2 minute read

Latar Belakang

Next Article
Kata Pengantar

Kata Pengantar

Perkembangan tren urbanisasi menjadi salah satu fenomena yang populer terjadi di setiap kota di Indonesia, terutama Kota Semarang. Dengan jumlah penduduk sebesar 1.814.110 jiwa pada tahun 2019 dengan jumlah tingkat pertumbuhan populasi penduduk sebesar 1,57% pertahun akan mendorong pula adanya peningkatan kebutuhan ketersediaan tanah untuk lahan tempat tinggal (BPS, 2020). Tanah merupakan salah satu sumber alam yang penting bagi kehidupan manusia karena dibutuhkan dalam setiap aktivitas manusia seperti pertanian, industri, permukiman, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dikatakan bahwa tanah mempunyai kegunaan ganda secara langsung dan tidak langsung. Ketersediaan lahan yang relatif konstan akan menjadi komoditas yang menakutkan, padahal jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah.

Perubahan fungsi lahan pertanian telah berubah dengan cepat dan masif. Kusumawati mengatakan bahwa sektor industri mengambil alih sektor pertanian, semakin tinggi alih fungsi lahan pertanian maka akan semakin tinggi pula lahan yang merana (Kusumawati, 2013). Pemukiman yang meluas ke beberapa pedesaan menyebabkan lahan pertanian yang subur tidak lagi menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Advertisement

Seiring kendala konversi lahan pertanian menjadi permukiman perlu dicermati juga isu backlog atau ketidakseimbangan jumlah KK dengan jumlah hunian di Jawa Tengah terutama di Kota Semarang. Saat ini tercatat masih ada 720.000 backlog dari sisi kepemilikan dan 530.000 dari sisi kepenghunian yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Jateng (Rizky, 2020)

Hal ini berkaitan erat dengan penggunaan kendaraan pribadi yang terus meningkat di Kota Semarang menyebabkan tingginya volume lalu lintas di beberapa ruas jalan utama perkotaan. Hal ini terbukti dari penggunaan kendaraan mobil dinas/pribadi yang semula berjumlah 34.000 kendaraan pada tahun 2007 menjadi 44.600 kendaraan pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2009). Kehadiran angkutan umum massal Bus Rapid Transit yaitu Trans Semarang dirasa belum dapat mengatasi permasalahan diatas. Hal ini terlihat dari nilai load factor BRT baik koridor I maupun koridor II yang hanya sebesar 20-30%. (Penelitian Chairunnisa R, Yeni N, 2010 dan Ilham H. Rasyid, Aldila Bachtawar., 2013).

Global Issue Context Issue

Pertumbunan penduduk berdampak pada beban transportasi Tingginya emisi karbon akibat dari hasil pembakaran energi fosil Stasiun Poncol Sebagai Stasiun Kereta Api Kelas Besar Tata Guna Lahan yang kurang variatif di Pusat Kota Semarang Kebutuhan Hunian di Kota Semarang yang cukup tinggi

Pembangunan infrastruktur yang kurang memperhatikan asas keberlanjutan Butuhnya Integrasi Antar Moda Transportasi di Kawasan Stasiun Poncol Kemacetan karena penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi Keberadaan Stasiun Poncol sebagai cagar budaya

SIRKULASI

TATA RUANG

PENGATURAN FASILITAS

Penekanan

Apartemen Mixed Use Di Kawasan Stasiun Poncol Berbasis Transit Oriented Development

Memperhatikan

Mengimplementasikan

REGULASI BANGUNAN

CAGAR BUDAYA

TATA GUNA LAHAN

PARAMETER TOD

Transit-Oriented Cultur e Compact Urban Livin g M u lt i Layered Green Spa c e s L o cal Culture Contextual i t y

Inclusivity

This article is from: