FOTO COVER : RAHMAD AZHAR HUTOMO
PHOTO STORY & ESSAY
HENRICUS BENNY HENDRIONO
MUHAMMAD DWI PRAYOGA
RAHMAD AZHAR HUTOMO
BAKHTIYAR RIFA’I
RATIH PUSPITA SARI
KOTA BERHATI NYAMAN YANG TERCORET Foto dan teks oleh : Henricus Benny Hendriono Mengiringi kemunculan street art sebagai sebuah lukisan di setiap dinding kota di Indonesia, Sang penyanyi balada Iwan Fals sempat membuat lagu. Lagu tentang coretan di dinding yang menurut Iwan membuat resah, resah karena ingin tampil. Sebenarnya siapa yang ingin tampil? Tentu saja sang pelukisnya, istilah Iwan si pembuat coretan adalah kelompok kucing hitam yang akan melakukan sebuah pemberontakan dan lain-lainnya. Hasilnya pemberontakan itu mungkin berupa coretan yang rata disetiap dinding kota, bahkan di fasilitas umum. Peta kota Yogyakarta yang tercoret, di jalan Sri Wedani, dekat Taman Budaya Yogyakarta.
Kemudian di kawasan jalan Pangeran Mangkubumi, ada halte taksi yang juga dicorat – coret. Selain itu ada juga rambu – rambu lalu lintas juga gardu listrik. kota Kemudian Bambang Witjaksono, mahasiswa ITB jurusan Magister Seni Rupa angkatan 2002 Fakultas Seni Rupa dan Desain, dalam artikelnya menuliskan, di Yogyakarta sangat marak pembuatan mural. Menurut Bambang awalnya mural adalah gerakan sporadis seniman. Dalam artikel yang dimuat pada situs internet institut tersebut Bambang menyatakan, mural muncul sebagai fenomena yang dimotori oleh Apotik Komik pada tahun 2002.
Pos Polisi di Jalan Balapan Yogyakarta ini tidak luput dari coretan.
Awalnya street art banyak dijumpai dipakai sebagai media untuk menuangkan ide para senimannya terkait isu-isu politik, ekonomi, dan sosial. Namun sekarang banyak street art yang berupa coretan – coretan di fasilitas umum.
Salah satu contohnya di jalan Sriwedari
dekat Taman Budaya Yogyakarta, ada peta kota yang dicorat – coret hingga gambar dan tulisannya tidak terbaca. Ada pula papan larang berjualan di trotoar yang dicorat – coret hingga tak terbaca. Lalu daerah Mejing Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Ada sekitar 10 fasilitas umum yang dicorat-coret, berupa rambu lalu lintas, tugu yang bergambar logo Sleman, gardu di dekat pelintasan kereta dan papan nama jalan.
Meskipun berada diatas dan membahayakan, penunjuk jalan di jalan Pangeran Mangkubumi ini tidak luput dari coretan.
Seorang tuna wisma sedang tidur di belakang rambu halte taksi yang dicoret di jalan pangeran Mangkubumi.
Bambang menjelaskan, tulisan tentang mural itu dibuatnya untuk mengetahui efek dan akibat dari fenomena mural di Yogyakarta. Dalam fenomena di Yogya
mural menunjukkan mural perlu
dimuncullkan sebagai salah satu alternatif bagian dari elemen ruang publik di Yogyakarta. Kemudian Samuel Indraatma salah satu seniman mural yang berhasil ditemui penulis menyatakan, street art atau yang lebih dikenal dengan mural, kini memang telah menjadi fashion. Contohnya ada yang bikin lalu ditimpa oleh kelompok lain, dan sekarang seniman mural kalah cepat dengan industri iklan, karena industri iklan itu berani negosiasi ke warga agar temboknya digambari dengan promo seperti itu kalkulasinya lebih murah. Kemudian Riksa Afiaty, salah satu Kurator Residensi dari Cemeti Art House dalam diskusinya yang bertema Grafitti dan Street Art menyatakan, coretan yang sering dijumpai di jalan-jalan menurut Riksa adalah sebuah media dari seniman street art untuk menunjukkan siapa dirinya. Hal itu lazim disebut graffiti, dan graffiti kesannya memang hanya sekedar mencoret saja, terlihat kotor dan tidak
Pengendara sepeda motor akan melewati rel kereta api di kawasan Mejing di dekat rambu STOP yang tercoret.
bertanggung jawab. Riksa menjelaskan, saat ini street art telah berkembang dengan berbagai media, ada yang menggunakan stencilan, dan stiker. Dengan adanya bentuk – bentuk seni rupa jalanan itu, Riksa lalu membedakan menjadi 2 yaitu graffiti dan pos graffiti. Menurutnya graffiti memang sifatnya tidak bertanggung jawab sementara pos graffiti dan street art sifatnya lebih bertanggung jawab karena memperindah ruang publik. Menurut peraturan yang perda dibuat di Yogya, misalnya Perda no.8 tahun 1998, tentang ijin penyelenggaraan reklame, dalam pasal 5 disebutkan Mural Iklan di ruang publik tidak diperkenankan. Kemudian pada Perda Pemerintah Kota Yogyakarta no.18 tahun 2002 dalam bab 5 pasal 16 c. tentang kebersihan disebutkan siapapun dilarang mengotori, merusak pohon perindang, tanaman, bangunan dan fasilitas umum. Namun begitu, peraturan tinggalah peraturan, seharusnya ada langkah kongkrit melukis di jalan boleh saja asal tidak merusak, membuat kotor dan kumuh.
Dua pengendara motor sedang duduk di halte taksi yang penuh coretan di jalan pangeran Mangkubumi.
Seorang laki-laki tua sedang duduk di dekat rambu dilarang jualan yang penuh coretan di jalan Sri Wedani Yogyakarta. Kiri atas : Seorang petugas sampah di Mejing sedang membersihkan rumput di dekat rambu KA yang dicoret . Kiri Bawah : Seorang pengendara motor melintas di dekat tugu Wajib Belajar yang dicoret di daerah Ngestiharjo, Wates Yogyakarta.
SAMPAH VISUAL Foto dan teks oleh : Muhammad Dwi Prayoga
Beberapa pekerja tengah bersiap-siap memasang reklame di Jalan Solo, Yogyakarta (30/01/2014). Pemasangan reklame yang tidak mengindahkan estetika berpotensi mengganggu
Jika di lihat kembali ke fungsinya, media luar ruang tersebut semestinya harus menarik, komunikatif, dan enak di pandang mata baik dari segi desain atau dari segi penempatannya. Di pohon-pohon, di jalan-jalan, di tiang listrik bahkan di papan rambu-rambu lalu lintas dan trotoar pun tak luput dari ekspansi iklan produk dan alat peraga kampanye partai politik. Padahal menurut Perda No.8 tahun 1998, tempat-tempat tersebut bukanlah tempat yang diperbolehkan untuk beriklan. Keadaan seperti ini tentunya mengurangi keindahan kota dan lambat laun akan berimbas juga pada sektor pariwisata. Apalagi untuk kota Yogyakarta yang terkenal dengan label “Istimewa�, kesemrawutan ini dapat menciderai keistimewaannya.
Nampak sebuah papan iklan yang disewakan di dekat Tugu Yogyakarta (01/02/2014). Pemasangan iklan harusnya lebih mengindahkan estetika lingkungan agar tidak mengganggu masyarakat.
Iklan dalam bentuk media luar ruang memang cukup diminati oleh para produsen suatu produk maupun para penjual jasa. Mereka menggunakan reklame, baliho, poster, pamflet, sticker, dan semacamnya untuk memberitahu kepada khalayak tentang produk/jasa/diri mereka. Sayangnya, banyak dari iklaniklan tersebut ditempatkan sembarangan tanpa mengindahkan dimensi estetika dan tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Hal tersebut justru akan menimbulkan problematika baru yang dikenal dengan istilah sampah visual.
Sebuah iklan lowongan pekerjaan nampak terpasang di pohon di pertigaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (22/01/2014). Pemasangan iklan di pohon merupakan pelanggaran terhadap perda Yogyakarta nomor 8 tahun 1998 tentang izin penyelenggaraan reklame.
Nampak dua buah stiker bergambar caleg tertempel di tiang listrik di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta (30/01/2014). Pemasangan iklan di ruang publik merupakan pelanggaran terhadap perda Yogyakarta nomor 8 tahun 1998 tentang izin penyelenggaraan reklame.
Tiang untuk memasang spanduk dipenuhi tali yang tidak dilepas di pertigaan Gejayan, Yogyakarta (01/02/2014). Hal seperti ini harusnya lebih diperhatikan oleh pemasang iklan agar tidak merusak lingkungan. Sebuah tempat percetakan iklan di Jalan Munggur, Yogyakarta nampak telah tutup pada sore hari (01/02/2014). Menjelang pemilu 2014 mendatang, diperkirakan tempat percetakan iklan akan ramai konsumen.
Seorang wanita tengah melintas di dekat mural iklan di Jembatan Janti, Yogyakarta (24/01/2014). Iklan di ruang publik merupakan pelanggaran terhadap perda Yogyakarta nomor 8 tahun 1998 tentang izin penyelenggaraan reklame.
Sejumlah iklan produk terlihat dari atas Jembatan Kewek, Yogyakarta (02/02/2014). Pemasangan iklan yang tidak mengindahkan dimensi estetika berpotensi mengganggu masyarakat.
Sejumlah orang tengah memasang alat peraga kampanye di Jalan Abu Bakar Ali, Yogyakarta (02/02/2014). Pemasangan iklan di ruang publik merupakan pelanggaran terhadap perda Yogyakarta nomor 8 tahun 1998 tentang izin penyelenggaraan reklame.
Sejumlah papan iklan terlihat dari jalan keluar Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta (30/01/2014). Pemasangan iklan harusnya lebih mengindahkan estetika lingkungan agar tidak mengganggu masyarakat.
Di Yogyakarta dewasa ini sudah dapat dirasakan banyaknya pembangunan gedung, hotel, jembatan dan mall. Pembangunan ini seharusnya tetap memperhatikan dampak yang akan timbul disekitarnya, seperti tergusurnya lahan pertanian, menyempitnya pemukiman warga, kemacetan, kekeringan, banjir, bahkan sampah juga akan menjadi dampak negatif sebuah pembangunan gedung baru. Banyak warga yang berkicau di twitter diantaranya adalah, Riyanto (35), Karyawan, Jetis “Di mana-mana hotel dibangun, kalo sumur kami kering… Kami minum apa??” #JogjaOraDidoL. Yadi (27), Gamping “Banyak penggusuran kok istimewa!! Istimewa untuk siapa?” #JogjaOraDidoL. Andi (30), Anak Petani K. Progo “Tanah Kami Jangan Ditambang” #JogjaOraDidoL
Pemandangan bekas pemukiman rumah warga yang akan dijadikan hotel baru di Kewek, Yogyakarta (25/01/2014). Setiap pembangunan baru pasti memiliki dampak, salah satunya penggusuran rumah warga.
EVOLUSI PEMBANGUNAN YOGYAKARTA Foto dan teks oleh : Rahmad Azhar Hutomo
Zaman yang semakin maju mendesak kebebasan dalam hal apapun. Namun penerapannya semua tentulah tidak harus dibebaskan, melainan dengan batasan yang wajar dan bijaksana. Dalam hal ini contoh kebebasan dalam beretika adalah pembangunan berkelanjutan demi kepentingan bersama. Antara pembangunan gedung baru dan pemukiman warga yang diambil dari Jembatan Baru, barat Fakultas Teknik, UGM. (16/01/2014). Menyempitnya pemukiman juga merupakan dampak dari pembangunan bangunan baru yang marak di Jogja.
Seorang pekerja berjalan melintasi pintu masuk di depan proyek mall Hartono Lifestyle Mall di Ring Road Utara, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Berdasarkan data Tribun (09/10/2013) setidaknya di Jogja akan berdiri lima mall baru.
Proses pembangunan Jogja City Mall di Jalan Magelang Km 6, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Berdasarkan data Tribun (09/10/2013) setidaknya di Jogja akan berdiri lima mall baru.
Efek banjir dari pembangunan gedung baru di belakang Jogja City Mall di Jalan Magelang Km 6, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Berdasarkan data Tribun (09/10/2013) setidaknya di Jogja akan berdiri lima mall baru.
Efek banjir dari pembangunan gedung baru di belakang Jogja City Mall di Jalan Magelang Km 6, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Berdasarkan data Tribun (09/10/2013) setidaknya di Jogja akan berdiri lima mall baru.
Seorang satpam berjaga di depan Jogja City Mall di Jalan Magelang Km 6, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Berdasarkan data Tribun (09/10/2013) setidaknya di Jogja akan berdiri lima mall baru.
Seorang petani bekerja mencangkul lahan sawahnya di selatan Jogja City Mall di Jalan Magelang Km 6, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Lahan pertanian yang semakin menyempit juga merupakan dampak yang disebabkan oleh pembangunan baru.
Kemacetan yang terjadi di utara Tugu Yogyakarta. (16/01/2014). Kemacetan juga merupakan dampak yang ditimbulkan dari pembangunan yang marak di Yogyakarta.
Calon lahan yang akan dibangun hotel baru di selatan jembatan Kewek, Yogyakarta (24/01/2014). Berdasarkan data Tribun (09/10/2013) setidaknya di Jogja akan berdiri lima mall baru.
Tergusurnya Petani Foto dan teks oleh : Bakhtiyar Rifa’i
Seorang petani bekerja mencangkul lahan sawahnya di selatan Jogja City Mall di Jalan Magelang Km 6, Sleman, Yogyakarta. (16/01/2014). Lahan pertanian yang semakin menyempit juga merupakan dampak yang disebabkan oleh pembangunan baru.
Tiang-tiang kandang sapi yang sudah tidak pernah tergunakan akhirnya banyak dijual sebagai benda antik di gerai-gerai seni.
Yogyakarta sebagai kota wisata bergeliat, pembangunan hotelhotel dan pusat perbelanjaan marak terjadi. Setidaknya belasan hotel prestisius baru ditargetkan beroperasi tahun ini. Di luar itu kondisi perusakan lahan pertanian terjadi secara sporadis di wilayah sub-urban. Data Dinas Pertanian DIY menyebutkan, Yogyakarta kehilangan lahan pertanian produktif rata-rata 200 hektar per tahun. Hal ini berarti setara dengan tiga lapangan sepak bola setiap hari. Lahan-lahan pertanian ini berubah menjadi lahan bukan sawah dan bukan pertanian untuk permukiman, areal industry dan sebagainya.
Mata bajak yang terlihat berkarat setelah lama tak terpakai.
Luku, alat bajak sawah tradisional ini teronggok tak terpakai.
Luku, alat bajak sawah tradisional ini teronggok tak terpakai. Kanan Atas : Dua ekor kerbau terikat di dalam kandang. kerbau milik seorang petani di daerah sewon bantul ini merupakan sebagian kecil dari kerbau-kerbau yang masih tersisa di Yogyakarta. Data BPS 2013 menyebutkan, populasi sapi dan kerbau menurun 103,7 ribu ekor selama 2 tahun terakhir. Kanan Bawah : Gerobak sapi milik Kelompok tani di desa Nglingi, Harjobinangun, Pakem. Menurunnya populasi sapi menyababkan gerobak sapi sebagai sarana transportasi pedesaan mulai sulit ditemui.
Kiri : Ani-ani atau ketam terselip di kadang bebek setelah lama tidak dipergunakan. Tengah : Cangkul dan Caping milik pak Kelik, seorang petani di Candibinangun Sleman. Kanan : Seorang petani berjalan menyusuri jalan Brigjen Katamso pada Jumat (24/01). Semakin sempitnya lahan pertanian memaksa petani mengadu nasib di perkotaan.
Sawah merupakan sumber mata pencarian utama petani. Berkurangnya lahan pertanian berimbas langsung terhadap kehidupan petani. Sebagian petani tetap bertahan, sebagian yang lain berusaha mengcari penghidupan di kota.
Para Penjelang Fajar Foto dan teks oleh : Ratih Puspita Sari
Meskipun baru saja diguyur hujan udara tidak terlalu menusuk hanya agak lembab dan ada sedikit genangan di lantai conblok pasar Gamping tempat para pedagang menggelar lapak pada (16/12/2013). Para pedagang sudah mulai berdatangan pada tengah malam dan bersiap-siap dengan memasang lampu dan menggelar terpal atau meletakkan dagangannya begitu saja di lantai. Beberapa orang masih menguap bahkan ada yang tertidur diantara tumpukan dagangannya, akan tetapi secara keseluruhan proses jual beli berlangsung cepat dan sigap, tawar menawar pun berlangsung cepat hanya dengan sedikit basa basi. Atas : Seorang supir angkutan umum siap mengemudikan kendaraannya setelah menaikkan barang belanjaan penumpang pada 16/12/2013. Kendaraan umum dengan rute Pasar Gamping-Sentolo sudah mulai beroperasi sekitar pukul tiga dinihari.
Sekitar pukul 1 dini hari pasar bagian depan mulai ramai oleh pedagang dan pembeli sayuran . Para pedagang menggelar lapak di depan pasar, tepatnya di terminal. Semakin pagi jumlah pedagang semakin banyak kemudian merembet ke belakang. Pedagang pun semakin bervariasi. Kios-kios selain sayuran juga mulai dibuka dan jumlah pengunjung semakin banyak.
Kiri : Seorang wanita baya bergelung dengan sampah di tempat penampungan sampah sementara pasar gamping pada 28/1/2014. Dia memilah barang yang mungkin masih dapat dimanfaatkan.
Sekitar pukul 3 kendaraan umum minibus yang melayani kebutuhan orang-orang yang pergi ke pasar sudah mulai beroperasi dengan rute Gamping-Sentolo. Pedagang nasi juga sudah meneriakkan dagangannya keliling pasar, dan pengamen sudah berkeliling dari satu pedagang ke pedagang lainya.
Para penumpang menunggu kendaraan yang sedang ngetem di pojok pasar gamping untuk dijalankan pada 28/1/2014. Kendaraan umum yang beroperasi sejak dini hari sangat membantu masyarakat yang mengandalkan moda trasportasi tersebut.
Para pedagang yang mayoritas kaum ibu itu rata-rata berasal dari daerah sekitar Gamping namun ada juga yang berasal dari Wates Kulonprogo, dan daerah Parangtritis. Mereka menjual barang-barang hasil kebun sendiri, dan mayoritas pembelinya adalah para pedagang sayur dan pedagang keliling yang hendak menjual kembali belanjaannya tersebut pada pagi harinya. Sedangkan beberapa jenis barang yang tidak dihasilkan di daerah Yogykarta di penuhi dari daerah lain misalkan jagung manis adalah hasil pertanian dari Kediri, sedangkan sayuran dari pegungan seperti wortel, kol, dan daun bawang berasal dari daerah Wonosobo.
Seorang padagang menggelar barang daganganya di tepi jalan di luar pasar Gamping pada 28/1/2014. Meskipun jalan basah karena habis diguyur hujan banyak dagangan yang tetap digelar di lantai.
Pedagang sayur pasar gamping sedang melayani pembeli pada 28/1/2014. Sayur merupakan komoditas utama di pasar Gamping.
Suasana pasar gamping, sleman, Yogyakarta 28/1/2014 menjelang pagi hari. Pasar sudah mulai beroperasi pada tengah malam.
Seorang pembeli sayuran di pasar Gamping sedang membayar belanjaanya pada 16/12/2013. Pengunjung pasar sayur pada malam hari rata-rata adalah pengusaha makanan atau hendak dijual kembali.
Seorang pembeli mengambil nasi bungkus di warung akringan pasar Gamping pada 16/12/2013. Warung angkringan tersebut beroperasai dari sore hingga pagi.
Kanan Atas : Sejumlah penumpang sedang berbincang-bincang selagi menunggu bus yang sedang ngetem di pinggir jalan pasar Gamping pada 16/12/2013. Keberadaan angkutan umum yang beroperasai sejak dini hari sangat membantu pengunjung pasa yang tidak memiliki dan tidak dapat menggunakan kendaraan pribadi. Kanan Bawah : Seorang pedagang sayur tertidur di tepi jalan pasar Gamping bersama barang dagangannya pada (16/12/2013). Pasar yang mulai beroperasi tengah malam menyebabkan banyak pedagang dan pengunjung yang berkegiatan dengan kondisi mengantuk..
Rahmad Azhar Hutomo Sleman, 26 Agustus 1992 Madukismo, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul rahmadazhar@rocketmail.com
Henricus Benny Hendriono Jember, 10 Juli 1971 Griya Pesona Sidoarum Blok A2-A3 Tangkilan, Sidoarum Sleman Yogyakarta bensatoe@yahoo.com
Ratih Puspita Sari Jakarta, 27 januari 1987 Karanglo, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yk air.sunyiku@gmail.com
Muhammad Dwi Prayoga Pekalongan, 14 September 1992 Ds. Karanganyar, Kec. Tirto, Kab. Pekalongan prayogamokhammad@gmail.com
Bakhtiyar Rifa’i Sukoharjo, 7 April 1981 Dipuwinatan MG I/74 Yogyakarta 55152 Indonesia +6285329583197 empudjawa@gmail.com
SEMESTA
ALAM
ANTON ISMAEL ADMIN
KPY SURYO
WIBOWO BUDI.N.D
KPY
TIGA
NARKO
2014