Baruga Karya | Edisi Pertama

Page 1

edisi pertama | 2015 Baruga Media Cetak Dalam Badai Konvergensi

satu mata hati satu kata hati

CSC Pengaruh Pergeseran Nilai, dan Ketergantungan Budaya Pop

GCC Citra, Media dan Ekologi Kine Shattered Glass


2 BARUGA KARYA | 2015


SITI RAFIKA Pemimpin Redaksi Salam Biru Merah Sebuah karya hanya akan tercipta sekali, tapi karya tersebut akan menginspirasi orang berkali-kali dan akan seperti itu secara terus-menerus. Segala yang mengitari manusia diracik dan disusun menjadi sebuah karya yang dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan tertentu kepada penikmatnya. Oleh karena itu, kami berusaha menampilkan berbagai bentuk usaha kami dalam menghasilkan karya-karya yang semoga mampu menginspirasi. Kali ini Baruga akan menyuguhkan mengenai lika-liku yang dihadapi media cetak dengan kemunculan berbagai media baru. Manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan informasi semakin dimanjakan oleh teknologi yang terus berkembang. Pada akhirnya persaingan yang terjadi dengan memanfaatkan berbagai jenis media menjadi semakin terasa.

Baruga juga menyajikan berbagai karya dari biro-biro yang berada dibawah naungan KOSMIK seperti foto, poster, juga tulisan-tulisan yang mampu memberikan informasi juga mengajak Anda untuk melihat sebuah fenomena yang terjadi disekitar kita. Akhir kata, terima kasih yang sedalam-dalamnya kami ucapkan kepada seluruh warga KOSMIK yang selalu mampu menjadi saudara yang selalu mendukung untuk terus belajar dan berkarya.

3 BARUGA KARYA | 2015


index

5

10

12

Baruga Media Cetak Dalam Badai Konvergensi

5

CSC Pengaruh Pergeseran Nilai, dan Ketergantungan Budaya Pop

8

Fotografi Koran Flyover

10

Gradient Showcase

12

Kine Shattered Glass

14

Broadcasting 16 8 Budaya Malu di Dalam Lab Radio GCC Citra, Media dan Ekologi

14

18

18


baruga

Media Cetak Dalam Badai Konvergensi By Ainun Jariah Yusuf, Photo by Lia Lestari

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengantarkan dunia pada sebuah perubahan yang cukup signifikan. Salah satu perubahannya adalah kemunculan internet. Hadirnya internet sebagai artefak budaya dari adanya kemajuan teknologi dan informasi memberikan masyarakat sebuah layanan data dan komunikasi kecepatan tingkat tinggi. McLuhan (2005) juga menyatakan bahwa internet akan membawa masyarakat dunia kepada sebuah konsep global village dimana antar manusia dapat terkoneksi satu dengan lainnya tanpa adanya batasan apapun. Internet juga memberikan kemajuan dalam bidang komunikasi dimana teks, audio dan visual dapat diakses secara bersamaan. Hal inilah juga telah membawa dampak signifikan terhadap perubahan aktivitas industri komunikasi, khususnya media cetak.

F

enomena perkembangan era komunikasi dan informasi saat ini menuntut media massa di Indonesia untuk melakukan sebuah inovasi terbaru, agar dapat diakses secara cepat dan praktis. Masyarakat perlu akan informasi yang cepat dan akurat. Selain tuntutan, kemajuan teknologi komunikasi juga turut mendorong industri media untukmenyesuaikan diri pada era globalisasi berbasis teknologi cyber media. Demi menjawab tantangan tersebut, banyak media yang kemudian melakukan penyatuan atau penggabungan saluran-saluran komunikasi massa, atau yang dikenal dengan konvergensi media. Kompas adalah salah satu media cetak nasional yang melakukan konvergensi media. Kompas cetak versi online telah ada sejak 1995, bahkan berita-berita utama diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Belanda. Kini Kompas telah melengkapi versi cetaknya dengan ver-

si “Kompas e-paper” yang tampilannya sama persis dengan koran cetak. Bukan hanya media nasional yang melakukan konvergensi. Media-media cetak lokal seperti Harian Fajar turut serta dalam gerakan tersebut. Sejak tahun 2007, Harian Fajar juga menyediakan versi online. Baik itu melalui portal berita di www.fajar.co.id dan fasilitas e-paper Harian Fajar. “Produk utama kita adalah cetak tapi kita juga tidak mau ketinggalan trend pasar. Orang sudah membaca berita melalui internet, berita online, makanya kita juga menghadirkan surat kabar itu dalam bentuk e-paper dan dalam bentuk online” ungkap salah seorang redaktur Harian Fajar Dian Muhtadiah Hamna. Menurut Riza Darma Putra, S.Sos., M.Si., perbedaan media cetak dan media online terletak pada kecepatan, ruang lingkup dan waktu. “Media online unggul karena cepat dan mudah diakses” ungkapnya dosen Ilmu Komunikasi Universi5 BARUGA KARYA | 2015


tas Hasanuddin tersebut. Banyak ramalan yang menyebutkan bahwa media cetak akan musnah dan menjadi sejarah. Salah satunya Philip Meyer, yang menulis buku “The Vanishing Newspaper”. Menurut Meyer, surat kabar terakhir akan terbit pada April 2040. Agaknya hal tersebut cukup beralasan melihat fenomena yang terjadi belakangan ini. Di Amerika beberapa media cetak yang cukup terkenal terpaksa gulung tikar. Dengan alasan penurunan oplah dan mahalnya harga kertas. Di Indonesia sendiri oplah surat kabar turun dari awal tahun 2005 mencapai 28% menjadi 18% pada tahun 2009 (survey Nielsen Media Research). Lalu bagaimana media cetak menghadapi jaman yang menuntut segala sesuatu yang cepat dan praktis ini? Menurut Dian Muhtadiah Hamna, eksistensi media cetak bergantung pada manajemen internalnya. Media cetak harus memiliki wartawan yang berkompetensi karena merupakan ujung tombak dari sebuah redaksi. “Media cetak tidak tertinggal, saat ini dia masih yang terbaik. Karena cara meramu berita yang sangat apik” ungkapnya Editor Skema Harian Fakar tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh pemimpin redaksi Koran Kampus Identitas Waode Asnini Rahayu, agar dapat bertahan media cetak harus mempertahankan isu-isu lokal. “Kalau yang saya lihat

6 BARUGA KARYA | 2015


“ ”

“Media cetak tidak tertinggal, saat ini dia masih yang terbaik. Karena cara meramu berita yang sangat apik”

sekarang kecenderungan media lebih banyak ke online tapi tetap saja cetak itu penting, karena karakter orang Indonesia yang selalu membutuhkan bukti fisik” jelasnya. Perkembangan teknologi yang pesat membuat persebaran informasi sangat cepat dan praktis, sehingga beberapa kalangan kemudian mempertanyakan tentang keakuratan informasi yang beredar di komunikasi interaktif di jaringan sosial media atau internet. “Jurnalisme online menekankan pada kecepatan, sehingga terkadang tidak ada waktu untuk memverifikasi. Akurasi sering terabaikan karena persaingan media yang berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat dalam menyajikan informasi ke publik” jelas Riza Darma Putra. Hal ini pula yang mendorong Novianto Addi untuk tetap memilih Media cetak. Menurutnya mahasiswa Fakultas Ilmu So-

sial dan Ilmu Politik ini, berita dalam media cetak itu lebih lengkap dan mengarah pada deep reporting. Media online bagi Novianto adalah saluran untuk mencari informasi yang lebih variatif. “Tidak bisa kami pungkiri bahwa pembaca setia koran Fajar itu masih terjaga. Jika dibandingkan dengan portal berita berbanding tidak jauh berbeda. Karena dalam portal berita memiliki berita yang hanya bersifat informatif, dan untuk isi berita yang selengkapnya hanya ada pada koran. Jadi, di Fajar itu memiliki media cetak dan media online yang saling berkesinambungan, serta saling menguntungkan dalam penerbitan beritanya” ungkap staff admin www.fajar.co.id Awal Muhal dalam wawancara dengan Kru Baruga. Manusia semakin dimanjakan dengan adanya teknologi, ada baiknya kita menjadi komunikan yang cerdas dalam memilah dan memilih informasi. Konvergesi hanyalah masalah kemasan yang berbeda, bagaimana teknologi yang lama disatukan dengan teknologi baru yang lebih canggih dan modern demi mengiuti perkembangan jaman. Pada akhirnya menggunakan teknologi adalah tergantung pada diri pengguna, apakah teknologi akan dimanfaatkan untuk hal yang positif, atau sebaliknya.

7 BARUGA KARYA | 2015


CSC

Pengaruh Pergeseran Nilai , dan Ketergantungan Budaya Pop By Iqbal Tawakkal, Photo by Lia Lestari

Budaya pop dibangun oleh kelas penguasa untuk memenangkan hegemoni, sembari membentuk oposisi. Dengan demikian ia terdiri bukan hanya dari pemberlakuan budaya massa yang sejalan dengan ideologi dominan ataupun budaya oposisional yang spontan, melainkan sebagai area negosiasi antara keduanya di mana—beberapa tipe budaya yang berbeda dari budaya pop—budaya dominan, subordinan dan oposisional dengan segenap nilainilai dan unsur-unsur ideologis ”tercampur” dalam suatu perubahan yang bersifat sekuensial (Benet, 1986: xv-xvi). 8 BARUGA KARYA | 2015

B

udaya yang tinggi adalah budaya yang mendapatkan penerimaan moral dan estetis yang lebih. Pernyataan bahwa budaya pop adalah budaya komersial yang menjadi dampak dari produksi massal, sangat berlainan dengan budaya tinggi yang merupakan hasil kreativitas individu. Definisi budaya pop sebagai ‘budaya massa’ menyatakan bahwa budaya massa secara komersial tidak bisa diharapkan, sementara budaya pop malah mendapatkan pengawasan secara sosiologis untuk mengendalikan sedikit sumbangsihnya. Pierre bodieau pernah mengatakan bahwa perbedaan budaya seringkali dimanfaatkan untuk memperlebar dan memelihara perbedaan kelas. Misalnya liburan ke pantai dahulu dianggap budaya para bangsawan dan dalam

tempo 100 tahun berubah menjadi budaya pop. Lahirnya modernisasi kehidupan telah banyak merubah cara pandang dan pola hidup masyarakat, sehingga peradaban yang terlahir adalah budaya masyarakat yang konsumtif dan hedonis dalam lingkungan masyarakat kapitalis. Fenomena ini tidaklah dianggap terlalu aneh untuk dibicarakan bahkan sudah menjadi bagian dari budaya baru hasil para importir yaitu para penguasa industri budaya yang sengaja memporak - porandakan tatanan budaya yang sudah mapan selama bertahun tahun menjadi bagian dari jatidiri bangsa Indonesia itu. Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculan sebuah kebudayaan baru yang

konon lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian masyarakat. Bahkan masyarakat menengah kebawah pun dapat dengan mudah menerapkannya dalam aktifitas kehidupan. Sebuah istilah ”Budaya Populer” atau disebut juga dengan ”Budaya Pop”, dalam penerapannya mendapat dukungan dari penggunaan perangkat berteknologi tinggi ini, sehingga penyebarannya begitu cepat serta mendapat respon oleh sebagian besar kalangan masyarakat. Budaya ini tumbuh subur dan cepat mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam masyarakat perkotaan. Keberadaanya memberi pengaruh yang sangat kuat pada kehidupan kaum remaja kota. Penyiaran televisi yang kerap kali disalahkan sebagai biang kerok atas re-


taknya budaya luhur negeri ini dalam taraf yang sangat memprihatinkan. Melalui berbagai tayangan, tercermin budaya impor yang telah dikonstruksi makna dan nilainya itu, telah menawarkan budaya baru hasil biasan dari budaya barat yang mengusung pola keglamoran hidup dalam masyarakat kapitalis. Pengaruh , Pergeseran Nilai , dan Ketergantungan ”Budaya Pop” Budaya populer dapat juga diterjemahkan suatu aktifitas atau praktik - praktik sosial yang bisa menyenangkan orang dan disukai oleh banyak orang. Dalam perspektif kacamata industri budaya dinilai sebagai produk kapitalisme yang bersifat massal dan dikelola terus - menerus oleh

jejaring media di mana jarak jangkaunya hampir tak terbatas bahkan bisa menembus batas wilayah suatu negara. Agaknya paradigma terhadap suatu “gaya hidup” sebagai ikon atau symbol masyarakat modern yang membudaya dan sekaligus menjadi ikon sudah sedemikan menyatu dan menyusup menjadi figur - figur pencari sensasi dalam ruang hiruk pikuk ditengah keberagaman pola hidup masyarakat modern. Dalam kenyataannya, media telah memfasilitasi tumbuh subur dan berkembangnya budaya populer di tengah masyarakat. Lihatlah peredaran majalah - majalah yang ada di masyarakat kita yang memuat keanekaragaman artikel tentang pola dan prinsip hidup dari bangsa-bangsa lain. Produk hedon mulai dari tas,

kalung, sepatu, jam tangan, cincin serta benda lainnya dapat memancing banyak orang menjadi lebih konsumtif. Para produsen produkpun menyebarkan iklan melalui media baik cetak maupun elekstronik dengan gambar dan teks yang telah direkonstruksi sedemikian rupa. “Saat ini bangsa Indonesia sedang berada di kandungan yang terdalam dari kegelapan hidupnya, baik itu kegelapan intelektual, kegelapan moral, kegelapan spiritual, kegelapan politik dan sebagainya, berada hampir pada titik kegelapan total. Tahun 2014 ini adalah tahun ketentuan dimana kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila Allah tidak menolong kita pada tahun ini. Kita tidak akan tahu bagaimana kita meneruskan seluruhnya ini dengan kewajaran ber-

pikir dan kewajaran merasakan sesuatu, semua ini harus ditata ulang, dan tahun ini adalah momentum penataan ulang tersebut dimana kita sangat membutuhkan pertolongan Allah dalam hal ini”. Cak Nun dalam salah satu diskusi budaya

9 BARUGA KARYA | 2015


fotografi

koran flyover Photo and Text by Ahmad Safei Ma’arif

F

lyover atau jembatan layang yang ada di Makassar ini memiliki banyak cerita di bawahnya salah satunya adalah banyaknya penjual koran termasuk Dg. Mangku’ ibu paruh bayah ini mengaku sudah kurang lebih 20 tahun berjualan koran di area ini. Beliau merupakan salah satu di antara beberapa penjual koran yang tertua, beliau menjual koran jauh sebelum flyover ini ada. Teman - teman seperjuanganya saat ini sudah banyak yang tidak menjual koran lagi disebabkan oleh faktor umur yang

10 BARUGA KARYA | 2015

sudah tidak memungkinkan untuk berualan lagi di tengah teriknya matahari. Sekitar pukul 06.30 dan beliau mulai menjual koran - korannya hingga pukul 18.00, dulunya beliau bisa menjual hingga pukul 22.00 tetapi karena sudah tua dan juga harus mengurus cucunya yang setiap hari menungguya di rumah. Pendapatan dalam sehari tergantung dari banyaknya koran yang terjual pada hari itu juga apabila sepi pembeli terpaksa Dg. Mangku’ harus membawa sisa koranya pulang, terkadang pula

koranya diberikan kepada penjual koran lainya untuk sekedar menjual sisa koran yang belum laku dan hasilnya akan dibagi sesuai keputusan.


11 BARUGA KARYA | 2015


Gradient

Rumah Lama Tristania Indah

City of Makassar Fachrul Reza

12 BARUGA KARYA | 2015


Thorikale Bachry Ilman

Makassar Logotype Haekal Sandewang

Creativity for Identity Zulfikar Fabanyo

13 BARUGA KARYA | 2015


kine

shattered glass By Fauzi Ramadhan

S

hattered Glass merupakan sebuah karya film yang di sutradarai oleh, Billy Ray. Film yang dirilis pada tahun 2003 ini menceritakan tentang bagaimana Stephen Glass (Hayden Christensen) atau yang akrab disapa Steve, seorang jurnalis muda yang memiliki popularitas dengan tulisan-tulisan beritanya di sebuah media yang cukup terkenal, The New Republic. Namun tulisan-tulisan yang dibuat oleh Steve merupakan tulisan fiktif yang dikemas dengan menarik dan disodorkan kepada para pembacanya sebagai sebuah fakta, melalui majalah The New Republic. Hal itu telah lama dilakukan oleh Steve sejak Michael Kelly (Hank Azaria), yang merupakan editor pertamanya, masih bekerja di majalah tersebut. Namun kebohongan itupun terungkap saat Michael dipecat oleh Marty Peretz (Ted Kotcheff) yang merupakan pemilik The New Republic, lantaran ketidakakuran keduanya. Michael pun digantikan oleh Chuck Lane (Peter Sarsgaard), yang dulunya merupakan partner Steve sebagai sesama jurnalis. Dipecatnya Michael membuat beberapa penulis-penulisnya termasuk Steve merasa kehilangan. Sebab, Michael dikenal dengan kebaikannya terhadap penu-

14 BARUGA KARYA | 2015

lis-penulisnya, ditambah ia selalu membela penulis-penulisnya saat mendapatkan hukuman akibat kesalahan yang dibuat masing-masing penulis oleh Marty. Singkat cerita, �Hack Heaven�, sebuah tulisan yang ditulis oleh Steve, yang juga menjadi tulisan terakhirnya di The New Republic, menarik perhatian Adam Penenberg (Steve Zahn), seorang penulis media online yang merasa ada kejanggalan dalam tulisan Steve tersebut. Investigasi pun dilakukan oleh Adam beserta karyawan-karyawan media onlinenya, dan dari investigasi yang lama tersebut melahirkan keyakinan bagi Adam bahwa tulisan �Hack Heaven� merupakan fiktif belaka lantaran tidak ditemukannya fakta-fakta yang dapat mendukung tulisan milik Steve itu. Film ini sangat menarik bagi saya, sebab, banyak hal yang disampaikan ke pada penonton. Pertama, dalam film ini menjelaskan kepada penonton bahwa bagaimana gaji seorang jurnalis yang tidaklah besar, memiliki jadwal yang ketat, dan bagaimana tulisan-tulisan itu dapat dibaca oleh orang-orang terkenal. Hal itu juga dirasakan oleh Steve dalam film ini, bagaimana kesenangan Steve dengan


dibacanya tulisan-tulisanya oleh orangorang terkenal dan salah satunya, Presiden yang menjabat pada tahun tersebut. Namun sangat disayangkan, Steve harus menulis sebuah tulisan fiktif atau bohong untuk mendongkrak popularitasnya. Kedua, ingin menyampaikan kepada kita bahwa bagaimana tekanan dari orantua Steve, yang memaksanya untuk sekolah hukum dan menjadi pengacara. Tentu bagi orangtua Steve yang dalam film ini terkesan konservatif, berasumsi bahwa menjadi pengacara adalah pekerjaan yang bergengsi atau lebih terlihat prestige ketimbang menjadi seorang jurnalis. Hal inilah yang mengganggu mental Steve, yang sangat mencintai pekerjaannya sebagai jurnalis sehingga melakukan kebohongan publik untuk meraih popularitas dan akhirnya dapat membuktikan ke popularitasannya ke pada orangtuanya. Ketiga, film ini juga menjelaskan ke pada kita bagaimana tulisan atau berita diproses dalam sebuah media massa. Ya, dalam film ini menjelaskan bagaimana sebuah tulisan atau berita diperiksa berulang-ulang, sehingga banyak dilakukan revisi tulisan atau berita, sebelum tulisan tersebut dicetak. Selain itu, film ini

juga menjelaskan bagaimana media onlie tempat Adam bekerja, menjadi gebrakan besar bagi dunia media online hingga sekarang, setelah berhasil membongkar kebohongan tulisan milik Steve. Masih banyak lagi hal-hal yang disampaikan dalam film yang meraih 13 award ini. Tentunya, lebih menarik lagi film ini dianalisis dengan mengaitkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) ataupun dengan elemen-elemen jurnalistik sehingga, film ini sangat-lah recommended buat para Jurnalis, khususnya Jurnalis di Indonesia.

15 BARUGA KARYA | 2015


Broadcasting

8 budaya malu di dalam lab radio By Rieski Kurniasari

16 BARUGA KARYA | 2015

P

ertama, saya mau mengucapkan syukur dulu kepada Allah SWT dan pihak jurusan Ilmu Komunikasi Unhas yang telah menyediakan fasilitas selama perkuliahan, khususnya laboratorium radio. Sejak kunci laboratorium diwariskan ke teman angkatan saya, Ams (@rahmanasir), segalanya terasa lebih lancar dari sebelumnya. Kalau Kosmik mau adakan diskusi atau acara apa, biasanya tinggal hubungi Ams saja, dan tak lama kemudian sang juru kunci pun tiba. Fungsi lain dari tempat ini, selain jadi markas buat kerja tugas, juga berguna melindungi dari cuaca gerah di luar sana alias ngadem. “Mangkal� di tempat ini, kalau tidak salah menjadi cita-cita sebagian dari kami, angkatan 2011. Soalnya waktu semester-semester awal, kami belum berkesempatan sekedar duduk-cantik men-

gagumi alat-alat yang ada di dalam sana. He he. Agar laboratorium ini tetap lestari, kami berusaha menjaga sebaik-baiknya. Suatu hari, saya dan Ams berbelanja di Top Mode buat hang out membeli peralatan kebersihan laboratorium radio. Kemudian, sesuatu menarik perhatian saya:

Bos Gibran siap melayani dan mengayomi mahasiswa yang mau take vocal

Papan besar ini tergantung di atas pintu ruang khusus karyawan.


Saya langsung.. waw. Bagaimana ya kalau di laboratorium radio juga dipasangi seperti itu? Supaya tetap awet, mungkinkah kita juga perlu menjaga budaya malu di laboratorium radio? Ya keleus. Jadi, inilah budaya malu yang harus dijunjung di laboratorium radio versi saya. Agar menjadi mahasiswa penghuni laboratorium yang mawas diri, beretika, dan beresensi, mari kita sama-sama mematuhinya. *Azegg

6

Saya malu jika:

8

1 2 3

Tidak bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Tidak mengikuti poin nomor 1 sampai bawah

Bolos kuliah / tidak kerja tugas. Lebih baik tugas dirapel di detik-detik terakhir, daripada tidak dikerjakan sama sekali. *Iklan layanan masyarakat

4

Datang terlambat

Ini nih penyakit di Kosmik (sama Indonesia). Kalau ada acara atau kuliah yang telat se-jam yah dimaklumin. Tapi, jujur kadang-kadang saya lega sedikit kalau dosennya datang lebih telat dari saya. He he.

5

Tidak menjaga kebersihan laboratorium Jangan harapkan Selfie atau petugas kebersihan lain buat bersihkan laboratorium radio. Jangan taruh sampah dalam laci. Jangan buang sampah sembarangan. Jangan main skateboard di dalam studio siaran.

Makan

Ini adalah kode buat saya sendiri sebenarnya, namun saya tetap memegang teguh poin nomor 5.

7

Tidak mematikan AC saat keluar ruangan Meskipun bukan kita mahasiswa yang bayar uang listriknya kampus, tapi tetap ingat isu global warming ya. Merusak peralatan, tapi tidak bertanggungjawab Karena kebanyakan dari kita cuma “taumake” daripada “tau-perbaiki”, jadi alatalat yang harganya selangit itu, jangan sampai dirusak, plis. Saya mau cerita sedikit perihal perilaku tanggung jawab ini. Alkisah pada Sabtu yang indah teman kita, Gibran (@ gibgibran), tersandung chargeran laptop depan pintu ruang siaran. Kepalanya terbentur, lalu Gibran lupa ingatan… eh, bukan. Kepalanya baik-baik saja, tapi dindingnya jadi berlubang. Untuk menutupi dinding yang bocor itu, maka ditutupi dengan poster. Saya cuma bisa bikin ide delapan budaya malu, sisanya silahkan tambahkan sendiri. Lalu, buat apa sebetulnya kita perlu “malu-malu” di laboratorium milik kita sendiri? Soalnya mending “malu-malu” daripada “acuh-acuh”. *Krik~ Untuk semester berikutnya, laboratorium ini masih kita gunakan seperti sebelumnya, tapi mudah-mudahan fungsinya bisa bertambah lagi: jadi studio siaran radio streaming.

17 BARUGA KARYA | 2015


GCC

CITRA, MEDIA DAN EKOLOGI By Aslam Aziz, Ilustration by Aslam Aziz

C

itra, pagar keliling dari produk-produk jualan. Identitas semu yang diiklankan media, bak mata kail dan umpannya. Mata kail adalah produk dan citra adalah umpan, Imaji melekat pada produk-produk tersebut, mulai dari produk transportasi hingga barang konsumsi, bisnis properti sampai alat komunikasi. Melalui media perusahan-perusahan mengkonstruksi citra, beriklan sana-sini dengan tagline yang mengedapankan mitos-mitos. Sementara manusia terus mencari pembeda dengan yang lainnya, mengambil pilihan-pilihan yang dianggap beda, namun mencari pembeda justru menjadi penegasan akan kesamaan, cara yang sama dan cetakan yang sama, sebuah dominasi sistem, kapitalis. Orang-orang berbondong membeli mobil tak cukup satu, meramaikan populasi jalan, tak peduli polusi demi reputasi. Dominasi sistem dengan sifat exploitatif dan anti ekologis membawa perubahan berarti bagi bumi. Manusia terus mengeksplore hasrat, alam menjadi korban pada tahapan awal, melihat alam hanya sebatas variable-variable atau objek-objek di luar diri manusia, bukan sebagai suatu kesatuan. Penebangan hutan untuk pelebaran ladang perkebunan demi mencukupi permintaan kota, bom dan bius menjadi pilihan para nelayan juga demi kota, Bebatuan carst yang menjulang ditransformasi menjadi rumah tiga tingkat ,bukan untuk tempat pulang tapi investasi jangka panjang. Kebutuhan dan keingingan kini menjadi samar, tak ada batas jelas antara kamar kebutuhan juga keingingan, keduanya melebur bersama gaya hidup, sebagai aktualisasi diri masyarakat perkotaan. 10.000 tahun bumi ini terbentuk ,gaya hidup manusia 60 tahun belakangan membawa perubahan bentuk. Mewariskan untuk anak cucu material namun lupa akan ketersediaan mineral, menngoleksi emas batangan namun ketersedian pangan hanya tinggal angan, meninggalkan posisi direktur tapi tak lagi konsumsi sayur. Benarkah hidup demikian yang diingankan anak cucu kita?

18 BARUGA KARYA | 2015


19 BARUGA KARYA | 2015



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.