Buletin FLP Turki "Spring"

Page 1

BULETIN FLP TURKI S P R I N G

A

P H O T O

B Y

R I Z Q A N

QUOTE #1 S A L S A B I L A

K A M I L

A M A L I A

Katanya kalau sudah usaha sampai mentok

B U L E T I N

F L P

T U R K I

TABLE OF CONTENTS

Semesta bakal diam-diam beri jalan tak terduga Quote Jadi, terus aku tunggu tanggal mainnya Sapaan Musim Semi Lama sih memang,

Mungkin saking indah bentuknya persiapan

Tentang Semi

Pengkabulannya butuh waktu lama Senandung Merpati Sambil belajar arti sabar dan ikhlas beriringan

Biar pas dapat bagiannya hati tak berusaha congkak

Dari Paviliun Tulip ke Kebun Tulip

Sebab sudah mengerti dengan matang


SAPAAN MUSIM SEMI A I S Y A H

D H I A N I S A

“...yang saya suka dari kultur orang-orang Turki adalah keramahan mereka. Saya sudah pernah merasakan hidup di antara orang Amerika, dan lingkungan Eropa lainnya tapi tidak saya temukan orangorang

yang

lebih

ramah

dibanding

orang-orang

Turki,”

paparnya

di

atas

podium

dengan

seulas

senyum

mengembang. Wajah-wajah yang baru datang sepersekian hari itu mematut menyimak rentetan ceritanya. “Saat di bis, di jalan, pasti ada saja yang menyapa,” tambahnya “Dan ini sangat jauh berbeda kalau kita berada di Amerika yang notabenenya orang-orang individualis. Orang Turki sangat kekeluargaan.” Dan semua itu nyata. “Hei! Simpan handphone-mu, mari kita ngobrol,” mata eropa itu menatap tegas, senyumnya mengembang,

mengajak

bergurau

bersamaan

dengan

tangannya

yang

sudah

sempurna

merampas

handphone dalam genggaman, “Tapi, aku sedang berkomunikasi dengan temanku,” sanggah pembelaan sembari merajuk meminta handphone yang dirampas canda itu dikembalikan. “Aku ada di sini. Kamu bisa berbicara denganku, temanmu yang nyata,” pernyataannya dibalut simpul

senyum

anggun

seorang

gadis

Turki

itu

sempurna

membuat

terdiam.

Mata

eropa

itu

masih

tajam

menatap titik utama bola mata lawan bicaranya. “Mari kita menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang secara nyata, aku ada di sini dan nyata untukmu,

sedangkan

teman-temanmu

itu

sekarang

maya

untuk

kau

ajak

bicara,

haha

sesekali

lah

sapa

mereka, sering-seringlah berbincang dengan kita.” Handphone itu dikembalikan, ia menghambur menimbrung obrolan dengan yang lainnya. Penyakit besar yang mengikat selama ini dipukul telak dengan rentetan pernyataannya.

“Ruh itu saling mengenal, maka seharusnya kita tidak ragu dengan siapa berteman dan berkenalan. Sebab, tentang siapa saja yang pas untuk ada di lingkaran kita dan di lingkaran mana kita cocok berada, Tuhan

telah

menyeleksi

dengan

cara-Nya.”

Barangkali

pernyataan

itu

lah

yang

lahir

lalu

disemai

menuai

seriuh rasa kekeluargaan mereka. Kehidupan nyata itu benar-benar nyata sekarang. Perlahan-lahan ia mencuat menumbuhkan kesadaran bahwa kita sudah terlalu lama terjebak penjara maya yang membuat lisan kita membisu untuk menyapa secara nyata. Sapaan di balik teduhnya cahaya yang tersembul memancar tak ayalnya menjadi jembatan

untuk

menikmati

hidup

secara

nyata.

Sapaan

pertama

juga

menjadikan

manusia

lebih

menjadi

manusia. Sapaan musim semi memberi pesan agar tak sampailah maya menjadi dunia, sebab dunia sendiri pun sudah bersifat fana. Siulan burung yang menyemai semi pun menebar sapa, laksana memberi pesan barangkali sapa mampu menjadikan yang sementara menjadi abadi, yang tak terjembatani menjadi terikat selamanya, musim semi selalu mampu memberi arti. Matahari masih malu muncul di antara awan yang berdesakan menuai rahmat. Tersapa musim yang tiba dengan hangat.

A

P H O T O

B Y

BULETIN FLP TURKI

R A I H A N

PAGE 01


PETUAH MUSIM SEMI A L I N D A

P U T R I

Sepasang merpati terbang beriringan meninggalkan remahan roti yang tersisa di bangku taman. Sementara

yang

lainnya

tengah

sibuk

mencari

perhatian

wisatawan

yang

berlalu

lalang

di

kawasan

Sultanahmet. Kawasan ini tak pernah sepi meski telah Fira tinggalkan selama 5 tahun. Ia pernah berada disini 5 tahun lalu. Bukan, bukan sebagai wisatawan. Melainkan sebagai mahasiswa di salah satu universitas di Ankara. Kota ini telah menyimpan banyak cerita, tak hanya miliknya. Tapi milik jutaan orang yang pernah singgah walau sejenak di sini. Fira berjingkat mendekati seekor merpati di dekatnya. Ia mengulurkan telapak tangannya yang penuh dengan remahan simit yang ia beli tadi pagi. Membiarkan merpati itu mematuk telapak tangannya hingga merasa kenyang. Sementara tangan lainnya memegang ponsel untuk mengabadikan momen yang baginya menyenangkan itu. “Halo Fir, lagi di mana?” tanya seseorang di ujung telepon yang membuat aktivitas Fira dengan ponselnya terhenti. “Di Turki. Kenapa?” jawab Fira. “Bukannya kamu kemarin masih di Belanda ya. Cepet amat pergerakannya.” “Iya, semalem baru nyampe Git,” balas Fira pada temannya yang bernama Gita itu. Mereka berdua berteman dekat sejak berada di bangku kuliah. “Ngapain?” tanya Gita lagi. “Aku ada kerjaan di sini. Liputan festival tulip.” “Bukannya dulu jaman kita kuliah kamu juga pernah ngeliput festival tulip ya?” “Ya kan butuh informasi terbaru. Lagian yang dulu itu udah lama banget. Sekalian lagi pengen jalan-jalan, butuh refreshing,” jelas Fira. “Kerjaanmu kan jalan-jalan Fir, kurang refreshing apalagi coba. Eh iya, berapa hari kamu bakal di Turki?” “Seminggu, di Istanbul 2 atau 3 hari terus ke Ankara, habis itu balik,” terang Fira. “Nah cocok. Sini ke Ankara aku tunggu, kangen nih udah lama nggak ketemu,” kata Gita. “Wait wait, kamu lagi di Turki juga? Kok nggak bilang-bilang sih? Ngapain? Terus kok bisa tiba-tiba nelpon aku?” Fira membalas Gita dengan berbagai serangan pertanyaan. “Heh, gimana aku nggak tahu kalau kamu lagi di Istanbul, tadi pagi kan kamu bikin story di Sultanahmet. Makanya aku nelpon kamu,” tukas Gita.

A

P H O T O

B Y

BULETIN FLP TURKI

R I Z Q A N

K A M I L

PAGE 02


PETUAH MUSIM SEMI A L I N D A

P U T R I

“Kamu beneran lagi di Turki? Ngapain? Urusan kerjaan juga?” “Enggak, lagi liburan aja sama keluarga,” jawab Gita santai. “Hmm percaya deh yang udah berkeluarga. Bebas deh bebas,” ledek Fira. “Haha yaudah, pokoknya 3 hari lagi kita ketemuan di Ankara. Nanti aku share location ke kamu. See you.” Tanpa sempat menjawab, Gita sudah memutus sambungan teleponnya lebih dulu. *** Hari ini merupakan hari kelulusan Fira dan Gita. Hari yang menjadi penentu arah langkah mereka berdua ke depannya. Rasa bahagia, haru, sedih, juga takut berkecamuk menjadi satu. Lima tahun hidup di negeri orang tak mudah. Asam, pahit, manis, asin semua telah Fira lalui di sini. Jauh keluarga

menjadikan

Gita

sebagai

tempat

keluh

kesah

segala

kisah

yang

dialami

dari orangtua dan

Fira

semenjak

mereka

berdua menginjakkan kaki di Turki hingga hari ini. Ya, Gita adalah teman pertama Fira di perantauan. Mereka berdua berkuliah di kampus yang sama namun jurusan yang berbeda. Fira mendalami ilmu psikologi, sementara Gita mengambil jurusan bisnis. Meski berkuliah jurnalistik.

di Ia

jurusan

psikologi,

kerap

mengambil

sejak

berada

kesempatan

di

bangku

freelance

sekolah

menjadi

Fira

telah

kontributor

menyukai penulis

di

dunia

menulis

dan

online

saat

media

liburan musim dingin atau musim panas berlangsung. Jika ditanya orang kenapa dia tidak mengambil jurusan jurnalistik saja daripada psikologi, ia selalu berdalih “Salah jurusan”. Anehnya, meski begitu ia tetap merasa enjoy menjalani masa perkuliahannya yang tidak selaras dengan minat yang ia punya. “Fir, setelah ini rencana mau kemana?” tanya Gita seusai sesi foto bersama. “Makan terus pulang,” jawab Fira. “Ih bukan itu. Maksudnya planning setelah lulus ini,” tegas Gita. “Mencoba setiap kesempatan yang ada. Daftar S2 mungkin atau kerja.” “Psikologi lagi?” “Enggak deh kayaknya. Aku nggak mau salah jurusan untuk yang kedua kalinya,” ujar Fira. “Tapi kayaknya kamu baik-baik saja tuh di psikologi. At least nggak jadi pasien lah,” timpal Gita. “Baik sih, tapi nggak sesuai minat aku gitu lho. Aku kayak nggak yakin bakal menjalani profesi ini dengan

senang.

Aku

pengen

seneng-seneng,

jalan-jalan.

Jadi

travel blogger

gitu

kayaknya

seru

Git,”Fira

memandang lurus ke depan, seperti melihat kehidupan yang ia impikan di ujung sana. “Kamu mah cita-cita dan karir melulu yang dipikirin. Nggak pengen nikah Fir?”

A

BULETIN FLP TURKI

P H O T O

B Y

D A F F A

R A M A D H A N I

PAGE 03


PETUAH MUSIM SEMI A L I N D A

P U T R I

“Yee itu mah kamu. Bilang aja kamu mau ngode bakal sebar undangan sebentar lagi. Tenang, aku tunggu kok. Insya Allah aku dateng.” Mereka berdua tertawa lepas. Walau tak dapat dipungkiri ada guratan untuk

kesedihan

menggapai

di

balik

tujuan

tawanya.

hidupnya

Tak

lama

lagi,

masing-masing.

mereka Fira

akan

pun

meninggalkan

merasa

ragu

kota

apakah

ini.

Saling

impiannya

berpisah

itu

dapat

tercapai. Dua tahun setelah hari kelulusan, takdir membawa Fira ke negeri kincir angin untuk kembali menimba ilmu. Tidak lagi psikologi, melainkan jurnalistik seperti impiannya. Ia tak ingin mengulangi kesalahan di masa lalunya lagi. Tak hanya menuntut ilmu, ia kini juga tengah bekerja sebagai travel blogger sembari sesekali menjadi

penulis

lepas

jika

ada

tawaran

datang.

Setidaknya

hidupnya

kali

ini

jauh

lebih

baik,

sebab

ia

menjalani hidup tanpa ada penyesalan. Ia telah berhasil memutuskan jalan hidupnya. Sementara Gita, sahabat karibnya dikabarkan telah bekerja di sebuah perusahaan swasta di Indonesia dan sesekali menjadi motivator bisnis. Yang membuat Fira cukup terkejut, pagi itu ia menerima email berisi undangan pernikahan Gita yang akan dilangsungkan 1 bulan lagi, saat liburan musim panas tiba. Sudah kuduga dia yang bakal sebar undangan duluan, batin Fira. Ia pun segera memesan tiket pulang ke Indonesia demi sahabatnya itu. Fira telah berjanji ia akan hadir di hari bahagia Gita. Itulah kali terakhir Fira bertemu Gita. Karena sejak saat itu, Fira semakin asyik tenggelam dalam kehidupannya.

Ia

segera

menyelesaikan

thesisnya

dan

tak

lagi

bekerja

sebagai

penulis

lepas.

Ia

telah

menjadi jurnalis tetap di salah satu media online di Indonesia. Karena kesibukannya itu, hubungan Fira dan Gita kini hanya sebatas saling memantau instagram story dan mengobrol di media sosial beberapa kali. *** Saat tiba di Ankara Fira disambut desiran angin sejuk dan hangatnya sinar mentari musim semi. Jalanan Ankara juga semakin cantik dengan rumput hijau dan pohon sakura putih dan merah muda di sisi kiri juga kanan jalan. Ia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Membiarkan aroma udara yang sangat ia rindukan memenuhi saluran pernapasannya. “Ankara, aku kembali,” Fira menyunggingkan senyuman tipis. Ia segera naik metro menuju lokasi yang telah di-share Gita sebelumnya. Tempat dimana mereka berdua akan bertemukembali. Setelah tiba di lokasi, tak sulit bagi Fira menemukan sosok Gita. Walau sudah lama tak saling berjumpa, tak ada yang berubah dari fisik

Gita.

Fira

segera

menghampiri

Gita

yang

tengah

duduk

di

sudut

ruangan

sembari

mengamati

layar

gawainya. “Git,” Fira menyapa pelan. Merasa namanya dipanggil, sontak Gita mendongakkan kepalanya. “Ya ampun Fira, apa kabar? Silakan duduk,” Gita menyambut Fira ramah. Fira segera menarik kursi di hadapan Gita dan meletakkan tasnya di kursi sebelahnya.

A

P H O T O

B Y

BULETIN FLP TURKI

R I Z Q A N

K A M I L

PAGE 04


PETUAH MUSIM SEMI A L I N D A

P U T R I

“Alhamdulillah baik, kamu gimana? Keluarga gimana? Oh iya, maaf aku kemarin nggak sempat jenguk kamu waktu lahiran. Anakmu nggak kamu ajak ke sini Git?” tanya Fira. “Alhamdulillah baik, semuanya baik. Enggak, dia lagi jalan-jalan sama abinya. Kan aku pengen ketemu berdua sama kamu. Melepas rindu,” kata Gita. “Ih, nggak usah lebay deh. Kan masih kontakan di medsos.” “Kerjaanmu gimana? Sudah selesai atau ada yang perlu dicari juga di Ankara?” “Sudah kok. Ke Ankara liburan aja, kangen suasananya. Ternyata banyak yang berubah ya. Kangen nggak

sih

Git

jaman-jaman

kita

kuliah,

kalau

musim

semi

gini

pulang

kuliah

kita

jalan

ke

metro

soalnya

cuacanya cerah. Terus aku yang paling bersemangat lewat jalan pintas biar bisa upload foto pohon sakura putih di instagram story. Pohonnya masih ada nggak ya, cantik banget lho itu. Bentuknya kayak sempurna gitu,” Fira mulai mengingat-ingat kenangannya di ibukota Turki dulu. “Kangen main sepeda bareng di deket danau sih,” timpal Gita. “Aku juga. Eh tapi kamu masih bisa main sepeda kan?” tanya Fira ragu. “Masih lah, kenapa? Mau main sepeda nih?” tantang Gita. “Pengen sih, tapi kayaknya enggak deh. Mau hemat energi,” balas Fira. “Masih aja ya nggak berubah. Kalau diajak olahraga banyak banget alasannya.” Fira hanya meringis mendengar perkataan kawannya. “Aku nggak pernah berubah kok. Paling yang berubah lingkungan dan kehidupanku aja. Teman temanku berubah, Gita misalnya. Sekarang jadi orang hebat, sudah berkeluarga, sudah jadi ibu juga,” sahut Fira. “Itu namanya berkembang Fir. Hidup harus terus berjalan. Kamu sendiri gimana? Sekarang juga sudah sukses, karir impianmu tercapai, sudah lulus S2 sesuai dengan jurusan yang kamu mau. Hidup sudah mapan, rumah juga sudah ada. Goals kamu jaman kuliah dulu sudah tercapai semua Fir. Terus, kapan kamu mau nyusul aku?” “Nyusul kamu tidak ada dalam goals-ku Gita,” bantah Fira. “Inget umur Fir, kamu udah makin dewasa. Cewek lagi. Kalo cowok mah nggak masalah. Lagian kamu tuh lucu ya, dulu jaman kuliah aku inget lho, kamu hobinya curhat kagum sama ini lah, suka sama itu lah. Tapi tiap

ada

orang

yang

deketin

ditolak

mentah-mentah.

Baru

mau

kenalan

kamunya

udah

galak

duluan.

Kayaknya ada yang salah sama kamu deh Fir. Kenapa sih? Dulu aku masih bisa maklum kamu bilangnya mau fokus sama cita-cita dan karir. Sekarang mau alasan apa lagi? Fira sudah sukses, semuanya serba cukup,” celoteh

Gita.

Fira

menghela

napas

panjang.

Ada

hal

yang

tak

dimengerti

Gita,

juga

dirinya

sendiri.

Ia

terlanjur terjebak dalam zona nyaman.

A

P H O T O

B Y

BULETIN FLP TURKI

R I Z Q A N

K A M I L

PAGE 05


A

P H O T O

B Y

R A I H A N

KUNTUM BUNGA F K

Musim dingin bagai sedang mengemasi barang-barangnya. Bersiap meninggalkan kita dan kembali lagi tahun depan. Tidak ada lagi bongkahan es yang menunggu untuk mencair di tepi-tepi jalan. Atau mobilmobil

yang

terparkir

rapih

tertutup

dengan

putihnya

salju.

Udara

sejuk

yang

berpadu

dengan

teriknya

matahari pun sudah mulai terasa. Tidak ada lagi orang-orang yang berlalu lalang mengenakan jaket tebal ala musim dingin. Hanya jaket biasa yang tahan akan terpaan angin. Mengingat angin di musim semi cukup kencang.

Tanaman-tanaman berbunga pun seperti sudah tidak sabar untuk menamatkan musim dingin yang sebentar lagi berakhir. Kuncup-kuncup bunga yang mulai bermunculan, mungkin dua atau tiga hari lagi akan segera merebak. Mekar melebar bagai sedang unjuk gigi membuktikan pada dunia kalau begitulah mereka. Si

cantik

yang

selalu

menjadi

representasi

musim

semi.

Seolah-olah

musim

semi

selalu

tentang

mereka.

Bunga-bunga yang bermekaran.

Musim semi bak menyiratkan kepada kita bahwa akan ada pelangi setelah hujan. Seakan-akan selalu ada harapan di setiap keterpurukan. Selalu ada jalan di saat kita tersesat. Selalu ada kebahagiaan di balik tangis. Selalu ada hikmah pada apa-apa yang terjadi. Mungkin tidak ada salahnya untuk kita percaya. Boleh jadi musim semi memang punya pelajaran untuk dibagikan.Â

Maka ketika musim berganti, semangat

harus diperbaharui! Tidak boleh ada lagi kesedihan yang berlarut. Jangan lagi beri izin masuk untuk lelah yang

membuat

mereka

kita

sebagai

pertumbuhan,

lengah

contoh?

mereka

dan

kalah.

Mereka

tetap

Bukankah

berhasil

bertahan

hidup

bunga-bunga

membuktikan menunggu

yang

bahwa

giliran

bermekaran

meski

mereka

harus

untuk

sudah

membeku

bersinar.

Dan

menjadikan dan

diri

menunda

ketika

saatnya

tiba, mereka begitu memesona.

Jadi, bersabarlah dan terus berusaha. Persiapkan diri sembari menanti putaran kita untuk berseri.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 06


KARENA "IA" TERSEMBUNYI D A N I E L F O I R F E

Sampailah padamu hari ketika tidak ada lagi lemah dalam raga, nafsu

yang

menyelimuti

merenggut tersenyum cemara

rasa, nikmat,

tua.

jiwa,

serta

kantuk

sesal

memandang

Yaitu

hari

yang

yang

bayang

penantian

memberatkan

meronta. yang

Hari

teruntai

hamba-hamba

mata,

saat di

duka

engkau

bawah

Tuhan

yang

yang duduk

rindangnya jelata

yang

dijanjikan oleh Dzat paling penyayang, pecinta dan penuh rahmah.

Sesungguhnya tidak ada daya, upaya, maupun kecakapan seorang hamba dalam keinginannya untuk mengetahui kebaikan Tuhan. Dan tidaklah pernah

cukup

berlindung

pengetahuan

kepada

Dzat

untuk

yang

menggambarkan

paling

memaafkan

kelembutan-Nya.

atas

kesilafan

yang

Aku Dia

takdirkan dan menjadikan ini fitrahku selaku manusia.

Janganlah seorang hamba mengaku menyatakan cinta kepada Tuhannya,

karna

tidak

ada

seorang

pun

yang

bisa

memastikan

bahwa

perbuatannya itu akan dicintai-Nya. Nalar yang lemah membutakan keadaan dan kesadaran sekitar, pengakuan tanpa nalar membunuh kesucian pikiran, maka lindungilah kesucian itu. Sebab perkembangan alam membuai bahkan melalaikan, hingga pada akhirnya kesombongan membenarkan.

Dan setiap orang kehilangan kemampuan berpikirnya saat ingin mempertontonkan kesombongan. Upaya pembodohan umat dilakukan dengan perlombaan

adu

keistimewaan

tingkat

dunia.

Tidaklah

keikhlasan

itu

memudahkan otak dalam berpikir, kelaparan itu mempercepat aliran darah, hingga terbukalah tabir yang selama ini menutup pengetahuan-pengetahuan baru.

Bukankah Tuhan akan menambah pengetahuan yang belum pernah diketahui ketakwaan

sebelumnya membuka

kepada

orang

tabir-tabir,

yang

hingga

bertakwa?

kepada

tabir

Dan

bukankah

yang

membuka

pengetahuan akan keajaiban?

Pemahaman akan alam semesta hanya untuk orang-orang yang bertakwa.

Setiap

proses

dilewati

dengan

memahami

seni

berpikir

untuk

memecahkan masalah disertai kemampuan mengendalikan pemikiran alpa di waktu bersamaan dan berkelanjutan.

Engkau bukanlah siapa-siapa hingga merasa pantas untuk menemuinya,

Ia

tersembunyi

karena

memang

untuk

itulah

Ia

diciptakan.

Andai malam gelap pekat dan laut sunyi tenang, belum tentu angin bekas tubuhnya melewati tubuhmu, dan pikiranmu belum pantas untuk itu.

Ikhlaslah‌

Kesucian hati akan menuntun, pengetahuan baru akan masuk, keajaiban

akan

membuka

jalan,

detik

demi

detik

engkau

butuhkan,

menit

hingga bulan menjadi teman akrabmu, dan tak sampai disitu, tahun pun akan setia menertawakanmu.

A

BULETIN FLP TURKI

P H O T O

B Y

D A F F A

R A M A D H A N I

PAGE 07


KARENA "IA" TERSEMBUNYI D A N I E L F O I R F E

A

P H O T O

B Y

D A F F A

R A M A D H A N I

Sampai di titik engkau berhenti menunggu, hanya tersisa kenikmatan untuk ilmu yang tidak akan dimengerti makhluk-makhluk terbatas, maka saat itu engkau akan menemuinya, dan ia akan menampakkan diri.

Akan aku sampaikan untukmu rahasia kecil, ambillah dan selesaikan. Pertemuan dengannya adalah hadiah terakhirmu. Maka temuilah Ia yang hidup dengan kemampuan alpa di tempat yang sunyi, kemudian temuilah Ia yang hidup penuh takwa di masjid sebelum terbit matahari. Namun jika kau ingin melihatnya secara bersamaan, temuilah Ia di masjid sunyi di waktu subuh hingga terbit matahari.

Karena sejatinya Ia tidak akan pernah kau temukan. Dan karena sejatinya keikhlasan membuka tabir yang tidak akan dimengerti oleh kalangan awam.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 08


BERSEMI KEMBALI

A

P H O T O

B Y

F A T H I M A H

A Z Z A H R A

Duduk merenung memang payah Menengok jalanan padat di bawah sana Mendengar bisingnya angin dan tawa bocah-bocah cilik Bahkan melirik pada sesama yang duduk merenung di rumput-rumput  Duduk merenung memang payah Apalagi di puncak Bukit Alaaddin sore-sore Ditemani mekarnya tulip bak pelangi Dengan syahdunya Rumi di penghujung musim semi  Terkadang perasaan itu muncul beriringan Penyesalan, ragu, haru, rindu Yang berujung pada pilihan, apakah pulang membuang rindu lalu menyerah Atau tinggal tuk lebih erat memeluk rindu bersama mimpi  Duduk merenung memang terus membuatku payah Kecuali dengan mekarnya bunga-bunga yang turut memberi warna Bersemi dengan semangat Untuk diri ini yang terlalu lama memberi jeda dalam tugas menebar manfaat

F A T H I M A H

BULETIN FLP TURKI

A Z Z A H R A

PAGE 09


TENTANG SEMI FK

Berikut beberapa fakta menarik tentang musim semi: 1.

Musim

semi

adalah

musim

peralihan

antara

musim

dingin

ke

musim

panas. Biasanya terjadi pada 21 Maret – 21 Juni di bagian bumi utara dan 23 September – 21 Desember di bagian bumi selatan.

2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “semi� memiliki arti tunas atau taruk.

3. Dibandingkan musim lainnya, sayuran dan buah-buahan yang ada pada musim

semi

untuk

lebih

tumbuh

beragam.

(air,

Karena

kelembapan,

indikator

cahaya

yang

dibutuhkan

matahari,

dan

tanaman

lainnya)

lebih

mudah didapat pada musim ini.

4. Bukan hanya tanaman, hewan-hewan seperti beruang juga keluar dari tempat

persembunyiannya

untuk

beraktifitas

seperti

biasa

pada

musim

ini.

5.

Masuknya

burung burung

yang

musim telah

flycatcher

semi

biasanya

bermigrasi pai

yang

pada

ditandai musim

dengan

dingin.

menghabiskan

kembalinya

Salah

waktu

burung-

satunya

musim

adalah

dinginnya

di

Afrika dan kembali ke Kawasan Eropa pada musim semi.

6. Salah satu peringatan hari besar yang terjadi pada musim semi adalah May Day. May Day adalah peringatan Hari Buruh Internasional yang biasa dirayakan

pada

tanggal

1

Mei

tersebut,

buruh-buruh

di

menuntut

penegakkan

hak-hak

tidak

identik

Britannica,

dengan

tanggal

1

tiap

setiap

negara buruh.

perjuangan Mei

pada

tahunnya. berkumpul Namun,

kaum

abad

Biasanya untuk

May

buruh.

Day

pada

Menurut

pertengahan

dan

pada

turun

ke

hari jalan

mulanya

Encyclopedia modern

Eropa

merupakan hari libur untuk merayakan dimulainya musim semi. Sementara di belahan dunia lain May Day dirayakan sebagai berakhirnya musim semi dan dimulainya musim panas.

7. Beberapa negara bisa menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi pada

musim

semi

karena

keindahan

bunga-bunganya.

Seperti

Taman

Nasional Shinjuku Gyoen, di Tokyo, Jepang dengan bunga sakuranya atau Keukenhof, Belanda dengan hamparan tulip warna-warninya.

Referensi: https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/iklim/musim-semi https://life.trubus.id/baca/32869/evolusi-merubah-waktu-burungbermigrasi-di-musim-semi https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160429155216-134127598/may-day-dari-perayaan-musim-semi-hingga-hari-buruh

BULETIN FLP TURKI

PAGE 10


SENANDUNG MERPATI SUNARTO

“Harika…harika….”

“Où es-tu mon amour, je t'attends toujours”

Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh, sosok paruh baya itu mengeluarkan suaranya. Entah datangnya dari mana, sekelebat saja kini dia telah berdiri tak jauh dari tempatku bersandar. Sosok dengan ukuran tubuh yang tinggi, kulitnya putih dengan pantulan matahari yang begitu cerah menerpanya. Akan tetapi kulitnya mulai keriput tak bisa membohongi bahwa dia sudah sangat berumur, ditambah lagi terlihat jelas tiap lekuk tulang

yang

ada

padanya,

hampir

tak

ada

daging

apalagi

otot,

seolah

hanya

kulit

yang

membungkus

tulangnya.

“Harika…harika…Où es-tu mon amour, je t'attends toujours.”

Dia

mulai

komat-kamit

mengucapkan

sesuatu

yang

aku

tak

tahu

artinya.

Aku

hanya

mampu

memandangnya dari jauh, tak berani untuk mendekat. Tampak orang-orang yang ada di pinggir Sungai Porsuk di kota ini, juga tak terlalu memedulikannya. Memang hampir di akhir pekan banyak orang yang menghabiskan waktunya

di

kawasan

pusat

kota.

Apalagi

aliran

sungai

yang

hijau

membelah

kota

Eski

ş ehir,

menambah

suasana semakin indah untuk ditempati melepas lelah atau hanya sekadar bercengkerama dengan keluarga ataupun teman.

Dengan terdapat

noda

baju

berwarna

menambah

putih,

kesan

dibalut

kusam

pada

jaket

hitam

pakaian

yang

itu.

Dia

mulai duduk

lusuh, di

beberapa

sebuah

bagian

bangku

tepi

jaket

hitam

sungai

yang

memang banyak tersedia di sepanjang aliran sungai kota. Perlahan tapi pasti dia seolah mencari sesuatu di dalam tas, yang sedari tadi dibawanya. Setelah ia yakin telah mendapatkannya, dengan tangan kurusnya, ia mengeluarkan

kotak

hitam

dari

dalam

tasnya.

Kemudian

mengambil

segenggam

isi

kotak

itu

lalu

menghamburkan ke hadapannya disertai mulutnya yang kembali berkomat kamit dengan bahasa yang mungkin saja hanya dia yang mengerti.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 11


“Harika… harika…,” pekiknya.

Tiba-tiba dari beberapa penjuru gedung-gedung yang tidak terlalu tinggi, kepakan sayap yang sangat riuh

membumbung

menghampiri

di

orang

Mereka

mengitari

tempat

itu

untuk

udara.

tua

orang bisa

Aku

tersebut. itu,

takjub

Seolah

beberapa

menikmati

yem

melihat

burung

menit yang

sekawanan

merpati

itu

kemudian,

merpati

sudah

bertambah

dihamburkan

oleh

berjenis

mampu lagi

kakek

Oriental

mengenali

sekawanan

yang

berbaju

roller,

yang

merpati

putih.

datang

memanggilnya. menghampiri

Tampak

sesekali

senyum terlukis di wajah tuanya melihat begitu banyak burung yang bernama latin columbidae mengitarinya. Hingga ada ratusan burung yang berada di sekitar sang kakek, bahkan beberapa di antaranya dengan berani hinggap di tubuh renta sang kakek, seolah ingin mengajak bermain dan tak takut untuk ditangkap.

Tak lama berselang, sang kakek pun kembali menghamburkan yem dari kotak hitam yang dipegangnya. Merpati pun saling berebutan untuk mendapatkan butiran kacang putih itu, seolah sangat kelaparan.

*** Aku terlalu

melihat

orang-orang

memerhatikan.

Seolah

yang

sangat

melewati paham

pinggiran

dengan

sungai

kebiasaan

Eski si

ş ehir

kakek

tak tua.

Entah sudah berapa lama ia melakukan aktivitasnya, tapi kuyakin kebiasaan kakek ini sudah sangat lama ia tekuni. Entah untuk mengisi waktu kosongnya, atau untuk menarik

simpati

orang

agar

memberikan

sedekah

kepadanya.

Entahlah,

pikirku.

Aku pun mulai penasaran, dan rasa itu membawa langkah kakiku semakin dekat kepadanya. Sosok yang awalnya membuatku takut dikarenakan ucapannya seperti seorang dukun yang membaca mantra.

“Merhaba,” sapaku disertai senyuman kecil. Dia menggerakkan kepalanya dari bawah ke atas sambil memerhatikanku mulai dari ujung kaki hingga kepala. Seolah

ingin

mengawasi

dan

curiga

atas

kehadiranku.

Jujur,

hatiku

berdebar

kencang. Rasa takut, cemas, dan penasaran bercampur jadi satu. Ingin rasanya berlari kencang dan bersembunyi, karena baru pertama kali aku menyapa orang asing.

Namun

rasa

penasaran

ini

kian

menggebu

dan

membuat

kakiku

terpaku

berdiri di dekatnya.

Sang mencoba

kakek

dengan

mengenali

mata

siapa

birunya

masih

dan

sesekali

aku,

memerhatikan menyipitkan

wajahku, matanya

seolah untuk

memperjelas penglihatannya. Tapi kuyakin dia tak akan mengenaliku, lantaran ini kali

pertama

kami

bertemu.

Tanpa

mengeluarkan

sepatah

kata

pun,

ia

hanya

memberiku isyarat melalui tangannya, menyuruhku duduk di sampingnya.

“Benim adım Arya, Endonezyalıyım,” kataku mencoba untuk mengakrabkan diri. Dia hanya tersenyum tipis, tampak kerutan di wajahnya yang kian jelas, kini hanya beberapa centimeter dari tempatku duduk. Wajahnya semakin jelas, kuperhatikan ada bekas luka hitam yang melintang di pipinya yang cekung. Matanya yang biru bersinar seolah melukis lautan yang diterpa sinar mentari, menandakan kakek ini bukanlah orang asli Turki, namun yang membuatku merasa iba, adalah tubuh kurusnya yang membuat tulang di lengan sampai ke jarijarinya

terpampang

begitu

jelas.

Sehingga

andaikata

aku

ingin

belajar

tentang

anatomi

tubuh

manusia,

mungkin aku bisa mengetahuinya dengan cepat disaat melihat tubuh si kakek.

Dia hanya asyik memandang burung merpati di hadapannya itu tanpa berbicara kepadaku. Akhirnya karena

merasa

mengeluarkan

salah

tingkah

selembar

5

dan

lira

tidak

(mata

tau

uang

mau

bicara

Turki).

lagi

Kemudian

kepadanya. aku

kurogoh

memegang

kantong

tangan

celanaku

keriputnya,

dan

sambil

menyodorkan lembaran kertas berwarna merah.

“Hayır…Hayır,” dia memberikan isyarat menolak setelah mengetahui di tanganku ada lembaran uang.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 12


“Ben Bernard,� tiba-tiba dia menyebutkan namanya. Akhirnya aku kembali memperbaiki posisi duduk di sampingnya.

Untuk

memperkenalkan

sekadar

diri,

ia

mendengar

kemudian

kata

selanjutnya

berbicara

panjang

yang

keluar

lebar

dari

tentang

bibirnya

dirinya

yang

dan

pucat.

kisah

Setelah

hidupnya.

ia

Dari

ceritanya kuketahui kenapa dia seperti sekarang.

***

Dia

pun

memulai

kisah

hidupnya.

Kakek

yang

ubannya

sudah

sangat

banyak

ini,

merupakan

salah

seorang keturunan Perancis namun bekerja untuk militer Rusia yang sempat terlibat perang dengan Negara Turki

beberapa

dingin

puluh

setelahnya.

tahun

Akan

yang

tetapi

lalu.

takdir

Dia

mencoba

memberikan

untuk

arah

menjadi

lain

bagi

agen

mata-mata

kehidupannya,

di

Rusia

tengah

dalam

perang

misinya

untuk

menggali informasi sebanyak mungkin tentang militer Turki, dia bertemu dengan seseorang yang membuatnya kagum. Sehingga dia melupakan tugas utamanya mengapa dia berada di kota ini.

Yah, tepat di pinggir Sungai Porsuk, pusat kota Eski

Ĺ&#x; ehir.

Dia pertama kali melihat wanita itu, yang

belakangan dikenalnya sebagai Dolunay. Seorang wanita yang berkulit putih, tinggi semampai. Campuran ras Eropa dan Arab sangat tampak di wajah anggunnya. Alis yang hitam bertahta di atas mata kecoklatan yang dimilikinya. Rambut yang kuning kecoklatan tergerai bebas melewati pundaknya, seiringÂ

riasan anting yang

berkilau di kala angin bermain dengan rambutnya. Sejak pandangan pertama, membuat si agen ini mencoba mencari tahu. Dengan kemahirannya di bidang data akhirnya dia dapat menggali banyak informasi tentang sosok wanita berambut coklat yang dijumpainya di tepi sungai Porsuk.

Singkatnya, mereka memadu kasih lantaran cinta si pemuda berdarah Perancis ini disambut baik oleh Dolunay. Meskipun sang wanita tak mengetahui banyak tentang jati diri Bernard. Aliran sungai hijau Porsuk yang membelah pusat kota telah menjadi saksi bagaimana mereka berdua menebar benih asmara meskipun terkadang

harus

terbongkar.

Dia

mencuri harus

waktu.

Namun

dijebloskan

ke

sialnya,

penjara,

hal

itu

disiksa

tak

bertahan

dengan

lama,

sadisnya

jati

oleh

diri

pihak

sang

agen

pemerintah.

Rusia

pun

Sehingga

bekas lukanya tak bisa hilang di pipinya.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 13


Dua tahun ia harus menjalani masa hidup di penjara, selama itu pula dia tak pernah lagi bertemu dengan

sang

pujaan

hatinya.

Akhirnya

lewat

sebuah

perjanjian

damai

antara

Rusia

Turki,

dia

kemudian

dibebaskan. Dengan syarat bahwa dia harus dideportasi kembali ke negara asalnya yaitu Perancis.

Sepuluh

tahun

kemudian,

dia

mencoba

kembali

untuk

mencari

cintanya.

Wanita

yang

dulu

mampu

memikatnya, sosok yang akan menjadi semangat hidupnya. Namun sayang sekali, 23 tahun berlalu tak pernah ia jumpai lagi sosok sang bidadari itu, kini umurnya sudah mencapai 64 tahun, uban mulai menyerang rambut hitamnya, dan kulit yang dulunya berotot kini luntur tergantikan dengan keriput. Namun dia tetap setia untuk berharap wanita itu menjadi pendamping hidupnya. *** Kisah sang kakek, membuatku menerawang jauh ke masa-masa perang Turki-Rusia. Perang tersebut bukan

hanya

mengorbankan

nyawa,

tapi

ada

ribuan

cinta

yang

belumtertambat.

Termasuk

cinta

Bernard

si

agen Rusia kepada Dolunay.

Menurut

cerita

sang

kakek

bermata

biru,

tepat

di

lokasi

ini,

Dolunay

meminta

kepadanya

sebuah

merpati, namun dulu, ia tak mampu memberikannya. Beberapa tahun lalu, ia membeli sepasang merpati dan melepaskannya di tepi sungai dan kini mereka semakin banyak hingga ratusan menghiasi hiruk pikuk kota. Tiap Minggu sore, sang kakek akan datang untuk memberi makan burung-burung tersebut. Bernard sangat yakin Dolunay akan senang melihat merpati-merpati indah ini.

Tiba-tiba

kakek

mencoba

mengambil

sesuatu

dari

dalam

tasnya,

ternyata

itu

sebuah

harmonika.

Warnanya merah, kelihatannya itu sudah sangat kusam sekali. Dia pun memainkan sebuah nada meskipun agak samar. Tapi setelah aku dengar dengan jelas, tubuhku seolah merespon bahwa nada yang dimainkan kakek itu sangat

familiar

di

telingaku.

Feelingku

menerka

bahwa

ini

lagu

dari

Mustafa

Ceceli,

salah

seorang

artis

ternama di negeri 2 benua ini. Aku pun hanyut dalam nadanya, rasanya tentram namun iramanya menyayat hati, persis dengan isi lagunya. Tanpa sadar aku mencoba ikut bernyanyi dengan setengah berbisik. Kakek itu pun berhenti sejenak dan memandang wajahku, kemudian memberikan isyarat agar lebih memperjelas suaraku.

Tanpa malu pun aku mencoba menyanyi di samping Kakek Bernard meskipun aku akui suaraku tidak terlalu bagus. Sementara itu merpati seolah ikut menikmati apa yang kami lakukan. Mereka tak terbang ke mana-mana,

hanya

sedikit

berjalan

mengitari

kami,

sambil

sesekali

mematok

makanan

yang

ada

di

hadapannya.

ş

Havasından, suyundan, a k damlayan. Yarım var gül renginde Dünyaları verseler kâr etmez. Olmaz ki sen denginde

ş

Havasından, suyundan, a k damlayan. Yarım var gül renginde Dünyaları verseler kâr etmez. Olmaz ki sen denginde

ş

A kıdır ruhumda yankılanan. Duydu Aldı

ğ ım

ş

ğ um

her seste. O can ki sevdası sonsuzumdur

her nefeste. Son a kım, ilk yarım, can bildi

ğ im

vefalı sevdi

ğ imsin

Tiba di lirik tersebut, sang kakek berhenti meniup harmonikanya, ternyata matanya mulai berkaca-kaca. Ia sesenggukan seperti anak kecil. Sepertinya ia teringat dengan Dolunay, atau ia rindu kenangan bersama kekasihnya itu. Dia lalu memelukku erat, erat sekali hingga tubuhkan seakan remuk oleh pelukannya. Kurasakan isak tangisnya di telingaku, hingga bajuku di bagian pundak basah oleh air matanya.

“Kanatlarım

kırılırken,

nasıl

güvercin

gibi

uçabilirim.”

(Bagaimana

Aku

bisa

terbang

seperti

merpati,

sedang

sayap-sayapku telah kau patahkan)

Dia terus mengulangi kata-kata itu di telingaku. Kutahu, kalimat itu bukan untukku, tapi untuk kekasihnya Dolunay.

Aku

merasa,

orang

di

depanku

ini

terbilang

sangat

romantis.

Setahuku,

penggalan

kata-kata

itu

adalah karangan dari Kahlil Gibran, sang penyair berkebangsaan Lebanon.

“Kanatlarım

kırılırken,

nasıl

güvercin

gibi

uçabilirim.”

(Bagaimana

Aku

bisa

terbang

seperti

merpati,

sedang

sayap-sayapku telah kau patahkan)

Kembali dia terisak. Akupun tak mau melarangnya untuk memelukku lebih erat lagi. Mungkin dengan begitu rasa rindu dan kegamangan cintanya dapat terobati.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 14


QUOTE #2 S A L S A B I L A

A M A L I A

Sebuah utas perjalanan

Banyak yang terjadi banyak juga yang terlewati

Ada sukanya ada juga dukanya

Benar rupanya naik kelas dalam proses kehidupan itu tak sembarang

Makin tinggi pasti makin menegangkan

Namun banyak hal yang belum pernah terlihat sebelumnya

Entah makin sabar, kuat atau lainnya

Semua belajar soal menjadi manusia sesungguhnya

Semoga setiap singgahnya

Tak hanya sekadar mampir

Ketawa-ketiwi ataupun update instastory

Tapi hikmah dan ilmunya terabaikan

Padahal hakikat perjalanan adalah

Mentadaburi diri sendiri dan ciptaan-Nya

QUOTE #3 S A L S A B I L A

A M A L I A

Yang merasa lelah sebab peliknya hidup kian terasa Pasti pilu asanya ingin berlarut dalam sedih Namun keadaan memaksa diri tuk tetap stabil Dunia memang dirancang demikian rupanya Yang terlihat senang pun, Punya sisi rampung yang termanipulasi Nyatanya agar kita ingat ada Allah ta’aala Yang selalu disisi Entah saat bahagia atau sengsara Jika sudah begini, ayo perlahan hempaskan sedih Dan coba ucap syukur bila nikmat dirasa Lantaran dunia yang hanya sementara Jangan sampai hati larut dibuatnya

BULETIN FLP TURKI

PAGE 15


ANAK SRI WAHYUNINGSIH

Anak itu, Lucu, menggemaskan Riang, tatapannya jujur Kata-kata yang keluar dari mulut kecilnya begitu polos Dia akan senang Dia akan bahagia Bila dipuji Bila bermain Bila mendengarkan ocehannya Bila bersama ibunya Bila bersama ayahnya Anak itu surga Banyaklah mengucapkan salam

Anak itu amanah

kepadanya

Membesarkannya tidaklah mudah

Banyaklah bertutur kata yang baik

Memberikan cinta Memberikan waktu

kepadanya

Memberikan pelayanan

Banyaklah bermain bersamanya

Memberikan perasaan

Banyaklah memberikan kesan yang baik padanya

Memberikan pendidikan

Banyaklah mendengarkannya

Memberikan senyuman

Banyaklah memperhatikannya Jadilah tauladan terbaik baginya

A

BULETIN FLP TURKI

P H O T O

B Y

D A F F A

R A M A D H A N I

PAGE 16


PENANTIAN R NUR ASYIFA AGUSTINA MULYANA

Semangat juang yang ada pada dirimu Pun juga segala pengorbanan yang telah kau beri Riang akan datang setelahnya, percayalah Ini memang sulit, tapi bertahanlah mungkin sebentar lagi hangat tiba Nanti cerita lagi padaku disaat salju yang menusuk jemarimu menipis Gema yang kau teriaki akan terdengar setelahnya

Bila tiba saatnya yang telah kau tunggu Eloknya kau ceritakan pada semestamu, dahulu Runtuh yang lalu akan tumbuh Senantiasa selalu mendoakanmu Entah puan percaya akan tuan pada nakhoda beberapa pekan mendatang Memastikanmu selalu kuat di setiap masa, dengan hangat Indahnya kelak terasa tapi belum sekarang untuk puan tahu perihal caraku

BULETIN FLP TURKI

PAGE 17


Untukmu yang menerka-nerka ini siapa Nantikan aku tidak pada malam yang dingin lagi, aku menghangatkanmu daripada; Terikat pada si putih yang indah di awal tapi habis ketika si kuning tiba Untaian rayuan tak habis kulontarkan hanya untukmu, angin pujaan Kala itu aku akan datang, meramaikan harimu dengan warna elok milikku Malayeka, tunggu aku dan warnaku membahagiakan harimu Untukmu puan, perahu yang sama akan tiba. Penantianmu segera terbayar

Jejak bayangmu akan kembali selama hangat menyertai Entah kemana pun puan pergi Langkahmu ku tandai, melalui; Indahnya mentari pagi beserta teh panas juga roti selai coklat Tak tahukah puan, coklat adalah yang paling dinanti karena manis Adapun puan, bahagiamu yang paling terindukan Setelah habis masaku, beri aku kesempatan kedua di tahun depan selama 4 bulan Aku milikmu, bertahanlah

BULETIN FLP TURKI

PAGE 18


DARI PAVILIUN TULIP KE KEBUN TULIP Sebuah Kisah Pendek, Terinspirasi Dari Kisah Nyata ARIEF ISDIMAN SALEH

Paviliun Tulip, RSUP Sardjito, Yogyakarta, 08 Juli 2009 “Panggilan kepada keluarga Syarif Mahmud, dipersilakan untuk menuju ruangan dokter Zainuddin,” ruangan

ucap

dokter

salah

seorang

Zainuddin

perawat

bersama

ibuku.

melalui

pengeras

Hari

adalah

ini

suara.

kontrol

Aku

pun

bergegas

pertamaku

setelah

menuju

beberapa

minggu sebelumnya aku menjalani operasi pengangkatan benjolan di leher sebelah kiriku. Benjolan itu pada awalnya kukira sebagai penyakit uci-uci (semacam penyakit gondong yang ada di leher), namun

makin

lama

makin

membesar

sehingga

harus

dioperasi.

Inilah

yang

kemudian

membuatku

harus menjalani operasi pengangkatan benjolan dan menjalani kontrol pada hari ini.

Singkat

cerita,

dokter

Zainuddin

kemudian

membacakan

hasil

pengecekan

terhadap

benjolan yang sudah diangkat dari tubuhku. Dokter Zainuddin kemudian berkata:

“Saudara Syarif Mahmud, semua takdir baik dan buruk datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Qadarullah, berdasarkan hasil operasi dan diagnosa terhadap benjolan pada lehermu, anda di diagnosa menderita penyakit kelenjar getah bening. Cukup berat memang, tapi alhamdulillah masih pada taraf stadium awal meskipun hasil dari proses pengobatan belum tentu berhasil.

”Hatiku bagai tersambar petir di siang bolong. Ya, hati siapa yang tidak hancur begitu mendengar

bahwa

diriku

ini

mengidap

penyakit

tidak

menular

namun

mematikan

yakni

kanker.

Padahal, selama ini aku berusaha untuk menghindari makanan-makanan berpengawet. Merokok? Jangan

tanyakan

hal

itu

padaku.

Menghirup

asapnya

dari

jarak

dekat

saja

sudah

cukup

untuk

membuat aku batuk atau membuat asmaku kumat. Entah apa penyebabnya, yang jelas sejak hari itu dunia terasa gelap bagiku. Rasa-rasanya usiaku tinggal separuh lagi.

Belum sempat ku melamun jauh, ibuku kemudian memanggilku dan mengajakku pergi ke musholla rumah sakit. Selepas kemudian ibuku memulai pembicaraan.

“Syarif, hati orangtua manakah yang tidak hancur melihat anaknya ditimpa cobaan yang maha berat? Lalu, mengapa kamu melamun?” tanya ibuku.

“Bu, Syarif kena kanker bu, bagaimana saya bisa masuk sekolah secara rutin, padahal tahun

depan

Syarif

harus

mencoba

masuk

ujian

Akademi

Angkatan

Udara

dan

UAN?”

jawabku

dengan sedih. Memang saat itu impian menjadi penerbang tempur memang menjadi keinginanku mengingat

latar

belakang

ayah

dan

kakekku

yang

kebetulan

seorang

tentara.

Dengan

keadaan

seperti ini, rasanya mustahil cita-cita itu tercapai.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 19


“Syarif sayang, ibu dan ayah sudah berapa kali bilang ke kamu, Syarif bisa menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain ayah dan ibu sudah lebih dari sekadar berbahagia,” jawab ibuku. “Sudahlah Syarif, jalani pengobatanmu, apapun itu serahkan pada-Nya,” lanjut ibuku lagi.

Seminggu kemudian, aku memulai tahapan kemoterapi sesuai yang dianjurkan oleh dokter Zainuddin. Kurang lebih selama dua minggu sekali perawatan itu harus kulakukan. Efek samping perawatan Bahkan,

kemoterapi

pada

suatu

itulah

malam,

yang

aku

benar-benar

terpaksa

membuat

muntah

dan

kondisi

tubuhku

mengeluarkan

berubah

cairan

180

muntahan

derajat.

berwarna

hijau. Ibuku yang melihat muntahanku sempat ngeri. Karena itu, aku sempat beberapa hari tidak makan sehingga badanku benar-benar lemah. Ayahku yang pada waktu itu sedang bertugas di luar kota sampai harus mempercepat agenda tugas demi ikut membantu merawatku yang benar-benar lemah.

Pengobatan itu membuatku terpaksa izin dari sekolah. Karena sekolahku adalah madrasah berasrama,

aku

sepenuhnya

tiap

harus

setiap

saat

kali

berobat.

mengajukan

Bahkan,

setiap

izin. kali

Untungnya,

mengajukan

para izin,

guru

ada

memberikan

saja

tausiyah

izin yang

diberikan oleh para guruku.

“Syarif, semangat. Allah tidak akan memberi cobaan melainkan atas kemampuan hambaNya. Insya Allah kamu bisa!” jawab ustadz Badruddin sebelum menandatangani surat izin keluar kompleks asrama. Beliau adalah salah seorang guru yang dekat dengan para santri-santrinya dan sering memberi tausiyah harian. Pada saat aku terkena sakit, beliaulah yang paling terpukul namun tetap

memberi

benar-benar

semangat.

Idul

Fitri

Tidak

yang

terasa,

Idul

membuatku

Fitri

muak

kembali

dan

ingin

menghampiri. mengamuk.

Namun, Betapa

Idul

Fitri

tidak,

kali

ada

ini

saja

beberapa kerabat yang secara sengaja menyindir dan menghinaku.

“Syarif, jangan mimpi kamu, penyakitmu itu lho, mana bisa kamu jadi tentara,” ucap seorang kerabat jauh pada saat makan bersama, setelah shalat Ied.

“Tentara nggak nerima orang penyakitan,” salah seorang kerabat yang lain turut menimpali.

“Lihat itu kemampuanmu, jangan mimpi kamu, psikologimu aja meragukan kalau saya lihat...,” seorang kerabat yang kebetulan merupakan seorang dokter spesialis kejiwaan turut mengeluarkan sindiran.

Sindiran-sindiran itu terus membuatku benar-benar down. Ditambah lagi dengan hasil checkup yang menyatakan bahwa pengobatan kemoterapi harus dilanjutkan beberapa kali lagi. Hingga pada

suatu

malam,

rasa

frustrasi

dan

emosiku

benar-benar

sudah

tidak

bisa

dikendalikan

lagi.

Semua benda yang ada di jangkauanku aku serak-serakkan bahkan kulempar. Karena aku benarbenar

marah

dengan

perilaku

kerabat-kerabat

dan

keluarga

jauhku,

nyaris

foto

keluarga

besar

yang tergantung di ruang utama aku pecahkan. Saat aku hendak membanting foto itu, tiba-tiba saja kedua orang tuaku ada di depanku.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 20


“Syarif, Astaghfirullah… Apa yang kamu lakukan nak?” seru ayahku.

“Syarif,

ini

ibumu

nak…

Kenapa

kamu?

Istighfar

nak,

Istighfar…,”

seru

ibuku

pula

seraya

memelukku.

“Ayah, Ibu, terus terang aku benar-benar frustasi atas apa yang dikatakan saudara-saudara pas

lebaran

kemarin

yah,

bu…,”

jawabku

sambil

menahan

tangis

bercampur

dengan

kemarahan

yang tertahan. “Ayah, Ibu, kalau aku memang tidak bisa meneruskan perjuangan kalian, Aku mohon maaf…,” aku kemudian meneruskan jawabanku.

“Syarif, masih ingatkah apa yang ayah bilang tempo hari saat ikut kunjungan ke Akademi Militer

waktu

itu?”

tanya

ayahku

sebelum

kemudian

meneruskan

nasihatnya.

Memang

beberapa

waktu sebelumnya, aku pernah diajak ke Akademi Militer oleh ayahku untuk reuni dengan rekanrekan karir.

seangkatannya. Namun,

dasar

Pada

aku

saat

yang

senggang,

benar-benar

ayahku

kukuh,

pernah

aku

memberikan

tetap

nasihat

memperjuangkan

terbaik

perihal

cita-citaku

hingga

penyakit yang ku derita datang dan merenggutnya.

“Iya yah, masih,” jawabku sambil menyeka air mata.

“Syarif, ayah berkali-kali bilang ke kamu. Pengabdian kepada negeri, bukan hanya dengan menjadi

tentara

saja.

Kamu

bisa

menjadi

apa

saja

selama

itu

berguna

dan

bermanfaat.

Itulah

pengabdian Rif, kok masih tidak paham juga kamu…,” lanjut ayahku.

Aku sebenarnya hendak membantah, tapi belum sempat satu kata terucap ayahku kemudian melanjutkan nasihatnya lagi.

“Sebenarnya

sudah

lama

aku

melihat

bakatmu

nak.

Bahasa

asingmu

bagus,

kemampuan

analisismu bagus. Lalu kenapa kamu berkeras menjadi tentara nak? Kalau ayah boleh berbicara, ayah lebih senang kamu kuliah,” tukas ayahku.

“Iya nak, sejak kamu dalam kandungan, ibu selalu berharap agar anak yang dikandung ibu kelak bisa menjadi orang yang berakhlak dan berguna. Syarif, apapun itu semangatlah… Doa ibu bersamamu,” tambah ibuku lagi.

Aku

benar-benar

bersemangat

dalam

tercekat

upaya

saat

itu.

penyembuhan

Tiada

dan

kata

lain.

mengejar

Aku

harus

bersemangat

ketertinggalan

pelajaran.

kembali.

Sejak

saat

Ya, itu

perlahan aku temukan kembali semangatku. Setiap kali berangkat ke sesi pengobatan kemoterapi atau

ke

madrasah,

setiap

kali

itu

pula

semangatku

membuncah.

Aku

harus

sembuh,

aku

harus

mengejar mimpiku. Kali ini bukan menjadi tentara, dengan kemampuan bahasa asing dan minatku dalam bidang politik aku ingin berkuliah di jurusan Hubungan Internasional. Kali ini, nasihat ayahku benar-benar mencerahkanku.

***

BULETIN FLP TURKI

PAGE 21


Yogyakarta, Januari 2010 Aku kembali melakukan kontrol ke Dokter Zainuddin. Kebetulan tempat praktik beliau dan tempat aku melakukan sesi pengobatan kemoterapi berada di Paviliun Tulip. Sejujurnya aku sudah tahu bahkan hafal tempat itu karena saking seringnya aku mengunjungi Paviliun tersebut. Hingga pada hari ini, aku melihat lukisan dan fotografi taman-taman tulip yang indah. Cukup lama aku termenung di hadapan foto salah satu taman tulip di Belanda yang ditempel tepat di dekat ruang praktek Dokter Zainuddin.

“Indah sekali kebun tulip ini, kapan aku bisa melihatnya secara langsung?” tanyaku dalam hati seraya terpana melihat warna-warni tulip di dalam foto itu. Hingga panggilan untuk masuk ke ruang pemeriksaan membuyarkan semuanya.

“Keluarga Saudara Syarif, silahkan masuk ke ruangan kontrol,” ucap salah seorang perawat di

ruangan

melakukan

kontrol kontrol

Dokter

Zainuddin.

tersebut.

Tak

Aku

disangka,

kemudian itulah

masuk

ke

perjumpaan

dalam

ruangan

terakhir

saya

tersebut

dengan

dan

Dokter

Zainuddin. Karena di akhir pemeriksaan beliau berkata:

“Saudara Syarif, nanti coba CT-Scan di Jakarta, di RSPAD Gatot Soebroto. Apabila hasilnya bersih,

kabarkan

ke

saya

dan

pengobatan

saya

anggap

selesai.

Jangan

lupa,

sering-sering

silaturrahmi lho, ya…,” ucap beliau dengan ramah sebelum mengakhiri sesi kontrol kali ini.

“Insya Allah dok, mohon doanya,” jawabku.

***

RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, 20 Februari 2010 Setelah pemeriksaan CT-Scan yang lumayan membuatku menahan lapar karena beberapa jam sebelumnya aku harus berpuasa, ayahku kemudian mengajak ke tempat salah seorang rekan lamanya waktu ia bertugas di Timor-Timur. Rekannya adalah seorang dokter tentara, dan beliau pula lah yang menangani pemeriksaan CT-Scan yang baru saja kujalani. Singkat cerita, aku terlibat dengan obrolan hangat dengan rekan ayahku tersebut. Nama beliau adalah dokter Tahir. Beliau sama seperti Dokter Zainuddin, ramah dan hangat.

Saat obrolan berlangsung seru, dokter Tahir kemudian berkata, “Nah ini hasilnya sudah keluar, saya lihat dahulu,” seraya melihat foto hasil CT-Scan dengan teliti. Hingga akhirnya...

“Syarif,

inti

dari

kesehatan

itu

ialah

syukur

dan

menerima.

Kalau

kita

selalu

syukur

dan

menerima maka hati, jiwa, dan tubuh kita akan senantiasa sehat.” Ucap Dokter Tahir.

Sejurus kemudian, Dokter Tahir kemudian melanjutkan kalimatnya, ”Menurut pemeriksaan saya, Alhamdulillah bersyukur

dan

nak

Syarif

menerima,”

sudah

bersih

ucap

Dokter

dari Tahir

kanker sembari

yang

kamu

derita.

menyerahkan

hasil

Satu

saja

CT-Scan

pesan

saya,

kepadaku

dan

ayahku.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 22


Tidak ada kata-kata lagi yang aku ungkapkan saat itu selain bersyukur dan terus bersyukur karena

kesempatan

kedua

yang

diberikan

oleh

Allah

Subhanahu

Wa

Ta’ala.

Mulai

hari

ini,

perjalanan panjang menuju mimpi-mimpi bermula. Aku tidak pernah tahu ke manakah mimpi dan ikhtiar

membawaku

kemana

untuk

berlabuh.

Yang

jelas,

tiada

kata

yang

terlukis

dalam

benakku

kecuali semangat, syukur, dan terus berusaha.

***

Konya, 20 April 2019 Akhirnya mimpi-mimpiku membawaku berlabuh ke kota penuh kasih, tempat dimana Jalaluddin Rumi

mengajarkan

nilai-nilai

kasih

sayangnya,

Konya.

Kini

aku

resmi

menuntut

ilmu

di

salah

satu

universitas di Konya. Dan sudah hampir 7 bulan lamanya aku tinggal di kota Konya. Sampai dengan hari

ini

aku

masih

tidak

percaya

dengan

pencapaianku

ini.

Apalagi,

hari

ini

adalah

agenda

kunjungan ke salah satu kebun tulip yang ada di Konya. Jadi, sepanjang perjalanan dari asrama sampai

berada

bersama

di

pelajar

tram

yang

membawa

internasional

lainnya

ke

tempat

yang

berkumpul

sama-sama

sebelum

mengikuti

berangkat

kunjungan

ke

ke

kebun

kebun

tulip

tulip

aku

terus melamun seolah-olah tidak percaya.

Lamunanku sekejap buyar ketika panggilan suara WhatsApp di telepon genggamku berbunyi. Rupanya si Udin, teman akrabku yang berbicara di seberang telepon.

“Syarif, ayo buruan, katanya mau ke kebun tulip,” kata Udin di seberang telepon.

“Iya, udah dekat kok. Masih di tramvay nih...,” jawabku.

Beberapa saat kemudian, aku sudah berada di dalam bis bersama dengan Udin. Berselang beberapa menit kemudian bis kemudian melaju ke salah satu kebun budidaya tulip yang berada di luar

Konya.

Perjalanan

ini

terasa

sangat

pecial,

selain

karena

acara

kunjungan

ke

kebun

tulip

adalah bagian dari rangkaian program bagi mahasiswa asing yang sedang belajar bahasa Turki di kota Konya, juga merupakan kali pertama bagiku untuk melihat kebun tulip.

***

Kebun Tulip Asya Lale, 20 April 2019 Kedua bola mataku seolah tidak percaya melihat hamparan tulip yang berwarna-warni bak mozaik dalam permadani. Akhirnya aku dapat melihat hamparan tulip yang berwarna-warni persis seperti salah satu lukisan yang ada di dinding ruangan paviliun Tulip yang seringkali kulihat saat aku

menjalani

aslinya,

aku

mimpiku Kalau

kemoterapi tidak

membawaku

bukan

terdekat,

sesi

tetap

ke

bisa

paviliun

hamparan

kehendak-Nya

termasuk

di

dosen

tersebut.

menyembunyikan

dan

tulip

Walaupun syukur

berwarna-warni

kesempatan

pembimbing

rasa

yang

tugas

bukan

bak

Belanda

permadani

diberikan-Nya

akhirku

di

kepada-Nya.

yang

lewat

Pada Kebun

wasilah

memberikan

seperti

lukisan

akhirnya,

mimpi-

Tulip

Asya

Lale.

beberapa

orang

rekomendasi

untuk

berangkat ke Turki, mungkin hamparan tulip berwarna-warni hanya dapat kulihat melalui lukisanlukisan dan foto saja.

BULETIN FLP TURKI

PAGE 23


BULVAR CADDE Ä°

BY DAFFA RAMADHAN

BULETIN FLP TURKI

PAGE 24


"Spring adds new life and new beauty to all that is." -Jessica Harrelson-

Forum Lingkar Pena Turki 2019-2020 #Literaksi


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.