MATA PANAH Edisi 03

Page 1

Edisi 03/III/April/2014

MATA PANAH Hima.fib.ugm.ac.id

RESCUE!

Selamatkan Sejarah Dari Bencana!

13 Pojok HIMA

Kegiatan publik yang asyik, seru, dan bermanfaat.

22 Bu Poppy :

“Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/Purnatugas”

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM


Salam Redaksi

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga bulletin ‘Mata Panah’ ini dapat diterbitkan. Pada terbitan bulletin kali ini kami mengangkat tema ‘Rescue’, atau menyelamatkan sejarah dari berbagai bencana, baik bencana alam maupun ulah manusia yang kadang merusak. Kami berharap bulletin ini dapat bermanfaat, dengan isi yang tajam dan tepat sasaran ke semua kalangan, baik kalangan mahasiswa arkeologi maupun kalangan umum. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu pembuatan buletin ini, terutama kepada pihak Benteng Vredeburg, yang memberi kemudahan dalam proses peliputan dan pengambilan data. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Masih banyak kekurangan pada bulletin ini dan kami mengharapkan krtitik dan saran pembaca agar ke depannya bulletin ini menjadi lebih baik. Selamat membaca!

2

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


Edisi 03/III/April/2014

Daftar Isi 4 6

Editorial

Upaya Menyelamatkan Sejaran

Survei

MATA PANAH Hima.fib.ugm.ac.id

Pembimbing: Fahmi Prihantoro, S.S., S.H., M.A. Pemimpin Redaksi: Umar Hanif Al Faruqy

Berkelut dengan Kelud dan Menghadang Ancaman Tangan

10 Potret

Pembersihan Benteng Vredeburg

12 Opini

(Katanya) Mahasiswa Arkeologi yang Militan

13 Pojok HIMA

Reporter: Fatikhatus Sholikhah, Elfani Warasti Dewi, Hera Indry, Eugenius Olafianto, Hisar Agustinus Sinambela, Asror Fikri Hagaspa, Safitri Setyowati, Sugiarto Hadinata, Fatma Yunita Editor: Siswanto

beragam kegiatan publik yang asyik, seru, dan bermanfaat

16 Pustaka

Warisan Budaya Terkait Penyelamatan dan Pelestarian

18 Bu Poppy :

“Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/ Purnatugas�

22 Istilah

Berbagai istilah di dunia arkeologi

23 TTS

Artistik: Eugenius Olafianto, Hisar Agustinus Sinambela, Sugiarto Hadinata, Siswanto, Umar Hanif Al Faruqy Website: Hima.fib.ugm.ac.id Email: Hima@ugm.ac.id Himpunan Mahasiswa Arkeologi FIB UGM 2014

Teka-teki silang tentang arkeologi

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

3


Editorial

Upaya Menyelamatkan Sejarah “sejatinya bencana alam bukanlah pengrusakan, melainkan sebuah proses untuk membentuk dirinya (bumi) itu sendiri�. Kendati demikian, tak dapat disangkal, terlampau banyak manusia yang tewas dan sejarah yang lenyap. Baik akibat besarnya sebuah bencana alam yang datang, maupun ulah manusia yang senang merusak.

I

ndonesia terletak di area “Cincin Api�. keberadaannya yang merupakan pertemuan antara dua lempeng yakni lempeng Eurasia dan IndiaAustralia, membuat negeri beribu pulau ini dikaruniai banyak gunung api aktif dan rawan serangan bencana seismik, baik akibat aktivitas vulkanik maupun tektonik. Terlihat, sejak tahun 2007 hingga Maret 2014, badan geologi menyatakan 22 gunung berapi berada di atas kondisi normal. 17 gunung dengan status waspada, 3 gunung berstatus siaga, satu gunung berstatus awas.

4

dan satu gunung Kelud yang meletus pada Kamis, 13 Februari lalu. Selain gunung berapi, Badan Geologi juga mencatat adanya 61 gempa bumi yang melanda berbagai kota dalm rentang waktu 20 September 2013 hingga Maret 2014 sekarang. Jika eseluruhan data bencana ini digabung, termasuk bencana yang parah seperti Tsunami Aceh 2004 dan gempa Jogja 2006 lalu. akan sangat mudah disimpulkan jika Indonesia sangat identik dengan bencana. Namun di sisi lain, seorang guru geografi dan kebumian, Dra. Nurhayati

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


menjelaskan bahwa berbagai bencana yang terus meliputi negeri di Cincin Api ini adalah sebuah karunia yang tidak bisa dibilang selalu sebagai ancaman yang berkonotasi negatif. “sejatinya bencana alam bukanlah pengrusakan, melainkan sebuah proses untuk membentuk dirinya (bumi) itu sendiri�. Pernyataan tersebut nampaknya memiliki sisi benar. Sebab, negeri yang tak lekang dari bencana ini ternyata merupakan negeri yang “Gemah Ripah Loh Jinawi�. Meski berdampak baik bagi pembentukan bumi, tak bisa dipungkiri bahwa banyak manusia beserta hasil kebudayaannya yang mau tak mau harus lenyap dari permukaan. Sekali gunung berapi meletus ataupun bencana-bencana lainnya datang, ada saja manusia-manusia yang hilang dan tewas, bangunan-bangunan yang tertimbun, pagar-pagar yang hancur, dan rumahrumah yang runtuh. Letusan gunung Kelud 13 Februari yang lalu menjadi sebuah pengalaman yang terlampau nyata bagi warganing HIMA. Pascaletusan yang menyebabkan tebalnya tumpukan abu di berbagai sudut kota, warganing HIMA kebanjiran tugas. Rektorat Universitas Gadjah Mada mewajibkan seluruh mahasiswa untuk membersihkan kampus dari tutupan abu vulkanik yang tebalnya bisa mencapai 1 cm. dengan situasi Yogyakarta yang saat itu terancam akan mengalami 3 hari tanpa hujan. Seluruh mahasiswa beserta berbagai komponen kampus jelas harus bekerja keras untuk melakukan pembersihan. Nyatanya, meskipun terus mengalami hujan setelah 3 hari dengan cuaca yang kering, butuh waktu lebih dari 1 bulan hingga kampus kerakyatan ini dapat benar-benar bersih terbebas dari tumpukan abu gunung kelud. Seperti halnya demikian, warganing HIMA juga mendapat tugas untuk membersihkan sebagian sisi kompleks Candi

Prambanan. Pada saat itu, seharusnya siapapun sadar. Banyak sekali bangunan bersejarah baik yang telah terdaftar sebagai cagar budaya maupun yang belum atau bahkan tidak, yang butuh penyelamatan, meski hanya sebuah kibasan sapu dan segaris aliran air. Peranan masyarakat dalam melestarikan warisan budaya leluhur mereka akan sangat dibutuhkan sebagaimana Cornelius pada masa pemerintahan Raffless, mengerahkan 200 warga desa untuk membersihkan Candi Borobudur dari semak-semak dan pepohonan yang dahulu menyelimuti candi. sejatinya kerjasama semisal itu yang harus selalu dijaga. Kombinasi berbagai pihak, dengan kerjasama baik berupa modal ataupun jasa, diharapkan mampu menjaga dan menyelamatkan berbagai tinggalan yang bernilai tinggi bagi identitas bangsa dari ancaman bencana-bencana yang tak akan pernah lelah datang ke bumi nusa antara. Begitupun Alam begitu pula manusia. Keduanya memiliki potensi merusak sejarah yang telah ada dan terjaga hingga sekarang. Pada akhirnya, kita sendirilah yang menentukan, akankah kita membiarkan sejarah bangsa ini tertimbun alam dan tercoreng ulah manusia, atau akan tetap berupaya menjaga dan melestarikannya. Selamat membaca dan mari selamatkan sejarah dari bencana!

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

5


Survei

Berkelut dengan Kelud

Menyelamatkan sejarah adalah hal terpenting dalam perjalanan budaya suatu bangsa. Oleh karena itu, sudahkah kita siap melindunginya meski bencana alam yang besar datang melanda?

M

useum Benteng Vredeburg terpaksa ditutup selama satu minggu. Berbagai situs bersejarah pun mengalami hal yang mirip atau serupa. Seluruh tenaga dikerahkan, berbagai strategi dikemukakan, dan segudang uang harus dikeluarkan demi bersihnya situs-situs tersebut. Sebab, pada saat itu Museum Benteng Vredeburg dan situs-situs lainnya yang berada di Yogyakarta berada dalam saat yang buruk. Abu vulkanik hasil erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur pada tengah malam 13 Februari 2014 lalu, berhasil membuat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mati nyaris sama sekali. Salah seorang pihak pengelola Museum Benteng Vredeburg menggambar-

6

kan, letusan Gunung Kelud lebih dari tiga bulan yang lalu membuat benteng tertutup oleh abu vulkanik. Jika melihat tutupan-tutupan abu yang berada di kebanyakan sisi Jogja, kemungkinan tebalnya abu ang menutupi benteng tersebut mencapai satu senti meter. Dengan tebal yang seperti itu, sebagian sisi dan sudut benteng bisa terancam karat jika tidak segera dibersihkan. Tak hanya ancaman karat pada bangunan, abu vulkanik juga memiliki ancaman yang berbahaya bagi pernapasan manusia. Maka pihak pengelola tidak bisa santai saja membiarkan abu vulkanik menutupi bangunan, membuat bangunan terancam dan nyawa mereka serta pengunjung juga turut terancam. Implikasinya, anggaran pun ikut ber-

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


masalah dan pengelolaan situs bersejarah paling populer karena lokasinya yang strategis berada di titik Km 0 Yogyakarta itu bisa terbengkalai. Tak hanya sisi luar benteng yang berhasil diwarnai ulang dengan warna kelabu vulkanik, seluruh sisi dan sudut bagian dalam bangunan pun terkena sapuan abu yang dikibaskan oleh angin yang masuk. Akibatnya, banyak peralatan yang harus disiapkan dan dianggarkan. Sebab, pembersihan di situs berupa benteng berbeda dengan pembersihan di Candi Prambanan yang cukup bermodal sekop, sikat, dan selang. Selama satu minggu, Museum Benteng Vredeburg dibersihkan. Tidak cukup dengan tenaga pihak pengelola,

agenda penyelamatan sejarah ini juga melibatkan berbagai golongan, seperti: Masyarakat umum, tukang becak dan tukang parkir, bahkan juga turut dimeriahkan dengan hadirnya tenaga TNI. Begitupun dengan pihak pemerintah kota, yang mengirimkan bantuan pengangkutan abu vulkanik ke tempat pembuangan, meski pihak pemkot tidak memberi bantuan finansial kepada pihak pengelola yang membuat mereka harus mandiri mengambil dari pos anggaran pengelolaan benteng. Dan ternyata, volume abu vulkanik yang menutupi benteng mencapai volume yang besarnya fantastis, yakni mencapai 500 karung. Beruntung, Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah situs bersejarah buatan Belanda yang sangat awet. Terbukti, dampak tebalnya abu vulkanik Kelud 13 Februari lalu, sama sekali tidak terlihat lagi saat ini. Bahkan, saat bencana seismik “Gempa Jogja� Mei 2006 lalu melanda, Museum Benteng Vredeburg mampu tetap berdiri kokoh dan hanya menjatuhkan 15 buah genteng saja. Tidak heran, saat diwawancarai pada 7 April lalu, Pak Budi Sanyata menjelaskan bahwa tidak ada prosedur yang pasti bagi para pegawai pengelola benteng jika di waktu mendatang, akan ada bencana-bencana lainnya, sekalipun pada saat wawancara, Badan Geologi telah memberikan sinyal kepada khalayak umum bahwa ancaman vulkanik seperti erupsi Kelud yang lalu akan ramai sekali dalam waktu dekat ini. (Hera)

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

7


Survei

Menghadang Ancaman Tangan

Situs-situs bersejarah selalu tidak luput dari ancaman penrusakan dan pencurian. Para pengelola pun kerap dibuat pusing untuk mencegah dan mengatasi masalah serupa. Reaksi berbeda terlihat dari wajah para pengelola Museum Benteng Vredeburg. Mereka tampak seolah santai dan tidak perlu memusingkan adanya ancaman tangan-tangan para perusak dan pencuri.

T

idak hanya kokoh dari terjangan berbagai bencana alam, pihak pengelola Museum Benteng Vredeburg menjelaskan bahwa benteng peninggalan Belanda di titik Km 0 Yogyakarta ini adalah Benteng yang juga kuat terhadap ulah-ulah tangan manusia. Berbeda dengan museum Radya Pustaka yang pernah terkena kasus pemalsuan koleksi arca dan Museum Nasional yang pernah tertimpa kasus pencurian koleksi, Benteng Vredeburg sampai saat ini bersih akan kasus semisal sama sekali.

8

Ada alasan dibalik bersihnya Museum Benteng Vredeburg dari kasuskasus pencurian koleksi. Adalah alasan segi arsitektur benteng yang membuat akses untuk pencurian koleksi hampir tidak ada. Sebab, jalan keluar-masuk benteng ini hanya ada dua jalan, dan selebihnya dilindungi dengan temboktembok tinggi yang tebal. Di samping itu, penggunaan Close Circuit Television atau CCTV di benteng ini nampaknya sangat efektif mengawasi koleksi-koleksi yang dipamerkan di dalam benteng. Menurut pengelola benteng,

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


Hisar.Hima pengawasan di benteng ini terbilang sangat bagus. Bagaimana tidak, situs bersejarah ini seringkali menjadi tujuan wisata dan penyelenggaraan pameranpameran kecil dan besar. Pameran Festival Kota Yogyakarta 2014 dan acara Festival esenian Yogyakarta 2012 lalu misalnya yang memakan waktu lebih dari dua hari dan melewati waktu batas kunjungan benteng, yakni jam 5 sore. Dengan acara yang seramai itu, ternyata tidak menjadikan Museum Benteng Vredeburg rapuh dari kemungkinan ancaman serangan tangan. Selebihnya, tidak ada ancaman tangan yang berarti. Hanya tindak-tindak perusakan tidak sengaja semisal kerusakan pintu salah satu diorama akibat banyaknya pengunjung yang masuk, dan kasus perusakan media touch screen yang memang sudah lumrah terjadi. (Tika)

dua hal itulah yang paling berperan dalam mencegah serangan tangantangan pencuri dan perusak. Ancaman tindak vandalisme yang biasa menghantui situs-situs bersejarah pun tidak menjadi permasalahan yang rumit di benteng peninggalan Belanda ini. Satu kasus yang diceritakan pihak pengelola adalah penangkapan basah atas pelaku tindak vandalisme yang kemudian dihukum oleh pihak pengelola untuk mengecat kembali sisi benteng dengan modal dari sang pelaku sendiri. Nampaknya sistem keamanan dan

Hisar.Hima

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

9


Potret

10

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


Pembersihan Benteng Vredeburg

Foto Oleh : Agus Supriyantoro/ Dokumentasi Benteng Vredeburg Pembersihan benteng vredeburg pascaerupsi kelud februari lalu, melibatkan berbagai pihak. Baik warga setempat, hingga pihak TNI, juga tukang becak dan tukang parkir, seluruh komponen berusaha untuk menyelamatkan bangunan bersejarah di Jogja ini.

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

11


Opini

(Katanya) Mahasiswa Arkeologi Yang Militan

“sebagai seorang mahasiswa arkeologi, menjadi kader yang militan dan sangat bersemangat menjaga kelestarian cagar budaya merupakan sesuatu yang benar. Tetapi apakah seutuhnya benar ?”

G

untoro tengah menikmati tidurnya malam itu. Berharap paginya lebih indah dari sebelumnya. Dia pun terbangun dari tidurnya dan tampak olehnya kondisi sekitar kosntya yang penuh debu berwarna keabu-abuan. Tetangga sekitar kostnya pun menggunakan masker untuk melindungi pernafasan mereka dari bahay abu tersebut. Ternyata, abu tersebut berasal dari erupsi letusan gunung kelud malam itu. Dalam beberapa hari saja debu tersebut telah “menimbun” kota. Ya, kota tersebut adalah Yogyakarta karena Guntoro adalah mahasiswa yang merantau dari kota asalnya untuk menimba ilmu di jurusan arkeologi di salah satu kampus di kota tersebut. Semenjak peristiwa tersebut hampir seluruh kota membersihkan debu-debu yang menghalangi mereka beraktifias. Tiba-tiba, terdengar bunyi hp dari celana Guntoro. Ternyata sms dari temannya yang mengajak untuk bersamasama membersihkan salah satu cagar budaya di dekat kampusnya. Hari telah berganti. Sms berisi ajakan serupa pun masih menghampiri inbox hpnya hampir seminggu lamanya. Tapi ia tak begitu peduli. Semenjak datang sms tersebut, Guntoro sering mendengar desas-desus dari beberapa orang dikampusnya. “apakah

12

mahasiswa tak punya keinginan untuk membersihkan kampusnya sendiri?”. Mendengar perkataan tersebut, Guntoro termenung dibawah pohon duduk di sebuah bangku dikampusnya. Diakui Guntoro, seharusnya mahasiswa perlu ikut aktif membersihkan kampusnya. Nyatanya, kegiatan serupa sudah pernah dilaksanakan. Apakah masih dirasa kurang merangkul mahasiswa atau partisipasi mahasiswa yang sangat kurang? Mahasiswa, khusunya mahasiswa arkeologi dan mahasiswa jurusan lain pada umumnya, teman se-jurusan Guntoro pun lebih tertarik membersihkan cagar budaya daripada membersihkan kampus tempat menimba ilmu mereka. Guntoro pun termenung kembali. Apakah teman se-jurusannya memiliki jiwa militan yang besar terhadap kelestarian cagar budaya? atau memang tingkat kepedulian mahasiswa se-jurusannya untuk membersihkan kampus tempat mencari ilmu, memang masih kurang? atau bahkan rasa tersebut belum muncul ? dalam hati Guntoro mulai sangsi, “Sebagai seorang mahasiswa arkeologi, sangat bersemangat menjaga kelestarian cagar budaya merupakan sesuatu yang benar. Tetapi apakah seutuhnya benar ?” Wallahu’alam bishsawab. (Sis)

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


Pojok HIMA Ceria bersama, Arkeologi Goes to School!

Sabtu, 12 April 2014, kegembiraan merekah dari wajah sekitar tiga puluh tujuh siswa kelas 5 SDN 1 Bokoharjo karena kedatangan belasan warganing HIMA yang mengajak mereka dalam kegiatan yang bernama Arkeologi Goes to School. Beragam jenis acara dilaksanakan dalam kegiatan itu antara lain menayangkan video tentang wacana-wacana kearkeologian di sekitar Jogja, tracking menuju candi Barong, bermain puzzle, membentuk tanah liat menjadi suatu bangunan, cap tangan, dan ada juga sesi teka-teki berhadiah. Acara itu dilaksanakan dari jam 08.00 sampai 13.30 kemudian sebagai penutup, sebuah plakat diberikan sebagai kenang-kenangan dari warganing HIMA kepada pihak SDN 1 Bokoharjo yang sangat membantu memeriahkan acara Arkeologi Goes to School tahun ini.Terakhir, sebelum penutup seorang siswa yang ditunjuk dan dijuluki “Man of the Match�, Ia bertugas untuk menyampaikan seluruh perasaannya atas acara yang dilangsungkan selama hampir setengah hari itu. Hasilnya, memuaskan!

Bersama Roemah Toea: Pembersihan Stasiun Maguwoharjo

Sabtu, 29 Maret 2014 rombongan kecil warganing HIMA diundang komunitas pecinta sejarah kereta api bernama Roemah Toea untuk melakukan kegiatan pembersihan dari abu vulkanik kelud di Stasiun Maguwoharjo yang kini sudah tidak aktif sejak 2006. Berbekal peralatan kebersihan apa adanya, Himpunan Mahasiswa Arkeologi berkolaborasi dengan Komunitas Roemah Toea membersihan stasiun itu mulai pukul 09.00 sampai 14.00. Selain melakukan pembersihan, duet HIMA dan Roemah Toea juga saling berbagi cerita dan pengalaman bersama salah seorang anak dari mantan kepala stasiun bernama Pak Edi, anak dari Pak Narso sang mantan kepala stasiun Maguwoharjo. Bermula dari kegiatan ini, ikatan antara HIMA dengan komunitas Roemah Toea bisa semakin terjalin kuat sebagai pelestari dan pengkaji warisan budaya-warisan sejarah.

Bersih-bersih Candi Prambanan

Abu gunung kelud yang menutupi kompleks candi prambanan mengundang keprihatinan warganing hima. Pada selasa, 18 Februari 2014 empat puluh orang warganing Hima dari berbagai angkatan menjadi relawan untuk membersihkan candi prambanan dengan cara menyapu dan menyikat dinding-dinding candi lalu pembersihan terakhir menggunakan air yang mengalir. Kegiatan yang dimulai dari jam sepuluh pagi sampai jam tiga sore ini, selain menumbuhkan kepedulian terhadap situs bersejarah juga menambah edukasi terutama angkatan 2013 mengenai bagaimana membersihkan candi. Bergerak, peduli!

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

13


Pojok HIMA

14

MATA PANAH Edisi 03/III/April/2014 03/III/Juni/2014


Berita

Bangun Sudetan, Belanda dan Mataram Atasi Lahar Kelud

D

imata dunia, Indonesia terkenal dengan korupsi dan juga tindakan terorisme. Meskipun begitu, keindahan pariwisata Indonesia tidak kalah saing dengan negara lainnya. Turis-turis mancanegara selalu berdatangan dan menambah penghasilan devisa negara. Indonesia sangtalah kaya akan keanekaragaman, panorama wisatanya yang elok dan rupawan,fauna dan flora yang hampir lengkap. Tentu tidak lupa dengan cagar budayanya yang masuk ke dalam “seven wonder of the Worldâ€?. Negeri ini juga tiap tahun selalu mendapatkan bencana, entah itu gempa, gunung meletus, banjir, tsunami, dan banyak lainnya. Ketika menghadapi bencana tentu kita tidak boleh melupakan sejarah, banyak nilai-nilai pembelajaran penting yang kita dapatkan. Berkaitan dengan bencana telah banyak teks kuno dan catatan dari Belanda yang berkaitan dengan cara menanggulangi bencana di Indonesia. Contohnya meletusnya Gunung Kelud. Yang menjadi ancaman akibat letusan gunung Kelud kemarin adalah abu vulkaniknya yang menyebar luas di Jawa Tengah dan sampai menjangkau daerah di Jawa Barat. Akibat abu vulkanik tersebut melumpuhkan beberapa kota sekaligus yang menyebabkan matinya perekonomian. Terkait dengan adanya bencana tersebut sebaiknya pemerintah belajar melalui sejarah di masa lalu. Dengan memperhatikan usaha pemerintah Belanda dan Kerajaan Mataram yang telah disinggung melalui Prasasti Harinjing (726 Çaka) menyebutkan upaya pertama dan tertua yang tercatat dalam sejarah untuk mengatasi lahar Kelud adalah pembangunan sudetan

dari Sungai Konto ke Sungai Harinjing. Pemerintah Belandta juga telah berupaya untuk mengendalikan letusan Kelud dilakukan dengan merekayasa danau kawahnya. Kusumadinata (1979) mencatat, pada 11 Juli 1907, Belanda berupaya membuat saluran air di lereng barat Kelud. Namun, pekerjaan terhenti karena terowongan ini runtuh. Pembuatan terowongan dimulai lagi pada 1923 dengan menggali 7 terowongan pembuangan utama dan beberapa saluran sekunder. Melalui catatan peninggalan bersejarah tersebut kita mendapatkan sebuah pengetahuan dan pembelajaran akan usaha Pemerintah Belanda dan Kerajaan Mataram menanggulangi bencana. Dan seharusnya Pemerintah memilki perhatian khusus terhadap hal tersebut, karena lewat catatan tersebut ternyata kita mendapatkan pengetahuan yang sangat sekali membantu dalam usaha menanggulangi bencana,jika dapat sekaligus mencegah bencana tersebut, layaknya usaha orang-orang di masa zaman dahulu tersebut. Pemerintah memang telah memperhatikan tinggalan tingalan arkeologi tersebut, tetapi hal tersebut hanya sampai sebatas upaya pelestarian dan perlindungan saja. Terhadap cagar budaya pemerintah menerbitkan UU no 11 tahun 2010 yang juga harus dibantu oleh masyarakat. Lebih lanjut sebaiknya usaha pemerintah tidak hanya sampai upaya pelestarian dan perlindungan saja, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan sehingga dapat dijadikan pembelajaran. Jadi “the present is the key to the past for the tomorrow�, lewat masa lalu kita dapat belajar dan dapat bersikap bijaksana untuk hari esok. (Dhanu)

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

15


Pustaka

Warisan Budaya Terkait Penyelamatan dan Pelestarian

I

Hisar.Hima

nteraksi antarbangsa semakin intensif dalam era global saat ini sehingga sangat diperlukan ketahanan budaya yang tangguh. Ketahanan budaya itu salah satunya dengan kekayaan aneka ragam kebudayaan yang merupakan ‘soft power’ bagi bangsa Indonesia untuk bersaing dengan bangsa lain (Timbul Haryono, 2009). Kekayaan aneka ragam kebudayaan di Indonesia dapat dijumpai hampir di setiap daerah di Indonesia yang sebagian besarnya merupakan suatu budaya yang telah ada sejak dulu dan sering disebut warisan budaya. Warisan budaya sebagaimana dikatakan oleh Lyndel V. Prott dan P.J.O’Keefe (1984) berwujud sejumlah kegiatan dan objek (benda) hasil kegiatan akibat gagasan manusia

16

masa lampau dan kemudian ditransformasikan kepada generasi berikutnya sampai sekarang dan masih ada keberadaannya. Keberadaan warisan budaya berdasarkan pengamatan selama ini seringkali dijumpai kerusakan atau ancaman keselamatan terhadapnya justru disebabkan oleh bangsa sendiri yang kurang memahami pentingnya peran kebudayaan dalam pembentukan ketahanan budaya (Timbul Haryono, 2009). Adanya kerusakan atau ancaman keselamatan yang ada kemudian menjadi diperlukannya penanganan dengan penyelamatan dan pelestarian. Penyelamatan merupakan awalan yang dilakukan agar warisan budaya tidak terpuruk semakin rusak dengan berbagai kepentingan yang ada. Pe-

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


nyelamatan sebagai tahap awal yang sudah dilakukan, kemudian dilaksanakanlah suatu pelestarian. Pelestarian oleh Junus Satrio (2012) didalam Arkeologi Publik disampaikan bahwa pelestarian sebagai sistem yang menghubungkan unsur perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan. Ketiga unsur tersebut merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan. Perlindungan sebagai unsur terpenting dalam sistem pelestarian warisan budaya dan mempengaruhi unsur-unsur yang lain karena unsur ini berhubungan langsung dengan fisik (tangible) warisan budaya terutama jika suatu objek (benda atau bangunan), maka perlindungan ini merupakan suatu yang nampak dan mudah diketahui. Kemudian unsur pengembangan yang

sifatnya lebih banyak berhubungan dengan potensi-potensi (intangible) yang menyatu dengan benda, bangunan, dan warisan budaya lain yang ada. Kegiatan yang dilakukan dalam unsur pengembangan itu dengan upaya pengembangan informasi, penyusunan bahan edukasi, atau sebagai objek wisata. Selanjutnya unsur pemanfaatan yang juga berhubungan dengan fisik namun kegiatannya terbatas pada upaya revitalisasi dengan menonjolkan nilai penting atau vital kemudian juga dengan adaptasi untuk menyesuaikan kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan keaslian warisan budaya. Penyelamatan dan pelestarian terhadap warisan budaya atau dapat pula dikatakan sebagai cagar budaya harus menaati peraturan yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Unsur pemanfaatan pun juga harus mematuhi Undang-Undang tersebut meski digunakan untuk berbagai kepentingan seperti kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan namun tetap harus memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian agar pemanfaatannya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masa kini dan masa yang akan datang. (Saf) Referensi: Haryono, Timbul. 2009. Peran Masyarakat Intelektual dalam Penyelamatan dan Pelestarian Warisan Budaya Lokal. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM. Prott, Lyndel V. Dan P.J. O’Keefe. 1984. Law and Cultural Heritage. Professional Books Limited Satrio, Junus. 2012. “Perlindungan Warisan Budaya Daerah Menurut Undang-Undang Cagar Budaya�, dalam Arkeologi Publik. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

17


Sosok

Bu Poppy:

“Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/ Purnatugas�

A

wal ketertarikan pada suatu hal membuncahkan semangat dalam diri untuk lebih mengetahui suatu hal itu. Seseorang yang membeli buku tentu didorong oleh berbagai alasan membeli buku itu. Ada yang menjawab karena butuh, hobi, isi buku, penulisnya, untuk mengerjakan tugas, sesuai anggaran, sampai ikutikutan. Jika awal ketertarikan membeli buku pun berbeda-beda, maka begitu pula dengan awal ketertarikan pada Arkeologi. Awal ketertarikan pada arkeologi juga mempunyai awal dari berbagai hal, salah satunya oleh Prof. Dr. Inajati Adrisijanti yang kerap di sapa Bu Poppy. Ibu dengan mata teduh dan wajah putih sejuknya menemukan awal ketertarikan pada arkeologi sejak Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 6 Yogyakarta bagian A. Di sekolah tersebut dijumpai mata pelajaran yang membangkitkan minat beliau terhadap arkeologi seja-

18

Hisar.Hima

rah kebudayaan yaitu dengan adanya mata pelajaran sejarah kesenian. Selain itu, pengalaman yang lebih membangkitkan minat beliau adalah bersepeda mengunjungi situs. Kegiatan mengayuh sepeda dengan langsung menyambangi situs tersebut memberi pelajaran yang menarik dan hidup sehingga tertarik terhadap arkeologi. Ketertarikan awal tersebut membawa beliau untuk melanjutkan belajar di Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Mada. Selama belajar di Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, Bu Poppy tidak mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari arkeologi. Meskipun begitu ada beberapa pelajaran yang beliau rasa tekadnya dalam mempelajari kurang dan harus dua kali dalam memahami. Pelajaran yang dimaksud adalah mengenai sansekerta, tata bahasa, dan bahasa arab yang merupakan pelajaran sama sulitnya sehingga dengan tekad yang kuat akhrinya beliau

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


berhasil memperoleh hasil yang bagus. Selain kegiatan akademik di kelas, pengalaman yang paling tidak bisa dilupakan selama menjadi arkeolog ialah saat kuliah lapangan melakukan ekskavasi. Ekskavasi itu dilakukan di situs sangiran yang pada masa lalu berbeda dengan masa kini serta terbatasnya transportasi sehingga harus melakukan perjalanan setapak demi setapak. Perjalanan setapak dengan diiringi teriknya matahari tidak mengurangi semangatnya beserta kawan-kawan. Kegiatan pagi di awali sarapan dengan nasi timbul dengan kesulitan terbatasnya air minum dan air cuci tangan bawa iduk kering. Kehidupan sehari-hari lainnya yang berkesan saat di penginapan mandi disungai; wanita yang mengikuti ekskavasi tersebut mandi dengan dibuat bilik mata air. Kemudian saat tidur, tidurnya seperti orang pedesaan yang pada waktu malam menginap di dekat kandang sapi dengan lonceng yang terus berbunyi. Berbagai pengalaman saat duduk di bangku kulian kian menjadi cerita menarik saat beliau menjadi dosen di Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya. Sewaktu beliau menjadi dosen di Jurusan Arkeologi, beliau suka terhadap mahasiswa yang rajin dan bersemangat serta dapat memanfaatkan fasilitas yang ada sekarang dengan baik. Menurut beliau sebagai mahasiswa sangat penting membaca buku baik di perpustakaan atau media lain; membaca dan mencatat, dengan membaca dan mencatat berarti dua kali di otak. Sebaliknya beliau tidak suka dengan mahasiswa yang malas dan tidak bersemangat. Sebenarnya mahasiswa sekarang mempunyai beragam kemudahan dan itu berbeda dengan mahasiswa dahulu, yang jika tidak tahan banting, maka mereka akan putus asa. Hal itu berbeda dengan mahasiswa sekarang yang masih bisa terus, karena sistem sekarang tidak ada sistem tinggal kelas sehngga tidak menimbulkan masa malu, sekarang yang ada sistem memperbaiki nilai.

Oleh karena itu, fasilitas semudah yang ada sekarang harus digunakan sebaikbaiknya. Di lain sisi, selain memperhatikan mahasiswa, beliau juga sangat memperhatikan mengenai perusakan terhadap benda bersejarah atau tinggalan sejarah. Menurut beliau, perusakan terhadap cagar budaya merupakan hal yang melanggar peratuan terutama UndangUndang Tentang Cagar Budaya. Selain itu kita memiliki moral bersalah apabila merusak, apalagi sebagai orang arkeologi secara moral perbuatan itu merusak, terdapat sangsi moral, di Indonesia ada kode etik arkeologi dan yang mengikat arkeologi secara moral. Kiprah Bu Poppy baik terhadap akademisi ataupun publik tetap berlangsung sampai kini, meski pada tanggal 29 Maret 2011 beliau telah purna tugas. Pada tanggal itu Jurusan Arkeologi FIB UGM merayakan pengabdian tak putus selama 36 tahun dari Prof. Dr. Inajati Adrisijanti. Bertempat di Pusat Kebudayaan Koesnadihardjasoemantri (PKKH) UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, perhelatan digelar dengan mengundang para guru, kolega, mantan murid, serta para tetangga. Hadir tidak kurang dari Prof. Dr. Kuntowibisono dan Prof. Dr. Soedarsono, yang dahulu merupakan guru beliau ketika mahasiswa. Secara khusus Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc., teman satu angkatan dari Prof. Inajati, juga kolega di Jurusan Arkeologi, bersaksi bahwa dahulu ketika kuliah Prof. Inajati termasuk mahasiswa yang sangat pintar, hingga mendapatkan hadiah buku dari Prof. T. Jacob, sesuatu yang istimewa. Hal menarik yang tiada henti dari goresan singkat ini untuk menuliskan pengalaman hebat beliau. Inilah gambaran istimewa dari sosok Bu Poppy dari awal ketertarikan pada arkeologi sampai sekarang; pasca pelepasan/purnatugas. Salam dari kami! (Asror)

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

19


Gores

20

MATA PANAH Edisi 03/III/April/2014 03/III/Juni/2014


Catatan

Îndeplineşte, mişcare, lucru....

K

ami bukan seekor kecoa bunting yang berusaha mempertahankan hidupnya dan jabang bayinya karena si kocoa jantannya tak kunjung pulang dan tak tau kemana. Kami juga bukan sekelompok simpatisan Partai Demokrasi Seenak Jidat yang sukanya gerombolan mengerung-ngerungkan motornya dengan ketidak jelasannya yang fix di jalanan ketika masa kampanye. Namun kami adalah sekelompok pemuja rahasia Bellwood, de Casparis, van Hekeren dll yang bisa ngebayangin masa lalu yang tidak pasti semudah ngebayangin masa kini. Namun, buat kami mencari sesuatu yang tidak pasti bagaikan misi misteri cinta yang tak kunjung jua, namun ketika kami menemukannya, maka cinta itu akan menjadi sesuatu yang tak lekang oleh waktu. ^_^. Berdiri, jongkok, duduk, dan terbaring adalah opsi yang harus kami pilih didunia ini. Maka kami memilih semuanya, sama ketika dunia berirama dangdut dengan bintang Caisar, kami berusaha bergoyang dengan sentuhan jati diri khas kami sebagai calon arkeolog. Selain itu tidak dapat pungkiri bahwa kami tidak berdiri sendiri, bahkan orang keren pernah berkata “we are one but we are many”. Banyaknya kepala idealnya banyak ide pecah yang gila buat di realisasiin. Namun banyak kepala juga implikasinya banyak yang patah hati karena idenya tak menjadi pilihan. Namun hati besar calon orang-orang besar yang kece abis yang dapat menyatukan amarah menjadi senyuman. Dan dari sisni kami sadar bahwa berbuat baik itu lebih mudah dari pada berbuat adil. ^_^ Himpunan Mahasiswa Arkeologi (HIMA) merupakan organisasi legal mahasiswa jurusan arkeologi UGM yang harapannya menjadi “Rumah Cinta” bagi mahasiswa arkeologi. Jadi, ketika mahasiswa arkeo sedang gundah dan mencari kegilaan, maka HIMA lah solusinya.haha.^_^ Kali ini HIMA memiliki Visi Berhimpun, Bergerak, Berkarya. Berhimpun adalah pilihan kami untuk menyatukan energy yang kita miliki. Cara ini merupakan cara jitu untuk mengawali langkah besar, karena apalah artinya sebuah nama HIMA tanpa ada rasa cinta dan memiliki.^_^ Bergerak, ketika hanya berhimpun, tak akan ada hasil yang di dapatkan. Menurut Medis menahan “ee” bukan sesuatu tindakan yang baik untuk dilakukan, sama halnya mahasiswa menahan diri untuk berkarya, karena little chicken pernah berkata hidup bukan hanya menunggu mati namun butuh prestasi (karya). Dengan demikian kita harus bergerak untuk berkarya. Ganbatte!!!.... Hasbiansyah Zulfahri Ketua Himpunan Mahasiswa Arkeologi 2014

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

21


Istilah Candrasa Merupakan kapak yang terbuat dari perunggu dengan pola hias. Hiasan yang terdapat pada kapak menggambarkan bahwa kapak ini tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari melainkan digunakan untuk kepentingan upacara. Bentuk kapak candrasa bertangkai memanjang dengan mata kapak berbentuk bulan sabit. Pola hias candrasa dari Rembang berupa burung yang sedang terbang dengan memegang candrasa bertangkai pendek. Nekara Merupakan gendang yang terbuat dari perunggu berbentuk seperti tabung pada bagian bidang pukul melebar dengan 2 pegangan, bagian tengah mengecil dan bagian bawah terbuka. Dibagian bagian nekara biasanya terdapat pola hias bintang, geometris, binatang, muka manusia dan adegan perburuan. Nerkara digunakan sebagai bunyi-bunyian yang digunakan pada upacara tertentu selain itu juga sebagai wadah mayat seperti yang terdapat di situs kubur Plawangan. Peripih Merupakan wadah batu yang ditempatkan didasar sumuran bangunan candi Hindu atau Budha. Wadah ini berupa kotak yang didalamnya tersimpan benda-benda persembahan yang ditujukan untuk pemujaan dewa-dewa. Biasanya jumlah lubang pada peripih ganjil yaitu sembilan.

Candrasengkala Merupakan sistem pertanggalan yang dinyatakan dengan gambar dan kalimat berdasarkan ketentuan tertentu. Rumusan tahun berupa kata-kata, yang setiap katanya memiliki arti angka tertentu. Seperti yang terdapat di Kraton Yogyakarta yaitu Dwi Naga Rasa Tunggal yang digambarkan dengan dua ekor naga yang saling membelit yang memiliki berarti peringatan tahun berdirinya kraton yaitu 1682. Bunker Merupakan bangunan pertahanan yang dibangun dibawah tanah terdiri dari ruang-ruang tertutup. Bunker ini dibangun pada masa pemerintahan kolonial untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Benteng Merupakan bangunan pertahanan dengan tembok-tembok tinggi yang kuat. Biasanya benteng dilengkapi dengan parit yang mengelilinginya. Benteng berfungsi untuk pertahanan selain itu, juga digunakan sebagai tempat tinggal. Bastion Merupakan bagian benteng yang menjorok keluar yang berada di tiap sudut-sudut bangunan benteng. Berfungsi untuk menembak musuh tanpa memperlihatkan dirinya dan dapat menembak kesegala arah. Seperti di benteng Malborough pada masing-masing bastion terdapat meriam.

Punden Berundak Merupakan bangunan berundak terdiri dari teras-teras yang disusun bertingkat meninggi ke atas. Bangunan ini sudah ada sejak masa prasejarah yang digunakan untuk melakukan pemujaan. Pada masa islam pun, punden berundak juga digunakan untuk menuju makam (Imogiri)

22

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


TTS

HimpunanMahasiswa MahasiswaArkeologi ArkeologiUGM UGM Himpunan

23


MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.