INCLUSION IN
DEVELOPED SUBURBAN TAMA NEW TOWN , TOKYO, JAPAN
Hafidzi Tahier - 21040119130040
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk yang pesat dan masifnya proses urbanisasi yang terjadi di kotakota besar di berbagai negara di dunia telah mendorong tejadinya pembangunan diberbagai sektor. Hal ini pun sudah diperkirakan oleh United Nation (UN), bahwa pada tahun 2050 66% populasi di dunia akan tinggal di kota. (United Nation, 2015 dalam Bibri, S. E., & Krogstie, J., 2017). Proses urbanisasi dan pembangunan yang terjadi dapat berdampaksecara langsung pada keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial, dimana dibuktikan oleh terjadinya beberapa fenomena yang erat kaitannya dengan kesehatan, budaya, penggunaan energi secara terus-menerus, polusi air dan udara, pembuangan limbah beracun, kesenjangan dan kerentan sosial, menipisnya sumberdaya dan fenomena lainnya. Permasalahanpermasalahan inilah yang menjadi alasan mengapa pembangunan berkelanjutan perlu dicapai oleh setiap negara.
Urbanisasi menjadi salah satu alasan adanya pembangunan, apabila dilihat dari sisi positifnya adanya urbanisasi justru dapat mondorong pembangunan suatu kota menjadi lebih maju, dapat dilihat dari ketersediaan fasilitas-fasilitas pada suatu kota untuk mewadahi aktivitas dan melayani penduduknya, sebagai contoh adalah negara-negara kaya di dunia yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah perkotaan dengan produktivitas penduduknya yang tinggi menjadi bukti bahwa urbanisasi dapat mendorong peningkatan ekonomi Semakin tinggi pertumbuhan penduduk perkotaan maka akan semakin tinggi pula tantangan untuk pemerintah lokal dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, dimana pemerintah berkewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar penduduknya seperti misalnya dalam hal perumahan, infrastruktur lingkungan dan kesehatan. Apabila pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar tersebut, maka akan timbul permasalahanpermasalahan lingkungan dan sosial seperti ketimpangan sosial dan munculnya hunian kumuh dan hunian liar di kota.
Banyak negara maju di dunia yang sudah bergerak untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduknya, salah satu upayanya ialah dalam penyediaan hunian Hunian sendiri menjadi kebutuhan dasar setiap penduduk, dimana setiap penduduk memiliki hak untuk menetap di tempat tinggal yang layak. Di kondisi seperti saat ini, dimana saat populasi suatu kota terus mengalami peningkatan tentunya akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah, bagaimana pemerintah bisa menyediakan tempat tinggal yang layak dan inklusif bagi penduduknya, sehingga setiap kalangan penduduk memiliki akses yang sama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut sesuai dengan kemampuan finansialnya tanpa ada yang tertinggal atau termarginalkan untuk dapat tinggal di hunian yang layak.
SUSTAINABLE DEVELOPMENT
Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai suatu upaya pembangunan yang mampu untuk memenuhi kebutuhan pada saat ini tanpa mengabaikan kemampuan generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhannya (Budiharjo &
Sujanto, 1999 dalam Anugraha, M. et al., 2018), dimana definisi tersebut mengandung dua fokus utama : pertama, “kebutuhan” terutama kebutuhan masyarakat miskin yang menjadi prioritas utama untuk dipenuhi; dan kedua ialah terkait bagaimana memaksimalkan teknologi dan organisasi sosial yang ada untuk menciptakan kemampuan lingkungan untuk memehuni kebutuhan sekarang dan masa depan. (Singh, S., 2016). Pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan dengan meminimalkan penggunaan energi tak terbarukan dan mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan. Umumnya Sustainable Development mencangkup tiga poin utama yaitu ekonomi, lingkungan dan keadilan (Yang, Y., & Taufen, A. , 2022).
SUSTAINABLE CITIES
Kota berkelanjutan atau sustainable city dapat diartikan sebagai serangkaian pendekatan yang secara praktik memadukan pengetahuan tentang keberlanjutan perkotaan dan teknologi lingkungan ke dalam perencanaan dan desain kota atau distrik yang ada. Kota berkelanjutan ini dapat digambarkan sebagai kualitas dan perlindungan lingkungan perkotaan serta kesetaraan dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang, yang mana dapat dicapai melalui penerapan strategi pembangunan berkelanjutan untuk mendorong kemajuan dan inovasi dalam lingkungan binaan, infrastruktur, fungsi operasional, perencanaan dan ekosistem dan penyediaan layanan manusia. (Bibri, S. E., & Krogstie, J., 2017).
INCLUSIVE HOUSING
Perumahan inklusif dapat didefinisikan sebagai kebijakan lokal yang memanfaatkan keuntungan ekonomi dari meningkatnya nilai real estat hingga menciptakan perumahan yang terjangkau mengikat penciptaan rumah untuk rumah tangga berpenghasilan rendah atau sedang hingga pembangunan pasar menilai pengembangan perumahan atau komersial. Dalam bentuknya yang paling sederhana, program perumahan inklusif mungkin memerlukan pengembangan untuk menjual atau menyewakan 10 sampai 30 persen unit tempat tinggal baru kepada penduduk berpenghasilan rendah. Jacobus, R. (2015). Sedangkan menurut Community Living British Columbia (CLBC) perumahan inklusif merupakan bangunan, pembangunan atau lingkungan yang menjadi rumah bagi orang-orang dengan beragam pengalaman hidup, latar belakang dan kebutuhan. (CLBC, 2016).
Secara sederhana perumahan inklusif dapat diartikan sebagai perumahan yang disediakan oleh pihak-pihak berwenang baik itu pemerintah setempat maupun lembaga terkait lainnya yang mana nantinya perumahan atau hunian yang disediakan dapat terjangkau dan dapat diakses oleh berbagai kalangan penduduk sesuai dengan kemampuannya tanpa ada individu atau kelompok yang tertinggal sehingga dapat disebut left no one behind Perumahan yang terjangkau perlu di desain dengan fleksibel agar bisa menyesuaikan anggaran bagi masyarakat dengan kebutuhan yang beragam. (Avenier, C & Tsenkova, S., 2022). (Pendekatan pembangunan inklusif merupakan penerapan konsep pembangunan yang mengimbangi pembangunan dengan proaktif mengatasi kemiskinan, menciptakan solidaritas dan pelibatan masyarakat, serta dapat mereduksi eksklusifitas segelintir masyarakat (Arifuddin Akil, 2017). Penerapan perumahan inklusif menjadi penting dikarenakan fenomena urbanisasi yang terjadi mendorong terciptanya kelompok atau kalangan masyarakat dengan kapasitas baik fisik maupun finansial yang berbeda-beda. Perumahan inklusif dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan dan mengurangi tingkat kesenjangan yang terjadi di kota, terutama terkait akses individu terhadap hunian atau tempat tinggal yang terjangkau dan layak.
HOUSING DEVELOPMENT IN JAPAN
Perkembangan perumahan di Jepang tidak terlepas dari perang dunia ke-2, dimana pada masa perang tersebut kota-kota di Jepang banyak yang mengalami kehancuran, hal ini berdampak pada kekurangan perumahan yang pada saat itu mencapai 4,2 juta secara nasional. Pada saat itu pembangunan kembali industri menjadi prioritas utama Kementrian Perdagangan dan Industri Internasional Jepang, yang mana bertujuan untuk memelihara pertumbuhan ekonomi dan industri. Pada rentang tahun 1952 - 1970, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dimana nilai GNP (Gross National Product) Jepang mencapai puncaknya, pertumbuhan ekonomi yang pesat ini memicu terjadinya proses urbanisasi yang pesat pula, yang mana fenomena ini berimplikasi pada kepadatan ekstrim di kota-kota industri dan perluasan area suburban atau pinggiran yang tidak terkendali. Kondisi ini menghasilkan krisis perumahan yang semakin buruk, kota-kota menjadi penuh sesak, perumahan yang ada mengalami degradasi, ditambah lagi polusi dari industri yang ada mengganggu penduduk kota dengan krisis lingkungan yang menyebabkan penyakit bahkan kematian. Melihat permasalahan yang terjadi, pemerintah lokal pada akhirnya mengalihkan fokus pada krisis perumahan dengan mendirikan Japan Housing Coorporation (JHC) pada 1955, hingga pada akhirnya JHC mulai merevolusi tempat tinggal pada periode pasca perang melalui pembangunan perumahan dan pembangunan kota-kota baru (new town) di, upaya ini dinilai berhasil dalam mengatasi permasalahan kritis perumahan di Jepang (Hauk, M. L., 2015).
Sejak tahun 2004 Japan Housing Coorporation (JHC) berubah nama menjadi The Urban Renaissance (UR)Agency yang tetap berfokus pada penyediaan perumahan. Sudah banyak kompleks hunian terjangkau yang dibangun oleh UR, salah satunya ialah danchi¸yang merupakan public housing terjangkau berupa bangunan yang biasanya terdiri dari 5 lantai, danchi mengakomodasi kebutuhan tempat tinggal akibat adanya pertumbuhan populasi terutama untuk penduduk yang bekerja dengan rentang umur 30-40 tahun yang sudah berkeluarga. (Nordin, N., & Nakamura, H., 2018). Berdasarkan hasil diskusi saat kegiatan webinar dengan narasumber mahasiswa Indonesia yang tinggal di Jepang, Negara Jepang sudah menerapkan pembangunan perumahan inklusif dimana biaya yang di tawarkan untuk hunian sangat beragam, banyak hunian vertikal dengan biaya yang terjangkau, sehingga setiap kalangan penduduk memiiki kesempatan yang sama untuk mengeluarkan biaya hunian sesuai dengan kemampuannya. Negara Jepang juga memberikan fasilitas hunian untuk penduduk lansia dan tunawisma, dimana terdapat program pemerintah setempat yang ditujukan kepada tunawisma untuk mendapatkan apartemen gratis dengan periode pendaftaran tertentu yang dapat diikuti oleh tunawisma. Selain itu, keberadaan danchi juga menjadi salah satu contoh hunian yang terjangkau dengan biaya sewa yang lebih murah, tidak ada key money dan tidak ada renewal fees, kebanyakan danchi juga sudah dirancang tahan terhadap gempa. Danchi menjadi salah pilihan hunian publik terjangkau, banyak lansia yang memilih tinggal di danchi Pembangunan hunian terjangkau dan inklusif di Negara Jepang ditujukan untuk memberikan akses hunian yang layak pada seluruh kalangan penduduk.
HOUSING INCLUSION IN DEVELOPED SUBURBAN : BAGAIMANA PENERAPAN INCLUSIVE HOUSING DI TAMA NEW TOWN?
Tama New Town merupakan salah satu kota baru (new town) yang dibangun sebagai respon atas terjadinya fenomena urbanisasi dan urban sparwl serta fenomena krisis perumahan di Kota Tokyo dengan menyediakan ratusan ribu perumahan di daerah suburban Tama New Town melingkupi 4 kota madya yaitu Kota Tama, Kota Hachioji, Kota Machida, dan Kota Inagi. Public Housing di Tama New Tow disediakan oleh tiga instansi lokal utama yaitu The Tokyo Metropolitan Government, The Tokyo Metropolitan Housing Supply Corporation, and the Urban Development Corporation yang menyediakan tempat tinggal berupa hunian rental, condominium , apartement dan danchi. Sejak 1971 mulai di tempati, Taman New Town terus berupaya untuk mewujudkan kawasan yang memberikan kenyamanan terbaik bagi masyarakat dari semua kelompok umur untuk hidup, seperti halnya merenovasi kompleks perumahan yang sudah tua hingga terus meningkatkan fasilitas umum. Berikut merupakan penerapan perumahan inklusif di Tama New Town di beberapa distrik perumahan yang ada :
Brillia Tama New Town memiliki total 1.249 apartemen yang berada pada 7 bangunan. Brillia Tama New Town dirancang secara khusus dengan berbagai fasilitas pendukung untuk memberikan kenyamanan untuk tinggal untuk semua penghuninya teramasuk lansia dan anak-anak. Fasilitas-fasilitas pendukung tersebut diantaranya ialah : medical and nursing care, fasilitas bebas hambatan bagi pengguna kursi roda/ kereta dorong, childrens’s center, ruang perkumpulan komunitas, tempat budidaya tanaman.
Di Minawi Osawa terdapat beberapa program pembangunan dan perbaikan kompleks hunian seperti pada kompleks hunian Nakayama, Hyakusa dan Belle Colline. Urban Renaissance (UR) berkerja sama dengan Muji (perusahaan asal Jepang yang memiliki fokus pada desain dam gaya hidup minimalis) untuk melakukan pembangunan dan perbaikan pada beberapa bangunan apartemen yang sudah tua menjadi bangunan yang di desain dengan gaya minimalis. (Boontharm, D., 2019). sehingga bangunan dengan hunian yang sudah tua direnovasi menjadi hunian dengan gaya dan kualitas yang lebih layak dan ideal. Selain itu, adanya perbaikan atau renovasi pada kompleks hunian juga ditujukan agar penduduk dapat mendapatkan rumah yang lebih terjangkau.
Sumber : Bureau of Urban Development Tokyo Metropolitan Government, 2020
Adanya pemberlakuan rekonstruksi pada Suwa Danchi karena sudah mengalami penuaan dan perbaikan pada kerusakan yang ada pada bangunan. Perbaikan yang dilakukan termasuk penambahan fasilitas-fasilitas pendukung untuk lansia dan disabilitas, seperti penambahan elevator dan fasili-
tas yang ramah terhadap pengguna kursi roda. Pembangunan pada Suwa Danchi juga memanfaatkan bangunan bekas pendidikan seperti banguan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar, hal ini merupakan bentuk adaptasi dalam menghadapi fenomena penuaan penduduk di Tama New Town.
Tama New Town sendiri memiliki beberapa target capaian dalam pembangunan perumahan di tahun 2040, yaitu melakuman pembangunan kembali dan renovasi kompleks perumahan yang sudah tua dan kondominium seiring pengembangan wilayah setempat, sehingga nantinya dapat memberikan pelayanan hunian untuk penduduknya dapat tinggal di hunian yang layak dan nyaman.
PENUTUP
Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan ialah untuk mencapai keadilan dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup manusia, dimana salah satu upaya dalam mencapainya ialah dengan penyediaan hunian yang layak untuk semua kalangan penduduk. Dengan adanya perbaikan dan penyediaan hunian yang layak akhirnya dapat berdampak baik pada pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, dengan demikian perumahan atau hunian yang layak dapat dianggap sebagai kebutuhan dasar penduduk di suatu kota. Pembangunan perumahan yang inklusif merupakan salah satu kunci penting dalam mencapai sustainable cities and communities yang merupakan salah satu tujuan dalam pembangunan berkelanjutan. Adapun pembangunan perumahan yang terjangkau menjadi penting dikarenakan dengan adanya perumahan terjangkau maka akan menciptakan masyarakat yang inklusif dan kota yang berkelanjutan, yang mana pada saat yang sama hal ini juga dapat berperan dalam peningkatan perekonomian penduduk
Jepang dapat menjadi salah satu contoh negara yang berhasil dalam menyediakan perumahan inklusif bagi penduduknya, dimana pemerintah Jepang maupun pihak swasta yang terlibat dalam pembangunan dapat memberikan kesempatan pada semua kalangan penduduk untuk mendapatkan akses pada hunian yang layak, dilihat dari pilihan hunian untuk berbagai kalangan penduduk yang disediakan Di Indonesia sendiri, perumahan inklusif masih belum diterapkan secara menyeluruh, hal ini dapat dilihat oleh tingkat ketimpangan sosial yang masih tinggi dan masih banyak terdapatnya permukiman kumuh dan liar di banyak daerah bahkan di kota-kota besar. Selain itu orientasi masyarakat untuk memiliki rumah tapak (landed house) juga dapat menghambat perpindahan masyarakat dalam beralih kepada vertical housing. Sebuah tantangan besar bagi pemerintah Indonesia dalam menyediakan hunian untuk yang dapat diakses oleh berbagai kalangan penduduk yang mana dilengkapi oleh fasilitas-fasilitas pendukung guna menunjang kegiatan penduduknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anugraha, M., Kusumawanto, A., & Krisnany, M. (2018). Sustainable Development For The Center Of Small Cities. Journal of Architectural Research and Design Studies, 1(2), 11-16.
2. Bibri, S. E., & Krogstie, J. (2017). Smart sustainable cities of the future: An extensive interdisciplinary literature review. Sustainable cities and society, 31, 183-212.
3. Boontharm, D. (2019). Urban Design for Super Mature Society. The Journal of Public Space, 4(4), 137-154.
4. Bureau of Urban Development (2020) Tama New Town - An Fascinating Area in an Expance of Hills. Tokyo Metropolitan Government
5. Chapple, K. (2014). Planning sustainable cities and regions: Towards more equitable development. Routledge.
6. Elsinga, M., Hoekstra, J., Sedighi, M., & Taebi, B. (2020). Toward sustainable and inclusive housing: Underpinning housing policy as design for values. Sustainability, 12(5), 1920.
7. Hauk, M. L. (2015). Postwar Residential New Towns in Japan: Constructing Modernism.
8. Hirayama, Y., & Ronald, R. (2007). Housing and social transition in Japan. Taylor & Francis.
9. Jacobus, R. (2015). Inclusionary housing: Creating and maintaining equitable communities. Cambridge, MA: Lincoln Institute of Land Policy.
10. Krings, A., & Schusler, T. M. (2020). Equity in sustainable development: Community responses to environmental gentrification. International Journal of Social Welfare, 29(4), 321-334.
11. MORA, L., DEAKIN, M., & REID, A. (2018). Smart and Sustainable Planning for Cities and Regions. Springer. DOI, 10, 978-3.
12. Nordin, N., & Nakamura, H. (2018). Social capital among ageing residents of housing complexes in suburban Tokyo: The case of Haraichi-danchi and Oyamadai-danchi in Ageo city. PLANNING MALAYSIA, 16.
13. Peace, S., & Holland, C. (Eds.). (2001). Inclusive housing in an ageing society: Innovative approaches. Policy Press.
14. Sadewo, E., Syabri, I., & Pradono, P. (2018). Post-suburbia dan Tantangan Pembangunan di Kawasan Pinggiran Metropolitan: Suatu Tinjauan Literatur. Majalah Geografi Indonesia, 32(2), 130-141.
15. Singh, S. K. (2016). Sustainable development: a literature review. The International Journal of Indian Psychology, 3(6), 63-69.
16. Tsenkova, S. (2022). Cities and affordable housing: Planning, design and policy nexus, edited by Sasha Tsenkova: New York and London, Routledge, 2022.
17. Yang, Y., & Taufen, A. (2022). Sustainable cities and landscapes: Cultivating infrastructures of health. In The Routledge Handbook of Sustainable Cities and Landscapes in the Pacific Rim. Taylor & Francis.
18. Yigitcanlar, T., Dur, F., & Dizdaroglu, D. (2015). Towards prosperous sustainable cities: A multiscalar urban sustainability assessment approach. Habitat International, 45, 36-46.