TOLAK UNDANGAN FREEPORTDPRD PAPUA DUKUNG GUBERNUR

Page 1

KABAR NASIONAL

KPU: Pemilukada Kabar HAL Serentak diNusantara HAL 2013

3

6

Edisi 03 Minggu Ke I, Mei 2013 / Tahun I

Tak Perlu Perppu

SPORTAIMENT

PENDIDIKAN

HAL Van Persie Antarkan

HAL Ujian Nasional SD

KABAR DAERAH

Pertamina Didesak Sediakan Kapal Alternatif Pindahkan Elpiji

Anggaran Belum Cair,

Bikin Hattrick,

8

10

MU Juara

Terancam Batal

Kabar Nusantara SURAT KABAR UMUM

Edisi 03 Minggu Ke I, Mei 2013 / Tahun I

Jangkau Komunikasi Bangun Bangsa

OTOTEKNO

1

Hyundai Indonesia

HAL Akan Luncurkan 4

12

Varian Baru

Website www.kabarnusantara.com Email kabar.nusantara@yahoo.com

TERBIT

16 HALAMAN HARGA Rp. 5.000,-

TOLAK UNDANGAN FREEPORT DPRD PAPUA DUKUNG GUBERNUR PAPUA, KN. Sikap Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe yang menolak undangan perusahaan tambang raksasa, PT Freeport, mendapat dukungan dari DPRD Papua. Bahkan dengan tegas, lembaga legislatif itu meminta Freeport tidak lagi bersikap arogan kepada rakyat Papua. “Sebaiknya perusahaan tambang itu mengubah sikap, jangan lagi semaunya mengaturatur Papua,” tegas Wakil Ketua DPRD Papua, Yunus Wonda, Jumat (19/4). Menurutnya, selama ini Freeport selalu bersikap arogan dan banyak menginjak hak warga Papua. Kini, kata dia, sikap itu harus segera dihentikan jika ingin tetap berada di Papua. “Stop dengan gaya seperti itu, sikap merasa paling hebat,” katanya. “Jika selama ini Freeport selalu mengundang bertemu di Jakarta, itu harus dihentikan. Mereka harus tahu diri, mereka bekerja di Papua, bukan di Jakarta, Surabaya atau Bali. Jadi kalau mereka rasa ada masalah selesaikan di Papua,” ujarnya. Mengenai langkah Pemerintah Provinsi yang mendorong dilakukannya renegosiasi kontrak karya, DPRD Papua juga

sangat mendukungnya. Bahkan langkah itu memang sudah harus dilakukan. Sebab kata dia, Freeport sudah terlalu banyak mengeruk kekayaan di Papua, tapi timbal baliknya kepada rakyat Papua sangat minim. “Terlalu besar yang diambil mereka, tapi apa yang dibuat untuk Papua. Jadi renegosiasi kontrak memang harus kembali dilakukan,” ujarnya. Renegosiasi kontrak karya juga harus melibatkan semua elemen yang ada di Papua. DPRD, MRP (Majelis Rakyat Papua), kata Yunus adalah sebagai representasi rakyat Papua yang harus dilibatkan dalam setiap kesepakatan baru. “Karena rakyatlah pemilik hak ulayat atas areal tambang lokasi Freeport melakukan ekploitasi. Jika nanti ada kesepakatan baru semua harus dilaksanakan di Papua, bukan di tempat lain,” tandasnya. Sebelumnya, Gubernur Lukas Enembe menyatakan, saat ini masih dilakukan negosiasi kontrak karya dengan Freeport. Dengan target 10 persen setara dengan Rp.84 triliun saham nasional saat ini, sebagian bisa menjadi saham pemerintah provinsi dan kabupaten. (Samuel/tim)

Tak Kantongi Izin, Tetap Paksa Bangun Dok Uang Ganti Rugi Tanah Timbul Menguap SLAWI, KN. Tanah timbul atau tanah garapan yang bermunculan di kawasan pantai Kabupaten Tegal, banyak yang dikuasai dan dikelola oleh warga. Seperti yang ada di pantai Purwahamba Kecamatan Suradadi luasnya mencapai kurang lebih tiga hektare. Konon tanah timbul tersebut yang sudah dikelola warga untuk perkebunan melati berlangsung puluhan tahun dan turun temurun, namun bakal dibangun dok atau bengkel kapal oleh investor yang diketahui asal Jakarta. Salah seorang warga Purwahamba, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal, Suratman mengaku merasa kecewa, kalau tanah timbul tersebut telah di ganti rugi oleh salah satu investor dari Jakarta melalui Kades Purwahamba, dengan harga Rp.50 ribu per meternya, guna membangun bengkel kapal di situ. “Seharusnya, kalau tanah timbul tersebut hendak dijual paling tidak dilakukan musyawarah dulu dengan warga, baik petani melati yang mengelola, BPD, perangkat desa dan lainnya. Setelah mencapai mufakat baru dilakukan transaksi. Untuk petani yang mengelola berapa persen dan untuk desa berapa persen,” ujarnya. Sementara Ketua Forum Bersama (FB) Laskar Merah Putih (LMP) Markas Cabang Kabupaten Tegal, Agus SS Ambon mengatakan, terkait proses ganti rugi tanah timbul yang ada

di pantai Purwahamba Kecamatan Suradadi, pihaknya mendapat aduan dari masyarakat pada Sabtu (22/3). Secara lisan menyampaikan, untuk ganti rugi terhadap petani melati permeter mendapat Rp 50 ribu. Dari laporan tersebut, LMP kroscek dan klarifikasi terhadap Camat Suradadi Tri Guntoro dan kebetulan hadir pula Kades Purwahamba Ruslani. “Di hadapan camat, Ruslani mengatakan, bahwa untuk ganti rugi tanah tersebut, yang dibeli oleh investor dari Jakarta itu sebesar Rp 50 ribu per meternya, dan diterima langsung oleh warga atau petani melati penggarap tersebut,” terangnya. Namun di sini yang menjadi objek permasalahan, lanjut Agus, oleh oknum yang seharusnya ganti rugi sampai ke tangan petani melati yang mengelola tanah timbul tersebut Rp.50 ribu namun, hanya sebesar Rp 20 ribu dan sisa yang Rp 30 ribu dikemanakan? Menurut keterangan kades, sudah dibayarkan melalui surat pernyataan saat di hadapan camat dan LMP saat di ruang kerja camat. “Di situ ada surat pernyataan di mana tertera investor ke petani melati, terdapat pula kwitansi di belakang surat pernyataan tersebut. Namun, selisih beberapa hari pascapertemuan, saya menghubungi Camat Suradadi dan mendapat kabar lagi, kalau pembayaran yang

UN Gagal, Perencanaan Anggaran Kemendikbud Amburadul JAKARTA, KN. Kementerian Keuangan menilai karut-marut pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang terjadi tahun ini, karena pengelolaan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ini tidak direncanakan dengan baik alias masih amburadul. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Herry Purnomo, Jumat (19/4), di Jakarta, menjelaskan, perencanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemendikbud tahun lalu kurang tertib dalam mempersiapkannya. Padahal, Kementerian Keuangan terus mengingatkan pada kementerian dan lembaga pemerintah untuk memastikan perencanaan anggarannya disiapkan dengan jelas, agar dapat segera disetujui atau tidak dibintangi, terutama terkait Terms of Reference (TOR) dan Rencana Anggaran Belanja (RAB)-nya. “DIPA yang diserahkan Kemendikbud 84,9 persen itu dibintangi atau sebesar Rp62,068 triliun,” ujar Herry di kantornya. Alasan anggaran itu tidak segera disetujui adalah belum memenuhi syarat. Hingga proses penyusunan keputusan presiden dan penerbitan DIPA, satu persyaratan utama, yaitu persetujuan dari komisi terkait di parlemen, belum didapatkan. “Yang tidak dibintangi Rp11,018 triliun atau 15,1 persen, yaitu belanja yang wajib, pemba–yaran gaji, dan kebutuhan operasional,” kata Herry. Anggaran Rp62 triliun yang dibintangi itu, menurut Herry, termasuk anggaran UN sebesar

Rp543 miliar. Kemendikbud sempat mengajukan permohonan pencairan anggaran tersebut melalui surat nomor 138779/a/a2.1/pr/2012 tertanggal 26 Desember 2012 yang dikirim ke Kementerian Keuangan pada 3 Januari 2013. Isinya pengesahan DPR RI atas anggaran 2013. Namun, Herry melanjutkan, pencabutan bintang tersebut tidak bisa diproses, karena telah lewat tenggat waktu bagi kementerian dan lembaga pemerintah untuk melengkapi dokumen pencairan. “Kami buat kebijakan, proses di DPR dan bahan penunjang pada Desember (2012), tapi ternyata sampai akhir Desember belum ada,” kata Herry. Kemudian, pada 11 Januari 2013, Sekjen Kemendikbud melalui surat nomor 2068/a. a2.1/or/2013 tanggal 10 Januari 2013 mengusulkan kepada Dirjen Anggaran soal pencairan dana blokir dan revisi anggaran 2013 yang telah selesai persetujuannya di Komisi X DPR RI pada 21 Desember 2012. Menanggapi surat tersebut, menurut Herry, pada 15 Januari 2013, Dirjen Anggaran mengirim surat balasan nomor s-39/ag/2013 kepada Kemendikbud yang menegaskan bahwa usul pencairan blokir dan revisi anggaran tidak dapat ditetapkan. Karena, alokasi anggaran Kemendibud tahun 2013 per program yang disetujui oleh Komisi X DPR RI berbeda dengan pagu anggaran per program yang telah ditetapkan dalam Keppres No. 37 tahun 2012 sebagai dasar hukum APBN 2013. (mustofa)

diterima oleh petani ternyata bukan Rp.50 ribu tetapi berubah menjadi Rp 40 ribu, dan itu atas dasar pernyataan dari kades,” tuturnya. Dia menegaskan, tanah timbul adalah tanah Negara bagaimanapun harus digunakan sebaikbaiknya dan hajat hidup orang banyak, sesuai dengan UUD 1945. “Kami memang hingga sekarang belum ketemu langsung dengan investor. Namun kami minta kepada Camat Suradadi, untuk kejelasan dan kebenaran agar warga tidak adanya kecurigaan terkait permasalahan ganti rugi tersebut. Alangkah baiknya untuk dipertemukan dan dilakukan jumpa pers,” ujarnya. Dia berharap, adanya pertemuan antara kades beserta perangkatnya, petani melati, investor, notaris selaku kuasa dari jual beli, LMP, camat, dan syukur-syukur dari muspida dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku institusi yang tahu persis masalah tanah. “Kami sebelumnya sudah klarifikasi dengan Sekda, Bagian Pemerintahan, dan memang aturan terkait tanah timbul itu belum ada, jadi dasar hukumnya memang diakui masih rancu,” ujarnya. Sementara itu, Camat Suradadi, Tri Guntoro mengatakan pada saat terjadinya ganti rugi tanah timbul di wilayah Purwahamba tidak di beritahu sama sekali oleh Kades Purwahamba

Meski lokasi lahan untuk membangun dok kapal belum mengantongi izin maupun amdal, namun tetap saja sejumlah pekerja terlihat sibuk mengurug tanah timbul yang masih jadi sengketa di Desa Purwahamba Kecamatan Suradadi, Tegal. Sementara, pihak terkait tutup mata seolah tidak terjadi apa-apa. Ruslani. Menurut camat Suradadi tanah timbul di wilayahnya sudah ada sejak sekitar tahun 1980-an. Luas tanah diperkirakan mencapai puluhan hektar. Tanah itu kini dimanfaatkan oleh warga untuk berbagai kepentingan seperti untuk pertanian melati dan lainnya. Camat Suradadi Tri Guntoro juga meluruskan, kabar tanah timbul yang ada di pantai Desa Purwahamba di ganti rugi oleh investor melalui kades setempat. Ganti rugi tersebut

kabarnya investor dari Jakarta dengan harga permeter Rp.50 ribu yang diterimakan kepada pengelola tanah timbul, yakni petani melati melalui kades. Di sela-sela lain BPD mengaku menerima Rp.5 juta, di bagi untuk delapan orang pengurus. “Waktu itu yang memberikan petani penggarap, kami diberi uang sebelum sosialisasi,” tutur Sekretaris BPD Adi Priyono. (slamet)

Astagfirullah, Kuburan pun Dikorupsi

BOGOR, KN. Beberapa waktu lalu, masyarakat di tanah air sempat dikagetkan dengan kasus korupsi pengadaan kitab suci al-quran oleh politisi senayan. Tidak hanya itu, kasus pengadaan sarung, sapi dan kasus lainnya juga telah menyeret banyak anggota dewan. Wajar saja jika tingkat kepercayaan masyarakat ke lembaga ini makin melorot. Bahkan, rentetan aneka kasus korupsi yang menjerat para politisi itu rupanya tak membuat jera dan kapok. Buk-

tinya, baru-baru ini seorang politisi yang juga menjabat ketua DPRD digelandang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ironisnya, kasus yang menjerat sang ketua dewan tersebut adalah pengadaan tanah kuburan. Rencana pemakaman mewah di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor jadi ‘kuburan’ bagi karir politik Iyus Djuher, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor. Gara-gara disangka menerima suap

Rp.500 juta dari pengurusan lahan seluas 1 juta meter persegi itu, Iyus dicopot dari berbagai jabatan politiknya. Sehari setelah berstatus sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin lahan itu, Iyus langsung dicopot dari kursi Ketua DPRD Bogor. DPP Demokrat memproses pergantian antar waktu (PAW) yang bersangkutan. Tak hanya itu hukuman bagi Iyus. Demokrat juga memecatnya dari jabatan di partai, yaitu Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Bogor. Berdasarkan organisasi partai, kata Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua, kader Demokrat yang sudah dinyatakan sebagai tersangka, akan langsung dipecat dari jabatannya maupun dari kepengurusan partai. Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana menegaskan, pemecatan Iyus Djuher merupakan implementasi pakta integritas partai yang sudah diteken semua kader Demokrat hingga Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam Pakta Integritas Demokrat itu disebutkan, jika ada kader yang menjadi tersangka korupsi, maka wajib mengundurkan diri atau dipecat. “Kami nggak main-main lagi. Kami mau jadi parpol bersih,” ujar Sutan. Meski penangkapan Iyus memperburuk citra Demokrat, Sutan menilai itu sudah resiko politik. Tetapi, Sutan menegaskan, bukan hanya Demokrat saja yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. ................ Bersambung ke Hal 15


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.