Regol edisi 118 April 2012

Page 1

9 772087 275671


REGOL & kabar utama

SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX

KESEJATIAN PEMIMPIN JAWA �Seorang raja bukan lagi gung binathara, melainkan demokratis. Berprinsip kedaulatan rakyat, tetapi berbudi bawa leksana.�

K

asultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya. Sepanjang sejarahnya, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat telah melahirkan pemimpin-pemimpin besar penentang ketidakadilan, yang namanya bahkan harum hingga kini. Keraton Yogyakarta ini memang bukan saja melahirkan kebudayaan yang tinggi, kekuasaan yang turun temurun, namun juga semangat patriotisme dan sikap keteladanan para pemimpinnya. Sebagai bangsa yang tak melupakan sejarah, tentunya kita mengenal Pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwono I, yang berani memisahkan diri dari Kasunanan di Surakarta karena pemimpinnya waktu itu dianggap terlalu penurut terhadap penjajah. Kemudian Pangeran Diponegoro, sebagai salah satu perwalian yang memerintah saat Kasultanan telah menobatkan Raden Mas Menol sebagai Sultan Hamengku Buwono V saat usianya 3 tahun. Serta peran kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Merekalah pemimpin bernama harum, yang semangat dan jiwanya dipersembahkan demi membela ibu pertiwi dari tangan asing. Ketika mengingat kembali perjalanan keraton ini sampai akhirnya melahirkan sebuah daerah istimewa, tentu klimaksnya kita akan menyebut nama Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan, mendorong kemerdekaan Indonesia, dan juga mendorong pemberian status “istimewa� bagi Yogyakarta. Dalam perjalanan sejarah ini, Sri Sultan HB IX bertindak sebagaimana seorang pemimpin besar sekaligus seorang raja yang kharismatik. Ialah tokoh yang mempunyai banyak cerita menarik yang layak disajikan dan diceritakan sebagai sebuah keteladanan dan contoh kebajikan seorang pemimpin besar yang merakyat. Sri Sultan HB IX yang bernama kecil GRM Dorodjatun

10

April 2012


merupakan putra Gusti Pangeran Haryo Puruboyo (Sri Sultan HB VIII). Dilahirkan pada 12 April 1912 dari rahim seorang perempuan yang di masa gadisnya bernama RA Kustilah, yang kemudian bergelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom. Perempuan inilah satu-satunya garwo padmi sang pangeran. Ketika Dorodjatun berusia 6 tahun, ia diangkat menjadi putera mahkota dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putera Narendra ing Mataram. Namun, sejak usia 4 tahun Dorodjatun musti hidup terpisah dari keluarganya. Oleh ayahnya, ia dititipkan pada keluarga Belanda yang tinggal di Gondokusuman untuk mendapatkan pendidikan penuh disiplin dan gaya hidup sederhana sekalipun ia putra seorang raja. Rupanya sang ayah menyadari perlunya arti pendidikan bagi para putranya. Beliau tak ingin para putranya telanjur menjadi seorang yang kalingan suka, ilang prayitnane atau terbuai oleh kesenangan dan kehilangan kewaspadaannya. Inilah sebabnya beliau sengaja memisahkan putra-putranya dari keluarga. Di keluarga Murder itu, Dorodjatun dibiasakan hidup mandiri, jauh dari sikap manja dan bermalas-malas, dan yang ada hanya disiplin, kerja keras, dan spartan. Panggilan akrab pangeran kecil itu dalam keluarga Mulder adalah Henkie, yang diambil dari nama Pangeran Hendrik, suami Ratu Wilhelmina dari negeri Belanda. Henkie pun mulai bersekolah di Frobel School, taman kanak-kanak asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul. Pada usia 6 tahun, ia masuk sekolah dasar Eerste Europese Lagere School dan tamat pada tahun 1925. Dorodjatun melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan kemudian di Bandung. Pada tahun 1931, ia berangkat ke Belanda untuk kuliah di Rijkuniversiteit Leiden, mengambil jurusan indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi. Sekembalinya ke Yogyakarta tahun 1939, setahun kemudian, tepat pada tanggal 18 Maret 1940, Dorodjatun pun dinobatkan di dampar keprabon sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menggantikan sang ayah. Ia bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping IX. Gelar tersebut menerangkan sultan penguasa yang sah dunia fana ini. Ia Senopati Ingalaga yang berarti mempunyai kekuasaan untuk menentukan

perdamaian atau peperangan, dan panglima tertinggi angkatan perang pada saat terjadi peperangan. Sultan juga Ngabdurahman Sayidin Panatagama atau penata agama yang pemurah, sebab ia diakui sebagai Kalifatullah, pengganti Muhammad Rasul Allah. Semenjak menjadi raja, Sri Sultan HB IX memusatkan perhatiannya untuk bela ibu pertiwi. Jiwa raga serta pemikirannya, bahkan harta, dipersembahkan untuk keberhasilan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, pemerintahan Kesultanan Yogyakarta pun mengalami bermacam perubahan. Rupanya, pendidikan barat yang pernah dienyamnya, membuat Sri Sultan HB IX dapat memberikan sentuhan alternatif perspektif budaya dalam menyelenggarakan Kesultanan Yogyakarta. Dengan kemajuan berpikir dan pandangannya, Sultan HB IX menghapuskan tradisi keraton yang dianggap kurang menguntungkan atau tak sesuai dengan zaman atau disesuaikan dengan alternatif budaya baru. Sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB IX tentu mendapat amanah sebagai pemimpin tradisional sekaligus pemimpin formal yang keduanya ditunaikannya sepenuh jiwa dan raga demi bangsa dan negara. Beliau pun menunjukkan bahwa kedudukan seorang raja bukan lagi gung binathara, melainkan demokratis. Raja berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap memiliki budi bawa leksana. Di mata dan benak rakyat Yogyakarta dan Indonesia, Ngarso Dalem Sultan HB IX dipandang pemimpin besar. Seorang raja kharismatik dan bersahaja yang menunaikan dengan cukup prima dan sempurna tahta untuk rakyat. Tahta untuk rakyat berarti segala kewenangan dan kekuasaan raja semata-mata diabdikan demi keselamatan, kesejahteraan, kemakmuran dan ketentraman rakyat. FA Herru; Foto: Albert, Repro dok Museum HB IX

11

April 2012


REGOL & kabar utama

Pribadi Pengayom Rakyat Dalam sosoknya, terpancar figur pelindung sekaligus panutan masyarakat yang dipimpinnya.

Sultan HB IX mengenakan sergam kemiliteran dengan pangkat Letnan Jendral (tituler).

12

April 2012


B

agi masyarakat Yogyakarta, bahkan seluruh rakyat Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah sebuah nama yang tak mungkin dilupakan. Begitu banyak jasa dan karyanya yang dipersembahkan bagi keberlangsungan kehidupan bangsa ini. Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini dikenal sebagai seorang pemimpin dan juga negarawan yang memiliki kredibilitas tinggi. Baik itu untuk negerinya, rakyatnya, bahkan untuk keluarganya sendiri. Ia bisa begitu lembut dan santun memerintah. Di lain waktu, ia menjadi pribadi yang tegas dan tangguh menghadapi kesewenang-wenangan yang menyengsarakan rakyatnya. Sejak berdirinya Keraton Yogyakarta, pemerintah kolonial Belanda selalu saja mencampuri urusan pemerintahan kerajaan ini, termasuk perihal pengangkatan sultan. “Ketika seorang putera mahkota hendak dilantik menjadi sultan, itu tidak mudah. Sultan yang baru ini harus mengadakan kontrak politik dengan Belanda,� ujar KRT. Jatiningrat, SH, Pengageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta. Menurut Jatiningrat, kontrak politik ini hanya menguntungkan penjajah dan melemahkan posisi kerajaan. GRM. Dorodjatun, nama muda HB IX sebelum dinobatkan menjadi raja, merasakan ketidakadilan tersebut. Ia tak serta merta menandatangani kontrak politik tersebut. Karena itu, perundingan untuk merumuskan kontrak politik itu berlangsung lama, dari 1939 sampai 1940. Dorodjatun yang baru berusia 27 tahun kala itu, harus berhadapan dengan Dr. Lucien Adam, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang sudah paham betul dalam masalah kolonial dan budaya Jawa.

“Ada tiga hal yang tak disetujui Dorodjatun; fungsi patih, dewan penasihat, dan prajurit keraton,� tutur Jatiningrat. Posisi patih pada waktu itu adalah pegawai kerajaan sekaligus pegawai Belanda. Dengan demikian, ia memiliki kesetiaan ganda. Jika ada konflik, dikhawatirkan patih akan lebih memihak Belanda karena posisinya lebih kuat. Komposisi dewan penasihat separuhnya ditunjuk oleh pemerintah Belanda dan sisanya dicalonkan oleh Sultan. Akan tetapi, calon sultan harus disetujui Belanda. Sementara, Dorodjatun

13

April 2012


REGOL & kabar utama

“Suara itu didengarnya dalam kondisi antara tidur dan bangun, menjelang jam enam sore. Begitu mendengar, ia segera pergi ke Gedung Agung, hendak menandatangani kontrak politik tersebut. Isyarat suara itu menjadi motivasi, sampai kemudian Indonesia merdeka, sampai Kesultanan bergabung dengan NKRI, sampai Belanda hengkang dari republik. Keyakinannya akan suara itu menjadi dasar perjuangan beliau dan juga untuk menghindari adanya negara dalam negara,” ungkap Jatiningrat yang juga sepupu Sultan HB X ini. Jiwa nasionalisme yang dilandasi sikap tegas berpendirian ditunjukkan oleh HB IX dalam momen setelah proklamasi terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia bersama Sri Paduka Paku Alam VIII dengan segala kerendahan hati dan ketulusan mengumumkan maklumat 5 September 1945 dan menyatakan untuk bergabung dengan negara yang baru saja terbentuk itu. Kesultanan Yogyakarta menjadi kerajaan pertama yang menyatakan bergabung. Ini tentu jadi keputusan yang tak lazim, mengingat pada zaman itu banyak kerajaan di Nusantara justru ingin membentuk negara sendiri. “Saya kira itu keputusan luar biasa dengan risiko yang besar juga. Dengan bulat hati menyatakan bergabung dengan negara yang baru terbentuk, baru dinyatakan merdeka, belum jelas ke depannya seperti apa. Tapi nyatanya, keputusan itu sangat bermanfaat hingga sekarang,” ujar GBPH. Prabukusumo, putra HB IX dari KRAy. Hastungkara. Menurut GBPH. Prabukusumo, negara republik yang baru terbentuk itu

menghendaki agar calon yang diajukan sultan diterima secara mutlak. HB IX juga menuntut kebebasan berbicara bagi dewan penasihat supaya bisa memperjuangkan kepentingan rakyat. Mengenai prajurit kraton, Belanda menghendaki dibentuk jadi sebuah legiun di bawah KNIL (tentara kerajaan Hindia Belanda) dan atas komando perwiranya. Namun, gaji mereka tetap dibayarkan oleh kerajaan. Dorodjatun tentu menolaknya dan menuntut agar prajurit keraton ditempatkan di bawah komando kesultanan. Kontrak tersebut baru ditandatangani Dorodjatun pada 12 Maret 1940 di emper Bangsal Proboyekso. Dan seminggu kemudian, ia dinobatkan sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum menandatangani kontrak, Dorodjatun mendapat “wangsit” berupa isyarat suara yang didengarnya. Suara tersebut mengatakan, “Le, tekennen wae. Landa bakal lunga seka bumi kene (Anakku, tandatangani saja. Belanda akan pergi dari bumi sini)”.

Kesultanan Yogyakarta menjadi kerajaan pertama yang menyatakan bergabung. Ini tentu jadi keputusan yang tak lazim, mengingat pada zaman itu banyak kerajaan di Nusantara justru ingin membentuk negara sendiri

14

April 2012


membutuhkan pengakuan negara lain. Dengan menyatakan bergabung, maka kemudian Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut sah terbentuk di mata dunia internasional. Ini tentu jadi sebuah dukungan yang sangat besar manfaatnya. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh GBPH Joyokusumo, putra HB IX dari KRAy. Windyaningrum. Kesultanan Yogyakarta sejatinya saat itu juga sudah bediri sebagai sebuah wilayah negara tersendiri. Termasuk negara yang diakui dunia internasional dan punya hubungan bilateral dengan negara lain seperti Belanda, Mesir, Paskitan, India, dan sebagainya. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi HB IX. “Karena, komitmennya adalah untuk mengangkat harkat martabat rakyat Jogja,� ungkap Gusti Joyo. Komitmen serta rasa cintanya yang tinggi untuk mengabdi sebagai pengayom bagi rakyatnya menjadi dasar kuat seorang HB IX dalam bersikap. Ini ditunjukkan misalnya ketika penjajah Jepang gencar menggelar sistem kerja paksa atau romusha. Demi menghindarkan rakyatnya dari ancaman romusha yang sudah banyak merenggut nyawa, Sultan HB IX bahkan berani mengambil risiko dengan memanipulasi data statistik tentang wilayah Yogyakarta. Penjajah Jepang waktu itu mewajibkan pribumi untuk menyerahkan hasil panen dan mengerahkan mereka sebagai tenaga kerja paksa. Sultan HB IX pun mencari cara supaya rakyatnya tidak dikorbankan.

15

April 2012


REGOL & kabar utama

Sumbangan besar dalam pembangunan ekonomi juga diberikan HB IX. Ketika menjabat sebagai Menteri Ekuin pada masa Orde Baru, ia mengembalikan stabilitas perekonomian yang sempat terpuruk akibat inflasi dan memulihkan kepercayaan luar negeri pada Indonesia

Ia melaporkan dalam statistik tersebut bahwa Yogyakarta tidak memiliki cukup wilayah yang dapat ditanami sehingga tidak banyak menghasilkan bahan pangan yang cukup untuk dipanen. Digambarkan pula bahwa wilayah Yogyakarta banyak digenangi air sedangkan sebagian lainnya kering. Bila ingin meningkatkan hasil panen, harus dibuat saluran untuk mengalirkan air dari daerah yang kaya air ke daerah kering. Atas alasan pengerjaan saluran air yang kemudian tenar dikenal sebagai Selokan Mataram itu, HB IX telah mampu mengurangi sekian besar jumlah warga yang diwajibkan mengikuti romusha. Pascaproklamasi kemerdekaan, Sultan HB IX turut membangun negeri ini dengan berkecimpung dalam pemerintahan. Dari Kabinet Syahrir, Syarifuddin, Hatta, Natsir, ataupun Wilopo di masa Orde Lama hingga Orde Baru. Sebagai Menteri Negara, Menteri Pertahanan, Wakil Perdana Menteri, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Menko Pembangunan, Menneg Ekuin, sampai dengan menjadi Wakil Presiden RI (19731978). Banyak gebrakan dilakukannya untuk kemajuan kehidupan bangsa ini. Ia diketahui sebagai pionir dalam penanaman tembakau Virginia di Sleman dan merintis pembangunan pabrik gula Madukismo di Bantul. Sumbangan besar dalam pembangunan ekonomi juga diberikan HB IX. Ketika menjabat sebagai Menteri Ekuin pada masa Orde

16

April 2012


Baru, ia mengembalikan stabilitas perekonomian yang sempat terpuruk akibat inflasi dan memulihkan kepercayaan luar negeri pada Indonesia. Bidang pariwisata pun tak luput dari perhatiannya. Tahun 1955, ia mengadakan perjalanan ke daerah-daerah untuk mensurvei lokasi-lokasi yang pantas dijadikan objek pariwisata. Tak heran, HB IX kemudian diangkat sebagai Ketua Dewan Pembimbing Lembaga Pariwisata Nasional. Peran besarnya bagi perkembangan olahraga di tanah air membawanya pada kursi ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun 1967. Ia juga sangat aktif dan partisipatif dalam mengembangkan dunia kepanduan Indonesia hingga menjabat Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan kemudian dinobatkan sebagai Bapak Pandu Indonesia. Andil yang besar untuk pendidikan rakyatnya ditunjukkan HB IX dengan merelakan Bangsal Siti Hinggil dan Pagelaran Keraton sebagai tempat kegiatan Universitas Gadjah Mada ketika perguruan tinggi tersebut baru dibentuk pemerintah pada 19 Desember 1949. Seperti halnya sang ayah, Sultan

17

April 2012


REGOL & kabar utama

HB IX paham betul bahwa pendidikan bagi rakyat akan sangat menentukan masa depan mereka. Dalem Mangkubumen, Dalem Notoprajan serta tambahan fasilitas di Bulaksumur pun kemudian disumbangkannya demi terciptanya masyarakat yang berpendidikan. Meski sejak kecil banyak menjalani hidup di luar negeri, Sultan HB IX tak melupakan jati dirinya sebagai seorang manusia Jawa. Hal ini ditegaskannya dalam pidato jumenengan-nya sebagai raja Kraton Yogyakarta; “sepenuhya saya menyadari bahwa tugas yang ada di pundak saya adalah sulit dan

berat. Terlebih-lebih karena ini menyangkut pertemuan jiwa barat dan timur agar dapat bekerjasama dalam suasana harmonis tanpa yang timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap orang Jawa. Maka, selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam keraton yang kaya akan tradisi ini.� Hal ini menurut Gusti Joyo menunjukkan sikap dharma bakti Sultan HB IX terhadap nusa dan bangsanya meskipun ia sudah cukup lama berbaur dengan budaya barat. “Kata 'timur' yang dimaksud mencakup konsep nusa dan bangsa. Waktu itu, negara Indonesia belum terbentuk, masih di bawah penguasaan Hindia Belanda,� tandasnya. Dari pidatonya itu, HB IX menegaskan pada penjajah Hindia Belanda bahwa ia adalah seorang individu yang tetap berpegang pada akar hidupnya sebagai seorang manusia Jawa. Ucapannya itu juga menjadi sebuah janji pada rakyatnya bahwa ia akan tetap bersama mereka untuk membela nusa dan bangsa. Ada beberapa hal yang unik dan istimewa dari seorang HB IX yang tidak akan didapatkan dari sosok orang lain. Menurut KRT. Jatiningrat, HB IX

Walaupun saya telah mengenyam pendidikan barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap orang Jawa

18

April 2012


adalah pegawai negeri sipil pertama di Indonesia, dengan nomor seri pegawainya adalah nomor 1 (satu). “Nomor Induk Pegawai (NIP) baru muncul tahun 1974 dan Sultan HB IX mendapat urutan pertama dengan nomor 010000001. Namun di situ tertulis, 'terhitung menjadi pegawai sejak tahun 1940'. Padahal waktu itu kan belum merdeka, negara republik belum terbentuk. Ini sebagai penghargaan dari pemerintah atas dharma bakti HB IX sejak dulu,� katanya. Selain itu, disampaikan Gusti Joyo, Sultan HB IX juga menjadi jenderal bintang empat pertama di republik ini dan sekaligus tak pernah pensiun (tanpa gelar purnawirawan). Gelar ini berbeda dengan Jenderal Sudirman yang bergelar anumerta. Sebenarnya waktu itu pemerintah republik menganugerahkan gelar jenderal bintang empat kepada AH. Nasution. Tapi ia tidak mau menerima gelar tersebut kalau Sultan belum jadi jenderal bintang empat. “Akhirnya, keduanya menerima gelar bersama-sama. Sultan berdiri di samping kanan Nasution. Dengan demikian, HB IX terlebih dahulu menerima gelar jenderal pertamakali,� tutup Gusti Joyo. Singgih Wahyu; Foto: Albert, Budi Prast, Ist

19

April 2012


REGOL & kabar utama

Sekeping Kenangan Bersama Ayahanda Tak hanya mumpuni sebagai raja maupun tokoh politik, sosoknya adalah panutan bagi para buah hatinya.

20

April 2012


S

red) saja. Kalau sudah begitu, semua anak-anaknya pun diam seribu bahasa, takut didukani alias dimarahi. HB IX tidak pernah mengatakan tidak, namun bukan berarti tidak memiliki pendapat. Semua kata terucap sangat santun dan cerdas sehingga tidak pernah menyakiti hati orang lain. KGPH. Hadiwinoto memiliki kesan dan kenangan lain tentang sosok HB IX. Menurutnya, setiap putra dalem memiliki kenangan yang berbeda. “Ada tujuh putra dalem yang lahir sebelum tahun 1950 dan saya termasuk salah satunya. Pada saat Ngarsa Dalem Kaping Sanga masih menjabat sebagai raja dan gubernur, beliau full di Jogja. Setiap Sabtu siang kami ke Pesanggrahan Ngeksigondo Kaliurang dan pulang Minggu sore,� ujar putra dalem yang memiliki nama kecil BRM. Ibnu Prastowo ini. Beberapa putra dalem seperti GKR. Anom, KGPH. Mangkubumi (Sultan HB X), BRAy.

iapapun pasti mengenal sosok Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai tokoh legendaris bangsa yang penuh kesederhanaan, berjiwa besar, demokratis serta memiliki pribadi yang menyenangkan. Bisa dikatakan jika Ngarsa Dalem Kaping Sanga ini merupakan salah satu sosok yang bersahaja di negeri ini. Sebagai raja di tanah Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX selalu bersikap andap asor atau tetap merendah tanpa mengurangi wibawa. Ini merupakan sikap yang bijak bagi seorang pemimpin. Banyak contoh sikap Sultan HB IX yang layak diteladani tentang kesahajaan sebagai pemimpin. Jujur, rendah hati, sederhana, dan tentu saja berintegritas tinggi. Sebagai sosok pemimpin, kredibilitasnya tak perlu diragukan lagi. Dan rupanya, sebagai sosok suami dan ayah, Sultan HB IX pun sangat dikagumi oleh kelima istri dan seluruh putra-putrinya. Suami dari KRAy.. Pintakapurnama, KRAy. Windyaningrum, KRAy. Hastungkara, KRAy. Ciptamurti dan KRAy. Norma Nindya Kirana ini dikenal sangat adil terhadap keluarganya. Pribadi yang murah senyum meski tak banyak kata, demokratis dan enerjik merupakan beberapa sikap yang diteladani oleh para putra dalem dari sosok sang ayah. Kenangan manis akan kehidupan di balik tembok keraton bersama keluarga selalu melekat di hati para putra dalem. “Saya mengagumi beliau sebagai the unique person in the world. Bukan hanya raja, kepala daerah, tapi juga jenderal. Selain itu, beliau juga pegang kabinet dan menjadi menteri dengan tugas yang berbedabeda. Wakil presiden Indonesia, ketua KONI, bapak Pramuka Indonesia. Itu kan unik sekali?,� papar GBPH. Prabukusumo, putra Ngarsa Dalem dengan KRAy. Hastungkara kepada Kabare. Gusti Prabu juga banyak berkisah mengenai pribadi Sultan HB IX yang salah satunya adalah pribadi yang tidak banyak bicara dan tak pernah marah. Sri Sultan memang memiliki ciri kepemimpinan dhupak bujang esem bupati sasmita narendra. Pesan tidak harus disampaikan secara harfiah. Bahkan, dengan senyuman maupun simbol-simbol, mengandung pesan lebih banyak daripada pesan yang dituliskan. Dalam ingatan Gusti Prabu, jika ada yang kurang disukai, Sultan HB IX cukup ngepyek (mendecak,

Beliau juga pegang kabinet dan menjadi menteri dengan tugas yang berbeda-beda. Wakil presiden Indonesia, ketua KONI, bapak Pramuka Indonesia

Sultan HB IX bercengkrama bersama para putra .

21

April 2012


REGOL & kabar utama

Meski sibuk, Ngarsa Dalem tidak pernah absen untuk mengikuti perkembangan pendidikan putraputrinya

memang tak berbatas. Meski hidup berjauhan, beliau selalu memantau pendidikan putra-putrinya. Hampir semua putra-putrinya mengatakan jika nilai rapor mereka selalu dipantau dan dilihat langsung oleh beliau. Meski sibuk, Ngarsa Dalem tidak pernah absen untuk mengikuti perkembangan pendidikan putra-putrinya. Di balik kepemimpinannya, sosok Sultan HB IX tetaplah manusia biasa yang juga memiliki kegemaran dan hobi seperti orang lain pada umumnya. GBPH. Joyokusumo menuturkan bahwa Sultan HB IX memiliki hobi memasak, fotografi dan berkuda. “Sejak usia 4 tahun Ngarsa Dalem sudah hidup terpisah dengan keluarga. Beliau dititipkan pada keluarga Mulder yang tinggal di Gondokusuman untuk mendapatkan pendidikan yang penuh disiplin

Murdokusumo, dan GBPH. Hadikusumo (Alm) juga ikut dalam acara keluarga di Kaliurang. Gusti Hadi mengatakan, sosok Sultan HB IX hampir mendekati sempurna. Tidak hanya baik namun juga cerdas. Gusti Hadi mengakui, sangat sulit meniru perilaku Sultan HB IX yang nyaris tanpa cela. “Sangat susah meniru segala perilaku dan pribadi beliau. Namun, bukan berarti saya tidak bisa. Saya mencoba mengambil sisi positif dari Ngarsa Dalem untuk diterapkan dalam kehidupan saya,” ungkapnya. Teliti dan disiplin juga merupakan salah satu sikap yang membekas di hati salah satu putri dari Sri Sultan HB IX dari KRAy. Pintoko Purnomo, yakni BRAy. Murdokusumo. Sebagai salah satu putri Sultan HB IX, Murdo mengenal betul karakter sang ayah. Sebagai putri yang bertugas untuk berbelanja kebutuhan bahan makanan, Murdo hanya sekali mendapat titah Ngarsa Dalem untuk membeli bahan makanan yang dibutuhkan. “Bapak hanya mengatakan sekali saja dan tak pernah mengulang perintahnya. Saya pun segan bertanya kepada beliau. Oleh karena itu, saya dituntut untuk mudah memahami segala perintah bapak tanpa harus menanyakannya lagi,” ujarnya. Sikap demokratis juga ditunjukkan Sultan HB IX dalam hal jodoh putra-putrinya. Jika ada yang ingin melamar putrinya, maka Ngarsa Dalem memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk memilih jodoh masing-masing. Hubungan Ngarsa Dalem dan putra-putrinya

22

April 2012


dan gaya hidup yang sederhana sekalipun putra seorang raja. Kemudian, beliau melanjutkan kuliah di Rujkuniversiteit Leiden, Belanda. Karena sejak kecil dituntut hidup mandiri dan jauh dari orang tua, Bapak terbiasa untuk melakukan apa-apa sendiri, termasuk memasak,� ujar putra dari KRAy. Windyaningrum yang merupakan istri kedua Sultan HB IX. Senada dengan Gusti Joyo, Gusti Hadi pun mengungkapkan hal yang sama. Gusti Hadi menuturkan jika liburan ke Kaliurang, Sultan sering memanggil para putra satu per satu untuk ditanya makanan kesukaannya. Setelah ditanya, kemudian beliau memasak sendiri makanan yang diminta putra-putrinya. Selain itu, Sultan HB IX juga memiliki kegemaran dan bakat di bidang fotografi. Banyak sudah karyanya terekam dalam album foto kenangan yang menjadi koleksi para putra dalem ini. Hobi berkuda Sultan HB IX juga menurun pada salah satu putranya yakni GBPH. Yudhaningrat yang pada masa mudanya dulu menjadi atlet berkuda. Menurutnya, kuda memiliki makna filosofi yang dalam. Dia mengutip nasihat para leluhur bahwa jika hendak menjadi ksatria dan pimpinan harus memulainya dengan belajar menunggang


REGOL & kabar utama

kuda. Gusti Yudha pun mengenang profesinya sebagai joki. Ketika itu, tahun 1974-1979, ia menjadi maskot lapangan rumput dengan mengendarai kuda milik kakaknya, (Alm) GBPH Hadikusumo. Saat itu, Gusti Yudha menjadi joki teladan DIY. Prestasinya sebagai joki terukir saat memenangi lomba pacuan kuda di Kaliurang, DIY tahun 1977, di Cilacap tahun 1978, dan di Magelang tahun 1979. “Saking gandrungnya dengan kuda, saya pernah tinggal kelas karena tidak masuk selama tiga bulan untuk persiapan lomba pacuan kuda. Saat Bapak tahu saya tinggal kelas, beliau malah memberikan celana, cemeti dan helm untuk pacuan kuda. Saat itu, Bapak mengatakan bahwa besok lagi saya tidak boleh lagi lupa sekolah, karena pendidikan itu penting,� kenang Gusti Yudha. Namun, sebagai anak, bukan berarti mereka tak pernah merasa marah dan kecewa terhadap sang ayah. Beberapa di antaranya sempat merasakan kecewa dan marah karena keinginan pada masa kecil tidak dipenuhi oleh sang ayah. Gusti Prabu pun berkisah bahwa ketika masa kanak-kanak pernah ngambek dengan sang ayah. Sewaktu kelas 3 SMP, ia pernah ngambek gara-

gara tidak dibelikan motor oleh HB IX. Akhirnya, Gsuti Prabu sengaja tidak belajar hingga tak lulus ujian. “Bapak hanya diam waktu tahu saya nggak lulus. Kemudian, saya coba nyambi jualan tanaman hias di Alun-Alun Utara, uangnya kemudian saya jadikan uang muka kredit motor di Bank Pasar yang sekarang namanya BPD. Setelah motor datang, saya sengaja parkir di Tamanan agar Bapak melihat. Tapi setelah tahu, beliau cuma menepuk punggung saya sambil berkata, 'hebat kamu nak'. Pikir saya, pasti dilunasin karena bank pasar itu kan punya pemerintah daerah. Pasti Bapak malu lantas dilunasi. Eh lha, ternyata enggak. Saya marah dengan reaksi Bapak, lalu saya nangis di Bangsal Ksatryan,� kenang Gusti Prabu sambil tersenyum. Kini, Gusti Prabu menyadari bahwa itulah salah satu pola pendidikan yang diajarkan sang ayah untuk membentuk kepribadiannya agar kuat dan mandiri. Para putra dalem memang tidak diberi subsidi dan keistimewaan oleh sang ayah. Kesuksesan mereka merupakan hasil kerja keras masing-masing. Para putra dalem pun banyak mengambil hikmah dan sisi positif sang ayah yang mereka kagumi. + Della Yuanita; Foto: Albert

24

April 2012



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.