ISSN: 2089-0222
Optimisme Demokrasi Erlina My Peserta Sekolah Demokrasi
15
5 Melepas Pasungan Otonomi Desa Andi SR AK Peserta Sekolah Demokrasi
Rangkang
DEMOKRASi Edisi 12 | Tahun 3 | Januari - Maret 2013
http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id
Falsafah Peusijuek Masyarakat Aceh
Melirik Kualitas Demokrasi Kampus
Meng-gampong-kan Demokrasi
Saleum Kini, Keluarga Kami Bertambah,!
Pembaca budiman, setelah 4 bulan tidak terbit kini saatnya Buletin Rangkang Demokrasi menyapa anda lagi. Ini adalah edisi pertama untuk tahun 2013 sekaligus edisi ke 12 secara akumulatif. Seperti yang anda ketahui bahwa Buletin ini yang terbit sejak tahun 2011 adalah sebagai salah satu suplemen program Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Media dimana para peserta sekolah demokrasi belajar menulis dan mengkampanyekan isu-isu publik di Lhokseumawe dan Aceh Utara khususnya. Setelah menyelesaikan pembelajaran angkatan I dan Angkatan II. Sekolah Demokrasi Aceh Utara sejak Januari 2013 lalu mulai merekrut peserta untuk angkatan ke-III. Setelah melaksanakan serangkaian kegiatan seleksi, diputuskan bahwa ada 37 peserta yang lulus seleksi dan menjadi peserta Sekolah Demokrasi angkatan ketiga, Secara proporsional Dari 39 peserta ada 11 peserta perempuan (29%), 20 orang dari unsur masyarakat sipil (53%), 7 orang dari unsur Pegawai Negeri Sipil (18%), 8 orang dari unsur Partai Politik (20%) dan 2 orang dari unsur pebisnis (5%). Peserta berasal dari Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. 20 peserta dari unsur masyarakat sipil terdiri dari: wartawan 3 orang, guru honor 2 orang, 10 orang mahasiswa dan 10 orang lainnya dari berbagai profesi (guru pesantren, wiraswasta, ibu rumah tangga, aparatur desa dan beberapa bekerja di kantor swasta). Kami berharap semoga para peserta ini kelak akan bisa memainkan peran strategisnya dalam upaya perbaikan kualitas wacana demokrasi di Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe khususnya dan provinsi Aceh Umumnya. Kepada peserta Angkatan III kami ucapkan Selamat Bergabung,!
DaftarIsi â–ź OPINI
5
Melepas Pasungan Otonomi Desa Andi SR AK | Pegawai KUA Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara dan Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara
9
Kualitas Demokrasi, Peran Siapa?
12
Melirik Kualitas Demokrasi Kampus
Maidar | Dosen Universitas Al Muslim Peusangan; Staff Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dan Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara Nanda Feriana | Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara Angkatan III.
15
Optimisme Demokrasi
17
Meng-gampong-kan Demokrasi
Erlina My | Wakil Ketua II Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara; Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Mirzal Yacub | Alumni Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh, Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara angkatan III.
â–ź RESENSI
22
Filsafah Peusijuek Masyarakat Aceh
M. Syahril Ismail | Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara; bekerja di Baitul Mal Aceh Utara.
PENANGGUNG JAWAB: Edi Fadhil SIDANG REDAKSI: Edi Fadhil, Muhammad Usman, Bisma Yadhi Putra, Darmadi REDAKTUR PELAKSANA: Eka Saputra WARTAWAN: Muksalmina, Saifura SIRKULASI: Riko Tampati LAYOUTER/DESAIN GRAFIS: Eka Saputra IKLAN: Zakaria KEUANGAN: Dewi Tirta Wati KASIR: Ika Febriani : Gedung Rahmania-SEPAKAT Training Center (STC)
2
Jl. Medan-Banda Aceh. Gp. Blang Panyang. Kec. Muara Satu : rangkangdemokrasi@sepakat.or.id : http://sekolahdemokrasi.sepakat.or.id : sekolahdemokrasi.acehutara Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
Diterbitkan atas kerjasama antara:
TTS
humor
Teka Teki Silang
Cowok Idaman Para Cewek
MENDATAR 2. Pesawat ulang alik rusia dahulu 5. Dulu negara ini bersatu dengan Slovakia 9. Liga basket di Amerika 11. Peserta pemilu 2014 yang memperoleh nomor urut 15 13. Nama buah 14. Tingkat kepekatan pelumas 16. Salah satu semifinalis liga europa tahun ini 17. Pulau karang berbentuk cincin 18. Ikan ini tidak ada di laut tropis 20. Kondisi koma 22. Negara dengan penduduk asli suku Hutu dan Tutsi 23. Organisasi perdagangan dunia 26. Hadir 27. Lembaga pembangunan internasional Denmark 33. Nama belakang pelari tercepat di dunia 34. Salah satu maskapai penerbangan internasional 35. Makanan berbahan pokok sagu dari Papua 36. Fatih terima melatih klub sepakbola ini 37. Negara di Asean yang tidak memiliki tentara angkatan laut
MENURUN 1. Federasi karate 3. Jet supersonic buatan perancis 4. Pemain bernomor punggung 8 di klub chelsea 6. Salah satu satelitnya planet jupiter 7. Lautan terdalam di indonesia 8. Kode plat kendaraan di bali 10. Salah satu nama kabupaten di sulawesi 11. Merek tisu 12. Kota di spanyol 15. Nama galaksi kita (inggris) 19. Salah satu negara terkecil di dunia 21. Langit (inggris) 24. Nama nabi 25. Cahaya (inggris) 28. Ditemukan oleh jack dorsey 29. Inti sel 30. Ibukota bulgaria 31. Nama tanjung di bali 32. Yang dihasilkan pulau buton
Redaksi menerima tulisan berbentuk opini dan artikel yang bertemakan tentang politik, sosial dan isu demokrasi. Panjang tulisan artikel maksimal 500-600 kata.
Cewek : Mas kerja dimana? Cowok : Saya cuma usaha beberapa hotel bintang 4 dan 5 di Jakarta dan Bali… Cewek : (WAW…Konglomerat pasti!)… Mas tinggal dimana? Cowok : Pondok Indah Bukit Golf… Cewek : (WAW kereenn…Rumah Orangorang “The Haves”) Pasti gede rumahnya yah…? … Cowok : Ngga ah…Biasa aja koq…cuma 3000 m2… Cewek : (Busett!) Pasti mobilnya banyak yah…? Cowok : Sedikit koq…Cuma ada Ferrari. Jaguar. Mercedes. BMW. Mazda… Cewek : (Wah cowok idaman gue nihh!!) Mas uda punya istri…? Cowok : Hmm…Sampai saat ini belum tuh…hehe… Cewek : (Enak juga nih kalu gue bisa jadi bininya…) Mas merokok?? Cowok : Tidak…rokok itu tidak bagus untuk kesehatan tubuh… Cewek : (Wah sehat nihh!) Mas suka minum-minuman keras? Cowok : Tidak donk… Cewek : (Gilee…Cool abissss!!) Mas suka maen judi?? Cowok : Nggak…ngapain juga judi? ngabisin duit aja Cewek : (Ooohhhh…So sweett…) Mas suka dugem gitu ga?? Cowok : Tidak tidak… Cewek : (Iihh…sholeh banget nih cowok!) Mas udah naik haji? Cowok : Yah…baru 3x dan umroh paling 6x… Cewek : (Subhanallah…calon surgawi…) Hobinya apa sih mas? Cowok : BOHONGIN orang……
Mari bergabung dan berdiskusi bersama komunitas kami di halaman Facebook. klik facebook. com/sekolahdemokrasi.acehutara
Kirimkan kritik dan saran atau pendapat anda melalui email rangkangdemokrasi@sepakat.or.id
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
3
Editorial
Produk Gagal Demokrasi
“Erdogan once said, that democracy for him is a bus ride: ‘Once I get to my stop, I’m getting off’.” (as-Sayyid Abdullah II) KARENA dianggap menjadi mobilisator aksi protes penghapusan tunjangan prestasi kerja, empat guru di Lhokseumawe dipindahtugaskan menjadi staf administrasi ke Setdako Lhokseumawe. Sungguh malang para pendidik yang disingkirkan dari arena pendidikan. Terkait pemindahan tersebut, Sekdako Lhokseumawe Dasni Yuzar membuat sebuah ancaman: “Pemindahan ini dilakukan karena hasil penilaian kita, mereka adalah aktor dalam aksi memprotes kebijakan Pemko terkait penghapusan TPK bagi guru sertifikasi. Langkah seperti ini akan kita berikan kepada guru lain yang melakukan hal serupa” (Serambi Indonesia, 21/3). Pendidik kemudian menjadi semacam robot, bukan aktor pengoreksi. Padahal yang ideal sebagaimana dikatakan Chomsky (2008), “pendidikan bukan seperti halnya mengisi pot dengan air, namun lebih pada bagaimana membantu sebatang bunga tumbuh dengan caranya sendiri”. Sehingga kemudian, lahirlah kemunduran-kemunduran semacam ini: aparatur pemerintah takut membongkar kebusukan pemerintah; guru tak berani menyuarakan kebenaran karena takut dimutasi; masyarakat enggan mengkritik karena takut dilabel pengacau; mahasiswa enggan menggelar demonstasi karena takut tak diberi beasiswa, dan sebagainya. Bila kemunduran-kemunduran di atas terjadi, maka sebuah kalimat di kolong layar yang diletakkan di sebelah kanan pagar tembok gedung wali kota hanya menjadi pajangan belaka. Di situ, tepatnya di nomor lima, tertera: “Meningkatkan pembangunan politik masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan”. Tampaknya ada yang tak dipahami oleh orang yang biasa lalu-lalang di gedung tersebut tentang pembangunan politik. Salah satu yang penting dari pembangunan politik adalah kebebasan berpartisipasi untuk menyuarakan pendapat serta penghormatan atas hak yang dijamin undang-undang. Protes aparatur pemerintah terhadap kebijakan pemerintah harusnya dilihat sebagai bentuk keberhasilan dalam menciptakan pemerintahan yang partisipatif. Ketika partisipasi ditumpas dengan ancaman-ancaman, maka tulisan tersebut hanya sebuah kalimat hampa makna karena tak menjadi tanda (sign) dari sikap penguasa yang duduk di dalamnya. Tren perkembangan politik kontemporer menempatkan partisipasi sebagai energi dalam pembangunan. Bukan pendidik yang dituntut harus siap menerima risiko “melawan” pemerintah, namun sikap atau perilaku
4
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
pemerintah itu sendiri yang harus berubah. Ancaman terhadap kebebasan mengkritik akan menonjolkan karakteristik pemerintahan yang diktatorial. Prestasi Politik Kata-kata itu diucapkan Raja Yordania Abdullah II yang kesal pada Perdana Menteri Turki Recep Tayyib Erdogan yang menjadikan demokrasi sebagai bus tumpangan untuk memperoleh kekuasaan. Ketika kekuasaan berhasil diraih, lalu Erdogan turun dari bus. Demokrasi hanya dimanfaatkan sebagai metode politik untuk merebut kekuasaan. Sebenarnya ada satu hal lagi, dan saya agak yakin Wali Kota dan jajarannya belum mengetahui ini: dari hasil riset yang dilakukan Komunitas Demokrasi untuk Indonesia (KID), ternyata kualitas demokrasi Kota Lhokseumawe tak lebih baik ketimbang Kota Jayapura, Papua. Lhokseumawe dikategorikan sebagai wilayah yang “kurang demokratis” dan Jayapura “agak demokratis”. Indikator-indikator yang digunakan dalam pengukurannya adalah: (i) kualitas pemerintah daerah; (ii) partisipasi politik warga; dan (iii) kebebasan sipil. Dalam laporan tersebut, partisipasi politik warga dan kualitas pemerintah daerah dinilai masih rendah. Kini, penting dipikirkan strategi jitu dan solutif agar aktifis-aktifis itu tak lagi hanya membicarakan yang jelek-jelek saja, tetapi prestasi-prestasi membanggakan pemimpinnya. Misalnya membuat pengangguran punya pekerjaan, menyelesaikan persoalan banjir di beberapa ruas jalan kota saat turun hujan, menertibkan kafe-kafe tempat transaksi atau eksekusi prostitusi, dan sebagainya. Bila itu gagal diwujudkan, maka wajar muncul penilaian pemerintah kota saat ini merupakan produk gagal demokrasi. Atau barangkali yang patut disalahkan kemudian adalah demokrasi. Sebab demokrasi membuka peluang untuk menciptakan kegagalan atasnya sendiri. Barangkali begitu. Bisma Yadhi Putra Fasilitator Sekolah Demokrasi Aceh Utara
OPINI
Melepas Pasungan dari Otonomi Desa
S Andi SR AK Pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara dan Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara
etelah bertahuntahun vakum dengan adanya keterlibatan unsur militer, turnamen sepakbola dapat dilaksanakan kembali di lapangan Desa Matang Ben Kec. Tanah Luas Kab. Aceh Utara. “Tournament Dansubsatgas� tersebut dibuka langsung Kapten Inf. Kunto Wibisono, Dansubsatgas Pam Ovitnas E-Moi pos A-13
pada 15/4/2013. Akhirnya, masyarakat dapat tertawa dan berteriak lepas bersamasama di luar lapangan, mereka berhimpitan tanpa pembatas idiologis, tanpa bumbu kemunafikan (hipokrit) dan tanpa keraguan (skeptis), memori traumatis akibat perang bertahun-tahun (19992005) seperti menghilang. Apa yang menarik dari tournament bukanlah
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
5
OPINI
tournamentnya, tapi perjuangan aspirasi demokratisasi Desa dalam bingkai otonomi khusus pasca damai di Aceh. Berdasarkan Qanun Aceh No. 5 Th. 2003, Desa tidak hanya bertugas melaksanakan tugas administratif pemerintahan, namun juga memiliki tugas pokok lain menyangkut kegiatan ekonomi, hukum, budaya serta sosial perdamaian. kemudian Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh No. 11 Th. 2006 memperluas tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) Desa dengan masuknya bidang pelaksanaan dan pengawasan adat di bawah hierarki kepemimpinan Wali Nanggroe sebagai kepala adat tertinggi dan positifisme hukum Syari’at Islam. Persinggungan antara Syari’at Islam, keberagaman hukum adat (living law), dan konflik regulasi Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat, tidak hanya menjadikan
aspirasi kepemudaan seperti pelaksanaan turnamen di tingkat Desa sering terkendala, namun juga menggambarkan secara umum bahwa reformasi otonomi Desa di Aceh berjalan sakit-sakitan tanpa arah yang jelas. Isu kepemudaan dan Perempuan hampir tidak mendapat tempat dalam ranah otonomi pemerintahan Desa. Fakta, adanya pluralitas agama, aliran keagamaan dan sub etnis dan warga keturunan minoritas selain etnis Aceh yang mayoritas -Tionghowa, Jawa, Batak, Padang, Melayu, Bugis, Arab, India, Portugis, Gayo, Alas, Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, Simeulu dan Singkilikut mengukuhkan urgensi evaluasi terkait reformasi otonomi Aceh di tingkat Desa. Sentralistik model barukah? Gampong nama lain dari Desa Gampong atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh
Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri (Qanun No. 4 Th. 2009, pasal 1 point 11). Secara eksplisit, kemudian urusan rumah tangga sendiri atau dalam kata lainnya pelimpahan kewenangan otonomi khusus (self government) provinsi dan Kabupaten/Kota di Aceh kepada Desa diatur lebih lanjut lewat peraturan dan kebijakan yang bersifat lebih teknis. Dari beberapa buku dan journal hasil penelitian, pengklasifikasian tipologi Desa masih didasari pada penyatuan adat dan syari’at sehingga domain pemilahan Desa cuma dua, yaitu adat dan pemerintah. Tarik menarik yang terjadi antara domain adat dengan domain pemerintah memunculkan Desa adat tanpa pemerintah, Desa Pemerintah tanpa Adat, Desa integral antara pemerintah dan adat, dan Desa dualisme/ konflik antara adat dengan pemerintah seperti Desa
Pemerintahan Desa pun menyikapi beragam “pemasungan” ala otonomi khusus Aceh. Setidaknya, ada tiga sikap yang terlihat. Dua bersikap aktif dengan menolak dan mendukung. Satu model lagi terlihat passif.
6
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
Pasung Demokrasi Sejalan dengan lahirnya regulasi intervensif penguatan dua domain lainnya, Qanun Pelembagaan struktur dan hukum adat, dan Qanun Syari’at Islamtanpa pengaturan batas dan wilayah kewenangan secara jelas dan tegas, domain Pemerintahan Demokratis terhimpit, tak dapat bergerak sebagaimana mestinya.
Demokrasi seperti terpasung. Pemerintahan Desa pun menyikapi beragam “pemasungan” ala otonomi khusus Aceh. Setidaknya, ada tiga sikap yang terlihat. Dua bersikap aktif dengan menolak dan mendukung. Satu model lagi terlihat passif. Perbedaan tersebut dilandasi oleh perbedaan nilai yang telah lama hidup dan berkembang dalam suatu komunitas masyarakat Desa tertentu. Penolakan juga didasari oleh kekhawatiran bahwa kehadiran model baru aceh akan menghilangkan nilai lama yang pluralis. Begitu pula dengan Pemerintahan Desa yang mendukung, karena dilandasi pada kesamaan nilai dan cita-cita dengan model baru Aceh. Sikap passif, karena kehadiran model baru tidak menghilangkan dan tidak pula memperkuat nilai lama di Desanya. Menariknya, sikap pemerintahan Desa juga dapat dibedakan menurut tingkat SDM dan letak geografisnya. Pemerintahan Desa di pusat kota. Dengan SDM yang mereka miliki serta pengawasan dari media massa dan LSM membuat mereka tidak mudah menerima begitu saja upaya “pemasungan”. Pemerintahan Desa di Kota pula dapat menerapkan nilai demokrasi prosedural dan substansial dengan baik. Meski masyarakat kota dominan menentang model
baru otonomi Aceh seperti penolakan dan kritikan terhadap pemberlakuan himbauan walikota Lhokseumawe “larangan ngangkang”, Qanun Wali Nanggroe, Qanun Bendera dan Lambang Aceh, dan pemberlakuan jam malam bagi perempuan di kota Banda Aceh, mereka tetap masuk dalam skala prioritas pembangunan karena pembangunan tersebut merupakan fasilitas yang akan dinikmati bersama dengan pemerintahan yang notabene juga berdomisili di pusat kota. Lebih dari itu, kewajiban konstitusional pemerintahan di atasnya untuk melaksanakan pembangunan, demokrasi dan pemenuhan rasa keadilan selalu dijadikan nilai tawar dalam setiap upaya advokasi jaringan masyarakat Desa Kota. Jarak, tingkat SDM yg rendah, minimnya saluran politik dan pengawasan media massa serta berlakunya model baru pembagian “kue” semisal dana aspirasi dari Legislatif dan pengusulan program dari sumber dana kerja Eksekutif yang tergantung pada tingkat kepatuhan politik, mereposisi Kepala Desa layaknya Raja kecil perpanjangan tangan Raja di atasnya, yang tidak patuh tidak dapat. Oleh karena itu, pemberlakuan “Politik corong” atau doktrinasi model otonomi Aceh dari Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
OPINI
di Aceh. Pun demikian, Al Yasa’ Abu Bakar, Guru Besar di IAIN Ar-Raniry mantan Kadis Syari’at Islam Provinsi Aceh secara tegas menolak penyatuan adat dan syari’at karena pemahaman seperti itu merupakan salah satu penyebab munculnya kendala bagi penerapan syari’at Islam secara kaffah di Aceh. Adat berbeda dengan hukum adat. Adat dan hukum adat berbeda dengan Islam sebagai agama. Adat, hukum adat dan Islam berbeda pula dengan Syari’at Islam. (Syari’at Islam; paradigma, kebijakan dan kegiatan, 2008). Sejarah gerakan Islam politik di Aceh sejak era kesultanan pada abad XVII, pemberontakan DI/TII Aceh (1953-62) serta desakan penerapan Syari’at Islam dari arus bawah sampai sekarang menjadi fakta empiris bahwa konflik bagi reformasi otonomi Desa di Aceh akibat tarik menarik antara tiga domain, yaitu Adat, Syari’at Islam dan Pemerintah.
7
OPINI
begitu mengakar. Demokrasi sulit bernafas. Kepala Desa dapat menyamarkan egosentrisnya dalam warna abu-abu. Ditengah kondisi keabuannya, praktik-praktik sulap-menyilap (KKN) dan perilaku non-demokratisnya dapat berjalan lancar dan massif. Di Desa model ini, melaksanakan Tournament bolakaki saja sangat sulit. Padahal, yang paling menakutkan dari desentralisasi otonomi daerah hingga ke tingkat Desa adalah terlalu dekatnya warga masyarakat dengan otoritarian baru atau premanisme dalam konsepsi feodalistik dan oligarkhis yang dulunya berada ditingkat pusat (era ORBA). Kata lainnya, ketakutan dari desentralisasi “losecontrol” adalah terjadinya penyalahgunaan kekuatan dan kesewenangan sesuai kepentingan sekelompok orang penguasa dan yang memiliki akses kekuasaan dan kekuatan. Melepas pasungan Tidak akan lahir istilah semisal “pemasungan” seandainya setiap kebijakan diawali kecurigaanpenelitian dan kekhawatiranpengawasan. M. Amin Abdullah, Dosen di Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, IAIN Sunan Ampel dan Univ. Gadjah Mada (1993-96), memberi kesannya terkait perubahan tatanilai. Menurutnya, kemauan yang
8
terlalu banyak membuat kita berpikir tidak realistis. Sementara syarat-syarat untuk terpenuhi kemauan banyak itu masih kurang diperhatikan. Kesan yang muncul bahwa kita kurang simpatik dalam proses tawar-menawar budaya. Perubahan tata nilai dan pola berpikir bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan studi kelayakan, metode yang canggih dan seperangkat alatalat dan sarana pendukung yang lain. Membiarkan jurang antara dunia “ought” (doktrindoktrin normatif) dan “is” (kenyataan riil yang hidup di masyarakat) menjadikan orang cepat frustasi (Studi Agama; Normativitas atau Historisitas?, 1996). Tertulis dengan jelas dan tegas dalam Peraturan Menteri dalam Negeri No. 30 Th. 2006 tentang Tata cara penyerahan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa. Dalam melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap jenis urusan yang akan diserahkan kepada desa mesti mempertimbangkan aspek letak geografis, kemampuan personil, kemampuan keuangan, efisiensi dan efektivitas. Membentuk tim pengkajian dan evaluasi dengan ketua pelaksana oleh Sekretaris Daerah yang anggotanya terdiri dari unsur dinas/badan/kantor terkait, sesuai kebutuhan (pasal 3). Agar tidak merasa dipasung atau agar dapat melepaskan
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
diri dari pasungannya, Kepala Desa dapat mengeluarkan ketetapan atas izin kepala Badan Pemusyawaratan Desa (BPD/Tuha Peut) terkait kesiapan melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepadanya (Pasal 4). Kesan M. Amin dan Peraturan Mentri dalam Negeri tersebut merupakan syarat utama sebelum konflik antar domain separah sekarang. Dalam kondisi kekinian, Demokratisasi Desa dapat dimulai dengan Demokratisasi Badan Pemusyawaratan Desa (BPD/Tuha Peut). Langkahlangkah kecil politis dapat diretas, dimulai dari isu keterwakilan perempuan dan pemuda, kemudian dengan fungsi control, pengawasan dan pembentukan peraturan Desa, BPD/Tuha Peut dapat mensetting/mempola jalannya demokratisasi Pemerintahan Desa lewat optimalisasi fungsinya. Setelah Pemerintahan Desa berjalan pada lajurnya, BPD dan Kepala Desapun dapat mempertegas identitas otonomi desanya dalam bingkai otonomi khusus Aceh. Identitas yang bebas dari upaya “pemasungan”.[]
OPINI
KUALITAS DEMOKRASI, PERAN SIAPA?
K
ualitas demokrasi didefinisikan sebagai tingkat keberfungsian lembaga-lembaga Maidar demokrasi (sistem demokrasi) Dosen Kebidanan Universitas Al Muslim dalam masyarakat (kehidupan Peusangan; Staff Dinas Kesehatan demokrasi) sehingga Kabupaten Aceh Utara dan Peserta warganya mendapatkan apa Sekolah Demokrasi Aceh Utara yang diinginkan atau apa yang
mereka percayai sebagai yang terbaik. Indeks demokrasi adalah angka yang mengindikasikan kualitas demokrasi. Pertanyaan yang muncul: bagaimanakah kualitas demokrasi saat ini? Menjelang Pemilu 2014 untuk meningkatkan kualitas demokrasi, apa yang perlu
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
9
OPINI
dilakukan? Mengutip hasil penelitian Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) yang dilaksanakan pada empat wilayah, Kota Batu, Lhokseumawe, Tanggerang Selatan dan Jaya Pura, mengemuka bahwa progres indeks demokrasi tahun 2011 dan 2012 tidak terlihat perubahan yang signifikan. Indeks demokrasi terendah di Kota Tanggerang Selatan dengan nilai 33; Kota Batu memperoleh penilaian tertinggi mencapai 65; indeks demokrasi di Kota Lhokseumawe 42. Analisis ini diperoleh dari indeks sistem demokrasi dengan nilai 47 dan indeks kehidupan demokrasi capaian nilai 42. Perlu dipahami penilaian didasarkan pada indikator (i) tingkat korupsi, (ii) pelaksanaan pilkada, (iii) kebebasan warga berusaha untuk memperoleh kehidupan ekonomi yang baik, (iv) kebebasan berorganisasi,
dan (v) pelayanan publik yang jelas prosedurnya dan mudah diakses. Mengacu pada indikator indeks demokrasi, dapat disimpulkan sistem demokrasi dan kehidupan demokrasi di Kota Lhokseumawe masih rendah. Untuk itu perlu digagas dan dikawal oleh berbagai elemen guna memperbaiki kondisi ini, sehingga kualitas demokrasi dapat ditingkatkan pada masa-masa yang akan datang, terutama menjelang Pemilu 2014. Siapa yang harus berperan? Berjalannya sistem dan kehidupan demokrasi di suatu daerah ditentukan oleh pemahaman demokrasi secara komprehensif. Kehidupan demokrasi diawali pemahaman individu terhadap materi demokrasi, lalu membentuk pemahaman kelompok kecil dan pada akhirnya tergambarkan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Materi dan nilai-
nilai demokratis diperoleh melalui pendidikan yang seharusnya ditanamkan secara sinergis melalui sendi-sendi kehidupan masyarakat di berbagai tatanan dan berbagai jenjang pendidikan formal maupun non-formal. Sistem dan kehidupan demokrasi perlu dibentuk sejak dini dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, kegiatan menjalankan ajaran agama, dan kehidupan berpolitik. Mengapa? Sejak manusia dilahirkan kondisi heterogen terus mewarnai sepanjang siklus kehidupan. Perbedaan jenis kelamin, umur, warna kulit, intelektual, minat, bakat, persepsi, kecenderungan, kemapanan ekonomi dan spiritual. Keberagaman yang ada adalah sunah, perlu disikapi dengan arif agar tidak terjadi benturan dalam kehidupan sosial. Multikulturalisme suatu keindahan untuk saling mengisi di setiap celah kehidupan agar lebih
Pendidikan demokrasi masyarakat diharapkan dapat mendewasakan masyarakat dalam melakukan verifikasi masalah, bijak dan bertanggung jawab mengambil keputusan, menghargai keputusan yang dicapai, mengendalikan proses dan pencapaian keputusan.
10
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
mengemukakan pendapat, berorganisasi dan memperoleh kompetensi untuk keberlangsungan kehidupan yang lebih baik perlu ditumbuh kembangkan dalam lingkungan pendidikan. Pendidikan demokrasi masyarakat diharapkan dapat mendewasakan masyarakat dalam melakukan verifikasi masalah, bijak dan bertanggung jawab mengambil keputusan, menghargai keputusan yang dicapai, mengendalikan proses dan pencapaian keputusan. Tanpa upaya pendidikan demokrasi, sistem dan kehidupan demokrasi yang baik mustahil dapat dicapai. Peningkatan pendidikan demokrasi menjadi tanggung jawab pemerintah, lembagalembaga, masyarakat, keluarga, individu serta kontribusi media massa yang berimbang dan objektif.
terus diperbaiki melalui pengentasan korupsi, peningkatan kemampuan membuat regulasi dan qanun-qanun oleh legislatif dan keseriusan pemerintah membuat kemakmuran rakyat. Pemilu sebagai membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Agar menghasikan kualitas yang optimal, pendidikan demokrasi perlu disebarluaskan. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihan terbaik tanpa ada paksaan melalui praktek cara-cara yang mencederai demokrasi. Partai politik wajib memberikan pendidikan politik dan demokrasi kepada kader dan simpatisannya, semoga kualitas demokrasi semakin memberikan dampak yang positif. Semoga. []
OPINI
bermakna. Sidik jari tidak ada yang sama, itulah bukti kesempurnaan penciptaan. Marilah kita semakin merefleksikan kesempurnaan penciptaan melalui kajian ilmu yang luas, tidak reaktif terhadap suatu perbedaan. Kedepankan dialog untuk mempersempit tinjauan jurang perbedaan. Ingat, Allah SWT menilai tingkat ketakwaan hamba-Nya bukan lambang dan karakter yang lain. Memahami dan menyikapi perbedaan perlu dilatih sejak dini dalam keluarga dan masyarakat. Perbedaan pendapat dan selera sering ditemukan dalam sebuah rumah tangga. Lumrah saja. Saat merencanakan makan malam di luar rumah, sering muncul perbedaan pandangan tentang pilihan tempat, menu dan waktu. Biasanya ada pihak yang harus bertoleransi kepada keputusan yang diambil secara demokratis. Demokrasi adalah keputusan bersama. Menerapkan demokrasi sejak dini di dalam keluarga akan memberikan dasar untuk menghargai perbedaan di lingkup masyarakat yang lebih luas. Selain pendidikan demokrasi di keluarga dan lingkup masyarakat sebagai awal mengenal nilai-nilai demokrasi secara non-formal, pihakpihak yang terlibat dalam pendidikan formal perlu juga mengajarkan tentang implementasi konsep-konsep demokrasi dalam menjalankan tujuan pendidikan yang lebih luas. Kebebasan peserta didik
Jelang Pemilu 2014 Menjelang Pemilu 2014, indeks kualitas demokrasi perlu ditingkatkan melalui pembenahan sistem dan kehidupan demokrasi. Masalah yang perlu terus ditingkatkan adalah pelayanan publik yang terjangkau, penerapan hukum yang setara, peningkatan kualitas pemerintahan daerah, penempatan pegawai pemerintah yang mampu bersaing secara sehat, penentuan pejabat publik sesuai regulasi, begitu juga mekanisme pemilihan legislatif. Kehidupan demokrasi yang masih rendah perlu
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
11
OPINI
Melirik Kualitas Demokrasi Kampus
K
ampus ibarat m i n i a t u r sebuah negara. Organisasi kampus sendiri tak ubahnya panggung politik yang sarat dengan aktivitas Nanda Feriana berbau politik. Kita bisa Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh (Unimal) dan Peserta Sekolah menyaksikan potret sebuah Demokrasi Aceh Utara Angkatan III. pemerintahan ala sebuah negara dijalankan oleh para
12
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
mahasiswa melalui berbagai macam struktural organisasi yang hidup di dalam lingkungan kampus. Adanya badan legislatif mahasiwa (BLM), badan esekutif mahasiswa (BEM), majelis pemusyawaratan mahasiswa (MPM), maka setidaknya ini memperlihatkan wujud sebuah negara.
memperjuangkan kepentingan bersama yakni meruntuhkan pemerintahan orde baru. Di saat negara belum demokratis, namun para mahasiwa kala itu sudah muncul menjadi pembela demokrasi (the devender of democracy). Mereka tampil sebagai pejuang demokrasi yang menentang keras pemerintahan otoriter. Lalu, apa kabar dengan organisasi-organisasi kampus hari ini, sudahkah membela demokrasi? Atau mungkin organisasi kampus sendiri belumlah demokratis? Organisasi Kampus Lesu Padahal kita tahu bahwa kondisi negara saat ini juga tak bisa dikatakan lebih baik dari dulu. Karut-marut politik, KKN, dan berbagai kemunduruan ekonomi masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Pemerintahan pun semakin tidak demokratis. Namun, akhir-akhir ini tidak ada pergerakan-pergerakan mahasiswa yang muncul ke publik dan khusus memperjuangkan kepentingan masyarakat dan mengkritisi setiap ketimpangan. Gaung mahasiswa seolah bersembunyi dalam ketiak birokrasi kampus. Organisasi kampus tampaknya memang sedang lesu, baik itu pada tingkat lokal maupun nasional. Realitasrealitas yang berkembang di kalangan mahasiswa saat
ini memperlihatkan bahwa dalam tubuh organisasi, pemerintahan ala mahasiswa masih bias. Organisasi akhirakhir ini tidak dimanfaatkan sebagai wadah untuk berpolitik secara sehat demi belajar menjalankan pemerintahan yang demokratis, melainkan hanya menjadi sebuah tempat berkumpulnya orang-orang yang belajar melanggengkan kekuasaan dan mengingkari demokrasi. Miskin fungsi dan keahlian, itu juga termasuk salah satu penyebab bias. Mahasiswa berbondong-bondong masuk dalam organisasi hanya untuk mendapat sanjungan dan jabatan, lantas kemudian diam di tempat sampai masa jabatan itu pun berakhir. Harapan ketenaran dan popularitas pun membuat para mahasiwa ini latah mencemplungkan diri dalam organisasi. Pembagian kekuasaan, distribusi kekuasaan, membuat kebijakan, yang dilakukan oleh organisasi masih belum merangkul semua kalangan. Kepentingan mahasiswa tak mampu diakomodir dengan baik. Ada semacam kesenjangan atau pembatas yang tercipta antara mahasiswa dalam organisasi dan mahasiswa di luar organisasi. Maka setelah itu muncul konflikkonflik kepentingan, sehingga perpecahan dalam organisasi acapkali terjadi. Tindakan-tindakan yang
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
OPINI
Keberadaan setiap organisasiorganisasi tersebut tak lahir begitu saja, tapi mengalami pasang surut, dari mulai bernama senat mahasiswa di era Orde Lama, Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di era Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Dewan Mahasiswa masa Orde Baru, dan sekarang berhenti pada tahap reformasi. Dalam perjalanannya, organisasi kampus telah menyumbangkan pengaruh berarti bagi bangsa. Pergerakan-pergerakan mahasiswa lahir dari sana, dan mampu membawa perubahan nasional yang dicatat oleh sejarah. Sehingga tak bisa dipungkiri bahwa pencapaianpencapaian pergerakan mahasiswa terdahulu, bermula dari kokohnya persatuan organisasi kampus pada saat itu. Katakanlah sebagai contoh seperti pada saat lengsernya rezim Soeharto dari 32 tahun kepemimpinannya, ini merupakan wujud dari betapa eksis dan bergairahnyanya organisasi kampus pada masa itu sehingga mampu menumbangkan sebuah rezim yang sudah sangat berkuasa. Kita tentunya belum lupa. 20 Mei 1998, seluruh mahasiswa yang tergabung dalam organisasi-organisasi kampus di Indonesia bersatu membentuk pergerakanpergerakan, turun ke ke jalan dan merapatkan barisan untuk
13
OPINI
tidak mencerminkan prinsip demokrasi pun berkembang pesat pada perpolitikan kampus. Dalam tataran aplikasi demokrasi prosedural misalnya, seperti pelaksanaan pemilihan raya (pemira). Pesta demokrasi para mahasiwa seringkali diwarnai intimidasi, ancaman, kekisruhan, sampai dengan politik uang (money politics). Sejumlah kekisruhan antara
organisasi dalam kampus. Ada sebagian yang memaksa ideologinya untuk diterima oleh orang lain, dan ada pula yang seolah tidak memiliki ideologi sehingga arah pemerintahan kampus menjadi tidak jelas. Tidak terselenggarakannya proses komunikasi atau musyawarah yang baik antar sesama mahasiswa pun semakin memperunyam kondisi.
“Miskin fungsi dan keahlian, itu juga termasuk salah satu penyebab bias. Mahasiswa berbondong-bondong masuk dalam organisasi hanya untuk mendapat sanjungan dan jabatan, lantas kemudian diam di tempat sampai masa jabatan itu pun berakhir.�
sesama mahasiswa adalah hal yang paling sering terjadi. Seperti misalnya beberapa waktu silam ketika Pemira Universitas Syiah Kuala dilaksanakan dan akhirnya berujung pada aksi anarkis. Aksi boikot Pemira yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa Unsyiah yang tergabung dalam barisan gabungan BEM dan DPM di Fakultas Kedokteran itu sampai menyebabkan bentrok (Atjehpost.com, 5/12/2012). Aksi seperti ini adalah gambaran betapa belum demokratisnya kehidupan
14
Wajah Kehidupan Demokrasi Kampus Kita semua tahu bahwa demokrasi itu sendiri adalah sebuah ideologi sekaligus sistem pemerintahan, yang penerapan nilainyanya akan mendorong terwujudnya kehidupan bernegara yang baik. Tidak hanya untuk negara dalam konteks yang sebenarnya tapi juga bagi “negaranya para mahasiwa.� Salah satu pencetak generasi yang demokratis adalah organisasi kampus, karena dalam lingkup itu manusia dituntut belajar banyak hal,
Rangkang Demokrasi | Edisi 11 12 | Tahun 23 | Desember Januari-Maret 2012 2013
mulai dari bagaimana hidup berkelompok, menghargai perbedaan, memperjuangkan tujuan yang sama, sampai dengan belajar menjadi pemimpin. Jika saat ini banyak organisasi kampus belum mampu menjalankan pemerintahan dan kehidupan politik yang demokratis dalam berorganisasi, maka pertanyaannya bagaimana mungkin para mahasiswa yang katanya agent of change ini menjadi pejuang demokrasi bagi bangsanya? Apakah mahasiswa dengan kemampuan intelektualitasnya harus tunduk begitu saja melihat ketimpangan terjadi akibat kekuasaan yang semena-mena di negri ini? Mungkin saja kita bermasalah dengan kepekaan. Meskipun memiliki kemampuan intelektualitas, namun permasalahan mahasiswa saat ini adalah minimnya kesadaran baik itu dalam hal sosial maupun politik, yang hal ini melahirkan kebutaan melihat realitas. Mahasiswa saat ini seolah tenggelam dalam arus globalisasi dan terhanyut dalam buaian kehidupan hedonisme. Oleh karena itu, marilah berdemokrasi agar menjadi mahasiswa yang peka dan mampu mengubah negeri ke arah yang lebih demokratis. []
D
emokrasi adalah pemerintahan yang dikendalikan rakyat dengan menghargai kesetaraan antara warga negara atau kedaulatan dari rakyat. Oleh Aristoteles, demokrasi dimaknai sebagai suatu bentuk pemerintahan Erlina My yang menggariskan bahwa Wakil Ketua II Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Muara Batu, kekuasaan berada di tangan rakyat banyak. Kabupaten Aceh Utara; Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Perkembangan demokrasi
OPINI
Optimisme Demokrasi
menjadi suatu fenomena yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Demokrasi tidak dapat dipisahkan dari hakhak asasi manusia, mulai dari hak untuk menentukan pilihan oleh semua warga, kebebasan berkeyakinan, bergerak, berekspresi maupun berorganisasi. Hubungan demokrasi dengan hak asasi manusai
Edisi Edisi 12 |11 Tahun | Tahun 3 | Januari-Maret 2 | Desember 2012 2013
| Rangkang Demokrasi
15
OPINI 16
tercermin dalam berbagai ketentuan hukum. Dalam konsep maupun praktiknya demokrasi terus mengalami perubahan. Perkembangannya terus mengalami melejit. Namun, terdapat persoalan besar ketika dunia berkembang menuju masyarakat yang lebih maju baik dari ilmu pengetahaun, sosial, politik, budaya maupun tekhnologi. Demokrasi menentang absolutisme politik. Pada prinsipnya demokrasi mengakui bahwa semua keputusan harus mendapat persetujuan dari rakyat, dengan demikian demokrasi merupakan salah satu sistem yang memberi struktur politik dan jaminan hak asasi. Demokrasi dalam banyak hal telah membawa perubahan besar pada bangsa ini, baik kebebasan politik, berpendapat, maupun berekspresi. Indonesia juga maju dalam dan mampu bersaing dengan negara lain. Masyarakat punya akses besar dalam memperoleh fasilitas publik bahkan dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Akan tetapi ada sebagian kalangan yang pesimis akan perjalanan demokrasi di Indonesia. Bagi kalangan ini demokrasi di Indonesia hanyalah bersifat prosedural, transaksional, dan semu belaka. Hal tersebut terlihat dari: fenomena korupsi; tidak seriusnya pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat; lemahnya perlindungan negara terhadap kaum minoritas; mahalnya biaya berpolitik;
ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola negara dan melindungi rakyat. Demokrasi adalah jalan yang sah (the legal procedure) demi tercapai kedaulatan dan kesejahteraan rakyat. Pemilihan secara demokatis merupakan jalan para pemimpin untuk melaksanakan pemerintah yang kredibel, amanah, serius penuh komitmen serta demokratis. Perbaikan mutu yang Selama ini selalu menurunkan atau menggerogoti kualitas demokrasi kita, hukum yang masih berpihak pada kekuasaan, maraknya korupsi, praktik mafia peradilan serta penegakan hokum yang belum jelas. Agar demokrasi lebih berkualitas, dan bisa dijadikan sarana untuk menggapai tujuan kemerdekaan Indonesia, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi harus dijadikan agenda utama dari para decision makers. Amartya Sen (2000) mengatakan bahwa kebebasan dan hak-hak sipil membahayakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Hanya sedikit fakta yang menunjukkan bahwa pemerintah yang otoriter dan penindasan hak-hak politik dan sipil dapat menguntungkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk konteks Indonesia semestinya demokrasi membawa kesejahteraan dan keadilan yang nyata supaya rakyat bisa percaya kepada pemimpimnya. Dengan begitu rakyat akan mampu membuat
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
perbedaan esensial antara zaman sebelum kemerdekaan dan setelah Indonesia merdeka. Pengembangan dan penguatan sistem demokrasi adalah pekerjaan bersama yang harus kita tegakkan. Optimisme dalam berbangsa dan bernegara terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia dan menjadikan demokrasi sebagai aturan main dan sarana demi mencapai cita-cita kemerdekaan dan ditanamkan terus menerus oleh para pemimpim, politisi, akademisi, dan juga tokoh masyarakat. Dengan begitu, Indonesia akan terus melangkah maju dan tidak akan mundur kebelakang lagi.[]
“Agar demokrasi lebih berkualitas, dan bisa dijadikan sarana untuk menggapai tujuan kemerdekaan Indonesia, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi harus dijadikan agenda utama dari para decision makers.�
OPINI
Meng-gampong -kan Demokrasi “Gampong menjadi pembeda
dari daerah-derah lain yang ada di Indonesia bahkan dunia sekalipun. Inilah keunikan dari masyarakat Aceh dalam membangun komunikasi sosial, politik, ekonomi dan adat istiadat.�
Mirzal Yacub Alumni Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh (Unimal); Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara angkatan III.
M
enjalankan roda pemerintahan tidak terlepas dari sistem dan perangkat pemerintah yang berkembang dalam masyarakat. Salah satu sistem yang seringkali dimunculkan
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
17
OPINI 18
adalah demokrasi. Secara mendasar, pemerintahan sebenarnya muncul dari perangkat terkecil. Di Aceh disebut pemerintahan gampong. Melihat realita tersebut, maka asimilasi antara demokrasi dan pemerintahan gampong akan menghasilkan sebuah wacana baru dalam rekonstruksi pemerintahan yang lebih baik. Pada dasarnya, sistem demokrasi bermuara pada bagaimana pemerintahan suatu negara dapat berupaya mewujudkan kedaulatan rakyat. Pada perjalannya, demokrasi di sejumlah negara bersifat dinamis dengan mengikuti kaidahkaidah kedaulatan pada masyarakatnya. Keadaan inilah yang menjadikan demokrasi membentuk keragaman pada tata cara pemerintahan. Salah
satu hasil dari demokrasi di Indonesia adalah sistem Demokrasi Pancasila yang berafiliasi dengan kepribadian dan falsafah bangsa. Berbicara gampong, maka kita haruslah memahami asal usulnya. Secara terminologi, kata gampong berasal dari Bahasa Aceh. Dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kampung atau desa. Bagi masyarakat Aceh, gampong merupakan bentuk dari kearifan lokal yang muncul dalam struktur masyarakat Aceh. Keberadaan gampong yang masih bertahan saat ini adalah warisan endatu (leluhur) yang terus berlanjut. Lebih lanjut, gampong menjadi pembeda dari daerah-derah lain yang ada di Indonesia bahkan dunia sekalipun. Inilah keunikan dari masyarakat Aceh dalam membangun komunikasi
Rangkang Demokrasi | Edisi 10 12 | Tahun 2 3 | Oktober-November Januari-Maret 2013 2012
sosial, politik, ekonomi dan adat istiadat. Â Hambatan dan Jalan Perjalanan pemerintahan gampong semenjak kemerdekaan 1945 hingga sekarang mengalami hambatan. Hambatan ini dipengaruhi oleh situasi politik yang terjadi, serta payung hukum yang melandasinya. Pada awalnya gampong memiliki pengaruh yang lebih luas pada masa kesultanan Aceh, selain sebagai pembagi wilayah administratif pemerintahan. Memasuki era Orde Baru (Orba) melalui Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Penyeragaman Desa di Indonesia, peran gampong menjadi lebih sempit. Terlebih lagi, keadaan ini membuat runyam struktur masyarakat Aceh (Rusdi Sufi, 2000).
Kolaborasi Memanfaat modeling dengan cakupan sempit (gampong) adalah strategi jitu untuk dapat merangkul aspirasiaspirasi masyarakat yang belum cukup tertampung. Pada dasarnya, masyarakat ingin dilayani untuk memperoleh hak-haknya. Perangkat-perangkat gampong, seperti Keuchik, Tuha Pheut, Tuha Lapan, Imuem Meunasah, Keujruen Blang, Panglima Laot, dan Seunebok Baro, haruslah menjadi stimulus pergerakan demokrasi yang berorientasi kerakyatan. Prinsip inilah yang dapat dikatakan “menggampong-kan demokrasi”. Perpaduan antara prinsip gampong dan demokrasi dapat menjadi angin segar dari karut-marutnya sistem perpolitikan Indonesia. Kenyataannya keberadaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidaklah tersentuh rakyat dan hanya berputar pada orang-orang yang memiliki “Tata laksana dalam kekuasaan. demokrasi gampong bisa Begitu juga dengan partaimemiliki keuntungan yang partai politik yang mengusung luar biasa besarnya dari mereka juga pada sistem demokrasi tidak merakyat, saat yang sedang berkembang kecuali pemilihan umum (pemilu) di Indonesia. Melalui saja. Berakar dari “demokrasi gampong”, permasalahan ini, “demokrasi sosialisasi dengan g a m p o n g ” langkah masyarakat dapat tumbuh.” menjadi awal untuk
membentuk pendidikan politik yang merakyat. Tata laksana dalam demokrasi gampong bisa memiliki keuntungan yang luar biasa besarnya dari pada sistem demokrasi yang sedang berkembang di Indonesia. Melalui “demokrasi gampong”, sosialisasi dengan masyarakat dapat tumbuh. Hal ini juga akan mempererat silaturrahmi sesama masyarakat yang saat ini sudah luntur. Demokrasi gampong dapat menjadi cermin Kompetisi yang sportif. Salah satu bentuk kompetisi ini adalah para calon anggota legislatif dan eksekutif yang ingin maju pemilu haruslah bersaing memberikan pelayanan terbaiknya. Penilaian atau kontrol masyarakatlah yang menjadi penentu siapakah yang berhak dipilih dan dipromosikan, serta siapa yang harus dijatuhkan. Secara konsepsional, demokrasi gampong menjadi arrangement sistem tradisional yang bertransformasi menjadi modern. Kaidah ini juga menjadi salah satu wujud kecintaan kita pada warisan budaya agar tidak punah. Menghadirkan wacana ini pada dasarnya juga untuk menjawab apa sebenarnya yang dibutuhkan rakyat daripada sistem-sistem yang mengatasnamakan rakyat, tetapi sering kali mengabaikan rakyat. Ini kekuatan rakyat untuk warisan leluhur dan perubahan perpolitikan Indonesia. []
Edisi Edisi 10 | Tahun 12 | Tahun 2 | Oktober-November 3 | Januari-Maret 2012 2013
| Rangkang Demokrasi
OPINI
Memasuki Era Reformasi, setelah lengsernya Orde Baru dan pasca penandatanganan MoU Helsinki 2005, isu demokrasi menjadi lebih meluas hingga ke gamponggampong. Melihat fenomena ini, sebenarnya prinsip-prinsip demokrasi sudah tercipta pada saat gampong itu lahir. Namun, prinsip-prinsip ini tidaklah sama persis dengan demokrasi yang diumbarumbar sekarang. Memasuki tahun 2006, Aceh mempunyai rumusan yang demokratis, yaitu terciptanya pemerintahan adat yang memiliki dasar hukum dalam UUPA No. 11/2006. Terkait dengan pemasalahan itu, sebenarnya posisi demokrasi dengan merunut pemerintahan paling bawah (gampong) akan lebih memiliki kontrol sosial yang besar. Inilah cita-cita demokrasi sebenarnya yang diharapkan oleh masyarakat Aceh.
19
Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara ANGKATAN III - 2013
Inilah 37 Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara angkatan III-2013 yang berhasil lolos seleksi dan akan mengikuti proses belajar selama tahun 2013 di Sekolah Demokrasi Aceh Utara
20
Ade Rizaldi Pedagang
Partai Amanat Nasional
Agusrisyah Putra
Andi Saputra PNS
Asmaul Husna Mahasiswa
Asnidar Kader Posyandu
Azhar Partai Golkar
Bukhari Mahasiswa
Erlina My FKPSM
Hanisah Mahasiswa
Hasrul Yunus Wartawan
Imran Partai Aceh
Iqbal Suliansyah Wartawan
Jarniati Kader Perempuan
Junaidi Partai Aceh
M. Junaidi LPPM Unimal
Baitul Mal Aceh Utara
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
M Syahril Ismail
Maidar Mahasiswa S3 USU
Mansur SE Partai Gerindra
Mirzal Yacub PT. MDC Consulting
Muhajir Partai PPP
Muhammad Adami Partai Nasdem
Muhammad Faisal Tokoh Pemuda
Muhammad Fuadi Mahasiswa
Nanda Feriana Mahasiswa
Nizan Mauyah Birokrat
Nurhasanah Guru
Rahmad Rezeki Tokoh Pemuda
Rahmadi M. Ali HMI
Said Khaidir PNS
Saifuddin Muhammad Pengusaha
Shabburin Syakur Birokrat
Sulaiman Ibrahim Tokoh Pemuda
Tarmizi Sulaiman Aparatur Desa
Tgk Hasanuddin Guru Pesantren
Tri Juwanda Partai SIRA
Zahratur Rahmi Kader Perempuan Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
Zulfikar Husein Wartawan
| Rangkang Demokrasi
21
Resensi
FALSAFAH PEUSIJUEK MASYARAKAT ACEH
M. Syahril Ismail Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara; bekerja di Baitul Mal Aceh Utara.
P
eusijuek (tepung tawar) merupakan salah satu prosesi adat yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam rangka serimoni sosial. Hal ini telah berlangsung lama sekali di tengah-tengah masyarakat Aceh, walaupun dalam prosesi tersebut ada yang menerima dan menolak. Untuk yang menolak, asumsinya didasarkan pada tradisi tersebut bersumber dari peninggalan agama Hindu. Padahal, peusijuek telah dijalankan oleh Rasullullah dalam resepsi pernikahan anaknya, Siti Fatimah, dengan Sayidina Ali dengan menaburkan tepung tawar. Asumsi demi asumsi terus bergulir di tengah masyarakat. Namun sayang, asumsi itu tidak cukup kuat: tidak dapat dibutikan secara teoritis yang memadai. Masyarakat semacam ini, tidak hanya berasumsi menolak persoalan peusijuek saja, tapi akan juga dalam berbagai persoalan yang
22
berbeda dalam masyarakat. Buku ini setidaknya dapat membatu kita dalam memahami dan meneliti lebih lanjut tentang budaya dan adat yang berlaku di masyarakat Aceh. Apapun kegiatan adat dan sosial masyarakat, terdapat pelaksanaan peusijuek dengan cara dan gaya yang berbeda-beda. Pemahaman dan pengetahuan melalui berbagai sumber yang dikutip oleh penulis buku ini telah membuka mata kita terhadap pendekatan diri terhadap seni budaya yang melekat di masyarakat kita. Suatu keharusan yang wajib dijaga dan dipelihara sebagai warisan bangsa. Aceh merupakan daerah yang penuh keberagaman adat istiadatnya. Peusijuek melekat dalam masyarakat sebagai sarana mediasi dalam mengukur, menimbang, dan menengahi berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Di samping itu, proses ini dijadikan sebagai simbol
Rangkang Demokrasi | Edisi 11 12 | Tahun 23 | Desember Januari-Maret 2012 2013
kemenangan dan harapan untuk menunai berkah Ilahi. Dengan demikian, berarti peusijuek menyimpan makna bahwa sebuah kesuksesan belumlah dianggap sempurna tanpa dibarengi dengan peusijuek. Peusijuek dilakukan ketika menyudahi sebuah sengketa atau sering juga dijadikan sebagai sarana perekat dalam membangun kerukunan dan persaudaraan. Peusijuek bukan sekadar keadaan perkaraperkara di atas saja, namun telah berlaku di berbagai kegiatan mencari rejeki seperti di bidang pertanian, kelautan, perdangangan, dan lainnya. Bahkan untuk prosesi politik pun, peusijuek tetap dilangsungkan. Peusijuek berada dalam kontek adat. Maka pemahaman adat secara lebih luas perlu diuraikan dalam pokok bahasan buku ini. Secara etimologi, kata adat yang bersasal dari bahasa arab: adaya’udu-adah, dan arafa-ya’rifu-
Judul Buku Falsafah Peusijuek Masyarakat Aceh Penulis Muliadi Kurdi Penerbit LKAS (Institute for Religious and Sosial Studies, Banda Aceh) Cetak pertama, Mei 2012 ISBN 978-602-9063-07-3 Vii + 129 halaman
uruf, yang mengandung makna tikrar perulangan. Dapat dipahami bahwa uruf yang berarti kebiasaan yang berulang-ulang. Dalam kaidah ushul fiqh disebut adat uruf adalah salah satu sumber tambahan yang amat penting bagi syariat. Hal ini tercantum dalam salah satu kaidah yang menyatakan, al’aadatu muhakkamah (adat itu dapat dijadikan salah satu sumber hukum). Di sisi lain, hukum berarti adat di mana dalam pepatah Aceh disebut: Adat bak Poe Teumureuhom, hukom bak Syiah Kuala, qanun bak Putro Phang, reusam bak Laksamana/ Bentara. Maksudnya, adat diurus Poe Teumueruhom (Raja) Kesultanan Aceh; hukum dikelola oleh ulama
Syiah Kuala; qanun diurus oleh permaisuri raja Putro Phang; dan reusam atau tata cara kehidupan dikelola oleh Panglima Laksamana/ Bentara. Ada beberapa yang menjadi falsafah peusijuek. Pertama, adat meulanga. Artinya, penyelesaian perkara yang menjadi persoalan melalui musyawarah dan melahirkan kesepakatan dengan memulihkan atau mendamaikan dan mebuat upacara peusijuek sebagai pengakhiran sengketa/ perkara. Kedua, melakukan peusijuek meulanga. Bermakna sebagai pemulihan kedamain dengan keikhlasan. Dalam adagium masyarakat Aceh tertuang pepatah: “Matee anek meupat jeurat, gadoeh adat pat ta mita?� Artinya, jika
kematian saudara dapat dicari kuburanya, tapi jika adat yang hilang takkan tahu kemana dicari. Kita patut berbangga dengan kehadiran buku ini yang diberi judul Falsafah Peusijuek Masyarakat Aceh. Sebuah karya penting dari putra Aceh, Mulyadi Kurdi. Penulis buku ini adalah peneliti dan penulis di bidang ilmu-ilmu keislaman dan kemasyarakatan. Juga aktif sebagai dosen bidang hukum Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh. Pembahasannya cukup komprehensif dan patut dibaca sebagai tambahan pengetahuan dan pendalaman keilmuan di bidang adat dan budaya Aceh dalam makna peusijuek. []
Edisi Edisi 12 |11 Tahun | Tahun 3 | Januari-Maret 2 | Desember 2012 2013
| Rangkang Demokrasi
23
KEGIATAN
Sekolah Demokrasi Aceh Utara Wisuda 34 Lulusan dan Uji Publik Modul Lokal
S
ekolah Demokrasi Aceh Utara, Sabtu (9/2) mewisuda 34 orang alumni angkatan II di Gedung Hasby Assyidiqi Lhokseumawe. Wisuda juga dirangkai dengan kegiatan Peluncuran Sekolah Demokrasi Angkatan III yang ditandai dengan pemasangan pin peserta secara simbolis. Orang tua dari masing-masing wisudawan juga hadir di kegiatan ini. Acara ini dimulai dengan kegiatan orasi ilmiah dan Uji Publik salah satu modul Lokal SDAU yaitu modul Resolusi Konflik dan Perdamaian yang disampaikan oleh Bapak Fuad
24
Mardhatillah selaku penulis modul. Modul bagi sekolah demokrasi merupakan salah satu langkah operasional dalam melaksanakan pelatihan demokrasi. Modul referensi dapat digunakan sebagai buku sumber untuk masalah tertentu. Selain ada 11 modul yang berlaku secara nasional, tiap sekolah di tiap provinsi juga diberikan peluang untuk menyusun modul sesuai dengan nilai-nilai lokal setempat. Modul Lokal bagi tiap sekolah demokrasi akan membuat sisi kontekstualisasi demokrasi akan menemukan tempatnya.
Rangkang Demokrasi | Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
Untuk Sekolah Demokrasi Aceh, telah disusun 2 modul lokal yaitu Modul Perdamaian dan Resulusi Konflik yang disusun oleh Bapak Fuad Mardhatillah MA dan Modul Syariat Islam dan Demokrasi yang disusun oleh Bapak Dr. Jabbar Sabil. Modul lokal ini diharapkan mampu mengakomodasi nilai-nilai lokal Aceh dalam kontekstualisasi demokrasi. Perbaikan dan Koreksi dari sidang pembaca sekalian sangat diharapkan demi perbaikan kualitas modul khususnya dan kualitas pembelajaran di sekolah demokrasi umumnya.
KEGIATAN
K
Outbond Sekolah Demokrasi Aceh Utara
egiatan outbound merupakan sebuah metode belajar di alam terbuka yang dilakukan sebagai wahana pembelajaran dengan cara bermain dan menyenangkan namun mengandung makna dan nilai nilai pembelajaran yang terkandung didalam setiap permainan tersebut. Setiap awal pembelajaran di Sekolah Demokrasi Aceh Utara, pihak penyelenggara selalu mengadakan kegiatan outbond dengan tujuan untuk memperkenalkan pola-pola hubungan yang dinamis antar sesama peserta dan antara peserta dengan penyelenggara Sekolah Demokrasi. Di tahun 2013 ini kegiatan Outbond dilaksanakan di Kompleks Sekolah Sukma Bangsa,
Panggoi, 23-24 Februari 2013. Dalam kegiatan outbond ini, peserta sekolah dan pelaksana bermain bersama dalam suatu rangkaian kegiatan berbentuk permainan, dimana dalam setiap permainan terkandung nilai-nilai kebersamaan, keakraban, kegotongroyongan, dan pengorbanan. Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan keakraban dan memecah kebekuan antar peserta sehingga peserta lebih saling mengenal antara satu dengan yang lain sehingga nantinya diharapkan akan terbentuk menjadi sebuah team yang solid. Metodologi pemahaman materi pelatihan melalui “Experiential learning“, belajar dari pengalaman nyata
melalui simulasi/games dan “Aksi–Refleksi“ yang akan mengungkap makna setiap permainan yang telah dialami, sehingga akan menyenangkan dan penuh didalamnya. Selain itu outbond ini juga menjadi semacam Brain Refreshment bagi peserta, membentuk Character Building, serta berperan dalam membangun semangat Leadership dan Teamwork antar peserta. Setelah kegiatan ini tampak peserta SDAU yang berasal dari latar belakang pendidikan dan usia yang sangat heterogen dapat saling akrab dan tidak terlihat lagi sekat-sekat komunikasi yang membatasi peserta. Hal ini diharapkan menjadi modal awal yang baik dalam menyongsong pembelajaran di tahun 2013. []
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
25
KEGIATAN
A
Alumni Sekolah Demokrasi Bentuk Grup Seni
lumni yang tergabung dalam Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) ini memanfaatkan keterampilan seninya dengan membentuk grup tersebut. PARA alumni dari Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) membentuk grup seni yang bergerak bidang tari dan drama. Alumni yang tergabung dalam Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) ini memanfaatkan keterampilan seninya dengan membentuk grup tersebut.
26
Ditemui disela-sela latihan, Syifa, pembina grup tersebut, Minggu 3 Maret 2013, mengatakan grup tersebut diberi nama Bungoeng Pasee. “Kita ingin memanfaatkan keterampilan kita untuk mengenal lagi budaya-budaya daerah kita melalui seni,” ujar Syifa. Grup seni ini akan menampilkan berbagai tarian khas Aceh. Diantaranya, tari saman, ranup lampuan, rampoe dan tari tarek pukat. Menurutnya, sangat banyak budaya-budaya Aceh yang
Rangkang Demokrasi | Edisi 11 12 | Tahun 23 | Desember Januari-Maret 2012 2013
sudah mulai dilupakan oleh anak-anak muda sekarang. “kita akan memperkenalkan kembali budaya-budaya Aceh. Ternyata, budaya Aceh sendiri luar biasa,” kata Syifa lagi. Dibentuk sejak Februari 2013, Bungoeng Pasee kini sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti berbagai macam even yang mungkin nanti akan diperlombakan, baik ditingkat kota/kabupaten maupun tingkat propinsi. []
FotoGaleri
Briefing bersama Prof. Yusny Saby
Launching Angkatan III
Outbond Motivation Training
Outbond Motivation Training
Pelatihan Public Speaking bersama Bapak Saifuddin Bantasyam
Public Speaking Training
Wisuda Peserta Angkatan II
Edisi 12 | Tahun 3 | Januari-Maret 2013
| Rangkang Demokrasi
27
Pesan Layanan ini disampaikan oleh :
A B KO muda
R si a A r e n N ge k a P s ru O e m T a S arkoba hany N