Magelang Go to Smart City

Page 1

1

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

2


3

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

4

01 Magelang Kota Layak Investasi

12

Menggenjot Infrastruktur Kota Geliat Olahraga Smart City� Dalam Layanan Kesehatan Ragam Budaya Usaha Menengah, Kecil, Dan Mikro Semakin Kuat Religiusnya Kota Sempit Yang Inovatif Kurangi Produksi Sampah Menyapa Semua Sekolah Pangkas Kemiskinan

28

Wtn Tiga Kali Ragam Dan Perkembangan Budaya Di Kota Magelang Perbankan Sampah Kurangi Produksi Sampah Hingga 7%

DAFTAR ISI

47


5

Magelang Go Smart City

59 63

89

94 100


Magelang Go Smart City

6

L

orem ipsum is a pseudo-Latin text used in web design, typography, layout, and printing in place of English to emphasise design elements over content. It’s also called placeholder (or filler) text. It’s a convenient tool for mock-ups. It helps to outline the visual elements of a document or presentation, eg typography, font, or layout. Lorem ipsum is mostly a part of a Latin text by the classical author and philosopher Cicero. Its words and letters have been changed by addition or removal, so to deliberately render its content nonsensical; it’s not genuine, correct, or comprehensible Latin anymore. While lorem ipsum’s still resembles classical Latin, it actually has no meaning whatsoever. As Cicero’s text doesn’t contain the letters K, W, or Z, alien to latin, these, and others are often inserted randomly to mimic the typographic appearence of European languages, as are digraphs not to be found in the original.

Sambutan

Walikota Magelang

Lorem ipsum is a pseudo-Latin text used in web design, typography, layout, and printing in place of English to emphasise design elements over content. It’s also called placeholder (or filler) text. It’s a convenient tool for mock-ups. It helps to outline the visual elements of a document or presentation, eg typography, font, or layout. Lorem ipsum is mostly a part of a Latin text by the classical author and philosopher Cicero. Its words and letters have been changed by addition or removal, so to deliberately render its content nonsensical; it’s not genuine, correct, or comprehensible Latin anymore. While lorem ipsum’s still resembles classical Latin, it actually has no meaning whatsoever. As Cicero’s text doesn’t contain the letters K, W, or Z, alien to latin, these, and others are often inserted randomly to mimic the typographic appearence of European languages, as are digraphs not to be found in the original.


7

Magelang Go Smart City

Kata Pengantar Tim Penerbit

PEMIMPIN UMUM HUMAS PEMKOT KOTA MAGELANG PEMIMPIN REDAKSI .................. PENANGGUNG JAWAB ....................... TIM PENULIS Wiwid Arif Setyoko M. Thoha Asef F Amani Ely Yunanto Ika Fitriana Doddy Ardjono Eko Susanto Tabah Riyadi Puput Azka Ramadan Adidaya Perdana Ika Fitriana TIM PENERBIT: J. Lesmana, A.md ......................... ........................... ................................. ........................... ................... GRAPHIC DESIGN Harianto Sabir

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang Memproduksi Seluruh atau sebagian dari Foto, Teks atau Ilustrasi Isi Buku dalam Segala Bentuk Apapun Tanpa Izin Tertulis © 2017

L

orem ipsum is a pseudo-Latin text used in web design, typography, layout, and printing in place of English to emphasise design elements over content. It’s also called placeholder (or filler) text. It’s a convenient tool for mock-ups. It helps to outline the visual elements of a document or presentation, eg typography, font, or layout. Lorem ipsum is mostly a part of a Latin text by the classical author and philosopher Cicero. Its words and letters have been changed by addition or removal, so to deliberately render its content nonsensical; it’s not genuine, correct, or comprehensible Latin anymore. While lorem ipsum’s still resembles classical Latin, it actually has no meaning whatsoever. As Cicero’s text doesn’t contain the letters K, W, or Z, alien to latin, these, and others are often inserted randomly to mimic the typographic appearence of European languages, as are digraphs not to be found in the original.

Lorem ipsum is a pseudo-Latin text used in web design, typography, layout, and printing in place of English to emphasise design elements over content. It’s also called placeholder (or filler) text. It’s a convenient tool for mock-ups. It helps to outline the visual elements of a document or presentation, eg typography, font, or layout. Lorem ipsum is mostly a part of a Latin text by the classical author and philosopher Cicero. Its words and letters have been changed by addition or removal, so to deliberately render its content nonsensical; it’s not genuine, correct, or comprehensible Latin anymore. While lorem ipsum’s still resembles classical Latin, it actually has no meaning whatsoever. As Cicero’s text doesn’t contain the letters K, W, or Z, alien to latin, these, and others are often inserted randomly to mimic the typographic appearence of European languages, as are digraphs not to be found in the original.


Magelang Go Smart City

8

Magelang

Kota Layak Investasi Oleh Wiwid Arif Setyoko


9

Magelang Go Smart City

Sebagai langkah untuk meningkatkan Investasi program jangka menengah atau yang tersemat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021

Berdasarkan catatan Pemerintah Kota Magelang, investasi di Kota Magelang terus mengalami peningkatan. Pada 2010, realisasi investasi Rp80,23 miliar, meningkat menjadi Rp332,39 miliar pada 2011, dan Rp409,70 miliar pada 2012. Pada 2013 naik lagi menjadi Rp613,06 miliar.

S

IAPA sangka jika Kota Magelang yang hanya seluas 18,12 kilometer didapuk menjadi daerah dengan indeks daya saing tertinggi se-Jawa Tengah. Kota Magelang mendapatkan indeks 64,72 dan berhasil mengalahkan kota-kota besar, seperti Semarang dan Surakarta. Dari catatan itu membuktikan bahwa peranan Pemerintah Kota Magelang dalam berbagai aspek berjalan sesuai harapan. Program pembangunan diselaraskan dalam bentuk fisik maupun nonfisik, seperti kemampuan kompetensi sumber daya manusia sehingga Kota Magelang layak menjadi daerah ramah investasi. Penobatan daya saing tertinggi tingkat Jawa Tengah sempat melalui proses panjang. Ada tujuh indikator setiap daerah yang layak dikatakan berdaya saing, meliputi penilaian kinerja pemerintahan, lingkungan usaha, infrastruktur, SDM, kesehatan, pendidikan, dan pasar keuangan yang berada di atas rata-rata. Hasil penilaian dari Kantor Perwakilan BI Jateng ini, daya saing tertinggi yang diraih membuktikan bahwa Kota Magelang memiliki iklim lingkungan usaha yang sangat kuat. Hal itu dipengaruhi beberapa faktor, seperti stabilitas usaha, infrastruktur, strategi pemerintah, maupun kemudahan perizinan. Kota Magelang termasuk yang paling kondusif se-Jawa Tengah untuk indeks

lingkungan usahanya, berdasarkan kriteria daerah berdaya saing. Angkanya sekitar 85,68 ditambah faktor kemudahan perizinan sehingga mampu menjadi daya tarik inventasi tersendiri selama beberapa tahun terakhir. Wajar jika belakangan, usaha demi usaha terus tumbuh dan berkembang di Kota Magelang. Sebagai langkah untuk meningkatkan prestasi ini, program jangka menengah atau yang tersemat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 20162021, pemerintah telah memetakan konsentrasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, pelatihan kerja, dan aspek lainnya. Pemerintah juga telah mengalokasi anggaran untuk perluasan akses pendidikan dan kesehatan. Tidak hanya itu, produk unggulan daerah juga menjadi faktor sentral predikat daya saing tertinggi. Bahkan, Pemerintah Kota Magelang sedang menyasar pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pendorong daerah ramah investasi. Salah satu yang telah diprogramkan, yakni aplikasi “Magelang Cerdas� yang dapat diunduh melalui ponsel pintar. Di dalam aplikasi berbasis android tersebut, pengguna dapat melihat informasi, wisata, hotel, kuliner, transportasi, layanan kesehatan, hingga layanan pemerintah melalui daring. Semakin praktis, dan tentunya memanjakan warga yang ingin mengetahui atau

mendapatkan layanan di Kota Magelang. Sebenarnya, sebagai daerah investasi, Kota Magelang sudah menunjukkan tajinya sejak satu dekade lalu. Beberapa hotel berbintang, gedung bertingkat, bisnis properti, dan menjamurnya rumah toko (ruko) di berbagai titik menjadi sisi positif sendiri bagi Kota Sejuta Bunga. Itu berarti bahwa Kota Magelang sangat ramah bagi para investor yang ingin mengembangkan usahanya. Jumlah itu pun terus bertambah selama tujuh tahun terakhir. Kini, bisa terlihat jelas belasan hotel berbintang, bisnis perdagangan, kesehatan, dan pendidikan menjadi jujukan tersendiri bagi daerah lain, terutama daerah yang masih dalam lingkup bekas Keresidenan Kedu. Kota Magelang yang berpendukuk tak lebih dari 130.000 jiwa itu pun mampu menunjukkan kekuatan magisnya sebagai sentra eks-Karesidenan Kedu, terutama dalam iklim investasi yang kian pesat. Sebut saja berdirinya Hotel Atria di Jalan Jenderal Sudirman, Hotel Safira, Hotel Citihub, dan yang baru saja difungsikan adalah Hotel Ahava di Jalan Sriwijaya, Kecamatan Magelang Tengah. Keberadaan beberapa hotel tersebut kian melengkapi hotel-hotel senior yang telah lama berdiri, seperti Hotel Puri Asri, Oxalis, Sriti, Hotel Borobudur. Dengan banyaknya perhotelan di


Magelang Go Smart City

10

Kota Magelang, praktis akan menambah pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak. PAD akan kembali disalurkan kepada masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti infrastruktur, subsidi, dan bantuan biaya pendidikan. Setiap tahunnya, pajak hotel selalu mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa meski hotel menjamur di Kota Magelang, tak menyurutkan para pengunjung. Dominasi para pengunjung ke Kota Magelang tersebut tidak pula terlepas dari upaya pemerintah menggenjot sektor pariwisata, perdagangan, dan aspek lain yang berkaitan. Seperti diketahui bahwa destinasi wisata tengah digodok jajaran Pemerintah Kota Magelang. Hal ini juga yang akan semakin memanjakan para investor dalam berbisnis. Destinasi wisata di Kota Magelang, meliputi Gunung Tidar, penataan dan pembenahan kawasan wisata Taman Kyai Langgeng, hingga wisata heritage. Kota Magelang juga didukung wisata kota lama, dengan banyaknya peninggalan sejarah karena sejak zaman kolonial sempat dijadikan markas militer pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Kekayaan wisata heritage itu sampai sekarang masih dipertahankan, seperti Museum Jenderal Sudirman, Museum Diponegoro, Museum Abdul Jalil, Museum Bumi Putera, dan terakhir yang baru saja direnovasi adalah Museum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang lokasinya berada di kompleks Barkowil II Kedu-Surakarta. Sesuai visi dan misi Pemerintah Kota Magelang, yang salah satunya menyematkan poin “Kota Cerdas� maka kondisi sumber daya aparatur maupun masyarakatnya saat ini dapat dijadikan modal untuk mempertinggi daya saing di Jawa Tengah. Semakin lengkap dengan geliat wisata, perdagangan, sektor jasa yang selaras dengan pemerataan infrastruktur. Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito bahkan menegaskan selama sisa kepemimpinannya akan menggenjot sektor pariwisata sebagai penopang perekonomian daerah, dengan jasa sebagai andalan utamanya. Hal itu, mengingat Kota Magelang tidak memiliki sumber daya alam (SDA) karena wilayahnya sangat sempit. “Jasa masih menjadi andalan bagi peningkatan perekonomian yang ujungnya selalu kami harapkan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari awal sudah kita pupuk masyarakat agar tidak hanya mengandalkan momentum saja, tetapi ada kompetensi di dalamnya sehingga apapun yang potensi di sini bisa dimanfaatkan secara

maksimal,� kata Sigit. Kawasan Gunung Tidar sudah mulai dijadikan destinasi wisata religi, memerlukan adanya pembangunan manusia untuk melengkapi sektor pariwisata dan jasa sebagai andalan utama. direncanakan masyarakat di sekitaran Gunung Tidar akan dibekali dengan kompetensi mumpuni sehingga mereka tidak hanya kebagian uang parkir, hasil warung kelontong dari para pengunjung saja. Artinya, mereka bisa menjual produk yang bernilai jual tinggi setelah dipoles dan dikaryakan sebaik mungkin.Selain membekali kompetensi warganya, Pemerintah Kota Magelang di bawah kepemimpinan wali kota pertama yang dipilih langsung oleh masyarakat tersebut, saat ini juga sudah mempraktikkan program kemudahan pengurusan legalitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Program tersebut diwujudkan dengan memangkas prosedur permohonan izin bagi para pelaku usaha kecil yang modal usahanya di bawah Rp500 juta. Salah satu upaya sudah dilaksanakan yaitu pemangkasan waktu dan layanan pengurusan izin. Kemudian memangkas prosedur perizinan UMKM yang berhak mendapat izin dari tingkat kecamatan, tak harus lewat dinas. Ini juga sekaligus memberikan fasilitas kepada para pelaku usaha kecil. Berdasarkan catatan Pemerintah Kota Magelang, investasi di Kota Magelang terus mengalami peningkatan. Pada 2010, realisasi investasi Rp80,23 miliar, meningkat menjadi Rp332,39 miliar pada 2011, dan Rp409,70 miliar pada 2012. Pada 2013 naik lagi menjadi Rp613,06 miliar. Pada 2014 realisasi juga meningkat menjadi Rp658,13 miliar, sedangkan pada 2015, realisasi investasi nyaris mencapai Rp800 miliar. Demikan halnya dengan pada 2016 dan semester pertama 2017, kenaikannya dirata-rata mencapai 10-20 persen. Terkait dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk menarik minat investor, Sigit menjelaskan, upaya paling utama adalah sebisa mungkin menjaga situasi agar tetap kondusif di Kota Magelang. Selain itu, infrastruktur juga harus mendukung, meski lingkungan dan masyarakat yang ramah sudah menjadi modal bagus. Untuk saat ini potensi usaha yang paling diunggulkan masih berada di sektor jasa. contohnya, masyarakat dari daerah-daerah lain di sekitar Kota Magelang, masih menjadikan wilayahnya tersebut untuk saling berinteraksi


11 ataupun berbelanja berbagai macam kebutuhan. “Fasilitas umum terus kita benahi, kemudian sektor perdagangan terbukti adanya Pasar Rejowinangun, pasar kuliner dengan adanya program relokasi pedagang kaki lima, stadion bertaraf nasional, dan sektor lainnya saling memberikan dukungan untuk menjadi Kota Magelang sebagai Kota Layak Investasi,” katanya. Pertengahan Maret 2017, Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mendapatkan kehormatan menghadiri Sidang Ke-61 Commision on The Status of Women di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat. Di forum tersebut, Sigit Widyonindito satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang mendampingi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Yembise. Ia hadir dalam forum internasional itu, untuk memaparkan

keberhasilan program pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, dan perlindungan anak, di Kota Magelang. Sigit Widyonindito ditunjuk menghadiri sidang PBB tersebut, karena dinilai berhasil dalam menjalankan program bidang kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP4KB) Kota Magelang Wulandari Wahyuningsih mengatakan kehadiran Wali Kota Magelang dalam sidang PBB, tidak lepas dari peranannya memimpin daerah dengan luas 18,12 kilometer persegi itu, yang dinilai berpihak kepada kaum perempuan dan anak-anak. Selama kepemimpinannya yang saat ini sebagai periode kedua, Kota Magelang telah tiga kali menerima penghargaan sebagai Kota Layak Anak, yakni pada 2012, 2013,

Magelang Go Smart City

dan 2015 lalu. Penghargaan tersebut, juga sebagai bukti Pemkot Magelang serius mendukung masyarakat dan dunia usaha di kota itu untuk secara serius memberikan perhatian terhadap anak-anak. Menurut dia, penghargaan yang sampai ketiga kalinya itu, juga tidak lepas dari peran masyarakat dan sejumlah pihak terkait, yang menangani masalah perlindungan terhadap perempuan dan anak. Para pihak itu, yakni Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Forum Anak yang ada di 17 kelurahan, Organisasi Bocah Magelang (Obama), dan juga organisasi yang khusus menangani masalah kekerasan terhadap perempuan, yakni Women Crisis Centre (WCC) “Melati”. “Organisasi Bocah Magelang kegiatannya memberikan sosialiasi dan motivasi kepada anak sekolah, misalnya sosialisasi akan


Magelang Go Smart City

12

bahaya miras dan narkoba,” katanya. Wulandari menambahkan salah satu langkah yang diambil Pemkot Magelang melalui WCC “Melati”, yakni memfasilitasi anak-anak putus sekolah, yang kebanyakan karena faktor ekonomi. Pihak WCC membantu mencari sumber dana untuk membiaya pendidikan mereka, antara lain melalui orang tua asuh, bapak/ ibu angkat, beasiswa dari Pendidikan Nasional dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA). Dia menjelaskan Pemkot Magelang berkeinginan tidak ada anak usia sekolah yang bekerja, karena pada usia mereka meraih pendidikan formal bukan saatnya untuk mencari pekerjaan. Selain itu, pemkot memastikan bahwa anak-anak di Kota Magelang bisa tumbuh dan berkembang secara optimal, terlindungi dan aktif berpartisipasi. Di bidang pengendalian pertumbuhan penduduk, Sigit Widyonindito dinilai bisa menekan angka pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). Menurut dia, pengendalian angka pertumbuhan penduduk melalui program KB relatif sangat efektif. Salah satu indikatornya, pencapaian peserta KB di Kota Magelang yang selalu melebihi target. “Untuk menekan angka pertumbuhan penduduk, kami memberikan dukungan melalui program khusus yang didukung kebijakan anggaran melaui APBD Kota Magelang,” ujarnya. Ia menambahkan pencapaian total fertility rate/TFR Kota Magelang hanya 1,9 persen. TFR adalah jumlah anak ratarata yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung. Angka tersebut masih di bawah angka kelahiran tingkat Provinsi Jateng yang mencapai 2,5 persen dan tingkat pusat yang 2,3 persen. Atas prestasi tersebut, Sigit Widyonindito pada 2016 mendapatkan penghargaan Satya Lencana Pembangunan Bidang Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga dari Presiden RI Joko Widodo. Penghargaan diserahkan pada Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXVIII di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada 28 Juli 2016. Pada 2014, Sigit Widyonindito juga menerima penghargaan yang digagas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), berupa Millenium Development Goals (MDGs) Award.

Penghargaan tersebut diberikan karena Sigit dinilai berhasil menurunkan angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan. Selain itu, Kota Magelang juga mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusaat, berupa Upakarti Madya II karena dinilai bisa memperkuat kelembagan dalam bidang Kesatuan Gerak PKK, Keluarga berencana, dan Kesehatan mulai tingkat Dasa Wisma (Dawis). Penghargaan Upakarti Madya II diberikan kepada Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang Yetti Biakti Sigit Widyonindito. Penghargaan tersebut diberikan dalam lomba PKK, KB, Kesehatan tingkat nasional pada 2016, atas nama Kelurahan Gelangan, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang Wulandari menjelaskan keberhasilan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang meraih penghargaan Upakarti Madya II tersebut, terkait dengan Dawis yang ada di tingkat rukun tetangga hingga tingkat kota. Di tingkat Lelurahan Gelangan yang mewakili Kota Magelang maju ke tingkat nasional, terdapat 10 RW, 64 RT, 131

Kelompok Dawis. Keseluruhan kelompok Kesatuan Gerak PKK, KB, dan Kesehatan yang ada di Kota Magelang sebanyak 1.869 kelompok Dawis, 678 PKK tingkat RT, dan 132 kelompok PKK tingkat rukun warga. Menurut dia, semua komponen masyarakat saat ini aktif, berkat peranan dari Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang, melalui berbagai program yakni Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL). Selain itu, menggerakkan kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Berencana (UPPKB) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Inovasi lainnya yang dilakukan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang, yakni memberikan pelatihan dalam pengolahan sampah melalui Bank Sampah yang dilaksanakan bekerja sama dengan Kantor Lingkungan Hidup Kota Magelang. Selain itu, dalam menjalankan program KB melibatkan beberapa kesatuan samping, yakni dari instansi TNI dan Polri.


13 Di bidang kesehatan, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Magelang juga melakukan kerja sama dengan beberapa organisasi kewanitaan lainnya, seperti Dharma Wanita, Gabungan Organisasi Wanita (GOW), Persit, para ibu Bhayangkari. Program kependudukan lainnya yang dilakukan Pemkot Magelang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di antaranya program Pemugaran Ruang Belajar Anak (Gapura) ditujukan bagi keluarga kurang mampu, program Balita Gemar Menabung, Rukun Warga Layak Anak. Dalam bidang kesehatan reproduksi perempuan, memberikan layanan KB gratis dan pembentukan Kampung KB di 17 kelurahan yang ada di Kota Magelang.***

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

14

Pagu anggaran mengalami penurunan karena adanya efisiensi anggaran pada Tahun 2014 hingga 2015. Tapi kegiatan-kegiatan infrastruktur perkotaan di lokasi-lokasi strategis dan vital tetap dianggarakan. Program peningkatan perekonomian masyarakat juga difasilitasi pemerintah kota dengan membuka jalan baru antarkelurahan, sehingga memudahkan masyarakat sekitar untuk beraktivitas.

K

etika Kejuaraan Tenis Junior Piala New Armada Tahun 2017, beberapa waktu lalu, ada salah satu orang tua peserta dari luar wilayah Magelang menyoroti kondisi jalan di wilayah Kota Magelang. Ruas jalan di wilayah Kota Sejuta Bunga ini dinilai bagus-bagus dan sudah diaspal hotmix. Tidak hanya jalan utama, tetapi juga jalan tingkat kampung. Dari tahun ke tahun program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Magelang terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan adanya peran serta masyarakat dalam mendukung program pemerintah. Peningkatan pembangunan memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Tren PAD terus meningkat. Informasi yang diperoleh dari Kepala Bagian Pembangunan Kota Magelang Drs Agus Satriyo Hariyadi MSi, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir PAD Kota Magelang mengalami peningkatan signifikan. Tahun 2011 sebesar Rp63,557 miliar, Tahun 2012 mencapai Rp90,986 miliar, Tahun 2013 mencapai Rp107,739 miliar, Tahun 2014 mencapai Rp164,906 miliar, Tahun 2015 mencapai Rp 186,677 miliar, dan Tahun 2016 mencapai Rp220,201 miliar. “Selama 6 tahun terakhir mengalami kenaikan Rp156,660 miliar atau 346,4 persen,� kata Agus Satriyo Hariyadi. Kenaikan PAD tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam bentuk bertambahnya program dan kegiatan pembangunan. Tahun 2015 sebanyak 196 program dan 3.069 kegiatan, dengan anggaran Rp458,328 miliar atau naik 14 persen. Tahun 2016 sebanyak 922 program dan 3.203 kegiatan dengan alokasi anggaran Rp585,118 miliar atau naik 27,66 persen.


15

Menggenjot

Infrastruktur Kota

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

16

Struktur belanja Pemerintah Kota Magelang tidak langsung Rp432,348 miliar atau 42,49 persen, sedangkan belanja langsung Rp585,118 miliar atau 57,51 persen. “Ini berarti alokasi APBD Kota Magelang Tahun 2016 yang dipergunakan untuk belanja langsung lebih besar daripada belanja tidak langsungnya,� katanya. Alokasi APBD di Kota Magelang sebagian besar untuk belanja langsung, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik. Dengan demikian belanja langsung yang dipergunakan sebagai belanja publik diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Tabel Anggaran Pembangunan Infrastruktur Kota Magelang Tahun 20102016 ---------------------------------------! No. ! Tahun ! Anggaran ! ---------------------------------------! 1. ! 2010 ! Rp 20.800.037.000,- ! ! 2. ! 2011 ! Rp 42.340.757.000,- ! ! 3. ! 2012 ! Rp 75.139.019.000,- ! ! 4. ! 2013 ! Rp 100.914.151.000,_

! ! 5. ! 2014 ! Rp 49.523.046.000,- ! ! 6. ! 2015 ! Rp 46.198.748.000,- ! ! 7. ! 2016 ! Rp 79.409.668.000,- ! ---------------------------------------(sumber : DPUPR Kota Magelang) Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dari Tahun 2010 sampai dengan 2013 anggaran pembangunan infrastruktur Kota Magelang mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahun, terutama pada 2013 yang jumlah anggarannya Rp100.914.151.000. Pada tahun tersebut, Kota Magelang membangun Pasar Rejowinangun kembali setelah terbakar pada 2008. Selain itu juga ada penataan PKL di 4 lokasi, yang sekarang menjadi sentra kuliner, yaitu Sentra Kuliner Sejuta Bunga di Shopping Centre, Sentra Kuliner Kartika Sari di kompleks Stadion Abu Bakrin, Sentra Kuliner Badakan dan Sentra Kuliner Jendralan di Jalan P. Mangkubumi. Tahun 2012 jumlah anggaran Rp75.139.019.000. Informasi yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan

Ruang Kota Magelang menyebutkan pada tahun ini Pemerintah Kota Magelang membangun beberapa kegiatan strategis, di antaranya penataan kawasan Jalan Jenderal Sudirman, pembangunan jalan penghubung Jalan Kyai Mojo-Jalan P. Diponegoro Kelurahan Cacaban, membangun drainase skala perkotaan di Jalan Yos Sudarso dan Alun-Alun Kota Magelang. Pada awal Ir H Sigit Widyonindito menjabat Wali Kota Magelang, pembangunan diarahkan untuk mengubah wajah kota dengan pembangunan trotoar di beberapa ruas jalan protokol pusat kota, seperti di kawasan Jalan Pemuda dan penataan kawasan alun-alun pada Tahun 2011. Untuk kegiatan pembangunan yang masuk dalam program pengembangan wilayah strategis, dibangun secara bertahap, di antaranya pembangunan Stadion Madya yang sampai dengan Tahun 2016 sudah pada pembangunan tahap 8. Selain itu, pembangunan kolam renang yang rencaanya diteruskan pada 2017, kemudian penataan kawasan budaya


17 Mantyasih, dan penataan kawasan wisata religi Gunung Tidar. Pasca tahun 2013, pagu anggaran untuk infrastruktur mengalami penurunan karena adanya efisiensi anggaran pada Tahun 2014 hingga 2015. Namun demikian kegiatankegiatan infrastruktur perkotaan di lokasilokasi strategis dan vital tetap dianggarakan, di antaranya pada Tahun 2014 kegiatan rehab jalan perkotaan dilaksanakan untuk memperbaiki sarana infrastruktur jalan, peningkatan trotoar di Jalan A. Yani (Utara) untuk memperindah wajah masuk Kota Magelang dan beberapa pembangunan drainase atau gorong-gorong untuk mengurangi genangan air hujan. Program peningkatan perekonomian masyarakat juga difasilitasi pemerintah kota dengan membuka jalan baru antarkelurahan, sehingga memudahkan masyarakat sekitar untuk beraktivitas, di antaranya pembangunan jalan penghubung Jalan Tentara Genie Pelajar yang menghubungkan Stadion Madya dengan Perumahan Korpri Ngembik dan pembangunan jalan penghubung

Kelurahan Cacaban–Kelurahan Kemirirejo yang menghubungkan Kelurahan Cacaban dengan Kelurahan Kemirirejo. Semua kegiatan ini dilaksanakan pada Tahun 2015. Pada Tahun 2016 anggaran infrastruktur mulai naik signifikan karena mendapat anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) yang cukup besar untuk merehab jalan dan bangunan pelengkap jalan (trotoar dan drainase). Selain DAK, Pemerintah Kota Magelang juga mendapat anggaran dari Provinsi Jawa Tengah untuk melaksanakan sejumlah kegiatan, di antaranya untuk penataan kawasan Mantyasih dan pemasangan lampu dan “scoring board� Stadion dr Moch Subroto. Selain kegiatan tersebut, Pemerintah Kota Magelang juga memperbaiki jalan lingkungan permukiman dan melaksanakan rehabilitasi sedang atau berat gedung olahraga. Ada beberapa kegiatan pembangunan startegis dan monumental pada Tahun 2016, di antaranya pembangunan gedung Pasar Rejowinangun sisi timur. Pembangunan

Magelang Go Smart City

ini merupakan bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 yang menelan biaya Rp4,474 miliar. Pembangunan Pasar Rejowinangun sisi timur ini menjadi lokasi pengembangan pasar yang dibangun dua lantai dengan luas 1.033 meter persegi dengan daya tampung 500 pedagang. Pembangunan pasar ini untuk menampung pedagang dari Pasar Tarumanegara yang berada di antara Jalan Kalingga dengan Jalan Mataram. Tempat ini prioritas bagi pedagang Pasar Tarumanegara dan pedagang lesehan yang berjualan di jalan masuk Pasar Rejowinangun. Semua pedagang Pasar Tarumanegara dipindah ke lokasi baru ini beserta pedagang yang membuka lapak di tepi jalan masuk sisi timur. Pada 27-28 Februari 2017 telah dilaksanakan relokasi pedagang Pasar Tarumanegara dan pedagang lesehan. Jumlah pedagang Pasar Tarumanegara yang dipindah atau boyongan 243 orang, sedangkan jumlah pedagang Pasar Rejowinangun yang ditata karena menempati areal fasilitas umum 425 orang.


Magelang Go Smart City

18

Total pedagang yang menempati Pasar Rejowinangun sisi timur berjumlah 668 orang. Mengenai pembangunan Stadion dr Moch Soebroto, telah memasuki tahap ke-8 dengan dua kegiatan, yaitu pembangunan bagian atap tribun sisi timur stadion dan pemasangan lampu stadion serta “scoring board” dengan menggunakan dua sumber dana berbeda. Pembangunan atap tribun sisi timur dan tambahan lini lintasan lari ini menggunakan APBD sekitar Rp6,89 miliar. Tambahan lini lintasan lari yang mengelilingi lapangan sepakbola menggunakan karet sintetis yang diimpor dari Malaysia. Untuk paket pekerjaan fisik pemasangan lampu stadion dan “scoring board” menggunakan dana bantuan dari provinsi Rp3,5 miliar. Pemasangan lampu stadion terdiri 2 titik lampu, yakni di sebelah utara dan selatan, sedangkan papan skor pertandingan dipasang di tribun barat bagian tengah. Pemasangan 2 titik lampu ini belum sesuai ketentuan. Sesuai aturan, lampu pertandingan harus dipasang di 4 titik. Dengan baru dipasang 2 titik lampu, maka belum dapat dipergunakan secara optimal untuk pertandingan tingkat nasional, sedangkan untuk pertandingan tingkat lokal, 2 titik lampu tersebut masih bisa dipergunakan. Pembangunan “shelter” Kuliner Lembah Gunung Tidar merupakan pembangunan didanai dari bantuan keuangan provinsi yang menelan dana sekitar Rp988 juta. “Shelter” Lembah Gunung Tidar ini dipergunakan merelokasi pedagang kaki lima (PKL) di bekas terminal atau Kompleks Rejotumoto. Jumlah pedagang sekitar 22 orang, sedangkan pemindahannya secara bertahap. Rehab “shelter” Tuin Van Java menelan dana bantuan keuangan provinsi sekitar Rp1,48 miliar. Rehab “shelter” Tuin Van Java dibuat lebih baik dan lebih luas untuk menampung beberapa pedagang yang masih berjualan di luar Tuin Van Java. Pembangunan gedung Klinik

Utama dan Laboratorium Kesehatan merupakan laboratorium kabupaten/ kota yang pertama di Jawa Tengah yang terakreditasi ISO (Komite Akreditasi Nasional). Melalui Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK), hingga Maret 2017 baru ada dua kabupaten/ kota yang terakreditasi ISO (KALK), yaitu Kudus dan Kota Magelang. Pembangunan Laboratorium Kesehatan dan Klinik Utama menggunakan dana APBD 2016 sebesar Rp10,200 miliar. Gedung

itu terdiri 3 lantai dengan bangunan luas 1.082,7 meter persegi. Lantai 1 untuk pelayanan klinik spesial bedah anak, penyakit dalam, rontgen, apotek, ruang pengambilan sampel laboratorium klinik UPT Labkes. Lantai 2 untuk laboratorium klinik, laboratorium fisika dan kimia, ruang penerimaan sampel lingkungan dan klinik spesialis gigi, sedangkan lantai 3 untuk laboratorium mikrobilogi.***


19

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

20

Geliat Olahraga Komitmen pemerintah kota diwujudkan dengan terus dibangunnya pusat olahraga di Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara. Sudah ada dua bangunan megah, yakni Stadion Moch Subroto dan Gelanggang Olah Raga (GOR) Samapta. Pada 21-23 Agustus 2015, Kota Magelang sebagai tuan rumah mengumpulkan 74 emas, 74 perak, dan 87 perunggu,


21

Magelang Go Smart City

M

enjadi kebanggaan tersendiri bagi Kota Magelang karena tahun ini pemerintah pusat memutuskan puncak peringatan Hari Olah Raga Nasional berlangsung di kota itu, pada 9 September 2017. Kota Magelang hanya memiliki luas wilayah 18,12 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 132.000 jiwa. Jumlah itu tersebar di 17 kelurahan dan 3 kecamatan, yakni Magelang Utara, Magelang Tengah, dan Magelang Selatan. Meski begitu, “Kota Sejuta Bunga” yang dipimpin Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito dan wakilnya, Windarti Agustina ini, berkomitmen memajukan olahraga. Peringatan Haornas 2017 yang dipusatkan di kota itu, tentu saja akan memperkuat komitmen pemkot dan masyarakat untuk bersama-sama membangun kemajuan bidang olah raga. Komitmen pemerintah kota diwujudkan dengan terus dibangunnya pusat olahraga di Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara. Sudah ada dua bangunan megah, yakni Stadion Moch Subroto dan Gelanggang Olah Raga (GOR) Samapta. Keduanya terus dikembangkan, khusus GOR Samapta diperkirakan pada 2018 bisa beroperasi penuh dengan beragam fasilitas di dalamnya. Komitmen juga ditunjukkan para pejabat yang terkait dengan mendukung pengembangan beragam cabang olahraga. Hampir semua cabang berkembang di Kota Magelang, meskipun ada yang tidak memiliki fasilitas latihan, seperti paralayang, sepatu roda, dan selam. Dari sekian cabang olahraga yang berkembang, ada lima cabang yang masuk ke dalam Pusat Pelatihan Olahraga Pelajar (PPOP) Kota Magelang, antara lain renang, atletik, taekwondo, sepak bola, dan panahan. Kelimanya diproyeksi terus berkembang dan menjadi unggulan Kota Magelang.

Prestasi Ada kalanya prestasi atlet Kota Magelang di sejumlah ajang kejuaraan kurang memuaskan, tetapi tidak sedikit juga yang membanggakan. Meski begitu, atlet Kota Magelang dituntut terus berprestasi di setiap jenjang. Di level provinsi, seperti Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2013, Kota Magelang

di urutan ke-25 dari 35 kabupaten/kota peserta. Prestasi yang memang kurang baik, tetapi juga tidak terlalu buruk, karena beberapa cabang unggulan masih mampu diperhitungkan. Di level bawahnya, Pekan Olahraga Wilayah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas (Dulongmas) 2015, prestasi atlet Kota Magelang mentereng. Sebagai tuan rumah, Kota Magelang menduduki peringkat 2 dengan 74 emas, 74 perak, dan 87 perunggu. Gelaran sebelumnya di lima besar. Di tingkat pelajar, atlet-atlet kota di lembah Gunung Tidar ini cukup baik. Terlihat dari raihan rangking 19 dari 32 kota/kabupaten peserta Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Jawa Tengah pada 2016. “Kota Sejuta Bunga” mengemas 2

medali emas, 5 perak, dan 5 perunggu. Popda khusus SD jauh lebih baik dengan menempati rangking 5 (5 emas, 4 perak, dan 4 perunggu). Medali ini tersebar di cabang renang, taekwondo, dan tenis lapangan. Popda tingkat SMP dan SMA disumbang cabang taekwondo, renang, sepak bola, bola basket, dan atletik. Kepala Seksi Prestasi Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Magelang Subarkah mengatakan prestasi ini sudah lebih baik dari hasil Popda 2015. Saat Popda 2015, tingkat SD hanya sampai posisi 8, SMP rangking 29, dan SMA di peringkat 26. “Memang sudah baik, karena ada peningkatan. Tapi, ‘ketar-ketir’ (khawatir, red.) juga, karena daerah lain tentu ingin


Magelang Go Smart City

22

menyalip Kota Magelang. Jika tidak ingin tersaingi, maka harus komitmen melakukan pembinaan sejak dini,” ujarnya. Subarkah yang juga Kepala Bidang Pembinaan Prestasi KONI Kota Magelang itu, menilai olahraga Kota Magelang akan maju pada 4-5 tahun ke depan. Namun, dengan catatan pembinaan atlet usia SD yang sekarang prestasinya mentereng harus dilakukan dengan benar, sehingga regenerasi lancar. Oleh karena itu, sejak sekitar 2014, Disporapar (dulu bernama Disporabudpar) membentuk PPOP yang bertujuan melatih secara intensif para atlet potensial. Ada lima cabang olahraga yang masuk PPOP, yakni renang, atletik, taekwondo, sepak bola, dan panahan. Subarkah yang bertugas memegang PPOP ini menyebutkan ada sekitar 60 atlet masuk dalam pemusatan latihan. Mereka terbagi dalam tiga tingkat, yakni SD (maksimal tahun kelahiran 2005), SMP (tahun kelahiran 2003), dan SMA (tahun kelahiran 2001). “Mereka sekarang sudah rutin berlatih, minimal empat kali latihan per pekan. Orientasi PPOP ini untuk kesiapan Popda yang tahun 2017 hanya sampai tingkat eks-Karesidenan Kedu. Sementara Popda tingkat Jawa Tengah ditiadakan,” katanya. PPOP dinilainya hanya salah satu upaya pembinaan atlet potensial Kota Magelang. Selebihnya perlu pembenahan di semua aspek, seperti pola pikir masyarakat, pemerintah, pelatih, dan atlet. “Cabor yang berpotensi membuat prestasi harus dibina serius, jangan lepas tangan. Cabor di luar PPOP juga banyak yang berprestasi. Misalnya cabor tarung drajat, paralayang, dan rafting yang sudah mampu berbicara di level nasional, dalam hal ini PON,” jelasnya. Bahrudin, Ketua Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) Kota Magelang menyebutkan prestasi olahraga di Kota Magelang memang harus terus ditingkatkan. Ia pun berjuang dari sektor olahraga panahan yang saat ini tengah digandrungi masyarakat, terutama pelajar SD-SMA. Cabang panahan Kota Magelang cukup menarik perhatian masyarakat. Terlebih para atletnya mampu meraih prestasi membanggakan di beberapa kejuaraan, seperti di Dulongmas 2015 yang meraih 6 medali emas, 3 perak, dan 7 perunggu, sedangkan di Porprov 2013 meraih 1 medali perak.

Bahrudin mengungkapkan olahraga panahan di Kota Magelang mulai dikembangkan sejak 2011 dari tingkat SD, SMP, sampai SMA. Olahraga ini selain merupakan sunah Rasul dalam Islam, juga mampu melatih ketenangan, fokus, dan konsentrasi. “Untuk kalangan pelajar, olahraga panahan sangat bagus. Anak-anak bisa berlatih tenang, fokus, dan konsentrasi dalam proses belajar. Beberapa sekolah sudah mengembangkan panahan, seperti Pondok Tidar, SD Mutual, dan lainnya,” ungkapnya.

Dulangmas Prestasi olahraga Kota Magelang di ajang Porwil Dulongmas 2015 sangat baik. KONI Kota Magelang mampu mengantarkan daerahitu sebagai juara kedua dari 17 daerah yang ikut ajang ini. Pada 21-23 Agustus 2015, Kota Magelang sebagai tuan rumah


23

Magelang Go Smart City

tugas agar gelaran Dulongmas empat tahun berikutnya, yakni pada 2019 dapat meraih juara umum pertama.

Porprov Pengurus KONI Kota Magelang periode 2016-2020 memiliki tugas berat dalam menghadapi Porprov XV/2018. Apalagi hasil Porprov XIV/2013 di Banyumas terdampar di ranking 25 dari 35 kota/kabupaten peserta dengan 56 medali (4 emas, 18 perak, dan 34 perunggu). Peristiwa 2013 itu harus menjadi pelajaran berharga bagi para pemangku kepentingan. Tidak hanya Pemkot Magelang dan KONI Kota Magelang, tetapi juga semua pihak untuk ikut meningkatkan prestasi olahraga daerah setempat. Porprov 2018 sudah di depan mata. Paling lambat satu tahun lagi pesta olahraga tingkat Jawa Tengah itu akan digelar dan atlet-atlet Kota Magelang sudah bersiap menyongsongnya. Supriyadi yang kini menahkodai KONI Kota Magelang memiliki semangat tinggi untuk mengangkat prestasi di level Jawa Tengah. Bukan pekerjaan mudah, tetapi dengan segala persiapan yang ada, pihaknya optimistis mampu meraih hasil terbaik. Supriyadi memasang target menaikkan prestasi Kota Magelang di Porprov mengumpulkan 74 emas, 74 perak, dan 87 perunggu, sedangkan juara umum pertama, Banyumas meraih 83 emas, 49 perak, dan 49 perunggu. Peringkat tiga, Banjarnegara mengumpulkan 49 emas, 29 perak, dan 36 perunggu. Raihan prestasi yang patut diapresiasi sebab pada ajang sebelumnya, “Kota Sejuta Bunga” hanya mampu sampai peringkat empat. Slamet Santoso, Ketua KONI Kota Magelang (2012-2016) menilai kesuksesan ini berkat dukungan semua pihak dari panitia pelaksana, pemerintah, hingga masyarakat. Hal ini sesuai dengan visi yang dicanangkan sebelumnya, yakni sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi. “Dalam pelaksanaan sukses, begitu juga prestasi tuan rumah yang sukses melebihi target,” katanya pada 24 Agustus 2015. Kesuksesan penyelenggaraan dan prestasi ini mendapat apresiasi tinggi dari KONI Provinsi Jawa Tengah. Pada 2016, KONI Kota Magelang menyabet penghargaan KONI Award 2016 dengan penilaian terbaik

dalam prestasi dan administrasi. Penghargaan diberikan kepada pengurus KONI Kota Magelang periode 2012-2016. Modal yang positif untuk pengurus baru periode 2016-2020 dalam membina atletatlet potensial ke depan. “Kami para pengurus lama sangat berharap pada pengurus baru mampu membawa kemajuan olahraga Kota Magelang dengan lebih baik lagi. KONI harus mampu meningkatkan prestasi dengan mengedepankan administrasi yang sehat,” jelas pemilik Toko Emas Mustika Gold Magelang (MGM) itu. Atas raihan prestasi ini, para atlet diguyur bonus cukup besar, yakni total Rp1,843 miliar dengan 208 penerima dari kalangan atlet dan pelatih. Hanya saja bonus ini sempat menimbulkan masalah ketika dana yang dianggarkan di awal kurang dari jumlah yang menjadi kenyataan di lapangan. Meski sempat muncul masalah, prestasi olahraga Kota Magelang dituntut tetap harus meningkat. Para pengurus cabang olahraga, KONI, dan Pemkot Magelang dibebani


Magelang Go Smart City

24

2018, paling tidak di posisi 20 besar. Untuk mampu mencapai target itu, dia menegaskan, akan meningkatkan komunikasi antara pengurus KONI dan cabang olah raga, serta memberdayakan atlet-atlet putra daerah dengan lebih optimal. “Sekarang kami punya kelas olahraga di SMA 5 Magelang yang bisa jadi lumbung pembinaan atlet. Kami juga jalin komunikasi sampai tingkat kecamatan untuk mendorong pembinaan atlet,” tegasnya. Bukan tidak mungkin prestasi tersebut dapat terangkat dan Kota Magelang kembali mampu bersaing di papan tengah. Terlebih para atlet ikut bersemangat meraih prestasi tinggi dengan giat berlatih. Ahmad Tajib, atlet tarung drajat

peraih 4 medali perunggu Porprov 2013, mengungkapkan Porprov 2018 menjadi momentum pas untuk mengangkat prestasi Kota Magelang. Pemegang sabuk hitam dan juga pelatih itu, sudah bersiap mengikuti kualifikasi Porprov 2018 dan optimistis lolos. “Prestasi tahun 2013 memang kurang bagus dan kita harus membalasnya di tahun 2018. Kalau kita mau, kita pasti bisa. Tentunya dengan didukung latihan yang keras dan juga dukungan dari berbagai pihak,” jelas Anggota Binpres Kodrat Kota Magelang ini. Masih ada waktu untuk tim dari Kota Magelang mempersiapkan diri menghadapi kegiatan akbar tingkat Jawa Tengah itu,

terutama terus mendorong atlet berlatih, dan tentunya dengan dukungan fasilitas latihan yang memadai. Jangan sepelekan fasilitas latihan, karena menurut Ketua Pengkot Taekwondo Indonesia (TI) Kota Magelang Narko Krisbudianto alias Koko, fasilitas latihan yang memadai berguna untuk mendukung kualitas atlet berlatih. Misalnya di taekwondo, kualitas matras berpengaruh pada latihan atlet. “Kalau matrasnya tidak standar, bisa saja justru dapat mencelakai atlet. Menurut saya, fasilitas latihan olahraga di Kota Magelang memang sudah bagus, tapi masih kurang. Masih banyak cabor yang belum memiliki fasilitas latihan yang bagus,” ucapnya.


25

Stadion dan GOR Stadion Moch Subroto dan GOR Samapta adalah dua bangunan megah dan penting yang dibangun Pemkot Magelang, utamanya dalam rangka menggairahkan dan meningkatkan prestasi olahraga, mengingat fasilitas yang ditawarkan semuanya berkualitas. Stadion di wilayah Sanden, Kelurahan Kramat Selatan, Kota Magelang ini memiliki nama lengkap Stadion dr H Moch Soebroto. Sebelumnya, bernama Stadion Madya Magelang yang awal mula dibangun sekitar 2008 dan mulai bisa digunakan untuk kegiatan olahraga pada 2011.

Nama stadion ini diresmikan pada 24 Februari 2015, oleh Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito. Penamaan stadion berkapasitas 20.000 penonton ini dipilih sebagai bentuk penghormatan kepada Wali Kota Magelang periode 1971-1981. Pembangunan stadion dilakukan secara bertahap dan berlangsung sampai sekarang dengan dana yang dibutuhkan sekitar Rp124 miliar. Tahap terkini, pemerintah sudah merampungkan proyek pembangunan stadion berupa penyempurnaan lintasan lari, atap/kanopi tribun timur, dan lampu. Pembangunan ketiga fasilitas ini menghabiskan dana sekitar Rp9,9 miliar. Sumber dana dari APBD Rp 6,6 miliar untuk lintasan lari dan atap tirbun timur, sedangkan Rp3,3 miliar dari dana bantuan provinsi untuk memasang lampu penerang lapangan sebanyak dua tiang. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang Yonas Nusantrawan menjelaskan stadion ini mumpuni untuk laga-laga nasional dan internasional, apalagi kualitas rumput lapangan sepak bola yang berstandar internasional, sehingga cocok untuk lagalaga besar. Berbagai macam cabang dapat menggunakan fasilitas di stadion ini, antara lain sepak bola, atletik (lari, lompat jauh, dan lompat galah), serta jenis olahraga bela diri (karate, taekwondo, pencak silat, dan tarung drajat). Selain stadion, Kota Magelang juga memiliki fasilitas olahraga lain berupa GOR Samapta. Lokasinya di selatan stadion dan masih dalam satu area “sport centre” Kota Magelang. Berbeda dari stadion, GOR Samapta berupa lapangan olahraga yang bersifat di dalam ruangan. GOR ini masih tahap renovasi yang sudah dimulai Agustus 2016 dengan total anggaran Rp4 miliar dari APBD. Perbaikan dilakukan di konstruksi baru GOR, yakni berbentuk melengkung dari sebelumnya berupa limasan. Langkah ini dilakukan dengan mengadopsi bentuk berbagai GOR di luar daerah yang sudah bertaraf internasional. “Renovasi termasuk pula penambahan pagar di luar GOR,” terang Deddy Eko Sumarwanto, mantan Kepala DPU Kota Magelang yang memulai proyek renovasi ini. Di dalam GOR, bermacam-macam cabang olahraga bisa dilakukan, di antaranya bela diri, futsal, bola basket, bola voli, dan

Magelang Go Smart City

badminton, sedangkan di area luar antara lain bisa untuk sepatu roda dan sepeda. Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito menegaskan pembangunan “sport center” tidak akan berhenti pada stadion dan GOR, tetapi dilanjutkan dengan pembangunan kolam renang yang letaknya di sisi barat GOR. “Sarana dan prasarana menjadi faktor penting dalam mendukung peningkatan prestasi para atlet. Tahun 2017 ini juga kita bangun fasilitas kolam renang. Bahkan, kami akan bebaskan tanah di sebelah selatan GOR untuk pengembangan pusat olahraga,” terangnya.


Magelang Go Smart City

26

Smart City dalam Layanan Kesehatan Keberadaan Labkes diharapkan dapat menjawab kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Selain berlabel modern dan terlengkap, pelayanan harus tetap menyeluruh ke semua elemen masyarakat.

Pelayanan kesehatan dalam bentuk pemeriksaan, pengobatan, perawatan tindakan medis atau nonmedis, dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan rumah sakit.

K

onsep “smart city” atau kota cerdas telah dicanangkan Kota Magelang. Berbagai langkah terobosan untuk mewujudkan konsep tersebut terus dilakukan.

Kota Magelang sebagai kota jasa yang modern dan cerdas yang berkembang, terus menggenjot berbagai pembangunan yang untuk jangka waktu 2016-2021 dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Dalam visi pembangunan daerah Kota Magelang sebagai kota jasa yang modern dan cerdas, layanan kesehatan menjadi salah satu faktor majunya sebuah kota. Oleh karena itu, ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan “smart city”. Kepala Dinas Kesehatan Kota Magelang dokter Fatma Murtiningsih menjelaskan program “smart city” bertujuan untuk mempermudah warga mendapatkan fasilitas dari pemerintah. “Khususnya bidang pelayanan kesehatan masyarakat,” katanya. Di bidang kesehatan, Pemerintah Kota Magelang terus meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seperti di puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tidar. Oleh karena pelayanan kesehatan yang layak dan memadai adalah hak seluruh masyarakat, maka puskesmas

dan RSUD Tidar terus meningkatkan sarana dan prasarana. Melalui perkembangan fasilitas kesehatan, Pemerintah Kota Magelang mendorong puskesmas di kota ini segera mendapat akreditasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, serta menjadikan RSUD Tidar sebagai rumah sakit rujukan regional. Akreditasi puskesmas untuk meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan, masyarakat, lingkungan, serta puskesmas itu sendiri. Pemkot Magelang melakukan pembenahan dan peningkatan, baik layanan maupun fasilitas puskesmas, seperti menyediakan fasilitas Instalasi Gawat Darurat, ruang rawat inap, dan poliklinik. “Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan dasar bagi masyarakat, dengan adanya pembenahan diharapkan puskesmas memiliki pelayanan yang tak kalah bersaing dengan rumah sakit,” ucapnya. Peningkatan layanan puskesmas agar dapat memberikan kepuasan terhadap para pasien yang berkunjung atau berobat. Selain itu, puskesmas di Kota Magelang memberikan fasilitas yang ramah terhadap lansia, ibu hamil, dan anak-anak. Berbagai kelengkapan akan disesuaikan untuk menjamin pelayanan kesehatan yang ramah bagi lansia, anak, dan ibu hamil. “Peralatan sampai saat ini sudah cukup,


27 akan kami tambah sarana dan pelayanan lain untuk melayani tiga kategori tersebut. Nantinya akan terus ada penambahan,” kata Fatma. Lebih lanjut, Fatma menambahkan bahwa puskesmas ini akan memiliki standar ramah lansia, anak, dan ibu hamil. “Ruang perawatan, lorong puskesmas, dan pelayanan akan difasilitasi dengan gambar yang menarik dan penuntun bagi lansia. Ruang tunggu bermain khusus anak juga disiapkan bersama dengan ruang tunggu prioritas lansia,” ungkapnya. Fatma mengatakan fasilitas puskesmas di Kota Magelang terus dikembangkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat melalui inovasi fasilitas dan sumber daya manusia puskesmas.

Laboratorium Kesehatan Pemkot Magelang memiliki Laboratorium Kesehatan (Labkes) yang memperoleh akreditasi dari Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan. Labkes Kota

Magelang merupakan laboratorium kabupaten/kota yang pertama di Jateng yang terakreditasi ISO:17025 Komite Akreditasi Nasional. Kepala UPTD Laboratorium Kesehatan Kota Magelang Cut Luthvia Dewi mengatakan Labkes Kota Magelang dibangun yang lebih representatif serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Keberadaan Labkes diharapkan dapat menjawab kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Selain berlabel modern dan terlengkap, pelayanan harus tetap menyeluruh ke semua elemen masyarakat. “Masyarakat menengah ke bawah harus bisa dilayani. Termasuk pula berbagai UMKM bisa memanfaatkan Labkes ini untuk pengujian produknya, termasuk semua rumah sakit di wilayah sekitar terkait pengujian labnya,” katanya. Dalam pelayanan, Laboratorium Kesehatan Kota Magelang terdapat tiga kelompok besar, diantaranya pelayanan laboratorium mikrobiologi lingkungan dengan jenis sampel air, makanan/minuman,

Magelang Go Smart City

udara, dan lainnya. Adapun pelayanan berikutnya mengenai laboratorium kimia lingkungan dengan jenis sampel air, makanan/minuman, dan udara serta pelayanan laboratorium patologi klinis dengan jenis sampel darah, serum, plasma, urine, dan faeces. “Pelayanan diperuntukkan baik perorangan, usaha, maupun rumah sakit bisa kita layani di hari kerja Senin-Jumat. Tarif terjangkau sesuai perda. Sumber daya manusianya ada dokter spesialis dan analis kesehatan dengan kualifikasi pascasarjana, sarjana, diploma, dan SMK,” ujarnya. Sudah ada cukup lama laboratorium itu menempati eks-Kantor Camat Magelang Utara. Setiap tahun ada sekitar 2.000 pasien klinis dan 3.000 pasien lingkungan terlayani dengan beragam sampel yang diuji. “Jumlah ini sebenarnya masih kecil, karena harusnya bisa sampai 5.000-an pasien. Maka, dengan gedung baru ini kami harap pasien yang terlayani dapat lebih banyak lagi,” katanya.


Magelang Go Smart City

28

RS Rujukan Selain peningkatan fasilitas layanan puskesmas dan laboratorium kesehatan, Pemkot Magelang mengharapkan agar RSUD Tidar menjadi barometer tempat berobat masyarakat, Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan program pemerintah, murah berkualitas. Artinya, jangan sampai ada lagi keluhan masyarakat soal pelayanan dan penanganan. Pelayanan kesehatan yang bermutu

merupakan salah satu tolok ukur kepuasan masyarakat, khususnya pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan sesuai dengan tingkatan rumah sakitnya. Direktur RSUD Tidar Kota Magelang dokter Sri Harso mengatakan pelayanan kesehatan rumah sakit terdiri atas pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medis dan penunjang medis. Tujuannya, memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk pemeriksaan, pengobatan, perawatan tindakan medis atau nonmedis, dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan rumah sakit.

“Dewasa ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menerapkan sistem rujukan rumah sakit regional yang berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satunya RSUD Tidar Kota Magelang yang ditetapkan menjadi rumah sakit rujukan regional,� ungkapnya. Oleh karena peranan tersebut, RSUD Tidar Kota Magelang dituntut untuk terus melakukan pembenahan mulai peningkatan sumber daya manusia hingga peningkatan pembangunan infrastruktur. Rumah sakit tipe B ini menjadi salah satu rumah sakit rujukan regional di Jawa Tengah. Saat ini, RSUD Tidar telah memiliki 16 pelayanan rawat jalan yang terdiri atas poliklinik anak, poliklinik THT, poliklinik mata, poliklinik umum, poliklinik gigi dan mulut yang telah memiliki spesialistik orthodonti. Selain itu, poliklinik kulit dan kelamin,


29

poliklinik paru, poliklinik DOTS, poliklinik rehabilitasi medik, poliklinik bedah umum, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik syaraf, poliklinik penyakit dalam, poliklinik orthopedi yang beroperasi setiap Senin hingga Sabtu. Sebagai milik Pemerintah Kota Magelang, RSUD Tidar sebagai rumah sakit “tanpa kelas” karena siapapun yang berobat akan dilayani secara maksimal. “Rumah sakit ‘tanpa kelas’ ini artinya siapapun berhak mendapatkan layanan di rumah sakit, tidak peduli dengan status sosialnya, terutama warga kurang mampu yang menggunakan kartu jamkesmas, jamkesda maupun surat pernyataan miskin (SPM),” tegas Sri Harso. Siapapun, ucapnya, mulai dari warga kurang mampu maupun kaya akan mendapatkan layanan yang sama di RSUD yang sebentar lagi akan membangun gedung berlantai delapan tersebut.

Ruangan rawat inap yang tak cukup atau penuh seringkali menjadi alasan rumah sakit menolak pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Untuk menghindari penolakan pasien tersebut, RSUD Tidar Kota Magelang akan menerapkan sistem titip pasien. Pasien dititipkan terlebih karena kamar rawat inap penuh dan dipastikan tidak akan dikenakan biaya tambahan. Sebab, sudah dijamin semuanya oleh BPJS Kesehatan. “Misalnya jatah di kelas III, tapi penuh. Kami akan titipkan di kelas II atau kelas I sampai ada ruangan dengan biaya sama kelas III,” kata Sri Harso. Hal itu untuk menunjukan kebijakan pengelola rumah sakit itu dalam mendukung kesuksesan program JKN-KIS. “Apabila memang hak kelas rawat inap pasien penuh akan kami titipkan di kelas lain tetapi apabila memang seluruh kamar penuh pasti akan kami rujuk sesuai

Magelang Go Smart City

peraturan yang berlaku,” demikian Sri Harso


Magelang Go Smart City

30

RAGAM BUDAYA Oleh Ika Fitriana

Grebeg Gethuk, biasanya digelar pada puncak perayaan hari jadi Kota Magelang di alun-alun. Tradisi ini memang tergolong baru, karena muncul pada 2006. getuk adalah kudapan tradisional yang terbuat dari olahan singkong. Makanan ini banyak dijual di Kota Magelang sehingga Kota ini juga dijuluki “Kota Gethuk”.

K

ota Magelang, meskipun termasuk kota kecil secara adminitratif dan “miskin” sumber daya alam, namun menyimpan budaya yang kuat dan beragam. Masyarakat daerah berjuluk “Kota Sejuta Bunga” ini masih menjunjung tinggi kekayaan non-bendawi yang telah diwariskan nenek moyang mereka. Budaya berkembang berakulturasi dengan seni, agama, ekonomi, hingga sosial, telah menjadi bagian dari sendisendi kehidupan masyarakat setempat. Maka tak heran jika hampir di kampungkampung tumbuh subur agenda budaya yang dirayakan masyarakat dengan suka cita, lalu berkembang menjadi tradisi yang rutin digelar.

Pasar Pahingan Sebut saja tradisi Pasar Minggu Pahing. Tradisi ini digelar setiap 35 hari sekali, tepat pada Minggu Pahing yang merujuk pada nama salah satu hari dalam kalender Jawa. Tradisi yang akrab disebut Pahingan ini digelar di sekitar Masjid Jami’ atau Masjid Agung Kauman, kawasan Alun-Alun Barat, Kota Magelang. Keunikan tradisi ini terletak pada harmonisasi antara nilai religius, ekonomi, dan sosial. Nilai religius terasa karena Pasar Pahingan digelar bersamaan dengan pengajian yang digelar di dalam masjid. Nilai ekonomi terjadi karena transaksi jual beli antara pedagang dengan pembeli

yang mayoritas adalah jamaah pengajian. Barang-barang yang dijual di Pasar Pahingan adalah kebutuhan sehari-hari, mulai dari pakaian, sandal, kopiah, sarung, hingga makanan tradisional seperti geblek, kacang dan jagung rebus, singkong goreng, dan sebagainya. Dua nilai itu kemudian tumbuh nilai sosial di mana antarmanusia saling beinterakasi, lalu terjalin rasa persaudaraan antarjamaah pengajian Pahingan, tidak hanya pada saat Minggu Pahing akan tetapi hari-hari lainnya. Luky Henri Yuni Susanto, tokoh pemuda Kauman, menceritakan tradisi Minggu Pahingan sudah ada sejak puluhan tahun silam. Bermula dari pengajian pahingan yang dipelopori oleh ulama-ulama besar


31

kala itu, antara lain K.H. Chudlori dari Ponpes Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, K.H. Ahmad Haq atau Mbah Mad Ponpes Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, dan K.H. Alwi dari Ponpes Salam Kanci, Bandongan, Kabupaten Magelang. “Saat itu hanya ada sekitar 45 orang saja yang berdagang di halaman masjid saat pengajian digelar, mereka adalah santri yang setia ‘nderekke’ atau mengikuti para ulama

itu,” kata Henri. Sekitar tahun 1980-an para pedagang mulai ramai, bahkan hingga memenuhi pinggiran Alun-Alun Kota Magelang dengan jenis dagangan yang lebih beragam. Mereka datang dari berbagai pelosok daerah, mulai dari Tegalrejo, Bandongan, Secang, hingga Muntilan, Kabupaten Magelang. Eksistensi Pahingan sempat terusik dengan adanya kebijakan pemerintah daerah setempat yang hendak memindahkan

Magelang Go Smart City

Pasar Pahingan ke lokasi lain. Namun berkat perjuangan masyarakat yang peduli tradisi leluhur, serta komunikasi yang arif dari pemerintah, Pasar Pahingan tetap berada di lokasi dan waktu yang sama sampai saat ini. “Pahingan itu kearifan lokal yang sudah mengakar. Biarlah menjadi ajang ‘ngalap berkah’, tidak sekadar memburu sisi ekonomi yang nilai tidak seberapa tapi ada nilai lain yang terkandung pada Pahingan ini,” ungkap Henri.


Magelang Go Smart City

32

Grebeg Besar Tradisi yang muncul dari akar rumput beberapa tahun terakhir juga semakin tumbuh subur di pelosok kota ini. Bahkan menjadi tradisi yang “wajib� digelar, terutama di bulan-bulan tertentu. Tradisi Grebeg Besar misalnya, tradisi yang biasanya dilaksanakan setiap Dhulhijjah oleh masyarakat di Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang. Warga juga kerap menyebutnya dengan tradisi merti Desa. Gulai kambing adalah menu makanan yang menjadi ikon grebeg besar ini. Makanan berupa olahan daging kambing, santan, dan bumbu rempah-rempah ini sarat filosofi dan sejarah bagi masyarakat setempat. Praditya Dedi Haryanto, Lurah Cacaban, menceritakan makanan gulai sudah menjadi salah satu sarana tradisi sejak masa Kyai Tuk Songo, leluhur Kampung Cacaban. Konon gulai berisi daging kambing itu adalah tolak balak (mencegah) bencana yang dapat menyerang warga kampung ini. Grebeg Besar setiap tahun digelar dengan nuansa tradisional yang melibatkan masyarakat. Mereka menggelar kirab gunungan palawija, beragam kesenian, dan tidak ketinggalan dua ekor kambing. Kambing inilah yang kemudian dipotong lalu dimasak gulai oleh warga. Prosesi kirab sendiri dimulai dari halaman Kantor Kelurahan Cacaban lalu berjalan kaki menuju kompleks Makam Kyai Tuk Songo. Di area makam itu kemudian digelar ritual tertentu sebelum menerima dua ekor kambing tersebut. Usai prosesi tersebut, grebeg baru dimulai. Ratusan warga berebut palawija yang disusun dalam dua gunungan itu. “Ini tradisi dan budaya yang diwariskan leluhur, Kyai Tuk Songo, yang harus dilestarikan. Tradisi ini juga wujud syukur


33 kepada Yang Maha Kuasa agar selalu diberi perlindungan,” tutur Praditya.

Grebeg Gethuk Tradisi lain yang kini rutin digelar setiap tahun adalah Grebeg Gethuk, biasanya digelar pada puncak perayaan hari jadi Kota Magelang di alun-alun. Tradisi ini memang tergolong baru, karena muncul pada 2006. Namun ada makna “nguri-uri” kebudayaan dan sejarah yang patut diketahui oleh generasi masa kini pada tradisi ini. Sesuai namanya, Grebeg Gethuk, mengangkat tema getuk sebagai ikon kegiatan. Sudah tak asing lagi, getuk adalah kudapan tradisional yang terbuat dari olahan singkong. Makanan ini banyak dijual di Kota Magelang sehingga Kota ini juga dijuluki “Kota Gethuk”. Gepeng Nugroho, salah satu penggagas Grebeg Gethuk menjelaskan getuk mempunyai makna filosofi. Makanan ini terbuat dari singkong yang berasal dari bumi yang artinya seorang pemimpin harus senantiasa membumi dengan rakyat. “Getuk juga merupakan sesuatu yang sederhana namun jika dikemas dengan baik akan berubah menjadi sesuatu yang luar biasa,” tutur Gepeng. Prosesi Grebeg Gethuk itu sendiri merupakan visualisasi sejarah berdirinya Kota Magelang yang tertulis pada prasasti Poh. Sebuah prasasti peninggalan zaman Mataram Kuno pada tahun 900 yang ditemukan di pinggir Sungai Progo, Kampung Dumpoh, Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara. Mesti sudah tidak utuh lagi, pada prasasti itu dapat dibaca bahwa dahulu Magelang merupakan kawasan transit para pelaku ritual daerah-daerah pesisir yang hendak menjalankan ibadah ke dataran tinggi (gunung) yang mengelilingi Magelang. Dari aktivitas itu lalu terjadi akulturasi budaya, perdagangan, sosial, hingga keamanan. Magelang pun menjadi incaran banyak pihak yang ingin menguasainya. Apalagi, wilayah ini terkenal subur dan indah. Sang Raja Diah Balitung, pengusasa Pulau Jawa kala itu, lalu menghadiahi status kemerdekaan (tanah perdikan) kepada Magelang. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita. Berbagai sesaji dari hasil bumi dipersembahkan rakyat kepada Sang Raja. Semua alur kisah ini kemudian dikemas apik dalam serangkaian prosesi Grebeg

Magelang Go Smart City

Gethuk. Mulai dari upacara menggunakan Bahasa Jawa, pakaian adat Jawa, kirab budaya, seni tari tradisional seperti Kunthulan dan tari kreasi Sejuta Bunga, hingga kirab hasil bumi dari 17 kelurahan yang ada di Kota Magelang. “Kirab hasil bumi merupakan simbolisasi persembahan atau upeti rakyat kepada Sang Raja (penguasa),” imbuh Gepeng. Semua prosesi ini melibatkan seribu lebih seniman dan seniwati hingga pejabat. Momentum Grebeg Gethuk pun selalu menjadi perhatian ribuan warga, tidak hanya dari Kota Magelang namun juga daerah lain, seperti Kabupaten Magelang, Temanggung, hingga Yogyakarta. Mereka seolah tak mau ketinggalan menyaksikan prosesi kolosal nan apik, sarat makna seni dan budaya lokal. Grebeg Gethuk kini menjadi salah satu agenda wisata tahunan Pemerintah Kota Magelang. “Grebeg Gethuk adalah wujud rasa senang, kedekatann antara penguasa dengan rakyat. Tidak hanya senang-senang saja tapi menciptakan kesadaran berbudaya masyarakat,” tutur Gepeng. Selain Grebeg Gulai dan Grebeg Gethuk, ada pula Grebeg Ketupat Brongkos di Kampung Kiringan, Kelurahan Tidar, Kecamatan Magelang Selatan, Saparan dan Jamasan Gong di Kampung Sanggrahan, Festival Seni di Kampung Wates, dan banyak lagi. Menurut Gepeng, kesadaran kebudayaan masyarakat mengalami progres yang signifikan beberapa tahun belakangan. Mereka mulai menggali sejarah di masing-masing wilayahnya lalu mengemasnya menjadi sebuah peristiwa budaya nan atraktif. Ini menjadi peluang emas bagi pemangku kepentingan untuk memanfaatkan peristiwa budaya tersebut menjadi destinasi wisata. Artinya, kesempatan mendatangkan wisatawan terbuka lebar mengingat Kota Magelang hampir tidak memiliki objek wisata alam, seperti daerah tetangga. “Tugas pemerintah bagaimana menciptakan agenda budaya itu menjadi destinasi wisata yang diselenggarakan secara kontinyu, bersinergi dengan rakyat, maka saya yakin akan menghidupkan elemenelemen lain misalnya hotel, pusat oleholeh, pusat perbelanjaan dan lainnya,” ujar pengajar SMK 17 Kota Magelang itu. Condro Bawono, seniman asal Kota Magelang yang karib disapa Mbilung Sarawita, berpandangan agenda kebudayaan


Magelang Go Smart City

34

memang mengalami perkembangan yang cukup baik dewasa ini. Tak hanya itu, pergerakan kelompokkelompok seni juga mulai menggeliat, contohnya Komunitas Mural Magelang, Java Art, Teater SMK 17 Magelang, Teater Fajar, Masyarakat Wates Bangkit, dan banyak lagi. “Kesadaran kebudayaan masyarakat bagus. Hanya saja memang harus ada sosok yang mau berjuang, mau bergerak, rela berkorban waktu dan tenaganya untuk membangun kesadaran itu,” katanya. Kesadaran ini tidak lepas dari koneksi yang hidup antara masyarakat pelaku seni dengan Pemerintah Kota Magelang sebagai pamong . Hal yang menggembirakan lagi adalah ketika pemerintah memanfaatkan seni dan budaya sebagai media sosialisasi program-programnya kepada masyarakat. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik telah menerapkannya melalui Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra). Forum ini menggunakan beragam tarian, musik, wayang, dan seni tradisional lainnya, untuk menyampaikan programprogram pemerintah kepada masyarakat. “Ada sekelompok masyarakat yang sulit memahami apa yang disampaikan pemerintah dengan cara formal. Nah, justru dengan seni mereka bisa memahami itu. Misalnya, sosialisasi tentang pentingnya akte kelahiran, KTP dan sebagianya,” tutur Mbilung. Gairah kebudayaan masyarakat disokong pula dengan adanya fasilitas sarana seni dan budaya dari pemerintah, seperti Gedung Kyai Spanjang dan alun-alun.

Meskipun diakui bahwa fasilitas itu belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang berekspresi. Namun setidaknya ada beberapa instansi di Kota Magelang yang juga menyediakan ruang-ruang itu, lihat saja mini stage SMK 17 Kota Magelang, Auditorium Untidar, Audirorium Universitas Muhammadiyah Magelang, dan lainnya. Dia juga tidak memungkiri ada banyak kendala yang dihadapi pada perkembangan seni dan budaya di Kota Magelang, di antaranya siklus politik lima tahunan atau pergantian kepala daerah. “Ketika berganti pimpinan maka biasanya akan berganti pula kebijakan, tidak terkecuali dalam hal kebijakan menata kebudayaan di Kota Magelang,” jelas Mbilung. Namun, ada harapan para pelaku seni dan budaya Kota Magelang tatkala awal 2017 ini, di mana Bidang Kebudayaan dan Pariwisata tidak lagi berada dalam satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Magelang. Bidang Kebudayaan di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan Bidang Pariwisata tetap berada pada kewenangan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata. Menurut dia, tugas Bidang Kebudayaan memberikan pembinaan kepada seseorang maupun kelompok-kelompok seni yang lahir di masyarakat agar tumbuh lebih baik dan maju. Sedangkan Bidang Pariwisata lebih kepada upaya promosi agar seni dan budaya

Kota Magelang dikenal khalayak luas. “Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih tugas pokok dan fungsinya,” ujarnya


35

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

36

Usaha Menengah, Kota Magelang menjadi ikon wisata juga didukung keberadaan industri rumahan dan UMKM yang menyediakan buah tangan

Pemkot juga kerap melibatkan perajin untuk mengikuti pelatihan peningkatan keterampilan bagi pemilik dan karyawan, pelatihan manageman, pemasaran, hingga fatilitasi pameran gratis.

D

i masa kepemimpinan Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito, usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kota Magelang mengalami pertumbuhan signifikan. Geliat ini buah dari perhatian Pemkot Magelang dalam memberikan pelatihan, pendampingan, pengawasan, hingga solusi atas permasalahan yang dihadapi kalangan pelakunya. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Magelang mencatat ada sekitar 5.000 unit usaha yang eksis di Kota Sejuta Bunga itu, baik dari usaha makanan olahan, perajin batik, kerajinan tangan, dan unit usaha lainnya. Kepala Disperindag Kota Magelang Joko Budiyono mengaku tak setengah-setengah dalam mendukung kemajuan UMKM. Banyak kebijakan pro-UMKM lahir yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan daya saing produk. Agar tepat sasaran dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh pelaku UMKM, pihaknya bekerja sama dengan dinas atau instansi terkait. “Kami memfasilitasi UMKM dengan kemudahan mengurus izin usaha mikro kecil (IUMK) dan pengakuan kualitas bahan dengan penerbitan izin pangan industri rumah tangga (PIRT),� kata Joko.

Saat ini pula, jumlah pedagang kaki lima (PKL) di kota terkecil di Jawa Tengah itu, bertambah mencapai sekitar 1.200 PKL. Mereka siap memanjakan siapapun yang datang ke Kota Magelang dengan beragam menu kuliner yang tersedia. Wali Kota Sigit juga dikenal sukses dalam menata PKL. Awalnya, PKL merasa enggan direlokasi. Dengan mengedepankan pendekatan persuasif, tak ada gejolak timbul selama penataan. Memang, tidak semua PKL bisa mendapatkan omzet seperti yang diharapkan. Toh, sebagian besar mendapatkan keuntungan berlipat-lipat dari sebelum penataan. Di sisi lain, wajah kota tak lagi terlihat semrawut dari lapak-lapak PKL yang kurang layak. Atas keberhasilan ini, awal 2015, Kota Magelang menyabet penghargaan tingkat nasional dalam bidang inovasi managemen perkotaan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kategori Penataan PKL. Kini, ada sekitar 14 pusat kuliner dan berdiri “shelter-shelter� megah, antara lain Pusat Kuliner Sejuta Bunga, Lembah Tidar, Kartikasari, Daha, Kalingga, Sriwijaya, Sigaluh, Tuin van Java, Jendralan, Kebonpolo, Kauman, Sentot Ali Basah, dan sekitar Armada Estate.

Ragam Produk Keripik Tahu Hasanudin, pemilik keripik tahu bermerek Cahaya Tidar ini telah merasakan kesuksesannya. Ia merintis usaha sejak 1986. Berkembangnya usaha pria kelahiran 21 Oktober 1962 ini sejak mendapatkan bantuan mixer dan mesin pembulat tahu dari Pemkot Magelang pada 2008-2009. Alat itu kemudian ia modifikasi, disesesuaikan kebutuhan produksinya. Sejak itu, ia mampu meningkatkan jumlah produksi. Permintaan pelanggan juga mampu dipenuhi tepat waktu. Perlahan, ia menyadari bahwa kepercayaan pelanggan semakin kuat. Tiap hari, ia mampu memproduksi sekitar 400 kardus kemasan 2 kilogram. Sekarang, pemasaran produknya sampai ke sebagian besar wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan luar Pulau Jawa, seperti Sumatera. Ia senang, usaha keripik tahu mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya, dan berdampak terhadap berkurangnya pengangguran di sekitar rumahnya. Ia juga bermimpi bisa ekspor.


37

Magelang Go Smart City

Kecil, dan Mikro


Magelang Go Smart City

38

“Saya semangat, karena Pemkot Magelang sangat memperhatikan kami. Saya juga berharap Kota Magelang menjadi ikon wisata, bukan hanya karena wisatanya saja, tapi juga didukung keberadaan industri rumahan dan UMKM yang menyediakan buah tangan,” ucapnya. APE Penuhi SNI Nama Achmad. Dia pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Magelang yang produktivitasnya patut ditiru. Menjadi perajin Alat Peraga Edukasi (APE) adalah usaha yang ditekuni setelah tak lagi aktif menjadi pegawai. Keinginan ini bermula saat dirinya “nyambi” menjadi penjual kerajinan di kios Objek Wisata Taman Kyai Langgeng (TKL), juga melakoni profesi utamanya. Ia kecewa, saat pemasok kerajinan tak lagi mengirim barang. “Padahal laris dan soal pembayaran selalu lancar,” ujarnya. Kejadian itu membuatnya harus memutar otak, agar bisa tetap berjualan tanpa terganggu persoalan pasokan barang. Ia mencoba membuat APE, namun belum sesuai standar. Setelah diajak pelatihan dan studi bading ke pusat kerajian ternama di Yogyakarta oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Magelang -—nama SKPD pada saat itu-— ia termotivasi membuat APE yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar itu, menyangkut produk yang bebas zat kimia, tidak ada unsur logam, serta tidak bersudut runcing. Tetapi, ia harus rela kehilangan beberapa pelanggannya. Hal itu konsekuensi karena penerapan SNI. Ongkos produksinya meningkat. Kualitas terjamin, namun berdampak pada perubahan harga yang relatif lebih mahal dari sebelumnya. Penyesuaian harga ini dimulai pada 2014. di mana merek dagang Kesuma Toys dipatenkan dan dikantonginya SNI. Kedua langkah dalam upaya peningkatan daya saing produk itu dibiayai pemerintah pusat. “Sekarang, pelanggan saya dari satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), akademisi, dan dari pengunjung TKL yang mampir ke rumah saya,” kata warga Gang Cempaka, Kelurahan Kemirirejo atau tepatnya di samping loket parkir TKL. Toh, usahanya tak lepas dari kendala. Ia kebingungan dengan habisnya masa berlakunya SNI. Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap membuat produk ber-SNI, demi

menyelamatkan generasi. “Saya berharap, Pemkot Magelang membantu pemasaran APE, dengan menyurati sekolah-sekolah di Kota Magelang untuk menggunakan produk APE lokal,” ujarnya. Hingga saat ini, beragam APE sudah dibuat Achmad, diantaranya kereta geometri, hammer set, cactus stocking balance, dorak hitung, jam weker, helikopter, puzzle digital, kereta hewan, dan mainan bongkar pasang lainnya.

Batik Magelang Batik merupakan salah satu produk unggulan Kota Magelang. Dengan bangga, Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito memperkenalkan batik dan produk unggulan lainnya di forum tingkat dunia, saat memenuhi undangan pemaparan keberpihakannya terhadap pemberdayaan perempuan dan gender dalam Sidang Ke-61 Commission on The Status of Women di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, 13-17 Maret 2017. Ada banyak batik Magelangan yang mampu bermain di pasar nasional. Batik Anom milik Agus Nur Asikin termasuk dalam hitungan itu. Bahkan, sekarang ini produk batiknya menembus pasar internasional, seperti Malaysia, Swedia, dan Australia. Mulanya, usaha ini dirintis tanpa sengaja, setelah melihat aktivitas ibu-ibu di sekitar rumahnya yang kurang produktif. Pria yang tinggal di Kampung Ringin Anom, Kelurahan Kramat Selatan itu, menggunakan tabungannya Rp30 juta untuk mendatangkan perajin batik dari daerah lain. Ia mengundang ibu-ibu untuk mengikuti pelatihan batik di rumahnya, lalu mencoba mempraktikkan ilmu yang sudah didapat dengan menjalankan usaha kecil-kecilan. Hingga batik-batik itu dibuat, tak ada yang laku. Ia berniat menyudahi pada 2010. Namun, ia kembali bersemangat saat karyawannya meminta untuk tetap berjuang. Tak berselang lama, Pemkot Magelang mengajaknya untuk mengikuti pameran di Jakarta. Kesempatan itu, ia jadikan pengalaman pertama, dan ternyata batikbatik yang ia bawa laku. Ia senang bisa membawa pulang uang Rp80 juta, kemudian ia gunakan untuk mengembangkan usaha.

“Saya juga diberikan pendampingan dan saya mengakui perhatian Pemkot Magelang kepada perajin batik luar biasa. Batik Kota Magelang mulai menggeliat setelah Wali Kota Sigit mengeluarkan surat edaran (SE) pada 2014 agar PNS dan karyawan BUMD diwajibkan mengenakan batik,” ucapnya. Pemkot juga kerap melibatkan perajin untuk mengikuti pelatihan peningkatan keterampilan bagi pemilik dan karyawan, pelatihan manageman, pemasaran, hingga fatilitasi pameran gratis. “Saya dibesarkan dari kepedulian pemerintah,” tuturnya. Kendati demikian, ia masih menghadapi beberapa kendala, yakni sumber daya manusia yang terampil dan permintaan pasar belum stabil. Hal yang paling parah, menurutnya, terjadinya persaingan kurang sehat antarperajin. “Semoga Pemkot Magelang bisa mengatasi permasalahan itu,” katanya.

Keripik Sayur Esti Widayati mengubah sayur-sayuran menjadi aneka keripik gurih dan bertekstur renyah, di antaranya terung, daun singkong, paria, seledri, dan wortel. Dengan mematenkan merek Jaya Makmur, warga Jalan Jeruk Timur, Kecamatan Magelang Utara ini, mengaku


39 sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI. Ia berkisah, kedua anaknya memang tak menyukai sayur-sayuran. Tercetuslah keinginan menyajikan sayuran dalam tampilan dan rasa yang berbeda. Harapan saat itu, ia ingin anaknya belajar mencintai sayuran. Timbulah niat memproduksi keripik dalam jumlah lebih banyak. “Sekarang pemasaran saya hampir merata se-Jawa Tengah dan kota besar lainnya serta masuk ke beberapa pusat oleholeh,” jelasnya. Suatu keberuntungan, keripik buatan Esti masuk dalam daftar produk unggulan Kota Magelang. Pemkot Magelang melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kerap mengajaknya mengikuti pameran, juga pelatihan, maupun dilibatkan dalam kegiatan forum group discussion (FGD) dengan dinas-dinas terkait. Hanya saja, suara pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah belum semua didengar. “UMKM juga masih berharap adanya pusat UMKM yang berada di tempat strategis, mudah dilihat dan dikunjungi, misalnya di lembah Gunung Tidar atau di Taman Kyai Langgeng (TKL),” ungkapnya.

Kerang Laminasi Prajoko membuktikan industri kerajinan bisa eksis di Kota Magelang meski jauh dari daerah pesisir. Pria kelahiran 11 Oktober 1964 itu, mengawali usahanya dengan berdagang aneka kerajinan di Bali. Semua barang yang dipasok ke “Pulau Dewata” itu diambil dari Jawa Tengah. Usaha itu dia lakoni sekitar 3 tahun. Suatu hari, kerang laminasi sedang heboh di Bali. Kebetulan ia juga menyuplai produk itu. Suami Susilawati berniat belajar memproduksi sendiri setelah mememiliki

Magelang Go Smart City

kenalan bagian produksi, tempat di mana ia kulakan barang. Di Bandung sekitar 2002, Prajoko mulai mengumpulkan tetangganya untuk belajar membuat kerang laminasi. Teman dari Jakarta ia undang khusus memberikan pelatihan. setelah enam bulan, baru menghasilkan produk layak jual yang semua dikirim ke Bali. “Saya juga sempat mengalami keliru membeli bahan dan barangnya cacat,” tuturnya. Setelah usahanya berjalan 2 tahun, ia memutuskan pulang ke kampung halaman di Kota Magelang. Namun, pemasaran tetap di Bali. Hanya tempat produksinya yang pindah. Sekitar 2009, warga Jalan Ketepeng III Nomor 20 RT01/RW09 Trunan, Kota Magelang ini mulai bertemu eksportir kerajinan dari Yogyarkarta dan Solo. Sejak itu hingga sekarang, ia menjadi pemasok tetap para ekportir, dan tidak lagi mengirim barang ke Bali. Untuk produksi, ia dibantu 15 karyawannya. “Kebutuhan kerang capis yang saya datangkan dari pantura mencapai 2-3 ton per bulan,” akunya. Produk dengan merek Sabila Craft itu di ekspor ke Amerika dan Spanyol, diantaranya placemat capies yang produksinya mencapai 5.000 potong per bulan. Produk lainnya, seperti bentuk mangkok, meja, pigura foto, dan bingkai kaca. “Tapi, sampai sekarang saya masih kesulitan bertemu dengan pembeli secara langsung sehingga keuntungannya tipis,” ucapnya.Ia merasa bantuan Pemkot Magelang dalam hal promosi dan pelatihan peningkatan sumber daya manusia sudah sangat baik. Ia kerap diajak mengikuti pameran, mulai tingkat lokal sampai internasional. Ia juga mendapat bantuan 24 item alat penunjang produksi dari pemerintah pusat pada 2009


Magelang Go Smart City

40

Semakin Kuat Religiusnya Sebagai bentuk dukungan untuk mencapai misi sebagai Kota Religius, pemerintah juga selalu melakukan publikasi melalui berbagai media Sebagai bentuk dukungan untuk mencapai misi sebagai Kota Religius, pemerintah juga selalu melakukan publikasi melalui berbagai media

V

isi dan misi yang diusung Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito dan Wakil Wali Kota Windarti Agustina periode 2016-2021, yakni Memperluas jangkauan pelayanan dan membangun landasan menuju Kota Jasa yang modern dan cerdas serta terbangunnya masyarakat yang sejahtera–religius. Untuk mewujudkan visi dan misi, terutama soal religius, Sigit melakukan gebrakan khususnya bagi pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Magelang. Gebrakan tersebut dengan ajakan shalat berjamaah. Sigit pun kemudian mengeluarkan Surat Edaran Nomor 451/031/123 tertanggal 29 Februari 2016. Dalam SE tersebut disebutkan tentang shalat berjamaah bagi PNS, kemudian Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Komandan Kesatuan TNI/ Polri, rumah sakit, puskesmas, instansi BUMN dan BUMD, ataupun swasta di Kota Magelang. Dalam praktiknya, setelah terdengar suara azan bagi PNS yang beragama Islam untuk meninggalkan pekerjaannya,

kemudian bergegas menuju mushalla maupun masjid guna shalat berjamaah. Selain SE, wali kota juga intensif melaksanakan safari Shalat Jumat di masjidmasjid yang ada di Kota Magelang. Hal ini merupakan salah satu bentuk keteladanan wali kota dalam mendukung Kota Magelang sebagai kota yang religius. “Safari Jumat itu sendiri adalah sebagai upaya untuk mendekatkan diri antara pejabat pemerintah dengan masyarakat sekitar. Kemudian disampaikan informasiinformasi serta program-program Kota Magelang dan prestasi Kota Magelang selama ini kepada masyarakat,” kata Kepala Bagian Kesra Setda Kota Magelang Kunadi. Sebagai bentuk dukungan untuk mencapai misi sebagai Kota Religius, pemerintah juga selalu melakukan publikasi melalui berbagai media yang telah dimilikinya, baik itu radio maupun majalah. “Kami sampaikan publikasi melalui Radio Magelang FM berbagai materi-materi keagamaan dari berbagai agama tentang cara beribadah yang baik. Kami juga memiliki majalah Dinamika sebagai sarana publikasi juga,” ujarnya.

Pemkot Magelang juga merencanakan agar ke depannya setiap OPD melaksanakan pengajian rutin setiap minggunya. Hal ini tak lain sebagai upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan para pegawai. “Pengajian itu sendirinya akan menghadirkan para ulama yang ada di Kota Magelang dengan bekerja sama dengan Baznas,” imbuhnya.

Toleransi Soal kerukunan hidup antarumat beragama dan toleransi di Kota Magelang tak perlu diragukan lagi. Warga hidup rukun dan saling menjunjung sikap toleransi antarumat beragama. Kemudian berbicara soal keberagaman, Kota Magelang telah mewadahi berbagai masyarakat yang memiliki aliran kepercayaan atupun agama yang berbeda-beda. Mulai dari masyarakat yang beragama Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, serta Khonghucu semuanya ada di Kota Magelang dan hidup rukun di “Kota Sejuta Bunga” ini.


41

Pemerintahpun membentuk wadah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk meningkatkan hubungan toleransi dan komunkasi antartokoh agama. Ketua FKUB Kota Magelang Ismudiyono mengatakan FKUB di daerah itu terdiri atas 17 pengurus berasal dari 6 agama yang ada di Kota Magelang. Sebanyak 9 orang dari agama Islam, 3 orang dari Kristen, 2 orang dari Katolik, sedangkan Hindu, Buddha, serta Khonghucu, masing-masing memiliki 1 perwakilan. Tugas FKUB sebagai tangan kanan pemerintah untuk membantu menjaga kerukunan umat beragama dengan berbagai upaya dan kegiatan mulai dari sosialisasi tentang kerukunan umat beragama hingga melaksanakan kegiatan sosial bersamasama. “Kami lakukan sosialisasi-sosialisasi kaitannya dengan peraturan-peraturan pemerintah tentang kerukunan umat beragama secara periodik karena tidak semua masyarakat paham dengan peraturan tersebut. Bagaimana cara kita bergaul dengan masyarakat agama lain, saling

menghormati antaragama lain telah kami laksanakan beberapa kali,” paparnya. Masing-masing tokoh agama tersebut juga memiliki kekompakan dan komunikasi yang terbina dengan baik sehingga mampu menjadi teladan bagi masing-masing umat agama. Bahkan, ketika ada peringatan hari besar keagamaan, umat agama berbeda saling membantu untuk memperlancar jalannya peringatan hari besar tersebut. “Jika ada peringatan hari besar agama, kita juga saling memahami dan membantu. Ketika peringatan hari besar, seperti Waisak, Nyepi, Natal, perwakilan dari agama Islam, seperti Banser NU juga turut mengamankan kegiatan tersebut, begitu pula sebaliknya, jika Idul Fitri, Idul Adha, pemuda agama lain juga ikut mengamankan,” paparnya. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Magelang Gede Mahardika mengatakan toleransi antarumat beragama di Kota Magelang sudah bisa dianggap mantap. Meski demikian, hubungan antarumat bergama sendiri memiliki keakraban antara satu sama lainnya.

Magelang Go Smart City

“Antartokoh agama juga sering bertemu, jika ada kegiatan antartokoh agama juga saling mengundang saat melaksanakan agenda besar, ini merupakan salah satu bentuk hubungan baik yang harus selalu di jaga,” katanya. Ia mengaku telah hidup di Magelang selama berpuluh-puluh tahun dan merasakan kenyamanan karena masyarakatnya selalu mendukung programprogram pemerintah, utamanya dalam hal keamanan dan ketertiban masyarakat. “Kota Magelang ini adalah termasuk kota yang memiliki sumbu pendek, jadi ketika ada konflik ataupun isu toleransi maka akan dapat segera dipadamkan dan masyarakatpun segera melaporkan masalahmasalah tersebut dengan cepat kepada aparat penegak hukum,” ujar Gede yang juga sebagai Kapolsek Bandongan itu. Untuk di Kota Magelang, hanya agama Hindu yang belum memiliki tempat ibadah berupa pura. Selama ini, untuk kegiatan-kegiatan ibadah umat Hindu di kota tersebut, dilakukan di pura milik Akmil Magelang. Kendati demikian, pihaknya berharap


Magelang Go Smart City

42

pemerintah bisa menghibahkan sebidang tanah agar dapat dikelola oleh umat Hindu untuk didirikan pura. Selain itu, dirinya juga berharap Pemerintah Kota Magelang memperhatikan pendididkan agama bagi masyarakat yang beragama Hindu, utamanya dalam kesejahteraan guru yang mengajar Agama Hindu. Hingga saat ini, di Kota Magelang tidak ada guru mulai SD, SMP, hingga SMA yang menyandang status sebagai pegawai negeri sipil.

Wisata Religi Di “Kota Sejuta Bunga” ini, selain terdapat sejumlah museum maupun bangunan peninggalan kolonial, terdapat pula tempat wisata religi. Bahkan kini, keberadaan wisata religi yang ada tersebut tengah gencar-gencarnya diandalkan untuk menjadi daya tarik wisatawan dari luar Magelang. Kedua objek wisata religi tersebut, yakni

Gunung Tidar dan Wisata Religi Taman Kyai Langgeng. Objek wisata religi Gunung Tidar memiliki kelebihan. Selain pesona keindahan alam yang alami di atas puncak gunung yang berada di wilayah Kota Magelang itu, juga terdapat petilasan dan makam para leluhur dan ulama terdahulu. Konon di kawasan Gunung Tidar itu, terdapat makam dan petilasan seorang ulama kondang yang sering disebut sebagai Syekh Subakir. Selain Makam Syekh Subakir, di atas gunung yang konon dianggap sebagai pusernya tanah Jawa tersebut, juga terdapat bangunan besar dengan atap kerucut warna kuning ukuran besar dan dijaga oleh patung naga yang mengelilingi keempat sisinya. Konon bangunan tersebut adalah tempat ataupun petilasan Kyai Semar. Untuk taman wisata religi Kyai Langgeng berada di dalam wahana wisata yang dulunya sering disebut Taman Bunga. Di dalam taman yang menjadi tempat wahana bermain dan berlibur masyarakat, terdapat makam seorang ulama yang sering disebut Kyai Langgeng. Kyai Langgeng, salah satu penasihat perang Pangeran Diponegoro, salah satu pahlawan Indonesia yang ditangkap Belanda di Kota Magelang. “Untuk peziarah yang datang kemari kebanyakan adalah dari luar Kota Magelang, seperti Kendal, Purworejo, Boyolali, Demak, dan lain sebagainya,” ungkap Panut, salah satu juru kunci makan Kyai Langgeng. Dirinya juga mengungkapkan bahwa jumlah para peziarah Makam Kyai Langgeng masih tergolong sedikit. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti minimnya informasi masyarakat tentang Kyai Langgeng dan relatif tingginya tarif masuk objek wisata Taman Kyai Langgeng. “Saya berharap pemerintah dapat memecahkan masalah tersebut, sehingga banyak peziarah yang datang ke Taman Kyai Langgeng,” ujarnya. Perubahan sistem pengelolaan Taman Kyai Langgeng saat ini pun dirasa memiliki imbas yang cukup besar terhadap datangnya para peziarah. Jika dulu, manajemen menerapkan harga tiket murah, namun masuk ke dalam wahana, pengunjung harus membayar, maka banyak yang datang ke Taman Kyai Langgeng. Sistem paket yang digunakan saat ini, yaitu dengan tarif masuk yang cukup tinggi, sedangkan masuk wahana gratis, dirasa


43 merugikan para wisatawan religius yang hendak berkunjung. “Mungkin bisa saja dibuatkan pintu khusus untuk para peziarah yang hendak datang atau mungkin bisa diberikan tiket harga khusus bagi para peziarah,” katanya mengusulkan. Sementara itu, pengelola Taman Kyai Langgeng mengaku telah banyak mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait dengan wahana wisata religi tersebut. Pihak manajemenpun mengaku akan

segera memberikan keputusan terkait dengan kebijakan mengatasi masalah tersebut. “Hal tersebut sudah menjadi bahan masukan kami, tapi masih kami kaji dengan manajemen taman sendiri,” ungkap Kabag Operasional Teknik Perencanaan dan Pengembangan Taman Kyai Langgeng Slamet Maryono. Surat keputusan manajemen menjadi salah satu kunci pemecahan masalah tersebut. Kendati demikian, dirinya mengaku

Magelang Go Smart City

tidak dimungkinkan adanya pintu khusus bagi para pengunjung yang berniat untuk berziarah ke makam Kyai Langgeng. “Kemungkinan salah satu solusinya adalah dengan memberikan perlakuan khusus bagi peziarah. Kalau ada yang berkeinginan untuk melakukan ziarah maka harus pakai surat permohonan dispensasi. Maka akan kami berikan diskon 50 persen,” paparnya.***


Magelang Go Smart City

44


45

Kota Magelang telah mewadahi berbagai masyarakat yang memiliki aliran kepercayaan atupun agama yang berbedabeda. Mulai dari masyarakat yang beragama Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, serta Khonghucu semuanya ada di Kota Magelang dan hidup rukun di “Kota Sejuta Bunga� ini.

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

46

KOTA SEMPIT YANG INOVATIF Oleh Doddy Ardjono


47

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

48

K

ota Magelang salah satu dari 514 kabupaten dan kota se-Indonesia (416 kabupaten dan 98 kota) yang warganya “melek” ilmu pengetahuan dan teknologi. Terbukti pada setiap lomba iptek selalu dibanjiri peminat.

Pemerintah Kota Magelang melalui Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) setiap tahun sedikitnya menggelar tiga kegiatan, yaitu untuk masyarakat umum, pelajar SMA/SMK, dan mahasiswa diselenggarakan lomba kreativitas dan inovasi (krenova). Program tersebut sudah berlangsung selama 13 kali. Berikutnya untuk pelajar SMP digelar kompetisi roket air yang penyelenggaraannya masuk tahun keempat. “Yang baru pertama kali diselenggarakan adalah lomba inovasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Di Indonesia baru Kota Magelang yang melaksanakannya,” kata Kepala Balitbang Kota Magelang Arif Barata Sakti. Kegiatan ini mengadopsi Sinovik (Sistem Inovasi Pelayanan Publik) yang arahnya agar pelayanan publik semakin efisien dan efektif. “Baru tahun 2017 diselenggarakan. Arahnya supaya pelayanan publik lebih efisien dan efektif. Tercatat 29 OPD mengikuti kegiatan ini. Yang tidak boleh ikut adalah Balitbang, Bagian Organisasi, dan Bagian Humas karena sebagai

penyelenggara,” tutur Andjar Prasetyo, Peneliti Muda Kantor Balitbang Kota Magelang. Arif menerangkan yang menjadi dasar diadakannya lomba iptek adalah UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 18 dan 20 UU itu mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menumbuhkan motivasi dan memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan iptek. Adapun latar belakang Kantor Balitbang Kota Magelang menyelenggarakan lomba iptek karena kota ini tidak memiliki kekayaan sumber daya alam. Padahal, Kota Magelang perlu memiliki kemampuan yang kompetitif di bidang sumber daya manusia. Salah satu indikasi dari keunggulan sumber daya manusia adalah penguasaan dan peningkatan iptek. “Hal itu bukan hanya dalam tataran teori atau keilmuan belaka, tetapi lebih pada pengaplikasiannya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. Potensi-potensi baru atau pengembangan harus terus digali agar dapat memunculkan produk unggulan atau andalan daerah,

agar mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. “Budaya kreatif dan inovatif masyarakat Kota Magelang harus terus dipacu dan dimotivasi,” terangnya. Pada 2017, peserta krenova sebanyak 39 karya melebihi tahun lalu yang hanya 19 karya. Bahkan 9 karya ditolak karena pendafaran sudah ditutup. Peserta terbagi dalam tujuh kategori, yaitu rekayasa dan manufaktur, kerajinan dan industri rumah tangga, kehutanan dan lingkungan hidup, energi, pendidikan, agribisnis dan pangan, kesehatan obatobatan dan kosmetika. Dari jumlah sebanyak itu, diambil sekitar 10 karya dan beberapa di antaranya diikutkan pada lomba tingkat Jateng. Bahkan, ada karya yang diikutkan pada lomba tingkat nasional. Panitia melarang semua bentuk plagiat yang ditandai dengan membuat surat pernyataan bermeterai Rp 6.000. Tim penilainya juga independen dari berbagai profesi. Anjar menjelaskan Balitbang Kota Magelang juga menjalin kerja sama dengan Teknologi Bisnis Inkubator Center (TBIC), lembaga di bawah Kemenristekdikti, untuk menyeleksi dan mengembangkan hasil


49

krenova warga kota ini. Karya krenova yang lolos seleksi akan didampingi TBIC untuk menjadi tenant menuju perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT). “Kota Magelang hanya mampu menjaring krenova dari masyarakat, sedang pengembangannya kolaborasi dengan pusat dalam hal ini Kemenristekdikti. Tahun 2017 kali pertama melaksanakan kerja sama tersebut,” tuturnya. Pada 2018, di Kota Magelang dibentuk pusat inovasi untuk mengantarkan karya masyarakat menuju pasar. “Jadi karya krenova tidak berhenti di tingkat Provinsi Jateng, tetapi terus dikembangkan kerja sama dengan TBIC agar laku di pasaran,” terang Anjar. Anjar menambahkan krenova sudah menghasilkan 225 karya, sedangkan karya yang sudah dipasarkan sekitar 10 persennya. “Yang sudah dipatenkan baru empat karya,” ungkapnya. Yang mendapat paten sederhana hanya satu, yaitu alat pembelah tahu, sedangkan tiga karya lainnya mendapat paten, yaitu probiotik, serat abaca (pisang anti bakteri),

dan sludge (lumpur PDAM untuk paving blok). Inovasi dan teknologi yang diterapkan Pemkot Magelang untuk konsep penataan dan pengelolaan lingkungan juga menuai pujian dari tim penilaian Adipura di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Sebab, dengan kondisi geografis yang sempit hanya 18,12 kilometer persegi, kota berjargon “Sejuta Bunga” itu justru mampu menampilkan inovasi yang menarik perhatian terkait dengan penataan kota dan lingkungan daerah. “Inovasi dan teknologi tentu sangat dibutuhkan untuk mendukung penataan lingkungan, terutama pengelolaan sampah. Namun, inovasi ini harus dikembangkan agar ke depan jumlah sampah bisa terus terkurangi,” kata Dr Connier Rahakundini, anggota tim penilaian Adipura 2017. Usaha serius pemkot mengembangkan inovasi daerah membuahkan hasil dengan diraihnya Anugerah Budhipraja 2017 dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Penghargaan itu diterima dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Ke-22 di Makassar,

Magelang Go Smart City

Sulawesi Selatan. Sekretaris Daerah Pemkot Magelang Sugiharto mewakili Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito menerima penghargaan itu dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M. Nasir dalam acara yang berlangsung di Gedung Phinisi Unversitas Negeri Makassar, 10 Agustus 2017. “Penghargaan ini menjadi semangat tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Kota Magelang untuk makin bersinergi membangun Kota Magelang dengan berbagai inovasi,” kata Sugiharto. Anugerah Budhipraja diberikan kepada pemerintah kabupaten dan kota atas prestasi dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta inovasi bagi pengembangan dan penguatan inovasi kabupaten dan kota, sehingga dihasilkan nilai tambah, baik secara komersial, ekonomi, maupun sosial dan budaya. Kota Magelang menjadi satu di antara lima finalis kabupaten dan kota yang lolos hingga penilaian tahap akhir dan berhasil meraih peringkat tiga tingkat nasional.***


Magelang Go Smart City

50

Kurangi Produksi Sampah


51

Magelang Go Smart City

Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan kajian mengubah limbah sampah menjadi energi terbarukan. Oleh karena itu, sistem kembali diubah menggunakan metode “control landfill”, yaitu setelah mencapai ketinggian satu meter diuruk dengan tanah.

M

agelang kota kecil di sentral Provinsi Jawa Tengah. Topografinya yang dikelilingi gunung-gunung tinggi menjulang serta dua sungai besar membuat Kota Magelang berada di dataran lebih tinggi dengan iklim sejuk dan pemandangan karpet hijau yang masih lestari penampakannya lewat satelit Google Map. Dengan wilayah seluas 18,12 kilometer persegi, praktis sumber daya alam (SDA) Kota Magelang tak bisa diandalkan. Dalam berbagai kesempatan, hal itu diungkapkan oleh Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito. Mayoritas masyarakat bekerja di sektor perindustrian, perdagangan, dan jasa yang justru membawa angin segar bagi perkembangan ekonomi yang kian pesat dewasa ini. Hanya saja, Kota Magelang bukannya tanpa masalah. Di kota kecil ini, masih terjangkit persoalan tentang persampahan. Penyakit kronis yang hampir terjadi di semua daerah di Indonesia ini, juga dialami di Kota Magelang. Hampir setiap hari, puluhan armada pengangkutan sampah hilir mudik mengusung sampah rumah tangga, sampah bangunan, sampah organik, anorganik, dan jenis lainnya ke Tempat Pengelolaan Sampah Akhir (TPSA) satu-satunya yang dimiliki Pemerintah Kota Magelang, yaitu di Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Armada-armada tersebut setiap hari mengirim 50 ton atau setara sekitar 356 meter kubik pasokan sampah ke TPSA di Banyuurip. Kapasitas TPSA Banyuurip pun sudah kian terbatas. TPSA tersebut dibangun pada 1993 dengan luas keseluruhan 6,8 hektare dan kapasitas operasi sebesar 1.800.000 meter

kubik dengan “kolam leacheate” sebesar 5.000 meter kubuk. Dengan kapasitas tersebut diperkirakan usia pakai TPSA Banyuurip adalah untuk jangka waktu 14 tahun (Widoyoko, 1993). Kini TPSA sudah berusia 24 tahun atau “over” 10 tahun yang masih dipaksakan dengan pelbagai strategi Pemerintah Kota Magelang. Hal itu, ditempuh pemkot mengingat cukup absurd apabila di kota kecil ini dibangun TPSA baru dengan luasan yang hanya 18,12 kilometer persegi dan mayoritas merupakan area pemukiman dan perindustrian. Usaha mempertahankan usia TPSA Banyuurip masih beroperasi sampai 24 tahun ini tidak lepas dari peran Pemerintah Kota Magelang melalui Dinas Kebersihan Pertamanan dan Tata Kota (DKPTK) atau setelah pemberlakuan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mulai Januari 2017 digabung dengan Kantor Lingkungan Hidup menjadi Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Sebenarnya, rancangan awal TPSA Banyuurip adalah menggunakan metode “sanitary landfill”, di mana sampah dibuang dalam sel dan setelah tiga hari diurug dengan tanah. Namun, seiring berjalan waktu, ternyata banyak kelemahan penggunaan sistem tersebut karena membutuhkan biaya operasional yang tinggi dan alat berat dengan jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu, sistem kembali diubah menggunakan metode “control landfill”, yaitu setelah mencapai ketinggian satu meter diuruk dengan tanah. Setelah diuruk tanah, sampah berikutnya dibuang di atas urukan tanah tersebut lalu diuruk tanah kembali. Demikian seterusnya sampai sel penuh. Pengurukan sampah di

TPA Banyuurip dilakukan dengan alat berat yang beroperasi setiap hari. Selain menguruk sampah dengan tanah, alat berat ini digunakan untuk memadatkan dan meratakan sampah dalam sel. Untuk memberikan dampak positif di sekitar TPSA Banyuurip, Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan kajian mengubah limbah sampah menjadi energi terbarukan. Seperti yang sudah pemerintah praktikkan sejak 2014 dengan menerapkan sistem penggantian limbah sampah (lindi) untuk dijadikan bahan bakar gas. Pengolahan lindi merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan pengelolaan sampah secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam “landfill” akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam “landfill”. Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam, seperti Zn dan Hg. Menurut situs Parksoojae (2017), lindi adalah limbah cair sebagai akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan limbah/sampah kemudian membilas dan melarutkan materi yang ada dalam timbunan tersebut, sehingga memiliki variasi kandungan polutan organik dan anorganik. Saat air hujan kontak dengan lahan sampah, sebagian air hilang menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk (infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan maksimum sampah menyerap air (field capacity). Dari sekian banyak pengolahan lindi, yang paling populer adalah metode “landfill”. Selain bisa menampung sampah dalam


Magelang Go Smart City

52

jumlah besar, akan menghasilkan gas metana yang dapat difungsikan sebagai bahan bakar menyerupai gas LPG. “landfill� yang baik diperlukan adanya unit pengolahan air lindi dan unit pengolahan biogas. Gas tersebut kemudian didistribusikan ke rumah-rumah warga yang lokasinya berada dekat dengan TPSA Banyuurip. Saat ini, sekitar 25 keluarga sudah dapat menikmati bahan bakar pengganti LPG tersebut meskipun untuk menggunakannya berlaku pembatasan khusus. Pemerintah Kota Magelang mengakui penambahan kompor gas metana yang direduksi dari pemanfaatan limbah sampah di TPSA Banyuurip Tegalrejo, belum sepenuhnya maksimal. Dari total 25 rumah tangga yang mendapatkan bahan bakar pengganti gas LPG itu, mereka hanya dapat memanfaatkannya pada jam-jam tertentu. Hal tersebut karena masih minimnya tekanan dan jumlah produksi gas metan sehingga dinilai belum mencukupi kebutuhan bahan bakar masyarakat. Penyaluran gas metana itu hanya

berlaku pada pukul 05.00 hingga 09.00 WIB. Pembatasan ini dilakukan agar semua masyarakat yang teraliri gas tersebut dapat menerima manfaatnya secara merata. Sejauh ini, Pemerintah Kota Magelang terus berupaya agar manfaat gas metana dapat dirasakan sebagian besar warga yang pemukimannya dekat dengan TPSA Banyuurip. Selain pemanfaatan limbah sampah, strategi lainnya juga ditempuh Pemerintah Kota Magelang untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Regulasi tersebut menjelaskan tentang perlunya perubahan pola pengelolaan sampah konvensional menjadi pengelolaan sampah yang bertumpu pada pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan kegiatan pembatasan timbulan sampah, mendaur ulang, dan memanfaatkan kembali sampah atau dikenal dengan 3R (reduce, reuse, dan reycle). Penerapan kegiatan 3R di masyarakat masih terkendala terutama oleh kurangnya kesadaran masyarakat memilah sampah.

Menurut Utami, dikutip Jenrianto (2015:2), pengelolaan sampah rumah tangga tanpa adanya upaya mengurangi volume sampah menimbulkan pemborosan sumber daya karena untuk proses pengangkutan dan pembuangan membutuhkan biaya yang besar. Lebih lanjut Jenrianto (2015:3) menyebutkan bahwa biaya pengangkutan dan pembuangan sampah mencapai 70-80 persen dari total biaya pengelolaan sampah kota. Kota Magelang merupakan daerah padat penduduk yang tentu saja akan meningkatkan jumlah sampah di daerah ini. Dengan penduduknya mencapai 130.000 jiwa lebih, praktis berton-ton sampah mampu diproduksi di kota kecil ini. Sampah yang banyak di daerah ini diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang tidak terlayani dengan baik. Masyarakat secara umum menganggap bahwa sampah adalah benda yang dianggap sudah tidak dapat berguna lagi sehingga semua jenis benda yang sudah dipakai akan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Untuk medapatkan tingkat efektivitas


53 yang tinggi dalam penanganan sampah maka dalam pengelolaannya harus dilakukan dengan berbasis masyarakat. Salah satu upaya penanganan sampah di masyarakat adalah melalui bank sampah. Bank sampah merupakan cara untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap sampah serta manfaat lainnya yaitu lingkungan menjadi bersih dan manfaat ekonomi langsung dari sampah. Melalui kebijakan Pemerintah Kota Magelang, Dinas Kebersihan Pertamanan dan Tata Kota (DKPTK) pada 2012 getol membentuk pembangunan bank sampah di kampungkampung. Tahun 2012 merupakan momentum awal membina kesadaran kolektif masyarakat untuk memulai memilah, mendaur-ulang, dan memanfaatkan sampah karena sampah mempunyai nilai jual yang cukup baik, sehingga pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan menjadi budaya baru Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Sistem pengelolaan sampah dengan tabungan sampah melalui bank sampah juga melibatkan peran serta masyarakat untuk secara bersama-sama mengelola sampah. Suwerda dikutip Jenrianto (2015:3) mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah melalui bank sampah selain menabung sampah juga berupaya untuk memberdayakan masyarakat dalam mengurangi sampah yang ditimbulkan, memanfaatkan sampah, dan melakukan daur ulang sampah. Bank sampah di Kota Magelang mulai beroperasi pada 2012. Walaupun ada beberapa keluarga yang sudah menerapkannya sejak lama, secara serentak baru dimulai pada lima tahun silam. Awalnya memang tak begitu mendapat respons positif dari masyarakat. Akan tetapi sampai sekarang jumlah bank sampah di setiap RT di Kota Magelang terus bertambah. Bahkan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang pada 2017 merilis sebanyak 97 bank sampah dengan lebih dari 3.000

nasabah aktif. Jumlah yang sangat signifikan hingga keberadaan bank sampah dianggap menjadi pemicu penurunan produksi sampah. Bahkan, volume sampah diklaim mampu tereduksi hingga 6 persen atau 5 ton setiap harinya berkat penerapan 3R dan bank sampah. Bicara soal senioritas bank sampah, tentunya Bank Sampah Kalisari, Kelurahan Wates, Kemacatan Magelang Utara, menjadi pionernya. Bank sampah yang dirintis oleh Lamiah, warga kampung setempat bekerja sama dengan para ibu rumah tangga, acapkali menjadi jujukan belajar kalangan pemerintahan daerah lain, pelajar, dan mahasiswa. Tak ayal, jika sekarang Bank Sampah Kalisari, terus berkembang dengan nilai transaksi jutaan rupiah tiap bulannya. Bank Sampah di Kalisari, Wates ini tidak hanya menerima sampah nonorganik, seperti kertas, plastik, botol minuman, dan besi, tetapi juga menerima sampah organik, seperti sayuran busuk dan sampah daun untuk dijadikan pupuk kompos kampung organik. Pengadaan bank sampah menjadi salah satu solusi pengelolaan yang tepat untuk mewujudkan kemandirian dalam menegakkan budaya membuang sampah

Magelang Go Smart City

pada tempatnya. Menyimpan sampah terdengar paradoks sebab sampah adalah sesuatu yang biasanya dibuang. Namun, inilah yang dilakukan warga Kampung Kalisari, Kelurahan Wates. Mereka mengumpulkan, menyimpan, lalu menabung sampahnya untuk disulap menjadi rupiah. Bank sampah lain yang tak kalah punya prestasi berada di Kampung Trunan, Kelurahan Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan. Bank sampah yang digawangi para ibu rumah tangga itu menjadi yang terbesar se-Kota Magelang dan memboyong juara pertama selama tiga tahun berturut-turut. Bank Sampah Kampung Trunan dinobatkan sebagai bank sampah terbaik mulai 2014, 2015, dan 2016. Kini, “wabah� bank sampah mejalar ke semua RW di Kota Magelang. Sedikit banyak warga mulai tersadarkan diri melihat banyaknya kasus yang timbul akibat pengeloaan sampah yang tidak efektif. Rasa khawatir karena sampah mengakibatkan masalah jika tidak terkelola dengan baik, sehingga pegelolaan sampah melaui bank sampah mulai dari tahap pewadahan sampai pembuangan akhir tingkat efektifnya harus ditingkatkan. Menurut Kamus Istilah Lingkungan, dikutip Jenrianto (2015:7) sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Namun, tanggapan istilah lingkungan itu agaknya mampu dipatahkan oleh kreasi para ibu rumah tangga yang dinahkodai oleh PKK dari berbagai tingkat di Kota Magelang. Alhasil, persepsi masyarakat terhadap sampah pun berhasil diubah. Sampah yang awalnya dianggap sebagai “bencana� mampu disulap menjadi bernilai jual untuk membantu kebutuhan rumah tangga. Pengorganisasian pengolaan sampah melalui bank sampah yang tersebar di 97 titik di Kota Magelang dilanjutkan dengan semakin bertambahnya jumlah nasabah. Pemerintah Kota Magelang menargetkan pada 2021, jumlah nasabah akan bertambah 300 persen dari sekarang dengan tingkat penurunan produksi sampah mencapai 10 ton atau 7 persen dari total


Magelang Go Smart City

54

produksi sampah setiap hari sebesar 40-50 ton atau 356 meter kubik. Usaha tersebut juga membantu mengatasi masalah TPSA di Banyuurip yang sebenarnya sudah melebihi kapasitas sejak 2014. Penerapan bank sampah, meskipun hanya hasil dari adopsi kota-kota lain, kini sudah menghasilkan transaksi hingga ratusan juta di semua titik yang tersebar di Kota Magelang tiap bulannya. Bahkan, keberadaan bank sampah mampu menjadi penawar baru di tengah tingginya produksi sampah di daerah-daerah berkembang seperti halnya Kota Magelang. Dan, tentu menjadi insentif tersendiri andil warga dalam kampanye penurunan produksi sampah serta peningkatan kebersihan daerah. Satu hal lain, strategi penurunan produksi sampah diterapkan Pemerintah Kota Magelang melalui Dinas Lingkungan Hidup pada 2017. Tempat Pengolahan Sampah (TPST) yang tahun lalu hanya dimiliki dua titik, kini ditambah dua tempat lagi tersebar di dua kecamatan. TPST berfungsi sebagai tempat pemilahan dan pengolahan sampah 3R. Kedua TPST sebelumnya masing-masing berada di Kelurahan Jurangombo Utara dan Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, sedangkan lokasi baru TPST pada 2017 dipusatkan di wilayah Kecamatan Magelang Utara. Dengan empat TPST ini, Dinas Lingkungan Hidup optimistis hingga akhir

2017 akan mampu mengurangi volume sampah hingga 4 persen tiap harinya. Jumlah tersebut masih terus dikurangi dengan komitmen pemerintah untuk membentuk 191 titik bank sampah baru hingga 2021. Hanya saja, masih ada persoalan baru bahwa TPSA di Banyuurip tak akan mampu menahan produksi sampah hingga 2019. Meski berbagai cara ditempuh, seperti pengurukan, usaha itu hanya menambah usia tidak lebih dari 6 bulan. Mau tidak mau, Pemerintah Kota Magelang mengambil sikap untuk membangun TPSA di wilayah perkotaan. Dengan konsekuensi tidak menimbulkan masalah bagi warga sekitar, seperti efek bau, akses masuk, dan penyakit yang dibawa hewan-hewan akibat adanya TSPA baru tersebut. Sebab, dengan luas Kota Magelang yang hanya 18,12 kilometer persegi, tentu akan sangat sulit mencari lahan yang tepat dan agak jauh dari pemukiman. Meski ada alterntif lain, tentang rencana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membangun TPA Regional di wilayah Kabupaten Magelang, tampaknya wacana itu belum juga menuai titik terang, sehingga Pemerintah Kota Magelang mencari alternatif lain, jikalau wacana pembangunan TPA Regional gagal lagi pada 2019. Pengadaan TPSA baru menjadi kartu as Pemerintah Kota Magelang untuk bisa melanjutkan kawasan ini menjadi bersih, sejuk, dan ramah lingkungan. ***


55

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

56

MENYAPA SEMUA SEKOLAH


57

S

alah satu janji yang diusung pasangan Sigit Widyonindito-Windarti Agustina saat kampanye pilkada yang lalu, yakni terwujudnya pendidikan gratis di Kota Magelang. Janji tersebut bukan sekadar isapan jempol. Mulai Tahun Anggaran 2017, pendidikan gratis diterapkan bagi siswa SDSMP, baik negeri dan swasta. Anggaran untuk pendidikan gratis atau pendidikan terjangkau bukanlah sedikit. Bahkan, jauh sebelumnya melaksanakan program tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang bekerja sama dengan lembaga USAID melakukan penghitungan kebutuhan dan kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan. Komitmen Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito dan wakilnya, Windarti Agustina, dalam memajukan serta meningkatan pendidikan di “Kota Sejuta Bunga�, terus dilakukan. Komitmen itu, antara lain melalui Wali Kota Menyapa yang dilangsungkan setiap Senin dengan keliling mendatangi sekolah. Kesempatan bertemu dengan siswa maupun guru tersebut digunakan untuk memberikan pembinaan. Dengan hadir secara langsung di tengahtengah sekolah tersebut, Sang

Kepala Daerah selain mengetahui kebutuhan di sekolah, juga bisa memberikan motivasi kepada para siswa untuk meraih mimpi-mimpi yang tinggi. Bukan itu saja, kehadirannya bisa melihat secara konkret kehadiran para pengajar dan para siswa. Saat melakukan kegiatan tersebut, wali kota, wakil wali kota yang disertai dengan pejabat terkait terkadang menemukan guru yang datang terlambat. Namun secara umum, sejumlah sekolah telah melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik. Untuk menentukan lokasi sekolah yang dituju secara acak, sekalipun kegiatan Wali Kota Menyapa telah diagendakan setiap Senin. Dengan catatan dalam waktu bersamaan tidak ada kegiatan mendesak dan penting, atau sedang berada di luar kota. Kegiatan ini pun telah dilangsungkan Sigit sejak periode sebelumnya. Kota

Magelang Go Smart City

Magelang yang memiliki tiga kecamatan tersebut, untuk jenjang pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun Kelompok Bermain hingga perguruan tinggi ada di kota ini.


Magelang Go Smart City

58

Magelang yang memiliki tiga kecamatan tersebut, untuk jenjang pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun Kelompok Bermain hingga perguruan tinggi ada di kota ini. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, untuk PAUD ada 207 lembaga, SD dan MI 77 sekolah, di samping ada sekolah MTs yang dikelola Kemenang. Adapun total siswa SD dan MI di Kota Magelang per 31 Januari 2017 tercatat 14.682 anak. Untuk SMPN ada 13 sekolah, sedangkan swasta yang terdata di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak 8 sekolah dengan total 9.444 anak. Untuk setingkat SMA dan SMK, mulai Januari 2017, pengelolaan dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Kendati demikian jauh sebelumnya dikelola provinsi, SMAN 1 Kota Magelang dikenal sebagai langganan peraih Ujian Nasional (UN) tertinggi, baik tingkat Jawa Tengah maupun nasional. Perhatian Pemkot Magelang terhadap beasiswa diberikan bukan hanya bagi siswa asal Kota Magelang, namun siswa luar daerah dengan catatan telah membawa nama harum “Kota Sejuta Bunga” di kancah nasional maupun internasional, juga mendapatkan beasiswa. Hal itu pun berlaku sama bagi sekolah berstatus negeri maupun swasta dari jenjang SD hingga SMA/SMK. Pengakuan tersebut disampaikan Kepala SD Muhammadiyah 1 Alternatif (Mutual) Mustaqim SpdI MPd. Menurutnya, sebagai salah satu sekolah swasta favorit bersyukur dukungan dari Pemerintah Kota Magelang terhadap pendidikan sangat luar biasa dan bagus. Selama ini, setiap ada kegiatan terutama menyangkut masalah pendidikan, keterlibatan civitas SD Mutual diperhatikan, baik dalam kegiatan kecil maupun besar. Bahkan, salah satu siswanya, Amarylisse Magnifizia Cesare Ganz sebagai juara pertama nasional untuk Lomba Menulis Cerita Pendek Kategori Penulis Apresiasi Sastra Siswa Sekolah Dasar juga mendapatkan beasiswa prestasi Tahun Anggaran 2016 dari Pemkot Magelang. Adapun pada Tahun Anggaran 2016, sebanyak 14 siswa dari jenjang SD-SMA/ SMK, baik siswa negeri maupun swasta, memperoleh beasiswa prestasi yang memenangi kejuaraan, baik tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, untuk prestasi akademik SMPN 1 Kota Magelang memperoleh

Indeks Integritas Ujian Nasional (UN) Tahun Ajaran 2014/2015. Bahkan secara khusus mendapatkan apresiasi pemerintah pusat hingga Kepala SMPN 1 Kota Magelang Kunadi SPd MPd saat itu, mendapatkan undangan dari Istana Negara bersama 503 kepala sekolah yang menerima penganugerahan Indeks Integritas UN Nasional pada 12 Desember 2015. SMPN 1 Kota Magelang bahkan mendapatkan julukan sebagai peraih tertinggi UN tingkat Jawa Tengah dan nasional, hanya saja untuk 2016, pemerintah tidak mengumumkan rangking secara nasional. Selain itu, berdasarkan data di sekolah tersebut, pada 2016 saja, ada 109 kegiatan kejuaraan yang dimenangkan siswa SMPN 1 Kota Magelang, baik dari tingkat kota hingga internasional. Salah satunya diraih siswa kelas IX F, Mutiara Laila Shabrina yang menjadi juara pertama Lomba Karya Inovasi Pelajar tingkat nasional untuk SMP di SMA Taruna Nusantara (TN). Ia yang berasal dari Tegalarum, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang itu, mengaku mendapatkan perlakuan dan akses pendidikan yang sama dengan siswa asal Kota Magelang. Sekalipun berasal dari wilayah Kabupaten Magelang, namun karena memiliki kemampuan lebih dikirim untuk mewakili sekolahnya membawa nama harum Kota Magelang. “Tradisi di sekolah setiap upacara Hari Senin, sekolah mengumumkan dan memberikan apresiasi kepada siswa yang meraih juara,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMPN 1 Kota Magelang Eny Rina Astuti. Demikian halnya dijenjang SMA, Kota Magelang selalu mendapatkan penghargaan dari pemerintah provinsi maupun pusat, terutama perolehan nilai Ujian Nasional (UN) selalu tertinggi. Julukan tersebut berlaku pula di SMAN 1 Kota Magelang. Tak hanya itu, banyak siswa alumninya yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur undangan maupun ujian. Namun demikian, semenjak Januari lalu, pengelolaan SMA/SMK dilakukan Provinsi Jawa Tengah. Alih kelola SMA/SMK dari pemda ke provinsi diharapkan dapat meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan menengah di Jawa Tengah yang masih di bawah APK tingkat nasional. “Harapan kita untuk kota, Kota Magelang

berharap masih tetap bisa memberikan layanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat, lepas dari unsur politik. Sebagaimana ketika dikelola Pemerintah Kota Magelang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah benar-benar dirasakan,” kata Drs Sucahyo Wibowo MPd, Kepala SMAN 1 Kota Magelang. Apresiasi terhadap capaian prestasi yang diraih Kota Magelang, juga disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Prof Sukarno MSi. Pertama, apresiasi sangat tinggi atas komitmen kinerja dan prestasi di Kota Magelang yang membanggakan, baik akademik maupun nonakademik. Untuk akademik pencapaian Ujian Nasional (UN) baik tingkat provinsi maupun nasional sangat membanggakan. Kemudian, untuk prestasi nonakademik, prestasi siswa, guru, tenaga kependidikan dan masyarakat secara keseluruhan juga membanggakan pula. “Ini semua tidak terlepas dari fungsi dan peran Pemkot Magelang. Pemkot dalam pendidikan secara secara keseluruhan sangat komitmen tinggi atas berlangsungnya pendidikan bermutu,” kata Prof Sukarno. Komitmen Pemkot Magelang untuk dunia pendidikan antara lain dengan memberikan Dana Alokasi Khusus untuk penyelenggaraan pendidikan yang mewadahi dan bantuan bagi semua siswa secara keseluruhan. Untuk bantuan tersebut diutamakan bagi siswa kurang mampu. Selain itu, didukung pula dengan dikeluarkan regulatif meliputi perda, perwal maupun juknisnya. “Kebijakan pro pendidikan berkualitas yang merata dikenal dengan istilah pendidikan gratis atau pendidikan murah dan berkualitas bagi semua siswa,” katanya. Perihal pendidikan gratis tersebut yang bakal diterapkan sejak Tahun Anggaran 2017, Pemkot Magelang tetap memperhatikan mutu pendidikan. Bahkan, sebelum dilangsungkan program tersebut, pemkot bekerja sama dengan USAID untuk melakukan penelitian dan rincian kebutuhan sekolah serta siswa didik. Melalui penelitian dan penghitungan secara rinci tersebut, pendidikan gratis yang dilangsungkan tidak mengorbankan mutu pendidikan sendiri. Alokasi anggaran untuk terwujudnya pendidikan gratis tersebut tak sedikit. Perihal mutu dan pendidikan di Kota Magelang, sejauh ini hanya pada sekolahsekolah tertentu. Untuk itu, menjadi tugas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Pemerintah Kota Magelang agar mutu dan


59 prestasi pendidikan tersebut tersebar di seluruh sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk peningkatan mutu dengan pemenuhan sarana dan prasana. “Upaya lain perlu ditata, penataan kepala sekolah maupun guru. Kalau selama ini, ada guru yang sudah sekian lama di sekolah tertentu saja, harapannya dengan penataan. Saya bukan mengatakan mutasi atau penggeseran, penataan dalam rangka peningkatan mutu. Jadi kalau, guru tertentu di sekolah tertentu, harapannya ditata, digeser ke sekolah lain harapannya bisa menularkan yang positif,” kata Taufik Nurbakin, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang. Pelayanan pendidikan di Kota Magelang diakui Taufik sudah cukup baik. Hal ini bisa dilihat berdasarkan parameter pendidikan di suatu wilayah dilihat dari kualitas dan kuantitas. Untuk kuantitas di Kota Magelang sudah cukup, misal dari APK/ APM. “APK sudah melebihi 100 persen, kemudian APM sudah melebihi rata-rata

nasional. Ini adalah tolak ukur bahwa kaitan pelayanan pendidikan di Kota Magelang cukup baik, indikator kalau APK tinggi, APM tinggi artinya bahwa jumlah murid yang berasal dari luar kota juga tinggi. Artinya pelayanan pendidikan di Kota Magelang sudah cukup baik,” katanya. Terkait dengan kualitas, tolak ukur adalah di Kota Magelang, baik SD, SMP maupun SMA/SMK, cukup baik. Untuk mewujudkan pendidikan gratis atau pendidikan yang terjangkau, anggarannya secara keseluruhan SD-SMP Rp23 miliar. “Ini kita kemas dalam bentuk Bantuan Operasional Siswa (BOS) daerah. Baru kita mulai tahun anggaran 2017, jadi istilah sebenarnya lebih kerennya pendidikan gratis, tapi sebenarnya pendidikan yang terjangkau. Negeri dan swasta kita fasilitasi, jadi anggaran pembiayaan yang belum tercukupi di BOS APBN, nah kita penuhi dengan BOS daerah termasuk pengadaan sepatu, pakaian, dan tas. Harapannya secara terus menerus, tentu ke depan perlu kita evaluasi ditingkatkan lebih baik lagi,” ujar Taufik.

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

60

PANGKAS KEMISKINAN Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan kajian mengubah limbah sampah menjadi energi terbarukan. Oleh karena itu, sistem kembali diubah menggunakan metode “control landfill�, yaitu setelah mencapai ketinggian satu meter diuruk dengan tanah.

M

asalah kemiskinan seakan menjadi problem pelik, yang harus dihadapi oleh seluruh atau sebagian besar daerah di Tanah Air, termasuk Kota Magelang juga tentunya. Berdasarkan data teranyar, tingkat kemiskinan di Kota Sejuta Bunga saat ini berada pada kisaran 9,14 persen. Dalam artian, dari total penduduk sejumlah 131.703 jiwa, 11.109 di antaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Memang, angka tersebut masih lebih kecil dari persentase di Provinsi Jawa Tengah yang tingkat kemiskinannya mencapai 13,32 persen. Akan tetapi, berbagai upaya tetap dilakukan oleh jajaran Pemerintah Kota

(Pemkot) Magelang, demi kesejahteraan warganya. Sesuai dengan target yang telah dicanangkan, pada 2018 tigkat kemiskinan diharap bisa terpangkas menjadi 7,38 persen. Lebih lanjut, pada 2021 atau tahun terakhir periode kedua kepemimpinan Wali Kota Sigit Widyonindito, tingkat kemiskinan ditargetkan bisa terus turun hingga tersisa 6,12 persen saja. Maka dari itu, tidak mengherankan jika program pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama bagi orang nomor satu di Kota Magelang tersebut. Dengan sisa waktu yang masih cukup panjang, bukan tidak mungkin target

itu bisa terealisasi. “Berkali-kali saya tekankan, pihakpihak yang terlibat dalam penyusunan rencana kerja tahun 2018, harus fokus pada perencanaan program dan kegiatan, dalam rangka menurunkan angka kemiskinan menjadi 7,38. Sehingga, target angka kemiskinan 6,12 persen pada 2021 medatang, dapat tercapai,� tegas Sekretaris Daerah Pemkot Magelang Sugiharto. Beragam langkah pun ditempuh oleh jajaran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Magelang dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan. Seperti


61 mengimplementasikan laporan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan daerah, yakni dengan menganalisis kondisi kemiskinan dari berbagai sektor, serta melakukan prioritas target bidang dan intervensi dalam mengatasi masalah tersebut. Disamping itu, pemetaan wilayah penanggulangan kemiskinan dengan berbasis data makro dan mikro dipadang tak kalah penting. Selain berdimensi kewilayahan, pengentasan kemiskinan juga bersifat lintas sektoral dan lintas institusi. Oleh karena itu, sebagai program utama yang diusung pemerintahan, hampir seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di jajaran Pemkot Magelang turut dilibatkan. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kota Magelang Wulandari Wahyuningsih menuturkan bahwa kategori warga miskin di Kota Magelang terbagi menjadi miskin, sangat miskin, dan sangatsangat miskin. Selain diukur dari jumlah pendapatan, pemetaan juga bisa dilakukan dengan melihat kondisi huniannya. “Tentu saja yang menjadi prioritas adalah mereka yang masuk kategori sangat-sangat miskin. Terlebih, di Kota Magelang masih terdapat pula kepala keluarga perempuan kurang mampu. Mereka ini ‘single parent’, bahkan selain menghidupi anak-anaknya, ada juga sebagian yang masih menanggung kebutuhan orang tua sampai saudara kandung. Pastinya, mereka layak mendapat bantuan,” katanya.

Tingkatkan Daya Saing Tak bisa dipungkiri banyak sekali aspek yang membuat sebagian warga Kota Magelang sampai saat ini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Antara lain, karena tingkat pendidikan, kondisi kesehatan, hingga faktor pengangguran. Terkait dengan pengangguran, masalah tersebut jelas bukan problem sederhana dan sangat kompleks, sebab lapangan kerja tidak bisa secara langsung disediakan oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Magelang. “Kami tidak bisa menciptakan lapangan kerja. Oleh sebab itu, masalah pengangguran bisa dibilang sangat kompleks, karena menyangkut iklim investasi, yang berkaitan dengan keamanan dan birokrasi, termasuk juga kulitas atau tingkat daya saing tenaga kerja yang tersedia di Kota Magelang,” ucap Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Disnaker Kota Magelang Shaleh Apriyanto. Sejauh ini, dari 131.703 warga Kota Magelang, sebanyak 94.883 ribu di antaranya golongan usia kerja. Akan tetapi, sedikitnya 3.927 warga usia kerja, berstatus sebagai pengangguran, dengan rincian 2.558 lakilaki, kemudian 1.369 perempuan. Jika dipersentase, tingkat pengangguran di Kota sejuta Bunga kini berada di angka 4,13 persen. Terkait dengan kualitas tenaga kerja di Kota Magelang, sedikit banyak dipengaruhi juga oleh besaran Upah Minimun Pegawai (UMK), yang saat ini berada di kisaran Rp1.453.000. Memang, jika UMK yang ditetapkan terlalu tinggi, para pengusaha atau pemilik lapangan kerja akan merasa terbebani. Namun, ketika UMK terlalu

Magelang Go Smart City

rendah, para tenaga kerja yang memiliki kualitas di atas rata-rata, tentu memilih untuk hengkang ke luar daerah yang memiliki UMK lebing tinggi dari Kota Magelang. Akan tetapi, dengan status Kota Magelang yang bukan merupakan kota industri melainkan kota jasa, warga yang telah masuk usia kerja memang diharapkan bisa berfikir secara global. Dalam artian, mereka harus menyadari kalau lapangan kerja terbuka di seluruh daerah di Tanah air. Beragam fasilitas sebenarnya telah disediakan oleh pemerintah untuk memudahkan usaha masyarakat mencari mata pencaharian. “Terutama untuk membantu penduduk usia kerja yang memiliki daya saing di bawah rata-rata, kami secara rutin menyelenggarakan ‘job fair’, kemudian juga senantiasa memberikan info lowongan terkini melalui bursa kerja ‘online’. Kami berharap masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas itu,” cetus Shaleh. Untuk meningkatkan daya saing, pembekalan kompetensi pun diberikan oleh Disnaker Kota Magelang. Salah satunya melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang menyediakan sarana dan prasarana tempat pelatihan untuk mendapat keterampilan atau mendalami suatu bidang pekerjaan. Praktis, setelah mengikuti rangkaian kepelatihan di BLK, masyarakat yang tadinya belum memiliki keterampilan apapun, bisa mendapat modal berharga untuk mencari pekerjaan atau membuka lapangan kerja


Magelang Go Smart City

62

sendiri. Tak tanggung-tanggung, berbagai macam pelatihan telah tersedia di BLK Kota Magelang. Mulai dari menjahit, bordir, tata boga, tata rias, montir sepeda motor, bengkel las, suvenir, teknisi komputer, teknisi telepon seluler, perkayuan, hingga bahasa asing. Dalam satu kali pelatihan, rata-rata ditempuh dalam waktu kurang lebih satu bulan. Khusus jurusan montir sepeda motor, selain mendapat pelatihan selama 30 hari, para peserta juga akan dimagangkan di salah satu bengkel resmi AHAS di Kota Magelang untuk menambah pengalaman kerja langsung di lapangan. Tentunya masyarakat tidak perlu

memikirkan masalah biaya, karena seluruh pelatihan di BLK disediakan secara gratis, tanpa dipungut uang sepeserpun. Pelatihan sendiri diperuntukkan bagi warga Kota Magelang yang telah masuk usia kerja. Walau begitu kepemilikan ijazah minimal sekolah dasar (SD), tetap menjadi persyaratan mutlak untuk mengikuti pelatihan di BLK. “Sejauh ini pelatihan yang paling diminati adalah menjahit, tata rias, tata boga dan bahasa asing. Kami meyakini BLK sedikit banyak bisa mengurangi masalah pengangguran karena peminatnya memang cukup banyak dan mereka semua mendapat modal keterampilan setelah

mengikuti pelatihan. Untuk itu kami selalu sosialisasikan setiap program BLK sampai ke tingkat kelurahan,� kata Kepala UPTD BLK Kota Magelang Suparto.

Padat Karya Beragam cara dilakukan oleh Pemkot Magelang dalam upaya menekan angka pengangguran di wilayahnya. Salah satunya, kembali digalakkan program padat karya infrastruktur untuk periode 2017. Program tersebut sebenarnya sudah lama berjalan. Namun, mulai tahun ini, ada sedikit perbedaan, yakni digelar secara merata di


63 setiap kelurahan. “Kalau dulu setiap tahun kelurahannya digilir. Tapi, kami merasa program padat karya ini manfaatnya begitu tinggi, antusiasme masyarakat juga sangat bagus. Jadi, mulai tahun ini kami gelar secara merata di 17 kelurahan,� tandas Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Disnaker Kota Magelang Shaleh Apriyanto. Padat karya sendiri merupakan suatu program yang mempekerjakan atau menyerap tenaga kerja pengaggur dan setengah penganggur, terutama yang berasal dari keluarga miskin. Sejauh ini, masyarakat yang masuk kategori itu, relatif cukup banyak di Kota Magelang. Meski hanya bersifat sementara, melalui program padat karya ini, mereka bisa mendapat tambahan

penghasilan. Disamping itu, kemampuan yang dimiliki para penduduk yang telah masuk usia kerja itu pun dapat lebih didayagunakan. Terkait dengan besaran upah untuk para pekerja, sudah ditentukan oleh pihak Disnaker. Untuk jenis kegiatannya, ditentukan langsung oleh warga, yakni bisa berupa pembangunan infrastruktur atau yang bersifat produktif lainnya. Sebagai contoh, Kelurahan Kemiri Rejo mengusulkan pembangunan talud, sementara Kelurahan Kedungsari memilih pengerasan jalan dengan beton. “Pada prinsipnya program padat karya ini dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jadi, sama sekali tidak ada campur tangan pihak ketiga karena pekerjanya berasal dari warga

Magelang Go Smart City

sendiri. Sedangkan tugas pemerintah hanya memfasilitasi saja,� tuturnya. Oleh karena pemrakarsanya adalah Disnaker Kota Magelang, maka alokasi biaya upah bakal lebih besar dibandingkan dengan biaya bahan, yakni antara 70:30, atau maksimal 60:40. Disamping itu, untuk memastikan hasil kerja yang memuaskan, selama proses perencanaan sampai pelaksanaan akan mendapat pengawasan dari instansi terkait. Mengingat jenis kegiatannya berupa pembangunan infrastruktur, maka harus dikerjakan secara kelompok dengan jumlah personel antara 10-30 orang, tergantung proyeknya. Diutamakan, mereka adalah pencari nafkah utama dalam keluarga dan tak boleh mempekerjakan anak-anak.


Magelang Go Smart City

64

WTN Tiga Kali Oleh Adidaya Perdana

S

elama tiga tahun berturut-turut, Pemerintah Kota Magelang mendapatkan penghargaan bidang lalu lintas, Wahana Tata Nugraha (WTN). Meski sejak 2013 lalu langganan memperoleh penghargaan, hal itu tidak lantas membuat pemerintah berpuas diri. Daerah dengan jargon “Kota Sejuta Bunga” ini bahkan menargetkan penghargaan lain, yaitu WTN bidang angkutan. Tiga kali penghargaan ini diperoleh, tidak lepas dari peran pembangunan jalan-jalan protokol dengan dipasangi paku marka. Alat pembantu lalu lintas itu, ditempatkan di Jalan Sudirman, Jalan Tidar, Jalan Tentara Pelajar, dan Jalan Pahlawan. Selain itu, pemkot memiliki Area Traffic Control­System (ATCS) yang sudah terintegerasi dengan Variable-message Sign (VMS). Ini merupakan sistem untuk mempermudah pengawasan arus lalu lintas. Kepala Dinas Perhubungan Kota Magelang Suryantoro menjelaskan Kota Magelang akan terus melakukan berbagai inovasi sehingga benar-benar menjadi kota dengan Intelligent Transport System (ITS) atau bersistem transportasi cerdas. Sejauh ini, pemkot telah menambah jumlah Pedestrian Light Controlle Crossing (Pelican Cross) di Jalan Tidar, Jalan Ahmad Yani, alun-alun pada 2015. Selain itu, Dishub juga memasang papan trayek, kelengkapan marka, serta ramburambu di jalan. Paku marka juga dipasang di Jalan Sudirman, Jalan Tidar, Jalan Tentara Pelajar, dan Jalan Pahlawan. Saat ini pula, Area Traffic Control ­System (ATCS) sudah terintegerasi dengan VMS. Pengawasan arus lalu lintas pun jadi makin mudah. “Fasilitas lalu lintas, mengarah pada visi

Kota Magelang sebagai kota cerdas. Kami akan terus meningkatkan pelayanan guna memberikan kenyamanan pengguna jalan, dan menekan angka kecelakaan,” kata Suryantoro.

Peran Masyarakat Berbagai kebijakan yang diambil Dinas Perhubungan tidak lepas dari peran aktif masyarakat. Dishub secara periodik menggelar diskusi dengan Forum Lalu Lintas, yang terdiri dari berbagai unsur, antara lain akademisi dan wartawan. Hasil diskusi terkait dengan persoalan lalu lintas di Kota Magelang ini kemudian menjadi bahan untuk menentukan kebijakan untuk memajukan pengelolaan lalu lintas. Hasil diskusi dengan perwakilan berbagai pihak ini kemudian menelurkan kebijakankebijakan yang diterapkan. Alhasil, dari kebijakan itulah Pemerintah Kota Magelang mendapatkan penghargaan WTN bidang lalu lintas. Tidak mau larut dalam kebahagiaan, penghargaan WTN bidang angkutan juga akan disasak Pemkot Magelang. Untuk mengarah ke WTN bidang angkutan, beberapa cara tengah dipersiapkan, di antaranya mengalokasikan anggaran sekitar Rp2,7 miliar untuk pembangunan terminal tipe C. Rencananya, pembangunan bisa dilakukan di sekitar kaki Gunung Tidar, di kawasan Sentra Ekonomi Lembah Tidar (SELT). Tanah yang dipersiapkan untuk pembangunan mencapai 1.500 hektare. “Rencana pembangunan terminal juga tidak lepas dari belum adanya terminal. Angkutan sering berhenti di Jalan Ikhlas,

sehingga mengakibatkan rawan kecelakaan,” jelasnya. Tahun ini, diharapkan tahapan proses pembangunan bisa dilalui semuanya. Dengan demikian, pada akhir 2017 pembangunan bisa selesai dan terminal bisa difungsikan. Setelah itu, angkutan akan ditata dan lebih jauh bisa memberikan rasa nyaman kepada warga dan penumpang. Upaya lain untuk memperoleh penghargaan WTN bidang angkutan, yaitu dengan menerapkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pengujian dan SIM angkutan. “Harapanya proses pembangunan terminal bisa lancar. Sehingga setelah ada terminal, penghargaan WTN di bidang lalu lintas dan angkutan, dua-duanya bisa kena Pemkot Magelang,” kata dia. Inovasi lain yang dilakukan Dishub untuk membenahi dan meningkatkan pelayanan lalu lintas darat seperti menempelkan papan trayek di masing-masing angkutan kota. Selain itu penambahan fasilitas, seperti rambu-rambu, marka jalan, trotoar, lampu pengatur lalu lintas, sistem kendali lalu lintas jalan seperti Area Traffic Control System (ATCS) dan lainnya. Kapolres Magelang Kota AKBP Hari Purnomo menyampaikan kepolisian pada prinsipnya mengapresiasi kinerja pemerintah kaitannya dengan bidang lalu lintas sehingga mampu menorehkan penghargaan bekelas ini. “Inovasi dan komitmen dari Pemkot Magelang, dengan banyaknya fasilitas lalu lintas setidaknya memudahkan kami. Untuk menjalankan tupoksi, utamanya soal pengamanan lalu lintas,” katanya. Menurut dia, fasilitas yang membantu


65

Magelang Go Smart City


Magelang Go Smart City

66

tugas kepolisian, di antaranya CCTV sebagai alat pemantau. Selama ini kamera pengintai menjadi alat tercanggih untuk melacak keberadaan pelaku kriminal maupun pemantauan lalu lintas yang ada di Kota Magelang.

Bukan Tujuan Utama Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengapresiasi kerja Dinas Perhubungan yang terus menerus melakukan inovasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, terutama di bidang transportasi. Apresiasi juga ditujukan kepada masyarakat yang selalu berpartisipasi dalam setiap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Kedepan, ia berharap ada lagi inovasi yang baik untuk lebih bisa memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam bidang transportasi. Sigit pun menegaskan penghargaan bukan tujuan utama, akan tetapi hal yang penting adalah membenahi sistem transportasi di Kota Magelang agar lebih baik. “Transportasi menjadi faktor penting dalam mendukung pembangunan kota dan kemajuan perekonomian masyarakat. Sekaligus berimbas pada pertumbuhan kota Magelang,� katanya. Walikota Menyapa untuk Menata agar Mutu Pendidikan Tersebar di Semua Sekolah Salah satu janji yang diusung pasangan Sigit Widyonindito-Windarti Agustina saat kampanye yakni terwujudnya pendidikan gratis di Kota Magelang. Janji tersebut bukan sekadar isapan jempol belaka. Mulai tahun anggaran 2017, pendidikan gratis mulai diterapkan bagi siswa SD-SMP baik negeri dan swasta. Anggaran untuk pendidikan gratis atau pendidikan terjangkau bukanlah sedikit. Bahkan jauh sebelumnya melaksanakan program tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot ) Magelang bekerja sama dengan lembaga USAID untuk melakukan penghitungan kebutuhan dan kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan. Komitmen Walikota Magelang Sigit Widyonindito dan Wakilnya Windarti Agustina dalam memajukan serta meningkatan pendidikan di Kota Sejuta

Bunga, terus dilakukan. Melalui Walikora Menyapa yang dilangsungkan setiap Hari Senin dengan keliling mendatangi sekolah. Kesempatan bertemu dengan siswa maupun guru tersebut digunakan memberikan pembinaan. Dengan hadir secara langsung di tengah-tengah sekolah tersebut, selain mengetahui kebutuhan di sekolah, juga bisa memberikan motivasi kepada para siswa untuk meraih mimpi-mimpi yang tinggi. Bukan itu saja, kehadirannya bisa melihat secara konkret kehadiran para pengajar dan para siswa. Saat melakukan kegiatan tersebut, Walikota, Wakil Walikota yang disertai dengan pejabat terkait terkadang menemukan guru yang datang terlambat. Namun secara umum, sejumlah sekolah telah baik. Bahkan untuk menentukan lokasi sekolah yang dituju secara acak, sekalipun kegiatan Walikota Menyapa telah diagendakan setiap Senin. Dengan catatan dalam waktu bersamaan tidak ada kegiatan mendesak dan penting, kemudian

berada di luar kota. Kegiatan ini pun telah dilangsungkan Sigit sejak periode sebelumnya. Kota Magelang yang memiliki tiga kecamatan tersebut untuk jenjang pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun Kelompok Bermain hingga perguruan tinggi ada di kota ini. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, untuk PAUD ada 207 lembaga, SD dan MI ada 77 sekolah, di samping ada sekolah MTs yang dikelola Kemenang. Adapun total siswa SD dan MI di Kota Magelang per 31 Januari 2017 ada sebanyak 14.682 anak. Kemudian, untuk SMPN ada 13, sedangkan swasta yang terdata di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak 8 dengan total seluruh siswa 9.444 anak. Untuk setingkat SMA dan SMK, mulai Januari 2017, pengelolaan dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Kendati demikian jauh sebelumnya dikelola provinsi, SMAN 1 Kota Magelang dikenal sebagai langganan peraih Ujian


67

Nasional (UN) tertinggi baik tingkat Jawa Tengah maupun nasional. Perhatian Pemkot Magelang terhadap beasiswa diberikan bukan hanya bagi siswa asal Kota Magelang saja, namun siswa luar daerah dengan catatan telah membawa nama harum Kota Sejuta Bunga di kancah nasional maupun internasional juga mendapatkan beasiswa. Hal itu pun berlaku sama bagi sekolah berstatus negeri maupun swasta dari jenjang SD hingga SMA/ SMK. Pengakuan tersebut disampaikan Kepala SD Muhammadiyah 1 Alternatif (Mutual) Mustaqim SpdI MPd. Menurutnya, sebagai salah satu sekolah swasta favorit bersyukut suport dari Pemerintah Kota Magelang terhadap pendidikan sangat luar biasa dan bagus. Selama ini, setiap ada kegiatan terutama menyangkut masalah pendidikan, keterlibatan civitas SD Mutual betul diperhatikan baik dalam event kecil maupun besar. Bahkan salah satu siswanya, Amarylisse Magnifizia Cesare Ganz sebagai juara pertama nasional untuk Lomba Menulis Cerita Pendek Kategori Penulis Apresiasi Sastra Siswa Sekolah Dasar juga mendapatkan beasiswa prestasi Tahun Anggaran 2016 dari Pemkot Magelang. Adapun pada Tahun Anggaran 2016, sebanyak 14 siswa dari jenjang SD-SMA/ SMK, baik siswa negeri maupun swasta memperoleh beasiswa prestasi yang memenangi kejuaraan baik tingkat nasional

maupun internasional. Selain itu, untuk prestasi akademik SMPN 1 Kota Magelang memperoleh Indeks Integritas Ujian Nasional (UN) Tahun Ajaran 2014/2015. Bahkan secara khusus mendapatkan apresiasi pemerintah pusat hingga Kepala SMPN 1 Kota Magelang Kunadi SPd MPd saat itu mendapatkan undangan dari Istana Negara bersama 503 Kepala Sekolah yang menerima penganugerahan Indeks Integritas UN Nasional pada 12 Desember 2015. SMPN 1 Kota Magelang ini, bahkan mendapatkan julukan sebagai peraih tertinggi UN tingkat Jawa Tengah dan nasional, hanya saja untuk 2016 lalu, pemerintah tidak mengumumkan rangking secara nasional. Selain itu, berdasarkan data di sekolah tersebut untuk tahun 2016 saj, ada 109 event kejuaraan yang dimenangkan siswa SMPN 1 Kota Magelang baik dari tingkat kota hingga internasional. Salah satunya diraih siswa kelas IX F, Mutiara Laila Shabrina yang menjadi juara pertama Lomba Karya Inovasi Pelajar tingkat nasional untuk SMP di SMA Taruna Nusantara (TN). Ia pun yang berasal dari Tegalarum, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang mengaku, mendapatkan perlakuan dan akses pendidikan yang sama dengan siswa asal Kota Magelang. Sekalipun berasal dari wilayah Kabupaten Magelang, namun karena memiliki kemampuan lebih dikirim

Magelang Go Smart City

untuk mewakili sekolahnya membawa nama harum Kota Magelang. “Tradisi di sekolah setiap upacara Hari Senin, sekolah mengumumkan dan memberikan apresiasi kepada siswa yang meraih juara,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMPN 1 Kota Magelang Eny Rina Astuti. Demikian halnya dijenjang SMA pun, Kota Magelang selalu mendapatkan penghargaan dari pemerintah provinsi maupun pusat terutama perolehan nilai Ujian Nasional (UN) selalu tertinggi. Julukan tersebut berlaku pula di SMAN 1 Kota Magelang. Tak hanya itu, banyak siswa alumninya yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur undangan maupun ujian. Namun demikian, semenjak Januari lalu, pengelolaan SMA/SMK dilakukan Provinsi Jawa Tengah. “Alih kelola SMA/SMK dari Pemda ke Provinsi diharapkan dapat meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan menengah di Jawa Tengah yang masih di bawah APK tingkat nasional. Harapan kita untuk kota Kota Magelang berharap masih tetap bisa memberikan layanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat, lepas dari unsur politik. Sebagaimana ketika dikelola Pemerintah Kota Magelang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah benarbenar dirasakan,” kata Drs Sucahyo Wibowo MPd, Kepala SMAN 1 Kota Magelang. Apresiasi terhadap capaian prestasi yang diraih Kota Magelang, juga disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Prof Sukarno MSi. Pertama, apresiasi sangat tinggi atas komitmen kinerja dan prestasi di Kota Magelang yang membanggakan baik akademik dan nonakademik. Untuk akademik pencapaian Ujian Nasional (UN) baik tingkat provinsi maupun nasional sangat membanggakan. Kemudian, untuk prestasi nonakademik, prestasi siswa, guru, tenaga kependidikan dan masyarakat secara keseluruhan juga membanggakan pula. “Ini semua tidak terlepas dari fungsi dan peran Pemkot Magelang. Pemkot dalam pendidikan secara secara keseluruhan sangat komitmen tinggi atas berlangsungnya pendidikan bermutu,” kata Prof Sukarno. Komitmen Pemkot Magelang untuk dunia pendidikan antara lain dengan memberikan dana alokasi khusus untuk penyelenggaraan pendidikan yang mewadahi dan bantuan bagi semua siswa secara keseluruhan. Untuk bantuan tersebut diutamakan bagi siswa kurang mampu. Selain itu, didukung pula dengan dikeluarkan regulatif meliputi Perda,


Magelang Go Smart City

68

Perwal maupun juknisnya. “Kebijakan pro pendidikan berkualitas yang merata dikenal dengan istilah pendidikan gratis atau pendidikan murah dan berkualitas bagi semua siswa,� katanya. Perihal pendidikan gratis tersebut yang bakal diterapkan sejak tahun anggaran 2017 ini, Pemkot Magelang tetap memperhatikan mutu pendidikan. Bahkan sebelum dilangsungkan program tersebut, Pemkot bekerja sama dengan USAID untuk melakukan penelitian dan rincian kebutuhan sekolah serta siswa

didik. Melalui penelitian dan penghitungan secara rinci tersebut pendidikan gratis yang dilangsungkan tidak mengorbankan mutu pendidikan sendiri. Bahkan alokasi anggaran untuk terwujudnya pendidikan gratis tersebut tak sedikit. Perihal mutu dan pendidikan di Kota Magelang, sejauh ini hanya pada sekolahsekolah tertentu saja. Untuk itu, menjadi tugas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Pemerintah Kota Magelang agar mutu dan prestasi pendidikan tersebut tersebar di seluruh sekolah. Salah satu

upaya yang dilakukan untuk peningkatan mutu dengan pemenuhan sarana dan prasana. “Upaya lain perlu ditata, penataan kepala sekolah maupun guru. Kalau selama ini, ada guru yang sudah sekian lama di sekolah tertentu saja, harapannya dengan penataan. Saya bukan mengatakan mutasi atau penggeseran, penataan dalam rangka peningkatan mutu. Jadi kalau, guru tertentu di sekolah tertentu, harapannya ditata, digeser ke sekolah lain harapannya bisa menularkan yang positif,� kata Taufik Nurbakin, Kepala Dinas Pendidikan dan


69

Kebudayaan Kota Magelang. Pelayanan pendidikan di Kota Magelang diakui Taufik sudah cukup baik. Hal ini bisa dilihat berdasarkan parameter pendidikan di suatu wilayah dilihat dari kualitas dan kuantitas. Untuk kuantitas di Kota Magelang sudah cukup, misal dari APK/ APM. “APK sudah melebihi 100 persen, kemudian APM sudah melebihi rata-rata nasional. Ini adalah tolak ukur bahwa kaitan pelayanan pendidikan di kota magelang cukup baik, indikator kalau APK tinggi, APM tinggi artinya bahwa jumlah murid yang

berasal dari luar kota juga tinggi. Artinya pelayanan pendidikan di Kota Magelang sudah cukup baik,” katanya. Kemudian terkait dengan kualitas, tolak ukur adalah di Kota Magelang baik SD, SMP dan SMA/SMK cukup baik. Terakhir untuk mewujudkan pendidikan gratis atau pendidikan yang terjangkau anggarannya secara keseluruhan SD-SMP Rp23 miliar. “Ini kita kemas dalam bentuk bantuan operasional siswa daerah (BOSDA). Baru kita mulai tahun anggaran 2017, jadi istilah sebenarnya lebih kerennya pendidikan gratis,

Magelang Go Smart City

tapi sebenarnya pendidikan yang terjangkau. Negeri dan swasta kita fasilitasi, jadi anggaran pembiayaan yang belum tercukupi di BOS APBN, nah kita penuhi dengan BOS daerah termasuk pengadaan sepatu, pakaian dan tas. Harapannya secara terus menerus, tentu ke depan perlu kita evaluasi ditingkatkan lebih baik lagi,” ujar Taufik.


Magelang Go Smart City

70


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.