www.transportasi.co
Pertumbuhan pasar MRO Indonesia di tahun 2025 bagai hidangan lezat bagi para pelaku MRO lokal, tapi berpotensi mubadzir bila Indonesia tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup untuk menyantapnya. “Untuk mengambil peluang ini sepenuhnya, dibutuhkan usaha yang besar untuk meningkatkan kapabilitas, apalagi dalam waktu yang singkat ini.” ujarnya.
Untuk mengambil peluang ini sepenuhnya, dibutuhkan usaha yang besar untuk meningkatkan kapabilitas, apalagi dalam waktu yang singkat ini. Richard Budihadianto Ketua IAMSA
Waktunya Merealisasikan
Sebagai salah satu wadah yang merangkul lebih dari 60 pelaku MRO di Indonesia, IAMSA mengupayakan berbagai hal untuk menyambut potensi pasar ini. Salah satu upaya itu adalah pembangunan kawasan industri penerbangan terpadu yang sejak sembilan tahun lalu telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kawasan yang dinamakan Airport and Aerospace Industry Park (AASP) ini merupakan sebuah wadah berbagai industri penunjang industri penerbangan. Tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya pelaku industri MRO, tetapi juga fasilitas perawatan pesawat lainnya. AASP yang ditargetkan dibangun di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, ini sedang memasuki tahap pembangunan runway. AASP ini juga mencakup bandara baru New Bintan Airport yang tidak lain merupakan satu-satunya bandara di Indonesia yang dibangun oleh pihak swasta. “Diharapakan tahun 2020 akan selesai, jadi kita bisa langsung mulai MRO,” kata Richard. Richard mengakui, tidak mudah menjelaskan kepada orang awam menyoal pentingnya AASP Indonesia ini. Perealisasian AASP memang memakan waktu yang terkesan lambat, namun masih wajar lantaran banyak yang harus dikoordinasikan. Padahal, AASP membawa banyak keuntungan untuk Indonesia, khususnya industri aviasi. “Keuntungannya banyak, pertama mudah dikontrol. Kemudian, safety yang dipengaruhi dari kemudahan dukungan sparepart. Membantu airline beroperasi lebih efisien karena perawatan dalam negeri pasti lebih murah. Juga penambahan lapangan pekerjaan, karena berdasarkan data, setiap satu teknisi MRO akan menambah lima pekerjaan baru.
tidak berlaku untuk mereka. Bahkan, baru sekitar 60 persen anggota kami yang yakin bergabung dan pindah ke AASP.” ATURAN GANJIL GENAP ujar Richard. SIAP DILANJUTKAN? Juga saving devisa keluar, dan bahkan Kebutuhan sertifikasi perusahaan mendatangkan devisa melalui persaingan ini juga dinaytakan perlu oleh Ketua internasional,” jelasnya. Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, Yukki N. Hanafi, “Jangankan di MRO yang berurusan dengan safety, Empat Pilar BAYU SUTANTO di logistik saja perlu sertifikasi. Bukannya Sementara itu, tidak hanya AASP MANAGING DIRECTOR PT TRANSNUSA memperketat atau mempersulit, tetapi ini yang IAMSA perjuangkan. Terdapat mendorong kita untuk lebih compliance. empat pilar untuk menyambut potensi Tantangannya mungkin besar, tetapi pasar MRO Indonesia di masa depan peluangnya pun sepadan,” katanya. ini, yakni: pembangunan AASP, bea Di sisi lain, pengamat dunia masuk 0 persen, mendorong MRO untuk penerbangan Alvin Lie menyatakan sertifikasi FAA dan IASA, dan SDM yang ketidakkhawatirannya atas perusahaan cukup serta mumpuni. “Selain AASP, kecil, “Sebesar-besarnya MRO, pasti kami mendorong bea masuk 0 persen kapasitasnya terbatas. MRO kecil tidak untuk semua sparepart. Bukan meminta perlu khawatir karena pasti memiliki untuk diistimewakan, tapi demi kompetisi pasarnya sendiri-sendiri. MRO besar dengan MRO luar karena mereka juga mungkin kuat, tapi juga memiliki segitu,” katanya. kelemahan. Saya tidak khawatir MRO “SDM di MRO ini masih kurang, kecil akan mati jika MRO besar nanti laris,” perkiraan saya dibutuhkan sekitar seribu ungkapnya, Rabu (15/8). lulusan baru setiap tahunnya untuk Untuk mendorong perusahaan memenuhi kebutuhan pasar. Kami sudah MRO di Indonesia berani bergerak mengupayakan dengan mengajak maju, IAMSA juga melakukan edukasi berbagai unversitas maupun politeknik kepada MRO di Indonesia melalui umum untuk menjadi politeknik khusus konferensi internasional yang diadakan aviasi, sehingga lulusan yang keluar setiap tahunnya. “Konferensi ini setiap tahunnya akan lebih banyak,” diharapkan dapat menambah wawasan jelasnya. MRO Indonesia dan membuka lahan Selain itu, untuk bertarung kerjasama dengan pasar global. Karena dengan MRO internasional, MRO lokal untuk mengimbangi potensi pasar, kita membutuhkan kualifikasi yang mumpuni membutuhkan dana, SDM, dan sistem melalui sertifikasi FAA dan IASA sebagai yang baik,” ujar Sekretaris Jendral IAMSA standar keamanan di dunia penerbangan. Agus Sudaryo. Sedangkan, masih sedikit perusahaan Untuk menyambut masa depan MRO di Indonesia yang mengantongi MRO Indonesia, Richard berharap MRO sertifikat tersebut. Indonesia memiliki gairah lagi untuk “Di IAMSA saja, baru ada 7 dari 60 berani maju. “Sejujurnya saya sendiri perusahaan. Memang, menyertifikasi pun merasa takut, tapi peluangnya besar ini perlu modal biaya dan upaya yang sekali, dan saya yakin kita bisa,” tutup besar. Tapi kalau tidak maju, mungkin mantan Dirut GMF AeroAsia ini. angka-angka (lonjakan potensi pasar) itu
DORONG INTERLINING ANTAR MASKAPAI
PERSPEKTIF BARU
KELOLA TRANSPORTASI
EDISI 32 • 5 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2018 Rp. 45.000,-
COVER STORY Bayu Sutanto Managing Director PT TransNusa Aviation Mandiri
DORONG INTERLINING ANTAR MASKAPAI
Peningkatan penumpang di moda transportasi udara tentu menghadirkan stimulus geliat operator penerbangan. Akan tetapi, dalam dunia penerbangan memiliki nuansa teknologi tinggi yang menuntut tingginya investasi. Untuk memperkuat kinerja maskapai perlu adanya kerjasama antara maskapai dalam wujud interlining. Selain itu, pemerintah diharapkan mampu memberi kepastian dalam menentukan tarif batas bawah. n M. A. HAPSARI
S
adar akan besarnya peluang yang ditawarkan bisnis transportasi udara, karena kompetisi antar maskapai kian ramai dengan kemunculan berbagai maskapai baru. Meski sering kali catatan pemasukan “dompetâ€? perusahaan tak semanis prestige yang diimingi, baik maskapai berjadwal maupun non-berjadwal di Indonesia, jatuh bangun untuk terus menerbangkan armadanya ke angkasa. Untuk terus mengudara, perusahan maskapai penerbangan Indonesia harus pandai dalam memilah strategi dalam menjawab tantangan yang ada. Salah satunya maskapai swasta nasional, yaitu TransNusa, yang telah genap berÂusia tujuh tahun mengepakan sayapnya di langit Indonesia.
38 | Transportasi Indonesia
Kepada Transportasi Indonesia, Bayu Sutanto, Managing Director PT TransNusa Aviation Mandiri mengatakan, penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal di Indonesia memiliki perkembangan yang besar dari segi industri transportasi udara dalam 10-15 tahun terakhir. Bahkan menurutnya, pada lima tahun terakhir pertumbuhan penumpang selalu positif hingga masuk ke angka dua digit. Fasilitas pun ikut berkembang, seperti bandara yang semakin banyak dengan terminal dan runway yang semakin baik. “Khususnya di Timur dan Barat, semakin terlihat banyak bandara baru. Itu demi mengantisipasi pertumbuhan penumpang. Meksipun menurut pengamat, progress ini terbilang lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan penumpang,” ujar Bayu, di ruang kerjanya yang terletak di kasawan Cideng, Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia pun mengakui, beberapa bandara besar terlihat kewalahan menampung banyaknya penumpang yang lalu lalang setiap harinya. “Bisa dilihat dari Cengkareng (Bandara Soetta) dan Yogyakarta (Bandara Adi Sutjipto) yang sudah over load karena kalah cepat dengan pertumbuhan penumpang,”. Pertumbuhan penumpang angkutan udara yang cepat ini dirasa Bayu akibat berbagai faktor. Salah satunya, bertambahnya masyarakat kelas menengah yang memberi dampak meningkatnya pengguna transportasi udara dari transportasi lainnya.
Win-Win Solution
Bayu juga mengimbuh, pertumbuhan penumpang yang terjadi ini jauh lebih banyak disetir oleh penerbangan berjadwal dibandingkan penerbangan tidak berjadwal. Ini lantaran, penerbangan tidak berjadwal tidak memilik banyak penumpang yang diangkut. Maskapai berjadwal sendiri melayani penumpang masyarakat umum dalam tiga segmen yakni full service, medium, dan Low Cost Service (LCC). Menurut Bayu, persoalan yang menjadi tantangan dalam penerbangan berjadwal adalah konektivitas dan jaringan. Konektivitas penerbangan di Indonesia dinilainya kurang merata, sehingga masyarakat yang ingin atau dari daerah terpencil sulit mendapatkan angkutan udara.
Selain itu, interlining atau kerjasama antar maskapai juga menjadi tantangan tersendiri. “Contoh, bila ingin ke suatu daerah yang tidak ada penerbangan langsung, jika maskapai A tidak terbang, jadinya mau ke airline B kan sulit. Sementara itu di luar negeri, hubungan antar maskapai terbantu dengan interlining. Meskipun ini terjadi berdasarkan kesadaran sendiri (maskapai) maupun dipaksa melalui aturan,” imbuh Bayu yang juga menjabat sebagai Kepala Penerbangan Berjadwal di Indonesia National Air Carriers Association (INACA). Menurutnya, interlining bisa menjadi solusi dalam menjangkau besarnya kawasan Indonesia. Selain itu untuk membantu maskapai memiliki lebih banyak jaringan, mengingat kapasitas masing-masing maskapai yang terbatas. “Ini sebenarnya merupakan win-win solution bagi maskapai besar maupun maskapai kecil. Selain itu juga berguna untuk menghindari terjadinya monopoli dan oligopoli,” katanya.
Tantangan Biaya
Di sisi lain, faktor biaya juga menjadi tantangan di industri penerbangan. Menurut Bayu ini disebabkan besarnya pengaruh devisa terhadap bisnis ini, khususnya efek dari mata uang asing mulai dari biaya fuel hingga training kru. “Soal fuel, makin ke Timur makin mahal, karena kilang minyak berada di Jawa, Sumatera, dan Balikpapan saja. INACA sudah menyarankan agar harga di daerah tertentu harus dikaji ulang, supaya harga di daerah itu tidak jauh berbeda dari yang di Jawa,” jelasnya.
Selain itu, biaya bandara juga dianggap perlu dikaji. “Pengelolaan bandara di Indonesia kan hanya diatur oleh Kemenhub dan Angkasa Pura I & II. Harus ada badan ekonomi pemerintah yang mengintervensi biaya, jangan sampai orientasinya hanya profit,” ujarnya. Belum habis di situ, tantangan lainnya bagi Bayu yang saat ini sedang ramai dibicarakan adalah tarif batas bawah yang butuh kepastian dan aturan, “ini untuk menghindari persaingan harga yang tidak sehat, juga menjamin pelayanan dan keselamatan akibat dari bantingan harga.” Adapun, aturan Undang-Undang Penerbangan sendiri menunjuk pemerintah sebagai penentu tarif penerbangan. Menurut Bayu, tarif lebih baik ditentukan oleh pasar. “Kalau di negara lain yang menentukan adalah pasar. Jadi kita harap pemerintah mampu mengatur melalui supply demand. Jika supply demand sebanding, kita tidak perlu diintervensi, bagaimana harga pasar saja,” harap Bayu. Berbagai tantangan di dunia penerbangan Indonesia yang perlu diperhatikan lebih dalam oleh semua stakeholder bagi Bayu bagai peribahasa “sehari selembar benang, lama-lama menjadi sehelai kain”, pekerjaan sulit yang perlu dikerjakan de ngan teliti dan totalitas, namun pasti, dan nantinya akan berhasil juga. “Ke depannya, prospek angkutan udara juga besar apalagi melihat target negara untuk meningkatkan devisa dari tourism yang ambisius, meskipun begitu kesuksesannya tergantung pada destinasi wisata itu sendiri, karena kami (maskapai) ini hanya alat transportasi,” ungkap Bayu.
Edisi 32 | 5 September - 5 Oktober 2018 | 39
COVER STORY
DARI MASKAPAI LOKAL, JADI BERSTANDAR GLOBAL Genap tujuh tahun TransNusa mengepakan sayap di langit Indonesia. Di bawah bendera PT TransNusa Aviation Mandiri, biasa disebut TransNusa, terus merajut konektivitas masyarakat di Tanah Air, terutama di wilayah timur Indonesia. Fokus pada keselamatan tanpa melupakan kualitas layanan, jadi landas pacu untuk mengembangkan bisnis ke depan. n M. A. HAPSARI
T
ransNusa resmi mendapatkan sertifikat operator usaha sendiri (AOC) dan mengantongi izin penerbangan komersil berjadwal, pada 19 Agustus 2011. Momen tersebut menjadi titik hulu terealisasinya citacita TransNusa Aviation Mandiri untuk melayani penerbangan bagi masyarakat secara lebih luas. Ini adalah buah dari perjalanan panjang yang dirintis sejak tahun 2005. Di tahun ke-7 ini TransNusa menajamkan asa untuk memperluas serta memperbanyak jangkauan pelayanan. Respon yang positif atas dibukanya penerbangan Maumere-Makassar pada Mei 2017 lalu mengilhami TransNusa untuk menambah frekuensi terbang. Maumere-Makassar PP yang sebelumnya
40 | Transportasi Indonesia
3 kali seminggu, menjadi 5 kali seminggu (Senin, Selasa, Kamis, Jumat, Sabtu). Demikian pula dengan jalur KupangRuteng/Ende PP juga mendapatkan apresiasi yang tinggi, sehingga diputuskanlah untuk menambah frekuensi terbang. Sebelumnya per 4 Agustus 2017 lalu jadwal regular dijalankan 6× seminggu, kini ditambahkan menjadi 7 kali seminggu dilayani oleh ATR. Semua ini terjadi berkat partisipasi pelanggan yang setia dan mendukung TransNusa. Bagaimana rentang sayap TransNusa mengejar impiannya menjadi maskapai lokal dengan taraf internasional? Berikut wawancara dengan Bayu Sutanto, Managing Director PT TransNusa Aviation Mandiri, sekaligus Kepala Penerbangan
Berjadwal di Indonesia National Air Carriers Association (INACA). Bagaimana Perjalanan TransNusa Hingga Saat Ini? TransNusa merupakan sebuah maskapai penerbangan yang memiliki berbagai jenis layanan penerbangan, yaitu penerbangan komersial biasa, spot dan d editaced charter, bahkan pesawat penanganan khusus untuk evakuasi medis. Pada penerbangan komersial reguler, TransNusa diklasifikasikan sebagai maskapai layanan menengah. Namun demikian, dengan pengalaman yang solid panjang, kami dapat lakukan layanan sesuai permintaan pelanggan pada penerbangan charter.
Berbicara soal sejarah, perjalanan TransNusa mungkin belum sepanjang maskapai lainnya. Pada tahun 2010, TransNusa telah mengoperasikan pesawat Fokker 50 yang pertama, PK-TNS. Barulah pada Agustus 2011, TransNusa Aviation Mandiri telah medapatkan Air Operator Certificate (AOC No. 048) dan Surat Ijin Usaha Angkutan Udara - Niaga Berjadwal (Siau-NB No. 023). Momen ini merupakan momen kelahiran maskapai yang kerap mengambil rute di daerah-daerah kecil ini. Perlahan-lahan, TransNusa mulai mendatangkan berbagai armada di tahun 2014. Pada bulan September 2014, TransNusa kedatangan ATR pertamanya ATR 42 yang dikirim langsung dari ATR home ground di Tolouse, Prancis. Di bulan yang sama sudah mulai melayani penerbangan untuk Chevron Indonesia.
Bagaimana potensi penerbangan berjadwal dan tidak berjadwal Trans Nusa? Untuk penerbangan berjadwal, kami ingin menjadi maskapai berjadwal yang andal dengan service level yang memuaskan penumpang misalkan on time performance, credibility pesawat, dan paling utama adalah safety. Saat ini kami sedang proses untuk mendapatkan audit sertifikasi dari IATA atau IOSA. Awal tahun ini kami menjadi sampling pihak Uni Eropa. Kami akan menjadi maskapai domestik dengan standar keselamatan dan pelayanan internasional. Selain itu, belum lama ini TransNusa meraih peringkat pertama On Time Performance
Awal tahun ini kami menjadi sampling pihak Uni Eropa. Kami akan menjadi maskapai domestik dengan standar keselamatan dan pelayanan internasional. Bayu Sutanto Managing Director PT TransNusa Aviation Mandiri
Pada Desember 2014, TransNusa kedatangan pesawat jet pertama, Fokker 70, PK-TNR, yang memungkinkan TransNusa dalam operasi jet. Ini kemudian membuat TransNusa mulai melayani West Natuna Corsortium, terdiri dari Premier Oil, Star Energy dan PT TAC. PAN untuk penerbangan charter berjadwal di daerah laut Anambas. Sementara tahun berikutnya, TransNusa menghadirkan pesawat VVIP pertamanya dengan konfigurasi 19 kursi BAe 146-100, PK-TNV dan ATR lainnya di tahun-tahun berikutnya. Pada Mei 2016, dimulailah kerjasama dengan Sriwijaya Air. Saat ini, TransNusa telah memiliki 10 pesawat ATR yang sudah melayani berbagai rute di Nusantara. Saat ini, TransNusa termasuk dalam segmen regional airline atau feeder. Kelemahan kami adalah kami tidak memiliki konektivitas, tapi kami kerjasama dengan maskapai berjadwal yang lebih besar, seperti Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, dan Garuda Indonesia.
(OTP) Penerbangan Domestik Semester I Tahun 2018 oleh Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub RI. Peringkat ini didapatkan dengan angka performa ketepatan waktu TransNusa yang mencapai 91% dengan sembilan kali delay dan tanpa pembatalan penerbangan. Ini mengalahkan Batik Air, Nam Air, dan Garuda Indonesia. Sementara untuk penerbangan tidak berjadwal, kami ini kecil. Kebetulan memiliki tim yang capable untuk tender charter company, tapi tidak banyak, hanya satu atau dua pesawat. Karena kondisi charter khususnya untuk migas, dua tahun terakhir harga
minyak turun drastis. Ini membuat aktivitasnya berkurang dan berpengaruh pada kebutuhan aktivitas angkutannya. Meskipun normal, kebutuhannya pun hanya 1%, lebih ke laut. Rute dan armada apa saja yang Transnusa miliki, adakah rencana penambahan? TransNusa saat ini mengoperasi kan 10 pesawat baik ATR maupun Fokker dan BAe. Ke depan akan fokus di tipe ATR. Akhir tahun ini akan ada penambahan 3 ATR dan tahun depan 6 ATR. Rute yang kami layani saat ini adalah seluruh rute di Nusa tenggara Timur, Juni kemarin masuk Sulawesi Selatan, akhir tahun kita masuk ke Kalimantan (Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Palangkaraya, dan lainnya). Tahun depan dilihat lagi daerah Sumatera, karena pertumbuhan itu harus dilihat dengan hati-hati, tidak bisa asal buka rute, nanti pesawatnya nganggur. Bagaimana teknologi yang diusung? Kami sedang bertahap mengembangkan teknologi di armada kami seperti, two flight operation, flight plan, dan lainnya. Kalau menyoal ticketing, kami masih mengikuti Online Travel Agent (OTA), tapi ke depannya kami akan membuat aplikasi ticketing sendiri. Apa harapan untuk TransNusa ke depannya? Saat ini, TransNusa sedang bertransformasi menjadi maskapai lokal yang berstandar internasional. Karena kami ingin menawarkan yang terbaik bagi penumpang dengan memberi pelayanan terbaik namun juga aman. Edisi 32 | 5 September - 5 Oktober 2018 | 41
Congratulations PT TransNusa Aviation Mandiri August 19, 2011 - August 19, 2018