KINE GUIDE BOOK
http://kineklub.lfm.itb.ac.id/
7 SINS
FOREWORDS Liga Film Mahasiswa ITB dengan bangga mempersembahkan: Kine Guide Book edisi November 2016. Pada edisi kali ini, Kine Guide Book mengangkat tema 7 Sins, atau yang dikenal juga sebagai tujuh dosa pokok. Terdapat sembilan film yang di-review oleh sembilan kru LFM ITB pada Kine Guide Book ini. Kesembilan film ini masing-masing memiliki benang merah, yaitu masing-masing film dapat merepresentasikan salah satu dari ketujuh dosa yang dikategorikan sebagai tujuh dosa pokok tersebut. Kine Guide Book edisi November 2016 ini sekaligus merupakan salah satu sarana pensuasanaan Ganesha Exhibition Programme 2017 yang mengangkat tema serupa. So, selamat membaca and enjoy every sin offered in this book! Penanggung Jawab Kine Guide Book Christopher Fernaldy Kusuma
i
MOVIE REVIEWS LUST DAFTAR ISI Nymphomaniac
WRATH Fury
GLUTTONY La Vieille Dame Et Les Pigeons
The Prestige
GREED Wall Street
SLOTH
ENVY
PRIDE
Hacksaw Ridge There Will be Blood
Somewhere
7 SINS
Se7en ii
CONTENTS Forewords
i
Movie Reviews
ii
Contents iii Contributors
v
LUST 1 GLUTTONY
5
GREED
9
SLOTH 14
iii
WRATH 17 ENVY 21 PRIDE 25 7 SINS 32
iv
CONTRIBUTORS Akmal Umar (MS ‘15)
Muhammad Rizki Duwinanto (IF ‘15)
Muhammad Khalid (KL ‘14)
v
Christopher Fernaldy Kusuma (MS ‘15)
Mochamad Nandradi Toyib (EL ‘14)
Difa Rakaditya (MA ‘15)
vi
Johanes Deninov (SI ‘15)
Satrio Bagus Prabowo (TM ‘14)
Damar Bagaskoro (FI ‘15)
vii
LL UU SS TT
1
NYMPHOMANIAC Nymphomaniac /ˈnɪɱfoʊ ˈmeɪniæk/ n. seorang perempuan yang memiliki nafsu seksual berlebihan.
Tahun: 2013 | Durasi: 325 menit (Kedua volume, uncut) | Sutradara: Lars von Trier | Produser: Marie Cecilie Gade, Louise Vesth | Negara: Denmark, Belgia, Perancis, Jerman | Pemain: Charlotte Gainsbourg, Stacy Martin, Stellan Skarsgård, Shia LaBeouf, Christian Slater, Jamie Bell, Uma Thurman, Willem Dafoe, Mia Goth, Sophie Kennedy Clark, Connie Nielsen, Michaël Pas, Jean-Marc Barr, Udo Kier Birahi merupakan nafsu yang primal. Berasal dari dasar naluri manusia yang terdalam, birahi merupakan nafsu yang mudah meluap-luap dan sering kali sulit ditampung. Mungkin keberadaan birahi pada manusia merupakan hal yang evolusioner, dengan fungsi untuk memotivasi reproduksi agar keberlanjutan spesies dapat berjalan dengan lancar dan bersemangat. Namun, sering kali ‘motivasi’ ini berlebih sehingga seseorang akan merasa bahwa berhubungan seksual alih-alih untuk memperbanyak turunan, namun semata-mata untuk memuaskan hasrat untuk mencapai
kenikmatan dan melangkahi aspek-aspek lain yang dianggap penting dalam berhubungan seksual yang konvensional dan ‘diterima oleh masyarakat’ seperti hubungan emosional, kesebayaan umur, dan sebagainya. Sifat ini, sering kali dalam bahasa inggris disebut lust, tercermin secara maksimal dalam film Nymphomaniac karya sutradara eksentrik Lars von Trier.
2
Nymphomaniac bercerita tentang seorang wanita paruh baya, Joe, yang menceritakan kehidupannya kepada seorang pria tua yang bernama Seligman. Dalam ceritanya, Joe mengaku sebagai seorang nymphomaniac, sebuah pernyataan yang diperkuat dengan perjalanannya memanfaatkan dan berhubungan seksual dengan sebanyak mungkin pria. Joe tidak merasakan perasaan apa-apa terhadap orang yang ia setubuhi, tidak keberatan dalam memutuskan hubungan mereka, dan lanjut mencari pria lain yang akan ia nikmati.
Film ini terbagi menjadi dua volume. Volume pertama menceritakan flashback Joe ketika ia relatif lebih muda (diperankan oleh Stacy Martin), sementara yang kedua menceritakan kisah-kisahnya yang sudah relatif lebih tua dan mendekati waktu ketika ia menceritakannya (diperankan oleh Charlotte Gainsbourg). Volume pertama terkesan lebih steamy dengan lebih banyak scene bersetubuh dan pengembangan cerita yang cepat untuk menetapkan dasar kokoh untuk ke depannya. Volume kedua lebih fokus ke pengembangan sifat Joe ketika ia sudah mulai semakin dewasa dan penyelesaian masalah ketika berbagai konflik mulai ia hadapi.
Tokoh Seligman kerap kali mengaitkan cerita-cerita Joe dengan pengetahuan-pengetahuan yang ia miliki, seperti memancing, musik, buku, atau sejarah. Hal ini menarik dimana ketika cerita-cerita dari mulut Joe terdengar sederhana namun vulgar dan subjektif, sudut pandang Seligman dapat menjadi counterpart-nya berupa kompleks namun manusiawi dan objektif, sehingga film yang terkesan art house ini dapat terlihat sebagai analisis mendalam akan psikologi Joe dan keberadaannya dalam masyarakat.
Joe sendiri merupakah tokoh yang baik, well-written dan well-acted, dengan konsistensinya dalam memandang kepuasan sebagai suatu hal yang harus dicapai serta sifatnya yang binal sekaligus sedikit sosiopatis. Scene-scene dimana ia bersetubuh juga realistis dan terkadang membuat berpikir apakah scene tersebut benar-benar simulated. Casting sedikit aneh karena logat Stacy Martin dan Charlotte Gainsbourg terdengar berbeda dan bentuk muka mereka pun mudah dibedakan. Walau begitu, keduanya melakukan perannya dengan sangat baik dan cukup mirip untuk memerankan Joe
3
Setiap selesai berhubungan seksual, Joe sering kali akan dihubungi oleh pria tersebut yang berharap bisa menjalin hubungan dengan serius. Joe, tidak peduli dan selalu lupa akan pria yang mana yang menghubunginya, menggunakan kocokan dadu untuk menentukan respon macam apa yang akan ia berikan. Ini menunjukkan betapa tak acuhnya Joe dengan pasangan seksualnya dan bahwa ia hanya ingin semata-mata berhubungan seksual. Kontras, Joe pada waktu present merasa bahwa ia adalah manusia yang buruk, dimana ia sadar bahwa perlakuannya kepada lelaki-lelaki ketika ia masih muda adalah jahat dan punishable. Nymphomaniac memang menceritakan tentang wanita dan perjalanannya mencari kenikmatan yang tak ada duanya, namun bisa ditinjau lebih dalam dari itu. Lars von Trier menggunakan seks sebagai platform yang melambangkan feminisme dan kebebasannya dalam melakukan apa saja. Joe mengutuk dirinya berkali-kali dan memperlihatkan rasa bersalah dan sesal. Fluktuasi emosional ini bisa berujung depresi dan mungkin self-harm. Ini juga memicu isu sosial akan pengucilan wanita-wanita di sekitar kita. Apakah semua keburukan yang dilakukan oleh Joe akan tidak begitu berarti apabila Joe adalah seorang pria? Hal tersebut juga mungkin bisa disangkutkan dengan nama tokoh utama film ini yang unisex. Secara umum, Nymphomaniac berhasil menyajikan film bermakna dalam dengan tokoh-tokoh yang kontras dan kompleks dengan bungkusan art house yang kontroversial namun menarik.
AKMAL UMAR 4
5
GGLLUUTTTT OO NN YY
LA VIEILLE DAME ET LES PIGEONS Tahun: 1997 | Durasi: 24 menit | Sutradara: Sylvain Chomet | Produser: Didier Brunner, Bernard Lajoie | Negara: Perancis, Belgia, Inggris Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Banyak keinginan yang diinginkan manusia, entah itu berguna atau hanya untuk memenuhi ego semata. Salah satu keinginan dasar manusia yang tidak akan pernah hilang adalah keinginan untuk makan. Film ini bermula dengan diperlihatkannya keluarga yang tengah berlibur ke Paris. Mereka mengambil foto dengan menara Eiffel sebagai latar belakangnya. Seorang laki-laki separuh baya mengamati mereka dengan tatapan iri. Tak ada yang aneh dengan adegan tersebut. Semua terlihat lumrah hingga pada saat laki-laki tersebut mengambil popcorn milik keluarga tersebut yang telah jatuh.
Seiring berjalannya film, semakin terlihat perbedaan mendasar antara laki-laki paruh baya tersebut dalam dunia dalam film tersebut: bentuk tubuh mereka. Laki-laki paruh baya dengan perutnya yang buncit, mungkin karena penyakit busung lapar, dengan manusia dan makhluk lainnya yang terlihat makmur dengan tubuhnya yang gemuk, bahkan terlalu gemuk.
6
Dalam perjalanan pulang, dia melihat seorang nenek yang sedang memberi makan burung merpati. Melihat perbedaan keadaan antara dia dan burung merpati membuat laki-laki tersebut semakin iri. Bagaimana tidak? Kehidupannya yang kekurangan terlihat dengan makan malamnya yang hanya dengan ikan kecil yang hanya kepalanya saja tersisa. Tertidur dalam keadaan lapar dan diawasi oleh segerombol burung merpati membuat mimpi dari laki-laki tersebut menjadi sebuah pencerahan dan petunjuk bagi penonton Setelah mencari tempat tinggal dari nenek yang ditemuinya di taman, laki-laki tersebut membuat sebuah kepala burung merpati agar dirinya terlihat semakin mirip dengan burung merpati. Kepala tersebut dibuat dengan mencabuti bulu dari seekor burung merpati yang dia bawa ke rumahnya. Mendapati bulunya hilang, burung merpati tersebut kehilangan kemampuannya untuk terbang dan ia mengejar serangga yang ada di rumah laki-laki untuk mendapat makan. Film yang berkisah tentang keinginan dasar manusia untuk makan ini, dibuat dalam bentuk animasi pendek. Layaknya film animasi 1990-an pada umumnya, film ini terfokus pada visual yang ingin ditampilkan. Animasi yang serba sederhana, baik pada latar, objek utama, maupun transisi yang sederhana, memberikan kemudahan dan kesan simplisitas bagi penonton untuk tanggap dengan hal-hal yang terjadi dalam layar. Dengan penggunaan dialog yang hampir tidak ada sama sekali, hanya gumaman dari tokoh, membuat film ini terasa lebih intim. Tanpa adanya banyak dialog dan hanya menonjolkan perilaku visual, memberikan penonton pemahaman lebih dengan karakter yang ditampilkan. Seperti halnya kita dan ego kita, dimana saling mengerti satu dan lainnya tanpa perlu adanya percakapan. Penggunaan sound dalam film ini juga sangat membangun atmosfer yang dibentuk dalam film. Sound yang sepi di awal konflik yang semakin ramai terdengar di pertengahan film mencerminkan keadaan perut yang dialami oleh laki-laki paruh baya.
7
Walaupun terlihat seperti film yang “enteng”, namun film ini memberikan pesan yang dalam. Bagaimana seseorang harus tetap hidup dalam lingkungan yang kurang mendukung sangat mencerminkan tentang perbedaan kondisi sosial yang terjadi dalam realitas dunia. Bagaimana orang yang berkecukupan hanya memandang kondisi “buruk” di sekitarnya dengan sebelah mata. Bahkan ketika orang sadar akan realita yang terjadi tidak lantas membuat manusia beraksi. Konklusi yang ditemukan oleh laki-laki paruh baya ini juga memiliki sebuah pesan menarik. Seorang manusia yang bertingkah menjadi hewan untuk mendapatkan perhatian manusia lainnya merupakan sebuah realita yang tidak bisa dipungkiri terjadi di dunia ini. Hal ini dapat terlihat bagaimana perlakuan hewan peliharaan yang dimiliki oleh orang yang berkecukupan lebih manusiawi dibandingkan perlakuan terhadap orang yang lebih membutuhkan.
“Yang kuat memakan yang lemah,” pernyataan itu benar terjadi di kehidupan ini bahkan untuk urusan makan yang merupakan elemen penting untuk hidup tidak terlepas dari pernyataan tersebut. Manusia memang harus selalu berusaha untuk hidup sejahtera. Namun, manusia diciptakan sebagai makhluk yang tidak lepas dari kehidupan sosial tidak seharusnya lupa dengan keadaan yang lebih membutuhkan hingga menyebabkan manusia lainnya berupaya mengubah jati diri mereka sendiri sebagai manusia.
MUHAMMAD KHALID 8
GG RR EE EE D D
9
WALL STREET Tahun: 1987 | Durasi: 126 menit | Sutradara: Oliver Stone | Produser: Edward R. Pressman | Negara: Amerika Serikat | Pemain: Charlie Sheen, Michael Douglas, Martin Sheen, Daryl Hannah, Terence Stamp.
Tempat bermain uang, menjual uang, membeli uang, dan mengendalikan/dikendalikan oleh uang. Wall Street sampai sekarang adalah sebuah kasino besar untuk para konglomerat dan orang-orang white collar untuk menjatuhkan atau menaikkan reputasi dan kondisi keuangan mereka secara instan. Wall Street yang terletak di kota New York menjadi sebuah tempat ibadah bagi mereka yang menuhankan uang dan modal. The city that never sleeps, ialah sebutan untuk kota New York, dan di dalamnya, Wall Street, ialah tempat uang yang tidak pernah tidur. Film Wall Street (1987) yang disutradarai oleh Oliver Stone dibuka dengan sang tokoh utama, Bud Fox (Charlie Sheen) berjalan di kota New York menuju tempar bekerjanya. Seorang broker saham muda yang ingin mencapai cita-citanya yang sama seperti orang-orang asing yang datang ke Amerika, to get a shit load of money. Menjadi big player ialah yang ia inginkan. Menjadi orang yang ditelepon broker saham ialah tujuan hidupnya, seperti Gordon Gekko (Michael Douglas). Gordon yang merupakan big player dalam Wall Street adalah bagaikan nabi untuk Fox. 10
Sebelum saya mau membahas teknis perfilman yang menurut saya cukup pas, dan dialog-dialog tentang saham, ekonomi, uang, dan nafsu yang cukup membawa suasana ditambah dengan setting New York yang cukup gelap, ada satu hal dalam film ini yang menurut saya akan menjadi poin utama saya dalam menulis. Mungkin saya akan paparkan sebuah kalimat dalam film yang diucapkan Gordon Gekko di bawah sini terlebih dahulu (Maaf, spoiler)
“Greed, for the lack of better word, is good� Serakah itu baik. Sekitar itu artinya. Baik? Bukannya serakah itu adalah sebuah dosa, dan dimana dosa itu pasti tidak baik? Serakah itu merupakan dosa di agama-agama Abrahamik seperti Kristen dan Islam. Dalam Kristen, greed merupakan salah satu 7 dosa besar (deadly sins), dan dalam Islam, menjadi orang serakah dalam arti mengumpulkan banyak harta tanpa mengingat Allah. Tanpa mengingat bahwa uang lebih baik dibagikan daripada dimiliki sendiri. Dan dengan kata lain, orang yang serakah dijatuhi hukuman dikirim ke Neraka kelak di akhirat (pada dasarnya, dosa)
Namun, alih-alih menjadikannya langsung bahwa keserakahan atau greed dan orang-orang yang menggunakan sifat ini langsung dijadikan sebagai orang yang kalah, harus belajar lagi dan sebagainya, Oliver Stone selaku pembuat film dapat menjelajahi sifat salah satu 7 dosa besar ini untuk tidak sekedar dihakimi dan langsung diejek. Stone menggunakan sifat ini untuk mengeksplor karakter dari Gekko dan Fox, dan membawa kita ke kompleksitas dunia pasar saham khususnya Wall Street. Fox, yang awalnya seorang yang lugu (meskipun berambisi besar), kemudian
rela untuk melanggar etika, demi bisa mencicipi hasil kerja seperti yang dihasilkan Gekko. Itulah perbuatan Greed untuk Fox. Dan Greed untuk Gekko, sudah seperti teman terbaiknya. Bahkan jika dalam film dia diceritakan sudah menikah, pernikahan yang memaknainya ialah pernikahan ia dengan kerakusan untuk mencari uang. Greed dalam hal inilah yang akan mendorong seorang Gekko untuk tetap bisa melihat Fox sebagai “dirinya yang muda�. Melihat Gekko dalam film ini, dengan taktik bisnisnya yang licik dan doyan mengobrak-abrik perusahaan kecil, itu seperti melihat Asher Adelman dan Michael Milken, yaitu seorang pebisnis yang sering terlibat kejahatan white collar. 11
Penuturan film ini tidak hanya diperkuat dengan 2 karakter greed-driven kita, yaitu Fox dan Gekko. Dalam film ini, salah satu karakter penting yang perlu diperhatikan ialah ayah dari Fox, Carl (Martin Sheen). Ayah dari Bud Fox yang merupakan hanya seorang mekanik untuk sebuah perusahaan pesawat, merupakan gambaran dari kalangan working class di Amerika Serikat. Cukup hidup sederhana, tidak bermimpi mempunyai uang banyak, dan dari penggambaran di film, sepertinya dia adalah seorang pria kebapakan (dari sifatnya yang selalu menasihati Bud). Namun, pentingnya dari karakter Carl di sini ialah posisi dia menjadi anti greed atau anti rakus, atau dengan kata lain, berlawanan dengan Gordon Gekko. Carl adalah seorang anggota union atau dalam kamus bahasa dari para korporat Amerika Serikat, mimpi buruk. Orang-orang seperti Carl lah dalam film yang merupakan penghalang Gekko untuk mencapai greed. Dalam film, pada saat mereka dipertemukan untuk membahas akusisi, Carl lah yang paling lantang menyuarakan untuk tidak setuju terhadap pembelian Gekko. Karena dalam pandangan Carl, Gekko ialah orang licik yang akan menghancurkan perusahaan. Dan dalam sepanjang film, jika diibaratkan Gekko adalah iblis di pundak kiri Bud Fox, maka ayahnya Carl Fox, adalah malaikat kecil yang berada di pundak kanan Bud. Pertarungan antara setan dan malaikat untuk menarik Bud ke masing-masing sisi mereka adalah inti karakterisasi dari film ini Sebenarnya, premis film Wall Street dalam menuturkan ceritanya sebenarnya simple. Film ini mempunyai formula yang cukup umum sepertinya. Alur cerita orientasi – komplikasi – resolusi itulah yang dipakai. Kisah seorang Bud Fox, datang ke kota besar, bermimpi untuk bisa menang jackpot dalam perjudian terbesar di Amerika (Wall Street), bertemu dengan sebuah life changer (memasuki persoalan atau bagian tengah film), mencapai puncak konflik, kemudian terjadi resolusi dengan sang karakter utama dan mungkin para penonton
bisa memetik pesan moral. Fine. Namun, ada hal lain. Oliver Stone sungguh jeli dalam memperlihatkan detail. Dan dengan memperlihatkan detail-detail ini, penonton dapat merasa memasuki dunia Wall Street dalam tahun 1980an. Misalkan, pada awal film, Fox dan teman brokernya sedang menunggu jam 9.30. Pada saat itu, disorotlah sekitar-sekitar Fox sehingga bisa didapati betapa tegang suasana dari ruang para broker. Dan tibalah 9.30 , semua orang rebut dirinya sendiri untuk bisa menjual saham. A life at the office untuk Fox
12
Kemewahan biasanya merupakan target dari para pemilik uang yang berlebih. Dan biasanya, dalam film, kemewahan sering banyak ditampilkan dengan detail. Namun, dalam film ini, kemewahan yang berlebih dan excess sering sekali disamarkan. Misalkan, dalam film, kita melihat apartemen lama dan
yang baru milik Bud Fox dengan tidak jelas, hal itu digelapkan dalam setting dan shooting. Sepertinya, Oliver Stone tidak ingin penonton untuk menikmati hasil pembelian para karakter greed-driven kita dengan uangnya. Melainkan Oliver Stone ingin melibatkan kita pada proses mendapatkan uangnya
Kita lebih dimanjakan dengan adegan-adegan transaksi, bisnis, rapat, dan bahkan pada saat Bud ingin meng-confront Gekko karena penipuan, adegan tersebut cukup lama untuk direkam, sehingga kita bisa masuk perasaan dan tensi yang dibuat di situ.
Oliver Stone kemungkinan ingin mengkritik dari kisah kapitalisme yang terjadi di Wall Street. Kapitalisme, yang merupakan jantung berdirinya dari Wall Street itu sendiri, ternyata juga ada jantung (heartception?), yaitu greed. Namun, ini bukan hanya sekedar kritikan. Ini juga sebuah potret. Potret dari kisah kecil seorang anak yang ingin menghasilkan uang lebih, namun larut dalam sebuah perasaan yang justrunya membuatnya berlebih, yang akhirnya di sendiri harus dihukum. Sebuah kisah penuh moral yang dijalankan Stone dalam film ini, mulai Bud Fox yang lugu, bertemu Gekko, menjadi sedikit seperti Gekko, kehilangan teman, bermain licik, terkena batunya dari Gekko, dan akhirnya ditangkap SEC dan jatuh bersama Gekko. Memang film Wall Street hanya seperti kisah yang berakhir penuh pesan moral untuk penonton. Tokoh greed – driven akhirnya jatuh dan berakhir seperti berceramah bahwa inilah keburukan kapitalisme Wall Street dan greed is bad. Namun, jika melihat lagi filmnya, dan melihat adegan ketika Gekko berpidato di depan para pemegang saham Teldar yang sedang terpuruk dan kalimat yang saya tulis di awal tulisan ini diucapkan, mari kita berpikir. Benarkah greed buruk ? Bisakah dia baik? Greed bisa membuat kita kaya, penuh uang dan membeli barang-barang sesuai kebutuhan. Greed bisa membuat Bud Fox membeli apartemen baru, memberikan uang lebih ke ayahnya. Namun, di lain sisi, Greed lah yang bisa membuat Gekko untuk mengobrak-abrik saham dari perusahaan ayah Bud Fox. Ada baik dan buruknya. Dan jika kita piker-pikir lagi dalam film, jika Bud Fox mengadu Gekko ke pihak yang berwajib, Gekko masih bisa berada di atas, dan Greed mungkin adalah good. Jadi sekali lagi, Is or Is not Greed Good? MOCHAMAD NANDRADI TOYIB 13
14
SS LL OO TT H H
SOMEWHERE Tahun: 2010 | Durasi: 98 menit | Sutradara: Sofia Coppola | Produser: G. Mac Brown, Roman Coppola, Sofia Coppola | Negara: Amerika Serikat | Pemeran: Stephen Dorff, Elle Fanning, Michelle Monaghan
Somewhere (2010) adalah film panjang karya Sofia Coppola (Lost in Translation, Marie Antoinette) yang menceritakan kehidupan seorang aktor baru terkenal bernama Johnny Marco (Stephen Dorff) dalam menjalani hiruk pikuk dan kemewahan hidup selebriti, sembari menanggapi kedatangan anak perempuan kecilnya, Cleo (Ellie Fanning), yang selama ini hidup terpisah bersama ibunya. Walaupun terdengar seperti film tentang kehidupan selebriti yang berujung pada bertobatnya beliau dari kehidupan hedonisnya, Somewhere menampilkan sisi kehidupan selebriti pada bagian siklus rutinitas yang membosankan melalui bermacam-macam scene dengan aktivitas stereotype seorang artis yang dikuliti dari keindahannya. Mulai dari opening shot dari Johnny mengendarai Ferrari yang berputar-putar di padang pasir, seks dengan berbagai wanita, hingga melakukan pekerjaannya dalam menghadiri press conference dan awarding ceremony, Stephen Dorff berhasil menampilkan Johnny Marco sang artis sebagai seorang manusia yang kehilangan jiwanya, terdisposisi dari habitat dan tubuhnya sembari mencoba untuk bertahan pada gaya hidup normalnya. 15
Somewhere juga memberikan warna tersendiri dalam menampilkan Cleo sebagai lebih dari sekadar malaikat kecil perubah resolusi akhir cerita. Cleo ditampilkan sebagai seorang anak perempuan independen dengan berbagai keterampilan, namun tetap memiliki kebutuhan akan perhatian dari ayahnya sehingga menimbulkan suatu simbiosis mutualisme di mana keduanya saling memenuhi kebutuhannya satu sama lain, seperti yang terlihat pada scene mereka bermain Guitar Hero bersama dan scene Cleo dan Johnny di kolam renang. Kedua hal ini memperlihatkan Somewhere sebagai suatu film yang unik, tidak hanya dengan berusaha menghumanisasi gemerlapnya show business secara personal dan bukan menonjolkan dikotomi terang-gelap yang sudah cenderung basi, namun juga menjangkau life crisis manusia pada umumnya yang menyebabkan isolasi dari arus dunia yang kejam.
Film pemenang penghargaan Golden Lion pada 67th Venice International Film Festival selaku film terbaik ini merupakan perpaduan dari usaha Sofia untuk menghadirkan tema isolasi dari sudut pandang lelaki, keinginan membuat film dengan teknis sederhana setelah membuat Marie Antoinette yang extravagant, dan secuplik pengalaman Sofia selaku anak dari sutradara terkenal Francis Ford Coppola (The Godfather). Penggunaan lensa lama milik Francis, tone warna film yang minimalis, dan sinematografi yang rileks seperti penggunaan zoom lambat pada scene berjemur di kolam renang menimbulkan kesan film lama yang sekaligus memisahkan dirinya dari stigma film kehidupan selebri-
ti lainnya yang penuh hingar bingar.. Salah satu contoh aplikasi pengalaman Sofia adalah pemilihan latar hotel Chateau Marmont sebagai lokasi utama dari film, di mana Chateau Marmont pada nyatanya merupakan lokasi pelarian dari banyak selebriti untuk menyendiri atau berperilaku liar. Tak lupa juga penggunaan soundtrack film yang sangat pintar dan mendukung keinginan dari setiap kemunculannya pada adegan film, mulai dari lagu Foo Fighters sebagai pengantar pole dancer dalam menghibur Johnny yang bosan dengan tarian konvensional hingga versi intim dari You Only Live Once milik The Strokes sebagai pengiring dekatnya Johnny dan Cleo saat berjemur di kolam renang.
Pada akhirnya, Somewhere memperlihatkan suatu kebutuhan akan manusia dalam menyeimbangkan dirinya dengan terus bergerak dalam memenuhi tujuannya dalam hidup. Tujuan ini pun tidak akan berhenti di tempat ataupun berada di jalan yang mudah dilihat, namun akan terus bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Ada kemungkinan untuk ditemukan dan tidak ditemukan, tapi keberadaannya tidak dapat diragukan
It’s not there, but it’s there, somewhere. SATRIO BAGUS PRABOWO 16
W WRRAATTH H
17
FURY
Tahun: 2014 | Durasi: 134 menit | Sutradara: David Ayer | Produser: Bill Block, John Lesher, Alex Ott, Ethan Smith, Brad Pitt, David Ayer | Negara: Amerika Serikat, Inggris | Pemain: Brad Pitt, Logan Lerman, Shia LaBeouf, Michael PeĂąa, Jon Bernthal, Jason Isaacs, Scott Eastwood Film garapan David Ayer ini merupakan film perang ini menceritakan akhir dari perang dunia kedua, dimana sekutu sudah mencapai daratan Jerman. Film ini menceritakan perjalanan tank bernama “Furyâ€? yang sedang menjalankan misinya untuk mengakhiri perang di April 1945 tersebut dengan kru yang di antaranya adalah Wardaddy, yang diperankan oleh Brad Pitt, Bible, yang diperankan Shia Labeouf, CoonAss, yang diperankan Jon Bernthal,
yang diperankan Jon Bernthal, Gordo, yang diperankan Michael Pena, dan Norman, diperankan Logan Lerman, yang merupakan typewriter US Army yang baru bergabung dengan tank Fury sebagai pengganti dari salah satu kru mereka yang meninggal. Norman yang sangat naif dan pengikut agama yang taat belum terbiasa dengan realita peperangan yang keji, karena baru memasuki medan peperangan sebagai infanteri.
18
Cerita ini menggambarkan latar peperangan yang walau sudah seperti akan menang, tetapi musuh masih belum menyerah dan terkalahkan. Di film ini cerita tersebut menceritakan kepahlawanan dan mempertahankan idealisme anti-Nazisme dan cinta kepada tanah air. Scene yang sangat menggambarkan kerasnya idealisme dan kekejian perang adalah ketika Norman tidak mau membunuh prajurit Jerman yang sudah menyerah dan ingin memaafkan serta memberinya belas kasihan, kemudian dipaksa oleh Warddady untuk menembak prajurit. Plot yang digambarkan sangat menggambarkan perkembangan karakter khususnya Norman, dari yang tidak kuat dengan jalannya peperangan hingga menjadi pahlawan yang berjuang untuk mempertahankan tank mereka dengan bergabung dengan Wardaddy. Mungkin plot ini cocok sebagai film perang yang baik dan memang sebenarnya adalah suatu film yang menggambarkan perang dan patriotisme prajurit dengan pesan yang seharusnya dibawakan oleh film patriotisme. Tapi, terkadang pembawaan valor yang ada dengan cerita imajinasi nonrealistis, dimana tentara Jerman yang digambarkan masih bertarung kuat secara eksplisit bisa dikalahkan oleh lima orang saja, dapat dinilai berlebihan, namun masih tetap ditolerir karena mungkin penulisan film memang dibuat di sudut pandang agar valor dan patriotisme tetap ada. Secara teknis mungkin film ini dapat dinilai sangat baik untuk menjadi film yang buruk, seperti shot yang ada pada scene pertempuran tank dan pertempuran final. Tentunya teknis dibawa dengan super dari segi shot dan lighting yang ada dan properti yang realistis, kecuali PAC dari tank yang tidak harus diisi ulang.
19
Akting yang bagus juga sangat ditunjukkan, khususnya performa oleh Brad Pitt dan Logan Lerman dalam film ini dengan terlihatnya kedekatan yang emosional yang dibangun dari paksaan hingga kasih sayang dari bapaknya ke anaknya. Kemudian, karakter utama lainnya yang menggambarkan ke-chaosÂŹan dengan baik dan dengan aksi perang yang dibawakan karakter seperti layaknya film blockbuster. Pemeran pendukung juga memainkan akting yang cukup baik seperti karakter Emma, meskipun kadang masih terlihat kaku.
Salah satu yang dapat menjadi ekspektasi dari film ini memang mungkin adalah sifat blockbuster film action perang yang menggambarkan patriotisme, tidak hanya sebuah film yang mengandalkan emosi tetapi realita juga. Saya berkesimpulan bah-
wa tentunya film ini ingin mencapai premis sebagai film perang yang buruk namun berpesan dengan mengambil perjuangan tentara Amerika di akhir perang, dan setelah saya lihat memang film ini mencapai premisnya dengan sedikit flaw dari
plot yang masih sedikit kurang sempurna dengan tidak sinkronnya musuh serta akting pemeran pendukung. Tetapi tetap saja, tentunya film ini bisa dijadikan contoh untuk dijadikan sebagai film perang yang cukup mengesankan.
MUHAMMAD RIZKI DUWINANTO 20
21
EE N N VV YY
THE PRESTIGE Tahun: 2006 | Durasi: 130 menit | Sutradara: Christopher Nolan | Produser: Emma Thomas, Aaron Ryder, Christopher Nolan | Negara: Inggris, Amerika Serikat | Pemeran: Hugh Jackman, Christian Bale, Michael Caine, Scarlett Johansson, Rebecca Hall, Andy Serkis, David Bowie Terkadang kita dapat menceritakan ulang sebuah kisah dalam sebuah film, seperti dalam film biografi. Terkadang juga, kita dapat membeberkan fakta dalam sebuah film seolah-olah melakukan presentasi, seperti dalam film dokumenter. Namun bagaimana jika kita ingin melakukan pertunjukan sulap dalam sebuah film? Tampaknya itulah yang dicoba dilakukan oleh Christopher Nolan dalam film The Prestige (2006). Film The Prestige menceritakan dua orang pesulap: Robert Angier (Hugh Jackman) dan Alfred Borden (Christian Bale) yang saling bersaing. Persaingan mereka dilatarbelakangi dari sebuah kecelakaan di masa lalu ketika mereka berdua masih bekerja bersama-sama. Dimulai dari percobaan untuk mencuri trik hingga saling menjatuhkan pamor pribadi satu sama lain, kira-kira begitulah persaingan yang terjadi di antara Angier alias “The Great Danton” dan Borden alias “The Professor”. Film ini membawa banyak hal yang berkaitan dengan sulap. Berlatar belakang waktu pada abad ke-19 di Inggris, film ini memberi gambaran profesi pesulap di zaman tersebut: profesi yang bersifat begitu magis dan supranatural,
yang dalam kenyataannya, sebagaimana pada film ini, semua itu hanya merupakan trik belaka. Pada saat yang sama, film ini juga memberi gambaran mengenai macam-macam pesulap sebagai seorang art performer melalui diri Angier: pesulap kelas atas 22
, seorang art performer yang piawai dan eksentrik namun dengan kemampuan sulap yang medioker, dan melalui diri Borden: seorang pesulap andal dan rela untuk get his hands dirty namun kewalahan dalam aspek penyajian sulap (salah satunya karena ia tidak seberuntung Angier dalam hal finansial). Selain hal tersebut, aspek sulap lainnya seperti soal membongkar trik sebuah sulap kepada penonton maupun pencurian trik sebagai bentuk persaingan antar pesulap juga ditunjukkan dalam film ini untuk semakin menunjukkan penonton akan jati diri film ini (sulap tentunya) dan membuat penonton lebih tertarik akan hal tersebut. Christopher Nolan sebagai sutradara juga mencoba menampilkan pertunjukan sulapnya sendiri melalui film ini. Lihat saja bagaimana frame-frame yang memberikan hint akan sebuah trik yang disisipkan secara singkat dalam suatu scene maupun shot-shot yang menyembunyikan seseorang atau sebuah objek dari belakang. Aspek-aspek teknis yang diangkat Nolan ini menempatkan penonton seolah-olah sebagai penikmat sulap yang dipertunjukkan secara langsung. Namun, apa yang dijadikan pertunjukkan sulap utama film ini tidak bukan adalah plot-nya. Nuansa kesedihan dan kekosongan film sudah tertuang dari awal hingga akhir film ini dan menjadi babak The Pledge film ini, baik melalui kisah keretakan hubungan Angier dengan Borden, maupun melalui teknis warna abuabu sendu sepanjang film. Selanjutnya, Nolan mampu memperkenalkan karakter kedua tokoh utama yang kuat, menarik, serta unik: dualisme seorang Borden yang disertai dengan dedikasi hidupnya kepada sulap, serta keinginan Angier untuk membalas dendam yang berubah menjadi sebuah obsesi yang mengantarnya hingga Colorado untuk meminta jawab Nikola Tesla (David Bowie). Kedua hal tersebut: nuansa kesedihan dan kekosongan serta karakter kedua tokoh utama dijadikan Nolan sebagai bahan bakar dari konflik yang menjadi babak The Turn. Dan di akhir film, sang sutradara mengajak para penonton yang hampir sepanjang film menerka-nerka trik apa yang digunakan oleh Angier dan Borden selama ini untuk membuktikan hipotesis mereka sendiri 23
Film The Prestige membongkar trik dari pertunjukan sulap film ini sendiri dan menjadikannya sebagai babak ketiga, yaitu babak The Prestige. Meskipun dibongkar, sang sutradara masih mampu untuk membuat penonton tidak berpikir “so what?� setelah mengetahui kedua trik The Transported Man yang berbeda, baik itu milik Borden yang murni deceptive dan telah dicoba untuk ditebak oleh Cutter (Michael Caine), maupun milik Angier yang bersifat scientific dan bahkan bukan merupakan trik sama sekali. Kedua ide yang brilian tersebutlah yang menghalalkan langkah film ini untuk melanggar aturannya sendiri dalam hal membongkar trik sulap dan tetap membuat penonton terkesima akan hal tersebut. Dengan membongkar trik, film ini juga kembali mengangkat isu dari dunia sulap: how becoming a magician demands you a great deal of self-sacrifice. Isu ini dapat dengan mudah muncul ke permukaan, baik itu melalui pengorbanan Borden yang ditampilkan untuk melakukan sebuah trik yang simple, but not easy layaknya Chung Ling Soo, maupun Angier yang rela mempercayakan harta, karier sulapnya, bahkan hidupnya sendiri ke tangan Nikola Tesla. The Prestige dengan semua hal tersebut berhasil untuk menyuguhkan sebuah pertunjukan sulap yang menarik dan entertaining bagi penontonnya. Para penonton dipertunjukkan dengan kisah fiksi tentang persaingan dua orang pesulap yang dibumbui oleh trik-trik brilian serta berbagai macam detail sulap, yang mampu membuat penonton merasa seolah-olah disuguhi oleh pertunjukan sulap yang nyata sekaligus mengenali kehidupan seorang pesulap secara lebih dalam melalui sebuah tontonan yang menarik. Layaknya film Nolan lainnya, The Prestige mampu membuat penontonnya untuk terus terpaku dengan film ini sepanjang film melalui cerita dan plot twist yang dimiliki.
CHRISTOPHER FERNALDY KUSUMA 24
PP RR II DD EE
25
HACKSAW RIDGE
Tahun: 2016 | Durasi: 131 menit | Sutradara: Mel Gibson | Produser: Terry Benedict, Paul Currie, Bruce Davey, William D. Johnson, Bill Mechanic, Brian Oliver, David Permut, Tyler Thompson | Negara: Amerika Serikat, Australia | Pemeran: Andrew Garfield, Sam Worthington, Luke Bracey, Teresa Palmer, Hugo Weaving, Rachel Griffiths, Vince Vaughn Seperti yang kita ketahui, Mel Gibson dapat dikatakan sukses dalam karirnya sebagai actor laga film action dan telah berhasil menyutradarai dan memerankan film pemenang Academy Award yang berjudul Braveheart (1995). Setelah sukses pula menyutradarai The Passion of Christ (2004) dan Apocalypto (2006), Mel Gibson kembali menghadirkan sebuah film layar lebar dan kali ini dia membawa cerita yang berdasarkan pada kisah nyata kehidupan seorang tentara yang berjudul Hacksaw Ridge (2016).
Film ini mengambil latar pada tahun 1945 saat zaman Perang Dunia II dan memfokuskan cerita pada The Battle of Okinawa yang terjadi di tebing Hacksaw. Amerika Serikat berusaha mengambil Okinawa, dikarenakan Okinawa adalah pulau besar yang berada di dekat Pulau Jepang dan mereka berniat untuk mendirikan markas pesawat di sana. Amerika percaya bahwa mengambil Okinawa merupakan kunci untuk memenangkan perang melawan Jepang. Dibalik setiap kisah perang, pastilah terdapat 26
seorang pahlawan yang hebat di dalamnya. Kisah ini menceritakan pride seorang tentara yang mempertahankan ideologi miliknya dalam menjalani hidupnya dalam militer. Walaupun banyak yang menentang dan bahkan membenci ideologi miliknya, pada akhirnya dia berhasil mempertahankan ideologi miliknya dan mendapatkan penghargaan tertinggi dalam militer Amerika, yaitu Medal of Honor.
Pada kisah perang ini, kita dikenalkan dengan tokoh pemuda berama Desmond Doss. Desmond tergolong ‘unik’ dan sangatlah polos untuk pemuda seumurannya. Pemuda asal Virginia ini mengenal Tuhan sejak kecil, dan akibatnya Desmond tumbuh menjadi sosok yang sangat taat pada agama dan selalu menaati semua firman Tuhan yang ada. Desmond selalu ingin berbuat baik dan ingin bermanfaat kepada orang-orang di sekelilingnya. Desmond memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Harold Doss. Sewaktu kecil, Desmond dan Harold suka berjalan dan mendaki bukit yang berada di dekat rumahnya sehingga Desmond dan Harold memiliki kondisi fisik yang bagus. Saat usia mereka beranjak dewasa, sang kakak, Harold, mendaftarkan dirinya ke militer untuk turut mengabdi kepada negaranya dalam Perang Dunia II. Melihat hal itu, Desmond tidak bisa tinggal diam ketika kakak dan bahkan teman-teman sebayanya mendaftar pada militer untuk mengabdi kepada negaranya. Desmond merasa bahwa dirinya haruslah ikut mengabdi kepada Negara dalam Perang Dunia II ini. Dia bisa saja diam di rumah, hidup tenang, dan menikmati pekerjaannya, tapi itu bukanlah hal yang benar untuk dilakukan baginya. Akhirnya, Desmond ikut mendaftarkan dirinya ke militer sebagai medic di medan perang. Sebagai seorang tentara, Desmond menolak untuk membunuh walaupun itu musuh dalam perang sekalipun. Bahkan dia menolak untuk menyentuh senjata api selama dia berada di kamp militer dan berniat untuk tidak membawa senjata api dalam bentuk apa pun ke medan perang. 27
Menurut kepercayaannya, Tuhan memberikan firman yang salah satunya mengatakan “Dilarang membunuh sesamamu�. Dari situ Desmond bertekad bahwa dia tidak akan mengambil nyawa manusia dan menolak untuk menyentuh senjata api yang dapat merenggut nyawa manusia. Oleh karena itu, dia ingin menjadi medic agar dapat menyelamatkan nyawa daripada mengambil nyawa manusia. Masa pelatihannya di militer tidaklah mudah bahkan bagaikan neraka. Kepercayaannya yang menurut orang-orang konyol itu mempersulit masa-masa training Desmond. Walaupun dia lulus dan mengungguli rekan-rekannya dalam segala tes fisik, dia tidak ditolak dalam lingkungan militer karena tidak ingin menggunakan senjata dalam medan perang. Walaupun dihujani banyak halangan dan penolakan di sekelilingnya, Desmond tetap berpegang teguh pada kepercayaannya itu. Hacksaw Ridge pada hakikatnya adalah sebuah film biografi. Dengan kisah yang menyentuh dari perjuangan gigih Desmond Doss dalam menganut kepercayaan yang menurutnya benar, dia berhasil mencapai banyak hal hebat dalam hidupnya. Mengingat ini film perang yang melibatkan kekerasan, kisah inspiratif ini dapat dinikmati mulai dari remaja hingga dewasa.
DIFA RAKADITYA 28
THERE WILL BLOOD
BE
Tahun: 2007 | Durasi: 158 menit | Sutradara: Paul Thomas Anderson | Produser: JoAnne Sellar, Paul Thomas Anderson, Daniel Lupi | Negara: Amerika Serikat | Pemeran: Daniel Day-Lewis, Paul Dano, Kevin J. O’Connor, Ciarán Hinds, Dillon Freasier
Manusia pasti memiliki sifat serakah dan egoisme yang bertahan dan tak mungkin hilang. Sifat serakah ini selalu dekat dengan kekuasaan dan harta dunia. Sifat materialisme dan egois ini juga yang membuat kita lupa berbuat baik kepada orang lain bahkan kepada diri sendiri. Seolah- olah kekayaan harta berbanding terbalik
dengan kepedulian dan kebaikan hati manusia. Sifat ini berkembang dan berbuah dalam diri Daniel Plainview, si penambang minyak terkenal dalam film There Will be Blood. Ke”aku”annya membuat ia tenggelam dalam sebuah penderitaan batin sekalipun ia duduk diatas emas hasil dari usaha pengeboran minyaknya.
29
There Will Be Blood ini bercerita tentang sosok Daniel Plainview dalam mencapai suksesnya sebagai penambang minyak terkemuka abad 20. Dari sekian banyak usaha untuk mencapai kesuksesan dan memperluas daerah penambangannya, satu cerita menarik dan yang menjadi fokus dalam film ini adalah prosesnya menguasai minyak dan tanah Little Boston di California. Little Boston adalah daerah kecil yang gersang namun memiliki potensi cadangan minyak yang sangat besar. Dalam usahanya untuk menyedot semua minyak di Little Boston, banyak pergumulan dengan warga sekitar, salah satunya dengan pendeta perintis aliran “Third Revelation�, Eli Sunday, dan anaknya sendiri, H.W. Plainview. Babak pertama yang membuka film diisi dengan cuplikan dan shot-shot yang cinematic, panjang, dan gelap. Babak awal ini mau menunjukkan keadaan awal Daniel Plainview sebelum sukses dalam bidang pertambangan minyak. Memulai karirnya dari lubang yang gelap, dalam, pengap, dan kotor, sendirian.
Pembukaan film ini terkesan membosankan, karena tidak ada interaksi verbal antara tokoh cerita dan penonton. Adegan-adegan itu tidak memakai narasi ataupun dialog sebagai sarana penyampaian cerita, melainkan memilih melalui adegan-adegan detail yang panjang sehingga penonton diajak sabar untuk mengenal Daniel Plainview
dan mengikutinya berpetualang. Memang bosan, namun dijamin mata kita terpusat dan hati kita dapat merasa pada satu orang yaitu Daniel Plainview dan bagaimana ia merangkak keatas mencapai kesuksesannya. Pembuka ini memang penuh diisi oleh sosok Daniel Plainview dan latar yang sangat mendukung dalam penyampaian karier awalnya.
Singkat cerita, Daniel Plainview menemukan sumur minyak pertamanya dan mengubah perjalanan hidupnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk menguasai bidang pertambangan dan membawanya ke taraf hidup yang lebih baik. Setelah bertahun-tahun nyaman dengan pekerjaan barunya sebagai penambang minyak, ia masih belum puas dengan daerah kekuasaannya.
30
Cerita mulai menarik perhatian ketika Daniel Plainview menjajah tanah Little Boston dan bertemu dengan Eli Sunday. Eli adalah anak salah satu pemilik tanah di Little Boston, dan juga seorang pendeta perintis aliran Third Revelation. Persaingan mereka berdua sangatlah sengit dalam mempertahankan harga diri mereka. Padahal, mereka berjalan pada bidang yang berbeda, namun dihubungkan oleh keserakahan mereka akan uang dan kekuasaan (Eli pendeta terkemuka, dan Plainview penambang sukses). Plainview melihat bahwa Eli menghalangi betul jalannya, dan berhasrat menyingkirkan Eli dari jalannya. Daniel Dey-Lewis membawakan karakter Daniel Plainview dengan sangat apik dan memukau. Karakter seorang pekerja tambang yang arogan dan kasar, sangat pekat terasa dalam diri Plainview, dan Day-Lewis seperti hidup di dalam penokohan Plainview ini. Kita dibuat jengkel dengan sikapnya yang kurang ajar dan dialognya yang ceplas-ceplos dan apa adanya, bahkan terhadap kakek tua dan anak kecil sekalipun. Rasa egois dan tidak mau kalah juga Day-Lewis tunjukan dalam diri Plainview, ketika ia memasang muka terpaksa dan tidak sudi dibaptis oleh Eli, Sosok Plainview yang kaku dan tidak seolah- olah dia kalah saing dengan Eli. mau basa basi (plainly speaking), menunjukkan ambisinya tidaklah main-main.
Terlihat bagaimana caranya bernegosiasi yang tidak mau disetir dan sangat beringas. Bahkan sampai tega menyakiti hati anaknya dan membunuh orang yang mengaku adik tirinya, hanya karena dirinya terusik oleh kehadiran mereka. Semuanya ia lakukan demi mencapai kekuasaan. Dia dengan blakblakan menyatakan bahwa ia benci orang- orang, dalam hal ini sebagai pesaing dan penghambat untuk mencapai tujuannya. Ini bukti bahwa hasil kerja keras yang ia banggakan nanti memang harus ia gapai sendiri. Hasil jerih payah membawanya mencapai kesuksesan, Daniel Plainview dengan harta kebanggaannya, sedangkan Daniel Day-Lewis dengan penghargaan Oscar-nya.
Hal yang paling menarik perhatian saya dari film ini adalah sifat yang Daniel Plainview bawakan dalam cerita, bak seorang vampir yang haus akan minyak (bukan darah), dan dia akan melakukan apa pun agar dapat menghisap minyak tersebut. Film There Will be Blood terasa dark dengan arogansi dan keserakahan membungkus satu cerita film ini. Film ini sukses menghadirkan suasana itu, karena memang film ini tidak jauh- jauh dari sifat para tokoh, terutama Daniel, arogan dan tamak. Tak hanya itu saja, sifat itu dijabarkan dengan tensi persaingan yang tidak kalah seru antara Plainview si penambang dan Eli si pendeta. JOHANES DENINOV 31
7 SINS 32
SE7EN
Tahun: 1995 | Durasi: 127 menit | Sutradara: David Fincher | Produser: Arnold Kopelson, Phyllis Carlyle | Negara: Amerika Serikat | Pemeran: Brad Pitt, Morgan Freeman, Gwyneth Paltrow, John C. McGinley Jika kalian mencari list tentang film thriller/mystery terbaik, kalian hampir pasti akan menemukan Se7en pada list tersebut. Karya kedua dari David Fincher ini mengisahkan tentang upaya dua orang detektif dalam mengungkap sebuah kasus pembunuhan berantai yang menggunakan seven deadly sins sebagai skenarionya. Se7en dibuka dengan cara yang cukup menarik. Film ini dibuka dengan scene perkenalan antara dua orang detektif, Somerset (Morgan Freeman) dan Mills (Brad Pitt). Nama pertama diceritakan sebagai veteran yang akan pensiun sementara nama kedua diceritakan sebagai detektif muda yang baru saja dipindahtugaskan dari kota asalnya. Menariknya, Fincher langsung menempatkan sebuah dialog yang secara frontal memberi gambaran dari watak kedua detektif tersebut pada awal film. Mungkin, Fincher memang ingin membuat penonton langsung mengetahui karakter dari kedua tokoh tersebut di awal film. Terkesan buru-buru sebenarnya. Namun, hal tersebut menjadi masuk akal mengingat “materi� yang harus 33
disampaikan pada film ini memang cukup padat. Jadi, Fincher sepertinya memilih untuk mengenalkan watak karakter utamanya di awal film agar ia dapat menggunakan sisa durasi film untuk menyampaikan “materi”-nya Meskipun memiliki pace yang (well, menurut saya) sangat lambat, tetapi harus diakui bahwa Se7en memiliki script yang tergarap dengan matang. Selain dari opening-nya, kematangan script juga ditunjukkan dari penggarapan karakter John Doe dan tentunya, ending dari film. John Doe (Kevin Spacey) adalah karakter yang tergarap dengan matang. Ia terasa begitu “controlling the game” meskipun secara fisik, ia baru ditampilkan pada sekitar 30 menit terakhir dari film.
Bahkan nama Kevin Spacey tidak dicantumkan pada opening credits. Se7en pun diakhiri dengan ending yang meskipun tidak se-mind blowing The Usual Suspect atau Fight Club, tetapi tetap mampu membuat pikiran penonton cukup tercengang (tidak akan saya jabarkan karena khawatir akan menimbulkan spoiler). Beberapa kritikus bahkan menganggap bahwa kesuksesan Se7en semata-mata hanya karena kecerdasan sang scriptwriter, Andrew Kevin Walker.
34
Namun, saya tidak sepenuhnya setuju dengan anggapan tersebut. Treatment yang dilakukan Fincher pada Se7en lah yang menyababkan berhasilnya cerita yang telah digarap oleh Andrew Walker menjadi sebuah film yang, kalau menggunakan bahasa Wikipedia, neo-noir mystery-thriller. Visual yang disuguhkan adalah kunci sukses dalam menyampaikan suasana yang coba dibangun dalam film ini. Di sinilah kecerdikan Fincher terlihat. Segala hal yang kita lihat pada film terkesan gloomy, baik dari latar tempat yang sering menggunakan tempat-tempat gelap nan kelam sampai tone warna yang digunakan pada film. Satu-satunya tempat yang memiliki suasana “cerah” adalah apartemen Mills. Adanya Istri, F&B, dan binatang peliharaan, menandakan apartemen ini mungkin dimetaforakan sebagai “masih ada tempat yang harus diperjuangkan”. Yang tidak kalah menarik adalah turunnya hujan hampir sepanjang film berjalan. Turunnya hujan ini berhasil menambah nilai dramatis (sekaligus nilai gloomy) pada film, terutama untuk scene dimana Mills nyaris ditembak oleh John Doe. Inilah yang saya suka dari Se7en. Bagaimana sebuah film (atau sutradara tentunya) dapat membuat “dunia” mereka sendiri demi tersampaikannya pesan yang ingin disampaikan. Dan baiknya, Fincher melakukan hal itu dengan baik. Script yang well-written dan kecerdikan Fincher dalam men-treatment film, berhasil membuat Se7en menjadi film mystery-thriller yang komplit. Disturbing picture, darah, pembunuh yang cerdik karakter utama yang “kelimpungan”, dan suasana kelam adalah cara-cara Fincher dalam menyampaikan Se7en. Dapat saya katakan, Se7en is a very dark film. Dark in tone. Dark in Spirit. Maka tidaklah salah jika beberapa kritikus menyebutkan bahwa Se7en merupakan salah satu film ter-dark dalam sejarah film mainstream Hollywood.
DAMAR BAGASKORO 35
design by Dinanti Arghia