MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
Tak Sekedar Merah MIM Indigenous School Š 2013
Diterbitkan oleh MIM Indigenous School Layout dan Penata Letak cm Gambar Sampul www.cdn-dailypainters-com
Kerjasama Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta
~1~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
“Saya melihat, dalam Muhammadiyah telah banyak orang yang larut untuk beramal shaleh dan menggunakan Muhammadiyah sebagai media beramal. Tetapi, ada satu hal yang tidak lazim ditemukan di Muhammadiyah yakni Muhammadiyah sebagai rumah intelektual� (Moeslim Abdurrahman )
~2~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
CATATAN AWAL Tahun 1964 puncak kaum muda Muhammadiyah bergejolak untuk melahirkan organisasi otonom yang bernama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Tidak hanya ditubuh kaum muda Muhammadiyah, melainkan juga secara kolektif kaum muda negeri ini. Pergulatan pada masa orde lama mengamanahkan bagaimana IMM harus dilahirkan—sebagai kehendak sejarah. Saat ini, IMM sudah menginjak usia 49 tahun atau menjelang setengah abad. Perjalanan yang tidak sebentar bagi sebuah organisasi gerakan mahasiswa dan ortom Muhammadiyah. Inilah dilema gerakan IMM yang berdiri diatas dua kaki yakni sebagai gerakan mahasiswa islam dan ortom Muhammadiyah hingga kadang tidak pernah selesai dengan urusan dirinya sendiri. Setelah IMM bangkit kembali dari kevakuman kepemimpinan pusat yang ditandai dengan diangkatnya Immawan Wahyudi oleh PP Muhammadiyah, perlahan IMM seperti mempunyai nafas baru dengan hadirnya karya-karya intelektual berbasis struktural. Namun, seperti ingin kembali mengulang masa kelam. Saat ini, IMM kembali mengalami kekisruhan struktural di tingkat pusat yang menyebabkan kegamangan gerakan dan ragam pertanyaan yang terus memburu, baik ditingkat pimpinan, kader hingga dunia jejaring sosial. Ditengah sebagian rasa pesimis yang melanda kader IMM belakangan ini. Makin maraknya kalangan yang ingin menumpang hidup di Muhammadiyah. Ataupun adanya upaya ingin memanfaatkan jaringan massa Muhammadiyah dan IMM untuk suksesi pemilu 2014. Maka, dibutuhkan sekumpulan orang yang keluar dari geladak Muhammadiyah untuk selanjutnya bergerilya menopang, membersihkan dan ~3~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah membangun Muhammadiyah diluar komando—dan itu hanya bisa dilakukan oleh gerakan kaum muda. Ya! IMM sebagai bagian kaum muda Muhammadiyah, harus mengambil peran aktif untuk keberlangsungan masa depan persyarikatan diabad kedua. Hal yang paling rasional bagi IMM saat ini adalah peningkatan kapasitas intelektual dan kemapanan ekonomi, hingga dikemudian hari kader IMM bukan hanya sekumpulan orang yang menggantungkan kebutuhan hidupnya terhadap Muhammadiyah. Cukuplah sirine Anies Baswedan yang memprediksi bahwa kedepan kepemimpinan nasional tidak lagi akan dipimpin oleh kaum aktivis, melainkan oleh kaum entrepreuner (wirausahawan). Tidak semua kader IMM akan dicetak sebagai sebagai pemimpin nasional, persyariatan atau bahkan para politikus. Sebab dilain tempat, ada yang ruang dimana kaum mustadh’afin membutuhkan pembelaan dan harapan untuk membangun mimpinya—disinilah cara kita berMuhammadiyah akan terasa cukup berbeda. Buku ini merupakan kumpulan tulisan kader IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta melalui MIM Indegenous School. Tulisan yang berisi tentang harapan, proses dan kegelisahan mengenai IMM jelang setengah abad. Karenanya, kami menyebut buku ini sebagai pengakuan dan persaksian bahwa IMM tidak pernah kebal kritik dan protes. Lewat cara ini kami ingin menyampaikan kepada seluruh kader IMM, bahwa peringatan ritus kelahiran bukan hanya diperingati dengan cara euphoria, melainkan dengan cara bersikap reflektif dan kredo berfikir. Barangkali, buku ini masih jauh dari sempurna. Namun, setidaknya para penulis dalam buku ini, berani membuktikan sejarah perjalanan proses mereka dalam ber-IMM—dengan cara menulis sejarah mereka sendiri. Sehebat apapun manusia jika tak memahat sejarahnya sendiri, maka ia akan ~4~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah terlempar dari kubangan sejarahnya sendiri; termasuk kita dalam ber-IMM. Semoga buku ini bermanfaat bagi semuanya. Selamat Milad IMM ke-49 tahun MIM Indigenous School
~5~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
DAFTAR ISI
Catatan Awal (3) Daftar Isi (6) Refleksi Perjuangan, Langkah Awal Internalisasi Gen Pemikiran | Halim Sedyo Prasojo (8) Kader Butuh Berkarya | Hendri Suseno (15) Membaca Arus Gerakan Pemikiran IMM | Makhrus Ahmadi (18) Mengenal dan Memperbaharui Alam Pikiran Muhammadiyah Melalui IMM | Rijal Ramdhani (27) Gerakan 21 IMM PTM Menuju Kemandirian | Ahmad Janan Febrianto (34) Instruktur Sebagai Laboratorium Perkaderan Ikatan, Mungkinkah? | Ahmad Janan Febrianto (37) Surat Kepada Kawan | Cehar Mirza (48) Bukan Hanya Justifikasi | Khoirul Anam (51) No Title | Nailul Fauziah (54) 101 “Bingkisan� IMM | IMMawan Apri Tri Nugroho (57) Sekbid IMMawati? Kok Bisa? | Immawan Ayub (67) Dilema Instruktur IMM | Husnuzzhan (73) Kala Aku Mengenalmu | Rizqi Nurjannah (79) Ikatan dan Sepak Bola | Rohmad Komaruddin (84) Catatan Akhir (92)
~6~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
Me.mo.ar/memoar/ n 1 Kenangan-kenangan sejarah atau catatan peristiwa lampau menyerupai autobiografi yang ditulis dengan menekankan pendapat, kesan dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan tt tokoh-tokah yang berhubungan dengannya; 2 catatan atau rekaman tt pengalaman hidup seseorang
~7~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
REFLEKSI PERJUANGAN, LANGKAH AWAL INTERNALISASI GEN PEMIKIRAN1 Halim Sedyo Prasojo Mantan Ketua Umum PK IMM FE UMY | Mantan Ketua Umum PC. IMM A.R. Fakhruddin Kota Yogyakarta periode 2008-2009 | Mantan Sekbid Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan DPD IMM DIY 2010-2012 “Seorang Intelektual bagaikan direktur film. Ia harus mengetahui, memahami, dan mengenal baik masyarakatnya. Apa yang ia katakan ada sangkut-pautnya dengan massa masyarakat… dengan demikian tanggung jawab pokok cendekiawan adalah membangkitkan dan membangun masyarakat…. Bila masyarakat dibangunkan secara benar, dia akan dapat melahirkan pahlawan-pahlawan yang cukup tangguh untuk memerintah dan membimbing masyarakat….” ( Ali Syari’ati ) “Bahwasanya umat Islam diajak untuk tunduk kepada Allah SWT. dan didorong untuk memberontak melawan penindasan, ketidak-adilan, kebodohan, serta ketiadaan persamaan (ketimpangan).” ( Ali Syari’ati ) Assalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh Segala puji hanya bagi Allah SWT. Tuhan Semesta Alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang Menguasai hari Pembalasan. Dengan tidak bosan-bosannya kita selalu 1
Tulisan ini diambil dari Pidato Iftitah Musyawarah Cabang VI-PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta Periode 2008/2009. Yogyakarta, 5-7 Agustus 2009
~8~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah mengucapkan rasa syukur kehadirat-Nya yang telah senantiasa memberikan kenikmatan kepada kita berupa keimanan dan keislaman, sehingga kita masih mepunyai spirit nafas perjuangan hingga detik ini untuk Ikatan yang tercinta ini. Tak lupa, sholawat serta salam tetap kita haturkan kepada the best idol kita sang Revolusioner sejati baginda Rasulullah Muhammad SAW. Beliaulah contoh teladan terbaik kita yang patut kita teladani. Setelah beliau mendapat anugerah wahyu pertama dari Allah SWT. Di gua Hiro, beliau langsung terjun kedalam realitas sosial yang ada pada waktu itu karena beliau mengemban misi kenabian yang biasa kita kenal sebagai misi profetik. Islam berarti sebagai ketundukan kepada prinsip-prinsip kebenaran, kesetaraan sosial, dan prinsip-prinsip lain yang melandasi berdirinya suatu komunitas yang bebas dan setara. Islam bukanlah ide baku atau suatu sistem ritual-ritual, upacara-upacara dan lembaga-lembaga yang kaku, melainkan suatu prinsip progresif yang menghapuskan tatanan-tatanan yang lama. Musa menghapus tatanan sosial yang dibangun Ibrahim. Isa mencabut tatanan ekonomi Musa. Muhammad SAW menghapus lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang dibangun oleh nabi-nabi sebelumnya. Tetapi semuanya saling menegaskan kebenaran satu sama lain. Kebenarannya adalah bahwa semua manusia adalah setara. Mereka harus jujur, berkata benar, dan berjuang melawan kekuatan-kekuatan jahat, diskriminasi, penindasan, dan kepalsuan. Lembagalembaganya boleh berubah, adat-istiadatnya juga boleh bervariasi, tetapi kebenaran, kesetaraan dan persaudaraan tetap tinggal sebagai prinsip-prinsip masyarakat yang bebas, adil, dan egaliter. Sebagai organisasi gerakan mahasiswa yang selalu dituntut untuk pro-aktif terhadap kondisi bangsa, maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sudah sepantasnya menjadi ~9~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah garda terdepan dalam mengawal sebuah pemerintahan yang ada. Fungsi sebagai agent of control merupakan tugas yang memang sudah diemban sejak lahir oleh sebuah gerakan mahasiswa. IMM cabang Abdul Rozaq Fakhruddin kota Yogyakarta selalu menjaga konsistensi sebagai gerakan mahasiswa yang tidak terkooptasi oleh kepentingan apapun. Artinya gerakan pengontrolan atau perlawanan terhadap sebuah kebijakan pemerintah tidak pernah berdasar atas pesanan kepentingan apapun atau siapapun, namun betulbetul atas kesadaran kita bersama dalam melihat sebuah kondisi riil di masyarakat. Merujuk kepada pandangan Ali Syari’ati bahwa para Intelektual Muslim hanya akan memiliki makna dan fungsi bila mereka selalu berada di tengah-tengah massa rakyat, menerangi massa, membimbing massa, dan bersama-sama massa melakukan pembaharuan ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islami (Syariati : 1984). Ia mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. sendiri dibangkitkan oleh Allah SWT. dari tengah-tengah massa untuk kemudian bersamasama massa keluar dari kegelap-gulitaan ke suasana terangbenderang. Ali Syari’ati pun membuat istilah roushanfikr yang mempunyai pengertian khusus �seorang yang berpegang teguh pada ideologi yang telah dipilih secara sadar. Ideologi dan kesadaran itulah yang menolongnya mencapai kesadaran istimewa tentang kehidupan dan jalan bertindak yang jelas, jalan hidup, dan jalan berfikir, dengan cita-cita jelas yang membentuk filsafat hidupnya. Hal-hal ini membentuk kesadarannya, ia bersedia berkurban segala-galanya untuk membela kesadarannya itu. Ia akan menjadi pengejewantahan kesadarannya dan keyakinannya yang telah mendorong gerakan-gerakan progressif dalam sejarah dan
~ 10 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah menyadarkan massa kemanusiaan terhadap fakta-fakta kehidupan mereka dalam masyarakat. Teringat sebuah cerita dari Sir Muhammad Iqbal ketika berbicara tentang peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Seandainya Nabi itu seorang mistikus atau sufi, kata Iqbal, tentu beliau tidak ingin kembali ke bumi karena telah merasa tenteram bertemu dengan Tuhan dan berada di sisi-Nya. Nabi Muhammad kembali ke bumi untuk menggerakkan perubahan social (transformasi), untuk mengubah jalannya sejarah. Beliau memulai suatu transformasi sosial budaya berdasarkan cita-cita profetik (Kuntowijoyo : 2008). Sebagai cendekiawan Muslim atau roushanfikr (pemikir yang tercerahkan) yang biasa disebut oleh Ali Syari’ati tentunya kita punya tanggung jawab besar untuk lebih membumi (dekat dengan massa). Karena, seorang Intelektual sudah seharusnya memahami persoalan yang dihadapi oleh massa. Kalau sebagai seorang Intelektual tidak memahami persoalan yang dihadapi, bagaimana akan menawarkan sebuah solusi untuk transformasi. Sudah sepatutnya para Intelektual yang satu dengan yang lain saling bersinergi menjadi sebuah gerakan kolektif. Saya fikir IMM adalah gerakan yang berbasis atas kaum Intelektual yang melek akan realitas sosial. Gen pimikiran itulah yang dibutuhkan oleh tiap-tiap kader untuk melihat persoalan secara komprehensif dan kolektif. Sebagai kaum Intelektual kita punya tugas untuk mengemban cita-cita profetik, Kuntowijoyo mengemukakan bahwa yang kita butuhkan sekarang adalah ilmu-ilmu sosial profetik, yaitu yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan. Oleh karena itulah, Ilmu Sosial Profetik (ISP) tidak hanya sekadar mengubah demi perubahan, tapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik. Dalam pengertian ini maka ilmu sosial profetik ~ 11 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah secara sengaja memuat kandungan nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan masyarakatnya. Bagi kita itu berarti perubahan yang didasarkan pada cita-cita transendensi, liberasi dan humanisasi, suatu cita-cita profetik yang didasarkan dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam QS Ali Imran 110 : “ Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah‌â€?. Tiga muatan nilai inilah yang mengkarakteristikkan ilmu sosial profetik. Dengan mengandung nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi, ilmu sosial profetik diarahkan untuk rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosio-etiknya pada masa depan (Kuntowijoyo : 2008). Dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mempunyai tiga nilai ranah gerak (trilogi) yang menjadi arah pembentukan karakter kader. Nilai humanitas, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus peka terhadap kondisi masyarakat, ini dipahami karena terjadinya sebuah gejala dehumanisasi yang terjadi dalam masyarakat modern atau masyarakat industri. Adanya dehumanisasi ini, maka menuntut kita sebagai Organsasi gerakan Mahasiswa untuk merealisasikan humanisasi atau mengusahakan mengangkat kembali martabat manusia yang sudah terjatuh secara etik maupun sosial. Merujuk pada Al Qur’an Surat Al Tin ayat 56 di katakan bahwa orang dapat terjatuh ke tempat yang paling rendah. Kemudian ayat itu mengecualikan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh. Kiranya ayat ini merujuk pada humanisasi, yaitu iman dan amal sholeh. Tentu bahwa implikasi dari iman dan amal sholeh sangat luas (termasuk mengangkat derajat manusia). Humanisasi ini bisa kita ~ 12 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah sesuaikan dengan nilai humanitas yang terkandung dalam tipologi gerak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Nilai Intelektualitas, Sebagai kumpulan “roushan fikr� kata Ali Syari’ati atau “Intelektual organik� kalau kata Antonio Gramsci maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus dekat dengan persoalan yang sedang dihadapi ummat atau massa. Seperti halnya di Ilmu Sosial Profetik, LIberasi bisa kita sesuaikan dengan nilai intelektualitas. Kuntowijoyo menyatakan bahwa Ilmu Sosial Profetik sekarang ini lebih efektif liberasi dalam konteks ilmu, dan sebagai sasaran liberasi yaitu sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik. Liberasi sistem pengetahuan berupa usaha-usaha untuk membebaskan orang dari sistem materialistis, dari dominasi struktur, misalnya dari struktur kelas (misal marxisme) dan seks (misal feminisme). Pembebasan (liberasi) dari belenggu sistem sosial amat penting, sebab pada umumnya ummat sedang keluar dari sistem sosial agraris ke sistem sosial industrial. Itulah yang dikatakan banyak tokoh sebagai the great transformation bagi umat manusia. Liberasi (pembebasan) dari belenggu sistem ekonomi perlu mendapat perhatian, sebab untuk melihat beberapa kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang semakin menganga lebar. Terakhir liberasi politik berarti membebaskan sistem dari otoritarianisme, kediktatoran, dan neofeodalisme. Sepakat dengan Kuntowijoyo bahwa Intelektual Muslim tidak boleh takut bernahi munkar dan harus dilandasi dengan ilmu untuk mendorong kearah perubahan dan transformasi. Nilai Religiusitas, kalau disesuaikan dengan ilmu sosial profetik adalah transendensi. Transendensi keimanan inilah yang menjadi landasan atau pondasi dalam gen pemikiran nilai religiusitas. Ketauhidan juga menuntut ditegakkannya keadilan sosial, karena setiap gejala eksploitasi manusia baik ~ 13 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah itu terhadap alam maupun manusia yang lainnya adalah pengingkaran terhadap derajat manusia dihadapan Allah SWT. Bahwa keadilan sosial merupakan realisasi “tauhid Sosial”. Atas dasar kesadaran nilai-nilai religius itu, aktivitas pergerakan yang dilakukan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah dalam rangka memperjuangkan dan keberpihakan terhadap orang-orang yang terpinggirkan dan tertindas serta kaum yang lemah (Mustadh’afin). Berkenaan dengan adanya sebuah gen pemikiran yang telah dihembuskan pada periode yang lalu, ini bagi kami merupakan sebuah refleksi perjuangan yang sangat konstruktif buat IMM cabang AR. Fakhruddin kedepan. Maka Pimpinan Cabang IMM AR. Fakhruddin kota Yogyakarta mencoba fokus terhadap pengenalan dan pewacanaan gen pemikiran. Diharapkan pada periode Musyawarah Cabang ke VI ini kita beranjak pada tahapan yang lebih maju untuk memasukkan nilai-nilai yang terkandung atau internalisasi gen pemikiran. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah adalah bergerak bersama ummat dengan melalui proses internalisasi nilai yang diharapkan agar memiliki prinsip perjuangan yang sama. Mudah-mudahan kedepan bangunan paradigma yang dikonstruk menjadi sebuah perspektif gerakan yang satu, yang menjadikan penyatuan aksi gerakan yang berlandaskan atas nilai-nilai religius. Kepada seluruh kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Abdul Rozaq Fakhruddin Kota Yogyakarta, sekarang saatnya IMM membumikan citacita profetik perjuangan ikatan. Wahai para Cendekiawan berpribadi. Teruslah berjuang menuju puncak tak berujung Billahi Fii Sabiililhaq, Fastabiqul Khoirat Wassalamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh
~ 14 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
KADER BUTUH BERKARYA Hendri Suseno. Mantan Mendagri BEM UMY | Mantan Kabid Kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta periode 2006-2007 Manusia merupakan insan yang di lengkapi dengan segala potensialitas. Potensialitas itu banyak ragamnya, ada yang menyebutnya sebagai insan yang berfikir bahkan ada juga yang memberi sebutan sebagai insan sosial. Bahkan sangat wajar manusia disebut sebagai makhluk sosial sebab manusia memang tidak pernah mampu hidup secara individu. manusia akan banyak memerlukan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupanya. Oleh sebab itu manusia haruslah mampu menggunakan segala daya, budi dan potensi dalam rangka membina hubungan-hubungan sosial dengan masyarakat disekitarnya. Bahkan lebih unik lagi manusia sebagai insan yang menyejarah. Bahwa ia mampu mencipta, menggerakan, mengubah arah sejarah. Barangkali kita tidak akan mengenal Nabi Muhammad jika ia bukan seorang pelaku sejarah. yang mampu mengubah tatanan sosial masyarakat arab kala itu. Setiap individu itu memiliki jalan sejarahnya masing-masing. Sejarah yang penuh dengan dinamika kehidupan yang serat dengan “misteri� yang tak pernah mampu mengungkap makna apa yang ada di balik sebuah peristiwa. Bahkan Muhammad Iqbal sendiri mensinyalir bahwa gerakan sejarah masa lalu merupakan momentum untuk menciptakan sejarah masa depan tetepi manusia tidak tahu dan tidak akan pernah tahu seperti apa sejarah itu. Atau dengan ungkapan bahasa kita sehari-hari “andai aku dapat mengubah dunia maka akan ~ 15 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah aku ubah dunia itu dengan tangganku(kekuatan), dan aku tidak punya cukup kekuatan untuk dapat melakukaknya. Tetapi kau dapat mengubah dunia yang ada dalam fikiranku�. Itulah yang coba saya tangkap makna yang tersirat dalam tulisan yang ada di hadapan pembaca sekalian. Sebuah sejarah kehidupan yang di coba di ungkap melalui kata-kata yang dianulir menjadi sebuah teks. Teks yang memiliki kekuatan untuk menggerakan pembacanya memahami peristiwa yang coba diungkap oleh penulis. Sebenarnya penulis sendiri ingin mengajak berdialog dengan pembaca melalui teks ini mengenai dinamika sosial serta kejadian yang menyertainya dan sesungguhnya sejarah akan terus terulang dalam bentuk yang baru. Tulisan yang ada di depan pembaca merupakan sebuah karya yang di hasilkan dari sebuah refleksi atas tindakan dan perbuatan yang telah di lakukan di masa lampau. Dengan menyajikan dalam sebuah cerita dan fakta sejarah mengenai dinamika kehidupan yang dilalui oleh penulis. Penyajian peristiwa ini pun diungkap dengan bahasa-bahasa yang begitu renyah, humoris penuh dengan ungkapan yang mengandung makna serta diketengahkan peristiwa secara lebih detil dan urut. Tulisan ini dihadirkan bukanlah tanpa sebuah maksud. Tulisan ini membantu para kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menyelami peristiwa–peristiwa yang belum terungkap dan dan kronologi kejadianya sebagai sebuah fakta yang utuh. Seperti yang penulis bahas mengenai kronologi lahirnya Gen Pemikiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada masa kepemimpinan cabang 2007-2008. Kronologi lahirnya konflik gerakan dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kala sebelum itu. semua itu disajika dengan begitu lengkap oleh penulis. ~ 16 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Saya mengarapkan agar seluruh kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang A.R Fakhruddin kota Yogyakarta membaca tulisan yang telah sampai pada para pembaca sekalian. Selama ini yang saya amati belum adanya kaderkader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah A.R Fakruddin kota Yogyakarta, baik itu senior maupun junior belum ada yang memelopori untuk menulis tentang dinamika gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang dituangkan dalam pengalaman penulis. Tetapi apa yang dilakukan ini telah memecahkan mitos dengan hadirnya tulisan ini di hadapan pembaca. Selamat mengarungi samudra sejarah dengan begitu banyak jalan dan saya ucapkan selamat membaca!
~ 17 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
MEMBACA ARUS GERAKAN PEMIKIRAN IMM Makhrus Ahmadi Mantan Kabid Organisasi PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta 2008-2009 | Mantan Sekretaris Umum DPD IMM DIY 2010-2012 Sejak Rasulullah memproklamirkan pesan Allah, yang menyatakan bahwa islam telah sempurna. Pada saat itulah, keberadaan kaum muslimin semakin besar untuk tidak membicarakan keimanannya sendiri. Ada kemantapan ragawi dan ukhrawi. Islam menjadi wajah yang menyegarkan, damai tanpa peperangan dengan tanda haji wada’. Pada haji wada’ inilah khotbah Rasulullah, dikemudian hari dikenal menjadi statuta penegakan Hak Asasi Manusia. Perlawanan atas ketimpangan sosial dan dominasi kaum Quraisy, menghasilkan para martir yang mengukuhkan dirinya sebagai pejuang. Begitulah cara pemeluk Islam pada awal kelahirannya yang begitu akrab dengan perjuangan, pengabdian dan gagasan progresif. Sebut saja Abu Dzar yang hingga akhir hayatnya masih tidak terikat dengan kemapanan. Bahkan ia berdemo di pintu gerbang rumah khalifah hanya untuk mengingatkan bahwa hidup dalam kemapanan tidak saja menyebabkan kelalaian melainkan pula penindasan pada yang lain—hingga pada akhirnya, Abu Dzar pun harus diasingkan dan meninggal ditempat yang sunyi, persis seperti yang diramalkan Rasulullah. Spirit perjuangan Rasulullah dan para sahabat. Menggugah anak muda yang bernama Mohammad Darwis yang berumur 15 untuk memperdalam ajaran islam ke Mekkah. Disana ia ~ 18 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah bergulat dengan pemikir besar hingga ia pun memustuskan kembali ke negerinya untuk meluruskan ajaran islam yang mulai bercampur aduk dengan budaya lokal—khsususnya dalam praktek ibadah. Berlalunya waktu, Darwis sadar bahwa ia tidak bisa berjuang sendirian ditengah kondisi negeri yang ditengah dijajah kolonial belanda. Ia pun membentuk organisasi Muhammadiyah. Ruang dimana untuk memperjuangkan islam dengan cara yang baru dan menempatkan anak muda dengan gagasan progresifnya. Saat ini, karya gagasan Mohammad Dawis atau Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah dan amal usahanya diabad kedua sudah mencapai ribuan buah yang tersebar dalam lembaga pendidikan, sosial, kesehatan dan kemanusiaan. Selain itu, Muhammadiyah juga ditopang oleh 7 lembaga otonom—termasuk Ikatan Mahasiswa Muhmmadiyah (IMM) sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah, sekaligus penerus gagasan Kyai Dahlan. IMM Ditengah Popularitas dan Kebimbangan Gerakan Jika ada orang yang bertanya tentang tujuan IMM, tentulah kita sebagai kader IMM akan menjawab mewujudkan tujuan Muhammadiyah sebagaimana tertuang dalam AD/ART IMM Bab II Pasal 6. Namun, apabila ditanya pola gerakan yang dipakai IMM untuk mencapai tujuan tersebut, disinilah kita akan mengalami perbedaan. Mayoritas menjawab dengan pendekatan agung trilogi yakni regiusitas, intelektualitas dan humanitas. Letak perbedaan jawaban tersebut mengarah kepada tiga alasan. Pertama, kader IMM masih terjebak dalam ruang pemikiran dan gerakan lama. Dimana format gerakan masih berada dalam bentuk doktrinasi. Efek yang ditimbulkan adalah adanya kesenjangan logika untuk bisa menafsir doktrin gerakan pada format gerakan. Kedua, kekakuan membaca ~ 19 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah perkembangan dialektika gerakan dan perkembangan zaman. Pola gerakan IMM tidak mengalami evaluasi secara berjenjang untuk mengetahui sejauhmana level pimpinan dan kader mengatasi masalah yang ada disekitarnya. Ketiga, adanya disparitas pemikiran dan pemahaman kader. Sepanjang pengetahuan penulis, hampir semua level pimpinan mempunyai pola pemikiran yang berbeda. Ada yang progresif, liberal, Marxis maupun konservatif. Adanya disparitas pemikiran inilah yang kemudian berpengaruh pada format dan tafsir gerakan, sehingga antara kader atau evel pimpinan dari tingkat pusat sampai komisariat mengalami perbedaan. Dari sinilah, penulis tertarik untuk mengetahui sejauhmana popularitas IMM dan trilogi IMM. Cara yang digunakan adalah dengan men-searching di Google.com untuk mengetahui popularitas “about” IMM dan organisasi gerakan mahasiswa lainnya lewat alat penjelajah tersebut. Barangkali, cara ini merupakan metode sekunder dalam dunia penelitian. Tetapi, bagi penulis hal ini bukan sahih dan tidaknya metodelogi, melainkan dengan cara seperti kita bisa mengetahui akses kader IMM terhadap dunia internet, mengexsplore gagasannya—maupun tulisan yang mencantumkan IMM di mesin jelajah Google.com. Hasilnya, sebagai berikut : No 1. 2. 3. 4.
Organisasi HMI PMII IMM KAMMI
Indonesia English 333.000 1.880.000 137.000 1.470.000 139.000 512.000 279.000 10.100.000
Akses searching di Google.com 12/3/2013 waktu 16.00
Rupanya, tulisan yang berkaitan dengan IMM dalam tulisan bahasa Indonesia di “about” searching Google IMM berada dalam peringkat 2 terakhir. Sedangkan, dalam tulisan dalam ~ 20 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah berbahasa Inggris menduduki peringkat terakhir. Jauh dibawah organisasi gerakan mahasiswa lainnya termasuk dengan KAMMI yang notabene organisasi gerakan mahasiswa yang lahir pasca reformasi. Ketidak-populeran IMM ketika menggunakan bahasa inggris bisa disebabkan oleh 3 hal. Pertama, terkait dengan sejarah kelahiran IMM yang tidak terlalu banyak mengalami dinamika eksternal. Kalaupun ada kaitannya dengan PKI ataupun rencana pembubaran HMI itupun tidak terlalu signifikan, sehingga mengakibatkan sedikit orang melakukan penelitian terhadap kelahiran IMM maupun pola gerakannya. Kedua, minimnya buku yang berkaitan dengan IMM. Barangkali, yang sering menjadi rujukan referensi terkait IMM saat ini masih mengacu pada karya dua orang kader IMM yakni Farid Fathoni dan Abdul Halim Sani. Ketiga, Muhammadiyah termanifestasi dalam tubuh IMM. Jika ada penelitian yang berkaitan dengan IMM maupun Muhammadiyah dengan sendirnya akan terbawa pada dua arus yang saling berkaitan. Keduanya mempunya posisi yang sama, sehingga tidak menutup kemungkinan jika ada peneliti yang ingin melakukan penelitian terkait IMM senantiasa akan melakukan rujukan pada Muhammadiyah. Padahal, dalam kenyataannya tidak selamanya dinamika yang ada di Muhammadiyah seirama dengan dinamika IMM. Itulah kenyataan yang harus diterima bahwa IMM membutuhkan banyak publikasi. Baik cetak mapun non cetak (internet). Publikasi ini dapat berkaitan dengan banyak hal seperti artikel, buku, resensi, jurnal, riset—bahkan penggunaan media jejaring sosial. Pola ini harus dilakukan ditengah masyarakat yang multimendisional, dimana arus komunikasi cukup banyak dilakukan via internet. Maka hal iniah yang seringkali dilupakan oleh kita kader IMM. ~ 21 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Selanjutnya, kita lihat popularitas tentang trilogi dan demontrasi. Selanjutnya, kita lihat popularitas tentang trilogi dan demontrasi. Hal yang berbeda ternyata malah terjadi pada “about” trilogi dan aksi demontrasi. Demontrasi masih merupakan pola gerakan yang begitu populis dilakukan oleh IMM maupun gerakan mahasiswa lainnya. No 1. 2. 3. 4.
Organisasi HMI PMII IMM KAMMI
Religiusitas 17.700 13.800 110.000 4.350
Intelektualitas 264.000 147.000 150.000 39.400
Humanitas 3.300.000 871.000 115.000 130.000
Demonstrasi 3.150.000 239.000 132.000 81.000
Akses searching di Google.com 12/3/2013 waktu 16.14
Dalam “about” tulisan di Google.com terkait religiusitas, IMM menempati posisi pertama. Barangkali, hal ini tidaklah berlebihan sebab tidak menutup kemungkinan dari berbadai daftar link tulisan di Google.com juga memuat masalah Muhammadiyah dan tidak berkaitan dengan IMM. Meski demikian IMM masih diuntungkan maka ada orang yang searching terkait regiusitas IMM. Keberadaan intelektualitas menempatkan IMM pada posisi kedua dengan “about” 150.000 tulisan yang berkaitan dengan intelektualitas IMM. Barangkali, dalam peringkat ini juga dipengaruhi oleh dominasi tema perkaderan yang lebih banyak menggunakan termenologi intelektualitas. Secara lebih jauh ternyata keberadaan SPI IMM begiitu mudah didapatkan di internet. Sedangkan, humanitas juga demontrasi IMM terpuruk diposisi ketiga. Tertinggal jauh dari HMI dan PMII. Dari hasil searching terkait publikasi “about” via Google.com tersebut, bukan kemudian menjadi vonis bahwa IMM tidak ~ 22 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah mengalami kepopuleran dalam gerakannya. Hal ini masih perlu diuji kematangannya dilapangan mengingat hampir semua organisasi gerakan mahasiswa saat ini mulai terjebak pada arus besar wacana. Pola gerakan mahasiswa tidak bisa membendung arus hedonism dengan ragam derifasinya semakin tidak bisa dibendung. Maka, hadirnya kreativitas gerakan menjadi sebuah keniscayaan, jika gerakan mahasiswa tidak ingin mengalami stigmanisasi doyan demo tanpa solusi. Gen Pemikiran IMM Gen pemikiran yang selama ini menjadi perbincangan dan diskusi panjang di PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta sejak pertengahan 2007. Wacana pentingnya gen pemikira ini pun menjadi pembahasan serius di hampir periodesasi kepemimpinan cabang IMM AR Fakhruddin, bahkan pada saat Tanwir Banten IMM XXIV di Banten dan Muktamar XV IMM di Medan wacana gen pemikiran coba ditawarkan kepada kader IMM se-Indonesia. Namun, itu pun kurang mendapatkan respon positif. Gen pemikiran tidak memposisikan trilogi sebagai nilai agung yang tidak bisa menafsirkan realitas. Tapi, trilogi dalam mekanisme kerja gen pemikiran dijadikan metodelogi. Dengan cara seperti ini, trilogi menjadi lebih hidup dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademik. Urgensi pentingnya gen pemikiran IMM AR. Fakhruddin—juga IMM secara keseluruhan, setidaknya dengan adanya 4 alasan seperti yang teruang dalam proposal gen pemikiran PC IMM AR Fakhruddin diantaranya : 1. Menjawab disparitas pemahaman dan pemikiran antar kader 2. Adanya pola pandang dan analisa yang sama ditingkat kader ~ 23 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah 3. Jembatan yang memudahkan dalam proses perkaderan 4. Jalan tengah untuk membentuk karakter kader IMM 5. Bentuk identitas gerakan IMM khususnya PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta Disadari atau tidak, timbulnya gejolak pemikiran dikalangan kaum muda Muhammadiyah (baca; termasuk di IMM) merupakan upaya ijtihad untuk menjawab permasalahan kontemporer yang tidak bisa hanya diselesaikan dengan formalisme sruktural-adiministratif. Terlebih beberapa pemikir yang lahir dalam embrio Muhammadiyah kemudian pecah kongsi menjadi 3 aliran (Sani : 88-89). Pertama, aliran puritan. Aliran ini mementingkan Muhammadiyah sebagai identitas yang dikemudian diwakili oleh kelompok tua dan muda yang belajar islam dari timur tengah. Ciri aliran ini lebih menekankan pada bentuk purifikasi dengan memahami al Quran dan Sunnah secara tektual dan mengenyampingkan ilmu-ilmu social dan hermeneutika. Kedua, aliran liberal. Aliran ini merupakan kelompok yang mengapresiasi prestasi yang dicapai Muhammadiyah dan tidak hanya mementingkan identitas belaka. Penggunaan ilmu social dan hermeneutika menemukan ruang dalam aliran ini disamping berkeinginan mengembalikan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid agar tetap berkontribusi pada permasalahan kontemporer ditengah mulai kakunya gerakan Muhammadiyah karena masalah procedural-administratif. Aliran ini pun kemudian erat dengan kaum muda Muhammadiyah—tak terkecuali di IMM. Ketiga, aliran dekonstruksi. Aliran yang mengangggap bahwa Muhammadiyah mempunyai solidaritas tinggi seperti yang dilakukan Kyai Dahlan. Mereka berpandangan bahwa Muhammadiyah saat ini sudah seperti ide awal didirikannya yang pro kaum marginal. Muhammadiyah cenderung ~ 24 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah kapitalistik dengan kekuatan AUM-nya. Pendekatan kelompok ini menggunakan metode Karl Marx yang lahir dari kaum santri yang belajar keagamaan dari barat serta agamawan yang mengenal teori Marx. Pecahan aliran pemikiran di Muhammadiyah tak ayal juga merambat ke tubuh IMM. Setidaknya, dengan lahirnya Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) yang berada dalam posisi aliran kedua (liberal) ternyata tidak mampu menahan lama nafasnya. Terlebih, setelah wafatnya Moeslim Abdurrahman, hampir sebagian besar kader JIMM tiarap dengan masalahnya masing-masing. Sedangkan MIM Indigenous School yang lahir tidak begitu jauh pasca lahirnya JIMM, secara terang-terangan berada di dua arus liberal dan dekonstruktif. Meski pun secara perlahan mengakomodir kelompok puritan. Adanya arus ketegangan pemikiran dikalangan anak Muhammadiyah berimplikasi pada tidak terakomodirnya kaum muda Muhammadiyah di kursi struktur pimpinan Muhammadiyah. khsusunya aliran liberal dan dekonstuktif. Namun, golongan kaum muda ini ternyata berhasil membuat celah evaluasi-reflektif, bahwa sudah saatnya Muhammadiyah diabad kedua tidak hanya mengedepankan gerakan amal usaha, melainkan keberpihakan pada kaum mustadh’afin seperti sejak organisasi ini didirikan. IMM jelang setengah abad ini, semestinya mampu mengumpulkan dan mengkonsolidasikan pandangan para kadernya, sehingga dapat menemukan formulasi yang tepat bagaimana seharusnya kader IMM berfikir, tanpa terjebak para beberapa kutub aliran. Pemikiran Rosyad Shaleh, Amien Rais atau bahkan Djazman Al Kindi juga belum banyak meninggalkan torehan pemikiran lewat karya pemikirannya, yang secara khusus membicarakan mengenai IMM. Oleh karena itu, diperlukan tidak sedikit kader untuk bisa ~ 25 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah menerjemahkan pemikiran kader pendiri IMM tersebut dengan ragam pemikirannya sehingga dapat menghasilkan fomulasi cara berfikir ala IMM—atau lebih tepat disebut gen pemikiran. itulah pekerjaan besar kita sebagai kader IMM. Semoga kita menjadi lebih reflektif di Milad IMM ke-49 ini. Wallahu A’lam.
~ 26 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
MENGENAL DAN MEMPERBAHARUI ALAM PIKIRAN MUHAMMADIYAH MELALUI IMM Rijal Ramdhani Mantan Wakil Presma UMY | Mantan Direktur MIM Indigenous School | Instruktur DPD IMM DIY Muqoddimah Secara sederhana, ada tiga kacamata yang bisa digunakan oleh kita untuk mengenal Muhammadiyah. Pertama, melihat Muhammadiyah dari aspek historisitasnya, bagaimana sebetulnya Muhammadiyah itu lahir? Apa sesungguhnya yang melatar belakangi Kyai Dahlan sehingga berpikir untuk mewujudkan pembumian risalah al-Maunnya dengan mendirikan organisasi Muhammadiyah? Kedua, memahami aspek ideologis sebagai keyakinan dan cita-cita besar yang menjadi pendorong Muhammadiyah dalam beramal. Dan yang ketiga, memahami Muhammadiyah dari aspek institusionalnya, hal-hal yang berkaitan dengan struktur kepengurusan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah islam. Dan bagaiamana seharusnya pembaharuan pemikiran di dalam Muhammadiyah? Genealogi Tajdid Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah islam mempunyai cita-cita mulia dengan ingin kembali melakukan pembaharuan pemikiran, melalui gerakan tajdid, yang oleh Haidar Natsir (2010: 8) tajdid itu secara kebahasaan diartikan sebagai pengembalian sesuatu kepada asalnya, menghidupkan sesuatu yang mati atau jumud, dan memperbaiki atau membangun. Secara cerdas Muhammadiyah memahami tajdid dalam dua pengertian, yaitu pemurnian dan ~ 27 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah pengembangan. Hal ini mempunyai pengertian bahwa, Muhammadiyah berusaha melakukan pemurnian terhadap ajaran islam yang dianggap menyimpang dari sumber aslinya. Dan Muhammadiyah berusaha melakukan pengembangan umat ke arah yang lebih baik dari kemarin, juga umat di hari esok jauh lebih baik dibanding saat ini. Sebetulnya gerakan tajdid di dalam islam yang dikumandangkan Muhammadiyah di abad XX genealoginya tidak bisa dilepaskan dari semangat gerakan tajdid yang dilakukan oleh pemikir-pemikir besar islam di abad sebelumnya. Dimana gerakan tajdid ini dimulai oleh Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M), Abdul Wahab (1703-1782 M), Jamaludin Al-Afghani (1838-1892 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), dan Rasyid Ridha (1856-1935 M). Dengan mata rantai inilah semangat tajdid sampai kepada Kyai Dahlan sebagai pendiri Muahammadiyah untuk diwujudkan dalam kepribadian umat islam di Indonesia (khusunya Jawa pada waktu itu). Ibnu Taimiyayyah sebagai seorang ulama, yang bisa dikatakan pelopor gerakan tajdid, pemahaman keberagamannya tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan madzhab Hambali yang dibangun pondasinya oleh Ahmad Ibnu Hambal— madzhab ini merupakan salah satu dari empat madzhab fikih yang ada dalam tradisi Suni. Mengingat Ibnu Taimiyah merupakan pemikir (ulama) pelanjut gagasan-gagasan yang diusung oleh Ahmad Ibnu Hambal. Bahkan salah seorang sarjana barat menyebutnya sebagai “as professor of Hanbali law.� Selanjutnya gagasan tajdid dilanjutkan oleh Abdul Wahab, yang mempunyai nama lengkap Muhammad Ibnu Abdul Wahab, seorang pemikir dari arab. Dimana menurutnya system ajaran islam harus ditekankan pada pengembalian ~ 28 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah penyimpangan, persis kepada tata cara (amaliyah) seperti yang dituntunkan nabi Muhammad tanpa adanya tambahan yang aneh-aneh dan mengasingkan. (Pasha, 2003: 23) Di masa berikutnya gerakan tajdid kembali dikumandangan oleh Jalaludin Al-Afhgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ketiganya bisa dikatakan sebagai pembaharu tiga serangkai, tetapi terdapat perbedaan pemikiran mengenai makna tajdid antara Jalaludin Al-Afghani dengan Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh. Menurut Afghani hal pertama yang harus diambil oleh umat islam ialah ijtihad, supaya dengan ijtihad yang dilakukan kekuasaan politik kenegaraan dapat direbut dari penjajah, pada saat itu Negara-negara islam merupakan Negara jajahan barat, yang terpecah satu sama lain. Berbeda dengan Abduh dan Rasyid Ridho, yang berpandangan disamping pentingnya merebut kekuasaan politik kenegaraan, perlu juga untuk melakukan pembahruan lembaga-lembaga pendidikan islam sebagai tempat digodoknya generasi-generasi mujtahid. Abduh menghendaki adanya modernisasi pendidikan dalam pengajaran, dimana model-model rasionalitas yang digunakan oleh barat dipakai dalam tradisi pembelajaran islam yang menurutnya jumud dalam tradisi keklasikannya. (Pasha, 2003: 22-31) Sebagai alat dalam penyebaran gagasannya, Afghani dan Abduh, ketika berdiam di Paris menerbitkan majalah “Urwatul Wusta�. Majalah ini sampai ke Indonesia, termasuk sampai ke tangan Ahmad Dahlan, dalam bentuk jilidan per tahun. Karena Abduh sering mengumandangkan pentingnya umat islam menguasai tekhnik-tekhnik kemajuan barat, maka wajar di kemudian hari Kyai Ahmad Dahlan dalam merealisasikan cara pembelajannya mengadopsi tata cara pembelajaran barat, sekalipun materi pembelajarannya menggabungkan antara ilmu-ilmu keislaman tradisional dengan ilmu-ilmu kemoderenan barat. Nampaknya pandangan Abduh dan ~ 29 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Rasyid Ridha jauh lebih berpengaruh terhadap Kyai Ahmad Dahlan dibandingkan dengan Afghani. Andai Afghani lebih berpengaruh tentunya pembumian tajdid yang dilakukan Kyai Dahlan akan lebih bersifat politis perlawanan. Rujukan Baru Dalam bentuk riilnya, andai dilihat dari genealoginya, kita bisa mengatakan bahwa keterlahiran Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dilatar belakangi oleh empat pemikir, Ibnu Taimiyah, Muhammad Ibn Abdul Wahab, Muhammad Abduh, dan Kyai Ahmad Dahlan sendiri—sekalipun kata Dawam Raharjo tiga pemikir yang melatar belakangi, Abdul Wahab, Rasyid Ridho, dan Kyai Dahlan—tetapi dalam hemat saya, Ibnu Taimiyah pun sangat berpengaruh dalam kalakteristik piqhiyah Muhammadiyah. Keempat pemikir ini, merupakan para pembaharu di masanya, gagasan mereka sangat modern pada saat itu. Misalnya gagasan Muhammad Abduh dalam memandang pentingnya umat islam menoreh wilayah-wilayah politik yang saat itu sangat dijauhi oleh kalangan fuqaha dan kalangan sufi, karena kontek sosio-historinya bangsa-bangsa arab dan islam pada saat itu sedang berada pada cengkraman penjajahan barat. Apa yang digagas dan dilakukan oleh para pembaharu di masa lalu itu tentu tidak bisa tidak sangat terikat oleh ruang dan waktu. Apa yang pada saat itu dikatakan sebagai pembaharuan pemikiran tidak bisa dikatakan modern untuk konteks saat ini. Dunia sudah berubah dengan begitu cepat, teknologi berkembang, dan masyarakat masuk pada fase posmoderen. Apa yang kata pemikir-pemikir itu dikatakan baru, justru kita harus mengatakannya sebagai sesuatu yang usang untuk saat ini. Sekalipun tentunya dalam beberapa hal ~ 30 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah masih bisa dianggap baru, karena masih sesuai dengan kontek kekinian. Andai kita mau jujur untuk mengatakan, sebetulnya lanjutan pembaharuan pemikiran islam itu telah dan sedang dilakukan dalam rentan waktu dekat-dekat ini oleh pemikir-pemikir islam yang kebanyakan dari mereka justru dikalangan kita dianggap sebagai penghancur tradisi islam. Mereka para pembaharu itu adalah semisal Hasan Hanafi, Muhammad Syahrur, Muhammad Arkoun, Muhammad Abeed Aljabiri, Naser Hamid Abu Zaid, Fazlurrahman, dan Asghar Ali Engginer dari India. Para pemikir ini merupakan mereka yang mengembangkan gagasan pembaharuan, dengan melakukan krtik atas nalar arab yang selama ini berkembang, mereka pun melakukan pegkajian intensif untuk merumuskan metodologi baru dalam memahami teks-teks kalam sebagai wahyu illahi. Apa yang mereka lakukan, merupakan bentuk pengejawantahan atas kesepakatan tidak akan pernah tertutupnya pintu ijtihad. Belum tertutupnya pintu ijtihad, tidak bisa hanya dipahami sebagai tindakan bolehnya untuk terus menerus melakukan pengambilan istimbat hukum dalam agama dengan hanya tetap berpegang pada metodologi ulama terdahulu, semisal ushul piqih dan Tafsir. Tetapi sesungguhnya yang sejati adalah, belum tertutupnya pintu ijtihad pun merupakan tindakan bolehnya melakukan pengambilan istimbat hukum dalam agama dengan tidak tetap berpegang teguh pada metodologi ulama terdahulu. Dalam pengertian, yang bisa diperbahrui tidak hanya kesimpulan hukumnya saja, melainkan metodologi dalam melakukan istimbatnya pun bisa diperbaharui dengan menggunakan metodologi baru. Dengan catatan yang dilakukan tetap berpegang teguh pada keikhlasan untuk mencari kebenaran sebagai alat dalam membebaskan umat manusia. ~ 31 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Di Muhammadiyah sendiri, saat ini bila dipetakan ada tiga gerbong kekuatan. Pertama, gerbong yang menganggap pintu ijtihad belum tertutup tetapi metodologi tetap tidak berubah, kedua gerbong yang berkeyakinan metodologi bisa berubah , dan ketiga gerbong yang tidak terlalu mempedulikan hal itu tetapi lebih mengedepankan amal-amal konkrit yang langsung berhubungan dengan kebutuhan umat. Gerbong pertama terejawantahkan dalam kelompok Din Syamsudin, Yunahar Ilyas, dkk, gerbong kedua adalah gerbong mereka yang tersingkir dari kepenguruan Muhammadiyah semisal Munir Mulkhan dan Amin Abdullah, yang jumlah pengikutnya sangat minim, hanya dari kalangan muda yang progresif2. Sedang gerbong ketiga adalah gerbong Amien Rais yang telah diletakkannya melalui istilah Tauhid Sosial. Dan gerbong kedualah yang gencar melakukan pembaharuan ulang itu. Penutup Maka sebagai penerus risalah pembaharuan islam, yang meyakini bahwa pembaharuan tidak hanya terletak pada istimbat hukum saja, tetapi metodologi pun bisa diperbaharui, sebagai syarat untuk bisa memahami nilai-nilai agama yang abstark sehingga bisa membumi dengan tercerhakannya umat, gerakan arruju ila Hasan Hanafi, Nasr Hamid Abu Zaid, Arkoun, Ashgar, dan Rahman, harus digalakan di kalangan kita. Mengingat dalam hemat saya, selain amaliyah merupakan hal yang terpenting untuk membebaskan umat islam dari kemiskinan dan 2
Kritik saya untuk gerbong kedua adalah kurangnya beramal shaleh yang benar-benar langsung berhubungan dengan kebutuhan keseharian umat, terlalu banyak berwacana, minim aksi. Saya lebih setuju penggabungan gerbong kedua dan ketiga, berpikir sebagai pembaharu untuk kemudian beramal shaleh. Karena harus diakui, sebetulnya dalam gerbong ketiga pemahaman keagamannya cenderung mirip dengan gerbong pertama.
~ 32 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah keterbelakangan, tetapi pemetaan pemahaman pun perlu terlebih dahulu harus diletakkan. Sehingga kelak, tindakan yang kita lakukan benar-benar mengarah pada apa yang dicita-citakan. Tidak bisa tidak, gagasan dan pemahaman, sangat erat kaitannya dengan tindakan dalam beramal. Sepertinya apa yang kita lakukan dalam merujuk gagasan tajdid terbaru itu, akan sama dengan apa yang dilakukan Ahmad Dahlan di masa pencariannya dahulu. Wallahu A’lam.
~ 33 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
GERAKAN 21 IMM PTM MENUJU KEMANDIRIAN (Sebuah Ikhtiar Memerdekakan Diri Sebelum Membebaskan orang lain) Ahmad Janan Febrianto Mantan Presiden Mahasiswa UMY | Instruktur DPD IMM
DIY Selama ini tidak sedikit kader dari pergerakan lain yang berkata bahwa IMM adalah organisasi yang manja. Bagi IMM yang tumbuh di lahan subur PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) seperti di UMY, selentingan tersebut terdengar hampir setiap tahun. Panas telinga kita tentunya, ketika kerap kali mendengan ocehan itu. Tetapi, kita juga tidak bisa dengan serta merta menangkis kritik tersebut, sebab diri kita pun sebenarnya menyadari akan hal itu. Bagaimana tidak, peng-ilmu-an yang akan kita lakukan, gerakan social yang akan kita kerjakan hingga perkaderan yang berjalan akan tercukupi dengan membuat kantong duit (baca: proposal) yang akan berjalan ke atas mengetuk pintu dekanat. Berawal dari ingin menjadikan organisasi kita cerdik, maka sudah saatnya kita jadikan kritik sebagai tangga mencapai kesuksesan yang kolektif dengan menanggapinya dengan bijak. Sebenarnya jika kita melihat kembali AD/ART IMM yang ada, terdapat pasal yang dapat kita jadikan dasar untuk membawa kita pada kemandirian. Tentunya jika kita tafsirkan pasal tersebut. Pasal tersebut adalah pasal yang membahas tentang keuangan organisasi.
~ 34 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Dalam AD/ART IMM pada BAB Keuangan, telah mengatur bahwa keuangan IMM di tiap-tiap pimpinan diselenggarakan oleh pimpinan masing masing dengan membagi sumber menjadi dua. Sumber yang pertama adalah uang yang berasal dari uang pangkal anggota di tiap-tiap pimpinan. Yang dapat kita artikan sebagai uang mahasiswa yang telah dibayarkan oleh mahasiswa tiap tahunnya kepada pihak kampus dan kemudian didistribusikan melalui fakultas, hingga sampai pada komisariat. Sumber yang kedua adalah uang iuran dari seluruh anggota ditiap level pimpinan dengan besar iuran rutin sesuai kesepakatan masing-masing level pimpinan. Gerakan 21 merupakan gerakan menabung (kalau tidak mau dikatakan iuran rutin) untuk melepaskan belenggu ketergantungan komisariat dari ocehan “Gerakan IMM gerakan anak manja�. Gerakan ini tentunya gerakan jangka panjang, sebab tidak ada kemerdekaan (bc: kemandirian) yang dihasislkan secara instan Konsep Gerakan 21 Gerakan ini adalah gerakan menabung tiap anggota komisariat sebesar Rp 1000 setiap 2 hari. Dengan pembagian teknis hari pertama untuk IMMawan sedangkan yang kedua IMMawati. Ilustrasi: Jika dalam komisariat terdapat 3 angktan (2010, 2011 dan 2012) dan masing-masing angkatan berturut-turut dengan jumlah 2010 berjumlah 10 orang, 2011 berjumlah 20 orang dan yang terakhir ambil saja misalkan 30 orang. Sehingga total kader komisariat aktif 60 orang yang misalkan terdiri dari IMMawan sebanyak 40 orang sedang IMMawati 20 orang. Berarti jika gerakan ini diadakan maka komisariat akan mendapat tabungan sebesar Rp 180.000 setiap minggunya. Jika hal seperti ini bisa di galangkan dengan menjadikannya sebagai salah satu RPJP (Rancangan Program ~ 35 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Jangka Panjang). Maka komisariat setiap tahunnya mempunyai tabungan sebesar Rp 8.640.000. dengan asumsi setiap tahun lengkap dan gerakan ini benar-benar menjadi program jangja panjang maka Rp 8.640.000 x RPJP (5 kali pelaksanaan muktamar= 10 tahun). Maka dalam 10 tahun tabungan komisariat hasil dari gerakan 21 ini sejumlah Rp 86.400.000 dana sebesar ini bisa digunakan untuk membuat sebuah unit Usaha Milik (UMK) Komisariat pada masanya sehingga memerdekakan kita (komisariat) dari ketergantungan dana. Gagasan ini menyelinap dalam pikiran penulis tentunya atas dasar kecintaan penulis kepada komisariat, yang berjuang di akar rumput. Tentunya bukan penulis yang akan menikmati hasilnya, tetapi kita semua serta komisariat masing2 pada masanya. Merdekakanlah diri sendiri sebelum membebaskan orang lain
~ 36 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
INSTRUKTUR SEBAGAI LABORATORIUM PERKADERAN IKATAN, MUNGKINKAH? Ahmad Janan Febrianto Mantan Presiden Mahasiswa UMY | Instruktur DPD IMM
DIY Pengertian Kader & Kaderisasi Secara etimologis kata “kader” merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa perancis cadre yang artinya (a) datar, (b) pangkat bintara dalam militer yang menjelma sebagai kata cadre dalam bahasa inggris yahni individu sebagai bakal calon dari warga perkumpulan, organisasi yang dilatih utnuk menduduki posisi yang penting. Sedangkan menurut istilah Kader dapat diartikan orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga kepengurusan dalam sebuah organisasi yang berfungsi sebagai 'pemihak' dan atau membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut (Nano Wijaya). Dalam lingkungan Muhammadiyah, kader adalah anggota inti penggerak persyarikatan. Secara spesifik dan memiliki fungsi khusus kader muhammadiyah adalah mereka yang dipersiapkan menduduki suatu jabatan didalam unit-unit organisasi atau suatu kepengurusan di lingkungan persyarikatan (Dasron, 1994). Dengan menarik garis lurus bahwa IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kader IMM adalah mereka yang menjadi “inti” dan sangat mengerti azas serta tujuan organisasi IMM, siap menerima tugas dan siap di tempatkan ~ 37 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah di manapun. Dalam organisasi kata kader kemudian meluas menjadi kaderisasi, yang merupakan proses dimana individu anggota organisasi ditempa agar menjadi kader yang militan. Kaderisasi dalam IMM bisa berbeda antar level pimpinan. Perbedaan ini dipicu oleh pengetahuan serta keberpihakan kader yang berbeda di tiap level pimpinan. Kaderisasi IMM secara makro Dalam Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) IMM menyebutkan bahwa tujuan dari perkaderan IMM ialah untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas akademik yang memadai sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman yang berakhlakul karimah dengan proyeksi sikap individual yang mandiri, bertanggung jawab dan memiliki dan memiliki komitmen serta kompetisi perjuangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Hal tersebut menjadi tujuan ideal dari kaderisasi di setiap level, mulai dari akar rumput (komisariatred) hingga tingkat pusat. Berbicara mengenai kaderisasi berarti kita harus siap bersinggungan dengan waktu (efektifitas) dari sebuah model pendidikan mulai dari awal perekrutan hingga yang terekrut selesai dari status mahasiswa, model pendidikan itu sendiri dan hasil dari pada model pendidikan serta tim pelaksana dalam yang paling tidak harus mendekati profil kader yang ideal. Ada beberapa hal yan perlu diperhatikan dalam menentukan model pendidikan kader dalam IMM antara lain: o o
Model pendidikan tidak boleh menyimpang dari sistem kaderisasi yang telah di gariskan oleh Muhammadiyah Model pendidikan harus terintegrasi dengan ortom yang lain dan,
~ 38 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah o
Tiap level pimpinan harus melaksanakan apa yang telah dibaku kan oleh pusat. SP. IMM SP. IPM
Ortom
SP. HW Sistem Perkaderan Muhammadiyah
SP. PM
Garis Koneksi SP. TS
SP. NA SP. A Gambar Interkoneksi Sistim Perkaderan IMM dalam Sistem perkaderan Muhammadiyah Dua hal terakhir penulis menilai seringnya luput dari perhatian sehingga menjadi problem tersendiri bagi jalannya sistem perkaderan di IMM. Hasil dari fase perekrutan, paling tidak kita bisa mengamati dari pola-pola gerakan di tingkat komisariat. Di level yang lebih tinggi (baca : cabang) keberhasilan kaderisasi bisa dilihat dari pola-pola kebijakan yang dikeluarkan dalam menyikapi isu-isu lokal. Sedangkan di tingkat pusat dan daerah , sikap terhadap problem kebangsaanlah yang bisa kita jadikan halaman utama guna melihat keberhasilan kaderisasi tersebut.
~ 39 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Pada level pertama, belum berhasilnya kaderisasi IMM dapat dilihat dari banyaknya pola-pola komisariat yang menjauh dari pola IMM sebagai sebuah gerakan dan bahkan cenderung pada event organizer. Sedangkan di tingkatan kedua (cabang), disibukkan dengan berbagai pembenahan internal, perebutan kekuasaan di tingkat daerah menghilangkan fokus ikatan pada isu-isu lokal yang keberadaan ikatan sebenarnya dinantikan oleh masyarakat setempat. Pada level selanjutnya godaan-godaan partai politik terkesan membenamkan asa profetik yang menjadi ghiroh perjuangan ikatan. Selain beberapa persoalan yang telah penulis kemukakan di atas, ada persoalan yang sangat serius yakni belum optimalnya peran dari instruktur di tiap level pimpinan. Kaderisasi (Mikro) IMM: Dari Akar Rumput Hingga Kader Umat Karena pembicaraanya berada pada sekitar kaderisasi, maka ada tiga wilayah besar kaderisasi yang perlu dibicarakan: Recruitment kader, proses perkaderan dan, pengorbitan kader. Wilayah pertama merupakan wilayah yang bersinggungan lansung dengan akar rumput ikatan. Pada wilayah ini, SPI hanya membicarakan satu metode yang disebut Masta (masa ta’aruf). Masta berfungsi untuk mengenalkan dan memasyarakatkan IMM, sekaligus sebagai wahana rekruitmen anggota serta sebagai persiapan untuk memasuki perkaderab Darul Arqam Dasar (SPI IMM). Sedangkan Perkaderan dalam tubuh IMM dapat penulis kategorikan dalam dua kelompok besar. Kategori yang pertama ialah kategori perkaderan formal sedangkan yang kedua ialah perkaderan non formal (hubungan antar individu, aktivitas (non training)). Perkaderan formal setidaknya terdiri dari beberapa pelatihan yang telah termaktub dalam SPI ~ 40 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah IMM. Perkaderan non formal lebih menekankan pada interaksi antar individu. Sebenarnya perkaderan non formal lah yang memegang porsi yang cukup besar bagi perkembangan kader, namun sayangnya perencanaan yang dinilai sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan justru sangat sulit di terapkan pada model perkaderan ini. Perkaderan non formal juga memiliki ketergantungan pada tokoh yang dapat berperan sebagai “pemberi�. Karena banyaknya problem inilah SPI tidak membicarakannya. Gambar kaderisasi dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
Rekruitmen (MASTA)
Proses perkaderan
Pengorbitan/ Distribusi kader
Berbicara proses perkaderan pada IMM tidak akan pernah bisa lepas dari perkaderan Muhammadiyah itu sendiri. Salah satu tujuan dari perkaderan Muhammadiyah ialah membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan serta peran dari ideologi gerakan Muhammadiyah dengan mengoptimalkan sistem (SPM 2007: 1). Maka, ada tiga kata kunci penting dalam proses perkaderan yaitu pelaku, ideologi gerakan dan sistem perkaderan. Pelaku perkaderan lebih kepada peran instruktur sebagai pelaksana perkaderan ikatan. Bagai mana dan di mana seharusnya posisi instruktur dalam proses perkaderan menjadi pertanyaan yang harus dijawab. Dalam sistem perkaderan setidaknya ada dua fase yang menjadi fase doktrinasi pasca perkaderan awal (DAD) yang sangat menentukan. Kedua fase tersebut ialah fase individuisasi dan fase differensiasi. ~ 41 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Fase Individuisasi Pada tahap ini, kader baru akan ditanamkan semangat untuk menggali potensi yang ada pada diri mereka masing-masing. Pimpinan organisasi hanya berfungsi sebagai fasilitator, penyedia berbagai macam sarana dan prasarana untuk mengenali jatidiri mereka. Ini merupakan fase yang penting dan tidak boleh dianggap anggap sepele. Sebab keberhasilan dalam tahap ini merupakan tangga berjalan untuk mencapai sukses di tahap berikutnya. Salah satu ciri yang bisa diamati dari salah satu anggota yang berhasil pada tahap ini adalah tumbuhnya semangat belajar yang sangat tinggi untuk senantiasa memperbaiki dirinya sendiri. Biasanya gejala ini dipucu oleh meningkatnya rasa penasaran yang hadir dalam pikirannya setelah mengikuti proses awal perekrutan. Betapa banyaknya hal yang belum ia ketahui. Dalam fase ini yang juga menjadi penting adalah penanaman benih-benih keberpihakan terhadap ikatan yang dapat di picu melalaui kecintaannya terhadap komisariat. Penyediaan buku yang berisi sejarah mengenai komisariat masing-masing sangatlah penting. Buku bisa berisi tentang sejarah berdirinya komisariat, kronik permasalahan yang terjadi di beberapa periode, masa kejayaan serta program-program terdahulu. Hal ini menjadi penting mengingat kader yang baru bergabung akan membawa berbagai pengalaman organisasi yang bermacam-macam dan mereka cenderung membawa hal yang tidak sesuai kedalam ikatan. Fase Differensiasi Jika kader dianalogikan seperti benih atau biji yang sedang tumbuh, maka tahapan differensiasi pada proses kaderisasi sama dengan perjalanan biji ketika tumbuh. Pada pertumbuhan biji, Sel-sel di daerah differensiasi ini telah berubah bentuk sesuai fungsinya. Sebagian sel mengalami ~ 42 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah diferensiasi menjadi epidermis, korteks, empulur, xilem, dan floem. Sebagian sel lagi mengalami diferensiasi menjadi jaringan parenkim (jaringan dasar), jaringan penunjang seperti kolenkim dan sklerenkim, dan sebagainya. Dengan terjadinya diferensiasi sel, maka terbentuklah berbagai jaringan tumbuhan yang menyusun organ tumbuhan. Kader di fase ini telah menemukan jatidirinya. Di fase inilah peran pimpinan organisasi (baca: pimpinan komisariat) sangat penting bahkan dominan. Kegagalan pembinaan di fase ini akan mengakibatkan hilangnya kader, mampatnya kader yang disebabkan rasa kecukupan dalam exploitasi diri. Penulis mengatakan peran pimpinan sangat dominan, sebab para pimpinanlah yang mempunyai wewenang dalam mengatur, membentuk atau membuat sebuah sistem yang bisa memahamkan mereka bahwa mereka adalah satu kesatuan. Kader yang telah sanggup memahami dirinya (meskipun penulis meyakini suatu individu tidak akan mencapai kesempurnaan dalammemahami dirinya) atau paling tidak mengetahui potensi yang ada pada dirinya akan membutuhkan bantuan dalam meningkatkan kesadaran individu kepada kesadaran yang lebih tinggi yaitu kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif, merupakan kesadaran satu jiwa, satu pemahaman dan satu tujuan organisasi. Artinya jika individu mempunyai cita-cita, berarti organisasi yang ia tempati pun harus memiliki cita-cita yang luas dan jauh ke depan. Pengorbitan (Spora) kader yang setengah hati Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengorbitan kader yaitu siapa yang mengorbitkan dan siapa yang diorbitkan, kemana serta bagaimana cara pengorbitan. Untuk jawaban mengenai kemana kader harus diorbitkan, setidaknya bagan di bawah ini akan menjawab ~ 43 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
Pimpinan
Masyarakat
Kader IMM
Ortom
AUM Namun mengenai siapa yang akan mengorbitkan dan bagaimana ini menjadi pertanyaan yang belum terjawab. Mungkin dalam level komisariat, pimpinan bisa menjadi jawaban atas pertanyaan ini. Sebab ia mampu memegang kendali sepenuhnya. Salah menempatkan kader akan menyebabkan pincangnya jalan organisasi. Kesalahan yang sering dilakukan oleh pimpinan komisariat dalam tahap ini biasanya terjadi pada pimpinan itu sendiri. Mereka sibuk memikirkan regenerasinya, sedangkan kelangsunggan diri mereka (pimpinan) sendiri dalam melanjutkan ke organisasi yang lebih tinggi tingkatanya luput dari perhatian. Merasa telah selesai tugas adalah penyakit yang sering menimpa pimpinan. Dengan melihat kenyataan ini, berarti jawaban atas pertanyaan siapa cocok pengorbitan kader belumlah terjawab apa lagi jika dikaitkan dengan cakupan pimpinan yang lebih tinggi tingkatannya. Siapa yang harus bertanggung jawab melaksanakan? Instruktur Sebagai Laboratorium Perkaderan Instruktur merupakan output dari perkaderan ikatan secara khusus (LID, LIM dan LIP) yang bertugas mengelola perkaderan formal di masing level. Instruktur juga memegang kendali orientasi, materi dan kualitas secara perkaderan sebagai proses melahirkan kader yang ideal (SPI). ~ 44 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Keberadaanya sangatlah penting dan merupakan jantungnya ikatan dalam hal perkaderan. Jelasnya instruktur merupakan kadernya kader ikatan yang berbeda dari kader biasa. Untuk menjelaskan posisi instruktur dibandingkan kader lain dapat di lihat pada bagan dibawah ini: Instruktur Kader
Aktivis Simpatisan Umat
Dalam SPI di jelaskan bahwa instruktur merupakan produk perkaderan khusus yang berfungsi sebagai pengelola perkaderan utama. Tidak berfungsi secara luas. Padahal jika instruktur di fungsikan secara optimal yang memungkinkan mengkaji serta mengoprasikan perkaderan non formal dari mulai proses perekrutan hingga pengorbitan kader maka ikatan bisa terbebas dari sifat perkaderan yang sekarang ini cenderung hanya dogma formalistik. Pertanyaan mengenai siapa dan bagai mana pembinaan instruktur secara keberlanjutan di tiap level muncul ketika penulis mengamati posisi dan tugas instruktur. Apakah dibalik keistimewaan ini (instruktur sebagai penggerak kaderisasi) ia tidak terpikirkan baha ia juga merupakan kader yang selayaknya di bina? Inilah persoalan utama yang mencoba penulis angkat, sebagai bahan kajian agar perkaderan ikatan lebih baik. ~ 45 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Pimpinan yang memiliki fungsi kebijakan yang lebih luas dibandingkan komisariat, maka penulis lebih menekankan pada pemaksimalan fungsi Instruktur baik ke atas atau pun ke bawah sebagai jaaban dari persoalan. Pembinaan kedalam internal pimpinan bisa bekerja sama dengan Instruktur pada level diatasnya dan alumni. Pembinaan keatas ini lebih kepada kajian terhadap isu lokal daerah serta pengorbitan Sedangkan dalam memaksimalkan fungsi instruktur ke bawah, ia bisa menjadi pendamping di tiap- tiap pimpinan agar tidak keluar jalur dalam menjalankan perkaderan yang menjadi ciri khas masing-masing. Dengan terjalinnya komunikasi yang efektif antar instruktur dari tingkat bawah hingga atas, maka sangatlah mungkin jika instruktur yang telah terintegrasi ini akan menjadi laboratorium ikatan. Laboratorium yang nantinya menjadi pemegang kendali jalanya perkaderan ikatan. Penutup Meluaskan peran dan fungsi instruktur dapat memudahkan ikatan dalam kaderisasi. Sehingga kaderisasi yang berjalan tidak hanya sebagai rutinitas yang minus makna. Penulis berhadap adanya laboratorium ikatan di setiap daerah yang menjadi fokus perkaderan baik ikatan atau pun Muhammadiyah. Laboratorium ini terdiri dari instruktur cabang serta daerah dengan dibina oleh instruktur-instruktur pusat. Referensi: o o o o
Sistem Perkaderan Ikatan Sistem Perkaderan Muhammadiyah Media Inovasi No 11 TH VI Desember 1994 Kompas, 1 Abad Muhammadiyah
~ 46 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
‘Testimony (‘testimoni) penyaksian; bukti. Tes.ti.mo.ni.um / testimonium/ n penyaksian; surat keterangan (yang dapat dipakai saksi)
Kalian sudah bisa memutuskan sesuatu dengan dewasa maka hasilkanlah keputusan terbaik M. Sobar Johari ~ 47 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
SURAT KEPADA KAWAN Cehar Mirza Mantan Ketua Umum PK IMM Fisipol UMY | Mantan Kabid IPTEK PC. IMM A.R. Fakhruddin Kota Yogyakarta | Mantan Direktur MIM Indigenous School Periode 2008-2009
Assalamualaikum Wr. Wb. Bagaimana kabarnya kawan-kawan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah? Semoga kalian baik-baik saja dan tetap semangat dalam menjalankan khittah perjuangan bersama kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Sudah lama aku tidak berjumpa kawan-kawan seperjuangan. Sudah hampir 6 bulan aku tidak berjumpa dengan kawan-kawan, bercanda tawa. Tanpa rasa ingin membatasi silaturahmi dengan kawan-kawan. Mungkin dengan tulisan ini aku dapat bersilaturahmi dengan kawan-kawan yang sedang sibuk menjalani aktifitas bersama kader-kader ikatan saat ini. Saat ini, aku dalam kondisi rindu dengan kawan-kawan. Dengan kegiatan keaktifitasan bersama ikatan. Entah, kerinduan itu terlahir dari keasinganku terhadap gerakan saat ini. Merasakan kondisi gerakan yang saat ini tampak dirasakan. Memang agak subyektif perkataanku ini, mungkin karena periode kita berbeda dan ruang lingkup kita pun berbeda. Tapi tidak apa-apa. Aku yakin ikatan hari ini lebih baik dari sebelumnya. Kawan, dalam kondisi kerinduanku saat ini. Aku ingin berkecimpung kembali dengan nostalgia kegiatanku masa lalu bersama kawan-kawan terdahulu. Kerinduan untuk aktif kembali dengan melakukan infiltrasi gerakan-gerakan yang ~ 48 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah dilakukan ikatan melalui aksi-aksi yang nyata dengan melalui protes-protes di jalanan maupun berdiskusi bersama kaderkader ikatan ataupun dengan gerakan lain, sebagai bentuk “respect social� atas sebuah realitas yang terjadi, yang tidak berpihak terhadap kaum yang tertindas. Dengan kata respect social aku teringat dengan Gen Pemikiran yang pernah direncanakan sebagai salah satu dasar yang dibangun untuk mencerminkan karakter gerakan ikatan khususnya cabang A.R Fakhruddin. Masih ingatkah kawan dengan gen pemikiran? Atau jangan-jangan hanya menjadi lembaran kertas yang tidak terpakai? Tapi tidak apa-apa jika gen pemikiran itu hanya menjadi lembaran kertas, aku pun memahami kesibukan yang sedang kawan-kawan jalani saat ini. Dengan kesibukan bersama kader-kader ikatan tapi harus di ingat kawan bahwa gen pemikiran merupakan salah satu tafsiran untuk menerjemahkan trilogi ikatan yang sering kader-kader baru pertanyakan. Karena didalam gen pemikiran terdapat referensi-referensi yang dapat dipakai oleh kader baru untuk mengenal arah gerakan ikatan khususnya Cabang A.R Fakhruddin. Ingat kawan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya cabang A.R Fakhruddin merupakan suatu karya yang besar yang selalu diperhitungkan oleh gerakan-gerakan ditingkat kota maupun nasional. Karena begitu kuatnya karakter yang dimiliki oleh gerakan IMM khususnya cabang A.R Fakhruddin dalam mempersepsikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan kontrol sosial dan gerakan protes terhadap kaum-kaum yang tertindas. Terlahirnya cabang A.R Fakhruddin pun tidaklah lepas dari kebetulan belaka tetapi kelahiran penuh dengan perjuangan, keringat, tangis, impian dan harapan yang luhur dari pendahulu kita. Karena itu sudah semestinya ikatan (cabang A.R Fakhruddin) ini harus selalu direfleksikan ulang oleh setiap generasinya. ~ 49 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Kawan, mungkin tulisan ini suatu saat nanti dapat dibakar ataupun dibuang di tempat sampah tapi ingat kawan kehadiran tulisan ini merupakan buah pikiran dari seorang kader yang ingin menciptakan makna dari hasil refleksinya terhadap ikatan saat ini. tulisan ini pun dilahirkan langsung atas kesadaran kader yang gemar terhadap perubahan yang terjadi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya cabang A.R Fakhruddin karena aku percaya bahwa tulisan memiliki ruh sehingga dapat hidup dimanapun tempat yang ada dalam ruang dan waktu yang terbatas sekalipun. Dan sebelum menutup tulisan ini aku ingin mengatakan tujuan dari tulisan ini adalah sederhana ; sesuatu keinginan untuk mengaktualisasikan kegelisahan diri kader yang ingin tidak dilupakan oleh sejarah. Selain itu, ini pun alternatif untuk menyadarkan kita bahwa sejarah adalah milik kita dan sejarah itupun untuk direfleksikan. Teruslah perjuangan kawan, jangan patah arah semoga iktiar perjuangan ini tetapi abadi dalam jejak perjuangan bersama kasih Tuhan. Wassalamualaikum Wr. Wb
~ 50 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
BUKAN SEKEDAR JUSTIFIKASI Khoirul Anam Mantan Ketua Umum PK IMM PUTM Putra | Mantan Bidang Dakwah PC. IMM A.R. Fakhruddin Kota Yogyakarta periode 2009-2010 | Mantan Sekbid Kader DPD IMM DIY 2010-2012 Assalamualaikum. Wr.Wb. Komisariat PUTM yang lahir tahun 2006 adalah termasuk komisarait terluar yang jauh dari Pimpinan Cabang AR. Fakhruddin dan komisariat-komisariat yang lain, harapan untuk mendirikan komisariat PUTM ternyata tidak berjalan mulus seperti yang diinginkan, bahkan keberadaan teritorial wilayah PUTM yang berada di Kabupaten Sleman sempat diperdebatkan di Musyda ke IV DPD IMM DIY karena secara geografis wilayah memang seharusnya PUTM ikut ke Pimpinan Cabang Sleman. Tantangan terbesar pada saat itu adalah wacana keilmuwan yang cenderung “kekiri-kirian” yang terus digencarkan pada peroide 2006-2008 itu ternyata sangat berdampak pada image yang melekat pada kader AR. Fakruddin yang cenderung lebih faham teori sosialis dari pada keagamaan. Sehingga secara tidak langsung kader PUTM pun imagenya juga seperti itu, sehingga pekerjaan berat kita adalah meyakinkan pimpinan PUTM dan teman-teman bahwa kader PUTM tidak berpola pikir seperti itu. Sehingga secara psikologi keberadaan IMM PUTM bisa diterima oleh mereka dan tidak “dikucilkan”.
~ 51 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Regenerasi kepemimpinan terus berjalan, pada periode 2008/2009 wacana keilmuwan agak meredup dan sudah diimbangi dengan wacana keagamaan. pada periode 2009/2010 justru malah kehilangan arah wacana gerakan sehingga identitas kader AR. Fakhruddin yang berbasis keilmuwan semakin pudar. Pembelajaran yang saya dapatkan adalah ternyata Ketua Umum Pimpinan Cabang sangat berpengaruh terhadap pola kepemimpinan yang sedang diembannya. Satu hal yang sangat saya rasakan adalah konsistensi seorang ketua sangat dipertaruhkan untuk menjaga kepercayaan pimpinan yang lain dan kader yang berada dibawahnya. Perkara-perkara kecil atau yang kita anggap sepele, seperti; datang tidak tepat waktu saat rapat, sering tidak menghadiri undangan komisarat, penampilan busana yang kurang pas, dll, ternyata menjadi bumerang yang akan menghilangkan kepercayaan pimpinan cabang yang lain dan kepercayaan kader sehingga pada giliranya nanti kader tidak menganggap lagi keberadaan pimpinan cabang secara keseluruhan atau dengan kata lain secara tidak langsung terjadi “pema’zukan� kepemimpinan. Harapan dan keinginan saya yang belum percapai hingga saat ini adalah kompetensi dasar kader yang berbasis trilogi IMM. Saya menginginkan bahwa setiap kader harus mempunyai based yang seragam yang berlandaskan kepada trilogi IMM. Kemampuan dasar keagamaan apa, keilmuwan apa, dan kemasyarakatan apa. Sebagai contoh, cara beribadah shalat kader IMM AR. Fakhruddin sesuai HPT, keilmuwan kader mengetahui terori sosoial Karl Marx, basis sosial kader misalkan pendampingan ekomoni masyarakat miskin perkotaan. Dengan kemampuan dasar ini menjadi ciri khas kader IMM AR. Fakhruddin dalam setiap generasi. Dan ini harus konsisten selalu sama dalam setiap periode ~ 52 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah kepemimpinan. Instrumen pendukung yang perlu kita pikirkan adalah menuntut adanya pedoman buku standar kompetensi dasar trilogi IMM AR. Fakhruddin dan perlu dibentuk semacam lembaga khusus atau dimasukkan ke Korps Instruktur atau bentuk yang lain yang secara berkesinambungan mengurusi masalah ini. Wassalamualaikum. Wr.wb.
~ 53 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
NO TITLE Nailul Fauziah Mantan Kabid Organisasi PK IMM PUTM Putri | Musyrifah di PERSADA |Mahasiswa UAD Jika saya ditanya alasan masuk IMM, dengan tegas saya menjawab karena saya cinta Muhammadiyah. Banyak orang yang merasa kecewa saat pertama kali masuk IMM, termasuk saya, ada banyak hal yang berbeda dengan ortom perkaderan lain misalnya IPM, meskipun saya sadar secara ideologis dan visi misi memang beda dengan semua ortom lainnya. Kekecewaan itu justru semakin membangkitkan dan mengerahkan saya untuk bergerak, maka sampai saat ini sejujurnya saya merasa bersyukur karena pernah kecewa. Maka sejak itu, ada impian kecil yang terbangun. Saya ingin menjadikan IMM sebagai wadah yang mewarnai dinamika intelektual mahasiswa, tidak, tidak hanya intelektual, tapi juga spiritual dan sosial. Dan ternyata ide kecil itu sudah terbangun dalam trilogi IMM. Memang, sebagian orang masih memandang negatif tentang IMM, dari sisi pergerakannya, dari sisi orang-orang yang berada di dalamnya, dari sisi minim religiusitasnya, tapi justru itulah kelebihan dan kekurangan IMM, yang kurang harus diperbaiki dan yang lebih dipertahankan. Menjadi kelebihan karena itu artinya IMM tidak membedakan kelas dan ras, siapa saja yang mau masuk IMM silahkan, justru setelah dia ~ 54 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah masuk itulah dia akan di kader jadi lebih baik, karena kalau hanya orang-orang baik saja yang masuk IMM, maka tugas dakwah amar ma’ruf nahi mungkar kita sudah selesai. IMM, untuk saya pribadi sudah banyak mengajarkan banyak hal, bagaimana menyikapi perbedaan pemikiran dengan bijak, belajar lebih dewasa, mengajarkan akan pentingnya budaya baca tulis untuk mahasiswa, budaya diskusi yang mampu memberikan pengetahuan baru tanpa perlu kita membaca puluhan buku, juga peran sosial sebagai mahasiswa di kalangan masyarakat. Hal-hal kecil yang ternyata sangat penting pada saat kita berada di masyarakat. Kalau boleh berharap, tapi bukan hanya sekedar berharap saja sih, saya juga berusaha untuk menggerakkannya, saya berharap IMM tidak sekedar menjadi wadah berkumpul mahasiswa dengan seabreg kebijakan dan lomba paling banyak mengadakan kegiatan, tapi lebih kepada ruh, ruh rasa memiliki IMM, karena kalau sudah menganggap sesuatu milik sendiri, saya yakin rasa untuk menjaga, melindungi, mengembangkan akan jauh lebih maksimal dan pasti mau melakukan apa saja, karena sudah merasa memilikinya. Dan satu hal yang paling penting dan perlu kita ingat bersama, IMM adalah salah satu proses pengkaderan Muhammadiyah, maka sebagai kader, kita harus memaksimalkan diri kita untuk menjalankannya. Semoga IMM bisa lebih baik lagi, dan tugas kitalah untuk membuatnya jadi lebih baik, :) Terimakasih. Billahi Fisabili al Haq, Fastabiqul Khairaat
~ 55 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
Indonesia saat ini termasuk salah satu negara yang sangat menghindari peperangan dalam penyelesaian sengketa dengan negara lain. Dalam tatanan hubungan antarnegara, perang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk cara sebuah negara dalam melakukan hubungannya dengan negara lain. Dalam politik internasional yang anarki, di mana negara satu-satunya entitas berdaulat yang memiliki kekuatan dan kehendak ini, maka perang sangat mungkin terjadi di antara negara mana pun di dunia. Zain Maulana ~ 56 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
1001 “BINGKISAN� IMM IMMawan Apri Tri Nugroho Ketua Bidang Hikmah PK IMM Fak. Teknik UMY | Instruktur PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta Hebat! Satu – dua tahun ternyata bukanlah waktu yang lama. Apalagi jika dalam menjalani periode tersebut, kita berperan sebagai orang yang akan rugi jika menyiakan waktu barang sedetik pun. Peran sebagai seorang akademisi (mahasiswa), yang disibukkan dengan tugas-tugas kuliah, laporan praktikum sungguh menguras waktu, pikiran dan tenaga, menjadikan waktu seperti pedang yang akan menebas jika tak segera dimanfaatkan, pikiran dan tenaga pun sebagai harga untuk menebusnya, gila pikirku. Tapi itu adalah mahasiswa, bagaimana dengan mereka (akademisi/mahasiswa) yang juga aktif di luar jam dan kegiatan kuliahnya, mereka yang mempunyai kegiatan ekstra, dengan UKM-nya (Unit Kegiatan Mahasiswa) atau mereka yang tergabung ke dalam organisasi-organisasi mahasiswa ekstra kampus? Yang mana tidak ada hubungannya sama sekali dengan materi perkuliahan, bahkan mungkin mahasiswa eksakta (MIPA) karena mengikuti organisasi mahasiswa ekstra kampus ini, mereka kemudian dipertemukan dengan ilmu-ilmu sosial ditambah dengan pengaplikasiannya, imbas yang didapatkan dari itu jelas lebih dari sekedar apa yang didapatkan oleh mereka yang kampus oriented. Waktu, pikiran dan tenaga sudah pasti terkuras di kampus, dengan berorganisasi perhitungan sederhananya mungkin (waktu tenaga dan pikiran yang terkuras) cukup dua kalinya ~ 57 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah dari yang kampus oriented. Inilah peranan yang ku jalani (menjadi akademisi jurusan eksakta dan berorganisasi) dalam kurun waktu yang aku sebutkan di awal alinea. Hanya saja, organisasi mahasiswa ekstra kampus yang aku bicarakan, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), statusnya yang di kampus lain semisal PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) menjadi organisasi ekstra, akan tetapi di kampusku, UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) yang notabene adalah PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) maka statusnya menjadi organisaasi mahasiswa intra kampus. Senangnya. Tidak ku sangka, sudah 1,5 tahun aku menjadi kader IMM. Cukup banyak peristiwa dan kejadian yang seakan tidak rela jika terjadi kekosongan cerita dalam kurun waktu tersebut. Ya, “baru” 1,5 tahun, umur yang masih muda, akan tetapi sudah terlalu banyak peristiwa dan kejadian yang melingkupi perjalangan tersebut. Bahkan, ada saat-saat (yang kata mereka beberapa senior IMM) bahwa aku belum waktunya untuk mendapatkan hal-hal semacam itu. Belakangan, akibat dari hal-hal yang “belum waktunya” aku mendapatkan itu, aku memetik buahnya, yaitu buah simalakama, beberapa di antaranya sempat menimbulkan konflik, itu hanya sedikit kisah yang mengiringi perjalananku dalam ikatan. Satu hal yang selalu ku syukuri, semua hal itu sunnguh membuatku semakin dewasa, semua itu mendewasakanku, dewasa dalam sikap, dewasa dalam cara berpikir, disamping aku memang sudah memasuki usia kedewasaan, dan yang pasti dari berbagai kedewasaan itu adalah membuat aku dewasa dalam organisasi. Baru 1,5 tahun, masih muda kata orang, tapi di balik itu ingin ku tegaskan, bahwa semua ini bukan masalah waktu atau seberapa tua kita untuk mengetahui dan mengalami apa yang di dapatkan “orang tua”. Bahkan, IMM ketika baru saja dilahirkan pun langsung ~ 58 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah dibenturkan dengan berbagai persoalan dan konflik yang “wah” (PKI/Partai Komunis Indonesia), dan itu mengakibatkan beberapa pihak (organisasi mahasiswa lain yang “lebih tua”) merasa iri pada kedewasaan yang “terlalu cepat” yang dialami IMM. Jadi, sekali lagi ku tegaskan, ini bukan soal “waktu” yang terlalu singkat dan “muda”, tapi ini adalah soal apa yang ku dapatkan dalam waktu tersebut, dan seberapa siap diriku untuk menerima berbagai hal yang aku dapatkan itu. Ingatan itu masih segar, entah di sudut sebalah mana dari memori di otakku. Membuka website UMY (umy.ac.id) untuk mencari tahu tentang seluk beluk kampus tersebut. Yang pertama hanya ingin tahu jurusan dan fakultas di mana aku akan menjadi salah satu “orang baru” untuk menempati salah satu kursi kuliahnya (Fakultas Teknik), akhirnya karena rasa ingin tahu yang tak terbendung ku buka kolom kegiatan kemahasiswaan, yang di sana sengaja aku mencari kegiatan olah raga semisal futsal, sepak bola dan karate (pada akhirnya tak satu pun yang aku ikuti) dan tak lupa kegiatan kerohanian, yang waktu itu aku temukan dua UKM; IMM dan Unit Kerohanian Kampus. Meski sempat beberapa kali mengikuti kegiatan Unit Kerohanian Kampus, namun pada akhirnya aku lebih memilih bergabung dengan IMM, dan beberapa waktu setelahnya aku ketahui bahwa Unit Kerohanian Kampus adalah salah satu kompetitor kuat IMM di kampus UMY dan kemudian hari ku ketahui juga UKM tersebut “ditunggangi” oleh salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus yang sudah berorientasi kepada politik praktis. Sebelum bergabung dengan IMM aku masih “nol” tentang Muhammadiyah, tapi alhamdulillah sudah cukup berisi tentang keorganisasian, tapi toh itu tidak menjadikan aku putus asa dan merasa rendah diri, karena pesan dari orang tua agar di samping aku tekun kuliah, aku juga harus belajar mendalami Muhammadiyah, mungkin itu salah satu faktor ~ 59 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah yang membuat aku akhirnya bergabung dan istiqomah dengan IMM. Faktor lain mungkin karena kuatnya “tarikan� dari para anggota IMM waktu itu dalam menarik minatku. Ingatan itu masih segar dan seringkali membuatku tertawa, karena pada akhirnya aku juga berperan sebagai “tukang tarik� mahasiswa baru agar bergabung dengan IMM. Tukang tarik dan tarikannya. Daya tarik IMM sangat kuat dan rasanya rugi untuk meninggalkan satu kegiatan pun pada waktu itu (sekarang sebenarnya masih juga). Seakan daya tarik yang kuat itu didukung oleh mereka para kadernya yang bekerja sebagai tukang tariknya. Hingga tiba pada satu hari ada kegiatan yang akhirnya mempertemukan aku dengan para mahasiswa baru dari beberapa fakultas lain; makasa atau Masa Kasih Sayang (yang pada tahun berikutnya aku menjadi penanggung jawab dari kegiatan tersebut). Kegiatan itu berlangsung selama dua hari satu malam, di samping kemasan kegiatan itu yang cukup menarik satu hal lagi yang membuatku benar-benar tertarik dengan IMM adalah mereka para seniornya memperlakukan kami (mahasiswa baru) dengan sangat ramah dan santun, bagaikan sudah saling kenal dan menjadi anggota cukup lama. Lagi-lagi itu menjadi daya tarik dan daya pikat yang membuat aku semakin yakin saja bahwa aku akan dan harus bergabung dengan organisasi ini. Acara tersebut sempat diisi oleh mereka yang menduduki posisi penting dalam struktural IMM dan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa); antara lain Fharkhan Luthfi, Aditya Taruna M.S., dan Ahmad Janan F., yang pada akhirnya figurfigur tersebut menjadi teladan, dan dari mereka juga lah aku diperkenalkan kepada figur-figur dan sosok masa lalu yang belakangan ku ketahui bahwa jejak perjuangan atau karir mereka telah banyak menginspirasi kader-kader IMM di ~ 60 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah cabang yang kemudian hari aku akan menjadi anggota cabang tersebut (Cabang Abdur Rozak Fakhruddin). Cukup lama terjadi kejemuan aktivitas, karena kegiatan sehari-hari setelah kuliah hanya nongkrong-kantin-rumah. Ya, hanya seperti itu kegiatanku waktu itu setelah kegiatan diluar perkuliahan terakhir, makasa. Hingga aku mendapatkan pesan singkat dari salah satu anggota IMM yang sudah cukup ku kenal, isi pesan itu adalah undangan untuk hadir di sekretariat IMM FT, untuk mengisi formulir data riwayat hidup, pendaftaran IMM. Selang beberapa hari setelah pengisian formulir tibalah hari di mana aku harus memper – tanggung jawabkan isi formulir tersebut. Santai saja pikirku karena memang yang ku isikan di formulir itu adalah apa adanya, kolom data diri ya sesuai data diriku, kolom pertanyaan ya ku jawab hanya dengan “setahuku”. Sambil menunggu dapat giliran screening yang menurutku ini adalah wawancara “pertanggung jawaban” atas isi formulir, ku sempatkan ngobrol dengan beberapa anggota IMM (tujuanku adalah menghilangkan ketegangan). Ketika mendapat giliran, perasaanku sedikit lega karena yang akan mewawancaraiku adalah seniorku di jurusan (Teknik Elektro) yaitu Ady Wahyudianto. Meskipun sedikit lega, tapi masih berdebar juga jantung ini, mendapatkan pertanyaan apa motivasi bergabung dengan IMM, apa harapan setelah bergabung dengan IMM. Sempat terbesit dipikiran untuk sedikit “menggombal”, dengan harapan akan memuaskan yang sedang ada di depanku itu. Pertanyaan lainnya adalah sejak kapan mengenal IMM, yang ini tentu tak perlu “menggombal” pikirku. Saat mendapat pertanyaan, apa yang memotivasiku sehingga aku ingin bergabung dengan IMM, akhirnya pikiran sesaat yang akan memancing untuk menampilkan kemampuan “gombal” aku singkirkan pikiran itu jauh-jauh. Toh, jawaban ~ 61 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah apa adanya tak akan membuatku pusing-pusing harus mengatakan apa yang membuat orang lain senang. Jawaban apa adanya dan cara penuturan yang santun mungkin lebih baik. Motivasi untuk bergabung dengan IMM jelas adanya, bahwa untuk mencari ilmu dalam kaitannya mendalami Muhammadiyah. Seperti yang telah ku jelaskan sebelumnya, dan juga faktor orang tua terutama ayah, memberikan pesan khusus agar selain aku harus tekun kuliah, aku juga harus belajar untuk mendalami Muhammadiyah, cukup itu saja yang ku katakan kepada mas Ady. Kemudian ketika harus menjawab pertanyaan kedua, yaitu harapan setelah bergabung dengan IMM, bingung juga ketika harus menjawabnya, bukan bingung karena harus menjawab apa, tapi bingung untuk membedakan antara harapan dan motivasi. Pada akhirnya ku jawab sekenanya, dan jawaban inilah yang memang saat itu terlintas di pikiranku; “menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain�. Setelah selesai wawancara, aku dan mas Ady sempat “ngobrol� ngalor ngidul. Kemudian hari ku ketahui bahwa mas Ady adalah mantan ketua umum IMM FT periode 2010-2011. Setelah screening pada 21 Nopember 2011, tibalah saat-saat yang selalu ku tunggu yaitu DAD (Darul Arqam Dasar), di mana mereka yang sudah menjadi anggota IMM selalu mengatakan bahwa DAD adalah prosesi resmi yang harus kami (calon anggota IMM) jalani sebelum benar-benar menjadi anggota IMM. Selama empat hari tiga malam mulai dari tanggal 24 Nopember 2011, prosesi DAD itu ku jalani, banyak hal menarik yang aku dapatkan dalam proses tersebut, termasuk materi-materi dari DAD yang menyangkut tentang hal-hal yang memang sangat baru bagi aku sendiri seperti filsafat, gender, dll. Ku pikir bukan aku saja yang merasa asing dengan materi tersebut tapi juga bagi peserta ~ 62 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah DAD yang lainnya, ku lihat dari raut wajah mereka dan kebosanan dengan tanda menguapnya mereka ketika pemateri menjelaskan materi-materi tersebut, dalam hati aku tertawa. Selama empat hari tiga malam, bersama dengan orang-orang yang masih baru, kita belum saling kenal, dengan hanya empat hari tiga malam, akhirnya aku mampu mengenali semua peserta DAD yang pada waktu itu berjumlah 32 orang, tidak semuanya dari Fakultas Teknik tapi ada juga yang dari Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Selama hari-hari prosesi DAD tersebut, perlakuan temanteman sesama peserta DAD seakan mengistimewakanku, mungkin karena aku adalah orang “pribumi� Yogyakarta. Perlakuan yang seperti itu kadang membuat aku menjadi songong dan kumat bakat ngibul dan nge – gombal – ku. Satu prosesi dalam prosesi yang bagiku cukup mengena dan masih ku ingat sampai saat ini adalah ketika pada dini hari aku dipertemukan dengan mas Fharkhan, yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua cabang IMM AR. Fakhruddin. Membawahi 11 komisariat (pimpinan terkecil dalam struktur kepemimpinan IMM di bawah cabang, aku berada di Komisariat Teknik UMY), yang mana 11 komisariat itu berbeda kultur, berbeda geografis (tempat) dan berbeda karakter pastinya, tentu saja orang seperti itu pasti mempunyai wibawa yang sanggup diterima oleh kesemua 11 komisariat tersebut. Orang yang sama pernah ku lihat di waktu acara makasa, seperti yang ku ceritakan di awal, sedikit banyak perkenalan awal dan melihat bagaimana caranya berbicara sudah cukup untuk ku mengira-ngira seberapa besar wibawa orang yang pada saat ini ada di hadapanku. Bagiku pertemuan dengan mas Fharkhan pada dini hari ini adalah screening ke dua, setelah screening pertama sebelum DAD yang dilakukan mas ~ 63 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Ady. Setelah pertemuan dengan mas Fharkhan itu, semakin mantap saja keyakinanku untuk bergabung dengan IMM, bagai gayung bersambut, kemantapanku itu pun (dikemudian hari) akan disambut oleh IMM dengan berbagai “hadiah”, hadiah yang dibungkus dengan kemasan-kemasan menarik, mulai dari yang kecil dan sedeharna hingga sampai pada yang besar dan rumit, akan tetapi dari yang kecil hingga yang besar itu, tak aku nafikan bahwa manfaatnya sangan besar, yang karena saking besar manfaatnya, aku berani menerka bahwa masa depanku akan ikut ditentukan oleh “manfaat” tersebut. Baru “sah” sebagai kader IMM pada tanggal 27 Nopember 2011, ternyata sudah banyak hal yang ku lalui bersama IMM. Mulai dari acara sarasehan di IMM FT yang dari acara itu aku dipertemukan dengan beberapa senior IMM FT, yang pada waktu itu ku bertemu dengan mas Yahya Erdiphasa senior IMM FT angkatan 2000, yang pada kesempatan itu dia menceritakan beberapa pengalamannya selama menjadi kader IMM terutama ketika aktif di komisariat. Kemudian dipertemukan juga dengan mas Dwi Ikhsan Santoso, Iki Tabah Ujianan, Rangga Aditya, kesemuanya menceritakan tentang pengalaman mereka selama aktif di komisariat terutama ketika periode paceklik kader hingga pernah pada suatu ketika dalam komisariat hanya terdapat dua kader aktif. Sesudahnya, dengan sedikit motivasi mereka menjadikan kami (anggota baru) menjadi lebih bersemangat lagi. Ini baru lingkup komisariat, belum dengan yang lingkup cabang, yang tentu saja dinamika organisasinya tentu lebih beragam. Di lingkup cabang banyak sekali hal yang aku dapatkan, terutama karena motivasi kemantapan ber-IMM yang aku dapatkan dari mas Fharkhan pada suatu malam yang aku ceritakan di awal. Pada salah satu kegiatan tingkat cabang, aku menjadi ketua panitia kegiatan Trapol (Training Politik), yang dari situ aku mengenal teman-teman IMM lebih banyak ~ 64 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah lagi, dari komisariat lain seperti Ekonomi, Ilmu Sosial dan Politik dan Ilmu Kesehatan dan Kedokteran. Itu baru dari yang kampus UMY belum dari luar kampus UMY, seperti Stikes Aisyiyah Yogyakarta kemudian PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta) Putra dan Putri. Suatu pengalaman yang bagiku benar-benar “wah” pada saat itu, berkenalan dan berbagi dengan mereka sungguh membuka cakrawala ilmu, dan dari semua itu aku telah mendapatkan “saudara” baru. Selain Trapol yang mana secara resmi aku termasuk dalam kepanitiaan, aku juga sering “main” ke kegiatan lain seperti MIM (Madrasah Intelektual Muhammadiyah), yang mana dari yang sekedar “main” itu, ku dapati banyak ilmu, dan yang sudah barang pasti adalah “saudara” baru, karena acara MIM berlangsung sebelum Trapol, ku sengajakan bermain ke MIM adalah untuk belajar kepanitiaan di IMM, karena ku pikir kegiatan MIM dan Trapol hampir sama, rasanya akan banyak ilmu dari semua yang ada pada kegiatan itu yang nantinya bisa ku manfaatkan atau ku terapkan di Trapol. Itu adalah pengalaman dari beberapa kegiatan formal yang ku lakukan setelah aku bergabung dengan IMM. Sungguh, biarpun semua itu menguras tenaga, pikiran dan waktu, tapi manfaat yang disembunyikan di belakangnya adalah hadiahhadiah yang telah dikemas dalam wadah yang indah, sulit ditolak. Ada yang formal tentu ada juga yang informal, kebanyakan dari peristiwa informal ini adalah pengalamanku dengan perseorangan, terutama mereka para senior IMM yang angkatanku terpaut cukup jauh dengan mereka. Salah satunya adalah dengan mas Jenal Abidin Nurfalah, atau sering ku panggil mas Jenal. Pernah suatu ketika, ketika kami (aku, mas Jenal, mas Janan, mbak Husnuzan) makan di angkringan, untuk menumbuhkan semangat ber-IMM dan semangat membaca, mas Jenal ~ 65 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah menasihatiku dengan kata-kata seperti ini; “Jangan kamu jatuh cinta sebelum kamu khatam lima puluh juz buku”, kemudian dia melanjutkan “Bacalah buku, jika tidak bisa membaca satu buku maka cukup baca satu bab saja, jika tidak bisa membaca satu bab, cukup membaca sub-bab dalam bab, jika masih tidak bisa cukup baca pendahuluannya, jika masih tidak bisa keterlaluan”. Nasihat yang diberikan mas Jenal itu belakangan dari mas Janan ku ketahui, bahwa mas Jenal mendapatkannya dari seorang senior IMM di Malang, ketika mereka sama-sama mengembara ke Kota Apel. Sudah cukup banyak juz buku yang ku baca, mungkin sudah lebih dari yang terpaut dalam kalimat nasihat, dan pada akhirnya aku benar-benar jatuh cinta, tapi bukan kepada wanita, melainkan kecintaan kepada buku, sempat khawatir juga jika susah jatuh cinta pada wanita, karena sindiransindiran beberapa teman di komisariat kalau aku orang yang “diduga” tidak bisa jatuh cinta pada wanita. IMM, Ya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Ketika harus berbicara kemudian diungkapkan dalam alinea-alinea tulisan, itu tidak akan mewakili semuanya. Terlalu banyak hal-hal berharga, hal-hal berharga yang dibungkus dengan kemasankemasan menarik dan ciamik, mulai dari yang kecil dan sederhana hingga yang besar dan rumit. Kesemuanya itu, sungguh sulit untuk diceritakan dalam sedikit lembaran kertas, kalau diceritakan semuanya bisa saja malah menjadi buku atau novel. Karena ini baru sebelum dan sesudah DAD, belum lagi sampai saat ini, tentang apa saja yang sudah kami (aku dan IMM) lewati bersama, baik hal baik dan konflik yang terjadi, di mana aku juga memainkan peranan sebagai salah satu pelakunya. Yah, mungkin hanya “segini” dulu.
~ 66 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
SEKBID IMMAWATI? KOK BISA? Immawan Ayub Sekbid IMMawati PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2012-2013 | Wakil Direktur Sekolah IMMawati PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta “Yang ini namanya Immawan Ayub, dari Sulawesi.” Itulah yang akan dikatakan Immawan Fahmi Firmansyah, nahkoda PC IMM AR. Fakhruddin 2012/2013 setiap memperkenalan saya, lalu setelah itu dia akan melirik forum, melirik saya, dan sambil tersenyum jenaka ia melanjutkan, “Immawan Ayub ini adalah orang yang paling ganteng di Sekolah IMMawati” Bisanya audiens akan tertawa, saya juga demikian, meskipun humornya itu sudah diulang berkali-kali tapi tetap terasa renyah tak pernah basi. Keberadaan saya di posisi Sekertaris Bidang IMMawati Pimpinan Cabang AR memang agak aneh bagi banyak teman-teman kader, apalagi yang bukan kader. Dan begitulah nature manusia, sesuatu yang diluar kebiasaan atau aneh akan memancing dua ekspresi ; jika bukan lucu pasti takut. Sebagaiamana para Orientalis awal mengkonstruk Geografi Imajiner, pandangan subjektif mengenai Timur yang begitu lain ; eksotis, penuh hal-hal aneh. Pada batasan tertentu mereka sebenarnya sedang kagum, namun kelanjutannya bisa berupa ketakutan. Ah kok malah ngelantur kemana-mana, nah.. untuk kasus keberadaan seorang IMMawan tulen 100% di bidang IMMawati ini, dalam takaran berbeda, perasaan ~ 67 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah orang-orang melihat saya mungkin sama dengan perasaan Oksiden ketika melihat Orient. Namun karena saya tidak memiliki kesan menakutkan dan memang tidak ada yang perlu ditakutkan, mereka pun terbahak-bahak, lainnya bertanya-tanya ; Sekbid IMMawati? Kok bisa? Pertanyaan itu sudah entah berapa kali saya dengarkan, terus terang saya juga tidak tahu kok bisa. Dalam hal ini saya mencoba mengikuti gagasan atomisme yang konon dikembangkan para teolog-teolog dari kubu al-Asy‘ariyah (sependek pemahman dangkal saya) ; semua yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah secara berulang-ulang, Allah ta’ala terus mencipta, tidak ada hukum kausalitas, tidak ada sebab-akibat. Jika kapas didekatkan pada api lalu ia terbakar, kapas itu terbakar bukan disebabkan oleh api yang membakar, melainkan Allah lah yang menciptakan fakta “terbakarnya kapas� tidak ada hubungannya dengan keberadaan api. Fakta bahwa saya menjadi Sekbid IMMawati adalah ciptaan Allah yang independen tidak terikat oleh kausa horizontal apapun. Satu-satunya kausa yang pasti adalah kausa vertikel itu ; semua sudah menjadi ketentuan Allah! Lalu mari kita ingat kesepakatan para ulama baik para fukaha maupun mutakallimin bahwa Allah tidak pernah menetapkan sesuatu tanpa menyelipkan maslahat di dalamnya. Terkadang kita bisa menemukan maslahat itu, namun kadang ia tetap rahasia yang hanya perlu dirasakan bukan untuk dijelaskan. Ketika sudah sampai pada titik tersebut, seharusnya logika dan semua pertanyaannya berhenti saja, duduk israhat sambil makan burjo. Berhenti mengejar penjelasan mengenai kausa horizontal yang sebenarnya tidak esensial. Baiklah sebelum melajutkan pledoi seputar bidang IMMawati ini, saya akan sedikit mengingat-ingat kiprah saya di IMM. Saya baru mengenal IMM lebih jauh ketika menjadi seorang ~ 68 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah mahasiswa, menjadi thalabah di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta. Jika mengingat bahwa saya ini telah bersekolah di lembaga Muhammadiyah sejak SMP, hal itu menjadi agak keterlaluan, tapi yah. itulah kenyataannya . Di PUTM, semua mahasiswa wajib menjadi anggota IMM (sesuatu yang kini saya syukuri), kami wajib mengikuti DAD. Saya masih mengingat jelas momen bersejarah itu, momen ketika saya resmi menjadi anggota IMM ; sore berkabut menyelimuti merapi, Kaliurang yang digerayangi senja mulai menggigit dengan taring dinginnya. Di dalam sebuah ruangan dari rumah yang bersejarah (konon disitulah Allahuyarham Ustad Ibnu Juraimi, kiyai PUTM paling kharismatik, pernah tinggal) dengan hanya diterangi cahaya lilin, agak kaku saya mengikrarkan baiat pengukuhan itu. Setelah momen sore itu, semuanya menjadi berbeda. Saya bukan lagi Ayub, saya sudah menjadi IMMawan Ayub. Pasti teman-teman semuanya sepakat, bahwa imbuhan ‘Immawan/Immawati’ pada awal nama kita itu bukan sekedar bunyi tak bermakna, bukan hanya formalitas hampa arti. Imbuhan itu adalah sebuah janji bisu, bahwa kita, saya, adalah pemuda yang berjuang menjadi “penjunjung cita-cita luhur negri indah adil dan makmur” sesuatu yang di tengah carut-marut gaduh bobroknya negri ini terdengar cukup klise, utopis atau igauan idealis over dosis. Meski demikian, saya rasa kita semua sepakat bahwa hal itu tetap pantas diperjuangkan. Ah, bahkan kalimat yang baru saja saya ketik ini tetap sarat utopia, tapi biarlah, mari kita menjadi kepala batu saja. Kepala batu itu bagus jika ia berarti berani membayangkan Indonesia indah di tengah keserba kacauan ini.
~ 69 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Dalam aktivitas di gerapakan, saya ini seorang esensialis ; tidak terlalu peduli pada hal-hal kulit seperti berbagai macam atribut jabatan atau program kerja. Hal yang paling penting bagi saya adalah tercapainya maksud-maksud kita menyusun berbagai program itu. Jika memakai peristilahan Ushul Fikih, asal maqashid dari proker IMM tercapai. Di atas sudah saya sebutkan bahwa sejak menyandang “gelar” Immawan(wati) di depan nama, semuanya sudah tidak sama lagi, kita, saya (se)harusnya mulai beranjak dari ruang berpikir yang hanya muat untuk kepentingan diri sendiri kepada raung lapang yang memungkinkan kita memikirkan sesuatu yang lebih luas ; nasib bangsa, nasib umat Islam. Apakah hal semcam itu hanya terwujud jika saya memaksakan diri masuk bidang Hikmah atau Dakhwah? Apakah kepedulian terhadap nasib bangsa dan umat hanya bisa saya laukan jika memaksakan diri pantas di bidang kelimuan? Ah tidak saya kira, ketiga bidang yang konon sebagai ruh Ikatan itu pantas diisi oleh teman-teman yang kompetensinya sudah saya buktikan dengan mata kepala sendiri ; luar baisa!. Saya lalu memilih bidang yang (menurut pengakuan demisioner di LPJ mereka), kadang masih dipandang sebelah mata ; bidang Immawati. Jika hal itu memang benar, maka ada yang salah dengan mata-mata kita, bagaimana mungkin bidang yang mengurusi ranah yang begitu urgen bisa dipadang hanya dengan satu mata? Padahal bidang ini menjadi ujung tombak pendadaran kader putri yang merupakan aset terpenting dibangunnya bangsa, bahkan peradaban?! Saya percaya bahwa adanya satu surah khusus yang dinamai “perempuan” di dalam al-Qur’an bukanlah sesuatu yang kebetulan. Saya yakin bahwa pergulatan intelektual antara tokoh semacam Qasim Amin dengan Abu Syuqqah, ~ 70 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Nasaruddin Umar dengan Khalif Muammar tentang masalah “kemerdekaan perempuan� bukanlah sesuatu yang dilakukan atas dasar main-main. Pastilah ada rahasia besar disana, pasti ada ke’galauan’ tertentu yang mendorong mereka menulis beribu halaman, saling silang pendapat. Satu yang bisa disimpulkan, persoalan perempuan tentu sangat penting. Lalu apakah saya kemdian merasa telah punya kemampuan untuk turut memikul unsur penting peradaban ini? Tentu saja saya tidak se-GR itu, ikatan bagi saya adalah sebuah proses pembelajran. Melalui ikatan saya belajar menerjemahkan ideologi mejadi kenyataan. Lama sebelum bergaul lebih jauh dengan ikatan ini, saya sudah sayup mendengar gaduh peperangan intelektual di ranah ini. Saya sudah meraba-raba segmentasi atau polarisasi ideologi ketika orang-orang membicarakan masalah ini. Saya sendiri tidak punya kapasitas untuk membentuk sudut sendiri, saya belum punya modal yang memdai untuk membuat kutub sendiri, satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah memilih segemen ideologi yang sesuai dengan semangat Muhammadiyah sebagaimana yang saya tangkap. Untuk itulah, saya sekarang ada di posisi ini ; belajar mewujudkan pilihan ideologi saya seputar perempuan melalui ikatan. Apakah saya sedang memanfaatakn ikatan? Bisa dikatakan begitu, tapi toh saya yakin ini semua demi tercapainya maqashid IMM seperti yang telah kita bicarakan tadi. Lalu pemikrian seperti apa yang saya coba terjemahkan ke realita melalui bidang IMMawati? hehe, ah mau tau aja. Bantul, 13/03/2013. Septon malam, ketika lelah menyapa sehabis mengintip isi kepala Immawati. ~ 71 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
Agenda Modernitas dan gagasan pembaharuan tentunya tidak hanya sekedar simbol dan klaim berupa pepesan kosong. Modernitas secara absolut menghendaki pendekatan rasionalitas termasuk agenda profesionalitas agenda gerakan yang melekat prinsip check and balances dengan semangat tranparansi dan akuntabilitas. Irvan Mawardi
~ 72 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
DILEMA INSTRUKTUR IMM (Sebuah Pengakuan) Husnuzzhan Mantan Sekum Korkom UMY | Instruktur PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta | Instruktur DPD IMM DIY Sejarah pendirian IMM yang cukup berliku secara tersirat memberikan pengertian kepada kita bahwa pergolakan pemikiran untuk menentukan kebijakan mendirikan IMM sudah melalui pemikiran yang mendalam. Jiwa kelahiran IMM sebagai salah satu sayap dakwah Muhammadiyah hendaknya selalu tertanam dalam diri setiap kader IMM. Dalam diri Kader IMMlah diletakkan tanggung jawab yang besar untuk bisa meneruskan generasi cerdas dengan dasar keislaman yang kokoh. Yang kemudian dengan jelas tercantum dalam tujuannya yaitu “mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mewujudkan tujuan muhammadiyah� (AD IMM Bab II pasal 6). Dilihat dari tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa IMM merupakan sebuah gerakan dakwah intelektual yang . Perkaderan dibuat tidak hanya untuk membentuk kader yang sesuai dengan tujuan didirikannya IMM tetapi bagaimana hasil yang didapatkan dalam perkaderan mampu membekas dan menjadi jati diri tersendiri bagi para kader. Output yang diciptakan haruslah memang baik. Tidak hanya baik dalam waktu singkat tetapi juga baik dalam jangka panjang. Karena perkaderan sesungguhnya tidak berasal atau berada didalam forum. Namun juga bagaimana kita mengaplikasikannya pada
~ 73 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah kehidupan sehari-hari. Hal ini jelas tertera dalam tri kompetensi IMM. IMM sebagai organisasi pergerakan dengan tujuannya “mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mewujudkan tujuan muhammadiyah�. Dari tujuan tersebut dapat dirumuskan IMM menetapkan tiga ranah gerak yang menjadi lahan garapannya, yaitu Keagamaan (Religiusitas), Kemahasiswaan (Intelektualitas), Kemasyarakatan (Humanitas). Kader IMM diharapkan menjadi kader yang dari segi kegamaan, kemahasiswa kemasyarakatannya baik dan berjalan secara berimbang. Sesuai dengan tujuan berdirinya IMM, hasil perkaderan yang sesuai atau idealitanya ialah diharapkan tetap lancar dalam pendidikannya dan baik secara intelektual, ibadahnya lancar, dan tetap peka terhadap kehidupan masyarakat dan pergerakan atau perjalanan pemerintahan. Tidak hanya duduk diam tetapi juga harus bertindak ketika pemerintah atau oknum-oknum tertentu telah menyalahi aturan yang ada. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, sebagai organisasi kemahasiswaan yang memiliki motto Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual. Itulah motto IMM yang selama ini dijunjung tinggi oleh semua kader IMM. Motto itu tampak begitu sempurna bila dimaknai dan dikhayati. Begitu banyak orang yang terlibat sejak lahirnya hingga saat ini. Begitu juga dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM). Sebagai Universitas Swasta terbaik No.1 di DIY dan Jateng (Universitas Swasta terbaik no.3 di Indonesia), UMY menerima ribuan mahasiswa baru tiap tahunnya. Dan setiap tahunnya juga kampus UMY selalu dimerahkan oleh jiwa pergerakan IMM yang merupakan organisasi Internal yang ada di PTM seperti yang ~ 74 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah tertera dalam Qa’idah PTM Bab X pasal 28 point 2 yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan UMY, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya yang terdapat di UMY juga menerima dan mengkader hampir ribuan mahasiswa tiap tahunnya. IMM di UMY terdiri dari 7 komisariat (PK IMM Fakultas Agama Islam, PK IMM Fakultas Teknik, PK IMM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, PK IMM Fakultas Pertanian, PK IMM Fakultas Ekonomi, PK IMM Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas IMM Fakultas Hukum) dan 1 Koordinator Komisariat (KORKOM) yang seluruhnya berada dalam naungan PC IMM AR. Fakhruddin Yogyakarta. Tidak banyak perubahan dalam pola perkaderan yang terdapat di IMM sejak berdirinya hingga kini. Begitu juga dengan IMM UMY yang berada dibawah naungan PC IMM AR. Fakhruddin Yogyakarta. Korps Instruktur dibawah naungan PC IMM AR. Fakhruddin Yogyakarta bertugas mengelolah dan memfalitori setiap kali diadakan perkaderan pertama (Darul Arqom Dasar) yang ada di IMM, sesuai dengan SOP (standar Operasional Perkaderan) PC IMM AR. Fakhruddin Yogyakarta dan SPI (Sistem Perkaderan Ikatan). Pada akhir tahun 2008 itulah awal aku bergabung dengan IMM tepatnya di PK IMM Fakultas Agama Islam UMY. Sejak saat itu aku mulai aktif dalam hampir setiap kegiatan. Pada tahun selanjutnya aku bergabung dalam korps instruktur yang walau pada awalnya LID angkatan 07 saat itu dicap illegal, yang katanya pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur. Namun isu tersebut tidak berlangsung lama, isu itupun secara perlahan menghilang dengan sendirinya. Bersama dengan yang lainnya, semua berjalan normal.
~ 75 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Kesadaran sebagai kader dan sebagai instruktur yang akan melaksanakan tampuk pimpinan selanjutnya dan sebagai instruktur yang kelak akan mengkader calon kader IMM, setiap 2 kali dalam seminggu korps Instruktur selalu mengadakan diskusi dengan tujuan untuk mengupgrade kapasitas tiap-tiap anggota korps instruktur. Diskusi/upgrading ini dilakukan diluar diskusi yang biasa dilakukan saat pelaksanaan pengelolahan DAD. Karena pada dasarnya tiap pelaksanaan pengelolahan DAD, instruktur yang tidak bertugas masuk kelas, akan berdiskusi atau microteaching di ruangan khusus instruktur. Instruktur sebagai aktor terpenting dalam perkaderan IMM harus benar-benar memiliki spesifikasi yang tepat dalam perkaderan dan harus sesuai dengan kompetensinya. Instruktur haruslah menjadi contoh yang baik dalam perkaderan dan harus selalu memperhatikan kode etik instruktur yang ada. Karena pada dasarnya sebagai instruktur, yang mau tak mau, akan menjadi perhatian dan menjadi sorotan utama dalam perkaderan. Kalaulah yang menjadi instruktur itu tidak sesuai dengan kompetensi dasar maka apalah jadinya perkaderan tersebut. Saat awal bergabung dalam korps instruktur, sempat terbersik dalam benakku ternyata seperti inilah kerjaan para instruktur yang saat-saat luang dan saat kumpul mereka dimaanfaatkan untuk mengupgrade keilmuan masing-masing. Selain itu Konsep yang ditawarkan saat DAD (sesuai SOP dan SPI). Dan sikap independent yang harus dimiliki setiap instruktur saat mengelolah DAD agar tidak berpihak pada calon kader, atau bahkan komisariat manapun yang melaksanakan DAD. Namun ternyata hal itu tidak begitu baik disambut oleh kader lain yang tidak terlibat dalam korps instruktur.
~ 76 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Tidak sedikit dari kader atau pimpinan komisariat yang sensitive dan tidak terlalu open terhadap korps instruktur, yang padahal dalam realitanya mereka membutuhkan dan tidak bisa lepas dari korps instruktur. Yang ku rasakan tak jauh beda dari apa yang kader lain (bukan instruktur) tersebut. Namun aku hanya merasakan itu saat DAD saja. Tidak setelahnya dan tidak juga setelah bergabung dalam korps instruktur. Ternyata memang benar apa yang dikatakan beberapa kader terdahuluku yang tergabung dalam korps instruktur. “menjadi instruktur itu harus siap di benci oleh kader baru dan juga bahkan komisariat�. Sebagai Instruktur memang harus kuat mental, kuat intelektual, kuat iman dan kuat daya tangkap (peka terhadap lingkungan/kader). Maka sejak awal bergabung dalam Korps instruktur banyak hal lain yang ku temui dalam proses perkaderan dibandingkan menjadi kader yang berada diluar korps. Dan sejak itu tak ada keinginan lain benakku dan bahkan membuatku semakin tak pernah berfikir tentang posisi atau jabatan lagi. Posisi tidak pernah menjadi prioritasku dalam berorganisasi, bahkan saat tawaran itu datang. Tawaran saat harus menjabat di Pimpinan Komisariat, tawaran setelah demisioner dari Pimpinan Korkom, tawaran harus menjadi partner dalam meminpin dan menjalankan korps instruktur, dan tawaran harus memimpin korps instruktur ditingkat selanjutnya. Posisi itu tak pernah aku inginkan dan dambakan sebelumnya, aku masih merasa tak layak atas posisi yang ditawarkan, namun aku hanya berusaha menjalani dengan baik apa yang diberikan, hanya itu yang aku lakukan. Hingga detik ini aku masih merasa tak pantas atas semua posisi itu. Dan bahkan mungkin aku bukan siapa-siapa bagi ~ 77 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah orang lain. Tapi aku hanya tak ingin mengecewakan dan aku hanya berusaha menjalankan apa yang diberikan. Bagiku, dimanapun dan apapun aku kini dan kelak, aku tetaplah IMMawati dari PK IMM FAI UMY, PC IMM AR. Fakhruddin Yogyakarta yang merupakan rumah dan tempat kelahiranku sebagai kader IMM. Dukungan yang membuat ku “tersesat dijalan yang benar” itulah yang kurasa begitu sukses mebuatku berada disini hingga saat ini. “Jangan meminta jika tak diberi, jangan menolak jika diberikan” “Tersesat dijalan yang benar” “Hidup itu adalah pilihan”
~ 78 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
KALA AKU MENGENALMU Rizqi Nurjannah Mantan PK IMM PUTM Putri | Sekretaris Bidang Dakwah PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2012-2013 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memang berbeda dengan ortom-ortom yang lain. Sebuah organisasi yang bertujuan untuk mewujudkan para pemimpin bangsa masa depan. Hampir setengah abad IMM berdiri didampingi oleh trilogi, para kadernya pun berjalan dengan langkah pasti tuk mewujudkan sebuah niat yang suci. Melalui tulisan ini, aku ingin berbagi cerita tentang pengelamanku saat mengenal IMM. Tak mengherankan jika aku telah mengenalnya saat aku masih duduk dibangku sekolah, karena sedari TK aku telah berada dilingkungan Muhammadiyah dan bersekolah di lembaga pendidikan Muhammadiyah pula. Namun, ortom yang satu ini yang belum sempat aku pelajari saat aku berada di MTs maupun MA. Saat aku MA, ketika ada seorang Mahasiswi kakak kelasku mengatakan “komisariat”, maka fikiranku melayang dan terbayang sebuah kelompok militer. Tak faham akan maknanya, aku pun mulai penasaran sedikit hal tentang IMM. Istilah “komisariat” ternyata nama lain dari “ranting” jika dalam ortom Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM, kini IPM) yang aku ikuti. Setelah itu, aku tak ingin banyak tahu tentang IMM karena usiaku masih sekolah. Tahun 2009, aku mulai memasuki dunia perguruan tinggi. Namun, perguruan tinggiku tak seperti perguruan tinggi pada umumnya. Lebih tepatnya adalah Pendidikan Tinggi, yakni Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Putri(PUTM Putri). Sebuah pendidikan kader dibawah Majelis Tarjih dan Tajdid ~ 79 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PP Muhammadiyah) yang hanya berjumlah 15 orang dan wajib mengikuti ortom IMM. Bekal awal tentang IMM kami dapatkan saat orientasi thalabah (mahasiswa) baru, sehingga semanagat kami pun cukup membara untuk membentuk sebuah kepengurusan sederhana. Kami mencoba memahami konsep yang telah berjalan di PUTM Putra yang saat itu dinahkodai oleh Immawan Ihsan Mz. Tetapi, tetap saja jika berjalan tanpa sebuah pedoman yang pasti menjadikan kami semakin gugup. Kepengurusan yang terbentuk memberikan amanah padaku tuk memegang tongkat perkaderan awal. Saat orientasi telah sedikit disinggung masalah pengkaderan di IMM dan kami pun mulai menyusun rencana tuk mengadakan Darul Arqam Dasar (DAD). Walaupun nama Komisariat IMM PUTM Putri belum ada, namun semangat kami adalah mengadakan DAD. Ternyata, tak semudah mengadakan pengkaderan lanjutan jika sebuah ortom telah berdiri. Berbulan-bulan kami menunggu, dan akhirnya kami dapat mengadakannya dengan bantuan para instruktur dan Pimpinan Cabang AR. Fakhruddin (PC. AR) yang saat itu dinahkodai oleh Immawan Ahyar. Usai DAD, aku memang telah sedikit memahami tentang IMM walaupun hati justru mulai merasa sedikit gejolak yang tak menentu. Timbul banyak kebimbangan dan keraguan dengan ortom ini. Mungkin karena saat itu pemikiranku masih terlalu beku dan apriori terhadap pemikiran yang baru yang tak sejalan dengan idealita yang ada. Sejak itulah aku seringkali meminta pertimbangan mengenai ortom “IMM�. Jadi, memang IMM adalah subuah gerakan mahasiswa, sehingga para kadernya dituntut untuk bisa menjadi seorang yang kritis, terus belajar dan diskusi.
~ 80 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Aku terharu ketika pin IMM telah disematkan di jilbabku, “Siapkah kau menjadi kader IMM?” Jawabanku singkat, “Insya Allah”. Tangan kiri mengepal melantunkan Mars IMM dengan penuh semangat... Ayolah.. Ayo.. Ayo.. Derap derukan langkah Dan kibar geleparkan panji-panji Ikatan mahasiswa muhammadiyah Sejarah umat telah menuntut bukti Ingatlah.. Ingat.. Ingat.. Niat tlah diikrarkan Kitalah cendekiawan berpribadi Susila cakap takwa kepada Tuhan Pewaris tampuk pimpinan umat nanti Imawan dan imawati Siswa teladan putra harapan Penyambung Hidup generasi Umat Islam seribu zaman Pendukung cita-cita luhur Negri indah adil dan makmur Senandung yang membuat hati bergetar saat memikirkan maknanya. Ya Allah, ternyata umat telah menunggu kiprah dan gerak amalan kita di masyarakat. Harapannya kita sebagai kader dapat senantiasa mengingat bahwa kita dapat menjadi seorang cendekiawan yang memiliki kepribadian mulia, bermoral dan bertakwa pada Allah SWT serta menjadi pewaris pimpinan masa depan. Nama Immawan dan Immawati telah tersemat dalam setiap kadernya bahwa kader IMM adalah seorang teladan yang ~ 81 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah senantiasa diharapkan, sehingga kelak dapat menyambung hidup generasi dengan keilmuwan yang dimiliki. Jika Umat Islam selalu mendukung cita-cita ini, maka insya Allah kita akan mendapati sebuah negeri yang adil dan makmur. Kawan, hampir setengah abad IMM telah berdiri. Semoga kita sebagai kadernya dapat menjadikan gerakan/ ortom ini menjadi sebuah wadah untuk menuntun para mahasiswa Muhammadiyah menuju negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Billaahi fii Sabiilil Haq. Fastabiqul khairaat.
~ 82 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
Di mana sepantasnya maqam manusia yang kerjanya hanya berdzikir tanpa bekerja? tanpa berusaha? tanpa manfaat sosial? apalah arti puji-pujian kepada tuhan jika di sisi lain mereka juga membiarkan dunia rusak dengan dipenuhi orang-orang malas? mestinya ulama yang baik mengajarkan murid-muridnya bekerja dan berdoa. bukan membiarkan mereka taklid kepada wirid. Jika dunia bisa berubah karena wirid, kasihan tuhan. Muhammad Taufiq Rahman ~ 83 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
IKATAN DAN SEPAK BOLA Rohmad Qomaruddin Mantan Kabid Hikmah PK IMM FAI UMY | Mantan Sekbid Bidang IPTEK PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta | Sekbid Hikmah DPD IMM DIY 2013-2015 Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja. (Buya Hamka) Jangan pernah main-main dengan persoalan besar dan jangan terlalu girang menghadapi persoalan kecil Hadapai laju zaman dengan penuh pertimbangan Sesungguhnya masa tak bisa dianggap hina Wujud akhir perjuangan Tergantung dari cara berjuang Yang kecil bukan untuk diremehkan Yang besar bukan untuk dihindari Ikatan harus mejadi pemain bukan sekedar menjadi penikmat sepak bola Sepak bola adalah sebuah olahraga yang sangat banyak digemari masyarakat Indonesia dan memiliki pengikut yang sangat loyal banyak sekali. Mereka mencintai sepak bola dikarenakan permainannya yang cantik, karena sifat kedaerahan, karena kencitaan terhadap Club, atau karena hanya ada pemain idolanya. Bahkan di Eropa sepak bola sudah menjadi sebuah agama atau bahkan menjadi sebuah ideologi bagi pengikutnya. Dan disini saya, melihat IMM adalah sebuah La Vencia Si Nyora De Italiano atau bisa juga La Vencia Si Nyora De ~ 84 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Muhammadiyah. Dalam kepemilikan IMM dia dimiliki mutlak sahamnya oleh Muhammadiyah seperti Chelsea yang dimiliki Roman Abramovic. Dalam club sepak bola mereka pasti memiliki sebuah visi-misi dan tujuan yang harus di capai, dan IMM sebagai organisasi pergerakan Mahasiswa malah lebih jelas tentang visi-misi dan tujuannya. Sebuah Club Besar di dunia pasti memilki bos besar yang akan menyuplai club yang di milikinya agar bisa mencapai tujuan yang di ingginkan si bos. Baik dari segi penghasilan, perlengkapan, fasilitas-fasilitas yang di perlukan dan tentunya mengotrak meneger dan perangkat kepelatihan dan pemainpemain yang berkualitas. Dari meneger itu akan membuat struktur kepelatihan yang akan menunjang permainan pemain, dari Ass. Pelatih, pelath fisik, pelatih teknik, peltih kiper, dokter team dll. Dan mereka akan berkerja di dalam satu team yang solit untuk mencetak pemain-pemain yang berkualitas. Terus apa kesamaannya dengan IMM? IMM adalah sebagai ortom Muhammadiyah yang sekaligus menjadi pemilik tunggal IMM. IMM juga memiliki sebuah team menagerial yaitu DPP, DPD, DPC, PK sekaligus Bidangbidangnya dan Kader (Pemain Lapangan). Keinginan dari pemilik club, pelatih dan supporter cuma satu yaitu bagaiman pemain-pemain yang sudah dilatih itu dapat bermain dengan sebaik mungkin dan bisa menang. Tentunya dalam meraih kemenangan tidak bisa hanya bermodalkan uang yang banyak melainkan butuh waktu yang panjang untk membentuknya. Karena dalam sepakbola yang harus ada pada diri pemain adalah pertama harus tertanam rasa kecintaan terhadap sepak bola itu sendiri, kedua loyalitas terhadap club, solid, karakter, keikhlasan bermain, kerjasama, dan tujuan yang sama itu yang selalu saya tanamkan di dalam team saya.
~ 85 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah Pertama, kecintaan pada sepakbola, jika dalam sepakbola para pemain tidak memiliki rasa cinta pada permainan bola maka sudah dipastikan menegemen salah dalam membeli pemain atau kata lain dia tidak bisa bermain bola. Karena rasa cinta itu meripakan elemen terpenting dalam menikmati setiap permainan dan kecintaan itu akan selalu mau memperbaiki segala kekurangan yang dia miliki dan berusaha menjadi lebih baik dengan latian yang ekstra keras. Di IMM juga seperti itu jika di setiap kader tidak pernah mencintai apa itu IMM maka dia akan bekerja pasti tidak dengan keseriusan, keikhlasan dan biasannya mereka akan mudah tersapu oleh angin yang menerpa dia dan akhirnya dia tidak aktif lagi di IMM dikarenakan merasa kurang cocok di IMM tapi kalu kecintaan itu dasarnya maka hidup dan mati itu serasa bersama IMM. Kedua yang harus ada pada setiap pemain bola adalah loyal terhadap club. Karena kalau setiap pemain tidak loyal pada club. Mereka bisa dipastikan bermain cuma mencari penghasilan bukan prestasi dan mewujudkan tujuan bersama. Begitu pula dengan kader-kader IMM jika mereka cuma mencari sesuatu di IMM maka dia tidak akan pernah mendapatkan apa-apa di IMM dan akhirnya berujung kecewa (seperti yang sedang kita lihat saat ini pada sebagian kaderkader kita yang salah memahami IMM). Berikanlah untuk IMM jang pernah berharap IMM memberimu. Ketiga, dalam sebuah permainan sepakbola di butuhkan pemain-pemain dan model permainan yang solid, karena jika kesolidan itu tidak di wujudkan maka kemenangan adalah sebuah omong kosong, sehingga kekalahanlah jawabanya dan ujung-ujungnya para sporter akan kecewa dan bisa bertindak anarkis. Di IMM juga seperti itu jika antar pimpinan baik di DPP, DPD, DPC dan PK tidak solid dalam bekerja dan menjalankan amanah maka tujuan bersama dan agenda besar ~ 86 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah IMM tidak akan pernah bisa terwujud dan akhirnya yang menjadi korban adalah kader-kader baru, yang bisa jadi membuat mereka kecewa dan bertindak diluar batas pemikiran kita. Jadi mari atar Pimpinan, antar senior bergandengan tanganlah untuk IMM bukan untuk siapa-siapa. Keempat, dalam gaya permainan, sebuah team pasti memiliki karakter masing-masing sesuai cultur yang sudah dibangun pendahulunya yang tertuang dalam strategi dan formasi. Di IMM juga seperti itu, IMM memiliki karakternya sebagai pergerakan Mahasiswa Islam yang mengedepankan Intelektual, Religiusitas, dan Humanitas. Kalau gaya permainan IMM itu di hilangkan atau tidak dipahami dan tidak di jalankan oleh setiap kader maka karakter perjuangan IMM akan hilang. tetapi jika karakter IMM itu bisa sungguhsungguh di wujudkan maka trofi bergengsi bisa di raih setiap kader IMM. Kelima, dalam sepakbola rasa ikhlas harus benar-benar terpatri dalam setiap hati pemain, karena kalu rasa ikhlas itu tidak pernah ada maka tujuan team tidak akan pernah bisa terwujud dan pemain juga dalam bermain akan setengah hati (apalagi kalu gajinya belum di bayar). Begitupula di IMM, dalam berjuang di IMM kalau dasarnya tidak ikhlas maka yang timbul cuma rasa kecewa dalam diri setiap kader. Bermalah untuk akheratmu seakan-akan kamu akan mati besok dan bekerjalah untuk duniamu sekan-akan kamu akan hidup selamanya. Keenam, dalam sepakbola untuk mencetak sebuah gool di butuhkan kerjasama atar pemain baik dari kiper - pemin belakang – gelandang – striker, dan kunci kemenangan itu adalah bagaimana setiap team bisa menguasi bola selamalamanya dan mencetak peluang sebanyak-banyaknya. Dan itu semua bisa terwujud bila kersama yang solit atar tiap lini permainan yang berada di lapangan. Sedangkan di IMM juga ~ 87 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah seperti itu kerjasama di dalam Organisasi ini sangatlah penting dalam menjalankan roda perkaderan, jika tiap kader jalan sendiri sesuai dengan keingginanya dan ego pribadi atau bahkan jika berkompetisi terus kalah habis itu memutus kerjasama di Ikatan maka sampai kiamat IMM ini tidak akan pernah bisa bersaing dengan Gerakan Mahasiswa yang lainya. Ketujuh dalam sepakbola yang ada dalam benak pemain adalah bagaimana bisa cetak gool dan pulang dengan trofi juara dan ini dijadikan sebuah tujuan bersama dalam sebuah team sepakbola, sehingga ego pribadi, permainan idividual, emosional, saling menjatuhkan teman harus benar-benar ditanggalkan demi kepentingan team. Dan IMM seharusnya juga seperti itu. Karena di IMM memiliki tujuan yang jelas seperti yang tertuang dalam AD IMM BAB II Pasal 6, yaitu mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Kalau tujuan yang sudah jelas ini masih mengedepankan kepentingan pribadi masing-masing dengan di dasari emosional dan ketidak dewasaan tiap-tiap kader maka siapsiap saja IMM tidak akan pernah bisa mencetak gool dan membawa pulang sebuah trofi kemenangan. Untuk memperingati Milad IMM tahun ini, apa yang saya tulis ini mungkin bagi teman-teman adalah suatu hal yang aneh dan kelihatanya kaya tulisan yang tidak berbobot dan tidak mencerminkan Intelektualitas. Tapi saya ingin katakan buat apa kita banyak menulis yang berbobot dan ilmiah yang di ambil dari berbagai narasumber kalau hanya sekeder di baca doang. tapi masyarakat saat ini membutuhkan kerja yang riil. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ini adalah salah satu organisasi besar yang ada di Indonesia. Dengan kader yang sudah tidak bisa di hitung lagi berapa jumlahnya yang ikut DAD tapi juga sudah tidak bisa kita hitung lagi berapa kader yang melepaskan diri dari IMM pasca DAD. Di umur yang ~ 88 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah hampir setengah abad ini seharusnya IMM segera bisa bertindak secara cepat untuk memperbaiki segela elemen yang rusak di IMM. Kalau dalam sepakbola permasalah utama sebuah permainan adalah pribadi-pribadi pemain itu sendiri dari fisik mereka, mental mereka, kemampuan mereka, dll. Pihak club pasti akan segera memperbaikinya dengan cepat karena mereka punya tujuan bersama untuk juara. Di IMM setiap kader harus coba memahami IMM sesuai dengan apa yang sudah di deklarasikan di kota barat atau Deklarasi Solo : 1. IMM, adalah gerakan mahasiswa Islam; 2. Kepribadian Muhammadiyah, adalah landasan perjuangan IMM; 3. Fungsi IMM, adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator); 4. Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM; 5. IMM, adalah organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku; 6. Amal IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa. Di sini saya sebagai kader IMM ingin katakan kepada semua kader IMM. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bukan partai politik yang bisa menjadi alat pemuas kekuasan bagi kaderkadernya. Tapi IMM adalah sebuah gerakan Mahasiswa Islam yang berkepribadian Muhammadiyah yang mengedepankan Ilmu adalah amaliyah dan amal adalah ilmiyah, yang nantinya akan mengabdikan dirinya untuk kepentingan Agama, NusaBangsa dan Masyarakat. Jadi marilah berfikir secara dewasa dalam menyikapi tujuan utama Ikatan ini, jangan kedepankan kepentingan pribadi demi meraih sesuatu di IMM. Jikalau di IMM hanya beribut, ~ 89 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah berkutat dengan permasalahan internal yang tidak mendewasakan diri setiap kadernya maka IMM kita ini tidak akan pernah bisa menasionalkan kader-kadernya dan tentunya kader akar rumputlah yang akan menjadi korban dari ketidak mampuan kader-kader senior dalam menurunkan ego mereka demi mewujudkan perdamaian abadi di dalam tubuh ikatan. Lihatlah permainan sepakbola begitu indah, cantik dan rapinya bola itu mengalir antara kaki-kekaki yang mengelinding tiada henti. Bahkan bisa membuat detak kagum dan membius penontonnya karena alunan-alunan sepakan kaki penuh irama yang di mainkan dengan penuh kerjasama oleh seniman-seniman sepakbola. Mereka semua tinggalkan semua sklil pribadi mereka, mereka semua tinggalkan nafsu pribadi mereka, tapi yang mereka lakukan adalah berbaur bersama menjadi satu guna menjalankan sebuah strategi yang sudah dirancang sang pelatih. Coba saja kalau sepakbola dalam satu team ditengah-tengah permainan ada pemain yang ngambek terus keluar meninggalkan lapangan karena tidak diberi umpan atau berebut mengeksekusi pinalti, maka yang akan merasa rugi adalah club dan para sporter bukan pemain yang sedang menguasai lapangan. Di IMM kita harus bisa menghargai sebuah perbedaan atau kalah-menang dalam bertanding. Semua itu dijadikanlah sebagai sebuah keindahan tanpa didasari sifat mutungan tapi bagaiman setiap kader itu bisa terus menjaga kesolitan dan keharmonisan dalam internal ikatan. Sehingga saya rasa bila visi bersama itu bisa di wujudkan dalam Ikatan maka IMM akan mampu merebut trofi yang saat ini dipegang oleh berbagai gerakan lainya. Terakhir kader IMM sangatlah dibutuhkan sekali di lingkungan masyarakat kita. Dengan segala pencerahan yang ~ 90 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah sudah di dapat oleh tiap-tiap kader ini di harapkan mampu memberikan secerca cahaya di lingkungan masyarakat kita yang kian hari kian jauh dari norma-norma ke Islaman. Apalagi pendampingan terhadap para penerus Bangsa ini yaitu para remaja-remaja dan pemuda-pemudi kita yang kian hari masalah moral mereka terus merosot jatuh karena berbagai permasalahan pergaulan mereka. Maka saat ini peran kader-kader IMM sangatlah dibutuhkan untuk menyelamatkan mereka. Jadi mari masa lalu 1, masa lalu 2 dan masa lalu 3 kaya sebuah lagu itu, kita mulai lupakan apalagi itu masalah yang tidak membuat ikatan kita ini berkembang, tapi mulai saat ini kita kuatkan pegangan tangan kita untuk bersama-sama membuat sejarah kita sendiri. Gambarkan IMM ini sebuah club Eropa yang sedang menatap Final UCL yang sudah di depan mata maka ke solitan team yang di butuhkan utuk juara. Kawan-kawan Umat menunggu kita untuk berbuat lebih banyak lagi untuk mereka. “Jangan meninggalkan generasi yang lemah di belakang kita�
~ 91 ~
MIM Indigenous School |Tak Sekedar Merah
CATATAN AKHIR Madrasah Intelektual Muhammadiyah (MIM) Indigenous School lahir sejak sekitar tahun 2003. Direktur pertama MIM Indigenous School adalah Darwitiq Sabista dengan pola pendekatan creative minority. Kegiatan pun selalu berlangsung selama kepemimpinan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dengan cara menyelenggarakan pelatihan, diskusi tematik, resensi, penulisan naskah dan penerbitan buku.
~ 92 ~