Hal 04_oke

Page 1

4

EDISI 0 1 8 TTAHUN AHUN I 01

Laporan Utama

27 Ramadhan & Qadiriyah Bismillahirrahmanirrahim Sebelumnya saya mengajak kepada para pembaca untuk kita mengirimkan Surat Al Fatihah kepada beliau penganjur ajaran ini. Ketika tarekat Qadiriyah berkumandang di tanah Mandar sekitar tahun 50-an, yang dibawa dari Makkah olehsang Al Mukarramah Annangguru (Guru besar) (almarhum) K. H. Muhammad Shaleh, ternyata tidak semulus dari yang nampak saat ini. Pengajian sering kali tersendat oleh waktu dan tempat yang juga tidak menentu, namun berkat kebesarannya ujian itu selalu saja dapat teratasi. Shalat-shalat sunnahnya telah dilakukan secara rutinitas pada 27 Ramadhan, menjadi contoh serta saksi atas diakuinya paham ini. Bahwa awalnya di rumah para jamaah, namun teror seringkali mendatangi secara tidak pasti, sebab masyarakat menganggap shalat tersebut tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. Lalu di mesjid kemudian berkembang pada arena di lapangan. Hal itu tidak lain kalau bukan jamaah semakin membludak. Awalnya di Tinambung lalu di Sepang (Limboro) lalu beralih di sebuah kampung yang sangat sederhana, sunyi dan bersahaja, tepatnya dusun Bukku,Kabupaten Majene. Dulunya hanya dapat dihitung jari yakni sekitar 30 orang pengikut yang berada diluar mesjid. Pertimbangan itu telah disepakati dan diputuskan untuk tetap melaksanakan di tempat tersebut karena kepentingan keamanan, kesunyian, serta kekhususan pun sangat terasa. Seiring berjalannya waktu, saya yang sudah mengikuti sejak 1987 kala itu masih bersama dengan orang tua. Konon ternyata masyarakat tidak jarang memiliki persepsi yang berbeda terhadap tarekat ini. Salah satunya terlontar kata “Massambayang Bukkuq” (shalat membungkuk) adalah shalat eksotik, telah hadir di Mandar dimasa itu. Padahal jika mendengar pernyataan orang-orang yang telah mengikuti paham ini adalah sebuah ibadah yang dilaksanakan di Kampung Bukku. Tanggal 27 Ramadhan telah diyakini adalah malam penuh berkah, kesempatan para ummat untuk beribadah sebanyak-banyaknya, menjadi pilihan utama sebab ia adalah malam Lailatul Qadar. Meski pelaksanaan tersebut juga dapat dilakukan di malam-malam ganjil yang

lain. Shalat sunnah yang rata-rata menyita waktu sekitar dua jam empat puluh menit ini antara lain: “salle kalla”, tasbih, taubat, hajat, tarwih 20 rakaat dan Witir 11 rakaat. Kala itu sampai ditelinga saya pemaparan pemimpin tareqat pasca Annangguru Shaleh, mengatakan sunnah “salle kalla” (shalat Qadaq) adalah shalat pengganti shalat fardu yang telah ditinggalkan. Shalat sunnah tasbih adalah merupakan pemberian atau hadiah Rasulullah kepada pamannya Ibnu Abbas ra. Menarik tentang shalat ini dalam menjalani hidup, yang jika tidak mampu melakukan penuh dalam satu tahun maka cukup satu bulan saja. Andai tidak satu bulan maka satu minggu tak masalah, kalau satu minggu juga tidak bisa, satu kali dalam seminggu upayakan, mengerjakan diwaktu ini juga tidak pernah, cukup satu kali dalam sebulan, juga begitu demikian maka satu kali saja dalam setahun, kemudian tidak penah lagi, dilakukan satu kali saja dalam seumur hidup sebab begitu pentingnya. Barang siapa yang didalam hidupnya pernah melaksanakan dengan khusuk, maka haram tubuhnya disentuh oleh api neraka. Selanjutnya shalat sunnah taubat adalah merupakan puncak atau titik klimaks acara. Sebab hampir dipastikan tidak ada satupun jamaah yang lari dari khusuk Allah, ia penghapus dosa. Dikatakannya bahwa ketika ingin dosa kecil pergi maka cukup mengucapkan istigfar. Sedang dosa besar akan dihapus dengan cara shalat ini. Sedangkan Shalat sunnah hajat telah diyakini adalah sebuah cara untuk meminta segala sesuatu kepadanya yang insya Allah akan cepat terkabul. Kemudian dilanjutkan dengan shalat tarwih layaknya pelaksanaan seperti biasa dengan 20 rakaat, serta shalat witir 11 rakaat. Ada yang menarik dari kegiatan shalat 27 Ramadhan, khususnya di kalangan jamaah Tareqat Qadiriyah. Kebanyakan jamaah rela meninggalkan kediamannya untuk melakukan buka puasa di tempat pelaksanaan. Mereka tidak jarang membawa persiapan santapan buka dan hanya beralaskan tikar sebab selain dianggap lebih berberkah juga karena kepentingan tempat atau pemilihan Depu (aman). posisi Andi yang strategis Dahulu sampai sekarang suasana

--koranmandar/ M. Ridwan

Laporan: Sahabuddin Mahganna

Suasana shalat 27 Ramadhan di Pambusuang

atau kondisi wilayah Bukku, banyak pohon kelapa yang secara otomatis sangat riskan membahayakan para jamaah, meski telah dikabarkan bahwa belum pernah terjadi sesuatu yang merugikan mereka. Keindahan lain yang nampak ialah ribuan para jamaah kala itu yang datang dari segala penjuru atau dengan kata lain bukan hanya masyarakat Mandar tetapi jamaah yang diluar Mandarpun sering hadir. Begitu setia didalam pelaksanaan walaupun hujan turun, seakan tidak ingin lepas dari kekhusuan yang sudah terbangun sejak Annangguru memulai acaranya. Namun yang disayangkan adalah suasana itu hampir tidak terlihat lagi, disaat Annangguru sudah tiada di bumi ini, para jamaah sangat sok kemudian memunculkan sejuta pertanyaan siapa yang akan menjalankan rutinitas tersebut. Untungnya mereka para Guru Besar meninggalkan dua insan yakni annangguru KH. Ilham Saleh (IS) merupakan putra dari Annangguru KH. Moh. Saleh dan annangguru KH. Syibli Sahabuddin (SS) ialah Putra dari Prof. Dr. KH. Sahabuddin, lalu menjadi pelanjut tarekat itu. Jamaahpun kembali berbahagia meski pelaksanaannya akan ada kekurangan juga kelebihan yang didapatkan, dimana jamaah akan tidak menyatuh lagi, sebab saat ini IS melaksanakan di Pambusuang tepatnya mesjid dekat makam K. H. Muhammad Saleh. Sedangkan SS memilih tetap di Bukku. Meskipun jamaah tidak menyatu,

meski nantinya silaturrahmi akan berkurang, tak menyurutkan niat mereka untuk tetap pada lingkaran ajaran ini. Peristiwa besar tersebut mempunyai makna dan hikmah. Saya yakin hal ini murni setting Allah SWT. Sebab dibalik semua itu jika ditinjau dengan kondisi jamaah yang kesibukannya sangat luar biasa. Sisi baiknya, Allah mungkin saja menginginkan faham ini lebih berkembang dan nantinya akan makin banyak pengikutnya. Walau sudah banyak yang menyampaikan, semoga saya tidak berdosa jika menyarankan kepada para Annangguru untuk kembali kekampung Bukku kemudian bersama-sama menjalankan ritual mulia ini. Dan kepada para jamaah semoga tidak terpengaruh oleh rayuan setan yang sekarang sudah sangat meraja lela, telah berupaya memisahkan dan menghancurkan kebersamaan yang dititipkan annangguru besar buat kemasalahatan ummat Mandar lewat Tarekat Qadiriyah. Amin. Qadiriyah mengajarkan tentang kekhusuan. Qadiriyah mengajarkan tentang keyakinan, Qadiriyah mengajarkan tentang kebersamaan, Qadiriyah mengajarkan tentang pintu menuju Allah dan Rasulnya. Mungkin karena ridha Allah SWT, tahun ini shalat 27 ramadhan terlaksana di empat titik, yakni di Pambusuang dipimpin K. H. Ilham Shaleh, di Bukku oleh K. H. Syibli Sahabuddin, Mapilli Barat oleh ustadzZainal Abidin, dan di kampung Saleqa, Todang-todang oleh H. Mahmud Ganna alias Pua Jira. (ed-mra)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.