Resa ringkasan eksekutif

Page 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Regional Environmental and Social Assessment (RESA) and safeguards

Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP)


A - KFCP


DAFTAR SINGKATAN Singkatan

Kepanjangan

AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

ANDAL

Analisis Dampak Lingkungan

ARPF

Access Restriction Process Framework

BAPPENAS

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BLH

Badan Lingkungan Hidup

BOD

Biochemical Oxygen Demand

BOS

(lihat di bawah)

BOSF

Borneo Orang-utan Survival Foundation

BP

Bank Procedure (Bank Dunia)

BPS

Badan Pusat Statistik

CARE

CARE Indonesia

CE

Community Engagement

CIMPTROP

Centre for International Cooperation in Management of Tropical Peatland, Universitas Palangkaraya

CITES

Convention on International Trade of Endangered Species

CKPP

Central Kalimantan Peatland Project

COD

Chemical Oxygen Demand

DR

District Regulation

EA

Environmental Assessment

EcoP

Environmental Code of Practice

EIA

Environmental Impact Assessment

EMG

Environmental Management Guideline

EMRP

Ex-Mega Rice Project

FCPF

Forest Carbon Partnership Facility

FFS

Farmer Field School

FGD

Focus Group Discussion

GHG

Greenhouse gas

GoA

Government of Australia

GoI

Government of Indonesia

GR

Government Regulation

HDI

Human Development Index

HHs

Households

HPH

Hak Pengusahaan Hutan

HRDR

Hutan Rawa Dataran Rendah (low land swamp forest)

HRG

Hutan Rawa Gambut

IAFCP

Indonesia Australia Forest Carbon Parnership

ICRAF

International Center for Research in Agroforestry

IDR

Indonesian Rupiah

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 2


INCAS

Indonesian National Carbon Accounting System

Inpres

Instruksi Presiden

IPP

Indigenous Peoples Plan

ISDS

Integrated Safeguards Data Sheet

IUCN

International Union for Conservation of Nature

KA ANDAL

Kerangka Acuan Analisa Dampak Lingkungan

KFCP

Kalimantan Forests and Climate Partnership

KFCTF

Kalimantan Forests and Climate Trust Fund

KPHL

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung

M&E

Monitoring and Evaluation

MoE

Ministry of Environment

MoF

Ministry of Forestry

MRP

Mega Rice Project

N/A

Not Applicable

NGO

Non-Governmental Organisation

NJ2L

Nilai Jual Jasa Lingkungan

NLDS

National Lowland Development Strategy

NTFP

Non Timber Forest Product

NW

North-West

OP

Operational Policy (Bank Dunia)

OP/BP

Operational Policy/Bank Procedure (Bank Dunia)

PCDP

Public Consultation and Development Plan

PCRMP

Physical Cultural Resources Management Plan

PDD

Project Design Document

PLG

Proyek Lahan Gambut

PLN

Perusahaan Listrik Negara

PR

Provincial Regulation

PSF

Peat Swamp Forests

HRG

Hutan Rawa Gambut

PT RAS

PT Rejeki Alam Semesta

REDD+

Reducing Emissions from Deforestation and Degradation

RESA

Regional Environmental and Social Assessment (Kajian Lingkungan dan Sosial Regional)

RKL

Rencana Pengelolaan Lingkungan

RPJM

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

RPJMD

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes can be used when referring to a village-level development plan)

RPJP

Rencana Pembangunan Jangka Panjang

RPL

Rencana Pemantauan Lingkungan

RPP

Rolling Prioritisation Plan

RT

Rukun Tetangga

RTRW

Rencana Tata Ruang Wilayah

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 3


SKT

Surat Keterangan Tanah

SPI

Saluran Primer Induk

SPU

Saluran Primer Utama

SRTM

Shuttle Radar Topography Mission

ToR

Terms of Reference

TP

Tim Pemantauan/Pengawas

TPK

Tim Pengelola Kegiatan

UKL-UPL

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

UNFCCC

United Nations Framework Convention on Climate Change

UNPAR

Universitas Palangkaraya

VER

Verified Emission Reduction

WB

World Bank (Bank Dunia)

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 4


RINGKASAN EKSEKUTIF Tujuan Kajian Lingkungan dan Sosial Regional (RESA) Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP) atau Kemitraan Hutan dan Iklim Kalimantan adalah kegiatan demonstrasi Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, REDD +) pada suatu kubah gambut tunggal seluas 120.000 hektar (ha) di areal bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) di Kalimantan Tengah, Indonesia. Kubah gambut tersebut merupakan kawasan yang akan dianalisa di dalam RESA. Untuk mempermudah, maka dalam laporan ini kawasan tersebut disebut sebagai 'Wilayah KFCP'. Salah satu kegiatan utama KFCP adalah merehabilitasi daerah tersebut sehingga dengan demikian daerah dimaksud dapat mendemonstrasikan potensi pengurangan emisi karbon. Dalam pelaksanaan Rehabilitasi akan berdampak langsung pada hutan rawa gambut (HRG), lahan gambut, tata guna lahan, mata pencaharian dan desa-desa yang dekat dengan lokasi tersebut. KFCP secara resmi dimulai pada tahun 2009 dan berakhir Juli 2013. Atas persetujuan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia maka program KFCP diperpanjang sampai bulan Juni 2014. Kebutuhan untuk merehabilitasi kawasan bekas PPLG tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden No. 2/2007 dan didasarkan pada Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah (Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the Ex-Mega Rice Project Area in Central Kalimantan, "Master Plan"). Terdapat keselarasan antara perencanaan pemerintah saat ini dan tujuan KFCP. KFCP akan melaksanakan kegiatan dalam rangka memenuhi Inpres 2/2007 dan Master Plan Provinsi, sedangkan Keputusan Presiden No. 32/1990 adalah peraturan yang melarang pembangunan di daerah gambut dalam dan membatasi pilihan kegiatan pembangunan di sebagian besar wilayah KFCP. Kegiatan KFCP diharapkan dapat memberikan tambahan pendapatan melalui program REDD+, metode penerapan dan pengelolaan berbagai program untuk mengatasi deforestasi dan degradasi serta alternatif penggunaan lahan dan pilihan mata pencaharian lainnya yang layak di area tersebut. UNFCCC mendefinisikan REDD+ sebagai skema pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi cadangan karbon hutan, pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan peningkatan cadangan karbon hutan. Tujuan utama RESA adalah mengidentifikasi pilihan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan secara sosial untuk wilayah ini terlepas ada atau tidak-adanya proyek di kawasan daerah tersebut. RESA untuk KFCP karenanya dibuat sesuai dengan panduan Kajian Lingkungan Regional dari Bank Dunia (Regional Environmental Assessment, 1996) dan Kerangka Acuan (ToR) yang disetujui oleh Bank Dunia. Karena KFCP merupakan bagian dari Kemitraan Hutan Karbon Indonesia Australia (Indonesia Australia Forest Carbon Partnership, IAFCP) yang didanai Pemerintah Australia, maka program KFCP harus dilaksanakan sesuai dengan aturan Indonesia dan Australia. Selain itu program KFCP juga harus mematuhi Kebijakan Pengamanan atau Safeguard Lingkungan dan Sosial dari Bank Dunia, karena KFCP bermaksud menggunakan Dana Perwalian (Trust Fund) secara mandiri dari Bank Dunia untuk mengelola mekanisme demonstrasi pembayaran insentif (distribusi manfaat) bagi kegiatan masyarakat yang terkait dengan tujuan REDD+. Mengingat hubungan antara KFCP dan Trust Fund saling terkait dimana keduanya melaksanakan kegiatan dalam konteks dan perspektif perlindungan/safeguard dan juga karena di wilayah KFCP terdapat permasalahan lingkungan yang signifikan dan saling terkait, maka program yang dilaksanakan akan memberikan dampak yang signifikan pada seluruh wilayah tersebut, dan karena itu Bank Dunia meminta untuk disusun RESA. RESA untuk KFCP ini juga diperlukan oleh pemerintah, baik pusat maupun propinsi, karena safeguard sosial dan lingkungan REDD+ ini merupakan komponen inti dari kerangka kerjasama yang dikembangkan secara internasional untuk REDD+, seperti yang dibahas pada Konferensi Perubahan Iklim PBB pada tahun 2010 (CoP 16).

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 5


Tujuan utama RESA adalah mengidentifikasi dan membandingkan dua skenario pembangunan melalui kajian dampak kumulatif pada Komponen Ekosistem yang Bernilai (Valued Ecosystem Components, VECs). Skenario pembangunan dapat dibedakan menjadi dua skenario, yaitu: ‘tanpa-proyek’ (business as usual atau BAU) dan skenario ‘dengan proyek', di mana proyek ini adalah kegiatan demonstrasi KFCP. Disamping itu RESA juga bertujuan memberi informasi untuk pengembang program KFCP dalam mengidentifikasi alternatif desain dan bantuan proyek KFCP.

Metodologi Metode yang digunakan untuk mengembangkan RESA terdiri dari: (1) review atau tinjauan terhadap dokumen yang ada, termasuk berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh KFCP, (2) konsultasi dengan personil proyek mengenai perencanaan kegiatan lapangan, (3) studi atau kajian lapangan di 14 permukiman di wilayah KFCP untuk memverifikasi data dan mengatasi kesenjangan informasi melalui observasi dan konsultasi langsung lewat wawancara dan diskusi kelompok terfokus (FGD) di setiap lokasi desa, (4) diskusi dengan instansi pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten. Kajian juga dilakukan untuk perencanaan dan kebijakan pemerintah, hukum dan peraturan serta data terkait lainnya. Secara keseluruhan, struktur dokumen RESA akan menjelaskan informasi mengenai proses “kajian dampak kumulatif” atau Cumulative Impact Assessment ( CIA), yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Menentukan wilayah untuk CIA. Mengidentifikasi isu-isu kunci mengenai lingkungan dan sosial di Wilayah KFCP. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan sumber daya yang penting di Wilayah KFCP. Mengidentifikasi kegiatan kunci, rencana dan pembangunan untuk Wilayah KFCP. Menentukan parameter Skenario Pembangunan “dengan atau tanpa proyek”. Mengidentifikasi situasi awal/base line di dalam Wilayah KFCP. Mengidentifikasi Komponen Ekosistem yang Bernilai (VECs), berdasarkan konsultasi, arahan dalam perencanaan, dan pemahaman penggunaan sumber daya serta prioritas di daerah tersebut. 8. Mengkaji dampak dari berbagai kegiatan terhadap VECs. 9. Mengkaji dampak terhadap VECs dari berbagai sumber ditambah dampak proyek. Proses CIA memberikan informasi mengenai analisis alternatif, karena dampak “dengan dan tanpa proyek” terhadap VECs telah didefinisikan dengan jelas di dalam CIA, maka keduanya dapat dibandingkan secara langsung. Analisis lebih lanjut dari berbagai alternatif memungkinkan untuk pertimbangan yang lebih luas pada kesesuaian dan perbedaan antara dua skenario pembangunan, sehingga keduanya dapat memberikan input untuk penyusunan rekomendasi. Beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah mengenai unsur ketidak-pastian karena keterbatasan data, rencana yang saling bertentangan, atau pengaruh luar yang signifikan yang bisa mengubah skenario pembangunan.

Beberapa Skenario Pembangunan Kondisi Sekarang 1

Wilayah KFCP merupakan suatu kubah gambut tunggal dengan luas sekitar 120.000 ha yang terletak di bagian utara daerah bekas PPLG di Kalimantan Tengah. Wilayah ini terbagi ke dalam dua blok yaitu: Blok E dan Blok A. Kira-kira setengah dari area ini terletak di bagian utara Blok A, dan setengah bagian utara berada di Blok E. Wilayah KFCP berbatasan dengan Sungai Kapuas di sebelah barat dan barat daya dan dengan Sungai Mantangai di sebelah timur dan tenggara. Lokasi Demonstration Area (DA) atau areal percontohan terletak sepenuhnya di Kabupaten Kapuas terbagi di dua kecamatan, yaitu: Kecamatan Mantangai dan Kecamatan Timpah.

1

Dokumen Desain KFCP - KFCP Design Document, July 2009 p.3

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 6


Lokasi kegiatan percontohan berpenduduk jarang, yaitu sekitar 9.000 orang, didominasi oleh suku asli Dayak 2 Kapuas dan tinggal di 14 permukiman yang tercakup di tujuh desa dan dusun-dusun yang membentang di sepanjang tepi Sungai Kapuas.Penduduk desa tersebut menggunakan lahan di dekat desa mereka untuk budidaya tanaman pangan dan karet, sedangkan kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan ikan diambil dari bagian yang lebih jauh dari lokasi percontohan. Kegiatan pertanian, termasuk tanaman pangan dan perkebunan karet dimiliki oleh keluarga. Lokasi tanaman karet terbatas pada lahan masyarakat di sepanjang Sungai Kapuas dan didominasi oleh tanah mineral dan gambut dangkal. Letak desa-desa tersebut relatif terpencil dan memiliki infrastruktur umum yang terbatas, dengan tingkat akses dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang rendah. Pembangunan terkendala oleh tingkat kemiskinan, sumber daya yang terbatas (termasuk lahan yang cocok untuk pertanian) dan jarak dari desa ke pasar. Kendala lainnya adalah cuaca yang sering kurang bersahabat, kekeringan di musim kemarau dan meluapnya air Sungai Kapuas selama musim basah, dan kerugian besar akibat kebakaran (EMRP 2008a). Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG, Mega Rice Project - MRP) sebenarnya dimulai pada tahun 1995, namun pada tahun 1997, kerusakan lingkungan yang besar sudah mulai terlihat dengan jelas di daerah tersebut, dan proyek ini akhirnya ditinggalkan pada tahun 1999. Sebelum pembangunan kanal dan pembukaan lahan PPLG dilakukan, tutupan lahan yan ada di daerah tersebut berupa Hutan Rawa Gambut masih relatif utuh. Pada Blok A dibangun jaringan kanal yang cukup panjang dan lebar, sementara kanal-kanal kecil (tatas) dan handil digali memanjang dari sungai ke arah daratan pedalaman di seluruh wilayah tersebut. Dampak dari pembangunan kanal PPLG tersebut secara dramatis telah mengubah hidrologi dan morfologi daerah tersebut, sehingga menyebabkan kekeringan pada gambut dan meningkatkan terjadinya kebakaran yang hebat. Hal tersebut terjadi karena saluran irigasi digali untuk mengairi sawah namun secara tidak sengaja menjadi kanal drainase sehingga mengakibatkan kubah gambut terangkat lebih tinggi dari sungai. Kanal-kanal tersebut akan terus menerus menguras gambut, mengeringkannya dan membuatnya lebih rentan terhadap kebakaran (EMRP Technical Report 2, 6:2009). Kanal-kanal tersebut juga menjadi akses untuk masuk ke wilyah HRG di Blok A, sehingga menyebabkan kondisi sebagian besar hutan tersebut kini menjadi terbuka dan rusak. Rusaknya hutan tersebut juga diperparah oleh serangkaian bencana kebakaran besar yang terjadi sejak tahun 1997, akibat pembukaan lahan untuk pertanian melalui perladangan berpindah dan juga akibat pembalakan liar. Penurunan ketinggian gambut akibat drainase telah mengubah morfologi daerah tersebut dan menciptakan kubah-kubah gambut mini di antara kanal, yang selanjutnya menghambat rehabilitasi secara alamiah. Blok A secara keseluruhan diketahui hanya memiliki sedikit lahan yang sesuai untuk pertanian dan jika cocok untuk ditanami, hanya terbatas di beberapa tempat saja (EMRP 2008a). Hutan Rawa Gambut yang relatif utuh terdapat di bagian utara kubah gambut (Blok E), meskipun telah ada penebangan kayu di beberapa daerah. Perbedaan tipe penutupan lahan antara Blok A dan Blok E seperti terlihat pada pada Gambar 3-1. Kubah gambut, yaitu gambut yang memiliki kedalaman lebih dari tiga meter sangat sensitif terhadap gangguan. Hutan Rawa Gambut (HRG) tropis merupakan ekosistem dengan tipe karakteristik hutan yang khas dengan tanaman dan spesies hewan tertentu yang sebagian besar endemik. HRG adalah habitat yang disukai oleh orang utan dan di daerah percontohan ini terdapat populasi yang relatif besar dan merupakan spesies andalan di wilayah ini. Kebakaran yang terjadi di gambut tebal sangat sulit untuk dipadamkan. Kebakaran gambut menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan sangat merusak bentang alam. Biasanya HRG akan terlalu lembab untuk terbakar secara signifikan, tetapi pengeringan gambut akibat kanal PPLG telah mengurangi perlindungan alami terhadap kebakaran. Kebakaran juga berdampak secara signifikan terhadap masyarakat. Diperkirakan kerugian rata-rata per rumah tangga akibat kebakaran adalah 12 juta rupiah di Blok A dan 8 juta rupiah di Blok E (Suyanto et al 2

Istilah Dayak Ngaju juga digunakan, tetapi merupakan suatu konteks yang lebih luas untuk sejumlah kelompok yang berbeda.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 7


2009). Tidak disebutkan dengan jelas pada kondisi dan periode kapan perkiraan ini dilakukan, tetapi nampaknya mencapai nilai dua hingga tiga kali pendapatan rumah tangga rata-rata tahunan. Di masyarakat sekitar KFCP yang wilayahnya merupakan kebun karet dengan usia pohon yang berbeda-bea, mengalami kerugian yang besar akibat kebakaran yang terjadi pada tahun 1997, 1998, 2003, 2006, 2007 dan 2009. Oleh karena itu, isu yang muncul di wilayah KFCP adalah kombinasi antara isu kemiskinan dan dampak lingkungan atau interaksi keduanya. Kecual itu juga, kanal yang dibangun bersamaan dengan hilangnya tutupan hutan lebih memperparah kondisi lingkungan di area tersebut. Kecenderungan Pemanfaatan Sumber Daya Utama Selain pengumpulan data dasar (dijelaskan di bawah), Bank Dunia melihat adanya kecenderungan masyarakat untuk menjadikan sumber mata pencaharian utama dari kegiatan antara lain: penebangan kayu, produksi dan pemasaran karet, pertambangan emas, ekspansi industri kelapa sawit, dan migrasi ke luar daerah untuk mencari pekerjaan. RESA telah menemukan hal-hal berikut: • Kemungkinan masih terjadi penebangan kayu secara ilegal di dalam wilayah ini, walaupun dengan intensitas keterlibatan masyarakat yang rendah. Hal itu dimungkinkan selama penegakan hukum dilakukan dengan baik. Pemanenan kayu secara legal akan tergantung pada ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah dan akan disesuaikan dengan perencanaan penggunaan lahan. • Keterlibatan masyarakat dalam produksi dan pemasaran karet cenderung meningkat selama harga pasar tidak jatuh terlalu rendah, karena karet merupakan salah satu komoditas yang menjadi andalan di daerah tersebut. Tanaman karet pada umur tertentu dapat bertahan dari genangan banjir, dibandingkan dengan komoditas lain yang relatif rentan terhadap banjir. • Penambangan emas rakyat kemungkinan akan menurun dalam jangka menengah sampai jangka panjang, karena biaya modal yang tinggi untuk unit pompa dan pengembalian modal yang rendah. Dalam kondisi seperti ini masyarakat akan mencari pekerjaan dengan sistem upah. Di sisi lain, pertambangan zirkon sedang populer dan menjadi pilihan yang lebih menarik di Sungai Muroi (di luar wilayah KFCP). Sangat mungkin dalam jangka pendek pertambangan zirkon rakyat (akan banyak melibatkan masyarakat) akan meningkat selama izin dan ketersediaan sumber dayanya memungkinkan. • Di wilayah KFCP, tidak ada kemungkinan ekspansi industri kelapa sawit di gambut tebal di Blok A atau Blok E, jika aturan yang melarang pengembangan kelapa sawit tetap diterapkan dengan baik. Namun, mungkin saja ada beberapa ekspansi industri kelapa sawit baik di tanah mineral atau di gambut dangkal dalam jangka panjang, khususnya di Blok A. Mungkin pula ada beberapa desa yang menanam bersama jika desa tersebut dekat dengan lokasi kelapa sawit, tetapi karet lebih populer dan isu-isu tentang keamanan bahan makanan, skala kompensasi dan ekonomi dalam produksi kelapa sawit telah diketahui oleh masyarakat. Di luar wilayah percontohan ini, perluasan perkebunan kelapa sawit dan perubahan penggunaan lahan dapat terjadi pada jangka menengah hingga jangka panjang di areal konsesi yang sudah diberikan tetapi belum operasional. • Berdasarkan hasil konsultasi, terlihat bahwa penduduk yang bermigrasi keluar untuk bekerja hanya sedikit dan mungkin tidak banyak mengalami perubahan baik dalam jangka pendek maupun menengah. Namun demikian ada kemungkinan meningkat seiring dengan berjalannya waktu jika ada insentif yang tinggi bagi masyarakat untuk mencari penghasilan tambahan, baik karena upah yang lebih tinggi di daerah pertambangan (luar daerah) atau karena mendesaknya kebutuhan sementara pilihan mata pencaharian di lokasi percontohan tersebut berkurang. Pembangunan jalan di batas barat lokasi (dalam pengembangan) mungkin akan memudahkan akses untuk pendidikan, dan karena itu dapat membantu meningkatkan

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 8


keterampilan dan kapasitas warga dalam bekerja sehingga dalam jangka panjang dapat mendorong peningkatan migrasi keluar. Perencanaan dan Kegiatan Utama di Wilayah tersebut Dokumen perencanaan wilayah yang relevan dengan RESA adalah sebagai berikut: Rencana Induk Kehutanan merupakan penjabaran dari Inpres 2/2007 dan dasar untuk proses perencanaan rinci selanjutnya seperti Rencana Induk EMRP (EMRP Master Plan, 2008). Rencana Induk Kehutanan dapat menjadi pedoman dalam upaya rehabilitasi kawasan EMRP. Hal ini merupakan upaya konservasi/rehabilitasi hutan yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat dan dapat menjadi kebijakan dasar dan pemicu upaya yang serupa dalam merehabilitasi daerah tersebut. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Kalimantan Tengah (RPJP), 2005-2025, menjelaskan isu-isu lingkungan yang penting, seperti hutan yang dieksploitasi berlebihan, penebangan kayu ilegal, dan penambangan liar. Rencana tersebut mengindikasikan perlunya kebijakan untuk kelestarian lingkungan, sekaligus menyadari bahwa kegiatan-kegiatan pertanian dan pertambangan akan menjadi sumber utama ekonomi selama 20 tahun ke depan. Rencana tersebut tidak secara spesifik menyebutkan rehabilitasi daerah bekas PPLG, meskipun mengakui perlunya menjaga kelestarian lingkungan. Mengingat bahwa Rencana Pembangunan Daerah disiapkan sebelum KFCP dimulai, namun nampak jelas ada keinginan dari pemerintah provinsi untuk mengelola sumber daya alam sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Kalimantan Tengah, 2011-2015, menyebutkan daerah bekas PPLG dan suatu kebutuhan untuk melindungi lahan gambut karena fungsinya yang unik. Ini menunjukkan pentingnya upaya konservasi di provinsi, yang mirip dengan tujuan dari KFCP. Karena kemiripan ini, rencana ini memberikan indikasi dukungan kebijakan untuk implementasi proyek KFCP. 3

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kapuas, 2008-2013 , memberikan referensi khusus untuk rehabilitasi dan konservasi kawasan bekas PPLG. Hal ini akan menjadi dukungan yang kuat untuk program konservasi di daerah bekas PPLG di Kabupaten Kapuas. Rencana ini juga mengakui keberadaan lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di kabupaten tersebut. Dengan latar belakang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten, bersama dengan pernyataan dan tujuan misi-misinya, rehabilitasi bekas PPLG nampaknya memperoleh dukungan dari pemerintah kabupaten dalam hal kebijakan dan komitmennya. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (sedang dibahas), termasuk Proposal dari Kementerian Kehutanan, baik di tingkat provinsi atau kabupaten, mengalokasikan wilayah KFCP terutama untuk hutan lindung dan sebagian untuk kawasan konservasi. Proses revisi ini mengalokasikan ulang penggunaan lahan yang sebelumnya di bawah proyek PPLG, daerah itu dialokasikan terutama untuk kegiatan pertanian. Sementara kesepakatan rencana penetapan tata ruang masih dalam proses, ada indikasi bahwa wilayah KFCP dialokasikan untuk hutan lindung yang akan memberikan dukungan yang kuat untuk rehabilitasi dan konservasi lahan gambut. Rencana Tata Guna Lahan Kabupaten Kapuas mengalokasikan areal KFCP terutama sebagai hutan lindung, dan sebagian sebagai daerah konservasi. Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Wilayah bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah (Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the Ex-Mega Rice Project Area in 4 Central Kalimantan) didasarkan pada Inpres 2/2007 dan kerangka waktunya sejalan dengan perencanaan nasional jangka panjang 25 tahun (2008-2033). Rencana Induk untuk areal bekas PPLG meliputi rehabilitasi dan 3

Salah satu rencana yang relevan adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Kapuas, yang tidak tersedia pada saat penulisan. Namun demikian, tujuan dari rencana ini akan juga menjadi pertimbangan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kapuas. 4 Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Wilayah bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, Laporan Sintesis Utama Oktober 2008 (Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the Ex-Mega Rice Project Area in Central Kalimantan Main Synthesis Report October 2008)

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 9


konservasi kawasan bekas PPLG seluas 1,4 juta ha. Dokumen ini telah disusun melalui proses perencanaan yang komprehensif dan didukung oleh kebijakan nasional untuk rehabilitasi dan konservasi. Rencana Induk ini memiliki hubungan yang kuat dengan proyek KFCP, yaitu bahwa keduanya memiliki program dan intervensi yang sama dalam mencapai tujuan yang lebih luas untuk rehabilitasi lahan gambut. Proyek-proyek dan pembangunan lain di wilayah KFCP Terdapat beberapa pembangunan lain di kawasan ini, seperti yang dirangkum dalam tabel di bawah. Proyek/ Pembangunan lainnya

Tipe

Lokasi

Pertanian

Perkebunan kelapa sawit

Eksternal/di luar Wilayah KFCP: Di Kabupaten Kapuas, PT RAS memiliki 20.000 ha areal konsesi di Kecamatan Mantangai. PT Graha Inti memiliki 12.100 ha, dan ada dua lainnya di perbatasan Mantangai dan Murung (masih dalam perencanaan). Secara keseluruhan terdapat delapan perkebunan di daerah bekas PPLG.

Industri Pertambangan

Pertambangan batubara

Eksternal dari wilayah KFCP. Terdapat kegiatan pertambangan di sebelah utara dan selatan wilayah itu.

Pertambangan rakyat

Emas, zircon

Sungai Kapuas di Blok E, Sungai Muroi (eksternal dari Wilayah KFCP).

Prasarana

Konstruksi jalan

Di sepanjang sisi timur Sungai Kapuas, yang menghubungkan desa-desa dari utara ke selatan di wilayah KFCP.

Permukiman Transmigrasi

Permukiman transmigrasi (Inpres 2/2007)

Di ujung selatan Blok A (NW) (baru rencana, kegiatan transmigrasi belum dilaksanakan).

Konservasi/ program-program pengembangan masyarakat

Dukungan untuk REDD+ (khususnya, dengan dukungan tambahan untuk, pelestarian orang utan, konservasi dll.)

Sekitar 20 program di Provinsi Kalimantan Tengah yang tercatat oleh Kantor Pendukung REDD+, Palangkaraya. Yayasan Borneo Orang-utan Survival (BOSF) memiliki kawasan konservasi di Blok E.

Skenario Pembangunan Tanpa-proyek Skenario tanpa-proyek adalah skenario pembangunan 'bisnis seperti biasa' atau Business as Usual untuk wilayah tersebut. Skenario ini didasarkan pada kondisi yang ada, perencanaan dan kecenderungan penggunaan sumber daya di wilayah itu. Perlu dicatat bahwa KFCP telah ada di wilayah ini sejak 2009, dan mungkin sudah memiliki pengaruh pada beberapa perencanaan awal atau regional di dalam skenario tanpaproyek. Asumsi Skenario Tanpa-proyek: • Kondisi sosial dan lingkungan yang ada terus berlangsung, demikian pula peraturan dan perencanaan tetap ada seperti saat ini dan diterapkan secara umum; • Wilayah KFCP akan memiliki kawasan hutan lindung (baik melalui zonasi atau melalui peraturan) dan tidak akan digunakan untuk produksi pertanian atau pembangunan skala besar, meskipun mungkin akan ada beberapa kegiatan di gambut tipis dan tanah mineral; • Pembangunan jalan yang menghubungkan utara dan selatan areal blok akan diselesaikan dalam jangka pendek; • Transmigrasi dialokasikan di dalam zona yang direncanakan di selatan Blok A, meskipun tidak mungkin dalam jangka pendek atau dalam waktu dekat; • Ada keinginan pemerintah untuk merehabilitasi daerah tersebut, tetapi mungkin dengan dukungan pendanaan atau kegiatan yang terbatas.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 10


Secara keseluruhan, skenario tanpa-proyek menyarankan bahwa proses rehabilitasi dan konservasi di daerah KFCP akan lambat atau marjinal/terbatas, kegiatan pembangunan spontan dapat terjadi di mana pun sebagaimana yang direncanakan oleh investor, kebakaran hutan akan terus terjadi, dan kerusakan lahan gambut akan terus berlanjut. Kondisi sosial ekonomi tidak menunjukkan banyak perbaikan, walaupun mungkin ada beberapa perbaikan secara terbatas pada kegiatan pendidikan dan pilihan pekerjaan dalam jangka panjang. Skenario Pembangunan Dengan-proyek Pemerintah Indonesia (GoI) dan Pemerintah Australia (GoA) bekerja sama melalui Kemitraan Hutan Karbon Indonesia-Australia (IAFCP) bermaksud menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan untuk REDD+. KFCP adalah kegiatan utama dalam program IAFCP, yang bertujuan untuk mendemonstrasikan dan menguji pendekatan untuk REDD+ melalui perbaikan hidrologi serta pengelolaan, rehabilitasi, dan konservasi HRG tropis yang efektif. Hal ini akan menggunakan kegiatan-kegiatan dan insentif berbasis masyarakat sebagai penggerak untuk perubahan, di samping sejumlah intervensi lingkungan. KFCP dirancang dengan mengacu pada Inpres 2/2007 dan Rencana Induk Rehabilitasi PPLG. KFCP akan beroperasi di lokasi percontohan, tetapi KFCP tidak akan melakukan pembebasan lahan, meskipun mungkin mempengaruhi perubahan penggunaan lahan atau perubahan zonasi. Asumsi Skenario dengan-proyek bahwa: • KFCP akan dilaksanakan sesuai Dokumen Desain KFCP tahun 2009 dan Rencana Prioritas Bergulir KFCP tahun 2010/2011 serta menambah atau memodifikasi asumsi-asumsi dalam skenario tanpa-proyek; • Hukum dan peraturan yang ada saat ini akan tetap berlaku dan ada keinginan dari masyarakat dan pemerintah untuk rehabilitasi kawasan secara berlanjut serta upaya pengembangan masyarakat, termasuk program yang akhirnya dikelola secara mandiri/swakelola, dan • Kondisi lingkungan dan sosial yang diuraikan dalam skenario tanpa-proyek, termasuk kecenderungan penggunaan sumber daya dan mata pencaharian, awalnya akan sama. 5

Selama periode 3,5 tahun (Januari 2010 - Juni 2013), KFCP akan menyelesaikan kegiatan-kegiatan berikut: memberikan program mata pencaharian untuk masyarakat dan insentif untuk merubah penggunaan lahan serta menawarkan alternatif terhadap praktek-praktek yang ada (yang dapat diakses masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dan yang tidak memerlukan: pembakaran, kanal drainase, atau pembalakan liar); penabatan kanal PPLG dan tatas atas persetujuan bersama dengan menggunakan bahan lokal yang tersedia seperti overburden dari saluran, bahan sisa kebakaran hutan dan kayu lokal; menanam sisi kanal dengan bibit dan anakan endemik; dan mulai mereboisasi 27.500 ha areal di Blok A. Ketika KFCP menyelesaikan kegiatannya, untuk jangka pendek hingga menengah, hasil yang diharapkan untuk areal pecontohan berupa: peningkatan muka air pada lateral 300-500 meter dari kanal yang ditabat, yang akan 6 mengurangi risiko kebakaran dan memfasilitasi regenerasi HRG ; pengurangan emisi dan stabilitas ekonomi yang lebih baik akibat penurunan kebakaran; tumbuhnya vegetasi alami dan regenerasi pohon serta meningkatkan cadangan spesies hutan endemik di dalam wilayah regenerasi yang ditargetkan; konservasi keanekaragaman hayati, akses pasar yang lebih baik untuk produk masyarakat seperti karet, dan upaya untuk memperjelas kepemilikan tanah. Kapasitas lokal untuk mengelola program REDD+ juga akan ditingkatkan melalui sistem kegiatan dan pembayaran berbasis desa. Beberapa penggunaan api secara lokal untuk membuka lahan mungkin masih terjadi, tetapi ini dapat diimbangi dengan perbaikan hidrologi di daerah tersebut, yang berarti bahwa kebakaran cenderung tidak menyebar. Hasil jangka panjang dapat berupa: perbaikan lebih lanjut terhadap permukaan air; pengurangan emisi yang lebih tinggi karena pengurangan kebakaran dan volume yang lebih besar dari pohon dan vegetasi yang 5

Waktu pada saat pengumuman resmi proyek Penabatan kanal kemungkinan memiliki efek yang lebih lokal (radius 300-500 m) dalam jangka pendek. Semakin panjang penabatan akan tetap berada di tempat, akan semakin baik hasilnya. Pengurangan emisi karbon akan mengikuti pola yang yang serupa, di mana mungkin lebih rendah dalam jangka pendek dan cenderung membaik seiring waktu jika tabat kanal tetap berada di tempatnya (Rencana Induk untuk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan bekas PPLG di Kalimantan Tengah, Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the EMRP Area in Central Kalimantan, 2008:20).

6

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 11


ditanam, peningkatkan keanekaragaman hayati, konservasi hutan di Blok E dan pembentukan kembali tutupan hutan melalui program reboisasi serta mata pencaharian alternatif yang produktif dari perkebunan karet yang dibangun dari program KFCP. Sebagai bagian dari demonstrasi dan menguji mekanisme pembayaran untuk pasar REDD+ di masa mendatang, Dana Perwalian Bank Dunia yang diusulkan akan memberikan pembayaran insentif untuk REDD+ ini terkait dengan jasa lingkungan. Hal ini juga memungkinkan bahwa posisi REDD+ akan menjadi mantap di dalam pasar karbon dan, jika hal ini terjadi, kredit REDD+ bisa memberikan pendapatan tambahan bagi penyedia jasa lingkungan (penduduk desa) dan untuk pemerintah.

Kondisi Awal Kondisi Lingkungan Wilayah KFCP memiliki musim kemarau yang umumnya berawal dari bulan Mei/Juni sampai September dan musim hujan dari bulan September sampai April. Daerah ini rawan terhadap periode kering dan banjir, dan curah hujan sangat bervariasi. Tidak ada data specifik kualitas udara yang tersedia di wilayah in, meskipun partikel dari asap secara umum dianggap sebagai masalah. Morfologi wilayah ini merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0-2째, dengan ketinggian rata-rata mulai dari 5-10 meter di atas permukaan laut (beberapa memiliki ketinggian di atas 12 meter, dengan maksimal 25). Hidrogeologi di wilayah ini menunjukkan bahwa formasi batuan di wilayah proyek yang diusulkan adalah campuran antara batu pasir-konglomerat dalam formasi Dahor dan aluvium. Dari sifat fisiknya, formasi Dahor memiliki potensi untuk membuat lapisan akuifer dangkal. Muka air tanah diidenifikasi mengikuti garis topografi, menunjukkan bahwa fluktuasi air muka tanah terutama dipengaruhi oleh hujan lokal, evapo-transpirasi, dan aliran permukaan, bukan oleh aliran air tanah, yang mempengaruhi air permukaan tanah di atas area dengan lebar paling besar 500 m. Hidrologi lahan gambut di daerah bekas PPLG sebagian besar dipengaruhi oleh drainase dari kanal-kanal, dengan kondisi yang mungkin berbeda untuk Blok E (karena terdiri dari sebagian besar hutan rawa gambut yang utuh). Karena dampak drainase di daerah bekas PPLG jauh lebih besar di sekitar kanal, penurunan telah terjadi pada kemiringan permukaan yang relatif curam pada daerah yang semakin jauh dari kanal. Potensi frekuensi kebakaran juga menjadi lebih besar karena ada pengeringan, dan pengeringan gambut menyebabkan aliran permukaan yang lebih cepat. Ketinggian permukaan gambut 1 km dari kanal sekarang umumnya 0.5-1 m lebih tinggi dari sisi kanal. Sebuah topografi 'kubah-mini' sebenarnya telah berkembang dalam 12 tahun yang sekarang mengendalikan hidrologi. Banjir di areal tersebut telah terjadi dan diantisipasi akan terus meningkat karena gambut terus menurun. Air di lahan gambut secara alami bersifat asam dan ada indikasi bahwa terdapat polusi dari merkuri dan bahan kimia (fenol) di Sungai Kapuas, mungkin dari pertambangan emas rakyat. Terdapat hipotesis bahwa kanal atau penabatan kanal mungkin memiliki pengaruh lebih lanjut pada keasaman, walaupun asumsi ini harus diuji. Diperlukan data lebih lanjut mengenai kualitas air sebagai bahan untuk mengkaji kondisi sebelum penempatan tabat kanal. Tanah mineral di daerah tersebut terbatas pada daerah di dekat tepi Sungai Kapuas. Lahan di Blok A, lebih kering karena sistem kanal dan dampak dari kebakaran yang telah mengurangi fungsi alami gambut, mengurangi daya serap dan menyebabkan dekomposisi serta emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian menunjukkan bahwa hal ini merupakan suatu proses yang terus berlanjut. Vegetasi dan tutupan hutan di daerah tersebut sangat berbeda antara Blok A dan Blok E. Hutan di Blok A telah terbuka karena PPLG dan kebakaran, sedangkan hutan di Blok E telah mengalami pembalakan yang berlebih tetapi tetap memiliki perlindungan alami terhadap kebakaran karena daerah ini tidak mengalami pengeringan. Studi mengenai tutupan lahan dan citra satelit secara jelas menunjukkan perubahan yang signifikan mengenai tutupan lahan dari 1991-2010 di daerah Blok A. Hutan yang terbakar terutama terletak di dalam Blok A sepanjang kanal dan zona transportasi, dan studi hotspot kebakaran menunjukkan bahwa daerah ini berulang kali terbakar. Sebelum pelaksanaan PPLG, daerah tersebut memiliki beragam habitat bagi satwa liar dan biota perairan, dari rawa yang berair tawar, bentang alam pantai (beach swales), rawa gambut dan vegetasi riparian, hingga sungai dan danau. Dari contoh-contoh ini, habitat hutan alam yang dominan adalah hutan rawa gambut (HRG). Sebagian besar habitat alami (terutama habitat hutan) telah hilang atau rusak/berubah karena konversi lahan hutan menjadi lahan budidaya. Studi tentang fauna di wilayah PPLG menyatakan bahwa konversi lahan di daerah bekas PPLG secara umum telah menurunkan

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 12


keragaman spesies lokal (vegetasi, satwa dan biota perairan), yang telah digantikan dengan organisme oportunistik (organisme yang mampu beradaptasi di daerah yang terganggu). Hewan yang ada di daerah bekas PPLG meliputi mamalia (orang-utans/mawas, monyet, lutung, kera proboscis, tupai, kelelawar, trenggiling dan varietas lain dari karnivora), burung (elang, elang tikus, elang laut, burung hantu, nuri/serindit, raja udang, trinil, ketilang, kuntul, blekok, kokokan kaut), dan reptil (kura-kura, ular phiton, dan buaya). Di antara semuanya, beberapa spesies berada pada daftar Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Langka Fauna dan Flora Liar (CITES). Menurut laporan Kajian Sosial, produksi ikan di Blok A dan Blok E telah menurun dari waktu ke waktu, dan juga hasil ikan di daerah tersebut mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Tidak jelas apakah pengurangan itu karena penangkapan ikan yang berlebihan atau karena penurunan kualitas air. Kondisi Sosial Seperti disebutkan di atas, lokasi percontohan ini merupakan rumah bagi sekitar 9.000 orang yang hidup di 14 permukiman yang secara administratif masuk di tujuh desa dan dusun-dusunnya. Secara demografis, tidak ada perbedaan yang mencolok antara Blok A dan Blok E. Bahkan hampir tidak ada perbedaan secara statistik antara penduduk kedua blok dalam hal komposisi jenis kelamin dan usia. Di seluruh wilayah, anak-anak antara usia 0 dan 15 merupakan 40% dari populasi. Usia dewasa dari usia 16-65 merupakan 57,6% dari populasi dan usia di atas 65 hanya sekitar 2,5%. Sekitar 91% penduduknya adalah orang Dayak Kapuas. Kelompok lainnya termasuk Banjar dan Jawa. Masyarakat multi-etnis (Dayak, Banjar dan Jawa) di desa-desa tidak secara signifikan mengurangi intensitas nilai-nilai tradisional di daerah tersebut. Sebagian besar, 99%, penduduk di wilayah proyek menggunakan dialek Ngaju lokal di rumah, dan banyak yang tidak fasih berbicara dalam Bahasa Indonesia. Agama yang dominan di daerah tersebut adalah Islam (63% penduduk di Blok A dan 87% di Blok E). Kristen Protestan adalah 10% di Blok E dan 22% di Blok A. Hanya 0,8% rumah tangga di kedua Blok mengidentifikasi diri mereka sebagai Katolik. Keyakinan Hindu Kaharingan tradisional lebih kuat di Blok A, di mana 13% masih menganutnya, dan hanya 3% dari keluarga di Blok E yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Hindu Kaharingan. Hindu Kaharingan adalah agama animisme atau sistem kepercayaan yang berhubungan secara eksklusif dengan Masyarakat Asli Kalimantan. Terdapat beberapa wilayah sosial dimana lembagalembaga adat di Kabupaten Kapuas berlangsung terus dalam kehidupan anggota masyarakat setempat – misalnya, hukum adat pengakuan hak kolektif dan individu di dalam dan di atas tanah, termasuk hak penggunaan dan hak kepemilikan. Banyak konflik masyarakat yang masih terus ditangani menurut hukum adat, dibandingkan menggunakan hukum formal (perdata). Kepemilikan tanah umumnya masih diatur melalui mekanisme hukum adat, meskipun sertifikasi tanah formal menjadi lebih umum ketika nilai tanah meningkat. Namun, kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat tidak selalu diakui oleh pemerintah (atau tidak dikelola dengan benar sesuai dengan sistem tradisional), yang dapat menyebabkan konflik. Ada bias patrilineal dalam budaya Dayak Kapuas, yaitu Kapuas Dayak mengikuti aturan patrilokal dimana pasangan yang sudah menikah tinggal di desa asal suami. Kepemilikan adat atas tanah berfokus pada laki-laki, 7 dengan pengecualian untuk pemberian pernikahan, dan wanita (bahkan dari satu perempuan kepala rumah tangga) mengalami kesulitan dalam menegaskan kontrol atas tanah. Mata Pencaharian bersumber dari kombinasi berbagai kegiatan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan/atau eksploitasi sumber daya alam. Secara umum, orang Dayak Ngaju mempraktekkan sistem perladangan berpindah, yaitu menggunakan metode tebang dan bakar untuk memproduksi beras untuk keperluan hidup sehari-hari; menyadap karet dari pohon yang ditanam dan menjualnya kepada pedagang, dan menangkap ikan untuk konsumsi dan dijual. Mereka secara tradisional mengumpulkan hasil hutan seperti 'gemor' (kulit kayu dari pohon Alseodaphne coriacea) dan rotan, meskipun kegiatan ini telah menurun secara dramatis - karena 7

Dalam hal lain, perempuan pada masyarakat Dayak Kapuas juga memiliki hak menetap. Kebiasaan ini masih diterapkan di seluruh tiga agama utama di komunitas ini untuk seorang istri yang harus diberikan sebagian emas pernikahan dan /atau sebidang tanah dari keluarga suami sebagai bagian dari kontrak pernikahan. Jika pasangan harus bercerai, istri memiliki hak untuk mempertahankan kepemilikan tanah ini dan memberikannya ke ahli waris dia (tanah yang diberikan seringkali berupa satu hektar kebun karet). Jika suatu pasangan bercerai karena perzinahan, misalnya, maka kontrak pernikahan umumnya menetapkan bahwa pihak yang bersalah harus membayar pihak yang lain, denda sekitar Rp 15 atau 20 juta.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 13


penebangan yang berlebihan untuk gemor dan karena harga pasar yang buruk untuk rotan. Meskipun pola mata pencaharian umum seperti ini terjadi di daerah KFCP, strategi mata pencaharian tertentu berbeda di antara desa-desa dan di antara blok, tergantung pada kondisi hutan yang masih tersisa yang bisa mereka akses. Kegiatan utama saat ini yang memberikan penghasilan kepada penduduk desa di daerah KFCP adalah berkebun karet, perikanan dan pertambangan. Kontribusi lain untuk perekonomian desa berasal dari upah pegawai negeri (sampai 5% rumah tangga di Mantangai Hulu, lebih sedikit di permukiman yang hanya memiliki beberapa guru sekolah dasar dan dusun-dusun yang hanya memiliki kepala dusun dan kepala RT (Rukun Tetangga) yang menerima upah yang kecil dari Pemerintah Kabupaten). Banyak juga mereka yang menambah pendapatan dasar mereka dari karet atau ikan dengan menjalankan toko kecil. Di Mantangai, misalnya, diperkirakan bahwa hingga 10% rumah tangga melakukan semacam operasi komersial, sebagian besar untuk bahan makanan atau penjualan bahan bakar, jumlah ini lebih rendah di tempat lain. Sebagian kecil rumah tangga di setiap komunitas membuat perahu kecil. Sangat sedikit orang yang bekerja di sektor formal untuk perusahaan swasta karena upah yang ditawarkan umumnya jauh lebih rendah daripada yang dapat diperoleh bahkan dari penyadapan karet di kebun orang lain secara 'bagi hasil'. Jam kerja juga secara signifikan lebih lama di sektor formal. Meskipun banyak orang yang bekerja di perkebunan kelapa sawit di dekatnya, sebagian besar menganggap upahnya terlalu rendah (saat ini hanya Rp 48.000 per hari). Kegiatan ekonomi yang dapat diharapkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di tahun-tahun mendatang meliputi budidaya beberapa tanaman kayu, seperti sengon dan akasia, yang keduanya digunakan untuk pembuatan kayu lapis, penanaman dan pemanenan Galam (Melaleuca), yaitu spesies asli yang cocok tumbuh di lahan gambut dan hutan rawa, dan pembangunan 'rumah walet' untuk budidaya sarang burung, yang hasilnya dijual ke pasar Cina yang menguntungkan. Rumah tangga di Blok A dan Blok E telah menggunakan api untuk membuka lahan, meskipun kini ada larangan pembakaran. Namun cara tersebut terhitung murah dan teknogi yang paling tersedia saat ini untuk pembukaan lahan. Kanal bisa dimanfaatkan untuk memancing ikan, tetapi nampaknya jarang digunakan untuk tujuan ini, dan terdapat lokasi yang lebih nyaman untuk memancing di dekat permukiman, dari pada di areal gambut dalam. Sebagian besar anggota masyarakat mengakui adanya manfaat ekonomi dari akses ke kanal-kanal yang minimal sejak kegiatan penebangan di daerah-daerah ini berhenti. Untuk sebagian besar waktu dalam setahun, permukaan air terlalu rendah untuk menggunakan kanal-kanal ini sebagai sarana transportasi. Kondisi Kesehatan masyarakat masih memprihatinkan, masyarakat menerima asupan makanan dengan kualitas gizi yang masih rendah. Akses ke pelayanan kesehatan dan sanitasi yang layak sangat rendah dan banyak dijumpai masalah-masalah penyakit pencernaan yang muncul dari air yang tidak bersih. Tingkat pendidikan rata-rata yang dicapai oleh kebanyakan orang dewasa adalah sekolah dasar, meskipun tingkat pendidikan sedikit lebih tinggi di Blok A daripada di Blok E. Ketersediaan transportasi di kawasan ini sangat terbatas, dimana masyarakat biasa menggunakan transportasi air di sepanjang Sungai Kapuas, dan tatas/handils untuk mengakses daerah pedalaman. Transportasi air sangat mahal karena terpencilnya daerah ini dan tingginya biaya bahan bakar. Jalan yang akan dibangun akan menghubungkan sisi barat wilayah ini dari utara ke selatan sehingga mempermudah perpindahan penduduk dengan lebih cepat dari satu tempat ke tempat lain. Terdapat situs budaya (physical cultural resources, PCR) di wilayah KFCP, namun berdasarkan konsultasi dengan perwakilan dari masing-masing masyarakat lokal dapat dipastikan bahwa tidak ada situs yang terletak di lokasi kegitan KFCP. Karena Tim kegiatan KFCPsebagian besar adalah orang setempat mereka pasti dengan mudah dapat mengidentifikasi PCR tersebut , jika memang ada. Lembaga-lembaga Pelaksana Untuk menerapkan perlindungan/safeguard lingkungan dan sosial, KFCP akan bekerja sama dengan sejumlah lembaga. Mereka yang terutama terlibat dengan implementasi langsung untuk pengelolaan lingkungan dan

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 14


sosial serta kegiatan mitigasi adalah Badan Lingkungan Hidup (BLH), Tim Pengawas dan Tim Pelaksana Kegiatan (TP/TPK) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL). BLH tidak dianggap memiliki masalah kapasitas kelembagaan, meskipun ada suatu kebutuhan untuk memfasilitasi pemahaman secara terus-menerus mengenai tujuan KFCP dan REDD+. TP/TPK adalah kelompok masyarakat yang baru dibentuk untuk tujuan melaksanakan dan mengawasi pekerjaan KFCP dan akan memerlukan dukungan awal berupa pelatihan dan pemantauan selama pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai kelestarian lingkungan dan sosial. KPHL merupakan Satuan Kerja Pemerintahan Daerah pada tingkat unit manajemen yang diserahi mandat untuk pengelolaan hutan seluas 120.000 ha. Wilayah KPHL tersebut juga menjadi wilayah percontohan KFCP. Kelompok Kerja Kapuas dan Dinas Kehutanan juga memiliki peran dalam menjaga lingkungan, demikian pula KFCP dan kontraktornya juga merupakan lembaga pelaksana kegiatan.

Kajian Dampak Kumulatif dan Analisis Alternatif-alternatif Valued Ecosystem Components (VECs) adalah komponen-komponen (sumber daya) dari alam atau lingkungan manusia yang memiliki nilai (value) lingkungan, sosial, ekonomi, estetika atau moral. Tabel berikut ini menjelaskan dampak “tanpa proyek” dan “dengan proyek” terhadap VECs. Untuk keperluan perencanaan wilayah, ekosistem yang secara keseluruhan dipertimbangkan adalah kubah gambut dan HRG yang tersisa. Dalam ekosistem ini, komponen bernilai yang telah diidentifikasi berdasarkan isu-isu lingkungan dan sosial pada saat ini dan yang diperkirakan. Sungai Kapuas membentuk batas alami untuk wilayah ini, dan dipertimbangkan pula daerah dengan jenis tanah mineral riparian. VECs yang dipilih terutama sumber daya yang alami yang diandalkan oleh masyarakat di wilayah ini dan dianggap penting. Dalam hal ini, penduduk lokal termasuk dalam VECs, walaupun sebenarnya penduduk lokal tidak terlalu cocok dengan kriteria untuk VECs (VECs umumnya dianggap sebagai sumber daya atau dinyatakan secara berbeda, yaitu sesuatu yang digunakan oleh populasi, tapi bukan populasi itu sendiri). Dampak 8 terhadap VECs sangat penting untuk diketahui agar pertimbangan aspek-aspek sosial yang penting dan berkaitan dengan kegiatan di wilayah KFCP dapat tertangkap dengan baik. VECs telah dipilih berdasarkan aspek lingkungan dan sosial yang ditetapkan melalui konsultasi, sesuai dengan peraturan dan perencanaan dan pertimbangan profesional. Oleh karena itu metode penetapan tersebut dianggap objektif. CIA menunjukkan bahwa KFCP akan memiliki pengaruh positif terhadap sebagian besar kasus pada VECs. Akan tetapi mengingat bahwa selalu ada trade-off atau pertukaran manfaat antara perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi, ma2ka kegiatan KFCP perlu dilakuka secara hati-hati dan disesuaikan dengan kondisi sosial di lokasi KFCP.

VEC Hidrologi Lahan Gambut

Tanpa Proyek Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif terhadap fungsi hidrologi. Dalam jangka menengah hingga jangka panjang, kondisi ini akan memburuk ketika jalan dibangun. Jika diperhatikan secara

Dengan Proyek Secara keseluruhan, akumulasi kegiatan dari skenario dengan-proyek akan meningkatkan dampak positif pada hidrologi lahan gambut. Hasil keseluruhan dari kegiatan KFCP menghasilkan dampak positif yang besar. Dengan pengaruh dari skenario tanpa-proyek, dampak kumulatif bisa berkurang menjadi dampak positif yang moderat pada VEC hidrologi lahan gambut. Interaksi antara skenario tanpa dan dengan-proyek bisa membuat pelaksanaan proyek

8

Suatu kajian sosial yang rinci mengenai dampak dari kegiatan KFCP telah juga diselesaikan sesuai dengan persyaratan Kebijakan Operasional Bank Dunia tentang Masyarakat Asli - World Bank Operational Policy OP 4.10 Indigenous Peoples.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 15


Ekosistem sungai dan perairan lahan gambut

keseluruhan, rencana Pemerintah untuk merehabilitasi area bekas PPLG bersifat positif, namun mereka hanya memberikan dampak balik (manfaat) yang sedikit dibandingkan denga dampak negatif di atas.

menjadi kurang optimal. Kegiatan utama KFCP yang mengatasi isu utama hidrologi lahan gambut adalah penabatan kanal yang secara langsung mengubah operasi kanal saat ini dan kondisi hidrologi lahan gambut. Kegiatan lain (seperti mata pencaharian alternatif, keterlibatan masyarakat, dan manajemen kebakaran) akan mendukung kegiatan utama untuk meningkatkan hidrologi lahan gambut. Dampak kumulatif positif dalam perbaikan hidrologi lahan gambut akan terlihat dalam jangka menengah hingga jangka panjang setelah kegiatan utama penabatan kanal selesai. Hal ini karena semakin panjang penabatan kanal yang tetap ada di tempat, semakin baik hasilnya. Dukungan pemerintah yang terkait dengan rehabilitasi bekas PPLG merupakan faktor penting yang mempengaruhi rehabilitasi hidrologi lahan gambut. Tantangan utama yang dapat mempengaruhi hasil akhir adalah kegiatan pembangunan jalan dan penggunaan kanal sebagai media transportasi.

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kualitas air sungai dan ekosistem perairan.

Keseluruhan skenario dengan-proyek akan memiliki dampak positif yang besar pada sungai dan ekosistem perairan gambut. Kegiatan penabatan kanal dan mata pencaharian adalah komponen kegiatan utama yang akan berdampak positif pada VEC ini. Terdapat tiga kegiatan dari skenario tanpa-proyek dengan dampak negatif yang besar merupakan masalah yang paling penting terkait VEC ini yang harus diatasi: pertambangan emas rakyat, kegiatan mata pencaharian dari transportasi sungai, dan perluasan perkebunan kelapa sawit. Namun, tidak semua dampak dari kegiatan tanpaproyek dapat diatasi langsung oleh proyek KFCP. Beberapa kegiatan hanya dapat dikurangi melalui pengendalian dan manajemen lingkungan yang lebih luas, atau bahkan melalui penegakan hukum, seperti: penambangan batubara, transportasi sungai, perluasan perkebunan kelapa sawit, dan rencana pemerintah untuk irigasi.

Lebih lanjut, dampak negatif tersebut (selain mengurangi kualitas lingkungan) diperkirakan akan terus berlangsung dalam jangka panjang, dan mungkin juga menimbulkan efek negatif pada kesehatan atau mata pencaharian bagi masyarakat yang bergantung pada VEC ini.

Keanekaragaman Hayati

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif yang rendah hingga sedang terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Tiga kegiatan utama (ekstraksi kayu, konstruksi jalan dan perkebunan kelapa sawit) dapat memperburuk nilai keanekaragaman hayati di wilayah tersebut dari waktu ke waktu.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Kegiatan dari skenario dengan-proyek akan menghasilkan dampak positif yang besar pada VEC keanekaragaman hayati. Kegiatan KFCP, dikombinasikan dengan rencana pemerintah dan inisiatif lain dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada rehabilitasi dan konservasi, akan memperkuat VEC ini. Namun, untuk masalah keanekaragaman hayati ini, skenario dengan-proyek tidak dapat memberikan tindakan untuk mengurangi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dari pembangunan jalan dan dari perluasan perkebunan kelapa sawit di luar wilayah. Dampak gabungan berdampak positif secara

Hal. 16


keseluruhan pada Vec keanekaragaman hayati. Tutupan hutan

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap hutan Rencana pemerintah untuk merehabilitasi kawasan bekas PPLG dan kegiatan konservasi lainnya hanya memberikan dampak balik positif (manfaat) yang rendah sampai sedang terhadap dampak negatif di atas.

Dampak gabungan dari skenario dengan-proyek secara keseluruhan berdampak positif besar pada VEC ini (tutupan hutan). Tekanan utama pada tutupan hutan berasal dari sistem kanal yang ada, konstruksi jalan, pertanian ladang berpindah dan tradisional, rencana pembangunan pemerintah yang mengandalkan kayu/hasil hutan, dan dari rencana transmigrasi. Dampak gabungan memiliki dampak positif secara keseluruhan pada VEC tutupan hutan. Namun, dampak terhadap tutupan hutan dan kayu hanya dapat dikurangi di dalam wilayah melalui insentif; risiko ekstraksi oleh pihak luar di wilayah tersebut tetap menjadi suatu isu.

Spesies hewan unggulan (orang utan, beruang madu)

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap satwa liar. Rencana pemerintah untuk merehabilitasi kawasan bekas PPLG dan kegiatan konservasi lainnya hanya memberikan dampak balik positif yang rendah sampai sedang terhadap dampak negatif di atas.

Dampak gabungan memiliki dampak positif secara keseluruhan pada perlindungan satwa liar. Namun, dua dampak utama dari kondisi yang ada saat ini bisa menimbulkan risiko pada hasil positif secara keseluruhan: dari operasi kanal saat ini dan dari tradisi berburu dan menangkap ikan di masyarakat lokal.

Kualitas udara

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kualitas udara di wilayah tersebut. Rencana pemerintah untuk merehabilitasi kawasan bekas PPLG dan kegiatan konservasi lainnya hanya memberikan dampak balik positif yang rendah sampai sedang terhadap dampak negatif di atas.

Mengurangi emisi karbon adalah tujuan utama dari skenario dengan-proyek. Manajemen kebakaran adalah hal yang paling penting berikutnya, mengurangi asap yang akan mempengaruhi ekosistem dan kesehatan masyarakat di sekitar wilayah.

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap penggunaan lahan subur di wilayah tersebut.

Dampak positif kumulatif secara keseluruhan pada penggunaan lahan subur adalah rendah hingga sedang, karena tidak ada kegiatan utama untuk mengurangi dampak negatif pada VEC ini.

Lahan yang subur

Namun, pembangunan jalan bisa memungkinkan gerakan penggunaan yang lebih linier kea rah plot tanah mineral, bukan

RESA - Ringkasan Eksekutif

Dampak kumulatif untuk VEC ini adalah positif yang moderat hingga besar dalam mengurangi emisi karbon dari penabatan kanal dan dari pengelolaan kebakaran. Namun, skenario denganproyek tidak akan mampu mengatasi debu dan emisi gas dari kegiatan lain di luar area, atau bahkan dari pembangunan jalan di wilayah itu, karena tidak memiliki aktivitas langsung untuk mengurangi dampak tersebut.

Kontribusi dari KFCP untuk mitigasi ini hanya dari mata pencaharian alternatif dan keterlibatan masyarakat, yang sebenarnya dimaksudkan untuk mendukung kegiatan utama penabatan kanal dan reboisasi. Teknik pertanian alternatif yang

Hal. 17


Populasi lokal

gerakan horisontal ke area gambut dalam. Rencana pembangunan pemerintah dan program/ inisiatif konservasi memberikan langkah-langkah untuk mengoptimalkan penggunaan tanah yang subur, meskipun meliputi area yang lebih kecil untuk wilayah tersebut.

diperkenalkan oleh KFCP dapat meningkatkan pertanian dan mengurangi tekanan penggunaan tanah yang lebih subur dan risiko kebakaran lahan.

Dampak gabungan secara keseluruhan memiliki pengaruh positif yang rendah hingga sedang pada penduduk lokal.

Dampak gabungan memiliki dampak positif secara keseluruhan pada penduduk lokal. Perhatian harus diberikan terhadap mekanisme pembayaran dan distribusi manfaat untuk memastikan pelaksanaan yang adil dan bahwa langkah-langkah untuk meningkatkan pemerataan itu sendiri tidak akan menimbulkan konflik. Proyek yang diusulkan, meningkatkan hasil positif yang ada saat ini dengan memberikan lebih banyak kemungkinan untuk mendapatkan dampak positif. Kegiatan-kegiatan utama proyek ini adalah penabatan kanal, reboisasi, dan mata pencaharian alternatif yang memberikan lebih banyak kesempatan bagi sumber penghasilan untuk jangka pendek dan berpotensi menjadi jangka panjang. Hasil tidak langsung dari kegiatan peningkatan kapasitas dari proyek yang diusulkan selama pelibatan masyarakat dan persiapan pembayaran REDD+, bersama dengan rencana pembangunan pemerintah, jika diterapkan secara harmonis, akan menghasilkan dampak kumulatif yang lebih tinggi dari pada dampak positif yang normal pada masyarakat setempat.

Analisis Perbandingan dari Skenario-skenario Terdapat keselarasan tujuan yang hendak dicapai antara KFCP dan pemerintah dalam merehabilitasi dan pengembangan REDD+. Kedua skenario pembangunan tersebut mempertimbangkan rencana dan kebijakankebijakan pemerintah, dan oleh karena itu kegiatan KFCP dirancang agar sesuai Inpres 2/2007 dan Master Plan. KFCP diharapkan akan berfungsi sesuai dengan kerangka kerja yang sudah ditetapkan dan sesuai dengan kondisi yang ada sehingga tidak mendatangkan dampak negatif, tapi malah akan menambah sejumlah potensi manfaat lingkungan dan sosial. Terdapat beberapa potensi dampak negatif apabila program ini tidak dikelola secara hati-hati, termasuk memastikan penggunaan pendekatan partisipatif dari masyarakat. Beberapa pembangunan regional saat ini sedang direncanakan atau sedang dilaksanakan dalam skenario tanpa-proyek. Dalam kondisi ini KFCP tidak akan memberikan dampak pada kegiatan yang sedang direncanakan atau dilaksanakan tersebut, dan bahkan secara tidak langsung dapat memfasilitasi perbaikan infrastruktur sosial yang penting. Baik skenario dengan proyek atau tanpa-proyek akan berjalan seiring dengan pembangunan jalan utara-selatan sepanjang tepi barat wilayah KFCP, daerah transmigrasi yang diusulkan di selatan Blok A (NW), kemungkinan pembangunan di area tanah mineral atau gambut dangkal, dan penanaman kelapa sawit dan pertambangan di luar wilayah KFCP. Migrasi penduduk ke wilayah KFCP atau peningkatan pergerakan masyarakat karena pembukaan atau perluasan tambang di daerah utara dan selatan masih akan terjadi di bawah kedua skenario dengan-proyek dan

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 18


tanpa-proyek. Mobilitas penduduk mungkin meningkat di bawah skenario denga-proyek jika pembayaran insentif REDD+ dilihat sebagai suatu kesempatan bagi masyarakat pendatang, yang berpotensi menyebabkan konflik. Kemungkinan peningkatan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan atau pekerjaan karena pembangunan jalan akan ada di bawah kedua skenario dengan-proyek dan tanpa-proyek. Selain itu, KFCP memfasilitasi tujuan pemerintah untuk kegiatan rehabilitasi dan konservasi, sedangkan sebagai suatu dampak tidak langsung berpotensi memungkinkan pemerintah mengarahkan dana untuk pelayanan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan atau infrastruktur, yang mungkin lebih diutamakan daripada upaya rehabilitasi dalam skenario tanpa-proyek. Skenario dengan-proyek masih akan memungkinkan masyarakat di wilayah ini memiliki akses tradisional yang sama kepada sumber daya di dalam zona adat dan HHBK di dalam areal gambut yang lebih dalam seperti yang 9 akan ada di bawah skenario tanpa-proyek .Pertimbangan utama adalah aksesibilitas yang akan berubah kembali ke kondisi sebelum PPLG, meskipun sejumlah kanal akan tetap terbuka atas permintaan desa. Penabatan tatas di desa dan zona adat hanya akan dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Konflik komunitas tentang hak atas tanah dan sumber daya akan menimbulkan dampak yang berlanjut pada skenario tanpa-proyek, dan skenario dengan-proyek. Terdapat resiko yang terkait dengan pelaksanaan proyek termasuk konflik yang berkaitan dengan administrasi dan distribusi pembayaran insentif. Hal itu bisa terjadi dikarenakan status sosial dan manfaat/keuntungan yang dirasakan karena keterlibatannya, baik di dalam maupun antar desa, serta antara desa dengan lembagalembaga lainnya. Terdapat resiko akibat pelaksanaan pekerjaan fisik yang tidak optimal. Jika hal ini dikaitkan dengan pembayaran insentif dan persepsi masyarakat tentang pendapatan, maka hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dan kurangnya partisipasi lokal dalam program sehingga dapat mengurangi manfaat sosial dan lingkungan. Di bawah kedua skenario, kemungkinan akan terjadi penebangan liar di Blok E pada jangka menengah hingga jangka panjang jika aturan yang melarang praktek tersebut tidak ditegakkan, atau jika tidak ada pilihan mata pencaharian alternatif yang memadai. Sementara tujuan keseluruhan KFCP adalah demonstrasi kegiatan REDD+, sarana untuk mencapai tujuan tersebut melalui rehabilitasi lingkungan dan insentif bagi mata pencaharian alternatif akan mendatangkan manfaat lingkungan dan sosial secara langsung. Manfaat tidak langsung juga akan bertambah terhadap lingkungan melalui pilihan mata pencaharian alternatif, sedangkan rehabilitasi lingkungan cenderung memiliki manfaat sosial-ekonomi tidak langsung melalui pengurangan kebakaran. Kegiatan KFCP dimaksudkan untuk menangani degradasi hutan yang ada, penurunan keanekaragaman hayati, emisi gas rumah kaca, dan risiko yang terkait dengan kekeringan saat ini, hutan gambut yang terdegradasi, dan tanah kering yang terkait di wilayah proyek. Tanpa adanya intervensi program, sebagian besar tingkat dampak yang ada saat ini dari sumber lain akan tetap tinggi. Dengan Intervensi program, kemungkinan paling buruk yang terjadi tetap akan meningkatkan kondisi lingkungan di sebagian atau sebagian besar wilayah proyek, meskipun ada masalah sosial yang memerlukan pengelolaan yang cermat dan partisipasi yang kuat dari masyarakat. Akan ada dampak lingkungan jangka pendek dari kegiatan KFCP yang terkait dengan konstruksi penabatan kanal dan manfaat utama dari kegiatan penabatan kanal serta reboisasi yang akan terjadi dalam jangka panjang. Dampak jangka pendek akan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan manfaat lingkungan jangka panjang; namun untuk mencapai kondisi itu, penabatan kanal harus tetap ada untuk jangka waktu yang lama (10-20 tahun). Dampak sosial yang positif akan terjadi dalam jangka pendek melalui pembayaran dan program insentif, akan tetapi mungkin juga ada dampak negatif jangka pendek yang terkait dengan persepsi penggunaan lahan dan pengaturan kelembagaan untuk distribusi pembayaran, yang bisa membawa konflik jangka panjang jika tidak dikelola secara hati-hati. Dampak sosial dari perbaikan lingkungan dan pengurangan kebakaran juga akan terjadi dalam jangka panjang. Namun, akibat dampak negatif jangka pendek dan harapan untuk hasil yang segera, dapat menyebabkan kurangnya penerimaan masyarakat. Selain itu, setiap perubahan penggunaan lahan atau penggunaan sumber daya memerlukan jangka waktu yang lebih lama untuk melihat dampak yang dihasilkan. Dalam skenario tanpa9

Lihat ARPF untuk akses masyarakat pada sumber daya yang berada di dalam Status Hutan Lindung (jika perubahan ini berjalan).

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 19


proyek jangka pendek, rehabilitasi tidak mungkin dilakukan dalam skala yang besar. Oleh karena itu masih akan terjadi degradasi lingkungan yang terus menerus dan menimbulkan dampak yang lebih besar. Untuk jangka panjang, faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah kesinambungan pekerjaan fisik KFCP, yaitu penabatan kanal dan penanaman kembali atau reforestasi kawasan hutan rawa gambut yang terdegradasi. Walaupun masa depan REDD+ sebagai mekanisme karbon masih dibahas di tingkat global, namun KFCP akan mewariskan di kawasan ini berupa stabilitas lingkungan dan sosial jangka menengah dan jangka panjang, jika upaya rehabilitasi dan konservasi direalisasikan. Hasil lingkungan yang optimal (pembasahan kembali gambut, meningkatnya permukaan air, reforestasi, berkurangnya kebakaran, dan menurunnya emisi GRK) akan dapat dicapai namun harus melalui proses bertahap dari waktu ke waktu dan memerlukan upaya penabatan kanal dan peningkatan tutupan hutan. Namun, penabatan kanal bisa hilang pasca-KFCP jika penduduk lokal tidak mendapat informasi yang baik tentang nilainya terhadap lingkungan dan, akhirnya bisa menghilangkan mata pencaharian mereka sendiri. Agar stabilitas lingkungan dan manfaat rehabilitasi tetap terjaga, perlu ada kelembagaan yang kuat di tingkat pemerintah kabupaten dan desa untuk memastikan bahwa hasil-hasil yang dicapai oleh KFCP tetap dipelihara dan bahkan kalau mungkin bisa dilanjutkan. Hal ini memerlukan pemahaman dan penerimaan mengenai dampak positif yang akan bertambah dalam jangka panjang, seperti mengurangi kehilangan tanaman produktif melalui pengurangan kebakaran dan banjir, dan kelestarian lingkungan yang lebih luas di dalam kabupaten dan provinsi. Agar hal ini dapat terjadi, dampak jangka pendek di bawah skenario “dengan-proyek” harus memiliki keterlibatan kelembagaan yang sukses dan pengembangan kapasitas untuk menghasilkan program REDD+. Agar dampat positif ini dapat terwujud, KFCP, pemerintah kabupaten dan desa perlu menerapkan upaya yang signifikan untuk menyelaraskan perencanaan mereka dan implementasinya, mengingat dalam skenario tanpaproyek, rehabilitasi dan potensi pengurangan GRK tidak mungkin terjadi pada skala luas dan terkonsentrasi.

Rekomendasi dan Tindakan Rekomendasi dan tindakan penting yang disampaikan ini telah mempertimbangkan isu-isu kunci yang diidentifikasi selama Kajian Dampak Kumulatif diadakan. Rekomendasi dimaksud juga mempertimbangkan hubungan antara maksud diselenggarakannya KFCP, perencanaan, kecenderungan dan ancaman dari luar, potensi dampak dan manfaat bagi masyarakat lokal serta lingkungan wilayah KFCP. Isu-isu tersebut di atas meliputi: • Efektivitas dan keberlanjutan inisiatif KFCP yang terkait dengan pemahaman tentang manfaat jangka panjang, • Kecenderungan dan potensi ancaman dari luar terhadap wilayah KFCP dan efektivitas inisiatif KFCP, • Lingkungan dan sosial serta arah penyelenggaraan REDD+, • Pelaksanaan KFCP dan partisipasi masyarakat lokal, • Pelaksanaan KFCP dan pemanfaatan dan ketergantungan pada sumber daya alam lokal, • Mempertahankan manfaat KFCP jangka panjang dan potensi lembaga yang akan meneruskannya. Rekomendasi untuk meningkatkan langkah-langkah perbaikan desain program KFCP sudah tercakup dalam Rencana Aksi/Tindak dalam Kajian Sosial, Kode Praktek Lingkungan untuk Reforestasi dan Penabatan Kanal, Kajian Sumber Daya Budaya Fisik, Rencana Konsultasi Publik dan Pengungkapan/Keterbukaan dan Kerangka Proses Pembatasan Akses.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 20


Tabel 1. Rencana Aksi Regional

Isu/masalah

Tindakan yang Direkomendasikan

Efektivitas dan Keberlanjutan Inisiatif KFCP, dengan pertimbangan: • Pemahaman lokal tentang Manfaat dan REDD+ • Kerusakan tabat kanal • Penebangan liar di Blok E • Jalan angkut, dan peningkatan akses ke daerah tersebut • Ekspansi kebun kelapa sawit

Mengembangkan dan menerapkan strategi komunikasi yang komprehensif untuk mempublikasikan apa yang sedang dilakukan proyek dan mengapa hal itu bermanfaat, serta macam tindakan apa yang dapat mengurangi atau menghilangkan manfaat tersebut. Strategi ini perlu mempertimbangkan baik tingkat desa dan stakeholder yang lebih luas, terutama departemen-departemen pemerintah atau lembaga yang memiliki kepentingan dalam proyek tersebut.

Kecenderungan Eksternal dan Potensi Ancaman untuk Wilayah KFCP dan Efektivitas Inisiatif KFCP, dengan pertimbangan: • Tambang Tradisional • Tambang Industri • Ekspansi kebun kelapa sawit

RESA - Ringkasan Eksekutif

Pihak yang Bertanggung jawab

Tanggal target dan prioritas

Para petugas Komunikasi IAFCP, KFCP Tim CE

Akhir kuartal ke tiga 2012

KFCP

Kuartal ke tiga 2012

Tinggi

Perkiraan Anggaran

Sumber pembiayaan tambahan

Dimasukkan ke dalam alokasi anggaran IAFCP

N/A

Dimasukkan ke dalam alokasi anggaran CE

N/A

Penyediaan untuk lembaga-lembaga pemerintah seperti BLH dan Dinas Kehutanan (di tingkat kabupaten dan provinsi), peningkatan kapasitas atau informasi, tentang REDD+.

Menyebarluaskan dokumen RESA dan informasi yang jelas mengenai kecenderungan dan ancaman eksternal (terdaftar di sebelah kiri) yang dapat mempengaruhi wilayah KFCP, tetapi tidak dapat dikendalikan oleh KFCP, kepada para pengambil keputusan dan para penasihat (politisi, pejabat lembaga, pemerintah daerah, LSM, dll.)

Tinggi

Hal. 21


• Penebangan liar di Blok E • Transmigrasi • Jalan angkut, dan peningkatan akses ke daerah tersebut • Perburuan Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial Regional dan Arah REDD+, dengan pertimbangan: • Tambang Tradisional • Tambang Industri • Ekspansi kebun kelapa sawit • Penebangan liar di Blok E • Transmigrasi • Jalan angkut, dan peningkatan akses ke daerah tersebut • Perburuan • Inklusifitas gender

Memperkuat Kelompok Kerja atau Working Group (kabupaten dan provinsi) untuk mendorong/mengaktifkan/memberdayakannya dalam membuat keputusan yang akan mengarah pada hasil yang baik dan berkelanjutan. Jenis pertanyaan untuk ditangani oleh Kelompok Kerja akan berupa: apakah masyarakat transmigrasi akan jadi datang, izin pertambangan atau penebangan yang mengancam hutan gambut secara langsung atau tidak langsung, pengendalian perluasan kelapa sawit, dll.

Implementasi KFCP dan Partisipasi lokal, dengan pertimbangan: • Efektivitas dan kesetaraan terkait dengan pembayaran

Pastikan penyediaan dukungan teknis yang memadai tersedia untuk komunitas sehingga pembayaran pekerjaan dan kinerja bisa direalisasikan. Pastikan penyediaan dukungan administrasi yang memadai. Jika perlu, lakukan tinjauan ulang partisipatif tentang kegiatan dan desain ulang yang sesuai.

RESA - Ringkasan Eksekutif

Kelompok Kerja KFCP

Bantuan yang berlanjut Tinggi

Dimasukkan ke dalam alokasi anggaran IAFCP

N/A

Dimasukkan ke dalam alokasi anggaran RPP

N/A

Usaha untuk menyertakan Kantor Kabupaten untuk Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak di dalam Kelompok Kerja Kabupaten Kapuas. Memfasilitasi pertemuan antara Komite Teknis IAFCP di Jakarta dan Kelompok Kerja daerah tentang masalah dan arahan REDD+.

Tinjau ulang aspirasi perempuan dalam kaitannya dengan keterlibatan dalam program KFCP dan catat hambatan partisipasi mereka. Integrasikan tindakantindakan, untuk memfasilitasi keterlibatan perempuan dalam program KFCP,

IAFCP/KFCP (memastikan hubungan antara kebijakan dan operasional)

Kuartal ke tiga 2012 Tinggi

Hal. 22


• •

insentif dan program mata pencaharian alternatif Kesetaraan antar desa dan sub-desa Kesetaraan antar desa (atau anggapan adanya ketidaksetaraan antar desa) Kesetaraan antar masyarakat yang memiliki lahan dan yang tidak memilikinya, dan inklusifitas program secara keseluruhan Isu kesetaraan seputar Gender

Implementasi KFCP dan Pemanfaatan dan Ketergantungan pada Sumber Daya Alam Lokal, dengan pertimbangan: • Ketersediaan lahan untuk pertanian • Penggunaan api untuk penyiapan

RESA - Ringkasan Eksekutif

dalam desain paket pekerjaan dan pilihan mata pencaharian alternatif untuk memfasilitasi keterlibatan yang lebih besar dari perempuan. Uraikan program pelatihan untuk TP dan TPK untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan kesetaraan kesempatan dan pembayaran. Untuk setiap masalah khusus yang berhubungan dengan kesetaraan gender, memberikan pelatihan kesadaran gender atau bimbingan kepada TP/TPK untuk memfasilitasi akses yang setara terhadap pekerjaan dan pembayaran di antara jenis kelamin. Pastikan pemantauan yang konsisten untuk distribusi pembayaran dan mekanisme kontrak, dengan fokus pada pemahaman siapa yang paling mendapatkan manfaat dari program ini; jika diperlukan modifikasi kontrak untuk perjanjian kerja untuk memungkinkan partisipasi atau distribusi manfaat yang lebih besar. Tinjau ulang pilihan-pilihan untuk pembayaran yang lebih cepat atau paket pembayaran yang lebih kecil, sehingga orang-orang dengan cadangan keuangan yang kurang, dapat lebih mudah berpartisipasi. Tinjau ulang prosedur yang berkaitan dengan transportasi untuk anggota masyarakat (misalnya untuk kehadiran dalam pertemuan/pelatihan) dan metode komunikasi dengan dusun-dusun yang lebih terpencil untuk memastikan partisipasi aktif mereka dalam program ini. Fasilitasi mata pencaharian alternatif yang mendukung keamanan pangan dan intensifikasi tanaman, selain karet (jika memungkinkan, mempertimbangkan kondisi pertumbuhan). Pemantauan berlanjut tentang penggunaan sumber daya dan ketergantungannya, termasuk potensi peningkatan tekanan pada sumber daya lainnya yang menyebabkan kelebihan pengambilan (over-ekstraksi) dan berkurangnya kehandalan sebagai suatu alternatif. Lakukan penelitian untuk mengukur ketergantungan mata pencaharian pada pembakaran - menggunakan pengelolaan lahan yang ada dan mempertimbangkan pengelolaan lahan alternatif dan teknik pertanian. Lakukan penelitian mata pencaharian lebih lanjut untuk secara cepat

Spesialis IAFCP M&E Tim Mata Pencaharian KFCP

Berlanjut

Dimasukkan ke dalam alokasi anggaran M&E dalam RPP

Donor-donor REDD+ lainnya

Hal. 23


lahan • Ketersediaan dan keberlanjutan sumber daya alam dan pilihan mata pencaharian

mendefinisikan dan mencoba kegiatan alternatif untuk dilakukan dengan bagian masyarakat yang tertarik. Terlibat secara aktif dengan LSM lokal dan nasional dan dengan lembagalembaga yang berfungsi untuk penelitian serta pengawasan.

Keberlanjutan manfaat jangka panjang secara regional dari KFCP: • Lembaga Penerus

Secara aktif mendukung proses pembentukan organisasi penerus yang akan mengelola areal pasca proyek, hal ini mungkin KPHL atau lembaga lain, cukup cepat untuk memiliki satu tahun waktu overlap dengan proyek tersebut. Mengkomunikasikan perencanaan keberlanjutan proyek kepada stakeholder termasuk pemerintah daerah dan desa. Jika mengubah status dari Hutan Produksi ke Hutan Lindung adalah suatu pilihan, memberikan saran dan dukungan teknis yang mungkin diperlukan Kementerian Kehutanan untuk memfasilitasi perubahan tersebut.

KFCP KFCTF

Dimulai segera dan diselesaikan pada Juni 2015 (bersinggungan selama 1 tahun)

Dimasukkan ke dalam alokasi anggaran IAFCP

Bank Dunia, donor-donor REDD+ lainnya

Tinggi

RESA - Ringkasan Eksekutif

Hal. 24




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.