Geger Kalijodo

Page 1

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik


GEGER KALIJODO


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Sejarah Singkat Pemikiran Kebangsaan Indonesia

T

he founding father mencoba merumuskan ciri kebangsaan dari berbagai teori yang ada. Beberapa pemikir barat yang sering dikutip mereka dalam ruang-ruang diskusi dan perdebatan...

Di Indonesia hidup berbagai ragam etnik dan suku bangsa, yang mendiami pulau-pulau yang membujur dari Sabang sampai Merauke. Keberadaaan dan keragaman etnik ini merupakan warisan kerajaan-kerajaan lama. Harsya Bachtiar (1976) menyebutkan, Indonesia sebenarnya terdiri dari nation-nation lama yang kemudian terintegrasi ke dalam nasion Indonesia. Berbagai kelompok etnik dan suku bangsa merupakan tulang punggung bagi keberadaan nation Indonesia. Sependapat dengan Bachtiar, Antropolog Parsudi Suparlan, berpendapat bahwa sebagai sebuah bangsa, Indonesia merupakan sebuah satuan masyarakat terdiri atas masyarakat suku bangsa yang secara bersama-sama 3


GEGER KALIJODO

mewujudkan diri sebagai satu bangsa atau nation. Suparlan (1979) menjelaskan mengenai suku-suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai berikut: Suku-suku bangsa di Indonesia, telah ada sejak sebelum tercetusnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang menandai keberadaan bangsa Indonesia. Masing-masing suku bangsa menempati wilayah yang secara turun-temurun mereka akui sebagai wilayah tempat sumber-sumber kehidupan mereka yang menjadi haknya dan yang mana hak tersebut diakui oleh suku bangsa lainnya.

Masing-masing suku bangsa mengembangkan kebudayaannya sesuai dengan corak potensi-potensi sumberdaya dalam lingkungan hidup masing-masing dan sesuai dengan tematema budaya atau pandangan hidup dan etos yang dipunyai. Oleh karena itu, masing-masing suku bangsa mempunyai corak kebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan kebudayaan antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya bukan hanya terwujud secara horisontal, yang artinya satu sama lain berbeda dan tidak dapat saling memahami. Akan tetapi perbedaan kebudayaan tersebut juga dapat dilihat secara vertikal, yang berarti ada yang masih hidup dengan sistem ekonomi dan teknologi sederhana dengan hidup dari mengumpulkan dan memanfaatkan hasil hutan serta bertani di ladang berpindah secara rotasi. Di pihak lain, sudah ada masyarakat4


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

masyarakat suku bangsa yang sudah mengenal sistem feodal atau kerajaan yang terpusat kekuasaannya di daerah perkotaan. Pola hubungan antarsuku bangsa bergerak secara dinamis, terutama di kawasan-kawasan perdagangan, di daerah pesisir pantai. Di kotakota inilah beragam etnik bertemu. Selain dalam bidang perdagangan, interaksi yang semakin intensif berlangsung dalam berbagai kegiatan sosial. Hal inilah yang membuat tempat-tempat umum menjadi penting keberadaanya sebagai wadah untuk mengakomodasi perbedaanperbedaan yang ada, serta sebagai perantara yang menjembatani hubungan antarsuku bangsa. Interaksi berlangsung lebih erat dengan kesamaan bahasa yang mereka gunakan sehari-hari, yaitu bahasa Melayu. Bahasa ini secara efektif menjadi meditor perbedaan bahasa ibu masing-masing etnik, khususnya dalam beragam transaksi di pasar, karena itulah kemudian bahasa melayu disebut sebagai lingua franca. Dalam masa pergerakan nasional, saat semangat kebangsaan, menjadi ideologi baru untuk bersatu. Dipelopori oleh para pemuda terpelajar dari berbagai etnis di negeri jajahan Belanda, pada 28 Oktober 1928, lahir satu kontrak sosial pertama antarkelompok suku bangsa, dalam satu ikatan tanah air, bangsa, dan bahasa, yaitu Indonesia. Momen5


GEGER KALIJODO

tum penting yang sangat menentukan perjalanan sosial politik bangsa itu, kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Para pendiri bangsa ini menyadari, bahwa rakyat Indonesia terdiri dari keanekaragaman etnis dan suku bangsa. Karena itulah jauh-jauh hari The founding father mencoba merumuskan ciri kebangsaan dari berbagai teori yang ada. Beberapa pemikir barat yang sering dikutip mereka dalam ruang-ruang diskusi dan perdebatan, salah satunya pendapat pemikir Perancis, Ernest Renan, adalah yang paling populer di kalangan kaum pergerakan. Renan, memberikan gambaran tentang bangsa dalam satu pertanyaan Qu’est ce qu’une nation? Pertanyaan yang ia ajukan itu kemudian dijawabnya sendiri, bahwa bangsa itu dibentuk atas keinginan bersatu: Le desir d’etre ensamble, serta kesediaan untuk bersamasama berkorban. Pernyataan Renan yang masyur itu, ia sampaikan di muka sidang Akademia Perancis pada tanggal 11 Maret 1882. Agar bangsa baru segera lahir, maka haruslah ada sifat yang mendorong persatuan itu. Misalnya: segala fakta kepahlawanan di masa silam, penderitaan bersama dan kesediaan berkorban di hari depan. Dengan syarat-syarat ini, maka Renan merumuskan apa yang dinamainya negara-negara atau nation: 6


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Suatu setia kawan yang luas mendalam dan berdasarkan pengorbanan dan kesadaran yang telah ditaburkan serta selanjutnya bersedia pula akan ditaburkan. Oleh karena itu, bangsa-negara ialah suatu ikatan jiwa. Pikiran Renan hidup sampai akhir abad ke-19 dan diikuti oleh Pernyataan pemikir abad ke-20, di antaranya Renan yang Lothrop Stodard. Stodard adalah masyur itu, ia penulis buku “Kebangkitan Ras sampaikan di Kulit Berwarna,� yang terkenal muka sidang mampu mengilhami bangsa- Akademia bangsa di Asia dan Afrika lepas Perancis pada dari belenggu kolonialisme barat. tanggal 11 Pendapat lain, adalah dari Maret 1882. pemikir Jerman, Otto Bauer. Ia mendefinisikan suatu bangsa dengan mengatakan Was ist eine Nation? Pertanyaan ini dijawab Eine Nation ist eine aus Schicsagemeinschaft erwachsene Chaktergemeinshcaft, suatu bangsa ialah suatu masyarakat ketertiban yang muncul dari masyarakat yang senasib. Sementara itu, seorang sejarahwan yang ahli mengenai nasionalisme, Hans Kohn memberikan definisi tentang nasionalisme sebagai berikut: Nasionalisme adalah satu tata pikir dan tata rasa, yang meresapi mayoritas terbesar sesuatu rakyat dan menganggap dirinya meresapi semua anggota rakyat itu. Nasionalisme mengakui negara nasional 7


GEGER KALIJODO

sebagai bentuk ideal organisasi politik dan menganggap nasionalitas sebagai sumber bagi tenaga budaya yang kreatif serta kesentosaan ekono-mi. Karena itu kesetian tertinggi manusia harus ditunjukkan kepada nasionalitasnya, karena hidupnya itu sendiri disangka berakar di dalam-nya dan kemungkinan oleh kesejahteraannya.1

Dari berbagai teori dan pemikiran yang berkembang, para pendiri bangsa kemudian merumuskan sendiri kriteria tentang bangsa, sebagai berikut: “Bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai ‘suatu persekutuan yang tersusun jadi satu’, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan itu bertambah besar oleh karena, sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam di dalam hati dan otak.�2 Di masa lalu, kesadaran baru itu belumlah dapat diterima dan dimengerti oleh segenap penghuni nusantara. Namun, peristiwa lahirnya proklamasi pada 17 Agustus 1945 telah memunculkan kesadaran baru di kalangan kelompok-kelompok etnis yang ada, yakni kesadaran akan sebuah bangsa yang bersatu dan berdaulat. Itu pun hanya pada kalangan tertentu atau para pemimpin golongan etnis. Sementara di kalangan masyarakat 8


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kebanyakan kesadaran akan persatuan sebagai sebuah bangsa belum sepenuhnya lahir. Baru setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda tahun 1949, proses pembentukan masyarakat Indonesia mulai berjalan lancar. Suasana saling mengenal antar berbagai golongan etnis atau proses akulturasi budaya semakin nampak sejalan dengan usaha-usaha pemerintah ketika itu untuk menyatukan masyarakat Indonesia dengan budayanya yang khas. Namun, pada kenyataannya, perjalanan menjadi satu bangsa itu tidak berjalan mulus, beragam friksi sosial terjadi. Tanpa terus dipelihara, semangat kebangsaan yang kuat dan keadilan di bidang ekonomi, akan menjadi potensi pertentangan. Pertentangan bisa cepat menjalar jika ada ketidakserasian pandangan tentang nilai-nilai persatuan yang terjadi antara para elit atau tokoh golongan dengan masyarakat yang dipimpinnya. Apalagi pada dasarnya, seperti dikatakan Bachtiar, “Bahwa masyarakat daerah yang berbasis etnis itu masih merupakan apa yang pada zaman pra-kemerdekaan disebut sebagai nation-nation tersendiri.� Realitas itu pada gilirannya menghambat usaha-usaha ke arah persatuan, sehingga tidak jarang ketidakseragaman emosional di kalangan elit politik saat itu melahirkan 9


GEGER KALIJODO

perselisihan di antara kelompok. Bahkan kadang-kadang menimbulkan konflik-konflik yang berujung pada gerakan pemberontakan separatis. ***

10


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B Berbagai Problem Menjadi Indonesia

D

i masa lalu, pemerintah kolonial mengupayakan pengelompokan tempat tinggal berdasarkan etnis sebagai bagian dari strategi politik pecah belah (devide et impera), ini dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan-nya di tanah jajahan nusantara.

Keberadaan kelompok etnik dan suku bangsa merupakan tulang punggung bagi keberadaan nation Indonesia. Konflik antar etnik dan melemahnya nation Indonesia sebagai faktor pengikat merupakan masalah besar bagi eksistensi Indonesia. Beberapa pernyataan daerah atau sebagian komunitas etnik seperti Aceh, Riau, dan Irian Jaya mengindikasikan, bahwa nation Indonesia cenderung melemah, baik sebagai acuan nilai maupun sebagai pusat administratif.3 Berbagai pihak menyoroti masalah kerusuhan dan konflik sosial di atas, dianggap sebagai akibat pembangunan di masa Orde Baru yang salah dalam menerapkan kebijakan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, sehingga 11


GEGER KALIJODO

menimbulkan berbagai masalah pembangunan seperti kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan pendapatan, marginalisasi dan lain sebagainya. Sumber-sumber kerusuhan di masa Orde Baru sering dianggap sebagai dampak dari masalah kecemburuan sosial dan ekonomi antara penduduk asli dan pendatang. Kurun waktu dua tahun 1998 hingga 2000, struktur masyarakat Indonesia kembali mengalami “pembelahan� sosial, maupun politik atas dasar suku, agama, ras, maupun golongan. Pembelahan ini diperlihatkan oleh kecenderungan kembalinya politik aliran pada masa transisi politik sebagai sebuah identitas, baik politik maupun sosial. Akibat kerapuhan hubungan sosial di beberapa daerah terjadi, bahkan ada yang berkeinginan merdeka. Sementara di daerahdaerah lainnya, kerapuhan hubungan sosial berubah menjadi kerusuhan seperti yang terjadi di Situbondo (1996), Tasikmalaya (1997), Rengasdengklok (1997), Sanggauledo (1997), Karawang-Bekasi (1997), Kupang (1997), Sambas (1999), Mataram (2000), dan lain-lain.4 Berbagai pandangan pun berkembang untuk mengungkap konflik-konflik sosial yang membakar berbagai daerah di Indonesia selama lima tahun terakhir. Misalnya, teori kultur dominan yang dikembangkan oleh 12


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Bruner (Suparlan, 1999), mengasumsikan adanya budaya yang kuat di satu tempat, sehingga budaya-budaya lain yang dibawa para pendatang tunduk dan menyesuaikan diri terhadap kultur dominan. Model kultur dominan ini dapat digunakan untuk menganalisis potensi konflik antaretnik di suatu tempat, terutama bila kultur dominan tersebut tidak ada. Melalui pendekatan ini, Bruner menganalisis potensi konflik beberapa suku bangsa di Bandung dan Medan. Dalam kasus Bandung, etnik Sunda merupakan kelompok dominan yang menempati posisi-posisi tertentu, baik dalam birokrasi maupun lembaga pendidikan. Para pendatang, seperti Jawa, menurut Suparlan menyesuaikan diri dengan kultur dominan. Konflik yang terjadi antara pendatang dengan penduduk asli tidak menyebabkan diaktifkannya suku bangsa (Jawa) sebagai acuan dalam menggalang solidaritas sosial. Hal demikian terutama terjadi pada suku Jawa kelas menengah ke bawah. Sebaliknya, suku Jawa kelas menengah ke atas cenderung mempertahankan kultur Jawa. Mereka dapat mempertahankan kultur Jawa karena posisiposisi sosial, ekonomi, dan politik mereka, sehingga terbebas dari keharusan tunduk pada kultur dominan. Di samping itu, kelompok kelas menengah Jawa di Bandung lebih kosmopolit 13


GEGER KALIJODO

dan modern. Kasus Medan, menurut Bruner, seperti dikutip Suparlan, berbeda dengan Bandung. Di Medan tidak terdapat kultur dominan. Orang Jawa, sekalipun secara kuantitas mayoritas, bukan merupakan kelompok dominan, karena mereka berada pada posisi kelas menengah ke bawah, sehingga tidak mempunyai kekuatan sosial, ekonomi, dan politik. Dengan tidak adanya kultur dominan di Medan, Bruner menggambarkan, masing-masing suku bangsa menciptakan keteraturan sosial dalam lingkungan masyarakat suku bangsanya. Sedangkan di tempat-tempat umum mereka cenderung saling berkompetisi dengan mengaktifkan masing-masing suku bangsa sebagai instrumen untuk menggalang solidaritas sosial. Seperti halnya Medan, di Jakarta tidak terdapat kultur lokal yang dominan. Etnik Betawi yang merupakan penduduk asli Jakarta bukan merupakan kultur dominan. Sebaliknya, kultur Betawi menghadapi ‘serangan’ dari berbagai etnik pendatang, sehingga sering dikatakan, kultur Betawi terancam mengalami kepunahan. Karena itu, tidak mengherankan jika MT Arifin seperti dikutip dalam penelitian Indonesian Institute for Civil Society (INCIS), mengkhawatirkan beberapa kelompok etnik di Jakarta akan mengaktifkan solidaritas etnik. 14


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Mereka mengelompok dalam berbagai etnik, dengan orientasi etnisitas yang cukup tinggi, cenderung eksklusif, dan memiliki stereotip (terhadap kelompok lain). Yang menarik ialah, persaingan antarkelompok etnik dan orientasi etnisitas merupakan faktor potensial bagi terjadinya konflik antarkelompok etnik di Jakarta. Potensi konflik bukan hanya faktor kultural dan orientasi ....kultur Betawi etnisitas yang tinggi, melainkan menghadapi dipengaruhi oleh berbagai “serangan� dari variabel lain, terutama variabel berbagai etnik sosial ekonomi. Alqadari (1999) pendatang, dalam menganalisis konflik etnik sehingga sering di Ambon dan Sambas dikatakan, kultur mengemukakan, bahwa variabel Betawi terancam utama yang mendorong konflik mengalami yakni variabel ekonomi. Konflik kepunahan. akibat faktor ekonomi di Jakarta, terutama antara penduduk asli dengan pendatang, sangat potensial, seperti nampak dalam laporan Habsjah (1999).5 Penelitian INCIS tentang “Hubungan Antaretnik dan Malasah Kebangsaan di Jakarta, dengan mengambil sampel dari 10 kelompok paguyuban dari berbagai etnik di Indonesia, menunjukkan hanya etnis Aceh dan Papua yang memang terus-menerus bergolak, menunjukkan melemahnya rasa kebangsaan, ini ditunjukkan dengan melemahnya perasaan sebagai bagian 15


GEGER KALIJODO

Indonesia. Penelitian INCIS, seperti berbagai penelitian tentang masalah kebangsaan di Indonesia, memang tidak ditujukan untuk melihat konflik antaretnik dalam skala mikro. Seperti interaksi antar komunitas di lingkungan yang semakin sempit di Jakarta, serta bagaimana pertarungan antarkelompok memperebutkan sumber daya, menjadi pemicu terjadinya konflik sosial. Jakarta dihuni oleh berbagai kelompok etnik yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Karena itu, Jakarta merupakan ‘miniatur’ yang menggambarkan hubungan antaretnik. Selain itu, berbagai kelompok etnik yang ada di Jakarta secara teoritis akan lebih kosmopolit serta memiliki keterikatan yang lebih tinggi terhadap nation Indonesia. Karena itu, berbagai kelompok etnik di Jakarta dapat menjadi tolok ukur bagi keberadaan berbagai kelompok etnik di daerah lain. Keberadaan suku bangsa di berbagai wilayah di Jakarta, jika ditelusuri sejarahnya, setua dengan keberadaan kota Jakarta itu sendiri. Namun, secara administratif, pengelompokan masyarakat berdasarkan suku bangsa, baru dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Ditandai dengan keberadaan kampung-kampung yang didasarkan oleh kesamaan daerah asal, misalnya Kampung 16


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Melayu, Kampung Bali, Kampung Bugis, Kampung Ambon, Arab, dan lain-lain. Sampai saat ini jejak-jejak peninggalan itu masih terlihat di berbagai pelosok Jakarta. Di masa lalu, pemerintah kolonial mengupayakan pengelompokan tempat tinggal berdasarkan etnis sebagai bagian dari strategi politik pecah belah (devide et impera). Ini dilakukan untuk mempertahankan kekuasaannya di tanah jajahan nusantara. Sejalan dengan berputarnya waktu, perkembangan sebagai akibat dari asmilasi dan akulturasi, yang berjalan secara alamiah, pembaruan pun berlangsung. Walaupun masih ada upaya mempertahankan tradisi dari setiap komunitas warga, namun hubungan sosial mereka dengan komunitas etnis lain berjalan dengan baik dan dapat hidup berdampingan dengan rukun. Walaupun demikian, kehidupan antar etnis di Jakarta, bukan tanpa riak-riak. Beberapa kasus menunjukkan adanya pertentangan antarkelompok warga yang berbeda asal daerahnya. Walaupun dari sekian banyak peristiwa tersebut, jarang kerusuhan antarkelompok di Jakarta dipicu oleh perbedaan etnis. Perkelahian antarkelompok masyarakat yang berbeda etnik sering kali disebabkan oleh perebutan sumber daya ekonomi. Jumlah 17


GEGER KALIJODO

penduduk Jakarta yang sangat padat sedangkan jumlah sumber daya yang diperebutkan semakin menipis, membuat gesekan lebih sering terjadi. Hal ini dapat dilihat dari seringnya konflik yang terjadi di sentra-sentra bisnis seperti pasar, sekitar mall, dan di dekat tempat hiburan, seperti bar, karaoke. Namun, dari sekian banyak kasus perkelahian dalam skala besar, biasanya kasus-kasus tawuran warga yang berbeda etnik selalu diawali dengan tindak penganiayaan. Kasus yang awalnya adalah persoalan kecil ini ditangani dengan baik, terutama oleh aparat keamanan, niscaya kasusnya tidak akan menjadi besar dan rumit. Dari pandangan psikologi sosial, berkumpulnya manusia dalam tempat yang sempit, dapat menyebabkan gesekan sosial yang tak terelakan. Apalagi gejala komunitas kota adalah adanya kecenderungan masyarakat massa (mass society), di mana individu kehilangan identitas pribadinya; individu tidak lagi mampu membuat putusan-putusan secara pribadi, melainkan bertindak menurut dorongan massa; individu cenderung kehilangan cipta, rasa, dan karsa sendiri, atau seperti dikatakan oleh Daldjoeni, terjadi “kekosongan budaya.�6 Hal ini dapat disimpulkan dengan menganalisa berbagai keributan yang melibatkan etnis yang berbeda di Jakarta, yang 18


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dikumpulkan berdasarkan analisa isi pemberitaan media. Dalam 10 tahun terakhir, kecuali kerusuhan 13-14 Mei 1998, kerusuhan antarwarga di Jakarta, lebih banyak didasari oleh perebutan lahan penghidupan oleh kelompok-kelompok preman di kawasan bisnis, pasar, dan tempat hiburan di Jakarta. Hanya saja, kelompok preman yang terorganisir berdasarkan asal daerah inilah yang memperumit konflik. 7 Hal ini terjadi sebagai akibat dari adanya stereotip dari masing-masing kelompok masyarakat. Terutama pandangan negatif satu kelompok terhadap kelompok lain. Contoh kasus bentrokan antarwarga di Tanah Abang dengan kelompok preman asal Timor-timur sepanjang tahun 1995-1997. Keberadaan kelompok itu membuat konflik sempat berlarut-larut. Anatomi konflik sosial antaretnis dalam skala besar jika dikupas lebih mendalam biasanya muncul dari kasus kriminal biasa. Misalnya kelompok preman Ambon dengan warga di kawasan Ketapang, Jakarta Barat, akhir tahun 1998. Perselisihan yang pecah pada 21 November 1998 itu berawal dari masalah sepele. Ada seorang anak baru gede (ABG), warga sekitar Jalan Ketapang, persis di belakang Gedung Gajah Mada Plaza, mengintip permainan bola tangkas yang terletak di Jalan Zainul Arifin, yang 19


GEGER KALIJODO

diduga menjadi arena perjudian terselubung. Ketika sedang mengintip itulah para “centeng� memergoki dan menganiaya ABG tadi. Orang tua korban yang ingin menyelesaikan masalah pun mengalami perlakuan yang sama. Warga pun bereaksi atas perlakuan para centeng. Perkelahian dengan menggunakan berbagai senjata tajam pun tak bisa dihindari. Seketika solidaritas warga semakin meluas. Jika pada awalnya korban hanya dibantu oleh warga di Gang IV, Jalan Pembangunan, segera mereka mendapat bantuan dari warga Jalan Tanah Sereal. Dalam waktu tak lebih dari 24 jam setelah kejadian pertama, sudah berseliweran isu bahwa ada mushola yang dibakar kelompok preman. Akibatnya solidaritas semakin meluas, termasuk kedatangan Front Pembela Islam (FPI) yang berasal dari Tanah Abang. Menghadapi lawan yang bertambah banyak, para preman mulai terdesak. Sebagai akibat dari perkelahian tak seimbang itu, jatuh korban enam orang tewas dari kalangan preman. Situasi sudah tak bisa dikendalikan, bahkan ada korban di kalangan aparat. Komandan Kodim Jakarta Pusat dan ajudannya mengalami luka-luka akibat bacokan massa yang kalap. Kerusuhan pun semakin meluas, tak hanya di daerah Ketapang saja, beberapa bangunan gereja, sekolah di Jalan Samanhudi, 20


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Kartini, Hasyim Asyari dibakar massa.8 Beberapa media massa kemudian menyimpulkan, peristiwa Ketapang sebagai konflik antaragama. Hal mana terjadi pula di daerah lain seperti di Kupang. Sementara kasus Ambon lebih kompleks, lantaran tidak hanya terkait dengan isu etnik, tetapi juga telah merembet menjadi persoalan agama. Apalagi ada kecemburuan penduduk asli yang kebetulan mayoritas Kristen dengan etnik Bugis pemeluk Islam sebagai pendatang. Tak hanya di Ambon, di Kupang pun konflik antara orang Bugis Makassar dan penduduk lokal telah bergeser menjadi konflik antara penganut agama Kristen melawan penganut Islam. Karena itu yang menjadi korban adalah simbol agama, seperti masjid dan gereja. Dari berbagai konflik yang terjadi, keterlibatan aparat keamanan, lebih sering hanya sebagai ‘pemadam kebakaran’. Padahal di awal kerusuhan, keberadaan aparat-aparat keamanan yang langsung menangani masalah sangat efektif untuk meredam konflik berkembang menjadi masalah besar. Keberadaan aparat sebagai ujung tombak teritorial—istilah yang sering digunakan oleh militer— dilupakan. Kiprahnya sebagai pemadam kebakaran bisa diamati dengan pemberitaan media massa, misalnya, di kirim dua batalyon ke Ambon, segera disiapkan 21


GEGER KALIJODO

pasukan dari Jakarta untuk mengatasi konflik di Kupang, dan lainnya. Buku ini merupakan hasil penelitian yang membandingkan dua kawasan, Kelurahan Muara Baru dan kawasan Kalijodo, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dua kawasan yang dihuni oleh beragam etnis, dan memiliki potensi konflik yang sama. Namun, Muara Baru menjadi satu kawasan aman dari konflik antaretnis, sedangkan Kalijodo menjadi daerah yang sepanjang tiga tahun, antara 1999-2002, terus-menerus menjadi pusat pemberitaan media massa, karena pertempuran antardua etnis yang berbeda, yaitu antara Mandar dan Makassar. ***

22


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

23


GEGER KALIJODO


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Kalijodo dari Masa ke Masa

K

emasyuran Kalijodo sebagai tempat mencari cinta sesaat, tak lekang oleh waktu. Di era setelah kemerdekaan, di tahun 1950-an, tempat ini masih dikenal sebagai kawasan pinggir kali, tempat orang mencari pasangan.

Penjaringan, salah satu kecamatan di Jakarta Utara, adalah salah satu sabuk dari kota tua Jakarta. Keberadaannya sudah dikenal sejak awal pembentukan kota Jakarta atau Batavia pada pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini tak lain karena letaknya yang strategis, tak jauh dari pelabuhan lama, Sunda Kelapa.9 Pembagian wilayah Jakarta, dalam administrasi modern berdasarkan beberapa distrik (setingkat kecamatan) sudah dimulai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada Abad ke-19. Saat itu, “Stad (kota) Batavia� dengan daerah-daerah di sekelilingnya merupakan suatu karesidenan, yang dipimpin oleh seorang residen. 25


GEGER KALIJODO

Sampai awal abad ke-20, karesidenan Jakarta itu terdiri dari wilayah-wilayah yang disebut sebagai afdeling. Wilayah Jakarta dibagi menjadi enam afdeling. Afdeling Stad en Voorsteden van Batavia (kota dan pinggiran kota) wilayahnya meliputi distrik Penjaringan, Pasar Senen, Mangga Besar, dan Tanah Abang.10 Dalam distrik Penjaringan inilah terletak kawasan Kalijodo. Kawasan yang diapit oleh Kali Angke, dan Sungai Banjir Kanal yang merupakan sungai buatan untuk mengurangi banjir di wilayah Jakarta. Kalijodo inilah satu kawasan yang melahirkan banyak legenda di Jakarta. Sesuai dengan namanya, Kalijodo, sejak masa-masa penjajahan Belanda dikenal sebagai tempat orang mencari cinta. Dengan setting sejarah di tahun 1930-an, Novel Ca-BauKan, seperti ditulis oleh Remy Sylado, mengisahkan kawasan bantaran sungai yang sudah kesohor oleh para pedagang-pedagang Tionghoa. Di sini tempat para gadis pribumi mendendangkan lagu-lagu klasik Tiongkok di atas perahu-perahu yang ditambat di pinggir kali. Lebih dari sekedar cerita tentang ketenaran para perempuan penghibur, novel Cau-BauKan, juga syarat dengan nilai tentang hubungan antar etnis secara lebih realistis. Remy mengisahkan kehidupan masyarakat keturunan 26


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Tionghoa di Indonesia dalam kurun waktu 19181951, dengan menonjolkan peranan mereka dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dengan novelnya tersebut Remy Sylado seperti ingin membantah pandangan stereotip yang menyebutkan, bahwa keturunan Tionghoa tidak memiliki andil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.11 Kemasyuran Kalijodo sebagai tempat mencari Pada awalnya, oleh cinta sesaat, tak lekang oleh petugas piket yang waktu. Di era setelah menerima laporan kemerdekaan, di tahun 1950- tersebut, dianggap an, tempat ini masih dikenal kasus biasa, lantaran sebagai kawasan pinggir Bar Cempaka, tempat kali, tempat orang mencari Sari disekap memang pasangan. Bahkan sampai dikenal sebagai abad ke-21, Kalijodo selain tempat pelacuran. menjadi tempat perjudian Namun, setelah saya ilegal, juga berkembang membaca laporan sebagai tempat prostitusi liar. tersebut, saya Dari sini pernah terungkap, katakan bahwa kasus untuk pertama kali praktek ini kasus serius, perdagangan wanita oleh tentang PENJUALAN Polsek Metro Penjaringan, WANITA .... pada September tahun 2001. Praktek penjualan wanita terungkap setelah salah seorang korban, sebut saja Sari, 22 tahun (bukan nama sebenarnya), melarikan diri dari sebuah bar, di jalan Kepanduan, kawasan Gang 27


GEGER KALIJODO

Kambing, Kelurahan Pejagalan. Dalam kondisi sakit, dia melaporkan perlakuan biadab yang juga menimpa 16 kawannya yang masih disekap di Bar Cempaka milik Iskandar. Sari sendiri mengaku harus berjuang keras untuk bisa lolos dari bar itu. Berikut berbagai usaha yang telah dia lakukan untuk bisa keluar dari cengkeraman mucikari dan tukang pukul yang selalu mengawasi gerak-geriknya. Saya ingin lari karena dibohongi, rasa sakit pada perut juga membuat semakin ingin melarikan diri dari Bar Cempaka. Sebenarnya niat itu sudah lama ada, namun selalu gagal karena gerak-geriknya diawasi Mami Sri, pengelola Bar Cempaka. “Saya pernah beberapa kali minta kepada tamu saya untuk membawa saya pergi dari tempat itu, tetapi mereka sendiri juga takut dengan centeng-centeng mami yang bertampang sangar. Namun, ada seorang langganan yang bersedia menelepon bibi saya di Cirebon,� ujarnya. Kesempatan untuk lari dari tempat itu, lanjut Sari, akhirnya tiba ketika dia sedang menemani tamu, dan duduk di luar bar. Beberapa kali, gerak-geriknya diawasi mami, tetapi begitu perhatian mami beralih ke rekan-rekan lain, Sari langsung kabur. Dia kemudian ditolong seorang warga yang lalu mengantarkannya ke Mapolsek Penjaringan, untuk melaporkan peristiwa yang menimpa dirinya.12

Pada awalnya, oleh petugas piket yang menerima laporan tersebut, dianggap kasus biasa, lantaran Bar Cempaka, tempat Sari disekap memang dikenal sebagai tempat pelacuran. Namun, sebagai Kapolsek Metro 28


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Penjaringan, setelah membaca laporan tersebut, saya katakan bahwa kasus ini kasus serius, tentang penjualan wanita di bawah umur atau yang dikenal dalam dunia internasional sebagai women trafficking. Satu jenis kejahatan terorganisir, seperti halnya sindikat narkotika. Betul juga, setelah kami menelusuri kasus ini, ternyata para tersangka, memang dijebak oleh kelompok sindikat. Dari pengakuan Sari yang dikuatkan keterangan awan-kawannya setelah kami menggerebek bar tersebut. Mereka dipaksa untuk menjual diri, setelah sebelumnya datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Modus para tersangka menjerat para korban relatif seragam. Setiba mereka di Jakarta, dari kampung halamannya di Cirebon, Pekalongan, Garut, Tasikmalaya, di kawasan stasiun Senen, Jakarta Pusat, dan di terminal Kampung Rambutan, mereka didekati seseorang. Anggota sindikat inilah yang menebar jaring, membujuk calon korba0, berdalih akan mencarikan pekerjaan. Jika korban menolak, mulailah mereka memasang taring. Mereka mengancam dan menyekap korban di rumah kos-kosan milik pelaku. ***

29


GEGER KALIJODO

Puing-puing sisa pertarungan dua kelompok di Kalijodo (Foto : KOMPAS)


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B Gang, Ghetto, dan Preman Kalijodo

G

hetto adalah pemukiman yang dihuni oleh suatu etnis tertentu yang dipandang sebagai etnis yang kurang disenangi oleh kelompok mayoritas masyarakat lainnya, karena dipandang jorok dan mempunyai cara hidup yang aneh.

Di Kawasan Kalijodo, terdapat dua etnis besar yang mendominasi kawasan tersebut. Selain jumlahnya yang melebihi kelompok masyarakat lain, mereka juga memiliki pengaruh yang luas. Mereka adalah kelompok masyarakat Sulawesi Selatan. Namun, masyarakat ini terbagi lagi dalam dua kelompok, yaitu suku Mandar dan Bugis Makassar. Walaupun sama-sama dari Makassar kedua kelompok mempunyai latar belakang kultural yang berbeda. Mereka mempunyai kepercayaan dan keyakinan agama serta politik yang tak seragam. Perbedaan ini tampaknya tidak terlepas dari ikatan kekerabatan dan kelompok keluarga masing-masing. Perbedaan sosio-kultural ini ternyata 31


GEGER KALIJODO

mereka bawa juga, ketika mereka berada di satu tempat yang jauh dari asal lingkungan hidup mereka, di perantauan. Seperti juga para perantau dari daerah lain, Jakarta menjadi tempat hidup mereka yang kedua, setelah tanah kelahiran. Kota Jakarta sebagai ibu kota negara, merupakan kota metropolitan yang modern. Sebagai kota besar, Jakarta memiliki berbagai organisasi modern, seperti partai politik, beragam asosiasi, koperasi dan lain-lainnya. Dalam organisasi modern tersebut terdapat deferensiasi dan spesialisasi, yang dapat menampung dan menyalurkan kepentingan dan keinginan anggotanya. Walau demikian, organisasi kekerabatan dan kekeluargaan masih tetap mempunyai peranan penting dalam mengendalikan dan mempengaruhi tingkah laku dan tindakan-tindakan anggotanya. Organisasi modern dengan berbagai pranata, norma, konvensi, dan hukum turut mengontrol tingkah laku profesional dan formal para anggota masyarakat. Tetapi tingkah laku kultural mereka tetap dikontrol oleh organisasiorganisasi kelompok kerabat dan keluarga atau daerah. Fenomena inilah yang nampak dari adanya organisasi kerukunan, yang di samping berfungsi sebagai mengawasi tingkah laku kultural para anggotanya, turut membantu mereka dalam situasi-situasi yang mendesak.13 32


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Sayangnya, dua kelompok masyarakat Makassar dan Mandar, yang hidup di kawasan Kalijodo, dalam sejarahnya memiliki akar konflik yang panjang. Walaupun di tempat asalnya, seperti diceritakan oleh tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Selatan yang saya temui, mereka mengatakan, bahwa di Sulawesi hampir tak pernah terjadi konflik antara kelompok masyarakat Bugis Makassar dengan suku Mandar. Rupanya, persaingan hidup, untuk dapat eksis di tempat perantauan seringkali melupakan tata aturan. Kedua kelompok ini harus bersaing untuk memperebutkan sumber daya kehidupan. Perjudian memicu mereka untuk saling bertarung. Kehidupan yang keras, melahirkan orang-orang kuat di kawasan ini. Mereka inilah jagoan-jagoan yang berkuasa atas lahan-lahan kosong di bantaran Sungai Banjir Kanal maupun Kali Angke, yang mereka bangun sebagai lapak judi. Pertarungan yang sengit dari dua kelompok masyarakat itu, jelas mengganggu kelompok masyarakat lain. Hal ini mengingatkan kita pada kisah Ghetto di Amerika latin. Ghetto adalah pemukiman yang dihuni oleh suatu etnis tertentu yang dipandang sebagai etnis yang kurang disenangi oleh kelompok mayoritas masyarakat lainnya, karena dipandang jorok dan mempunyai cara hidup yang aneh.14 33


GEGER KALIJODO

Berbagai studi antropologi perkotaan di Amerika, khususnya bagi para pendatang dari Meksiko dan Amerika Latin lainnya, yang berhasil direkam oleh Whyte menunjukan kehidupan Ghetto dan Slum, serta geng-geng yang terstruktur dan beraturan secara mantap.15 Kemiripan ini terjadi pada dua kelompok yang bertikai di Kalijodo. Inilah sekelumit kisah-kisah pertarungan antarkelompok masyarakat tersebut. ***

34


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C Matinya Seorang Jagoan

K

awasan Kalijodo selama ini dikuasai oleh dua kelompok geng yang menguasai lahan-lahan, tempat perjudian berdasarkan sistem kekerabatan.

Udara basah masih menyelimuti Kompleks Kalijodo, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan. Menjelang tengah malam, 22 Januari 2002, di kawasan lokalisasi judi dan wanita tuna susila (WTS) ilegal, gerimis belum berhenti. Becek menggenangi Jalan Kepanduan yang membelah kawasan padat penduduk. Sebuah sepeda motor yang ditumpangi oleh Udin, seorang jagoan setempat melintas perlahan. Searah dengan motor, tiga pemuda, Jalal, 31 tahun (bukan nama sebenarnya), Amad, 22 tahun, dan Yanto, 20 tahun, berjalan beriringan, memenuhi gang. Mereka baru saja menyaksikan luapan Sungai Banjir Kanal dari atas jembatan Trading. Di jalan yang sempit itu Udin yang 35


GEGER KALIJODO

mengendarai sepeda motor berpapasan dengan iring-iringan tadi. Becek membuat Udin memilih jalan yang lebih aman, namun akibatnya motornya nyaris menyenggol Jalal. Jalal yang hampir terserempet itu pun mendelik tajam kepada si pengendara motor yang nyaris mencelakainya. Namun, mata si pengendara motor membalas lebih galak. Dengan mata melotot, Udin membentak Jalal, “Kamu tidak kenal saya!” Mendengar ancaman itu, Jalal pun menyahut dengan takut, “Saya kenal Daeng, kita samasama kenal, maafin saya Daeng,” mendengar jawaban itu, bergegaslah motor meninggalkan ketiga orang tersebut. Rupanya masalah tak selesai sampai di situ. Permintaan maaf tak membuat amarah jagoan itu reda. Ketika ketiga orang sampai di depan rumah Jalal, Udin yang masih geram berbalik menghampiri Jalal. Kali ini dengan sebilah badik di tangan. Dengan nada mengancam, kerah baju Jalal ditarik, “Sekarang loe tau gua, gua mati’in loe!” kata Udin. Saat itu sebuah bogem mentah mendarat di tengkuk jalal. Jalal tak kalah cekatan, lepas dari cengkeraman ia kabur ke dalam rumah. Diambilnya sebuah parang dari balik kasur di kamarnya. Kali ini keduanya siap bertarung, sama-sama menghunus senjata. Namun, Parang 36


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Jalal lebih panjang ketimbang badik Udin, duel menjadi tidak imbang. Udin sebelumnya di atas angin kini kewalahan. Tiga kali bacokan mengenai tangan, kuping, dan leher Udin. Tebasan ketiga itulah yang membuat jagoan jatuh tersungkur. Darah pun menetes di jalan dari luka menganga. Darah bercampur air hujan yang masih menggenang.16 Melihat lawannya roboh, Jalal ambil langkahseribu. Ia pun nekad melompat ke Sungai Banjir Kanal yang saat itu tengah meluap karena banjir. Golok dan sarungnya ia lempar ke arus deras. Pembunuh itu pun lenyap ditelan kegelapan malam. Dua kawan Jalal yang sedari tadi menonton hanya terkesima. Kemudian mereka juga ikut lari meninggalkan tempat kejadian. Mereka ngeri kena balasan kawankawan Udin. Oleh warga sekitar Udin yang terkapar kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Atmajaya, Pluit. Namun lantaran banyak mengeluarkan darah,nyawa Udin pun tak tertolong. Mendengar Udin mati, gemparlah seluruh kawasan Kalijodo. Dalam sekejab massa yang kebanyakan kawan dan kerabat Udin pun sudah berkumpul di tempat kejadian dengan berbagai senjata tajam seperti tombak dan pedang terhunus. Mereka mencari si pembunuh. Situasi pun bertambah genting, mengingat Udin berasal dari kelompok Makassar dan 37


GEGER KALIJODO

kebetulan adik dari Bedul—bukan nama sebenarnya—bos pemilik rumah perjudian yang punya banyak pengikut. Sedangkan tersangka berasal dari Mandar, dua kelompok yang selalu membuat keributan di Kalijodo. Malam yang dingin oleh hembusan angin laut tak meredakan amarah kelompok yang telah kehilangan jagoannya. Bedul yang mendengar adiknya tewas oleh anak Mandar, langsung menghambur ke lokasi kejadian. Padahal, saat mendapat kabar adiknya tewas, Bedul sedang menikmati mimpi. Namun mimpi berakhir buruk ketika ia terjaga oleh kerabatnya yang mengabarkan kejadian tragis itu. Naik pitamlah darah orang Bugis itu. Ia pun berlari ia dari rumahnya. Saat itu di tempat kejadian, sudah hadir beberapa anggota polisi dari Polsek Penjaringan yang sedang meredam massa. Saat itu sebagian massa hendak merusak rumah Jalal. Rupanya, Bedul tidak dengan tangan kosong datang ke tempat kejadian. Sebuah pistol ia tenteng dengan wajah merah padam. Pada saat bersamaan di lokasi nampak Amrul (sebut saja demikian), salah satu tokoh dari kelompok Mandar, yang saat itu sedang bersama polisi berpakaian preman, Bedul pun langsung merangsek, dipukulnya Amrul dengan gagang pistol. Dua pukulan lain menghantam pipi dan membuat bibir Amrul terluka. 38


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Kejadian itu begitu cepat, membuat petugas tak sempat bereaksi. Melihat penyerangnya membawa senjata api, Amrul takut alang kepalang. Ia kabur menyelamatkan diri. Saat itulah Bedul menarik pelatuk dor, dor, dua kali suara menggema di udara. Namun, Amrul lolos dan selamat dari maut. Saat itu, saya sedang berada tak jauh dari lokasi kejadian. Saya kaget mendengar suara letusan, tadinya saya berpikir itu suara senjata anak buah saya. Saya sempat bertanya, suara senjata siapa? Namun, saat melihat Bedul masih menggenggam pistol, saya langsung memerintahkan kepadanya untuk segera menyerahkan pistol itu. Namun, bukannya takut Bedul malah balik menggertak, “Jangan ada yang mendekat!� teriaknya sambil menodongkan pistol ke arah saya. Nampak mata Bedul merah menyala menahan marah dan todongan pistol membuat suasana seketika menjadi sangat tegang, semua mata warga tertuju kepada Bedul. Jika pelatuk itu ditarik tamat juga riwayat saya. Kalau pun melawan dengan mencabut pistol, pasti ia lebih cepat menarik pelatuk. Dalam hitungan sepersekian detik, sambil menatap tajam matanya, saya katakan, “Saya ini Kapolsek. Jika kamu tembak saya, saya mati tidak masalah karena saya sedang bertugas demi bangsa dan negara. Namun, kalau saya mati Anda semua 39


GEGER KALIJODO

akan habis!” Rupanya kata-kata itu mengena, tensi amarah Bedul sedikit mereda. Sambil menurunkan senjata, Bedul sempat mengucapkan, “Saya tahu Bapak Kapolsek, tapi saya minta Bapak jangan ambil senjata saya,” katanya. Setelah itu ia pun ngeloyor meninggalkan tempat kejadian. Sehari kemudian media massa pun ramai menuliskan kejadian itu. Harian Kompas yang walaupun terlambat satu hari, paling lengkap menuliskan kejadian tersebut dengan judul, “Tukang Ojek Dibunuh di Kalijodo.” Kompas dalam awal tulisan melukiskan, keributan terjadi di tempat perjudian dan sentra lokalisasi wanita tuna susila (WTS) Kalijodo. Sedangkan cerita penodongan ditulis harian Kompas sebagai berikut: Bahkan, menurut seorang saksi mata yang tidak mau disebutkan namanya, Bedul malam itu sempat menodongkan pistolnya ke Kepala Polsek Metro Penjaringan, mungkin karena tidak mengenal Kepala Polsek Penjaringan dan kebetulan Kepala Polseknya tidak mengenakan seragam. “Namun, setelah berdialog akhirnya Kepala Polsek bisa meredakan suasana,” ungkap saksi yang enggan disebut namanya.17

Rupanya pemberitaan yang juga mengisahkan drama penodongan itu, menarik perhatian para pimpinan Polda Metro Jaya. Banyak pertanyaan dari teman-teman dan para 40


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pimpinan di Polda, Rupanya kata-kata itu seputar penodongan itu. mengena, tensi amarah “Saya katakan, saya lebih Bedul sedikit mereda. mementingkan Sambil menurunkan peredaman keadaan senjata, Bedul sempat ketimbang menangkap mengucapkan, “Saya Bedul saat itu juga.” tahu Bapak Kapolsek, Suasana saat itu tapi saya minta Bapak memang sangat jangan ambil senjata emosional, juga setelah saya, .... kejadian. Kedua kelompok yang sebelumnya pernah bertikai, sama-sama menyiagakan para pengikutnya. Kawasan Kalijodo selama ini dikuasai oleh dua kelompok geng yang menguasai lahan-lahan, tempat perjudian berdasarkan sistem kekerabatan. Kelompok pertama adalah kelompok Bedul berasal dari Makassar dan kelompok kedua Asman —bukan nama sebenarnya— berasal dari Mandar. Jalal, merupakan anggota kelompok “Anak Macan”, sebuah organisasi preman yang diorganisir oleh Asman. Sedangkan Udin adalah keponakan dari kelompok pesaing Asman, Bedul. Pembunuhan Udin kami prediksikan dapat memantik perkelahian besar, antardua kelompok yang memang sudah lama berseteru. Prediksi ini didasari oleh keberadaan kelompok Mandar di bawah pimpinan Asman yang sudah memiliki organisasi yang rapi. 41


GEGER KALIJODO

Organisasi para pemuda penganggur menjadi alat untuk mengamankan lapak-lapak judi. Juga mengamankan para “bandot” istilah untuk para bandar judi. Dalam organisasi tersebut terdapat kekuatan cadangan sekitar seribu anak-anak muda yang bisa menjadi pasukan pemukul. Kelompok inilah yang kemudian menamakan dirinya sebagai “Anak Macan”. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Idham Azis tentang “Organisasi ‘Arkan Malik’ dalam Pengelolaan Judi di Kelurahan ‘X’ Jakarta. Disebutkan bahwa “Anak Macan” adalah struktur paling bawah dari organisasi judi milik Asman. Namun walaupun menduduki tempat paling bawah, grup ini memiliki peranan besar sebagai pasukan khusus. Masih menurut penelitian tersebut, “Anak Macan” tidak memiliki tugas khusus seperti karyawan lainnya. Mereka bukan karyawan atau petugas operasional dari kegiatan perjudian. Tenaga mereka sewaktu-waktu dibutuhkan seperti pasukan cadangan, untuk menjaga lokasi perjudian. Namun jumlah mereka paling banyak dibanding karyawan yang lain, bahkan ada yang menyebut jumlahnya sampai seribu orang. Mereka ditampung dalam pos-pos atau divisi yang ada. Antara lain di bangunan yang belum digunakan oleh organisasi tersebut. Yang tidak kebagian “barak” tinggal di rumah-rumah 42


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kontrakan dekat lokasi judi. Menurut penelitian tersebut, mereka “dipelihara” dengan pertimbangan agar tidak menjadi “preman liar”. Dengan koordinatornya Arkan Malik. Walaupun dalam organisasi, mereka memiliki aturanaturan seperti tidak boleh membuat onar, mabuk, atau minum obat-obatan terlarang di sekitar lokasi perjudian, namun pada kenyataannya banyak juga “Anak Macan” yang sering membuat onar.18 Ketangguhan kelompok ini pernah teruji ketika mereka berhasil menghalau serbuan pasukan berjubah dari Front Pembela Islam (FPI) yang hendak menganggu lokasi perjudian Kalijodo. Saat itu, FPI lari tunggang-langgang masuk jalan tol setelah kewalahan menghadapi pasukan bersenjata tajam itu. Bahkan dari penelitian tersebut, didapatkan informasi bahwa kelompok ini berhasil menyusupkan beberapa anggotanya ke dalam tubuh FPI, sehingga gerakan kelompok bersorban itu selalu terpantau, khususnya jika ada rencana penyerangan ke Kalijodo. Berbeda dengan Asman, kelompok Bedul walaupun tidak terorganisir serapi saingannya, tapi tetap tak bisa dianggap remeh. Kelompok ini memiliki ratusan pengikut setia yang selama ini menumpang hidup dengan keberadaan tempat perjudian dan hiburan malam. Mereka terikat oleh perasaan senasib sebagai 43


GEGER KALIJODO

perantauan asal satu kampung halaman. Berdasarkan hubungan kekerabatan tadi, munculah pola hubungan semacam patron and client relationship. Para pemilik lapak yang menyewakan lahan kepada para “bandot” atau bandar judi, menjadi induk semang. Mereka dikitari oleh kelompok inti yang masih merupakan bagian keluarga atau karib dekat sebagai pengelola bisnis. Sedangkan lingkaran luar, sebagai penjaga, tukang pukul, pengantar penjudi, diisi anak-anak muda pengangguran. Mereka semua menggantungkan penghidupan kepada perputaran meja judi. Hanya saja, jika Asman mengandalkan kelompok “Anak Macan” untuk mengamankan tempat usahanya, Bedul mengamankan lahan judinya dengan menjadikan para pengangguran sebagai “Hansip”. Pada puncak-puncak ketegangan antar dua kelompok setelah pembunuhan Udin oleh Jalal, kami menempatkan pasukan penuh dari Polsek Metro Penjaringan, dibantu pasukan bantuan dari Polres Jakarta Utara. Keputusan untuk meminta bantuan kekuatan yang lebih besar, kami putuskan mengingat jumlah personil Polsek yang hanya 200 personil jelas tidak akan mampu mengatasi keadaan, jika pecah konflik terbuka yang melibatkan ribuan massa. Rupanya keberadaan polisi dalam jumlah besar dan bersenjata lengkap di lokasi, sebelum 44


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pertempuran meletus, sangat efektif. Suasana berangsur-angsur tenang. Sehingga dalam waktu relatif singkat, keadaan memang sudah dapat dikendalikan. Suasana itu juga didukung oleh kesigapan anggota kami yang dalam waktu tak lebih dari 24 jam setelah kejadian, berhasil menangkap Jalal. Sehingga kami bisa meredakan kelompok yang marah setelah kehilangan seorang anggotanya. Bagaimana kami menangkap Jalal? Untuk mengejar Jalal, Kepala Unit Reserse dan Intelejen, Polsek Metro Penjaringan, Inspektur I, Rony Samtana, memerintahkan satu Tim Buru Sergap yang saat kejadian sedang berada di Cikampek, Jawa Barat, sedang menangani masalah pencurian kendaraan bermotor, segera ditarik ke Penjaringan untuk menangani kasus ini. Kami jelas tidak mau menunggu terlalu lama. Gerak cepat diperlukan sebelum masalahnya berkembang terlalu jauh. Kami seakan berkejaran dengan waktu, dalam situasi yang panas oleh konflik. Isu dan rumors biasanya berdesingan secepat peluru. Berita dari mulut ke mulut seringkali mengipasi bara yang sudah menyala, sehingga dapat memancing masalah menjadi lebih besar. Jadi kami ingin segera menyelesaikan masalah sebelum masalahnya menjalar ke mana-mana dan semakin sulit 45


GEGER KALIJODO

dikendalikan. Tindakan cepat bukan tanpa alasan. Beberapa kasus kerusuhan di berbagai daerah seperti kerusuhan di Tasikmalaya akhir tahun 1996, Sanggauledo, Kalimatan Barat, dan Ketapang, Jakarta Pusat yang menjalar sampai ke Ambon, Maluku 1999-2002. Peristiwa itu berawal dari penganiayaan biasa yang terlambat ditangani. Kasus ini dengan cepat berubah menjadi perkelahian antarkelompok, muncul provokasiprovokasi dari kelompok tertentu yang ingin mengail di air keruh. Sehingga masalah yang pada awalnya sederhana bisa menjadi runyam. Bagi aparat keamanan, khususnya polisi, yang tidak menginginkan kasus ini menjadi besar, tentu akan lebih mudah mematikan api rokok ketimbang memadamkan kebakaran besar. Bukankah ada nasihat bijak dari filsuf Tiongkok, Lao Tze, “Selesaikan soal ketika masih kecil. Siapa yang mahir mengatasi soal kecil, tidak akan terpaksa mengurus soal besar. Yang bangga karena mengurus soal besar, sebenarnya telah alpa mengurus soal kecil,� kata filsof ini.19 Saya tidak ingin Kalijodo menjadi arena pertentangan antaretnis. Pelajaran mahal telah kita dapatkan dari kasus bentrokan antara kelompok preman yang menjaga tempat hiburan dan perjudian bola tangkas di Ketapang, Jakarta 46


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Pusat. Kebetulan para preman tersebut berasal dari Indonesia Timur (baca, Ambon). Bentrokan yang berujung pada pengusiran kelompok preman Ambon di Jakarta tersebut, ternyata mempunyai ekor yang panjang. Kelompok yang terusir kemudian melebarkan front pertempuran di daerah asalnya di Ambon. Dan, Ambon terbakar dalam waktu yang lama, hampir tiga tahun konflik berlarut-larut tanpa penyelesaian. Pelajaran mahal itu selalu terngiang dalam pemikiran saya. Tidak bisa dibayangkan jika perseteruan antara kelompok Mandar dan Makassar di Kalijodo juga melibatkan kelompok Roni—bukan nama sebenarnya—yang beretnis Serang, Banten. Kelompok Roni menguasai wilayah sebelah barat Kalijodo, Kecamatan Tambora. Namun, karena letaknya di perbatasan kecamatan, jarak antarkelompok tak lebih dari selemparan batu dan hanya dipisahkan oleh sungai. Bagaimana jika konflik Berita dari radio terjadi dan sampai membuat dengkul seringkali kelompok Serang mengipasi bara mengerahkan massanya dari yang sudah Banten. Bukankah kelompok menyala, sehingga ini tinggal nglurug dari arah dapat memancing barat Jakarta dan dalam masalah menjadi sekejab kawasan sempit dan lebih besar. padat penduduk itu bisa rata 47


GEGER KALIJODO

dengan tanah. Sementara satu kelompok yang kalah perang terusir pulang ke kampung halamannya, membawa dendam-dendam kebencian dengan etnis tertentu. Lebih berbahaya lagi jika dendam itu diperlebar tak hanya kepada etnis Serang, tetapi kepada orang Jawa di Sulawesi Selatan. Jika itu terjadi, sungguh sulit di-bayangkan, masalahnya menjadi sangat runyam dam sulit diselesaikan. Karena itulah kecepatan untuk menuntaskan masalah menjadi sangat penting. Kecepatan inilah kunci utama yang akan menutup kemungkinan munculnya provokasi-provokasi dari luar, mencegah desas-desus yang berpotensi memperkeruh keadaan. Polsek sebagai bagian organisasi kepolisian, yang berada di garis depan, berhadapan langsung dengan masyarakat, memang memiliki kewenangan otonom, sehingga bisa bertindak cepat untuk menyelesaikan kasus-kasus kriminal di lingkungan yang menjadi kewenangannya. Tulisan para pakar di media massa banyak memberi inspirasi untuk bertindak cepat dalam kasus-kasus kriminal yang berpotensi menjadi kerusuhan sosial dalam skala yang luas. Dalam satu tulisannya, sosiolog Parakitri Simbolon memberikan penjelasan: Dulu penjajah tahu urgensi bertindak cepat dan 48


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

otonom. Seperti diceritakan Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat, seorang putra Banten yang amat terkemuka dalam birokrasi Belanda dulu. Pada tahun 1880-an, kakek Achmad Djajadiningrat, Aria Natadiningrat, diganjar dengan jabatan Demang Patih di daerah Banten karena sukses menyelesaikan kerusuhan sosial, yaitu culik. Banyak desa di Banten ketika itu ditinggalkan penduduk karena takut culik.

Belanda meminta Natadiningrat mengatasi masalah itu. Natadiningrat bukannya mengirim polisi atau serdadu. Penduduk percaya, penculik bertubuh besar, berjanggut panjang, dengan pedang panjang dan pentungan besar. Dahsyat. Setelah kerja keras memeriksa keadaan, Natadiningrat paham, penculik adalah para jawara yang mula-mula menakut-nakuti anakanak gembala dengan tampang seram, sehingga anak-anak itu lari ketakutan ke kampung mereka. Setelah seluruh kampung lari mengungsi, para jawara bebas menguras harta yang ditinggal. Dengan bantuan beberapa polisi, Natadiningrat segera menangkap beberapa penculik, lalu mengurung mereka. Mereka lalu diikat pada tonggak-tonggak di pintu pasar. Ia menyediakan rotan pemukul, lalu mengizinkan semua pengunjung pasar memukulkan rotan sekuat tenaga di punggung tiap tangkapan, tetapi hanya boleh sekali saja. Akibatnya pasar menjadi amat ramai, dan peristiwa culik lenyap 49


GEGER KALIJODO

(KOMPAS, 29 April 2001)


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

seluruhnya hanya dalam beberapa hari, dan tidak pernah muncul lagi selama Natadiningrat memangku jabatannya sebagai Demang Patih.20 Ketepatan dan kecepatan itu, kata kunci penyelesaian masalah. Setelah Tim Buser tiba di kantor dan segera mempelajari kasus, menggali informasi dan menganalisanya, kesimpulannya, tim segera diperintahkan meluncur ke Serang, Banten. Pagi-pagi buta anggota kami sudah mengejarnya ke sana. Mengapa tim berangkat ke Serang? Walaupun Jalal berasal dari kelompok Mandar, ia telah beristri gadis Serang. Menurut informasi, ia kerap mengunjungi nenek isterinya di daerah tersebut. Namun dari pengejaran ke rumah nenek dan mertua Jalal, tim tak menemukan si pelaku yang memiliki nama samaran Rizal. Walaupun demikian, jejak Jalal telah terendus. Tim mendapatkan informasi penting yang menyebutkan Jalal pergi ke rumah pamannya untuk mengobati lukanya, di daerah Labuan. Tepatnya di ujung Serang, jauh melewati Pantai Anyer. Ternyata benar, ia ada di sana. Lewat pengepungan pada senja hari menjelang magrib, tim berhasil meringkus Jalal.21 Keberhasilan menangkap pelaku pembunuhan dalam waktu yang singkat cukup penting, terutama untuk meredam amarah kelompok yang telah kehilangan anggotanya. Akan timbul kepercayaan dari kelompok yang 51


GEGER KALIJODO

marah bahwa polisi tidak tinggal diam dan telah bergerak cepat. Penegakan hukum yang tegas juga berlaku pada Bedul. Ia kami tangkap dengan dasar penganiayaan dan kepemilikan senjata api ilegal. Ini untuk menunjukkan kepada kelompoknya bahwa tidak bisa seseorang main hakim sendiri dan bergaya koboi menenteng senjata api. Penangkapan Bedul Mereka lalu diikat diawali oleh adanya laporan pada tonggak- pengaduan dari Amrul, korban tonggak di pintu pemukulan Bedul, ke Polsek. pasar. Ia Pemukulan dengan gagang menyediakan rotan pistol itu ternyata membuat pemukul, lalu bengkak di pipi dan bibir mengizinkan semua Amrul. Hal ini dikuatkan oleh pengunjung pasar Visum et Repertum yang memukulkan rotan dikeluarkan Dokter Johannes sekuat tenaga di Gunawan dari Rumah Sakit punggung tiap Pluit. Dokter menyimpulkan tangkapan, .... yang menyebabkan luka Amrul adalah akibat 22 kekerasan benda tumpul. Bedul ditangkap oleh Tim Reserse Polres Jakarta Utara, sehari setelah kejadian. Dari Bedul juga disita sepucuk pistol jenis FN merk Fegarmy, berikut dua butir peluru. Selain itu, turut disita pula surat tugas dari sebuah perusahaan distributor dan penjualan senjata api dan bela 52


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

diri. Menurut pengakuan Bedul, ia memukul Amrul, karena ia menduga anak buah Amrul yang melakukan pembunuhan terhadap adiknya. Amrul memang salah satu tokoh “Anak Macan�. Sebenarnya pada saat kejadi-an, Amrul berada di dekat TKP setelah ia diminta oleh anggota Polsek mencari si pembunuh yang termasuk anggota kelompoknya. Sedangkan pengakuan Bedul, soal kepemilikan senjata api yang ada di tangannya sudah sah. Ia mengaku memiliki izin membawa senjata, dan sudah mendapatkan izin kepemilikan senjata api yang dikeluarkan oleh Mabes Polri. Walaupun demikian, tentu saja penggunaan senjata ada aturannya. Dalam keterangan pihak PT. Budiman Maju Megah, perusahaan yang mengeluarkan senjata Bedul, diperoleh informasi bahwa ia hanya rekanan perusahaan importir senjata tersebut dan tidak diperbolehkan menggunaan senjata berbahaya itu secara serampangan. Apalagi ternyata, surat tugas yang dikeluarkan perusahaan tersebut bersifat sementara untuk membawa, selama proses menunggu surat izin resmi dari Mabes Polri. Selama izin belum keluar, senjata masih menjadi milik PT Budiman Maju Megah. Pada akhir keterangannya, pihak perusahaan tersebut menyatakan, perbuatan yang dilakukan Bedul apabila melanggar hukum dan ketentuan yang 53


GEGER KALIJODO

berlaku, patut diberikan sanksi sesuai bobot pelanggarannya. Soal penodongan terhadap Kapolsek, menurut pengakuan Bedul di depan penyidik, ia tidak tahu menahu ada petugas di tempat kejadian. Ia menodongkan senjata kepada Kapolsek, mengingat saat kejadian malam hari dan Kapolsek tidak berpakaian dinas.23 Penangkapan terhadap dua pelaku kejahatan dari dua kelompok yang berseteru penting sekali untuk menunjukkan keseriusan aparat keamanan. Ini penting dilakukan agar kelompok yang tadinya sudah mengasah senjata, percaya kepada aparat dan menyerahkan penyelesaian kepada petugas, tidak bertindak main hakim sendiri. Atas tindakannya, belakangan Bedul mendapat ganjaran dari pengadilan selama tiga bulan. Secara jujur, saya kecewa dengan putusan pengadilan yang terlalu ringan atas orang yang telah melawan petugas dan hampir saja menimbulkan keributan dalam skala yang luas di Kalijodo. Pembunuhan Udin memang menambah daftar panjang aksi-aksi kekerasan antardua kelompok di Kalijodo. Peristiwa yang lebih tragis sebenarnya pernah terjadi pada tahun 1993. Cerita dari para tetua dan petugas polisi yang lama bertugas di daerah tersebut menyebutkan, saat itu dari kelompok Makassar 54


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

ada jagoan yang terkenal bernama Daeng Leang, yang juga membuka usaha perjudian di daerah tersebut. Di puncak konflik Daeng Leang dibunuh oleh kelompok pesaingnya. Cerita pembunuhan tersebut dilukiskan oleh Majalah Tempo, seperti sebuah drama yang berujung pada tragedi: Di tengah malam itu rumah judi kelompok Asman, sekitar 200 meter dari rumah judi kelompok Leang kebanjiran petaruh. Lalu terjadi perang mulut antara petaruh dan bandar judi. Buntutnya, meja judi dibalikkan. Seorang oknum aparat, yang diduga membekingi kelompok Leang, menarik pelatuk senapannya, “dor�. Tidak ada korban, kecuali petaruhnya lari tunggang langgang. Para pelacur menjerit ketakutan, di tengah bau minuman. Kelompok Asman menduga ulah itu datang dari Leang. Selasa malam, kedua kelompok saling lempar batu bata. Tujuh rumah rusak ringan. Bentrokan reda setelah aparat Polsek dan Koramil Penjaringan datang mengamankan. Rabu malam akhir September, Leang dan rekannya, Akong mengira situasi sudah aman. Mereka datang ke rumah judi kelompok Asman. Ternyata, Leang mengantar nyawanya. Akong berhasil kabur menyelamatkan diri. Leang ditusuk anak buah Asman. Ayah dua anak yang berusia 36 tahun itu dihajar sampai tewas. Ususnya terburai. Kemudian, mayat Leang diseret sejauh dua puluh meter untuk diceburkan ke kali.24

Walaupun jenazah Leang akhirnya menyembul ke atas kali, namun versi lain dari cerita lisan yang beredar di kalangan 55


GEGER KALIJODO

masyarakat sekitar menyebutkan, mayat Leang tak pernah ditemukan. Cerita inilah yang sampai sekarang melegenda di kalangan warga Kalijodo. Cerita permusuhan antarkelompok inilah yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi lewat tradisi cerita lisan antar komunitas. Salah satu pihak memandang Leang sebagai tokoh panutan, sedangkan kelompok lain melihatnya sebagai orang jahat yang berhasil disingkirkan. Seperti virus yang menyerang tubuh, dendam tidak bisa dimusnakan seketika, dendam sudah tertanam di alam bawah sadar mereka. Kenyataan inilah yang mudah meletupkan persoalan sepele, sebagai akibat mabuk-mabukan dan percekcokan. Walaupun demikian, sepeninggal Daeng Leang, bentrokan antar kelompok semakin jarang terjadi. Hal ini lantaran hanya ada satu tokoh yang disegani oleh kedua kelompok. Tokoh tersebut adalah Kamilong, seorang pensiunan tentara yang sudah lama menetap di kawasan tersebut. Kamilong adalah perintis usaha perjudian di kawasan tersebut. Berdasarkan penelitian Idham Azis, pada tahun 1980, Kamilong mulai merintis tempat perjudian dengan membuka judi koprok tradisional. Judi jenis ini memang sedang digemari oleh kalangan masyarakat bawah, 56


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

termasuk kelompok masyarakat Betawi yang tinggal di sekitar Kalijodo. Selama menjalankan bisnis perjudiannya, tidak banyak gangguan didapatkan. Baik dari ulah para preman liar, maupun aparat keamanan yang sering ikut permainan tetapi lebih sering memeras. Untuk kelangsungan hidup usahanya itulah kemudian Kamilong mengorganisir kelompoknya, yang pada awalnya hanya dikelola oleh keluarga dekat dan kemudian diperluas keanggotaannya berdasarkan kesamaan asal daerah. Bisnis yang terus berputar, membuat usahanya makin dikenal di kalangan pecandu judi di Jakarta. Untuk menggaet para penjudi dari etnis Tionghoa, digelar jenis permainan Ta Shiao, yang digemari warga keturunan. Dari Ta Shiao inilah perkembangan judi kemudian semakin besar. Apalagi kawasan Kalijodo sangat strategis dan diapit oleh kawasankawasan Pecinan. Seperti Pluit, Muarakarang, di sebelah timur dan utara. Benteng Tangerang di sebelah barat dan lain-lain. Jadi bisa disebut perjudian itu dapat tumbuh besar karena memang ada pasarnya. Perjudian di Kalijodo semakin besarkarena tempatnya yang terbuka. Banyak lorong-lorong dan gang sempit yang memudahkan para ‘bandot’ dan petaruh lari jika ada penggrebekan polisi. Apalagi, kawasan itu dikenal secara 57


GEGER KALIJODO

turun-temurun sebagai daerah tempat perjudian. Berbagai fasilitas menarik juga diberikan pengelola lapak untuk memanjakan para penjudi, seperti pengawalan bagi mereka yang menang sampai di rumah. Sedangkan upaya yang dilakukan para pengelola lapak untuk melestarikan usahanya adalah dengan melakukan pendekatan kepada aparat keamanan. Itu sudah dilakukan oleh Kamilong yang mengadakan pendekatan dengan pihak aparat keamanan, aparat Pemda, dan juga membantu warga masyarakat di sekitar lokasi perjudian. Hal inilah yang membuat ia semakin disegani. Namun, sepeninggal Kamilong pada tahun 1990-an, kelompok-kelompok judi yang semakin besar, seperti kehilangan induk semang. Persaingan antar kelompok sering terjadi. Sementara tokoh yang bisa meredam perselisihan tidak ada. Akibatnya, perselisihan yang pada awalnya hanya masalah sepele, dan akhirnya menjadi keributan antarkelompok dalam skala besar. ***

58


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik


GEGER KALIJODO

60


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Awal Penanganan

S

elama laut belum mengering mereka masih akan tetap dapat mencari makan.�

Sampai akhir tahun 2000, di kawasan Kalijodo sudah bisa dibilang sepi dari pertikaian antarkelompok. Di tahun itu, pertikaian hanya terjadi di awal tahun. Walaupun demikian, setiap perkembangan terus dimonitor dari kawasan rawan tersebut. Bentrokan baru terjadi pada akhir Mei 2001. Kejadian itu, persis pada minggu pertama saya menjabat sebagai Kapolsek Metro Penjaringan. Saya sempat berpikir, barangkali ini ujian pertama menjadi Kapolsek, menangani kasus tawuran massal dua kelompok etnis yang berbeda. Dari pengamatan atas kasus-kasus keributan di daerah Kalijodo pada khususnya, dan di wilayah Kecamatan Penjaringan pada 61


GEGER KALIJODO

umumnya, sebagian besar keributan dipicu oleh masalah sepele. Berawal dari mabukmabukkan, adu mulut, dan kemudian berujung pada perkelahian massal. Ini terkait dengan kharakteristik masyakarat nelayan yang temperamental. Bisa dikatakan, bahwa pemicu keributan adalah persoalan salah paham dan adu mulut, bensinnya adalah minuman keras, dan jerami kering yang tersedia adalah dendam persaingan antarkelompok. Sebagai salah satu ciri dari masyarakat nelayan, kebiasaan menenggak minuman keras sudah menjadi budaya. Terutama di kalangan anak-anak muda. Mereka rela menghamburkan uang untuk minuman keras, lantaran mereka memiliki prinsip, “Selama laut belum mengering mereka masih akan tetap dapat mencari makan.� Setelah mabuk itulah segala sesuatu bisa terjadi. Berawal percekcokan, pemukulan, dan penganiayaan. Ujung-ujungnya, masingmasing pihak membawa kelompoknya masingmasing. Maka semakin membesarlah front pertikaian. Apalagi masing-masing pihak samasama memiliki senjata tajam, dari tombak, panah, pedang samurai, badik, dll. Karena hampir sebagian besar perkelahian antar pemuda dipicu oleh minuman keras, maka garis besar kebijakan polsek adalah terus melakukan razia terhadap miras. Hal ini perlu 62


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

untuk meminimalisir peredaran minuman memabukan ini. Untuk itu, kami melakukan penggerebekan secara berkala, bagi perdagangan minuman keras tanpa izin. Bentrokan antardua kelompok pada akhir Mei 2001, yang berlangsung selama dua hari, mengakibatkan 16 rumah lapak judi dan WTS terbakar. Serta rumah-rumah penduduk setempat terbakar. Perkelahian massal ini melibatkan ribuan warga setempat. Akibat kejadian tersebut, telah membuat sejumlah warga mengungsi ke tempat yang jauh dari pusat konflik. Untuk meredakan perkelahian massal saat itu, Polsek Penjaringan jelas tidak mampu. Untuk itu didatangkan bantuan dari Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya. Bahkan polisi sampai harus melumpuhkan peserta tawuran dengan menembak mereka. Ada empat orang terluka karena tembakan polisi. Polisi juga bertindak cepat dan segera menangkap provokator. Pada hari kedua, Joni orang yang diduga kuat sebagai biang kerok kejadian, dapat ditangkap. Untuk pemeriksaan, Joni digiring ke Polda Metro Jaya. Sejumlah kesatuan ditempatkan untuk menjaga kawasan itu, agar kerusuhan tidak terulang lagi. Di bagian utara dijaga satu peleton Satuan Polisi Air dan Udara (Satpol Airud). Sedangkan di sisi barat, penjagaannya dilaksanakan secara bergantian antara anggota 63


GEGER KALIJODO

Brigadir Mobil (Brimob) dan anggota Polsek Metro Tambora. Saat itu yang menjabat sebagai Kapolsek Tambora adalah teman satu angkatan saya di akademi, Ajun Komisaris Merdisyam. Keberadaan pasukan polisi dalam jumlah besar sebenarnya ada ceritanya tersendiri. Menjelang bulan Agustus 2001, situasi keamanan nasional, khususnya Jakarta, mulai memanas. Saat itu, kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terus digoyang oleh DPR, yang kemudian menimbulkan reaksi perlawanan sengit dari kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi pendukung Gus Dur. Waktu itu muncul ancaman warga NU Jawa Timur akan datang ke Jakarta untuk melancarkan aksi demonstrasi besar-besaran ke DPR. Menghadapi situasi keamanan Jakarta yang tidak menentu, Kapolri yang saat itu dijabat Jenderal Pol. Drs. Bimantoro, sejak awal Juni telah menempatkan pasukan cadangan dari Brimob dan pasukan lain yang tidak melakukan tugas-tugas pelayanan masyakat, seperti Polisi Laut dan Udara di Jakarta Utara. Pasukan ini disiagakan untuk menghadapi situasi yang tidak menentu. Keberadaan pasukan cadangan yang disiagakan di kawasan Jakarta Utara, membuat kerusuhan di Kalijodo dengan cepat dapat dipadamkan, karena faktor kecukupan pasukan. 64


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Prosedur permintaan bantuan Karena hampir pasukan cadangan Brimob yang sebagian besar sebelumnya berada di bawah perkelahian kendali operasi (BKO) Polres antarpemuda Jakarta Utara, atas permintaan dipicu oleh Polsek, diperintahkan untuk bisa minuman keras, membantu kami di Penjaringan. maka garis besar Sehingga, Brimob yang ditarik kebijakan polsek untuk memadamkan Kalijodo, adalah terus dalam istilah militer lazim disebut melakukan razia pasukan yang diperbantukan terhadap miras. atau disebut di bawah perintah Polsek Metro Penjaringan. Keberadaan polisi di tempat pertikaian dengan tujuan untuk mendinginkan suasana, ternyata efektif. Akhirnya, kedua kelompok sepakat berdamai. Mereka membuat kesepakatan dan berjanji tidak akan melakukan tindakan pembalasan. Saat itu tetua dan tokohtokoh kedua belah pihak sudah mengeluarkan maklumat bersama untuk mengakhiri konflik. Untuk meredakan kekhawatiran warga, terutama kepada keluarga yang yang sempat mengungsi, lewat media massa, saya tegaskan bahwa masyarakat sekitar tidak perlu cemas lagi. “Kedua kelompok yang terlibat tawuran sudah berjanji tidak akan melakukan suatu apa pun yang bersifat pembalasan. Kedua kelompok itu juga sudah saling berdamai. Jadi, warga tidak perlu khawatir lagi,� kata saya.25 65


GEGER KALIJODO

Sedangkan sebagai upaya pencegahan dini dan pendinginan suasana di Kalijodo, secara bergiliran dalam waktu satu minggu masih terus kami tempatkan pasukan Brimob di kawasan tersebut. Ada dua Kompi Brimob yang disiagakan di tempat kejadian. ***

66


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B Menemukan Akar Permasalahan

P

erjudian di Kalijodo sering dianggap perjudian “kelas teri�, padahal sebenarnya omset judi di sini cukup besar. Beberapa informasi menyebutkan bahwa perputaran uang dari meja judi dalam setiap harinya mencapai 500 juta rupiah.

Pengelompokan masyarakat di Kalijodo lebih didasarkan oleh kelompok asal daerah. Dua komunitas besar, Suku Mandar, Suku Makassar, dan satu komunitas Serang. Tentu saja masih ada kelompok masyarakat lain yang berasal dari Jawa dan Sumatera. Namun, ketiga kelompok inilah yang banyak menguasai lahanlahan kosong di bantaran sungai, sebagai tempat perjudian. Lahan mereka kuasai dengan cara menempatkan para preman untuk menjaga lahan yang mereka patok. Di atas tanah itulah mereka mendirikan lapak-lapak judi. Penguasan lapak judi dan permainan judi itu sendiri yang syarat dengan persaingan membuat antar kelompok semakin kental. Masing-masing kelompok memperbesar 67


GEGER KALIJODO

jumlah anggota berdasarkan sistem kekerabatan. Kelompok Makassar menambah anggotanya asal Makassar, kelompok Mandar pun demikian juga. Hal berkait dengan meningkatnya pengangguran akibat krisis moneter. Berdasarkan lingkungan sosial, yang terpolarisasi sedemikian rupa, saya pelajari, setiap kasus tawuran antarwarga selalu dipicu oleh kasus penganiayaan. Karena itulah polsek memberikan atensi khusus untuk kasus 170 dan 351. Penyebutan kasus itu berdasarkan pasal pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 170 adalah tindak pengeroyokan dan pasal 351 penganiayaan menyebabkan luka berat atau ringan sampai meninggal. Biasanya kasus akan cepat meluas dan melibatkan massa dalam jumlah besar, jika penganiayan dilakukan oleh dua kelompok gang atau dari etnis yang berbeda. Biasanya, setelah terjadi konflik, khususnya di Kalijodo, akan diikuti upaya perdamaian. Dalam pernyataan perdamaian itu, masingmasing kelompok diminta untuk menertibkan anak buah mereka. Sehingga pernah ada butir perdamaian yang meminta, jika ada satu anggota kelompok A membuat ulah di tempat B, maka kewajiban kelompok B untuk mengembalikan kepada kelompoknya dan menjadi tugas ketua kelompok untuk 68


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

menghukum anak buah mereka yang suka membuat ulah. Tetapi model hukuman ini tidak efektif, seringkali muncul ketidapuasan, terutama ketika ada anak buah kelompok yang membuat ulah, ternyata tidak dihukum oleh ketua kelompoknya. Walaupun kematian Udin tidak menimbulkan keributan massal antardua kelompok, karena kecepatan antisipasi kami, namun bibit permusuhan yang dari kedua kelompok tetap menjadi potensi kerawanan yang sewaktu-waktu dapat meledak. Ini kemudian terbukti, satu bulan setelah peristiwa pembunuhan, perkelahian antarkelompok terjadi lagi. Kejadian pada pertengahan bulan Februari 2002, diawali oleh kasus mabuk-mabukan beberapa pemuda. Mereka mabuk di depan wartel di samping sebuah bar. Tanpa diketahui dengan pasti, pemuda yang mabuk kemudian membuat onar, akibatnya timbulah perkelahian. Dan, seperti biasanya, setiap perkelahian selalu disertai dengan aksi pembakaran. Pembakaran wartel dan bar membuat pemiliknya kaget, dan meninggal dunia akibat serangan jantung. Pemilik bar dan wartel tersebut bernama Daeng Subuh, salah satu tokoh dari kelompok yang sering bertikai. Dalam waktu sekejab, ada 27 tempat tinggal dan sebuah wartel terbakar, apalagi bangunan yang sebagian besar berupa bangunan semi 69


GEGER KALIJODO

parmanen, sehingga mudah dilalap si jago merah. Polisi yang diturunkan di tempat kejadian, ternyata mengalami kesulitan menghalau perkelahian yang terjadi di malam hari dan berlangsung di gang-gang sempit. Aksi perkelahian yang sudah keterlaluan ini, membuat kami tak segan-segan untuk bertindak tegas. Malam itu kami mengerahkan pasukan dalam jumlah yang besar, dan berhasil menangkap 49 orang, 45 di antaranya membawa senjata tajam. Selain itu, perkelahian itu juga menjadi alasan buat kami untuk melakukan sweeping senjata tajam. Jika sebelumnya aksi perlucutan senjata tidak pernah dilakukan, mungkin hal itu disebabkan karena keterbatasan pasukan, dan seringnya kejadian tawuran Di suatu rumah yang yang berlangsung pada dihuni oleh seorang malam hari, sehingga ibu rumah tangga, menyulitkan petugas untuk bernama Yatmi, 40 melakukan razia. Tetapi, tahun, warga Jln. malam itu saya turun tangan Kepanduan, RT 03 sendiri. Selain menangkap RW 05, kami para pelaku perkelahian menemukan hampir yang membawa senjata, 300 batang mata kami juga masuk ke rumahtombak yang terbuat rumah penduduk. Penggeledahan kami dari pipa besi. lakukan ketika perkelahian 70


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

sempat berhenti. Hasilnya sungguh mencengangkan. Di suatu rumah yang dihuni oleh seorang ibu rumah tangga, bernama Yatmi, 40 tahun, warga Jalan Kepanduan, RT 03 RW 05, kami menemukan hampir 300 batang mata tombak yang terbuat dari pipa besi. Mata tombak inilah yang kemudian dipasangkan dengan pipa-pipa besi sepanjang hampir dua meter dengan cara dilas. Selain mendapat ratusan tombak, kami juga menyita 4 senjata api dengan 269 butir peluru, 20 samurai, 8 golok, 14 badik, 10 palu, 7 linggis, 14 ganco pemecah batu es, 1 kapak, dan 1 ketapel. Barang-barang berbahaya itu sebenarnya hampir tidak pernah kami temukan ketika dalam kondisi damai. Walaupun hampir 50 orang sebagai biang kerok sudah kami tangkap, perkelahian masih terjadi lagi pada pagi harinya. Perkelahian pagi itulah yang membawa korban anggota polisi, Brigadir Dua Ronald Sianipar dari kesatuan Sabhara Polda Metro Jaya, yang pagi itu ditempatkan di Kalijodo dalam upaya pendinginan situasi. Namun dengan cepat kami berhasil menangkap pelaku pemanahan, yang bernama Abdul Kahar. Akibat dari perkelahian yang disertai aksi pembakaran rumah dan lapak-lapak judi, puluhan keluarga mengungsi meninggalkan tempat yang tidak aman tersebut. Selain itu, sekitar 10 orang yang terlibat perkelahian, 71


GEGER KALIJODO

mengalami luka akibat kena bacok atau sabetan senjata tajam. Tempat perjudian ilegal yang dimaksud adalah bangunan lapak-lapak judi yang dibangun di atas badan kali sudetan dari Kali Banjir Kanal ke Kali Muara. Bangunan tersebut sebenarnya sudah menyalahi aturan peruntukan lahan, karena daerah sudetan sungai termasuk dalam jalur hijau. Tapi, pembangunan tempat-tempat judi tersebut jelas di luar kewenangan polisi, melainkan wewenang pemerintah setempat. Jajaran pimpinan Polda Metro Jaya sendiri sudah berkali-kali memberikan warning kepada Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk lebih memperhatikan kawasan rawan kejahatan tersebut. Hal itu seperti dikatakan oleh Kepala Dinas Penerangan waktu itu, Kombes Anton Bachrul Alam, Polda akan sesegera mungkin meminta Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta dan DPRD untuk bersama-sama menangani kawasan Kalijodo secara komprehensif. Bahkan Pak Anton menekankan, “Kami lebih senang kawasan prostitusi dan perjudian Kalijodo itu ditutup, sebagaimana dilakukan terhadap Kramat Tunggak,� katanya. Sikap tegas para pimpinan Polda Metro Jaya, memberi kemudahan bagi kami untuk meminta bantuan pasukan pengamanan. Terlebih penting lagi, pendelegasian wewenang kepada kami untuk secara “otonom� mencari 72


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

jalan yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan. Hal ini membuat kami yang berada di garis depan lebih leluasa dalam bertindak. Apalagi keberadaan lokalisasi perjudian yang disinyalir menjadi pemantik keributan antarkelompok memang sudah sangat meresahkan. Keresahan ini terbukti, seminggu setelah kejadian sebelumnya, kerusuhan besar terjadi lagi. Padahal upaya pendinginan dan sweeping senjata sudah dilakukan. Lagi-lagi dua kelompok pembuat onar bertikai. Mereka saling melakukan penyerangan. Akibat dari pertikaian itu tiga orang mengalami luka berat akibat kena sabetan golok. Selain itu, sekitar 225 rumah hangus terbakar. Kerusuhan antarwarga yang terakhir terjadi pada bulan April 2002. Kejadian itu telah mengakibatkan lima orang pelaku perkelahian terkena panah. Dalam kejadian tersebut, kami menangkap 29 orang yang terlibat perkelahian. Selain itu, kami juga menemukan 67 anak panah, 4 golok, sejumlah pisau, tombak, ketapel, dan sebuah bom molotov. Setelah pertikaian dapat dikendalikan, para tokoh dari kedua kelompok kemudian dikumpulkan untuk membuat perjanjian tidak akan melakukan perkelahian lagi. Walaupun memang ada nada pesimisme dari warga, setidaknya ada janji dari para pentolan kelompok untuk tidak mengulangi pertarungan 73


GEGER KALIJODO

lagi. Lantas mengapa perkelahian antar kelompok judi bisa terjadi? Seperti yang saya uraikan di atas, persaingan yang tajam antara penguasa lapak-lapak judi inilah yang paling dominan menimbulkan keribuatan antar kelompok. Jika salah satu di antaranya lebih ramai dikunjungi penjudi, maka lapak yang sepi akan kekurangan omset pemasukan. Hal inilah yang membuat anak-anak muda yang iri hati membuat onar. Perjudian di Kalijodo sering dianggap perjudian “kelas teri�, padahal sebenarnya omset judi di sini cukup besar. Beberapa informasi menyebutkan bahwa perputaran uang dari meja judi dalam setiap harinya mencapai 500 juta rupiah. “Uang 100 ribu rupiah di lapak judi Kalijodo tidak ada artinya. Orang sekali main bisa pasang 10 jutaan. Memang gila-gilaan. Tapi sebenarnya perjudian ilegal bukan hanya di Kalijodo. Di tempat lain di Jakarta, juga ada pusat perjudian, akan tetapi tak membuat keributan,� ujar seorang warga.26 Para bandar judi dan para pemainnya memang kebanyakan berasal dari kelompok masyarakat Tionghoa. Sedikit, atau bahkan bisa dikatakan jarang, pemain judi dari kalangan pribumi. Namun, para pemilik lapak inilah yang menyediakan tempat untuk disewakan, bahkan juga jasa pengamanan sampai mengantar 74


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

75 tawuran antar kelompok di Kalijodo Berbagai senjata yang digunakan dalam


GEGER KALIJODO

bandar dan para pemenang taruhan ke tempat tujuan. Para bandar dan pemenang, seperti dimanjakan dengan pelayanan para pemilik lapak. Untuk mengamankan usaha perjudian ini, para pemilik lapak bersikap “baik” kepada aparat. Karena itulah saya menyebut kawasan judi ini dengan istilah “ATM nasional”. Para pengelola judi tak segan-segan memberikan sedikit keuntungannya kepada oknum polisi, tentara, maupun aparat pemda. Ibaratnya, semua lapisan ikut menikmati “uang panas” tersebut.27 Namun kebijakan saya selaku Kapolsek Metro Penjaringan, melarang keras anggota polsek mengambil “jatah mel” dari tempat judi Kalijodo. Garis kebijakan ini saya keluarkan setelah kerusuhan pertama yang saya tangani. Atau kurang lebih, sekitar satu bulan setelah saya menjabat Kapolsek. Di awal-awal saya menjabat Kapolsek Metro Penjaringan, saya perhatikan memang ada anggota saya yang sering datang ke Kalijodo. Mereka tidak datang ke lokasi perjudian, tapi hanya mampir di mulut Gang Kambing. Gang ini terletak di antara Jalan Raya Angke, Jalan Bidara Raya, yang menjadi pintu masuk ke lokasi-lokasi judi. Jadi di dalam lokasi perjudian sendiri tidak pernah ada polisi. Setelah mengamati, saya memiliki 76


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kesimpulan bahwa anggota Sabhara yang punya tugas pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli, sering mengalami kekurangan uang dinas untuk patroli. Di mulut Gang Kambing itulah mereka sering mendapat jatah. Uang itulah yang mereka gunakan untuk menambah biaya patroli atau uang tambahan kopi dan rokok. Aparat yang datang ke Gang Kambing, tidak hanya dari polsek. Dulu ada oknum dari polda, tramtib, Pom TNI, koramil. Mereka mampir di mulut gang. Memang tidak besar jumlah yang mereka dapatkan, satu mobil dan motor paling kurang mendapat bagian Rp 5000. Belajar dari pengalaman, walaupun ada banyak aparat yang sering mampir di dekat lokasi judi, namun jika ada kerusuhan di tempat tersebut, tidak ada satu pun aparat keamanan yang membantu memadamkan. Kecuali, anggota Polsek Penjaringan. Jadi boleh dikatakan, rezeki banyak dibagi, tetapi polsek ketiban sampur. Mengapa saya melarang anggota saya mengambil jatah mel? Karena itu sangat merusak martabat aparat dan anak buah saya. Tindakan mereka seperti pengemis saja. Jumlahnya tidak seberapa tetapi merusak moral anggota. Mereka seperti kehilangan daya untuk bertindak tegas jika sewaktu-waktu diperlukan. Pada saat perkelahian antarkelompok 77


GEGER KALIJODO

merebak, memang sempat tersiar kabar di media massa, bahwa ada oknum polisi yang menjadi backing yang memiliki lapak judi di Kalijodo. Ternyata, informasi itu memang akurat. Ada oknum polisi berpangkat brigadir polisi (sersan) yang membuka kapling judi di sana. Menurut informasi, pada awalnya ia hanya keluyuran saja, lalu menjadikan Kalijodo sebagai daerah pantauannya. Namun dengan motifasi ekonomi untuk mencari keuntungan, ia membuka lapak judi. Lapak judi yang ia bangun berada persis di antara lapak milik Bedul, Asman, dan Roni. Belakangan saya ketahui bahwa dari tempat itulah keributan sering berawal. Lapak oknum tadi, seharusnya menjadi buffer zone, kawasan penyanggah atau garis demarkasi, yang menjadi pembatas antarkelompok, sehingga konflik dapat dikendalikan. Atas tindakannya itulah oknum polisi tersebut kemudian dimutasikan. Dia memang bukan anggota Polsek Penjaringan, jadi bukan anak buah saya. Memang ada yang menyebut, bahwa dia bekerja baik. Tetapi, jika dia memang bekerja dengan baik, mengendap di kawasan itu, menggali informasi di daerah tersebut, maka setiap kejadian kecil seharusnya bisa dimonitor olehnya. Apalagi dia bekerja di wilayah saya, maka sudah seharusnya lapor kepada saya sejak awal mula saya menjadi kapolsek. Tetapi hal itu tidak dia lakukan. Kalau ada 78


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

permasalahan, dia tidak pernah turun, dan saya tidak pernah mendapatkan informasi sedikit pun dari dia, tentang adanya kasus perkelahian, atau pengeroyakan. Dengan adanya dia di sana, serta mau memberikan informasi secara cepat, maka keributan yang mulanya masih berskala kecil, mungkin bisa cepat kami kendalikan. Berdasarkan fakta-fakta bahwa penganiayaan yang selalu memicu konflik antar kelompok, maka kami dari jajaran Polsek Penjaringan, menaruh atensi khusus kepada kasus penganiyaan dan pengeroyokan, yang kemudian saya jabarkan ke dalam beberapa langkah dan prosedur operasional yang mudah dipahami oleh seluruh anggota Polsek Metro Penjaringan. Prosedur penanganan kasus penganiayaan ini sebelumnya kami sosialisasikan secara intensif kepada seluruh anggota yang ada di setiap pospol, sehingga menjadi satu prosedur baku bagi setiap anggota. Langkah pertama, jika sudah terjadi aksi penganiayaan ialah membawa korban terlebih dahulu ke rumah sakit untuk diobati. Polseklah yang biasanya menalangi biaya perawatan korban. Biasanya korban penganiayaan berat menghabiskan biaya sebesar 3 juta hingga 5 juta rupiah. Hal ini perlu dilakukan, agar pihak keluarga dan kerabat korban tahu, bahwa polisi serius menangani kasus tersebut. Hal tersebut


GEGER KALIJODO

terbukti dari kecepatan para anggota dalam bertindak. Jika mulai muncul perasaan percaya kepada polisi, apalagi dalam kenyataannya polisilah yang membayar biaya perawatan, maka kami tinggal meyakinkan anggota keluarga, bahwa polisi juga akan segera menangkap pelakunya. “Urusan mengejar dan menangkap pelaku serahkan kepada kami, polisi.� Dampak positif dari langkah ini, akan muncul kepercayaan kepada polisi, dan ketenangan dari keluarga korban, kerabat, atau kelompoknya. “Ya Pak, urusan ini sepenuhnya kami percayakan kepada Bapak,� itulah biasanya jawaban keluarga korban. Jika sudah demikian, kami sudah meredakan amarah keluarga korban, sehingga tak akan terjadi aksi pembalasan, atau tindak main hakim sendiri. Bagi anggota kami, sudah ada ketenangan dalam bekerja untuk menuntaskan kasus tersebut. Jika kami mengalami kesulitan untuk menangkap pelaku penganiayaan, sehingga memakan waktu yang lama, keluarga korban dan kelompoknya sudah lebih dahulu diredakan emosinya, sehingga tidak bertindak sendiri. Namun, keadaan dapat berubah sebaliknya, jika mereka melihat penanganan polisi lambat, terlebih lagi jika belum apa-apa sudah muncul prejudis polisi tidak akan bertindak apa-apa. Jika sudah ada penilaian seperti itu, para 80


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

korban akan mencari keadilan dengan caranya sendiri. Keadilan bagi mereka biasanya dengan membalas dendam kepada tersangka atau keluarga tersangka. Jika sudah demikian kejadiannya, maka kami para polisi hanya berperan sebagai penonton dari aksi balas dendam. Saya tidak ingin polisi bertindak seperti polisi dalam filmfilm India. Karena itulah anggota polsek, termasuk yang bertugas di setiap pos polisi (pospol) yang ada di tiap kelurahan, sudah hapal dengan langkah-langkah yang harus dilakukan. Di polsek, selama periode 2001-2002, kami sudah menghadapi puluhan kasus penganiayaan yang tidak berujung pada kerusuhan atau perang antarkelompok, karena kecepatan kami dalam mengusai keadaan. Langkah ini tidak kami khususkan kepada warga di Kalau ada daerah Kalijodo. Tetapi di seluruh permasalahan, wilayah Penjaringan, apalagi di dia tidak Kecamatan Penjaringan terdapat pernah turun, banyak lokasi bisnis yang .... melibatkan banyak orang, seperti tempat pelelangan ikan di Muara Karang, kawasan nelayan di Muara Baru, pelabuhan Sunda Kelapa, di mana terdapat pengelompokan masyarakat secara turuntemurun berdasarkan kesamaan suku bangsa. Bagaimana kami bisa membiayai korban 81


GEGER KALIJODO

penganiayaan? Biasanya uang yang dikeluarkan polsek diganti oleh pelaku, atau keluarga pelaku yang datang. Mereka biasanya ketakutan karena ada keluarga atau kerabatnya yang dicari-cari polisi. Mereka kemudian bersedia mengganti uang perawatan. Cara dan prosedur ini sudah teruji dalam beberapa kasus. Misalnya kasus pembacokan tukang becak oleh preman pada pertengahan 2001. Tukang becak yang marah kemudian mengerahkan kawankawannya, apalagi rumah preman diketahui berada di kawasan Tanah Pasir. Saat itu, para tukang becak hendak membakar rumah di sekitar Tanah Pasir. Setelah kami redakan, saya menarik para tukang becak itu ke polsek, dengan berjalan kaki sekitar 1 km. Saya mengajak mereka meninggalkan rumah pelaku, karena kami ingin memisahkan, mana tukang becak, mana yang menonton, dan mana yang provokator. Saat itu situasi memang panas, tidak hanya di Penjaringan, tetapi situasi nasional yang tidak kondusif karena situasi politik zaman pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang kurang stabil. Untuk meredam amarah para tukang becak yang juga belum reda, sesampainya di polsek saya berikan mereka makan. Saya membelikan mereka nasi padang. Kepada teman-teman korban saya tawarkan untuk berdamai. Pada awalnya mereka menawar dengan sangat tinggi, 82


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mereka minta ganti rugi 60 juta rupiah. Lantas terjadi tawar- Jika mulai muncul menawar, saya katakan kepada perasaan percaya orang tua pelaku, “Jika tawaran kepada polisi, sampai di bawah 10 juta, atau apalagi dalam paling tinggi 10 juta, kamu kenyataannya terima saja, biar saya nanti polisilah yang yang bayar”. Rupanya orang tua membayar biaya pelaku cukup mempercayai perawatan, maka omongan saya, lantas terjadi kami tinggal kecocokan pada angka 10 juta meyakinkan rupiah. “Itu uang saya”, begitu anggota keluarga, bahwa polisi juga kilahnya. Uang itu kemudian dipakai akan segera buat pengobatan, sebagain menangkap untuk dibagikan kepada para pelakunya. negosiatornya, dan selebihnya dipake buat mabuk-mabukan para tukang becak yang ikut serta dalam penyerbuan. Buat saya, lebih baik meredamkan suasana ketimbang terjadi keributan besar yang akan banyak memakan korban. Sampai-sampai muncul rumors di Polres Jakarta Utara, “Kapolsek di 86kan para tukang becak,” tapi buat saya hal itu tidak menjadi masalah. Kasus lain terjadi pada akhir tahun 2001. Waktu itu terjadi pemukulan tukang bajaj oleh Satpam Perumahan Pantai Indah Kapuk. Begitu saya mendengar kasus itu, anggota langsung saya apelkan di sana, karena saya sudah 83


GEGER KALIJODO

menduga akan ada perkelahian massal sebagai akibat dari kasus penganiayaan tersebut. Untuk mengantisipasi keadaan, anggota saya kumpulkan di Cafe Taman Pantai Indah Kapuk. Tiba-tiba datang ratusan bajaj dengan suara knalpotnya yang meraung-raung. Satu bajaj berisi rata-rata lima hingga enam penumpang, menyerbu masuk perumahan Pantai Indah Kapuk. Padahal kasus ini sebelumnya sudah didamaikan Wakapolsek, dengan memberi ganti rugi sebesar 100 ribu rupiah kepada korban pemukulan. Tetapi rupanya para tukang bajaj itu tidak puas, mereka Bagi saya, datang dengan membawa mencegah bensin siap untuk membakar keributan, lebih apa saja. Saat itu sempat terjadi baik dari pada aksi dorong-dorongan, antara menjadi ratusan tukang bajaj dengan “pemadam anggota kami. kebakaran�. Ketika saya datang, saya Lebih baik ajak mereka bicara. Masalahnya mengeluarkan menjadi jelas. Ternyata inti uang 3 juta untuk permasalahannya, para tukang mencegah bajaj meminta tambahan uang keributan ganti rugi. Uang 100 ribu rupiah ketimbang harus yang sebelumnya diberikan membayarnya sebagai ganti rugi, rupanya tidak lebih mahal jika cukup untuk dibagikan kepada sudah terjadi ribut teman-temannya. Apalagi yang massal, datang adalah kumpulan tukang 84


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

bajaj se-Jakarta. Saat itulah saya perintahkan Komandan Satpam untuk mengumpulkan uang, langsung dari dompet anggotanya. Saya ingin menunjukkan kepada para sopir bajaj bahwa para satpam itu, juga orang kecil yang hanya memiliki uang recehan. Kasus ini pun kemudian selesai, tanpa menimbulkan keributan yang berarti. Bagi saya, mencegah keributan, lebih baik dari pada menjadi “pemadam kebakaran�. Lebih baik mengeluarkan uang 3 juta untuk mencegah keributan ketimbang harus membayarnya lebih mahal jika sudah terjadi ribut massal, tawuran antarwarga. Karena jika itu sudah terjadi tawuran, untuk meredakannya kami harus mendatangkan pasukan dari Polda Metro Jaya. Bantuan yang diberikan tentu saja tidak gratis, kami dari polsek harus mengeluarkan uang untuk pasukan yang berjaga, uang saku, uang rokok, apalagi jika mereka harus ditempatkan selama berhari-hari. Tidak itu saja, dalam keadaan siaga satu, seluruh anggota polsek harus standby, itu sebabnya kami semua tidak bisa tidur nyenyak. Mungkin uang yang dikeluarkan sama juga, yaitu 3 juta. Tetapi banyak pekerjaan yang tidak perlu dilakukan pada masa damai. Hal itu tidak bisa kami lakukan jika terjadi kerusuhan massal. Dampak lain, anggota kami yang jumlahnya 85


GEGER KALIJODO

terbatas, harus terfokus pada satu titik, padahal pada kondisi normal, mereka tersebar pada pospol masing-masing. Akibatnya, jika ada masalah di titik lain, terutama tugas pelayanan masyarakat, menjadi terganggu. Kasus Kalijodo merupakan pengalaman pahit. Kami harus siaga 24 jam. Jumlah personil polsek yang hanya 140 orang, harus kami bagi siang dan malam. Belum lagi ada yang izin atau sakit. Tugas jaga tahanan dikurangi, dan minimal harus ada 30 anggota di lokasi kejadian. Ini jelas tidak mampu untuk menghadapi massa yang jumlahnya bisa mencapai ribuan orang. Walaupun kami mendapat back-up dari polres, paling banter mendapat tambahan 30 personil, jelas tidak cukup, maka kami minta tambahan pasukan dari polda. Jadi yang paling baik adalah mencegah terjadinya kerusuhan, karena kalau sudah terjadi, tenaga kami akan benar-benar diperas. Berdasarkan pengalaman inilah, kami jajaran Polsek Penjaringan, bertekad untuk menyelesaikan persoalan kerusuhan warga di Kalijodo sampai ke akar-akarnya. ***

86


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C Memadamkan Sumber Api

D

ulu ketika di sini cuma menjadi tempat hiburan lelaki hidung belang, tidak pernah ada perkelahian sampai bakar-bakaran seperti ini. Bakar-bakaran baru terjadi belakangan sejak perjudian menjamur�,...

Masalah perkelahian antarkelompok di Kalijodo merupakan bagian dari problematika sosial masyarakat urban. Di Jakarta, ada beberapa tempat yang menjadi titik rawan perkelahian antarkelompok. Di Jakarta Timur, titik rawan perkelahian berada di daerah Manggarai dan Kramatjati. Di Jakarta Pusat, kawasan Berlan. Dan di Jakarta Barat, wilayah Ketapang, dll. Hasil penelitian Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Mabes Polri pada tahun 1996 menyebutkan, bahwa dimensi kriminalitas maupun konflik sosial sudah sedemikian jauh berkembang. Walaupun demikian, ada pola umum, bahwa faktor-faktor ekonomilah yang seringkali menjadi trigger 87


GEGER KALIJODO

munculnya konflik sosial. Persoalan kriminalitas yang semakin kompleks, mewajibkan polisi memiliki pengetahuan yang multidisipliner. Selain pengetahuan tentang proses penegakan hukum, polisi juga harus memiliki pengetahuan tentang ciri dan karakteristik sosial, yang melandasi seseorang untuk berbuat sesuai ciri lingkungan sosialnya itu. Pelajaran kriminologi, memberikan pengetahuan untuk menemukan sebab-sebab terjadinya aksi kriminalitas atau etiology of crime. Berdasarkan data-data tersebut, kami (baca polisi) dapat berusaha menemukan caracara penanggulangan dengan pusat perhatian pada orang yang berbuat, di samping terhadap lingkungannya.28 Kesimpulan bahwa perjudianlah sumber melapetaka warga Kalijodo, sebenarnya sudah diketahui banyak orang. Pernyataan warga seperti yang ditulis oleh media massa menguatkan sinyalemen tersebut. Pada kasus pembunuhan Daeng Leang, media massa menuliskan komentar warga sebagai berikut: Menurut Matulessy, Ketua RW 05 yang wilayahnya meliputi tempat pelacuran dan perjudian tadi, sejak koprok bercokol di sana selalu timbul keributan. Awal tahun lalu, memang ada razia judi. “Warga di sini sudah lama menginginkan perjudian dihapuskan dan 88


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dibasmi,� katanya. Apa yang disampaikan Matulessy terbukti pada hampir 10 tahun kemudian. Persaingan antar pemilik lapak judi, menjadi dasar perkelahian antar kelompok pada tahun 2002. Hal tersebut seperti dituliskan sebagai judul harian Kompas, 17 Februari 2002. “Perjudian, Pemicu Perkelahian dan Pembakaran Kalijodo�. Tulisan kompas tersebut didasari oleh keterangan dari warga sekitar yang sebenarnya mengalami keresahan sebagai akibat pertarungan antardua kelompok tersebut. Namun, keresahan ini juga seringkali tersamar, karena dalam situasi damai, warga sekitar juga mengambil keuntungan dari ramainya pengunjung lapak-lapak judi. Mereka bisa menjual berbagai keperluan, seperti makanan, minuman, rokok, dll yang menjadi kebutuhan para petaruh yang bisa berjudi hingga sehari penuh. Di sisi lain, keresahan warga mampu direkam media massa. Bahkan media langsung menunjuk perjudian sebagai biang keladi perselisihan kelompok itu, seperti ditulis sebagai berikut, “Dulu ketika di sini cuma menjadi tempat hiburan lelaki hidung belang, tidak pernah ada perkelahian sampai bakarbakaran seperti ini. Bakar-bakaran baru terjadi belakangan sejak perjudian menjamur�, kata warga seperti dikutip media massa. 89


GEGER KALIJODO

Penyelesaian masalah perjudian memang menjadi pekerjaan rumah kami yang harus dituntaskan. Berbagai tanggapan yang dimuat dalam berbagai media massa, yang menuliskan persoalan Kali Jodo, memang memberikan porsi yang cukup besar dan sekaligus memberikan banyak masukan bagi kami selaku aparat penegak hukum. Bagi kami yang langsung berhadapan dengan masalah tersebut, pemberitaan media itu, memberi banyak referensi untuk mencari jalan keluar yang paling baik. Tentu saja, kami tidak ingin kejadian tersebut menjadi salah satu bentuk impuniti, karena ketidakberdayaan aparat. Tulisan media massa dengan nada yang menyindir aparat, tapi tepat untuk memberi gambaran apa yang sebenarnya terjadi di kawasan kumuh tersebut. Memang, seandainya tidak terjadi kerusuhan antar preman dalam bentuk bakar-bakaran rumah, 22 Februari 2002 dinihari itu, perjudian dan pelacuran ilegal di Kalijodo, Penjaringan Jakarta Utara, agaknya akan berjalan terus hingga akhir zaman. Tetapi karena kekerasan fisik yang dipertontonkan para preman, aparat pemda dan aparat keamanan “tepaksa� turun tangan. (Kasus Kali Jodo: Contoh Impunitas yang Bisa Membakar Jakarta, Kompas 4 Maret 2002).

Jelas bagi saya, masalah perjudian Kalijodo itu tidak akan menjadi semacam impuniti. Sejak awal saya menjadi Kapolsek Penjaringan, 90


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

berbagai ikhtiar kami lakukan untuk menyelesaikan konflik. Namun, penyelesaian yang sifatnya sporadis memang tidak menjamin perkelahian itu berhenti. Beberapa resep di awal-awal penanganan, ternyata bersifat simtomatik, hanya mengobati gejalanya saja, sedangkan penyakit utama warga Kalijodo tak sembuh juga. Sejak saya menjabat sebagai kapolsek, saya sudah melarang beroperasinya perjudian ilegal di kawasan Kalijodo. Apalagi sejak kerusuhan besar yang membakar ratusan rumah pada Februari 2002. Namun, secara diam-diam kelompok judi tersebut membuka kembali. Perkelahian pada April 2002 itulah yang menjadi contoh, betapa perjudian memang aspek determinan terjadinya kerusuhan antargeng berbeda etnis itu. Apalagi, perjudian sebagai sumber daya yang diperebutkan, penyelesaiannya berada di luar pranata sosial, pranata bisnis. Karena sumber nafkah yang diperebutkan merupakan sumber nafkah ilegal. Sehingga, oleh para pelakunya, hanya dengan jalan siapa kuat dialah yang berkuasa. Maka, berlomba-lombalah kelompok-kelompok pemilik lapak mengorganisir dan merekrut anggota-anggota geng dalam jumlah besar. Hal ini terlihat dari berbagai pengalaman untuk menyelesaikan masalah. Saya 91


GEGER KALIJODO

berkesimpulan, para penguasa lapak judi memang tidak memiliki niat baik untuk memberikan ketentraman kepada warga sekitar. Mereka lebih memilih mencari untung yang sebesar-besarnya dari pembukaan tempat perjudian. Sementara rumah-rumah warga sekitar hangus terbakar. Memang ada reaksi ketika saya memberikan perintah larangan perjudian. Wajar muncul reaksi perlawanan. Hal ini sudah diperhitungkan, karena yang kami hadapi adalah kemapanan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Dari informasi yang kami peroleh, penutupan kawasan judi, membuat para pemilik lapak dan para bandar gelisah. Mereka pun mencoba mendekati kami, dengan dalih pertimbangan kemanusian, mereka mencoba mempengaruhi kami untuk mengizinkan judi dibuka kembali. Mereka datang ke polsek dan mengatakan banyak anak buahnya yang perlu makan, padahal sejatinya, bos-bos merekalah yang menangguk keuntungan besar jika judi dibuka kembali. Ada juga yang kemudian membuka secara diam-diam. Tetapi kemudian kami hantam dengan melakukan penggrebekan. Karena reaksi keras kami, mereka sampai mengancam akan mendemo polsek dengan 3000 massa. Saya katakan kepada mereka, untuk penegakkan hukum, kami jalan terus. Kalau 92


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kamu mendemo dengan 3000 orang, kami bisa datangkan Brimob sekian ratus orang untuk menghadapi kalian, karena apa yang saya lakukan benar, ini penegakkan hukum. Selain cara kekerasan, mereka juga mencoba mendekati kami dengan memberikan iming-iming akan menyetor 15 juta sebulan dan lain-lain. Mereka berani memberi imingimingnya cukup besar, agar kami tidak mengganggu mereka. Padahal, mereka adalah orang yang tidak bisa diajak kerja sama untuk menegakkan hukum. Ibarat macan, ketika mereka kecil, masih bisa dielus-elus. Tetapi ketika mereka besar, mereka akan menggigit kami. Bos-bos hiburan dan judi yang sekarang ini besar, pada awalnya juga pemain kecil. Namun, ketika mereka sudah menjadi besar dan kuat, mereka dapat dengan mudah mengatur orang. Jadi Kesimpulan bahwa ini seperti permainan besar perjudianlah sumber kecil, selagi mereka masih melapetaka warga bisa dikontrol, jangan Kalijodo, sebenarnya memberi kesempatan sudah diketahui banyak orang. mereka menjadi besar. Sudah menjadi watak mereka, ketika mereka dalam posisi terjepit, karena kami larang, saat itulah mereka akan berusaha mengelus-elus kami. Ketika saya tak bisa mereka taklukan, mereka mencoba lewat 93


GEGER KALIJODO

polres. Kalau lewat polres tak bisa, mereka mempengaruhi polda. Saya merasa beruntung karena diberi kepercayaan oleh para pimpinan untuk mengurus masalah Kalijodo. Pemegang kunci itu pemegang kekuasaan. Walaupun demikian, polisi hanya memiliki kewenangan untuk menutup. Kewenangan itu seperti diatur di dalam undang-undang, khususnya pada KUHP Pasal 303. Walaupun sudah ada larangan, dalam prakteknya perjudian terkait pula dengan kultur masyarakat, terutama bagi kalangan Thionghoa, yang menganggap perjudian sebagaian dari hidup mereka. Walaupun demikian, membiarkan perjudian sama artinya dengan membiarkan pelaku kejahatan menjadi besar, jika sudah besar, mereka akan semakin sulit dikendalikan. Bisa saja saya mengambil sikap tutup mata, membiarkan perjudian itu tetap berlangsung. Toh tidak selamanya saya menjadi pimpinan di Polsek Penjaringan. Jika itu dilakukan, saya akan meninggalkan bom waktu buat kapolsek pengganti saya. Selain meningkatkan bujuk rayu dengan iming-iming akan meningkatkan imbalan, yang tetap tidak kami pedulikan, mereka kemudian mencoba cara lain dengan mengajak tokohtokoh yang mereka hormati ke polsek. Saya sendiri menghormati mereka, mereka orang-orang tua, daeng-daeng. Kepada mereka yang 94


Meja judi yang rusak terbakar oleh pertikaian (Foto : KOMPAS)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

95


GEGER KALIJODO

masih bisa diajak dialog, saya berikan gambaran permasalahannya. Kalau perjudian kembali dibuka, maka kelompok lain juga menuntut hak yang sama. Dan, jika perjudian itu kembali dibuka, maka akan timbul tawuran yang terus-menerus. Karena berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, mereka tidak bisa hidup berdampingan. Akan muncul kebakaran lagi. Konflik terjadi karena ada prinsip dalam dunia gangs’ter tidak boleh ada dua macan dalam satu gunung.

***

96


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

D Perdamaian, “Membunuh� Jati Diri Kesukuan

L

ewat serangkaian pertemuan-pertemuan dengan para tokoh dari kedua kelompok, kami mengusahakan adanya peredupan jati diri suku bangsa, asal mereka.

Sejarah pertempuran kedua kelompok yang sangat panjang harus segera diakhiri. Jakarta, sebagai ibu kota negara Indonesia, harus diamankan dari konflik antargeng yang kebetulan berbeda secara etnis. Apalagi Jakarta dihuni oleh berbagai kelompok etnik yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Karena itu, Jakarta merupakan “miniatur� yang menggambarkan hubungan yang mesra antaretnik. Sosiolog Jack Rothman mengatakan, bahwa untuk mengatasi berbagai konflik yang ada di dalam masyarakat, maka perlu dilakukan berbagai tindakan yaitu: (1) Tindakan koersif (paksaan), perlu ada pengaturan administratif, penyelesaian hukum, sosial ekonomi. (2) 97


GEGER KALIJODO

Kasus Kalijodo Contoh Impunitas y ang Bisa yang Membakar J akar ta Jakar akarta BUKAN main! Dengan omzet sedikitnya Rp 500 juta setiap malam, aparat pemerintah daerah dan keamanan, cuma menganggap kasus di Kalijodo, Jakarta Utara, sebuah pertentangan antarpreman yang secara kebetulan pula berbeda antar etnis. Dalam kegiatan itu terlibat sedikitnya 1.000 preman sebagai penjaga keamanan, lima sampai seribu pemain judi, ratusan penjaja makanan dan minuman. Dan sepertinya tidak lepas dari kegiatan judi, setiap malam Kalijodo diramaikan sedikitnya 700 wanita tuna susila (WTS) yang menerima tamu dengan tarif Rp 50.000 di kamar-kamar yang pengap dan panas. Dan semua itu sudah berlangsung aman tanpa gangguan selama puluhan tahun…. Memang, seandainya tidak terjadi kerusuhan antarpreman dalam bentuk bakar-bakaran rumah, 22 Februari 2002 dini hari itu, perjudian dan pelacuran ilegal di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, agaknya akan berjalan terus hingga akhir zaman. Tetapi, karena kekerasan fisik yang dipertontonkan para preman –selain ratusan rumah terbakar dan seorang anggota polisi matanya ditembus anak panah– aparat pemda dan keamanan “terpaksa” turun tangan. Namun justru itulah satu soal besar yang dipertanyakan masyarakat, mengapa selama puluhan tahun itu Kalijodo dibiarkan “dikuasai” oleh orang-orang dan secara terang-terangan melakukan pelanggaran. Perjudian di Kalijodo tidak ditutup-tutupi. Digelar begitu saja di alam terbuka dengan berbagai jenis permainan judi. Seperti “besar-kecil” , bola setan, dan rolet. Pelacuran juga sama. Bedanya, pada jam kerja. Menurut sejumlah warga yang ditemui Kompas dalam tiga hari pengamatan pada minggu terakhir Februari, permainan judi mulai dibuka sekitar pukul 11.00 dan berlangsung hingga pagi. Sementara pelacuran berlangsung 24 jam penuh. *** Kalijodo bukanlah daerah terpencil. Diapit dua jalan besar, Tubagus Angke dan Teluk Gong, Kalijodo yang dialiri dua sungai itu, Banjir Kanal dan Kali Angke adalah salah satu kawasan yang padat penduduk dan ramai lalu lintasnya. Berbaur di situ, kegiatan ilegal dan usaha-usaha produktif, seperti pabrik bihun, sandal, dan pakaian jadi. Sehingga kalau aparat pemerintah daerah dan keamanan berdalih, mereka tidak pernah tahu apa yang telah terjadi di situ, sungguh suatu pernyataan yang amat munafik. Agaknya jawaban Nazar –karyawan pabrik sandal, yang ditanya mengapa perjudian dan pelacuran berlangsung aman saja selama ini– bisa menjelaskan duduk soal. “Bahkan, setiap hari ada mobil patroli polisi datang ke sini,” katanya. Artinya, dia mau menjelaskan, tidak mungkin polisi tidak tahu. Untuk apa? Nazar tidak mau menjawab karena memang dia tidak tahu. “Tetapi, setiap kali datang, salah seorang penumpang dari mobil patroli itu 98


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

turun, menemui seseorang dan kemudian pergi lagi. Kawasan itu juga lama dikenal sebagai “ATM Nasional” untuk menggambarkan betapa banyak oknum aparat yang mendapat keuntungan dari keberadaannya. Dan itu sudah berlangsung puluhan tahun. Mungkin orangnya saja yang berbeda. Lembaganya tetap sama. Semisal yang dipergunjingkan warga Kalijodo tentang seorang oknum polisi anggota Polres Jakarta Barat berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka). Warga mengatakan selama 16 tahun terakhir dialah yang selalu datang mengutip uang bulanan. Dari setiap lapak perjudian dan pelacuran sebesar Rp 2 Juta. Oleh karena sudah sedemikian lama, warga mengatakan mereka lalu mengenalnya. Apalagi oknum polisi itu datang tidak sembunyi-sembunyi. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jendaral Makbul Padmanagara yang diminta konfirmasinya, mengatakan, secara langsung dia tidak mengenal oknum polisi tersebut. Tetapi katanya, bagi dirinya setiap anggota polisi yang menyalahgunakan tugas dan wewenangnya pasti ditindak tegas. Oleh karena itu, dia akan menyelidiki kebenaran tuduhan terhadap adanya seorang Bripka yang selalu mengutip uang bulanan di Kalijodo itu. Kepada Makbul Padmanagara juga diminta konfirmasinya tentang Bripka Budi Sasongko yang disebut-sebut juga membagi-bagikan uang pungutan tersebut antara lain kepada Kapolres Jakarta Barat. Sementara Kepala Polsek Penjaringan Ajun Komisaris Krishna Murti yang ditanya soal uang pungutan tersebut, mengatakan dirinya dan anggotanya tidak pernah menerima uang dari kegiatan ilegal di Kalijodo. Polsek Penjaringan berada di bawah Polres Jakarta Barat. Dalam kasus perjudian dan pelacuran di Kalijodo, ikhwal perjudian terbesar berada di wilayah hukum Polres Jakarta Barat. Di wilayah hukum Polres Jakarta Utara, ikhwal pelacurannya justru terbesar. Artinya lagi, Kalijodo, sebagian berada di wilayah hukum Jakarta Utara dan sebagian lagi di Jakarta Barat. Cuma, kata Krishna Murti, dia tidak menolak kemungkinan pelanggaran yang terjadi di Kalijodo itu dimanfaatkan oleh oknum–oknum. Termasuk oknum wartawan, yang menerima uang mingguan atau bulanan. *** MAIN Bakar! itulah ciri yang selalu dipertontonkan para pelaku tindak kekerasan setiap kali terjadi perang antargeng di Kalijodo. Peristiwa 22 Februari dini hari itu, bukanlah yang pertama. Sebelumnya, skalanya memang kecil, hanya satu dua rumah. Agaknya karena jumlah rumah yang terbakar kali ini mencapai ratusan, barulah aparat pemerintah daerah dan keamanan tampak peduli. Itupun sebatas membongkar semua bangunan yang setiap orang tahu jelas melanggar peraturan karena didirikan di atas bantaran dan tanggul Banjir Kanal dan Kali Angke yang masih berlangsung hingga Kamis (28/2). Dengan tindakan itu, aparat berharap, Kalijodo “bersih” dari pelanggaran-pelanggaran lainnya, yakni perjudian dan pelacuran. Pelanggaran tanpa pernah atau memang tidak bisa ditindak. 99


GEGER KALIJODO

Mengapa? Soalnya, Kalijodo telah memiliki penguasa sendiri. “Mirip mafia”, kata Krishna Murti yang baru saja mempertahankan tesisnya yang berjudul “Hubungan Antarsuku Bangsa dalam Masyarakat di Wilayah Muara Baru, Penjaringan Jakarta Utara,” dalam rangka Program S2 di Universitas Indonesia (UI). Sedikitnya, katanya lagi terdapat lima bos besar di situ. Yakni Riri yang bergandengan dengan Agus, H Usman, Aziz, Bakri, dan Ahmad Resek. Mereka mengapling-kapling Kalijodo sebagai daerah kekuasaan mereka. Menurut Krishna Murti, para bos itu tidak mengelola perjudian. Mereka hanya menyediakan tempat dan menerima sewa dari operator judi yang adalah etnis Cina. Sekaligus menjamin keamanan berlangsungnya perjudian. Artinya tidak diganggu oleh siapapun, aparat apalagi organisasi massa. Untuk menjamin keamanan di lapangan, setiap bos mempekerjakan “tenaga keamanan” dalam jumlah yang cukup besar. Menurut catatan Polsek Penjaringan, paling banyak adalah “anak buah” H.Usman, sedikitnya 500 orang. Lainnya antara 200-300 orang. Maka, di Kalijodo terdapat 1.000 “tenaga keamanan” yang siap melakukan apa saja, bila ada yang mencoba mengganggu perjudian di situ. Upah rata-rata setiap “anggota keamanan” sebesar Rp 30.000/ malam. Menurut Krishna Murti, para “tenaga keamanan” itu umumnya datang dari luar Jakarta. Semisal dari Banten dan Makassar atau daerah lain di Sulawesi. Ke Jakarta mencari pekerjaan. Tetapi setelah lama tidak mendapatkan pekerjaan, mereka akhirnya “melapor” ke Kalijodo, kepada teman-teman mereka satu daerah yang terlebih dulu bergabung dengan bos dari daerah yang sama. “Tidak ada sistem rekrutmen di situ” kata Khrisna. Mereka yang mau bergabung diterima saja, tanpa ikatan dan mendapat bayaran. Bila satu saat salah satu orang memutuskan untuk berhenti –bisa karena mendapatkan pekerjaan lain atau pulang ke kampungnya– dia tidak akan dihalang-halangi. “Begitulah terjadinya pengumpulan massa di Klaijodo”. Kata Krishna Murti. Sewa kapling berikut keamanannya antara 10 juta hingga 20 juta per malam. Tergantung luas kapling dan jumlah “tenaga keamanan” yang menjadi satu paket dalam sistem sewa-menyewa tersebut. Sewa tertinggi diterima H Usman, yakni 20 juta/malam. Dengan penghasilan sebesar itu salah satu bos, Aziz sejak tiga bulan lalu membangun satu gedung permanen empat lantai di tepi kali Angke. Bangunan itu hampir rampung tetapi Aziz keburu ditangkap Polisi karena menodong Krishna Murti di lokasi saat Kepala Polsek Penjaringan itu memimpin anak buahnya melakukan penertiban. Aziz saat ini ditahan di Polres Jakarta Utara. Belum Jelas apa kegunaan gedung itu. Tetapi menurut sejumlah warga yang ditemui di lokasi, gedung itu rencananya dipakai sebagai lokasi perjudian. Kini bangunan itu di bawah pengawasan Polsek Penjaringan. *** CARA menguasai satu kawasan dengan pengkaplingan itu, agaknya bukan hanya terjadi di Kalijodo. Pengkaplingan yang diikuti tindakan menempatkan 100


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

“tenaga kemanan” sehingga mereka bisa menentukan apa saja di kawasan tersebut agaknya juga terjadi di wilayah lain di DKI Jakarta. Ini artinya penguasapenguasa wilayah itu telah menggantikan peran penyelenggara negara, utamanya di bidan penegakan hukum yang semestinya dilakukan oleh aparat keamanan. Situsai semacam itu oleh Nicolas Simanjuntak SH MH –advokat dan pengajar Hukum dan HAM di Universitas Atmajaya, Jakarta– dikatakan merupakan impunitasi di dalam konteks HAM. “Tenaga keamanan” yang sebetulnya adalah preman-preman itu, telah berhasil meruntuhkan eksistensi kekuasaan yang diperoleh Pemerintah dari kedaulatan negara. Pemerintah tidak lagi sebagai the single authority. Telah bermunculan semacam organisasiorganisasi kekuasaan yang mengatasi “kuasa negara”. Contoh yang masih belum hilang dari ingatan masyarakat, adalah kasus Mei 1998. Contoh lain yang terjadi setelah Kalijodo adalah kasus pasar Kramat Jati. Praktisi Hukum Luhut MP Pangaribuan SH, menambahkan, impunitas terjadi karena telah terjadi kolusi antara oknum aparat pemerintah dan keamanan. Maka, meski hukum itu masih ada, tetapi tidak lagi berdaya karena tidak lagi memiliki sayap. Dan celakanya penegak hukum ikut membuat burung itu tidak lagi bersayap. Dan akibat lebih jauh, kata Pangaribuan, para pelanggar peraturan yang telah merasa “membayar” aparat, menjadi marah apabila mereka ditertibkan. “Setidaknya mereka merasa berhak untuk marah” kata Pangaribuan. Celakanya, kata Pangaribuan dan Simanjuntak, ihwal seperti itu telah dan akan terjadi di segala aspek dan kehidupan Jakarta. Contoh yang dirasakan warga sehari-hari, semisal penguasaan wilayah oleh sekelompok preman atas perparkiran di kawasan Pasar Baru. Mereka menetapkan sendiri besarnya uang parkir yang harus dibayar warga, yakni Rp 2000/jam pertama. Padahal peraturan Pemda DKI Jakarta hanya Rp 500. Tidak pake jam-jaman seperti di mal-mal. Contoh lain, kasus Pak Ogah yang pernah ditangani Pemda DKI Jakarta, tetapi karena tidak konsisten lalu kambuh lagi. Persoalan pada Pak Ogah bukan besar uangnya –umumnya Rp 200– tatapi ikhwal penguasaan kapling dan membuat peraturan sendiri di setiap perputaran. Maka hasilnya adalah kesemrawutan dan kemacetan karena Pak Ogah memang tidak memikirkan hal itu. Baginya yang penting adalah mendahulukan pengendara yang mau memberikan uang, tidak peduli apakah tindakannya itu bisa membahayakan pengendara lainnya. “Kasus Kramat Jati yang jelas merupakan tindakan pidana, malah didamaikan. Berdamai boleh, tetapi kasus pemilikan berbagai senjata tajam yang dipertontonkan pada kasus Kramat Jati, harus diproses secara hukum”, kata Luhut Pangaribuan. Bila suatu saat semua kasus impunitas itu meletus, bukan tidak mungkin Jakarta habis terbakar, apalgi bila cirinya adalah main bakar seperti kasus di Kalijodo”, kata Pangaribuan dan Simanjuntak. (LOM) (KOMPAS, METROPOLITAN. Senen, 4 Maret 2002, hal.27.)

101


GEGER KALIJODO

Memberikan intensif, seperti penghargaan kepada suatu komunitas akan keberhasilannya menjaga ketertiban dan keharmonisan. (3) Tindakan persuasif, terutama terhadap ketidakpuasan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi realitas sosial, politik, dan ekonomi. (4) Tindakan normatif, yakni melakukan proses pembangunan persepsi dan keyakinan masyarakat akan sistem sosial yang akan dicapai.29 Polisi, biasanya hanya memilih langkah pertama, dalam menangani kerusuhan sosial, dan proses penegakkan hukum. Padahal, langkah berikutnya, sebenarnya juga bisa dilakukan. Dan dalam prakteknya, polisi dapat berperan sebagai mediator konflik. Karena tidak semua persoalan sosial akan selesai hanya dengan satu pendekatan hukum saja, aspek lain yang tidak tertangani dengan baik, aspek sosiologis misalnya, jika tidak tertangani bisa saja menimbulkan kerawanan baru. Misalnya, masalah dendam, tidak akan selesai dengan menghukum satu pihak. Apalagi dalam mengatasi dua kelompok yang telah lama berseteru. Salah satu langkah mematikan api dendam dalam hati kedua kelompok yang bertikai, adalah dengan membuka komunikasi. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi dan meniadakan sentimen dan pelabelan negatif di antara kelompok sebagai akibat tidak adanya 102


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

komunikasi yang sehat. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Fisher & Ury sebagai konsep getting to yes. Karena, ketertutupan interaksi di antara kelompok-kelompok sosial akan menimbulkan saling curiga. Dan perasaan curiga inilah salah satu wujud nyata dari konflik laten yang sewaktu-waktu bisa Pengertian dari meledak secara terbuka. anggota kelompok Apalagi setelah langkah- inilah yang langkah keras, dengan memudahkan kami penutupan lahan judi dan melakukan razia pengawasan secara ketat. Hal senjata tajam ini berarti menutup panggung yang menjadi alasan mereka bertempur, maka usaha selanjutnya adalah melakukan reedukasi kepada kedua kelompok dan warga sekitar. Lewat serangkaian pertemuan-pertemuan dengan para tokoh dari kedua kelompok, kami mengusahakan adanya peredupan jati diri suku bangsa, asal mereka. Dengan membuat satu eksperimen sosial, dengan menarik batas yang lebih lebar kepada akar budaya mereka yang lebih tinggi. Maka ditekankan kebersamaan mereka sebagai satu bagian warga Sulawesi Selatan yang hidup di Jakarta. Tidak lagi menonjolkan sebagai bagian subkultur Mandar maupun Makassar. Untuk memperlancar proses dialog antardua kelompok, dan menghindari munculnya 103


GEGER KALIJODO

kesan proses dialog menuju perdamaian itu direkayasa oleh polisi, maka dibutuhkan pihak ketiga yang netral. Maka dipilihkan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kepedulian warga asal Sulawesi Selatan, yaitu Yayasan Sosial Masyarakat Sulawesi atau YSMS. YSMS inilah yang kami minta untuk lebih berperan aktif sebagai fasilitator, dengan tujuan agar upaya damai memang datang dari masyarakat, bukan pemaksaan dari aparat. Upaya YSMS melakukan pendekatan kepada dua kelompok ini memang berlangsung cepat. Tak lebih dua bulan sudah menunjukkan adanya tanda-tanda kesepahaman dua kelompok. Apalagi mereka berasal dari satu daerah yang sama, sehingga interaksi berlangsung lebih mudah dan tidak menimbulkan kecurigaan. Selain itu, faktor lain adalah adanya tokoh-tokoh YSMS tersebut yang disegani oleh kedua kelompok, sehingga benar apa yang dikatakan sosiolog terkemuka Max Weber, dalam keadaan chaos kepemimpinan kharismatik diperlukan. Pertemuan tersebut pada intinya sepakat bahwa kedua kelompok harus mengakhiri pertikaian, meletakkan senjata tajam, dan menyerahkannya kepada polisi. Pengertian dari anggota kelompok inilah yang memudahkan kami melakukan razia senjata tajam menjelang 104


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kesepakatan perdamaian dilakukan. Maka sehari sebelum perdamaian, anggota Polsek Metro Penjaringan dan sejumlah tokoh kedua kubu melakukan penggeledahan dari pintu ke pintu. Hal tersebut dilakukan guna menyita berbagai jenis senjata tajam yang masih disimpan warga Kalijodo. Hasilnya ada puluhan bambu runcing, tombak dari pipa besi, golok, badik, serta puluhan anak panah yang terbuat dari paku, dapat kami sita. Razia senjata tajam berlangsung mulus, hal ini tak lepas dari peran para tokoh yang sebelumnya sudah mensosialisasikan kepada kedua belah pihak. Padahal, senjata-senjata tajam itu sebelumnya sangat sulit ditemukan di masa damai. Senjata itu hanya muncul di masa perang. Senjata-senjata itu juga masih tetap saja ada, walaupun sudah pernah dilakukan razia, karena adanya keengganan warga untuk menyerahkan senjata tersebut. ..sebelumnya Acara perdamaian dilakukan di mereka ingin aula Polsek Penjaringan, dengan menyelipkan mengundang para tokoh kedua pasal yang kelompok. Termasuk mengundang memberi Bedul dari kelompok Makassar, yang kemungkinan saat itu sedang berada di tahanan masih bisa Salemba, untuk kasus penodongan membuka dengan senjata api. Kami usaha “meminjam� Bedul yang saat itu perjudian. dalam tahanan kejaksaan, untuk ikut 105


GEGER KALIJODO

dalam acara kerukunan dan penandatangan nota damai. Acara perdamaian itu memang diliput banyak media, terutama media cetak yang sering menulis terjadinya kerusuhan warga. Harian Kompas yang selalu meliput peristiwa di Kalijodo menuliskan laporannya sebagai berikut: Kesepakatan yang diprakarsai Polsek Penjaringan dan Yayasan Sosial Masyarakat Sulawesi (YSMS) itu berlangsung di halaman Kantor Polsek Metro Penjaringan, Jalan Pluit Selatan, Jakarta Utara. Hadir dalam acara tersebut Asman dan kelompoknya berikut kelompok Bedul, hadir juga Kepala Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Andi Chairuddin.30

Pengertian dari anggota kelompok inilah yang memudahkan kami melakukan razia senjata tajam Selain acara penandatangan, acara tersebut juga dimeriahkan dengan hiburan khas Sulawesi. Acara hiburan ini sempat diliput secara live oleh SCTV. Hal ini berdampak positif, terutama bagi kedua kelompok yang bertikai, bahwa ada kesepakatan untuk melakukan perdamaian. Apalagi dalam perdamaian itu seluruh warga dan kelompok yang bertikai hadir, tidak hanya pimpinannya saja. Dengan harapan, inilah perdamaian terakhir, setelah beberapa waktu sebelumnya ada perdamaian kecil, namun kemudian dilanggar oleh kedua belah pihak. Sehingga 106


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

keributan tetap saja terjadi. Ada lima butir pokok perdamaian yang ditandatangani malam itu. Selain itu, secara simbolis, kedua belah pihak yang bertikai juga menyerahkan senjata kepada Kapolres Metro Jakarta Utara, Komisaris Besar Polisi Andi Chaeruddin dan Polsek Metro Penjaringan dan unsur Pimpinan Kecamatan Penjaringan. Kelima butir perjanjian itu antara lain: Bahwa Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri pertikaian yang selama ini terjadi. Bahwa kedua belah pihak tidak menginginkan adanya rasa iri hati dan dengki yang dapat mengakibatkan pertikaian baru dalam menjalankan roda usaha dan sepakat untuk hidup berdampingan saling bahu-membahu dalam rangka menciptakan suasana aman, damai, dan tidak mengganggu komunitas masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat lain pada umumnya. Kedua belah pihak menjamin dan bertanggungjawab tidak akan mengulangi dan mengungkit peristiwaperistiwa di masa lalu yang akan menimbulkan masalah baru. Kedua belah pihak sepakat menerima sanksi dan tindakan tegas sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Apabila salah satu dari kedua belah pihak melanggar kesepakatan perdamaian ini, pihak YSMS akan menyerahkan hal tersebut kepada aparat yang berwajib (polisi). Bahwa kedua belah pihak bersungguh-sungguh dari hati nurani yang paling dalam untuk mensosialisasikan seluruh isi Nota Kesepakatan Perdamaian tersebut di atas sampai ke tingkat bawah.31

Ada penekanan dalam butir perdamaian, terutama jika ada anggota mereka yang 107


GEGER KALIJODO

melanggar hukum, penegakkan hukum tetap akan kami jalankan. Bukan berarti setelah perdamaian mereka bisa berbuat sesuka hati. Karena yang kami selenggarakan adalah ritual budayanya saja. Yang lain tetap normatif, tidak boleh ada lagi pertikaian, semua pimpinan kelompok mengendalikan kelompoknya. Hanya saja, ada saja keinginan nakal mereka. Misalnya dalam butir mereka boleh usaha, namun sebelumnya mereka ingin menyelipkan pasal yang memberi kemungkinan masih bisa membuka usaha perjudian. Dengan kalimat, mereka masih diperbolehkan membuka usahanya masing-masing. Usaha judi pun boleh. Karena saya tahu bahwa kalimat itu mengambang, maka penekanan tidak boleh ada pelanggaran hukum menjadi penting. Mereka memang cerdik, kecerdikan itu sebenarnya bukan para pentolan kedua kelompok, melainkan para mediator-mediator yang di antaranya ada mahasiswa. Hal ini terlihat seiring perjalanan waktu, ada juga mediator yang kemudian menyempal menjadi anak buah Bedul. Mereka ini anak kuliahan atau mahasiswa yang bisa membuat surat-surat dengan baik. Belakangan saya ketahui dari YSMS, ada beberapa mahasiswa yang sebelumnya aktif di yayasan tersebut kemudian tidak lagi aktif di yayasan dan menjadi bagaian dari salah satu kelompok. Mereka ingin mengambil keuntungan 108


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

jika judi di buka kembali. Beberapa kali mereka meminta bertemu dengan saya, namun saya tetap menolaknya. Mungkin mereka berpikir kapolseknya tidak punya otak. Jadi, draf pernyataan sebelum ditanda tangani harus diserahkan kepada saya untuk saya baca. Saya tegas-tegas katakan, saya tidak bisa mengadakan perdamaian tanpa saya tahu lebih dahulu isi pernyataan yang kalian buat. Draf itulah yang kemudian saya coret-coret karena ada banyak perubahan. Akhirnya mereka menjadi segan kepada saya. Jadi mereka ingin mem-fait acomly kapolsek. Mereka pikir itu bisa dilakukan kepada saya, ternyata tidak. Ketika situasi sudah tenang mereka juga datang kepada saya, dengan bahasa yang halus mereka membujuk saya agar bisa membuka kembali lokasi perjudian, dengan alasan banyak orang yang tidak bisa makan. Itulah alasanalasan mereka, tetapi saya selalu memberikan gambaran lain, jadi kami selalu beradu argumentasi. Suara di lingkungan sekitar kawasan tersebut juga terbelah dua. Kesan yang muncul adalah ambigu. Jika terjadi kerusuhan banyak suara yang sangat menentang perjudian. Tetapi dalam situasi damai, mereka menangguk keuntungan dari perjudian tersebut, mereka bisa hidup dengan berdagang di dekat lokasi judi, dll. Terakhir satu kelompok menyatakan diri 109


GEGER KALIJODO

tidak akan membuka lagi lahan perjudian. Selain karena secara meteri sebenarnya sudah kaya, ada faktor lain, yaitu pengaruh keluarga. Pernah kasus keributan dan kerusuhan massal disiarkan televisi, dan salah satu anak mereka tahu bahwa orang tua mereka adalah bandar judi. Sejak saat itu dia sangat terpukul, sehingga mulai muncul keinginan untuk bertobat. Namun masalah lain muncul. Tetapi ada masalah lain, ia secara de facto masih memiliki kekuasaan atas lokasi judinya. Jadi kalaupun Asman tidak buka, dari berbagai informasi ada usaha dari kerabatnya untuk membuka kembali. Kalau mereka membuka judi, setiap hari mereka bisa meraup keuntungan setiap harinya puluhan juta. Dan mereka buka 24 jam setiap hari, karena lebaran pun mereka masih membuka tempat judi. Para pemilik lapak biasanyanya bergaya goodfather, dia tidak secara langsung turun tangan. Dia tidak secara langsung masuk lokasi, tetapi semua orang tahu bahwa lokasi judi itu milik Bedul, Asman, dan Roni. Jadi mereka itu cuma bos di situ. ***

110


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

E Usaha Membuka Kembali Perjudian

M

emang, untuk membuka bisnis perjudian, dengan karakteristik daerah seperti Panjaringan ini, ada pasarnya atau demand-nya.

Gelagat adanya pembelotan dari oknumoknum yayasan yang sebelumnya menjadi penengah mulai terlihat. Mereka lebih intensif dengan salah satu pemilik lapak judi, dari kelompok Bedul. Bedul sendiri memang tidak pernah dapat bertemu saya. Saya selalu menolak untuk bertemu dengannya. Namun, ia mulai bergerilya dengan mengutus orangorangnya untuk bertemu dengan saya. Suatu hari, ada beberapa orang datang kepada saya dan meminta bertemu. Selain mereka menyatakan diri dari YSMS, ada juga yang menyebut perwakilan sebuah partai politik. Sebelum kedatangan mereka, seorang perwira tinggi di Mabes Polri sempat menelpon saya, bahwa akan datang kepada saya orang dari 111


GEGER KALIJODO

partai politik. Namun dalam pembicaraan, ternyata mereka membawa misi dari Kalijodo untuk bisa membuka kembali tempat perjudian. Tidak hanya berbekal hubungan pertemanan dengan petinggi di mabes, mereka pun berani menyebut tokoh petinggi partai politik yang sedang berkuasa yang sudah memberikan izin untuk bisa membuka kembali arena perjudian. Alasannya, untuk membina warga di sana. Selain itu, alasan lain menyangkut periuk nasi, karena sudah banyak yang nganggur setelah penutupan Kalijodo. Karena itulah mereka meminta dengan hormat agar kapolsek mengizinkan agar Kalijodo dibuka. Apalagi mereka beralasan bahwa perjudian yang berada di wilayah Tambora, Jakarta Barat juga dibuka. Menanggapi arah pembicaraan mereka, saya katakan berterima kasih telah menghadap kepada saya. Soal Kalijodo, langsung saya katakan, “Kalian bohong kalau alasan perut warga, Kalijodo minta dibuka kembali,� kata saya. Soal perjudian adalah soal keuntungan pribadi, sehingga sampai kapan pun, selama saya menjadi Kapolsek Penjaringan perjudian di Kalijodo tidak akan saya buka. Selain menggunakan oknum yayasan yang pernah terlibat dalam perdamaian dan anggota partai, mereka juga menggunakan 112


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tokoh warga Sulawesi Selatan yang lain untuk membujuk saya. Misalnya saja, Daeng Lala (bukan nama sebenarnya) yang pernah menjadi Ketua RW di satu kelurahan di Penjaringan. Setelah kami menyelidiki siapa orang ini, ternyata ia memiliki track record yang kurang baik. Ia pernah dipecat dari kepengurusan RW lantaran korupsi dana koperasi. Dia menghadap saya dan membawa surat yang isinya pernyataan warga, dan memuat 800 tanda tangan warga yang isinya meminta agar tempat hiburan bisa dibuka kembali. Lewat anggota polsek dan informaninforman, kami mengetahui bahwa tanda tangan itu banyak yang dipalsu. Yang di depan memang masih benar, tetapi yang belakangan sudah banyak dipalsukan. Karena saya tahu penduduk yang bermukim di Kalijodo itu kebanyakan buta huruf, sehingga mereka tidak bisa tanda tangan, biasanya mereka hanya bisa cap jempol. Di KTP mereka biasanya hanya ada cap jempol, dan kalau mereka membuat tanda tangan tidak serumit tanda “Kalian bohong tangan yang ada di dalam surat kalau alasan perut pernyataan warga, Kalijodo Setelah gagal membujuk minta dibuka saya, Bedul kemudian kembali.� mendatangi tokoh masyarakat Muara Baru, orang Makassar, Daeng Maman, dengan permintaan untuk mengerahkan 113


GEGER KALIJODO

massanya ke Kalijodo. Padahal sebagain besar orang Muara Baru itu pro polisi, karena saya sudah lama membina mereka. Apalagi saya sering keluar masuk kawasan itu selama penelitian tesis. Sehingga atas ajakan Bedul itu mereka melaporkan kepada saya. Bedul menawarkan uang Rp 5 juta, kepada tokoh Makassar itu untuk datang ke Kalijodo dan memberikan dukungan akan dibuka kembali tempat hiburan tersebut. Berkat pembinaan yang kami lakukan terhadap warga, mereka lebih dulu memberikan informasi kepada kami, dan mereka menyatakan keberatan untuk mendukung pembukaan lahan judi. Ada juga cara-cara fait accomply, ketika tokoh warga datang kepada saya, pada sekitar akhir Oktober 2002 lalu, namun di lapangan, saya memperoleh informasi ada pembukaan lapak judi. Jadi, mereka ingin memberikan kesan ketika saya menerima tokoh tersebut, berarti izin pembukaan judi sudah dilakukan. Menghadapi cara-cara main belakang seperti ini, saya tidak kehabisan akal. Anggota polsek saya siagakan, tinggal menunggu perintah saya untuk melakukan penggerebekan. Begitu si tokoh meninggalkan polsek, anggota saya perintahkan untuk mengerebek. Hasilnya, saya menangkap beberapa penjudi, dan penggerebekan itu pun tanpa ada perlawanan. Memang, untuk membuka bisnis perjudian 114


Penandatanganan nota perdamaian dua kelompok yang bertikai (Dok. Polsek Penjaringan)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

115


GEGER KALIJODO

dengan karakteristik daerah seperti Panjaringan ini, ada pasarnya atau demand-nya. Kalaupun kami menutup tempat-tempat perjudian terbuka, mereka, khususnya kelompok masyarakat Tionghoa yang berpandangan bahwa judi adalah bagian dari hidup, dapat diibaratkan bahwa pada saat mereka baru bangun tidur pun, sudah ada keinginan untuk berjudi. Kelompok geng yang menguasai tempat-tempat perjudian itu memang memanfaatkan pasar tersebut. Setelah tidak kenal lelah bergerilya untuk mengusahakan dibukanya lahan judi, pada saat Bedul datang ke Polsek Penjaringan untuk membuat laporan, tentang aksi penipuan yang menimpa dirinya, dalam laporan kepada polisi tersebut, Bedul mengaku sudah mentransfer uang sebesar Rp 300 juta kepada seseorang yang katanya datang dari Makassar. Orang Makassar itu menjamin bahwa perjudian di wilayah Kalijodo bisa dibuka dengan aman, tak akan ada gangguan dari polisi. Dari kasus penipuan yang menimpa Bedul itulah yang kemudian muncul guyonan, “Uang jin dimakan setan.� ***

116


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

F Dampak Penutupan Lokasi Judi

S

ebagai konsekuensi penutupan Kalijodo dalam bulan-bulan pertama, tindak kriminalitas biasa terlihat adanya peningkatan.

Tak dipungkiri bahwa perjudian di Kalijodo telah membuat laju perputaran uang di kawasan tersebut sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak ribuan orang hidup dan menggantungkan diri dari usaha tersebut. Jika satu kelompok saja memiliki tenaga keamanan sampai 1000 orang, dan jika mereka tidak memiliki pekerjaan tetap, berati ada ribuan orang menganggur di kawasan padat itu. Dalam kondisi seperti ini, maka kami mengkalkulasi kriminalitas akan semakin meningkat. Kelompok Bedul, banyak anak buahnya yang menjadi hansip dan hidup dari uang setoran. Sedangkan kelompok Asman, mereka yang tergabung dalam anak-anak macan, sebagian di antaranya memang ada yang pulang 117


GEGER KALIJODO

kampung. Namun tidak sedikit dari kelompok anak macan ini menjadi pelaku tindak kejahatan. Hal ini dapat terjadi karena mereka terbiasa hidup enak di Kalijodo. Uang dengan cepat bisa mereka dapatkan hanya dengan menjaga tempat perjudian, sementara keterampilan untuk bekerja tidak mereka miliki. Dalam situasi seperti itu, mereka yang biasa bekerja mengandalkan otot, kemudian menjadi begal. Banyak kasus penodongan di kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat, pelakunya kebanyakan jebolan anak macan. Banyak sekali kasus yang terungkap. Ada juga kasus yang belum terungkap. Namun berdasarkan informasi yang kami dapatkan, selalu mengarah kepada kelompok itu. Kami dapat memetakan, kejahatan sering terjadi di atas jembatan Kali Trading. Biasanya kejadian itu terjadi pada taksi yang berangkat dari Citraland, kemudian turun di Jembatan Trading, ditodong sudah tiga kali. Penodongan motor, curanmor, malak, dan lainlain. Sebagai konsekuensi penutupan Kalijodo dalam bulan-bulan pertama, tindak kriminalitas biasa terlihat adanya peningkatan. Dari 131 pengungkapan berbagai kasus kejahatan dari tahun 2001-2002, terlihat adanya peningkatan sekitar 10 persen atau 18 kasus kejahatan dengan kekerasan, berupa perampasan barang, penodongan dengan senjata tajam khususnya 118


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

badik, di sekitar kawasan Kalijodo ataupun di daerah lain di Penjaringan, yang pelakunya mengarah kepada bekas anggota geng di Kalijodo. Tetapi ini masalah pertimbangan, kejahatan itu seperti efek balon. Ditekan di sini akan muncul di sana. Selama kejahatan itu masih berupa tindak kriminalitas biasa, maka penyelesaian cukup dengan tindakan kepolisian biasa. Dibandingkan dengan kejadian kerusuhan massal. Perkelahian massal jelas membutuhkan treatment khusus, perlu pasukan dalam jumlah besar, juga harus ada pasukan yang sengaja disiagakan di tempat kejadian. Jika seluruh Polsek Penjaringan disiagakan secara fisik di satu lokasi, maka wilayah lain akan terus kebobolan. Jika dengan tindakan kriminal, kami tinggal memantau daerah-daerah rawan, cukup dengan operasi rutin, dan anggota kami siap melakukan tindakan preventif, dan represif. Dengan cara seperti itu, daerah-daerah lain juga masih akan terus bisa kami pantau. Karena daerah tersebut sebenarnya ada dalam pengawasan satu pospol. Tetapi jika ada keributan, kami harus menarik anggota dari pospol-pospol lain. Padahal anggota itu sudah memiliki pekerjaan sendiri-sendiri, pelayanan masyarakat, pengungkapan kasus-kasus kriminal yang lain akan terbengkalai. *** 119


GEGER KALIJODO

Ratapan warga sekitar yang terkena imbas pertikaian (Foto : KOMPAS)

120


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

G Kalijodo Potret Kemiskinan Kota

K

emiskinan akan menciptakan kebudayaannya sendiri dan elemen-elemennya adalah sama bagi kaum miskin di mana saja.

Kawasan Kalijodo yang luasnya kurang lebih lima hektar merupakan kawasan padat penduduk. Kawasan ini merupakan bagian dari Rukun Warga (RW) 05, Kelurahan Pejagalan. Dari data di kepala RW, tercatat warga sebanyak 2000 kepala keluarga. Jumlah ini hanya di atas kertas, karena jumlah sesungguhnya bisa lebih dari 10 kali lipat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya warga yang merupakan pendatang tidak terdata. Hal ini seperti dikatakan oleh Ketua RW 05, Kunarso. “Para pendatang itu datang begitu saja dan mendiami rumah-rumah penduduk yang merupakan sanak saudaranya, kerabat, atau sekedar teman. Kalau punya uang, tinggal di kos-kosan. Mereka ini tidak memiliki KTP Jakarta, kalaupun ada hanya KTP musiman. Bahkan jika mereka anggota preman, 121


GEGER KALIJODO

jika didekati ketua RT, mereka bisa lebih galak. Ndak ada urusan sama RT,� demikian mereka sering mengatakan.32

Pendatang yang tak terdata, sebagian besar hidup di lapak-lapak atau rumah koskosan yang dibangun di atas tanah di pinggir sungai, bahkan di atas badan sungai. Bangunan liar mereka dirikan atas dasar penguasaan lahan, dengan cara memasang patok. Untuk menghindari gangguan dari orang atau kelompok lain, mereka menempatkan beberapa preman yang siap menjaga. Jika mereka sudah memiliki modal, mereka akan membangun lapak atau tempat kos-kosan yang mereka sewakan kepada para buruh yang bekerja di pabrik sekitar Kalijodo. Bangunan yang mereka dirikan biasanya terbuat dari papan kayu atau triplek. Hal inilah yang membedakan para pendatang dengan warga, yang merupakan penduduk yang sudah turun-temurun hidup di kawasan Kalijodo. Antropolog Universitas Indonesia, Parsudi Suparlan memberikan batasan yang jelas antara perkampungan kumuh dengan perkampungan liar. Perkampungan kumuh menurut Parsudi masih secara langsung atau tidak langsung berada di bawah pengendalian pejabat kelurahan. Sedangkan pemukiman liar pengendalian sosial dan keamanan dari kelurahan sama sekali tidak ada.33 122


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Pesatnya jumlah penduduk, rupanya tidak sebanding dengan ketersediaan sarana dan prasara umum. Seperti jaringan air minum, sanitasi, dll. Hal ini terutama disebabkan karena para pendatang itu datang dan mendiami tanahtanah yang tidak diperuntukan sebagai tempat tinggal. Mereka menempati lahan-lahan milik pemerintah yang merupakan jalur hijau, di sepanjang bantaran sungai. Pemerintah pun sudah berulang kali melakukan pembokaran terhadap pemukiman liar di kawasan ini. Sepanjang tahun 2002 tercatat sudah beberapa kali Pemerintah Daerah DKI Jakarta, melakukan penggusuran atas kawasan ini. Penggusuran terbesar atas lapaklapak judi dan tempat hiburan malam yang dibangun di atas bantaran-bantaran sungai, baik Sungai Banjir Kanal, maupun Kali Angke pernah terjadi pada 25 Januari 2002, setelah pertempuran hebat terjadi di kawasan itu.34 Setiap kali terjadi penggusuran, perlawanan sengit dilakukan oleh warga penghuni perumahan liar. Perlawanan dilakukan oleh anggota geng, sampai ibu-ibu, mereka biasanya memblokade jalan masuk dengan perabotan rumah tangga seperti kursi, tangga dll. Namun, setelah perjudian dilarang, dan tidak beroperasi lagi, pembongkaran lapak-lapak liar, berlangsung damai. Hal ini seperti yang terjadi pada Maret 2003 lalu. Ketika itu, penggusuran 123


GEGER KALIJODO

yang menggunakan alat berat belco, berlangsung tanpa ada aksi penghadangan seperti yang terjadi sebelumnya. Padahal, seperti diberitakan berbagai media massa, aparat Tramtib Jakarta Utara, bahkan sempat mempersiapkan dukun-dukun yang didatangkan khusus dari Jawa Timur untuk menghalau para pengacau. Penggusuran terhadap hunian liar, sebenarnya hanyalah upaya simtomatik. Karena warga pendatang yang tak memiliki tempat tinggal itu hanya berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Ketika Kalijodo digusur, mereka berpindah ke bawah jembatan layang menuju Bandara Soekarno Hatta. Penyebab utamanya adalah pertambahan jumlah penduduk itu, terutama disebabkan oleh arus urbanisasi yang meningkat pesat sejalan dengan semakin lancarnya sarana transportasi. Bagi penduduk dari luar Pulau Jawa, daerah Penjaringan, menjadi tempat strategis, mengingat letaknya yang tak jauh dari Pelabuhan Tandjung Priok, tempat mereka pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Adanya banyak faktor pencetus kedatangan penduduk dari desa-desa ke kota. Faktor utama, biasanya karena masalah ekonomi. Namun ada juga faktor lain seperti politik, keamanan, serta motifasi sosio-kultural lainnya. Apalagi, seperti pandangan umum di negara-negara sedang 124


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

berkembang, kota merupakan pusat peradaban. Hal ini telah menjadi satu faktor kuat yang menarik orang-orang desa bermigrasi ke kota (urbanisasi). Penelitian dari Hans Dieters Evers tentang urbanisasi di beberapa negara di Asia Tenggara, memberikan kesimpulan, bahwa perkembangan dan kemajuan ekonomi yang terpusat di ibu kota negara, telah memancing eksodus penduduk dari kota-kota kecil ke ibu kota.35 Namun, kehadiran kaum pendatang itu terkadang tanpa mempertimbangkan akibatakibat yang disebabkan oleh menumpuknya orang-orang di kota dalam ruang tempat tinggal, sumber hidup dan nafkah yang sempit dan langka. Hal inilah yang pada akhirnya membuat hidup menjadi lebih sulit, dan kualitas maupun harkat manusia menurun. Lambannya mobilitas Bagi penduduk vertikal, atau perbaikan hidup dari luar Pulau dari kelompok masyarakat Jawa, daerah miskin perkotaan, menjadi salah Penjaringan, satu penyebabnya, karena tidak menjadi tempat semua orang miskin itu merasa strategis, kecewa dan tidak puas. Orang mengingat miskin yang terbenam dalam letaknya yang perkampungan miskin di kota, tak jauh dari banyak yang merasa puas hidup Pelabuhan dalam lingkungan busuk itu. Tandjung Priok, 125


GEGER KALIJODO

Mereka merasa ngeri membayangkan bagaimana hidup di luar perkampungan miskin mereka. Bahkan orang miskin yang terhormat sekalipun, bila sudah lama jatuh miskin cenderung diam di tempat. Mereka terpukau oleh kekekalan tata kehidupan yang ada. Hanya malapetaka—serbuan wabah, penyakit, atau bencana alam—yang akan menyadarkan kehidupan mereka.36 Hal inilah yang memunculkan apa yang disebut oleh Oscar Lewis tentang “kebudayaan kemiskinan.” Oscar Lewis adalah antropolog kenamaan Amerika yang banyak melakukan penelitian seputar kemiskinan di kota-kota di Amerika maupun di Amerika Latin. Hasil penelitiannya itu membuahkan pemikiran tentang the culture of poverty atau kebudayaan kemiskinan. Dalam bukunya The Children of Sanches dan La Vida, ia berkisah tentang kehidupan orang Puerto Rico, di New York dan di negerinya. Menurut Lewis, kemiskinan akan menciptakan kebudayaannya sendiri dan elemen-elemennya adalah sama bagi kaum miskin di mana saja. Jadi “kebudayaan” itu adalah self generating (bergerak dengan sendirinya). Lewis mengemukakan bahwa kebudayaan kemiskinan itu (culture of poverty) mempunyai ciri-ciri: Tingkat mortalitas yang tinggi dan harapan hidup yang 126


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

rendah, Tingkat pendidikan yang rendah, Partisipasi yang rendah dalam organisasi seperti buruh, partai politik, dll. Tidak atau jarang ambil bagian dalam perawatan medis dan program-program kesejahteraan lainnya. Sedikit saja memanfaatkan fasilitas-fasilitas kota, seperti toko-toko, museum, atau bank. Upah yang rendah dan keamanan kerja yang rendah. Tingkat keterampilan kerja yang rendah. Tidak memiliki tabungan atau kredit. Tidak memiliki persediaan makanan di rumah untuk hari esok. Kehidupan mereka tanpa kerahasian pribadi (privacy). Sering terjadi tindak kekerasan termasuk pemukulan terhadap perempuan dan anak-anak. Perkawinan sering berdasarkan konsensus, sehingga sering terjadi perceraian dan pembuangan anak. Keluarga bertumpu pada ibu. Kehidupan keluarga otoriter. Bergantung pada nasib atau fatalisme. Besarnya hipermasculinity complex di kalangan pria dan martyr complex di kalangan wanita.37

Apa yang dikatakan Lewis memang terjadi di pelbagai kawasan miskin perkotaan. Di daerah kumuh di Kecamatan Penjaringan, kekerasan terhadap wanita dan anak-anak merupakan kasus yang menonjol. Hal yang kasat mata, adalah eksploitasi anak-anak, bahkan bayi, oleh orang tua38 mereka di perempatanperempatan jalan dan bawah-bawah jembatan layang, anak-anak dipaksa menjadi pengemis. Ini memang tidak monopoli Penjaringan, tetapi juga ada di sebagian tempat di Jakarta. Kelompok anak inilah yang sering menjadi objek kekerasan. 127


GEGER KALIJODO

Beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan juga menonjol. Kasus kekerasan yang paling dramatis dalam tiga tahun terakhir dialami Sri (bukan nama sebenarnya), pada Juni 2002. Ia dianiaya oleh suaminya yang jengkel, melihat isterinya kembali menjadi pelacur di sebuah bar di kawasan Kalijodo. Sang isteri sendiri berdalih, kembali menekuni profesi lamanya, lantaran si suami yang pedagang pakaian di kapal-kapal yang merapat di pelabuhan Sunda Kelapa, tak mencukupi kebutuhan sehari-hari, apalagi ibu muda ini juga harus menanggung kehidupan keluarganya di kampung. Si Suami, Parno (bukan nama sebenarnya), yang mendapati isterinya di tempat pelacuran kalap. Ia mengamuk di sebuah bar tempat biasa Sri mangkal. Akibatnya, tidak hanya Sri, tapi dua teman wanita lain juga ikut terluka oleh amukan Parno. Lelaki yang hanya tamatan SD ini mengaku tidak sadar menikam isterinya sendiri dan lantaran mabuk setelah menenggak empat botol anggur cap Rajawali. Akibatnya, Sri dan Dewi terpaksa harus dibawa ke rumah sakit, setelah menderita beberapa luka, akibat tikaman senjata tajam. Menurut Parno, tindakannya itu dilakukan lantaran amarahnya memuncak. Ketika menikahi Sri, pada tahun 1997, isterinya pernah berjanji, tak akan melanjutkan profesi lamanya sebagai 128


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

wanita penghibur di kompleks pelacuran dan perjudian Kalijodo. “Waktu akan menikah, ia berjanji tidak akan menjadi pelacur lagi. Tetapi, kenyataannya ia masih selingkuh dan empat kali saya memergokinya praktik lagi,� tutur Parno, yang lulusan sekolah dasar. “Yang tiga kali lalu saya maafkan.�39 Kisah Parno dan Sri, adalah salah satu persoalan dari sekian kompleksitas masalah masyarakat urban di perkotaan. Kehadiran para pendatang yang tidak disertai pendidikan yang memadai. Dengan tingkat pendidikan minimal, semakin rendah pula keterampilan dan pengetahuan seseorang. Akibatnya, kecil juga kompetensi seseorang untuk dapat diserap dalam sektor-sektor kerja formal. Tiadanya keterampilan yang mendukung untuk bisa diterima bekerja, sementara kebutuhan hidup di kota yang terus mendesak, membuat pikiran orang seperti Sri, tidak memiliki pilihan selain menjual tubuhnya sebagai pekerja seks komersial. Ketika para pendatang itu harus menghadapi tantangan hidup yang keras, maka mau tidak mau secara naluriah, mereka mencari perlindungan dalam kelompok sedaerah. Memang ada juga sedikit orang yang berjuang sendiri dengan segala konsekuensinya, membentuk kelompok-kelompok senasib dan sebagainya. 129


GEGER KALIJODO

Parsudi Suparlan, yang melakukan penelitian tentang proses kedatangan “Orang Gelandangan� pada tahun 1960-1961 dan dilanjutkan pada tahun 1979-1980, di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, memberikan kesimpulan bahwa kaum pendatang ke Jakarta mengikuti pola-pola sebagai berikut: Datang secara individual langsung dari tempat asalnya ke Jakarta dan di Jakarta mereka menemui relasi, kerabat, teman untuk menumpang menginap sementara. Datang secara individual, langsung dari tempat asalnya ke Jakarta, tanpa mempunyai seseorang yang dituju yang akan ditumpangi untuk menginap sementara. Datang langsung ke Jakarta bersama keluarga (isteri atau isteri dan anak) dengan tujuan tempat pekerjaan yang telah dijanjikan atau ke tempat di mana dia tadinya telah menetap dan bekerja di Jakarta. Datang langsung ke Jakarta, bersama dengan keluarga tanpa ada satu tempat yang dituju atau seseorang yang akan dimintai tolong. Datang ke Jakarta, baik secara individual maupun dalam satuan keluarga setelah terlebih dahulu tinggal di kota-kota lainnya: Jakarta adalah tujuan terakhir dari pengembaraan mereka. Datang langsung ke Jakarta dalam rombongan orang-orang seasal (dari desa atau kampung yang sama), secara individual (tanpa keluarga) yang di Jakarta sudah ada yang akan menampung mereka sebagai buruh. Datang langsung ke Jakarta dalam rombongan orang-orang yang seasal: yang di Jakarta hanya samar-samar diketahui akan ada yang menampung mereka sebagai buruh, sebagai pembantu berdagang, atau sebagai magang berdagang, atau sama sekali tidak ada seseorang 130


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

yang dituju yang akan menolong mencarikan kerja buat mereka. Datang ke Jakarta secara langsung dari tempat asalnya dalam satu rombongan yang diorganisir oleh calo kerja.40

Di sinilah fenomena sosial terjadi dan menjadi kebalikan dari temuan antropolog perkotaan terkemuka Amerika Ralph Linton. Linton mengemukakan pendapatnya tentang terbentuknya masyarakat kota industri terhadap kelompok kekerabatan. Menurut Linton, semakin besar kemungkinan bagi individu, dalam suatu situasi sosial, untuk memperoleh keuntungan ekonomi bagi dirinya, semakin lemah ikatan kelompok kerabat.41 Sedangkan yang terjadi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, proses industrialisasi tidak serta merta menyerap kelompok masyarakat pendatang. Dalam kondisi ini, keberadaan sektor informal menjadi penopang kebutuhan para urban. Soetjipto Wirosardjono, memberikan definisi tentang sektor informal. Menurut Soetjipto sektor informal adalah kegiatan ekonomi marginal (kecil-kecilan) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya. Tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan oleh pemerintah. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya kecil dan diusahakan atas perhitungan harian. Umumnya tidak memiliki tempat 131


GEGER KALIJODO

usaha permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya. Tidak mempunyai keterikatan (linkages) dengan usaha lain yang besar. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan ketenagakerjaan. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama. Tidak mengenal system perbankan, pembukuan, perkreditan, dan lain sebagainya.42

Sektor informal dalam bentuknya yang sederhana, berupa toko-toko kecil, di sekitar perkampungan kumuh, pedagang makanan, pelayan jasa kendaraan ojek, ikut andil menopang kehidupan masyarakat miskin perkotaan. Karena, kelompok masyarakat, mungkin tidak pernah memenuhi hidupnya dengan mengandalkan hasil perdagangan besar, yang tentunya harga barang yang dijual lebih mahal. Apa yang terjadi di berbagai kota di Indonesia, memiliki kemiripan dengan terbentuknya masyarakat kota di Amerika Latin. Di sana hubungan-hubungan kekerabatan di pusat-pusat masyarakat kota tidak berkurang artinya. Keadaan ini juga diperlihatkan oleh Oscar Lewis dalam studinya atas orang-orang yang pindah dari Desa Tepoztecan dan menetap di Mexico City. Kehidupan kekeluargaan di antara 132


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

penduduk kota cukup stabil, dan keluarga mereka tidak bertambah kecil, malah bertambah besar. Demikian pula dengan sistem kekerabatan fiktif atau ikatan pertemanan (compadrazgo) tetap ada, meskipun sedikit ada perubahan. Lewis kemudian merumuskan dua pola, semakin lengketnya dan meluasnya sistem kekerabatan dari kaum pendatang di kota. Pertama, dalam masyarakat kota, industrialisasi belum berperan sepenuhnya. Hal ini menyebabkan fungsi-fungsi yang penting dalam organisasi kekerabatan masih berjalan terus. Kedua, masyarakat industri belum menemukan organisasi sosialnya sendiri. Dalam berbagai situasi sosial, fungsi-fungsi penting kekerabatan masih dimanfaatkan, misalnya untuk mengelola perusahaan, kekuasaan, ataupun permodalan. Juga dalam situasi-situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi ancaman terhadap kedudukan, dalam usaha untuk memperoleh pekerjaan atau perumahan, dan fasilitas-fasilitas lainnya, ataupun jaminan hukum, maka kekerabatan dapat berfungsi sebagai penolong. ***

133


GEGER KALIJODO

134


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

135


GEGER KALIJODO

136


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Masa Berdarah di Muara Baru

D

alam beberapa kali konflik di Muara Baru, sering kali terjadi keributan yang bermula dari Kafe Angin Mamiri,...

Seperti tersentak, Muara Baru, yang biasanya ramai oleh transaksi perdagangan ikan, tiba-tiba menjadi sepi. Tak ada teriakan pelele yang menawarkan tangkapan nelayan, sementara lapak-lapak tak menggelar dagangan. Saat itu Mei 2001, dua kelompok warga yang berbeda suku, Serang dan Makassar saling berhadapan. Perkelahian massal yang melumpuhkan roda perekonomian di kawasan itu dipicu oleh matinya Suding, warga asal Serang, Banten, yang dibantai oleh kelompok pemuda Makassar persis di depan pintu Pelabuhan Muara Baru. Suding tewas dengan kepala nyaris terpenggal, setelah terlibat cekcok dengan beberapa pemuda Makassar di lapak ikan. 137


GEGER KALIJODO

Suding yang naas siang itu mendatangi kelompok anak muda yang telah melakukan pemukulan kepada anaknya. Suding marah bukan kepalang, akibat pukulan yang diterima anaknya tulang punggung anaknya patah. Namun, bukan kata maaf yang dia terima, tetapi ayunan badik, dari sekawanan pemuda. Suding pun tersungkur dan tewas. Kabar matinya Suding, segera menyebar ke seantero warga Serang di kawasan padat tersebut. Dalam waktu tak lama, segera terkonsentrasi ratusan warga dari dua kelompok yang berbeda suku tersebut. Kedua kelompok mempersiapkan diri untuk terlibat dalam pertarungan yang kejam. Masing-masing kekuatan siap dengan senjata tajam terhunus di tangan. Bentrokan pun sempat terjadi, untungnya belum menjatuhkan korban susulan. Aparat polisi dengan pemuka masyarakat segera bertindak melerai dua kelompok yang sedang dibakar amarah. Apalagi, Kepala Polsek Penjaringan saat itu, Komisaris Pol. Drs Edi Setyo Budi, dikenal dekat dengan tokoh dari kedua kelompok tersebut, sehingga amarah bisa segera dipadamkan, sehingga bentrokan tidak berlarut-larut. Dan roda ekonomi di sentra perikanan Jakarta tak terganggu dalam waktu yang lama. Masih di tahun 2001, kawasan itu kembali dibuat membara. Namun kali ini bukan bentrokan 138


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

antarwarga, melainkan bentrokan antara petugas keamanan dan ketertiban (tramtib) Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara, dengan ratusan tukang becak yang dibantu oleh simpatisan warga sekitar. Operasi pembersihan becak yang dirancang mirip operasi militer, melibatkan aparat dari tramtib, kepolisian, dan TNI. Operasi digelar, lantaran dari catatan pemda, jumlah becak di kawasan padat penduduk itu paling besar dibandingkan kecamatan lain di Jakarta. Para tukang becak yang rata-rata berasal dari Indramayu, Jawa Barat, rupanya tak kalah persiapannya menghadapai serangan dari aparat. Apalagi mereka sudah mendengar informasi becak yang menjadi sandaran hidup mereka akan disita dan diganti hanya dengan uang sebesar Rp. 250 ribu. Apalagi, sebelumnya, rekan-rekan tukang becak di Kelurahan Pademangan, sudah lebih dahulu kena razia. Mereka tidak terima dan menyiapkan jebakan bagi aparat yang akan masuk ke kawasan padat itu. Iring-iringan kendaraan aparat dan ratusan petugas tramtib dengan penuh percaya diri memasuki kawasan tersebut. Mereka menduga operasi akan berjalan dengan sukses. Ternyata, justru sebaliknya. Operasi gagal total, ratusan aparat terjebak dalam “ladang pembantaian� lantaran ketika semua aparat sudah berada di 139


GEGER KALIJODO

dalam kawasan, semua jalan keluar ditutup warga dengan sebuah kontainer yang dilintangkan di tengah jalan. Sedangkan di ujung jalan yang lain, ribuan warga berbaur dengan tukang becak yang marah, menghunus senjata tajam dan melempari para petugas yang terjebak. Tak menyangka mendapat serangan mendadak, aparat keamanan khususnya petugas tramtib lari tunggang langgang. Tercatat tiga mobil dari Satuan Pelaksana (Satlak) Tramtib dan Polsek Penjaringan rusak berat akibat kena lemparan batu, beberapa petugas tramtib pun nampak terluka. Saat itu, Kapolsek Metro Penjaringan, Komisaris Krishna Murti juga terjebak dalam kerumunan warga. Untuk membubarkan amukan warga, polisi pun harus menembakkan gas air mata. Tercatat dua warga terluka akibat terkena lemparan batu. Sedangkan salah seorang sopir mobil operasional Tramtib Jakarta Utara, yang bernama Eko, sempat ditawan oleh para tukang becak dan baru dua jam kemudian bisa ditemukan oleh anggota polsek dan bisa dibebaskan.43 Gambaran lain situasi konflik juga terjadi dari warga asal Cirebon yang mempunyai tokoh preman karismatik dan mempunyai banyak massa pendukung dan terkenal sering membuat kericuhan, yaitu Saleh Jongge. Dia termasuk 140


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

warga RT 19, Kampung Muara Baru. Setahun sebelumnya, di sebuah gudang di Jalan Gedung Pompa ditemukan 6000 buah bahan peledak. Saleh Jonge yang ketika itu mabuk berhasil mengumpulkan ratusan warga Cirebon Bedulan untuk menjarah gudang tersebut sehingga membuat warga asal suku lain menjadi tidak senang dan hampir menyebabkan terjadinya bentrokan. Pihak-pihak yang dituakan, seperti tokoh masyarakat baik dari tokoh agama, suku, maupun pihak pengurus RW mendatangi tokohtokoh yang bertikai dan mereka selalu mau didamaikan dan mendengar para tokoh masyarakat itu. Namun hal itu juga tak lepas dari antisipasi pihak Polsek Metro Penjaringan yang bertindak cepat dalam mendamaikan warga. Dalam beberapa kali konflik di Muara Baru, sering kali terjadi keributan yang bermula dari Kafe Angin Mamiri, bahkan pada tahun 2001, di belakang kafe tersebut seorang preman dipenggal kepalanya oleh sekelompok orang bertopeng ala ninja hingga keadaan saat itu menjadi ricuh. “Padahal keributan itu bukan dari Kafe Angin Mamiri, mereka juga menenggak minuman keras di luar Kafe Angin Mamiri, sudah itu nongkrongnya di sini,� kata Daeng Badi pemilik Kafe Angin Mamiri. Konflik antarkelompok biasanya dapat diselesaikan oleh para sesepuh warga Muara 141


GEGER KALIJODO

Baru, masih ada kepercayaan di sebagian besar warga, bahwa perselisihan dapat diselesaikan oleh mereka sendiri. Namun, jika masalahnya serius, apalagi menyangkut nyawa seseorang, warga dan aparat kepolisian pun segera bertindak. Ini bukan lagi soal yang bisa diselesaikan dengan musyawarah para tetua. Pihak kepolisian, termasuk pihak pengurus RW segera mengamankan lokasi kejadian dan mencari tahu asal korban, yang ternyata bukan berasal dari suku mayoritas, sehingga tak menimbulkan ekses yang berkepanjangan antarwarga. Seperti kasus Daeng Ibrahim yang membunuh Ustad Bana di sebuah mushola di RT 16 C, malamnya Ibrahim minum-minum di belakang Kafe Angin Mamiri. Dalam keadaan mabuk, Ibrahim memarahi orang yang tengah mengaji dan membunuhnya. Warga yang mengetahui hal tersebut mengeroyoknya dan mendatangi rumah Ibrahim, sehingga keluarga Ibrahim terpaksa diamankan pihak kepolisian untuk menghindari amukan warga. “Pihak kepolisian pada waktu kejadian tersebut sangat berpengaruh untuk meredam konflik lebih luas,� kata Brigadir Slamet anggota Pos Polisi Muara Baru. Daeng Ibrahim tega membunuh Ustad Bana karena sudah dirasuki minuman keras, padahal anak Daeng Ibrahim sendiri mengaji kepada Ustad Bana. Daeng 142


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Ibrahim yang merasa tak ..., ratusan aparat senang dinasehati Ustad terjebak dalam Bana lalu membunuhnya. “ladang pembantaian” “Daeng Ibrahim lari, namun tak lama ia dapat ditangkap petugas di salah satu rumah saudaranya,” kata Slamet. Sudah bisa diduga, terbunuhnya Ustad Bana segera menyulut kemarahan warga Serang, asal guru ngaji itu. Kemarahan warga sulit dibendung. Beberapa warga Serang bahkan sudah menyerang rumah Daeng Ibrahim. Namun, berkat antisipasi dari Polsek Penjaringan, petugas dapat mengantisipasi menyelamatkan keluarga Daeng Ibrahim dari amarah warga asal Serang. “Petugas sendiri kala itu dipimpin langsung Kapolseknya Kompol Edi Setyo Budi untuk meredam warga dengan mengirim Daeng Ibrahim ke Polres Jakarta Utara, warga juga dihimbau kalau Daeng Ibrahim sudah dihukum sesuai dengan perbuatannya,” kata Slamet. Saat itu, Slamet pun sibuk bukan main, ia harus mondar-mandir memberitahu warga asal Serang, bahwa si pembunuh sudah ditangkap polisi. Pemberitahuan ini penting, mengingat adanya desas-desus warga Serang akan menyerbu warga Makassar di Muara Baru. Cara ini efektif menghindari konflik antarsuku di Muara Baru. Dengan menunjukkan bukti polisi berbuat cepat dan netral. 143


GEGER KALIJODO

Itulah sekelumit berbagai peristiwa yang terjadi di tahun 2001. Kejadian tewasnya Suding, ujung dari konflik antarsuku, merupakan kasus terakhir yang pernah mendera kawasan Muara Baru. Setelah itu tidak ada lagi kejadian bentrokan antarwarga yang berbeda etnis di kawasan tersebut. Bahkan, kawasan ini bisa dibilang jauh dari kerusuhan, ketika tempat lain seperti di Cakung, terjadi bentrokan antarwarga Betawi dan Madura, atau antar warga Serang dengan Madura, di kawasan Pasar Kramat Jati, pada 2002. Namun, walau terbebas dari gejolak, dalam kurun waktu damai, Kampung Muara Baru bukan nol dari gejolak. Namun, berbagai peristiwa yang menjurus pada konflik terbuka antarkelompok lebih sering bisa diselesaikan antarwarga sendiri di kantor RW. Seperti contoh kejadian tanggal 1 Juni 2002, dua preman Muara Baru dibacok hingga perut keduanya terkoyak oleh tokoh preman bernama Alfian. Penyebabnya adalah dua preman tersebut sebelumnya mengadakan pesta minuman keras dengan kawannya bernama Rages. Kedua preman terlibat cekcok mulut hingga Rages dikejar-kejar dan mengadukan hal itu ke Alfian hingga kedua preman itu sekarat. Pihak kepolisian sendiri dalam hal ini melakukan pengejaran terhadap Alfian yang melarikan diri. Namun pihak tokoh warga seperti pengurus RW melakukan 144


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pendekatan terhadap keluarga preman tersebut dan membiayai pengobatan kedua preman yang mencapai Rp 8 juta. “Perdamaian sendiri antara keluarga preman dengan pihak Alfian dan Rages telah diselesaikan oleh sesepuh warga di sini,� kata Adi, warga setempat yang menyaksikan perdamaian di Kantor RW 17. Kedua belah keluarga tidak saling menuntut. Proses perdamaian tersebut disaksikan langsung oleh Ketua RW 17 Umas Husen. Namun pihak jajaran serse Polsek Metro Penjaringan dipimpin Kanit Buser Bripka Suyatno tetap melakukan pengejaran terhadap tersangka Alfian untuk memproses secara hukum. Selain soal perselisihan antarpemuda, masih ada potensi-potensi konflik di Muara Baru. Seperti konflik perebutan lahan, ketika warga menempati dan mematok lahan kosong milik PT Gajah Tunggal. Lokasi tanah perusahaan ban itu letaknya membujur di RT 6 sampai RT 8. Oleh warga yang mematok tanah itu, kemudian didirikan bangunan semi permanen. Akibatnya, perusahaan yang merasa asetnya diserobot unjuk gigi. Seperti dituturkan Ny. Bati Mustamin, warga diusir oleh puluhan orang dari lokasi dengan mengahancurkan tenda serta merobohkan tiangtiang rumah. Mendapat perlakuan itu warga marah dan malah membangun kembali secara permanen. “Kita dulu beli dengan yang pertama 145


GEGER KALIJODO

tinggal di sini sampai empat juta, tapi malah diperlakukan begitu yah kita bangun, kalau mereka ngajak ribut kita nggak takut,� kata Bati. Masalahnya menjadi lebih rumit, lantaran pihak PT Gajah Tunggal, dalam upayanya mengusir warga mengerahkan massa dari satu kelompok suku yang dipimpin Daeng Tuju. Akibatnya, kedua kelompok yang saling menghunus senjata tajam berhadap-hadapan dengan warga yang membawa parang serta tombak. Saat itu, antara kedua kelompok warga sudah sempat terjadi saling lempar batu dan anak panah. Untung saja, aparat Pospol Muara Baru serta aparat Polsek Metro Penjaringan segera menengahi kedua kelompok itu. “Mereka semua mau menyelesaikan, karena warga di sini disuruh oleh pengacara dari pemilik tanah untuk mengontrak, sedangkan mereka punya surat tanah demikian juga dengan PT Gajah Tunggal,� kata Slamet yang menyebut masalah lahan itu sampai sekarang masih terkatung-katung dan pihak yang bertikai oleh aparat kepolisian diminta untuk menempuh jalur hukum. Dari beberapa contoh kasus yang telah dipaparkan di atas, dapat tergambar, bahwa munculnya pengaktifan jati diri suku bangsa mengalami eskalasi ketika muncul kontakkontak dalam ruang geografi dan sosial di antara anggota suku bangsa yang berbeda, terutama 146


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dalam kaitan hubungannya dengan kepentingan ekonomi dan adanya kompetisi antarsuku bangsa. 44 Frederik Barth menyebut, bahwa secara hipotesis, konflik antarsuku bangsa dapat dicegah jika dalam kompetisi untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang ada setempat—yang melibatkan anggota-anggota suku bangsa yang berbeda itu—terdapat aturan main yang adil dan beradab dan adanya penegak hukum sebagai pihak ketiga yang netral atau tidak memihak serta dipercaya warga masyarakat setempat, serta betul-betul menerapkan aturan-aturan main tersebut. 45 Dalam beberapa kali terjadi konflik antarsuku bangsa inilah Polsek Penjaringan terlihat sebagai salah satu pihak yang berperan sebagai pihak ketiga (mediator), bukan hanya sebagai pihak yang menangani masalah keamanan warga, tapi juga sebagai pihak netral yang dapat menerapkan aturan-aturan main berdasarkan hukum yang berlaku. Hal itu juga untuk membatasi budaya penyelesaian konflik yang mengandung unsur pidana di Muara Baru ataupun di Kantor RW. Walaupun penyelesaian lewat musyawarah cukup baik, namun hukum harus ditegakkan agar keadilan bisa dirasakan oleh semua kelompok warga, dan membuat jera para pelakunya. *** 147


GEGER KALIJODO

148


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

149


GEGER KALIJODO

150


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

P

erekat utama kehidupan warga Kampung Muara Baru tercipta, berkat adanya pusat kegiatan ekonomi, yang berantai dan menafkahi ribuan penduduk dari berbagai suku bangsa.

Secara kebetulan, warga yang mendiami Kampung Muara Baru, berasal dari kelompok masyarakat pesisir, yang terkenal berperangai keras dan terbuka. Sebut saja, kelompok warga Bugis, dikenal sebagai pelaut ulung dan pemberani. Juga warga Madura, yang mengenal budaya carok untuk membela harga diri. Juga warga asal pesisir Pantai Utara Pulau Jawa, dari Tegal, Cirebon, Indramayu, sampai Serang, dikenal sebagai warga yang ulet dan pantang menyerah dalam mengadu peruntungan di Jakarta. Berbagai komunitas, antarsuku tersebut selain memperkaya kebudayaan yang ada, juga menciptakan suatu interaksi dalam kehidupan sehari-harinya. Interaksi atau 151


GEGER KALIJODO

hubungan yang tercipta dilakukan oleh para pelaku yang menjadi warga dari suku-suku yang berbeda. Biasanya mereka hidup saling bertetangga atau bersama-sama membentuk terwujudnya sebuah masyarakat yang lebih luas daripada masing-masing suku bangsanya. Parsudi Suparlan dalam bukunya Hubungan Antarsuku Bangsa menyebutkan, bahwa hubungan antarsuku bangsa masingmasing suku bangsa tersebut menciptakan dan memantapkan batas-batas sosial.46 Atas dasar batas-batas sosial tersebut mereka membedakan diri sebagai saya dengan dia yang berbeda, dan menggolongkan sejumlah orang yang tergolong kami dari satu suku bangsa yang dibedakan dari mereka yang bukan tergolong bukan suku bangsa saya. Batas-batas sosial ini berguna dalam menunjukkan perbedaan antara mereka yang tergolong dalam satu suku bangsa yang lain, yaitu yang berbeda suku bangsanya. Melalui batas-batas sosial ini, stereotip yang dipunyai oleh masing-masing suku bangsa mengenai satu sama lainnya menjadi lestari, karena melalui dan di dalam stereotip inilah perbedaan-perbedaan suku bangsa yang berbeda tersebut terwujud. Dalam interaksi yang terjadi antara warga yang berbeda suku bangsanya tidak selamanya stereotip-stereotip yang mereka punyai masing-masing itu


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

digunakan sebagai acuan dalam saling berhubungan. Interaksi antarsuku bangsa seperti ini biasanya terwujud dalam suatu interaksi di mana masing-masing pihak saling membutuhkan, memperoleh manfaat dan keuntungan, dan hubungan yang terwujud tersebut bersifat hubungan komplementer yang simbiotik. Hubungan di antara warga yang berbeda suku bangsanya, yang terjalin adalah hubungan saling menguntungkan. Beranjak dari hal ini mereka telah membuat jembatan penghubung di atas batas-batas sosial tersebut. Jembatan ini berupa hubungan pribadi yang terwujud sebagai persahabatan atau perkawinan, atau saat hubungan sosial dalam hubungan kerja atau ekonomi dan hubungan politik. Apalagi, perekat utama kehidupan warga Kampung Muara Baru tercipta, berkat adanya pusat kegiatan ekonomi, yang berantai dan menafkahi ribuan penduduk dari berbagai suku bangsa, yakni Pusat Pelelangan Ikan Muara Baru. Mekanisme pasar dan mata rantai yang panjang dari denyut nadi ekonomi di kawasan ini memberi penghidupan bagi warga. Sehingga, tergores dalam-dalam dari segenap tokoh dan warga, jika ketentraman dan keamanan mereka terusik, roda ekonomi di kawasan itu akan macet. Pada gilirannya, 153


GEGER KALIJODO

mereka warga sekitar juga yang menuai kerugian. Pada awalnya, Kampung Muara Baru, yang terletak di RW 17, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan ini, yang kini dihuni oleh hampir delapan belas ribu jiwa. Angka ini pun diyakini tidak sahih, lantaran bisa lebih besar jumlah aslinya, mengingat banyak warga pendatang yang tak terdata. Padahal luas Kampung Muara Baru hanya 169,5 ha. Hampir sebagian besar lahan Muara Baru sebelumnya adalah empang atau rawa-rawa. Jalan yang menuju Muara Baru di sisi waduk ditanami tebu oleh warga di awal tahun 1980, memanjang menuju Pelabuhan Samudra Jakarta. Lambat laun penggunaan lahan di wilayah Muara Baru tak terawasi pemerintah. Pagar-pagar dirusak dan warga mendirikan rumah dan bangunan. Pemerintah kecamatan menuding penjaga waduklah yang memulai adanya pembangunan rumah-rumah, karena mereka yang mengelola lahan yang luas. Hal itu diikuti warga lainnya. Kepemilikan tanah di Muara Baru boleh dikata cukup unik. Ketua RT/RW dapat mengeluarkan surat jual-beli tanah garapan di atas segel seharga Rp 500 - Rp 700 ribu. Harga bisa naik berlipat-lipat jika pemilik menjual sekaligus rumahnya. Harganya bisa men-capai Rp 2 sampai Rp 3 juta untuk ukuran 2,5 x 3 m. 154


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Jelas, surat yang diperjualbelikan itu oleh para Ketua Rukun Warga, tentu saja bukan surat kepemilikan sah atas tanah seperti sertifikat atau dokumen girik. Di atas tanah yang kemudian merasa dimiliki warga, dengan bukti surat RW, warga kemudian mendirikan bangun-bangunan. Jika pada awalnya rumah semi permanen Kepemilikan yang terbuat dari papan-papan tanah di Muara kayu, kemudian lamaBaru boleh dikata kelamaan menjadi bangunan cukup unik. Ketua permanen. RT/RW dapat Penambahan jumlah menge-luarkan penduduk, yang diikuti dengan surat jual-beli penambahan rumah petak, tanah garapan di lama-kelamaan membuat atas segel kawasan itu menjadi padat. seharga Rp 500 Sampai saat ini, jumlah pasti Rp 700 ribu. warga Muara Baru belum dapat diketahui secara pasti. Secara resmi belum ada data aparat pemerintah, baik di tingkat kelurahan maupun sampai level Kotamadya Jakarta Utara. Bahkan, ada kecenderungan pemerintah daerah tidak mengakui mereka sebagai warga Jakarta. Hal ini bisa dimaklumi, lantaran banyak warga tak memiliki tanda identitas seperti kartu tanda penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan oleh kantor kelurahan setempat. Akibatnya, pendatang baru yang keluar 155


GEGER KALIJODO

dan masuk ke wilayah Muara Baru tak terpantau, hal itu diakui juga oleh Ketua RW 17, A. Rahman. Meski pihak kelurahan tak mau mendata pendatang baru. Jumlah penduduk di kawasan itu hanya dimiliki oleh pengurus RW, yang didapat dari masing-masing pengurus RT. Data di tingkat RT inilah satu-satunya catatan yang bisa dipakai untuk menghitung jumlah warga di sana. Kehidupan warga Muara Baru sangat terkait dengan keberadaan Pelabuhan Samudra Jakarta, yang diperluas dengan melakukan reklamasi seluas 100 Ha pada tahun 1984. Tak jauh dari pelabuhan, berlangsung pembangunan Waduk Pluit, lantaran banyak lahan kosong di sekitar proyek, maka para pekerja melirik lahan kosong itu sebagai tempat tinggal mereka. Hampir 75 persen warga Muara Baru adalah pengontrak dan bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik di sekitar Pelabuhan Muara Baru. Selain itu banyaknya nelayan asal Losari, Cirebon dan Surabaya yang berdatangan untuk menjual hasil tangkapannya. Rata-rata mereka membeli lahan kosong itu untuk ditempati selama menjual hasil tangkapannya, lama-kelamaan keluarga dan istri dibawa untuk tinggal di Muara Baru. Penduduk Muara Baru didominasi berbagai suku bangsa, seperti suku Bugis, Makasar, Serang Banten, dan Indramayu, Cirebon yang 156


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

menyebar di kawasan tersebut. Berbagai suku bangsa memiliki berbagai macam pekerjaan, mulai pedagang ikan, buruh nelayan, dan pengayuh becak berada di wilayah Muara Baru. Mengingat letaknya yang berada di pesisir pantai, maka sebagian besar penduduk yang menempati wilayah ini bergantung pada laut. Hasil laut adalah sumber mata pencaharian utama mereka. Untuk itu tidak mengherankan jika berbagai suku bangsa berinteraksi dan membentuk tata susunan masyarakat yang secara umum diadopsi dari masing-masing daerah asal. Etnis terbesar yang mendominasi, pada umumnya mempunyai tokoh-tokoh panutan. Misalnya dari etnis Makasar, Daeng Bali, Daeng Nasir Nile, Daeng Kebo, Daeng Saleh Jongke, Daeng Mansur, Daeng Eric, Daeng Ata, Daeng Tiju, Daeng Tuan Muda, Jamaludin, dan H. Rahim. Sedangkan dari etnis Serang, antara lain: Raman M, Chusnul, Dulhadi, Ustadz Abdul Mutalib, Uyung, dan Jaeni. Dan dari etnis Indramayu, Cirebon ada Rosdullah,47 Kosim, dan Warsi. Berdasarkan keterangan Ketua RW, Rahman, saat ini telah ada pembauran etnis di wilayahnya, dengan perkawinan maupun pekerjaan mereka saling terkait. Namun demikian, peran para tokoh tetap besar. Bila ada permasalahan atau perselisihan di antara 157


GEGER KALIJODO

warga, mereka bisa didamaikan oleh para tokoh dengan musyawarah warga. Kehidupan Muara Baru tergolong keras, namun lingkungan sekitar relatif aman. Berbagai konflik bisa diatasi. Pihak kepolisian sendiri berperan aktif di dalamnya, sehingga terjadinya konflik yang meluas bisa diredam. Selama tahun 2001 ada tiga kali konflik. Sedangkan di tahun 2002 hanya ada dua kali konflik, dan perselisihan itu hanya dalam waktu dua hari bisa diselesaikan. Biasanya, masalah muncul, seperti ribut anak kecil berlanjut ke orang tuanya, rebutan wanita, rebutan lapak preman di wilayah pasar pelelangan ikan Muara Baru. Di pasar tersebut sempat terjadi bentrok massal antara preman dengan pedagang ikan atau buruh pelelangan ikan, namun tak sampai berkepanjangan. Di Muara Baru, terdapat dua pasar sebagai pusat kegiatan warga sekitar. Pertama, Pasar Tradisonal Muara Baru dan Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru. Pelelangan ikannya berada di Jalan Muara Baru Ujung, sedangkan pasar tradisional yang memiliki kode di Walikotamdya Jakarta Utara, JU-II-06, tercatat sebagai pasar yang menjadi tempat usaha bagi 90 pedagang resmi. Masing-masing kelompok suku bangsa mempunyai lapak dan langganan sendiri dalam berinteraksi dengan pedagang. Seperti kegiatan bongkar muat sudah ada beberapa 158


Penyerahan senjata olehwarga kepada Kapolres Jakarta Utara, simbol penyelesaian konflik (Foto : KOMPAS)

Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

159


GEGER KALIJODO

kelompok koperasi yang menangani. Contohnya A. Rahman mengaku mempunyai 2000 anggota tersebar di Pasar Muara Baru, ada yang menjadi tenaga bongkar muat, keamanan pasar, pedagang ikan dll. ***

160


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Pola Menetap Warga Muara Baru

B

eranekaragamnya pola menetap warga Muara Baru tersebut disebabkan beragamnya warga yang tinggal dan terdiri dari berbagai suku.

Mengacu pada teori Clayton (1979), mengenai di manakah pasangan menetap setelah menikah dapat dijelaskan dari beberapa pola yang berbeda-beda tentang pola menetap. Antara lain, pola patrilokal, pola matri-patrilokal, pola matrilokal, pola patri-matrilokal, pola bilokal, pola neolokal, serta pola avunkulokal. Pada pola patrilokal berarti pasangan yang baru menikah bersama pada pihak pria, pola matri-patrilokal, suami mula-mula menetap bersama keluarga wanita, tetapi kemudian pindah ke keluarga pihak pria. Pola matrilokal pasangan menetap bersama pihak wanita. Pola patri-matrilokal pasangan yang baru menikah semula menetap di keluarga pihak pria dan kemudian pindah ke keluarga pihak wanita. Pola 161


GEGER KALIJODO

bilokal adalah pola yang di dalamnya pasangan baru menikah dapat memilih untuk menetap di keluarga pria maupun keluarga pihak wanita. Untuk pola avunkulokal, merupakan suatu pola matrilineal yang di dalamnya seorang pria menetap di desa paman dari pihak ibu. Untuk pola neolokal, pola yang di dalamnya pasangan suami istri setelah menikah bebas untuk memilih tempat di luar tempat keluarga pria ataupun pihak wanita. Untuk warga Muara Baru yang di dalamnya terdiri dari berbagai suku bangsa, tentunya pola menetap yang ada pun beranekaragam. Beranekaragamnya pola menetap warga Muara Baru tersebut disebabkan beragamnya warga yang tinggal dan terdiri dari berbagai suku. Berbeda dengan kawasan lain di Jakarta, yang dengan mudah ditemukan penduduk asli, Betawi, di Muara Baru, warga asli sulit ditemukan, karena hampir semua warga Muara Baru adalah pendatang. Begitu mereka sampai di Muara Baru, biasanya langsung mendirikan rumah dengan seenaknya, sehingga bangunanbangunan yang muncul tersebut bangunan liar dan penduduknya pun juga disebut sebagai penduduk liar. Ini mungkin bisa ditelusuri dari asal-muasal kawasan ini yang sesungguhnya tidak diperuntukan sebagai kawasan pemukiman. Hal itu mereka sadari bahwa tanah yang mereka 162


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dirikan bangunan merupakan tanah negara dan mereka tidak memiliki hak kepemilikan. Karena itulah di kawasan ini tidak ada penduduk aslinya, semua yang tinggal merupakan warga pendatang. Keterangan yang didapat penulis di lapangan menyebutkan, banyak warga yang menghuni di wilayah Muara Baru datang .... warga asli sulit dengan tak berpekerjaan, ditemukan, karena seperti diceritakan oleh Erwin, hampir semua bahwa kakeknya datang ke warga Muara Baru Muara Baru sekitar tahun adalah 1970.48 “Dulu kakek nelayan pendatang. Begitu dan sering menjual ikan di mereka sampai di Muara Baru atau pasar ikan di Muara Baru, Sunda Kelapa. Lama-lama biasanya setelah terbiasa dan langsung mempunyai kontrakan, mendirikan rumah membawa istri dan anaknya. dengan Setelah usaha ikan maju dapat seenaknya, membeli tanah serta sehingga mendirikan rumah,� ucap Erwin bangunansaat memengobrol dengan bangunan yang penulis di sebuah warung. muncul tersebut Mirip dengan hasil bangunan liar dan penelitian Parsudi Suparlan di penduduknya pun awal tahun 1970-an, terdapat juga disebut kecocokan, yaitu datang ke sebagai Jakarta bersama keluarga penduduk liar. (istri atau istri dan anak-anak) 163


GEGER KALIJODO

dengan tujuan tempat kerjaan yang telah dijanjikan, atau tempat ke mana dia tadinya menetap dan bekerja di Jakarta. Lebih jauh Erwin mengatakan, bahwa kakeknya yang bernama Saefuddin membawa istrinya dengan empat belas anaknya ke Jakarta, tepatnya di Muara Baru. Sampai ia kemudian pensiun dan usahanya kemudian dilanjutkan oleh anakanaknya sebagai nelayan serta pelele di Muara Baru. Saat ini Saefuddin tinggal dengan ketiga anaknya. “Saya lahir di Sedang sebelas anak lainnya sini, saya sudah berumah tangga dan nggak tahulah, memilih tinggal di sekitar penduduk Muara Baru bersama aslinya yang keluarganya masing-masing. mana. Yang Cerita Erwin dikuatkan jelas ketika oleh Adi Sulaiman, “Saya lahir saya lahir di di sini, saya nggak tahulah, sini semuanya penduduk aslinya yang mana. pendatang. Yang jelas ketika saya lahir di sini semuanya pendatang. Karena mereka, datang dan langsung mendirikan gubuk untuk tempat tinggal. Untuk urusan pernikahan, keluarga saya masih mengikuti budaya Makassar. Kebetulan istri saya juga dari Makassar. Sekarang istri dan satu anak saya telah mengontrak sendiri.�49 Dari kisah Adi, ratarata warga asal Makassar datang ke Muara Baru mengikuti jejak orang tuanya atau keluarga 164


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

lainnya. Badrun yang asal Indramayu dan Muhamadin asal Bugis yang beristrikan Sutinah asal Tegal dengan empat anaknya yang tinggal di RT 10, keluarga Erwin yang kakeknya Saepudin adalah nelayan dan keterampilannya melaut, sewaktu datang ke kawasan itu, hampir semua membawa keluarganya dengan modal uang, pengetahuan yang memadai serta tujuan relasi di Muara Baru. “Kakek yang menggalang warga Indramayu untuk datang ke Muara Baru dan termasuk tokoh Indramayu di sini. Sebagai nelayan kakek datang dari Indramayu dan mempunyai modal serta menjual ikan hasil tangkapannya di pasar ikan, sekarang masih berdagang di Muara Baru. Dengan itu kakek bisa membeli tanah dan mendirikan rumah, termasuk menyekolahkan anak-anaknya di sini,� ujar Badrun. Sedangkan keluarga Muhamadin atau biasa disapa Madin mengatakan, pada tahun 1960 dia datang ke Muara Baru, tanpa modal dan tujuan menetap maupun relasi. Bapak empat anak ini sampai sekarang menarik becak dari awal tahun 1970 sampai becaknya dijual dan sekarang hanya menyewa kepada kawannya.50 “Dari Bugis saya datang, karena di sini banyak perkampungan Bugis, saya akhirnya bergaul dan dulu bekerja sebagai buruh bongkar muat di kapal. Lama-lama jadi tukang becak sampai 165


GEGER KALIJODO

sekarang,� kata Madin yang anak-anaknya sudah bekerja di pabrik yang berada di kawasan Muara Baru . ***

166


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B Kelompok Etnis di Muara Baru

F

aktor lain yang membuat pola menetap menjadi semakin sulit dipetakan adalah budaya asal masingmasing suku bangsa.

1. Suku Bangsa Makassar (Bugis) Sejak dibangunnya pelelangan ikan di Pelabuhan Samudera Jakarta dan ditutupnya Pelabuhan Ikan Kali Baru, mulai nampak perpindahan warga suku Makassar dan suku Bugis dari Kalibaru pada tahun 1984. Kepindahan mereka yang sebagian besar bekerja sebagai pedagang ikan atau pemilik kapal penangkap ikan, berhubungan dengan tempat tinggal yang disesuaikan dengan kedekatan tempat bekerja. Awal 1986—seiring dibukanya Pelabuhan Samudera Jakarta dan pelelangan ikan di Muara Baru—eksodus besar dari masyarakat Makassar ke Muara Baru terjadi. Salah seorang warga Makassar, M. Djalil mengatakan, dirinya 167


GEGER KALIJODO

mempunyai dua tempat tinggal, yaitu di Kalibaru dan Muara Baru. Alasan utamanya memilih tempat tinggal di Muara Baru karena kedekatan dengan tempat kerja. Lebih lanjut menurut Djalil, dalam hubungan kekerabatan di antara warga sesuku, ada kecenderungan mementingkan kelompok atau saudara sendiri. Ini tercermin dalam kepemilikan rumah di Muara Baru yang berdekatan satu sama lain, juga lapak-lapak ikan di pasar pelelangan ikan Muara Baru. Kalaupun mereka hidup ketetanggaan dengan suku Serang ataupun Jawa, terbatas dalam urusan jual-beli ikan atau bisnisnya . Ciri-ciri kebudayaan Makassar–Bugis sendiri di antaranya: menggunakan bahasa Makassar atau bahasa Bugis, beragama Islam, berprofesi sebagai pelaut (nelayan), pengaruh lingkungan hidup membentuk tipikal yang keras. Di Muara Baru, suku bangsa Makassar dan Bugis adalah suku yang mendominasi, selain suku Banten. Corak kehidupan warga suku Makassar dan Bugis adalah sebagai nelayan dan pedagang ikan atau pelele, buruh, penjual kayu, dan pemilik kapal. Berdasarkan data-data yang ditemukan dapat ditarik kesimpulan, kedatangan suku bangsa Makassar-Bugis di Muara Baru terjadi sejak 1986, saat selesai dibangunnya Pelabuhan Samudera Perikanan Jakarta 168


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

(PSPJ). Namun demikian, seperti kebanyakan suku lainnya, mereka mengklaim sebagai generasi penerus dari sukunya yang lebih dulu telah menempati wilayah Muara Baru. Hal ini seperti dikatakan Adi Sulaiman. “Saya generasi ketiga yang menempati wilayah ini, saat ini usia saya 35 tahun. Ayah saya sudah ada di sini sejak tahun 60-an, kalau kakek saya lebih lama lagi, kira-kira pada tahun 1930,” katanya. 51 Pernyataan semacam ini akan sangat sering dijumpai dalam setiap suku. Padahal menurut data resmi yang ada, wilayah ini hingga tahun 1986 saja masih berupa lahan kosong dan rawa-rawa. Seperti ada keinginan dari setiap suku untuk mengklaim, kelompok merekalah yang pertama menjamah “tanah tak bertuan” itu. Ini berarti, mereka punya hak yang lebih ketimbang pendatang lainnya. Seperti pada penguasaan tanah yang terjadi juga di Kalijodo, berlaku anggapan, “Ku patok, maka inilah tanahku. Pendatang kemudian harus membayar untuk menyewa.” Memang jika dilihat dari pola kedatangan suku bangsa Makassar secara umum, mereka hadir di Muara Baru mengikuti jejak keluarganya yang sudah terlebih dahulu menetap di Muara Baru. Keluarga yang sudah menetap di wilayah ini sering dijadikan sebagai tujuan utama saat warga daerah asal yang lainnya menginjakan kaki di Jakarta. 169


GEGER KALIJODO

Jadi sangat wajar jika kondisi ini juga berpengaruh pada pola menetap masingmasing suku bangsa. Kebanyakan keluarga suku bangsa Makassar awalnya berada di kawasan Luar Batang, khususnya RW 03, Penjaringan. Karenanya, kebanyakan warga Luar Batang, masih kerabat dekat dan memiliki hubungan darah dengan suku bangsa Makassar. Saat itu hanya segelintir orang saja yang menempati wilayah Muara Baru. Namun sejak adanya program reklamasi pantai tahun 1984 dan peresmian PSPJ, lambat laun mereka mulai merambah wilayah RW 17 Muara Baru. Belakangan pola menetap ini semakin sulit dipetakan berdasarkan kesukuan. Sebab pertambahan penduduk di wilayah tersebut berlangsung begitu cepat. Faktor lain yang membuat pola menetap menjadi semakin sulit dipetakan adalah budaya asal masing-masing suku bangsa. Seperti di daerah asalnya dalam setiap keluarga Makassar, jika ada pasangan yang baru menikah, maka mereka harus mengikuti pihak mertua dari istri. Setelah tinggal beberapa lama, biasanya didasarkan pada kemampuan untuk mandiri atau waktu, mereka segera pindah ke pihak keluarga laki-laki. Tradisi ini berlaku mutlak bagi setiap pasangan baru suku bangsa Makassar. Mengingat tujuan dasarnya adalah untuk 170


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mengenali karakter masing-masing keluarga, sehingga pasangan itu mampu menjunjung tinggi setiap nilai dan norma-norma yang berlaku di masing-masing keluarga. Ketika dipandang sudah cukup mampu berdiri sendiri, baik dalam ukuran ekonomi maupun pemahaman atas tata nilai tadi, mereka diperkenankan untuk membangun rumah tangganya sendiri. Ciri khas yang menonjol lainnya dari suku bangsa Makassar adalah saat menghadapai ritual-ritual tertentu yang berhubungan dengan perubahan fase hidup anggota keluarganya. Misalnya saja hajatan pernikahan maupun pada saat acara ritual kematian. Pada dua peristiwa ini umumnya suku bangsa Makassar di Muara Baru masih menggunakan pakaian adat. Untuk yang wanita, mereka memakai kain atau baju yang bernama Baju Bodo, yang bercirikan lengan pendek dan warna kontras. Pakaian lakilakinya sendiri baju renda dan kopiah soko guru, tampak menghiasi mereka saat menghadiri pesta pernikahan maupun ungkapan belasungkawa atas kematian kerabatnya atau sesama sukunya. Senjata khas yang merupakan perlengkapan pakaian pria Makasaar yaitu senjata Badik. Suku bangsa lain akan mengenal seseorang bahwa mereka berasal dari Makassar, hanya melihat dengan senjata badik yang dibawa orang itu. Maka dalam kondisi tertentu, senjata badik akan selalu 171


GEGER KALIJODO

ditenteng suku bangsa Makassar untuk menunjukkan jati diri atau identitas kesukuannya. Hal negatif dari penggunaan senjata ini akan terlihat sewaktu konflik, baik individual sesama suku maupun lain suku yang berjumlah besar, mereka akan mengacungkan senjata badiknya ke lawan-lawannya. Ciri lain dari mereka yaitu memasak nasi jagung, yang juga merupakan makanan pokok suku Makassar, tak lupa disertai lauk-pauknya ikan laut. Mereka beranggapan, dari kepercayaan asal, bahwa dengan memakan jagung akan menambah energi. Selain itu, ratarata orang Makasar sebagain besar merupakan penganut agama Islam yang taat, dengan karakter keras karena secara geografis mereka hidup di pantai. Ekses dari faktor geografis ini juga memiliki pengaruh pada profesi mereka. Sebagai masyarakat daerah pesisir, orang-orang Makassar memiliki talenta alami untuk menjadi pelaut. Dulu saat jumlah mereka masih sedikit umumnya memilih profesi ini sebagai sumber mata pencaharian. Kalau pun mereka tidak menjadi awak kapal, pilihan alternatif adalah menjadi buruh bongkar muat atau sejenisnya yang masih berhubungan dengan aktivitas pelayaran. Namun demikian, setelah jumlah mereka semakin banyak, sementara lapangan pekerjaan yang menyempit, perlahan-lahan 172


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mereka mulai melirik aktivitas porefesi lain. Mengingat tardisinya yang keras dan sebagian besar sebagai buruh, akhirnya kebanyakan orang Makassar memilih profesi itu sebagai pekerjaan sehari-hari. Oleh karenanya, suku bangsa lain lambat-laun memberikan pengakuan, bahwa orang-orang Makassar yang berada di Muara Baru adalah buruh yang lebih banyak mengandalkan tenaga. 2. Orang Serang, Banten Seperti halnya dengan suku bangsa Makassar, komunitas Sunda, Banten yang didominasi orang asal daerah Serang juga mengklaim sebagai suku bangsa pertama yang menginjakkan kaki di wilayah Muara Baru. Waktu dan pola kedatangan mereka pun sama seperti halnya orang-orang Makassar, datang pertama kali mengikuti jejak keluarganya atau kerabatnya. Salah satu ciri keluarga nelayan Muara Baru asal Serang, biasanya tidak pernah mengajak anak dan istrinya tinggal di perkampungan nelayan tersebut. Istri dan anak mereka ditinggal di kampung halaman, sementara mereka tinggal di Muara Baru khusus untuk mencari nafkah sebagai nelayan. Salah satu alasan meninggalkan keluarga, dengan tujuan untuk penghematan. Mereka berpendirian, daripada mengeluarkan biaya mengontrak di Muara Baru, 173


GEGER KALIJODO

lebih baik istri dan anak ditinggal di kampung halaman. Dengan begitu semua penghasilan mencari ikan dapat dimanfaatkan untuk menutupi seluruh kebutuhan sehari-hari. Selain itu, jarak antara Serang dan Muara Baru relatif tak begitu jauh, sehingga para suami dapat pulang kapan saja. Biasanya mereka pulang setiap dua minggu sekali, namun kadang kala bisa lebih cepat atau lambat. Ukuran pastinya bergantung pada hasil jerih payah setiap harinya, atau adanya urusan keluarga, seperti pesta, sakit, atau kematian. Jika dirasakan cukup hasil yang bisa mereka bawa kepada sanak keluaga, mereka segera pulang ke Serang. Selain alasan ekonomis, meninggalkan anak-anak di kampung halaman, juga berkaitan dengan soal pendidikan agama anak. Sudah menjadi budaya tersendiri bagi masyarakat Banten yang menanamkan pendidikan agama secara ketat kepada anaknya. Mereka biasanya memasukkan anaknya ke sebuah madrasah atau pesantren untuk memperdalam ilmu agama Islam, di samping pendidikan umum. Dengan pertimbangan di Muara Baru pendidikan agama sulit untuk diberikan, mereka tetap mempercayakan pendidikan anak-anak mereka di wilayah Banten (Serang), tepatnya di Kecamatan Sontrol. Hal itu seperti diungkapkan Asman yang 174


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tinggal di Rt 17/17, Kelurahan Penjaringan. Anak pertamanya tinggal di Serang, sementara ia mengontrak di Muara Baru bersama istri dan tiga anaknya. “Saya tinggal di sini mengontrak bersama istri saya Siti dan 3 anak saya. Anak pertama saya taruh tetap di Serang karena saya kuatir apabila tinggal di Muara Baru tak mendapatkan pendidikan agama. Di Serang pendidikan agamanya bagus, itulah pertimbangan saya. Kehidupan sehari-hari di dalam keluarga dipegang istri. Karena saya jarang pulang ke rumah. Makanya dialah yang mengatur segalanya, termasuk soal mengurusi anakanak,� 52 Dari keterangan Asman, selaku kepala keluarga, ia menjadi tulang punggung keluarganya. Sedangkan istrinya memiliki fungsi mengatur kehidupan keluarga mulai dari mengurus anak sampai pada pendidikannya. Pembagian tugas ini Salah satu ciri berlangsung secara alamiah keluarga nelayan mengikuti profesi kaum lelaki Muara Baru asal sebagai pencari nafkah. Serang, biasanya Ciri menonjol lain dari tidak pernah komunitas suku bangsa Sunda mengajak anak masyarakat Serang yakni dan istrinya tinggal dalam adat kematian. Dalam di perkampungan adat kematian biasanya nelayan tersebut. mereka melakukan tahilan 175


GEGER KALIJODO

selama tujuh hari. Tahlilan itu akan berlanjut pada 40 hari, 100 hari. Pada hari ketiga sampai hari ketujuh, secara adat mereka mengadakan jamuan makan di samping mengadakan tahlilan baik di rumah maupun di kuburan. Demikian juga pada hari keempat puluh dan hari keseratus. Budaya tersebut sudah menjadi kebiasaan turuntemurun sesuai dengan ajaran agama yang dianut secara mayoritas. Acara perkawinan juga menggunakan ritual Islam. Di mana pasangan mempelai pria dan wanita di hadapan penghulu mengikat tali perkawinan. Selanjutnya baru diadakan pesta perkawinan. Budaya mereka cenderung mengikuti budaya perkawinan Jawa. Bagi keluarga baru, secara adat kaum laki-laki mengikuti pihak mertua dari istri. Maka sudah menjadi suatu aturan bahwa dari pihak istrilah yang mengajukan lamaran. Selain itu, masyarakat Serang secara turun-menurun mempunyai anggapan kalau seorang perjaka atau pemuda itu belum sempurna apabila belum mendapatkan seorang istri. Seorang pemuda akan merasa rendah diri apabila belum mendapatkan pasangan hidup. Khusus komunitas Serang yang tinggal di Muara Baru, mayoritas mereka berprofesi sebagai pelele. Dan hal itu sudah diakui oleh suku bangsa lain yang berada di wilayah Muara Baru, bahwa orang yang berasal dari 176


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Serang berprofesi sebagai pelele. 3. Suku Madura Suku minoritas yang tinggal di Muara Baru, salah satunya adalah suku bangsa Madura. Kedatangan mereka di wilayah Muara Baru pada awal tahun 1990, mengikuti jejak suku lainnya. Dari 17 Rukun Keluarga yang ada di wilayah Muara Baru, penyebaran mereka sendiri berdasarkan kekerabatan maupun individual masing-masing. Junaedi, Salah satu Ketua RT 18 menyebutkan, kalau warganya banyak didominasi oleh warga Madura dan mempunyai kegiatan berdagang seperti menjual kayu, berdagang sate, bahkan wanitanya menjadi pelele atau pedagang ikan. “Warga Madura yang datang ke sini ratarata pengontrak dan belum memiliki rumah sendiri, paling hanya satu dua seperti tokohnya Haji Mukhri yang menjadi bandar kayu dan mempunyai anak buah bisa sepuluh orang yang berasal dari Madura,�53 Pelele asal Madura yang berada di lingkungan Muara Baru, rata-rata adalah perempuan yang menjalin hubungan dengan lakilaki asal Serang atau Makassar yang sudah menjadi pelele lebih dahulu. Jika hubungan itu diakhiri dengan perkawinan, aktivitas perempuan Madura di Muara Baru biasanya berubah menjadi ibu rumah tangga atau 177


GEGER KALIJODO

membuka warung kopi. Sedangkan laki-laki yang menjadi suami, mereka biasanya bekerja sebagai pedagang kayu, pelele ikan, atau pedagang ayam. Sedangkan laki-laki Madura, di Muara Baru, biasanya mempunyai pekerjaan sebagai pedagang kayu, penjual sate, dan pembuat peti kayu (valet). Para tokoh Madura itu tersebar di RT 18, 14, 13, 06, 04. Beberapa di antaranya, Haji Mukhlis, warga RT 14; Yamin, warga RT 06; serta Haji Amirullah, Haji Mukhri, dan Haji Roji, warga RT 18, mereka mempunyai kios kayu yang terletak di sepanjang Jalan Muara Baru. Di sepanjang kanan dan kiri jalan menuju pelabuhan dapat terlihat tumpukan kayu milik suku Serang dan Makassar. Namun suku Madura juga mempunyai bisnis serupa seperti yang dimiliki H. Mukhri dengan perusahaan UD Jaya, yang merupakan tokoh pelopor keluarga Madura yang berada di Muara Baru sejak tahun 1990. Awalnya H. Mukhri berjualan kayu dari kenalannya asal Bugis, di Pelabuhan Sunda Kelapa. Rata-rata kayu yang dibeli dengan harga murah atau kayu sisa yang berasal dari Kalimantan, Bogor, atau Banten. Pembelinya sendiri kebanyakan berasal dari Madura yang tinggal di bawah tol Rawa Bebek, Penjaringan, atau pembeli Madura di Ancol yang membuat usaha valet untuk papan kayu-kayu yang dipakai 178


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pada perusahaan kontainer. “Saingan memang banyak, tetapi kami sudah punya banyak pelanggan, karena pelanggan itu kami bisa bertahan jualan kayu di Muara Baru ini,� ujar Djunaedi salah satu warga Madura yang berjualan kayu. Warga Madura di Muara Baru sendiri terbilang minoritas, namun para pelele di pasarpasar yang tersebar di seluruh Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, rata-rata berasal dari suku Madura. Mereka memang tidak tinggal di Muara Baru, tetapi menjalin hubungan baik dengan pelele Madura di Muara Baru. Mereka yang tinggal di Muara Baru, mempunyai kekerabatan yang sangat kental satu dengan yang lain. Namun hubungan kegiatan dengan suku-suku lain tak mengalami gangguan, karena mereka mempunyai agama yang sama, yaitu Islam. Hal ini dapat terlihat dari pengajian rutin mereka yang tidak hanya mengikuti kelompok sukunya, tetapi membaur dengan warga lain di Muara Baru. “Orang Madura di sini sudah menyatu dengan warga Muara Baru yang lain. Tak ada yang kami tonjolkan dari suku kami, apalagi berbuat onar di sini, tak pernah. Memang pernah terjadi, pada Mei tahun 2001, terjadi bentrokan antara Madura dibantu Serang dengan Makassar, tetapi kami bisa menyelesaikannya baik-baik,� ujar Junaedi Ketua RT 18/17 yang di 179


GEGER KALIJODO

wilayahnya banyak suku Madura tinggal. Sebuah keluarga Madura lain yang ditemui penulis, bernama Siti dan suaminya Rus asal Pamekasan, mereka berdua menjadi pelele di Pasar Muara Baru, dan tinggal di RT 10, dekat pabrik kaleng Jalan Kebun Tebu. Kegiatan keduanya dimulai sejak subuh. Setiap pagi Siti dibantu kedua anaknya yang pada pukul 06.00 WIB pergi ke pasar. Sebagai pedagang ikan, Rus membeli ikan dari bos di Pasar Muara Baru berkisar antara 20 sampai 40 ember. Tiap embernya berisi macam-macam ikan, seperti bawal, bandeng, cumi, udang, tongkol, dan ikan lainnya. Ikan yang biasanya ia beli, adalah jenis yang laku di pasaran. Pada malam harinya, pada pukul 20.00 WIB dia bawa ember-ember ikan itu dengan colt bak terbuka ke Pasar Kramatjati, Jakarta Timur. Di situ pelanggan akan datang sampai menjelang pagi. Untuk setiap kiloggramnya dia hanya mengambil keuntungan sebesar Rp 2.500. Setelah ikan-ikan tersebut habis terjual, barulah siang harinya dia membayar ke bos ikan. Ciri yang paling terkenal berkaitan dengan adat suku bangsa Madura yaitu budaya carok. Carok atau duel satu lawan satu dengan menggunakan senjata khas Madura, clurit, sampai salah satu pihak mati. Budaya carok ini bagi mereka terjadi apabila kehormatannya telah dilecehkan. Kehormatan di sini meliputi 180


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kehormatan atau harga diri berkaitan dengan persoalan wanita, rebutan harta benda. Seorang anggota suku Madura, apabila telah merasa harga dirinya dilecehkan, akan melakukan budaya carok sampai tujuh turunan. Hal itu terjadi apabila belum ada perdamaian di antara kedua belah pihak yang bersengketa. Sehingga dalam budaya carok ini sangat kental dengan moto: “lebih baik putih tulang daripada putih mata”. Yang berarti lebih baik mati daripada malu di muka masyarakat lainnya. Sehingga mereka akan terus berseteru walau nyawa taruhannya. Oleh karenanya peranan seorang tokoh masyarakat—dalam hal ini seorang Kiai— sangatlah dominan, sehingga peranan seorang kiai akan lebih besar daripada peranan pemerintah setempat. Dari gambaran tersebut terlihat, bahwa pengaruh kepemimpinan informal lebih besar dan lebih dipercaya atau lebih dihormati daripada pengaruh kepemimpinan pemerintah resmi atau kepemimpinan formal. Dan hal itu sampai sekarang masih lekat di tengah kehidupan mereka. Hal lain yang mencerminkan komunitas suku bangsa Madura adalah adanya “Tanian Lenceng” yang berarti halaman panjang yang luas di mana ada sebuah mushola di tengahtengahnya. Seluruh anggota keluarga, mulai dari kakek hingga beberapa keturunannya tinggal di situ. Dan tradisi Tanian Lenceng sampai 181


GEGER KALIJODO

sekarang masih berkembang di dalam kehidupan suku bangsa Madura, di Muara Baru. Sedangkan khusus masyarakat suku bangsa Madura yang berada di wilayah Muara Baru, dilihat dari jenis pekerjaannya, masyarakat Madura diakui oleh suku bangsa lain mayoritas sebagai pembeli dan distributor ikan hampir di seluruh Jabotabek. Jadi gambaran tersebut bisa dilihat dari Rus sebagai pelele yang mendistribusikan ke Pasar Kramatjati. Selain itu mereka juga dikenal sebagai pemilik armada angkutan, oleh karenanya setiap truk yang masuk ke wilayah Muara Baru bisa dipastikan armada milik orang Madura, termasuk Rus yang menyewa angkutan menuju Pasar Kramatjati. Suku lain secara otomatis memberikan pengakuan, bahwa orang Madura identik dengan pembeli karena jumlahnya mencapai 90 persen. Dalam sebulan, Rus bisa mendapatkan keuntungan yang bervariasi. Namun dalam satu harinya ia menyisihkan tabungan dari keuntungan penjualan ikan sebesar Rp 25 ribu untuk keluarganya. Ada orientasi penting dari warga Madura dalam hal pendidikan untuk anak-anaknya, yaitu pendidikan agama Islam. Biasanya, orang tua dari komunitas ini mengajarkan sendiri, ilmu membaca Al-Qur’an atau mengaji. Sedangkan untuk pendidikan umum, ia menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri di Penjaringan. 182


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Di hari libur, seperti saat penulis datang ke komunitas Madura, anak-anak Rus berada di Madura, mengikuti kakek dan neneknya. Juga kegiatan keagamaan seperti salat ataupun mengaji hampir dilakukan setiap hari. Sedangkan di hari Minggu, warga mengadakan pengajian rutin mingguan. Sebagai usaha menambah penghasilan suaminya, Siti mempunyai lapak kopi di Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru, yang dibukanya sejak pukul 18.00 WIB. Dengan meja ukuran 1 x 0,5 m, yang penuh ia isi dengan botol minuman ringan dan makanan kecil, seperti kerupuk, kacang, dan permen. Tak lupa juga ia jual rokok yang menjadi langganan para kuli dan pedagang ikan. Sebagai peralatan tambahan, Siti menyediakan kompor minyak untuk menggoreng pisang, merebus air untuk menyeduh kopi, dan memasak mie instan. Di depan lapak kopi, ia menyediakan sebuah bangku untuk para pembeli menikmati mie rebus, pisang goreng, sambil menghisap rokok. Biasanya warung Siti ramai dikunjungi pelanggannya pada pukul 20.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB. Seluruh anggota Saat itu para kuli atau pelele keluarga, mulai yang berasal dari suku dari kakek hingga Makassar, beristirahat setelah beberapa melakukan aktivitas jual-beli. keturunannya Selanjutnya ia kembali ke tinggal di situ. 183


GEGER KALIJODO

rumah kontrakan berukuran 3 x 6 m2 hingga mereka tertidur pada sekitar pukul 24.00 WIB. Suaminya sendiri baru pulang pada sekitar pukul 06.00 WIB, dan baru tidur menjelang sore, sekitar pukul 15.00 WIB. Jika ada pertemuan dengan kerabatnya di wilayah Rawa Bebek, Penjaringan—yang biasanya pada hari Minggu—Rus bersama Siti berusaha untuk selalu menghadiri acara tersebut. “Di sana membahas keadaan keluarga di tempat tinggal masing-masing serta kesulitannya. Sekalian acara arisan dan uang tabungan untuk kelompok kalau ada salah satu keluarga membutuhkan itu akan diambil dan seterusnya begitu,� kata Rus. 4. Wong Tegal Kebanyakan keluarga asal Tegal, Jawa Tengah, yang merantau ke kota besar biasanya berprofesi sebagai pedagang nasi. Demikian pula halnya dengan mereka yang kemudian menentukan pilihannya untuk hidup di Muara Baru. Mereka datang dengan bermodalkan uang untuk mendirikan Warung Tegal (warteg). Hal itu seperti tercermin dari kehidupan keluarga pasangan Tanuri dan Kumalasari, serta seorang anak gadisnya Fitri. Dengan usaha warteg itu, Tanuri menghidupi keluarganya. Rutinitas hidup mereka dimulai sebelum fajar menyising. Saat itu, Kumalasari yang berbelanja di pasar pada sekitar pukul 05.30 184


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

WIB. Usai berbelanja, bahan-bahan yang dibelinya, ia bersama anak dan suaminya, mereka mengolah menjadi makanan yang siap dijual kepada kuli angkut, tukang becak, dan pedagang ikan yang menjadi pelanggannya. Ketika sajian telah tersedia, pada jam sarapan, Fitri dengan sigap menjadi pelayan menyediakan sarapan pagi, nasi hangat dan lauk, serta Mereka tidur seduhan teh atau kopi kental bersama dengan manis. Di warung inilah karung-karung berbagai kelompok warga beras, kiloan gula, sering bertemu, mereka saling sebagai persedian berbagi cerita, mengatasi jualan untuk perbedaan satu sama lain, beberapa minggu. dalam hubungan yang sangat Walaupun cair. demikian, fungsi Selain sebagai tempat keluarga tetap berdagang, keluarga ini berjalan, .... menjadikan warung sebuah kios yang disewa, sekaligus juga sebagai tempat tinggal. Mereka tidur bersama dengan karung-karung beras, kiloan gula, sebagai persedian jualan untuk beberapa minggu. Walaupun demikian, fungsi keluarga tetap berjalan, di mana seorang ayah seperti Tanuri menjadi panutan keluarganya. Soal pendidikan terhadap anaknya, Fitri, Tanuri sudah tidak begitu memperhatikannya. Pasalnya, Fitri dianggapnya telah cukup dewasa 185


GEGER KALIJODO

dan telah lulus SMEA di Tegal. Soal pendidikan agama pun, menurutnya Fitri sudah tahu kewajibannya. Hal itu terlihat dari shalatnya yang rajin dan kerudung yang dikenakan setiap harinya. “Anak saya memang sudah besar, jadi mendidiknya tidak seperti anak kecil lagi. Urusan agama memang yang nomor satu. Beruntung dia saya sekolahkan di Tegal sana. Dia ke sini setelah lulus SMEA,� kata lelaki yang bersahaja itu.54 5. Keluarga Indramayu Sama seperti kelompok Madura dan Tegal, kelompok warga asal Indramayu, Jawa Barat, di Muara Baru juga merupakan suku minoritas. Pasalnya jumlah mereka lebih sedikit dibandingkan dengan suku-suku lain seperti Banten (Serang), atau Makassar. Keunikan-nya, keluarga Indramayu yang tinggal di Muara Baru biasanya hanya suaminya saja. .... keluarga Sedangkan anak dan istrinya Indramayu yang ditinggal di kampungnya. tinggal di Muara Para suami asal Baru biasanya Indramayu yang bekerja di hanya suaminya kawasan Muara Baru biasanya saja. Sedangkan hanya mengontrak sepetak dua anak dan istrinya petak saja. Kesehariannya, ditinggal di pagi bekerja dan sorenya kampungnya. pulang ke kontrakannya, atau sebaliknya malam bekerja, 186


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

siang ada di kontrakan untuk istirahat. Suami asal Indramayu merupakan tulang punggung keluarga, seperti diungkapkan Kasim. 55 Dikatakannya, bahwa bagi masyarakat Indramayu, suami merupakan tulang punggung keluarga, seperti juga dirinya. Ia bekerja sebagai tukang es di Muara Baru, dengan penghasilan perhari rata-rata antara Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan istri bertugas mengatur kehidupan keluarganya di kampung halaman. Di sinilah peran istri terlihat besar untuk mendidik anak-anaknya. “Istri saya yang mengatur keluarga, mulai dari mendidik anak dan lainnya. Karena dialah yang ada di rumah. Tapi bila saya pulang kampung, tugas sebagai kepala keluarga ada pada saya,� katanya. Lebih lanjut Kasim juga mengatakan bahwa rata-rata suami asal Indramayu yang bekerja di Muara Baru, mengkontrak rumah antara sepetak atau dua petak kamar saja. Seminggu sekali mereka pulang ke kampung halamannya untuk menjenguk keluarga. ***

187


GEGER KALIJODO

188


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

189


GEGER KALIJODO

190


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

W

ujud dari hubungan baik tersebut misalnya terlihat dari adanya hubungan persahabatan atau perkawinan. Adanya hubungan persahabatan atau perkawinan itu akan mampu menjembatani perbedaan di antara mereka.

Interaksi antarkomunitas suku dalam batasbatas sempit, terjadi melalui blok-blok wilayah setingkat rukun tetangga, bahkan terkadang batasan itu kabur, karena ada pembauran. Hal ini membuat dinamika sosial yang unik di kampung Muara Baru. Atribut serta jati diri suku bangsa yang berbeda-beda dengan sendirinya menimbulkan pergeseran terhadap budaya asal mereka dari daerah asal. Pergeseran budaya itu terjadi akibat hubungan kemasyarakatan yang meliputi bidang agama (bercampurnya keragaman tradisi lama), sosial (ketetanggan), ekonomi (hubungan buruh-juragan, pelanggan dan pembeli) dan politik (organisasi massa dan partai politik). Pengaruh masing-masing budaya ini makin 191


GEGER KALIJODO

kental terlihat saat interaksi antarindividu berlangsung di tempat umum. Awalnya pengaruh-pengaruh ini hanya berlangsung saat interaksi terjadi. Namun, lambat laun bentuk baru dari pengaruh tersebut diakui dan diyakini sebagai norma yang berlaku bagi semua pihak. Pengaruh paling jelas dari masing-masing budaya ini sangat terlihat dari penggunaan bahasa di tempat-tempat umum, seperti pasar. Di tempat inilah mereka meninggalkan atribut bahasa daerah mereka masing-masing yang biasa mereka gunakan di rumah atau dalam percapakan dengan sanak famili dan warga sesuku, kemudian diganti dengan bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh dialek Betawi sebagai bahasa yang berlaku. Hal itu terjadi karena bahasa dari masing-masing suku sangat jauh berbeda, sehingga bahasa Indonesia digunakan untuk mempermudah komunikasi di antara mereka. Selain itu, pengaruh dari interaksi antarsuku bangsa adalah menguatnya prinsip-prinsip egalitarian di antara masing-masing suku. Kondisi ini disebabkan tidak adanya salah satu suku yang mendominasi kehidupan masyarakat, sehingga hubungan yang tercipta adalah hubungan ekonomi dengan prinsip untuk saling menguntungkan. Begitu pula pada bentuk transaksi yang berlaku atau prinsip tawarmenawar. Dalam konteks ini, umumnya 192


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mekanisme pasar sangat tergantung pada standar harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun begitu mengingat proses interaksi antarsuku yang ada, kadang hargaharga standar nasional itu bisa dipatahkan dengan pengaruh yang dimiliki oleh seorang pembeli atau karakter dasar salah satu suku bangsa. Orang Madura misalnya, secara umum para pelele Madura kerap menetapkan harga berdasarkan kehendaknya sendiri. Mereka berpengaruh karena jumlahnya yang besar, jika sudah berkumpul dari berbagai penjuru Jabotabek di Muara Baru. Harga dipatok setinggi-tingginya. Namun begitu mereka tidak keberatan jika si pembeli menawar dengan harga yang sangat rendah, sampai akhirnya terjadi kesepakatan di antara mereka. Begitu pula jika pembeli adalah tokoh yang berpengaruh atau orang yang mereka kenal. Tanpa peduli para pedagang sudi untuk menurunkan harganya atau malah menaikan harga barang dagangannya hingga jauh di atas rata-rata. Dalam hal ini, masing-masing pelaku, baik sadar atau pun tidak, telah mengaktifkan simbol-simbol yang dimilikinya untuk dapat saling menilai dan dinilai. Semua keadaan yang terjadi saat itu akhirnya akan diberi permakluman sedemikian rupa dan akan diakhiri dalam situasi saling menguntungkan. Dalam hal kehidupan sosial, kebudayaan 193


GEGER KALIJODO

suku bangsa berpengaruh pada hubungan kekuatan atau lebih tepatnya hubungan sosial. Hubungan-hubungan pribadi dan sosial yang baik di antara suku bangsa yang berbeda akan terwujud. Wujud dari hubungan baik tersebut misalnya terlihat dari adanya hubungan persahabatan atau perkawinan. Adanya hubungan persahabatan atau perkawinan itu akan mampu menjembatani perbedaan di antara mereka. Hal itu terurai manakala tercipta sebuah perkawinan silang. Dalam kondisi seperti ini, biasanya salah satu pihak akan menonjolkan jati diri kesukuannya dan satu pihak lainnya akan meredupkan jati diri kesukuannya. Sehingga kesukubangsaannya tak lagi dijadikan acuan dalam berinteraksi. Atas terjadinya perkawinan silang tersebut, salah satu suku bangsa akan mengikuti aturan main dari pihak lainnya yang menjadi pasangannya. Sebagai contoh, seorang laki-laki Serang yang menikahi seorang gadis Indramayu. Maka belum tentu pihak laki-laki akan menonjolkan kesukuannya, tetapi bisa jadi akan mengikuti aturan main dari pihak perempuan asal Indramayu. Pengaruh dari kebudayaan suku bangsa terhadap kehidupan kemasyarakatan yang lain, yakni terciptanya sebuah solidaritas sosial. Solidaritas sosial sendiri dapat tercipta 194


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

manakala sentimen kesukubangsaan diaktifkan. Hal itu akan muncul seandainya terjadi persaingan dalam memperebutkan suatu sumber rezeki dan pengalokasian, pendistribusian, atau untuk mempertahankan serta memperjuangkan kehormatan suku bangsanya yang dirusak oleh suku bangsa lain. Sebagai contoh dalam kasus ini dapat dilihat pada bab sebelumnya yang menggambarkan situasi terciptanya solidaritas sosial suku bangsa Madura saat konflik dengan suku bangsa Makassar, yang dipicu oleh terkoyaknya harga diri salah seorang warga dari suku Madura. Unsur lainnya yang tidak kalah penting untuk dibicarakan dalam kaitan ini adalah masalah keagamaan. Pada masyarakat Muara Baru, secara kebetulan dipenuhi oleh suku bangsa yang menganut ajaran Islam, hingga tidak terlalu memiliki persoalan mendasar. Namun begitu menarik untuk disimak cara masing-masing suku bangsa menginterpretasikan ajaran tersebut. Misalnya saja seperti yang terlihat pada masyarakat Madura yang begitu taklid (rasa hormat dan patuh yang berlebihan) kepada kiai atau pemuka agamanya. Tak jarang mereka didaulat sebagai pemimpin informal mereka, sehingga merasa perlu untuk dijaga harga diri dan martabatnya. Pelecehan pada sang kiai kerap dimaknai 195


GEGER KALIJODO

sebagai perusakan harga diri atau kehormatan orang Madura secara menyeluruh. Tradisi semacam ini suka atau tidak, akhirnya juga merambah pada sikap suku bangsa lainnya di wilayah tersebut. Dilandasi rasa kesadaran menjaga kehidupan bertetangga, suku bangsa lainnya juga ikutikutan memberi penghormatan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Madura pada sang kiai, meski tidak taklid buta seperti suku bangsa Madura. Begitu pula dalam memaknai ritual kematian seorang anggota masyarakat Muara Baru. Adanya tradisi ritual 1 hari, 7 hari, 40 hari, serta 100 hari dengan membaca tahlilan seperti pada masyarakat Madura dan Serang, ternyata juga mempengaruhi masyarakat suku bangsa lain yang tinggal di Muara Baru. Budaya tersebut saat ini tidak hanya digunakan atau dijalani oleh kedua suku bangsa tersebut, tetapi juga suku bangsa yang lainnya, seperti suku bangsa Makassar dan lainnya, yang akhirnya juga telah mengikuti budaya itu. Dan itu seolah sudah memasyarakat. Pengaruh lain yang terjadi yakni dalam pendidikan agama terhadap anak. Di dalam masyarakat suku bangsa Serang maupun Madura, pendidikan agama terhadap anak merupakan sebuah keharusan secara turunmenurun dan biasanya pendidikan agama yang 196


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

diberikan bersifat ketat. Pada perkembangannya, yang terjadi di dalam masyarakat Muara Baru, pendidikan agama terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua secara ketat tersebut mempengaruhi pola mendidik orang tua suku bangsa lainnya. Orang tua dari suku bangsa lain yang tinggal di Muara Baru pun mendidik anaknya dalam bidang agama secara ketat. Hal itu mereka lakukan karena menurut mereka, memang pendidikan agama bagi anak-anak sangatlah penting sebagai pondasi nilai moral, ahlak, dan pengetahuan agama. Sehingga anak-anak mereka, dimasukkan ke lembaga-lembaga pendidikan informal, seperti pengajian-pengajian atau ke sekolah Madrasah. Sedangkan pengaruh kebudayaan suku bangsa terhadap kehidupan kemasyarakatan, khususnya di bidang politik dapat terlihat bahwa kebanyakan warga masih menganut budaya politik berdasarkan pola patron-klien. Dalam urusan politik, kecenderungan masing-masing suku bangsa yang ada di Muara Baru sangat terpaku pada tokoh atau panutan masyarakat. Atau dengan kata lain, secara streotip dapat digambarkan kalau masing-masing suku bangsa ini terlihat kecenderungan tersendiri dalam memilih suatu partai politik dalam Pemilu 1999. Adanya budaya patron-klien yang dibawa 197


GEGER KALIJODO

oleh masing-masing etnis tersebut berpengaruh terhadap kehidupan politik warga Muara Baru dalam hal perilaku politiknya. Perilaku politik tersebut terbentuk mengikuti patron yang mempengaruhi kliennya lewat janji-janjinya. Patron di sini identik dengan seorang tokoh dari masyarakat tertentu maupun secara organisasi keprofesian. Tokoh secara etnis, seperti Daeng Nasir Mile dari etnis Makassar atau A. Rahman dari etnis Banten. Sedangkan tokoh secara organisasi keprofesian seperti Rasdullah selaku Ketua Urban Poor Consortium (UPC), yang mengorganisir para tukang becak di Muara Baru. Dapat disebutkan beberapa stereotip politik yang umumnya berlaku terhadap sukusuku tersebut. Yaitu, suku Makassar yang kecenderungan pilihan partai politiknya kepada Partai Golkar, hal ini bila mengacu kepada hasil Pemilu 1999, di mana wilayah Sulawesi Selatan merupakan salah satu basis kuat partai tersebut. Atau suku Madura yang cenderung akan memilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), karena mayoritas suku tersebut adalah warga Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi keagamaan yang melahirkan partai tersebut. Di luar masalah stereotip politik tersebut, sebagian warga Muara Baru ada yang mengelompok dalam satu wadah organisasi profesi, seperti Himpunan Nelayan Nasional Indonesia (HNSI) Muara Baru, Tenaga Kerja 198


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Bongkar Muat Indonesia (TKBMI), dan Koperasi Angkutan Ikan (Kopakin) Muara Baru. Dari pengamatan penulis di lapangan, ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan kecenderungan massa untuk memilih suatu partai .... bos-bos ikan dari politik berdasarkan tokoh suku bangsa masingpanutan dari sukunya masing mempunyai masing-masing. Namun di massa yaitu anak sisi lain lain, ditemukan juga buah yang begitu kecenderungan, massa setia dengan memilih partai politiknya juragannya, karena karena keterikatannya ada keterkaitan dengan tokoh-tokoh warga dengan janjinya akan suku bangsa yang masalah pekerjaan mendirikan organisasi atau juga kemasyarakatan macam kesejahteraan yang HNSI, TKBMI maupun menarik massa koperasi lain dengan bentuk tersebut dalam hubungan terhadap memilih suatu partai. pimpinannya dalam pola patron-klien. Dapat penulis sebutkan beberapa contoh dari pola tersebut yang akhirnya mengaburkan stereotip politik yang umum berlaku tentang kecenderungan pilihan partai politik dari suku bangsa tertentu. Sebagai contoh, A. Rahman yang berasal dari suku bangsa Banten (Serang). Ia memimpin HNSI dan TKBMI dengan anggotanya yang mencapai sekitar 2000-an or199


GEGER KALIJODO

ang, yang mempunyai pilihan politik terhadap Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP). Karena itu kemudian ia mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi anggotanya yang berasal dari berbagai suku untuk memilih PDI-P karena mereka secara organisatoris atau ekonomi mempunyai ketergantungan terhadapnya. Janji itu kemudian diwujudkannya dalam bentuk pemberian surat tanah kepada anggotanya, walaupun surat tanah itu hanya mendapatkan stempel dari kantor RW. Selain itu, bos-bos ikan dari suku bangsa masing-masing mempunyai massa yaitu anak buah yang begitu setia dengan juragannya, karena ada keterkaitan dengan janjinya akan masalah pekerjaan atau juga kesejahteraan yang menarik massa tersebut dalam memilih suatu partai. Massa dari suku bangsa yang berbeda tersebut dapat berpindah pilihannya terhadap partai politik lain, ketika mereka menganggap bahwa partai politik yang dipilihnya itu tidak menguntungkan mereka dari berbagai aspek, atau aspirasi mereka yang dianggap tak tersalurkan dalam janji atau program politik yang didengungkan sebelum pemilu dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan rasionalitas atau bisa juga oportunitas dari warga Muara Baru yang umumnya memandang segala sesuatu berdasarkan untung atau rugi terhadap diri dan kelompoknya. 200


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Hal lain yang tak kalah menarik di dalam pengerahan massa juga dikaitkan dengan tokohtokoh yang terkait di dalam suatu organisasi macam TKBMI. Di situ tampak pengaruh tokoh pendamping seperti H. Damam dan Joned. Posisi mereka sebagai pendamping A. Rahman untuk pengerahan massa demi tujuan kelompoknya atau suku bangsa Serang. Seperti ketika reformasi terjadi di Indonesia, masyarakat Muara Baru juga terkena imbasnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah politik. Di tengah-tengah derasnya arus reformasi tahun 1998, warga Muara Baru ternyata mempunyai kesadaran politik yang tinggi pula, terutama dalam hal memilih figur pemimpin. Ketika secara nasional pemimpin dari militer atau ABRI (TNI/Polri) terpojok posisinya karena hujatan mahasiswa dan masyarakat, beberapa warga Muara Baru memanfaatkan moment tersebut untuk tujuan politis di wilayahnya. Contohnya, pada tahun 1998 ketika H. Jaafar, warga RT 13, berpangkat mayor polisi, memenangkan pemilihan ketua RW 17 dan hanya selisih satu suara dengan A. Rahman. Ketika Jaafar menjabat ketua RW baru satu bulan lamanya, A. Rahman dengan H. Damam dan Joned mengadakan pendekatan politis kepada warga dan tokoh-tokoh warga Muara Baru. Dengan dalih reformasi, mereka menyatakan bahwa ketua RW tidak sepantasnya 201


GEGER KALIJODO

dari anggota ABRI. Posisi ABRI yang saat itu sedang dalam kondisi dihujat masyarakat membuat Jaafar terdesak, dan ia akhirnya mengundurkan diri. Posisinya sebagai ketua RW 17 saat itu kemudian digantikan oleh A. Rahman, hingga kemudian ia digantikan oleh Umar Husein lewat pemilihan langsung ketua RW 17 pada 10 Juni 2002. ***

202


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Hubungan Antar Suku Bangsa

S

ebuah suku bangsa tertentu akan memiliki peran tersendiri yang menjadi ciri suku bangsa dalam aktivitas jual-beli ikan di Muara Baru.

Untuk dapat memahami pola hubungan pada masyarakat Muara Baru, maka harus dilihat dalam dua keadaan yang selalu berlangsung silih berganti di kawasan ini. Mengikuti pemikiran Parsudi Suparlan, dalam semua masyarakat majemuk, pola hubungan yang secara rutin dapat terjadi, yaitu dalam kondisi normal dan kondisi konflik. Kondisi konflik telah kita ulas di bagian sebelumnya. Suparlan dalam hal ini membentuk tiga ukuran dasar yang dapat dijadikan sebagai patokan, antara lain kegiatan ekonomi masyarakat, hubungan sosial non-kegiatan ekonomi dan kondisi politik lokal, khususnya dalam konteks hubungan dengan masing-masing patron. *** 203


GEGER KALIJODO

(KOMPAS, 29 Februari 2002)

204


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

B Dalam Kehidupan Sehari-hari

S

alah satu Pola dalam kehidupan kemasyarakatan, tercermin dari kesetiaannya terhadap seorang patron

Pola kehidupan warga yang terbentuk di Muara Baru dalam kegiatan ekonomi terlihat di Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru, di mana aktivitas berjalan sesuai dengan peran masingmasing dan sudah menjadi kebiasaan. Kegiatan jual-beli ikan di pelelangan ikan, dimulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 WIB. Begitu pula dengan kegiatan bongkar muat ikan yang dimulai dengan datangnya truk dari luar daerah, sekitar pukul 12.00 WIB. Dari kegiatan gambaran yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat terlihat pola distribusi yang terbentuk, di mana barang yang masuk ke pelabuhan lewat kapal, berlanjut ke aktivitas bongkar muat yang dilanjutkan oleh buruh bongkar muat, dan kemudian masuk pada 205


GEGER KALIJODO

proses pelelangan. Setelah itu, barang berupa ikan dikemas dengan peti atau kresek (kotak plastik untuk penyimpanan ikan). Selanjutnya dinaikkan ke atas truk dan dikrim ke pasar ikan dan sebagian lagi diditribusikan ke pasar-pasar tradisional. Begitu pun truk-truk dari daerah yang berisi ikan, mulai dari ikan tawar maupun laut dibongkar di depan pasar ikan Muara Baru. Biasanya ikan yang di dalam truk disimpan dalam peti, blong, kress, atau kotak yang berisi daun jati disertai es serta garam untuk mengawetkan ikan, sesuai dengan jarak pengiriman truk agar tak busuk. Ikan-ikan yang sudah ada penampungnya, macam bos ikan, diturunkan dari atas truk oleh buruh bongkar muat dan disimpan di sekitar lapak-lapak pelelangan ikan dalam blong besar, selanjutnya pada malam hari baru dijual di pasar tersebut. Berangkat dari adanya aktivitas tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antarsuku yang ada. Sebuah suku bangsa tertentu akan memiliki peran tersendiri yang menjadi ciri suku bangsa dalam aktivitas jual-beli ikan di Muara Baru. Contohnya, aktivitas buruh bongkar muat yang dikuasai oleh suku bangsa Makassar, karena jumlahnya dapat dikatakan mayoritas. Sedangkan aktivitas berdagang ikan atau pelele yang berada di Pasar Ikan Muara Baru, banyak dilakukan oleh suku bangsa Serang, Banten, 206


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Makassar, dan Jawa. Hal seperti itu diakui oleh suku bangsa lain, bahwa mayoritas pelele berasal dari komunitas suku bangsa Sunda asal Serang. Untuk pembeli ikan yang mendistribusikan sendiri, secara mayoritas dikuasai oleh suku bangsa Madura, karena pembeli-pembeli dari Madura sudah turuntemurun menguasai penjualan ikan di pasarpasar tradisional se-Jabotabek. Pola seperti yang terbentuk di atas sudah menjadi sebuah ciri khas yang diakui oleh masing-masing pihak yang ada, dalam hal ini suku-suku bangsa yang ada dan telah memasyarakat. Sedangkan dalam pola penentuan harga, aktivitas jual-beli di Pasar Ikan Muara Baru meliputi tiga hal, yakni: Pertama, pola penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar. Yang berarti, pola penentuan harga tergantung dari kondisi permintaan pasar. Harga tinggi ditentukan oleh semakin tingginya permintaan, dan pembeli semakin besar. Biasanya permintaan semakin besar ini terjadi berkaitan dengan hari-hari besar seperti hari raya Idul Fitri, Natal, atau pada bulan-bulan puasa. Dalam waktu-waktu seperti ini permintaan pasar tinggi. Kedua, pola penentuan harga terjadi akibat adanya penimbunan ikan oleh para spekulan. Saat harga ikan jatuh, dan pasokan berjumlah banyak, sementara permintaan tak 207


GEGER KALIJODO

sebanding dalam arti lebih kecil. Untuk mendongkrak agar harga ikan tinggi dan para pedagang tidak mengalami kerugian, biasanya mereka melakukan penimbunan. Penimbunan ini biasa dilakukan dengan cara ikan dimasukkan ke dalam gudang cold castoride. Di Muara Baru ada dua buah gudang cold castoride, di mana ikan ditimbun sampai beberapa waktu lamanya hingga menunggu permintaan pasar bertambah. Karena jika tidak dilakukan dengan cara itu, para pedagang akan mengalami kerugian. Ketiga, Pola penentuan harga dengan mengikuti musim ikan. Yang berarti, saat-saat penghasilan ikan kecil, karena musim melaut tidak bersahabat, harga ikan akan melonjak tinggi. Hal itu terjadi saat musim angin barat, dan musim setelah angin barat. Namun demikian, patokan waktu seperti itu sekarang sudah berubah, karena musim saat ini waktunya sudah tak menentu. Selain kegiatan ekonomi masyarakat, pola hubungan masyarakat Muara Baru dalam kondisi normal, juga tercermin dari sikap masing-masing individu dalam kesehariannya. Umumnya dalam keadaan keseharian, atributatribut suku bangsa meredup dan berganti dengan atribut yang diakui bersama, seperti penggunaan bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh dialek Betawi. Selain itu, tingkat toleransi juga tergolong tinggi, seperti 208


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan oleh pemerintah lokal (RT, RW, hingga kelurahan) akan dipahami sebagai kepentingan bersama yang harus didahulukan. Jika seorang individu tidak terlibat dalam acara-acara itu, maka akan merasa dirinya sebagai tidak toleran atau tidak mampu hidup bertetangga dengan baik. Oleh karena itu, biasanya mereka akan mengganti dengan materi jika memang tidak sempat ikut serta. Pola lain dalam kehidupan kemasyarakatan, tercermin dari kesetiaannya terhadap seorang patron. Seorang patron di wilayah Muara Baru biasanya identik dengan seseorang yang memiliki anak buah. Beberapa anak buah itu dengan sendirinya memiliki kesetiaan karena ketergantungan mereka secara ekonomi. Dalam arti, mereka mempunyai penghasilan dari majikannya tersebut, sehingga selain mereka tergantung secara ekonomi, mereka pun akan mengikuti segala perintah majikannya. Di sinilah pengaruh seorang patron sangat besar terhadap anak buahnya atau kliennya. Seorang patron biasanya memiliki profesi tertentu, seperti pelele atau pedagang, bos valet, dan sejenisnya. Anak buah mereka dalam kesehariannya tunduk terhadap perintah sang bos. Bahkan dalam hal tertentu, seperti penentuan sikap terhadap partai politik tertentu, 209


GEGER KALIJODO

anak buah pun ikut dengan pilihan majikan. Jadi dapat dilihat mengenai keadaan normal hubungan antarsuku bangsa dalam hal-hal penguasaan kegiatan ekonomi, dapat mewujudkan saling ketergantungan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Kondisi semacam itu mampu menjembatani hubungan antarsuku bangsa menjadi lebih mantap berkembang. Kesadaran mengenai hal itu akan membuat peredaman jati diri suku bangsa apabila terjadi konflik. ***

210


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C Hubungan di Tempat Umum

T

erlihat jelas bahwa identitas kesukuan akan diredupkan dengan sendirinya dalam aktivitas ekonomi

Dalam hubungan antarsuku bangsa di tempat-tempat umum menjadi penting, karena para warga suku bangsa yang berbeda, biasanya bertemu di tempat-tempat umum, misal untuk bekerja, berbelanja, atau berjualan, melakukan kegiatan hiburan, kegiatan-kegiatan sosial dan rekereasi, atau kegiatan politik. Di tempat-tempat umum, batas-batas suku bangsa dapat dipertajam atau diperlonggar sesuai dengan tujuan kegiatan dan kepentingan masing-masing warga suku bangsa yang bersangkutan. Melalui hubungan di tempattempat umum, warga dari suku bangsa-suku bangsa yang bersangkutan mengembangkan stereotip dan prasangka satu sama lainnya. Pola hubungan yang terjadi di tempat211


GEGER KALIJODO

tempat umum, dalam hal ini di Pasar Ikan Muara Baru, masing-masing suku bangsa menanggalkan identitas atau jati diri kesukuannya. Karena apabila jati diri kesukuan diaktifkan akan menimbulkan benturan-benturan, dan bahkan menimbulkan konflik massal, karena di tempat tersebut sterotip menjadi kabur karena pedoman bertindak di Pasar Ikan Muara Baru bercorak akulturatif yang menolak atribut-atribut suku bangsa dari para pelaku. Terlihat jelas bahwa identitas kesukuan akan diredupkan dengan sendirinya dalam aktivitas ekonomi seperti tersebut di atas. Di tempat umum, dalam hal ini pasar, mereka berhubungan berlandaskan atas orientasi mencari keuntungan dan adanya saling ketergantungan satu sama lainnya. Contoh lainnya, di Pasar Ikan Muara Baru masing-masing pihak akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Hal itu mereka lakukan untuk memudahkan dalam bertransaksi. Karena apabila salah satu suku bangsa menggunakan bahasa sukunya saat melakukan transaksi dengan suku bangsa lain, jelas mereka akan mengalami kesulitan secara komunikasi. Sehingga yang berlaku adalah adanya saling menghargai dan tanpa memandang dari suku bangsa mana berasal. Karena mereka berfikir, bahwa saat kegiatan ekonomi 212


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

berlangsung, maka yang berlaku adalah hal-hal yang sejalan dengan meredupnya jati diri kesukuan. Hal ini juga ditopang oleh sistem sosial, seperti ketetanggaan, yang di dalamnya terdapat berbagai aktifitas, seperti mengobrol, kegiatan arisan ibu-ibu, sehingga terjalin saling kenal, juga acara menjenguk keluarga yang sakit atau melayat mengantarkan sanak famili yang meninggal. ***

213


GEGER KALIJODO

D Pola Kepemimpinan di Muara Baru

T

ergantian ketua RW, bisa diartikan pemilihan pemimpin. Semua budaya suku bangsa yang terbentuk di masyarakat Muara Baru tercermin di dalam pertemuan warga dengan sesepuh.

Walaupun umumnya warga Muara Baru berasal dari tipe masyarakat tradisional, namun mereka cukup kritis dalam menentukan pemimpinnya. Contohnya ketika terjadi pemilihan Ketua Rukun Warga (RW) 17 untuk tahun 2002, yang terlihat cukup unik. Pada saat itu, jabatan Ketua RW 17 dipegang oleh A. Rahman selama hampir empat tahun, yaitu dari 1998 sampai 2002, sehingga warga menginginkan pergantian ketua RW-nya, karena meng-anggap jabatan yang dipegang A. Rahman harusnya sudah selesai sejak tahun 2001. Yang menarik, pemilihan ketua RW pengganti A. Rahman oleh warga tidak lagi mengacu kepada mekanisme lama, di mana pemilihan dilakukan oleh para ketua RT, akan 214


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

tetapi dipilih langsung oleh warga lewat jalur pemilihan, layaknya pemilu. Ketua RT 02, Khonedi, yang juga salah seorang panitia pemilihan menyatakan, bahwa ide tentang adanya pemilihan ketua RW secara langsung itu merupakan keinginan warga Muara Baru sendiri yang dilakukan lewat musyawarah warga, yang dilakukan sejak awal Mei 2002. “Dari musyawarah tersebut akhirnya terbentuk panitia independen dari perwakilan masingmasing RT sekitar 60 orang,’’ tuturnya. Pemilihan ketua RW yang diadakan langsung oleh warga RW 17 itu dilangsungkan pada tanggal 9 Juni 2002, diikuti oleh 3.424 warga yang sudah memiliki hak pilih dari 22 RT, termasuk dari RT perwakilan. Dalam pemilihan tersebut peserta juga memilih kandidat melalui kertas suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) layaknya pemilu. Sebanyak 12 TPS tersebar di wilayah tersebut dengan melibatkan sebanyak 30 personel polisi dan 60 orang tenaga Pam Swakarsa untuk mengamankan jalannya pemilihan tersebut. Dari hasil pemilihan tersebut, Umar Husein terpilih sebagai Ketua RW 17 baru. Ia mengantongi suara sebanyak 1.023 suara dan mengungguli 7 orang kandidat lainnya. Posisi kedua disusul oleh Mulyoto dengan 527 suara. Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh M. Nasir Mile dengan jumlah pemilih sebanyak 407 suara. 215


GEGER KALIJODO

Secara lebih jelasnya posisi kandidat dan jumlah pemilihnya dapat dilihat dari tabel berikut ini: TABEL IX HASIL PEMILIHAN KETUA RW 17 MUARA BARU, KELURAHAN PENJARINGAN PERIODE 2002-2005 No 1 2 3 4 5 6 7

Nama Kandidat Umar Husein Mulyoto M. Nasir Mile Abdul Rachim Daeng Sapo Mustamin Hadi S.

Jumlah Suara Sah Jumlah Suara Batal Jumlah Total Pemilih

Jumlah Pemilih 1.023 suara 527 suara 407 suara 396 suara 210 suara 107 suara 91 suara 2.893 suara 531 suara 3.424 suara

Sumber: Panitia Pemilihan Ketua RW 17 Kelurahan Penjaringan

Gambaran menarik dalam pemilihan Ketua RW 17 tersebut, adalah masa kampanye yang dilakukan oleh para kandidat, layaknya politikus yang sedang menggalang dukungan. Para kandidat tersebut melalui kampanye berusaha melobi para tokoh pemuda dan tokoh 216


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

masyarakat melalui janji-janji politiknya. Bahkan, sehari sebelum pemilihan ketua RW dilaksanakan, para kandidat melakukan debat terbuka di Balai RW 17, Kelurahan Penjaringan. Dalam debat antarkandidat tersebut Umar Husein, yang sehari-harinya berprofesi sebagi bos ikan, mengaku tidak mencalonkan diri sebagai kandidat ketua RW, namun uniknya ia malah dicalonkan oleh kerabat dekatnya sendiri, yaitu ayah kandungnya sendiri. Dalam janji politiknya, ia menyatakan akan memprioritaskan pembangunan akhlak warga Muara Baru. ‘’Muara Baru selama ini sering dikenal karena banyaknya usaha perjudian dan prostitusi. Jika saya terpilih, hal ini akan menjadi prioritas saya untuk memberantasnya,” janjinya saat itu. Upaya saling menjatuhkan lawan antarkandidat pun terjadi dalam kampanye yang dilakukan menjelang pemilihan. Contohnya, ketika Mustamin berkampanye kepada warga RT 08/17. “Nanti kalau warga InsyaAllah memilih saya, akan saya bantu fasilitas olahraga bagi pemuda di sini, juga tokoh masyarakat di sini akan saya giatkan pengajian dan pembangunan mesjid,” seperti dikutip salah seorang warga RT 08 bernama Darus. Sedangkan lawan politik Mustamin mengadakan kampanye tandingan kepada warga RT 08 melalui pendukungnya yang mengatakan, bahwa Mustamin sangat tidak 217


GEGER KALIJODO

layak menjadi ketua RW. Hal itu dikaitkan dengan posisinya sebagai pemilik Kafe Angin Mamiri, di Jalan Kebun Tebu. Mereka menjadikannya sebagai tolok ukur moral Mustamin sebagai pemimpin. “Masak kalian mau memilih penjual minuman keras yang kafenya menjadi sarang keributan sebagai ketua RW. Itu jelas melanggar kaidah agama Islam,� kata Abdullah, seorang warga yang menjadi pendukung lawan politik Mustamin kepada sejumlah warga dan berusaha meyakinkannya, bahwa Mustamin menggunakan uang sebagai alat kampanyenya. Dari pihak warga sendiri sebenarnya cukup banyak yang menduga jika ada politik uang dalam pemilihan RW, karena fasilitas serta kepemimpinan RW Muara Baru sangat berpengaruh bagi kehidupan bermasyarakat dari mata pencaharian, pekerjaan, sampai ke masalah pertanahan. Untuk setiap kandidat harus menyediakan uang sebesar Rp 10 juta untuk penyelenggaraan pemilu sebagai uang administrasi, untuk menggelar pemilihan tersebut karena ada kebutuhan seperti konsumsi dan transportasi. Di Muara Baru, ketua RW dianggap sebagai pemimpin warga yang bisa menentukan segala aturan, seperti soal jualbeli tanah layaknya pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau bisa mengatur pola hubungan dagang. Selain itu, ketua RW berhak 218


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

mendapat fasilitas khusus, seperti monopoli tempat usaha, contohnya bangku, lori di Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru dikuasakan penuh kepada TKBMI yang diketuai oleh A. Rahman. Selain itu, hansip RW dapat mengutip uang dari pabrik-pabrik untuk RW sebagai sumber pemasukan uang terbesar. Pergantian ketua RW, bisa diartikan pemilihan pemimpin. Semua suku bangsa budaya yang terbentuk di masyarakat Muara Baru tercermin di dalam pertemuan warga dengan sesepuh, ketua RT, warga, dan lurah di Kelurahan Penjaringan pada 6 Mei 2002. Dalam pertemuan itu warga saling mengajukan calon dan meminta secepatnya pergantian ketua RW tanpa memandang asal suku bangsa bakal calon ketua RW. Para wakil warga ada yang mengkritik ketua RW lama disertai sorakan dan cemohaan, namun terlihat demokratis karena masing-masing perwakilan diberi waktu untuk berbicara. Seperti dilontarkan salah satu warga bernama Hamid Nasution yang menyatakan, bahwa pemilihan harus segera dipercepat karena jabatan ketua RW yang lama sudah berakhir. “Bisa dikatakan kalau warga di sini ingin pemilihan secara langsung oleh warga, karena kalau para ketua RT yang memilih jelas keberpihakan dengan ketua RW jadi nggak fair,� kata Hamid yang menunjuk banyak tokoh 219


GEGER KALIJODO

yang menginginkan calon ketua RW, disertai tepukan tangan warga Muara Baru pada pertemuan tersebut. Hamid menambahkan, bahwa posisi ketua RW di Muara Baru sangat strategis. Menurutnya, menjadi Ketua RW 17, secara materi dapat lebih besar dibandingkan posisi lurah, hal itu dikarenakan potensi Muara Baru sangat kaya. Seandainya ketua RW itu pandai mengolah dan membina hubungan baik di kalangan pengusaha ikan atau pedagang ikan di Muara Baru, disertai berbagai kutipan-kutipan uang oleh hansip kepada pengusaha, maka ia akan mendapat banyak penghasilan dari hal-hal tersebut. Karena itulah jabatan ketua RW menjadi sangat diinginkan sebagian besar tokoh masyarakat, namun warga sangat menginginkan ketua RW-nya bersih dan mempunyai wibawa. Pola pemilihan RW Muara Baru cenderung kontroversial dilihat dari beberapa aspek, terutama ketika bakal calon ketua RW yang akan menggalang dukungannya itu berusaha untuk menarik simpati massa agar memilihnya sebagi ketua RW baru, dan cenderung manjadi persaingan yang tidak sehat. Bahkan menurut Kapospol Muara Baru Aiptu Endarwin, ada calon RW yang menyiapkan uang dukungan mencapai Rp 100 juta, dan itu didapatkannya dari para pengusaha. Dalam pemilihan ketua RW periode 2002220


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

2005, warga tampaknya tak sekedar mencari figur pemimpin, tetapi mereka harus segera memilih ketua RW yang seharusnya sudah diganti tahun lalu. Suara tersebut tentu saja membuat gusar para pendukung mantan Ketua RW 17, A. Rahman, yang saat itu masih memegang jabatan ketua RW. Tapi A. Rahman hanya boleh gusar, karena suara itu terus membesar menjadi tuntutan sebagian besar warga. Suara keras yang mendesak A. Rahman menanggalkan jabatannya, muncul dari warga yang bernama Sobirin, juga salah satu kandidat ketua RW. Dalam kampanyenya ia kembali menegaskan, bahwa A. Rahman seharusnya sudah diganti tahun lalu. Sobirin bahkan lebih jauh melangkah, ia membuat pengaduan kepada Lurah Penjaringan. Dalam suratnya kepada lurah, tertanggal 6 Mei 2002, intinya menyatakan bahwa, peremajaan RW dan berakhirnya masa jabatan ketua RW periode 2001. Warga menuding kalau kelambatan tersebut ada hubungannya dengan proyek lurah yang bekerja sama dengan ketua RW dalam pengukuran rumahrumah di Muara Baru. Surat tersebut menyebut nama Sobirin sebagai penegak realita keadilan dan demokrasi di wilayahnya. Selain membawa surat, ia juga datang ke kantor kelurahan dan menui A. Mukhlis, Lurah 221


GEGER KALIJODO

Penjaringan. Rupanya, langkah Sobirin ini diketahui oleh A. Rahman, sehingga salah seorang pendukungnya, Lukman melakukan ancaman hingga pukul 22.00 WIB. Sobirin akhirnya diantarkan pulang ke rumahnya oleh Pak Lurah. Keesokan harinya, Sobirin mengadukan hal tersebut ke Mapolsek Metro Penjaringan dengan bukti lapor No.Pol 580/K/ V/SEK.PENJ. Tanggal 7 Mei 2002. Pihak kepolisian diminta untuk menindak hal itu serta menjamin keselamatan Sobirin. Pihak kepolisian di sini juga turut andil dalam pengamanan jalannya pemilihan ketua RW, seperti Babinkamtibmas Kelurahan Penjaringan Aiptu Mulyono, diperintahkan langsung oleh Kapolsek Penjaringan, AKP Krishna Murti, untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan oknum-oknum tertentu yang akan mengacaukan jalannya pemilihan. Jika dalam proses pemilihan itu ada tindakan-tindakan dengan unsur pidana, polisi akan melakukan tindakan prefentif atau tindakan tegas lainnya. Namun A. Rahman yang mendapat sorotan tersebut mengundurkan diri dari bursa pencalonan ketua RW, nama-nama yang muncul dari warga sendiri sebagai kandidat ketua RW adalah Mulyoto asal Semarang, Sukri asal Cirebon, Umar Husein asal Serang, Mustamin asal Makassar, Daeng Nasir Mille asal 222


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Makassar, Hadi Sucipto asal Jakarta, Daeng Sapo asal Makassar dan H.A. Rahim asal Serang. Sebagai ketua pantia pemilihan langsung ketua RW, ditunjuk secara aklamasi oleh warga, yakni Daeng Baso Bali sebagai orang yang dituakan di Muara Baru. Setelah itu Daeng membentuk panitia induk yang anggotanya terdiri dari masing-masing ketua RT, sedangkan panitia wilayah sebagai penanggung jawab tempat pemungutan suara (TPS), adalah dari warga masing-masing RT, sebanyak 12 TPS yang tersebar di Muara Baru. Para kandidat ketua RW bersaing melakukan kampanye dengan caranya masingmasing. Ada yang bersifat terbuka dan ada yang tertutup. Seperti diceritakan Ketua RT 02, Khonedi, yang menyebutkan bahwa kemungkinan para kandidat melakukan caracara seperti politik uang, serangan fajar, atau membeli kartu pemilih sangat mungkin. “Di Muara Baru sangat beragam, warga kita dari berbagai macam suku, kalau pas memilih adalah hak warga itu sendiri tanpa intervensi lawan-lawan politik ketua RW. Yang jelas pemilihan kita di sini adalah disyukuri warga dan diterima oleh yang kalah,� tutur Khonedi. Pengamatan langsung penulis di lapangan melihat persiapan warga. Setiap TPS disediakan dana sebesar Rp 200 ribu untuk 223


GEGER KALIJODO

membangun TPS serta dana logistik panitia. Masing-masing wakil dari para kandidat sebanyak 12 orang sudah berada di TPS sejak pukul 08.00 WIB. Warga sendiri berdatangan ke TPS mulai dari pukul 09.00 WIB. Setelah mengambil lembaran kartu pemilih yang berisi gambar dari kandidat yang dipilih, warga masuk ke dalam TPS dan menusuk foto yang dipilihnya dengan paku, mirip dengan Pemilu yang memilih anggota DPR. Menjelang pukul 14.00 WIB semua kotak berisi kartu pemilih diangkut ke kantor RW dan dihitung jumlah suaranya dan disaksikan oleh para kandidat. Panitia menghitung hingga pukul 16.00 WIB. Dari penghitungan suara tersebut Umar Husein berhasil meraup suara terbanyak sebagai pemenang. Kemenangan ini pun diakui oleh kandidat yang lain, sehingga tidak terjadi bentrokan antarpendukung. Kampung Muara Baru pun bergeliat seperti biasa dalam kesibukan dan bau amis ikan, sambil tersenyum dengan tampilnya ketua RW yang baru. ***

224


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

227


GEGER KALIJODO

226


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

A Konvensi Sosial di Muara Baru

K

onvensi sosial di antara pelanggan dengan pelele atau pola tawar-menawar inilah yang kemudian memunculkan keteraturan hubungan antarwarga yang saling menguntungkan

Berbagai ragam suku bangsa yang mendiami kawasan padat penduduk Muara Baru, ternyata tak menghalangi upaya masyarakat untuk menciptakan suasana hidup yang damai dan toleran. Ini berbeda, kondisinya di kawasan Kalijodo, di mana ada kelompok yang tak ingin menciptakan perdamaian, sehingga aparat keamanaan harus turun tangan di dalamnya. Lantas, mengapa Muara Baru bisa berdamai di tengah tarikan kepentingan dari sumber daya ekonomi yang melimpah di kawasan tersebut? Ragam dari uraian sebelumnya, dapat diketahui, bahwa keteraturan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat Muara Baru dapat ditinjau dari konvensi maupun pranata-pranata 227


GEGER KALIJODO

sosial yang di dalamnya berisi upaya memantapkan keteraturan sosial. Dengan pranata sosial, menjadi bingkai dari setiap dinamika yang tumbuh di masyarakat. Atau dengan kata lain, pranata menjadi batasan setiap individu, maupun masing-masing kelompok agar tercipta keharmonisan. Dalam suasana seperti itulah kegiatan-kegiatan yang produktif warga dapat menghidupi diri mereka masing-masing dan keluarganya serta masyarakatnya. Ada jaminan, mereka yang berproduksi memperoleh haknya atas jerih payah yang telah mereka keluarkan. Dari hasil pengamatan penulis di lokasi penelitian ditemukan beberapa hal yang merupakan hasil dari kesepakatan bersama yang sudah menjadi kebiasaan, hidup dari warga yang terpusat pada kegiatan jual-beli pada Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru. Bagi yang melanggar akan ada sebuah konsekuensi, misalnya pelanggan akan meninggalkan pelelenya. Sehingga hal semacam itu sudah menjadi kesepakatan bersama, demi menjaga pelanggan di antara sesama pelele atau dengan kata lain menjadi sebuah aturan yang tak tertulis tetapi di sepakati di antara mereka. Konvensi sosial di antara pelanggan dengan pelele seperti yang telah dipaparkan di atas atau pola tawar-menawar inilah yang kemudian memunculkan keteraturan hubungan 228


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

antarwarga yang saling menguntungkan (simbiotik mutualisme), baik dalam situasi yang relatif stabil maupun situasi konflik. Di sinilah mekanisme pasar berlaku, di mana ketergantungan antara penjual dan pembeli menjadi jelas, yaitu penjual akan menyediakan barang (supply) sesuai dengan kebutuhan atau permintaan (demand) dari si pembeli. Namun ketika barang yang disediakan oleh si penjual dapat disediakan dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih murah oleh penjual lain, si pembeli dapat berpindah membeli kepada penjual lain. Kegiatan yang dilakukan antara pelele dan pelanggan ini, batas-batas suku bangsa dapat dipertajam atau diperlonggar sesuai dengan kebutuhan atau tujuan kegiatan dan kepentingan masing-masing warga suku bangsa yang bersangkutan. Hal-hal yang telah disebutkan di atas yang kemudian berlaku secara umum di Pasar Muara Baru dikenal dalam teori ekonomi sebagai mekanisme pasar yang berhubungan erat dengan sistem kapitalisme. Dalam pandangan Adam Smith, prinsip-prinsip dasar suatu masyarakat kapitalis terdiri atas milik pribadi (private property), motif mencari laba (the profit motive), dan persaingan bebas (free competition).56 Selanjutnya dikemukanan bahwa sistem kapitalisme modern menganut pula asumsi229


GEGER KALIJODO

asumsi lain, yaitu pemupukan modal (capital accumulation), penciptaan kekayaan (the creation of wealth), dan ekspansionisme. Dapat penulis jelaskan beberapa konvensi antara pelele dengan pelanggan yang berlaku di Pasar Muara Baru sebagai berikut: Ketetapan Pelele Muara Baru yang menjadi perantara pelele daerah lain. Adanya pelele atau pedagang di Muara Baru yang menjadi perantara tetap oleh pelele daerah lain dalam jual-beli ikan tampak pada pelele bandeng, tenggiri, dan udang. Seperti apa yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, pelele H. Astaria dari Serang menguasai perdagangan ikan bandeng. H. Astaria menjadi perantara tetap dari pelele asal Lamongan, Jawa Timur, H. Seger. Kemampuan dari H. Astaria tidak diragukan oleh H. Seger, ini dapat dilihat dari kepercayaannya, karena dalam setiap harinya H. Seger mampu mengirim ikan bandeng hampir 100 ton. Kepercayaan itu terbentuk karena keduanya telah menjalin hubungan yang lama dan sudah menjadi kesepakatan pelele lain, bahwa pelele akan mengambil ikan bandeng dari H. Astaria.

Apabila konvensi atau kesepakatan itu dilanggar, semisal ada pelele dengan modal yang sangat besar memotong jalur perdagangan H. Astaria dengan memborong ikan bandeng dari distributor lain asal daerah dengan harga yang tinggi, itu tak akan mudah dan langgeng, karena pelele di pasar ikan Muara Baru, hanya mengenal H. Astaria. Di samping itu H. Seger selaku pemasok ikan bandeng pun hanya memiliki kepercayaan terhadap H. Astaria, 230


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

sehingga pelele baru yang memotong jalur distribusi ikan bandeng dari daerah akan merugi. Demikian halnya dengan jual-beli udang. Dalam jual-beli udang dikuasai H. Amsil asal Makassar. H. Amsil menerima kiriman dari pelele asal Sungai Lumbu, Lampung. Para pelele pun mengambil udang dari H. Amsil yang omset setiap harinya mencapai 1 hingga 2 ton. Dan apabila ada pelele baru yang memotong pengiriman untuk disalurkan ke pasar ikan pun akan mengalami kerugian. Karena kondisinya sama seperti halnya dengan perdagangan ikan bandeng atau tenggiri serta ikan yang lainnya di Pasar Ikan Muara Baru. Selain konvensi yang meliputi penguasaan distribusi produk perikanan, juga terdapat konvensi lain dalam sistem pembayaran. Di sini ada empat sistem pembayaran yang berlaku, seperti sekilas telah disampaikan dalam bab sebelumnya. Pertama, sistem jual beli ikan dengan melandaskan saling kepercayaan antara pengirim barang dengan pelele. Dalam sistem ini para pelele biasanya telah lama mengenal pelele yang ada di Muara Baru, yang akan menjualkan ikan kirimannya. Demikian halnya dengan pelele sendiri, ia pun telah mengenal pemasok ikannya dengan baik dan bertahun lamanya, baik yang ada di daerah setempat maupun luar daerah. 231


GEGER KALIJODO

Dalam sistem saling kepercayaan, biasanya seorang pelele baru akan membayar kiriman ikan dari pengirim setelah ikan kiriman itu terjual habis. Semisal saja kiriman ikan bandeng dari Lamongan yang mencapai sekian ton perharinya. Pembayarannya dapat dilakukan dalam tenggang waktu sehari itu juga ataupun sebulan dan bisa jadi setiap triwulan. Para pelele dalam melakukan pembayaran terhadap uang tanggungan atas kiriman ikan itu, mereka memanfaatkan jasa bank. Dengan cara menstranfernya melalui rekening bank tertentu yang telah disepakati bersama. Besar dari uang yang ditransfer tentunya sesuai dengan harga dari banyaknya ikan yang dikirim. Bahkan para pelele juga dapat membayar uang ikan kiriman sebagian saja dulu. Sisanya menyusul bulan berikutnya. Kedua, sistem pembayaran kedua yang biasa berlaku di Pasar Pelelangan Ikan Muara Baru, yakni sistem bayar kontan. Dalam sistem bayar kontan di sini seorang pelele harus memenuhi tanggung jawabnya untuk segera menyediakan uang begitu barang kiriman datang. Sistem bayar kontan berarti, ada uang, ada barang (namun hal ini sangat jarang dilakukan para pelele, karena kebiasaan yang berlaku di Muara Baru berhutang dulu baru bayar). Hal ini dilakukan sebagian pemasok, karena mereka tak mau mengambil resiko 232


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

apabila terjadi kebohongan di antara mereka berdua. Selain itu dilakukan oleh pemasok karena tak mau terlilit dalam kerugian. Hal ini sudah barang tentu pemasok barang tak mau memikirkan apa yang terjadi terhadap pelele, baik dalam kondisi untung maupun akan merugi. Ketiga, sistem saldo, pelele dapat melakukan pembayaran terhadap pemasok barangnya, apabila ada keuntungan yang diperoleh. .... ini dapat Pemasok mengirim barang dilihat dari kepada pelele dengan jumlah kepercayaannya, sekian ton berupa jenis ikan karena dalam tertentu. Pemasok sepakat setiap harinya H. menerima uang pembayaran di Seger mampu waktu mendatang. Meski mengirim ikan kirimannya telah terjual habis, dia bandeng hampir tak menuntut untuk langsung 100 ton. dibayar, tetapi pembayaran tergantung dari situasi yang dialami pelele. Saat rugi maka pembayaran dapat ditunda dan sebaliknya, saat untung pembayaran dapat dilakukan. Meski kondisi rugi dan pelele tak segera membayar barang yang telah dikirim, pemasok tetap akan mengirim barang. Keempat, sistem pelanggan. Dalam sistem pelanggan identik dengan sistem kepercayaan. Di mana pelele hanya bermodalkan dengkul atau tanpa modal saja. Pemasok akan memberikan sejumlah barang kepada pelele, 233


GEGER KALIJODO

dengan terlebih dulu menetapkan harga. Barang yang telah diserahkan atau yang dikirim penjualannya diserahkan kepada pelele, bagi dia, asal harga yang telah ditetapkan terpenuhi, maka sudah tak ada masalah lagi. Dan dia tak ikut campur dalam hal penentuan harga, itu semua diserahkan kepada pelele mau mengambil keuntungan berapa dari barang yang dikirim pemasok tersebut. Keempat sistem pembayaran tersebut di atas bagi para pelele sudah menjadi kesepakatan bersama di antara mereka. Apabila kesepakatan tersebut dilanggar, maka akan berpengaruh terhadap kegiatan jual-beli selanjutnya. Bisa jadi pemasok ikan akan berpaling ke pelele lain yang bersedia menjualkan ikannya. Sehingga sistem pembayaran yang telah disepakati itu, akan dijaga betul. Mereka pun secara moral merasa tak enak seandainya melanggar kesepakatan pembayaran yang telah ditentukan bersama itu. Keteraturan sosial dalam hal sangsi lainnya adalah konvensi yang telah disepakati oleh warga Muara Baru, seperti ketika salah seorang warga berbuat sesuatu yang menurut warga dianggap janggal atau tabu. Perbuatan warga tersebut juga bisa dikategorikan ringan dan berat, hingga hukuman secara adat oleh warga juga dilihat dari tingkat perbuatan warga tersebut tanpa memperdulikan asal suku bangsa. Namun 234


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

ini bisa dikatakan hukum adat karena berisikan aturan-aturan berikut sangsi-sangsinya berkenaan dengan pelarangan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar atau mengambil hak orang lain atau merugikan masyarakat yang bersangkutan. Fungsinya sendiri untuk menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat dan kelestarian masyarakat tersebut dari gangguan-ganggguan yang merusakkannya dari perbuatan benalu atau merugikan atas hak-hak warganya dan masyarakatnya. Berkaitan dengan hukum adat yang telah melembaga lewat konvensi sosial, Parsudi Suparlan mengatakan: “Dalam keadaan dimana yang bersangkutan didakwa pelanggaran berat, yaitu membunuh anggota keluarga atau sesama masyarakatnya atau melakukan perbuatan yang dianggap akan menghancurkan tatanan kehidupan masyarakatnya, maka hukuman yang terberat adalah diusir dari masyarakatnya, dan bila masih terlihat dalam lingkungan masyarakat tersebut dia akan dibunuh. Dengan cara ini, hukum adat fungsional dalam menegakan keteraturan moral, dan keteraturan moral mendorong terwujudnya keteraturan sosialketeraturan sosial mendorong produktivitas bagi kesejahteraan hidup warga masyarakat tersebut,�.

Hal di atas juga tercermin dalam keseharian warga Muara Baru yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, salah satu warganya yang bertempat tinggal di Jalan Kebun Tebu, bernama 235


GEGER KALIJODO

Ibrahim, pada bulan Mei 2001mendapat sangsi tersendiri, keluarga diusir dan Ibrahim masuk penjara, termasuk rumahnya dirusak dan rata dengan tanah oleh warga yang mengamuk. Permasalahannya sendiri adalah Ibrahim yang berasal dari suku Makassar melakukan penganiayaan berat, hingga korbannya meninggal dunia. Ceritanya berawal ketika Ibrahim yang bekerja sebagai buruh di pelelangan ikan, sekitar pukul 04.15 WIB melewati sebuah mushola yang dekat dari rumahnya. Saat masuk rumah Ibrahim langsung merebahkan diri di tempat tidur. Di sebelahnya, istri Ibrahim sudah tidur nyenyak. Suara orang sedang melakukan pengajian, terdengar keras di telinga Ibrahim yang lelah tersebut. Amir yang tengah mengaji, kebetulan berasal dari suku Serang. Ibrahim yang merasa terganggu kemudian menghampiri Amir dan menyuruh korban berhenti mengaji. Namun, di tangan Ibrahim sebilah badik sudah dipegangnya dan di ayunkan ke tubuh Amir. Maka Amir pun tewas seketika. Melihat Amir rubuh dan bersimbah darah, Ibrahim melarikan diri. Warga setempat gempar. Begitu mengetahui yang melakukan Ibrahim, warga dari berbagai macam suku bangsa, seperti Serang, Makassar, Jawa bergabung dan melakukan pencarian. Bahkan ketika petugas 236


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Polsek Metro Penjaringan dapat menangkap pelaku, warga belum puas. Keluarga Ibrahim diusir keluar dan rumahnya dirusak hingga rata dengan tanah. ***

237


GEGER KALIJODO

B Pranata-pranata Sosial

P

ranata-pranata sosial terbagi di antaranya pranata keluarga, pranata ekonomi, pranata politik.

Pranata sosial merupakan suatu bentuk organisasi yang secara tetap tersusun dari polapola kelakukan, peranan-peranan, dan relasirelasi sebagai cara yang mengikat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan mendasar. Pranata-pranata sosial terbagi di antaranya pranata keluarga, pranata ekonomi, pranata politik. Di dalam masyarakat Muara Baru pranata-pranata tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Di dalam keluarga masyarakat Muara Baru, pranata yang berkembang sesuai dengan keadaan keluarga itu sendiri. Secara umum sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak. Pranata yang terbentuk adalah berkaitan dengan peran dari masing-masing anggota 238


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

keluarga. Sebagai seorang suami, memiliki peran sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban untuk memberikan penghasilan guna mencukupi kebutuhan seluruh keluarganya. Sebagai seorang istri, dia berkewajiban untuk mengatur keluarga apabila sang suami tengah bekerja mencari nafkah. Perannya mulai dari memasak, mencuci dan memberikan keseimbangan terhadap peran sang suami dalam kehidupan keluarganya. Sebagai anak, akan memiliki peran tersendiri sesuai dengan kondisi keluarga. Namun secara umum anak berperan untuk menjalankan perintah dari kedua orang tuanya, seperti kewajiban berbakti kepada orang tua, sekolah ataupun membantu pekerjaan orang tua yang berada di dalam rumah. Meski pranata keluarga yang ada di keluarga Muara Baru secara umum demikian, tetapi ada kalanya peran-peran itu mengalami pergeseran. Pergeseran itu terjadi karena sang suami meninggalkan anak dan istrinya di kampung halamannya, sementara suami hidup sendiri dengan cara mengontrak di Muara Baru. Kondisi semacam itu, tentunya membuat peran sebagai kepala rumah tangga bergeser ke istri. Sehingga istri yang berada di kampung bersama anak-anaknya bertanggung jawab menjalankan peran sebagai seorang suami. Pergeseran peran itu rata-rata dialami oleh istri dari komunitas masyarakat Serang dan 239


GEGER KALIJODO

Indramayu. Karena rata-rata suami mereka berada di Muara Baru untuk mencari uang, sedangkan istri dan anak ditinggal di kampung. Kondisi semacam itu memaksa seorang istri untuk berperan sebagai kepala rumah tangga di samping berperan sebagai seorang ibu rumah tangga. Sedangkan dalam pranata ekonomi di wilayah Muara Baru yang terjadi adalah bagaimana mereka memperoleh barang dan mendapatkan keuntungan secara materi. Sehingga terciptalah hubungan dalam bentuk jual-beli. Di Pasar Muara Baru jelas ada dua peran yakni peran si pembeli dan si penjual. Pembeli akan membeli barang dari penjual demi mendapatkan barang, sedangkan penjual akan melayani pembeli untuk mendapatkan barang yang diinginkannya, yang berorientasi mencari keuntungan secara materiil. Maka pranata yang ada adalah adanya uang yang dimiliki pembeli untuk ditukar dengan barang yang disediakan oleh penjual. Pembeli akan mendapatkan barangnya, sementara penjual akan mendapatkan keuntungan materi. Pranata lain yakni pranata politik. Di dalam masyarakat Muara Baru pranata politik terlihat dari keberadaan kepala RT dan kepala RW. Secara hierarki warga setempat tunduk terhadap aturan-aturan yang dikeluarkan oleh ketua RT ataupun ketua RW setempat. Tentunya 240


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

aturan-aturan itu terbentuk setelah ada kesepakatan bersama. Aturan-aturan yang ditetapkan bertingkat akan diadministrasikan oleh pengurus RT dan RW. Bentuk dari administrasi itu diantaranya adanya kartu keluarga (KK) yang diketahui dan disahkan oleh RT ataupun RW setempat atau juga dikeluarkannya kartu tanda pengenal (KTP) oleh aparat setempat. Sedangkan tata tertib umumnya, akan terlihat adanya aturan seperti wajib lapor bagi pendatang atau tamu ke ketua RT setempat apabila menginap lebih dari 24 jam di rumah warga Muara Baru. Tata tertib semacam itu, selain diadministrasikan juga tertulis di papan-papan pinggir jalan atau pintu masuk gang. Pranata lain yakni pranata hukum. Di dalam masyarakat Muara Baru pranata hukum terlihat dari adanya pamswakarsa, yang dibentuk sebagai lembaga pendukung tercapainya keamanan. Selain pamswakarsa juga ada hansip yang bertugas untuk kegiatan siskamling. Kedua lembaga itu dibentuk untuk menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat Muara Baru. Keberadaan mereka diakui karena sudah menjadi keputusan secara tertulis, bahwa kedua lembaga tersebut bertanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban di wilayah Muara Baru. Sedangkan pranata agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan berisikan 241


GEGER KALIJODO

aturan-aturan ibadah. Karena mayoritas warga Muara Baru memeluk agama Islam, maka ajaran yang diamalkan pun berdasarkan aturan dari Alquran dan Hadits. Aturan-aturan dari Alquran dan Hadits tersebut diyakini secara universal, sehingga diintrepetasikan serta dipahami sebagai pedoman hidup yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-harinya. Di samping pranata-pranata tersebut di atas, juga ada pranata dalam perkawinan. Pranata dalam hal perkawinan pada masyarakat Muara Baru pun dapat dikatakan sama dengan masyarakat lain. Untuk membentuk suatu pasangan baru, melalui perkawinan harus memenuhi unsur-unsurnya. Unsur-unsurnya yaitu mempelai pria, mempelai wanita, kedua orang tua masing-masing mempelai atau wali serta penghulu. Pranata perkawinan akan terpenuhi apabila unsur-unsur tersebut telah terpenuhi. Pasangan baru terbentuk setelah ada akad nikah oleh penghulu. Sedangkan masalah lain, seperti pesta atau bentuk acaranya mengikuti kesepakatan kedua belah pihak. ***

242


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

C Keteraturan Sosial Yang Dicapai

H

ubungan ketetanggaan yang mereka jalin, akan menciptakan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama melalui musyawarah tingkat RT maupun tingkat RW.

Keteraturan sosial dalam masyarakat Muara Baru, terwujud karena adanya hubungan sosial di antara warganya. Hubungan sosial tersebut berupa hubungan patron-klien, hubungan pertemanan dan hubungan ketetanggaan serta hubungan perantara. Hubungan patron-klien merupakan hubungan yang terjadi antara patron dan klien. Dalam hubungan ini, patron memberikan peranan yang besar dalam terwujudnya corak keteraturan sosial karena para patron rata-rata memiliki kuasa dan secara ekonomi memiliki kelebihan-kelebihan daripada kliennya. Sehingga mereka dapat membuat ketentuanketentuan yang diberlakukan kepada kliennya, karena para kliennya itu bekerja kepada patron. 243


GEGER KALIJODO

Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan para patron biasanya berkaitan dengan urusan pekerjaan. Oleh karenanya apabila ketentuanketentuan itu dilanggar oleh klien, patron akan memberikan sangsi berupa teguran atau mungkin dikeluarkan dari pekerjaannya. Gambaran tersebut di atas terlihat dari ketentuan pelele untuk mengharuskan pekerjanya atau anak buahnya untuk bekerja sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Semisal saja waktu bekerja dimulai sejak pukul 18.00 WIB hingga 02.00 WIB, maka apabila ada anak buah yang melanggar ketentuan waktu dalam bekerja tersebut, mereka akan mendapatkan sangsi teguran atau dikurangi pendapatannya. Hal itu lama-kelamaan akan berpengaruh terhadap pola perilakunya, sehingga karena merasa dinafkahi, mereka tunduk kepada pelele tak hanya dalam urusan pekerjaan, tetapi bisa tunduk dalam banyak hal. Hubungan ketetanggaan dalam masyarakat Muara Baru memberikan pengaruh yang besar juga terhadap corak keteraturan sosial. Karena dari hubungan ketetanggaan yang mereka jalin, akan menciptakan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama melalui musyawarah tingkat RT maupun tingkat RW. Sehingga pola tindakan mereka berdasarkan ketentuan yang telah disepakati itu. Lama kelamaan pola tindakan itu akan berkembang terhadap munculnya corak 244


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

dalam hubungan sosial. Sehingga akan berpengaruh lagi terhadap corak kondisi lingkungan warga Muara Baru. Dari pengamatan penulis, corak kondisi lingkungan wilayah Muara Baru bersifat kumuh dan liar. Kekumuhan itu terlihat dari bangunanbangunan rumah yang ada karena bangunan yang ada rata-rata merupakan gubug-gubug dengan ukuran petakan. Di samping itu, sampahsampah banyak berceceran di sekitarnya. Dikatakan liar, karena tanah yang mereka dirikan menjadi bangunan sebagai tempat tinggalnya itu bukan milik mereka. Mereka datang langsung mengklaim dengan mendirikan bangunan, pemerintah sendiri juga mengklaim mereka sebagai penduduk liar. Hubungan perantara di dalam masyarakat Muara Baru terlihat dalam aktivitas ekonomi. Di dalam aktivitas ekonomi khususnya yang ada di pasar Ikan Muara Baru yaitu pelele di Muara Baru sebagian merupakan pelele perantara dari pelele daerah lain untuk menjualkan hasil tangkapan ikannya. Pelele perantara yang ada di Muara Baru lantas menjualkan ikan kiriman dari pelele di luar daerah dan pembayarannya berdasarkan kesepakatan bersama. Biasanya mereka memiliki kesepakatan karena telah saling percaya dari adanya hubungan yang telah lama. Sebagai pelele perantara, mereka pun 245


GEGER KALIJODO

memiliki anak buah. Maka dari hubungan perantara itu, akan mempengaruhi corak hubungan antar pelele di pasar Ikan Muara Baru berkaitan dengan masalah pembayaran. Lambat laun kepercayaan itu menjadi semacam corak dalam hubungan mereka di dalam aktivitas jual beli. Hal ini seperti yang telah dijelaskan penulis di dalam Bab III dan IV. Menurut, Parsudi Suparlan, “Keteraturan dan ketertiban sosial dapat dilihat melalui tindakan-tindakan para warga miskin yang berpola yang merupakan konvensi-konvensi sosial yang berlaku dalam kehidupan dengan sesama mereka, di antara tetangga, teman, bos dalam hubungan kerja, dengan petugas atau pejabat pemerintahan, dan dengan sesama warga RT atau RW .� Keteraturan sosial yang terdapat di masyarakat Muara Baru, tak jauh berbeda dengan keteraturan yang terjadi pada masyarakat pada umumnya. Yaitu keteraturan yang diciptakan melalui aturan-aturan formal maupun informal. Misalnya setiap warga masyarakat harus memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan sebagainya. Selain itu mereka juga mengikuti aturan-aturan informal yang disesuaikan dengan konvensi-konvensi sosial yang berlaku di dalam kehidupannya. Konvensi-konvensi tersebut merupakan interpretasi mereka yang mengacu pada 246


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kebudayaan mereka dan disesuaikan dengan peranan-peranan yang mereka jalankan sesuai dengan pranata yang ada. Sehingga ada keteraturan sosial di dalam kehidupan sehariharinya. Berkaitan dengan hal itu masing-masing pihak memiliki peranan sendiri-sendiri dalam upaya memantapkan keteraturan sosial di dalam lingkungannya. Baik yang diupayakan oleh warga biasa, tokoh masyarakat, pamswakarsa, PEMDA, Pospol, dan Polsek Metro Penjaringan seperti sudah diuraikan dalam bagian sebelumnya. ***

247


GEGER KALIJODO

D Peran Warga Biasa

P

endidikan yang ketat tentang ilmu agama, jelas merupakan ungkapan dukungan terhadap upaya-upaya pemantapan keteraturan sosial.

Sebagai warga biasa di Muara Baru, mereka berupaya memantapkan keteraturan sosial sesuai dengan perannya masing-masing yang disesuaikan dengan peranannya masingmasing. Sebagai seorang buruh, pedagang maupun yang lainnya mereka berusaha untuk mendukung setiap peraturan yang berlaku baik secara tertulis maupun tak tertulis. Ungkapan dukungan terhadap penegakkan aturan untuk menciptakan keteraturan sosial oleh warga biasa, diwujudkan mulai dari kehidupan keluarganya hingga saat berinteraksi dengan sesamanya atau dengan suku bangsa lainnya. Misalnya, sebagai seorang kepala rumah tangga, tentunya peran yang dijalankan sesuai dengan corak keteraturan yang ada. Yakni 248


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

sebagai tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarganya yang terdiri dari istri dan anak. Sebagai kepala rumah tangga sekaligus sebagai warga biasa, upaya-upaya yang dilakukan untuk mendukung terciptanya keteraturan sosial yang mantap di dalam masyarakatnya dilakukan mulai dari keluarganya sendiri. Misalnya saja memberikan nasihat kepada istri dan anaknya untuk mentaati peraturan yang ada. Selain itu selaku orang tua sangat ketat mendidik anaknya dalam hal urusan agama. Pendidikan yang ketat tentang ilmu agama, jelas merupakan ungkapan dukungan terhadap upaya-upaya pemantapan keteraturan sosial. Selain itu, mereka pun menjalin hubungan dengan warga lain, melalui hubungan ketetanggaan. Karena dengan adanya hubungan ketetanggaan itu, akan mempererat persaudaraan dan persahabatan di antara mereka meski berasal dari sukubangsa yang berbeda. Dari hubungan ketetanggaan yang erat tersebut, tentunya akan berpengaruh terhadap upaya pemantapan keteraturan sosial. Karena dari hubungan ketetanggaan itu, secara umum mereka akan mengkuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh RT-nya atau RW-nya masingmasing. Sehingga aturan-aturan itu dibuat bukan untuk dilanggar tetapi untuk ditaati. Mereka akan 249


GEGER KALIJODO

secara sadar mentaati aturan yang ditetapkan RT atau RW setempat, untuk menghindari benturan-benturan atau konflik dengan tetangga lainnya. Contoh lainnya, seperti yang diemban seorang pelele yang memiliki beberapa anak buah. Karena sebagai patron dari anak buahnya, seorang pelele pun memiliki peran dan pengaruh terhadap anak buahnya dalam upaya memantapkan keteraturan sosial. Di antaranya seorang pelele akan selalu menasehati anak buahnya, agar tidak mudah terprovokasi apabila ada permasalah atau bersinggungan dengan kelompok suku bangsa lainnya. Hal semacam ini juga merupakan ungkapan tindakan pemantapan keteraturan sosial di masyarakat Muara Baru. Demikian pula peran yang diemban seorang buruh, karena mendapat nasihat demikian maka perilakunya pun menyesuaikan dengan sang patronnya atau dalam hal ini pelele sebagai warga biasa. Seorang buruh yang juga sebagai warga biasa, akan bersikap tidak mudah terprovokasi apabila ada masalah atau bersinggungan dengan kelompok sukubangsa lainnya. Dari sikap tunduk pada nasehat pelelenya itulah merupakan salah satu wujud dari upaya seorang buruh dalam memantapkan keteraturan sosial di masyarakat Muara Baru. *** 250


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

E Peran Tokoh Masyarakat

K

eberadaan tokoh-tokoh memiliki pengaruh yang besar karena mereka memiliki anak buah serta pengaruh dari peran yang dijalaninya.

Peran seorang tokoh di masyarakat Muara Baru dalam hal upaya pemantapan keteraturan sosial sangatlah besar. Pasalnya mereka dijadikan panutan oleh anak buahnya. Ketokohan seseorang di Muara Baru, biasanya dilihat dari lamanya ia tinggal di Muara Baru, karena faktor keulamaannya dalam agama atau bisa juga karena faktor kepemilikan lapak ikannya yang banyak. Sehingga ia banyak memiliki anak buah. Atau juga karena ia merupakan pemimpin dari kelompok tertentu, sehingga ketiga hal itu menjadikannya disegani sebagai seorang pemimpin atau tokoh. Seperti telah disebutkan di dalam bab sebelumnya, di Muara Baru, terdapat beberapa tokoh, misalnya Daeng Bali, Daeng Nasir Nile, 251


GEGER KALIJODO

Daeng Kebo, Daeng Saleh Jongke, Daeng Mansyur, Daeng Eric, Daeng Ata, Daeng Tiju, Daeng Tuan Muda, Jamaludin, H. Rahman, M. Chusnul, Dulhadi, Ustadz Abdul Mutalib, Uyung, Jaeni, Rosdullah, Kosim, dan Warsi. Keberadaan tokoh-tokoh tersebut memiliki pengaruh yang besar karena mereka memiliki anak buah serta pengaruh dari peran yang dijalaninya. Sehingga selain disegani, para anak buahnya pun akan tunduk terhadap perintah atau nasehat dari tokohnya. Dari pengaruh yang besar itulah, para tokoh bisa berperan sebagi pengayom saat terjadi keributan, bisa menjadi penengah di antara mereka yang konflik dan sekaligus dapat menggalang kekuatan di antara mereka. Sehingga perilaku dari anak buahnya pun akan mengikuti perilaku dari tokohnya. Sebagai contoh dalam hal ini yakni peran dari Ustadz Abdul Mutholib. Abdul Mutholib sebagai seorang Ustadz memanfaatkan peranannya secara rapi dalam bentuk kegiatan Majlis Taklim yang ada di Muara Baru untuk membina kehidupan agama pada khususnya serta membina kerukunan antar warga di Muara Baru atau upaya mencegah terjadinya konflik di antara mereka. Dengan dakwah melalui majlis taklim itulah Ustadz Abdul Mutholib mempergunakannya sebagai instrumen meredupkan jati diri kesukuan untuk mencegah terjadinya konflik, di antaranya dengan selalu 252


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

menanamkan konsep nilai Dengan dakwah universal dalam Islam. melalui majlis Konsep Islam univertaklim itulah sal yang disampaikan Ustadz Abdul Ustadz Mutholib antara lain, Mutholib kesejajaran umat manusia, mempergunakannya tak ada perbedaan dan sebagai instrumen semua satu saudara meski meredupkan jati berbagai suku bangsanya. diri kesukuan Hal itu dapat ditanamkan untuk mencegah dalam kehidupan sehariterjadinya konflik, hari kepada jamaahnya pada khususnya dan kepada warga Muara Baru pada umumnya. Selain tausiah yang disampaikan oleh ulama, dibentuk pula suatu organisasi Dai Dewan Akbar Indonesia. Keberadaan organisasi ini berlatar belakang, memanasnya situasi menjelang Pemilu 1999. Saat itu, menjelang pesta demokrasi, warga Muara Baru antusias menyambut dengan melakukan kampanye-kampanye sesuai dengan partainya masing-masing. Di dalam situasi seperti ini Muara Baru, sangatlah rentan konflik diantara para pendukung partai yang berbeda. Situasi kemudian bertambah memanas akibat warga saling mengkampanyekan partainya. Untuk mencairkan kondisi yang sudah memanas itulah, Ustadz Abdul Mutholib mendirikan organisasi tersebut. Organisasi itu 253


GEGER KALIJODO

dibentuk dengan maksud untuk mengalihkan perhatian warga dari persoalan politik Nasional. Caranya warga diarahkan untuk tidak lagi membicarakan masalah politik, tetapi diajak untuk membicarakan masalah yang lain, seperti masalah sosial. Sehingga warga akan sejenak melupakan partainya, tetapi berganti ke persoalan lain. Dengan upaya tersebut, menurut Ustadz Abdul Mutholib sangat efektif. Dikatakan olehnya bahwa pada PEMILU tahun 1999, cara itu sangatlah efektif dalam meredam terjadinya konflik di dalam warga Muara Baru yang tengah memanas akibat persoalan kepartaian. “Cara itu sangat efektif, karena situasi warga sudah memanas, tetapi karena perhatian dan pembicaraan mereka saya alihkan ke persoalan lain, konflik dapat diminimalisir,� Ujar Ustadz Abdul Mutholib saat ditemui penulis. Cara lain juga ditempuh, untuk menjaga netralitas agar umatnya tidak terpecah, Ustadz memilih bersikap netral dan tidak terlibat dalam kampanye suatu partai tertentu. Sikap tidak mau terlibat dalam kampanye untuk mendukung sebuah partai tertentu ditunjukkan oleh Ustadz Abdul Mutholib demi menjaga perpecahan di antara warga. Karena apabila dirinya terlihat berkampanye dan mendukung sebuah partai tertentu akan membuat warga yang berbeda partai dengannya, tidak mau mengundangnya untuk berceramah di RT-nya. Sehingga apabila 254


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

terjadi seperti itu, berarti perpecahan sudah terjadi. Oleh sebab itu, dirinya tidak mau melihat warga Muara Baru terpecah-belah gara-gara dirinya terlibat dalam kampanye sebuah partai. Karena apabila perpecahan terjadi, konflik massal sulit untuk dihindari. Dari gambaran itu, jelas “Cara itu sangat pengaruh seorang tokoh efektif, karena amatlah besar. Maka bisa situasi warga dikatakan bahwa peran sudah memanas, seorang tokoh dalam upaya tetapi karena memantapkan keteraturan perhatian dan sosial sangatlah besar. pembicaraan Sebagai contoh lain saat mereka saya terjadi konflik antarkomunitas alihkan ke suku bangsa Sunda asal persoalan lain, Serang dengan suku bangsa konflik dapat Makassar seperti yang telah diminimalisir,� disebutkan dalam bab sebelumnya, di mana kedua tokoh dari kedua belah pihak mampu bertindak sebagai penengah dalam meredamkan situasi konflik, di samping pihak aparat kepolisian. Fungsi sebagai penengah yang diemban tokoh masyarakat dalam situasi konflik tersebut, jelas merupakan salah satu peran dalam upaya memantapkan keteraturan sosial di dalam masyarakat Muara Baru. *** 255


GEGER KALIJODO

F Peran Pamswakarsa

P

am swakarsa memiliki peran yang banyak terhadap upaya pemantapan keteraturan sosial yang ada.

Keberadaan pamswakarsa pun memiliki peran yang besar dalam upaya pemantapan keteraturan sosial di masyarakat Muara Baru. Hal itu karena pamswakarsa memiliki tanggung jawab dan tugas mengayomi para pengguna jasa, terutama di tempat pasar pelengan ikan, dan di sekitar kawasan Muara Baru. Dari tugas dan kewajibannya itu peran pam swakarsa menjalankan seperti halnya dengan peran yang dimiliki oleh petugas polisi. Yaitu mengayomi, melindungi serta menjaga ketertiban setempat. Secara khusus Pam swakarsa mampu meminimalisir maraknya aksi pemalakan serta pencurian yang dilakukan preman. Karena sebelum dibentuk pam swakarsa di kawasan Pasar Ikan Muara Baru aksi 256


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pemalakan dan pencurian yang dilakukan oleh preman banyak terjadi. Dari gambaran itu, Cikal bakalnya terlihat bahwa keberadaan bermula dua pam swakarsa memiliki kelompok suku peran yang banyak terhadap bangsa yakni upaya pemantapan Makassar dan keteraturan sosial yang ada. Serang bentrok, Karena para pedagang ikan pemicunya adalah di Muara Baru tak merasa preman Makassar takut lagi bakal menjadi memalak mobilsasaran pemalakan atau mobil pelele pencurian ikan yang Madura. dilakukan para preman. Karena pada umumnya para preman setempat merasa segan terhadap anggota pamswakarsa. Rasa segan itu dikarenakan para preman dengan anggota pamswakarsa rata-rata sudah saling mengenal. Sehingga anggota pamswakarsa akan dengan mudah menangkap pelaku pemalakan atau pencurian, karena mereka telah kenal dan tahu di mana preman bersembunyi serta dari kelompok mana. Dengan adanya penurunan kejahatan itu, aktivitas jual beli atau perdagangan di pasar Ikan Muara Baru lebih lancar. Sehingga adanya kelancaran aktivitas perdagangan itu berpengaruh terhadap keteraturan sosial di Muara baru. Dalam pengamatan penulis, pamswakarsa mempunyai peranan penting dalam keteraturan 257


GEGER KALIJODO

sosial di wilayah Muara Baru, seperti sebelum terbentuknya pamswakarsa pada tahun 2001. Cikal bakalnya bermula dua kelompok suku bangsa yakni Makassar dan Serang bentrok, pemicunya adalah preman Makassar memalak mobil-mobil pelele Madura. Bentrokan hebat keduanya juga menyebabkan kerugian yang sangat besar di Muara Baru serta korban jiwa baik yang meninggal dan luka-luka akibatnya pihak kepolisian merangkul dua tokoh sukubangsa tersebut yaitu Achmad Lani dan Daeng Nasir Mille yang bersepakat mengakhiri perseteruan dan melebur dalam Pam Swakarsa dan anggotanya diambil sebagian dari dua kelompok tersebut. Apabila ada yang melanggar masing-masing kedua tokoh tersebut akan mengadili dengan cara masing-masing kelompok tersebut. Setelah mereka bergabung dalam Pam Swakarsa kedua kelompok tersebut tampak akur, namun banyak dari preman-preman lainya yang tak tertampung dalam pam swakarsa, tetapi mereka tak berani menggangu keberadaab pelele atau pedagang ikan di pasar ikan Muara Baru. ***

258


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

G Peran Pemerintah Lokal

P

eran Pemda sendiri di Muara Baru cenderung pasif dan kurang pengawasan terhadap warga Muara Baru....

Peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini terbagi tiga antara lain pihak Kelurahan, Kecamatan dan Walikotamadya Jakarta Utara, yang masing-masing mempunyai otorita serta keterkaitan dengan warga Muara Baru dalam hal pemerintahan. Meski demikian warga mempunyai prasangka atau seterotipe mengenai aparat pemda dari lurah, camat hingga walikota mengenai keberadaan tanah hunian warga yang tak diakui atau illegal (liar), menurut warga mereka mendiami lahan tersebut bertahun-tahun berdasarkan alih hak atau membeli tanah tersebut dari tangan ketangan, karena itu haknya adalah tanah tersebut milik mereka dengan status tanah negara atau tanah garapan. 259


GEGER KALIJODO

Peran Pemda sendiri di Muara Baru cenderung pasif dan kurang pengawasan terhadap warga Muara Baru dari segi administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan sasarannya adalah masyarakat. Namun hal tersebut tercermin dalam laporan tahunan 2001/2002, Kecamatan Penjaringan, mengenai tidak tersentuhnya warga Muara Baru. Contoh dari segi administrasi pemerintahan mengenai jumlah warga di Muara Baru sendiri tak pasti karena mereka berdasarkan hitungan warga yang memilik Kartu Tanda Penduduk (KTP), sedangkan warga pendatang tak terdeteksi. Dari sisi pembangunan dalam proyek anggaran 2001, terlihat pembangunan yang dibangun adalah wilayah lain macam penataan kawasan Sunda Kelapa, pemeliharaan prasarana atau perbaikan pengurasan saluran PHB Muara Angke. Gambaran lainnya dari sisi kemasyarakatan, mengenai keagamaan juga jarang dikunjungi aparatur Pemda baik dari pembinaan maupun kunjungan kesehatan yang memantau kesehatan, status gizi ibu dan anak melalui program Pusling (Pusekesmas Keliling). Komentar Walikotamadya Jakarta Utara Drs. Soebagio sendiri mengungkapkan kesulitan mengenai warga di Muara Baru, mulai dari penertiban bangunan liar yang tak terawasi hingga ribuan warga main patok tanah dan 260


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

aparat pemda sendiri kesulitan menggusur. Artinya disini walikota sampai aparat Kelurahan tidak mampu memberikan penyuluhan bagi warga Muara Baru. “Bantuan pengawasan dari warga mengenai bangunan liar sangat perlu bagi kita, namun kesadaran warga lebih utama untuk tidak membangun di area terlarang seperti bantaran waduk Pluit, bisa menyebabkan banjir,� ujar Drs. Soebagio yang pernah memberi perintah cakra tiga (harus dilaksanakan), penertiban bangunan namun tidak berhasil sampai saat ini. Bahkan warga mendapat pembangunan dari dana luar negeri seperti Agra atau Mercy yang digunakan warga dalam membangun jembatan-jembatan penghubung sepanjang Jalan Kebun Tebu. Tiap bulannya warga di beri kegiatan bersih-bersih seperti menyapu atau mengakut sampah dari selokan dan di tukar beras seberat 5 Kg oleh yayasan Agra hingga warga Muara Baru merasakan manfaatnya meski Pemda tak menyentuh mereka. Pandangan Pemda Jakarta Utara, juga diamini oleh jajaran aparatur dibawahnya, baik aparat kecamatan maupun kelurahan. Yakni anggapan sebagian besar warga Muara Baru dianggap warga sebagai warga liar yang menyerobot lahan milik negara. Hal itu seperti diakui oleh Camat Penjaringan Supardan Setiabudi yang menolak melakukan 261


GEGER KALIJODO

pembangunan fisik di daerah tersebut karena warga di lokasi tersebut menurutnya adalah warga liar. “Itulah warga Muara Baru yang mendengungkan reformasi kebablasan sehingga menempati areal yang bukan semestinya, masak kita mendata warga tak resmi dan melegalkan. Lihat saja pembentukan RT disana mau-maunya warga sendiri,� 57 Hal yang sama dikatakan Lurah Penjaringan A. Muklis yang menyebutkan bahwa tak ada kewajiban dari pihaknya untuk melakukan pembangunan fisik di Muara Baru, karena mereka adalah penduduk liar. Namun diakuinya bahhwa sebagai pamong dirinya tetap melayani warga dalam hal pelayanan adminstratif seperti KTP atau Kartu Keluarga (KK) apabila syaratsyarat prosedur warga Muara Baru terpenuhi. Padahal, dibanding sikap aparat pemerintah, warga kelurahan sendiri sangat pro aktif apabila mendapat undangan dari kelurahan. Mereka sangat aktif mengikuti kegiatan yang diberikan Kelurahan seperti penyuluhan. Warga di Muara baru meski dilihat sangat kumuh dan miskin mereka sangatlah terpelajar seperti dikalangan anak mudanya, bahkan pendidikan mereka ada yang mencapai pasca sarjana. Namun Lurah A. Muklis menyebutkan kalau kegagalan pemda adalah melalui pejabat pendahulunya yang membiarkan pembangunan rumah-rumah liar di sisi sungai melebihi aturan. 262


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

“Seperti gubug terpanjang di dunia, untuk menertibkan tingkat walikota saja tak mampu! Itu mesti tingkat DKI,� ucap Supardan Setiabudi yang merasa tak berdosa tidak memberikan program apapun untuk warga Muara Baru . Setelah penulis melakukan pengamatan dan melakukan konfirmasi dengan warga di lapangan, terutama di RW 16 yang mempunyai RT perwakilan mencapai 10 dan warganya mencapai 1000 KK, mereka mengakui bahwa aparatur pemda baik tingkat kecamatan atau kelurahan tak satupun yang mengadakan pembinaan. “Nggak ada tuh kepedulian Lurah atau Karena para Camat, kita ada di sini ya pedagang ikan di membangun rumah Muara Baru tak dengan cara membeli dari merasa takut lagi orang lama, tetapi tetap bakal menjadi saja dibilang warga liar,� sasaran pemalakan ucap Khonedi warga RT atau pencurian 03. ikan yang Seperti terlihat dari dilakukan para beberapa pertemuan preman. Karena dengan aparat Kelurahan pada umumnya dengan warga di Kantor para preman Kelurahan Penjaringan, setempat merasa banyak warga yang segan terhadap menghormati lurah dan anggota memberi respon yang pamswakarsa. baik, terutama ketika 263


GEGER KALIJODO

Lurah A Muklis memberi masukan kepada warga Muara Baru. “Kita di sini saling belajar dan saling kritik kepada warga yang salah yah harus dibilang salah dan jangan mau menangnya sendiri,� kata A Muklis di depan warga ketika hadir di ruang pertemuan Kantor Kelurahan Penjaringan pada tanggal 26 Mei 2002 untuk membahas segala permasalahan di Muara Baru dan warga akan menurut apabila ada kepastian mengenai hak kependudukan mereka di Muara Baru . Cerminan demokrasi warga Muara Baru juga ditanamkan aparat kelurahan yang selalu mengajak diskusi warganya hingga kedewasaan berpolitik serta berorganisasi warga Muara Baru dapat terlihat dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam setiap pertemuan, mereka berani mengkritik lurah, camat atau walikota sekalipun. Dapat dikatakan warga Muara Baru dan kelurahan seperti terlibat tarik ulur mengenai urusan administrasi kependudukan. Apabila ada pendatang yang menempati wilayah RW 17 Muara Baru, pihak kelurahan akan mempersulit warga tersebut dikarenakan surat pindah dari daerahnya atau lokasi tempat tinggalnya di Muara Baru, tak memenuhi syarat hingga kelurahan enggan mengeluarkan lembaran A1, untuk memproses mendapatkan KTP kepada warga itu dengan berbagai alasan. Hal itu juga menyebabkan sebagian besar warga 264


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

pengontrak di Muara Baru enggan mengurus surat-surat atau masalah kependudukan lainnnya. Hingga ketika penulis mencari datadata mengenai jumlah persis warga pengontrak atau jumlah warga berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan atau suku etnis pihak Kelurahan menyatakan tak ada arsipnya. ***

265


GEGER KALIJODO

H Peran Polisi

S

iapapun pelaku kejahatan yang melakukan tindak kejahatan akan diproses sesuai dengan jalur hukum yang berlaku

Seperti yang telah disebutkan pada bab terdahulu, Muara Baru adalah sebuah daerah yang sangat rawan konflik. Terutama sekali jika laut, tidak dapat memberikan hasil yang cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Maka kecenderungan untuk pecahnya tindak kriminalitas atas nama ‘kebutuhan perut’ mencuat ke permukaan. Biasanya situasi itu bisa berefek secara langsung terhadap hubungan antarwarga. Ekses dari rendahnya hasil penangkapan ikan di laut membuat aktivitas kegiatan ekonomi di pasar ikan Muara Baru menurun, sehingga buruh bongkar muat yang memiliki pendapatan harian menurun pula. Adanya kondisi seperti ini mempengaruhi prilaku dan psikologis buruh 266


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

bongkar muat. Akibat yang lebih jauh adalah munculnya tindakan kriminalitas, mulai dari pencurian kecil-kecilan sampai dengan pemalakan. Contohnya, pencurian ikan, meminta jatah rokok, dan memeras orang asing di jalan, pembeli di pasar dll. Di samping itu, pertambahan penduduk yang terjadi secara cepat dan melampaui penyediaan lapangan kerja di wilayah ini juga ikut mendorong angka kriminalitas yang tidak bisa dikatakan kecil. Belakangan jumlah pengangguran dari angkatan kerja yang ada juga semakin meninggi sehubungan dengan pertambahan jumlah penduduk ini. Karenanya kebutuhan akan rasa aman dari masing-masing individu juga menguat. Selain itu sebagaimana layaknya masyarakat pesisir, masyarakat Muara Baru juga merupakan masyarakat dengan tipikal keras. Artinya setiap individu memiliki temperamen yang cukup tinggi. Mereka emosinya bisa saja meledak seketika saat, misalnya, atribut-atribut kesukubangsaan mereka merasa dilangkahi. Oleh karena itu peran kambtibmas yang diusung Polri, khususnya Polsek Metro Penjaringan dan Pos Polisi Muara Baru di wilayah ini dirasakan sangat penting untuk membatu mengawasi situasi keamanan dan sekaligus menekan angka kriminalitas. 267


GEGER KALIJODO

Bisa dikatakan, hampir setiap tahun angka kriminalitas di kawasan ini terus bertambah. Padahal wilayah Muara Baru, sesungguhnya hanya terdiri dari satu RW dan 22 RT resmi dan 20 RT perwakilan. Namun angka kriminalitas yang ada, contohnya, sepanjang tahun 2001 saja mampu menyamai angka kriminalitas yang terdapat di sebuah kecamatan kecil di wilayah Jawa Tengah. Pada kurun waktu itu di Muara baru telah terjadi 36 kasus kriminalitas. Lima diantaranya nyaris menyebabkan kerusuhan antar warga yaitu kasus pelanggaran pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, sementara 8 dari 11 kasus 351 KUHP (tentang penganiayaan berat) juga nyaris menimbulkan bentrokan antarsuku bangsa. Dengan angka-angka tersebut terlihat jelas bagaimana tingkat kerumitan yang dihadapi kepolisian setempat dalam rangka menekan angka-angka tersebut. Dalam hal ini pihak kepolisian mengembangkan berbagai bentuk taktik dan strategi yang distandarkan tugas pokok Polri, yaitu berkewajiban menjaga kestabilan kambtibmas. Selanjutnya dalam praktek kepolisian setempat juga menerapkan pendekatan kemasyarakatan yang terwujud dalam hubungan struktural (kedinasan) dan hubungan personal individual. Hubungan kedinasan berkaitan dengan pendekatan hukum di wilayah Muara Baru. 268


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kepolisian setempat dalam upaya penegakan hukum dilaksanakan secara tegas. Artinya segala bentuk tindakan yang dipandang telah melanggar aturan hukum formal atau KUHP akan ditangani secara profesional, independen dan berlandaskan azas praduga tak bersalah. Muara Baru adalah Petugas tidak pandang sebuah daerah yang bulu terhadap situasi ini. sangat rawan Siapapun pelaku kejahatan konflik. Terutama yang melakukan tindak sekali jika laut, kejahatan akan diproses tidak dapat sesuai dengan jalur hukum memberikan hasil yang berlaku misalnya, yang cukup kasus perbuatan cabul yang memadai untuk dilakukan oleh Daeng Mado memenuhi terhadap Daeng Kana yang kebutuhan hidup terjadi pada 18 april 2001, masyarakatnya. sesuai dengan laporan Maka korban 205/K/IV/2001/S. kecenderungan Penjaringan. Penanganan untuk pecahnya kasus tersebut sangat tindak kriminalitas diprioritaskan dan tergolong atas nama cepat guna menjaga hal-hal ‘kebutuhan perut’ yang bersifat pengadilan mencuat ke warga atau ekses yang permukaan. berdampak meluas seperti pengrusakan rumah atau teror warga kepada keluarga Daeng Mado. Dalam kasus ini pelaku ditangkap petugas dan 269


GEGER KALIJODO

diproses sampai putusan pengadilan hingga warga Muara Baru puas dengan hukuman yang dijatuhkan pengadilan selain sangsi moral dari warga kepada keluarga Daeng Mado. Namun adakala petugas dalam menangani sebuah kasus dilakukan dengan metode pendekatan terhadap kedua belah pihak. Hal itu apabila kasus yang ditangani oleh petugas dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Di sinilah pengaruh peranan kepolisian yang dilakukan berdasarkan hubungan persahabatan berperan. Seperti dalam kasus Maudu yang ditusuk punggungnya oleh Udin Cs di Marlina pada 15 Juni 2001. Kasus yang berdasarkan laporan 248/K/V/2001/S. Diselesaikan secara kekeluargaan di antara keduanya yang diperantarai oleh pihak kepolisian Penjaringan. Tindakan itu dilakukan oleh petugas karena akan diperkirakan berekses pada terjadinya konflik massal. Petugas lantas memberikan biaya pengobatan terhadap korban yang dirawat di rumah sakit hingga sembuh. Karena korban selama dirawat di rumah sakit tidak mengeluarkan uang, maka korban pun bersedia menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Jadi jelas bahwa dengan cara pendekatan sangat efektif dilakukan petugas untuk meredam terjadinya konflik secara massal. Meski demikian, penanganan semacam ini 270


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

masih juga dipilah-pilah lagi. Apabila korbannya sampai meninggal dunia, maka proses hukum terus dijalankan. Selain berupaya menegakkan hukum yang ada, aparat kepolisian juga senantiasa berupaya mencegah terjadinya konflik antar sukubangsa. Sebagai contoh di antaranya saat pemilihan ketua RW di Muara Baru. Saat pemilihan RW di wilayah Muara Baru kondisi politiknya memanas, akibat masing-masing kubu berusaha untuk mencari pengaruh dan dukungan. Dalam mencari dukungan ini, para kandidat berusaha menggunakan cara-cara yang apabila ketahuan pihak lawan akan memicu terjadinya konflik. Cara-cara itu misalnya saja, politik uang. Seorang kandidat tak segan-segan akan menyebar uang demi membeli suara warga. Sehingga tindakan ini akan memicu terjadinya konflik di Muara Baru. Maka untuk mencegahnya aparat kepolisian Polsek Metro Penjaringan, menempatkan anggotanya di Muara Baru untuk mengawasi tindakan semacam itu. Penempatan anggota itu jelas akan mempengaruhi para calon RW untuk tidak main uang dalam mencari dukungan suara. Sehingga benturan atau konflik dapat dicegah. Hal itu karena memang pemilihan seorang RW di Muara Baru tak kalah meriahnya dengan pemilihan seorang kepala desa ataupun lurah. Mengingat pesta pemilihan 271


GEGER KALIJODO

RW sangatlah besar pengaruhnya terhadap terjadinya konflik, maka pihak aparat kepolisian Polsek Metro Penjaringan pun terlibat cukup besar dalan rangka menjaga keamanan Muara Baru. Peranan Pospol Muara Baru di sini tak kalah pentingnya, terutama manfaatnya bagi warga Muara Baru dalam segi ketertiban dan keamanan. Pengamatan penulis sendiri dilapangan menemukan kalau kantor Pos Polisi Muara Baru hampir setiap hari ada warga yang mendatangi. Dari warga yang membuat laporan kehilangan KTP sampai warga yang menjadikan tempat berkumpul, seperti para Ketua RT di Muara Baru menyebutkan kalau petugas Muara Baru sangat ramah dan akrab dengan warganya. “Hampir tiap hari kita duduk-duduk di pospol dan mengobrol dengan petugas disini, banyak yang dibicarakan di pospol sini mulai wilayah yang rawan atau ada tindak kejahatan, kita pasti bicarakan dengan Pak Endarwin untuk antisipasinya,� kata Junaedi Ketua RT 16 yang bersama dengan warganya tampak duduk didepan Pospol Muara Baru. Kepala Pospol Muara Baru, Ajun Inspektur Satu M. Endarwin, mengungkapkan kalau di pospolnya ada enam anggota yang terbagi dua shift, yang masing-masing jam tugasnya 24 jam.� Kita selalu patroli ke pelosok kampung 272


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

untuk memantau situasi dan waktunya sendiri tak tentu, tapi sampai malam. Warga di sini kalau kita kunjungi pasti senang dari jauh saja mereka sudah teriak, “Mampir Pak!,� jadi jelas keakraban warga dengan kita sudah terjalin dan mereka tak sungkan dengan kita,� kata Endarwin menyatakan kalau warga di Muara baru sangat menghormati petugas di Pospol Muara Baru. Informasi yang kecil sekalipun diberikan warga demi keamanan lingkungan Muara Baru yang dulunya dikatakan sarang preman, artinya tindakan kejahatan serta pelaku kejahatan dapat dideteksi petugas secara dini hingga kerja sama dengan warga dapat bermanfaat sekali dalam menekan angka kejahatan. ***

273


GEGER KALIJODO

274


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

277


GEGER KALIJODO

276


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Membandingkan Kalijodo dan Muara Baru

Suatu senja, ketika melintas di atas jalan tol Pluit-Grogol, Jakarta Barat, nampak kali banjir kanal yang lebar beriak tenang keperakan. Di sebelahnya, kampung Kalijodo, sumpek nampak damai. Aktifitas warga berjalan normal, tak ada kegaduhan apalagi aksi bakar-bakaran. Itulah gambaran Kalijodo sekarang. Gambaran ini kontras dengan suasana dua tahun lalu, tepatnya sepanjang tahun 2002. Di kawasan sempit di pinggir sungai, hingar bingar terjadi. Dua kelompok preman terlibat dalam pertarungan yang kejam. Parang, samurai, tombak, anak panah, menjadi mesin pembunuh antar dua warga yang berlainan suku tersebut. Sudah puluhan nyawa melayang di kawasan itu. 277


GEGER KALIJODO

Perkelahian massal, yang berlangsung berharihari, biasanya baru berhenti setelah aksi bakarbakaran lapak-lapak judi yang berdiri di sepanjang bantaran kali. Di kawasan padat penghuni ini pula, lahir jagoan-jagoan yang menguasai tanah-tanah tak bertuan. Di bantaran kali mereka membangun gubuk-gubuk liar. Di sini hidup para jagoan menyewakan tempat-tempat tersebut kepada para “bandot� —sebutan untuk para bandar judi— untuk beroperasi. Kisah dua jagoan, yang secara kebetulan berbeda suku bangsa, yang bersaing memperbanyak jumlah petaruh, berujung pada perseteruan yang berlarut-larut. Apalagi, perseteruan itu memiliki akar sejarah yang panjang di awal tahun 1990-an. Cerita tutur yang hidup di kedua komunitas, tentang kehebatan kelompok masing-masing, menjadi ilalang kering. Hanya persoalan sepele, keributan antar kelompok pemuda yang mabukmabukan bisa menjadi perkelahian massal yang berkepanjangan. Kedua kelompok memperbesar jumlah kelompoknya seiring dengan semakin meningkatnya, jumlah petaruh yang ikut perjudian. Judi, bagi sebagian masyarakat kita dianggap sebagai sarana membuang sial, sementara bagi kelompok lain menjadi lahan mencari penghidupan. Terutama bagi kelompok penyewa lahan dan lapak. 278


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Mengapa mereka sanggup bertahan lama, dalam psikologi, ada yang disebut learning theory. Sebuah perilaku yang mendapatkan apresiasi positif, maka perilaku ini akan sering dilakukan. Kalau sebaliknya, apresiasi itu negatif, maka perilaku ini tidak akan sering dilakukan. Judi terus-menerus dilakukan walaupun terus mengalami kekalahan, karena ada harapan yang disertai kegembiraan kalau taruhannya kena. Tugas kepolisian, sebagai penegak hukum, adalah memberikan pengertian bahwa perjudian adalah bentuk pelanggaran hukum. Sehingga tindakan tegas agar mencapai efek deteren, harus dilakukan. Apalagi, jika ternyata implikasi lain muncul sebagai akibat suburnya usaha ilegal tersebut. Implikasi yang lain yang lebih berbahaya adalah bangkitnya jati diri kesukubangsaan, sebagai cara untuk bertahan dan mempertahankan diri masing-masing kelompok yang saling bertikai. Apalagi, pengalaman buruk sepanjang periode reformasi, di mana terjadi pertentangan kelompok, pecahnya ikatan persaudaraan sesama anak bangsa, di Maluku, Kalimantan, menjadi keprihatinan yang mendalam. Jika dibandingkan dengan kawasan lain yang juga memiliki komunitas suku bangsa yang beragam, “Geger Kalijodo� sepanjang tahun 279


GEGER KALIJODO

2002, nyaris tanpa henti. Kepemimpinan lokal yang disegani telah hilang sehingga tak ada penengah adil yang bisa menyelesaikan konflik dari warga sendiri. Ini terjadi, karena dua pentolan warga yang menjadi patron dari grupgrup pemuda itu sendiri yang terlibat dalam pertarungan. Dalam situasi serba kacau, upaya penyelesaian konflik pun menjadi lebih rumit. Perlu ada pemahaman mendasar atas anatomi konflik. Tentang sebab terjadinya perseteruan, faktor pemicu keributan. Perjudian adalah faktor utama keributan dua kelompok warga yang berbeda suku bangsa. Karena kedua kelompok masyarakat tersebut, adalah pengelola usaha ilegal dan pelanggaran hukum. Keberpihakan polisi hanya pada tujuan hukum, bukan kepada pihak-pihak yang bersengketa baik secara perorangan, kelompok maupun golongan. Untuk agar kelugasan para pelaksana operasional di lapangan bisa terjadi, maka sedari awal kebijakan Polsek adalah melarang anggota menerima upeti, uang mel, uang kopi, uang rokok atau apa pun namanya dari komplek perjudian tersebut. Hanya dengan cara itu, moral anggota bisa ditingkatkan, sehingga mereka dapat berbuat tegas di kawasan tersebut jika ada pelanggaran hukum. Kebijakan ini secara konsisten juga dilakukan Pimpinan Polsek. Secara terbuka, 280


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

kami sampaikan kepada dua pengelola perjudian, bahwa kami terus merazia jika perjudian dibuka. Razia senjata, dilakukan untuk meminimalkan korban jika terjadi pertarungan antar dua kelompok. Upaya kedua kelompok untuk meminta agar polisi bisa membuka lahan judi pun ditolak. Perjudian telah membawa dampak kerawanan yang lebih besar, yakni pertentangan antar dua kelompok etnis. Jika salah satu kelompok judi dibuka, maka kelompok lain juga akan membuka usahanya, jika kedua kelompok saling membuka usaha ilegal, mereka akan saling bersaing. Persaingan usaha ilegal yang keras, tak bisa menggunakan norma bisnis biasa, etika sudah lama mati di kawasan panas ini. Hanya ada satu jalan untuk meningkatkan pengaruh kelompok, menganggu usaha satu sama lain. Ini berarti pertarungan antar kedua kelompok akan terus langgeng, sampai satu kelompok menyatakan diri menyerah atau takluk kepada kelompok lain. Ini bisa terjadi karena ada prinsip dalam kehidupan gangster tidak boleh ada dua macan dalam satu gunung. Upaya untuk melenyapkan sumber kejahatan dalam bentuk usaha perjudian, tentu saja tak hanya bisa dilakukan hanya dengan penegakkan hukum saja. Ini karena kejahatan sudah dilakukan secara kelompok, dan melibatkan masyarakat dalam jumlah besar. 281


GEGER KALIJODO

Usaha perjudian telah membuat sebagian masyarakat di kawasan Kalijodo tergantung. Perputaran uang yang cepat, membuat usahausaha informal seperti pedagang kecil dapat hidup. Harian Kompas yang melakukan pengamatan di kawasan itu mencatat, aktivitas di Kalijodo melibatkan sedikitnya 1000 preman yang yang tergantung hidupnya dari perputaran meja judi, sebagai penjaga keamanan. Lima sampai seribu orang petaruh, ratusan penjaja makanan dan minuman. Sepertinya tidak lepas dari kegiatan judi, setiap malam Kalijodo juga diramaikan sedikitnya 700 wanita tuna susila (WTS) yang menerima tamu dengan tarif Rp 50 ribu di kamar-kamar yang penggap dan panas. Community Policing (CP) membekali polisi untuk memahami denyut nadi masyarakat. CP juga memperoleh tantangan yang sebenarnya. Seperti digambarkan oleh Satjipto Rahardjo, perkembangan CP di Amerika dimulai konsep problem oriented policing (POP). Perpolisian tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan. Sukses dari POP bukan dalam menekan angka kejahatan tetapi ukurannya adalah manakala kejahatan itu tidak terjadi.58 Dalam situasi kompleks semacam ini, upaya penyelesaian konflik tak bisa dilakukan oleh polisi secara otonom. Tindakan hukum 282


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

normatif hanya dilakukan kepada pelaku tindak kejahatan perseorangan, sedangkan konflik massa, hanya bisa diredam dengan mengikutsertakan kekuatan masyarakat lain. Di sini polisi meminta bantuan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki hubungan emosional dan hubungan daerah dengan kedua kelompok yang bertikai. Pilihan untuk melibatkan Yayasan Sosial Masyarakat Sulawesi (YSMS), sebagai organisasi sosial dan persaudaraan sesama warga Sulawesi Selatan di Jakarta, menjadi penting. Kedua kelompok yang bertikai samasama berasal dari Sulawesi Selatan, walaupun berbeda suku, Mandar dan Bugis Makassar. Sehingga upaya damai, seolah bukan rekayasa dari atas, melainkan inisiatif masyarakat sendiri yang datang dari bawah. Dengan kata lain, polisi menjadi mediasi tumbuhnya tokoh panutan baru dari masyarakat. Selain sebagai mediasi konflik, polisi dan YSMS juga berupaya membunuh jati diri kesukubangsaan. Perananan Yayasan Persaudaraan Sulawesi adalah untuk menarik kesadaran baru bagi dua kelompok bertikai, bahwa mereka adalah sama-sama warga Sulawesi Selatan, bukan lagi warga Bugis Makassar atau Mandar, yang merantau ke Jakarta untuk mencari penghidupan. Ikatan persaudaran menjadi inti utama untuk 283


GEGER KALIJODO

membangkitkan kepercayaan diri, bahwa mereka sama bersaudara dan jika rukun dan bekerjasama mereka bisa hidup di kota Jakarta. Perdamaian juga harus diciptakan dengan membangun perasaan aman di komunitas tersebut. Tak ada jalan lain, usaha perjudian yang ilegal itu kemudian dinyatakan ditutup. Mereka harus bisa hidup dengan kegiatan produktif yang legal, bukan sekedar mencari makan dengan mengandalkan perputaran meja judi. Pada awalnya kondisi aman itu sulit terjadi, karena angka kriminalitas naik tajam di kawasan tersebut, pasca penutupan lokasi judi. Tetapi, kriminalitas biasa dengan mudah bisa diselesaikan dengan aksi polisional biasa. Upaya untuk menekan angka kriminalitas bisa dilakukan dengan mengetatkan patroli keamanan dan melibatkan warga sekitar untuk selalu waspada pada tindak kejahatan, melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku kejahatan. Pada fase awal, razia senjata tajam juga dilakukan dengan melibatkan tokoh panutan baru sangat efektif menekan tindak kejahatan. Penyuluhan kepada warga akan bahaya penggunaan senjata, dan tak ada gunanya pertarungan yang meneteskan darah, disampaikan kepada warga. Sehingga akhirnya warga sendiri dengan sukarela menyerahkan senjata tajam yang mereka miliki. Senjata yang 284


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

telah diserahkan kepada aparat penegak hukum inilah yang kemudian secara simbolis, diberikan kepada polisi dalam suatu acara yang dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat. Kondisi di Kalijodo ini yang berbeda dengan kampung Muara Baru. Di kawasan ini, sumber daya yang diperebutkan antar komunitas adalah legal. Pusat pelelangan ikan, sebagai sentra ekonomi dan denyut nadi kehidupan warga Muara Baru harus dihindarkan dari pertengtangan antar kelompok. Di sini, pranata sosial, konvensi yang hidup dalam lingkungan kecil, hukum nasional bisa ditegakkan. Warga yang berbeda etnis, suku bangsa, membaur menjadi satu keluarga Muara Baru. Kesadaran baru sebagai sesama warga Kampung Muara tercipta dengan tidak perlu menanggalkan tradisi asal daerah masing-masing. Kesadaran sebagai sesama pendatang yang mencari makan di kawasan pinggir laut Jakarta itu, dengan sendirinya melunturkan jati diri kesukubangsaan antar kelompok di Muara Baru. Para tetua, selalu memberikan kesadaran bahwa pertentangan hanya memunculkan kerugian. Perkelahian di kawasan ini hanya membuat perdagangan bubar. Jika ini terjadi roda ekonomi tak berputar, sehingga warga yang akan sulit mendapatkan nafkah bagi kehidupan keluarganya. Dalam situasi yang kondusif inilah, warga 285


GEGER KALIJODO

bisa meningkatkan kehidupannya. Mata pencaharian yang tersedia, putaran uang yang cepat secara legal, sah dan halal, membuat hidup warga menjadi tenang. Riak-riak kecil, bisa cepat diatasi, oleh warga sendiri dengan satu kesadaran tak ada guna pertentangan yang berlarut. Dalam kondisi seperti itu, peran polisi lebih pada mensinergikan potensi-potensi sosial untuk menciptakan rasa aman. Kesadaran akan pentingnya kedamaian terus dipelihara. Lewat Pos Polisi di Muara Baru, warga Muara Baru yang rata-rata pendatang dan berpendidikan rendah itu dengan mudah bisa mengadukan berbagai persoalannya kepada petugas polisi di Pos Polisi terdekat. Ini bisa terjadi, lantaran hubungan baik antara polisi di Pospol tersebut dengan warga sekitar. Sehingga, berbagai problem dan konflik bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan hukum. Ini meminimalisir upaya main hakim sendiri di antara warga masyarakat. Inilah yang berbeda dengan Kalijodo. Pertentangan dan pelanggaran hukum, mengharuskan aparat hukum seperti polisi berbuat tegas. Kecepatan dan kecermatan juga diperlukan untuk menyelesaikan persoalan secara tuntas. Kemampuan polisi diuji, untuk bisa menyelesaikan masalah ini sampai selesai. Tentu saja, dalam kompleksitas persoalan sosial, pengetahuan multi disiplin ilmu, 286


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

diperlukan untuk sebagai dasar menyelesaikan soal-soal pelik ini. Saat itu, polisi tak hanya dituntut pengetahuannya tentang hukum saja, namun juga pengetahuan tentang sosiologi, antropologi dan psikologi. Sehingga penyelesaian yang komprehensif bisa dilakukan, dan out putnya, berupa suasana aman bisa diwujudkan. Riak-riak air sungai yang membelah kawasan Kalijodo, tetap tenang. Kawasan yang menciptakan legenda turun-temurun dari zaman penjajahan dan cerita pertarungan dua saudara di Kalijodo sepanjang tahun 2002, sebagai potret kecil buramnya kerukunan antar suku bangsa harus menjadi penutup cerita. Tak harus ada saling prasangka dan pertentangan antar suku bangsa di negeri ini. Sehingga, kedamaian di bumi nusantara bisa diwujudkan di Indonesia yang sentosa. ***

287


GEGER KALIJODO

Pertikaian hanya menyisakan derita dan bencana (Foto : KOMPAS)

288


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Catatan Kaki 1

Lihat Mohammad Yamin : Naskah Persiapan Undangundang Dasar 1945 Jilid II Tahun 1960. Hal 114-115. 2 ibid, 120. 3 Lihat Penelitian Indonesian Institute for Civil Society (INCIS), 2001 4 Sihbudi (ed), 2001. 5 op cit, INCIS. 6 Lihat Parsudi Suparlan : Diktat Antropologi Perkotaan. 7 Idham Azis dalam penelitiannya memberikan definisi tentang preman. Pada awalnya kata preman berasal dari kata dalam bahasa Belanda Vrije Man yang berarti orang bebas. Ceritera tentang organisasi preman berasal dari Medan. Ketika penjajah Belanda masih bercokol di Medan sejumlah pemuda selalu mengusik para “tuan kebon� dengan menantang para centengnya berkelahi, merusak tanaman, tembakau, kelapa dan sawit. Serta membela para buruh kontrak yang disiksa para centeng. 8 Jenderal (Purn) Drs. Kunarto, Merenungi Kiprah Polri Menghadapi Gelora Anarkhi II, hal 77-81) 9 Menurut berita Belanda yang ditulis oleh J.H. van Linschoten, pada tahun 1596, Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan satu-satunya pelabuhan di Jakarta yang ramai didatangi oleh pedagang India, Cina, dan Portugis. Perdagangan lada adalah perdagangan utama, dengan jumlah besar melebihi perdagangan di India atau Malabar. (Lihat, Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta 2000) 10 Sedangkan kelima Afdeling lainnya adalah Afdeling Meester Cornelis (sebutan sekarang Jatinegara), Afdeling Tangerang, Afdeling Buitenzorg (sebutan untuk kota Bogor), dan Afdeling Karawang. (Sejarah Jakarta dalam Karya Jaya, Kenang-kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta, 19451966, Pemda DKI Jakarta, 1977) 11 Lengkapnya baca Novel Cau-Bau-Kan, karya Remy Sylado, Gramedia. 12 Suara Pembaruan, 28 September 2001. 13 Antropolog Koentajaraningrat menyebutkan di Indonesia hidup sekitar 300 kelompok etnik. Dari sekian banyak 289


GEGER KALIJODO

kelompok etnik tersebut, hamper sebagian besar kelompok etnik itu di Jakarta. Untuk melestarikan kehidupan di daerah asalnya, mereka mendirikan kelompok paguyuban. 14 Munculnya istilah Gheto di Eropa oada awalnya sebagai istilah untuk pemukiman kaum Yahudi. 15 S. Menno, Hal 63. 16 Keterangan Jalal dalam pemeriksaan. 17 Kompas, 24 Januari 2002. 18 Idham Azis, “Organisasi “Arkan Malik” dalam Pengelolaan Judi di Kelurahan X, Jakarta,” Thesis Magister Sains Kajian Ilmu Kepolisian, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2001 19 Parakitri Simbolon, Kompas, 12 Maret 2002. 20 Parakitri Simbolon, Kerusuhan Sosial Kita, Salah Penjelasan, Salah Penanganan, Kompas 12 Maret 2002. 21 Dikisahkan anggota Tim Buser Polsek Metro Penjaringan yang berhasil menangkap Jalala. 22 Untuk proses projustisia, bukti terjadinya penganiayaan dikuatkan oleh visum dokter dari Rumah Sakit Pluit. 23 Keterangan Bedul disampaikan di depan penyidik yang memeriksanya. 24 TEMPO, No 33, September 1993 25 Kompas 1 Juni 2001, “Warga Kalijodo Masih Cemas, Mereka yang Mengungsi Sudah Kembali.” 26 Kompas 18 Februari 2002. 27 Istilah ATM Nasional ini kemudian dikutip oleh media massa seperti Kompas. 28 Stephan Hurwitz, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta 1986. 29 Riza Sihbudi, (ed) Kerusuhan Sosial di Indonesia, Grasindo, Jakarta 2001, hal 35. 30 Seusai penandatangan kesepakatan perdamaian, Polsek Metro Penjaringan juga melepaskan 21 tahanan yang ditangkap pada Kerusuhan Februari lalu. Mereka yang dilepas adalah para pelaku perkelahian yang memang tidak terbukti membawa senjata tajam. Kompas, “Dua Kelompok Warga di Kalijodo Sepakat Damai,” Kompas, 10 Mei 2002. 31 Nota Kesepakatan Perdamaian ditandangani pada 8 Mei 2002, oleh masing-masing kelompok antara lain, Kelompok Mandar: H. Usman Nur, H. Arief, Syahrul,Malik, 290


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Ibrahim, Lukman, Ruswandi. Sedangkan dari kelompok Makassar antara lain Bedul, dkk. 32 Cerita ini disampaikan oleh Ketua RW 05. 33 Parsudi, Masalah Pemukiman Penduduk Perkotaan, hal 3-50. 34 Menyusul perkelahian besar di kawasan ini, pemerintah dalam hal ini Pemda Jakarta Utara dan Jakarta Barat, melakukan penggusuran terhadap kawasan liar Kalijodo, yang diantaranya masuk kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Lihat Kompas, 26 Februari 2002. 35 Hans Dieter Evers and Rudiger Korff, Southeast Asia Urbanism: The Meaning and Power of Social Space, alih bahasa Yayasan Obor Indonesia, 2002. 36 The True Believer, by Eric Hoffer, Alih Bahasa Yayasan Obor, Jakarta, 1993, Hal 27 37 Antopologi Perkotaan, S. Menno dan Mustamin Alwi, Rajawali Pers, Jakarta, 1992. 38 Beberapa kasus bahkan menunjukkan eksploitasi pada anakanak terutama bayi-bayi, tidak dilakukan oleh orang tua mereka. Bayi-bayi mungil itu sengaja disewakan bahkan dijual kepada para pengemis yang beroperasi di pinggir jalan, untuk menumbuhkan rasa iba. Beberapa kasus pernah diberitakan media massa nasional. 39 Kompas 15 Juli 2002. 40 Parsudi Suparlan, Diktat Antropologi Perkotaan, Ciri-ciri Masyarakat Pendatang di Jakarta, Jurusan Antopologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1996, hal 3-63 41 Ibid, hal 49-50. 42 Soetjipto Wirosardjono, Pengertian, Batasan dan Masalah Sektor Informal, Prisma, 1985. 43 Kompas, 4 Oktober 2001, “Massa Rusak Tiba Mobil Saat Penertiban Becak.” 44 Frederik Barth, “Introduction” dalam Frederik Barth (ed.), Ethnic Groups and Boundaries, hal. 9-38. (Boston, Mass: Little, Brown, & co, 1969) 45 Suparlan, “Konflik Antar Sukubangsa dan Upaya Mengatasinya”, (Singkawang: Makalah dalam Temu Tokoh Sejarah dengan Generasi Muda, 2002) 46 Parsudi Suparlan, Ph.D, Hubungan Antarsuku Bangsa, 291


GEGER KALIJODO

(Jakarta: Diktat Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 1999), hal 5 47 Rosdullah adalah tokoh tukang becak yang pernah mencalonkan diri sebagai calon gubernur DKI Jakarta. 48 Wawancara dengan Erwin warga asli Madura pada tanggal 20 April 2002 49 Wawancara dengan Adi Sulaiman Selasa 16 april 2002 50 Wawancara dengan Madin salah satu warga di Muara Baru pada tanggal 25 April 2002 51 Wawancara dengan ADI SULAIMAN, warga yang bekerja sebagai Pam swakarsa pada 16 April 2002. 52 Wawancara dengan ASMAN pada 29 April 2002 53 Wawancara dengan Ketua RT 18, Junaedi 54 Wawancara dengan TANURI pada 16 April 2002 55 Kasim ditemui penulis, Selasa 16 april 2002 56 Lihat Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993), hal. 170 57 Wawancara dengan Supardan Setiabudi 9 April 2002 58 Satjipto Rahardjo “Pengantar Diskusi Tentang Community Policing di Indonesia, Seminar “Polisi Antara Harapan dan Kenyataan” Sespati Polri, Jakarta, 2 Februari 2001.

292


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Daftar Pustaka Buku: -Barth, Frederik, Kelompok Etnik dan Batasannya, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1988. -Bayley, David H, Police For The Future, Edisi Indonesia, “Polisi Masa Depan�, Jakarta, Penerbit Cipta Manunggal, 1998. -Berry, David, The Principles of Sociology, Edisi Bahas Indonesia Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995. -Brouwer, MAW, Studi Budaya Dasar, Bandung, Penerbit Alumni, 1986. -Budihardjo, Eko, Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota, Yogyakarta, Andi 1997. -Creswell, John W, Research Design Qualitative Approaches, California, Copyright by Sage Publications Inc, 1994. -Dieter Evers, Hans & Rudiger Korff, Urbanisme di Asia tenggara, Makna dan kekuasaan dalam Ruang-ruang Sosial, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2002. -Dirdjosisworo, Soedjono, Dr, SH, Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung, Remaja Karya, 1986. -Earl, Babbie, The Practice of Sosial Research, Wadsworth Publishing Company, 1992. -Finlay, Mark & Zvekic Ugljesa, Alternative 293


GEGER KALIJODO

Policing Styles Cross Cultural Perspectives, Disadur oleh Kunarto, “Alternatif Gaya Kegiatan Polisi Masyarakat, Tinjauan Lintas Budaya�, Jakarta, PT Cipta Manunggal, 1998. -Geertz, Clinford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Edisi Indonesia, Jakarta, Yayasan Ilmu-ilmu Sosial bekerjasama dengan PT Dunia Pustaka Jaya, 1983. -Gidens, Anthony & David Held (Eds) Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai Kelompok, Kekuasaan dan Konflik, Jakarta, CV Rajawali, 1982. -Goldthrorpe, JE, Sosiologi Dunia Ketika Kesenjangan dan Pembangunan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992. -Heuken, Adolf SJ, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Jilid II, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 2000 -Hurwitz, Stephan, Saduran L. Moeljatna, Kriminologi, Jakarta, Bina Aksara, 1986. -Kunarto, Jenderal (Purn) Drs, Merenungi Kiprah Polri Menghadapi Gelora Anarkhi II, Jakarta, Cipta Manunggal, 1999. -Haviland, William A, Antropology, Jilid 1,4th edition, Cetakan ke-3, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, Airlangga, 1992. -Harris, Peter dan Ben Reilly, Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, Jakarta, Lembaga Penerbitan, Pendidikan dan Pengembangan 294


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Pers Mahasiswa (LP4M), Interasional IDEA, 2000. -Ihromi, TO, Antrologi Suparlan Sebuah Bunga Rampai 1993, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1993. ————--, Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta, PT Gramedia, 1990. -Kelling, George L & Coles Chaterine M, Fixing Broken Windows, 1996, Disadur oleh Kunarto, PT Cipta Manunggal, 1998. -Koentajaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta, PN Balai Pustaka, 1984. —————, Pangantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rinneka Cipta, 1990. -Parsudi, Suparlan, Manusia Kebudayaan dan Lingkungan, Jakarta, CV Rajawali, 1984. ——----—, Orang Sakai di Riau Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor, 1985. -Rahardjo, Satjipto, Prof.Dr.SH, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Jakarta, Kompas, 2002. -Sihbudi, Riza, (ed) Kerusuhan Sosial di Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2001. -Surata Agus, Taufiq Andrianto Tuhana, Atasi Konflik Etnis, Yogyakarta, Global Pustaka Utama Bekerjasama dengan Gharba dan UPN Veteran Yogyakarta, 2001. -Widjaja, AW, Editorial Manusia Indonesia, Individu Keluarga dan Masyarakat, Jakarta, 295


GEGER KALIJODO

Akademika Pressindo, 1985. Karya Ilmiah Non Publikasi -Azis, Idham, “Organisasi “Arkan Malik” dalam Pengelolaan Judi di Kelurahan X, Jakarta,” Thesis Magister Sains Kajian Ilmu Kepolisian, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2001 -Suparlan, Parsudi, Kebudayaan dan Pembangunan, Inti Ceramah Umum Dr. Parsudi Suparlan dalam Pertemuan MGMP Sosiologi Antropologi, pada tanggal 13 Oktober 1998, diperbanyak oleh MGMP Sosiologi Antropologi Jakarta, 1998. ———-—, Hubungan Antar Suku Bangsa, Kumpulan Diktat Kuliah Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, tidak diterbitkan, Jakarta, 1999. ———---—, Diktat Antropologi Perkotaan, Depok, Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986. -Tim Pengkajian Bidang Adat Badan Pembinaan Nasional, Himpunan Laporan Hasil Pengkajian Bidang Hukum Adat, Jakarta Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1985. Kamus dan ensiklopedi Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1982. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke3, Jakarta, PN Balai Pustaka, 2001.

296


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Media Massa Kompas Media Indonesia Suara Pembaruan

297


GEGER KALIJODO

INDEKS Aceh 11, 15 Airud 63 Algadari 15 Ambon ix, xiv, 15, 17, 19, 21, 22, 46, 47

Anderson xi Arab 17 Aria Natadiningrat 49, 51

Arifin MT 14 Asman 41, 43, 44 Astaria 230 Bachtiar 3,9 Badik 36, 37, 62 Balkan x Bandar 74, 278 Banten xv, 47, 48, 51 Bar 18, 27, 28 Barth 147 Bati 145, 146 Bedul 38, 40, 41, 39, 43, 52, 53, 54

Belanda 5, 9, 16, 25, 26 Berlan 87 Bimantoro 64 Brimob 64, 66, 93 Bruner 13, 14 Bugis xv, 17, 21, 38 Cabo 26 Cirebon 28, 29, 140

Culik 48, 49 Daeng 36, 55, 69 Dayak ix, xii Djalil 167, 168 Ernest Renan 6, 7 Erwin 163, 164 Evers 125 Fisher 103 Fitri 184, 185 FPI 20, 43 Gang Kambing 27, 35, 77 Getho 31, 33, 34 Gus Dur 64, 84 HSNI 198, 199 Idham Azis 42 Incis 14, 15, 16 Indramayu 151, 165, 186, 187

Irian Jaya 11 Jagoan 35, 55 Jakarta xv, xvi, xviii, xx, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 28, 29, 32, 42, 44, 46, 47 Jalal 35, 36, 37, 38, 45, 51 Kalijodo xv, xvi, xviii, xx, 22, 25, 26, 27, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 40, 41, 43, 46, 47 Kamilong 56, 57, 58 Kapolsek 28, 40, 44, 54, 53, 76

298


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

Kapuk 83, 84 Karawang 12 Ketapang 19, 21, 46 Kohn 7 Kramatjati 87 Krishna xvii, xx, xxi, xxiii,

NU 64, 198 Otto Baur 7 Parno 128 Parsudi xvii, 3, 4, 13 PBB 8 PDIP 200 Pejagalan xv, 22, 28, 35 Pekalongan 29 Penjaringan xv, xviii, xx,

xxiv

Kupang 12, 21 Lamongan 232 Lao Tze 46 Leang 55, 56, 88 Lewis 126, 127, 132 Linton 131 Madura ix, xii, 151 Makasar xii, xxii, 21, 22, 31, 33, 37, 41, 47 Makbul xviii Mami 28, 29 Mamiri 141, 142 Mandar xv, xxii, 22, 31, 33, 38, 41, 47, 51 Mangga Besar 26 Mattulesy 88, 89 Medan 13, 14 Melayu ix, 5, 17 Muara Baru xv, xvi, xx, xxi, xxii, xxiii, 22 Muhammadin 165 Mukri 178 Mutalib 252, 253, 255

299

xxiii, 22, 25, 26, 27, 35, 38, 40 Pluit 37, 52, 156, 261 Polda 40, 41, 63 Polres 44, 63 Poso xiv Prasodjo xviii Preman 158, 257, 258 Priok 124 Rahman 156, 157, 201, 214 Rengasdengklok 12 Riau 11 Rony 47 Rosdullah 252 Sambas ix, xii, 12, 15 Sanggauledo 12, 46 Sari 27, 28, 29 Serang xv, 47, 48, 51 Sindikat 29 Situbondo 12


GEGER KALIJODO

Smith 229 Sri 128, 129 Stodard 7 Suding 137, 138 Sulaiman 169 Sunda 25 Sylado 26 Tambora 64 Tangerang 57 Tasikmalaya xii, 12, 29, 46

Tegal 151, 184, 185, 186 Thionghoa xii, 27 Tito x TKBMI 199, 201, 219 Traffiking 29 Udin 35, 36, 37, 41 Untaes x UPC 198 Ury 103 Weber 104 Wirosardjono 131 Yanto 35 YSMS 104, 106, 111 Yugoslavia x

300


Kisah Polisi dan Mediasi Konflik

301


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.