Ak 47 edisi 147 online

Page 1

Edisi 147 OKTOBER 2014

Perpustakaan: Mengesampingkan Koleksi Demi StandarisasiMTV/Lutfi Tak Sesuai 'Golongan'

UKT 2014

(AK 47, FKIP UNS) Pembagian golongan dalam sistem UKT 2014 tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa. Teknisnya justru banyak mahasiswa baru yang salah masuk golongan.

Berbeda dengan tahun 2013 yang menggunakan jalur masuk sebagai dasar penggolongan, Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2014 menggunakan sistem penggolongan berdasarkan penghasilan orang tua. Namun pada kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang masuk ke golongan yang tidak sesuai. Selain itu, rentang antar golongan yang signifikan pun dipertanyakan mahasiswa. Misalnya, golongan dua membayar UKT sebesar 1 juta, sedang golongan tiga sebesar 4,2 juta. “Kemarin sempat kita tanyakan kok nyemplange jauh banget. Dari 500 ribu, 1 juta, kok tiba-tiba langsung 4,2 juta?” ujar Menteri Dalam Negeri Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP UNS, Fera Astuti, Selasa (2/9). Dengan rentang sekian besarnya, maka secara otomatis orang tua berpenghasilan 1,5 juta sangat dimungkinkan untuk masuk ke golongan tiga. “Nah, terus itu bagaimana? Masa' penghasilan 1,5 juta dengan 4,5 juta UKTnya sama?” tambah Fera, Selasa (2/9). Menanggapi hal ini, pihak universitas menjawab bahwa nantinya akan ada subsidi silang untuk menyikapi kondisi tersebut. Bahkan pihak optimis bahwa penempatan golongan itu sudah yang terbaik. Namun demikian, mahasiswa baru (maru) mengeluhkan UKT yang menurut mereka tergolong mahal. “Dulu aku tanya katanya dua juta, tternyata bayarku empat juta, kaget juga sih. Malah banyak teman yang masuk golongan 5,2 juta atau 6,2 juta,” ungkap Diana Wahyu Rahmawati, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi 2014, Selasa (2/9). Berdasarkan pengakuannya, Diana menjadikan biaya UKT tahun sebelumnya sebagai referensi. ”Lemahnya kita (sistem UKT, _red) ya itu tadi, bahwa yang dipakai benar-benar penghasilan kotor. Tidak mempertimbangkan yang lain,” ungkap Fera, Selasa (2/9). Menurut Fera, tidak adil jika penggolongan berdasarkan ekonomi orang tua, karena penghasilan yang dicantumkan adalah penghasilan kotor. Ketika on desk, maru sudah diminta untuk menyertai tagihan listrik, jumlah tanggungan, dan sebagainya, tetapi belum ada follow up untuk hal itu. Selain itu, dengan jumlah UKT yang demikian besar, maru mengaku belum mendapatkan fasilitas. Hal itu pula yang dikeluhkan oleh Diana, “Sampai sekarang sih fasilitasnya belum aku rasakan. Jas almamater juga belum dapat.” Tidak jauh berbeda dengan Diana, Pungky Ayu

(AK-47, UNS) Pekerja bangunan sedang mengangkut bahan material untuk proses pembuatan pondasi perpustakaan, Selasa (29/8).

(AK-47, UNS) Pembangunan Perpustakaan UNS yang direncanakan delapan lantai dinilai mengabaikan koleksi buku dan literatur yang dikeluhkan mahasiswa tak lengkap. Mahasiswa juga mengaku kesulitan untuk mengakses jurnal internasional.

Mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) mengenai luas perpustakaan dengan jumlah mahasiswa, UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret (UNS) merehab gedung perpustakaan menjadi delapan lantai. Kepala Bagian Tata Usaha UPT Perpustakaan UNS, Sugeng Widaryatno, menjelaskan bahwa perbandingan setiap mahasiswa dengan luas perpustakaan yaitu satu mahasiswa mendapat bagian setengah meter persegi. “Kita kan mempunyai mahasiswa kurang lebih 40.000 mah a si sw a . Se d a ngkan l uas keseluruhan perpustakaan saat ini hanya 10.000 meter persegi. Sehingga kebutuhan untuk memenuhi standar nasional sekitar setengah dari 40.000 yakni sekitar 20.000 meter persegi,” tutur Sugeng, Selasa (2/9). Dikutip dari kompas.com tertanggal 3 September 2014, gedung setinggi delapan meter tersebut akan dibangun dengan anggaran sebesar 65 miliar rupiah. Melihat pembangunan yang memakan sekian miliar dana, Mahasiswa Fakultas Ekonomi angkatan 2009 yang tengah menjalani skripsi, Ardiyanto Puji Laksono, menyayangkan koleksi jurnal internasional yang dimiliki oleh perpustakaan. “Beberapa literatur dari luar di sini masih kurang diperbarui. Saya lihat memang ada cuma satu saja. Tapi itupun nggak

kredibel karena sudah lama, tahun 90an. Kurang diupdate lah,” tutur Ardiyanto, Selasa (29/8). Ardiyanto juga membandingkan pelayanan jurnal perpustakaan UNS dengan perpustakaan di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Ia menyebutkan bahwa akses jurnal di sana sangat mudah dan banyak jurnal internasional yang bisa diberikan kepada mahasiswa secara gratis dengan memiliki password dan username. Menanggapi hal tersebut Sugeng menjelaskan, untuk jurnal internasional prosedurnya sangat susah karena jurnal internasional termasuk barang impor. “Itu pun kalau ada yang mengadakan ke sini, juga tidak mungkin untuk akomodosi dan prosedur-prosedur yang dikarenakan kita ikut negeri (prosedur-red), itu yang menjadi masalahnya,” jelas Sugeng. Prioritas Saat ditanya mengenai pembangunan perpustakaan dan penambahan koleksi, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa, Imas Silotika memilih untuk menambah koleksi. Dengan alasan agar wawasan mahasiswa lebih luas karena banyak membaca buku banyak wawasan. Ardiyanto juga berpendapat demikian, menurutnya harus ada prioritas. “Kita nggak tahu apakah pembangunan ini kelak akan menjadikan perpustakaan lebih baik atau tidak, kalau baik kita setuju. Meskipun untuk sementara waktu harus bersusah payah,” ujarnya. Ardiyanto


Edisi 147 OKTOBER 2014

Suara Mahasiswa UKT Masalah Kita Semua Sejak tahun 2012, awal ditetapkannya sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) di UNS, ditemukan banyak sekali masalah tentang sistem tersebut. Mulai dari Surat Keputusan (SK) yang terlambat, penetapan golongan melalui jalur masuk kuliah yang tidak sesuai dengan SK Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti), dan pemungutan biaya KKN. Ya, UNS dinilai terburu–buru menetapkan sistem UKT yang masih banyak dikaji dan dipertimbangkan universitas lain. Namun, selama dua tahun pelaksanaannya, UNS telah banyak melakukan perbaikan terhadap sistem UKT. Sekarang sudah ada lima golongan biaya yang didasarkan pada kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa dan nominal UKT disesuaikan dengan kebutuhan Program Studi. Mahasiswa angkatan tahun 2014 pun tidak dikenai biaya saat pelaksanaan KKN. Meskipun pembenahan telah dilakukan, bukan berarti sistem UKT yang berlaku di UNS saat ini telah sempurna. Masih banyak ditemukan masalah baru terkait UKT di UNS yang tidak transparan pembagian golongan pembayarannya sehingga menimbulkan rawan kecurangan. Masih dipakainya SK lama untuk keringanan UKT mengakibatkan mahasiswa harus mengajukan keringanan UKT tiap semester. Puncak permasalahannya adalah saat banyaknya mahasiswa baru merasa keberatan dengan UKT yang cukup tinggi dan meminta penurunan golongan. Sebenarnya masalah ini sudah lama dikaji oleh segolongan kecil mahasiswa dari lembaga maupun non lembaga dalam diskusi, audiensi maupun aksi. Audiensi telah banyak dilakukan, mahasiswa yang diwakili oleh BEM UNS dan BEM Fakultas pun merasa belum menemukan titik terang karena pihak rektorat tidak memberikan kepastian. Masalah UKT ini sebenarnya bukan hanya masalah BEM sendiri, memang BEM UNS maupun BEM Fakultas yang menjadi wakil mahasiswa dan bertanggung jawab mengadvokasi mahasiswa, namun kita sebagai mahasiswa juga mempunyai kewajiban menyelesaikan permasalahan ini. Peranan UKM, LPM, HMJ, dan HMP juga diperlukan untuk mengadvokasi mahasiswa. Sayangnya, di lapangan hanya terlihat sedikit mahasiswa yang peduli terhadap masalah ini. Berbeda dengan isu nasional seperti permasalahan saat pemilu dan PPG yang banyak diminati, masalah dalam kampus justru kurang mendapat perhatian mahasiswa. Bahkan sekarang sudah jarang ditemukan diskusi terbuka tentang masalah di dalam kampus apalagi aksi nyata yang biasa dilakukan mahasiswa dulu.

Desain dan Tata Letak oleh: Ricky E dan Aningtyas

Perjalanan Uang Kuliah Tunggal di Kampus UNS Surakarta MTV/Repro

Pendidikan adalah suatu hal yang pokok dalam sebuah negara. Tinggi rendahnya sumber daya manusia salah satunya di tentukan oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan. Sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” oleh karena itu, pemerintah mengalokasikan 20% dari APBN di bidang pendidikan. Semua jenjang pendidikan baik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi harus mendapatkan dukungan pendanaan maupun fasilitas dari pemerintah. Oleh sebab itu berbagai terobosan dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, antara lain pembebasan seluruh biaya pendidikan dengan memunculkan Beasiswa Bidik Misi yang menggratiskan seluruh biaya pendidikan dan diberi biaya hidup selama studi berlangsung. Selain itu dikenal juga kebijakan baru dalam sistem pembayaran biaya kuliah. Kebijakan baru itu bernama Uang Kuliah Tunggal yang disingkat UKT. Landasan yang dipakai dalam pelaksanaan UKT dimulai dari adanya surat edaran Dirjen DIKTI No 305/E/T/2012 pada tahun 2012 tentang Tarif Uang Kuliah yang diperbaharui dengan SE Dirjen DIKTI No 488/E/T/2012 tentang Uang Kuliah Tunggal dan SE Dirjen DIKTI No 97/E/KU/2012 tentang Uang Kuliah Tunggal. Beberapa PTN yang telah melakukan UKT sejak tahun ajaran baru 2012/2013 diantaranya Universitas Sebelas Maret, Universitas Jendral Soedirman, dan Universitas Negeri Jakarta. Dalam surat edaran DIKTI tersebut menjelaskan bahwa UKT harus mulai diterapkan pada tahun ajaran 2013/2014, apabila tidak diterapkan maka kampus tersebut tidak akan mendapatkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi atau BOPTN dari pemerintah. Dalam menjalankan Operasionalnya jumlah besaran dana BOPTN masing-masing kampus berbeda. UNS sendiri mendapatkan 42 Milyar BOPTN untuk tahun akademik 2013/2014. Keberjalanan UKT di UNS mengalami berbagai problematika diantaranya yakni, Pertama : UKT di UNS mulai ditetapkan pada tahun ajaran 2012/2013 sedangkan SE DIKTI menyatakan bahwa UKT harus mulai diterapkan pada tahun ajaran 2013/2014. Dalam keberjalanan UKT UNS di tahun pertama belum diatur dalam SK Rektor sehingga pelaksanaan teknis tentang dispensasi dan keringanan pembayaran uang kuliah masih menggunakan SK Rektor yang lama. SK Rektor yang lama jelas tidak relevan dengan kebijakan

UKT karena dalam SK itu masih disebutkan bahwa biaya kuliah terdiri dari SPP, BPI dan lainlain. Sehingga banyak mahasiswa FKIP angkatan 2012 yang mengalami kesulitan untuk mengajukan dispensasi keringanan bahkan tidak mendapatkan keringanan karena UKT belum memiliki pedoman yang jelas. Kedua : Pemerintah khususnya lewat DIKTI berjanji akan meniadakan seluruh pungutanpungutan di luar UKT, akan tetapi dalam pelaksanaannya mahasiswa UNS semester 5 yang merupakan angkatan pertama berlakunya sistem UKT masih diminta membayar biaya Kuliah Kerja Nyata (KKN). Padahal KKN termasuk dalam beban kuliah SKS dan wajib ditempuh. Dengan berlakunya sistem UKT maka penarikan biaya KKN merupakan pungutan liar yang seharusnya tidak dilakukan. Ketiga : UKT UNS pada tahun ajaran 2013/2014 yang seharusnya sudah diterapkan sesuai dengan Surat Edaran Dirjen DIKTI No. 272/ET.1.KV/2013. Bedasarkan SE Dirjen DIKTI tersebut, maka UKT minimal harus dilakukan 5 tingkat, yaitu: 1.Minimal 5% Mahasiswa dari penerimaan tiap tahun akan membayar biaya kuliah mulai dari Rp 0 s/d Rp 500.000 per semester. 2.Minimal 5% Mahasiswa dari penerimaan tiap tahun akan membayar biaya kuliah mulai dari Rp 500.000 s/d Rp 1.000.000 per semester. 3.Jenjang dan range pembayaran berdasarkan penghasilan orang tua yang telah ditetapkan masing-masing PTN yang harus lebih murah dari UKT tingkat ke-4. 4.Jenjang dan range pembayaran berdasarkan penghasilan orang tua yang telah ditetapkan masing-masing PTN yang harus lebih murah dari UKT tingkat ke-5. 5.UKT tingkat ke-5 adalah UKT penuh yang akan dibayarkan oleh mahasiswa dengan jenjang dan range berdasarkan penghasilan orang tua yang telah ditetapkan masingmasing PTN. Sebagaimana yang disebutkan diatas bahwa UKT harus memuat 5 tingkat atau golongan, akan tetapi UNS belum juga menerapkan dengan dalih belum siap dan waktunya mepet dengan Registrasi On Desk Mahasiswa Baru. Jawaban itulah yang di sampaikan Pak Drajat selaku Staff Ahli Rektor Bagian Keuangan ketika Audiensi di Rektorat lantai 2 tahun 2013. Sehinggga pada tahun 2013 UNS belum menerapkan UKT sesuai dengan ketentuan dari DIKTI. Padahal di tahun pertama (2012,_red) UNS dengan cepat menerapkan kebijakan DIKTI akan tetapi di tahun kedua keberjalanan UKT, UNS malah tidak menerapkan pedoman dari DIKTI. Ada apa dengan UNS ? Keempat : Penggolongan UKT di UNS hanya berdasarkan penghasilan orang tua dan tidak memperhatikan aspek–aspek lain seperti jumlah tanggungan anak, kondisi fisik rumah, rekening listrik, luas tanah, PBB dan lainnya sehingga membuat sebagian besar mahasiswa baru tidak terima dengan kondisi ini. Seharusnya pimpinan universitas memperhatikan beberapa aspek di atas seperti yang dilakukan di kampus UGM dan ITB sehingga lebih bisa diterima oleh mahasiswa baru khususnya dari kalangan menengah kebawah. Hidup Mahasiswa !!!! Arif Fauzi Kurniawan Ketua Komisi I Dewan Mahasiswa UNS


Edisi 147 OKTOBER 2014

Sambungan dari Hal. 1 Pengesahan AD/ART...

juga menambahkan jika pembangunan ini tidak membawa manfaat ke depan, maka lebih baik anggarannya dialirkan untuk memperbarui sumbersumber yang ada. Ditemui secara terpisah, Imas mengatakan, “belum lengkap, seperti tidak adanya novel yang berbahasa Jawa,” Selasa (2/9). Menanggapi hal ini Sugeng memberi penjelasan bahwa untuk penambahan koleksi yang tercetak berupa text book sebenarnya setiap tahun ditambah. Namun, dikarenakan prosedur yang rumit dan feedback dari fakultas juga tidak tepat waktu,. Setelah ada feedback baru bisa komunikasikan dengan penerbit untuk pengadaan buku. “Dikarenakan per sesi itu mencapai 200 judul kadang yang menjadi masalah buku ini tidak ada. Akhirnya kita harus komunikasi balik lagi ke prodinya,” jelasnya. Pendapat yang berbeda datang dari mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) angkatan 2009, Triwahyu Prasetyo mengatakan bahwa lebih baik membangun ketimbang menambah koleksi. “Kalau koleksi kan bisa bertahap.

Karena kan koleksi yang sekarang sudah banyak,” ujarnya, Selasa (2/9). Akses Masuk Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa angkatan 2014, Viola Dinda yang hendak mengunjungi perpustakaan UNS sempat mengeluhkan akses masuk perpustakaan selama masa pembangunan. “Muter-muter. Tadi harus bertanya dulu ke orang-orang, disuruh lewat rektorat. Untungnya kami sudah tahu rektorat. Tapi ya, tetap bingung karena ada jalan yang ditutup,” ungkapnya, Jumat (5/9). Saraswati Dika Pratiwi yang juga mahasiswa Pendidikan Luar Biasa angkatan 2014 mengungkapkan kritik secara terang-terangan mengenai penanda akses masuk perpustakaan yang tidak jelas. “Tulisan perpustakaan seharusnya ditulis besar. Tadi kami bingung jalan ke perpustakaan lewat mana. Apalagi penanda jalannya sangat minim dan kurang jelas,” ungkap Saraswati, Jumat (5/9). Hal tersebut mempengaruhi jumlah pengunjung perpustakaan sebagaimana diungkapkan oleh Triwahyu bahwa jumlah pengunjung perpus-

takaan menurun. “Soalnya kalau orang mau datang lalu melihat ada pembangunan, secara tidak langsung kan mikirnya di tutup. Begitu pula pendapat Imas yang mengatakan bahwa biasanya perpustakaan lebih ramai. Kendati demikian baik Viola maupun Saraswati mengatakan bahwa pergi ke perpustakaan adalah kebutuhan bagi mereka. “Jadi walaupun sedang dibangun mereka akan tetap rajin-rajin ke perpustakaan,” terang Saraswati.

Pendidikan dan Kebudayaan, golongan satu dan dua minimal 10% dari jumlah mahasiswa baru yang diterima. Dengan tertutupnya transparansi penggolongan UKT, pihak BEM mengaku tidak bisa

“Harapannya nanti tahun depan tidak usah pakai UKT. Balik lagi ke yang dulu, lebih transparan. Kalau masih mau pake UKT nggak apa-apa asalkan transparan. Artinya, mahasiswa berhak tahu keuMTV/Afzal angan universitas. Karena itu uang mahasiswa juga,” ucap Fera ketika ditanya harapannya mengenai UKT. Tak jauh berbeda dengan Fera, Pungky dan Diana berharap kembali seperti tahun sebelumnya. “Kalau bisa kayak tahun kemarin lah, nggak terlalu tinggi UKTnya,” ungkap Diana, Selasa (2/9).

Aristi_Lutfi

Sambungan dari Hal. 1 UKT 2014...

Yunitasari, Mahasiswa Program Studi Pendidikan PKn 2014 ini pun mengeluhkan jas almamater yang belum ia dapatkan. ”Almamater sayangnya belum,” tuturnya, Jumat (29/8).

Transparansi Sulit Sejak tahun 2012, rincian UKT yang digunakan untuk uang laboraturium, Surat Pembinaan Pendidikan (SPP), dan lain sebagainya sampai sekarang masih belum didapat. Menurut Fera, tahun ini justru semakin tertutup. Pasalnya, pihak yang dapat melihat jumlah UKT yang harus dibayarkan adalah mahasiswa sendiri. Itu pun baru setelah ia resmi menjadi mahasiswa UNS. Berbeda dengan tahun 2011 lalu yang dengan membuka laman AK-47, UNS Rapat besar antara perwakilan BEM se-UNS dengan SPMB sudah dapat dilihat rin- pimpinan universitas terkait transparansi UKT. Kamis (25/9) cian biayanya, namun tidak dengan tahun ini. Melihat hal mendapatkan data-data mengenai hal itu, salah satu point yang dikejar dalam tersebut. “Kita di sini kok seolah-olah audiensi 29 Agustus kemarin adalah ada tirani. Jadi, semua ditutup-tutupi. transparansi UKT. Peraturan yang Padahal mahasiswa berhak untuk d i k e l u a r k a n o l e h K e m e n t r i a n tahu,” tegas Fera.

_Sinung

Pemimpin Umum: M Wildan, Sekretaris Umum: Afifah Putri S Staf Sekum: Dhai H, Pradhita., Bendahara Umum: Nurlatifah, Pemimpin Redaksi: Nurul Rismayanti, Sekretaris Redaksi: Cahya Hati, Editor: Meita Arsita, Swastika Dwi R, Kabiro AK-47: Afzal Nur Iman, Kabiro On Line: Dina Ema M, Reporter AK-47: Aristi Aminna, Elsa Ayuningtyas, Lutfi Khakim, Sinung Sri Hartati, Afafi Zakiyati, Nurmansyah, Widyastuti P, Pemimpin Litbang: Esdaniar Khoirunisa, Sekretaris Litbang: Haniatul Hidayah, Kabiro Pengkaderan: Hesti Puji Lestari, Staf Pengkaderan: Ainun Chotimah, Aryasti Arifatun, Septa N, Kabiro Risdok: Puji Lestari, Staf Risdok: Sinta Ayu, Zaidah Dwi A. Kabiro Jarkom: M Saifuddin, Staf Jarkom: M. Albar R.B., Rifen Gigih Afafa, Tri Wiratno, Pemimpin Perusahaan: Cecillia Santi Suksesi, Sekretaris Perusahaan: Fanni Rahmawati, Kabiro Iklan: Tuti Yuniarti, Staf Iklan: Ahmad Maulana, Anis Trianingsih, Desy Nugraheni, Fitriana Alfianti, Tsabitah, Kabiro Prodis: Istiqomah Hidayati, Staf Prodis: Ardi Wirawan, Ibrahim Wahyu, Ningrum Ayu, Kabiro Artistik: Ricky Epers, Staf Artistik: Aning Tyas, Fajar Rosyidi, Pramudito H.

Alamat Redaksi: Gedung UKM lt. 2 FKIP UNS Surakarta Email: motivasi_uns@yahoo.com


Edisi 147 OKTOBER 2014

Wawancara Utama MTV/Repro.

Sugeng Widaryatno : Tujuh lantai keatas dan satu lantai di bawah itu yang tengah. Berikut petikan wawancara yang dilakukan kru motivasi dengan Sugeng Widaryatno sebagai Ketua Bagian Tata Usaha UPT Perpustakaan UNS, Selasa, (2/9) terkait pembangunan gedung perpustakaan UNS.

Alasan apa yang mendasari pembangunan perpustakaan? Pertama memang masalah Standar Nasional Pendidikan (SNP). Perbandingan setiap mahasiswa deng-an luasan perpustakaan kita ukur setengah meter persegi untuk satu mahasiswa. Sedangkan kita mempunyai kurang lebih 40rb mahasiswa. Sehingga kebutuhan untuk memenuhi standart nasional sekitar setengah dari 40 ribu sekitar 20 ribu m2. Dan sekarang baru mendapatkan 10 ribu m2. Akhirnya kita mencoba untuk perluasan. Kita direkomendasikan untuk menambah luasan secara vertikal. Tujuh lantai keatas dan satu lantai dibawah itu yang tengah. Bagaimana grand design perpustakaan? Gedung baru ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan exciting gedung lama karena nanti bersinergi. Nanti difungsikan per lantai. Untuk lantai semi basement memang untuk parkir. Lantai satu setelah basement untuk area umum yang bisa diakses 24 jam, tidak ada layanan perpus-

takaan di lantai satu. Mungkin nanti ada untuk keperluan kuliner, mini teater, mini bioskop, terus nanti ada semacam area terbuka publik untuk stand aktivitas mahasiswa, ada bookstore, dan ada bermacam-macam area refresing. Untuk lantai dua gedung yang baru untuk manajemen perpustakaan. Seperti ruang kepala dan staf pendukung seperti TU, gudang barang yang habis pakai, dan ruang pengelolaan. Nah untuk lantai tiga nanti sudah muncul semacam fungsional sebagai perpustakaan, layanan koleksi dan sebagainya. Jadi nanti untuk gedung yang baru lantai 3 ke atas itu secara fungsional perpustakaan, cuma nanti di lantai 7 dan 8 versi basement, ada ruang untuk multievent seperti di pasca sarjana. Apakah nanti setelah pembangunan akan ada penambahan koleksi (jurnal dan buku)? Alangkah rumitnya prosedur pengadaan buku terutama yang majalah atau text book. Kalau jurnal tercetak itu permasalahannya bukan di kami tetapi di penerbit. Itu biasanya kami melewati koodinator di bagian kerjasama. Permasalahannya pada waktu terbit jurnal yang melebihi deadline, dan perguruan tinggi itu memang kekurangan penulis jurnal. Di luar juga prosedurnya sangat susah karena termasuk barang impor. Kalau toh bisa ada yang mengadakan ke sini, tidak mungkin untuk akomodosi juga prosedur-prosedur, karena kita ikut negeri. Feedback dari user dari tiap fakultas juga tidak tepat waktu karena ada sekitar 150 Prodi. Jadi alurnya kita ada usulan buku lalu ada feedback, nanti kita berkomunikasi dengan penerbit.

Karena memang per sesi itu sudah sampai 200 judul. Yang menjadi masalah, terkadang buku yang diminta tidak ada. Akhirnya kita kan harus komunikasi balik lagi ke Prodi. Itu membutuhkan waktu yang tidak ba-nyak, apalagi didukung dengan prosedur pengadaan. Jadi pihak UPT itu belum bisa mengadakan buku sendiri karena UPT Perpustakaan masih di bawah Universitas. Jadi secara rutin kita memang menambah koleksi tapi jumlah memang tidak seban-ding dengan waktu yang dibutuhkan. Bagaimana dengan pengadaan jurnal internasional di perpustakaan? Nah kalau e-jurnal kita baru masuk sekitar 2 tahun, tahun kemarin dan tahun ini. Memang dananya bukan dari APBD, kita dananya dari BOPTN. Itu kan untuk dana yang besar sekali kita alihkan untuk BOPTN pusat, bukan dana APBD UNS tapi yang memang Biopetisnya BOPTN. Untuk tahun ini dananya memang kita 7/8 database. Bagaimana upaya untuk mengurangi suara pembangunan yang mengganggu pengunjung perpustakaan? Untuk suara, itu kan ada redam. Usaha untuk mengurangi suara, antara lain menutup semua pintu ini, walaupun tidak sepenuhnya tapi kalau nanti dibuka suaranya terdengar lagi. Untuk mengurangi debu, kita tutup semua dan kita sudah meminta kontraktor untuk membuat pelindung. Untuk melindungi dari debu masuk, sebenarnya saya sudah konfirmasi dengan kontraktor beberapa kali saya mintanya tidak triplek tapi seng. Lutfhi_Aristi


Poling

Edisi 147 OKTOBER 2014

97,3% Responden : Pembangunan Perpustakaan Memengaruhi Minat Mahasiswa ke Perpustakan Sebagai penunjang menjadi universitas kelas dunia pada tahun 3030, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta membangun gedung perpustakaan pusat. Rencananya gedung tersebut dibangun delapan lantai dengan anggaran sebesar 65 milyar rupiah. Dana tersebut meliputi pembangunan fisik dan pengembangan isi seperti inventarisasi, koleksi, maupun fasilitas lainnya. Pembangunan fisik gedung dimulai september 2014, sedangkan pengembangan isi akan dilaksanakan awal tahun 2015. Pelaksanaan pembangunan sedikit banyak mengganggu pelayanan dan aktivitas mahasiswa di perpustakaan. Menanggapi hal tersebut, kru LPM Motivasi FKIP UNS Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) melakukan penyebaran polling terkait halhal yang berkaitan dengan isu pembangunan perpustakaan pusat UNS dengan teknik pengambilan sampling secara acak (random sampling). Penyebaran polling ditujukan kepada mahasiswa UNS sejumlah 110 mahasiswa. Penyebaran dilaksanakan pada tanggal 7 September 2014 sampai 16 September 2014. Adapun pertanyaanpertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Menurut pendapat anda, apakah pembangunan perpustakaan tersebut memengaruhi minat mahasiswa untuk pergi ke perpustakan?

2.

Menurut pendapat anda, apakah pembangunan perpustakaan mengganggu aktivitas mahasiswa di perpustakaan? 3. Apakah anda tahu jalan akses masuk ke dalam perpustakaan? Berdasarkan hasil rekapitulasi polling yang berhasil dihimpun oleh kru litbang, pada pertanyaan pertama mengenai “apakah pembangunan perpustakaan memengaruhi minat mahasiswa untuk pergi ke perpustakan” sebanyak 97,3% responden atau 107 mahasiswa menjawab ya, dan sebanyak 2,70% responden atau 3 mahasiswa menjawab tidak. Mahasiswa FEB, Amalia berkomentar, “ya, karena pembangunan perpustakaan membuat suara bising dan kurang nyaman saat di perpustakaan.” Hal senada diungkapkan salah satu mahasiswa FKIP, Anik W, “mahasiswa menjadi kurang minat ke perpustakaan dengan berbagai alasan, baik jalan akses masuknya yang berpindah ataupun alasan lainnya.” Hal yang berbeda diung-kapkan salah satu mahasiswa FSSR, Dyan berpendapat ”apabila mahasiswa benar-benar butuh buku untuk dipinjam, pembangunan perpustakaan tidak akan mengganggu minat mahasiswa.” Pada pertanyaan kedua “apakah pembangunan perpustakaan pusat UNS mengganggu aktivitas mahasiswa di perpustakaan” sebanyak 72,73% responden atau 80 mahasiswa menjawab

ya, dan 14,54% responden atau 16 mahasiswa menjawab tidak, dan sebanyak 12,73% atau 14 responden menjawab tidak tahu. Mahasiswa FKIP, Rima berpendapat, “saya merasa terganggu karena kebanyakan maha-siswa sekarang tidak tahu dimana letak buku yang dicari.” Hal yang sama diungkapkan mahasiswa FKIP, Rani berpendapat, “saya merasa terganggu dengan pembangunan perpustakaan karena mahasiswa membutuhkan suasana yang tenang ketika berada di perpustakaan, dengan adanya pembangunan menimbulkan suara tidak tenang.” Pada pertanyaan ketiga, mengenai “apakah anda tahu jalan akses masuk ke dalam perpstakaan” sebanyak 76,45% responden atau 85 mahasiswa menjawab ya, sebanyak 23,55% responden atau 25 mahasiswa menjawab tidak. Mahasiswa Pendidikan Biologi, Devi Kinal Putri berpendapat, ”ya, saya tau jalan masuk kedalam perpustakaan tapi sebelum dibangun, tapi jalan yang sekarang belum tahu.” Sementara itu salah satu mahasiswa FSSR, Aditya beropini, “tidak, saya tidak tahu jalan akses ke dalam perpustakaan karena jalannya tidak jelas.” _Litbang

Menurut pendapat anda, apakah pembangunan perpustakaan tersebut mempengaruhi minat mahasiswa untuk pergi ke perpustakan?*

Tidak 2,7%

Menurut pendapat anda, apakah pembangunan perpustakaan menggaggu aktivitas mahasiswa di perpustakaan?* Tidak tau 12.73%

YA 97,30%

Tidak 14,54%

Ya 72,73%

*Hasil poling tidak mempresentasikan seluruh hasil mahasiswa UNS.


Edisi 147 OKTOBER 2014

Simpang Siur Pembagian Jas Almamater MTV/Cecillia

(AK-47, UNS) Suasana setelah upacara penerimaan mahasiswa baru di halaman rektorat UNS. Mahasiswa belum mengenakan jas almamater UNS, Rabu (20/8)

(AK-47, UNS) Selasa (3/9) Pada kegiatan Orientasi Mahasiswa Baru (OSMARU) UNS hingga dimulainya kegiatan perkuliahan, mahasiswa baru belum mendapatkan jas almamater sebagai identitas mereka. UPL sebagai unit pengadaan semacam itu pun tidak mengetahui pasti kapan jas akan dibagikan. Kepala UPL, Wasis, mangatakan “Kami hanya sebagai pelaksana teknis. Ketentuan dan kebijakan turunnya dari atasan (rektor-red). Kemarin tentunya mahasiswa sudah dapat sms penundaan dari pusat mungkin ini terkendala oleh teknis, untuk masalah kapan jadi dan dibagikannya saya tidak dapat berkomentar.” Ungkap Wasis tanpa memerinci kendala tersebut. Beberapa mahasiswa pun merasa kebingungan, seperti yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa baru FKIP UNS, Faozan, bahwa meskipun telah diberi pengumuman akan keterlambatan jas almamater dari BEM FKIP UNS, ia mengaku masih kebingungan karena pada surat undangan kegiatan disyaratkan untuk memakai jas almamater. “Itu membuat bingung kita, sehingga tidak sejalan dengan keadaan yang ada. Terus belum ada pemberitahuan tentang itu, lha jasnya aja belum jadi,” ungkapnya. Kekecewaan juga diungkapkan oleh Mahasiswa Baru dari Fakultas Hukum, Intan, baginya jas almamater merupakan identitas mahasiswa. “Pada kegiatan pertama hingga muncul kegiatan-kegiatan lain, kami cuma pakai putih-putih untuk atas bawah jadi kesannya polos mungkin jadi mirip perawat semua tapi pas hari ketiga di Fakultas pakai kaos polo,” Intan mengaku ia merasa iri dengan teman-teman universitas lain yang sudah bangga menggunakan identitasnya sedangkan dirinya belum. “Apalagi katanya masalah ini sudah masuk ke salah satu media dan itu juga membuat citra pelayanannya kurang.” Tandasnya. Mahasiswa Baru Fakultas Pertanian, Laila, mengatakan “Dengan keterlambatan jas almamater ini yang seharusnya tanggal 17-18 Agustus diundur oleh pihak Universitas dan tidak jelas kepastiannya kapan.” Ujarnya. Laila mengatakan bahwa FP menyediakan alternatif lain untuk menggantikan jas almamater yang belum jadi. “Kalau biasanya memakai jas untuk kegiatan-kegiatan, kemarin itu membeli kaos dan slayer seharga Rp. 20.000 untuk setiap anak,” tambahnya. Laila berharap agar jas almamater segera dibagikan, “apalagi ini pertama kali pembagian jas almamater diundur dan kami juga tidak merasa rugi tapi kami juga butuh kebanggaan yang sama dengan mahasiswa luar UNS juga dengan mengenakan jas.” Tambahnya. _Nurman

Donor Darah HMP PG PAUD dan HIMA PGSD (AK-47, FKIP UNS) Selasa (23/9) Himpunan Mahasiswa Program Studi PG PAUD, Golden Age, bersama dengan Himpu-nan Mahasiswa PGSD, Hima PGSD, bekerja sama dengan PMI Surakarta mengadakan acara donor darah. Acara ini bertema “Setetes Darah Anda, Senyum bagi Mereka”. Acara donor darah ini bertempat di Lantai satu Gedung Baru FKIP Kampus IV Kleco, Surakarta. Acara donor darah yang diketuai oleh Rafiqah Isnaini dimulai pukul 09.00 sampai 13.00 WIB. Acara donor darah ini diikuti oleh mahasiswa dan mahasiswi dari Program Studi PGSD maupun PG PAUD. Menurut Rafiqah, acara ini terlaksana dengan lancar. Donor darah ini bertujuan untuk melatih mahasiswa agar punya jiwa peduli terhadap sesama dan menumbuhkan rasa sosial dalam setiap pribadi mahasiswa. Acara ini merupakan acara rutin yang di adakan setiap tiga bulan sekali. Dengan adanya acara ini diharap-kan dapat membantu orang yang membutuhkan dan berbagi dengan sesama. _Ningrum

Pelantikan Himmadika Periode 2014 (AK-47, FKIP UNS) Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika (Himmadika), mengadakan pelantikan kepada calon pengurus untuk periode 2014-2015. Acara ini diadakan pada Jum'at, 19 September 2014 pukul 15.00 WIB di Gedung A lantai 2. Acara pelantikan ini dihadiri oleh Ketua Prodi Pendidikan Matematika, pengurus demisioner Himmadika, calon pengurus Himmadika, dan beberapa delegasi dari HMP dan UKM se-FKIP UNS. Acara dibuka pukul 15.30 WIB dan dilanjutkan dengan sambutan. Sambutan yang pertama yaitu sambutan dari Ketua Panitia, kedua yaitu sambutan dari ketua demisioner Himmadika. Kemudian dilanjutkan sambutan dari Ketua Prodi Pendidikan Matematika, Dr. Budi Usodo, M.Pd. Dalam memberikan sambutan, Budi menyampaikan bahwa setiap mahasiswa boleh mengikuti organisasi, asal kuliahnya tidak terganggu. Budi juga berpesan untuk menambahkan kegiatan Pelatihan PKM, Training organisasi mahasiswa dan olimpiade tingkat SMP dan SMA ke dalam program kerja Himmadika. Acara selanjutnya yaitu, serah terima jabatan dari ketua demisioner yaitu Mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2011 Joko Martono kepada ketua baru Mahasisawa Pendidikan Matematika angkatan 2012 Nanang Wahyudi. Dilanjutkan pidato perdana dari ketua baru Himmadika, Nanang Wahyudi. Dalam menyampaikan pidatonya, Nanang berpesan kepada seluruh pengurus Himmadika yang baru saja dilantik untuk selalu bekerjasama dan bahu-membahu melaksanakan program kerja yang telah disusun. Setelah pidato perdana dari Nanang selesai, acara terakhir yaitu Penutupan. _Hani

AKSI TOLAK PPG (AK-47, FKIP UNS) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP UNS mengadakan unjuk rasa menolak Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada hari Selasa (9/8). Acara tersebut dikoordinatori oleh Pengurus BEM UNS, Doni. Puluhan mahasiswa mengenakan jaket almamater UNS datang dengan beberapa spanduk dan bendera yang bertuliskan menolak PPG. Selain dari BEM FKIP UNS, juga hadir mahasiswa FKIP lain yang mendukung unjuk rasa tersebut. Ada mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Kejuruan (JPTK) menggunakan beberapa motor dan satu mobil yang dihiasi spanduk “Pabelan Tolak PPG” dari kampus wilayah Pabelan. Datang pula ketua DEMA FKIP UNS, Parji dan ketua DEMA UNS, Aminudin, yang turut memberikan orasi untuk membakar semangat mahasiswa pada siang hari itu. Acara berlangsung damai dan mendapat pengawalan dari kepolisian setempat. Terlihat mahasiswa yang mengikuti aksi tersebut menyanyikan lagu-lagu perjuangan mahasiswa diantaranya adalah Darah Juang dan Mars Mahasiswa. Selain diisi oleh nyanyian, acara tersebut juga diisi dengan aksi teatrikal dan pembacaan puisi mengenai kondisi pendidikan di Indonesia. Unjuk rasa tersebut diakhiri dengan memberikan surat terbuka yang ditujukan pada DPRD Kota Surakarta. Afzal_


Edisi 147 OKTOBER 2014

BEGOG : “Gedung sih baru, tapi koleksinya?” Sudah dua bulan perkuliahan berjalan. Setelah hampir tiga bulan lamanya mahasiswa tertidur dalam buaian libur panjang. Aktivitas perkuliahan mulai merangkak menyadarkan mahasiswa, lagi-lagi harus berakutat dengan tugas, presentasi, makalah, dan laporan. Tumpukan tugas dan deadline organisasi menghiasi hari-hari mahasiswa universitas negeri satu-satunya di Solo itu. Tak terkecuali Begog, tugas kuliah yang membutuhkan banyak referensi membuat dia harus mencari buku di banyak tempat. Tempat yang paling mudah untuk digapai tentu saja perpustakaan pusat universitas. Suatu hari Begog berencana akan menghabiskan sorenya untuk mencari referensi tugasnya di perpustakaan. Sebagai mahasiswa yang selalu update, Begog menulis niatnya itu di beranda facebook. Setelah solat subuh, tiba-tiba handphone Begog berdering. 'Njenik is calling' begitu tulisan dalam layar handphonenya. “Halo...” sapa Begog menempelkan handphone di telinga kirinya. “Halo Goog, apa kabaar ?” suara Njenik menyapa dari kejauhan. “Baik Nik, ada apa pagi-pagi telpon?” “oh, anu gog, aku barusan baca statusmu di facebook. Kamu mau ke perpus ya hari ini? Aku ikutan ya. Daripada nganggur di rumah, lebih baik aku jelajah kampusmu,” jawab Njenik sambil tertawa lagi. “Emang kamu nggak kuliah nik?” “Aku masih libur. Kampusku kan liburnya paling akhir. Masuknya juga paling akhir. Aku jemput di kostmu dah nanti sore.. ” “Owalah, yaudah deh, karena aku sahabat yang baik hati, cakep dan nggak tegaan, iya, aku izinkan kamu ikut aku ke perpus-

takaan kampusku. Jemput aku ba'da ashar ya!” “Halah gayamu Goog. Yaudah, oke, see you later Gooog,” jawab Njenik renyah diikuti bunyi putus-putus yang menandakan telepon telah berakhir. *** “Ini perpustakaanmu gog? Ancur begini, kena gempa apa gimana?” celoteh Njenik sesampainya mereka di perpustakaan pusat kampus Begog. “Sembarangan kamu! Lagi direnovasi perpustakaanku. Katanya sih mau dibangun 8 lantai. Keren kan Niik?” ujar begog bangga. “Kenapa perpustakaanmu direnovasi gog?” tanya Njenik kepada Begog sambil berjalan memasuki perpustakaan. “Kabarnya perpustakaan nggak memenuhi standar nasional. Tidak cukup untuk mahasiswa.” “Emang mahasiswa di kampusmu sebesar Hulk ya gog? “Bukan Niik...” Begog menjawab sambil geram kepada Njenik yang bicaranya mulai asal. “Jadi begini, standar nasionalnya perbandingan mahasiswa dengan luasan perpustakaan tuh 1 mahasiswa mendapat setengah meter persegi. Sedangkan di kampusku ada 40.000 mahasiswa dan sekarang perpustakaanku baru berukuran 10.000 meter persegi. Akhirnya direnovasi deh,” jawab Begog menerangkan. Mereka pun berjalan menuju ruang koleksi. “Aku mau lihat jurnal kampusmu dong gog, siapa tau bisa buat referensi skripsi aku nanti,” “Waduh, kalo jurnal gitu aku jarang menemukan, Nik.” “Kok bisa? Jurnal kan penting banget buat

Mentri Dalam Negri BEM FKIP UNS Fera Astuti: Nah, terus itu gimana? Masa penghasilan 1,5 juta dengan 4,5 juta sama UKTnya. Bungkam : Bagaimana tho mbak? saya harus bagaimana? Mahasiswa Fakultas Ekonomi (2009) Ardiyanto Puji Laksono: Beberapa literatur dari luar itu di sini masih kurang diperbarui. Saya lihat memang ada cuma satu saja Bungkam : Emang yang baca bukunya ada berapa? Janganjangan hanya satu itu pun tidak dibaca. Mahasiswa Fakultas MIPA(2009) Triwahyu Prastyo : Mungkin kalau pengadaan koleksi bisa bertahap. Karena koleksi yang sekarang sudah banyak. Bungkam : Sekarang sampai tahap mana? Mahasiswa Pendidikan Sosiologi dan Antropologi (2014) Diana Wahyu Rahmawati : Sewaktu saya bertanya, katanya dua juta. Lalu setelah saya lihat besaran UKT saya, kaget juga sih. Besaran UKT teman saya bisa sampai 5,2 juta atau 6,2 juta. Bungkam : Kebijakan di sini memang hobi mengagetkan. Kepala UPL, Wasis: Kami hanya sebagai user atau pelaksana teknis. Ketentuan dan kebijakan turunnya dari atasan. Bungkam : Mau menyalahkan atasan? Siapa atasannya, Pak?

referensi, terus kuliahmu gimana?” tanya Njenik penasaran. Tanpa sadar, ternyata kakak tingkat Begog yang bernama Kiko mendengar percakapan mereka dan mulai bergabung dengan Begog dan Njenik. “Nggak kaget lagi kalau susah cari jurnal disini. Jangankan jurnal, buaku-buakunya aja nggak update.” “Eh, Mas Kiko. Lagi cari jurnal juga mas?” jawab Begog terkejut. “Iya Gog, tapi ya gini, tahu sendiri kan kondisi koleksi perpustakaan kita seperti apa.” Jawab Kiko sambil menghela nafas. “Iya juga ya mas, kenapa nggak menambah koleksi dulu daripada direnovasi. Diperluas tapi percuma juga nggak ada isinya. Koleksinya sedikit, jarang update, jurnal pun juga nggak ada.” “Iya Gog, kalau pengadaan buaku, itu masalah prosedurnya sih Gog, terlalu rumit dan dana untuk membeli jurnal internasional juga gak sedikit,” jelas Kiko. “Jadi begitu Gog? Wah, kalau di perpustakaanaku, mencari jurnal lebih mudah soalnya sudah langganan dan mahasiswa bisa mengakses lewat internet,” Njenik membandingkan perpustakaan Begog dengan perpustakaan kampusnya. “Mungkin itu juga yang membuat pengunjung perpus mu sepi gog. Udah buakunya jarang update, jurnal nggak lengkap, dan 'uhuuk' berdebu...” celoteh Njenik diselingi batuk dan mengusap tangannya yang penuh debu. _Swastika


Edisi 147 OKTOBER 2014 MTV/Doc.Pribadi

Apa Guna Kritik?

Beberapa waktu terakhir masyarakat gencar melakukan kritik terhadap pemerintahan. Atmosfer kencang kritikan atau minimal rasa peduli dengan politik mulai terasa kuat semenjak digelarnya pemilihan presiden tahun 2014. Mulai dari masa kampanye, debat capres, sampai hari pemilihan pun menjadi ajang bagi bangkitnya semangat demokrasi di kalangan masyarakat. Terutama kalangan netizen di socmed, mereka yang dengan mudahnya menerima bermacam-macam berita politik. Kebijakan politik sampai sikap politik seorang tokoh pun tak luput dari ajang kritikan massal. Sebagai seorang mahasiswa, selalu ada tuntutan untuk kritis dan

peduli dengan lingkungan sekitar. Mahasiswa tak boleh hanya diam dan mengeluh. Mahasiswa menjadi kaum berpendidikan yang diharapkan kritikan-kritikan cerdasnya guna pembangunan kearah lebih baik. Namun ketika masyarakat dan mahasiswa gencar mengkritik, berubahkah pemerintah kita? Perasaan Soe Hok Gie yang tertuang dalam catatan hariannya tersebut mungkin banyak juga dirasakan para mahasiswa dan masyarakat, aktif mengkritik kebijakan pemerintah namun sia-sia. Bagaimana tidak, ketika kritik diungkapkan tak ada perubahan yang berarti. Kritik-kritik yang sering diucapkan seakan tak ada gunanya jika tanpa perubahan. Harus dipahami bahwa bukan bagaimana seseorang dapat berani mengkritik namun lebih ke alasannya untuk menciptakan perubahan. Banyak kebijakan birokrasi yang tak menguntungkan rakyat kecil. Tak usah jauhjauh, tengok saja pada kebijakan kampus yang sering bertolak belakang dengan pola pikir mahasiswanya. Belakangan ini gencar isu kampus mulai dari PPG sampe UKT. Mahasiswa tak hanya diam pasrah begitu saja, mereka melawan dan mengkritik. Demontrasi, aksi turun ke jalan atau menulis di koran kampus adalah beberapa cara mahasiswa untuk mengkritik birokrasi. Sejak tahun 60-an ketika Soe Hok Gie masih hidup, mahasiswa menjadi kaum terdidik yang sangat aktif untuk mengkritik. Sejarah mencatat bahwa dalam reformasi, mahasiswa menjadi tokoh utamanya. Sebuah rezim yang berjaya selama lebih dari 3 dekade telah tunduk di tangan mahasiswa. Hebat bukan? Namun ironisnya, setelah 16 tahun reformasi, tak ada perubahan yang berarti dalam demokrasi kita. Bahkan

setelah 10 tahun pemilu langsung diadakan, baru saja diketok palu bahwa PILKADA dipilih oleh DPRD. Menurut saya masalah terbesar bangsa ini tak hanya tentang budaya korupsi tetapi bagaimana mereka dapat menerima kritikan. Di kalangan mahasiswapun sering terjadi adu argumen. Sesama mahasiswa saling kritik bahkan mengkritik dosennya. Beragam tanggapan ketika seseorang dikritik. Banyak yang menerima dengan lapang namun ada yang menghindarinya. Tak banyak perubahan yang bisa diharapkan dari seorang antikritik, karena sikap bebal manusia menganggap kritikan adalah sebagai ajang menghancurkan satu sama lain. Lalu pertanyaannya adalah apa gunanya kritik? Berubahkah pemerintah jika kita turun ke jalan melakukan kritik? Sadarkah birokrasi bahwa mereka salah arah? Dan maukah rekan kita untuk menerima masukan berupa kritikan pedas? Pada dasarnya kritikan bukan sebuah ancaman bagi penguasa yang sehat. Kritikan dapat menjadi sebuah kontrol sosial yang mengarahkan ke perubahan baik. Kritikan dapat memacu seorang pemimpin untuk tetap melihat kebawah. Untuk tetap melayani dan setia pada janji-janjinya. Kritikan dapat berbuah perubahan jika mau membuka mata, berfikir terbuka dan menghilangkan curiga. Cecilia Santi Suksesi Pimpinan Bidang Perusahaan Lembaga Pers Mahasiswa Motivasi 2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.