Jurnal Epihara - Edisi Maret

J ur nal Epi har a Edi s iMa r e t2018

Jurnal Epihara Jurnal Epihara adalah proyek pengarsipan karya sastra yang diinisiasi oleh komunitas pegiat sastra Aksara Jingga.

Epihara sendiri dimaknai sebagai usaha berdamai dengan keadaan.

Contributor: Ryani Sisca Zainun NHT Mukhlis Arifin Nusantara Nabilla Cyrilla Yohana Parida Luthfi Amri Risang S. Piawan Kalmi Rama

Cover Design by Luthfi Amri Nasution Layout Design by Luthfi Amri Nasution Yohana Parida Photos by Fransiska Larasati

Pendahuluan Pertama tama saya ucapakan terimakasih kepada orang-orang yang terlibat dan berkontribusi dalam penerbitan Jurnal Epihara edisi pertama Komunitas Aksara Jingga FISIP UI. Semoga jurnal ini dapat menjadi upaya komunitas Aksara Jingga dalam menghidupkan dan mewarnai iklim kesenian dilingkungan FISIP UI. Jurnal ini akan menjadi tempat bagi teman-teman untuk menyalurkan potensi dan karya sastranya.

Karena menulis adalah kerja keabadian.

Selamat membaca.

Salam, Nusantara

Kepada engkau, Yang aku tebalkan kemanusiaanku, Yang aku lebarkan hati dan pikiranku, Yang aku genapkan ego dan amarahku.

Mungkin engkau lupa, Aku manusia, Yang rindu rupa, Yang rindu rasa.

••• Dia, yang aku jemput senyumnya setiap pagi bahkan ketika ia hampir lupa cara menyunggingnya.

Pelan-pelan ia belajar mengeja aku, dan mengeja kasih, mengeja sayang.

Betapa setiap hari aku mengecupi pelipisnya dan membisikan segala yang baik-baik tentangnya.

Mendoakannya, memberkatinya, melengkapinya.

••• Mungkin ia lupa, bahwa pun aku adalah manusia.

Sering aku mondar-mandir dalam resah, berteriak kencang-kencang, mengutuki apa-apa yang tidak aku pahami dan enggan aku pahami.

Ia diam seribu bahasa, menyesap erat-erat setiap kata yang aku asal lontarkan dan mengamininya dalam hati.

Kemudian ia pergi memanjatkannya sebagai doa hingga jadilah kita yang asing dengan satu sama lain.

“Doa ini aku petik dari bibirmu. Kamu harus paham ini caraku mencintai kamu.” dalam getir bibirnya bergetar menahan tangis.

Betapa aku membenci diriku karena bukan lagi senyumnya yang kujemput, tapi air matanya yang kularut.

••• Pernah aku asing melihat kamu.

Pernah aku ragu menatap kamu.

Pernah aku enggan melirik kamu.

Tidak sebentar aku belajar meraba wajahmu, merengkuh jiwamu, membelai kurangmu, mensyukuri lebihmu.

Terduduk aku mengeja cinta, dengan kata, dengan doa, dengan duka, Dalam asa?

Sedang kamu bahagia.

••• Tidak sehari pun aku lupa untuk meracaukan namanya dalam gelap, berharap ia paham bahwa aku manusia.

Ia menyudahi aku, karena aku adalah manusia.

Tapi karena aku manusialah, aku mampu mencintainya.

Ditulis ulang untuk Open Mic Baur Seni Vol. 4 Teater Kolam FISIP UI 5 Desember 2017 Ryani Sisca

Tak Tertulis Manusia bersuara membunyikan kata ungkapan lara Terlanjut, lara mencapai puncak oktaf pedih goresan puisi mulai tertatih meneriakkan tangis kekasih Hingga sampai lara itu pada hilir makna Dan puisi tak lagi dikata; dicipta tanpa tata Zainun NHT Pojox Room, 28 Rabiul Akhir, Menjelang Kiamat

Lelah

Hushhh Tak berdaya Tubuh hina Berjalan pongah Kanan ke kiri Rapuh kan jatuh Ingin merebah Sangat gerah Aku diperah Aku makan sumpah Atau makan sampah Lalu Terserah Aku gerah Mungkin Aku lelah Memang lelah Sangat lelah Sudahlah Sekarang aku kalah Nusantara 11 Oktober 17

Aku Hanya Takut

Tahukah kamu apa itu rasa takut?

Atau biar aku perjelas Pernahkah engkau merasa takut?

Ku rasa, dalam setiap yang hidup, menyelinap rasa takut Rasa takut membuat manusia merayakan hidup Rasa takut memanusiakan manusia Rasa takut membuat manusia memohon harap Rasa itu lahir bersama tangis pertama di dunia Bukan aku menikmatinya Bukan juga aku ditakuti-takuti rasa takut Aku memiliki rasa takut Karena rasa takut ada, akupun ada Mukhlis Arifin

Purpose

A girl wants to take someone out not to a diner or a fancy restaurant, but a place that is famous as the home to Niagara Falls.

She wants to take him for a walk on some afternoons at the amiable park, strolling in the midst of maple trees that its leaves’ friction creates euphonies.

‘Catch a falling leaf for me.’ she will ask, and he will extend his arm reaching one in the gust, struggling to catch one particular leaf that will remind him of that day’s eve.

She wants to see him holding that leaf and pushing it towards her face in dignified, revealing her face that gleams with conviction of its magic will make her being loved in return.

Nabilla Cyrilla

Warmest Cold His hair was greasy as the sun hits him.

On the morning, he woke up with scars in his eyes.

The rain came down as if she knew he’s about to cry.

I put my arms around him.

I placed my left palm on his chest.

It was warm.

But he didn’t know it.

I kissed his neck.

Once.

Twice.

The feelings transferred from my whole body.

Through the air, disguised in the sound of water drops, across the cold room.

Veins.

I breathe.

My beings only knew.

Does he breathe it?

His hair was no longer greasy as the sun hits him.

For gone is my sun, and forever his rain will remain.

Yohana Parida

Cermin dan Genderang

Aku ingin tetap bercerita, tapi kata sama seperti mereka..

Melontarkan cermin bulat sempurna Padanya aku melihat bayangan Seorang yang tangannya menggenggam bara dan hatinya terluka Padanya aku berkata, Waktumu telah usai Genderang telah dibunyikan, dan figuran berhamburan Melemparkan lakon-lakon cacatmu Jujur mereka pada hidupmu Luthfi Amri

Berubah Berbuah Dengan kata ini kita coba belajar Ketika kulempar anjar kedalam anjir didataran yang gersang ini Sudahkah kau paham bahwa tanah ini hampa Tak ada lagi angin yang menerbangkan angan kita ke langit Tak ada lagi ranting yang merintang burung yang sendu Seekor semutpun seakan tabu menggigit manis tebu diladang itu Lalu siapa?

Yang menjadi dalang dibalik hancurya ladang-ladang kami Pemimpin yang membunuh pemimpi-pemimpi kami?

Atau apa? Atau siapa? Atau Bagaimana?

Begawan kamipun modar karena kau jejali modal Dan iba darimu tak pernah sampai kepada ibuku Ibu pertiwiku yang sejak lama memelihara alam nusantaraku Wahai kau pemimpin, penguasa, pemuka Kau akan terbata-bata dalam tertawa esok nanti Semangat kami berkobar dan Jiwa raga kami korbankan Esok kan kami rebut ibu pertiwi ini Kami kan rubah, kekuasaanmu kan rubuh Dan bila hari itu tiba Untuk sekali lagi setelah berubah Nusantara kami kan kembali berbuah Risang S. Piawan Depok, 5 Agustus 2017

Urusan-urusan Tak Usai

Urusan-urusan tak usai Merepotkan orang-orang Memperkeruh kekeruhan Menajamkan kesalahpahaman Urusan-urusan tak usai Melibatkan orang-orang Usaikan urusan-urusan Usaikan urusan-urusan Urusan-urusan tak usai Meramalkan ketertutupan Mengandaikan dusta-dustaan Usaikan urusan-urusan Urusan-urusan tak usai Libatkan-libatkan Usaikan urusan-urusan Uraikan urusan-urusan Libatkan-libatkan Urusan-urusan tak usai Urusan-urusan tak usai Usaikan.

5/10/2017 Kalmi Rama