1 minute read

Empati dan Arsitektur Indonesia Pada Awal Abad Ke-20

AP Dranie P 1

, KR Kurniawan 2 , YN Lukito 2 1 Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 2 Pengajar/ Pembimbing, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: argadranie@outlook.com

Advertisement

Awal abad ke 20 dapat dikatakan sebagai sebuah titik yang mengawali pergeseran budaya dan keterbangunan di Indonesia menuju modernitas. Sedikit banyak perubahan ini hadir bersama perubahan paradigma Kolonialisasi yang terjadi di hindia-belanda, hadir tokoh-tokoh berkebangsaan belanda yang dieluhkan telah berempati dan lebih memihak kepada penduduk hindia-belanda. Multatuli dengan Max Havelar, Wilhelmina dengan Politik Etis, Tillema dengan Kromoblanda, serta sederet nama Arsitek belanda yang dianggap telah berjasa terhadap keterbangunan di indonesia. Meski begitu, muncul ragam penolakan dari penduduk hindiabelanda terhadap usaha pembangunan ini. Kesulitan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan bersama hadir berkat ketidak mampuan dalam memahami satu sama lain. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan : ‘apa bangsa Belanda telah berempati kepada penduduk Hindia?’ Empati dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk dapat memahami serta merasakan apa yang dirasakan manusia lain, bila benar begitu seharusnya tak lagi sulit untuk memahami satu sama lain. Riset ini berusaha untuk mengelaborasi diskursi terkait empati, untuk kemudian menjadi kerangka kerja dalam memahami dinamika keterbangunan yang terjadi di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20. Penelitian dilakukan melalui studi preseden, eksplorasi lapangan, serta wawancara terhadap narasumber.

This article is from: