W
atchmen adalah serial HBO yang merupakan adaptasi dari komik ciptaan Alan Moore dan Dave Gibbons pada tahun 1986 dengan judul yang sama. Komik Watchmen berkisah mengenai sekelompok vigilante bernama Watchmen yang beranggotakan Night Owl, Silk Spectre, Rorschach, Ozymandias, dan Dr. Manhattan. Cerita berlatar pada tahun 1985 di mana dunia sedang terancam karena hendak terjadinya perang nuklir antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Guna mencegah terjadinya perang dunia ketiga, Ozymandias menciptakan serangan palsu berupa cumi-cumi raksasa yang dijatuhkan di Kota New York. Ozymandias merasa bahwa kematian tiga juta orang adalah pengorbanan yang kecil untuk mencegah terbunuhnya seluruh penduduk dunia. Cerita orisinal tersebut telah diadaptasi ke dalam film panjang oleh Zack Snyder pada tahun 2009. Berbeda dengan film Watchmen tersebut, serial garapan Damon Lindelof ini mencoba menggabungkan cerita asli Watchmen dengan cerita baru dan fresh ciptaannya. Serial ini berlatar pada tahun 2019, tepatnya 34 tahun setelah kejadian pada komiknya. Cerita berfokus pada isu rasial yang terjadi di Kota Tulsa, Oklahoma, AS di mana terdapat sekelompok white supremacist bernama Seventh Kavalry yang menyerang para anggota kepolisian setempat karena merasa adanya ketidakadilan ras. Kelompok tersebut lantas menyerang seluruh
anggota kepolisian dalam satu peristiwa bernama “White Night”, mengakibatkan para polisi kini bekerja dengan menggunakan topeng guna melindungi identitas mereka. Konflik baru bermula ketika Kepala Polisi Tulsa, Judd Crawford, tewas dibunuh dan rekannya, Angela Abar alias Sister Night, berusaha memecahkan kasus pembunuhan tersebut yang ternyata membawanya ke dalam peristiwa yang jauh lebih rumit. Serial yang tayang di HBO ini mendapatkan tanggapan yang cukup baik. Watchmen terbukti mendapatkan 26 nominasi dalam ajang Emmy Awards ke-72 dan mampu membawa pulang 11 piala. Beberapa kemenangan yang berhasil disabet oleh Watchmen antara lain Outstanding Limited Series, Outstanding Lead Actress in a Limited Series, dan Outstanding Writing for a Limited Series. Serial ini dapat diakses melalui layanan streaming HBO Go. Watchmen juga dapat dinikmati tanpa harus membaca komiknya ataupun menonton filmnya terlebih dahulu.
Kreator: Damon Lindelof Pemeran: Regina King, Don Johnson, Tim Blake Nelson, Yahya Abdul-Mateen II, Louis Gossett Jr., Jeremy Irons, Jeans Smart, Hong Chau Produksi: Warner Bros. Television
setelah dirilisnya serial ini, kondisi Amerika Serikat sempat memanas akibat tewasnya George Floyd dan berbagai kasus kekerasan pada warga kulit hitam di sana.
G
ue cukup merinding ketika menonton sequence pembuka dari serial Watchmen. Sepuluh menit pertama dari serial ini menampilkan peristiwa Pembantaian Ras Tulsa pada tahun 1921 dengan penuh kengerian. Sejak awal serial, penonton sudah disuguhkan dengan adegan-adegan pembantaian warga kulit hitam di Tulsa, Oklahoma oleh kelompok white supremacist Ku Klux Klan. Pembukaan ini seakan memberikan statement bahwa isu rasisme terhadap warga kulit hitam menjadi masalah utama yang diangkat dalam serial ini. Watchmen sebagaimana dalam komik aslinya, tidak sekadar membawa serangan makhluk luar angkasa ataupun robot lepas kendali sebagai problem utamanya. Ia selalu membawa masalah-masalah yang relevan dengan kondisi dunia saat ini. Kali ini, Lindelof sebagai showrunner membawa isu rasisme sebagai salah satu latar ceritanya. Gue sangat suka dengan keputusan ini, terlebih mengingat setahun
Gue juga suka cara Watchmen menggambarkan betapa sulitnya hidup sebagai minoritas di antara banyaknya oknum mayoritas yang radikal. Salah satu episodenya menceritakan masa muda Will Reeves (Louis Gossett Jr.), seorang polisi kulit hitam penyintas Pembantaian Ras Tulsa. Pada tahun 1938 di mana diskriminasi ras masih sangat tinggi, Will memilih untuk menjadi seorang polisi guna menegakkan keadilan. Sayangnya, sebagai orang kulit hitam, tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Will, terlebih karena banyaknya oknum kepolisian yang merupakan white supremacist. Will yang tetap berusaha mengungkap kebenaran harus menelan pahitnya kenyataan di mana dirinya disiksa dan diancam hingga hampir mati karena dinilai ikut campur urusan kulit putih. Secara umum, gue sangat suka dengan relevansi isu yang diangkat oleh Watchmen dan bagaimana serial ini dengan berani dan lantang menyuarakannya sebagai sesuatu yang penting, bukan sekadar pelengkap untuk menarik perhatian publik seperti yang sering terlihat di film-film Hollywood masa kini. Watchmen kembali menyadarkan gue bahwa film yang baik memanglah film yang berasal dari masyarakat itu sendiri.
“People who wear masks are driven by trauma. They’re obsessed with justice because of some injustice they suffered, usually when they were kids. Ergo, the mask. It hides the pain.” - Laurie Blake
K
isah-kisah superhero klasik biasanya menyuguhkan alasan utama penggunaan tudung ataupun topeng adalah guna melindungi orangorang terkasih di dekat mereka. Watchmen seakan menginjak-injak alasan tersebut sebagai kemunafikan belaka. Apakah benar topeng melindungi orangorang tercinta? Atau hanya melindungi para superhero dari diri mereka sendiri? Kemunculan pahlawan bertopeng dimulai dari Hooded Justice, alter ego dari Will Reeves. Dengan menggunakan tudung dan kostum serba hitam, Will berusaha memberantas kelompok white supremacist bernama Cyclops dengan cara yang menurut gue kurang manusiawi. Hal ini menyadarkan gue bahwa tudung yang digunakan Will hanyalah topeng untuk membebaskan dirinya bermain hakim sendiri terhadap orangorang yang dianggapnya jahat. Tak butuh waktu lama bagi Hooded Justice untuk menginspirasi dan melahirkan vigilante bertopeng lainnya mulai dari kelompok Minutemen hingga Watchmen. Sayangnya, keberadaan para sosok bertopeng ini harus sirna karena peraturan pemerintah yang melarang keberadaan para vigilante karena tindak kekerasan yang mereka lakukan. Hal yang menurut gue lucu adalah aturan kepolisian Tulsa di masa kini yang mewajibkan para aparatnya menggunakan topeng ketika bertugas guna melindungi identitas mereka dari para Seventh Kavalry. Lucu bagi gue karena kini, baik polisi maupun Seventh Kavalry kini sama-sama menggunakan topeng. Melihat
para white supremacist yang kejam dan polisi bertopeng yang main hakim sendiri, cukup sulit membedakan mana yang benar dan salah di antara kedua kubu tersebut. Penggunaan topeng sendiri pernah ditanggapi oleh Laurie Blake (Jean Smart) ketika berbicara dengan Angela Abar (Regina King). Menurutnya, menggunakan topeng hanyalah sebuah usaha untuk menutupi trauma masa lalu. Laurie yang merupakan mantan vigilante bernama Silk Spectre mengaku bahwa alter egonya berasal dari masa lalunya di mana ibunya merupakan korban pelecahan. Perlahan, penonton juga mulai disuguhkan kepingan masa lalu Angela yang penuh duka sehingga membentuk sosok vigilante dalam dirinya yang bernama Sister Night. Ketika siang, Angela menjadi seorang ibu dan istri yang baik bagi keluarga. Namun, ketika malam, Angela menjalankan pekerjaannya sebagai vigilante yang siap menghabisi musuhnya hingga babak belur. Watchmen cukup mengajak gue untuk merefleksikan kembali kepentingan para “pahlawan” dalam menggunakan tudung dan topeng. Ketika topeng dikenakan, identitas pun berubah dan lambat laun penggunanya akan kehilangan sosok dirinya yang asli. Topeng tidak semata digunakan untuk melindungi keluarga, tetapi justru untuk menutupi luka masa lalu dan menciptakan identitas baru untuk melampiaskan amarah. Kini, ketika para “pahlawan” dan “penjahat” sama-sama bertopeng dan main hakim sendiri, kepada siapa masyarakat harus percaya?
W
alaupun berlatar 30 tahun setelah kejadian di komiknya, Watchmen tetap menghadirkan tokoh-tokoh lama yang cukup memegang peran penting, yaitu Adrian Veidt alias Ozymandias (Jeremy Irons) dan Dr. Manhattan (Yahya Abdul-Mateen II). Menurut gue, walaupun bukan tokoh utama dalam cerita, keduanya memiliki peran yang cukup penting dalam keberjalanan serial. Ozymandias adalah seorang manusia biasa dengan kecerdasan tinggi sehingga kerap disebut sebagai manusia tercerdas di bumi. Kecerdasannya yang terlalu tinggi nampaknya membuat Adrian cukup gila dan berusaha menyelamatkan dunia dari perang nuklir dengan membuat serangan cumi-cumi raksasa palsu yang menewaskan tiga juta orang. Meskipun memakan korban yang tak sedikit, Adrian tetap bangga dengan hal yang dilakukannya karena dia menganggap aksinya telah menyelamatkan dunia dari kepunahan massal. Di sini gue melihat Adrian sebagai seseorang yang mengalami hero complex, sebuah kondisi di mana seseorang terobsesi menjadi sosok pahlawan demi pengakuan semata. Gue suka banget dengan acting-nya Jeremy Irons di sini. Beliau benar-benar berhasil membawa karakter Adrian sebagai orang tua yang sedikit gila sekaligus jenius.
Sementara itu, Dr. Manhattan dikisahkan telah meninggalkan bumi dan tinggal di Mars sejak 1985. Serial ini cukup menggambarkan secara realistis, apa yang akan terjadi jika seseorang memiliki kemampuan layaknya Tuhan, yaitu Dr. Manhattan. Manusia dikisahkan sangat percaya bahwa Dr. Manhattan adalah semacam juru selamat dunia yang mengawasi dari jauh. Namun, betulkah demikian? Sayangnya, tidak. Walaupun dapat melakukan apa saja, Dr. Manhattan yang memiliki nama asli Jon Osterman ini memilih untuk diam dan menunggu nasib. Bahkan, di saat orang-orang masih mengharapkan kehadirannya, Jon justru memilih untuk menyamar menjadi manusia biasa dan melupakan perannya sebagai seorang mahakuasa. Menurut gue, Dr. Manhattan dibawakan dengan ciamik oleh Yahya Abdul-Mateen. Terakhir gue melihat acting-nya Yahya, dia hadir sebagai tokoh antagonis di Aquaman dengan sifat yang agresif dan ngegas. Di Watchmen sendiri Yahya dapat tampil sebagai sosok Dr. Manhattan yang seakan polos dan datar, jauh berbeda dengan perannya sebagai Black Manta. Namun, hal yang cukup disayangkan adalah penampilan fisik Dr. Manhattan yang seakan hanya tubuh Yahya yang dicat biru tanpa efek glowing dan mata putih sebagaimana mestinya. Maklum, budget serial tentunya lebih terbatas dibanding film.
“Anyone who seeks to attain the power of a God must be prevented at all costs from attaining it.” - Adrian Veidt
Hal menarik yang gue temukan adalah betapa kontradiktifnya kedua tokoh di atas. Ozymandias sebagai manusia biasa tanpa kemampuan super berusaha menyelamatkan dunia dengan memakan korban, sedangkan Dr. Manhattan yang bisa melakukan apa saja memilih untuk diam dan menutup mata dari masalah yang terjadi di dunia. Gue jadi teringat dengan kata-kata Lex Luthor di Batman vs Superman di mana dia bilang jika Tuhan itu Mahakuasa, Dia tidak bisa Mahabaik dan begitupun sebaliknya. Jika memang ada seseorang yang diberkahi kemampuan bak dewa dan dapat mengetahui segalanya, apakah dia akan merasa bahwa kemanusiaan layak diselamatkan? Watchmen menurut gue berhasil membawa sebuah narasi di mana manusia lebih memilih untuk menggantungkan hidupnya pada suatu entitas supranatural dibanding berusaha untuk memperbaikinya sendiri. Terlihat dari bagaimana orangorang masih terus percaya bahwa Dr. Manhattan yang menghilang akan kembali dan bagaimana mereka selalu mengandalkan kekuatan untuk menyelesaikan masalah. Padahal, Ozymandias telah membuktikan bahwa tanpa perlu kekuatan super, ia dapat menyelamatkan dunia (walaupun gue juga kurang suka dengan caranya yang tidak manusiawi). Setidaknya, hal yang bisa gue petik adalah manusia tidak hanya harus berdoa, tetapi juga perlu berusaha dan berkorban untuk meraih sesuatu yang diimpikan. Ora et labora, guys!
O
verall, gue suka banget sama Watchmen. Motivasi awal gue nonton serial ini karena sering disinggung di beberapa podcast geek dan tentu saja karena jumlah piala Emmy yang dibawa. Serial ini gak mengecewakan sama sekali dan gue rasa memang layak banget menang Emmy sebanyak itu. Isu yang diangkat sangat relevan dan seakan meramal apa yang akan terjadi di Amerika pada 2020. Gue juga suka perspektif lain yang dibawakan tentang motivasi para vigilante menggunakan topeng. Terlebih lagi, serial ini gak secara gamblang memberi tahu penontonnya siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang baik dan siapa yang jahat. Gue jadi cukup sadar bahwa dunia memang abu-abu dan setiap individu punya kepentingannya masing-masing, bahkan yang dianggap Tuhan saja bisa memilih untuk diam di tengah kekacauan dunia. Sebagai sebuah serial, gue akui phasing-nya cukup lambat, apalagi ditambah durasi tiap episode yang sekitar satu jam. Namun, setiap episode tetap membuat gue penasaran dan selalu memberikan perspektif dari masing-masing tokoh sehingga penonton bisa memahami motivasi tiap tokoh melakukan suatu hal, tidak
melulu fokus dengan Angela sebagai tokoh utama. Gue juga suka banget sama acting tiap pemerannya. Walaupun gue secara pribadi tidak benar-benar into tokoh Angela, tapi gue akui Regina King memang layak dapat predikat pemeran wanita terbaik di Emmy. Jean Smart juga oke banget memerankan Laurie Blake. Gue suka bagaimana Laurie sebagai pensiunan superhero yang sudah makan asam garam kehidupan bicara ceplas-ceplos dan jujur banget akan segala hal. Untuk Jeremy Irons dan Yahya Abdul-Mateen rasanya sudah cukup jelas dari chapter sebelumnya. Setiap tokoh punya peran penting bagi keberjalanan cerita, bahkan tokoh yang di awal kemunculannya hanya sedikit. Gue juga mau apresiasi Damon Lindelof bersama timnya yang berhasil mengantarkan cerita baru dan fresh dari komik sakral Watchmen. Beliau tetap bisa menjaga continuity dari komiknya serta menambahkan kisah-kisah baru yang relevan dengan kehidupan nyata. Gue rasa Watchmen cocok banget untuk dinikmati teman-teman yang rada bosan dengan filmfilm superhero masa kini. Selamat menonton, guys!
FREQUENTLY ASKED QUESTIONS Q: Bisa ditonton di mana? A: Watchmen bisa diakses melalui layanan streaming HBO Go Asia. Q: Apa perlu baca komik atau nonton filmnya sebelum nonton serialnya? A: Gak perlu kok, tapi sabi aja biar lebih afdol. Q: Berapa episode totalnya dan durasinya? A: Total ada 9 episode, masing-masing sekitar 1 jam. Q: Apa bakal ada season 2-nya? A: Sejauh ini tidak sih nampaknya. Q: Apakah setelah baca review ini masih bisa menikmati serialnya? A: BISA BANGETTTT!!!