Angan Biarkan Dia Pergi

Page 1


~ BIANCA ~

Kepada Fisika, Aku tak bermaksud membencimu. Hanya saja kamu terlalu sulit untuk aku mengerti terlalu banyak angka untuk mengerti kamu. Dan aku? Aku adalah perempuan yang membenci sesuatu yang rumit. Ake lebih suka merangkai kata daripada harus menyusun angka dan rumus.

Selalu tujuh puluh. Setiap saat. Hanya tujuh puluh angka yang terbentuk dari torehan tinta di kotak nilai lembar jawabanku. Kurang dari itu, aku malu, Lebih dari itu, aku tak mampu.

Terus terang, aku memang tipe pelajar yang kurang rajin menghapal dan mengerti rumus. Bukannya tidak suka. Aku sering mencoba belajar dan bahkan mengambil jam belajar tambahan di salah satu tempat bimbel. Namun, pada akhirnya aku hanya bisa mendapat tujuh puluh (lagi). Aku tidak pernah berhenti mencoba, namun aku selalu rendah diri dibandingkan teman-temanku yang lebih mampu. Aku masih mencoba walaupun akhirnya tetap sama.

Awalnya, aku tak pernah peduli dengan angka tujuh puluh, karena toh tujuh puluh tidak jelek-jelek amat. Angka yang kumiliki tujuh puluh, bukan enam puluh atau dibawahnya. Oke, setelah mencari tahu, ternyata aku memang harus mendapat lebih dari tujuh puluh

untuk dapat meraih cita-cita. Baiklah, aku akan berusaha mendapatkan nilai lebih dari tujuh puluh.

Ditambah (ini yang membuatku berpikir untuk mendapat nilai lebih dari tujuh puluh) aku lelah jika harus melakukan remedial setiap mendapat tujuh puluh. Ini saatnya aku menghentikan penderitaan. Penderitaan mengerjakan tugas rumit tambahan itu untuk memperbaiki nilai. Aku tidak mau seperti itu terus-terusan.

Dan disinilah aku sekarang. Di tempat bimbel, pada pukul tujuh lewat empat puluh lima malam. Dimana perempuan seumurku pastilah sudah belajar di kamar mereka masing-masing. Sambil tidur-tiduran mungkin, atau sambil memegang handphone di salah satu tangan mereka ketika tangan yang satunya sedang memegang pensil. Di tempat bimbel ini, aku hanya bisa mendapat tujuh puluh. Selalu tujuh puluh. Kurang dari itu, aku malu. Lebih dari itu, aku tak mampu.

Tetapi kemudian, seorang laki-laki kira-kira usianya satu atau dua tahun diatasku. Dia perlahan berjalan ke arahku yang sedang duduk sendiri. Terbesit perasaan risih dan takut pada diriku. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Namun, sepertinya dia sudah lebih dulu bimbel di tempat ini. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku pura-pura sibuk dengan kertas-kertas yang ada di tanganku. Sambil tersenyum, dia berkata "Cuma tujuh puluh?"

~ ADEMAS ~

Kepada Bahasa Indonesia, bukan aku tak mencintaimu. Hanya saja-kamu terlalu misteri. Setiap katamu memiliki makna. Dan aku?

Aku adalah laki-laki yang sulit untuk mengetahui setiap makna kata. Aku cinta fisika. Aku tak harus menghapal banyak teori yang menurutku bertele-tele. Aku mendesain otakku untuk melakukan sesuatu dengan konsep. Singkat, padat dan jelas. Tidak terlalu banyak basa-basi. Tidak terlalu þanyak kata-kata. Fisika itu sederhana, karena aku memahaminya. Sekali lagi, bukan aku tak mencintaimu, hanya saja, aku lebih mencintai Fisika.

Selalu nilai sempurna. Aku suka nilai sempurna. Matematika, Fisika. Ah, yaa Fisika. Aku selalu mendapat nilai sempurna dalam bidang itu. Kecuali Bahasa Indonesia. Ah ya, pelajaran itu. Aku tak pernah berhasil mendapatkan nilai sempurna dalam pelajaran itu.

Terlalu banyak teori, terlalu banyak yang harus dihapal Homonim, Homofon, Homograf. Entahlah, ku kira masih banyak lagi, namun aku tak menghapalnya

Aku laki-laki. Aku lebih suka memahami daripada menghapal. Aku laki-laki. Aku bukanlah pengingat yang baik. Bukan otakku tak mampu, hanya saja, aku memang tak ingin menjadi pengingat yang baik untuk hal-hal yang menurutku tak penting. Aku benci basa-

basi. Aku lebih suka menjalani hidupku dengar konsep. Aku tidak terlalu suka Bahasa Indonesia, aku cinta Fisika. Ilmu nyata. Aku tidak perlu menghapal banyak, hanya perlu memahami. Sempurna, aku selalu mendapatkan nilai sempurna. Tujuh puluh terlalu memalukan bagiku.

Akhir-akhir ini, aku sering melihat dia. Perempuan yang sering duduk sendiri ditempat bimbel sambil melihat beberapa kertas bertuliskan Fisika. Tujuh puluh. Perempuan itu selalu mendapatkan nilai tujuh puluh. Bagiku, tujuh puluh terlalu memalukan.

Aku tidak suka bila nilai Fisikaku tujuh puluh. Karena tujuh puluh pernah mengantarkanku pada kegagalan. Cita-cita yang kuimpikan harus kurelakan karena angka tujuh puluh. Sejak saat itu, aku butuh lebih dari tujuh puluh. Aku butuh nilai sempurna untuk dapat menarik kembali kesempatan untuk meraih cita-citaku yang telah terlewati. Semakin hari, aku mendapatkan nilai semakin baik hingga aku mendapatkan nilai sempurna.

Aku belum pernah melihat perempuan yang hanya mendapat nilai tujuh puluh itu. Sepertinya dia baru disini. Kebetulan sudah satu bulan aku cuti dari tempat bimbel karena harus mengurus persiapan demisionerku dalam organisasi sekolah. Badannya tidak terlalu tinggi, tubuhnya tampak gemuk tetapi sebenarnya tidak terlalu gemuk.

Perempuan ini tampak payah, terus terang saja. Aku melihat nilai Fisikanya selalu tujuh puluh. Namun setelah ku perhatikan, ada beberapa lembar kertas yang bertuliskan "Bahasa Indonesia" di kotak nilainya tertera angka 100. Perempuan ini semakin membuatku penasaran, Maka dari itu, aku menghampirinya.

"Cuma tujuh puluh?" kataku kepadanya.

Aku tak bermaksud menyinggungnya, sungguh. Aku bermaksud baik. Aku hanya ingin dia berjuang lagi untuk mendapatkan lebih dari tujuh puluh. Lebih baik dari yang selalu ia dapatkan. Aku tahu dari sorot matanya, ia mempunyai semangat yang besar. Amat besar.

Aku mengulurkan tangan, tersenyum sambil menyebutkan namaku dan dia pun menyambutnya.

"Aku Demas. Ademas. Kamu baru ya disini?" aku kembali mengajukan pertanyaan.

"Aku Bian. Bianca. Kamu udah lama ya, disini?" sambil tersenyum dia membalikan pertanyaan.

Kita sama-sama tertawa karena percakapan yang terlihat bodoh itu. Sungguh perkenalan yang lucu.

"Kenapa nilai rata-rata Fisikamu tujuh puluh? Aku lihat nilai Bahasa Indonesiamu sempurna."

Sungguh aku tak bermaksud menyinggung. Aku hanya ingin tahu. Perempuan ini, berketerbalikan denganku. Syukurlah, dia tidak tersinggung. Dia hanya tersenyum sambil menjawab pertanyaanku.

"Entahlah. Aku juga bingung. Tujuh puluh. Selalu tujuh puluh. Mungkin hanya tujuh puluh kemampuanku. Kurang dari itu, aku malu. Lebih dari itu aku tak mampu.”

Perkataannya seperti menunjukan rasa kecewa. Tetapi sorot matanya menunjukan harapan yang terpendam dalam dirinya. Dan, baru aku sadari matanya begitu indah. Mata paling indah yang pernah aku lihat.

"Bagaimana kalo aku bantu kamu dalam memahami Fisika, tapi kamu harus bantu aku mengerjakan tugas Bahasa Indonesia. Mengarang. Huh, aku selalu gagal dalam mengarang.”

Aku tak tahu mengapa tiba-tiba aku berani berkata seperti itu. Padahal, aku baru saja berkenalan dengannya. Aku tak tahu apakah dia warga negara yang baik atau bukan. Entahlah, aku merasakan ada yang berbeda denganku kali ini.

~ KESEPAKATAN ~

Kepada Fisika, Entah ini kebetulan atau memang takdir Tuhan. Aku mulai menyukai atau bahkan mencintai laki-laki yang mencintai hal yang kurang kusukai. Mungkin dia akan membuat aku dan kamu menjadi akrab. Dan sekarang, aku sedang belajar. Belajar memahamimu, belajar memahami dia. Belajar mencintaimu. Mencintai hal yang dicintai oleh orang yang ku cinta. Memang adakalanya kita mencintai hal yang tidak kita sukai untuk orang yang kita cintai, bukan?

Itu pertama kali aku bertemu laki-laki itu. Dia menawarkan untuk membantuku mendapat lebih dari tujuh puluh. Dia berketerbalikan denganku. Kalau aku benci Fisika, dia terlihat begitu mencintai Fisika. Jika aku begitu mencintai Bahasa Indonesia, dia amat membencinya.

Namun dia tak pernah mengolok yang kucinta begitu pula sebaliknya. Justru dia yang membuatku mencintai hal yang kubenci dan aku akan berusaha membuat dia mencintai apa yang kucintai namun tanpa paksaan. Dan disinilah aku sekarang, duduk ditempat yang sama dengan memegang selembar kertas jawaban yang kotak nilainya terisi dengan nilai sempurna. Aku tak sabar ingin memberitahukan hasil belajarku kali ini. Tak perlu menunggu

terlalu lama, aku sudah bisa melihatnya berjalan ke arahku. Ku lihat senyumnya yang indah dari kejauhan. Semakin dekat dan semakin mendekat. "Maaf ya, aku telat. Tadi aku isi bensin dulu. Di POM nya antri." "Iya, gapapa kok. Aku juga belum terlalu lama disini. Hei lihat ini nilai Fisikaku. Aku dapat nilai sempurna." "Waaah hebat, Gak sia-sia aku siang malam ngajarin kamu. Kalo gitu, kamu gausah bimbel disini. Bimbel sama aku aja, lumayan uangnya buat aku jajan hehehe. "Ah kamu lebay. Siang malam sama aku, kamu seneng kan?"

Aku melihatnya tersenyum, kali ini ku lihat senyumnya dari dekat. Tangannya menunjukan sesuatu. Memberikan selembar kertas. Itu karangan pertamanya. Nilainya 90,

Momentum cinta

"'y@*!nanlya 3U, Pertama kali bayangmu jatuh tepat di fokus hatiku Nyata, tegak, diperbesar dengan kekuatan lensa maksimum Bagai tetes minyak yang jatuh di ruang hampa Dilambangkan dengan alfa dalam sebuah sudu...

Walau jarak kita bagai matahari dan Pluto Amplitudo gelombang hatimu berinterfensi dengan hatiku Seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih Bagai benda yang bertumbukan lenting sempurna.

Energi mekanik cintaku tak terbendung oleh friksi Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh kecepatan Bahkan hukum kekekalan energi tak dapat menandingi hukum kekekalan diantara kita.

Listrik statis berbanding terbalik dengan listrik dinamis Yang bergantung pada medium rambatnya lintasan Bagai nada pada dawai dan pipa organa Inilah hambatan listrik yang terjadi diantara kita.

Energi mekam cimanu can cer oerrereg OTen T"N3T Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh kecepatan Bahkan hukum kekekalan energi tak dapat menandingi hukum kekekalan diantara kita.

Listrik statis berbanding terbalik dengan listrik dinamis Yang bergantung pada medium rambatnya lintasan Bagai nada pada dawai dan pipa organa Inilah hambatan listrik yang terjadi diantara kita.

Momen cintaku tegak lurus dengan momen cintamu Menjadikan cinta kita sebagai titik ekuilibrium yang sempurna yang takkan tergoyahkan impuls ataupun momentum gaya Inilah resultan momentum cinta kita.

Entah terinspirasi dari mana karyanya itu. Namun menurutku, itu indah. Amat baik bagi seseorang yang katanya sulit untuk merangkai kata seperti dia.

"Selamat ya, nilai mengarangnya udah bagus tuh."

"Ini juga berkat kamu dan aku yakin pasti kalo kamu yang merangkai kata bisa lebih bagus dari karyaku ini."

"Aku ngga sehebat yang kamu kira, Ilho."

Hahaha kamu tuh selalu saja merendahkan diri. Oiya, sebagai tanda terimakasih aku mau traktir kamu di Soewarna Cafe sekarang. Gimana, kamu bisa?"

"Sepertinya aku tahu tempat itu. Oke kalo kamu mau traktir aku."

"Terimakasih sudah mau mentraktir aku dan mengantarku pulang.

Kalau saja setiap guru Fisika itu sepertimu, mungkin aku akan sangat mencintai Fisika."

"Sama-sama. Haha mungkin, kalau semua guru Bahasa Indonesia se-asik kamu, bukan cuma aku yang mencintai Bahasa Indonesia. Tapi semua murid."

"Okay, mungkin. Itu baru mungkin. Oiya, duduk dulu. Aku buatkan minuman untuk kamu."

Tidak perlu. Sudah malam. Aku harus pulang. Bilang pada orangtuamu, maaf telah membawa anak perempuannya sampai malam seperti ini."

"Okay, nanti aku sampaikan. Kamu hati-hati dijalan."

~ BELAJAR BERSAMA ~

Kepada kamu laki-laki yang baru saja hadir dalam hidupku; Entah daya tarik apa yang kamu milki sehingga kamu mampu membuatku

merasa sangat nyaman saat bersamaru. Kamu, laki-laki yang mampu lama aku banaun. Berdiri tegak

bersama luka yang masih terasa perihnya. Mungkinkah kau obat yang dikirimkan Tuhan untuk menyembuhkan lukaku?

Laki-laki? Aku tak pernah tahu dengan pikiran laki-laki. Makhluk yang ku kira diciptakan hanya untuk menyakiti. Aku hampir tak pernah percaya oleh ucapan makhluk itu. Kecuali ayahku Tapi dia, yang pada malam itu menghampiriku. Aku rasa dia berbeda. Dia

adalah satu-satunya laki-laki yang mampu membuatku nyaman saat berada didekatnya sama seperti saat aku berada didekat ayah.

Dia yang malam itu menghampiriku, memberikan senyumnya yang begitu indah. Yang diikuti oleh matanya yang semakin terlihat sipit. Aku tak pernah menyangka dia akan masuk sejauh ini kedalam hidupku meski kami saling mengenal baru beberapa waktu

Ah, Tuhan, apakah dia orang yang tepat jika aku bersedia membuka pintu hati lagi? Apakah dia tidak akan menyakiti seperti

seseorang yang pernah singgah dihati ini lalu pergi? Aku terlalu takut untuk merasakan sakit hati untuk yang kesekian kali.

Jika memang dimatanya aku tak berarti, jangan buat aku mengharapkan sesuatu yang lebih.

~ KEDEKATAN ~

"Hei, kamu sibuk gak hari ini? Aku ingin mengajakmu kesuatu tempat. Kamu pasti suka."

"Ngg, tidak terlalu. Kemana?"

"Kamu akan tahu nanti. Aku jemput kerumahmu jam 3 sore nanti ya."

"Okay, siap pak guru.'"

"Heh. Maksudmu aku? Sembarangan yaa kamu.

"lya, sekarang kan aku udah jadi guru TK. Ngajar Fisika tapi."

"haha iya. Kamu tuh bener-bener guru baik hati ya. Cocok deh kalo ngajarin anak TK."

"Ice creamnya enak kan? Kamu pasti suka. Ya tentu kamu pasti suka.

"Heh. Maksudmu aku? Sembarangan yaa kamu.

"Tuuh kan. kalo manyun gitu makin mirip sama anak kecil."

"Dasar orang tua. Bawel banget deh. Oiyaa udah sore. Aku mau pulang."

"Okay. Ayok aku anter kamu."

Tuhan aku menemukan sesuatu yang lain didalam gadis ini. sesuatu yang membuatku merasa nyaman saat bersamanya. Sesuatu yang 'langka'. Yang tidak semua gadis memiliknya. Dia begitu unik, lucu walau terkadang sikapnya terlalu dingin. Dan aku merasakan ada yang lain didalam hatiku saat tanpa sengaja menatap matanya. Tuhan, akankah aku melanggar janjiku sendiri?

Janji untuk tidak tertarik pada wanita selain Ivon. Perempuan yang dulu mengisi hari-hariku. Yang telah pergi karena kesalahanku.

Tidak, aku tidak bermaksud menyakitinya. Aku hanya ingin meraih cita-citaku terlebih dahulu. Sebagai laki-laki tentu saja aku ingin membuat orang yang ku sayangi bangga. Termasuk Ivon. Tapi ternyata, rencanaku tak sesuai rencana. Ku kira lvon akan setia menantiku. Ku kira Ivon akan tetap mencintaiku. Mungkin, memang salahku yang terlalu banyak mengira. Mengharap semua yang terjadi sesuai rencana, Kembali kepada gadis itu Gadis yang usianya dua tahun dibawah usiaku. Apakah akan ada tempat dihatiku untuknya? Akankah dia mampu membuatku melupakan Ivon? Ah, tidak. Aku tidak sejahat itu. Aku bukan orang yang mudah untuk menghapuskan perasaan. Tuhan. aku tak tahu apa yang aku rasakan. Aku tak bisa menerka apa yang hati ini katakan. Aku mencintainya, tetapi hatiku juga masih belum bisa melupakan Ivon. Aku masih memegang janjiku. Suatu saat bila aku sudah

sukses. Aku akan menjemput kembali Ivon. Memperjuangkan cintaku. Mencoba menghapus kesalahanku di masa lalu.

Tapi tak bisa kupungkiri. Semakin hari, aku semakin tak ingin jauh dari gadis yang belum lama ini datang dihidupku. Aku ingin bisa selalu dengannya

Minggu pagi. Aku suka minggu pagi. Pagi yang dapat aku nikmati dengan tenang. Dimana aku tidak perlu tergesa-gesa untuk berangkat ke sekolah. Menjalani kegiatan yang menurutku membosankan. Namun satu panggilan masuk mengganggu minggu pagiku.

"Hello Nona galau. Sudah bangun rupanya kamu? Ku kira aku harus menunggu lama untuk menunggu kamu mendengar telfonku." "Heh kamu itu pagi-pagi udah bawelin orang. And..what did you say? Aku nona galau? Hei..aku bukan nona galau seperti yang kamu bilang. "Duh..anak kecil pagi-pagi udah ngambek. Mau, jadi anak kecil yang keriput?" "Kamu tuh orangtua yang nyebelin ya. Kamu nelfon aku cuma untuk ngejek gini?" "Hahaha. Enggak.

Aku mau ajak kamu jalan-jalan minggu ini. Kamu pasti seneng kan ada yang ngajak jalan? Jomblo mana pernah ada yang ngjak jalan. "Sudah cukup puaskah Bapak Ademas menghina saya? Kalo kamu ngajak jalan cuma untuk mengejek aku nantinya. Aku malas ah. "Tidak Nona Kecil, Aku tidak akan mengejekmu,. "Okay. Aku mau."

"Siap. Kamu siap-siap ya. Tiga puluh menit lagl aku sampal dirumahmu,.

~ KONFLIK ~

Aku tak pernah mengerti jalan pikiran orang ini. Bagaimana bisa dia sering mengajak aku untuk jalan-jalan. Aku, orang yang belum lama dikenalnya Namun, aku lebih tak mengerti jalan pikiranku. Bagaimana bisa aku mau-maunya diajak pergi oleh seseorang yang belum lama ku kenal. Bagaimana kalau dia ternyata mafia? Atau sindikat teroris yang akan mencuci otakku. Membuatku rela mati dengan bom bunuh diri yang mengatasnamakan jihad dijalan Tuhan.

Tapi, hatiku mengalahkan kehendak otak. Kali ini hatiku berjalan sendiri. Seolah tak ingin diperintah oleh otak. Semakin otakku berkata 'tidak' semakin hatiku berteriak 'iya'.

Hatiku selalu ingin bersamanya. Semakin lama-aku semakin takut kehilangannya. Kehilangan laki-laki yang sudah berhasil merusak sedikit demi sedikit tembok pertahananku.

"Kamu kemana aja? Aku udah 15 menit diluar sini. Ini panasnya ampun-ampunan loh, Nona kecil."

"lyaa maaf yaa aku cari-cari handphone tadi. Ternyata ada dibawah selimut. Hehehe."

"Dasaar. Anak kecil emang suka gitutuh. Suka sembarangan.

"Yee tukang ager berisik aja.

Yuk cuss ah berangkat. Kamu mau ajak aku kemana?"

"Ke suatu tempat. Udah kamu tinggal ngikut aja."

"Kamu tuh, yaa. Orang aneh dasar. Yowes, asal kamu sediain banyak permen chupachup, aku nurut aja."

Aku tak tahu akan dibawa kemana lagi aku hari ini. Aku ingin memberontak, tentu saja. Tapi, aku tak bisa karena aku lebih ingin bersamanya. Aku selalu ingin bersamanya. Aku mulai takut jika suatu saat nanti aku kehilangannya. Aku tahu, ini gila, Tapi ini sungguh nyata. Aku mulai takut jika suatu saat nanti, ada wanita yang mampu mengambil hatinya, membuatnya tak lagi ingin

mengajakku pergi menikmati segelas ice cream atau sekedar sama-sama belajar, seperti awal perkenalan kita. Meski hingga saat ini, aku tak tahu apakah dia sudah mempunyai kekasih atau belum.

Disinilah aku sekarang. Menikmati minggu pagi di alun-alun kota Tangerang. Melihat suasana lapangan yang dipenuhi orang-orang yang sedang lari mengelilingi lapangan di sudut podium

"Eh anak kecil. Ini chupachupnya. Nyusahin ajadeh."

"Waaa makasih. Salahmu sendiri ngajakin aku pergi. Anggaplah ini imbalan nemenin kamu yang jomblo ini."

"miror please! Jomblo teriak jomblo"

"Haha kalau kata anak jaman sekarang sih, santai keles. Ngomongngomong, kamu mau ngapain ajak aku kesini?"

"Ga ngapa-ngapain, sih. Tapi mungkin kalo aku ajak kamu lihat orang lari-lari gitu kali aja kamu niat lari. Bagus Ioh buat pertumbuhanmu. Biar kelihatan lebih tinggi."

"Demaaaassss! Kamu betein, ih."

"Iya-iya maaf, Aku mau kasih kamu ini. Orang yang hobby menulis pasti butuh ini"

"Waaah blocknote. Elmo. It's so cute Demas. Aku suka. Suka banget."

Aku membuka lembaran pertama. Menorehkan tinta diatasnya.

Jika mencintaimu adalah kesalahan,

Maka kamu adalah kesalahan terindah dalam hidupku.

Bianca

Kemudian aku menutup kembali, menyimpannya kedalam tasku. Dan entah apa yang aku pikirkan. Aku kembali mengucapkan terimakasih sambil memeluknya, kemudian mencium pipinya. Bodoh! Aku memang bodoh. Dan apa yang baru saja aku lakukan adalah tindakan paling konyol.

"Mmmaaa.. aaaf."

"Gapapa. Oiya, udah lumayan siang. Kamu masih mau tetep disini, atau gimana?"

"Aku mau pulang aja, aku mau santai-santai dirumah. Hehe."

"Okey. Ayok aku anter kamu pulang.”

Diperjalanan pulang, hanya terdengar kebisingan kendaraan di jalan raya tanpa ada sepatah katapun yang terdengar diantara aku dan Demas. Kami sama-sama diam. Dan aku masih tidak percaya atas apa yang aku lakukan tadi. Kelakuan konyol yang mungkin tidak akan aku lupakan.

Rumahku terlihat sepi, benar saja. Ini hari minggu pastilah kedua orangtuaku sedang menikmati masa liburnya berdua. Demas berada sangat dekat denganku. Bisa ku lihat bentuk wajahnya, rahangnya yang terlihat kokoh, matanya yang sipit, hidungnya yang mancung dan giginya yang 'gingsul' menambahkan efek manis diwajahnya. Matanya yang terlihat hidup diantara kulit wajahnya yang putih pucat. Semuanya, telihat semakin jelas dan semakin dekat. Bibirnya semakin mendekati wajahku. Aku hanya bisa memejamkan mata dan merasakan bibirnya menempel dikeningku. ntuk beberapa detik, aku merasakan kehangatan menjalar ditubuhku. Lengannya semakin terasa erat. Aku ingin

memberontak, tapi hatiku mengatakan lain. Hatiku melumpuhkan perintah otak dan membuatku tetap diam dalam pelukannya.

Aku menepis pelukannya. Aku terlalu gugup sampai aku tak berani menatap matanya

"Maaf.. bian."

"lyaa, tak apa. Kamu tunggu disini. Mau minum apa?"

"Gak usah. Aku langsung pulang saja." Aku terdiam kaku. Kakiku masih merasakan getaran yang cukup hebat atas apa yang baru saja aku dan Demas lakukan. Aku merasa senang-tapi disisi lain aku merasa bodoh. Amat bodoh. Dan, murah. Dengan mudahnya melakukan semuanya dengan seseorang yang belum lama ia kenal.

Mungkin untuk beberapa hari ini aku harus menjaga jarak dengan Demas. Aku masih merasakan malu. Dan untuk saat ini, aku belum siap untuk bertemu dengannya lagi. Bagi Demas pastilah ini hal yang sepele. Tapi tidak bagiku.

~ PERPISAHAN ~

Aku masih memikirkan kejadian siang tadi diteras rumahnya. Jujur, aku merasa senang. Bukan, aku bukan senang karena bisa dengan mudah memeluknya. Aku bukanlah laki-laki yang senang perempuan karena tubuhnya. Percayalah, aku tak sebejat itu.

Yang membuatku senang adalah, rasa nyaman yang sudah lama tak kudapat dari seorang perempuan semenjak aku memutuskan untuk melepaskan Ivon yang awalnya--dengan alasan untuk fokus ke masa depanku terlebih dahulu

Dia seperti hujan yang turun dimusim kemarau. Setiap tetesnya memberikan kesegaran. Aku rasa, aku mulai menyayanginya. Tapi, entahlah apakah yang kurasakan benar-benar cinta atau karena rasa nyaman yang sesaat.

Sudah hampir dua minggu aku tak bertemu dengan Demas. Beberapa hari terakhir dia selalu menghubungiku. Namun aku selalu tidak menghiraukannya. Hingga akhirnya aku berada di tempat ini. Demas memaksaku untuk menemuinya. Dia bilang ada urusan penting yang harus dibicarakan. Ini mengenai pelajaran.

Dan tentulah, aku tak bisa menolaknya. Sudah setengah jam aku menunggu. Seperti biasa, dia memang selalu telat. Oke, mungkin aku memang yang terlalu cepat. Pandanganku selalu terjaga ke

arah pintu masuk, berjaga-jaga bila dia telah datang. Aku mulai melihatnya. Menggunakan kaos berkerah warna abu-abu dan celana chino berwarna coklat. Harus aku akui. dia memang begitu mempesona.

wHal penting apa yang mau kamu bicarakan?"

"Aku baru sampe, loh. Kamu nggak mau tanya aku mau pesen apa pesen apa terlebih dahulu?" "Kamu kan bisa pesen langsung."

"Yaudah, beri aku kesempatan untuk memesan dulu." Laki-laki ini memang selalu menyebalkan. Tapi sifatnya yang begitu menjengkelkan ini membuatku semakin senang berada didekatnya.

Dan aku semakin takut jika kelak aku tak bisa lagi sedekat ini dengannya. "Aku mau ngomong sesuatu. Tentang permasalahan kemarin. Maaf aku bohong beralasan pertemuan ini untuk pelajaran. Aku terpaksa karena kamu tidak pernah mau mengangkat telfonku." Sungguh. Permasalahan kemarin? Inilah alasan kenapa aku malas untuk mengangkat telfonmu. Dan sekarang? Aku terjebak dalam pembicaraan ini.

"Oh kemarin. Kenapa memangnya?" sekuat mungkin aku berusaha untuk tetap tenang.

"mungkin menurutmu, kemarin adalah hal sepele. Tapi tidak bagiku. Itu bukanlah hal yang sepele."

"Sepele? Kau fikir aku semurahan itu?"

"Tidak. Aku tidak berfikiran seperti itu. Aku hanya ingin memberitahukan padamu. Aku bukanlah laki-laki yang mudah memegang tubuh perempuan sembarangan.

"Okey, lalu?"

"Aku, aku menyayangimu, Bianca. Kamu perempuan yang bisa membuatku merasa nyaman. Aku tak ingin kehilanganmu.

Lututku terasa lemas, kakiku gemetar. Aku tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang yang berada di hadapanku saat ini. Aku pun menyayanginya. Namun aku terlalu malu untuk mengungkapkan. Tapi, terlalu munafik untuk dipungkiri.

"Bianca, sungguh aku selalu ingin bersamamu.

Aku semakin bingung. Napasku tercekat, detak jantungku berdetak terlalu cepat. Otak dan hatiku seolah bertengkar. Aku tak tahu mana yang harus aku dengar. Hati atau logika? Namun, bukankah hati perempuan selalu lebih kuat dibandingkan logikanya?

"Aku, aku juga menyayangimu, Demas."

"Kamu serius, Bian?"

"lya, A…aku serius."

~ REUNI ~

Untuk yang kedua kalinya, aku merasakan kehangatan itu lagi. Aku merasakan rengkuhannya lagi. Dan untuk yang kesekian kali aku katakan, aku tak ingin kehilangannya.

Udara di Tangerang saat ini cukup panas. Sangat berbeda dengan udara beberapa tahun lalu. Aku sedang duduk di ruang tamu sambil berbincang dengan Demas melalui telefon. Semenjak pengakuan perasaan kami berdua 4 bulan lalu, kami sepakat untuk menjalani semuanya begitu saja. Tanpa harus ada hubungan apapun.

"Kamu udah nonton Fast and Furious 6?"

"Belum. Kenapa?"

"Kata temenku seru banget. Nonton, yuk?" "Ng.. gimana ya. Akhirakhir ini aku lagi sibuk banget."

"Okey, gapapa." Aku harus sadar, aku bukanlah siapa-siapanya

Aku tak berhak untuk menuntutnya. Sebenarnya, aku memang tidak terlalu suka nonton. Aku sengaja mengajaknya agar aku selalu bisa dekat dengannya.

"Okay, Bian. Kita nonton."

"Kamu, serius?"

"lya, aku serius. Aku rasa memberikan sedikit waktuku untukmu tak akan ada kerugian."

"Oke. Kapan kita mau nonton?"

"Nanti malam. Jam tujuh aku jemput kamu. Sampai ketemu nanti malam."

Sudah empat bulan, aku menjalani hubungan dengan Bianca.

Perempuan yang memberiku rasa nyaman selain Ivon. Rasa sayangku untuk Bian masih sama besar. Hanya saja, aku mulai menyadari. Rasa sayangku untuk Bian dan Ivon berbeda. Aku lebih menyayangi Bian sebagai adik, bukan kekasih. Rasa nyamanku yang berlebihan saat bersama Bian membuatku salah mengartikan semuanya.

Aku harus menjelaskan semuanya pada Bian. Aku tak ingin ia semakin salah mengartikan. Aku tau, ini salahku, tapi, siapa yang bisa mengendalikan perasaan? Aku menyayangi Bian. Aku tak ingin menyakitinya

"Demas, tadi filmnya seru yaa."

"lya, Paul Walkernya mirip aku, yaaa."

"Hih. Beda. Kamu pede banget."

"Haha. Bian, aku boleh jujur sama kamu?"

"Tentu. Aku mana mungkin menghalangi orang yang ingin jujur."

"Ng.. Mungkin, kamu pikir aku jahat. Tapi, akan lebih jahat kalo aku gapernah jujur sama kamu. aku pernah bilang aku sayang sama kamu dan aku nggak mau kehilangan kamu. Kamu ingat?"

"Tentu. Kenapa?"

"Aku.. memang menyayangimu dan aku juga tak ingin kehilanganmu. Sampai saat ini. Tapi, sebagai adik. Bukan kekasih. Maaf Bian, Aku tau aku salah. Tapi aku gabisa bohongin perasaan aku sendiri. Aku udah coba untuk menyamakan perasaanku ke kamu seperti perasaan aku ke Ivon. Tapi aku gabisa. Aku belum mampu /von, pacar pertamaku yang pergi karena kesalahanku, masih menjadi orang nomor satu dihatiku. Aku minta maaf."

"Ngg... Maaf Demas, aku harus pulang."

"Bian.. Tunggu. Biar aku anter kamu pulang."

"Gausah. Aku bisa pulang sendiri."

Dadaku sesak, napasku tercekat. Air mata vang sudah sekian lama tak ku izinkan berlinang, seolah sudah sangat dahsyat sehingga bendungannya sudah tak mampu lagi menahan. Rasa perihnya begitu menyiksa jiwa. Merusak saraf. Melumpuhkan kerja otak, Tak ada yang bisa aku lakukan selain menangis melalui tulisan agar tangisanku tidak terdengar oleh Demas. Agar dia tidak tahu bahwa

aku kini menjadi rapuh. Aku membuka Blocknoteku. Blocknote yang diberikan olehnya beberapa bulan lalu. Kutorehkan tinta. Merangkai kata demi kata. Menuliskan semua yang tak mampu aku ungkapkan. Aku kira, kamu yang akan menyembuhkan luka. Aku kira, kamu yang aknn menjadi alasan uutukku bahagia. Aku kira, kamu akan menjadtiknuku yang paling istimewa. Aku kiraa. ah aku terlalu banyak mengira. Aku terlalu berharap kаmu dan aku akan menjadi kita terlalu banyak “mengira" karna pada akhimya aku kecewat bahagia. Seharusnya aku tak Биl, saat kamu datang ke dalam hidupku hatiku selalu berkata; Tuhan, mungkin saja dia orang yang akan menyembuhkan luka yang tak kunjung kering ini. Laki-laki yang aku minta dalam setiap bait doaku. Laki-laki yang akan menghapuskgn airmataku. Laki-laki yang akan tetap berdiri tegak untuk membantu melawan kelemahanku. Laki-laki yang akan mencairkan kebekuaunya untuk menghadapi sifat manjaku. Lakilaki yang akan menjadikanku tujuan, bukan persinggahan. Saat kamu mulai mengisi hari-hariku beberapa waktu lalu, aku pernah meminta; Tuhan, aku ingin Engkau menjaganya agar tak pernah jauh dariku. karena aku tak bisa mengejarnya. Hingga beberapa bulan terlewati, kати pergi. Meninggalkanku untuk orang lain, aku tak pernah tahu lebin baik atau lebin buruk dariku. матип, patut menyebut seseorana itu hebat. матри mengambil alih hatimu kamu berhasil membuatku menyayangimu dalam waktu beberapa bulan. Bukan karena kamu yang tidak merasa hebat seperti laki-laki lain

yang selalu menganggap dirinya hebat, namun kamu hebat. Bukan karena kamu yang pandai menyembunyikan kekerasan dibalik kelembutan, tapi karena kamu yang justru pandai menyembunyikan kelembutan dtbalik sifat kerasmu. Entah ара yang membuatku cinta sikapmu yang satu itu

Kalau saja kamu tahu, aku adalah orang yang takut akan cinta yang baru. tapi kamu, membuat aku berani. Berani mencintaimu tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Hingga akhirnya aku merasa akan sakit (lagi). Andai kamu tahu, dibalik garis senyuman diwajahku saat ini, ada tetesan air mata ku sembunyikan. Akubukanlah perempuan kuat. rapi aku adalah perempuan yang pura-pura kuat. Kuat menahan govesan di hati. Yang rasa sakitnya mau tak mau harus aku nikmati sendiri untuk kamu yang mungkin

Tak akan mengerti perasaan ini.

Aku harus pergi untuk sementara waktu. Menyendiri untuk mengobati lukaku. lukaku yang dulu mulai kering, namun sekarang menjadilebih dalam lagi. Lebih lebar dan lebih menyakitkan. Aku ingin sendiri. Aku ingin berteman dengan kesepian. Dengan kesepian lukaku terobati. Dengan kesepian aku sembunyi, agar tak kutemui lagi orang sepertimu. Yang mengucap sayang, lalu pergi.

Kepada kamu perempuan yang hobby menulis dan berpuisi; Maaf. aku tak bermaksud jahat. Aku memang mencintai dan tak ingin

kehilanganmu. Tapi perasaan itu seperti perasaan seorang kakak terhadap adiknya. Berkal-kali ku mencoba untuk membunuh bayangan dia yang telah pergilalu menggantinya dengan dirimu. Tapi, semakin kuat aku mencoba, semakin bayangan itu mempertahankan posisinya; dihatiku.

Dua bulan terakhir, aku tidak pernah mendapat kabar dari Bianca. Aku tak tahu ada dimana dia sekarang. Berulang kali aku mencoba menghubunginya, selalu saja tak bisa. Ku coba bertanya kepada orangtuanya, namun mereka tak pernah memberi jawaban.

Permintaan Bian, katanya. Sampai saat ini, aku masih menyayangi Bianca meskipun sebatas adik. Bukankah rasa sayang terhadap adik akan lebih besar daripada rasa sayang terhadap kekasih?

Bianca, andai kamu tahu. Perasaanku pada Ivon memang tak sama dengan perasaanku terhadapmu. Tapi, bukan berarti perasaanku untukmu tak lebih besar darinya.

Assalamualaikum, ya Allah Sang Pencipta langit dan bumi... baru saja aku memenuhi kewajibanku sebagai Muslimah; menghadapmu. Sekarang, bolenkah aku meminta waktumu sebentar? Aku ingin bercerita sedikit, ya Rabb. Aku tak perlu suudhan pada-Mu perkara kau mau mendengar atau tidak. Aku yakin, Engkau selalu mendengar setiap cerita hamba-Mu. Aku yakin rangkulan-Mu masih tertuju pada orang-orang yang membutuhkan-Mu.

Aku masih ingin menceritakan tema yang sama dan dengan orang yang sama pula. orang yang sering kusebut namanya disetiap sujud rakaat terakhirku. Orang yang senpat menberi warna merah jambu dihatíku meski hanya untuk beberapa waktu

Aku tahu Engkau adalan penulis skenario paling indah tak perlu aku banyak bertanya atas semua yang sudah kau tuliskan. Termasuk skewario-Mu tentang dia yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupku dan menyelinap ke dalam hatíku namin sekarang menjadi sosok yang tak begitu ku kenal, Dia yang tíba-tiba datang lalu menghúang. Aku juga tahu, saat ini sudah ada perempuan yang mengalihkan pernatíannya. Yang perlahan mulai mengambil alih perasaannya. Tap.. tidak berarti aku harus berhenti menyebut wamanya dalam setiap bait do'aku bukan?

о иоики икии

Pan. aku juga sangat tahu, dia sedang berada di tingkat jatuh cinta paling tinggi.Jatun ciuta padar seseorang_yang akupun tak tahu seperti apa._Entah lebih baik atau lebth buruk dariku. Аpapun alasannya, aku harus turut berbahagia. Aku mohon padaMu,jagalah rasa bahagianya. euat dia selalu merasakan jatuh cinta, kavena aku tak pernah mau melihatnya patah hati. Aku tak perah iwgin melihatnya terluka,

~ AKHIR ~

Yarabb. aku mohon, kali inijangan bosan mendengar ceritaku. Tentu saja atr mataku menetes, dadaku sesak ketika tahu. ada wanita lain yang lebih mampu.meng@mbil hatinya._Aku.memnng terlalu. berharap tinggi. Mengang@ap din yang.juoa mengininkanku Aku berantakan ketika harus menerima kenyataan yang tak sesuai rencaua. Rencana indahku yano ingin selalu.bersamangya.Yakabb.Aku memang salah, karena hidup tak selalu berjalan sesuai rencana Permintaanku masih sama seperti kemarin, yarabb._Jagalah rasa bahagianya, untuk bahagiaku

Senyum manis yang dikuti mnta sipitnya adalah yang selalu ingin aku lihat disepanjang hidupku Aku ingin lakukan apapun untuk kebahagiaannya, tanpa pemnah mengurangi rasa cintaku pada-Mu yarabb. Aku memang harus rela tak bisa menyentuhnya, namun setidaknya aku bisa memeluknya melalui doa.

Wahai_Yang_Maha.Pengabul do'a. Siapapun wanita yang din cintai, tolong beri tahu pada wanita itu untuk selalu sabar menghadapi sifatnya yang begitu menjenoelkan. Tolong ben tahu. pada wanita itu, jangan permnah melarangnya untuk memutar lagu-lagu Superman is pead dengan volume yang cukup Reras, Rarena tu adalah hal yang dia sukait

Yarabb.. maaf apabila aku terlalu banyak meminta Tapi, aku monon jaga dirinya. Jangaw biarkan dia terlalu sering makan rujak pedas' dan 'mie" karena aku tak ingin lambungnya terluka ARu tak ingin badannya yang tidak terlalu berisi itu semakin kurus, Engkau bolen menjewer telinganya atau sekedar mencubit pipinya apabila ia tidur

terlalu tarut, atau bila ia tidak mengisi perutnya yang terlihnat begitu datar. Daw tolong sampaikan juga padanya bahwa aku begitu mencintainya :)

Aku menutup blocknoteku. Menyimpannya ke dalam tas. Menghirup udara pagi di alun-alun Tangerang. Sudah dua bulan aku meninggalkan kota ini. Mengobati lukaku di rumah nenek, Yogyakarta. Aku rasa aku harus belajar menerima atas apa yang telah digariskan oleh Tuhan didalam hidupku. Aku harus menyadari, bahwa cinta tak pernah bisa dipaksa untuk datang atau pergi. Karena toh tujuan awal mencintai bukanlah memiliki.

"Bianca."

Aku mendengar suara Demas. Aku memang sengaja memintanya untuk kesini. Untuk memperbaiki semua yang pernah menjadi tidak jelas ini.

"Kamu kemana aja? Kamu tahu? Sudah dua bulan aku mencaricari kamu."

"Aku liburan ke Yogya, dong."

"Maafin aku Bianca. Kamu pasti kecewa sama aku."

"Udahlah. Kamu udah tua gausah sok melow gitudeh. Lagian kalo

dipikir-pikir, masasih aku pacaran sama orangtua nyebelin kayak kamu."

"Kamu tuh ya. Diajak ngomong serius malah bercanda."

lrdarin aku Bianca. Kamu pasti Kecewa sama aku

""Udahlah. Kamu udah tua gausah sok melow gitudeh. Llagian kalo dipikir-pikir, masasih aku pacaran sama orangtua nyebelin kayak kamu."

"Kamu tuh ya. Diajak ngomong serius malah bercanda."

"Jangan serius-serius, nantì di PHP-in. Hahaha."

"Dasar anak kecil gajelas, yaa kamu."

"Eh udah lama gak ketemu, kamu harus beliin aku chupachup yang banyak yaaa."

"Iyaa, aku beliin. Ayok jalan."

"Oke siap. Boss."

Dan kepada Tuhan; Aku percaya akan ada kisah indah yang menantiku untuk menjadi pemeran utamanya: Bersama pangeran yang akan mencintaiku apa adanya. Bukan Demas, yang mungkin

memang benar--hanya pantas menjadi kakakku. Siapapun yang akan menjadi masa depanku, aku menantimu. Berlarilah kepadaku.

Bianca dan Ademas adalah dua sosok yang berseberangan. Bianca mencintai kata-kata, sementara Ademas hidup dalam logika angka. Ketika perbedaan membawa mereka dalam sebuah kesepakatan sederhana, saling membantu memahami dunia masing-masing, tanpa sadar, ikatan mereka semakin erat.

Namun, tak semua cerita tentang kedekatan berujung pada cinta. Saat Bianca mulai menemukan harapan, Ademas justru dihantui oleh masa lalu yang belum ia lepaskan. Apa yang terjadi ketika perasaan tak berjalan searah? Mampukah mereka tetap berada dalam kehidupan satu sama lain, atau justru harus belajar melepaskan?

Angan, Biarkan Dia Pergi adalah kisah tentang persahabatan, cinta pertama, dan perjalanan menerima kenyataan bahwa tak semua yang kita inginkan bisa kita miliki.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.