Big Dreams, Big Hopes

Page 1


Kumpulan Memoar Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

ii


UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

iii


Komunitas Mahasiswa Berprestasi UGM

Kumpulan Memoar Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

iv


Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail: deepublish@ymail.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT) KOMUNITAS Mahasiswa Berprestasi UGM Big Dreams, Big Hopes: Kumpulan Memoar Mahasiswa Universitas Gadjah Mada /oleh Komunitas Mahasiswa Berprestasi UGM.--Ed.1, Cet. 1-Yogyakarta: Deepublish, April 2016. xii, 211 hlm.; Uk:14x20 cm ISBN 978-602-401-316-5 1. Kumpulan Memori

I. Judul

153.12

Hak Cipta 2016, Pada Penulis Desain cover Penata letak

: Bintang Satria Gautama (CDO Circustudio) : Invalindiant Candrawinata, S.S.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Copyright Š 2016 by Deepublish Publisher All Right Reserved Isi di luar tanggung jawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

v


KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Semoga keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan dilimpahkan kepada kita semua. Pengalaman merupakan guru terbaik dalam hidup kita. Kisah sukses seseorang tidak akan lepas dari pengalaman jatuh dan kegigihan untuk bangun. Dari peristiwa jatuh bangun itulah muncul kisah-kisah inspiratif yang

mampu

membangkitkan

semangat

dan

dapat

dibagikan kepada sesama. Buku “Big Dreams, Big Hopes: Kumpulan Memoar Mahasiswa Universitas Gadjah Mada� merupakan salah satu alat penebar inspirasi yang ditulis oleh 29 mahasiswa berprestasi Universitas Gadjah Mada. Suatu hal yang membanggakan bagi saya membaca kisah generasi muda yang penuh perjuangan, terlebih lagi karena generasi muda ini mau membagi pengalaman mereka lewat buku ini. Harumnya nama UGM tentu tidak lepas dari prestasi yang ditorehkan mahasiswa baik di kancah nasional maupun internasional. Buku ini mengisahkan perjalanan mereka selama menjadi mahasiswa. Dengan latar belakang berbeda-beda mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengukir prestasi.

vi


Membaca buku ini seakan mengajak kita untuk bercermin melihat kegagalan-kegagalan sebagai pijakan untuk bangkit dan berdiri dengan lebih tegap. Tentu saja kisah mereka beragam, tetapi kegigihan mengejar mimpi dan cita-cita menjadi benang merah pemersatu tulisan mahasiswa-mahasiswa

ini.

Sebagai

penebar

inspirasi

semoga buku ini dapat menjadi pemicu mahasiswa UGM dan generasi muda Indonesia lainnya untuk terus berkarya dan berprestasi. Semoga hadirnya buku ini juga bisa ikut mendorong upaya UGM untuk menghasilkan lulusan yang memiliki semangat

socio-entrepeneur,

berprestasi,

kritis,

dan

mengakar pada nilai budaya Indonesia. Selamat atas terbitnya buku ini dan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat di dalamnya. Saya yakin, buku ini memberi manfaat yang besar tidak hanya bagi UGM tetapi juga masyarakat luas. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 April 2016 Rektor Universitas Gadjah Mada

Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D.

vii


SINOPSIS Hingga kini, definisi mahasiswa di perguruan tinggi dimaknai dengan sebuah fase pembelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik khususnya di bidang keilmuan. Tidak jarang jika IPK tinggi dan lulus tepat waktu menjadi gambaran akan sosok mahasiswa yang ideal. Namun, kami memiliki gagasan bahwa menjadi mahasiswa bukan merupakan persoalan yang sesederhana itu. Terdapat berbagai tantangan dibalik status mahasiswa yang tidak lepas dari dimensi keilmuan, penelitian, dan pengabdian, yang notabene harus memberikan manfaat bagi kemajuan Indonesia. Dalam buku ini terdapat 29 cerita mahasiswa mewakili hampir seluruh fakultas di Universitas Gadjah Mada termasuk sekolah vokasi yang akan bercerita mengenai setiap pengalaman mereka. Dari berbagai latar belakang mahasiswa berprestasi Universitas Gadjah Mada berikut, mereka terbukti dapat melalui berbagai cobaan dan tantangan. Mereka juga dapat menjadi figur dan contoh nyata suatu perjuangan saat menjadi mahasiswa. Karena masa perkuliahan telah diimbangi dengan langkahlangkah yang menjadikan mereka pribadi mandiri dan mampu

menjalin

relasi

yang

luas

hingga

dunia

internasional. Candu prestasi menjadikan mereka selalu ingin berkontribusi bagi almamater tercinta. viii


Bunga rampai kisah telah ditulis dan disusun agar mampu memberi inspirasi pada sesama. Pengalaman organisasi, pengembangan public speaking, pengembangan teknologi,

berkarya

melalui

seni,

ketekunan

bidang

penelitian dan bidang penulisan, hingga aktivis tingkat dunia juga disajikan pada buku ini. Demikianlah kami memaparkan

perjuangan

malam

yang

panjang

dan

diwarnai dengan pahit serta manisnya langkah kami. Dengan buku inilah kami sebarkan semangat juang sebagai mahasiswa. Kami hanya bagian kecil dari banyak mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang merajut masamasa di bangku perkuliahan dengan mimpi, perjuangan, dan harapan. Kami yakin Anda adalah salah seorang yang memiliki semangat dan kisah yang mampu menginspirasi dan berkontribusi bagi kemajuan Indonesia. Teruslah berjuang,

tetaplah

mengabdi,

dan

jadilah

generasi

berprestasi! Yogyakarta, 24 Agustus 2015 Tim Buku Inspirasi – KOMMAPRES UGM

ix


DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................ vi SINOPSIS .............................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................ x Sekelumit Perjalanan Hidup Perantau Minang di Ngayogyakarto ....................................................................... 1 Oleh: Muhammad Rizki (Ilmu Hukum 2012) Pilihan untuk Berproses ....................................................... 8 Oleh: Immanuel Sanka (Biologi 2010) Berprestasi yang Terencana ................................................ 15 Oleh: Tri Cahyono (Sekolah Vokasi Manajemen 2013) Masa Depan Jantung Indonesia ......................................... 24 Oleh: Aditya Doni Pradana (Kedokteran Umum 2011) Tidak Ada Karya Besar, Komunikasi dan Aksi Menyuarakan Pertanian ...................................................... 29 Oleh: Siwi Manganti (Sosial Ekonomi Pertanian 2011) Kisah Perempuan dengan Pertanyaan dan Semangatnya ........................................................................ 35 Oleh: Sartika Intaning Pradhani (Ilmu Hukum 2010) Think Globally, Act Locally ................................................ 41 Oleh: Dyah Savitri Pritadrajati (Ilmu Ekonomi 2010) x


Bermimpi, Berkarya, dan Berbahagia................................ 47 Oleh: Regisda Machdy Fuadhy (Psikologi 2010) Di Antara Dua Jalan ............................................................ 57 Oleh: Rida Nurafiati (Akuntansi 2011) Kembangkan Kompetensi Diri dengan Gali Potensi ................................................................................... 65 Oleh: Dian Yuanita Wulandari (Kehutanan 2012) Prestasi Bukan Sekadar Pembuktian Pribadi................... 70 Oleh: Yuventia Tunda Reka Anggita (Psikologi 2011) Sebuah Catatan Perjalanan: Jangan Pernah Lupakan dari Mana Kamu Berasal .................................... 76 Oleh: Ricky Sudiarto Putra (Teknik Industri 2012) Mereka Bilang Aku Cacat ................................................... 85 Oleh: Mukhanif Yasin Yusuf (Sastra Indonesia 2011) Arsitektur: Dalam Perspektif, Upaya, dan CitaCita ......................................................................................... 92 Oleh: Nabila Afif (Teknik Arsitektur 2011) Chance Only Comes Once, Take it, Do it! ........................ 101 Oleh: Rizky Muhammad Ramadhan (Teknik Mesin 2011) Meraih Kesuksesan dengan Menulis .............................. 107 Oleh: Maulana Rizki Aditama (Geofisika 2010) Edelweiss di Tengah Peradaban ...................................... 113 Oleh: Mirna Aulia (Kedokteran Gigi 2012)

xi


Menapak Jejak Bantul - Seoul: Catatan Perjalanan Meraih Asa.......................................................................... 118 Oleh: Phisca Aditya Rosyady (Elektronika dan Instrumentasi 2010) “Sketsa� Mimpi Birrul ...................................................... 126 Oleh: Birrul Qodriyyah (Ilmu Keperawatan 2010) Panggilan Hati untuk Menulis......................................... 135 Oleh: Desiana Rizka Fimmastuti (Politik dan Pemerintahan 2010) Impian Sederhana: Mengokohkan Nama Gadjah Mada Di Bumi Nusantara ................................................. 143 Oleh: Intan Purwandani (Pariwisata 2011) Perjuangan Tiga Negara dan Seterusnya ........................ 150 Oleh: Mochammad Fahmi Habibi (Peternakan 2010) Mimpi Besar Berawal dari Langkah-Langkah Kecil ..... 155 Oleh: Restu Puji Arum (Ilmu Filsafat 2011) Mimpi Seorang Anak Broken Home yang Berhasil Sampai ke Eiffel Tower...................................................... 161 Oleh: Erwina Salsabila (Ilmu Hubungan Internasional 2010) Niat dan Rasa Syukur........................................................ 168 Oleh: Fajrun Wahidil Muharram (Kartografi dan Penginderaan Jauh 2010) Dan Kereta Masih Berjalan............................................... 175 Oleh: Asma Azizah (Bahasa Korea 2011)

xii


Semangat dari Sendai: Pengalaman Mengikuti Pertukaran Pelajar Satu Tahun ke Jepang ...................... 183 Oleh: Nur’aini Yuwanita Wakan (Akuntansi 2011) Dunia Maya Menjadi Nyata ............................................. 189 Oleh: Daniel Oscar Baskoro (Ilmu Komputer 2010) Nikmati Saja Perjuanganmu ............................................ 194 Oleh: Muhsin Al Anas (Peternakan 2010) BIOGRAFI SINGKAT PENULIS........................................ 200

xiii



Sekelumit Perjalanan Hidup Perantau Minang di Ngayogyakarto Oleh: Muhammad Rizki (Ilmu Hukum 2012)

Mentari pagi menyibak rerumputan tanah Yogyakarta, bumi di mana saya berkesempatan untuk mengepakkan sayap jauh lebih tinggi, di jenjang perguruan tinggi. Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tempat saya menimba ilmu, melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di tanah Yogyakarta ini. Kota ini terkenal akan budaya yang begitu kental, kota di mana batik berasal, atau sering disebut kota berhati nyaman. Terlebih, kota ini cukup dikagumi atas atmosfer pendidikan yang notabene membangkitkan gelora antusiasme saya untuk mempersiapkan barang bawaan saya dan siap merantau ke hiruk pikuk kota yang belum pernah saya jamah ini. Terhitung 3 (tiga) tahun sejak tahun 2012, saya berlabuh di kota ini. Jika saya merekam ulang jejak peristiwa saya jauh sebelum mengenakan almamater, terdapat banyak intrik suka dan duka yang telah dilalui. Semua berawal ketika saya memulai jenjang pendidikan di bangku SD Pertiwi 2 Kota Padang. Saya melewati indahnya masa taman kanak-kanak selama 2 (dua) 1


tahun dan belajar banyak mengenai kepribadian. Kehidupan di bangku sekolah dasar berjalan stagnan dan tidak ada prestasi yang cukup berarti selain hanya berkutat di peringkat 10 besar. Hidup saya penuh dengan suka dan tawa, juga orang tua yang sangat mendukung saya dan terlebih merupakan anak bungsu yang pastinya sangat dimanja. Akan tetapi, batu terjal dalam kapal saya mulai berguncang di saat kelas 4 SD. Saya harus menghadapi kenyataan hidup bahwa role model dalam hidup yaitu ayah saya, harus pergi meninggalkan kami semua. Hal tersebut juga terjadi di saat kakak pertama saya harus merantau untuk melanjutkan tingkat perguruan tinggi di ibukota dan kakak kedua saya yang akan menghadapi ujian tingkat akhir di bangku SMA. Ibu saya juga harus berjuang seorang diri melanjutkan estafet sebagai kepala keluarga. Dahulu, segala keinginan saya selalu dipenuhi oleh ayah saya. Masih terngiang dalam pikiran saya, setiap hari dijemput antar oleh ayah saya, menemani beliau untuk melakukan cuci darah sebagai terapi penyembuhan penyakit ginjal yang beliau derita bertahun-tahun, atau menemani beliau saat bekerja di salah satu pertokoan tekstil di Pasar Raya Kota yang disebut sebagai kota bengkuang ini. Setiap hari bersuka ria, tanpa ada beban dalam hidup, namun semuanya harus terhalang ketika ayah saya tersebut dipanggil Yang Maha Kuasa. Walau tak dapat dipungkiri, ini mungkin menjadi faktor kenakalan saya hingga jenjang bangku SMA, walaupun saya mendapatkan nilai Ujian Nasional yang tinggi di bangku SD dan SMP yang notabene membuat saya diterima di SMP dan SMA favorit di kota Padang yaitu di SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Kota Padang, prestasi saya 2


biasa-biasa saja. Bahkan, tak pernah mendapatkan peringkat sepuluh besar selayaknya di bangku SD dahulu. Faktor kehilangan Ayah cukup keras mendidik saya. Beliau tak segan mengeluarkan ikat pinggangnya jika saya meninggalkan shalat 5 (lima) waktu atau membangkang apabila tidak menuruti nasihat orang tua. Hal ini juga yang menjadikan saya seorang pemalas. Bahkan, Ibu saya pun pernah dipanggil oleh Guru karena saya sering membolos dari sekolah. Sekolah hanya menjadi tempat yang membosankan bagi saya. Belum lagi, kadangkala saya dibully oleh teman-teman dan hanya menambah kebosanan saya untuk berada di sekolah. Kehidupan saya pun banyak saya habiskan dengan bermain game online di warung internet atau play station hingga pulang larut malam. Saya tidak memiliki aturan dan Ibu saya pun telah lelah melihat tabiat saya. Segala amarah dan nasihat yang diberikan kepada saya seperti tidak ada gunanya, ibarat masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Akan tetapi, pola hidup saya berubah 180 derajat setelah saya dinyatakan terpilih mewakili Indonesia dalam program pertukaran pelajar selama satu tahun di negeri Amerika. Suatu prestasi yang tak pernah saya duga sebelumnya. Puji syukur alhamdulillah dapat merambah negeri yang begitu jauh dari Indonesia di usia saya yang bahkan belum mencapai 17 tahun. Orang tua dan keluarga 3


saya pun begitu bangga kepada saya. Terlepas dari kenakalan yang kerap saya perbuat, akhirnya saya dapat membahagiakan keluarga. Setahun mengarungi lautan di negeri seberang, sebagai duta muda Indonesia, saya berusaha sebaik mungkin dapat merepresentasikan negeri ini. Mempromosikan, mengenalkan budaya Indonesia, tak lupa mengajarkan mereka sedikit silat sebagai seni beladiri khas bangsa ini. Setahun berada di sana, alhamdulillah saya menorehkan beberapa prestasi yang meliputi United Honor Roll Students karena GPA (IPK) saya selama bersekolah di sana mencapai 4.0, atau terpilih menjadi Junior Most Improved Player di olahraga Tenis, Scholar athlete atau atlet yang berprestasi, mendapatkan beasiswa untuk mengikuti konferensi di Walt Disney World, Florida, atau mendapatkan Congratulation Letter dari US President, Barack Obama untuk pencapaian volunteer hours saya.

Sikujua baladang kapeh, kambanglah bungo karawitan. Kok mujua mandeh malapeh bak ayam pulang kapautan “Setiap orang pergi merantau mengharapkan kehidupan yang baik dan pendapatan yang akan dibawa kekampung halaman.� Kini, lika-liku kehidupan saya menyandang status sebagai seorang mahasiswa mengalami pasang surut. Begitupun yang pasti dialami setiap makhluk bumi ini, tidak selamanya kita harus meratapi kekurangan yang kita miliki dan terus menjadi bulan-bulanan kerasnya hidup. Setiap manusia harus mampu berjuang untuk mengatasinya. Bak air mengalir, tak selamanya mengalir dengan tenang. Kadangkala harus terbentur oleh batu atau apapun yang 4


menjadi penghalang, namun kerja keras air untuk tetap mengalirkannya ke pelosok negeri berbuah manis, senada dengan hidup ini. Sudah 3 (tiga) tahun perjalanan saya pun tidak selalu indah. Terlibat dalam kepanitiaan dimulai menjadi staf hingga ketua panitia organisasi di kampus seperti Asian Law Students’ Association (ALSA), Dewan Mahasiswa Justisia, KMFH, dan organisasi di luar kampus yang pastinya mengajarkan saya banyak hal akan pentingnya teamwork dan profesionalitas. Selain juga terlibat dalam organisasi kepemudaan di luar kampus, di mana pada tahun 2012-2014 saya dan bersama beberapa alumni program Indonesia Leadership Camp 2013 mendirikan Non-Governmental Organization Nusantara Young Leaders dan menjabat sebagai Vice President of Internal. Atas semua jerih payah perjuangan saya, saya sangat bersyukur atas beberapa pencapaian saya. Alhamdulillah, beberapa kali saya mewakili almamater saya dan Indonesia dalam ajang nasional maupun internasional. Seperti halnya ALSA Conference 2013 di Seoul, South Korea, Herbert Smith

Freehills International Arbitration Moot Court Competition di Singapura pada 2014, meraih beasiswa dalam program kursus singkat ASEAN in Today’s World on ASEAN Language and Social Studies Programs di Filipina dan Asia Institute Political Economy Summer School Programme di University of Hong Kong serta dianugerahi beasiswa untuk mewakili Indonesia dalam APEC Youth Voices of the Future di Bali pada tahun 2013. Selain saya juga meraih predikat National Champion dalam kompetisi International Client Consultation Competition dan berhak mewakili Indonesia 5


dalam level Internasional di University of Nebraska, USA, Juara 3 pada ALSA National English Competition pada lomba Paper Presentation dan beberapa acara nasional seperti Indonesia Leadership Camp, Indonesia Entrepreneurship Camp, dan Nutrifood Leadership Award. Namun, hal tersebut pun harus dibayar mahal dengan indeks prestasi saya yang selalu menurun pada tiap semesternya dan masalah pribadi lainnya. Namun, saya yakin setiap orang memiliki jatah gagalnya masing-masing. Saya gunakan jatah gagal tersebut sebelum meraih tujuan hidup saya. Saya memiliki keyakinan bahwa perjalanan hidup yang stagnan tanpa disertai langkah progresif akan mengantarkan kita menjadi korban kehidupan yang keras. Untuk itu, kita perlu mempersiapkan diri dengan tidak lupa diri kepada sang Pencipta. Setiap urusan yang saya hadapi selalu saya sematkan dalam doa. Tidak lupa dengan ibadah, kekuatan doa dan keimanan akan begitu indah dan tidak akan pernah kita duga. Karena sesuatu yang mungkin secara kasat mata hanyalah mimpi dan bualan semata dapat menjadi kenyataan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Melihat rekam jejak perjalanan kuliah saya secara akademis dan non-akademis, saya merasa sangat bersyukur telah membuat keputusan yang tepat untuk bergabung dengan kampus biru UGM. Almamater ini telah memberikan kesempatan untuk mengaktualisasi diri hingga titik yang tidak pernah saya perkirakan sebelumnya, salah satunya diamanahkan sebagai Mahasiswa Berprestasi Utama Fakultas Hukum UGM, yang mana saya diberikan anugerah sebagai 10 besar Mahasiswa Berprestasi Tingkat Universitas. Semua 6


yang saya lalui ini tidak semata-mata hanya sebagai bentuk individualisme untuk mengejar prestasi, tetapi bagaimana saya dapat meningkatkan kualitas diri dan menjadi representasi dalam mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Hal ini juga untuk membuktikan bahwa warga negara Indonesia dapat mempunyai daya saing yang kompetitif dan berkualitas dengan negara-negara lainnya. Selamat Berjuang Civitas Akademika UGM ď Š

Dream, Explore, Perseverance and Discover! MAN JADDA WAJADA! MAN SHABARA ZHAFIRA!

7


Pilihan untuk Berproses Oleh: Immanuel Sanka (Biologi 2010)

Menetapkan pilihan untuk melanjutkan studi saya di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan ketidaksengajaan yang saya nikmati. Sebenarnya, Biologi merupakan pilihan ketiga dari tiga pilihan yang disediakan saat ujian masuk UGM. Ya, pilihan terakhir yang saya dapatkan. Perjalanan sebagai peneliti saya mulai dengan belajar di kelas dan praktikum yang mencapai enam atau bahkan tujuh praktikum dalam satu minggu. Notabene, hari aktif kuliah hanya lima hari dan mengharuskan dua praktikum dalam satu hari aktif atau bahkan harus datang saat akhir pekan. Hal itu membuat saya mengerti bahwa peneliti bukan berarti hanya bekerja di laboratorium dan berkutat dengan peralatan atau objek kajian, melainkan kehidupan yang ada di dalamnya. Belajar berencana, melakukan percobaan, analisis hasil hingga membuahkan suatu konklusi merupakan keseharian yang dimulai dari tahun 2010. Sebagai mahasiswa yang memiliki kemampuan rata-rata, saya tergolong mahasiswa yang malas untuk membaca buku. Hal ini juga yang menjadikan indeks prestasi akademik saya tidak menjulang tinggi seperti teman8


teman saya. Sadar akan kemalasan saya tersebut, saya mulai mencari cara belajar dan berkreasi yang efektif bagi saya. Saya belajar sambil menulis esai, sambil berlomba, sambil berkreasi di organisasi, dan menyempatkan diri untuk banyak berdiskusi. Hal tersebut yang menjadikan saya yang menikmati biologi. Menjadi Sanka yang sekarang. Dari berbagai kesibukan akademik yang ada, saya memiliki keluarga yang luar biasa di kampus. Mereka adalah Kelompok Studi Kelautan Biologi UGM (KSKBiogama), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Biologi UGM (BEMBio), dan Persekutuan Mahasiswa Kristen Biologi UGM. Berbagai kegiatan dan kepanitiaan juga pernah saya ikuti. Sempat beberapa kali menjadi project leader untuk beberapa acara yang ada, namun saya berhenti aktif di akhir tahun kedua dan menetapkan fokus pada penelitian. Fokus saya saat itu di sektor biodiversitas kelautan bidang bioteknologi dan biologi molekuler. Sembari belajar dengan keluarga saya di kampus, saya dan teman-teman berada dalam tim yaitu peneliti Crustacea KSKBiogama, tim tinta cumi dan tim biomimetik. Dengan tim yang berbeda, ritme kerja yang berbeda, saya belajar dan mendapat banyak pengalaman dari keluarga tersebut. Hasil kerja keras bersama keluarga juga membuahkan berbagai hal. Mulai dari undangan publikasi penelitian, hibah penelitian, hingga penghargaan baik taraf nasional dan internasional. Sedikit tentang karya, saya dengan tim Crustacea KSKBiogama 9


melakukan pendataan biodiversitas secara berkala di pantai Gunung Kidul Yogyakarta dan menghasilkan kurang lebih 5 (lima) publikasi nasional dan internasional. Dengan tim tinta cumi, kami dapat membuktikan kemampuan crude extract tinta cumi yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker dan memacu sistem imun. Karya tersebut dapat kami publikasikan dalam forum nasional dan internasional. Beruntungnya, kami mendapat 4 (empat) penghargaan internasional. Selain itu, dengan tim biomimetik kami sedang menyiapkan beberapa draft publikasi peer-reviewed jurnal internasional. Dengan tim ini juga, saya berkesempatan untuk datang ke Ă„bo Akademi University (Turku, Finlandia) sebagai visiting researcher untuk menyelesaikan beberapa bagian penelitian yang tidak dapat saya lakukan di Indonesia. Prestasi yang saya dapatkan merupakan bentuk apresiasi dari apa yang telah saya kerjakan dengan rekan peneliti dan keluarga-keluarga di kampus. Semua yang saya dapatkan tidak lepas dari kerja keras bersama keluarga di kampus maupun doa dari keluarga di rumah. Banyak malam panjang dan cerita di setiap sudut usaha yang membuat semangat saya terus menyala. Titik balik semangat dan perhatian akan masa depan saya dapatkan ketika saya dan rekan satu tim mendapatkan penghargaan karena ide yang kami kembangkan di pekan ilmiah mahasiswa nasional. Lalu di akhir tahun kedua, saya mencoba untuk merumuskan ide bisnis dengan memanfaatkan limbah produk kelautan dan mendapatkan posisi pertama di kompetisi regional. Selain itu, terdapat beberapa kesempatan untuk mengikuti kompetisi yang 10


diadakan Shell Ideas Competition 360. Di kompetisi tersebut, teman saya mengajak saya bergabung dalam satu tim untuk menggali potensi ide yang diajukan di bidang bioremediasi. Kami lolos ke tahap 2 dan bertanding dengan 96 tim lain walaupun telah menyisihkan 500 peserta lain dari seluruh universitas di dunia. Sayangnya, kami tidak dapat melanjutkan ke tahap akhir. Tetapi, kami terpilih untuk mendapatkan Highly Commended Award dari 95 finalis di akhir perlombaan tersebut. Saya dan tim juga pernah berkesempatan untuk maju pada perlombaan technopreneurship yang diadakan Kemenristek Indonesia dalam mengembangkan panel surya portable untuk pengisian gadget. Hal tersebut tidak berhenti hanya pada kompetisi. Saya dan tim juga mengembangkan proyek panel surya di tempat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Bangka. Kami dapat membuat prototype untuk solar cell charging station. Kebetulan tim kami juga mendapatkan hibah pengembangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari DIKTI serta LPPM UGM, jadi program-program pengembangan daerah tempat kami cukup didukung. Membingungkan? Ya begitulah. Karena terbiasa untuk mengembangkan diri, saya sempat kehilangan arah pandang mengenai pribadi dan karakter yang ingin dibentuk sebagai peneliti. Setelah beberapa waktu, saya menyadari bahwa ini merupakan salah satu cara berproses dalam suatu pilihan yang telah kita tentukan. Seperti kata supervisor saya, �when you learn more, you could do more�. Hal ini saya aplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Memulai dari biologi, belajar berbagai hal untuk kembali lagi ke biologi. Prinsip tersebut yang membuat saya tidak lagi terkotak-kotak oleh satu perspektif saja. 11


Banyak yang bertanya kenapa biologi. Salah satu dosen saya pernah berkata, �Laboratorium terbesar itu alam semesta. Sampai akhir jaman pun, tidak akan pernah habis topik yang dapat digali�. Sejak itu, saya sadar bahwa cara berkontribusi itu dapat dari mana saja. Pilihan saya di biologi dan dari pilihan tersebut saya harus berkontribusi. Selain itu, kita harus turut serta dalam dinamika kehidupan untuk saling mengisi satu sama lain. Dari biologi, saya juga belajar untuk bekerja keras tanpa putus harapan. Salah satu pengalaman yang selalu saya ceritakan yaitu pengalaman saat berada di suatu pameran produk dan penelitian. Tim kami, tim tinta cumi sudah mempersiapkan bahan dan materi beberapa hari sebelumnya.Seperti biasa, pada kompetisi pameran harus menyiapkan poster, alat peraga dan lain sebagainya untuk menjelaskan kepada juri dan pengunjung stand pameran. Ketika mendekati gedung perlombaan, kami mendapati bahwa poster yang seharusnya dipresentasikan hilang entah saat berdesakan di bus TransJakarta atau di commuter line. Di antara keramaian Jakarta, kami kebingungan untuk mencari tempat percetakan. Kami pun kehilangan banyak waktu dan hampir putus asa untuk berlomba. Namun, saya dan teman saya bertekad untuk tetap melangkah karena tinggal satu langkah akhir. Akhirnya, kami belajar berkreasi dengan bahan yang ada. Membuat presentasi dalam hitungan menit, dekorasi tanpa poster, dan juga beberapa atribut lainnya. Beruntungnya, juri tidak mempermasalahkan ada tidaknya poster karena penjelasan yang kami sampaikan lebih dari cukup. Di akhir acara awarding ceremony, kami mendapat penghargaan Gold Prize Award dan penghargaan dari salah 12


satu asosiasi inovasi di Polandia. Yah, terbayar segala jerih payah dan usaha yang telah kami lakukan dari awal melakukan penelitian hingga saat deseminasi hasil penelitian. Tidak berhenti dari hasil tersebut, ternyata penelitian kami mengenai tinta cumi sudah tersebar luas. Pada suatu kesempatan, saya mendapati ada salah satu message facebook dari seseorang yang tidak saya kenal. Beliau bertanya mengenai bagaimana penggunaan tinta cumi untuk menangani kanker secara klinis. Namun, sayangnya saya baru tahu tiga bulan setelah message tersebut saya baca dan ayah beliau yang menderita kanker sudah tiada. Hal ini benar-benar memantik saya untuk selalu berusaha yang terbaik. Karena, di tempat lain mungkin bagian atau kontribusi kita sangat dibutuhkan untuk orang lain. Penelitian mengenai tinta cumi masih berjalan dan terus dikembangkan oleh teman-teman saya. Selain tim tinta cumi, tim Crustacea juga masih melakukan penelitian untuk konservasi berkelanjutan terutama kajian biodiversitas di Gunung Kidul, Yogyakarta. Sekarang, saya sendiri fokus untuk pengembangan riset di bidang biologi molekuler dan bioteknologi dengan sekup synthetic biology, biomodelling, bioinformatics, dan biomimetics. Sembari memahami bidang tersebut, saya dan teman-teman mendirikan komunitas SynBio UGM. Selain belajar bersama, di dalam komunitas tersebut belajar untuk membuat alat sederhana untuk membantu penelitian atau project yang akan dikerjakan. Inspirasi saya yaitu Dr. Warsito P Taruno. Beliau mampu mendirikan industri penelitiannya tanpa bergantung dengan hibah atau pemerintah. Seperti beliau, saya ingin 13


fokus pada pengembangan riset yang telah dilakukan dan membangun industri bioteknologi modern di Indonesia. Selain meneliti, saya juga sedang mengembangkan beberapa project seperti KSK Mengajar Nusantara dan Fighting For Lives Yogyakarta. Kedua program tersebut sedang dirintis dan akan segera dilaksanakan secara optimal selesai dari visiting research yang saya lakukan. Perlahan berproses untuk mengambil hikmah dari setiap pengalaman yang ada dan untuk nantinya dapat membentuk karakter yang kuat serta dapat berkontribusi maksimal. Kegagalan dari setiap jerih payah itu bukan untuk ditangisi atau bahkan dihapus dari ingatan, tapi merupakan pengalaman yang tak terbayarkan dengan apapun. Selain nusa dan bangsa, dedikasi tertinggi saya untuk sains dan iman yang telah saya yakini. Hal ini juga menggugah saya untuk tetap terus berproses tanpa batas. Sejauh keyakinan saya, manusia hanya bisa mencari tahu (research) bukan menciptakan (create). Maka berusahalah sebaik mungkin di bidangmu karena alam semesta masih memiliki berbagai macam intrik. Tentukan pilihan, niatkan dan berusaha maksimal tanpa lupa untuk selalu dalam bimbinganNya. �Choose your path and enjoy the beauty of challenge.�

14


Berprestasi yang Terencana Oleh: Tri Cahyono (Sekolah Vokasi Manajemen 2013)

Menjadi mahasiswa yang berprestasi, atau setidaknya menjadi mahasiswa yang mampu memberi inspirasi kepada sesama adalah harapan semua mahasiswa. Percayalah, bagaimana pun karakter mahasiswa, di dalam hatinya pasti tersimpan niat untuk menjadi berprestasi. Namun, untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Harus ada pembeda yang membuat kita layak untuk mencapainya dengan bakat dan talenta yang dianugerahkan Allah kepada masing-masing mahasiswa. Hari demi hari menjadi mahasiswa saya lalui. Namun ada beberapa hari yang sangat berarti bagi saya yakni proses pemilihan mahasiswa berprestasi. Hal ini bukan karena title, namun lebih kepada perjuangan demi perjuangan yang saya lalui. Pada 4 April 2015, bertempat di auditorium Fakultas

15


Kedokteran UGM, saya terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi Program Diploma Universitas Gadjah Mada tahun 2015. Awalnya saya sempat ragu dan bertanya, apakah saya benar-benar layak untuk mendapatkannya? Tiada henti saya mengucap rasa syukur atas anugerah dan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada saya. Seketika saya teringat bahwa mahasiswa berprestasi bukanlah frase baru dalam hidup saya. Saya teringat perjuangan dua tahun lalu untuk mendapatkan anugerah-Nya. Saya bulatkan tekad untuk dapat menjadi mahasiswa berprestasi, itulah starting point ikhtiar saya. Perjuangan saya mulai sedari lulus jenjang pendidikan SMA. Ketika hasil dari beberapa ujian saya dapatkan, saya cukup bahagia dan bersyukur dengan nilai yang tertuliskan di mana nilai sembilan dan delapan mendominasi rapor saya. Walaupun sempat kecewa karena target angka 10 belum terwujud, namun saya tetap menikmati dan mensyukuri apa yang telah saya dapatkan. Seperti kebanyakan siswa SMA, saya tidak mau ketinggalan untuk melakukan seleksi jurusan dan universitas yang masuk top list pilihan saya, bahkan universitas terbaik luar negeri pun tidak luput dari target saya. Saya menyadari bahwa pada saat itu keputusan untuk memilih universitas didominasi oleh arogansi dan nafsu duniawi yang membuat saya ingin membuktikan bahwa saya adalah siswa terbaik yang bisa masuk jurusan ini di universitas itu, yang bisa ini, yang bisa itu, dan lain sebagainya. Arogansi yang sempat tertanam dalam benak saya tiba-tiba musnah. Saya berfikir mengapa hanya melakukan hal mainstream saja? Mengapa tidak melakukan hal heroic 16


yang tidak semua orang bisa? Mengawali langkah dari bawah, tanpa adanya gengsi dan penuh dengan perjuangan, namun bisa menginspirasi banyak orang. Mengapa tidak memulai semuanya dari Diploma sebelum menggapai gelar Doctor of Philosophy dari universitas terkemuka di luar negeri, tetapi dapat memberi banyak arti bagi sejuta sanubari. Semenjak saat itu, saya sering termenung memikirkan hal tersebut. Namun, ambisi dan arogansi kembali muncul dalam masa perenungan saya. Sempat saya mengikuti bimbingan belajar ke Surabaya, mengingat tidak mudah untuk masuk perguruan tinggi. Belajar giat adalah hal biasa yang saya lakukan. Beberapa kali hasil try out cukup memuaskan saya, dan semakin membuat saya optimis. Ujian masuk PTN program sains dan teknologi (SBMPTN) saya ikuti dengan penuh rasa percaya diri. Selama mengikuti tes, saya merasa soal ujian masuk cukup sulit. Namun, saya bisa mengerjakan banyak soal dan yakin terhadap jawaban yang telah saya pilih. Saya sangat yakin dapat lolos pada pilihan saya, kemungkinan ditolak di pilihan pertama, tapi pasti pilihan kedua atau pilihan ketiga akan saya dapatkan. Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya ketika tidak satupun universitas pilihan menerima saya. Banyak spekulasi yang muncul, mulai dari identitas yang tidak lengkap hingga kualitas pensil yang saya gunakan. Saya hanyut dalam ketidakpercayaan diri dan rasa malu atas kegagalan yang saya alami. Tapi apa gunanya terus larut dalam takdir yang harus saya hadapi? Bukankah hal ini sudah diajarkan oleh Sang Pemilik Kehidupan bahwa “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) 17


kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui� (Al Baqarah (2): 216). Hal itulah yang telah membangkitkan semangat saya kembali. Dengan berbekal semangat, saya terus mencoba untuk mengikuti beberapa tes masuk perguruan tinggi. Singkat cerita saya mendapat informasi bahwa program Diploma UGM membuka pendaftaran mahasiswa baru. Tanpa rasa ragu, saya mendaftarkan diri. Biasanya, saya mengambil bidang sains dan teknologi. Namun pada kesempatan itu saya mengambil bidang sosio humaniora dan memilih jurusan manajemen, dengan persiapan tes kira-kira 4 hari sebelumnya. Seperti biasanya, saya bisa mengerjakan sebagian besar pertanyaan dengan yakin. Tiba saat pengumuman, dan saya dinyatakan diterima. Saya melakukan banyak pertimbangan, sangat lama dan hati-hati. Tidak ada alasan spesial yang membuat saya harus mengambil jurusan itu. Hanya dorongan dari orang tua dan keyakinan dari hati kecil yang membuat saya mengambil program tersebut, tentunya setelah melalui pertimbangan yang panjang. Bukanlah suatu dosa besar dalam memilih program sosial humaniora. Namun, penyesalan itu kembali muncul setelah dua bulan masa perkuliahan. Salah satu penyesalan saya adalah persaingan dan perjuangan kuliah di jurusan manajemen terasa biasa saja, tidak seperti saat SMA jurusan IPA atau mahasiswa lain di program saintek yang sering bertemu dengan praktikum dan perhitungan numerik rumit. Banyak teman-teman dari saintek yang mengeluhkan kuliah yang berat, tetapi pada saat yang sama saya merindukan 18


permainan angka serta logika numerik yang menyenangkan. Saya justru tidak puas dengan perkuliahan yang tidak terlalu mengandalkan perhitungan. Saat itu saya berjuang menghadapi kultur belajar yang sangat baru. Proses ini tidaklah mudah, bahkan saya berniat untuk pindah kuliah dan menemukan tempat kuliah yang cocok. Satu semester berlalu. Saya lalui semester satu dengan penuh perjuangan lahir dan batin. Alhamdulillah, Indeks Prestasi (IP) di semester pertama saya 4.00. Bagi beberapa teman sejurusan terasa sangat membanggakan bisa mendapatkan IP 4.00, tetapi bagi saya IP yang saya dapatkan belum memuaskan kehausan dan tantangan dalam mencari ilmu. Di penghujung semester satu saya mulai mendapatkan keyakinan dan kepercayaan diri yang membuncah. Saya percaya bahwa saya ditempatkan oleh Allah bukan didasari oleh kesalahan, tetapi karena suatu alasan yang penting dan fundamental, sehingga wajib bagi saya untuk selalu berjuang dan bersyukur. Semester kedua semakin membuat saya percaya diri dan optimis menanti masa depan. Saya selalu teringat prinsip bahwa saat lulus SMA saya akan memulai segalanya dari bawah, kemudian merangkak menuju puncak dengan penuh perjuangan dan selalu memberikan inspirasi kepada sesama. Saya tulis baik-baik prinsip itu, saya selalu pandangi setiap kali saya merasa kecewa dengan keadaan saya. Seiring berjalannya perkuliahan saya bertemu dengan sosok yang menginspirasi saya, yaitu Ibu Fitri Damayanti. Beliau sangat cerdas sebagai seorang dosen, memiliki konsep yang matang dan cara mengajar yang mudah diterima. Setelah kuliah selesai, saya menemui beliau dan menceritakan segala yang 19


saya rasakan dengan Bahasa Inggris agar tidak terlalu mendramatisir keadaan ini. Sontak saya terbelalak ketika mengetahui bahwa ada kemiripan latar belakang antara saya dan beliau. Beliau memulai pendidikannya di tingkat diploma dan merasakan hal yang hampir sama dengan apa yang saya alami. Saya mendapatkan banyak sekali motivasi dari beliau. Beliau berpesan bahwa emas tetap selamanya menjadi emas, di mana pun tempatnya. Saya semakin optimis, dan mantap dalam meniti perjalanan kehidupan ini. Semester demi semester saya jalani, sampailah saya di akhir semester tiga. Suatu hari saya menemukan informasi baru pada majalah dinding kampus. Awalnya saya tidak begitu tertarik untuk membaca, tetapi apa salahnya melirik sebentar. Saya pandang satu lembar surat yang ditempel di mading tersebut, bahkan saya sudah hampir berpaling. Namun entah mengapa saya terperanjat kepada satu kata “berprestasi�. Saya menghentikan langkah dan kembali membaca dengan sangat cermat isi surat tersebut. Di saat itulah saya merasakan ada kesempatan untuk meraih salah satu tujuan saya sebagai mahasiswa. Dengan antusias saya mendaftar dan mengirimkan berkas kepada dosen jurusan. Namun, hasil pengumuman belum juga saya dapatkan. Hal ini membuat saya berfikir untuk mencari peluang lain. Suatu sore saya mencoba bertanya kepada dosen tersebut, dan saya baru mengetahui bahwa berkas yang saya serahkan ternyata hilang. Saya direkomendasikan untuk menemui Ibu Fitri (dosen yang saya ceritakan di atas), dan menanyakan kelanjutan mengenai proses seleksi tersebut. Ternyata waktu seleksi berkas dan wawancara awal kurang satu hari, dengan segera saya 20


mengirimkan berkas kepada beliau dan melakukan wawancara setelahnya. Proses demi proses saya lalui untuk menggapai angan saya menjadi mahasiswa berprestasi. Ada banyak sekali tahap seleksi yang memakan waktu sangat panjang. Setelah dinyatakan lulus delapan besar, saya diwajibkan mengikuti pembekalan tentang bagaimana mawapres itu dan apa saja kriterianya. Setelah pembekalan selesai, kami dipanggil dan dikumpulkan bersama untuk mendapatkan instruksi tentang kelanjutan mawapres. Dari delapan yang lolos ke tahap pembinaan, hanya dipanggil empat orang saja yang dipastikan lolos menuju tahap final. Seleksi pemilihan finalis ternyata dilakukan selama pembinaan. Persaingan menjadi mawapres utama di tingkat UGM memang terasa sangat sulit. Semua finalis sangat kuat di Bahasa Inggris dan memiliki pengalaman internasional. Hanya karya tulis yang menjadi faktor pembeda. Menyadari kalau prestasi akademik saya belum membuat saya unggul dari peserta lain, saya gerilya mencari informasi perlombaan ataupun apply di beberapa konvensi atau konferensi internasional. Tidak semua menghasilkan prestasi, namun di salah satu konvensi internasional di Manila bulan Maret 2015, alhamdulillah saya berhasil mendapatkan double title. Pertama saya terpilih sebagai the most outstanding delegate (setara juara 1), dan kedua sebagai international best speaker. Atas dua tambahan gelar tersebut, saya semakin yakin untuk bisa menjadi juara. Tibalah saat seleksi final pemilihan mahasiswa berprestasi UGM (supercamp 2), perasaan saya begitu campur aduk. Seleksi final terdiri dari tiga aspek, yaitu seleksi 21


bahasa inggris dan presentasi Karya Tulis Ilmiah (KTI) secara terbuka, dan disertai assessment terhadap prestasi akademik yang bersifat tertutup. Satu per satu tahap saya ikuti semaksimal mungkin. Saat seleksi Bahasa Inggris saya tidak terlalu khawatir, tetapi saya merasa nervous karena menjadi peserta pertama yang maju. Satu-satunya cabang seleksi yang saya khawatirkan adalah presentasi KTI, karena saya merasa kurang maksimal dalam mempersiapkan KTI oleh karena lebih fokus kepada penambahan portofolio sertifikat. Terus terang saya sangat tidak puas dengan presentasi KTI, karena saya terlalu nervous dan tertekan. Banyak sekali pertanyaan dan kritikan dari dewan juri yang membuat saya makin bingung dalam menjawab hingga rasa percaya diri saya hilang. Mengetahui bahwa hampir semua peserta merasakan hal yang sama, sedikit optimisme muncul kembali dalam diri saya. Sembari menunggu hasil penilaian, ada banyak penampilan dan hiburan yang sengaja disiapkan panitia untuk mengurangi rasa tegang. Namun saya tetap merasa sangat tegang, meskipun ada sedikit rasa optimis. Tiba saatnya pengumuman, satu per satu juara dipanggil mulai dari juara favorit, berlanjut ke juara 2. Saya lega karena juara favorit dan juara dua bukan nama saya yang dipanggil karena harapan saya masih bulat, juara 1. Ketika hendak

22


mengumumkan juara satu suasana berubah semakin tegang. Akhirnya muncullah nama yang menjadi juara Mahasiswa Berprestasi UGM Program Diploma 2015. Alhamdulillah, Tri Cahyono juaranya, ya saya sendiri. Saya sangat bersyukur dengan amanah ini. Dalam perjuangan demi perjuangan yang saya lalui, saya tidak begitu bangga dan tidak begitu bahagia terhadap diri sendiri. Saya menyadari bahwa gelar, kemenangan, atau apapun itu merupakan amanah dari Allah SWT yang wajib kita syukuri dan pikul dengan serius. Saya juga memahami bahwa mawapres bukan hanya masalah gelar kemenangan, tetapi mawapres merupakan sarana bagi saya khususnya untuk semakin memperluas kesempatan dalam memberi manfaat bagi sesama. Saya yakin bahwa Anda semua para pembaca, bisa meraih gelar yang sama bahkan sangat mungkin untuk bisa lebih baik dari apa yang saya capai. Tidak semua orang bisa menjadi mahasiswa. Oleh karena itu, berbuatlah yang terbaik untuk orang lain, negeri dan agama. Jangan biarkan waktu berharga menjadi mahasiswa terlewatkan begitu saja dengan tangan hampa. Teruslah BERJUANG!

23


Masa Depan Jantung Indonesia Oleh: Aditya Doni Pradana (Kedokteran Umum 2011)

Saya Aditya Doni Pradana, seorang mahasiswa berusia 22 tahun yang masih aktif di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Mendapat kesempatan untuk berkuliah di salah satu fakultas kedokteran terbaik di Indonesia tidak lantas membuat saya berpuas diri. Sebagai seorang mahasiswa, sudah sewajarnya untuk bersikap skeptis terhadap segala permasalahan yang dijumpai. Dibesarkan di fakultas dengan kultur riset yang begitu membumi, saya tertantang untuk ikut melakukan berbagai jenis penelitian. Ketertarikan saya untuk berminat di bidang penelitian dimulai ketika saya berhasil lolos Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2012 di tahun pertama saya duduk di bangku perkuliahan. Pada kesempatan tersebut, saya bersama tim berhasil membuat aplikasi “PAPRESS: Package of Angioplasty Rehabilitation Success Solution�. Aplikasi yang dikembangkan berbasis flash ini berfungsi membantu proses rehabilitasi pasien pasca angioplasty (operasi jantung). Dari sana, saya memiliki keinginan untuk mendalami ilmu jantung (Cardiology). Pada tahun kedua, saya 24


memberanikan diri untuk mengikuti konferensi internasional di Indonesia international (bio)Medical Students’ Congress (INAMSC) 2013. Membawakan paper berjudul

Cardioprotective Effects of Citrus Flavonoid on Doxorubicininduced Cardiotoxicity Chemotherapy, saya berhasil mendapat penghargaan sebagai 4th Winner in Literature Review menyingkirkan 60 tim lain dari berbagai universitas. Di tahun yang sama, saya juga berkesempatan untuk mengikuti PIMNAS 2013 di Lombok. Pada kesempatan itu saya dan tim mendapatkan Gold Medal Poster Presentation di kategori Program Kreativitas Mahasiswa-Karya Cipta (PKM-KC). Tidak hanya aktif untuk mengikuti konferensi ilmiah, total hingga tahun ketiga saya kuliah saya setidaknya pernah mendapatkan 4 hibah pendanaan PKM (DIKTI), 1 hibah Insentif Penelitian Mahasiswa (DIKTI), dan 2 penelitian Dana Masyarakat dari FK UGM dengan total nilai hibah mencapai lebih dari 100 juta rupiah. Selain menekuni penelitian di bidang Cardiology dan mengikuti berbagai kompetisi, saya juga masih aktif berorganisasi di tingkat nasional. Pada tahun 2014–2015 saya ditunjuk menjadi Wakil Ketua Umum di Badan Analisis dan Pengembangan Ilmiah Nasional di Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (BAPIN-ISMKI). Di BAPIN-ISMKI, kami berkumpul untuk menyebarkan semangat untuk melakukan penelitian dan organisasi di kalangan mahasiswa kedokteran di Indonesia. 25


Di tengah kesibukan masa kepaniteraan klinik (program profesi dokter), saya masih menyibukkan diri untuk aktif berkontribusi di masyarakat dalam wadah Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) menjadi salah satu staf ahli di ISMKI. Bersama dengan mahasiswa kedokteran dari seluruh Indonesia, kami berusaha untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia. Termasuk memperjuangkan diratifikasi Framework Convention on Tobacco Control, mengawal RUU Pertembakauan hingga aktif mengadvokasi peningkatan pos APBN untuk bidang kesehatan yang saat ini masih sangat minim. Antara IPK vs Pengalaman Lulus menjadi dokter dengan nilai Cumlaude dan tepat waktu merupakan harapan semua mahasiswa kedokteran. Hal ini lumrah saja, karena memang masa studi yang cukup lama di FK UGM yaitu 6 tahun untuk mendapatkan gelar dokter (dr.) menuntut mahasiswanya fokus untuk menyelesaikan studinya tepat waktu. Hal itu berlaku pula bagi saya, hingga pada akhir tahun pertama saya memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman dan mencoba pengalaman lain. Langkah ini bukanlah tanpa konsekuensi, IPK saya yang pada akhir tahun pertama mencapai 4,00 turun drastis hingga akhir tahun ketiga saya kuliah yakni sampai mencapai 3,47 dan terancam tidak Cumlaude. Itulah opportunity cost yang harus saya bayar. Tanpa keluar dari zona nyaman, mungkin saya tidak pernah mendapatkan kesempatan menjadi 1 dari 19 Mahasiswa Berprestasi yang diundang pada kesempatan Dies Natalis UGM ke-64 pada 2013 yang lalu. Tetapi, penghargaan 26


bukanlah hal yang semata-mata saya cari. Pengalaman dan teman lah yang terpenting. Coba bayangkan jika saya memutuskan untuk tetap berfokus di kegiatan akademis saya tanpa mencoba keluar dari zona nyaman baik ikut organisasi maupun kompetisi, mungkin saya mendapat IPK tinggi namun saya lulus tanpa pengalaman yang berarti. Hal tersebut akan menjadi bencana pribadi bagi saya. Karena seorang dokter dituntut tidak hanya memiliki knowledge tetapi juga attitude dan skills. Attitude dan skills itulah yang justru saya dapatkan ketika saya keluar dari zona nyaman. Sebut saja soft skills berupa public speaking, presentation skills, management skills hingga advocacy skills. Hampir semua bisa saya dapatkan dari pengalaman baik di kompetisi, konferensi maupun di organisasi dan bukan di ruang kuliah. Bercita-cita Mendirikan Preventive Cardiology Clinic Memilih menekuni bidang ilmu jantung bukanlah tanpa alasan. Berdasarkan data dari WHO (2008), sebanyak 17.3 juta orang meninggal dunia akibat penyakit kardiovaskular. Menurut prediksi, pada tahun 2030 terdapat lebih dari 23.3 juta orang akan meninggal dunia tiap tahunnya akibat penyakit kardiovaskular. Hal tersebut menimbulkan minat untuk mendalami ilmu jantung dan bercita-cita menjadi Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (Sp.JP). Setelah itu, saya ingin mencoba untuk mendirikan Preventive Cardiology Clinic yaitu sebuah klinik dengan konsep mengutamakan kegiatan yang sifatnya promotif dan preventif untuk kesehatan kardiovaskular.

27


Preventive Cardiology Clinic ini masih cukup baru di Indonesia, namun masih banyak dokter yang belum menyentuh usaha promotif dan preventif ketimbang kuratif dan rehabilitatif. Klinik ini akan melibatkan berbagai multidisiplin ilmu dengan tim inti terdiri dari dokter (ahli penyakit dalam dan ahli jantung), perawat, ahli gizi, peneliti hingga ahli kesehatan masyarakat. Dapat dibilang ini merupakan proyek start-up di bidang kedokteran yang cukup menjanjikan di masa depan. Dikarenakan masih sedikitnya praktisi yang berkiprah di aspek promotif dan preventif. Saya teringat akan pepatah Tiongkok lama yang berbunyi, “Superior doctors prevent

the disease, mediocre doctors treat the disease before evident, inferiors doctors treat the full-blown disease�. Dan, saya sangat percaya masih banyak superior doctor yang ingin berkiprah di Indonesia. [*]

28


Tidak Ada Karya Besar, Komunikasi dan Aksi Menyuarakan Pertanian Oleh: Siwi Manganti (Sosial Ekonomi Pertanian 2011)

Menjadi mahasiswa pertanian Indonesia di era globalisasi dan industrialisasi adalah hal yang tidak mudah dilakukan. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya orang yang tidak terlalu memperdulikan pertanian. Realitas ini saya alami sendiri ketika menjatuhkan pilihan untuk menjadi mahasiswa pertanian dengan pemilihan jurusan sosial ekonomi pertanian atau agribisnis. Pada saat itu saya mengalami kesulitan dalam meyakinkan kedua orang tua yang memiliki latar belakang pegawai bank. Bahkan hingga saat ini, masih banyak orang termasuk orang tua saya berpikir bahwa menjadi mahasiswa pertanian akan memiliki masa depan yang tidak dekat dengan materi. Mayoritas orang memandang jika seorang arsitek bisa membangun gedung yang besar dan indah, dokter yang bisa menyelamatkan nyawa manusia, atau seorang mekanik yang kemudian bisa membuat mobil. Di sisi lain, mereka menganggap bahwa petani hanya menanam dan membiarkan tanamannya tumbuh. Namun apakah banyak 29


orang yang mengenal padi varietas unggul seperti produksi tinggi, tahan hama dan penyakit, respons yang cepat terhadap pemupukan, dan menghasilkan nasi yang lebih enak? Apakah mereka mengetahui bahwa metode unggul yang dibanggakan pada saat ini adalah metode jajar legowo? Sayangnya, banyak orang yang tidak mengetahui itu semua. ‘Pertanian dari dulu sama saja’ mungkin itu yang terlintas di benak khalayak. Hanya identik dengan kerbau, caping, dan cangkul tanpa bisa menjadi kaya. ‘Indonesia adalah negara yang agraris’ itulah kalimat yang sudah diketahui oleh khalayak. Namun mereka hanya sekadar mengetahui, tanpa mengenal hakikat dan substansinya lebih mendalam. Bagi saya, hal ini merupakan sebuah kesalahan besar. Pemikiran itulah yang pertama kali ditanamkan pada diri saya ketika melegalkan status menjadi mahasiswa pertanian di Univesitas Gadjah Mada. Hingga pada saat itu saya berjanji untuk menjadi pribadi yang ingin selalu mengenalkan tentang pertanian hulu hingga hilir kemana pun dan bagaimana pun. Dengan berbekal semangat dan keberanian untuk mewujudkan cita-cita itulah saya mengikuti beragam kegiatan di berbagai tempat. Saya bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk menyuarakan ide dalam UN4U Campaign tahun 2012. Pada saat itu saya dipercaya untuk mewakili Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada untuk memberikan pidato kampanye yang diadakan oleh United Nations Information Centre (UNIC). Di samping menyuarakan gagasan dalam bidang pertanian, momen tersebut saya manfaatkan untuk mengingatkan pentingnya pengetahuan tentang pertanian untuk khalayak yang notabene dapat diwujudkan melalui 30


langkah yang sederhana, yaitu penanaman di rumah masingmasing. Ide yang tergali dari berbagai pembicaraan dan konsultasi telah saya paparkan untuk menggugah perhatian khalayak akan pentingnya bidang pertanian. Moment kampanye menjadi sebuah awal yang membahagiakan. Hal ini memberikan rasa ketagihan yang besar pada saya untuk meng-upgrade diri sendiri maupun membagikan ilmu bidang pertanian yang saya miliki. Pada suatu waktu, saya berpikiran bahwa memiliki komunitas adalah hal yang penting agar kami bisa melakukan ada aksi nyata untuk menyebarluaskan ilmu pertanian. Untuk itulah saya bergabung dengan berbagai organisasi untuk mencapai visi sekaligus belajar untuk tidak hanya memperdulikan diri sendiri. Saya dituntut untuk peka terhadap lingkungan organisasi yang saya ikuti. Alhamdulillah, pada tahun kedua sampai ketiga saya diamanahi untuk menjabat Kadept Hubungan Masyarakat dan Kabid Keprofesian di organisasi himpunan maupun organisasi nasional. Di sinilah saya mencoba untuk mengkolaborasikan ilmu pengetahuan, idealisme, difusi ilmu dan mengaplikasikan relasi. Proses menyebarluaskan gagasan tidak hanya saya lakukan dengan berorganisasi. Tahun kedua dan ketiga menjadi masamasa bagi saya untuk mencari prestasi. Berbagai tulisan yang berisi ide dan gagasan pertanian telah saya ikutkan dalam kompetisi karya tulis 31


ilmiah. Namun tidak selamanya ikhtiar yang saya lakukan berjalan dengan mulus dan berbuah manis. Ada kalanya saya mendapatkan kekalahan karena kurangnya persiapan dalam mengikuti perlombaan. Hal ini justru menjadi cambuk bagi saya untuk semakin tegar untuk berdiri, berjalan dan memperkenalkan bidang pertanian kemana pun dengan cara apapun termasuk melalui kesenian. Kesenian menjadi cara baru bagi saya untuk memperkenalkan budaya, sekaligus berharap suatu saat nanti bisa memperkenalkan pertanian dengan seni. Hal itu benar terjadi. Melalui komunitas Muda Menginspirasi dan kemampuan saya dalam Tari Saman, saya dapat mengikuti Indonesia Thailand Friendship and Culture Program (IT-FCP) tahun 2014. Saya dan salah satu teman di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dipercaya untuk mewakili mahasiswa pertanian melakukan pertukaran informasi tentang pertanian di Indonesia dan Thailand dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2016. Di sinilah saya dapat kembali menyebarkan gagasan betapa pentingnya sektor pertanian di era masyarakat ekonomi ASEAN. Jatuh bangun yang saya lalui dalam berkompetisi dan berorganisasi tidak membuat semangat saya surut. Saya memikirkan cara lain untuk menyebarluaskan gagasan pentingnya pertanian yaitu melalui wirausaha. Wirausaha merupakan bidang yang strategis, di mana saya mencoba masuk pada sektor pertanian hilir, yaitu pengolahan limbah tebu yang dijadikan produk untuk dikonsumsi. Bidang wirausaha merupakan tantangan terbesar bagi tim kami, karena resiko kegagalan dan keberhasilan sama besar. Ketika gagal, kita akan diuji tentang konsistensi dan fokus untuk 32


membangkitkan usaha. Sedangkan ketika berhasil, kita dituntut untuk senantiasa berkembang dan jeli dalam membaca geliat pasar. Wirausaha menjadi bidang yang saya pilih mengingat sektor ini dapat berkontribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan sebesar-besarnya. Hal ini berkorelasi positif pula manakala masifnya penggunaan produk pertanian dalam berwirausaha dapat menjadi sarana untuk menstimulasi petani agar bisa memproduksi dalam jumlah yang besar. Harapannya makin banyak orang yang bekerja sama dan membuka usaha di bidang pertanian, sehingga kelak dapat mensejahterakan petani. Ketertarikan saya akan pentingnya ilmu pertanian telah mengantarkan saya pada berbagai capaian dan pengalaman yang berharga. Saya bersyukur kepada-Nya karena telah memberikan kado yang indah pada akhir status saya sebagai mahasiswa. Kado tersebut mengingatkan pada saya bahwa hal yang terpenting dalam kehidupan adalah kebermanfaatan. Gelar sarjana pertanian (S.P.) telah saya dapatkan setelah berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul analisis permintaan buah pada hotel berbintang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Naskah tersebut berhasil menarik perhatian dosen, hingga dijadikan bahan tulisan dan rekomendasi regulasi. Harapan saya, studi tersebut dapat memberikan kemanfaatan di mana regulasi yang baru dapat menciptakan sebuah hubungan yang baik dan saling menguntungkan antara petani buah, pemerintah, dan dinas pariwisata. Yang tidak kalah penting dalam kisah ini adalah inti kehidupan yang hendak saya jalankan, yakni menjadi sebuah kamar. Kegunaan kamar yang utama adalah menaungi 33


orang-orang yang ingin beristirahat. Saya ingin selalu menjadikan diri saya sebuah naungan karena kemampuan multitalenta yang ingin terus saya kuasai, sehingga saya bisa bermanfaat untuk keluarga maupun orang-orang di sekitar saya dan akhirnya mereka merasa nyaman dengan diri saya karena komunikasi dan tingkah laku saya. Namun untuk membangun kamar yang nyaman dan besar perlu mempersiapkan berbagai aksesoris, seperti cat dan fullset furniture yang selalu diperbarui. Artinya penting bagi saya adalah kemampuan adaptasi dan rasa ingin tau yang tinggi memperindah diri saya dapat dikatakan kamar menjadi indah dan nyaman untuk digunakan istirahat. Angan ini juga berlaku di setiap langkah saya dalam menyebarluaskan pentingnya ilmu pertanian. Saya ingin menjadi sosok yang senantiasa meng-upgrade diri agar mampu menjadi payung dalam penyebaran pentingnya ilmu pertanian.

34


Kisah Perempuan dengan Pertanyaan dan Semangatnya Oleh: Sartika Intaning Pradhani (Ilmu Hukum 2010)

Perkenalkan nama saya Sartika Intaning Pradhani. Saat ini saya sedang mengikuti perkuliahan di Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Berprestasi adalah harapan setiap orang tua terhadap anak-anaknya baik itu yang tengah duduk di sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Berdasarkan pengamatan saya, terdapat berbagai arti dan pandangan dari kata ‘berprestasi’, mulai dari deretan kejuaraan, IPK sempurna, community development project, dan beragam pandangan lainnya. Tidak jarang jika banyak mahasiswa bersemangat untuk senantiasa berprestasi dalam berbagai bidang hal, dengan alasan masing-masing. Harapan untuk menjadi berprestasi membumbung tinggi, tidak terkecuali pada diri saya. Beragam versi dan pemahaman sempat muncul di benak saya. Dan pada akhirnya saya dapat mengatakan bahwa prestasi terbesar adalah ketika ilmu saya dapat bermanfaat bagi orang lain. 35


Meskipun saya lulus S1 dengan IPK 4.00, hal tersebut tentu tidak berarti bila ilmu yang saya miliki tidak bermanfaat bagi orang lain. Simple bukan? Pencapaian prestasi akademik saya bukan semata-mata karena saya belajar di dalam kelas, tetapi justru karena saya belajar di luar kelas melalui berbagai macam kegiatan, dengan tidak pernah melupakan kewajiban utama saya untuk menyelesaikan kuliah. Itulah mengapa sembari saya berkuliah di Magister Ilmu Hukum, saya juga melakukan berbagai penelitian dan menjadi relawan konselor hukum di Rifka Annisa Women Crisis Centre. Passion untuk senantiasa mengamalkan ilmu agar bermanfaat bagi orang lain senantiasa mengiringi setiap langkah saya dalam penelitian. Saya suka melakukan penelitian karena saya memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Berbagai pertanyaan tentang hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sering muncul dalam benak saya, karena saya percaya bahwa hal-hal di dunia ini terjadi karena alasan tertentu. Rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi telah mendorong saya untuk melakukan pencarian demi pencarian melalui kegiatan penelitian. Maka dari itu, saya melakukan penelitian berbagai tema mulai dari isu perempuan, kesetaraaan gender, Pancasila, dan hukum tata negara. Saya menyadari bahwa proses penelitian bukanlah proses yang berlangsung dalam sekejap. Dibutuhkan rangkaian tools agar memperoleh hasil penelitian yang berkualitas. Suka duka proses penelitian terasa terbayarkan manakala saya dapat mempresentasikan hasil penelitian yang telah dilakukan, beberapa di antaranya adalah 36


penelitian Hukum Majemuk Tunggal dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan dipresentasikan di Kongres Pancasila VII pada 31 Mei – 1 Juni 2015; Program Laki-Laki Peduli sebagai Upaya Pelibatan Laki-Laki dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak yang dipresentasikan pada Seminar Series #1 oleh Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia pada 11-12 Juni 2015 di Kampus Universitas Indonesia Salemba;

Pancasila, Islam, and Freedom of Religion in the Unitary State Republic of Indonesia dipresentasikan pada Short Course Sharia and Human Rights: Scholarly Background and Cases of Controversy in Contemporary Indonesia pada 12 Juni 2015. Penelitian tentang Tanah Kasultanan juga sempat dipresentasikan di First ACAS Graduate Student’s Symposium, Ateneo De Manila University pada 16-17 Juli 2015. Karya-karya tersebut bukanlah semata-mata berasal dari saya pribadi, namun berasal dari berbagai sumber informasi yang kebetulan saya tulis dan dapat saya bagikan kepada orang yang lebih luas. Saya merasa sangat bersyukur mendapatkan berbagai kesempatan untuk mempresentasikan hasil penelitian saya. Hal ini menjadi sarana bagi saya untuk berbagi ilmu dan pengetahuan kepada sesama, karena semakin banyak orang mengetahui hasil penelitian maka semakin banyak pula manfaat yang akan diterima khalayak. Saya senantiasa berharap agar rangkaian fakta dan analisa yang tertuang dalam hasil penelitian akan memberikan manfaat untuk orang lain. Berbagi ide sama dengan berbagi inspirasi. Berbagi inspirasi akan sama dengan berbagi semangat untuk membuka wawasan dan menginisiasi perubahan bersama-sama. Di sinilah saya berharap 37


kemampuan dan ilmu saya dapat berkontribusi dalam perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Di samping melakukan berbagai penelitian, passion untuk senantiasa mengamalkan ilmu telah mendasari saya untuk aktif sebagai relawan konselor hukum, khususnya untuk perempuan. Kepedulian ini muncul karena saya melihat ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Hal ini saya ketahui ketika magang di Pusat Studi Wanita dan Rifka Annisa Women Crisis Centre. Ketimpangan gender adalah salah satu permasalahan yang mengetuk hati saya. Ironisnya, terkadang perempuan sendiri tidak sadar bahwa dirinya berada dalam relasi yang tidak setara dan sering mengalami kekerasan. Berbagai kasus yang menimpa perempuan seperti kehamilan di luar nikah dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi realitas yang makin memantik kepedulian saya. Tidak sedikit perempuan yang mengalami ketidakadilan, tidak mempunyai daya dan upaya agar lepas dari penderitaannya. Perempuan selalu menjadi korban dan harus menanggung dampak atas ketimpangan yang menimpanya. Bagi saya, perempuan perlu dibebaskan dari ketidaksetaraan relasi agar tidak lagi rentan terhadap kekerasan. Perjuangan untuk membebaskan perempuan dari relasi yang tidak setara bukanlah suatu perjuangan yang singkat dan mudah. Ini adalah perjuangan yang sudah dirintis berpuluh-puluh tahun yang lalu. Saya merasa 38


terpanggil untuk ikut berjuang membantu meringankan sedikit penderitaan perempuan. Berbekal ilmu hukum yang saya miliki, saya memberikan bantuan berupa konsultasi hukum dan pembuatan dokumen-dokumen hukum, seperti gugatan cerai, replik, duplik, dan surat-surat yang lain. Berbagai bantuan tersebut saya berikan untuk perempuan agar mereka bisa terlepas dari berbagai permasalahan. Saya senantiasa berharap agar sedikit kontribusi tersebut dapat memberikan dampak positif untuk perempuan Indonesia. Itulah harapan saya. Dari berbagai realitas yang saya temui di lapangan, saya terpantik untuk senantiasa menyuarakan perubahan. Menurut saya, penting bagi perempuan untuk bersikap kritis dan memiliki pemikiran bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan kesetaraan. Perempuan haruslah merdeka sebagaimana cita-cita Kartini. Saya ingin mengatakan dan menyerukan: “stop segala bentuk kekerasan pada perempuan�. Perempuan harus bangkit, karena di balik perempuan yang kuat adalah dirinya sendiri. Diri yang merdeka, yang berani menentukan hidupnya sendiri tanpa rasa takut dan paksaan. Langkah demi langkah telah saya lalui mulai dari duduk di bangku perkuliahan menimba ilmu, mengamati dan menganalisa kondisi sosial, menuliskannya, mempresentasikannya, hingga memberikan pendampingan untuk perempuan. Beragam cara ini lahir dari keinginan agar ilmu saya dapat memberikan manfaat pada orang lain, termasuk memberikan kontribusi pada tata sosial yang lebih adil. Saya berharap upaya tersebut dapat mempertegas peran saya selaku mahasiswa, selaku agent of change. Dalam 39


proses tersebut, saya mengandaikan diri ibarat sebuah kacamata. Melalui berbagai kacamata, kita akan mempunyai perspektif dan cara pandang yang berbeda. Saya adalah orang yang suka bertanya dan menggali banyak hal dalam rangka menemukan perspektif, cara pandangan, pengetahuan, dan pemahaman yang baru tentang hal-hal yang terjadi di dunia. Itulah mengapa saya suka menjadi kacamata bagi banyak orang untuk dapat memberikan dan berbagi pengalaman dengan orang lain, tanpa harus mengalaminya sendiri. Hidup terlalu singkat untuk dijalani sendiri tanpa belajar dan berbagi dari pengalaman orang lain. Melalui berbagai cara inilah saya menaruh harapan agar dapat terus berkembang menjadi kacamata yang memberikan pencerahan, sehingga saya dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara.

40


Think Globally, Act Locally Oleh: Dyah Savitri Pritadrajati (Ilmu Ekonomi 2010)

Nama lengkap saya adalah Dyah Savitri Pritadrajati dan temanteman biasa memanggil saya Prita. Saya merupakan mahasiswa angkatan 2010 dan baru saja menuntaskan pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi pada Februari 2015. Untuk menambah pengalaman, saat mahasiswa saya aktif terlibat dalam beberapa organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (Himiespa), AIESEC Local Committee UGM, Komunitas #UntukPapua, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Sendai dan AFS Bina Antarbudaya Chapter Yogyakarta. Saya merasa sangat beruntung dapat menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, tidak hanya karena reputasi pendidikannya yang unggul tetapi juga karena banyaknya kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan mahasiswa di tingkat internasional. Tidak jarang partisipan diberi full scholarship yang meliputi biaya transportasi dan akomodasi selama berlangsungnya program. Asalkan aktif mencari 41


informasi dan memenuhi persyaratan, bukan tidak mungkin seorang mahasiswa dapat berpartisipasi dalam program pertukaran pelajar ke universitas top dunia. Pada tahun ketiga pendidikan saya di Universitas Gadjah Mada, saya berkesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke Universitas Tohoku di Jepang selama satu tahun. Universitas ini merupakan universitas unggulan di Jepang yang memiliki reputasi akademik yang baik dan sangat aktif dalam kegiatan penelitian. Melalui program ini saya diperkenalkan kepada budaya Jepang, tidak hanya yang telihat secara superficial seperti kuil, kimono, upacara minum teh, dan lain lain, tetapi juga wisdom masyarakat Jepang yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari seperti budaya tertib, penghargaan terhadap waktu, etos kerja, dan lain sebagainya. Pengalaman ini telah membuka pikiran dan memberikan inspirasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan kehidupan masyarakat Indonesia. Melalui program ini pula, saya berkesempatan untuk membangun jaringan dengan teman-teman dan juga profesor di Universitas Tohoku. Pengalaman dan jaringan yang telah dibangun tentu akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi karier saya kedepannya tetapi juga bagi pengembangan kehidupan masyarakat. Menurut saya, sejak muda kita perlu membangun wawasan internasional yang juga didukung dengan semangat nasionalisme yang tinggi. Harapannya, kelak ketika menjadi pemimpin kita dapat dengan jeli melihat kesempatan yang ada di level internasional dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

42


Berbagai inspirasi yang saya kumpulkan selama ikut serta dalam kegiatan internasional, membuat saya tergerak untuk aktif mengembangkan proyek di bidang literasi dan inklusi keuangan. Saya meyakini bahwa salah satu tanda keberhasilan pembangunan suatu negara adalah terciptanya suatu sistem keuangan yang stabil dan memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam proses tersebut, akses layanan jasa keuangan merupakan syarat penting keterlibatan masyarakat luas dalam sistem perekonomian. Meskipun demikian, saat ini akses masyarakat kepada layanan jasa keuangan di Indonesia tergolong rendah. Realitas ini terlihat dari data Bank Dunia yang menyebutkan bahwa persentase orang dewasa yang memiliki rekening di institusi keuangan formal di Indonesia baru mencapai 20 persen. Angka ini sangat rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN lainnya seperti Malaysia (66 persen), Thailand (73 persen), dan Singapura (98 persen). Hal ini menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan meraih manfaat sosial yang lebih besar. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah belum memadainya tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat di bidang keuangan. Meskipun saat ini pemerintah sedang giat menggalakkan program peningkatan literasi keuangan, namun inisiatif dari anggota masyarakat untuk mendukung suksesnya pelaksanaan program tersebut adalah faktor yang paling krusial. Pada awal tahun 2015, saya memperoleh penghargaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai juara I dalam Kompetisi Inklusi Keuangan (Koinku) dengan menciptakan 43


suatu permainan keuangan yang dikenal dengan Econofonia. Bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), permainan ini akan diproduksi dalam jumlah besar dan didistribusikan terutama ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang memiliki tingkat literasi keuangan yang baik, perlu adanya perubahan kebiasaan yang ditanamkan sejak dini. Dalam hal ini, permainan menjadi metode yang mampu menimbulkan perubahan kebiasaan dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami. Pemahaman mengenai pengelolaan keuangan yang baik di masa kanak-kanak dan remaja diharapkan dapat menghasilkan perilaku individu dan rumah tangga yang lebih bijak dalam membuat keputusan keuangan. Econofonia telah diuji coba di beberapa sekolah dasar di Indonesia dan mendapat sambutan yang sangat positif baik dari para guru maupun siswa. Dalam proses uji coba tersebut, saya mendapat banyak kritik dan saran yang dapat saya gunakan untuk pengembangan dan penyempurnaan permainan Econofonia. Masih dalam semangat berkontribusi dalam mendorong strategi nasional peningkatan literasi keuangan, pada bulan Juli 2014 yang lalu, saya dan teman-teman yang tergabung dalam kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) berkesempatan melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di Kampung Manyaifun, Papua Barat selama dua bulan. Kami melakukan aktivitas pengembangan produk lokal seperti abon ikan, keripik pisang, dan kerajinan tangan khas Manyaifun, revitalisasi koperasi dan kelompok usaha, serta pelatihan pencatatan dan manajemen keuangan. Kami berusaha memberikan bentuk kontribusi nyata kepada 44


masyarakat setempat dalam dua aspek utama yaitu, mendorong aktivitas ekonomi dan meningkatkan pemahaman (literasi) masyarakat di bidang keuangan. Kami meyakini bahwa kegiatan peningkatan literasi keuangan masyarakat tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu didorong dengan basis kegiatan ekonomi yang kuat. Dengan pengembangan produk lokal tersebut, diharapkan masyarakat dapat menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan adanya peningkatan pendapatan. Kegiatan ekonomi masyarakat juga dapat lebih berkembang dengan adanya koperasi dan kelompok usaha. Selain itu, edukasi mengenai pencatatan dan manajemen keuangan dilakukan utamanya mengenai pencatatan pemasukan dan pengeluaran serta pemahaman untuk selalu disiplin dalam mengelola keuangan misalnya dengan memisahkan antara pos keuangan rumah tangga dan kegiatan usaha. Ke depannya, saya berharap dapat berkolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional di dunia untuk mengembangkan proyek ini lebih lanjut. Saya yakin bahwa kolaborasi dan kerja sama akan memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan jika diselesaikan sendiri. Dengan saling berdiskusi dan belajar satu sama lain, kita dapat mengumpulkan berbagai ide dan inspirasi yang sifatnya holistik. Meskipun solusi yang diterapkan di suatu negara tidak dapat serta merta diaplikasikan di Indonesia, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari 45


pengalaman negara lain dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun solusi yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Dengan demikian sangat penting untuk memiliki wawasan internasional guna menyelesaikan permasalahan nasional. So, let’s think globally and act locally.

46


Bermimpi, Berkarya, dan Berbahagia Oleh: Regisda Machdy Fuadhy (Psikologi 2010)

Dengan skor TOEFL 460 beranikah kamu bermimpi lolos program exchange ke Swedia? Dengan nihil piala beranikah kamu bermimpi menjadi mahasiswa berprestasi? Dengan segudang masalah pribadi beranikah kamu berkarya dan berbagi? Ya! Saya Berani! Setiap orang tidak terlahir sebagai bintang, namun semua memiliki hak yang sama untuk menjadi cemerlang. Setiap orang berperang dengan konflik batin di dalam diri, namun semua memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada negeri. Saya tidak terlahir sebagai bintang, dan tidak ada satu orang pun yang terlahir sebagai bintang. Apa yang saya maksud dengan bintang? Yaitu terlahir dalam keadaan yang sangat sempurna: terlahir di keluarga yang kaya raya sehingga kuliah tak perlu cari beasiswa; terlahir di Amerika ketika orang tua studi S3 sehingga tak perlu kursus untuk lancar berbahasa asing; terlahir dengan wajah rupawan sehingga bisa percaya diri untuk sekadar presentasi di depan kelas; ataupun terlahir dalam kondisi menguntungkan 47


lainnya sehingga kita menjadi manusia yang sempurna dari sisi kognitif, afektif, spiritual, dan sosial. TIDAK, tidak ada yang sesempurna itu. Sesempurna apapun orang yang kita lihat, pasti mereka memiliki pertarungan sendiri dalam diri apakah dari sisi emosi, pikiran, sosial, atau spiritual. Atas dasar itulah saya meyakini bahwa kita semua berasal dari garis start yang sama. Bermimpi Semenjak masuk kuliah, saya mulai menata mimpi saya. Saya menyadari bahwa tanpa mimpi, hidup ibarat berjalan di hutan belantara tanpa tahu tujuan dan kompas yang menunjukan arah. Saya memilih untuk bermimpi, menentukan arah saya, menyiapkan kompas, dan berjalan di hutan dengan arah yang pasti. Tetapi tentunya, saya juga menyiapkan diri jika di tengah jalan Tuhan menyuruh saya berbelok ataupun melihat keindahan lain yang ingin Ia suguhkan. Bermimpi, tanpa menutup ruang untuk Tuhan memberi kejutan. Karena sebesar apapun mimpi kita, Tuhan Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Sejak semester dua, saya telah menuliskan mimpimimpi saya. Daftarnya sangat panjang dan saya tidak pernah malu untuk menyampaikannya kepada teman-teman saya. Di antaranya adalah: (1) exchange ke Jerman, (2) international conference, (3) menjadi ketua di salah satu organisasi kampus, (4) mengabdi di luar Pulau Jawa, (5) skor TOEFL meningkat pesat, (6) jadi asisten dosen, (7) menerbitkan novel, (8) 5 tahun setelah lulus kuliah sudah punya panti asuhan atau yayasan sendiri, (9) dan masih banyak lagi.

48


Saya berani menuliskan mimpi-mimpi yang banyak itu tentu saja karena saya punya referensi. Saya berbincangbincang dengan senior-senior yang berprestasi sehingga saya tahu kesempatan apa saja yang bisa saya upayakan untuk menggapai mimpi saya. Lalu apakah saya berhasil meraihnya? Berkarya Tuhan tak akan tidur dan menyia-nyiakan perjuangan hamba-Nya. Berbagai perjuangan telah saya lakukan untuk menggapai mimpi yang saya tuliskan sebelumnya. Di akhir semester 2 saya mendapatkan kesempatan pergi ke Cina untuk menghadiri The 9th Biennial Conference of Asian Association of Social Psychology. Saya pergi ke Cina bukan karena tanpa usaha. Enam bulan sebelumnya saya dan teman-teman mengadakan lebih dari delapan seminar, workshop, dan training dalam rangka fundraising. Belum lagi kami pun berjualan nasi kotak untuk mengumpulkan uang agar semua yang memiliki niat dapat berangkat ke Cina. Kesempatan selanjutnya saya dapatkan dengan penuh perjuangan pula. Di akhir semester 3 saya mempresentasikan penelitian saya pada The 2nd International Conference of Indigenous and Cultural Psychology di Bali. Di akhir semester 5, penelitian saya diterima dalam The 3rd

International Conference of Indigenous and Cultural Psychology, Langkawi, Malaysia. Namun saya tidak menghadiri konferensi di Malaysia karena harus pergi ke Swedia selama enam bulan untuk pertukaran pelajar serta riset mengenai psikologi lintas budaya. Menyinggung sedikit 49


mengenai beasiswa ke Swedia, saya sampai tes TOEFL empat kali dalam satu bulan demi mencapai skor 550 –sekali lagi, tidak ada yang mudah dalam mengejawantahkan mimpi kita. Berbagai kegiatan dalam bidang psikologi lintas budaya telah saya ikuti. Hal ini membuat beberapa teman dekat saya mengira saya akan memfokuskan diri saya pada bidang tersebut. Mereka berpendapat seperti itu karena tiga konferensi yang saya ikuti serta exchange yang saya jalani bertemakan psikologi lintas budaya. Namun selama saya berkarya khususnya saat melakukan penelitian, saya menemukan passion sejati saya yaitu pada bidang pendidikan inklusi dan kesehatan mental. Passion inilah yang kemudian mengiringi langkah-langkah saya dalam bidang pendidikan inklusi. Pendidikan Inklusi Ketertarikan saya pada bidang pendidikan inklusi bermula ketika saya melakukan penelitian mengenai metode pembelajaran di sekolah inklusi. Selama melakukan penelitian, saya merasa sedih melihat kondisi sekolah inklusi di Yogyakarta yang jauh dari kata ideal. Sekolah inklusi adalah sekolah yang mengintegrasikan anak-anak berkebutuhan khusus (tuna netra, tuna rungu, anak dengan autisme, anak dengan hiperaktivitas, disleksia, dan lain-lain) dengan anak-anak non-berkebutuhan khusus di kelas reguler. Sayangnya, pemerintah membuat kebijakan ini tanpa adanya persiapan yang matang sehingga semua elemen sekolah justru menganggap kehadiran anak-anak tersebut

50


sebagai beban. Akibatnya mereka sering mengalami diskriminasi dalam kegiatan belajar mengajar. Berbekal hasil penelitian yang telah saya lakukan, saya membuat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat dengan tujuan untuk mengedukasi pihak sekolah dan orang tua murid bahwa anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak berbakat yang bisa diasah potensinya jika saja semua pihak mau memberi mereka kesempatan. Program pengabdian masyarakat tersebut juga saya ajukan menjadi program Personal Leadership Project pada forum Young Leaders for Indonesia (YLI) National Wave 6 dari McKinsey & Company. Hasil penelitian dan program pengabdian tersebut saya olah kembali menjadi sebuah karya tulis ilmiah (KTI) dan kemudian saya ajukan dalam kompetisi Mahasiwa Berprestasi Universitas Gadjah Mada. Alhamdulillah, karya yang berasal dari hati tersebut mengantarkan saya masuk dalam 10 besar mahasiswa berprestasi UGM. Senang sekali rasanya Fakultas Psikologi akhirnya dapat menunjukan taringnya di tingkat universitas. Kesehatan Mental Di samping memiliki ketertarikan pada bidang pendidikan inklusi, saya juga memiliki kepedulian terhadap isu kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan aspek yang penting dalam hidup, namun sayangnya masyarakat Indonesia belum menganggap penting isu ini. Contohnya 69% pasien di puskesmas sering mengeluhkan sakit fisik (demam, mual, dan sebagainya) tanpa adanya bukti medis. Sejatinya mereka mengalami gangguan emosi dan mental. Sangat disayangkan ketika mereka tidak tahu bagaimana 51


menjaga kesehatan mentalnya. Untuk itu, saya terjun dan memfokuskan langkah saya pada kesehatan mental di bidang pendidikan. Singkatnya, ketika sekolah-sekolah fokus mengunggulkan prestasi akademik seperti kelulusan UN, fasilitas internasional dan sebagainya, saya dan teman-teman berusaha agar murid-murid sekolah tidak hanya fokus pada hal-hal akademik namun juga kesehatan mentalnya. Banyak sekali pelajar Indonesia yang stress dan berperilaku menyimpang seperti tawuran, bullying, seks bebas, dan lainlain karena mereka mengalami tuntutan yang sangat besar di sekolah. Untuk itulah saya dan teman-teman bermaksud membuat program jangka panjang kurikulum kesehatan mental bagi pelajar Indonesia. Selain memfokuskan dimensi kesehatan mental dalam penelitian, saya dan teman-teman yang tergabung dalam satu tema skripsi mendirikan organisasi bernama Youth Empowerment Studio (YES!). Organisasi tersebut didirikan untuk mengimplementasikan program yang kami buat dalam penelitian kami. Adapun program utamanya adalah memberikan pelatihan gratis kepada remaja sekolah untuk mengelola emosi dan mentalnya. Di sinilah saya mencoba untuk berkontribusi demi masa depan generasi muda yang lebih baik. Integrasi Dua Passion Perjalanan-perjalanan belajar yang telah dilalui membuat saya menyadari bahwa pengetahuan kita sebagai manusia amat terbatas ibarat segelas cangkir sedangkan pengetahuan Tuhan seluas samudra. Banyak hal yang menarik tetapi tak sampai waktu manusia untuk 52


mengeksplorasi semuanya. Maka dari itu, saya memfokuskan pada dua passion yang telah saya jabarkan di atas: pendidikan inklusi dan kesehatan mental, dari berbagai minat saya seperti psikologi lintas budaya, pengembangan kurikulum, kesehatan mental, pendidikan inklusi, dan sebagainya. Saya mencoba kembali berkarya dengan mendirikan pijarpsikologi.org, sebuah portal psikoedukasi dan konsultasi online gratis. Pijarpsikologi.org didirikan untuk mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan mental, pendidikan inklusi, dan isu-isu psikologi lainnya. Melalui website tersebut, masyarakat dapat melihat poster dan artikel mengenai anakanak berkebutuhan khusus yang sukses dan juga tips-tips menjaga kesehatan mental. Selain itu, masyarakat juga dapat berkonsultasi secara gratis di Pijarpsikologi.org mengenai keluhan apapun yang mereka hadapi dalam hidup. Melalui jalan inilah kami berkontribusi dan mengimplementasikan pengetahuan yang kami miliki. Setidaknya ada 60 temanteman volunteer mahasiswa psikologi di seluruh Indonesia yang berkontribusi melalui penulisan artikel dan poster; serta 14 orang psikolog yang telah berkontribusi dalam memberikan layanan konseling. Saya berharap Pijar Psikologi dapat mencapai visinya dalam menjadi icon Psikologi Indonesia, sekaligus menjadi wadah kontribusi bagi kami untuk mewujudkan bangsa yang lebih baik. Berbahagia Dari cerita saya mengenai karya-karya yang telah saya hasilkan, apakah teman-teman melihat kesesuaian dengan mimpi-mimpi saya di awal? Sebagian iya, sebagian tidak. 53


Apakah teman-teman berpikir saya kecewa? Sebagian iya, sebagian tidak. Sejak awal saya berusaha men-setting otak saya bahwa manusia boleh memiliki rencana namun segala kuasa ada di tangan Tuhan YME. Settingan tersebut saya buat agar saya tidak perlu kecewa jika ada mimpi-mimpi yang tidak menjadi kenyataan. Misalnya dulu saya bermimpi exchange ke Jerman, akan tetapi sampai semester 5 skor TOEFL saya tidak cukup untuk mendaftar beasiswa Erasmus Mundus ke Jerman. Jangankan program Erasmus, program-program ke negara Asia yang skor TOEFL-nya lebih rendah saja saya selalu ditolak. Namun karena kemauan keras untuk menuntut ilmu di negeri orang, berkali-kali saya mendaftar program, berkali-kali saya tes TOEFL, hasilnya saya diterima exchange di Swedia selama enam bulan. Mengenai mimpi menjadi ketua di salah satu organisasi kampus, saya sempat merasa gagal karena tidak bisa menjadi ketua organisasi kampus. Saat itu saya memilih melepas semua organisasi yang saya ikuti demi fokus mengejar exchange. Tetapi alhamdulillah, saya semakin percaya diri dengan bekal ilmu yang saya bawa sepulang dari program exchange. Walhasil saya dapat mendirikan tiga organisasi dan menjadi ketua pertama di tiap-tiap organisasi yang saya buat. Ketiga organisasi tersebut adalah Youth Empowerment Studio (YES!), Forum Inspirasi Psikologi (FIP), dan Pijarpsikologi.org. Tentu saja saya berhasil

54


mendirikan organisasi-organisasi tersebut berkat dukungan dari teman-teman dekat saya. Dari perjalanan panjang ini, saya menyimpulkan bahwa Tuhan selalu punya kejutan yang lebih indah jika kita mau membuka mata. Maka dari itu, sebagai manusia kita harus memberi ruang untuk membiarkan rencana Tuhan mengalir dengan indah dalam hidup kita. Sebisa mungkin kita tetap berbahagia apapun yang terjadi, optimis, dan yakin semua akan indah pada waktunya. Dari delapan mimpi yang saya tulis di paragraf awal (sebenarnya masih puluhan mimpi belum saya tulis). Masih ada dua mimpi yang saya nanti untuk terwujud yaitu menerbitkan novel dan juga mendirikan yayasan. Seperti prinsip yang telah saya jalankan, saya berusaha semampu saya dan menunggu Tuhan memberikan saya kesempatan untuk mewujudkannya. Di sinilah saya mengibaratkan diri saya seperti anak kecil yang selalu bahagia dengan apa yang dilakukannya. Saya sadar usia semakin menuntut saya menjadi dewasa. Namun menjadi anak kecil adalah hal yang ingin saya lakukan agar saya terus bahagia. Menurut pendapat saya, ada beberapa sifat anak kecil yang layak kita pegang hingga berapapun usia kita: memiliki banyak mimpi, tidak takut dengan mimpinya, berusaha menjalankan apa yang ia bisa, selalu bertanya jika tidak tahu, mengajak teman jika tak sanggup melakukan sendiri, jika gagal dalam sesuatu akan terus mencoba lagi, dan selalu bahagia dengan apa yang dijalani. Hidup semakin lama semakin keras. Seiring berjalannya waktu, kita akan menyadari bahwa ada mimpimimpi yang memang tak bisa kita raih, ada pengalaman55


pengalaman pahit yang akan kita jalani, ada hal-hal yang tak sesuai ekspektasi. Tetapi apapun yang terjadi, “jangan lupa bahagia� adalah salah satu kalimat yang harus kita pegang. Jangan sampai mimpi yang kita susun malah jadi beban dan jangan sampai karya yang kita buat hanya menghabiskan energi. Berbahagialah, dan biarkan mimpi kita menemukan jalannya menjadi sebuah karya nyata.

56


Di Antara Dua Jalan Oleh: Rida Nurafiati (Akuntansi 2011)

"Kecerdasan dan kepintaran hanyalah kesia-siaan ketika kita

tidak bisa membawa kebaikan untuk lingkungan sekitar.� – Ridwan Kamil Dilahirkan di sebuah keluarga yang sederhana membuat saya merasa bahwa hidup itu pilihan. Pilihan untuk berjuang agar dapat mengubah jalan hidup kita atau pilihan untuk mengikuti kemana takdir membawa kita. Dalam hidup, saya percaya bahwa ada takdir yang dapat diubah dengan usaha dan doa yang tak pernah putus. Hal inilah yang mengiringi langkah saya dalam menjalani hidup. 57


Sejak kecil, saya dan kedua kakak perempuan saya sudah diajarkan untuk hidup mandiri dan berjuang untuk menggapai mimpi di atas kaki sendiri. Sedari SD hingga SMA, saya berjualan di sekolah, mulai dari loose leaf, capcay, pudding, dan pulsa. Dari laba atas penjualan dan tabungan dari hadiah lomba, saya mampu membeli sepeda Polygon, telepon genggam hingga membuat paspor ketika SMA. Paspor inilah yang mengantarkan saya dalam mengikuti kegiatan-kegiatan mancanegara. Perjalanan kuliah di UGM diawali dengan perjuangan memohon keringanan pembayaran SPMA. Ketika SMA, saya belajar di jurusan IPA, sehingga orang tua saya mengidamkan anaknya menjadi seorang dokter. Hal ini tentu berseberangan dengan jurusan yang saya pilih, Akuntansi. Saat itu saya berpikir bahwa pengetahuan finansial penting untuk perumusan kebijakan setelah melihat kiprah Sri Mulyani yang menjabat sebagai Menteri Keuangan. Dari pemikiran sederhana itu, saya menjatuhkan pilihan pertama dan satu-satunya di jurusan Akuntansi UGM. Berbekal keberanian dan disertai dengan kelengkapan dokumen, saya sendiri menemui sekretaris rektor di ruangannya demi meminta keringanan pembayaran SPMA mengingat orang tua saya tidak berekspektasi biaya yang dikenakan sebesar itu. Pembayaran SPMA sebesar 15 juta rupiah yang semestinya dilunasi saat daftar ulang, akhirnya dapat diangsur selama 3 semester. Pada temu kuliah perdana, saya buta tentang akuntansi. Hingga semester 3, saya masih ingin pindah jurusan karena merasa tidak optimal dalam mengeksplorasi akuntansi. Namun saya tidak boleh menyerah karena ini 58


keputusan yang saya ambil dengan konsekuensinya. Di tengah perasaan itulah saya berusaha mencari pelarian yang kiranya dapat membanggakan orang tua sejak bulan pertama kuliah yaitu dengan mengikuti kegiatan luar kampus terkait lingkungan hidup, yang mana ketertarikan di bidang ini sudah tumbuh sejak SMA. Pada September 2011, saya terpilih untuk mengikuti Tunza International Children and Youth Conference yang diadakan United Nations Environment Programme. Di sinilah saya bertemu dengan para pemuda yang mampu menyelaraskan studi dengan passion di lingkungan hidup dan berprestasi di bidangnya. Langkah ini terinspirasi dari Gracia Paramitha, Yangki Imade Suara dan Vania Santoso. Dari ketiga orang ini saya belajar bahwa kepedulian lingkungan tidak hanya dapat diwujudkan dalam bentuk aksi langsung, namun dapat dengan berbagai cara, seperti advokasi, eco-business, dan kepenulisan. Dari merekalah saya semakin tergerak dalam bidang lingkungan hidup. Pada tahun 2011, saya dan empat teman saya mendirikan Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI) Provinsi Yogyakarta, representatif daerah untuk KOPHI Nasional yang kini tersebar di 17 provinsi. Melalui organisasi inilah saya kembali berinteraksi dan menyebarluaskan pentingnya isu lingkungan. Seiring berjalannya waktu, alhamdulillah saya mendapat kepercayaan dari UNEPSamsung Engineering untuk menjadi Tunza Ecogeneration Ambassador to Indonesia yang bertugas mengajarkan pendidikan lingkungan hidup khususnya kepada anak-anak. Di sinilah saya mulai terjun di ranah grassroot dengan cara berbagi dan mengedukasi pentingnya menerapkan gaya 59


hidup ramah lingkungan. Tidak saya duga sebelumnya, kegiatan ini menjadi titik mula bagi saya untuk terjun di ranah grassroot. Ketika saya diberi kepercayaan sebagai Ketua Umum Provinsi Yogyakarta tahun 2012-2013, seorang ibu yang tinggal di Desa Juangen, Sleman menelepon. Kemudian kami melaksanakan sosialisasi pengelolaan sampah kepada ibu-ibu PKK setempat. Secara langsung saya dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang saya miliki, sekaligus belajar dari masyarakat karena ada kalanya teori yang kami dapatkan tidaklah sepenuhnya tepat. Masyarakat lokal terbukti mampu beradaptasi dengan teknologi baru dengan penyesuaian pada budaya mereka. Harapannya kepedulian akan lingkungan semakin tumbuh di masyarakat. Dengan beragam aktivitas tersebut membawa KOPHI Provinsi Yogyakarta untuk menerima penghargaan KOPHI Daerah Terbaik se-Indonesia tahun 2013. Dalam langkah selanjutnya, saya menyadari bahwa kampanye lingkungan tidak hanya dilakukan melalui sosialisasi, namun dapat pula melalui berbagai media, salah satunya adalah seni musik. Melalui musik, pesan dapat mudah dipahami oleh semua kalangan. Melalui grup SoloEtnika, kami mengusung tema lingkungan hidup yang dikemas dalam paduan musik tradisional gamelan Jawa dan musik modern. Untuk itu saya dan teman-teman alumni SMA Negeri 1 Surakarta (KASMAJI) mengikutsertakan single kami dalam Global Youth Music Contest Road to Rio+20 pada tahun 2012 demi menyuarakan kepedulian lingkungan lebih luas.

60


Usaha pelarian dari rutinitas kuliah masih berlanjut dengan beragam kegiatan di bidang lingkungan. Dalam pelarian tersebut, saya terpilih menjadi salah satu dari 20 penerima beasiswa dari Kementerian Luar Negeri AS untuk mengikuti studi lingkungan hidup di AS yaitu Study of The

U.S. Institutes (SUSI) for Student Leaders on Global Environment Issues 2013. Ketika diminta untuk menjelaskan keterkaitan antara studi saya dengan lingkungan hidup, saya tidak memiliki gambaran. Kemudian saya berkonsultasi dengan mentor saya, Geh Tsung Chow yang pernah menjadi Lead Sustainability and Climate Change Consultant di ERM. Akhirnya saya mendapat pandangan baru, bahwa akuntansi dapat menjadi tools untuk merumuskan kebijakan lingkungan hidup, sebagai contohnya mekanisme perdagangan karbon, dana alokasi pajak untuk penambahan ruang terbuka hijau. Kejadian ini menjadi titik balik saya untuk bangkit dan mengkorelasikan studi akuntansi dan lingkungan hidup demi menentukan distinctive characteristics saya. Titik inilah yang membakar semangat pada diri saya untuk terus berjuang di antara akuntansi dan lingkungan hidup. Dua bulan berikutnya, saya mengikuti program pemberdayaan masyarakat yang diakomodasi penuh oleh Asia Engage Universiti Kebangsaan Malaysia. Selama tiga minggu, saya dan tim yang terdiri atas 24 pemuda ASEAN menjalankan tiga 61


proyek berbeda di tiga desa yaitu Pasir Lanun, Teluk Gorek dan Air Papan. Tanpa koneksi internet dan moda transportasi yang mendukung, saya dan tim menjalankan proyek di pelosok pesisir Mersing, Johor. Kami membuat tiga jenis trash collection centers dengan memanfaatkan sumberdaya yang sudah tidak terpakai di sekitar camp. Untuk jenis permanen, kami membangunnya dari nol, mulai dari desain, memasang batako, menggergaji rangka atap, mencampur semen, hingga memplester dinding. Sembari kami menyelesaikan pembangunan trash collection center, kami mengajar pendidikan lingkungan hidup di Sekolah Kebangsaan Tanjung Resang dan membuat poster untuk ditempelkan di hostel-hostel. Untuk memudahkan pengajaran, kami membuat “The Handbook of EcoWarriors� yang berisi kisah imajinatif 4 prajurit yang melawan sosok perusak ekosistem laut. Saat itu saya bertanggungjawab mendesain visualisasi karakter dan mencetak buku. Karena keterbatasan fasilitas yang terdapat di Mersing, saya bersama supervisor saya berkeliling seharian mencari percetakan. Satu-satunya yang kami temukan adalah inkjet printer. Bisa dibayangkan betapa lamanya proses mencetak buku untuk 25 anak? Dalam kegiatan tersebut, salah satu hal yang mengejutkan saya adalah ketika beberapa anak mendatangi camp dan mengajak kami mengeksplorasi pantai. “Kak, ini barnacles?�, ujar seorang anak Melayu sembari menunjukkan barnacles kepada saya. Saya tidak pernah mengira, materi yang kami ajarkan walaupun dengan bahasa Inggris dan bahasa tubuh yang terbatas, dapat dimengerti dan diingat oleh anak-anak pesisir. 62


Berbagi dan mengedukasi adalah kegiatan yang saya lakukan untuk menggugah perhatian masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup. Saya dipercaya untuk menjadi project leader maupun tim inti dalam menjalankan beberapa proyek hibah terkait lingkungan hidup di tingkat nasional dan regional ASEAN. Hibah tersebut saya peroleh dari lembaga donor internasional yang berbeda. Saya berharap beberapa proyek hibah ini dapat terus berlanjut, di antaranya Coastal Learning Project (CLAP), Youth EcoPreneurship (YEP) Camp, ASEAN Eco-School Ambassador, ASEAN Youth Energy Institute, dan Green Education Initiative (Philippines-Indonesia). Proyek-proyek ini saya jalankan bersama teman-teman alumni SUSI, ASEAN Youth Eco-Leaders, KOPHI dan IAAS. Walaupun kami berasal dari latar belakang rumpun ilmu yang jauh dari lingkungan hidup, kami berusaha menggunakan kemampuan kami demi mengoptimalkan dampak proyek tersebut. Secara tidak langsung beragam aktivitas terkait lingkungan hidup membuat saya dapat berjejaring dengan berbagai pemangku kepentingan. Alhamdulillah, saya memperoleh undangan dari Kedutaan Besar AS untuk mengikuti launching program Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) pada April 2014. Dalam kegiatan tersebut, kami mempresentasikan konsep proyek lingkungan yang dapat diimplementasikan lintas negara untuk memperebutkan hibah senilai USD 10.000. Pun saya berkesempatan berada di satu forum bersama Presiden Barack Obama, sekaligus menjadi salah satu dari tujuh pemuda perwakilan dari tujuh negara yang memperoleh kesempatan untuk bertanya langsung kepada Presiden 63


Obama. Dianggap mampu menyebarluaskan dan mengimplementasikan gagasan mengenai lingkungan hidup, saya dinominasikan oleh East-West Center AS untuk memperoleh penghargaan Alumni Leadership Impact Award

(ALIA). Pengetahuan di bidang akuntansi dan pengalaman di bidang lingkungan hidup, telah menginspirasi saya untuk melanjutkan studi Carbon Finance untuk menyelaraskan kedua bidang ini. Dari perjalanan sedari awal kuliah hingga kini saya menyadari bahwa terkadang kita dihadapkan pada dua pilihan: panggilan hati (passion) dan studi yang tidak selaras dengan panggilan hati kita. Jika kita mau merenung dan mencermati hal-hal di sekeliling kita, salah satu dari kedua pilihan ini tidak perlu kita gugurkan.[*]

64


Kembangkan Kompetensi Diri dengan Gali Potensi Oleh: Dian Yuanita Wulandari (Kehutanan 2012)

Anugerah pertama yang dilimpahkan ke saya oleh orang tua yaitu nama Dian Yuanita Wulandari. Sekarang saya sedang menimba ilmu di Fakultas Kehutanan UGM. Meski berada di fakultas yang menurut image khalayak umum adalah fakultas dengan dominasi mahasiswa yang sangar dan garang, hobi menjelajah rimba, mengarungi samudra, menaklukkan puncak-puncak dunia, tak serta merta mengurungkan semangat saya untuk tetap mengembangkan minat dan bakat yang saya miliki. Menulis, berlaga di panggung teater, dan mengembangkan public speaking adalah minat dan mungkin juga merupakan bagian dari bakat yang saya miliki. Tak banyak yang mengira jika saya, seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan, mampu beradu akting di atas panggung seni hingga menyandang predikat aktor teater monolog terbaik dalam acara Pekan Seni Mahasiswa Daerah tingkat Yogyakarta. Tak banyak yang tahu bahwa salah satu penerima award 17 penulis cerpen genre komedi romantik tingkat nasional oleh penerbit Divapress adalah seorang 65


mahasiswa Fakultas Kehutanan. Tak banyak yang menyangka jika salah satu pemandu acara atau MC di acara Wisuda UGM baik program diploma, sarjana, dan pascasarjana berasal dari Fakultas Kehutanan. Banyak yang berasumsi bahwa fakultas, jurusan atau sejenisnya menentukan siapa dirimu dan bagaimana jalan hidupmu. Bagi saya, hal itu tidak berlaku. Mengembangkan minat, bakat, softskill adalah suatu kebutuhan. Memang, sebagai mahasiswa waktu kita lebih banyak tercurahkan untuk aktivitas bangku perkuliahan. Sebagai anak muda yang tangguh, sudah seharusnya juga meningkatkan kompetensi diri. Tidak hanya hardskill, tidak hanya jawara di bidangnya, tetapi juga softskill atau potensi diri lain yang ada. Hal tersebut yang mendorong saya untuk tidak hanya terpaku dan terpuaskan oleh bangku perkuliahan dan memilih untuk menggali potensi sejenak serta memperkaya diri dengan pengalaman yang mampu mengasah softskill. Beberapa organisasi saya ikuti, mulai dari lembaga eksekutif, Unit Kegiatan Mahasiswa, serta komunitas-komunitas baik yang berada dalam internal kampus UGM hingga komunitas skala nasional. Sungguh saya sangat merasa beruntung memiliki kegiatan di organisasi-organisasi tersebut. Hal ini dikarenakan banyak aspek kehidupan yang ter-upgrade dengan sendirinya. Saya sering dipertemukan dengan ‘orang-orang penting’, sehingga jaringan juga dapat terbangun lebih baik. Di samping mengembangkan softskill, saya juga mencoba mengimbanginya dengan menggali potensi dari aspek hardskill yaitu bidang keilmuan yang kini saya tekuni. Berpartisipasi dalam penelitian adalah salah satu cara yang 66


saya lakukan. Penelitian yang saya ikuti di antaranya dalam hibah penelitian dari Dikti, hibah penelitian dari E-lisa UGM dan mengikutsertakan diri pada forum kehutanan baik tingkat fakultas hingga internasional seperti pada Forest Lecture in Temperate Forest around Mt. Fuji, Japan yang saya ikuti di penghujung tahun 2014. Tak jarang saya juga gemar mengikuti perlombaan karya ilmiah tingkat mahasiswa. Prestasi terakhir saya, juara III pada kompetisi mitigasi bencana antar mahasiswa tingkat nasional yang diselenggarakan oleh UNDIP pada tahun 2014. Bagi saya, mengembangkan kompetensi diri merupakan wajib hukumnya. Tetapi, jika ditambah dengan membantu orang lain mengembangkan kompetensi dirinya, tentu akan lebih baik. Hal ini mulai saya lakukan sejak tahun 2012 dengan mengikuti lembaga amal kolektif bernama Taman Karunia. Di Taman Karunia, kami tidak hanya menghimpun dana (zakat) tetapi juga menjadi penyalur dan pengajar. Setiap satu bulan sekali, saya dan sahabat-sahabat Taman Karunia rutin datang di Panti Asuhan Difabel Bina Siwi dan Yayasan Himmatu yang keduanya berlokasi di Bantul. Di Bina Siwi, kami mengasah kreativitas anak-anak difabel seperti bermain komputer, membuat kerajinan, menari dan sebagainya. Himmatu adalah yayasan untuk anak yatim piatu. Di sana kami membantu para guru mengajar baca tulis AlQur’an, mengadakan mini 67


talkshow motivasi dengan pembicara beragam, mengadakan outbond dan masih banyak lagi. Menjadi manusia yang selalu memberi manfaat merupakan motivasi terbesar bagi saya. Saya sangat sadar, masa studi saya di kampus besar UGM akan segera berakhir. Oleh karena itu saya ingin terus menciptakan manfaatmanfaat bagi banyak pihak. Di tahun 2015 ini, saya merintis sebuah komunitas untuk teman–teman mahasiswa dari latar belakang broken home. Komunitas ini saya gagas karena saya sangat paham bahwa menjadi anak broken home bukan perkara mudah. Jika seorang anak broken home mampu survive dan bahkan mampu menjadi pribadi yang unggul, itu adalah suatu kemampuan yang luar biasa. Namun tak sedikit pula yang tidak mampu survive sehingga mereka justru menyimpang. Saya adalah anak dari keluarga kurang beruntung (broken home), menggagas pembentukan komunitas ini dengan tujuan untuk menguatkan batin teman-teman dengan latar belakang broken home bahwa mereka tidak sendirian, bahwa hidup terus berjalan dan harus berlanjut. Melalui komunitas ini saya ingin menghimpun inspirasi mahasiswa-mahasiswi broken home yang kemudian akan kami tebarkan inspirasi tersebut untuk bangsa Indonesia. Komunitas ini dibentuk juga sebagai penyadaran para orangtua untuk menahan ego masingmasing dan mempertahankan biduk rumah tangga sehingga tak ada lagi anak gantung diri di lemari setelah orangtuanya berpisah (bercerai). HAMUR adalah nama dari komunitas ini. Diambil dari kata ‘rumah’ yang dibalik. Banyak filosofi dari nama ini. Saya juga sudah menghimpun dukungan dari teman-teman mahasiswa yang berlatar belakang broken 68


home, para psikolog dari UGM dan luar UGM, dan pemangku organisasi kampus UGM. Rencananya, kegiatan HAMUR akan mulai berjalan pada bulan September dengan beragam kegiatan yang lebih difokuskan pada training manajemen dan pengembangan diri. Setiap orang berhak untuk berhasil dalam hidupnya dan berkewajiban pula untuk mengusahakan keberhasilannya. Saya Dian Yuanita Wulandari, mulai turut serta berusaha untuk setiap keberhasilan tersebut. Yuk, turut serta.

69


Prestasi Bukan Sekadar Pembuktian Pribadi Oleh: Yuventia Tunda Reka Anggita (Psikologi 2011)

Nama saya Yuventia Tunda Reka Anggita dan biasa dipanggil Tunda. Tunda terdengar nampak aneh di telinga semua orang, tapi nama itu bukanlah tanpa arti yang diberikan oleh kedua orang tua saya. Tunda berarti Tuhan memberikan anak kedua. Ya, saya terlahir sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Kakak pertama saya sudah meninggal sejak usia 16 tahun, adik laki-laki saya yang ketiga kini sedang berjuang menjadi mahasiswa jurusan musik di Jerman dan adik laki-laki saya yang terakhir masih menjadi pelajar di salah satu SMA di Tangerang. Saya bersyukur karena kami dilahirkan oleh pasangan hebat yang mampu membuat kami seperti sekarang. Saya lahir pada 8 Februari 1993 di Tangerang dari seorang Ibu bernama Maria Goreti Retno Martini S dan seorang Ayah bernama Yulianus Eko Budhi yang juga merupakan alumnus Psikologi UGM. Keluarga dan orang terdekat menjuluki saya sebagai perempuan ceria, berisik, tidak bisa diam, sedikit manja, lincah, emosional, peduli pada orang lain, keras kepala,

70


mudah bosan, tak pernah takut hari esok, tak kenal kata menyerah, pemimpi dan seorang perempuan yang tak pernah takut akan kegagalan. Ya, itulah presentasi diri dari pandangan orang yang mampu saya rangkum. Apapun lambang yang mereka berikan pada saya, akan selalu tercatat rapih dalam hidup dan akan menjadi bagian dari proses menuju pribadi saya yang lebih baik. Alasan itulah yang membuat saya tak pernah takut akan kritikan yang membangun mental dan diri saya untuk menjadi pribadi berkualitas di setiap harinya. Menjadi seorang mahasiswa di Universitas Gadjah Mada bukanlah hal yang biasa. Saya menjadi mahasiswa Psikologi UGM pada tahun 2011 dan baru saja merasakan kelulusan pada bulan Mei 2015 lalu. Perjuangan menjadi seorang mahasiswa membuat saya tak akan pernah lupa akan hebatnya Universitas Gadjah Mada yang saya banggakan. Semasa kuliah, saya tak pernah sia-siakan waktu hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang - kuliah pulang) karena bagi saya, semua kegiatan yang difasilitasi UGM dapat membantu dalam proses menjadikan pemuda yang berkualitas. Semasa kuliah, saya turut aktif dalam kegiatan baik di tingkat fakultas maupun universitas. Proses menempa diri dan belajar berbagai hal saya lalui dengan menjadi tim Gadjah Mada Mengajar, anggota Lembaga Mahasiswa Psikologi dalam Departemen Pengabdian Masyarakat tahun 2011-2013, anggota pengurus KMK Psikologi UGM, dan menjadi anggota aktif Paduan Suara Universitas Gadjah Mada tahun 2011-2015. Tidak saya sangka bahwa aktivitas dalam bidang paduan suara itulah

71


yang membawa saya menjadi bagian dari Mahasiswa Berprestasi Universitas Gadjah Mada tahun 2015. Kegiatan terakhir yang menjadi fokus kegiatan saya di UGM adalah menjadi kepala suku di Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara. Dipercaya untuk menjadi ketua pada sebuah organisasi merupakan tantangan menarik bagi saya. Saya belajar banyak hal melalui organisasi ini. Dinamika kehidupan sebagai mahasiswa tidak hanya saya habiskan dengan berinteraksi dengan sesama jurusan, melainkan dengan semua jurusan di UGM. Di gelanggang mahasiswa, kami bersama menempa diri dan berinteraksi dengan orang-orang hebat yang ada di dalamnya. Tak cukup sampai di situ, saya juga banyak belajar dan berdinamika dengan petinggi-petinggi Universitas Gadjah Mada yang sangat istimewa. Di samping itu, menjadi ketua dalam sebuah UKM membuat saya semakin mengenal siapa diri saya dan untuk apa saya hidup. Saya tidak hanya sekadar mengatur manusia yang menjadi bagian kelompok yang saya pimpin saja, melainkan saya juga memiliki tugas untuk membawa kelompok yang saya pimpin menghasilkan sebuah karya yang dapat mewakili UGM dalam bidang Paduan Suara. Mewakili berarti kita membawa nama baik UGM, itu yang menjadi tantangan bagi semua UKM di gelanggang mahasiswa dan juga menjadi bagian dari tantangan bagi pribadi saya. Hal inilah yang senantiasa menyemangati saya melangkah maju dan bergandengan tangan dengan tim agar berprestasi. Karena bagi saya prestasi bukan sekadar pembuktian pribadi. Menciptakan sebuah karya dan meraih sebuah prestasi bagi saya bukan sekadar pembuktian secara pribadi namun, 72


merupakan pembuktian bahwa banyak orang sekitar kita yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bersama. Saya mendapat contoh dari pengalaman saya, di mana saya tidak akan berhasil memimpin UKM Paduan Suara UGM jika tidak memiliki pengurus maupun anggota paduan suara itu sendiri. Hal ini berlaku pula pada prestasi yang saya raih di UKM adalah merupakan keberhasilan seluruh anggota paduan suara yang saya pimpin, dan tentunya menjadi bagian dari keberhasilan UGM. Prestasi dan karya dapat terwujud ketika ada kerja sama yang baik, komunikasi yang baik, usaha serta doa dari seluruh anggota yang seimbang. Tampak klise namun semua itu memang merupakan kunci kesuksesan sebuah tim yang pernah saya andalkan.

Sebuah karya dan prestasi tim paduan suara UGM yang saya pimpin, tentu saja memberikan dampak positif bukan hanya untuk diri saya maupun anggota tim saja, melainkan juga berdampak positif bagi UGM dan Indonesia. 73


UKM Paduan Suara mengemban amanah dan menjadi bagian dari tugas-tugas UGM seperti: protokoler, wisuda, menjadi penampil yang mewakili UGM dalam kegiatan tingkat lokal maupun nasional. Tidak hanya itu, saya turut serta dalam perlombaan-perlombaan berprestasi yang diikuti oleh UKM Paduan Suara. Berbagai persiapan kami lakukan untuk menampilkan yang terbaik, karena kami sadar bahwa kami mewakili UGM. Reputasi UGM dalam bidang paduan suara berada di tangan kami manakala mengikuti berbagai kompetisi. Untuk itulah kami berjuang untuk berlatih dan mempersiapkan tim untuk berlaga dan berjuang demi nama harum UGM. Puji Tuhan, kami mendapatkan beberapa prestasi seperti: Lomba Paduan Suara tingkat nasional dan mendapat 3 gold medal lomba Pesparawi oleh Dikti tahun 2012 di Ambon, mendapat silver medal di Semarang pada tahun 2013, dan mendapat 3 gold medal lomba Pesparawi tingkat nasional tahun 2014 di Jakarta. Di samping kompetisi di ranah nasional, kami mencoba untuk mengharumkan nama UGM di kancah internasional. Usaha kami berbuah manis manakala pada tahun 2013 UKM Paduan Suara Mahasiswa yang saya ikuti berhasil membawa pulang gold medal, silver medal serta Best Scenic Prize untuk UGM dan Indonesia dalam lomba International Choral A Voyage of Song di Bangkok, Thailand. Deretan prestasi yang pernah tim kami raih bukan hanya menjadi pembuktian secara pribadi, melainkan turut membuktikan bahwa karya dalam bidang paduan suara dapat memberi dampak postif bagi nama baik UGM serta turut memberi warna lain bagi Indonesia. Di sinilah bidang non-akademik juga mampu bersaing untuk membagun rasa 74


bangga UGM serta mampu mencetak pemuda-pemudi yang berkualitas untuk Indonesia. Saya berharap agar prestasi tersebut mampu dipertahankan walau dengan tim dan kondisi yang berbeda. Dengan bergabung pada UKM saya mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman berharga yang mana mampu membuat pribadi saya lebih berkualitas. Saya senantiasa berharap agar apa yang saya pelajari dapat berguna untuk masa depan saya, UGM dan Indonesia.

75


Sebuah Catatan Perjalanan: Jangan Pernah Lupakan Dari Mana Kamu Berasal Oleh: Ricky Sudiarto Putra (Teknik Industri 2012)

“One thousand miles journey begin with single step.� (Lao Tzu) Awal Perjalanan Perkenalkan, saya Ricky Sudiarto Putra, mahasiswa Universitas Gadjah Mada program studi Teknik Industri angkatan 2012. Perjalanan saya dimulai pada 28 Mei 1994 dari sebuah kota di Jawa Timur, Kota Malang. Sebuah kota yang terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, dengan wilayah berupa cekungan yang dikelilingi oleh lima gunung. Gunung Arjuno di sebelah utara, Gunung Semeru di sebelah timur, Gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat, serta Gunung Kelud di sebelah selatan. Tumbuh dan berkembang di kota dengan kondisi alam dan lingkungan yang luar biasa, membuat saya menjadi pribadi yang benar-benar menghargai pelestarian lingkungan dan upaya konservasi 76


sumber daya alam. Bidang inilah yang menjadi bidang advokasi saya di masa remaja dan dewasa ini. Keluarga saya adalah keluarga multikultur, Ayah saya berasal dari keluarga Jawa, sementara Ibu saya berasal dari keluarga Bali. Keduanya adalah keluarga yang memegang teguh adat istiadat dari daerahnya. Perbedaan pandangan budaya dan norma dalam keluarga saya tidak memberikan dampak negatif dalam pengembangan diri saya. Perbedaan ini justru membentuk saya menjadi pribadi yang toleran serta dapat dengan mudah menghargai perbedaan yang ada dalam perjalanan hidup saya. Selain itu, saya menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan minat lebih di bidang kebudayaan. Pada awalnya, Ayah saya adalah seorang karyawan swasta suatu perusahaan di Kota Malang. Namun akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, Ayah saya harus kehilangan pekerjaannya. Padahal saat itu, usia saya 4 tahun dan sudah harus sudah masuk TK di tahun 1999. Melihat kondisi ekonomi yang semakin memburuk, keluarga saya memutuskan untuk memulai hidup baru di sebuah kota kecil di Bali, yaitu di daerah Gilimanuk, Kabupaten Jembrana. Ayah saya mulai bekerja serabutan dan Ibu saya membantu ekonomi keluarga dengan membuat kerajinan tas rajut dari benang dan menjualnya di pasar. Saat itu, saya sudah memulai pendidikan saya di sebuah taman kanak-kanak di Bali. Setelah dua tahun hidup di Bali, kondisi ekonomi keluarga belum saja membaik. Ayah saya memutuskan kembali lagi ke Kota Malang dan memulai usaha bersama temannya, yaitu usaha di bidang transportasi umum. Ayah saya memulainya dengan menjadi sopir dan bergabung 77


dengan sebuah Perusahaan ORGANDA di daerah Magetan. Konsekuensinya saya jarang bertemu dengan Ayah dan hanya tinggal bersama Ibu dan seorang adik perempuan saya. Hingga akhirnya, di tahun 2005 Ayah saya memulai usaha tour and travel sendiri di Kota Malang, yang fokus pada angkutan pariwisata. Usaha ini masih berjalan hingga saat ini. Dibesarkan dari keluarga yang sederhana membuat saya tumbuh besar dengan belajar untuk menerima kondisi dan segala keterbatasan yang ada. Dengan segala keterbatasan itu, orang tua saya selalu mendorong saya untuk menjadi anak yang ulet, mau belajar di luar batasan yang ada dalam diri dan bertanggung jawab. Sehingga keterbatasan tidak menjadi halangan bagi saya untuk meraih apa yang saya cita-citakan. Mengisi Catatan Perjalanan Ibu saya adalah sosok wanita terkuat yang pernah saya temui. Beliau adalah orang yang selalu meyakinkan saya bahwa segala sesuatu dapat diraih. Beliau adalah orang yang selalu memastikan bahwa anaknya akan memperoleh apapun yang ia butuhkan, bagaimana pun caranya. Beliau juga yang mengajarkan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang harus diisi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi diri saya dan masyarakat. Tidak ada gunanya cerdas tapi tidak diamalkan. Paling tidak, apa yang kita lakukan mampu menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama atau bahkan lebih dari kita. Berangkat dari pemikiran tersebut, saya berusaha mengisi catatan perjalanan saya dengan memperbaiki diri dan berprestasi di sekolah untuk 78


membanggakan kedua orang tua saya. Pada awalnya, saya adalah anak yang pemalu dan pendiam. Prestasi saya saat SD kelas 1 dan 2 di SDN Gadang 9 tergolong sedang-sedang saja, hanya peringkat 20 besar. Namun, teman sepermainan saya kebanyakan berada di peringkat 5 besar. Hal inilah yang memacu saya untuk belajar lebih keras. Di saat yang lain belajar satu kali sehari, saya bisa belajar 2 atau 3 kali sehari, meskipun harus meminjam buku dari teman atau photo copy karena keterbatasan ekonomi saat itu. Saya membuktikan bahwa tidak ada hasil yang mengkhianati usaha. Di kelas 2 semester akhir saya berhasil meraih peringkat 2. Hal ini terus berlanjut sampai kelas 6 SD yang mana saya selalu masuk ke peringkat 3 besar. Pengalaman ini membuat saya menjadi lebih percaya diri dan tidak pemalu dan pendiam lagi. Saya sering menjadi delegasi lomba SDN Gadang 9, dan berhasil memenangkan berbagai perlombaan baik di bidang mata pelajaran maupun di bidang seni. Di akhir kelas 6 SD, muncul kekhawatiran orang tua saya untuk kelanjutan pendidikan saya di SMP karena uang gedung SMP saat itu mahal. Apalagi dengan nilai NEM yang tinggi saya diterima di salah satu SMP favorit di Kota Malang yaitu SMPN 5 Malang. Pada akhirnya, orang tua saya memutuskan untuk menjual satu-satunya sepeda motor yang ada di rumah untuk biaya pendidikan saya di jenjang selanjutnya. Saya harus senantiasa berjuang untuk kedua orang tua yang telah membesarkan saya. Dengan semangat mengisi catatan perjalanan, saya masih mampu mempertahankan prestasi akademik saya saat masa SMP. Bahkan prestasi organisasi dan non akademik saya juga meningkat. Saya 79


menjadi pemenang lomba sosio drama oleh UNICEF, menjadi juara dalam beberapa lomba cerdas cermat, serta pemenang lomba di bidang kader kesehatan remaja. Selain itu, masa SMP adalah masa di mana saya memulai advokasi di bidang lingkungan hidup yang notabene menjadi bidang yang saya geluti pada masa selanjutnya. Dengan kegiatan Kader Kesehatan Remaja, saya membantu mensukseskan SMPN 5 Malang menjadi Juara 1 Lomba Lingkungan Sekolah Sehat tingkat nasional dan meraih penghargaan Adiwiyata Kencana tingkat nasional. Di akhir masa SMP saya berhasil meraih nilai Ujian Nasional tertinggi di Kota Malang. Setelah lulus SMP muncul pemikiran dalam diri saya untuk membantu orang tua saya dan mandiri dalam biaya pendidikan saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri dalam beasiswa SMA Negeri 10 Malang Sampoerna Academy, dan alhamdulillah saya terpilih sebagai 1 dari 150 siswa yang berhasil meraih beasiswa dan harus tinggal di asrama selama 3 tahun. Pengalaman pendidikan holistik berasrama dengan 149 siswa lain dari seluruh Jawa Timur ini benar-benar mengubah hidup saya. Saya menjadi pribadi yang lebih mandiri, visioner dan mulai berpikir bahwa kita harus keluar dari zona nyaman. Saya menjadi paham tentang semangat international exposure dan semangat merantau untuk pendidikan yang lebih baik. Selain itu, selama 3 tahun di SMAN 10 Malang, prestasi saya semakin meningkat di berbagai bidang baik akademik, seni, cerdas cermat empat pilar dan lingkungan hidup, mulai di tingkat provinsi hingga nasional. Di akhir masa SMA, saya terpilih menjadi salah satu Honor Student yakni sebuah penghargaan untuk siswa 80


berprestasi secara akademik dan non akademik. Perjalanan mengisi catatan berlanjut pada pendidikan di jenjang selanjutnya. Saya mencoba menerapkan passion di bidang lingkungan hidup dalam memilih fokus studi. Dengan bantuan pendidikan dari Putera Sampoerna Foundation saya mengambil Jurusan Teknik Industri UGM tahun 2012. Pemilihan jurusan ini bukanlah tanpa pertimbangan yang matang. Hal ini berkaitan dengan cita-cita saya untuk menjadi seorang industrialist yang lebih memperhatikan regulasi lingkungan hidup dalam pengembangan industri di Indonesia. Kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan menjadi fokus dalam pengembangan industri yang kelak akan saya lakukan. Masa perkuliahan di UGM yang mana menerapkan prinsip ‘mengakar kuat menjulang tinggi’ telah dapat membuka mata saya bahwa seorang mahasiswa merupakan seseorang yang ditinggikan status sosialnya dari sekadar siswa. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab moral bagi kita untuk mengabdi dan memberikan kontribusi positif bagi rakyat, selain kewajiban belajar. Hal inilah yang mendorong saya untuk mulai berpikir bahwa selain berprestasi untuk pengembangan diri, sudah waktunya saya memberikan prestasi dan pemikiran saya untuk kemajuan masyarakat. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan itu, saya terpilih menjadi delegasi dalam Indonesia Youth Forum 2013 dan StudentsXCEOs Summit 2013. Di sinilah saya mulai menyuarakan advokasi lingkungan hidup dan konservasi alam ke tingkat yang lebih tinggi, ke tingkat nasional. Di sisi lain, melalui Program Kreativitas Mahasiswa, saya bersama teman-teman menginisiasi Kampung Sayur di tengah kota 81


untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat Gading Asri, Yogyakarta. Tidak hanya berhenti di tingkat nasional, pada tahun 2013 saya terpilih menjadi ASEAN Youth Eco Leader 2013. Pengalaman sebagai ASEAN Youth Eco Leader 2013, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi saya untuk mempromosikan pelestarian lingkungan hidup, konservasi sumber daya alam dan eko wisata di tingkat Asia Tenggara. Pada kesempatan itu saya juga berkesempatan untuk melakukan community engagement di Kuala Selangor Nature Park, Malaysia dan mendapatkan beberapa penghargaan dari Malaysian Nature Society, yaitu sebagai Best Presentation program lingkungan hidup, Best Poster Flyway Conservation, Best Poster RAMSAR Site Conservation dan The Most Cooperative Award. Dalam grand celebration ASEAN Youth Eco Leader 2013, saya berkesempatan memimpin seluruh delegasi se-Asia Tenggara untuk menarikan Tari Saman dari Aceh sebagai tari penutup grand celebration. Sebagai kelanjutan dari komitmen saya di bidang lingkungan hidup, saya bersama teman-teman dari Indonesia dan Alumni SUSI mengikuti dua kompetisi Project Grant tingkat internasional yang diadakan oleh Asia Engage dan East West Center, dengan program ASEAN Eco School dan Coastal Learning Project. Kedua program tersebut berhasil menjadi pemenang (grant winner), sehingga saya berkesempatan untuk menerapkan program tersebut secara langsung di 82


Indonesia. Program ASEAN Eco School merupakan program yang fokus dalam pengembangan sekolah berwawasan lingkungan dan mendukung ASEAN Community. Program ini dilaksanakan di SMPN 5 Depok, Sleman. Sementara, Coastal Learning Project lebih fokus kepada upaya penanggulangan abrasi sejak dini di kawasan Srandakan, Bantul. Kedua program ini dijalankan dengan prinsip integratif, partisipatif dan berkelanjutan. Saya yakin bahwa yang terpenting dalam program lingkungan hidup adalah jaminan keberlanjutan dari program tersebut, bukan seberapa besar jangkauan program. Saya berharap program yang telah diinisiasi oleh saya dan teman-teman dapat menjadi percontohan dan bisa diterapkan di daerah lain di Indonesia. Beragam kegiatan telah saya ikuti dengan misi utama untuk mengembangkan lingkungan hidup ke arah yang lebih baik. Hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab sosial saya kepada masyarakat. Kalimat demi kalimat dalam catatan saya telah tersusun, dan pada tahun 2015 saya terpilih menjadi salah satu dari 10 besar Mahasiswa Berprestasi Universitas Gadjah Mada 2015. Di tahun 2015 ini, saya juga terpilih mewakili Indonesia dalam YSEALI 2015 on Environmental Issue dan berkesempatan untuk belajar Natural Resources Management di University of Montana, USA. Saya berharap, prestasi ini lebih memacu diri saya dan orang lain untuk berbuat lebih bagi pengembangan diri sendiri dan masyarakat.

83


Jangan Pernah Lupakan dari mana Kamu Berasal Dari catatan perjalanan saya selama 21 tahun ini, saya belajar banyak hal. Bahwa tidak ada batasan bagi semua orang untuk meraih apa yang ia inginkan, sepanjang memiliki semangat untuk mau belajar dan berkembang serta menjadi high achiever. Jangan pernah takut untuk mengisi catatan perjalananmu dengan hal-hal yang luar biasa dan istimewa. Hal itu bisa kamu raih, selama kamu tidak pernah takut untuk memulai langkah pertama. Memulai sesuatu atau mengambil langkah pertama memang berat, namun ketika kita sudah berhasil mengambil langkah pertama itu, berbagai pintu kesempatan dan keberhasilan akan terbuka untuk kita. Hal sebaliknya akan terjadi ketika kita takut mengambil langkah pertama itu. Hidup kita akan dihantui oleh penyesalan dan pertanyaan “Jika saja� atau “What if�. Satu hal kemudian yang perlu saya sampaikan. Ketika kita sudah meraih apa yang kita inginkan, jangan pernah lupakan dari mana kamu berasal. Keberhasilan yang kamu raih bukan hanya berasal dari usahamu semata. Ada usaha dan doa dari orang-orang sekitarmu. Bahkan ada kuasa Tuhan di dalamnya. Bertanggung jawablah atas keberhasilan dan prestasimu dengan memberikan kontribusi bagi masyarakatmu. Jangan lupa kembali ke daerah asalmu dan membangun daerah itu. Buatlah anak-anak di daerahmu meraih kesempatan dan keberhasilan yang sama selayaknya dirimu. Maka, selamat mengisi catatan perjalananmu.

84


Mereka Bilang Aku Cacat Oleh: Mukhanif Yasin Yusuf (Sastra Indonesia 2011)

Hidup adalah sebuah lintasan waktu yang tak pernah kita duga. Kita tidak pernah tahu, apa yang kelak terjadi. Apakah esok selalu menggelayut pada sejumput takdir? Cerita dari saya, yang tak pernah berharap untuk ditakdirkan sebagai seorang tuna rungu saat usia sebelas tahun. Sungguh, suatu yang tak pernah tercatat dalam bingkai mimpimimpi saya sebelumnya. Apalagi bagi seorang bocah sebelas tahun. Suatu masa di mana seharusnya menghabiskan masa kanak-kanak, justru malah terjerembab pada lubang yang teramat dalam; sunyi dan kelam. Orang mengenalku sebagai “Hanif”, itulah panggilan saya sejak kecil. Semenjak menjadi tuna rungu Hanif yang dulu telah hilang. Hanif yang kini adalah sosok yang telah mendapat label “cacat”, “tidak normal”, dan sejenisnya. Bahkan, sosok laki-laki dari tujuh bersaudara ini terpaksa harus keluar dari sekolah meski sudah duduk di kelas enam SD. Cemoohan dan hinaan adalah hal yang tidak sulit saya jumpai, sungguh, teramat malu untuk melangkah. Sungguh 85


teramat ragu untuk kembali menyusun impian dan cita-cita saya. Semuanya saya redam. Semuanya saya kubur jauhjauh. Tak ada lagi harapan. Namun, saya bersyukur, memiliki sosok yang tidak hanya membuat saya ada. Yang senantiasa memotivasi saya untuk senantiasa menjalani hidup, apa adanya; apapun yang terjadi. Dialah orang tua saya, bapak-ibuk. Bahkan dengan segala keterbatasan ekonomi yang ada, mereka senantiasa mengarahkan anakanaknya untuk mengenyam pendidikan sebisa mungkin. “Tanpa sekolah, kamu ingin menjadi apa?� Itulah pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu saya. Sebuah pertanyaan yang belakangan ini baru saya sadari bahwa sedemikian dalam maknanya. Sejak keluar sekolah, praktis tidak ada aktivitas apapun yang saya lakukan. Saya terjebak pada ratapan nasib, sebagai seorang tuna rungu. Namun, ketika ibu bertanya dengan pertanyaan tersebut, hampir selama tiga hari hatiku berkecamuk, antara kembali bersekolah dan menyiapkan mental yang kuat, siap bergelut dengan terik di luar sana. Atau memilih berada di zona nyaman dengan masa depan yang senantiasa buram. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk kembali ke sekolah. Kembali duduk di kelas enam setelah dua tahun absen. Bukan pekerjaan mudah ketika kembali masuk sekolah. Sebagai satu-satunya yang difabel, sebagai satu-satunya yang tuna rungu, saya mesti menghadapi dua hal sekaligus, yakni mata pelajaran (akademik) dan lingkungan sosial yang masih belum sanggup menerima keeberadaan saya sepenuhnya. Bisakah engkau bayangkan andai berada dalam posisi ini? Apa yang engkau rasakan?

86


Namun, alhamdulillah, dengan keyakinan kuat, kerja keras yang sungguh-sungguh, di luar dugaan saat pembagian rapor semester pertama saya berhasil menduduki peringkat kedua. Sebuah kejutan tidak hanya bagiku dan keluarga, tetapi juga pihak sekolah, tentunya juga masyarakat. Padahal, selama dua tahun saya tidak pernah bersentuhan dengan mata pelajaran, dan persiapan ujian semester hanya dua bulan saja. Bisakah engkau bayangkan ketika berada dalam “keterbatasan” saya ini? Lebih mengejutkan lagi saat Ujian Nasional, alhamdulillah, peringkat pertama secara paralel berhasil saya dapatkan. Dengan modal inilah saya melanjutkan ke MTs Negeri Karanganyar, Purbalingga. Meski awalnya ragu keterbatasanku, namun (lagi-lagi) orang tua meyakinkan bahwa masa depan saya akan cerah dengan pendidikan. Dan ini terbukti ketika dari kelas satu sampai tiga saya selalu mendapat peringkat pertama dan kedua, tidak pernah absen. Padahal semua teman-temanku secara fisik adalah “normal’. Saya satu-satunya yang tuna rungu, satu-satunya yang difabel dari 250-an siswa dalam satu angkatan. Meski seringkali menunggak biaya karena keterbatasan ekonomi. Hal ini berlanjut saat melanjutkan di SMA Ma’arif Karanganyar, Purbalingga, selama tiga tahun hampir selalu rangking pertama, meski saya menjadi satu-satunya yang tuna rungu. Bahkan jabatan paling prestisius, Ketua OSIS, pernah saya sandang. Sungguh, sebuah capaian yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Tidak pernah saya catat dalam diari saya. Sama halnya ketika saya ditakdirkan sebagai seorang tuna rungu, semuanya terjadi begitu saja, atas skenario Sang Khaliq, Sang Pencipta. 87


Berawal dari itu saya semakin yakin akan sebuah takdir, bahwa apa yang terjadi adalah yang terbaik. Dengan segala keterbatasan yang ada, tidak hanya keterbatasan fisik, tapi juga ekonomi, subhanallah wal hamdulillah, saya diterima di salah satu kampus terbesar di Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya adalah pertama dan satu-satunya dari keluarga yang dapat menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Sungguh, tak pernah terbayangkan takdir dapat membawa saya hingga titik ini, dapat mengantarkan kata-kata ini engkau baca. Dulu, sama sekali belum tahu kalau UGM adalah salah satu kampus terbesar di Indonesia. Sebagai bocah ndeso yang polos dan lugu, ditambah kondisi saya yang tuna rungu dan bersikap realistis, tak pernah terpikirkan untuk menganyam pendidikan sampai perkuliahan. Semua itu tidak lain karena nasihat orang tua, bahwa ilmu saya akan sia-sia jika tidak lanjut. Meski pada masa awal-awal sangat susah, bapak rela pinjam sana-sini. Bahkan bapak sampai meminta saya mundur dari UGM karena beasiswa yang tidak jelas. “Saya tidak butuh biaya dari bapak. Saya hanya butuh doa dari rumah� Itulah jawabanku lewat pesan singkat, dari sebuah HP butut peninggalan kakak saya. Akhirnya, alhamdulillah saya berhasil mendapatkan beasiswa bidik misi gelombang dua. Dan sejak saat itu, saya tidak pernah lagi menggantungkan sokongan dana dari rumah. Masa-masa kuliah pun saya jalani dengan sikap serba prihatin, sebagaimana ditanamkan oleh bapak kepada saya dan saudara-saudara saya. Tentunya atas dasar kenyataan bahwa kami hanyalah orang ndeso dengan segala keterbatasan yang ada. 88


Namun, alhamdulillah kuliah pun berjalan secara lancar, bahkan IPK pun tetap cumlaude hingga lulus. Bahkan saya lulus di gelombang pertama lulusan tercepat di jurusan. Dari tujuh lulusan tercepat angkatan 2011, saya satu-satunya yang laki-laki. Hal itu tidak menerjemahkan arti “keberhasilan� versiku yang sesungguhnya. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah saat saya bisa bermanfaat bagi sesama, khairunnas anfa’uhum linnas. Itulah yang mendasari saya untuk memulai dari lingkungan terdekat, yakni isu difabel. Berangkat dari isu tersebut, saya menggagas Forum Mahasiswa Difabel dan Partner (FMDP) UGM, suatu komunitas mahasiswa yang menaruh perhatian terhadap isu difabel, baik dari kalangan difabel maupun non difabel. Tidak mudah memang menggerakan isu difabel di kampus, apalagi secara nasional isu difabel masih minim sentuhan. Bahkan komunitas ini sempat vakum karena di sini saya bergerak sendiri. Namun, titik balik terjadi pada April 2012 saat bertemu dengan salah seorang yang layak saya abadikan dalam hidup, Mas Reza. Beliau yang meminta saya mengaktifkan kembali. Menyempurnakan visi dan misi dari organisasi tanpa melihat kuantitas mahasiswa yang terlibat. Pada akhirnya, dengan visi dan misi yang terarah mewujudkan UGM Inklusi, FMDP kembali aktif, bahkan berhasil menyelenggarakan seminar nasional tentang difabel yang pertama di UGM, Desember 2012. Isu difabel memang masih perlu penguatan, dan mahasiswa sangat potensial untuk memberi perubahan di masa depan. Itulah yang mendasari saya untuk fokus pada mahasiswa, tentunya sebagai salah satu sarana mewujudkan 89


UGM Inklusi. Alhamdulillah, usai audiensi dengan Rektor UGM waktu itu, Prof Pratikno, tanggal 7 Juni 2013, FMDP UGM resmi menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan nama UKM Peduli Difabel. Betapa bahagia dan terharu, itulah UKM pertama dan satu-satunya di Indonesia yang fokus ke isu difabel. Dengan menjadi UKM, menjadi organisasi resmi di kampus, ruang gerak isu difabel menjadi lebih mudah dikembangkan. Dampaknya sudah mulai terasa, seperti makin berkembangnya isu difabel di kampus UGM. Perhatian UGM secara institusi, maupun dari mahasiswa, terhadap isu difabel pun semakin kencang berhembus. Kita dapat melihat proses pembangunan lift dan ramp khusus kursi roda di gedung Rektorat UGM. Suatu catatan penting, sejak 1990-an gedung Rektorat UGM sering disorot karena tidak aksesibel terhadap difabel! Dan kini, UGM pun sudah mulai diperhitungkan dalam menyikapi isu difabel di tanah air, meski belum seberapa, tetapi setidaknya sudah mulai bergerak. Dan akan terus bergerak. Finally, semua perjuangan saya terbayar lunas ketika secara tak terduga saya terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi (Mapres) Fakultas Ilmu Budaya. Sungguh, tak pernah saya bayangkan akan mendapat apresiasi seperti ini. Semua berawal dari keyakinan bahwa ketika kita sudah memulai suatu kebaikan, kebaikankebaikan yang lain akan

90


senantiasa mengikuti kita. Memang bukan hanya aktif di akademik yang membuat saya bisa melangkah sejauh ini. Meski secara akademik cukup, dengan selalu cumlaude, saya banyak aktif di pergerakan isu difabel, tidak hanya di kampus saja, tetapi lingkup provinsi DIY, bahkan nasional. Aktif di berbagai kompetisi dan perlombaan, meski tidak terlalu sering. Dan semuanya saya korelasikan dengan isu difabel. Bahkan, tugas-tugas kuliah pun saya integrasikan dengan isu difabel. Sebuah fakta, bahwa kita dapat “bermain� dari wilayah mana saja, tidak dibatasi oleh disiplin keilmuan, yang mana jurusan saya adalah Sastra Indonesia.

91


Arsitektur: Dalam Perspektif, Upaya, dan Cita-Cita Oleh: Nabila Afif (Teknik Arsitektur 2011)

Sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanan Universitas Gadjah Mada yang memiliki ketertarikan mendalam pada bidang ilmu, saya terus berusaha memperkaya pengalaman saya melalui berbagai kegiatan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan arsitektur, perencanaan wilayah, tata kota, dan sebagainya. Saya lahir dan dibesarkan oleh kedua orangtua yang berkecimpung di bidang pembangunan, baik itu pembangunan perumahan maupun pengembangan pemukiman secara khusus. Berbekal latar belakang seorang ayah insinyur teknik sipil dan seorang ibu berlatar belakang pendidikan arsitektur, sedari kecil saya sudah selalu terekspos 92


dengan banyak buku arsitektur dan pembicaran santai seputar isu tersebut. Perlahan minat saya terhadap arsitektur sudah dipupuk sejak kecil dan angan saya akan masa depan di bidang ini terus terbangun dengan kuat di pikiran saya. Di sepanjang perjalanan menimba ilmu di bangku perkuliahan, saya telah berusaha mencoba belajar dan berkontribusi di berbagai kegiatan. Berbagai kesempatan senantiasa saya manfaatkan untuk menambah wawasan dalam rangka pengembangan keilmuan. Seperti pada saat saya mendapatkan kesempatan belajar di School of Architecture and Built Environment di University of Adelaide Australia, saya mendalami arsitektur melalui pendekatan dan perspektif ilmu urban desain dan alhamdulillah berhasil membawa karya studio saya untuk dipamerkan dalam All-In Exhibition, yakni sebuah pameran tahunan yang berisi karyakarya mahasiwa arsitektur terbaik dari University of Adelaide pada tahun 2013. Ketertarikan pada bidang arsitektur semakin meningkat manakala pada tahun yang sama berkesempatan mewakili Indonesia pada Academic Consortium 21 Student World Forum di Tongji University, Shanghai. Dalam forum tersebut, saya mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dan mengolah ide, serta inovasi bersama dengan puluhan mahasiswa dari berbagai negara di dunia. Hal ini kami lakukan untuk menemukan solusi berkelanjutan dan ramah lingkungan bagi kota metropolitan, yang notabene memiliki tingkat mobilitas masyarakat yang tinggi. Dalam kesempatan tersebut, kami juga diberikan waktu untuk memaparkan kondisi dari negara asal masing-masing terkait dengan topik tersebut. Pada saat itu saya membuka diskusi mengenai mobil listrik yang 93


dikembangkan di Indonesia baik pada tingkat universitas maupun kaitannya dengan program pemerintah RI. Harapannya melalui berbagai forum tersebut, saya dapat berkontribusi ide dan pemikiran untuk perwujudan kehidupan yang lebih baik. Sebagai bagian dari tanggung jawab profesi yang akan saya jalankan kelak, saya aktif mengikuti berbagai kompetisi nasional dan internasional dengan berbagai topik guna mengasah kepekaan dalam hal membuat desain. Dalam menjalankan profesi, saya akan dihadapkan dengan berbagai tantangan di berbagai tempat, iklim serta kondisi sosial ekonomi yang berbeda. Untuk itulah saya berusaha mengasah kemampuan melalui beragam kompetisi agar dapat berkontribusi dalam perwujudan kondisi yang lebih baik. Salah satu kompetisi yang paling menarik menurut saya adalah kompetisi desain nasional yang diadakan oleh BINUS University. Pada kesempatan tersebut saya dan partner saya diminta untuk merancang ulang sebuah ruang publik agar dapat berfungsi ganda menjadi ruang seni yang aktif untuk meningkatkan kesadaran akan pendidikan masyarakat melalui kesenian. Pada kompetisi itu, kami memilih lokasi pelataran Masjid Gede Kauman di Yogyakarta. Kami sengaja memilih lokasi tersebut karena kuatnya sensitivitas nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat setempat terhadap isu terkait. Hal ini disebabkan oleh metode penyebaran agama Islam di Indonesia melalui media seni daerah seperti pertunjukan wayang dan lagu dolanan bocah pada masa lampau. Di sinilah kami mencoba berkompetisi sekaligus mengangkat aset lokal yang notabene memiliki keterkaitan dengan nilai sejarah yang khas. 94


Beragam kompetisi dalam rangka mengasah kemampuan di bidang arsitektur telah saya ikuti. Alhamdulillah ikhtiar tersebut membuahkan hasil yang dapat membanggakan orang tua saya. Pada pertengahan Juni 2014, saya memenangkan kompetisi portfolio desain internasional yang membawa saya pada kesempatan berharga untuk mengikuti design summer school di salah satu universitas ternama di California, NewSchool of Architecture+Design San Diego, dengan fasilitas beasiswa. Kesempatan tersebut saya optimalkan untuk mengasah kemampuan dalam bidang yang saya tekuni selama ini. Pencapaian tersebut ternyata mengantarkan saya ke kesempatan yang lebih berharga yakni bergabung dengan tim desain CUDD Studio UGM bersama dengan mahasiswa sarjana dan pasca sarjana Universitas Gadjah Mada di bawah bimbingan salah satu dosen yang paling saya kagumi, Ir. Ikaputra, M.Eng, Ph.D. Tim ini merupakan perwakilan Indonesia dalam Kumamoto Artpolis International Architecture Design Competition yang tergabung dalam rangkaian acara Kumamoto Artpolis International Symposium di Kumamoto, Jepang pada Desember 2014. Alhamdulillah, dalam kegiatan tersebut kami mendapatkan penghargaan Excellence Prize dibaw di bawah ah penilaian salah satu arsitek ternama dunia dan paling terhormat di Jepang, Toyo

95


Ito. Puji syukur saya haturkan pada Allah karena pencapaian selama saya berada di bangku perkuliahan sejak tahun 2011 hingga akhir tahun 2014 mengantarkan saya untuk mendapatkan penghargaan Insan Berprestasi UGM mewakili mahasiswa Fakultas Teknik pada malam perayaan Dies Natalis Universitas Gadjah Mada yang ke 64. Melalui beragam kompetisi di atas, kemampuan saya dalam bidang arsitektur dapat terasah. Meskipun demikian, saya harus menyelesaikan studi jenjang sarjana di kampus tercinta ini. Untuk itu sembari menyusun prioritas dan mengalihkan fokus, saya mengikuti kompetisi desain profesional tingkat nasional Kompetisi Desa Wisata Nusantara 2015 oleh PT Propan Raya. Dalam kompetisi ini saya dan tim melihat kondisi nyata saudara-saudara kita yang hidup di perkampungan nelayan di Pulau Messah, sebuah pulau transit kecil yang kerap terabaikan dalam wilayah Taman Nasional Komodo. Meskipun menyita waktu, perhatian, dan biaya yang cukup banyak, kami tetap berusaha semaksimal mungkin untuk memahami, merasakan, dan berusaha mengembangkan kehidupan maritim penduduk Pulau Messah. Kompetisi ini menjadi momen untuk mengasah kemampuan sekaligus kepekaan sosial terhadap sesama. Alhamdulillah usaha ini telah mengantarkan kami kepada apresiasi penghargaan juara 3 nasional di tengah para kompetitor arsitek profesional ternama Indonesia. Di samping berbagai kompetisi dan konferensi yang saya ikuti pada tingkat internasional, saya merasa perlu berkontribusi dalam memberikan solusi permasalahan perumahan di dalam negeri. Sebagaimana diketahui bahwa 96


banyak wilayah Indonesia yang rawan gempa, dan di sisi lain kondisi ekonomi rakyat Indonesia juga masih belum sesuai harapan. Untuk itu, saya tergabung dalam sebuah proyek penelitian kolaborasi dosen-mahasiswa Universitas Gadjah Mada bersama dengan Ir. Soeleman Saragih, M.Eng untuk menghasilkan solusi murah tepat guna bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah rawan gempa dengan menggunakan dinding bata dengan ikatan Polypropylene Band. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan dan korban jiwa karena rubuhnya dinding bata tradisional. Melalui proyek inilah, saya ingin memberikan kontribusi pemikiran dalam menyelesaikan permasalahan bangsa terutama dari sisi perumahan. Totalitas dalam berkarya, kerja keras, ketekunan, pengasahan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dalam tim, serta kemampuan mengambil keputusan yang cepat dan tepat adalah strategi saya dalam mengikuti berbagai kegiatan tersebut. Namun, saya percaya bahwa kunci yang paling penting dibalik pengembangan diri ini adalah ketertarikan yang tinggi pada bidang yang kita tekuni. Rasa ingin tahu yang tak kunjung padam akan menghasilkan kepuasan pribadi pada setiap ragam tantangan yang datang dan terselesaikan. Dalam perjalanan inilah saya menyadari bahwa keselarasan antara latar belakang pendidikan dan minat pribadi, adalah instrumen yang senantiasa dapat memupuk semangat saya untuk berprestasi dan mengembangkan diri pada seputar bidang arsitektur, perencanaan wilayah, dan urban desain untuk menunjang cita-cita masa depan. Saya ingin senantiasa terus berkarya dan melakukan 97


pengembangan keilmuan dari disiplin ilmu tersebut. Sedari awal, kedua orang tua saya yang paling memberikan pengaruh dan semangat bagi saya dalam menapak perjalanan ini. Orang tua sering melibatkan saya untuk mendengarkan dan juga memberikan pendapat dalam berbagai percakapan sederhana mengenai arsitektur, desain, dan dampaknya pada pembangunan masyarakat secara luas. Seiring dengan waktu yang berjalan, saya mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi ilmu dengan mengikuti perkuliahan, berbagai kompetisi serta konferensi. Melalui proses tersebut saya memahami bagaimana bidang ilmu ini dapat bersinggungan dengan banyak kepentingan yang lebih luas dan kemudian dapat berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu lain. Hal ini tidak lain untuk menyediakan solusi ruang yang memiliki dampak langsung bagi pembangunan ekonomi, sosial, kultural hingga teknologi. Ilmu arsitektur dan perencanaan yang tengah saya tekuni memang memiliki keterkaitan erat dengan disiplin ilmu lainnya. Pendapat ini saya dapatkan dalam salah satu pengalaman menarik saat mengikuti Academic Consortium 21 Student World Forum di Shanghai. Pada saat itu, saya ditempatkan dalam sebuah tim yang terdiri dari berbagai mahasiswa dari lima benua berbeda dengan beragam disiplin ilmu dan latar belakang pengalaman sosial kultural yang sangat berbeda. Selama seminggu, kami diminta untuk melakukan observasi terhadap kondisi riil yang dihadapi penduduk Shangai. Kemudian kami merumuskan konsep penyelesaian masalah untuk kota metropolitan tersebut dengan segala keterbatasan wawasan dan kemauan penduduknya yang hampir berkebalikan dengan 98


kebangkitan inovasi teknologi dan sains pada saat itu. Melalui kesempatan yang sangat berharga ini, saya mengalami sendiri bagaimana sebuah tim seumur jagung dapat berkolaborasi untuk menghasilkan usulan konsep solusi spasial yang cukup komprehensif dan inovatif. Ragam ide parsial kontribusi dari ilmu teknologi dan informasi, ilmu teknik sipil, ilmu teknik mesin, ilmu politik, ilmu pemerintahan serta ilmu hubungan internasional dapat dirangkai oleh ilmu arsitektur dan perencanaan hingga menghasilkan solusi spasial yang dapat direalisasi dan dipahami oleh masyarakat secara nyata dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sampai dengan saat ini dan untuk seterusnya, saya percaya bahwa berbagai karya dan ilmu yang sedang saya timba baik di dalam maupun di luar negeri pada saatnya akan memberikan manfaat yang nyata bagi Indonesia. Pada era globalisasi ini, berbagai permasalahan di Indonesia nampak semakin kompleks sehingga membutuhkan inovasi solusi yang dapat dirumuskan dari berbagai permasalahan serupa di berbagai penjuru dunia. Saya berharap agar karya saya dapat dikembangkan lebih lanjut agar dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat untuk saat ini maupun di masa depan. Untaian kisah dan pengalaman yang dilalui telah menjadi sarana pembelajaran bagi saya. Dalam proses inilah saya menganalogikan diri sebagai semak belukar. Semak belukar adalah tanaman yang dapat tumbuh di mana saja dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Meskipun demikian ia memiliki ciri khas dan karakteristik yang kuat, sehingga dengan mudah dapat diidentifikasikan 99


secara visual dan menjadi tamanan yang dominan di mana pun ia berada. Walapun ia bukanlah tanaman yang paling rupawan, namun dibalik penampilannya yang jujur dan sederhana ia selalu dapat diandalkan untuk memberikan tempat perlindungan bagi makhluk lain, terutama bagi hewan-hewan kecil di sekitarnya. Yang terpenting adalah dominasi semak belukar senantiasa dapat dikontrol dan ditempatkan sesuai kebutuhan, karena kemudahannya untuk diatur ulang atau dipindah tempatkan.

100


Chance Only Comes Once, Take it, Do it! Oleh: Rizky Muhammad Ramadhan (Teknik Mesin 2011)

Nama saya Rizky Muhamad Ramadhan. Saya dilahirkan di Sleman pada tanggal 7 Maret 1993. Saat ini saya menjalani masa studi S1 Teknik Mesin UGM angkatan 2011 dan juga mengikuti program fast track untuk S2 Teknik Mesin UGM angkatan 2014. Masa perkuliahan di UGM tidak hanya saya lalui dengan duduk di bangku kuliah untuk mencari ilmu, namun saya berusaha untuk terlibat dengan banyak kegiatan dan organisasi. Alhamdulillah saya dapat mencetak beberapa prestasi yang cukup membanggakan bagi diri maupun orang tua saya. Dalam menjalani kehidupan sebagai mahasiswa teknik, saya memiliki pegangan yang senantiasa menyemangati setiap langkah saya, yaitu ‘Chance Only Comes Once.. Take 101


it, Do it!’, kalimat ini sama seperti judul yang saya tulis pada naskah ini. Prestasi yang saya raih dalam kurun waktu 3 tahun (2012-2014) tidak dapat dengan mudah diraih tanpa adanya semangat dalam diri. Saya memanfaatkan segala kesempatan yang datang kepada saya, karena bagi saya kesempatan tidak akan datang dua kali. Walaupun ada kesempatan yang belum datang ke saya, tetapi jika kesempatan tersebut sesuai dengan minat saya, maka saya akan mengejarnya hingga mendapatkannya. Ketika kesempatan sudah berada di genggaman, saya akan memperjuangkan hingga batas maksimal kemampuan saya. Di sinilah saya menganalogikan diri sebagai kaktus. Karena kaktus dapat tumbuh di tempat yang “ekstrim� bagi tanaman lain. Sama seperti saya, saya suka mengambil kesempatan yang kiranya memiliki kerumitan lebih daripada kesempatan lain, karena dari kerumitan dan working pressure itulah saya dapat mengembangkan diri dan mengembangkan ilmu. Hal ini terbukti dari berbagai kesempatan pada jalur akademik yang saya ambil hingga sekarang. Dengan berbekal semangat untuk mengoptimalkan setiap peluang, alhamdulillah saya dapat meraih berbagai prestasi terutama di bidang teknik dan olahraga. Kedua bidang ini amatlah lekat dengan keseharian saya, sehingga lambat laun bidang ini menjadi passion saya untuk senantiasa berprestasi. Bagi saya, passion menjadi poin terpenting bagi individu untuk mengejar cita-citanya. Dengan passion yang kuat, maka keinginan untuk semakin berprestasi akan semakin kuat pula.

102


Langkah menapak perjalanan saya awali dengan bergabung dalam Pusat Kreasi Mahasiswa (Paksima) di Teknik Mesin UGM. Melalui organisasi inilah saya mendapatkan pengetahuan, partner, dan sarana untuk memanfaatkan berbagai peluang kompetisi dalam rangka pengembangan ilmu. Sebagai anggota aktif di organisasi tersebut saya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan dua tim, di antaranya adalah tim bernama Chem-ECar UGM dan Arjuna Electric Vehicle. Saya bergabung dengan Chem-E-Car UGM sejak tahun 2012 hingga 2013. Dalam tim ini kami menggali ide dan membuat proyek pembuatan prototipe mobil dengan sumber energi gerak dari reaksi kimia. Kami berhasil membuat 3 jenis prototipe mobil dengan reaksi kimia yang berbeda-beda. Dengan ketiga prototipe inilah kami mulai memanfaatkan peluang yang ada dengan mengikuti kompetisi di dalam maupun di luar negeri. Dalam hal ini saya dipercaya menjadi tim teknis pada salah satu prototipe bernama Subali. Subali adalah prototipe mobil dengan sumber energi gerak dari reaksi kimia yang menghasilkan gas bertekanan. Alhamdulillah dengan prototipe ini kami dapat memperoleh beberapa prestasi, yakni partisipan 7th Malaysian Chem-E-Car Competition Universitas Sabah Malaysia tahun 2012, juara 1 2nd Indonesian Chem-E-Car Competition Institut Teknologi Sepuluh Nopember tahun 2013, juara 1 Australian Chemecar Competition, Brisbane 103


tahun 2013. Hingga saat ini, berbagai prototipe mobil yang telah kami buat dan kami sertakan dalam perlombaan saat ini masih dalam tahap penelitian. Kami berharap agar karya kami dapat direalisasikan, sehingga bisa menjadi sarana kontribusi untuk kemajuan Indonesia. Tidak hanya bergabung dengan Chem-E-Car, saya juga bergabung dengan tim Arjuna Electric Vehicle UGM sejak tahun 2013 sampai 2014. Kami kembali menggali ide dan merancang mobil balap listrik. Tidak lupa kami senantiasa bersemangat dalam memanfaatkan peluang dan perlombaan sehingga berhasil memperoleh beberapa prestasi yang membanggakan yakni juara 3 Kategori Efisiensi di Kompetisi Mobil Listrik Indonesia V Politeknik Negeri Bandung tahun 2013, juara 1 Kategori Kecepatan di Kompetisi Mobil Listrik Indonesia VI Politeknik Negeri Bandung tahun 2014, dan juara 3 Kategori Akselerasi di Kompetisi Mobil Listrik Indonesia VI Politeknik Negeri Bandung tahun 2014. Namun saya menyadari bahwa perkembangan mobil listrik terkendala karena pemerintah masih bimbang akan dampak positif mobil listrik. Di sisi lain kami meyakini bahwa mobil listrik dapat memberikan dampak positif dan mampu membawa Indonesia menjadi lebih maju. Sejatinya kami menaruh harapan besar pada pemerintah agar dapat membuka mata dan kesempatan bagi peneliti dan pengembang di Indonesia. Percuma jika beratus-ratus peneliti di Indonesia menciptakan banyak karya untuk Indonesia tetapi karyanya tidak diapresiasi. Jangan salahkan para peneliti jika banyak yang memilih bekerja di luar negeri, karena mereka merasa lebih dihargai daripada di negeri sendiri. 104


Bergabung dalam kedua tim dan diiringi dengan berbagai kompetisi adalah fase bagi saya untuk mengasah kreativitas, pemikiran dan juga pengalaman. Selepas dari keanggotaan kedua tim di atas, alhamdulillah saya dipercaya oleh dosen untuk mengikuti proyek pembuatan machining center untuk membantu Industri Kecil Menengah di Yogyakarta. Machining center merupakan mesin dengan kemampuan pengintegrasian proses pemesinan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi pada IKM. Kesempatan ini tidak saya lepaskan karena saya ingin mengembangkan kemampuan dan wawasan keilmuan saya, dan di sisi lain memberikan kebermanfaatan bagi sesama. Sampai saat ini mesin tersebut telah selesai dan siap untuk diuji coba di industri yang bekerja sama dengan kami. Perlombaan demi perlombaan telah kami ikuti. Terkadang proses ini tidak berjalan dengan mulus. Saya mendapati pengalaman yang menarik bagi saya ketika perlombaan, di mana terdapat ketidakterbukaan baik dari poin maupun regulasi lomba kepada seluruh peserta lomba. Realitas ini membuat keseluruhan peserta merasa kecewa, dan kebetulan yang menjadi pemenang adalah tim yang satu almamater dengan panitia. Hal yang sama juga terjadi pada lomba keolahragaan atletik yang saya ikuti di kampus. Seharusnya saya mendapatkan 2 buah medali emas untuk 2 cabang atletik, namun pada akhirnya saya diberikan 1 medali emas dan 1 medali perak. Ketika kami complain pada panitia, mereka belum memberikan kepastian yang jelas mengenai hal tersebut hingga kini. Dari kedua pengalaman ini saya dapat memetik pelajaran berharga bahwa

105


profesional dalam bekerja (termasuk dalam tim) adalah hal yang penting agar tidak merugikan pihak mana pun. Mayoritas kompetisi yang saya ikuti adalah perlombaan berbasis kelompok. Saya dan tim melalui berbagai proses yang panjang untuk meraih prestasi. Setidaknya ada satu hal yang dapat saya petik dari perjalanan ini, yaitu pentingnya kerja sama tim. Seberapa ahli kita dalam sesuatu, jika kita bekerja dalam tim maka kepentingan tim lah yang harus dikedepankan selagi masih dalam jalan yang baik bagi tim. Di sinilah saya dan tim membayangkan diri sebagai semut, karena semut terkenal dengan team work yang sangat hebat. Walaupun mereka kecil namun jika bekerja bersama-sama akan menghasilkan sesuatu yang besar. Selama perkuliahan saya selalu berkutat dengan team work. Pengalaman tersebut membuat saya belajar bekerja sama dalam tim untuk bersama-sama membangun cita-cita yang besar.

106


Meraih Kesuksesan dengan Menulis Oleh: Maulana Rizki Aditama (Geofisika 2010)

“Tanpa budaya menulis dan membaca, negara ini akan selalu dianggap negara terbelakang. Semua bangsa yang besar adalah bangsa yang gemar menulis dan membaca. Punya budaya literasi. Indonesia tidak boleh punah dimakan zaman. Indonesia tidak boleh dianggap terbelakang. Indonesia harus dikenal dan diakui, lebih dari sekadar negara yang pintar menari dan bernyanyi. Tapi, juga bangsa yang bisa berbicara ide besar dalam tulisan. Itulah salah satu ciri bangsa besar.”(A. Fuadi - Dalam Novel Negeri 5 Menara) Saya hanya ingin menuangkan segenap tulisan yang muncul bukan untuk mengharapkan pujian, belas kasihan, apalagi penghormatan. Tapi, sekadar berbagi dari semua beban pikiran dan perasaan bahkan mungkin inspirasi yang terlanjur melekat dalam benak dan jiwa. Karena bisa jadi, tulisan ini adalah sebuah ilmu. Ilmu tentang kehidupan. Dan sebagaimana kata Imam Ali ra, ”ikatlah ilmu dengan menuliskannya”,maka saya ingin mengikat segala pemikiran ini ke dalam sebuah tulisan seperti apa yang telah dikemukakan oleh Pramodya Ananta Toer “Orang boleh 107


pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.� Kisah singkat saya dimulai dari keberanian bermimpi. Karena saya yakin bahwa mimpi merupakan energi positif yang akan mendorong kita menuju tujuan yang jelas. Karena tubuh ini menjadi lebih rileks, pikiran lebih tenang, dan jiwa lebih damai. Dan untuk kawan-kawan yang berkenan untuk membaca ini, semoga lebih bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari apa yang saya alami. Perjuangan dimulai ketika saya memasuki Sekolah Menengah Atas. Enam di antara tetangga saya memasuki sekolah favorit di kota saya, sedangkan saya memasuki Sekolah Menengah Atas yang notabene bukan menjadi pilihan pertama mayoritas siswa di kota tempat tinggal saya. Semua ini dikarenakan nilai Ujian Nasional SMP saya kurang baik. Saya merasa bahwa masuk di SMA bukan unggulan akan mempersempit jalan saya meraih cita-cita, terlebih untuk mengantarkan saya memasuki tahap perguruan tinggi negeri favorit. Saya merasa sangat sedih dan menyesal dengan keadaan tersebut. Akan tetapi, dari sinilah saya bangkit. Saya belajar banyak hal mengenai menulis, baik itu berupa esai maupun sebuah karya ilmiah. Saya berjanji kepada diri saya sendiri bahwa melalui jalan inilah saya akan membuktikan bahwa saya bisa bersaing dengan sekolah yang lebih favorit. Ibu saya kemudian mengatakan bahwa jalan saya masih panjang, sehingga saya dianjurkan untuk bangkit dan perbanyak mendekat kepada-Nya. Masukan Ibu kepada saya tidak sia-sia. Karena pada tahun kedua dan ketiga saya telah berhasil meraih prestasi yang tak pernah saya 108


bayangkan pada mulanya, yaitu: penghargaan siswa berprestasi se-Kota Magelang dari Kepala Dinas Kota Magelang dan juara 1 kompetisi karya tulis siswa. Peringkat akademik saya di rapor selama tiga tahun pun tak pernah keluar dari lima besar paralel. Saya kemudian mendapatkan juara 3 kompetisi Karya Ilmiah Siswa SMA Nasional yang diselenggarakan UGM pada tahun 2009. Sampai akhirnya saya menuju fase terakhir menjadi siswa atau fase menuju perguruan tinggi. Hingga saat pengumuman penerimaan mahasiswa UGM tiba, alhamdulilah saya bisa menjadi bagian dari kampus terbaik di Indonesia dengan segala usaha dan disertai dengan doa kepada-Nya. Semasa kuliah di UGM, saya aktif di beberapa organisasi kampus yang meliputi: BEM KM UGM, Lingkar Studi Sains Fakultas MIPA, Himpunan Mahasiswa Jurusan serta mendirikan beberapa komunitas sosial di luar kampus. Dengan banyaknya kegiatan organisasi di kampus, membuat saya harus menyediakan usaha yang ekstra dalam membagi waktu untuk belajar dan berorganisasi. Beberapa rekan saya di kelas tak jarang bahkan sering mengejek dan merendahkan bahwasanya saya tidak akan bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. Banyaknya cacian dan cemoohan itu saya jadikan untuk bahan masukan agar saya semakin giat lagi untuk berusaha membuktikan kepada mereka bahwa di setiap kesulitan selalu ada kemudahan dan di setiap rintangan selalu ada jalan. Saya kemudian mengikuti passion saya semasa SMA dulu untuk ikut aktif dalam kegiatan kegiatan penulisan dan penelitian dosen serta ikut dalam kompetisi karya ilmiah. Tak disangka, usaha yang saya lakukan tersebut berbuah dampak yang tidak hanya 109


saya rasakan sendiri, akan tetapi juga dirasakan oleh temanteman saya, masyarakat yang terlibat hingga dosen saya. Dalam kurun waktu 2010 hingga 2014 saya telah menerbitkan tulisan lebih dari 10 jenis dalam bentuk hibah penelitian, jurnal dan proceeding. Beberapa karya saya pernah dimuat dalam konferensi Sustainability Science and Management Malaysia 2012, Annual International Student Conference Taiwan 2013, Indonesian Internatonal Geothermal Convention & Exhibition 2014, dan publikasi internasional yang terindeks Scopus (dipublikasi oleh jurnal planetary elsevier). Hingga akhirnya, pada tahun ke tiga, saya mendapatkan penghargaan dari Dekan Fakultas MIPA UGM sebagai Mahasiswa Berprestasi 1 Fakultas MIPA berkat prestasi saya di bidang menulis, meneliti dan juga kegiatan akademik-nonakademik. Di tahun itu pula saya mendapatkan beasiswa dari DAAD untuk mengikuti exchange student ke beberapa Universitas di Jerman. Hingga di akhir tahun 2014, saya mempersembahkan perjuangan saya dalam bentuk pemenang dalam kompetisi aplikasi bencana yang diadakan oleh Bank Dunia di London. Alhamdulilah, saya sukses membawa nama Indonesia di kancah internasional dan menginspirasi seluruh pemuda bahwa Indonesia tidak kalah dengan Inggris, Jepang, Amerika dan China. Mengejar kesuksesan berarti kita siap dengan segala resiko

110


yang ada termasuk ejekan dan juga tekanan dari berbagai sisi. Tuhan telah menjadikan kita manusia makhluk yang sempurna dengan logika berfikir yang cerdas. Namun apabila saya berandai-andai, saya ingin menjadi buku di mana semua kegalauan bisa diluapkan, di mana semua keingin-tahuan (curiosity) dicari dan di mana segala karya akan diabadikan. Bagi saya, anugrah dan nikmat yang telah Tuhan berikan sangat banyak bahkan seluruh manusia tidak akan bisa menghitungnya. Belajar menulis adalah nikmat yang telah Tuhan berikan kepada saya hingga detik ini karena dengan menulis saya dapat berbagi pengalaman, berbagi informasi, temuan data, kritik dan juga berbagi kegelisahan. Saya yakin bahwa jika tidak ada semangat untuk berbagi kegelisahan (sharing the restlessness), niscaya Soekarno tidak akan pernah menulis Buku “Di Bawah Bendera Revolusi” hingga dua jilid yang menggambarkan kegelisahannya tentang nasib Bangsa Indonesia saat masih dijajah Belanda kala itu. Kalau tidak ada semangat untuk menyebarkan kegelisahan ini, niscaya tidak akan pernah lahir buku Ma’alim Fitthoriq “Petunjuk Jalan” yang dikarang oleh Sayyid Quthb saat di dalam penjara tentang sebuah kegelisahan tentang nasib umat Islam sehingga harus bangkit dari keterperukan. Dan berawal dari sebuah kegelisahan itulah, lahir sebuah ide. Ide itu tertulis. Tertulis secara rapi dalam setiap lembaran yang terbukukan. Ide itu mengalir ke setiap anak zaman di negeri ini. Maka, itu yang membuat mereka besar. Jadi, berawal dari kegelisahan, mereka lahir menjadi tokoh-tokoh yang dikenang sepanjang sejarah. Seperti itulah yang Allah firmankan dalam Qs. ArRahman: 60, ”Balasan terhadap kebaikan adalah kebaikan 111


pula�. Karena setiap kebaikan akan mendatangkan kebaikan selanjutnya. Itu sudah hukum alam. Maka, tuliskan apa yang kita rasa itu pantas dituliskan. Sebarkan setiap kebaikan di mana pun itu tempatnya. Karena tulisan yang baik, tidak hanya untuk konsumsi pribadi. Tapi, untuk konsumsi umat. Mungkin, bisa berbentuk inspirasi atau mungkin bisa berbentuk bacaan biasa. Tapi, apapun itu yakinkan bahwa tulisan kita mengandung makna kegelisahan. Kegelisahan tentang umat. Tentang negeri ini. Karena kegelisahan itulah yang membuat tulisan memiliki ruh dan daya dobraknya. Semoga kita belajar dalam membangun bangsa ini mulai dari hal kecil yaitu membudayakan menulis dan menuangkan pemikiran-pemikiran kita.

112


Edelweiss di Tengah Peradaban Oleh: Mirna Aulia (Kedokteran Gigi 2012)

Saya dilahirkan tepat di ibukota provinsi Sumatera Barat, Padang dengan nama Mirna Aulia pada tanggal 18 April 1996. Berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang memiliki teman masa kecil, bisa dibilang saya sulit menemukannya karena kondisi keluarga saya yang harus hidup berpindah-pindah mengikuti tuntutan pekerjaan ayah saya. Kondisi tersebut mengharuskan saya untuk beradaptasi berkali-kali dengan lingkungan tempat tinggal, bahasa, dan juga teman-teman yang baru. Selain itu saya menempuh jenjang pendidikan formal yang relatif lebih cepat dari masyarakat Indonesia pada umumnya. Saya mulai memasuki jenjang sekolah dasar pada usia 5 (lima) tahun dan pada jenjang sekolah menengah pertama, saya menempuh program percepatan sehingga lulus lebih cepat satu tahun. Oleh karena itu, saya selalu berinteraksi dengan teman-teman yang usianya lebih tua dari saya. Namun demikian, saya mengambil sisi positif dari kondisi tersebut. Saya merasa bahwa apa yang alami akan membangun saya untuk menjadi dewasa lebih cepat dibandingkan kebanyakan khalayak umum.

113


Perjalanan hidup saya bukanlah jalan tol yang lurus dan mulus. Saya menemui berbagai macam rintangan dan harus berjuang untuk mendapatkan tempat yang sesuai dengan saya. Walaupun pernah menjadi seseorang yang anti sosial, saya menyadari bahwa seseorang tidak akan hidup dalam keadaan yang lebih baik apabila tidak ada usaha untuk berubah. Dari keinginan kuat untuk menjadi lebih baik, saya menguatkan niat untuk berubah dan memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar. Sebagai generasi muda bangsa Indonesia saya menyadari bahwa penting untuk menghasilkan karya yang dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Walaupun begitu, bisa dibilang saya baru bisa benarbenar menghasilkan suatu karya setelah masuk dunia perkuliahan. Langkah saya dimulai dengan mengikuti organisasi yang ada di fakultas saya yaitu Fakultas Kedokteran Gigi. Di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa, saya tergabung dalam Departemen Pengabdian Masyarakat yang mana program kerjanya berfokus pada kegiatankegiatan sosial di masyarakat. Di Departemen Pengabdian Masyarakat tersebut, saya belajar untuk mengasah kepekaan sosial terutama berkaitan dengan profesi masa depan saya yang harus senantiasa melayani masyarakat. Selama kepengurusan, saya pernah meraih prestasi di bidang perlombaan media edukasi untuk kesehatan gigi dan mulut bersama teman-teman sekelompok saya. Karya yang kami ajukan berupa sebuah permainan ular tangga raksasa untuk anak-anak yang disertai kartu-kartu perintah mengenai edukasi kesehatan gigi dan mulut. Melalui media ini, anakanak tidak hanya mendapatkan kesenangan bermain, tetapi juga ilmu-ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillah di kejuaraan

114


tersebut kelompok kami meraih juara pertama tingkat nasional. Proyek penelitian terakhir saya juga meraih medali emas tingkat Nasional. Penelitian yang diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yaitu mengenai inovasi medikasi untuk luka pasca pencabutan gigi menggunakan gel ekstrak jaring laba-laba. Bukan suatu pencapaian yang mudah dan membutuhkan banyak pengorbanan dalam perjalanannya, tapi sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa kerja keras tidak akan mengkhianati memang benar adanya. Seseorang akan mendapatkan hasil sesuai dengan seberapa besar usaha yang dilakukannya, namun lebih dari hanya sekadar hasil justru proses lah yang memberikan banyak pelajaran pada seseorang. Maka tidak ada salahnya untuk berusaha keras dalam segala hal yang kita lakukan, walaupun belum tentu selalu mendapatkan hasil yang diinginkan tapi selalu ada pelajaran hidup berharga yang akan didapat. Proyek terakhir dan sampai sekarang masih saya lakukan yaitu Program Kreativitas Mahasiswa, namun dalam bidang pengabdian masyarakat. Pengalaman saya di organisasi bidang pengabdian masyarakat memberikan manfaat yang sangat signifikan dan mengubah banyak pola pemikiran saya sehingga makin terinspirasi untuk melakukannya sekali lagi melalui PKM-M. Proyek yang saya lakukan berjudul PUNTADEWA, yaitu suatu program pemberdayaan lansia agar lebih aktif, produktif, dan sehat. Meningkatnya usia harapan hidup telah menyebabkan jumlah lansia di Indonesia semakin banyak. Namun, usia harapan hidup yang meningkat tersebut tidak diikuti dengan penurunan persentase ketergantungan lansia terhadap 115


anggota keluarganya yang masih muda untuk melangsungkan hidupnya secara normal. Oleh karena itu, kami berusaha meningkatkan keaktifan, produktivitas dan kesehatan lansia untuk menurunkan angka ketergantungan lansia sehingga dapat hidup lebih mandiri. Menariknya, saya menemukan fakta bahwa lansia-lansia sebenarnya bukanlah kelompok yang ingin bergantung pada orang lain yang mengatasnamakan keterbatasannya, tetapi kondisilah yang membuat mereka terpaksa untuk bergantung pada orang lain agar dapat melanjutkan kehidupannya. Kebanyakan lansia yang saya temui justru adalah orang-orang yang bersemangat untuk meningkatkan kualitas hidupnya selagi mereka mampu, dan juga bukanlah orang tua yang kolot tetapi sekelompok orang yang selalu berusaha untuk berjiwa muda walaupun umur sudah tidak muda lagi. Saya memiliki harapan agar karya-karya yang saya hasilkan dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Penelitian kelompok saya mengenai gel ekstrak jaring labalaba untuk menyembuhkan luka pasca pencabutan gigi bagi saya merupakan inovasi yang patut diperjuangkan. Saya membayangkan bagaimana bila di masa depan luka pencabutan gigi merupakan luka yang dapat dipercepat penyembuhannya? Tentu saja pasien tidak akan mengalami kesulitan mengunyah makanan yang terlalu lama, juga mengurangi risiko infeksi karena luka yang terbuka terlalu lama. Namun untuk mencapainya tentu membutuhkan niat 116


kuat dan juga dukungan dari berbagai pihak, serta pengorbanan waktu yang sangat lama. Saya juga memiliki bayangan bagaimana bila di masa depan pemikiran utama masyarakat apabila mendengar kata lansia bukanlah orang tua yang lemah dan selalu membutuhkan bantuan orang lain tetapi individu dengan pengalaman hidup lebih banyak dari orang lain? Tentunya akan sangat menyenangkan baik bagi keluarga lansia dan lansia itu sendiri karena tidak ada yang merasa terbebani dalam melanjutkan kehidupannya. Dan sekali lagi, itu hanya dapat dicapai apabila ada kesungguhan dalam menjalankannya dan dukungan dari semua elemen masyarakat. Saya sama sekali bukan manusia yang luar biasa, tetapi saya adalah seseorang yang selalu berusaha memperbaiki diri dan mencari manfaat keberadaan saya bagi orang lain. Karya saya tidaklah banyak, namun saya yakin bahwa saya memiliki keinginan yang dibutuhkan untuk selalu berkontribusi untuk bangsa ini. Apabila diumpamakan, saya memilih bunga edelweiss untuk merepresentasikan diri saya sendiri. Bunga edelweiss merupakan bunga yang tumbuh di cuaca ekstrem pegunungan, jauh dari peradaban yang mengaguminya. Namun demikian bunga kecil ini tetap berusaha untuk bertahan hidup di kondisi yang ekstrem, hingga suatu saat pendaki gunung akan menyadarinya dan mengaguminya serta tidak akan melupakannya. Saya hanya manusia biasa yang berusaha untuk hidup sebaik-baiknya di tengah peradaban yang keras. Walaupun hidup di tengah peradaban tidak seperti edelweiss, tidak banyak orang yang menyadari keberadaan saya. Namun saya ingin ketika orangorang menyadari saya, saya dapat memberikan kesan kuat dan bertahan di memori mereka untuk waktu yang lama. 117


Menapak Jejak Bantul - Seoul: Catatan Perjalanan Meraih Asa Oleh: Phisca Aditya Rosyady (Elektronika dan Instrumentasi 2010)

“Terus Berderap: Beraksilah, Niscaya Allah Akan Mereaksikan Ikhtiarmu� Untaian kata itulah yang selalu menjadi pengobar semangat dalam diri saya. Dalam menjalani hidup ini, saya yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah mengkhianati setiap ikhtiar hamba-Nya. Tak ada yang tak mungkin jika kita sudah bertekad, berikhtiar dan tentunya berdoa kepada Sang Maha Berkehendak. Keyakinan inilah yang akhirnya mengantarkan saya, seorang putra desa di Bantul yang kemudian berhasil menapakkan jejak ke Seoul, dalam sebuah 118


perjalanan meraih asa. Perkenalkan nama saya Phisca Aditya Rosyady, anak kedua dari pasangan guru sekolah dasar bernama Bapak Sutapa dan Ibu Siti Mariyah. Tercatat sebagai alumni Program Studi Elektronika dan Instrumentasi (Elins) FMIPA UGM angkatan masuk 2010, perjalanan kuliah saya di sana cukup mengisahkan banyak cerita, soal bagaimana mengenali potensi diri, meramu impian dan tentunya cerita bagaimana memperjuangkan asa. Sebuah perjalanan yang tentunya membutuhkan profesionalitas dalam meraihnya. Bagi saya, profesionalitas adalah harga mati yang harus diimplementasikan dalam setiap lini kehidupan, termasuk bagi mahasiswa dalam menjalankan kewajiban sebagai seorang pembelajar. Dengan demikian, berprestasi adalah manifestasi dari nilai-nilai profesionalitas itu. Agar prestasi itu tidak diibaratkan sebagai pohon yang tanpa buah, maka harus ada sisi kontribusi untuk kebermanfaatan masyarakat luas. Prestasi Tiada Henti, Kontribusi Tak Pernah Mati Berprestasi ialah sebuah keharusan sebagai wujud sikap syukur kita kepada Sang Pencipta yang telah menciptakan kita dengan berbagai potensi yang ada. Sehingga saya beranggapan jikalau belajar adalah sebuah ibadah, maka berprestasi adalah dakwah yang bisa menjadikan inspirasi bagi orang lain. Dalam berkuliah, saya selalu menjadikan belajar sebagai prioritas, sesibuk apapun aktivitas yang saya lakukan. Mungkin karena background saya dari keluarga akademisi jadi hal ini seolah menjadi suatu keharusan. Ada motivasi khusus untuk mempersembahkan yang terbaik soal prestasi akademik kepada orang tua. Hal ini karena mungkin 119


beberapa kali kedua orang tua sempat berujar kalau saya terlalu sibuk ini dan itu ataupun rapat sini dan sana, tanpa terlihat fokus dalam berkuliah. Motivasi inilah yang kemudian menggerakkan niatan saya untuk menunjukkan kepada mereka bahwa meskipun sibuk beraktivitas saya harus berhasil dalam akademik. Hal ini saya buktikan dengan menjadi mahasiswa lulusan tercepat di Prodi Elins angkatan 2010 dan Alhamdulillah juga mendapatkan predikat cumlaude. “Terbayar sudah!� Kataku dalam hati, seolah saya merasa plong bisa menyampaikan berita kelulusan itu kepada kedua orang tua kala itu. Selama kuliah saya pernah menjabat sebagai koordinator asisten praktikum di Laboratorium Elins selama dua semester, dan mengikuti 1st International Conference on Computer Science, Electronics, and Instrumentation (ICCSE) yang digelar di Yogyakarta. Alhamdulillah, Allah SWT memberikan anugrah karena saya bisa kuliah tanpa membebani kedua orang tua masalah keuangan. Hal ini karena saya mendapatkan beasiswa PPA dari Dikti sekaligus Beasiswa Rumah Kepemimpinan PPSDMS Nurul Fikri. Beasiswa PPSDMS ini termasuk beasiswa pembinaan selama dua tahun sekaligus beasiswa berasrama. Di asrama itulah saya berproses bersama para mahasiswa UGM untuk belajar bersama bagaimana merangkai mimpi dan berkolaborasi mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Alhamdulillah di akhir masa pembinaan, saya dianugerahi sebagai peserta terbaik PPSDMS Regional Yogyakarta Batch 6. Sebuah kehormatan dan amanah luar biasa atas anugerah itu.

120


Bicara soal hobi, saya memiliki hobi di dunia teknologi dan jurnalistik. Saya tak hanya suka bermain solder layaknya mahasiswa Elins lainnya, namun saya juga akrab dengan pena dalam mengukir prestasi. Tahun pertama kuliah, saya bersama teman-teman berhasil menciptakan alat System Body Ideal Analyzer melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Teknik (PKM-T). Alat ini bisa mendeteksi indeks Body Mass Index (BMI) versi WHO hanya tinggal kita berdiri tegak di depan alat. Alat ini didesain portable untuk memudahkan para pengguna. Karya kami lainnya adalah “Egg Fertilize Automatic System: Sistem Penetas Telur Otomatis dengan Pengendalian Secara Jarak Jauh Berbasis Logika Fuzzy” dan “Mobile Charger Portable: Alat Charger Handphone Portable Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan“ yang keduanya berhasil mendapatkan dana hibah. Kecintaan pada dunia jurnalistik dan literasi, saya salurkan dengan aktif di Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM. Ide dan gagasan mulai terkucur melalui tulisan saya di beberapa media cetak dan elektronik, di samping gemar mengikuti lomba-lomba untuk mengasah kemampuan. Satu per satu, hobi saya membuahkan hasil, mulai dari juara I Nasional Lomba Artikel Pancasila Pusat Studi Pancasila UGM, juara II Nasional Lomba Blog Engineering Career Center UGM, juara Lomba Blog Dies UGM. Terakhir alhamdulillah saya berhasil menyabet juara I Kompetisi Esai “Krisis Kepemimpinan Indonesia” Universitas Airlangga di penghujung kelulusan kemarin. Alhamdulillah itu adalah beberapa torehan prestasi selama masa sarjana kemarin. Hanya ada dua hal untuk mengungkapkan itu 121


semua, alhamdulillah bersyukur pada Allah Swt. dan yang kedua itu semua saya persembahkan pada kedua orang tua dan keluarga tercinta. Prestasi tiada henti, kontribusipun tak pernah mati, prinsip inilah yang selalu saya terapkan dalam menjalani kehidupan. Bagi saya, setinggi apapun prestasi dalam diri jika tidak dibarengi dengan kebermanfaatan kepada orang banyak maka sama halnya bohong. Karena “Sebaik-baiknya manusia adalah yang memiliki manfaat besar kepada orang lain”. Untuk bisa memberikan kontribusi itu, saya aktif di beberapa organisasi, mulai dari Himpunan Mahasiswa Elektronika dan Instrumentasi (HMEI), Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung, Komite Kedaulatan Energi UGM serta juga pernah tercatat sebagai Ketua Bidang di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat AlKhawarizmi UGM. Di balik kesibukan kampus, saya berusaha peduli dengan lingkungan sosial masyarakat sekitar dengan aktif di Keluarga Muda Mudi dan Remaja Masjid di kawasan Imogiri Bantul. Saya juga menaruh kepedulian khusus kepada generasi muda di sana dengan berkontribusi melalui Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kecamatan Imogiri. Saat saya menjabat sebagai ketua umum, salah satu gebrakan kami saat itu adalah diinisiasinya gerakan literasi atau membaca. Gerakan ini kami inisiasi bersama keempat kader IPM yang juga mahasiswa UGM melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2012, yaitu “Angkringan Pintar” yakni semacam perpustakaan keliling yang menggunakan gerobak angkringan sebagai media. Misi gerakan ini adalah membumikan budaya baca dan literasi ke anak-anak, dengan 122


menghadirkan berbagai kegiatan tematik yang menarik sebagai proses internalisasi budaya mulai dari kegiatan indoor belajar, nonton film, bedah buku, drama hingga kegiatan outdoor seperti jelajah pintar. Harapannya Gerakan Baca tertanam dalam budaya anak-anak sejak dini, sehingga membaca menjadi salah satu hobi yang menyenangkan bagi mereka. Ada dua komunitas baca yang sudah diinisiasi yakni komunitas baca Bukit Cerme Srunggo dan Banyusumurup. Selain itu saya pernah tergabung dalam PKM Pengabdian Masyarakat Sekolah Lingkungan, untuk menanamkan kepedulian anak-anak terhadap lingkungan di kawasan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Piyungan, Bantul. Dari beberapa prestasi dan kontribusi di atas, berkat rahmat dan izin-Nya, alhamdulillah saya dianugerahi sebagai Mahasiswa Berprestasi II MIPA 2012 dan Mahasiswa Berprestasi I MIPA 2013, serta dalam acara Dies-63 dan Dies64 UGM berhasil mendapatkan Anugerah Insan Berprestasi 2 tahun berturut-turut.

123


Menekuni Apa yang Dicintai Kecintaan pada dunia jurnalistik dan literasi saya salurkan melalui aktif menulis di situs pribadi dan beberapa rubrik di media online. Tak hanya itu, saya juga telah menerbitkan empat buku meskipun itu ditulis bersama penulis yang lain. Beberapa buku itu di antaranya adalah “1000 Anak Bangsa Bercerita tentang Perbedaan” Penerbit Kanisius, Buku “Gamaraya: Inspirasi Gadjah Mada untuk Indonesia” Penerbit Bulaksumur Empat, Buku “Kami di antara Mereka” Penerbit Gadjah Mada University Press, dan Buku “Langkah Awal Pemimpin Muda” Penerbit PPSDMS Nurul Fikri. Saya juga memiliki mimpi untuk terus mengembangkan Komunitas Baca melalui Angkringan Pintar agar bisa semakin dirasakan kebermanfaatannya ke depan, khususnya di kawasan-kawasan terpencil di Kabupaten Bantul. Kecintaan saya dengan teknologi saya salurkan saat mengambil sambilan sebagai pengajar di Sekolah Robotika “DigiLab” selama satu semester saat kuliah. Saya mengajar kelas ekstrakurikuler tentang teknologi khususnya robotika ke anak-anak di salah satu sekolah dasar. Selepas lulus sarjana di pertengahan 2014 silam, saya sempat bekerja di salah satu Astra Group yang bergerak di Bidang IT consultant yakni PT. Astra Graphia Information Technology sebagai seorang programmer. Belum genap 1 tahun saya memutuskan untuk resign di bulan ke-8 karena diterima Beasiswa Master di Departemen Computer Science and

Engineering Seoul National University of Science and Technology (Seoul-Tech) di Korea Selatan. Aktivitas selama menjadi mahasiswa master hampir sama ketika menjalani 124


masa sarjana. Saya aktif pada beberapa kegiatan Persatuan Pelajar Indonesia di Korea Selatan (PERPIKA) dan Indonesian Muslim Student Association in Korea (IMUSKA), dan terdaftar sebagai salah satu Dosen Tutor di Universitas Terbuka (UT) di Korea Selatan di mana banyak temanteman Tenaga Kerja Indonesia yang belajar di sana. Saya berharap bisa memberikan manfaat dan kontribusi kepada bangsa Indonesia, meskipun berada di negara lain. Life plan saya ke depan ingin mengabdikan diri untuk Indonesia sebagai profesor di bidang Telekomunikasi seperti bidang yang saya ambil sekarang. Telekomunikasi sangatlah penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Saya juga ingin mendirikan Pondok Pesantren Yatim berbasis teknologi, dengan harapan selain anak-anak belajar ilmu agama, mereka juga dibekali kemampuan teknologi yang mumpuni. Sehingga dari sanalah bisa muncul solusi-solusi baru teknologi karya anak bangsa. Selain itu sesuai dengan kecintaan di dunia jurnalistik, saya ingin memiliki media pers yang berimbang, mencerdaskan, dan mencerahkan masyarakat, untuk memberikan oase di tengah buruknya citra media pers saat ini. Inilah mimpi saya di masa mendatang, memang berat seolah kalau kita perbincangkan saat ini, namun saya selalu yakin Allah selalu bersama dengan orang-orang yang berusaha dan bertekad kuat.

Nowon-gu, Seoul 25 Juli 2015.

125


“Sketsa” Mimpi Birrul Oleh: Birrul Qodriyyah (Ilmu Keperawatan 2010)

Pagi itu mentari bersinar begitu cerah saat saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Universitas Gadjah Mada, universitas terbaik di Indonesia yang menjadi impian jutaan generasi penerus bangsa. Ya, saya telah resmi menjadi Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran UGM semenjak dimumkan diterima melalui program PBUTM (Penerimaan Bibit Unggul Tidak Mampu). Tak pernah terpikir bagaimana rasanya menjadi seorang mahasiswa. Dengan penuh keyakinan dan tanpa beban sedikitpun, saya tuliskan “Mahasiswa Terbaik UGM” di sebuah kertas HVS yang saya tempel di almari baju. Saya sengaja memberikan warna pastel cokelat dan kuning, yang mirip dengan warna keemasan sebagai simbol kejayaan dengan 126


medali emas. Keinginan untuk menjadi dosen atau guru bagi perawat merupakan angan-angan saya waktu itu. Jika menjadi perawat klinisi mungkin saya dapat merawat 1, 2, 3 atau bahkan 1000 orang pasien saja, namun dengan menjadi dosen maka saya bisa mendidik dan mencetak 1000 perawat profesional untuk dapat merawat puluhan bahkan jutaan pasien. Pada tahun 2010, bersama Beasiswa Bidik Misi dan Beastudi Etos menjadikan awal langkah saya untuk semakin percaya diri dalam menggapai mimpi. Saya bertemu dengan sosok-sosok inspiratif dengan rentetan Curriculum Vitae (CV) panjang dan penuh karya, prestasi serta organisasi yang membuat saya berkali-kali berdecak kagum. Pada kesempatan tersebut, saya banyak berguru dari mereka. Setelah itu, saya meyakinkan diri untuk menjadi bagian dari mereka dan dapat bisa menjadi seperti mereka, atau bahkan lebih. Tahun pertama kuliah saya targetkan menjadi tahun organisasi dan akademisi. Bagi saya, tidak cukup saya hanya belajar hardskill di balik meja kuliah tanpa softskill dan networking yang baik. Kuliah merupakan waktu yang baik dalam membangun relasi untuk mendukung mimpi saya. Tidak tanggung-tanggung, saya mengikuti 5 (lima) organisasi di fakultas dan satu organisasi universitas. Di fakultas, saya menjabat beberapa bidang organisasi mulai dari staf Kasostrad Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan (HIMIKA), staf Penelitian Medical Science Center (MSC), staf Kemuslimahan Keluarga Muslim Cendekia Medika (KaLAM), staf PSDM BEM, dan anggota Keluarga Mahasiswa Nahdhotul Ulama (KMNU). Saya juga ditunjuk sebagai Dewan Penanggung Jawab Fakultas Kedokteran (DPF) untuk 127


organisasi Keluarga Mahasiswa Bidik Misi (KAMADIKSI). Tidak hanya aktif di kampus, sebagai penerima Beastudi Etos, saya pun berusaha untuk optimal berkontribusi di etos. Ya, saya menjadi kepala Divisi Kesehatan di program Social School Responsibility (SDP) etos yang menjadi program pengembangan domain sosial bagi penerima manfaat Beastudi Etos. Konsisten dengan komitmen, saya harus baik dalam nilai akademik. Target prestasi akademik waktu itu cukup tinggi, minimal 4,00. Namun, saya tersadar bahwa waktu yang ada tidak hanya saya gunakan untuk belajar saja, akan tetapi untuk belajar profesional dalam berorganisasi. Alhamdulillah, meskipun indeks prestasi sedikit berada di bawah target, setidaknya saya dapat mengimbanginya dengan prestasi organisasi. Di tengah kesibukan baru, saya masih menyempatkan diri untuk mengajar les privat pada dua anak didik saya yang masih berada di jenjang sekolah menengah pertama untuk menambah tabungan dan pengalaman. Semangat berprestasi kembali bangkit dan membuat saya haus akan prestasi. Meski masih sedikit, setidaknya saya telah mengukir dua prestasi baru, menjadi juara 1 pidato MTQ Mahasiswa UGM, dan menjadi juara II Islamic Speech Competition pada Teknik on Action Fakultas Teknik UGM. Bagi saya, ini merupakan pemicu semangat dalam meraih prestasi sebanyak-banyaknya di tahun kedua. Saya memiliki “candu” dan terlena akan nikmatnya mengharumkan almamater UGM di kancah nasional. Ternyata betul kata kakak kelas saya, “Kita baru dapat merasakan kebanggaan menjadi mahasiswa UGM saat kita bisa memakai almamater UGM di luar UGM”. Subhanallah, dan saya telah membuktikannya di MTQ Mahasiswa Nasional Makassar 2011. 128


Di tahun kedua, saya petakan menjadi tahun prestasi. Saya kerucutkan untuk berorganisasi pada dua atau satu saja, yaitu di MSC dan BEM. Saya sangat optimis menjadi kepala divisi penelitian, dengan demikian saya akan dekat dengan para dosen peneliti. Tetapi rupanya Allah lebih mengetahui apa yang saya butuhkan daripada yang saya inginkan. Saya terpilih menjadi Ketua HIMIKA PSIK FK UGM. Sebuah jabatan yang tak pernah terlintas di pikiran saya sebelumnya. Sembari berkarya menjadi ketua himpunan mahasiswa, saya masih berkeinginan menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mapres) seperti mas Ahmad Nasikun, Mahasiswa Berprestasi UGM 2010 yang menjadi idola pribadi dan pertama kali mengenalkan saya dengan Mapres. Tantangan ini melecutkan semangat kedua dalam perjalanan mimpi saya. “Do the best, Allah will give a success�, menjadi motto hidup yang selalu menjadi motivasi saya untuk terus semangat. Saya ingin membuktikan pada Allah, bahwa saya juga bisa mengemban amanah ini dengan baik. Ternyata banyak peluang dan tantangan baru yang dapat dapat dipetik. Saya tetap bersikukuh pada komitmen mimpi yang telah saya bulatkan, bahwa tahun kedua ini adalah tahun prestasi. Karenanya, saya ingin menjadi ketua yang berbeda dengan ketua lainnya. Saya ingin menjadi ketua yang totalitas berkontribusi dan dapat menginspirasi, sesuai jargon Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pendidikan (SP2MP) PPKB UGM. Berbagai prestasi baru juga saya ukir dalam sejarah tahun kedua, mulai prestasi lokal hingga nasional, bahkan internasional. Beberapa prestasi di antaranya: juara 1 Puisi tingkat program Studi Ilmu Keperawatan, peserta akhwat terbaik Temu Etos Nasional 2011, Juara 3 M2IQ Putri MTQ 129


Umum tingkat Provinsi DIY, lima besar Da’i Muda ANTV Kategori Putri Wilayah DIY, juara 1 Pidato Agama Islam RRI Provinsi D.I.Yogyakarta, juara 3 Tauziah Pekan Tilawatil Qur’an (PTQ) Tingkat Nasional LPP RRI Banjarmasin, the

4th runner up, poster awards of poster presentation on international palliative care conference, juara 4 karya tulis ilmiah tingkat nasional Scientific Competition of Nursing Udayana 2012, juara 1 Call for Paper 7th Annual Communication Days Universitas Budi Luhur Jakarta Selatan, Juara 1 Muslimah Clinician Competition FULDFK (Forum ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran SeIndonesia), lolos PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) XXV, dan 4 PKM didanai yaitu PKM-K KKJ (Kamus Kedokteran bahasa Jawa) Kamus Saku Tenaga Kesehatan, Jurus Jitu Telurusi Keluhan Pasien Jawa; PKM-K Jilbab ”MEATUS SHOBA”: Solusi Jitu Paramedis Berjilbab; PKM-P Daya Antibakteri Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus; dan PKM-M Kader Guru Mata Sehat: Deteksi Dini Gangguan Penglihatan Demi Masa Depan Anak Bangsa. Tahun kedua menjadi tahun yang penuh tantangan sekaligus realisasi mimpi. Selain mengarungi lautan prestasi, saya diberikan kesempatan untuk menjadi asisten dosen anatomi di Universitas Respati. Awalnya, asisten dosen ditiadakan untuk mahasiswa. Namun sekitar tiga bulan setelah saya menginjak di tahun kedua, saya berkesempatan untuk mendapat tawaran menjadi asisten dosen. Setiap detik di tahun kedua sangat berarti bagi saya. Puluhan kepanitiaan kegiatan saya ikuti di sela waktu senggang, skala lokal maupun skala nasional. Selain pengalaman asisten dan kepanitiaan, saya juga mendapat pengalaman mengenai arti 130


persahabatan dan makna berbagi melalui HIMIKA. Banyak hal baru yang saya petik di tahun kedua tersebut. Bulan November 2012 berselang, Nuzul (Mahasiswa Berprestasi FK UGM 2012) memberi informasi mengenai seleksi mapres tingkat Fakultas Kedokteran. Dengan segala kekuatan dan modal yang dimiliki, saya memberanikan diri untuk mendaftar menjadi salah satu kandidat mahasiswa berprestasi mewakili Program Studi Ilmu Keperawatan. Perihal ini juga mendapat dukungan dan harapan dari Kepala Prodi. Meski awalnya saya sedikit ragu karena melihat oposisi yang super kuat, tetapi saya optimis bahwa Allah itu Maha Penyayang. Penilaian dalam pemilihan mahasiswa berprestasi sangatlah komprehensif, sehingga diharapkan dapat menjadi role model yang unggul di segala bidang, tidak hanya dalam bidang akademik namun juga dalam bidang organisasi, sosial, kepenulisan, serta komunikasi berbahasa Inggris. Dengan CV setebal 12 halaman, saya merasa cukup mantap. Namun, tantangan muncul dari aspek kedua yang memiliki penilaian dari karya tulis ilmiah (KTI) yang dilengkapi dengan summary berbahasa Inggris. Sesuai dengan minatku pada komunitas keperawatan, karya tulis saya mengenai gagasan sistem promosi kesehatan di desa dan daerah terpencil. Program ini menggagas sinergi 5 (lima) elemen pembangunan kesehatan yaitu pemerintah, universitas, LSM/ NGO, masyarakat dan CSR perusahaan, bernama “Sekolah SUPER STAR�. Awalnya saya berencana menyelesaikan KTI satu minggu sebelum deadline pengumpulan berkas. Tetapi, tiba-tiba pengumuman pengumpulan berkas dipercepat menjadi keesokan hari. Saya cukup tercengang, karena saya dan teman-teman sedang mengadakan kegiatan Nursing Study 131


Tour (NST) di Bali. Saya hampir merelakan mimpi yang telah tertulis tentang mapres. Namun, saya memampukan diri untuk menyelesaikan KTI di sela kegiatan NST. Satu hari sebelum pengumpulan berkas, saya berdiam diri di kamar hotel karena tidak menemukan rangkaian ide yang saya inginkan. Sembari menenangkan diri, saya membaca AlQur’an. Masih belum dapat menuliskan apa yang sudah dirangkai di kepala, membuat saya termenung menatap keyboard hingga siang hari. Setelah melaksanakan sholat dhuhur, akhirnya saya dapat merangkai ide hingga cukup jelas. Sayangnya, kalimat untuk menjelaskan setiap rangkaian ide masih memerlukan waktu dan saya hanya memiliki satu hari. Kata demi kata perlahan merangkai kalimat dan satu demi satu bagian KTI selesai. Setelah KTI, rangkaian seleksi juga diikuti rangkaian interview bahasa Inggris. Saya canggung karena oposisi saya merupakan tim debat UGM dan ada yang berasal dari Pendidikan Dokter Internasional. Beruntungnya, saya pernah turut serta dalam tim debat sekolah dan banyak membantu saya berbahasa Inggris. Singkatnya, saya terpilih sebagai mahasiswa berprestasi Fakultas Kedokteran (FK) UGM 2013. Perjalanan mengenai mahasiswa berprestasi tidak terhenti hingga tingkat fakultas. Saya harus bersaing dengan seluruh mahasiswa berprestasi di tingkat universitas dan memperjuangkan predikat Mahasiswa Berprestasi (Mapres) 1 UGM. Salah satu dokter di FK mengatakan bahwa FK belum pernah menjadi Mapres 1 UGM. Namun, hal tersebut tidak mengecilkan hati saya. Salah satu hal unik yang saya buat yaitu tulisan “Menjadi Mapres 1 UGM, Bismillah BISA!!!� yang tertempel di keyboard laptop saya. Oleh karena hal tersebut juga, saya mendapat dukungan dan doa dari teman132


teman saya. Karena seleksi tingkat universitas lebih kompetitif, saya merelakan beberapa kegiatan dan harus tidur lebih pendek sekitar 3-4 jam per hari. Namun, hal tersebut bukan suatu tantangan yang besar sebagai seorang Birrul. Terdapat 23 orang Calon Mapres UGM termasuk saya berlaga dengan seleksi yang mirip di tingkat fakultas. Merasa tertantang dengan seluruh peserta, karena kebanyakan dari mereka sudah pernah berpartisipasi dalam student exchange ke luar negeri, indeks prestasi akademik yang sempurna, forum organisasi tingkat internasional, dan berbagai prestasi yang luar biasa. Namun, sekali lagi saya Birrul yang akan terus berjuang untuk sketsa mimpi yang telah saya buat. Berbekal optimisme dan keyakinan yang kuat, saya mengusahakan yang terbaik saat seleksi. Pada tanggal 21 April 2013, menjadi tanggal yang penuh sejarah. Bukan karena itu Hari Kartini, tetapi karena pada hari itulah hasil seleksi 6 besar Mapres diumumkan. Dan saya pun menjadi salah satu bagian pada tahap itu. Melegakan sekaligus menjadi tantangan selanjutnya. Setelah melalui tahap akhir di universitas, pada 23 Mei 2013 Allah menjawab lagi doaku dan saya dinobatkan menjadi Mahasiswa Berprestasi UGM 2013. Sungguh, anugerah indah yang tak pernah diduga sebelumnya. Sketsa mimpi Birrul masih belum usai. Setelah di tingkat universitas, saya harus berjuang untuk mengharumkan nama gadjah mada di kancah nasional seorang diri. Dari catatan sejarah yang ada Gadjah Mada belum pernah sekalipun menduduki 5 besar di tatanan mahasiswa berprestasi nasional. Hal tersebut sudah menjadi mitos turun- temurun dan menjadi keinginan pribadi untuk saya pecahkan. Dan akhirnya, saya

133


mendapat posisi 4 dari 5 besar Mapres Nasional dengan predikat Mapres Inspiratif Nasional. Setelah Mapres, pada tahun ketiga saya tidak berhenti mengukir prestasi dan masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Beberapa prestasi yang saya dapatkan adalah: penerima Etoser Award Beastudi Etos Wilayah Yogyakarta angkatan 2010, juara 1 Kampanye Muballighat “Remaja sehat, Generasi Hebat� Liga Laga Nasyi’ah 2013, penerima Etoser Awards Wilayah Yogyakarta tahun 2013, juara 1 Pemilihan Mahasiswa Muslim Keperawatan Teladan Nasional (PMMKT UI) dan mendapatkan penghargaan sebagai mahasiswa bidik misi berprestasi dari Kemendikbud RI dalam puncak peringatan HARDIKNAS RI di RCTI. Selain itu, saya aktif di organisasi Bulan Sabit Merah Indonesia sebagai staf Bulan sabit Merah Remaja (BSMR) dan mengikuti berbagai kepanitiaan baik di tingkat fakultas maupun universitas. Saya selalu yakin bahwa setiap ada kemauan pastilah akan ada jalan. Dan setiap ada kesulitan, dibaliknya pasti akan ada banyak kemudahan. Cerita singkat ini tak dapat merekam seluruh perjalanan hidup saya, tetapi saya rasa cukup untuk menjadi gambaran sketsa mimpi Birrul.

134


Panggilan Hati untuk Menulis Oleh: Desiana Rizka Fimmastuti (Politik dan Pemerintahan 2010)

Desiana Rizka Fimmastuti, itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtua kepada saya. Saya dilahirkan dari sebuah keluarga sederhana yang bertempat tinggal di Bantul, sekitar 25 kilometer dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Kegigihan Bapak selaku seorang guru, semakin nampak manakala beliau bekerja dari pagi untuk mengajar dan siang hingga sore menggarap sawah milik keluarga kami. Sedangkan dari Mamak seorang Ibu Rumah Tangga, dari beliaulah saya belajar mengenai pentingnya laku prihatin, kejujuran pada diri dan orang lain, serta pantang menyerah dalam menghadapi hambatan, karena sejatinya Gusti Allah mboten sare. Itulah semangat yang senantiasa mengiringi langkah demi langkah yang saya ambil. Alhamdulillah keluarga senantiasa mendukung saya dalam berbagai hal, khususnya kebebasan memilih fokus studi. Berawal dari lulus SMAN 1 Sewon jurusan IPA, saya teramat menyukai kimia dan ingin menjadi tenaga medis. 135


Pada saat seleksi penerimaan mahasiswa baru, saya memutuskan memilih jurusan Farmasi, Teknik Sipil, dan Agronomi melalui seleksi UTUL. Namun, Allah berkehendak lain. Kegagalan saya dapatkan. Meski sempat terpukul, namun saya mencoba masuk ke UGM (lagi) melalui jalur SNMPTN IPC, dengan mencantumkan jurusan Politik dan Pemerintahan, Kimia dan Administrasi Negara sebagai pilihan. Jujur, saat itu saya menginginkan masuk ke jurusan Kimia karena studi tersebut saya minati sejak SMA. Di sisi lain, saya tidak pernah mencoba masuk ke perguruan tinggi di luar Jogja karena saya ingin nyandhing wong tuwa dalam kondisi apapun. Untuk itu saya memilih menempuh 50 kilometer setiap harinya jika diterima di UGM. Dan, pada akhirnya keinginan itu tercapai. Resmi pada tahun 2010, saya menyandang title sebagai mahasiswa baru. Alhamdulillah, Allah Swt menakdirkan saya tidak diterima ke jurusan kimia, namun diterima di jurusan Politik dan Pemerintahan. Awalnya rumpun ilmu eksak adalah tujuan utama saya karena ingin mendirikan klinik dan menggratiskan biaya untuk masyarakat karena banyaknya kasus warga miskin yang tak mampu mengakses fasilitas kesehatan. Berhubung jurusannya berbeda, awalnya saya bisa dibilang ‘ogah-ogahan’. Kebiasaan duduk di deretan tengah dan mengantuk karena tidak tertarik terhadap bahasan dalam jurusan ini membuat saya jauh dari rasa nyaman. Tapi, saya harus bersyukur, bukan? Rasa syukur tumbuh di dalam hati saat berbincang dengan rekan saya mengenai korelasi antara minat dan jurusan ini. Rekan saya yang memahami penyesalan saya kemudian berkata, “Des, kamu tak bisa merubah keadaan 136


jika kamu tidak tahu sistemnya, dan di jurusan inilah kau bisa belajar untuk itu�. Inilah salah satu epiphany yang merubah hidup saya. Melalui jurusan ini kami diasah untuk kritis dan memikirkan solusi permasalahan, termasuk kebijakan kesehatan. Karena jalan inilah, saya mulai kritis melihat permasalahan sosial yang ada di sekitar saya. Menganalisa, menuliskannya dan mengambil aksi ataukah hanya berhenti, itulah pilihan bagi kita sebagai mahasiswa. Apakah kita ingin menjadi agent of change ataukah kita hanya ingin berdiri tanpa melakukan perubahan untuk masyarakat? Bagi saya, mahasiswa adalah entitas yang tidak dapat lepas dari masyarakat. Sudah sewajarnya apabila kita turut berkontribusi dalam pengembangan masyarakat, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Mahasiswa perlu melakukan ‘aksi lanjutan’ baik berupa riset, pengabdian masyarakat, dan penulisan gagasan dalam membangun masyarakat. Cita-cita ingin merubah kondisi masyarakat nampak sebagai sebuah impian yang tak tahu jalan untuk menggapainya. Tahun pertama duduk di bangku perkuliahan, saya nekat bergabung dengan Kementrian Sosmas BEM KM UGM 2010 hingga tahun 2013. Kepekaan sosial terasah melalui berbagai program yang sifatnya charity hingga pemberdayaan melalui community development di Dusun Gondang, Merapi. Alhamdulillah secara tidak langsung cita-cita saat SMA telah tercapai, yaitu mengadakan pengobatan gratis untuk warga sekitar. Mengikuti organisasi memanglah penting untuk mengasah hard skills and soft skills kita. Untuk itu saya juga bergabung dengan Korps Mahasiswa Politik dan 137


Pemerintahan dan UKM Seni Jawa Gaya Yogyakarta (UKM Swagayugama). Keinginan untuk menulis tidak datang begitu saja. Seringkali saya dan rekan-rekan mengadakan diskusi, tetapi nampak menjadi stock of knowledge semata. Kemudian saya teringat ungkapan ‘gajah mati meninggalkan gading’. Sedangkan manusia? Tentu jika hanya meninggalkan nama, kita tidak memberikan manfaat pada orang lain. Untuk itu kita seharusnya meninggalkan karya yang bisa dimanfaatkan atau dijadikan rujukan untuk perubahan, salah satunya adalah tulisan. Beragam pengetahuan yang saya dapatkan saya tulis dalam majalah organisasi maupun media online. Meskipun awalnya tidak percaya diri, saya mencoba mengikuti berbagai lomba penulisan esai. Ada alasan spesial mengapa saya memberanikan diri, yaitu orang tua. Orang tua sudah mengupayakan berbagai cara untuk membiayai kuliah saya, mulai dari menjual sayur, menggarap sawah, hingga meminjam pada saudara. Tidak fair jika saya membalasnya hanya dengan rutin masuk kuliah, mengerjakan tugas dan berorganisasi. Saya ingin membanggakan, meringankan beban, hingga memberangkatkan orang tua saya ke Mekkah. Itulah tekad yang tertanam hingga kini. Berbekal semangat itulah, saya memberanikan diri mengikuti berbagai kompetisi esai. Beragam tema saya ikuti mulai dari politik hingga pertanian, sebagai sarana menambah wawasan keilmuan. Tahun 2011 adalah tahun pertama kali saya mengikuti kompetisi esai nasional yang diadakan Fakultas Hukum UGM. Banyaknya korupsi dan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pertambangan menjadi ruh yang mengisi tulisan saya. Jeda perkuliahan, kata demi kata tersusun secara perlahan dalam sebuah 138


komputer perpustakaan. Saat itu saya belum memiliki laptop, modem, dan handphone canggih yang bisa untuk berselancar di dunia maya. Tiap kali ada penugasan kuliah, saya pergi ke warung internet dan terkadang meminjam laptop teman. Meski hati ini merasa canggung, alhamdulillah teman-teman sangat mendukung dengan tulus. Dalam keterbatasan itulah, saya coba menulis kata demi kata hingga menjadi sebuah esai dan dapat saya presentasikan dalam seminar. Alhamdulillah uang pembinaan juara 2 saya belikan sebuah netbook warna putih dengan tambahan tabungan sejak sekolah menengah pertama.

Beberapa kompetisi lainnya juga saya ikuti meskipun saya memiliki keterbatasan waktu dan sarana prasarana. Tahun 2011 saya mengikuti Lomba Esai yang diadakan BEM FMIPA UNNES. Saya diharuskan datang ke UNNES untuk mempresentasikan esai di sebuah forum pada hari Sabtu. Sedangkan hari Jumat, saya harus hadir di perkuliahan dari pagi hingga siang, Sore harinya saya mengikuti latihan tari di 139


UKM Swagayugama hingga pukul 20.00 WIB untuk persiapan pentas. Dengan padatnya jadwal, saya berangkat tepat pukul 20.00 WIB dengan mengendarai sepeda motor bersama Bapak dengan perkiraan waktu tempuh 3 (tiga) jam. Namun, kami baru tiba di tempat saudara pukul 01.30 WIB atau sekitar 5 (lima) jam perjalanan. Saat itu saya harus terjaga sampai pukul 04.00 WIB karena mempersiapkan presentasi dan konsep gagasan nasionalisasi via saham. Sebelum presentasi, panitia memberikan kesempatan untuk mencetak ulang naskah terbaru. Saya bergegas mencari rental komputer dan terbukti amat sulit sehingga saya ingin menyerah. Namun melihat perjuangan Bapak yang melawan rasa lelah, saya kembali bersemangat dan akhirnya menemukan satu tempat penyedia jasa cetak. Singkat cerita, perjuangan dari Bantul ke Semarang membuahkan piala juara 2 (dua) dari 25 finalis. Pada tahun 2012, saya mencoba mengikuti Lomba Esai Justisia Festival tahun 2012 dengan mengangkat gagasan reformasi birokrasi untuk pemberantasan korupsi dan mendapatkan apresiasi sebagai juara 3 (tiga). Namun pada tahun-tahun setelahnya, aktivitas dan waktu saya banyak tercurah pada UKM Swagayugama karena amanah sebagai ketua. Hal ini merupakan peluang pengembangan leadership sekaligus kemampuan tari klasik gaya Yogyakarta. Salah satu event yang menarik adalah ketika kami dan UKM tari di UGM mempersiapkan tim untuk mengikuti ASEAN Youth Cultural Forum di Malaysia. Tim menampilkan tarian untuk menunjukkan dan memperkenalkan kesenian gaya Yogyakarta dihadapan berbagai negara.

140


Amanah memimpin UKM semakin terasa berat, karena cobaan yang tengah menimpa keluarga saya. Adik saya, Denny menderita Meningitis, hingga keluarga saya terpaksa meminjam uang ke saudara untuk biaya pengobatan yang cukup besar. Kejadian ini tentu membuat saya sedih, namun saya paksakan diri untuk menulis agar tidak larut dalam kesedihan. Saat itu, saya putuskan mengikuti dua kompetisi, yaitu Lomba Esai Nasional Economics and Politics oleh BEM FEB UB 2013 dan Lomba Esai Justisia UGM 2013. Pada kompetisi pertama, saya menuliskan gagasan perwujudan kedaulatan pangan melalui optimalisasi lahan sempit. Awalnya saya tidak tertarik karena bidang pangan teramat jauh dari pengetahuan saya. Namun, saya yang notabene lahir dari keluarga petani merasa prihatin atas masifnya konversi lahan pertanian di Bantul akibat urban sprawl. Pada kompetisi kedua, saya menganalisa parpol memerankan fungsi penting dalam kaderisasi pemimpin. Namun, realitasnya parpol justru menjadi agen yang melakukan korupsi melalui kadernya. Beberapa solusi coba ditawarkan dalam naskah tersebut, salah satunya dengan reformasi kepartaian dan pendekatan dari sisi aktor. Alhamdulillah, Gusti Allah mboten sare. Allah memberikan rejeki melalui dua tulisan yang diapresiasi sebagai juara 1 (satu). Rejeki tersebut saya gunakan untuk meringankan beban orang tua saya dalam pengobatan. Tiada kata maupun kalimat yang bisa saya sampaikan kecuali: Ingatlah kedua orang tuamu. Berjuanglah yang terbaik untuk mereka, dan jadilah mahasiswa yang bermanfaat. Karena sebaik-baiknya manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain, dan sebaik-baiknya mahasiswa 141


adalah agent of change yang bermanfaat bagi masyarakat. Kita tidak bisa berdiam diri melihat berbagai permasalahan rakyat karena kita adalah mereka. Kita bisa mencapainya dengan pengabdian masyarakat, riset dan publikasi, hingga penulisan yang notabene menjadi jalan yang saya tempuh. Dengan adanya tulisan, kita dapat menuangkan ide dan mengungkap realitas. Tulisan dapat menjadi sarana yang menginspirasi khalayak untuk bertindak, melakukan analisa yang lebih kritis, dan melakukan perubahan. Ingatlah perjuangan orang tuamu. Tetaplah mengabdi, teruslah menginspirasi, dan jadilah agen perubahan di sekitarmu‌

142


Impian Sederhana: Mengokohkan Nama Gadjah Mada di Bumi Nusantara Oleh: Intan Purwandani (Pariwisata 2011)

“Gadjah Mada, jiwaku itu ada padamu. Semakin aku menatapmu, hatiku berkata bahwa aku akan segera menjadi bagianmu yang semakin mengokohkan namamu di bumi nusantara ini. Gadjah Mada, temui aku diujung janjiku� – (Purwandani, 2010) Di bawah gedung rektorat itu, saya memegang erat pilar besar yang menjadi saksi janjiku. Barangkali dibandingkan teman-teman yang lain, saya hanya mahasiswa biasa yang kebetulan berada pada lingkungan kondusif. Lingkungan yang tanpa sengaja memaksa saya menjadi manusia yang harus menanggung malu ketika tidak melakukan apapun. Perjalanan itu dimulai pada Agustus 2010. Ketika menginjakkan kaki pertama kali di kota pelajar. Kota yang hampir menjadi impian setiap pelajar di negeri ini untuk bisa menimba ilmu dan mengukir sejarah hidup di dalamnya. Kenyataan saat itu membawa saya menjadi mahasiswi sebuah universitas swasta (yang justru kini berubah status menjadi negeri) di Yogyakarta. Saya sangat 143


bersyukur menjadi bagian dari sekian persen anak muda di Indonesia yang berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena rasa syukur itu, ternyata jiwa ini memberontak untuk bergerak lebih dari apa yang ada di hadapan mata. Naluri saya terlalu sombong untuk terus bertahan di tempat belajar yang saya sadari tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan (bagi keluarga kami) dan jurusan yang cukup baik reputasinya. Entah. Berada di sini, di tempat ini yang bukan merupakan mimpi saya. Hanya satu pikiran saya saat itu, KELUAR! Lari kejar tujuanmu yang tertunda oleh waktu. Apakah ini melawan takdir? Ya, sebelum mengalami pembelajaran hebat di tahun 2010 itu, saya bersyukur menjadi manusia yang Allah berikan segala yang saya pinta hingga barangkali menjadi terlalu sombong dalam doa dan dalam usaha selanjutnya. Karya belum seberapa tetapi berani meremehkan kekuatan doa hanya dengan nalar pribadi yang menganggap segalanya mudah diraih hanya dengan belajar. Ditolaknya saya oleh UGM tahun 2010, menjadi titik balik yang mengubah sikap, kebiasaan, dan termasuk kepribadian saya. Inilah kasih sayang-Nya yang sesungguhnya. Titik ini pun menjadi tanda hijrah saya untuk pertama kali. Aktivitas kuliah satu semester di kampus tersebut, saya maksimalkan dengan aktif di berbagai kegiatan mahasiswa kesenian, lembaga eksekutif, hingga akademik. Hingga di akhir semester saya bersama salah satu tim UKM kampus tersebut berhasil menuju kompetisi seni di tingkat nasional yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun televisi dan dalam persiapan menuju kompetisi serupa di tahap 144


internasional. Meski disibukkan oleh kegiatan nonakademik, saya bersyukur nilai akademik saya masih termasuk yang diunggulkan. Tetapi, naluri saya masih perih. Apakah ada yang salah dari semua ini? Kontemplasi bersama salah satu sahabat SMA di suatu malam membawa saya pada keputusan besar untuk keluar dari kampus tersebut. Ternyata usaha saya untuk maksimal di berbagai hal tidak mampu membohongi hasrat saya untuk segera menuju Gadjah Mada. Tepat pada semester genap 2010, tanpa diketahui orang tua, saya tidak lagi mengikuti aktivitas kuliah hingga beberapa teman-teman kelas dan organisasi mencari saya. Dapat dibilang, saya merupakan buronan kampus yang harus menyelesaikan apa yang telah saya mulai di semester pertama. Saya paham bahwa tanggung jawab yang telah saya bentuk tidak seharusnya saya tinggalkan demi sesuatu yang tidak pasti. Tapi saya sangat menginginkan Gadjah Mada itu. Saya harus segera fokus meraihnya agar tidak kembali kecewa. Dan ternyata, penolakan muncul dari berbagai pihak serta tidak semudah yang saya bayangkan sebelumnya. Banyak bagian dari masa lalu yang menanyakan mengapa saya gagal. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu justru membangkitkan saya kembali. Percayalah kawan, menanyakan dan membandingkan hal itu memang (sangat) menyakitkan tapi ternyata sakit itu membangkitkan. Terima kasih! 2011, aku datang! Dengan tabungan anak kos seadanya, saya mulai mengikuti bimbingan belajar intensif tiga bulan. Kali ini saya mantap mengejar bidang yang bertolak belakang dengan 145


background ilmu SMA saya, yaitu IPS. Meski belajar dari nol, saya tahu akan ada jalan memahami semuanya hanya dengan fokus, persisten, dan kerja keras. Singkat cerita akhirnya saya diterima Gadjah Madaku. Impian sejak kelas lima SD. Namun, Allah menempatkan saya pada pilihan kedua: Pariwisata. “God, jalur hidup macam apa lagi ini�, gumam saya. Bahkan pilihan itu hanya iseng yang sama sekali tidak terpikir. Sebab, berdasarkan beberapa hasil try out, peringkat saya mampu menembus pilihan pertama. Kembali sikap takabur itu muncul. Tangis saat itu juga bercampur aduk dengan kebingungan karena harus jujur kepada orang tua tentang apa yang saya lakukan selama satu semester terakhir, apa yang ada sekarang, dan apa yang harus saya jalani di depan. Dan benar dugaan saya, Ayah saya menentang keras pilihan untuk pindah kuliah apalagi dengan jurusan yang menurut beliau tidak jelas arahnya. Dengan kekuatan doa dan dukungan Ibu, saya menguatkan diri melakukan daftar ulang dengan pembiayaan yang lagilagi harus diusahakan sendiri. Saya tahu, Ayah saya hanya menunda dukungannya sebelum saya membuktikan sesuatu kepada beliau. Saya percaya Pariwisata adalah jodoh terbaik saya dari-Nya meski logika manusia meragukannya. Kiriman dari Ibu untuk registrasi memang nominalnya jauh dari yang diperlukan. Saya memang tidak menyebut jumlah sebenarnya, sebab sebagai anak pertama saya tahu diri, saya bukanlah satu-satunya anak yang memerlukan biaya. Saya pikir, membiayai sekolah memang kewajiban orang tua tetapi membiayai pindahnya saya adalah kewajiban saya pribadi karena saya telah ingkar terhadap apa yang orang tua saya amanahkan sebelumnya. Selanjutya, biaya yang 146


masih saya perlukan saya tutup dengan menggadaikan semua yang saya miliki saat itu yaitu laptop dan kamera DSLR yang sempat menemani tugas-tugas kuliah saya di kampus lama. Bersyukur atas bantuan beberapa teman SMA pula, biaya registrasi terbayar lunas. Saya tidak peduli, saya hanya tahu bahwa saya harus segera menjadi bagian Gadjah Mada. Pariwisata adalah hidup baru. Pada fase ini saya meraba apa yang bahkan tidak pernah saya pikirkan. Saya berusaha memahami bagaimana bidang ini akan menjadi hari-hari saya. Bagaimana saya harus membanggakan dan meyakinkan kepada orang-orang bahwa bidang ini penuh dengan optimisme di masa depan bahkan ketika perasaan saya yang ragu-ragu saat itu. Melalui diskusi, membaca buku, petualangan ke alam bebas, menjalin hubungan, dan berguru pada orang-orang senior, saya mulai paham bahwa bidang ini memang yang saya perlukan. Bahwa pariwisata adalah bidang yang menuntut kreativitas, percaya diri, analisis yang komprehensif, communication skill, social awareness, hingga sense of policy making. Saya mulai tertarik pada konsep bagaimana pariwisata di Indonesia harusnya mampu menjadi alternatif peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui kekuatan masyarakat itu sendiri. Saya mulai paham bahwa belajar pariwisata bukan sebatas menjadi tour guide melainkan menggebrak batasan dunia dengan mengelilinginya. Mempelajari pengembangan pariwisata berbasis masyarakat adalah cara kita mengabdi pada negeri yang mulai lemahnya sumber daya yang ada. Dan jika kita berhasil mengimplementasikan ilmu yang didapat, langkah 147


nyata dapat dimulai untuk mengokohkan Gadjah Mada di Bumi Nusantara. Bersamaan dengan penemuan jati diri dan minat saya di bidang ini, alhamdulillah beberapa kesempatan baik di tahap nasional maupun internasional akhirnya bertemu dengan waktu yang tepat bagi saya seperti AsiaPacific CHRIE yang diadakan Macau, China, Womenpreneur Summit bidang industri pariwisata yang diadakan Kementerian Koordinator Ekonomi, PKM GT yang mengangkat teknologi perawatan pantai sebagai destinasi, dan Hatta Radjasa Writing Competition. Terakhir sebelum saya hijrah menuju impian selanjutnya, saya masih punya “pekerjaan rumah� merintis wadah ilmiah pariwisata yang berfokus pada produktivitas penelitian dan pengembangan sumber daya manusianya. Menuntaskan pembinaan desa wisata yang masih setengah jalan lagi hingga menuntaskan penelitian di perbatasan negeri ini. Sebab pariwisata bukan hanya industri kreatif yang mengedepankan hura-hura. Pariwisata adalah tempatnya ladang amal dalam bentuk yang menyenangkan. Maka bagaimana pun nanti, saya berharap penelitian dan pengembangan pariwisata nanti tetap memfokuskan pada kehidupan masyarakat sekitarnya sebagai pertimbangan untuk membentuk pariwisata berkelanjutan. Selanjutnya, 148


siapapun yang membaca ini nanti, apapun bidang kalian, percayalah bahwa pasti ada terang bahkan di antara pekat malam di seluruh dunia. Sebab Allah Menakdirkan Bukan Tanpa Alasan. Semoga kita mampu menjadi orang yang terus bersyukur dan rendah diri di hadapan Allah Swt. Karena saya terlahir sebagai Intan. Saya akan tetap menjadi Intan apapun dan di mana pun keadaannya. Bernilai tinggi karena tempaan suhu dan tekanan yang tinggi dari kedalaman perut bumi. Tajam dan kuat. Bukan saya yang memilih ini, karena Dia telah memilih saya untuk menjadi Intan.

149


Perjuangan Tiga Negara dan Seterusnya Oleh: Mochammad Fahmi Habibi (Peternakan 2010)

Untuk mendapatkan kesempatan ke luar negeri sebenarnya bukan merupakan salah satu mimpi dan prioritas saya saat berada di bangku SMA. Keinginan untuk menjadi seorang dokter memang menjadi prioritas waktu itu. Hingga akhirnya, pada waktu kuliah impian menjadi seorang dokter teredam karena “ketidaksengajaan” saya memilih di Fakultas Peternakan UGM. Di saat yang bersamaan, saya juga “tidak sengaja” berjanji pada orang tua untuk pergi ke luar negeri sebelum lulus dari bangku perkuliahan. Masa-masa awal perkuliahan terasa pahit akibat ketidaksengajaan dalam memilih jurusan. Bahkan pada saat itu, saya masih menyisihkan waktu 1 semester untuk berkonsentrasi kembali dalam persiapan mengikuti SNMPTN 150


(sekarang SBMPTN red.) kembali pada tahun depannya untuk bisa meraih mimpi menjadi seorang dokter yang sempat tertunda. Namun yang terjadi hanyalah kegagalan yang datang melanda. Kegagalan itu menjadi titik balik perjalanan dalam dunia perkuliahan saya. Titik balik ini mengingatkan saya untuk kembali pada janji kepada orang tua di awal perkuliahan. Ya, saya berjanji untuk bisa ke luar negeri sebelum lulus dari bangku kuliah. Namun, ke luar negeri yang saya inginkan bukan hanya sekadar untuk jalanjalan, melainkan menghadiri pertemuan pemuda, internship atau conference karena pada dasarnya semua orang bisa ke luar negeri hanya untuk jalan-jalan. Kalau bisa ke luar negeri dengan menghadiri pertemuan pemuda, internship atau conference kenapa tidak? Pertengahan tahun 2012, saya mulai mencoba suatu tantangan baru yaitu mengikuti seleksi internship yang diselenggarakan atas kerja sama Universitas Gadjah Mada dengan Maejo University. Langkah untuk menjajaki dunia internasional akan saya rasakan pada kala itu. Semua persyaratan untuk pendaftaran hingga rangkaian seleksi sudah saya lalui dengan semaksimal mungkin. Hingga hari pengumuman tiba, tidak ada nama Mochammad Fahmi Habibi dalam daftar mahasiswa yang lolos seleksi. Mungkin, ini adalah awal kegagalan untuk menuntaskan suatu janji. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2013 saat saya mendaftar dalam acara International Student Conference on Environment and Sustainability (ISCES) yang diselenggarakan di Shanghai, China (merupakan kerja sama antara UNEP dan Tongji University). Para pendaftar diharuskan untuk membuat poster ilmiah yang berkaitan dengan tema yang 151


ditentukan. Pada saat itu saya mencoba memasukkan sisi ilmiah peternakan yang bisa dihubungkan dengan tema yang diusung. Hasil seleksi peserta yang lolos diumumkan sebanyak 2 kali. Namun dari 2 pengumuman tersebut, sekali lagi tidak ada nama saya di sana. Kegagalan ternyata tidak berhenti begitu saja. Banyak international event yang sudah saya coba ikuti tetapi gagal. Saat membuka milis, saya melihat secercah harapan. Banyak e-mail yang sudah bertumpuk karena banyak pengirim dan jarang saya buka. Namun, entah mengapa waktu itu saya mencoba untuk membuka milis tersebut. Ternyata, ada salah satu orang yang sedang berbagi pengalaman dengan nama Nurma. Dia menceritakan pengalamannya dalam mengikuti international event. Saat itu juga saya mencoba mengirim pesan e-mail kepada Nurma. Saya ceritakan keluh kesah dan pengalaman kegagalan kepada orang tersebut. Alhamdulillah, beliau cepat dan baik dalam merespons. Beliau memberi arahan informasi yang akurat di mana saya dapat mencari informasi dan semangat. Saran dari Nurma sangat bermanfaat. Saya ikuti petunjuknya dengan teliti, lalu mulai mencoba mendaftar berbagai international event. Dengan semangat dan kerja keras, akhirnya di akhir tahun 2013 saya mendapat invitation letter untuk menghadiri 2 pertemuan internasional di India yang diselenggarakan oleh Club 25 Manipur dan Kosovo yang diselenggarakan oleh Let’s Do it World dalam waktu yang hampir bersamaan. Dengan keterbatasan pendanaan dari sponsor, saya akhirnya memilih untuk berangkat ke India. Februari 2014, saya berangkat ke India. Langkah ini mengawali perjalanan saya ke luar negeri untuk pertama kali hasil sekian banyak 152


kegagalan yang sudah dilalui. Sebelum berangkat ke India, saya menerima tawaran dari fakultas untuk mengikuti internship di Jepang selama 5 minggu. Ini adalah salah satu kesempatan emas, karena internship ini adalah program kerja sama pertama antara Universitas Gadjah Mada dengan University of Miyazaki. Awal Maret 2014, saya pulang dari India dan pada akhir Maret 2014 saya berangkat ke Jepang untuk melaksanakan internship tersebut. Di sela-sela pelaksanaan internship, saya mengisi waktu luang dengan mencoba mencari dan mendaftar international event yang ada di internet. Ternyata pendaftaran ISCES 2014 dibuka kembali. Ada perasaan tertantang untuk kembali mendaftar acara yang telah menolak usaha saya pada tahun sebelumnya. Saat itu, saya hanya ingat bahwa saya memiliki karya tulis yang dapat diposterkan dan sesuai dengan tema yang diusung saat itu. Jauh sebelum deadline, saya mendaftarkan poster dengan melengkapi seluruh persyaratan acara tersebut. Setelah beberapa waktu proses seleksi, adakah nama saya di pengumuman peserta yang lolos seleksi ISCES 2014? Sepulangnya dari Jepang pada awal Mei 2014, tidak ada pertanda pengumuman peserta yang lolos dari pihak penyelenggara. Setelah beberapa hari, notification pada email menunjukkan bahwa saya memiliki pesan yang baru masuk. Ternyata, e-mail tersebut merupakan pemberitahuan dari pihak penyelenggara ISCES 2014 yang mengumumkan 153


saya lolos seleksi dan berhak mengikuti international event tersebut. Bukan hanya itu, bahkan saya mendapatkan beasiswa flight ticket dari pihak penyelenggara. Beasiswa ini adalah beasiswa yang diidam-idamkan oleh kebanyakan peserta ISCES karena biaya transportasi akan ditanggung oleh pihak penyelenggara. Padahal salah satu hal yang memakan biaya paling banyak dalam suatu international event adalah transportasi. Alhamdulillah, saya terpilih menjadi salah satu dari 19 peserta penerima beasiswa terpilih dari sekitar 300 peserta ISCES 2014. Awal Juni 2014 saya berangkat ke China. Alhamdulillah pada 5 bulan berturut-turut di tahun 2014 akhirnya saya bisa menjajaki 3 negara yang tidak perah terpikirkan atau terencana secara singkat. Selain itu, akhirnya janji dengan orang tua di awal perkuliahan dapat dituntaskan dengan baik. Pencapaian ini bukan menjadi akhir dari perjuangan hidup. Saya akan terus berusaha untuk menancapkan mimpi dalam-dalam dan berniat untuk menjelajahi negara lain dalam mengenyam pendidikan yang lebih baik tentunya. Pada akhirnya, usaha yang keras diiringi doa tidak akan mengingkari kita akan mendapatkan manisnya hasil dari suatu perjuangan.

154


Mimpi Besar Berawal dari LangkahLangkah Kecil Oleh: Restu Puji Arum (Ilmu Filsafat 2011) “Nak, Ingatlah, bahwa kita bukanlah keluarga yang memiliki harta berlimpah, juga bukan dari keluarga yang berpendidikan, ukurlah mimpi-mimpimu, jangan sampai engkau “sakit� karena mimpimu sendiri�.

Jika saya mengingat ucapan itu, hati saya terasa dicambuk ribuan kali tanpa berhenti, sesak, dan tidak ada ruang untuk bergerak bagi saya. Seketika itu pula kesedihan datang beriringan dengan deraian air mata ketika Bapak saya mengatakan hal itu kepada saya. Saya merasa tidak berdaya. Sedari di bangku sekolah menengah pertama, saya sudah bermimpi menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan mimpi itu terus tertanam hingga di jenjang SMK. Hingga pada akhirnya bapak mengetahui mimpi itu dan berujung pada petuahnya yang begitu menakutkan bagi saya. Dalam sekejap, impian yang telah saya bangun sejak lama telah hancur. Pada saat itu, terlintas di pikiran saya untuk membiarkan mimpi yang telah saya bangun akan menjadi kenangan. Namun tiba-tiba saya teringat oleh salah satu 155


video motivasi yang saya saksikan ketika masa tenang ujian nasional SMK yang berjudul “Sang Pembuat Jejak�. Video tersebut mampu meluaskan hati dan pikiran saya, bahwa mimpi besar bukanlah suatu kesalahan. Setiap orang berhak bermimpi, baik itu seseorang dari keluarga kaya atau tidak, berpendidikan atau tidak, karena kekurangan bukanlah halangan. Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa “dibalik mimpi yang besar butuh pengorbanan dan usaha yang besar, bukan batas ukuran yang besar“ Keberanian pada diri saya mulai bangkit kembali untuk merancang kembali mimpi saya. Impian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan bukanlah pilihan yang mudah. Petuah bapak ketika itu masih menjadi hal yang menakutkan bagi saya. Universitas Gadjah Mada merupakan universitas bergengsi yang notabene menjadi tujuan siswasiswi SMA terbaik negeri ini untuk melanjutkan pendidikannya. Saya menyadari bahwa saya bukanlah salah satu dari mereka yang terbaik, namun saya memberanikan diri untuk bermimpi menjadi salah satu bagian dari kampus biru itu. November 2010 adalah awal saya melangkahkan mimpi-mimpi kecil saya. Sejak saat itu saya bulatkan tekad, saya harus berkuliah di Universitas Gadjah Mada. Jika saya tidak bisa berkuliah di kampus biru, akan lebih baik jika saya tidak perlu kuliah sekalian saja, dan kerja adalah pilihan yang mau tidak mau harus saya jalankan. Keputusan tersebut saya ungkapkan kepada orangtua saya. Orangtua saya mengatakan bahwa saya terlalu keras kepala dan ambisius. Hingga pada akhirnya saya mampu membuktikan bahwa

156


saya berhasil menjadi bagian universitas yang saya impikan meskipun bukan di jurusan yang prestigious, Filsafat. Paska diterima sebagai mahasiswa kampus biru, saya memantapkan pikiran bahwa Universitas Gadjah Mada adalah gerbang untuk rangkaian mimpi-mimpi saya selanjutnya. Sedikit demi sedikit saya membangun kembali mimpi yang hancur agar kembali berdiri bahkan lebih kokoh dari sebelumnya. Masih teringat ketika awal perkuliahan, saya menuliskan mimpi “mustahil” saya yang pertama, yaitu “mendapat IP 4,00 dan beasiswa full sampai sarjana”, dan ternyata di semester itu pula saya gagal meraih mimpi “mustahil” saya yang pertama yaitu “mendapat IP 4,00”. Namun, saya tidak berhenti karena kegagalan itu. Hingga di akhir semester pertama saya berhasil mewujudkan mimpi saya mendapatkan beasiswa full hingga sarjana melalui program Bidik Misi. Kegagalan meraih mimpi untuk mendapatkan IP 4,00 tidak lantas membuat saya menyerah, namun sebaliknya kegagalan justru menjadi cambuk bagi saya untuk berusaha lebih keras. Alhamdulillah di semester kedua saya akhirnya menggapai mimpi saya selanjutnya mendapat IP sempurna. Masa menjadi mahasiswa baru adalah masa ketika mahasiswa penuh dengan rasa ingin tahu yang tinggi, tidak terkecuali saya. Berbagai kegiatan yang menurut saya menarik pasti akan saya ikuti, salah satunya adalah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Rasa keingintahuan yang tinggi membuat saya dan beberapa teman membentuk kelompok dan mengikuti PKM bidang penelitian. Pada saat itu penelitian kami berjudul “Mengeksplorasi Nilai-Nilai Estetika dan Edukasi pada Tradisi Tedhak Siten” berhasil di 157


danai oleh DIKTI. Sejak saat itu saya sangat menyukai penelitian bidang sosio-humaniora, khususnya meneliti budaya-budaya Indonesia yang kaya dan beragam. Mulai dari sanalah saya tidak pernah absen mengikuti program ini. Ternyata melakukan penelitian tentang budaya Indonesia, telah mengantarkan saya pada penelitian-penelitian lain seperti penelitian di Bali dan Kalimantan Barat. Melalui berbagai penelitian dari segi filsafati itulah, saya bisa belajar hal baru, menemukan hal baru dan menjelajahi tempattempat baru, sehingga saya semakin mencintai negeri ini karena dibalik budaya Indonesia yang beragam terdapat makna filosofis yang mendalam. Di samping melakukan berbagai aktivitas penelitian, belum lengkap rasanya jika tidak merasakan menjadi aktivis kampus. Hal itu yang mulai saya pikirkan saat semester dua di kampus biru. Saya bergabung dari satu UKM ke UKM yang lain, mulai dari organisasi koperasi hingga lembaga dakwah fakultas. Ternyata pilihan saya jatuh pada SOSMAS BEM-KM UGM dan Lembaga Dakwah Fakultas (KMF). Awalnya saya masih belum mampu berkomitmen atas pilihan tersebut, hingga kemudian saya menyadari bahwa dalam berorganisasi diperlukan loyalitas. Tahun 2013 saya mengevalusi diri saya, yang kemudian mengantarkan saya untuk dipercaya sebagai Deputi Pelayanan Masyarakat di Kementerian Sosial Masyarakat BEM-KM UGM 2013 dan menjadi Sekretaris Umum KMF 2013. Selain itu, di tahun yang sama saya mulai menyadari bahwa saya harus berperan dalam membangun negeri ini menjadi lebih baik, setidaknya dengan berbagi apa yang saya miliki meskipun bukan dalam

158


bentuk materi. Hal ini yang mendorong saya tergabung sebagai pengajar relawan di Gadjah Mada Menginspirasi. Tahun demi tahun ternyata membuat impian saya semakin melambung tinggi. Saya semakin berani memimpikan hal-hal yang terasa tidak mungkin dengan kondisi ekonomi saya, yaitu “pergi ke luar negeri”. Saya mencoba mengikuti beberapa program conference, culture exchange, dan student weeks. ISWI 2013 adalah program yang pertama kali menolak saya dalam ikhtiar meraih mimpi. Saya sempat berputus asa, namun melihat ada teman yang berhasil diterima pada program tersebut justru semakin menyemangati saya, “dia saja bisa, kamu juga pasti bisa”. Saya kembali memberanikan diri mengikuti seleksi program culture exchange, APIMUN, “Korean Cultural Studies, Wonderful Adventure 2013” dan akhirnya saya berhasil menjadi salah satu ambassador untuk mengikuti program pertukaran budaya di Seoul selama satu minggu. Kesempatan yang tidak saya bayangkan sebelumnya, di mana saya dapat mengenalkan budaya Indonesia di luar negeri. Alhamdulillah kepergian saya ke Seoul ternyata mampu mengetuk hati Bapak saya. Sebelumnya Bapak selalu memandang bahwa saya adalah pengkhayal. Namun, akhirnya sedikit demi sedikit Bapak mulai mempercayai mimpi-mimpi kecil saya dan Ibu saya mengamini berbagai mimpi saya, termasuk ketika saya ingin 159


membanggakan Bapak Ibu dengan menjadi mahasiswa berprestasi dan menjadi wisudawan terbaik di fakultas. Tahun 2015 adalah waktu yang Tuhan telah persiapkan, akhirnya saya berhasil menggapai mimpi saya untuk membanggakan orangtua saya dengan naik ke podium, meskipun Bapak tidak dapat membersamai kebahagian saya. Tuhan telah merindukan Bapak untuk kembali bersama-Nya, 3 hari sebelum wisuda dilaksanakan. Saya merasakan kesedihan yang mendalam. Namun saya percaya bahwa Bapak menginginkan saya menjadi pemimpi yang semakin kuat dan tahan uji. Sampai detik ini saya masih terus bermimpi dan tidak akan berhenti bermimpi. Mimpi saya selanjutnya adalah menjadikan Indonesia sebagai negeri yang generasi penerus bangsanya tidak pernah takut untuk bermimpi besar. Karena dengan penerus bangsa yang berani bermimpi besar maka negeri akan menjadi negeri yang besar pula. Dari bagian kecil yang melakukan langkah-langkah kecil, negeri ini akan mampu melakukan hal-hal yang besar. Karena hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil. Jika Tuhan memberi kesempatan untuk merasakan terlahir sebagai sesuatu yang lain, saya akan memilih terlahir sebagai matahari. Matahari adalah bintang yang bersinar bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk makhluk lain di sekitarnya. Sehingga matahari dapat memberikan penghidupan bagi yang lainnya. Kampus biruku teruslah melahirkan generasi yang berani bermimpi besar, agar negeri ini mampu untuk menjadi negeri yang besar, Indonesiaku tercinta.

160


Mimpi Seorang Anak Broken Home yang Berhasil Sampai ke Eiffel Tower Oleh: Erwina Salsabila (Ilmu Hubungan Internasional 2010)

Ibu saya selalu berkata, “Pelaut yang handal tidak mungkin tercipta dari lautan yang tenang�. Sejak kecil, saya dibesarkan dari keluarga yang biasa-biasa saja. Kami cukup makan, dan bisa bayar sekolah. Tidak ada yang istimewa. Hingga suatu waktu, kedua orang tua saya memutuskan untuk berpisah. Setelah itu, kami tiga bersaudara dibesarkan oleh Ibu saya seorang diri. Perceraian di Indonesia bukanlah suatu hal yang lazim dimasa itu, perceraian dianggap tabu, dan menyalahi norma yang ada. Sebagai konsekuensinya, teman-teman sering dilarang oleh orang tuanya untuk bermain dengan saya, mereka bilang anak broken home pasti nakal dan membawa pengaruh buruk. Saat kecil saya tidak banyak mengerti apa yang mereka maksudkan. Sehingga, saya bertanya kepada ibu saya mengapa mereka menilai saya seperti itu. Dan ibu saya berkata, “kamu jangan pernah merasa marah atau tidak terima dengan penilaian orang lain, mungkin selama ini 161


contoh anak broken home di sekitar lingkungan kita selalu menjadi anak yang nakal. Sekarang tugas kamu untuk mematahkan anggapan itu, buktikan kepada mereka bahwa kamu anak yang baik dan sukses, kamu memiliki kesempatan yang sama seperti anak lainnya�. Kata-kata itu selalu terngiang di telinga saya, saya akan membuktikan bahwa saya bisa menjadi seorang anak yang sukses dan baik walaupun dengan latar belakang keluarga yang tidak utuh. Ibu saya membiayai kami seorang diri, bekerja di pagi hingga sore hari, kadang berjualan apa saja yang beliau bisa dihari libur. Semua itu untuk membesarkan anak-anaknya. Sedari kecil, saya dilatih untuk mandiri, saya pergi sekolah sendiri dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Sejak hari pertama masuk sekolah, saya menata buku sendiri, mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, dan hanya bertanya saat ada yang tidak bisa saya selesaikan. Karena saya sadar, Ibu saya harus membagi waktunya dengan berbagai macam hal sebagai seorang Ibu, pegawai negeri, Ibu rumah tangga, pelaku bisnis, bahkan mahasiswa saat beliau mulai mengambil Strata 1 di umur 31 tahun. Melihat perjuangan beliau, saya sangat serius dalam menuntut ilmu. Saya mencoba tekun belajar dan berhasil mendapatkan peringkat 1 di kelas sejak kelas 1 hingga saya lulus Sekolah Dasar (SD). Namun, bukan penghargaan yang saya dapatkan dari Ibu. Melainkan nasihat bahwa untuk menjadi anak yang pintar dan bertanggung jawab adalah kewajiban kita, sehingga kita tidak perlu meminta penghargaan saat melaksanakan kewajiban. Sejak kecil, saya diajarkan apabila ingin mendapatkan sesuatu saya harus berusaha, bersusah payah dengan usaha 162


sendiri. Sebagai contoh, saat saya ingin memiliki rumah barbie. Orang tua saya mendaftarkan lomba membaca puisi dan melatih saya, saat berhasil menjadi juara baca puisi tingkat nasional, Ibu saya berkata “Sekarang uang hadiah kamu, bisa kamu gunakan untuk beli rumah barbie impian kamu�. Saya tumbuh besar dengan pemikiran seperti contoh tersebut. Waktu berumur 10 tahun, guru bahasa Inggris di kelas bertanya, apakah mimpi kita. Saya selalu menjawab suatu saat saya mau berkunjung ke menara Eiffel yang sering saya lihat di televisi, menara di negara yang antah berantah entah di mana, namun terpatri dalam pemikiran seorang anak kecil yang kagum atas keindahannya. Saya berjanji, suatu saat saya akan pergi kesana dengan usaha sendiri. Dunia pendidikan berlangsung cepat, selama Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), saya selalu mencoba untuk melakukan yang terbaik di sekolah. Terkadang saya mendapat peringkat 3 besar selama SMP, dan hanya bisa 10 besar waktu berada di bangku SMA. Namun, kebiasaan mengikuti perlombaan menjadikan saya rajin mengikuti berbagai macam lomba dari SD seperti baca puisi, peragaan busana, menyanyi, story telling, pidato, dan debat bahasa Inggris semasa SMA. Hingga saya pernah dikirim untuk menjadi salah satu wakil Indonesia dalam kegiatan Pramuka Tingkat Dunia di Malaysia saat SMP. Saya percaya, setiap ahli selalu memulai langkah pertamanya sebagai pemula. Begitu banyak kekalahan yang saya hadapi selama ikut perlombaan, hingga akhirnya saya bisa keluar sebagai juara entah itu lomba puisi ataupun lomba debat bahasa Inggris. Yang membuat seorang juara berbeda, adalah karakternya 163


yang tidak mudah menyerah dan tidak kehilangan antusiasme untuk kembali belajar saat Ia gagal. Motivasi inilah yang selalu saya tanamkan pada diri sendiri. Diakhir karir debat bahasa Inggris SMA, saya berhasil mendapatkan medali emas sebagai top 10 Best Speakers in Indonesia dan medali perak karena mencapai babak semifinal. Dunia kuliah dimulai, saya harus menyesuaikan diri untuk tinggal jauh dari keluarga untuk pertama kalinya. Yogyakarta, kota pelajar yang sederhana dan akan membuat siapapun jatuh cinta akan keramahannya. Kota ini menyimpan seribu kenangan, cerita persahabatan dan perjuangan. Saya yang begitu dekat dengan Ibu saya, harus merasakan tinggal sendiri. Sulit memang, karena sering sekali saya menutup mata saat malam dan membayangkan indahnya berada di rumah bersama keluarga. Rasa rindu membuat saya bersemangat untuk suatu saat pulang dan membawa cerita sukses dari perjuangan saya di universitas impian, Universitas Gadjah Mada. Berikanlah selalu seluruh tenaga, pikiran, dan cinta akan hal yang sedang kita kerjakan, sehingga kita tidak hanya menjadi manusia yang biasa-biasa saja, dan mengalir untuk menjalani hidup yang begitu-begitu saja. Saat berada di kelas, saya mencoba untuk fokus belajar, mencatat, berdiskusi, dan aktif bertanya di kelas, dan dedikasi ini berhasil mengantarkan saya sebagai lulusan terbaik dari jurusan saat akhir perjuangan November 2014 silam dengan GPA 3.81 dengan pengalaman lebih untuk menjadi asisten dosen di lebih dari lima kelas reguler dan internasional di jurusan saya, Hubungan Internasional. Saat berada di luar kelas, saya berusaha melakukan hal-hal yang saya cintai 164


seperti aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa English Debating Society, dan meluangkan waktu untuk traveling. Kata pepatah, lakukanlah hal yang kamu cintai dan cintai apa yang kamu lakukan. Dengan serius menekuni kegiatan debat bahasa Inggris, saya berhasil mendapatkan dua hobi saya yaitu debat dan traveling, bahkan mencari uang untuk membiayai uang kuliah saya sendiri. Debat bahasa Inggris telah membawa saya ke begitu banyak tempat di Indonesia seperti Bandung, Jakarta, Malang, Surabaya, Makassar, Bali hingga Pekan Baru. Serta luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Macau, Jerman hingga keliling Eropa. Setelah memenangkan lomba debat seIndonesia saya dikirim sebagai wakil ke International Humanitarian Law Debate di Malaysia, juga menjadi juri di lomba debat tingkat Asia (United Asian Debating Championship) di Macau, China, berhasil meraih gelar Quarterfinalist, English as Foreign Language Category di lomba debat tingkat dunia (World University Debating Championship, Germany 2012), dan Juara 1 lomba debat tingkat Asia (Champion of United Asian Debating Championship, EFL Category, Singapore 2014). Ada kebanggaan tersendiri saat saya dengan bahasa Inggris yang pas-pasan pernah mengalahkan Princeton University dari Amerika Serikat, dan berbagai universitas besar lain dari seluruh dunia. Ada kebahagiaan saat saya bisa berkontribusi dan diundang menjadi ketua juri lomba debat di berbagai wilayah di Indonesia dan bisa membayar uang kuliah sendiri dari pendapatannya. Ada rasa syukur yang tak terhingga saat saya menjadi pelatih debat dan berhasil membawa anak didik saya menjadi juara 3 lomba debat 165


tingkat nasional dan menjadi semifinalis mengalahkan universitas-universitas besar lainnya. Namun, dibalik itu semua ada perjuangan yang luar biasa. Di mana saya jarang merasakan santai di hari libur karena harus berpergian ke luar kota/ ke luar negeri, seringkali hanya bisa tidur kurang dari 4 jam sehari untuk menyeimbangkan kehidupan kuliah, debat dan sosial saya. Ada banyak air mata saat saya lelah dan kalah. Selain debat, saya juga aktif menjadi panitia dalam berbagai acara di kampus, sebagai contoh saya pernah menjadi ketua divisi materi untuk Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se Indonesia tahun 2012. Sebagai seorang akademisi, saya juga aktif ikut berbagai macam penelitian di kampus, salah satu ide saya untuk mengembangkan disaster tourism berhasil mengantarkan saya untuk presentasi di acara Looking Beyond Disaster, Kobe, Jepang 2013. Saya juga beberapa kali diundang untuk menjadi pembicara seminar dalam lingkungan kampus maupun oleh universitas lain, topiknya terkadang tentang debat, motivasi, ASEAN, maupun hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia. Puncak dari segala prestasi tersebut, saya berhasil menjadi juara 1 Mahasiswa Berprestasi Universitas Gadjah Mada tahun 2014 dan menjadi 10 besar mahasiswa berprestasi se Indonesia. Ini merupakan satusatunya kemenangan yang

166


berhasil membuat saya nangis bombay di atas pentas sambil mengucapkan “Terima kasih Mama� bagaikan pemenang Piala Oscar. Pada akhirnya, tulisan ini bukan tentang kebanggaan cerita kehebatan saya. Cerita ini adalah cerita tentang motivasi dan mimpi seorang anak kecil dengan mimpi saya diumur 10 tahun yang menjadi kenyataan. Saya berhasil ke Paris, ke Menara Eiffel. Saya juga berhasil membuktikan bahwa seorang anak broken home tidak selamanya membawa pengaruh buruk dan gagal. Saya berhasil membuktikan kepada diri sendiri bahwa kita mampu mencapai apapun yang kita impikan apabila kita memiliki keinginan yang kuat dan semangat yang hebat, dengan selalu memberikan seluruh tenaga, pikiran dan cinta kepada setiap detail hal yang sedang dilakukan. Untuk kalian yang membaca tulisan ini, raihlah mimpimimpi itu. Percayalah kepada kemampuan diri sendiri, doa, dan selalu hormati perjuangan orang tua. Ingatlah, orang tua kita tidak berjuang sekuat tenaga untuk membesarkan seorang pecundang yang mudah menyerah. Jangan lupa, akan menjadi hal yang indah saat dunia perkuliahan kalian ditutup dengan segala prestasi dan kesuksesan, sehingga cerita kalian bisa dimuat di buku Inspirasi Universitas Gadjah Mada. Percayalah, rasa ini indah sekali.

167


Niat dan Rasa Syukur Oleh: Fajrun Wahidil Muharram (Kartografi dan Penginderaan Jauh 2010)

“Mas Fajrun, kalau sudah besar nanti mau ikut Pak Jiman pulang ke Jogja, kuliah di UGM?” “Belum tahu, Pak.” Percakapan itu terjadi antara saya dan seorang guru olahraga saat rekreasi kelulusan sekolah dasar ke Surabaya. Beliau bernama Sujiman, berasal dari Yogyakarta, dan ditugaskan untuk mengajar sekolah dasar di sebuah desa di Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur. Sebuah sekolah yang berjarak 30 kilometer dari pusat kota. Menamatkan sekolah dasar di sebuah desa terpencil bukanlah pilihan saya. Itu pilihan Tuhan untuk saya. Singkatnya, saya melanjutkan ke sekolah menengah pertama di tempat yang sama. Hari-hari selama menimba ilmu di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama berjalan seperti biasa. Saya belajar bersama teman-teman, dan sesekali mengikuti dan menjuarai lomba tingkat kabupaten. Menjelang kelulusan sekolah menengah pertama, saya terpikir untuk melanjutkan sekolah keluar kabupaten meskipun masih dalam keadaan ragu untuk mendaftar. Tiba-tiba, seorang guru yang juga ibu dari 168


teman saya berkata, “Mas Fajrun jadi daftar SMA 3 Pamekasan apa tidak?� Dengan spontan saya pun menjawab pertanyaan beliau, “Jadi, Bu.� Singkat cerita, saya diterima di SMAN 3 Pamekasan, sebuah sekolah favorit di Pulau Madura. Sekolah tersebut memiliki program kelas unggulan di mana 30 peserta didiknya merupakan siswa-siswi terbaik dari empat kabupaten di Pulau Madura. Proses seleksinya dilakukan mirip seleksi masuk perguruan tinggi, ada Tes Potensi Akademik (TPA) dan Tes Mata Pelajaran (Matematika dan IPA). Selain itu, peserta didik ditempatkan di asrama sekolah dengan jam belajar tambahan 5 (lima) x 90 menit setiap pekannya, dengan biaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah kabupaten dan sebuah yayasan yang menaungi. Alhamdulillah, saya mengucap syukur sebesar-besarnya atas takdir tersebut. Itu bukan pilihan saya, melainkan pilihan Tuhan untuk saya. Melanjutkan sekolah dari sebuah SMP terpencil ke SMA favorit merupakan sebuah loncatan yang baik, bahkan sangat baik. Dari situ saya sadar jika kita telah berniat dan disertai usaha dan doa, pasti jalan untuk meraihnya akan terlihat dan kita tinggal melewatinya. Di tahun ketiga di bangku Sekolah Menengah Atas, saya masih belum terpikir ke mana akan melanjutkan studi. Yang saya pikirkan saat itu hanya satu, saya mau kuliah di luar provinsi, seperti halnya saya melanjutkan SMA di luar kabupaten tempat saya tinggal. Sekali lagi, ini tentang niat. Saya sudah melompat tiga tahun yang lalu. Maka sekarang saya harus melompat lebih jauh lagi, mengejar kampus top negeri ini. Itulah niat sederhana saya saat itu. Dengan berbekal informasi dari beberapa sumber termasuk mencari sendiri 169


lewat situs resmi, saya memilih beberapa perguruan tinggi ternama negeri ini. Ada tiga kampus yang saya pilih yaitu di Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Sebelum SNMPTN diselenggarakan, UGM mengadakan seleksi mandiri (UMUGM) dan saya berpikir untuk mengikutinya. Dalam keraguan mendaftar UM-UGM jalur “Ujian Tertulis (UTUL)”, seorang teman menegaskan saya dengan pertanyaan, “Kamu jadi ga ikut UTUL?” Dan saya pun spontan menjawab, “Iya, jadi.” Segera saya menyiapkan segala kelengkapan persyaratan UTUL. Sembari bercerita dengan orang tua di rumah via telepon, saya mendaftarkan diri mengikuti UTUL via internet. Dari tiga pilihan program studi yang tersedia, saya hanya memilih dua. Kenapa dua? Ya karena saya memang tertarik pada dua pilihan itu dan tidak pada pilihan yang lain. Pilihan tersebut adalah S1 Arsitektur dan S1 Kartografi dan Penginderaan Jauh. Saya membuka diri pada salah satu di antara keduanya. Perjuangan untuk masuk UGM terus berlanjut. Tepat di hari terakhir Ujian Nasional (UN), saya dan teman-teman yang telah mendaftar UTUL duduk bersama. Kami bermusyawarah mengenai keberangkatan, penginapan di Jogja, alumni SMA yang dapat dihubungi, dan hal-hal teknis lainnya. Semuanya memang belum kami rencanakan jauhjauh hari karena dipenuhi rangkaian ujian akhir sekolah. Kami berangkat ke Jogja hari itu pula sehabis shalat maghrib dan tiba pada sabtu pagi. Hari itu kami manfaatkan untuk memastikan ruang dan gedung di mana nomor kursi kami berada. Esoknya kami mengikuti tes dan langsung pulang pada malam harinya untuk mengikuti ujian praktek akhir sekolah. Saya menyadari bahwa itulah perjuangan yang 170


harus dibayar untuk sebuah keinginan besar. Keinginan untuk bisa menjadi lebih baik dengan berada di lingkungan yang baik. Ya, lingkungan Gadjah Mada-lah yang saya maksud. Singkat cerita, hari di mana hasil UTUL diumumkan pun tiba. Alhamdulillah atas segalanya nikmat-Nya. Ketika mengecek deretan nomor tes UTUL yang masih saya ingat saat itu, saya membaca sebuah kalimat yang intinya seperti ini: “Selamat, Anda diterima di Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh� Ya, saya menjadi bagian dari Gadjah Mada. Saya diterima sebagai mahasiswa S1 program studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, sebuah prodi yang telah saya pilih sesuai dengan keinginan hati saya. Saya bersyukur dan bersujud untuk mengagungi kebesaran-Nya. Apa yang telah saya inginkan tercapai. Sebuah lompatan lebih besar telah saya lakukan. Saya menjadi bagian dari kampus top negeri ini. Namun saya sadar, itu semua terjadi bukan karena pilihan saya, melainkan karena pilihan Tuhan untuk saya. Rabu, 18 Agustus 2010 adalah hari di mana mahasiswa D3 dan S1 UGM dikukuhkan. Dari situlah perjalanan saya sebagai mahasiswa dimulai. Tidak mudah memang untuk beradaptasi di sini. Ada beberapa perbedaan yang saya rasakan dibanding lingkungan saya sebelumnya, antara lain status siswa dan mahasiswa serta budaya kehidupan di Madura dan di Jawa. Adaptasi tersulit adalah menyesuaikan diri dengan pola belajar yang baru. Namun hal itu tetap saya lakukan dengan sebaik mungkin. Hasil semester pertama memanglah tidak terlalu tinggi, saya memperoleh 171


Indeks Prestasi (IP) yang nyaris tidak diperkenankan mengambil SKS penuh pada semester berikutnya. Tapi saya tetap bersyukur atas semua nikmat dan kesempatan yang telah Ia berikan. Hari-hari perkuliahan saya jalani dengan baik. Saya mencoba beradaptasi dengan cara membuka diri, termasuk mengikuti beberapa organisasi. Strategi yang saya pakai saat itu adalah saya harus fokus pada satu hal agar hasilnya optimal namun tidak menutup diri pada hal lain agar sudut pandang bisa tetap terbuka dan rasional. Saya memilih untuk mendalami dunia Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diwadahi oleh UKM Kelompok Studi Fakultas “Geography Study Club�. Akhir semester kedua, tepatnya Juli 2011. Saya terpilih menjadi delegasi PIMNAS ke-24 di Makassar sebagai Kontingen UGM. Saya dan dua orang teman lolos seleksi PKM-Gagasan Tertulis dengan ide penggunaan pesawat radio control (drone) untuk menentukan jalur evakuasi korban bencana. Saya sempat tidak percaya waktu itu karena kami bertiga merupakan mahasiswa tingkat pertama dan berasal dari satu program studi yang sama. Sehingga ilmu yang kami miliki belum terlalu dalam dan cakupan kajiannya tidak multidisipliner. Namun, Ia telah menetapkan takdir saya dan saya bersyukur. Akhir 2012 saya mencoba memasukkan hasil karya tersebut ke sebuah International Conference. Dan alhamdulillah, paper yang saya masukkan lolos dan berhak dipresentasikan dalam The Ninth International Conference

on Environmental, Cultural, Economic, and Social Sustainability pada Januari 2013 di Hiroshima, Jepang. Saya pun berangkat untuk memaparkan paper yang telah saya tulis dalam rangkaian conference tersebut. Saya pun tidak 172


berhenti bersyukur. Itu adalah kesempatan pertama saya mengikuti pertemuan ilmiah tingkat internasional dan bertemu dengan pakar-pakar dari berbagai belahan dunia. Sedikit gugup memang saat presentasi namun itu saya anggap tidak masalah. Yang saya pikirkan saat itu adalah biarkan gugup itu datang dan selesai di umur 21 tahun. Saya tidak berhenti bersyukur atas semua kesempatan yang telah Ia berikan. Desember 2013, tepat saat Dies Natalies UGM ke-64, saya mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Fakultas Geografi UGM. Penghargaan tersebut mengantarkan saya mengikuti seleksi mahasiswa berprestasi tingkat universitas dan tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Berprestasi UGM (Kommapres UGM). Banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan selama saya belajar di sini, di Gadjah Mada. Dan saya yakin, semua itu tidak akan pernah sia-sia dan pasti membawa manfaat di masa depan. Juli 2015, saya menyudahi status saya sebagai mahasiswa S1 dan mendapat gelar Sarjana Sains (S.Si.) dengan predikat cumlaude. Saya sadar, gelar dan predikat tersebut bukanlah sebatas asesoris dan kepuasan diri, melainkan ada beban moral dan tanggung jawab yang harus saya emban. Pertanyaan seorang guru olah raga saat perpisahan SD dahulu Alhamdulillah dapat saya jawab dengan kalimat yang baru, “Alhamdulillah, Bapak. Saya sudah lulus dari Universitas Gadjah Mada. Terima kasih atas pertanyaan pemantik Bapak 173


dahulu yang bahkan saat itu saya belum tahu apa-apa.� Ini tentang niat dan rasa syukur. Niat membawa kita pada satu hal yang kita tuju. Orang lain menyebut itu pandangan, ada pula yang menyebutnya visi. Dan rasa syukur membuat kita menyadari di titik mana sekarang kita berada dan sejauh apa kita telah berjalan sejak langkah kaki pertama. Segala puji dan syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.

174


Dan Kereta Masih Berjalan Oleh: Asma Azizah (Bahasa Korea 2011)

Asma Azizah, dengan nama itulah saya menapaki kehidupan selama dua puluh dua tahun ini. Seperti kereta yang hidup dan berjalan untuk suatu tujuan tertentu, kereta juga menuju berbagai pemberhentian hingga sampai di tujuan akhir. Kereta saya pun berjalan. Pemberhentian saya yang pertama yaitu �Merancang Mimpi-

Mimpi�. Menyenangkan memang ketika kita mulai mencoret (tanda selesai) satu per satu mimpi kita, tapi dari situlah kita harus tahu bahwa kita harus terus membuat mimpi baru. Saya sudah terbiasa bermimpi sejak Sekolah Menengah Atas (SMA), namun baru mulai terbiasa menuliskan mimpi ketika saya duduk di bangku kuliah. Saat kuliah, saya mengenal apa yang disebut life plan dan pentingnya kita menuliskan mimpi-mimpi yang kita punya. Ada beberapa mimpi yang masih saya ingat, yaitu keinginan saya untuk pergi ke Korea. Mimpi ini juga sudah terpendam sejak SMA. Saya juga memiliki keinginan untuk menjadi 175


dosen. Saya menulis berbagai mimpi di laptop yang senantiasa menemani saya. Dengan harapan, saya akan dapat memandangi mimpi tersebut dan akan selalu ingat dengan motivasi tersebut. Ketika melihat langkah-langkah dan pemberhentian yang telah saya lalui, saya benar-benar menyadari pentingnya menuliskan mimpi. Bukan apa-apa, melainkan menjadikan saya akan selalu teringat dan mampu tersenyum ketika sudah berhasil meraihnya. Pemberhentian kedua saya yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya mulai menyukai hal-hal yang berbau “Korea� semenjak saya Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mungkin sama seperti remaja-remaja saat ini, saya mengenal Korea dari drama dan lagu. Jatuh suka pada artis-artis Korea ternyata melanda saya waktu itu hingga memutuskan untuk pergi ke Korea, bagaimana pun caranya. Tekad inilah yang membuat saya memutuskan memilih jurusan bahasa Korea, jauh dari jurusan IPA yang saya tekuni saat SMA. Alasan lain yaitu karena saya merasa tidak “beruntung� ketika melakukan praktikum. Karena saya tidak mau hal tersebut menghantui kuliah saya selama empat tahun, maka saya memutuskan untuk memilih yang saya sukai, yaitu bahasa Korea. Sesungguhnya, masuk UGM juga bukan keinginan saya sepenuhnya. Saya ingin melanjutkan studi ke Korea begitu lulus SMA, hingga mencoba mencari tahu tentang beasiswa ke Korea. Ketika program studi menawarkan beasiswa S1 ke Korea, tentu saja dengan berbagai kontrak tertentu yang mengharuskan saya mengikutinya. Namun Tuhan lebih menginginkan saya untuk terus belajar di Jogja, sehingga kesempatan tersebut harus saya lewati. Singkat cerita, saya dan teman-teman saya tidak ada yang lolos mendapatkan 176


beasiswa S1 di Korea tersebut. Di Universitas Gadjah Mada inilah saya banyak mengambil pelajaran dari organisasi dalam dan luar kampus, hingga berbagai kepanitiaan. Saya sadar, hidup saya ke depan bukan hanya ditentukan oleh besar kecilnya nilai saya tetapi juga kepribadian yang terasah. Mendapati kereta harus berjalan kembali, saya segera menentukan rute yang paling mendekati salah satu tujuan saya. Korea! Meskipun saya menikmati kehidupan di kampus biru dan Jogja, mimpi saya untuk bisa ke Korea tidak pernah pupus. Beasiswa demi beasiswa saya coba ikuti, baik yang ditawarkan oleh prodi maupun yang saya cari secara mandiri. Akhirnya, kesempatan itu pun datang. Saya mendapatkan tawaran dosen saya untuk melamar beasiswa ke Kongju University, Korea Selatan. Mendekati tahap pengumpulan berkas, ternyata ada suatu masalah sehingga akhirnya saya harus mengurungkan niat melamar beasiswa tersebut. Sempat lelah dan hampir putus asa mengenai salah satu mimpi saya ini. Dan akhirnya, kesempatan tersebut datang kembali dari dosen saya. Saya mendapat tawaran untuk melamar beasiswa GKS (Global Korean Scholarship) ke Kyunghee University. Waktu yang diberikan untuk mengumpulkan semua persyaratan mengharuskan saya pontang-panting. Kurang dari satu minggu, berkas tersebut harus saya kumpulkan. Mencari surat rekomendasi, persetujuan, menemui dosen, dan sebagainya. Hingga akhirnya, berkas tersebut sudah sampai ke pihak Korea dan saya tinggal menunggu hasilnya. Bulan Februari 2012, pengumuman dari pihak panitiapun keluar. Saya lolos! Dengan seorang teman saya dari vokasi Bahasa Korea, saya 177


dinyatakan lolos untuk mengikuti program tersebut. Pengumuman ini terlambat satu minggu, sehingga saya harus kembali pontang panting menyelesaikan berbagai berkas yang dibutuhkan. Terlebih, saya belum memiliki paspor. Tanggal 7 Februari, saya mendapat e-mail dari pihak Kyunghee University yang menyarankan saya untuk segera memesan tiket pesawat. Bahkan, tanggal 10 Februari bukti pemesanan tiket tersebut sudah harus dikirimkan kepada mereka. Maka saya berdua dengan teman saya langsung ke sana kemari untuk mencari tiket yang terjangkau. Meskipun akan diganti, tapi tetap saja Ayah saya harus pontangpanting mencari uang untuk membeli tiket. Saya masih ingat ketika tanggal 8 saya menanyakan harga tiket, harganya sekitar 527 dollar. Esoknya, ketika saya benar-benar akan membeli tiket, harganya sudah turun menjadi 431 dolar. Harga turun hampir seratus dolar! Mungkin tidak bisa dikatakan beruntung, tapi memang itu jalannya. Terbesit niat untuk membeli barang-barang lain yang mungkin akan saya butuhkan di sana. Tapi, ternyata Allah telah mengalihkan uang tersebut untuk keperluan mengurus visa. Saya kira biaya untuk mengurus visa hanya sekitar 300-400 ribu, karena memang saya berniat untuk membuat visa 3 bulan saja. Namun, dalam Certificate of Admission tertulis bahwa saya akan ada di Korea hingga bulan Desember dan pihak Kedutaan Besar pada akhirnya membuat visa untuk sepuluh bulan. Harganya pun melonjak menjadi 900 ribu. Apa boleh buat, ternyata memang uang itu sudah ada tempatnya, bukan kita yang berhak untuk mengutak-atiknya. Masalah kembali muncul ketika pihak Kyunghee University meminta saya dan teman saya untuk mengganti 178


tiket one-way menjadi tiket return. Hal ini karena akan mempermudah proses reimbursement. Mungkin ini juga kesalahan saya, tidak memesan tiket return, tapi memang semata-mata untuk menghemat pengeluaran. Tidak ada anjuran untuk membeli tiket return sebelumnya, jadi saya pun berpikir membeli tiket one way tidak apa-apa. Nanti, di sana saya baru akan membeli tiket pulang ke Indonesia. Tapi, ternyata begini jadinya. Tidak salah memang, hanya mungkin akan menemui sedikit kesulitan ketika proses pengembalian pembayaran. Itulah kekhawatiran yang ada saat saya akan lepas landas ke Korea. Namun nyatanya, kita memang harus pasrah ketika semua hal sudah kita coba ikhtiarkan. Saya tiba di Korea, tidak membawa banyak bekal, tidak punya saudara, tidak punya bayangan akan tinggal di tempat seperti apa, namun saya bisa melewati waktu satu tahun di sana dengan segala suka dan duka. Saya bertemu dengan banyak orang, saya belajar banyak dari perihal disiplinan orang Korea, dinamisnya Korea, keterbukaan orang Barat, kesantunan orang Jepang dan banyak lagi. Dimulai dari jejak yang saya tanam di Korealah, saya mulai berani untuk bermimpi menjelajah tempat baru dan asing. Setelah satu tahun di Korea, saya melangkah ke rute berikutnya. Kembali ke universitas tercinta, Universitas Gadjah Mada! Satu mimpi telah saya coret dari daftar impian, dalam artian, saya sudah berhasil mencapainya.

179


Namun, ternyata saya memiliki mimpi lain yang telah saya idam-idamkan dan usahakan sedari dulu, yaitu menjadi dosen Bahasa Korea di UGM. Banyak yang bilang, alangkah mudahnya saya, selepas lulus langsung menjadi dosen di UGM. Ketika kita melihat hasil, itulah yang kita lihat. Tapi saya melihat proses. Saya telah berkeinginan menjadi dosen dan berusaha mengupayakannya. Yang pertama, jelas akademik saya tidak boleh jelek. Sesulit apapun, saya harus bisa meraih nilai yang bagus dan memahami apa yang telah saya pelajari. Sedari awal, saya juga berusaha menjalin komunikasi dengan para dosen, baik itu formal maupun informal. Saya mendapatkan beasiswa ke Korea juga merupakan salah satu tahap yang saya lalui untuk mimpi ini. Hingga jalan pintas itu datang, saya ditawari menjadi tutor kelas tambahan di D3 Bahasa Korea UGM selepas saya pulang dari Korea. Dengan ini, saya kenal dengan dosendosen di sana. Sebelum saya lulus, bahkan sebelum saya KKN, saya ditawari untuk mengajar di sana setelah nanti lulus. Waktu itu, saya belum bisa menjawabnya. Ragu. Takut itu bukan pilihan terbaik meskipun saya menginginkannya. Yang saya tahu, karena tawaran itulah saya berusaha menyelesaikan studi saya secepat-cepatnya dengan efisien. Saya sempat tidak ingin menjadi dosen, karena saat itu tertarik untuk menekuni dunia sosial masyarakat. Terlebih, sempat ada tawaran bagaimana kalau saya membuka cabang Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Korea Selatan, karena dari segi bahasa saya memiliki kemampuan. Namun, saya kembali ke mimpi saya dan tujuan hidup saya ke depan. Akhirnya, selepas lulus pada Februari 2015, saya langsung mengajar di Prodi D3 Bahasa Korea. Sempat juga terbesit keinginan 180


untuk menolak, karena itu D3, sementara saya ingin mengajar di S1. Namun, saya sadar bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali dan jika di S1, saya tidak punya kesempatan untuk belajar ‘bekerja’ di prodi karena harus langsung S2. Dari pemberhentian tersebut, sekarang saya berada dan sedang menikmati proses yang saya jalani sekarang. Ya. Akhirnya saya kembali mencoret satu mimpi saya. Lega, karena satu mimpi sudah tercapai kembali, namun cemas karena saya berada di titik di mana seakanakan saya telah selesai. Saya memang belum S2 atau S3, namun karena menjadi dosen, track itu jelas harus saya lalui. Dan di situlah saya bimbang, what to do next? Sebagai kereta, jelas saya belum mencapai tujuan. Apa yang saya lakukan selama ini baru terbatas pada diri saya. Padahal saya punya banyak kegalauan dan masalah yang harus saya selesaikan untuk negeri saya tercinta, Indonesia. Apa yang saya pelajari saat ini terkesan sangat tidak ‘nasionalis’. Jelas, saya harus berusaha merangkai benang antara apa yang saya pelajari dan kontribusi apa yang akan saya lakukan untuk Indonesia. Dengan pijakan saya saat ini, sebagai seorang dosen yang memiliki tiga tugas yaitu pengajaran, pengabdian, dan penelitian, di sinilah saya mempersembahkan diri saya untuk Indonesia. Saya mengajar bahasa Korea, tapi bukan agar mahasiswa saya mencintai Korea lebih dari mencintai Indonesia, tapi agar mereka mencintai Indonesia lebih daripada yang pernah mereka lakukan. Saya mengajar bahasa Korea agar suatu saat, bisa terbuka hubungan yang lebih erat antara Indonesia dengan Korea, tentu juga dengan dunia.

181


Kecil memang, tapi semoga apa yang saya lakukan bisa menjadi penyumbang perbaikan Indonesia ke depan. Kereta belum berhenti, dan tidak akan berhenti hingga saya menghembuskan napas terakhir nanti. Tabik.

182


Semangat dari Sendai: Pengalaman Mengikuti Pertukaran Pelajar Satu Tahun ke Jepang Oleh: Nur’aini Yuwanita Wakan (Akuntansi 2011)

“Ayah setuju Kak, dengan keputusan Kakak untuk ikut exchange program. Itu seperti Kakak sedang mengambil posisi ancangancang untuk berlari kencang. Kakak menunda kuliah satu tahun, itu seperti satu kaki Kakak mundur ke belakang tapi setelah itu Ayah yakin Kak, insya Allah Kakak bisa berlari jauh. Jauh lebih kencang.�

183


Kata-kata Ayah sore itu membuat hati semakin mantap untuk mengirim berkas aplikasi ke Tohoku University di Sendai, Jepang Sejak kecil, saya ingin sekali merasakan ‘hidup’ di luar negeri. Saya ingin tahu seperti apa rasanya hidup sebagai minoritas, belajar di kelas, di tengah teman-teman yang berbeda bahasa dan budaya. Seperti apa rasanya mengalahkan ketidakpercayaan diri untuk bisa presentasi seorang diri dalam bahasa Inggris berkali-kali. Seperti apa rasanya bermain ski di musim salju, piknik di bawah pohon sakura, shalat di pinggir jalan, pergi ke taman dengan orang Brazil, melihat ratusan bintang dengan orang Kazakhistan, mengajak orang Prancis ikut buka puasa bersama, dan halhal lain yang tidak bisa dikonversikan dalam mata uang manusia. Hingga akhirnya memberanikan diri pada keputusan krusial untuk cuti satu tahun dan mengikuti exchange program di Jepang. Hari-Hari Terakhir Siang itu di Global Learning Centre, Main Library Tohoku University, saya membuka presentasi terakhir dengan dua buah foto. Saya memulai farewell speech. (sebenarnya dipresentasikan dalam Bahasa Inggris) “Foto pertama ini adalah foto saya bersama keluarga Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Sendai saat matsuri. Kami membuka boothstand dan mengenalkan makanan serta kebudayaan Indonesia. Mereka ini seperti keluarga saya sendiri. Bantuan dan kebaikan mereka tidak akan pernah saya lupakan. 184


Foto kedua, jika teman-teman masih ingat, ini adalah foto kita saat christmast party. Inilah pertama kalinya saya mendapat hadiah-hadiah christmast yang lucu-lucu dari kalian. Saya minta maaf karena tidak bisa secara langsung membalas hadiah-hadiah itu. Nah di sini, hanya saya yang mengenakan hijab. Berbeda sekali dengan foto yang pertama, yah. Sebagai seorang muslim, karena perbedaan dan adanya prinsip yang saya pegang itu… kepada teman-teman saya minta maaf.. karena tidak bisa ikut minum ke pub bersama kalian.. Saya minta maaf… tidak bisa ikut pergi ke Yamagata memetik cherry bersama kalian.. Saat itu sedang bulan Ramadhan, saya tidak bisa makan dan minum dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.. Saya juga minta maaf… karena tidak bisa menyentuh tangan kalian (yang laki-laki) ataupun memeluk kalian (yang laki-laki)... Saya minta maaf… karena tidak bisa ikut makan dalam satu hot pot bersama kalian jika ada pork di sana.. Saya minta maaf untuk hal-hal yang tidak saya sadari jika itu menyakiti hati kalian… Sudah lama sekali.. saya ingin menyampaikan ini hingga akhirnya saya bisa berdiri di depan teman-teman semua untuk menyampaikan apa yang saya rasakan.. Saya berterima kasih untuk sekotak donut yang diam-diam kalian gantungkan di pintu kamar saya.. Untuk hadiah-hadiah yang kalian berikan saat saya ulang tahun… Untuk lagu-lagu yang kalian kirimkan pada saya hingga jadi teman belajar saya di malam hari… Untuk makanan-makanan halal yang kalian siapkan setiap party... Untuk setiap ajakan dan pembicaraan

185


hangat di kafetaria.. Untuk setiap senyuman di tengah jalan dan tegur sapa yang kalian layangkan‌ Terima kasih. Kalau teman-teman ingat, ketika ada kejadian penembakan Charlie Hebdo di Prancis tanggal 7 Januari 2015, saya takut sekali untuk datang ke kampus. Saya takut akan apa yang akan kalian pikirkan tentang saya, tentang hijab saya, tentang muslim. Ketika saya memberanikan diri untuk menyapa teman-teman dari Prancis, Thibaut, Emeline, dan Nic mereka justru ikut bersimpati pada muslim. Kalian pun tetap menyapa saya seperti biasa. Justru beberapa dari kita aktif berdiskusi tentang dunia muslim dan perdamaian.. (kemudian saya menunjukkan foto anak-anak dari Manyaifun, Papua. Foto yang saya ambil saat saya KKN dua bulan di sana) Maka salah satu mimpi saya adalah bisa mempertemukan kalian dengan anak-anak ini.. suatu hari.. Saya ingin menceritakan pada mereka begitu cerdas dan tepat waktunya orang Jerman. Begitu ramahnya orang Jepang. Begitu hemat dan rajinnya orang China. Begitu well dressed-nya orang Austria. Begitu romantisnya orangnya Prancis. Begitu talkactivenya orang New York. Tentang orang Thailand yang jago masak. Tentang orang Vietnam yang begitu perhatian. Tentang hari-hari kita di kelas, hari-hari kita bersepeda bersama menuju kampus, hari-hari kita mengerjakan tugas hingga lelucon-lelucon yang tidak saya 186


mengerti atau saat kita membuat drama sederhana. Menunjukkan pada anak-anak Manyaifun tentang keindahan dalam perbedaan dan memahami batas-batas yang kita miliki. Waktu begitu cepat berlalu tapi pintu hati selalu terbuka untuk sebuah pertemuan kembali. Sampai bertemu lagi, di mana pun, kapanpun. *** Usai menyampaikan presentasi perpisahan dan kembali ke tempat duduk, seorang teman dari Jerman datang mendekat, “…..I know that you have many great

stories to tell. If I have one year more here with you, I want to hear more from you. Well, see you again, Nita. I will not send you this compliment again. Sure! *laugh*” Selang beberapa waktu menuju jalan pulang, seorang teman dari Prancis datang mengejar, “Nita! I should tell you

this one before I leave Sendai. You did amazing things. Always be like that. You know, show the good things about moslem.” Dalam hati saya berharap bukan seorang Nita yang mereka ingat, apalah saya ini, compang-camping, penuh lubang dan kurangnya. Saya hanya berharap nilai-nilai kebaikan dari identitas yang saya bawa: Indonesia dan Muslim. Jika ada berita buruk tentang Indonesia atau muslim, paling tidak mereka ingat akan nilai kebaikan dari seorang Indonesia dan muslim yang pernah mereka temui. Hidup di Jepang mengingatkan saya kembali akan salah satu tugas terbesar kita sebagai seorang muslim:

187


mengenalkan Islam sebagai rahmatan lil alamiin. Tugas sebagai delegasi dan perwakilan bangsa Indonesia. Satu tahun di Sendai menjadi salah satu memori penyemangat buat saya. Hidup kembali di Indonesia dengan segala tantangannya (yang tentu sangat berbeda keadaannya dengan di Sendai) adalah hal yang harus di hadapi. "Dijalani, dinikmati, dimaknai." petuah seorang kakak senior kepada saya lima hari lalu.

188


Dunia Maya Menjadi Nyata Oleh: Daniel Oscar Baskoro (Ilmu Komputer 2010)

Awal Desember 2014, saat itu saya sedang berada di Sydney, Australia untuk menghadiri sebuah acara, tiba-tiba saya mendapatkan pesan singkat melalui whatsapp dari seorang wartawan koran ternama di Indonesia yang meminta waktu untuk ngobrol terkait apa yang sedang saya kerjakan saat itu. Kemudian kami bertemu di Kalibata, Jakarta sepulang dari Sydney pada akhir 2014. Saat itu dia ditemani oleh temannya yang merupakan wartawan yang lebih muda, wartawan yang lebih muda tersebut mengeluarkan suatu alat perekam dan kamera dslr. Ketika tombol record ditekan obrolan kami pun dimulai. Pertanyaan yang muncul pertama kali adalah tentang biodata lengkap saya, saya pun menceritakan saya lahir di Yogyakarta 10 Juli 1992, waktu itu masih berumur 22 tahun (pada saat menulis tulisan ini saya berumur 23 tahun) dan masih berkuliah di program studi Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada (UGM). Kemudian pertanyaan singkat muncul dari salah satu wartawan menanyakan kenapa saya memilih Ilmu Komputer 189


UGM, apakah sesuai dengan minat kamu? Jawaban saya “Iya”. Saya kemudian menceritakan asal mula kenapa saya memilih Ilmu Komputer UGM, sejak kecil hingga saat ini saya senang bereksperimen dengan dunia teknologi khususnya di bidang komputer, bermula ketika waktu kecil saya kata orang-orang “nakal” dan kemudian dihukum dikunci pada sebuah kamar di rumah. Pasti saya menangis ketika dikunci di kamar, dan setelah selesai menangis, biasanya saya bingung mau melakukan apa. Beruntungnya di kamar tersebut ada sebuah komputer jadul, sedikit-sedikit saya eksplorasi, yang kemudian lama-kelamaan saya makin akrab dengan komputer hingga sekarang. Sambil saya bercerita, terlihat wartawan tersebut menuliskan inti-inti apa yang saya ceritakan dan juga sekilas wartawan tersebut menuliskan sebuah turus pada catatannya, terlihat aneh kan tetapi saya tidak mempedulikannya. Kemudian muncul pertanyaan dari wartawan tersebut, “Dari ceritamu tadi, kamu bilang kamu akrab dengan komputer, sejauh mana sih keakraban dengan komputer?”. Saya menjawabnya dengan sebuah cerita tentang pengalaman di bangku saya sekolah. Keakraban saya dengan komputer bukan membuat saya menjadi seorang nerd, yang setiap hari hanya berinteraksi dengan komputer dan kemudian saya melupakan kehidupan nyata, melupakan interaksi sosial. Yang ada adalah komputer saya anggap sebagai seorang partner untuk memecahkan permasalahanpermasalahan yang saya alami di kehidupan nyata. Ketika sekolah, bisa dibilang saya merupakan orang yang cerewet, sedikit-sedikit saya mengajukan pertanyaan jika ada hal yang saya kurang paham dan aneh menurut saya. Mungkin 190


kawan-kawan sekolah saya merasa jengkel dengan saya karena selalu bertanya terus, dikira mencari perhatian guru supaya mendapatkan nilai bagus. Sebenarnya bukan mencari muka, entah kenapa saya merupakan orang yang sangat mudah penasaran dan mudah protes ketika ada hal yang tidak beres. Saya pertama kali mengenal internet dari kelas 1 atau 2 SD (saya lupa tepatnya), saya mulai mengeksplorasi banyak hal dari internet, ketika waktu sekolah saya menemukan masalah entah di mata pelajaran atau di lingkungan pergaulan, saya selalu mencoba mencari jawabannya di internet. Hingga sempat tagihan internet membludak hingga 1 juta rupiah kalau tidak salah, internet di rumah pun dicabut dan untuk mengobati rasa keingintahuan saya yang selalu muncul, saya menjadi pelanggan setia warnet. Ketika menjadi pelanggan setia warnet saya masih di bangku SDSMP, uang saku yang hanya 2000 rupiah membuat saya juga menjadi pelanggan setia happy hours, ke warnet berangkat jam 3 pagi, pulang jam 9 pagi. Di warnet saya mulai paham bagaimana orang-orang saling terkoneksi satu sama lain walaupun di pisahkan bilik-bilik warnet. Saya makin paham teknologi hadir tidak hanya untuk bermanfaat untuk mengobati ke-kepo’an saya melainkan hadir juga untuk sebagai media untuk berkomunikasi dan juga memberikan manfaat ke orang lain. Kisah di warnet pun tak mulus, sempat 2 kali kehilangan sepeda ketika sedang asik di warnet. Akan tetapi kehilangan sepeda itu impas ketika kelas 3 SMP untuk pertama kalinya saya mendapatkan penghargaan karena saya menciptakan karya berjudul ayosekolah.com, sebuah 191


website untuk mengajak anak-anak jalanan untuk mau bersekolah. Saya kemudian melanjutkan sekolah di sebuah sekolah swasta di Yogyakarta, sekolah tersebut lebih menekankan tentang kebebasan dan humanisme dibandingkan nilai-nilai yang tertera di rapor. Selama proses SMA tersebutlah jiwa humanisme saya makin tumbuh, jiwa untuk mengabdi ke masyarakat terutama dengan menggunakan teknologi. Berbagai karya saya ciptakan selama di bangku SMA, tidak hanya di bidang teknologi melainkan di bidang seni juga, hingga karya saya dipajang di berbagai pameran di nasional dan Internasional. Pengalaman saya yang panjang dari kecil hingga SMA bergelut di bilang teknologi, membujuk saya untuk berkuliah di Ilmu Komputer UGM. Berangkat dari sifat ke-kepo-an saya yang tinggi sejak kecil, dan kemudian terjawab oleh teknologi, saya ingin berkarya supaya tidak hanya saya mendapatkan jawaban akan tetapi saya juga dapat memberikan jawaban akan permasalahan yang dialami oleh orang-orang di sekitar saya. Oleh karena itu ilmu praktislah yang saya ambil, apa permasalahan yang ada, saya selalu memacu diri saya untuk dapat menjawabnya secara praktis tidak babibu seperti pejabat-pejabat pemerintahan yang kerap muncul di media massa.

192


UGM sebagai kampus kerakyatan memberikan wadah untuk membentuk karakter yang saya cita-citakan, menjadi seseorang yang merakyat, dekat dengan masyarakat dan memberikan solusi akan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Hingga akhirnya saya dapat menciptakan bermacam-macam karya di bidang teknologi seperti di bidang bencana, kesehatan, keselamatan publik, dan sebagainya. Saya juga tidak menyangka kalau karya yang saya ciptakan ternyata diapresiasi oleh dunia melalui berbagai penghargaan yang saya terima. empat benua, puluhan negara sudah saya kunjungi, tidak pernah terpikir untuk mendapatkan penghargaan atau keliling dunia, semua itu berkat teknologi yang menjadi media menghubungkan sesama manusia untuk bermanfaat bagi orang lain. Obrolan kami pun berlanjut hingga sekitar 2-3 jam, hingga kami memesan kopi untuk kedua kalinya. Seminggu kemudian saya membeli koran di sebuah kios dan pinggir jalan dan ternyata cerita-cerita yang saya ceritakan dituliskan pada separuh halaman koran yang berjudul “Teknologi Untuk Kemanusiaan�.

Jika diminta memilih simbol, saya akan memilih simbol Bola Sepak, saya bukan fans berat sepak bola, akan tetapi bola menurut saya sama seperti apa yang saya rasakan, bola bisa kita mainkan sendirian, kita bisa senang ketika sendirian bermain bola, akan tetapi ketika bola dimainkan bersama-sama maka kita akan merasakan kebahagiaan yang lebih karena ada interaksi pemain satu sama lain. Seperti halnya teknologi.

193


Nikmati Saja Perjuanganmu Oleh: Muhsin Al Anas (Peternakan 2010)

“Kawan, jangan risaukan letih dalam hidupmu. Sebenarnya dalam letih itu terdapat sebuah kesetiaan. Dan yakinlah esok, letihmu akan memudar ketika kakimu menginjak surga.�

Aku duduk di barisan tengah bersama mahasiswa baru lainnya, waktu itu bulan Agustus 2010. Mendengar celotehan tentang kepemimpinan dari seorang mahasiswa, juga. Bedanya dia berkasta senior, sedangkan aku seorang mahasiswa baru dengan batin yang terus membendung eforia karena menjadi bagian kampus ternama di nusantara, Universitas Gadjah Mada. Untuk apa kepemimpinan dalam mahasiswa? Waktu itu aku masih bingung, apa yang harus ku lakukan sebagai mahasiswa. Namun lika-liku proses membuatku mulai mengerti bagaimana kehidupanku di kampus harus dibuat. Impian itu mulai menggeliat dalam 194


pikiranku, membuatku menuliskannya dengan rapi hingga akhirnya menghiasi dinding indekos di mana pun singgahku. Ya, seperti mahasiswa baru lainnya yang menjadikan impinan itu sebagai candu untuk segera diwujudkan, tetapi tidak jarang juga impian hanya sekadar angan dan entah kapan menjadi kenyataan. Aku ingin berbeda. Menantang diri untuk tetap bertanggung jawab terhadap harapan orang tuaku, disisi lain aku juga harus punya karya. Aku tidak ingin mengulang masa SMA dulu yang biasa saja, seakan hanya sebagai bagian proses pendidikan tanpa cerita yang bisa dikenang hebat, sekadar mengenal banyak teman pun tidak. Aku mulai mengikuti irama kegiatan kampus, dari situlah satu per satu ceritaku ditulis. Bagiku, tertulis rapi dan begitu indah. Cerita itu mulai muncul ketika tahun kedua aku menjadi ketua Unit Kegaitan Mahasiswa (UKM) Bola Voli. Bisa jadi organisasi itu menjadi titik hebatku bermula, sekaligus membuatku mengerti terdapat seni tersendiri mengurus kelembagaan di bidang olahraga. Lembaga yang sudah lama vakum, tidak memiliki program yang jelas, apalagi prestasi. Namun, kondisi tersebut membuatku berfikir apa yang seharusnya kulakukan. Hingga akhirnya UKM Bola Voli bisa mengikuti kejuaraan ditingkat nasional, tepatnya di Universitas Atma Jaya Jakarta. Bukan perkara mudah untuk kesana dengan segala keterbatasan. Namun jika tidak dimulai, kapan lagi? Semangat itu sudah terlanjut tinggi, pantang untuk memudar. Perjuangan tidak pernah mengkhianati. Kami memperoleh juara ketiga. Dari situ UKM Bola Voli mulai kokoh kembali dengan kegiatan yang hidup dan prestasi. 195


Aku banyak belajar dari sana. Seperti saat pertama seorang senior bercerita mengenai kepemimpinan. Aku mulai memahami, bagaimana Gadjah Mada menumbuhkan jiwa kepemimpinan itu kepada mahasiswa. Menjadi seseorang yang mampu mengurai masalah bangsa. Tahun 2013 sebuah proses panjang mengantarku menuju Australia. Mengikuti kegiatan mahasiswa di bidang industri sapi. Meskipun harus kubayar mahal, meninggalkan organisasi yang selama ini menjadi kebanggaan. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, ya aku mengundurkan diri sebagai ketua dari lembaga yang selama ini mengajarkanku tentang kerakyatan. Namun sama sekali tidak kuniatkan untuk itu, intinya aku tidak mengingikan kemunduran dalam kelembagaan BEM. Namun kondisinya cukup rumit, dalam benakku BEM akan lebih baik jika ada yang menggantikanku. Mungkin dalam tulisan yang berbeda, aku akan menceritakannya. Wakil ketua akhirnya menggantikanku. Sungguh itu menjadi pelajaran besar dalam hidupku. Australia banyak membuka pemikiranku terkiat industri peternakan sapi, betapa jauh jika membandinkan dengan peternakan sapi dalam negeri. Namun bukan masalah membandingkan, akan tetapi lebih menitik beratkan pada apa yang seharusnya dilakukan di Indonesia, sehingga bisa menyelesaikan

196


permasalahan pangan yang terus terjadi, meski program swasembada sudah lama dicanangkan. Di tahun 2013 juga, kegiatan sosial dengan bidang peternakan mengantarkanku mengikuti Nutrifood Leadership Award, di sana aku bertemu dengan orang-orang hebat yang memiliki passion bekerja untuk sosial. Aku semakin memahami bagaimana peran mahasiswa untuk bagsa, tidak sekadar berprestasi hebat untuk membuat dunianya sendiri. Tetapi mulai berfikir bagaimana dunia sesungguhnya harus dibuat dan berfikir liar untuk bangsa. Pengalaman kelembagaan dan prestasi akhirnya membuatku terpilih menjadi Mahasiswa Berprestsi Peternakan Nasional, waktu itu di Universitas Bengkulu. Bagiku itu hanya kado kecil. Biarlah itu menjadi inspirasi tersendiri, untuk terus berkarya dan bermanfaat. “Kamu masuk kampus peternakan?� tanya itu yang mungkin menjadi motivasi tersendiri bagiku. Meremehkan, ya memang seperti itu. Dan aku yakin, itu tidak hanya terjadi padaku. Orang banyak memandang peternakan atau pekerjaan di bidang pertanian lainnya sebelah mata. Kalau dibandingkan rumah tangga pertanian saat ini dengan 10 tahun lalu sudah sangat berbeda, pemuda tidak tertarik lagi kerja di bidang pertanian ataupun peternakan. Tidak ada yang diharapkan menurutnya. Namun itu semua bisa kubuktikan dengan capaian selama ini, membuktikan peternakan adalah program yang tidak salah bagiku. Sadar atau tidak, ilmu yang benar-benar kita tekuni akan mengantarkan kita pada titik yang semakin membuat kita dihargai orang.

197


Peternakan mengantarkanku mencintai dunia yang berkaitan dengan pangan, dan akhirnya mendorongku untuk berkreasi dengan Wonogiri Agriculture Creative (WAC) sebuah gerakan yang mengajarkan pertanian dan peternakan yang baik serta kreatif di lingkungan Wonogiri, daerah yang membesarkanku. Bermula dari pemikiran yang meresahkan, betapa hebat kita membuat dunia kita dengan prestasi. Namun kita lupa dunia ini muncul bukan hanya karena dunia kita. Dari situ kegiatan ini bermula, dari kondisi peternak dan petani desa yang kebanyakan jauh dari sejahtera. Bagaimana meningkatkan sumber daya manusia peternak dan petani desa sehingga mampu merubah kondisi dan kesejahteraan mereka. Itulah yang selalu dalam benakku. Hingga akhirnya aku melihat semangat yang sungguh terlihat dari masyarakat desa, sekitar 40 orang sudah tergabung dalam kegiatan WAC. Terdiri dari kelompok ternak dan kelompok wanita Giri Makmur, kelompok pemberdayaan yang berada di bawah naungan Wonogiri Agriculture Creative. Program sudah berjalan, peternakan kambing dan kebun sayur dengan nama warung hidup. Sederhana saja tujuannya, membuat masyarakat berkembang dan produktif. Yang kuketahui, mereka memiliki antusias yang lebih dari perkiraanku. Aku menyadari ilmu itu seharusnya semakin membuat kita semakin dekat kepada masyarakat. Dan inilah yang kurasakan. Peternakan idaman dalam kelompok saat ini mulai berjalan, menjadi wadah masyarakat belajar seperti apa peternakan dalam arti sebenarnya. Meskipun hanya bermodal lima ekor kambing, bagiku itu sudah cukup untuk 198


memulai proses. Karena dari situ akan muncul kegiatan turunan yang mengembangkan masyarakat tani. Aku sadar, betapa masyarakat desa haus akan hal-hal baru yang membuat mereka berkembang. Hanya saja mereka membutuhkan seseorang yang menjadi motor. Dari situ aku juga mulai memahami bagaimana kita harus bersikap dan menjadi bagian dari suatu kelompok masyarakat desa. Membuka hati dan membaur bersama mereka tanpa adanya jarak mana orang berilmu dan tidak, karena semua sama saja. Bukankah rakyat, tempat ilmu yang tanpa batas. Saat ini aku mengerti bagaimana kepemimpinan dalam mahasiswa. Kepemimpinan akan membuat mahasiswa mengerti bagaimana peran dirinya. Kepemimpinan yang mengantarkan kita bisa berkarya dan berprestasi. Terlebih mampu memiliki nilai manfaat untuk orang banyak. Masa strategis seharusnya menghasilkan karya nyata yang juga meningkatkan sumber daya manusia yang dilewatinya. Mendewasakan dengan dinamika proses yang dilalui, sehingga akan menjadikan diri kita siap “dijual� dengan harga mahal untuk mengisi posisi-posisi strategis masa depan. Untuk menjadi orang yang bisa menjadi solusi tidak hanya berdasar masalah otak, bukan hanya itu. Poinnya tidak lagi sekadar pemikiran, akan tetapi lebih pada hati dan kepedulian.

199


Biografi Singkat Penulis Aditya Doni Pradana Aditya Doni atau yang akrab dipanggil Doni merupakan lulusan S1 Pendidikan Dokter UGM dan sekarang ia menempuh program pendidikan profesi untuk meraih gelar dokter (dr.). Saat ini selain aktif sebagai Dokter Muda di FK UGM - RSUP. Dr. Sardjito, ia aktif juga sebagai asisten peneliti di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Asma Azizah Gadis kelahiran Lampung ini merupakan lulusan Bahasa Korea UGM dan pernah menjadi Juara 4 Korean Speech Contest 2013. Saat ini Asma sedang mempersiapkan studi S2 di Korea Selatan. Birrul Qodriyyah Birrul merupakan Mahasiswa Berprestasi Utama UGM tahun 2013. Di tahun yang sama, Birrul menjadi mahasiswa berprestasi terinspiratif tingkat nasional. Selain itu, Birrul memiliki kepedulian tinggi terhadap 200


pendidikan, terbukti dengan berdirinya Santri Inspiration Center (SIC), sebuah forum inspirasi bagi mahasiswa yang ingin berprestasi dan berkreasi dengan diimbangi fondasi agama. Daniel Oscar Baskoro Oscar, begitu panggilan akrabnya, saat ini bekerja di UN Pulse Lab. Selain menjadi Google Student Ambassador, ia juga menciptakan berbagai inovasi teknologi di bidang kemanusiaan, khususnya bidang bencana, kesehatan, dan keselamatan publik. Beragam penghargaan sudah didapatkan Oscar, baik di tingkat internasional maupun nasional. Desiana Rizka Fimmastuti Saat ini Desi aktif sebagai asisten peneliti di PolGov Fisipol UGM dan penulis di media online suarapemudajogja.com. Selain itu ia juga aktif sebagai mahasiswa S2 Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana UGM dan aktif di beberapa organisasi seperti IMABA, KNPI DIY, dan HMP UGM. Di sela-sela kegiatannya, ia masih aktif berkesenian dan belajar Tari Klasik Gaya Yogyakarta di UKM Swagayugama.

201


Dian Yuanita Wulandari Dian, seorang perempuan dinamis dengan banyak talenta mulai dari menulis cerita anak, menggambar, MC, stand up comedy hingga hal hal serius seperti penelitian, lobbying, dan dealing. Saat ini, Dian tengah menyelesaikan studi S1 Kehutanan dan memimpin Komunitas Inspirasi Survivor Broken Home "HAMUR". Dyah Savitri Pritadrajati Saat ini Prita sedang terlibat dalam penelitian yang berkolaborasi dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan New York mengenai hubungan perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat. Prita juga merupakan Asisten Peneliti di Pusat Kajian Keuangan, Kebanksentralan, dan Jasa Keuangan (PK3JK). Selain aktif meneliti, Prita sedang menyiapkan keberangkatan studi master di bulan September 2016.

pendidikan. 202

Ia

Erwina Salsabila Salsa, Mahasiswa Berprestasi Utama UGM tahun 2014 ini sedang bekerja di perusahaan e-commerce bernama iPrice, sebagai content specialist di Kuala Lumpur, Malaysia. Salsa tertarik dengan isu-isu kemanusiaan dan mengaku terobsesi untuk menjadi


entrepreneur

terkenal dan influential agar bisa menginformasikan banyak orang tentang misi-misi kemanusiaan. Fajrun Wahidil Muharram Aktivitas Fajrun saat ini adalah sebagai Konsultan Individu bidang GIS (Geographic Information System) di Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Semasa studi S1, Fajrun pernah melakukan kolaborasi penelitian antara Dinas Hidrologi dan Oseanografi TNI AL dan enam perguruan tinggi (UGM, ITB, ITS, UNDIP, UNPAD, dan UHT) dalam Pemetaan Dasar Laut di Selat Sunda pada bulan Agustus 2014. Immanuel Sanka Sanka merupakan peneliti bioinpirasi dengan latar belakang biologi molekuler dan bioteknologi. Saat ini ia terlibat dalam Tim Riset Thalassemia Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Biologi UGM. Penelitian Sanka dan timnya yang berjudul “Glass Coating

Natural Fibres by Diatomisation: A Bright Future for Biofouling Technology� telah dipublikasikan pada jurnal Materials Today Communications (IF: 14,11).

203


Intan Purwandani Intan Purwandani atau biasa dikenal sebagai Intan Ghofur adalah asisten peneliti yang sedang mempersiapkan studi masternya di Wageningen University, Belanda pada September 2016 nanti. Pecinta music rock yang juga lulus dengan magna cumlaude ini sering menjadi pembicara di acara-acara regional hingga internasional terkait ekowisata dan community-based tourism. Saat ini ia sedang terlibat dalam penelitian kerja sama IndonesiaBelanda sampai beberapa tahun ke depan. Maulana Rizki Aditama Maulana adalah penerima beasiswa LPDP PK-61 yang akan melanjutkan studi S2 di Inggris. Lelaki yang pernah menjadi gitaris band ini, saat ini aktif meneliti geofisika minyak bumi.

Mirna Aulia Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi ini memiliki ketertarikan terhadap pengabdian masyarakat. Kegiatan volunteerism membuat Mirna ‘ketagihan’. Selain menyelesaikan studi S1, ia tergabung dalam tim PKM Center UGM sebagai koordinator PKM-PE.

204


Mochammad Fahmi Habibi Obi, begitu sapaan akrabnya, sedang menyelesaikan proyek Rancangan Induk Ketahanan Pangan di Pusat Kajian Pembangunan Peternakan Nasional yang bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Semasa kuliah, Obi merupakan Mahasiswa Berprestasi 2 Fakultas Peternakan dan delegasi Indonesia di berbagai konferensi internasional. Muhammad Rizki Rizki banyak terlibat dalam kegiatan sosial sebagai relawan, kepanitiaan, dimulai menjadi staf hingga Project Officer. Ia memiliki mimpi yang ingin diwujudkannya, yaitu mengabdi sebagai Diplomat, selain lebih banyak lagi terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial hingga ke pelosok negeri. Rizki saat ini tengah berjuang dalam menulis skripsinya yang bertemakan aspek yuridis perjanjian bilateral di tapal perbatasan Temajuk, Kalimantan Barat dengan Sarawak, Malaysia.

205


Muhsin Al Anas Muhsin merupakan peraih beasiswa Program Magister Menuju Doktor bagi Sarjana Unggul (PMDSU) dari DIKTI untuk melanjutkan studi S3 (direct doctoral) di Program Pascasarjana Fakultas Peternakan. Lelaki yang hobi bermain dan melatih tim voli UGM ini memperoleh penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Peternakan tingkat nasional tahun 2013 dan berkesempatan mengikuti program Indonesia Australia Pastoral Student Program di Australia. Mukhanif Yasin Yusuf Mukhanif, tuna rungu yang mencoba untuk terus berlari dan berjuang menjadi dosen. Berhasrat S3 di luar negeri karena S2 belum diizinkan ke luar negeri oleh orang tuanya. Aktivitasnya saat ini masih berkutat pada HAM (hak asasi manusia), khususnya difabel, mengisi di acara seminar/motivasi. Saat ini ia sedang mengikuti program Pengayaan Bahasa dari LPDP sebelum melanjutkan studi magister.

206


Nabila Afif Wanita yang bermimpi menjadi Menteri BAPPENAS tahun 2040 ini merupakan arsitek junior di Pusat Kajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Saat ini Nabila sedang mempersiapkan studi master di Urban Design, University College London, Inggris. Nur’aini Yuwanita Wakan Nita Wakan, panggilan gadis kelahiran Jakarta ini, adalah founder dan managing director Youth Finance Indonesia. Akhir tahun 2015 lalu, Nita terlibat dalam pelayanan publik di DKI Jakarta dengan menjadi staf magang di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Ia bercita-cita menjadi istri sholihah dan menjadi ibu peradaban. Phisca Aditya Rosyady Menjadi mahasiswa master di Computer Science and Engineering, Seoul National University of Science and Technology, Korea Selatan merupakan aktivitas utama Phisca. Di sela kuliahnya, Phisca terlibat sebagai asisten peneliti di National Research Foundation of Korea dengan bidang riset Energy Beamforming, Application

207


Software Laboratory dan pengajar di Universitas Terbuka Indonesia Unit Korea Selatan. Regisda Machdy Fuadhy Aktivitas Regis saat ini sedang mempersiapkan keberangkatan untuk studi master di Global Mental Health, University of Glasgow, Inggris. Regis memiliki ketertarikan pada pendidikan inklusi dan kesehatan mental dengan mengembangkan portal konsultasi psikologi yang ia dan timnya dirikan, yaitu Pijarpsikologi.org. Restu Puji Arum Traveloka.com merupakan rumah kedua bagi Restu, sebagai CEC. Semasa kuliah, Restu pernah mengikuti pertukaran budaya di Seoul, Korea Selatan. Gadis yang terobsesi jadi penyanyi ini mengaku sudah sering ikut audisi namun belum beruntung. Ricky Sudiarto Putra Saat ini, mahasiswa Teknik Industri ini menjabat sebagai Kepala Departemen PSDM HMTI UGM dan asisten Laboratorium Ergonomika FT UGM. Ketertarikan Ricky dalam kegiatan pengembangan masyarakat, konservasi dan pendidikan lingkungan hidup membawanya 208


berkeliling ke negara-negara Asia Tenggara dan Amerika Serikat. Rida Nurafiati Terlibat aktif dalam gerakan pendidikan lingkungan hidup merupakan aktivitas Rida saat ini. Sembari mempersiapkan keberangkatan untuk studi master di Carbon Finance, the University of Edinburgh, Inggris, Rida sedang menggarap permainan edukatif dan video dokumenter mengenai keanekaragaman hayati kelautan. Ia juga memiliki ketertarikan di bidang akuntansi lingkungan dan perdagangan karbon. Rizky Muhammad Ramadhan Rizky merupakan sapaan arab pria yang sering menjuarai kompetisi mobil listrik, baik ditingkat nasional maupun Internasional. Pada tahun 2013, Rizky menjadi juara pertama dalam Australia Chem-E-Car Competition yang diadakan di Brisbane, Australia. Saat ini, aktivitasnya menjadi mahasiswa pascasarjana di kampus yang sama.

209


Sartika Intaning Pradhani Mahasiswi Magister Ilmu Hukum UGM, khususnya hukum tata negara ini sedang aktif menjadi legal counselor di Rifka Annisa Women Crisis Center. Selain tergabung dalam penelitian Community Resilience and Economic Development Program dengan judul “Women and Conflict Resolution in Mollo, Nusa Tenggara Timur�, Sartika juga menaruh minat penelitian pada isu-isu budaya, sejarah, Pancasila, gender, dan perempuan. Siwi Manganti Saat ini gadis lulusan Sosial Ekonomi Pertanian UGM ini bekerja di PT Cisarua Mountain Dairy. Ia memiliki obsesi sebagai sociopreneur pertanian terpadu di Indonesia.

Tri Cahyono Mahasiswa jurusan D3 Manajemen ini merupakan Mahasiswa Berprestasi Utama Program Diploma UGM tahun 2015. Pada tahun yang sama, Cahyo juga pernah memperoleh penghargaan sebagai Most Outstanding Delegate di International Convention of Human Resource.

210


Yuventia Tunda Reka Anggita Tunda, begitu ia dipanggil, sedang mempersiapkan studi S2 di Jerman. Semasa kuliah, Tunda menorehkan banyak prestasi bersama Paduan Suara Mahasiswa UGM. Gadis yang hobi menulis ini telah mempublikasikan bukunya, antara lain “Titik Balik, Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan” dan “Genggaman Tangan Tuhan”.

211


212


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.