1.1 Latar Belakang
Setiap kota di dunia memiliki karakter ruang-ruang kota yang berbeda. Pola aktivitas manusia turut membentuk karakter ruang kota yang mereka tinggali–bentuk dan pola kota, tatanan elemen fisiknya, serta makna kota. Aturan bangunan, cara manusia bersosialisasi memberikan dampak perubahan spasial ruang-ruang kota. Sebaliknya, karakter ruang kota juga mempengaruhi bagaimana pola aktivitas manusia yang mendiaminya. Sebagai contoh, pedagang cenderung memilih lokasi yang cocok untuk menjangkau pelanggannya, penduduk memilih lokasi rumah yang strategis dekat tengah kota, ataupun kriminalitas tinggi di jalur pejalan kaki kawasan perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tata ruang dan aktivitas manusia.
Hillier (1996) dalam Yamu, et. al., (2021) mengatakan bahwa tata ruang memiliki hukumnya sendiri. Pemahaman terhadap letak dan hubungan aspek-aspek fisik dapat memberikan pengetahuan terhadap tingkat keterhubungan ruang-ruang kota yang ada–terkoneksi, terintegrasi, ataupun tersegregasi satu sama lain. Mempelajari hukum dan keterikatan aspek sosial dan spasial memberikan pengetahuan terhadap bagaimana peran tata bangunan dalam menciptakan kontak dan penginderaan bagi manusia.
Kota Malang memiliki karakter ruang yang berbeda-beda tiap kecamatannya, salah satunya adalah Kecamatan Lowokwaru. Kecamatan Lowokwaru berkembang dengan salah satu alasannya yaitu karena sarana-sarana pendidikan tinggi; masuknya arus mahasiswa di sarana-sarana pendidikan tinggi menyebabkan berkembangnya permukiman, yakni akibat kebutuhan akomodasi yang meningkat (tempat tinggal, perdagangan/jasa, rekreasi, dan lain-lain). Berkembangnya permukiman berarti perkembangan tata ruang dan pola aktivitas masyarakat Lowokwaru, maupun masyarakat Kota Malang. Perkembangan tata ruang juga mempengaruhi bagaimana pembentukan kesan citra kawasan kota. Citra kawasan memberikan makna terhadap ciri khas wajah kota, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi persepsi dan interaksi sosial masyarakat di ruang-ruang kota. Kajian melalui analisis space syntax dapat membantu kita dalam memahami bagaimana susunan ruang mempengaruhi pola persebaran dan karakteristik aktivitas masyarakat di Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Analisis space syntax terhadap komponen analisis “konektivitas” dan “integritas” (connectivity dan integrity) dapat
BAB 1 PENDAHULUAN
menggambarkan daerah-daerah mana saja yang memiliki “kejelasan” (intelligibility) ruang yang baik, yaitu melalui korelasi antarkedua komponen analisis. “Kejelasan” dalam konteks analisis space syntax memberi pengetahuan terhadap ruang-ruang mana saja yang memiliki logika keruangan yang mudah dipahami oleh manusia. “kejelasan” suatu ruang memiliki arti semudah apa ruang tersebut mudah dikenali dalam suatu ruang urban dengan skala lebih luas. Hasil analisis space syntax juga dapat dikomparasikan dengan aspek interaksi sosial dan citra kawasan pada dunia nyata. Melalui perbandingan tersebut dapat diketahui implikasi susunan ruang Kecamatan Lowokwaru dan hubungannya dengan keadaan eksistingnya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah:
a. Mengetahui bagaimana konektivitas (connectivity), kesatuan (integration), dan kejelasan (inteligibility) ruang-ruang binaan yang ada di Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
b. Mengkomparasikan antara aspek interaksi sosial yang terjadi di Kecamatan Lowokwaru dengan hasil analisis space syntax.
c. Mengkomparasikan antara aspek citra kawasan Kecamatan Lowokwaru dengan hasil analisis space syntax.
KAJIAN PUSTAKA
2.1 SpaceSyntax
Teori Space Syntax ditemukan oleh Bill Hillier pada tahun 1970an. Hillier menemukan sebuah pemahaman terhadap lingkungan binaan melalui sebuah operasi analisis hubungan spasial antar ruang binaan. Pemahaman ini juga memungkinkan analisis terhadap hubungan antara ruang binaan dengan aspek sosial. Berbeda dengan analisis keruangan yang lain, analisis space syntax memadukan antara faktor yang tangible (kasat mata: pergerakan dan guna lahan) dengan faktor intangible (tak kasat mata: kognisi dan perilaku manusia).
Analisis space syntax dibangun berdasarkan “graph theory” dari ilmu matematika diskrit untuk menghitung hubungan konfiguratif ruang dengan jalan dalam kesatuan lingkungan binaan. Space syntax dipahami sejak awal memungkinkan pemahaman terhadap organisasi sosial dari suatu permukiman melalui pengaturan spasial. Hillier menyimpulkan pentingnya susunan ruang, sebagaimana yang ia katakan: “sistem tata ruang perkotaan merupakan sumber dari hal-hal lainnya”. Oleh karena itu, susunan bangunan-bangunan yang diiringi oleh sistem jaringan jalan memainkan peran dalam hubungan sosial dan dalam aspek sosio-ekonomi masyarakat.
Berkaitan dengan ke-presisi-an pada elemen-elemen spasial, Hillier memisahkan atribut ekstrinsik dan intrinsik dari ruang. Elemen intrinsik berhubungan dengan shape, form, tekstur, material, dan pola dari ruang; yang mana ekemen ini mudah untuk dinilai (deskripsi) karena mudah untuk diamati. Sebaliknya, elemen ekstrinsik berorientasi pada hubungan antar ruang yang tak kasat mata. Space syntax cenderung berkonsentrasi pada aspek hubungan antar ruang dengan mempertimbangkan perubahan arah dan perbedaan derajat kemiringan ruang-ruang yang berada pada sautu sistem spasial.
Metode space syntax bekerja melalui beberapa elemen mendasar: convex space, isovist fields, dan axial map. Axial map merupakan salah satu elemen yang relatif lebih sederhana daripada kedua elemen lainnya, dan yang dianggap memiliki banyak kegunaan. Axial map menunjukkan panjang dari jalan (axial line) sebagai simpul jaringan jalan yang terhubung dengan jaringan jalan lain yang melewatinya. Axial map menyelesaikan keterbatasan model transportasi konvensional; di mana sistem jaringan jalan dilihat sebagai jaringan simpul pada persimpangan-persimpangan jalan yang terhubung dengan segmensegmen jalan di antara persimpangan jalan tersebut.
BAB 2
Gambar 2. 1 Elemen dasar analsiis space syntax Gambar 2. 2 Penerapan Analisis Space Syntax Axial Map
2.1.1 Connectivity (Konektivitas)
Analisis terhadap atribut connectivity merupakan pengukuran terhadap semua perhubungan langsung suatu jalan dengan jalan lain yang ada di sekitarnya. Jalan yang memiliki banyak perhubungan dengan jalan sekitarnya memiliki nilai konektivitas yang baik, dan berlaku sebaliknya. Visualisasi nilai konektivitas jalan biasanya ditunjukkan melalui interval warna merah tua ke biru tua pada garis peta; di mana warna merah tua menunjukkan konektivitas tinggi dan warna biru tua untuk konektivitas rendah. Biasanya, jalan dengan konektivitas tinggi merupakan jalan-jalan yang ada di tengah kota.
Gambar 2. 3 Penerapan analisis connectivity di Kota Mannheim, Jerman 2.1.2 Integration (Kesatuan)
Metode pengukuran ini melihat “to-movement” dan memperkirakan derajat aksesibilitas jalan terhadap jalan lain dalam sistem urban yang utuh. Pengukuran atribut integration juga melihat total perubahan arah (belokan) jalan. Atribut ini sangat berhubungan dengan atribut connectivity; semakin sedikit perubahan arah jalan tertentu terhadap jalan lain di sistem urban yang sama, maka semakin tinggi integration-nya. Jika dijelaskan secara ringkas, semakin penjang axial line maka semakin tinggi konektivitasnya terhadap line lainnya dan semakin tinggi juga integration-nya–berlaku sebaliknya. Visualisasi nilai kesatuan jalan biasanya ditunjukkan melalui interval warna merah tua ke biru tua pada garis peta; di mana warna merah tua menunjukkan konektivitas tinggi dan warna biru tua untuk konektivitas rendah.
Gambar 2. 4 Penerapan analisis integration di Kota Berlin, Jerman 2.1.3 Intelligibility (Kejelasan)
Atribut ini dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasi antara connectivity dengan integration Intelligibility mengindikasikan seberapa dapat dipahaminya suatu urban sistem. Semakin besar nilai koefisien korelasi (R 2) mendekati nilai 1,0 maka tingkat intelligibility semakin tinggi–berlaku sebaliknya.
PEMBAHASAN
3.1 Karakter Morfologis Spasial Kecamatan Lowokwaru
Secara umum, pola jaringan jalan di Kecamatan Lowokwaru terdiri dari tiga karakter; karakter/pola linear, grid, dan asimetris. Pola jalan yang berada di tengah-tengah Kecamatan memiliki pola jalan linear (bentuk memanjang). Jalan berpola linear memiliki jarak yang relatif panjang dengan arah belokan yang minimal. Jalan ini terlihat sebagai jaringan jalan yang menjadi penghubung antar jalan-jalan lokal/permukiman yang ada, sehingga memiliki banyak koneksi dengan jalan-jalan lokal tersebut. Jalan lokal/permukiman cenderung membentuk pola grid, namun pola grid-nya tidak seragam (ukuran dan pola grid berbeda). Jalan-jalan pola ini bersimpangan dengan jalan berpola linear. Sebagian jalan lokal/permukiman berbentuk asimetris (membentuk pola jalan yang tidak beraturan). Keasimetris-an pola ini dapat terbentuk karena adanya “pembatas-pembatas" seperti sungai dan lahan-lahan sarana berukuran besar (seperti pendidikan tinggi dan pemakaman), maupun karena perkembangan permukiman yang alami. Di sisi lain, dari segi pola lahan, Kecamatan Lowokwaru masih memiliki lahan-lahan tak terbangun berupa sawah. Lahan tak terbangun relatif banyak tersebar di sekitar daerah perumahan sebelah barat dan utara Kecamatan.
BAB III
Gambar 3. 1 Sampel karakter pola jalan Kecamatan Lowokwaru
Analisis ini dilakukan menggunakan aplikasi Depthmap yang dirilis oleh Barlett School, University College London. Analisis diawali dengan membuat axial line pada jaringan jalan di Kecamatan Lowokwaru. Setelah itu di-convert menjadi axial map dan dilanjutkan dengan analisis connectivity, integration, serta melihat hasil nilai koefisien korelasi keduanya untuk nilai atribut intelligibility
Gambar 3. 2 Karakter lahan terbangun Keamatan Lowokwaru
3.2 Analisis Space Syntax: Connectivity (Konektivitas), Integration (Kesatuan), dan Intelligibility (Kejelasan) Ruang Kecamatan Lowokwaru
Gambar 3. 3 Hasil analisis Space Syntax: Connectivity Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang
Berdasarkan hasil analisis connectivity, diketahui bahwa jalan-jalan dengan tingkat konektivitas tinggi (garis merah) cenderung memiliki garis yang panjang dan terletak di tengah kecamatan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jalan yang terhubung dengan jalanjalan tersebut. Jalan dengan konektivitas sedang (garis kuning) cenderung berada di dekat jalan berkonektivitas tinggi, di mana tipologi jalan ini serupa dengan tipologi jalan komplek (jalan lokal/permukiman). Sedangkan jalan dengan nilai konektivitas rendah berada di bagian “pinggiran” kecamatan dan memiliki sedikit jumlah jalan yang terhubung di sekitarnya.
Gambar 3. 4 Hasil analisis Space Syntax: Integration Kecamatan Lowokwaru
Berdasarkan hasil analisis integration, daerah yang memiliki kesatuan paling baik di Kecamatan Lowokwaru cenderung berada di sebelah tengah, berbeda dengan daerah integrasi rendah berada di sebelah utara dan barat kecamatan. Tinggi-rendahnya nilai integration diukur melalui seberapa banyak belokan suatu jalan ke semua jalan lainnya dalam sistem urban Kecamatan Lowokwaru. Terlihat bahwa jalan-jalan dengan nilai integration rendah cenderung berada jauh dari pusat Kecamatan. Integration berhubungan dengan persebaran lahan tak terbangun (dalam hal ini sebagian besar berupa sawah). Persebaran lahan tak terbangun di Kecamatan Lowokwaru berada di sekitar kawasan perumahan dan “memperjauh” jarak kawasan perumahan tersebut ke daerah bagian tengah Kecamatan. Hal ini berimplikasi pada semakin banyaknya perubahan arah belokan
jalan ke jalan lainnya, ditambah dengan daerahnya yang sudah berada di pinggiran Kecamatan.
Gambar 3. 5 Hasil Scatterplot korelasi antara atirbut connectivity dan integration
Nilai koefisien korelasi (R2) dari connectivity dan integration menunjukkan tingkat intelligibility pada teori space syntax. Diketahui bahwa nilai R2 Kecamatan Lowokwaru adalah 0,0240379 (<0,5). Dapat disimpulkan bahwa tingkat kejelasan sistem urban Kecamatan Lowokwaru tidak baik menurut teori space syntax.
Bibliography
Hillier, B. (1996). Space is the machine: A configurational theory of architecture. Cambridge: Cambridge University Press.
Yamu, C., Nes, A., & Garau, C. (2021). Bill Hillier’s Legacy: Space Syntax—A Synopsis of Basic Concepts, Measures, and Empirical Application. Sustainability, 1-25.