Buletin Elektronik Komunitas Kenduri Cinta - November 2009

Page 1

e-paper KC november 2009

B

U

L

E

T

I

E

T

I

N

G

G

N

E

L

E

I

T

A

K

T

R

O

N

I

K

B

E

R

D

I

R

KENDURI “

S

I

K

I

Pengetahuan barulah tataran terendah dari persyaratan mutu dan aktualitas eksistensi makhluk yang bernama manusia. Tetapi ilmupun belumlah langit yang tertinggi dalam kosmos ahsani taqwim. Sebab, ilmu pedang bisa merupakan awal mula dari tertikamnya dada seseorang. Oleh karena itu, diatas ilmu si penggenggam kebenaran ada langit lebih tinggi yang bernama hubb atau cinta (ean)

Isi Halaman Redaksi Utama P.1 Fitrah Nasional KOLOM P.3 Pendidikan Reproduksi P.5 Demokrasi Bingung P.7 Aturan Perampok Untuk Pengemis P.8 Relasi Biologi Sosial Maiyah P.12 Pilah dan Pilih P.14 Pahlawan Amatir SEMBURAT P.6 Leadology Reportase P.10 Maiyah Kandank Jurank P.12 Haji, Dari Birr Menjadi Mabrur Sastra P.6 1,5 Menit Untuk Indonesia P.16 Hai Ma! Kenduri Lalu P.13 Kubangan Laknat P.15 Berita Nasional P.16 Redaksi

FITRAH NASIONAL Majelis Ilmu KenduriCinta, September 2009, TIM Cikini Teks oleh Arista Budiyono Foto & Ilustrasi oleh Agus Setiawan

Bulan september 2009, beriringan dengan bulan puasa bagi umat Islam, KenduriCinta diselenggarakan di plasa Taman Ismail Marzuki. Kehadiran jamaah sekitar 300 orang mewarnai malam ramadhan di sepuluh hari terakhir malam itu. Seperti acara KenduriCinta pada sebelumnya, tidak ada bintang tamu, yang ada hanya sekumpulan manusia yang melingkar bersama untuk saling belajar mendengar dan didengar. Dik Doank, Habib Faray dari Tanah Abang, Mas Agung dari ITB, ustadz Wijayanto dan ustadz Nurshamad Kamba tampak hadir diantara kerumunan. Walau datang satu jam setelah acara dimulai, di belakang panggung sudah nampak Cak Nun. Maklum, beliau datang setelah acara serupa diadakan di kota Bandung dan sesegera mungkin setelahnya berangkat ke Jakarta. Pendidikan dan Anak Pada paruh awal , Dik Doank naik ke panggung -dengan slidenya- menerangkan tentang makna berdoa. ‘Artis’ berusia 41 tahun ini menjelaskan tentang adab berdo’a, yaitu mengangkat kedua tangan. Dengan gambar-gambar yang ditampilkan, Dik menjelaskan arti garis-garis di kedua telapak tangan kita. Pada telapak sebelah kanan, garis-garis tersebut akan terlihat seperti angka arab 18. Sedangkan yang sebelah kiri, menunjukkan angka 81. bila keduanya digabungkan, 18+81=99, menjadi jumlah Asmaul Husna. Di sinilah 1


FITRAH NASIONAL

e-paper KC november 2009

hakikatnya tata cara berdoa. Saat kita mengangkat kedua telapak tangan, maka kita sedang berdoa dengan Asmaul Husna di tangan kita. Tidak hanya saat berdoa. Saat kita bertepuk tangan, berarti kita sedang mempertemukan 18 dan 81, kita mengaktifkan 99, Asmaul Husna. Saat kita bersalaman, kita juga sedang mengaktifkannya. Ketika kita hendak memulai pekerjaan, lalu mengusap-usap kedua telapak tangan kita, maka kita sedang mengaktifkan asma-asma Allah dalam pekerjaan kita. Telapak tangan kita juga masih banyak mengandung makna tinggi lainnya. Telapak tangan sebelah kanan, bentuknya menyerupai tulisan arab Allah. Kelima jari juga melambangkan lima rukun Islam. Jempol itu syahadat, telunjuk itu shalat, jari tengah itu zakat, jari manis itu puasa, dan jari kelingking itu haji. Dengan jelas dan mudah diterima, Dik Doank memaparkannya satu per satu. Maka, hendaklah saat kita berdoa, kedua telapak tangan kita diangkat. Pada waktu berikutnya, Dik Doank menjelaskan tentang pendidikan. Pendiri Kandank Jurank Doank ini mengibaratkan tentang tahapan fase kehidupan manusia sebagai berikut: • 0-7 tahun adalah usia untuk bermain...bermain....bermain.... • 7-14 tahun adalah usia emas untuk belajar • 14-21 tahun adalah usianya bersahabat, berteman, bersosialisasi, berhubungan • 21-27 tahun adalah usia bekerja • 27- seterusnya adalah usia menikah Dengan gayanya yang santai namun tegas, Dik menyindir dan mengingatkan bagaimana penanganan negara (Indonesia), kita, terhadap pendidikan anak-anak, masih banyak kekeliruannya. Pada fase pertama, anak-anak sudah dipaksa untuk dapat membaca dan menulis. Banyak dari mereka yang terenggut masa bermainnya. Dik menyampaikan bahwa inilah sebab para mahasiswa lebih suka berdemo dan bermainmain saat mereka sudah seharusnya berkarya. Pada fase kedua, merupakan fase yang sangat bagus untuk belajar. Ajarilah mereka pada usia ini dengan ketrampilan dan pengetahuan dasar yang penting. Ajari mereka berbagai macam bahasa, ilmu agama, dan lainnya. Kemudian pada fase ketiga, fasenya mereka bersosialisasi, beraliansi, nge-gank, pacaran, dan sebagainya. Orang tua harus menjadi sahabat si anak di setiap fasenya. Jika si anak gadis pacaran, jangan langsung dimusuhi. Tapi dibimbing dan diawasi. Jelaskan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. ”Ma, tadi dia pegang tanganku,” kata si anak. ”Oh, tidak apa, mungkin ia ingin bersilaturahmi. Tapi ingat, apabila ia menyentuh dadamu, jauhi dia, ingatkan dia!”, kata si Ibu. Anak harus diberitahu batasan yang jelas. Tidak boleh sampai pada perbuatan yang membirahi. Jelaskan dengan jelas, agar mereka terlindungi.

Di sesi lain, Dik Doank juga menuturkan tentang tanda tanda alam, Allah selalu memberikan tanda-tanda dari alam, kepekaan kita untuk menerima kedatangan Allah lah yang harus terus diasah, kalau menurut bahasa Cak Nun, receiver kita harus terus diperbaharui agar bisa menangkap frekwensi atau gelombang dari Allah. Butir, Tepung dan Cahaya Pada sesi diskusi berikutnya, sesaat setelah Orkes Melayu BERANTAS mendendangkan dua lagu karya M.Mashabi, Cak Nun bertutur, jaman dahulu ada dua cara ukur yang berbeda dari 2 bangsa. Sparta dan Athena, Sparta mengukur tingkat kedewasaan melalui fisik atau kekuatan otot, sedangkan Athena mengukurnya lewat kecerdasan pikiran. Sejak jaman Renaissance akal sehat manusia menjadi tuhan, tanpa memperdulikan dimensi lain dalam kehidupan. Kita menyebut taufik sebelum kata hidayat, tapi kita tidak memahami maknanya, kita hanya menyebut, menyebut dan menyebutnya. Taufik itu rahmat penyatuan, tanpa persatuan tidak aka nada hidayah. Demikian Maiyah. Di dalam dunia ini ada 4 penyatuan atau 4 pernikahan : ‣ Menyatunya Tuhan dengan umatNya, ‣ Menyatunya laki laki dengan perempuan, ‣ Menyatunya raja dengan rakyatnya, ‣ Menyatunya umat manusia dengan alam. Dalam pernikahan-pernikahan diatas, harus beretika, bersainstika, dan berestetika. Bergeser ke dalam ilmu tepung, Cak Nun mengibaratkan butir, tepung dan cahaya seperti tingkatan kita. Parpol, MPR, menteri, negara adalah sebuah butir-butir, sedangkan forum macam KenduriCinta adalah tepung dan lebih memilih menjadi tepung karena ‘berpuasa’ untuk menjadi butir apapun. Dan semoga tepung-tepung tadi bisa lolos dari saringan Tuhan dalam waktu dekat ini. Sehingga butir-butir tadi bisa bersatu untuk membentuk butir yang sudah diamanahkan Tuhan.

2


e-paper KC november 2009

Habib Faray mengurai makna kata dari Ilmu yaitu terdiri dari Ain, Lam dan Mim. Ain itu artinya derajat tinggi, lam itu bijaksana sedang mim adalah raja. Menurut beliau, seseorang yang mempunyai ilmu, adalah seseorang dengan derajat yang tinggi, bijaksana, dan hidupnya mulia seperti raja. Indonesia dan Nusantara Pada sesi terakhir, menjelang jam tiga pagi, dipaparkan tentang kemungkinan sejarah bahwa nenek moyang kita -orang Nusantara- pada zaman terdahulu pernah menundukkan 2/3 bangsa-bangsa di muka bumi ini. Mas Agung nama pemapar materi ini. Orangnya sangat rendah hati. Berdirinya minggir-minggir seakan dia sangat tidak penting. Padahal pengetahuan yang ia bawa sungguh luar biasa mencengangkan para jama’ah. Beliau menampilkan pada layar, beberapa foto bagian-bagian candi yang ada di Indonesia. Pada dinding candi itu terdapat gambar orang-orang yang kalau dilihat dari cara berpakaiannya, mereka ada yang orang Thailand, Yunani, Indian, Afrika, dan sebagainya. Orang-orang itu terlihat sedang menghadap layaknya menghadap seorang raja. Ciri-ciri orang yang mereka temui seperti menghadap raja itu adalah ciri-ciri orang Nusantara, Indonesia zaman dahulu. Diduga orang-orang dari berbagai penjuru dunia ini ‘tunduk’ mewakili bangsa-bangsanya kepada Nusantara. Ada pula patung yang jika dilihat, ia nampak seperti orang dari peradaban yang sudah cukup maju. Patung tersebut berbentuk sedang dalam posisi duduk memuja. Siapa yang ia puja? Kenapa patung itu ada di Indonesia? Bisa jadi bahwa itu adalah dokumentasi nenek moyang kita. Bahwa orang itu sedang duduk menghormat pada nenek moyang kita. Disebabkan waktu yang terus beranjak pagi hari, mas Agung menutup uraiannya. Beliau berkeinginan untuk melanjutkan kembali pemaparannya pada waktu acara KenduriCinta yang akan datang. (aris)

Pendidikan Reproduksi Teks oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh

Katanya, pengalaman adalah guru terbaik. Semakin banyak pengalaman, semakin banyak ilmu yang didapat. Mungkin ini yang dibilang ilmu hikmah. Dari sekian banyak pengalaman, tak bisa dipungkiri bahwa yang paling lama berkiprah dan mengumpulkan pengalaman adalah alam semesta (nature) itu sendiri. Alam semesta dengan usia curriculum vitae-nya yang milyaran tahun, dengan buminya yang sudah pernah didiami banyak jenis makhluk hidup dari masa balkadaba, dinosaurus, sampai yang paling mutakhir, manusia, mendapat kesempatan untuk belajar sangat banyak dengan proses-proses evolusinya. Dan pasti sangat banyak yang bisa kita pelajari dari ‘keputusan-keputusan’ yang diambil oleh alam. Sedikit contoh, jaring laba-laba punya kekuatan lima kali lipat lebih tangguh daripada baja. Begitu kuatnya jaring ini, hanya dibutuhkan seutas jaring laba-laba dengan diameter 10 sentimeter untuk menghentikan pesawat jumbo jet dengan kekuatan penuh. Makhluk ‘sederhana’ seperti lalat memiliki cara terbang yang begitu canggih, dengan kemampuan manuver yang begitu tinggi, yang sampai saat ini belum mampu direplika oleh teknologi manusia. Society system pada semut dan lebah juga begitu sophisticated, sampai-sampai seringkali kita harus dibuat malu dengan inkompetensi kita untuk bisa bekerja sama sebaik mereka Banyak lagi contoh bahwa alam jauh lebih berpengalaman, jauh lebih matang, dan beberapa langkah di depan manusia dalam memecahkan persoalan. Ada salah satu ‘keputusan’ alam lagi yang sangat menarik yang sepertinya bisa kita ambil pelajarannya untuk memahami diri kita (dengan sudut pandang generasi) lebih dalam lagi yaitu seksualitas. Seks adalah sebuah metode di mana makhluk hidup berusaha membuat keturunannya. Dari sudut pandang evolusi, seks adalah salah satu misteri terbesar yang pernah ada. Sebenarnya ada metode lain yang juga digunakan makhluk

hidup untuk meneruskan keturunan, yaitu aseksual. Pertanyaannya, kenapa lebih banyak makhluk yang menggunakan metode seksual daripada aseksual pada saat ini? Kelebihan apa yang dimiliki metode seksual dan tidak dimiliki metode aseksual? Terus, apa hubungannya dengan ‘sudut pandang generasi’ tadi? Metode seksual adalah sebuah metode di mana sebentuk individual harus menemukan pasangan dengan jenis kelamin berbeda dan bekerja sama membentuk keturunan baru (produksi). Sedangkan pada metode aseksual, sebentuk individu dengan sendirinya mampu meneruskan keturunan tanpa bantuan individu yang lain, dengan kata lain individu ini menciptakan 100% copy atas dirinya sendiri (reproduksi). Mikroba, beberapa jenis tanaman, bahkan beberapa jenis reptil, menggunakan metode ini. Secara nalar, metode aseksual jauh lebih menjanjikan untuk menjaga jumlah keturunan sebuah spesies karena kemudahannya. Tapi ternyata bukan itu yang dipilih oleh alam. Salah satu hipotesis mengatakan bahwa dengan metode aseksual, walaupun dengan keuntungan mampu membuat keturunan dengan jumlah besar, suatu spesies akan memiliki keseragaman genetik. Dan dengan keseragaman genetika, berarti spesies tersebut juga memiliki kerentanan yang seragam terhadap salah satu jenis parasit tertentu. Ada satu yang terjangkit parasit dan mati, maka seluruh spesies itu akan menjadi sangat potensial untuk punah. Di lain pihak, metode seksual, walaupun kemampuan membentuk keturunan tidak terlalu besar -tidak sebesar metode aseksual- menghasilkan keturunan dengan gen-gen yang beragam karena sebuah keturunan merupakan gabungan gen kedua orang tuanya. Satu individu rentan terhadap parasit tertentu tidak berarti individu yang lain dalam spesies yang sama memiliki kerentanan serupa.

Secara teori, keanekaragaman dan metode

dengan jenis 3


produksi itu memiliki ketangguhan yang lebih tinggi untuk menghadapai berbagai masalah. Hipotesis ini telah dibuktikan benar dengan ditemukannya potamopyrgus antipodarum. Yakni sejenis siput di Selandia Baru yang sangat spesial karena spesies ini memiliki sekaligus dua jenis cara berkembang-biak, seksual dan aseksual. menurut pengalaman alam dan eksperimen, metode produksi lebih berhasil daripada metode reproduksi. Pendidikan Secara esensi, pendidikan tidak begitu berbeda dari perkembangbiakan. Keduanya adalah usaha meneruskan informasi yang didapat dari sebuah generasi kepada generasi berikutnya. Pendidikan meneruskan informasi ilmu pengetahuan, berkembang biak meneruskan informasi genetiknya, tapi dengan satu perbedaan penting; transfer ilmu pengetahuan membutuhkan pemahaman otak terhadap informasi itu sendiri, transfer genetika tidak. Karena itu dalam proses pendidikan dikenal beberapa faktor yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah proses belajar-mengajar yang efektif. Kejelasan dan kematangan ideologi pendidikan mesti tepat, metode dan praktek pendidikan juga mesti akurat. Metodologi yang terdiri dari cara pandang, alat dan cara harus datang dari kesadaran objekif tentang esensi dan tujuan proses belajar ini. Ada pandangan bahwa proses belajar mengajar tidak pernah bisa lepas dari pengaruh society dimana proses ini terselenggara. Pendapat ini berasal dari asumsi bahwa sebuah proses pendidikan harus menghasilkan anak didik yang tidak kontra dengan kekuasaan, struktur sosial, dan sistem yang berlaku. Dengan tujuan itu, otomatis pendidikan menjadi sarana untuk melanggengkan apa yang sudah ada. Di lain pihak, ada sebuah teori yang mengatakan bahwa pendidikan seharusnya membangkitkan kesadaran anak didiknya. Kesadaran gender, kesadaran kelas, dan kesadarankesadaran yang lain. Pendidikan seharusnya mampu memproduksi anak didiknya secara maksimal, sehingga mereka mampu mencapai hal setinggi yang mereka inginkan. Lalu, apa yang kita miliki di dunia pendidikan pada saat ini? Setelah membaca, menulis, dan berhitung, apa lagi yang kira-kira dibutuhkan untuk mendapatkan gelar ‘generasi terdidik’? Kata terdidik sendiri pada saat ini berarti seseorang yang telah mendapatkan ijazah lulus dalam sebuah organisasi pendidikan yang diakui negara. Ijazah itu sendiri begitu tinggi nilainya sebagai pengukur absolut untuk menentukan posisi hierarki dalam masyarakat. Parameter untuk mendapatkan pekerjaan sampai iklan mencari jodoh tak bisa lepas dari frasa "minimal lulusan...". Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian di benak saya kemudian, seakurat itukah ijazah? Jenis pendidikan apa yang bisa terefleksikan oleh ijazah? Awal sekolah dimulai dengan pelajaran membaca. Membaca dalam arti ‘sempit’ adalah memahami pesan dalam bentuk tulisan. Sebagai manusia, dengan kemampuan membaca, kita diberi jalan untuk belajar hal-hal yang lebih banyak dan lebih luas. Saya sebut turunan kedua dari proses belajar ini sebagai pintu wacana. Turunan kedua ini termasuk ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan sebagainya. Dalam arti yang lebih dalam, kemampuan membaca lebih berarti bagaimana kita bisa memahami orang lain dan dapat apa yang ingin diungkapkan orang lain. Berarti juga kita mampu mencerna dan memproduksi informasi yang didapat

e-paper KC november 2009

generasi sebelumnya. Menulis dalam arti ‘sempit’ adalah menyampaikan sesuatu dalam bentuk tulisan. Sebagai manusia, kemampuan menulis memberi alat untuk terkoneksi dengan khalayak yang lebih luas dari sekedar bahasa lisan. Bersama dengan kemampuan membaca, kita dididik untuk mampu mengungkapkan sesuatu yang ingin kita ungkapkan dengan bahasa yang jelas dan struktur yang tertata. Berhitung dalam arti ‘sempit’ adalah mampu memahami dan memproses data dalam bentuk angka. Pada arti lebih dalam, secara eksplisit; sebuah bentuk metode matematis dalam memecahkan sebuah masalah, memberi pelajaran sistematis dalam cara berpikir. Secara implisit, metode matematis melatih logika berpikir untuk mengeliminasi grey area. Semua komponen didalamnya ada pada ranah benar salah, tak ada kompromi. Semuanya adalah pasti, tak ada korupsi ataupun retorika pembenaran. Reproduksi pengetahuan matematis adalah wajib untuk mampu berproduksi di bidang ini dan turunannya. Ijazah bisa didapatkan dengan sebuah tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh yang terdidik. Tes berupa pertanyaan dengan jawaban yang harus sesuai dengan buku referensi. Karakteristik proses pendidikan dengan tipe reproduksi. Tes ini akan sangat tepat pada bidang-bidang yang membutuhkan jawaba-jawaban absolut, seperti matematika, fisika, biologi, dan turunannya. Yang disayangkan, metode ini tidak memberi ruang pada pengembangan pemahaman manusia (anak didik) terhadap hal-hal yang bersifat sosial. Ketika anak didik berpendapat bahwa kesempatan pendidikan di Indonesia tidak adil, berdasarkan pengalamannya yang tidak bisa masuk sekolah tertentu karena tidak mampu membayar uang, dia bisa dipastikan mendapat nilai buruk dalam tes ini, karena tentu tidak sesuai dengan buku referensi. Sejauh ini, society kita dibangun berdasarkan pemerataan tolok ukur reproduksi. Dan terbukti, anak didik akan sangat berprestasi pada bidang-bidang yang tepat dengan metode ini. Juara olimpiade matematika dan fisika, misalnya. Tapi, apakah sistem pendidikan kita mampu menghasilkan anak didik yang kritis, yang mampu menganalisis kondisi sosial, terlatih berpikir kritis, menghargai nilai keadilan setinggi dia menilai angka rapor? Pertanyaan yang perlu kita jawab bersama, tentu dengan cara berpikir kritis pula. Sudah sangat pakar kita menggunakan metode pendidikan reproduksi. Dan sepertinya sudah waktunya kita mulai memikirkan jenis ‘ijazah’ yang mampu merefleksikan tingkat keterdidikan anak dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia. Dibutuhkan metode yang tepat dan pemetaan yang akurat dalam sistem pendidikan kita. Bidang mana yang harus memakai cara reproduksi dan bidang mana yang harus memakai cara produksi, tentu beserta sistem ‘ijazah’nya. Tidak perlu muluk-muluk, setidaknya kita bisa memulai dengan mengajarkan dan memberi pemahaman bahwa, misalnya, sepakbola bukanlah sekedar banyak gol yang bisa dibuat, melainkan apakah kita cukup sportif dalam membuat gol itu. Sportifitas penting, karena sportifitas adalah nyawa keadilan. (sabrang)

4


e-paper KC november 2009

Demokrasi Bingung Teks oleh Heru Yuwono

Sesungguhnya demokrasi belum pernah benar-benar terwujud. Setidak-tidaknya di Indonesia. Maka, mempersoalkan demokrasi dalam hubungannya dengan kesejahteraan rakyat sesungguhnya sah-sah saja. Sebagaimana juga sah mereka yang mencemaskan terancamnya eksistensi demokrasi. Tentu kita sepakat bahwa demokrasi bukanlah tujuan, meskipun bukan hanya cara semata. Untuk apa kita berkumpul dalam suatu wilayah negara jika tujuannya hanya untuk berdemokrasi. Kita berkumpul, bekerjasama, dukungmendukung untuk kehidupan yang sejahtera: aman, tertib, tentram, nyaman, adil, makmur, terdidik, dan tentu saja sehat jasmani dan rohani. Adakah sistem politik demokrasi yang telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, khususnya dalam prakteknya di negara-negara sedang berkembang? Mungkin ada, tapi jelas sangat langka, barangkali Botswana di Afrika satu-satunya negara sedang berkembang yang disebut-sebut berhasil menerapkan demokrasi menuju kesejahteraan rakyat. Sebagian besar negara-negara sedang berkembang gagal mempraktekkan demokrasi. Lebih banyak kemakmuran yang menghadirkan demokrasi ketimbang demokrasi yang menghadirkan kemakmuran. Kita terus berdebat tentang demokrasi. Teori demokrasi kita aduk-aduk, dari Tocqueville, Samuel Huntington, Herbert Feith, Harry J. Benda, Adnan Buyung dan lain-lain hingga teori demokrasinya mbah Aristoteles, tetap saja kita masih bingung dan gagap menyelenggarakan demokrasi. Jangan-jangan demokrasi hanya sejenis mantra sihir purba. Sejenis isu yang terus dihembus-hembuskan iblis di setiap pemimpin, elite politik dan akademisi di banyak negara. Dan manusia percaya ada kebaikan yang bernama demokrasi. Meskipun sesungguhnya belum pernah terbukti kebaikannya, kecuali sedikit saja. Jangan-jangan demokrasi hanya angan-angan kosong. Cita-cita yang tak akan pernah tergapai. Betapa membingungkan demokrasi itu, antara lain dapat dicari hikmahnya dari kisah Luqmanul Hakim (Luqman Nan Bijak) berikut ini: Alkisah Luqman bermaksud memberi pelajaran kepada anaknya betapa pendapat orang banyak lebih sering membingungkan daripada menenangkan pikiran. Maka berangkatlah mereka menuju pasar, dimana orang banyak berkumpul dengan membawa seekor keledai sebagai alat transportasinya. Sang anak naik keledai, Luqman sang bapak berjalan kaki menuntun keledai. Melihat situasi ini orang-orang di pasar berkomentar, “Anak kurang ajar, enakenakan naik keledai, sementara bapaknya dibiarkan berjalan kaki dan menuntun keledai!” Mendengar komentar ini, sang anak turun dan mempersilahkan bapaknya naik keledai, dan sang anak berjalan kaki sambil menuntun keledai. Orang-orang segera berkomentar, “Orang tua tak berperasaan, anaknya disuruh berjalan kaki dan menuntun keledai, sementara dia ongkang-ongkang naik keledai” Mendengar komentar ini, Luqman mempersilahkan anaknya naik keledai sehingga

mereka berdua sekarang naik keledai. Maka orang-orang pun berseru, “Dasar manusia-manusia biadab tak punya hati nurani, keledai sekecil itu ditumpangi dua orang”. Maka mereka berdua turun berjalan kaki, sehingga keledainya sekarang tak berpenumpang. Melihat ada keledai cuma dituntun saja tidak ditumpangi, orang-orang di pasar pun berkomentar, “Dasar manusia-manusia dungu, keledai dibiarkan menganggur tidak ditumpangi” Demokrasi sulit ditebak. Sulit dijinakkan. Bahkan negara ‘kiblat’ demokrasi, seperti Amerika Serikat, sering juga kehilangan watak demokratnya. Demi alasan penegakan demokrasi di muka bumi, Amerika Serikat menginvasi Irak, Afganistan diluluh-lantakkan, Vietnam diobrak-abrik dengan bom, granat, dan bedil. Beribu-ribu manusia terbunuh atas nama demokrasi – sebuah ironi, karena konon demokrasi adalah pembela hak-hak dasar manusia. Lalu, jika demikian, apa bedanya demokrasi dengan totalitarianisme ? Maka, jangan-jangan demokrasi hanya suara-suara desah mantra anak-anak iblis yang dibisik-bisikkan di telinga para pemimpin negara dan para elite politiknya. Negara tetangga kita terdekat, Singapura – dulu semasa rezim Lee Kwan Yew – dan Malaysia dibawah rezim Mahathir, toh santai-santai saja menerapkan otoritarianisme. Dan mereka lebih teratur, tertib dan ekonominya tumbuh dengan baik. Rakyatnya lebih makmur. Dan Amerika Serikat serta negara-negara Barat prodemokrasi lainnya senang-senang dan tenang-tenang saja. Kita terus ribut soal kulit, lupa mengolah isi. Kita bertengkar soal baju, gincu, dan bedak apa yang akan kita pakai, sampai lupa tujuan kita hendak ke mana. Boleh jadi Deng Xiao-ping, pemimpin Cina itu, benar pernyataannya tentang sistem politik, ‘Tidak penting kucing itu hitam atau putih, yang penting dia bisa menangkap tikus’. Tak penting mau pakai demokrasi, otoritarianisme, totalitarianisme, monarki, aristokrasi, atau ‘krasi-krasi’ lainnya, yang penting negara bisa menyejahterakan rakyatnya: hidup rukun, adil, makmur, tertib, aman sentosa. (Bogor, 2009)

5


e-paper KC november 2009

LEADOLOGY - Kepemimpinan Tanpa Timbal

Teks oleh Roni Octafian Teks oleh Heru Yuwono

Sampai tulisan ini dibuat, penulis belum menemukan kata pemimpin dalam konstitusi negara kita. Yang ada hanya kata presiden-kepala negara-kepala pemerintahan-dll. Presiden terpilih kita nanti, bukan pemimpin, menurut teks konstitusi. Dia ‘hanya’ kepala pemerintahan dan kepala negara (head of government and head of state) yang fungsinya mengepalai organisasi pemerintahan dan negara. Kontitusi juga tidak terlalu jelas mendefinisikan apa itu negara dan apa itu pemerintahan. Presiden tidak saja sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, dia juga diberi pengharapan yang mulia oleh rakyatnya sebagai seorang pemimpin. Dia adalah hikmah dari kebijaksanaan, persis seperti konstitusi dasar kita, Pancasila, sila ke empat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan ... ” Pemimpin itu disebut juga Leader. Lead juga berarti timbal. Unsur kimianya nomer 82 disebut juga plumbum dengan kode Pb. Bahan bakar yang terbaik bagi lingkungan adalah bahan bakar tanpa timbal (unleaded gasoline). Premium dan Pertamax Plus berbeda pada jumlah volume timbalnya, makin sedikit makin baik. Namun tetap secara unsur, timbal tetap yang terbaik dan sangat diperlukan meskipun dalam kadar kecil untuk fungsi pelumasan. Pemimpin itu berada di depan, untuk menjadi teladan. Pemimpin juga harus berada di tengah, untuk bekerja bersama. Namun tingkat kepemimpinan tertinggi adalah jika ia sudah berada di belakang, ikut mendorong dan mengikuti apa yang terbaik bagi yang dipimpinnya. Ia tidak lagi mementingkan apa yang baik bagi dirinya, namun yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusannya adalah kebaikan bagi kehidupan di sekitarnya. Pemimpin pada tingkat tertinggi adalah manusia yang sudah mengubur dalam eksistensinya. Persis sama seperti eksistensi timbal pada bahan bakar. Makin sedikit kandungannya makin canggih dan makin tinggi harganya. Tidak perlu banyak berharap pada kepemimpinan di Indonesia, karena rakyatnya sudah menempatkan dirinya sebagai kebijaksanaan itu sendiri. Rakyat Indonesia sendiri sudah rela untuk tidak didengar. Rakyat Indonesia sudah menjadi bahan bakar bagi ‘pemimpinnya’ sendiri, tidak sekedar bahan bakar biasa, tapi

Kami Putra-Putri Indonesia, sudah berbangsa satu, Bangsa Indonesia, Kami Putra-Putri Indonesia, sudah berbahasa satu, Bahasa Indonesia, Kami Putra-Putri Indonesia, sudah bertanah air satu, Tanah Air Indonesia. Jangan pernah sedetikpun kau lupa akan pekikkan : Merdeka atau mati !!!! Jangan pernah sedetikpun kau lupakan bahwa hanya Kematian yang pantas dipertaruhkan sebagai harga dari sebentuk Kemerdekaan. 28 oktober 1928 para Pemuda mengumandangkan Mahatekat yang bernama Sumpah Pemuda. Dierami dengan kesungguhan dan keteguhan, 16 Tahun, 9 bulan, 17 hari kemudian, menetaslah Bangsa ini. Sang Bangsa Garuda. Dan hari ini, Garuda itu siap untuk terbang keangkasa raya. Membelah langit dan menunjukkan jati dirinya. Dan disinilah letak Pemuda. Tidak ada jalan lain yang dijalani kecuali jalan Martabat, demi bangsa Indonesia Tidak ada pilihan lain yang dipilih kecuali pilihan Kedaulatan, demi bangsa Indonesia Tidak ada kata tidak untuk sanggup Berbuat dan berani Bertanggung jawab, demi Tanah Air Indonesia. Hari ini Indonesia bukan lagi “Merdeka atau mati !” Hari ini Indonesia adalah “Berubah atau punah !” (sabrang)

6


e-paper KC november 2009

Aturan Perampok Untuk Pengemis Emha Ainun Nadjib

Sejak zaman muda masih kos dulu, saya memang tidak suka ngasih apa-apa kepada pengemis. Alasan saya dua. Pertama, saya tidak setuju sehingga tidak suka bahwa manusia kok mengemis. Kedua, kalau ada orang mengemis kepada saya, selalu saya merasa terganggu, bahkan terteror. Sejak beberapa puluh meter sebelum saya berpapasan dengan orang itu, sudah terbersit di hati bahwa saya akan memberinya uang. Tapi, ketika mendekat lantas dia menadahkan tangan mengemis kepada saya, terus terang saya langsung drop kehilangan semangat untuk memberi. Saya ini berniat memberi, jangan dimintai. Kalau memberi karena diminta apa hebatnya, tapi kalau tidak diminta kita tetap memberi: itu baru nikmat. Tak ada hak saya untuk tidak suka kepada pengemis atau kepada Emha Ainun Nadjib siapa dan apa pun saja, karena mereka semua ciptaan Tuhan dan mana berani Teks sayaolehtak menyukai karya Allah. Dalam menjalankan kehidupan ini, untuk perjalanan pribadi, keluarga, grup, kelompok, komunitas, dan apa pun yang terkait dengan pribadi saya, sungguh-sungguh tidak boleh ada pengemisan, proposal, iklan, promosi, menawarkan diri, mengajukan diri, mencalonkan diri, atau apa pun saja yang ada frekuensi kepengemisannya. Tuhan menghijrahkan saya diangkut oleh kelompok musik Kiai Kanjeng ke lebih dari 30 kota besar dunia tanpa didahului melamar, memamerkan diri, “Ini kami, hebat lho...!”, proposal, atau apa pun, juga tanpa sponsor. Yang berlangsung hanya empati nilai, perhubungan kemanusiaan, kemesraan persaudaraan, persambungan ilmu, penyatuan cinta. Adapun uang, fasilitas, dan maintenance setiap perjalanan hijrah hanya sertaan otomatik dari gairah kasih sayang kehidupan. Kita hidup karena disuruh hidup oleh Yang Berhak (Haqq). Saya berjalan karena diperkenankan berjalan oleh yang layak logis legal untuk memperkenankan saya berjalan. Nikah, hamil, beranakpinak karena penyatuan cinta, bukan melamar dan dilamar. Saya tidak sanggup merencanakan dan melamarkan apa-apa atas kehidupan. Tidak ada karier, tidak ada masa depan, yang ada hanya perkenan: kalau di depan hidung disodorkan sawah, kita mencangkul, mempelajari tanah, sawah, tanaman, cuaca, musim. Tak ada permusuhan, yang ada hanya kasih sayang yang melahirkan perkenan. Yang berkenan adalah yang memiliki Haqq untuk memperkenankan. Masuk lumpur Sidoarjo tidak karena membela rakyat atau siapa pun, tapi karena didatangi mandat tertulis hitam atas putih legal formal, dan melangkah hanya sebatas koridor pemandatan --persis sebagaimana hidup ini sendiri. Kalau telah tiba kaki di batas maut, kematian sungguh tak pernah menunggu dilamar, sehingga kehidupan pun berlangsung tidak karena dilamar. Mungkin karena itu, saya tidak punya keberanian memaknai kata doa sebagai permohonan, permintaan, mengemis kepada Allah, meskipun Allah sangat mendengarkan orang yang memohon kepada-Nya. Saya mengambil dimensi lain dari kata doa. Da’a dan yad’u itu memanggil, du’a atau da’wah itu panggilan. Da’wah bermekanisme horizontal: menganjurkan, menyarankan, mengingatkan. Du’a atau doa itu vertikal. Tentu saja bukan posisi kita untuk memanggil Allah. Yang agak mendekati tepat adalah menyeru, menyapa.... Berdoa adalah menyapa Allah. Kita sapa Dia karena Dia tahu persis apa yang kita perlukan dari-Nya. ‘Menyapa’ itu statusnya ‘memberi’, maka lebih potensial untuk dibalas pemberian oleh Allah. Sedangkan ‘memohon’ itu, ya, minta, potensi untuk diberi lebih kecil dibandingkan dengan menyapa. Sebagaimana kalau thawaf saya beraninya menjauh-jauh dari Ka’bah, karena tahu diri ini kotor tak terkira. Kalau lancang mendekat-dekat, saya takut Allah memelototiku sebagai manusia tak tahu diri, ge-er, merasa bersih, merasa pantas dekat-dekat ke rumah-Nya. Maka, tak ada nabi yang pernah punya statement bahwa dirinya baik. Adam AS menyebut dirinya dzalim, juga Yunus. Muhammad SAW menangis dalam sujudnya tiap malam meskipun secara objektif ia hampir tak berdosa, tak memberi hak sedikit pun dalam hidupnya kepada kerakusan, kesombongan, hedonisme, bahkan kepada kekayaan. Allah menyediakan baginya gunung emas dan jabatan Nabi yang Raja, mulkan-Nabiyya, tapi ia memilih menjadi ‘abdan-Nabiyya: Nabi yang Jelata. Muhammad memilih kemiskinan, meskipun menolak kefakiran. Nabi Khidir hadir kepadamu dengan suatu jenis penampakan yang kau benci, kau usir, kau tolak tadahan tangannya. Gus Rur, Tjurahmalang, di masa lalu dalam setahun berbulan-bulan pergi menyusur jalanan berpakaian pengemis. Allah menyatakan kalimat yang tak perlu ditafsirkan: “Yang kau buang-buang itu bisa jadi baik bagimu, yang kau junjung-junjung itu bisa jadi mencelakakanmu” Tentu saja Muhammad atau Gus Rur berbeda dengan sindikat pengemis dengan jaringan organisasi luas yang mengerahkan pasukan-pasukan taipan ke tepian dan perempatan-perempatan jalan. Berbeda dengan orang-orang dusun yang punya sawah tapi mencari tambahan penghasilan dengan mengemis. Berbeda dengan berbagai macam jenis dan latar belakang sosiologis kaum pengemis yang pada suatu hari melahirkan aturan yang melarang mereka mengemis dan melarang orang memberinya sesuatu. “Jangan kasih duit itu pengemis. Tidak mendidik!” kata Fulan. “Saya ndak bisa mendidik, bisanya ngasih,” kata Polan, “Daripada ngasih enggak, mendidik juga enggak....” (ean)

7


e-paper KC november 2009

foto: roni

RELASI BIOLOGI SOSIAL MAIYAH Ditulis oleh Andrie Sis Menarik kalau merenungkan hubungan suami-istri, yang di dalam konsep Kampung Maiyah bisa mempunyai makna tafsir luas. Bisa suami-istri dalam arti sesungguhnya, bisa bangunan keluarga yg lebih besar dari itu, antara kepala dusun (sebagai suami) dan warga dusunnya (sebagai istri) ataupun sesuatu yang lebih besar lagi, sebuah pemerintahan dengan rakyatnya, lebih luas lagi hubungan manusia dengan alamnya, bahkan Tuhan dengan ciptaanNya. Di luar arti sesungguhnya, yang menyedihkan adalah tidak satu suamipun yang memelihara hubungan ikrar itu menjadi seimbang kecuali Suami Sejati yaitu Tuhan. Dengan licin kita beralasan bahwa kita hanya manusia yang punya banyak kekurangan (itupun dengan imbuhan ”Di hadapanMu, Tuhan”), setelah itu kita tindas kembali istri-istri kita, lalu kita berdalih lagi, kita tindas lagi lalu kita imbuh dalih lagi. Melihat perjalanan bangsa ini lebih menarik lagi, karena tidak jelas status gender ke’suami’annya, apakah seorang pria tulen ataukah wadam. Tidak pasti mana status negara mana status pemerintah. Hebatnya, rakyat tidak ambil pusing status gender suaminya, yang penting mereka mempunyai status sebagai seorang istri dan mendapatkan hak-haknya sebagai pasangan hidup. Ironisnya, mereka hanya dapat sekotak normatif perhiasan citra dan para istripun sangat menikmati kestatusannya itu. Tapi jauh lebih menarik kalau kita perlu tahu, mana yang tertindas mana yang menindas? Apakah benar para istri ini sebagai seorang wanita selalu dalam posisi tertindas? Jangan-jangan, apa yang menarik-menarik tadi ada hubungannya dengan kodrat biologi pria dan wanita? Saya jadi semacam ’curiga’, kalau jawaban pertanyannya tadi merupakan antitesis bahwa relasi yang terjadi antara pria dan wanita tidak lain karena dorongan kromosom-kromosom mereka. Kalau pria memiliki sepasang kromosom yang disebut kromosom XY dan wanita memiliki pasangan Kromosom XX, yang menurut ilmu genetik, kromosomlah yang membedakan jenis kelamin seorang individu. Uniknya dalam

keilmuan genetik pasangan kromosom X dan Y pada manusia saling serang dengan cara membuat enzim yang merusak DNA lawan. Kalau benar wanita kita identifikasi sebagai kaum yang selalu tertindas, maka disini pada genetika, pihak yang tertindas adalah koromosom Y alias kromosom pria. Justru karena serangan dari kromosom X maka kromosom Y mengalami mutasi habis-habisan. Kalau apa yang terjadi antara pria-wanita dan kromosom itu benar, saya khawatir suatu saat nanti justru para pria/suami menjadi bulanbulanan kaum wanita/istri. Karena adanya gen dalam kromosom X yang punya misi untuk mematikan sperma jenis Y. Otomatis, konsekuensi logisnya adalah fakta bahwa pria lebih sedikit terlahir dari wanita. Apakah itu juga tafsir dari mati hidupnya sebuah organisasi rakyat atau komunitas-komunitas yang mengangkat kekuatan-kekuatan lokal sebagai bagian dari konsekuensi civil society? Dan apakah kekuatankekuatan lokal sebuah komunitas yang menjadi istriistri terlantar negara ini suatu saat akan menjadi kekuatan besar yang benar-benar menjadi pilar rakyat, yang memberikan keseimbangan terhadap struktur institusi negara? Yang paling penting adalah, apakah kita sadar dan belajar atas pemetaan kemungkinan semua itu? Kalau kita masuk dalam ranah Maiyah sebagai sebuah gerakan dari tafsir kromosom X, maka tafsirnya adalah sebuah bangunan struktural, karena penekanannya melalui pendekatan sinkronik, bahwa relasi-relasi struktur dianalisa dalam potongan-potongan peristiwa yang bersifat khusus, sehingga kromosom itu sudah pasti akan memutasikan bagian dari dirinya menjadi sebuah enzim, yang jelas pada saatnya mempunyai kemampuan dashyat yang mengontrol kromosom Y. Maiyah itu merupakan kekuatan-kekuatan lokal yang bisa tumbuh dimana saja dan dalam bentuk apa saja dari nilai-nilai cinta sebuah masyarakat Indonesia, sesuai kapasitas dan kekuatan mutasinya. Gambaran reaksi energi sebuah kampung PadhangmBulan, Mocopat Syafa’at, Gambang Syafa’at, Kenduri Cinta, Bangbang We8


tan dan Obor Ilahi adalah sebuah senyawa lain dari sebuah enzim dengan reaksi percepatan aktivasi rendah, dengan itu energi yang diperlukan menjadi tinggi dan menjadi efektif walaupun dalam wilayah tertentu butuh suatu percepatan yang lebih terukur. Maiyah oleh tafsirnya sebagai sebuah gerakan dalam masyarakat, dia bisa bermutasi sebagai sebuah gerakan rakyat, bisa sebagai pintu gerbang sebuah peradaban, sebagai kumpulan hamba-bamba yang diremehkan oleh kesombongan, sebagai laskar-laskar tak berguna, sebagai serikat pujangga gila, atau sebagai kekuatan bawah tanah calon-calon pemberontak, apa saja, silahkan saja. Yang jelas jaringan dan sel-sel Maiyah yang diidentifikasi sebagai kekuatan lokal jauh lebih mempunyai manfaat yang sangat tidak lokal secara keilmuan dari yang transnasional sekalipun. Maiyah satu laboratorium kompleks yang mengelaborasi sistem kultur sosial yang juga kompleks. Maiyah adalah sebuah bangunan makna dan tempat proses dirajutnya nilai-nilai cinta horisontal-vertikal, menjadi sangat penting bagaimana Maiyah mampu membentuk struktur sosial yang menjadi kekuatan-kekuatan kecil dalam masyarat tanpa harus menguji kekuatannya secara sadar. Yang dari kekuatan-kekuatan kecil inilah pembentukan energi manusia Indonesia menjadi sesuatu yang mengagumkan. Pengalaman yang membentuk dalam setiap lingkar maiyah secara sosial dikontruksikan sebagai cadangan pengetahuan bersama, sehingga perlakuan atas lingkungan sosial ditentukan kelak. Ini adalah sebuah proses evolusi, sebagai sebuah interaksi yang melibatkan penafsiran diantara mereka yang terlibat dengan pengalaman sebelumnya dan menciptakan pengalaman baru yang pada saat-saat tertentu merupakan pengalaman yang unik dan berpengaruh. Sisi lain dari Maiyah adalah ruh. Apakah itu suatu bentuk realitas lainnya ataukah sekadar realitas imaji saja, kalo melihat peran dan pandangan dari sisi inter-

POLITIK DALAM BENAK ANAK SD Seorang murid sekolah dasar mendapat pekerjaan rumah dari gurunya untuk menjelaskan arti kata POLITIK. Karena belum memahaminya, ia kemudian bertanya pada ayahnya. Sang Ayah yang menginginkan si anak dapat berpikir secara kreatif kemudian memberikan penjelasan, "Baiklah nak, ayah akan mencoba menjelaskan dengan perumpamaan, misalkan Ayahmu adalah orang yang bekerja untuk menghidupi keluarga, jadi kita sebut ayah adalah investor. Ibumu adalah pengatur keuangan, jadi kita menyebutnya pemerintah. Kami disini memperhatikan kebutuhan-kebutuhanmu, jadi kita menyebut engkau rakyat. Pembantu, kita masukkan dia ke dalam kelas pekerja, dan adikmu yang masih balita, kita menyebutnya masa depan. Sekarang pikirkan hal itu dan lihat apakah penjelasan ayah ini bisa kau pahami?" Si anak kemudian pergi ke tempat tidur sambil memikirkan apa yang dikatakan ayahnya. Pada tengah malam, anak itu

e-paper KC november 2009 RELASI BIOLOGI SOSIAL MAIYAH nal maupun eksternal sebuah gerakan. Bergeser pada wilayah filosofisnya, Maiyah bisa jadi sebuah realitas semu yang dalam wilayah logisnya bisa dikuak dan dikembalikan pada wilayah realitas yang sebenarnya. Ataukah Maiyah justru merupakan salah satu wujud realitas yang sebenarnya dari karakter sebuah masyarakat yang super, yang entah bagaimana caranya terhijab oleh sesuatu karakter yang angkuh dan bodoh? Tapi apapun sikap dan alur sebuah Maiyah, lebih bijak disikapi dengan terus-menerus merambah hamparan sebuah pengetahuan, karena benar atau salah bukanlah sebuah dogma. Mengapa tidak? Jangan-jangan penggalan setoransetoran Maiyah dan alur lingkarnya adalah sebuah dunia yang sekilas-sekilas akan kita maknai kelak, seperti penggalan surga yang bernama tanah air Indonesia ini. Semua persepsi tentang berbagai macam dimensi yang kita rasakan, adalah hanya semacam sinyal elektrik yang diolah menjadi adegan-adegan di dalam otak. Semua hal tersebut tidak harus benar-benar ada untuk kita rasakan dan yakini sebagai suatu kenyataan. Lalu apa yang membuat kita begitu yakin bahwa semua yang kita persepsikan di alam mainstream ini pasti benar-benar ada dan bukan hanya sinyal-sinyal elektrik di dalam otak yang diolah menjadi semacam kasunyatan? Mungkin juga sejarah panjang sebuah Maiyah hanya sebuah data yang tersimpan rapi pada hardisk server pusat, yang entah bagaimana penggalanpenggalan adegan itu ter-loading sesekali. Seperti halnya kita yang kadang ingat kadang lupa akan sebuah sejarah yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Atau jangan-jangan, Tuhan memang menciptakan alam fana ini hanya di dalam dunia persepsi saja? (Andsisko)

terbangun karena mendengar adik bayinya menangis. Ia melihat adik bayinya mengompol. Lalu ia menuju kamar tidur orang tuanya dan mendapatkan ibunya sedang tidur nyenyak. Karena tidak ingin membangunkan ibunya, maka ia pergi ke kamar pembantu. Karena pintu terkunci, maka ia kemudian mengintip melalui lubang kunci dan melihat ayahnya berada di tempat tidur bersama pembantunya. Akhirnya ia menyerah dan kembali ke tempat tidur, sambil berkata dalam hati bahwa ia sudah mengerti arti POLITIK. Pagi harinya, sebelum berangkat ke sekolah ia mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya dan menulis pada buku tugasnya: 'Politik adalah hal dimana para Investor meniduri kelas Pekerja, sedangkan Pemerintah tertidur lelap, Rakyat diabaikan dan Masa Depan berada dalam kondisi yang menyedihkan’ (redaksi)

9


e-paper KC november 2009

Maiyah Kandank Jurank KandankJurank Doank, Agustus 2009, Ciputat

Teks oleh Arista Budiyono Foto & Ilustrasi oleh Agus Setiawan

Untuk ketiga kalinya KenduriCinta menyambangi Komplek Alvita di Ciputat, kediaman Dik Doank bersama komunitasnya, Kandank Jurank Doank (KJD). Niat awal yang dibangun adalah menjalin persaudaraan silahturahmi diantara dua komunitas. Pada permulaan acara disuguhkan beberapa lagu oleh KJD Idol. Disusul dengan kelompok perkusi KJD yang memainkan ritme musik menggunakan media alat-alat yang ada di area acara. Cak Nun kemudian memaknai pertunjukan kesenian tersebut dengan mengatakan bahwa memainkan alat perkusi oleh tiap orang tentu punya disiplin intensitas gerakan masing masing yang tepat dan berirama, jika itu dilanggar maka harmonisasi yang dibangun tadi tidak akan tercipta. Mungkin ini juga yang terjadi dalam republik ini. Tidak adanya harmonisasi sehingga suara sumbang dimanamana. Ketidak harmonisan irama terjadi di banyak instansi sendi pemerintahan. “Islam itu rahmatan lil alamin dalam arti luas” dan jika negara ini belum mengembirakan maka berarti dia belum ‘islam’. Dalam perkusi ada kemerdekaan untuk membunyikan apapun yang bernada, namun ada batasan batasan yang membuatnya tetap terdengar indah. Begitupun dalam hal lain, sepak bola misalnya. Harus ada offside, harus ada gawang dengan lebar dan tinggi sekian, harus ada batas lapangan biar permainan tadi menjadi indah, bayangkan jika sepakbola tanpa tiga itu tadi. Selain itu agar tidak merusak aransemen maka setiap pemain perkusi harus disiplin, disiplin kapan memukul, disiplin tempo dsb. Kemudian Cak Nun bercerita tentang fade out & black out suatu metode menutup komposisi lagu dalam disiplin musik lagu jawa, sunda dan aceh, “mereka menyelesaikan masalah secara berangsur –angsur, makanya musiknya ada fade outnya, kalau musik aceh tiba tiba di berhentikan di tengah jalan atau disebut black out…sepertinya menandakan kalau menyelesaikan masalah harus dengan kekerasan untuk memberhentikannya”. Masih tentang perkusi, Cak Nun mengatakan robbana ma kholaqta hadza batila, tidak ada sedikit pun yang sia sia ”bahkan lalat pun punya aero dinamis yang belum bisa ditiru oleh pesawat terbang sekarang” Pun demikian dengan perkusi tadi. Bergeser ke tema yang lebih luas, Cak Nun mengatakan “Jangan bangga akan sehatmu, kematian tidak ada hubunganya dengan kesehatan kita” ada 3 jenis kematian:

1. 2. 3.

Kematian yang di kehendaki Allah. (kematian yang memang di takdirkan oleh Allah) Kematian yang di izinkan Allah (kematian yang belum waktunya tapi di ijinkan oleh Allah) Kematian yang di biarkan Allah (kematian yang diijinkan namun dalam konotasi yang buruk)

Semua menjadi komoditas, semua menjadi dagangan, padahal tidak semua hal yang ada, bisa dan pantas di industrikan. KandankJurank misalnya, dia tidak akan pernah marketable, karena para industri tidak banyak mendapatkan keuntungan dari sini. Terjadi sebuah kesalahan berpikir dalam otak sebagian kita. Ketika mbah Surip dikuburkan di Bengkel Teater-nya Rendra, semua orang hampir tidak ingat siapa dan sedang dimana si tuan rumah. Bangsa kita juga tidak mengerti diplomasi dan nilai, sehingga bingung menempatkan Rendra dan mbah Surip di pidato kenegaraannya. Mungkin karena kurang berdiplomasi ini juga yang menyebabkan Malaysia ‘mengambil’ satu persatu milik Indonesia. Soal klaim tari pendet reok batik dll, Cak Nun mengatakan “Lha itu kan orang ponorogo yang ada di Malaysia, mana ada sih orang mau nyunggi barang seberat reog tersebut kalau bukan orang ponorogo” Kita ini terlalu banyak persamaan untuk bisa berbeda. Di Malaysia itu terjadi kesalahan pendidikan, ketika pemerintahnya memberikan kredit pada warganya untuk kuliah, dan ketika pihak universitas yang membedakan nilai (sama sama mendapat nilai 6, orang melayu dianggap lebih pinter dari pada orang non melayu). Acara malam itu selain jamah KenduriCinta juga hadir para finalis Abang None Jakarta, pihak dari Proton Malaysia, dan pelawak Patrick. Cak Nun kemudian berbicara tentang derajat dan martabat. Derajat itu adalah posisi kita dimata Allah, sedangkan martabat adalah kita memposisikan diri kita pada tempat yang tepat. Korupsi adalah tidak percaya kepada Allah. Benar dan salah adalah bahasa ilmu universitas, baik dan buruk adalah bahasa moral, indah dan buruk adalah bahasa estetika. Sebelum nabi Daud AS, manusia tidak menggunakan kitab suci karena Allah merasa kita masih bisa menggunakan hati kita untuk memagari suatu tindakan apapun, ketika Daud hingga era sekarang kita di pagari dengan kitab suci, karena mungkin Allah merasa harus dengan cara itu ‘mengendalikan’ manusia, terjadi 10


e-paper KC november 2009 MAIYAH KANDANK JURANK

degradasi moral disini. Dalam budaya timur sebenarnya dulu cara belajarnya tidak demikian, seorang guru bisa menentukan muridnya lulus dalam 3 bulan atau 6 bulan tergantung kadar keilmuannya. Kemudian pendidikan bergeser seperti cara barat yang s e s u n g g u h n y a mengadopsi cara timur. Namun telah dirubah dengan teknik mereka. K i t a s a n g a t mengandalkan sesuatu yang diluar diri kita, itu adalah sebuah degradasi, bukankah kita bisa mengkhalifahi alam, dengan konsep memangku nya. “Kita ini MU tapi kok ngerasanya Persija” Banyak pertanyaan terlontar dalam forum ini, seperti misalnya takdir itu bedanya dengan nasib apa? Kenapa profil manusia purba yang ditemukan bentuknya sedemikian rupa, apakah umur itu bisa diperpanjang sedangkan Tuhan kan sudah menentukannya dahulu. Dijelaskan, nasib itu produk dari takdir. Takdir itu qodar, qudroh itu diluar nalar. Dan yang memegang kuncinya adalah Rasulullah, maka perbanyaklah sholawat. Kemudian soal manusia purba Cak Nun menjawab, saya juga bingung sebenarnya kita ini homo sapiens atau homo erectus, atau mungkin kita adalah perpaduan diantara keduanya. Soal ganteng tidaknya manusia purba, itu kan hanya sebuah gambaran dari fosil yang ditemukan saja, karena tidak ada dasar untuk membenarkan bentuk dari manusia purba tersebut. Dan juga, tingkat kepandaian dan kualitas manusia tidak berdasarkan bentuk dan gantengnya tubuh. Kemudian soal umur Cak Nun menjawab, umur itu sudah di tentukan, namun kita punya hak negosiasi dengan Tuhan. Dengan syafaat Rasulullah. Cak Nun bercerita tentang Ahmad Tohir / imam Lapea, ketika di suatu kontes untuk mencari Imam seorang raja meletakkan kain mandar dalam kotak yang harus ditebak para kandidat imam, kandidat pertama menjawab burung kandidat kedua menjawab kain mandar, dan kandidat ketiga (imam tohir) menjawab kosong. Raja sebenarnya memilih imam tohir untuk menjadi imam, namun jawaban kain mandar sudah dipilih oleh kandidat kedua, akhirnya kotak di buka, dan berapa terkaget kagetnya raja karena kotak itu tidak berisi apa – apa. Itulah kuasa Allah. Doa itu artinya seharusnya bukan meminta, doa itu makna katanya menyeru / menyapa dan itu tidak sama dengan meminta. Lha wong gusti Allah gak pelit kok. Seorang rekan pernah bercerita tentang doa, “Tuhan dari dulu gak pernah stop muncratin wahyunya sama sperti gelombang radio mau sampe kapan pun di muncratin terus tergantung kemampuan kita mengkapnya kan tinggal kitanya. Receiver kita yang harus di olah. manusia sekarang lebih cenderung menggunakan otaknya melalui mediasi akal, yg outputnya hasil olah pikir (pemikiran) dan itu berada di alam sadar padahal area alam sadar kita hanyalah 12 %.

Untuk mendapatkan compatible tadi itu, kita harus mengaktifkan alam bawah sadar kita yg kekuatannya lebih besar yaitu 88%. Itu letaknya di hati, lebih cenderung perasaan. Hati pun banyak di salah tafsirkan, orang mentafsirkan heart itu sebagai hati, padahal heart itu jantung, kalo hati itu liver. Efeknya kenapa doa kita jarang terkabul itu masalah kompatibilitas, doa itu kesatuan dari perasaan dan pemikiran. Pikiran kita bilang: “Aku yakin dengan ini”, tapi hati menjawab “Aku tak yakin” pasti selalu seperti itu, makanya doa tak terkabul, karena Tuhan berkomunikasi dgn kita melalui hati. Hati harus meyakini apa yg kita pikirkan, jangan sampai gak sinkron” Setelah pemaparan, ada petani yang naik ke panggung, “kita meminta spirit cak, buat menguatkan hati kami-kami ini” ujar Dik Doank mengawali. Cak Nun merespon dengan “Saya jelas tidak bisa merubah mereka, Hanya kebesaran pemimpin kita yang bisa merubah nasib para petani, justru saya belajar hebat dari petani, mereka itu hebat tidak marah kepada bangsanya karena sikap bangsanya yang terus membuat mereka tidak berkembang, Keikhlasan para petani yang saya banyak belajar dari situ” Jangan pernah minder dengan kondisi pertanian dan negara Indonesia, percayalah pada mi khaitsu la yastasib. (aris)

11


e-paper KC november 2009

Haji, Dari Birr Menjadi Mabrur “Mabrur itu pelengkap penderita. Kata dasarnya adalah birr (kebaikan). Artinya, mabrur adalah orang yang diberi kebaikan tertentu,” demikian jelas Cak Nun mengawali uraiannya dalam acara Malam Halal Bil Bihalal dan Pelepasan Jama’ah Calon Haji RU VI Tahun 1430 H yang diselenggarakan oleh Pertamina Balongan Indramayu, 15 Oktober 2009. Dalam kesempatan itu, Cak Nun hadir bersama kelompok musik gamelan KiaiKanjeng dan Novia Kolopaking. Meneruskan pengertian tentang birr dan mabrur itu, Cak Nun menambahkan empat jenis kebaikan lagi, yaitu, khoir, ma’ruf, ihsan, dan sholeh. Semuanya berarti kebaikan, tetapi dalam konteks yang berbeda-beda. Khoir adalah kebaikan yang bersifat anjuran dan universal. Yang dilakukan orang dalam hal khoir adalah menganjurkan orang lain melaksanakan kebaikan. Ma’ruf adalah kebaikan yang sudah menjadi aturan (red: norma), sehingga diwujudkan, dibakukan, dan ditegaskan dalam bentuk peraturan, regulasi, undang-undang, dan lain-lain. Maka ma’ruf itu diperintahkan, bukan dianjurkan. Ihsan adalah kebaikan yang dikerjakan, meskipun sebenarnya tidak wajib. “Menaikhajikan karyawan oleh BUMN adalah satu bentuk ihsan,” begitu Cak Nun memberi contoh. Sedang, sholeh adalah kebaikan yang sudah jadi atau terbukti terterapkan dengan baik. Sholeh adalah kebaikan yang sangat minimal kontraproduktifnya, karena sudah diperhitungkan berbagai sisi dan keterkaitannya dengan faktor-faktor atau konteks-konteks lain. “Naik haji bisa tidak sholeh, kalau dilakukan tiap tahun….,” tutur Cak Nun. Seterusnya Cak Nun memaparkan, “Birr itu bersifat mandiri. Banggalah Anda bisa memenuhi panggilan ke Baitullah. Ibu saya sejak dari Surabaya sampai ke Jeddah mengkhatamkan dua puluh enam juz Alquran. Empat juz sisanya diselesaikan di asrama haji. Begitu pula sebaliknya dalam perjalanan kembali ke tanah air dari Jeddah menuju Surabaya. Orang yang mendapatkan birr itu dimandirikan oleh Allah. Birr itu kebaikan yang sangat khusus. Naik haji mengantarkan seseorang mendapatkan puncak pengalaman intelektual, emosional, dan spiritual. Di sana, jangan masuk masjid tanpa membuka dan membaca Al-Quran. Pengalaman saya dan mbak Via adalah selalu mendapatkan Surat yang sama ketika membaca Alquran di sana” Selain berbicara tentang haji, Cak Nun juga mengulas halal bihalal, dan untuk memperdalam niat halal bihalal itu, Cak Nun mengajak para hadirin yang terdiri atas jajaran pimpinan dan karyawan Pertamina Balongan itu untuk bersama melantunkan Ya Allah Ridho yang dipimpin oleh Yuli Astutik, vokalis KiaiKanjeng. Seturut dengan itu, Cak Nun mengajak para hadirin untuk kembali memahami pengertian dasar muslim dan mukmin. “Muslim adalah orang yang kata dan Gamelan KiaiKanjeng di Pertamina Balongan, Indramayu. tindakannya membuat orang lain aman. Sementara, mukmin adalah orang yang kalau ada dia, orang lain menjadi aman hartanya, nyawanya, dan kehormatannya” tegas Cak Nun. (diolah kembali dari: padhangmbulan.com)

PILAH DAN PILIH Arahkan pikiran anda untuk ‘memilah’ setiap urusan, mana yang perlu dan mana yang anda mau. Mana yang anda perlukan (needs) dan mana yang anda inginkan (wants). Mana yang menjadi hasrat (desire) dan mana yang berupa hajat (intention). Sesungguhnya apa yang anda perlukan tidak sebanyak apa yang anda inginkan. Apa yang anda perlukan tidak sebesar apa yang anda angankan. Dan apa yang anda takutkan tidaklah seseram apa yang bayangkan. Ingat! Tuhan tidak pernah diam dan mendiamkan hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Tuhan senantiasa mencukupkan apa yang kita diperlukan, bukan memenuhi setiap yang kita inginkan. Di dalam otak kita sering bahkan terlalu banyak tumpukan keinginan dan hasrat, hingga otak penuh sesak dan mengganggu daya kerja syarafnya.

Pilah setiap urusan anda mana benar dan yang belum benar, kelompokkan yang salah dan mana yang perlu perbaikan. Pilah mana yang mampu dilaksanakan dan mana yang perlu bantuan. Mana yang biasa dan mana yang luar biasa (istimewa). Dengan memilah berarti anda sudah mulai berbenah. Setelah memilah ajaklah hati anda untuk ikut terlibat memilih. Pilih yang baik dan buang yang buruk. Pilih yang bermanfaat dan singkirkan yang mudharat. Pilih yang anda mampu dan singkirkan yang tak kuasa melaksanakannya.

anda untuk sesuatu mengarahkan anda berprasangka terhadap sesuatu. Ketika persepsi anda terhadap suatu pekerjaan itu mudah, maka prasangka anda mengatakan, “Saya tak akan menemui kesulitan” Sebaliknya, ketika persepsi anda sulit, maka prasangka anda mengatakan, “Saya akan mendapatkan kesusahan”. Anda tentu sering mendengar ungkapan atau pernyataan: “Jaman sekarang mencari rezki itu sulit” Bahkan ada yang menambahkan secara berlebihan: “Mencari rezki yang haram saja sulit, apalagi yang halal” Inilah persepsi sekaligus prasangka. Ungkapan atau pernyataan tersebut mengandung Hati-Hati dengan Persepsi prasangka yang dapat mendorong Persepsi adalah pikiran yang berisi pelakunya masuk kedalam jurang yang informasi yang mewakili diri seseorang terbentuk dalam persepsinya sendiri. dan bagaimana cara pandangnya (indonesian idiot 2007) terhadap dunia sekelilingnya. Persepsi 12


e-paper KC november 2009

KUBANGAN LAKNAT

FORUM KENDURI CINTA, JUNI 2006 Teks oleh Roni Octafian Foto oleh Andsisko

Gempa bumi dengan skala dan kekuatan yang sangat besar mengguncang Yogyakarta sebulan sebelumnya, pada forum KenduriCinta bulan Juni ini, Cak Nun menceritakan bagaimana bencana gempa di Jogja terjadi ketika ia sedang beristirahat setelah sa’i (rangkaian umroh) tepat di depan Ka’bah. Gempa Jogja dijadikan sebagian kelompok-kelompok sebagai ajang untuk mencari simpati di tengah rakyat yang menderita. Hal mengenai kapitalisasi bencana inilah yang menjadi kekecawaan tersendiri bagi Cak Nun dan komunitas maiyah di Jogja. Pada KC bulan Juni 2006 Cak Nun juga menceritakan perjalanan umroh beliau dengan istrinya. Ia berangkat ke Mekkah pada tanggal 24, dan tanggal 26 siang melewati lembah Badar. Cak Nun menceritakan kejadian perang badar merupakan pertarungan terakhir umat Islam di madinah waktu itu, ketika itu kafilah Abu Lahab, Abu Sofyan dari Syam menuju Mekkah kemudian ‘kencan’ untuk ‘perang’ di lembah Badar. Pasukan Islam hanya seperenamnya dibanding pasukan Abu Jahal. Jarak tempuh Madinah ke Lembah Badar sekitar 230 km kalau jalan kaki biasa. Ketika itu pasukan Rasulullah berjalan kaki dari Madinah ke lembah Badar sejauh 230 km tanpa alas kaki, diatas bebatuan dan pasir yang panas dengan suhu kira-kira 44 derajat. Tanpa teh botol, aqua, tanpa kacang rebus. Dengan keadaan alam dan kondisi fisik yang amat melelahkan selama perjalanan seperti itulah, perang Badar terjadi ketika itu. Maka pasukan Rasulullah sudah loyo ketika sampai lokasi peperangan, kondisi itu sangat dipahami oleh Rasulullah. Melihat pasukannya dalam kondisi yang lemah dan tidak berdaya, maka Rasullulah berdoa kepada Alllah dengan segenap kepasrahannya, “Ilamtakun alaiiya ghoodobunn falla ubali”, bahwa bagaimanapun dan apapun keadaan yang akan ditimpakan kepada umat ini nantinya dalam peperangan, akan beliau terima, asalkan Tuhan tidak marah kepada kami. Itulah puncak ke-Islam-an, apa itu puncak ke-Islam-an? Yaitu ketika kita dalam keadaan sudah tidak memiliki apaapun, sangat tidak berdaya, tidak ada tempat lagi untuk berlindung, kita pasrah dan siap menerima apapun yang akan terjadi kepada kita atas suatu kehendak Allah. Diskusi di KenduriCinta pada bulan juni 2006 telah mengingatkan kepada Indonesia untuk bersiap-siap menghadapi ‘gempa-gempa’ dalam masa-masa ke depan. Yang diperlukan oleh bangsa ini adalah sikap tawakkal dan untuk selalu berani bangkit kembali dalam kehancurankehancuran yang akan terjadi. Yang kami (panitia) maksudkan dari tema Kubangan Laknat pada forum KenduriCinta adalah bahwa Indonesia jika dilihat dari setoran dosa-dosanya sudah banyak sekali, kebobrokannya lengkap, dari kerusakan kebudayaannya, ketidakadilan ekonominya juga sudah lengkap.

Beruntunnya bencana-bencana ini jangan-jangan adalah karena Indonesia dimata Tuhan sebagai suatu kubangan laknat. Di dalam Al Quran, laknat disebut dalam tiga idiom, yang pertama adalah mal’un, yaitu orang yang dikhianati, yang kedua adalah laknat sebagai kata benda dan yang ketiga adalah la’ina yaitu laknat sebagai kata sifat. Laknat itu siapa? laknat itu adalah output dari tidak terimanya hati Allah atas pelanggaran atau kemaksiatan (dalam Quran). Di dalam bahasa indonesia, secara umum kata maksiat hanya berkaitan dengan seks, tapi sesungguhnya maksiat adalah segala sesuatu perbuatan yang menyakiti hati Tuhan. Sebenarnya kemaksiatan-kemaksiatan kita sebagai bangsa Indonesia kepada Tuhan sudah tidak terkirakan lagi. Sudah paripurna. Tapi jangan berkecil hati, pada sisi lain, banyak hal yang kita setorkan kepada Allah bukan hanya kemaksiatankemaksiatan, tapi juga penderitaan, kebingungan hidup, ketertindasan. Dan itu pulalah yang memberikan suatu keseimbangan dan keselamatan bagi bangsanya. Dalam kesempatan itu Cak Nun juga mengingatkan bahwa wirid, zikir dan sholat bukan merupakan satu2nya cara untuk mendapatkan hidayah bahkan itu merupakan pekerjaan yang paling mudah dalam agama, orang lebih memilih untuk wirid-an selama 3 jam dikamarnya daripada memberikan sedekah kepada tetangganya. Memberikan sedekah dan beramal itu lebih berat daripada wirid-an 3 jam. Orang wirid-an itu memberikan kebaikan bagi dirinya dengan Allah tapi juga punya egoisme, karena ia hanya memikirkan keselamatan dirinya kepada Allah tanpa ia mengkaitkan dirinya dengan kemaslahatan bersama secara horisontal. Jadi kita jangan kagum kepada orang yang ahli wirid dan rajin beribadah, apalagi sekarang untuk sholat khusyuk anda bisa kursus. Yang sukar adalah melakukan pelayanan dan pengorbanan nyata bagi msyarakat. Itulah agama yang sebenar-benarnya. Wiranto dalam diskusi malam itu terlihat sangat menikmati suasana kemesraan dan kehangatan komunitas KenduriCnta. Meskipun -seperti yang diutarakan- pada awalnya ketika beliau meniatkan untuk hadir malam itu, mengalami kebingungan, karena tema malam itu adalah Kubangan Laknat, yang ia sangka seperti acara uji nyali. Maka karenanya, malam itu beliau membawa kemenyan dalam saku bajunya karena kebingungan tersebut. D a l a m diskusinya, Wiranto menyebut kondisi bangsa saat itu dalam keadaan kebingungan, beliau berkeliling kemana- mana, bertemu dengan tentara, rakyat kecil, semua mengatakan bahwa mereka dalam keadaan bingung. Ketika dalam keadaan kebingungan yang dapat kita lakukan adalah mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wiranto menjelaskan bahwa dengan merasa kebingungan justru kita sebenarnya dalam keadaan waras dan terjaga. (roniocta)

13


PAHLAWAN AMATIR Dengan sajian kopi tubruk dan mangga Indramayu saya berbincang dengan lalat (bukan se-ekor, karena seperti manusia, lalat tidak berekor) yang memperkenalkan dirinya bernama LALAT Setianegara berkaitan dengan perINGATan hari Pahlawan. “Adakah pahlawan dalam masyarakat lalat?” saya bertanya sambil mempersilahkannya menghirup kopi “Pahlawan itu anugerah, rahmat dan berkah Tuhan bagi manusia. Pahlawan itu orang yang diridhoi Tuhan atas sikap dan perilakunya dalam menjalankan peran dan fungsinya, hingga dianugerahi pahala oleh Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Penyayang. Pahlawan adalah orang yang berpahala. Jadi setiap manusia berhak untuk menjadi pahlawan. Karena ini hanya untuk manusia, maka para lalat tahu diri dan hanya menjadi saksi kepahlawanan anda” “Jadi saya juga berhak menjadi pahlawan?” “Benar, selagi sikap dan perilaku anda diridhoi Tuhan” “Jadi yang menetapkan saya pahlawan atau bukan itu Tuhan?” “Benar, hak itu seperti wadah, yakni potensi yang dikaruniakan Tuhan untuk anda isi dengan amal perbuatan. Selagi wadah atau fisik atau jasad anda masih mampu beroperasi, isilah wadah kepahlawanan anda dengan mentunai-kan kewajiban yang diberlakukan dan kucuran tanggung-jawab yang anda emban, hingga Tuhan bekenan (ridho) menaburkan butir-butir pahala-Nya yang layak bagi anda – Dia Maha Melihat lagi Maha Bijaksana” “Bagi kami, para pahlawan adalah orang-orang yang membela kebenaran, bertempur bagi keadilan dan berjuang bersama kejujuran untuk bangsa dan negaranya atau mereka yang gugur di medan pertempuran pada masa-masa perang. Jadi para pahlawan adalah pendahulu kita yang gugur dalam pertempuran dalam merebut kemerdekaan dan dapat saja muncul dimasa-masa damai seperti sekarang. Bedanya, hanya pada senjata dan manajemen perang yang digunakan. Jika dahulu hanya cukup bambu runcing, sekarang dengan senjata otomatis, kapal perang dan pesawat tempur canggih. Sekarang lebih handal, lebih cerdas dan lebih profesional” “Anda benar, para professional adalah orang-orang yang trampil (skillful) dalam pekerjaan yang ditekuni. Christiano Ronaldo, Wayne Rooney dan Kaka adalah contoh-contoh pesepak bola professional – mereka trampil dalam memainkan bola. Mereka dibayar tinggi untuk ketrampilan dan kemampuannya. Loyalitasnya berpihak kepada siapa yang membayar paling tinggi atas profesionalitas yang ditawarkan. Kemaren membela MU melawan Real Madrid, besok justru melawan MU untuk membela Real Madrid yang membelinya harga lebih tinggi dari klub yang saat ini perlu dikalahkannya. Gurkha adalah tentara professional yang bertempur untuk Inggris (dan sekutunya) melawan arek-arek Suroboyo dalam peristiwa 10 Nopember 1945. Loyalitas tentara Gurkha kepada Inggris adalah imbalan atas bayaran yang diterima untuk ketrampilannya bertempur dan keberaniannya menggempur. Jika saat itu arek-arek Suroboyo sepakat urunan, lalu menawarkan kepada komandan Gurkha bayaran yang lebih tinggi dari yang diberikan oleh Tentara Inggris, boleh jadi mereka berbalik memerangi pasukan yang membawa mereka ke bumi Nusantara” “Jadi para pejuang kemerdekaan yang gugur dalam pertempuran tidak professional?” “Benar, mereka tidak professional mereka justru amatiran” “Lho…!” “Kenapa lho?”

e-paper KC november 2009 Teks oleh Pudji Asmanto

“Bukankah amatirisme lebih rendah dari profesionalisme?” “Orang-orang amatir adalah mereka yang bekerja atas dorongan cinta. Orang amatiran adalah orang yang mencintai pekerjaannya. Kata amatir adalah bahasa yang di impor dari Inggris -amateur- aslinya dari bahasa Latin, amator atau lover, representasi seorang pecinta atau amare ‘to love’ yang bermakna mencintai. Bersama cintanya mereka dengan tekun belajar, terus berlatih, tak berhenti berkarya dan tak bosan mengasah diri agar hasil pekerjaannya dapat bermanfaat bagi khalayak” “Jadi para pejuang yang gugur dalam perang kemerdekaan, Bung Tomo, Bung Karno dan Bung Hatta, Bung Syahrir termasuk pejuang pendahulunya Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien dan yang lainnya adalah amatiran?” “Beliau-beliau adalah seorang ‘pecinta’. Mereka mencintai bangsanya, mencintai keadilan dan mencintai tanah kelahirannya. Mereka berjuang atas dorongan ‘energi cinta’ yang membara kepada Sang Pencipta – Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Luas Karunia-Nya. Ketika mulai berjuang (bukan mulai menjabat) mereka tidak perlu disumpah, karena di dalam cinta yang indah telah melekat kesetiaan loyalitas- kepada yang dicintainya. Mereka tidak tertarik (interested) oleh imbalan sesuatu, melainkan terdorong (driven) karena merasakan terangnya cahaya cinta ditengah kegelapan masyarakatnya” “Bagimana dengan ‘iklim’ profesionalisme yang saat ini melanda dunia? Kita diwajibkan berlaku dan bekerja secara professional di setiap sendi-sendi kehidupan. Mulai Presiden, Menteri, Polisi, Hakim, Jaksa, Pengacara, hingga Karyawan dan Pengusaha dituntut untuk bekerja professional” “Setiap yang benda yang tertarik akan mudah goyah. Ia melaju ke kiri, ke kanan, ke depan atau ke belakang sangat terkait dan terikat dengan besarnya “gaya tarik” dari arah mana yang mampu menggeser dari posisi asalnya. Goyah itu tidak tetap dan tidak mantab. Tetap pada posisi dan mantab dalam keteguhan hati. Goyah itu cerminan keraguan, dan setiap keraguan tidak akan pernah melaju untuk menghantarkan sampai ke tempat tujuan” “Lalu, lebih tinggi mana nilai amatirisme atau profesionalisme?” “Jangan membandingkan rasa cinta dengan kekaguman pada pesona” “Maksud anda?” “Profesionalisme benar dan amitirisme juga benar, keduanya seperti keberadaan garpu dan sendok pada piring atau mangkuk yang berisi sajian makanan anda. Jangan mengambil kuah dengan garpu dan jangan menusuk daging, tempe atau tahu dengan sendokmu. Nikmatilah gurihnya kuah dengan sendokmu, belahlah sajian lauk dengan sendokmu dan rapikan dengan garpu di tangan kirimu, lalu suapkan kepada mulutmu dan rasakan dengan lidahmu, hingga rasa syukur merambah ke dalam hatimu” “Bagaimana dengan cara makan yang tanpa sendok dan tanpa garpu” “Maaf, sementara catat dulu pertanyaan ini dan kirim e-mail saja ke saya. Tak tahan, saya pergi sebentar, ada perlu” “Kemana?” “Ke closet – ada orang-orang “trampil” yang ingin terlihat cantik dan tampan agar mempesona ketika tampil di TiVi,… maaf” (pudji)

14


e-paper KC november 2009

BERITA NASIONAL POLITIK-KRIMINALITAS-HUKUM-SOSIAL

(TIDAK ADA BERITA KARENA INDONESIA BAIK-BAIK SAJA)

15


e-paper KC november 2009

HAI MA! Sajak Oleh: Wahyu Sulaiman Rendra Ma ! Bukan maut yang menggetarkan hatiku Tetapi hidup yang tidak hidup karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya Ada malam-malam panjang aku menyusuri lorong panjang tanpa tujuan kemana-mana Hawa dingin masuk ke badanku yang hampa padahal angin tidak ada Bintang-bintang menjadi kunang-kunang yang lebih menekankan hadirnya kegelapan Tidak ada pikiran tidak ada perasaan tidak ada suatu apa Hidup memang fana Ma Tetapi keadaan tak berdaya membuat diriku tidak ada Kadang-kadang aku merasa terbang ke belantara dijauhi ayah bunda Dan ditolak para tetangga atau aku terlantar di pasar aku berbicara tetapi orang-orang tidak mendengar Mereka merobek-robek buku dan mentertawakan cita-cita Aku marah aku takut aku gemetar namun gagal menyusun bahasa Hidup memang fana Ma Itu gampang aku terima tetapi duduk menekuk lutut sendirian di sabana membuat hidupku tak ada harganya Kadang-kadang aku merasa ditarik-tarik orang kesana kemari mulut berbusa sekedar karena tertawa hidup cemar karena basa-basi dan orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran edan yang tanpa persoalan atau percintaan tanpa asmara dan senggama yang tidak selesai Hidup memang fana tentu saja Ma Tetapi akrobat pemikiran dan kepalsuan yang dikelola mengacaukan isi perutku lalu mendorong aku menjerit-jerit sambil tertawa kenapa Rasanya setelah mati berpulangkan tak ada lagi yang mengagetkan di dalam hidup ini Tetapi Ma setiap kali menyadari adanya kamu di dalam hidupku ini aku merasa jalannya arus darah di sekujur tubuhku kelenjar-kelenjarku bekerja sukmaku menyanyi dunia hadir cicak di tembok berbunyi tukang kebun kedengaran berbicara kepada putranya hidup menjadi nyata fitrahku kembali Mengingat kamu Ma adalah mengingat kewajiban sehari-hari kesederhanaan bahasa prosa keindahan puisi-puisi kita selalu asyik bertukar pikiran ya ma masing-masing pihak punya cita-cita masing-masing pihak punya kuwajiban yang nyata Hai Ma apakah kamu ingat aku peluk kamu diatas prahu ketika kamu sakit dan aku tenangkan kamu dengan ciuman-ciuman di lehermu Masya Allah aku selalu kesengsem pada bau kulitmu ingatkah waaktu itu aku berkata kiamat boleh tiba hidupku penuh makna haahaa wah aku memang tidak rugi ketemu kamu di hidup ini dan apabila aku menulis sajak aku juga merasa bahwa kemarin dan esok adalah hari ini bencana dan keberuntungan sama saja langit di luar langit di badan bersatu dalam jiwa sudah ya Ma! jakarta, juli 92

Susunan Redaksi Kepala Redaksi Arista Budiyono Redaktur Roni Octafian Adi Pujo Gandhie Qadarian Bahagia Chandra Tri

Tata Visual RoniOcta Penanggung Jawab Komunitas Kenduri Cinta Alamat Redaksi Jalan Cempaka Putih Barat XI/7 No. J15 Cempaka Putih - JakPus Telp: 021.237.22707 e-mail: redaksi@kenduricinta.com Person: 0898.899.48876 (aris) Jejaring Sosial: kenduricinta

Tabloid ini dibuat dalam versi online/format PDF. Dapat diunduh secara gratis di web komunitas. Tidak untuk diperjualbelikan. Untuk korespondensi dan informasi dapat menghubungi redaksi.

16


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.