sebuah persembahan
KELAS PAGI YOGYAKARTA angkatan dua
WE ARE ALL FAMILY Pameran Tugas Akhir Angkatan #2 27 Oktober - 4 November 2012
Sering dikatakan bahwa kita bisa memilih teman, tapi kita tidak bisa memilih keluarga kita. Tapi apakah benar demikian? Sebuah ikatan ‘keluarga’ saat ini seringkali dipahami tidak hanya dalam konteks biologis, namun juga telah diaplikasikan pada kelompok-kelompok lain yang sebenarnya tidak memiliki hubungan darah, namun di dalamnya terdapat kesamaan yang mampu mengikat mereka. Anggota kelompok-kelompok ini terkadang bahkan memiliki ikatan yang lebih kuat satu sama lain ketimbang dengan keluarga biologisnya sendiri. Dalam fotografi, konsep-konsep tentang keluarga pun sudah sejak cukup lama ditempatkan dan diamati di depan lensa kamera. Mulai dari potret formal keluarga, yang sudah dibuat sejak keberadaan kamera generasi awal dan tak hanya bertujuan untuk pendokumentasian namun juga untuk menunjukkan status sosial subyeknya layaknya lukisan; hingga album foto-foto keluarga di era modern yang disebut fotografer Martin Parr sebagai propaganda—sebuah bentuk pencitraan bahwa mereka yang ada di dalamnya adalah keluarga yang ideal dan bahagia. Pada pameran akbar “The Family of Man” di Museum of Modern Art di New York pada tahun 1955, kurator Edward Steichen secara ambisius memamerkan lebih dari 500 foto dari seluruh dunia yang menggambarkan spektrum kehidupan manusia di berbagai negara, dengan sikap optimis untuk menunjukkan bahwa terlepas dari segala perbedaan yang dimilikinya, kita semua adalah keluarga besar umat manusia yang sama. Pada era-era berikutnya, keluarga dalam berbagai pengertiannya pun kerap kali diangkat dalam karya-karya fotografis yang penting dan berpengaruh. Seperti misalnya Nan Goldin yang memotret teman-teman terdekatnya yang ia sebut ‘tribe’ dalam seri kontroversialnya The Ballad of Sexual Dependency, atau Larry Sultan yang dalam serinya Pictures From Home menunjukkan hubungan ia dengan orangtuanya yang cenderung dingin dalam sebuah lingkungan suburban. Jika kita berangkat dari pemahaman keluarga sebagai kelompok sesuatu yang memiliki ikatan persamaan yang kuat, kita bahkan mungkin bisa mengatakan bahwa karya Bernd dan Hilla Becher, yang secara sistematik memotret dan mengelompokkan bangunan-bangunan industrial berdasarkan persamaan karakteristik fisiknya, juga pada dasarnya adalah sebuah potret keluarga besar. Berbagai contoh di atas memberi gambaran bahwa konsep-konsep mengenai keluarga dalam fotografi bisa dipahami dan dieksplorasi secara luas. Begitupun dalam Pameran Fotografi Tugas Akhir Kelas Pagi Yogyakarta Angkatan 2 ini, para siswa memaknai apa itu keluarga sesuai pemahamannya masingmasing, mengidentifikasi permasalahan yang ada padanya, dan mengangkatnya dalam karya-karya fotografi berdasarkan preferensi berkarya tiap siswa, dengan memanfaatkan segala pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat selama menempuh pendidikan di Kelas Pagi Yogyakarta. Dengan segala perbedaan latar belakang, minat, dan tujuan belajar dari tiap siswa, tidaklah mengherankan melihat beragam gagasan dan pendekatan visual yang ada di pameran Tugas Akhir ini. Namun menjadi menarik ketika kita mengingat bahwa segala perbedaan itu timbul meskipun semua siswa mengikuti jenjang belajar yang sama. Tanpa disadari, mereka semua mungkin juga telah terbentuk menjadi sebuah keluarga dengan segala implikasinya, seiring dengan segala hal yang telah mereka lalui bersama selama ini. Akhir kata, selamat menikmati karya-karya di Pameran Fotografi Tugas Akhir Kelas Pagi Yogyakarta Angkatan 2 ini!
SELAMAT PAGI! Pameran WE ARE ALL FAMILY adalah suatu pameran tugas akhir setiap siswa Kelas Pagi Yogyakarta Angkatan 2 setelah sekian lama menuntut ilmu bersama. Proses satu bulan lebih telah kami jalani dalam membuat pameran ini. Keluarga menjadi tema besar dalam pameran ini. Tiap pameris dibebaskan untuk menuangkan gagasan mereka tentang makna keluarga yang dituangkan ke dalam media visual berupa fotografi. Berbagai macam ide dan gagasan muncul berdasarkan interpretasi mereka tentang apa itu keluarga. Mereka menuangkan ide tersebut ke dalam bentuk fotografi fashion, dokumenter, hingga konseptual. Keluarga adalah salah satu organisasi terkecil di dalam kehidupan kita. Orang tua dan anak, saudara sepupu, ibu tiri, ayah angkat, ibu mertua, antar genus, antar benda yang memiliki kesamaan bentuk, dan masih banyak lagi ide tentang keluarga yang tak terbatas tergantung kreatifitas masing-masing pameris. Ada yang mengambil keluarganya sendiri, keluarga orang lain, hingga menciptakan sebuah keluarga baru berdasarkan kapasitas otak para pameris. Pameran ini diharapkan memberikan warna baru dalam dunia fotografi, memberikan gagasan baru bagi para audiens tentang makna sebuah keluarga. Tiap karya memiliki pesan mereka masing-masing dan semoga pesan tersebut bisa dikomunikasikan dengan baik melalui media visual yang telah dipilih. Selamat berpameran bagi para saudara Kelas Pagi Yogyakarta angkatan 2 dan selamat menikmati pameran kami.
Ketjup Hangat Ketua Pameran Haryorachmantyo Wijowarastro
Agung Trisadewo ME AND YOU WE ARE ALL FAMILY Daerah asal kami berbeda - beda tapi di kota ini kami hidup bersama orang tua angkat kami. Hidup mereka awalnya tidak seperti yang mereka inginkan, karena masalah dalam keluarga. contoh: Roby dari Cilacap: Sebenarnya Ia tidak mau hidup di pinggir jalan. Karena orang tuanya sering memukuli dia tanpa sebab dan alasan, Ia pun memutuskan untuk pergi dari rumah. Yogi dari Purwokerto: Ia hidup di jalan sudah dari kecil bersama orang tuanya. Narko dari Ngawi: Narko adalah imbas kehancuran dari kedua orangtuanya yang bercerai. Ayahnya menikah lagi dan Ia pun terlantar hingga akhirnya memilih pergi dari rumah. Ambon dari Tuban: Ambon itu panggilan akrabnya, sejak umur 2 tahun bapak nya meninggal dunia di Tuban, dan Ia pun hidup bersama ibunya di Tuban hingga umur 6 tahun dan akhirnya Ia dan ibunya merantau ke Jakarta. Ambar dari Magelang: Ambar hidup di jalan bersama adik kandungnya yang bernama Bagas yang berumur 7 tahun. Beruang dari Jatim: Beruang panggilan akrabnya, Ia adalah kordinator anak-anak di salah satu tempat di Jogja. Walau mereka berbeda asal dan tempat lahir, namun di kota ini mereka mempunyai rasa persaudaraan yang baik
Wahid AR. KASIH BUNDA, MUARA TERBESAR KELUARGA... Keluarga, adalah tempat di mana duka dan air mata ditumpahkan. Tapi keluarga juga, tempat di mana, rasa bahagia dan kasih sayang, disemayamkan. Kemana pun kita pergi, pasti kan berlabuh juga ke muara. Dan muara terbesar kita saat ini, dan mungkin selamanya, adalah ibunda. Adakah yang tak pernah merasakan hangatnya cinta kasih bunda? Pastinya semua pernah merasakan. Cinta kasih yg luar biasa besar dan tulus, tanpa pretensi dan kompromi, yang terus membersamai hari-hari kita saat kecil dulu, hingga kini. Kenangan manisnya di kalbu, masih terasa membekas dalam-dalam. Menerbitkan perasaan nyaman setiap kali, di seluruh waktu kita. Apalagi saat kemudian kita mulai dikaruniai momongan juga, maka kenangan itu terasa hadir kembali, menuntun kita untuk mengingat kembali berbagai kenangan indah yang dulu pernah kita nikmati. Melalui foto-foto cinta ini, aku ingin coba hadirkan kembali nyanyian sayang itu untuk ibundaku. Untuk ayahandaku. Untuk istri dan anak-anakku. Untuk semua orang yang kucintai sebagai keluarga. Sebagai kesatuan nasib. Untuk mengenang dengan takzim kasih murni bunda. Hanya foto sederhana, tapi (semoga) sarat makna. Bagaimana seorang ibu membersamai anaknya dalam cinta yang utuh. Yang tak bisa diukur dengan apapun. Kecuali engkau membalasnya dengan cinta yang sama, atau lebih besar kepadanya. Foto-foto ini pada dasarnya adalah foto tunggal yang masing-masing bisa dinikmati tersendiri. Meski dalam kesatuan, juga bisa disaksi saling berkaitan. Merekam keseharian istriku dan Imad, ragil kami. Aku berusaha mengambil moment2 indah yg mungkin membekas di benak keduanya. Terutama saat mendidik dan bermain, juga saat bekerja, menyapu halaman misalnya. Dan Imad bukanlah benda mati atau manusia dewasa yg gampang difoto. Butuh kesabaran ekstra untuk membujuk dan mengarahkannya, agar bersedia dan tampil natural difoto. Tapi apapun, aku menikmati semua prosesnya. Bukan sekadar membuat foto. Tapi juga yg terpenting adalah, berusaha meresapi dan menghayati, bagaimana hubungan batin dan hubungan cinta antara seorang ibu kepada anaknya. Selamat menikmati. Terima kasih.
FOTO-FOTO: 1. Nyapu, 2. Ngaji, 3. Pingsut, 4. Ndulang
Benedictus Oktaviantoro “USE IT AND YOU WILL BE SAFE� IAFSWAH (Indonesian Association For Safety Working At Height) dalam laporannya menyebutkan bahwa pada tahun 2007 setidaknya setiap hari terdapat 5 pekerja meninggal karena jatuh pada saat bekerja di ketinggian". Dari fakta tersebut saya tertarik untuk mencari tahu tentang gagasan atau persepsi tentang keselamatan pada orang-orang yang melakukan pekerjaan di ketinggian. Saya melakukan interview dan pengamatan terhadap 4 responden yaitu seorang pencari kelelawar di Gunung Kidul, seorang penambang batu alam di Sleman, seorang instalatir tower dan seorang atlit panjat tebing. Meski pemahaman mereka terhadap keselamatan berbeda, tetapi mereka semuanya sangat yakin ketika mereka menggunakan peralatan yang mereka miliki. Ketika kita bandingkan dengan standarisasi yang sudah dibuat oleh pemerintah tentang bekerja di ketinggian memang sangat jauh sekali dari kata benar dan aman. Foto 1: Pemanjat Tebing Herman adalah seorang pemanjat tebing yang memulai karirnya di organisai tingkat kampus Yogyakarta pada tahun 2006 dan saat ini dia bergabung dengan FPTI (Federasi Panjat Tebing Indonesia) regional Sleman. Dia sedang latihan di Watu Gupit, Desa Watu Gupit, Purwosari, Gunung Kidul, Yogyakarta menggunakan alat-alat yang sudah mempunyai lesensi internasional yang bisa dibilang komplek dalam penggunaanya. Alat-alat yang digunakan dalam pemanjatan artificial cukup banyak dan rumit. Foto 2: Pemanjat Tower Hanafi adalah seorang pemasang tower komunikasi dan dia juga tergabung dalam organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) Ranting Pakem saat ditemui di Desa Nglanggeran, Pathuk, Gunung Kidul, Yogyakarta dalam misi pengecekan tower yang telah dia pasang sebelumnya. Dalam proses pekerjaannya dia sudah menggunakan alat-alat yang memadai untuk bekerja di ketinggian, tetapi alat-alat tersebut masih produk buatan lokal yang belum masuk ke dalam standar internasional. Foto 3: Pemburu Kelelawar Pak Ratijo seorang penjerat kelelawar/codot dan pemburu sarang burung walet di daerah Desa Klampok, Purwosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Untuk menangkap kelelawar dan sarang burung walet dia harus menuruni tebing sekitar 80 m dan setelah itu harus memasuki lorong goa sepanjang 50 meter. Dia hanya menggunakan tangga tali yang terbuat dari tampar berdiameter kurang lebih 3 cm yang diikatkan ke tebing. Foto 4: Penambang Batu Alam Pak Parno yang setiap harinya menambang batu di daerah Sambirejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta bekerja tanpa peralatan pengaman pribadi. Dia harus menaiki dan menuruni bukit yang sudah menjadi tebing karena penambangan dengan ketinggian rata-rata sekitar 20 m. Untuk membantu dalam menaiki dan menuruni tebing tersebut, dia hanya menggunakan tali yang terikat di pasak besi yang telah di tancapkan sebelumnya dan tanpa pelindung kaki dan kepala.
Kris Budi S. Halim KUDA KEBANGGAAN Berbeda dengan warga di desanya, Pak Suwadi memilih kuda sebagai peliharaannya. Satpam di Bank Ekonomi ini mengakui bahwangopeni kuda bahkan lebih susah daripada manusia. Selain merawat, juga harus mendalami apa keinginan kuda. Semacam menjalin hubungan batin. "Awalnya Bapak dulu ngandong, jadi nurun ke saya, pelan-pelan menyukai kuda ... ." Sempat memelihara 4 ekor kuda sebelum gempa bumi tahun 2006 yang menewaskan salah satu kudanya akibat tertimpa reruntuhan kandang. Sementara kuda yang lain dijual untuk membeli sepeda motor anaknya yang mulai kuliah. Sekarang ia hanya memelihara dua ekor kuda, Isabela-10 tahun dan Hitler-1 tahun."Dulu banyak yang bilang saya gendeng miara 4 kuda karena untuk perawatan tiap hari saja sudah menghabiskan banyak waktu ..." Kuda-kuda ini kuda pacu, hasil kawin silang kuda lokal dan kuda Australia. Pagi hari setiap jatah libur atau masuk shift malam, Isabela diajak jalan dan dilatih lari di lapangan dekat rumahnya. Hitler belum dilatih karena masih belum cukup umur. Tapi ia mulai dibiasakan dibebani punggungnya agar tidak kaget nantinya jika sudah waktunya kuat ditunggangi. Pukul 5.00, Pak Suwadi mulai memasang begel dan membawa Isabela ke halaman. Menggosok seluruh badannya yang semalam kotor terkena lumpur di kandangnya. Memasang pelana lalu menuntunnya ke lapangan pagi-pagi, selagi masih sepi, pemanasan, sprint, pendinginan lalu pulang sekitar pukul 6.45. Setelah keringat kudanya kering lalu dimandikan di sungai. "Nggak beda sama manusia, kuda juga senang kalau dimandikan ... suka main air." Sesekali Isabela menendang-nendang air, mencipratkannya ke Pak Suwadi yang sedang menggosok badannya dengan kain. Setelah itu kuda dikeringkan lalu diberi makan. Jatah makannya dua kali sehari, pagi dan sore. Makanannya adalah campuran rumput dan wheat bran."Kalau telat kasih makan, kuda-kuda ini bisa marah ... nendang-nendang pagar kandangnya." Diambilnya rumput-rumput dari kotak persediaan rumput segar, lalu dicacah-cacah sebelum dicampur wheat bran. Terlihat bekas luka di tangan kirinya akibat patah tulang tertendang Isabela. "Waktu itu, sedang saya ajak jalan-jalan. Tiba-tiba ada truk yang ngerem mendadak, sontak tangan saya ditendang dan kudanya ketakutan lari sampai ke perempatan jalan... tidak ada yang berani mendekat. Wah hilang ... Eh ternyata kembali sendiri ... Saya sendiri yang menuntun pulang meskipun tangan saya sakit sekali. Lalu berangkat ke RS Bethesda, kedua tulang tangan kiri patah, harus diplatina, tiga bulan kemudian baru pulih." Sejak tahun 2000 sampai saat ini sudah beberapa kali kuda Pak Suwadi menang pacuan, namun ia mengaku belum pernah punya foto kudanya, hanya ada lukisan kudanya yang sudah mati itu sebagai kenangan. Petang itu Pak Suwadi senang bisa melihat foto-fotonya bersama Isabela. Duduk di kursi teras sambil berdiskusi dengan istrinya, foto mana yang akan diperbesar untuk dipajang di ruang tamu nanti. "Koh, tanggal 10-11 November besok ada pacuan kuda di Bantul, mungkin saya mau ikut. ... ."
Abraham Utama THE REMEDY Jika kehidupan dimulai oleh alfa dan diakhiri oleh omega, maka keluarga adalah entitas yang merefleksikan alfa. Manusia hidup dan bertumbuh di dalam sebuah ruang yang disebut rumah. Setelah ‘matang’ manusia kemudian dihadapkan pada kehidupan yang sesungguhnya dan dipaksa keluar dari zona nyamannya: rumah. Pandangan umum selalu berpijak pada sesuatu yang menyenangkan dan remeh-temeh. Manusia harus hidup dalam sebuah keluarga yang harmonis—yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak; berkecukupan; dan sebagainya—agar kelak ia dapat mengarungi samudera kehidupan dengan harmoni pula. Tapi apa jadinya bila kenyataan tidak semanis common sense? Apakah manusia akan tersesat dalam kehidupannya? Anditya—kerap dipanggil genjik oleh kawan-kawannya—kehilangan ayahnya ketika ia berusia 15 tahun. Genjik dan ibunya kemudian bertumpu pada penghasilan salon milik ibunya. Pernikahan kedua ibunya sempat merenggangkan hubungan keduanya. Jarang pulang, Genjik menemukan keluarga barunya. Ia pun mencari penghidupannya sendiri dengan beragam pekerjaan seperti pramusaji. Tak jarang ia pun sering berlaku sebagai guide untuk mahasiswa asing di Jogja. Menempa ilmu hubungan internasional linier dengan pola pikirnya yang terbuka. Beberapa waktu lalu ia menjalani internship di Kantor Kementerian Luar Negeri Thailand. Perpisahan ibunya dengan ayah tirinya seolah menjadi ‘jalan pulangnya’. Ia merajut kembali hubungan yang sempat jauh itu. Kebahagiaan baginya adalah tujuan dan ia akan tetap menjalani asa itu sebagai Genjik, bukan orang lain. namun ia mengaku belum pernah punya foto kudanya, hanya ada lukisan kudanya yang sudah mati itu sebagai kenangan. Petang itu Pak Suwadi senang bisa melihat foto-fotonya bersama Isabela. Duduk di kursi teras sambil berdiskusi dengan istrinya, foto mana yang akan diperbesar untuk dipajang di ruang tamu nanti. "Koh, tanggal 10-11 November besok ada pacuan kuda di Bantul, mungkin saya mau ikut. ... ."
Andri Susilo Putro “KUDA BESI FAMILIA� Kuda Besi adalah sebuah band beraliran cadas. Mereka berawal dari sebuah pertemanan yang sangat dekat. Hampir setiap hari bertemu, menghabiskan waktu bersama untuk bermain, nongkrong, makan, latihan, pentas dll. Bahkan intensitas pertemuan mereka lebih sering ketimbang dengan keluarga kandung mereka sendiri. Mereka saling menjaga. Saling membutuhkan satu sama lain. Sebuah pertemanan yang solid, kuat, dan saling menghargai satu sama lain. Kuda Besi mempunyai sebutan untuk teman-teman mereka yaitu familia. Sebuah band adalah sebuah keluarga. RESPECT!
Thomas Frankie Wijaya “ MY DOLL MY FAMILY � Model : Tania Model Hello Kitty : Fenny MUA: Tania Wardrobe : Pippop house Make up : etude ( Pippop etude house ) Judul karya : My doll My family Ukuran karya : 102mmx 152mm Ukuran display 34 cmx 34cm x 20 cm Jumlah karya : 7 foto Presentasi : instalasi dengan miniatur rumah boneka Berkeluarga tak harus dengan sesuatu yang berwujud nyata, keluarga hanya lah sebuah simbol kedekatan seorang individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kesamaan sehingga mampu menghasilkan suatu hubungan. Hubungan dalam keluarga bisa berupa curahan perhatian komitmen bahkan konfrontasi. Tetapi yang paling utama sehingga tercipta keluarga ialah pengertian dan keikhlasan. Karena setiap anggota keluarga selalu memiliki sifat temperamen yang berbeda maka tak jarang, seorang individu dalam keluarga mencari keluarga penggantinya, seperti hewan peliharaan, figure atau sosok yang dikaguminya bahkan pada benda atau boneka yang dianggapnya mampu mewakili atau merepresentasikan dirinya dalam bentuk yang lebih pengertian sehingga mampu memahami diri dari sang empunya. Maka dari itu tak jarang kita bisa berfantasi seakan – akan boneka itu hidup dan mengantikan peran dari anggota keluarga kita. Dan semakin dewasa maka perlahan lahan kita mulai meninggalkan boneka yang kita anggap keluarga kita saat kita lebih muda dan mau berfantasi dan belum terlalu mengenal dunia luar.
Rayi Christian Wicaksono SETELAH 23 TAHUN "Perkenalkan ini keluarga saya, setelah 23 tahun kami baru berfoto bersama di dalam rumah. Foto atas diambil oleh Claudia (Canada) tahun 1989 dan foto bawah diambil oleh Rayi Christian W tahun 2012."
Haryorachmantyo Wijowarastro HOMOCANIS “Native peoples say that a long time ago on the earth a chasm opened up separating animals and humans. As the chasm got wider and wider, the dogs jumped across to be with the humans. Today, when you hear wolves howling in the night, they’re crying out for the chasm to close� (Kling, 2006) Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masingmasing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Bermula dari definisi diatas saya menyimpulkan bahwa tidak diperlukan adanya hubungan darah untuk menjadi satu prasyarat terciptanya sebuah keluarga. Pola interaksi antar individu satu sama lain di dalam perannya masing-masing akan secara otomatis menciptakan sebuah organisasi sosial yang disebut keluarga. Individu tidak akan selalu menyebutkan bahwa itu adalah manusia, namun bisa berbagai macam subjek lainnya, hewan peliharaan tidak terkecuali. Ikatan-ikatan psikologis yang terjalin akibat interaksi sosial itulah yang menjadikan hubungan antar dua jenis animalia yang berbeda familia dalam tangga biologis bisa menjadi satu dalam organisasi keluarga. Perasaan saling membutuhkan satu sama lain, saling melengkapi dan membantu serta adanya ketergantungan antar manusia dengan anjing ini akan membuat mereka tidak hanya sebagai majikan-peliharaan, tetapi bisa menjadi orang tua – anak. Saya akan berusaha menciptakan sebuah suasana kekeluargaan antar dua spesies berbeda itu ke dalam karya fotografi yang akan dilengkapi dengan instalasi untuk memperkuatnya. Konsep instalasi adalah sebuah foto keluarga dan beberapa foto keluarga yang dibingkai kecil menghiasi meja beserta sebuah album foto. Tiap keluarga pasti memiliki dokumentasi keluarga itu sendiri, dan dokumentasi itu akan dibingkai ataupun dimasukkan ke dalam album foto. Instalasi ini akan memperkuat suasana keluarga antar dua spesies yang berbeda ini.
Ch. AmaliaAchmad JARAK Keluarga, adalah hal yang paling dekat dengankita. Tak jarang, juga yang paling jauh. Dan tentang jauh, tak melulu persoalan jarak dalam sistem metrik. Seperti Sainik, seorang India di Indonesia.
Sinta Carolina We Are A w(HOLE) Family Saya memilih donat , karena donat adalah produk kuliner yang sangat merakyat, makanan yang akrab dengan keluarga, serta mampu merepresentasikan kelas sosial yang ada di masyarakat. Semua orang menyukai donat, dan semua orang ingin menikmatinya. Hal ini menjadikan produk donat dibuat untuk berbagai kelas dalam masyarakat untuk mengakomodasi permintaan masyarakat akan donat. Dengan melihat donat saja, misalnya donat kelas atas, yang cantik secara visual, kita langsung teringat pada kalangan masyarakat yang mengonsumsinya, selera serta gaya hidup mereka. Donat bisa dijadikan semacam pengingat bahwa kita hidup di masyarakat yang terkotakkotak secara sosial. Inilah yang membuat donat begitu menarik dan penting bagi saya untuk dibuat sebagai subyek karya. Dalam karya ini saya membagi donat menjadi 3 kelas, sesuai dengan kelas yang ada di masyarakat, yaitu donat kelas atas, donat kelas menengah dan donat kelas bawah. Donat- donat ini kemudian dipotret satu persatu, lalu dikumpulkan sesuai dengan kelasnya masing- masing. Untuk setiap kelas donat, saya mengumpulkan masing-masing satu lusin donat dari 2 produsen donat yang berbeda. Di sini saya ingin bermain komparasi dengan membandingkan donat-donat ini secara tampilan visual. Mirip dengan cara pandang umum di masyarakat, yang kerap menilai seseorang dari penampilan fisiknya saja (superfisial). Foto 1: Donat Kelas Atas (Dunkin’ Donuts, J-Co Donuts & Coffee), dibuat dengan bahan-bahan terbaik, terkadang menggunakan bahan impor, dengan varian topping yang beragam, bercita rasa lezat dan empuk, dengan tampilan cantik, dijual di gerai-gerai mewah berpendingin udara di mal atau gerai mandiri, dibuat untuk mendukung gaya hidup kelas menegah-atas. Dunkin’ Donuts adalah donat franchise dari Amerika yang telah membuka cabang di 30 negara. Di Indonesia sendiri Dunkin’ Donuts telah memiliki lebih dari 200 gerai, sedangkan J-Co Donuts & Coffee telah memiliki lebih dari 100 gerai yang tersebar di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapore dan China. Foto 2: Donat Kelas Menengah (Daim Donuts, Don-O), dibuat dengan bahan-bahan lokal yang baik, dengan kualitas yang cukup baik. Donat Kelas Menengah dijual di gerai-gerai di pasar swalayan kelas menengah maupun gerai mandiri. Dibuat dengan varian topping yang cukup beragam, terkadang meniru varian topping produsen donat kelas atas. Daim Donuts telah memiliki 3 gerai, sedangkan Don-O memiliki dua gerai, semuanya di Yogyakarta. Foto 3: Donat Kelas Bawah (Donat Gerobak Alun-alun, Donat Gerobak Pak Abdul Rahman Jl. Kaliurang km 5 dekat Gedung Pusat UGM), dibuat dengan bahan-bahan biasa yang terdapat di pasaran. Donat kelas ini banyak ditemui di pasar tradisional, penjaja keliling, ataupun gerobak yang mangkal di pinggir jalan. Variasinya sangat terbatas. Donat Gerobak Alun-alun, setiap hari memproduksi sekitar satu kontainer besar plastik donat, sedangkan Donat Gerobak Pak Abdul Rahman setiap hari memproduksi sekitar 70-75 buah donat, selain dagangan lainnya seperti cakwe dan bolang-baling.
Valent Kainde "MY FAMILY IS ANIMALS”
Saila Rezcan FA(KE)MILY PORTRAIT Selepas masa kanak-kanak, sesi foto bersama keluarga tak lagi menjadi momen yang bisa saya nikmati. Apa benar, semakin bertambah usia anak, semakin jauh pula ia dari keluarganya? Hingga kini saya belum menemukan jawabannya. Hanya saja, setiap kali melihat foto keluarga, saya merasa orang-orang di dalam foto tersebut sedang mengenakan topeng; menampilkan yang intim, menyembunyikan yang dingin. Tampak bahagia, tentu. Namun, seperti kata pepatah: “Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu?” Pengalaman tersebut membawa saya pada pertanyaan: untuk apa sebuah foto keluarga dibuat? “Fa(ke)mily Portrait” merupakan upaya saya untuk memvisualisasikan pertanyaan tersebut.
Gng Anggara "Menjelajahi ruang dan tangan #1" print di atas kertas Elektra, 20x26cm, 2012
"Menjelajahi ruang dan tangan #2" print di atas kertas Elektra, 20x26cm, 2012
Rumah dan Keluarga adalah dua hal yang berhubungan erat dan saling membutuhkan agar dapat melakukan interaksi dengan rasa emosional yang berbeda sesuai dengan fungsi ruang-ruang dalam suatu rumah. Dalam karya ini, saya melakukan pendekatan ruang dari tempat saya bekerja untuk dapat mempelajari situasi, kondisi, problem dan kebutuhan di dalamnya. Dengan memunculkan tangan pada objek tertentu, sehingga dapat menyampaikan cara pandang saya pada topik dari setiap ruang itu sendiri.
Ipung Rosyid Soderi Mangrove Adalah nama yang diberikan pada beberapa jenis tumbuhan tropis berbunga yang memiliki lima keluarga yang berbeda. Mangrove adalah tumbuhan yang memiliki karakteristik bertempat tumbuh pada air payau dangkal dan tanah berlumpur, seperti pada garis pantai dan delta sungai. Tipe tumbuhan ini memili akar nafas yang akan terlihat ketika air surut, beberapa akar mangrove bahkan ada yang berada diatas air. Tiga dari lima klasifikasi famili mangrove, antara lain: 1. Famili Arecaceae(Mangrove Palem): Nipah(Nypa) 2. Famili Rhizophoraceae (Mangrove Merah): Bakau Merah (Bruguiera Gymnorrhiza) 3. Famili Avicenniaceae (Mangrove Hitam): Api-api (Avicennia)
Andreas Fitri Atmoko SEDULUR SIKEP Ditengah hiruk pikuk individu-individu mencari kekuasaan, kekaayaan, maupun pencitraan dengan segala kebohongan dan kemunafikan. Saat ini masih ada masyarakat di Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah yang hidup dengan pegangan kesederhanaan dan mengutamakan nilai-nilai kejujuran. Aja drengki srei, dahwen, kemeren, tukar padu, bedhog colong, begal kace aja dilakoni, apa maneh kutil jupuk, nemu wae emoh. (Jangan dengki, berbuat jahat, iri hati, bertengkar, merampok, mencuri, dan menjambret, mengambil barang yang bukan miliknya, termasuk jika menemukan barang), ajaran Samin Suro Sentiko (1959-1914). Ajaran samin itu masih dipegang secara turun-temurun oleh sedulur sikep. Pegangan hidup itu lestari secara turun termurun melalui pendidikan keluarga dan hubungan dengan sesama. Sedulur sikep adalah penganut ajaran Samin, mereka tinggal mengelompok di suatu wilayah tertentu, baik bersama maupun di luar masyarakat umum. Samin Suro Sentiko adalah tokoh pergerakan yang menolak kebijakan hindia-belanda dengan aksi pembangkangan, sebuah perlawanan menyeluruh terhadap hukum formal. Ketika penjajah memberlakukan pajak untuk air, tanah dan usaha ternak dengan dalih meningkatkan kesejahteraan rakyat orang-orang samin tidak mematuhinya. Sedulur sikep mendasarkan kehidupan mereka pada nilai kejujuran dan kebenaran dalam konsep Pandom Urip (Petunjuk Hidup). Petunjuk hidup itu mencakup angger-angger pratikel (hukum tindak tanduk), angger-angger pengucap (hukum berbicara), serta angger-angger lakonana (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan). “Siapa yang mau mencuri? jika semua orang jujur� kata Gunretno, tokoh muda Sedulur Sikep. Dalam kehidupan Sedulur Sikep hal terpenting dalam kehidupan adalah tabiat, Sekalipun ia seorang ulama, pejabat, rajam, pendidik, beragama, tetapi bertabiat tidak baik . Dalam hal itu yang penting bukan tampak lahir dengan kata-kata muluk tetapi perilaku dan perbuatan nyata. Mereka tidak mengenal pendidikan formal seperti masyarakat umum, pendidikan dilakukan dengan cara langsung mengajak anak menghadapi kenyataan, seperti mengajak anak-anak kesawah. Melalui keluarga mereka mendapatkan pendidikan tentang moral, alam, dan kehidupan. Melihat teman sebaya yang sekolah secara formal, anak sedulur sikep memiliki sikap rakemeren (tidak iri). “Nandur-ngunduh (menanam-memetik), Nyileh-Mbalekno (meminjam-mengembalikan) merupakan sebuah kosistensi, dimana siapa yang menanam maka dia akan memetik, dan siapa meminjam harus mengembalikan. Seperti halnya ketika kita memberikan lebih pada alam, alam akan memberikan lebih pula kepada kita� tambah Gunretno Pertanian masih menjadi penghidupan bagi mereka, banyak yang mengatakan jika petani itu miskin dan hidupnya susah. Sedulur sikep menilai ukuran kesejahteraan adalah pada rasa bukan pada persepsi, ketika semua kebutuhan sandang, pangan dan papan telah terpenuhi mereka tidak mau mencari lebih.
Taufiq Marzuki Legend Family Sebuah "LEGEND FAMILY"... Dari maling hingga koruptor.
thank’s to :
Anton Ismael Vira Citra - Kurniadi Widodo - Nana Je - Berto Gesit Iput Agustioko - Doni Maulistya Dwi Oblo - Suryo Wibowo - Ifan Hartanto - Akiq AW Anang Saptoto - Wimo Ambala Bayang - Dito Yuwono Onik Rahardian - Hendra Kusuma - Rudy Wicaksono Bean - Edi - Hussein - Alfi - Raphael Dony Krisna Murtian - Widi Artono - Arfi - Narko