1_PA4_IRC_Lap Pendahuluan

Page 1

Laporan Pendahuluan Rencana Aksi Penguatan dan Pengembangan Kerjasama Antar Daerah

Kerjasama Antar Daerah April 2011



Laporan Pendahuluan Rencana Aksi Penguatan & Pengembangan Kerjasama Antar Daerah Kerjasama Antar Daerah April 2011

Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri dan Decentralization Support Facility


DECENTRALIZATION SUPPORT FACILITY Gedung Bursa Efek Indonesia, Gedung I, Lantai 9 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190 Telepon: (+6221) 5299 3199 Fax: (+6221) 5299 3299 Website: www.dsfindonesia.org Decentralization Support Facility (DSF) merupakan dana perwalian multi donor yang dipimpin oleh Pemerintah Indonesia, yang bertujuan untuk mendukung agenda desentralisasi pemerintah. DSF berupaya mencapai tujuannya dengan memenuhi tiga peranan, yaitu membantu Pemerintah Indonesia meningkatkan: (i) harmonisasi, keselarasan, dan efektivitas bantuan pembangunan; (ii) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan; dan (iii) kapasitas pemerintah, terutama di tingkat daerah. Keanggotaan DSF terdiri dari BAPPENAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan sembilan donor (ADB, AusAID, CIDA, DFID, Pemerintah Jerman, Pemerintah Belanda, UNDP, USAID, dan Bank Dunia). Dukungan keuangan untuk DSF utamanya diberikan oleh DFID, dan juga kontribusi dari AusAID serta CIDA. Foto pada halaman sampul merupakan hak cipta World Bank Photo Library. Laporan Pendahuluan Rencana Aksi Penguatan & Pengembangan Kerjasama Antar Daerah merupakan hasil kerja konsultan dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat DSF maupun donor yang diwakili. Desain sampul oleh Harityas Wiyoga. Â


2011 DECENTRALIZATION SUPPORT FACILITY THE WORLD BANK

LAPORAN PENDAHULUAN RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH

DIREKTORAT DEKONSENTRASI DAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN DECENTRALIZATION SUPPORT FACILITY


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

DAFTAR ISI DAFTAR ISI PENGANTAR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Pembahasan BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5

TEORI DAN KONSEP KAD Konsep Dasar KAD Pembangunan Wilayah Konsep Pelaksanaan KAD Bentuk Kegiatan KAD Monitoring dan Evaluasi

BAB 3 3.1 3.2 3.3 3.4

PEMBELAJARAN KAD AUSTRIA, SWISS DAN JERMAN KAD Regional Management di Austria KAD Regional Management di Swiss KAD Regional Management di Jerman Pembelajaran KAD Austria, Swiss dan Jerman

BAB 4 PEMETAAN KAD DI INDONESIA 4.1 Latar belakang dan Tujuan Kerja Sama Antar Daerah 4.2 Regulasi KAD 4.3 Kelembagaan KAD 4.4 Pembiayaan dan Pengelolaan Keuangan KAD 4.5 Monitoring dan Evaluasi KAD 4.6 Peran Berbagai Pelaku dalam KAD di Indonesia 4.7 Peluang dan Tantangan KAD di Indonesia BAB 5 5.1 5.2 5.3 5.4

TUPOKSI DAN KEBIJAKAN DITJEN PUM TERKAIT KAD Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Kebijakan Ditjen PUM terkait KAD Rencana Ditjen PUM Untuk Mengembangkan KAD di Masa Datang Komunikasi, Kerjasama dan Koordinasi Ditjen PUM

2|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

KATA PENGANTAR Sesuai dengan kebutuhan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum (Ditjen PUM) di Kementerian dalam Negeri untuk memperkuat dan mengembangkan kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publim di tanah air, maka The World Bank melalui program Decentralization Support Facility (DSF) memberikan dukungan dan fasilitasi dengan menugaskan 2 orang konsultan (Makhdonal Anwar dan Nunik Yunarti) untuk membantu Ditjen PUM di dalam menyusun suatu Rencana Aksi Ditjen PUM di dalam mencapai tujuan tersebut. Kegiatan penyusunan Rencana Aksi Penguatan dan Pengembangan Kerjasama Antar Daerah ini akan dilakukan selama kurang lebih 50 hari kerja sesuai dengan Terms of Reference yang ditentukan. Secara garis besar kegiatan yang sudah dimulai sejak akhir Desember 2010 yang lalu ini akan dibagi ke dalam 2 kelompok besar yaitu kajian literatur dan pengumpulan data lainnya yang relevan sebagai dasar untuk melakukan analisa terhadap situasi, kondisi, kebutuhan serta perspektif pengembangan Kerjasama Antar Daerah (KAD) di Indonesia, khususnya untuk meningkatkan pelayanan publik. Di dalam fase ini, selain pengumpulan data sekunder, juga dilakukan workshop untuk mengumpulkan isu- isu terbaru dan kondisi aktual mengenai KAD di tanah air. Di dalam workshop yang terlaksana tanggal 7 Februari 2011 di Jakarta berkat kerjasama dengan German International Cooperation/GIZ (dulu GTZ) dan Ditjen PUM ini, dihadiri oleh pakar – pakar serta praktisi KAD dari Jakarta, Semarang, Bandung, Yogyakarta dan Surakarta. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka pada akhir Maret 2011 nanti, DSF kembali akan mengadakan workshop ke-2 dengan agenda menyajikan rancangan rencana aksi tersebut di hadapan Ditjen PUM dan narasumber serta praktisi KAD di tanah air untuk mendapatkan masukan – masukan terhadap rancangan rencana aksi tersebut. Di dalam laporan pendahuluan ini akan dipaparkan hasil kajian literatur dan informasi – informasi aktual lainnya yang diperoleh melalui workshop tersebut di atas sebagai bahan bagi konsultan bersama – sama dengan Ditjen PUM untuk menyusun Rencana Aksi Penguatan dan Pengembangan KAD yang direncanakan akan selesai pada akhir April 2011.

Jakarta, 21 Februari 2011

Makhdonal Anwar/Nunik Yunarti

3|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

BAB 1 PENDAHULUAN

D

Des esentralisasi telah mengalihkan peran, tanggung jawab, pengambilan keputusan, pembiayaan, manajemen serta kontrol terhadap penerimaan dan belanja dari sektor pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Tanggung jawab pemerintah daerah menjadi lebih kompleks sehingga perlu mencari jalan terbaik untuk penyediaan pelayanan publik. Salah satu instrumen untuk menjawab tantangan ini adalah Kerja sama antar daerah.

1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-undang No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, kerja sama merupakan hak setiap daerah otonom dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, khususnya dalam tugas utamanya pada peningkatan penyediaan pelayanan publik. Dilakukannya kerjasama antar daerah akan memberi manfaat seperti pelayanan publik yang lebih baik, meningkatkan kohesi antar pemerintah daerah, mengurangi konflik antar darah, peningkatan infrastruktur wilayah, dan meningkatkan koordinasi dalam perencanaan tata ruang serta pengembangan wilayah. Disamping itu secara teknis kerja sama antar daerah dapat menjadi instrumen untuk menjawab kelemahan instrumen yang terbentuk melalui mekanisme struktural pembangunan. Ada beberapa prioritas yang dapat dilakukan untuk pengembangan serta penguatan kerjasama antar daerah di Indonesia. Salah satunya adalah meningkatkan kapasitas pemerintah pusat yang berwenang dalam kerja sama antar daerah, dalam hal ini adalah Sub Direktorat Kerja sama antar Daerah (Subdit KAD), Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum (Ditjen PUM), Kementrian Dalam Negeri. Untuk itu, DSF (Decentralization Support Facility) melakukan kegiatan Pengembangan Rencana Aksi Direktorat Jenderal PUM untuk mendukung pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kerja sama antar daerah dengan lebih efektif.

1.2 Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membuat Rencana Aksi bagi Subdit KAD, Direktorat Dekonsentrasi dan kerjasama, Ditjen PUM dalam mengembangkan Kerjasama Antar Daerah (KAD) di Indonesia khususnya untuk meningkatkan pelayanan publik di beberapa sektor seperti Kesehatan, Pendidikan dan Transportasi. Rencana Aksi yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat menjadi panduan bagi Subdit KAD dalam mendukung Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan kerja sama antar daerah dengan lebih efektif. 4|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

1.3 Metodologi Ada beberapa metode ataupun kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan rencana aksi penguatan dan pengembangan kerjasama antar daerah: 1. Melakukan Desk Study Yaitu kegiatan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber (literatur, laporan-laporan, hasil studi, jurnal, dan lain-lain) untuk kemudian dianalisa dan dituliskan menjadi suatu laporan yang memuat 3 poin utama yang mendasari penyusunan rencana aksi penguatan dan pengembangan KAD bagi Subdit KAD Ditjen PUM, yaitu: i).Teori, konsep serta best practices KAD; ii). Kendala dan peluang KAD di Indonesia sebagai hasil dari pemetaan; iii).Tupoksi dari Subdit KAD 2. Menyelenggarakan workshop 1: Pembahasan hasil Desk Study Tujuan diselenggarakannya workshop ini adalah: a) Untuk mempresentasikan dan mendiskusikan hasil temuan awal dari desk study yang dilakukan oleh tim DSF, khususnya terkait dengan peluang dan kendala pengembangan kerja sama antar daerah b) Untuk mendapatkan masukan dari para stakeholder yang terlibat dalam kerja sama daerah terkait dengan peluang dan kendala tersebut 3. Menyelenggarakan workshop 2: Pembahasan Draft Rencana Aksi Setelah diperoleh masukan dari workshop pertama, kemudian dilakukan kegiatan penyusunan draft rencana aksi. Draft tersebut kemudian dibahas dalam suatu workshop dengan tujuan: a) Mempresentasikan dan mendiskusikan draft rencana aksi penguatan dan pengembangan KAD b) Mendapatkan masukan dari para stakeholder yang terlibat dalam kerja sama daerah terkait dengan draft rencana aksi tersebut 4. Laporan Final Laporan ini memuat seluruh kegiatan yang telah dilakukan dalam penyusunan rencana aksi penguatan dan pengembangan KAD disertai dengan Rencana Aksi yang diusulkan (final). Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Rencana Aksi bagi Subdit KAD Ditjen PUM dapat digambarkan sebagai berikut.

5|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

GAMBAR 1.1 PENYUSUNAN RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KAD

PEMETAAN KAD DI INDONESIA: PELUANG & KENDALA KAD

TEORI, KONSEP, BEST PRACTICES KAD

TUPOKSI SUBDIT KAD DITJEN PUM

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KAD (Subdit KAD, Ditjen PUM)

1.4 Sistematika Pembahasan Laporan pembahasan mengenai Rencana Aksi penguatan dan pengembangan kerja sama antar daerah akan meliputi 7 bab, dengan sistematika berikut ini. BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang penulisan laporan, tujuan dan manfaat, metodologi serta sistematika pembahasan dalam laporan ini akan dipaparkan di bagian pendahuluan. BAB 2 TEORI DAN KONSEP KAD Bab 2 akan memberikan penjelasan dan gambaran detil mengenai kerjasama antar daerah yang sesuai dengan teori serta konsep yang berlaku. Bagian ini akan memuat hal-hal yang dibutuhkan untuk membentuk dan menjalankan KAD secara ideal agar mencapai hasil yang diharapkan secara optimal. Pembahasan akan dimulai dari latar belakang dan sejarah singkat mengenai awal mulanya kerjasama antar daerah (KAD), yang dilanjutkan dengan pembahasan mengenai prinsip-prinsip dasar, pembiayaan, hingga ke pelaksanaan dan konsep pengawasan dan evaluasi KAD. BAB 3 PEMBELAJARAN KAD DI JERMAN DAN AUSTRIA Kerjasama antar daerah yang diawali oleh Eropa khususnya Jerman dan Austria diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi daerah-daerah di Indonesia di dalam mencapai tujuan pembangunan daerah 6|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

dan regional. Walaupun implementasi KAD di Eropa tersebut tidak akan bisa 100 persen diterapkan di Indonesia karena aspek budaya lokal serta peraturan perundangan yang berbeda, namun keberhasilan pelaksanaan KAD di Jerman dan Austria yang menganut prinsip-prinsip dasar KAD yang baik ini, tetap bisa dijadikan patokan atau acuan bagi daerah-daerah di tanah air di dalam mengelola KAD. BAB 4 PEMETAAN KAD DI INDONESIA Dalam bab 4 akan digambarkan pelaksanaan KAD di Indonesia dengan menampilkan aktor-aktor pelaku KAD di Indonesia, aspek-aspek legal formal KAD, kelembagaan KAD, pembiayaan serta pengelolaan keuangan, monitoring dan evaluasi KAD. Hasil analisa dari pemetaan KAD di Indonesia ini diharapkan bisa menjelaskan kepada kita semua hal-hal yang menjadi faktor pendukung KAD serta hal lainnya yang justru menjadi penghambat KAD di tanah air. BAB 5 PROFIL DAN TUPOKSI DITJEN PUM TERKAIT KAD Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, khususnya Subdit KAD di dalam kaitannya dengan isu-isu KAD akan memainkan peran yang sangat penting di dalam fungsinya memfasilitasi dan membina KAD. Selama ini peran dan fungsi Ditjen PUM di dalam menumbuhkembangkan KAD di Indonesia belumlah terlihat jelas. Berdasarkan keadaan tersebut maka bab 5 dari laporan akan memuat profil dan tupoksi Ditjen PUM Kemdagri dalam kaitannya dengan pengembangan KAD di Indonesia. Bagian ini juga mencoba untuk membuat suatu gambaran mengenai komunikasi, kerjasama dan koordinasi yang dilakukan Ditjen PUM baik secara internal, yaitu dengan Direktorat lainnya di Kemdagri yang bersentuhan dengan isu-isu KAD; maupun eksternal, yaitu dengan Kementerian/Lembaga lainnya seperti Bappenas, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. BAB 6 RENCANA AKSI DITJEN PUM DALAM MENGEMBANGKAN KAD UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK Dalam bab 6 akan dibahas mengenai (usulan) rencana aksi 5 tahun kepada Ditjen PUM di dalam upayanya untuk menumbuhkembangkan KAD khususnya di sektor pelayanan publik. Rencana aksi ini akan disusun berdasarkan hasil analisa kebutuhan yang diperoleh dari kondisi eksisting (bab 4 dan 5) dikaitkan dengan kondisi ideal (bab 2 dan 3), yang kemudian diperkaya dan dipertajam dengan hasil workshop yang akan diselenggarakan khusus untuk membahas (usulan) rencana aksi ini. Salah satu tema yang akan disampaikan di dalam rencana aksi ini adalah bahwa Ditjen PUM sebaiknya memiliki panduan atau pedoman untuk membentuk dan mengembangkan KAD bidang pelayanan publik. BAB 7 PENUTUP Bab 7 akan menutup laporan ini dan akan memuat ringkasan singkat beserta kesimpulan dari seluruh materi laporan.

7|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

BAB. 2 TEORI DAN KONSEP KAD

D

alam literatur yang berkembang di dunia, istilah kerjasama daerah atau kerjasama regional lebih dikenal dengan sebutan intergovernmental management. Pengertian intergovernmental management yang dimaksudkan di sini bukanlah sekedar hubungan antar pemerintah daerah biasa melainkan sesuatu yang merupakan inti dari hubungan antar daerah.1 Masih sering terjadi kesalahpahaman di dalam memahami pengertian manajemen antar daerah dan di dalam mengelola manajemen antar daerah tersebut, terutama di dalam cara memandang kelembagaan kerjasama itu sendiri. Sebagian besar pelaku kerjasama masih terbelenggu di dalam paradigma klasik kerjasama sama daerah yang di dalam pengelolaannya masih didominasi nuansa hirarki struktural formal.2 Tatanan ini sangat berbeda dengan tatanan organisasi yang mengutamakan hirarki dengan kewenangan yang bersifat terpusat. Dalam Cara pandang kerjasama antar tatanan networking/jejaring tidak dikenal adanya struktur kewenangan sentralistik. Semua anggota daerah sebagai suatu lembaga bersifat kerjasama bersifat bebas dan mandiri serta hirarkis struktural sangatlah kurang mempunyai komitmen untuk menghasilkan suatu tepat, karena sifat atau roh yang konsensus sebagai wujud dari aksi bersama. terbentuk dari kerjasama antar daerah Perbedaan pandangan terhadap manajemen (intergovernmental management), antar daerah ini sangat terasa di Indonesia yang adalah hubungan sejajar yang cukup lama menerapkan sistem pemerintahan sentralistik terutama pada masa orde baru. menempatkan networking/jejaring di

posisi paling depan.

2.1 Konsep Dasar KAD Latar Belakang dan Sejarah Konsep Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan penerapannya, sebenarnya telah lama dikembangkan di sejumlah negara di benua Eropa, seperti Jerman, Austria, Belanda, Swiss, dan sebagainya sejak 30 tahun yang lalu. KAD di negara – negara Eropa tersebut terbukti telah menjadi instrumen pembangunan kewilayahan yang berhasil melahirkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, penciptaan pelayanan publik yang berkualitas kepada rakyat, dan menciptakan proses integrasi sosial, budaya dan politik yang kuat. Sejak tahun 1970-an dalam rangka menciptakan terobosan-terobosan baru karena instrumen-

1 2

McGuire, Michael, 2006, "Intergovernmental Management : A View From The Bottom", Public Administration Review Albrow, Martin, 2005, Birokrasi, Tiara Wacana, Jakarta

8|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

instrumen pembangunan dan pengembangan yang ada kurang mampu memenuhi tuntutan jaman yang terus mengalami perubahan, muncul praktek – praktek pengembangan wilayah di negara – negara di Eropa Barat. Bentuk - bentuk KAD yang diinisiasi pada saat itu mempunyai pola yang beraneka ragam yang terus mengalami perkembangan. Walaupun demikian, prinsip-prinsip dan cara kerja dasar KAD dan tata kelola wilayah yang telah terbentuk terbukti cukup ampuh sebagai instrumen untuk melaksanakan pembangunan dan/atau pengembangan yang ingin dicapai oleh sebuah wilayah regional. Pola kerjasama serta bentuk kelembagaan kerjasama antar daerah yang teridentifikasi di beberapa negara dapat dikelompokkan sebagai berikut:3 1. Intergovernmental Service Contract Merupakan kontrak jasa yang dilakukan bila suatu daerah membayar daerah yang lain untuk melaksanakan jenis pelayanan tertentu seperti penjara, pembuangan sampah, dll. 2. Joint Service Agreement Merupakan perjanjian kerjasama untuk menjalankan fungsi perencanaan, anggaran dan pemberian pelayanan tertentu kepada masyarakat daerah yang bekerjasama, misalnya dalam pengaturan perpustakaan wilayah, komunikasi antar polisi dan pemadam kebakaran, kontrol kebakaran, pembuangan sampah. 3. Intergovernmental Service Transfer 4 Merupakan pelimpahan secara permanen suatu tanggung jawab dari satu daerah ke daerah lain seperti bidang pekerjaan umum, prasarana dan sarana, kesehatan dan kesejahteraan, pemerintahan dan keuangan publik. Perlu diketahui juga bahwa selain tiga tipe kerjasama di atas, kecenderungen yang terjadi saat ini di negara – negara maju adalah pencanangan kerjasama dengan konteks networking/kolaborasi/jejaring terutama di bidang perencanaan dan mitigasi bencana. Metode kerjasama seperti ini menjadi model alternatif untuk menggantikan model birokrasi klasik yang bersifat top down karena sifatnya yang mengandalkan jejaring yang fleksibel dan dinamis.5

Negara – negara maju di Eropa mulai beralih ke kerjasama antar daerah bersifat jejaring publik non-hirarkis, nonstruktural

3

Pratikno (Ed.), 2007, Kerjasama Antar Daerah : Kompleksitas dan Tawaran Format Kelembagaan, Jogja Global Media, Yogyakarta. Henry, N. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood Cliffs, N.J. 5 Waugh Jr, W.L. and G.Streib. 2006. “Collaboration and Leadership for Effective Emergency Management”. 4

9|Page


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Di Indonesia sendiri, sejak digulirkannya era otonomi daerah telah terjadi proses regionalisasi dalam konteks subnasional. Proses regionalisasi yang terjadi ini bisa disebabkan oleh berbagai latar belakang seperti sejarah, kesamaan budaya, permasalahan yang sama dan lain lain, dan merupakan suatu bentuk aliansi pembangunan daerah berbatasan yang pada akhirnya akan membentuk suatu wilayah. Kondisi ini bisa dipahami sebagai tumbuhnya kesadaran daerah untuk memanfaatkan KAD sebagai salah satu pendekatan strategis dalam pembangunan. Pemahaman daerah bahwa KAD bisa mendorong percepatan pembangunan mulai tumbuh dan pada akhirnya juga bisa menekan disparitas pembangunan antar daerah. Instrumen – instrumen yang dikenal selama ini (konvensional) seperti RUTRK, RPJM, RKP dll, serta kebijakan lainnya yang merupakan produk KAD mengutamakan azas dari proses perencanaan struktural telah musyawarah (konsensus) yang terbukti tidak cukup efektif di dalam upaya bisa terjadi karena pengelolaan untuk melakukan percepatan pembangunan KAD yang bersifat jejaring. daerah. Produk – produk ini tidak mampu mengimbangi kecepatan dinamika yang terjadi Artinya, setiap anggota KAD di daerah. Untuk itulah mekanisme nonberada pada posisi yang sejajar struktural yang bersifat dinamis non hirarkis dengan hak dan kewajiban yang dibutuhkan untuk melengkapi dan menutupi sama. kelemahan mekanisme struktural tersebut. KAD memiliki mekanisme pengambilan keputusan yang unik dan berbeda dari mekanisme yang dikenal dan digunakan pada proses pengambilan keputusan perencanaan formal (struktural). Pada mekanisme formal seluruh produk perencanaan diputuskan melalui mekanisme struktural-hirarkis dan sesuai prosedur baku yang diatur berlandaskan UU dengan regulasi/petunjuk pelaksanaannya. 6

Prinsip Dasar KAD Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa cara pandang klasik pada organisasi lembaga kerjasama antar daerah tidak relevan lagi dengan karakter lembaga kerjasama yang mengkolaborasikan daerah-daerah otonom ke dalam hubungan kerjasama antar daerah. Birokrasi yang memiliki pola hubungan strukturalis – hierarkis menjadi kurang sesuai dengan karakter networking yang flexible dalam semangat kerjasama. Kerjasama Antar Daerah (KAD) seperti ini hanya dapat terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran bahwa daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan. Inilah yang menjadi prinsip dasar dari KAD yaitu adanya tujuan bersama yang ingin diraih secara bersama-sama.7

6 7

Makhdonal Anwar, Tenaga Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010, “Laporan Februari 2010, Evaluasi RM KPDT dan Input Untuk Rencana Aksi 2010”. Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”.

10 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Selain itu adanya dukungan dari luar wilayah kerjasama (misalnya pemerintahan pusat atau provinsi) serta permintaan akan kerjasama yang digagas oleh masyarakat lokal akan meningkatkan kualitas dan efektifitas kerjasama itu sendiri. endiri. Komitmen dan ikatan yang kuat di antara pengambil keputusan tertinggi di daerah masing – masing (dalam hal ini kepala pemerintahan) akan mendasari kerjasama tersebut. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen untuk bekerjasama dalam Gambar 1. Ilustrasi Jejaring Publik untuk KAD, Sumber: Su penanganan isu-isu yang telah disepakati, dan www.fuelyourwritting.com lebih mendahulukan kepentingan bersama dibanding kepentingan masing masing-masing masing daerah. Komitmen tersebut perlu dimiliki oleh para pejabat, baik pada level teknis, manajerial, maupun pimpinan, sehingga langkah-langkah yang diperlukan,, termasuk pemangkasan birokrasi dalam kerjasama dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi gerak. Untuk mengoptimalkan potensinya, kerjasama antar daerah dapat menjadi salah satu alternatif inovasi/konsep yang didasarkan pada pertimbang pertimbangan an efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling menguntungkan terutama dalam bidang bidang-bidang bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai payung regulasi (peraturan pemerintah) mendorong kerjasamaa antar daerah. Kerjasama diharapkan menjadi satu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan.8 Agar berhasil melaksanakan kerjasama dibutuhkan prinsip prinsip-prinsip umum sebagaimana bagaimana terdapat dalam prinsip good governance.. Beberapa prinsip diantara prinsip good governance yang ada dapat dijadikan pedoman dalam melakukan kerjasama antar daerah yaitu:9 • Transparansi,, artinya daerah yang bekerjasama atau telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus transparan dalam memberikan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka kerjasama tersebut. • Akuntabilitas,, artinya daerah bekerjasama harus bersedia untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan, dan mengungkap mengungkapkan kan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan kegiatan kerjasama. • Partisipatif,, artinya prinsip partisipasi harus digunakan dalam bentuk konsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukan tujuan yang harus dicapai, cara mencapainya dan mengukur kinerjanya, erjanya, termasuk cara membagi kompensasi dan risiko. 8 9

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management” Management”. http://www.governance-indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=74 indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=74 “Prinsip-prinsip prinsip Good Governance”

11 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 •

• •

Efisiensi,, artinya dalam melaksanakan kerjasama tersebut harus mempertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya untuk memperoleh suatu hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yan yangg sama tetapi dapat mencapai hasil yang lebih tinggi. Efektivitas,, artinya selalu mengukur keberhasilan dengan membandingkan target atau tujuan yang telah ditetapkan dalam kerjasama dengan hasil yang nyata diperoleh. Konsensus,, artinya dalam melaksanakan kerjasama tersebut harus dicari titik temu agar masing-masing masing pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut dapat menyetujui suatu keputusan. Saling menguntungkan dan memajukan memajukan.. Dalam kerjasama antar daerah harus dipegang teguh prinsip saling menguntungka menguntungkan n dan saling menghargai. Prinsip ini harus menjadi pegangan dalam setiap keputusan dan mekanisme kerjasama.

Selain enam prinsip umum di atas, beberapa prinsip khusus yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kerjasama antar daerah yaitu:10 ), melalui proses inisiasi lokal dengan • Dibentuk melalui pendekatan dari bawah ((bottom-up), menggunakan prinsip 3K (Komunikasi, Kerjasama, dan Koordiasi) sebagai pilar instrumen pelaksanaan dan kerja kolektif (team work) yang erat antar aktor regional, • Kerjasama tersebut harus dibangun untuk kepentingan umum dan kepentingan yang Gambar 2, Prinsip insip 3 K, Sumber: Benjamin Abdulrahman, LEKAD 2008 lebih luas, • Kerjasama antar pelaku yang tidak bersifat hirarkis melainkan merupakan jejaring (networking)) kelembagaan, • Keterikatan atan yang dijalin dalam kerjasama tersebut harus didasarkan atas saling membutuhkan, • Keberadaan kerjasama tersebut harus saling memperkuat pihak pihak-pihak pihak yang terlibat, • Harus ada keterikatan masing masing-masing masing pihak terhadap perjanjian yang telah disepakati, • Harus rus tertib dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana telah diputuskan, • Kerjasama harus dibangun diatas rasa saling percaya, saling menghargai, saling memahami dan manfaat yang dapat diambil kedua belah pihak.

10

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2007. Regional Management, Panduan Pembentukan dan Pengelolaan.

12 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Tujuan dan Manfaat Pembentukan KAD Secara umum, tujuan pembentukan dan pelaksanaan kerjasama antar daerah adalah untuk menciptakan kemandirian daerah dalam mengelola, mengembangkan dan meningkatkan seluruh potensi daerah guna menunjang kesejahteraan masyarakat. Kerjasama yang dibentuk oleh para aktor regional tersebut ditujukan untuk menjawab tantangan dinamika pembangunan daerah yang meliputi bidang ekonomi, sosial, politik, teknologi dan lingkungan. Sasaran utamanya adalah KAD bertujuan meraih menciptakan kerjasama antar daerah yang saling kemandirian dalam menguntungkan untuk meningkatkan kesejahteraan pengelolaan seluruh masyarakat dengan memperkuat dan meningkatkan daya tahan, daya tarik dan daya saing daerah. potensi daerah untuk Secara rinci, tujuan pembentukan dan pelaksanaan KAD tersebut adalah sebagai berikut: 11

11

kesejahteraan masyarakat

Memunculkan economic growth (petumbuhan ekonomi). Selain menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, Regional Management diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan atau meningkatkan pendapatan (ekonomi) masyarakat daerah.

Meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat luas di daerah – daerah yang bekerjasama sehingga tercapai kualitas pelayanan publik yang baik.

Meningkatkan penyerapan tenaga kerja, menciptakan peluang kerja baru atau melakukan pengurangan tingkat penganguran di daerah.

Menciptakan price stability (stabilitas harga) untuk menciptakan rasa aman dan tenteram pada masyarakat daerah. Harga yang tidak stabil akan memunculkan rsa gamang dan waswas pada masyarakat dan kemungkinan akan berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Meningkatkan sistem pengelolaan lingkungan, meningkatkan usaha pelestarian dan usaha konservasi.

Meningkatkan sistem pengelolaan wilayah untuk menciptakan pemerataan pembangunan dalam wilayah.

Meningkatkan pengelolaan sektor-sektor potensial yang merupakan potensi unggulan di daerah.

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2007. Regional Management, Panduan Pembentukan dan Pengelolaan.

13 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 •

Membuat keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah, sehingga memunculkan sinergitas dan berkesinambungan.

Meningkatkan produktivitas sektor tanaman pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangan wilayah.

Membangun kekuatan budaya sebagai basisi moral dan komunikasi dan sebagai daya hidup masyarakat untuk menjamin kekuatan integrasi sosial dan integrasi politik.

Menurut Weichart (2003) terdapat 4 tahap yang dibutuhkan untuk membentuk suatu KAD yang baik. Langkah – langkah tersebut rsebut dapat dilihat di ilustrasi di bawah ini.

Gambar 3, Proses Pembentukan KAD, Sumber: Weichart, 2003

Peningkatan Daya Tahan Wilayah Salah satu tujuan dan manfaat yang bisa dipetik dari mekanisme KAD adalah kemampuannya di dalam meningkatkan daya tahan secara kewilayahan di dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara cepat melalui mekanisme konvensional. Kerjasama antar daerah dapat dijadikan sebagai metode pelengkap alternatif untuk meningkatkan daya tahan wilayah. Berbagai kemitraan dan kerjasama yang dapat dilakukan antara lain kerjasama dalam kelancaran koleksi dan distribusi barang pokok dan kebutuhan pokok masyarakat kawasan terpencil, kerjasama pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik dan kesehatan, kerjasama pembangunan daerah aliran sungai (DAS), kerjasama penanggulangan penyebaran penyakit menular, kerjasama pengelolaan persampahan, air minum, produksi dan pemasaran produk unggulan masyarakat, kerjasama dalam mitigasi bencana alam dan pasca bencana, dan lain lain-lain.

14 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Peningkatan Daya Tarik Wilayah Melalui KAD, daerah-daerah dapat melakukan kerjasama dalam konteks regional sehingga upaya membangun infrastruktur daerah dapat dilakukan secara bersama dan terintegrasi sesuai dengan kebutuhan daerah hingga lebih terarah dan Sumber pembiayaan KAD yang efisien. Di samping itu, sinergi dan harmonisasi kebijakan pembangunan, khususnya dalam utama adalah iuran daerah peserta bidang investasi, dapat dilakukan secara bersama KAD ditambah bantuan pemerintah sehingga secara regional mempunyai daya tarik pusat/provinsi dan sumber lainnya. bagi investor. Kerjasama antar daerah yang dapat dilakukan dalam konteks peningkatan daya tarik regional ini, antara lain adalah pembangunan prasarana dan sarana perhubungan dan transportasi, energy, telekomunikasi, penyediaan tenaga kerja terampil, infrastruktur pelayanan publik, penciptaan iklim investasi regional yang kondusif, pelayanan satu atap (one stop service), pengembangaan dan pemanfaatan potensi ekonomi regional dan lainnya. Peningkatan Daya Saing Wilayah Faktor ketersediaan barang, kualitas, harga dan ketepatan waktu serta pelayanan merupakan sebagian kecil persyaratan yang harus dipenuhi daerah agar dapat bersaing di tingkat regional, nasional maupun internasional. Faktor – faktor tersebut di atas sering kali sulit dipenuhi oleh insdustri lokal akibat dari keterbatasaan sumberdaya dan infrastruktur. Untuk mengatasi masalah seperti ini, masing – masing daerah dalam suatu region seharusnya melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, saling menutupi kekurangan dan kelemahan agar dapat mencapai suatu skala ekonomi yang dibutuhkan untuk berdaya saing. Berbagai bentuk kerjasama dalam rangka meningkatkan daya saing antara lain pengembangan produk unggulan melalui clusterisasi seperti pengembangan kawasan produksi bidang peternakan, perikanan, perkebunan, industri kecil dan rumah tangga, pertambangan, pariwisata, agroindustri dan lain-lain sesuai dengan potensi yang dapat dikembangkan dalam suatu region.

Pembiayaan KAD Swadaya KAD Kebutuhan utama dalam proses pembentukan sampai implementasi kelembagaan KAD adalah kebutuhan akan ketersediaan anggaran. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dan memegang teguh prinsip keswadayaan, maka setiap anggota KAD diharuskan mengalokasikan anggaran dalam bentuk iuran tetap untuk pembiayaan kelembagaan KAD. Pengalokasiaan anggaran tersebut bersumber dari anggaran daerah masing - masing. Selain anggaran yang berasal iuran anggota sebagai sumber pembiyaan utama, sumber anggaran juga bisa berasal dari pemerintah provinsi. Sistem kelembagaan yang efektif, akuntabel dan transparan dapat menimbulkan minat pemerintah pusat atau provinsi untuk mengintegrasikan 15 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

program-program sektoral mereka ke dalam skema program kerja KAD dengan adanya pemetaan potensi yang jelas dan strategi regional yang masuk akal, maka pihak pemerintah pusat tentu mempunyai dorongan yang kuat untuk mengalokasikan dana untuk kegiatan unggulan KAD. Selain lembaga pemerintah, dengan pengelolaan yang bersifat kolektif, akuntabel dan transfaran tadi, maka kelompok dunia usaha atau lembaga non pemrintah akan memiliki keyakinan dalam hal keamanan berinvestasi atau berhubungan bisnis dengan daerah-daerah yang termasuk dalam lembaga KAD. Hibah Bantuan Hibah adalah anggaran yang berasal dari pihak dalam dan luar negeri yang bersifat tidak mengikat.

Peran Lembaga Pemerintahan dan Masyarakat 12 Tingkat Pusat Peranan pemerintah pusat di dalam kerangka kerjasama antar daerah adalah sebagai fasilitator dan tempat daerah untuk berkonsultasi mengenai hal – hal yang menyangkut pelaksanaan kerjasama antar daerah. Melalui instrument yang dimiliki, pemerintah pusat bisa menjalankan fungsi – fungsi advokasi kepada daerah yang melakukan kerjasama. Pemerintah pusat juga bisa memberikan stimulus ataupun dorongan kepada daerah – daerah yang berbatasan untuk melakukan kerjasama di dalam proses pembangunan daerah tersebut. Fasilitasi pemerintah pusat juga sangat berperan untuk mendukung daerah yang bekerjasama untuk mendapatkan dukungan dari perusahaan – Dalam konteks KAD, Pemerintah perusahaan, lembaga donor internasional dan untuk penyediaan infrastruktur. Pusat menjalankan fungsi – fungsi Tingkat Provinsi Pemerintahan di tingkat provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah bisa berperan mewadahi aktivitas lembaga – lembaga dalam struktur kerjasama antar daerah untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkoordinasi. Misalnya provinsi bisa melakukan mediasi inisiatif maupun usulan pengembangan kerjasama daerah 12

fasilitasi, koordinasi serta advokasi untuk membantu daerah – daerah yang melakukan kerjasama. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, Pemerintah Pusat juga diharapkan memberikan dan yang bersifat menstimulasi KAD.

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”.

16 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

dalam pemberdayaan, pengelolaan dan pemasaran potensi daerah. Dapat dikatakan bahwa provinsi berperan penting sebagai penghubung ke dalam dan ke luar lembaga kerjasama antar daerah yang telah terbentuk. Selengkapnya provinsi bisa berperan dalam: • Melakukan fungsi komunikasi secara luas kepada lembaga-lembaga di dalam maupun di luar struktur lembaga Masyarakatlah yang paling kerjasama antar daerah dalam rangka mengetahui kebutuhan dan mendukung segala kegiatan yang berkenaan dengan pengembangan suatu permasalahan di daerahnya. kerjasama antar daerah; • Memfasilitasi pertemuan – pertemuan yang mendukung penguatan dan pengembangan kerjasama antar daerah; • Menyediakan forum mediasi yang mewadahi diskusi, perumusan usulan/agenda/program, maupun pemecahan konflik internal yang terjadi selama pertemuan-pertemuan berlangsung. Dengan karakteristik demikian maka provinsi sebaiknya mempunyai legitimasi formal yang dapat diakui semua pihak. Adanya lembaga khusus di tingkat provinsi bisa didirikan, tetapi sangat tergantung kepada kebutuhan. Sebagai fasilitator provinsi harus menjaga netralitasnya, tetapi juga memiliki kewenangan yang cukup disegani oleh seluruh stakeholder daerah. Hal ini menjadi pertimbangan utama karena lingkup tugasnya mencakup lintas-batas daerah berikut keanekaragaman karakteristik yang dimiliki masing-masing daerah. Tingkat Kabupaten Di tingkat Kabupaten/Kota, peran pemerintah daerah adalah memastikan sesuai dengan komitmen kerjasama agar konsensus yang sudah disepakati di dalam mekanisme kerjasama antar daerah tersebut dapat terlaksana dengan optimal. Peran kepala pemerintahan di daerah ini sangat penting, mengingat posisi dan fungsinya sebagai pengambil keputusan di daerah tersebut. Kepala pemerintahan kabupaten/kota tersebut juga harus mengetahui mekanisme, prinsip dan karakter dari kerjasama antar daerah.

Pemerintah Provinsi adalah perwakilan Pemerintah Pusat di daerah.

Masyarakat luas Keterlibatan masyarakat dalam konteks kerjasama antar daerah adalah sangat penting. Masyarakat merupakan subjek sekaligus objek dari kerjasama itu sendiri. Masyarakatlah yang paling mengetahui semua permasalahan yang dialami di wilayah yang ditempatinya. Masyarakat dalam pengertian luas

17 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

diharapkan sangat bisa memberikan masukan serta ide untuk kepentingan pembangunan daerah dalam kerangka kerjasama antar daerah. Misalnya masyarakat dari kalangan profesional dan akademisi bisa melakukan penelitian dan kajian dalam penyusunan rencana usaha (business plan) bagi pengembangan ekonomi daerah dan regional atau melakukan penelitian dan kajian untuk keperluan n penyusunan kebijakan pembangunan daerah dan regional.

Gambar 4, Faktor Kunci KAD, Sumber: diolah sendiri dari berbagai sumber, 2011

Dari berbagai informasi di atas dapatlah disumpulkan bahwa terdapat berbagai faktor kunci yang bisa menjadi penyebab keberhasilan suatu KAD jika hal – hal tersebut berfungsi dengan baik, atau bisa juga sebaliknya, akan menjadi alasan kekagalan suatu KAD jika ji faktor – faktor kunci tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.

2.2 Pembangunan Wilayah Pemahaman Dasar Asas Desentralisasi Asas sentralisasi sebagai paradigma pengembangan wilayah ternyata kurang efektif untuk memberdayakan kompetensi daerah dalam merencanakan dan mengelola pembangunan wilayah. Asas ini membatasi peluang munculnya inisiatif dan gagasan kreatif daerah untuk secara proaktif merencanakan dan mengelola pelaksanaan pembangunan daerah. Kelemahan asas sentralisasi:13

13

Adanya jarak antara pe pemerintah merintah pusat dan daerah karena pelaksanaan pembangunan cenderung "didominasi" pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah hanya sekedar menjadi objek;

Adanya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, baik secara politis maupun ekonomis, s, khususnya dalam pembiayaan pembangunan;

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management” Management”.

18 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 •

Pelaksanaan pembangunan daerah seringkali kurang sesuai kebutuhan karena pelaksanaan pembangunan daerah dikendalikan pemerintah pusat, sehingga seringkali hasil-hasilnya tidak tepat sasaran dan kurang terasa manfaatnya.

Adanya anggapan bahwa semua daerah mempunyai kesamaan sehingga mengabaikan keragaman dan ciri khas masing-masing daerah.

Otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi telah membuka wacana baru bagi pemerintah kabupaten/kota. Administrasi pemerintahan menjadi lebih fleksibel, karena tidak harus tergantung sepenuhnya kepada skema dan mekanisme yang sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. Pengalaman penerapan pola sentralisasi telah mengakibatkan munculnya keseragaman, sehingga keragaman dan kekhasan lokal kurang dapat berkembang. Instrumen Pembangunan Wilayah Kita mengenal dua instrumen pembangunan, yaitu instrumen pembangunan formal dan instrumen pembangunan nonformal, baik yang bersifat keruangan maupun non-keruangan. Dalam kerangka KAD, kedua instrumen pembangunan wilayah ini diintegrasikan agar saling mengisi dan menutupi kelemahan, sehingga keberadaan masing-masing tidak saling menghambat tetapi saling mendukung.

Komitmen-Konsensus Pembentukan komitmen bersama sebagai dasar dari kerja sama regional, dijalankan melalui proses pewilayahan desentralistik. Salah satu kelebihan proses desentralistik ini adalah ditonjolkannya kekuatan politik endogen yang ditandai dengan tumbuhnya inisiatif lokal (bottom-up) yang kemudian berkembang menjadi inisiatif regional. Inisiatif dari bawah yang kemudian disatukan sebagai inisiatif regional ini tentunya juga memunculkan perbedaan kebutuhan dan kepentingan antaraktor regional. Namun, hal tersebut justru melahirkan konsensus yang berisi komitmen kerja sama regional. Jadi, komitmen bersama (regional) yang merupakan platform kerja sama regional dilahirkan melalui negosiasi dari berbagai kepentingan sehingga mencapai sebuah konsensus yang bersifat “win-win” (saling menguntungkan). Kelembagaan inilah yang menggunakan dan mengedepankan aspek Komunikasi dan Koordinasi dalam menjalin Kerjasama (3K) satu dengan lainnya dalam mencapai suatu komitmen bersama yang mencerminkan pilar regionalisasi. Inilah salah satu kekuatan regionalisasi yang sekaligus menjadi komponen penting bagi keberhasilan pembangunan.14

14

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”.

19 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Pedoman Pendekatan Pembangunan Wilayah Pendekatan Keruangan Suatu kesatuan wilayah dibentuk berdasarkan pendekatan teknis kewilayahan, yakni pendekatan homogenitas, sistem/fungsional, dan perencanaan/pengelolaan. Proses teknis pembentukan wilayah ini dilanjutkan dengan proses legitimasi pelaksanaan berupa suatu kebijakan atau keputusan politik untuk mendapatkan hasil final. Region adalah lanjutan dari bentuk teknis kewilayahan yang kemudian diputuskan secara politis. Dengan kata lain, wilayah yang dibentuk dengan pendekatan homogenitas, fungsional, dan perencanaan/pengelolaan dapat bertransformasi menjadi region atau pewilayahan desentralistik. Potensi dan Kekuatan Endogen Regional Parameter potensi berdasarkan faktor potensi dan tambahan kekuatan endogen berupa kekuatan politik regional (komitmen) sebagai tahap awal pembentukan program-program strategis regional terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu:15 • • • •

Penawaran: tenaga kerja, modal, infrastruktur, dan Struktur Ekonomi Permintaan: potensi pasar Lingkungan: SDA, ruang dan lokasi, dan keindahan alam Sosial Politik Regional: budaya politik, kepastian hukum, dan otonomi daerah

Dalam mengidentifikasi kekuatan regional, tidak hanya terbatas pada identifikasi potensi sumber daya semata. Diperlukan faktor potensi lain yang dapat terhimpun secara sinergis hingga membentuk suatu kekuatan endogen. Hal ini tercermin pada motivasi aktor-aktor regional untuk menggalang komitmen dalam rangka menjalin kerja sama regional. Jejaring Pelaksanaan program-program strategis regional dapat dijalankan dan diorganisasikan melalui sebuah lembaga kerjasama regional. Sebagai wadah yang dibentuk melalui kesepakatan antardaerah anggota kerja sama regional, lembaga ini dituntut untuk dapat merepresentasikan kepentingan region. Tanggung jawab yang diemban oleh lembaga kerja sama regional tentu menghasilkan konsekuensi-konsekuensi logis mengenai bagaimana seharusnya lembaga ini bekerja dan dimana posisinya dalam konteks kerja sama regional tersebut. Pemanfaatan struktur jejaring merupakan bentuk yang selalu ditemui dalam pelaksanaan kerja sama regional, masing-masing aktor regional yang terlibat di dalam sebuah kerja sama regional berada pada posisi heterarkis/seimbang. Jejaring sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah konfigurasi dari para aktor yang berada pada hubungan saling membutuhkan (interdependensi). 15

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”.

20 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Perencanaan Strategis Prinsip pokok untuk membangun sebuah strategi pembangunan wilayah adalah:16 • •

Pendekatan yang didasarkan pada potensi dan kebutuhan yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Terciptanya kesepakatan dengan aktor lokal yang dapat memfasilitasi pembangunan atau strategi daerah sebagai respon untuk mengembangkan peluang dan mengintegrasikan kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aktivitas pemerintah (pusat/provinsi) bersama dengan aktor regional harus terintegrasi ke dalam strategi regional.

Stimulasi Pembangunan Regional Inisiasi dan inovasi kabupaten/kota untuk merumuskan program-program strategis regional dan membentuk sebuah kerjasama regional harus didukung. Lembaga kerjasama antar daerah/regional merupakan instrumen untuk merespon inisiasi regional tersebut dengan mengupayakan dan memberikan stimulasi-stimulasi yang dibutuhkan sesuai dengan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki, baik dalam proses pembentukan program maupun pembiayaan. Bentuk stimulasi untuk merespon inisiatif-inisiatif regional adalah: • • •

Rangkaian diskusi dan pembahasan mengenai gagasan pembentukan program strategis dan kerja sama antardaerah yang mengikutsertakan stakeholders. Dimulainya saling pengertian, penyesuaian kebijakan antardaerah dengan kebijakan di atasnya, dan konsensus untuk menyatukan visi dan misi. Memberi masukan kepada lembaga KAD dalam melakukan persiapan berupa orientasi pembangunan, penguatan dan pengembangan proyek.

2.3 Konsep Pelaksanaan KAD Peran lembaga KAD adalah menjembatani instrumen pembangunan formal dan instrumen pembangunan nonformal dalam rangka menciptakan sinergitas dan keselarasan program pembangunan dan kemitraan yang bersifat lintas daerah serta lintas pelaku. Fungsi lembaga KAD ini sebagai sebuah instrumen pembangunan wilayah adalah menjadi pemicu (trigger) bagi inisiatif yang inovatif dalam membentuk kerja sama regional dan mendukung pelaksanaan kerja sama regional yang akan dan sudah terbentuk.

16

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”.

21 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Komunikasi, Kerjasama dan Koordinasi (3K) Komunikasi, Kerjasama, dan Koordinasi (3K) merupakan ciri dari proses terbentuknya program strategis regional. Berbagai bentuk program kerja sama yang dilaksanakan haruslah menuai hasil yang memuaskan semua daerah terkait atau berdasarkan “win-win solution” bagi setiap anggota kerja sama regional. Hal tersebut dapat tercapai dengan adanya kebersamaan yang mencerminkan kekuatan endogen regional dan sekaligus komitmen pelaksanaan program kegiatan bersama. Komunikasi, kerja sama, dan koordinasi ini merupakan sebuah kesatuan pilar pembangunan wilayah dan merupakan kekuatan utama dari kerja sama regional. Program strategis regional dalam kemasan kerja sama antar daerah yang bersifat nonstruktural lebih menitikberatkan unsur komunikasi sebagai komponen utama. Hal ini sesuai dengan karakteristik kerja sama yang berbentuk jejaring, dimana aspek komunikasi lebih berperan dibandingkan dengan landasan instruksi koordinatif yang biasa dilakukan dalam konteks pembangunan hirarkis.

Konsep Program Strategis Program strategis dalam konteks pembangunan wilayah desentralistik terdiri dari komponen-komponen program yang merupakan produk dari proses 3K. Isi dari komponen program yang berupa Data Dasar (baseline), Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pembiayaan ini merupakan hasil dari konsensus aktor-aktor regional dan stakeholders terkait. Komponen program strategis tersebut merupakan landasan bagi perumusan program strategis, dalam arti pijakan program yang dirumuskan bersama-sama melalui kesepakatan. Data Dasar (Baseline) Data dasar merupakan penggambaran kondisi regional baik dari segi potensi maupun kendala dan limitasi dari semua sektor dan aspek (fisik, ekonomi, sumber daya, sosial budaya, dan lain-lain). Dalam program ini diperlukan penyusunan database semua sektor tersebut, baik dalam bentuk statistik maupun grafis. RTRW sebagai salah satu produk instrumen pembangunan formal dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk pemetaan kondisi regional ini, terlebih lagi dalam RTRW juga memuat standar-standar formal normatif yang dapat dijadikan sebagai pedoman identifikasi kekuatan dan kelemahan wilayah. Materi-materi yang termuat dalam data dasar regional (baseline) antara lain adalah kondisi dan permasalahan: • • • • • • •

Fisik (Sarana dan Prasarana) dan Sumber Daya Alam Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Hukum dan Kebijakan Aktivitas Sektoral Pemerintahan Sosial Budaya, dan lain-lain Jejaring dan kerja sama regional yang telah ada

22 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Secara umum, peta akan tergambar dalam sebuah baseline study yang memuat segala aspek potensi dan kendala daerah baik secara fisik, ekonomi, hukum, pemerintahan, pelayanan publik, investasi, dan lain sebagainya. Perencanaan Program Strategis Regional Perencanaan program strategis yang di dalamnya melibatkan unsur-unsur regional yang berkepentingan hendaknya benar-benar mencerminkan kebutuhan bersama. Orientasi program pada proses dan hasil yang dicapai tentunya diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi pada proses perencanaan. Konsekuensi tersebut adalah dituntutnya sebuah program melalui perencanaan yang baik dan realistik, yang antara lain berisikan:17 • • • • •

Rumusan masalah yang jelas dan spesifik, Tujuan umum, tujuan khusus, dan sasaran yang berkaitan dengan masalah, Sasaran bersifat spesifik, dapat diukur, masuk akal dan realistik, mempunyai jangka waktu (SMART: Specific, Measurable, Achieveable, Realistic, and Time limit), Strategi dan kegiatan yang efektif, Alokasi sumber daya yang efisien.

Perencanaan program strategis dapat terjadi melalui layaknya tahapan perencanaan klasik (logical framework-planning), yaitu:18 • • • • •

Identifikasi sumber permasalahan, Menentukan aspek sebab-akibat, Analisis faktor kekuatan dan kelemahan, Formulasi visi dan misi regional, Melaksanakan program aksi berdasarkan prioritas yang disepakati.

Pola Pelaksanaan Pelaksanaan dan mekanisme proses pembentukan program-program strategis regional digulirkan melalui pemetaan regional berdasarkan persamaan kebutuhan. Pola-pola yang digunakan dalam pelaksanaan program strategis regional ini harus benar-benar mencerminkan sifat-sifat perencanaan pembangunan desentralistik. Karakter khusus dari pola pelaksanaan program strategis ini antara lain: •

Bottom-up

Pola “dari bawah” ini sudah diaplikasikan sejak awal perumusan program, inisiator regional yang merupakan representasi dari kepentingan dan kebutuhan daerah atau region benar-benar diperhatikan dengan tindakan fasilitasi dan pendampingan oleh RMA dan SKPD terkait. 17 18

Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”. Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”.

23 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 •

Partisipatif

Pola partisipatif diwujudkan dalam keterlibatan semua unsur regional terkait, baik publik maupun privat, bahkan dari lembaga lain seperti LSM, perguruan tinggi, lembaga donor, dan forum stakeholders. •

Kesetaraan dan Jejaring

Kelebihan dari program strategis regional dalam hal kelembagaan adalah adanya kesetaraan antar pelaku-pelaku program yang ditunjukkan dengan konsep jejaring (heterarkis) dimana semua pelaku mempunya hak dan kewajiban yang seimbang. •

Kolektif

Kolektivitas unsur-unsur regional dalam merumuskan dan melaksanakan program strategis merupakan pola yang sangat tepat untuk menciptakan rasa memiliki program bagi semua pihak, dengan kata lain, program yang dirumuskan dan dijalankan bersama ini adalah program milik bersama. •

Terbuka

Pola keterbukaan dalam pelaksanaan program strategis regional ini berarti adanya transparansi baik dalam proses perumusan, proses pengambilan keputusan, manajemen dan keuangan, serta semua pihak terkait mengetahui kelebihan dan kekurangan masing masing. Dengan keterbukaan ini, diharapkan terciptanya kebersamaan yang lebih erat dalam perumusan dan pelaksanaan programprogram strategis regional. Pola Pembiayaan Pembiayaan pelaksanaan program-program strategis regional sepenuhnya ditentukan melalui kesepakatan bersama. Jumlah dan jenis kontribusi yang diberikan oleh masing-masing anggota kerjasama antar daerah mencerminkan besarnya niat dan kesungguhan para aktor regional untuk mengikat diri dalam sebuah kerja sama. Jumlah dan jenis kontribusi masing-masing aktor regional harus memiliki asas kepatutan dan realistis sesuai dengan visi dan misi kerja sama. Jumlah kontribusi yang diberikan oleh masing-masing daerah tidak harus sama, mengingat kemampuan finansial masing-masing tidak selalu sama, dalam arti salah satu daerah mungkin lebih mampu dari yang lain atau sebaliknya.

2.4 Bentuk Kegiatan KAD Kegiatan Komunikasi Pelaksanaan konsep KAD dalam kerangka kegiatan komunikasi dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan. Kegiatan komunikasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan kebersamaan melalui dialog antar aktor regional dan stakeholders terkait.

24 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

a.

Rapat Kerja

Definisi

: Rapat kerja merupakan suatu bentuk pertemuan antar pihak-pihak terkait untuk membahas segala kegiatan yang dibutuhkan beserta agenda pelaksanaannya dalam konteks KAD.

Manfaat

: Menyatukan visi dan misi kelembagaan secara internal sehingga terbentuk pondasi platform yang kuat dalam melaksanakan program-program kerja yang diagendakan.

Peserta

: Pihak-pihak terkait, diantaranya seperti pengurus lembaga kerja sama regional (bila sudah terbentuk), daerah otonom terkait, stakeholders, adviser, maupun perorangan/lembaga lain.

Agenda

: Pembahasan program kerja, implementasi dan evaluasi kinerja

Waktu

: Sesuai dengan yang disepakati

Biaya

: Dianggarkan dari kas lembaga KAD atau dari sumber lain yang sah dan telah disepakati.

b.

Pertemuan Dialogis

Definisi

: Pertemuan dialogis adalah sebuah pertemuan antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan tujuan untuk menjaring masukan, mendiskusikan kendala/permasalahan yang dihadapi secara intensif, diseminasi agenda dan implementasi program kerja, dan halhal lain yang dianggap perlu untuk dibahas. Kegiatan tatap muka dan dialog antarpihak terkait merupakan suatu sarana untuk dapat membahas tema-tema tertentu secara khusus.

Manfaat

: Mewadahi aspirasi dari semua pihak yang berkepentingan dalam rangka menciptakan hubungan yang komunikatif antarpelaku.

Peserta

: Stakeholders regional (lembaga kerja sama regional, sektor publik, SKPD, privat, LSM dan tokoh masyarakat)

Agenda

: Menjaring masukan, pembahasan program kerja, implementasi, dan evaluasi kinerja.

Waktu

: Fleksibel, sesuai kebutuhan.

Biaya

: Dianggarkan dari kas lembaga KAD atau dari sumber lain yang sah dan telah disepakati.

25 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

c. Konferensi Regional Definisi

: Konferensi regional merupakan platform komunikasi yang terdiri dari para pemegang kebijakan (bupati dan walikota) bersama para mitra pemerintahan daerah (legislatif) dan hasilnya merupakan kesepakatan program pembangunan lintas daerah; forum lintas daerah.

Manfaat

: Menyatukan visi misi pembangunan regional antarpengambil keputusan masing-masing daerah anggota dan menciptakan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Peserta

: Para penentu kebijakan daerah otonom kabupaten/kota yang tergabung dalam kerja sama regional dan SKPD terkait.

Agenda

: Pembahasan bidang-bidang kerja sama regional

Waktu

: Sesuai dengan yang disepakati

Biaya

: Dianggarkan dari kas masing-masing daerah atau sesuai kesepakatan.

d.

Seminar, Lokakarya, dan FGD

Manfaat

: Memperluas wacana keilmuan dan memperbesar peluang terciptanya gagasan-gagasan baru dalam tema-tema tertentu yang berkaitan dengan kerja sama regional.

Peserta

: Seminar: semua komponen dan atau pihak-pihak yang tertarik untuk mengikuti dan undangan yang dipercaya sebagai pemapar (narasumber) dan pembahas. Lokakarya dan FGD: pengelola lembaga kerjasama antar daerah dan stakeholders serta undangan lain yang terkait.

Agenda

: Pembahasan isu-isu aktual berkaitan dengan program-program yang dilakukan dalam lingkup kerja sama regional dan pembahasan hasil program yang telah terlaksana.

Waktu

: Fleksibel sesuai dengan dinamisasi dan perkembangan informasi keilmuan yang aktual.

Biaya

: Dianggarkan dari kas lembaga KAD, kas masing-masing daerah, atau dari sumber lain yang sah dan telah disepakati.

26 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

e.

Pameran & Studi Banding

Manfaat

: Memperkenalkan, menciptakan, dan meningkatkan citra region dalam rangka meningkatkan daya saing

Peserta

: Seluruh pengurus lembaga kerja sama regional dari pimpinan sampai staf, dan bila diperlukan dapat pula mengundang advokator maupun lembaga lain sebagai peninjau.

Agenda

: Pembahasan program kerja, implementasi, dan evaluasi kinerja.

Waktu

: Sesuai dengan yang disepakati

Biaya

: Dianggarkan dari kas lembaga KAD atau dari sumber lain yang sah dan telah disepakati.

f.

Pembinaan Aktor KAD Regional Aktor regional merupakan pelaku langsung pembangunan pada suatu wilayah baik perorangan maupun kelompok/lembaga. Aktor regional mempunyai peran yang sangat besar mengingat kondisi riil di lapangan yang dihadapi. Inisiator regional adalah perorangan, kelompok, atau lembaga yang mempunyai prakarsa untuk membangun wacana menuju terbentuknya kerja sama regional. Keberadaannya tidak masuk dalam struktur organisasi, sebab inisiator berperan sebelum terbentuknya organisasi. Secara teknis kegiatan pembinaan aktor KAD regional ini dapat dilakukan antara lain melalui: • • •

g.

FGD antara aktor dan inisiator regional, Tim Internal KAD, SKPD terkait dan Adviser Seminar untuk aktor dan inisiator regional Kursus-kursus singkat bagi aktor dan inisiator regional untuk pendalaman know how mengenai kerja sama regional, dan lain-lain

Publikasi Perencanaan, Hasil dan Tindak Lanjut Kegiatan

Materi-materi yang harus disiapkan dalam publikasi perencanaan, hasil, dan tindak lanjut kegiatan ini antara lain: dokumentasi, laporan-laporan, manfaat kegiatan yang telah dilakukan, perubahan pra dan pascakegiatan, gambaran rencana kegiatan dan hasil yang diharapkan, dan lain-lain Publikasi perencanaan, hasil, dan tindak lanjut kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara: • • • • • •

Pameran/Ekspos, Seminar, Pembentukan situs/homepage sebagai media publikasi lembaga kerja sama regional, Liputan di media massa (elektronik dan cetak), Pembuatan pamflet dan buletin, Pertemuan-pertemuan di lingkup kecamatan dan kelurahan melalui aparat-aparatnya, dan lainlain 27 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Kegiatan Kerjasama Kerjasama dalam konteks program strategis regional merupakan muara dari kesepakatan masing-masing aktor regional, stakeholders, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam menyatukan kepentingan dan kebutuhan semua pihak. Penentuan Program Unggulan (Key Projects) Key project atau yang kita kenal sebagai program unggulan adalah salah satu unsur kerja sama regional yang harus ada, mengingat bidang yang akan dikerjasamakan harus sudah jelas dan sesuai dengan kebutuhan seluruh daerah otonom (kabupaten/kota) anggota kerja sama regional. Dalam konteks kerja sama regional, penentuan program unggulan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. Contoh Key Project yang paling sederhana adalah pemasaran region (Regional Marketing). Daerah secara bersama melakukan pemasaran wilayah melalui promosi, ekspose, dan sebagainya dengan tujuan untuk “menjual” dan meningkatkan image wilayah sebagai satu kesatuan. Contoh lainnya adalah dalam konteks peningkatan pelayanan publik misalnya: sistem administrasi perijinan satu atap, pengelolaan sistem transportasi bersama dll. Fasilitasi dan Mediasi Pembangunan Fasilitasi dan mediasi pembangunan regional merupakan salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh lembaga KAD kepada region dalam rangka menjalankan program-program regional, baik internal maupun eksternal. Bentuk fasilitasi dan mediasi ini dapat berupa usaha untuk mengupayakan kemudahan-kemudahan birokrasi dan regulasi, penguatan jejaring, advokasi, penghubung antarpihak, dan lain-lain. Dalam proses pembahasan program, lembaga KAD dan dinas terkait dapat sejak dini mengikutsertakan berbagai pihak yang berpotensi untuk mendukung pelaksanaan program. Hal ini dilakukan untuk memperlancar proses pelaksanaan program dengan cara, misalnya, melibatkan sumber dana (baik publik maupun privat) dalam pembahasan konsep dan pengembangan konsep program Bantuan Teknis Pendampingan Dalam menjalankan program-program kerja sama, akan sangat mungkin terdapat kelemahan-kelemahan dan kendala teknis yang menghambat jalannya program. Dalam hal ini, diperlukan bantuan teknis berupa pendampingan dari pihak tertentu yang menguasai materi tersebut, dan tentunya diperlukan suatu langkah proaktif dari lembaga kerja sama regional untuk dapat memperoleh bantuan teknis ini. Materi-materi bantuan teknis: • • •

Capacity Building (Pembangunan/peningkatan Kapasitas Institusi) Baseline Study (Studi Dasar) OSS/RIA (One Stop Services/Regulatory Impact Assessment) 28 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 • Analisis Iklim Usaha • Penguasaan teknologi informasi, dan lain-lain Sumber Bantuan teknis antara lain: • • • •

Sektor publik LSM dan Asosiasi Lembaga donor Perguruan Tinggi, dan lembaga-lembaga lain

Membangun Networking Networking berperan penting dalam promosi dan pemasaran region seluas-luasnya terutama dalam kerangka pemasaran wilayah untuk meningkatkan daya jual dan daya saing wilayah. Manfaat menjalin hubungan baik dengan institusi lain dan menunjukkan kinerja terbaik adalah peningkatan citra kerja sama regional yang dikelola sehingga banyak kemudahan-kemudahan yang akan diperoleh, baik dalam mendatangkan investasi maupun dalam pendalaman materi know how pada bidang-bidang tertentu berkaitan dengan tujuan kerja sama regional yang dikelola. Lembaga kerja sama regional dapat mengembangkan jaringannya dengan cara: • Memperkenalkan lembaga kerja sama regional kepada masyarakat luas dan instansi-instansi maupun lembaga-lembaga dalam dan luar negeri • Menyebarluaskan kemungkinan-kemungkinan kerja sama kepada masyarakat dan instansiinstansi maupun lembaga-lembaga dalam dan luar negeri • Melakukan audiensi dan menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga yang relevan, dalam dan luar negeri, dan lain-lain

Kegiatan Koordinasi Sinkronisasi Program Pembangunan Sinkronisasi program pembangunan merupakan upaya untuk menyelaraskan program-program pembangunan yang dijalankan antara program daerah (kabupaten/kota), regional (lingkup region), dan provinsi maupun pusat melalui produk-produk kebijakan seperti Renstra, RTRW, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih program pembangunan dan kesalahan komunikasi antarprogram pembangunan pada level yang berbeda. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka sinkronisasi program-program pembangunan regional antara lain adalah: •

Pembentukan forum diskusi dengan tema tertentu yang melibatkan instansi sektoral lain dan stakeholder terkait.

Penyelarasan program-program sektoral regional dengan program sektoral daerah dan provinsi/pusat.

29 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Harmonisasi Kebijakan Kebijakan merupakan salah satu stimulan pembangunan, dimana kebijakan-kebijakan yang ada seharusnya memberikan kontribusi yang besar bagi aktivitas pembangunan. Semakin kondusif kebijakan yang diberlakukan pada suatu daerah, maka akan semakin baik pula iklim usaha yang diciptakan. Namun, kondusivitas kebijakan pada satu daerah saja tidaklah cukup. Dalam konteks kerja sama antardaerah, harmonisasi kebijakan jauh lebih penting karena bukan hanya iklim kebijakan daerah per daerah saja yang diperhitungkan namun justru dalam lingkup regional harus terdapat keharmonisan. Langkah-langkah dalam harmonisasi kebijakan antara lain: •

Identifikasi dan pembandingan jumlah dan jenis kebijakan masing-masing daerah anggota,

Penjaringan input yang berupa persepsi dan harapan dari pihak-pihak terkait/terkena dampak kebijakan

Studi kasus daerah lain yang sukses (best practices)

Peninjauan kembali terhadap kebijakan-kebijakan masing-masing daerah berdasarkan contoh sukses masukan dari pihak-pihak yang terkena dampak kebijakan yang hasilnya berupa penyesuaian kebijakan dalam lingkup satu kesatuan region.

2.5 Monitoring dan Evaluasi Pengertian Dasar Monev Penyelenggara KAD terlebih dahulu harus memahami prinsip-prinsip dasar pengembangan system evaluasi sebelum membangun dan menjalankan KAD. Prinsip tersebut antara lain : • Sederhana dan mudah dikontrol, • Kapasitas evaluasi yang kuat, • Informasi yang terbuka dan dapat dievaluasi, • Adanya penghargaan terhadap kinerja, • Kejelasan status evaluasi Dengan memahami prinsip-prinsip dasar tersebut, diharapkan instrument monitoring dan evaluasi nantinya akan lebih aplikatif dan bermanfaat bagi pengembangan KAD. Baseline Hal lain yang juga perlu disiapkan adalah data dasar terkait sektor atau objek yang akan dikerjasamakan. Data dasar ini menjadi penting untuk dapat menjadi pijakan awal terhadap suatu wilayah yang akan atau sedang melakukan kerjasama sehingga ke depan paska kerjasama - penyelenggara, masyarakat atau 30 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

pemangku kepentingan lainnya dapat melihat perubahan dan perbedaan yang terjadi terhadap objek yang dikerjasamakan – sebelum dan sesudahnya. Data dasar yang dibutuhkan adalah penggambaran kondisi regional baik dari segi potensi maupun kendala dan limitasi dari semua sektor dan aspek, misalnya sektor fisik, ekonomi, sosial budaya, sumberdaya, dan sebagainya. Tentunya penggalian data dasar tersebut disesuaikan relevansinya dengan objek yang akan dikerjasamakan. Oleh karena itu penyusunan data dasar baik yang berbentuk statistik maupun grafis adalah kebutuhan bagi penyelenggaraan kerjasama antar daerah. Merumuskan Indikator Kinerja Tentunya program kerja sama yang dilakukan diharapkan dapat membuahkan dampak positif bagi masyarakat, pemerintah maupun sektor swasta. Untuk itu perlu dipahami secara bersama, indikator apa yang perlu dirumuskan, ketika program kerja sama tersebut dikatakan berhasil dan bagaimana indikator kinerjanya ketika KAD dinilai telah memiliki kinerja yang baik? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya perlu dipahami terlebih dahulu mengenai pengertian terhadap indikator kinerja. Indikator Kinerja adalah uraian ringkas dengan menggunakan ukuran kuantitatif ataupun kualitatif yang mengindikasikan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah disepakati dan ditetapkan. Manfaat dari sebuah indikator kinerja adalah : • Sebagai dasar penilaian kinerja, baik dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah pelaksanaan kegiatan, • Sebagai petunjuk kemajuan dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran Penetapan indikator kinerja di dalam suatu proses kerjasama (ataupun proses dalam pengertian luas) dapat dijelaskan sebagai berikut: Indikator kinerja Input, indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana), SDM, peralatan, material dan masukan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Dengan demikian kita bisa meninjau distribusi sumberdaya dan kemudian dianalisis apakah alokasi sumberdaya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana stratejik yang telah ditetapkan. Misalnya : • Jumlah alokasi anggaran yang dibutuhkan, • Sumberdaya manusia yang terlibat, • Peralatan / infrastruktur apa saja yang digunakan. Indikator kinerja Output, indikator ini dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolak ukur dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur, untuk itu indikator ini harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan sektor yang dikerjasamakan, misalnya : • Jumlah penerima manfaat dari pengelolaan sampah bersama, • Jumlah pasien terhadap jasa kesehatan yang dikelola bersama,

31 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Indikator kinerja Hasil/Outcome, Indikator ini lebih utama dibandingkan sekedar output, karena tidak selalu hasil/outcome dari suatu kegiatan tercapai walaupun keluaran/output dari kegiatan tersebut tercapai. Hasil menggambarkan tingkat pencapaian yang lebih tinggi yang dapat menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator hasil, masyarakat atau pemerintah daerah yang terlibat dapat mengetahui apakan hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat. Indikator kinerja Manfaat/Benefit, indikator ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil/outcome. Umumnya manfaat tersebut baru tampak setelah beberapa waktu ke depan, khususnya dalam rentang waktu menengah atau rentang waktu yang relatif lebih panjang. Dalam indikator manfaat menunjukan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal. Indikator kinerja Dampak/Impact, indikator ini memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat hasil kegiatan sebuah KAD. Seperti halnya indikator manfaat, indikator dampak juga baru dapat diketahui dalam rentang waktu menengah atau panjang. Indikator dampak menunjukan dasar pemikiran mengapa kegiatan dilaksanakan, menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan secara sektoral, regional, nasional dan global. Dari semua indikator tersebut, hal yang juga perlu diperhatikan adalah, Indikator kinerja yang dirumuskan harus bersifat SMART. Dari penjelasan di atas selanjutnya bisa dimanfaatkan dalam proses melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program kerja sama antar daerah dengan mengacu pada indikator-indikator yang telah ditetapkan.

SMART: • Specific: jelas, tidak mengundang pemahaman beragam, • Measureable: dapat diukur, • Achievable: dapat dicapai, • Relevant: sesuai dengan kebutuhan program, • Timebound: tepat waktu

32 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

BAB. 3. PEMBELAJARAN KAD AUSTRIA, SWISS DAN JERMAN

P

ada bagian sebelumnya, kita telah mempelajari bahwa Kerjasama Antar Daerah yang dimaksudkan di dalam teori – teori yang ada adalah KAD yang tergolong kepada Intergovernmental Management, Management 19 yaitu KAD dengan n karakternya yang non non-struktural, struktural, jejaring publik, mengutamakan komitmen dan produknya adalah berupa suatu konsensus bersama (di Indonesia pola seperti ini lebih dikenal dengan model KAD Regional Management) Management).. Eropa sebagai negara maju, ternyata telah memiliki memi pengalaman yang cukup panjang ang terkait KAD seperti ini terutama untuk mengatasi disparitas daerah – daerah maju dan tertinggal. Pelaksanaan KAD di tiga negara seperti Jerman, Austria dan Swiss bisa dijadikan pembelajaran bagaimana mengelola KAD yang ba baik.

Gambar 5, Tipikal struktur organisasi KAD Austria, Swiss dan Jerman, Sumber: diolah sendiri dari berbagai sumber, 2011.

KAD di Austria, Swiss dan Jerman dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan perekonomian dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di berbagai bidang, terutama untuk daerah – daerah yang kurang maju dibandingkan daerah lainnya. Secara umum, tipikal kelembagaan KAD di tiga negara tersebut dapat dilihat di gambar berikut ini, walaupun tentunya masing – masing negara

mempunyai kekhususan tersendiri.

3.1 KAD Regional Management di Austria Jika dilihat ke belakang maka Kerjasama Antar Daerah di Austria telah melewati masa lebih dari 30 tahun. Hal yang mendasari kebijakan baru di bidang kerjasama antar daerah ini adalah kebij kebijakan khusus Kanselir Austria untuk mengentaskan daerah – daerah pedesaan yang lambat berkembang terutama di daerah pegunungan di tahun 1979. Kebijakan politik Austria di bidang regional telah memberikan impulse baru dan mengakibatkan perubahan di Eropa sejak Austria menjadi anggota Uni Eropa di tahun 1994. Negara – negara lainnya

19

McGuire, Michael, 2006, "Intergovernmental Management : A View From The Bottom" Bottom",, Public Administration Review

33 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

pada saat itu mempunyai masalah utama di dalam kebijakan politik di tingkat regional, yaitu tidak adanya kegiataan koordinasi administrasi dan lembaga yang melaksanakannya di tingkat regional tersebut. Berdasarkan pengalamannya melalui kebijakan politik regional-nya yang khas sejak tahun 80an, di mana hampir di seluruh kabupaten/distrik di Austria telah melakukan Kerjasama Antar Daerah dengan platform Regional Management, Austria merupakan acuan negara – negara lain di dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan pembangunan di tingkat regional.20 Kerjasama Antar Daerah (Regional Management) di Austria sejak dulu sampai sekarang dipahami sebagai lembaga interface yang menjembatani pemerintahan administratif, pasar dan kepentingan regional lainnya yang dibentuk berdasarkan prinsip Bottom-Up. KAD RM ini merupakan Austria memulai KAD dengan perwujudan pembangunan regional yang kebijakan pusat yang membentuk profesional semenjak masa uji coba beberapa peraturan perundangan untuk puluh tahun yang lalu, hingga saat ini di mana mendorong daerah melakukan KAD, semua region telah menjalankannya dengan pola yang sama dan dengan fungsi pengendalian namun dalam pelaksanaannya tetap regional. Salah satu wujud profesionalitas mengutamakan prinsip bottom-up tersebut adalah semakin diakuinya profesi dengan mekanisme Komunikasi, Regional Manager yang didukung oleh teori dan Koordinasi dan Kerjasama. dunia pendidikan dan diakuinya bentuk baru Komunikasi, Koordinasi dan Kerjasama di tingkatan regional.21 Dari KAD Regional Management yang ada di Austria, terdapat 4 model Kerjasama22, yaitu: • Bentuk organisasi KAD sebagai aliansi beberapa Kabupaten. Bentuk seperti ini merupakan bentuk yang paling banyak dijumpai di Austria. Keuntungan bentuk seperti ini adalah tingginya fleksibilitas dan hubungan yang erat dengan wilayahnya. Aliansi seperti ini harus dikelola secara profesional jika jumlah kabupaten yang bekerja sama cukup besar. •

Bentuk organisasi KAD sebagai platform politik. Bentuk seperti ini merupakan penambahan tokoh – tokoh politik aktif di wilayah kerjasama dengan tujuan agar aspirasi wilayah lebih didengarkan di tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi di atasnya. Kunci keberhasilannya terletak kepada keinginan dan kesiapan untuk bekerjasama dan berkoordinasi lintas partai politik untuk tujuan wilayah kerjasama.

20

OeSB Consulting, 2004, Systematische Evaluierung des Regionalmanagements in Oesterreich. Zeman, A., 2005, Regionalmanagement- Bestandsaufnahme und Potentialanalyse einer Institution am Beispiel Salzburgs. 22 Heintel, M., 2005, Regionalmanagement in Österreich. Professionalisierung und Lernorientierung. 21

34 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 •

Bentuk organisasi KAD sebagai inisiatif regional. Bentuk organisasi ini merupakan produk dari inisiatif dari kelompok masyarakat/NGO yang ingin berpartisipasi secara aktif di dalam pembangunan regional yang sangat berhasil untuk wilayah kerjasama yang tidak terlalu luas serta mengedepankan prinsip “bottom-up”.

Bentuk organisasi KAD di tingkatan negara bagian. Bentuk KAD ini dikendalikan sepenuhnya oleh negara bagian dan oleh karena sifatnya yang top-down, semakin banyak ditinggalkan karena kemampuannya di dalam menjalankan kerjasama dan kurang diterima di masyarakat.

3.2 KAD Regional Management di Swiss Seperti halnya di Austria, Swiss juga mempunyai sejarah yang cukup panjang mengenai Kerjasama Antar Daerah Regional Management Di Swiss KAD terbentuk berdasarkan dua program bantuan pemerintah yaitu: Investitionshilfegesetzt fuer Bergebiete 1974 (IHG) – Peraturan Bantuan Investasi Derah Pegunungan 1974 -, dan Program Regio Plus tahun 1997 yang mempunyai karakter identis dengan program bantuan dari Uni Eropa.23 Agar wilayah – wilayah tersebut bisa mendapatkan program bantuan pemerintah Swiss tersebut, maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah terbentuknya kelembagaan di wilayah atau region yang mempunyai konsep pembangunan regional. Pembentukan kelembagaan ini berdasarkan kepada karakter topografi di wilayah pegunungan, contohnya daerah – daerah di pegunungan yang jumlah penduduknya sedikit menggabungkan diri ke dalam suatu wadah (KAD RM). Pada pelaksanaannya pemerintah pusat Swiss bersedia untuk mendanai hingga 80 % biaya sekretariat lembaga KAD RM tersebut.24

Di Swiss, Konsep Pembangunan Regional yang disusun oleh Lembaga KAD merupakan syarat untuk mendapatkan stimulus pemerintah pusat.

Sekretaris KAD RM dipilih dan diangkat oleh wilayah. Seringkali posisi ini diisi oleh tokoh – tokoh regional seperti walikota, pengusaha lokal, dll. Sekretaris regional ini juga mendapatkan dukungan dari Biro Koordinasi CHRegio yang berfungsi sebagai pusat informasi dan dokumentasi dan sekaligus bekerja sama dengan lembaga pendidikan untuk menawarkan pelatihan dan workshop terkait.25

23

http://www.regiosuisse.ch/regionalpolitik/rp-verg-instrumente, Regionalpolitik 1970 – 2007 und deren Finanzinstrumente http://www.regiosuisse.ch/regionalpolitik/rp-verg-instrumente, Regionalpolitik 1970 – 2007 und deren Finanzinstrumente 25 http://www.regiosuisse.ch/regionalpolitik/rp-verg-instrumente, Regionalpolitik 1970 – 2007 und deren Finanzinstrumente 24

35 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

3.3 KAD Regional Management di Jerman Pemikiran KAD di Jerman dimulai sejak pemerintah Jerman menggulirkan konsep regionalisasi di wilayah Jerman (Barat) sejak tahun 70-an. Semenjak tahun 1990, KAD RM di Jerman semakin menempati posisi penting sebagai “soft” Instrumen di tingkatan regional dan semakin dilibatkan di dalam proses perencanaan kegiatan kewilayahan. Hal ini merupakan reaksi atas beragamnya tugas dan fungsi KAD RM di Jerman. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan keterbatasan performa dari tenaga kerja di KAD RM yang terdiri dari tenaga kerja sukarela dan honorer yang tentu saja mempunyai keterbatasan kapasitas di dalam mengendalikan proses pembangunan wilayah yang kompleks. Studi literatur untuk tema Kerjasama Antar Daerah di Jerman menunjukkan bahwa definisi mengenai tema Kerjasama Antar Daerah yang ideal tidak ditemukan di dalam berbagai tulisan melainkan lebih banyak didapatkan dari praktek di lapangan dan semuanya mengarah kepada konsep KAD Regional Management.26 Model KAD Regional Management di Jerman dapat dibedakan berdasarkan penempatannya di tingkatan wilayah administratif, seperti:27 • KAD RM di tingkatan perencanaan wilayah, • KAD RM di tingkatan sebagian dari wilayah, • KAD RM di tingkatan kabupaten/distrik dan, • KAD RM di lintas wilayah administratif. Pengelompokan di atas berorientasi kepada kriteria keruangan semata. Sementara itu berdasarkan kemampuan lembaga KAD RM dalam mengimplementasikan kegiatan di lapangan terdapat dua tipe kelembagaan KAD RM yaitu; 28 • Bentuk organisasi KAD RM di tingkatan asosiasi perencanaan regional, dan • Bentuk organisasi KAD RM di tingkatan Kommunal (setingkat kabupaten). Berdasarkan kriteria tersebut di atas ternyata bentuk KAD RM yang paling dianjurkan jika ingin berhasil di dalam implementasinya adalah KAD RM yang ditempatkan di tingkatan asosiasi perencanaan wilayah, dengan syarat bentuk organisasinya memiliki pimpinan dan fasilitas sumber daya yang memadai.29 Asosiasi perencanaan wilayah di Jerman mempunyai keuntungan yaitu bisa bereaksi secara cepat dan mempunyai fleksibiltas tinggi, kompetensi dan efisiensi yang tinggi serta relatif bebas di dalam membuat keputusan dan di dalam manajemen kegiatan. Selain itu bentuk ini dapat diterima oleh stakeholder di 26

Schäffer, Verena: Regionalmanagement in Sachsen-Anhalt. Theoretische Grundlagen und praktische Ausgestaltung im Vergleich dreier Regionen. Diplomarbeit im Fachbereich Geographie an der Freien Universität Berlin 2003. 27 Troeger-Weiss, Gabi: Regionalmanagement. Ein neues Instrument der Landes- und Regionalplanung. Augsburg 1998. 28 Troeger-Weiss, Gabi: Regionalmanagement. Ein neues Instrument der Landes- und Regionalplanung. Augsburg 1998. 29 Schäffer, Verena: Regionalmanagement in Sachsen-Anhalt. Theoretische Grundlagen und praktische Ausgestaltung im Vergleich dreier Regionen. Diplomarbeit im Fachbereich Geographie an der Freien Universität Berlin 2003.

36 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

bidang politik, ekonomi, akademik dan pemerintahan, selain itu juga didukung oleh motivasi yang tinggi di dalam melaksanakan pembangunan regional. Kelembagaan KAD RM yang ditempatkan di tingkatan Kommunal30 di Jerman hanya bisa berjalan dengan baik jika KAD RM tersebut memiliki eksistensi di tingkatan regional. Kunci keberhasilannya terletak kepada bentuk kelembagaan yang kuat dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas dari struktur kelembagaannya, serta kaitannya dengan stakeholder lainnya terutama di bagian perencanaan. Tugas KAD RM di Jerman Tugas yang diemban oleh KAD RM di Jerman sangat beragam. KAD RM dimengerti sebagai “soft” instrument untuk pembangunan kewilayahan. Namun demikian di Jerman juga sering terjadi diskusi hangat mengenai biaya operasional dan manfaat dari KAD RM itu sendiri. Professor Dr. Otmar Seibert dari FH Weihenstephan memformulasikan tugas – tugas dari KAD RM dalam suatu pameran “Euregia 2006”31 di kota Leipzig sebagai berikut: 1. Pusat Informasi dan Public Relation: penyusunan materi informasi; mengkoordinir pelaksanaan kegiatan; presentasi; kegiatan-kegiatan PR dan Humas; Marketing ke dalam dan ke luar; membangun sistem data base. 2. Konsultasi dan Pelatihan: Konsultasi terhadap pemilik proyek; konsultasi untuk perusahaan dan pendirian usaha; kegiatan sertifikasi; moderasi dan mediasi. 3. Manajemen Jejaring dan Koordinasi: pembinaan terhadap kelompok kerja; membuka dan membina hubungan ke stakeholder rekanan di bidang ekonomi dan sosial. 4. Manajemen Kegiatan: inisiasi kegiatan; perencanaan kegiatan; realisasi kegiatan; “pengawalan” kegiatan; networking antara kegiatan – kegiatan sektoral. 5. Monitoring, Pelaksanaan dan Peningkatan Kapasitas: “pengawalan” proses; memastikan keberhasilan kegiatan; evaluasi; pemeriksaan dan pelaporan; pengerjaan proposal; seminar/workshop peningkatan kapasitas. Istilah “Regional Management” mengandung penjelasan tentang spektrum tugas yang kompleks yaitu inisiasi pembangunan regional yang berorientasi kepada proses dan pelaksanaan lintas sektoral atas dasar konsep pembangunan stakeholder lokal dengan memperhatikan faktor – faktor eksternal. KAD RM menggarisbawahi fungsi – fungsi koordinasi dan kerjasama, image wilayah, ketersediaan informasi, sertifikasi dan membangun networking yang stabil. Keberhasilan menjalankan tugas dan fungsi tersebut dikarenakan adanya kemampuan kompetensi di bidang sosial di samping kemampuan di bidang teknis. 32

30

Setingkat Kabupaten/Kota jika di Indonesia. Euregia adalah Kongres dan Pameran tahunan di Leipzig, Jerman mengenai Regional Development yang diikuti sebagian besar negara – negara Eropa. Informasi mengenai Euregia bisa didapatkan di www.euregia-leipzig.de 32 Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000. 31

37 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Berdasarkan kepada hal ini, maka keberhasilan suatu KAD RM di Jerman tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan di bidang perekonomian, tetapi juga harus diukur berdasarkan manfaat sosial yang dirasakan masyarakat dari kegiatan yang diinisiasi oleh wilayah berdasarkan potensi endogen.33 Keberhasilan suatu KAD RM di Jerman dewasa ini diukur berdasarkan kriteria berikut ini:34 • • • • • • •

Inisiatif dan Motivasi lokal, Prinsip Bottom-Up dengan partisipasi luas dari pelaku usaha dan masyarakat, Hubungan kontekstual yang erat dengan wilayah, Tolok ukur yang berorientasi kepada lintas sektor, Berorientasi kepada proses dan hasil akhir, Memperhatikan faktor eksternal wilayah di dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, Profesionalitas.

3.4 Pembelajaran KAD Austria, Swiss dan Jerman Pola KAD Pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ditemukan suatu pola umum yang berlaku dalam mengimplementasikan instrument KAD di Jerman, Austria dan Swiss. Kesamaan bentuk organisasi pelaksana KAD telah digambarkan di bagian sebelumnya yaitu sama – sama menganut organisasi Regional Management. Selain itu juga terdapat intensitas yang berbeda dalam pelaksanaan KAD di masing – masing negara yang dapat dijadikan pembelajaran. Swiss dan Austria merupakan negara yang paling berpengalaman dengan Kerjasama Antar Daerah Regional Management yang berorientasi kepada perkembangan regional lebih dari 20 tahun. Namun demikian pada implementasinya, Austria dan Swiss belum terlalu menghubungkan antara Kerjasama Antar Daerah ini dengan rencana tata ruang di tingkat kabupaten dan negara bagian. Yang menjadi dasar utama dari pembentukan KAD di sini adalah kebijakan pemerintah pusat masing – masing dalam menyelsaikan permasalahan daerah – daerah yang mempunyai kelemahan di beberapa bidang karena alasan – alasan tertentu. Hal ini juga terjadi di negara – negara bagian di Jerman, di mana KAD mulai dibicarakan setelah kebijakan regionalisasi dimulai di Jerman. Penanggung jawab kegiatan diberikan kepada masing – masing menteri ekonomi di negara bagian atas dasar kapasitas yang dimiliki oleh kementerian ekonomi di negara bagian.

33 Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000. 34 Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000.

38 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Namun demikian tujuan – tujuan pembangunan di masing – masing negara bagian tetap dikoordinasikan dengan kementerian sektoral lainnya di negara bagian tersebut. Pelaksanaan KAD di negara bagian Hessen dan Schleswig-Holstein ditentukan oleh program kerja regional yang sudah terintegrasi. Untuk KAD RM tentu saja program kerja terintegrasi ini merupakan suatu instrument yang mempunyai “daya pukul” yang baik. Di kedua negara bagian ini juga terdapat beberapa kelompok kerja lintas kementerian yang bekerjasama dan berkoordinasi di dalam menjalankan program bantuan pembangunan regional dari pemerintah.35 Peran Pemerintah Pusat/Negara Bagian Peran pemerintah pusat (dan negara bagian) di Jerman sebagian besar dibatasi sebagai penyedia fasilitas atau instrument yang bersifat memberikan stimulus seperti Program Regional, memberikan informasi dan konsultasi. Tugas dan fungsi lembaga KAD RM apapun bentuknya diserahkan sepenuhnya kepada keadaan dan situasi yang terbaik untuk region masing – masing. Negara bagian Thuringen pernah mencoba untuk melaksanakan kerjasama antar daerah RM yang dikoordiniasikan oleh Regional Manager dari posisinya di negara bagian. Namun hal ini mendapatkan protes keras dari daerah – daerah (kabupaten) yang bekerjasama yang meragukan keberhasilan intervensi seperti ini dari negara bagian. Pengalaman dari Austria menunjukkan bahwa salah satu faktor keberhasilan KAD adalah pengelolaan yang berdasarkan terutama kepada kekuatan dan kemampuan sendiri. Perlu diingat juga bahwa di Jerman pelaksanaan KAD RM yang baik adalah di wilayah bekas Jerman Barat yang memang sudah maju, berbeda dengan wilayah – wilayah bekas Jerman Timur yang di tahun 1990an baru bergabung menjadi Negara Republik Federasi Jerman dan pada saat itu masih relatif tertinggal dalam segala hal.36

Tugas Lembaga KAD Walaupun mempunyai perbedaan di dalam menjalankan kebijakan pembangunan, terdapat kesamaan di dalam tugas yang diemban oleh KAD dan kemampuan yang harus dimiliki. Satu hal yang penting adalah lembaga KAD mempunyai sifat sebagai “pengurus” untuk kepentingan strategis regional, alih teknologi, regional marketing (ke luar dan ke dalam) serta membangun dan memelihara networking di wilayah kerja. Posisi pimpinan lembaga KAD yang menjalankan tugas KAD sehari – hari juga harus dilaksanakan oleh orang yang mempunyai kompetensi di bidang sosial dan keilmuan dan bisa memimpin suatu tim kerja.37

35

Schäffer, Verena: Regionalmanagement in Sachsen-Anhalt. Theoretische Grundlagen und praktische Ausgestaltung im Vergleich dreier Regionen. Diplomarbeit im Fachbereich Geographie an der Freien Universität Berlin 2003.

36

Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000. 37 Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000.

39 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Fungsi Lembaga KAD Dalam konteks kerjasama terdapat tiga pola pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yaitu melalui mekanisme pasar yang mengutamakan profit; mekanisme struktural dan mekanisme non-struktural struktural yang berorientasi kepada benefit. Seperti tergambar di ilustrasi di samping ini bahwa KAD Regional Management di Austria, Swiss dan Jerman merupakan pelengkap untuk menanggulangi kekurangan dan kelemahan mekanisme struktural. Mekanisme ini tidak bersifat menggantikan fungsi – fungsi struktural, tetapi menjadi alternative jika Gambar 6, Fungsi lembaga KAD non-struktural, struktural, Sumber: diolah sendiri pemecahan permasalahan regional tidak dari berbagai sumber, 2011 bisa dilakukan melalui mekanisme struktural yang ada. Melalui sifat dan karakter yang dinamis, menjalankan conse consensus nsus bersama yang disasari komitmen masing – masing pelaku kerjasama, maka permasalahan penting lintas wilayah dan lintas sektoral bisa dipecahkan secara kolektif. Knowledge Management KAD RM harus dipahami sebagai organisasi yang terus belajar dan harus diberikan kesempatan untuk terus belajar. Untuk itu, maka kegiatan – kegiatan yang menunjang hal tersebut seperti forum KAD untuk media bertukar informasi sesama lembaga pelaksana KAD sangat membantu hal ini. Demikian juga dengan kegiatan peningkatan kapas kapasitas aktor pelaksana di lembaga KAD.38 Anggaran Regional dan Fund Pembiayaan KAD sebaiknya tetap mengandalkan kemampuan swadaya KAD, atau melalui kemampuannya bisa menarik minat perusahaan swasta atau perorangan untuk memberikan sumbangan kepada KAD. Contoh h menarik yang terjadi di Freiburg (Jerman), adalah bagaimana KAD di Freiburg bisa mendapatkan pendanaan yang cukup besar dari perusahaan swasta yang ada di wilayah kerjanya.39

38

Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000. 39 Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement ement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium für Landesentwicklung und Umweltfragen, München 2000.

40 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

CONTOH KEGIATAN KAD DI JERMAN DI BIDANG PENGELOLAAN ENERGI Regional Management REGINA dengan kegiatan „Konsep Energi Wilayah Neumarkt/0pf.“ Ide: Konsep Energi Wilayah Neumarkt bertujuan untuk mengembangkan strategi untuk memperkuat sirkulasi dan distribusi energy melalui kontribusi masing – masing daerah. Penanggungjawab dan Partner: Kelompok Kerja yang terdiri atas politisi wilayah, tenaga ahli, masyarakat yang didampingi oleh Regional Management untuk memikirkan konsep pengembangan energy di wilayah tersebut. Pemerintah Daerah mendukung ide ini dan menyediakan sumber daya manusia dan pendanaan. Pelaksanaan Kegiatan: Pada tahun 1998 berdiri “Pleno Energi Wilayah Neumarkt/Opf.”

40

yang bertujuan untuk menurunkan kadar

emisi CO2 melalui penyusunan dan pengembangan kebijakan energi wilayah dan memberikan nilai tambah terhadap wilayah. KAD ini merupakan suatu platform untuk ide – ide baru, memberikan input, kelompok kerja dan menjadi jembatan antara kepentingan sektor public dan kepentingan swasta. KAD ini terdiri atas 4 kelompok kerja yaitu:

40

Sumber dan supply energy, Strategi pasar,

Sumber bioenergi (kayu, raps),

Efisiensi dan produktifitas energy.

http://www.reginagmbh.de/reginalmanagement-reginalentwicklung/energie/energieplenum.html

41 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Manfaat: Forum Energi sejak 1998 sampai 2002 ini telah menghasilkan beberapa usulan kegiatan dan melaksanakan: •

Mendirikan Energy Agency yang bertempat di KAD REGINA dan bertugas untuk memberikan informasi dan petunjuk kepada masyarakat mengenai mekanisme penghematan energy serta mengadakan penyuluhan – penyuluhan mengenai tema energy tersebut.

Melakukan penelitian mengenai kondisi energy di wilayah,

Menyusun konsep pembangkit listrik tenaga angin bersama – sama dengan pemerintah daerah yang menghasilkan diijinkannya pembangunan pembangkit listrik tenaga angin,

Melengkapi rumah sakit dengan peralatan pembangkit listrik tenaga surya yang berasal dari kelompok masyarakat dan perorangan,

Menyelenggarakan “Energy Week” sejak tahun 1999. Untuk lebih mengintensifkan kegiatan penyebaranluasan informasi, maka dibentuklah suatu logo yang bertujuan untuk memperkuat fungsi Pleno Energi ini sebagai jejaring public di wilayah dan menambah tingkat popularitas. Dalam waktu satu tahun, forum ini bisa menerima 600 sampai 700 pertanyaan mengenai tema energy dari berbagai lapisan masyarakat dan pelaku industri. Di sisi lain tema “sadar energy” telah menjadi topic yang hangat di region. Sumber: REGINA GmbH, Uwe Krappitz, Dr. Grundler-Str. 1, 92318 Neumarkt/Opf., Tel. 09181/907666, www.regina-nm.de, e-mail: info@regina-nm.de

42 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

BAB 4 PEMETAAN KAD DI INDONESIA Tah Ebe eberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan kerjasama antar daerah. Kegiatan-kegiatan seperti rapat koordinasi antar daerah, pertemuan dialogis, serta berbagai kegiatan workshop, seminar, lokakarya yang bertujuan untuk merintis serta mengembangkan kerjasama yang sudah ada, marak dilakukan oleh banyak pemerintah daerah di Indonesia.

B

Kerjasama antar daerah dapat terjadi antara pihak: i. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya. Kerjasama tersebut bisa terjadi antara kabupaten/kota yang berada dalam satu propinsi, seperti : kerja sama antara Kota dan Kabupaten Solok (sumber daya air), antara Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai (sarana dan prasarana); antara Kabupaten dan Kota Malang serta Kota Batu (aset dan potensi daerah) serta antara Kabupaten Bontang, Sanggata dan Tenggarong (Bosanggarong). Sedangkan kerjasama antar kabupaten/kota beda propinsi misalnya: Pawonsari (Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul), Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur) ii. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Propinsi Seperti pembangunan Jalan sejajar Mebidang yang merupakan kerjasama antara Propinsi dengan tiga kabupaten/kota. iii. Pemerintah Propinsi dengan Pemerintah Propinsi lainnya Seperti antara Propinsi Lampung dan Banten Sumatera Bagian Selatan (jembatan Selat Sunda), regional Sulawesi yang tergabung dalam Badan Kerjasama Pembangunan Regional sulawesi (BKPRS), antara propinsi yang terdapat di pulau Sumatera (di bidang transportasi laut, udara, darat dan informasi teknologi), kerjasama Mitra Praja Utama (meliputi Propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, NTT dan Lampung) iv. Pemerintah Daerah (baik Kabupaten/Kota maupun Propinsi) dengan pihak ketiga Misalnya kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Grobogan dengan Yayasan Danamon Peduli pada tahun 2009 berupa pembangunan unit pengolahan sampah organik pasar untuk diolah menjadi pupuk kompos organik di Kota Purwodadi Pembahasan mengenai pemetaan kerjasama daerah di Indonesia akan membatasi pada lingkup kerjasama yang terjadi antara sesama pemerintah daerah kabupaten/kota maupun propinsi. Akan dibahas mengenai kondisi kerjasama antar pemerintah daerah di Indonesia mulai dari latar belakang serta tujuan dilakukan kerjasama, regulasi yang mendasarinya, bentuk kelembagaan serta pembiayaannya, peran dari para pelaku yang terlibat didalamnya, hambatan/kendala/permasalahan aktual yang dihadapi, serta peluang untuk ke pelaksanaan kedepan.

43 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

4.1 Latar belakang dan Tujuan Kerja Sama Antar Daerah Latar Belakang Kerjasama Antar Daerah Banyak faktor yang dapat melatar belakangi terjadinya suatu kerja sama antar pemerintah daerah di Indonesia. Namun apabila disimpulkan sebenarnya ada 3 faktor utama, yaitu: 1. Fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat Misalnya fasilitasi pembentukan Regional Management (selanjutnya disingkat RM) oleh Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) di beberapa daerah, seperti: RM Danau Toba yang terdiri dari 7 kabupaten di Propinsi Sumatera Utara (Samosir, Tapanuli Utara, Simalungun, Karo, Dairi, Toba Samosir dan Humbang Hasundutan), RM Jonjok Batur yang terdiri dari 3 kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur). 2. Fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Fasilitasi bisa dilakukan oleh satu atau lebih pemerintah propinsi dengan ataupun tanpa bantuan pihak ketiga, seperti misalnya: Pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul (Yogyakarta, Sleman dan Bantul) atas fasilitasi Pemerintah Propinsi DIY degan bantuan SDC (Badan Kerjasama Pembangunan Swiss) dalam proyek YUDP (Yogyakarta Urban Development Project) Pemerintah Propinsi DKI Jakarta bersama dengan Pemerintah Propinsi Jawa Barat menegaskan perlunya pengembangan terpadu Megapolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur) sebagai solusi untuk masalah-masalah pembangunan di wilayahnya. Kemudian dengan diinisiasi oleh Kementrian Dalam Negeri membentuk BKSP (Badan Kerja Sama Pembangunan) Jabodetabekjur yang terdiri dari Propinsi Jawa Barat, Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Banten. 3. Adanya kesadaran dari pihak pemerintah daerah kabupaten/kota akan kondisinya terkait dengan: Adanya keterbatasan akan: Kapasitas daerah, terutama dalam hal kemampuan dan pendapatan Potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh daerah Adanya persamaan kondisi dalam hal: Karakteristik wilayah, misalnya tipologi alam yang sama berpotensi akan terjadinya bencana alam yang sama Permasalahan yang dihadapi, misalnya masalah sosial yang relatif sama seperti kependudukan, ketenagakerjaan, pendidikan dan kesehatan Adanya perbedaan/kesenjangan dalam hal: ketersediaan fasilitas umum/infrastruktur kondisi ekonomi antar daerah

44 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Adanya kebutuhan yang sama akan: penyediaan dan pelayanan fasilitas umum peningkatan daya saing dan ekonomi daerah sinergi horisontal dan vertikal dalam hal perencanaan, pembiayaan danpelaksanaan pembangunan serta dalam pendayagunaan, pengelolaan dan pemasaran potensi daerah Contohnya adalah sebagai berikut: RM Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) terbentuk karena adanya inisiatif pemerintah daerah kabupaten/kota terkait yang didasari oleh kesadaran akan terbatasnya kapasitas dan potensi daerah, kebutuhan akan peningkatan daya saing daerah serta sinergi dalam perencanaan/pembiayaan/pelaksanaan pembangunan daerah BKAD Pawonsari (Pacitan, Wonogiri dan Wonosari) terbentuk didasari adanya persamaan tipologi alam serta masalah yang dihadapi, dan kesenjangan pengembangan ekonomi lokal di daerah perbatasan. Tipologi alam yang relatif sama menyebabkan potensi terjadinya bencana alam yang relatif sama. Karena letaknya yang saling berbatasan, permasalahan sosial yang dihadapi juga relatif sama seperti kamtibmas, kependudukan serta ketenagakerjaan.

BAGAN 4.1 LATAR BELAKANG KERJA SAMA ANTAR DAERAH

FASILITASI PEMERINTAH PROPINSI KESADARAN PEMKAB/KOTA, TERKAIT: KETERBATASAN, PERSAMAAN, PERBEDAAN & KEBUTUHAN

FASILITASI PEMERINTAH PUSAT

MELATAR BELAKANGI TERJADINYA KAD

45 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Tujuan Kerjasama Antar Daerah

Percepatan Pembangunan Wilayah T U Peningkatan Pelayanan Publik J U Penegasan batas wilayah

A

Tujuan Lainnya Transmigrasi Penanggulangan bencana Dll

N

BAGAN 4.2 TUJUAN KAD Kerjasama yang terjadi antar pemerintah daerah di Indonesia dilakukan dengan tujuan beragam. Namun secara garis besar tujuan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam kategori berikut ini: 1. Percepatan pembangunan perekonomian wilayah. Dalam hal ini kerjasama daerah aerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta sumber pendapatan asli daerah daerahnya.. Untuk mempercepat pembangunan ekonomi wilayahnya, beberapa pemerintah daerah berbagi strategi untuk mempromosikan wilayahnya secara bersama bersamasama. Langkah yang diambil antara lain dengan cara mensinkronkan peraturan an yang ada di tiap daerah terkait, memperkuat jejaring antar daerah, memperkuat identitas pelayanan tertentu serta memberikan pelayanan khusus (jika diperlukan). Pelayanan khusus yang dimaksud misa misalnya terkait dengan mempermudah iklim investasi bagi pihak swasta dengan cara mengurangi hambatannya. Contoh kerjasama dengan tujuan ini adalah Regional Management (RM) Barlingmascakeb yaitu kerjasama yang dilakukan antara pemerintah Banjarnegara, Purbalin Purbalingga, gga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen di Jawa Tengah. Fokus kerjasama adalah dalam hal mempromosikan dan memasarkan potensi serta produk wilayah secara bersama, seperti potensi pariwisata. Secara lebih spesifik lagi, tujuan untuk mempercepat pembangunan perekonomian juga diharapkan untuk mengentaskan daerah tertinggal. Dengan menggunakan forum Regional Management (RM), Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) mengembangkan kerjasama aantar daerah tertinggal dengan harapan dapat mengentaskan daerah yang bersangkutan dari ketertinggalannya.

46 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

2. Peningkatan pelayanan publik Selain untuk percepatan pembangunan ekonomi wilayah, dengan kerja sama antar pemerintah daerah juga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah dan daerah tertinggal. Ini merupakan konsekuensi logis setelah diterapkannya sistem desentralisasi, karena sebelum era desentralisasi masalah administratif regional adalah otoritas perencanaan pemerintah propinsi. Dalam era desentralisasi pemerintah daerah perlu bekerja sama dalam mengelola wilayahnya sebagai suatu entitas yang terpadu. Hal ini ditegaskan oleh pasal 196 UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama untuk menciptakan efisiensi dan demi kepentingan masyarakat. Contoh kasus untuk tujuan ini adalah Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul, yaitu kerja sama yang melibatkan pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Tiga pemerintah daerah ini bersepakat untuk memperbaiki pelayanan publik secara bersama meliputi pengelolaan persampahan, pengelolaan air limbah dan drainase, penyediaan air bersih, pengelolaan jalan dan transportasi serta tata ruang. Contoh lainnya adalah kerja sama dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Kota Denpasar dan Kabupaten sekitarnya (Badung, Gianyar dan Tabanan) yang tergabung dalam wadah Sarbagita. 3. Tujuan lainnya, seperti: Kerja sama daerah ditujukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan pelayanan publik. Misalnya BKAD (Badan Kerja Sama Antar Daerah) Subosukawonosraten, yaitu kerja sama di wilayah Keresidenan Surakarta antara Kota Surakarta dengan enam kabupaten sekitarnya yaitu Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Selain untuk percepatan pembangunan ekonomi (meliputi kegiatan kepariwisataan, ketenagakerjaan dan transmigrasi, lingkungan hidup, penelitian dan pengembangan Iptek, Informasi dan komunikasi kehumasan) juga ditujukan untuk peningkatan pelayanan publik di bidang perhubungan darat, kesehatan, satpol PP, dan pemadam kebakaran Ditujukan untuk penegasan batas wilayah, yaitu kerjasama yang terjadi antara kabupaten/kota yang berbatasan seperti antara Kabupaten Grobogan dengan Kabupaten Semarang. Kerjasama Transmigrasi. Misalnya antara Kabupaten Grobogan dengan Kabupaten Kapuas hulu (Kalimantan Barat), Kabupaten Bungo (Jambi), Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah) Kerjasama dalam hal penanggulangan bencana, seperti Forum Merapi yang merupakan kerjasama antara beberapa kabupaten yang terletak di sekeliling gunung Merapi (meliputi Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali) bersama dengan kelompok masyarakat sipil lintas propinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah Dan lain-lain

47 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

4.2 Regulasi KAD Peraturan Perundangan di Tingkat Pusat Di tingkat pusat ada berbagai peraturan perundangan mulai dari Undang-undang sampai dengan Surat Edaran Menteri yang harus di jadikan acuan saat pemerintah daerah melakukan kerjasama. Undang-Undang UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 Peraturan Pemerintah : PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKKIP) PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kerjasama Daerah PP 57/2005 tentang Hibah kepada daerah 
Keputusan Presiden : Keputusan Presiden (Kepres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 
Peraturan Menteri : Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007 Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Permendagri No. 69 Tahun 2007 tentang Kerja Sama Pembangunan Perkotaan Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah Permendagri No. 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerjasama Antar Daerah. Permendagri No. 37 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011 Surat Edaran Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 120/1730/SJ Tanggal 13 Juli 2005; Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900/2677/SJ Tanggal 8 November 2007.

48 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Dari Sekian banyak peraturan perundangan yang telah disebutkan diatas, dapat dikatakan bahwa empat (4) peraturan diantaranya merupakan landasan hukum utama yang mendasari kerjasama antar pemerintah daerah, yaitu terkait dengan mandat diadakannya kerjasama sampai dengan aturan teknis dalam implementasinya.

Undang-Undang Undang No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pasal 195 – 197)

Peraturan pemerintah No 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22/2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23/2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawas Kerjasama antar Daerah

BAGAN 4.3 LANDASAN HUKUM KAD DI TINGKAT PUSAT Mandat untuk melakukan kerja sama disebutkan dalam Pasal 195 UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang terdiri dari 4 buah pasal, bahwa: 1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan an pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan 2) Kerjasama dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama bekerjasama rjasama dengan pihak ketiga 3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat beke 4) Kerjasama yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD undang yang Untuk menciptakan efisiensi dalam urusan pelayanan publik, pasal 196 (ayat 2) undang-undang sama bahkan mewajibkan pihak daerah untuk mengelolanya secara bersama. Berikut petikannya: 1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait 2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat 3) Untuk pengelolaan kerjasama daerah membentuk badan kerjasama 4) Apabila daerah tidak melaksanakan aksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2, pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh pemerintah

49 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Pasal 196 ini kemudian diperkuat dengan dibuatnya Surat Edaran (SE) Departemen Dalam Negeri No. 120/1730/SJ. Terkait dengan pelayanan publik, salah satu poin dalam SE tersebut menyatakan bahwa Kerja Sama Antar Daerah yang berdekatan, sifatnya wajib dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelayanan yang terdapat di daerah yang berbatasan seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan (Puskesmas), penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang, dan lain-lain. Terkait dengan implementasi kerjasama daerah, Pasal 197 UU No. 32/2004 menyatakan bahwa tata cara pelaksanaan kerjasama daerah diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk memenuhi amanat tersebut, maka pada bulan Agustus 2007 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Berikut poin-poin penting yang tercakup dalam peraturan ini: Tema Definisi Kerjasama antar Daerah

Isi PP No. 50/2007 “Kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/walikota atau antara bupati/walikota dengan bupati/walikota yang lain, dan atau gubernur, bupati/walikota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban”

Prinsip

a) efisiensi; b) efektivitas; c) sinergi; d) saling menguntungkan; e) kesepakatan bersama; f) itikad baik; g) mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah NKRI; h) persamaan kedudukan; i) transparansi; j) keadilan; dan k) kepastian hukum

Subyek

Meliputi gubernur, bupati, walikota dan pihak ketiga

Obyek

Meliputi seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa penyediaan pelayanan publik

Tata Cara Kerja Sama antar Daerah

Salah satu pihak memprakarsai/menawarkan kerjasama → Diterima → Membuat Kesepakatan bersama → Menyiapkan Rancangan Perjanjian Kerjasama yang memuat: a. subjek kerja sama; b. objek kerja sama; c. ruang lingkup kerja sama; d. hak dan kewajiban para pihak; e. jangka waktu kerja sama; f. pengakhiran kerja sama; g. keadaan memaksa; dan h. penyelesaian perselisihan. Rancangan perjanjian kerja sama melibatkan perangkat daerah terkait dan dapat meminta pendapat dan saran dari para pakar, perangkat daerah provinsi, Menteri dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait → Kepala daerah dapat menerbitkan Surat Kuasa untuk penyelesaian rancangan bentuk kerja sama → Pelaksanaan perjanjian kerja sama dapat dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 50 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Tema Peran DPRD

Isi PP No. 50/2007 Rencana kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari DPRD dengan ketentuan apabila biaya kerja sama belum teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah. Kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan biayanya sudah teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan tidak perlu mendapat persetujuan dari DPRD

Hasil Kerjasama

Berupa uang/surat berharga dan aset/non material berupa keuntungan → setor ke kas daerah (sebagai PAD) Berupa barang → aset pemda yang terlibat, dibagi secara proporsional sesuai perundangan

Penyelesaian perselisihan

Musyawarah; atau keputusan gubernur (untuk KAD dalam satu propinsi) dan keputusan menteri (untuk KAD lintas propinsi)

Pembentukan Badan Kerjasama

Badan kerja sama dapat dibentuk untuk Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang dilakukan secara terus-menerus atau berlangsung dalam waktu minimal 5 tahun, dan bukan SKPD Tugas Badan Kerjasama ini termasuk pengelolaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (KAD). Badan Kerjasama juga dapat memberikan masukan atau saran mengenai langkah-langkah yang diperlukan apabila ada permasalahan dalam pelaksanaan kerjasama. Biaya penyelenggaraan Badan Kerjasama menjadi tanggung jawab bersama Kepala Daerah-daerah yang terkait dengan kerjasama.

Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan Pengawasan umum KAD propinsi atau antarkabupaten/kota lain propinsi dilakukan oleh Menteri Pembinaan dan pengawasan teknis KAD propinsi atau antarkabupaten/kota lain propinsi dilakukan oleh Menteri dan Pimpinan LPND terkait Pembinaan dan pengawasan mulai dari penjajakan, negosiasi, penandatanganan, pelaksanaan, sampai dengan pengakhiran kerjasama

Selain poin-poin diatas, PP No 50/2007 juga mengamanatkan bahwa petunjuk teknis tata cara kerja sama daerah; dan tata cara pembinaan dan pengawasan kerja sama antar daerah perlu diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Atas dasar amanat tersebut, maka pada bulan Mei 2009 diterbitkan dua Permendagri: 51 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

1. Permendagri No. 22/2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah 2. Permendagri No. 23/2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja Sama Antar Daerah Berikut poin-poin penting yang terdapat dalam kedua Permendagri tersebut: Tema Isi Permendagri Permendagri No 22/2009 Tahapan Tata Meliputi: Cara Kerja Sama Persiapan → Penawaran → Penyiapan Kesepakatan → Penandatanganan Daerah kesepakatan → Penyiapan perjanjian → Penandatanganan perjanjian → Pelaksanaan Pembentukan TKKSD merupakan tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah (Gubernur maupun TKKSD (Tim bupati/walikota) untuk membantu Kepala Daerah dalam menyiapkan kerja Koordinasi sama daerah Kerjasama Gubernur/Bupati/Walikota membentuk TKKSD untuk menyiapkan kerja sama Daerah) daerah Tugas TKKSD meliputi: 1. Melakukan inventarisasi dan pemetaan bidang/potensi daerah yang akan dikerjasamakan 2. Menyusun prioritas objek yang akan dikerjasamakan 3. Memberikan saran terhadap proses pemilihan daerah dan pihak ketiga 4. Menyiapkan kerangka acuan/proposal obyek kerja sama daerah 5. Membuat dan menilai proposal dan studi kelayakan 6. Menyiapkan materi kesepakatan bersama dan rancangan perjanjian kerja sama 7. Memberikan rekomendasi kepada gubernur untuk penandatanganan kesepakatan bersama dan perjanjian kerja sama 8. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama daerah kabupaten/kota Struktur organisasi TKKSD: Ketua : Sekretaris Daerah Wakil Ketua 1 : Asisten yang membidangi kerja sama daerah Wakil Ketua2 : Kepala Bappeda Sekretaris : Kepala Biro yang membidangi kerjasama daerah Anggota tetap : Kepala Biro Hukum, Kepala SKPD bidang pemerintahan, Kepala SKPD yang membidangi Keuangan dan Pengelolaan Aset Anggota tidak tetap: Kepala SKPD yang melaksanakan kerja sama, kepala SKPD yang terkait dengan pelaksanaan kerja sama, tenaga ahli/pakar TKKSD Propinsi maupun Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim Teknis untuk menyiapkan materi teknis terhadap objek yang akan dikerjasamakan

52 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Permendagri No 23/2009 Pembinaan dan Dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, dengan membentuk Sekretariat Bersama Pengawasan Tentang Sekretariat Bersama: (Binwas) KSAD Anggotanya terdiri dari unsur Kementrian Dalam Negeri dan wakil dari Propinsi Departemen/LPND serta tenaga profesional Berkedudukan di Ditjen Pemerintahan Umum (PUM) Pembentukannya ditetapkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Binwas dilakukan di 4 tahapan dengan cara: 1. Tahap Penjajakan meliputi: a.Memberikan informasi mengenai: i).peraturan perundangan terkait dengan objek yang dikerjasamakan; ii).sumber pendanaan, tata cara perolehannya dan petunjuk pengadministrasiannya; iii).daerah yang telah melakukan KSAD; iv).daerah yang telah membentuk badan kerja sama antar daerah b.Memberikan asistensi mengenai pra studi kelayakan dan pembentukan badan kerja sama daerah c.Memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi keapda daerah propinsi dalam memperoleh dukungan dari Departemen/Lembaga Non Departemen terkait dengan objek KSAD 2. Tahap Negosiasi meliputi: a.Memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi kepada daerah propinsi dalam penyusunan materi, finalisasi kesepakatan dan penyusunan perjanjian kerja sama b.Memberikan informasi kepada daerah propinsi mengenai tenaga ahli/profesional terkait aspek teknis, hukum dan keuangan 3. Tahap Penandatanganan meliputi: a.Membantu pemda dalam berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen untuk mendukung kesepaktan KSAD b.Membantu pemda dalam berkoordinasi dengan Menteri/pimpinan penandatanganan perjanjian KSAD 4. Tahap Pelaksanaan dan Pengakhiran meliputi: a.Melakukan monitoring dan evaluasi b.Memberikan pertimbangan apabila terjadi permasalahan c.Memberikan masukan kepada Menteri Dalam Negeri dalam penyelesaian perselisihan d.Mengingatkan para pihak untuk melakukan persiapan pengakhiran Pembinaan dan Dilakukan oleh gubernur, dengan membentuk TKKSD Pengawasan Tentang TKKSD: (Binwas) KSAD Berkedudukan pada Sekretariat Daerah kabupaten/ Pembentukannya ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Binwas dilakukan di 4 tahapan dengan cara yang sama dengan Sekber, kecuali kota untuk tahapan penandatanganan meliputi: a.Dalam penandatanganan kesepakatan, membantu pemerintah daerh kabupaten/kota dalam berkordinasi dengan Gubernur dan Menteri/Pimpinan LPND untuk mendukung kesepakatan KSAD b.Dalam penandatanganan perjanjian kerja sama, membantu pemerintah darah dalam berkoordinasi dengan Gubernur, Menteri/Pimpinan LPND, untuk hadir menyaksikan penandatanganan perjanjian KSAD 53 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Terkait dengan peraturan perundangan utama yang telah diuraikan di atas, ada beberapa issue penting yang menjadi perhatian berbagai pihak: 1. Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah Pada saat ini pihak Kementrian Dalam Negeri telah menyiapkan draft revisi UU No 32/2004. Terkait dengan kerja sama daerah, revisi yang diusulkan dimaksudkan untuk mendorong pihak daerah agar melakukan kerjasama disamping juga mempertegas bahwa urusan kerja sama daerah adalah merupakan urusan dari Pemerintahan Umum. Berikut usulan revisinya: a) Kerjasama dimasukkan dalam urusan Pemerintahan Umum b) Pemerintah pusat akan memberikan insentif bagi daerah yang melakukan kerjasama c) Sifat kerjasama akan dibedakan menjadi dua kategori yaitu: i. Kerjasama wajib (urusan tertentu/fungsi-fungsi pelayanan, seperti pendidikan, kesehatan, transprotasi, lingkungan, sampah, DAS, dll) ii. Kerjasama sukarela (daerah dapat menentukan sendiri urusan apa saja yang akan dikerjasamakan) 2. PP No. 50/2007 tentang tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama daerah Secara umum, PP No 50/2007 dapat dikatakan telah dapat memayungi kerjasama daerah yang terjadi di Indonesia. Namun demikian, ada beberapa poin penting yang seringkali menjadi hambatan dalam implementasi PP No 50/2007 ini diantaranya adalah: a) Mengenai inisiatif atau prakarsa kerja sama, dalam pasal 7 disebutkan: “Kepala Daerah Kepala daerah atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau menawarkan rencana kerja sama kepada kepala daerah yang lain dan pihak ketiga mengenai objek tertentu�. Hal ini berarti bahwa kerjasama harus diawali oleh inisiatif dari pihak daerah, padahal dalam kenyataannya pihak lain (baik pemerintah maupun non pemerintah) bisa saja menjadi inisiator awal jika melihat potensi/peluang diadakannya kerjasama b) Dalam pasal 14 dan 15 disebutkan bahwa apabila dalam proses kerjasama antar daerah tersebut terjadi perselisihan, maka dapat diselesaikan dengan cara musyawarah atau keputusan gubernur (berlaku untuk kabupaten/kota yang berselisih) atau keputusan menteri (berlaku untuk propinsi yang berselisih). Penyelesaian perselisihan dengan cara melibatkan gubernur atau menteri melalui surat keputusannya, bertentangan dengan prinsip kerjasama “persamaan kedudukan�, seperti yang telah disebutkan dalam pasal 2 poin (h). Beberapa ahli mengusulkan bahwa sebaiknya penyelesaian perselisihan, selain melalui musyawarah juga sebaiknya dikembalikan pada mekanisme peraturan perundangan yang berlaku. c) Pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam rangka membantu kepala daerah melakukan kerjasama dengan daerah lain yang dilakukan terus menerus atau minimal lima tahun, kepala daerah dapat membentuk badan kerja sama. Walaupun pada ayat (2) pasal yang sama telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Badan kerja sama adalah bukan perangkat daerah, namun dalam prakteknya masih banyak pihak daerah yang mengira bahwa badan yang dimaksud merupakan perangkat daerah yang harus dibentuk dengan mengacu pada PP No. 54 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Untuk mengatasinya beberapa pakar berpendapat bahwa seyogyanya jika istilah “badan” bisa diganti dengan “institusi”. d) Pasal 25 menjelaskan bahwa Badan kerjasama mempunyai beberapa tugas. Salah satu tugas dari badan tersebut adalah melakukan pengelolaan atas pelaksanaan kerjasama. Kata pengelolaan ini seringkali menjadi rancu, dimengerti oleh pihak daerah sebagai eksekutor atau pelaksana teknis dari kerjasama daerah tersebut. Padahal yang dimaksud dengan pengelolaan disini adalah fungsi badan kerjasama sebagai media atau jembatan yang mengkomunikasikan serta mengkoordinasikan kerjasama tersebut diantara para anggotanya. Sedangkan fungsi eksekutor berada pada SKPD terkait di masing-masing pemerintah daerah. 3. Permendagri No. 22/2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah Secara umum para pakar serta praktisi kerjasama daerah beranggapan bahwa hal-hal yang diatur dalam Permendagri 22/2009 ini kurang memberi ruang pada pemerintah daerah dalam melaksanakan kerjasama. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh hal-hal berikut: a) Tahapan kerjasama daerah yang diatur dalam Permendagri ini dirasakan terlalu panjang dan kaku, sehingga ada usulan untuk menyederhanakannya. b) Ada kekhawatiran bahwa nantinya TKKSD yang telah dibentuk akan menjadi cikal bakal dari badan kerjasama antar daerah. Dari proses pembentukan serta anggotanya, TKKSD (Tim Koordinasi Kerjasama Daerah) merupakan tim yang beranggotakan aparat pemerintah daerah (struktural). Sedangkan badan kerjasama daerah, berdasarkan best practices yang terjadi di dalam maupun di luar negeri, selain aparat pemerintah daerah diharapkan juga beranggotakan dari kalangan profesional. Selain itu juga pembentukan TKKSD dirasakan cukup memakan waktu, dan kadang-kadang justru menyulitkan untuk proses kerjasama antar daerah (pengalaman fasilitasi Kedu Plus). c) Belum membuka ruang bagi kalangan masyarakat umum maupun profesional Issue terkait perundangan kerjasama antar untuk berperan serta secara aktif sebagai daerah di Indonesia: mitra dalam kerjasama antar daerah. Revisi UU 32/2004 Peluang untuk berpartisipasi hanya ada → urusan Pemerintahan Umum, bagi para tenaga ahli/pakar kerja sama pemberlakuan insentif, kerjasama wajib vs sukarela antar daerah sebagai salah satu anggota PP 50/2007 tidak tetap dari TKKSD, seperti yang → prakarsa kerja sama, penyelesaian disebutkan dalam pasal 5. perselisihan, istilah “badan” kerja sama, Selain itu, Permendagri 22/2009 belum fungsi “pengelolaan” badan kerjasama Permendagri 22/2007 mencakup penjelasan mengenai cara apa yang →kurang memberi ruang bagi harus dilakukan pihak pemerintah daerah untuk pemerintah daerah dan masyarakat, melaksanakan tahapan kerja sama yang telah belum mencakup bagaimana cara ditentukan. Hal ini membuat pihak pemerintah melaksanakan tahapan kerjasama daerah yang akan bekerja sama tidak mengetahui bagaimana untuk melakukannya. 55 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Peraturan Perundangan di Tingkat Daerah Secara garis besar, peraturan yang dibuat di tingkat daerah dapat digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu peraturan yang dibuat secara bersama oleh para pihak pemerintah daerah yang bekerja sama, dan peraturan yang dibuat oleh masing-masing Pemerintah Daerah termasuk pemerintah propinsi yang memfasilitasi terjadinya kerja sama.

SK Gubernur MOU (Kesepakatan Bersama)

Contoh: SK Gub DIY (Kartamantul) ; SK Gub DKI, Jabar, Banten (BKSP Jabodetabekjur)

Perjanjian Kerja sama

Surat Keputusan Bersama (SKB) Bupati/Walikota

SK DPRD

BAGAN 4.4 PERATURAN/PERUNDANGAN DI TINGKAT DAERAH Kerjasama yang dilakukan antar pemerintah daerah umumnya didahului dengan kesepakatan bersama dari para pihak pemerintah daerah yang melakukan kerja sama, ditandai dengan ditandatanganinya naskah MOU (Memorandum of Understanding) atau kesepakatan bersama. MOU kemudian ditindaklanjuti dengan disusunnya Perjanjian Kerja Sama Para Pihak serta Surat Keputusan ataupun peraturan yang dibuat secara bersama oleh para Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang bekerja sama. Seperti misalnya Surat Keputusan Bersama lima bupati untuk membentuk kerjasama manajemen wilayah Barlingmascakeb di tahun 2003; Peraturan Bersama Walikota Tegal, Walikota Pekalongan, Bupati Brebes, Bupati Tegal, Bupati Pemalang, Bupati Pekalongan dan Bupati Batang tentang pembentukan Regional Manajemen antar Sapta Mitra Pantura tahun 2005; Surat Keputusan Bersama Bupati/Walikota Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Kartasura, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Klaten) tahun 2001 yang kemudian diperbaharui pada tahun 2006; Surat Keputusan Bersama Bupati Pacitan, Bupati Wonogiri dan Bupati Gunung Kidul tahun 2002 tentang terbentuknya BKAD (Badan Kerja sama Antar Daerah) Pawonsari; dan Surat Keputusan Bersama Pemerintah Daerah Kendal, Demak, Salatiga, Grobogan dan Kabupaten serta Kota Semarang tentang kerja sama program pembangunan di wilayah Kedungsepur pada tahun 2005. Sementara itu sebagian kecil daerah yang melakukan kerja sama ada yang membuat peraturan perundangan di daerahnya masing-masing. Umumnya diawali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur, seperti misalnya SK Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Pembentukan Sekretariat Bersama Kartamantul tahun 1997; dan SK Gubernur Jabar, Banten dan DKI Jakarta tentang pembentukan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur tahun 2006. Beberapa daerah yang melakukan kerja sama juga mengeluarkan Surat Keputusan DPRD yang berisikan tentang persetujuan DPRD terhadap kerja sama yang dilakukan.

56 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Berikut anatomi MOU atau kesepakatan bersama yang biasanya dibuat oleh pemerintah daerah yang bekerjasama. No. 1

Berisikan

Bagian Pendahuluan

Logo meliputi: Judul

i).Burung Garuda Hitam; ii).Kesepakatan para pihak

: “KESEPAKATAN BERSAMA� antar subyek kerja sama (para pihak yang bekerja sama)

Nomor : Masing-masing pihak Tentang : Bidang kerja sama yang menjadi obyek kerja sama sesuai kewenangan daerah otonom 2.

Isi Kesepakatan Bersama meliputi: Identitas Para Pihak Maksud dan Tujuan

1.Nama; 2.Jabatan; 3.Alamat Kantor; 4.Keputusan Pengangkatan dalam Jabatan KDH Maksud : Apa yang diinginkan secara umum dari pelaksanaan kerja sama Tujuan : Apa yang diinginkan secara khusus dari pelaksanaan kerja sama

Objek dan Ruang Lingkup

Objek

: Seluruh urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom (PP 38/2007)

Ruang lingkup Bentuk Kerjasama

Dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama (berdasarkan Pasal 5 PP No 50/2007)

Sumber Biaya

Sumber biaya pelaksanaan kerjasama (APBN, APBD, sumber lain yang sah)

Tahun anggaran sama Jangka Waktu

3.

: Penjabaran dari obyek kerja sama

dimulainya

kerja

Berdasarkan kesepakatan para pihak yang bekerja sama Maksimal 12 bulan

Rencana Kerja

1. Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerjasama oleh masing-masing daerah 2. Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerja sama 3. Jadwal penandatanganan perjanjian kerja sama

Penutup

Kalimat penutup : mengatur mulai berlakunya kerja sama Tanda tangan

: para pihak

Sumber: Anatomi Penulisan Kesepakatan Bersama & Perjanjian Kerja sama, Biro Otda dan Kerjasama Setda Prov Jateng, 2010

57 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Selanjutnya anatomi Perjanjian Kerja sama yang biasanya dibuat oleh pemerintah daerah yang bekerjasama. No.

Berisikan

Bagian

1

Dasar

1. Pelaksanaan kesepakatan bersama kepala daerah 2. Pendelegasian wewenang dari kepala daerah 3. Peraturan yang relevan

2

Pendahuluan

Logo meliputi: Judul

i). Logo Daerah ii).Tidak memakai logo (sudah teknis)

: “PERJANJIAN KERJA SAMA” PARA PIHAK (PP 50/2007 & Permendagri 22/2009)

Nomor : Masing-masing pihak Perihal : inti kerja sama 2.

Isi Perjanjian Kerja sama: Subyek kerja sama

Kepala SKPD yang telah mendapat pendelegasian wewenang dari kepala daerah

Obyek kerja sama

Seluruh urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (PP No 38/2007)

Ruang lingkup kerja sama

Penjabaran dari objek kerjasama

Hak dan kewajiban

Hak Kewajiban

: Apa yang harus dikerjakan para pihak ↓ sanksi (ringan, sedang, berat, sesuai kewenangan)

Jangka waktu kerja sama

Obyek > Kesepakatan para pihak < bentuk

Keadaan memaksa

Mengatur apabila terjadi keadaan memaksa

Penyelesaian perselisihan

1. Musyawarah 2. Keputusan Gubernur (antara daerah dalam 1 propinsi) 3. Keputusan menteri (antara daerah beda propinsi 4. Abaikan pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata (Proses Putusan Pengadilan) 1. Kesepakatan para pihak 2. Tujuan Perjanjian Kerja sama telah tercapai 3. Wan Prestasi 4. Dibuat Perjanjian Kerja sama baru 5. Muncul norma baru dalam peraturan perundangan 6. Merugikan kepentingan nasional 7. Berakhirnya masa Perjanjian kerja sama

Pengakhiran kerja sama

3.

: Apa yang akan diperoleh para pihak

Penutup

Kalimat penutup : mengatur mulai berlakunya perjanjian kerja sama Tanda tangan : para pihak

Sumber: Anatomi Penulisan Kesepakatan Bersama & Perjanjian Kerja sama, Biro Otda dan Kerjasama Setda Prov Jateng, 2010

58 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN AN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

4.3 Kelembagaan KAD Dalam prakteknya kerja sama antar daerah di Indonesia ada yang bersifat struktural (sentralistik) dan non struktural (desentralistik). Yang dimaksud struktural yaitu apabila kerja sama terbentuk melalui mekanisme struktural sesuai prosedur sedur formal birokratis dan memiliki pola pengelolaan yang hirarkis. Sedangkan kerjasama non struktural (desentralistik) adalah kerja sama yang terbentuk berdasarkan kebutuhan serta keinginan daerah untuk memberdayakan potensinya dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kekuatan daya saing secara bersama bersama-sama, sama, dengan pengelolaan melalui pola non 41 struktural atau jejaring .

BAGAN 4.5 VARIASI BENTUK KERJA SAMA ANTAR DAERAH DI INDONESIA

Kerja sama antar Daerah di Indonesia

Struktural

Badan Kerja Sama

Non Struktural

Tanpa Lembaga Kerja Sama

Regional Management (RM)

Jaring Pelayanan Publik

Kerjasama daerah yang bersifat struktural ada yang dilakukan tanpa ataupun dengan wadah/lembaga kerjasama.. Kerjasama antar pemerintah daerah tanpa lembaga bisa terjadi antara kabupaten/kota yang saling berbatasan/berdekatan maupun tidak, contohnya: → Antar kabupaten/kota yang berbatasan/berdekatan Kerja sama penegasan wilayah perbatasan, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti batas daerah administrasi antar daerah yang bersangkutan sehingga dapat mewujudkan legitimasi hukum. Misalnya penegasan batas daerah antara Kabupaten Grobogan dengan

41

Abdurahman, Benyamin, 2010, Dukungan kungan DSF terhadap RM Forum, Jakarta

59 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung dengan Kabupaten Wonosobo, antara Kabupaten dan Kota Magelang . Kerja sama pengelolaan sarana dan prasarana. Seperti kerja sama pemanfaatan air bersih di wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal oleh Kota Semarang; kerja sama pelayanan trayek angkutan perbatasan serta pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah terpadu antara Kabupaten dan Kota Magelang; kerja sama pengelolaan sampah antara Kabupaten dan Kota Bogor; serta kerjasama penanganan malaria di Kab Purworejo, Magelang, dan Kulonprogo yang didanai oleh Kementrian Kesehatan. Dalam pelaksanaan kerjasama penanganan malaria, pelaksana dari masing-masing kabupaten bertanggung jawab kepada pemerintah daerahnya masing-masing, dan gubernur menjadi tempat pertanggung jawaban akhir. Kerja sama tata ruang, seperti pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo antara Kabupaten dan Kota Magelang → Antar kabupaten/kota yang tidak berbatasan Kerja sama transmigrasi yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Kerjasama transmigrasi ini telah berjalan di beberapa daerah seperti Kabupaten Grobogan dengan Kabupaten Kapuas Hulu (Kalbar), Kabupaten Bungo (Jambi) dan Kabupaten Katingan (Kalteng); Kabupaten Temanggung dengan Propinsi Kalimantan Barat, sampai saat ini sekitar 69 kk (236 jiwa) transmigran telah ditempatkan; Kabupaten Gunung Kidul dengan beberapa kabupaten di Sumatera dan Kalimantan seperti OKI dan OKU (Sumsel), Muara Jambi dan Kubu Raya (Jambi), Bengkalis (Riau), Kutai (Kaltim), Waringin Timur (Kalteng), Sambas (Kalbar) Kerja sama struktural dengan membentuk lembaga badan kerja sama antara lain seperti Badan Kerja Sama Antar Daerah (BKAD) Subosukawonosraten, Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur, serta BKAD Pawonsari. Ciri struktural terutama terlihat dari kepengurusan dari Badan Kerjasama yang dibentuk seluruhnya merupakan pegawai negeri sipil, dan pembentukan lembaga juga umumnya di inisiasi oleh pemerintah pusat. Sementara itu kerjasama daerah non struktural dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu Regional Management (RM) dan Jaring Pelayanan Publik. Dilihat dari kelembagaan kerja samanya dapat dikatakan bahwa RM dan Jaring Pelayanan Publik memiliki bentuk kelembagaan serta struktur organisasi yang relatif sama, dimana beberapa pos didalam struktur tersebut diduduki oleh kalangan profesional. Perbedaan terletak pada lingkup kerja sama, dimana jaring pelayanan publik lebih fokus pada sektor pelayanan publik (sesuai PP 38/2007), sedangkan RM selain pada sektor pelayanan publik juga mencakup pengembangan perekonomian wilayah. Contoh bentuk kerja sama jaring pelayanan publik yang sering dijadikan best practices karena dianggap berhasil adalah Sekretariat Bersama Kartamantul. Selain itu juga ada Sarbagita (Bali) memiliki fokus pada pelayanan persampahan dan Gerbarkartasusila (Jawa Timur) memiliki fokus pada sarana dan prasarana jalan.

60 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Terbentuknya RM di Indonesia diawali dengan RM Barlingmascakeb pada tahun 2003, yaitu kerja sama antara 5 Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang meliputi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen dengan lingkup kerja sama meliputi sektor perdagangan, pariwisata dan investasi. Seperti halnya Sekber Kartamantul, RM Barlingmascakeb juga seringkali dianggap sebagai salah satu praktek KAD yang cukup berhasil dilihat dari manfaat yang diperoleh oleh para anggotanya. Tahun berikutnya (2004) karena terinspirasi dengan RM Barlingmascakeb terbentuklah RM Sapta Mitra Pantura (biasa di singkat SAMPAN), yaitu kerja sama antara 7 kabupaten kota yang juga berada di Propinsi Jawa Tengah meliputi Kabupaten dan Kota Pekalongan dan Tegal, Kabupaten Brebes, Pemalang dan Batang dengan lingkup kerja sama sama dengan Barlingmascakeb. Kemudian setahun berikutnya (2005) Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) mulai mensosialisasikan dan menginisiasi pembentukan 12 RM yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Struktur Kelembagaan Kerja Sama Antar Daerah Ketiga bentuk lembaga kerja sama yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya – yaitu badan kerja sama (struktural), RM dan Jaring Pelayanan Publik – memiliki tipikal struktur organisasi yang relatif berbeda. Sebagai catatan, sampai saat ini belum ada satupun aturan yang memayungi berbagai bentuk lembaga kerja sama yang telah berkembang sampai saat ini. BADAN KERJA SAMA (STRUKTURAL) Badan Kerja sama Antar Daerah umumnya dibentuk melalui mekanisme struktural dalam artian melalui inisiasi pemerintah pusat, dan dikelola seluruhnya oleh pegawai pemerintah daerah yang melakukan kerja sama secara bergantian. Salah satunya adalah Badan Kerja Sama Antar Daerah (BKAD) Subosukowonosraten yang didirikan pada tahun 2001 beranggotakan 1 kota dan 6 kabupaten yang seluruhnya berada di Propinsi Jawa Tengah terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Kartasura, Wonogiri, Karanganyar, Sragen dan Klaten. Lingkup kerja samanya cukup luas meliputi beberapa sektor pelayanan publik (seperti kesehatan, satpol PP, pemadam kebakaran, perhubungan darat) serta pengembangan ekonomi wilayah (seperti kepariwisataan litbang Iptek, informasi dan komunikasi kehumasan, ketenaga kerjaan dan transmigrasi). Contoh lainnya adalah kerjasama antara kabupaten lintas propinsi, BKAD Pawonsari yang dibentuk pada tahun 2002 antara pemerintah Pacitan (Jawa Timur), Wonogiri (Jawa Tengah) dan Gunung Kidul (DIY) dengan lingkup kerja sama di sektor pelayanan publik (seperti pembangunan infrastruktur dan penanggulangan masalah sosial dan bencana alam) dan pengembangan ekonomi wilayah (seperti program pengembangan pariwisata, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi lokal). Kerja sama lintas propinsi lainnya yang membentuk badan kerja sama antar daerah dan cukup banyak melibatkan kabupaten/kota adalah Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur) yang telah terbentuk sejak tahun 1976 atas prakarsa dari pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan diinisiasi oleh pihak Kementrian Dalam Negeri.

61 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Lingkup kerjasamanya sangat luas meliputi: (i).Penataan ruang; (ii)Pemukiman sarana dan prasarana; (iii).Sumber daya air, kebersihan dan lingkungan hidup; (iv).Transportasi, perhubungan dan pariwisata; (v).Agro bisnis, koperasi dan usaha kecil menengah; (vi).Industri, perdagangan, pertambangan dan investasi; (vii).Kependudukan, ketentraman dan ketertiban; (viii).Kesehatan dan pendidikan; dan (ix).Sosial dan tenaga kerja

Pada prakteknya ada sedikit perbedaan pada struktur kelembagaan Badan Kerja sama di Indonesia. Persamaannya terletak pada personel yang mendudukinya yang seluruhnya berasal dari pejabat struktural daerah yang melakukan kerja sama, secara bergiliran.

BAGAN 4.6 STRUKTUR KELEMBAGAAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DAERAH (BKAD) SUBOSUKAWONOSRATEN

Sekretariat BKAD Subosukawonosraten

62 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Keterangan Bagan Struktur Kelembagaan Badan Kerja Sama: Forum tertinggi, beranggotakan seluruh unsur pimpinan daerah anggota kerja sama antar daerah. Untuk BKAD Subosukowonosraten, Forum tertinggi yang bernama Forum Bengawan beranggotakan 1 walikota dan 6 bupati, yang sampai saat ini belum pernah mengadakan pertemuan. Sebagai catatan, untuk kasus BKSP Jabodetabekjur, karena bersifat lintas wilayah maka forum tertinggi bukan hanya di isi oleh bupati atau walikota saja, tapi juga oleh 3 gubernur yaitu Gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, dan diketuai oleh salah satu gubernur secara bergantian. Koordinator/Kepala sekretariat, sebagai pimpinan harian BKAD dijabat oleh Asisten I bidang Pemerintahan Kota Surakarta (BKAD Subosukawonosraten). Untuk BKSP, fungsi koordinator diemban oleh kepala sekretariat. Seperti halnya koordinator BKAD, kepala sekretariat BKSP juga dijabat secara bergiliran dari tiap propinsi selama 5 tahun sekali. Secara fungsional, kepala sekretariat bertanggung jawab kepada propinsi yang mengangkatnya, sedangkan secara operasional bertanggung jawab kepada 3 propinsi. Sub Sekretariat, berkedudukan di kabupaten/kota lainnya dijabat oleh staf pemerintah kabupaten/ kota terkait. Dengan bentuk kelembagaan struktural ini, ada beberapa kendala ataupun hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan teknis kerja sama yaitu: Lemahnya koordinasi serta komunikasi antar daerah yang bekerjasama karena faktor kedinasan dan juga ego sektoral. Hal ini terutama terlihat dari kurangnya koordinasi dan komunikasi antara Kepala Daerah dari masing – masing pemerintah daerah, maupun antara Kepala Daerah dengan sub sekretariat BKAD yang terdapat di semua pemerintah kabupaten/kota yang tergabung di dalam aliansi pembangunan ini. Akibatnya: Terjadi kendala birokrasi terkait dengan rantai pengambilan keputusan dan penyebarluasan informasi di daerah yang bekerja sama. Kesulitan sinkronisasi dalam memadukan program badan kerja sama dengan program masing-masing pemerintah daerah, dan di sisi lain masih terjadi inefisiensi yaitu dengan terjadinya tumpang tindih program (dilakukan oleh badan kerja sama sekaligus juga oleh SKPD daerah anggota) Sumber Daya Manusia (SDM) di sekretariat Badan Kerja sama seluruhnya merupakan pegawai negeri yang secara struktural telah memiliki tupoksi utama masing-masing, sehingga dalam prakteknya akan memprioritaskan tupoksi utamanya dibandingkan dengan tugasnya di sekretariat Badan Kerja sama.

63 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

JARING PELAYANAN PUBLIK (NON STRUKTURAL) Dalam pendekatan jaring pelayanan publik yang terfokus pada aspek pelayanan publik, komunikasi kewilayahan dilakukan dalam rangka menghasilkan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan program. Salah satu kerjasama yang termasuk dalam kategori jaring pelayanan publik adalah Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul yaitu kerja sama antara pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul yang terbentuk sejak tahun 2007 dengan inisiasi dari Pemerintah Propinsi DI Yogyakarta.

BAGAN 4.7 STRUKTUR KELEMBAGAAN SEKRETARIAT BERSAMA (SEKBER) KARTAMANTUL

Struktur kelembagaan sekretariat bersama terdiri dari: Dewan Pengarah, beranggotakan seluruh jajaran pemerintah daerah terkait dengan struktur Dewan Pembina, beranggotakan unsur seluruh pimpinan kepala daerah Pelaksana harian yang diketuai oleh salah satu sekretaris daerah (secara bergantian) serta beranggotakan sekretaris daerah lainnya beserta para kepala dinas terkait Direktur, berasal dari kalangan profesional yang mempunyai kompetensi di bidang manajemen wilayah. Direktur dibantu oleh beberapa staf yang juga berasal dari kalangan profesional untuk mengisi beberapa bagian seperti bagian perencana&monev, bagian fasilitasi &advokasi, sekretariat (umum dan keuangan) serta unit operasional Tim teknis (Pokja), melibatkan berbagai stakeholders, merumuskan kebijakan dan meneruskannya pada Dewan Pengarah

64 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

REGIONAL MANAGEMENT (RM) RM merupakan sebuah pendekatan relatif baru di Indonesia. Pendekatan RM mewajibkan pelibatan masyarakat dan sektor swasta secara aktif dalam kegiatan kerja sama antar daerah. Tidak ada format yang baku bagi bentuk kelembagaan RM, karena dibuat berdasarkan hasil kesepakatan antar aktor regional yang bekerja sama. Namun karena RM merupakan jejaring antara publik dan swasta maka unsur yang terlibat harus berperan dalam struktur kelembagaan, meliputi unsur eksekutif (pemerintah daerah), legislatif (DPRD), pihak swasta (seperti dunia usaha, perbankan), dan masyarakat (termasuk organisasi profesi, Perguruan Tinggi, tokoh masyarakat, LSM, dll).

BAGAN 4.8 STRUKTUR KELEMBAGAAN REGIONAL MANAGEMENT

FORUM MULTY STAKEHOLDERS

BUPATI B

BUPATI C

BUPATI D

BUPATI E

DEWAN EKSEKUTIF ANGGOTA DEWAN EKSEKUTIF SEKRETARIAT DEWAN EKSEKUTIF

REGIONAL MANAGER SEKRETARIS

ANALIS PEREKONOMIAN & INVESTASI

ANALIS HUKUM & PERUNDANGUNDANGAN

FASILITATOR (PEM PUSAT/PROV/NGO)

FORUM REGIONAL BUPATI A

ANALIS PEMASARAN

Dalam aplikasinya, terdapat sedikit perbedaan struktur kelembagaan antara RM. Perbedaan yang jelas misalnya terjadi antara 12 RM fasilitasi KPDT dengan RM di Jawa Tengah (seperti RM Barlingmascakeb dan RM Sampan). Dalam RM fasilitasi KPDT, peran propinsi berada diluar struktur Dewan eksekutif, sedangkan dalam RM di Jawa Tengah pihak propinsi merupakan bagian dari Dewan Eksekutif dengan fungsinya sebagai sekretaris, memberikan fasilitasi langsung sesuai kebutuhan lembaga kerja sama. Secara umum struktur kelembagaan Regional Management seperti dalam bagan 4.8, yaitu terdiri dari Forum Regional, Forum Komunikasi Regional, Dewan Eksekutif, Regional Manager, dan Fasilitator. Masing-masing unsur organisasi tersebut memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut42:

42

Abdurahman, Benyamin, 2010, Dukungan DSF terhadap RM Forum, Jakarta

65 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

1. Inisiator, adalah perorangan, kelompok, atau lembaga yang mempunyai prakarsa untuk membangun wacana menuju terbentuknya RM. Keberadaannya tidak harus masuk dalam struktur organisasi, sebab inisiator dapat berperan sebelum terbentuknya kelembagaan. Namun biasanya para inisiator termasuk para aktor regional yang masuk dalam kelompok Forum Regional. 2. Forum Regional, adalah forum yang beranggotakan Kepala Pemerintah Kabupaten/Kota anggota kerjasama regional yang memiliki kewenangan: (i) Menetapkan kebijakan dan penyediaan dana operasional kerjasama regional; dan (ii) Mengusulkan Manajer Regional dengan berkonsultasi dengan DPRD. 3. Forum Komunikasi Regional (Forum Multy Stakeholders), merupakan unsur stakeholders dari wilayah kerjasama regional yang dapat terdiri dari DPRD, Eksekutif, Profesional, Tokoh Masyarakat, LSM, Asosiasi, dan Komponen masyarakat lainnya. Keberadaan forum komunikasi regional dimaksudkan untuk: (i). mengontrol pelaksanaan kerjasama regional; (ii).memberikan masukan pada rencana kerja regional yang akan dilaksanakan; (iii) pemecahan masalah yang perlu mendapatkan masukan dari berbagai pihak. 4. Dewan Eksekutif, keanggotaannya terdiri dari wakil Pemerintah Daerah (dalam hal ini dapat diwakili oleh Bakorwil, Bapeda Provinsi, atau Dinas-Dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota). Kepengurusan Dewan Eksekutif berasal dari anggota Forum Regional yang dapat ditetapkan secara bergilir diantara anggota. Tugas dan tanggungjawabnya meliputi: (i) penyusunan program kegiatan, penetapan anggaran, mengikat kontrak dengan Regional Manager, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Regional Management/Marketing oleh Regional Manager. (ii)Dewan Eksekutif bertanggungjawab kepada forum regional; (iii) Anggaran operasional Dewan Eksekutif ditanggung bersama oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab/Kota anggota kerjasama regional, dan sumber pendanaan lainnya; (iv) Menunjuk Regional Manajer atas mandat masing-masing Pemkab/Kota berdasarkan konsultasi dengan legislatif dan melalui proses penjaringan publik. 5. Regional Manager, adalah tenaga profesional yang dipilih melalui proses penjaringan publik berdasarkan usulan dari masing-masing anggota dengan tugas: (i) Menyusun program kerja Regional Management Agency; (ii) Melaksanakan Program Kerja; (iii) Mengaktifkan kerjasama antardaerah; (iv) Melakukan promosi dan pemasaran wilayah; dan (v) memperoleh kesepakatan investasi. 6. Fasilitator, adalah lembaga Pemerintah pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk kasus Jawa Tengah, diwakili oleh Badan Koordinasi Lintas Kabupaten/Kota Wilayah III Provinsi Jawa Tengah. Tugas Bakorwil III adalah memfasilitasi seluruh kegiatan penyiapan pembentukan Regional Management hingga terbentuknya kerjasama regional tersebut Sebagai catatan, masing-masing fungsi tersebut diatas dapat memiliki nama istilah yang berbeda, namun pada fungsinya masing-masing komponen perlu terwakili. Selain dari struktur kelembagaan, perbedaan antara bentuk lembaga kerja sama yang ada di Indonesia bisa dilihat dari beberapa aspek berikut.

66 | P a g e


Contoh KAD

Inisiator terbentuknya KAD

Pemahaman KAD

Proses Pembentukan lembaga

Proses rekrutmen staf

1.

2.

3.

4.

5.

NO

TOPIK ANALISA

Tidak ada rekrutmen staf dari kalangan profesional, karena seluruh staf berasal dari pegawai pemda kabupaten/kota pelaku KAD

Kasus BKSP Jabodetabekjur: Prakarsa Pemda Jabar dan Pemda DKI Jakarta→Inisiasi Kemeentrian Dalam Negeri→Peraturan Bersama Gubernur DKI, Jabar, Banten

Kasus Subosukawonosraten: Inisiasi pemerintah propinsi dg GTZ → Inisiatif pemkab/kota terkait → kesepakatan bersama (MOU) → keputusan bersama

IGR (Inter Governmental Relations)

Pemerintah Propinsi: BKAD Subosukawonosraten (inisiasi GTZ) BKSP Jabodetabekjur (inisiasi kementrian Dalam Negeri) Pemerintah Pusat: BAKD Pawonsari

BKAD Subosukawonosraten, BKAD Pawonsari, BKSP Jabodetabekjur

BADAN KERJA SAMA (STRUKTURAL)

Barlingmascakeb, Sampan, 12 RM fasilitasi/ bentukan KPDT

REGIONAL MANAGEMENT (NON STRUKTURAL)

Rekrutmen staf profesional [Direktur dibantu bbrp staf di bagian perencana &monev, fasilitasi &advokasi, sekretariat (umum dan keuangan) serta unit operasional] dilakukan secara terbuka

Kasus Kartamantul: Kebijakan pemerintah pusat (P3KT utk Kartamantul)/pemerintah propinsi (kawasan prioritas utk Kedungsepur)→ Inisiasi pemerintah propinsi → Inisiatif pemkab/kota terkait → kesepakatan bersama (MOU) → keputusan bersama

IGM (Intergovernmental Management)

67 | P a g e

Rekrutmen staf profesional (Regional Manajer, staf bidang pemasaran, ekonomi dan investasi, hukum dan sekretaris) dilakukan secara terbuka

Terdiri dari 4 tahap Tahap I (Prakarsa) Tahap II (Pre Institusionalisasi) Tahap III (Institusionalisasi) Tahap IV (Pelaksanaan)

IGM (Intergovernmental Management)

Pemerintah Propinsi: Pemerintah Pusat: Kartamantul. Kedungsepur (melalui KPDT dengan bantuan LSM Lekad (12 RM) kebijakan tata ruang berupa kawasan Pemerintah Propinsi: Barlingmascakeb (melalui kebijakan tata prioritas) ruang berupa kawasan prioritas) Pemerintah Kabupaten/Kota: Sampan (inisiasi Perguruan Tinggi)

Sekber Kartamantul, Kedungsepur, Kedu Plus

JARING PELAYANAN PUBLIK (NON STRUKTURAL)

BENTUK LEMBAGA KERJA SAMA ANTAR DAERAH

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


Perencanaan Kegiatan dan pengambilan keputusan

Peran tiap stakeholder a.Pemerintah Pusat

7.

8.

b.Pemerintah Propinsi

Kewenangan Lembaga

6.

NO

TOPIK ANALISA

Sebagai inisiator awal kerjasama. Contoh: BKAD Subosukawonosraten

Membuat regulasi (Kementrian Dalam Negeri) Inisiator awal kerjasama. Contoh: BKAD Pawonsari

Perencanaan kegiatan difasilitasi dan dikoordinasi oleh Koordinator dengan melibatkan SKPD mengacu pada MOU yang telah disepakati oleh kepala pemerintahan. Hasil keputusan dilaksanakan oleh SKPD terkait

Badan kerja sama mengkoordinasikan, memfasilitasi perencanaan yang telah dianggarakan (oleh SKPD terkait) serta mengelola manajemen dengan berkoordinasi dengan SKPD terkait

BADAN KERJA SAMA (STRUKTURAL)

Dewan Eksekutif (DE) menterjemahkan kebijakan Forum Regional (FR) menjadi kebijakan strategis. Kemudian, Regional Manajer (RM) melaksanakannya. Produk perencanaan wilayah dihasilkan melalui mekanisme Musrenbang Regional, yang dilaksanakan sebelum masing2 daerah anggota KAD melakukan Musrenbangda & sebelum Musrenbang propinsi (kasus RM Sampan)

Regional management berfungsi melaksanakan fasilitasi, koordinasi dan mediasi antar anggota KAD

REGIONAL MANAGEMENT (NON STRUKTURAL)

Sebagai inisator dan mengeluarkan SK Gubernur utk terbentuknya Sekber Dukungan utk biaya operasional dan pemeliharaan sektoral Sebagai anggota tim teknis, merencanakan kegiatan sekber

68 | P a g e

Sebagai Fasilitator存 menyiapkan terbentuknya RM Sebagai anggota Dewan Eksekutif (DE), ikut serta menyusun program kegiatan dan perencanaan anggaran

Membuat regulasi (Kementrian Dalam Membuat regulasi (Kementrian Dalam Negeri) Negeri) dan mengkoordinasi Dukungan pembiayaan utk operasional Memfasilitasi pembentukan RM (KPDT) dan pemeliharaan sektoral. Contoh: pengelolaan TPA dan IPAL (Kartamantul)

Sekber Kartamantul bersama dengan tim teknis memfasilitasi penyusunan dan perumusan rencana kegiatan tahunan. Rencana kegiatan tsb didasarkan pada isu penting lintas batas dan disesuaikan dengan rencana masing-masing pemerintah daerah terkait. Rencana kegiatan tsb kemudian diajukan kepada pelaksana harian. Setelah mendapat persetujuan dari pelaksana harian, kegiatan dilaksanakan oleh SKPD terkait.

Sekretariat Bersama (Sekber) berfungsi melaksanakan fasilitasi, koordinasi dan mediasi antar anggota KAD

JARING PELAYANAN PUBLIK (NON STRUKTURAL)

BENTUK LEMBAGA KERJA SAMA ANTAR DAERAH

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


f. Donor

e. NGO

d. Masyarakat (profesional, pakar, asosiasi, perguruan tinggi dll)

c. Pemerintah Kabupaten/Kota

BADAN KERJA SAMA (STRUKTURAL)

GTZ (proyek RED)

-

Asosiasi pengusaha hotel dan asosiasi pengusaha meubel

SDC (Badan Kerjasama Pembangunan Swiss), GTZ (proyek GLG), USAID

YLKI, Walhi

Perguruan Tinggi Contoh: UGM, UII, UMY, Univ Atmajaya Yogyakarta Masyarakat Kasus Kartamantul: dalam pelaksanaan kegiatan penertiban pembuangan sampah ilegal di Singosaren Asosiasi Kasus Kartamantul: Organda

Pengambil kebijakan (yaitu Dewan Pembina) Menyusun program (tim teknis dan pelaksana harian dari dewan pembina) Pelaksana kerjasama (SKPD terkait)

JARING PELAYANAN PUBLIK (NON STRUKTURAL)

REGIONAL MANAGEMENT (NON STRUKTURAL)

GTZ (proyek RED)

69 | P a g e

Lembaga Kerjasama Antar Daerah (LEKAD) yaitu dalam fasilitasi, advokasi, konsultasi

Perguruan Tinggi Contoh: Universitas Diponegoro dalam pembentukan RM Sampan Kalangan profesional sebagai Regional Manajer dan bbrp staf Asosiasi pengusaha Contoh: RM Barlingmascakeb

Pengambil kebijakan (yaitu anggota Forum Regional ) Menyusun program kegiatan/anggaran & monev (yaitu anggota Dewan Eksekutif) Pelaksana kerjasama (SKPD terkait)

BENTUK LEMBAGA KERJA SAMA ANTAR DAERAH

Pengambil kebijakan Pelaksana kerjasama (SKPD terkait) Menduduki seluruh pos kepengurusan BKAD

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

NO

TOPIK ANALISA

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

4.4

Pembiayaan dan Pengelolaan Keuangan KAD

Aspek pembiayaan serta pengelolaan keuangan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi keberlanjutan suatu lembaga kerja sama. Bagian berikut ini akan menguraikan mengenai sumber pembiayaan serta manajemen penganggaran dan pembiayaan yang selama ini dilakukan oleh berbagai lembaga kerja sama antar daerah yang sudah terbentuk di Indonesia.

Sumber-Sumber Pembiayaan KAD Dalam prakteknya selama ini ada beberapa sumber pembiayaan yang digunakan untuk melaksanakan kerja sama antar daerah adalah: 1. Iuran rutin dari APBD tiap kabupaten/kota yang melakukan kerja sama Sumber ini dilakukan hampir oleh semua daerah kabupaten/kota yang bekerja sama, seperti: RM Barlingmascakeb, sejak tahun 2004 sampai saat ini tiap kabupaten anggota kerja sama menyetor iuran dari APBDnya masing-masing sebesar Rp 100 juta (2004) dan Rp. 150 juta (2009) RM Sampan, tiap kabupaten/kota menyetor iuran sebesar Rp 100 juta/tahun BKAD Subosukawonosraten, tiap kabupaten/kota menyetor iuran rutin yang dialokasikan untuk operasional sekretariat BKAD. BKAD Pawonsari, tiap kabupaten awalnya menyetor Rp 20 juta/tahun. Dari iuran tersebut, sub sekretariat yang terdapat di dua kabupaten mendapat pengembalian masing-masing sebesar Rp 6 juta untuk biaya operasional. Besarnya iuran tahun 2009 adalah Rp 25 juta/kabupaten untuk menunjang implementasi kegiatan kerja sama di bidang pariwisata 2. Dianggarkan di SKPD masing-masing pemerintah kabupaten/kota yang melakukan kerja sama: Sekber Kartamantul: biaya operasional kantor Sekber Sumber-sumber pembiayaan KAD: Kartamantul dianggarkan dari APBD Iuran rutin APBD kabupaten/kota ketiga daerah dengan prosentase yang pelaku KAD sama Dianggarkan di masing-masing SKPD biaya operasional dan pemeliharaan terkait Dukungan Propinsi (Dana sektoral yang dikerjasamakan (seperti Dekonsentrasi) dan Pemerintah pusat pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (APBN) dan Instalasi Pembuangan Air Limbah) Dukungan pihak luar melalui perjanjian kerjasama sektoral →Donor: GTZ, UNDP yang ditandatangani bupati/walikota →Perguruan Tinggi: Unsoed dianggarkan di APBD ketiga daerah melalui SKPD masing-masing yang terkait dengan prosentase berdasarkan beban volume serta jumlah pengguna 70 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Sekber Kedu Plus (sedang dirintis): anggaran operasional kantor sekber rencananya akan ditanggung oleh daerah dimana sekber berada dan harus dianggarkan secara khusus dari dana APBD daerah tersebut anggaran untuk pelaksanaan kegiatan sektoral dilakukan dengan cara sharing program dan dimasukkan dalam APBD SKPD terkait di masing-masing daerah 3. Dukungan Pemerintah Propinsi (dana dekonsentrasi) dan Pemerintah Pusat (APBN), seperti: Kegiatan pasar lelang Bapepti di RM Barlingmascakeb terselenggara berkat dukungan pemerintah pusat dan propinsi Dukungan pemerintah pusat dan propinsi untuk biaya operasional dan pemeliharan sektoral (seperti pengelolaan TPA dan IPAL) di Kartamantul Iuran dari pihak propinsi (Jabar, DKI Jakarta dan Banten) untuk biaya operasional dan koordinasi BKSP Jabodetabekjur, disamping juga bantuan fisik dan jasa 4. Dukungan dari pihak luar, seperti: UNDP melalui proyeknya, Partnership for Governance Reform in Indonesia, pada tahun 2004/2005 memberikan bantuan kepada RM Barlingmascakeb sebesar Rp 1.5 milyar GTZ melalui proyeknya, Good Local Government, memfasilitasi wokshop dan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pembentukan kelompok kerja, mekanisme prosedur kelembagaan serta dukungan terhadap pengembangan kapasitas SDMnya di RM Sampan dan Sekber Kedu Plus Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto menyelenggarakan sosialisasi, roadshow, seminar/semiloka pengembangan kerjasama antar daerah dengan RM Barlingmascakeb

Manajemen Penganggaran dan Pembiayaan Dalam mengelola keuangannya, lembaga kerja sama daerah harus berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Ada 2 aturan utama yang harus menjadi pedoman daerah yang bekerja sama dalam mengelola penganggaran serta pembiayaannya: 1. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah (beserta turunannya) 2. Permendagri No 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011 Dalam pasal 6 ayat 1 PP No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dengan demikian semua kegiatan pengelolaan keuangan dalam kerja sama daerah, mulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan pertanggungjawabannya harus mengikuti peraturan ini beserta peraturan lain yang merupakan turunannya.

71 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

BAGAN 4.9 DASAR HUKUM PENGELOLAAN KEUANGAN KAD UU 17/2003 ttg Keuangan Negara UU 1/2004 ttg Perbendaharaan Negara UU 15/2004 ttg Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara UU 25/2004 ttg SPPN UU 32/2004 ttg Pemerintahan Daerah UU No 33/2004 ttg Perimbangan Keuangan ant pem pusat dan Pemda PP No 24/2005 ttg SAP

PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah

Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah diubah dengan Permendagri No

PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan Omnibus Regulation, yaitu satu peraturan komprehensif yang terpadu dari banyak undang-undang dan peraturan pemerintah43. Dari bagan diatas terlihat bahwa PP tersebut merupakan paduan dari 6 Undang-undang dan 1 Peraturan Pemerintah. Kemudian PP No 58/2005 tersebut di ikuti dengan lahirnya Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang diubah dengan Permendagri No 59/2007. Dalam Permendagri tersebut antara lain diatur langkah-langkah perencanaan program serta penganggarannya yang harus dipedomani oleh pihak pemerintah daerah. Langkah-langkah tersebut juga merupakan pedoman yang harus diikuti dalam proses penganggaran kegiatan/program yang dilakukan dalam rangka kerja sama antar daerah. BAGAN 4.10 LANGKAH-LANGKAH PENGANGGARAN KAD

Menetapkan nama program & kegiatan

Menetapkan indikator kinerja & target

Membuat Rancangan Anggaran Biaya (RAB) tiap program/kegiatan

Membuat RKA untuk belanja langsung

Tentukan kontribusi masing-masing Pemda

Konversikan RAB ke dalam kode rekening

(oleh SKPD terkait di masing-masing Pemda)

43

(kesepakatan bersama)

(sesuai Permendagri)

Daryanto, 2009, Tinjauan Yuridis Permasalahan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam KAD di Prop Jateng dan DIY, Jakarta

72 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Dalam prakteknya penganggaran untuk keperluan kerja sama antar daerah di Indonesia dibebankan kepada pos44: 1. Belanja langsung melalui Dana Transfer Hal ini dilakukan oleh RM Barlingmascakeb, RM Sampan dan Sekber Kartamantul. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Daryanto (tahun 2009) pembebanan anggaran ini tidaklah tepat, karena berdasarkan Permendagri No 13/2006 yang diubah dengan Permendagri No 59/2007, dana transfer hanya dimungkinkan melalui belanja tidak langsung tertentu, seperti belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga 2. Bantuan Sosial Dilakukan oleh RM Sampan, Sekber Kartamantul dan BKAD Subosukawonosraten. Hal ini juga tidak sesuai dengan peraturan perundangan tersebut, sebab; a. Pada kenyataannya, penganggaran melalui bantuan sosial tersebut dilakukan secara terus menerus. Padahal dalam Permendagri pasal 45 disebutkan: “Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran” b. Lembaga penerima tidak termasuk kriteria yang bisa diberikan bantual sosial, seperti yang disebutkan dalam Permendagri tersebut: “Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat dan partai politik 3. Hibah Penganggaran melalui pos dana hibah yang dilakukan oleh BAKD Subosukawonosraten, Sekber Kartamantul, RM Barlingmascakeb dan RM Sampan, juga menghadapi permasalahan yang sama seperti penganggaran melalui bantuan sosial a. Penganggaran hibah yang dilakukan secara terus menerus ternyata menyalahi aturan yang tertera dalam pasal 44 Permendagri 59/2007, yang menyebutkan: “Hibah yang diberikan secara tidak mengikat/tidak secara terus menerus diartikan bahwa hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintah daerah” b. Berdasarkan penjelasan pasal 27 PP 58/2005, hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah darah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat secara tidak terus menerus. Padahal lembaga kerja sama tidak bisa dikategorikan sebagai masyarakat ataupun organisasi kemasyarakatan. 44

Daryanto, 2009, Tinjauan Yuridis Permasalahan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam KAD di Prop Jateng dan DIY, Jakarta

73 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Adanya permasalahan dalam hal penentuan pos anggaran yang tepat bagi kerja sama daerah ini menunjukkan bahwa peraturan yang ada secara yuridis tidak melindungi pengelolaan keuangan kerja sama antar daerah. Titik terang ditunjukkan dengan diterbitkannya Permendagri No 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2011. Pada angka IV hal-hal khusus poin 3 dalam Permendagri tersebut disebutkan: “Dalam penyelenggaraan pembangunan yang melibatkan beberapa daerah untuk peningkatan pelayanan masyarakat secara lebih efektif dan efisien, pemerintah daerah dapat menyusun program dan kegiatan melalui pola kerjasama antar daerah dengan mempedomani PP No. 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah. Apabila pemerintah daerah membentuk badan kerja sama maka masing-masing pemerintah daerah menganggarkan dalam bentuk APBD dalam bentuk belanja hibah kepada badan kerja sama�. Dengan adanya aturan ini maka mekanisme pos penganggaran kerja sama antar daerah menjadi lebih jelas, yaitu melalui pos belanja tidak langsung hibah, dengan beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi, yaitu45: 1. Kabupaten/kota yang sudah punya badan kerjasama harus segera merubah dan menyesuaikan diri dengan badan kerja sama seperti yang diatur dalam PP No 50/2007 2. Badan kerjasama yang sudah ada harus menyusun dokumen perencanaan yang diintegrasikan dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah seperti RPJMD, RPKD 3. Badan kerja sama harus menetapkan instrumen pendukung anggaran (seperti Standar Biaya dan Analisis Standar Belanja) sehingga bisa dihindari adanya duplikasi serta pemborosan anggaran 4. Harus segera ada peraturan yang dapat menjadi pedoman dalam pengaturan sistem dan prosedur perencanaan, pengganggaran, pelaksanaan penatausahaan, akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban badan kerjasama 5. Permendagri No 37/2010 hanya berlaku untuk satu tahun saja (2011), oleh karena itu sebaiknya substansi mengenai penganggaran kerja sama daerah sebaiknya diatur dan dimasukkan ke dalam Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Dibuatnya Peraturan daerah ini juga merupakan amanat dari PP 58/2005 dan Permendagri 59/2007, yang menyebutkan bahwa pihak pemerintah daerah diwajibkan menerbitkan peraturan daerah tersebut yang penyusunannya harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

4.5 Monitoring dan Evaluasi KAD Kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kerjasama antar daerah merupakan salah satu tugas pokok dari pemerintah pusat yaitu Ditjen Pemerintahan Umum Kementrian Dalam Negeri, khususnya Sub Direktorat Kerja Sama Antar Daerah (selanjutnya disebut dengan Subdit KAD). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23/2009 tentang Pembinaan dan Pengawasan Kerja Sama Antar Daerah, untuk melakukan pembinaan dan pengawasan Kementrian Dalam Negeri (dalam hal ini SubDit KAD) membentuk sekretariat bersama yang beranggotakan unsur Kementrian Dalam Negeri, wakil dari 45

Daryanto, 2009, Tinjauan Yuridis Permasalahan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam KAD di Prop Jateng dan DIY, Jakarta

74 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Departemen/ Lembaga Pusat Non Departemen terkait, serta tenaga profesional. Kegiatan pembinaan dan pengawasan sendiri terdiri dari lima tahapan, dimana salah satu kegiatan dalam tahapan yang terakhir adalah kegiatan monitoring dan evaluasi. Namun, karena sampai saat ini Sekretariat Bersama belum terbentuk, maka dari pihak pemerintah pusat kegiatan monitoring dan evaluasi KAD belum pernah dilaksanakan. Namun demikian, dari beberapa laporan kegiatan yang dihasilkan oleh GTZ (Germany Technical Cooperation)46, dapat diketahui hasil serta manfaat yang telah dirasakan beberapa kerja sama antar daerah yang telah terbentuk, khususnya di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti RM Barlingmascakeb dan BKAD Subosukawonosraten. Manfaat yang telah dirasakan dengan adanya RM Barlingmascakeb meliputi: Efisiensi dan efektivitas pendayagunaan potensi dan promosi daerah melalui Pameran Potensi Perdagangan, Pariwisata dan Investasi. Mengurangi persaingan yang tidak sehat antar daerah anggota KAD. Memperkuat posisi tawar dan daya saing daerah. Mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat. Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat khususnya para Petani dan UMKM melalui Pasar Lelang Forward Komoditi Agro Manfaaf yang dirasakan dengan diaadakannya kerja sama antar daerah Subosukawonosraten: Efisiensi pemanfaatan smbr daya (anggaran, infrastruktur, SDM) untuk pembangunan potensipotensi ekonomi di wilayah Solo Raya Menguatnya jejaring kerja sama antar Pemda (khususnya dalam penyelesaian masalah dan upaya menangkap peluang ekonomi) Terbukanya akses ke pasar dan sumber pendanaan Terbukanya peluang kerjasama di beberapa bidang strategis

4.6 Peran Berbagai Pelaku dalam KAD di Indonesia Berdasarkan konsep serta pengalaman best practice pelaksanaan kerja sama antar daerah di berbagai negara seharusnya berbagai pihak ikut terlibat, mulai dari semua tingkatan pemerintah, pihak swasta dan masyarakat, sampai dengan lembaga donor. Gambaran mengenai bentuk serta sejauh mana keterlibatan berbagai pihak dalam implementasi kerja sama antara pemerintah daerah di Indonesia akan diuraikan pada bagian ini. Secara garis besar, keterlibatan berbagai pihak tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. 46

GTZ atau yang sekarang dikenal dengan GIZ (Germany International Cooperation) adalah lembaga donor dari Jerman yang sejak awal tahun 2000-an berkecimpung memfasilitasi dan mendorong kerja sama antar pemerintah daerah di Indonesia, melalui proyek GLG (Good Local Governance) atau Tata Pemerintahan Daerah yang Baik dan RED.

75 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

PEMERINTAH PUSAT

PEMERINTAH PROPINSI

MASYARAKAT UMUM

PEMERINTAH KAB/KOTA

SWASTA (Industri, perbankan,dll)

ASOSIASI DONOR

LSM

PERGURUAN TINGGI PENELITI

2

GAMBAR 4.12 PERAN PELAKU KAD DI INDONESIA PEMERINTAH PUSAT Idealnya pemerintah pusat berperan sebagai regulator yang memastikan adanya regulasi yang memayungi berlangsungnya kerja sama, fasilitasi, koordinasi serta advokasi untuk membantu daerah yang sedang bekerja sama. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (selanjutnya disebut dengan tupoksi), pemerintah pusat yang terkait dengan fungsi ini adalah Kementrian Dalam Negeri serta Bappenas untuk sinkronisasi program. Namun dalam prakteknya ada dua kementrian lain yang juga memiliki peran serta yaitu Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dan Kementrian Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (KUKM). Sebagai catatan, koordinasi antara berbagai lembaga/ kementrian terkait di tingkat pusat dapat dikatakan masih sangat minim (lihat bab berikut). → Kementrian Dalam Negeri Seperti yang diamanatkan dalam PP No. 50/2007 (tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41/2010 (Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja), pengelolaan serta wewenang untuk urusan Kerja sama antara daerah berada dibawah Kementrian Dalam Negeri Ditjen Pemerintahan Umum, khususnya Direktorat Dekonsentrasi dan Kerja Sama Sub Direktorat Kerja Sama antar Daerah (Subdit KAD). Uraian mengenai peran dari Subdit KAD akan dibahas secara mendalam pada bagian 5.

76 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Sedangkan wewenang untuk pengelolaan kerja sama pengembangan wilayah dan kerja sama perkotaan berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda), khususnya Subdit Pengembangan Wilayah 1 dan 2 Direktorat Pengembangan Wilayah, dan Subdit Kerja Sama Perkotaan Direktorat Penataan Perkotaan. Berdasarkan Permendagri No. 41/2010, tugas dari Subdit Kerjasama Pengembangan Wilayah adalah penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyerasian dan pengendalian pengembangan wilayah antarprovinsi dan antarkabupaten dan antarkota di wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (untuk Subdit Wilayah 1) dan wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Adapun tugas dari Subdit Kerja Sama Perkotaan adalah melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi serta pengendalian kerjasama pembangunan perkotaan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdit Kerjasama Perkotaan menyelenggarakan fungsi: penyiapan bahan perumusan kebijakan, fasilitasi dan evaluasi serta pengendalian kerjasama antar negara dan perkotaan antar daerah. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2011 disebutkan bahwa program Ditjen Bangda terkait kerja sama antar daerah adalah: i). Fasilitasi pembangunan kawasan perkotaan; ii).Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah; dan iii).Fasilitasi wilayah terpadu. Produk hukum yang dihasilkan oleh Ditjen Bangda serta menjadi pedoman dalam kerjasama perkotaan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No 69/2007 tentang Kerja sama Pembangunan Perkotaan. Peran Ditjen Bangda dalam kerja sama wilayah pada saat ini terlihat dari intervensi dan dukungan terhadap Regional Management (RM) Teluk Bone. Peran lain Kementrian Dalam Negeri pada masa sebelum desentralisasi adalah menginisiasi terbentuknya BKSP Jabodetabekjur, prakarsa awal Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. → Bappenas, Dilihat dari tugas pokok dan fungsinya, Deputi bidang pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas mempunyai kewenangan terkait dengan kerja sama antar daerah. Ada dua direktorat di bawah deputi tersebut yang memiliki fungsi terkait. Pertama, Direktorat Kawasan Khusus Daerah tertinggal, khususnya Sub Direktorat Daerah Tertinggal. Fungsi dari subdit ini secara khusus terkait dengan pengembangan kawasan/daerah tertinggal, mulai dari penyusunan rencana, koordinasi serta sinkronisasi program dengan kementrian terkait (dalam hal ini adalah Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal disingkat KPDT) sampai dengan pemantauan/evaluasi/penilaian serta pelaporan atas pelaksanaan kebijakan dan program di bidang pengembangan kawasan tertinggal yang dilakukan kementrian tersebut. Salah satu strategi yang dikembangkan oleh KPDT dalam mengembangkan kawasan tertinggal adalah mengembangkan kerja sama antar daerah tertinggal dengan menggunakan metode Regional Management (RM). Kedua , Direktorat Pengembangan Wilayah. Salah satu fungsi yang di emban oleh direktorat ini adalah fasilitasi, koordinasi, dan kerjasama dalam rangka pengembangan wilayah dan antar wilayah, terkait kerjasama pengembangan sub-regional, kerjasama antar daerah propinsi dan kabupaten, serta antar institusi. Saat ini Bappenas dengan dukungan DSF (Decentralization Support Facility) World Bank sedang melakukan kegiatan evaluasi berupa kajian dan penilaian singkat terhadap RM yang difasilitasi oleh KPDT dan juga penguatan kapasitas berupa dukungan bagi RM untuk menghasilkan dokumen perencanaan berupa skenario jangka panjang (20th), rencana strategis jangka menengah (5th) dan rencana aksi tahunan. 77 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 → Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Asisten Deputi V/5 bidang Urusan Kerjasama Antara Daerah dan Regional KPDT memiliki tugas pokok dan fungsi berupa perumusan kebijakan, koordinasi pelaksanaan kebijakan, operasional serta monitoring dan evaluasi kerja sama antar daerah dan regional, khususnya daerah yang masuk dalam kategori sebagai daerah tertinggal. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, salah satu kebijakan yang digunakan untuk penguatan dan pengembangan kerjasama antar daerah adalah dengan menerapkan instrumen Forum Regional Management (RM). Sejak tahun 2005 KPDT memperkenalkan pendekatan RM kepada beberapa daerah tertinggal, dan sampai saat ini telah memfasilitasi terbentuknya 12 RM di Indonesia. Pendekatan RM diharapkan dapat berperan sebagai instrumen strategis dalam percepatan pembangunan untuk daerah tertinggal. Kedua belas RM yang sudah terbentuk berada tersebar di beberapa pulau, yaitu: 1) Sumatera: RM Danau Toba (Sumatera Utara), RM Janghiangbong (Bengkulu), RM Kaukus Setara Kuat (Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung) 2) Kalimantan: RM Perbatasan Propinsi Kalimantan Barat (Kalimantan Barat) 3) Sulawesi: RM Aksess (Sulawesia selatan), RM Wanua Mappatuo (Sulawesi Selatan), RM Kawasan Terpadu Teluk Tomini (Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara), RM Kawasan Terpadu Teluk Bone (Sulawesi Selatan dan Sulawasi Tenggara) 4) Nusa Tenggara: RM Jonjok Batur (Nusa Tenggara Barat), RM Pulau Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), RM Perbatasan Kawasan Nusa Tenggara Timur (Nusa Tenggara Timur) 5) Papua: RM Kawasan Teluk Papua Barat (Papua Barat) → Kementrian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KKUKM), Deputi VII Bidang Pengkajian Sumber Daya Usaha Kecil dan Menengah Kementrian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KKUKM) telah ikut memanfaatkan beberapa platform RM yang sudah mulai terbentuk untuk mengarahkan dukungan kebijakan dan programnya ke daerah. KKUKM berperan dalam memberikan intervensi kepada 3 region (RM) yang telah terbentuk oleh fasilitasi KPDT yaitu RM Jonjok Batur, RM Danau Toba (LTRM) dan RM Janghiangbong. Intervensi diawali dengan melakukan identifikasi faktor perekat kerja sama untuk para usaha kecil dan menengah (UKM). Kemudian dilakukan peningkatan kapasitas (seperti pelatihan-pelatihan) serta penguatan jaringan pengelolaan UKM.

Peran Pemerintah Pusat dalam KAD: Kementrian Dalam Negeri → Mengeluarkan berbagai regulasi → Inisiasi terbentukan KAD Bappenas → Sinkronisasi program dg kementrian terkait → Evaluasi RM → Penguatan kapasitas RM KPDT →Fasilitasi pembentukan RM KKUKM →Dukungan program UKM di RM Koordinasi antar kementrian/ lembaga di pusat sangat minim

78 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

PEMERINTAH PROPINSI Berdasarkan Permendagri No. 23/2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja Sama Antar Daerah, peran yang diharapkan dari pemerintah propinsi adalah dalam hal pembinaan dan pengawasan (binwas). Binwas dilakukan dengan membentuk TKKSD (Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah) yang mempunyai tugas dalam hal penjajakan, negosiasi, penandatanganan, pelaksanaan dan pengakhiran. Berdasarkan data Ditjen PUM sampai saat ini ada 14 TKKSD tingkat Propinsi yang sudah dibentuk, namun belum diketahui sejauh mana peran yang telah dilakukan. Sementara itu, sebelum diberlakukannya permendagri tersebut urusan kerjasama antar daerah umumnya berada dibawah koordinasi Sekretariat Daerah (Setda), baik berbentuk biro yang khusus mengurusi masalah kerja sama maupun tidak secara khusus. Untuk bentuk kelembagaan kerja sama RM (Regional Management) perwakilan dari pemerintah propinsi (Bakorwil ataupn Bappeda Propinsi) dimasukkan ke dalam struktur organisasinya sebagai salah satu anggota Dewan Eksekutif (DE). DE antara lain bertugas/bertanggung jawab mulai dari menyusun program kegiatan, perencanaan anggaran sampai dengan melakukan monitoring dan evaluasi. Salah satu kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah propinsi dalam RM adalah memfasilitasi advokasi dan pelatihan pada berbagai platform kerja sama antar daerah, bersama dengan KPDT dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) LEKAD (Lembaga Kerja Sama Antar Daerah). Peran pemerintah propinsi dalam RM yang cukup signifikan adalah di Jawa Tengah, yang juga berperan sebagai insiator awal kerja sama serta memfasilitasi program kegiatan yang berkaitan dengan lintas wilayah (kasus BKAD Subosukawonosraten) Adapun contoh peran propinsi yang cukup signifikan dalam mengkoordinasi kerja sama antara pemerintah daerah adalah Propinsi DI Yogyakarta. Sejak tahun 1990-an, tiga pemerintah daerah di Propinsi DI Yogyakarta meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul telah bekerja sama dengan koordinasi pemerintah propinsi dalam pelaksanaan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). Kegiatan utama P3KT adalah menyusun Program Investasi Jangka Menengah (PJM) khususnya untuk sektor prasarana perkotaan di Yogyakarta raya. Hal ini melahirkan gagasan untuk menindaklanjuti kerja sama yang telah tercipta tersebut dengan dirumuskannya konsep mengenai kelembagaan kerja sama yang diberi nama Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerintah propinsi yang ikut berperan dalam mendorong dan memperkuat kerja sama antar daerah kabupaten/kota di daerahnya saat ini jumlahnya masih sangat terbatas. Hanya beberapa pemerintah propinsi (seperti Jawa Tengah dan DIY) yang dapat dikatakan bahwa perannya cukup signifikan.

79 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan pelaku inti dari kerja sama yang dilakukan. Peran kepala pemerintah di tingkat ini sangat penting mengingat posisi dan wewenangnya sebagai pengambil keputusan tertinggi. Dapat dikatakan bahwa komitmen dari kepala daerah kabupaten/kota merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan keberlangsungan kerja sama antar daerah. Kurangnya komitmen kepala daerah menyebabkan banyaknya kerja sama daerah Kendala KAD dari sisi Pemerintah Kabupaten/Kota: yang tidak kunjung di implementasikan walaupun daerah yang bersangkutan sudah →Rendahnya respon daerah dalam membuat kesepakatan untuk bekerja sama. menginisiasi KAD disebabkan kurangnya pemahaman tentang manfaat KAD dan Disamping itu kondisi saat ini yang orientasi profit (bukan pelayanan publik) menunjukkan masih rendahnya respon daerah dalam menginisiasi kerja sama antar daerah, →Stagnasi kesepakatan KAD yang sudah dibuat, karena minimnya komitmen disinyalir karena kurangnya pemahaman dari kepala daerah (ego kedaerahan masih pihak pemerintah daerah itu sendiri mengenai tinggi) manfaat dari kerja sama daerah serta orientasi sebagian daerah bukan pada peningkatan pelayanan publik tapi pada perolehan keuntungan (profit) saja. Atas mandat Permendagri No. 23/2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja Sama Antar Daerah, tiap bupati/walikota diharuskan membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk membantu kepala daerah dalam menyiapkan kerja sama daerah. Persiapan yang dimaksud mulai dari inventarisasi/pemetaan bidang/potensi daerah yang akan dikerjasamakan, mempersiapkannya sampai dengan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama daerah kabupaten/kota. Sampai saat ini telah terbentuk 56 TKKSD kabupaten/kota yang tersebar di seluruh wilayah. Namun sampai saat ini belum ada informasi sejauh mana kegiatan yang telah dilakukan oleh TKKSD yang sudah terbentuk tersebut. Sementara itu sebelum diberlakukannya peraturan tersebut, di beberapa kabupaten/kota urusan kerja sama antar daerah umumnya berada dibawah koordinasi Sekretariat Daerah (Setda). Misalnya seperti pada Biro Kerjasama. Kab. Gunung Kidul, berdasarkan Perda tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD telah ditetapkan pembentukan Bagian Kerjasama dan Investasi pada tahun 2006. Kemudian berdasarkan Peraturan Bupati GunungKidul No. 179/2008, berubah menjadi Bagian Kerjasama dan Pengendalian Pertanahan dengan beberapa fungsi berikut (terkait dengan kerjasama) Penyusunan rencana kegiatan Bagian Kerjasama dan pengendalian pertanahan Perumusan kebijakan dan pengkoordinasian bidang kerja sama daerah 80 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Pelaksanaan promosi kerjasama Pemberian fasilitasi kerjasama Penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan antar lembaga lain Pengkajian dan pengembangan kerjasama daerah Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan kerjasama daerah Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan Bagian Kerjasama

Saat ini Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul sedang menyusun Draft Peraturan Bupati tentang Tata Cara Kerjasama Daerah, dan telah dikonsultasikan ke Kementrian Dalam Negeri, Kanwil Kemkumham dan Pemprop DIY. Draft tersebut saat ini sedang diproses oleh Bagian Hukum Setda Kabupaten Gunung Kidul. NON PEMERINTAH Pembahasan pelaku non pemerintah meliputi seluruh unsur masyarakat (umum, profesional, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, perguruan tinggi), swasta (asosiasi, perbankan, industri, dll), Lembaga Swadaya Masyarakat, dan pihak donor.

→ Masyarakat dan Swasta Sudah seyogyanya masyarakat terlibat dalam konteks kerja sama antar daerah. Karena selain sebeai subyek, masyarakat juga merupakan obyek dari kerja sama yang paling mengetahui kebutuhan serta permasalahan yang di alami wilayahnya. Demikian pula halnya dengan pihak swasta.

Peran Non Pemerintah dalam KAD: Masyarakat →Perguruan Tinggi (inisiasi, sosialisasi, dll) →Profesional (Regional Manager&staf) Pihak Swasta →Asosiasi pengusaha & Organda LSM (Lekad) →Fasilitasi, advokasi, konsultasi Donor (GTZ, UNDP, USAID, SDC) → Fasilitasi, advokasi, konsultasi

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat serta pihak swasta dalam kerja sama antar daerah masih sangat minim. Keterlibatan hanya terbatas pada beberapa kalangan saja: Perguruan Tinggi, seperti: Dukungan Universitas Diponegoro (Undip) dalam menginisaiasi Lembaga Promosi dan Investasi yang menandai berdirinya RM Sampan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) bekerjasama dengan RM Barlingmascakeb menyelenggarakan sosialisasi, road show, seminar/semiloka pengembangan Kerjasama Antar Daerah Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Atmajaya Yogyakarta bekerja sama dengan Kartamantul

81 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Kalangan Profesional, yaitu sebagai regional manajer dan beberapa staf pendukungnya (dalam RM dan sekretariat bersama) Asosiasi, seperti asosiasi pengusaha (Barlingmascakeb), asosiasi pengusaha hotel dan asosiasi pengusaha meubel (Subosukawonosraten), dan Organda (Kartamantul)

→ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Swadaya Masyarakat yang paling banyak berperan dalam memfasilitasi kerja sama daerah pada saat ini adalah Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja sama antar Daerah (LEKAD). Sejak didirikan pada tahun 2005, LEKAD telah melakukan berbagai kegiatan fasilitasi, advokasi, konsultasi serta pelatihan terkait dengan kerja sama antar daerah. Dalam melakukan berbagai kegiatannya, LEKAD kerap kali bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional seperti GTZ (Germany Technical Cooperation). Kegiatan yang telah dilakukan di tingkat pusat antara lain seperti diskusi terbatas, seminar, dan fasilitasi beberapa wilayah Kerja Sama Antar Daerah bersama dengan beberapa Kementrian seperti KPDT, Kementrian Dalam Negeri, Bappenas dan KKUKM. Sedangkan di tingkat daerah, kegiatan yang telah dilakukan oleh LEKAD bersama dengan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota umumnya terkait dengan advokasi, konsultasi serta pelatihan dalam memfasilitasi pembentukan dan pengembangan di wilayah kerja sama antar daerah. Bersama dengan KPDT dan dengan difasilitasi oleh pemerintah propinsi wilayah kerja sama daerah terkait, LEKAD telah melakukan advokasi serta pelatihan di beberapa wilayah RM hasil fasilitasi KPDT, meliputi RM Aksess (Sulawesi Selatan), RM Lake Toba (Sumatera Utara), RM Jonjok Batur (Nusa Tenggara Barat), RM Janghiangbong (Bengkulu), RM Setara Kuat (Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan). Selain itu juga LEKAD membantu kegiatan KPDT dalam mengembangkan strategi Regional Management untuk kerjasama daerah di beberapa wilayah seperti Teluk Tomini, Teluk Bone dan Teluk Cendrawasih. →Lembaga Donor Ada beberapa lembaga donor yang ikut berperan dalam mengembangkan kerja sama antar daerah di Indonesia, yaitu GTZ, UNDP, USAID, SDC. GTZ (Germany Technical Cooperation), atau yang sekarang berubah naman menjadi GIZ (Germany International Cooperation) dapat dikatakan merupakan lembaga donor yang paling banyak berperan dalam memfasilitasi kerja sama antar pemerintah daerah di Indonesia. Melalui proyek GLG (Good Local Governance) atau Tata Pemerintahan Daerah yang Baik dan RED selama 2006-2009 GTZ telah memfasilitasi beberapa kerjasama antar daerah di beberapa daerah di Jawa Tengah (seperti RM Sampan dan BKAD Kedu), DI Yogyakarta (Sekber Kartamantul). Di RM Sampan dan Kedu, GLG GTZ memfasilitasi penerapan kajian kebutuhan pengembangan kapasitas. Sementara di Kartamantul, GLG GTZ memperkuat manajeman Sekber dan juga menginisiasi topik baru kerjasama, yaitu perencanaan tata guna lahan. Disamping itu GTZ-GLG dengan bekerja sama dengan lembaga lain menghasilkan beberapa publikasi yang dapat dijadikan acuan dan bermanfaat bagi pengembangan kerja sama antar pemerintah daerah di Indonesia, yaitu:

82 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

a) Kajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pelaksanaan KAD untuk meningkatkan Penyelenggaraan Pelayanan Umum Di Jawa Tengah (2007) b) Dampak KAD terhadap Pembangunan Propinsi serta Peranan Propinsi dalam Mendukung Kerja Antar kabupaten/Kota di Jawa Tengah (2007) c) Pre-Institusionalisasi dan Penyusunan Program Dukungan bagi Kerjasama antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah di Wilayah Pekalongan (Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan dan Kab. Batang) (2008) d) Pengembangan Kapasitas untuk Kerjasama Antar Daerah di Wilayah Kedu Plus dengan Fokus Utama pada Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Tata Ruang (2009) e) Dukungan dan Fasilitasi Penyusunan Program Bersama Pelayanan Umum di Kawasan Perbatasan dalam Kerangka Kerja Sama Penataan Ruang di Wilayah KAD Sampan (2009) f) Fasilitasi Pelembagaan Kerjasama Pelayanan Publik (kesehatan, pendidikan, dan tata ruang dan lingkungan) antar Daerah Kabupaten/Kota di Wilayah Kedu Plus (2009); Penulis: Anang Gurendro g) Merajut Kepentingan, Menebar Kesejahteraan: Upaya Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Kerjasama Antar Daerah (2009) Sementara itu, SDC (Swiss Agency for Development Cooperation) atau Lembaga Kerja sama Pembangunan Swiss membawa gagasan kerja sama antar daerah. Melalui proyek YUDP (Yogyakarta Urban Development Project) atau Proyek Pembangunan Perkotaan Yogyakarta, SDC mengimplementasikan gagasan kerja sama tersebut ke dalam suatu konsep dan percontohan kerja sama secara nyata yaitu kerja sama antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul atau yang dikenal dengan sebutan Kartamantul. Lembaga asing lainnya yang juga ikut berperan dalam kerja sama antar daerah di Indonesia adalah USAID melalui proyek DEMY BIGG (Decentralized Environmental Management for Yogyakarta – Building Institution for Good Governance) berupa dukungan pada tataran teknis dan kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan daerah yang baik. Proyek tersebut antara lain dilakukan di Kartamantul. Sedangkan UNDP melaui proyek Partnership for Government Reform in Indonesia pada tahun anggaran 2004/2005 memberikan dukungan anggaran sebesar Rp 1, 5 milyar kepada Barlingmascakeb.

4.7 Peluang dan Tantangan KAD di Indonesia Berikut ini adalah kesimpulan yang dapat diambil terkait dengan kekuatan/peluang serta kelemahan/ hambatan kerjasama antar daerah yang terjadi di Indonesia selama ini.

83 | P a g e


A

84 | P a g e

Peran masyarakat: relatif rendah, terbatas pada partisipasi beberapa perguruan tinggi (yang masih harus ditingkatkan lagi) serta beberapa asosiasi saja

Kendala birokrasi terkait dengan rantai pengambilan keputusan dan penyebarluasan informasi di daerah yang bekerja sama

N

Contoh kasus: staf BKAD yang sebagian merupakan PNS yg mempunyai tugas pokok dalam pemerintahan tidak bisa fokus mengelola KAD

A

Banyaknya kesepakatan kerja sama daerah yang tidak ditindaklanjuti ataupun mengalami stagnasi dikarenakan minimnya komitmen pimpinan daerah atau tingginya ego kedaerahan

Rendahnya respon daerah dalam menginisiasi KAD, disebabkan kurang pahamnya pihak pemerintah daerah akan manfaat KAD serta orientasi sebagian daerah terhadap profit bukan pelayanan masyarakat

Pemerintah Kabupaten/Kota:

Pemerintah Propinsi: jumlah pemerintah propinsi yang berperan dalam KAD masih terbatas (DI Yogyakarta dan Jawa Tengah), karena belum terlalu dipahami bahwa peran pripinsi adalah sebagai wakil pemerintah pusat (fungsi fasilitasi, mediasi, katalisator)

Pemerintah Pusat: Belum adanya 3K (koordinasi, komunikasi dan kerjasama) lintas sektoral di tingkat pusat

Peran stakeholder KAD belum sesuai dengan harapan:

Fungsi regional marketing belum terintegrasi

G

Tema KAD mulai merambah berbagai Kementerian

Dukungan pemerintah pusat untuk penguatan dan pengembangan KAD

Peran pemerintah pusat:

Penggunaan tenaga profesional di beberapa KAD berdampak pada efektivitas KAD

Tingginya legitimasi kelembagaan KAD yang sudah terbentuk

Terdapat berbagai pola kelembagaan KAD yang telah berkembang dan menunjukkan hasil serta manfaat yang cukup baik

KELEMAHAN/TANTANGAN

Terbatasnya kapasitas personil pengelola KAD yang berasal dari kalangan PNS karena terkendala dengan tupoksi utamanya

A

B

M

E

L

E

K

KEKUATAN/PELUANG

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


I

S

A

L

U

G

E

R

KELEMAHAN/TANTANGAN

85 | P a g e

Regulasi terkait keuangan KAD, yaitu Permendagri No 13/2006 yg direvisi dengan Permendagri No 59/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah berdampak pada keraguan daerah untuk melakukan kerjasama, karena belum jelasnya pos anggaran dan peraturan pengelolaan keuangan daerah (terkait pasal 42-44 tentang hibah) Belum adanya panduan/pedoman operasional yang sangat dibutuhkan daerah dalam melaksanakan kerja sama.

Adanya amanat kerjasama antar Beberapa pasal dalam PP No 50/2007 dirasakan menjadi kendala: Inisiatif awal kerja sama harus dari pihak daerah, padahal dalam kenyataannya pihak daerah berdasarkan UU No. lain (baik pemerintah maupun non pemerintah) bisa saja menjadi inisiator awal jika 32/2004 tentang Pemerintah melihat potensi/peluang diadakannya kerjasama (pasal 7) Daerah Penyelesaian perselisihan (pasal 14 dan 15)dengan cara keputusan gubernur (untuk Adanya beberapa peraturan kabupaten/kota) atau keputusan menteri (untuk propinsi), bertentangan dengan perundangan yang memayungi prinsip kerjasama “persamaan kedudukan� {pasal 2 poin (h)}. kerjasama antar daerah (PP Masih banyak daerah yang menganggap bahwa Badan kerja sama adalah merupakan 50/2007, Permendagri 22/2009 perangkat daerah yang harus dibentuk dengan mengacu pada PP No. 41/2007 tentang dan Permendagri 23/2009) Organisasi Perangkat Daerah. Permendagri No 37/2010 Salah satu tugas badan kerja sama yang dijelaskan dalam pasal 25 yaitu melakukan tentang Pedoman Penyusunan pengelolaan atas pelaksaan kerja sama, seringkali dimengerti oleh pihak daerah APBD Tahun 2011 memberikan sebagai eksekutor atau pelaksana teknis dari kerjasama daerah tersebut. kepastian hukum tentang Permendagri No 22/2009 dan No. 23/2009 dirasakan: sumber pembiayaan KAD Kurang memberikan ruang bagi pihak daerah untuk melakukan kerja sama, terkait (walaupun hanya untuk tahun dengan: 2011 saja) Tahapan kerjasama daerah dirasakan terlalu panjang dan kaku Kekhawatiran TKKSD (yang seluruhnya berisikan staf struktural) akan menjadi badan kerjasama antar daerah Belum membuka ruang bagi kalangan masyarakat umum/ profesional untuk berperan serta secara aktif sebagai mitra dalam kerjasama antar daerah. Peluang hanya terbatas pada tenaga ahli/pakar kerja sama (pasal 5 Permendagri 22/2009). Belum mencakup bahasan tentang bagaimana cara pemerintah daerah untuk melaksanakan tahapan kerja sama yang telah ditentukan Belum dapat mengakomodir keberadaan lembaga kerjasama yang ada

KEKUATAN/PELUANG

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


Kesulitan dalam menyelaraskan/ mengintegrasikan rencana kegiatan KAD dengan RPJM/Renstra

KELEMAHAN/TANTANGAN

Dukungan pembiayaan dari berbagai pihak (pemerintah pusat, propinsi dan donor)

86 | P a g e

Proses Monev belum berjalan (indikator belum ditetapkan)

PERENCANAAN Mengintegrasikan perencanaan KAD dengan proses Sinkronisasi program lembaga KAD dengan daerah anggota kerjasama. perencanaan yang ada, dengan melakukan Daerah anggota kerjasama menghadapi kesulitan dalam memadukan Musrenbangreg sebelum Musrenbangprop pengalokasian anggaran antara daerah pada tahun yang sama, karena DAN ataupun Musrenbangda. Sehingga KAD dapat iuran pendanaan relatif terbatas. Di sisi lain masih terjadi inefisiensi, menjadi partner di dalam Renja SKPD untuk dengan terjadinya tumpang tindih program (dilakukan oleh lembaga PEMBIAYAAN masalah lintas wilayah administratif KAD sekaligus juga oleh SKPD daerah anggota)

Hasil positif/manfaat beberapa KAD (pelayanan publik dan pembangunan ekonomi regional)

KEKUATAN/PELUANG

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

BAB 5 TUPOKSI DAN KEBIJAKAN DITJEN PUM TERKAIT KAD

B

erdasarkan PP No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah

Pusat, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota, urusan pengelolaan serta koordinasi kerjasama antar daerah berada dibawah kewenangan Kementrian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum (Ditjen PUM)

5.1

Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi

Keputusan Presiden No 88/2003 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Departemen yang ditindaklanjuti Peraturan Menteri Dalam Negeri No 41/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian dalam Negeri, menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum (selanjutnya disingkat dengan Ditjen PUM) merupakan salah satu dari tujuh47 Ditjen yang ada di dalam struktur organisasi Kementrian Dalam Negeri. Adapun tugas Ditjen PUM adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemerintahan umum. Sedangkan fungsinya adalah: a. Perumusan kebijakan di bidang pemerintahan umum Tugas dari Sub Direktorat b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pemerintahan Kerjasama Daerah adalah umum melaksanakan penyiapan c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan perumusan kebijakan, kriteria di bidang pemerintahan umum pembinaan, fasilitasi serta d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di monitoring dan evaluasi bidang pemerintahan umum penyelenggaraan kerjasama e. Pelaksanaan administrasi Dirjen PUM Secara struktural Ditjen PUM terbagi atas lima direktorat dan satu sekretariat, dimana salah satu direktoranya adalah Direktorat Dekonsentrasi dan

antar daerah dan daerah dengan pihak ketiga.

47

Ke enam Ditjen lainnya adalah: Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik, Ditjen Otonomi Daerah, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, serta Ditjen Keuangan Daerah.

87 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

Kerjasama yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum di bidang dekonsentrasi dan kerjasama. Sedangkan fungsi direktorat ini meliputi: a. Penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan b. Penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pembinaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah c. Penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pembinaan kerjasama daerah d. Penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pembinaan kecamatan e. Penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pembinaan pelayanan umum f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat Secara khusus, fungsi dalam poin c merupakan bagian tugas dari Sub Direktorat Kerjasama Daerah (selanjutnya disingkat menjadi Subdit KD), yang merupakan salah satu subdit dari 5 subdit serta 1 sub bag yang berada di dalam Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama. Secara lengkap, tugas dari Subdit KD adalah melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pembinaan, fasilitasi serta monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kerjasama antar daerah dan daerah dengan pihak ketiga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdit KAD menyelenggarakan beberapa fungsi berikut: a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan koordinasi kerjasama antar daerah b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan koordinasi kerjasama daerah dengan pihak ketiga c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi pemberdayaan kapasitas kelembagaan kerjasama d. Pemantauan evaluasi pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah dan pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Secara lebih rinci, dapat disimpulkan bahwa tugas Ditjen PUM dalam kerjasama antar daerah adalah: 1. Membuat regulasi 2. Mengawal kerjasama daerah 3. Mendorong kerjasama daerah 4. Memperkuat kerjasama 5. Mensosialisasikannya kepada seluruh stakeholder terkait Dalam melaksanakan tugasnya, subdit KD dibagi menjadi 2 seksi: 1. Seksi Kerjasama I, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi serta monitoring dan evaluasi kerjasama antar pemerintah daerah, serta pemberdayaan kapasitas kelembagaan kerjasama antar daerah 2. Seksi Kerjasama II, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi serta monitoring dan evaluasi kerjasama dengan pihak ketiga, serta pemberdayaan kapasitas kelembagaan kerjasama dengan pihak ketiga 88 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

GAMBAR 5.1 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DITJEN PEMERINTAHAN UMUM KEMENTRIAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM

SEKRETARIAT DITJEN KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

DIREKTORAT

DIREKTORAT

DIREKTORAT

DIREKTORAT

DIREKTORAT

DEKONSENTRASI DAN KERJASAMA

WILAYAH ADMINISTRASI DAN PERBATASAN

POLISI PAMONG PRAJA, DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

KAWASAN DAN PERTANAHAN

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA

SUBBAG TATA USAHA SUBDIT DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

SUBDIT FASILITASI GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH SUBDIT KERJASAMA DAERAH

SEKSI KERJASAMA I

SEKSI KERJASAMA II

SUBDIT FASILITASI KECAMATAN

SUBDIT FASILITASI PELAYANAN UMUM

89 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

5.2 Kebijakan Ditjen PUM terkait KAD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 telah mengarahkan antara lain pada pembangunan ekonomi dan wilayah berkelanjutan, serta untuk mengembangkan kekuatan daya saing kewilayahan melalui interaksi antar daerah yang didorong dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan antar daerah. Untuk itu peran kerja sama antar daerah menjadi semakin dibutuhkan realisasinya. Dalam RPJPN juga disebutkan tentang arah kebijakan untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kerjasama antar daerah dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif setiap daerah, menghilangkan ego daerah yang berlebihan, serta menghindari timbulnya inefisiensi dalam pelayanan publik. Berdasarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum (selanjutnya disebut dengan Ditjen PUM) memiliki prioritas: 1. Reformasi birokrasi dan tata kelola 2. Iklim investasi dan iklim usaha 3. Daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik Ketiga prioritas kemudian dijabarkan menjadi program stratejik Ditjen PUM 2010-2014 yaitu Program penguatan penyelenggaraan pemerintahan umum. Kemudian program diukur efektivitasnya melalui 8 indikator kinerja program, dimana satu diantaranya terkait dengan kerjasama antar daerah yaitu Prosentase peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan kerjasama daerah dalam bidang ekonomi, prasarana dan pelayanan publik. Program stratejik Ditjen PUM 2010-2014 diturunkan menjadi enam kegiatan, satu diantaranya terkait dengan kegiatan kerjasama antar daerah yaitu Penyelenggaraan hubungan pusat dan daerah serta kerjasama daerah (lihat Tabel 5.1). Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050 – 222 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Tahun 2010-2014, tujuan dari Ditjen PUM secara umum adalah meningkatkan sinergitas hubungan antar pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan umum. Tujuan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa sasaran, satu diantaranya terkait dengan kerjasama antara daerah yaitu Meningkatnya pelaksanaan kerjasama antar daerah dan pembinaan wilayah dalam rangka harmonisasi hubungan antara susunan pemerintahan, yang kemudian diukur melalui 4 indikator sasaran. Uraian lengkap mengenai Renstra dapat dilihat pada tabel 5.2

90 | P a g e


Prioritas Kemendagri

Poin 1, 4, 6, 7, dan 10 dari prioritas pembangunan nasional

Prioritas Pembangunan Nasional

1).Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; 2).Pendidikan; 3).Kesehatan; 4).Penanggulangan Kemiskinan; 5).Ketahanan Pangan; 6).Infrastruktur; 7).Ilkim investasi dan iklim usaha; 8).Energi; 9).Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana; 10).Daerah Tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik; 11).Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi;

1.Reformasi birokrasi dan tata kelola 2.Iklim investasi dan iklim usaha 3.Daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik

Prioritas Ditjen PUM

13 program

Program Strategik Kemendagri 2010-2014 Program penguatan penyelenggaraan pemerintahan umum

Program Strategik Ditjen PUM 2010-2014 1 dari 6 kegiatan yaitu: Penyelenggaraan hubungan pusat dan daerah serta kerjasama daerah

Prosentase peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan kerjasama daerah dalam bidang ekonomi, prasarana dan pelayanan publik

Kegiatan Ditjen PUM 2010-2014 (terkait KAD)

1 dari 8 indikator, yaitu:

Indikator Kinerja Program (terkait KAD)

Diukur melalui IKU (Indikator Kinerja Utama)

91 | P a g e

9 dari 11 indikator: 1. Jumlah rumusan kebijakan dan produk hukum bidang pusat dan daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Terfasilitasinya kerjasama antar daerah, dan penyelenggaraan peningkatan pelayanan umum hubungan pusat 2. Jumlah laporan monitoring dan evaluasi dan daerah, hubungan pusat dan daerah, dekonsentrasi dan dekonsentrasi dan tugas pembantuan, tugas kerjasama antar daerah dan pembantuan, peningkatan pelayanan umum kerjasama antar (triwulan, semester dan akhir tahun) daerah, dan 3. Prosentase peningkatan jumlah daerah peningkatan yang melaksanakan kerjasama daerah pelayanan umum dalam bidang ekonomi, prasarana dan dalam rangka pelayanan publik harmonisasi 4. Prosentase jumlah daerah yang hubungan antar menerima manfaat dari kerjasama susunan daerah dalam bidang ekonomi, pemerintahan. prasarana, dan pelayanan publik 5. Jumlah sistem database dan sistem monev kerjasama daerah yang disusun 6. Jumlah pemetaan pelaksanaan kerjasama daerah baik yang sukses maupun yang gagal 7. Jumlah pemutakhiran pemetaan pelaksanaan kerjasama daerah baik yang sukses maupun yang gagal 8. Prosentase jumlah kegiatan fasilitasi kerjasama atnar daerah yang diusulkan 9. Prosentase jumlah kegiatan DKTP yang dilaporkan oleh tim DKTP propinsi 1 dari 6 sasaran yaitu:

Sasaran Kegiatan Ditjen PUM (terkait KAD)

TABEL 5.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAH UMUM

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011


Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan umum dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

VISI

7.

6.

5.

4.

3.

2.

1.

Memperkuat kerukunan nasional melalui persatuan dan kesatuan nasional dalam kerangka NKRI Memfasiltiasi terciptanya ketentraman dan ketertiban umum, perlindungan masyarakat dan penegakan hak-hak sipil Memfasilitasi terwujudnya kepastian hukum batas wilayah negara dan peningkatan kerjsama sosial, ekonomi dan budaya antar negara yang berbatasan dengan NKRI, penegasan daerah di lapangan, penyelenggaraan toponimi dan pemetaan batas wilayah administrasi pemerintahan serta penyelesaian sengketa pertanahan Memfasilitasi terwujudnya penyelenggaraan hubungan pusat dan daerah dan pelaksanaan azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, peningkatan kerjasama antar daerah, kerjasama daerah dengan pihak ketiga serta mewujudkan terciptanya peningkatan kualitas pelayanan umum Memfasilitasi penyelenggaraan kewenangan daerah di kawasan otorita Memfasiltiasi penyelenggaraan manajemen pencegahan dan penganggulanan bencana Mendorong terciptnya penyelengaraan pemerintah yang baik.

MISI

SASARAN

Meningkatkan 1. Meningkatnya dukungan sinergitas hubungan reformasi di bidang pelayanan pusat daerah dalam umum penyelenggaraan 2. Meningkatnya pelaksanaan pemerintahan umum kerjasama antar daerah dan pembinaan wilayah dalam rangka harmonisasi hubungan antar susunan pemerintahan 3. Meningkatnya pengembangan wilayah perbatasan antar negara 4. Meningkatnya penataan wilayah administrasi, penegasan batas antar daerah dan toponimi 5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan aparat Satpol PP dan Satlinmas 6. Meningkatnya pengembangan kawasan khusus di daerah 7. Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan sarpras pemerintahan pasca bencana/pengurangan resiko bencana

TUJUAN

TABEL 5.2 RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAH UMUM (DITJEN PUM)

RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

92 | P a g e

Sasaran ke-2 (terkait KAD) dicapai dengan indikator: 1. Jumlah daerah yang difasilitasi dalam rangka pengembangan kerja sama ekonomi daerah 2. Jumlah sistem database & sistem monev, serta pemetaan dan pemuktakhiran data kerjasama daerah 3. Prosentase jumlah kegiatan fasilitasi kerjasama antar daerah yang diusulkan 4. Prosentase jumlah kegiatan DKTP yang dilaporkan oleh tim DKTP Propinsi

INDIKATOR SASARAN


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

5.3 Rencana Ditjen PUM Untuk Mengembangkan KAD di Masa Datang Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2011 terdapat program terkait Kerja sama antar Daerah, yaitu dibawah Ditjen Pemerintahan Umum (PUM) dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda). Dibawah PUM telah disediakan program penguatan penyelenggaraan pemerintah umum melalui kegiatan penyelenggaraan hubungan Pusat dan Daerah serta Kerja Sama Daerah. Untuk tahun 2011 Sub Direktorat Kerjasama Daerah telah menyusun beberapa kegiatan disertai dengan output yang diharapkan. TABEL 5.3 MATRIK KEGIATAN SUBDIT KERJASAMA DAERAH TAHUN 2011 No.

Kegiatan

Output

1.

Finalisasi norma, standar, pedoman dan manual sebagai implementasi PP No. 50/2007

Tersedianya NSPM sebagai implementasi PP No. 50/2007

2.

Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kerjasama antar daerah

Tersusunnya rekomendasi tata cara pembinaan dan pengawasan kerjasama antar daerah

3.

Pendampingan dekonsentrasi kegiatan fasilitasi pengembangan kerjasama daerah

Terlaksananya program dekonsentrasi kegiatan fasilitasi pengembangan kerjasama daerah

4.

Fasilitasi asistensi dan supervisi pelaksanaan kerjasama antar daerah

Terlaksananya fasilitasi pelaksanaan kerjasama antar daerah dan pihak ketiga di 9 propinsi

5.

Evaluasi pelaksanaan kerjasama daerah

Tersedianya rekomendasi tentang pelaksanaan kerjasama daerah

6.

Sosialisasi perundangan terkait kerjasama daerah

Tersosialisasikannya produk hukum tentang kerjasama daerah di 25 propinsi

7.

Fasilitasi penanganan masalah kerjasama daerah

Tersedianya rekomendasi tentang penanganan masalah kerjasama antar daerah

8.

Penyelenggaraan dekonsentrasi kegiatan pengembangan kerjasama ekonomi darah di 9 propinsi

Meningkatnya kapasitas aparat pemda dalam pengembangan kerjasama ekonomi daerah di 9 propinsi (NAD, Riau, Banten, Jatim, Kalteng, Sulsel, NTB, Maluku dan Sulbar)

9.

Sosialisasi dan updating data sistem potensi daerah yang akan dikerjasamakan antar daerah maupun pihak ketiga

Tersedianya database potensi daerah dalam rangka kerjasama daerah maupun dengan pihak ketiga.

93 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

5.4 Komunikasi, Kerjasama dan Koordinasi Ditjen PUM Komunikasi, kerjasama serta koordinasi seyogyanya dilakukan oleh Subdit Kerjasama dengan beberapa kementrian ataupun lembaga di tingkat pusat yang terkait dengan program kerjasama antar daerah. Sampai saat ini dapat dikatakan bahwa komunikasi, kerjasama maupun koordinasi yang telah dilakukan sangatlah terbatas. Ada beberapa lembaga/kementrian di tingkat pusat yang juga memiliki kewenangan ataupun terkait dengan urusan kerjasama antar daerah. Diantaranya adalah Direktorat Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda) Kementrian Dalam Negeri, Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah tertinggal serta Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas, Direktorat Kawasan Khusus Daerah tertinggal (khususnya Sub Direktorat Daerah Tertinggal) Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), serta Deputi VII Bidang Pengkajian Sumber Daya Usaha Kecil dan Menengah Kementrian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KKUKM). Dibandingkan dengan lembaga lainnya, dapat dikatakan bahwa komunikasi, kerjasama serta koordinasi yang terjalin antara Subdit KAD dengan Ditjen Bina Bangda lebih intensif. Misalnya pada saat penyusunan Permendagri No 22/2009 serta Permendagri No. 23/2009, proses perancangan Permendagri tentang Sister City. Dengan Bappenas, koordinasi yang dilakukan sesuai dengan tupoksi dari Subdit yang bersangkutan di Bappenas yaitu penyusunan rencana kegiatan tahunan, koordinasi serta sinkronisasi program. Sedangkan dengan KPDT dan KUKM, Subdit KAD belum pernah berkomunikasi, berkoordinasi maupun bekerjasama. Untuk itu kebutuhan komunikasi, koordinasi serta kerjasama antar lembaga ataupun kementrian pusat perlu lebih ditingkatkan. Amanat dari Permendagri No 23/2009 mengenai pembentukan Sekretariat Bersama yang berkedudukan di Ditjen PUM, pada saat terbentuk nanti diharapkan dapat menjadi wadah bagi lembaga maupun kementrian di tingkat pusat untuk saling berkoordinasi, agar tidak terjadi program kerja yang tumpang tindih ataupun kebijakan dan kegiatan yang kontra produktif dalam upaya pengembangan KAD di masa datang.

94 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

DAFTAR REFERENSI Albrow, Martin, 2005, Birokrasi, Tiara Wacana, Jakarta Anwar, Makhdonal, Tenaga Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010, “Laporan Februari 2010, Evaluasi RM KPDT dan Input Untuk Rencana Aksi 2010”. Anwar, Makhdonal, 2010, Konsep Manajeman Wilayah Solo Raya: Restrukturisasi BKAD Subosukawonosraten, GTZ Abdurahman, B., 2011, Bahan Presentasi Dukungan Bappenas terhadap 10 Forum Regional Management: Kegiatan Peningkatan Kapasitas Perencanaan KSAD, DSF Abdurahman, B., 2011, Laporan Awal Dukungan Bappenas terhadap 10 Forum Regional Management: Kegiatan Peningkatan Kapasitas Perencanaan KSAD, DSF Abdurahman, B., 2009, Pemahaman Dasar Regional Management & Regional Marketing, Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja Sama Antar Daerah, Semarang Barlingmascakeb, 2010, Prosiding Semiloka Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Kerjasama Antar Daerah, Purwokerto Buletin Kartamantul Edisi 6 Tahun I/2006, Yogyakarta Buletin Kartamantul Edisi 7 Tahun I/2007, Yogyakarta Daftar Inventarisasi Kerja Sama Antar Daerah Kabupaten/Kota Daryanto, 2009, Tinjauan Yuridis Permasalahan Pengelolaan Keuangan Daerah dalam KerjaSama Antar Daerah (KAD) di Prpinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, GTZ Decentralization as Contribution to Good Governance (DECGG), 2010, Prosiding Lokakarya dan Pelatihan Pengenalan Dasar-Dasar Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan Perumusan Dokumen Legal dan Administratif bagi KAD, Semarang Departemen Dalam Negeri Ditjen Pemerintahan Umum, 2009, Himpunan Pedoman Penyelenggaraan Kerja Sama Daerah Fahmi, F.Z, 2010, Pelajaran dari Efektivitas Kerja Sama Antar Pemerintah Daerah di Kartamantul: Ringkasan Tugas Akhir di Planologi ITB, Bandung Firman, Tommy, 2009, Multi local-government under Indonesia’s decentralization reform: The Case of Kartamantul (Greater Yogyakarta), Habitat International GTZ, 2006, Bersama Mengelola Perkotaan: Kerja Sama Antar Daerah Kartamantul, Yogyakarta GTZ, 2009, Good Local Governance (GLG) 2006-2009: Compilation of Publications 95 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011

GTZ, 2010, Prosiding Lokakarya Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam Kerja Sama Antar Daerah, Jakarta GTZ, 2008, Model Kerja Sama Penataaan Ruang Kawasan Perbatasan, Kasus: Kawasan Mirota Jl. Godean, Yogyakarta Gurendo, A., 2009, Fasilitasi Pelembagaan Kerja Sama Pelayanan Publik (Kesehatan, Pendidikan, dan Tata Ruang dan Lingkungan) Antar-Daerah Kabupaten/Kota di Wilayah Kedu Plus, GTZ Haryanto, R., 2010,Notulensi dan Summary Pengelolaan Keuangan Daerah dalam KerjaSama Antar Daerah¸Purwokerto Henry, N. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood Cliffs, N.J. Heintel, M., 2005, Regionalmanagement in Ă–sterreich. Professionalisierung und Lernorientierung. Keban, Y.T., 2009, Kerja Sama Antar Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi: Isu Strategis, Bentuk dan Prinsip, Yogyakarta Kementrian Dalam Negeri, Ditjen PUM, 2010, Keputusan Menteri Dalam Negeri No 050-222 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Tahun 2010-2014 Kementrian Dalam Negeri, Ditjen PUM Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama, 2010, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Rapat Evaluasi Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah Kementrian Dalam Negeri, Ditjen PUM Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama, 2010, Prosiding Rapat Finalisasi Norma, Standar, Pedoman dan Manual sebagai Tindak Lanjut PP No 50 Tahun 2007 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2007. Regional Management, Panduan Pembentukan dan Pengelolaan. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Lekad, 2007, Laporan Akhir Dampak Kerja Sama Antar-Daerah terhadap Pembangunan Provinsi serta Peranan Pemerintah Provinsi dalam Mendukung Kerja Sama Antar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, GTZ Lekad, 2007, Laporan Akhir Kajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah untuk Meningkatkan Penyelenggaraan Pelayanan Umum di Jawa Tengah, GTZ Magister Pembangunan Wiilayah & Kota Universitas Diponegoro, Regional Management & Marketing

96 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 McGuire, Michael, 2006, "Intergovernmental Management : A View From The Bottom", Public Administration Review Maier, J., Obermaier, F.: Regionalmanagement in der Praxis. Hrsg.: Bayerisches Staatsministerium f端r Landesentwicklung und Umweltfragen, M端nchen 2000. OeSB Consulting, 2004, Systematische Evaluierung des Regionalmanagements in Oesterreich.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 69 Tahun 2007 tentang Kerja Sama Pembangunan Perkotaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 37 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerjasama Antar Daerah. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum Peraturan Pemerintah 57/2005 tentang Hibah kepada daerah Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKKIP) Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 20042009 97 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kerjasama Daerah Pratikno (Ed.), 2007, Kerjasama Antar Daerah : Kompleksitas dan Tawaran Format Kelembagaan, Jogja Global Media, Yogyakarta. Prinsip-prinsip Good Governance, http://www.governanceindonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=74 Regionalpolitik 1970 – 2007 und deren Finanzinstrumente, http://www.regiosuisse.ch/regionalpolitik/rp-verg-instrumente, Sanctyeka, T. dkk, 2009, Membangun Daerah Melalui Kerja Sama Pelayanan Publik dan Pengembangan Ekonomi Wilayah: Pembelajaran dari Kerja Sama Antar Daerah (KSAD) di Jawa Tengah dan DIY, GTZ Sanctyeka, T., 2009, Siasat Meretas Dilema Kerja Sama antar Daerah dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Sekretariat Bersama Kartamantul, 2008, Laporan Kegiatan Tahun 2007, Yogyakarta Schäffer, Verena: Regionalmanagement in Sachsen-Anhalt. Theoretische Grundlagen und praktische Ausgestaltung im Vergleich dreier Regionen. Diplomarbeit im Fachbereich Geographie an der Freien Universität Berlin 2003. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 120/1730/SJ Tanggal 13 Juli 2005 Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900/2677/SJ Tanggal 8 November 2007 Suwandi, Made, 2010, Menata Pembagian Urusan Pemerintah Antar Tingkat Pemerintahan dalam Koridor UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta Tarigan, A., 2009, Kerja Sama Antar Daerah (KAD) untuk Peningkatan Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Bappenas, Jakarta Troeger-Weiss, Gabi: Regionalmanagement. Ein neues Instrument der Landes- und Regionalplanung. Augsburg 1998. Tim Ahli Asdep V.5 KPDT, 2010. “Buku Saku Regional Management”. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara

98 | P a g e


RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR DAERAH APRIL 2011 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Waugh Jr, W.L. and G.Streib. 2006. “Collaboration and Leadership for Effective Emergency Management�. Yunus, U.M, 2005, Kerja Sama Antar Daerah di Era Otonomi: Belajar dari Keunikan Pawonsari, Jurnal Kebijakan Ekonomi Zeman, A., 2005, Regionalmanagement- Bestandsaufnahme und Potentialanalyse einer Institution am Beispiel Salzburgs. Zuhri, M., 2004, Penelitian Kerja Sama antar Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, Semarang

99 | P a g e





Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.