SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Oleh
Departemen Kajian dan Strategi BEM FK Unisba Periode 2013-2014 Muhammad Dicky Hidayatullah Krisandi Primadian Erdiansyah Putra Delima Istio P Putri Santy Fitriansari Moch. Aji Triwibowo Achmad Zakki Komaruddin Yulia Tri Anggini Nirwani Suwandi Milda Agniasari Irawan Rashida Sabahat Rifana Kania Astari Puspaningdyah
10100111099
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL SJSN adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Dalam mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum dengan prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesar kepentingan peserta (Rakyat). Program jaminan sosial ini meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Sesuai dengan UU No. 40 Tentang SJSN: 1.
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2.
Sistem
Jaminan
Sosial
Nasional
adalah
suatu
tata
cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. 3.
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.
Dalam Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional menganut prinsip sebagai berikut: 1.
Asuransi
2.
Kegotongroyongan
3.
Nirlaba
4.
Keterbukaan
5.
Keberhati-hatian
6.
Akuntabilitas dan probabilitas
7.
Kepesertaan bersifat wajib
8.
Dana amanat
9.
Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta
Sistem Kesehatan Nasional adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam pembukaan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari sistem tersebut adalah terselanggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis. Berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal ini dapat dibandingkan dengan negara lain. Belanja kesehatan kita hanya naik dari 2,9% Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 1999 menjadi 3,1% PDB di tahun 2003. Sementara di Cina, belanja kesehatan naik dari 4,9% PDB di tahun 1999 menjadi 5,6% PDB di tahun 2003, dan di India turun sedikit dari 5,1% menjadi 4,8% PDB. Hal yang menarik adalah pada periode tersebut, Pemerintah China membelanjakan antara 9,7%-12,5% anggaran pemerintah untuk kesehatan dan Filipina menghabiskan 4,9%-7,1%, dan pemerintah Indonesia hanya membelanjakan 3,8%-5,1% anggaran pemerintah untuk kesehatan (WHO, 2006).
Selain itu, kinerja sistem kesehatan Indonesia berada pada urutan ke-92, yang jauh lebih rendah dari kinerja sistem kesehatan negara tetangga seperti Malaysia (urutan ke 49), Thailand (urutan ke 47), dan Filipina yang berada pada urutan ke 60 (WHO, 2000). Rendahnya kinerja sistem kesehatan kita sangat berkorelasi belanja kesehatan (Thabrany, 2008). Pada tahun 2011, bukannya peningkatan yang dialami, tetapi malah terjadi penurunan belanja kesehatan. Pada tahun 2008 anggaran belanja kesehatan Indonesia sebesar 14,1 T, tahun 2009 sebesar 15,743, pada tahun 2010 mencapai 19,8 T, dan tahun 2011 menurun drastis menjadi 12,84 T. Nilai tersebut malah lebih rendah dibandingkan anggaran tahun 2008. Penurunan ini mencapai 35% dari RAPBN yang diajukan. Ruby (2007) dalam disertasinya menemukan bahwa 83% rumah tangga mengalami pemiskinan ketika mereka membutuhkan rawat inap. Artinya, sebuah rumah tangga akan jatuh miskin (sadikin, sakit sedikit jadi miskin), ketika sakit dan perlu berobat di RS, meskipun di rumah sakit publik yang sudah sebagian dibiayai dengan uang rakyat. Seharusnya negara menjamin terwujudnya keadilan sosial sesuai Pancasila. Di negara maju, khususnya Jerman, Inggris, Belanda, Kanada, Amerika dan beberapa negara di Asia misalnya Jepang, pembiayaan melalui asuransi merupakan jalan keluar dari masalah pembiayaan kesehatan yang ada. Dibandingkan dengan negara maju lainnya, asuransi kesehatan di Amerika Serikat boleh dikatakan kurang berhasil karena hanya mencakup 70% penduduk. Hal ini terjadi karena asuransi kesehatan yang dilaksanakan bersifat komersial dan membuka peluang persaingan di antara berbagai perusahaan asuransi yang jumlahnya banyak, sehingga partisipasi masyarakat terpecah-pecah, akibatnya hukum jumlah besar tidak tercapai. Sistem di Inggris dan Kanada lebih ideal, namun tampaknya akan sulit dijalankan di Indonesia karena peran pemerintah
sangat
besar,
sedangkan
saat
ini
keadaan
keuangan
negara
belum
memungkinkan., bahkan untuk memenuhi standar WHO (5%) saja tidak tercapai. Asuransi kesehatan sosial seperti yang dijalankan di Jerman lebih memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia karena premi dibayar secara proporsional berdasarkan persentase pendapatan dan akan lebih cocok dengan budaya gotong royong masyarakat Indonesia. Pada intinya, usaha asuransi yang dilakukan berbagai negara ini merupakan usaha untuk menjamin hal-hal yang menjadi kebutuhan dasar rakyat negara tersebut. Jaminan ini sama halnya merupakan kebutuhan bagi rakyat Indonesia, rakyat yang telah merdeka 66 tahun akan tetapi hingga saat ini belum mendapatkan jaminan kemerdekaan atas hal-hal dasar yang juga menjadi kebutuhan hidup mereka. Sebuah usaha untuk mewujudkan implementasi kemerdekaan bagi rakyat Indonesia akhirnya terjadi dan ditandai dengan pengukuhan resmi kepala negara pada tahun 2004. Sebuah sistem yang diharapkan akan merubah nasib bangsa ini ke depannya, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur dan untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, pada tahun 2004 dibentuklah suatu Undang-undang Republik Indonesia no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang merupakan turunan dari pasal 28H ayat 3 Undang-undang 1945. Adapun jaminan yang diberikan
meliputi 5 aspek, antara lain jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
LANDASAN HUKUM Ada beberapa landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan undangundang SJSN, yaitu: a. UUD 1945 amandemen Pasal 28H - ayat 1: setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan - ayat 3: setiap penduduk berhak atas jaminan sosial b. UUD 1945 amandemen Pasal 34 ayat 2 bahwa Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat c. UUD 1945 amandemen pasal 34 ayat 3 bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak d. UU Nomor 3/ 1992 tentang Jamsostek e. PP 69/ 1991 tentang JPK PNS f. UU Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, khususnya pasal 66 g. UU Nomor 43/ 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil h. PP Nomor 28/ 2003 tentang Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri Semua landasan hukum diatas mendukung upaya-upaya penyusunan dan pelaksanaan Undang-undang
ASAS DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Dalam undang undang no 40 tahun 2004, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: 1. Kegotong-royongan, yaitu suatu prinsip adanya saling membantu di antara dua segmen yang berbeda sehingga terjadi subsidi silang. Prinsip tersebut memungkinkan perluasan cakupan terhadap seluruh penduduk. 2. Nirlaba, yaitu tidak mengambil untung namun bukan berarti harus merugi tetapi azas 1.
manfaat bagi seluruh pelaku asuransi kesehatan (Bapel, peserta, pemberi pelayanan kesehatan serta pemerintah karena mempunyai penduduk yang sehat dan produktif).
2.
Keterbukaan;
terdapat
sikap
transparansi
dari
badan
penyelenggara terhadap masyarakat terkait penyelenggaraan SJSN. 3.
Kehati-hatian
4.
Akuntabilitas;
dalam
pelaksanaannya
dapat
dipertanggungjawabkan atau badan penyelenggara menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan yang dilakukan dalam upaya implementasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan meminta pertanggungjawaban. 5.
Portabilitas yang menunjukkan bahwa seseorang tidak boleh kehilangan jaminan/
6.
perlindungan.
7.
Kepesertaan bersifat wajib; seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan didukung prinsip ekuitas yang berarti setiap penduduk harus memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan.
8.
Dana amanat; dana untuk SJSN merupakan dana milik seluruh peserta SJSN dan berarti dana rakyat.
9.
Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesar kepentingan peserta.
Adapun beberapa prinsip tambahan, antara lain: a. Prinsip responsif, yaitu responsif terhadap tuntutan peserta sesuai standar kebutuhan hidup sehingga sifatnya lebih dinamis. b. Prinsip koordinasi manfaat, dengan adanya prinsip ini diharapkan tidak akan terjadi duplikasi sehingga lebih efisien.
MANFAAT SJSN •
Biaya Kesehatan tidak dapat ditanggung oleh individu atau keluarga
•
Bergotong royong
agar dapat membiayai pelayanan kesehatan
bersama “ringan sama dijinjing berat sama dipikul “ shg ada kepastian biaya •
Agar terjadi subsidi antara yang sehat dgn yg sakit, antara yg muda & tua, antara individu dan antar daerah
Hampir sebagain besar masyarakat tidak dapat membayar biaya kesehatan terutama pada kasus-kasus katastropik yg memerlukan biaya besar, karena itu setiap orang wajib masuk dalam sistem jaminan Kesehatan nasional agar terjadi
gotong royong antar peserta, yang ringan sama dijinjing yang berat sama dipikul dengan demikian saling membantu antara peserta Melalui Sistem Jaminan Kesehatan nasional akan tejadi subsidi silang antara peserta, antara penduduk, antara daerah sehingga akan tumbuh solidaritas sosial antara penduduk dalam negara kesatuan RI Kasus Guilien barre pada peserta askes sosial dapat mencerminkan bahwa biaya kesehatan tidak dapat ditanggung oleh individu atau keluarga karena besarnya biaya pelayanan kesehatan. Untuk biaya kesehatan (GB) sebesar Rp 900 juta untuk kasus ini adalah hasil kontribusi Rp 60, -/peserta/pertahun atau Rp 5,/peserta/bulan. Dengan demikian untu kasus katastropik harus ditanggung dalam Jaminan kesehatan Nasional. Bandingkan dengan kasus Flu yang hampir semua diderita sekali setiap peserta/tahun yang sebanarnya dapat dikurangi dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dan sebenarnya dapat ditanggung peserta.
URGENSI SJSN Pernahkan terbayang olehmu jika suatu hari nanti seluruh rakyat Indonesia dapat ikut merasakan makna dari kata sejahtera? Pernahkah kamu berpmimpi jika suatu hari nanti “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia� bisa benar-benar terwujud? Pernahkah terlintas di benakmu suatu hari nanti seluruh rakyat Indonesia tidak lagi bergantung pada pemerintah dan ikut bersama-sama dengan pemerintah membangun Indonesia?
Sejak berlakunya UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, tak sedikit orang yang tidak menyetujui adanya pasal yang mengatakan bahwa warga negara yang mampu akan wajib membayar iuran demi keberlangsungan SJSN ini. Padahal, jika mau berlelah-lelah sebentar saja untuk mencari info tentang social security di negara lain, negara lain yang biasa kita sebut hebat itu juga memasang tarif tinggi untuk rakyatnya demi tercapainya keadilan sosial yang mereka inginkan. Kita memang patut meneladani negara lain yang sudah sukses menerapkan social security, tapi kita juga tidak bisa membandingkannya secara apple to apple. Prinsip gotong royong yang diusung oleh SJSN dirasakan pantas untuk diterapkan pada negara kita yang masih “berkembang�. Kita tidak mau kan hidup di negara kapitalis dimana yang kaya tambah kaya dan yang miskin tetap miskin? Lalu, pernah terpikirkah jika tiba-tiba ada anggota keluarga kita yang sakit keras seperti kanker dan membutuhkan biaya pengobatan sangat banyak? Biaya cuci darah rata-rata Rp 750.000. Biaya kemoterapi bisa di atas 5 juta, belum lagi kalo butuh kemoterapi yang advanced bisa habis 10 juta untuk sekali kemoterapi. Belum biaya untuk konsultasi dengan dokter, rawat inap/jalan di rumah sakit. Kalo begini bukan mustahil kan banyak rakyat yang jadi sadikin? Sakit dikit jadi miskin. Sekarang coba kita ingat-ingat berita yang datang dari rakyat miskin. Adanya pasien yang meninggal di rumah sakit karena panjangnya proses administrasi untuk orang miskin atau tidak terbelinya obat bukan lagi berita baru kan untuk kita? Harus berapa banyak lagi pasien-pasien terlantar yang akhirnya meninggal dunia? Namun, jangan sampai pula demi terwujudnya pelayanan kesehatan murah kita jadi menurunkan kualitas dari pelayanan itu sendiri. Bagaimana dengan kita? Calon-calon dokter? Apa manfaat SJSN untuk masa depan kita nanti?
Jelas banyak. Menurut Ketua Umum IDI, dr. Prijo Sidipratomo, pelaksanaan SJSN akan ikut memperbaiki sistem kesehatan yang sudah ada dan ikut menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang kesehatan. Salah satunya adalah pemerataan tenaga kesehatan. Biaya kesehatan yang mahal bisa ditekan dengan diterapkannya prinsip-prinsip pada SJSN sehingga tak ada lagi pasien yang tidak terlayani karena mahalnya biaya pengobatan. Jumlah dokter di Indonesia sebenarnya banyak, tapi penyebarannya belum merata. SJSN diharapkan dapat mendorong terwujudnya pemerataan ini. Begitu juga dengan sistem dokter rujukan. Selama ini masyarakat cenderung langsung menemui dokter spesialis tanpa rujukan dari dokter umum terlebih dahulu. Padahal, 70% penyakit dapat ditangani dengan pelayanan primer, seperti puskesmas dan dokter keluarga. Begitu banyak manfaat dan harapan rakyat dengan adanya SJSN ini. Kita sebagai rakyat Indonesia meminta perlindungan dari negara dengan ikut berpartisipasi dalam pencapaian keadilan sosial yang kita idam-idamkan.
SISTEM KEPESERTAAN SJSN •
Setiap Penduduk Wajib menjadi Peserta Jaminan Kesehatan, dan Untuk Menjadi Peserta harus membayar Iuran kepada BPJS Kes. Cab. terdekat
•
Bagi yang tidak mampu membayar, iuran dibayar Pemerintah sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)
•
Peserta PBI ditetapkan oleh Pemerintah, bukan mendaftarkan dirinya menjadi peserta PBI
Bagaimana menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional
1.
Setiap penduduk wajib menjadi peserta jaminan kesehatan.
2.
Untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan kepada BPJS kesehatan
3.
Pemberi kerja mendaftar pekerjanya dan dirinya kepada BPJS kesehatan.
4.
Bagi yang tidak mempunyai penghasilan tetap dapat membayar langsung atau melalui kelompoknya.
5.
Bagi masyarakat yang miskin dan tidak mampu membayar iuran maka iurannya dibayar pemerintah.
Peserta PBI ditetapkan by name by address oleh pemerintah, bukan mendaftar dirinya menjadi menjadi peserta PBI Pengelompokkan kepesertaan 1.
PBI Jaminan Kesehatan Fakir miskin dan orang tidak mampu
2.
Bukan PBI Jaminan Kesehatan
Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya a.
PNS
b.
Anggota TNI dan Angota Polri
c.
Pejabat Negara;
d.
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
e.
Pegawai swasta
Peserta yg tidak menerima upah a.
Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b.
Pekerja yang tidak termasuk diatas
Bukan Pekerja a.
investor;
b.
Pemberi Kerja;
c.
penerima pensiun;
d.
Veteran;
e.
Perintis Kemerdekaan;
Jenis Program Jaminan Sosial a. jaminan kesehatan; b. jaminan kecelakaan kerja; c. jaminan hari tua; d. jaminan pensiun; dan e. jaminan kematian. Alasan utama mengapa kelima hal tersebut menjadi jaminan sosial adalah untuk menghindari atau meminimalkan risiko yang timbul dari kelima hal yang akan dijamin tersebut. Pada dasarnya kelima hal tersebut berdampak tak hanya bagi orang perseorangan, tetapi bagi keluarga yang merupakan bagian terpenting dari masyarakat (komunitas), dan secara kolektif akan berpengaruh terhadap stabilitas bangsa baik dari sektor ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat. Lebih rincinya, ada beberapa hal yang dapat menguatkan alasan utama.
1. Tidak ada orang kaya dalam dunia kesehatan. Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin, seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga sehingga muncullah istilah “SADIKIN�, sakit sedikit jadi miskin. Mengingat fakta di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya. 2. Risiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan, namun mungkin saja terjadi kapan saja di mana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian yang menyebabkan kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen. 3. Jumlah penduduk lanjut usia di masa datang. Pada tahun 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah 270 juta orang dan 70 juta di antaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pada tahun 2050, terdapat 25% penduduk Indonesia adalah lansia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai penyakit degeneratif yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai
dampak lainnya. Apabila tidak ada yang menjamin hal ini, suatu saat hal ini mungkin dapat menjadi masalah yang besar.
(yang menjadi fokusan dari SJSN ini jaminan kesehatan. Jadi di bahas disini jaminan kesehatan. Terlebih itu memang bidang kita. Karena menurut informasi secara lisan di seminar waktu itu kalo jaminan yang lain sistemnya kaya asuransi biasa) Pelayanan Kesehatan yang dijamin dari SJSN Dalam UU SJSN Pasal 22 Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Dengan mengembangkan sistem kendali mutu dan biaya pelayanan Pelayanan Kesehatan Perorangan •
Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. (psl 53, UU No 36) •
Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan
pada pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat (healthy life style). (Pepres 72/2012 ttg SKN)
•
Kontak pertama individu atau keluarga ke sistem pelayanan
kedokteran (Deklarasi Alma Alta, 1978)
Berdasarkan Permenkes 001/2012 tentang Sistem Rujukan Pasal 2 1.
Pelayanan Tingkat Pertama: pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum dibalai/lembaga pelayanan kesehatan 2.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 3.
Pelayanan Tingkat Kedua: pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik 4.
Pelayanan Tingkat Ketiga: pelayanan kesehatan sub spesialistik
yangdilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik Pelayanan Komprehensif •
Pelayanan kedokteran yang mencakup ketiga tingkat pelayanan
kedokteran (primer, sekunder dan tersier)
• meliputi
Pelayanan kedokteran yang mencakup upaya mencegah penyakit yg pelayanan peningkatan derajat kesehatan (health promotion),
pencegahan khusus (spesifik protection), diagnosis dini dan pengobatan (early diagnosis and promt treatment), pembatasan cacat (disabilty limitation), serta pemulihan kesehatan (rehabilitation). Level dan Clark) •
Diselenggarakan secara terpadu dan berkesinambungan
Pelayanan Berjenjang (1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. (2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. (3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama. (4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dijamin A. Pelayanan kesehatan non spesialistik 1. Administrasi pelayanan;
2. Pelayanan promotif dan preventif; 3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis; 7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi. B. Pelayanan promotif dan preventif a. penyuluhan kesehatan perorangan; b. imunisasi dasar; c. keluarga berencana; dan d. skrining kesehatan.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yang dijamin 1. rawat jalan yang meliputi: a) administrasi pelayanan; b) pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis; c) tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;
d) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; e) pelayanan alat kesehatan implan; f) pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; g) rehabilitasi medis; h) pelayanan darah; i) pelayanan kedokteran forensik; dan j) pelayanan jenazah di Fasilitas Kesehatan 2. rawat inap yang meliputi: a) perawatan inap non intensif; dan b) perawatan inap di ruang intensif. c) pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.