Daftar Isi 04 | Pendahuluan 05 | Agenda Acara 07 | Pleno Pembuka 09 | Rangkuman Panel: Hari 01, Paralel 01 15 | Rangkuman Panel: Hari 01, Paralel 02 21 | Rangkuman Panel: Hari 02, Paralel 01 24 | Rangkuman Panel: Hari 02, Paralel 02 29 | Lokakarya 34 | Mural Kampung Jogobayan 35 | Pasar Rakyat Kota 36 | Angkot Trip: Kuliner dan Tur Kota 39 | The 6th Urban Social Forum dalam Angka 40 | Liputan Media 41 | Media Sosial 42 | Pembicara 43 | Institusi 45 | Mitra dan Penyelenggara
Liputan diskusi panel dalam laporan kegiatan ini dibuat oleh Kolektif Agora dan Nekropolis.
Ciptaan ini dilisensikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. Untuk melihat salinan lisensi ini, kunjungi http:// creativecommons.org/licenses/ by-nc-sa/4.0/ Sekretariat: Yayasan Kota Kita Jalan Melon Raya, No. 53 Karangasem, Surakarta 57145 www.urbansocialforum.or.id www.kotakita.org
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
4
Pendahuluan Urban Social Forum 6 telah terselenggara di hari Sabtu dan Minggu, 15-16 Desember 2018 di Solo, Jawa Tengah, Indonesia. Urban Social Forum merupakan sebuah ruang terbuka, demokratis, dan inklusif untuk berdiskusi dan berbagi ide tentang cara-cara alternatif dan progresif untuk mewujudkan kota yang kita idam-idamkan dengan keterlibatan aktif masyarakat sipil, pemerintah kota, anggota komunitas, dan aktivis sosial, serta mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk berbagi pengalaman, menambah pengetahuan, dan berjejaring dengan sesama pegiat isu perkotaan. Laporan ini merangkum pengalaman 2 hari, 16 sesi diskusi, 3 sesi lokakarya, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang kami lakukan di kota Solo. Bertempat di Lokananta, hari pertama USF dibuka dengan sesi pleno yang menghadirkan diskusi mencerahkan tentang kompleksitas isu dan pelaku, serta identitas yang membentuk suatu peradaban perkotaan. Selanjutnya, berbagai bahasan diskusi digulirkan di panel-panel yang dijalankan secara paralel. Di saat yang bersamaan, berbagai komunitas dari Solo dan kota-kota lain berinteraksi dan berbagi informasi tentang kegiatan dan karya mereka di Ruang Komunitas. Di malam hari, USF, bekerja sama dengan Yayasan Kembang Gula, menghadirkan sesi pemutaran film, diskusi, dan pemutaran musik. Di USF 6, acara panel diskusi dibarengi dengan rangkaian acara dan inisiatif komunitas dan kewargaan. USF 6 terdiri dari panel diskusi dan lokakarya yang mengangkat berbagai tema perkotaan, diikuti dengan kegiatan yang mengundang kreativitas seni dan kewargaan untuk membantu proses berekspresi tentang kehidupan perkotaan yang lebih manusiawi. USF mengedepankan prinsip-prinsip kolaborasi dan kerja sama antara organisasi, penyedia ruang, dan ekosistem kreatif kota, serta warga kota Solo. Melalui berbagai jenis tema panel, peserta dapat belajar, berbagi, dan menyebarluaskan ide serta pengalaman aktivisme dan advokasi mereka, sehingga terus menginspirasi perubahan yang transformatif untuk kehidupan perkotaan di Indonesia yang lebih inklusif dan berkeadilan sosial. Urban Social Forum telah menginjak tahun keenam penyelenggaraannya. Urban Social Forum pertama dan kedua di tahun 2013 dan 2014 diadakan di Solo, forum ketiga diadakan di Surabaya, forum keempat diadakan di Semarang, dan forum kelima diadakan di Bandung. Sejak tahun pertama, Urban Social Forum kian berkembang; dari sekitar 100 orang peserta hingga tahun 2015-2018 mencatat partisipasi rata-rata 1,000 orang setiap tahun dari berbagai kota di Indonesia dan mengangkat variasi tema panel yang beragam. Perkembangan ini menyiratkan kepedulian yang semakin tinggi oleh masyarakat dan organisasi masyarakat sipil di Indonesia untuk terlibat dalam diskusi dan debat ide tentang usaha-usaha meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan, sekaligus berembuk guna mencari solusi alternatif untuk menyelesaikan kompleksitas masalah perkotaan di Indonesia. Di masa yang akan datang, Urban Social Forum berharap semakin banyak organisasi dan individu yang tertarik menjadi mitra penyelenggara jarak jauh di masa yang akan datang dan semakin mendukung keterbukaan informasi dan konektivitas antar sesama pegiat dan aktivis sosial.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
5
Agenda acara: hari 1 Sabtu, 15 Desember 2018 Lokananta Records
Aktivitas
Penyelenggara
07.30 - 09.00 WIB
Registrasi
09.00 - 11.30 WIB
Pembukaan | Pleno
11.30 - 13.00 WIB
Istirahat Makan Siang
13.00 - 15.00 WIB Paralel 1
Panel 01
ITDP Indonesia
Panel 02
Kolektif Ngebikin Bareng
Panel 03
OHANA, Kota Kita
Panel 04
LIPI
Panel 05
TOSS, Bank Sampah Mapan
Panel 06
Kopernik
Panel 07
Making All Voices Count
Panel 08
Muara Market, Kota Kita
Panel 09
Solo Bersimfoni
Panel 10
Habitat for Humanity Indonesia
The Urban Social Forum 6:
Kota Kita, Kembang Gula, Muara Market
‘Invisible Cities’: Melihat Lebih Dekat Kehidupan, Inisiatif, dan Kolaborasi Warga Kota
Walkable Kampung: Menciptakan Kampung Ramah Pejalan Kaki dengan Peran Aktif Warga Buka-bukaan dalam Proses Ngebikin-Bareng (Co- Creation): Pengalaman dari Kampung Tanah Rendah Mengakhiri Kemiskinan Melalui Pembangunan Inklusif Disabilitas
Urban Social Forum, Kota Kita
Kota Sosial yang Inklusif : Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Kota, Pesisir, dan Laut Indonesia Pengelolaan Sampah Kerakyatan Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020
15.30 - 17.30 WIB Paralel 2
Pulau Plastik: Mengatasi Permasalahan Plastik dengan Mengurangi Penggunaannya dan Daur Ulang Bagaimana Teknologi Membantu Warga Berpartisipasi Sepenuhnya dalam Agenda Perkotaan? Harga yang Harus Dibayar untuk Citra Kota di Era Media Sosial: Mempertanyakan keaslian, representasi dan efeknya bagi pembangunan kota Hastha laku Penjaga Toleransi Membangun Komunitas Kota yang Tangguh: Perumahan dan Permukiman yang Layak
19.00 - selesai
Merayakan Kewargaan
Pemutaran film, diskusi, dan musik
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
6
Agenda acara: hari 2 Minggu, 16 Desember 2018 Rumah Banjarsari, dll. 06.00 - 17.00 WIB
Pasar Rakyat Kota
07.30 - 17.00 WIB
Live Mural
09.00 - 12.00 WIB Paralel 3
Workshop 01
Aktivitas Penyelenggara Rumah Banjarsari
Lokasi Rumah Banjarsari
Kampung Jogobayan Titik kumpul: Rumah Banjarsari
The Urban Social Forum, Ruang Atas, Young Surakarta, Bugslyfe,Tianaf, Nonsingkron, Dokumentase, Malikas, Mafida nr, Letmeloveyou, Warga Kampung Jogobayan Ngebikin Bareng ASF Indonesia
Joglo Monumen Apem Sewu, Kampung Sewu, Jebres
100 Resilient Cities
Rumah Banjarsari
Workshop 03
Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK - KPK)
Rumah Banjarsari
Panel 11
Sahabat Kapas, Pemuda Tata Ruang
Rumah Banjarsari
Labtek Apung 'Laboran Cilik' Bersama Komunitas Sekolah Sungai Kampung Sewu
Workshop 02
Melihat dengan Lensa Ketahanan (Resilience): Mengintegrasikan Ketahanan ke dalam Proyek-proyek Urban oleh 100 Resilient Cities Membangun Gerakan Masyarakat – Sebuah Contoh dan Pengalaman dari SPAK (Saya Perempuan Anti-korupsi) Anak Muda Menyemai Perdamaian
12.00 - 13.30 WIB
Istirahat Makan Siang
13.30 - 15.30 WIB Paralel 4
Panel 12
Muara Market, Kota Kita
Rumah Banjarsari
Panel 13
Kota Kita
Rumah Banjarsari
Panel 14
URDC
Rumah Banjarsari
Panel 15
Arkom
Rumah Banjarsari
Ke mana Energi Kreatif Pemuda Perkotaan Bermuara? Membangun Ruang-ruang Alternatif dan Ekosistem Kolaborasi Geliat Eksistensi Transportasi Informal Perkotaan Pengelolaan Air di Kampung Kota, Pengalaman dari Solo
Strategi Kolaborasi Mewujudkan Keamanan Bermukim di Permukiman Informal
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
7
Pleno pembuka Invisible Cities: Melihat Lebih Dekat Kehidupan, Inisiatif, dan Kolaborasi Warga Kota
Moderator: Ahmad Rifai, Social Justice Yayasan Kota Kita
Reduction
Ingar-bingar kota kerap mengaburkan banyak ihwal yang sesungguhnya menjadi pijakan kehidupan warganya terjadi. Di balik kesemrawutan yang tampak
in The Inclusion Poverty muskilCity: diuraikan, Social berbagai proses diam-diam terjadiand dan menunggu untuk
dirayakan. Berbekal tajuk “Invisible Cities�, pleno pembuka 6th Urban Social
pembicara: Alissa Wahid
Forum mencoba menyingkap tabir ilusi kota dan mengeksplorasi lebih dekat
Wahyu Susilo
Migran, sebagai respon terhadap invisibility pada tajuk, menjadi subjek
GUSDURIAN
Migrant Care
kehidupan, inisiatif, dan kolaborasi warga kota.
kewargaan yang kadang luput dari wacana kota. Wahyu Susilo dari Migrant
Yuli Kusworo
Care menyoroti banyaknya aktor penopang aktivitas kota seperti tukang be-
Roy Thaniago
tetapi juga antarnegara, para migran tersebut kerap dianggap remeh dan
Arkom
Remotivi.or.id
cak, buruh bangunan, atau PKL yang merupakan migran. Tak hanya antarkota, kurang diperhatikan, dianggap subjek yang liyan. Terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa 65% TKI di Hongkong terpapar radikalisme. Selain itu, terjadi pula kasus pelarangan ibadah salat, padahal pelarangan tersebut sekadar disebabkan oleh kepercayaan tertentu etnis Tiongkok mengenai pakaian putih, sehingga hanya perlu mengganti warna mukenah. Hal-hal tersebut terjadi karena kedutaan besar dan konsulat jenderal masih kerap abai pada kondisi pekerja Indonesia. Dalam tanggapannya terhadap pluralitas warga kota, Alissa Wahid dari GUSDURIAN hendak “mencari kita di tengah aku�. Heterogenitas akibat pertemuan budaya dalam ruang globalisasi melahirkan polarisasi yang luar biasa. Kelompok, suku, agama, nilai, ataupun identitas menjadi faktor pembeda yang terus-terusan dipolitisasi, dilanggengkan oleh segelintir elite untuk menuai keuntungan di tengah konflik tanpa mau memunguti sampah-sampah kekacauannya. Demokrasi tidak semudah itu dihadirkan pada sebuah masyarakat yang majemuk, mesti ada penerjemahan lebih lanjut atas nilai-nilai yang inklusif pada warga kota. Kadang, kegetiran yang tumbuh harus diterima untuk terus melangkah maju, dan GUSDURIAN diciptakan sebagai ruang aman untuk setiap orang hadir dan berkumpul dalam perbedaan. Pada konteks permukiman, praktik-praktik kewargaan yang diusung oleh Yuli Kusworo dari ARKOM menjadi alternatif dalam pemenuhan hunian yang layak bagi warga. Terlepas dari tudingan mengenai tindakannya yang membantu
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
8
“pelanggar hukum�, beliau percaya bahwa pada kolaborasi warga sebagai sebuah medium penyeimbang kekuasaan dan menjaga diri dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang. Contohnya adalah permukiman yang digusur dan dipindah ke rumah susun di Pulomas, tetapi berujung digantikan dengan mal. Hubungan warga dan wali kota diibaratkan anak dan ayah, maka menjadi tidak baik ketika sang ayah sulit ditemui dan diajak bicara. Meski begitu, nyatanya warga berdaya, memiliki kemampuan serta imajinya sendiri untuk mewujudkan yang mereka inginkan. Roy Thaniago, direktur Remotivi, melengkapi perspektif dari sudut pandang media dan budaya kewargaan. Berangkat dari dasar, identitas dijelaskan sebagai penggerak warga dalam menentukan dan melakukan apa yang penting, yang kemudian membentuk budaya sebagai medium produksi dan pertukaran makna dalam keseharian. Media hadir dengan mempertontonkan makna-makna, warga datang ke media sebagai ruang pertemuan imajiner untuk mendapatkan makna. Namun, media kini, terutama televisi, bersifat sentralistik: isu Jakarta terus menjadi sorotan, sedang berita lokal tidak dibahas. Akibatnya, struktur media memandang identitas kewargaan warga di luar Jakarta sebagai berbeda, hanya dianggap “jeda pariwara�, yang kemudian menimbulkan kita dan mereka—Jakarta dan bukan Jakarta. Terlepas dari itu, setiap warga dapat menjadi politis. Bukan dengan ikut partai, melainkan dengan memanfaatkan media sebagai ruang kontra oligarki dan membentuk identitas kewargaan tersendiri untuk memperjuangkan bersama keadaan yang dikehendaki. Setelah sejumlah dialog pertanyaan, pleno pembuka kemudian ditutup dengan pemahaman baru mengenai kewargaan kota yang baru, yang lebih dalam dari sekadar permukaan, yang dirayakan untuk mencapai kemajuan. Pada pagi yang cerah itu, Urban Social Forum keenam resmi dimulai.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
hari 01 Paralel 01
9
Sabtu, 15 Desember 2018 13.00-15.00 WIB
01 02
| Walkable Kampung: Menciptakan Kampung Ramah Pejalan Kaki dan Ramah Anak dengan Melibatkan Peran Aktif Warga | Buka-bukaan dalam Proses Ngebikin-Bareng (Co-Creation): Pengalaman dari Kampung Tanah Rendah, Jakarta
03
| Mengakhiri Kemiskinan Melalui Pembangunan Inklusif Disabilitas
04
| Kota Sosial yang Inklusif: Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Kota,
05
Ruang Pesisir dan Laut Indonesia | Pengelolaan Sampah Kerakyatan Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
10
panel diskusi 01 Walkable Kampung: Menciptakan Kampung Ramah Pejalan Kaki dan Ramah Anak dengan Melibatkan Peran Aktif Warga
Penyelenggara: ITDP Indonesia
Sebagai ruang habitat warga dengan konsentrasi aktivitas yang tinggi, kampung kota seringkali terabaikan dalam pemenuhan fasilitas juga infrastruktur mobilitas dasar. Belum memadainya pelayanan transportasi publik serta hampir tidak adanya akses dan fasilitas pejalan kaki pada gilirannya mencip-
pembicara: Riri Asnita
Dinas Bina Marga DKI Jakarta
Sukartono
RW 01 Sunter Jaya, Jakarta Utara
Deliani Siregar ITDP Indonesia
moderator: Gandrie Ramadhan ITDP Indonesia
takan masalah baru yang kian bersengkarut. Perjalanan ITDP dalam mencari solusi mobilitas warga kampung kota menuntun mereka menemukan RW 01 Kampung Sunter Jaya yang kemudian menjadi kampung percontohan pengubahan pola pikir warga kampung terhadap mobilitas nonkendaraan bermotor. Deliani Siregar, perencana kota di ITDP, menceritakan bagaimana program tersebut diawali dari program kampung iklim Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Setelah melalui diskusi persepsi serta identifikasi masalah mengenai trotoar, akses jalan, dsb., warga bersama-sama menganalisis lalu menyusun strategi dan peraturan yang meliputi pembatasan lalu lintas dan parkir, konsep gang ramah anak, juga kegiatan walking tour sebagai wacana kampung wisata pada masa depan. Selaku salah satu ketua RT di Kampung Sunter Jaya RW 01, Pak Sukartoyo berkisah bahwa sebelum program dijalankan, warga kampung memiliki kebiasaan buruk seperti membuang sampah sembarangan. Kolaborasi dengan ITDP dan pemerintah menjadikan kampung tersebut ramah pejalan kaki, lengkap dengan warna-warni mural serta tanaman yang tertata di pinggir jalan. Kondisi kampung kini berbanding terbalik dengan masa lalu ketika gang tidak bisa digunakan untuk bermain anak-anak karena dipenuhi dengan motor yang terparkir di depan rumah. Perlahan, perilaku warga pun turut membaik seiring peningkatan kualitas hidup kampung secara menyeluruh. Seturut dengan inisiatif-inisiatif tadi, pemerintah ikut mengambil peran. Salah satu kepala seksi Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Riri Asnita, mengajak masyarakat beralih menggunakan transportasi publik untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota humanis dan inklusif. Meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi menjadi salah satu tantangan utama yang menghambat terwujudnya mobilitas ideal di Jakarta. Melalui berbagai upaya seperti complete street dan street rightsizing, Pemprov DKI hendak memberikan yang terbaik melalui, dalam konteks ini, pembangunan trotoar untuk seluruh kalangan masyarakat.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
11
panel diskusi 02 Buka-bukaan dalam Proses Ngebikin-Bareng (Co-Creation): Pengalaman dari Kampung Tanah Rendah, Jakarta
Penyelenggara: Kolektif Ngebikin Bareng
Dalam kerja partisipatoris, tiap aktor bernavigasi dalam logika di bawah “topi� profesinya masing-masing. Lantas, ketika disandingkan dengan kacamata warga, apakah yang akan terjadi? Kolektif Ngebikin Bareng hendak merefleksikan pengalaman mereka dalam proses penciptaan wacana dan ilmu pen-
pembicara: Andi Ulya Witsqa
getahuan tentang air, sungai, sanitasi, dan kesehatan lingkungan di Kampung Tanah Rendah, Jakarta.
Kolektif Ngebikin Bareng
Novita Anggraini
Kolektif Ngebikin Bareng
Alfa, Alfi, Ibu Nonon Laboran Cilik
moderator: Sri Suryani
Kolektif Ngebikin Bareng
Anggota Kolektif Ngebikin Bareng angkat bicara, salah satunya adalah Novita Anggraini yang menceritakan mengenai kegiatan Labtek Apung, sebuah laboratorium teknik di atas getek. Dalam tiga kesempatan, kegiatan Labtek Apung telah menggali persepsi bening-butek melalui eksperimen berupa tes mengukur kejernihan air untuk menilai bersih dan kotor, memetakan keruangan lingkungan dan air berbalut permainan detektif dengan anak-anak, serta mengeksplorasi bau dan rasa sebagai medium penginderaan untuk lebih memahami air. Labtek Apung bukanlah sebuah bentuk yang final, tegas Novita, melainkan sebuah awalan; sebuah resonansi yang menyediakan pembelajaran bukan hanya untuk warga, tetapi juga tim peneliti. Program lainnya yang bertajuk 30 Hari Mencari Tinja hendak menggali potret sanitasi di kampung tersebut. Beruntungnya, terdapat relawan yang memiliki keahlian di bidang sanitasi sehingga memungkinkan pendalaman pemetaan sanitasi lebih lanjut. Andi Ulya menyampaikan sebuah temuan bahwa air pada rumah di pinggir kali mengandung lebih sedikit tinja daripada yang jauh dari kali, diindikasikan dari kandungan bakteri e.coli di dalamnya. Hal tersebut disebabkan oleh kedalaman sumur yang lebih dalam dari kali sehingga tinja di kali tidak masuk ke air rumah. Pada panel ini, anak-anak warga Kampung Tanah Rendah yang disebut Laboran Cilik juga turut hadir. Alfa dan Alfi menceritakan pengalamannya ketika menilai kebersihan air melalui inderanya. Ibu Nonon, orang tua dari kedua anak tersebut, juga mengisahkan ketakutannya awalnya akan penggusuran ketika ada mahasiswa yang memasuki kampung. Namun, setelah beberapa lama, warga ikut belajar mengenai kandungan air di kalinya dan bahkan mengubah beberapa kebiasaan seperti mencuci di kali.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
12
panel diskusi 03 Mengakhiri Kemiskinan Melalui Pembangunan Inklusif Disabilitas
Penyelenggara: Ohana; Kota Kita
Masyarakat dan pemerintah harus mengakui bahwa disabilitas adalah bagian dari kota. Disabilitas dari konteks yang dianggap sebagai sebuah “sakit�, kini mulai bergeser menjadi sebuah isu keberagaman. Tetapi pada kenyataanya, penyandang disabilitas masih sering luput dalam perhatian dan proses per-
pembicara: Tio Tegar
encanaan kebijakan sehingga penyandang disabilitas tidak dapat diafirmasi dalam konteks pembangunan kota.
Mahasiswa UGM Yogyakarta
Didik Yudianto Ohana Yogyakarta
Aprilian Bima GERKATIN Solo
Marthella Rivera
Disability Specialist, Bappenas
moderator: Abi Marutama Aktivis Sosial
Pembangunan yang inklusif seolah-olah hanya diperuntukkan untuk para difabel, padahal seperti yang diungkapkan Tio Tegar, mahasiswa UGM penyandang disabilitas, bahwa semua orang berpotensi untuk menjadi difabel melalui banyak hal seperti kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan akibat bencana alam. Riset menunjukkan hanya 20% orang memandang difabel adalah orang biasa. Itu artinya 70% lebih orang masih memandang bahwa difabel adalah orang istimewa yang memiliki kelemahan. Didik Yudianto dari Ohana Yogyakarta juga menyoroti pandangan masyarakat akan penyandang disabilitas yang berimplikasi pada kemiskinan. Orang dengan disabilitas masih dianggap sebuah aib dan mendapat diskriminasi
dan disembunyikan dari masyarakat, kemudian nantinya akan menyebabkan timbulnya eksklusi sosial. Hal ini berimplikasi pada termarginalkannya penyandang disabilitas serta tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan—apalagi untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Hambatan lain dalam perwujudan pembangunan yang inklusif—di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya—adalah pada keterlibatan dalam proses perencanaan dan koordinasi dengan pemerintah kota atau kabupaten DIY dalam proses pengimplementasian. Akan menjadi sia-sia pembangunan aksesibilitas ramah difabel secara fisik dilakukan apabila pandangan masyarakat akan penyandang difabel belum berubah. Kenyataan bahwa akses terhadap fasilitas dan pandangan masyarakat terhadap difabel masih belum baik artinya masih menjadi masalah. Pada akhirnya berdampak pada ketidakikutsertaan difabel dalam pengambilan kebijakan. Untuk bersama-sama mengubah stigma atau pandangan terhadap penyandang disabilitas, Marthella dari Bappenas, mengutip jargon SDGs: No One Left Behind, menyerukan pentingnya media sosial sebagai jembatan masyarakat untuk membangun kesadaran akan isu disabilitas. Induk pembangunan inklusif disabilitas adalah sebuah upaya menuju Indonesia yang lebih sensitif disabilitas serta untuk mewujudkan inovasi dan kolaborasi ke depannya.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
13
panel diskusi 04 Kota Sosial yang Inklusif: Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Kota, Ruang Pesisir dan Laut Indonesia
Penyelenggara: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pembicara: Henny Warsilah LIPI
Irina Rafliana LIPI
Syarfina Mahya Nadila & Annisa Meutia Ratri LIPI
Rusydan Fathy, Jalu Lintang, & Dicky Rachmawan LIPI
Laila Kholid Alfirdaus FISIP Universitas Diponegor
Inklusivitas kota menjadi salah satu faktor kerentanan yang didiskusikan di panel kali ini. Gesekan sosial yang terjadi akibat dari perbedaan etnis, agama, dan budaya warga yang hidup di dalamnya menjadi faktor apakah kota termasuk tahan atau rentan. Di Indonesia, hampir 60% penduduk kota-kota besar menyebar di kawasan pesisir pantai. Sayangnya, garis pantai Indonesia masih rentan terhadap kenaikan permukaan laut, peningkatan genangan pesisir, dan banjir pasang. Pada praktiknya, banyak kota besar di Indonesia yang terletak di kawasan pesisir justru mempunyai perencanaan tata ruang yang bias ke darat. Model perencanaan tata ruang berupa up-land menganggap wilayah pesisir tidak perlu ditingkatkan penataannya. Hal ini menyebabkan kebanyakan wilayah pesisir hanya dijadikan kawasan ‘belakang’ yang tidak perlu dibangun atau diurus, sehingga hanya menjadi tempat pembuangan limbah sampah. Di Morodemak, Jawa Tengah, prakarsa masyarakat sebagai strategi ketahanan mampu menyediakan ruang hidup yang nyaman dengan penanganan drainase dan banjir pasang yang baik. Di Tambak Lorok, Semarang, mereka menghadapi amblesan tanah dan rob. Mereka harus mengangkat rumah mereka setiap 1 hingga 5 tahun. Banyak nelayan miskin yang tidak punya cukup uang untuk mengangkat rumah mereka sehingga mereka memilih untuk menimbun sampah agar posisi rumah mereka lebih tinggi. Sementara, wilayah pesisir Banten, Tanjung Pasir, terdiri dari banyak nelayan. Namun, alih-alih sebagai suatu identitas, ada pola pikir yang mengatakan bahwa menjadi nelayan menyebabkan mereka miskin sehingga orang tua tidak membiarkan anak-anak mereka untuk mewarisi profesi nelayan. Potensi perikanan di Tanjung Pasir masih belum optimal dan hanya sedikit LSM atau masyarakat yang membantu mereka. Hal-hal di atas membuat gerakan sosial dari masyarakat sipil sangat penting untuk menyelamatkan kekayaan SDA wilayah pesisir dan menekan negara supaya berpihak kepada masyarakat. Pembangunan inklusif mensyaratkan peran aktif masyarakat, baik melalui sistem demokrasi perwakilan maupun bentuk-bentuk langsung yang partisipatif. Indonesia dapat mencontoh Rotterdam sebagai kota inklusif yang memiliki sejarah panjang pengelolaan air.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
14
panel diskusi 05 Pengelolaan Sampah Kerakyatan Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020
Penyelenggara: TOSS LK dan Bank Sampah Mapan pembicara: Arief Noerhidayat
Project Manager dan Peneliti TOSS-LK Bali
Ir. Djoko Paryoto, MT
Meningkatnya volume limbah yang berasal dari rumah tangga atau industri dalam produk sampah telah menjadi permasalahan besar yang harus ditanggulangi segera. Komitmen pemerintah dalam program Indonesia Bebas Sampah 2020 akan sulit terealisasi jika hanya bergantung dengan pemerintah sebagai pelaksana kebijakan. Djoko Paryoto adalah penggagas dari Tempat Olah Sampah Setempat untuk Listrik Kerakyatan (TOSS–LK). Sebuah konsep pengelolaan sampah dengan hasil akhir volume sampah yang menyusut dan konversi dari sampah men-
Wakil Ketua II STT PLN dan Penggagas TOSS-LK
jadi energi. Djoko menceritakan awal keresahannya terhadap permasalahan
IGAN Subawa Putra
memilah sampah dengan membedakan tong sampah berdasarkan
General Manager PT Indonesia Power UP Bali
Siti Aminah Bank Sampah Mapan, Solo
sampah di tempat tinggalnya di Jakarta Timur. Warga sudah berusaha untuk sifatnya, tetapi kembali disatukan oleh petugas sebelum akhirnya sampai di TPA. Igan Subawa Putra, General Manager PT Indonesia Power UP Bali, menjelaskan peluang menjadikan TOSS–LK untuk mengurangi volume sampah dan bentuk pemberdayaan warga dalam pengelolaan sampah. Igan Subawa memberi contoh penerapan program TOSS – LK di daerah Klungkung Bali sebagai pilot project melalui corporate social responsibility. Igan Subawa Putra mengatakan bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan mekanisme triple helix antara pasar, regulator, dan akademisi sehingga terwujudnya Indonesia bebas sampah akan lebih mudah untuk terwujud. Siti Aminah menjelaskan tentang pengalamannya yang berusaha untuk membangun jejaring bank sampah di kota Solo. Melalui Bank Sampah Mapan, Siti Aminah berusaha mengubah mindset warga yang selama ini hanya melihat bank sampah pada sisi ekonomisnya, tetapi juga sebagai upaya untuk mengurangi jumlah sampah itu sendiri. Sama seperti Djoko Paryoto, Siti Aminah memulai pembicaraannya dengan keresahan yang ia dapat setelah mendapat respon yang mengecewakan dari kelurahan perihal sampah. TPA Putri Cempo kini sudah tidak mampu untuk menampung sampah dari Kota Solo sehingga program bank sampah perlu digalakkan. Setelah bekerja sama dengan PLN Jawa Tengah untuk membentuk bank sampah di setiap RT di Jawa Tengah, Bank Sampah Mapan saat ini berusaha untuk menggaet anak muda dan mahasiswa untuk terlibat dalam program bank sampah.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
hari 01 Paralel 02
15
Sabtu, 15 Desember 2018 15.30-17.30 WIB
06
| Pulau Plastik: Mengatasi Permasalahan Plastik dengan Mengurangi Penggunaannya dan Daur Ulang
07
| Bagaimana Teknologi Membantu Warga Berpartisipasi Sepenuhnya di dalam Pembentukan Agenda
08
Perkotaan? | Harga yang Harus Dibayar untuk Citra Kota di Era Media Sosial: Mempertanyakan Keaslian, Representasi dan Efeknya bagi Pembangunan Kota
09
| Hastha Laku Penjaga Toleransi
10
| Membangun Komunitas Kota yang Tangguh: Perumahan dan Pemukiman yang Layak
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
16
panel diskusi 06 Pulau Plastik: Mengatasi Permasalahan Plastik dengan Mengurangi Penggunaannya dan Daur Ulang
Penyelenggara: Kopernik pembicara: Vanesya Manuturi Kopernik
Kevin Aditya Kopernik
Rendy Aditya
Parongpong RAW Management
Moderator: Dianty Widyowaty Ningrum
Indonesia adalah negara pencemar plastik laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Setiap tahun, lebih dari 1,3 juta ton plastik dibawa oleh sungai-sungai di Indonesia ke lautan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, orang Indonesia mengonsumsi satu juta kantong plastik per menit. Diperkirakan bahwa Pulau Bali sendiri menyumbang hingga 110.000 ton sampah plastik setiap tahunnya. Panel ini menampilkan episode pertama web series Kopernik berjudul ‘Pulau Plastik’. Misi dari ‘Pulau PlastIk’ adalah memberikan informasi tentang keadaan sampah di Bali saat ini, bagaimana perubahan perilaku yang terjadi, dan bagaimana ini dapat menuntut pemerintah membuat kebijakan yang berkelanjutan. Terdapat salah satu riset kopernik tentang penggunaan air minum di beberapa kota di Indonesia dengan proses daur ulang galon dan tutupnya.
Kopernik
Dalam aksi perang melawan plastik, Kopernik dengan basis kelokalan mengidentifikasi dua kunci strategis untuk mengatasi masalah sampah, yaitu: Pencegahan melalui pengurangan konsumsi sampah plastik; Mitigasi melalui pembentukan praktik dan kebijakan yang lebih baik untuk mendaur ulang sampah plastik yang sudah dihasilkan. Rendy Aditya dari Parongpong menyampaikan bahwa mitos dapat memperparah keadaan sampah di Indonesia, seperti jika popok tidak dibuang di sungai, bayi akan mengalami ruam. Padahal, ibu rumah tangga, jika diedukasi dengan baik mengenai pengolahan sampah, dapat mengurangi sampah hingga 95%. Biaya rumah tangga untuk pengangkutan sampah pun menjadi lebih murah karena volume yang berkurang. Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi sampah seperti menggunakan mesin hidrotermal yang dapat mengolah banyak jenis sampah kecuali kaca dan baja. Puntung rokok pun dapat diolah jadi produk lain seperti solar atau GRC. Zero waste sangat mungkin dicapai jika semua lapisan masyarakat mampu mengolah sampah mereka sendiri.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
17
panel diskusi 07 Bagaimana Teknologi Membantu Warga Berpartisipasi Sepenuhnya di dalam Pembentukan Agenda Perkotaan?
Penyelenggara: Make All Voices Count (MAVC) Pembicara: Glenn Maail
Open Data Lab Jakarta
Fuad Jamil Kota Kita
M. Irsyad Ibad Infest Yogyakarta
Nabil Bajri
Kota-kota di Indonesia merupakan sebuah ekosistem ruang yang plural dan kompleks. Konstelasi beragam aktor urban yang berkelindan membuat tata kelola pemerintahan yang demokratis dan akuntabel menjadi sebuah tantangan tersendiri. Dalam upaya untuk memastikan semua suara terdengar, Making All Voices Count (MVAC) menelusuri kemungkinan-kemungkinan teknologi untuk digunakan sebagai wahana perwujudan sistem pemerintahan yang lebih terbuka serta proses komunikasi yang lebih cair antara pemerintah dan warga. Teknologi yang dimaksud bukan hanya sekadar perangkat mati, melainkan juga proses dan kapabilitas manusia dalam memanuver seluruh daya menjadi sebuah pengetahuan untuk mengambil keputusan. Data perlu diproses menjadi sebuah informasi yang bermakna untuk kemudian dieksplorasi
Data Science Indonesia
polanya untuk menemukan pengetahuan, jelas Nabil Bajri. Pemahaman
Moderator: Ria Ernunsari
Namun, diperlukan pemahaman mendalam akan masalah yang ingin disele-
MVAC
akan pengetahuan tersebut bertransformasi menjadi sebuah kebijaksanaan. saikan serta kapabilitas kolaborasi untuk meningkatkan kesuksesan interaksi dalam sebuah ekosistem data. Salah satunya adalah melalui data terbuka (open data). Akses terhadap dan
kemampuan memproses data terbuka dapat mempermudah warga kota untuk berpartisipasi aktif menjadikan kota lebih transparan. Di Jakarta, ujar Glenn Maail, terdapat DARU dan JKT Safe City yang merupakan aplikasi data terbuka di bidang pemadam kebakaran dan isu lingkungan hidup. Dibutuhkan keinklusifan dan kolaborasi dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk pembangunan, dilengkapi dengan tujuan, konteks, serta solusi yang tepat. Masyarakat juga berhak menjadi bagian dari proses pembuatan data itu sendiri, ujar M. Irsyad Ibad. Yang penting adalah menjadikan warga sebagai aktor dalam penyebaran informasi, tak hanya menjadi objek penyampaian informasi dari pemerintah. Fuad Jamil menyampaikan bahwa musrenbang pun kerap gagal dalam menjadi wadah warga menyampaikan aspirasinya, dikarenakan oleh kesan yang kaku dan membosankan, banyaknya proposal yang tak terakomodasi, serta transparansi prosesnya terkesan lemah. Penerapan teknologi informasi dalam bentuk E-Musrenbang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk mendorong partisipasi serta meningkatkan akses informasi secara luas. Harapan tersebut sejalan dengan penerapan teknologi di arena-arena lainnya.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
18
panel diskusi 08 Harga yang Harus Dibayar untuk Citra Kota di Era Media Sosial: Mempertanyakan Keaslian, Representasi dan Efeknya bagi
Penyelenggara: Kota Kita, Muara Market pembicara: Nayaka Angger Kolektif Agora
Daniel Revelino Studibrand.inc
Holy Rafika
Dosen Komunikasi UII Yogyakarta
Dwi Rahmanto
Indonesian Visual Art Archive (IVAA)
Moderator: Fildzah Husna
Media sosial telah menjadi kultur yang mustajab dalam melanggengkan proliferasi produksi dan reproduksi citra kota. Kemudahan yang dipersilakan oleh teknologi untuk mengunggah-unduh informasi dari dan ke dalam jaringan menjadi langgam tersendiri dalam pembentukan imajinasi akan identitas kota. Ragam persepsi serta pengalaman yang tumpang tindih dari setiap warga melebur dalam ruang-ruang digital dan kemudian melahirkan “brand” atas ruang fisik urban. Berawal dari krisis ekonomi pascaindustrial yang menuntut otoritas kota mempromosikan kotanya demi mengundang dan mendulang kapital, praktik pemasaran kota telah beredar setidak-tidaknya sejak 1970-an. Globalisasi telah mendorong perebutan investasi, sumber daya, serta turis antarkota di dunia, yang kelamaan mendorong jenuhnya praktik pemasaran kota dan memaksa usaha lebih jauh tiap kota untuk membedakan diri, memproduksi dan mereproduksi identitas lokal mereka melalui city branding, tutur Nayaka Angger.
Kota Kita
Brand, dari kacamata bisnis, dapat disederhanakan sebagai reputasi, jelas Daniel Revelino. Brand atau citra terbentuk melalui repetisi dan konsistensi usaha-usaha untuk mendorong signifikansi identitas serta value suatu entitas, entah itu produk, jasa, persona, ataupun kota. Namun, identitas kota cukup b erbeda, ia bukan hal yang tunggal. Identitas kota dibentuk oleh daya-daya yang majemuk dan tak seimbang, sehingga citra kota bukanlah sesuatu yang ajek, melainkan dinamis dan hegemonik. Hal tersebut dijelaskan oleh Holy Rafika melalui konsep komunikasi geografi. Lewat sejarah penamaan peta Pulau Jawa, beliau menunjukkan bagaimana sebuah ruang dikomunikasikan yang kemudian— tidak hanya merepresentasikan—tetapi juga mengonstruksi subjek ruang tersebut. Dwi Rahmanto ikut bercerita tentang bagaimana Kota Yogyakarta memiliki identitas yang khas, yang tidak bisa sepenuhnya dijelaskan. Apa-apa yang membentuk citra Kota Yogyakarta, baik itu budaya, kuliner, suasana kota, atau keseniannya, pada gilirannya memengaruhi bagaimana warga(net) memersepsikan Yogyakarta. Akumulasi dari persepsi tersebut—brand equity, dalam bahasa Daniel—menjadi semacam faktor nilai yang membedakan satu kota dengan kota lainnya.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
19
panel diskusi 09 Hastha Laku Penjaga Toleransi Penyelenggara: Solo Bersimfoni
Panel dimulai dengan pemutaran film pendek yang berjudul “The Lone Wolf Next Door� yang disutradarai oleh Zen Al Ansory dan sekaligus menjadi pembicara pertama dalam panel ini. Film berdurasi sekitar 15 menit ini mengisahkan tokoh utama seorang anak muda yang terpapar radikalisasi
Pembicara: M Farid Sunarto Solo Bersimfoni
melalui internet dan berencana untuk melakukan aksi teror bom bunuh diri di sebuah gereja. Zen sebagai sutradara berbagi tentang proses pembuatan film tersebut dan menjelaskan bahwa film dapat digunakan sebagai media untuk menjelaskan arti sebuah toleransi.
Drs. Tamso MM
Kepala Kantor Kesbangpol Surakarta
Niken Satyawati
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia
Zen Al Ansory
Sutradara film “The Lone Wolf Next Door�
Niken Satyawati mewakili Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), sebuah organisasi yang bergerak dalam penyadaran publik terhadap hoaks yang banyak terjadi di media sosial. Saat ini, Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan dengan hadirnya pengguna internet di Indonesia. Hoaks yang paling sering diterima adalah mengenai sosial-politik diikuti dengan hoaks bermuatan SARA. Ketika hoaks tersebar di sebuah negara plural, yang terjadi adalah terjadinya konflik horizontal. Niken menjelaskan cara menangkalnya, yakni dengan fact checking, kampanye publik, advokasi, dan bertemu dengan berbagai orang dari latar belakang agama dan etnis, mengingat hoaks seringkali berkaitan dengan isu-isu SARA. Farid Sunarto dari Solo Bersimfoni menjelaskan pilar kegiatan yang dilakukan Hastha Laku (delapan perbuatan) adalah research, volunteer and campaign, dan sekolah damai. Program Hastha Laku ada karena melihat banyak sekali terjadi radikalisme yang akan mengancam toleransi di Indonesia. Rasa kemanusiaan dan sentuhan kelembutan hati dapat meluluhkan perilaku dan kecenderungan melakukan kekerasan kepada orang lain. Kepala Kesbangpol, Drs. Tamso MM, menjelaskan usaha Pemkot Surakarta dalam mewujudkan toleransi. Terbukti pada tahun 2017, Kota Solo ditetapkan sebagai kota paling toleran nomor delapan di Indonesia. Pada tahun yang sama, Kota Solo mendapat penghargaan sebagai kota layak HAM. Kini, Kota Solo menjadi barometer politik nasional sehingga keamanan Kota Solo harus sangat terjaga dan menjadi kota yang layak huni bagi warganya.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
20
panel diskusi 10 Membangun Komunitas Kota yang Tangguh: Perumahan dan Pemukiman yang Layak
Penyelenggara: Habitat for Humanity Indonesia pembicara: Johanes Juliasman
Disaster Risk Reduction and Response Manager Habitat for Humanity Indonesia
Kota yang tangguh artinya kota yang mampu bertahan terhadap kerentanan yang mungkin muncul, termasuk bencana. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menuju kota yang tangguh. Habitat for Humanity Indonesia, menggunakan pendekatan PASSA (Participatory Approach for Safe Shelter Awareness) sebagai alat partisipatif yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan praktik pemukiman yang lebih aman dari berbagai kerentanan. Pada panel kali ini, Habitat for Humanity Indonesia mempresentasikan Kelu-
Hadi Soenarjo
rahan Tegal Sari yang terletak di jantung Kota Surabaya. Mereka menjelaskan
Dicky Tanumihardja
kebutuhan prioritas masyarakat setempat. Selain itu, metode PASSA me-
UPH School of Design
Community Based Architecture UPH
bagaimana diskusi partisipatif warga sangat efektif untuk mengidentifikasi mungkinkan masyarakat untuk merencanakan perubahan di lingkungan yang lebih luas dan spesifik.
Universitas Pelita Harapan mengambil studi kasus Kabupaten Tangerang dalam partisipasi warga sebagai strategi ketahanan kota. Metode yang diusulkan adalah placemaking. Placemaking berfokus pada pentingnya lingkungan hidup dan mengundang ruang-ruang publik, memampukan masyarakat/komunitas untuk memberikan identitas/makna yang lebih positif terhadap ruang. Bersama warga, disepakati bahwa dalam jangka panjang diperlukan perencanaan, perancangan, dan pembangunan DAS Cisadane. Sementara untuk jangka pendek, diperlukan instalasi pencahayaan atau Penerangan Jalan Umum (PJU). Instalasi pencahayaan ini ternyata memunculkan ide baru. Dari sini, dibuatlah Kampung Cahaya sebagai identitas kampung. Hal yang tadinya kebutuhan diubah menjadi keunggulan. Desain visual juga dapat dimanfaatkan oleh warga kampung tersebut. Seperti misalnya penggunaan permainan kartu visual untuk pelajaran bahasa Indonesia, board game untuk calistung (baca, tulis, hitung), strategi perpustakaan kampung, dan lain sebagainya. Desain visual dapat menjadi katalis untuk sinergi lima elemen masyarakat, yaitu sekolah, universitas, pemerintah daerah, kepala lingkungan, dan komunitas lokal.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
hari 02 Paralel 01 Minggu, 16 Desember 2018 09.00 - 11.00
11
| Anak Muda Menyemai Perdamaian
--
| Sesi diskusi Ecobrick: Bebas Sampah 2020 dan Setelahnya? Visi Ecobrick untuk Transisi
Pengelolaan Plastik Pribadi dan Komunitas
21
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
22
panel diskusi 11 Anak Muda Menyemai Perdamaian Penyelenggara: Peace Generation Solo, Sahabat Kapas, Petarung pembicara: Magdalena
Peace Generation Solo
Ernawati, S. Psi., M. Psi
Melalui survei Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2016, ditemukan ada 600 ribu orang pernah terlibat aksi radikalisme yang mengatasnamakan agama. Peace Generation Solo menyampaikan bahwa radikalisme adalah langkah awal menuju terorisme dan kekerasan. Hakikat kota adalah keberagaman, sehingga gagasan mengenai pentingnya perdamaian dalam keberagaman menjadi penting untuk didiskusikan bersama. Dalam melawan ekstremisme, kita memerlukan metode yang tepat. Misalnya
Peace Generation Solo
saat proses pemulihan ekstrimisme, terlebih dahulu kita harus mengetahui
Nurlaila Yukamujrisa
toleran, baru kemudian empati. Setelah memahaminya, barulah kita bisa
Manajer Promosi Hak Anak dan Pemuda, Sahabat Kapas
Wahyu Aji Petarung
empat skala empati, yaitu ekstremisme kekerasan, radikalisme, intoleran, memulihkan orang yang terpapar ekstremisme. Kampung Nusantara menjadi salah satu solusi yang dilakukan oleh Komunitas Petarung untuk menyemai perdamaian. Proyek ini bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan sebuah kampung di Pangandaran yang toleran.
Ide yang ditawarkan: pembentukan identitas, pendidikan, pariwisata, dan perbaikan taraf ekonomi. Aji dari Komunitas Petarung menyampaikan bagaimana pencegahan konflik sebenarnya dapat diatasi dengan penataan ruang kampung. Menilik ruang yang identik dengan “kekerasan�, Sahabat Kapas mencoba mengalihdayakan energi kawankawan di penjara. Mereka mendampingi beberapa rutan yang ada di Surakarta, Klaten, Wonogiri, dan LPK Tangerang. Tidak mudah mengubah pandangan masyarakat kepada para mantan narapidana. Untuk anakanak yang kembali dari penjara, salah satu solusi Sahabat Kapas adalah melatih mereka menjadi barista agar memiliki keterampilan sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat. Remaja yang terpapar paham radikal dapat menggunakan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungannya. Kekerasan bisa diawali oleh konflik sederhana yang jika semakin parah akan menuju pada pembunuhan. Ada dua belas nilai perdamaian yang perlu kita pahami dan ajarkan pada remaja: menerima diri sendiri, menghapus prasangka, keragaman etnik, perbedaan agama, perbedaan gender, perbedaan status ekonomi, perbedaan kelompok, merayakan keberagaman, memahami konflik, mengakui kesalahan, dan saling memaafkan. Karena itu penting sekali mendidik mereka untuk mendiskusikan masalah secara sehat agar tidak menyelesaikan masalah dengan kekerasan
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
23
Sesi diskusi ecobrick Bebas Sampah 2020 dan Sesudahnya? Visi Ecobrick untuk Transisi Pengelolaan Plastik Pribadi dan Komunitas
Penyelenggara: Ecobrick
Ketika plastik dibuang, dibakar, atau ditimbun, mereka merusak lingkungan dengan menjadi polutan bagi tanah, air, dan udara. Ecobrick, melalui diskusi ini mengajak peserta untuk bertransisi dengan menyimpan, memilah, dan membungkus plastik-plastik tersebut menjadi ecobrick sebagai solusi
Pembicara: Russel Maier Ecobrick
Ani Himawati Ecobrick
personal, komunitas,dan perusahaan; untuk bersama membangun kehidupan yang lebih hijau dan harmonis dengan siklus Bumi. Selain itu, diskusi ini juga mengaitkan pengelolaan plastik dengan visi Indonesia Bebas Sampah 2020.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
hari 02 Paralel 02
24
Sabtu, 15 Desember 2018 13.30 - 15.30
12
| Ke Mana Energi Kreatif Pemuda Perkotaan Bermuara? Membangun Ruang-ruang Alternatif dan Ekosistem Kolaborasi
13
| Eksistensi Angkot dan Tantangan Layanan Transportasi Publik
14
| Pengelolaan Air di Kampung Kota: Pengalaman dari Solo
15
| Strategi Kolaborasi Mewujudkan Keamanan Bermukim di Permukiman Informal
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
25
panel diskusi 12 Ke Mana Energi Kreatif Pemuda Perkotaan Bermuara? Membangun Ruang-ruang Alternatif dan Ekosistem Kolaborasi
Penyelenggara: Kota Kita, Muara Market
Ruang-ruang kota yang menjadi kontestasi kapital, membuat ruang sendiri dengan logika dan identitas diri masing-masing adalah kuncinya. Ini yang coba diwujudkan oleh beberapa komunitas, seniman, hingga aktivis dan akademisi. Rachma Safitri, melalui Kampung Halaman, mencoba menjadi fasilita-
Pembicara: Tatuk Marbudi Muara Market
tor remaja di daerah untuk mengenali potensi diri mereka karena menurutnya tidak semua remaja memiliki akses yang sama dalam hal mendapatkan pendidikan. Energi remaja yang tersedia mencoba dihubungkan satu sama lain melalui penyaluran seperti sekolah remaja untuk mendorong remaja men-
Rachma Safitri
genali desanya.
M. Syahreza
Tatuk Marbudi dari Muara Market berpendapat bahwa anak-anak jalanan
Kampung Halaman
Kaki Kota Banjarmasin
Gintani Swastika
yang memiliki energi dan berkarya adalah agen-agen perubahan. Dari situ, Tatuk mencoba menjadikan Muara Market wadah berkumpul anak-anak
Arisan Asia Tenggara
muda, dengan menciptakan wadah yang sebisa mungkin netral untuk semua
Moderator: Paulista Surjadi
sehingga setiap orang nyaman untuk datang dengan membawa identitasnya
Kota Kita
kalangan tanpa ada tendensi mengeksklusi atau mengintimidasi pihak lain masing-masing. Sama halnya dengan program Arisan Tenggara yang mencoba mengumpulkan kolektif seni dari berbagai negara untuk bekerja sesuai konteks tempat asal mereka masing-masing dan mengartikulasikannya guna menjawab imajinasi akan “Asia Tenggara� itu sendiri yang selama ini kita bayangkan. Arisan Tenggara percaya dengan kompleksitas dan latar belakang kondisi sosial politik yang berbeda-beda, menjadikan energi-energi yang tercipta saling bertabrakan dan menimbulkan sebuah keberagaman. Keberagaman adalah ciri khas anak muda. Keberagaman yang ada merupakan ekspresi dari energi-energi yang dapat berujung kolaborasi. Platform-platform ini menjadi penting karena tidak hanya bekerja untuk membuat dirinya berkembang, tetapi juga mencari agar aktivitas yang tercipta dapat terus berlangsung dan pada akhirnya memberi dampak bagi perubahan sosial. Energi-energi kreatif tidak harus melulu berujung sebuah kolaborasi, keorganikan dan kedinamisan ke mana energi-energi ini bermuara dapat sekadar dibicarakan atau hanya dirayakan bersama-sama.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
26
panel diskusi 13 Eksistensi Angkot dan Tantangan Layanan Transportasi Publik Penyelenggara: Kota Kita
Transportasi publik selalu menjadi isu yang hangat dibahas, mengingat bagaimana kini transportasi daring hadir dan mendisrupsi wacana “kepublikan� moda transportasi. Di balik gempuran arus 4.0 tersebut, bagaimana angkot bertahan? Stigma-stigma negatif mengenai angkot terus menjatuhkan
Pembicara: Gandrie Ramadhan
reputasinya sebagai angkutan terpercaya, walaupun pada masa lampau menjadi sarana transportasi andalan sekaligus ruang komunikasi dengan warga
ITDP Indonesia
lainnya.
Windu Mulyana
Sejak periode kejayaannya pada 1990-2002, nasib angkot kian berada di
Eco Transport
Sriyanto
Paguyuban Angkot Bersama Satu Tujuan (BST)
ujung tanduk, terutama didorong oleh preferensi warga yang lebih gemar menggunakan kendaraan pribadi dan transportasi daring, tukas Sriyanto dari Koperasi Bersama Satu Tujuan (BST). Angkot di Kota Solo sendiri telah beroperasi sejak tahun 1987, dimulai dengan 5 trayek yang sempat mencapai 220
Moderator: Sukma Larastiti
unit armada. Namun, kini hanya terdapat sekitar 100 unit yang masih aktif.
Transportologi
faktor utama tidak populernya angkot. Video dari MTI Salatiga juga mem-
Berbagai isu seperti lamanya waktu mengetem (lebih dari 15 menit) menjadi perkuat aspirasi-aspirasi warga mengenai angkot yang lebih murah, tepat waktu, dan milik semua. Windu Mulyana memiliki pendapat lain mengenai turunnya pamor angkot, yakni semakin murah dan mudahnya kredit kendaraan bermotor. Akses terhadap kendaraan bermotor pribadi memperkecil kemungkinan warga untuk memilih naik angkot dengan seluruh kekurangannya. Yang hendak dilakukan oleh Bandung Eco Transport adalah untuk menaikkan “nilai� angkot. Pada salah satu program, beberapa siswa di Bandung bersama-sama naik angkot menuju dan sepulang sekolah, juga diajari mengenai bagaimana bersikap di angkutan umum. Setelah beberapa minggu, diketahui bahwa siswa-siswa tersebut menjadi lebih baik dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan yang lebih baik dengan teman seangkotnya. Berbeda lagi dengan DKI Jakarta, Gandrie Ramadhan dari ITDP menjelaskan peran angkot di Jakarta sebagai moda transportasi publik pada jalan-jalan lingkungan dan menangani last mile perjalanan penglaju dari titik transit terakhir. Pemerintah provinsi menargetkan 60% trip warga Jakarta adalah menggunakan transportasi publik. Kini, angkanya masih beredar di 20% dan angkot menjadi aktor penting untuk mencapai misi tersebut.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
27
panel diskusi 14 Pengelolaan Air di Kampung Kota: Pengalaman dari Solo
Penyelenggara: URDC Laboratory UNS
Para pembicara berbagi pengalaman mereka mengenai studi pengelolaan air di Kampung Sewu, Solo. Sebagai kampung yang terletak di pinggiran sungai, Kampung Sewu perlu dikelola secara terpadu. Dimulai dari pengelolaan air, pembuangan sampah, rute evakuasi, toilet higienis, hingga peningkatan kuali-
Pembicara: Timon Jurisic
Rotterdam University
Charlotte Ros
Rotterdam University
Martijn Hereijgers Rotterdam University
Julia van der Leer Rotterdam University
Azhar Aufa
Universitas Sebelas Maret
Moderator: Kusumaningdyah Nurul Universitas Sebelas Maret
tas air di dalam kampung. Marijn Hereijgers melakukan survei di tiga lokasi berbeda yang dilewati oleh Kali Pepe dan Sungai Bengawan Solo untuk meneliti drainase Kampung Sewu. Banjir besar yang menelan banyak korban jiwa di Kampung Sewu ternyata disebabkan oleh drainase yang buruk. Penyakit yang ada di sana juga mulai muncul saat terjadi banjir. Dari riset Julia van der Leer, diketahui bahwa sampah dan air perkotaan sangat kotor sehingga mencemari Sungai Bengawan Solo dan Kali Pepe. Timon Jurisic menyarankan untuk memanfaatkan sampah-sampah tersebut menjadi ecobricks. Ecobricks adalah botol plastik yang diisi secara padat dengan sampah plastik yang selanjutnya bisa digunakan untuk berbagai keperluan termasuk sebagai pengganti bahan bangunan. Ecobricks memberdayakan individu untuk bertanggung jawab atas sampah mereka sendiri. Charlotte Ros menemukan toilet-toilet di Kampung Sewu secara umum belum layak. Warga pun banyak yang belum terbiasa mencuci tangan dengan baik. Merespon fakta-fakta ini, mereka membuat handuk bergambar tata cara mencuci tangan dan kartu petunjuk cara menjaga kebersihan lingkungan. Mereka juga mengadakan lokakarya seperti cara mencuci tangan yang baik, membuat alat saringan sampah, membuat ecobricks, dll. Edukasi banyak dilakukan kepada anak-anak untuk memastikan mereka memahami apa yang perlu dilakukan untuk menjaga lingkungan Kampung Sewu di masa depan. Partisipasi warga kampung bersama mahasiswa UNS dan Rotterdam University dilakukan menggunakan metode placemaking. Mereka melihat adanya kebiasaan anak-anak yang cenderung bermain dalam kelompok-kelompok kecil. Kemudian, mereka membuat pop-up modelling dari hasil focus group discussion bersama masyarakat. Pengalaman tersebut menghasilkan pengetahuan yang jelas mengenai apa saja yang sebenarnya masyarakat Kampung Sewu butuhkan di komunitas dan lingkungannya
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
28
panel diskusi 15 Strategi Kolaborasi Mewujudkan Keamanan Bermukim di Permukiman Informal
Penyelenggara: Arkom
Kalijawi, komunitas ibu-ibu dari tepi Kali Gajahwong, pernah mengalami digusur dua kali. Seperti pada umumnya fenomena pembangunan infrastruktur, mereka digusur atas nama kepentingan umum. Pernah mereka mencari kekancingan—sebuah hak yang membolehkan warga Yogyakarta menggu-
Pembicara: Ir. Ahyani. M.A
Kepala Bappeda Surakarta
Mohammad Jehansyah Siregar, ST, MT, Ph.D Institut Teknologi Bandung
Endah Dwi Fardhani Housing Resource Center
Suratih
Warga bantaran Kali Gajahwong, Yogyakarta
Moderator: Ishol Saladien
Bumi Pemuda Rahayu
nakan tanah bukan Keprabon—ke pihak yang punya kuasa, tapi hasilnya nihil. Wilayah yang mereka tinggali tidak memenuhi prasyarat, salah satunya, sertifikasi. Bertahun-tahun, ibu-ibu Kalijawi yang menetap di tepi Kali Gajahwong tidak mempunyai jaminan bahwa hari esok tak ada yang datang mengetuk pintu gubuknya dengan membawa backhoe atau polisi, sekalipun Hak Asasi Manusia menjamin setiap orang untuk bertempat tinggal. Pertanyaannya adalah bagaimana membangun sebuah kota di mana mereka yang tergusur akan pindah ke sebuah tanah yang dijamin keberadaan dan keberlanjutannya? Pemerintah Daerah Surakarta bisa dijadikan contoh bagaimana perangkat negara seharusnya menjamin ruang hidup untuk manusia. Keputusan Pemerintahan Daerah Surakarta untuk menggusur, senantiasa didahului dengan proses dialogis. Warga bersama Pemerintah memetakan asal-usul perkara dan membicarakan kaitannya dengan jaminan mata pencaharian serta aspek-aspek penopang keberlanjutan hidup mereka yang lain. Di tengah fakta galaknya pembangunan, masyarakat akan goyah dan mudah begitu saja merelakan tanah dan rumahnya dirampas. Dalam hal ini, diharapkan terjadinya kolaborasi antara investor, pemerintah, LSM, dan masyarakat untuk menciptakan sebuah ruang hidup yang dapat dinikmati bersama. Terdapat dua pandangan berbeda akan sebuah pembangunan. Pembangunan adalah sebuah keperluan urgent bagi mereka yang sudah terjamin keberlangsungan ruang hidupnya. Namun di sisi lain, makna kata “pembangunan� bisa jadi hal lain. Panel ini berupaya membicarakan bagaimana membangun jembatan antara dua pandangan tersebut. Penguasa dan rakyat harus bertemu dan berbicara guna mencapai keinginan bersama yang dikehendaki.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
29
hari 02 lokakarya Minggu, 16 Desember 2018 09.00 - 12.00
01
| Labtek Apung “Laboran Cilik� bersama Komnitas Sekolah Sungai Kampung Sewu
02
| Melihat dengan Lensa Ketahanan (Resilience): Mengintegrasikan Ketahanan ke dalam Proyek-proyek
03
Urban oleh 100 Resilient Cities | Membangun Gerakan Masyarakat - Sebuah Contoh dan Pengalaman dari SPAK (Saya Perempuan Anti-korupsi)
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
30
lokakarya 01 Labtek Apung “Laboran Cilik” bersama Komunitas Sekolah Sungai Kampung Sewu
Penyelenggara: Kolektif Ngebikin Bareng
Labtek Apung, yang digagas oleh Komunitas Ngebikin Bareng, dan pertama kali diadakan di Kampung Tanah Rendah, Jakarta, adalah wadah ide kolaborasi untukbelajar mengenal perspektif yang berbeda sehingga memantik potensi kolaborasi yang lebih luas. Labtek Apung sendiri adalah ruang belajar tentang air di atas rakit di Sungai Ciliwung dan telah berhasil memantik diskusi lebih lanjut dan berbagi pengetahuan tentang arsitektur rumah dan keadaan lingkungan di sekitarnya. Bertajuk ‘Laboran Cilik’ dan ‘Arsitek Cilik’, sesi Labtek Apung di Jakarta mengajak anak-anak untuk berpikir lebih kritis kreatif tentang keadaan air sungai, sumber air, dan buangan air di lingkungan sekitarnya. Bekerja sama dengan Urban Social Forum, tim Ngebikin Bareng membawa metode dan pengalaman dari Labtek Apung di Jakarta ke Solo,dan bekerja sama dengan komunitas Sekolah Sungai Sewu, di sisi Sungai Bengawan Solo, untuk mengajak anak-anak semakin kenal lingkungan.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
31
lokakarya 02 Melihat dengan Lensa Ketahanan (Resilience): Mengintegrasikan Ketahanan ke dalam Proyek-proyek Urban oleh 100 Resilient Cities
Penyelenggara: 100 Resilient Cities
Kota-kota di dunia sedang mengalami masalah yang semakin kompleks tentang ketahanan perubahan iklim. Dalam mengatasi tantangan-tantangan ini, solusi seringkali disampaikan secara tersekat-sekat dan teknokratik, sedikit mengikutsertakan konteks lokal, dan potensi inovasi yang lahir dari pengeta-
Fasilitator Oswar Mungkasa
Deputi Gubernur Tata Ruang dan Lingkungan/Koordinator Ketahanan Kota DKI Jakarta
Tri Mulyani Sunarharum Sekretariat Jakarta Berketahanan
Athirah Ishak
Resilient Unit Majlis Bandaraya Melaka Bersejarah
Norliah bin Abd Rahman
huan tentang dinamika sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan yang terjadi. Lokakarya ini menekankan pentingnya mengatasi masalah-masalah perkotaan dengan pendekatan ‘ketahanan’ atau resilience; pendekatan ini menjunjung karakteristik yang terintegrasi, reflektif, dan inklusif. Menggunakan pendekatan ini dapat membantu kota mendesain proyek dan solusi yang multidimensional dan di saat yang sama, meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat. Lokakarya difasilitasi oleh Fasilitator Kota secara interaktif, menggunakan pengalaman dan pengetahuan mengaplikasikan pendekatan ketahanan dari 3
Planning Department Majlis Bandaraya Melaka Bersejarah
kota yang tergabung dalam jaringan 100 Resilient Cities, Jakarta, Semarang,
Luthfi Eko Nugroho
saling bertukar pikiran tentang makna dibalik pendekatan berbasis ketah-
Bappeda Semarang/Tim Semarang Tangguh
Wiwandari Handayani
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP/Tim Semarang Tangguh
dan Malaka. Lokakarya akan mengundang partisipasi aktif dari peserta untuk anan dan kolaborasi model apa yang bisa dilaksanakan untuk meningkatkan
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
32
lokakarya 03 Membangun Gerakan Masyarakat - Sebuah Contoh dan Pengalaman dari SPAK (Saya Perempuan Anti-korupsi)
Penyelenggara: Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)
Gerakan nasional Saya Perempuan Anti Korupsi merespon temuan bahwa hanya 4% orangtua yang mampu mengajarkan kejujuran pada anaknya. Fakta ini adalah ancaman terhadap upaya mengurangi semakin berkembangnya praktek-praktek korupsi di Indonesia. SPAK bertumbuh menjadi gerakan sosial masyarakat untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai antikorupsi yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kerja/sosial. SPAK menggunakan alat-alat bantu untuk mensosialisasikan nilai-nilai antikorupsi yang mudah dan menyenangkan sehingga masyarakat bisa menerima dan mau bergerak bersama. Melalui simulasi dan diskusi interaktif, lokakarya ini berbagi strategi, metode, pendekatan, dan alat bantu membangun gerakan sosial masyarakat anti-korupsi. SPAK adalah gerakan yang diluncurkan tahun 2014 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan dukungan program AIPJ (Australia Indonesia Partnership for Justice). Partisipasi dan kontribusi masyarakat membuat SPAK menerima penghargaan International Anti-Corruption Excellence dalam kategori: Youth Creativity and Engagement. Penghargaan ini diberikan di Gedung PBB, di Geneva.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
33
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
34
Mural kampung jogobayan
Kegiatan ini merupakan bagian dari Urban Social Forum berupa ruang kolaboratif bersama warga Kampung Jogobayan-Setabelan dan seniman di Kota Solo yang tergabung dalam Ruang Atas melalui aktivitas membuat mural bersama yang dimulai dari tiga minggu sebelum penyelenggaraan utama Urban Social Forum. Kegiatan mural ini berangkat tidak hanya dari alasan-alasan estetika, namun diharapkan juga menjadi medium warga untuk mawas dan berdaya dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai sebuah proses yang partisipatif, kegiatan mural diawali dengan diskusi yang melibatkan warga dan karang taruna, pejabat kelurahan Setabelan, serta seniman-seniman untuk merumuskan bersama permasalahan-permasalahan yang dihadapi Kampung Jogobayan dan bagaimana meresponnya dengan mural. Dalam prosesnya, kegiatan ini melibatkan tidak hanya seniman, namun warga Kampung Jogobayan (baik orang dewasa maupun anak-anak) serta turut mengundang lurah, camat, dan publik secara umum, untuk turut terlibat melalui lokakarya (workshop) menggambar dan melukis tong sampah. Pada hari kedua penyelenggaraan USF di Rumah Banjarsari, peserta USF dan publik dapat mengunjungi Kampung Jogobayan dan turut berpartisipasi dalam kegiatan ini dan menyaksikan langsung prosesnya.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
35
Pasar Rakyat Kota
Layaknya sebuah pasar, Pasar Rakyat Kota merupakan salah satu bagian dari Urban Social Forum hari kedua yang berupa ruang terbuka untuk jual-beli dan berinteraksi bagi warga kota, yang bertujuan menjadi jembatan antara rangkaian acara ini dengan keseharian warga sekitar lokasi acara, yakni Rumah Banjarsari. Pasar Rakyat Kota terdiri dari lapak-lapak yang menyediakan berbagai barang mulai dari buku, barang antik, hingga makanan yang dijual oleh warga sekitar. Pasar ini menjadi pengikat rasa memiliki dengan keseluruhan rangkaian Urban Social Forum. Pasar Kampung Rakyat menjadi ruang yang mempertemukan pedagang lokal dengan potensinya masingmasing dan kelompok/komunitas yang membutuhkan tempat untuk memasarkan produknya; dengan warga sekitar dan peserta USF yang banyak dan beragam. Pada praktiknya, pasar ini tidak hanya mengenai ruang jual beli, namun juga menjadi ruang yang mendorong terjadinya interaksi warga kota dan membuat ruang pertukaran pengetahuan mengenai isu-isu urban yang lebih organik. Selain lapak, Pasar Rakyat Kota menghelat panggung yang menampilkan seniman dan penampilan lokal seperti teater oleh Kelas Akting Rumah Banjarsari, Pantomim dari Kelompok PUSPA, Musik Akustik oleh Teater Soekamto dan Java Paragraph, Orgen Tunggal oleh Kelompok Pesona, Musik oleh Laskar Adiwiyata Percussion, dan Tari Lengger oleh Otniel Tasman. Menutup keseluruhan rangkaian Urban Social Forum di hari kedua, penampilan kesenian ini berlangsung dari sore hingga malam hari.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
36
angkot trip: kuliner dan tur kota
Sebagai salah satu upaya menghidupkan diskursus mengenai moda transportasi publik yang kini geliat eksistensinya makin redup, USF menyelenggarakan Angkot Trip dengan mengajak 20 peserta USF berkeliling Kota Solo dan mencicipi kuliner-kuliner khas. Di sesi makan siang di penyelenggaraan hari kedua di Rumah Banjarsari, 20 peserta yang dibagi menjadi dua kelompok, mengunjungi Pasar Gede dan Kali Pepe, serta makan siang bersama di warung timlo dan bakso yang terkenal di Kota Solo. Sembari menikmati pengalaman berkota, tur ini juga menjadi ruang ‘diskusi bergerak’ tentang angkot dan Kota Solo. Berbincang dengan supir-supir angkot mengenai eksistensi angkot di Kota Solo yang kini mulai memiliki pergeseran pasar, di mana dahulu menjadi salah satu moda utama (primer) mobilitas warga kota menjadi moda yang bergantung pada permintaan jasa carter. Paguyuban angkutan-angkutan kota menghadapi regulasi dinas di kota dan kuantitas penumpang yang tidak bisa menjamin keberlanjutan trayek angkot--membuat mereka perlu menyasar pasar yang lain. Selain mengenai angkot, obrolan mengalir mengenai Kota Solo pada umumnya; misalnya relokasi PKL Banjarsari, sejarah Pasar Gede, serta berbagai isu kota lainnya. Harapannya, dengan turut merasakan kembali pengalaman menggunakan angkot, dapat menjadi medium untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai eksistensi angkutan kota.
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
37
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
38
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
39
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
40
Liputan Media: Merayakan Kewargaan, Urban Social Forum:
6th Urban Social Forum
Urban Social Forum 2018
Berdaya Membangun Kota
Digelar di Solo
Dihelat di Solo
kompas.id 13 Desember 2018
6th Urban Social Forum Kota Kita Gelar The 6th Urban Social Forum
goodnewsfromindonesia.id 15 Desember 2018
dan Upaya-upaya Gerakan Inklusivitas
Jangan Lupa, Urban Social Forum 2018 Digelar Besok
joglosemarnews.com 14 Desember 2018 solider.id 28 Desember 2018
milesia.id 14 Desember 2018
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
41
Kiriman Media Sosial:
Simak kesan dan pesan keterlibatan partisipan, kunjungi arsip The 6th Urban Social Forum di Instagram melalui tagar #USF6Solo!
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
42
pembicara Ahmad Rifai
Kota Kita
Dianty Widyowaty
Kopernik
Alissa Wahid
Wahid Foundation
Glenn Maail
Open Data Lab Jakarta
Roy Thaniago
Remotivi.or.id
Juanda Djamal
ACSTF
Wahyu Susilo
Migrant Care
M. Irsyad Ibad
Infest Yogyakarta
Yuli Kusworo
ARKOM Yogyakarta
Nabil Bajri
Data Science Indonesia
Riri Asnita
Dinas Bina Marga DKI
Ria Enunsari
MAVC
Sukartono
RW 01 Sunter Jaya
Dwi Rahmanto
IVAA Yogyakarta
Deliani Siregar
ITDP Indonesia
Nayaka Angger
Kolektif Agora
Gandrie Ramadhan
ITDP Indonesia
Holy Rafika
UII Yogyakarta
Fani Rachmita
ITDP Indonesia
Daniel Revelino
Studibrand.inc
Andi Ulya Witsqa
Ngebikin Bareng
M Farid Sunarto
Solo Bersimfoni
Kanoasa Akbar
Ngebikin Bareng
Drs. Tamso MM
Kesbangpol Surakarta
Sri Suryani
Ngebikin Bareng
Niken Satyawati
MAFINDO
Novita Anggraini
Ngebikin Bareng
Zen Al Ansory
Sutradara
Tio Tegar
UGM Yogyakarta
Bambang Nugroho
-
Didik Yudianto
Ohana Yogyakarta
Johanes Juliasman
Habitat for Humanity
Aprilian Bima
GERKATIN Solo
Dicky Tanumiharja
UPH
Marthella Rivera RS
Disability Specialist
Hady Soenarjo
UPH
Abi Marutama
Aktivis Sosial
Hera Natalia
UPH
Laila Kholid
Universitas Brawijaya
Oswar Mungkasa
Deputi Gubernur DKI
Irina Rafliana
ICIAR-LIPI
Tri Mulyani Sunarharum
Jakarta Berketahanan
Henny Warsilah
PMB-LIPI
Athirah Ishak
Majlis Bandaraya Melaka
Dwiyanti Kusumaningrum
P2K dan PMB-LIPI
Norliah binti Abd Rahman
Bersejarah, Malaysia
Tria Anggita
P2K dan PMB-LIPI
Luthfi Eko Nugroho
Bappeda Semarang
Jalu Lintang
P2K dan PMB-LIPI
Wiwandari Handayani
PWK UNDIP
Vera Bararah Barid
P2K-LIPI
Maria Kresentia
SPAK
Irin Oktafiani
P2K-LIPI
Judhi Kristanti
SPAK
Choerunisa Noor S
PSDR-LIPI
Titis Suliyanti
SPAK
Syafina Mahyanadila
PMB-LIPI
Diah Ayu Weca
SPAK
Annisa Meutia Ratri
PMB-LIPI
Magdalena
Peace Generation Solo
Rusydan
PMB-LIPI
Nurlaila Yukamujrisa
Sahabat Kapas
Dicky Rahmawan
PMB-LIPI
Wahyu Aji
Petarung
Prio Penangsang
MILESIA
Provita Nieken
Peace Generation
Arief Noerhidayat
TOSS-LK Bali
Ernawati
Solo
Ir. Djoko Paryoto, MT
TOSS-LK
Russel Maier
Ecobrick
Igan Subawa Putra
PT Indonesia Power UP Bali
Ani Himawati
Ecobrick
Siti Aminah
Bank Sampah Mapan
Gintani Swastika
Arisan Tenggara
Kevin Aditya
Kopernik
Rachma Safitri
Kampung Halaman
Rendy Aditya
Parong-pong
Tatuk Marbudi
Muara Market
Vanesya Manuturi
Kopernik
M. Syahreza
Kaki Kota Banjarmasin
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
43
Gandrie Ramadhan
ITDP Indonesia
Julia van der Leer
URDC
Windu Mulyana
EcoTransport
Azhar Aufa
UNS Solo
Sriyanto/Tolas
Paguyuban Angkot
Ir. Ahyani. M.A
Bappeda Surakarta
Sukma Larastiti
Transportologi
M. Jehansyah Siregar
ITB
Kusumaningdyah NH
UNS Solo
Suratih
Kalijawi
Nisrina Nurafifah
UNS Solo
annisa hadny
Arkom Jogja
Timon Jusirice
URDC
Endah Dwi Fardhani
HRC, Yogyakarta
Charlotte Ros
URDC
Muhammad Alfi Rahmar
-
Martijn Hereijgers
UNS
institusi Aidia Network
Dinas Perhubungan Surakarta
Ikatan Mahasiswa Perencana
Aliansi Jurnalis Independen
DPUPR Kabupaten Sukoharjo
Indonesia (IMPI)
Arsitektur UNS
Deaf Volunteering Organization
Indonasian Heritage Invantion
ITS
Himpunan Mahasiswa UMS
Indonesia Development and
Arkom Jatim
Faktabahasa Solo
Islamic Studies
Artbestnesia
Felixlab Indonesia
ISI Surakarta
Astrolwrion.std
FISIP UNS
Infest Yogyakarta
Atmajaya Yogyakarta
FNKSDA Malang
Inside Studio 25
B2W Semarang
Geografi Lingkungan UGM
IAIN Surakarta
Bandung Disaster Study Group
Geotimes
Institut Teknologi Bandung
Bank Sampah RW 12 JEBRES
Gerkatin
ITS Surabaya
BEM Universitas Gajah Mada
GOLIN
PMR WIRA
BEM Universitas Sebelas Maret
Gradient
Paguyuban Kalijawi
BPR V JAWA TIMUR
Grid Studio
Karang Taruna Gemma Ken-
Center For Participatory
Guritan
cana
Childhood Cancer Care
Guritan Pacitan
KAS/ASF Semarang
Circle Indonesia
Habitus Platform Initiative
Kementerian Perhubungan RI
Kolektif Agora
Himahi Fisip Unhas
Kemenko Perekonomian
Combine Recouce Institution
Himpunan Mahasiswa Tomia
Kisi Kelir
Komunitas Arkom Solo
Sejawa (HMTS)
KNPI Purbalingga
Geografi Pembangunan UGM
Hizbul Wathan
Komunitas Penggemar Foto-
Desa Migram Produktif
HMI Yogyakarta
grafi Solo (KPFS)
Dhr Architecture Studio
HRC Caritra Yogyakarta
Komunitas Studi National Wel-
Dinas Perkimtaru Tegal
Ikatan Ahli Perencanaan
fare Institute
Dinas Sosial Kota Surakarta
Ikatan Mahasiswa Muham-
KOTAKU
Universitas Diponegoro
madiyah UMS
KridhoHasto Jagalan
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
44
LED Studio’s
SMA N 1 Surakarta
Universitas Diponegoro
LPMK Sondakan
SMA N 4 Surakarta
Universitas Gadjah Mada
Lumbung Semar
SMA N 8 Surakarta
Universitas Hasanuddin
Majalah Intisari
SMA Negeri 1 Surakarta
Universitas Islam Bandung
Marching Band UNS
Jaringan Teater Pelajar
Universitas Islam Semarang
Masyarakat Transportasi
Surakarta
UNISSULA Semarang
Salatiga
SMK N 3 Surakarta
Universitas Komputer
Mavila
SMK Muhammadiyah 5
Universitas Mercu Buana
UMS
Karanganyar
Universitas Muhammadiyah
Nekropolis
SMK N 2 Surakarta
Magelang
Ngopi di Jakarta
Soerakarta Haritage Society
Universitas Muhammadiyah
Offis Coworking Space
Solider.id
Mataram
Omah Dhani
Solo Bersimfoni
Universitas Muhammadiyah
Oppu Label. Co
Solo Societeit
Surakarta
OSIS & ISKS (Ikatan Siswa
SOLOPOS
Universitas Negeri Yogya-
Katolik Surakarta)
Social Movement Intitute
karta
P5 UNDIP
Sosiologi UNBRAW
Universitas Pakuan
Paguyuban Warga Strenkali
Saya Perempuan Anti Ko-
Universitas PGRI Adi Buana
Pascasarjana ISI
rupsi (SPAK)
Surabaya
Peace Generation Solo
STIE AAS
Universitas Sains Al-Qur’an
Pemuda Tata Ruang
SubCyclist Surabaya
Universitas Sebelas Maret
UMY
Universitas Sultan Agung
Surakarta
PWK ITS
Tatanesia Id
Universitas Setia Budi
PWK UNDIP
TechnoGIS Indonesia
Universitas Syiah Kuala
PMMW
Timlo.net
Banda Aceh
Poltekkes Surakarta
TK Aisyiyah Budi Mulia
Universitas Taruma Negara
Prodi Arsitektur UNTAG
U-INSPIRE
Universitas Teknologi Yog-
Sabda Bangun Nusantara
UIN Sunan Kalijaga
yakarta
Pondok Cedaya
UIN Walisongo Semarang
Universitas Terbuka
Ragil Kuning Coorp
UINSPIRE
Universitas Diponegoro
RSUD Kabupaten Bekasi
UKM Sentraya Buana Solo
Universitas Muhammadiyah
Sahabat Kapas
UN-HABITAT UNI Office Univ.
Yogyakarta
Satker Dekonsentrasi Pembi-
17 Agustus 1945 (UNTAG)
Universitas NU Solo
ayaan Perumahan DIY
Universitas Diponegoro
UPN Veteran Yogyakarta
Science Society
UNDIP
URI
Sebelas Maret University
UNIPA Surabaya
URIC (Urban Resilience Initia-
Sekolah Alam Insan Mulia
UNISSULA
tive and Collaboration)
Sentraya Bhuana
Univ. Sahid Surakarta
Universitas Sahid Surakarta
SMA N 7 Surakarta
Universitas Brawijaya
Yayasan Dreamdelion
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
mitra dan penyelenggara
45
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
46
another city is possible!
Laporan Acara : 6th Urban Social Forum 2018 | www.urbansocialforum.or.id
47