Rangkang demokrasi 11 final (fc)

Page 1

ISSN: 2089-0222

Perempuan dan Gerakan Sosial Rina Wati Siswa Sekolah Demokrasi

14

11

Mendambakan Partisipasi Masyarakat Sipil Ibnu Haja Siswa Sekolah Demokrasi

Rangkang

DEMOKRASi Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id

Reposisi Peran

Pemuda

dalam Gerakan Sosial Baru Kemandirian Usaha Kecil Untuk Kedaulatan Ekonomi

“Kegalauan� Masyarakat Sipil


Saleum Pindah Rumah Pindah rumah merupakan hal yang biasa dialami terutama bagi yang memang belum memiliki rumah. Ya,, meski agak merepotkan harus tetap dijalani. Nah,, hal ini juga dialami oleh ‘awak’ Sekolah Demokrasi Aceh Utara karena sejak akhir November lalu sekretariat dan kantor operasional kami pindah ke ‘rumah’ baru. Kalau dulu kami beralamat di kawasan Tumpok Teungoh Kota Lhokseumawe, sekarang kami berkantor di kawasan Blang Panyang di sebuah gedung yang kami namani dengan “Gedung Rahmania-SEPAKAT Training Centre (STC)” Hal ini merupakan wujud dari kerjasama apik antara Rahmania Foundation dengan Perkumpulan SEPAKAT yang mengelola Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Ya, Perkumpulan SEPAKAT akan mengelola gedung training centre milik Rahmania Foundation untuk digunakan oleh sebagai pusat operasional dan koordinasi kegiatan termasuk Program Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Singkatnya, untuk pembelajaran sekolah demokrasi tahun depan akan dilangsungkan di sekretariat yang baru dan karena bangunannya memang dibangun untuk Training Centre maka peserta sekolah mulai tahun depan juga akan menginap di training centre tersebut. Dengan hal ini diharapkan bahwa kendala ketidakdisiplinan peserta bisa diminimalisir. Untuk Hal ini kami mengucapkan terimakasih banyak kepada Manajemen Rahmania Foundation. Semoga kerjasama baik ini membawa kebaikan bagi semua. Untuk edisi kali ini Rangkang Demokrasi mengetengahkan topik tentang ‘Masyarakat Sipil dan Gerakan Sosial’, Selain itu juga ada pengumuman penerimaan peserta Sekolah Demokrasi untuk tahun 2013. Selamat membaca.

DaftarIsi ▼ OPINI

5

“Kegalauan” Masyarakat Sipil Syarkawi | Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

8

Kemandirian Usaha Kecil Untuk Kedaulatan Ekonomi

14

Perempuan dan Gerakan Sosial

17

Reposisi Peran Pemuda dalam Gerakan Sosial Baru

20

CSO dan NGO

Rina Wati | Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

Darmadi | Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Aryos Nivada | Peneliti dan Penulis

Zarma Yusuf | Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

11

Mendambakan Partisipasi Masyarakat Sipil Ibnu Hajar | Guru SMP Negeri 1 Payabakong, Aceh Utara dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

▼ RESENSI

24

20

Gerakan Sosial Islam, Gagalkah.?

Mawaddah | Guru SMA Negeri 6 Lhokseumawe dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

PENANGGUNG JAWAB: Edi Fadhil PEMIMPIN UMUM: Edi Fadhil, SIDANG REDAKSI: Edi Fadhil, Muhammad Usman, Zulkifli Hamid REDAKTUR PELAKSANA: Eka Saputra WARTAWAN: Muksalmina, Saifura SIRKULASI: Riko Tampati LAYOUTER/DESAIN GRAFIS: Eka Saputra IKLAN: Zakaria KEUANGAN: Dewi Tirta Wati KASIR: Ika Febriani : Gedung Rahmania-SEPAKAT Training Center (STC) Jl. Medan-Banda Aceh. Gp. Blang Panyang. Kec. Muara Satu : rangkangdemokrasi@sepakat.or.id

2

: http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | :Tahun 2 | Desember 2012 sekolahdemokrasi.acehutara

Diterbitkan atas kerjasama antara:


TTS

humor

Teka Teki Silang

Teh Pengganti Bensin (Hasil penelitian Lab. di USA) Khusus bagi pengendara mobil/motor sekarang nggak usah khawatir akan efek kenaikan BBM atau pembatasan subsidi BBM jenis Premium, karena sekarang sudah ada solusi yang sangat jitu dan telah terbukti oleh para ilmuwan di Amerika.

MENDATAR 4. Sibuk (english) 6. Sejenis penyakit kulit 7. Nama kepulauan di Argentina 11. Ide 12. Stadion markas klub Lazio dan AS Roma 14. Logam yang dihasilkan di pulau Bangka 16. Nama kepulauan di provinsi Kepulauan Riau 18. Dua (english) 19. Merek gadget keluaran Apple 22. Hadir 25. Merek printer 26. Nama provinsi di indonesia 27. Ibukota provinsi Sulawesi Tenggara

MENURUN 1. Laut (english) 2. Satu 3. Tingkat kepekatan pelumas 4. Panggilan akrab presiden pertama RI 5. Salah satu negara terkecil di dunia 7. Liga sepakbola di Amerika 8. Peta (english) 9. Nama belakang striker timnas Indonesia 10. Salah satu negara penghasil pisang di Afrika 13. Nama belakang sekjend PBB 15. Merek mobil 16. Nama Nabi 17. Nama galaksi 20. Nama merek jam tangan 21. Komisi yang menangani persaingan usaha 23. Ikan ini hanya ada di danau laut tawar, Aceh 24. Nama belakang presiden wanita Argentina yang legendaris 25. Nama negara di Amerika Latin

Redaksi menerima tulisan berbentuk opini dan artikel yang bertemakan tentang politik, sosial dan isu demokrasi. Panjang tulisan artikel maksimal 500-600 kata.

Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh para ilmuwan, membuktikan bahwa AIR TEH dapat dijadikan alternatif baru pengganti BBM. Jika kendaraan Anda kehabisan BBM. Caranya: 1. Gunakan wadah bisa berupa gelas, cangkir, botol dll. 2. Siapkan teh (teh celup, teh hijau, atau teh lain) secukupnya. 3. Siapkan gula pasir 1 sendok makan. 4. Didihkan air panas hingga 90′ celcius. 5. Masukkan teh ke dalam air mendidih tadi, lalu tambahkan gula 6. Campur dengan es batu, lalu masukkan ke dalam botol. Proses pertama telah Selesai. Proses Selanjutnya .... Tinggal dorong motor/mobil Anda yg sedang mogok‌ Jika capek & haus, minumlah air es teh manis tadi‌ Terbukti motor/mobil anda tetap bisa jalan tanpa pusing memikirkan BBM khan?,, []

Mari bergabung dan berdiskusi bersama komunitas kami di halaman Facebook. klik facebook. com/sekolahdemokrasi.acehutara

Kirimkan kritik dan saran atau pendapat anda melalui email rangkangdemokrasi@sepakat.or.id

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

3


Editorial

CSO Ditengah Belantara Selepas donor asing keluar dari Aceh, berakhir kondisi kekinian NGO lokal di Aceh mengalami perubahan hampir 1800. Saat ini banyak NGO lokal yang mati suri lantaran sumber dana terbatas. Saya mengibaratkan NGO lokal di sebuah hutan belantara, dimana saling berebut sumber dana alam (dana hibah red). Fakta lainnya, NGO lokal saling sikut menyikut untuk mendapatkan donor. Seharusnya bersinergi dalam menyelesaikan masalah ke Acehan. Ini menunjukan seleksi alam terjadi, siapa NGO lokal yang kuat jaringan, memiliki pengalaman, manajemen yang bagus, sumber daya manusia berkwalitas, dan adanya fund resing akan bisa bertahan dengan eksistensinya. Pertanyaan mendasarnya seberapa membumikah gerakan NGO lokal dalam menyelesaikan masalahmasalah sosial? Jangan terkesan bukan menyelesaikan masalah tapi menambah masalah, contohlah kayak moto Pegadaian (memecahkan masalah tanpa masalah). Dan bagaimana NGO lokal di Aceh mampu membangun gerakan memperjuangkan ketidakadilan dan kesejahteraan? Jangan sampai juga sibuk mengurus kepentingan internal lupa membangun konsolidasi dan komunikasi sesama NGO lokal. Anehnya banyak NGO lokal hanya berani berkomitmen tanpa ada action yang jelas. Fenomena realitas banyak sekali pertemuan forum dalam membangkitkan nilai tawar dan gerakan sipil hanya berhenti pada komitmen awal saja. Realisasinya lebih banyak tidak menjalankan daripada menjalaka. Mirisnya lagi banyak aktivis NGO lokal yang idealisnya tergadaikan atas sebuah sifat opportunity (peluang), misalnya setelah kalah dari caleg (calon legislatif) kembali lagi ke dunia NGO-an. Bagi pribadi saya kelakuan itu menunjukan ke-idealisan yang tidak permanen. Inti harus dipertanyakan ke idealisannya. Saya juga melihat ketidaksejalannya dari NGO lokal di Aceh dalam membangun Aceh Baru paska konflik dan tsunami. Karena semuanya mengambil momentum damai ini untuk menunjukan taringnya kepada publik, walau taringnya ternyata tumpul. Mengapa tumpul, karena kurang memahami kondisi seobjektif mungkin dan tidak bekerjasama, belum lagi masih terparsialkan dengan agenda masingmasing. Kalau pun bekerjasama bukan dikarena murni mendorong dan mengisi pembangunan di Aceh paska konflik dan tsunami, tapi ada faktor kepentingan yang melatarbelakangi kerjasama. Sebagai justifikasi, saya mengambil sebuah

4

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

contoh kejadian baru-baru ini yang di lansir pada pemberitaan harian Serambi Indonesia (29/7/10),�Bupati Aceh Barat Panggil 52 NGO dan LSM�. Tidak bermaksud menyinggung, hanya sekedar memberikan masukan. Saya rasa seharusnya Forum LSM Aceh mengambil sikap mempertanyakan sikap bupati Aceh Barat Ramli MS tersebut. Sepengetahuan saya NGO Lokal yang dipanggil adalah anggota jaringan dari Forum LSM Aceh. Jangan sampai gerakan pemakzulan anggota terhadap lembaga tersebut terjadi. Ini berkaitan Forum sebagai lembaga payung yang menangungi anggotanya. Di sisi lain itu tanggungjawab Forum yang di mandatkan mendorong terwujudnya kemampanan anggotanya. Merujuk atas kejadian itu nampak sangat jelas intervensi kuat Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat kepada NGO lokal disana? Benar bila dikatakan segala keberadaaan NGO harus melapor kepada Kesbangpol Linmas tapi sangat disayangkan intervensi itu masuk di tataran urusan rumah tangga NGO lokal,�Khususnya di bidang pendidikan, supaya setiap pekerja atau guru yang direkrut dari tenaga lokal yang beragama Islam�. Jangan lantaran maraknya kasus pemurtadan di Aceh Barat lantas mengekang dan memperlemah posisi NGO lokal di Aceh, khususnya di Aceh Barat. Menurut saya tingkah laku seperti itu tidak perlu terlalu berlebihan. Seharusnya Kesbangpol Linmas berfungsi dan berperan turun langsung kelapangan, melakukan pendekatan selaras dengan NGO lokal di Meulaboh, melakukan monitoring dan evalusi, dan terpenting mengarahkan bagi NGO lokal yang telah salah jalan. Ini pola lempar tanggungjawab, karena adanya pemurtadan lalu langsung disalahkan sepenuhnya ke NGO lokal. Memang cuci tangan atas ketidakbenaran menjalankan tugas menjadi tingkah laku klasik pemerintahan, bisa dikatakan mencari kambing hitam. Kembali lagi, Forum LSM Aceh jangan sampai dibutakan dengan dunia program, melupakan tanggungjawab kepada anggotanya dalam hal memperjuangkan pemarginalan yang dilakukan Bupati Ramli. Bagi saya dengan kondisi itu sebagai bentuk momentum menunjukan kekonsolidasian dalam melakukan gerakan advokasi bersama atas pemarginalan bagi NGO lokal yang dilakukan bupati Aceh Barat tersebut. Forum LSM Aceh juga bisa memfasilitasi yang bukan anggota untuk melakukan advokasi bersama, agar menjadi masif. Aryos Nivada


OPINI

“Kegalauan” Masyarakat Sipil

Istilah masyarakat sipil merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Makna masyarakat sipil pun diartikan berbeda-beda. Sebagian masyarakat mentafsirkan masyarakat sipil adalah orang-orang yang tidak bersenjata. Ada juga yang memaknai masyarakat sipil adalah masyarakat biasa. Sehingga dari pemahaman ini seolah-olah semua masyarakat dari anak-anak sampai usia lanjut merupakan masyarakat sipil.

S

Syarkawi Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara.

emua pengertian yang tersebut merupakan istilah awam yang digunakan oleh semua orang. Padahal pengertian masyarakat sipil merujuk pada tiga hal yaitu space (ruang), proses dan nilai. Menurut A.S. Hikam, 1996 yang dimaksud Space (ruang) pada pengertian masyarakat sipil yaitu wilayah-wilayah

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

5


OPINI 6

kehidupan sosial (wilayah antara keluarga dengan negara) yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (selfgenerating), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Pengertian ini menandakan bahwa organisasi masyarakat sipil (OMS) saat melakukan advokasi mengenai isu yang muncul di msyarakat tanpa mengharapkan suatu imbalan. OMS ini juga dalam memperjuangkan sebuah isu tanpa keterikatan dengan sebuah lembaga terutama negara, sehingga dalam menyuarakan suatu isu tidak ada yang bisa mempengaruhinya. Dengan kata lain masyarakat sipil masyarakat yang mandiri. Mandiri dalam bidang ekonomi, pendidikan bahkan sosial. Kemudian yang kedua ada proses. Menurut Zbigniew Rau Proses artinya masyarakat sipil ini berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Hal ini dapat kita lihat kondisi Aceh pasca DOM, banyak melahirkan Organisasi – organisasi Masyarakat sipil (OMS) yang bergerak di bidang HAM, ada OMS yang membela hak-hak perempuan, dan lainlain. Kondisi ini menandakan mereka ini ada karena keadaan yang menyadarkan mereka untuk mengadvokasi situasi-situasi tersebut. Yang ketiga termasuk dalam

pengertian masyarakat sipil yaitu di pandang sebagai nilai. Menurut Anwar Ibrahim yang dimaksud nilai disini adalah sistem sosial yang subur yang berasaskan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik di bidang pemikiran, seni, pelaksananaan pemerintahan mengikuti undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Dengan kata lain masyarakat sipil selalu memperjuangkan kepentingan orang banyak dengan memperhatikan aturan-aturan yang berlaku. Dari pengertian di atas masyarakat sipil sangat erat hubungannya dalam bernegara dan berdemokrasi. Menurut Larry Diamond mengatakan kontribusi masyarakat sipil dalam demokrasi yaitu : a). Menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara. Dengan kata lain masyarakat sipil memiliki peran sebagai advokasi. Sebagai advokasi masyarakat sipil dapat mempengaruhi segala sesuatu kebijakan pemerintah sehingga berpihak pada publik. b). Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Dalam kondisi ini masyarakat sipil dapat berperan dalam memberdayakan masyarakat. Cara memberdayakan masyarakat dalam politik salah satu dengan menumbuhkan kesadaran politik masyarakat untuk berdemokrasi dan pentingnya keterlibatan warga dalam proses perubahan sosial.

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

c). Ikut menjaga stabilitas negara. Dalam lingkup ini masyarakat sipil lebih terarah menjadi kontrol sosial. dengan ada kontrol sosial menjadi sebuah lentera bagi masyarakat awam lain ketika ada suatu isu yang dapat meresahkan masyarakat misalnya ada aliran yang mendangkalkan aqidah, ada kelompok masyarakat sipil yang akan merespon ini dari pihak akademisi dayah misalnya. d). Tempat menggembleng pimpinan politik. Ketika seseorang siap untuk diposisikan sebagai seorang pejabat sudah melalui proses di masyarakat. Sehingga dalam membuat kebijakan lebih tepat karena sudah mengetahui apa kebutuhan masyarakat sebenarnya. e). Menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim otoriter. Realita ini dapat kita lihat ketika orde lama berkuasa. Siapa yang berani menyuarakan untuk menggeserkan Suharto? Begitu lamanya Suharto jadi presiden, ada anak Aceh saat itu ketika ditanya apa cita-citanya? ingin menjadi Suharto katanya.  Padahal Suharto itu seorang prresiden. Dengan munculnya organisasi masyarakat sipil (OMS) dari pihak mahasiswa sehingga posisi tersebut bisa diganti. Ini salah satu bukti kontribusi masyarakat sipil untuk menghalangi dominasi renzim otoriter. Dari pengertian dan kontribusi menurut beberapa ahli di atas, mari kita lihat kontribusi masyarakat sipil di Aceh. Banyak organisasi masyarakat sipil (OMS) yang muncul pasca tragedi Tsunami. Tapi sayangnya OMS ini tumbuh subur seperti jamur pada musim hujan. Hal ini terjadi karena pasca Tsunami banyak anggaran dari


menjadi pertanyaan sekarang apakah mereka sudah dapat menyandang status dan berperilaku sebagai  masyarakat sipil yang mencerdaskan? atau mereka masih galau untuk meninggalkan perilaku militeristik yang bersifat komando dan otoriter. Jika kondisi ini terus dipertahankan dikhawatirkan akan mengancam kondisi demokarsi di negara kita. Realita lain yang dapat kita lihat dalam kehidupan yaitu beberapa minggu yang lalu kita baca di serambi ada keluhan dari masyarakat mengenai bahan bakar bensin. Banyak pengguna kendaraan roda empat memiliki keluhan tangki mobilnya harus di kuras. Sehingga mereka bertanya-

tanya kenapa banyak mengalami keluhan yang sama. Apakah karena kualitas bahan bakar yang mereka gunakan sudah menurun? Pertanyaan lain muncul dalam kalangan masyarakat siapa yang akan menyuarakan ini sehingga pemerintah pun tidak lalai dengan kondisi ini? Jawabannya adalah masyarakat sipil yang memiliki pengetahuan bagaimana standar bahan bakar bensin yang bagus. Oleh karena itu masyarakat sipil ini bisa terbentuk dari kalangan mana saja dan dengan latar belakang pendidikan apapun. Hanya saja ruang ruang yang tersedia jangan di intervensi oleh pihak tertentu. []

OPINI

NGO-NGO yang membantu Aceh. Sekarang OMS yang masih aktif yang selalu menyuarakan suara rakyat bisa dihitung jari misalnya MATTA, Gerak, Walhi Aceh dan beberapa OMS lainnya. Ironisnya ada individu ketika berada pada posisi sebagai masyarakat sipil selalu menyampaikan argumen yang memihak pada rakyat, ketika ada kesempatan menduduki kursi yang memengaruhi kebijakan lupa akan kepentingan masyarakat. Apalagi diprediksikan sejumlah purnawirawan militer mencalonkan diri menjadi presiden pada pemilihan umum 2014 nanti. Ketika mereka pensiun dari militer maka hak memilih dan dipilih pun dimilikinya. Yang

Menurut Larry Diamond mengatakan kontribusi masyarakat sipil dalam demokrasi yaitu: a). Menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara. Dengan kata lain masyarakat sipil memiliki peran sebagai advokasi. Sebagai advokasi masyarakat sipil dapat mempengaruhi segala sesuatu kebijakan pemerintah sehingga berpihak pada publik. b). Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Dalam kondisi ini masyarakat sipil dapat berperan dalam memberdayakan masyarakat. Cara memberdayakan masyarakat dalam politik salah satu dengan menumbuhkan kesadaran politik masyarakat untuk berdemokrasi dan pentingnya keterlibatan warga dalam proses perubahan sosial. c). Ikut menjaga stabilitas negara. Dalam lingkup ini masyarakat sipil lebih terarah menjadi kontrol sosial. dengan ada kontrol sosial menjadi sebuah lentera bagi masyarakat awam lain ketika ada suatu isu yang dapat meresahkan masyarakat misalnya ada aliran

yang mendangkalkan aqidah, ada kelompok masyarakat sipil yang akan merespon ini dari pihak akademisi dayah misalnya. d). Tempat menggembleng pimpinan politik. Ketika seseorang siap untuk diposisikan sebagai seorang pejabat sudah melalui proses di masyarakat. Sehingga dalam membuat kebijakan lebih tepat karena sudah mengetahui apa kebutuhan masyarakat sebenarnya. e). Menghalangi dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim otoriter. Realita ini dapat kita lihat ketika orde lama berkuasa. Siapa yang berani menyuarakan untuk menggeserkan Suharto? Begitu lamanya Suharto jadi presiden, ada anak Aceh saat itu ketika ditanya apa cita-citanya? ingin menjadi Suharto katanya.  Padahal Suharto itu seorang prresiden. Dengan munculnya organisasi masyarakat sipil (OMS) dari pihak mahasiswa sehingga posisi tersebut bisa diganti. Ini salah satu bukti kontribusi masyarakat sipil untuk menghalangi dominasi renzim otoriter. []

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

7


OPINI

Kemandirian Usaha Kecil Untuk Kedaulatan Ekonomi

Menurut Antonio Gramsci mengatakan bahwa tiga unsur/komponen adalah masyarakat sipil, negara dan pasar yang menentukan isi, struktur dan kontradiksi di dalam masyarakat. Dan Gramsci mempertegas arti penting masyarakat sipil haruslah di pahami dalam konteks perubahan relasi antara negara dan pasar disatu pihak, dengan negara dan masyarakat sipil dipihak lain. Maka ketiga komponen ini selalu saling keterkaitan hubungan dan mempengaruhi perkembangan masyarakat. (Sumber; Rustam Ibrahim; Modul Masyarakat Sipil dan Demokrasi 窶適ID).

Zarma Yusuf Ketua DPW IPPKINDO ACEH dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

8

P

asar atau bisnis merupakan arena untuk memperoleh penghasilan dan kekayaan bagi anggota-anggota masyarakat. Dalam Modul tersebut dijelaskan bahwa Lembaga-lembaga yang termasuk kedalam katagori pasar atau dunia usaha bisnis ini mencakup mulai dari : usaha kecil dan menengah (UKM), perusahaan besar, konglomerat, perusahaan multinasional, lembaga keuangan dan perbankan, pasar modal dan lain-lain.

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012


gambaran peminggiran terhadap kaum lemah (dhu’afa ) yang dilakukan kaum elit pemodal dan elit yang berkuasa sehingga banyak bermunculan kaum termajinalkan dari aksesakses publik yang seharusnya menjadi hak-hak mereka. Maka kemandirian masyarakat sipil dalam m e n g e m b a n g k a n usaha kecilnya perlu diimplementasikan dalam suatu gerakan kemandirian wirausahawan dan UMKM untuk tercapai kedaulatan ekonomi rakyat. Civil Society atau masyarakat sipil berproses bersama rakyat menuju emansipasi warga dunia di era globalisasi. Kedaulatan ekonomi harus menjadi perhatian serius, karena rasa kemandirian ekonomi bangsa yang berdasarkan prinsip kerakyatan harus dibangun, setelah sejarah membuktikan, bahwa kekuatan ekonomi dari bangsa barat mampu menjadi alat guna menghegemoni bangsa lain saat ini. Programprogram pemberdayaan ekonomi pada masa lalu ternyata menyisakan permasalahan terbesar, yakni ketergantungan masyarakat terhadap bantuan modal, fenomena ini harus kita siasati bersama sebagai bentuk kesadaran semua elemen bangsa Indonesia dan Masyarakat Aceh. Majukan Koperasi dan UKM Mari bekerja keras dan saling mengisi satu sama lain. Situasi saat ini merupakan starting point bagi kita

sebagai masyarakat sipil Aceh untuk memperkuat struktur perekonomian daerah dan nasional dan tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat melalui revitalisasi pembangunan pasar-pasar tradisional dan juga revitalisasi di segala sektor, bidang pertanian, perindustrian, dan lain-lain. Hal tersebut diatas telah dituang dalam Peraturan Presiden Republik Indonsia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Disamping pembangunan pasar modern, eksistensi pasar tradisioanal harus terus dijaga. Dengan demikian, usaha kecil dan mikro, termasuk agribisnis, serta usaha koperasi dan UKM bisa memasok pasarpasar tradisional dan juga pasar modern. Boleh ada Hypermart, Giant, Alfamart, Indomaret dan banyak lagi bisnis waralaba lainnya, tapi Walikota dan bupati harus mengaturnya dengan baik, jangan sampai mematikan pasar tradisional atau pasar rakyat, ujar Presiden SBY pada peringatan puncak Hari Koperasi Nasional ke-63, Agar kesejahteraan semakin meningkat serta berkurangnya kemiskinan dan pengangguran, SBY mengajak untuk bersama-sama menjaga dan memajukan koperasi yang sudah ada, serta menambah lagi jumlah koperasi. Koperasi kita jadikan wahana untuk menolong diri sendiri dan mencukupi kebutuhan warga (Majalah Agri Mandiri ). Pasca lahirnya Undang-

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

OPINI

Kedaulatan Ekonomi Tantangan globalisasi merupakan fenomena peradaban dunia yang harus segera disikapi bagi kita, sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Peran OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) di Aceh, khususnya Lhokseumawe dan Aceh Utara sebagai salah satu elemen bangsa ini harus mempunyai sebuah strategi dan taktis yang berdasarkan pemahaman yang mantap terhadap permasalahan sosial yang ada disekitarnya. Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasarkan keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap masyarakat sipil memiliki sensibilitas dan responbilitas tantangan globalisasi, bahwa peradaban dunia yang sedang menuju pada era persaingan bebas ASEAN 2015, ternyata memiliki ancaman bagi bangsa Indonesia bila tidak tumbuh budaya kritis pada bangsa Indonesia. Variabel yang terasa dari tantangan globalisasi, seperti penghambaan terhadap ego, penghambaan terhadap harta, penghambaan terhadap kekuasaan, serta penghambaan terhadap nafsu syahwat, dirasa dapat menimbulkan peradaban yang menyimpang. Prinsip persaingan bebas, memunculkan kekhawatiran logis bagi aspek sosial adanya ketidakadilan. Hegemoni kubu sejarah bisa saja kental terasa pada masa sekarang, nilai-nilai kapitalistik memunculkan

9


OPINI

undang Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 menggantikan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, sempat menimbulkan kritisi dari masyarakat, meski demikian pemerintah melalui lembaga gerakan perkoperasian Indonesia lainnya bisa menghadapi tantangan itu agar Undangundang perkoperasian yang baru di sahkan itu bisa di implementasikan secara menyeluruh. Oleh karena itu mari bersama memperkuat bangsa melalui pemberdayaan Koperasi, usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), cetus Agus Muharram, Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM (bisnis.com). Entrepreuner Muda Program kemandirian wirausaha muda harus segera diwujudkan Pemerintah Aceh yang baru, dengan pelatihanpelatihan dan pembinaan yang berkesinambungan. Tujuannya untuk mencari dan menjaring entrepreuner muda yang mau dan gigih mengubah nasibnya, serta menciptakan lapangan kerja baru di Aceh. Dengan adanya program ini bisa melahirkan calon-calon pengusaha muda Aceh akan berkompetisi untuk yang terbaik, dan pemerintahan ZIKIR melakukan pendampingan sehingga bisa menjadi pengusaha yang tangguh. Semuanya itu tidak luput dari keseriusan pemerintah melalui instansi dinas terkait dan didampingi mentor para ahli bidang usaha dan

10

pembangunan karakter mental sehingga mereka setelah selesai mengikuti pelatihan tersebut, mempunyai mental baja dan mampu bersaing serta tidak cepat menyerah. Negara- negara berkembang di dunia adalah negara yang lebih dominan pelaku bisnis atau pengusaha dari pada birokrasi (pegawai negeri sipil). Walaupun demikian untuk kesuksesan entrepreuner muda, pemerintah harus menyokong dengan akses permodalan. Target RPJMA Harapan kita semua pencapaian target program RPJMA 2013–2017 tercapai tepat sasaran dengan upaya pengurangan tingkat kemiskinan dilaksanakan dengan menyusun program pembangunan melalui pengembangan jiwa kewirausahaan mayarakat, peningkatan akses kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja, pengembangan usaha ekonomi kreatif masyarakat serta peningkatan daya saing produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi Di Aceh. Dukungan pemerintah juga dalam memfasilitasi permodalan dibidang pengembangan wirausaha bukan hanya sekedar wacana saja, namun harus ada tindak nyata serta implementasi di masyarakat dapat di rasakan. Program pemberdayaan ekonomi rakyat harus di lakukan dari hulu hingga hilir, tepat sasaran dan terpadu. Hubungan

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

antara Kab/ Kota di seluruh Aceh saling terkoneksi untuk keserasian dan tergantung kondisi kebutuhan daerah serta berpacu pada acuan RPJM Provinsi Aceh. Upaya ini semua untuk kesamaan persepsi antar instansi demi terwujudnya visi misi pembangunan Aceh. Tanggung jawab Perusahaan BUMN/Swasta dalam kepedulian sosial lingkungan sekitar perusahaan bagi masyarakat harus disah Qanun CSR di Aceh untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat sekitar area Perusahaan. Berdasarkan aturan mainnya (Undang– undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Semua BUMN wajib hukumnya untuk melaksanakan program CSR dan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) tersebut. Untuk mewujudkan program-program di atas sangat di butuhkan tanggung jawab Pemerintah Aceh yang baru periode 2012–2017 dan partisipasi masyarakat sipil demi menuju kemandirian ekonomi masyarakat Aceh. []


OPINI

Mendambakan Partisipasi Masyarakat Sipil

Ibnu Hajar Guru SMP Negeri 1 Payabakong, Aceh Utara dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

D

alam kehidupan bernegara yang menganut demokrasi, masyarakat sipil merupakan bagian dari pilar demokrasi. Sebagai pilar, masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam menentukan dan mengawal pemerintahan. Ketika Musrembang tingkat gampong digelar misalnya, masyarakat sipil dapat ikut serta menyuarakan dan memperjuangkan haknya. Ketika pelaksanaan musrembang ditingkat selanjutnya, mereka dapat mengawasi keberadaan

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

11


OPINI

program atau kegiatan yang telah mereka ajukan sebelumnya. Agar tidak ditipu, mereka juga dapat melakukan kontrak politik dengan para kandidat pemilu. Dengan adanya kontrak, hak mereka lebih terjamin dan sang kandidat juga akan lebih mempertimbangkan kepentingan mereka. Sayangnya, kebanyakan masyarakat sipil tidak mengetahui hak dan peran politik yang dapat mereka lakukan. Akhirnya hiduplah mereka laksana daun pisang yang hanya “dimanfaatkan� menjelang pemilu dan diinjakinjak pasca pemilu. Mereka dibiarkan awam dan bersikap acuh tak acuh terhadap politik. Lebih parah lagi, kondisi tersebut terkadang justru sengaja dibiarkan agar para kandidat pemilu dapat mempermainkan mereka.

Demokrasi yang didefinisikan oleh Abraham Lincoln sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat justru dipraktekkan sebagai pemerintahan dengan memaksa rakyat, membeli rakyat dan merampas hak rakyat. Peran Partai Politik Sebagai pilar demokrasi, masyarakat sipil adalah pemilik kekuasaan yang memiliki kekuatan luar biasa. Kekuatan tersebut harus diberdayakan agar pemerintahan berjalan seimbang dan benarbenar memperjuangkan kepentingan masyarakat sipil. Upaya tersebut hanya mungkin terwujud bila mereka mengetahui hak dan kewajibannya. Sesuai dengan fungsinya sebagai sarana komunikasi politik, usaha

mencerdaskan masyarakat sipil dalam bidang politik seharusnya dilakukan oleh partai politik. Secara struktur, keikutsertaan masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak politiknya memang telah diwakili oleh legislatif. Namun kenyataannya, sebagian legislatif yang seharusnya mewakili masyarakat sipil justru mewakili konglomerat yakni partai atau kelompoknya. Bila diurutkan, kenyataan tersebut kembali kepada partai politik. Dalam memilih kader, partai politik yang berfungsi sebagai sarana rekruitmen politik seharusnya mempertimbangkan kualitas dan bukan hanya sekedar memenuhi kuantitas. Partai politik juga perlu memberikan pendidikan politik kepada para kader dan simpatisannya. Bila perlu partai politik seharusnya

“

Partai politik juga perlu memberikan pendidikan politik kepada para kader dan simpatisannya. Bila perlu partai politik seharusnya me-recall kadernya yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat sipil.

“

12

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012


OPINI

me-recall kadernya yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat sipil. Partai politik memiliki kemampuan dan peran yang begitu besar dalam negara-negara demokratis. Menurut Jimly Asshiddiqie (2006), partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (rule) yang sangat penting dalam setiap sistem demokasi. Partai politik memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi. Dengan kemampuan dan peran yang mereka miliki, seharusnya partai politik dapat menjelaskan hak-hak masyarakat sipil dalam politik. Namun kenyataannya, jangankan untuk masyarakat sipil, sebagian partai politik justru tidak pernah memberikan pendidikan politik kepada para kadernya. Minimnya pemahaman dan partisipasi masyarakat sipil dalam politik tidak berarti bahwa partai politik patut disalahkan. Namun, mengingat eksekutif dan legislatif yang pada dasarnya adalah masyarakat sipil telah direkrut dan diangkat oleh partai politik, maka pendidikan politik untuk masyarakat sipil merupakan tugas partai politik. Setelah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat

sipil, partai politik dapat merekrut anggota masyarakat sipil untuk menjadi kader partai bahkan untuk ditempatkan sebagi eksekutif maupun legislatif. Tindakan tersebut akan melahirkan masyarakat sipil yang cerdas dan pemimpin serta wakil rakyat yang berkualitas. Bila hal tersebut terwujud, kesejahteraan masyarakat sipil akan terwujud dengan mudah. Demokrasi yang didefinisikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanya dapat berjalan dengan baik bila semua pilar demokrasi dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat sipil merupakan salah satu pilar demokrasi yang memiliki kekuatan luar biasa sekaligus sebagai subjek dan objek demokrasi. Agar pilar tersebut berfungsi berfungsi dengan baik, tentu saja mereka harus memahami hak dan kewajiban mereka dalam demokrasi. Partai politik yang berfungsi sebagai sarana komunikasi politik dan sarana rekruitmen politik seharusnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat sipil. Dengan adanya pendidikan tersebut, partisipasi masyarakat sipil dalam politik akan meningkat dan pemerintahan berjalan seimbang. Adanya partisipasi masyarakat sipil akan melahirkan pemerintahan yang bersih dan mengarah kepada kesejahteraan masyarakat sipil. Semoga. []

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

13


OPINI

Perempuan dan Gerakan Sosial

Rinawati Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

D

alam sejarahnya yang panjang dan heroik, Aceh pernah dipimpin oleh perempuanperempuan hebat dimana mereka bersinar bak kejora di bidangnya masing-masing. Hal ini membuktikan kepada kita dengan jelas bahwa Aceh sangat menjunjung tinggi harkat dan derajat kaum perempuan. Sebut saja Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam, Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah serta Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam yang sempat memimpin Aceh Darussalam hingga 35 tahun lamanya, kita juga memiliki Laksamana Malahayati yang namanya harum hingga ke negeri seberang atau Cut Nyak Dhien dan Cut Mutia yang keberaniannya sempat membuat jenderal-jenderal Belanda sakit kepala. Hari ini, dimana mereka? Perempuan-perempuan perkasa yang sempat membuat Aceh disegani dunia. Hari ini kita kehilangan sosok-sosok srikandi itu, pergeseran sudut

14

pandang dan sesat dalam pemahaman gender telah menjadikan aplikasi nilai-nilai yang salah kaprah. Akibatnya perempuan-perempuan “terpenjarakan� dalam triangle dapur-sumur-kasur dan sejumlah rutinitas semrawut serta urusan domestik tanpa sempat untuk sekedar out of box. Cuti panjang yang diambil oleh perempuan-perempuan Aceh sepanjang konflik dengan psikologis penuh tekanan hingga pemulihan trauma pasca konflik selama ini telah men-dorman-kan jiwa dan semangat maju kita, dalam banyak bidang perempuan tidak lagi dianggap pantas berbicara sama tinggi dengan laki-laki, perempuan juga dianggaap tidak punya cukup kapasitas dan qualified untuk duduk sederajat bersama lakilaki di pemerintahan-ironisnya bahkan di tingkat gampong sekalipun. Alhasil dalam pemerintahan,

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

dunia politik dianggap tabu oleh sebagian kaum hawa di negeri ini. Politik masih dianggap keras, kotor, licik dan menakutkan. Meskipun dalam pemilu 2004, sudah ada aturan quota 30% sebagai affirmative action, akan tetapi realitasnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari komposisi gender baik di DPR, DPD, DPRD maupun kepala daerah masih timpang. Di Aceh sendiri hal ini telah secara khusus diatur dalam Qanun No. 9 Tahun 2008, dimana dalam butirnya mensyaratkan partisipasi perempuan sebesar 30%, perpolitikan Nanggroe yang selama ini adem-ayem karena terus dikuasai oleh laki-laki bagai dibombardir hingga kelabakan dalam misinya mengisi kuota ini. Setidaknya ada tiga masalah dasar didalamnya yakni: pertama, sebagian kaum lelaki yang memegang kekuasaan


politik belum memahami pemahaman dan visi yang pro terhadap pengarusutamaan gender. Kedua, inkonsistensi perjuangan dari kaum perempuan. Ketiga, strategi gerakan yang terkesan dan eksklusif. Dalam menghadapi berbagai problematika itu, perlu dibangkitkan kesadaran terhadap peran strategis wanita Indonesia. Kesadaran kolektif kaum wanita harus dibangkitkan agar tidak terus mendapatkan perlakuan diskriminatif. Tentu saja kebangkitan eksistensi wanita tetap harus disesuaikan dengan fitrahnya. Saat ini masih sulit mencari perempuan yang siap baik secara fisik maupun mental untuk terjun di dunia politik. Sangat ironis ketika dihadapkan betapa persoalan perempuan semakin lama tidak bisa dibendung. Lalu siapa yang akan menyelesaikan, kalau bukan perempuan itu sendiri?. Namun dalam hal ini negara juga punya andil dalam melestarikan kondisi yang timpang ini. Karena pendidikan politik tidak pernah disalurkan ke masyarakat luas sampai ke grass root level. Inilah kelemahan kita, yang mesti diperbaiki bersama. Sehingga ke depan harapan untuk meningkatkan kwalitas kehidupan perempuan tidak hanya sekedar wacana, akan tetapi menjadi sebuah kenyataan. Pentingnya Gerakan Sosial Perempuan Banyak teori yang berkembang dan mengartikan tentang gerakan sosial yang

beraneka ragam dengan suatu gejala sosial. Gidden (1993:642) mendefenisikan gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepeningan bersama, atau mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Ada juga yang senada dirumuskan oleh Sydney Tarrow (1998:4), gerakan sosial adalah tantangan-tantangan kolektif yang didasarkan pada tujuantujuan bersama dan solidaritas sosial, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan para elit, penentang dan pemegang wewenang. Dari dua defenisi tersebut diatas jelas bahwa gerakan sosial merupakan gerakan kolektif yang bersifat menentang untuk mencapai tujuan yang kolektif pula. Gerakan sosial bisa kapan saja dilakukan dan kapanpun

mau dilakukan. Gerakan sosial itu juga bisa melibatkan siapa saja termasuk perempuan. Selama ini kita melihat bahwa perempuan selalu terpinggirkan. Contohnya saja pada waktu pengesahan Qanun Wali Nanggroe kita tidak melihat bahwa sejauh manakah keterlibatan kaum perempuan dalam pengesahan Qanun Wali Nanggroe, padahal sebelumnya Ketua MISPI (Mitra Sejati Perempuan Indonesia) Ibu Syarifah Rahmatillah pernah mengatakan dalam harian Serambi beberapa waktu lalu telah mengusulkan bahwa dalam memilih wali nanggroe harus melibatkan kaum perempuan didalamnya. Dengan mengingat bahwa wali nanggroe adalah indatunya

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

15


OPINI 16

orang Aceh. Akan tetapi pernyataan ini tidak dicamkan dengan seindah mungkin. Kenapa ini bisa terjadi? Marilah bersama-sama kita melihat sejauh ini tidak ada keterlibatan perempuan dalam bentuk apapun termasuk dalam pengesahan Qanun Wali Nanggroe. Disinilah sebenarnya gerakan sosial dimulai agar tidk terjadi praktek hegemoni dn dominasi. Dimana gerakan sosial ini penting untuk perempuan, agar nantinya tidak menjadi hal yang dianggap negatif terhadap gerakan sosial perempuan. Agar berjalan dengan baik gerakan sosial perempuan dibutuhkan adanya strategi yang baik diantaranya strategi law profile atau biasanya disebut dengan “isolasi politik� yang sesuai dengan konteks politik yang represif dan efektif. Selanjutnya ada strategi advokasi yaitu strategi yang sering digunakan oleh kalangan NGO baik dinegaranegara berkembang. Advokasi bisa dilakukan dengan tujuan untuk gerakan perubahan sosial. Dua hal strategi ini bisa dilakukan oleh perempuan agar gerakan sosialnya dapat tercapai dengan baik. Memang kita akui bersama bahwa dalam melakukan gerakan sosial tidak mudah dan tidak luput dengan tantangan serta hambatanhambatannya dengan menilik bahwa organisasi gerakan sosial membutuhkan dana, komitmen dan kesatuan yang baik. Akan tetapi ini janganlah dijadikan pondasi utama agar

gerakan sosial tidak terlaksana dan berjalan dengan baik. Melainkan jadikanlah gerakan sosial ini sebagai gerakan kesatuan yang nantinya berguna dan mempunyai tujuan yang jelas. Pada zaman penjajahan Aceh sudah banyak pejuangpejuang perempuan Aceh yang telah melakukan gerakan sosial untuk memperjuangkan hakhak perempuan yang memang sepantasnya didapatkan oleh perempuan agar setara dengan laki-laki. Di zaman modern ini juga sudah banyak aktivisaktivis perempuan yang telah membela hak-hak perempuan demi mendapatkan gelar agar disama ratakan dengan laki-laki. Ibu Suraiyya Kamaruzzaman adalah salah satu contoh yang telah berhasil melakukan gerakan sosial dengan sebaik-baiknya hingga dia bisa memperoleh penghargaan dari PBB. Ini menjadi salah satu bukti bahwa pentingnya gerakan sosial bagi perempuan dengan mengingat bahwa perempuan masih harus dibela hak-haknya. Dan haruslah berpikir bahwa gerakan sosial ini menjadi tolak ukur pertama untuk melangkah kedepan yang lebih baik. Dan mempunyai tujuan yang pasti dan manfaat yang beguna bagi masyarakat Aceh khususnya. Apa yang harus didapatkan oleh seorang perempuan haruslah bisa diraih dengan sebenarbenarnya dengan mendapatan kebijakan yang layak dan pasti pada mereka. Kebijakankebijakan tersebut haruslah didasari dengan keinginan-

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

keinginan perempuan untuk memperoleh hak-haknya bukan kebijakan untuk memperoleh kesengsaraan bagi mereka agar terus tertindas dan diintimidasi. Bagaimana cara agar kebijakan ini dapat terwujud?, saya rasa ada banyak hal yang bisa dilakukan agar kebijakan ini dapat terwujud dengan cara melakukan gerakan sosial yang baik dengan memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku agar perempuan dapat menjalankan gerakan sosial ini dengan sebaikbaiknya. Dengan mengingat bahwa gerakan sosial perlu dilakukan oleh seorang perempuan khususnya. Agar dia tau bahwa bagaimana cara memperjuangkan hak-haknya agar disama ratakan dengan laki dan tidak ada lagi rasa keterpurukan, diskriminasi, intimidasi serta kekerasan yang sering dirasakan oleh seorang perempuan. Dan marilah bersama-sama kita melihat bahwa gerakan sosial ini memang sangat penting untuk perempuan agar dapat melihat dengan jeli bagaimana sebenarnya gerakan sosial itu perlu dilakukan. Dan marilah juga kita buka mata dengan sebaik-baiknya agar dapat menyadarkan perempuanperempuan aceh khususnya untuk mengajak untuk bisa melakukan gerakan sosial dengan sungguh-sungguh guna mempunyai tujuan yang pasti dan harapan yang jelas terutama bagi hak-hak mereka. Semoga terwujud.!!! []


OPINI

Reposisi Peran Pemuda Dalam Gerakan Sosial Baru

( Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda)

Kongres pemuda pada 28 Oktober 1928 silam, adalah sebuah peristiwa politik yang tercatat dalam lembaran sejarah bangsa ini. Kongres kepemudaan yang diwakili oleh pemuda dari berbagai daerah saat itu, bertujuan melahirkan sebuah gerakan “politik pembebasan” dalam merebut kemerdekaan dari tangan kolonialisme.

K

ongres para intelektual t e r s e b u t , menjadi wadah tercetusnya petisi “Sumpah Pemuda” sebagai tonggak pemersatu Indonesia. Sumpah

Pemuda lahir dari rahim keragaman etnisitas yang bertransformasi menjadi satu kekuatan nasionalisme Indonesia. Sebuah gagasan mulia, yang kemudian turut mengantarkan bangsa Indonesia menuju gerbang

Darmadi Pemerhati Masalah Lingkungan dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara

kemerdekaan. Tokoh-tokoh pemuda saat itu yang secara sadar dan bertanggung jawab mewujudkan sebuah solidaritas kolektif untuk bangkit melawan imperialisme Belanda. Cendikiawan

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

17


OPINI

muda seperti Soegondo Djojopoespito, R.M. Djoko Marsaid, Mohammad Jamin, Amir Sjarifuddin, W.R. Soepratman dan puluhan tokoh organisasi kepemudaan lainnya saat itu, sejatinya adalah para pemuda tangguh. Mereka adalah para pemikir cerdas, berwawasan luas, dan berkepribadian luhur. Tak berlebihan jika kita harus menaruh hormat dan mencoba belajar dari sejarah hidup para ksatria muda Indonesia kala itu. Pasca kemerdekaan, silih berganti gerakan muda Indonesia mengisi setiap ruang pembaharuan bangsa. Gerakan 66’ yang dimotori oleh kalangan muda (mahasiswa) saat itu mampu mengeluarkan Indonesia dari wacana oligarkhi kekuasaan ala Orde Lama. Begitu juga halnya dengan agenda reformasi bangsa fase 98’ yang turut memberi referensi baru bagi gerakan pembaharuan Indonesia. Gerakan mahasiswa (pemuda) yang lahir dari kata

senasib-sepenanggungan akibat politik sentralistik ala Orde Baru. Gerakan besar yang mampu meruntuhkan hegemoni kekuasaan hipokritik dan otoriterisme. Sebuah fakta sejarah yang tidak mungkin dinafikan, terhadap bagaimana jasa kaum muda kita sebagai sebuah kekuatan besar social movement di Indonesia. Referensi Lokal Gerakan sosial adalah sebuah gerakan nyata (civil society in action) yang menurut gambaran Herbert Blumer (di dalam Miller, 1989: 286) dilakukan secara kolektif dan berkesinambungan untuk merubah suatu kondisi yang “buruk” menjadi kondisi yang bermakna “baik” bagi masyarakat. Dalam cermin lokal aceh, siklus gerakan sosial sebenarnya memberikan referensi penting. Fakta historisnya bahwa, gerakan sosial di Aceh sudah berlangsung dalam beberapa fase, dari

yang bersifat soft hingga radikal. Lokomotif gerakan juga dilakukan oleh beragam elemen, dari masyarakat sipil hingga kelompok perlawanan bersenjata. Gerakan sosial memiliki polarisasi menurut besarnya perubahan sosial (skala) dan tipe perubahan yang dikehendaki”. David Aberle (dalam Sujatmiko, 2006:4) menyederhanakan gerakan sosial kedalam beberapa tipologi seperti alternative movement, redemptive movement, reformative movement, dan transformative movement. Hemat saya, gerakan sosial di Aceh sudah melewati hampir semua fase seperti yang dikategorikan oleh Aberle. Dimulai dari alternative movement yang bertujuan merubah sebagian perilaku perorangan, hingga reformative movement yang bertujuan mengubah masyarakat dalam lingkup terbatas dalam aspek tertentu. Gerakan sosial di Aceh, sering dimotori para Organisasi Masyarakat

Menurut Aberle, gerakan-gerakan radikalis seperti kasus Aceh atau gerakan komunisme di Kamboja dikategorikan sebagai gerakan transformative movement. Genre gerakan yang mencoba mengubah masyarakat secara menyeluruh. 18

Rangkang Demokrasi | Edisi 10 11 | Tahun 2 | Desember Oktober-November 2012 2012


Dinamika Masa Kini Seyogianya momentum “Sumpah Pemuda” mampu menjadi pemicu semangat generasi muda Indonesia dalam dimensi temporer kekinian. Tapi apalah daya, sepertinya generasi muda saat ini “tenggelam” bersama romantisme kegemilangan

sejarah. Proses dimana logika imajiner larut dalam kebanggaan tradisi masa lalu. Padahal, pundak generasi muda saat ini dibebankan tanggung jawab moral besar. Mengemban amanat dalam mengawal agenda reformasi bangsa dan mencetus lahirnya sebuah gerakan sosial yang baru (new social movement) dalam mendorong perubahan bangsa. Era global saat ini secara tidak langsung telah mendorong laju perubahan sosial yang sangat cepat. Perubahan sosial yang terjadi sebagian besar berjalan ke arah yang tidak ideal bagi mayoritas generasi muda. Generasi yang terjebak dalam kehidupan hedonis dan sikap individualistik yang tinggi. Generasi dengan mentalitas “ketergantungan” dan budaya hidup konsumtif. Melahirkan generasi yang serba pragmatis dan apatis terhadap kondisi sosial. Generasi yang skeptis, dan bergaya vandalis. Maka, sampailah kita pada apa yang dewasa ini menjadi diskursus banyak pihak bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis moral (demoralisasi). Tak hanya itu, ditengah rendahnya kepercayaan publik dan mewabahnya budaya korupsi, turut menghantarkan bangsa ini pada krisis kepemimpinan nasional. Mendesign Era Baru Fakta historis diatas, sedianya menjadi catatan penting bagi generasi masa kini dalam mengisi setiap ruang pembangunan nasional. Distorsi gerakan pemuda

saat ini tak jua menjadi pembenaran untuk tidak merubah tradisi. Walau saat ini gerakan sosial masih terasa hidup tersekat-sekat. Pemuda masa kini perlu mencetus pelbagai ide dan gagasan baru dalam mewujudkan sebuah gerakan sosial. Gerakan baru ( new social movement) yang berorientasi pada perjuangan terhadap ide dan gagasan konkret. Demi menata Aceh yang lebih baik, diperlukan gagasan atau ide-ide baru dalam mendorong perubahan. Misal saja, lahirnya wacana terhadap pembentukan gerakan muda yang konsen terhadap penegakan syariat Islam secara kaffah. Gerakan muda Aceh yang konsen memperjuangkan pentingnya kelestarian lingkungan. Gerakan yang mendorong terwujudnya tatanan demokrasi kontekstual keacehan. Gerakan penegakan HAM, kelompok perjuangan hak perempuan (feminisme), humanisme dan multikulturalisme. Atau gerakan yang konsen mengkampanyekan anti hedonisme, konsumerisme, dan westernisasi. Gerakan anti korupsi dan reformasi birokrasi dengan memperjuangkan ide-ide transparansi dan akuntabilitas. Contoh diatas adalah ragam jenis ide dan gagasan dalam gerakan sosial baru. Perjuangan terhadap suatu ide, gagasan maupun nilai adalah genre baru bagi kaum muda dalam mendorong perubahan. []

Edisi 10 |Edisi Tahun 112| |Tahun Oktober-November 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

OPINI

Sipil (OMS) sejak era 70-an hingga kini (baca: kelahiran & perkembangan LSM di Aceh). Gerakan referendum menjadi bukti sahih, lahir dari konsilidasi mahasiswa antar bilik kampus (SIRA), saat itu turut mengubah situasi sosialpolitik Aceh. Dalam konteks yang lebih progresif, gerakan perlawanan bersenjata semisal DI/TII atau GAM yang tercatat dalam sejarah pergolakan Aceh, mayoritas juga dilakukan oleh kaum muda berjiwa militan. Menurut Aberle, gerakangerakan radikalis seperti kasus Aceh atau gerakan komunisme di Kamboja dikategorikan sebagai gerakan transformative movement. Genre gerakan yang mencoba mengubah masyarakat secara menyeluruh. Gerakan semacam ini penulis gambarkan sebagai gerakan perjuangan ideologi dalam sistem yang lebih luas (negara). Gerakan yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan sosio-politik atau ekonomi secara menyeluruh. Dengan kata lain, bertransformasi sebagai sebuah gerakan politik dan cenderung melibatkan massa yang besar disertai kekerasan bersenjata.

19


CSO DAN NGO ?

Aryos Nivada Peneliti dan Penulis

20

Konfigurasi CSO di Aceh Era baru telah Aceh diibaratkan sebuah kertas kosong. Agar tujuan finish tentunya seluruh komponen masyarakat Aceh berhak menorehkan tulisan dalam bentuk kebijakan serta program mengembangkan Aceh yang terbungkus dengan ketetapan perjanjian damai helsinki dan turunan semangat spiritnya yaitu UU nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Babak baru inilah menjadi tonggak awal Aceh mau dibawah kemana, apakah pola pikir yang globalisasi, revolusi, dan metropolis, tetapi tidak keluar

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

dalam konteks syariat islam menjadi pedoman hakiki umat islam tidak hanya masyarakat Aceh pada khususnya, tetapi seluruh manusia yang menjatuhkan agama islam sebagai pedoman hidupnya. Dalam tataran sipil sociaty, guna membicarakan secara menganalisis CSO haruslah dilihat sejauhmana peranan dari CSO dalam membangun Aceh baik dalam bentuk kebijakan dan programnya bagi kepentingan daerah dampingannya dan masyarakat Aceh secara objektifitas. Apa artinya keberadaan CSO di Aceh bila tidak berpihak kepada hak-


hak yang tertindas masyarakat Aceh dari kaum kapitalisme, dimana menganggungkan uang dalam pola pikirnya. Mengkaji kondisi terkini CSO di Aceh dapat dilihat dalam dua ranah yang berbeda, pertama ketika konflik mendera di tanah rencong dan ekskalasi pertempuran antara GAM dan TNI (alat dari pemerintah pusat) kala itu membuat CSO banyak yang tenggelam. Tapi sisi positifnya terjadi di Aceh yaitu kekuatan dalam segi mengusung isue sangatlah kompak/solid tidaklah berjalan sendiri. Apakah kondisi berpihak kepada CSO, sehingga memiliki isue urgent untuk diusung bersama-sama CSO lainnya bersama dengan lembaganya. Kedua ketika Aceh memasuki babak baru yang terbingkai dalam kesepakatan bersama di helsinki antara kedua komponen yag bertikai antara lain GAM dan TNI di tambah lagi Aceh memperoleh bencana maha dashayat membuat kondisi CSO terpencar – pencar. Membuat pergeseran nilai-nilai dari cara berpikir CSO di Aceh, maksudnya ada beberapa indikator yang menjadikan pergeseran pikiran CSO pertama, Aceh menjadi sumber pencarian uang melalui mekanisme pembuatan proposal program, kedua fokus program terkadang tidak menyentuh keuntungan dari masyarakat Aceh sehingga setiap program dijalankan oleh CSO tidak memiliki makna bagi bagi masyarakat pada umumnya. Kondisi itu dihadapi

karena termunculnya dan terimplementasi ego personality dan egos sektoral lembaganya CSO. Fokus pola pikir CSO saat ini hanya mencari program dan bukan membangun sebuah kekuatan politik yang seharusnya dibentuk oleh CSO di Aceh guna menyelesaikan masalah di Aceh yang terlalu banyak berkorelasi dengan kepentingan masyarakat Aceh yang holistik. Untuk itu dibutuhkan sebuah komitmen jelas dari para CSO serta menurunkan tingkat egoismenya. Bahkan lebih sakitnya lagi banyak CSO beralih menjadi tangan tangan dari sistem kepemerintahan baik secara institusi maupun secara gelapgelapan sehingga tujuan CSO yang memiliki idealis terbentur dengan hak personality yang kita sendiri tidak bisa tentang, karena sifatnya absolut di diri setiap manusia. Walaupun hak itu melekat dalam diri manusia tentunya kita memiliki jendela membangun Aceh yang maju dan berkembang pesat. Lalu menyedihkan lagi banyak sekali CSO yang tidak memiliki kapasitas terjun ke dalam dunia politik ibaratnya mengadu nasib kehidupannya dengan menerapkan sistem gambling (judi). Terlepas dari sudut pandang mana alam pikir kita berpijak dan melihatnya tentang CSO, tapi yang jelas telah memberikan warna berarti kepada masyarakat Aceh diwujudkan peranan kongkritnya di segala aspek kehidupan kita semuanya.

Secara teoritis di korelasikan dengan literatur-literatur ilmu sosial menjelaskan beberapa pandangan yang menjadikan perubahan gerakan yang mengarah pada perubahan sosial adanya keikutsertaan dan kemauan personality CSO dalam melihat kondisi tersebut. Bagi para aktivis CSO yang menggerakan perubahan kebijakan tertentu dan penguatan grass root, strategi yang mantap tentunya sangat dibutuhkan dalam rangka memaksimalkan dampak perubahan dan perbaikan bagi masyarakat Aceh. Menggalang kekuatan CSO di Aceh adalah sala satu kunci sukses yang bisa dilakukan dalam wujud berbagai program strategis bersama, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pemaparannya analisinya harus memperkuat aliansi dengan sesama CSO. Harus kita akui dan membuka mata bahwa aliansi strategis CSO untuk isue-isue kebersamaan masih sangat lemah, termasuk di Aceh. Kelemahan itu banyak sekali NGO dan CSO bekerja secara sendiri-sendiri dan kepentingan program baik jangka panjang dan pendek, seharusnya memperhatikan kondisi sinergisitas lapangan, belum adanya kesepahaman ideologis dan isue kebersamaan dari CSO dan Lembangnya. kapasitas NGO dan CSO pun menjadi indikator kamajuan bergerakan di Aceh dan masih banyak lagi bila kita mengkaji secara detail. Dalam konteks kearifan lokal pun harus menjadi perhatian

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

21


CSO pengertiannya bila CSO membuat sebuah program harus bersinergis terhadap kearifan lokal dari masyarakat Aceh atau yang menjadi daerah dampingan program, ketika bergerak serta memperhatikan kode etika yang patut diperhatikan oleh CSO di Aceh, karena banyak sekali penyimpangan kode etika bersipil sociaty. Selanjutnya untuk itulah dibutuhkan sebuah musyawarah berbentuk diskusi dan menyelesaikan dengan menghadirkan CSO di Aceh dalam bentuk forum resmi. Guna membuat langkah strategis yang disepakati secara keseluruhan oleh CSO di Aceh, bahkan di seluruh Indonesia. Bentuk kongkrit dari usulan tersebut berupa pembuatan sebuah pemikiran tertulis dalam kerangka kode etika yang di patuhi sebagai rujukan CSO untuk menjalankan gerakan CSO di Aceh. Kode etika ini nantinya membuat CSO berjalan sesuai dengan koridor ketetapan yang disepakati serta menjaga keutuhan dalam bingkai kebersamaan dengan spirit membangun Aceh pasca perdamaian helsinki. Gerakan NGO di Indonesia dan Aceh Menurut Juni Thamrin Sekretaris Jenderal the Indonesian Parthership on Local Governance Initiatives (IPGI) mengutarakan Konfigurasi maping dari gerakan NGOs di Indonesia sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor pendukung.

22

Faktor itu menentukan langkah jalannya gerakan NGOs di tanah rencong, antara lain : 1) setting politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam tataran tingkat kebijakan pusat dan internasional, 2) hubungan relasi kuasa dan komposisi aktor-aktor yang bermain di ranah nasional dan regional, khususnya terutama relasi dan aktor seperti pemerintah, swasta, partai politik, dan gerakan-gerakan pro demokrasi, 3) fokus organisasi yang bersangkutan dengan visi dan misi NGO tersebut, dan (4) bentuk kebijakan negara terhadap pembangunan, dalam arti seberapa besar akses dan kontrol masyarakat (miskin) dibuka secara umum. Keseluruhan aspek tersebut di atas mempengaruhi pilihan dan strategi yang diambil oleh masing-masing NGO. Secara umum, peran yang dijalankan oleh banyak NGO di Indonesia adalah sebagai alternatif pembawa layanan dasar bagi publik. Secara internasional peran dan keterlibatan kolektif NGOs dalam dunia ‘development’ dan penyeimbang agenda publik semakin menonjol. Sedangkan referensi diberbagai artikel menjelaskan gerakan NGO di Indonesia, gerakan NGOs seperti yang dikenal sekarang ini, dimulai sejak dasawarsa 70-an. LP3ES, LSP, Yayasan Dian Desa, Yayasan Bina Swadaya merupakan contoh sejarah dan gerakan awal NGO Indonesia yang berorientasi pada integrasi masyarakat dalam pembangunan negara.

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

Kontribusi utama mereka adalah mempromosikan modernisasi sosial-ekonomi diantara kelompok-kelompok marginal. Dasawarsa 80an, gerakan NGO Indonesia semakin bervariasi, ditandai munculnya gerakan yang mengkritik konsep modernisasi yang dijadikan landasan pembangunan. Gerakan lingkungan hidup, bantuan hukurn struktural, gerakan konsumen mulai meramaikan peta bumi NGO di Indonesia. Mereka umumnya mulai mempertanyakan dampakdampak yang dimunculkan dan proses pembangunan. Walhi sebagai salah satu simpul gerakan lingkungan hidup mulai memunculkan pertanyaan struktural mengapa lingkungan selalu dikorbankan demi pertumbuhan ekonomi. YLBHI selalu mempersoalkan masalah-masalah struktural di seputar hak-hak berorganisasi bagi masyarakat marginal, hak normatif buruh, mempersoalkan perampasan tanah rakyat oleh pemodal besar yang berkolaborasi dengan penguasa serta m e m p e r t a n y a k a n ketimpangan hubungan negara dengan civil society. Gerakan konsumen yang dimotori oleh YLKI mulai mempersoalkan hak konsumen yang selalu diabaikan oleh kalangan produsen berskala besar. Melihat secara menyeluruh keberadaan gerakan NGO di Aceh tentunya tidak lepas dari sebuah dedikasi untuk menyelesaikan permasalahan


masyarakat Aceh yang tidak tercover oleh programprogram dari pemerintah. Kelahiran NGO di Aceh terbagi menjadi beberapa ranah, pertama: ketika konflik menderah Aceh kala itu, kedua pasca bencana maha dashyat di bumi serambi mekkah. Menjabarkan dua ranah tersebut tentunya pijakan pikiran kita historis dari keberadaan NGO melalui peran secara nyata bagi kepentingan masyarakat Aceh. Kehadiran NGO ketika konflik tentunya peranan NGO dihadapkan dengan tantang-tantangan yang bisa di bilang sangat luar biasa, bahkan gerakan NGO dikatakan menjadi basis geraka perubahan di Aceh. NGO Yadesa menjadi pelopor gerakan NGO di Aceh mandat dari visi dan misi seputar masalah ekonomi dan pembangunan lalu dari gerakan lingkungan yang mengusung perusakan gunung Lauser dan pembalakan hutan besarbesaran sehingga munculah NGO yang berkonsentrasi membela lingkungan yaitu Walhi Aceh. selain itu dari sudut meningkatkan perkembangan intelekual masyarakat Aceh, khususna geranasi muda melalui NGO Cordova di pegang oleh tokoh berwatak untuk mencerdaskan generasi muda yaitu Otto Syamsuddin Ishak. Di sisi lain pelanggaran HAM pun kian meningkat akibat ekskalasi konflik mendera Aceh, sehingga dibutuhkan sebuah NGO yang membela

terhadap-hadap isue-isue HAM. Pada tahun 1997 lahirlah Koalisi NGO HAM Aceh yang ruang lingkupnya salah satu tugasnya membela korban pelanggaran HAM, kampanye terhadap isue HAM, serta memonitoring pelanggaran HAM akibat konflik di Aceh. Kedua, maraknya kehadiran NGO terletak dari momentum pasca tsunami di Aceh tahun 2005. Bermunculan NGO pascs tsunami berkorelasi dengan beberapa indikator pertama, sumber dana berlimpah ruah dengan kehadiran NGO asing sekaligus badan PBB, kedua timbulnya pemikiran untuk membangun Aceh pasca tsunami. Bahkan bisa dikatakan ibarat jamur yang berkembang ketika musim hujan datang. Timbul sebuah pertanyaan bagaimanahkan keadaan NGO yang lahir ketika donor atau funding tidak berada lagi di Aceh, tentunya jawabannya tergantung dari kesiapan lembaga itu sendiri. Tidak dapat di pungkiri kehadira NGO yang banyak membuat permasalahan masyarakat Aceh dapat terselesaikan dengan cepat. Perbedaan antara CSO dan NGO Menurut pandangan dari James Petras NGO adalah sebuah kumpulan interlektual kelas menengah yang mengakat issue-isue kelas bawah untuk diperjuangan, khususnya permasalahan membuat diskriminasi hakhak bagi masyarakat di suatu Negara. Lahirnya sebuah pertanyaan

apa perbedaaan antara CSO dengan NGO. Jawaban simple tentunya menurut pikiran penulis adalah NGO tidak bisa di katakan CSO, intiya NGO ya NGO sedangkan CSO masih dipertanyaan sampai saat ini. Artikulasinya CSO menyatu diri, bahkan melebur menjadi satu dengan gerakan NGO, sehingga sulit menyebutkan seorang CSO itu adalah NGO. Untuk melihat ukuran gerakan NGO yang bisa di sebut CSO, di Indonesia ukurannya gampang, ada tidak sebuah demo yang luar biasa besarnya pasca 98. Untuk mengukur seberapa besar gerakan CSO di Aceh bisa lihat dari gerakan yang lahir dari personality dan tujuan secara tegas dari konsep pikiran CSO itu sendiri. Secara instuisi CSO terkadang dihadapkan dengan ketegasan realitas kehidupannya, sehingga gerakan itu tidak kuat dna lemah. Kalau mau lihat gerakan lainnya bisa di kaji dari gerakan Akbayan di Philiphina, MST di Brazil dan beberapa contoh di Nikaragura serta di Bolivia, dimana gerekan NGO nya mampu bergabung dengan gerakan buruh dan petani yang jelas-jelas merupakan basis legal massa rakyat. Kalau NGO HAM paling bagus contoh The Moter Plaza De Mayo di Argentina. Intinya tidak ada bedanya antara CSO dan NGO, karena kemudian melebur diri pada persoalan keseharian rakyat dan perjuangan politis, tidak sekedar kantor yang penuh birokrasi dan duit. Bahkan

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

23


fenomena realitas jelas NGO ada yang mengklaim memiliki basis dalam pengertian korban dan menjualnya ke funding sebagai bahan mencari uang. Pertanyaan apakah hasil jualannya dapat mensejahterahkan basisnya atau hanya sejahterah dikalangan internal lembaga itu sendiri. Kalau memang memiliki basis seberapa besar kekuatannya. Secara harfiah CSO sejati adalah organisasi sipil yang punya cita-cita politik yang jelas dan berpihak pada kepentingan supermasi sipil.

Jelasnya secara tegas ini masalah keberpihakan. Petualangan intelektual tidak cukup, perlu keberpihakan. Karena gerakan NGO yang berhasil dan besar bukan hanya satu atau dua tahun saja, tetapi gerakan NGO yang besar puluhan tahun. Menariknya kenyataan kejadian CSO petani Kako yang memenangkan Morales di Bolivia. Itu namanya CSO yang kuat bisa memenangkan seorang presiden berpihak kepada gerakan CSO. Menarik garis gambaran diatas, jelas perlu ada sebuah

koordinasi serta terbangunnya sinergisitas seluruh CSO yang terdapat di Aceh untuk menyelesaikan masalah – masalah yang sifatnya urgent bagi kepentingan masyarakat Aceh secara holistic sehingga tidak termaginalkan dihidupan. Hal lain perlu dibangun sebuah penentuan kerja – kerja bersama berkorelasi terhadap kebutuhan rakyat Aceh. [] (telah di publikasikan di website www.koalisi-ham.org)

Resensi

Gerakan Sosial Islam, Gagalkah?

Mawaddah SMA Negeri 6 Lhokseumawe dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Angkatan II

24

I

NDONESIA dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama Islam. Bahkan mendapat julukan negeri religius. Namun, realitas saban hari memperlihatkan bahwa kehidupan ini bak berada di alam liar, sangat jauh dari nilai-nilai ketuhanan (spiritual). Kriminalitas,

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

korupsi berjamaah, kekerasan, dan ketidakadilan hukum menyiratkan bahwa ajaran agama tidak mampu diinternalisasi oleh penganutnya dalam kehidupan bermasyarakat. Agama menjadi formalitas “di KTP� semata. Berangkat dari paradoks inilah, Zuly Qodir, Doktor Sosiologi Fisipol Universitas Gajah


Judul : Gerakan Sosial Islam: Manifesto Kaum Beriman Penulis: Zuly Qodir Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta Tebal : xi + 366 halaman ISBN : 978-602-8479-75-2

Mada tergerak untuk “membeberkan” dinamika gerakan sosial Islam kepada publik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan kelompok elite agama Islam yang memiliki peranan strategis karena dianggap mampu memberikan “perlindungan, ketenangan, dan tumpuan umat Islam. Sudah semestinya pula para tokoh agama atau elite agama memiliki kredibilitas dalam bersikap, jujur, tidak tendensius, adil, dan tidak berpretensi politis. Namun, ketika agamawan kehilangan nilai-nilai tersebut, dapat dipastikan mereka menjadi sekelompok orang yang otoriter yang menzalimi orang lain, tetapi mengatasnamakan umat dan

Tuhan. Tindakan MUI yang mengeluarkan fatwa sesat, kafir, murtad atas kelompokkelompok yang berbeda dipandang telah mengambil hak Tuhan sehingga menjadi bagian dari penghilangan dan pengebirian fungsi ulama itu sendiri. Selain mengkritisi MUI, penulis juga mempertanyakan pluralisme agama di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang pluralistik dari segi agama. Terdapat lima agama resmi diakui negara, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu di samping agamaagama lokal –agama suku– yang hidup di belahan pulau di Indonesia. Penulis juga mempertanyakan mengapa Yahudi yang berlandaskan monoteisme tak diakui sebagai

agama resmi di nusantara. Padahal, penganut Yahudi di Indonesia diperkirakan berjumlah tidak kurang dari 2000 orang di seluruh Indonesia. Setelah menggugat MUI dan fatwanya, Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga mengurai sejarah pergerakan Islam di Indonesia. Dalam Islam, belakangan sangat tampak percaturan sekaligus pertarungan wacana dan aksi Islam di Indonesia. Ada beragam aliran dan pemikiran yang berkembang, Islam transformatif, Islam pluralis, Islam Progesif, JIL, dan JIMM saat ini disebut penulis sebagai masa puncak kejayaan. Perkembangan wacana keislaman dimulai tahun 1970-an sejak isu sekularisasi

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

25


Nurcholish Majid, pribumisasi Islam yang dikemukakan Abdurrahman Wahid tahun 1980-an, rasionalisasi Islam yang dilayangkan Harun Nasution, transformasi Islam yang digagas kelompok paramadina tahun 1990-an. Bahkan puncaknya terjadi era reformasi. Kelompok fundamentalisradikal yang awalnya sembunyi-sembunyi dalam mewacanakan keislaman dan gerakan politik kemudian mengusung syariat Islam ke permukaan secara terangterangan. Lahirnya kelompok seperti FPI, KISDI Surakarta, Laskar Jundullah, Forum Komunikasi Ahlussunnah Waljamaah, MMI, dan Komite Pemberlakuan Syariat Islam di beberapa daerah yang kemudian terlihat sangat kencang dan vokal dalam menyuarakan Islam. Realitas multikulturalisme dan kebhinekaan juga diungkapkan pengarang sarat kritikan kepada pemerintah. Zaman yang penuh dengan ketidakpastian, ketidakjelasan arah (disorder), dan kesemberawutan luar biasa merupakan bias era globalisasi. Oleh karena itu, kebhinekaan, kewargaan, dan multikulturalisme menjadi hal yang urgen dibahas karena sulitnya mendapatkan figur teladan dari para elite politik dan agama. Di negeri ini kebijakan negara –hampir dipastikan– tidak ada yang melalui proses assessment dengan publik sehingga seringkali kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan riil publik karena hanya

26

mengakomodasi interest elite politik dan agama yang memegang kekuasaan. Indonesia dipandang gagal mengelola kebhinekaan sebagai basis bernegara dan berbangsa. Kebhinekaan nyaris menjadi hiasan tak bermakna yang sangat artifisial maknanya karena hakikat kedaulatan warga negara adalah mengekspresikan “identitas”, kesukuan, keyakinan, bahkan kebangsaan tidak mendapat ruang yang memadai. Pendekatan kebudayaan tak pernah dilakukan oleh penguasa dalam memandang kebhinekaan. Kebhinekaan hanya dilihat dalam kacamata politik dan ekonomi sehingga jika tak menguntungkan kebhinekaan yang menjadi ibu kandung nusantara takkan pernah mendapat skala prioritas dalam politik kekuasaan. Keragaman antarwarga negara cenderung hidup dalam sikap saling tidak percaya. Konflik SARA menjadi indikasi nyata jika negara ini gagal secara substansial dalam mengelola kemajemukan. Multikulturalisme sebagai konstruksi negara harus memerhatikan secara serius persoalan SARA. Menghargai dan menghormati seluruh aspek kehidupan warga negara menjadi sebuah konsepsi bernegara dan berbangsa. Pengakuan hakhak seluruh warga negara akan berimplikasi pada pengakuan politik, hak minoritas, kebebasan beragama, mendapatkan kesejahteraan, mendapatkan tempat tinggal,

Rangkang Demokrasi | Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

mendapatkan pendidikan, serta mendapat perlindungan secara maksimal dari negara. Negara harus memihak rakyat bukan kekuasaannya. Multikulturalisme, kebhinekaan, dan pluralisme seringkali menjadi salah satu indikator perbedaan ideologi mainstreaming gerakan Islam. Sayangnya penyajian ketiga konsep tersebut terihat bias dan mismatch karena penulis tidak direlasikan dengan konteks pergerakan Islam main issue buku ini. Barulah kemudian pada bab III Qodir kembali ke jalur yang seharusnya. Konstelasi Islam militan dan moderat tak hanya berlangsung di perkotaan, tetapi juga di pedesaan. Namun, dalam kenyataannya kelompok moderat tidak berterima, tidak populer, dan tak diminati di desa-desa. Beberapa hal berikut disinyalir menjadi alasan keengganan mayarakat di desa. Pertama, kelompok moderat lebih banyak ‘bermain’ pada tataran elite –kelas menengah, mahasiswa, pegawai bukan masyarakat agraris, petani, buruh–. Kedua, media yang digunakan seringkali berupa internet, email, dan alat elektronik lainnya yang belum atau tidak dikenal di desa. Ketiga, bahasa yang dipakai terlalu akademis, tidak komunikatif sehingga tidak dipahami oleh masyarakat. Keempat, ketidakterjangkauan kelompok moderat untuk menyebarkan ideologi seperti yang dilakukan Islam militan. Tak hanya dua aliran gerakan yang sangat berseberangan


baik dari segi ideologi, citacita, aktor, jamaah, maupun gerakan, penulis juga memetakan pemikiran dan gerakan islam dalam beberapa kategori: (1) Reformasi Islam yang ditandai dengan rasionalitas sebagai jalan penerjemahan Islam (tekstual). Tokoh gerakan ini adalah Nurcholish Majid, Djohan Efendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid, Moeslim Abdurrahman, Masdar Farid Fuadi, Kuntowijoyo, Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif, Kamaruddin Hidayat, Ulil Absar Abdala; (2) Retradisionalisasi Islam yang berkonsep ber-Islam secara modern tanpa meninggalkan budaya di masyarakat digagas oleh Abdurrahman Wahid; (3) Politisasi Islam merupakan

kelompok Islam politik yang dihuni oleh PKS, PPP, dan PKB; (4) Borjuasi Islam disebut sebagai eskapisme Islam dalam bentuk sufisme perkotaan; (5) Progessive Muslim yang memiliki komitmen kemanusiaan kuat tanpa pretensi politik; (6) Islam Militan yang mengharamkan hermeneutik, pluralisme, dan sekularisme dan lazim disebut kelompok salafi. “Don’t judge a book from it’s cover” sangat tepat mengungkapkan contain buku yang ber-cover dominan hijau ini. Akan lebih baik jika redaksi judul digubah menjadi “Gerakan Sosial Islam: Manifesto Kaum Beriman?” karena bahasa yang digunakan penulis bertendesi interogratif –mempertanyakan– apakah

gerakan sosial yang muncul benar-benar representasi kaum beriman? Tak sekadar penyataan (deklaratif). Buku ini terlihat sangat subjektif “membesarkan” kelompok Islam tertentu dan mengkerdilkan peran kelompok Islam lainnya. Subjektivitas pula yang mengurangi nilai ilmiahnya tulisan ini. Pembaca dapat membaca arah pemikiran sang penulis secara gamblang melalui gagasannya yang kontroversial. Bahasa dan data yang disampaikan cenderung berbelit-belit dan berulangulang sehingga membosankan. Buku ini hanya cocok dijadikan bacaan atau bahan kajian kaum intelektual yang memiliki ketajaman pisau analisis dan daya pikir kritis. []

FotoGaleri

Pelatihan Public Speaking Bersama Bapak Saifuddin Bantasyam

Penyusunan Stategic Planning Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU)

Nonton Bareng Film K vs K

In Class Modul Analisis Kemasyarakatan Bersama Ibu Suraiya Kamaruzzaman

Kunjungan Will Derks (Program Manager Nederland Institute for Multiparty Democracy) ke SDAU

Edisi 11 | Tahun 2 | Desember 2012

| Rangkang Demokrasi

27


PENERIMAAN SISWA SEKOLAH DEMOKRASI ACEH UTARA ANGKATAN KE-III (2013) Perkumpulan SEPAKAT (Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat) Sekolah Demokrasi Aceh Utara membuka peluang kepada bekerjasama dengan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) dengan masyarakat untuk menjadi peserta angkatan ketiga dengan dukungan pendanaan dari Kemitraan (Partnership) akan menyelenggarakan syarat sebagai berikut: kegiatan pendidikan Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) Angkatan ke-III tahun 1. Berusia antara 21 s/d 40 Tahun 2013. 2. Pendidikan Minimum SMA/yang sederajat Gagasan penyelenggaraan Sekolah Demokrasi didasarkan pada pertimbangan 3. Lulus seleksi Administrasi, Ujian Tulis, dan bahwa demokrasi dapat didorong maju dengan menggunakan berbagai cara yang Wawancara semakin memungkinkan berjalannya proses-proses yang membuka partisipasi 4. Berasal dari partai politik atau para politisi, rakyat secara lebih luas. pegawai negeri sipil / aparatur pemerintahan, Sekolah Demokrasi mempunyai visi untuk terciptanya komunitas yang memiliki komunitas bisnis / pengusaha dan organisasi pengalaman dan komitmen untuk transformasi kearah masyarakat demokratis, masyarakat sipil (LSM) sadar politik dan mampu berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan publik 5. Bersedia mengikuti pembelajaran sekolah melalui wacana demokrasi dalam sistem politik multi-partai. demokrasi baik in class (200 Jam) dan out class Sekolah Demokrasi akan melatih dan mendidik individu yang muda untuk (200 Jam) selama satu tahun penuh (sebagian sadar politik dan bisa memainkan peran strategis untuk memajukan demokrasi di besar kegiatan belajar akan dilaksanakan pada daerahnya masing-masing. hari Sabtu dan hari Minggu) Salah satu konteks yang akan menjadi perhatian Sekolah Demokrasi adalah 6. Mempunyai komitmen personal dan professional interaksi antar-pranata (inter-institutional interaction) diantara empat pranata terhadap transformasi masyarakat utama yaitu lembaga politik dan para politisi, pegawai/aparatur pemerintahan, komunitas bisnis dan rakyat dalam civil society. 7. Berdomisili di Kabupaten Aceh Utara atau Kota

Lhokseumawe

Jadwal Seleksi Peserta angkatan ketiga sebagai berikut:

Item Seleksi Administrasi

Waktu

Syarat/Tempat/Media

07 s/d 16 Januari 2013 Mengisi Formulir pendaftaran, Foto Kopi KTP, Foto Kopi Ijasah terakhir, Surat Rekomendasi dari tempat bekerja

Keterangan Formulir pendaftaran bisa di unduh di website Sekolah Demokrasi atau dapat diambil di Sekretariat SEPAKAT. Berkas kelengkapan Administrasi bisa diantar langsung ke kantor SEPAKAT, dikirim via pos, via Fax atau via Email

Pengumuman Hasil Seleksi 18 Januari 2013 Administrasi

Website, Email, SMS

-

Ujian Tulis

Sekretariat SEPAKAT

Hanya bagi yang lulus seleksi Administrasi

Website, Email, SMS

-

Sekretariat SEPAKAT

Bagi yang Lulus Ujian Tulis

Pengumuman Hasil Seleksi 31 Januari 2013 Wawancara

Website, Email, SMS

-

Mulai Sekolah

Sekolah Demokrasi Aceh Dimulai dengan kegiatan Utara Matrikulasi dan Outbond

Pengumuman Tulis

20 s/d 23 Januari 2013 Hasil

Seleksi Wawancara

Ujian 26 Januari 2013 27 s/d 30 Januari 2013

02 Februari 2013

Briefing,

Catatan: Semua Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara tidak dipungut iuran dalam bentuk apapun, Peserta juga tidak mendapatkan imbalan/keuntungan materi dalam bentuk apapun. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:

Atau bisa langsung menghubungi Sekretariat kami di:

Email : sekolahdemokrasi@sepakat.or.id cc ke: edifadhil@sepakat.or.id Website : http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id atau www.sepakat.or.id Facebook : Sekolah Demokrasi Aceh Utara

Sekolah Demokrasi Aceh Utara Gedung Rahmania – SEPAKAT Training Centre (STC) Jl. Medan-Banda Aceh, Gampong Blang Panyang Kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh, 24352 Telp/Fax : 064546077, 064540677 Contact Person : Abu Mexs (085260145045) / Tirta (085270056458)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.