3 minute read

Filosofi Rendang

Next Article
Restaurateur

Restaurateur

DI BALIK POSISI TERHORMATNYA BAGI ORANG MINANG

Menjadi salah satu makanan yang diakui paling enak di dunia secara resmi menjadikan Indonesia mendapat tempat terhormat di kancah kuliner dunia. Hal itu berawal dari pengakuan orang Minang terhadap sajian super istimewa ini.

Advertisement

Rendang, atau oleh masyarakat Minang dilafal randang, pada dasarnya berasal dari kata “marandang” yang berarti memasak santan hingga kering secara perlahan. Proses memasaknya tidak sebentar, setidaknya empat jam, hingga akhirnya hanya menyisakan daging sapi super empuk yang terinfusi sempurna dengan bumbu, herba, dan santan.

Bumbu dan herba yang ditambahkan dalam sajian ini cukup kompleks: cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah dan aneka bumbu lainnya yang biasanya disebut sebagai pemasak. Penggunaan bumbu yang alami ini membuat rendang bersifat antiseptik sehingga dapat membunuh bakteri patogen. Hal inilah yang membuat rendang bisa tahan hingga berminggu-minggu. Juga, bumbu dan herba menyumbang cita rasa yang kompleks dan unik. Sama uniknya dengan filosofi yang dikandungnya.

Filosofi Rendang

Bagi orang Minang, Sumatra Barat, rendang erat kaitannya dengan musyawarah dan mufakat. Ini berangkat dari empat bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang, yakni daging, kelapa, cabai, dan bumbu-bumbu.

Secara simbolis, dagiang (daging sapi) melambangkan “niniak mamak”, sebagai sosok yang dihormati dan dituakan. Niniak Mamak sendiri merupakan pemimpin kaum atau masyarakat Sumatera Barat agar hidup harmonis dan berdampingan dengan norma yang berlaku. “cadiak pandai” atau kaum intelektual. Di sini, para cendekiawan bertugas membantu para pemimpin adat atau yang dituakan dalam menghadapi berbagai masalah di masyarakat. Tujuannya agar masyarakat tetap rukun dan hidup harmonis.

Cabai melambangkan “alim ulama” atau tokoh agama. Dalam hal ini, erat kaitannya dengan masakan Padang yang khas dengan rasa pedas yang dihasilkan cabai. “Pedas” menggambarkan guru-guru agama di Padang saat mengajar anak-anak membaca Al-Quran dan cara berbudi pekerti. Hal ini dilakukan agar anakanak dapat ingat dan tahu serta dapat menjadi orang yang baik nantinya.

Terakhir, bumbu yang melambangkan keseluruhan masyarakat Minangkabau. Di sini, semua bumbu (serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah) mewakili masyarakat yang menjadi pelengkap dari hidangan rendang itu sendiri. Maksudnya, semua orang di dalam komunitas masyarakat itu penting dan harus dihargai sebagai sesuatu yang penting juga.

Asal Usul Rendang

Sebagai masakan tradisi, rendang memiliki sejarah yang panjang, dan konon telah lahir sejak orang Minang menggelar acara adat pertamanya-diperkirakan sekitar abad ke-16. Hal ini sebagaimana diungkapkan Sejarawan Universitas Andalas, Prof. Dr. Gusti Asnan.

Ia menyebut rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka untuk berdagang pada awal abad ke-16. Saat itu, rendang yang sangat awet dan tahan lama, menjadi bekal terbaik buat para perantau.

Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16).

Kelahiran rendang tak luput dari pengaruh beberapa negara, misalnya bumbu-bumbu dari India yang diperoleh melalui para pedagang Gujarat, India. Karena diaduk terusmenerus, rendang pun identik dengan warna hitam dan tidak memiliki kuah.

Seiring waktu, seni memasak rendang berkembang ke kawasan serantau berbudaya Melayu lainnya; mulai dari Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang di Negeri Sembilan (salah satu negara bagian Malaysia) yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau.

Dan popularitasnya kian melambung hingga melampaui wilayah asalnya, ketika orang Minang merantau semakin jauh. Selain bekerja sebagai pegawai atau berniaga, banyak juga orang Minang yang berwirausaha dengan membuka restoran. Dan, ini tidak saja terjadi di Indonesia, restoran padang dapat kita jumpai di manca negara. Tentu saja, termasuk Australia.

Rumah makan inilah yang kemudian memperkenalkan rendang kepada dunia, hingga pada 2011 didapuk sebagai pemuncak di daftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) versi CNN International.

Dalam perkembangannya kini, rendang bukan saja tak lagi terbuat dari daging, ini juga tak lagi semata dihidangkan dalam acara adat. Rendang kini telah menjadi makanan yang disajikan dalam keseharian. Bagi sebagian umat Islam, ini juga menjadi makanan khusus untuk idulfitri atau hari raya Lebaran.

Varian Rendang

Jika di awal kemunculannya, bahkan hingga ratusan tahun kemudian, rendang identik dengan daging sapi, kini telah dikenal pula berbagai jenis bahan daging lainnya yang dimasak sesuai bumbu dan resep serupa. Adapun variasi rendang itu meliputi:

• Rendang daging: daging sapi, kerbau, kambing, atau domba. • Rendang ayam: rendang yang terbuat dari daging ayam. • Rendang hati: rendang yang terbuat dari hati sapi. • Rendang telur: rendang yang terbuat dari telur ayam dengan bentuk yang lebih menyerupai keripik, khas Payakumbuh. • Rendang paru: rendang yang terbuat dari paru-paru sapi, khas

Payakumbuh.

• Rendang suir (randang runtiah):

rendang khas Payakumbuh yang dibuat dari daging ayam atau sapi yang serat dagingnya disuir atau diurai kecil-kecil. • Rendang Pensi: rendang khas

Danau Maninjau, Kabupaten Agam, yang terbuat dari pensi (kerang air tawar yang berukuran kecil).

This article is from: