sebuah catatan kecil
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
SAR atau Synthetic Aperture Radar merupakan perkembangan metode dalam pengambilan citra melalui satelit atau wahana lainnya dengan menggunakan sensor aktif seperti radar. Kata aperture memiliki pengertian yang hampir sama dengan bidang fotografi, namun aperture dalam SAR berbentuk antena. Sehingga secara sederhana, metode ini menggunakan prinsip perpanjangan antena untuk meningkatkan resolusi citra dari radar tersebut, dimana perpanjangan antena yang dimaksud adalah perubahan posisi dari satelit atau wahana terbang lainnya saat melakukan perekaman atau pengambilan citra, hal ini pula yang menyebabkan penggunaan kata sintetik atau buatan. Pertama yang harus diketahui adalah pengambilan citra dengan satelit radar berbeda dengan pengambilan citra pada satelit optis. Pengambilan citra dengan menggunakan SAR dilakukan secara tidak tegak lurus, tetapi memiliki kemiringan dengan besar sudut tertentu seperti gambar 1 berikut. Hal ini dikenal juga sebagai side looking. Selain itu data yang disimpan oleh satelit SAR juga berbeda dengan satelit optis. Satelit optis menyimpan data dalam bentuk piksel yang berisikan nilai digital number. Bentuk pikselnya Gambar 1 Pengambilan citra SAR (sumber: http://content.answcdn.com) sendiri memiliki ukuran resolusi yang sama, seperti 30 m x 30 m, 1 km x 1 km dan sebagainya. Satelit SAR menggunakan sinyal pada panjang gelombang tertentu, data yang disimpan merupakan gelombang pantul atau sinyal balik dari objek, sehingga diperlukan sejumlah proses awal untuk dapat melihat obyek pada citra1 tersebut. Resolusi SAR terbagi menjadi dua yaitu resolusi azimut dan resolusi range. Resolusi azimut merupakan resolusi yang terbentuk searah dengan arah jalur terbang wahana, sedangkan resolusi range atau bisa disebut juga sebagai resolusi jarak, terbentuk akibat dari pengambilan citra yang bersifat side looking. Proses awal pengolahan dari data SAR merupakan kumpulan dari sejumlah hitungan matematis. Sebelum melanjutkan pada proses hitungan matematis tersebut, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai gelombang yang biasa digunakan pada pengambilan citra dengan menggunakan SAR dan bentuk dari data awal SAR itu seperti apa.
1
Namun dalam pemahaman saya, sedikit sulit untuk mengatakan data awal SAR sebagai citra, karena bentuk dari data awal SAR tidak seperti citra optis yang dikenal pada umumnya.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Gelombang yang digunakan pada SAR merupakan gelombag mikro atau dikenal juga dengan microwave. Gelombang mikro memiliki kelebihan antara lain dapat menembus atmosfer. Dalam bentuk ilustrasi dan grafik berikut (gambar 2) dapat dilihat perbedaan antara gelombang cahaya tampak (visible) yang berada pada rentang sekitar 0,4-0,8 Âľm dan gelombang mikro yang berada pada rentang 1 mm- 1m.
Gambar 2 Karakter gelombang dalam menembus atmosfer (Tomiyama, 2010)
Pada gambar 2 dapat terlihat bahwa pada gelombang cahaya tampak, penetrasi gelombang, masih di pengaruhi dengan uap air yang berada di atmosfer. Sedangkan untuk gelombang mikro memiliki kemampuan menembus atmosfer hingga mendekati 100%, selain itu gelombang mikro juga tidak terlalu dipengaruhi dengan kandungan uap air di atmosfer, sehingga dapat menembus awan. Gelombang mikro juga tidak di pengaruhi sinar matahari sehingga dapat digunakan pada siang atau malam hari. Gelombang mikro yang banyak digunakan dalam aplikasi penginderaan jauh adalah gelombang X, C dan L. Berikut merupakan tabel kanal gelombang mikro. Tabel 1 Kanal gelombang mikro (Tomiyama, 2010)
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Tidak semua gelombang mikro digunakan sebagai sensor aktif. Gelombang mikro dapat digunakan sebagai sensor pasif seperti pada microwave radiometer, untuk bentuk aktif dari gelombang mikro dalam penginderaan jauh antara lain microwave scatteromter, microwave altimeter dan imaging radar (Tomiyama, 2010). Pembahasan selanjutnya akan lebih menekankan pada bentuk penggunaan gelombang mikro jenis aktif untuk keperluan imaging radar. Untuk dapat mengenal penggunaan radar lebih jauh, akan sedikit dibahas mengenai sejarah perkembangan radar.
Gambar 3 Sejarah perkembangan radar (Ismullah,2012)
Selain satelit yang disebutkan diatas, terdapat juga satelit seperti ALOS PALSAR yang menggunakan band L, satelit yang cukup terkenal untuk menghasilkan DEM seperti SRTM yang diluncurkan pada tahun 2000 atau satelit yang digunakan untuk keperluan pengamatan Planet Venus seperti misi satelit Magellan. Setiap satelit menggunakan panjang gelombang yang berbeda-beda, seperti ERS atau European Remote Sensing dan Radarsat menggunakan gelombang C, TerraSAR-1 menggunakan gelombang X dan SIR-A yang menggunakan gelombang L. Setiap gelombang tersebut memiliki daya tembus yang berbeda.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Gambar 4 Karakteristik penetrasi gelombang radar (sumber: SARMAP)
Meskipun secara umum, gelombang radar dapat menembus atmosfer, awan, dan dapat digunakan pada siang atau malam hari, tetapi untuk penetrasinya berbeda satu dengan yang lain. Seperti pada gambar 4, gelombang L dapat menembus vegetasi dibandingkan dengan gelombang X. Hal ini menyebabkan penggunaan dari antar gelombang menjadi berbeda. Dari gambar 4 tersebut dapat terlihat pula bahwa semakin panjang gelombang maka akan semakin kuat penetrasinya. Pada pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai sistem dari pengambilan citra dengan menggunakan radar secara umum.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Prinsip dasar dari radar adalah pengukuran jarak dari sensor ke obyek, dengan cara menghitung beda waktu penjalaran gelombang dari sensor ke obyek dan dari obyek ke sensor. Sebelumnya disinggung pula bahwa pengambilan citra dengan menggunakan radar dilakukan secara side looking atau memiliki besar sudut tertentu terhadap nadir, selain itu radar juga memiliki dua resolusi yakni resolusi range dan resolusi azimut.
Gambar 5 Ilustrasi side looking (Tomiyama, 2010)
Resolusi pada radar merupakan gambaran dari kemampuan radar dalam membedakan dua obyek yang berdekatan. Resolusi jarak merupakan resolusi yang terbentuk sesuai arah sapuan sensor pada wahana sedangkan resolusi azimuth adalah resolusi yang terbentuk sesuai dengan arah terbang wahana. Transmisi gelombang radar pada pengambilan citra SAR dilakukan dengan menggunakan chirp. Bandwidth yang lebar dapat dicapai dengan menggunakan durasi pulsa pendek. Namun semakin pendek sinyal maka energinya akan semakin kecil dan resolusinya akan semakin rendah, sehingga dilakukan modulasi frekuensi secara linear untuk mendapatkan long pulse untuk mendapatkan resolusi yang lebih baik (SARMAP). Bentuk dari chirp ini dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6 Ilustrasi chirp (sumber: SARMAP)
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Pada pengambilan citra SAR, obyek direkam beberapa kali selama pergerakan wahana, sehingga didapatkan posisi yang berbeda akibat besar kekuatan frekuensi yang diterima oleh sensor berbeda. Kekuatan frekuensi yang berbeda tersebut mirip dengan efek Doppler yang terjadi pada penjalaran gelombang akustik, dimana frekuensi yang diterima akan semakin kuat jika jarak antara sumber suara dengan penerima semakin dekat dan sebaliknya. Perbedaan frekuensi tersebut menggambarkan posisi obyek sehingga dalam rentang waktu pencitraan didapatkan informasi yang cukup tanpa harus menggunakan antena yang panjang. Frekuensi yang disimpan dengan menggunakan prinsip ini dikenal juga dengan frekuensi Doppler. Frekuensi yang diterima sensor kemudian didemodulasi untuk mendapatkan bentuk chirp awal. Sinyal yang telah di demodulasi memiliki dua komponen penting yakni: waktu tunda (time delay) dari sinyal balik, dan perubahan proporsi fase terhadap waktu tunda (Natural Resources Canada). Proses pengubahan waktu tunda menjadi fase azimut dengan menggunakan demodulasi dapat dilihat pada gambar 7 berikut.
Gambar 7 Ilustrasi demodulasi (sumber: Natural Resources Canada)
Bentuk penyimpanan dari sinyal yang diterima tersebut dapat dilihat pada gambar 8. Dari gambar 8 tersebut diketahui bahwa obyek yang berada pada wilayah sapuan radar disimpan dalam baris dan kolom tertentu, seiring dengan bergeraknya satelit, sinyal untuk obyek yang sama kemudian disimpan di atas baris sebelumnya. Hal ini terus dilakukan sampai selesai satu sapuan. Tempat dari obyek tersebut, disimpan dalam memori sinyal yang ditunjukkan dengan warna merah. Oleh karena itu, diperlukan proses awal SAR dilakukan untuk mendapatkan posisi pasti dari tiap obyek tersebut.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Gambar 8 Ilustrasi penyimpanan sinyal pada sistem SAR (Sumber: Natural Resources Canada)
Pengambilan citra SAR merupakan salah satu bentuk penjalaran gelombang yang terdiri dari fase dan amplitudo. Sinyal yang disimpan adalah dalam bentuk komponen in phase (I) dan quadrature (Q) atau dikenal juga sebagai data raw SAR (Bhattacharya, 2007). Setiap data raw SAR memiliki satu file leader yang berfungsi sebagai metadata dari data SAR. Kedua komponen (I,Q) merepresentasikan bilangan kompleks yang terdiri dari bilangan imajiner dan bilangan riil, dimana fase (φ) merupakan sudut yang terbentuk dari bilangan kompleks dan amplitudo (A) mengukur kekuatan dari sinyal atau menyatakan magnitudo. Penyimpanan sinyal SAR juga berada pada domain waktu sehingga dalam proses perhitungan, domain waktu diubah kedalam domain lain seperti domain frekuensi dan juga domain frekuensi range doppler (Dastgir, 2007). Proses awal pengolahan data SAR secara sederhana terdiri dari kompresi jarak (range compression) dan kompresi azimut (azimuth compression). Pada kompresi jarak dilakukan untuk mendapatkan posisi obyek dalam arah slant range sedangkan pada kompresi azimut dilakukan untuk mendapatkan posisi pasti dari obyek dalam arah azimuth. Ilustrasi mengenai proses kompresi jarak dan kompresi azimut dapat dilihat pada gambar 9 yang dibuat oleh Tomiyama (2010) dengan data JERS-1 SAR. Hasil proses pengolahan awal data raw SAR disebut sebagai data SLC atau Single Look Complex. Bentuk SLC ini yang nantinya digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Gambar 9 Pengolahan proses data awal (Tomiyama,2010)
Proses yang dilakukan selanjutnya untuk dapat melihat bentuk wilayah sapuan radar adalah multilook. Tujuan dari proses multilook adalah untuk mengurangi pola acak dari noise sehingga membuat gambar menjadi lebih halus, dan untuk mengatur besar spasi range dan azimut (Tomiyama,2010). Besar look sendiri merupakan bilangan bulat tergantung dari jenis data satelit yang digunakan yakni 2,3,4,6 dan seterusnya. Pemilihan look juga dilakukan untuk membuat resolusi piksel azimut hampir sama dengan resolusi piksel dari ground range (Natural Resources Canada). Secara umum terdapat beberapa bentuk atau mode akuisisi citra SAR yakni stripmap, scanSAR dan spotlight. Pada mode stripmap, akuisisi dilakukan secara langsung untuk suatu luas sapuan (swath) tertentu. Mode scanSAR dilakukan dengan membagi wilayah sapuan kedalam beberapa wilayah sapuan atau subswath. Akuisisi secara spotlight memungkinkan antena untuk fokus mengambil cakupan suatu daerah terus menerus. Hal lain yang perlu diketahui adalah, beberapa satelit melakukan pengambilan secara ascending (naik) dan descending (turun).
Gambar 10 Mode akuisisi SAR, kiri-kanan: mode stripmap,mode scanSAR dan mode spotlight (SARMAP)
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Informasi yang terdapat pada citra SAR adalah amplitudo dan fase. Informasi fase pada citra SAR digunakan dalam bentuk interferometri yang diambil dari dua citra SAR. Sedangkan informasi amplitudo menggambarkan kekuatan dari scattering atau pantulan. Terdapat dua jenis pantulan yakni surface scattering (pantulan permukaan) dan volume scattering. Nilai pantulan ini dipengaruhi oleh tingkat kekasaran (surface roughness) permukaan obyek. Permukaan yang halus akan menghamburkan sebagian besar sinyal, sedangkan permukaan yang kasar akan memantulkan (scatter) sinyal kembali ke sensor lebih banyak (Lillesand dkk, 2004; Wallin 2008). Hal ini mengakibatkan semakin kasar permukaan obyek maka nilai pantulan akan semakin tinggi, citra juga akan memberikan penampakan yang tidak halus. Begitu pula sebaliknya. Pada citra SAR, nilai pantulan tinggi akan cenderung berwarna putih sedangkan nilai pantulan rendah cenderung berwarna hitam atau gelap, seperti pada gambar 11. Volume scattering adalah sejumlah pantulan yang terjadi di dalam suatu medium. Biasanya terjadi di daerah dengan vegatasi lebat seperti hutan.
Gambar 11 Ilustrasi pantulan dan penampakan citra SAR (sumber: Tomiyama, 2010)
Seperti diketahui, obyek dipermukaan bumi memiliki komponen berbentuk yang berbeda. Konstanta yang digunakan untuk mengkategorikan gelombang mikro yang mengenai obyek diserap atau dipantulkan, disebut juga dengan sifat dielektrika. Kelembapan suatu material sangat mempengaruhi sifat elektrisitas (Ismullah,2012). Kombinasi polarisasi gelombang radar (arah vertikal dan horizontal) juga mempengaruhi pantulan yang diterima. Jika gelombang yang dipancarkan dan diterima searah horizontal atau vertikal (HH/VV) maka polarisasi ini dikatakan sebagai polarisasi paralel atau searah sedangkan ketika gelombang yang dipancarkan dan diterima merupakan kombinasi dari horizontal dan vertikal (HV/VH) maka
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
polarisasi tersebut dikatakan sebagai polarisasi silang atau cross polarization. SAR yang menggunakan semua bentuk polarisasi (HH,VV, HV dan VH) disebut dengan radar polarimetri. Dari beberapa polarisasi juga dapat dibuat bentuk komposit. Komponen radiometri yang lain adalah speckle noise. Speckle noise merupakan noise yang bersifat acak akibat dari superposisi koherensi beberapa sumber pantulan dalam satu elemen resolusi (Tomiyama,2010). Terdapat dua jenis interferensi yakni destruktif dan konstruktif. Interferensi yang bersifat konstruktif memberikan warna putih sedangkan interferensi yang bersifat destruktif memberikan warna hitam. Cara mengurangi speckle noise dengan menggunakan proses multilook atau proses filtering yang terbagi dua yakni non-adaptive dan adaptive. Adaptive filtering terbagi lagi menjadi tiga jenis yang sering digunakan yakni gamma filter, frost filter dan lee filter. Bentuk topografi wilayah liputan dapat menyebabkan permasalahan atau distorsi geometri yang khas terjadi dalam citra SAR yakni shadowing, layover dan foreshortening. Hal ini terjadi karena sensor pada wahana SAR dibuat dengan mengasumsikan gelombang pantulan yang diterima berasal dari permukaan 2D yang datar, sehingga bentuk bumi yang berbentuk 3D diproyeksikan kedalam bentuk 2D tersebut (Richards, 2007). a. Shadowing (Bayangan) Permasalahan yang terjadi akibat tidak terambilnya nilai gelombang pantul dari sebagian permukaan bumi yang tertutup oleh obyek lainnya akibat perbedaan tinggi, contohnya pada gunung atau bukit, sehingga terdapat kekosongan pada sel resolusi. Gambar 12 Ilustrasi shadowing (Adaptasi: Ismullah,2012)
b. Layover (Tumpang tindih) Nilai pantul gelombang di daerah yang mengalami perubahan tinggi disimpan secara berkebalikan sehingga menumpuk di sel resolusi sebelumnya. Hal ini terjadi karena wilayah yang lebih tinggi memberikan gelombang pantul terlebih dahulu dibandingkan dengan wilayah yang lebih rendah. Gambar 13 Ilustrasi layover (Adaptasi: Ismullah,2012)
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
c. Foreshortening (Pemendekan) Terjadi akibat perubahan beda tinggi yang tidak terlalu besar atau cenderung landai sehingga data yang tersimpan dalam sel resolusi menjadi lebih rapat, sehingga nilai jaraknya menjadi lebih pendek. Gambar 14 Ilustrasi foreshortening (Adaptasi: Ismullah,2012)
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Sebelum penjelasan mengenai beda fase pada citra SAR, berikut adalah bentuk metodologi proses dari pengolahan citra SAR.
Gambar 15 Metodologi pengolahan SAR (sumber: Natural Resources Canada)
Pada bagian kualitatif, citra SAR dapat digunakan untuk keperluan klasifikasi dengan cara fusi atau penggabungan dengan citra lain seperti citra optis. Dengan fusi, citra radar dapat mengambil informasi warna dari citra optis. Karena citra radar sendiri hanya memiliki gradasi warna hitam atau putih. Interferometri SAR berada pada wilayah kuantitatif karena menggunakan sejumlah perhitungan matematis.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Interferometric SAR (IFSAR, disebut juga InSAR) adalah sebuah teknik yang menggunakan pasangan citra SAR resolusi tinggi untuk mengahasilkan peta ketinggian berkualitas tinggi atau disebut juga model tinggi dijital (DEM) (Richards, 2007). Kedua citra SAR tersebut diregistrasi untuk dapat melihat informasi fase yang dapat dihitung dalam suatu basis secara pixel-by-pixel dan digunakan secara langsung untuk mendapatkan informasi tinggi (Blake, 2010). Dengan kata lain, metode InSAR merupakan metode untuk mendapatkan informasi ketinggian dari dua citra SAR yang memiliki area liputan yang sama. Informasi tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai perbedaan fase dari dua citra SAR. Teknik InSAR terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah antena untuk liputan citra dan orientasi basisnya yakni repeat pass, along track dan across track (Gens, 1998; Zou 2004). Teknik along track dan across track termasuk ke dalam teknik single pass atau lintasan tunggal dimana terdapat dua antena pada satu wahana dengan ilustrasi seperti pada gambar 16 (a) dan (b), sehingga didapatkan dua citra SAR dalam satu waktu pengamatan. Teknik repeat pass merupakan teknik yang digunakan untuk wahana satelit, dimana satu wahana hanya membawa satu antena, sehingga untuk pengambilan pasangan citra SAR dilakukan dengan dua kali waktu pengamatan, dengan ilustrasi seperti pada gambar 16 (c) dimana B adalah basis dan S merupakan letak sensor pada wahana.
Gambar 16 Ilustrasi wahana InSAR (Zou, 2004)
Pasangan citra untuk InSAR dikatakan sebagai master dan slave image, dimana master merupakan citra SAR yang diambil lebih awal dibandingkan dengan citra slave. Idealnya citra master dan slave memiliki nilai dan wilayah yang sama persis, namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal ini sulit terjadi karena wilayah pengamatan bisa saja mengalami perubahan pada kurun waktu tersebut dan perbedaan geometri saat pengambilan citra master dan slave.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Perbedaan pengambilan citra SAR, dalam hal ini jarak antar sensor, dinyatakan sebagai basis interferometrik yang terbentuk dari basis sejajar dan basis tegak lurus (basis perpendikular). Basis sejajar merupakan jarak yang terbentuk dari perbedaan jalur terbang dari pencitraan wahana satelit. Pada gambar 17 dapat terlihat hubungan antara pengambilan citra SAR menggunakan metode repeat pass dengan basis interferometri, dimana B merupakan basis interferometrik, Bper adalah basis perpendikular, Bll adalah basis sejajar, SAR 1 merupakan pengambilan pertama, SAR 2 pengambilan kedua, R1 adalah jarak miring dari wahana pertama ke target dan R 2 adalah jarak miring dari wahana kedua ke target. Selain ketiga basis tersebut, terdapat juga basis temporal yang menandakan perbedaan waktu pengambilan kedua citra SAR tersebut.
Gambar 17 Ilustrasi InSAR dan basis interferometrik
Ketika dua atau lebih gelombang bertemu, maka akan terjadi fenomena yang disebut dengan interferensi gelombang. Inteferensi ini dapat menguatkan atau melemahkan satu sama lain. Hal ini juga terjadi pada pasangan citra SAR dimana hasil interferometri dikatakan sebagai interferogram atau citra beda fase. Interferogram yang terbentuk dari teknik InSAR memiliki sejumlah informasi yakni (Ge dkk., 2002; Zou, 2004): a. Informasi mengenai keadaan topografi suatu wilayah, karena interferogram membentuk pola seperti kontur. b. Pola geometrik, yakni pola garis atau strip yang sistematik akibat adanya perbedaan posisi sensor SAR. c. Pola diferensial, pola ini menggambarkan perubahan jarak antara dua citra SAR yang dapat disebabkan oleh perubahan muka tanah, refraksi atmosfer dan perubahan tutupan lahan akibat tumbuhnya vegetasi. Perubahan topografi maupun tinggi suatu wilayah dapat diketahui karena terdapat perbedaan waktu pengambilan yang menyebabkan frekuensi yang diterima
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
wahana berbeda, sehingga teknik InSAR ini banyak digunakan untuk keperluan pemantauan deformasi maupun pembuatan DEM. Perbedaan waktu atau posisi pengambilan pasangan citra SAR untuk interferometri juga mengakibatkan dekorelasi atau berkurangnya korelasi (kesamaan) yang terbentuk dari kedua citra. Hal-hal yang dapat menyebabkan dekorelasi adalah dekorelasi basis spasial, dekorelasi akibat rotasi dari target selama waktu pengamatan dan dekorelasi akibat pergerakan dari hamburan obyek di permukaan (Zebker, 1992). Dekorelasi basis spasial berhubungan dengan geometri antara dua akuisisi SAR, dekorelasi akibat rotasi target berkaitan dengan arah look dari citra SAR, untuk dekorelasi akibat pergerakan dari hamburan obyek dikenal juga dengan dekorelasi temporal. Dekorelasi temporal berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada wilayah yang diamati selama kurun waktu pengamatan tersebut. Selain InSAR terdapat pula DinSAR atau Differential Interferometric SAR, yang menggunakan satu pasang InSAR. Aplikasi penggunaan DinSAR antara lain untuk keperluan pengamatan fenomena penurunan tanah. Aplikasi citra SAR cukup banyak antara lain untuk aplikasi pertanian, kehutanan, geologi, hidrologi, land use- land cover, pemetaan, pengamatan samudera, dsb. Referensi: Blake, Willian Arthur. 2010. Interferometric Synthetic Aperture RADAR(INSAR) for FineResolution Basal Ice Sheet Imaging.Dissertation. Electrical Engineering, University of Kansas. Dastgir, Naeim. 2007. Processiing SAR data using Range Doppler and Chirp Scalling Algorithms. Master’s of Science Thesis in Geodesy Report. School of Architecture and Built Environment, Royal Institute of Technology. Hanssen, Ramon F. 2001. RADAR Interferometry: Data Interpretation and Error Analysis. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Ismullah, Ishak Hanafiah. 2012. Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia: Perkembangan RADAR dalam Penginderaan Jauh. Natural Resources Canada. GlobeSAR-2 Radar Remote Sensing Training Package. Nobuhiro,Tomiyama. 2010. Slide Microwave Remote Sensing with Focus on forestry and agriculture. ISPRS student consosrtium and WG VI/5 5th Summer School, Hanoi, Vietnam. Richards, John A. 2009. Remote Sensing with Imaging Radar. Springer Berlin Heidelberg.
catatan kecil mengenai synthetic aperture radar
Richards, Mark A. 2007. A Beginner’s Guide to Interferometric SAR Concepts and Signal Processing. IEEE A&E Systems Magazine, vol.22, No. 9. Sarmap. 2009. Synthetic Aperture Radar and SarScape. (slide) Sujit Bhattarcharya, Thomas Blumensath, Bernard Mulgrew dan Mike Davies. 2007. Fast Encoding of Synthetic Aperture Radar Raw Data Using Compressed Sensing. IEEE. Zebker, Howard A. 1992. Decorrelation in Interferometric Radar Echoes. IEEE Transactions on Geoscence and Remote Sensing, Vol.30, No.5. Zou, Weibao. 2004. Improving the Accuracy of Image Co-registration in InSAR. Disertasi. Hong Kong: The Hong Kong Polytechnic University.
Tulisan atau lebih tepat rangkuman singkat mengenai Synthetic Aperture Radar (SAR) ini dibuat dengan harapan dapat sedikit berbagi dan memberikan sedikit gambaran mengenai apa itu SAR dan hal-hal yang terkait dengan sistem SAR itu sendiri. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran dapat diberikan secara langsung melalui e-mail berikut: prima.rizky.m@gmail.com – selamat membaca! Salam hangat, Prima Rizky Mirelva