Catholic Indonesian News

Page 1

CATHOLIC INDO NEWS FIRST YEAR N 0004 (2008) ­ 12 Oktober 2008

WEEKLY PRINTED EDITION

ongkos ganti cetak $ 0.00 UNTUK KALANGAN SENDIRI

MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI CATHOLIC INDONESIA COMMUNITY E D I T O R I A L O F F I C E : P O B O X 8 4 0 M A R R I C K V I L L E , N S W 1 4 7 5 , A U S T R A L I A | P H O N E + 6 1 ( 0 ) 4 0 5 3 4 4 0 8 8 | I N T E R N E T : W W W. V I A ­ V E R I TA S . C O M | E M A I L : A D M I N @ V I A ­ V E R I TA S . C O M

Injil Minggu Biasa XXVIII tahun A tgl. 12 Okt 2008 (Mat 22:1­14)

Dipersimpangan Jalan, Terdengarlah AjakanNya! Rekan­rekan yang budiman! Dalam Mat 22:1­14 ditampilkan perumpamaan mengenai siapa yang akhirnya masuk ke dalam Kerajaan Surga dan bagaimana mereka sampai ke sana. Ada orang­orang yang sebenarnya sejak awal beruntung karena "diundang ke perjamuan" tetapi malah meremehkannya. Karena itulah keberuntungan yang sebenarnya akan mereka nikmati kemudian beralih kepada orang­orang lain yang tadinya tak masuk hitungan. Apa artinya semua ini bagi kehidupan kini? DUA MACAM PENYAMPAIAN Selain dalam Mat 22:1­14, perumpamaan tentang undangan yang menolak datang itu didapati juga dalam Luk 14:15­24. (Untuk penjelasan versi Lukas, lihat _Langkahnya...Langkahku!_ [Kanisius, Yogyakarta 2005], hlm. 155­156.) Namun ada tiga hal yang khas pada versi Matius. 1. Dalam Injil Matius, undangan itu ke perjamuan makan siang (Yunani "ariston", Latin "prandium") dalam pesta nikah seorang anak raja. Lukas menyebut perjamuan makan malam (Yunani "deipnon", Latin "coena") yang besar yang sudah disanggupi para undangan. Seperti kebiasaan kita, pada zaman itu jamuan meriah untuk membangun keakraban biasanya diadakan pada malam hari. Lebih relaks, lebih membangun suasana. Kesempatan seperti itu tidak diadakan siang hari kecuali peristiwanya amat penting dan resmi seperti halnya pesta nikah. Inilah yang lebih ditonjolkan Matius. Perjamuan dalam pesta nikah lebih resmi daripada perjamuan untuk membangun keakraban. Hadirin diajak ikut menjadi saksi peristiwa itu. Apalagi pesta nikah anak raja. 2. Dalam perumpamaan Matius, sang raja sampai dua kali mengundang. Yang kedua kalinya bahkan nadanya memohon. Tetapi orang­orang yang diundang tetap tidak mau datang. Matius

menggarisbawahi penolakan yang makin keras. Ada yang tak peduli, ada yang meremehkan undangan, malah menyiksa dan membunuh suruhan raja. Ini sama dengan memutuskan hubungan. Lukas lain. Ia lebih menekankan pengingkaran janji dan dalih para undangan yang sudah bersedia datang ketika diundang. 3. Matius dan Lukas sama­sama mengatakan bahwa akhirnya orang­orang lain yang tadinya tidak diundang kini didatangkan ke perjamuan. Tetapi Matius masih menceritakan bahwa sang raja mendapati orang yang datang tanpa pakaian pesta. Orang itu kemudian tidak diperbolehkan ikut pesta dan dikeluarkan. Lukas tidak menyinggung adanya orang yang tak pantas ikut perjamuan malam. Tetapi ia meneruskan perumpamaan itu dengan menyampaikan pengajaran Yesus mengenai perlunya komitmen utuh di dalam mengikutinya. Matius berbicara kepada umat yang berasal dari lingkungan Yahudi. Bagi mereka "perjamuan nikah" dan datang dengan "pakaian pesta" memiliki arti yang khusus yang tidak segera ditangkap oleh orang dari kalangan lebih luas seperti halnya umat Lukas. Marilah kita lihat dari dekat kedua gambaran yang dipakai Matius itu PERJAMUAN NIKAH Disebutkan "Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya". Bagi pembaca Matius, "perjamuan nikah" membangkitkan gagasan yang lebih dari pada sekedar hadir dalam resepsi, melainkan mengikuti upacara religiusnya dan berbagi dalam hikmatnya. Dalam kesempatan seperti itu dulu kerap didendangkan lagu­lagu kasih antara mempelai lelaki dan mempelai perempuan. Lagu­lagu itu dapat amat erotik, tapi sekaligus juga amat religius. Salah satu bentuk yang paling dikenal dan sudah menjadi bagian Kitab Suci ialah Kidung Agung. Ada saling pujian antar mempelai mengenai keelokan masing­masing (Kid 1:9:2:7), mengenai

ingin tahu lebih dalam tentang Ajaran Sosial Gereja?

kerinduan untuk semakin dekat satu sama lain (Kid 3:1­5; 5:2­8), mengenai nikmatnya kasih antara keduanya (Kid 7:6­8:4). Di dalam kidung­kidung itu kasih antara kedua mempelai tampil sebagai tempat kehadiran yang ilahi tanpa perlu mengatakannya demikian. KehadiranNya memanusia dalam ujud yang paling bisa dirasakan. Bagi orang Yahudi, ikut serta dalam upacara dan perjamuan nikah dalam arti ini dapat mendekatkan orang pada kemanusiaan dan keilahian sekaligus. Karena itu juga penolakan ikut serta perjamuan lebih daripada sekedar tidak hadir dalam pesta. Menolak ajakan untuk menyaksikan pesta nikah juga membuat pesta menjadi sepi dan hambar. Panggilan pertama tidak dipenuhi. Raja yang sebetulnya penuh wibawa kemudian bersikap menghimbau. Ia merendah. Satu kali tidak digubris, ia berusaha lagi. Malah seakan­akan memohon belas kasihan para undangan: jangan biarkan pesta jadi rusak, hidangan sudah siap, lembu dan ternak piaraan sendiri telah dipotong. Tetapi yang diundang semakin meninggikan diri, dan menjadi takabur, dan akhirnya malah membunuh pesuruh sang raja. Mereka tidak mau diganggu lagi. Mereka memutus hubungan. Terlihat betapa kerasnya penolakan terhadap ajakan untuk ikut serta dalam kesempatan yang sebenarnya bakal membuat siapa saja yang ikut semakin utuh hidupnya, semakin memasuki Kerajaan Surga! Mereka yang menolak kehilangan dua hal. Pertama rusaklah hubungan dengan raja yang bisa melindungi mereka. Kedua mereka kehilangan kesempatan ikut pesta nikah yang meriah yang memiliki arti khusus tadi. Jadi mereka itu semakin menjauhkan diri dari yang bakal membuat hidup mereka berarti. Mereka menjauh dari Kerajaan Surga. Inilah yang hendak ditunjukkan dalam perumpamaan ini. ORANG­ORANG DI PERSIMPANGAN JALAN Kerap dijelaskan bahwa para undangan yang menolak datang itu ialah orang

[ www.via­veritas.com ] 1


CATHOLIC INDO NEWS WEEKLY PRINTED EDITION

MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI CATHOLIC INDONESIA COMMUNITY E D I T O R I A L O F F I C E : P O B O X 8 4 0 M A R R I C K V I L L E , N S W 1 4 7 5 , A U S T R A L I A | P H O N E + 6 1 ( 0 ) 4 0 5 3 4 4 0 8 8 | I N T E R N E T : W W W. V I A ­ V E R I TA S . C O M | E M A I L : A D M I N @ V I A ­ V E R I TA S . C O M

Yahudi dan mereka yang didatangkan dari jalanan itu ialah pengikut Yesus. Yang pertama kehilangan Kerajaan Surga, yang kedua memperolehnya. Para hamba yang disuruh mengundang ialah nabi­nabi dan kemudian yang diperlakukan dengan buruk ialah para rasul. Tafsir alegori ini sudah lama dikerjakan. Dan bahkan sudah mulai pada zaman Injil sendiri ditulis. Namun demikian masih ada keleluasaan untuk memahami perumpamaan ini sebagai perumpamaan untuk membaca kehidupan orang zaman ini, untuk mengartikan kehidupan kita. Karena perjamuan nikah telah tersedia tapi yang diundang tak layak datang, maka raja menyuruh hamba­hambanya ke persimpangan jalan, membawa orang­ orang yang mereka temui di sana, siapa saja, ke perjamuan nikah tadi. Tak pilih bulu siapa saja didatangkan. Dan pesta itu diselamatkan oleh kehadiran mereka­ mereka ini. Yang dimaksud dengan persimpangan jalan ialah lapangan tempat orang biasanya berkumpul dengan macam­ macam maksud: istirahat, menunggu kesempatan kerja, melewatkan waktu, berjualan, membeli. Apa saja. Kegiatan sehari­hari yang bermacam­ragam. Orang­orang yang di situ dengan macam­ macam keadaan itulah yang diminta datang ke perjamuan nikah. Di persimpangan jalan...hidup itulah disampaikan ajakannya. Bagaimana membacanya dengan cara yang lebih cocok bagi zaman ini?

asal usul Rosario

by Fr. William P Saunders

Perumpamaan tadi mulai dengan "Kerajaan Surga seumpama.." Jadi dimaksud membantu agar orang menyadari bagaimana cara Yang Mahakuasa mengajak siapa saja ikut masuk ke dalam kehidupan keluargaNya, ke dalam keintiman yang tidak bisa sebarangan dimasuki. Dengan mengajak orang ikut serta dalam kegembiraan pesta nikah anaknya, sang raja tadi ingin berbagi kegembiraan. Bahkan boleh dikatakan, kegembiraannya itu baru menjadi nyata bila ikut dirasakan orang lain. Ia berusaha mendatangkan orang­ orang untuk ikut. Bahkan ia memohon agar mereka datang. Tetapi permohonan ini dihadapi dengan sikap keras hati dan penolakan. Tidak mau mengambil bagian dalam kehidupan yang sebenarnya tidak dapat sebarangan dibagikan. Penolakan ini makin memisahkan dan menjauhkan mereka satu sama lain. Juga membuat sang raja putus asa dan merasa pestanya bakal rusak. Tetapi ia tidak menyerah. Pestanya itu kemudian dibuka bagi siapa saja yang tadinya tidak termasuk hitungan. PAKAIAN PESTA Pesta nikah itu terlaksana justru karena hadirnya orang­orang jalanan tadi. Kerajaan Surga semakin menjadi kenyataan karena dimasuki, dihuni, dikembangkan. Kepada pembaca diberikan ajakan yang amat kuat. Ayo ikut membuat kehidupan yang nyata ini bagian dari Kerajaan Surga. Bisakah dibalik sehingga dikatakan membuat Kerajaan Surga menjadi bagian dari

Dalam pelajaran agama anak saya diajarkan bahwa Oktober adalah bulan rosario. Karena saya baru menjadi Katolik, dapatkah kiranya dijelaskan lebih lanjut mengenai asal­usul rosario? ~ seorang pembaca di Leesburg

kehidupan? Sama sekali tidak! Seolah­ olah kerajaan itu sudah ada dan jadi dan tinggal dimasuki, seperti menaiki kereta yang akan jalan. Tiap orang diminta menemukan wujud Kerajaan Surga baginya. Bahan mentahnya: kehidupan sehari­harinya, kehidupannya di persimpangan jalan. Namun untuk itu perlu memakai pakaian pesta. Dalam alam pikiran Semit, pakaian memberi bentuk kepada orang yang memakainya sehingga dapat dikenali. Tidak mengenakan pakaian pesta berarti datang tanpa sungguh mau mengikuti pesta. Orang baru dapat dikatakan datang ikut perjamuan pesta bila memang mau menghadiri pesta itu, bukan untuk urusan lain. Datang tanpa pakaian yang cocok berarti tidak membiarkan diri dikenal sebagai yang datang untuk itu. Komitmen setengah­ setengah ini kurang dapat menjadikan hidup orang menjadi bagian dari hidup dalam Kerajaan Surga. Kebalikannya, datang dengan mengenakan pakaian pesta berarti datang tanpa maksud atau tujuan lain. Yang bersangkutan akan dikenali sebagai orang yang hidupnya sedang berubah dari yang ada di persimpangan jalan menjadi dia yang hidup dalam perjamuan yang makin memanusiakan dan makin mendekatkan ke keilahian. Salam hangat, A. Gianto from http://mirifica.net

Rosario adalah salah satu doa yang paling disukai dalam Gereja Katolik kita. Uskup Agung Fulton Sheen mengatakan, “Rosario adalah kitab bagi mereka yang buta, di mana jiwa­jiwa melihat dan di sana ditampilkan drama kasih teragung yang pernah dikenal dunia; Rosario adalah kitab bagi mereka yang sederhana, yang menghantar mereka masuk ke dalam misteri­misteri dan pengetahuan yang lebih memuaskan hati dari pendidikan manusia; Rosario adalah kitab bagi mereka yang lanjut usia, yang matanya tertutup terhadap bayang­ bayang dunia ini dan terbuka pada dunia mendatang. Kuasa rosario melampaui kata­kata.”

(Salam ya Ratu), rosario merupakan pendarasan lima misteri; masing­masing misteri terdiri dari Bapa Kami, 10 Salam Maria dan Doksologi. Selama mendaraskan rosario, kita merenungkan misteri­misteri penyelamatan dalam hidup Tuhan kita dan kesaksian iman Bunda Maria. Melalui peristiwa­peristiwa Gembira, Cahaya, Sedih dan Mulia dalam rosario, kita dihantar pada kenangan akan inkarnasi Tuhan kita, pewartaan­ Nya di hadapan publik, sengsara dan wafat­Nya, dan kebangkitan­Nya dari antara orang mati. Dengan demikian, rosario membantu kita untuk bertumbuh dalam penghayatan yang lebih mendalam atas misteri­misteri ini, dalam mempersatukan hidup kita dengan lebih akrab pada Tuhan kita dan dalam memohon bantuan rahmat­Nya untuk mengamalkan iman. Kita juga memohon bantuan doa Bunda Maria, teladan iman, yang menghantar semua orang percaya kepada Putranya.

Diawali dengan Kredo, Bapa Kami, tiga Salam Maria dan Doksologi (Kemuliaan), serta diakhiri dengan Salve Regina

Asal­usul rosario agak “kabur”. Penggunaan “manik­manik” dan pendarasan doa yang diulang­ulang

2


CATHOLIC INDO NEWS WEEKLY PRINTED EDITION

MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI CATHOLIC INDONESIA COMMUNITY E D I T O R I A L O F F I C E : P O B O X 8 4 0 M A R R I C K V I L L E , N S W 1 4 7 5 , A U S T R A L I A | P H O N E + 6 1 ( 0 ) 4 0 5 3 4 4 0 8 8 | I N T E R N E T : W W W. V I A ­ V E R I TA S . C O M | E M A I L : A D M I N @ V I A ­ V E R I TA S . C O M

untuk membantu orang dalam meditasi berasal dari masa­masa awal Gereja dan telah ada bahkan pada masa­masa sebelum kekristenan. Didapati bukti­bukti dari Abad Pertengahan bahwa untaian manik­manik dipergunakan untuk membantu orang menghitung jumlah Bapa Kami atau Salam Maria yang didaraskan. Sesungguhnya, untaian manik­manik ini kemudian dikenal sebagai “Paternosters,” bahasa Latin untuk “Bapa kami”. Sebagai contoh, pada abad ke­12, guna membantu agar mereka yang kurang terpelajar dapat berpartisipasi lebih baik dalam liturgi, pendarasan 150 Bapa Kami dipakai untuk menggantikan 150 Mazmur, dan dikenal sebagai “brevir orang­orang sederhana”.

menetapkan peristiwa CAHAYA (1. Yesus dibaptis di Sungai Yordan; 2. Yesus menyatakan DiriNya dalam perjamuan nikah di Kana; 3. Yesus mewartakan Kerajaan Allah serta menyerukan pertobatan; 4. Yesus dipermuliakan; 5. Yesus menetapkan Ekaristi). Juga, setelah penampakan Bunda Maria di Fatima pada tahun 1917, doa yang diajarkan Bunda Maria kepada anak­anak secara umum ditambahkan pada akhir setiap misteri, “Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa­dosa kami, selamatkanlah kami dari api neraka. Hantarlah jiwa­jiwa ke surga, teristimewa

Struktur rosario perlahan­lahan berkembang antara abad ke­12 dan abad ke­15. Pada akhirnya 50 Salam Maria (atau lebih) didaraskan dan dihubungkan dengan ayat­ayat Mazmur atau ayat­ayat lain mengenangkan “sukacita Maria” dalam hidup Yesus dan Maria. Dominikus dari Prussia, seorang biarawan Carthusian, pada tahun 1409 mempopulerkan praktek mempertalikan 50 ayat mengenai hidup Yesus dan Maria dengan 50 Salam Maria. Pada masa ini, bentuk doa ini dikenal sebagai rosarium (“kebun mawar”), sesungguhnya suatu istilah umum, yang berarti bunga rampai, yang dipergunakan untuk menyebut suatu kumpulan bahan yang serupa, misalnya suatu bunga rampai kisah­kisah dengan subyek atau tema yang sama. Pada akhirnya, ditambahkan juga “dukacita Maria” dan “sukacita surgawi”, sehingga jumlah Salam Maria menjadi 150. Dan akhirnya, ke­150 Salam Maria digabungkan dengan ke­150 Bapa Kami; satu Salam Maria sesudah satu Bapa Kami.

jiwa­jiwa yang amat membutuhkan kerahiman­Mu.”

Pada awal abad ke­15, Henry Kalkar (wafat 1408), seorang biarawan Carthusian lainnya, membagi ke­150 Salam Maria ke dalam kelompok­ kelompok; satu kelompok berisi 10 Salam Maria dengan diawali satu Bapa Kami. Pada abad ke­16, struktur lima misteri rosario didasarkan pada tiga rangkaian peristiwa ­ Peristiwa GEMBIRA (1. Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel; 2. Maria mengunjungi Elisabet, saudarinya; 3. Yesus dilahirkan di Betlehem; 4. Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah; 5. Yesus diketemukan dalam Bait Allah), Peristiwa SEDIH (1. Yesus berdoa kepada BapaNya di surga dalam sakrat maut; 2. Yesus didera; 3. Yesus dimahkotai duri; 4. Yesus memanggul salib­Nya; 5. Yesus wafat disalib) dan Peristiwa MULIA (1. Yesus bangkit dari kematian; 2. Yesus naik ke surga; 3. Roh Kudus turun atas para Rasul; 4. Maria diangkat ke surga; 5. Maria dimahkotai di surga). Pada tahun 2002, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II

Menurut tradisi, St Dominikus (wafat 1221) menyusun rosario seperti yang kita kenal sekarang. Tergerak oleh suatu penampakan Bunda Maria, ia mewartakan penggunaan rosario dalam karya misionarisnya di antara kaum Albigensia, suatu kelompok bidaah yang fanatik. Albigensia berasal dari nama kota Albi di Perancis selatan di mana mereka tinggal; mereka percaya bahwa semua yang jasmaniah adalah jahat dan semua yang rohaniah adalah baik. Karenanya, mereka menyangkal inkarnasi Tuhan kita; bagi mereka, Yesus, sungguh Allah yang menjadi sungguh manusia dan mengenakan kodrat manusiawi kita, sungguh tidak masuk akal. Menurut ajaran Albigensia, jiwa orang dianggap terbelenggu dalam tubuh yang jahat. Sebab itu, mereka berpantang kasih perkawinan dan prokreasi, sebab dianggap jahat membelenggu suatu jiwa lain dalam suatu raga. Tindakan religius mereka yang paling “luhur” disebut “endura,” suatu tindakan bunuh diri yang

membebaskan jiwa dari raga. Mereka juga menentang otoritas manapun yang mewakili suatu kerajaan dunia ini, sebab itu mereka membantai para pejabat kerajaan dan para pejabat Gereja. Gereja mengutuk bidaah ini, dan St Dominikus berusaha mempertobatkan mereka melalui khotbah­khotbah yang logis dan kasih Kristiani sejati. Sayangnya, otoritas kerajaan tidak cukup berbelaskasih. (Sekedar tambahan, suatu siaran traveling menyiarkan di televisi suatu program traveling di Perancis selatan, dan mengunjungi kota Albi, mengatakan bahwa orang­orang di sana “dianiaya oleh Gereja”; narator program tersebut tidak menyebutkan bahwa orang­orang ini adalah bidaah bunuh diri yang ajarannya membahayakan jiwa­jiwa umat beriman.) Namun demikian, St Dominikus mempergunakan rosario sebagai suatu sarana ampuh untuk mempertobatkan kaum Albigensia. Sebagian ilmuwan mengesampingkan peran aktual St Dominikus dalam terbentuknya rosario sebab kisah­kisah riwayat hidupnya yang ditulis lebih awal tidak menyebutkan hal itu, konstitusi Dominikan tidak menghubungkannya dengan hal tersebut, dan pelukis­pelukis pada masa St Dominikus tidak memasukkan rosario sebagai lambang yang menjadi ciri khas St Dominikus. Pada tahun 1922, Dom Louis Gougaud menyatakan, “Berbagai unsur yang ada dalam komposisi devosi Katolik yang umum disebut rosario merupakan hasil dari suatu perkembangan yang panjang dan perlahan yang dimulai sebelum masa St Dominikus, dan yang terus berlanjut tanpa ia ikut ambil bagian di dalamnya, dan yang akhirnya mendapati bentuk akhirnya beberapa abad setelah kematiannya.” Namun demikian, sebagian ilmuwan lain menyanggah pendapat bahwa St Dominikus tidak begitu terlibat dalam “menciptakan” rosario, sebab ia mewartakan penggunaannya untuk mempertobatkan para pendosa dan mereka yang telah menyimpang dari iman. Di samping itu, sekurangnya ada selusin paus yang menyebutkan hubungan antara St Dominikus dengan rosario dalam berbagai pernyataan kepausan, mendukung perannya setidak­ tidaknya sebagai seorang “beriman yang saleh”. Dari antaranya, yang pertama­ tama dinyatakan oleh Paus Alexander VI pada tahun 1495. Rosario menjadi semakin populer pada tahun 1500­an, teristimewa melalui upaya Paus St Pius V. Pada waktu itu, kaum Muslim Turki menyerang Eropa Timur. Pada tahun 1453 Konstantinopel telah jatuh ke tangan Muslim, sementara Balkan dan Hungaria nyaris ditaklukkan. Pada tahun 1521 kaum Muslim berhasil menaklukkan Belgrade, Hungaria, dan

3


CATHOLIC INDO NEWS WEEKLY PRINTED EDITION

MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI CATHOLIC INDONESIA COMMUNITY E D I T O R I A L O F F I C E : P O B O X 8 4 0 M A R R I C K V I L L E , N S W 1 4 7 5 , A U S T R A L I A | P H O N E + 6 1 ( 0 ) 4 0 5 3 4 4 0 8 8 | I N T E R N E T : W W W. V I A ­ V E R I TA S . C O M | E M A I L : A D M I N @ V I A ­ V E R I TA S . C O M

pada tahun 1526 mereka telah berada di perbatasan Vienna, Austria. Dengan kaum Muslim menyerbu bahkan pesisir Italia, maka penguasaan atas Mediterania sekarang di ujung tanduk. Pada bulan Februari 1570, utusan Turki menyampaikan ultimatum kepada Republik Venisia: menyerahkan kepulauan Siprus secara damai atau menghadapi perang. Venisia menolak, dan setelah berperang selama sebelas bulan, Siprus takluk pada kekuasaan Muslim pada tanggal 1 Agustus 1571. Syarat­syarat penyerahan diri ditetapkan demi keselamatan pasukan Kristen yang kalah. Tetapi, begitu komandan Muslim mengambil alih kuasa kota, ia memerintahkan agar komandan Kristen, Marcantonio Bragadin, dikuliti hidup­ hidup. Tubuhnya kemudian dibelah menjadi empat, dan sayatan kulitnya diisi jerami dan seragamnya dikenakan padanya, lalu diseret sepanjang kota. Sekarang kaum Kristen tahu benar musuh macam apa yang tengah mereka hadapi. Pada tahun 1571, Paus St Pius V mengorganisir suatu armada di bawah komando Don Juan dari Austria, sanak Raja Philip II dari Spanyol. Bala tentara dari Spanyol, Venisia, Roma, Savoy, Genoa, Lucca, Tuscany, Manova, Parma, Urbino, dan Ferrara, juga Malta membentuk suatu aliansi melawan Turki. (Menariknya, Perancis yang Katolik menolak bersatu dan bahkan mendanai pasukan Muslim Turki demi melemahkan musuh bebuyutan mereka, Jerman­ Austria). Sementara persiapan dilakukan, Bapa Suci meminta segenap umat beriman untuk mendaraskan rosario dan memohon bantuan doa Bunda Maria di bawah gelar “Bunda Kemenangan,” memohon Tuhan menganugerahkan kemenangan kepada umat Kristiani. Meski armada Muslim jauh melampaui armada Kristiani, baik dalam jumlah kapal­kapal perang maupun pasukan, kedua armada siap bertempur. Kapal pemimpin Kristen mengibarkan bendera biru dengan lukisan Kristus Tersalib, sementara bendera Muslim mencantumkan ayat­ayat dari Al Quran menyerukan jihad dan membasmi “orang­orang kafir”. Pada hari Minggu, 7 Oktober 1571, pukul 11 pagi, Pertempuran di Lepanto dimulai, dan dalam tempo lima jam, kaum Muslim dikalahkan. Siang itu, sementara Paus St Pius V tengah berada dalam suatu rapat, sekonyong­konyong beliau berdiri, menuju jendela, menatap ke luar ke arah pertempuran berlangsung bermil­mil jauhnya, dan mengatakan, “Marilah kita berhenti menyibukkan diri dengan masalah­masalah ini dan marilah kita mengucap syukur kepada Tuhan. Armada Kristen telah meraih kemenangan.”

Tahun berikutnya, Paus St Pius V sebagai ungkapan syukur menetapkan Pesta Rosario Suci pada tanggal 7 Oktober di mana umat beriman tidak hanya mengenangkan kemenangan ini, melainkan juga terus menyampaikan syukur kepada Tuhan atas segala rahmat­ Nya dan mengenangkan kuasa perantaraan Bunda Maria kita. Bapa Suci juga secara resmi menganugerahkan gelar, “Auxilium Christianorum” atau “Pertolongan Orang­orang Kristen” pada Bunda Maria. Mejelis Tinggi Venesia juga mencantumkan pada sebilah papan dalam ruang pertemuan mereka, “Non virtus, non arma, non duces, sed Maria Rosari, victores nos fecit,” yang artinya, “Bukan kegagahan, bukan senjata, bukan pemimpin, melainkan Maria dari Rosario yang membuat kita menang.” Mengenangkan tindakan Paus Pius V, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II, dalam sebuah amanat Angelus yang disampaikan pada bulan Oktober 1983 mengatakan, “Rosario juga mengambil perspektif baru dan dibebani dengan intensi­intensi yang terlebih dahsyat dan terlebih banyak dari masa lalu. Sekarang bukan masalah memohon kemenangan besar, seperti di Lepanto dan di Vienna, melainkan memohon Maria untuk menyediakan bagi kita pejuang­pejuang yang gagah berani melawan roh kejahatan dan kesesatan, dengan senjata­senjata Injil, yakni Salib dan Sabda Allah. Doa Rosario adalah doa manusia untuk manusia. Rosario adalah doa solidaritas kemanusian, doa bersama orang­orang yang ditebus, dengan merefleksikan roh dan intensi dari dia yang pertama­tama ditebus, yakni Maria, Bunda dan Citra Gereja. Rosario adalah doa bagi segenap manusia di dunia dan dari sepanjang sejarah, yang hidup dan yang mati, yang dipanggil untuk menjadi Tubuh Kristus bersama kita dan bersama­ sama kita menjadi ahli waris bersama dengan Dia dalam kemuliaan Bapa.” Di masa­masa belakangan ini, rosario telah dijunjung tinggi dan dianjurkan sebagai suatu sarana yang efektif bagi pertumbuhan rohani. Banyak para kudus mendorong didaraskannya rosario, termasuk St Petrus Kanisius, St Filipus Neri dan St Louis de Montfort. Paus Leo XIII, yang kerap disebut “Paus Rosario”, berupaya memelihara tradisi doa ini, yang ditegaskannya sebagai suatu senjata rohani yang ampuh melawan kejahatan (Supremi Apostolatus Officio, 1884). Paus Pius XI pada tahun 1938 memberikan indulgensi penuh kepada barangsiapa yang mendaraskan rosario di depan Sakramen Mahakudus. Paus Beato Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI keduanya juga dikenal sebagai penganjur rosario yang gigih. Buku Pedoman Indulgensi (1969), yang mendapatkan persetujuan Paus Paulus VI, memberikan

indulgensi penuh “jika rosario didaraskan di sebuah gereja atau suatu tempat doa umum, atau dalam suatu kelompok keluarga, suatu komunitas religius atau perkumpulan saleh….” (No. 48). Yang paling akhir, untuk menandai diawalinya 25 tahun masa pontifikatnya, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II menerbitkan Surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae, dimana beliau menetapkan Peristiwa Cahaya dan lagi, mendorong umat beriman untuk menggunakan rosario untuk “bersama Maria, merenungkan wajah Kristus.” Dengan mengesampingkan adanya gagasan bahwa rosario mengalihkan perhatian orang dari liturgi atau gagasan bahwa rosario merupakan penghalang bagi ekumene, Bapa Suci menegaskan, “Alasan paling kuat untuk mendesakkan pelaksanaan doa rosario adalah karena doa rosario merupakan sarana yang paling efektif untuk mengembangkan di kalangan kaum beriman komitmen untuk berkontemplasi pada misteri Kristiani; ini sudah saya usulkan dalam Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte sebagai `latihan kekudusan' yang sejati. `Kita memerlukan kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa.'” (No 5). Sebab itu, rosario meupakan bagian dari sejarah rohani Gereja yang patut dijunjung tinggi. Rosario memampukan umat beriman untuk berpartisipasi dalam sejarah keselamatan yang hidup, mempersatukan kita secara lebih akrab dengan Juruselamat dan BundaNya yang Tesuci, dan dengan segenap Gereja. Rosario perlu menjadi bagian dari sejarah tiap­tiap individu dan tiap­tiap keluarga, sebab melalui doa rosario ikatan kasih diperteguh. * Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: The Origins of the Rosary” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

4


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.