VOLUME I, NO 2, OKTOBER 2010
1. Elektropating Perak pada Tembaga Oleh Ir. Amri Amin, M.Si. 2. Pengaruh PolaTanam Terhadap Pendapatan Usahatani di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya Oleh Ir. Syarifuddin, M.Si. 3. Pengaruh Garam dalam Pengawetan Daging Oleh Ir. Zahrul Fuadi 4. Perencanaan Pemilihan Lokasi Rekonstruksi Galangan-Galangan Kapal Tradisional Pascatsunami di Kawasan Kota Banda Aceh Oleh Ir. Rizwan,M.Si. 5. The Relationship Between Students’ Prior Knowledge of the Tex and Studens’ Reading Comprehension Oleh Putri Dini Meutia, S.Pd.I 6. Pengaruh Penggunaan Kohesi Antarkalimat dalam Penulisan Paragraf (Studi Kasus pada Siswa Kelas II SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar Oleh Drs. Djalaluddin A.Aziz 7. Studi Ketenagakerjaan dan Penganggaran di Kabupaten Aceh Selatan Oleh Irwan Safwadi, S.E. 8. Analisis Indeks Pembangunan ManusiaKabupaten Aceh Barat Daya Oleh Yusri, S.E. M.Si. 9. Peranan Pasar Tradisional dalam Rangka Pemberdayaan Kesejahteraan Sektor Informal di Kota Banda Aceh (Studi Kasus pada PegadangPasar Uleekareeng Oleh Yuliana, S.E. 10. Penyelenggaraan Pemerintah Gampong di Kabupaten Aceh Besar Oleh Muhammadr Nur, S.H., M.Hum. 11. Analisis Profit Margin Sistem Pemasaran Kakao (Theobroma cacao, L) di Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Oleh Ir. Firdaus, M.Si.
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
ISSN 2086 - 8421
TASIMAK Media Sain dan Teknologi Abulyatama ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ Pelindung/Pembina Penanggung Jawab
: Rektor Universitas Abulyatama : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Abulyatama
Pemimpin Redaksi Redaktur Ahli
: Drs. Yusri, M.Pd. : Prof. Dr. H. Warul Walidin, A.K. M.A. (IAIN) Prof.H. Burhanuddin Salim, M.Sc. Ph.D. (Unsyiah) R. Agung Efriyo Hadi, M.Sc. Ph.D (Unaya) Prof. Dr. A. Halim Majid, M.Pd. (Unaya) Drs. Azwar Thaib, M.Si. (Unaya)
Redaktur Pelaksana
: Drs. Zamzami A.R., M.Si. Yuliana, S.E. Yulinar, S.Pd.
Dewan Redaksi
: Muhammad Nur, S.H., M.Hum Ir. Mulyadi Ir. H. Firdaus, M.Si. Dewi Astini, S.H., M.Hum. Maryati B, S.H., M.Hum. Drs. Tamarli, M.Si. Yulfrita Adamy, S.E. M.Si. Drs. H.M. Hasan Yakob, M.M. Drs. Bukhari, M.Si. Fakhrurazi Abbas, S.E., M.Si.
Distributor/Komunikasi
: Drs. Akhyar, M.Si. Drs. Muhammad, M.Si.
Bendahara
: Drs. Nasruddin A.R., M.Si.
Desain Cover
: aSOKA Communications (www.asoka.web.id)
Website
: www.abulyatama.ac.id.
Alamat Redaksi
: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Abulyatama, Jl. Blang Bintang Lama km 8,5 Lampoh Keude – Aceh Besar, Telepon 0651 21255
2
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
ISSN 2086 - 8421
ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Oleh : Yusri, SE, M.Si Staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Abulyatama Aceh ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi riel tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di seluruh kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya melalui tolok ukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM)), meliputi angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita (daya beli). Lokasi penelitian difokuskan di semua kecamatan Kabupaten Aceh Darat Daya. Data yang dihimpun bersumber data primer dan data sekunder. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kualitas pembangunan manusia di Aceh Barat Daya masih relatif menggembirakan. Nilai IPM Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2008 adalah 64,20, masih jauh lebih rendah dari IPM Aceh. Nilai IPM tertinggi adalah Kecamatan Blangpidie sebesar 86,02 dan terendah Kecamatan Setia dengan nilai IPM 56,94. Angka harapan hidup sebesar 66,6 tahun. Untuk pendidikan, angka melek huruf mencapai 95,82 persen dan rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya berumur 15 tahun ke atas adalah 8,03 tahun atau tamat sekolah dasar dan pernah duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) di kelas II (dua). Pengeluaran riil per kapita masyarakat rata-rata adalah Rp. 692,11 ribu per bulan. Kata Kunci : Indeks Pembangunan Manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan suatu proses yang dibangun agar masyarakat mampu memiliki lebih banyak pilihan (pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkung-an fisik, dan sebagainya). Kemajuan pembangunan manusia dicerminkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang mengukur pencapaian kemajuan pembangunan suatu negara (daerah) yang dipresentasikan oleh dimensi Angka
Harapan Hidup pada Waktu Lahir (Life Expectancy at Birth), Angka Melek Huruf Penduduk Dewasa (Literacy Rate), Rata-rata Lamanya Sekolah Penduduk Dewasa (Mean Year of Schooling), dan Pengeluaran Riil per Kapita (UNDP, 2001). Angka harapan hidup pada waktu lahir yang biasa dinotasikan dengan e0 dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang kesehatan. Meningkatnya harapan hidup dapat berarti adanya keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan yang biasanya ditandai dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk,
90
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 membaiknya kesehatan, dan lingkungan. Angka melek huruf diperoleh dengan membagi banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan lainnya dengan jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Demikian pula pengeluar-an riil perkapita yang disesuaikan merupakan variabel penentu dalam IPM. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) digunakan oleh International Comparison Project dalam menstandarisasi Produk Domestik Bruto (PDB) untuk perbandingan antar negara. Dengan demikian, IPM sangat diperlukan dalam mengukur kemajuan sosial ekonomi suatu negara (daerah). Persoalan yang mengemuka dalam konteks ini adalah bagaimana kondisi riel dan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Aceh Barat Daya. Hal ini menarik untuk dicermati mengingat sebelum penanda-tanganan naskah kesepahaman (MoU) antara Pemerintah RI-GAM di Helsinki, Finlandia pada tahun 2005 lalu, kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di daerah ini relatif memprihatinkan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas pembangunan manusia. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi riel tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di seluruh kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya melalui tolok ukur Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia), meliputi angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-
ISSN 2086 - 8421 rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita (daya beli). 1.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk menjadi bahan masukan dasar bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, termasuk juga Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat, terutama dalam menyusun dan merancang rencana kebijakan lanjutan guna mendukung percepatan pemba-ngunan manusia di Kabupaten Aceh Barat Daya.
II. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian difokus-kan di seluruh Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, meliputi Babahrot, Kuala Batee, Susoh, Blangpidie, Jeumpa, Tangan-Tangan, Setia, Manggeng, dan Lembah Sabil. 2.2 Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer dihimpun dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah disiapkan sebelumnya. Data dimaksud meliputi angka harapan hidup dan angka kematian bayi (kesehatan), angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (pendidikan), serta daya beli masyarakat (penda-patan). Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan kepala keluarga (KK) atau Rumah Tangga (RT) sampel di masing-masing desa (gampong) terpilih di tiap kecamatan. Pemilihan responden
91
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 atau informan seluruhnya dilakukan secara purposif (purposive sampling), yaitu ditetapkan secara sengaja sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dijawab atau diungkapkan. Data sekunder diperoleh dari beberapa badan/instansi yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya, seperti BPS, Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan beberapa badan/ dinas lainnya. 2.3
Metode Analisis Data Berdasarkan perhitungan BPS, Bappenas, dan UNDP (2001: 154–156), maka HDI atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disusun dari tiga komponen, yakni: (i). Komponen lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup pada saat lahir. (ii). Komponen tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga). (iii). Komponen tingkat kehidup-an yang layak, diukur dengan pengeluaran
Komponen IPM Angka Melek Huruf (tahun) Angka Melek Huruf (persen) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Daya Beli (rupiah per kapita per tahun
ISSN 2086 - 8421 per kapita yang telah disesuaikan (purchasing power parity atau daya beli per kapita dalam rupiah). Indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut di atas, atau dapat ditulis : IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3) di mana : X1 = Lamanya hidup X2 =Tingkat pendidikan X3 = Tingkat kehidupan yang layak (daya beli) Untuk masing-masing komponen Xi dihitung dengan rumus : Indeks X ( i , j ) = ( X ( i , j ) - X ( i min ) ) / ( X ( i - max ) - X ( i - min ) ) Di mana : X ( i , j ) = Indikator ke i dari daerah j X ( i - min ) = Nilai minimum dari Xi X ( i - max ) = Nilai maksimum dari Xi Nilai maksimum dan minimum dari setiap komponen IPM sebagai berikut :
Nilai Maksimum 85 100 15 732.720
Nilai Minimum 25 0 0 260.000
Keterangan Standar UNDP Standar UNDP Standar UNDP UNDP menggunakan PDB riil per kapita yang telah disesuaikan
3.1 Angka Harapan Hidup III. HASIL DAN PEMBAHASAN
92
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 Kondisi aktual dari proses pembangunan manusia di bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2008 yang diukur dari angka Indeks Harapan Hidup masih tergolong sedang. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa usia harapan hidup rata-rata penduduk Aceh Barat Daya adalah 66,6 tahun. Kecamatan Blangpidie merupakan yang tertinggi usia harapan hidup penduduknya (yakni mencapai 68,8 tahun). Sedangkan kecamat-an yang terendah usia harapan hidup masyarakatnya adalah Kecamatan Susoh (yakni 64,2 tahun), sementara kecamatan lainnya berkisar antara 64,8–68,5 tahun. Berdasarkan angka hara-pan hidup penduduk, diperoleh angka indeks harapan hidup di Kabupaten Aceh Barat
ISSN 2086 - 8421 Daya rata-rata 0,69,13 atau 69,13 persen. Blangpidie merupakan kecamatan tertinggi usia harapan hidup penduduknya, yaitu indeks harap-an hidup sebesar 0,73 atau 73 persen. Sementara Kecamatan Susoh sebesar 0,6533 atau 65,33 persen, atau yang terendah dalam perolehan angka indeks harapan hidup di Kabupaten Aceh Barat Daya. Dengan kata lain, pembangunan manusia dari sisi meningkatkan harapan hidup penduduk (bidang kesehatan) telah tercapai sebesar 69,13 persen. Berarti, diperlukan pencapaian 30,87 persen lagi untuk mencapai umur harapan hidup maksimal, yakni 85 tahun. Dengan demikian, peningkatan pembangunan kesehatan perlu terus ditingkatkan di masa mendatang.
Gambar 3.1 Angka Harapan Hidup Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, Tahun 2008 70,0 69,0 68,0 67,0 66,0 65,0 64,0 63,0 62,0 61,0
68,8 68,2
68,5 65,7
64,8 65,4
66,4
67,4 66,6
64,2
Sumber : Hasil Lapangan, 2008 Selama lima tahun terakhir, berbagai upaya pembangunan kesehatan yang diimplimentasikan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya telah
mampu meningkatkan angka usia harapan hidup masyarakat, kendati belum mencapai angka ideal. Pada tahun 2004, angka harapan hidup masyarakat Aceh
93
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 Barat Daya sebesar 65,2 tahun, masih lebih rendah dibanding rata-rata angka harapan hidup Provinsi Aceh yang mencapai 67,9 tahun. Selanjutnya, angka tersebut meningkat menjadi 65,4 tahun pada tahun 2005, dan hingga mencapai
ISSN 2086 - 8421 66,6 tahun pada tahun 2008. Namun ironisnya, angka harapan hidup yang telah dicapai tersebut masih dibawah rata-rata Provinsi Aceh yang telah mencapai 68,3 tahun pada tahun 2006.
Gambar 3.2 Angka Harapan Hidup Kabupaten Aceh Barat Daya, Tahun 2004-2008 (tahun) 67 66,5
66,6
66 66
65,5 65
65,2
64,5 2004
2006
2008
Sumber : BPS NAD dan Hasil Lapangan, 2008 3.2 Angka Melek Huruf dan Ratarata Lama Sekolah Selain lamanya hidup, komponen IPM lainnya adalah tingkat pendidikan. Pendidikan diukur dengan dari dua indikator, yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. Sedangkan rata-rata sekolah merupakan rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya yang
berumur 15 tahun ke atas adalah 8,03 tahun atau tamat sekolah dasar dan pernah duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) di kelas II (dua). Hasil yang dicapai ini menandakan pula bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya belum mencapai sasaran dari program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerin-tah. Kecamatan yang tertinggi lama sekolah penduduk-nya adalah Kecamatan Blangpidie yakni mencapai 9,60 tahun, dan terendah adalah Kecamatan Babahrot 6,70 tahun. Beberapa kecamatan lainnya yang menun-jukkan hasil rata-rata lama sekolah dibawah angka rata-rata kabupaten, seperti Kuala Batee (7,3
94
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
ISSN 2086 - 8421
tahun), Lembah Sabil (7,6 tahun), Setia (7 tahun), dan Jeumpa (7,7 tahun). Gambar 3.3 Angka Rata-rata lama Sekolah di Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2008 (Tahun) 12,00 9,60 10,00 8,70 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
8,50 6,70
9,20 7,30
7,70
7,60
8,03
7,00
Sumber : Hasil Lapangan, 2008 Di samping itu, dari hasil perhitungan rata-rata lama sekolah tersebut diatas, diperoleh angka Indeks Lama Sekolah penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 53,56 persen. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa sebanyak 46,44 persen lagi upaya yang diperlukan untuk dapat meningkatkan jenjang pendidikan penduduk minimal tamatan D3 atau lama sekolah selama 15 tahun (6 tahun SD + 3 tahun SMP + 3 tahun SMA + 3 tahun D3). Oleh karena itu, peningkatan dan pemerataan layanan pendidikan sebagai upaya untuk meningkat-kan anak didik untuk bersekolah sangat diperlukan. Melalui pemberian bantuan beasiswa bagi anak didik kurang mampu/miskin, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga ke jenjang lebih tinggi (universitas)
diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat. Berdasarkan laporan IPM yang dirilis BPS (2006), rata-rata lama sekolah Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar 7,5 tahun, sementara rata-rata lama sekolah Provinsi Aceh mencapai 8,5 tahun. Hal ini bermakna bahwa rata-rata lama sekolah yang telah dijalani penduduk Aceh Barat Daya hanya mampu menamatkan SD, dan pernah duduk dibangku kelas 1 (satu) SMP. Angka ini cenderung meningkat dibanding tahun 2004 yang mencapai 7,2 tahun pada tahun 2004, namun juga masih dibawah rata-rata dari Provinsi Aceh (8,4 tahun). Di banding beberapa kabupaten/kota di Aceh, rata-rata lama sekolah Aceh Barat Daya hanya tergolong tinggi dibanding dari Kabupaten Simeulue dan Nagan Raya.
95
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
ISSN 2086 - 8421
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya telah berupaya keras untuk menuntaskan buta aksara, meskipun diakui belum maksimal. Hasil data lapangan menyiratkan angka melek huruf atau penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis mencapai 95,82 persen pada tahun 2008. Itu artinya masih ada sebanyak 4,18 persen lagi penduduk yang masih buta aksara. Angka tersebut termasuk sedikit berkurang dibanding tahun 2004 yang
mencapai 5,1 persen penduduk buta aksara, atau angka melek huruf sebesar 94,9 persen. Kecamatan Kuala Batee masih memiliki angka buta aksara yang cukup dominan dibanding dengan kecamatan lainnya. Angka melek huruf di kecamatan ini sebesar 93,02 persen. Angka melek huruf tertinggi dicapai Kecamatan Tangan-Tangan, yakni sebesar 97,21 persen. Disusul Kecamatan Blangpidie sebanyak 96,80 persen.
Gambar 3.4 Angka Melek Huruf di Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2008 (Persen) 98,00 97,00 96,00 95,00 94,00 93,00 92,00 91,00 90,00
97,21
96,80 94,60
96,30 96,50 96,30 96,70 94,94
95,82
93,02
Sumber : Hasil Lapangan, 2008 Sisi lain, Indeks Tingkat Pendidikan diperoleh hasil sebesar 95 persen. Hal ini mencerminkan bahwa telah dicapai pembangunan bidang pendidikan (terutama untuk mengatasi buta huruf dan meningkatkan lama sekolah) sebesar 95 persen, dengan kata lain masih diperlukan upaya sebesar 5 persen lagi agar pembangunan pendidikan tercapai yang difokuskan
pada pemberantasan buta aksara dan melanjutkan pendidikan siswa ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara itu, angka melek huruf yang dicapai Kabupaten Aceh Barat Daya terlihat masih lebih rendah dibanding yang telah dicapai Provinsi Aceh, meskipun juga cenderung lebih baik dibanding dari beberapa
96
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 kabupaten/kota di Aceh, sebagaimana
ISSN 2086 - 8421 terlihat pada gambar berikut .
Gambar 3.5 Perbandingan Angka Melek Huruf Kabupaten Aceh Barat Daya dan Provinsi Aceh Tahun 2004-2008 (Persen) 250 200 150
95,7
96,2
94,9
95,7
95,82
2004
2006
2008
Provinsi Aceh
100 50
Kab. Aceh Barat Daya
0
Sumber : BPS Indonesia 2007 dan Hasil Lapangan 2008 3.3 Pengeluaran Riil Per Kapita Pengeluaran riil per kapita atau daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga-harga riil antarwilayah, karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli. Dengan demikian kemampuan daya beli masyarakat antar satu wilayah dengan wilayah lainnya berbeda. Perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah masih belum terbanding, sehingga perlu dibuat standarisasi. Sebagai contoh, satu rupiah di suatu wilayah memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. Dengan standarisasi tersebut perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah menjadi terbanding.
Hasil perhitungan menu-njukkan bahwa pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan di Kabupaten Aceh Barat Daya rata-rata adalah Rp. 692,11 ribu per bulan, di mana tertinggi berada di Kecamatan Blangpidie, yakni sebesar Rp. 730 ribu, dan terendah berada di Kecamatan Setia Rp.635 ribu. Tinggi atau rendahnya pengeluaran riil per kapita tersebut sangat tergantung dari penghasilan yang diperoleh setiap bulannya. Selain itu, hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa indeks pendapatan penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2008 adalah 89 persen yang menggambarkan bahwa daya beli masyarakat masih tergolong relatif memadai. Dengan kata lain diperlukan upaya sebesar 11,00 persen lagi agar masyarakat dapat mempu-nyai daya beli maksimal yakni Rp.732.720 per kapita per bulan (sesuai dengan estimasi dari
97
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 UNDP, BPS, dan Bappenas untuk Aceh). Oleh karena itu, pem-bangunan bidang ekonomi diupayakan pada peningkatan daya beli masyarakat. Dilihat dari struktur ekonomi, pertanian menjadi andalan dalam pembentukan PDRB, disamping juga sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Karena itu, pengembangan kedua sektor ini patut menjadi prioritas, tanpa
ISSN 2086 - 8421 menyampingkan sektor lainnya. Selain itu, program ACONG yang dirintis Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya dalam mengembangkan pertanian perlu dioptimalkan di setiap kecamatan sehingga diharapkan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sekaligus mendorong percepatan ekonomi daerah.
Gambar 3.6 Pengeluaran Riil Per Kapita Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2008 (Rp.000) 726,00721,00 740,00 730,00729,00 699,00 695,00 720,00 692,11 700,00 680,00 643,00635,00651,00 660,00 640,00 620,00 600,00 580,00
Sumber : Hasil Lapangan, 2008 (diolah)
3.4 Perkembangan IPM Setelah dilakukan perhi-tungan sebagaimana yang telah disajikan dalam metode studi, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperoleh dari rata-rata hasil penambahan dari Indeks Harapan Hidup, Indeks Tingkat Pendidikan, dan Indeks Pendapatan, maka diperoleh nilai IPM Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2008 adalah 64,20. Peringkat IPM tertinggi di
Kabupaten Aceh Barat Daya adalah Kecamatan Blangpidie dengan nilai IPM 86,02. Di urutan kedua adalah Kecamatan Manggeng dengan nilai IPM 64,87; urutan ketiga adalah Kecamatan Susoh dengan nilai IPM 64,71 ; urutan keempat adalah Kecamatan Kuala Batee dengan nilai IPM 64,07; urutan kelima adalah Kecamatan Tangan-Tangan dengan nilai IPM 62,66; urutan keenam adalah Kecamatan Babahrot dengan nilai IPM 62,07 ; urutan ketujuh adalah
98
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 Kecamatan Jeumpa dengan nilai IPM 58,52; urutan kedelapan adalah Kecamatan Lembah Sabil dengan nilai IPM 57,73; urutan kesembilan adalah
ISSN 2086 - 8421 Kecamatan Setia dengan nilai IPM 56,94. Kondisi nilai IPM menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2008 dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.7 IPM menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat DayaTahun 2008 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
86,02 64,87 62,66 62,27 64,07 64,71 64,20 57,73 56,94 58,52
Sumber : Hasil Lapangan, 2008 (diolah) Berdasarkan indeks harapan hidup, indeks tingkat pendidikan, dan indeks pendapatan, diperolehlah indeks pembangunan manusia Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar 64,20. Berarti pembangunan manusia di kabupaten ini telah tercapai sekitar 64,20 persen, dengan kata lain diperlukan upaya sekitar 35,8 persen lagi agar tercapai pembangunan kesehatan yang diinginkan (fokus pada peningkatan harapan hidup menjadi 85 tahun), pembangunan pendidikan yang diinginkan (fokus pada pemberantasan buta huruf dan peningkatan lama sekolah), serta pembangunan ekonomi (fokus pada peningkatan daya beli per kapita).
Dibanding tahun 2006, angka IPM yang dicapai pada tahun 2008 terlihat sedikit menurun. Pada tahun 2006, nilai IPM Kabupaten Aceh Barat Daya telah mencapai 67,5 (BPS Indonesia, 2007), sementara di tahun 2008 nilai IPM sebesar 64,20. Untuk tahun 2006, peringkat Kabupaten Aceh Barat Daya secara nasional berada di posisi 313 dalam hal pembangunan manusia. Masih rendahnya IPM Kabupaten Aceh Barat Daya diakui akibat relatif meratanya pembangunan atau masih adanya disparitas pembangunan. Pembangunan masih lebih terkonsentrasi di Kecamatan Blangpidie sehingga IPM di kecamatan tersebut sangat tinggi di banding dengan
99
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 kecamatan lainnya. Selain itu, beberapa kecamatan memiliki kecenderungan meningkatnya pengeluaran riil per kapita, namun disisi lain masih mengalami kegagalan di sektor kesehatan dan pendidikan. Demikian pula dengan kecamatan lainnya yang tidak sepenuhnya berhasil dalam meningkatkan kualitas pemba-ngunan manusianya di ketiga sektor tersebut.
ISSN 2086 - 8421 Dari laporan IPM tahun 2006, kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Aceh Barat Daya masih relatif menggembira-kan, karena masih dibawah rata-rata Provinsi Aceh yang mencapai 69,4. Kualitas pembangunan manusia Aceh Barat Daya hanya sedikit lebih tinggi dari Kabupaten Simeulue (IPM sebesar 66,4), Kabupaten Gayo Lues (66,6), dan Kabupaten Nagan Raya (66,9).
Gambar 3.8 IPM Menurut Kabupaten/Kota Di Aceh Tahun 2006 Kab. Bener Meriah Kab. Aceh Jaya Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Tamiang Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Barat Daya Kota Lhokseumawe Kota Langsa Kota Sabang Kota Banda Aceh Kab. Simeuleu Kab. Pidie Kab. Bireuen Kab. Aceh Utara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Barat
68,1 67,8 66,9 68,7 66,6 67,5 73,8 71,5 73,7 75,4 66,4 70 72,2 70,4 68,8 70,6 71,2 67,2 68,4 71,9 68,1 60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
Sumber : BPS Indonesia 2007 (diolah)
100
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1 Kesimpulan Hasil perhitungan dan analisis IPM untuk 9 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : (1) Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Aceh Barat Daya berdasarkan tiga indikator yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (pendapatan) didapati nilai indeks yang relatif masih kurang menggembirakan (rendah) dibanding dengan nilai IPM rata-rata untuk Provinsi Aceh (tahun 2006 sebesar 69,4). Nilai IPM Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2008 adalah 64,20. Nilai IPM tertinggi adalah Kecamatan Blangpidie sebesar 86,02. Di urutan kedua adalah Kecamatan Manggeng sebesar 64,87; urutan ketiga adalah Kecamatan Susoh dengan nilai IPM 64,71; urutan keempat adalah Kecamatan Kuala Batee dengan nilai IPM 64,07; urutan kelima adalah Kecamatan Tangan-Tangan dengan nilai IPM 62,66; urutan keenam adalah Kecamatan Babahrot dengan nilai IPM 62,07; urutan ketujuh adalah Kecamatan Jeumpa dengan nilai IPM 58,52; urutan kedelapan adalah Kecamatan Lembah Sabil dengan nilai IPM 57,73; dan urutan kesembilan adalah Kecamatan Setia dengan nilai IPM 56,94. (2) Untuk bidang kesehatan, indikator angka harapan hidup capaiannya
ISSN 2086 - 8421 masih belum ideal, terutama di Kecamatan Susoh sebesar 64,2 tahun, Babahrot 64,8 tahun, Kuala Batee 65,4 tahun, dan Lembah Sabil 66,4 tahun. Di daerah-daerah tersebut di atas, angka harapan hidup masih dibawah rata-rata Kabupaten Aceh Barat Daya yang sebesar 66,6 tahun. (3) Dalam bidang pendidikan, capaian indeks indikator-indikator angka melek huruf, lama sekolah, dan tingkat pendidikan, pun masih belum ideal. Angka melek huruf, misalnya, di beberapa kecamatan seperti Kuala Batee, Manggeng, dan Babahrot, masih di bawah angka rata-rata kabupaten. Angka melek huruf di Kecamatan Kuala Batee sebesar 94,60 persen, Manggeng 94,60 persen, dan Babahrot 94,94 persen. Sedangkan angka melek huruf Kabupaten Aceh Barat Daya mencapai 95,82 persen. Kondisi ini bermakna bahwa masih terdapat sebagian anggota masyarakat di daerah-daerah tersebut yang belum dapat membaca dan menulis. Angka melek huruf tertinggi terdapat di Kecamatan Tangan-tangan sebesar 97,21 persen dan Kecamatan Blangpidie sebesar 96,80 persen. Kecamatan lainnya yang angka melek hurufnya diatas rata-rata kabupaten, seperti Jeumpa sebesar 96,70 persen, Lembah Sabil 96,50 persen, Setia 96,30 persen, dan Susoh 96,30 persen. (4) Hasil penelitian mengungkap-kan bahwa rata-rata lama sekolah (LS) penduduk Kabupaten Aceh Barat
101
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010 Daya yang berumur 15 tahun ke atas adalah 8,03 tahun atau tamat sekolah dasar dan pernah duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) di kelas II (dua). Kecamatan tertinggi LS penduduknya adalah Kecamatan Blangpidie mencapai 9,60 tahun, dan terendah adalah Kecamatan Babahrot 6,70 tahun. Beberapa kecamatan lainnya menunjukkan hasil rata-rata LS dibawah angka rata-rata kabupaten, seperti Setia (7 tahun), Kuala Batee (7,3 tahun), Lembah Sabil (7,6 tahun), dan Jeumpa (7,7 tahun). Sementara itu, indeks LS penduduk di Kabupaten Aceh Barat Daya juga terlihat masih rendah, yakni sebesar 53,56 persen. Itu artinya bahwa masih dibutuhkan sebesar 46,44 persen lagi dari upaya-upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya untuk mening-katkan jenjang pendidikan penduduk minimal tamatan D3 atau lama sekolah selama 15 tahun (6 tahun SD + 3 tahun SMP + 3 tahun SMA + 3 tahun D3). Di beberapa kecamatan, seperti Babahrot, Kuala Batee, Lembah Sabil, Setia, dan Jeumpa, indeks LS masih dibawah capaian rata-rata Kabupaten Aceh Barat Daya. (5) Selain itu, indeks Tingkat Pendidikan (TP) pun diketahui belum mencapai taraf yang menggembirakan. Nilai rata-rata indeks TP Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar 81,65 persen. Hasil penelitian menerangkan bahwa masih terdapat sejumlah kecamatan, yaitu Babahrot, Kuala Batee, Susoh,
ISSN 2086 - 8421 Setia, dan Jeumpa yang nilai indeks TP masih berada di bawah nilai ratarata. Indeks TP di Kecamatan Babahrot sebesar 78,10 persen, Kuala Batee 78,16 persen, Setia 79,68 persen, Lembah Sabil 81,14 persen, dan Jeumpa 81,50 persen. (6) Dalam hal pendapatan, secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa kondisi ekonomi masyarakat di hampir seluruh kecamatan yang diteliti masih relatif menggembirakan. Hasil perhitungan menunjuk-kan bahwa pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan di Kabupaten Aceh Barat Daya ratarata adalah Rp. 692,11 ribu per bulan. Tertinggi berada di Kecamatan Blangpidie sebesar Rp. 730 ribu, dan terendah berada di Kecamatan Setia Rp.635 ribu. Indeks pendapatan penduduk adalah 89 persen. Dengan kata lain diperlukan upaya sebesar 11,00 persen lagi agar masyarakat mempunyai daya beli maksimal yakni Rp.732.720 per kapita per bulan. Kecamatan yang memiliki nilai indeks pendapatan di bawah rata-rata kabupaten adalah Setia sebesar 73,79 persen, Lembah Sabil sebesar 75,93 persen, dan Jeumpa sebesar 78,08 persen. 4.2 Rekomendasi Berdasarkan capaian nilai-nilai Indeks Pembangunan Manusia melalui tiga indikator di atas, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana pendidikan,
102
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
b. c.
d.
e. f. g.
h.
i.
disertai penyedia-an sarana proses belajar mengajar di sekolah yang telah dibantu pembangunan fisik sekolah; Menyediakan tenaga pengajar yang cukup dan bermutu. Mengembangkan dan membina perpustakaan umum di kecamatankecamatan, sekaligus mengadakan pro-gram paket belajar A, B, dan C bagi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang masih tergolong buta huruf. Meningkatkan anggaran biaya pendidikan, terutama untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun (tamat SD dan SMP). Meningkatkan kualitas pra-sarana dan sarana kesehatan yang memadai. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan optimal; Menyediakan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang cukup dan terampil, khususnya dokter ahli/dokter spesialis (jantung, anak, dalam, kandungan, dan lainnya) dan penambahan dokter gigi di sejumlah puskesmas. Mengintensifkan kegiatan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat; Memberikan subsidi bagi keluarga masyarakat miskin, khususnya untuk obat-obatan di luar Askes, penambahan alat kontrasepsi gratis (suntikan dan pil) untuk peserta KB, pemberian gizi tambahan bagi balita di setiap posyandu, dan pemberian bantuan obat-obatan suplemen bagi
ISSN 2086 - 8421
j.
k.
l.
m.
n.
o.
ibu yang sedang mengandung, melahirkan, dan pasca melahirkan. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal secara optimal, baik tanaman pangan, perikanan, peter-nakan, maupun perkebunan, disamping juga mengoptimal-kan program ACONG yang telah dilaksanakan selama ini di setiap kecamatan; Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana, baik dalam sub sektor prasarana perhubungan maupun prasarana ekonomi lainnya untuk kelancaran arus distribusi barang dan jasa. Membantu modal usaha melalui pengembangan lem-baga-lembaga keuangan mikro baik pola konvensional maupun syariah di tingkat kecamatan. Membangun pusat pelatihan (balai latihan kerja), khu-susnya di kecamatan-keca-matan yang memiliki potensi pengembangan usaha. Menjamin pasar bagi pemasaran produk-produk pertanian dan industri (industri kecil, industri kerajinan/rumah tangga), termasuk mendirikan lembaga penjamin pemasaran di daerah-daerah yang memiliki prospek bisnis yang cerah. Membantu penyediaan kebu-tuhan pokok bagi keluarga yang berpendapatan rendah (miskin), termasuk melanjut-kan program BLT (Bantuan Langsung Tunai) secara berkesinambungan sampai keluarga miskin mampu mandiri.
103
Jurnal TASIMAK Vol. I, No. 2 Oktober 2010
ISSN 2086 - 8421
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2008, Aceh Barat Daya Dalam Angka 2007, Blangpidie -------------------------. 2007, Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2006, Banda Aceh -------------------------. 2007, Indeks Pembangunan Manusia 2005-2006, Jakarta Bappenas, 2007, Laporan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007, Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 2008, Profil Kesehatan 2006, Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya, 2008, Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya 2007, Blangpidie Sadono Sukirno, 2002, Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan, FE-UI, Jakarta. UNDP, BPS dan Bappenas, 2001, Laporan Pembangunan Manusia 2001, Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia, Jakarta. -------------------------. 2004, Laporan Pembangunan Manusia 2004, Ekonomi dari Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia di Indonesia, Jakarta.
107