catatan bertamu jakarta fim week, jogja-NETPAC asian film festival
edisi desember 2022
2022 in films
upcoming MARVEL 2023 best films of 2022
kineklub’s staff pick
catatan bertamu jakarta fim week, jogja-NETPAC asian film festival
upcoming MARVEL 2023 best films of 2022
kineklub’s staff pick
Daftar Isi Kinefolk Introduction Kinefolk’s Team Catatan Redaksi Catatan Editor
VVIP : Female Focus Films 2022 Best of 2022 Movie Interpretation: I Found You Upcoming Marvel 2023
VVIP : Top 5 Drakor of 2022
Sri Asih Do Revenge The Outfit Cha Cha Real Smooth The Fabelmans Nope Underrated Movies Bodies Bodies Bodies
Catatan Bertamu
Keramat 2 Eksil Marsiti dan Sapi-Sapi Evakuasi Mama Emola Jus Nanas Kue Lapis Percakapan Kecil Holy Spider
2 3 4 6 7 8 11 43 45 47 14 16 18 21 24 26 28 33 31 32 35 37 38 39 40 41 42 Daftar isi
Perjalanandanpetualangandariparawanitauntuk memperjuangkanhal-halyanglebihbesardaridirinyasendiri
(ChinonyeChukwu,2022)
Perjuangan seorang ibu yang berusaha mengungkap adanya rasisme sebagai penyebab hukuman mati anaknya, EmmettTill.
(LilaNeugebauer,2022)
Seorang tentara Amerika yang berusaha beradaptasi kembali dengan kehidupan normalnya setelah mengalami gegar otak dalamperangdiAfghanistan.
(ToddField,2022)
Kisah hidup salah satu music director wanita pertama dan salah satu komposer terbaik di Jerman, Lydia Tar, dalam perjalanan jatuhnya karier musiknya.
(TheDaniels,2022)
Petualangan seorang wanita Tiongkok-Amerika yang terbawa dalam lingkaran perjalanan multisemesta untuk menyelamatkandunia.
(GinaPrince-Bythewood,2022)
(MariaSchrader,2022)
Jurnalisme sebagai kunci perjuangan dua orang wartawan New York Times, MeganTwoheydanJodiKantor, dalam mengungkap kasus kekerasan seksual di Hollywood.
Kisah pasukan tempur perempuanKerajaanDahomey, Afrika, yang bernama Agojie dalammelindungikerajaannya sebagai salah satu kerajaan terbesar di Afrika pada masa lampau.
(RyanCoogler,2022)
Robin Kru’20
Lahir dari tangan Bapak Komik Indonesia–Alm.R.A.Kosasih–sebagai adisatria (padanan superhero dalam BahasaIndonesia)pertamasekaligus adisatria wanita pertama di Indonesia pada 1954, Sri Asih bukanlah sebatas produk komersial waralaba besar semata. Ia menjadi manifestasi mimpi, budaya, dan kemajuan besar dari industri film pahlawansupertanahair.
Sri Asih adalah sebutan bagi manusia yang terpilih untuk menitiskan kekuatan Dewi Asih, sesosok entitas supranatural yang dipercaya sebagai Dewi Keadilan. Film ini memperkenalkan Alana (Pevita Pearce) sebagai titisan Dewi Asih di masa kini. Bersama dengan Kala (Dimas Anggara) dan Tangguh (Jefri Nichol), Alana sebagai Sri Asih harus menghentikan rencana yang hendak membangkitkan kekuatan jahatyangtelahlamaterlelap.
Upi membawakan Sri Asih sebagaimana Ia diciptakan, penuh elemen spiritual dan budaya tanpa
embel-embel science fiction seperti kebanyakan kisah pahlawan super Barat. Adegan ritual penitisan kekuatan Dewi Asih kepada Alana merupakan adegan sakral yang dengan cantiknya menggambarkan aspek budaya sebagai origin story seorang adisatria. Sinematografi, koreografi tari, lantunan gamelan dan musik tradisional, serta mantramantra yang diucapkan berhasil membuat bulu kuduk merinding. Ini bukan sekadar origin story, ini adalah kelahiran yang baru, suci, dan sakral dari seorang Dewi–sebuah mimpi yang telah ditunggu kehadirannyasejakduatahunsilam.
Selain memperkenalkan Sri Asih yang sudah lebih dulu cameo di film Gundala (2019), film ini juga mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dari film JSB (Jagat Sinema Bumilangit)sebelumnya.Melaluisatu adegan singkat dan beberapa selipan pada dialog para tokohnya, Sri Asih memperkenalkan world buildingdariJSByangakanmenjadi fondasi ceritanya hingga beberapa tahun ke depan. Ada
FajarFilmPahlawanSuperTanahAirbanyak easter egg yang bisa ditemukan bagi penonton yang mengikuticeritapadakomiknya.
Film ini merupakan suatu kemajuan besar dari film pendahulunya, Gundala (2019). Penulisan yang lebihrapidanterarah,sinematografi yang tetap mempertahankan tone dark and gritty, serta visual effects yang jauh lebih baik (meskipun terdapat beberapa naik-turun dari segi CGI, tetap tidak mengganggu jalannya cerita) menjadi highlight utamadariSriAsih.Tidakhanyaitu, action dari film ini juga patut diacungi jempol karena dibawakan dengan sangat ciamik, didukung oleh sinematografi dan koreografinya yang dipimpin oleh UwaisTeam.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, Sri Asih siap menjadigerbangpembukabagifilmfilm JSB (Jagat Sinema Bumilangit) selanjutnya dan lebih dari itu, menjadi fajar yang baru bagi filmfilm pahlawan super tanah air selanjutnya. Jangan lupa juga, terdapat satu mid-credit scene yang akanmenjadipetunjukuntukfilmJSB selanjutnya.
Rains Kru’21
Saat scrolling Netflix, Do Revenge tidak terlalu menarikku untuk menontonnya. Dua bulan kemudian, setelah tidak sengaja melihat youtuber Moderngurlz membuat review bahwa film ini adalah “film yang selama ini (mereka) butuhkan”, akupunmemilihuntukmenontonnya. Pada awal film terasa seperti film remaja perempuan pada umumnya: tokoh utama, Drea, menceritakan latarbelakangnyalaludiikutidengan ‘aglimpsetoherlife’dalamkeadaan sempurna. Drea yang cantik, cerdas di sekolah, mempunyai pacar populer, berteman dengan cewecewe populer lainnya di sekolah, tidak takut untuk membela yang benar. Kehidupannya patut dicemburuisemuaorang.Takberapa lama, muncul permasalahan yang menyebabkan ‘downfall’ dari popularitas Drea. Drea yakin bahwa pacarnya lah yang menghancurkan reputasinya. Bertepatan dengan itu, seorang siswi baru bernama Eleanor muncul. Drea yang tiba-tiba berteman dengannya karena satu danlainhalpunmerencanakan
balas dendam terbesar untuk pacarnya dengan Eleanor, di saat ia juga menawarkan untuk membalas dendam Eleanor terhadap siswi lain disekolahmereka.
Narasi di atas terasa lumrah, tetapi dengan keberanian pembawaan cerita yang tidak terlalu ‘serius’ membuatku sebagai penonton dapat menikmati film secara maksimal. Do Revenge lebih berfokus pada pembawaan yang ‘fresh’ daripada nostalgia yang sering ditemukan di film-film remaja. Background music yang digunakan berasal dari musikmusikpopyangsesuaidenganumur penonton, sehingga membuat dunia filmnya terasa memang sedang terjadi pada saat ini juga di belahan duniayanglain.
Omong-omong tentang itu, Do Revenge berlatar di Miami, khususnya di sekolah swasta yang prestisius. Dapat dilihat dari cara berbicara, gaya hidup, cara berpakaian, dan cara bergaul para murid bahwa mereka memang
berasaldarikelassosialteratas.Drea sendiri masuk ke sekolah tersebut melalui beasiswa. Walau dengan keterbatasanekonomiyangiatutupi, iadapatberkompetisidenganmuridmurid lainnya dengan kecerdasannya.Iadapatberadaptasi sehingga ia tidak menjadi ‘outsider’ karena status ekonominya. Karakterisasi Drea ini diperankan dengan sangat baik oleh Camilla Mendes. Saat Drea membuka topengnya dan menangis pada sahabatnya Nora, hal ini rasanya sangat realistis dan relatable. Drea yang sempurna dan ‘hard on the outside’ juga mempunyai kecemasan seperti anak muda pada umumnya. Hal ini yang dapat meyakinkan penonton bahwa Drea tidak terlahir ke keluarga privileged dan harus berjuang untuk mendapatkan hal yangiainginkan.
Walaupun begitu, karakter lain yang berasal dari kelas ekonomi lebih tinggi daripada Drea pun tidak digambarkan berlebihan atau stereotipikal. Walau mereka mempunyai kehidupan yang megah dan ekspektasi yang tinggi terhadap berbagai hal, perkataan dan tindakan mereka masih rasional dan bahkanrelatable.
Salah satunya adalah teman Drea yang bernama Tara. Walaupun Tara seolah mengkhianati Drea, yang ia lakukan ada alasannya dan dalam hatinya ia masih sangat peduli dengan Drea. Ada juga Eleanora yang, walaupun mampu secara ekonomi, ia tetap kesulitan karena masa lalunya yang dijauhi oleh perempuan yang ia sukai. Karakterkarakter dalam film ini tidak ditulis
semata-mata untuk memenuhi trope atau stereotipe karakter dalam film remaja pada umumnya. Mereka ditulis sebagai manusia dan itulah yang menjadi salah satu kelebihan film ini. Dari film ini juga dapat dilihat bahwa semakin ke sini, semakin banyak film yang menggambarkankarakteryangtidak hanya ‘two-dimensional’, tetapi juga manusiawisepertikitaparapenonton didunianyata.
Secara alur, film Do Revenge mempunyai laju yang cukup cepat. Tidak ada adegan yang rasanya tidak penting, tetapi seperti film remajapadaumumnya,adabumbubumbu romance yang dibawakan untuk kedua karakter utama. Walaupun romance yang ada dirasa tidak terlalu penting untuk cerita maupun pengembangan karakter kedua tokoh ini, cerita cinta tersebut tidak terlalu berlebihan sehingga menutupi narasi utama dari Do Revenge.Selainitu,adanyaplottwist yang dibawakan di cerita ini juga membuat film semakin menyenangkan untuk ditonton, walaupun tidak begitu mengejutkan sepertifilmlainyanglebihdewasa. Kasarnya, Do Revenge terasa seperti potongan kue buah segar pada hari yang panas. Ringan, manis, penuh rasa, dan menyegarkan bagi penonton. Selain mempunyai cerita yang menghibur dan karakter yang menarik, warna-warna yang cerah pada baju dan latar film ini pun dapat memanjakan mata penonton. Film ini patut dijadikan pilihan bagi penonton muda yang jenuh dan mencari pelarian yang tidak terlalu berat.
Dalam latar gangster yang berlokasi di Chicago 1956, Mark Rylance berperan sebagai penjahit yang memiliki keanggunan dan ketelatenan. Para gangster di "The Outfit"memilikibanyak adeganyang sulit,tetapitidaksatupundariorangorang ini yang megambil alih layar seperti Mark Rylance saat dia hanya berdiri dan menjahit. Karakternya, Leonard, adalah seorang penjahit yang pernah bekerja di Savile Row dan sekarang mempraktikkan dagangannya di toko sederhana di Chicago.
Menjahit pada dasarnya merupakan salah satu langkah kerja dalam pembuatan pakaian yang dilakukan setelahmengguntingbahan.Namun, menjahit sendiri merupakan suatu pertunjukan seorang penjahit untuk mengolah tekstil menjadi busana atau pakaian. Dalam film ini, seorangpenjahittersebutjustru
datang seindah "The Outfit". Film dengan cerita kalem yang terusmenerusmemberikantayanganyang tidak terduga ini, dibuat dengan ketelitian yang sama dengan jahitan di kain-kain setelan para tokohnya. Tak jarang juga penggambaran ceritanyamemunculkansenigerakan menjahit yang tajam nan halus. "The Outfit" bukan hanya tentang jahitmenjahit, melainkan juga merupakan teka-teki film yang mirip seperti labirin. Labirin tersebut mengarah pada suatu penampilan sandiwara.Masterdibalikpanggung lakonkeciliniadalahLeonardBurling (Mark Rylance), yang tak mana merupakan seorang pemotong terlatih Savile Row yang meninggalkan rumahnya di London untuk“TheStates”setelahPerang
Pute Kru’21Dunia II. Di sini, Nazi juga jelas merupakan alasan utama kepergiannya; “Blue Jeans mengancam dan membuat gulung tikar”, ujar sang lakon selama berkelana kepada orang-orang. Namun,selamapelanggannyatetap memanggilnya sebagai penjahit— siapa aslinya dia? Bagaimana dia tetap tenang? Apa dia tidak peduli? Mengapa dia diam saja? — Semuanya akan baik-baik saja memainkan perannya masing-
Tidak butuh waktu lama bagi kita untukmenyadaribahwapenjahittua itu mencampuradukkan lebih dari sekadar jahitan dan pola pemotongan. Para gangster, khususnya keluarga Boyle— bos Roy yang tampaknya pemarah dari Simon Russell Beale, putranya yang manja Richie (Dylan O'Brien), serta orang-orang dalam mereka Francis (Johnny Flynn) dan Monk (Alan Mehdizadeh)—seringmengisitempat kerjanya, menggunakan studionya sebagai pusat komunikasi yang aman untuk mengirim pesan dan paket untuk anggota keluarga kejahatan mereka. Burling tidak menonjolkan diri dan memikirkan bisnisnya sendiri di samping kedatangan dan kepergian Boyle. Dia mencoba memberikan contoh figur ayah untuk asisten tokonya Mable (Zoey Deutch), yang dia lihat sebagai anak perempuan. Sementara itu, bayangan polos yang ditunjukkan gadis ini ternyata tidak lebih dari sandiwara demi ambisi yang fatal. Mable yang kompleks ternyatamemilikirencananyasendiri. Diamembuatrefleksi itukarenatidak sabaruntukkeluardariChicagodan
mungkinmenujuParis.
Satu per satu potongan-potongan cerita yang bolong mengalir. Hal itu hanyaberlangsungpada satumalam yangpanjang,hanyakarenasebuah organisasikejahatanelityangdisebut "The Outfit" yang Boyles ingin menjadi bagian darinya, dan hanya karena sesama anggota keluarga yang saling bersaing, semua twist mulai terbongkar. Pengkhianatan yang terus menerus berlanjut ini ternyata sudah direncanakan sang penjahit.
ACT1 ACT2
Padasatupertigamalamitudimulai, dia seperti seorang kakek tua yang hanya bisa menurut untuk keselamatannya. Manusia pada umumnyapastiakanbersikapseperti itu jika mereka dihadapkan sebuah kejahatan. Konflik dimulai dari FrancisdanRichieyangbergegaske toko dengan Richie yang bersimpah darah. Peluru sudah menembus badannya setelah bertabrakan langsung dengan gangster saingan mereka,TheLaFontaines.Bukannya mereka langsung menuju rumah sakit terdekat tapi Francis menyuruh sang penjahit untuk menjahit lukanya. Penjahit mana yang tidak takutdikondisisepertiitu.Visualisasi dan pemilihan warna yang redup mendukung ekspresi Mark Rylance yang ketakutan di posisi tersebut. Dengan mempertaruhkan nyawanya, diamenjahitlukaseseorangsebagai penjahit.
Tengah malam menjamu, suatu rumor datang kepada orang-orang yangterjebakdistudio Leonard
malamitu.Rumortersebutberbicara tentang seorang pengkhianat di keluarga Boyle yang membocorkan informasiaktivitasmerekakeFBIdan terdapat tape recorder yang perlu didengarkandenganbenar.Leonard, tepat di situasi tersebut justru menunjukkan gerak-gerik yang aneh. Sudut pandang kamera selalu berfokus kepadanya, seolah-olah semakin menunjukan gerak tubuh diayangtidakbiasa.Diadiberitugas untuk menjaga Richie sampai bangun oleh Francis saat dia pergi keluar untuk mencari tau pengkhianat di keluarga angkatnya tersebut.
ACT3
Semakin mendekati pagi, serangkaiantindakanLeonardakibat persilangan konflik anggota The Boyle’s semakin membuat persaingan di antara keluarga tersebut. Mulai dari hanya menolak berpihak kepada satu anggota, anggota yang lain ikut memercayai anggota tersebut pengkhianatnya. Dengan latar tempat di dalam sebuahruanganyangkecil,semakin membuat tensi mereka semakin tinggi. Jika dilihat dari pengambilan tempat para aktor berlakon di atas panggungsangpenjahit,setblocking diterapkan saat mereka menujuk tersangka pengkhianatan keluarga mereka. Aneh tapi lugu, Leonard terlihat tenang dengan perselisihan merekayangmenelankorban.
Bagaimana caranya dia seolah-olah menjadikorbandalampanggungitu merupakanhalyang luarbiasatidak terpikirkan. Dengan cara berpurapuramenjadisebuahbayanganyang gelap, semuaorangtakkanpernah
menyangka bahwa ilusi tersebut selalu mengamati dan siap melahap siapa saja yang menutupinya. Dari cara dia menjahit badan seseorang, membuat anggota The Boyle’s percaya padanya, sampai ketenangannya di akhir, ternyata semua itu sudah direncankan Leonard.Semuaitusepertipanggung drama yang naskahnya sudah dibuat dalang sejak jauh-jauh hari. Rencanayangmatangsampaiakting yang mendukung membuat semua itu jelas mengapa Burling masih hidup dan justru seperti menertawakanperselisihan mereka. Bagian yang ingin ditunjukkan dari “The Outfit” adalah sikapnya yang terus menerus memperbaharui diri dan membentuk siluet baru yang akan membuat penonton terus menebaknebak sampai saat terakhirnya. Sandiwara sang tokoh dalam menangani semua penantangnya di depan layar menjadi sesuatu hal yang memuaskan.Disaatmerekamelihat sosok di balik profil yang mereka pikir mereka bisa kenali, mereka tahu mereka kalah. Hal yang tak kalah ajaibnya adalah ternyata banyak bocoran yang terus ditampilkan, tapi kita terlalu fokus kepadapenggambaransinematiknya yang mulus. Pada akhirnya, "The Outfit" meninggalkan perasaan seperti setelah melihat sesuatu yang menggairahkan dan mewah. Untuk sebuah film yang menjalankan imajinasinya melalui sumber daya yang terbatas, ini adalah sebuah kebebasan
Tentang 20 Tahun dan Kaitannya DenganFilm
Pandangan singkat saya mengenai film Cha Cha Real Smooth dan bagaimana ia mendefinisikan usia 20-an sebagai usia yang ‘spesial’. Sebelum membaca ulasan ini, disarankan terlebih dahulu untuk menonton film sampai tuntas karena ulasan ini akan mengandung beberapaspoiler.Selamatmembaca! Sebagai seseorang yang telah memasuki usia dewasa, yakni 20 tahun,sayapikirakanadabeberapa hal yang berkaitan dengan hidup saya yang ke depannya akan berubah dan terasa sangat berbeda dengan beberapa tahun silam ketika saya masih digolongkan sebagai seorang remaja. Perubahan yang sayaprediksidiantaranyamulaidari hal-hal seperti bagaimana masa depan saya setelah dari kampus, sepertiapakariryangsayainginkan,
atau pun bagaimana dinamika hubungan saya dengan orang-orang terdekatsayakedepannya.Beberapa hal ini menurut saya adalah beberapa pemikiran yang seringkali muncul di benak teman-teman sebaya saya dan juga diri saya sendiri. Menginjak dewasa adalah sebuah proses perubahan menjadi sosok yang lebih matang dan siap menghadapi kehidupan nyata. Dalam proses perubahan ini, seringkali saya dan mungkin juga teman-teman seusia saya mencoba mencari bentuk ideal atau pun bentuk yang tidak ideal dari seorang manusia berumur 20 tahun. Apakah orang-orang yang istilahnya pemain baru di kehidupan orang dewasa ini sudah mulai memikirkan hal-hal yang sifatnya serius terkait masa depan? Jawaban dari pertanyaan itu dapat diperoleh melalui berbagai macamwadahpencarian.Salahsatu wadahpencarianatauyang
TahunKe-20AdalahTahunKita Ijod Kru’20dijadikan referensi akan kehidupan seseorang di usia 20 tahun adalah
Penggunaan film sebagai wadah untuk mendeskripsikan karakteristik sekelompok orang atau suatu individu adalah hal yang lazim dan dapat dengan mudah dicerna oleh khalayak luas. Melalui film, kita mendapatkan gambaran terkait berbagai pola hidup manusia yang mungkin tidak pernah kita rasakan akibat keterbatasan yang dimiliki. Sebagaicontoh,sayasendirimerasa mengetahui banyak hal yang berkaitandengangayahiduporangorang berusia remaja di luar Indonesia melalui film. Cukup denganmenontonfilm,sayadengan mudahdapatmengetahuigambaran kasarterkaitgayahiduporang-orang dari belahan dunia lain yang berbeda dengan gaya hidup saya saatini.Melaluifilm,sayajugadapat menerka-nerka gambaran pola hidup yang ideal menurut film tersebut, terkhususnya dalam bagaimana film-film ini memberikan sebuah pemahaman kepada penonton tentang bagaimana seharusnya seseorang yang sudah menginjak usia 20 tahun menjalani hidupnya.
Salah satu film yang sangat menggambarkan pendefinisian saya terkait kehidupan seorang pemuda yang telah menginjak usia 20 tahun dan bagaimana andil cerita dalam filmdalammembentuksosokberusia 20 tahun tersebut adalah Cha Cha Real Smooth. Film ini saya anggap sebagaisalahsatufilmfavoritsayadi sepanjang tahun 2022 ini dikarenakanfilminisangatdekat
dengan saya. Berputar di sosok Andrew (Cooper Raiff) yang merupakan seorang pemuda yang berusia 22 tahun, film ini menghadirkan beberapa ekspektasi saya ketika menginjak usia 20-an seperti perubahan di lingkungan sekitar dan kebingungan akan masa depan. Cha Cha Real Smooth merupakan film besutan Cooper Raiff yang rilis Juni2022lalu.Kebetulan,iniadalah pertama kalinya saya menonton film karya Cooper Raiff, sehingga saya tidak berekspektasi tinggi ketika pertama kali menonton. Bermodalkan hanya membaca sekilas ulasan yang bertebaran di internet, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba film coming of age ini.
ChaChaRealSmoothSebagaiFilm yang‘Dekat’
Seperti yang sudah saya sebutkan, film ini berputar di kehidupan seorang pemuda bernama Andrew (Cooper Raiff) yang baru saja lulus kuliah dan hidup bersama keluarga kecilnya.Sebagaiseorangyangbaru lulus kuliah, kehidupannya berputar pada proses pencarian kerja dan tekanan dari keluarganya akan kejelasan masa depannya. Setelah lulus kuliah, Andrew memang sudah bekerja di sebuah restoran sederhana, akan tetapi, berkaitan dengan tekanan dari keluarga, ia dituntut untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan bagi keluarganya. Menurut saya, dinamika hidup Andrew dalam prosespencariankerjainidapatsaya tafsirkan sebagai bentuk penafsiran CooperRaiffterhadapgambaran
seorang pemuda berusia 20-an. Kebingunganakanpilihankerjadan masa depan, ditambah dengan tekanan dari keluarga membuat seorang Andrew mesti membuat pilihan yang tidak pernah dibayangkannya, menjadi seorang partystarter.
Cooper Raiff menggambarkan Andrew sebagai seseorang yang mudah bergaul dengan orang lain. Andrew dengan mudah membuka obrolan dengan orang baru dan membuatnya menjadi obrolan yang menarik. Kemampuan ini membuatnya dipandang sebagai orang yang mampu menghidupkan suasana pesta oleh orang-orang di sekitarnya sehingga ia dianggap cocok untuk menjadi seorang party starter. Pekerjaan barunya sebagai party starter ini membuatnya menambah berbagai rutinitas baru. Ia menjadi lebih sering datang ke berbagaipesta,berhadapandengan manusia dengan berbagai usia, dan memecahkanmasalah-masalahyang tiba-tiba muncul di sebuah pesta. Dinamika baru yang dihadapi Andrew dalam kehidupan sehariharinya ini bagi saya adalah salah satu representasi usia 20-an lagi dalam kehidupan sehari-hari menurut Cooper Raiff. Usia kepala dua,dalampenjelasanyangtelah
saya sebutkan, adalah masa ketika seseorang mengalami berbagai perubahan dalam hidupnya. Perubahan dalam bentuk bertemu dengan orang baru, dalam bentuk beradadilingkunganyangbaru,dan dalambentukdirisendiriyangbaru.
EnjoyYour20’s!
Cha Cha Real Smooth mendefinisikan bahwa usia kepala dua adalah waktunya seseorang mencarijatidiri.Prosespencarianitu dilakukan di antaranya melalui pekerjaan, cinta, dan keluarga. Kita dituntutolehlingkungansekitaruntuk mencari pekerjaan dan membangun karir yang gemilang, kita dituntut untuk membentuk hubungan romansa dan mengembangkannya ke jenjang yang lebih tinggi, serta dituntut untuk tetap membumi dan ingatkeluargayangtelahmenemani keberjalanan kita sejauh ini. Pada proses pencarian, tentu akan terdapat banyak perubahan. Ada masanya hal-hal tidak berjalan dengan apa yang diinginkan, ada masanya orang-orang tidak mendukungapayangdilakukan,dan ada masanya kita harus menerima bahwa tidak semua hal bisa diraih. Cha Cha Real Smooth adalah representasiyangsangattepatdalam visualisasi proses pencarian ini. Andrew yang gagal pergi ke Barcelona, Andrew yang pernyataan cintanya tidak diterima, dan Andrew yang akhirnya memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya. Satu hal yang saya tangkap sebagai pesan utama yang ingin disampaikan oleh sang sutradara dalam film ini adalah, jangan lupa bersenang-senang di usia yang ke-20.
Samuel Kru’21
Setiap dari kita pernah menonton film. Sejak kecil pun mata kita sudah mulai menonton film. Film membuat kita senang karena terhibur, menangis karena sedih, merinding karena tegang, takut karena seram. Ada dari kita yang hatinya tersentuh karena film, pikirannya terbuka karena film, dan menemukan dirinya lewat film. Ada juga dari kita yang tidaksukadanbosanmenontonfilm. Bagi Steven Spielberg, film adalah impian dan hidupnya. Dan The Fabelmansadalahtentangnya.
Sammy Fabelman diajak orang tuanya untuk menonton The Greatest ShowonEarthkaryaCecilB.DeMille, kemudian tergugah, termenung, membayangkannya sebelum tidur, dan membuat ulang adegannya dengan mainan hadiah Hanukkah dari orang tuanya. Perlahan, dari kecil hingga beranjak dewasa, dan dengan kamera dan film roll di tangannya, ia melihat banyak realita kehidupan tentang keluarga, seni, teman,danrahasiaorangtuasambil mengejar impiannya menjadi
seorangpembuatfilm.
Steven Spielberg adalah pencerita yanghandal,membuktikanbahwaia lihai di semua genre. Tidak butuh waktu lama hingga kita terbawa ke dalam cerita yang mendalam dan terikut ke pergumulan keluarga Fabelman. Kamera dengan roll film yang selalu dibawa Sammy menjadi ‘senjata’ baginya untuk melihat semua hal dari berbagai sisi. Spielberg menuangkan dan mencurahkan hatinya ke dalam film ini, menjadikan film ini sebagai film yang paling personal untuknya. Ia menggambarkan bagaimana pengaruh film kepada Sammy yang muda, bagaimana ia dulu belajar membuat film, bagaimana orang tuanya mulai terpecah, bagaimana pertemanannya mulai berubah, dan bagaimana mimpinya akhirnya tercapai.
The Fabelmans masuk ke hati setiap dari kita lewat narasi tentang film dan keluarga. Kita pernah tergugah karenafilm.Kitabernostalgiakarena
film. Kita merenung setelah menonton, mengingat, dan bahkan membayangkannya lagi sebelum tidur, seperti Sammy. Spielberg membawakan semua yang orang rasakan tentang film ke layar lebar. Spielberg mempertegas apa itu makna penting film. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk sekitarnya. Film sebagai seni adalah pembawa pesan subjektif yang bisa menjadi pengungkap kebenaran, pengingat memori, pengubah hati, penghibur hati. Bahkan, hal tak terduga seperti dua pembully Sammy di akhir cerita terbawa perasaannya karena film. Film menjadi tidak hanya salah satu media seni, tetapi juga pembawa pesan emosional yang terasa seperti seseorang yang sedang menasihati seorangyanglain.
Michelle Williams dan Paul Dano dengan cemerlang membawakan dua orang tua yang sangat baik terhadap anak-anaknya, yang suportif dengan caranya sendiri, walaupun problematik pada akhirnya. Perjuangan anak dalam mengedepankan seni dalam diri mereka memang menjadi persoalan yang lumrah. Sammy, yang diperankan dengan baik oleh Gabriel LaBelle, ingin membuat film, saat ibunya yang adalah seorang pemainpiano,danayahnyaseorang teknisi komputer. Spielberg berbicara lewat The Fabelmans, bahwa orang tuaperluterusmendukungapayang diinginkan anak, apalagi dalam hal seni, karena itu yang diinginkan hati mereka. Ibu Sammy mengingatkan bahwa lakukan apa yang hati kita katakan,agarkitatidakberhutang kepada siapapun. Tidak lupa ada penekanan bahwa keluarga adalah
segalanya.
Steven Spielberg juga menyuguhkan teknis yang sangat mendukung pensuasanaan. Scoring yang berdiri di atas lantunan piano ibu Sammy nyaman didengar dan halus dalam mengiringi momen-momen dan insiden sepanjang cerita. Sinematografi Janusz Kaminski seperti biasa baik dan melihat kejadian-kejadian dari sisi yang tepat.Semuainitidaklepasdariskrip indahSpielbergdanTonyKushner.
The Fabelmans adalah karya besar hasil curahan hati dan pesan Spielberg terhadap betapa besar pengaruh dan dampak yang diberikanfilmdalamhidupmanusia. Mungkinhiduptidaksepertifilm,tapi film punya dampak yang luar biasa. Gambarbergerakyangkitatontondi layar lebar itu berbicara kepada kita dengan pesannya. Semua itu terhubung karena cinta Spielberg terhadap film, keluarga, dan The Fabelmans.
“This spectacle, it’s going to change you.” Jordan Peele’s third feature film has surpassed all form of expectations that I had before watching it. This film definitely tops Us (2019) and even Get Out (2017) for me by a very long shot. It feels like Peele is finally able to let loose, to create something that not only able to stand on the shoulders of giants, such as Spielberg’s Jaws, but to deliver something wholeheartedly original and nuanced.
Just like Peele’s previous movies, Nope puts racial prejudice at the center of the film. The whole film revolves around this idea of putting someone, or in this case, something, in a box. To strip them of what they are and label them as solely one thing instead of many. This theme is shown multiple times throughout the film, like how the Gordy’s incident is a result of the chimpanzee bursting out of its ‘box’ it’s been confined to for so long, and how Jupe’s experience of being stripped of what he really is ever since he’s a child,
eventually led him to the same fate asthe people that put him there in the first place.
This, in turn, results in people that are marginalized by the ‘box’ to go on an endless pursuit of chasing the money shot, chasing the spectacle, so that they can be seen as something more than one thing. The chase for the top of the mountain is, as Holst have said, “A dream you never wake up from”
That in the pursuit of illusionary greatness perpetuated by racial oppression, lies a giant black hole in the sky that will eventually consume us and spit out the parts that are unwanted.
As I watched this film, it feels like the true nature of the events that unfold are hidden from me, that the film is holding back on something that I deserve to see. But this is exactly the point, we as consumers have been so desensitized by violence, tragedy and the concept of spectacle itself that we
can’t help but to want to see more. We want to see how the chimpanzee mauled the actress, we want to know why the alien is here, and we want an understanding of something that we’re supposed to run from.
This need for an explanation directly translates to the film’s depiction of grief, of how sudden the death of Keith David’s character, Otis Haywood Senior, impacted his son. OJ’s need for a meaningful explanation and closure of his dad’s death and Emerald’s meaningless chase of fame and glory, directly puts both of them in the same sinking ship. Sometimes things just happen and obsessing about why they happened often leads to our own demise.
In terms of technicalities, this film delivers the best visuals out of Peele’s filmography. The wide shot of the landscape and the sky are just breath-taking to look at and it truly gives an immense sense of scale to the movie. Acting-wise, Keke Palmer and Daniel Kaluuya gives one of the best performances of the year, their chemistry is just so fun to watch, and they might be my favorite siblings in any horror films. Not to mention, the movie itself is very scary and heartpounding at times, especially the scene where the alien is intimidating our main characters.
I haven’t even begun talking about the alien itself or how it could be an embodiment of grief and spectacle that have always been lurking in the clouds, waiting for the right moment to strike. I guess that’s what’s so special about this movie, how it can
be a lot of things at the same time. It can be just another movie where a group of misfits hunts an alien, but if you decide to look closer, you might just see something you’re not supposed to.
2022 has been quite a year for cinema, but sometimes there are films with smaller audiences that fly under the radar. Here are some of Cal’s favorite underrated films with less than 100.000 viewsonLetterboxd
Calista Kru’19Written and directed by BJ Novak who you might recognise from The Office, Vengeance is a great job done for a feature-length directing debut. Starring himself as the main character, Ben, a New York City journalist and podcaster, the story follows him investigating the death of a Midwestern girl he hooked up with in West Texas. Surprisingly not shallow, it touches on topics such as the cultural divide within USA and hookup culture, among others. Supported by a solid ensemble cast which includes Boyd Holbrook, J. Smith-Cameron, and Ashton Kutcher, this film is a hidden gem within the 2022releases.
DirectedbyOlParker
A romantic comedy set in our very own Bali (though not shot there) starring Julia Roberts and George Clooney of the Ocean’s fame, among others. They star as a divorced couple trying to stop their daughter from marrying a local. Romcom shenanigans ensue. As key supporting cast, Kaitlyn Dever and Maxime Bouttier also deliver good performances. Directed by Ol Parker, it’s one of the most fun and cinematographically beautiful films I’ve seen this year, akin to his previous movie, Mamma Mia! Here We Go Again (2018). It’s not a perfect movie, but the good things make up the parts I found lacking, and it’s worth your time if you’re lookingforafunwatch.
To some people, movies are magical. Spielberg has captured that feeling perfectly in this semiautobiographical film. As a love letter to cinema, it reminds me of the 2017 film Brigsby Bear which for the record, I like so much more than this. Having not seen a lot of his works yet, I can’t say much about this in relation to his previous films but despite that, this film still works. From the wonder and amusement of seeing a film in theatres for the first time and being fixated to films as a result, it was quite relatable to me, even though the love for films certainly manifests into something different than what Sammy, the Spielberg stand-in played by Gabriel LaBelle with amazing performance, experiences in the film. This film is a must-see for people who love the movies.
Adapted from the young adult fiction books by Soman Chainani, this film follows Agatha (Sofia Wylie) and Sophie (Sophia Anne-Caruso) as they find themselves dropped in The School for Good and Evil where they are trained to be the heroes and villains starring in fairytales. With a stacked supporting cast, this film is the first YA adaptation in a while that’s not straight up awful. Of course it’s not a perfect film, and it has your usual YA cringe moments, but it’s still a fun watch. The actresses playing the main characters did a great job, and I’m excited to see what’s next in their
Inspired by Jane Austen’s Pride and Prejudice, this is my favourite romantic comedy released this year. As a group of friends visit Fire Island for a vacation, they meet strangers there who at first they can’t stand but end up being attracted to each other, in usual romcom fashion. This film is immediately a modern classic. The comedy is funny and I couldn’t stop smiling watching this, especially because of the Mr. Darcy analog of this film played by Conrad Ricamora. It’s a fun film for lazy weekends with good rewatch value, and definitely worth your time.
Jakarta Film Week adalah festival film yang diisi olehbanyakfilmyangtelahmenerangilayar-layar perak di ibukota Indonesia. Festival film bertaraf internasional ini diselenggarakan kedua kalinya setelah tahun lalu digelar di tengah pandemi Covid-19. Diselenggarakan di tanggal 13-16 Oktober 2022, diharapkan Jakarta Film Week menjadi saksi atas berbagai perubahan dan pergumulan yang dipaksakan oleh krisis kesehatan global. Tema yang diusung pada Jakarta Film Week di tahun kedua ialah "Emerge", dengan harapan festival ini dapat hadir sebagai ruang berkreasi mewadahi dan juga menyambut talenta baru yang dibutuhkan industri perfilman Indonesia. Baik itu para sineas yang membuat film pendek, film panjang, animasi dan juga sebagai wadah berkumpulnya bibit-bibit produser baru. LFM ITB berkesempatan untuk hadir ke malam awarding dan closing Jakarta Film Week dengan Arnold is a Model Student sebagai film
2020 lalu, ratusan orang dari berbagaikalanganmasyarakatturun ke jalanan Bangkok, tak tertinggal pelajar SMA. Dinamika politik yang represif dan korup pun tercermin dalam sistem pendidikan Thailand yang turut dirasakan para pelajar SMA. Kelompok pelajar SMA ini menamaidirimereka“BadStudent”, melambangkan bahwa mereka ‘pemberontak’ karena berani mengekspresikan dirinya, bukan membuat onar, melainkan menjadi dirimerekasendiri.Merekamenuntut perubahanbudayadanpelonggaran aturankakuyangberlakudisekolah karena dianggap tidak relevan dengan performa belajar mereka. Sorayos Prapapan menangkap manifesto gerakan Bad Student tersebut dalam sajian provokatif debut penyutradaraan film panjangnya, Arnold is a Model Student.Sangkaraktertitular,Arnold, adalah siswa dengan prestasi gemilang dalam hal akademis, berkecukupan secara ekonomi, dan dibanggakan orang-orang di sekitarnya. Arnold yang digambarkanbotaksepertibiarawan yang ‘suci’ berkelakuan tak selayaknya murid emas. Dia suka tidur di kelas, terlambat, jahil, memakai seragam asal-asalan, bahkanmerokok.Beruntungnya,
kebebasan mereka. Apa yang diceritakan Prapapan dalam film ini adalahsuaradarikegelisahannyadi bangkuSMAdulu.
Formula satir yang membalut cerita berhasil menyentil isu-isu kebusukan sistem pendidikan Thailand. Sekolah adalah kediktatoran pertama bagi mereka di usia yang masih belum lancar mengkonfigurasikan dunia di sekitarnya. Lewat karakter Arnold dan teman-teman di sekitarnya, Prapapan memperlihatkan bagaimana siswa SMA tumbuh dalam perubahan dan polarisasi politik di negaranya. Menonton
Candra Aditya kembali membuat sebuah drama yang padat, sempit, dan mampu membuat sesak penonton. Diceritakan dua kakakberadik yang bertengkar ketika mengetahui kakak tertuanya Gabriel meninggal dunia secara tiba-tiba dan keinginan mereka untuk tidak memberitahu ibunya yang sedang dirundung depresi. Konflik yang intens sudah tersaji sejak awal, membuat penonton tertegun melihat deretan karakter disini berusaha menutupi rahasia menyedihkan ini. Dramatik dengan rasa-rasa yang menohok karena tak ada yang mengetahui kematian yang bisa datang kapan saja. Bonita dan Amanda Gondowijoyo khususnya berhasil memberikan performa mereka yang perlahan akan membuat penonton bersimpati dalam filmnya. Berita duka yang akan membuat penonton ikut bersedih dan menitikkan air mata denganeksekusiCandrayangbetulbetulmendalampadasebuahdrama Tionghoa yang melekat dalam sisi keluarganya.
dramanya yang dimainkan Laras Sardi dan Erick Estrada menjadi begitu menggelitik. Keinginan untuk hamil itu memang ditunggu semua orang, tetapi hal itu dikembalikan kepada sosok perempuannya. Ia tak boleh dipaksa karena perempuan juga manusia yang memiliki hak untuk hidup bebas. Sebuah panorama yang menarik diulik, disorotdalamseonggokmeriam. Pemenang Jakarta Film Fund 2022 ini memang memberikan gambaran berbeda tentang Jakarta, khususnya KotaTuatentangabsurd-nyatingkah
Jogja-NETPAC Asian Film Festival ( JAFF ) adalahfestivalfilmAsiaperdanadiIndonesia yang berfokus pada pengembangan perfilman Asia. Festival ini tidak hanya membantu masyarakat Indonesia menjadi lebih akrab dengan perfilman Asia, tetapi juga menciptakan pusat pertemuan berbagai industri, termasuk seni, budaya, dan
Tahun ini, JAFF genap berusia 17 tahun. Dilaksanakan dari 26 November - 3 Desember di 2 tempat berbeda yaitu Empire XXI dan LPP Yogayakarta, JAFF 2022 mengangkat tema “Blossom” dan menayangkan 137 film dari 19 negara di Asia Pasifik. Spesial mulai tahun ini, untuk pertama kalinya JAFF akan menayangkan serial sebagai respons dari tingginya minat masyarakatterhadapseriesbelakanganini.
13 tahun berlalu, hadirlah kabar bahwa film tersebut kedatangan sebuah sekuel. Namun, kehadiran Keramat 2: Caruban Larang justru menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan. Apakah sekuel ini memangseharusnyadibuat?Apakah konsep yang diusung pada film pendahulunyamasihrelevan?
Bercerita tentang sekelompok remaja yang melakukan perjalanan menuju padepokan tari Caruban Larang dan disatukan oleh beberapa tujuan. Arla (Arla Aliani), Jojo (Josephine Firmstone), dan Maura (Maura Gabrielle) dengan tujuan riset untuk tugas akhirnya, Umay (Umay Shabab) dengan tujuan untuk film dokumenternya,danAjil(AjilDitto)&
kedepannya. Permasalahan yang sebenarnya diawali ketika mereka membuka kotak yang seharusnya tidakpernahmerekabuka.
Kembali duduk di kursi sutradara, Monty Tiwa mengambil keputusan yang besar untuk membuat film ini tanpa skrip. Salah satu konsekuensi besar yang harus diambil yakni apakah dialog yang ditunjukkan antar pemain dirasa cukup natural?
Sayangnya,dalambeberapabagian, dialog antar pemain terasa terlalu dipaksakan untuk membuat tensi yang tinggi. Perdebatan yang hadir, ditambah dengan penggunaan kata kasar, dirasa terlalu repetitif, tanpa adaurgensiyangtinggi.
Permasalahan cukup mengular pada rasa empati yang kita miliki ke tiap karakter. Hal ini selalu menjadi masalah ketika suatu film hadir dengan karakter yang banyak, dan sayangnya, di film ini, kita sebagai penonton kurang dapat menumbuhkanrasaempatiterhadap karakter-karakter di film ini dan konflik yang dihadapinya. Hal ini mungkinterjadikarenamotivasiyang dimiliki tiap karakter kurang terlihat, atau mungkin saling menutupi. Seperti contohnya, Keanu yang mengambil porsi atensi terlalu besar ketika berbicara sendiri ke kamera. Meskipun Keanu menjadi senjata humor utama di film ini, namun berpotensi besar untuk mengalihkan atensi penonton, sehingga kita tidak terlalu fokus terhadap karakter yang lainnya. Hal ini ditambah lagi dengan kehadiran tokoh Ute (Lutesha) sebagai sosok “pahlawan” danhighlightutamadifilmini,yang ternyatamempunyaikonfliktersendiri dengan Keanu. Secara garis besar, salah satu kelemahan yang dapat dirasakanolehfilminiadalahkonflik yangoverlapping.
Beralih ke segi teknis, konsep found footage yang berhasil dieksekusi pada suksesornya kembali dibawakan, namun mengalami modernisasi. Kreatifitas dalam memberikan variasi gambar patut diapresiasi. Kita diajak untuk mengikuti perjalanan mereka dari perspektif yang berbeda, seperti kamera digital yang beralih fungsi menjadi dokumentasi perjalanan, dokumenter yang sedang dibuat, ataupun vlog. Kehadiran beberapa rekamandariliveinstagramsebagai
pelengkap juga menjadi salah satu variasi yang membuat kita sebagai penonton tidak merasa jenuh. Namun, kembali seperti dialog, apakah rekaman yang disajikan dapat terasa natural? Sayangnya lagi,terdapatbeberapabagianyang dirasa terlalu diatur agar penonton dapat menyaksikan suatu kejadian dari posisi yang bagus. Tidak hanya itu, variasi kualitas gambar yang disajikan juga tidak terlalu kontras, sehingga kerap kali tidak masuk logika. Kasarnya, Keramat 2: Caruban Larang kehilangan unsur spontanitas dalam sajian rekaman –rekamannya.
Secara garis besar, Keramat 2: Caruban Larang memang memberikan pengalaman menonton yang cukup berbeda dengan suksesornya. Meskipun kurang lebih menggunakan formula yang sama, kehadiran porsi komedi di film ini menjadi salah satu perbedaan kontras. Hadirnya komedi di film ini pun tidak meninggalkan esensi horrornya. Tali penghubung dengan film pendahulunya sukses digambarkan dengan baik dan cukup memberikan kejutan. Namun, ketika muncul pertanyaan tentang apakah film ini sama berkesannya denganKeramat1?Rasanyatidak.
secara tidak langsung oleh negaranya sendiri dan terus berusaha untuk pulang hingga ajal menjemput.
1960-an. Tahun dimana bergejolaknya ideologi politik di Indonesia, pengambilalihan kekuasaan oleh Jenderal Soeharto, pembunuhan anggota PKI hingga anggota keluarganya, merupakan beberapa kejadian yang berujung menjadikan mahasiswa ini “terpenjara” di negara tempat mereka menempuh studi saat itu. Setidaknya ada ribuan mahasiswa waktuituyangtidakbisakembalike tanah air karena dianggap akan membawa paham komunisme ke Indonesia oleh pemerintahan orde baru dan dengan risiko jika mereka pulangakandipenjaraataudibunuh selayaknya masyarakat yang di-PKIkan. Dengan demikian, banyak dari mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan saat itu karena diasumsikanolehpemerintahanorde baru sebagai pengikut paham komunisme dan kewarganegaraannya dicabut. 30 tahunlebihmereka“dipenjara”
Film ini memberikan sudut pandang tidakbiasakepadadirisaya(penulis) yang hendak melanjutkan studi dan hidup di luar Indonesia, bahwa di luar sana ada yang sepanjang sisa hidupnya berusaha untuk mencari jalan pulang kembali ke tanah air, kepada rumah, kepada keluarga. Terpisaholehjarakyangbegitujauh, memberikanperasaanresahkepada yang dicintai tanpa mengetahui kabar sesungguhnya yang terjadi di kampung halaman. Terasingkan selama 30 tahun dan mendapatkan kabarorangtuanyameninggal,tetapi tidak bisa berbuat apa-apa bahkan sekadarmenghadiripemakamannya. Pembangunan alur cerita dalam film ini tidak hanya menekankan pada intidaridokumentersaja,tetapijuga menekankan bagaimana mereka yang “terpenjara” bertahan hidup dengan kegiatan sehari-harinya dengan terus memperjuangkan hak-
untuk menjadi pembalap sapi yang hebat seperti ayahnya. Setelah ayahnya meninggal, ibu Marsiti berencana untuk menjual sapi milik ayahMarsitikarenaalasanfinansial, namun Marsiti menolak keras ide tersebut. Selain alasan finansial, Ibu Marsiti pun pesimis Marsiti dapat menjadi pembalap sapi yang hebat seperti ayahnya, apalagi Marsiti adalah seorang perempuan. Marsiti diam-diam membawa sapi yang hendak dijual Ibunya tersebut ke pertandingan karapan sapi yang akan memberikan hadiah yang cukup besar. Marsiti dibantu oleh kedua temannya yang juga mengingatkan bahwa ada satu sapi hebattakterkalahkanyangbernama “JetMatic”,namunitutidakmembuat Siti gentar, ia percaya bahwa hubungan dekat antara sapi dan dirinya akan mengantarkan mereka kekemenangan.
sampai akhir durasi film, saya merasakan excitement yang menggebu-gebu. Mulai dari masyarakat dan kultur Madura yg direpresentasikan dengan sangat apik, karakter Marsiti yang digambarkan seperti underdog dengan tekad kuat yang siap melawan melawan dunia, dan premis yang menarik dan exciting layaknyaanimeshounen. Dari premis tersebut, muncul pertanyaan besar, apakah Marsiti dapat memenangkan pertandingan tersebut, membawa pulang hadiahnya, dan membuktikan pada semua orang kalau perempuan sepertinya layak menjadi pembalap karapansapi?
Namun, sayang sekali film ini tidak memberikan jawaban pada pertanyaan tersebut. Permasalahan terbesardalamfilminimenurutsaya adalah ceritanya yang terasa tidak selesai. Film berakhir pada adegan Marsiti yang baru akan mulai bertanding.Excitementmenggebu-
gebu dari dalam diri saya yang menantikan outcome dari pertandingan ini seakan dikhianati oleh bagaimana film ini berakhir. Banyak set-up yang sudah film ini siapkan tidak mendapatkan payoff yangseharusnya.
Pada akhirnya film ini terasa seperti episode pilot suatu serial. Ketika
mengikutiperjalananSitiFauziahdan RickyMalau
dalammenyelamatkanMamaEmola yangsudahringkihdarigempayang mulaimembuatbanyakkerusakandi beberapa kampung. Hubungan antara sipir dan tahanan ini memang canggung, tetapi lamakelamaan mereka bisa menyatu dengan jenaka yang diciptakan dari kesalahanataubersatukarena
suatu masalah yang merujuk pada kebiasaan maksiat manusia yang tak eloksaatbencanaterjadi.MbakOzie dan Malau sendiri punya performa yang menawan, menampilkan kemistri apik lewat obrolan mereka mengenai jati diri asli sebagai perempuan, cap tahanan karena kejahatan yang tidak bisa ditolerir dan salah sasaran, dan kekuatan mereka masing-masing di kala bencanasepertiini.Kritiksosial
antara petinggi keamanan dan seonggok manusia tak bersalah ini betul-betul meresap dalam simbolik milikPriambodo.
Movie Reviewed by
juga pada orang tua kita, maupun teman kita. Jus Nanas Kue Lapis tidak terlewat untuk mengundang tawa penonton, seperti menertawakan ‘penderitaan kecil’ Susi saat ia ingin ‘healing’. Susi hanyainginmeminumjusnanasdan memakan kue lapis yang
tampilan realita. Filmnya sederhana. Dari awal hingga akhir hanya ada seorang ibu yang menelpon sanasini, mengurus berbagai hal, pekerjaan, bahkan keluarga, saat ia ingin mencari ‘kedamaian’ dengan bersantai sendiri. Itulah realita yang ada saat ini. Pekerjaan menuntut kita tidakkenalwaktu,sulituntukmencari waktu senggang untuk diri sendiri. Mungkinsajaituterjadidikita,bisa
Movie
by
Sepasang kekasih dengan latar belakang yang berbeda melaksanakan foto pre-wedding bertemakan cerita Snow White and the Seven Dwarfs. Karakter putri berinteraksi dengan kurcaci di selasela pemotretan dan memunculkan pertanyaan-pertanyaankecil.
Dengan latarnya yang cukup meta, Percakapan Kecil menceritakan tentang suatu set produksi foto prewedding bertemakan Snow White. Dinamika antara dua karakter utama, yang berperan sebagai putri salju dan salah satu dari ketujuh kurcacinya, disajikan dalam bentuk percakapan kecil yang terjadi ketika rehat.Pembawaankeduaaktoryang sangat santai dan kasual membuat semua konversasi biasa menjadi leluconyangmenggelakkan.Dengan suntingan cepat dan memikat, penonton selalu berada diujung kursinya, menanti dan menunggu lelucon berikutnya. Keindahan visual danproduksimemangbukanlah
fokus utama, meskipun gambar diambil dengan kesan tanpa kecakapan teknis, art direction terhadap set yang menghasilkan kontrasantaralatarhutanhijaudan kurcaci yang berwarna-warni memberikan kesan rustic dan grassroot yang sangat berkarakter. Percakapan Kecil datang dan menceritakan sebuah kisah sederhana yang hangat dengan baluran humor unik yang menggelitik, seperti menikmati teh lemon hangat di kala hujan sambil bercanda bersama beberapa teman lama.
agama, membuatnya menarik untuk ditontondandiikuti.
Buatku, adegan- adegan pembunuhannya cukup disturbing dan cukup bikin mual. Di lain sisi, agama dijadikan justifikasi untuk menghabisi nyawa orang lain atas nama agama dan Tuhan, dimana tentunya dapat menimbulkan perdebatan. Overall, Holy Spider adalah film yang nekat dan pintar. Mustwatchterutamabuatyangsuka crimethriller!
Perjalanan seorang jurnalis wanita yang menyelidiki pembunuhan berantai pekerja seks oleh “Spider Killer”. Film ini menceritakan sisi gelap dari kota suci Iran yang ternyatajugaberdasarkandarikisah nyata, dimana di sebuah kota suci yang dominan agamanya juga terdapat masalah-masalah sosial seperti ini yang terjadi dan menimbulkan berbagai perspektif dari masyarakatnya. Perbedaan perspektifinitentunyamunculsetelah hadirnya“SpiderKiller”yangkatanya membunuh para pekerja seks itu untukmembersihkanjalanan-jalanan di Iran dari orang-orang yang berdosa.
Selain menyorot peran “Spider Killer”, film ini juga menunjukkan perankotordariparapejabatdalam menghadapi kasus kriminal seperti ini. Terdapat beberapa adegan baik adegan seksual maupun pembunuhan yang ditunjukkan secara eksplisit, sehingga sempat membuat saya sebagai penonton cukup terganggu. Terlepas dari hal tersebut, film ini telah berhasil mengemas kisah nyata penindasan wanita yang mengatasnamakan agamadiIran.
“Zumi” “Sarah”(Jung Ji Hyun, 2022) ©TVN
Drama ini berhasil membawa penonton menyelami kisah para pemainnya masing-masing. Kisah pilu yang dibalut oleh komedi dalam drakor ini dapat tersampaikan dengan baik tanpa terasa berlebihan. Twenty five twenty one memiliki banyak pelajaran yang dapat diambil, mulai dari semangat Na Hee-do yang sangat menggebu-gebu dalam menggapai impiannya, sikap Baek Yi-jin yang sangat family man, hingga bagaimana mereka berteman dengan para pemainnya terutama kisah pertemanan Na Hee-do dan Ko Yu-rim yang berawal dari sebuah konflik. Selain itu, tokoh Baek Yi-jin juga hadir dengan 5 love language-nya yang siap membuat kamu tergila-gila. Hal yang sangat saya sukai berikutnya adalah, ending dari drama ini yang saya rasa sangat realistis hingga menguras air mata cukup banyak ketika memasuki episode-episode terakhir.
(Park Seon Ho, 2022)
Drama romansa komedi ini membawakan cerita yang cukup klise dan ringan sehingga cocok ditonton untuk melepas penat. Kelakuan Shin Ha Ri dan Seol In Ah benar-benar mengocok perut sekaligus iri dengan persahabatan mereka. Pembangunan karakter yang dibawakan oleh Kang Tae Mu juga sangatlah menggemaskan, di mana di awal drama Tae Mu hadir sebagai bos yang sangat dingin namun berubah menjadi budak cinta setelah menjalin kisah romansa dengan Ha Ri. Konflik yang dihadirkan juga tidak terasa berlebihan. Jika kamu mencari drama yang bisa membuat tersenyum sepanjang hari, drama inilah jawabannya.
Big Mouth memiliki kisah yang cukup berat untuk disimak, namun tetap dibalut dengan komedi dari sang pemain utamanya. Park Chang Ho berhasil menghadirkan karakter yang membuat penonton gemas melihat kebodohan yang disajikan. Tak hanya itu, pengembangan karakter yang dialami oleh Chang Ho juga cukup menarik perhatian dimana karakternya dapat mengalami perubahan sebesar 180º. Latar belakang dari para tokoh jahat pun dijelaskan dengan baik sehingga isu yang disajikan terasa nyata. Sayangnya drama ini terkesan terburu-buru untuk menyelesaikan kisahnya di akhir episode.
Soundtrack #1 memiliki episode yang terbatas, namun Kim Hee Won dan paras cantik Han So-Hee berhasil menyajikan kisah cinta yang menyentuh para penontonnya. Mungkin cerita yang dibawakan memang cukup klise dan kerap kali diangkat ke beberapa judul, namun Soundtrack #1 ini tetap berhasil memberikan tayangan yang memikat penonton. Chemistry dari kedua pemain pun sangat diacungkan jempol dimana kedua karakter yang sangat berbeda ini bisa meyakinkan penonton bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Mini drama ini juga memperlihatkan bagaimana sulitnya menjalani kisah asmara dengan sahabat sendiri. Meskipun hanya 4 episode, drama ini sukses merangkum kisah cinta mereka dengan ending yang cukup memuaskan.
(Jo Woong, 2022) ©KBS, Disney+ Love All Play merupakan drama romansa yang berhasil mengenalkan kehidupan di balik para atlet badminton. Mengisahkan para atlet muda hingga atlet yang lebih berumur, drama ini juga mengandung unsur bullying yang dikemas dengan baik untuk menyadarkan para penonton bahwa isu ini masih dianggap remeh. Plot yang disajikan memang cukup terbaca, namun tiap episode-nya memberikan kesan manis yang membuat penonton tetap ingin mengikuti kisah dari para atlet ini. Mungkin drama ini juga akan sangat relate bagi para atlet yang sedang berjuang meniti karirnya.
(Kim Hee-Won, 2022) ©Disney+