Bonus booklet cerpen

Page 1

Christmas a story about Jesus

s edisi Natal Pearl Bonu


…a story about Jesus Ketika lagu-lagu Natal sudah mulai diputar, ketika lampu-lampu pohon Natal sudah mulai menyala, sekali lagi kita masuk dalam masa peringatan kelahiran Juru Selamat dunia. Ia telah menjadi kisah Natal pertama itu, ketika Ia yang adalah seorang Pangeran, meninggalkan tahta-Nya di surga dan lahir di kandang domba sederhana. Natal adalah bukti cinta-Nya kepada Bapa yang mengutus-Nya, juga kepada umat yang membutuhkan-Nya. Kisah Natal tidak berhenti sampai disitu. Natal pertama melahirkan kisah-kisah Natal baru. Tiga cerita pendek dalam buklet ini adalah kisah-kisah Natal yang mengingatkan kita bahwa kasih-Nya tidak pernah padam dan pekerjaan tangan-Nya tidak pernah berhenti. Mereka adalah tiga kisah terbaik dari banyak cerita yang dikirimkan ke redaksi dalam rangka Lomba Cerpen Natal. Cerpen berjudul 18, pemenang lomba ini, maupun cerpen 999 Cokelat di Sungai Velberg dan Kisah Tiga Natal yang merupakan cerpen pilihan, membawa kita pada renungan tentang esensi Natal yaitu Yesus Kristus. Selamat membaca. Semoga tiga cerpen ini tidak hanya menambah semarak Natal tahun ini, tapi juga semakin membuatnya berarti. Have a very meaningful Christmas!


999 Coklat di Sungai Velberg oleh: Inge Ong

25 Desember 2050 Seperti natal tahun-tahun sebelumnya, permukaan sungai Velberg di kota Brookhill kembali membeku di musim dingin ini. Satu-satunya hal yang membuatnya berbeda adalah puluhan botol di permukaan sungai beku itu. Pengakuan warga yang menemukan atau melihat botol-botol berisi coklat koin di sungai telah menggegerkan warga hari-hari itu. 24 Desember 2026 Saat itu, Nicole masih berumur 6 tahun. Nicole dan teman-teman panti asuhannya sedang berkemah di tepi sungai Velberg dalam acara perayaan malam natal. Selayaknya anak panti asuhan yang biasa hidup sederhana, tidak ada yang istimewa dalam doa singkat Nicole di malam natal itu. Gadis kecil itu hanya berdoa agar kaus kaki natalnya penuh dengan coklat. Pagi-pagi benar dia terbangun dan mendapati bahwa kaus kaki natalnya masih kosong. Tidak ada satupun coklat yang ada di situ. Sambil bersedih, Nicole memalingkan wajah dan mengarahkan pandangan ke sungai. Dia melihat sebuah benda berkilau di tepi sungai. Rasa penasaran yang kuat membuatnya mendekat dan meraihnya. Ternyata benda itu adalah sebuah botol, lebih tepatnya sebotol penuh coklat koin. Nicole sangat senang dan berterima kasih pada Tuhan atas kado natalnya itu.


Sehari satu, coklat-coklat koin itu akhirnya dia habiskan sendiri dalam waktu beberapa bulan. Tertinggal hanya secarik memo kecil di bagian dasar botol itu. Membacanya sekilas tidak membuat gadis kecil itu cukup paham dengan isi memo tersebut, sehingga memo kecil dalam botol itu hanya dia selipkan di halaman paling belakang Alkitabnya. 24 Desember 2035 Waktu berlalu begitu saja hingga kini Nicole telah berusia 15 tahun. Saat itu, dia mengisi malam natalnya dengan menangis di kamar. Dia sangat terpukul hari-hari itu karena dua hari sebelumnya Pastor John, Pendeta di panti asuhannya memberi tahu identitasnya yang sebenarnya. "Dulu, Pastor Dave adalah gembala di panti asuhan ini. Dia menghilang begitu saja sejak kasus perselingkuhannya diketahui jemaat, dan bayinya ditinggalkan di panti asuhan ini. Dan... bayi itu... bayi itu adalah kau, Nicole", kata Pastor John dengan terbata-bata. Pastor John kembali melanjutkan pembicaraannya, "Seminggu yang

lalu, saya menerima kabar bahwa Pastor Dave dan wanita itu telah meninggal pada awal tahun ini karena overdosis.� "Bayi itu saya? Mengapa harus saya?" Nicole berteriak dalam hatinya. Teriak kemarahan pada Tuhan karena dia merasa bahwa semuanya itu tidak adil untuknya. Tak terbendung lagi, Nicole membanting Alkitabnya ke lantai. Sambil terisak-isak, pandangannya mendadak beralih ke secarik memo kecil yang tak sengaja melompat keluar ketika dia membanting Alkitab itu.

“

Seberat apapun hidupmu, seburuk apapun masa lalumu, sejelek apapun engkau, sepahit apapun hatimu, TUHAN MENCINTAIMU.

�


24 Desember 2050 "Isinya sangat singkat, tapi saya tahu bahwa Tuhan memulihkan hidup saya melalui memo kecil itu." Siapapun kau yang menerima sebotol coklat koin ini, entah kau menghabiskannya sendiri, atau kau bagikan pada orang lain. Entah kau menginginkannya atau tidak, entah kau menyukainya atau tidak, aku ingin mengatakan ini kepadamu. TUHAN YESUS KRISTUS MENGASIHIMU dengan cinta yang sangat manis, melebihi manisnya coklat koin itu. Seberat apapun hidupmu, seburuk apapun masa lalumu, sejelek apapun engkau, sepahit apapun hatimu, TUHAN MENCINTAIMU.

Deuteronomy 32:10. In a desert land he found him, in a barren and howling waste. He shielded him and cared for him; he guarded him as the apple of his eye, Di luar sana, ada banyak orang yang kedinginan dan membutuhkan CINTA itu, maka bagikanlah... Tuhan menyertaimu. "Saya rasa, anda sekalian cukup mengenal siapa saya yang sekarang. Saya bukan lagi gadis kecil yang hancur dan terpuruk dalam kepahitan. Saya sangat bahagia hidup dalam kehangatan cinta. Cinta Tuhan, suami saya, kedua anak saya, orang-orang di sekeliling saya, dan kehangatan cinta botol-botol itu.


"Saya yakin, puluhan botol-botol yang mengejutkan anda sekalian akhir-akhir ini, bukanlah ulah saya sendiri. Desember tahun ini, saya hanya menghanyutkan satu botol kecil. Saya yakin ada banyak orang yang telah dipulihkan saat menerima botol dan memakan coklat koin itu, sehingga mereka juga melakukan hal yang sama." Begitulah sepenggal kesaksian seorang Nicole Velasquez pagi itu, seorang wanita muda pemilik Noel laboratory yang juga aktif dalam pelayanan morning worship di Gerejanya. Tidak ada yang mengira bahwa dialah salah satu orang yang akhirnya memberi jawaban. Suatu jawaban. Jawaban dari kejadian aneh yang melanda sungai Velberg. Sekaligus jawaban untuk kota Brookfield yang membutuhkan lawatan dan pemulihan Tuhan.

Karena tanpa-Mu aku ini hanya rongsokan... Aku hanya sebuah botol bekas... Isilah aku dengan coklat-Mu yang manis... Penuhkanku hingga cinta-Mu tercurah keluar... Supaya setiap orang yang pahit menerima kemanisan cinta-Mu... Supaya kehadiran-Mu bukan hanya untukku seorang... Supaya banyak orang di bumi menerima Noel itu...


Kisah Tiga Natal oleh: Krisandryka Natal. The most celebrated Christian event in the world. Momen ini pastinya memiliki arti berbeda bagi setiap orang: drama Maria dan Yusuf di sekolah minggu, liburan akhir tahun yang cukup panjang, sale besar-besaran di pusat-pusat perbelanjaan, musim hujan, momen menyusun resolusi untuk tahun baru yang sudah di depan mata. Bagiku, Natal juga memiliki arti tersendiri. Sebagai orang Kristen, Natal mengingatkanku pada kelahiran Yesus Kristus, tentu saja. Namun selain itu, Natal mengingatkanku pada hal yang lain. Aku teringat kamu, aku, dan Natal-Natal yang kita lalui bersama. *** Natal Pertama “Lan, kenapa lo dan Yosa nggak pacaran aja?” Pertanyaan yang hanya dijawab Lana dengan senyuman getir. Ia tahu persis alasannya: Yosa sudah punya pacar. Meskipun pacarnya bukan sesama orang Kristen. “Lan, kenapa melamun?” Lana tersenyum – hal yang tidak bisa berhenti ia lakukan sejak kebaktian usai. She really enjoyed being with him. “Nggak, nggak apa-apa.”


Hari itu, sahabat-sahabatnya sedang pelayanan sehingga tidak ada yang bisa menemani Lana duduk sepanjang kebaktian. Lana tidak mau menghadiri keriaan Natal seorang diri dan dicap aneh oleh orang-orang, jadi pada detik-detik terakhir ia memutuskan untuk mengajak Yosa. Ini pertama kalinya mereka bertemu langsung, hanya berdua. Meskipun jumlah pertemuan langsung mereka bisa dihitung dengan satu jari, Lana merasa ia sudah amat mengenal Yosa. Ibadah bersama itu berlanjut dengan makan malam. Sepanjang makan malam mereka, Lana tidak dapat berhenti memikirkan perasaan Aisha, pacar Yosa. I shouldn’t do this with someone who’s already taken, batinnya. Namun Yosa dan Aisha berbeda keyakinan… Bagaimana pun juga, mereka tidak akan pernah bersatu, kan? Malam itu, Yosa mengakhiri pertemuan mereka dengan sebuah ciuman. How could that feel so wrong, but at the same time, feel so right? Natal Kedua “Happy first anniversary.” “Dan selamat Natal,” balas Lana, sambil menyerahkan sebuah kotak hadiah. Yosa langsung membukanya – ternyata isinya sebotol madu. Melihat raut mukanya yang dipenuhi tanda

tanya, Lana menjelaskan, “Katanya, madu murni itu satu-satunya makanan yang nggak pernah kadaluarsa. So I give you this bottle of honey, hoping that our relationship, too, will not have an expired date.” Rasanya seperti keajaiban – bisa pacaran dengan Yosa sampai satu tahun lamanya, padahal Yosa sebelumnya terkenal playboy. Karena itu, Lana merasa dirinya berbeda dengan Aisha dan semua wanita di masa lalu Yosa. Pacaran dengan Yosa penuh naik-turun – rasanya seperti berarung jeram. Mereka sering bertengkar – biasanya karena sikap Yosa yang over protektif – namun setiap pertengkaran selalu diakhiri dengan berbaikan. And Yosa always managed to convince her that he behaved that way because he loved her so much. Ia memang tidak sebebas dulu lagi, tapi setiap hubungan pasti membutuhkan pengorbanan, kan? Ia mungkin nyaris tidak pernah menghabiskan quality time dengan teman-temannya, dan ia tidak bisa berpakaian sesukanya karena harus meminta pendapat pacarnya terlebih dahulu, namun sebagai gantinya, ia memiliki Yosa. Lana berpikir, he was worth it. Yang penting ia dan Yosa tetap bersama. Itu sudah cukup bagi Lana.


there was Someone who was – and still is – truly deeply in love with me, but I did betray Him.

I hurt my own Creator. Natal Ketiga Their second anniversary never happened. Dua minggu sebelum acara Natal, mereka bertengkar hebat karena Lana pergi melayat ayah teman SMA-nya yang meninggal tanpa mengabari Yosa. Dan setelah berbaikan, Yosa tetap bersikap dingin padanya. Dan setelah Lana pikir-pikir lagi, memang selama beberapa bulan terakhir sikap Yosa tidak sehangat waktu mereka baru pacaran dulu. Namun apakah putus adalah jalan keluarnya? Tidakkah itu seperti lari dari masalah? Dua hari sebelum acara Natal, Lana terduduk di kamarnya. Sudah berhari-hari tidak ada kabar dari

Yosa. Dan hari itu, ketika chat-nya akhirnya dibalas, jantung Lana seolah berhenti berdetak. Namun ia sudah terlalu lelah untuk memohon satu kesempatan lagi, seperti yang biasa ia lakukan. Maaf, aku rasa kita nggak bisa melanjutkan hubungan ini lagi... Satu hari sebelum acara Natal, air mata Lana tidak bisa berhenti mengalir. Sahabatnya – yang sudah lama diacuhkannya karena sibuk pacaran – baru saja mengirimkan sebuah foto. Foto Yosa berdua dengan wanita lain... dan Lana tahu apa artinya itu. Bagi Yosa, Lana sama saja dengan Aisha... dan semua wanita di masa lalunya.


Satu jam sebelum acara Natal, Lana bercermin. Matanya bengkak karena kebanyakan menangis dan kurang tidur, namun ia sudah berpakaian rapi dan siap untuk menghadiri kebaktian Natal. Sahabat-sahabatnya pelayanan, sehingga tidak bisa menemaninya duduk sepanjang kebaktian. Namun tahun ini, Lana tidak peduli. *** Kamu, aku, dan tiga Natal yang kita lalui bersama. Jujur, sampai saat ini aku tidak tahu – dan tidak berniat untuk mencari tahu tentang kamu, Yos. Namun setiap Natal tiba, aku selalu mengingatmu. “Lan, kenapa melamun?” Aku tersenyum – hal yang tidak bisa berhenti kulakukan sejak kebaktian usai. I really enjoy being with him. “Nggak, nggak apa-apa. Yuk, kita pulang.” Kugandeng tangan suamiku. Sudah banyak Natal berlalu sejak Natal ketika kamu pergi. Natal yang akan

selalu kuingat sepanjang hidupku. I was truly deeply in love with you, Yos, but you betrayed me. Sakitnya dikhianati seseorang yang paling kita cintai itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Tapi Natal itu, aku sadar, there was Someone who was – and still is – truly deeply in love with me, but I did betray Him. I hurt my own Creator. Dulu, kupikir kamu adalah hadiah Natal terindah yang Tuhan berikan, sampai-sampai karena terlalu sibuk denganmu, aku melupakan Sang Pemberi. Namun, ternyata aku salah. Kepergianmulah yang menjadi hadiah Natal yang terindah. Mengapa? Karena dengan kepergianmu, aku menemukan Hadiah Terindah yang pernah diberikan sepanjang sejarah umat manusia: Sang Pemberi itu sendiri.


18 oleh: Amelia Felisha

Sampah. Sampah. Sampah. Perayaan, perubahan, kelahiran, renaisans. Merah, hijau, abu – abu. Semuanya. Mesias, Natal, Santa. Semua ini adalah kebohongan semata. Semua kekacauan ini hanyalah sampah. Gereja-gereja sibuk mengundang hamba-Nya. Persekutuan remaja sibuk menghiasi rumah-Nya. Menghiasinya dengan cemara, kata-kata berlapis emas, dan kebohongan. Ah, malam apa ini? Malam kudus. The Holy Night. Malam kudus yang sunyi dan senyap. Malam Natal. Pernahkah engkau bertanya, mengapa malam itu malam yang sunyi dan senyap? Ha. Tahukah kau mengapa? Setelah puji-pujian dan perjamuan, kembalilah semua orang ke istana mereka. Anak-anak sibuk menggantungkan kaus kaki. Orang-orang dewasa akan terlelap karena kelelahan dunia. Anak-anak akan berdoa dalam diam, dalam hatinya. Diam-diam melakukan tawar-menawar dengan Tuhan.


“Bapa, aku sudah menjadi anak yang baik tahun ini. Bisakah aku mendapatkan apa yang aku inginkan Natal ini?� Tawaran yang sama, persis sama dengan apa yang aku minta kepada Dia selama enam belas tahun terakhir ini. Enam belas tahun, aku hidup dalam semua kebohongan dari doa pada malam Natal itu. Bapa tak pernah mengabulkan satu pun doa malam Natalku itu. 24 Desember 2002, malam Natal pertamaku. Bagiku yang belum pernah memeluk boneka teddy dalam tidurku, aku menginginkan itu untuk Natalku. Natal pertamaku. Hanya seorang gadis kecil yang berumur lima tahun, yang rindu merasakan keajaiban Natal. Tahukah apa yang kutemukan paginya? Sebuah mobil remote control.

Saat aku berumur sepuluh, saat aku menginginkan sepatu berlampu, tapi yang aku dapat hanyalah sebuah buku sketsa kecil, dengan catatan kecil yang mengatakan aku harus mengembangkan diriku. Saat aku berumur empat belas, saat aku menginginkan meja rias, tapi yang aku dapat hanyalah satu set alat-alat tulis, dengan catatan kecil yang mengatakan aku harus banyak menulis. Saat aku berumur enam belas, saat aku menginginkan peralatan make-up, tapi yang aku dapat hanyalah kacamata baca, dengan catatan kecil yang mengatakan aku kurang membaca. Saat aku berumur tujuh belas, aku berhenti berharap pada Dia. Aku hanya menerima pasrah semua bingkisan itu.

aku hidup dalam semua kebohongan dari doa


Bapa, aku sudah menjadi anak yang baik tahun ini. Bisakah aku mendapatkan apa yang aku butuhkan Natal ini? Natal? Terlalu kekanak-kanakan untukku. Natal hanyalah kekacauan yang disalahkan menjadi perayaan dan akan tetap menjadi seperti itu. Begitu, begitu dan begitu seterusnya. Sekarang genap delapan belas umurku, dan perlahan-lahan aku sudah bukan lagi anak-anak yang setiap malam Natal akan sibuk melakukan tawar-menawar dengan-Nya. Aku sudah menjadi bagian dari orang-orang dewasa yang terlelap karna kelelahan dunia. Waktu berlari dan berlari. Natal tiba lagi. Tepat hari ini. Malam Natal. Bapa, aku sudah menjadi anak yang baik tahun ini. Bisakah aku mendapatkan apa yang aku butuhkan Natal ini?

Ha. Apa yang aku pikirkan. Kupandangi cemara yang berkilau di rumahku itu. Tak lupa kubus dan balok yang terbungkus rapi di bawah naungannya. Satu balok menangkap mataku. Ia berbungkus hitam pekat dengan tali emas yang mengikatnya, kubaca catatan kecil yang terikat. Untukku? Kulepas tali itu dan kutemukan Alkitab didalamnya. Sudah kuduga. Aku tidak sedang membutuhkan Alkitab. Aku membutuhkan sesuatu, sesuatu untuk mengisi kekosongan hatiku. Pandanganku teralihkan. Catatan apa yang aku dapat tahun ini? Dibanding mendapatkan catatan, kutemukan pesan-pesan-Nya.


“Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena TUHAN memberi ajaran kepada orang yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi� Amsal 3:11-12

Dan seketika air mata yang aku tampung, terbocorkan oleh kemuliaan-Nya. Aku sadar. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu. Aku sadar. Aku sadar bahwa selama ini yang aku inginkan—tidak yang aku butuhkan untuk kado Natalku, hanyalah Yesus Kristus. Dan aku sadar, kado seperti ini tidak bisa diberikan oleh Santa. Aku mungkin akan menjadi Santa bagi diriku sendiri dan mencari kado ini. Karena kado ini tak perlu diberi. Hanya perlu disadari. Aku harus segera menyadari kado ini. Ya, karena selama delapan belas tahun ini kado itu sudah ada untukku. Menungguku untuk membukanya. Aku harus segera membuka kado ini. Ya, karena selama delapan belas tahun, kado itu sudah terletak di bawah pohon Natal dalam hatiku. Dan di umurku yang kedelapan belas ini. Aku benar-benar mendapatkan keajaiban malam Natal itu.***


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.