Perubahan Isu Dari Money Politik (Pileg) hingga Kampanye Hitam (Pilpres) 2014 Eko Eddya Supriyanto; Direktur Kajian Politik dan Kebijakan Publik Lembaga Kajian Sultan Agung, Alumnus Magister Ilmu Politik UNDIP Semarang
Pemilu legislatif telah di putuskan melalui sidang pleno KPU/KPUD yang memunculkan beberapa wajah baru dan harapan baru bagi masyarakat konstituennya. Momen hajat demokrasi lima tahunan tersebut tentu tidak ingin dilewatkan oleh keduanya baik calon legislatif maupun konstituennya. Ada yang menarik dari jalannya pemilu legislatif kemarin, terutama berbagai trik dan ide menarik para caleg dalam meraih simpati masyarakat pada umumnya. Ada yang menggunakan cara lama dengan berorasi bak seorang yang patriotik, ada pula yang menggunakan cara revolutif dengan menggunakan media dan alat peraga yang sederhana tetapi efektif seperti dengan cara memarkirkan kendaraan bermotor sambil membagikan kartu nama, mengajak masyarakat melatih kesabaran dengan memancing sampai dengan ada yang mengajak masyarakat untuk mencintai dan menjaga lingkungan dengan cara membersihkan bantaran sungai dan membersihkan sampah di komplek perumahan masyarakat. Namun dari cara yang menarik itu ada sebuah klise ketika H-1 pemungutan suara, ada oknum caleg yang melakukan serangan fajar istilah untuk bagi-bagi amplop (uang) sebagai senjata pamungkas sang calon agar masyarakat memilihnya di bilik suara. Dari pantauan penulis hampir semua partai beberapa calegnya melakukan money politik dan yang melakukan pembelian suara itu hampir sebagian mereka akan duduk di kursi legislatif. Tetapi bukan bermaksud menghakimi para caleg melulu yang melakukan pembelian suara kepada konstituennya, karena dari para konstituennya juga banyak yang meminta di sawer sebagai ganti mereka bekerja dengan alasan karena kebanyakan masyarakat berpenghasilan harian apabila waktu mereka untuk mencoblos di hari itu mereka tidak mendapat penghasilan. Perubahan Isu Money Politik Kampanye Hitam Pilpres Kontestasi politik pasca pileg berubah, terutama ketika rekapitulasi di rilis KPU mengenai perolehan hasil Pileg 2014 PDI Perjuangan menempati urutan pertama dengan 18,95% di ikuti Partai Golkar dan Partai Gerindra dengan 14,75 % dan 11,81% mengikuti di belakangnya Partai Demokrat (10,19%), PKB(9,05). (lainnya lihat tabel)
Mengingat adanya aturan dalam UU nomor 42 tahun 2008, yang mana persyaratan untuk partai politik atau gabungan partai politik dalam mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu presiden, 9 Juli 2014, harus memperoleh minimal 20 persen kursi DPR, atau mendapat suara sah secara nasional 25 persen dalam pemilu legislatif 9 April 2014. Pasca pemilu legislatif 2014, terjadi komunikasi politik antar partai politik yang sangat alot, sampai akhirnya munculah dua poros dengan nomor urut 1 pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto – Hatta Rajasa yang di usung oleh Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB dan Partai Golkar, kemudian nomor urut 2 pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung oleh PDI Perjuangan, Partai Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI. Yang menarik dari jalannya pilpres kali ini adalah black campaign yang di tujukan kepada kedua capres, Black Campaign atau kampanye negatif adalah jenis aktivitas seruan berupa dengan materi kampanye tidak sesuai dengan kenyataan atau mengada-ada. Kampanye hitam di sini mewakili sebuah istilah yang buruk, jelek, intinya patut dijauhi. Selanjutnya di dalam penggunaannya diartikan kampanye menjelekkan lawan politik. Namun, sebenarnya juga dapat diartikan sebagai kampanye yang buruk. Isi kampanye cenderung mengandung fitnah dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Menurut Boni Hergens Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) mencatat Jokowi diserang black campaign sebanyak 25 kali sedangkan Prabowo 2 kali serangan. Menurut Boni, 25 poin yang di sasarkan Jokowi antara presiden boneka, agamanya Katolik, Katanya sholat tidak benar, katanya dia terlibat trans Jakarta, sedangkan serangan kepada Prabowo diantaranya mencium kuda. Sedangkan menurut survei piktochart, 80% Black Campaign serangan media pada capres Prabowo Subianto adalah black campaign. Karena Prabowo menerima serangan dengan materi terkait isu HAM dan rencana kudeta. 20% Negative Campaign yang memang secara fakta telah terjadi dengan isu pada keluarga yang tidak harmonis. Capres Jokowi, 90% serangan berupa Negative Campaign artinya memang fakta yang ada pada Jokowi, misalnya terungkap fakta setelah media melakukan investigasi dan ternyata ditemukan kebohongan dan pencitraan didalamnya, seperti kasus mobil ESEMKA, Pasar Tanah Abang, MRT, Busway Transjakarta yang gagal, Jokowi didukung aliran sesat syiah katholik Vatikan dan protestan James Riady, Mafia hitam koruptor BLBI dan mantan Jenderal yang terlibat kerusuhan Mei 1998 adalah fakta riil dilapangan. 10% sisanya adalah black campaign
Contoh kampanye Hitam menurut Piktochart Perubahan jalur isu dari money politic dalam pileg 2014 pada isu black campaign patut di telisik lebih jauh. Pandangan penulis perubahan ini merupakan perubahan dari konteks pemilu legislatif yang lebih banyak pada penguatan perebutan suara di daerah-daerah oleh para caleg sehingga karena sekupnya lebih kecil yaitu per-daerah pemilihan sehingga mereka menganggap lebih efektif menggunakan isu money politics, namun pada pilpres kali ini berbagai bentuk black campaign karena pada awal pileg 2014 nama Jokowi sudah meroket dalam beberapa survay sehingga beberapa pihak menggunakan jurus black campaign untuk menurunkan elektabilitas jokowi. Namun belum tentu yang melakukan black campaign itu sang rival dalam pilpres 2014 bisa juga black campaign ini di lakukan oleh orang-orang di luar tim sang rival dan juga black campaign ini terjadi sebelum pasangan capres-cawapres di tetapkan. Pemilihan strategi black campaign sendiri sebenarnya sudah terjadi sejak pilpres 2004 dan 2009 yaitu awal mula pemilihan presiden secara langsung, meskipun saat itu kampanye hitam tidak begitu santer seperti sekarang ini, karena kampanye hitam sudah menyangkut hal SARA yang mana model kampanye ini juga di lancarkan untuk menyerang Jokowi-Ahok ketika Pilgub DKI 2012 lalu. Terbukti jokowi lebih kebal terhadap isu kampanye tentang agama yang di anut oleh pasangannya kala itu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menganut Kristen yang di serang oleh kelompok islam garis keras. Untuk Prabowo kampanye hitam tidak jauh dari isu HAM yang menjadi langganan 5 tahunan setiap beliau mencalonkan,
ketika Pilpres 2009 pun Prabowo yang menjadi Cawapres dari Megawati pun tak pernah terhenti terkena serangan isu HAM dari lawan-lawannya. Sehingga menurut hemat penulis, Prabowo pun akan sangat kebal terhadap kampanye hitam isu HAM yang disematkan kepadanya. Terlepas dari semua itu, kedua tokoh ini adalah putra terbaik bangsa yang berpeluang memimpin negeri ini 5 tahun kedepan, segala tantangan siap menghadang para presiden mendatang. Sehingga perlu presiden yang tidak hanya pintar tapi juga harus punya strategi untuk mengatasi kompleksnya persoalan bangsa Indonesia di masa mendatang. Semoga***