Edisi cetakan pertama, Mei 2023.
DAFTAR ISI Sambutan: Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
1
Prakata: Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen Kata Pengantar
5
BAB SATU Birokrasi dan Korupsi BAB DUA Akar Korupsi di Birokrasi
8
32
3
BAB TIGA Membalik Birokrasi Tumbuhkan Keberanian 50 BAB EMPAT Konsistensi Dalam Keteladanan BAB LIMA Kolaborasi Cegah Korupsi BAB ENAM Kebijakan Pencegahan Korupsi
66
80
108
Sambutan: Gubernur Jawa Tengah Yang Wajar-wajar Saja Nanti, pada satu titik saya berharap ungkapan “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi” menjadi hal yang biasa-biasa saja. Ketika birokrat Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi itu ya biasa-biasa saja. Tidak lagi menjadi sebuah prestasi apalagi legitimasi. Karena sudah sewajarnya dan semestinya memang begitu. Tapi tentu kita mesti sadar realita bahwa masih ada sebagian birokrat yang masih korupsi dan ngapusi. Saya tidak tahu apakah itu karena kesempatan, apakah karena keterpaksaan atau karena kebutuhan. Nah, tugas kita adalah mempersempit ruang itu. Saya sering menggunakan analogi orang mandi untuk menggambarkan proses perbaikan, yakni harus disiram dari atas, dari kepala. Ketika kepala diguyur, maka kemungkinan air akan mengguyur sekujur badan semakin besar. Sama halnya dalam upaya reformasi birokrasi di Jawa Tengah. Saya sangat terinspirasi dengan apa yang dilakukan Jenderal Pol. Hoegeng. Juga tentu saya terinsipirasi dari sosok hakim Artidjo Alkostar. Bagaimana beliau bisa sangat memilah mana kehidupan pribadi dan mana ruang memegang tanggungjawab jabatan. Bahkan karena kehati-hatiannya, sering sekali ruang kehidupan beliau justru disisihkan. Beliau berdua bukan orator, bukan pula seorang filosof yang ungkapannya bisa menggetarkan jiwa pendengarnya. Tapi apa yang beliau lakukan sangat membekas di jiwa kita, rakyat Indonesia. Beliau sejatinya orang-orang biasa seperti kita yang kebetulan 1
memegang amanah dengan luar biasa. Bahkan banyak sekali privilege yang mestinya bisa dimanfaatkan, justru beliau tinggalkan. Terkadang kita yang memegang sebuah posisi di lingkungan birokrat terlalu terlena dengan segala privilege. Kita ingin diistimewakan dan ingin mendapat pelayanan. Padahal jabatan itu cuma mandat, tuan kita ya rakyat. Karena tuan kita adalah rakyat, berikanlah pelayanan terbaik. Bukan sebaliknya. Tugas kita adalah mempermudah sistem kehidupan bernegara, bukan menghambat apalagi merusaknya. Dalam hal pelayanan misalnya. Karena kita adalah pelayan maka mudah, murah dan cepat sudah menjadi keniscayaan. Bukan justru ketika masyarakat menginginkan pelayanan malah dipersulit, dihambat apalagi ditodong. Karena hal-hal itu sudah jelas keluar dari hal kewajaran. Baik dan buruk itu seperti terang dan gelap. Jelas sekali perbedaannya. Kita pun sebenarnya tahu ketika melakukan perkara entah itu baik ataupun buruk. Terkadang karena penasaran, kita ingin mencoba-coba. Sampai akhirnya jadi terbiasa. Sekarang pilihan bergantung pada kita, mau memilih yang mana. Keduanya memiliki konsekuensi masing-masing. Dan yang jelas, konsekuensi itu akan merembet pada anak, istri dan keluarga kita. Maka, mari sayangi diri, sayangi anak, istri dan keluarga dengan bekerja sebaik-baiknya dan sewajarnya. Semoga buku ini menginspirasi sebagaimana Anda menginspirasi banyak orang di sekitar Anda. Terima kasih.
Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah 2
Prakata: Wakil Gubernur Jawa Tengah Komitmen Bersama Tagline tetep “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi” menjadi landasan kita dalam memberikan pelayanan masyarakat dan membangun Jawa Tengah. Saya dan Pak Ganjar sadar bahwa korupsi ini menjadi ancaman yang dapat menggagalkan pembangunan Jawa Tengah. Oleh karena itulah, kemudian kita serius dan berkomitmen kuat untuk memerangi korupsi di Jawa Tengah. Dan Alhamdulillah hasilnya baik. Melalui berbagai program seperti Pendidikan Anti Korupsi bagi ASN dan Pelajar, Pembangunan integritas bagi ASN dan mendorong ASN menjadi penyuluh anti korupsi, implementasi GRMS, perbaikan sistem pelayanan publik di OPD, penerapan SPIP dan Manajemen Risiko, Kolaborasi cegah korupsi bersama KPK, penerapan transaksi non-tunai dan pembangunan Zona Integritas, pelaporan LHKPN dan LHKASN, pengendalian gratifikasi dan optimalisasi kanal-kanal pengaduan masyarakat, dll. Atas kinerja dalam pemberantasan korupsi tersebut kita juga berhasil mendapatkan berbagai penghargaan dari KPK. Pak Ganjar menjadi teladan dan mampu menginspirasi kita semua di Pemprov Jateng untuk berani bersih dan menolak korupsi. Gubernur adalah pimpinan tertinggi dalam birokrasi pemerintah Provinsi, jika pemimpinnya bersih, mosok anak buahnya berani korupsi. Nah, dari sinilah kemudian birokrasi yang bersih dan transparan tercipta 3
di Jawa Tengah. Buku ini, menjelaskan secara gamblang bagaimana perjuangan Pak Ganjar dan strategi beliau mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Kita semua patut menceritakan kisah inspiratif ini kepada semua pihak agar semangat pemberantasan korupsi terus bergelora.
Taj Yasin Maimoen Wakil Gubernur Jawa Tengah
4
Kata Pengantar Salam sejahtera & Salam Antikorupsi Dengan segala keterbatasan yang ada, saya sengaja mempersiapkan dan menulis buku ini yang membahas tentang upaya Bapak Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2023 dalam membenahi pemerintahan daerah Provinsi Jawa Tengah dari salah urus akibat terjangkiti patologi birokrasi. Kebetulan di akhir kepemimpinan beliau di tahun 2023 selama 10 tahun memimpin Provinsi Jawa Tengah, saya didapuk sebagai pelaksana tugas Inspektur Provinsi Jawa Tengah, sehingga saya bisa lebih intens secara langsung berkomunikasi dan melaksanakan kebijakan beliau dalam konteks pencegahan korupsi. Penyakit birokrasi tersebut tentunya harus segera dibenahi dan disembuhkan agar birokrasi menjadi benar dan sehat, tentu tidak mudah dan butuh komitmen serta keseriusan bersama, tidak hanya pemimpinnya tetapi juga para birokratnya. Sampai kemudian kita memasuki era kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo yang menggaungkan semangat perjuangan “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi”, yang membawa perubahan besar pada tata kelola pemerintahan Provinsi Jawa Tengah, menjadikan “mungkin” yang sebelumnya dianggap mustahil. Tentunya butuh effort yang luar biasa karena yang dihadapi adalah penyakit birokrasi termasuk korupsi yang dianggap kejahatan luar biasa. Buku ini merupakan kumpulan kisah tentang bagaimana Bapak Ganjar Pranowo menjadi inspirasi gerakan perlawanan terhadap korup-
5
si di kalangan masyarakat dan aparat pemerintahannya. Dalam buku ini, pembaca akan dihadapkan pada fakta-fakta yang menunjukkan betapa seriusnya Bapak Ganjar Pranowo dalam mewujudkan cita-cita “Mboten Korupsi, Mboten ngapusi” dan bagaimana beliau memimpin pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama dengan Bapak Taj Yasin Maimoen untuk melaksanakan tugas tersebut dengan penuh dedikasi dan keteladanan. Saya yakin buku ini akan sangat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi para aparat pemerintah, kepala daerah, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat luas yang ingin mempelajari lebih dalam tentang bagaimana membangun pemerintah daerah yang bersih dan dekat dengan rakyatnya. Dengan membaca buku ini, kita akan dapat memahami betapa pentingnya komitmen dan konsistensi bersikap dalam melawan penyakit birokrasi dan korupsi, serta bagaimana inovasi dan kebijakan yang tepat dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat. Keteladanan Bapak Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah betul-betul merupakan dukungan dan perlindungan nyata bagi para pegiat antikorupsi di Jawa Tengah. Hal ini disadari betul karena untuk mengubah suatu tatanan, bukan rayuan mendayu-dayu atau agitasi provokatif berapi-api yang diperlukan, melainkan contoh yang ditunjukkan oleh pemimpin yang menjadi keniscayaan dan syarat mutlaknya. Akhir kata, saya berharap buku ini dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua untuk mengambil peran apapun dalam melawan korupsi, sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel, serta mendorong pelayanan publik yang berkualitas, dan berkeadilan sosial bagi seluruh masyarakat demi Jawa Tengah yang lebih bermartabat dan terbebas dari korupsi. 6
Tentu, buku ini diharapkan bisa juga menjadi trigger bagi pemimpin berikutnya untuk mewujudkan birokrasi yang jauh dari korupsi dan bagi ASN tetap berkomitmen untuk antikorupsi. Buku ini belumlah sempurna tapi menjadi bentuk komitmen melalui tulisan untuk melanjutkan “mboten korupsi”. Selamat membaca... Salam hormat Dr. Dhoni Widianto, M.Si, C.FrA, QRMP
7
Bab 1 Birokrasi dan Korupsi
B
irokrasi merupakan instrumen penting dalam suatu sistem pengorganisasian pemerintahan atau negara. Peran birokrasi sangat kompleks, sehingga memerlukan pengendalian operasi manajemen pemerintahan yang baik. Rutinitas kerja aparat birokrasi sering menyebabkan masalah baru yang menjadikan birokrasi statis dan kurang peka terhadap perubahan lingkungan. Bahkan hal ini mengakibatkan birokrasi terkesan cenderung resisten terhadap pembaharuan. Sebagai lembaga yang memiliki kuasa besar dalam struktur pemerintahan modern, birokrasi sangat rentan disalahgunakan. Penyalahgunaan kekuasaan birokrasi dapat memunculkan potensi praktik mal-administrasi yang mengarah kepada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan birokrasi, pemerintah pusat maupun daerah melakukan reformasi birokrasi, tidak hanya pada tataran komitmen namun juga dalam tataran kehidupan nyata.1 Birokrasi telah menjadi fenomena kehidupan setidaknya sejak abad 19. Birokrasi menjadi aktor yang penting dalam sejarah umat manusia modern. Sejak lahir hingga meninggal, manusia yang hidup di dunia modern akan senantiasa berurusan dengan institusi pemerintah yang kita kenal dengan nama birokrasi. Sebagai contoh, ketika manusia menikah, mereka harus memiliki atau mengurus dokumen surat nikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Dokumen tersebut nantinya dibutuhkan untuk mengurus akte kelahiran, ketika mereka memiliki keturunan. 1 Yudi Rusfiana dan Cahya Supriatna, 2021, Memahami Birokrasi Pemerintahan dan Perkembagan. CV.Alfabeta, Bandung
8
Begitu juga ketika manusia masih berada dalam kandungan, manusia juga memerlukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan yang juga merupakan unit organisasi birokrasi di bidang pelayanan kesehatan. Selanjutnya ketika manusia sekolah, bekerja, bepergian, berdagang, dan melakukan aktivitas lainnya senantiasa berhubungan dengan birokrasi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan pada era modern, birokrasi menempati posisi yang sangat penting dan sekaligus menjadi institusi yang paling dibutuhkan (the most important dominant institution) dalam masyarakat. Hampir dapat dikatakan tidak mungkin proses kehidupan masyarakat modern berlangsung tanpa adanya intervensi peran birokrasi. Sementara itu, pada organisasi negara, birokrasi dianggap sebagai mesin dalam penyelenggaraan negara. Artinya, pemahaman birokrasi disamakan dengan pemerintah yang merupakan personifikasi dari negara. Dalam keseharian istilah birokrasi dapat dimaknai sebagai organisasi rasional. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang kehadirannya tidak bisa dihindari dalam konsep negara modern. Hadirnya birokrasi merupakan konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Namun, pada kenyataannya praktik birokrasi di Indonesia sering kali jauh dari makna dan tujuan birokrasi yang ideal sebagaimana mestinya. Ketika mendengar kata birokrasi, yang ada dalam benak pikiran seseorang mereka akan berhadapan dengan suatu prosedur yang berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, yang berujung pada biaya yang serba mahal (high cost). Pendapat demikian tidak dapat disalahkan seluruhnya. Sebab, jika orang-orang yang duduk di belakang meja taat pada prosedur dan aturan serta berdisiplin dalam menjalankan tugasnya, maka birokrasi akan berjalan lancar dan “biaya tinggi” dapat dihindarkan.2 9
2 Drs. Muhammad, M.Si, 2018, Birokrasi (Kajian Konsep, Teori Menuju Good Governance), Unimal Press, Sulawesi
Definisi Birokrasi Menurut pendapat para ahli, birokrasi yang dalam bahasa Inggris, bureaucracy, berasal dari kata bureau (berarti meja) dan cratein (berarti kekuasaan), artinya kekuasaan berada pada orang-orang yang di belakang meja. Di Indonesia, birokrasi cenderung dikonotasikan sebagaimana telah digambarkan seperti di atas. Padahal, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Harapannya, tujuan dari adanya birokrasi agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisasi. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, dan inilah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi. Mengutip pendapat Fritz Morstein Marx, Bintoro Tjokroamidjojo (1984) mengemukakan, birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi, khususnya oleh aparatur pemerintahan. Selanjutnya, dikemukakan, di dalam masyarakat modern, yang terdapat begitu banyak urusan yang terus menerus dan ajeg, hanya organisasi birokrasi yang mampu menjawabnya. Birokrasi dalam praktik dijabarkan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN). Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang efektif dan efisien, yang didasari oleh teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi sesuai tujuan yang telah disepakati dalam suatu organisasi, instansi, atau lembaga pemerintah. Para ahli memiliki berbagai macam pengertian dan definisi tentang birokrasi, mulai dari yang sederhana hingga pengertian yang paling kompleks.
10
Mengutip Drs. Muhammad, M.Si, dalam Birokrasi: Kajian Konsep, Teori Menuju Good Governance, beberapa definisi itu terangkum sebagai berikut: 1. Birokrasi adalah organisasi yang terdiri dari aparat bergaji yang melaksanakan detail tugas pemerintah, memberikan nasihat dan melaksanakan keputusan kebijakan “(the bureacraucracy consists of salaried officials who conduct the detailed business of government, advising on and applying policy decisions)” (Hague, Harrop & Breslin, 1998, h. 219). 2. Di dalam konsep sosial, istilah birokrasi digunakan untuk menggambarkan pengaturan/pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat yang tidak dipilih, mesin administrasi kerja pemerintah, dan bentuk organisasi rasional (in the social sciences, the concept of bureaucracy refers to phenomena as different as rule by nonelected officials, the administrative machinery of government, and a rational mode of organization)” (Heywood, 2002, h. 359). 3. Birokrasi adalah institusi yang berada pada sektor negara yang memiliki karakteristik adanya kewajiban, memiliki hubungan dengan hukum dan berhubungan dengan pertanggungjawaban kepada publik dalam menjalankan tugasnya (institution its location in the state its compulsory character, its particular relation to the law (and) the public accountability of its operations)” (Beetham, 1987 h. 3-4). 4. Birokrasi adalah organisasi dengan sebuah hierarki penggajian, pejabat tetap/penuh waktu yang menyusun rantai komando (organizations with a hierarchy of paid fulltime officials who formed a chain of command) (Weber, 1978, dikutip dalam Krieken, 2000, h. 283).
11
5. Birokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan, sebuah kontrol/kekuasaan yang sepenuhnya di tangan pejabat yang kekuasaan mereka merenggut kebebasan dari rakyat kebanyakan (a system of government, the control of which is so completely in the hands of officials that their power jeopardizes the liberties of ordinary citizens)” (Harold Laski, dikutip dalam Buechner, 1984, h. 46). 6. Birokrasi adalah sistem manajemen kerja yang hierarkis di mana orang dipekerjakan untuk bekerja mendapatkan upah (a hierarchically stratified managerial employment system in which people are employed to work for wage or salary)” (Jacques, 1976).3
Birokrasi Ideal Setelah mengetahui definisi dari birokrasi, selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana birokrasi yang ideal? Mengutip pendapat Max Weber seorang sosiolog Jerman, Tjokroamidjojo (1984: 72-73) mengemukakan ciri-ciri utama dari struktur birokrasi yang ideal. Birokrasi yang ideal harus memiliki pembagian kerja. Kegiatan reguler yang menjadi tujuan organisasi dibagi dalam cara tertentu sebagai tugas jabatan. Dengan melakukan pembagian kerja dan pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga yang sesuai dengan bidangnya, maka pekerjaan dapat dilaksanakan dengan tanggung jawab dan efektif. Birokrasi juga harus memiliki struktur hierarkis. Pengorganisasian jabatan mengikuti prinsip hierarkis, yaitu jabatan yang lebih rendah berada di bawah pengawasan pimpinan dari jabatan yang lebih atas. Pejabat lebih rendah kedudukannya harus mempertanggungjawabkan setiap keputusan kepada atasannya. Pelaksanaan kegiatan birokrasi didasarkan pada sistem peraturan dan prosedur yang konsisten. Sistem standar tersebut untuk men3 Ibid
12
jamin adanya keragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa melihat jumlah orang yang terlibat di dalamnya. Pejabat dalam suatu birokrasi harus memiliki prinsip netral atau tidak memihak. Pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban dalam semangat formalistic impersonality (formal non pribadi), artinya tanpa perasaan simpati atau tidak simpati. Dengan berprinsip netral, pejabat tersebut menjalankan tugas sesuai dengan jabatannya tanpa menggunakan pertimbangan yang bersifat pribadi atau netral atau dengan kata lain tidak ada konflik kepentingan alias conflict of interest. Penempatan kerja dalam organisasi birokrasi berdasarkan kualifikasi teknis dan dilindungi dari pemberhentian sewenang-wenang. Dalam organisasi birokrasi penempatan kerja seorang pegawai berdasarkan karier. Diberlakukan sistem promosi, biasanya atas dasar senioritas atau prestasi, atau keduanya. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan loyalitas pegawai kepada organisasi dan tumbuhnya esprit de corps atau jiwa korps di antara para anggota organisasi. Pengalaman juga menunjukan tipe birokrasi yang murni dari organisasi administrasi, dilihat dari segi teknis dapat memenuhi efisiensi tingkat tinggi. Sementara itu menurut Sondang P. Siagian, paradigma birokrasi yang ideal, agar semakin mampu menyelenggarakan fungsinya dengan tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang semakin tinggi, birokrasi pemerintahan harus selalu berusaha agar seluruh organisasi birokrasi dikelola berdasarkan prinsip organisasi yang sehat.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: •• Prinsip Organisasi Sebagai paradigma di bidang kelembagaan, prinsip organisasi penting dipahami dan diimplementasikan. 13
•• Prinsip Kejelasan Misi Misi birokrasi diangkat dari tujuan nasional di segala bidang kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Birokrasi memiliki serangkaian tugas utama yang harus dilaksanakannya, baik yang sifatnya pengaturan yang selalu harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dioperasionalkan secara transparan, maupun dalam berbagai bentuk pelayanan masyarakat yang harus memenuhi persyaratan benar, ramah, cepat, tetapi sekaligus akurat.
•• Prinsip Kejelasan Fungsi Sebagai paradigma, fungsi merupakan rincian misi yang harus diemban. Kejelasan fungsi tidak terbatas pada rumusan hal-hal tertentu yang menjadi tanggung jawab fungsional suatu instansi. Kejelasan fungsi merupakan upaya untuk menjamin bahwa dalam birokrasi tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi dalam arti satu fungsi diselenggarakan oleh lebih dari satu instansi. Selain itu agar tidak ada fungsi yang terabaikan karena tidak jelas induknya, serta menghilangkan persepsi tentang adanya fungsi yang penting kurang penting dan tidak penting.
• Prinsip kejelasan aktivitas Yang dimaksud dengan aktivitas birokrasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan tugas fungsi satuan kerja dalam birokrasi. Prinsip ini harus mendapat perhatian yang terletak pada kenyataan bahwa setiap kali para anggota birokrasi terlihat dalam aktivitas yang mubazir, setiap itu pula terjadi pemborosan. Padahal, karena terbatasnya sarana, prasarana, waktu, dan dana yang tersedia, pemborosan merupakan tindakan yang tidak pernah dapat dibenarkan.
14
• Prinsip kesatuan arah Merupakan kenyataan bahwa jajaran birokrat terlibat dalam berbagai aktivitas, baik yang ditujukan kepada berbagai pihak di luar birokrasi, yaitu masyarakat luas maupun bagi kepentingan instansi yang bersangkutan. Bahkan, banyak kegiatan tersebut bersifat spesialistis, bergantung pada tuntutan dan kepentingan pihak-pihak yang harus dilayani. Akan tetapi, aneka ragam aktivitas tersebut tetap harus diarahkan pada satu titik kulminasi tertentu, yaitu tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
• Prinsip Kesatuan Perintah Wewenang yang dimiliki setiap orang yang menduduki jabatan manajerial adalah memberikan perintah kepada bawahannya. Sebaliknya, perintah bisa berupa larangan agar bawahan tersebut tidak melakukan tindakan tertentu. Agar perintah yang diberikan dapat terlaksana dengan efektif, sumbernya hanya satu, yaitu atasan langsung dari bawahan yang bersangkutan. Penegasan ini sangat penting sebagai salah satu paradigma birokrasi karena dalam kenyataan sesungguhnya seorang bawahan mempunyai banyak atasan bergantung pada jumlah jenjang jabatan manajerial yang terdapat dalam suatu organisasi. Dengan demikian, penerapan prinsip satu perintah seyogianya didasarkan pada pendapat “satu anak tangga ke bawah”. Artinya, setiap pimpinan memberikan perintah hanya kepada para bawahannya langsung. Diterapkannya prinsip kesatuan perintah, penerima perintah tidak akan bingung tentang makna perintah yang diterimanya. Dengan demikian, akan tercipta formalisasi atau penentuan standar yang baku untuk semua kegiatan yang memang dapat dilakukan. Dalam suatu birokrasi diperlukan formalisasi yang tinggi karena
15
dengan demikian terdapat kriteria kinerja yang seragam untuk semua kegiatan yang sejenis. Manfaatnya bukan hanya dalam mengukur kinerja para pegawai, yang penting untuk penilaian dalam rangka evaluasi para pegawai untuk promosi, alih tugas, alih wilayah, bahkan untuk pengenaan sanksi disiplin.t Birokrasi yang baik harus dikelola secara demokratis, satu di antara perwujudannya ialah kesediaan seorang pejabat pimpinan untuk mendelegasikan wewenangnya kepada para bawahannya untuk mengambil keputusan sesuai dengan hierarki jabatannya dalam organisasi. Rumus yang dapat digunakan dalam hal ini bahwa pada tingkat manajemen puncak, keputusan yang diambil adalah yang bersifat strategis, para manajer tingkat madya mengambil keputusan, yang bersifat taktis dan para manajer tingkat rendah mengambil keputusan teknis dan operasional. Apabila dilihat dari sisi kinerja manajerial, penerapan prinsip kesatuan perintah sangat penting untuk menghasilkan mutu keputusan yang diambil semakin tinggi. Kemudian, bagi setiap manajer tersedia waktu lebih banyak untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi manajerial yang lain. Operasionalisasi keputusan akan semakin efektif karena rasa tanggung jawab para pengambil keputusan pada berbagai eselon akan semakin besar. Para manajerial yang lebih rendah merasa mendapat kepercayaan dari atasan masing-masing. Sebagaimana dimaklumi bahwa pendelegasian wewenang hanya mungkin berlangsung dengan baik apabila penerima delegasi wewenang itu menunjukkan kemantapan, tidak hanya dalam arti teknis, tetapi juga secara psikologis dan mental intelektual. Pengalaman menunjukkan, kemantapan tersebut hanya tercapai dalam suatu organisasional demokratis, kuncinya ada pada gaya manajerial pimpinan.
16
Korupsi Korupsi dan birokrasi adalah dua kata yang berbeda makna namun selama ini, khususnya di Indonesia punya keterkaitan erat. Bisa dikatakan, hampir semua jika tidak mau disebut seluruhnya, korupsi selalu melibatkan oknum dalam birokrasi baik pemerintahan maupun swasta. Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berarti beragam tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, bisa disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Corruptio dalam bahasa Inggris menjadi corruption, dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Corruptie itulah yang akhirnya masuk dalam perbendaharaan kata di bahasa Indonesia menjadi korupsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu: korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi. Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi. Pengertian korupsi juga disampaikan Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, menurut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan. Dari berbagai pengertian di atas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen, yaitu: 1. Korupsi adalah suatu perilaku 2. Penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan 17
3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok 4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral 5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta Secara garis besar, ada dua jenis korupsi dilihat dari besaran uang yang dikorupsi dan asal atau kelas para pelakunya, yaitu:
Bureaucratic Corruption Korupsi yang terjadi di lingkungan birokrasi dan pelakunya para birokrat atau pegawai rendahan. Bentuknya biasanya menerima atau meminta suap dalam jumlah yang relatif kecil dari masyarakat. Jenis korupsi ini sering disebut petty corruption.
Political Corruption Pelakunya adalah politisi di parlemen, pejabat tinggi di pemerintahan, serta penegak hukum di dalam atau di luar pengadilan. Korupsi melibatkan uang yang relatif besar dan orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, dunia usaha, atau pemerintahan. Jenis korupsi ini disebut grand corruption. Dikutip dari buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, definisi korupsi telah gamblang dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis yang kemudian dikelompokkan lagi menjadi tujuh tindak pidana korupsi. Ke-30 jenis korupsi ini sangat beragam, mulai dari korupsi kecil atau petty corruption sampai korupsi kelas kakap atau grand corruption.
18
Dari ke-30 jenis korupsi tersebut, diklasifikasikan lagi menjadi tujuh kelompok tindak pidana korupsi, yaitu:
1. Kerugian Keuangan Negara Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya, seorang pegawai pemerintah melakukan markup anggaran agar mendapatkan keuntungan dari selisih harga tersebut. Tindakan ini merugikan keuangan negara karena anggaran bisa membengkak dari yang seharusnya. 2. Suap Menyuap Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada ASN, penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antar pegawai maupun pegawai dengan pihak luar. Suap antar pegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender. 3. Penggelapan dalam Jabatan Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Contoh penggelapan dalam jabatan, penegak hukum merobek dan menghancurkan barang bukti suap 19
untuk melindungi pemberi suap.
4. Pemerasan Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah Rp50 ribu, padahal seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu memaksa masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman dokumen mereka tidak diurus.
5. Perbuatan Curang Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang membahayakan keamanan orang atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang TNI dan Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan keselamatan negara saat berperang.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal dia ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor seorang pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya untuk proses tender dan mengupayakan kemenangannya. 20
7. Gratifikasi Gratifikasi merupakan akar korupsi. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat mengarah kepada pemberian suap ataupun pemerasan, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah mahal kepada pejabat dengan harapan mendapatkan proyek dari instansi pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka gratifikasi ini akan dianggap suap.4
Bahaya Korupsi Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa karena berdampak masif dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tidak hanya merugikan negara, korupsi menyengsarakan dan berdampak langsung terhadap masyarakat di berbagai bidang. Dampak korupsi yang bisa dirasakan langsung misalnya mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, masyarakat yang semakin miskin, atau terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, dll). Perkembangan ekonomi mandek dan berbagai rencana pembangunan terhambat akibat korupsi. Belum lagi dari sisi budaya, korupsi semakin menggerus kearifan lokal dan menggantinya dengan tabiat yang buruk. Semangat melawan korupsi akan semakin kuat bila kita memahami dampak-dampak tersebut. Berikut adalah dampak-dampak korupsi di berbagai bidang agar bisa kita kenali dan cegah:
1. Dampak Korupsi di Bidang Ekonomi Korupsi berdampak buruk pada perekonomian sebuah negara. Salah satunya pertumbuhan ekonomi yang lambat akibat dari multiplier 21
4 https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20230111-mengenaltiga-jenis-korupsi-berdasarkan-skala-dan-paparannya
effect rendahnya tingkat investasi. Hal itu terjadi akibat investor enggan masuk ke negara dengan tingkat korupsi tinggi. Ada banyak cara orang untuk tahu tingkat korupsi sebuah negara, salah satunya lewat Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Dikutip dari Modul Integritas Bisnis Seri 3: Dampak Sosial Korupsi, korupsi juga menambah beban dalam transaksi ekonomi dan menciptakan sistem kelembagaan yang buruk. Adanya suap dan pungli dalam sebuah perekonomian menyebabkan biaya transaksi ekonomi menjadi semakin tinggi. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam perekonomian. Melambatnya perekonomian membuat kesenjangan sosial semakin lebar. Orang kaya dengan kekuasaan, mampu melakukan suap, akan semakin kaya. Sementara orang miskin akan semakin terpuruk dalam kemelaratan. Tindakan korupsi juga mampu memindahkan sumber daya publik ke tangan para koruptor, akibatnya uang pembelanjaan pemerintah menjadi lebih sedikit. Ujung-ujungnya rakyat miskin tidak akan mendapatkan kehidupan yang layak, pendidikan yang baik, atau fasilitas kesehatan yang mencukupi.
2. Dampak Korupsi di Bidang Kesehatan Di masa pandemi Covid-19 seperti kemarin, korupsi di bidang kesehatan akan semakin terasa dampaknya. Korupsi proyek dan anggaran kesehatan kerap terjadi di antara pejabat pemerintah, bahkan menteri. Sudah dua mantan menteri kesehatan Indonesia yang ditahan karena kasus korupsi, yaitu Achmad Suyudi dan Siti Fadilah Supari. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi jadi biang keladi buruknya pelayanan kesehatan. Dua masalah utama adalah peralatan yang tidak memadai dan kekurangan obat. Korupsi juga membuat masyarakat sulit mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas. 22
Dampak dari korupsi bidang kesehatan adalah secara langsung mengancam nyawa masyarakat. ICW mencatat, pengadaan alat kesehatan dan obat merupakan dua sektor paling rawan korupsi. Perangkat medis yang dibeli dalam proses yang koruptif berkualitas buruk, pelayanan purnajualnya juga jelek, serta tidak presisi. Begitu juga dengan obat yang pembeliannya mengandung unsur korupsi, pasti keampuhannya dipertanyakan.
3. Dampak Korupsi Terhadap Pembangunan Salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pembangunan dan infrastruktur. Mengutip dari laman aclc.kpk.go.id dalam artikel Kenali Bahayanya Dampak Korupsi Dalam Berbagai Bidang Ini, satu di antara modus korupsi di sektor ini berdasarkan studi World Bank adalah markup sangat tinggi mencapai 40 persen. KPK mencatat, dalam sebuah kasus korupsi infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen, ternyata nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50 persen, karena sisanya dibagi-bagi dalam proyek bancakan para koruptor. Dampak dari korupsi ini tentu saja kualitas bangunan yang buruk sehingga dapat mengancam keselamatan publik. Proyek infrastruktur yang sarat korupsi juga tidak akan bertahan lama, cepat rusak, sehingga harus dibuka proyek baru yang sama untuk dikorupsi lagi. KPK mencatat, korupsi di sektor ini terjadi dari tahapan perencanaan, proses pengadaan, hingga pelaksanaan. Di tahap perencanaan, koruptor sudah mencari celah terkait kepastian anggaran, fee proyek, atau cara mengatur pemenang tender. Pada pelaksanaan, terjadi manipulasi laporan pekerjaan atau pekerjaan fiktif, menggerogoti uang negara.
23
4. Tingkatkan Kemiskinan Kemiskinan berdasarkan klasifikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
• Kemiskinan absolut
Warga dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan bekerja dengan layak.
•• Kemiskinan relatif Merupakan kemiskinan yang terjadi karena pengaruh kebijakan yang dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan. Standar kemiskinan relatif ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat. •
•• Kemiskinan kultural
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor adat atau budaya yang membelenggu sehingga tetap berada dalam kondisi miskin. •
•• Kemiskinan struktural
Merupakan kemiskinan yang terjadi akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem yang tidak adil sehingga mereka tetap terjebak dalam kemiskinan. Korupsi yang berdampak pada perekonomian menyumbang banyak terhadap meningkatnya kemiskinan masyarakat di sebuah negara. Dampak korupsi melalui pertumbuhan ekonomi adalah kemiskinan absolut. Sementara dampak korupsi terhadap ketimpangan pendapatan memunculkan kemiskinan relatif. 24
Alur korupsi yang terus menerus akan semakin memunculkan kemiskinan masyarakat. Korupsi akan membuat masyarakat miskin semakin menderita, dengan mahalnya harga pelayanan publik dan kesehatan. Pendidikan yang buruk akibat korupsi juga tidak akan mampu membawa masyarakat miskin lepas dari jerat kemiskinan.
5. Dampak Korupsi Terhadap Budaya Korupsi juga berdampak buruk terhadap budaya dan norma masyarakat. Ketika korupsi telah menjadi kebiasaan, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai hal lumrah dan bukan sesuatu yang berbahaya. Hal ini akan membuat korupsi mengakar di tengah masyarakat sehingga menjadi norma dan budaya. Beberapa dampak korupsi terhadap budaya pernah diteliti oleh Fisman dan Miguel (2008), Barr dan Serra (2010). Hasil penelitian Fisman dan Miguel (2008) menunjukkan bahwa diplomat di New York dari negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung lebih banyak melakukan pelanggaran parkir dibanding diplomat dari negara dengan tingkat korupsi rendah. Perilaku ini dianggap sebagai indikasi budaya. Sementara hasil penelitian Barr dan Serra (2010) menunjukkan bahwa data di Inggris memberikan hasil sertupa yaitu adanya hubungan positif antara tingkat korupsi di negara asal dengan kecenderungan para imigran melakukan penyogokan. Ketika masyarakat permisif terhadap korupsi, maka semakin banyak individu yang melanggar norma antikorupsi atau melakukan korupsi dan semakin rendah rasa bersalah. Jangan sampai korupsi menjadi budaya dan norma di Indonesia. Belum ada kata terlambat untuk menciptakan Indonesia yang bersih dari korupsi. Karena memberantas korupsi adalah harga mati untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan.5
25
5 https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220520-kenalibahayanya-dampak-korupsi-di-berbagai-bidang-ini
Kenapa Masih Ada Korupsi? Penegakan hukum, perbaikan sistem, pencegahan, dan berbagai cara lainnya sudah dilakukan untuk menangkal korupsi. Namun kasus korupsi tetap saja terjadi. Bahkan tidak sedikit di antara koruptor merupakan pejabat pemerintah yang punya posisi strategis di mana dengan kekuasaan yang dimilikinya ia bisa jadi alat kesejahteraan rakyat. Mereka juga bergaji besar, segala kebutuhan sudah tercukupi, serta menikmati beragam fasilitas. Lantas pertanyaannya, apa yang menyebabkan mereka melakukan tindak korupsi? Alasan seseorang korupsi bisa beragam, namun secara singkat dikenal teori GONE untuk menjelaskan faktor penyebab korupsi. Teori GONE yang dikemukakan penulis Jack Bologna adalah singkatan dari greedy atau keserakahan, opportunity atau kesempatan), need atau kebutuhan, dan exposure atau pengungkapan. Teori GONE mengungkapkan, seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko melakukan korupsi bila gaya hidupnya berlebihan, serta pengungkapan atau penindakan atas pelaku korupsi yang tidak mampu menimbulkan efek jera. Jika dijabarkan lagi, maka penyebab korupsi meliputi dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi dari diri pribadi, sedang faktor eksternal karena sebab-sebab dari luar.
Faktor Internal Penyebab Korupsi 1. Ketamakan dan Keserakahan Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang 26
selalu tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau punya jabatan tinggi. Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.
2. Gaya Hidup Konsumtif Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi bila seseorang atau keluarganya melakukan gaya hidup konsumtif, namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.
3. Moral yang Lemah Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukannya.
Faktor Penyebab Eksternal 1. Aspek Sosial Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi, terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru mendukung seseorang bertin27
dak koruptif untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat. kondisi sosial di suatu tempat yang terlalu menekankan sukses secara ekonomi tapi membatasi kesempatan-kesempatan untuk mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang tinggi. Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan Robert Merton, korupsi merupakan perilaku manusia yang diakibatkan tekanan sosial, sehingga menyebabkan pelanggaran norma-norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di suatu tempat yang terlalu menekankan sukses secara ekonomi tapi membatasi kesempatan-kesempatan untuk mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang tinggi. Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan Edward Banfeld. Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan tekanan keluarga. Sikap partikularisme merupakan perasaan kewajiban untuk membantu dan membagi sumber pendapatan kepada pribadi yang dekat dengan seseorang, seperti keluarga, sahabat, kerabat atau kelompoknya. Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa berujung pada korupsi.
2. Aspek Politik Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya. Pejabat yang berkuasa dengan cara politik uang hanya ingin mendapatkan harta, menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi 28
kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda. Balas jasa politik seperti jual beli suara atau dukungan partai politik juga mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai dalam jumlah besar, memaksanya melakukan korupsi.
3. Aspek Hukum Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di perundang-undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi. Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan menilap uang negara.
4. Aspek Ekonomi Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan, korupsi tidak dilakukan mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena ko29
rupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk. Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara dirangkai sedemikian rupa agar menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai pemerintah untuk meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi dikembangkan dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.
5. Aspek Organisasi Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang tidak benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen. Dalam buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa mendapatkan keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain di antara celah-celah peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan cara ini untuk membiayai organisasi mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai politik untuk mencari dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics dan lingkaran korupsi kembali terjadi. 6
6 https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220407-null
30
"Antikorupsi itu adalah sikap" - Ganjar Pranowo
31
Bab 2 Akar Korupsi di Birokrasi
A
kar dari korupsi adalah gratifikasi. Gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperolah. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberiputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tidak semuanya ilegal. Ada gratifikasi yang dianggap suap dan sebaliknya. Gratifikasi yang dianggap suap diberikan kepada pegawai negeri dan pejabat negara yang dianggap tidak sesuai dengan kode etik untuk mempercepat proses pelayanan atau menjamin proses pelayanan selesai tepat waktu atau untuk mempengaruhi keputusan. Sedangkan gratifikasi yang tidak dianggap suap dapat diberikan kepada pegawai negeri dan pejabat negara yang dianggap tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Mengenai jenis gratifikasi legal dan ilegal, akan kami rinci di bawah. Seperti yang kami sebutkan di atas, akar korupsi adalah gratifikasi. Alih-alih kebiasaan menerima. Dengan dalih tak enak, akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat membawa pemberian tiap kali berurusan dengan petugas pelayanan publik atau pada atasan, yang menjadi bagian dari penyelenggara negara. Misalnya, saat datang menghadap atau silaturahmi ke tempat atasan, banyak yang tak enak hati ketika datang dengan tangan kosong. Sehingga, selalu membawa ‘oleh-oleh’ tiap menghadap. 32
Karena kebiasaan memberi ini, akhirnya muncul kebiasaan menerima. Dalihnya, karena sudah terbiasa memberi, maka menerima bukan menjadi persoalan yang tabu untuk dilakukan. Padahal, dalam konteks layanan publik, kebiasaan memberi hingga kemudian menimbulkan perasaan terbiasa untuk menerima, membuka peluang terjadinya pungli (pungutan liar). Dampaknya, karena terbiasa menerima, ketika ada masyarakat yang meminta layanan publik dengan tidak membawa sesuatu, mungkin akan diperlakukan diskriminatif. Diperlakukan berbeda dengan pihak yang rutin membawa atau memberi sesuatu saat menerima layanan publik. Lama kelamaan, praktik kebiasaan seperti ini memunculkan niat untuk menentukan ‘tarif layanan publik’ atau pungli. Gratifikasi dan pungli ini kemudian menjadi pintu masuk ke tindakan lebih jauh. Yakni, pemerasan atau penyuapan. Pemerasan kalau ‘tarif’ itu atas inisiatif dari pemberi layanan publik. Sementara suap bila pemberian itu atas inisiatif penerima layanan publik. Nah, praktik gratifikasi dan pungli ini seperti sudah menjadi ‘adat istiadat’ di masyakat. “Tidak apa-apa, toh dia sudah membantu kita mempercepat urusan. Tidak apa-apa itu hanya uang kecil untuk beli jajan. Bukan masalah, itu hanya ucapan terima kasih kami karena mereka sudah membantu. Dan lain sebagainya.” Mungkin demikian alasan para pemberi gratifikasi pada birokrat karena mereka sudah membantunya mengurus sesuatu. Padahal, tugas dari birokrasi adalah memberikan pelayanan sebaik mungkin. Di sisi lain, mereka juga sudah menerima gaji yang mana pendapatan itu diberikan pada mereka untuk melayani setiap warga masyarakat tanpa membeda-bedakan. Di sisi lain, kebiasaan menerima juga membuat birokrat merasa itu adalah uang yang halal untuk mereka. Padahal sebenarnya, bila mengacu pada aturan yang ada, hal itu adalah perbuatan ilegal bila mereka 33
sampai menerima sesuatu di luar dari ketentuan. Gaji dan tunjangan yang diterima tiap bulan oleh birokrat adalah imbalan atau balas jasa dari negara atas keringat mereka dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Singkatnya, birokrat memberikan layanan prima pada warga adalah untuk menghalalkan apa yang sudah mereka terima tiap bulan. Bicara soal gratifikasi, perilaku memberi, menerima ataupun meminta, sepertinya memang sudah dibiasakan sejak kecil. Berapa banyak orangtua yang memberikan “upah” pada anaknya saat menyuruhnya untuk membeli sesuatu di warung terdekat.
“Tolong berikan garam ya, nak. Nanti kembaliannya untuk beli permen.” Awalnya mungkin hanya seperti itu. Namun lama-kelamaan, kebiasaan memberi dari orangtua pada anak akan membentuk anggapan dan harapan mereka akan selalu mendapat sesuatu setelah melakukan suatu hal. Bila tidak ada suatu hal yang diharapkan dapat diterima setelahnya, maka bakal timbul kekecewaan dan melakukan pekerjaannya secara ogah-ogahan. Akhirnya dalam alam bawah sadar terbentuk keyakinan jika mengerjakan segala sesuatu maka harus ada imbalannya. Apesnya bila orang tersebut jadi birokrat atau PNS, kebiasaan memberi dan menerima bukan tidak mungkin terus dibawa hingga ke tempat yang bukan seharusnya. Seperti disinggung di atas, seluruh jajaran birokrat sudah mendapat gaji dan tunjangan untuk melayani masyarakat sebaik mungkin tanpa ada pungutan atau permintaan imbalan apapun di luar ketentuan. Namun karena terbiasa memberi dan menerima setelah melakukan sesuatu, akhirnya sesuatu yang awalnya bertujuan baik, malah jadi sebaliknya. Hal seperti itu memunculkan adanya pemeo yang jamak berkembang di masyarakat, yakni PNS adalah pengangguran terselubung, PNS 34
adalah pengangguran berseragam yang dapat gaji layak dan rutin dari negara tiap bulan, atau bahkan tiap hari pakai seragam, pergi ke kantor, tapi tidak mengerjakan apa-apa, selain mengisi presensi. Pemeo tersebut tak sepenuhnya salah meski tidak juga benar secara keseluruhan. Pada dasarnya, lebih banyak PNS yang bekerja maksimal sesuai dengan jobdesk-nya. Bila seluruh PNS hanya datang, isi presensi, nongkrong, lalu pulang, tentu semua layanan publik tidak akan berjalan. Namun seperti pepatah, nila setitik rusak susu sebelanga. Sedikit oknum tersebut memunculkan anggapan bila semua PNS demikian. PNS bermental demikian, hanya mau bekerja ketika mendapat honor tambahan. Mental seperti inilah yang juga membuka peluang terjadinya korupsi. Mereka hanya mau melakukan pelayanan ketika itu dinilai menguntungkan. Padahal, semestinya pelayanan terhadap masyarakat sudah merupakan kewajiban yang melekat. Bisa jadi PNS bermental seperti ini berpikir, buat apa capek-capek kerja bila tak ada honornya, toh tidak berbuat apa-apa saja tiap bulan sudah dapat gaji tetap dari Negara. Karena, satu-satunya pengeluaran keuangan negara yang dibayarkan di awal sebelum manfaatnya diterima adalah gaji untuk pegawai. Artinya, PNS itu kerja tidak kerja, tetap mendapat gaji dari Negara. Kondisi budaya kerja PNS seperti disebutkan di atas jamak terjadi di manapun berada. Hal itulah yang membuat gratifikasi dan perilaku koruptif rawan terjadi di lingkungan birokrasi. Diakui ataupun tidak, hal semacam itu pernah terjadi bahkan mungkin masih terjadi di Jawa Tengah. Namun dengan sistem kerja dan pengawasan yang makin baik dari hari ke hari, PNS yang hanya bekerja saat diperintah atasan atau mana kala ada penghasilan tambahan yang mereka terima, makin hari kian menipis. Maka dari itu, sosialisasi ke masyarakat dan penyelenggara negara/aparat sipil negara tentang gratifikasi perlu ditingkatkan. Sehingga, 35
birokrasi tidak merasa seolah-seolah semuanya dipersulit. Sebab, sejatinya ada dua jenis gratifikasi: legal dan ilegal. Gratifikasi ilegal wajib dilaporkan, sementara gratifikasi legal tak wajib dilaporkan. Karena ketidaktahuan gratifikasi legal dan ilegal itulah, sedikit banyak yang memunculkan image bahwa PNS itu pasti korupsi. Perihal gratifikasi legal dan ilegal di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 24 Tahun 2021 yang disusun berdasarkan Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2014 dan Nomor 06 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi.
Gratifikasi yang Tidak Perlu Dilaporkan: 1. Pemberian dalam keluarga yang memiliki hubungan darah. Misalnya, kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, anak angkat/wali yang sah, cucu, besan, paman/bibi, kakak/ adik ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima. 2. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum. 3. Manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau organisasi yang sejenis berdasarkan keanggotaan yang berlaku umum. 4. Perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis yang berlaku umum. 5. Hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, yang dimaksudkan sebagai alat promosi atau sosialisasi yang menggunakan logo atau pesan sosialisasi, sepanjang tidak memiliki konflik kepent36
ingan dan berlaku umum. 6. Hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau kompetisi yang diikuti dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan. 7. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8. Hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau suvenir yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan. 9. Kompensasi atau honor atas profesi diluar kegiatan Kedinasan yang tidak terkait dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik ke-pentingan dan tidak melanggar peraturan/kode etik penyelenggara negara/pegawai negeri yang ber-sangkutan. 10. Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar biaya yang berlaku di instansi penerima sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik benturan kepentingan, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima. 11. Karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun, promosi jabatan.
37
12. Terkait dengan pertunangan, pernikahan, kelahiran, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap pemberi. 13. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh diri penerima gratifikasi, suami, istri, anak, bapak, ibu, mertua, dan/ atau menantu penerima gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik ke-pentingan dan memenuhi kewajaran atau kepatutan. 14. Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan. 15. emberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya dan tidak terkait kedinasan paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama. 16. Pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum. 17. Pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan Kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri sepanjang tidak diberikan untuk individu Penyelenggara Ne-gara/Pegawai Negeri.
38
Pada prinsipnya setiap penyelenggara negara/pegawai negeri wajib menolak gratifikasi yang diketahui sejak awal berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam hal gratifikasi tersebut tidak dapat ditolak, maka penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) selambat-lambatnya 30 (sepuluh) hari sejak diterima. Laporan gratifikasi tersebut selanjutnya akan ditetapkan status kepemilikannya oleh KPK apakah menjadi milik negara atau milik penerima/pelapor.
Gratifikasi Ilegal yang wajib ditolak/dilaporkan: 1. Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat di luar penerimaan yang sah. 2. Terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran di luar penerimaan yang sah. 3. Terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi di luar penerimaan yang sah. 4. Terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas di luar penerimaan yang sah/resmi dari instansi. 5. Dalam proses penerimaan atau promosi atau mutasi pegawai. 6. Dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya.
39
7. Sebagai akibat dari perjanjian kerjasama atau kontrak atau kesepakatan dengan pihak lain. 8. Sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan barang dan jasa. 9. Merupakan hadiah atau souvenir bagi pegawai atau pengawas atau tamu selama kunjungan dinas. 10. Merupakan fasilitas hiburan, fasilitas wisata, voucher oleh pejabat atau pegawai dalam kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya dengan pemberi gratifikasi yang tidak relevan dengan penugasan yang diterima. 11. Dalam rangka mempengaruhi kebijakan atau keputusan atau perlakuan pemangku kewenangan. 12. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas pejabat atau pegawai dan lain sebagainya. Dalam hal gratifikasi tersebut tidak dapat ditolak, berupa makanan dan/atau minuman atau barang lain yang mu-dah rusak karena penyimpanan (misalnya hasil bumi, dll), penerima gratifikasi wajib melaporkan dan menyam-paikannya kepada UPG untuk selanjutnya disalurkan sebagai bantuan sosial.
40
Modus Gratifikasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah selama ini aktif berkampanye menggelorakan pengelolaan gratifikasi melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Inspektorat. Pembentukan UPG dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 24 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Provinsi Jawa Tengah.
Poster LaporGub! Kanal pengaduan masyarakat yang diinisiasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
41
Inspektorat Provinsi Jawa Tengah menemukan berbagai macam modus gratifikasi dan penyelewengan yang dilakukan oleh oknum ASN. Bahkan, modus gratifikasi dan penyelewengan untuk meraih keuntungan pribadi maupun segelintir oknum tersebut tak bisa sepenuhnya punah. Berikut penulis sebut dan paparkan beberapa modus pemberian gratifikasi dan penyelewengan kewenangan yang ada. Kickback Penyedia Barang/Jasa. Saat melaksanakan audit pada sebuah sekolah negeri di salah satu daerah, tim auditor menemukan adanya gratifikasi yang diterima sekolah dari distributor buku ajar. Nominal gratifikasi yang diterima tersebut mencapai belasan juta rupiah. Modus yang digunakan adalah menerima kickback atau pembayaran kembali, gampangnya disebut bonus dari distributor buku ajar setelah sekolah menyelesaikan pembayaran yang menjadi kewajibannya. Bonus atau kickback dari distributor buku ajar ini tidak tercatat dalam pembukuan. Bilamana memang ada diskon dari pengadaan buku ajar tersebut, seharusnya itu disampaikan di muka. Bukan diberikan belakangan, setelah sekolah melakukan pembayaran secara penuh atau cashback. Ketika sekolah terbiasa menerima cashback, bukan diskon di awal kontrak pengadaan, maka akan muncul kebiasaan sekolah memilih distributor atau penyedia buku ajar, yang berani memberikan kickback yang lebih besar dari penyedia barang/jasa lain, meski harga yang ditawarkan lebih tinggi. Setelah peristiwa adanya temuan dari tim auditor itu, pihak sekolah benar-benar takut. Mereka tahu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sangat sensitif dan tegas dalam menyikapi hal-hal seperti itu. Pihak sekolah pun berjanji tak akan mengulangi praktik serupa. Di mata mereka, ketegasan Gubernur Ganjar Pranowo dalam memberantas praktik menyimpang seperti ini tak bisa ditawar. 42
a. Markdown Produksi Markdown produksi termasuk modus-modus penyimpangan yang dilakukan instansi yang mempunyai tupoksi memproduksi dan menjual barang tertentu. Pada suatu waktu, tim auditor melakukan audit terhadap instansi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) menyediakan dan menjual barang tertentu tersebut. Pada saat audit, tim menemukan jumlah produksi dan penjualan pada instansi tersebut sangat flat. Itu didasarkan pada nota-nota yang diberikan oleh mitra audit untuk diperiksa tim auditor. Tim auditor mencium ada ‘sesuatu’ yang tersembunyi dalam grafik produksi dan penjualan yang sangat flat ini. Namun, belum dapat ditentukan, sesuatu tersembunyi itu konkretnya bagaimana atau berupa apa. Setelah beberapa saat, tim Inspektorat menemukan petunjuk: biaya pemeliharaan produk yang belum terjual. Biaya pemeliharaan produk yang belum terjual tidak bisa langsung dicairkan saat itu juga, sebab mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memang seperti itu: pekerjaan harus selesai, surat pertanggungjawaban diajukan, baru anggaran bisa dicairkan. Sementara, praktik di lapangan, dalam sistem penggajian para pekerja atau buruh harian tidak bisa seperti itu. Setelah mereka selesai bekerja, upah harus segera dibayarkan. Jika tidak, maka itu bisa menimbulkan persoalan lain yang pelik. Dari petunjuk itu, insting auditor bekerja. Ada uang yang digunakan untuk menutup biaya operasional non budgeter, yang memang tidak dianggarkan. Dari mana sumber uang untuk menutup operasional non budgeter tersebut? Untuk menemukannya, tim auditor melakukan berbagai pengujian. Bisa jadi, ada sejumlah penjualan produk yang tidak dicatatkan. Asumsinya, jika ada penjualan produk yang tidak dicatatkan, maka seharusnya ada jumlah produksi yang juga di-markdown. Misal, produksi 120 unit, namun hanya dicatatkan 100 unit saja. Secara otomatis, dalam 43
penjualan, yang dicatatkan adalah 100 unit. Sementara, 20 unit sisanya tidak dicatatkan dalam penjualan dan disetorkan ke kas daerah sebagai penerimaan. Dengan asumsi itu, tim auditor melakukan pengecekan beberapa sektor, tapi belum menemukan juga rupa penyelewengan yang ada. Namun, berdasarkan petunjuk yang ada, tim sangat yakin ada markdown produksi dan penjualan. Artinya, modus penyelewengan yang dilakukan bisa disembunyikan secara rapi. Pada akhirnya secara tak sengaja datang pembeli produk di lokasi penyimpanan barang saat tim auditor berkunjung. Tim auditor mewawancarai pembeli, sembari pembeli tersebut mendapatkan pelayanan dari petugas. Kala itu, waktu telah menginjak sore, sehingga tidak dimungkinkan uang penerimaan hasil penjualan disetorkan ke kas daerah pada hari tersebut. Lalu kapan uang hasil penjualan itu disetorkan? Sebab, sudah sore, bank sudah tutup. Jawaban petugas, uang disetorkan keesokan harinya. Jika disetorkan keesokan hari, maka prosedur pencatatannya bagaimana? Jika dicatatkan dalam penjualan hari ini, maka penyetoran uang hasil penjualan terlambat. Waktu itu, petugas menjawab, penjualan belum dicatatkan untuk hari ini. Tim lalu mengingatkan, semua penjualan harus segera dicatat agar tidak ada yang terlupa. Petugas merespon dengan segera mengambil nota penjualan untuk melakukan pencatatan. Pada saat itu, tim auditor mendapati nota penjualan yang diambil petugas berbeda dengan nota penjualan yang diserahkan kepada tim auditor untuk dilakukan pengujian. Artinya, memang mereka punya nota berbeda. Langsung saja, nota itu disita. Setelah diperiksa, ternyata nota yang diserahkan kepada tim auditor adalah nota yang telah dimodifikasi. Sementara, nota asli yang mencatat seluruh penjualan adalah nota yang disita belakangan. Dari hasil pemeriksaan dan pencocokan terhadap dua nota yang 44
pertama diserahkan untuk diperiksa dan nota belakangan yang disita, terdapat selisih jumlah produk barang yang dijual. Praktik markdown produksi dan penjualan akhirnya terbukti dilakukan. Tahapan selanjutnya adalah menghitung ulang selisih tersebut, dan ditemukanlah angka yang nilainya cukup signifikan. Nominalnya mencapai ratusan juta rupiah. Ternyata, dari modus mark down produksi dan penjualan inilah sumber pendanaan non budgeter tersebut. Asumsi tim auditor Inspektorat, temuan seperti itu sejatinya adalah fenomena gunung es. Apa yang dilihat dan kita temukan, hanya puncaknya saja. Sementara, fenomena lain yang ada di bawah permukaan dan belum terungkap, sejatinya masih banyak dan nilainya besar. Lalu, apa langkah Inspektorat selanjutnya? Apakah tim auditor melakukan pemeriksaan lebih lanjut uang ratusan juga itu mengalir ke mana saja? Tidak. Sebab, sesuai standar audit internal yang berlaku, saat itu audit yang dilakukan oleh tim auditor Inspektorat tidak dirancang khusus untuk melakukan investigasi untuk membuktikan adanya fraud (kecurangan) atau ketidakberesan atau perbuatan melawan hukum. Meskipun laporan hasil audit harus mengungkapkan jika terjadi hal-hal yang menunjukkan indikasi kuat adanya fraud (kecurangan) atau ketidakberesan atau perbuatan melawan hukum berdasarkan bukti audit yang diperoleh, tidak boleh berdasarkan asumsi, tanpa disertai dengan bukti-bukti atau temuan konkret. Selanjutnya, tim auditor sebatas merekomendasikan agar selisih uang yang dicatatkan dengan hasil temuan yang didapatkan disetorkan ke kas daerah.
b. Markdown Uang Retribusi dan Potensi Pendapatan Selain markdown produksi dan penjualan barang, modus penyimpangan selanjutnya yang tim auditor temukan di lapangan adalah markdown potensi pendapatan daerah dari sektor retribusi. Dalam praktiknya, petugas salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melaku45
kan markdown terhadap pendapatan uang retribusi. Nominal uang retribusi yang didapat di-markdown, sehingga jumlah yang disetorkan ke kas daerah menjadi lebih kecil dari nilai penerimaan yang diterima sebenarnya. Seringkali, auditor dalam melakukan audit dan pengawasan berfokus ada sektor belanja, yang rawan terjadi penyimpangan. Faktanya, penyimpangan pada sektor pendapatan juga kerap terjadi. Bahkan, nilai nominalnya juga cukup signifikan. Misal, potensi pendapatan dari sektor retribusi A adalah mencapai Rp100 juta. Namun, target yang dipatok dan pendapatan dicatatkan hanya separuh dari itu, yakni Rp50 juta. Potensi pendapatan dari sektor retribusi ini sengaja di-markdown, agar sisa pendapatan tersebut dapat dinikmati oleh sejumlah oknum. Bisa jadi memang untuk kepentingan pribadi, maupun untuk menopang anggaran-anggaran non budgeter dari SKPD terkait. Di samping hal-hal tersebut di atas, yang saat ini cukup riskan adalah markdown penerimaan usaha mandiri sekolah. Seperti yang kita ketahui, saat ini SMA/SMK/SLB negeri mempunyai usaha mandiri, di mana penerimaan dari hasil usaha mandiri tersebut langsung diserahkan kepada user atau konsumen kepada pengelola usaha mandiri sekolah. Galibnya, penerimaan dari sektor usaha mandiri sekolah itu digunakan untuk menunjang kesejahteraan guru dan lainnya, yang tidak ter-cover dalam mekanisme APBD. Namun, risiko penyelewengan dari penerimaan usaha mandiri sekolah yang secara ekonomi nilainya cukup lumayan itu, dapat diminimalisir dengan adanya pedoman pengelolaan usaha mandiri sekolah yang dikeluarkan Dinas Pendidikan. Dengan adanya pedoman pengelolaan usaha mandiri sekolah itu, Dinas Pendidikan punya instrumen untuk mengendalikan potensi penyimpangan penerimaan dari usaha mandiri sekolah. Namun, seiring komitmen pucuk pimpinan tertinggi di Jawa 46
Tengah, Ganjar Pranowo, dalam upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, praktik-praktik menyimpang yang haram seperti itu sudah sangat jauh berkurang. Jajaran di bawah tak berani dan takut melakukan praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) lantaran komitmen kuat sosok pucuk pimpinan, Ganjar Pranowo, dalam mengimplementasikan slogan yang diusung selama dua kali masa jabatannya: ‘mboten korupsi, mboten ngapusi’. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah selama ini aktif berkampanye menggelorakan pengelolaan gratifikasi melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Inspektorat. Pembentukan UPG dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 24 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Provinsi Jawa Tengah.
47
48
"Kalau atasnya punya komitmen penuh dan mau memperbaiki sistem serta memberi contoh, orang pasti takut untuk menyuap. Akhirnya pejabat lain ikut berubah dan masyarakat ikut berubah sikapnya. Akhirnya semua profesional," - Ganjar Pranowo
49
Bab 3 Membalik Birokrasi Tumbuhkan Keberanian
A
da satu hal yang sangat menarik dan baru bagi kalangan birokrasi di Pemprov Jateng pada era kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo. Kami menyebut apa yang dilakukan Gubernur dengan Gubernur dengan istilah “membalik birokrasi”. Ada suatu masa di mana birokrasi dikenal dengan istilah “bila bisa sulit kenapa dipermudah”. Diakui atau tidak, hal itu memang nyata adanya. Misal, untuk mengurus perizinan saja, ada berapa pintu dan meja yang harus dilalui. Di mana tiap-tiap pintu dan meja itu, bisa saja ada oknum yang meminta sesuatu. Apesnya lagi, memberi dan meminta sesuatu di masa itu dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar. “Ngurus ini bayar berapa? Untuk orang dalam berapa? Agar bisa cepat tambah berapa? Bila lapor ada pungli apakah dampaknya justru akan dipersulit? Bagaimana kita bisa lapor gubernur wong kita tidak bisa menghubungi beliau dan lain sebagainya”. Pertanyaan-pertanyaan macam itu sepertinya jadi hal lazim di masa itu. Kita tidak bisa menuding birokrasi yang bermain sepenuhnya dalam hal pemberian, permintaan, maupun penerimaan. Hal semacam itu kebanyakan bisa terjadi karena kemauan kedua belah pihak. Di satu sisi, masyarakat butuh agar urusannya dipercepat dan dipermudah, di sisi lain, ada oknum birokrasi yang memanfaatkan keadaan tersebut. Akhirnya, terjadilah apa yang disebut sebagai perilaku koruptif. Namun tidak demikian di era kepemimpinan Gubernur Ganjar. Semuanya dibuat transparan. Bahkan siapapun bisa berkomunikasi 50
langsung dengan Gubernur melalui akun media sosialnya. Bisa dilihat, betapa riuh rendahnya akun media sosial Gubernur Jateng. Mulai dari pujian, hujatan, permintaan, laporan, protes, kritik, dan lain sebagainya. Di era Ganjar inilah, warga Jateng benar-benar bisa berkomunikasi langsung tanpa sekat dengan pimpinannya. Hal semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya. Birokrasi tentunya punya SOP (Standar Operasional Prosedur) yang harus ditaati dan dilalui dalam setiap laporan. Terlebih lagi bila itu ke Gubernur. Apalagi, bila yang yang melapor itu “bukan siapa-siapa”. Butuh waktu lama di mana laporan itu sampai ke meja Gubernur atau bahkan mungkin saja sama sekali tidak akan pernah sampai. Saat ini hal itu sama sekali tidak bisa. Di tengah kemajuan zaman dan era media sosial seperti sekarang ini, siapapun warga Jawa Tengah bisa menghubungi Gubernur. Bahkan, jika mendapat laporan di media sosialnya, maka Gubernur akan langsung meneruskannya ke dinas terkait. Bila sudah demikian, dinas terkait akan langsung menindaklanjutinya. Jadi, birokrasi di Jawa Tengah pada era kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo bisa dikatakan semi terbalik. Masyarakat langsung melapor pada Gubernur, lalu diteruskan pada dinas terkait untuk ditindaklanjuti, kemudian dinas melaporkan apa hasil temuan atas laporan dari warga tersebut. Warga Jawa Tengah juga patut diacungi jempol atas keberaniannya melapor. Secara psikologis, melaporkan sesuatu yang dirasa salah bukanlah perkara mudah. Apalagi bila itu terjadi di lingkungan tempat tinggalnya dan pelaku adalah saudara, tetangga, perangkat desa, petugas di dinas, dan lain sebagainya. Bisa saja, laporan itu malah merusak hubungan antartetangga atau bahkan yang terburuknya pelapor akan dimusuhi. Sekarang ini, warga Jateng sudah berani melaporkan apapun 51
keluhan yang mereka rasakan pada Gubernur. Hal itu tentunya tak lepas dari karakteristik Gubernur Ganjar yang transparan, fast respons, serta tidak membeda-bedakan. Apa yang dilakukan Gubernur itu pun menumbuhkan kepercayaan diri warga Jawa Tengah bila apapun yang dilaporkan pada Gubernur dilengkapi dengan data dan fakta yang benar, akan ditindaklanjuti. Tidak hanya di akun media sosial pribadinya, Gubernur Ganjar juga menyediakan kanal khusus untuk menerima laporan dari masyarakat, yakni aplikasi LaporGub!. Sepanjang 2022 lalu, jumlah laporan yang diterima di kanal itu mencapai 104 ribu laporan. Artinya, ada ratusan laporan warga yang masuk ke kanal itu tiap harinya.
Dampak ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’ Pemimpin adalah lokomotif dalam sebuah organisasi, termasuk organisasi di Pemprov Jateng. Kepemimpinan Gubernur Ganjar mulai 23 Agustus 2013 memberi angin segar pada pemberantasan dan menumbuhkan sifat antikorupsi di jajaran birokrasi. Gebrakan Gubernur Ganjar sebenarnya sudah terlihat sejak masa kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng 2013 silam. Hal yang paling mengena terkait pemberantasan korupsi adalah tagline “Mboten Korupsi Mboten Ngapusi”. Ada dua persepsi di kalangan birokrasi mengenai tagline tersebut. Pertama adalah mereka yang sangsi bila ada pemimpin tidak melakukan korupsi dan menerima gratifikasi. Hal itu bisa dimaklumi karena budaya permisif pada hal berbau korupsi dan gratifikasi jamak dilakukan hampir di semua kalangan di Indonesia. Di sisi lain, tagline tersebut adalah angin segar pada birokrat yang punya idealisme antikorupsi. Mereka merasa jadi punya pelindung dan pegangan jika harus “melawan arus”. Bahkan, tagline ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’ tersebut membuat pegawai berani melawan perintah 52
atasan bilamana instruksi tersebut dinilai melanggar prinsip-prinsip antikorupsi. Ambil contoh mengenai soal gratifikasi. Mereka yang memegang kuat prinsip Good and Clean Governance akan langsung menolak jika ada pimpinan yang secara tersirat mengarahkan untuk mencari honor tambahan yang tidak semestinya. Pegawai jadi punya alasan kuat melawan karena tagline tersebut. “Benar saya adalah pegawai dan bawahan, Bapak/Ibu. Namun, kita sama-sama punya pimpinan, yakni Gubernur. Perintah Pak Gubernur sangat jelas agar kita mboten korupsi. Jadi, kita harus bersama-sama menaati perintah tersebut.” Demikian kurang lebih jawaban pegawai jika ada arahan dari pimpinannya yang dirasa tidak sejalan dengan semangat antikorupsi yang dibangun Gubernur Ganjar. Memang tentunya hal itu tidak langsung terjadi menyeluruh. Namun pelan tapi pasti, kebijakan-kebijakan dan teladan yang dilakukan Gubernur Ganjar berbuah manis. Meskipun harus diakui jika perilaku koruptif, permisif pada gratifikasi ilegal, dan tindakan sejenis lainnya pasti masih terjadi, namun hal itu semakin hari semakin bisa ditekan. Bahkan saat ini, dampak dari tagline ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’ sudah sangat terasa. Jika dulu gratifikasi, pungutan tidak sesuai ketentuan, dan lain sebagainya dilakukan secara benderang ataupun samar, sekarang ini, hampir semua pegawai di lingkungan Pemprov Jateng akan berpikir keras untuk melakukan penyelewengan. Jika dijabarkan dalam satu kalimat mengenai kondisi itu; pegawai di lingkungan Pemprov Jateng saat ini, jangankan meminta, untuk memberi atau menerima sekalipun tidak akan berani. Jadi bisa disimpulkan, dampak tagline ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’ sekarang ini sudah sangat terasa di lingkungan Pemprov Jateng. Tagline itu menjadikan pegawai punya pegangan dan petunjuk terkait 53
pencegahan korupsi, bahkan bila harus melawan atasannya sekalipun. Hal itu tak lepas dari janji politik Gubernur Ganjar dalam hal pemberantasan korupsi di masa pemerintahannya. Bisa dikatakan, kondisi Pemprov Jateng sekarang ini tuntunan lentera yang selalu dipegang Gubernur Ganjar di ujung lorong. Lentera yang dibawa Gubernur Ganjar adalah cahaya yang menuntun pegawai di Pemprov Jateng untuk berjalan ke arah yang seharusnya.
Transparansi dan Fast Respons Salah satu kunci utama keberhasilan Gubernur Ganjar dalam memperbaiki kondisi birokrasi di Pemprov Jateng adalah transparansi yang dilakukannya. Seperti disinggung di atas, Gubernur Ganjar membuka sarana komunikasi seluas-luasnya secara langsung dengan warganya. Tidak hanya itu, Gubernur Ganjar juga selalu mengedepankan penggunaan teknologi guna memangkas peluang terjadi pungli, gratifikasi, dan lain sebagainya. Bersamaan dengan itu, penggunaan teknologi juga akan mempermudah pengawasan Gubernur Ganjar guna memastikan birokrasi berjalan sebagaimana mestinya. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Gubernur Ganjar membangun Government Resource Management System (GRMS). GRMS merupakan sistem manajemen sumber daya pemerintah yang terintegrasi dan terpusat. Sistem itu digunakan instansi pemerintah di Provinsi Jawa Tengah untuk mengelola dan memonitor sumber daya pemerintah dengan lebih efektif dan efisien. Beberapa elemen penting dari GRMS Provinsi Jawa Tengah antara lain: E-budgeting: aplikasi penganggaran yang memungkinkan instansi pemerintah untuk mengelola anggaran secara terintegrasi dan real-time, mempercepat proses perencanaan anggaran, dan meminimalkan kesalahan. 54
E-planning: aplikasi perencanaan yang membantu instansi pemerintah dalam menyusun program dan kegiatan secara terpadu, memperkuat pengawasan dan pengendalian, serta mempercepat proses perencanaan. E-procurement: aplikasi pengadaan barang dan jasa secara online, yang memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan, serta meminimalisir risiko tindakan korupsi dan penyelewengan. E-hrm: aplikasi manajemen sumber daya manusia (SDM) yang membantu instansi pemerintah dalam mengelola data pegawai, memudahkan pengambilan keputusan, serta mempercepat proses pengelolaan sumber daya manusia.
Infografis Government Resource Management System (GRMS) yang dijalankan saat kepemimpinan Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo sebagai wujud transparansi dan fast respons.
55
E-performance: aplikasi evaluasi kinerja yang memungkinkan instansi pemerintah untuk memonitor kinerja dan pencapaian target, serta memperbaiki kinerja dan efektivitas pengelolaan sumber daya pemerintah. E-reporting: aplikasi pelaporan yang memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan kinerja dan keuangan, serta memudahkan instansi pemerintah dalam menyajikan informasi yang terpercaya dan mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan terintegrasi dan terpusat, GRMS dapat memudahkan instansi pemerintah dalam pengambilan keputusan, mempercepat proses pengelolaan sumber daya pemerintah, serta memberikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya pemerintah. Hal itu bisa membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya pemerintah, serta memperkuat upaya pencegahan korupsi dan penyelewengan di Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan dalam hubungannya dengan masyarakat, Gubernur Ganjar juga memanfaatkan kecanggihan teknologi. Di masa awal, Gubernur Ganjar banyak berkomunikasi langsung dengan warga Jateng melalui media sosial. Gubernur Ganjar akan merespons saran, masukan, kritik, hingga komplain dari warganya. Kecepatan Gubernur Ganjar dalam merespons dan mengarahkan keluhan masyarakat ke dinas terkait melalui akun media sosial tentu sangat berdampak. Secara psikologis, dinas yang menerima keluhan dari masyarakat melalui akun media sosial Gubernur Ganjar pasti akan bergerak cepat melakukan verifikasi dan penanganan sehingga hal itu bisa ditangani sesegera mungkin. Media sosial juga bersifat terbuka. Semuanya bisa mengakses dan mengawasi. Informasi, saran, keluhan, kritik, hingga protes bisa dibaca semua orang. Risikonya, jika sampai direspons lambat maka hal itu akan 56
diketahui banyak orang. Kemudian, Gubernur Ganjar pun akan segera mengetahui jika ada dinas di bawah kendalinya tidak cepat merespon, sehingga segera bisa mengingatkan. Namun di sisi lain, penggunaan media sosial guna menampung semua informasi dan keluhan juga tidak sepenuhnya efektif. Utamanya dalam hal verifikasi pelapor dan laporan yang diberikan. Karena itulah, Gubernur Ganjar menggagas kanal khusus untuk menerima aduan masyarakat, yakni LaporGub!. LaporGub! adalah portal laporan pengaduan online Provinsi Jateng. LaporGub! merupakan wujud nyata dari keinginan pemerintah provinsi untuk mengakomodir aspirasi warga Jateng.
Poster LaporGub! Kanal pengaduan masyarakat yang diinisiasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
57
Melalui LaporGub!, segala aduan masyarakat akan ditindaklanjuti dengan cepat, transparan, bisa diawasi pelapor, tuntas, dan rahasia. Identitas pelapor akan benar-benar dirahasiakan. Tak hanya itu, pelapor juga bisa memantau perkembangan penanganan laporannya sudah sejauh mana. Penanganan laporan dalam LapoGub! juga cepat dan memberi pelayanan selama 24 jam penuh. Keberadaan kanal LaporGub! sangat membantu masyarakat dalam menyampaikan keluhannya. Buktinya, sejak 2014 hingga akhir 2022 lalu, kanal LaporGub! sudah menerima lebih dari 104.000 aduan. Sedangkan sepanjang 2022, masyarakat yang mengadukan melalui LaporGub! mencapai 22.980. Dengan demikian, tiap hari ada puluhan orang yang membuat aduan di kanal tersebut. Meski sudah diakses ratusan ribu orang untuk mengadukan berbagai hal, terkait LaporGub!, Gubernur Ganjar tak mudah berpuas diri. Ia terus mengembangkan aplikasi itu agar semakin mudah digunakan. Gubernur Ganjar memperbaiki dan menambah fitur LaporGub! V.2.0, yakni privasi aduan. Hasil dari pengembangan terbaru di LaporGub V.2.0, masyarakat yang melapor bisa mengatur pilihan privasi aduan. Dengan demikian, identitas pelapor terjamin dan masyarakat bisa lebih nyaman mengadukan masalah yang dialami. Tujuan utama diluncurkannya LaporGub! adalah untuk memudahkan masyarakat. Melalui LaporGub! pula, Pemprov Jateng bisa mengevaluasi kinerja. Gubernur Ganjar berharap, LaporGub! bisa menjadi legacy yang bisa terus dimanfaatkan masyarakat Jawa Tengah. Di sisi lain, pemerintah juga bitsa menggunakannya untuk dasar pengambilan keputusan. LaporGub! merupakan gebrakan Gubernur Ganjar sejak periode pertamanya pada 2013. Saat itu, LaporGub! masih berbasis website. Dalam perjalanannya, Gubernur Ganjar terus mengembangkan hingga bisa diakses multi-platform. Kini, LaporGub! bisa diakses melalui smartphone. 58
Selain itu, banyak inovasi-inovasi lain yang didorong Gubernur Ganjar dalam hal transparansi dan memangkas birokrasi utamanya inovasi berbasis teknologi. Kita juga tentunya belum lupa saat Gubernur Ganjar marah besar karena memergoki aksi pungli di Jembatan Timbang Subah, Kabupaten Batang pada 2014 silam. Kemarahan Gubernur Ganjar pada saat itu meninggalkan bekas hingga sekarang ini. Kemarahan Gubernur Ganjar kala itu mampu mengubah pola kotor menjadi bersih. Jembatan timbang di Jawa Tengah kini jauh lebih tertib. Pelayanannya berbasis online dan tidak ada lagi pungli.
Infografis: Rekapitulasi Jumlah Aduan LaporGub periode 2018 hingga 2022. (sumber :laporgub.jatengprov.go.id)
59
Para sopir truk, utamanya kendaraan muatan pun merasakan betul perubahan tersebut. Saat ini mereka mengaku nyaman dan aman dari pungli saat melintas di Jateng. Satu di antaranya, mengutip dari jatengprov.go.id, adalah Ade Hermanto. Sopir truk ekspedisi itu mengatakan tidak ada lagi pungli di jembatan timbang di Jateng sejak kemarahan Gubernur Ganjar di Jembatan Timbang Subah. Warga asal Pekalongan itu mengungkapkan, dulu sopir harus menyiapkan “amplop” untuk bisa lolos dari jembatan timbang. Namun, praktik itu lenyap karena ketegasan Gubernur Ganjar. “Sejak Pak Ganjar ngamuk sudah aman. Kalau dulu harus menyiapkan uang. Kalau sekarang tidak, hanya siapkan surat-surat saja,” terangnya. Praktik itu lenyap karena ketegasan Gubernur Ganjar. “Sejak Pak Ganjar ngamuk sudah aman. Kalau dulu harus menyiapkan uang. Kalau sekarang tidak, hanya siapkan surat-surat saja,” terangnya.
Keterangan Foto: Gubernur Jawa Tengah saat sidak di Jembatan Timbang di Subah kabupaten Batang Jawa Tengah 28 April 2014. (Humas Pemprov Jateng)
60
Hal senada juga dikatakan sopir lain asal Purwokerto, Mardiyono. Baginya, kemarahan Ganjar di jembatan timbang saat itu sangat membantu para sopir untuk terhindar dari pungli. Selain pemanfaatan teknologi, menurut Mardiyono, Gubernur Ganjar juga kerap terjun untuk memantau kondisi lapangan secara langsung sehingga mereka yang punya niat melakukan pungli, tidak akan berani. Koordinator Satuan Pelayanan UPPKB Ajibarang Alkori mengatakan, tindakan tegas Gubernur Ganjar membawa banyak perubahan positif bagi jembatan timbang. Selain pelayanan dengan sistem canggih dan online, juga tidak lagi ada pungli. Menurutnya, sekarang ini jembatan timbang sangat terbuka dan transparan di mana sistem operasionalnya menggunakan Jembatan Timbang Online (JTO) yang langsung terkoneksi ke pusat.
Keterangan foto: Petugas Dinas Perhubungan Provinsi Jateng memeriksa kendaraan di Jembatan Timbang Ajibarang, Banyumas, Jumat (13/1/2023). (Humas Pemprov Jateng)
61
Selain itu, kemarahan Gubernur Ganjar kala itu, turut menyumbang terbentuknya Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah X Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Total ada 10 jembatan timbang di bawah BPTD Wilayah X. Masing-masing di Tanjung (Brebes), Subah (Batang), Sarang (Rembang), Banyudono (Boyolali), Klepu (Kabupaten Semarang), Ajibarang (Banyumas), Wanareja (Cilacap), Kulwaru (Kulonprogo), Kalitirto, dan Tamanmartani (Sleman). Perubahan sistem dari manual ke online juga mampu mengurangi angka pelanggaran. Di Jembatan Timbang Ajibarang tiap harinya memeriksa sekitar 150 kendaraan. Sebelum sistem online dijalankan, dari total kendaraan yang diperiksa, 30 di antaranya melanggar. Namun setelah sistem online diterapkan, jumlah pelanggaran hanya sekitar 10 kendaraan. “Itu karena sudah tahu kalau aturan masuk Jateng. Selain itu, kita juga sosialisasi lewat medsos. Dan kami sudah berkomitmen tidak ada pungli,” kata dia.
Keberanian Melapor Mengacu hal di atas, Gubernur Ganjar benar-benar telah “membalik birokrasi” di Jateng. Saat ini, masyarakat Jateng pada umumnya berani melaporkan segala keluhan yang dilihat, diketahui, dan dirasakannya. Hal itu tak lepas dari kemudahan untuk mengakses pemimpinnya dalam hal ini gubernur. Satu di antara cerita cukup menarik adalah pernyataan dari warga Kota Semarang saat hendak mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Mal Pelayanan Publik (MPP), tepatnya di anjungan layanan Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang beberapa waktu lalu. Namanya Adzika. Menurutnya, mengurus perizinan saat ini sudah semakin mudah, cepat, dan murah karena bisa dilakukan secara online. Lantaran sudah dilakukan secara online, maka ia pun tidak me62
nemukan kendala berarti. Adzika juga tidak mendapati adanya pungli selama prosesnya mengurus IMB. Jika sampai mendapati adanya pungli, Adzkia mengaku bakal mengadukan hal itu. “Jika saya temukan pungli, tentu saya akan lapor, bikin aduan. Atau bisa juga mention media sosial (medsos) Pemkot dan Wali Kota. Saya juga akan mention Pak Ganjar. Biasanya kalau lapor Pak Ganjar nanti aduan kita diresponnya cepat,” ucap Adzkia mengutip dari pemberitaan Tribunmuria.com, 28 November 2022. Masih dalam berita yang sama dituliskan, jika Gubernur Ganjar mendorong pengelola layanan publik untuk terbuka mengedukasi masyarakat, serta menerima aduan dan masukan. Karena itu, ia meminta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk terbuka terhadap kritik dan aduan, di antaranya dengan membuat akun medsos bercentang biru atau medsos yang telah terverifikasi. “Risikonya ya hanya di-bully, tapi banyak lho yang bisa kita selesaikan melalui medsos ini. Makanya kita dorong, kalau hanya website saja buat apa. Mau terbuka ya harus pakai medsos,” tegasnya. Apa yang disampaikan Adzkia bukti nyata jika sekarang ini warga Jateng sudah semakin kritis dan berani melawan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Mereka tidak segan untuk melaporkan hal itu melalui media sosial, termasuk akun media sosial Gubernur Ganjar. Keberanian melapor dan melawan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh oknum yang punya kewenangan bukanlah hal yang mudah, butuh keberanian besar. Karena bisa dipastikan, mereka yang dilaporkan justru bisa jadi dapat masalah di kemudian hari. Bisa jadi, masyarakat sekarang ini sama seperti jajaran birokrasi di Pemprov Jateng. Mereka merasa kepemimpinan Gubernur Ganjar menjadikan mereka punya keberanian untuk melaporkan penyelewengan secara terbuka dan resmi. Mereka merasa 63
punya panutan sekaligus pelindung dalam melawan hal buruk yang mereka jumpai di jajaran birokrasi dan lingkungan sekitar mereka Gubernur Ganjar dalam hal ini juga telah berhasil membentuk mental masyarakat untuk jadi pengawas lingkungan sekitar dalam aktivitas keseharian. Hal itu merupakan dasar untuk membentuk pemerintahan yang bersih dan transparan. Bisa dikatakan jika masyarakat Jateng sekarang sedang berjalan ke arah pengawasan dan perlawanan semesta terhadap praktik-praktik kotor yang selama ini terjadi.
Keterangan Foto: Mal Pelayanan Publik (MPP) yang berada di anjungan layanan Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang (Humas Pemprov Jateng)
64
"Saya merasa terbantu (medsos) dan kemudian publik bisa komplain lebih gampang dan kemudian birokrasi merubah mindset, sehingga mereka (pemerintah) akan bisa melayani dengan cara yang lebih bagus," - Ganjar Pranowo
65
Bab 4 Konsistensi Dalam Keteladanan
Komitmen dan Konsisten Kunci lain keberhasilan Gubernur Ganjar dalam pencegahan korupsi dan gratifikasi adalah keteladanan yang diberikan. Seperti kata pepatah, satu contoh lebih baik dibanding seribu nasihat. Gubernur Ganjar tidak hanya merancang sistem untuk mencegah korupsi, namun juga tidak pernah lelah menjadi teladan. Teladan yang dilakukan seorang pemimpin sangatlah krusial bagi bawahannya. Keteladanan pemimpin adalah sebuah motivasi tersendiri agar jajarannya bisa melakukan perubahan signifikan. Oleh karena itu, memberi teladan yang baik merupakan cara yang lebih efektif dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan perubahan yang positif. Dengan memberikan teladan yang baik, kita tidak hanya berbicara tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip penting, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu akan berdampak lebih besar terhadap orang lain karena mereka dapat melihat langsung bagaimana kita mengimplementasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan kita sendiri. Selain itu, memberi teladan yang baik dapat membantu meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan kita di mata orang lain, karena mereka melihat bahwa kita tidak hanya berbicara kosong, tetapi konsisten mempraktikkannya. Sebagai individu yang ingin mempengaruhi orang lain untuk melakukan perubahan yang positif, kita harus memulai 66
dengan memberikan teladan yang baik melalui tindakan nyata yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kita anut. Sebagai pemimpin, Gubernur Ganjar adalah panutan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menunjukan perkataan selaras dengan perbuatan. Sejauh ini, selama memimpin Jateng, Gubernur Ganjar menunjukan hal itu. Keteladanan yang diberikan Gubernur Ganjar secara konsisten menunjukan jika karakternya yang memang demikian adanya. Oleh karena itu, ia selalu menunjukkan contoh yang baik mengenai cara berperilaku, termasuk dalam pencegahan korupsi dan gratifikasi. Satu di antara keteladanan yang dilakukan Gubernur Ganjar adalah saat menukar uang baru yang diberikan Bank Indonesia (BI) pada 18 Agustus 2022 lalu. Saat itu Gubernur Ganjar mengikuti seremoni perilisan uang emisi baru tahun 2022 oleh BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Acara digelar terpusat di Istana Merdeka dengan dipimpin langsung Presiden Joko Widodo.
Keterangan foto: Gubernur Ganjar saat menukar uang baru yang diberikan Bank Indonesia (BI) pada 18 Agustus 2022 lalu. (Humas Pemprov Jateng)
67
Gubernur Ganjar mengikuti acara secara virtual dari kantornya bersama perwakilan BI Jateng. Setelah acara, Kepala Perwakilan BI Jateng, Rahmat Dwisaputra menyerahkan buku album berisi tujuh uang rupiah dengan desain baru itu mulai pecahan Rp1.000 hingga Rp100.000. Menurut Rahmat, nomor seri uang yang diserahkan pada Gubernur Ganjar merupakan angka cantik, yakni tahun kelahiran Ganjar. Gubernur Ganjar pun menerima uang itu. Ia lalu menghitung nominal uang emisi baru yang diterimanya. Total, uang pecahan baru itu sebesar Rp188.000. Gubernur Ganjar mengatakan, lantaran uang itu untuknya pribadi, ia pun akan menukarnya dengan jumlah yang sama. Spontan, ia pun membuka dompet mengambil uang dari dompetnya dengan besaran yang sama dengan uang yang diterimanya dari BI kemudian menyerahkannya pada Kepala Perwakilan BI Jateng. Apa yang dilakukan Gubernur Ganjar itu bukannya tanpa sebab dan alasan. Pastinya ada pesan yang hendak disampaikannya. Pesan yang paling mudah ditangkap adalah, Gubernur Ganjar mencegah potensi gratifikasi mulai dari dirinya. Dengan demikian diharapkan, apa yang dilakukannya itu bisa ditiru seluruh anak buahnya agar berani menolak gratifikasi sekecil apapun. Contoh lain adalah ketika Gubernur Ganjar mengunjungi Kabupaten Semarang. Dia mendatangi sebuah sentra bonsai milik warga setempat. Gubernur Ganjar tampak kagum melihat sejumlah koleksi bonsai yang dipajang di beberapa ruangan. Kunjungan Gubernur Ganjar kala itu hanya sebatas menilik pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berpotensi memberikan nilai ekspor untuk Jawa Tengah. Di akhir acara, si pemilik spontan ingin memberikan hadiah sebuah bonsai terbaik dari koleksinya. Gubernur Ganjar pun sempat kaget dan menolak pemberian itu. Namun upaya Gubernur Ganjar tidak sehebat niat si empunya yang bersikukuh ingin memberikan koleksi bonsainya. 68
Akhirnya Gubernur Ganjar menanyai si pedagang berapa harga bonsai itu sembari memanggil ajudan. Bonsai itu pun dibeli Gubernur Ganjar sesuai harga yang disebutkan pedagang. Hal ini dilakukan Gubernur Ganjar lantaran sebagai kepala daerah sangat tidak diperkenankan menerima hadiah dalam bentuk apapun. Cerita lainnya saat Gubernur Ganjar berulang tahun. Dia menerima banyak sekali hadiah dari berbagai pihak dengan berbagai produk. Ada makanan, pakaian, barang-barang elektronik sampai karangan bunga yang membanjiri rumah dinas Gubernur Jawa Tengah Puri Gedeh. Padahal Gubernur Ganjar tidak berharap adanya hadiah-hadiah dari warga bahkan pengusaha. Akhirnya Gubernur Ganjar memutuskan mengembalikan semua hadiah yang sudah sampai di rumah dinas Puri Gedeh dengan ucapan terima kasih dan pemahaman bilamana tidak menerima hadiah. Dapat disimpulkan, Gubernur Ganjar adalah seorang pemimpin yang tegas dan konsisten dalam menolak adanya gratifikasi dan pemberian hadiah yang tidak sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku. Sepanjang karirnya sebagai birokrat dan politisi, Gubernur Ganjar selalu menegaskan bahwa ia tidak akan menerima suap atau hadiah dari siapapun, baik dalam bentuk uang, barang, ataupun jasa. Sikap tegas dan konsisten Gubernur Ganjar merupakan contoh yang baik bagi para birokrat dan politisi lainnya. Sebagai seorang pemimpin, ia memahami betapa pentingnya menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan menolak gratifikasi dan pemberian hadiah, Gubernur Ganjar menunjukkan jika ia berkomitmen untuk membangun suatu pemerintahan dengan berlandaskan kejujuran dan transparansi. Sedangkan dalam konteks pemberantasan korupsi, sikap tegas dan konsisten seperti yang ditunjukkan Gubernur Ganjar sangatlah penting. Korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi 69
Indonesia. Untuk mengatasi masalah itu dibutuhkan tindakan nyata dan konsisten para pemimpin. Dengan konsisten menolak gratifikasi, Gubernur Ganjar membuktikan ia serius dalam memerangi korupsi dan membangun sistem pemerintahan yang bersih dan transparan.
Pimpin Demo Antikorupsi Gubernur Ganjar juga pernah melakukan hal cukup unik terkait sikap antikorupsi. Ia memimpin sekitar 3.000 pelajar dari berbagai sekolah berdemo di depan Kantor Gubernur Jateng, di Jalan Pahlawan, Kota Semarang pada Minggu (8/12/2019). Aksi demo itu terkait peringatan hari antikorupsi sedunia (Hakordia) 2019. Sejak pagi hari, ribuan pelajar itu sudah memenuhi kawasan Simpanglima Kota Semarang. Sembari berjalan menuju Kantor Gubernur Jateng, mereka meneriakkan yel-yel antikorupsi. Mereka juga membawa berbagai poster dengan beragam tulisan berisi tuntutan. Poster yang dibawa para pelajar itu tidak seperti poster demo biasanya. Kalimat yang tertulis cukup unik, khas dengan generasi milenial.
Keterangan Foto: Ganjar memimpin sekitar 3.000 pelajar berdemo memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di depan Kantor Gubernur Jateng, pada Minggu (8/12/2019). (Humas Pemprov Jateng)
70
Misalnya ‘Jangan Makan Uangku, Makan Saja Mantanku’, ‘Cukup Atiku Sing Ambyar, Negoroku Ojo’, ‘Mending Ketemu Tikus Tanah, Dibanding Tikus Berdasi’, dan lainnya. Sesampainya di depan kantor Gubernuran, ribuan pelajar itu langsung satu komando dan menggelar aksi. Gubernur Ganjar yang mengenakan kaus putih bertuliskan ‘Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi’ dan berikat kepala merah putih, langsung naik panggung memimpin aksi. Ia lalu meminta perwakilan pelajar untuk berorasi. Satu persatu perwakilan pelajar berorasi dengan lantang. Mereka memompa semangat generasi muda untuk melawan segala bentuk praktik korupsi yang telah menyengsarakan nasib rakyat. Tak hanya memimpin aksi demo, Ganjar juga mengajak ribuan pelajar itu menempel stiker antikorupsi di sejumlah mobil dinas Pemprov Jateng. Stiker bertuliskan ‘Nek Aku Korupsi, Ora Slamet’ itu ditempel di mobil-mobil pelat merah Pemprov Jateng. Demo itu semakin meriah dengan adanya instalasi mosaik. Ribuan kertas warna warni ditempelkan para pelajar dan warga pada sembilan panel. Sebelumnya, mereka menuliskan harapan, doa, kritik, dan dukungan untuk pemberantasan korupsi. Sembilan panel itu kemudian digabung membentuk gambar tikus dicoret. Gubernur Ganjar mengatakan, aksi demonstrasi yang digelar para pelajar itu merupakan hal yang luar biasa. Mereka berani untuk menyerukan perlawanan terhadap praktik korupsi demi masa depan bangsa. “Tadi keren, ada seruan mereka misalnya, PNS yang koruptor, tidak usah masuk kantor, langsung didor. Ini merupakan ungkapan kejengkelan dari mereka yang mudah-mudahan menjadikan mereka generasi berintegritas,” ujarnya kala itu. Kepedulian anak muda akan gerakan antikorupsi menurutnya sangat penting. Sebab, sejak usia dini mereka sudah mengenal sikap antikorupsi. Hal itu bisa dimulai dari hal-hal kecil, misalnya tidak mencon71
tek, disiplin masuk sekolah, tidak berbohong, dan lainnya. “Mereka kelak akan menjadi pemimpin bangsa, semoga ini awal yang bagus untuk menanamkan integritas. Saya minta guru-guru membimbing,” tegasnya.
Keterangan foto: Ganjar bersama ribuan pelajar berdemo memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di depan Kantor Gubernur Jateng, pada Minggu (8/12/2019). (Humas Pemprov Jateng)
Tolak Hadiah Ada pengalaman menarik pernah dibagikan Gubernur Ganjar terkait niatan antikorupsi. Pengalaman ini dijadikan Gubernur Ganjar sebagai ‘warning’ diri sendiri agar selalu menjaga tutur kata, khususnya di hadapan para pengusaha. Kata yang dimaksud itu adalah “apik ya”. Kata itu sebenarnya diucapkan untuk memuji sebuah produk, sama sekali tidak ada maksud lain. Suatu waktu, Gubernur Ganjar memuji sebuah produk perusahaan. Tak hanya memuji, Gubernur Ganjar juga pernah meng-endorse 72
produk tersebut. Apa yang terjadi? Hari berikutnya produk tersebut sudah sampai di rumah dinasnya, Puri Gedeh. Gubernur Ganjar pun dibuat kaget, padahal dia tidak merasa membeli barang tersebut. Setelah diusut, rupanya produk itu merupakan hadiah. Tanpa pikir panjang, si pengirim langsung ditelepon Gubernur Ganjar untuk menanyakan maksudnya mengirimkan barang itu. Rupanya si pengusaha berniat menghadiahkan produk tersebut untuk Gubernur Ganjar. Hal itu langsung ditolak mentah-metah lantaran merupakan gratifikasi. Sementara pengusaha menganggap itu bukan gratifikasi karena atas dasar pertemanan. Perdebatan pun terjadi. Satu sisi ada Gubernur Ganjar yang menolak hadiah itu karena gratifikasi. Sedang si pengusaha yang bersikukuh tidak ingin hadiah itu dikembalikan. Gubernur Ganjar terus memberi pemahaman yang membuat si pengusaha tidak bisa lagi mempertahankan argumentasinya. Gubernur Ganjar mengatakan bersedia menerima hadiah tersebut, selanjutnya akan melaporkan ke KPK sebagai bukti gratifikasi. Biasanya, barang-barang bukti gratifikasi akan berakhir dalam proses pelelangan di KPK. Akhirnya si pengusaha melunak dan menuruti kemauan Gubernur Ganjar. Budaya pertemanan seperti itulah yang disebut Gubernur Ganjar perlu dijauhi jika ingin memperkokoh niatan Jateng ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’. Tentu ada pengusaha yang bisa memahami, tapi tidak sedikit juga yang berpandangan sebaliknya. Apa yang dilakukan Gubernur Ganjar sudah benar. Benar kita adalah teman, tapi ketika berkaitan dengan jabatan sebagai gubernur, konsep budaya pertemanan itu perlu dipikir ulang sehingga tidak menimbulkan kerugian masing-masing pihak.
73
Buah Keteladanan Satu di antara buah keteladanan yang dilakukan Gubernur Ganjar seperti yang sudah disinggung adalah birokrat tidak berani meminta, memberi, dan menerima. Ada satu cerita menarik saat Gubernur Ganjar jadi pembicara dalam sosialisasi antikorupsi kepada Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Jateng pada 22 November 2022. Pada kesempatan itu, Gubernur Ganjar mengisahkan sikap bersahaja satuan pengaman di Puri Gedeh. Suatu waktu, Gubernur Ganjar menerima kunjungan seorang kolega. Kolega tersebut sempat menunggu cukup lama, sekitar sejam, sebelum ditemui. Rupanya, di waktu menunggu itu, kolega tersebut membawa buah tangan. Ada kaus, tumbler, dan lain sebagainya. Saat itu, kolega Gubernur Ganjar berniat memberikan hadiah itu pada satuan pengamanan Puri Gedeh. Tak dinyana, tim satuan pengamanan di rumah dinas gubernur itu menolak pemerian tersebut. Alasan penolakan buah tangan itu ialah gratifikasi. Satuan pengamanan Puri Gedeh memberlakukan penolakan hadiah itu berdasar SOP yang disepakati. Setelah bertemu dengan Gubernur Ganjar, yang bersangkutan lalu menceritakan peristiwa yang baru dialaminya itu. Ia baru saja dapat penolakan dari satuan pengamanan. Pada Gubernur Ganjar, ia pun sangat mengapresiasi tindakan satuan pengamanan di Puri Gedeh. Cerita itu pun membuat Gubernur Ganjar bangga. Ia pun menceritakan hal tersebut dalam acara yang berkaitan gerakan antikorupsi. Gerakan antikorupsi seyogianya tidak melulu terkait perbuatan besar. Contohnya penangkapan koruptor pun pelaku suap menyuap. Cerita yang disampaikan Gubernur Ganjar di atas ialah contoh hal sepele gerakan antikorupsi yang sudah mengakar pada karakter ASN Jateng. Karakter yang tidak bisa dibeli dengan barang pun segala bentuk 74
materi yang bernilai atau tidak sekalipun. Satu lagi contoh nyata yang disampaikan Gubernur Ganjar menyoal budaya korupsi masyarakat dan pejabat ASN. Sebelum era pimpinan Gubernur Ganjar, tiap kali pejabat menggelar acara pernikahan dan semacamnya, pasti ada yang menyumbang sebuah peti kecil. Kira-kira apa isinya? Isinya bisa macam-macam dan pastinya bernilai tinggi. Kunci mobil, cek, logam mulia, voucher, kunci rumah, dan hal-hal mewah lainnya. Hadiah itu biasanya disisipi sebuah kartu nama pengirim dan catatan di balik kartu berisi pesan kepentingan masing-masing. Belum lagi saat promosi kenaikan jabatan, pastinya ada ubo rampe yang disiapkan untuk sekadar cindera mata ke atasan ASN. Sedikit banyaknya ubo rampe bisa mempengaruhi promosi jabatan yang didapat. Itulah budaya kerja masa lalu. Sekarang budaya semacam itu tergerus seiring perkembangan teknologi. Kini masyarakat bisa melaporkan adanya penyimpangan layanan publik tak sesuai SOP ke berbagai platform media dan lembaga terkait.
Kasus OTT Bupati Pemalang Kamis malam tanggal 11 Agustus 2023, kembali Jawa Tengah dikagetkan dengan berita tangkap tangan atau OTT Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo dan beberapa pejabat di Pemalang oleh KPK RI. Tentu, berita ini mengagetkan Gubernur Jawa Tengah karena selama ini Gubernur beserta semua Kepala Daerah se-Jawa Tengah sudah bersama-sama berkomitmen untuk membangun Jawa Tengah bebas dari korupsi. Gubernur Ganjar menyebut ada noda yang terlempar ke mukanya karena ada pengkhianatan. “Kita sama-sama menerima pukulan yang menyakitkan dengan ditangkapnya Bupati dan beberapa pejabat yang ada di Kabupaten Pemalang beberapa hari yang lalu,” kata Ganjar. 75
Terbongkarnya kasus dugaan korupsi disertai operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK tersebut membuat Ganjar kecewa. “Ada noda yang terlempar ke muka kita, ada pengkhianatan yang kita terima pada hari yang mestinya kita merasa bangga dan bahagia,” tegas Ganjar. “Sebenarnya apa susahnya untuk tidak korup?” ujarnya.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat diwawancara di kompleks kantor Bupati Pemalang, Jumat (12/8/2022). (Robby Bernardi/detikJateng)
Ganjar kemudian mengingatkan soal ruang pengabdian bagi yang ingin menjadi pejabat. Karena menurutnya jika ingin jadi kaya jangan menjadi pejabat karena pejabat adalah mengabdi. “Sekali lagi saya ingatkan siapapun Anda yang ingin kaya jangan bermimpi jadi pejabat karena jabatan bukan jalan mencari kekayaan, ini adalah ruang pengabdian. Kalau Anda pejabat berlakulah sewajarnya karena kita dituntut untuk adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Silakan diingat saat kita bersumpah ketika kita dilantik menerima jabatan ini, bukan lagi nama anak, bukan lagi nama istri atau orang tua, tapi nama Tuhan yang kita sebut,” ujarnya. 76
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bergerak cepat dalam menyikapi kasus OTT di Pemalang ini dengan mengumpulkan Wakil Bupati Pemalang dan seluruh pejabat Kabupaten Pemalang di Pendopo Kabupaten Pemalang pada hari Jumat tanggal 12 Agustus 2022. Beberapa arahan dari Ganjar Pranowo yaitu roda pemerintahan daerah di Kabupaten Pemalang tetap harus berjalan, untuk itu Wakil Bupati Mansur Hidayat ditunjuk sebagai Plh Bupati Pemalang. Kedua, hentikan praktik buruk dan busuk yang menciderai nilai-nilai yang merugikan masyarakat, seperti minta komisi, jual beli jabatan dan suap menyuap, dan ketiga kasus OTT ini sebagai momentum yang baik untuk memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Keterangan Foto: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengumpulkan Wakil Bupati Pemalang dan seluruh pejabat Kabupaten Pemalang di Pendopo Kabupaten Pemalang Jumat (12/8/2022)
77
Ganjar Pranowo juga minta agar Inspektorat Provinsi Jawa Tengah melakukan pendampingan pasca-OTT Bupati Pemalang dan berkoordinasi dengan Korsupgah (koordinasi dan supervisi pencegahan) KPK RI. Perintah kepada Inspektorat telah ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi antikorupsi dan budaya integritas kepada seluruh pejabat termasuk pendampingan MCP Korsupgah dengan melibatkan komunitas Penyuluh Antikorupsi di Pemalang.
78
"Terkadang kejujuran bisa kita dapatkan karena penerapan sistem secara benar," - Ganjar Pranowo
79
Bab 5 Kolaborasi Cegah Korupsi
Bersama KPK Perlu kerja sama banyak pihak untuk mencegah korupsi guna mewujudkan Jateng yang ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’. Setelah Gubernur Ganjar selalu memberi teladan dan menegaskan komitmen antikorupsi, semakin banyak birokrat yang berani menunjukan identitasnya, terutama di Inspektorat Jateng. Gayung bersambut. Inspektorat Jateng banyak menginisiasi gerakan-gerakan anti-korupsi di Jawa Tengah. Terutama, edukasi terhadap bahaya korupsi dan upaya-upaya pencegahan korupsi di birokrasi. Gerakan-gerakan antikorupsi yang diinisiasi Inspektorat Jateng dan kerap dilaksanakan bersama KPK, terutama bergerak di bidang pencegahan. Sebab, ranah Inspektorat dalam upaya pemberantasan korupsi di birokrasi lebih dominan di bidang pencegahan. Ada tiga strategi pemberantasan korupsi: pendidikan, pencegahan dan penindakan. Gerakan anti-korupsi yang dilakukan di antaranya dengan menginisiasi munculnya Peraturan Gubernur (Pergub) Pendidikan Antikorupsi, Pergub Pembangunan Budaya Integritas, Pergub tentang Gratifikasi, Pergub tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan sebagainya. Dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi, utamanya dalam bidang pencegahan, Inspektorat Jateng memperbanyak sosialisasi terkait dengan akuntabilitas birokrasi. Mengapa soal akuntabilitas publik 80
perlu ditekankan? Sebab, secara teori, korupsi subur dan banyak terjadi, itu karena kurangnya akuntabilitas publik, terutama terkait dengan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Harus disadari akuntabilitas publik pemerintah daerah pada saat itu masih cukup rendah. Di sisi lain, Kemenkeu yang akuntabilitasnya dianggap tinggi, saat itu laporan keuangannya disclaimer of opinion. Saat itu, laporan keuangan Kemenkeu mendapat predikat disclaimer, karena beberapa faktor. Di antaranya adalah masalah pengelolaan aset dan persoalan pertanggungjawaban belanja keuangan. Kembali pada upaya-upaya yang dilakukan dalam menginisiasi pemberantasan korupsi dalam bidang pencegahan, Inspektorat Jateng bergerak ke SKPD satu ke SKPD lain, untuk memunculkan agen-agen perubahan pada tiap SKPD yang ada. Langkah Inspektorat menggandeng SKPD lain yang mau diajak bekerja sama untuk mencari agen perubahan menjadi lebih mudah, karena saat itu sudah terbit beberapa Pergub yang telah disebut di atas. Upaya ini tak sia-sia. Muncul Tunas Integritas sebagai agen perubahan dari sejumlah SKPD lain yang mau bekerja sama dengan Inspektorat Jateng untuk menggalakkan upaya-upaya pemberantasan korupsi. Terutama, dalam bidang pencegahan. Sehingga, muncul kebijakan-kebijakan yang dirumuskan bersama dalam upaya pencegahan korupsi di SKPD-SKPD yang telah bekerja sama dengan Inspektorat. Selain intens menjalin komunikasi dan kerja sama dengan SKPD lain, Inspektorat Jateng juga sering bergandengan tangan dengan KPK dalam banyak kegiatan yang dilakukan. Seringnya Inspektorat Jateng bekerja sama dengan KPK, membuat kedua institusi tersebut melahirkan rumusan-rumusan nilai dalam pemberantasan korupsi yang disepakati bersama. Di antaranya adalah sembilan nilai integritas yang diluncurkan KPK. Sejatinya sembilan nilai integritas itu yang kali pertama merumuskan adalah Inspektorat Jateng. 81
Kesembilan nilai integritas pencegahan korupsi yang dirilis KPK dan dirumuskan Inspektorat Jateng itu adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jujur Peduli Mandiri Disiplin Tanggung jawab Kerja keras Sederhana Berani, dan Adil
Tak berlebihan kiranya bila disebut Jawa Tengah adalah pioneer dalam upaya-upaya pencegahan korupsi. Sebab, selain sembilan nilai integritas yang diadopsi KPK, Tunas Integritas yang diinisiasi oleh Inspektorat Jateng juga turut diadopsi menjadi Zona Integritas. Hal ini kemudian disambut baik oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dengan memunculkan gerakan ‘Zona Bebas Korupsi, Birokrasi Bersih Melayani’.
Gandeng Ombudsman dan Penegak Hukum Selain KPK, Gubernur Ganjar juga mengajak Ombudsman RI melakukan Operasi Tangkap Tangan atau OTT sektor pelayanan publik. Aksi itu terinspirasi dari KPK kala menangkap koruptor. Hal tersebut bisa saja dilakukan lantaran Ombudsman dan KPK sama-sama lembaga negara. Bedanya, masing-masing memiliki fokus kasus berbeda. KPK ke tindak pidana korupsi sedangkan Ombudsman ke pelayanan publik. Gubernur Ganjar merasa tidak ada masalah bilamana Ombudsman melakukan OTT, khususnya ke pegawai Pemprov Jateng yang “na82
kal”. Justru hal tersebut perlu mendapat dukungan dari pemerintah dan masyarakat, demi peningkatan layanan publik jadi lebih baik. Semakin banyak pegawai yang kena OTT Ombudsman, semakin baik pula kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah. Artinya, virus-virus yang menggerogoti SOP pelayanan publik diberantas. Soal penindakan, Gubernur Ganjar pernah memberi usulan agar pelaku yang mencoreng citra pelayanan publik tak perlu sampai ranah pengadilan. Ombudsman disarankan hanya memublikasikan modus dan identitas pelaku saja. Pelibatan Ombudsman bisa menjadi sistem pengawasan terhadap pelayanan publik yang baik. Dalam hal pelayanan publik, satu di antara akar penyelewengan adalah soal perizinan. Problematikanya ialah soal permintaan imbalan atau fee. Setelah perizinan, ialah tata kelola keuangan. Gubernur Ganjar menitikberatkan persoalan korupsi sebetulnya tidak melulu penangkapan koruptor. Perlu pembangunan sistem yang memperkecil ruang koruptor bermain. Contohnya penataan kelola keuangan yang akuntabel dan transparan. Gubernur Ganjar pernah menegaskan tindak pidana korupsi bukan sekadar pencurian uang negara dan suap menyuap, pun merampas hak-hak rakyat mendapat pelayanan yang maksimal. Selain KPK, Ombudsman juga bisa berkolaborasi dengan pemda setempat melalui Inspektorat, sehingga tercipta pengawasan internal dan eksternal. Pelayanan berkualitas menjadi sasaran reformasi birokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Pemprov Jawa Tengah sudah mempunyai MoU (Memorandum of Understanding) dengan Ombusdman yang ditandatangani oleh Gubernur Ganjar dan Ketua ORI tanggal 14 Juli 2022. Pelayanan publik harus diselenggarakan unit yang mengacu pada standar pelayanan, termuat dalam Undang-undang Nomor 25 Ta83
hun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pemerintah daerah dituntut untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas agar tidak terjadi maladministrasi. Terlebih, pemerintah daerah mengurusi pelayanan publik sejak manusia lahir hingga meninggal dunia. Risiko maladministrasi semakin besar sehingga diperlukan pengawasan internal Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan eksternal oleh Ombudsman RI sesuai pasal 35 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Masukan Gubernur Ganjar itu merupakan terobosan besar dalam mencegah sekaligus memberantas tindak pidana korupsi. Buah pemikiran Gubernur Ganjar pun mendapat respon positif dari Pengamat Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Mirza Nasution. Dua tokoh itu rupanya mempunyai gagasan serupa soal perlunya pemberian kewenangan oleh Ombudsman melakukan penindakan seperti KPK. Ombudsman sebagai lembaga negara yang berpihak kepada rakyat tidak sekadar diberi fungsi pengawasan tanpa penindakan. Ombudsman harus setara dengan KPK yang dapat menindak pejabat atau penyelenggara negara yang melakukan pelanggaran. Sebab korupsi bermula dari pelanggaran administrasi. Ibarat KPK merupakan lembaga negara yang berada di sisi hilir, Ombudsman berada di sisi hulu. Mirza menegaskan tindak pidana korupsi kebanyakan sudah terstruktur dan sistematis, punya jaringan, punya jamaah, tidak bisa sendiri. Ombudsman sebagai lembaga negara yang lahir di era reformasi memiliki tugas utama membantu tugas pengawasan lembaga legislatif. Fokusnya berpihak kepada hak-hak rakyat. Meski belum diberikan wewenang penindakan maladministrasi publik, Ombudsman kini mulai mengembangkan diri. Satu di antaranya ialah menjalin kerja sama dengan KPK. Ombudsman dan KPK bersepakat saling bertukar data dan informasi, termasuk melakukan pelatihan bersama. Dalam upaya pencegahan, selain bersama KPK, Inspektorat 84
Jateng juga menggandeng Ombudsman, kepolisian, dan kejaksaan. Ombudsman merupakan mitra dalam upaya pencegahan korupsi, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik. Oleh karenanya, ketika menggelar audit atau evaluasi layanan publik Inspektorat Jateng bekerja sama dengan Ombudsman. Mengapa kualitas layanan publik perlu mendapat perhatian dalam upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi? Sebab, kualitas layanan publik yang buruk dan tidak akuntabel merupakan celah masuk tindak korupsi, gratifikasi, dan suap. Perihal layanan publik, tujuh area intervensi adalah termasuk di dalamnya. Di antaranya yang menyangkut perizinan dan penerimaan. Ranah perizinan dan penerimaan rawan terjadi pungli, gratifikasi dan korupsi, bila kualitas layanan publik yang berkait paut dengan diselenggarakan secara buruk. Selain dengan Ombudsman, Inspektorat Jateng juga melibatkan aparat penegak hukum (APH) di daerah dalam upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bahkan saat ini, inspektorat memiliki perjanjian kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan. Perjanjian kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan itu juga dilakukan oleh Inspektorat di tingkat kabupaten/kota. Satu di antara poin penting dalam kerja sama dengan APH di daerah tersebut adalah nota kesepahaman semua dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan ASN, proses tindak lanjutnya harus melibatkan inspektorat. Dalam hal tersebut, sebelum APH melangkah lebih jauh, perlu dilakukan pemeriksaan lebih dulu oleh inspektorat. Sebab, aduan-aduan dugaan tindak pidana korupsi, suap dan gratifikasi yang melibatkan ASN, di mana laporannya masuk ke inspektorat maupun institusi penegak hukum, itu banyak sekali motifnya. Bisa jadi karena ada orang atau rekan kerja yang tak suka, atau karena kasus rebutan jabatan, misalnya. 85
Karena itu, sebagai permulaan tindak lanjut atas laporan dugaan itu, inspektorat melakukan audit terlebih dahulu. Ada proses filterisasi laporan dugaan korupsi itu di internal, oleh auditor inspektorat. Ketika nanti dalam proses audit oleh inspektorat tersebut ditemukan adanya indikasi pelanggaran hukum atau tindak pidana, maka proses hukum selanjutnya diserahkan kepada APH, dalam hal ini kepolisian atau kejaksaan. Namun, upaya filterisasi tindak lanjut laporan dugaan korupsi oleh inspektorat itu, bisa juga memunculkan pertanyaan yang cenderung skeptis di masyarakat. Bahwa, tidak semua temuan atau laporan yang masuk, bisa ditindaklanjuti ke ranah dugaan korupsi yang diproses secara hukum. Yang perlu diketahui oleh masyarakat adalah, tindak pidana korupsi itu mensyaratkan adanya mens rea, sikap batin adanya kesengajaan dari terduga pelaku atau lebih gampangnya disebut dengan niat. Contoh kasus, ketika ada temuan kekurangan volume pekerjaan, belum tentu itu merupakan tindak pidana korupsi. Karenanya, untuk menentukan apakah kekurangan volume pekerjaan itu ada mens rea, ada niatan dari terduga pelaku, harus dilakukan audit investigasi terlebih dahulu oleh auditor internal inspektorat. Ketika nanti kesimpulan hasil audit inspektorat menyebutkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam temuan kekurangan volume atau kelebihan bayar tersebut, maka laporan dugaan tersebut diserahkan kepada APH untuk ditindaklanjuti. Hal ini lantaran proses hukum lebih lanjut, yakni penyidikan dan penuntutan, adalah wewenang dari APH, kepolisian dan kejaksaan. Sementara, hasil audit investigasi dari inspektorat, bisa dijadikan bukti awal oleh APH terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi. Dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi, inspektorat pun bisa dilibatkan APH jika diperlukan. Misalnya, men86
gulang proses audit yang menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi, yang sesuai dengan ranah litigasi. Perlu diketahui, dalam proses audit litigasi, semua bukti-bukti harus didapatkan secara legal dan sah. Sementara, dalam proses audit investigasi, bukti bisa didapatkan dari mana saja, tidak harus secara legal dan sah. Dalam proses melakukan audit investigasi, auditor bisa mendapatkan data dan mencari bukti secara sembunyi-sembunyi. Bukti-bukti yang didapatkan auditor dalam proses audit investigasi, yang didapatkan dengan cara tidak sah dan ilegal, tidak akan berguna dalam proses peradilan. Dalam proses peradilan, semua bukti harus diperoleh secara legal dan sah. Karena itu, saat terlibat dalam penanganan dugaan tindak pidana korupsi, yang telah masuk tahap penyidikan oleh APH, auditor bisa melakukan objek audit yang sama, dengan proses yang sama, untuk kedua kalinya. Sebab, pada audit pertama, bisa jadi bukti-bukti itu didapatkan tidak secara legal. Sedangkan, pada audit kedua semua bukti harus didapatkan secara sah dan legal. Dengan demikian, hasil audit inspektorat tak bisa serta merta digunakan sebagai alat bukti dugaan korupsi. Kecuali, sejak awal sudah dimaksudkan audit investigasi itu dilakukan dalam rangka litigasi sehingga semua bukti-bukti didapatkan secara sah dan legal.
Jadikan Pelajar sebagai Agen Antikorupsi Tidak hanya lembaga maupun instansi, dalam pencegahan antikorupsi di Jateng di bawah komando Gubernur Ganjar juga melibatkan kalangan pelajar. Pelajar merupakan generasi penerus yang harus ditanamkan sikap antikorupsi. Jika mereka sudah mengenal apa saja perbuatan korupsi dan dampaknya, diharapkan mereka bersih dari praktik korupsi saat menjadi pemimpin, birokrat, pekerja, dan berbagai profesi lainnya di kemudian hari.
87
Keterangan foto: Gubernur Ganjar Pranowo melantik para pelajar menjadi Agen Antikorupsi Jateng (Humas Pemprov Jateng)
Berikut isi ikrarnya:
88
Agen Antikorupsi Jateng diberi mandat Gubernur Ganjar Pranowo untuk mengawasi indikasi korupsi, tidak hanya di sekolah. Mereka bisa juga mengawasi di bagian pelayanan publik. Istimewanya lagi, mereka bisa langsung melapor ke Gubernur Ganjar melalui akses khusus untuk segera ditindaklanjuti. Gubernur Ganjar fokus ke pembentukan karakter dan pendidikan antikorupsi siswa. Tentunya Gubernur Ganjar tidak sendiri, dia menggandeng KPK sebagai institusi antirasuah. Gubernur Ganjar ingin Jawa Tengah menjadi pionir dalam upaya mitigasi korupsi sejak usia dini di Indonesia. Kerja sama itu diamini KPK tahun 2019, dengan mewujudkan program Roadshow Bus KPK. Gubernur Ganjar menitikberatkan soal penyisipan pendidikan antikorupsi dalam setiap mata pelajaran siswa di sekolah. Kala itu Gubernur Ganjar berpikir sebenarnya tidak perlu kurikulum khusus antikorupsi, karena semua kembali ke cara dan kreativitas guru menjejali sikap antikorupsi dalam tiap mata pelajaran. Semua mata pelajaran sebenarnya bisa disisipi pendidikan antikorupsi, termasuk pelajaran matematika, fisika, hingga kimia. Tinggal contoh soalnya seperti apa dan pembahasannya perlu dikaitkan dengan pemberantasan korupsi. Pendidikan antikorupsi di sekolah bakal memengaruhi sikap siswa lantaran dilakukan secara formal dan setiap hari ada. Seiring berjalannya waktu, gerakan pendidikan antikorupsi yang diinisiasi Gubernur Ganjar mendapat sambutan baik dari kepala daerah tingkat kota madya. Bupati/wali kota se-Jawa Tengah bersepakat menerapkan pendidikan antikorupsi di sekolah. Kesepakatan itu diterapkan dengan penandatanganan implementasi Pendidikan Antikorupsi Bupati/Wali Kota. Selanjutnya, Gubernur Ganjar membuat Pergub Jawa Tengah nomor 10 Tahun 2019. Pergub itu berisi implementasi pendidikan antikorupsi di Jawa Tengah. Pembuatan pergub diyakini mendukung 89
pelaksanaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di bidang pendidikan, Pergub nomor 10 tahun 2019 menyasar ke peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, dan pendidikan khusus. Ruang lingkupnya meliputi 5 poin: implementasi pendidikan antikorupsi; kerja sama; monitoring, evaluasi dan pelaporan; peran pemerintah kabupaten/kota; dan pembiayaan. Implementasi pendidikan antikorupsi meliputi penyisipan pendidikan pada kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Sedangkan di sektor pendidikan nonformal diselenggarakan pemerintah daerah. Komponen implementasi pendidikan antikorupsi terdiri dari empat poin. Masing-masing: 1. Materi pendidikan antikorupsi disampaikan pada jenjang pendidikan menengah dan khusus 2. Melakukan insersi dan atau integrasi materi pendidikan antikorupsi 3. Pendidik pada jenjang pendidikan menengah dan khusus melaksanakan proses pembelajaran dengan mengintegrasikan materi pendidikan antikorupsi pada satuan pendidikan 4. Melaksanakan publikasi terhadap implementasi pendidikan antikorupsi. Implementasi pendidikan antikorupsi nantinya dapat dikerjasamakan antara pemerintah pusat, daerah dan pihak ketiga. Pemerintah pusat yang dimaksud ialah KPK, kementerian/lembaga, dan instansi vertikal di daerah. Dalam Pergub tersebut, Gubernur Ganjar bertanggungjawab dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Selain Gubernur Ganjar, dinas terkait yang ditugaskan dalam pelaksanaan 90
monitoring adalah Inspektorat Jateng. Sedangkan pelaporan implementasi pendidikan antikorupsi disampaikan kepada gubernur paling sedikit setahun sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Segala beban biaya yang timbul dalam pergub itu akan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah dan sumber biaya lain yang sah dan tidak mengikat. Ada 23 sekolah pilot project Sekolah Berintegritas, yakni: 1. SMAN 2 Salatiga 2. SMAN 15 Semarang 3. SMKN 1 Purwodadi Kabupaten Grobogan 4. SMKN 2 Kendal 5. SMKN Jateng Kota Semarang 6. SMAN 1 Pati 7. SMKN 2 Jepara 8. SMKN Jateng Kabupaten Pati 9. SMAN 6 Surakarta 10. SMAN 1 Karanganyar 11. SMKN 1 Wonosegoro Kabupaten Boyolali 12. SMKN 2 Sukoharjo 13. SMAN 1 Magelang Kota Magelang 14. SMAN 1 Purworejo 15. SMKN 1 Gombong Kebumen 16. SMKN 1 Temanggung 17. SMAN 1 Sigaluh Banyumas 18. SMKN 1 Purwokerto Banyumas 19. SMKN Jateng Kabupaten Purbalingga 20. SMAN 1 Pekalongan Kota Pekalongan 21. SMAN 1 Brebes 91
22. SMKN 2 Pekalongan Kota Pekalongan 23. SMAN 1 Slawi Kabupaten Tegal Dari jumlah itu bertambah lagi 367 sekolah yang mendaftar secara sukarela untuk menerapkan kurikulum antikorupsi. Semua sekolah bakal mendapat pengawalan khusus dari KPK untuk penerapan kurikulum antikorupsi mulai jenjang SD hingga SMA, termasuk penyediaan bukunya. Kurikulum antikorupsi yang disisipkan meliputi peniadaan biaya sekolah di luar prosedur, penyisipan antikorupsi di setiap mata pelajaran, membuat slogan-slogan antikorupsi, dan merevisi peraturan yang membuka peluang korupsi. Selain penyiapan kurikulum, disiapkan pula guru-guru khusus yang menyusun silabus dan pengajaran antikorupsi. Guru akan menyampaikan sesuai pengembangan. Di situlah muncul gagasan Gubernur Ganjar untuk membuat agen antikorupsi yang berisi para pelajar di wilayahnya. Sebelum Gubernur Ganjar menjabat, ada beragam iuran di sekolah. Mulai dari uang SPP, pembangunan, uang buku, uang sumbangan, dan lain sebagainya. Lebih memprihatinkan, tidak ada keterbukaan informasi soal nominal yang diminta dengan realisasinya. Benarkah uang pembangunan yang diminta juga sepenuhnya digunakan untuk pembangunan, benarkah uang buku yang dibayarkan sesuai dengan harga bukunya, dan lain sebagainya. Semua beda saat Gubernur Ganjar menjabat Gubernur Jawa Tengah. Gubernur langsung membuat kebijakan sekolah gratis jenjang SMA sederajat. Kebijakan itu diikuti kepala daerah kabupaten/kota. Munculah kebijakan gratisnya biaya pendidikan di tingkat SD dan SMP negeri. Uang SPP, uang pembangunan bahkan sumbangan ditiadakan. Kebijakan itu disambut gembira orangtua siswa di sekolah negeri. Mer92
eka tak perlu lagi memikirkan harus membayar yang SPP dan berbagi iuran lain tiap bulannya. Pendidikan antikorupsi itu pun dapat sambutan baik dari berbagai kalangan termasuk akademisi. Misalnya apresiasi dari Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Yos Johan Utama dan Pakar Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dr Ali Masyar. Prof Yos Johan Utama mengatakan, kebijakan yang diambil Ganjar Pranowo tersebut merupakan langkah konkret dalam upaya pencegahan praktik korupsi. Melalui pendidikan karakter dan antikorupsi yang diberikan sejak dini kepada pelajar, ke depan generasi penerus bangsa diharapkan menjadi agen perubahan dan aktor untuk menghapus praktik korupsi di Indonesia. Prof Yos menambahkan, pihaknya secara pribadi maupun institusi Undip sebagai perguruan tinggi, mendukung penuh upaya pembelajaran antikorupsi sejak usia dini tersebut. Dia menegaskan siap membantu penuh Pemprov Jateng jika memang dibutuhkan. Sedangkan Dr Ali Masyar mengatakan, pendidikan antikorupsi memang sudah lama dicanangkan KPK. Jika sekarang Jateng menerapkannya, maka itu hal yang sangat positif. Dr Ali Masyar menyampaikan selama ini korupsi itu masih sekitar suap, mengambil uang rakyat atau jual beli jabatan. Padahal bibit-bibit korupsi telah terjadi sejak anak usia dini.
Gubernur Mengajar Antikorupsi Selain menetapkan kebijakan sekolah berintegritas dan pembentukan pelajar sebagai Agen Antikorupsi, Ganjar Pranowo juga terlibat langsung dalam memberikan materi integritas dan antikorupsi kepada para pelajar SMA/K di Jawa Tengah melalui Program “Gubernur Mengajar”. Gubernur Ganjar yang mengajar langsung di depan ratusan pela93
jar tentu memberikan manfaat dan dampak yang luar biasa tidak hanya kepada pelajar tetapi kepada seluruh elemen dunia pendidikan. Gubernur Ganjar paham betul bahwa pendidikan antikorupsi perlu ditanamkan sejak dini termasuk kepada pelajar menengah yang secara usia lagi mencari jatidiri. Pelajar perlu dibekali dengan pendidikan moral tentang pencegahan korupsi, dengan memberikan contoh-contoh kecil dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Program Gubernur Mengajar ini rutin diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan diapresiasi oleh banyak pihak.
Keterangan Foto: Ganjar Pranowo melantik siswa SMAN 15 Semarang menjadi agen antikorupsi bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia, Kamis (9/12/2021). (Humas Pemprov Jateng)
94
Berdayakan Komunitas Penyuluh Antikorupsi (KomPAK) Jawa Tengah Gubernur Ganjar paham betul bahwa membangutn budaya antikorupsi dan integritas tidak semata-mata mengandalkan birokrasi dan ASN yang dimiiki tetapi bagaimana memberdayakan elemen masyarakat yang pro antikorupsi untuk bersama-sama berkolaborasi mewujudkan tagline “Tetep Mboten Korupsi Mboten Ngapusi”.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, kukuhkan Komunitas Penyuluh Antikorupsi (KomPAK) pada 2 Mei 2019.
Terbentuknya Komunitas Penyuluh Antikorupsi (KomPAK) Jawa Tengah tanggal 30 April 2019 dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.120.01/20 Tahun 2019 merupakan komitmen Ganjar untuk berkolaborasi dengan masyarakat untuk mencegah korupsi. Pengukuhan KomPAK Jateng tanggal 2 Mei 2019 bertepatan dengan momentum Hari Pendidikan dan dihadiri oleh Pimpinan KPK saat itu Bapak Saut Situmorang dan dilanjutkan dengan berbagai wujud aksi program penyuluh antikorupsi. 95
Di dalam suatu kesempatan, saat acara Jambore Nasional Komunitas Penyuluh Anti Korupsi Seluruh Indonesia 2022 di Semarang tanggal 20 Mei 2022, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengajak penyuluh antikorupsi harus dapat membangun jejaring untuk mencegah terjadinya berbagai praktik tindak pidana rasuah. “Para penyuluh membangun jejaring dalam acara ini dengan tujuan satu visi membawa Indonesia makin bersih dari praktik korupsi. Penyuluh bisa memberikan pengalaman-pengalaman, yang tentu akan sangat memperbaiki kondisi Republik ini agar makin bersih,” katanya.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menghadiri Jambore Nasional Komunitas Penyuluh Antikorupsi Seluruh Indonesia, di Desa Wisata Kandri, Kota Semarang, 20 Mei 2022.
Selain berjejaring, para penyuluh antikorupsi juga diminta Ganjar berbagi pengalaman, mulai metode hingga bagaimana membuat konten dan kelompok sasaran penyuluhan antikorupsi. Sejak terbentuknya KomPAK Jawa Tengah ini terus bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Inspektorat Provinsi dan BPSDMD Provinsi. Berbagai kegiatan sosialisasi dan penyulu96
han antikorupsi menggandeng para penyuluh sebagai pemateri. Tentu, kehadiran KomPAK membantu program Pemprov dalam membangun sistem pencegahan korupsi di Jawa Tengah. Saat ini kantor Sekretariat KomPAK Jateng berada di gedung Inspektorat Provinsi Jawa Tengah di lantai 5.
Gandeng Emak-Emak Kreativitas Gubernur Ganjar dalam pencegahan korupsi patut diacungi jempol. Setelah menggandeng instansi yang punya peran langsung dalam penindakan dan pencegahan korupsi, Gubernur Ganjar kemudian menggandeng pelajar. Setelah itu, Gubernur Ganjar melihat adanya potensi besar yang dimiliki kaum perempuan atau istri dalam mencegah korupsi. Pada 10 November 2022, Gubernur Ganjar resmi menggandeng serta melibatkan Tim Penggerak PKK se-Jawa Tengah melakukan Sosialisasi Antikorupsi. Pelibatan PKK Jateng ini bisa dimanfaatkan secara massif, lantaran jumlah tim yang mencapai ribuan, belum termasuk mereka di tingkat dasa wisma. Gerakan itu cukup unik. Ibu-ibu PKK dijadikan garda terdepan mencegah korupsi. Mereka bisa berperan aktif menyosialisasikan antikorupsi di lingkup keluarga. Sebagaimana diutarakan Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Tengah, Siti Atikoh Ganjar Pranowo, keluarga adalah benteng dan ujung tombak pencegahan korupsi. Bicara soal antikorupsi, maka pencegahannya harus dimulai di lingkup keluarga. Sebagai contoh, kebanyakan istri pasti tahu nominal gaji suami. Jika ada kelebihan pendapatan yang diterima, umumnya istri akan mencari tahu dari mana sumber uang yang diterima suaminya tersebut. Jika itu bonus, masih bisa dipahami. Namun jika berasal dari sumber tak jelas, ada baiknya hal itu patut dicurigai sebagai hasil dari penyelewengan se97
hingga diperlukan konfirmasi lanjutan. Ada fakta menarik berdasar survei perilaku antikorupsi tahun 2020. Terdapat 21,45 persen masyarakat yang menganggap wajar bila dalam keluarga seorang suami memberikan uang tambahan di luar gaji atau penghasilan yang biasa diterima tanpa perlu menjelaskan dari mana uang tersebut berasal. Artinya, ada sebagian emak-emak yang tidak melakukan konfirmasi lanjutan atau malah justru melegalkan potensi perilaku koruptif maupun gratifikasi. Sementara sejak tahun 2004 hingga tahun 2021, terdapat 124 kasus korupsi yang melibatkan keluarga. Artinya keluarga yang mestinya menjadi benteng terhadap perilaku korupsi pada beberapa kasus justru menjadi faktor pendukung perilaku korupsi. Hal semacam itu bila diteruskan pastinya berbahaya. Maka gerakan antikorupsi yang melibatkan anggota PKK harus disosialisasikan sekaligus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai para suami terlena oleh materi yang membawanya pada perilaku koruptif. Sosialisasi antikorupsi yang melibatkan PKK sudah pernah digaungkan Atikoh Ganjar Pranowo. Gerakan antikorupsi tersebut sudah muncul pada 2017 di Kota Solo. Tepatnya saat acara bareng ibu-ibu PKK dalam Gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) kerja sama TP PKK Provinsi Jateng jaringan SPAK Jateng dan KPK. Perempuan atau ibu merupakan figur sentral dalam memberikan pendidikan moral pada anak dan keluarga. Fakta itu memberikan kesempatan untuk menggerakkan pencegahan korupsi melalui perempuan. Karena perempuan dengan segala kelembutan memiliki kekuatan dan cara yang khas untuk melawan, melindungi keluarga dan lingkungan yang dikasihi dari hal-hal buruk yang mengancam kehidupan. Hasil survei yang dilakukan KPK pada 2012-2013 di Solo, sebelum era kepemimpinan Gubernur Ganjar, menyajikan fakta ternyata 98
hanya 4 persen orangtua yang mengajarkan kejujuran pada anak-anaknya. Kejujuran yang dimaksud bukan arti definisi kejujuran, tetapi lebih kepada bagaimana kejujuran tersebut dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menghadiri acara Gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) di Solo.
Desa Antikorupsi Ladang pertempuran antikorupsi di Jawa Tengah juga menyasar ke desa-desa. Oleh karena itu, digalakkan program Desa Antikorupsi. Karena apa? Karena desa merupakan lingkup pemerintahan terkecil. Di mana saat ini sasaran pembangunan banyak yang berada di desa. Dengan kondisi seperti itu, banyak anggaran pembangunan yang bersumber dari dana bantuan keuangan yang diarahkan ke tingkat desa. Sehingga 99
perputaran uang untuk pembangunan di pemerintah desa (pemdes) cukup besar. Di sisi lain, proses pemilihan kepala desa (kades) saat ini masih sarat money politics. Sehingga, banyak kades yang berpikir untuk mengembalikan cost politik yang telah dikeluarkan untuk meraih jabatan itu. Atau istilahnya, banyak kades yang “golek balen”. Menilik berbagai kondisi tersebut, potensi dan peluang tindak pidana korupsi di ranah pemerintahan desa cukup terbuka lebar. Dulu, senggetan-senggetan dana pembangunan yang bersumber dari bantuan keuangan banyak dilakukan di tingkat dinas atau satuan SKPD atau OPD. Namun, korupsi dana pembangunan dengan model senggetan-senggetan seperti itu, sekarang sudah sulit dilakukan di tingkat SKPD atau OPD provinsi. Pun demikian di tingkat kabupaten/kota. Sebab, di tingkat ini sudah banyak bermunculan Tunas Integritas PNS anti-korupsi. Mereka ini adalah PNS atau ASN generasi baru, di mana proses rekrutmen mereka berjalan lebih transparan dan berdasarkan kepada kebutuhan, bukan karena titipan tertentu. Sehingga, korupsi dengan modus senggetan dana pembangunan saat ini banyak terjadi di tingkat pemerintah desa. Oleh sebab itu, bantuan keuangan pembangunan di tingkat desa itu, patut diduga merupakan ladang korupsi. Contoh kasus, ketika ada desa yang mau diberi bantuan keuangan dengan syarat-syarat yang tentunya tidak berprinsip antikorupsi, maka hampir bisa dipastikan desa tersebut akan rutin menerima bantuan. Namun sebaliknya, jika sekali saja kepala desa yang ada tidak mau dengan syarat yang diajukan, maka ke depan desa tersebut akan sulit untuk menerima bantuan keuangan lagi. Karenanya, perlu diberi kesadaran di tingkat desa, bahwa pemdes setempat bisa membangun desanya dengan menggunakan dana desa 100
yang tersedia, tanpa harus terlibat praktik korupsi senggetan bantuan keuangan desa. Jika sikap seperti ini diterapkan secara konsisten, maka ke depan mau tak mau mereka yang berkuasa dalam pengunaan anggaran juga akan tetap memberikan bantuan keuangan desa tanpa ada potongan atau modus senggetan. Selain memberi pemahaman seperti itu kepada kades dan perangkatnya, untuk memerangi praktik-praktik korupsi di tingkat desa, maka yang harus banyak digerakkan adalah peran serta masyarakat desa. Masyarakat desa diberi penyuluhan dan sosialisasi secara masif tentang bahaya korupsi. Jika masyarakat desa sudah sadar dengan bahaya korupsi, mereka bisa bersuara ketika menemukan indikasi korupsi di lingkungan masing-masing. Dalam penyuluhan dan sosialisasi tersebut, warga diberi pengarahan, bagaimana menyikapi dugaan korupsi. Ke mana harus melapor, mekanisme laporannya seperti apa, bagaimana prosedurnya, dan hal-hal terkait lainnya. Dengan begitu, masyarakat desa yang telah tumbuh kesadaran antikorupsinya tidak sembarangan membeberkan dugaan korupsi ke publik, terutama media sosial (medsos), yang justru menimbulkan hal kontra produktif. Selain di tingkat desa, penyuluhan dan sosialisasi bahaya korupsi harus digalakkan hingga tingkat keluarga. Karena sejatinya, yang paling efektif dalam upaya pencegahan korupsi itu ada di tingkat keluarga. Lebih spesifik lagi ada pada sosok ibu, sosok perempuan. Dalam ranah rumah tangga, perempuan mempunyai banyak peran dan pengaruh. Misal, kalau ibu atau sosok perempuan dalam keluarga punya integritas tinggi, maka suami akan berpikir ulang untuk melakukan korupsi. Namun bila sebaliknya, suami yang semula baik bisa tergoda untuk korupsi, bila didorong oleh keinginan hidup mewah sang istri atau perempuan dalam keluarga.
101
Keterangan foto: Kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis program Desa Antikorupsi, di Semarang, 26 September 2022.
Menyadari besarnya potensi tindak pidana korupsi di tingkat pemerintah desa, Inspektorat Jateng punya program bantuan audit keuangan desa setiap tahun. Program tersebut diharapkan pengelolaan keuangan di tingkat pemerintah desa menjadi lebih transparan dan akuntabel. Dengan semakin baiknya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, semakin besar pula potensi tindak pidana korupsi yang dapat ditekan. Gerakan Desa Antikorupsi ini juga selaras dengan program KPK saat ini. Karena KPK saat ini geraknya juga ke sana. Terbukti, belakangan ini KPK telah meresmikan sejumlah Desa Antikorupsi, di mana satu di antaranya adalah di Jawa Tengah. KPK bersama Gubernur Ganjar melaunching Desa Antikorupsi di Desa Banyubiru, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, pada Selasa (29/11/2022). Desa Banyubiru merupakan satu di antara 10 desa pilot project Desa Antikorupsi KPK Tahun 2022. Kesembilan desa lain yang turut di-launching dalam program Desa Antikorupsi tersebut adalah Desa Cibiru Wetan, Jawa Barat; 102
Desa Kumbaung, NTB; dan Desa Detusoko Barat, NTT. Kemudian Desa Sukojati, Jawa Timur; Desa Kamang Hilir, Sumatera Barat; Desa Hanura, Lampung; Desa Pakatto, Sulsel; Desa Kutuh, Bali; dan Desa Mungguk, Kalbar. Dalam kesempatan launching Desa Antikorupsi di Banyubiru itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengapresiasi langkah cepat Gubernur Ganjar membentuk Desa Antikorupsi di Jawa Tengah. Firli memaparkan, ada lima indikator untuk menjadi Desa Antikorupsi. Masing-masing yakni pelaksanaan peraturan tentang gratifikasi dan suap menyuap, penguatan layanan publik, pengawasan kepala desa terhadap perangkat desa dan masyarakat, penguatan partisipasi masyarakat dan terakhir kearifan lokal, serta budaya lokal desa. Pada kesempatan itu, Firli Bahuri juga mengungkapkan, dari 10 Desa Antikorupsi yang di-launching, Desa Banyubiru mendapat skor penilaian tertinggi dalam pembentukan desa antikorupsi 2022, dengan nilai sebesar 96,75. Hal ini secara tidak langsung, menunjukkan tingginya komitmen Gubernur Ganjar dalam upaya pemberantasan korupsi di provinsi yang dipimpinnya. Sedangkan Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana menyebut, Gubernur Ganjar punya respon cepat terhadap program Desa Antikorupsi. Gerak cepat Gubernur Ganjar dalam membentuk Desa Antikorupsi bisa menjadi trigger bagi kepala daerah lainnya. Di sela launching itu, Gubernur Ganjar menyebut Desa Banyubiru sebagai pilot project Desa Antikorupsi bisa direplikasi oleh desa-desa lainnya di Jawa Tengah. Gubernur Ganjar berharap dengan launching Desa Antikorupsi ini, semangat antikorupsi bisa terus menggema dan dimulai dari tingkat desa. Karena itu, pada kesempatan perayaan Hakordia 2022 di Surabaya, Kamis (1/12/2022), Gubernur Ganjar kembali menegaskan upaya 103
pencanangan Desa Antikorupsi di seluruh desa di Jawa Tengah. Di mana, setelah Banyubiru, ada 29 desa lain yang masuk dalam penilaian KPK sebagai Desa Antikorupsi. Ke depan, tentu diharapkan seluruh desa di Jateng bisa berstatus Desa Antikourpsi.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, memberikan penghargaan untuk rintisan Desa Antikorupsi di Jawa Tengah.
Harus disadari, upaya pembentukan Desa Antikorupsi tidak berjalan mudah. Namun, dengan spirit pemberantasan korupsi, kendala-kendala yang dihadapi tidak menjadi jalan buntu. Dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi, termasuk pemberantasan rasuah hingga ke tingkat desa, perlu ada pemimpin yang menjadi role model, sistem yang dibangun secara baik, serta pengawasan publik sebagai kontrol, yang harus terus menerus dilakukan. 104
Di luar Desa Banyubiru, berikut daftar 29 Desa Antikorupsi yang telah di-launching, di Jawa Tengah: 1. Desa Sijenggung, Kecamatan Banjarmangu. Kabupaten Banjarnegara 2. Desa Maos Lor, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap 3. Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas 4. Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara 5. Desa Kemiri Barat, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang 6. Desa Sumberejo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak 7. Desa Banyuurip, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali 8. Desa Semayu, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo 9. Desa Tangkil, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen 10. Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar 11. Desa Banyuurip, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang 12. Desa Jatilor, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan 13. Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes 14. Desa Logede, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen 15. Desa Ngampel Wetan, Kecamatan Kabupaten Kendal 16. Desa Jeblog, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten 17. Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo 18. Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus 19. Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang 20. Desa Kutoharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati 21. Desa Paninggaran, Kecamatan Paninggaran, Ka-bupaten Pekalongan 22. Desa Bojongnangka, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang 23. Desa Karangbawang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga 24. Desa Karanggedang, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo 25. Desa Sraten, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang 26. Desa Sendang, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri 105
18. Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus 19. Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang 20. Desa Kutoharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati 21. Desa Paninggaran, Kecamatan Paninggaran, Ka-bupaten Pekalongan 22. Desa Bojongnangka, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang 23. Desa Karangbawang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga 24. Desa Karanggedang, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo 25. Desa Sraten, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang 26. Desa Sendang, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri 27. Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal 28. Desa Tanurejo, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung 29. Desa Kedungtuban, Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Blora. Dalam upaya merealisasikan Desa Antikorupsi, Antigratifikasi dan Antipungli di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar menyaksikan seluruh kades atau petinggi dan lurah di Pati menandatangani pakta integritas anti-pungli dan antigratifikasi, di Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (7/12/2022). Kegiatan penandatanganan pakta integritas itu digelar Inspektorat Kabupaten Pati dan direstui Gubernur Ganjar. Pada kesempatan itu, 401 kades dan 5 lurah se-Kabupaten Pati menandatangani pakta integritas anti-pungli dan anti-gratifikasi. Gerakan penandatanganan pakta integritas yang dilakukan serentak dan diikuti seluruh kades dan lurah se kabupaten di Pati tersebut merupakan kali pertama dilakukan di Jawa Tengah, bahkan di Indonesia. Setelah penandatanganan pakta integritas, Gubernur Ganjar secara simbolis juga menempelkan stiker anti-pungli dan anti-gratifikasi pada kendaraan dinas kades dan lurah.
106
"Saya dan Mas Ganjar sudah berkomitmen dari awal bahwa Insya Allah kita mewakafkan diri kita untuk masyarakat di Jawa Tengah. Maka hidup jadi enak dan nyenyak, karena tidak ada tuntutan hedonis," - Siti Atikoh Ganjar Pranowo
107
Bab 6 Kebijakan Pencegahan Korupsi
Wajib LHKPN Transparansi, akuntabilitas, memberi teladan dari diri sendiri, dan menggandeng banyak pihak belumlah cukup untuk mencegah perilaku koruptif. Hal lain yang dilakukan adalah mendorong semua ASN dan pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tertib mengisi LHKPN. LHKPN merupakan salah satu bentuk mitigasi pencegahan korupsi yang dinilai cukup efektif. Sebab, dengan demikian, semua harta kekayaan penyelenggara negara dan juga pegawai BUMD bisa terdeteksi dari mana asalnya. Jika sebelumnya ada ASN yang mendapatkan harta kekayaan dari jalur suap, gratifikasi, atau korupsi, tentu mereka akan kebingungan saat mengisi LHKPN. Bila mereka tidak bisa mencantumkan dan menerangkan asal-usul harta kekayaan mereka, patut dicurigai itu berasal dari praktik-praktik menyimpang. Tertib LHKPN dapat mengurangi, mencegah, dan bahkan meminilasir maraknya praktik korupsi, suap, dan gratifikasi ilegal. Di sisi lain, LHKPN mendorong terbentuknya integritas para penyelenggara negara dan juga pegawai BUMD. Dengan demikian diharapkan, terbentuk birokrasi yang profesional, bersih, dan melayani. Dengan birokrasi yang profesional, bersih dan melayani, pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebab, semua warga masyarakat akan mendapatkan pelayanan secara sama, tanpa membeda-bedakan kasta sosial, ekonomi, dan hal-hal lain yang menyimpang. 108
Hal ini tentu saja akan menumbuhkan iklim investasi yang sehat, serta mendorong tumbuhnya tunas-tunas usaha di kalangan rakyat. Dengan mudahnya mengurus perizinan di birokrasi, misalnya, akan mendorong masyarakat untuk mengurus legalitas usahanya. Menggeliatnya dunia usaha, yang legalitasnya terpenuhi, tentu akan meningkatkan sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak. Pada akhirnya, pajak dikembalikan kepada masyarakat melalui pendanaan pembangunan dan program-tprogram bermanfaat lainnya. Pada saat ini, tertib LHKPN di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah cukup baik. Tertib LHKPN di level pejabat eselon II hingga IV sudah mencapai 100 persen. Bahkan, seluruh Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) maupun Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Jateng sudah tertib LHKPN.
Keterangan foto: Hasil rekapitulasi jumlah laporan harta kekayaan aparatur sipil negara (LHKASN) pada 2020 – 2022, berdasarkan sumber dari Inspektorat Jateng.
109
Ke depan, perlu didorong lebih baik lagi, agar seluruh lapisan ASN dan pegawai BUMD di berbagai level tertib LHKPN 100 persen. Proses pengisian LHKPN untuk ASN dan pegawai BUMD juga mudah dan tidak rumit. Bilamana ada ASN atau pegawai BUMD yang baru atau bergeser tugasnya, tinggal meng-update saja. Kepada para PNS baru, Gubernur Ganjar juga selalu mengingatkan mereka agar menjauhi praktik-praktik korupsi, suap dan menerima gratifikasi ilegal. PNS juga diwanti-wanti agar melapor langsung kepada gubernur jika menemui praktik-praktik menyimpang. Misalnya, ada yang meminta setoran terkait diterimanya dan pengangkatan yang bersangkutan menjadi abdi negara. Sejatinya dalam perundangan LHKPN baru diwajibkan untuk pejabat struktural. Namun ke depan, Ganjar mendorong agar seluruh ASN dan pegawai BUMD/BUMN diwajibkan melaporkan harta kekayaannya secara periodik. Hal itu diharapkan berkontribusi mempersempit praktik-praktik korupsi di semua level penyelenggara negara, birokrasi, dan pegawai BUMD/BUMN.
Pengendalian Gratifikasi Perlu diketahui, keseriusan Pemprov Jateng mengendalikan gratifikasi telah dimulai sejak Ganjar Pranowo menjabat sebagai Gubernur. Hal itu dilakukan dengan mengeluarkan Pergub Nomor 59 tahun 2014 dan diubah dengan Pergub Nomor 24 tahun 2021, tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Setiap tahun terdapat pelaporan penerimaan gratifikasi berupa barang maupun uang dari pegawai negeri di lingkup Pemprov Jateng. Dalam empat tahun terakhir, sepanjang 2018-2022, jumlah laporan gratifikasi fluktuatif meksipun cenderung meningkat. Pada 2018 ada 14 laporan dengan nilai Rp61.100.000. Tahun berikutnya, laporan gratifikasi meningkat jadi 19 dengan nilai Rp10.250.000 dan 1.000 dolar Singapura. Namun laporan gratifikasi turun jadi 11 pada 2020 dengan nilai 110
yang dilaporkan Rp6.000.665. Sementara di tahun 2021 ada 33 laporan dengan nilai 18.357.300. Dan terakhir pada 2022, birokrat yang melaporkan gratifikasi sebanyak 36 orang dengan nilai total sebesar Rp31.321.000. Terkait kecenderungan meningkat, tidak bisa diartikan hanya dari satu sisi. Hal pertama yang harus diakui bila melihat data tersebut, tentunya gratifikasi pada ASN di lingkungan Pemprov Jateng masih terjadi. Dengan demikian, walaupun sosialisasi sudah dilakukan secara masif, tidak bisa sepenuhnya menghilangkan praktik tersebut. Namun di sisi lain, dengan terus meningkatnya laporan dari ASN penerima gratifikasi justru menandakan jika kesadaran pegawai di Pemprov Jateng untuk melaporkan gratifikasi makin meningkat. Sama seperti aduan keluhan masyarakat yang butuh keberanian, demikian juga bagi ASN dalam melaporkan gratifikasi yang diterimanya. Lantaran hal yang disebutkan dalam pelaporan gratifikasi di antaranya adalah berapa, wujudnya apa, dari siapa gratifikasi itu, dan terkait apa. Laporan itu selanjutnya ditindaklanjuti KPK, termasuk kemungkinan si pemberi akan ditelepon divisi pencegahan KPK. Di sisi lain, jumlah pelaporan gratifikasi tidak sepenuhnya menggambarkan baik atau tidaknya program pengendalian gratifikasi di suatu instansi. Semakin banyak pelaporan di satu sisi dapat diartikan kesadaran pelaporan gratifikasi sudah baik akan tetapi di sisi lain diartikan pemberian gratifikasi kepada ASN semakin banyak. Banyaknya peristiwa pemberian gratifikasi kepada ASN dapat disebabkan karena pemberi berharap adanya perlakuan khusus atau mendapatkan keuntungan tertentu. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu potensi penyalahgunaan kewenangan oleh ASN yang terkait karena pemberian tersebut merupakan suap yang terselubung. KPK melakukan monitoring dan evaluasi atas implementasi pengendalian gratifikasi di instansi pemerintah untuk mengetahui efektivi111
tas implementasi pengendalian gratifikasi. Unsur-unsur yang dinilai dalam pengendalian gratifikasi meliputi diseminasi gratifikasi kepada pihak internal dan eksternal instansi, melakukan identifikasi dan mitigasi potensi risiko gratifikasi, inovasi dalam implementasi pengendalian gratifikasi, dan penanganan pelaporan gratifikasi. Sedangkan di lingkungan Pemprov Jateng, instansi yang paling banyak melaporkan penerimaan gratifikasi adalah ASN di Inspektorat Jawa Tengah. Gubernur Ganjar juga mendorong terbentuknya UPG di lingkungan Pemprov Jateng. Bahkan, saat ini hampir semua OPD mempunyai admin pengendalian gratifikasi. Dengan berjalannya UPG ini, maka ruang gerak praktik pemberian gratifikasi terhadap penyelenggara negara semakin sempit. Terlebih, keberadaan UPG tak hanya terbatas pada OPD-OPD yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Jateng. Melainkan juga sampai pada pemerintahan di level kabupaten/kota serta OPD yang berada di daerah tingkat dua. Atas keberhasilannya dalam tertib LHKPN dan UPG, Pemprov Jateng diganjar sebagai juara umum daerah dengan sistem pencegahan korupsi terbaik di Indonesia, pada peringatan Hakordia 2020.
Komisi Advokasi Daerah Tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh birokrasi dan penyelenggara negara lainnya. Melainkan juga oleh pengusaha dan mereka yang terlibat dalam dunia usaha lainnya. Menyadari hal itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo secara tegas menginstruksikan terkait pentingnya langkah-langkah pencegahan korupsi. Di antaranya dengan pembentukan Komisi Advokasi Daerah (KAD) dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 700/1 Tahun 2022 tanggal 6 April 2022 tentang Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Provinsi Jawa Tengah. Lembaga ini nantinya menjadi wadah dialog 112
dan diskusi antara pelaku usaha dengan regulator atau pemerintah. Tujuannya, untuk membahas atau membicarakan isu-isu, sekaligus terkait pencegahan tindak pidana korupsi di sektor usaha selanjutnya merekomendasikan langkah-langkah strategis terkait pencegahan tindak pidana korupsi yang bersangkut-paut dengan pemerintah atau penyelenggara negara dengan pengusaha dan pelaku dunia usaha lainnya.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat menerima audiensi Direktur Antikorupsi Badan Usaha KPK, Aminudin, terkait Komite Advokasi Daerah (KAD) bersama Gubernur Ganjar Pranowo, di Ruang Rapat Kantor Gubernur Jateng, Selasa (5/4/2022).
Dengan pembentukan KAD ini, diharapkan ada komunikasi dua arah yang baik dari kedua belah pihak, terkait dengan upaya-upaya pencegahan korupsi. Misalnya, pengusaha melaporkan hal-hal apa saja yang selama ini menjadi hambatan. Bisa dari soal perizinan, atau regu113
lasi lain dirasa menghambat dunia usaha. Pun demikian, pengusaha tak lagi melakukan upaya-upaya suap atau memberikan gratifikasi bagi regulator, demi kepentingan usaha segelintir dan sekelompok orang, yang bisa jadi sebetulnya melanggar regulasi yang telah ditetapkan. KAD menjadi rambu bagi kedua belah pihak untuk mentaati aturan yang telah ditetapkan. Pemerintah komitmen menjalankan regulasi yang ada. Di sisi lain, pengusaha memperbaiki kualitas produk barang atau jasanya. Misalnya, kontraktor meningkatkan mutu dalam pengerjaan proyek-proyek pembangunan pemerintah. Serta, dalam prosesnya lelang atau untuk mendapatkan tender mengikuti prosedur yang berlaku, tanpa melakukan suap dan memberikan gratifikasi. KPK merespon positif, dan bahkan mendorong Provinsi Jateng untuk segera memiliki KAD. Terlebih, dalam kacamata KPK, Ganjar Pranowo adalah satu-satunya kepala daerah yang berani tegas dan terarah memberikan instruksi-instruksi pencegahan dan pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi yang dipimpinnya, secara konsisten. Terlebih sebelumnya, pada 2017 Provinsi Jateng merupakan daerah pertama yang merintis pembentukan Komisi Advokasi Regional Antikorupsi. Fokus rintisan Komisi Advokasi Regional Antikorupsi terciptanya perizinan yang bersih. Sehingga, dengan rintisan komite ini, pengusaha dapat secara aktif memberikan saran mengenai pemberantasan suap, gratifikasi, dan pungli. Dengan terciptanya birokrasi yang bersih melayani dan perizinan zero pungli dan gratifikasi, maka insiden-insiden gagal lelang dalam proses pembangunan proyek fisik pemerintah dapat ditekan dan diminimalisir. Sebab, gagal lelang merugikan banyak pihak. Mulai dari pengusaha, pemerintah, dan lebih utamanya adalah rakyat, yang tak dapat menikmati pembangunan karena adanya insiden gagal lelang.
114
Sekolah Antikorupsi Anggota Dewan Sebagai bagian dari penyelenggara negara, legislatif juga punya tingkat kerawanan yang tinggi. Sebab, aturan-aturan di daerah dirumuskan dan digodog oleh DPRD sebagai lembaga legislatif di daerah. Untuk menekan dan mencegah suburnya praktik korupsi di legislatif, Ganjar Pranowo menginisiasi ‘sekolah antikorupsi’ untuk 1.590 anggota DPRD se-Jawa Tengah. Mulai dari anggota DPRD Provinsi Jateng, hingga anggota dewan dari 35 kabupaten/kota di Jateng. Pelatihan antikorupsi untuk anggota DPRD se-Jateng ini dibagi menjadi 33 angkatan, dan digelar di beberapa tempat. Secara bergantian, para anggota dewan dijadwalkan mengikuti pelatihan yang diisi oleh sejumlah pihak, salah satunya Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dalam ‘sekolah antikorupsi’ itu, para anggota dewan belajar tentang tugas, pokok dan fungsi (tupoksi), serta berbagai hal yang menyangkut dunia legislatif.Di samping soal tupoksi legislatif, soal integritas dan antikorupsi menjadi materi yang ditekankan dalam pelatihan tersebut. Sebab, sebagai pejabat publik dan bagian dari penyelenggara negara, anggota harus mampu membangun integritas dari parlemen. Agar, secara keseluruhan elemen pemerintahan dapat menekan, meminimalisir dan mempersempit ruang gerak perilaku koruptif. Satu di antara fungsi legislatif ada pengawasan atau controlling terhadap eksekutif. Sehingga, ketika anggota dewan mempunyai integritas tinggi dan semangat antikorupsi, maka pengawasan yang dilakukan dapat berjalan secara maksimal. Di samping controlling, juga ada fungsi budgeting dalam tugas pokok dan fungsi legislatif. Dengan integritas yang terjaga dan semangat antikorupsi yang menyala, diharapkan proses-proses penganggaran yang dilakukan anggota dewan anggota dewan selalu mengedepankan kepentingan dan kemaslahatan publik secara luas. Misalnya, persoalan-persoalan sosial yang banyak terjadi di lapa115
ngan, harus dapat diselesaikan dengan baik, melalui keputusan politik di legislatif, dalam hal penganggaran. Serta selanjutnya, melakukan pengawasan yang ketat terhadap apa-apa yang dijalankan oleh eksekutif. Contoh persoalan-persoalan itu antara lain soal reformasi birokrasi, angka kematian ibu dan anak saat melahirkan, stunting dan sebagainya. Legislatif harus betul-betul mampu memahami masalah-masalah itu, karena akan menjadi indikator pembangunan.
Keterangan foto: Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, berada di tengah-tengah peserta sekolah antikorupsi dari kalangan legislatif se-Jawa Tengah. Ganjar menggelar sekolah antikorupsi untuk 1.590 anggota DRPD se-Jawa Tengah.
Penguatan Peran Inspektorat Penguatan peran Inspektorat Jateng untuk pemberantasan korupsi baik di sektor pencegahan maupun penindakan, terus ditingkatkan. Penguatan peran Inspektorat mutlak diperlukan, sebab Inspektorat merupakan mempunyai tugas pokok dan fungsi pengawasan dalam organisasi pemerintahan. 116
Di bawah kepemimpinan Gubernur Ganjar, Inspektorat terus mendapat penguatan peran dan fungsi. Atas berbagai inovasi dalam penguatan peran Inspektorat dalam pemberantasan korupsi, Provinsi Jawa Tengah mendapat penghargaan dari Kemendagri dan KPK. Pada 2019, Inspektorat Jateng dinobatkan sebagai Inspektorat terbaik se-Indonesia. Di saat Inspektorat di daerah lain tak difungsikan secara baik, di Jateng institusi justru mendapat penguatan dari Gubernur Ganjar. Penguatan peran Inspektorat merupakan implementasi dari slogan ‘Mboten Korupsi Mboten Ngapusi’. Mengutip pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, SDM di Inspektorat Jateng dipilih yang baik dari yang terbaik, terutama soal integritasnya. Ini tak lepas dari komitmen kuat Gubernur Ganjar terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi. Memang, dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi, komitmen kuat dari kepala daerah adalah kunci. Tanpa komitmen kuat dari kepala daerah, upaya-upaya pemberantasan korupsi hanya akan jalan di tempat, hanya sekadar lipstik, tanpa implementasi nyata dalam bentuk program dan kebijakan-kebijakan. Didorong komitmen pemberantasan korupsi yang kuat, Inspektorat Jateng telah melakukan berbagai inovasi dan kebijakan. Antara lain, informasi manajemen pengawasan online, peningkatan kapabilitas APIP, penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), proporsi anggaran pengawasan, jumlah SDM dan lain sebagainya. Seperti telah disinggung di atas, terdapat berbagai inovasi dan kebijakan penguatan peran Inspektorat dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Termasuk di antaranya dalam ranah pencegahan korupsi.
Talent Scouting Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah dengan mengisi jabatan-jabatan strategis dengan ASN yang berintegritas dan kompeten dalam bidangnya. Dengan kata lain: the right man on the right place, mene117
mpatkan seseorang sesuai dengan kemampuan atau keahliannya (merit system), disertai dengan nilai integritas tinggi. Seseorang dengan keahlian tanpa disertai dengan integritas justru bisa menjadi lebih berbahaya ketika ia memegang jabatan. Sejatinya, talent scouting dalam pemerintah adalah kewenangan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Hanya, dalam pelaksanaannya, BKD membutuhkan support dari OPD lainnya, dalam hal ini adalah Inspektorat. Perlu dipahami, talent scouting adalah sistem seleksi secara terbuka untuk mendapatkan PNS terbaik sebagai talent pool. Sementara itu, talent pool adalah wadah bagi ASN/PNS potensial hasil dari talent scouting, sebagai kandidat yang dapat dipertimbangkan untuk dipromosikan dalam jabatan tertentu. Dalam talent scouting ini, Inspektorat berperan melakukan reviw proses talent scouting yang dilakukan oleh BKD. Inspektorat harus memastikan proses talent scouting yang dilakukan BKD sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Misal, mulai dari proses seleksi dan pendaftarannya bagaimana. Dalam melakukan penelusuran integritas ASN, petugas BKD juga harus menelisik hingga ke lingkungan tempat tinggal yang bersangkutan. Apakah ASN ini di lingkungan tempat tinggalnya punya integritas dan bukan merupakan bagian dari trouble maker. Dalam proses pelaksanaan talent scouting inilah, Inspektorat mempunyai kewenangan untuk memeriksa apakah proses yang telah dilakukan BKD sudah sesuai role atau tidak. Misal, seorang ASN dianggap kurang berintegritas karena di lingkungannya dicap sebagai trouble maker. Faktanya, setelah dilakukan review, pihak yang mengatakan demikian ternyata memang mempunyai persoalan pribadi dengan ASN yang bersangkutan. Sehingga penilaiannya menjadi sangat subjektif dan sumir. 118
Dalam kasus seperti itu, peran Inspektorat adalah memberi penilaian apakah proses talent scouting yang dilakukan BKD sudah sesuai jalurnya atau belum. Kasus selanjutnya adalah setelah proses pengangkatan pejabat struktural dari talent pool selesai. Ketika hendak mengangkat pejabat struktural tertentu, BKD memilih beberapa kandidat yang dinilai paling sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Dari sejumlah nama yang disodorkan BKD, hanya satu nama yang akan dipilih Tim Penilai Kinerja untuk menduduki jabatan struktural tertentu.
Penyisiran Data Bantuan Sosial Selain review proses promosi, mutasi dan rotasi pegawai di BKD, Inspektorat juga turut membantu menyisir data calon penerima bantuan langsung tunai (BLT) dari pemprov untuk warga penerima manfaat. Misalnya, saat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 2022 lalu, Pemprov Jateng menyiapkan Rp35 miliar untuk kompensasi kepada masyarakat kurang mampu. Inspektorat turut melakukan review data calon penerima bantuan. Misalnya, menyisir data KTP yang aneh, berupa NIK bukan Jateng atau alamat di luar wilayah Jawa Tengah. Penyisiran data seperti ini penting, agar bantuan yang diberikan pemerintah tepat sasaran. Dengan bantuan tepat sasaran, artinya ada efektivitas dalam penggunaan anggaran, serta meminimalisir adanya peluang penyalahgunaan data yang bisa berujung pada tindak pidana korupsi. Pencatatan calon penerima bantuan sosial (bansos) oleh OPD terkait bisa jadi tak 100 persen tepat sasaran, lantaran dalam proses pengumpulan data, OPD tak selalu melakukannya sendiri. Misal, BLT BBM untuk para driver ojek online (ojol). OPD terkait biasanya mengumpulkan data dari komunitas ojol. Dalam pengumpulan data tersebut, biasanya driver ojol melakukannya secara terbuka dan sangat longgar. 119
Misal, melalui grup-grup WhatsApp tanpa melakukan penelitian lebih lanjut, apakah orang per orang yang mendaftarkan diri tersebut berhak mendapat BLT BBM sebagaimana kriteria yang telah ditetapkan. Mengapa Inspektorat dilibatkan dalam penyortiran data seperti ini? Sebab, sebagai pengawas, Inspektorat punya kapasitas dan kemampuan untuk menyisir data-data. Contoh, menyisir NIK dobel, satu NIK digunakan oleh dua nama yang mirip. Padahal, itu sebenarnya memang satu orang calon penerima bantuan. Jika tak familiar dengan ‘metani’ data, maka hal-hal seperti ini rawan lolos. Selain review pada perencanaan siapa-siapa yang berhak mendapat bantuan, Inspektorat juga terlibat dalam review pelaksanaannya. Misal, dalam suatu kasus penyaluran bantuan untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Petugas PT Pos sebagai mitra penyaluran bantuan tak semuanya tertib. Contoh, tak semua petugas PT Pos bersedia mengantarkan bantuan hingga ke alamat tujuan. Tak jarang, bantuan yang seharusnya dikirimkan hingga ke alamat penerima, hanya diantarkan hingga ke kantor balai desa saja. Selanjutnya, bila dalam sekian waktu bantuan tersebut tak diambil oleh penerima, dianggap ‘alamat tak ditemukan’. Untuk mengantisipasi hal-hal seperti itu diperlukan pengendalian tambahan agar kesalahan-kesalahan serupa tak kembali terjadi di kemudian hari. Tugas Inspektorat adalah mengaudit sejauh mana pengendalian tambahan telah dilakukan oleh OPD terkait, sehingga bantuan yang diberikan pemerintah benar-benar sampai di tangan yang berhak. Selanjutnya, saat ini, review yang dilakukan Inspektorat adalah mengaudit efektivitas bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat penerima manfaat. Sejauh mana efektivitas bantuan tersebut untuk masyarakat. Tentu, untuk hal ini Inspektorat harus bekerja lebih keras lagi, dibandingkan dengan review penerima bantuan. Sebab, untuk melakukan review efektivitas bantuan ini, tak semua 120
bisa dilakukan dengan random sampling. Dalam beberapa kasus, random sampling tak bisa digunakan. Melainkan, semua populasi harus dilihat secara cermat.
Berantas Korupsi Sambil Ngopi Selain dalam ranah pencegahan, penguatan peran Inspektorat dalam pemberantasan korupsi juga dilakukan pada ranah penindakan. Inspektorat bekerja sama dengan sejumlah APH lain untuk menindaklanjuti laporan-laporan korupsi yang diduga dilakukan jajaran birokradmm mxsi si Dalam hal ini, misalnya, Inspektorat bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan.
Keterangan foto: Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, setelah penandatanganan perjanjian kerja sama. Pemprov Jateng, Polda serta Kejati Jateng menandatangani kesepakatan pembentukan Tim Khusus Antikorupsi dengan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
121
Pemprov Jateng, Polda serta Kejati Jateng menandatangani kesepakatan pembentukan Tim Khusus Antikorupsi dengan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kepolisian Daerah Jawa Tengah Nomor 120/022/2018, Nomor B.1593.03/05/2018, Nomor MOU/26/V/2018 tanggal 7 Mei 2018 tentang Koordinasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam Penanganan Laporan atau Pengaduan Masyarakat yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi pada Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Tim ini bertugas menangani tindak pidana korupsi dari laporan dan pengaduan masyarakat melalui website khusus laporkorupsijateng.id. Website laporkorupsijateng.id diluncurkan juga atas kerjasama Inspektorat Pemprov Jateng, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng dan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng. Peluncuran website laporkorupsijateng.id ditandai dengan pembentukan Tim Khusus Antikorupsi ini. Turut hadir dalam peluncuran Tim Khusus Antikorupsi ini, perwakilan sejumlah lembaga lain, yang juga turut berkomitmen dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Antara lain, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Tengah, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng. Dalam peluncuran Tim Khusus Antikorupsi pada Kamis (10/10/2019) itu, Gubernur Ganjar menyebut, dengan tagline: ‘Berantas Korupsi Sambil Ngopi’, Tim Khusus Antikorupsi ini akan bekerja menindaklanjuti semua laporan masyarakat yang masuk di website khusus laporkorupsijateng.id. Diharapkan, dengan adanya kanal laporan khusus tersebut, masyarakat bisa melaporkan semua hal yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Hasil laporan itu akan dikaji secara bersama dan diselesaikan dengan keterlibatan semua pihak, sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Di samping itu, untuk memperkuat Tim Khusus Antikorup122
itu, semua institusi di lingkungan Pemprov Jateng, harus membentuk kepanjangan tangan tim ini di tempat masing-masing. Polda Jateng dan Kejati Jateng menyambut baik kerja sama ini. Dengan terbentuk Tim Khusus Antikorupsi dengan tagline Berantas Korupsi Sambil Ngopi ini, menuntut semua pihak yang terlibat untuk bisa menjalin komunikasi yang baik dan bersinergi dalam menangani semua laporan yang masuk. Ganjar menekankan, jika ingin mendapatkan pengakuan rakyat di mana proses pemerintahan berjalan dengan bersih, maka semua harus berorientasi kepada rakyat. Salah satu indikator untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih adalah dengan membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat.
123
124
Penutup Seperti sudah dituliskan di atas, Gubernur Ganjar laksana lentera di ujung lorong dalam pencegahan korupsi selama memimpin Jawa Tengah selama dua periode. Terkait pencegahan korupsi, ada lima hal utama yang dilakukan oleh Gubernur Ganjar. Masing-masing adalah transparansi, fast respons, akuntabilitas, keteladanan, dan kolaborasi. Lima hal tersebut adalah kunci keberhasilan Jateng di bawah komando Gubernur Ganjar dalam mencegah korupsi. Dampaknya sudah jelas terasa. Saat ini, hampir semua warga Jateng berani melaporkan keluhannya jika dirasa ada hal yang tidak beres. Dari sisi warga, keberanian untuk melapor adalah kunci utama. Alasannya jelas, korupsi tidak hanya dilakukan oleh para politisi, birokrat, maupun pengusaha busuk. Orang baik yang diam saat melihat terjadinya tindak korupsi juga bisa dikatakan sebagai koruptor. Oleh karena itu, keberanian warga Jateng untuk melapor adalah bukti nyata jika orang-orang baik di Jateng juga ingin turut serta memperbaiki keadaan. Sedangkan dari sisi birokrat dan birokrasi, pemanfaatan teknologi dalam mendukung kinerja pemerintahan juga hal vital. Keberanian melapor dan dukungan teknologi membuat jajaran di dalam birokrasi berpikir berkali-kali untuk menyeleweng. Soal perilaku koruptif di birokrasi, ASN/PNS di Pemprov Jateng sekarang ini tidak berani memberi, meminta, ataupun menerima. Jelas hal itu adalah kemajuan pesat dalam upaya pencegahan korupsi yang dibangun Gubernur Ganjar melalui semua sektor. Keteladanan yang diberikan secara konsisten dan penuh komitmen oleh Gubernur Ganjar juga sangat besar pengaruhnya. Jika semula ada ASN/PNS yang meragukan jargon Mboten Korupsi Mboten Nga-
125
pusi, pelan tapi pasti hal tersebut terbukti. Mereka yang punya idealisme antikorupsi yang semula diam atau pilih menghindar dengan prinsip “yang penting saya tidak melakukan” berani menunjukan diri dan mengajak yang lain untuk menjauhi perilaku koruptif. Bahkan, sebagian ASN/PNS berani melawan perintah atasannya jika instruksi tersebut membuka potensi pelanggaran. Mereka berani melakukan hal tersebut karena keteladanan, komitmen, konsistensi, dengan didukung berbagai kebijakan Gubernur Ganjar. Jawa Tengah pun diganjar berbagai penghargaan terkait pencegahan korupsi. Bahkan, tidak sedikit daerah lain yang datang ke Jateng menemui Gubernur Ganjar untuk mengadopsi berbagai kebijakan yang dilakukan Gubernur Ganjar selama memimpin Jawa Tengah. Jelang masa jabatannya berakhir, tentu saja muncul pertanyaan dari banyak pihak, apakah kondisi sekarang ini akan semakin baik atau sebaliknya jika ditinggalkan Gubernur Ganjar. Kami yakin, kondisi akan semakin baik. Alasannya, yang dibangun Gubernur Ganjar adalah sistem dan mental yang sudah mengakar kuat sejak ditanamnya pada 2013 silam ketika pertama kali disumpah untuk memimpin Jateng. Ambil contoh adalah kanal LaporGub!. Sepertinya tidak ada yang aneh pada penamaan kanal tersebut. Namun penggunaan kata “Gub” pada kanal tersebut jelas menyuratkan kanal itu identik dengan Gubernur Jateng, bukan sosok Ganjar Pranowo. Jadi, saat Jateng sudah tidak lagi dipimpin Gubernur Ganjar, maka kanal tersebut juga tetap akan ada bahkan mungkin akan lebih baik lagi. Hal lain yang tidak bisa dikesampingkan adalah keberhasilan Gubernur Ganjar menularkan sikap antikorupsinya hingga tingkat terbawah. Desa Antikorupsi adalah salah satu contohnya. Desa merupakan lembaga pemerintahan terkecil yang notabene sama dengan lembaga pemerintahan lainnya. Salah satu hal yang identik di desa adalah pemilihan kepala desa yang dilakukan secara langsung, jauh sebelum sistem pilka126
da/pilpres secara langsung dilakukan di negeri ini pada 2004 silam. Salah satu hal yang jamak terjadi pada proses pilkades adalah money politics. Calon menggelontorkan dana besar untuk “membeli suara” karena memang faktanya masyarakat yang permisif atau bahkan bertanya soal uang saat diarahkan memilih calon. Masih banyak warga yang menjatuhkan pilihan bukan karena visi misi atau kemampuan kerja calon, namun karena besaran uang yang diterimanya. Dampaknya, ketika calon tersebut jadi, tentu hal pertama yang akan dilakukannya adalah bagaimana caranya mengembalikan modal. Jawaban untuk mengatasi itu adalah pembentukan desa-desa antikorupsi di Jateng. Warga di desa-desa harus terus didorong untuk berani melawan perilaku koruptif. Jika warga di desa saja sudah sadar dengan perilaku-perilaku menyimpang dan berani melaporkan jika menemui penyelewengan, maka pengawasan pada jajaran pemerintah desa untuk menjalankan tugas sebagaimana mestinya akan bisa maksimal. Gubernur Ganjar juga sudah menyiapkan SDM unggul dan antikorupsi sejak dini. Sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum antikorupsi adalah bukti. Pelajar juga dijadikan agen antikorupsi untuk mengawasi potensi penyimpangan di sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya. Keberadaan pelajar yang mengetahui, memahami, dan menanamkan sikap serta sifat antikorupsi sejak dini adalah modal yang sangat besar bagi masa depan Jateng dan Indonesia. Ke depan, akan makin banyak orang-orang berintegritas mengisi posisi-posisi penting di negeri ini karena mental mereka sudah terbentuk sejak masih duduk di bangku sekolah. Melihat fakta-fakta tersebut, kami yakin jika legacy yang ditinggalkan Gubernur Ganjar dalam pencegahan korupsi akan terus dilakukan siapapun penggantinya kelak. Bisa dikatakan, Gubernur Ganjar telah berhasil “memaksa” siapapun penggantinya kelak untuk meneruskan estafet pembangunan Jateng dengan prinsip-prinsip antikorupsi. 127
Caranya, dengan membuat rakyat Jateng semakin berani bersuara dan melapor jika mengetahui perilaku menyeleweng yang dilakukan birokrat yang duduk di pemerintahan. Namun di sisi lain, hal yang paling mendasari seseorang berperilaku koruptif adalah ketamakan dan keserakahan yang ada dalam dirinya. Manusia tercipta dengan perasaan yang tidak pernah puas dengan pencapaiannya. Selama masih bernapas, manusia tetap saja memiliki keinginan untuk lebih dan lebih. Banyak manusia yang menggapai keinginannya sesuai dengan prosedur walaupun tidak sedikit juga yang menggapai keinginannya dengan cara potong kompas. Dalam pencegahan korupsi, kunci terpenting yang harus saling melengkapi adalah keberadaan sistem dan integritas manusia yang ada di dalam sistem tersebut. Sebaik apapun sistem yang dibangun bila manusia di dalamnya tidak punya integritas, maka selalu saja ada jalan untuk mencari celah. Demikian juga sebaliknya. Manusia berintegritas namun berada dalam sistem yang korup dan bobrok, belum tentu selamanya mereka bisa menahan godaan. Oleh karena itu, sistem dan integritas harus seiring sejalan secara bersamaan karena keduanya sama-sama prioritas sehingga tidak perlu diperdebatkan mana yang lebih dulu akan dilakukan.
128
Daftar Singkatan: ADB
: Asian Development Bank
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APIP
: Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
APH
: Aparat Penegak Hukum
ASN
: Aparatur Sipil Negara
Bansos
: Bantuan Sosial
BBM
: Bahan Bakar Minyak
BLT
: Bantuan Langsung Tunai
BUMD
: Badan Usaha Milik Daerah
BKD
: Badan Kepegawaian Daerah
BPK
: Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP
: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
DIY
: Daerah Istimewa Yogyakarta
Distaru
: Dinas Tata Ruang
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
GRMS
: Government Resource Management System
Hakordia
: Hari Antikorupsi Sedunia
IMB
: Izin Mendirikan Bangunan
IPK
: Indeks Persepsi Korupsi
Jateng
: Jawa Tengah
JTO
: Jembatan Timbang Online
129
Kades
: Kepala Desa
KAD
: Komisi Advokasi Daerah
Kemenkeu
: Kementerian Keuangan
Kemenpan RB : Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
KKN
: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
KUA
: Kantor Urusan Agama
KTP
: Kartu Tanda Penduduk
LHKPN
: Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
LHP
: Laporan Hasil Pemeriksaan
Medos
: Media Sosial
MPP
: Mal Pelayanan Publik
NIK
: Nomor Induk Kependudukan
NTB
: Nusa Tenggara Barat
NTT
: Nusa Tenggara Timur
Ojol
: Ojek Online
OPD
: Organisasi Perangkat Daerah
OTT
: Operasi Tangkap Tangan
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
Pemdes
: Pemerintah Desa
Pemprov
: Pemerintah Provinsi
Perpres
: Peraturan Presiden
Pergub
: Peraturan Gubernur
130
PKK
: Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
Pungli
: Pungutan Liar
SOP
: Standar Operasional Prosedur
SMAN
: Sekolah Menengah Atas Negeri
SMKN
: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
SPAK
: Saya Perempuan Anti Korupsi
SDM
: Sumber Daya Manusia
SKPD
: Satuan Kerja Perangkat Daerah
UMKM
: Usaha Mikro Kecil Menengah
Undip
: Universitas Diponegoro
Unnes
: Universitas Negeri Semarang
UPG
: Unit Pengendalian Gratifikasi
131
"Upaya terakhir yang mesti kita lakukan adalah membudayakan. Budaya Ini kan kebiasaan yang diulang-ulang. Kebiasaan tidak mau ditraktir, kita biasakan tidak ngarep-arep (berharap). Kalau ada yang mau minta tolong, kita jelaskan agar semua sesuai prosedur," - Ganjar Pranowo
132
Tentang Penulis
Dr. Dhoni Widianto Dr. Dhoni Widianto, lahir 15 Oktober 1973 di Pekalongan. Pria yang akrab disapa Dhoni ini terdaftar sebagai PNS di Inspektorat Jawa Tengah sejak 1997. Dhoni mengawali karirnya di Inspektorat Jateng mulai dari staf dan menjadi Auditor Pertama pada 2004. Selanjutnya, ayah tiga anak ini menjadi Auditor Madya pada 2016. Setelah 12 tahun menjabat sebagai auditor, pada 2016, Dhoni diangkat sebagai Sekretaris Inspektorat. Setelah itu, pada 2019 menjabat sebagai Inspektur Pembantu Khusus di Inspektorat hingga 2021. Karena kekosongan jabatan pada 2021, Dhoni diangkat menjadi Plt.Inspektur dan definitif sebagai Inspektur Inspektorat Jawa Tengah pada 14 Juni 2023. Mempunyai semboyan hidup ‘Urip Iku Urup’, Dhoni mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi kepada negara sebagai pelayan masyarakat di Inspektorat Jateng. Melalui buku ini, narasi-narasi tentang reformasi birokrasi di masa Gubernur Ganjar Pranowo diharapkan bisa tersampaikan pada khalayak dan bisa menginspirasi setiap individu untuk menjaga diri dari korupsi.
133
Endnotes 1 2 3 4
134