokasinya banyak dengan jumlah pemantau yang sangat terbatas dan tidak akan terkunjungi semua, maka perlu adanya langkah/metode penentuan lokasi yang akan menjadi sampel pemantauan, sebagai berikut : a.

Dilakukan secara acak, diambil beberapa lokasi yang akan dikunjungi dari sejumlah lokasi yang ada. Jumlah lokasi kunjungan disepakati terlebih dahulu oleh Tim pemantau.

b.

Penentuan lokasi sasaran berdasarkan jenis kegiatan atau sasaran penerima manfaat, misalnya program sarana prasarana umum maka dipilih lokasi yang memiliki program yang jenisnya berbeda, misal dipilih lokasi yang penerima manfaatnya terbesar, dll.

c.

Tim Pemantau dapat memilih lokasi dengan kategori wilayah yang paling baik atau paling buruk, atau wilayah yang kondisi geografisnya normal dan wilayah yang kondisi geografisnya remote (sulit/jauh).

d.

Lokasi sasaran juga juga dapat ditentukan berdasarkan capaian suatu program/kegiatan, wilayah yang paling cepat dan wilayah yang paling lambat proses pelaksanaan program/kegiatan tersebut.

e.

Pelaksanaan pemantauan juga dapat dilakukan berdasarkan aspirasi dan permasalahan

yang

terjadi,

baik

itu

berdasarkan

temuan,

maupun

berdasarkan pengaduan dari masyarakat atau dari pihak lain.

4.

Pelaksanaan Monitoring oleh Tim Pemantau Pelaksanaan pemantauan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah

disepakati bersama Tim pemantau (monitoring), hal ini dilakukan untuk lebih Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

110


mengefisienkan waktu. Dalam pelaksanaannya Tim pemantau menyesuaikan waktunya dengan masyarakat atau pelaku yang akan dikunjungi, sehingga akan dapat berjalan secara optimal. Apabila pemantauan dilakukan kepada masyarakat, maka Tim pemantau harus menggunakan prinsip informal dan kekeluargaan, sehingga masyarakat akan lebih terbuka dalam memberikan informasi yang ditanyakan oleh Tim Pemantau. Hendaknya pelaksanaan pemantauan program penanggulangan kemiskinan bisa dijalankan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat sampai di tingkat desa/kelurahan sebagai berikut : a.

Tingkat Pusat (Tim Pemantau pusat) 1)

Memonitor kinerja seluruh pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) di setiap Provinsi;

2)

Memonitor kinerja administrasi pembiayaan Program Penanggulangan Kemiskinan di setiap Provinsi;

3) b.

Menyiapkan laporan berkala kepada penyandang dana (donor).

Tingkat Provinsi (Tim Pemantau Provinsi) 1)

Memonitor kinerja seluruh pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) di tingkat Kabupaten/Kota;

2)

Menerima laporan kemajuan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan

(Pronangkis)

dari

Tim

Koordinasi

Penanggulangan

Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten/Kota dalam rangka pemantauan dan sinkronisasi kegiatan-kegiatan di Kabupaten/Kota. c.

Tingkat Kabupaten/Kota (Tim Pemantau Kabupaten/Kota) 1)

Membentuk Unit Pemantauan dan Pengaduan masyarakat (UPPM) dari beberapa

stakeholders

Program

Penanggulangan

Kemiskinan

(Pronangkis) di tingkat Kabupaten/Kota yang dikoordinasikan oleh TKPKD; 2)

Melaporkan informasi yang diperlukan tingkat pusat dan provinsi secara berkala dengan menggunakan Sistem Informasi Managemen (SIM) yang ada;

3)

Mengolah dan menganalisis informasi tambahan berdasarkan kreteria dan indikator yang telah ditetapkan.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

111


d.

Tingkat Kecamatan (Tim Pemantau Tingkat Kecamatan) 1)

Membentuk Unit Pemantauan dan

Pengaduan Masyarakat (UPPM)

Pronangkis di tingkat Kecamatan; 2)

Melaporkan informasi yang diperlukan tingkat Kabupaten/Kota secara berkala dengan menggunakan Sistim Informasi Managemen (SIM) yang ada;

3)

Mengolah dan menganalisis informasi tambahan berdasarkan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan.

e.

Tingkat Desa/Kelurahan (Tim Pemantau Tingkat Kelurahan) 1)

Membentuk Unit Pemantauan dan Pengaduan Masyarakat (UPPM) di tingkat Desa/Kelurahan yang terdiri dari seluruh elemen masyarakat di Desa/Kelurahan;

2)

Melaksanakan pemantauan/monitoring secara partisipatif;

3)

Mengumpulkan data dari hasil pemantauan/monitoring;

4)

Melaporkan

hasil

pemantauan

ke

tingkat

Kecamatan

dan

Kabupaten/Kota. Untuk lebih jelasnya alur atau proses mekanisme dan teknis monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar 8 sebagai berikut :

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

112


Gambar 8 Mekanisme dan Teknis Monitoring dan Evaluasi Mekanisme dan teknis monitoring dan evaluasi Presiden Bidang Kabinet

DPR

TK P K 1. Forum Konsultasi Monev 2. Pokja Monev

Konsolidasi Monev PK Pemerintah

Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah

Monev Internal 1. Departemen 2. Non Departemen

Monev Independen 1. LSM 2. Dunia Usaha 3. Masyarakat

Gubernur Konsulidasi Monev PK Pemerintah

DPRDI T K P K Propinsi 1. Forum Konsultasi Monev 2. Pokja Monev Propinsi

Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah

Monev Internal 1.Departemen 2.Non Departemen

Monev Independen 1. LSM 2. Dunia Usaha 3. Masyarakat

Bupati

Konsulidasi Monev PK Pemerintah

Monev Internal 1. Departemen 2. Non Departemen

D P R D II

T K P K Kabupatten 1. Forum Konsultasi Monev 2. Pokja Monev Kabupaten

Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah

Monev Independen 1. LSM 2. Dunia Usaha 3. Masyarakat

Tim Monev Kecamatan

Tim Monev Desa/Kel.

Beberapa upaya yang perlu ditempuh untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan adalah : a.

Membangun

sistem

monitoring

dan

evaluasi

yang

terpadu

dengan

memperhatikan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin; Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

113


b.

Melaksanakan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi secara

regular dan terpilah dengan memperhatikan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin; c.

Mengembangkan standarisasi tentang indikator, variabel dan data yang relevan dengan kondisi dan tingkat pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin;

d.

Memperluas kesempatan bagi berbagai pihak untuk mengakses data, informasi tentang kondisi dan tingkat pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin;

e.

Melakukan survey secara regular tentang tingkat kepuasan penerima layanan;

f.

Melakukan tindak lanjut terhadap hasil temuan yang diperoleh dari kegiatan

monitoring;

5.

Pembahasan Hasil Monitoring Setelah dilakukan pemantauan, maka selanjutnya dilakukan pembahasan

hasil dari pelaksanaan pemantauan (monitoring) tersebut. Kegiatan pembahasan ini dihadiri oleh seluruh stakeholders, sehingga dapat memberikan masukan dan dapat diketahui hasilnya oleh semua pihak terkait. Pada pelaksanaan pembahasan ini disampaikan oleh Tim Pemantau secara terbuka dan kemudian ditanggapi oleh peserta yang hadir yang kemudian disepakati rekomendasi guna perbaikan program selanjutnya.

6.

Pelaporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Pelaporan hasil pemantauan (monitoring) dan evaluasi penanggulangan

kemiskinan dilakukan untuk menggambarkan kondisi kemiskinan secara nyata dan dan kinerja kebijakan secara obyektif. Laporan yang dihasilkan dari berbagai pihak perlu diolah dan dikonsolidasikan agar komprehensif dan lengkap. Konsolidasi hasil laporan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan juga dilaporkan terhadap LSM, Media Masa, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Penelitian. Tim

Koordinasi

Penanggulangan

Kemiskinan

Daerah

(TKPKD)

menggabungkan kedua hasil konsolidasi laporan pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah dan non pemerintah Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

114


menjadi laporan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan daerah. Laporan tersebut dilengkapi dengan rekomendasi kebijakan untuk merespon kondisi kemiskinan dan kinerja kebijakan penanggulangan kemiskinan yang selanjutnya diberikan kepada Bupati dan dinas/instansi terkait serta disosialisasikan kepada masyarakat luas. Pelaporan hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan disusun secara praktis, sederhana, menarik, transparan dan mudah dipahami semua pihak. Sistem pelaporan program penanggulangan kemiskinan didasarkan pada prinsip manajemen bermanfaat, untuk mengetahui perkembangan proses pelaksanaan program mulai tahap persiapan dan perencanaan,

pelaksanaan, monitoring,

evaluasi dan laporan diperlukan dalam rangka pengendalian kegiatan program penanggulangan kemiskinan. Penyampaian laporan

melalui jalur struktural mulai

dari tingkat desa/kelurahan berjenjang hingga tingkat pusat, yaitu : a.

Tingkat Desa/Kelurahan Pelaporan

di

tingkat

Desa/Kelurahan

dilakukan

oleh

Tim

Pelaksana

Desa/Kelurahan, Tim Monitoring dan Evaluasi Desa/Kelurahan, dan Tim Operasi dan Pemeliharaan, meliputi :

b.

1)

Laporan kemajuan/perkembangan secara periodik;

2)

Laporan kegiatan monitoring dan evaluasi;

3)

Laporan kegiatan operasional dan pemeliharaan.

Tingkat Kecamatan Pelaporan di tingkat Kecamatan dilakukan oleh Koordinator Pelaksana Lapangan yang bersama-sama dengan elemen masyarakat di Tingkat Kecamatan, meliputi :

c.

1)

Laporan perkembangan atau kemajuan program secara periodik;

2)

Laporan hasil monitoring dan evaluasi.

Tingkat Kabupaten/Kota Pelaporan di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim Koordinasi Kegiatan Kabupaten/Kota, Pimpro, dan Unit Pengelola Program, meliputi: 1)

Rancangan kerja yang mencakup tahap persiapan dan rencana target program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten/Kota;

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

115


2)

Laporan

pelaksanaan

berkala

mencakup

kemajuan

pelaksanaan

kegiatan program penanggulangan kemiskinan; 3)

Laporan pengawasan/monitoring dan evaluasi mencakup pemantauan internal

dan

eksternal

pelaksanaan

program

penanggulangan

kemiskinan; 4)

Laporan pengoperasian dan pemeliharaan sarana prasarana pendukung upaya penanggulangan kemiskinan.

d.

Tingkat Pusat Pelaporan yang dilakukan di tingkat Pusat, meliputi : 1)

Laporan

kemajuan/perkembangan

pelaksanaan

kegiatan

program

penanggulangan kemiskinan; 2)

7.

Laporan keuangan konsolidasi.

Diseminasi Hasil Monitoring dan Evaluasi Hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan menjadi hak

sepenuhnya masyarakat Provinsi Jawa Tengah yang dapat diakses secara mudah, terbuka, dan cepat. Oleh karena itu hasil pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan perlu disosialisasikan kepada seluruh stakeholders dan masyarakat melalui berbagai media informasi seperti : media cetak, elektronik, internet dan media lain yang mudah diakses oleh publik. 8.

Pemanfaatan dan Tindak Lanjut Hasil temuan dari kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dimanfaatkan,

untuk berbagai tujuan : a.

Memberikan umpan balik bagi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan;

b.

Melakukan sinkronisasi berbagai kebijakan dan program;

c.

Meningkatkan keterbukaan;

d.

Pertanggungjawaban

publik

terhadap

kebijakan

dan

program

serta

memberikan peningkatan studi bagi para akademisi dan peneliti; Tindak lanjut dari hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan dirumuskan dalam pembahasan antar dinas/instansi dan pertemuan atau dengar Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

116


pendapat dengan DPRD untuk menanggapi laporan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan. Hasil

pembahasan

tersebut

dituangkan

dalam

bentuk

reorientasi

perencanaan dan pengalokasian anggaran pembangunan. Selanjutnya akan dikeluarkan kebijakan dalam bentuk keputusan untuk meneruskan, menghentikan sementara, atau mengubah suatu kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Keputusan yang disusun dengan memperhatikan dampak bagi masyarakat miskin, administrasi, alokasi anggaran, dan pertimbangan lain yang perlu diperhatikan.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

117


Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

BAB VII PENUTUP


BAB VII PENUTUP Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia

termasuk

juga

di

Provinsi

Jawa

Tengah.

Upaya

percepatan

penanggulangan kemiskinan telah dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui

berbagai

program

kegiatan

baik

sektoral

maupun

lintas

bidang

pembangunan. Selain itu, percepatan penanggulangan kemiskinan juga perlu didukung oleh upaya penciptaan tata pemerintahan yang baik, yaitu sebuah tata pemerintahan yang mengedepankan hubungan sinergitas antara elemen-elemen pemerintah, swasta dan masyarakat yang mendasarkan prinsip-prinsip partisipasi, akuntabilitas, transparansi dan pada pengutamaan kepentingan masyarakat. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) merupakan payung kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di daerah. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor : 15 Tahun 2010, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 42 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan

Tim

Koordinasi

Penanggulangan

Kemiskinan

Provinsi

dan

Kabupaten/Kota yang diselaraskan dengan Visi dan Misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2013. Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah diharapkan menjadi acuan bagi seluruh pelaku pembangunan di Provinsi Jawa Tengah baik Pemerintah, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi/Lembaga dan Masyarakat dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Setiap daerah mempunyai karakteristik dan masalah kemiskinan yang berbeda dengan daerah lainnya, oleh sebab itu dokumen SPKD di daerah perlu disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kemampuan pada masing-masing daerah. Dokumen

SPKD

berlaku

sebagai

acuan

dalam

melakukan

upaya

penanggulangan kemiskinan dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang dan secara dinamis dapat dilakukan perubahan sesuai perkembangan lingkungan. Dokumen SPKD ini diharapkan mampu menjadi pembawa arah bagi upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2013

118


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.