19 minute read
Kajian Utama: Iklim Bumi dan Manusia Kajian Utama: Susahnya Melawan Perubahan Iklim
Oleh: Faruq Al Quds
IKLIM BUMI DAN MANUSIA 8
Advertisement
Perubahan iklim bumi pas terjadi, dengan atau tanpa campur tangan manusia. Namun, cepat atau lambat prosesnya bisa dipengaruhi oleh akvitas manusia. Banyak hal terjadi beberapa tahun belakangan ini seper, semakin banyaknya bencana pung beliung, curah hujan yang nggi, perubahan suhu udara yang ekstrem, banjir bandang, dan masih banyak yang lainnya. Bencana-bencana tersebut adalah efek dari perubahan iklim yang terjadi saat ini.
Perubahan iklim terjadi karena naiknya konsentrasi emisi gas rumah kaca yang ada di atmosfer bumi. Atmosfer bumi terdiri dari sekitar 78% nitrogen (N), 21% Oksigen (O2), dan 1% sisanya adalah gasgas lainnya. Sebagian dari 1% gas tersebut itu termasuk gas rumah kaca. Gas rumah kaca melipu uap air (H2O), karbondioksida (CO2), metana (CH4), ozon (O3), dinitrogen oksida (N2O), dan klorofluorokarbon (CFC) atau yang dikenal dengan nama freon. Gas rumah kaca sendiri berfungsi untuk menjaga suhu permukaan bumi tetap hangat dan dak membeku. Cara kerjanya, saat cahaya dan panas matahari masuk ke bumi dan dipantulkan kembali, panasnya tetap berada di atmosfer sedang cahayanya memantul keluar atmosfer. Namun, keka kadarnya menjadi berlebih, panas yang terperangkap juga semakin banyak, menyebabkan suhu permukaan bumi menjadi semakin panas. Dan inilah yang disebut dengan global warming.
Solusi dari isu global warmingyang juga berdampak pada perubahan iklim ini sudah kita ketahui sejak duduk di bangku sekolah dasar. Mengurangi atau menggan penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab utama meningkatnya emisi gas karbondioksida (CO2) dengan energi alternaf seper energi panas matahari, dan angin, atau mengurangi penggunaan energi listrik yang dak terpakai, mengurangi konsumsi daging, karena semakin banyak manusia mengkonsumsi daging maka semakin banyak pula peternakan hewan tersebut, dan peternakan hewan sendiri termasuk
penyumbang gas metana terbesar dari kotoran hewan ternak tersebut. Dan masih banyak solusisolusi lainnya. Tapi, apakah cukup hanya dengan menghenkan emisi gas rumah kaca itu cukup untuk menanggulangi perubahan iklim yang sudah terjadi? Kalaupun benar emisi tersebut berhen sekarang juga, bumi tetap masih memanas karena gas emisi yang berada di atmosfer sudah terlanjur banyak. Jawabannya dak lain adalah manusia diharuskan beradaptasi dengan perubahan iklim tersebut. Cara manusia beradaptasi adalah dengan memperhakan dampak perubahan iklim yang terjadi sekarang ataupun yang akan datang. Salah satu efek perubahan iklim yang pas terjadi adalah perubahan curah hujan di suatu wilayah. Curah hujan bisa menjadi sangat nggi sehingga menyebabkan banjir atau justru hujan dak turun sama sekali dan menyebabkan kekeringan panjang.
Pengeran iklim dan perubahannya Sebelum membahas lebih dalam bagaimana cara manusia beradaptasi terhadap perubahan iklim, penulis ingin membahas terlebih dahulu perubahan iklim bumi itu sendiri. Banyak orang sering mengarkan bahwa perubahan iklim sama seper perubahan cuaca. Pernyataan tersebut dak sepenuhnya salah, karena perubahan iklim juga mempengaruhi terjadinya perubahan cuaca. Tapi jika dibaca lebih lanjut, keduanya memiliki pengeran yang jauh berbeda. Cuaca adalah kondisi udara yang terjadi di suatu daerah atau wilayah dalam periode waktu tertentu. Cuaca hanya terjadi dalam waktu singkat, hanya berkisar beberapa jam yang disebabkan oleh adanya perbedaan suhu dan kelembaban (ngkat kebasahan udara). Sedangkan pengeran iklim adalah kondisi rata-rata cuaca pada suatu wilayah yang sangat luas dalam periode waktu yang sangat lama.
Nur Syahidah Kizlyara S. T, sarjana teknik lingkungan menjelaskan, bahwa cuaca adalah kondisi atmosfer yang dirasakan pada cakupan waktunya singkat (harian), cakupan wilayahnya kecil, mudah diprediksi, dan gampang berubah. Nur mengambil contoh, cuaca pagi di Jogja hujan sedangkan diprediksi pada sore hari akan terjadi hujan juga, berbeda dengan prediksi cuaca pagi di Bekasi. Iklim berbeda dengan cuaca, ia (iklim) memiliki cakupan wilayah yang luas, waktu pengamatannya lebih lama bisa bertahun-tahun, dan sulit diprediksi. Iklim juga bisa dikatakan rata-rata dari cuaca suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Contoh sederhananya iklim tropis dan iklim sub tropis. Perubahan iklim bisa diindikasikan dari pengamatan cuaca-cuaca harian yang ada pada kurun waktu yang, bisa sampai 30 tahun. Contoh dari perubahan iklim adalah kemarau sekarang lebih panjang dibanding beberapa dekade ke belakang.
Sudah disebutkan sebelumnya, perubahan iklim pas terjadi secara alami, dan memang sudah ada bahkan sejak pertama kali bumi tercipta. Sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, permukaan bumi dipenuhi gumpalan magma dan akvitas vulkanik. Suhu permukaan begitu panas. Sampai sekitar 3,8 miliar tahun yang lalu, hujan pertama turun di atas permukaan bumi, suhu bumi mulai mendingin. Bumi menjadi benar-benar membeku pada sekitar 2,5 miliar tahun lalu karena atmosfer dipenuhi dengan oksigen menggankan metana yang memerangkap panas, hasil dari fotosintesis mikroorganisme yang ada. Dan di masa inilah terjadi glaciaon huronian atau yang bisa disebut juga zaman es tertua.
Adalah zaman es terparah dan terpanjang dalam sejarah geologi. Sekitar 2 miliar tahun lalu, lapisan ozon mulai terbentuk. Menyebabkan suhu permukaan bumi menjadi hangat. Kemudian, milyaran tahun berikutnya, bumi mengalami evolusi kehidupan yang muncul dari laut menuju ke daratan. Pada 200 juta tahun lalu, iklim bumi menjadi lebih hangat dan lembab, perubahan ini menjadikan ramah untuk dinggali oleh beberapa makhluk hidup, terutama bagi para repl raksasa atau yang biasa disebut dengan dinosaurus.
Perubahan iklim ektrsem terjadi sekitar 65 juta tahun lalu yang menyebabkan punahnya para repl raksasa tersebut. Daniel Durda, seorang ilmuwan dari southwest research instute di Colorado menjelaskan, perubahan iklim yang terjadi 65 juta tahun lalu disebabkan karena tubrukan sebuah batu angkasa yang menghantam permukaan bumi. Iklim yang sebelumnya hangat dan lembab menjadi tandus setelah tubrukan tersebut. Para dinosaurus gagal beradaptasi terhadap perubahan iklim tersebut dan akhirnya mereka pun punah.
Maju lebih cepat, sekitar 26 ribu tahun lalu, es mulai menyabar lagi dan periode ini di sebut dengan glasial maksimum atau last glacial maximum (akhir periode es bumi). Dan pada 14,500 tahun lalu terjadi deglasiasi yang menyebabkan kenaikan permukaan laut. Sampai sekitar 11,700 tahu lalu, terjadinya holosen. Adalah skala waktu dalam geologi yang mana pada masa itu sebagian es kutub mencair. Hal ini mengakibatkan tanah-tanah rendah tergenang air dan menjadi laut transgensi. Dengan demikian muncullah pulau-pulau di nusantara. Manusia purba lenyap pada masa ini dan mulai bermunculan manusia cerdas atau yang bisa disebut dengan homo sapiens.
Nur, menjelaskan bahwa cuaca dan iklim dipengaruhi oleh beberapa unsur, seper cahaya dan panas matahari, suhu, angin, dan kelembaban udara. Perubahan yang terjadi bisa disebabkan karena unsur-unsur yang sebelumnya disebutkan terganggu atau keadaannya berubah dak sesuai dengan yang seharusnya. Beberapa hal seper radiasi bumi, (zat) kimiawi yang ada di atmosfer, awan, dan kondisi biosfer (permukaan bumi) bisa mempengaruhi perubahan iklim tersebut. Dari penjelasan barusan, bisa ditarik benang, bahwa perubahan iklim bisa terjadi karena akvitas bumi itu sendiri (alami) dan akvitas makhluk hidup yang ada di permukaan bumi.
Perubahan iklim yang terjadi secara alami, seper yang terjadi sejak 4,5 miliar tahun lalu, berubahubah dari iklim panas menjadi iklim yang sangat dingin. Perubahan-perubahan tersebut sebagian besar dipicu karena akvitas vulkanik. Gunung berapi memancarkan aerosol sulfat yang memantulkan sinar matahari yang masuk, menyebabkan bumi menjadi dingin. Pada tanggal 10 April 1815, dunia mengenang letusan maha dahsyat dari gunung Tambora. Sejarah mencatat, akibat letusan tersebut, iklim berubah. Cuaca dataran Asia tercatat abnormal, konsentrasi nggi parkel debu di lapisan atmosfer bumi akibat letusan tersebut diduga menutupi radiasi matahari sehingga bumi menjadi lebih dingin. Bahkan di beberapa belahan bumi, pada tahun 1816, suhu musim panas pada waktu itu turun 1 sampai 2,5 derajat, dan dikenal dengan tahun tanpa musim panas.
tahun tanpa musim panas. Pada tanggal 26 Agustus 1883, sejarah kembali mencatat salah satu bencana alam, letusan gunung api terbesar, gunung Krakatau. Menewaskan hingga lebih dari 36 ribu korban jiwa. Iklim pun ikut berubah, satu tahun setelahnya, rata-rata suhu global turun 1,2 derajat dan pola cuaca menjadi abnormal sampai tahun 1888.
Iklim memang berubah secara alami, tapi dalam beberapa kasus, akvitas manusia bisa sangat besar pengaruhnya. Nur, menyebutkan bahwa secara normal bumi memerlukan radiasi yang dipancarkan matahari untuk kehidupan di dalamnya. Tapi, dak engga semua unsur-unsur yang ada pada radiasi tersebut diperlukan bumi. Fungsi dari lapisan atmosfer (ozon) adalah untuk melindungi bumi dari sinarsinar radiasi yang dak diperlukan, semisalnya lapisan tersebut rusak (bolong-bolong) dapat membuat radiasi yang masuk berlebih dan menjadikan suhu bumi hangat, dalam aran jikalau jumlah radiasi berlebihan suhu bumi meningkat. Akvitas manusia yang mempengaruhi kondisi ozon adalah penggunaan pendingin yang mengandung bahan CFC, penggunaan gas aerosol, asap kendaraan yang menjadi polusi.
Tirto.id, menuliskan bahwa akvitas manusia menjadi pemicu dasar perubahan iklim ini. Para ilmuwan sepakat bahwa sebagian besar kerusakan lingkungan seper hutan gundul, kekeringan, air laut naik, dan gunung es mencair, memicu pemanasan global yang merupakan akibat dari ulah manusia. World Wide Fund (WWF) mengungkapkan, akvitas manusia berupa pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan kegiatan industri menjadi penyebab efek rumah kaca.
Selain itu akvitas-akvitas manusia sehari-hari seper mengendarai kendaraan bermotor yang asapnya mengandung CO2, penumpukan sampah, yang dari pembusukan sampah itu sendiri menghasilkan gas metana, penggunaan kulkas atau pendingin (seper yang dijelaskan Nur sebelumnya), yang mengandung banyak gas CFC. Gas CFC menyebabkan kondisi yang buruk bagi atmosfer, dan 10 ribu kali lebih buruk kembang gas CO2. Kemudian pertanian dan peternakan yang menghasilkan gas Nitro Oksida (terjadi keka petani memupuk tanah dengan nitrogen, berubah menjadi Nitro Oksida keka berada di dalam tanah) dan gas metana yang keluar dari kotoran hewan ternak.
Iklim dan manusia Ada narasi menarik dari sebuah film pendek pada salah satu kanal YouTubebernama GIZ yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. “We enough about climate change. It's me for decision now!” yang berar, kita sudah banyak tahu tentang perubahan iklim ini saatnya mengambil keputusan. Menghadapi perubahan iklim apa maksudnya? Dari dulu iklim menentukan cara hidup kita, saat iklim berubah, kita beradaptasi.
Sebenarnya bukan hanya manusia yang beradaptasi makhluk hidup lainnya pun ikut menyesuaikan dengan keadaan iklim yang berubah. Seper 65 juta tahun yang lalu, benar jika dinosaurus punah karena gagal beradaptasi dengan iklim yang ada, tapi dak semua makhluk yang ada punah, beberapa dari mereka beradaptasi dan berevolusi.
Dalam sebuah catatan penelian, sekitar 40.000 tahun yang lalu di dataran Eropa,Neanderthal (manusia purba) punah karena gagal beradaptasi dengan iklim yang ada. Profesor di Museum Alam Swedia, Love Dalen menyatakan, “fakta Neanderthal di Eropa Barat hampir punah, tetapi kemudian kembali pulih jauh sebelum mereka berhubungan dengan manusia merupakan fakta yang mengejutkan.” Jika fakta ini benar maka Neanderthal adalah spesies yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Neanderthal tampaknya telah melalui krisis demografi di Eropa Barat yang terjadi pada saat yang sama dengan perubahan iklim yang mengakibatkan periode yang sangat dingin di Eropa Barat. Perubahan iklim ekstrem pada masa manusia modern terjadi setelah periode hangat abad pertengahan. Adalah liel ice age atau zaman es kecil yang mana islah ini diperkenalkan ke ranah ilmiah oleh François E. Mahes pada tahun 1939. Zaman es kecil adalah zaman pendinginan di beberapa bagian bumi, dimulai atau berlangsung sejak abad 16 hingga abad ke 19. NASA mendefinisikan zaman es kecil sebagai periode antara tahun 1550 sampai 1850 dan mencatat paling dak ga interval dingin. Pertama sekitar tahun 1650, kedua sekitar tahun 1770, dan yang terakhir pada tahun 1850, masing-masing terpisah oleh interval pemanasan kecil. Penyebabnya adalah akvitas matahari pada saat itu rendah atau biasa disebut dengan maunder minimum. Juga akvitas gunung berapi yang meletus dan abunya mencapai atmosfer hingga menyelimu bumi.
Benar adanya, dari zaman purba hingga modern saat ini iklim selalu berubah, tetapi kini perubahan yang terjadi sebagina besar disebabkan oleh gas-gas rumah kaca, emisi dari akvitas manusia. Seper gas Karbondioksida dan metana. Ini mengakibatkan suhu bumi memanas. Dampaknya iklim berubah, berbuntut pada lapisan es di kutub mencari lebih cepat dan menyebabkan permukaan air laut meningkat. Abrasi yang terjadi di pantai Utara Jawa adalah salah satu buknya, mengup dari Tirto.id, kegiatan ekonomi para warga pesisir terganggu, masa kejayaan tambak bandeng di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa yang dimulai era 1970an perlahan musnah.
Bukan hanya naiknya air laut, diperkirakan kekeringan dan cuaca ekstrem seper angin pung beliung akan lebih sering terjadi. Dampak dari perubahan iklim ini dapat mengganggu kehidupan manusia. Seper yang deisebutkan sebelumnya, kegiatan ekonomi terganggu, tempat nggal hancur karena banjir atau bencana pung beliung yang sering terjadi, fasilitas publik rusak, jalannya pembangunan negara bisa terhambat.
Kembali ke pertanyaan yang paling awal, apakah cukup hanya dengan mengurangi gas-gas emisi? Kalaupun emisi berhen dan semua energi sudah tergan bukan lagi bahan bakar fosil melainkan bahan bakar alami, bumi masih tetap panas karena gas-gas rumah kaca yang di atmosfer terlanjur menumpuk banyak. Jawabannya sudah tentu, mengurangi gas emisi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang ada.
Bagaimana caranya beradaptasi sedang iklim yang berubah belum pas apa dan bagaimana bentuknya? Manusia memutuskan perkara berdasarkan pengalaman, pengamatan, dan fakta yang ada. Adaptasi perubahan iklim adalah penyesuain melalui aksi menurunkan kerentanan dan risiko terhadap perubahan iklim. Jika diama lebih mendalam, cara manusia beradaptasi adalah dengan melihat fakta yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Salah satunya, dampak atau efek dari perubahan iklim yang lebih sering terjadi adalah perubahan curah hujan pada suatu daerah. Bisa sangat nggi, atau bahkan dak turun sama sekali alias kekeringan.
Masih sedikitnya orang yang sadar akan dampak buruk dari perubahan iklim, meski sudah banyak orang yang merasakannya. Adalah tahap awal kampanye perbaikan iklim mengedukasi seap orang yang ada, agar mereka sadar penngnya perubahan iklim yang sedang dan akan terjadi. Kemudian, barulah melakukan perencanaan adaptasi yang tepat. Kriteria yang jelas seper urgensi waktu, biaya, dan dukungan sosial polik dapat membantu menyusun prioritas adaptasi, seper persiapan menghadapi banjir, perbaikan reinase, restorasi lahan basah, dan pengelolaan pantai. Beradaptasi terhadap perubahan iklim bukanlah hal yang baru, banyak upaya adaptasi yang sudah dilakukan sebelumnya seper pengendalian banjir, longsor, atau kekeringan memalui sistem rainase juga disebut pemanfaatan air hujan, pembuatan biopori, juga pembuatan sumber resapan.
Manusia harus mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan iklim. Perubahan iklim sudah harus menjadi topik utama pembicaraan di seap diskusi. Dari lapisan masyarakat biasa sampai lapisan paling atas, pembuat kebijakan, yaitu pemerintah. Semuanya memiliki peran, Dan semuanya harus dilibatkan, karena perubahan iklim dan adaptasi manusia adalah untuk kepenngan bersama.
Oleh: Yahya Ayyash
SUSAHNYA MELAWAN PERUBAHAN IKLIM D ari pertengahan 2019 hingga awal 2020 kita menjumpai serangkaian fenomena alam yang terjadi karena dampak global warming di Indonesia, Brazil, dan Australia. Kebakaran yang terjadi di hutan kalimantan, Riau, Amazon, dan sebagaian besar negara bagian Australia menurut sebagian pengamat dan LSM yang peduli soal isu perubahan iklim disebabkan karena lambat dan kurang pedulinya pemerintah dalam mengeluarkan regulasi dan kebijakan-kebijakan strategis untuk mencegah dan menanggulangi dampak-dampak yang terjadi karena perubahan iklim. Organisasi non pemerintah yang masif mengkampanyekan isu-isu perubahan iklim seper Greenpeace dan WWF, sebagai contoh sejak kehadirannya sampai sekarang selalu akf mengkrik akvitas dan kebijakan pemerintah yang kontra terhadap keseimbangan alam juga terus mengedukasi masyarakat tentang penngnya menjaga alam dari segala akfitas yang berimbas terhadap masa depan alam dan mahluk hidup yang nggal di dalamnya. Organisasi-organisasi ini berusaha menjadi penyeimbang keberadaan elite polik dengan posisinya yang penng justru lebih memilih mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan sebagain kelompok, tapi mengorbankan kelangsungan hidup manusia dan alam. Di negara kita sendiri, jika kita menengok kembali pertarungan calon presiden dan calon wakil presiden keka kampanye kemarin, kita akan menyadari bahwa dak ada yang benar-benar serius menjadikan isu perubahan iklim sebagai salah satu ujung tombak janji-janji kampanye polik. Meskipun isu ini sempat disinggung, tapi sayangnya janji tersebut dak diperjelas dengan langkah strategis apa yang akan ditempuh untuk mencapainya. Di ngkat global pun isu prubahan iklim ini seringkali dibenturkan dengan biaya migasi yang akan mengancam keseimbangan perekonomian, padahal perubahan iklim ini justru lebih mengancam masa depan karena berhubungan ketersedian pangan, kesehatan, infrastuktur, kemiskinan, dll. Namun di sini justru kita harus menyadari bahwa isu perubahan iklim ini dak bisa hanya bergantung dengan state centric, karena AS yang menarik diri dari Perjanjian Paris seharusnya dak menjadikan negara sisanya terjebak dengan biaya yang mahal atau menganggau kestabilan ekonomi. Karena jika pemanasan global terus meningkat dan dak diupayakan oleh seluruh komponen masyarakat dunia, hal ini justru akan membahayakan keberlangsungkan hidup kita, lebih parahnya eksistensi sebuah negara.
AS sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar tentu sangat berperan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dunia yang harapannya dapat diturunkan jauh di o bawah 2 C. Menurut World Pensions Council (WPC), kunci keberhasilan dalam memerangi pemanasan global ini terletak pada Tiongkok dan AS sebagai 2 negara pembuat kebijakan sekaligus penyumbang nomer 1 dan 2 terbesar emisi gas rumah kaca. Jika kita membaca kembali sejarah dunia sejak gemparnya berita di AS tentang ditemukannya lubang pada lapisan ozon di Antarka pada 1985, lalu diiku dengan mulai menggemanya isu perubahan iklim di seluruh dunia hingga dibentuknya The Intergovermental Negoang Commiee for a Framework Conveon on a Climate Change (INC/FCCC) di bawah Majelis Umum PBB atas desakan publik dan berhasil melahirkan The United Naons Framework Convenon on Climate Changepada KTT Bumi pada Mei 1922. Melihat fakta tersebut, tentu isu ini sangat urgen untuk dibahas dan ditemukan solusinya dimulai dari bersatunya seluruh negara agar bisa bekerjasama menentukan nasib terbaik dunia. Namun, sejak Confrence of The Pares (COP) pertama hingga melahirkan Protokol Kyoto pada 1997 lalu digan dengan Perjanjian Paris pada 2015 tantangan memerangi perubahan iklim selalu dihalangi oleh perang kepenngan polik dan negosiasi yang pelik. Pertumbuhan ekonomi negara maju yang bersandar pada industri-industri yang banyak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan perjanjian bersama untuk mereduksi emisi gas yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi justru menjadi dilema bagi mereka.
Di Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP yang ke 25 di Madrid, Spanyol akhir 2019 yang diiku oleh 200 negara dianggap gagal karena dak mampu memenuhi ekspektasi masyrakat dunia untuk serius melawan perubahan iklim. Negara kaya dan negara penghasil emisi karbon terbesar seper Cina dan India justru menolak rencana pemangkasan emisi karbon pada KTT tersebut. Bahkan pertemuan G20 sebagai wadah bertemunya 20 negara dengan ekonomi terbesar ditambah Uni Eropa pada pertengahan 2019 lalu pun gagal menghasilkan terobosan untuk mengatasi perubahan iklim karena isu ini tergeser dengan pembahasan perang dagang AS dan Cina yang menjadi fokus pembicaraan pada pertemuan itu. Padahal Jepang sudah berusaha untuk membantu AS dan Uni Eropa untuk mencapai kesepahaman perihal kebijakan perubahan iklim di mana Uni Eropa yang menginginkan aksi mengatasi perubahan iklim lebih kuat harus menerima kenyataan bahwa AS tetap bertahan untuk keluar dari Perjanjian Paris.
Gerakan peduli akan lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab dunia atau negara saja, akan tetapi tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat. Kampanye ajakan untuk mengurangi penggunaan plask, lebih memilih naik sepeda daripada motor dan mobil, hemat listrik dan air, dan gerakan-gerakan lain yang bertujuan untuk menahan kerusakan bumi makin ramai diserukan di dunia maya maupun nyata. Tantangan dari gerakan ini adalah kesadaran masyarakat yang belum sepenuhnya memahami ancaman dari kedakseimbangan alam, kebiasaan hidup yang acuh pada lingkungan sampai keseriusan pemerintah untuk bersama masyarakat melawan perubahan iklim.
Kehadiran Polik Hijau Menurut Anthony Giddens, gerakan dan polik hijau berasal dari dampak revolusi indsutri yang awal kemunculannya dak berhubungan dengan perubahan iklim dan global warming. Untuk itu beberapa prinsip dan kebijakannya dak cukup untuk mencegah perubahan iklim. Gerakan hijau memiliki empat pilar diantaranya kebijakanaan ekologis, keadilan sosial, demokrasi akar rumput,dan asas non kekerasan. Bahkan salah satu fakta yang sering ditutupi oleh gerakan hijau ini adalah masa kejayaan mereka yang berada di bawah kekuatan fasisme, khususnya di Jerman.
Sedaknya Gerakan hijau ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), gerakan yang berideologi ekologisme yang seringkali terperangkap dengan romansme masa lalu tentang pemikiran tentang konservasi alam, pertanian organik dan vegetereanisme yang menentang keberadaan teknologi karena dapat merusak kelestarian alam dan gerakan yang teknosentrisme yang lebih rasional daripada gerakan pertama yang ekosentrisme yang percaya bahwa teknologi mampu melindungi dan merawat lingkungan. Pandangan dari gerakan polik hijau ini seringkali dikaitkan dengan pemikiran ekosentrisme Dalam yang percaya bahwa manusia adalah bagian dari kelangsungan alam dan dak hanya mahluk sosial tapi juga nature-beings dan lebih jauh sebagai polical animals.
Untuk itu kita perlu membedakan antara polik hijau dan enviromentalisme. Menurut Burchill dan Linklater (1996), kaum enviromentalis menerima suatu kerangka atas struktur polik, ekonomi, sosial, dan normaf dari polik internasional yang ada, dan berupaya memperbaiki permasalahan lingkungan dengan struktur tersebut. Sementara polik hijau memandang bahwa struktur tersebutlah yang menyebabkan terjadinya distorsi lingkungan.
Kehadiran polik hijau sebagai teori krik dalam hubungan internasional memiliki perspekf yang tegas terhadap ga mazhab besar, 1. Polik Hijau mengkrisi kaum realis terkait pandangan mereka tentang state-centric. Menurut para penganut polik hijau, kaum realis dak akan memandang permasalahan lingkungan sebagai masalah yang sangat krusial sampai masalah tersebut dapat menyinggung atau bahkan mengancam negara. 2. Polik hijau mengkrisi kaum neo liberalis yang memusatkan pemikirannya terhadap individu dan pasar. Pandangan ini dak baik karena pandangan ekonomi mereka dak begitu merespon lingkungan yang ikut terdampak karena akvitas mereka 3. Polik hijau mengkrisi kaum marxis yang menurut mereka terlalu mengedepankan ekonomi. Menurut mereka, Sumber Daya Alam yang menjadi kebutuhan manusia akan terus dieksploitasi dan akan memperparah krisis lingkungan.
Perubahan Iklim dan Industri Industri sebagai salah satu pilar perekonomian sebuah negara, khususnya negara maju pada akhirnya harus menghadapi realita bahwa merekalah penyumbang gas rumah kaca terbesar. Bahkan negara berkembang seper Indonesia yang memiliki salah satu hutan terbesar di dunia harus menjadi penyerap karbon yang dihasilkan negara maju tersebut.
Industri tersebut menjadikan minyak bumi, batu bara, gas, dan uranium sebagai sumber energi mereka. Makanya negara-negara maju berusaha menguasainya agar dapat merebut kekuatan polik dan menggerakkan globalisasi dan pasar bebas.
Di samping itu, gerakan-gerakan polik hijau terus menjamur di masyarakat dengan berbagai kampanyenya. Namun, yang perlu disadari oleh kita adalah ambisi negara maju dan gerakan peduli lingkungan ini memiliki keterkaitan. Bahwa kita semua menghadapi perubahan iklim ini karena menyadari satu hal fundamental, yaitu keamanan energi. Mungkin benar perkataan Anthoy Giddens dalam bukunya Polik Perubahan Iklim. Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang menjadi capaian negara-negara berkembang dengan basis meningkatkan kesejahteraan penduduk sesungguhnya bertentangan dengan tujuan mengatasi perubahan iklim. Keinginan untuk mengurangi emisi dan melindungi lingkungan menjadi paradoks, karena energi yang menjadi sumber dari berjalannya industri ini justru berakibat memperparah pemanasan global.
Negara-negara maju pada akhirnya lebih memilih beradaptasi dengan teknologi ramah lingkungan daripada migasi yang menurut mereka jutsru mengahmbat pertumbuhan ekonomi mereka yang sedang bagus.
Peran LSM Keberadaan organisasi lingkungan non pemerintah dengan berbagai kampanyenya telah memberikan sedikit banyak wawasan dan kesadaran kepada masyarakat. Mereka dak hanya berusaha mempengaruhi kebijakan legislave di pemerintahan, tapi juga ikut serta dalam akvitas polik yang dampaknya mampu dirasakan hingga bawah sebagaimana KTT Bumi yang bertema : Think Globally, Act Locally. Agenda pemerintah pusat seringkali terkendala dengan pemerintah daerah untuk merealisasikan kebijakannya. Kehadiran NGO2 ini selain sebagai check and balance tapi juga sebagai pembantu pemerintah untuk mengawasi kebijakankebijakan ini agar dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat awam dan dapat tereliasasi dengan maksimal bahwa ancaman perubahan iklim ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai manusia yang akvitasnya jika dak diatur dengan ketat akan memperparah dampak perubahan iklim.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya” ( Al-A'raf: 56)
Maka sebenarnya menjaga keseimbangan alam ini adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai khalifah fi al-ardl. Karena pada akhirnya kita sebagai manusia akan lebih memaknai kebesaranNya jika memahami ayat kauniyahNya juga. Bukankah manusia, hewan, dan alam semesta adalah makhlukNya yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya? Menjaga keseimbangan alam ini adalah bentuk memanusiakan diri kita kembali sebagai ciptaanNya yang sempurna.