Upacara Hari Pramuka ke-52 Kwarda Jateng
Editorial Ganjar Pranowo : Yang Begini Ini Yang Saya Harapkan Purbalingga Menuju Kabupaten Layak Anak dari Gerakan Pramuka Fenomena kenakalan remaja di Purbalingga mulai dari kasus pembuangan bayi, pembunuhan berlatar belakang seks pranikah, melonjaknya pernikahan dini akibat kehamilan tak diinginkan, pencabulan oleh dan pada anakanak, merebaknya peredaran narkoba dan bermunculannya pekerja anak, memang semakin mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, akan terjadi lost generation pada satu abad Indonesia kelak.
Gubernur Ganjar Pranowo selaku Ketua Mabida Jateng memberikan penghargaan kepada Wakil Bupati Purbalingga Sukento Ridho M selaku Wakil Ketua Madicab Purbalingga atas keberhasilan Purbalingga menjadi Kwarcab Terbaik dalam Pembinaan Generasi Muda se-Kwarda Jateng
Ketua Mabida Jateng Ganjar Pranowo dan Ketua Kwarcab Purbalingga Trisnanto Srihutomo.
Purbalingga DERAP PERWIRA Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo selaku Ketua Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) Jateng, memberikan apresiasi kepada gerakan pramuka Kwartir Daerah XI Jawa Tengah, atas kreatifitas memadukan upacara Hari Pramuka dengan pengabdian kepada masyarakat. Diantaranya melakukan pemugaran 9 rumah warga miskin, pembangunan sarana tempat cuci dan peningkatan jalan lingkungan. Kegiatan itu, dilaksanakan secara bersama-sama antara anggota pramuka penegak pendega dengan masyarakat setempat. “Yang begini ini yang saya harapkan dari gerakan pramuka. Yaitu kegiatan riil yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat,” kata Gubernur Ganjar Pranowo saat menjadi Pembina upacara Peringatan Hari Pramuka ke-52 tingkat Kwarda Jateng, di lapangan Desa Karangbanjar, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, Sabtu (14/9). Selanjutnya, Ganjar menuturkan, kegiatan pengabdian kepada masyarakat akan melatih kepekaan kita terhadap kondisi sosial dan kondisi bangsa. Hal itu, juga akan membentuk karakter kita sebagai anak bangsa. “Itu merupakan salah satu ikrar dalam satya pramuka yaitu ikut serta membangun masyarakat. Nggih nopo mboten niki,” ujar Ganjar. Gubernur juga memuji system home stay yang diterapkan. Setidaknya, lanjut Ganjar, saar berkemah di rumah warga, pramuka bisa mengajak masyarakat terhadap pentingnya rumah sehat, upaya kedaulatan pangan dan kedaulatan energy, agar Indonesia tidak makin terpuruk dan tergantung kepada negara asing. Promosikan Wisata Kegiatan Hari Pramuka di Kabupaten Purbalingga, diawali dengan Sarasehan Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko bersama jajaran pramuka, tokoh masyarakat dan generasi muda. Sarasehan yang berlangsung Juma'at (13/9) malam di Balai Pertemuan
Desa Karangbanjar, mengambil tema “Peran Gerakan Pramuka dalam Pembinaan Karakter Pemuda Jawa Tengah dan Pemberdayaan Masyarakat Jawa Tengah. Kegiatan lainnya, berupa kemah bhakti pramuka peduli, upacara peringatan hari pramuka dan jambore pramuka penggalang tingkat Kwarcab Purbalingga. “Dalam diskusi, telah digagas peran gerakan Pramuka dalam mendorong program Kabupaten Layak Anak,” jelas Wakil Bupati Sukento Ridho Marhaendrianto. Wabup Sukento, juga mengajak para Pembina dan pramuka untuk berkunjung ke obyek wisata dan kuliner di wilayah kabupaten Purbalingga. Termasuk berbelanja di Pasar Segamas yang pernah menjadi juara I lomba pasar tradisional tingkat Jawa Tengah. Pada pelaksanaan upacara hari pramuka, Ganjar Pranowo, memberikan sejumlah penghargaan kepada pembina pramuka, Pramuka Garuda berprestasi dan juara kwartir tergiat Jawa Tengah. Pada kesempatan ini, Kwarcab Purbalingga menerima dua penghargaan berupaTunggul Tergiat III Bidang Pembinaan Anggota Muda, Lomba Kwartir tahun 2013. Kemudian Lencana Panca Warsa VIII untuk Ka Kwarcab Trisnanto Srihutomo BE SPd. Pramuka kwarcab Purbalingga juga menyemarakan kegiatan upacara, dengan atraksi gelar seni dan ketrampilan Pramuka oleh Pramuka Penggalang dan Penegak Kabupaten Purbalingga. Usai upacara, Gubernur meresmikan pembangunan TPQ An Nur di Kadus I Pakuncen, Desa Karangbanjar. Bangunan TPQ sejumlah empat lokal merupakan hasil swadaya masyarakat senilai Rp 550 juta. Selanjutnya, Ganjar mengadakan peninjauan kegiatan Karya Bhakti Pramuka berupa rehab rumah di dukuh Pakuncen, singgah di SMK Negeri 1 Bojongsari, bertemu pegiat Boarding School asal Banyumas di Operation Room Graha Adiguna dan terakhir menjadi “Guru” di SMP Negeri 1 Purbalingga. (Tim Humas)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Karenanya, Pemkab Purbalingga sedang mencari konsep terbaik dalam merealisasikan Purbalingga sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Secara umum KLA merupakan program Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang diatur dalam Permenneg PPPA Nomor 2 tahun 2009. Program ini merujuk pada komitmen dunia untuk menciptakan lingkungan layak anak sebagaimana tertuang dalam dokumen World Fit for Children (WFC). Indonesia telah meratifikasi konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 21990. Penerapan KLA dipenetrasikan ke segala aspek pembangunan, mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata, baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan implementasi hak anak. Program yang paling realistis dilaksanakan tahun 2014 terkait dengan pembangunan non fisik, seperti pembinaan untuk menangani pekerja anak, kekerasan terhadap anak termasuk diantaranya kekerasan seks, pembinaan preventif tentang reproduksi remaja untuk meminimalkan seks pranikah dan pembinaan preventif penyalahgunaan narkoba oleh anak. Selain melalui jalur formal seperti sekolah, Pemkab Purbalingga mewacanakan realisasi KLA melalui jalur non formal seperti Pramuka. Pramuka dianggap pilihan tepat karena Pramuka memiliki anggota dari berbagai usia, latar belakang pendidikan, latar belakang status sosial, didukung kurikulum berjenjang, berorientasi pada pendidikan karakter dan bersifat netral atau non diskriminatif. Wacana kedepan, sangat mungkin disubtitusikan dengan pembangunan fisik misal dengan membangun berbagai fasilitas umum yang ramah anak, kartu identitas anak dan sebagainya. Mudah-mudahan wacana-wacana ini tak hanya indah di atas kertas, namun dapat terealisasi dan tercapai segala tujuannya. Betapa damainya jika berbagai permasalahan seks bebs, narkoba, kekerasan, pekerja anak, eksploitasi anak dan sebagainya itu dapat dihapus dari kota perwira ini. Betapa eloknya jika anak-anak kita berkembang secara sehat, bahagia dan mampu mengaktualisasikan dirinya sesuai bakat dan minatnya. Ayo, dukung Purbalingga menuju Kabupaten Layak Anak! (*)
Derap Perwira
3
Wabup : “Angger Bisa Sertipikate Aja Kon Sekolah”
REDAKSI
WAWANCARA
Greget Sukento Ridho Marhaendrianto
15 13 Seks Bebas Makin Marak? Di Purbalingga sudah sangat marak seks bebas/ seks pra nikah di kalangan remaja. Data Pengadilan Agama menunjukkan dari seluruh kasus perceraian, 60 persennya dilatarbelakangi pernikahan dini karena terjadi kehamilan akibat seks pra nikah. Apa pendapat Anda terhadap fenomena ini?
Perlancar Akses Perkonomian Dua Kecamatan Butuhkan Jembatan
“Angger bisa sertipikate aja kon sekolah” (kalu bias, sertifikat jangan untuk sekolah/untuk agunan di bank) disimpan baikbaik jangan dilipat apa lagi sampai hilang,”pinta Kento.
Wakil Bupati Drs H Sukento RM MM bersama anak-anak berprestasi (Arif Wardiman - Juara 1 Lomba Kompetensi Siswa SMK Tingkat Jateng ; Khansa Ainun Nabila - Juara 1 LCC Tingkat Kabupaten Purbalingga; Angger Putri Tanjung Juara 1 Desain Poster Putri Tingkat Nasional dan Yanuar Afit Nurhasan - Juara 1 Siswa Berprestasi Tingkat Kabupaten Purbalingga)
Setelah Heru Sudjatmoko resmi dilantik menjadi Wakil Gubernur Jawa Tengah, secara yuridis Wakil Bupati Sukento Ridho Marhaendrianto wajib dan berhak melanjutkan kepemimpinan Pemkab Purbalingga hingga 2015. Bagaimana greget yang akan dilancarkannya?
33 Pemkab Purbalingga Siap Dukung Reformasi Birokrasi Pemkab Purbalingga telah siap menyambut reformasi birokrasi yang telah di canangkan oleh kementrian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi pada tahun 2014.
16 Kepala Desa Tegalpingen Sobirin Hermawan
Sapto Suhardiyo, S.STP, ST
Apa saja gebrakan yang akan Bapak lakukan selama dua tahun ke depan?
38
“Pada musim kemarau seperti ini banyak warga Desa Tegalpingen serta Desa Pepedan dan desa-desa lainya yang melalui jembatan Gethek (semacam perahu dari bambu yang di anyam) hanya untuk mepersingkat jarak tempuh menuju Generasi Pengrajin Tenun Gendong Hampir Punah kekota. Mereka memilih melewati jembatan ini karena waktu tempuhnya lebih singkat,” Pengrajin tradisioanl tenun gendong grumbul Sawangan desa Tajug hampir punah. Dari jumlah 100 orang pada tahun 90-an sekarang tinggal 10 orang. Senin (10/9) Menurut Saksi Bisu Perjuangan Kader Muhammadiyah penuturan Mbok Sarjuki, seorang pengrajin tenun gendong di dukuh Sawangan berkurangnya pengrajin tenun gendong, disebabkan tidak adanya regenerasi. “ Yang tua tua sudah meninggal, dan tidak ada lagi pengantinya” tutur mbok Sarjuki.
Budy Santosa, SH Ir. Prayitno, M.Si Supriyatno
Pendopo KH Ahmad Dahlan
Dwi Hindaretuti Siswanto (Koordinator)
40 4
Derap Perwira
Terapkan Enterpreneurship Birokrasi
Berbicara tentang Pendopo KH Ahmad Dahlan tak akan lepas dari perjuangan para aktivis Muhammadiyah. Sebelumnya gedung yang berlokasi di selatan Alun-alun Purbalingga ini hanyalah milik perseorangan, yakni salah satu kerabat Bupati Purbalingga Trah Arsantaka.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Bukan gebrakan, karena saya sifatnya melanjutkan. Saya sebut sebagai greget saja. Pertama‐tama saya ingin tahu lebih banyak dan mendalam tentang proyek‐ proyek yang sedang kita kerjakan, baik itu yang di bawah 1 miliar atau yang di atasnya. Maka sehari setelah pelantikan Wakil Gubernur, saya ajak kepala SKPD berkeliling melihat proyek‐proyek itu. Disana kita melihat langsung dan mengecek sesuai tidak antara yang tercantum dalam dokumen tertulis dengan kenyataan di lapangan. Kalau tidak sesuai bagaimana. Jadi langsung rapat di lokasi, menemukan solusi, salah satunya kita terpaksa membongkar trotoar karena paving yang dipasang tidak sesuai. Jadi, rapat tidak harus formal di balik meja. Rapat tidak harus di balik meja? Bisa dijelaskan lebih lanjut? Iya, jadi begini. Selama ini kita rapat, berdiskusi bahkan berdebat. Tapi karena tidak langsung melihat kenyataan di lapangan, jadi hasilnya juga kurang pas. Karena yang kita debatkan itu yang tertulis di kertas. Kenapa kita tidak langsung saja ke lokasi. Lihat langsung. Tidak ada perdebatan karena yang kita lihat
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
itu yang nyata. Disana para pejabat terkait juga hadir. Saya tanya, ini sesuai bestek tidak. Misal ternyata tidak. Lalu bagaimana solusinya. Jadi rumusan masalah terjawab, solusinya juga langsung ketemu. Memang tidak semua rapat harus begini. Kalau memang dibutuhkan harus di balik meja, ya ayo saja. Tapi kalau memungkinkan langsung ke lapangan, kenapa tidak. Fleksibel saja. Tadi bapak sampaikan, sehari setelah pelantikan Bapak langsung bergerak? Apa tidak terlalu cepat? Saya memang ingin cepat. Istilah alon‐alon waton kelakon, saya ganti dengan cepat‐cepat selamat. Ya cepat, ya kelakon, ya selamat. Saya nggak mau menunggu terlalu lama karena waktu terus berjalan sementara banyak pekerjaan yang menuntut penyelesaian target. Seperti pelantikan dan pengisian jabatan. Saya tuntaskan segera. Karena saya mengamati, jika terlalu lama jabatan kosong, kinerja staf di bawahnya jadi gimana ya…kurang menggigit. Karena tidak bisa membuat keputusan, bukan decision maker. Padahal fungsi pelayanan kepada masyarakat kan tetap harus berjalan. Pada saat melantik pejabat, Bapak hadir tepat waktu bahkan kurang lima menit, Bapak sudah di lokasi. Adakah pesan khusus yang akan bapak sampaikan terkait dengan disiplin waktu? Ya, betul. Saya tidak suka menunggu dan saya yakin orang lain juga begitu. Makanya saya berusaha menghargai waktu. Acara jam sembilan, ya jam sembilan sudah di tempat. Sukur kurang dari itu. Jadi waktunya lebih efisien, tidak ada yang terbuang. Saya ingin masalan disiplin waktu lebih diperhatikan. Saya yakin, kalau sudah disiplin soal waktu, disiplin yang lain‐lainnya juga lebih mudah dilakukan. Apakah soal disiplin waktu ini juga akan diterapkan dalam kepemimpinan Bapak ke depan? Ya, saya pikir harus begitu. Mulai dari rapat‐rapat,
Derap Perwira 5
WAWANCARA
masuk kerja, penyelesaian tugas dan sebagainya. Rencana saya juga ingin secara rutin menghadiri apel pagi. Mungkin bergilir ya setiap instansi. Saya ingin pegawai negeri sipil itu disiplin, ya mulai dari waktu dulu. Dengan menghadiri apel pagi di instansi‐ instansi, saya juga bisa menyampaikan langsung motivasi, arahan dan sebagainya kepada staf langsung. Sebaliknya, saya juga bisa mendengar langsung keluhan dan laporan mereka. Bagaimana dengan mendengar langsung keluhan masyarakat? Oya itu pasti dan harus. Saya akan mengaktifkan kembali safari perdesaan yang pernah dilakukan pada masa Pak Triyono Budi Sasongko. Jadi saya menginap di rumah penduduk di desa, anti desanya juga bergilir. Mendengar keluhan mereka langsung dan minta pendapat solusinya langsung juga dari mereka. Selain itu, saya juga akan aktifkan kembali medangan bareng bupati atau halo bupati. Silahkan SKPD terkait mengemasnya. Intinya, nanti tematik, kita on line. Masyarakat bisa telpon dalam siaran langsung. Menyampaikan aspirasinya, kritik dan gagasannya. Yang penting sesuai tema. Nanti yang mendampingi saya, cukup kepala SKPD terkait tema saja. Ada program lain untuk menjaring aspirasi masyarakat? Ya, dengan SMS Blast atau SMS gateway. Ada nomor telepon yang bisa dipakai masyarakat untuk menyampaikan sms keluhan, kritik dan gagasannya. Nanti sms ini akan ditayangkan di website resmi kita purbalinggakab.go.id. Mungkin tidak semua sms bisa dijawab, tapi insya Allah pasti ditindaklanjuti. Insya Allah dalam waktu dekat diluncurkan. Apakah semua program bupati sebelumnya seluruhnya dijalankan? Ya, ada yang tetap dijalankan. Ada yang ditinjau ulang. Yang dijalankan karena memang harus dijalankan karena tak ada konsekuensi apapun jika diteruskan, justru sebaliknya akan berdampak buruk jika tidak diteruskan. Nah untuk yang ditinjau ulang, ini karena pertimbangan ke depannya. Misalnya kelanjutan SMK Dhuafa dengan model boarding school atau sekolah asrama gratis. Kami akan tinjau ulang, apakah APBD kuat menanggungnya dalam jangka waktu minimal dua tahun ke depan. Apakah ada donatur tetap yang cukup besar dan mampu
INSPIRASI
menjamin kelangsungan pembiayaan dalam jangka panjang? Bagaimana kelanjutan 72 siswa miskin yang sudah terlanjur masuk dan bersekolah? Bagaimana penempatan mereka selulus nanti? Nanti akan kita teiliti. Kalau pendapat sementara saya, kita selamatkan yang 72 anak ini hingga lulus dan ditempatkan. Selanjutnya, jika memang tak ada dana memadai baik dari APBD, donatur maupun lain‐lainnya, ya kita buka saja sebagai sekolah umum. Jadi yang ekonominya mampu tetap boleh masuk dengan tetap membayar. Ini untuk subsidi silang. Toh ini sekolah negeri saya yakin peminatnya tetap banyak. Kalau yang seperti ini saya rasa lebih rasional dan lebih mudah diaplikasikan. Apa lagi program yang akan ditinjau ulang? Bantuan satu juta satu RT. Akan kami kaji lagi. Satu juta itu kecil untuk satu RT, cepat habis dan saya khawatir ini justru bernilai konsumtif. Meski kecil, kalau ditotal itu besar sekali karena RT kita sampai dua ratusan. Adanya program yang ditinjau ulang apakah berarti sebenarnya Bapak tidak sepakat dengan program ini sebelumnya? Oo..bukan begitu. Saya sepakat. Itu bagus. SMK Dhuafa dan bantuan satu juga satu RT bagus. Hanya saja saya ingin ini dikaji lagi. Dilihat aspek manfaat, resiko dan sebagainya. Biar tujuan awal lebih bisa tercapai, tetap berlangsung tapi dengan metode lain atau strategi lain. Metode lain, seperti apa misalnya untuk satu juta satu RT? Jadi begini, kita buat analisa SWOT, kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancamannya. Misal untuk bantuan satu juta satu RT, kita lihat lagi, bagaimana kalau misal bantuan ini diberikan setiap lima tahun sekali? Atau bagaimana kalau bergilir? Nanti kita kaji secara ilmiah, dilihat juga aspek sosial, ekonomi dan budaya. Jangan sampai salah kebijakan. Intinya, tujuan tetap sama, tapi kita cari formula yang lebih efektif, tetap membantu masyarakat dan tetap mendidik kemandirian masyarakat. Apa lagi greget yang akan dilakukan Bapak selama dua tahun ke depan?
itu untuk diri sendiri, pemerintah tentunya untuk masyarakat. Boleh digambarkan seperti apa pelaksanaan enterpreneurship birokrasi yang akan Bapak terapkan? Mulai dari hal sederhana. Pertama, meminimalkan pengeluaran yang tidak perlu. Misal lampu, komputer, atau pendingin ruangan kalau sudah tidak dibutuhkan, langsung saja dimatikan. Saya paling tidak senang kalau ruang kantor masih menyala hingar‐bingar sampai malam bahkan dini hari, padahal tak ada seorangpun yang sedang lembur. Ini tidak efisien. Lalu seremonial. Saya tidak suka seremonial yang terlalu banyak. Kalau tidak harus semua kegiatan di seremonial‐kan. Ya seperti tadi, rapat tak harus dibalik meja. Atau peresmian PNPM, ya sederhana saja. Kalau bisa digabungkan ya digabungkan, kalau tidak bisa ya yang sesederhana mungkin tanpa mengurangi makna. Kedua, meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan meningkatkan angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah, angka harapan hidup, serta peningkatan pendapatan masyarakat minimal sesuai atau minimal mendekati Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Jadi akan kita maksimalkan pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan. Ketiga, membiasakan para pegawai dan pejabat memiliki program yang akan dilakukannya setiap harinya, sehingga semua program peerintah secara umum bisa dilaksanakan dengan baik. Jangan sampai ada hari efektif kok nggak ada pekerjaan. Masih banyak seklai lainnya. Kalau mau ditulis semua, nanti majalahnya penuh. Apa harapan Bapak selama memimpin Purbalingga dua tahun ke depan? Saya sangat berharap adanya dukungan dari berbagai pihak. Jajaran di birokrasi, legislatif, pers, masyarakat, dunia usaha, perbankan, pokoknya semua pihak. Karena saya tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Tidak mungkin. Maka dari itu, kerja sama yang baik, komunikasi dan koordinasi yang baik, akan saya upayakan semaksimal yang saya mampu. (cie)
Saya ingin menerapkan enterpreneurship birokrasi. Maksudnya, mengupayakan bagaimana pemerintah ini memperoleh profit. Hanya saja kalau perusahaan profit
Wagub Jateng Heru Sudjatmoko :
'Ibarat Sekolah, Saya Belum Tamat Jadi Bupati Purbalingga' Purbalingga DERAP PERWIRA ‐ Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko, M.Si mengakui dirinya belum bisa berbuat banyak menyelesaikan tugas‐tugas ketika menjabat sebagai bupati Purbalingga. Heru mengibaratkan, jika seperti sekolah, dirinya belum tamat. ”Ibarat sekolah, yang semestinya tamat lima tahun, namun baru saya jalani tiga tahun. Tidak tahu, dapat ijasah atau tidak. Paling tidak ya dapat sertifikat,” ujar Heru Sudjatmoko saat menggelar ramah tamah dengan anggota DPRD, tokoh masyarakat, para kepala desa, pimpinan SKPD, Ormas, organisasi keagamaan, organisasi wanita di Pendapa Dipokusumo Purbalingga, belum lama ini. Heru Sudjatmoko menjadi Bupati Purbalingga mulai 27 Juli 2010. Heru yang berpasangan dengan wabup Sukento Ridho Marhaendrianto, MM semestinya menyelesaikan tugas pada 27 Juli 2015 mendatang. Namun, Heru mencalonkan diri sebagai wakil Gubernur Jateng melalui PDI Perjuangan pada tahun 2012. Heru
yang dipasangkan dengan Ganjar Pranowo akhirnya terpilih sebagai gubernur Jateng pada Pilkada 26 Mei 2013 dan resmi dilantik sebagai wakil gubernur pada 23 Agustus 2013. Dalam kesempatan itu Heru mengungkapkan, dirinya bersyukur karena banyak belajar dari bupati pendahulunya Triyono Budi Sasongko (Bupati dua periode sejak 2000‐red). Heru mendapat kesempatan menjadi wakil bupati mendampingi Triyono BS untuk periode 2005 – 2010. Pada tahun 2010 Heru mencalonkan diri sebagai bupati Purbalingga. ”Ketika menjadi wakil bupati, saya merasa harus banyak belajar. Ketika menjadi bupati, rupanya tidak selesai bagi saya untuk belajar” ujar Heru yang hadir didampingi istri, Ny Sudarli HS. Heru juga menyatakan, dirinya belum banyak mengerjakan tugas‐tugas membangun dan memajukan Purbalingga. Pekerjaan yang dilakukan baru setengah jalan. Heru memohon maaf karena tidak bisa menyelesaikan tugas itu semua. ”Namun, saya yakin, pak
BERSAMBUNG KE HALAMAN 29
6
Derap Perwira
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 7
LAPORAN KHUSUS
Narkoba, Perusak Generasi Muda
Narkoba masih menjadi momok bagi pemberdayaan generasi muda.Bahkan seiring dengan kemajuan peradaban, jenis dan modus pengedarannya semakin bervariasi. Purbalingga sebagai kota kecilpun tak luput dari sasaran mafia obat haram ini.
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Purbalingga, di Purbalingga tercatat 11 orang narapidana dengan kasus narkoba dan sebanyak 10 orang mantan pecandu telah menjadi peserta program pendampingan. Tapi, Kepala Sub Bagian Tata Usaha BNN Kabupaten Purbalingga Asih Yuli Astuti mengatakan sebenarnya hampir di setiap sekolah utamanya setingkat SLTA, terdapat siswa yang mengkonsumsi narkoba. “Rata-rata mereka menggunakan dextro. Dextro ini mudah sekali didapat di toko-toko obat karena obat ini sebenarnya hanya obat batuk biasa, hanya saja disalahgunakan dengan cara meminumnya dalam jumlah yang banyak,” jelasnya. Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) AKBP I Ketut Suwastra Adnyana melalui Kepala Bagian Sumber Daya Polres Purbalingga Jemino menyatakan sepanjang tahun 2012, Polres Purbalingga mencatat sebanyak 13 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 18 orang. Hingga pertengahan tahun 2013 ini, telah terjadi 6 kasus dengan 8 tersangka. “Makanya jangan terlena, Purbalingga kelihatan tenang, damai. Jangan sampai tahu-tahu ada satu rumah dipakai sebagai pabrik narkoba,” ujarnya. Jemino menyampaikan peredaran narkoba di Purbalingga sebagian besar hasil limpahan dari daerah lain, seperti Purwokerto terutama Baturaden, atau kurir yang akan membawa narkoba ke Semarang atau Jakarta. Ada tiga jenis narkoba yang kerap ditemukan, yaitu ganja, shabu-shabu dan extacy.
Achmad Ichsan, berdasarkan ada kecenderungan anak-anak pendiam, pemalu dan kurang bergaul menjadi sasaran para pengedar narkoba. Selain untuk mengkonsumsinya, anak-anak pemalu dan pendiam ini juga relative aman dijadikan pengedar karena sifatnya yang tertutup. “Sifat tertutup ini membuat bandar narkoba tak terlalu khawatir informasi bocor. Anak-anak ini biasanya takut dengan 'atasan' dan cenderung setia dan loyal,” ungkapnya. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya seperti anak-anak korban perceraian, anakanak yang kedua orang tuanya kelewat sibuk atau anak-anak yang menjadi korban kekerasan juga menjadi sasaran empuk peredaran obat haram ini. Mereka mencari kesenangan untuk melupakan kesedihannya, tapi dengan cara yang keliru. “Karenanya, keluarga terutama orang tua menjadi benteng pertahanan pertama agar anak-anak selamat dari penyalahgunaan narkoba,” tegasnya kyai muda yang dikenal dengan metode merebus pasien pecandu narkobanya dengan air mendidih di atas api menyala. Sementara itu, Asih mengatakan BNN Kabupaten Purbalingga sejauh telah cukup gencar melakukan berbagai upaya preventif untuk menanggulangi peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Purbalingga. Mulai dengan melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah bekerjasama dengan instansi terkait, sosialisasi melalui media wayang kulit, bazzar hingga jalan sehat dan festival band. “Kita juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan tes urin seperti dengan kampus, sekolah, perkantoran dan sebagainya. Poster dan pamflet juga kita sebarkan. Segala upaya yang harus dilakukan, telah kami upayakan,” jelasnya. Rehabilitasi Bukan Penjara Wakil Bupati Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto MM mengatakan pihaknya benar-benar serius dalam menangani masalah narkoba ini. Karena narkoba jelas-jelas musuh generasi muda. Jika dibiarkan, maka akan terjadi The Lost Generation, yang mana muncul generasi yang tidak bisa diharapkan apapun darinya karena fisik dan mentalnya telah hancur karena narkoba. “Upaya preventif melalui BNN dan lintas sektor terus kita laksanakan. Untuk yang sudah terlanjur kecanduan, segera kirim ke panti rehabilitasi. Tidak usah dipenjara selama dia tidak mengedarkan narkoba,” tegasnya. Menurut Wabup Sukento, para pecandu narkoba lebih membutuhkan rehabilitasi daripada penjara. Di Purbalingga sendiri telah ada dua panti rehabilitasi narkoba yakni di Desa Karangsari Kalimanah dan Desa Bungkanel Kecamatan Karanganyar. Keduanya telah terbukti sangat membantu penyembuhan dari kecanduan narkoba. Wabup bahkan meminta semua pihak bekerja sama untuk mengantispasi ini. Masyarakat harus rajin melapor jika menemukan indikasi penyalahgunaan dan peredaran narkoba sehingga pecandunya bisa tertolong, peredarannya bisa dihentikan. (cie)
Dari Keluarga Menurut Pemilik Panti Rehabilitasi Narkoba Nurul Ichsan Al Islami Desa Karangsari Kecamatan Kalimanah, Kyai
8
Derap Perwira
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Kisah Mantan Pecandu Shabu-shabu
LAPORAN KHUSUS
Tebus Dosa, Ingin Buat Panti Rehabilitasi Tak mudah baginya melepaskan diri dari jeratan narkoba. Setelah keluar masuk penjara dan panti rehab, pria 30 tahun ini bertekad mendirikan panti rehabilitasi narkoba dan 'mengembalikan' teman-teman yang pernah dijerumuskannya.
Sebut saja namanya Panca. Terlahir dari keluarga kaya raya, namun miskin perhatian dan kasih sayang orang tua. Kedua orangnya pebisnis yang sangat sibuk. Ayahnya sering berpergian ke luar kota. Ibunya setiap hari berangkat sebelum dia bangun, dan pulang setelah dia tertidur. Berbeda dengan dua kakak laki-lakinya yang supel dan senang berpergian dengan teman-temannya, Panca termasuk tipe anak rumahan yang kalem dan pemalu. Dia selalu merasa kesepian sepulang sekolah. Sebagai penghibur, dia ajak teman-temannya main ke rumah. Tak banyak temannya yang menolak. Siapa tak betah main di rumah yang fasilitasnya lengkap dengan tuan rumah yang memiliki uang berlimpah? “Dari teman-teman yang datang ke rumah itulah saya mengenal narkoba. Saya pernah coba putaw, ganja, ekstasi, shabu-shabu dan macemmacem lainnya. Tapi, diantara narkoba itu, saya paling cocok sama shabu. Saya merasa on terus, bergairah terus,” ungkap laki-laki yang lahir dan dibesarkan di sebuah kota besar di Jawa Timur. Tanpa sepengetahuan orang tua dan kedua kakaknya, Panca telah menikmati narkoba sejak kelas 1 SMP. Diapun mulai sering begadang sampai dini hari bersama teman-temannya. Karena selalu di rumah, kedua orang tuanya tak curiga atau melarang temanteman Panca bermain bahkan menginap. “Mungkin orang tua saya
merasa aman-aman saja karena saya nggak kemana-mana. Pengedar narkoba kan teman-teman saya juga, mereka datang sesuai pesanan saya. Narkoba dimasukkan ke saku, mana bisa curiga?” ujar mantan pecandu yang mengaku tak pernah merasakan sakaw. Ya, Panca tak pernah sakaw karena tak pernah sekalipun kekurangan uang untuk membeli narkoba yang diinginkan. Meskipun uang saku yang diberikan orang tuanya termasuk berlebih untuk anak seusianya, tapi setiap saat Panca meminta uang, kedua orang tuanya tak pernah sekalipun menolak. “Orang tua saya mungkin merasa bersalah karena tak punya waktu bersama saya. Mereka pikir, dengan uang itu cukup bagi saya,” tuturnya. Dengan shabu-shabu, meskipun begadang sampai dini hari, Panca tak pernah mengantuk selama di sekolah. Sehingga para gurunyapun tak pernah curiga. Apalagi di sekolah, Panca yang pendiam dan tidak pernah neko-neko, juga relatif bisa mengikuti pelajaran dengan baik meskipun bukan termasuk jajaran anak-anak cemerlang. Usaha Karung dan Rumput Laut Saat duduk di bangku SMA, kebutuhan Panca akan narkoba semakin meningkat. Uang yang diberikan orang tuanya meski sudah cukup berlebih, masih dirasakan kurang. Jika pada awalnya dia konsumsi shabu hanya ¼ gram sekali dalam seminggu, semakin lama dosis maupun frekuensinya terus bertambah. “Akhirnya orang tua saya mulai curiga. Tapi saya bilang, kalau saya ingin latihan usaha. Saya bilang kalau mau usaha jual beli karung dan rumput laut. Orang tua saya malah kasih uang banyak sekalian untuk modal. Jadi, mau tidak mau saya harus realisasikan apa yang saya bilang,” ungkapnya. Pancapun memulai usahanya. Hebatnya, meski belum berpengalaman, usaha yang dirintisnya cepat sekali berkembang. Apalagi untuk ukuran anak sekolahan. Wilayah pemasarannyapun semakin luas. Bahkan Panca tak pernah lagi meminta uang kepada orang tuanya, termasuk untuk membeli narkoba. Namun, sepandai-pandainya
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
tupai melompat, akhirnya akan jatuh juga. Sang ibupun memergokinya sedang mengkonsumsi shabu. Sang ibu sangat sedih dan semakin merasa bersalah. Pancapun dikirim ke panti rehabilitasi. Bukannya sembuh, sepulang dari panti rehabilitasi, Panca justru semakin lihai berbohong karena orang tuanya mulai memperketat pengeluaran untuknya. Di depan orang tuanya dia tampak telah sembuh dari perngaruh narkoba. Diapun tampak tak pernah lagi bergaul dengan teman-teman yang dianggap menjerumuskan. Padahal, justru saat itu, dia juga termasuk pengedar yang sukses menjerat banyak sekali teman-temannya. “Saya malah semakin liar. Teman-teman banyak yang saya pengaruhi dan akhirnya jadi pecandu. Saya juga terjebak seks bebas. Tidak tanggungtanggung, saya booking pelacur-pelacur berkelas di hotel-hotel mewah. Ternyata lebih mudah jualan narkoba daripada jualan karung. Tidak cape, cuma dibawa dengan dimasukkan ke saku, udah dapat uang miliaran,” paparnya enteng. Pancapun menjadi salah satu target kepolisian. Pada akhirnya diapun dijebloskan ke penjara. Keluar dari penjara bukannya jera, dia justru memiliki jaringan yang lebih luas dan lebih profesional. Orang tuanya semakin khawatir karena di rumah, Panca terang-terangan menggunakan narkoba. Diapun kembali dikirim ke panti rehabilitasi yang berbeda dari sebelumnya. “Diburu polisi, masuk penjara, keluar, masuk panti rehabilitasi, keluar, diburu polisi…ya seperti itulah. Lama-lama saya cape juga. Saya bener-bener ingin tobat, ingin berhenti,” terang mantan napi yang pernah satu sel dengan Roy Marten ini. Panca paham, selama dia masih bergaul dengan lingkungan pecandu, selama itu pula dia tak akan bisa terlepas dari belenggu narkoba. Diapun mencari panti rehabilitasi yang tidak menggunakan obatobatan dalam terapinya dan jauh dari keramaian kota. “Disinilah saya merasa tenang. Saya bersyukur cepat sembuh dan bisa membantu petugas panti dalam mengurus teman-teman yang masih harus terapi,” tuturnya. Di panti rehabilitasi yang sekarang, Panca memperoleh kasih sayang dari para petugas panti yang telah dianggap sebagai ayah dan ibunya. Dia ikhlas membantu petugas panti memandikan atau menceboki teman-temannya yang masih terapi ketat dari pengaruh narkoba. “Saya bahagia disini. Saya ingin sekali membuat panti rehabilitasi juga nanti kalau pulang. Saya ingin memulihkan lagi kondisi teman-teman yang dulu pernah saya jerumuskan. Saya ingin menebus dosa,” harapnya. (cie)
Derap Perwira 9
LAPORAN KHUSUS
Achmad Ichsan Maulana Pendiri Ponpes dan Panti Rehabilitasi Narkoba
Dirikan Panti Rehabilitasi Karena Kakak Tak sulit menemukan Pondok Pesantren dan Panti Rehabilitasi Narkoba “Nurul Ichsan Al Islami”. Dari SMA Santo Agustinus terus saja kearah barat sampai mentok di pertigaan Balai Desa Karangsari Kecamatan Kalimanah. Lokasi tepat di seberang barat balai desa. Memasuki lokasi yang teduh di bawah rimbun pepohonan, kondisi pesantren tampak sederhana dan masih terkesan tradisional. Tapi siapa sangka disinilah ratusan pecandu narkoba dari yang ringan sampai berat, dapat sembuh dan mampu bersosialisasi secara mandiri. Dialah Achmad Ichsan Maulana yang menjadi pendiri sekaligus pemilik dan pengasuh panti rehabilitasi narkoba ini. Kyai Ichsan, begitu dia akrab disapa, dikenal menggunakan metode unik dalam merehabilitasi para santri dari ketergantungan narkoba yakni dengan merebus pecandu narkoba ke dalam air mendidih. Pria kelahiran 29 Desember 1973 ini mendirikan panti rehabilitasi sekitar tahun 2007. Awalnya, dia membuka pondok pesantren untuk anak-anak muda. Diapun menerima pasien-pasien pecandu. Namun yang terjadi, para pecandu ini sering memancing keributan dan membuat para santri lainnya tidak betah. Kemampuannya mengobati para pecandu didapatnya dari Kitab Thibbin Nabawi yang dipelajarinya selama 'nyantri' di Banten. Saat itu ustadz yang membinanya menurunkan semua ilmu pengobatan padanya, termasuk ilmu pengobatan tradisional lokal. “Saya kesana awalnya nganter kakak yang memang pecandu. Sekalian nyantri dan malah belajar ilmu pengobatan rasul juga,” jelasnya. Bungsu dari 9 bersaudara ini termasuk getol mengobatkan kakaknya ke berbagai pusat rehabilitasi. Dari mulai yang medis hingga yang herbal. Dari Ciamis, Tasikmalaya, Banten hingga Tulungagung. Ternyata kesembuhan kakaknya dari pengaruh narkoba justru didapat di rumah, setelah dengan telaten, Ichsan mempraktekkan ilmu yang diterimanya dari sang ustadz. “Nggak mudah lho mengatasi kakak saya karena dia sukanya oplosan. Suka ngamuk. Jadi untuk direhab memang perlu paksaan. Untung saya punya jurus totok pencak silat yang saya pelajari saat nyantri di Jawa Timur,” ujar ulama nahdiyin yang telah lekat dengan ilmu agama sejak kecil. Mengetahui kakaknya seorang pecandu narkobapun sebenarnya tanpa kesengajaan. Waktu itu, Ichsan masih nyantri di Jawa Timur dan mendapat tugas mencari dana ke Jakarta untuk membangun perluasan pesantren. Sampai di Grogol, Ichsan dicopet. Tidak terima, Ichsan mengejar copet itu dan memberinya 'pelajaran'. Ternyata tak berapa lama teman-teman si copet ini berdatangan. Ichsanpun dikeroyok. Tapi beruntung, meski
10 Derap Perwira
Karena mengikuti proses rehabilitasi kakaknya yang pecandu berat narkoba, Ichsan terpanggil untuk mendirikan panti rehabilitasi di Purbalingga. Dengan modal keyakinan akan pertolongan Yang Maha Kuasa, panti rehabilitasi narkoba yang gratis untuk semua latar belakang ekonomi ini terus berkembang dan menjadi panti rehabilitasi andalan Badan Narkotika Nasional. terluka, justru Ichsan yang memenangi pertempuran. “Saya akhirnya minta dipertemukan sama ketua geng preman yang mimpin kawanan copet itu. Setelah ketemu, kami sempat duel. Tapi pas saya mau menusuk dia pake pecahan botol, saya kaget lihat wajah dibalik rambut gondrong itu. Nggak tahunya kakak saya sendiri. Dia juga kaget karena pangling, saya juga gondrong waktu itu,” kenangnya. Akhirnya, Ichsan justru menginap di markas preman Grogol itu. Dia baru menyadari, selain minum-minuman keras, kakaknya juga mengkonsumsi aneka ragam narkoba. Diapun membujuk agar kakaknya mau direhabilitasi. Tapi tawaran itu selalu ditampiknya mentah-mentah. Sampai akhirnya sang kakak terpaksa 'dilumpuhkan' dengan ditotok jalur darahnya, meski setelah di panti sempat berkali-kali mencoba kabur. Mendirikan Panti Setelah sukses merehabilitasi kakaknya sendiri, Ichsanpun menerima pasien-pasien pecandu narkoba. Dia tak pernah memungut biaya sama sekali, meskipun sebagian besar pasiennya dari kalangan orang berlimpah harta. “Pernah ada seorang kaya raya dari Lubuklinggau membawa sekoper uang sambil bilang, 'Kamu butuh berapa sampai anakku sembuh?'. Langsung saya tolak, karena saya tak mampu menjamin atau mendahului ketentuan Allah. Alhamdulillah anak itu cuma butuh 90 hari untuk sembuh total. Orang tuanyapun bilang terima kasih, tapi saya cukup puas dan bahagia mendengarnya,” ungkapnya. Sampai saat ini telah ratusan pecandu yang berhasil disembuhkannya. Baik berat maupun ringan, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang jawa maupun luar jawa. Bahkan ada juga yang berasal dari Singapura. Rata-rata hanya membutuhkan waktu 3 hingga 8 bulan untuk sembuh. Tapi ada juga yang butuh waktu sampai 1 bahkan 3 tahun. “Biasanya kalau yang bobrok atau berat sekalian malah cepat sembuhnya. Tapi yang nanggung-nanggung malah sulit. Karena
yang nanggung-nanggung ini pintar sekali bohong,” jelasnya. Bohong memang menjadi karakter yang sulit dilepaskan dari para pecandu narkoba. Berkali-kali Ichsan berhasil dikelabui, termasuk soal uang. Para pasien yang meski berlatar kehidupan yang kaya, tapi mereka tidak diijinkan membawa barang berharga termasuk uang. Merekapun sering minta uang pada Ichsan dnegan dalih untuk beli shampoo, sabun atau lainnya. Ternyata tidak untuk beli, hanya ditabung untuk bekal kabur. Herbal dan Spiritual Dari pengalamannya menemani proses rehabilitasi sang kakak, Ichsan menyimpulkan jika kecanduan obat tak bisa disembuhkan dengan obat. Sebaliknya, racunracun akibat obat itu harus dikeluarkan dulu, baru kemudian proses penyembuhan dan pemulihan fungsi organ-organ penting. “Selama 41 hari pertama, pecandu saya gelontor herbal dulu. Herbalnya perpaduan herbal rasul dengan herbal lokal, meliputi kurma ajwa, suruh wulung, madu, kapulaga, kelapa muda yang hijau dan daun papaya. Kalau parah, nggak cuma daunnya, tapi juga buah pepayanya, pohonnya sampai seakar-akarnya,” paparnya. Setelah 41 hari ditempa herbal, para pecandu umumnya sudah mulai tenang. Sehingga sudah bisa mengikuti tahapan berikutnya, yakni proses perebusan. Umumnya para pecandu akan direbus lima hingga tujuh kali dalam tiga bulan. “Jam 4 sore, saya sudah mulai ngrebus air dicampur ramuan herbal. Direbusnya sampai jam 7 malam, baru para pecandu masuk bergantian,” jelasnya. Proses perebusanpun mengalami tahapan. Bagi mereka yang pemula, akan direbus sekitar tujuh hingga 10 menit. Bagi yang telah lama, antara 20 hingga 25 menit. Selain perebusan, mereka juga akan dimandikan setiap sakaw, dan dipeluk dengan kasih sayang. Bagi perempuan, ada petugasnya sendiri yang melakukan ini.
Tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya, akan menjadi pengasuh para pecandu narkoba di panti rehabilitasi. Meskipun pada awalnya harus muntah-muntah dan tidak doyan makan sampai beberapa hari, Kuswati (43) mengaku tak bisa lagi melepas profesi yang dicintainya ini.
LAPORAN KHUSUS
Kuswati - Perempuan Pengasuh Pecandu Narkoba
Mereka Panggil Saya Bunda” Bagaimana awalnya Anda bisa jadi pengasuh para pecandu narkoba ini? Dulu Pak Kyai (Achmad Ichsan) pernah mengisi pengajian di tempat kami. Selesai ceramah, beliau bilang kalau lagi membutuhkan sekali petugas pengasuh pecandu narkoba perempuan karena beliau sekarang punya pasien perempuan. Saya jadi tertarik, ingin beramal sholeh. Kebetulan anak saya juga nyantri di pondok pesantrennya. Apa putra ibu juga pecandu narkoba? Bukan. Anak saya baik-baik saja. Karena sebelum jadi panti rehabilitasi, rumah Pak Kyai itu ya pondok pesantren untuk anak-anak non pecandu. Setelah pondok pesantren itu jadi panti rehabilitasi, anak saya ternyata mengabdi disana, menjadi pengasuh para pecandu. Saya mendengar cerita-ceritanya kok jadi kasihan sama para pecandu itu. Saya pengen sekali membantu. Bagaimana kesan pertama waktu ibu menjadi pengasuh pecandu narkoba? Awalnya saya jijik. Bagaimana tidak, mereka sudah dewasa, tapi kencing disitu, berak disitu, malah beraknya buat cuci muka. Pernah juga saya menemui yang sedang onani. Saya memang sudah berkeluarga, tapi lihat cairan begitu, berantakan dimana-mana, tetep lah saya jijik. Yang perempuan juga, saya harus bersihin darah mens-nya. Saya sampai muntah-muntah hari pertama kerja. Sampai nggak doyan makan beberapa hari. Lalu, apa yang membuat ibu tetap bertahan menekuni pekerjaan ini? Yah karena setiap hari dilakoni, lama-lama terbiasa. Lama-kelamaan saya merasa kasihan sama mereka. Mereka perlu saya tolong. Mereka hanya salah bergaul, kurang kasih sayang. Akhirnya naluri keibuan sayapun muncul. Apalagi waktu ada seorang gadis pecandu yang memandang saya terus lalu memeluk saya sambil memanggil saya Bunda. Saya terharu. Dia panggil saya bunda, padahal saya tidak melahirkannya. Sejak saat itu, saya sayangi mereka seperti anak saya sendiri. Apakah ibu hanya mengasuh pecandu yang perempuan? Oh, tidak. Karena jumlah pecandu lebih banyak laki-laki, sementara jumlah pengasuh laki-laki juga terbatas, saya tetep harus turun tangan. Apakah ibu tidak malu, risih atau takut karena yang diasuh itu kan laki-laki dewasa? Ya, malah ada yang usianya 40 bahkan 50 tahun. Tapi bagi saya mereka tetap anak-anak saya. Toh saya bekerja mengasuh mereka juga di bawah pengawasan, jadi nggak mungkin mereka mau macemmacem. Mereka juga menganggap saya sebagai ibu mereka. Karena pada dasarnya mereka hanya butuh teman bicara, teman untuk mendengarkan keluh kesah, membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Bagaimana pendapat suami ibu tentang profesi ibu
sekarang? Apakah suami tak pernah cemburu? Nggak pernah cemburu. Malah mendukung sekali. Karena disini anak semata wayang saya juga petugas pengasuh. Suami saya juga aktif dalam penyuluhan anti narkoba. Jadi keluarga kami memang sudah total disini. Mungkin ini memang sudah jadi garis hidup kami. Apakah ibu tidak tertarik bekerja dengan profesi lain yang lebih minim resiko atau lebih besar gajinya? Saya bekerja disini tidak digaji. Saya ikhlas. Semata-mata ingin membantu mereka. Sebagai ibu dari mereka. Mereka selalu ada dalam pikiran saya. Bahkan kalau saya sedang ada kepentingan, misal kondangan, pulangnya saya telpon Pak Kyai, apa ada yang belum dimandikan. Kalau ada, saya langsung meluncur. Bagi saya, mungkin
ini cara saya beramal sholeh untuk bekal nanti di akhirat. Apa yang ingin ibu sampaikan kepada para ibu agar anaknya tidak terjebak narkoba? Saran saya cuma satu, berikan perhatian, waktu dan kasih sayang kita sepenuhnya untuk anak-anak kita. Hindari perceraian kalau bisa. Karena apapun alasannya, perceraian yang jadi korban tetap anak-anak. Jadilah teman yang menyenangkan untuk mendengar cerita mereka, tentang apa yang seharian mereka lakukan, bagaimana perasaannya, apakah ada permaslahan. Jadi kalau setiap ada suatu masalah, langsung bisa dicarikan solusinya. Mereka tidak perlu mencari solusi pada teman-temannya atau orang lain, yang bisa jadi hanya menyesatkan. Pokoknya bahagiakan anak, sehingga dia tidak mencari kebahagiaan di luar. (cie)
Biodata Singkat: Nama lengkap : Kuswati, Tempat dan tanggal lahir : Purbalingga, 13 November 1970, Alamat : Desa Klapasawit Kecamatan Kalimanah, Nama suami : Suharso
BERSAMBUNG KE HALAMAN 14
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 11
Di Purbalingga sudah sangat marak seks bebas/ seks pra nikah di kalangan remaja. Data Pengadilan Agama menunjukkan dari seluruh kasus perceraian, 60 persennya dilatarbelakangi pernikahan dini karena terjadi kehamilan akibat seks pra nikah. Data Kepolisian menunjukkan mulai bermunculan kasus-kasus pembunuhan yang berlatar belakang seks pra nikah seperti yang terjadi di Buper Munjuluhur dan Kalimanah. bahkan belum lama seorang remaja 10 tahun asal Candinata Kutasari sudah melakukan hubungan seks dengan anak-anak usia di bawahnya (8-9 tahun). Apa pendapat Anda terhadap fenomena ini?
LAPORAN KHUSUS Berawal dari tukar menukar nomor HP saat pertama kali ketemu di jalan, berlanjut sms-an, gadis berparas manis itupun dengan suka cita menyambut janjian bertemu dengan kekasih yang belum benar-benar dikenalnya. Entah karena mabuk kepayang atau termakan bujukan, mahkota keperawanan yang seharusnya dijaganyapun rela dia serahkan begitu saja.
Seks Bebas Makin Marak? Ade Okta R - Wiraswasta
Lindungi Anak dari Candu Seks! Dan setelahnya, setiap bertemu, hubungan yang selayaknya hanya dilakukan suami istri kerap mereka lakukan. Sampai kehamilan tak diinginkanpun terjadi. Sang gadis menuntut pertanggungjawaban kekasihnya. Tapi kenyataan pahit harus ditelannya. Sang kekasih yang selama ini dikenal lembut dan romantis berubah menjadi garang dan tak mau bertanggung jawab. Baru disadarinya, ternyata kekasihnya telah beristri dan beranak. Merekapun bersepakat menggugurkan kandungan. Uang telah dikeluarkan, janin tak juga hancur. Keduanya ditimpa kegalauan. Pertengkaran hebatpun terjadi. Sang gadis tak menyangka, di tangan pujaan hatinyalah, dia meregang nyawa. Sang kekasih tega menikamnya dengan pisau, memukul kepalanya dengan batu dan menggeletakkan jazadnya begitu saja di toilet sebuah bumi perkemahan. Inilah kisah tragis yang dialami Ana, gadis 20 tahun asal Desa Cipaku Kecamatan Mrebet yang penemuan mayatnya di Bumi Perkemahan Munjuluhur menggemparkan warga Purbalingga. Kisah senada juga dialami Rumiyati, sebut saja begitu. Tapi tak setragis Ana. Sang kekasih yang menghamilinya bersedia menikahi Rumiyati. Hanya saja, dalam bahtera rumah tangga yang mereka kayuh selama dua tahun, tak ada peran apapun dari sang suami. Tak ada nafkah, bahkan kepala rumah tangga itu lebih senang nongkrong bersama temanteman remajanya. Rumiyati mengenal sang suami berawal dari jejaring sosial. Merekapun terikat cinta kasih meski belum pernah sekalipun bertemu. Anehnya, begitu bertemu, mereka langsung berhubungan layaknya suami istri. Ana dan Rumiyati hanyalah segelintir dari kisah remaja putri yang rela menyerahkan kesuciannya karena dibutakan cinta. Pertanyannya, mengapa remaja mudah sekali terjebak seks pra nikah? Psikolog Dyah Astorini Wulandari Psi Msi mengungkapkan remaja sangat rentan informasi yang salah tentang seks. Informasi yang salah itu biasanya sangat mudah didapatkan di media massa baik itu televisi, internet, majalah dan sebagainya, atau obrolan dengan sesama teman, atau dari kekasihnya sendiri. “Banyak sekali tayangan sinetron atau film yang mengarahkan remaja pada cinta kilat dan berujung pada seks bebas. Seolah-olah yang namanya hubungan percintaan itu harus pakai acara peluk-pelukan, cium-ciuman sampai bersetubuh,” ungkap psikolog yang sangat konsen pada dunia remaja ini. Dyah mengatakan remaja-remaja yang rentan informasi yang salah ini disebabkan kurangnya informasi yang benar yang seharusnya dia dapatkan dari keluarga, khususnya orang tua. Banyak orang tua yang merasa sudah cukup memperhatikan anak dengan hanya menyekolahkannya dan memenuhi kebutuhan pangan sandang dan papan. Padahal anak-anak seringkali
12 Derap Perwira
membutuhkan teman bertukar cerita, berkeluh kesah atau bertanya. “Jika tidak ia dapatkan di rumah, dia akan mencarinya di luar rumah. Ya kalau yang didapatnya itu benar. Nah seringkali yang didapatnya itu justru yang salah,” ungkapnya. Menurut Dyah, sebenarnya orang tua sangat bisa membentengi putra-putrinya agar terhindar dari seks bebas atau seks pra nikah. Orang tua harus memberikan pendidikan seks sedini mungkin kepada anak-anaknya. “Pendidikan Seks itu bukan mengajari anak melakukan hubungan seks. Tapi sebaliknya, agar mereka menjaga organ-organ seks-nya sehingga tidak terjebak dengan perilaku seks bebas atau sks pra nikah,” ungkapnya. Pendidikan seks pada anak-anak balita dimulai dengan hal-hal sederhana seperti selalu berpakaian yang sopan di rumah, mengenal bagian tubuh mana saja yang boleh disentuh, siapa saja yang boleh menyentuh, dan membiasakan anak-anak mandi di kamar mandi yang tertutup dan berpakaian lengkap sekeluarnya. “Sebaiknya, orang tua tidur terpisah dengan anak-anaknya. Kalaupun belum memungkinkan, tolonglah kalau bapak dan ibu sedang berhubungan intim, agar pindah ke kamar lain yang tertutup, meskipun anak dalam keadaan tidur,” paparnya serius. Orang tua tak boleh panik ketika anak mulai kritis bertanya tentang seks. Seperti dari mana asalnya adik, kenapa orang bisa hamil, kenapa 'punya' laki-laki beda dengan perempuan, dan sebagainya. Atau ketika anak beranjak remaja bertanya tentang hubungan seks atau menceritakan ketertarikannya pada lawan jenis. “Justru saat anak bertanya itu, saat yang tepat bagi bapak dan ibu menyampaikan informasi yang benar dengan bahasa yang mudah mereka pahami,” terang perempuan berkerudung ini tegas. Ketika orang tua marah begitu mendengar pertanyaan anak, maka anak akan takut untuk bertanya apalagi bercerita. Anak akan menutup diri. Tapi rasa penasaran anakanak remaja tidak akan terpuaskan sebelum mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. “Akhirnya mereka ngobrol sama temannya. Temannya itu jawab ngawur atau dia jawab sesuai yang dia baca dan belum tentu benar. Atau dia buka sendiri internet, malah akhirnya nemu foto-foto mesum, dan akhirnya ingin mencoba dan seterusnya,” tambahnya lagi. Dyah berkeyakinan jika sejak dini anak diajari menjaga kehormatannya, menjaga kemaluannya, berpakaian sopan, berkata dan berperilaku sesuai tata karma, maka ketika remaja atau dewasa dia akan selalu ingat dan akan bersikap tegas ketika ada seseorang yang melecehkannya. “Jadi, kalau ada anak gadis kok mau begitu saja dipegang-pegang orang yang baru dikenal, apalagi sampai mau saja diajak
Psikolog Dyah Astorini Wulandari PSi, MSi bersetubuh, saya yakin dia orang tuanya tak pernah membekalinya dengan pendidikan seks atau relasi dan komunikasi antara orang tua dan anak kurang baik,” jelasnya gamblang. Ketika relasi dan komunikasi antara orang tua dan anak sudah baik, anak akan menjadikan orang tuanya sebagai pihak pertama yang akan mendengar ceritanya tentang segala hal. Orang tua yang sabar mendengar cerita dan keluh kesah anaknya, akan membuat anak percaya dan berkata jujur apa adanya. Sehingga, perilakuknya dapat terus dikontrol meskipun anak jauh dari pandnagan mata. “Anak juga butuh didengar, butuh dipeluk, butuh dicium, butuh diperhatikan. Buat anak bahagia tapi bukan dengan memanjakannya,” tuturnya. Berkomunikasi tentang seks dengan anak tak boleh terlalu vulgar tapi juga jangan terlalu menutupi. Misal mengatakan alat kelamin laki-laki dengan sebutan burung. Menurut Dyah, itu hanya akan membingungkan dan menyesatkan. Candu Seks Dyah mengatakan seks itu ibarat candu bagi anak-anak remaja yang belum menikah. Sekali mereka mencoba, maka akibatnya akan lebih parah dari narkoba. Sebab, sampai sekarang belum ditemukan terapi yang efektif untuk mengatasi anak-anak muda yang kecanduan seks. “Anak yang sudah mengenal hubungan seks jauh sebelum usia semestinya, akan sulit sembuh dari candu seks. Dan ini tentu sangat berbahaya,” tegasnya. Anak yang kecanduan seks akan terus berupaya memenuhi hasrat seks-nya. Dia menjadi sangat rentan terkena penyakit seks menular bahkan HIV/AIDS yang mematikan itu. Kasus aborsi semakin meningkat. Padahal ibu dari bayi yang digugurkan paksa, bisa mengalami perdarahan hebat yang berujung kematian. Anak menjadi kurang bertanggung jawab dan cenderung tidak berprestasi. “Banyak juga perempuan muda yang terpaksa menikah dini tapi ujung-ujungnya mereka bercerai karena memang belum siap menikah. Lalu bagaimana nasib anak-anak mereka?” ujarnya prihatin. Tak ada yang efektif untuk mencegah kecanduan seks pada anak-anak, kecuali perhatian dan kasih sayang orang tua. Orang tua juga harus membekali anak-anaknya dengan pendidikan agama dan moral yang kuat. Ayo, lindungi anak-anak kita dari candu seks! (cie)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Ini mugkin fenomena mudahnya mendapatkn informasi dari internet yang berasal dari gadget, warnet, game online atau sejenisnya, pengawasan ortu yang sudah mulai tidak ketat, yang paling penting kurangnya pelajaran akhlak dan berbudi pekerti luhur serta tenaggang rasa terhadap sesame dan kembali lagi pribadi masing-masing manusianya.
Fitrotul Barokah- Guru Sebagai guru, kasus seks bebas memang sudah langganan terjadi. Upaya pertama razia HP. Untuk kasus pornografi sudah umum. Ada juga kasus sms yg isinya berbau seks. Ada juga yg menggunakan facebook dan meng-add fb seks. Ketika orang tua dipanggil paling-paling terkejut. Mereka mengaku tidak bisa membuka HP anaknya. Mungkin saking canggihnya teknologi, sehingga ortu tidak dibatasi dalam bergaul tetapi diawasi bagaimana mereka bergaul. Disisi lain pengaruh internet sudah masuk dikalangan anak-anak sehingga mereka bisa mengakses hal-hal yang mengarah ke pornografi dengan mudah.
Agus Arifin- Dosen
mampu mengontrol isi HP. Terus lemahnya kendali ortu pada anak perempuan. Ketika si anak keluar rumah melebihi maghrib biasanya dibiarkan saja. Bahkan sampai berhari-hari. Sekolah pernah (bisa lebih dulu) menemukan anak tersebut di salah satu hotel di Purbalingga. Ada juga anak sekolah di Purbalingga yang sudah mangkal di Baturaden. Germo di Purbalingga ada yang spesialis menggaet anak SMP. Gurunya tahu siapa anak tersebut. Tapi Menurut saya ini musibah. "pura-pura" dianggap bukan Terjadi karena generasi tua urusannya. Kadang malah kurang memperhatikan bahkan mereka lebih sibuk jika hasil try mengabaikan yang namanya pergaulan remaja. Para orang tua out jeblok, daripada melakukan konseling pada anak bermasalah. ini tanpa sungkan untuk memberikan izin kepada anaknya Jika ada kasus paling dipanggil terus tidak ada tindak lanjut. Saya untuk berpacaran dengan segala rasa sih perlu ada kerja sama "aktivitas" nya. Mulai dari yang baik berbagai pihak untuk berdalih sebagai penyemangat menangani pelaku seks bebas belajar, tempat curhat, sampai ataupun yang belum kena. pada boncengan kesana kemari, nonton bareng, makan bareng, karaoke bareng, dll. Apalagi anak Nur Mualim - Swasta Penting peran ortu, masyarakat sekarang dimanjakan dengan juga lainnya untuk senantiasa media informasi teknologi mengawasi perilaku anak, perlu dengan gadget-gadget yang meningkatkan akhlak bagi anak. canggih. Segi positifnya banyak tetapi negatifnya juga tidak kalah Saat ini orangtua lebih menekankan pendidikan umum, banyak kalau tidak pandai memanfaatkan yang semestinya. tetapi melupakan pendidikan agama/akhlak. anak tidak perlu
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
LAPORAN KHUSUS ini tidak perlu ada kata COBACOBA, bentengi diri dengan keimanan, kenali diri, hormati orangtua dan bekali ilmu dengan cukup. Ingat remaja, pemegang kendali utama adalah diri kita sendiri. untuk orangtuapun pandai-pandai mengawasi anak (meski bekerja di pabrik waktu lebih lama ketimbang ada dirumah), bolehkan penegasan dan dialog yang baik,dan senantiasa berikan doa-doa terbaiknya untuk anak-anaknya. Nana Ningrum - Guru Acara Sex Educations, manajemen cinta di sekolah yang bisa diselengggarakan oleh sekolah/ lembaga pemerhati remaja.bisa sekaligus dihadiri
Priyo Harmoko - Polisi Kurangnya keimanan, perlunya pendidikan karakter dan moral sejak dini dimulai dr keluarga, perlunya pengawasan dan kontrol dlm menggunakan media orang tua, biar ortunya peduli juga. Narasumber bisa berasal dari dokter, bidan, psikolog plus aspek syariah biar remaja dan masyarakat tidak menganggap Sex Education sebagai sesuatu yang tabu, saru atau bahkan ngajarin yang enggak-enggak. Vivi Astutiseptiningsih - Guru Ada beberapa faktor yg menyebabkan terjadinya seks elektronik maupun informatika. Ortu model sekarang juga kurang perhatikan pendidikan mental, mereka terlalu sibuk dengan dunia, terlalu takut bayangbayang kekurangan materi. Ipung Purwanti - Guru Mohon maaf, remaja dalam hal
bebas, antara lain kurangnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak, kurangnya bekal pendidikan agama yang diperoleh anak, dan perkembangan jaman yang pesat.
Derap Perwira 13
Seks Bebas Makin Marak? Dewi Srisetyowati - Pengusaha Kalau dilihat dari sisi pendidikan, mungkin sudah sangat diperlukan sejak awal pengetahuan tentang bagian tubuh, fungsi, proses dan bahayanya. Melihat kasus anak umur 10 tahun sudah melakukannya, kalau Cuma diberi tahu tapi tidak disampaikan bahayanya sama juga bohong. Dari situ juga bisa dilandasi nilai-nilai agama. Ada kesinambungan mata pelajaran. Selain itu tetap ada pengawan orang tua atau orang dewasa yang bertanggung jawab dalam keseharian anak. Kalau terlalu dikekang akan berontak, kalau terlalu dilepas juga nanti anak jadi di atas angin. Bayu Adi Kusuma - Dosen Ada beberapa factor penyebab seks bebas, yang pertama karena kurangnya perhatian dan kedekatan emosional anak dnegan orang tua dan sebaliknya, lingkungan yang buruk, pemberian uang yang terlalu banyak kepada anak sheingga anak cenderung bermewah-mewahan dan mudah terjerumus, lemahnya Iman,awalnya coba-coba akhirnya ketagihan. Untuk mencegah terjadinya seks bebas yang kain marak, perlu adanya usaha bersama untuk mencegah hal tersebut terjadi. Penyuluhan tentang bahaya seks bebas oleh orang yang kompeten (dokter, bidan, babinsa-koramil, babinkamtibmaspolisi, LSM/ NGO, dll) perlu diberikan kepada anak secara berkala di sekolah-sekolah. Kemudian pendidikan sex janganlah menjadi hal yang tabu, melainkan perlu diberikan kepada anak sesuai dengan tahapan perkembangan/ usia anak, sehingga anak sudah siap untuk menerima materi sesuai dengan mental dan usianya .Dwi Setyani - Guru Kasus seperti itu banyak sekali terjadi. Mereka kebanyakan telah melakukan hubungan seks sejak SMP. Dari pengamatanku, mereka kurang pengawasan orang tua. Disebabkan karena kesibukan orang tua dan kondisi keluarga yang kurang harmonis. Selain itu karena mudahnya mengakses arus informasi dan juga semakin berkurangnya rasa takut dengan dosa dan meremehkan azab Alloh. Mereka menganggap taubat hal yang gmpang dan mudah dilakukan, dan jika sudah bertaubat, mereka anggap hilanglah semua dosa. Miris rasanya, melihat mereka tanpa rasa malu dan tanpa beban apapun bisa dengan mudah melakukan hal itu. Di beberapa kasus, bahkan ada anak sekolah yang menjadikan pelayan seks sebagai profesi, dan ada juga yang jadi mucikarinya. Tapi umumnya pihak sekolah belum berani mengambil tindakan apapun dengan alasan tidak ada bukti apapun. Jadi selama mereka, menjadi siswa yang baik, selalu berangkat tanpa pernah terlambat, ya aman-aman saja. (cie)
14 Derap Perwira
PERTANAHAN
Pemkab Ancam Bongkar
BPN Bagikan Tanah Terlantar Untuk Rakyat
Proyek Tidak Sesuai Bestek Purbalingga ASPIRASI - Asisten Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan Setda Purbalingga, Ir Susilo Utomo MSi meminta agar pelaksanaan kegiatan fisik tahun 2013 dapat selesai tepat waktu. Semua kegiatan fisik diharapkan tidak ada lagi yang putus kontrak, seperti tahun sebelumnya. “Untuk proyek – proyek besar perlu dilakukan percepatan pengerjaan. Termasuk dilakukanya upaya meminimalisasi penyimpangan kualitas seperti tidak sesuai spek dan lainnya. Bila ada yang tidak sesuai spek akan kita bongkar. Hal ini untuk membuat efek jera dan menghindari terjadinya putus kontrak yang justru akan menambah beban pemda dan masyarakat,” tegas Susilo Utomo pada Rakor Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pekerjaan Fisik Pekerjaan Umum tahun anggaran 2013 di Operation Room Graha Adiguna komplek Pendapa Dipokusumo, barubaru ini. Dikatakan Susilo, untuk kegiatan fisik yang belum memenuhi target, akan terus dilakukan evaluasi dan pendampingan secara lebih serius. Untuk proyek senilai Rp 500 juta keatas akan dilakukan evaluasi dua minggu sekali. Bahkan untuk yang nilainya Rp 1 milyar keatas evaluasinya dilakukan mingguan. “Proyek jembatan Linggamas perlu dimonitor secara khusus,” tandaasnya. Sementara itu Kepala
Bagian pembangunan Setda Yani Sutrisno mengungkapkan, berdasarkan laporan dari 34 SKPD yang masuk melalui Bagian Pembangunan Setda per 9 September 2013, realisasi pelaksanaan 1.567 paket kegiatan belanja langsung APBD murni 2013 prosentasenya masih dibawah 50 persen. Termasuk untuk kegiatan yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Tengah, Dana Alokasi Khgusus (DAK) dan APBN. “Terdapat 26 kegiatan yang sedang dikerjakan kontraktor yang mengalami keterlambatan pekerjaan mencapai 5 persen hingga 28 persen dari target yang ditetapkan,” kata Yani. Hingga kini, lanjut Yani, masih ada 7 paket kegiatan yang masih dalam proses lelang dan 4 kegiatan yang belum diajukan ke ULP (Unit Layanan Pengadaan). Proses ini menunggu Petunjuk teknis (Juknis) dari pemerintah pusat yang baru ditetapkan. Wakil Bupati Purbalingga Sukento Ridho Marhaendrianto meminta agar pelaksana kegiatan di SKPD untuk menyampaikan laporan realisasi kegiatan secara lebih cermat dan sesuai dengan kondisi terkini di lapangan. “Laporan kegiatan selain untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan pekerjaan yang tengah berlangsung, juga menjadi dasar pengambilan kebijakan selanjutnya, oleh karenanya harus disampaikan secara cermat,” pinta Wabup. (Hr)
Sambungan dari halaman 10 Dirikan Panti Rehabilitasi Karena Kakak “Selain herbal, kami juga terapkan pendekatan spiritual. Tapi bagi non muslim tak usah khawatir, mereka akan dipersilakan tetap dengan doa sesuai keyakinannya,' ungkapnya. Ichsan mewajibkan para santrinya untuk mengaji, sholat malam dan melakukan amal sholeh sebanyakbanyaknya agar lebih dekat dengan Yang Kuasa. Umumnya, setelah itu hati mereka lebih damai dan tenang. “Mereka juga kami bekali ketrampilan seperti perbengkelan, las, pertukangan dan sebagainya. Agar setelah mereka selesai proses rehab, mereka bisa mandiri dan bersosialisasi secara normal,” tuturnya. Setelah kembali pada
keluarganya masing-masing, para mantan pecandu ini juga terus dipantau Ichsan. Hal ini sebagai ikatan agar mereka tidak lagi mendekati lingkungan buruk yang pernah menjerumuskannya. “Karena ujian paling berat bagi mantan pecandu itu ketika bertemu dengan kawan-kawan lamanya yang masih menjadi pecandu aktif. Mereka sangat mudah tergoda lagi,” imbuhnya. Karenanya, Ichsan selalu menyarankan pada mantan pecandu dan keluarganya untuk mencari lingkungan yang baik dan bertemu dengan orangorang sholeh. Karena bagaimanapun, lingkungan paling menentukan keberhasilan para pecandu ini lepas dari ketergantungan kembali. (cie)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Wabup : “Angger Bisa Sertipikate Aja Kon Sekolah” Purbalingga DERAP PERWIRA- Sertifikat tanah merupakan bukti kepememilikan tanah yang syah sebagai bukti seseorang memiliki tanah, suatu kepemilikan hak atas tanah wajib dibuktikan dengan sertifikat, demikiam Undang-undang No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) menentukan. Misalnya, jika seseorang mengklaim sebagai pemilik sebuah lahan, maka ia harus membuktikannya dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).Selain itu sertifikat juga dapat dijadikan agunan untuk meminjam dana di bank, tapi kalau tidak kepepet atau kebutuhan mendesak sertifikat jangan disekolahkan/dijadikan agunan di bank. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Bupati Purbalingga Drs Sukento Ridho Marhaeendrianto MM saat menyerahkan secara simbolis sertifikat Program Operasional Nasional Agraria (PRONA) di sela Upacara HUT UU Pokok Agraria (UUPA) Ke-53 di Halaman Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Purbalingga baru-baru ini “Angger bisa sertipikate aja kon sekolah” (kalu bias, sertifikat jangan untuk sekolah/untuk agunan di bank) disimpan baik-baik jangan dilipat apa lagi sampai hilang,”pinta Kento. Kepala Kantor BPN Kabupten Purbalingga Khamdan Ambari mengatakan program pertanahan yang dilaksanakan pada tahun 2013 meliputi kegiatan Reforma Agraria dan Legalisasi Aset. BPN Kabupaten Purbalingga Tahun 2013 melaksakanKegiatan Reforma Agraria berupa Redistribusi Tanah untuk petani penggarap di desa Panusupan Kecamatan Rembang sebanyak 150 bidang. Untuk kegiatan Legalisasi Aset berupa pendaftaran tanah melalui kegiatan PRONA sebanyak 2500 bidang meliputi 18 desa dan 7 kecamatan di wilayah Purbalingga, yang pada tanggal 28 Agustus lalu telah dibagikan serentak sejumlah 950 bidang dan sisanya 1550 dibagikan bertahap sampai akhir September 2013. Khamdan juga menambahkan untuk kegiatan Prona UMKM sebanyak 150 bidang, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebanyak 150 bidang, Sertifikasi Massal Swadaya (SMS) sebanyak 217 bidang, sertifikasi petani sebanyak 250 bidang, sertifikasi instansi pemerintah sebanyak 11 bidang dan sisanya srtikasi Wakaf sebanyak 14 bidang. Dalam acara tersebut wabup secara simbolis menyerahkan sertifikat hasil kegiatan Prona untuk Kecamatan Mrebet Desa Lambur 202 bidang Desa Sindang 127 Bidang, Desa Karangklesem Kecamatan Kutasari sebanyak 351, desa Maribaya Kecamatan Karanganyar sebanyak 224, Desa Karangasem Kecamatan Kertanegara sebanyak 243. Sedangkan untuk lintas sector sebanyak 634 di Desa Tunjungmuli Kecamatan Karangmoncol dan untuk sertifkat wakaf satu bidang yaitu Persyarikatan Muhammadiyah. (Humas-Kmn)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Purbalingga DERAP PERWIRA- Sejalan dengan Reformasi Birokrasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI akan menata aset masyarakat, menata akses masyarakat terhadap tanah serta mendistribusikan dan meredistribusikan tanah Negara bekas tanah terlantar kepada rakyat yang tidak mempunyai tanah. Pernyatan tersebut disampaikan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI yang dibacakan oleh Wakil Bupati Purbalingga pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Ke 53 di Halaman Kantor Pertanahan Kabupaten Purbalingga barubaru ini, dihadapan pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) Para Pejabat Pemkab serta segenap jajaran Kantor Pertanahan Kabupaten Purbalingga. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, menyebutkan bahwa reforma agraria merupakan kebijakan pertanahan yang mencakup penatan asset masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap tanah. Masih banyak rakyat yang tidak mempunyai tanah yang luas, sementara disisi lain beberapa perusahaan menguasai tanah yang sangat luas. Oleh sebab itu BPN RI akan mengambil langkah untuk mengambil langkah untuk mengakhiri ketidakadilan ini melalui RUU Pertanahan dan perubahan terhadap PP Nomor 40 Tahun 1996, ujar Hendarman Supandji Hendarman Supandji dalam pidatonya menambahkan, pada saat ini BPN RI fokus melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang menelantarkan tanahnya. Tanah Negara bekas tanah terlantar ini akan
didistribusikan serta akan diredistribusikan kepada rakyat. BPN RI saat ini lebih fokus untuk melakukan penegakan hukum terhadap tanah yang ditelantarkan oleh perusahaan sehingga menjadi tanah terlantar. Tanah terlantar ini menjadi tanah Negara dan akan didistribusikan serta diredistribusikan untuk rakyat yang tidak punya tanah serta digunakan untuk kepentingan program strategis lainya, kata Hendarman Selain itu Hendarman mengatakan bahwa tugas yang dijalankan dalam bidang pertanahan masih belum berjalan maksimal. Saat ini kendala yang dihadapi adalah berkaitan dengan lembaga yang bertanggung jawab di bidang pertanahan yang berbentuk lembaga non-kementrian, dirasakan kurang memadai untuk melaksanakan secara efektif amanat konstitusi yaitu “tanah untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Kepala Kantor BPN Kabupaten Purbalingga Khamdan Ambari mengatakan sebagai wujud kepedulian negara terhadap PNS yang telah berjasa dalam bidang pertanahan/agraria, Presiden RI menganugerahkan tanda kehormatan “Satyalancana Karya Satya” kepada tujuh PNS kantor Badan Pertanahan Kabupaten Purbalingga. Penganugerahan tersebut diberikan oleh Negara dan pemerintah dalam bidang pertanahan atas jasa-jasa pengabdian kejujuran, kecakapan dan disiplin secara terus-menerus paling singkat 10 hingga 20 tahun pengabdian. Penyematan tanda kehormatan secara simbolis dilakukan oleh wabup kepada tujuh PNS kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Purbalingga. (Humas-Kmn)
Derap Perwira 15
Komunitas Hijau
INFRASTRUKTUR
PERTANIAN
Gagas Bapak Asuh Pohon
Perlancar Akses Perkonomian Dua Kecamatan Butuhkan Jembatan Purbalingga DERAP PERWIRA- Untuk memperlancar roda perekonomian pedesaan khususnya aksesibilitas dan mobilitas angkutan barang supaya terjangkau oleh warga pelosok, masyarakat dua kecamatan yakni Kecamatan Pengadegan serta Kecamatan Karangmoncol membutuhkan pembangunan jembatan. Warga Desa Pepedan Kecamatan Karangmoncol dan Desa Tegalpingen Kecamatan Pengadegan khususnya mengharapkan pembangunan jembatan di aliran Sungai Gintung. Pembangunan jembatan sangat mendesak dilaksanakan untuk mempermudah dan memperlancar roda perekonomian di pedesaan khususnya akses dua kecamatan tersebut. Selain itu warga Kecamatan Karangmoncol khususnya desa Pepedan dan sekitarnya untuk mengakses menuju ke ibukota kabupaten pada waktu musim kemarau, mereka menggunakan jembatan gethek terapung yang terbuat dari bambu untuk menyebrangi menuju Desa Tegalpingen Kecamatan Pengadegan menuju ke kota. Menurut Kepala Desa Tegalpingen Sobirin Hermawan akses jalan desa di pinggiran sungai Gintung yang menghubungkan desa Tegalpingen dan desa Pepedan pada musim kemarau banyak dilalui para pengendara kendaraan bermotor roda dua yang akan menuju ke kota. “Pada musim kemarau seperti ini banyak warga Desa Tegalpingen serta Desa Pepedan dan desa-desa lainya yang melalui jembatan Gethek (semacam perahu dari bambu yang di anyam) hanya untuk mepersingkat jarak tempuh menuju kekota. Mereka memilih melewati jembatan ini karena waktu tempuhnya lebih singkat,”kata Sobirin. Selain itu Sobirin menambahkan, di sepanjang alur Sungai Gintung banyak warga yang menggantungkan mata pencaharian dari mengais rejeki dengan mencari material sungai berupa pasir batu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Banyak penduduk mulai dari laki-laki hingga kaum ibu yang menggeluti pekerjaan ini dari pada menganggur. “Aliran sungai ini menghidupkan roda perekonomian desa kami dan mengurangi jumlah pengangguran, mulai dari laki-laki hingga kaum ibu. Kami sangat membutuhkan akses jalan khususnya jembatan untuk mepermudah pengangkutan menuju
16 Derap Perwira
Kepala Desa Tegalpingen Sobirin Hermawan “Pada musim kemarau seperti ini banyak warga Desa Tegalpingen serta Desa Pepedan dan desa-desa lainya yang melalui jembatan Gethek (semacam perahu dari bambu yang di anyam) hanya untuk mepersingkat jarak tempuh menuju kekota. Mereka memilih melewati jembatan ini karena waktu tempuhnya lebih singkat,” dua kecamatan tersebut,”tuturnya. Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Kecamatan Pengadegan Gunawan B S Sos mengatakan warga Dusun 4 Desa Tegalpingen sangat mengharapkan pembanguna jembatan di kedua desa antar kecamatan yang menghubungkan Kecamatan Pengadegan dan Karangmoncol. Selain itu banyak juga warga desa Pepedan dan sekitarnya yang memanfaatkan aliran sungai di musim kemarau untuk transportasi menuju ke kota Purbalingga karena jarak tempuhnya lebih pendek, sehingga warga berinisiatif membuat jemabatan Gethek untuk lalulintas di kedua desa antar kecamatan tersebut selama musim kemarau. Salah satu warga Desa Pepedan Kecamatan Karangmoncol Diyo, mengatakan jarak tempuh normal dari Pepedan ke kota biasanya ditempuh sekitar 1 jam lebih, dengan melewati jembatan Gethek tersebut waktu tempuh menjadi lebih singkat dengan selisih seperempat jam. “Apabila dihitung dengan uang maka kita dapat menghemat uang 3ribu rupiah perhari, kalau sebulan berarti 75 ribu, kalau setahun sudah 900 ribu.” tambahnnya (Kmn)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Purbalingga DERAP PERWIRA ‐ Komunitas Hijau Purbalingga menggagas program bapak asuh pohon. Sosialisasi program bapak asuh pohon itu dimulai dengan menemui wakil bupati Purbalingga, Drs Sukento Ridho Marhaendrianto MM di Pendapa Cahyana. "Masih dibutuhkan banyak pohon untuk kawasan kota Purbalingga. Untuk pengadaannya, kami menawarkan program bapak asuh pohon kepada kalangan pejabat, pengusaha dan masyarakat," tutur ketua Komunitas Hijau Purbalingga, Kris Hartoyo baru-baru ini Kris menjelaskan, program bapak asuh pohon berupa pengadaan bibit pohon yang dibiayai oleh pejabat, pengusaha atau masyarakat, berikut biaya perawatannya. Pohon dari bapak asuh itu akan ditanam di kompleks Taman Kota Bojong dan areal lahan di sekitar kota Purbalingga. Program bapak asuh pohon merupakan rangkaian kegiatan Festival Purbalingga Hijau yang yang puncaknya akan dirayakan pada 24 Nopember mendatang. Selain program bapak asuh pohon, kegiatan festival Purbalingga hijau juga meliputi sepeda ria (fun bike), lomba karya tulis dan fotografi bertema Purbalingga Kota Hijau. "Lomba karya tulis terbuka untuk kalangan siswa SLTA dan SLTP. Sedangkan lomba fotografi terbuka untuk masyarakat umum. Bagi juara masing‐masing lomba, disediakan hadiah menarik dari panitia," ujar pegiat lingkungan itu. Wakil Bupati Purbalingga Sukento Ridho Marhaendrianto menegaskan, Pemkab akan mendukung sepenuhnya kegiatan bapak asuh pohon tersebut. Sukento akan memobilisasi pejabat dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk ikut menjadi bapak asuh pohon. Komunitas Hijau (green community) Purbalingga, merupakan bagian dari Program Pengembanga Kota Hijau (P2KH). Dalam program yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum itu terdapat delapan atribut. Yakni Perancangan dan perencanaan kota yang ramah lingkungan (green planning and design), Ketersediaan ruang terbuka hijau (green open space) yang memadai dengan komposisi minimal 30 persen dari luas kota, Konsumsi energi yang efisien (green energy), Pengelolaan air yang efektif (green water), Pengelolaan limbah dan sampah (green waste) dengan prinsip 3R (reuse, reduce dan recycle). Bangunan hemat energi (green building), Penerapan sistem transportasi yang ramah lingkungan (green transportation) dan Peningkatan peran masyarakat sebagai komunitas hijau (green community). Anggota Komunitas Hijau terdiri dari tujuh orang penggiat lingkungan. Masing‐masing Kris Hartoyo, Tri Daya Kartika, Bambang Heru, Achmad Soedarno, , Chumaidi, Teguh Purwanto dan Toto Rusmanto. (y)
Petani keluhkan Irigasi
Dirjen PSP Kementan RI Tinjau Proyek Purbalingga DERAP PERWIRA Sebagian petani di Desa Mipiran Kecamatan Padamara mengeluhkan masih kurang lancar dan tidak meratanya saluran irigasi terutama untuk sisi timur desa tersebut, sehingga petani kesulitan untuk menanam padi baik di musim hujan maupun musim kemarau. Keluhan petani tersebut disampaikan oleh Camat Padamara Raditya Widayaka AP dihadapan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementrian Pertanian RI Dr Ir Sumardjo Gatot Irianto Ms DAA saat meninjau proyek proyek Rehabilitasi Saluran Irigasi Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) pada Kementrian Pertanian RI Tahun 2013 Kabupaten Purbalingga dan memantau perkembangan Pengembangan Usaha Agrobisnis Perdesaaan (PUAP) di balai desa Mipiran Kecamatan Padamara baru-baru ini Radit juga meminta agar irigasi di Desa Mipiran untuk dibenahi “Saya mewakili para petani Desa Mipiran berharap agar para pemangku kepentingan untuk membenahi irigasi desa ini. Petani sangat membutuhkan adanya irigasi yang memadai khususnya untuk sisi sebelah timur, karena sebagian dari para petani di Desa Mipiran kebanyakan menanam palawija, terutama jagung, “ pintanya. Selain itu para petani juga mengeluhkan, sumber air di desanya termasuk besar dan banyak. Tapi seiring dengan perkembangan pembangunan serta semakin bertambahnya penduduk saat ini sumber air yang seharusnya digunakan untuk irigasi juga digunakan/dikuasai oleh perusahaan air minum sehingga debit air yang mengalir ke Desa Mipiran semakin mengecil dan tidak merata. Menanggapi keluhan petani tersebut Direktur Pengelolaan Air Ir Tungggul Iman Panuju M Sc meminta kepada dinas terkait untuk melaporkan dan meneruskan laporan petani tersebut secara berjenjang.”Kalau sesuai tupoksi kita, ya akan kami tindak lanjuti. Kalau memang kerusakan irigasi itu dalam skala besar dan merupakan jaringan irigasi besar, itu merupakan kewenangan Dirjen Sumber
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Daya Air Kementrian PU maka laporannya harus ke PU dulu, tapi kalo kerusakan‐ kerusakan kecil semacam itu kami siap untuk membantu,”jelasnya. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga Ir Lili Purwati, mengatakan Luas lahan di Kabupaten Purbalingga sebanyak 77.764 Ha dengan rincian lahan sawah 21.397 Ha yang dialiri dengan irigasi teknis seluas 17.504 Ha dan yang menggunakan irigasi tadah hujan 3.893 Ha. Sesuai dengan Program Kegiatan Dirjen PSP di Kabupaten Purbalingga Tahun 2013 Purbalingga mendapatkan alokasi pengembangan jaringan irigasi sebesar Rp 2.000.000.000,‐ untuk areal 2000 Ha lahan. Alokasi pengembangan jaringan irigasi tersebar di 23 P3A, 23 desa dan 10 kecamatan dengan realisasi keuangan 100% dan realisasi fisik baru 87%. Selain itu untuk mendukung produksi tanaman pangan, Dirjen PSP juga mengalokasikan 2 paket pengelolaan sarana irigasi sebesar Rp.120.000.000,‐ untuk Pengelolaan Irigasi Partisipatif (PIP) yang tersebar di 2 GP3A, 2 desa dan 2 kecamatan dengan realisasi keuangan 100% serta untuk realisasi fisik baru 30%. Selain mengunjungi sarana dan prasarana irigasi pertanian, rombongan dari Kementrian Pertanian juga juga meminta kepada sejumlah kelompok tani (klomtan) untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya untuk tanaman padi dengan mengembangkan System Rice of Intensification (SRI). Turut mendampingi pada acara terebut Dirjen PSP Kementrian Pertanian Direktur Pengelolaan Lahan, Ir Tunggul Iman Panuju M SC, Direktur Pengelolaan Air Ir Prasetyo Muchsin MM, Direktur Pembiayaan Ir Mulyadi Hendiawan MM, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah Ir Suryo Banendro M P Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga Ir Lili Purwati. (Humas‐Kmn)
Derap Perwira 17
TOKOH
TOKOH
Bertekad Menjadikan Sekolah "Hijau" Wasis Sudiantoro, S.Pd Kepala SMP Negeri 1 Bukateja, Purbalingga Hijau itu indah dan menyejukkan. Dan Wasis Sudiantoro, S.Pd (42) yang kini menjabat Kepala SMP Negeri 1 Bukateja, Purbalingga bertekad menjadikan sekolah yang dipimpinnya sebagai sekolah Hijau. Hijau yang kami jadikan ikon sekolah ini tidak ada hubungannya dengan politik. Dalam hal ini, hijau dalam arti cat gedung sekolahannya, dan lingkungannya yang dipenuhi tumbuh‐ tumbuhan yang berwarna hijau.Saya senang warna hijau, karena menyejukkan, sehingga nyaman untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)," ujar Wasis Sudiantoro. Hijau, lanjut Wasis, juga akronim dari Harmonis, Inovatif, Jujur,
18 Derap Perwira
Agamis & Unggul. "Saya berharap, program Hijau yang saya canangkan ini, bisa dijiwai oleh para guru, karyawan dan murid‐murid yang belajar di sekolah ini," tambah Wasis yang kini masih menempuh pendidikan di Pasca Sarjana IKIP PGRI Semarang ini. Wasis, demikian bapak berputra empat dari hasil perkawinannya dengan Febrita Isnawati, A.Md ini biasa dipanggil, mengawali karirnya sebagai juara tiga guru berprestasi tingkat Kabupaten Purbalingga tahun 2006 dari kelompok SMP/MTs. Dan selama menjabat sebagai kepala sekolah, ia juga pernah menyabet sebagai kepala sekolah berprestasi tingkat Kabupaten Purbalingga tahun 2011 dari kelompok SMP/MTs Saat ini, selain sibuk dengan jabatannya, Wasis juga aktif berorganisasi. Ia dikenal sebagai anggota Banser (Barisan Ansor Serbaguna) senior di Purbalingga. Pasalnya, ia bergabung di organisasi para pemuda yang berada dalam naungan Nahdlatul Ulama (NU) Purbalingga itu sejak tahun 2001 silam. Selain aktif di Banser, pria yang dikenal low profile ini kini menjabat Ketua Pengurus Anak Cabang Gerakan Pemuda (PAC GP) Ansor Kecamatan Bukateja masa khidmat 2012‐2015. Jabatan lainnya, calon trainer dan asesor Penilaian Kinerja (PK) guru Kabupaten Purbalingga, Ketua Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia Kecamatan Bukateja, dan bina damping Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMP Kabupaten Purbalingga.(prs)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Mutika, Pengasuh Jompo di Panti Wreda
Tidak Tertarik Profesi Lain Apapun profesimu, bekerjalah dengan profesional. Mungkin itu falsafah hidup Mutika, seorang pengasuh kakek nenek renta di Panti Wreda. Menyuapi, memandikan bahkan membuang pup yang berceceran di kasur, sudah menjadi bagian hidup yang dilakoninya dengan dedikasi tinggi. Dini hari saat kokok ayam jantan membahana, seorang gadis hitam manis bergegas menuntaskan mandi paginya dan langsung sibuk dengan air panas untuk mandi oma opa penghuni panti. Tepat pukul lima pagi, satu per satu kamar di sambanginya. “Oma bangun, mandi dulu yah…?” tuturnya pelan seraya membangunkan seorang nenek tua yang baru mengerjap‐ngerjapkan kelopak matanya yang sempit. Perempuan jompo berparas oriental itu pelan‐pelan berusaha duduk. Dengan telaten, Mutika membantunya berdiri dan menuju kamar mandi. “Ntar dulu, Tika. Aku masih ngantuk. Yang lain dulu. Aku masih mau tidur…” kata sang nenek sembari meluruskan kakinya lagi dan meletakkan kepalanya yang beruban di bantal. “Ya udah, Oma. Oma yang lain dulu yah, tapi nanti Tika kesini, Oma dah siap lho…” ujar gadis asal Dieng Kecamatan Batur Banjarengara itu seraya tersenyum kecil. Sampai jam 6 pagi, Mutika dengan 14 pengasuh lainnya, tuntas memandikan para lansia di panti. Para nenek dan kakek yang telah segar segera duduk di teras kamarnya masing‐masing untuk menikmati teh pagi. Untuk nenek kakek yang sudah kesulitan melakukan aktivitas, Mutika dan rekan‐rekannya harus sabar membantu meminumkan teh pagi yang hangat mengepul‐ngepulkan uap segar. Begitu pula ketika jam 7, sarapan pagi mulai terhidang. Satu per satu nenek kakek yang tak lagi mampu duduk dan makan sendiri, juga disuapi dengan penuh kasih sayang. “Ya, harus sabar. Namanya juga orang sudah sepuh. Mengasuh orang tua sama seperti mengasuh anak kecil, tapi harus lebih sabar lagi karena orang tua itu punya pengalaman lebih dibanding kita yang masih muda,” tutur lulusan SMP
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
yang pernah mengenyam kursus baby sitter di Purwokerto. Tengah dari tiga bersaudara putri pasangan Hadi dan Poniyah ini mengatakan para oma opa penghuni panti sangat beragam karakter dan kondisinya. Ada yang sangat cerewet kalau bicara tak ada hentinya. Ada juga yang justru diam mendura tak pernah terdengar suaranya. “Ada juga yang ngomongnya itu nggak nyambung. Ada yang sedikit‐ sedikit minta tolong. Tapi ada juga yang nggak pernah minta tolong tahu‐tahu dia pup di celana. Bagi saya itu tantangan yang menyenangkan dan saya nikmati saja,” ungkapnya tetap dengan senyum manisnya. Mutika mengaku kadang rasa jenuh juga menyerang. Tapi cepat‐cepat disingkirkan dari pikirannya, karena dia iba kepada para lansia itu jika dia bekerja setengah hati. Dia juga sering menerima curhat rekan sesame pengasuh. Dia mencoba memotivasi rekan‐rekannya agar tetap sabar, bertahan dan bekerja dengan penuh kasih sayang. “Kadang ada teman yang curhat. Saya lalu nasehatin dia, kasih motivasi. Nasehat dan motivasi itu sebenarnya ya buat saya juga, jadi lebih kuat,” ungkap perempuan muda yang pualng kampong hanya sebulan sekali itu. Ketika ditanya apa terpikir untuk ganti profesi, Mutika dengan tegas mengatakan tidak. Baginya, bekerja bukan semata‐mata mencari uang. Ada hal‐hal lain yang membuatnya merasa betah dan menekuni tugas mulianya menjadi pengasuh jompo. Uniknya, dia melarang adik perempuannya menekuni profesi yang sama. “Ya untuk adik saya, kalau bisa harus lebih baik dari saya,” ujar remaja yang rutin memberikan sebagian gajinya kepada kedua ortu dan untuk biaya pendidikan sang adik. (cie)
Derap Perwira 19
TOKOH
TOKOH
Penulis dan Pejuang Difabel yang Pantang Menyerah
Mukhanif Yasin Yusuf
Hidup dalam keheningan sejak SD, tak membuat Mukhanif Yasin Yusuf terpuruk. Sebagai tuna rungu, Khanif mampu membuktikan prestasi tak harus diukir oleh mereka yang memiliki panca indera lengkap. Bersama para pakar dan orang‐orang yang peduli, mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UGM ini tengah berjuang menuntut hak kaum Difabel yang termarjinalkan. Hari itu, tak akan lenyap dalam ingatan Khanif. Tanpa seijin orang tuanya, Khanif kecil pergi ke sungai di desa tetangga yang tak jauh dari rumahnya di Jambudesa Kecamatan Karanganyar. Saat asyik mandi, telinganya kemasukan air yang mengakibatkan bunyi dengung. “Besoknya, bunyi dengung itu dah nggak ada lagi. Tapi saya juga mulai terganggu pendengarannya. Setahap demi setahap pendengaran terus berkurang hingga sama sekali nggak dengar apa‐ apa,” tuturnya pilu. Menyadari telah kehilangan pendengarannya, selama tiga hari berturut‐turut Khanif mengurung diri di rumah. Semua impian dan cita‐cita, dia kubur. Seolah, tak ada lagi harapan dan masa depan. Sampai‐sampai, anak kedua dari tujuh bersaudara ini memutuskan keluar sekolah, meski sudah kelas 6 di SD Negeri 1 Jambudesa dan sebentar lagi Ujian Nasional (UN). Dia tak kuat dengan ejekan teman‐ temannya. “Yang saya rasakan yah, semacam kematian hidup, saya merasa tidak lagi hidup selayaknya seorang manusia. Saya merasa asing. Merasa pada dunianya yang entah apa. Gelap dan sunyi. Saya tak tahu harus melangkah dari mana,” kisah bujang kelahiran 11 Nopember 1990 yang masih lancar berkomunikasi dibantu tulisan. Kedua orang tua Khanif sangat terpukul dengan kenyataan ini. Sang ibu terus‐ menerus menangis. Tapi perempuan paruh baya bernama Sopiyah ini terus membujuk agar Khanif mau melanjutkan
20 Derap Perwira
sekolah. “Ibu saya bilang, 'Nek ora sekolah arep dadi apa?'. Bapak saya juga menasehati saya, bahkan murid‐ murid mengajinya yang sering ke rumah juga ikut membujuk saya agar tetap sekolah,” ujar anak lelaki tertua dari Lukman Yusuf, seorang wiraswasta yang juga ulama ternama di desanya. Setelah dua tahun dalam keputusasaan, Khanif mulai bangkit. Dia kembali ke sekolah, menuntaskan pendidikannya dan kembali meraih impian‐impiannya. Di tengah kesunyian itu, Khanif sering mengisi waktunya dengan menulis puisi. Hobi baru yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Suatu hari saat Khanif masih duduk di kelas 2 MTs N Karanganyar, Guru Bahasa Indonesianya memberi tugas menulis puisi. Tak disangka, gurunya sangat suka puisinya. “Waktu itu guruku bilang, 'Jangan buang puisimu, nanti mau Ibu kirim ke Jakarta.' Perkataan guruku saat pelajaran bikin puisi itulah, yang membuatku semakin bersemangat buat nulis, terutama puisi,” ujarnya yang kini tak tahu dimana gerangan puisi yang dimaksud. Sejak itu, Khanif semakin tekun menulis. Tak hanya puisi. Tapi juga cerita pendek, artikel, apa saja. Ternyata, ketekunannya tak sia‐sia. Sederet prestasi mulai terukir. Sebagai contoh menjadi Finalis LKTI Penelitian Tingkat SMA/K LP2MP Jateng (2009), Harapan III KTI Tingkat SMA/K Badan Arpusda Jateng (2010), Finalis “I Am President” Wilayah Jateng‐DIY PT CMC Global (2012) dan 10 Besar Lomba Cipta Puisi Nasional Forum Tinta Dakwah Award 2010 FLP Riau (2010). Tak hanya itu, karya‐karyanya juga diterbitkan dalam bentuk buku oleh penyelenggara lomba. Misal cerpen berjudul 'Aku Seorang Tuna Rungu' dalam Antologi cerpen bersama “Hapuslah Air Matamu” (2010), 'Cinta Sunyi di Tepian Serayu' dalam antologi cerpen bersama “Wujudkan Mimpimu: Sebuah Episode Pengamen” (2011), dan masih banyak lagi lainnya. Dari menulis, lulusan SMA Ma'arif NU Karanganyar ini juga termotivasi untuk membaca berbagai buku yang tentu saja semakin memperkaya khasanah keilmuannya. Tak heran jika temannya di jejaring sosial mengira Khanif ini seorang dosen karena wawasannya yang luas. Lewat jejaring sosial juga Khanif mengenal banyak sekali orang, termasuk para sastrawan. Karya‐ karya Khanif mendapat apresiasi yang luar biasa dari para sastrawan, budayawan dan aktivis yang menaruh minat pada kaum Difabel berbakat. Karenanya, semangat dan harapan akan masa depan yang cerah semakin lekat di mata. “Sebenarnya dulu aku sama sekali nggak kepikiran buat kuliah, apalagi masuk UGM. selain atas alasan kondisiku yang tuna rungu, juga ekonomi ortu yg gak mendukung. Tapi ortu bilang, 'Kalau nggak kuliah, ilmumu akan sia‐sia'. Jadilah ortu menyarankanku ke Unsoed agar saya nggak jauh dari ortu,” kisahnya.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Tapi, secara diam‐diam, Khanif mendaftar di Universitas Paramadina karena ada jalur beasiswanya. Waktu menjelang pengiriman berka, barulah Khanif cerita ke kedua orang tuanya. “Tapi reaksi ortu ternyata diluar dugaan. Mereka nggak mengijinkan, karena takut aku bakal terjebak liberal. Tapi aku nekat, karena aku disini ada beasiswanya dan aku nggak ingin menyusahkan ortu. Ternyata benarlah, ridho Allah ada pada ridho ortu, aku nggak diterima,” imbuh anak muda yang juga hobi berdiskusi ini. Langkah selanjutnya, Khanif mengikuti SNMPTN. Atas saran berbagai pihak yang peduli, Khanif disuruh milih UGM. Meski awalnya tidak diberi tahu lebih dulu, kedua ortu Khanif menyetujui. Alhamdulillah, Khanif menjadi satu‐ satunya dan mahasiswa tuna rungu pertama di UGM. Tapi ujian kesabaran masih harus dihadapi Khanif. Dia gagal mendapatkan beasiswa Bidik Misi. Alhasil, sang ayah harus mencari pinjaman agar kuliah Khanif di UGM tetap berjalan baik. Bukan Khanif kalau akhirnya menyerah. Dengan tetap bersemangat, Khanif mencoba lagi menembus beasiswa Bidik Misi. “Alhamdulillah, akhirnya aku dapat beasiswa penuh selama 4 tahun lewat Bidik Misi gelombang dua, tentunya berkat bantuan senior IPNU‐IPPNU dan
dosen‐dosenku di Sastra Indonesia,” kata pengagum Helen Keller, sosok tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara yang sukses di Oxford, dan seluruh dunia. Menjadi satu‐satunya dan mahasiswa tuna tungu pertama di UGM, tak sedikitpun membuat Khanif minder. Dia justru bangga karena mampu bersaing dengan mereka yang memiliki panca indera lengkap. Dia bahkan tergerak untuk mendirikan Forum Mahasiswa Difabel dan Partener‐UGM (FMDP‐UGM) yang berjuang mengadvokasi kaum difabel dengan segala dinamikanya. “Organisasi ini memiliki visi merubah stigma yang ada di masyarakat, yakni memandang difabel sebagai sumber masalah sosial. Kampanye difabel sebagai bentuk penyadaran masyarakat akan keberadaan difabel menjadi salah satu prioritas kami,” tegas aktivis PMII, BEM Fakultas, Kabar Mahasiswa (SKM) Bulaksumur dan Senat KM UGM yang kini ambisius mencalonkan diri jadi Presiden BEM KM UGM. Menurut Khanif, mahasiswa sebagai sosok calon pemimpin masa depan bangsa kini menjadi target bidikannya untuk memiliki kesadaran terhadap difabel. Khanif yakin, 10‐20 tahun ke depan, para mahasiswa inilah yang akan memberikan perubahan bagi negeri ini. “Itulah yang membuatku
mendirikan FMDP dengan melibatkan mahasiswa non‐difabel sebagai relawan. Harapan saya, mahasiswa sebagai kaum intelektual, dapat berpikir secara cerdas dan obyektif,” jelasnya. Khanif menilai pencapaiannya baru awalan. Dia masih ingin mewujudkan segala impiannya. Cita‐ citanya menjadi penulis, pengusaha, aktivis, birokrat, dan dosen sekaligus.Dan yang pasti, Khanif berharap masyarakat dan pemerintah lebih menghargai difabel. Stigma 'cacat' yang dilekatkan kepada difabel, kata dia, seharusnya tidak ada. Dan ironisnya, penyebutan difabel sebagai sumber masalah sosial sudah menjadi hal yang umum dan dilegalkan oleh pemerintah dlm bentuk UU, sejajar dengan pekerja seks komersial, pengidapHIV/AIDS, anak gelandangan. “Ini kan aneh. Kalau sebagai sumber masalah sosial, pertanyaannya apakah bisa dirubah, wong sudah jadi takdir?” tegasnya lagi. Kepada sesama difabel, Khanif berharap, agar tetap melangkah, dan tidak rendah diri. Karena setiap manusia itu sama. Bagi difabel yang sudah 'sukses', Khanif mengajak untuk membantu saudara‐saudara difabel lain yang masih lebih memilih hidup dalam dunianya yang sendiri dan sunyi. (cie)
Pejabat Jangan Ngecer Bensin di Pinggir Jalan Purbalingga DERAP PERWIRA Wakil Bupati Purbalingga Drs Sukento Rido Marhaendrianto MM menyindir pejabat di lingkungan pemkab Purbalingga yang suka membeli bensin eceran di pinggir jalan untuk kendaraan dinasnya. Mengisi bahan bakar minyak kendaraan plat merah dengan premium tentu melanggar peraturan pemerintah pusat yang mengharuskan kendaraan dinas milik pemerintah, BUMN, BUMD menggunakan bahan bakar pertamax. "Yang tertawa mungkin yang merasa," tutur Sukento, dalam sambutannya usai melantik 182 pejabat, di Pendapa Dipokusumo, Selasa (27/8). Pejabat yang dilantik sebanyak 182 yang terdiri 9 orang pada eselon II, eselon III 35 orang, eselon IV 134 orang dan eselon V 4 orang.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Sukento mengingatkan kepada seluruh pejabat yang dilantik agar menjalankan amanah dengan sebaik‐ baiknya. Beban tugas semakin berat. Semua pejabat harus mengoptimalkan tugas dan fungsi masing‐masing dengan penuh tanggung jawab berdasar peraturan perundang‐undangan yang berlaku. "Sebagai pejabat, harus bersikap dan bertindak sebagai panutan. Semoga tidak ada lagi mobil plat merah ngisi bensin di pinggir jalan. Mampu menempatkan diri dalam interaksi sosial kemasyarakatan sehingga tampil jadi trladan di masyarakat," tegasnya. Sukento mengingatkan. menentukan seseorang dalam suatu jabatan tidak mudah. Karenanya pejabat yang dilantik ikhlas dan legawa. (y)
Derap Perwira 21
TOKOH
Kabid Peternakan
Drh Maria Sri Maharsi Wulan
Dari Hobby Jadi Profesi Kecintaannya kepada hewan peliharaan sejak masa kanak‐kanak mengantarkan Wulan menjadi Dokter Hewan. Pengalaman‐pengalaman manis pahit selama menjalani profesi ini sangat dinikmatinya. Termasuk ketika harus membantu melahirkan seekor sapi di tengah dirinya sendiri berbadan dua.
Lahir dan besar dalam lingkungan tentara, membuat Arief Sudjatmiko kecil bercita‐cita menjadi tentara seperti ayahnya. Seiring berjalannya waktu, profesi penerbanglah yang dipilih siswa berprestasi yang aktif kegiatan Pramuka ini. “Waktu saya ikut Jambore Nasional Pramuka Tahun 1991, waktu itu saya masih SMP, saya melihat aksi para penerbang dari TNI AU. Wow, keren sekali. Sejak itu, saya mantapkan untuk menjadi penerbang!” ujar sulung lima bersaudara pasangan Karni bin Kasmidjan dan Siti Siwiasih binti Soemadi. Selulus SMA di Pare – Kediri, remaja yang sering menjadi guide wisatawan mancanegara ini langsung mengikuti serangkaian tes masuk TNI. Penyuka pecel dan kluban ini menjadi peserta termuda dan bahkan dinyatakan belum memenuhi syarat karena belum genap 18 tahun. “Saya sedih sekali. Semua tes mampu saya lalui, tapi usia saya masih kemudaan. Akhirnya saya cuma berdoa sama Allah, kalau memang ini rejeki saya, mudah‐mudahan dimudahkan,” tutur lelaki kelahiran 20 September 1977. Arief sendiri sudah bersiap‐siap jika tidak diterima. Saat panitia mengumumkan, namanya tidak disebut. Pecinta olahraga ekstrim dan memacu adrenalin ini berusaha legawa. Dia berpikir, tahun depan akan berusaha lagi. Tapi tiba‐tiba panitia mengatakan, yang tidak disebut namanya itu yang diterima. “Surprise! Saya senang sekali. Nggak nyangka padahal saya kan secara usia tidak memenuhi syarat,” ungkap perwira yang fasih berbahasa Inggris ini sumringah. Saat penjurusan di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, sesuai cita‐citanya, Arief mengambil jurusan penerbang. Serangkaian rumus‐rumus fisika dan matematika, pengetahuan penerbangan menjadi makanan sehari‐harinya selain latihan fisik. Terbang Di Cuaca Buruk Penerbang memang profesi beresiko. Dan Arief sangat menyadari itu. Tapi karena sangat mencintai profesinya, Arief berusaha selalu tenang ketika menghadapi kondisi terburuk apapun. Penah suatu waktu, saya terbang membawa para pejabat TNI AU, tiba‐tiba bertemu dengan awan cumulus nimbus. Ini awan yang tidak bagus untuk penerbangan,” kata lelaki yang pernah bertugas dalam Operasi Pengamanan Wilayah Maluku tahun 2002. Karena pergerakkan awan yang alamiah, tiba‐tiba saja awan mendorong pesawat ke atas hingga masuk ke ruang hampa udara. Hanya selang beberapa detik, pesawat terdorong ke bawah dengan kecepatan Pesawat seperti anjlog. Dari 22 km di atas permukaan tanah menjadi 11 km di atas permukaan tanah. “Apalagi saat itu dia sedang membawa para pejabat. Harus tenang dan hati‐hati. Padahal kendali di tangan saya sangat berat dan tubuh saya juga terasa limbung,” kisahnya. Ketenangan Arief berbuah. Pesawat kembali stabil dan mampu meneruskan perjalanan hingga mendarat. Tak ayal, sesampai di daratan, seisi pesawat ada yang muntah dan sebagiannya perlu perawatan medis. Uniknya, Arief baik – baik saja. Kutu Buku, Tenang dan Usil Cerdas dan tenang melekat pada diri Arief. Kecintaannya
22 Derap Perwira
pada ilmu juga membuat Arief selalu mementingkan belanja buku. Tak heran jika koleksi perpustakaan pribadinya selalu berkembang dari waktu ke waktu. Tapi tak seperti kebanyakan kutu buku, suami Reza Juliastrini, SH ini dikenal hobi becanda dan sedikit usil. Kepala Dinas Kesehatan drg Hanung Wikantono MPPM pernah menjadi salah satu 'korban' keusilann si kutu buku ini. Pada suatu siang, Hanung yang tengah tenang dan damai bekerja di ruangan kantornya, tiba‐tiba disergap sekelompok tentara. Menurut salah satu juru bicara tentara itu, Hanung ditengarai sebagai teroris. Meski bingung, Hanung pasrah saja saat digelandang keluar ruangan dengan muka diselubungi dan kedua tangan diborgol. Suasana menjadi semakin mencekam saat bunyi tembakan memecah suasana. Bukannya dibawa ke kantor polisi, ternyata Hanung justru dibawa ke aula yang ada di lantai II kantornya. Sesampai di ruang aula, selubung kepala hanung dibuka dan …. SURPRISE!! Arief beserta para staf Hanung di Dinkes berseru mengucapkan selamat ulang tahun. “Saya memang suka ngusilin orang, tapi dalam rangka perhatian dan becanda. Nggak ada maksud menyakiti. Bahkan orang yang paling usilpun mati kutu atas keusilan saya haha…, tapi saya baik hati lho,” canda penerbang yang sejak Januari 2013 resmi dilantik menjadi Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Wirasaba.
“Waktu itu saya lagi hamil. Ternyata ada sapi bunting mau melahirkan. Dan saat itu dokter hewan yang longgar cuma saya. Ya akhirnya saya datang ke Karangmoncol. Untungnya sapinya nggak nendang perut saya,” kenang dokter hewan yang kini menduduki jabatan sebagai Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Perikanan dan Peternakan Purbalingga. Menjadi dokter hewan memang cita‐cita sejak kecil pemilik nama lengkap Maria Sri Maharsi Wulan. Itu berawal dari kematian hewan‐ hewan peliharaannya. “Saya punya peliharaan anjing dan kucing sejak kecil. Saya sedih banget waktu anjing dan kucing saya sakit lalu mati, sementara saya nggak bisa berbuat apa‐apa. Akhirnya saya
bertekad menjadi dokter hewan,” tutur perempuan kelahiran 14 Agustus 1964. Lulusan Kedokteran Hewan UGM ini telah menjalani profesinya selama 23 tahun. Pasiennya mulai dari hewan‐hewan peliharaan seperti kucing dan anjing hingga hewan‐hewan ternak seperti ayam, bebek, kambing dan sapi. “Sebenarnya dokter hewan itu lebih pintar dari dokter biasa. Karena nggak perlu tanya keluhan pasiennya udah tahu apa penyakitnya haha…,” canda perempuan berambut ikal ini. Selama menjalani profesinya, Wulan mengalami peristiwa yang tidak pernah dia lupakan. Saat itu, dia mengikuti lomba Pemilihan Dokter Hewan Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2005. Lagi‐lagi dia dalam keadaan mengandung. Saat lolos dan masuk ke
nominasi tingkat nasional, Wulan harus mempersiapkan presentasi dan tinjauan lapangan oleh tim penilai. “Presentasi sukses. Pemutaran film kegiatan saya di lapangan juga sukses. Tinjauan lapangan juga. Lalu Tim Penilai baru menuntaskan tugasnya jam 4 sore. Jam 8 malam saya masuk klinik bersalin di Purwokerto, jam 2 malamnya melahirkan,” kisahnya. Sayangnya, usai melahirkan kondisi Wulan anjlok. Dia mengalami eklamsia post partum atau keracunan usai melahirkan. Kejang dan perdarahan hebat membuatnya koma berhari‐hari. “Kata dokter, seharusnya di usia saya yang sudah kepala empat, kalau hamil tua jangan sampai kelelahan baik fisik maupun pikiran,” jelasnya. Sementara itu, hasil penilaian tim juri menempatkan Wulan sebagai Juara 1 Tingkat Nasional. Wulan berhak atas uang tunai sebesar Rp 10 juta. Dan uang itulah yang kemudian melunasi tagihan rumah sakit dan klinik bersalin tempatnya melahirkan dan dirawat senilai total Rp 9,5 juta. (cie)
Tumbuhkan Cinta Dirgantara Sejak mengantikan posisi Mayor Adm Veradiyanto sebagai Danlanud Wirasaba, ayah dari Muhammad Ihsan Arzaputra dan Ghania Zahira Putrimarifza ini telah memantapkan diri mensosialisasikan cinta dirgantara di tengah‐tengah masyarakat. Salah satu debutnya, Danlanud termuda ini sukses menggelar Air Force 2013 selama tiga hari akhir Juni lalu. “Menjelang dijadikannya Lanud Wirasaba menjadi Bandara Komersil, saya ingin terus‐menerus mengkampanyekan ini. Sehingga saat menjadi bandara nanti, masyarakat telah familiar dengan Bandara Wirasaba. Dan ini tentu sangat positif,” pungkas satu‐ satunya Danlanud Wirasaba yang berasal dari penerbang ini. (cie)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 23
TOKOH
TOKOH
Metamorfosis Jumanto “Jumbo”
Dari Pemalu Menjadi Pendongeng Atraktif Ketika Kak Jumbo mulai beraksi, terdengarlah gelak tawa anak‐anak menyimak dongeng‐dongeng yang disuguhkan dengan kocak. Siapa sangka sosok jenaka penasehat sekaligus penghibur anak‐ anak ini saat usia sekolah dulu justru dikenal kalem dan pemalu. Bagaimana kisahnya?
24 Derap Perwira
Banyak kawan‐kawan semasa sekolahnya terbelalak ketika melihat aksi panggung nan atraktif Jumanto, begitu nama yang tertulis di akta kelahiran. Jumanto kini telah bermetamorfosis menjadi sosok Kak Jumbo dikenal ceria, jenaka dan sangat atraktif. 180 derajat dibandingkan saat masih duduk di bangku sekolah. “Ini gara‐gara selepas SMU, setelah gagal masuk perguruan tinggi, saya sempat kerja jadi sales door to door. Mau tidak mau saya harus mau ngomong. Kalau malu ngomong, ya nggak dapat komisi sama aja nggak kerja tapi cuma dapat lelah saja,” jelas jebolan Agribisnis Fakultas Pertanian UNSOED angkatan tahun 2000 ini. Di masa lalu, Jumanto remaja dikenal pemalu, kalem dan cenderung menutup diri. Tubuhnya yang menjulang di atas rata‐rata teman seusianya tak lantas membuatnya tampil percaya diri. “Ya, saya pemalu. Apalagi sama perempuan. Bisa gemeteran, pokoknya grogi banget,” kenangnya seraya terkekeh. Jumanto mengatakan sikapnya yang cenderung menutup diri disebabkan kondisi keluarganya yang memang serba pas‐pasan. Orang tuanya pedagang sayur dan hidup di desa kecil bernama Sempor, di pinggir Sungai Klawing. “Sekolahku dulu kan sekolah favorit. Disitu banyak anak‐anak orang kaya. Saya merasa minder banget. Nggak tahu bagaimana harus bergaul dengan teman‐teman,” kata alumnus SMP Negeri 1 Purbalingga angkatan 1996 dan SMU Negeri 1 Purbalingga angkatan 1999 ini. Jumanto tumbuh tanpa
banyak komunikasi dengan kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya sudah mulai pergi ke pasar sejak dini hari dan seringkali pulang malam langsung istirahat tanpa sempat menanyakan keseharian kelima anaknya. Jumanto memilih menjadi pendiam, karena menurutnya pendiam itu baik. Yang penting pintar dan memiliki motivasi untuk maju. Berbekal kecerdasan dan ketekunannya dalam belajar, Jumanto tetap bersikukuh sekolah di sekolah favorit. Anak keempat dari lima bersaudara ini memang termasuk paling pintar di keluarganya. Bahkan, di desanya, Jumanto satu‐satunya yang termasuk 'paling berani' masuk sekolah favorit. “Saya masih inget, waktu mendaftar ke SMP 1, ada seorang guru yang mengatai saya Bakul Piring karena saya mendaftar dengan kaos kucel dan sandal jepit. Apalagi pas lihat nama saya : JUMANTO. Dia tanya, Jumanto siapa? Saya jawab, cuma Jumanto. Jumanto tok. Kebayang kan betapa terlihat ndesanya saya saat itu hehehe,” ungkapnya seraya senyum membayangkan masa lalunya. Perihal namanya yang singkat, Jumanto juga menjadi bahan ejekan teman‐teman sekolahnya. Sampai‐sampai ada seorang teman anak orang kaya yang bilang, nama kok JUMANTO tok. “Tapi saya nggak pernah marah, lhoo…” tuturnya lagi. Semenjak bergabung dengan kelompok pengajian, Jumanto menyadari semua manusia itu sama di mata Tuhan. Kaya miskin pandai bodoh itu semua Tuhan yang mengatur. Tak ada yang patut dibanggakan, tak ada pula yang patut membuat berkecil hati. “Pelan‐pelan saya belajar
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
untuk berkomunikasi. Lebih‐lebih setelah menjadi salesman, training‐ training yang diikuti dan kerja lapangan yang rutin dilaksankan tiap hari, lama kelamaan mengubah cara bicara dan cara berpikir saya,” imbuhnya. Akhirnya Jumanto bermetamorfosis menjadi sosok yang lebih ceria, humoris dan supel. Kepercayaan dirinya mulai terasah setelah aktif mengajar anak‐anak kecil baca tulis Al Qur'an di TPQ sejak SMU dan berorganisasi di sebuah organisasi kepemudaan berbasis keislaman. Tak hanya itu, pemilik tinggi badan 178 cm dan berat badan 80 kg ini juga pernah menjadi Duta Persahabatan Kakang Mbekayu Purbalingga tahun 2004. “Saya juga pernah tiga kali ikut audisi Indonesian Idol dan menjadi vokalis di grup nasyid,” jelas pemilik suara emas yang kerap tampil di berbagai hajatan dan kegiatan yang dihadiri banyak orang. Di antara sekian banyak kegiatan yang dilakoninya, mengajar anak‐anak baca tulis Al Qur'an di TPQ yang paling tak pernah ditinggalkan Jumanto hingga kini. Dari TPQ inilah, salah seorang pengurus Yayasan Peduli Santri Sholeh ini juga berkesempatan mengenal dunia dongeng selain juga menemukan tambatan hatinya, Soliati. “Saat saya ikut pelatihan pendidik TPQ tingkat nasional di Jogjakarta tahun 1999, saya berkesempatan latihan mendongeng langsung di bawah bimbingan Master Dongeng Indonesia, Kak Bimo. Saya tertarik banget. Saya pikir bangus
banget menasehati anak‐anak dengan bahasa dan cara berpikir mereka. Menasehati tanpa menggurui,” jelas Peraih Juara 2 Mendongeng Tingkat Jawa Tengah Tahun 2011 yang juga aktif di BADKO TPQ, HIMPAUDI dan menjadi Pemateri Training Motivasi di Andalusia Training Center. Karena berlatar belakang pengajar TPQ, Jumanto memfokuskan diri pada dunia dongeng islami. Dia selalu mengasah bakat lewat pelatihan dongeng dan menambah jam terbang dengan bimbingan Kak Imung, pendongeng Purwokerto. “Ternyata mendongeng sangat menyenangkan. Banyak orang senang mendengarkan cerita atau dongeng. Dan ternyata Alloh juga menggunakan metode cerita lewat ayat suci Al Quran. Artinya metode pembentukan akhlaq anak lewat cerita sangat efektif. Anakpun lebih betah di dongengin dibandingkan metode ceramah atau nasehat murni,” ungkap idola anak‐anak yang kini sedang mulai menulis buku mahir mendongeng untuk ortu dan pendidik. Menurut ayah dari Husain Am'mar Ibrahim, dongeng dapat membangun karakter anak lewat cerita yang positif tanpa anak merasa digurui, melatih imajinasi anak, melatih komunikasi anak dan melatih perasaan anak. Bahkan nasib suatu bangsa tegantung pada cerita yang ditampilkan setiap hari pada anak‐anak. “Dalam mendongeng kita harus memilih dan memilah. Pilih dongeng yang membangun karakter
Volume Volume93/ 94/Tahun TahunIX/ IX/2013 2013
positif dan realistis. Bukan dongeng yang takhayul, mistis, bahkan anarkis, sadis, pornografi bahkan mengadung kesyirikan,” tegasnya. Jumanto sangat tidak menyarankan dongeng‐dongeng semacam Kancil Mencuri Timun, Timun Mas, Putri cantik jelita yang akhirnya bertemu pangeran tampan, termasuk juga cerita‐cerita sinetron yang kurang mendidik tapi disukai banyak penonton dari anak‐anak sampai orangtua. “Masa dalam sinetron ada orang bisa terbang, ada jimat pusaka, anak‐anak dipaksa untuk adegan orang dewasa, pacaran, rebutan pacar, jail‐ menjail, balas dendam, cerita horror dari suster ngesot, kuntilanak, tuyul, grandong pocong, dan sebagainya. Tak heran jika anak lebih kenal nama‐nama setan dibandingkan nama‐nama menteri apalagi nama malaikat. Masya Allah mau jadi apa generasi kita kedepan,” ujarnya prihatin. Karena sering bergelut di dunia anak, Jumantopun memilih mendalami psikologi anak. Setelah menamatkan kuliah di fakultas psikologi di sebuah perguruan tinggi swasta di Klaten, kini, Kak Jumbo tampak menikmati profesinya sebagai Guru Bimbingan Konseling di sebuah SMP swasta di Purbalingga. Tapi ini bukanlah akhir metamorfosinya. Kak Jumbo alias Jumanto masih memiliki obsesi menjadi seorang pengusaha muslim yang sukses. Semoga dapat tercapai ya, Kak! (cie)
Derap Perwira 25
Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Periode Tahun 2013 – 2018 Semarang DERAP PERWIRA – Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko dilantik sebagai Gubernur dan wakil gubernur Jateng periode 2013 – 2018. Pelantikan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Jum'at 23 Agustus 2013 dalam rapat paripurna terbuka di gedung DPRD Provinsi Jateng. Keduanya menggantikan Bibit Waluyo dan Rustriningsih. Pesta rakyat juga diramaikan dengan pesta rakyat di halaman gedung Berlian. Sekitar 12.500 porsi makanan disajikan untuk masyarakat secara gratis. (Foto – foto : Prayitno)
26 Derap Perwira
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 27
WACANA
WACANA sambungan dari hal 16
“Dokter Harus Jadi Agen Perubahan”
Ketua IDI Purbalingga
dr Sri Wahyudi Wiryodiharjo
“Dokter Harus Jadi Agen Perubahan” Purbalingga DERAP PERWIRA ‐ Bukan jamannya lagi seorang dokter minim komunikasi dengan pasiennya, memberikan dosis berlebih atau langsung meresepkan antibiotik meskipun tidak diperlukan. Dokter wajib mengedukasi pasiennya. Dokter juga harus menjadi agent of change. Apa yang terjadi ketika anak Anda sakit? Tentu akan segera membawanya ke dokter terbaik. Berapapun rupiah yang harus dikeluarkan untuk menebus obat, asal anak cepat sembuh, tak jadi soal. Adakah yang salah? Memang tak ada yang salah ketika diagnosis yang ditegakkan sang dokter tepat, pilihan obatnya bijak, dosisnya sesuai, cara minum dan lama penggunaannya disampaikan. Persoalannya, tak semua pasien kritis. Pasien hanya berharap sembuh sesegera mungkin. Dan keinginan ini seringkali dipenuhi dokter dengan pilihan obat dan dosis yang cenderung berlebihan. “Dokter seharusnya mengedukasi pasiennya. Beri pengertian kepada pasien, kalau pemberian obat itu harus bertahap. Mulai dosis yang rendah, jika tidak sembuh baru ditingkatkan dan seterusnya,” jelas Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Purbalingga, dr Sri Wahyudi Wiryodiharjo. Seringkali, kata dia, dokter ketakutan kehilangan pasien. Takut dianggap obatnya tidak mujarab, dokter yang tidak baik dan sebagainya hanya karena pasien tak segera sembuh. Padahal, kadang tubuh memang butuh waktu untuk menghalau penyakit. Akibatnya,
28 Derap Perwira
pasien influenza yang ringanpun diberi antibiotik. Padahal antibiotik tidak dibutuhkan untuk penyakit yang disebabkan virus. Yang terjadi justru bakteri‐bakteri baiklah yang dibunuh sehingga daya tahan tubuh malah melemah dan mudah diserang penyakit. “Karenanya, dokter harus menegakkan diagnosis yang tepat. Caranya,berkomunikasilah dengan pasien. Galilah informasi sebanyak‐banyaknya.Dokter harus mengkaji masalah kesehatan pasiennya sebelum memutuskan memberikan antibiotik. Ini salah satu contoh pengobatan yang rasional,” jelas dokter yang juga menjabat sebagai Kepala PuskesmasKaranganyar. Bagaimana jika pasien tak mampu diajak berkomunikasi atau cenderung diam/pasif? Dokterlah yang harus aktif dan memotivasi pasien untuk menyampaikan detil keluhan yang dirasakannya. Sebagai dokter yang bekerja di desa, Wahyudi kerap menghadapi pasien semacam ini. Pernah suatu pagi, ada pasien dari pelosok desa datang berobat ketempat prakteknya. Ketika Wahyudi memberikan sejumlah pertanyaan, pasien itu hanya terdiam. Akhirnya, Wahyudi berusaha menyadarkan pasien yang telah jauh‐jauh datang dari dukuhnya yang terpencil dan mengeluarkan uang cukup banyak untuk menyewa mobil bak terbuka sebagai transportnya. “Saya bilang ke bapak itu, 'Kalau kesini cuma diam, trus saya kasih obat salah dan njenengan nggak sembuh‐sembuh gimana? Saya kan dokter manusia, Pak, jadi harus tanya. Kalau dokter hewanlah….nggak usah nanya ke pasiennya. Si bapak langsung tertawa dan akhirnya mau bertutur tentang penyakit yang dideritanya,” ujar Wahyudi yang dikenal senang bergurau dan akrab dengan pasien‐pasiennya. Kadang sesi tanya jawab dengan pasien tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Jika ini terjadi, dokter harus melakukan pemeriksaan manual. Jika masih meragukan bisa dilakukan
Bersambung Kehal 17
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
pemeriksaan penunjang seperti tes laboratorium, foto rongent dan sebagainya. Jika semua telah dilalui, tentu diagnosis akan semakin tepat. Pengobatannyapun akan jitu dan pasien berpeluang besar sembuh secara paripurna. Pengaruh Perusahaan Farmasi Dokter memang manusia biasa. Tak jarang godaan sukses mengarahkan dokter untuk berorientasi pada kekayaan dan hidup dalam kemewahan. Salah satu godaan itu datang dari perusahaan farmasi dengan berbagai iming‐iming yang benar‐benar menggiurkan seperti uang, pesiar, barang‐barang mewah dan sebagainya. Seringkali 'hadiah' ini bisa diakses atau didapatkannya di awal. Wahyudi tak menampik adanya fenomena ini. Perusahaan farmasi yang berorientasi bisnis akan melancarkan berbagai upaya agar dokter mampu meresepkan obat produksinya. Persoalannya, jeratan iming‐iming menggiurkan ini seringkali justru membuat dokter memberikan resep obat yang tidak rasional. Sehingga pasienlah yang menjadi korban. “Sebagai Ketua IDI saya mengaku prihatin tapi saya tidak bisa
melarang. Itu kembali kepada pribadi dokter masing‐masing. Seperti profesi lain entah itu politikus, kontraktor, polisi, semua memiliki resiko dan godaan. Tinggal yang bersangkutan mampu tidak menghadapinya dengan bijak,” ungkapnya. Agen Perubahan Wahyudi mengakui tak semua rekan sejawat sependapat dengannya tentang dokter sebagai agen perubahan. Seolah‐olah, dokter terlalu banyak mengambil peran pihak lain atau profesi lain. Padahal, menurut Wahyudi, menjadi agen perubahan bukanlah neka‐neka, tapi keharusan. “Ingatlah, apa organisasi pertama yang menjadi pioner kebangkitan nasional? Boedi Oetomo kan? Nah siapa orang‐orang Boedi Oetomo itu? Mereka adalah dokter‐dokter lulusan STOVIA. Nah sejarah telah membuktikan, dokter sebagai sosok yang diberi berbagai kelebihan harusnya mampu menjadi pioner perubahan,” tegas lelaki berkumis yang senang mengenakan kaca mata hitam dan sepatu kets ini. Menjadi agen perubahan tak berarti keluar dari kapasitas seorang
dokter. Misal di sebuah daerah terdapat gizi buruk yang parah. Selama ini penanganannya bayi‐bayi gizi buruk hanya diberi makanan tambahan dalam waktu tiga bulan. Setelah program makanan tambahan itu berakhir, lambat laun bayi‐bayi itu kembali mengalami gizi buruk. “Dokter harus kritis melihat ini. Mungkin karena penanganannya tidak sampai ke akar masalah, yakni kemiskinan, pendapatan yang rendah sehingga orang tua tak sanggup memberikan nutrisi yang dibutuhkan bayinya. Nah ini menuntut kepedulian dokter untuk ikut menanganinya, sehingga penanganan masalah kesehatan dan sosial bisa tuntas dan berkelanjutan,” ujarnya. Wahyudi yakin, jika semua dokter telah menyadari betapa penting perannya jika seluruh kapabilitasnya dioptimalkan, negara akan maju, kesejahteraan masyarakatpun akan meningkat. Sudah saatnya dokter tak hanya memburu pundi‐pundi harta dari para pasiennya. Sudah saatnya dokter melepaskan diri dari pengaruh perusahaan farmasi. Sebaliknya, dokter harus mengedepankan empati dan jiwa sosialnya. (cie)
Sambungan dari hal 7
'Ibarat Sekolah, Saya Belum Tamat Jadi Bupati Purbalingga' Kento (wakil bupati‐red) akan meneruskan pembangunan di Purbalingga. Saya yakin, Pak Kento bahkan akan melangkah lebih baik, tentunya dengan dukungan semua pihak termasuk dari DPRD dan warga masyarakat. Meski waktunya singkat, namun saya yakin bisa menyelesaikannya,” kata Heru. Dalam kesempatan itu, Heru juga mengungkap, setelah dilantik menjadi bupati pada tahun 2010, yang ada dibenaknya adalah menyelesaikan dengan baik tugas bersama wakil bupati. Heru mengaku sudah ancang‐ancang, dan sudah membicarakannya dengan istri untuk tidak akan mencalonkan kembali sebagai bupati pada 2015, setelah masa kerjanya usai. Heru sengaja tidak mengutarakan lebih awal, karena jika dilakukan dirinya khawatir sudah banyak yang sibuk untuk pencalonan bupati 2015. Jika
pencalonan sudah menyeret birokrasi, maka birokrasi bisa terpecah belah. ”Meski saya punya ancang‐ ancang untuk tidak akan mencalonkan menjadi bupati lagi, ternyata ada jalan diluar jangkauan dan pikiran saya. Pada tahun 2012 beberapa anggota Fraksi PDIP meminta saya untuk mencalonkan diri sebagai wakil gubernur. Formulier pendaftaran juga diambilkan oleh mereka,” katanya. Jangan Meremehkan Orang Dibagian lain Heru mengatakan, dirinya dapat memetik pelajaran berharga ketika hendak mencalonkan diri sebagai cawagub Jateng melalui PDIP. pelajaran itu yakni bahwa seseorang tidak bisa ditebak, jalmo tan keno kiniro. Seseorang yang mendorong dirinya untuk mencalonkan sebagai cawagub,
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
memiliki nilai sejarah tersendiri. Pelajaran lain yang juga patut dipetik adalah jangan sekali‐kali meremehkan orang lain. ”Meski orang itu kedudukannya dibawah kita. Kalaupun meski ada strata sosial jauh dibawah kita, maka pesan moralnya jangan meremehkankan orang itu,” kata Heru. Sebelum mengakhiri acara ramah tamah, Heru juga memohon doa restu kepada seluruh warga masyarakat Purbalingga. Saling mendoakan, donga‐dinonga. ”Saya mohon keiklhasan doa dari seluruh warga Purbalingga untuk mengeman amanah sebagai wagub Jateng. Mudah‐mudahan kami diberi kemampuan untuk melayani masyarakat. Saya juga mendoakan Purbalingga semakin maju, semakin tertata. Tentu saya tidak akan melupakan Purbalingga,” pungkasnya. (y)
Derap Perwira 29
Drs. Subeno, SE, M.Si
OPINI
Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan & SDM
Refleksi dan Kebangkitan Pemuda Menyongsong Bonus Demografi Indonesia Abad Ke-21 ekonomi nomor tujuh terbesar dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Jepang dan Brasilia. Hal yang sama juga ditunjukkan dari penelitian McKensey Global Institute (MGI) yang menyatakan bahwa dengan volalitas pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata lebih rendah dibanding negara-negara maju yang masuk dalam kelompok OECD (Organization for Economic Cooperation dan Developmnet). Refleksi dan Kebangkitan Pemuda
Berdasar data demografi dan proyeksi BPS, pada tahun 2020-2030 Indonesia diperkirakan mendapat Bonus Demografi, yakni tumbuhnya generasi usia produktif 15-60 tahun yang lebih tinggi daripada usia non produktif. Dengan proyeksi pertumbuhan penduduk menurun dari 1,3% (2010) menjadi 0,83% (2030), penduduk Indonesia pada tahun 2020 diproyeksikan mencapai 261.539.600 orang, dan mencapai 286.324.000 orang tahun 2030. Penduduk yang sangat besar tersebut menjadi sumber permasalahan demografis karena setidaknya ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi Indonesia, yaitu kuantitas penduduk yang amat besar (ke-4 terbesar di dunia), kualitas penduduk yang relatif rendah (HDI peringkat 124), serta persebaran dan mobilitas penduduk yang timpang dan rendah. Pada 2030 Indonesia diperkirakan mengalami dua fenomena besar dibidang demografi, yakni penduduk yang makin menua karena peningkatan proporsi lansia 65+ mencapai 9% dan usia harapan hidup mencapai 74 tahun, dan 67% penduduk terkonsentrasi di kota. Pada sektor kepemudaan ternyata Indonesia juga menghadapi persoalan yang rumit yaitu rendahnya kualitas pemuda yang ditandai oleh beberapa indicator diantaranya angka partisipasi pemuda dalam pendidikan rendah, sekitar 1,27% jumlah pemuda belum/tidak pernah sekolah; 17,34% masih/sedang bersekolah; dan 81,40% sudah tidak bersekolah lagi tingkat kelulusan pemuda tahun 2008: 6,06% lulus perguruan tinggi; 30,83% lulus SMA; 30,81% lulus SMP; 23,33% lulus SD; dan 8,97% tidak memiliki ijazah dan belum tamat SD. Kondisi demografi yang demikian bukan berarti menunjukkan lemahnya harapan membentuk manusia Indonesia yang kompetitif. Presiden SBY (2012) menyatakan bahwa dengan konsep sustainable growth and development dan melalui empat langkah utama pembangunan yakni pro growth, propoor, pro-job dan pro environment, akan mampu menempatkan Indonesia pada tahun 2030 Indonesia menjadi negara dengan kemampuan ekonomi nomor 7 terbesar di Dunia. Hal tersebut sesuai dengan release United Bank of Switzerland (UBS), Januari 2007 yang menyatakan bahwa pada tahun 2025 Indonesia akan menjadi kekuatan
30 Derap Perwira
Satu aspek penting yang harus menjadi fokus dan sentral perhatian adalah pembangunan kepemudaan, karena Indonesia yang maju hanya akan dapat dicapai dengan membentuk generasi muda yang tangguh, berjiwa kepemimpinan kuat, dan bermental wirausahawan. Dari itu kita yakin dapat membentuk pemuda yang berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing global. Konsep pengembangan kepemudaan harus focus pada 5 aspek permasalahan pokok pembangunan kepemudaan yaitu 1) rendahnya tingkat pendidikan pemuda 2) rendahnya daya adaptasi terhadap perubahan yang sangat dinamis 3) rendahnya kemampuan daya saing regional dan internasional 4)kurangnya ketrampilan dan kecakapan hidup pemuda, dan 5). maraknya masalah sosial kepemudaan. Kebangkitan pemuda harus dapat dilakukan melalui refleksi kekurangan maupun ketidak berhasilan pembinaan kepemudaan yang selama ini terjadi. Dengan demikian pembangunan kepemudaan akan dapat menjawab atau menekan seefektif mungkin terhadap permasalahan esensial kepemudaan. Refleksi pembangunan kepemudaan harus mampu mendorong naiknya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi pemuda Indonesia, yang sangat rendah (<25%), jauh dibawah negara negara seperti Malaysia >60%), China, Singapura (>50%) atau Korea Selatan (90%). Ketimpangan jumlah dan persebaran pemuda yang lebih dari 55% di pedesaan, besarnya pengangguran dan kemiskinan pemuda, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang rendah, besarnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), terbatasnya infra struktur /ruang publik, tingginya masalah social di kalangan pemuda, liberalisasi tenaga kerja, dan politisasi pemuda sehingga yang terjadi adalah mereka menjadikan wahana jalanan sebagai tempat berekspresi.. Sebagai pembanding mungkin ada baiknya kita mengkaji pembinaan kepemudaan di beberapa Negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura dan Korea Selatan. Di Malaysia, pembangunan kepemudaan diarahkan melalui 2 strategi yaitu memberi penekanan pada perubahan moral dan sikap generasi muda yang bertanggung jawab, dinamis, dan daya kepemimpinan yang baik melalui berbagai program lokal, nasional dan internasional serta melengkapi kompetensi pemuda melalui
pendidikan dan pelatihan vokasional dan kewirausaan di Lembaga Khusus Institut Kemahiran Belia Negara (IKBN). Sedangkan di Singapura, program pembangunan kepemudaan dilakukan melalui beberapa strategi yaitu 1) fasilitasi pemberdayaan kepemudaan 2) pengakuan terhadap perbedaan minat dan cita-cita 3) menjadikan pemuda lebih inklusif dengan penyediaan wahana berpartisipasi dalam membangun jaringan antar pemuda 4). Pembangunan anak berkelanjutan, pengembangan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Kebangkitan dan kepeloporan pemuda Indonesia secara historis telah dibuktikan sejak kelahiran Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, pergerakan angkatan 1966, sampai dengan reformasi 1998. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pemuda tidak terpisahkan dengan perjalanan sejarah perjuangan bangsa. Catatan sejarah tersebut secara jelas menggambarkan bahwa dari waktu ke waktu pemuda selalu tampil dimuka menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam rangka menyambut Bonus Demografi 2030, selain “ketokohan” secara politis, pemuda Indonesia juga dituntut memiliki ketokohan dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga pemuda Indonesia mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif baik dalam lingkup lokal, regional maupun global. Bonus demografi atau malapetaka demografi. Di Indonesia, tantangan terbesar pembangunan kepemudaan ada pada aspek pembangunan karakter. Pembentukan generasi berkarakter hanya dapat dicapai melalui proses yang terrencana (by design), terintegrasi (integrated), dan berkelanjutan (sustainable) serta melalui proses pembiasaan dalam budaya sekolah, budaya di rumah, budaya kerja dan budaya masyarakat. Untuk itu pembangunan kepemudaan harus diletakkan dalam pondasi yang kuat, terrencana, terintegrasi, dan berkelanjutan. Bonus demografi yang akan menghasilkan perubahan ekonomi yang drastis di bidang industri besar nampaknya belum terlalu sesuai dengan kondisi kualitas SDM Indonesia saat ini yang masih sangat lemah dalam aspek daya saing regional/global. Bonus demografi bahkan akan dapat menjadi malapetaka yang mengerikan kalau ledakan penduduk usia dewasa yang diikuti dengan ledakan penduduk usia tua yang muncul sebagai akibat akselerasi transisi demografi tidak bisa diikuti dengan peningkatan kualitas dan daya saing, dan pada kondisi seperti itu bonus demografi dapat berubah menjadi kesengsaraan yang berkepanjangan. Semoga Indonesia 2020 sesuai dengan harapan Ginanjar (1997), yakni sudah menjadi negara industri yang maju, kesejahteraan sudah meningkat dan makin merata, masalah kemiskinan telah terselesaikan, struktur ekonomi telah kukuh dengan berbasis industry, struktur dunia usaha juga kuat, karena ditopang lapisan usaha menengah yang andal, yang saling menunjang dengan lapisan usaha kecil yang juga makin kukuh dan mandiri, dengan lapisan usaha besar yang basisnya makin luas.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Raih Mimpi Jadi Pengusaha Melalui Magang ke Jepang Siapa yang tak ingin sukses? Semua orang pasti ingin sukses. Tapi tak semua orang mau dan mampu meraih kesuksesan. Termasuk menjadi pengusaha sukses dengan terlebih dulu ngangsu kawruh di Negeri Matahari Terbit.
Raut remaja lulusan SMK itu tampak berseri. Dibalut jas hitam, Aji Suryo Yulianto (18) tampak gagah dam begitu percaya diri. Bagaimana tidak sumringah, dua hari lagi kakinya akan menginjak di tanah sakura. Berjuta mimpi telah bergelanyut di kepalanya. “Gaji minimal 10 juta per bulan. Kalau saya pintar berhemat dan rajin bekerja, tiga tahun lagi saya bisa punya uang 300 juta bahkan lebih,” tuturnya tetap mengumbar senyum ceria. Aji mengaku bangga menjadi salah satu peserta magang ke Jepang. Dia telah merencanakan uang yang kelak dapat dia kumpulkan akan dipakai untuk memperbesar usaha ayahnya berupa ricemill dan peternakan ikan. Hal serupa juga disampaikan Fajar Lusiaji (17). Fajar bercita-cita membuka toko material dan toko baju sepulang dari Jepang tiga tahun yang akan datang. Aji dan Fajar hanya dua dari beberapa remaja yang menjadi peserta magang ke Jepang. Melalui LPK Tsubomi Purbalingga, mereka akan ditempatkan di perusahaan-perusahaan bonafid, diantaranya di PT Yamazaki di Shiga Prefektur, sebuah perusahaan di bidang pengecatan rumah khas Jepang. Pemilik sekaligus Pimpinan LPK Tsubomi, Mihrod mengatakan Aji dan Fajar hanya dua dari Sembilan peserta yang lolos seleksi dari 175 pelamar. Kesembilan peserta yang lolos ini telah mendapatkan pembinaan intensif selama 1 tahun. Bahkan selama empat bulan sebelum pemberangkatan, mereka harus mengikuti karantina di asrama khusus dengan pengawasan dan pembinaan para mentor. “Selain bahasa dan budaya, mereka juga mendapat bekal tentang pekerjaan mereka nanti disana. Jadi, begitu sampai Jepang, langsung bisa bekerja tanpa belajar terlalu lama,” ujar pemuda asli Purbalingga. Tak hanya itu, di asrama, para calon peserta magang ke Jepang ini juga tidak diperkenankan berbicara selain Bahasa Jepang. Mereka juga harus makan makanan Jepang yang telah disiapkan oleh LPK yang didirikan tahun 2011 itu. Intinya, mereka sangat dikondisikan seolah-olah telah berada di Jepang. “Pengalaman kami yang pernah tinggal di Jepang, kalau tidak dibiasakan pasti akan mengalami masa transisi atau proses adaptasi yang cukup
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
INSIPIRASI
merepotkan dan tentu saja cukup menghambat. Karenanya, dengan mendirikan LPK ini, saya snagat berharap hal-hal buruk yang pernah saya rasakan dulu bisa diantisipasi oleh adik-adik ini,” jelasnya. Berbekal pengalamannya selama menjadi peserta magang ke Jepang yang difasilitasi LPK Yokata yang pernah berjaya di Purbalingga satu dekade lalu, Mihrod mengaku telah menjalin kerjasama yang sangat baik dengan perusahaanperusahaan bonafid di Jepang. Ini sangat menguntungkan bagi calon peserta magang karena mereka otomatis sudah tahu akan ditempatkan di perusahaan mana dan bagaimana pekerjaannya. “Bahkan mereka juga sudah tahu uang saku yang akan mereka terima. Disana tidak ada istilah gaji, tapi uang saku. Karena disana mereka dianggap bukan bekerja tapi hanya magang,” paparnya. Menurut Mihrod, dari pengalamnnya selama ini, uang saku yang akan diterima para peserta magang ke Jepang berkisar ¥ 100 ribu-an per bulan atau sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per bulan. Bahkan bagi yang bekerjanya lebih rajin lagi, bisa mendapatkan lebih dari itu. “Biasanya setelah magang di Jepang, peserta magang akan tertular pola kerja di Jepang. Mulai dari disiplinnya, loyalitasnya, efisiensinya dan sebagainya. Ini menjadi bekal yang sangat baik bagi mereka yang bercita-cita menjadi pengusaha,” tambahnya. Hemat dan Rajin Sementara itu, Asisten Adimistrasi Ir Gunarto yang menerima para remaja yang akan bertolak ke Jepang, berpesan agar para pemuda tanggung ini dapat mengikuti irama kerja orang Jepang yang dikenal disiplin dan beretos kerja luar biasa. Gunarto juga berpesan agar anak-anak muda ini tidak berfoya-foya, tapi hidup sederhana dan prihatin, agar uang saku yang mereka peroleh bisa ditabung untuk kelak dibawa pulang ke tanah air sebagai modal usaha. “Yang ditiru dari orang Jepang yang baikbaik saja seperti etos kerja, disiplinnya. Kalau ada yang mengajak ke café atau night club jangan tergoda. Hiduplah sederhana dan hemat, agar uang tidak habis sia-sia, tapi bisa ditabung untuk modal usaha,” harapnya. (cie)
Derap Perwira 31
BIROKRASI
Pertemuan Bakohumas Kabupaten Purbalingga
PNS Diminta Bantu Sosialisasi Pileg Purbalingga DERAP PERWIRA-PNS dilingkungan Pemkab Purbalingga diharapkan dapat membantu penyelengga pemilu untuk mensosialisasikan tahapan pemilihan umum DPR, DPD dan DPRD tahun 2014. Hal ini dikarenakan fungsi dan peran PNS yang sangat strategis di tengah-tengah masyarakat. Meski demikian, PNS juga harus berhati-hati dan memahami rambu-rambu yang mengatur larangan PNS ikut terlibat kampanye. Berdasarkan PP Nomor 53 tahun 2010 tentang peraturan disiplin PNS, jelas disebutkan bahwa PNS dilarang untuk terlibat dalam berbagai kegiatan kampanye penyelenggaraan pemilu. “Sebagai pelayan masyarakat, PNS diharapkan mampu mensosialisasikan pemilu kepada masyarakat. Karenanya, PNS harus dapat membedakan antara sosialisasi dan kampanye,” ungkap Divisi Kampanye KPU Purbalingga Drs Suharno saat menjadi narasumber pada kegiatan Pertemuan Bakohumas Kabupaten Purbalingga, di Operation Room Graha Adiguna, Selasa (17/9). Apalagi, lanjut Suharno, penyelenggaraan pemilu 2014 merupakan tugas berat bagi KPU karena ditarget tingkat kehadirian pemilih hingga 71 persen. Dia menuturkan, untuk mencapai target itu, KPU akan menggandeng berbagai steakholder termasuk para kader kehumasan di lingkungan Pemkab. Bahkan, pihaknya telah memprogramkan sosialisasi pileg akan dilakukan hingga tingkat RT/RW. “Ada indikasi kejenuhan dikalangan masyarakat. Namun pemilu adalah hak kedaulatan rakyat, karenanya butuh penyadaran kepada masyarakat melalui sosialisasi oleh banyak pihak,” katanya. Sementara, Ketua Panwas Kabupaten Purbalingga, Heru Tri Cahyono SSos menyebutkan, dalam PKPU Nomor 15 tahun 2013, juga diatur siapa saja yang tidak boleh berpartisipasi dalam kegiatan kampanye pemilu. Dimana salah satunya adalah PNS, termasuk para kepala desa dan perangkatnya. Dalam peraturan KPU tersebut, juga diatur sanksi yang diberikan kepada PNS yang tidak netral dapat berupa pemecatan yang bersangkutan dari PNS. “Sepanjang PNS yang bersangkutan tidak mengarahkan pada salah satu peserta pemilu, maka itu tidak dikatakan sedang berkampanye,” jelasnya. Pembicara lainnya, Wartawan
32 Derap Perwira
Tribun Jateng, Drs Prasetyo menuturkan kehadiran media dalam penyelenggaraan pemilu masih dianggap sangat efektif dalam menyebarluaskan informasi sekaligus memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Disisi lain, pers juga memiliki tugas membantu lembaga pengawas pemilu untuk meminimaslisir kecurangan dan pelanggaran pemilu. “Akan menjadi bahaya jika pemilik media juga ikut terlibat dalam politik. Akibatnya, tidak hanya berat
dari sisi bisnis, tetapi juga dari sisi idealisme,” kata Prasetyo yang juga Ketua Panwascam Kaligondang. Sebelumnya, Kepala Bagian Humas Setda Drs Rusmo Purnomo mengungkapkan, maksud diadakanya pertemuan Bakohumas untuk meningkatkan pemahaman tentang peran kader kehumasan di setiap lembaga pemerintah, menyangkut tahapan penyelenggaraan pemilu DPR, DPD, DPRD tahun 2014, yang akan dilangsungkan 9 April 2014. (Hardie)
Sodik Wardoyo Terbaik I Lomba Cipta Lagu Owabong Purbalingga DERAP PERWIRA Sodik Wardoyo warga Tempursari Barat, Tambak Boyo, Mantingan, Ngawi (Jawa Timur) keluar sebagai terbaik I Lomba Cipta Lagu Owabong. Sodik yang mengirimkan lagu berjudul 'Ayo ke Owabong' dengan genre musik pop dan durasi lagu 3 menit 13 detik berhak atas hadiah berupa uang tunai Rp 10 juta. Humas Obyek Wisata Air Bojongsari (Owabong) Agus Dwiyantoro mengungkapkan, lomba cipta lagu Owabong diikuti oleh 25 peserta baik dari Jawa Tengah, Jabar, DI Yogyakarta, Jatim bahkan dari luar Jawa. Dewan juri yang berasal dari 'Wonge Dhewek Event Organizer' dan tim Owabong akhirnya menetapkan tiga orang peserta terbaik. Untuk peserta terbaik kedua diraih dua peserta yakni D'jivaru Band dan Kruis Band, keduanya dari Purbalingga. Keduanya memberi judul lagu 'Owabong' namun
dengan genre musik berbeda. “Peserta terbaik II ini masing-masing mendapat hadiah berupa uang tunai Rp 2,5 juta,” kata Agus, Rabu (25/9). Dikatakan Agus, dalam lomba ini panitia lebih mensyaratkan ke arah tematik, bukan jingle. Konsep lagunyamarketable, memiliki nilai jual, dan bukan promosi murni. “Lagunya lebih bertema mengajak. Pesertanya dari kelompok band atau solois, dan tentunya lagu yang dikirim bukan jiplakan, tetapi karya sendiri,” kata Agus. Agus menambahkan, setelah lomba cipta lagu ini, pihaknya akan menggelar lomba serupa namun dengan versi campursari dan tarling. “Lewat lagu ciptaan ini, diharapkan akan terus mampu menarik wisatawan untuk terus berkunjung ke Owabong,” harap Agus. (y)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
BIROKRASI Pemkab Purbalingga Siap Dukung Reformasi Birokrasi Purbalingga DERAP PERWIRAPemkab Purbalingga telah siap menyambut reformasi birokrasi yang telah di canangkan oleh kementrian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi pada tahun 2014. Sebagimana diungkapkan oleh Sekda Purbalingga dalam sambutannya yang dibacakan oleh Asisten Administrasi Setda Purbalingga Ir Gunarto pada saat upacara rutin tanggal 17-an Bulan September 2013 di halaman Pendopo Dipokusumo. Reformasi Birokrasi yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 adalah reformasi birokrasi tahap kedua. Reformasi Birokrasi ini adalah kelanjutan dari reformasi birokrasi yang dilaksanakan pada tahun 2008 yakni pada saat dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pada awal pembentukan kabinet Indonesia Bersatu Jilid I. Pada tahun ini dilaksakan pada 3 kementrian yaitu : Kementrian Keuangan, Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dilanjut pada tahun 2009, 2010, dan 2012 yang sampai saat ini berjumlah 80 kementrian dan lembaga non kementrian. Menurut Sofian Effendi, guru besar Universitas Gajah Mada reformasi jilid pertama, adalah sematamata dilakukan untuk remunerasi pegawai Aparatur Negara. Reformasi Birokrasi jilid pertama ini menerapkan stretegi reform from within. Reformasi Birokrasi ini belum bisa mengangkat akar permasalahan yang ada. Adanya kasus Gayus pegawai pajak, yang tersandung kasus penggelapan pajak, membuat masyarakat kurang percaya lagi terhadap Reformasi Birokrasi jilid pertama ini. Masyarakat berpandangan ternyata dengan gaji besar belum bisa membrantas kelakuan oknum pegawai
akan korupsi. Reformasi Birokrasi dalam benak sebagian pegawai adalah remunersai dalam tanda petik “peningkatan kesejahteraan” atau menurut guyonan Vicky “konspirasi kemakmuran”. Padahal jauh dari pada itu ada hal yang harus dipersiapkan oleh seluruh pegawai. Menurut Ir. Gunarto kesiapan reformasi birokrasi di Kabupaten Purbalingga yaitu dengan cara merubah mind set dan culture set ke seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mengubah cara berpikir dan perubahan budaya. Dari cara berpikir output (hasil yang dicapai) menjadi cara berpikir outcome (wujud nyata dalam prilaku seharihari) Prilaku sebagian pegawai besar masih berkutat pada akan tugas pokok, fungsi dan wewenang dalam birokrasi. Padahal dalam reformasi birokrasi semua pegawai dituntut peranannya dalam birokrasai. Peranan adalah outcome, yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana telah diamanatkan dalam Pembukakan UUD 1945 alinea ke 4. Dan ini merupakan salah satu tujuan kenapa NKRI berdiri di tahun 1945. Menurut guru besar UGM sekaligus sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sofian Effendi, Reformasi jilid pertama harus berubah
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
orientasi dari strategi reform from within menjadi strategi reform from outside and topdown dengan memusatkan pada 4 sasaran pokok yaitu : pertama menata kelembagaan Aparatur Negara, kedua, meningkatkan akses dan mutu pelayanan public, ketiga menigkatkan integritas sector public dan kempat, menerapkan manajemen SDM aparatur Negara berlandaskan prinsip merit. Menurut Ir. Gunarto untuk mendukung Reformasi Jilid kedua maka sistem kinerja pegawai (SKP) harus segera dibenahi, agar rencana kerja yang dibuat setahun sekali itu bisa lebih terarah. Setiap pagawai harus memiliki sasaran kerja berupa target kerja yang merupakan turunan dari tugas pokok dan fungsi dari yg bersangkutan sebagai pegawai. Hal tersebut juga sejalan dengan peraturan pemerintah no. 46/2011 tentang penilaian kinerja pegawai akan berlaku pada instansi pusat dan daerah mulai tahun 2014. Pengukuran kinerja birokrasi bertujuan memperbaiki kinerja birokrasi. Dengan kinerja yang baik maka semua program pembangunan dilakukan oleh mesin birokrasi akan maju dengan pesat. Masyarakat juga diharapkan peranan aktif dalam mengawasi reformasi birokrasi. Kami pemerintah Kabupaten Purbalingga siap untuk dikritis sekaligus diberi masukan terhadap kinerja kami dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat, tandas Ir Gunarto (dy).
Derap Perwira 33
BUDAYA
Purbalingga DERAP PERWIRA-Bangsa Indonesia dewasa ini sedang memasuki jaman Kalatidha, yaitu jaman dimana kekacauan disegala bidang terjadi , norma-norma dan tata nilai yang jungkir balik , hukum yang tak berdaya karena dikhianati oleh pengawal dan aparat hukumnya sendiri , agama hanya dijadikan hiasan saja, korupsi , pembunuhan dan bunuh diri terjadi di mana-mana tanpa bisa dikendalikan dengan semestinya oleh satu kebudayaan dalam satu era peradaban yang dilalui. Ungkapan tersebut disampaikan oleh budayawan senior yang juga mantan Sekda Kabupaten Purbalingga Drs Subeno MM dalam memaknai syair Ronggowarsito, pada acara Pentas Kesenian Uyon-uyon di Pendopo Dipokusumo Selasa malam (17/9) dihadapan Wakil Bupati Purbalingga Drs Sukento Ridho Marhaendrianto MM, para pejabat pemkab dan para pegiat seni di kabupaten Purbalingga. Subeno menuturkan sekarang inilah kita sedang berada pada lintasan jaman sulit, yang secara sempurna sudah diramalkan kejadiannya oleh sang Maestro Pujangga Ronggowarsita itu. Pada jaman Kalatidha ini di masyarakat masih banyak yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuanya. Artinya, sekarang ini banyak kejahatan merajalela, korupsi dimana-man
LAPORAN KHUSUS
Bangsa Ini Masih Dalam Era Kalatida kenakalan remaja menjadi-jadi, dalam mencapai tujuan hidup seseorang masih banyak yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanyan, serta pengkaburan antara yang benar dan yang salah. Pada jaman kalabendu banyak pejabat pemerintahan, pejabat politik, pengusahan dan lainnya mendapatkan bendunya (akibat). Banyak pejabat yang masuk penjara karena tingkah lakunya yang tidak baik. Pada zaman kalabendu ini segala bentuk kejahatan, kebusukan, kemunafikan, dan sagalanya akan terbongkar, seiring dengan itu kebaikan dan kebenaran akan terungkap, “becik ketitik, ala ketara”. Setelah mengalami era Kalatida dan Kalabendu bangsa ini juga akan memasuki era Kalasuba lanjut Subeno. Jaman Kalasuba adalah jaman keemasan disegala bidang. Pengalaman dari kedua jaman diatas melahirkan satu catatan sejarah kelam yang memotivasi terciptanya satu kondisi yang
memberikan sarana serta fasilitas seluas-luasnya bagi dunia ilmu pendidikan maju. Membidani lahirnya generasi baru yang mampu merencanakan masa depannya dengan baik guna mencapai cita-cita akan kesejahteraan hidup bagi mereka bersama. Dalam memaknai syair Ronggowarsita bukan semata penerawangan alam gaib atau ilmu ahli nujum yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Dalam mamaknai syair Ronggowarsito, Subeno menyimpulkan perilaku kondisi yang sedang berjalan tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) era yaitu era kalatida, era kalabendu dan era kalasuba. Jika ditelisik lebih jauh , maka bangsa ini masih menjalani tahap era kalatidha berproses ke kalabendu dan saat ini kita kembali seperti mengulangi fase-fase di era kalatida , untuk menuju kalabendu terlebih dahulu sebelum akhirnya bisa menggapai era dimana kalasuba bisa diraih untuk diwujudkan. (Kmn/dy)
RBM PNPM Mandiri Perdesaan
Gelar Pelatihan Jurnalistik Purbalingga DERAP PERWIRA-Ruang Belajar Masyarakat (RBM) PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Purbalingga menggelar Pelatihan Jurnalistik, 4-5 Oktober di Owabong Cottage. Rencananya, kegiatan ini akan diikuti 18 perwakilan dari 18 kecamatan se-Kabupaten Purbalingga. “Masyarakat perlu dibekali pengetahuan jurnalistik, bukan untuk mencetak mereka sebagai jurnalis, tapi agar mereka memiliki semangat mempublikasikan setiap kegiatan positif di sekitarnya baik dengan mengirimkan press release ke media massa atau dengan membuat media sendiri seperti buletin atau blog,” ujar Ketua Pokja Media RBM, Ir Prayitno MSi. Prayitno mengatakan kegiatan di masyarakat seringkali tidak terjangkau wartawan karena para wartawan terkonsentrasi pada isu-isu yang mereka anggap penting untuk diprioritaskan. Namun, dalam media massa sebenarnya memiiki celah untuk informasiinformasi yang lebih beragam, seperti peristiwa atau kegiatan yang dilaksanakan oleh
34 Derap Perwira
masyarakat. “Dengan dimuatnya rekaman peristiwa dan kegiatan masyarakat di media baik itu media massa profesional ataupun media yang dibuat sendiri seperti buletin atau blog, akan meningkatkan self of belonging terhadap kegiatan itu dan sekaligus meningkatkan dinamika dalam masyarakat itu sendiri,” imbuh PNS yang pernah menjadi wartawan di sebuah harian regional. Rencananya, pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini akan diisi materi-materi seputar jurnalistik dan kehumasan oleh para jurnalis yang tergabung dalam Forum Wartawan Purbalingga (FWP) dan praktisi pada Bagian Humas Setda Purbalingga serta Ketua Pokja Media RBM itu sendiri. Materi-materi itu antara lain Optimalisasi Pokja Media RBM, Pers dan Jurnalistik, Menulis Siaran Pers dan Advetorial, Teknik Wawancara, Menulis Berita dan Indepth Reporting, Fotografi Jurnalistik, Menulis Feature, Menulis Opini, dan Jurnalisme Online.(cie)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Seni Kothekan Lesung “Gangsal Menit Mawon Sampun Pega' Purbalingga DERAP PERWIRA- Dibalik uniknya seni tradisi kothekan lesung, ternyata menyimpan kekhawatiran tersendiri. Seni tradisi yang masih ada di Desa Wisata Karangbanjar, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga itu, nyaris punah tanpa regenerasi. Tidak ada remaja putri yang tertarik mengangkat alu dan memukul-mukul lesung sembari bernyanyi.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
“Bocah wadon saniki mbokten wonten sing purun nabuh lesung (Anak remaja putri sekarang tidak ada yang mau menabuh lesung),” tutur Samirah (63) salah seorang pemain kothekan lesung di Desa Karangbanjar, Jum'at (6/9). Selain Samirah, empat orang rekannya yang menabuh lesung hampir semuanya sudah berusia diatas 60 tahun. Rekan-rekan Samirah seperti Soliyah (67), Karni (65), Romiyah (64) dan Sutinah (63), mengaku pasrah jika seni lesung nantinya akan punah. “Lah pripun malih, wong mboten enten sing nerusaken nggih mriku. Mboten kulo pikir mumet-mumet (Bagaimana lagi, memang tidak ada yang meneruskan ya terserah. Tidak perlu dipikir sampai pusing),” ujar Samirah pasrah. Samirah menuturkan, para remaja putri kini cenderung memilih seni menabuh rebana. Selain ringan, juga tidak butuh tenaga banyak. Berbeda jika menabuh lesung. Alu-nya saja sudah berat, apalagi harus bermain lama. “Saniki mawon, limang menit mawon sampun pega rasane (Sekarang, menabuh lima menit saja sudah sesak nafasnya),” tutur Samirah yang dibenarkan rekan-rekannya. Soliyah menuturkan, para remaja putri banyak yang takut tangannya sampai lecet jika harus menabuh lesung. Kothekan lesung memang ditabuh oleh kaum perempuan. “Tangane sami wedi lecet-lecet (Tangannya pada takut lecet,” ujar Soliyah. Samirah mengkisahkan, seni kothekan lesung di Desa Karangbanjar berawal pada tahun 1992. Ketika itu diadakan lomba antar RT menabuh kothekan lesung untuk memeriahkan HUT RI. Selepas lomba itu, seni kothekan lesung di desa ini terus berkembang. Para penabuhnya, seringkali diminta tampil dalam beberapa acara baik di tingkat desa untuk menyambut para tamu, juga di tingkat kabupaten. “Jaman pak bupati Triyono (Bupati Purbalingga 2000 – 2010), seni kothekan lesung boleh dibilang jaya. Kami biasanya diberi saweran sampai Rp 300 ribu,” ujar Samirah. Samirah menambahkan, tarif untuk menanggap seni kothekan lesung memang tidak dipatok angka. Jika harus main di desa sendiri, bahkan rela tidak dibayar. “Biasanya, kami hanya mendapat darisaweran. Itu saja jika ada yang menyawer. Kalau tidak, ya tidak apa-apa,” tuturnya.
Derap Perwira 35
PENDIDIKAN
Pengurus
Yayasan Trah Arsakusuma
Dikukuhkan
SDN 1 Babakan Maju LSS Tingkat Provinsi Purbalingga DERAP PERWIRA- Untuk kesekian kalinya Kabupaten Purbalingga maju lagi dalam kompetisi sekolah sehat, kali ini Sekolah Dasar Negeri 1 Babakan Kecamatan Kalimanah maju mewakili Purbalingga agar dapat lolos ke tingkat provinsi dan apabila menjadi juara bisa menjadi wakil Jateng pada tingkat nasional. Setelah SMPN 4 masuk peringkat empat pada LSS tingkat nasional beberapa waktu yang lalu, kini giliran SDN 1 Babakan yang akan memperlihatkan tingkat pola hidup sehat, bersih, baik dari para murid-muridnya ataupun para guru dan usaha kesehatan sekolah (UKS) baik pada tingkat kabupaten hingga sekolah di hadapan para tim juri dari provinsi. Selain ditunjang dengan lingkungan yang bersih sehat dan rapi, sekolah tersebut juga melaksanakan tindakan lain dengan memberdayakan halaman dengan tanaman obat dan konsep ruang terbuka hijau pada halaman sekolahnya seperti yang sedang gencar-gencarnya dilaksanakan pemkab. Konsep sekolah sehat dan rindang itu dipamerkan kepada tim penilai lomba sekolah sehat tingkat provinsi. Sebab SDN 1 Babakan sebelumnya telah berhasil lolos dalam kompetisi serupa tingkat kabupaten dan karesidenan. Eni Ismartini S Pd guru SDN 1 Babakan usai mendampingi tim penilai LSS Provinsi Jawa Tengah, Wakil Bupati Purbalingga Drs Sukento Ridho Marhaendrianto MM dan segenap pejabat jajaran pemkab Sabtu (28/9) mengatakan,bahwa sekolahnya siap untuk membawa harum nama Purbalingga dengan program-programnya. “Kami optimistis dan siap untuk membawa nama Purbalingga untuk maju menjadi juara dan melangkah mewakili provinsi, karena bebrapa waktu lalu sekolah ini selalu menyandang juara baik untuk tingkat kabupaten maupun karesidenan,”kata Eni. Tim Penilai Sekolah Sehat dari Provinsi Jawa Tengah berjumlah lima orang dipimpin oleh Ny Krisna terdiri
36 Derap Perwira
dari staf Dinkes Provinsi, Dindik Provinsi, dan dari Kemenag Provinsi. Dalam kesan pesan yang disampaikannya Krisna mengatakan bahwa untuk SDN 1 Babakan setelah dilakukan penilaian secara umum bagus, baik dari segi pelayanan kesehatan yang dilakukan Dinkes hingga Puskesmas. “Tak ada gading yang tak retak, begitupun dalam setiap perlombaan pasti ada saja kekurangannya. Secara umum untuk penilaian di Kabupaten Purbalingga bagus, baik dari segi pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dinkes maupun Puskesmas,”ujar Krisna. Krisna juga menambahkan bahwa hasil dari penilaian lomba tersebut akan di sampaikan ke tim di provinsi . Seperti diketahui SDN 1 Babakan dalam lomba sekolah sehat beberapa waktu lalu pernah menjuarai lomba sejenis. Juara yang pernah disandang adalahperingkat I pada tahun 2011 untuk tingkat Kecamatan Kalimanah, tahun 2012 peringkat I se wilayah Eks Pembantu Bupati Banyumas serta peringkat I tingkat kabupaten dan peringkat II se Eks Karesidenan Banyumas dan pada tahun 2013 mendapatkan peringkat I sebanyak dua kali dalam lomba yang sama di Eks Karesidenan Banyumas. Untuk tahun 2013 Kabupaten Purbalingga mengikutkan kembali SDN 1 Babakan untuk mengikuti LSS tingkat provinsi.(kmn)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Purbalingga DERAP PERWIRA - Pengurus Yayasan Trah Arsakusuma periode 2013 – 2016 dikukuhkan, kemarin. Pengukuhan itu sekaligus memperingati ulang tahun yayasan itu ke-27 dan halalbihalal. Yayasan Arsakusuma didirikan oleh para putra wayah pendiri Kabupaten Purbalingga. Ketua Yayasan Arsakusuma terpilih H Slamet Sudiro didampingi sekretaris Anjar Tri Asmara mengungkapkan, program jangka pendek kepengurusan adalah mendaftarkan makammakam leluhur Arsantaka ke
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
situs cagar budaya kepurbakalaan. Kemudian mendukung program SMK Dhuafa, dengan menggandeng swasta nasional untuk pengembangan pendidikan kemandirian siswa siap kerja. “Kami akan lebih memberdayakan yayasan khususnya dalam bidang pendidikan dan kemitraan dengan berbagai pihak untuk menunjang kemajuan pembangunan masyarakat di Purbalingga,” kata Slamet Sudiro. Wakil Bupati Purbalingga Sukento Ridho
Marhaendrianto yang hadir dalam acara itu mengungkapkan, sejarah berdirinya Kabupaten Purbalingga tidak terlepas dari jasa perjuangan Ki Arsantaka yang menurunkan bupatibupati Purbalingga tempo dulu “Peran putra wayah Ki Arsantaka bagi kemajuan Purbalingga selalu terbuka bagi pemerintah daerah, seperti halnya dalam kegiatan besar hari jadi Purbalingga beberapa waktu lalu, salah satunya operasi gratis bibir sumbing dan pemeriksaan ibu anak,” kata Sukento. (y)
Derap Volume 93/ Tahun IX/Perwira 2013 37
Perlu Gebrakan Monumental PARIWISATA Untuk Pengembangan Pariwisata
UMKM
Purbalingga DERAP PERWIRA ‐ Pengrajin tradisioanl tenun gendong grumbul Sawangan desa Tajug hampir punah. Dari jumlah 100 orang pada tahun 90‐an sekarang tinggal 10 orang. Senin (10/9) Menurut penuturan Mbok Sarjuki, seorang pengrajin tenun gendong di dukuh Sawangan berkurangnya pengrajin tenun gendong, disebabkan tidak adanya regenerasi. “ Yang tua tua sudah meninggal, dan tidak ada lagi pengantinya” tutur mbok Sarjuki. Mbok Sarjuki menambahan untuk membuat kain gendong dibutuhkan proses yang lama, untuk satu kain memakan waktu 1 minggu dengan dibantu 1 orang untuk nggulung benang. Karena proses yang lama membuat generasi mudanya enggan untuk meneruskan warisan nenek moyangnya. Disamping itu pula harganya tidak memadai dengan lamanya pembuatan. 1 buah kain tenun gendong hanya dihargai 50 ribu. “ Anak perempuan sekarang lebih suka ngidep (membuat bulu mata), dan itu lebih menjanjikan untuk menambah penghasilan” tambah mbok Sarjuki Pada tahun 90‐an merupakan masa keemasan kain tenun gendong, menurut cerita mbok Sarjuki pada masa itu pengrajin di Sawangan sebulan bisa menghabiskan benang kurang lebih 2 ton. Kapasitas produksi
Generasi Pengrajin Tenun Gendong Hampir Punah kalau dirata‐rata 30 kian perhari. Kain dijual di pasar lokal dan pasar luar jawa, seperti Lampung, Sumatra dan Kalimantan kenang mbok Sarjuki. Gelait Batik Karangmoncol Lain halnya tenun gendong yang mulai punah, batik tulis Karangmoncol semakin mengeluarkan eksistensinya di dunia perbatikan. Ketua kelompok pengrajin batik tulis Karangmoncol, Suyatmi mengatakan batik tulis Karangmoncol semakin baik dan maju. Hal ini terungkap dengan semakin banyaknya orderan yang masuk. “Kami agak kewalahan memenuhi target orderan, jumlah produksi perbulan kurang lebih 20 buah sedangkan jumlah pesanan 25an perbulannya ” tambah Suyatmi.
Kewalahan dalam memenuhi orderan sebenarnya dapat diatasi, menurut Suyatmi jika dalam proses pencelupan warna tidak memakan waktu lama. Selama proses pencelupan dilakukan di Bobotsari atau di Sokaraja, yang memakan waktu kurang lebih 2 bulan karena banyaknya antrian. Pencelupan warna dilakukan minimal 2 kali untuk 1 lembar kain. Suyatmi juga berharap kepada pemerintah untuk dapat diberikan pelatihan pencelupan warna dan bantuan modal guna membeli alat pencelup warna. Selain membuat batik tulis, pengrajin juga membuat hiasan dinding dari Batik. Untuk batik tulis dihargai 200 ribu s/d 350 ribu, sedangkan hiasan dididing 50 ribu s/d 100ribu, hal ini tergantung dari rumit dan tidaknya pembuatan batik. Motif batik juga banyak dijumpai disini seperti motif parangrusak, srimping, suket grinting, udan liris dan anggrekan Kelompok pengrajin batik Karangmoncol yang berjumlah 6 orang bertekad untuk tetap melesatarikan batik tulis sampai kapanpun. Suyatmi sendiri mengaku belajar batik dari orangtuanya, dan Suyatmi merupakan generasi ke 3 dari neneknya. Sanggar batik yang didirikan dari hasil patungan kelompok, selain digunakan untuk membatik kesehariaanya, juga digunakan untuk tempat bagi siapapun yang mau belajar batik.(Humas/dy)
38 Derap Perwira
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Purbalingga DERAP PERWIRA - Ketua komisi III DPRD Purbalingga Hartoyo, SH mengusulkan perlunya melalukan gebrakan yang ekstrem dan monumental untuk pengembangan pariwisata di Purbalingga. Gebrakan ini perlu dilakukan karena persaingan antar daerah dalam pembangunan obyek wisata dalam beberapa tahun terakhir semakin ketat. “Dengan memperhatikan persaingan dan pertumbuhan obyek wisata dalam empat tahun terakhir ini, saatnya Purbalingga perlu kembali melakukan pembangunan obyek wisata yang monumental dan memiliki daya tarik lagi. Obyek yang monumental belum tentu jelek,” kata Hartoyo saat melakukan kunjungan kerja di Bumi Perkemahan Munjuluhur, Kecamatan Bojongsari, Selasa (24/9). Rombongan komisi III diterima oleh Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Drs Akmad Khotib, M.Pd, Kepala Bidang Pariwisata Ir Prayitno, M.Si, dan Kasi Sarana & Prasarana Wisata RR Sri Mulyani, BSc. Hartoyo mencontohkan, ketika kepemimpinan Bupati Triyono Budi Sasongko, ada gebrakan monumental untuk membangun Owabong, kemudian disusul Reptil Park dan sejumlah obyek lain. Ketika itu memang banyak pihak yang menyangsikan keberhasilan obyek wisata itu, namun kenyataannya sekarang jutsru pembangunan yang monumental itu menjadi obyek wisata unggulan di Purbalingga. “Kami sudah menyarankan kepada wakil bupati (Sukento Ridho Marhaendrianto-red), untuk melakukan terobosan ini. Misalnya mengembangkan obyek wisata Goa Lawa atau Bumi Perkemahan Munjuluhur agar memiliki daya tarik lagi,” katanya. Menurut Hartoyo, perkembangan pariwisata di Purbalingga tidak hanya bisa disimpulkan dari meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disetorkan ke kas daerah. Tetapi juga jumlah wisatawan yang datang dan bisa menikmati obyek wisata di Purbalingga. Disisi lain, Hartoyo menyatakan, meningkatnya PAD dari suatu obyek wisata juga harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai dan penambahan fasilitas lainnya. “PAD Buper Munjuluhur sejak tahun 2010 mengalami tren yang terus meningkat. Namun, kami melihat biaya operasional untuk pembenahan buper masih jauh dibawah pendapatan yang disetorkan ke kas daerah. Kami akan memperhatikan kondisi ini dan menjadi catatan untuk penyusunan anggaran tahun 2014,” katanya. Hartoyo juga menyarankan pentingnya biaya promosi obyek wisata ke luar daerah secara terus menerus agar tidak kalah bersaing dengan obyek wisata di lain daerah. “Setelah pembenahan dilakukan, Pemkab perlu gencar melakukan promosi,” saran Hartoyo. Tetap Dikelola Dinbudparpora Dibagian lain menyangkut soal pengelolaan Buper Munjuluhur, Hartoyo menyatakan lebih sependapat tetap dikelola Dinbudparpora. Dengan memperhatikan landasan hukum dan kajian yang dilakukan, pengelolaan Buper Munjuluhur sebaiknya tetap oleh SKPD yakni Dinbudparpora. Sedang pengelolaan adventure zone yang semula dikelola pihak ketiga sejak 2005, keputusan bupatinya perlu ditinjau kembali.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Sementara itu, anggota komisi III lainnya, Aris Widiarso menyatakan sebelum pembangunan fasilitas yang monumental, pembenahan fasilitas dasar di Buper mendesak untuk dilakukan. Aris mencontohkan, untuk fasilitas MCK, 1 MCK untuk 15 anak, jika di Buper yang berfungsi hanya 26 dari 44 MCK yang ada, maka hanya mampu dipakai oleh sekityar 300 anak. “Komisi III akan memperhatikan pembenahan fasilitas dasar Buper, hal ini karena Buper juga sebagai salah satu sumber PAD,” kata Aris Widiarso. Yusro, yang juga anggota komisi III menyarankan perlunya memanfaatkan energi matahari sebagai sumber energi lampu dengan teknologi solar sel. “Mungkin sejumlah perusahaan bisa memberikan sebagian CSR (Corporate Social Responsibilty)-nya guna membangun solar sel di buper,” sarannya. Kepala Dinbudparpora, Akhmad Khotib menyatakan siap melakukan inovasi terhadap perkembangan pariwisata di Purbalingga. Namun, inovasi itu perlu pula dukungan anggaran untuk penambahan sejumlah fasilitas dan pembenahan fasilitas yang ada. “Kami sudah menyusun konsep Buper sebagai pusat rekreasi edukatif khususnya untuk anak-anak dan remaja,” kata Khotib. Khotib mencontohkan, pengembangan buper bisa dilakukan dengan menambah fasilitas track sepeda, jogging track, mobil mini, lapangan olah raga, gazebo, warung apung, kolam pemancingan, pusat budaya, ruang curah ide dan sejumlah fasilitas lain lainnya. “Kelak setelah pengembangan ini, kita ikuti dengan promosi yang gencar untuk meningkatkan kunjungan,” katanya. Sementara itu Kabid Pariwisata, Prayitno menyatakan, PAD Buper Munjuluhur pada tahun 2010 ditarget Rp 53,6 juta dan mampu direalisasi sebesar Rp 59,5 juta, kemudian 2011 target Rp 60,5 juta mampu disetor Rp 75,2 juta. Tahun 2012 target Rp 61 juta dan dapat terealisasi Rp 106,5 juta. Untuk tahun 2013 ini target Rp 150 juta, dan hingga bulan Agustus telah disetor Rp 75,1 juta. “Pengelolaan Buper Munjuluhur dalam tahun ini tersedia anggaran Rp 29,6 juta untuk memelihara sejumlah gedung dan areal buper seluas 14,5 hektar dengan dukungan lima karyawan. Meski anggaran boleh dibilang relatif kecil, namun kami tetap berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai target pendapatan dan pelayanan kepada pengunjung,” tambah Prayitno. (y)
Derap Perwira 39
SEJARAH
SEJARAH
Pendopo KH Ahmad Dahlan
Saksi Bisu Perjuangan Kader Muhammadiyah
Muslimin”. Pada perkembangannya, para aktivis Muhammadiyah mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) lalu terus berlanjut setiap dekadenya mendirikan SMP Muhammadiyah, SD Aisyiah, TK Aisyiah hingga SMA dan SMK Muhammadiyah.
Gedung tua ini tersembunyi di tengah – tengah bangunan bertingkat yang mengelilinginya. Konon, bangunan berarsitektur perpaduan Belanda dan Jawa ini telah ada di akhir abad ke-19. Bagaimana sejarah di balik gedung yang kini resmi diberi nama Pendopo KH Ahmad Dahlan ini?
Berbicara tentang Pendopo KH Ahmad Dahlan tak akan lepas dari perjuangan para aktivis Muhammadiyah. Sebelumnya gedung yang berlokasi di selatan Alun-alun Purbalingga ini hanyalah milik perseorangan, yakni salah satu kerabat Bupati Purbalingga Trah Arsantaka. Para kerabat Bupati Purbalingga masa itu memiliki banyak sekali tanah berikut rumah yang cukup mewah di jamannya. Bahkan tak jarang, saking banyaknya rumah dan tanah yang dimiliki, tidak semua rumah dan tanah itu dirawat atau ditinggali. Salah satunya, bangunan ini. “Akhirnya, kerabat Bupati itu menyilakan jika bangunan itu dimanfaatkan untuk kepentingan agama. Waktu itu para pejuang dari partai Masyumi memanfaatkan gedung ini sebagai pusat pendidikan keislaman. Kebetulan aktivis Masyumi sebagian besar orang Muhammadiyah,” ujar mantan penghulu Landraat di jaman Belanda, H Dullah Hasan Miharjo, satu-satunya saksi hidup yang tersisa. Hasan masih ingat, saat dia masih bocah, pusat gerakan Muhammadiyah yang semula bertempat di kompleks Masjid At
Taqwa depan Kejaksaan sekarang, akhirnya berpindah ke gedung di selatan alun-alun itu. Bahkan dalam sebuah foto dokumentasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Purbalingga, tahun 1927, gedung ini menjadi saksi kelulusan para calon guru agama yang menimba ilmu di perguruan Muhammadiyah.
Menurut Ketua PDM Purbalingga Wachyudiana, gerakan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Jogja tahun 1912, telah masuk Purbalingga sekitar tahun 1918, berwujud kelompok atau grup pengajian di desa-desa. Secara yuridis formal, Muhammadiyah Purbalingga resmi menjadi Pimpinan Muhammadiyah Cabang Purbalingga dengan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01 Tahun 1922 tanggal 2 Januari 1922, masuk daerah Banyumas. “Tanah dan bangunan ini diperoleh dari proses jual beli dari kerabat Bupati Purbalingga bernama Raden Mas Sobali dan Raden Ayu Anjani, mereka kakak beradik, melalui Panitia Pembelian Tanah Muhammadiyah yang diketuai oleh KH Syarbini dan Sekretaris KH Abdul Kholik pada tahun 1946, dengan memperoleh Hak Guna Bangunan,” jelas Wachyudiana. Hasan, sapaan H Dullah Hasan Miharjo, pada waktu itu juga termasuk jajaran panitia. Dia bertugas sebagai juru tulis sekaligus pengumpul dana. Karena dia bekerja sebagai penghulu, dana dikumpulkan di Kantor Urusan Agama, yang kini menjadi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga. “Kerabat Bupati itu minta persekot 1000 rupiah. Padahal waktu itu harga emas 4 gram senilai 5 rupiah. Bayangkan uang mukanya saja segitu, apalagi harga totalnya!” tandasnya.
Pendopo KH Ahmad Dahlan Tahun 2012 Jasa Abu Dardiri Akhirnya para aktivis Muhammadiyah banting tulang mencari dana kesana kemari demi bisa memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) tanah berikut gedung itu. Sampai mendekati batas waktu yang disepakati, dana yang dikumpulkan masih jauh dari harapan. “Waktu itu kami hampir putus asa. Sampai akhirnya, ada seorang donatur yang mau membayar kekurangannya hingga uang muka yang dimintapun tercukupi. Donatur yang dikirim Allah itu bernama Bapak Abu Dardiri dan istrinya,” ungkapnya haru. Konon, Abu Dardiri melunasi gedung itu sebagai amal jariyahnya. Pelunasannyapun dilakukan hingga beberapa tahap, meski pasangan suami istri ini telah pindah domisili ke Purwokerto. Tak banyak yang tahu asal usul Abu Dardiri. Tapi lelaki ini dan istrinya dikenal sangat kaya dan dermawan. “Yang saya dengar, Bapak Abu Dardiri ini pensiunan pegawai Pabrik Gula di Klampok. Orangnya sangat kaya raya. Entah bagaimana ceritanya dia akhirnya tinggal di Purbalingga dan aktif di Muhammadiyah,” tambahnya. Hasan sendiri cukup akrab dengan Abu Dardiri. Bahkan diakuinya, yang memberinya pekerjaan sebagai penghulu juga Abu Dardiri ini. Menurutnya, Abu Dardirilah yang mendirikan Departemen Agama di Purbalingga (saat itu disebut KUA-red). Seingat Hasan, Abu Dardiri juga pernah mengundang Bung Karno jauh sebelum kemerdekaan, sekitar tahun 1929, untuk membakar semangat pejuang yang masih dalam cengkeraman penjajahan Belanda. Bung Karno yang saat itu belum lama meraih gelar insinyurnya, dikenal vokal dan menjadi aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI) yang cukup dekat dengan tokoh-tokoh Islam, termasuk tokoh Muhammadiyah. “Saat itu saya masih 8 tahunan. Bung Karno masih muda, tapi pidatonya sudah dikenal dan dirindukan. Beliau berpidato di lapangan yang sekarang Masjid At Takwa depan Kejaksaan. Saya takut sekali, tidak berani mendekat, karena orang-orang dewasa, para pejuang berkumpul berdesakan ingin mendengar pidatonya yang terkenal itu,” kenangnya seraya menerawang menembus langit-langit rumahnya di timur Pasar Karangnangka, Mrebet. Kedekatan Abu Dardiri dengan tokoh-tokoh sekelas Bung Karno menunjukkan betapa Abu Dardiri bukanlah orang sembarangan. Tapi, Hasan berkeyakinan, Abu Dardiri bukanlah dari kalangan priyayi atau bangsawan. Abu Dardiri dikenal sangat gagah perkasa meskipun saat Hasan berusia 20-an tahun, dermawan itu tak lagi disebut muda. “Dengan menunggang kudanya yang sangat lincah, Bapak Abu Dardiri mendirikan grup-grup Muhammadiyah di desa-desa. Saya masih ingat, dia pernah jatuh dari kudanya saat menyeberang sungai karena saat itu memang tak banyak jembatan seperti sekarang,” tutur sesepuh kelahiran 1 Juli 1921. Setelah melunasi uang muka gedung itu kepada kerabat Bupati Purbalingga, kekayaan Abu Dardiri justru meningkat tajam. Dialah yang pertama kali memiliki usaha perhotelan di Purwokerto. Bahkan dia memiliki percetakan terbesar di Nusantara saat itu, yang didedikasikan untuk melayani kebutuhan cetak – mencetak Departemen Agama. “Sekarang saya tidak begitu paham keturunannya. Mungkin masih di Purwokerto,” ujarnya tak yakin. Sementara itu, setelah uang muka dilunasi, gedung langsung dimanfaatkan untuk dakwah dan pendidikan Muhammadiyah dengan diberi nama “Balai
Tahun 2013 – Peresmian oleh Wakil Ketua MPR RI H Hajriyanto Y Thohari sekaligus resminya pemakaian nama 'Pendopo KH Ahmad Dahlan' untuk gedung ini
Pendopo KH Ahmad Dahlan Tahun 1927
40 Derap Perwira
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Milik Sah Muhammadiyah Wachyudiana mengatakan tahun 1999, gedung berikut tanah itu berubah status dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Atas Tanah. Sejak saat itu, gedung berikut tanah telah resmi menjadi Hak Milik Persyarikatan Muhammadiyah dengan sertifikat nomor 1073. H Dullah Hasan Mihardjo, “Gedung ini telah beberapa satu-satunya Panitia Pembelian kali dilakukan renovasi ringan Tanah Muhammadiyah sebelumnya. Dan tahun 2004 diadakan yang masih hidup renovasi dipimpin Bapak Burhan di usianya yang ke-92 tahun Machuri,” imbuhnya. di tahun 2013 ini. Tahun 2013 ini, dilakukan renovasi berat dengan menghabiskan dana lebih dari Rp 291 juta dengan masa pengerjaan 15 minggu atau tiga bulan lebih. Berdasarkan SK PDM Nomor 0101/KEP/III.O/A/2013 tanggal 16 Dzulqo'dah 1434 H bertepatan dengan 21 September 2013, gedung ini diberi nama “Pendopo KH Ahmad Dahlan” dan diresmikan oleh Wakil Ketua MPR RI Drs H Hajriyanto Y Thohari MA. Kini, setelah 95 tahun berkiprah di Purbalingga, Muhammadiyah telah memiliki 25 cabang dan 163 ranting di seluruh pelosok Kabupaten Purbalingga. Di bidang pendidikan, Muhammadiyah telah mendirikan 125 TK/BA, 74 SD/MI, 19 SMP/MTs, dan 6 SMA/SMK. Tak hanya itu, saat ini Muhammadiyah Purbalingga juga tengah merintis sebuah Pondok Pesantren Modern dan membuka prodi Perbankan Syariah pada SMK Muhammadiyah 3 yang rencananya akan direlokasikan ke sebuah tanah wakaf milik keluarga H Samyo Nurudin di jl Raya Bojong, selatan Kantor Kelurahan Bojong Kecamatan Purbalingga. Di bidang sosial, Muhammadiyah Purbalingga telah memiliki 3 panti asuhan. Di bidang kesehatan telah memiliki satu rumah sakit dan satu balai pengobatan. Di bidang tabligh telah memiliki pengajian hingga tingkat kabupaten yang rutin dilaksanakan tiga kali sepekan di tiga tempat berbeda dengan jamaah lebih dari 5000-an orang. Dan yang paling menonjol, di bidang ekonomi. Saat ini di barat Pendopo KH Ahmad Dahlan, atau Jl Piere Tendean seberang SMP Negeri 1 Purbalingga, terdapat 14 unit pertokoan yang disewakan dan 1 unit toko yang dikelola sendiri oleh Koperasi Muhammadiyah. Lengkaplah sudah kesaksian Pendopo KH Ahmad Dahlan selama hampir satu abad ini. (cie)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 41
SEJARAH
SEJARAH
Purbalingga Tempo Doeloe
Kisah Mata-mata Belanda Penjual Negara Belanda tak akan mampu menjajah bangsa ini tanpa bantuannya. Mereka orang-orang pribumi atau keturunan Tionghoa yang telah hidup membaur dengan pribumi. Demi kehidupan layak, mereka menghamba pada Belanda. Mereka tega menjual negara, menyiksa orang sendiri. Inilah kisah tiga dari sekian banyak pengkhianat bangsa pada masa Penjajahan Belanda yang pernah ada di Bumi Perwira.
Perusahaan Tembakau G.M.I.T saat jam pulang karyawan, pada masa kejayaannya tahun 1970-an. Perusahaan terbesar di Purbalingga masa itu, kini gedungnya telah ditempati PT Indokores Sahabat di Jl A Yani Kandanggampang.
42 Derap Perwira
Volume94/ 93/Tahun TahunIX/ IX/2013 2013 Volume
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 43
SEJARAH
Mengenang Perjuangan
Pasukan Pelajar IMAM Pernah lewat Jl Pasukan Pelajar IMAM di barat Kantor Kejaksaan Purbalingga? Mungkin sebagian kita tak banyak tahu apa itu Pasukan Pelajar IMAM. Apakah sama dengan Tentara Pelajar?
PANJAT PINANG : Panjat pinang masih tetap menjadi ageda favorit hiburan pada peringatan HUT Kemerdekaan RI. Pangkalan Udara Wirasaba Purbalingga (Jateng) menyediakan lima batang pohon pinang dengan berbagai hadiah menarik.
44 Derap Perwira
Belepotan Oli Demi Kuali Purbalingga DERAP PERWIRA – Pangkalan Udara (Lanud) Wirasaba di Desa Wirasaba, Kecamatan Bukateja, Purbalingga (Jateng) menggelar pesta rakyat merdeka, Minggu (18/8/2013) sore. Kegiatan yang berlangsung di lapangan setempat untuk memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke‐68 Kemerdekaan RI. Ratusan warga sekitar ikut berpartisipasi dan menyaksikan hiburan orgen tunggal yang disiapkan. Komandan Lanud Wirasaba Mayor (Pnb) Arief Sudjatmiko mengungkapkan, kegiatan pesta rakyat merdeka selain untuk memeriahkan hari kemerdekaan, juga sebagai upaya mendekatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) dengan masyarakat. “TNI AU sebagai pelindung rakyat, maka kami ingin selalu dekat dengan rakyat,” ujar Arief disela‐sela acara yang meriah. Berbagai lomba yang ditampilkan seperti lomba membawa kelereng untuk anak‐ anak, lomba memindahkan belut ke botol, lomba balap karung dan yang sangat menarik lomba panjat pinang. “Untuk lomba panjat pinang, kami menyediakan lima batang pohon jambe yang diisi berbagi hadiah menarik, seperti sepeda, peralatan dapur, kuali, tas, kaos, jam dinding dan lainnya. Satu batang diantaranya, kami siapkan untuk tamu Muspida jika berkenan mengikuti lomba,” ujar Arief. Untuk lomba panjat pinang, karena banyaknya animo peserta khususnya para
pemuda, maka panitia membatasi waktu selama 10 menit setiap regu. Jika waktu habis dan satu regu yang beranggotakan lima orang tidak mampu mencapai puncak, maka diganti regu lainnya. Begitu pula secara bergantian dengan regu berikutnya. “Jika mampu mencapai puncak, karena banyaknya regu yang ingin bermain, maka kami batasi untuk mengambil hadiah lima jenis lebih dulu,” ujar Arief. Seorang peserta, Jarwoto warga Desa Wirasaba mengaku senang dengan digelarnya berbagai lomba oleh Lanud Wirasaba. “Meski belepotan oli, tapi kami tetap senang. Hadiah bukan tujuan utama. yang penting meriah,” ujarnya. Selain warga sekitar, peserta lomba juga datang dari keluarga TNI AU. Mereka terlihat ceria mengikuti berbagai acara yang lucu dan menarik. Istri Danlanud dan istri Kepala Dinas Kesehatan Purbalingga juga ikut ambil bagian dalam lomba balap karung dan memegang belut. Salah seorang penonton, Silas Rumanti mengaku terhibur dengan tontonan panjat pinang. Menurut warga Purbalingga yang sengaja datang ke Wirasaba itu sangat tertarik dengan lomba panjat pinang. ”Perjuangan para peserta yang belepotan terkena oli sangat lucu dan menarik. Mereka terlihat ceria setelah mampu mencapai puncak dan meraih hadiahnya,” tuturnya. (y)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
IMAM merupakan singkatan dari 'Indonesia Merdeka Atau Mati'. Semboyan ini muncul setelah pasukan NICA Belanda pimpinan Westerling mendarat di Indonesia dengan membonceng Sekutu sekitar September 1945. Namun perjuangan IMAM yang benar‐benar nyata baru dilakukan tahun 1949. Ya, IMAM menjadi sebuah wadah para pelajar yang ikut bergerilya. IMAM menjadi bagian penting dalam struktur TNI saat itu. Dan bulan Juni 1949 menjadi saat‐saat bersejarah dimana Pasukan IMAM dalam satuan‐satuan kecil berhasil melakukan serangan‐serangan serilya yang cukup membuat Belanda kalang kabut. Seperti saat dilaksanakannya patroli Belanda tanggal 13 Juni 1949. Saat para pelajar IMAM tengah berkumpul di Pos Desa Karangreja Kutasari, tiba‐tiba terdengar suara tembakan dari arah Kutasari, + 500 meter dari lokasi Pos IMAM. Rupanya Belanda kembali melakukan patroli setelah vakum sekian lama. Para pelajar yang tidak siap langsung berkerudung sarung menyongsong patroli Belanda itu. Dua pelajar IMAM sempat bertemu dengan pasukan Belanda tapi dibiarkan oleh Belanda karena tidak menyangka dua orang pelajar berkerudung sarung itu sesungguhnya pejuang. Pasukan Belanda pimpinan Letnan Geritzen lewat dengan regu radio di belakangnya. Pasukan Pelajar IMAM langsung merusak radio dan beberapa diantaranya melepaskan tembakan beberapa kali. Setelah itu, terjadilah aksi tembak‐tembakan antara Belanda dengan IMAM. Dalam aksi ini, seorang pelajar IMAM tertembak kepalanya dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Purbosaroyo. Di bekas tempat pasukan Belanda tiarap juga terdapat genangan darah membanjiri perkebunan salak penduduk. Rupanya cukup banyak tentara Belanda yang mati dalam baku tembak kali ini.
Tak banyak serangan balasan dari Belanda karena kegiatan patroli Belanda ini hanya bagian dari pergerakan Belanda dari Purbalingga ke Sumbang. Belanda tidak menyangka perjalanan mereka itu menjadi akhir kehidupan beberapa tentaranya. Serangan gerilya pelajar IMAM juga dilakukan pada tanggal 28 Juni 1949 yang bertepatan dengan 12 Ramadhan. Mereka menembaki Pos Po An Tui di Kandanggampang. Para keturunan Tionghoa pembela Belanda rupanya telah menyingkir ke gudang tembakau di timur rel kereta api. Karena tak ada perlawanan, pasukan IMAM menembaki lampu‐lampu. Tak lama kemudian Panser Beland adtaang. Kedatangan Belanda ini karena adanya api menjulang di toko‐toko sekitar Kandanggampang yang menarik perhatian Belanda. Lalu terjadilah baku tembak antara gerilya IMAM dengan Belanda. Lalu sebagian gerilya IMAM berusaha membakar gudang tembakau tak tak terlalu sukses karena hanya menggunakan minyak tanah. Kondisi ini membuat Belanda terus memberondong tembakan. Karena posisi terjepit, gerilya IMAM berlari ke Kalikabong, memutar ke Babakan dan kembali ke pos mereka di Candimaya Kutasari. Tak ada korban jiwa. Hanya seorang di pihak Po An Tui bernama Gob Yan Bo berhasil ditawan pasukan IMAM. Awalnya Gob Yan Bo mengira yang datang adalah pasukan Belanda. Karena ternyata bukan, Gob Yan Bo menyerahkan diri dan memilih mengikuti pasukan IMAM sebagai tawanan. Memasuki bulan Juli 1949, pelajar IMAM masih terus mendukung gerakan TNI. Tepat hari Rabu 8 Juli 1949, pasukan pelajar IMAM turut serta penggempuran Markas‐markas Belanda di Purbalingga.Pasukan Pelajar Imam langsung menuju jantung kota dan menyerbu serta membakar rumah yang ditengarai tempat berkumpulnya para serdadu Belanda turunan Tionghoa, anggota Po An Tui. Usai pembakaran, anggota Po An Tui berhamburan keluar
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
rumah untuk menyelamatkan diri. Seorang polisi Belanda (GP) dan anggota Po An Tuimenjadi korban sernagan ini. Rumah Sakit Trenggiling juga turut diserang dan beberapa orang Belanda ikut ditawan. Besoknya, jam 03.00 dini hari, peleton Belanda dari Batalion Infanteri XI “Gajah Merah” mengadakan patroli dari Bukateja ke utara. Peletenon kedua datang lagi sekitar pukul 06.00. Mereka langsung menambaki secara membabi buta seluruh penduduk yang ditemuinya, baik laki‐laki, perempuan, tua maupun anak‐anak. Tak kurang dari 23 penduduk tewas sia‐sia. Banyak penduduk yang terluka akibat tertembak kaki, tangan dan bagian perut. Banyak juga perempuan yang diperkosa. Sekitar pukul 10.00, pasukan IMAM bergerak mendekati belakang pasukan Belanda secara mengendap‐ endap. Mereka lalu naik ke tebing yang tingginya 15 meter dari permukaan tanah. Merekapun leluasa menembaki pasukan Belanda dan banyak juga pasukan Belanda yang tewas seketika. Sisanya lari tunggang langgang tak tentu arah dan tercerai berai. Tak lama kemudian, Pasukan Belanda melakukan serangan balasan. Adu tembak hingga sejam lamanya berlangsung. Tak lama tembak‐ menembak usai. Tak ada lagi suara tembakan dari arah musuh. Para pasukan IMAM dan TNI lainnya mencoba mencari tahu, ternyata bayak penduduk melihat pasukan Belanda seperti mengusung jenazah. Seranganpun usai. Beberapa waktu berlalu, ada infomrasi telah terjadi kesepatakan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag. Disusul pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan RI 27 Desember 1949 yang berarti berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia dengan sebenar‐benarnya. (cie ‐ Disarikan dari Buku 'Kilas Sejarah Purbalingga karya Tri Atmo)
Derap Perwira
45
KESEHATAN Surati tergolek lemas di atas ranjang putih di instalasi hemodialisa. Desiran cairan merah keluar masuk ke lengannya melalui slang yang terhubung pada sebuah alat pencuci darah, tampak berputar-putar pada mesinnya. Sudah delapan bulan mantan buruh rambut palsu ini harus mengikuti rutinitas cuci darah dua kali dalam sepekan. Awalnya dia hanya merasakan lemas bahkan sampai pingsan. Tak disangka setelah sempat opname beberapa hari, Surati harus menerima kenyataan ketika dokter mengatakan dia menderita gagal ginjal kronis stadium akhir. “Saya tidak tahu apa yang menyebabkan saya begini,” ujarnya lemah. Surati hanya menebak-nebak kemungkinan semua ini disebabkan kebiasaan buruknya jarang minum, dan sering malas makan selama masih menjadi buruh di sebuah plasma rambut di kampung halamannya, Desa Karangbanjar Kecamatan Bojongsari. Menurutnya, dia merasa makan dan minum hanya akan mengganggu perkejaannya menjadi tidak cepat selesai. “Kata dokter, mungkin saya kurang minum dan sering tidak makan. Ya ingatingat ya mungkin memang karena itu,” jelasnya. Surati hanya satu dari seratusan penderita gagal ginjal kronis stadium akhir yang harus mengikuti prosesi cuci darah di Kabupaten Purbalingga. Beruntung, perempuan berusia 43 tahun ini memiliki Jamkesmas sehingga tak harus mengeluarkan berjuta-juta rupiah setiap pekannya untuk cuci darah, transfusi darah, segala obat-obatan dan lain-lainnya. Tapi kalau bisa memilih, tentu saja Surati ingin sehat seperti sedia kala dan mengatur pola hidup yang lebih baik. Menurut data Rekam Medis RSUD Dr Goeteng Taroenadibrata (RSGT), ada peningkatan pelayanan cuci darah selama tiga tahun terakhir. Jika tahun 2010, terekam hanya 540 kali setahun, meningjat menjadi 1.977 kali di tahun 2011. Angka ini terus meningkat di tahun 2012 dengan jumlah 2.352 kali cuci darah. Dari seratusan pasien gagal ginjal yang ada, Instalasi Hemodialisa RSGT mencatat ada sebanyak 53 pasien telah meninggal dunia. “Semua memang yang menentukan Tuhan. Namun secara ilmu kedokteran, tanpa adanya mukjizat Tuhan, cuci darah ini seolah hanya untuk memperpanjang usia hidup saja. Jika cuci darah dihentikan, umumnya mereka langsung drop dan biasanya nyawanya tidak tertolong,” ungkap Kepala Instalasi Hemodialisa RSGT dr T Krisna Wibowo MKes. Krisna mengatakan rata-rata pasien yang cuci darah di RSGT telah mengidap diabetes dan hipertensi sebelumnya. Kedua penyakit ini memang rawan mengalami komplikasi, termasuk pada ginjal. Kadar gula yang melambung tinggi tak terkendali
46 Derap Perwira
LAPORAN KHUSUS KESEHATAN
Yuk, Sayangi Ginjal Kita akan membebani ginjal. Ginjal dipaksa kerja keras di luar kemampuannya. Akhirnya terdapat semacam luka parut pada ginjal yang semakin lama membuat fungsi ginjal terganggu. “Peningkatan tekanan darah berkepanjangan akan merusak pembuluh darah di sebagian besar tubuh. Ini juga akan merusak ginjal,” imbuhnya. Tapi, menurut Krisna, proses diabetes dan hipertensi untuk bisa mengakibatkan gagal ginjal kronis membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga, seharusnya bisa diantisipasi. Salah satunya dengan disiplin dalam menerapkan pola hidup bersih dan sehat, termasuk mematuhi saran dokter untuk diet. “Jaga gula darah dan tekanan darah agar tetap normal. Jadi harus taat diet dan rajin cek ke laborat. Jangan sampai tidak terkontrol,” paparnya. Krisna mengatakan, untuk kasus gagal ginjal kronis stadium awal sebenarnya bisa dicegah agar tidak sampai cangkok ginjal atau bahkan cuci darah. Caranya dengan diet rendah protein dan mengkonsumsi asam amino. Ginjal pada pasien gagal ginjal kronis tidak membuang toxic dari metabolit protein. Jika dipaksakan akan membebani dan memaksa ginjal yang sudah rusak bekerja lebih keras, akibatnya toxic justru akan menyebar ke tubuh. “Itulah sebabnya, salah satu upaya mendeteksi apakah seorang pasien menderita gagal ginjal atau tidak melalui tes urin. Urin penderita gagal ginjal akan mengandung protein tinggi,” ungkapnya. Selain diet protein, pasien gagal ginjal kronis juga disarankan mengkonsumsi asam amino. Asam amino dibutuhkan untuk mengurangi produksi urea sehingga dapat mengurangi kinerja ginjal. Pada akhirnya, tingkat keparahan kasus gagal ginjal kronis juga dapat dikontrol agar tidak meningkat stadiumnya. Pencegahan Siapapun setuju jika pencegahan akan jauh lebih baik daripada pengobatan, apalagi pada kasus gagal ginjal krinis. Lalu apa yang harus dilakukan agar gagal ginjal kron is tida
k sampai menghampiri kita? Krisna mengatakan pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sedini mungkin, sebelum mengalami penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes. Bagi seseorang yang masih lajang tapi memiliki orang tua atau kakek-nenek yang menderita hipertensi ataupun diabetes, disarankan mencari pendamping hidup yang tidak memiliki garis keturunan penderita penyakit-penyakit itu. “Dan yang tidak boleh diremehkan, harus cukup minum dan air minumnya juga harus yang memenuhi standar kesehatan atau berkualitas. Kalau minumnya banyak, kencingnya juga harus banyak. Begitu juga sebaliknya,” tambahnya lagi. Meski tak memiliki garis keturunan penderita diabetes dan hipertensi, bukan berarti seseorang terbebas dari kemungkinan mengidap penyakit ini. Gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif. “Hati-hati bagi yang senang makan mie instan, fried chicken, minum minuman bersoda, atau makan makanan ber-MSG, berpengawet, berpewarna kimia. Atau mereka yang kurang aktivitas fisik, senang merokok. Semua itu bisa menjadi pemicu,” jelasnya. Krisna mengatakan ada juga penderita gagal ginjal yang diawali dengan infeksi pada kemaluannya, terutama pada perempuan. Hal ini disebabkan pada daerah tropis, produksi keringat dalam tubuh akan meningkat yang akan mengakibatkan kelembaban terutama di daerah yang tersembunyi seperti di sekitar vagina. Jika tidak pintar menjaga kebersihan dan kesehatannya, kuman akan berkembang biak pesat disana. “Persoalannya, posisi vagina itu kan dekat dengan ginjal. Sangat mungkin kuman yang ada di vagina itu pindah ke ginjal. Dan akhirnya mempengaruhi fungsi ginjal juga,” imbuhnya. Nah, terbukti Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sangat penting jika kita ingin tetap sehat. Yuk, sayangi ginjal kita mulai sekarang! (cie)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Penderita Kanker Getah Bening Terima Bantuan Dari Pemkab “Saya ikut prihatin dan turut mendoakan agar penderitaan yang dialaminya segera sembuh dan pulih seperti sediakala untuk kembali menjalani aktifitas sebagai Purbalingga DERAP PERWIRA- Hamid kepala rumah tangga. Kami dari pemkab warga RT05/03 Desa Gembong Kecamatan hanya memberikan sedikit untuk membantu Bojongsari yang beberapa waktu lalu meringankan biaya harian pasca menjalani operasi kanker getah bening di RS operasi,”tutur Kento. Margono Sukarjo Purwokerto mendapatkan Wabup menambahkan pemberian bantuan pengobatan dan keperluan rumah bantuan pengobatan merupakan wujud tangga dari pemkab. kepedulian pemkab untuk meringankan Penyerahan bantuan diserahkan penderitaan yang dialami warga kurang langsung oleh Wakil Bupati Purbalingga Drs mampu khususnya Hamid yang memerlukan Sukento Ridho Marhaendrianto MM di keperluan sehari-hari seperti operasional ke Rumahnya Senin (23/9) didampingi oleh RS untuk pemerikasaan lanjutan. Kabag Kesra, Camat Bojongsari, Kades “Walaupun sedikit, semoga bantuan Gembong serta staf Dinkes dan ini dapat meringankan dan keperluan harian Dinsosnakertrans. pasca operasi. Apalagi di jaman yang serba Saat mengunjungi dan sulit ini apa-apa mesti butuh biaya,”ujarnya. menyampaikan bantuan pengobatan wabup Kepala Bagian Kesra Drs Nurhadi Sukento mengatakan, ikut prihatin dan menuturkan untuk meringankan keprluan mendoakan agar penderitaan yang sehari-hari pemkab memberikan bantuan dialaminya segera sembuh. sebesar Rp 2 Juta untuk biaya operasional
pasca operasi. Selain itu pemkab melalui Disosnakertrans memberikan bantuan keperluan harian seperti selimut, sarung, kain jarit, kaos dan peralatan dapur berupa panci. Selain keperluan tersebut, diberikan juga bumbu dapur berupa kecap, saus dan minyak goreng. Camat Bojongsari Ato Susanto mengatakan berterimakasih atas perhatian pemkab untuk membantu warganya yang menderita kanker getah bening. Selain itu pasien tersebut juga sudah tercover oleh Jaminan Keseshatan Masyarakat (Jamkesmas), sehingga untuk pembiayaanya gratis tanpa dipungut biaya sedikitpun. Apresiasi juga dilontarkan oleh Kepala Desa Gembong Karsono saat mendampingi rombongan dari pemkab atas kepedulian warganya, yang dengan sukarela mengumpulkan bantuan untuk meringankan sakit yang diderita oleh tetangganya, sehingga terkumpul uang sebesar Rp 2 juta. (Humas-Kmn)
UCI Desa baru 56,6%, Dinkes Khawatir Purbalingga DERAP PERWIRA- Dinas Kesehatan Purbalingga khawatir pelaksanaan Universal Child Immunization (UCI) di Kabupaten Purbalingga tahun 2013 tidak bisa mencapai 100 %. Pelaksanaan UCI desa di Kabupaten Purbalingga menurut kasie Pengendalian Penyakit Dinas Kesahatan (Dinkes) Kabupaten Purbalingga, Ediyono, SKM masih 56,6% hal ini disebabkan karena masih adanya penolakan dari masyarakat akan program imunisasi. “Tak adanya bidan desa di Desa Karangbawang , kecamatan Rembang juga berpengaruh pada terkendalanya program UCI ini” tambah Ediyono. pada saat Pertemuan Introduksi Vaksin DPT-HB-Hib di Wisma Tien Catring (Rabu, 25/9) Sedangkan menurut Juru Imunisasi Puskesmas Pengadegan, Widodo mengatakan bahwa alokasi logistic masih minim, untuk Puskesmas Pengadegan sampai hari ini sisa spet tinggal 100 buah, padahal UCI masih kurang 3 bulan lagi. Disamping itu juga kurang tegasnya pemerintah terhadap fatwa halal pada vaksin imunisasi. Melihat keadaan tersebut Pemkab Purbalingga menurut Kabag Kesra Drs Nurhadi pada tahun 2014 akan memprioritaskan lebih besar pada kebijakan Kesejahteraan rakyat, yakni kebutuhan masyarakat akan pelayanan dasar harus terlayani dengan baik. Fasiltas kesehatan seperti PKD, Bidan Desa, MCK di desa Karangbawang akan dibenahi, dan khusus untuk infrastruktur jembatan gantung yang
menghubungkan Desa Linmus dan Punggelan akan dibangun. “Tunjangan kesejahteraan pada tahun 2014 akan dinaikan untuk bidan PTT, Pencatat Nikah dan Guru GTT “ tambah Nurhadi mengutip perkataan Wabup Purbalingga pada saat acara Safari Pedesaan di Desa Karangbawang pada saat yang lalu. Untuk mengatasi kekurangan spet, Ediyono telah berusaha melakukan koordinasi dengan Dinkes provinsi, namun sampai sat ini kekurangan spet belum kirim lagi. Menurut data dari Dinkes baru 2 Puskesmas yang telah UCI 100% yaitu Kecamatan Karangjambu dan Mrebet, sedangkan yang belum UCI yaitu Puskesmas Padamara dan Kalikajar dari 21 Puskesmas yang ada. Vaksin pentavalent Dasar Kepmenkes RI Nomor: 23/MENKES/SK/I/2013 , Tanggal 15 Januari 2013 Pada bulan Maret tahun 2014 seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah akan melakukan kegiatan imuniasasi DPT-HB-Hib (Vaksin Pentavalent) Menurut Pelaksanan Imunisasi Dinkes Provinsi Jawa tengah, Budiono, pelaksanaan kegiatan imunisasi pentavalent ini mempunyai alasan bahwa pneumonia adalah penyebab kematian terbesar pada anak yaitu sekitar 3 juta anak menderita penyakit serius per tahun dengan jumlah kematian lebih besar dari 400.000 anak dan merupakan penyebab kematian nomor 1 di dunia.
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
“23% pneumonia yang serius pada anak disebabkan oleh Haemophillus Influenzae tipe b (Hib). Penyebab lain adalah pneumococcus, staphilococcus, streptococcus, virus, dan jamur” tambah Budiono Hib dan streptococcus pneumonia lanjut Budiono juga menyebabkan meningitis yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian pd anak. Meningitis itu sendiri adalah radang pada selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat), dengan gejala demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan kejang. Menurut Budiono Imunisasi DPT-HB-Hib melalui beberapa tahap pertama imunisasi diberikan pd bayi baru lahir, kedua bayi yang sudah imunisasi DPT-HB 1, atau DPT-HB 2, ketiga dilanjutkan dengan pemberian DPT-HB 2 & DPT-HB 3, Imunisasi lanjutan diberikan pada batita yang telah mendapat imunisasi Campak, dan DPT-HB/ DPTHB-Hib 3 (lengkap) pd masa bayi, Jika semasa bayi, belum mendapat imunisasi Campak, dan atau DPT-HB/ DPT-HB-Hib 3 (belum lengkap), maka harus dilengkapi sebelum pemberian imunisasi lanjutan. “Upaya melengkapinya akan kita diupayakan bersamaan dengan Bulan Vitamin A atau kegiatan lainnya” tambah Budiono (dy)
Derap Perwira 47
SASTRA
Membaca Sastra Penting dan Perlu Oleh: Ryan Rachman* Suatu petang, sekira 22 tahun lalu. Kami, saya, adik lakilaki saya, ibu dan bapak duduk manis di jok becak. Kebetulan laki-laki yang menggenjot pedal becak itu juga masih ada hubungan darah dengan kami. Dulu kebiasaan kami adalah pergi ke kota kecamatan saat petang di akhir pekan. Biasanya kami menghabiskan waktu di warung nasi goreng dekat alun-alun kecamatan dengan sebotol minuman bersoda.
Kebetulan sekali, saat itu ibu saya seorang guru di salah satu desa terpencil di kabupaten tetangga. Belajar membaca seolah menjadi menu wajib setiap hari yang beliau berikan pada saya dan adik saya. Hingga ketika kami (saya dan adik saya) -bukan bermaksud tinggi hatimasuk taman kanak-kanak (TK) Pangipuk Budi -TK ini dulu juga untuk sekolah ibu saya- paling tidak sudah dapat membaca kalimat-kalimat pendek. Kembali ke suatu petang itu, sementara tukang becak mengayuh pedal, sepanjang jalan, bapak selalu menyuruh saya atau adik saya untuk membaca setiap tulisan yang terpampang di sepanjang jalan. Entah itu di spanduk melintang atau tertempel di tembok-tembok pertokoan. Dari banyak tulisan yang ada, paling tidak ada tiga tulisan yang selalu tertanam di benak saya., yaitu “Jamu Jago”, “Toko Anyar” dan “TB Bangunan Baru”. Kebiasaan membaca itulah yang selalu ditanamkan oleh kedua orang tua saya. Hingga saat saya duduk di bangku kelas 1 SD, ketika kawan-kawan yang lain sedang belajar menghafal dan mengeja huruf, saya malah asyik membaca kata pengantar dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. DR. Ing. Wardiman Djojonegoro yang tetulis di belakang sampul buku ajar. Kebiasaan ibu adalah membawa pulang buku-buku cerita anak dari sekolah untuk dibaca oleh kami. Salah satu cerita yang benarbenar tersimpan rapih di pikiran saya adalah buku berjudul “Pilar-Pilar Emas”, tetapi saya lupa pengarangnya. Buku itu menceritakan seorang anak yang tidak mampu. Karena keuletan dan kerajinannya, dia akhirnya menjadi sukses sebagai pedagang saka cor untuk rumah dan tralis cor untuk
48 Derap Perwira
pagar. Kebetulan cerita tersebut sangatlah mirip dengan kisah bapak saya. Waktu itu bapak menyekolahkan kami dengan menjadi pedagang saka dan tralis cor –kini sudah beralih menjadi pebuat batu nisan-. Bahkan nama tokoh dalam buku tersebut, Jaelani, hamper sama dengan nama bapak, Julaeni. Dan waktu itu saya sangat tidak tertarik dengan sastra. Namun kebiasaan saya membaca tetap berlanjut. Perkenalan mendalam saya dengan sastra adalah kali pertama saya terpaksa menjadi mahasiswa jurusan Sastra Inggris di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Mau tidak mau menuntut untuk sering membaca karya sastra bukan hanya dari negeri sendiri akan tetapi juga karya sastra dari negeri lain terutama Inggris dan Amerika. Dan pada saat kuliah itulah, karya sastra yang saya tulis sering muncul di media massa maupun tergabung pada buku antologi. Dan kebiasaan saya membaca masih berlanjut. Dari Chairil Anwar hingga Bastian Tito. Dari karya-karyanya Sapardi Djoko Damono hingga Fredy S. Membaca, membaca, menulis, membaca, membaca, menulis, menjadi rutinitas. *** Perkembangan zaman menuntut masyarakat untuk ikut berubah. Namun demikian, efek negatif dari perkembangan zaman tersebut dinilai lebih banyak dibanding efek positifnya. Terutama pada karakter dan moral manusianya. Banyak contoh degradasi moral seperti tindak kriminal, tindak asusila dan semacamnya, sering kita lihat baik secara kasat mata maupun melalui media informasi. Sastra, bagi sebagian besar orang merupakan sesuatu yang tidak terlalu penting. Mereka yang sibuk dengan rutinitas, lebih banyak mencari hiburan lain untuk mengendurkan urat syaraf yang tegang. Padahal, sastra memiliki peran sebagai katarsis alias pembersih jiwa. Sastra dinilai memiliki peran dalam membentuk karakter yang baik pada suatu kaum. Secara harfiah, sastra berarti alat untuk mendidik atau mengajar. Awalnya, karya sastra lahir untuk mempertebal pendidikan agama dan budi pekerti, meningkatkan rasa cinta tanah air, memahami pengorbanan pahlawan, menambah pengetahuan dan sebagai penghibur, (Tjokrowinoto dalam Haryadi, 1994). Karya sastra sebagai karya imajinatif tidak lepas dari realitas. Karya sastra sebagai cermin zaman baik itu positif maupun negatif (Haryadi, 2011). Selain sebagai hal yang indah, sastra juga memiliki peran atau manfaat di dalamnya atau dulce et utile (Horace). Peran itu muncul secara implisit dalam setiap isi karya sastra. Misalnya pada cerkak Ketanggor Anake
Dhewek yang tergabung dalam Kumpulan Cerita Cekak Banyumasan Dablongan karya Tri Atmo. Cerita itu berkisah tentang seorang begal, Ki Karta Landhung yang tak pernah jemu untuk meminta paksa barang milik orang lain. Meskipun istrinyam Nini Darkem sudah berulang kali meminta untuk berhenti menjadi tukang begal, namun tak pernah digubris oleh suaminya. Hingga suatu saat nasib apes menimpa Ki Karta. Saat itu ia akan merampas tas milik seseorang yang hendak melintas di jalan desa. Namun ternyata orang tersebut memiliki kemampuan bela diri yang lebih, hingg Ki Karta terkapar karena kalah berkelahi. Usut punya usut, ternyata orang tersebut adalah, Dirsan, anak Ki Karta yang baru pulang dari perantauan. Meskipun tokoh utama bukan tokoh protagonis, namun peran positif yang terkandung pada cerkak tersebut sangat kental terbaca. Pembaca akan digiring untuk tidak melakukan kejahatan, karena aka nada hukumannya sendiri. Nah, pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana menjadikan membaca sastra sebagai suatu kebiasaan, meskipun hanya sebagai selingan mengisi waktu sela. Tidak hanya bagi orang dewasa, namun anak-anak. Hal itu tidaklah semudah membalik telapak tangan. Diperlukan kesadaran bahwa membaca sastra itu penting dan perlu. Sepenting mencari SIM saat membawa kendaraan bermotor agar tak kena tilang oleh pak polisi. Beberapa waktu lalu, di pertengahan September, saya sempat ngobrol dengan kawankawan Kelas Menulis Purbalingga. Komunitas ini sudah menelurkan buku kumpulan cerita pendek Pamong Praja (2012) dan saat ini tengah proses pencetakan, Es Limun. Dari beberapa aggota komunitas tersebut terungkap, mereka jarang sekali membaca buku, terutama buku sastra. Kemudian ini menjadi sedikit menggelitik karena kebiasaan membaca. Padahal ini penting, sangat penting. Namun semangat mereka untuk menulis tidaklah bisa dianggap sebelah mata. Terlebih tema-tema yang mereka angkat sebagian besar mengkritisi keadaan sosial masyarakat di Purbalingga. Rekan cerpenis asal Pemalang, Dwi Cipta berujar pada saya, sebelum ia memutuskan untuk menulis sebuah cerita pendek, paling tidak satu tahun lamanya ia habiskan waktu di perpustakaan untuk membaca. Tidak hanya buku sastra saja, tapi berbagai bidang ilmu. Karena di tiap bidang ilmu itu, karya sastra bisa lahir. Nah, sekarang tinggal memilih, apakah Anda ingin menjadikan membaca sebagai kebiasaan, atau tidak.Klilan. *Sarjana sastra yang juga Wartawan Suara Merdeka tinggal di Purbalingga
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
CERPEN Warsito duduk di lincak. Satu kakinya diangkat dan diletakkan di atas lincak itu. Wedhang kopi hitam didekatnya tinggal separuh. Mulutnya terus mengepulkan asap. Puluhan batang rokok lintingan, sisa-sisa isapan yang panjangnya seruas jari berserakan di hadapannya. Pandangan mata Warsito kosong. Sesuatu tampak sedang dilamunkannya. Ia membayangkan kota Selangor yang sempat diceritakan anaknya sebelum berangkat ke negeri itu. Warsito ingat betul ada sederet nama kota di sana selain Selangor. Ada Lumut, Pinang, Kuching. Ya. Warsito ingatnya yang itu-itu saja. Nama-nama kota yang dekat dengan istilah kesehariannya. Lumut yang ia tahu betul sebagai jamur sumurnya. Pinang yang Warsito pahami sebagai pohon yang biasa ia panjat untuk diambil buahnya. Warsito kerap memanjat jika ada tetangga yang butuh buah pinang. Dan Kuching itu hewan kesayangan Warsito. Jadi pantas saja hanya nama kota-kota itu yang di ingat Warsito. Lama-lama Warsito tak mau dipusingkan dengan lamunannya. Ia lebih asyik menikmati burung berkicau di pagi yang sunyi. Tiba-tiba ia mengelus dadanya. Ia tak tega melihat ayam-ayamnya kurus lantaran ia tak sanggup memberi makan. Ia menunggu Larsih anak perempuannya yang menjadi pahlawan devisa. Begitulah orang selalu menyebut anak Warsito dengan sebutan pahlawan devisa. Padahal, Warsito sendiri tak paham apa itu devisa. Sejauh ini dia hanya berangan-angan. Mengikhlaskan anak tunggalnya itu jauh darinya. Sembari berharap-harap cemas, lusa akan pulang membawa peti harta karun yang bisa merubah hidup keluarga. “Sabar...sabar ya, yam! Ayamayamku.” Warsito berseru sembari melantunkan tembang gundhul-gundul pacul. Merdu juga suara Warsito ketika bernyanyi. Dia memang lebih menyukai tembang. Selidik demi selidik ternyata Warsito juga tahu berita. Dia sangat sedih ketika kebudayaan negerinya diklaim bangsa lain. Sebenarnya ia juga tak setuju anaknya pergi ke negeri Jiran. Namun, ia tak kuasa melarang kehendak anaknya yang sudah memiliki tekad ingin merubah kondisi kehidupan keluarganya. Menjadi TKI konon lebih menjanjikan ketimbang menjadi kuli idep di kota kabupaten. Warsito sadar benar. Sejak Larsih kecil ia tak mampu membuat anaknya bahagia seperti anak-anak lain. Untungnya Larsih anak yang baik. Ia mau memahami kondisi keluarga. Sering ia mengaku bahagia, tersenyum, menebar tawa, ceria di hadapan rama dan biyungnya. Meskipun Warsito sebenarnya juga tahu kalau putri tunggalnya itu bersedih. Ketika teman-temannya asyik bekelan di teras rumah, Larsih malah sibuk membantu biyungnya membungkus kedelai dengan daun pisang untuk dijadikan tempe. Ketika teman-temannya asyik bermain gobag sodor di bawah temaramnya cahaya bulan, Larsih hanya sesekali mengintip dari balik pintu rumahnya. Ia jarang ikut bermain maka ia tidak memiliki kesempatan untuk ikut bermain. Dia hanya menonton. Permainan gobag sodor tidak dapat begitu saja ditambah pemain karena permainan ini membutuhkan dua kelompok. Kelompok yang kalah menjaga garis, dan yang menang menjadi penyerang. Jika satu putaran ada yang tertangkap maka posisi penjaga garis di tukar dengan kelompok yang sebelumnya berlaku sebagai
Kentongan Oleh : Septi Yulisetiani* penyerang. Kelompok yang anggotanya paling banyak di tangkap itulah yang kalah dan jelas kelompok yang anggotanya banyak yang selamat itulah pemenangnya. *** Kini, Warsito hanya bisa menanti, dan terus menanti anaknya itu. Hingga petang, malam dan pagi menjemput Warsito kembali. Tak terasa sebulan sudah ia menanti kepulangan anaknya. Yah, dia mulai mengharap-harap yang lain sekarang. “Ah, ini awal bulan kedua. Anakku dan orang yang membawa ankku ke negeri asing itu pernah berjanji. Akan mengirimiku bekal hidup,” gumam Warsito pada istrinya. “Ah, tak baik. Ramane mengharap-harap rejeki anak. Biarlah rejeki anak itu cukup untuk anak. Kita sebagai orangtua ya harus kerja keras sendiri.” “Ya, Yung. Tapi kita ini sudah tua. Tidak banyak yang bisa kita lakukan. Ya, biarlah anak memanjakan kita. Meskipun sejak kecil kita tak mampu memanjakan anak kita,” kata Warsito sambil meneguk kopi hitamnya sampai habis. Benar-benar habis hanya dengan beberapa tegukan. *** Sebulan kemudian. Benar. Wesel pun datang. Anak tunggal Warsito itu bukan Malin Kundang. Ia ingat orangtuanya. Bahkan memberikan uang yang banyak pada orangtuanya. Keduanya sangat senang. Sembari mengucap syukur kepada Tuhan atas rejeki yang diberikan kepada anaknya dan mereka bisa turut menikmatinya. Warsito tampak begitu sumringah. Bahkan ia menggelar hajat syukuran. Ia bisa membayar sebagian hutang. Membeli keperluan makannya untuk jangka beberapa bulan. Tak lupa ia menepati janji pada ayam dan kucingnya untuk mencukupi makan mereka. Tetangga Warsito ikut sumringah. Bahkan banyak diantara mereka mengikuti jejak Larsih. Menjadi pahlawan devisa negara. Berduyun-duyun mendaftarkan diri menjadi TKW. Mereka pikir itulah jalan yang akan merubah hidup keluarga mereka. Anak gadis. Istri-istri yang sudah bersuami dan beranak juga tak mau kalah dengan Larsih. *** Bulan ke dua. Bulan ke tiga. Warsito mulai gelisah. “Yung! Deneng nganti siki urung ana layang sekang Larsih ya? “Iya. Padahal persediaan hidup kita sudah menipis. Apa kita harus mulai berhutang lagi?” “Ah. Jangan Bu. Malu pada tetangga. Anak jauh-jauh di sana. Orangtua di sini harus hutang-hutang. Jangan Bu, jangan! Kita makan seadanya saja.” Warsito dan istrinya gelisah menanti kabar anak tunggalnya. Biasanya mereka menanti kabar sembari berangan-angan berjalan-jalan mengelilingi kota kabupaten. Mengunjungi objek-objek wisata yang ada. Warsito ingin kembali mengunjungi Goa Lawa yang ada diujung utara. Obyek wisata murah meriah yang dulu mempertemukannya dengan seorang perempuan yang kemudian menjadi istrinya. Ia ingin sekali mengenang peristiwa itu. Mengenang masa lalu yang indah. Ia juga ingin sekali berkunjung ke Owabong yang begitu terkenal itu. Ia membayangkan menceburkan diri ke dalam kolam raksasa dengan air berwarna kebiruan yang berasa begitu sejuk. Ia juga mengandaikan pergi ke Sanggaluri Park. Sebuah obyek wisata yang penuh dengan koleksi binatang melata, burung dan ada museum di dalamnya. Mereka berangan-angan menaiki perahu mengelilingi danau buatan yang kecil di kawasan wisata Pancuranmas. Namun, kini angan-angan itu semua redup. Yang tersisa tinggal kecemasan. Ketakutan. Hal yang buruk menimpa putri tunggalnya. ***
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
SASTRA Bulan ke empat. Sebuah mobil mewah parkir di halaman rumah Warsito. Tetangga Warsito langsung menatap dari jauh. Mereka mulai mengira-ira. Larsih sudah kaya raya. Lebih-lebih setelah Warsito dan istrinya menaiki mobil itu. Beberapa tetangga yang sempat bertanya mengatakan bahwa Warsito akan pergi ke kota. “Untuk apa?” “Tidak tahu? Warsito hanya bilang akan pergi ke kota.” Di Wirasana, Warsito di hadapkan dengan sebuah kayu berbentuk kotak. Wajah lugunya masih begitu polos. “Ramane, kuwe harta karun ya?” “Iya, anak kita benar-benar mengirimi kita harta karun.” “Tapi, masa harta karun dikirim lewat rumah sakit ya? Dhewek kiye siki neng rumah sakit. Wirasana! Rumah sakit wirasana.” “Halagh, ya bisa bae, Yung. Rika kepriwe si?” “O. Iya. Wis lah, biyung manut bae karo ramane. Hutang kita akan lunas! Kita akan bisa membangun rumah dengan segala perabotnya?“ “Jangan Yung! Kita mesti tetap hidup sederhana. Harta ini kita tabung. Agar kelak ketika Larsih pulang kita bisa menikmati dengannya. Tiba-tiba perbincangan Larsih dan Warsito terhenti. Seseorang memasuki ruangan. Warsito masih memasang wajah lugunya. “Lelaki berbaju putih, penitipan harta karun di sini di mana ya?” “Bapak punya harta karun?” “Lha peti ini harta karun dari anak saya kan pak? Namanya Larsih.” “Bukan. Itu harta karun tapi peti mati.” “Maksud bapak?” Nada bicara Warsito kaku. Seketika tubuh Warsito dan istrinya seperti membeku. Bahkan sang istri langsung lunglai dan terkapar di lantai. Pingsan. Tak senggup menahan kepedihan. Tangan Warsito bergetar membuka peti mati itu bersama petugas. “Benar, ini mayat Larsih? Anakmu?” Warsito mengangguk.Wajahnya pilu. *** Setelah istri mulai sadar. Warsito mendekatinya. “Anak tunggal kita sudah tiada, Yung.” “Ini salah bapak. Mengijinkan anak kita pergi di Hari Sabtu. Naas kan nasibnya?” “Ah, belum tentu salah hari, Yung.” “Kita kentongan ya pak? Kehilangan segalanya sekarang.” “Tapi sejak kapan rambut Larsih jadi lurus begitu ya, Yung?” ***Selesai*** Kentongan = kehabisan *Penulis asal Desa Kedarpan – Kejobong yang kini tengah menyelesaikan S2-nya di Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS).
Derap Perwira 49
BOSEN URIP Daning : Kang Narso
Sewijining wengi seuwise de anakena pengajian rutin , basan santri wis padha bali, nang kono ana santri siji ya sebut baen jenenge Fulan, sing urung bali, malah terus mereki karo Kyaine, :” Kyai basan tek rasak‐ rasakena kula lha madhan bosen urip. Kayane seprana seprene anggen kula ndonga ora de kabulaken daning Gusti Allah. Keluargane kula sami mboten genah usaha kula nggih madan bangkrut. Kaya‐ kayane kula mpun bosen urip, pripun Kyai?” Kyaine njur semaur karo mesem :” Kuwe jenenge kowe lagi kenang penyakit jiwa, apa pancen ko lagi ana seng derasa?” Fulan njawab maning :” kula mboten sakit koh Kyai, kula jan waras bedigas. Mung nggih niku, kados seng mpun kula omongaken, mbuh kepripun kula jan mpun bosen urip.” Krungu jawabane santrine sing ngeyel mau, Kyaine sengaja ora mangsuli maning, senajan niate jane ya arep ngomongi santrine maning:” ya kuwe seng jenenge penyakit jiwa utawane stress.” Ning omongane Kyaine mung de batin tok. Sebab de ngomongna kaya ngapa wong seng lagi putus asa, kakehen pikiran, urung nrima nampa takdire Gusti
50 Derap Perwira
PENGINYONGAN
Study Banding 10 Program Pokok PKK
LAPORAN KHUSUS
PKK Tulungagung Borong Produk UMKM Purbalingga Allah seng bener‐ bener iklas, ya percumah, paling mung de lebokena kuping kiwe de tokena kuping tengen. Karo ngelus‐ ngelus jenggote seng wis akeh keton putihe lan uga karo bola bali nyekeli sirahe dhewek, kayonge mikir madan temenan nggo nulungi santrine Kyaine ora let suwe banjur ngomong maring santrine. :” Dadi kowe wis temenan ora gelem tek warahi carane nambani penyakit batine, ning tetep pengin mati, kaya kuwe?” santrine cepet‐ cepet nyauri :” nggih lah Kyai, kula mpun siap pejah.” Krungu semaure santrine, njur Kyaine ora mangsuli maning, ning gagean mlebu maring sentonge mbuh are papa. Ning basan Kyaine metu sekang sentong karo nggawa banyu bening seng wis de wadahi nang botol, njur mereki Fulan karo ngomong :” Gandeng kowe wis ora kena de omongi, tetep njaluk mati baen, ya kiye banyu kiye de gawa bali. Separo de inum angger wis tekan ngomah, separo maning de inum ngesuk sore jam lima sore, ya mbok jere sapa penjalukmu mati keturutan.” Santrine basan wis nampani banyu sekang Kyaine, seng maune ngeyel njaluk mati, basan de wenehi banyu nggo sangu mati ngesuk sore, malah ndomblong karo kaya madan bingung lan mbatin :” Dina kiye Kyaine lah aneh, biasane angger ana santrine seng ngangluh baen, jengkele ora lumrah, ning basan inyong njaluk mati koh malah dewenehi racun bening ya.” Ning ya sebab Fulan mau pancen wis pengin mati, mulane Kyai seng aneh ora de pikir maning. Temenan bareng tekan ngomah, Fulan njur nginum racun seng sekang Kyaine separo, kaya dene seng de omongena daning Kyaine. Bubar nginum si santri mau rumangsa kayane uripe jan kepenak pisan, rumangsa ayem, tentrem, santai, kaya urung tau de rasakena se urunge sing saben dinane mung kayane hawane arep jengkel baen. Gandeng Fulan mau wis krasa angger uripe gari mung wengi kiye tok, mulane bojone karo anake seng biasane mung di gentak‐ gentak. Wengi kuwe degawa maring warung seng larang, njur bojone karo anake kon milih pangane se senenge . Ya senajan bojone karo anake ya madan bingung, kiye ramane ora tau‐ taune kaya kiye lagi ketempelan malaikat ngendi, tapi ya tetep de tutena apa karepe bojone. Bojone gumune ora mung tekan semeno tok, bareng wis tekan ngumah arep turu, seng lanang mereki karo ngesun pipine terus ngomong :” Mak, kowe wengi kiye jan
keton ayu pisan, aku bener‐ bener seneng karo rika mak.” Mamake krungu seng lanang ngomong kaya kuwe ya njur kaya rumangsa de gawa mabur maring awing‐ awang . ora kelalen mamake ya njur semaur :” inyong ya semana uga Kang , ora nana wong seng tek senengi mung jan rika tok.” Bareng santrine karo bojone padha ngesoraken kangen‐kangenan seng wis suwe ora derasakena wong mau, njur keturon, lan ngerti‐ ngerti Fulan tangi wis awan. Tangi turu Fulan sengaja ora nggugah seng wadon , wong ketone turune kepenak pisan. Bubar mlaku‐ mlaku Fulan ya ora tau‐ taune terus maring dapur nggodog banyu nggo gawe wedang clebek senengane seng wadon. Basan kabeh seng ngumah wis rampung Fulan mau njur maring kantor, kabeh wong padha de salami, padha de takoni kabare kepriwe, apa seng perlu de bantu. Kahanan seng kaya ya jelas nggumunaken wong wong seng padha kerja, sebab Fulan mau kuwe ketelahe wong seng madan pangus, gampang jengkel, ora gelem kembul kanca, ya mesti baen wong –wong padha krisikan :” apa inyong ora salah angger fulan dina kiye beda karo biasane.” Seng dejeko ngomong mung ngguyu karo ngangkat pudhak nandakena deweke ya gumun. Basan jam papat bali ngumah Fulan wis de petuk nang bojone nang ngarep lawang, karo nampani tase, karo ora kelalen ngesun pipine seng lanang. Anake uga njur nglendot maring ramane, karo ngomong :” pangapurane ya Ma, mbok inyong sok gawe jengkele ramane.” Ndeleng kahanan seng kaya kuwe Fulan njur bingung, arep ngomong apa maring bojone, wis kebanjur ngombe racun seng dewenehi kyaine separo, mengko jam lima separo maning, terus bakale mati. Mangkane ndeleng bojo seng kaya kuwe, anak ya kayane nggatekena, njur mbatalena goleh pengin mati, karo priwe racun seng wis de inum separo. Mulane Fulan njur age‐ age pamit maring bojone karo anake, alesane ana seng keri nang kantor, padahal arep maring nggone Kyaine. Basan Fulan ketemu kyaine, lan urung ngomong tujuane, Kyaine karo ngguyu terus ngomong :” inyong wis ngerti mesti kowe, arep mbatalena gole kepengin mati, mbok?, ya buang baen kae banyune seng nang botol , wong kuwe jane ya mung banyu bening koh.” Karo ngomong kaya kuwe Kyaine njur nerusena ngomong, :” mulane wong urip kuwe aja ndupehena wong lanang, sewenang‐ wenang, angkuh, sombong, kuwe kabeh mau penyakit batine kowe seng kudu de buang, de ganti karo rasa rumangsa, lan ahlak seng apik.karo seng genah aja kelalen angger seng gawe urip pati kuwe Gusti Allah, dadi aja wani‐ wani nganti njaluk mati, kuwe jenenge putus asa. Wong putus asa de sengit Gusti Allah.” ( Kang Narso )
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Purbalingga DERAP PERWIRA - Rombongan Tim Penggerak PKK Kabupaten Tulungagung memborong produk UMKM Purbalingga yang dipamerkan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Purbalingga. Pameran diadakan di Pendapa Dipokusumo, untuk menyambut kunjungan kerja TP PKK Kabupaten Tulungagung di Purbalingga, Kamis (19/9). Sejumlah produk yang dijajakan seperti produk Mino Luntup Mirasa dan Batik Tulis Tirtamas tampak dikerubuti rombongan PKK yang dipimpin Wakil Ketua TP PKK Tulungagung Ny. Herniati Bambang Heru Sasono dan memborongnya. Produk lainnya, diantaranya Torama Bu Mutin, Sepatu Mas Wage, Kerajinan Bambu Mas Ipung, Kerajinan Batok Purbalingga Wetan, Sapu Karanggambas, Batu Klawing Stone Kalimanah dan Kripik Pare Jompo. “Omset paling banyak terjual adalah produk Batik Tirtamas mencapai Rp 2,2 juta. Kemudian oleh- oleh khas Purbalingga Rp 1,4 juta dan produk sepatu sekitar Rp 900.000. Total penjualan hamper mencapai Rp 5 juta,” ujar Kepala Bidang UMKM pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Dinperindagkop) Purbalingga Gatot Budi Rahardjo. Gator menambahkan, kegiatan pameran yang diselenggarakan dalam menyambut tamu Pemkab merupakan salah satu upaya memberikan fasilitasi pemasaran kepada produk-produk UMKM Purbalingga. Sebelumnya, sejumlah produk perajin Purbalingga juga diikutkan dalam kegiatan Pameran Jamu dan Produk Unggulan Daerah di Semarang. Kunja TP PKK Tulungagung di Purbalingga untuk melihat sejauh mana kegiatan yang dilaksanakan TP PKK Purbalingga sehingga mampu menjadi juara 1 tingkat nasional program halaman asri tertib indah dan nyaman (HATINYA PKK). Rombongan diterima Wakil Ketua TP PKK Purbalingga Ny Erna Sukento dan Asisten Administrasi Kodadiyanto SH di Operation Room Graha Adiguna, komplek Pendapa Dipokusumo. Usai penerimaan, rombongan diberikan kesempatan berbelanja oleh oleh khas Purbalingga dan meninjau kegiatan administrasi di sekretariat TP PKK Kabupaten. Selanjutnya meninjau Desa Serang Kecamatan Karangreja sebagai Juara I HATINYA PKK tingkat nasional. “Kami ingin belajar bagaimana mengelola kegiatan 10 Program Pokok PKK di Purbalingga. Termasuk melihat greget juara pemanfaatan tanah pekarangan,” kata Wakil Ketua TP PKK Tulungagung Ny. Herniati Bambang Heru Sasono. Wakil Ketua TP PKK Purbalingga Ny. Erna Sukento menuturkan, prestasi PKK Kabupaten Purbalingga mulai diukir sejak 2010. Dari 6 kejuaraan yang diraih diantaranya Juara Harapan II Pelaksana Terbaik 10 Program Pokok PKK tingkat Provinsi dan Juara Harapan I Lomba Pengisian KMS tingkat Nasional. Kemudian pada 2011, ada empat kejuaraan tiangkat provinsi Jateng. Setahun kemudian ada 6 kejuaraan, tertinggi adalah sebagai penerima Pakarti Madya I Pelaksana Terbaik UP2K PKK tingkat Nasional. “Pada 2013 ini, kami bersama TP PKK Desa Serang mendapat anugerah Pakarti Utama I tingkat Nasional atas prestasi sebagai Pelaksana Terbaik Pemanfaatan Pekarangan tingkat Nasional,” Terang Ny Erna Sukento didampingi Sekretaris TP PKK Ny. Erna Purwanto. (Hr)
Volume 94/ Tahun IX/ 2013
Derap Perwira 51