Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah?

Page 1

Minggu, 27 Juni 2010

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat karena ia memilih kesesatan). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 45:23)

Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah? agaimanakah sesungguhnya keterkaitan antara manusia dan keilmuan yang dihimpunnya? Selalu tepatkah suatu keilmuan bagi fithrah manusia? Keilmuan yang tepat sesuai dengan perkembangan fithrah jiwa manusia adalah keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani, yang dapat dipakai untuk menjaga dan merawat ke 5� (baca: "lima titik") unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri. Boleh jadi selama ini banyak manusia tidak menyadari bahwa beberapa unsur atau ke 5� unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri mempunyai hak untuk diberi ilmu, sebagaimana jasad juga mempunyai hak-hak tertentu. Tetapi perlu diingat bahwa, tidak semua ilmu dapat disuapkan kepada diri. Bagaimana ilmu yang tak sesuai dengan fithrah manusia?

MEMBACA SECARA SUBJEKTIF DENGAN LOGIKA NAFSU





LOGIKA-NAFSU MENGENALI SESUATU

Banyak jenis ilmu yang sebenarnya tidak bersesuaian dengan bakat atau selera unsurunsur di dalam diri. Bila hal ini tetap dipaksakan, pasti cepat atau lambat ilmu-ilmu yang tidak bersesuaian dengan bakat atau selera unsur-unsur di dalam diri akan mengadakan perlawanan atau pergolakan. Wujud perlawanan atau pergolakan itu muncul berbagai penyakit di dalam diri, terutama penyakit paling berat di dalam diri adalah penyakit hati. Dengan demikian hanya penyakit sajalah yang pasti senantiasa menghampiri diri manusia akibat ilmu yang disuapkan ke dalam unsur-unsur diri tidak bersesuaian dengan bakatfithrah unsur-unsur tersebut. Seperti jenis penyakit fisik dan penyakit hati dengan letak perbedaannya ialah: “jenis penyakit fisik sering tidak banyak berpengaruh terhadap perilaku, tetapi penyakit hati apapun jenisnya pasti akan membuahkan bentukan-bentukan sifat yang berpengaruh pada sikap perilaku, bahkan lebih dari itu mampu menentukan sikap perilaku seseorang”. Bagaimana Al Qur'an membentuk sikap perilaku manusia?

Keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani.

Keilmuan itu pasti dapat menjaga dan merawat ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri. Sehingga perlu ditegakkan pembaharuan terhadap keilmuan yang berkembang saat ini, yaitu dengan mengembalikan pola pandang keilmuan pada keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani. Keilmuan murni ini pulalah yang akan membawa manusia pada tingkat pengenalan pasti yang diistilahkan “ma’rifatullah”. Sifat dari keilmuan murni terpadu senantiasa berlaku untuk keadaan masa yang lalu, sekarang dan akan datang. Sementara


dunia keilmuan yang berkembang saat ini adalah pengenalan tahu terhadap sesuatu yang diawali dengan keraguan, selalu didahului dengan tanda-tanya. Sedangkan unsur dayapotensi yang melahirkan keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani itu adalah unsur dayapotensi rasa, hati dan aqal yang saling merajut dengan getaran ilaahiyah. Sebagaimana telah digambarkan pada layang-layang, ke 5� unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri manusia mempunyai fungsi dan pengembangan yang berbedabeda. Meskipun fungsi dan pengembangannya berbeda, tetapi tetap utuh bersatu dalam rajutan ketenagaan Ilaahiyah. Pengembangan dari ke 5� unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri adalah:

MEMBACA SECARA OBJEKTIF





INDUKSI

● Ruh berfungsi menerobos lapisan-lapisan cahaya Allah yang melindungi guratan papan Lauhil-Mahfudz. Dengan pengembangan bercinta-mesra kepada Allah pasti menggaet ke 4• unsur daya-potensi ketenagaan lainnya, ibarat ganggang-air yang terajut menjadi satu keterikatan secara keseluruhannya.

● Rasa berfungsi untuk menikmati keindahan sifat Allah sekaligus menikmati segala kasihsayang/kepemurahan Allah. Sudah barang tentu rasa baru dapat berfungsi setelah ruh berhasil menerobos lapisan-lapisan cahaya Allah. Perkembangan lanjut adalah membentuk sikap perilaku yang indah, keilmuan yang indah serta pola hidup yang indah. Kemudian kepemurahan Allah yang telah dirasa itu dikirimkan kepada hati.

● Hati selaku wadah penerima getaran pengkhabaran dari Allah. Pengkhabaran dari Allah itu diperoleh hati melalui getaran tali rasa dan tali ruh. Pengembangan hati diperoleh dari kerja sama yang baik antara ruh, rasa dan hati yang titik sasaran pengembangannya adalah dunia spiritual, langkah berikutnya getaran yang telah ditangkap hati diserahkan kepada aqal.

● Aqal berfungsi menata bahasa getaran yang ditangkap oleh wadah hati. Maksud aqal menata adalah agar mudah dimengerti dan disikapi bagi seluruh manusia. Pengembangan aqal adalah menghantarkan manusia pada jenjang keintelektualan yang indah. Yaitu


intelektual yang lurus-laras dengan kehendak Allah.

● Nafsu berfungsi mengikuti apa-apa yang telah tertata oleh aqal dengan pengembangannya adalah hidup lurus-terkendali dalam rambu-rambu ketentuan Allah.

Dengan demikian jelaslah pengembangan terhadap titik potensi ruh, rasa, hati akan membawa seseorang masuk menerjuni dunia dimensi 3 dan seterusnya. Sedangkan pengembangan terhadap rasa, hati, aqal akan membawa seseorang membumbung tinggi di kerajaan ilmu Allah. Kapan manusia tidak berhasil menegakkan keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani di dalam dirinya, maka di dalam firman Allah dinyatakan: “...bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin... ´(QS.9:3)

Sedangkan yang dinamakan orang musyrik adalah orang yang tidak mau berpegang pada keilmuan murni terpadu bersifat Qur’ani. Tetapi meskipun demikian pernyataan Allah, masih ada kesempatan baginya untuk bertaubat, karena taubat itu adalah lebih baik bagi dirinya, sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam kelanjutan firman-Nya QS.9:3: “... Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakan kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS. 9:3)

Begitulah sifat baik Allah yang hendak dicurahkan pada segenap manusia, yaitu hendak menghantarkan jiwa manusia pada jenjang Insanul Kamil, tetapi disayangkan banyak manusia yang tidak berhasil memahami dengan tepat apa-apa yang menjadi kehendak dan tujuan baik Allah terhadap manusia. Wajar bila manusia tidak berhasil memahami kehendak dan tujuan baik Allah, karena unsur daya-potensi tidak ada yang berhasil berfungsi dengan baik. Jiwa atau ke 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri, yang seharusnya bebas mengudara di dalam pelukan Allah, ternyata banyak yang bebas mengudara dalam pelukan Iblis. Sebenarnya yang menghantarkan ke 5● unsur dayapotensi ketenagaan dalam diri bebas mengudara dalam pelukan Iblis adalah nafsu. Karena satu-satunya unsur daya potensi manusia yang paling enggan dikurung dalam pelukan Allah adalah nafsu. Itulah sebabnya setiap ke 4● unsur daya-potensi ketenagaan di dalam diri (ruh, rasa, hati dan aqal) hendak bebas mengudara dalam pelukan Allah, selalu saja dihalang-halangi dengan berbagai alasan ulasan, komentar dan berbagai pertimbangan oleh nafsu. Bagi nafsu pekerjaan yang paling mahir dilakukan adalah ber-


“komentar” dengan bantuan cuma-cuma oleh logika, yang dikendalikan oleh Iblis.

Catatan Penutup Penjelasan 5● unsur daya-potensi ketenagaan dalam diri (ruh, rasa, hati, ’aqal, dan nafsu) pertamakali dikenalkan oleh Ki Moenadi MS, sekitar tahun 1990-an (lihat tulisan setema di weblog ini). Perbandingannya dengan penjelasan dari para filsuf/pemikir lain baik dari dunia muslim (Ibn Farabi, Ranggawarsita, Imaduddin, dan lain-lain) maupun non-muslim (Plato, Aristoteles, Karl Marx, Sartre, Freud, Schoun, Driyarkaya, dan lain-lain), pernah disajikan dari hasil penelitian peneliti senior di LIPI, Mahmud Toha, APU, yang diterbitkan oleh LIPI, berjudul ”Membangun paradigma baru llmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan”, 2003. Ternyata, menurut temuannya, penjelasan Al Ghazali sangat dekat dengan penjelasan Ki Moenadi MS. Yang membedakan, Ki Moenadi MS memerinci fungsi hati menjadi hati dan rasa (rasa ialah getaran hati). Al Ghazali tidak memerincinya; ia hanya menjelaskan ruh, hati, ’aqal, dan nafsu. Bagi para pembaca yang berminat dapat mengunduh Bab 2 dari tulisan Mahmud Toha tersebut (klik di sini).

Secara khusus Admin mengucapkan jazaakmullaah khairaan katsiiraa kepada Bapak Mahmud Toha, APU, yang mengabulkan permohonan Admin (Galih W. Pangarsa) melalui telepon pada tanggal 28 Juni 2010 sekitar Pk. 12.00 agar satu bab dari buku buah fikirnya tersebut di atas, dapat diunduh para pembaca.

Tulisan di atas dikutip dari Buku “Pengembangan Daya Bakat Kemempuan Manusia”, tulisan Ki Moenadi MS, terbitan Yayasan Badiyo, Malang, 1420H, halaman 39-44. Judul dan bagan-bagan tulisan di atas dibuat oleh Galih W. Pangarsa, khusus untuk http://kajianbudayailmu.blogspot.com. Diunggah oleh kajian budaya ilmu pukul 20:50 Label: Ilmu jiwa qur'ani, Keilmuan

3 komentar: kajian budaya ilmu mengatakan... Assalam'alaikum warahmatullah wabarakatuh, Para pengunjng yang budiman, kami mohon maaf atas ke-tak-nyamanan yang bisa jadi ibu/bapak alami selama mengikuti tulisan ini pada hari Senin, 15 Rajab 1431 (28 Juni 2010) disebabkan kami mesti memperbaiki kedua bagan di atas. Semoga dengan perbaikan-perbaikan itu, kekhilafan terutama yang terjadi pada animasi


bagan itu telah teratasi. Tapi, tentu masih terbuka lebar ada kesalahan pemasangan grafis yang belum kami ketahui. Untuk itu, kami mohon keridhaan ibu/bapak untuk menyampaikannya kepada kami jika menemui ketak-nyamanan atau kekeliruan. Jazakmullah khairaan katsiira. Admin - Glagah Nuswantara 28 Juni 2010 05:24 Nazarchitect mengatakan... asalamualaikum, pak. penjelasannya dan grafisnya semakin jelas, pak. pada saat saya diperlihatkan pertama kali sebenarnya langsung mengerti karena sebelumnya telah saya ketahui dari guru Al Ghazali. tetapi sebelumnya banyak teman-teman dan (mungkin) para pembaca kurang memahami maksud dari penjelasan tentang fungsi Aqal dan Nafsu yang terlalu mendominasi manusia saat ini, tanpa peduli hatinya, apalagi ruhnya. ingin bertanya tetapi tidak tahu apa yang patut dipertanyakan. seperti pepatah "bertanya tanda mengerti" (dan tidak bertanya tanda tidak mengerti) hehe. Dalam pemahamannya, Ki Moenadi, juga pak Glagah, sejalan dengan Al Ghazali. karena pembagian peran fungsi tubuh manusia dari ruh sampai nafsu juga disebutkan dalam bukunya "'Ilmu Ladduni". intinya persis dengan tulisan ini. 29 Juni 2010 02:54 kajian budaya ilmu mengatakan... Wa'alaikum salam warahmatullaah wabarakaatuh. Terimakasih tanggapan Anda. Nafsu memang sering berontak kalau diminta tawadhu' thd Allah karena tak mengenal-Nya. Nafsu dan 'aqal "dewasa" belakangan, setelah manusia baligh. 'Aqal sebenarnya dgn sendirinya bersifat ruhaniyah. Sifat itu terpelihara dan tumbuh sehat dengan pendidikan keluarga yg tepat; pendidikan keluarga yang islami. Jika tidak tepat, 'aqal tak berdaya menghadapi liarnya nafsu yang kodratnya memang lebih tertarik dunia. Pendidikan keluarga maupun (apalagi) pendidikan formal sekarang bertumbuh dari ilmu Barat yang (hampir total) bersifat duniawi saja (sekular). Jadi, singkatnya, dalam peradaban cinta-dunia zaman kini yang digelar oleh YHD, sangat alot memperkenalkan untuk menegakkan kehidupan yang diajarkan Islam: dunia adalah bekal untuk hidup selamat di akhirat. Inilah akhir zaman. Sementara itu dulu. Insya Allah nanti akan kami siapkan materi ttg pendidikan nafsu, agar beranjak meningkat dari nafsu berstatus maksiat-amarah ke satatus hamba-sejati-kamilah. Salam dari Pak Galih. Salam, Glagah Nuswantara. 29 Juni 2010 03:29


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.