Edisi 2/Thn. I/Agustus 2012
Online
Bumi Sandiwara MP Diksatrasia Sastra Reboan #51 Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra
Hamsad Rangkuti HAMKA A. Mustofa Bisri
Sutardji Colzum Bachri Susy Ayu
Janwar Askar Marlindo Wildan Fauzi Mubarock
2
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
WANGI Hamsad Rangkuti, 3 ULAS Sutardji Colzum Bachri, 14 TOKOH HAMKA, 20 LEGIT Sastra Reboan #51, 30
Ilustrasi sampul depan: Sucikan Indonesia karya Wahyudimalamhari
KOPI Sastra @kopisastra
LIMUN MP Diksatrasia, 39 Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra, 57 Ngabubutit Bareng Bumi Sandiwara dan teater Cermin, 58 TUNAS Susy Ayu, 34 A. Mustofa Bisri, 67 Askar Marlindo, 36 Wildan Fauzi Mubarock, 58
Ujung Senja
Janwar, 48
Online Pemimpin Redaksi-Penanggung Jawab: Presiden Kopi Sastra Wakil Pemimpin Redaksi: Celoteh Jincurichi Pengumpul Naskah: Celoteh Jincurichi, Helmy Fahruroji, Nugraha A. Baesuni Editor: Indri Guli, Sanghitam, Nugraha A. Baesuni. Peliput Berita: Doni Dartafian A., Indra Nugraha, Rahmat Halomoan, Agus Arifin Pemotret: Hady Alvino. Sekretaris: Restu Restiani. Perancang Grafis dan Tata Letak: SangHitam. Ilustrasi Gambar: Wahyudimalamhari, Distribusi: Celoteh Jincurichi, Miftahul Falah, Havid Yazid Al Gifari. Iklan dan Keuangan: Nugraha A. Baesuni, Presiden Kopi Sastra, Qustan Sabar. Surel Redaksi: kopisastra@gmail.com Redaksi Majalah Online terbuka dalam segala bentuk komunikasi berupa tegur sapa, kiriman karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya (regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke kopisastra@gmail.com, atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra
WANGI
Malam Takbir Hamsad Rangkuti
4
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Pada malam terakhir bulan Ramadhan aku duduk di warung murah tepi jalan menunggu saat berbuka puasa. Warung itu terletak jauh dari kesibukan kota besar. Di depanku duduk seorang lelaki yang tampak tidak begitu muda dan tidak pula terlalu tua. Aku memesan air teh panas, sedangkan dia memesan air teh biasa. Radio pemilik warung sedang mengumandangkan ayat suci pengantar
waktu
berbuka. Di tempat seperti itu bagiku adalah saat yang indah di bulan Ramadhan. Saat seperti itu adalah puncak kenikmatan memerangi hawa nafsu. Dikeluarkannya kantung plastik dari dalam saku bajunya. Diambilnya beberapa biji kurma dari dalam kantung plastik itu. Aku cepat mengalihkan pandang, tapi masih sempat kulihat kalau dia memendang ke arahku. Mungkin ia hendak menawarkan sebiji kurma. Dia tampak seperti orang lelah. Wajahnya memancarkan suasana kemiskinan. Pucat dan kurang gizi. Pakaiannya tua dan lusuh. Dia mengenakan kaca mata. Rambutnya tidak disisir rapi. Barangkali dia baru berjalan jauh. Memandangnya aku jadi teringat akan tukang kebun keliling yang sebulan sekali datang ke rumah kami untuk membersihkan pekarangan. Wajah mereka selalu menipu umur mereka. Kurasa usia orang ini tidak jauh terpaut dari usia tukang kebun langganan kami. Dua hari yang lalu tukang kebun itu datang menawarkan jasa. Padahal bila dicocokan dengan jadwal kedatangan setiap bulan, seharusnya dia datang pertengahan bulan depan. Tetapi karena aku tahu mungkin dia ingin bersiap-siap menghadapi lebaran, semaksemak yang belum begitu meninggi kubiarkan dipangkasnya. Untunglah kami masih menyenangi pagar tumbuhan perdu. Kalau tidak tentu telah berkurang satu lowongan kerja untuk tukang kebun keliling seperti dia.
5
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Dua hari yang lalu itu kukemas pakaian-pakaian bekas anakanak yang sudah tidak muat lagi mereka kenakan. Aku juga menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu pula milik istriku. Pakaian-pakaian itu kuberikan kepadanya di samping upah yang dia terima. Kami sebenarnya bukan orang yang mampu. Tapi kebiasaan seperti itu telah ditularkan orang tuaku sejak aku masih kecil. Di saat menjelang lebaran selalu aku bertanya kepada ayah mengapa pakaianpakaian yang masih bisa kupakai selalu saja diberikan kepada tukang kebun yang datang membersihkan pekarangan rumah kami. Ayah selalu berkata bahwa mereka membutuhkan sedangkan kita telah membeli yang baru. Kebiasaan yang kulihat sejak aku masih kecil itu tertular kepadaku setelah aku berdiri sendiri membina keluarga. Insya Allah dengan demikian aku telah membina keluarga menjadi keluarga yang pemberi. “Apakah di sekitar sini ada mesjid?” kudengar orang yang duduk di depanku itu berkata keada pemilik warung. “Mesjid terlalu jauh dari sini. Tetapi mushala ada,” kata pemilik warung. “Di ujung jalan ini. Sebentar lagi kalau tiba waktu berbuka, azan akan terdengar berkumandang dari sana.” “Aku sudah terbiasa shalat magrib dulu sebelum makan.” “Silakan. Silakan shalat magrib dulu. Kalau mau makan setelah shalat, silakan datang kembali. Tapi kalau untuk sekadar makan kecil untuk berbuka puasa, di mushala itu disediakan warga.” “Biarkan aku berbuka di sini dengan sebiji kurma.” Dipandangnya aku. Aku tidak sempat mengelak. Kubalas dengan senyum. “Mau sebiji kurma?” “Terima kasih. Saya telah terbiasa berbuka dengan segelas air
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
6
Online
teh panas. Perut untuk orang seusia saya harus dijaga. Jangan sampai diberi di luar kebiasaan di saat berbuka.” “O begitu. Apakah dengan kurma aku telah membiasakan perutku di bulan Ramadhan ini?” “Lakukalah kalau itu telah menjadi kebiasaanmu. Saat berbuka adalah saat yang rawan bagi perut seusia kita. Dari kosong menjadi berisi. Kata dokter, dulukan yang hangat dan yang lunaklunak.” Orang itu mengangguk seperti mengiakan ucapanku. Kami pun kemudian sama-sama diam. Masih terus menunggu bedug. “Hari ini adalah bedug terakhir yang kita tunggu. Mudahmudahan Allah memberi umur kepada kita agar bisa menunggu beduk di tahun yang akan datang.” “Insya Allah,” kataku sambil berpikir, aku heran, entah apa yang membawaku sampai ke warung yang wilayahnya cukup jauh dari tempat tinggalku. Tapi kemudian aku berpikir Allah telah mengatur pertemuan kami. Warung itu adalah warung di pinggir jalan yang sepi. Tidak ada tampak kendaraan roda empat yang melintas sejak aku singgah di situ. Mungkin jalan ini buntu. Atau barangkali jalan ini hanya dilewati mobil-mobil para penghuni sepanjang jalan ini. Jalan itu dipenuhi anak-anak bermain. Mungkin mereka adalah anak-anak yang bertempat tinggal di sepanjang jalan ini. Tapi kalau dilihat dari rumahrumah yang ada di sepanjang jalan itu para penghuninya adalah orangorang yang mampu. Tapi barangkali karena rumah di kota besar umumnya tidak memiliki pekarangan yang luas untuk tempat bermain, maka anak-anak usia bermain memanfaatkan jalan raya Saat yang kami tungu pun tiba. Bedug berbuka terdengar. Adzan magrib mengumandang baik di radio maupun di pengeras
7
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
suara dari mushala yang dikatakan si pemilik warung. Kubaca doa berbuka puasa di dalam hati dan kuteguk teh manis panas. Dan orang yang duduk di depanku berkomat kamit bibirnya, menengguk teh dan memakan sebutir kurma. “Alhamdulilah.” Katanya. Dipandangnya aku. Kulihat dia berdiri. “Saya ingin shalat dulu,” katanya seperti meminta diri. Atau barangkali dia ingin mengajakku. Pemilik warung melihat kepadaku dijulurkannya tutup gelas. “Silakan kalau ingin shalat dulu. Waktu magrib sangat singkat. Mari bersama-sama ke mushala.” Aku menerima tutup gelas. Aku merasa tidak bisa mengelak. *** Aku kembali ke tempat semula. Orang itu pun kembali duduk di tempatnya semula. Pemilik warung kembali berada di antara pembantunya. Aku memesan sepiring nasi dengan lauk daging rendang berkuah dan terong goreng dengan sambal kesukaanku. Orang itu memesan nasi dengan lauk gulai telur. Di depan warung dua anak perempuan asik bermain badminton kelihatannya mereka sudah terbiasa bermain di bawah lampu jalan yang terang benderang itu. Mereka saling memukul bola bulu ayam tanpa net pembatas. Tiba-tiba secara tak terduga bola bulu ayam itu jatuh kedalam piring laki-laki yang duduk di depanku. Bola bulu ayam itu bertengger di atas tumpukan nasi. Aku bersikap seolah tidak melihat peristiwa itu. Di belakang laki-laki itu muncul seorang anak perempuan. Dia mematung melihat bola bulu ayamnya. Orang itu bereaksi menoleh ke belakang. Tampaklah olehnya anak perempuan itu. Dia berpaling ke piringnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
8
Online
Dipandangnya bola bulu ayam itu. Diambilnya dan diberikan kepada anak perempuan itu. Dia melanjutkan makannya tanpa sedikit pun membuang nasi yang tercemar oleh bola bulu ayam itu. Dia menyuap nasinya seperti tidak terjadi apa-apa. Anak perempuan itu tercengan melihat kejadian itu. Dia tampak seperti terpukau. Dia tampak tidak yakin dengan apa yang dia lihat. Tiba-tiba dia tersentak dan lari meninggalkan kami. Aku terus saja makan dan melupakan peristiwa itu. Kukira orang lain pun tidak akan menghiraukan kejadian itu. Bahkan si pemilik warung. Sejurus kemudian terjadilah hal yang tidak kuduga sama sekali. Anak perempuan itu muncul bersama seorang wanita. Dia menunjuk ke arah laki-laki itu. Wanita yang datang bersamanya mendekat ke arah laki-laki itu. Dan menyentuh tangan orang itu. “Maafkan anak saya, Pak. Dia tidak sengaja.” “Apa-apaan ini?” tanya laki-laki itu menoleh. “Bola ayam itu kata anak saya jatuh ke dalam piring bapak. Mengotori nasi bapak. Anak saya menangis menceritakan kejadian itu di rumah. Dia melihat Bapak memankan nasi bekas bola bulu ayam itu. Ia takut sekali kalau Bapak akan sakit. Ia sangat khawatir. Ia menangis menceritakannya. Katanya bola itu jatuh ke dalam got. Dipungutnya. Dipukulnya dan jatuh ke piring Bapak. Dia khawatir bapak akan sakit. Kami semua khawatir Bapak akan sakit. Saya tidak ingin Bapak sakit karena kecerobohan anak saya. Maafkan anak saya ya, Pak.” “Tidak usah dipikirkan. Saya malah tidak menghiraukan kejadian itu.” “Tetapi kejadian itu menjadi beban pikiran anak saya. Juga
9
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
“Sejurus
kemudian
terjadilah hal yang tidak k u d u g a
s a m a
sekali. Anak perempuan itu muncul bersama seorang wanita. Dia menunjuk ke arah laki-
“
laki itu.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
10
Online
menjadi beban pikiran saya.” Wanita itu menarik tangan anaknya. Dia suruh anak itu mengulurkan tangan untuk meminta maaf. Anak perenpuan itu menangis sambil menjulurkan tangannya. “Saya minta Mama menemui Bapak. Saya takut Bapak sakit. Saya lihat di dalam got, dekat bola itu ada bangkai tikus. Saya takut Bapak akan sakit. Saya meminta Mama memberi Bapak uang. Kalau Bapak sakit, Bapak bisa menggunakannya ke dokter.” Wanita itu mengeluarkan sesuatu di dalam saku bajunya. Dia mengeluarkan amplop. “Terimalah ini, Pak. Mungkin besok Bapak memerlukannya. Kalau Bapak sakit, Bapak harus ke dokter ya.” “Aduh mengapa sampai begitu? Aku tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan.” “Terimalah, Pak. Agar tentram hati kami.” Lelaki itu tersenyum sambil menolak amplop itu. “Jangan terlalu dibesar-besarkan.” “Anak saya melihat Bapak menyuap nasi di bekas bola itu. Dia takut sekali. Dia menangis menceritakan itu. Ambillah supaya hatinya tenteram. Kalau Bapak sakit bisa gunakan ke dokter.” “Jangan, Bu. Saya tidak mau menerima sesuatu karena rasa bersalah orang lain.” “Kami ingin batin kami dalam keadaan tenteram menyambut takbir dan sembahyang Ied besok pagi. Biarkan kami tidak dibebani pikiran yang bukan-bukan. Terimalah, Pak.” Aku terkejut melihat lelaki itu menangis. Air matanya meleleh menuruni pipinya. Melihat itu aku tiba-tiba berucap, “Biarkan saya yang memberikannya nanti, Bu. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, pemberian Ibu ini akan saya
11
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
sampaikan.” Kuulurkan tanganku ke arahnya. “Tolonglah Bapak berikan biar tenteram hati kami.” Diserahkannya amplop itu kepadaku “Terima kasih ya, Pak,” katanya setelah amplop itu berada di tanganku. “Maafkan anak saya ya, Pak,” katanya kepada lelaki itu. Lelaki itu mengangguk sambil tersedu-sedu.
“Wanita
itu mengeluarkan
sesuatu di dalam saku bajunya.
”
Dia mengeluarkan amplop.
Sebelum berpisah kuyakinkan agar dia mensyukuri nikmat Allah. Kuulurkan amplop itu ke dalam genggamannya. Dia tiba-tiba menangis. “Berhari-hari aku mendatangi rumah-rumah orang yang bisa kubersihkan pekarangan mereka. Tiap tahun aku mengecat rumah mereka menjelang Idul
Fitri. Aku memangkas pagar hidup
pekarangan mereka. Tetapi lebaran ini semua tidak kudapatkan. Mereka telah mengubah pagar mereka menjadi tembok dan besi. Rumah mereka juga sudah dicat oleh orang lain yang bernasib sama dengan aku. Tak ada apa pun yang tersedia untuk anak-anak menyambut lebaran.” “Kalau begitu bersyukurlah. Ternyata Allah maha pengasih. Masih ada rezeki keluargamu untuk lebaran besok pagi.”
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
12
Online
“Aku takut istriku takabur. Dalam shalat subuhnya dia memanjatkan doa meminta rezeki kepada Allah. Seselai shalat ia berkata kepadaku ada rezeki untuk kita hari ini. Tadi pagi dia menyuruhku untuk pergii mengais rezeki. Ia yakin hari ini kami akan mendapatkan rezeki.” “Kalau begitu kau harus mensyukuri nikmat Allah. Terimalah rezeki keluargamu ini. Cepatlah pulang. Masih ada waktu untuk memanfaatkannya. Kau dengar takbir itu? Sambutlah idul Fitri dengan mensyukurinikmat Allah.”
Masih mendengar dia bergumam, “Aku takut istriku takabur.” Kutinggalkan dia dengan amplop dan gumamannya. Gema takbir menyuruhku pulang. Balai Budaya, 1443 H/1993
Hamsad Rangkuti, lahir di Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943, adalah seorang sastrawan Indonesia. Ia sangat dikenal luas masyarakat melalui cerita pendek (cerpen). Gaya penulisan Hamsad yang khas: realistis, deskriptif, fan kaya detail, seakan-akan membawa pembacanya masuk pusaran kisah-kisah yang apik, menarik, sekaligus menggelitik. Cerpen-cerpennya dimuat dalam Sumber foto: Google Images berbagai harian dan majalah, terbitan dalam dan luar negeri. Bahkan beberapa di antaranya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, antara lain dimuat dalam New Voice in Southeast Asia Solidarity (1991), Manoa, Pasific Journal of International Writing, University of Hawaii Presss (1991, Beyond The Horison, Short Stories from Contemporary Indonesia, Monash Asia Institute, Jurnal Rima, Review of Indonesia and Malaysia Affairs, University Sydney. Vol. 25,1991. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek mutakhir, antara lain Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir, editor Suratman Markasam, 1991.
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
14
Online
ULAS
Presiden Penyair Tak Sehebat Tuhan oleh Yusuf Nugraha
Sumber foto : Google Images
Sutardji Colzum Bachri adalah salah satu pelopor angkatan 70-an dalam genre puisi--dijuluki sebagai 'Presiden Penyair�.
15
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Puisi-puisi karya penyair kelahiran Rengat (Riau) 24 Juli 1941 ini lebih mengedepankan gaya estetika pembebasan kata dengan mengedepankan akar tradisi. Puisi-puisinya bagaikan sebuah mantra hingga harus mengerutkan dahi saat menguyahnya. Karyanya terkumpul dalam O (1873), Amuk (1977), dan Kapak (1979). Ketiga kumpulan puisinya itu kemudian dijadikan satu antologi yaitu O Amuk Kapak (1981). Berikut ini akan dikaji salah satu puisinya yang berjudul Walau. WALAU Sutardji Colzum Bachri walau penyair besar takkan sebatas Allah dulu pernah kuminta Tuhan dalam diri sekarang tak kalau mati mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat jiwa membumbung dalam baris sajak tujuh puncak membilang-bilang nyeri hari mengucap-ngucap di butir pasir kutulis rindu rindu walau huruf habislah sudah alif bataku belum sebatas Allah (O,Amuk, Kapak, 1981:131)
16
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
P u i s i i n i mengingatkan pada sejarah saat Nabi Muhammad ketika menerima wahyu (AlQuran). Sebelum Al-Quran diturunkan, masyarakat Arab mendapat julukan 'jahiliah'. Kejahilan mereka bukan karena tidak bisa membaca atau menulis, melainkan sikap dan perbuatannya yang jauh sekali dari ahlak mulia. Kota Mekah saat itu sudah menjadi pusat kebudayaan. Di sana sering diadakan lomba membaca syair. Banyak penyair yang datang dari berbagai daerah untuk menunjukan kehebatannya. Setiap syair yang paling bagus akan dipajang di Kabah. Saat itulah Al-Quran di wahyukan kepada nabi muhamad untuk mencounter para jahiliah—salah satu asfek saja. Al-Quran menjadi syair yang tak tertandingi. Selain kehaluasan bahasanya, juga ketinggian maknanya. Waktu itu pun ada beberapa penyair terkemuka mencoba untuk membuat tandingan Al-Quran, tetapi tidak ada satu pun yang mampu menyamai syair Tuhan. Kejadian tersebut diabadikan dalam surat Al Baqarah ayat 23-24.
HUT NKRI Ke-67 MERDEKAKAN KEMBALI INDONESIA DI HARI YANG SUCI!
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Inti makna Puisi “Walau� karya Sutardji ini hampir sama dengan ayat Al-Quran tersebut yang menggambarkan tentang penyair besar yang tak mungkin mampu untuk menandingi dan menyamai Tuhan. Mungkin selain gambaran seperti yang dikemukakan di atas, puisi ini juga merupakan ungkapan perasaan penyairnya sendiri bahwa sehebat apa pun dia, walaupun banyak temannya menjuluki 'presiden penyair, tetapi dia sadar, ia tidak mungkin mampu menandingi kehebatan Tuhan. Ia tetaplah manusia yang terbatas kemampuannya seperti yang diungkapkan pada dua baris pertama, walau penyair besar// takkan sebatas allah. Dan juga ditegaskan kembali pada dua baris terakhir, walau huruf habislah sudah// alif bataku belum sebatas allah. Dalam puisi ini tersirat salah satu amanat yang begitu berharga untuk manusia bahwa sehebat apa pun manusia, tidak mungkin mampu menandingi Sang Pencipta (Tuhan). Yusuf Nugraha, laki-laki kelahiran Bogor, Babakan Madang, 5 Mei 1981 ini kegiatan sehari-harinya adalah mengajar. Selain itu, sarjana lulusan S1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pakuan ini aktif di kelompok musikalisasi puisi Saung Pangulinan. Dalam kesendiriannya pun dia selalu menyempatkan diri untuk menulis. Karya yang pernah ditulisnya adalah Sastra Sufistik, Kajian terhadap Antologi Puisi Tarian Mabuk Allah karya Kuswaidi Syafiie, Perjalanan Adalah Proses (Panduan Musikalisasi Puisi dan CD Musikalisasi Puisi, 2008) bersama Saung Pangulinan. Saat ini, laki-laki berbintang taurus ini sedang merintis membentuk komunitas budaya di BabakanMadang, Kab. Bogor
18
Keluarga Besar POC Mengucapkan
Selamat
Iedul Fitri
Mohon Maaf Lahri dan Batin
Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia
WADAH KREATIVITAS PEMUDA
Phoeghoers Organization Center
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
20
Online
TOKOH
HAMKA Pahlawan yang Juga Sastrawan
Sumber foto: Google Images
B erbicara
mengenai kemerdekaan, haram bila melupakan para pahlawan. Merekalah yang berjuang mendapatkan kemerdekaan dari para penjajah. Jasa mereka untuk kemerdekaan sangat luar biasa.
21
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Jangan lupa juga, ada salah satu pahlawan nasional Indonesia yang juga seorang sastrawan. Ya, Beliau adalah Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Hamka, yakni singkatan namanya. Seorang pahlawan Indonesia sekaligus sastrawan, ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik. Hamka baru dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011 pada tanggal 9 November 2011. Meski bukan pahlawan perang, Hamka adalah salah satu pahlawan Indonesia saat kemerdekaan direbut dari penjajah. Perannya dalam meramu bangsa memang sangat diakui oleh negara. Sehingga pada tahun 2011 Hamka dinyatakan sebagai salah satu pahlawan nasional. Hamka merupakan salah satu orang Indonesia yang paling banyak menulis dan menerbitkan buku. Karena itu Hamka dijuluki sebagai Hamzah Fansuri di era modern. Hamka diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari kata abi atau abuya dalam bahasa Arab yang berartiayahku atau seseorang yang dihormati. Hamka juga merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, Hamka menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun1932, Hamka menjadi editor dan menerbitkan majalah alMahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
22
Online
Sumber foto : Google Images
Beliau juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, Hamka dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa alManfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, Hamka meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Di awal karir, Hamka bekerja sebagai guru agama di Padang Panjang pada tahun 1927. Kemudian Hamka mendirikan cabang Muhammadiyah di Padang Panjang dan mengetuai cabang Muhammadiyah tersebut pada tahun 1928. Pada tahun 1931, Hamka diundang ke Bengkalis untuk kembali mendirikan cabang Muhammadiyah. Dari sana Hamka melanjutkan perjalanan ke Bagansiapiapi, Labuhan Bilik, Medan, dan Tebing Tinggi, sebagai mubaligh Muhammadiyah. Pada tahun 1932 Hamka dipercayai oleh pimpinan Muhammadiyah sebagai mubalig ke Makassar, Sulawesi Selatan.
23
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Ketika di Makassar, sambil melaksanakan tugasnya sebagai seorang mubalig Muhammadiyah, Hamka memanfaatkan masa baktinya dengan sebaik-baiknya, terutama dalam mengembangkan lebih jauh minat sejarahnya. Hamka mencoba melacak beberapa manuskrip sejarawan muslim lokal. Bahkan Hamka menjadi peneliti pribumi pertama yang mengungkap secara luas riwayat ulama besar Sulawesi Selatan, Syeikh Muhammad Yusuf Al-Makassari. Bukan itu saja, Hamka juga mencoba menerbitkan majalah pengetahuan Islam yang terbit sekali sebulan. Majalah tersebut diberi nama "Al-Mahdi". Pada tahun 1934, Hamka meninggalkan Makassar dan kembali ke Padang Panjang, dan kemudian berangkat ke Medan. Di Medan—bersama M. Yunan Nasution—Hamka mendapat tawaran dari Haji Asbiran Ya'kub, dan Mohammad Rasami (mantan sekretaris Muhammadiyah Bengkalis) untuk memimpin majalah mingguan Pedoman Masyarakat. Pada majalah ini untuk pertama kali Hamka memperkenalkan nama pena Hamka, melalui rubrik Tasawuf Modern, tulisannya telah mengikat hati para pembacanya, baik
masyarakat awam maupun kaum intelektual, untuk senantiasa menantikan dan membaca setiap terbitan Pedoman Masyarakat. Pemikiran cerdas yang dituangkannya di Pedoman Masyarakat merupakan alat yang sangat banyak menjadi tali penghubung antara dirinya dengan kaum intelektual lainnya, seperti Natsir, Hatta, Agus Salim, dan Muhammad Isa Anshary.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
24
Online
Pada tahun 1945 Hamka kembali ke Padang Panjang. Sesampainya di Padang Panjang, Hamka dipercayakan untuk memimpin Kulliyatul Muballighin dan menyalurkan kemampuan jurnalistiknya dengan menghasilkan beberapa karya tulis. Di antaranya: Negara Islam, Islam dan Demokrasi, Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari Lembah Cita-Cita. Pada tahun 1949, Hamka memutuskan untuk meninggalkan Padang Panjang menuju Jakarta. Di Jakarta, Hamka menekuni dunia jurnalistik dengan menjadi koresponden majalah Pemandangan dan Harian Merdeka. Tahun1950, setalah menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, Hamka melakukan kunjungan ke beberapa negara Arab. Di sana, Hamka dapat bertemu langsung dengan Thaha Husein dan Fikri Abadah. Sepulangnya dari kunjungan tersebut, Hamka mengarang beberapa buku roman. Di antaranya Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Hamka kemudian mengarang karya otobiografinya, Kenang-Kenangan Hidup pada tahun 1951, dan pada tahun 1952 Hamka mengunjungi Amerika Serikat atas undangan pemerintah setempat.
25
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Hamka juga banyak menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya lain seperti novel dan cerpen. Pada tahun 1928, Hamka menulis buku romannya yang pertama dalam bahasa Minang dengan judul Si Sabariah. Kemudian, Hamka juga menulis buku-buku lain, baik yang berbentuk roman, sejarah, biografi dan otobiografi, sosial kemasyarakatan, pemikiran dan pendidikan, teologi, tasawuf, tafsir, dan fiqih. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli juga menjadi perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura. Beberapa penghargaan dan anugerah juga ia terima, baik peringkat nasional maupun internasional. Tahun 1959, Hamka mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo atas jasa-jasanya dalam penyiaran agama Islam dengan menggunakan bahasa Melayu. Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas Nasional Malaysia pada bidang kesusasteraan, serta gelar Profesor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
26
Online
Sumber fot : Google Images
Hamka juga aktif di kancah politik melalui Masyumi. Pada Pemilu 1955, Hamka terpilih menjadi anggota konstituante mewakili Jawa Tengah. Akan tetapi pengangkatan tersebut ditolak karena merasa tempat tersebut tidak sesuai baginya. Atas desakan kakak iparnya, Ahmad Rasyid Sutan Mansur, akhirnya Hamka menerima untuk diangkat menjadi anggota konstituante. Sikapnya yang konsisten terhadap agama, menyebabkannya sering kali berhadapan dengan berbagai rintangan, terutama terhadap beberapa kebijakan pemerintah. Keteguhan sikapnya ini membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno dari tahun 1964 hingga 1966. Pada awalnya, Hamka diasingkan ke Sukabumi, kemudian ke Puncak, Megamendung, dan terakhir dirawat di rumah sakit Persahabatan Rawamangun, sebagai tawanan. Di dalam penjara, Hamka mulai menulis Tafsir Al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya.
27
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Pada tahun 1977, Hamka dipilih sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia yang pertama. Semasa jabatannya, Hamka mengeluarkan fatwa yang bersisi penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan RUU Perkawinan tahun 1973, dan mengecam kebijakan diperbolehkannya merayakan Natal bersama umat Nasrani. Meskipun pemerintah mendesaknya untuk menarik kembali fatwanya tersebut dengan diiringi berbagai ancaman, Hamka tetap teguh dengan pendiriannya. Akan tetapi, pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka memutuskan untuk melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia, karena fatwanya yang tidak kunjung dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun dan dikebumikan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Jasanya tidak hanya diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya, bahkan di negara-negara berpenduduk muslim di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Brunei, Filipina Selatan, dan beberapa negara Arab.
(WHY dari berbagai sumber)
Pasang Aksimu!
Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini hanya Rp. 75.000,untuk edisi September 2012 silakan hubungi: 08567360301 (Wahyu) 085781187826 (Nunu)
Indonesia
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
30
Online
LEGIT
Sumber foto: Sastra Reboan
Sastra Reboan Edisi #51
31
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
“'Pengantin Surga' meski hasil terjemahan dari Inggris, tidak langsung dari Persia, cukup mampu menghadirkan pesona dari sebuah kisah cinta klasik kelas dunia dan telah menjadi standar bagi semua bentuk penulisan cerita-cerita serupa dalam berbagai genre sastra. Kitab ini layak dimiliki dan dibaca baik oleh orang yang berkehendak mencari makna cinta yang hakiki maupun oleh orang-orang yang gemar dengan cerita-cerita berbau 'Love melulu.' Pekatnya nuansa spiritualisme dalam “Pengantin Surga,� sebagaimana secara meyakinkan dapat terbaca pada perlambang dan peribahasa yang secara konstan ada di dalamnya, menjadikan kitab ini layak dibaca sebagai sebua novel sufistik yang ciamik. Kekhasan dari novel sufistik menurut saya pengarangnya sedang berbagi pengalaman paling personal yang pernah dimiliki, pengembaraan spiritualnya, atau sekurang-kurangnya gambaran ideal pengarang tentang sebuah hubungan antara mahluk dengan khalik; Hubungan yang biasanya diperantarai oleh laku pengingatan (dzikir). Dengan kata lain proses penulisa kitab bagi seorang sufi setara dengan zikir kepada Yang Ilahi.�
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
32
Online
Sumber foto: Sastra Reboan
Itulah sedikit kutipan yang ditulis Khudori Husnan mengenai Novel terjemahan berjudul Pengantin Surga. Novel ini adalah novel kisah cinta klasih yang berasal dari persia. Judul asli novel terjemahan ini adalah The Story Of Layla and Majnun karya Nizami Ganjavi. Novel ini diulas pada Sastra Reboan Edisi #51, 25 Juli 2012. Selain novel indah tersebut, Sastra Reboan edisi #51 yang berjudul tadarus sastra "Cinta dan Wanita dalam Sastra" di Wapres Bulungan Jakarta ini juga mengulas buku kumpulan cerpen karya Khrisna Pabichara yang berjudul Gadis Pakarena. Kumpulan cerpen ini seperti halnya tarian Pakarena, mengungkapkan hubungan manusia dengan Tuhan dan bercerita tentang ritme kehidupan.
33
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Sumber foto: Sastra Reboan
Geliat sastra di Bulungan yang rutin diadakan setiap Rabu malam di akhir bulan ini memang selalu menghadirkan panggung baru bagi para sastrawan yang memang tak memiliki ruang untuk tampil. Ya, memang lahirnya Sastra Reboan adalah bentuk kepedulian atas terbatasannya panggung sastra bagi para pemula, terutama mereka yang karena berada di luar “arena� tidak mendapatkan kesempatan utk bisa tampil. Karena di Indonesia, dominasi sastra hanya berkutat di TIM dan Utan Kayu. Setidaknya itu yang dikatakan oleh Zabidi Zay Lawanglangit selaku penggagas dan ketua Sastra Reboan saat ini. (WHY)
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
34
Online
Susy Ayu
Tak Sanggup “Untuk kasus ini, gantikan aku dengan ahli yang lain.” Tangisnya tumpah sambil menutup kain ke wajah suaminya.”
Suay Ayu
PARTNER “Kau Paling tahu tempat yang tersembunyi, kubur ia di situ!” Aku segera mengeluarkan kantong besar dan berat dari bagasi mobilnya.
Susy Ayu
Setelah Tujuh Tahun “Aku berhasil, Yah. Uang kita kembali!” ia mengusap nisan ayahnya.
35
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Susy Ayu
Hari Bebas Kritik Seorang ibu dan anak-anaknya Merdeka sekali dalam setahun. Sang ayah menutup mulutnya dengan sapu tangan.
Susy Ayu
Depresi “Jaga adikmu ya, Nak! Dia suka pipis di celana.� ia mengecup dua buah hatinya sebelum dia kubur diam-diam di makam sang istri
Susy Ayu Lahir di Purwakarta 14 Juni 1972. Sering menulis puisi dan cerpen yang beberapa dimuat di Aneka Cemerlang, Kartini, Story dan lain-lain. Karyanya juga dimuat dalam antologi puisi Merah yang Meremah (2009), Perempuan dalam Sajak (2010), Beranda Senja (2010) dan masih banyak yang lain. Tahun 2012 bersama Kurniawan Junaedhie mengagas buku kumpulan Fiksimini yang berasal dari grup Fiksimini di Facebook
36
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Askar Marlindo
Indahnya Indonesiaku Ya Allah Senja ini mengantarku Kembali pada sosok penantian yang teduh Surga yang paling teduh Setelah ibu Penghantar bahtera ke segara alam Agar aku bisa menyelami Rahasia keindahanmu Indahnya rasa rinduku kepadamu Begitulah Telah kita lalui Jejak- jejak yang indah di setiap hari-hariku Menjadi suatu cerita Tentang kebaikan Dan nafsu amarah yang menggoda Yang menggoda Betapa tak lelah hujankita deras sore ini Membasuh kebaikan seperti segala luruh rindu Membawa makna yang kuhimpun dari terik hari Dijalanan sunyi satupersatu Lalu atassemula nama jiwa sejak mata kita meneruskan Kita tuliskan jarak tanda-tanda kebesaraan Ilahi tanpa arah Dan masa depan mengenal "sudah" tanpa kau-aku Ada bayang muka Yang takkan sirna tak olehlagi kalbu kemudian kuhitung apa yang Ada cintamu takbayang perlu diperhitungkan Yang tak pernah pergi seperti halnya wajahmu Menyuguhkan gemericik air teduh yang menjadi langit tak terukur di jantungku Depok, 21 Oktober 2011
37
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Air surgawi Yang mengkristalkan kata Menjadi mantera penawar galau Ada yang menyerah Dan kalah bersaing Pada awal kehidupan Maka nafsunya menjadi tempatnya bermain Ada yang menyerah Pada pertengahan kehidupan Lalu setan dan iblis Menjadi semacam keranda Rasul sebagai cendekia pewaris ilmu Kubiarkan cahaya indah yang ada padamu Mendiami taman asa di antara kuntum mawar peradaban Yang merekah indah di antara mulia cinta Duhai INDONESIAKU Hadirmu dijalan yang berbunga Rinduku padamu Yang hilir berhembus Duniamu peribahasa hidup Yang tak pernah akan lekang Engkau bagai awan indah Terbang rendah Melimpahiku hujan Pada musim gersang Menyegarkan benih ilmu Berbuah hikmah Menjelma menjadi tangis embun Pada tanah yang berbunga
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Duhai INDONESIAKU Teruslah mendekap diriku Menyusuri lembah Ilahi Engkaulah penegak kebenaran Melayani jiwa yang fana Penjunjung cikal buah negeri Cermin introspeksi diri yang takwa Aku bangga Karena setiap untaian rasa rindu yang engkau beri Adalah sekumpulan deret bait surgawi
Askar Marlindo, alumni Fakultas Pertanian USU MEDAN. Saat ini berdomisili di Jl. Kapten Muslim Gg Bersama No. 112 Kel. Helvetia Timur, Kec. Medan Helvetia Kode Pos 20124. Bias dihubungi melalui amarlindo@yahoo.com, akun Facebook ASKAR MARLINDO, atau nomor ponsel 085262794686. Aktif meenulis, serta mengajar Bahasa Inggris dan Mandarin Dasar.
38
LIMUN
40
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Musikalisasi Puisi Diksatrasia
Sumber foto: Diksatrasia
Pada
edisi perdana telah kita resapi tulisan kiriman Pohon Kopi mengenai musikalisasi puisi. Kali ini, kita akan berkenalan dengan salah satu grup musikalisasi puisi. Mereka adalah Diksatrasia. Sebuah grup musikalisasi puisi asal Bogor.
41
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Diksatrasia beranggotakan 11 mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pakuan. Nama Diksatrasia ini pun merupakan akronim dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Nama itu memang sama dengan nama kelembagaan mahasiswa program studi tersebut. Nama Diksatrasia dipilih karena semua anggota memang berasal dari pendidikan sama meski angkatan mereka berbeda. Diksatrasia memang belum begitu lama menggeluti bidang ini, baru sekitar empat tahun, namun apa yang telah mereka lakukan cukup beraroma kental, bahwa mereka serius di musikalisasi puisi. Ini ditandai dengan keaktifan Diksatrasia dalam menampilkan musikalisasi pada berbagai acara musik dan sastra. Ya, Diksatrasia selalu menampilkan musikalisasi pada berbagai acara musik dan sastra. Mereka telah beberapa kali menjadi kontributor dalam acara teater, festival musik, parade puisi, workshop puisi, launching buku beberapa sastrawan, serta seminar tentang puisi. Mengenai pandangan Diksatrasia terhadap musikalisasi puisi, menurut mereka adalah menyuguhkan puisi serta maknanya dalam kemasan yang berbeda. Bagi orang-orang yang sangat menyukai musik, musikalisasi puisi ini tentu menjadi penting, terutama sekali dalam penyampaian nilai dalam puisi, di samping memberikan estetika auditori itu sendiri. Meski begitu, apa yang telah dilalui ini mereka anggap proyek moral, karena proyek ini didasari atas hobi dan kecintaan mereka terhadap sastra dan musik. Meski awalnya hanya karena iseng-iseng memetik gitar dan membaca puisi di halaman kampus, dengan dasar pemikiran yang kuat terhadap sastra dan musik, tentu sebuah aransemen musikalisasi menjadi karya yang tak terbantahkan.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
42
Online
Sementara ini, dalam langkah lanjutan proyeknya, Diksatrasia tengah menyibukkan diri dengan tur-tur ke sekolah, terutama SMA. Mengapa sekolah? Karena musikalisasi puisi memang bagian dari materi apresiasi puisi mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Karena itulah, Diksatrasia memperkenalkan lebih musikalisasi puisi dengan tegas kepada adik-adik siswa. Salah satu bentuk realisasi proyek mereka, Diksatrasia telah mengeluarkan album perdana. Album tersebut diluncurkan pada tanggal 10 Juli 2012 di aula FKIP Universitas Pakuan. Pada hari itu aula dipenuhi oleh penikmat sastra, penikmat musik, penggiat sastra, dan media lokal Bogor. Di antara mereka, penyair Gemi Mohawk pun hadir. Gemi sengaja datang untuk menyaksikan geliat muda-mudi sastra kampus. Ketika Kopi Sastra bertanya pada para anggota Diksatrasia, “sampai kapan mau bikin kayak gini?” Mereka menjawab “Sampai mati! Hahaha” tawa mereka terdengar sangat muda. “Kalau tak ada pemasukan untuk kalian? Kalau ternyata album kalian tak laku di pasaran? Kalau ternyata kesibukan kalian ini tidak mencukupi perut kalian?” “Ini soal karya, bukan soal menjadi kaya raya,” jawab Doni, ketua grup musikalisasi puisi Diksatrasia. -Dalam beberapa detik, kalimat Doni meluruhkan tawa muda tadi. Sejenak mereka lurus menatap ke depan, depan yang masih jauh.-
43
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Sumber foto: Diksatrasia
Sumber foto: Diksatrasia
Profil Grup Musikalisasi Puisi Diksatrasia Nama : Diksatrasia Jumlah Anggota : 11 Orang Personil : Doni Dartafian Nurhadi Munfarid Moch. Iqbal Ryza Satriana Irfan Agustin C. Anwar Hakim Salman Deden Fahmi. Ridho S Produser : Wildan F.M. Menajer : Hima Diksatrasia Kontak dan pesan album : 085716204818 / 085717004364
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
44
Online
REKOMENDASI Judul: Diksatrasia Musikalisasi Puisi Grup: Musikalisasi Puisi Diksatrasia Penerbit : Hima Diksatrasia, PBSI Unpak, dan Dapur Seni FKIP UNpak Terbit : 2012 Harga : Rp. 30.000,CD berisikan apresiasi sastra berupa musikalisasi puisi karya mahasiswa PBSI Universitas Pakuan Bogor.
Judul: Gadis Pakarena Penulis: Khrisna Pabichara Penerbit : Dolphin Terbit : Juli 2012 “Gadis Pakarena” adalah karya fiksi pertama Khrisna Pabichara yang menjadi penanda bahwa ia adalah salah satu penulis roman terbaik di Indonesia saat ini. “Gadis Pakarena” membabar makna dan hakikat cinta, kesetiaan, kerinduan, kebencian, juga angkara murka. Sebuah senarai kisah yang digali dari khazanah tradisi, diramu dalam narasi-narasi tak terperi, seakan hendak menyadarkan kita betapa dekatnya cinta dan benci, tak henti-henti bertarung di ruang yang sangat sempit bernama hati.
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN INDONESIA
MERDEKAKAN KEMBALI INDONESIA DI HARI YANG SUCI!
Pasang Aksimu!
Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini hanya Rp. 75.000,untuk edisi September 2012 silakan hubungi: 08567360301 (Wahyu) 085781187826 (Nunu)
47
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Online
Ujung Senja Sedikit ulasan untuk pembelajaran di sekolah
Ulasan
Sintaksis
48
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Ulasan
Sintaksis
oleh Janwar
Pada hakikatnya masyarakat belum mengenal secara jelas tentang sintaksis. Pembahasan kali ini akaan mengulas mengenai Sintaksis yang merupakan bagian dari pembentukan tata bahasa setelah morfologi atau pembentukan kata. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas mengenai sintaksis bahasa Indonesia.
49
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Apa itu Sintaksis? Linguistik (ilmu bahasa) memiliki dua tataran, yaitu tataran fonologi dan tataran gramatika atau tataran grmatika atau bahasa. Dalam tataran bahasa terdapat subbahasan morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah bagian tata bahasa yang membicarakan hubungan internal sebuah kata atau membicarakan perihal hubungan antar morfem dalam sebuah kata. Sintaksis membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan. Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan (Junaiyah dkk, 2008:1). Unsur bahasa yang termasuk didalam ingkup sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif, misalnya rumah mewah. Pada contoh tersebut baik rumah maupun mewah sama-sama tidak mempunyai fungsi sebagai predikat. Klausa adalah satuan gramatikal yang kelompok kata yang sekurng-kurangnya memiliki sebuah predikat yang kemungkinan akan membentuk sebuah kalimat utuh (Junaiyah dkk, 2008:2). Kalimat adalah satuan bahasa yang relatif berdiri sendiri, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah objek dan predikat, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensi terdiri atas klausa (Junaiyah dkk, 2008:2).
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
50
Online
Aspek-aspek Sintaksis 1 Kata Kata dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, kata dilihat dari pemakai bahasa. menurut pemakai bahasa, kata adalah satuan gramatikal yang diujarkan, beersifat berulang-ulang, dan secara potensia ujaran itu dapat berdiri sendiri. Kedua, kata dilihat dari segi bahasa. Secara linguistis bahasa dapat dibedakan atas satuan fonologis, satuan gramatikal, dan satuan ortografis. Kata sebagai satuan fonologis mempunyai ciri fonologis yang sesuai dengan ciri fonologis yang bersangkutan. Ciri fonologis kata bahasa Indonesia yaitu: 1. mempunyai pola fonotatik suku kata; 2. bukan bahasa vokalik; 3. tidak ada gugus konsonan pada posisi akhir; 4. batas kata tidak ditentukan oleh fonem supragmental. Kata sebagai satuan gramatikal, masih banyak ahli yang belum sepakat mengenai batasan kata sebagai satuan gramatikal. Namun, menurut Lyons dan Dik (dalam buku sintaksis karangan junaiyah dkk, 2008:3), secara gramatikal, kata bebas bergerak, dapat dipindah-pindahkankan letaknya, tetapi identitasnya tetap.kata memiliki keutuhan internal yang kuat sehingga tidak bisa disisipi kata atau bentuk apa pun lainnya. Kata sebagai satuan ortografis. Secara ortografis, kata di tentukan oleh sistem aksara yang berlaku dalam bahasa itu. Bahasa Indonesia misalnya, menggunakan aksara latin. Jadi, sebuah kata dituliskan dari kata lainnya.
51
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
2 Frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (Rusyana dan Syamsuri,1976) atau satu kontruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Menurut Ramlan (1987) frasa adalah satuan gramatika yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Macam-macam frasa yaitu frasa eksosentrik, frasa endosentris yang masing-masing mempunyai bagian-bagian tersendiri. a. Frasa Eksosentrik Frasa eksosentrik adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya baik dengan sumbu maupun dengan preposisi. Frasa eksosentirk terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu: 路 frasa eksosentrik direktif (frasa preposisional) contoh frasa preposisional adalah dengan baik, sejak kemarin, demi waktu, bagai pinang dibelah dua, di samping, ke tengah-tengah, menjelang malam dan lain-lain. Frasa preposisional pada umumnya berfungsi sebagai keterangan. 路 Frasa eksosentrik nondirektif Frasa eksosentrik nondirektif dapat dibedakan menjadi dua yaitu frasa sebagian dan frasa yang seluruhnya. Contoh frasa sebagian yaitu si kancil, si terdakwa, sang kancil, sang kekasih, dan sebagainya. Contoh frasa eksosentrik seluruhnya yaitu, aku bertanya kepada si terdakwa dan ia tampak gusar saat menunggu sang kekasi. Kedua contoh ini menduduki fungsi sebagai subjek. Sang terdakwa menembak rekannya yang justru ingin menolongnya dan si kancil berlari mengikuti mangsanya. Kedua contoh ini memiliki fungsi yang sama sebagai subjek.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
52
Online
b.
Frasa Endosentris Frasa endosentris adalah frasa yang seluruhnya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan periaku yang satu dengan komponennya. Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi frasa endosentris berinduk tunggal dan frasa endosentris berinduk jamak. 路 Frasa endosentrik berinduk tunggal Frasa endosentrik berinduk tunggal terdiri atas induk yang menjadi penanda kategorinya dan modifikator yang jadi pemerinya. Kategori induk yang sama dengan kategori frasa. Frasa endosentrik brinduk tungga dapat dibagi lagi yaitu: 1. frasa nominal yaitu frasa yang terdiri atas nomina (sebagai pusat) dan unsur lain yang berupa adjektiva, verbal, numeralia, demonstrativa dan yang lainnya. Contoh meja batu, tukang sepatu, dokter mata, kedai kopi, dan yang lainnya 2. frasa pronominal yaitu frasa yang terdiri atas gabungan pronomina dengan pronomina atau gabungan pronomina dengan adverbial, adjektiva, numeralia, demonstrativa dan yang lainnya. Contoh, kami berdua, mereka itu, bukan Cuma dia, kamu dan dia, dan yang lainnya 3. frasa verbal frasa verbal adalah frasa yang terdiri atas gabungan frasa verba dengan frasa verba atau frasa verba dengan adjektiva, adverbia dan yang lainnya. Contoh, pergi kerja, pulang pergi, berlari cepat, masuk desa, dan sebagainya.
53
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
路
4. frasa adjektival frasa yang terdiri atas gabungan frasa adjektiva dengan frasa lainnya. Contoh, sedikit masam, cantik benar, gagah berani, panas terik, hitam kelam, dan sebagainya 5. frasa numeral frasa yang terdiri atas numeralia sebagai induk dan perluasan lain yang meempunyai hubungan subordinatif dengan nomina penggolongan bilangan, dan nomina ukuran. Contoh, sembilan belas, dua lusin, dua atau tiga, cetakan pertama, beribu-ribu lalat dan sebagainya. Frasa endosentris berinduk jamak atau banyak 1. frasa koordinatif yaitu frasa endosentris berinduk banyak, yang potensial komponennya dapat dihubungkan dengan partikel, seperti ke, atau, tetapi, ataupun konjungsi korelatif, seperti baik. Kategori frasa koordinatif sesuai dengan kategori komponennya. Contoh, kaya atau miskin, dari, untuk, dan oleh rakyat, baik merah maupun biru, entah suka entah tidak, dan yang lainnya. 2. frasa apositif yaitu frasa yang secara luar bahasa komponennya menunjuk pada wujud yang sama. Contoh, ria, anak kakakku yang tinggal dilampung, megawati soekarno puteri, salah satu presiden RI dan sebagainya.
Online
Mengucapkan
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433 H Mohon Maaf Lahir dan Batin
55
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
2.1 Klausa Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat (Junaiyah dan Arifin,2008:34). Klausa atau gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat. Sedangkan menurut Ramlan (1987) klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak. 路 Klausa berdasarkan distribusi satuan Berdasarkan potensinya untuk dibentuk menjadi kalimat, klausa dapat dibagi menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang berpotensi menjadi kalimat lengkap. Klausa terikat adalah klausa yang tidak berpotensi menjadi kalimat lengkap, tetapi hanya berpotensi menjadi kalimat minor. 路 Klausa berdasarkan fungsi Berdasarkan fungsinya, klausa ternyata dapat menduduki fungsi subjek, objek, keterangan dan pelengkap. Contoh klausa subjek, berlibur kami sekeluarga, contoh klausa objek, bibi sedang menanak nasi, klausa keterangan dibagi lagi menjadi klausa keterangan akibat, sebab, jumlah, alat, cara, dan sebagainya. Contohnya keterangan sebab, karena sakit, ia tidak jadi ikut. Contoh klausa pelengkap, abangku menjadi pilot. 路 Klausa berdasarkan struktur Berdasarkan strukturnya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal contoh, saya makan. Contoh klausa nonverbal, adik ke bandung.
Janwar Lahir di Bogor 25 Januari 1987. Saat ini menjadi pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Mandala Leuwiliang Bogor.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
56
Online
Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra Jumat sore 3 Agustus 2012, Kedai Kopi Ijo (Kedai Kojo) diserbu segenap menteri Kopi Sastra yang akan membuka magrib hari itu dengan kopi racikan kedai KoJo. Ya, para mentri Kopi Sastra yang muslim berencana berbuka puasa dan yang non muslim menemani buka puasa. Tapi, itu bukan tujuan utamanya, karena acara sebelum berbuka-lah yang menjadi agenda, yakni ngobrol tentang menulis bersama keluarga besar Kedai KoJo serta penulis buku Secangkir Kopi, Fariz dan Anna. Sumber foto: Kopi Sastra
Fariz dan Anna adalah dua anak muda yang telah yakin untuk membukukan tulisannya ke dalam sebuah judul Secangkir Kopi. Saat acara ngobrol dilaksanakan, buku ini memang belum terbit dan masih dalam proses percetakan, tapi ya‌ namanya juga ngobrol. Boleh kan! Acara sore itu berlangsung cukup renyah. Diawali dengan penampilan Fariz dan Anna membaca puisi, Kopi Sastra bersama Kedai KoJo serta Fariz dan Anna saling berbagi kisah dan trik seputar menulis, termasuk di dalamnya berbagai permasalahan menulis. Ketika obrolan tepat di puncak detik seru, adzan magrib berkumandang. Muslimin dalam obrolan kala itu tak ragu untuk membatalkan puasa mereka dan kawan nonmuslim pun tak ragu menyesap hidangan yang sedia. Dan pada akhirnya, magrib kali itu memanglah saat yang baik untuk sesama pecinta kopi mengobrol, serta awal yang baik bagi pecinta sastra berkomplot.(NAB)
57
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Ngabuburit Bareng Bumi Sandiwara dan Teater Cermin
Sumber foto: Aray
Bumi Sandiwara sebuah kelompok penggiat seni peran di Sukabumi mengadakan acara untuk mengisi waktu menunggu berbuka puasa. Selain menunggu waktu berbuka, acara yang berjudul Ngabuburit Bareng Bumi Sandiwara dan Teater Cermin ini bertujuan untuk ajang silaturahmi antara para penggiat dan penonton. Acara yang rutin diadakan setiap Ramadhan ini diisi oleh para penggiat seni dan sastra di Sukabumi dan sekitarnya. Pada edisi Ramadhan 1433 H ini, acara diadakan pada 10 - 12 Agustus 2012, dan mengadirkan beragam pementasan seni dan sastra dengan genre yang berbeda. Mulai dari seni tari, pencak silat, komedi, hingga musikalisasi puisi. Para pengisi acaranya berasal dari Sukabumi, Bogor, dan Bandung. Diksat Musikalisasi Puisi, Sula Cicurug Magician Comunity, Standup Komedi Sukabumi, Musikalisasi Senandung Bumi Universitas Muhammadiah Sukabumi, sarjana tari UPI bandung, dan siswa SMAN 1 Cicirug dengan eksul karawtan, marawis, tari, paduan suar, gitar.
Cerpen
Coretan Kata yang Terbuang
oleh Wildan Fauzi Mubarock
59
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Februari 2012 Aku masih duduk di sofa ruang tamu, berteman secangkir kopi pahit racikan istriku beserta buah hati kami, Daaris Goswatul Ilmi Mubarock yang sesekali tersenyum kearahku. Seyumannya seolah mewakili kesejukkan embun yang nampaknya absen pagi ini. Sementara Bapak mertuaku yang sebagian rambutnya telah memutih itu masih terlihat gagah berdiri disamping Corrola 1976, bersiap untuk mengantarkanku menuju terminal Baranangsiang. Setelah terlebih dahulu berpamitan kepada istri dan mencium kening putraku, aku pun bergegas meninggalkan rumah sederhana yang masih menyisakan pembangunannya. Yah, setengah pekerjaan yang terhenti, karena Tuhan lebih menginginkanku menyimpan uang untuk biaya kuliah lagi, bukan mempercantik istanaku. Mobil antik yang kuyakini akan beranak pinak itu pun melaju meninggalkan tempat persinggahannya. Namun, kali ini laju si Biru begitulah aku menamai mobil tuaku, tampak tak bersemangat. Mungkin si Biru takut jika aku menjualnya untuk biaya kuliah, sebuah ketakutan yang tak beralasan, karena tentu saja aku tak akan pernah menjual si Biru yang telah menemaniku sekian lama dan melewatkan suka dukaku bersamanya. Kurasakan lajunya semakin membaik sesaat setelah meyakini hatiku bahwa aku tak akan pernah menjualnya.
Sepuluh menit pun berlalu, tak terasa aku telah sampai di terminal Baranangsiang. Dengan segera aku pun meninggalkan Bapak mertuaku dan si Biru untuk menghampiri seorang teman yang dengan setia menunggu kedatanganku. Rosid, begitulah aku akrab menyapa temanku yang bernama lengkap Abdul Rosyid ini. Dia merupakan rekan kerja yang baru beberapa bulan aku kenal, namun ia telah menjadi teman seperjuanganku yang kelak akan kuceritakan pada Daaris ketika ia dewasa nanti. Pasalnya kami mempunyai banyak kesamaan, status di kampus yang belum kontrak, serta keputusan untuk meninggalkan sekolah Negeri demi menggapai sebuah mimpi yang kami
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
60
Online
sendiri tidak yakin apakah bisa kami wujudkan.Meskipun diawal keputusan kami meninggalkan sekolah Negeri, kami terus dihatui perasaan yang tak tentu. Bagaimana tidak, secara logika, penghasilan kami akan berkurang, sementara biaya kuliah tidaklah sedikit. Namun, satu yang kami pahami bahwa Tuhan Maha kaya raya. Dialah yang telah membimbing kami untuk kuliah, maka kami yakin pasti ada jalan yang telah Ia persiapkan untuk segala kebutuhan kuliah kami. Sebuah keyakinan yang murni bertumpu pada keimanan, bukan logika semata. Berbekal keyakinan itulah, kami mantap keluar dari sekolah Negeri. Bissmillah.. UHAMKA, sebuah keputusan yang berani kuambil disaat sebagian rekan kerjaku lebih memilih untuk masuk ke Universitas Negeri. Namun, Tuhan-lah yang menuntunku untuk memilih universitas tersebut, Ia-lah yang mempertemukanku dengan Bu Cicih Sukarsih, guru yang membawakan brosur dan mendaftarkanku. Serta Bu Lungguh, yang menyerahkan formulirnya saat aku tak punya waktu untuk mengurus semuanya. Semua itu mempermudah jalanku untuk masuk ke universitas
tersebut, sebuah universitas berlatarkan organisasi Islam, sehingga aku tak perlu repot bolakbalik Bogor-Jakarta. Tentu saja dengan segala pertimbangan baik dan buruknya Antrean di Bank Mandiri Ada rasa bersalah pada keluarga kecilku. Sebuah perasaan wajar tentunya, karena penghasilan yang seharusnya kupakai untuk segala kebutuhan keluargaku, malah aku gunakan untuk membayar biaya kuliah. Adalah istriku yang dengan senyum ikhlasnya merelakan jatah belanjanya mengalir ke rekening Mandiri kampusku. Yah, ia adalah wanita tercantik dimataku. Ia selalu menguatkan, mendukung serta mengingatkanku agar selalu berada di jalan yang benar. Empat juta empat ribu rupiah untuk cicilan SKS pertamaku, sementara BPP yang seharusnya kubayar tiga juta, kucicil lima ratus lima ribu rupiah. Sebuah kekonyolan pertama yang kulakukan dalam mengawali perkuliahanku. Aku melakukannya
61
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
bukan karena aku malas untuk membayarnya kontan, tapi tentu saja karena kondisi yang tak memungkinkanku untuk melunasinya. Hikmahnya adalah biaya terasa kecil jika aku mencicilnya, setidaknya aku bisa bernafas untuk sebulan pertama. Minimal pihak Bank dan Yayasan tidak akan mengingatku tentang kekurangan pembayarannya, melainkan mengingat kekonyolanku. Hebat bukan? Sebuah pengalihan isu yang spektakuler pikirku. Suaranya serak merdu dan semangatnya bergelora bagai wanita muda yang baru dilamar kekasihnya. Perawakannya kecil, namun pengalamannya seluas gunung pasir. Ibu yang lebih pantas disebut nenek bergelar professor itu adalah Ketua jurusanku. Lantunan lagu Satu Nusa Satu Bangsa mengawali perjumpaan kami, dibawanya aku dalam lirik penuh makna. Semangatku kalah telak bila dibandingkan dengan Beliau.
Padahal aku selalu berteriak lantang pada siswa dan mahasiswaku 'Keberhasilan itu bukan semangat sesaat, melainkan semangat yang terus menerus!'. Mengenal Beliau, seperti menemukan semangat api yang terpenjara dalam tubuhku, seolah jiwa mudaku membrontak ingin keluar dari persembunyiannya selama ini. Tuhan telah membimbingku dengan cara-Nya hingga aku lulus seleksi masuk dan kembali bertatus mahasiswa. Dua tahun saja, aku pasti BISA! Maret 2012 Secangkir kopi pahit kembali mengawali pagiku. Setelah shalat Subuh, aku pun bergegas berpamitan pada istri dan putra pertamaku yang masih tertidur pulas bak Malaikat kecil. Aku berpacu melawan waktu dengan kendaraan roda duaku ditemani langit gelap dan bintang venus yang berkelap-kelip genit di ufuk barat. Kurasakan
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
62
Online
dingin menjalari sekujur tubuhku, angin seolah menjadi belati tajam yang menembus paru-paruku. Namun, semangatku mengalahkan itu semua. 'Semangat!' kata itulah yang selalu tertanam dibenakku. 'I will be happy today' begitu bisik hatiku setelah Bismillah mengawalinya. Baranangsiang, kali ini giliranku yang menunggu Rosid. Bukan sebuah kesengajaan, tapi memang aku datang lebih awal pagi itu. Bus pun telah berjejer rapi menunggu giliran untuk diberangkatkan. Pandanganku pun berfokus pada bus urutan terdepan. Bus hampir penuh, namun Rosid belum juga muncul. Kuputuskan untuk segera menempati bangku yang tersisa. Sengaja ku simpan tas disamping kiriku, berharap Rosid menempatinya ketika datang nanti. Namun, sebelum ia tiba, bus melaju meninggalkan terminal. Bagaimana dengan Rosid? Pikirku. Semoga ia memahami.
Langit mulai gelap, matahari semakin dekat dengan persinggahannya. Tepat pukul 17.00 WIB aku sampai di terminal Lebak Bulus. Kali ini aku tak harus menunggu lama, karena bus jurusan Bogor-Lebak Bulus telah melaju dihadapanku dan kuputuskan untuk segera menaikinya dengan memilih jajaran kursi paling belakang sebagai tempat dudukku. Aku terlelap, kuliah memang melelahkan, membuat mata sayuku perlahan menutup. Irama bus semakin membawaku ke alam bawah sadarku. Sesekali mataku terjaga dikarenakan suara seorang anak bertopi hitam yang membuat kegaduhan didepanku. Seorang ibu berusaha menenagkannya. Menganggu memang, tapi inilah resiko menjadi penumpang angkutan umum. Baru saja aku akan berpetualang ke alam mimpi, suara adzan terdengar sayup-sayup ditelingaku, membuatku mengurungkan niat untuk bersilaturahmi dengan
63
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
mimpiku. Kulihat waktu di ponselku yang telah menunjukkan pukul 18.30 WIB. Pertanda bahwa adzan yang kudengar adalah adzan Maghrib. Sebuah kegelisahan dalam hati pun muncul, ketidakyakinan bahwa bus bisa sampai di terminal sebelum waktu Maghrib berakhir. Maghrib begitu sempit, karena Isya sudah menanti, begitulah yang aku pahami tentang Maghrib dari Ayahku. Ditengah pergumulan batinku, aku teringat akan sebuah kosakata lama, yaitu 'Tayamum'. Dengan sekejap otak merangsang tanganku untuk bertayamum, tapi aku lupa caranya. Yang aku tahu, tayamum adalah alternatif bersuci bila tak ada air, seperti saat kita berada dalam pesawat atau bus. Namun, aku benar-benar lupa bagaimana caranya bertayamum, karena aku sendiri belum pernah melakukannya. Satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah memutar waktu, ya‌ Memutar waktu ke masa silam.
Aku pun mulai memejamkan mata agar lebih terfokus pada bayangan masa lampau. Kini mulai terlihat jelas gambaran pengajianku waktu kecil dulu. Aku, Eko, Uloh dan Eli membuat lingkaran kecil di ruang tamu yang telah disulap Ayah menjadi ruang pengajian bila malam tiba. Bayangan ayahku pun mulai terlihat jelas, aku perhatikan bagaimana ia bertayamum sambil setengah bercanda dengan teman pengajianku. Diusapnya tangan Ayah pada tembok yang berdebu, lalu tanpa sadar tanganku pun bergerak menyentuh jok didepanku. Imajinasiku pun berlanjut, kembali ke tangan ayah yang mulai mengusap perlahan lengannya, aku pun mengikutinya. Sampai selesai aku melakukan tayamum, aku pun segera melaksanakan ibadah shalat Maghrib di dalam bus untuk pertama kalinya. Semoga tuhan menerima shalatku dan membukakan pintu surga untuk ayahku yang telah mengajarkanku bertayamum.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
64
Online
Malam yang sama, Pukul 19.30 Istriku telah berdiri diambang pintu, menyambut kepulanganku dengan senyumannya. Secangkir kopi pahit pesananku telah siap sedia dalam cangkir tak bercorak. Bunyi pemantik gas sedikit mengejutkan putraku, untung saja ia tidak sampai terjaga. Sepuluh menit berlalu, air dingin pun bergejolak memanas. Lalu dengan cekatan, istriku menuangkannya persis ke cangkir yang telah ia letakkan dihadapanku sebelumnya. Jadilah secangkir kopi pahit dengan aroma khas yang menenangkanku. Rasa syukur tak hentinya kupanjatkan pada Ilahi, karena masih bisa menikmati kesempurnaan kopi yang tersaji dihadapanku. Terimakasih pula pada mereka yang berperan dalam secangkir kopi pahitku. Istriku yang telah menyajikannya, pohon kopi, buruh-buruh perkebunan yang m e r a w a t d a n memproduksi biji-biji kopi tersebut hingga
menyulapnya menjadi bubuk-bubuk beraroma, juga kepada para supir yang mengantarkannya ke tokotoko, abang penjual kopi eceran serta kepada manusia pertama yang menemukan ide menumbuk biji kopi dan mencampurkannya dengan gula, hingga tersajilah minuman halal beraroma di meja kerjaku. Semoga Tuhan melihat kebahagiaanku dalam meneguk secangkir kopi, lalu menempatkan mereka di surga atas ini semua. Penghujung Maret 2007 Empat puluh ribu rupiah, begitulah jumlah nominal yang tertera dalam amplop honorku bulan ini. Bahkan amplopnya terlihat lebih gagah dari isinya. Empat puluh ribu rupiah dalam sebulan, sebuah apresiasi luar biasa untukku. Ya, tentu saja luar biasa, yang bermakna tidak biasa. Wa l a u p u n s e b e n a r n y a t e l a h kukorbankan segala aktivitasku demi bisa berkonsentrasi di tempat yang kucintai namun sepertinya tak mencintaiku itu.
65
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Empat puluh ribu tak cukup untuk 600 gram susu termurah sekalipun, tak juga memenuhi pembayaran listrikku selama sebulan, bahkan tak mencukupi ongkos kuliahku dalam sehari. Empat puluh ribu perbulan, yang berarti istriku harus mengeluarkan 1.333 rupiah perharinya. Sebuah angka luar biasa untuk seseorang sepertiku. Tuhan, jika memang aku belum pantas kau tempatkan ditempat yang layak, aku terima segalanya sebagai sebuah ujian atau bahkan teguran sekalipun. Namun, apabila seharusnya dengan segala kerja kerasku, aku pantas mendapat lebih dan ada dari mereka yang memperlambat, mempersulit serta menimbang-nimbang perhitungan finansial semata, maka tampatkanlah mereka di nerakaMu sebagai temanku disana. Kemudian, sergahlah aku menjamah surgaMu jauh sebelum mereka mencium wanginya. Tempatkanlah mereka ditempat terpanas yang Kau janjikan dalam kitab-kitab Mu. Buat
mereka merasakan betapa aku menahan haus karena sebotol air mineral seharga lima ribu rupiah, buat pula mereka lapar karena semangkuk bakso berlabel sepuluh ribu rupiah. Buatlah mereka merasakan apa yang kurasakan, Tuhan. Kutahan dahaga dan laparku demi keutuhan empat puluh ribu rupiah. Namun, jika memang aku belum pantas mendapat penghasilan yang lebih dan keputusan mereka adalah adil untukku, maka izinkan aku singgah di surgaku untuk sekedar bersilaturahmi barang setengah jam waktu surge. Lalu, saat kopi-kopi surga itu dipenghujung gelas, kembalikan mereka ketempat yang telah Engkau janjikan. Empat puluh ribu rupiah siang itu, akan mengantarkanku menuju kebahagiaan dan menjadi pelita dalam kuburku kelak. Karena Tuhan, mengutus seorang janda tua berkain lusuh berkunjung kerumah sederhanaku. Bercerita panjang lebar tentang kehidupannya yang tampak tak hidup, ia
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
66
Online
bertutur bahwa cucunya tidak dapat mengikuti ujian sekolah karena tak ada biaya. Air matanya menemani keluh kesahnya di sore yang sudah tampak gelap karena awan mendung telah hadir menaungi langit. Sore itu, hujan semakin deras. Empat puluh ribu yang kupunya pun berpindah ketangannya. Yah, telapak tangan seorang janda tua yang lusuh dan kotor. Matanya memancarkan kekosongan semata, ada luka tersirat disana, luka akan kerasnya hidup yang telah ia lewati. Namun, lewat empat puluh ribu rupiah, kekosongan itu seolah terisi, bibir keriputnya tertarik keatas hingga membentuk sebuah senyuman terimakasih. Yah, hari ini telah kutitipkan kebahagiaanku padanya. Empat puluh ribu memang tak cukup untukku dan keluargaku menjalani hidup dalam tiga hari, tapi cukup mampu membuat keluarga kecilku tersenyum bahagia.
Wildan Fauzi Mubarock Lahir di Bogor 7 Desember 1994. Aktivitas saat ini adalah sebagai dosen di Universitas Pakuan Bogor.
67
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
A. Mustofa Bisri
Selamat Idul Fitri Selamat idul fitri, bumi Maafkan kami Selama ini Tidak semesa-mena Kami memperkosamu Selamat idul fitri, langit Maafkanlah kami Selama ini Tidak henti-hentinya Kami mengelabukanmu Selamat idul fitri, mentari Maafkanlah kami Selama ini Tidak bosan-bosan Kami mengaburkanmu Selamat idul fitri, laut Maafkanlah kami Selama ini Kami mengeruhkanmu
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Selamat idul fitri, burung-burung Maafkanlah kami Selama ini Memberangusmu Selamat idul fitri, tetumbuhan Maafkanlah kami Selama ini Tidak puas-puas Kami menebasmu Selamat idul fitri, para pemimpin Maafkanlah kami Selama ini Tidak habis-habis Kami membiarkanmu Selamat idul fitri, rakyat Maafkanlah kami Selama ini Tidak sudah-sudah Kami mempergunakanmu. (1410/1990)
68
69
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Online
Kami mengundang semua pembaca Online
untuk memberi kritik dan saran agar kami bisa lebih baik Kami juga mengundang semua pembaca untuk mengirimkan karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya (regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke kopisastra@gmail.com, atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra Sebagai upaya melestarikan Majalah Online Kopi Sastra, kami pun mengundang para pembaca untuk turut serta membantu kami dengan berdonasi kepada Majalah Online Kopi Sastra.
D o n a s i
Klik!