1
Liburan merupakan momen yang sangat tepat untuk sebuah kegiatan menyenangkan, apalagi kalau bukan menonton! Pada kali ini, Liga Film Mahasiswa mempersembahkan Kine Guide Book edisi Juli yang bertemakan Holiday. Kine Guide Book edisi ini akan mencoba menjadi panduan Anda sekalian untuk menonton film-film yang cocok untuk dijadikan teman selama liburan ini. Film-film yang di-review oleh 12 orang kontributor ini pun dibagi-bagi ke dalam 4 genre, yaitu film fiksi panjang, film dokumenter panjang, film animasi panjang, dan juga series. Masing-masing kontributor pun juga mengangkat tema-tema tertentu yang mereka pilih. Variatif bukan? So, happy watching and happy holiday! Penanggung Jawab Kine Holiday Guide Book Christopher Fernaldy Kusuma
2
3
4
Life lessons
Oleh : Karina Dwita Shafira (SI ‘13)
Still the Water (2014) Berlatarkan pesisir Jepang yang sangat berbeda keadaannya dengan Jepang yang biasanya kita tahu—Tokyo, mengajari kita tentang eratnya kehidupan manusia dengan alam itu sendiri: bagaimana laut menggambarkan kehidupan ataupun siklus kematian dari makhluk hidup. Diawali dengan deburan ombak yang sama sekali tidak tenang selayaknya judulnya, film ini bercerita tentang sepasang kekasih remaja yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda, yakni antara Keito yang sulit ditebak serta membenci laut dengan Kyoko yang selalu ingin tahu dan juga sangat mencintai laut. Ketidaktahuan serta pembelajaran sepasang remaja tersebut mengajarkan kita bahwa kematian adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dan beberapa hal tidak seperti apa yang kita lihat. Naomi Kawase menyeret penontonnya dalam 118 menit yang tidak tergesa-gesa, satu hal pasti yang dapat saya ambil dari film ini: tidak selayaknya kita menilai sesuatu hanya dari tampilannya saja.
La stanza del figlio (2001) Dalam The Son’s Room, digambarkan bahwa sekuat apapun seorang manusia, tidak akan pernah bisa menghindari kesedihan dan juga kematian, tetapi hidup harus tetap berjalan. Giovanni Sermonti adalah seorang ayah yang berprofesi sebagai psikoanalis yang handal dalam mencari pintu keluar masalah orang lain, selain itu ia juga merupakan ayah yang diidamkan oleh orang-orang pada umumnya—mendukung apa yang anaknya sukai, serta seorang pendengar yang baik. Namun, picture of perfect yang disajikan tersebut menjadi hancur karena kehilangan orang terkasih. Kesedihan bukan hanya dapat mempengaruhi hubungan kita dengan orang sekitar namun juga mempengaruhi hubungan di dalam keluarga itu sendiri.  
5
Rain Man (1988) Raymond adalah seseorang yang mengalami gangguan mental, sedangkan Charlie Babbitt adalah saudara kandungnya yang sedang terlilit hutang. Pada suatu hari setelah ayahnya meninggal, Charlie menemukan fakta bahwa uang warisan jatuh kepada seseorang yang tidak dia kenal. Sebuah journey based story yang menceritakan hubungan saudara yang tidak pernah bertemu sebelumnya. Pertemuan dengan seseorang yang tidak pernah dia duga sebelumnya membuat Charlie Babbit sedikit demi sedikit melunak dengan bantuan kekasihnya, Susanna. Dustin Hoffman dengan acting-nya yang sangat brilian menunjukkan kita agar senantiasa menghargai orang yang mengalami autisme.
Talkies romance and travel Oleh : Nabilah Zuhairah (FI ‘13)
Before Sunrise (1995) Seberapa sering anda mengobrol dengan orang asing dan terasa begitu “klik”? Mungkin sangat jarang dan hampir tidak pernah, apalagi ditahun sekarang ini. Tapi coba nikmati film ini yang membawa hanyut dalam percakapan dua manusia. Jesse (Ethan Hawke) dan Celine (Julie Delpy) bertemu di kereta dan mereka terasa sangat “klik”. Sebelum Jesse turun, ia mengajak Celine dan keduanya memutuskan untuk melanjutkan mengobrol. Literally semalaman, menunggu matahari terbit, dan mengelilingi Vienna. Kapan terakhir kali anda membuka diri dan bicara sepuasnya? Kedua manusia ini berbicara dengan penuh passion tentang berbagai hal yang dikemas sangat ringan. Film ini terkesan sangat klasik, sederhana dan menyenangkan. Walaupun film ini sudah cukup tua, tapi banyak obrolan yang terkesan “remaja banget” sebagai manusia awal 20an, mulai keluarga dan love-life, juga topik-topik lainnya yang sangat acak, mereka bahkan bertemu peramal dan poets jalanan. Pengemasan film ini mirip documentary movie dan kita diarahkan untuk belajar dan mengenal kedua karakter dengan cukup dalam. Banyak sudut di kota Vienna yang dikunjungi dan membuat perjalanan keduanya sangat real. Jika menikmatinya, cerita Jesse dan Celine dilanjutkan pada dua film sekuelnya yaitu Before Sunset (2004) dan Before Midnight (2013).
66
3 Hari untuk Selamanya (2007) Film ini adalah satu dari sekian film Indonesia yang memiliki genre road-trip movie yang dikemas ala dokumenter tentang perjalanan dua manusia. Ambar (Adinia Wirasti) dan sepupunya, Yusuf (Nicholas Saputra) mendapat kepercayaan membawa set piring antik untuk acara midodareni (salah satu rangkaian acara pernikahan adat Jawa) kakak Ambar dari Jakarta menuju Yogyakarta. Perjalanan mereka dikemas syahdu dengan iringan lagu-lagu Float. Bagian awal cerita menyajikan latar kehidupan malam Ambar juga rokok ganja Yusuf. Sang sutradara, Riri Riza, menunjukkan cerita kenakalan remaja dan sifat pembangkang remaja Ibu Kota secara eksplisit, terasa menyebalkan, namun sangat dekat. Budaya masyarakat Indonesia yang beragam juga digambarkan sepanjang perjalanan mereka. Adat keluarga turun-temurun yang sangat kental: Yusuf yang sempat terhipnotis oleh seorang penari di pantai, “keramahan� seorang bapak-bapak ketika mencari tempat menginap, juga pemandangan-pemandangan kehidupan masyarakat daerah. Sepanjang film, kita akan disuguhi rangkaian perjalanan yang penuh percakapan dengan kalimat-kalimat “menusuk� yang kadang sulit dipahami, termasuk tentang mengambil keputusan-keputusan dalam perjalanan kehidupan.
Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya (2013) Film ini terbagi menjadi dua bagian, cerita utama adalah tentang perjalanan Ning (Christy Mahanani) dan Mur (Muhammad Abe Baasyin). Ning yang baru bekerja di sebuah toko barang interior mendapat tugas untuk mengirim sofa bersama Mur dari Yogyakarta ke Temanggung. Cerita sampingannya adalah tentang Jarot (Joned Suryatmoko), suami Ning. Fokus cerita yang menarik adalah perbandingan kisah cinta diantara Ning dan Jarot, sejak awal hubungan mereka digambarkan sangat dingin dan kurang komunikasi, sedangkan hubungan Ning dan Mur, yang merupakan rekan kerja baru, keduanya bisa bersikap sangat akrab. Film ini pernah ditayangkan di bioskop-bioskop komersial Indonesia, namun setipe dengan film-film arthouse lainnya yang sering berkeliling di festival film: konflik dan percakapan disajikan menggantung, penonton dibawa menikmati alur berikutnya dan harus memikirkan jalan cerita juga memahami maksudnya sendiri. Alur film diceritakan sangat lambat, tidak terburu-buru dan dipenuhi detail-detail kecil. Bagaimana tidak, perjalanan yang harusnya hanya beberapa jam menjadi beberapa hari. Cerita antar Ning dan Mur disajikan malu-malu, penuh rasa bersalah, namun terasa sangat natural. Sepanjang film diisi dengan obrolan acak antar keduanya, menunjukkan dua orang asing yang tidak tahu harus mengobrol apa untuk menghindari kecanggungan, atau malah hanya disuguhi keheningan dan dimanjakan dengan pemandangan-pemandangan sepanjang perjalanan.
7
Miraculous Jobs Oleh : Fidel Adriana (MT ‘13)
Night at the Museum : Battle of the Smithsonian (2009) “The Battle of Smithsonian! Perhaps the greatest battle the world will never know.” Apa yang terjadi apabila seluruh wahana di salah satu museum terbesar di Amerika menjadi hidup? Kekacauan pastinya. Larry Daley (Ben Stiller) kembali beraksi bersama geng Museum of Natural History-nya dalam sequel dari Night at the Museum ini. Pimpinan museum menginginkan adanya renovasi, sehingga banyak wahana museum yang dipindahkan ke Smithsonian Museum, Washington DC. Artefak kuno milik Akhmenrah (Rami Malek) yang menghidupkan seluruh museum pada malam hari juga ikut dipindahkan. Mengetahui hal tersebut, Kahmunrah (Hank Azaria), kakak dari Akhmenrah, berniat untuk merebut artefak tersebut untuk memanggil pasukannya dari Land of the Dead. Bersama Amelia Earheart (Amy Adams), pilot wanita pertama yang menyeberangi Samudera Atlantik, Larry sang penjaga museum kembali berpetualang menyusuri luasnya museum Smithsonian untuk mencegah hal tersebut dan menyelamatkan teman-temannya. Banyak hal yang menjadi menjadi daya tarik dari sequel Nights at the Museum ini. Karakter baru, seperti Al Capone, Einstein, hingga Presiden Abraham Lincoln, hadir untuk menambah keseruan dari petualangan sang penjaga museum. Teori-teori baru seperti dunia lukisan juga menambah keunikan dari film ini. Lelucon-lelucon sejarah dan lelucon liliput kembali dihadirkan di sequel ini. Namun, lelucon utama yang dibawakan di film ini adalah tentang bagaimana tokoh-tokoh sejarah berinteraksi dengan kehidupan modern. Berbeda dengan film pertama, tokoh sejarah di film ini hidup untuk pertama kali, sehingga mereka masih menyesuaikan diri dengan dunia modern. Tingkah laku para tokoh ketika berinteraksi dengan benda-benda modern ataupun berinteraksi satu sama lain, mampu menjaga ketertarikan penonton hingga akhir film. Perang puncak yang menjadi klimaks dari film ini pun cukup menghibur dan meninggalkan kesan bagi penonton.
The Cobbler (2014)
“It’s a privilage to walk in another man shoes” Max Simkin (Adam Sandler) adalah seorang tukang sepatu yang membenci pekerjaannya yang diwariskan dari sang ayah. Suatu hari seorang klien memintanya untuk memperbaiki sebuah sepatu dalam kurun waktu beberapa jam, namun mesin jahit yang biasa digunakan oleh Max rusak. Ia pun akhirnya menggunakan mesin jahit tua milik ayahnya yang disimpan di gudang. Saat menunggu kedatangan sang klien, Max iseng mencoba sepatu tersebut. Max terkejut melihat bahwa wajah, bentuk tubuh, hingga suaranya menyerupai klien pemilik sepatu tersebut. Max pun mulai menggunakan mesin jahit tersebut untuk keuntungan pribadinya. Namun, ketika mendengar bahwa pertokoan di lingkungannya akan digusur, Max menggunakan keajaiban mesin jahit tersebut untuk menyelamatkan para pedagang di sekitarnya. To understand a man, you have to walk a mile in his shoes, adalah peribahasa yang direalisasikan dalam film ini. Penonton disuguhkan dengan peristiwa-peristiwa kecil nan menghibur yang dilakukan Max, dan berujung pada kasus besar tentang penggusuran pertokoan. Highlight dari film ini adalah performa yang tidak biasa dari Adam Sandler. Karakter Sandler yang biasanya pecicilan dan berintonasi malas, tidak tergambarkan di film ini. Sandler tampak bijak dan lebih emosional dalam film ini. Keajaiban dari sepatu juga tidak digambarkan dengan norak, transformasi Max menjadi klien-kliennya digambarkan dengan rapi melalui transisi antar-frame, bukan dengan special effects. Beberapa tindakan yang dilakukan Max dengan sepatu ajaibnya pun mampu menyentuh hati para penonton.
88
Ruby Sparks (2012) Calvin Weir-Fields (Paul Dano) adalah seorang penulis novel yang menemui jalan buntu dalam mengembangkan tulisannya. Selain itu, ia juga merasa tertekan oleh kakaknya yang selalu mendesaknya untuk mencari kekasih. Permasalahan-permasalahan ini menghantui pikiran Calvin hingga terbawa dalam mimpi. Ia bermimpi bertemu seorang gadis dan berbincang dengannya. Mimpi tersebut pun ia tuangkan kedalam naskah novel terbarunya. Namun tak disangka bahwa Ruby (Zoe Kazan), karakter wanita yang ia ciptakan berdasarkan gadis yang ditemuinya di mimpi, muncul di apartemen Calvin dan mengaku sebagai kekasihnya. Awalnya, Calvin sulit memahami keajaiban ini, namun akhirnya ia mengetahui bahwa sifat dan kepribadian Ruby dapat berubah sesuai naskah yang ia tulis. Walaupun ia sempat menggunakan keajaiban mesin tiknya untuk mengubah sifat Ruby, ternyata mengontrol sifat seseorang yang dicintai tidaklah seindah yang dibayangkan. Banyak orang yang berharap bahwa mereka mampu dapat mengendalikan sifat dan perilaku kekasihnya agar tidak terjadi pertengkaran diantara keduanya. Film ini menyuguhkan fantasi tersebut dengan melibatkan sifat natural manusia: egoisme. Dialog antartokoh mampu meyakinkan para penonton supaya tidak mengkhawatirkan bagaimana Ruby bisa hidup, sehingga hal utama yang dibawakan oleh film adalah bagaimana egoisme yang menguasai Calvin mampu memanipulasi sifat Ruby agar mengikuti keinginannya. Karakter ceria dan lugu Ruby yang dibawakan oleh Zoe Kazan, mampu mengimbangi karakter canggung dan perfeksionis Calvin yang dibawakan oleh Paul Dano. Film ini mampu menghadirkan berbagai metafora masalah percintaan melalui adegan dan dialog yang menggelitik.
Sports Based on true stories Oleh : Maulani Ferrizka (BE ‘14)
Moneyball (2011) “If we try to play like the Yankees in here, we will lose to the Yankees out there” Ucap seorang general manager, Billy Beane, kepada rekannya mengenai pergantian pemain di Oakland’s Athletics Baseball. Dalam rapat tersebut, Billy Beane, ayah dengan satu orang putri, mencoba menjelaskan bahwa untuk membentuk tim juara dengan kondisi uang tidak memadai, harus dengan cara baru yang tidak mengikuti kebiasaan lama. Namun rupanya, hal tersebut sulit diterima oleh rekan-rekannya sampai Billy menemukan seorang analis lulusan Yale bernama Pete Brand, Billy dan Pete. Dengan data statistik dan grafik-grafik para pemain yang dibentuk dari sebuah persamaan garis, akhirnya dapat membentuk sebuah tim. Tim yang telah dibentuk pun diragukan oleh semua orang, namun mereka mencoba membuktikan hal yang sebaliknya. Moneyball (2011) difokuskan pada kehidupan Billy Beane dan Oakland’s Athletics serta kemampuan dia sebagai satu-satunya general manager berlatar belakang mantan pemain. Dimainkan dengan sangat baik oleh Brad Pitt, film yang diangkat dari buku nonfiksi karangan Michael Lewis ini mampu memperlihatkan emosi Billy Beane yang naik turun akibat idenya mengenai membentuk tim hanya didasarkan pada angka statistik ditentang oleh semua orang. Diselingi beberapa adegan original, membuat karya sutradara Bennet Miller ini terasa nyata. Efek kamera serta sinematografinya pun pas agar terasa seperti berada ditahun 2000an. Namun, film berdurasi 133 menit ini kurang menjelaskan mengenai istilah-istilah yang ada dalam baseball sehingga orang awam harus mencari tahu lebih lanjut. Moneyball cocok untuk Anda yang ingin melihat bahwa olahraga dan data science dapat bersatu untuk membentuk keajaiban.
9
Remember the Titans (2000) Hitam dan putih. Seakan dunia hanya boleh terbagi oleh dua warna yang bahkan tidak melambang keseluruhan galaksi ini. Namun, itulah yang terjadi diera tahun 70an. Dimana orang-orang masih enggan bersatu hanya karena warna kulit mereka. Hal yang sama terjadi di daerah Alexandria, Virginia. Akan tetapi, saat itu mulailah disatukannya warna kulit di sekolah negeri bernama T.C. Williams High School. Diprakarsai oleh olahraga football, yang sudah mendarah daging dan sudah bagian dari tradisi, kedua ras bersatu untuk menjadi tim football terbaik sepanjang sejarah! Diangkat dari kisah nyata, Remember The Titans (2000) bercerita mengenai bagaimana coach Boone dan coach Yoast berusaha untuk menghalau perbedaan yang ada untuk melatih anak-anak muda yang berbakat. Dari awal film saja, terlihat sekali atmosfer nyata yang dirasakan para kulit hitam di lingkungan yang mayoritas kulit putih. Misalnya saja pada adegan saat Coach Boone pindah ke perumahan kulit putih, para tetangganya segera saja merapatkan pintu dan menutup jendela. Digambarkan dengan baik oleh sutradara Boaz Yakin, film berdurasi 113 menit ini mampu memberikan gambaran di awal-awal bersatunya kedua ras dengan scoring yang pas seperti yang ditunjukkan saat semua anak-anak bernyanyi bersama untuk menunjukkan soul mereka. Remember The Titans cocok untuk dinikmati bagi Anda yang ingin mengetahui awal bersatunya ras hitam dan putih melalui football.
The Blind Side (2009) Apa yang akan Anda lakukan jika menemukan seorang anak laki-laki gendut dan kotor di pinggir jalan? Mungkin hanya memberinya uang atau sekedar melihat sambil lalu. Namun, hal tersebut tidak yang dilakukan oleh Leigh Ann Tuohy, seorang ibu rumah tangga dengan dua anak. Pada saat ia dan keluarganya melihat Michael Oher, mereka memberinya tempat tinggal. Pada awalnya, hanya untuk sementara. Akan tetapi, mulai tumbuh suatu ikatan kuat diantara mereka apalagi setelah Leigh Ann mengetahui Michael mempunyai bakat yang luar biasa pada bidang football.
The Blind Side (2009) adalah sebuah film karya John Lee Hancock yang diangkat dari novel nonfiksi karangan Michael Lewis dengan judul yang sama. Film berdurasi 126 menit ini sangat menggambarkan ikatan yang terjalin antara sang ibu dan Michael yang bahkan bukan anaknya. Terlihat jelas bagaimana Leigh Ann, yang diperankan dengan sangat baik oleh Sandra Bullock, melindungi Michael pada saat Michael bermasalah dengan geng di lingkungan rumahnya yang lama. Dalam hal sinematografi dan scoring, terbilang biasa saja. Akan tetapi, film ini mampu memikat hati Anda untuk menontonnya berulang kali karena kisah yang disajikan sangatlah menarik dan mengharukan. Dimulai dari Michael yang hanyalah seorang anak bodoh sampai menjadi salah satu offensive line terbaik!
10 10
Alpha female Oleh : Ilham Rijal (SI ‘14)
Lucy (2014)
Lucy (2014) menceritakan seorang wanita kuliahan berkebangsaan Amerika bernama Lucy (diperankan Scarlett Johannson) di Taiwan dan tiba-tiba mendapati dirinya dijebak oleh pacar barunya, Richard (diperankan Pilou AsbĂŚk) untuk mengantar koper yang berisi CPH4, sebuah obat terlarang yang menjadi kunci jalan cerita film ini, kepada semacam komplotan mafia yang dipimpin oleh Mr. Jang (diperankan Choi Min-sik). Di Paris, diadakan sebuah konferensi mengenai kapasitas otak oleh Professor Norman (diperankan Morgan Freeman) yang secara paralel menjelaskan bagaimana efek jika kapasitas otak mencapai 100% (yang akan tercapai oleh Lucy sehingga berangsur-angsur ia memiliki kekuatan super seperti telekinesis, telepati, dll). Animo masyarakat yang menyatakan bahwa manusia belum sepenuhnya menggunakan otak adalah landasan dari film ini, meskipun pernyataan ini salah dan penulisnya pun mengakuinya (IMDb). Banyak pesan eksplisit yang terangkum akibat adegan paralel, dimana semesta filmnya sangat universal (terlihat dari bagaimana akhirnya Lucy menjadi omnipresen: kemunculan di mana-mana). Film ini sangat berhasil menyuguhkan isu otak sebagai sistem terkompleks yang membuat penonton bertanya-tanya: apakah hal ini dapat terjadi? Menonton Lucy akan menjadi pengalaman yang menyegarkan seperti film-film transhuman lainnya seperti Terminator franchise atau The Matrix franchise. Sang sutradara sekaligus penulis, Luc Besson, merupakan kontributor film asal Prancis yang pernah membuat film bergenre sama yaitu Science-Fiction seperti The Fifth Element (1997).
Salt merupakan film tahun 2010 ber-genre action thriller spy yang disutradarai oleh Phillip Noyce. Film ini menceritakan seorang wanita agen bernama Evelyn Salt (diperankan Angelina Jolie) yang mengalami kehidupan agen ganda yang sangat kompleks. Cerita berawal dari keberadaan dirinya yang ditangkap di Korea Utara dan disiksa karena dicurigai sebagai mata-mata Amerika. Kemudian, datang teman CIA-nya, Ted Winter (diperankan Liev Schreiber), dan pacarnya yang seorang arachnologist, Mike Krause (diperankan August Diehl). Dalam perjalanan pulang, Mike melamar Salt. Setelah dua tahun pernikahan mereka, Salt yang bekerja di CIA melakukan interogasi kepada defector Rusia, Oleg Orlov (diperankan Daniel Olbrychski) yang pada intinya menguak bahwa KA-12, seorang agen terlatih Rusia, akan membunuh Presiden Rusia pada pemakaman Wakil Presiden Amerika. Salt kemudian kabur dalam kebingungan dengan kepintarannya, dan dalam pelariannya ia menyadari bahwa suaminya, Mike, telah diculik. Sebagai film spy yang mempunyai animo misteri yang dominan, Salt telah berhasil menyajikan hal tersebut. Hal ini dibuktikan pada plot cerita yang sulit ditebak dan memiliki plot twist yang tidak hanya sekali ditampilkan. Penonton pada dasarnya akan dibiarkan meresapi apa yang terjadi, kemudian dengan adegan tertentu akan ada perubahan sudut pandang yang mengubah flow cerita. Konflik pada film ini terlihat tidak memiliki resolusi yang baik sehingga ada kesan tidak memuaskan di akhir cerita, tetapi action yang hampir ditayangkan selama durasi dapat menutupi kekurangan ini dengan baik. Salah satu faktor yang membuat film ini menarik adalah bagaimana film ini mengulang lagi cerita yang sama, yaitu Rusia versus Amerika. Red Dawn (1984), Thirteen Days (2000), serta Get Smart (2008) adalah film-film bernuansa sama yang mungkin menginsiprasi kehadiran film Salt. Karena film-film tersebut adalah film Hollywood, memang sangat tertebak penempatan Rusia sebagai musuh. Atau mungkin ada film bercerita sama yang memiliki perspektif yang berbeda yaitu pro Rusia? Entahlah.
Salt (2010)
11 11
Hanna (2011)
Hanna berkisahkan tentang seorang perempuan bernama sama dengan judul film (diperankan Saoirse Ronan) yang dibesarkan di alam liar bagian utara Finlandia oleh ayahnya yang merupakan mantan anggota CIA, Erik Heller (diperankan Eric Bana). Erik keluar dari CIA karena mengetahui rahasia yang tidak boleh tersebar ke dunia. Di alam liar, Hanna dilatih sejak umur dua tahun hingga saat ini untuk dapat membunuh Marissa Wiegler (diperankan Cate Blanchett). Marissa adalah anggota CIA yang berusaha membunuh keluarga Heller karena terkait dengan rahasia CIA tersebut. Dalam perjalanan kisahnya, Hanna bertemu dengan keluarga yang berlibur dengan van, dan menemukan hal-hal modern yang baru saja ia lihat secara langsung saat selama ini ia hanya bisa melihatnya di ensiklopedia. Detail-detail di film ini sangat menarik dengan pendekatan metafora yang hampir menyeluruh dari awal hingga akhir cerita. Dengan plot yang sederhana, pendekatan metafora ini telah berhasil menutupi kesederhanaan plot sehingga film ini menjadi unik. Hal ini terlihat bagaimana binatang tertentu menjadi simbol yang menjiwai karakter Hanna yang asing dari peradaban. Long take yang sering muncul pada film ini juga secara apik disusun agar tidak membosankan dan background filmnya sering kali merepresentasikan apa yang sedang terjadi, seperti contoh pada adegan Erik yang dimata-matai anggota CIA yang berusaha menangkapnya.
Scoring-nya pun tidak lazim seperti film action pada umumnya. Scoring film ini akan mengingatkan penonton pada film A Clockwork Orange (1971). Hal ini menarik melihat bagaimana perbedaan kedua film yang sangat kontras ini ternyata memiliki kesamaan yang berdampak besar kepada sikap film Hanna yang banyak aksinya tapi mencoba memunculkan sikap eksploratif. Scoring film ini dibuat oleh The Chemical Brothers ber-genre big beat.
Comedy
Oleh : Shafirah Aisyah (AR ‘15)
Richie Rich (1994) Memiliki uang berarti memiliki segalanya. Rumah mewah seperti istana, makanan serba ada, roller coaster milik sendiri, sampai belajar kimia pada profesornya langsung adalah kehidupan yang jarang bisa ditemui oleh anak-anak biasa. Namun, Richie bukanlah anak biasa. Richie yang lahir dari keluarga Rich, keluarga yang “kaya� dan terbiasa mendapatkan semua hal yang ia butuhkan. Sampai pada suatu saat, dengan kecintaannya bermain baseball, Richie menyaksikan anak-anak sebayanya bermain baseball di sebuah lapangan tidak terpakai. Muncul keinginannya untuk ikut bermain, namun tidak semudah itu ia diterima di sana. Kemudian ia menyadari, ada hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, teman adalah salah satunya. Sampai akhirnya ia dihadapkan dengan sebuah situasi genting dimana keluarganya diserang oleh orang-orang yang menginginkan hartanya, teman-temannyalah yang dengan senang hati membantunya menangkap orang-orang jahat tersebut.
Richie Rich (1994), sebuah film garapan Donald Petrie yang tidak habis dimakan waktu. Film ini dibintangi oleh Macaulay Culkin (Richie), yang tak pernah absen menjadi kesayangan para ibu dalam film-film keluarga tahun 90an. Film ini juga dengan apik dapat memunculkan karakter seorang anak dari keluarga kaya yang tidak manja dan cerdas. Richie Rich sendiri mampu menjadi sebuah film khas liburan dan ditunggu-tunggu banyak keluarga yang merasakan tahun 90an untuk mengisi waktu-waktu kualitas bersama.
12 12
Paddington (2014) Paddington merupakan seorang beruang ras Peru, Peruvian, yang pergi ke kota London untuk mencari rumah. Setelah terdampar di sebuah stasiun kereta di London dan bertemu dengan sebuah keluarga, keluarga Brown, akhirnya ia mendapatkan sebuah nama yaitu Paddington. Menjalani hidup seperti manusia bukanlah hal yang mudah baginya, digambarkan dengan ia yang membuat situasi di rumah keluarga Brown kacau pada hari-hari pertamanya di sana. Kekacauan tersebut membuat Mr. Henry Brown geram dan ingin membawa pergi Paddington. Tentu saja hal itu membuat Paddington merasa bersalah. Namun, ditengah kekacauan tersebut, keberadaan Paddington menjadi sebuah kartu truf kesuksesan penelitian bagi Milicent (Nicole Kidman). Namun, keluarga Brown yang akhirnya tersentuh dengan kejujuran dan ketulusannya habis-habisan membantunya kabur. Hal itu membuat Paddington merasa bahwa ia memang sudah menemukan rumah yang tepat. Ternyata, usut punya usut, Paddington memiliki kisah masa lalu yang menyebabkan ia pergi ke London saat gempa bumi melanda Peru. Menjadi sebuah karakter dalam literatur fiksi anak-anak, Paddington Bear mampu menampilkan karismanya dan membuat Paul King menggarap filmnya. Film keluarga yang dirilis tahun 2014 ini memunculkan rasa puas dan heartwarm, sehingga sangat baik dinikmati bersama keluarga tercinta. Animasi beruang yang sangat menggemaskan dan karakternya yang cerdas pun menjadi bumbu yang melengkapi film ini dengan baik
Mr. Bean's Holiday (2007) Petualangan Mr. Bean (Rowan Atkinson) yang ingin liburan ke Prancis karena hawa basah London dimulai dengan bertemunya ia dengan seorang anak yang terpisahkan dengan ayahnya akibat tertinggal kereta karena ulah Mr. Bean sendiri. Dengan tingkahnya yang konyol, Mr. Bean mampu berkomunikasi apa adanya dengan anak tersebut yang ternyata bernama Stepan (Max Baldry). Akhirnya, petualangannya liburan ke Prancis membuatnya harus mengantarkan kembali Stepan kepada ayahnya. Ya, lagi-lagi, Mr. Bean selalu bertindak konyol ditengah petualangan mereka. Stepan yang awalnya merasa kesal dan malu, akhirnya terbawa oleh tingkah Mr. Bean tersebut dan bisa tertawa bersamanya. Walaupun tak jarang Mr. Bean membuat keributan di tengah kota, Stepan dengan hati terpaksa pun ikut tertawa. Kemudian, keduanya bertemu dengan dewi penyelaman mereka, Sabine (Emma de Caunes), yang memiliki mobil persis seperti milik Mr. Bean. Dengan baik hati, Sabine yang juga memiliki tujuan yang sama dengan mereka, mengantarkan mereka ke tujuan akhirnya. Siapa yang tidak suka dengan tingkah jenaka dari Mr. Bean? Ya, tingkahnya yang “ada-ada saja� membuat ia begitu digemari segala umat dari berbagai umur di penjuru dunia. Film Mr. Bean’s Holiday merupakan salah satu film favorit keluarga yang tak bosan ditonton. Tak jarang, tawa dan canda selalu pecah kala menyaksikan film ini. Apalagi jika ditonton bersama-sama, tak mungkin tak gatal mengomentari tingkahnya yang ada-ada saja tersebut bersama-sama.
13 13
John Carney’s touch of music Oleh : Alya Fatina Diandari (BI ‘15)
Once (2007) Film yang berlatar di Dublin ini bercerita tentang seorang musisi jalanan, Guy (Glen Hansard), yang juga bekerja di toko reparasi vacuum cleaner milik ayahnya. Musiknya menarik perhatian seorang wanita penjual bunga jalanan, Girl (MarkĂŠta IrglovĂĄ). Girl adalah seorang pianis. Tetapi karena faktor ekonominya, ia hanya bisa bermain musik di toko alat musik kenalannya. Ketika adegan dimana Girl bermain piano untuk Guy, Guy duduk mendengarkan permainannya untuk pertama kalinya dan akhirnya mereka berdua bermain musik bersama. Terlihat cinta telah tumbuh diantara mereka berdua. Tetapi, cerita dalam film ini bukan mengenai dua orang yang jatuh cinta karena musik, tetapi mereka yang jatuh cinta kembali karena musik. Kita akan terbawa suasana oleh adegan-adegan Guy dan Girl yang walaupun sederhana tapi terkesan manis dan dalam. Chemistry diantara mereka saat bermain musik, keduanya yang saling mendukung satu sama lain, perbincangan-perbincangan ringan mereka, menunjukkan bahwa film drama romance tidak harus selalu berisi adegan flirting. Tetapi, sepertinya John sengaja tidak menjadikan kisah film ini se-simple dua orang yang jatuh cinta. Yang pasti film ini sangat memanjakan para penikmat musik hingga diakui oleh Academy Award sebagai Best Original Song.
Sing Street (2016) Sekali lagi John Carney berhasil membuat sebuah kolaborasi film dan musik yang sangat dinamis. Kembali berlatar di Dublin pada tahun 80-an, Conor (Ferdia Walsh-Peelo), seorang remaja yang baru saja pindah ke sekolah baru dengan lingkungan yang keras, jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang model, Raphina (Lucy Boynton). Untuk menarik perhatiannya, Conor berbohong dengan mengatakan ia mempunyai sebuah band dan menawarkannya menjadi model video clip-nya. Untungnya, dengan bakat Conor untuk menciptakan lagu dan pertemuannya dengan teman-teman bermusiknya, terbentuklah band yang bagi remaja seumuran mereka adalah sebuah impian. Kakaknya, Brendan (Jack Reynor), yang memiliki selera musik yang bagus, membantunya dalam mengenal musikmusik yang berkualitas. Ini adalah film mengenai idealisme seorang remaja yang mencurahkan kegeramannya sebagai korban bullying, kesedihan akan hubungan kedua orang tuanya yang semakin memburuk, dan tekadnya untuk mendapatkan seorang model cantik melalui musik. Sebuah film dengan cerita yang ringan khas cerita cinta anak remaja yang juga menawarkan sebuah musikalitas yang sangat cocok bagi penggemar musik-musik tahun 80-an. Mata juga akan dimanjakan dengan latar, wajah para pemainnya yang segar, dan vintage rock n roll fashion style. Hairspray everywhere!
1414
Begin Again (2013) All time favorite Carney’s movie. Bercerita tentang seorang wanita muda, Gretta (Keira Knightley), seorang musisi dan pencipta lagu yang ditinggal oleh kekasihnya Dave (Adam Levine) karena mengejar popularitas. Penampilan Gretta di sebuah klub menarik perhatian seorang produser musik yang putus asa karena keluarga dan kariernya sedang tidak berpihak kepadanya, Dan (Mark Rufallo). Dan menawarkan Gretta untuk bekerja sama dalam membuat sebuah album tanpa menghilangkan idealismenya. Uniknya, rekaman setiap lagu di lakukan di tempat-tempat umum Kota New York. Hubungan Gretta-Dan sebagai musisi dan produser, merupakan hubungan yang menguntungkan, tetapi juga baik untuk kehidupan pribadi masing-masing. Adegan-adegan saat mereka berdua pun terkesan manis, sampai kita bisa mengira ini adalah sebuah film romance. Dengan adanya Gretta, hubungan Dan dengan putrinya semakin membaik. Dan dengan adanya Dan, Gretta perlahan-lahan bisa merelakan Dave. Plotnya sendiri mirip dengan film John Carney yang lebih dulu populer, Once, tetapi ditampilkan dengan pemain dan soundtrack yang terkesan lebih matang. Secara keseluruhan, film ini memperlihatkan bahwa hubungan pria dan wanita tidak selalu harus sebagai pasangan.
115 5
Great People Behind the Cameras
Oleh : Farraz Akbar (MS ‘14)
5 Broken Cameras (2011) Kabar tentang Jalur Gaza mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Berita demi berita kita terima dari media cetak maupun maya. Berbagai cara dilakukan media untuk menyentuh hati pemirsanya, tetapi berita tetaplah berita, tetap berjarak. Film 5 Broken Cameras (2011) menawarkan lebih dari berita, tetapi cerita dari perspektif sebuah keluarga sederhana yang berada di tengah konflik berkepanjangan. Mulanya seorang petani zaitun, Emad Burnat yang tinggal di sebuah desa kecil di perbatasan Palestina-Israel berkeinginan untuk merekam momen-momen dalam hidupnya dan keluarganya. Suatu ketika tentara Israel secara sepihak merusak ladang zaitun untuk didirikan kawat penghalang antara Israel dan Palestina. Warga desa Bil’in tidak tinggal diam, mereka melakukan protes menuntut hak untuk mengambil kembali tanah mereka. Begitu pun Emad, ia merasa bertanggung jawab untuk mendokumentasikan setiap gerakan dari warga desanya. Pada suatu protes, kekacauan semakin menjadi-jadi hingga kamera pertamanya itu menjadi korbannya. Emad semakin menyadari risiko dari jalan yang ia ambil, tetapi hal itu tidak membuatnya gentar. Protes demi protes ia dokumentasikan tanpa terlewatkan sedikit pun. Film dokumenter ini menjadi sangat menarik karena memuat unsur-unsur keluarga dalam perjalanan dokumentasinya. Seperti ketika salah satu adik Emad ditangkap oleh tentara Israel dan ayahnya berusaha menolak penangkapan itu. Ia merasakan dilema yang luar biasa antara membantu ayahnya menolak penangkapan atau mendokumentasikannya secara konstan. Atau ketika tentara Israel mengetuk pintu rumahnya di malam hari untuk mengusir keluarganya dari desa Bil’in. Pada saat itu seluruh keluarganya menghampiri pintu dan berusaha menolak pengusiran tersebut. Adegan-adegan itu cukup memiliki kekuatan untuk menggerakkan hati penontonnya, terutama yang masih memiliki tempat tinggal yang layak dan keluarga yang utuh.
The Salt of the Earth (2014)
Film ini merupakan film dokumenter-biografi dari seorang fotografer asal Brasil bernama Sebastiao Salgado. Pria lulusan pascasarjana ekonomi ini sangat aktif berkarya dalam medium fotografi sejak tahun 1970-an. Dalam salah satu pernyataan dalam narasi film ini ia mengungkapkan rasa empatinya yang mendalam pada keadaan manusia. Rasa empati ini sangat memengaruhi karya-karya Sebastião, sehingga ia sering dilabeli sebagai fotografer sosial. Ketertarikannya itu membawa ia menjelajah ke negara-negara dunia ketiga, dimana ia dapat melihat secara langsung penderitaan dan kesengsaraan yang dialami manusia. Dalam film ini, Sebastião memberikan narasi tentang cerita-cerita yang dialami subjeknya selama ia bekerja. Menariknya Sebastião menceritakannya seakan-akan itu adalah kejadian yang ia alami sendiri. Rasa empati yang ia sempat nyatakan ditunjukkan dengan intonasi dan kedalaman narasi yang dibawanya. Dalam akhir narasi tentang salah satu karya terbesarnya, ”Exodus”, ia mengatakan “How many times did I lay my cameras down to cry what I had seen?”. Artinya ia menunjukkan bahwa ia tidak berniat untuk mengeksploitasi subjeknya untuk estetika visual semata, tetapi untuk menunjukkan pada dunia kerusakan yang telah kita lakukan sebagai umat manusia. Satu hal lagi yang menarik dalam film ini adalah penyusunan narasi dan adegannya. Susunan karya-karya yang ditampilkan dalam film ini dapat membuat kita memahami bagaimana Sebastião memandang dunia. Berawal dari cerita tentang situs pertambangan emas tanpa pengembang di Brasil yang menunjukkan betapa mudahnya manusia diperbudak oleh hasratnya sendiri, kemudian cerita tentang suku Indian di Ekuador yang hidup secara damai dan sederhana yang menjaga budaya menghargai kepentingan sosial. Sebuah jukstapos dari cerita yang ia publikasikan sebelumnya. Namun kemudian Sebastião kembali menceritakan tentang penderitaan dan kesengsaraan melalui kisah di Sahel, Kuwait, Yugoslavia, Kongo, dan Rwanda. Cerita yang menunjukkan akibat massal dari pertentangan politik beberapa manusia di strata atas kehidupan sosial. Kemudian rangkaian cerita itu diakhiri dengan project-nya yang lebih optimistik, yaitu “Genesis”. “Genesis” menunjukkan bahwa di suatu belahan dunia masih ada yang tampak seperti awal penciptaan bumi dan manusia. Sebuah pandangan yang lagi-lagi merupakan jukstapos dari pandangan sebelumnya. Susunan inilah yang membuat film ini mampu mengajak penonton untuk berpikir lebih optimistik disaat kenyataan tidak selalu sesuai yang diharapkan.
17
Born into Brothels : Calcutta's Red Light Kids (2004) Kawasan prostitusi atau red light district memang bukanlah hal yang baru untuk diberitakan di media massa. Namun film Born into Brothels: Calcutta’s Red Light Kids menawarkan perspektif yang unik dalam menceritakan kawasan tersebut. Ketika kebanyakan pemberitaan agak terkesan voyeuristic karena kamera tersembunyinya, film ini menawarkan perspektif langsung dari orang-orang yang mengalaminya. Fotografer muda asal Amerika, Zana Briski, pada saat itu sedang melakukan riset tentang Sonagachi (kawasan prostitusi terbesar di India). Ia menyadari bahwa kamera di area tersebut dapat membuat penghuninya sangat terintimidasi. Selama perjalanannya ia bertemu dengan anak-anak yang terlahir di sana dan ia mulai membangun ikatan emosional dengan mereka, ikatan tersebut mendorong Zana untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Lalu, ia memiliki ide untuk membuka kelas fotografi dasar yang diikuti oleh anak-anak dari desa tersebut. Kelas yang dibimbing oleh Zana ini ternyata mampu mendorong pesertanya untuk berani mengekspresikan ceritanya kepada orang lain. Seiring waktu perhatian Zana beralih dari kawasan Sonagachi secara umum kepada kehidupan personal peserta kelasnya. Perhatian itu ditunjukkan dengan bagaimana film ini menggali latar belakang cerita dari masing-masing pesertanya. Bahkan, ikatan emosional Zana mendorongnya lebih jauh hingga ia ingin membantu memberikan kesempatan kepada mereka untuk memiliki masa depan yang lebih baik, seperti membantu mendaftarkan mereka di sekolah asrama Sabera Kolkata. Perjalanan dan perjuangan Zana dalam membantu mereka menambahkan unsur keluarga, budaya, bahkan birokrasi yang semakin memperkaya film ini.
Crazy yet Ambitious Oleh : Muhammad Daffa Robani (AE ‘15)
An Honest Liar (2014)
An Honest Liar merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang kisah James Randi, seorang pesulap di Amerika yang lebih dikenal dengan nama The Amazing Randi. Film ini tidak berfokus pada kehidupan Randi sebagai pesulap namun lebih menceritakan bagaimana Randi yang sangat mendedikasikan hidupnya untuk membantah pihak-pihak yang mengaku memiliki paranormal powers Randi dijelaskan sangat berambisi untuk melawan pihak-pihak yang meraup keuntungan dengan mengaku memiliki paranormal powers. Dia dengan susah payah akan selalu mencari cara untuk membuktikan kalau sebenarnya hal-hal tersebut hanyalah trik sulap biasa. Ia juga melakukan ini semata-mata untuk mencerdaskan orang banyak. Alur dari film ini sendiri dibawakan dengan menjabarkan kasus-kasus yang pernah ditangani Randi, mulai dari orang yang mengaku utusan Tuhan sampai orang yang dapat memanipulasi logam, yang tentu bukanlah mudah dalam menghadapinya. Namun, tidak hanya sebatas itu, ada juga masalah-masalah menarik lainnya yang menyangkut kehidupan pribadi James Randi termasuk bagaimana dia mempertahankan prinsipnya. Pada akhirnya, menurut saya film ini sangatlah menarik karena berhasil menceritakan tentang kehidupan James Randi dengan pembawaan alurnya yang menjabarkan kasus-kasus yang dihadapinya satu persatu, sehingga penonton dapat memahami secara detil bagaimana masalah-masalah yang ditemuinya dan bagaimana cara dia menanganinya dengan prinsip yang dia pegang. Dan menariknya lagi, James Randi berhasil membuktikan dalam film ini bahwa untuk menjadi pesulap terkenal, untuk dikenal dengan nama The Amazing Randi, tidaklah harus selalu dengan mempraktikkan pertunjukkan sulap saja, namun bisa dengan cara lain, salah satunya dengan mencerdaskan orang banyak. 
18
Jackass Presents : Bad Grandpa (2013) Film Jackass Presents: Bad Grandpa ini merupakan film ber-genre komedi yang dibawakan Jackass dengan mempraktikkan jokes-jokes ala Jackass dan merekam bagaimana reaksi orang-orang terhadap hal tersebut. Tokoh utama dari film ini merupakan seorang kakek “nakal” beserta cucunya yang tidak kalah “nakalnya”. Tokoh kakeknya sendiri yang bernama Irving Zisman langsung diperankan oleh Johnny Knoxville, yang namanya tentu tidak asing bagi para penggemar Jackass. Tak terhitung berapa banyak aksi-aksi bodoh nan gila yang dimainkan oleh tim Jackass di film ini. Namun yang membuat menarik dari film ini bukanlah aksi-aksinya saja tetapi bagaimana reaksi orang-orang terhadapnya. Dengan kamera-kamera tersembunyi yang diatur sedemikian rupa, menurut saya film ini dengan sangat baik dapat menangkap reaksi-reaksi orang tersebut selayaknya kita sendiri yang menyaksikan aksi-aksi tersebut. Aksi-aksi bodoh yang dilakukan di film ini pun tidak hanya “ngasal” dilakukan yang penting seru namun didasari dengan cerita tentang road trip yang dijalani oleh Irving dan cucunya. Dan menurut saya, memang aksi-aksinya sangat mendukung storyline yang disusun sehingga berhasil membuat ceritanya pun tak kalah menariknya. Menurut saya pribadi, film ini merupakan versi yang jauh lebih baik dibandingkan film-film Jackass sebelumnya tanpa melupakan karakter dari Jackass itu sendiri. Karena, selain kekonsistenan Jackass dalam melakukan aksi-aksi gilanya, ada mainstory yang belum pernah saya lihat di filmfilm Jackass sebelumnya, serta berhasilnya film menangkap bagaimana reaksi orang-orang yang juga belum pernah saya lihat sebelumnya juga menambah aspek positif film ini. Akhir kata, bagi Anda yang merupakan penggemar setia Jackass atau penggemar humor-humor nakal atau bahkan hanya seorang mahasiswa yang sekedar ingin tertawa terbahak-bahak, saya sangatlah merekomendasikan film ini. Silakan dicoba sendiri!
Man on Wire (2008) Film dokumenter keluaran 2008 ini menceritakan tentang ambisi seorang akrobatik bernama Philippe Petit yang ingin menyeberangi WTC Twin Tower di atas seutas tali. Diawali dengan latar belakangnya yang memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang akrobat sampai cerita-ceritanya saat dia berhasil melakukan aksinya, yaitu berjalan di atas tali di salah satu katedral di Prancis hingga salah satu jembatan di Australia. Film ini bertambah menarik karena adanya dokumentasi-dokumentasi asli saat dia melakukan aksi-aksinya tersebut. Pembawaan alur pun semakin menarik saat dia memutuskan untuk menyeberangi WTC Twin Tower yang baru selesai dibangun saat itu. Berbulan-bulan dia menyiapkan strategi untuk menyeberanginya termasuk dengan lebih dari sepuluh kali mendatangi gedung tersebut untuk mengamati medan secara langsung. Reka ulang yang diciptakan di film ini pun sangat menarik dan sangatlah sesuai dengan apa yang diutarakan tokoh aslinya. Hal itu termasuk bagaimana gambarnya ditampilkan yang membuat penonton serasa menonton adegannya secara langsung pada masa itu, tahun 1970an, dengan gambarnya yang hitam putih dan pembawaannya yang dibuat-buat sok amatir agar semakin terasa gambar tersebut merupakan rekaman asli kejadian itu. Selain teknisnya yang apik, film ini juga berhasil menceritakan pengalaman seorang Philippe dalam memenuhi ambisinya. Mulai dari masalah-masalah yang dialaminya dan timnya saat membuat rencana dan melaksanakannya sampai ketenaran yang memabukkannya saat berhasil menjalaninya, dan masih banyak lagi. Film ini juga sampai sekarang masih bertengger di nomor satu untuk Film Dokumenter terbaik versi Rotten Tomatoes dan saya sangat merekomendasikan Anda untuk menontonnya!
19
Alien
Oleh : Nadhira Fasya Ghasani (MRI ‘14)
Mars Needs Moms (2011) Seorang anak bernama Milo (Seth Green) mengalami konflik harian dengan ibunya, yang tentunya pernah kita rasakan. Rasa malas saat mengerjakan pekerjaan rumah, prasyarat untuk menonton TV, hukuman karena tidak menurut, sampai pemaksaan untuk memakan sayur. Tidak tahan dengan hal-hal ini, tidak sengaja Milo mengatakan hal yang menyakiti ibunya. Dengan perasaan bersalah Milo mencoba tidur, namun perasaan tersebut tetap menghantui. Berniat meminta maaf kepada ibunya, barulah Ia sadar ada sesuatu yang tidak beres. Sebuah kapal ulang-alik telah menculik ibunya, dan tanpa sengaja Milo pun ikut terbawa ke Mars. Dalam usaha membebaskan ibunya, Milo banyak bertemu Martians. Tidak mengerti apa itu “Mom” berulang kali Milo harus mendeskripsikan apa itu ibu yang pada akhirnya menjadi suatu proses penyadaran diri mengenai apa itu ibu baik bagi Milo maupun untuk penonton. Meskipun kisah ibu dan anak ini yang menjadi sorotan utama, sebenarnya film ini berbicara mengenai sesuatu yang lebih besar: cinta. Suatu kebutuhan dengan tingkat urgensi sangat tinggi untuk survival dalam kehidupan agar seseorang tidak serta-merta menjadi robot. In the end, film ini tepat ditonton saat momen lebaran seperti sekarang agar permohonan maaf kian tulus sekaligus pengingat untuk berterima kasih kepada orangtua.
Home (2015) Boov, kaum alien yang ahli dalam melarikan diri, kerap berpindah-pindah planet demi menghindari musuh bebuyutan mereka, Gorg. Pilihan tempat singgah yang baru mereka adalah Bumi! Seluruh manusia di muka bumi dipindahkan oleh Boov ke sebuah tempat bernama Happy Humanstown, sementara kota-kota dan tempat tinggal manusia dihuni oleh Boov. Kejadian ini membuat Gratuity ‘Tip’ Tucci (Rihanna) terpisah dari ibunya. Di sisi lain Kapten Smek (Steve Martin) menjanjikan kaum Boov bahwa Bumi adalah tempat teraman dan mereka tidak perlu lagi pindah karena Gorg tidak akan menemukan mereka. Seketika situasi ini berputar 180 derajat akibat Oh (Jim Parsons) secara tidak sengaja mengirimkan undangan housewarming party ke seluruh semesta, termasuk Gorg! Tip yang berusaha mencari ibunya dan Oh yang lari dari kejaran kaum Boov akibat kecerobohannya dipertemukan takdir. Meskipun keduanya memiliki misi yang berbeda, mereka telah berjanji untuk membantu satu sama lain. Oh yang polos dan Tip yang penuh semangat menghadirkan momen-momen lucu yang menghibur. Konflik yang ringan, gambar yang penuh dengan warna-warna cerah, dan penggambaran karakter yang menggemaskan siap membuat kalian tertawa dan tersenyum melupakan kepenatan aktivitas dan beban tugas.
21
Escape from Planet Earth (2013) Dua bersaudara Scorch Supernova (Brendan Fraser) dan Gary Supernova (Rob Cordry) adalah tim yang bekerja di BASA, sebuah institusi antariksa milik Planet Baab. Scorch adalah sang pahlawan yang selalu terjun langsung ke lapangan untuk menuntaskan misi dibantu Gary, sang kakak yang jenius, mengawasi dan mengarahkan dari jarak jauh melalui kantor BASA. Berbeda pendapat terkait sebuah misi berbahaya, keduanya bertengkar sehingga Scorch harus melanjutkan misinya sendirian. Tanpa bantuan siapa pun Scorch menempuh perjalanan menuju Dark Planet yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bumi. Perjalanan besar ini disiarkan langsung ke seluruh penduduk Baab sampai Scorch tertangkap. Gary yang masih memendam amarah terhadap adiknya melihat siaran tersebut. Selalu menjadi alien yang sangat berhati-hati dalam bertindak, Gary awalnya hanya bisa terdiam melihat nasib adiknya. Namun Ia disadarkan oleh Kip (Jonathan Heit), anaknya yang nekat melakukan misi penyelamatan untuk pamannya itu. Sebelum Kip terlanjur pergi menyusul pamannya, Gary datang dan menggantikan posisinya. Ternyata, menjadi pahlawan dan beraksi tidak semudah yang Gary kira. Tidak butuh waktu lama, Gary mendapati nasib yang sama dengan Scorch. Untuk lolos dari Bumi, banyak rintangan yang harus dilalui. Seringkali cerita seperti menemui jalan buntu. Kombinasi pikiran dan perbuatan serta bala bantuan teman dan keluarga menjadi jalan keluar setiap masalah. Pas udah deket-deket akhir liburan dan mau masuk kuliah menjadi waktu yang pas banget nih buat menonton film ini, supaya kita siap jiwa dan raga menghadapi segala rintangan di depan
Ghibli’s Princess Oleh : Elba Andera (DKV ‘14)
Kiki's Delivery Service (1989) Buang jauh-jauh bayangan kalian tentang imej penyihir yang menyeramkan dan berwatak keji, hidup terasing di tengah hutan, dan gemar membuat racun serta menyantet orang. Nyatanya dalam film Kiki’s Delivery Service garapan studio Ghibli ini, penyihir digambarkan sebagai sebuah profesi (atau bahkan kebudayaan tersendiri?) di tengah masyarakat modern perkotaan. Kiki adalah seorang anak penyihir yang baru saja menginjak umur 14 tahun, dimana dia sudah dianggap dewasa (setidaknya bagi mereka para penyihir) dan harus belajar hidup mandiri dengan merantau ke kota yang ia kehendaki. Kiki dan Jiji, kucing peliharaannya, memutuskan tinggal di kota kecil di tepi laut. Ia tinggal menumpang di kedai roti kecil setelah berkenalan dengan Osono, sang pemilik kedai baru dikenalnya. Masalah-masalah yang tak begitu kompleks namun menyimpan pesan-pesan ringan menyelimuti setiap peristiwa yang dialami Kiki selama menjalani hidupnya di kota tersebut. Ia belajar tanggung jawab, saling menghargai, profesionalitas, dan hal-hal praktis seperti mengepel, menyapu, dan memasak. Ia juga bertemu Tombo, seorang anak lelaki yang sepertinya memiliki ketertarikan kepadanya. Melalui pembawaannya yang ringan dan jenaka serta pesan-pesannya yang dekat dengan keseharian, film ini dirasa cocok untuk memperkenalkan “dunia orang dewasa” kepada anak-anak dan kiat-kiat menghadapinya
22
Princess Mononoke (1997) Tak lazim memang untuk sebuah film yang berjudul tokoh tertentu (Princess Mononoke/Mononoke-hime), namun sepanjang film justru terpusat pada tokoh lainnya yaitu Ashitaka, pangeran dari negeri Emishi, yang bahkan baru bertemu sosok Princess Mononoke sendiri di separuh akhir film. Namun, Hayao Miyazaki sepertinya memang tidak ingin menitik beratkan fokus penonton pada tokoh-tokohnya, melainkan peristiwa dan realitas alam serta hubungannya dengan makhluk hidup (terutama manusia) yang ada di dalamnya. Secara keseluruhan, film ini menceritakan perseteruan antara manusia dan ruh-ruh alam dalam memperebutkan teritorial. Manusia ingin memperluas daerah permukiman dan kawasan industri, sementara ruh alam menolak tempat tinggalnya dirampas. Pertarungan antar tokohnya yang penuh aksi serta lansekap serta fenomena-fenomena alamnya disajikan melalui animasi yang apik dan memanjakan mata. Saking apiknya, kalian tak akan percaya bahwa sebagian besar film ini merupakan gambar tangan. Hayao Miyazaki sang sutradara sudah menggarap konsep film ini dan mendesain visualnya semenjak tahun 1994, 3 tahun sebelum film ini dirilis. Ia bersama rekan-rekannya hingga terjun langsung ke hutan Yakushima di Kyushu dan gunung Shirakami-Sanchi di Honshu untuk mencari inspirasi, dan menggambar ulang 80.000 frame pita seluloid dari 144.000 keseluruhan frame seluloid dalam film ini. Tak ayal, visual yang dicapai pun sangat memuaskan. Seperti kata girlband JKT48, usaha keras itu tak akan mengkhianati.
The Tale of the Princess Kaguya (2013) Isao Takahata membawa dongeng klasik populer Jepang, The Tale of the Princess Kaguya (Kaguya-hime no Monogatari dalam bahasa Jepang) dalam filmnya yang berjudul sama. Mengisahkan sepasang suami istri yang menemukan sesosok bayi yang muncul dari bakal bambu yang bersinar, sepasang suami istri ini kemudian mengadopsi dan membesarkan anak ajaib tersebut. Anak ajaib ini tumbuh menjadi putri yang cantik jelita dan bahagia di tengah hidup penuh kesederhanaan, sampai akhirnya kedua orang tua angkatnya membawanya ke kota untuk beralih ke kehidupan mewah dan sang putri dipaksa berperilaku seperti bangsawan. Film ini membawa kita melihat kehidupan dan budaya Jepang pada abad ke-10, khususnya bagaimana mereka memandang dan memperlakukan perempuan. Kisah yang sarat akan nilai kesederhanaan ini dikemas lengkap dengan visual yang digarap dari perpaduan pastel dan cat air yang menyerupai gaya ilustrasi dalam E-maki (gulungan ilustrasi naratif tradisional Jepang pada abad ke-12) ditambah scoring lantunan lagu tradisional Jepang yang dibawakan dengan suling bambu. Takahata mengerjakan film ini sejak tahun 2008 hingga dirilis tahun 2013, dan lagi-lagi hampir keseluruhan film merupakan gambar tangan. Takahata dan kerja kerasnya selama 5 tahun berhasil membawakan dongeng tradisional Jepang menjadi lebih hidup tanpa mengurangi nuansa klasik dan nostalgic-nya.
23
Rangkaian Kuasa Bertubi
Oleh : Rifqi Rizqullah (MT ‘12)
House of Cards (2013 - ) Kekejian menjadi rusuk politik Amerika yang dibangun dalam serial ini. Kevin Spacey dan David Fincher seakan abadi memberi keindahan bagi dunia perfilman dengan menyajikan Frank dan Claire Underwood sebagai power couple yang melegitimasi segala cara untuk mencapai tujuan mereka berdua. Frank menjelma menjadi tokoh politik yang pantas diterima negara adidaya Amerika Serikat atas sistem politik yang mereka percayai sendiri. Sebagaimana Fincher biasa membuat filmnya menjadi semacam kanvas bagi lukisannya melalui sinematografi yang dipakai, serial yang merupakan remake dari serial berjudul sama di Britania Raya membuat lapisan demi lapisan cerita yang lebih legit dari lapis legit di tanganmu sekarang. Perkembangan karakter dan kegemaran Frank memecah tembok keempat, cerita sampingan yang ditabung untuk musim menjelang, dan keberadaan lawan yang menjadi perumpamaan dunia politik Amerika saat itu sendiri membuat serial ini tidak membosankan dan menghibur. Satu musim berisi 13 episode dan saat ini sudah tayang empat musim (4 x 13 = 52, jumlah kartu dalam satu House of Cards). Mengejar serial ini sekarang sebelum musim kelima mulai ketika seluruh kartu di dek sudah habis akan sangat baik rasanya.
Peaky Blinders (2013 - ) Semenjak kehadiran Breaking Bad yang memposisikan anti-hero sebagai tokoh utama dan sukses, sepertinya serial sejenis semakin menjamur. HoC dengan posisi yang sama ditemani Peaky Blinders dengan set di Inggris pasca perang dunia pertama memberikan tapuk tokoh utama pada pemimpin geng kriminal kota kecil Birmingham yang berkembang merengkuh seluruh Inggris hingga berinteraksi dengan Perdana Menteri Inggris sendiri. Peaky menampilkan kisah politik dunia kriminal kelas bawah yang keji, namun punya nilai kekeluargaan dan kesetiaan yang lebih nyata dibanding himpunan-himpunan kampus kalian. Keseluruhan karakter serial ini begitu apik diperankan oleh setiap pemerannya, membawa kita menyelam lebih nikmat dalam lautan jelaga yang dihasilkan revolusi industri saat itu dan kelamnya masa perang. Kecerdikan Tommy yang diperankan dengan baik oleh Cillian Murphy mengangkat keluarganya menjadi hiburan utama serial ini didorong oleh kekeluargaan dan ke-kampung-an mereka. Sedikit kejanggalan terasa ketika pada musim pertamanya, keberadaan gangster dan korupsi bergelora ingin dibasmi namun kini di musim ketiganya pembasmian ini tak lagi terdengar sedikit pun. Akhir musim ketiga yang membumihanguskan nilai-nilai kebanggaan sekumpulan pemuda dengan silet di topinya itu pada akhirnya pantas untuk mengisi waktu liburan kalian menikmati cerita mereka yang sedikit terpicu kisah nyata.
25
The Newsroom (2012 - 2014) Beredar di dunia Facebook cukup lama dan anda pasti melihat cuplikan kemarahan Jeff Daniels ketika ditanya tentang apa yang membuat Amerika menjadi negara terhebat di dunia. Tidak ada alasan yang pantas membuat Amerika disebut negara terhebat di dunia, mungkin dulu pernah, tapi tidak lagi menurut Will McAvoy. Cuplikan ini mengawali pilot (episode perdana serial tv) terbaik yang pernah saya nikmati dari serial-serial dunia. Media dipatok harus objektif dalam menyampaikan berita namun pada akhirnya subjektifitas dan humanisme orang-orang di belakang layarlah yang menjadi pembeda. Hal tersebut dan kritik keras terhadap media massa saat ini menjadi garis besar serial ini didampingi cerita cinta karakter-karakter pendukung yang tidak penting dan membosankan. Musim pertama menarik diikuti namun sayang musim kedua menjadi bagian kelam serial ini dan politik di luar dunia serial sendiri mengakibatkan serial ini hanya bertahan tiga musim. Walau begitu Aaron Sorkin berhasil membalikkan serial ini ke jalan yang benar dan menutupnya dengan indah di musim ketiganya. Selebihnya pembangunan karakter dan cerita yang baik membuat kita jatuh hati dan menaruh rasa yang menghiperbolakan sensasi menikmati cerita McHale dan McAvoy mengubah cara mereka mengkritik politik Amerika yang penuh tipuan.
26 26
Nabilah Zuhairah
Maulani Ferrizka
Fidel Adriana
Karina Dwita Shafira
Nadhira Fasya Ghasani
Alya Fatina Diandari
Elba Andera
Muhammad Daffa Robani
Farraz Akbar
Shafira Aisyah
Rifqi Rizqullah
Ilham Rijal
27
Design by Benedictus Adrianto P. Liga Film Mahasiswa ITB 2016