5 minute read

Ratusan Warga Kelurahan Patokan Terima Bansos PKH

Situbondo, Bhirawa Sedikitnya 576 warga Kelurahan Patokan, Kecamatan Kota Situbondo menerima bantuan sosial (bansos) dari Program Keluarga Harapan (PKH) sejak Senin (22/5) kemarin. Acara tersebut berlangsung di balai Kantor Kelurahan setempat. Ikut hadir diantaranya Forum Pimpinan Kecamatan (For- kopimka) Kota Situbondo bersama babinsa serta babinkamtibmas Kelurahan Patokan. Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, bantuan sosial dari PKH tersebut berupa beras 10 kg dan di dominasi kalangan ibuibu. Pada kesempatan tersebut, Lurah Patokan, Supriyanto dan Sekretaris Kelurahan Budi Prayit- no, secara simbolis menyerahkan bansos pada warga sebagai penerima. Turut hadir Koordinator PKH dari Dinas Sosial Kabupaten Situbondo, Muhammad Nurudin dan Kasi Sosial Kelurahan Patokan, Puji Astutik. Menurut Lurah Patokan, dirinya sangat bersyukur dan mengucapkan terima kasih pada Pemerintah Kabu-

Pemkab Upayakan 42 Titik Blank Spot Segera Miliki Akses Internet

Advertisement

Bondowoso, Bhirawa

Pemerintah Kabupaten Bondowoso melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) terus mengupayakan agar titik-titik blank spot segera memiliki akses internet. Hal itu dilakukan dalam rangka mencapai status smart city. Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Bondowoso dengan menjalin nota kesepahaman dengan PLN Icon Plus. Sedangkan informasi dihimpun, total ada 42 titik blank spot di Kota Tape ini. General Manager PLN Icon Plus

SBU Regional Jawa Bagian Timur, Enrico Halomoan Batubara mengatakan, jangkauan layanan PLN Icon Plus bisa masuk ke wilayah terluar. “Kemanapun ada tiang listrik. Maka disitu bisa mengaliri jaringan internet,” kata dia saat dikonfirmasi. Menurutnya, melalui MoU ini desa yang masuk dalam blank spot, bisa segera mendapatkan akses internet yang memadai. Apalagi layanannya menggunakan kabel fiber optik, sehingga lebih tahan cuaca dan tidak tergantung medan. “Mau dibalik bukit pun, kualitasnya tetap sama,”jelasnya saat dikonfirmasi sejumlah awak media di Pendopo Bupati Bondowoso, Senin (22/5). Diakuinya, bahwa program serupa sudah berjalan di Banyuwangi sejak beberapa tahun silam. Bahkan kabel fiber optik milik PLN Icon Plus sudah sampai di pegunungan Ijen. Dengan begitu, akan sangat mudah jika diteruskan ke desa yang ada di Bondowoso. Pihaknya pun juga sudah berhitung, di Kabupaten Bondowoso kurang lebih hanya membutuhkan 400 kilometer saja. Tarif yang harus dibayarkan pemerintah dalam sebulan untuk satu desa sekitar Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta. “Jauh dekat tarifnya tetap sama. Kenapa jauh dekat tarifnya sama supaya saling subsidi silang. Harganya sama karena dibantu oleh desa-desa yang ada di tengah kota,” terangnya. Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bondowoso, Ghazal Rawan mengaku masih akan melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Kata dia, untuk menentukan wilayah yang akan menjadi prioritas. Meskipun sebenarnya untuk wilayah blank spot sudah diketahui titiknya. “Harapannya 209 desa itu bisa kami jangkau semua,” ungkapnya. Dikonfirmasi terkait anggaran, pihaknya belum bisa memberikan penjelasan, sebab harus ada perjanjian kerja sama antara PT PLN Icon Plus dengan pemerintah. “Dengan desa seperti itu,” pungkasnya.[san.ca] paten Situbondo, khususnya Dinas Sosial yang telah menyalurkan bansos pada ratusan warga yang tinggal di Kelurahan Patokan. Dengan adanya bansos ini, aku Supriyanto, warga yang masuk sebagai penerima PKH sangat terbantu. “Tiap warga menerima 10 kg. Itu merupakan bantuan yang sangat besar nilainya. Bantuan ini sangat meringankan ekonomi masyarakat yang tidak mampu,” jelas Supriyanto. Bantuan Sosial ini, lanjut Supriyanto lagi, sangat seirama dengan program Bupati dan wakil bupati Situbondo yang tertuang dalam visi misi kepala daerah. Satu diantaranya, sebut Supriyanto, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Situbondo . “Selain itu juga untuk mewujudkan masyarakat Situbondo yang Berakhlak, Sejahtera, Adil dan Berdaya atau yang dikenal dengan sebutan Berjaya. Untuk itu kami dari perwakilan pemerintah Kelurahan Patokan selalu siap mendukung program program yang di gagas oleh pemerintah,” terang Supriyanto. [awi.ca]

Dinkes Kabupaten Probolinggo Gelar Koordinasi Pelaksana Program Kesehatan Jiwa dan Napza

Di Wilayah Kabupaten Probolinggo Penderita ODGJ Mencapai 1.654 Orang

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo menggelar koordinasi pelaksana program kesehatan jiwa dan napza di ruang pertemuan Bale Hinggil Probolinggo. Kegiatan ini diikuti oleh 33 orang Pengelola Program Jiwa dan Napza Puskesmas se-Kabupaten Probolinggo. Mereka dipandu oleh narasumber yang berasal dari Dinkes Kabupaten Probolinggo dan Dinkes Provinsi Jawa Timur.

Selama kegiatan mereka mendapatkan materi kebijakan dan strategi deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan napza beserta pelaporannya, kebijakan dan strategi surveiland kesehatan jiwa dan napza beserta pelaporannya serta penguatan dan strategi tata laksana gangguan jiwa di FKTP.

Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr Shodiq Tjahjono melalui

Penyuluh Kesehatan Masyarakat

Muda Restie R. Sudjarwo mengatakan, Selasa (23/5) secara umum kegiatan ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dan perencanaan dalam rangka meningkatkan capaian program jiwa dan napza di Kabupaten Probolinggo. “Secara khusus menyampaikan kebijakan dan strategi tata laksana kegawatdaruratan psikiatrik beserta pelaporannya dan manajemen kefarmasian pelayanan pasien gangguan jiwa, menyampaikan kebijakan dan strategi surveiland kesehatan jiwa dan napza serta menyampaikan penguatan dan strategi tata laksana gangguan jiwa dan napza di FKTP,” katanya.

Restie menjelaskan kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. “Kesehatan dan kesejahteraan jiwa merupakan hal penting untuk diperhatikan dan diupayakan oleh berbagai pihak, terutama oleh para tenaga profesional di bidang kesehatan kota hingga tingkat puskesmas,” jelasnya.

Untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas pelayanan bagi pasien jiwa di puskesmas jelas Restie, maka pelayanan kesehatan jiwa yang menyeluruh menjadi salah satu syarat untuk menjamin tercapainya kebutuhan pasien gangguan jiwa.

“Keberhasilan pelayanan terhadap pasien dengan gangguan jiwa sangat ditentukan oleh pendamping terhadap pasien, keluarga, masyarakat dan lintas sektor terkait melalui kegiatan kunjungan rumah dan edukasi terhadap keluarga,” terangnya. Menurut Restie, kunjungan ru- mah pasien jiwa adalah mengunjungi tempat tinggal pasien jiwa dan bertemu dengan keluarga untuk mendapatkan berbagai informasi penting yang diperlukan dalam rangka membantu pasien dalam proses penyembuhan serta melakukan penyuluhan/edukasi kesehatan fisik/mental/sosial kepada keluarga terkait dengan kebutuhan pasien selama menjalani perawatan kesehatan dan dukungan keluarga dalam pengobatan pasien.

“Kunjungan rumah merupakan alternatif yang baik untuk dilakukan sebagai salah satu upaya membantu proses perubahan respon yang lebih adaptif. Untuk meningkatkan kemampuan pelaksana program jiwa dalam kunjungan lapangan maupun dalam pelaporan maka dilaksanakanlah pertemuan koordinasi pengelola program kesehatan jiwa dan napza,” pungkasnya.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Probolinggo terus memberikan pelatihan kesehatan jiwa Intermediate Course Community Mental Health Nurse (ICCMHN). Pelatihan program kesehatan jiwa ini diikuti 30 orang Pengelola Program Kesehatan Jiwa dari 33 Puskesmas se-Kabupaten Probolinggo. Sebagai narasumber berasal dari Tim IPKJI, Tim TPKJM dan Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo. Selain mendapatkan materi dari beberapa narasumber, para peserta pelatihan kesehatan jiwa dari 33 puskesmas se-Kabupaten Probol- inggo ini juga melakukan praktek langsung di Pulau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih.

Kasi Pengendalian Penyakit Tidak

Menular dan Kesehatan Jiwa Dinkes Kabupaten Probolinggo Wiwik Yuliati mengungkapkan kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan petugas dalam penanganan pasien ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa).

“Selain itu, menurunkan angka kekambuhan dengan pendekatan komprehensif di keluarga, mampu menganalisa situasi kesehatan jiwa masyarakat di wilayah kerjanya, mampu membuat strategi prioritas kesehatan jiwa di wilayah kerjanya serta mampu melakukan monitoring dan evaluasi secara masif pada implementasi program kesehatan jiwa di wilayah kerjanya,” ungkapnya. Menurut Wiwik, sehat adalah keadaan sejahtera, fisik mental dan sosial dan tidak sekedar terbebas dari keadaan cacat dan kematian. Definisi sehat ini berlaku bagi perorangan maupun penduduk (masyarakat). Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berinteraksi yaitu, lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. “Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan semua segi ke- wiwit agus pribadi/bhirawa hidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kehidupan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya merasa nyaman bersama orang lain,” terangnya. Lebih lanjut Restie R. Sudjarwo menegaskan ansietas merupakan salah satu kondisi yang sering luput dari perhatian perawat di puskesmas maupun di masyarakat. Pasien sering datang ke puskesmas dengan keluhan fisik yang berulang dan menyatakan tanpa ada perbaikan. Di masyarakat, individu dengan masalah fisik kronis juga sering ditemui mengalami ansietas. “Ansietas adalah perasaan waswas, khawatir atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Jika kondisi ansietas tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Oleh karena asuhan keperawatan ansietas perlu diketahui oleh perawat puskesmas agar dapat membantu pasien dan keluarga mengatasi ansietas,” katanya. Di wilayah Kabupaten Probolinggo sampai saat ini penderita ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) mencapai 1.654 orang dengan jumlah yang termasuk sudah terbebas dari terpasung sebanyak 27 orang tersebar di wilayah Kabupaten Probolinggo.[wap.ca]

Dinkes gelar koordinasi pelaksana program kesehatan jiwa dan napza.

This article is from: