MEMBANGUN HUBUNGAN BAIK DENGAN KOMUNITAS STRATEGI KEPOLISIAN MERAIH KEPERCAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI SEBUAH BAGIAN DARI IMPLEMENTASI COMMUNITY POLICING
KRISHNA MURTI
Copyrights @krishnamurti_bd
PENGANTAR
Hubungan dialektis antara Kepolisian dan masyarakat diberbagai belahan dunia banyak mengubah praktek pemolisian yang dijalankan oleh mereka. Salah satu yang mengemuka adalah tumbuh dan berkembangnya strategi Community Policing yang dijalankan oleh berbagai Kepolisian di negara-negara lain. Community Policing tidak lagi dijalankan untuk kepentingan Institusi Kepolisian belaka seperti untuk meningkatkan kemampuan pengungkapan kejahatan serta menekan gangguan kamtibmas yang terjadi, melainkan Kepolisian diajak untuk terlibat langsung menangani permasalahan yang muncul pada komunitas. Di Indonesia kesadaran tersebut mulai muncul kalangan praktisi Kepolisian seiring dengan semakin berkembangnya kemampuan dan pengetahuan para pimpinan Kepolisian serta para personel Kepolisian itu sendiri. Bahkan kesadaran akan strategi pemolisian ini telah diakomodir dalam dalam salah satu butir Kebijakan dan Strategi KaKepolisian 2002-20041 serta tertuang pula didalam Renstra Kepolisian 2005-20092. Community Policing secara umum bisa juga diartikan sebagai bentuk pemolisian yang
lebih
menekankan
kepada
Pembinaan
Kamtibmas.
Program
Pembinaan
Kamtibmas itu sendiri dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu perspektif kepolisian, perspektif masyarakat, dan perspektif kepolisian maupun masyarakat. 1
Dalam Bab V Kebijakan dan Strategi KaKepolisian 2002-2005 dibidang Operasional pada Ayat 1 tertuang “Tugas Preemtif dan preventif diarahkan pada sasaran yang selaras/ sesuai dengan kondisi wilayah dan program Pemerintah Daerah, serta lebih mengutamakan pemberdayaan dan peran serta masyarakat dalan pembinaan Keamanan dan Ketertiban masyarakat (Community Policing).
2
Dalam Renstra 2005-2009 telah ditetapkan 7 (tujuh) sasaran strategis yaitu antara lain: Tertanganinya kejahatan transnasional, teratasinya kejahatan terhadap kekayaan negara, teratasinya kejahatan berimplikasi kontijensi, tertanganinya kejahatan konvensional, terwujudnya keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan keamanan, meningkatnya kerja sama antar negara dan antar instansi pemerintah lainnya dan terwujudnya pertumbuhan budaya hukum dan masyarakat Indonesia. Konsep dan Strategi pemolisian ini melahirkan tantangan bagi para manajer-manajer Kepolisian dalam berbagai tingkatan. Melalui strategi pemolisian ini citra dan reputasi institusi Kepolisian harus diikhtiarkan agar tetap terjaga. Disisi lain, melalui strategi community Policing, institusi Kepolisian dalam berbagai tingkatan dituntut untuk memainkan peran untuk secara proaktif terlibat dalam mengatasi permasalahan yang dialami oleh satu komunitas.
Copyrights @krishnamurti_bd
Pertama, dari perspektif kepolisian, polisi melihat bahwa ada kebutuhan yang semakin besar dalam institusinya untuk meningkatkan hubungan dengan masyarakat dengan tujuan-tujuan seperti adanya kebutuhan dalam rangka memanfaatkan berbagai sumberdaya masyarakat untuk membantu upaya mencegah kejahatan dan mengurangi tingkat kecemasan masyarakat terhadap kejahatan. Selain itu dalam perspektif kepolisian, polisi juga mempunyai tujuan dalam rangka memperkuat basis bagi deteksi dini serta pengumpulan informasi guna pengungkapan sebuah peristiwa gangguan kamtibmas. Sedangkan tujuan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya upaya-upaya kepolisian dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Sedangkan yang kedua dari perspektif masyarakat, mereka menyadari kedepan semakin membutuhkan dan bahkan layak mendapatkan layanan yang lebih baik dari aparat kepolisian. Selain itu mereka juga membutuhkan adanya akuntabilitas kepolisian yang handal selain bahwa mereka mulai menyadari sudah selayaknyalah mereka mendapatkan peran yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dibidang keamanan. Adapun yang ketiga dari perspektif kepolisian maupun masyarakat, terdapat asumsi bahwa program pembinaan kamtibmas didasari atas beberapa anggapan, antara lain: 1)
Asumsi yang pertama adalah adanya anggapan bahwa kejahatan terjadi akibat faktor-faktor sosial yang relatif tidak terlalu dikuasai oleh kepolisian.
2)
Sedangkan asumsi yang kedua, adanya kebutuhan pencegahan kejahatan perlu dipusatkan kepada faktor-faktor sosial penyebab kejahatan.
3)
Asumsi ketiga, adanya keperluan untuk mengembangkan sikap proaktif untuk menggantikan kebijakan kepolisian yang bersifat reaktif.
4)
Asumsi
keempat,
adalah
adanya
prasyarat
berupa
desentralisasi
wewenang pada kebijakan kepolisian yang berwawasan sosial dan budaya. Copyrights @krishnamurti_bd
5)
Asumsi berikutnya adalah adanya anggapan bahwa isu-isu tradisional berupa kejahatan dan kecemasan terhadap kejahatan sudah mulai harus lebih dititikberatkan kepada isu kualitas hidup.
6)
Sedangkan asumsi terakhir dan yang terpenting yang mendasari perspektif ini adalah adanya hak asasi dan kebebasan individu merupakan pertimbangan yang paling esensial dalam kepolisian yang demokratis.
Secara lebih sederhana, kegiatan pembinaan kamtibmas dengan community policing sebagai basisnya merupakan suatu kebijakan dan strategi yang bertujuan agar dapat mencegah terjadinya kejahatan secara lebih efektif dan efisien, mengurangi kecemasan
masyarakat
terhadap
kejahatan,
meningkatkan
kualitas
hidup,
meningkatkan kualitas pelayanan kepolisian dan kepercayaan terhadap polisi, dalam jalinan kerjasama yang lebih proaktif dengan sumberdaya-sumberdaya masyarakat yang menginginkan perubahan bagi kondisi-kondisi penyebab kejahatan. Dalam kaitan dengan itu tentunya dibutuhkan serta diperlukan Polisi yang lebih handal, peran masyarakat yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, dan perhatian yang lebih besar terhadap asasi dan kebebasan individu. Berkaitan dengan peran masyarakat yang lebih besar dalam pengambilan keputusan inilah, maka Kepolisian perlu membuat langkah terobosan yang bersifat sistematis dengan menggandeng mereka dalam sebuah kelompok komunitas yang bersifat proaktif dalam masalah keamanan. Kelompok komunitas yang bersifat proaktif ini yang kemudian kita kenal sebagai “Program Pemberdayaan Masyarakat�. Program Pemberdayaan Masyarakat harus didefinisikan dengan jelas tujuannya. Hanya dengan tujuan yang jelas, maka kita bisa mengukur keberhasilan program tersebut. Adapun tujuan inti dari program ini adalah meningkatkan kepercayaan dan kedekatan antara polisi dengan masyarakat khususnya masyarakat yang sadar kamtibmas guna mendukung terciptanya keamanan dalam negeri yang lebih kondusif. Tujuan penting lainnya adalah menekan terjadinya kriminalitas dan meningkatkan pengungkapan kejahatan melalui partisipasi Copyrights @krishnamurti_bd
para anggota Program Pemberdayaan Masyarakat, serta meningkatkan Public Image dan Public Relation Kepolisian. Disisi lain Program Pemberdayaan Masyarakat dapat menciptakan database yang valid dari para anggota-anggotanya dalam rangka mendukung berbagai kegiatan perpolisian, serta dapat memberikan peluang komunikasi yang terbuka antara Kepolisian dan masyarakatnya. Oleh karenanya penting sekali disadari bersama bahwa buah dari Program Pemberdayaan Masyarakat tidak bisa dipetik dalam waktu singkat, namun Program ini harus dilihat lebih sebagai alat untuk membangun hubungan jangka panjang dengan stake holder Kepolisian. Dalam konteks itulah, buku ini ditulis dalam rangka memberikan gambaran tentang upaya mempercepat Implementasi Community Policing pada Kepolisian melalui Optimalisasi Pemberdayaan PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PPM). Buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bukan hanya bagi para manajer-manajer Kepolisian, namun juga kepada seluruh anggota Kepolisian dan para warga masyarakat dalam rangka memahami dan mengimplementasikan Community Policing di lingkungannya.
Copyrights @krishnamurti_bd
PENDAHULUAN
Peran Komunitas sangat signifikan bagi keberhasilan Kepolisian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu disadari bersama bahwa kedepan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi Kepolisian khususnya pada tingkat KOD dan jajarannya bukan hanya tergantung pada mereka yang ada dalam organisasi saja, namun juga bergantung pada komunitas yang menjadi stakeholder mereka. Kedepan, manfaat menjalin hubungan yang sehat dan baik dengan komunitas dapat membentuk sikap positif komunitas pada organisasi. Sikap positif komunitas ini pada gilirannya akan berpengaruh terhadap sikap anggota Kepolisian terhadap Kantor dimana dia bekerja. Rasa bangga terhadap kantor dimana mereka bekerja ditentukan juga oleh sikap masyarakat terhadap organisasi dimana mereka berada tersebut. Hal ini terjadi
karena
para
anggota
Kepolisian
yang
ada
dalam
satuan
apapun
mengidentifikasikan dirinya dengan sangat erat pada komunitas dimana mereka berada dan secara tak sadar para anggota Kepolisian tersebut mengambil pola pikir sikap komunitas tadi (Lesly 1991: 15). Dengan demikian sesungguhnya komunitas pada wilayah kerja organisasi Kepolisian (ditingkat KOD dan Polsek serta Pospol), memiliki pengaruh besar dan langsung pada kinerja organisasi Kepolisian khususnya ditingkat KOD dan jajarannya. Oleh karena itu sangat wajar bila saat ini dan kedepan semakin banyak organisasi kepolisian diseluruh dunia yang menyadari pentingnya menjalin hubungan baik dengan komunitasnya. Semakin baik hubungan dengan komunitas tersebut, maka akan semakin baik pula citra kepolisian dimata komunitasnya, dan makin tinggi pula rasa bangga para anggota Kepolisian terhadap organisasi dimana dia bekerja. Kegiatan menjalin hubungan dengan komunitas bukan hanya sekedar melibatkan mereka kala kita butuhkan saja baru menjalin hubungan, atau bukan pula hanya setelah terjadi ketegangan baru kita sibuk menjalin hubungan. Kegiatan menjalin Copyrights @krishnamurti_bd
hubungan sudah menjadi kebutuhan bagi Organisasi dilingkungan Kepolisian melalui berbagai usaha yang sistematis dalam rangka memberdayakan komunitas dan masyarakat dalam rangka menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban yang lebih kondusif dilingkungan tempat bekerja, tempat tinggal, jalan raya dan tempat-tempat umum dimana komunitas tersebut berinteraksi sebagai sebuah masyarakat. Sejalan dengan perubahan hubungan antara Polisi dan masyarakat dalam rangka implementasi community policing ditengah-tengah masyarakat itu, maka kini hubungan itu bukan hanya sekedar membangun dan membina hubungan saja melainkan sudah harus melibatkan dan mengembangkan mereka sebagai mitra (partnership) Kepolisian dalam pengelolaan permasalahan keamanan. Hubungan yang sebelumnya tidak seimbang antara Kepolisian dan masyarakat yang mengesankan Polisi selalu berwenang dalam penanganan masalah-masalah keamanan dan ketertiban, menjadi hubungan yang seimbang dimana masyarakat dan komunitas mempunyai peran yang seimbang dalam rangka pengelolaan permasalahan keamanan di wilayahnya. Dengan pola hubungan yang seperti ini, maka organisasi akan mendapatkan keuntungan dan banyak manfaat. Dengan memposisikan organisasi sebagai mitra dalam pandangan komunitas, dan komunitas dipandang sebagai mitra dalam pandangan organisasi, dalam mencapai tujuannya masing-masing melalui sumber-sumber daya yang dimiliki, semakin menegaskan bahwa kedepan akan semakin banyak manfaat yang dipetik KOD Penyelenggara Program Pemberdayaan Masyarakat, seperti nama baik, pencapaian tujuan organisasi dan moral kerja anggota. Konsekuensi lain dari mengembangkan program kemitraan yang diwujudkan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat adalah dapat membuat KOD Penyelenggara dan
jajarannya
menjadi
terlibat
langsung
dalam
permasalah
keamanan
dan
permasalahan sosial lainnya yang menjadi sumber permalahan keamanan dan akan berusaha untuk mengatasi bersama antara Kepolisian dan masyarakat. Contoh nyata kegiatan kepolisian yang dilakukan dalam rangka membangun hubungan dengan Copyrights @krishnamurti_bd
komunitas adalah antara lain dengan membentuk Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM), dan pelibatan mereka dalam strategi Pemolisian masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
I.
KONDISI
YANG
MEMPENGARUHI
PELAYANAN
KEPOLISIAN KINI DAN DIMASA DEPAN
1.
Polisi Sebagai Institusi Sipil Fungsi Polisi sangat berbeda dengan fungsi militer, dimana Polisi selalu berada
ditengah-tengah masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban bagi kehidupan masyarakat, sedangkan militer berfungsi membela dan mempertahankan Negara serta keutuhannya. Dalam hal ini militer terlihat lebih banyak berkaitan dengan Negara lain, ataupun kekuatan kelompok riil yang mengancam kelangsungan hidup suatu Negara.
Pada
kenyataannya,
meskipun
Polisi
lebih
banyak
berurusan
dengan
permasalahan keamanan dalam negeri yaitu menyangkut penegakkan hukum dan mengatasi berbagai permasalahan keamanan dan ketertiban yang muncul ditengahtengah masyarakat, namun para anggota Polisi dituntut untuk memiliki disiplin dan garis komando yang jelas dalam kehidupan organisasinya (semi militeristik). Disisi lain, kehidupan internal organisasi yang semi militeristik itu harus berhadapan dengan gaya pemolisian sipil secara universal yang selalu mengacu kepada nilai-nilai dan harkat martabat kemanusiaan, manakala berhadapan dengan masyarakat (kondisi eksternal organsasi).
Sebagai implikasi dari kesemua hal diatas, maka Polisi dalam menjalankan semua tugasnya harus lebih mementingkan pelayanan, yang mengutamakan dialog persuasif, nilai keadilan serta hak asasi manusia. Bilapun harus melakukan tindakan represif, maka Polisi meskipun diperbolehkan untuk melakukannya, tetap harus menjadikan
Copyrights @krishnamurti_bd
tindakan ini sebagai pilihan terkemudian, jauh setelah berbagai tindakan pendahuluan yang bersifat persuasif dan dialogis dilaksanakan.
Dalam rangka melaksanakan gaya persuasif dan dialogis inilah, maka kelembagaan Polisi perlu lebih terbuka dalam berinteraksi dengan masyarakat. Keterbukaan dalam berinteraksi ini menjadikan kepolisian sebagai lembaga yang inklusif dalam melakukan berbagai kerjasama dengan pihak-pihak terkait menyangkut pengelolaan keamanan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa semakin banyak polisi berbaur dengan masyarakat, maka akan semakin mudah baginya dalam dalam menjalankan tugas.
Karakter kepolisian yang dikemukakan diatas, merupakan bagian dari karakter kepolisian sipil yang sudah menjadi tuntutan dalam sebuah Negara demokratis. Polisi bersosok
sipil
merupakan
prasyarat
bagi
pembudayaan
community
policing
sebagaimana dikembangkan dalam buku ini. Polisi sipil tidak dapat dilepaskan dari perilaku sipil, komunikasi sipil, dialog sipil, ineteraksi sipil dam aspek lain yang lebih berorientasi pada aspek kemanusiaan ketimbang aspek represif. Oleh karena itu, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya yang sangat berorientasi sipil, maka Polisi membutuhkan adanya beberapa prasyarat seperti; adanya
kedekatan dengan
masyarakat, akuntabel terhadap masyarakat (baik dari sisi kegiatan maupun pengorganisasian), merubah pendekatan kekerasan kepada pendekatan melindungi, melayani, mengayomi, serta peka terhadap urusan-urusan masyarakat sipil (responsif, tulus dan tuntas dalam melakukan perlindungan, pelayanan, dan pengayoman), serta aktf dalam memberikan alternatif keadilan bagi masyarakat.
Kelima hal yang dikemukakan diatas membutuhkan kearifan dan ketrampilan sipil yang sangat kental, yang dapat dibentuk dari pendidikan yang memadai, kehidupan demokrasi dilingkungan internal yang dijiwai oleh disiplin, serta pengalaman sosial yang matang dilapangan. Faktanya tidak mudah bagi Kepolisian untuk serta merta merubah Copyrights @krishnamurti_bd
karakter dan menerapkan prinsip-prinsip polisi sipil meskipun sampai saat ini sudah lebih dari sepuluh tahun Kepolisian lepas dari lembaga militer. Empati merupakan salah satu landasan utama kemanusiaan sipil yang harus tumbuh diantara polisi, bukan loyalitas berlebih kepada komando atasan atau keberhasilan sepihak menurut versi kepolisian semata. Oleh karena itu, waktu yang sudah sekian tahun mengakarnya budaya militer dalam budaya kepolisian harus segera dipercepat untuk segera dirubah dalam karakter dan budaya polisi sipil melalui implementasi community policing.
Asas-asas yang dijadikan sebagai pedoman dalam implementasi Community Policing meliputi : a.
Asas Legalitas Asas legalitas adalah asas dimana setiap tindakan polisi harus berdasarkan
kepada
undang-undang/peraturan
perundang-undangan.
Jika
tidak
berdasarkan
perundang-undangan, maka tindakan kepolisian itu melawan hukum (onrechtmatig).
b.
Azas Kewajiban Umum Kepolisian. Azas ini dijabarkan dalam rumusan pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian, menyangkut Tugas Dan Wewenang Kepolisian. Kewajiban Umum Kepolisian lebih jauh memuat tiga substansi yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan
hukum
serta
memberikan
perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan azas tersebut, maka Kepolisian dapat melaksanakan berbagai upaya baik yang bersifat represif, preventif maupun preemtif. Demikian juga dalam hal terjadi perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, Kepolisian diberi wewenang untuk membantu menyelesaikan agar tidak berkembang kearah timbulnya permasalahan lebih besar.
c.
Azas subsidiaritas.
Copyrights @krishnamurti_bd
Azas ini dijabarkan dalam rumusan pasal 3 dan pasal 14 UU No 2 Th 2002 Tentang Kepolisian. Azas ini memungkinkan Kepolisian untuk Mengambil Tindakan Yang Perlu dalam hal instansi yang berwenang tidak ada atau belum mengambil tindakan. Dalam dimensi sosiologis, fungsi kepolisian terdiri atas pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dalam praktek kehidupan masyarakat dirasakan perlunya dan dirasakan manfaatnya guna mewujudkan keamanan dan ketertiban dilingkungannya sehingga dari waktu kewaktu dilaksanakan atas dasar kesadaran dan kemauan masyarakat sendiri secara swakarsa serta kemudian melembaga dalam kehidupan masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
2.
Tantangan Dan Perubahan Berbagai perubahan dialami masyarakat di dunia ini, bahkan perubahan itu
makin hari terasa makin cepat berjalan dengan arah yang tidak terduga-duga. Perubahan itu meliputi berbagai hal, dari yang kasat mata sampai pada yang tak tampak tapi terasa. Seperti perubahan ekspekatasi masyarakat atas citarasa pelayanan Kepolisian dan perubahan aspirasi masyarakat lainnya. Contoh perubahan yang terakhir dapat dilihat pada dilihat pada hal harapan dan keinginan masyarakat dan komunitas terhadap
kecepat-tanggapan
pelayanan
Kepolisian
manakala
dibutuhkan
oleh
masyarakat, serta ketulusan dan kemudahan pelayanan dan tuntasnya penanganan permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Perubahan yang terjadi itu mengharuskan berubahnya pula cara Kepolisian memandang dan membangun hubungan dengan komunitas. Hal tersebut disebabkan semakin berkembangnya aspirasi masyarakat yang menginginkan pola hubungan yang demokratis dimana hal tersebut berkonskwensi pada keinginan masyarakat untuk menjadikan Kepolisian sebagai lembaga Negara yang bekerja secara transparan dan akuntabel. Bagi masyarakat sipil, dewasa ini terdapat pandangan bahwa fungsi militerisme sudah tidak sesuai lagi dengan masyarakat baru, yang berbasis demokrasi, dimana pendekatan keamanan publik lebih membutuhkan pendekatan non koersif, persuasif dan mengutamakan penciptaan keadilan. Hal tersebut dengan sendirinya akan melahirkan tantangan pada praktek dan pola operasi Kepolisian dimanapun berada. Kepolisian tidak bisa memandang dirinya hanya sebagai lembaga satu-satunya yang paling memahami permasalahan keamanan dan tidak membutuhkan partisipasi pihakpihak lain. Masyarakat pun menuntut Kepolisian tidak hanya memberantas kejahatan dan menekan berkembangnya kriminalitas dengan cara yang konvensional saja, namun juga meminta Kepolisian untuk mengembangkan berbagai strategi pemolisian yang lebih fokus pada strategi pencegahan kejahatan. Copyrights @krishnamurti_bd
Tantangan perubahan tersebut harus dijawab oleh Kepolisian pada tataran KOD dengan melakukan berbagai penyesuaian. Salah satu bentuk penyesuaian yang harus dilakukan oleh KOD adalah dengan memperkokoh jalinan hubungan antara strategi organisasi dengan kegiatan-kegiatan community policing. Hal ini berarti, bahwa community policing berperan sebagai salah satu solusi bagi KOD dalam menghadapi tantangan dan perubahan yang terus-menerus berlangsung dan melahirkan berbagai tekanan pada Kepolisian. Hal ini berarti bahwa hanya dengan strategi community policing inilah maka Kepolisian dan masyarakat akan saling bahu membahu menyelesaiakan berbagai permasalahan keamanan dan ketertiban melalui pengelolaan permasalahan yang sistematis.
Ada asumsi salah yang berkembang dewasa ini berkaitan dengan community policing, dimana community policing seringkali diasumsikan sebagai: a.
Community Policing diasumsikan hanya sebagai sarana mencari dukungan Community bukan sekedar hanya dijadikan sarana mencari dukungan masyarakat dimana masyarakat hanya sebagai pihak yang pasif. Dalam Community policing ada fasilitas dimana pada masyarakat terjadi pembagian
tugas
dan
prakarsa
dalam
pengelolaan
permasalahan
keamanan, sehingga masyarakat mampu mencegah terjadinya kejahatan. Dalam hal ini terlihat peran masyarakat yang semakin diperbesar dalam kegiatan preemtif (deteksi dini – mendahului melumpuhkan aksi kejahatan yang diantisipasi mungkin saja terjadi) dan preventif (pencegahan potensi kejahatan). Sedangkan peran penegakkan hukum tetap berada ditangan Polisi.
b.
Community Policing diasumsikan hanya sekedar meminta advis atau konsultasi dengan masyarakat Dalam community policing, Polisi bukan hanya sekedar meminta saran atau sekedar berkonsultasi saja (namun meninggalkan mereka dalam proses pengelolaan keamanan). Polisi dalam hal ini diharapkan benarCopyrights @krishnamurti_bd
benar bermitra dengan masyarakat secara bersama-sama dari mulai perancangan hingga perencanaan dan sampai tahap pengendalian selalu melibatkan masyarakat dalam rangka mengelola permasalahan yang dihadapi dilingkungannya.
c.
Community Policing diasumsikan hanya sekedar symbol desentralisasi kepolisian Dalam community policing, signal yang ingin disampaikan kepada semua masyarakat oleh pihak kepolisian adalah symbol-simbol desentraslisasi kewenangan. Namun symbol-simbol kewenangan ini harus juga bersifat implisit dan eksplisit karena apabila itu hanya sekedar symbol tanpa arti, maka kegiatan community policing akan menjadi sukar dilaksanakan oleh para pelaksana dilapangan karena mereka kekurangan daya kreativitas.
d.
Community Policing diasumsikan hanya sekedar mencari informasi dari masyarakat Selama ini berkembang asumsi bahwa apabila Polisi sudah berkomunikasi dengan masyarakat dan mendapatkan informasi, maka mereka telah melakukan kegiatan community policing. Bila itu yang terjadi, maka masyarakat hanya dijadikan sekedar sebagai ‘informan’ (yang dampak negatifnya bisa menyebabkan beberapa oknum masyarakat bergaya menjadi ‘intel’). Namun bentuk pengumpulan informasi yang dilakukan dalam community policing lebih kepada upaya untuk bersama-sama bekerjasama
dalam
pemecahan
yang
efektif
terhadap
masalah
dilingkungan masyarakat, terutama yang mengandung potensi preemtif dan preventif.
e.
Community Policing diasumsikan hanya sekedar terbatas pada merubah cara patroli kepolisian
Copyrights @krishnamurti_bd
Selama ini patroli kepolisian yang manjadi ikon modernisasi kepolisian adalah patrol dengan menggunakan kendaraan, terutama dengan menggunakan kendaraan bermotor. Kegiatan patroli yang sedemikian mengakibatkan semakin adanya jarak antara polisi dan masyarakat, karena acapkali para anggota Polisi yang melakukan patroli tidak turun dari kendaraan. Patroli yang demikian kerap diyakini sebagai kegiatan yang dapat menghindarkan terjadinya kejahatan, namun faktanya bahwa kejahatan ternyata tidak bisa ditekan dengan model patroli seperti itu. Oleh karena itu community policing merubah cara dan gaya patroli dimana meskipun sarana transportasi modern maupun teknlogi modern juga tidak bisa dihindarkan penggunaanya, namun, polisi harus merubah gaya berpatroli dimana mereka harus lebih banyak turun dari kendaraan dan berjalan kaki dari satu titik ke titik lain dalam rangka mendekatkan diri secara fisik dengan masyarakat di daerah dimana dia berpatroli.
f.
Community Policing diasumsikan hanya sekedar bertujuan memuaskan orang keorang tentang kebutuhan rasa aman Community policing bukan hanya sarana untuk memuaskan rasa, baik personal maupun kelompok, namun juga bersifat menciptakan “rasa� aman. Karena hakekatnya keamanan itu bukan hanya secara fisik dapat diwujudkan namun secara rasa juga bisa diciptakan.
g.
Community Policing diasumsikan hanya sekedar suatu usaha untuk memanipulasi masyarakat oleh Kepolisian Acapkali ada cibiran dari sebagian masyarakat yang menganggap bahwa community policing hanyalah sebuah kegiatan manipulatif dari kepolisian untuk tujuan kepolisian memuaskan masyarakat secara sesaat. Cibiran ini menjadi tantangan tersendiri bagi kepolisian untuk menjadikan strategi community policing sebagai sebuah strategi yang konsisten terlaksana dalam meraih kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu kegiatan ini harus Copyrights @krishnamurti_bd
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan tulus sebagai sebuah bentuk pengabdian polisi kepada masyarakat yang telah memberikan dukungan kepada mereka selama ini.
Copyrights @krishnamurti_bd
3.
Otonomi Daerah Dan Praktek Community Policing Tantangan perubahan yang muncul akibat pengaruh perubahan pada lingkungan
eksternal Kepolisian tentu terasa akan sangat besar. Apalagi apabila perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal itu merupakan perubahan yang mendasar, seperti perubahan dalam sistem kenegaraan kita. Sejak 1 Januari 2001, telah diberlakukan Sistem Otonomi Daerah yang telah mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik dengan memberikan beberapa kewenangan yang tadinya ditangani pemerintah pusat menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Perubahan tersebut menimbulkan dinamika sendiri dalam hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, selain menimbulkan berkembangnya semangat kedaerahan pada warga masyarakatnya. Beberapa problematik yang muncul sebagai akibat dari sistem pemerintahan ini, adalah berkembangnya semangat kedaerahan dan hubungan antara Negara dan masyarakat pada tingkat lokal. Menguatnya perasaaan kedaerahan memang bisa berdampak positif maupun negatif. Dalam konteks kepolisian, menguatnya semangat kedaerahan ini bisa menjadi faktor pendukung maupun faktor kendala dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat. Semangat kedaerahan yang positif bisa menjadi faktor penarik serta pendorong pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat, yaitu ingin menjadikan daerahnya sebagai daerah yang aman sehingga bisa menjadi daerah yang menarik bagi investasi, dengan mengadakan kemitraan yang erat antara Kepolisian dan masyarakat. Namun sebaliknya semangat negatif bisa menjadi kendala manakala Kepolisian tidak mampu mengkreativisir unsur lokal dalam pengelolaan permasalahan keamanan, atau bhakan menjadikan komunitas lokal sebagai penonton belaka, maka Kepolisian akan dianggap sebagai pihak asing dalam komunitas setempat. Berbagai contoh gagalnya KOD menekan angka kriminalitas serta konflik yang tinggi antara aparat dan masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
adalah fakta yang tidak bisa dihindari sebagai sebuah kekurangan yang harus segera diperbaiki. KOD sebagai kepanjangan tangan pelayanan Kepolisian ditingkat lokal harus bisa menempatkan dirinya sebagai warga Negara, bukan sebagai Lembaga Negara yang bisa mengatasi masyarakat dengan berlindung dibalik kekuasaan pemerintah atau Negara. Kepolisian
sebagai
warga
Negara
harus
bisa
bersama-sama
masyarakat
mengembangkan daya kreatif tersebut. Ruang yang menjadi titik temu antara Kepolisian dan masyarakat untuk mengembangkan kreativitas dan memajukan daerah itu, satu diantaranya adalah community policing. Dalam Community Policing akan bertemu apa yang diharapkan masyarakat dan apa yang diharapkan oleh Kepolisian. Namun dalam perkembangannya penerapan community policing dalam kegiatan kepolisian mengalami banyak hambatan, terutama timbul dari internal lembaga Polisi sendiri yang masih belum bulat hati menerapkannya atau masih belum jelas bagaimana penerapannya. Permasalahan diatas muncul karena berbagai sebab, diantaranya adanya warisan model birokrasi kepolisian yang masih bersifat otokratis sehingga menciptakan budaya organisasi yang tertutup, sehingga Polisi masih cenderung raguragu bekerjasama dengan masyarakat dalam menjalankan tugasnya (meskipun percepatan proses keterbukaan Kepolisian saat ini dinilai termasuk yang paling cepat bila dibandingkan dengan organisasi pemerintahan lain di Indonesia). Permaslahan lain yang cukup mengganjal dalam menerapkan community policing secara optimal berkaitan dengan model orgnasisai kepolisian yang “Top Down�, dimana pelaksanaan tugas kepolisian banyak dipengaruhi oleh adanya komando dari atas, sedangkan disisi lain, kinerja community policing hanya berhasil manakala partispasi dari bawah dapat terakomodir dengan baik. Oleh karenanya banyak muncul kesan bahwa polisi bekerja seperti robot, tidak fleksibel (takut salah), sehinggap apabila tidak dikendalikan
oleh
atasannya,
maka
Polisi
cenderung
pekerjaannya.
Copyrights @krishnamurti_bd
menghindar
melakukan
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa bila dikaitkan dengan proses otonomi daerah yang begitu pesat di Indonesia, maka model pelayanan kepolisian dengan menggunakan strategi community policing akan membutuhkan banyak perubahan yang mendasar pada lembaga Kepolisian. Bila community policing hanya dijadikan sebagai alat public relations saja, maka usaha pengembangan community policing tidak akan banyak hasilnya dan bahkan sebaliknya hanya akan memboroskan sumberdaya Kepolisian yang sudah terbatas ini. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi pihak kepolisian maupun masyarakat dan para pakar untuk selalu mengembangkan konsep community policing agar menjadi sebuah strategi yang bersifat implementatif dan mudah dilaksanakan dilapangan oleh para anggota kepolisian serta juga dapat mengembangkan dalam berbagai program yang bersifat teukur dan terarah dalam rangka mencapai tujuan bersama antara Kepolisian dan masyarakat.
II.
UPAYA MERAIH KEPERCAYAAN MASYARAKAT OLEH
KEPOLISIAN Kondisi pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat di tingkat KOD yang optimal diharapkan mampu untuk menjadi salah satu cara ideal dalam rangka upaya akselerasi (mempercepat) implementasi community policing ditingkat KOD dan jajarannya. Dengan demikian menjadi jelas pula bahwa upaya implementasi community policing yang konsisten, sistematis, terkelola dan terprogram dengan baik akan dapat menjadi strategi meraih kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keamanan dan ketertiban dalam negeri. Oleh karena itu bab ini akan menjabarkan beberapa bagian dari kondisi yang diharapkan secara talitemali dan sistematis. Penjabaran kondisi yang diharapkan dimulai dari adanya kondisi keamanan dalam negeri yang ideal, yang diharapkan terlebih dahulu sebagai tujuan inti dari tugas Kepolisian sebagaimana tertuang dalam
Copyrights @krishnamurti_bd
amanat undang-undang. Penjabaran selanjutnya menyangkut upaya terciptanya kepercayaan masyarakat yang diharapkan baik oleh Kepolisian maupun oleh masyarakat dan diikuti dengan penjabaran menyangkut upaya percepatan implementasi community policing yang diharapkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat yang telah diuraikan sebelumnya. Penjabaran dari kondisi Program Pemberdayaan Masyarakat yang diharapkan barulah masuk pada pokok bahasan Program Pemberdayaan Masyarakat yang optimal dan dapat diharapakan sebagai upaya mempercepat implementasi community policing pada subbab berikutnya.
Copyrights @krishnamurti_bd
4.
Situasi Keamanan Dalam Negeri Yang Diharapkan Sebelum membahas Pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat yang
diharapkan maka menurut penulis akan sangat relevan jika dijelaskan terlebih dahulu tentang situasi yang diharapkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah hukum kesatuan tingkat KOD. Secara Konseptual baik Kepolisian maupun masyarakat menginginkan terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif. Namun dalam tataran yang lebih operasional kondisi kondusif tersebut ternyata sulit untuk didefinisikan. Namun demikian secara umum kondisi kamtibmas yang kondusif dapat dilihat dari indikator-indikator yang meliputi : 1)
Adanya perasaan aman, tentram, nyaman, tenang, tertib, teratur, damai, sejahtera dan kepuasan.
2)
Adanya perasaan bebas dari gangguan, ancaman, hambatan, maupun bahaya baik yang bersifak fisik maupun psikis.
3)
Adanya rasa kepastian dan rasa bebas dari kekhawatiran, keragu-raguan, kegelisahan, kecemasan dan ketakutan terhadap munculnya ancaman atau gangguan.
4)
Adanya perasaan dilindungi dari segala macam bahaya yang datang dari lingkungannya.
5)
Adanya perasaan kedamaian, baik lahiriah maupun batiniah.
Secara lebih operasional, situasi kamtibmas yang kondusif dicirikan dengan : 1)
Situasi yang memungkinkan masyarakat mampu melaksanakan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara memuaskan.
2)
Terhindarnya masyarakat dari situasi yang dapat merugikan mengancam, atau membahayakan keselamatan harta dan jiwa.
Copyrights @krishnamurti_bd
3)
Terhindarnya masyarakat dari situasi yang menegangkan, tidak menentu, situasi rawan konflik dan gangguan keamanan keamanan.
4)
Tidak
dilanggarnya
pranata-pranata
sosial
yang
diperlukan
untuk
menjamin kelangsungan hidup bersama. 5)
Tidak adanya perilkau-perilaku anggota masyarakat yang tidak normatif dan meresahkan sehingga masyarakat menganggap hal itu tidak boleh dibiarkan.
Sedangkan dalam tataran yang lebih makro, situasi dan kondisi kamtibmas yang diharapkan ditandai dengan : 1)
Berjalannya dengan efektif program-program pembangunan nasional, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
2)
Terselenggaranya kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan disertai perasaan terlindungi dan terayomi dari ancaman dalam berbagai bentuk manifestasinya.
3)
Terpeliharanya
kegairahan
masyarakat
dalam
pembangunan
yang
didorong oleh keinginan untuk berkreatifitas, maju, mandiri serta sejahtera lahir dan batin dan memilkin tanggung jawab bersama. 4)
Berfungsinya
lembaga-lembaga
sosial
kemasyarakatan
pembimbing dan pengontrol perilaku warganya.
Copyrights @krishnamurti_bd
sebagai
5.
Terciptanya Kepercayaan Masyarakat Kepolisian hanyalah salah satu dari sekian Lembaga Negara yang ada di Republik
Indonesia, dimana setiap lembaga tersebut mempunyai fungsi yang relatif berbeda. Walaupun demikian tujuan utama dari setiap Lembaga Negara adalah sama, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang aman, adil makmur dan sejahtera. UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri�. Deskripsi berbagai fungsi kepolisian itu sangat jelas bahwa peran utama Kepolisian di masyarakat dapat dikatagorikan sebagai public service, yang memiliki implikasi sangat fundamental sebagai organisasi yang menyediakan jasa. Kinerja suatu organisasi selalu dapat berbentuk produk, service (jasa) atau kombinasi keduanya. Namun perbedaannya adalah apabila produk berbentuk benda, maka service (jasa) berbentuk proses untuk mewujudkan kinerjanya3. Sebagai sebuah produk, service (jasa) mempunyai beberapa ciri, antara lain: 1)
Bersifat intangible: tidak berwujud, atau lebih banyak dirasakan oleh penerima jasa Polisi, seperti perlakuan polisi dengan keakraban atau kekerasan pada anggota masyarakat yang berhubungan dengan anggota Polisi. Transparansi dan akutabilitas menjadi penting untuk membangun citra organisasi.
2)
Heterogen: bervariasi, sulit distandarisasi, penanganan kejahatan bisa berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu polisi ke polisi yang lain. Oleh
3
Leonard L. Berry, David R Bennet dan Carter W Brown, Service Quality; A Profit Strategy for Financial Institution, Home Wood (Illionis), Dow Jones Irwin, 1988
Copyrights @krishnamurti_bd
sebab
itu
budaya
organisasi
sangat
berperan
untuk
memelihara
konsistensi. 3)
Inseparable: sulit dipisahkan antara orang yang memberi service (jasa) dan orang yang menggunakannya, sehingga pengguna jasa akan selalu mengambil pengalaman dengan polisi sebagai penilaiannya terhadap Kepolisian.
4)
Perishable: tidak dapat disimpan atau digunakan pada saat yang lain. Misalanya apabila ada anggota Polantas proaktif menjalankan fungsinya dalam rangka pengaturan di suuatu perempatan yang sedang macet, maka ketidak tertiban akan semakin bertambah.
Dari keempat ciri yang diuraikan diatas, terlihat bahwa karakteristik service (jasa) yang yang tidak sesuai dengan harapan pengguna jasa Kepolisian, akan membuat para penggunanya membentuk pengalaman dengan orang yang memberi pengalaman yang biasanya sulit dilupakan. Kepolisian sebagai sebuah organisasi yang memberikan pelayanan menghadapi tantangan yang besar dari hari kehari, sehingga Kepolisian harus membangun kapasitas dan budaya pelayanan yang sesuai dengan visi dan misi Kepolisian. Bertitik tolak dari Misi Kepolisian sebagaimana tertuang dalam Undang undang No 2. Tahun 2002, maka misi pelayanan Kepolisian mencakup: pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, maka bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan oleh Kepolisian kedepan harus dapat bekualitas (service quality) sebagaimana pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat. Service quality bukan hanya pelayanan jasa yang sesuai spesifikasi internal saja, akan tetapi spesifikasi yang digunakan harus mengacu kepada spesifikasi masyarakat. Bila spesifikasi pelayanan yang diharapkan masyarakat kurang tepat, maka Kepolisian perlu melakukan pendidikan masyarakat tentang bentuk ideal dari Kualitas Pelayanan Kepolisian sebagaimana spesifikasi bentuk pelayanan Kepolisian yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Copyrights @krishnamurti_bd
Penggunaan “Kualitas Pelayanan Kepolisian� sebagai titik tolak perancangan Progam Program Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah tuntutan yang tidak bisa dihindari dalam rangka upaya meraih kepercayaan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan kualitas pelayanan Kepolisian sebagai bagian tak terpisahkan dalam pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat, maka diperlukan pengembangan kapasitas pelayanan dalam 5 (lima) dimensi pelayanan yang kita kenal sebagai RATER (Reliability, Assurance, Tangibles, Emphaty, Responsiveness). 1)
Reliability berarti bahwa kemampuan untuk memberikan pelayanan dapat dipercaya sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara dependen dan tepat dalam memecahkan masalah (tuntas).
2)
Assurance,
berarti
dibutuhkan
adanya
jaminan
kemampuan,
pengetahuan dan kesopanan anggota untuk menciptakan masyarakat. 3)
Tangibles, berarti penampilan fasilitas fisik, peralatan dan penampilan perorangan,
materi
dan
peralatan
serta
teknologi
informasi
dan
komunikasi yang handal dalam memecahkan berbagai persmasalahan yang dihadapi. 4)
Emphaty, berarti memiliki kepedulian yang dalam dan perhatian yang tinggi
kepada
semua
masyarakat
yang
membutuhkan
pelayanan
Kepolisian (ketulusan). 5)
Responsiveness, berarti dibutuhkan adanya keinginan yang kuat untuk memberikan pelayanan dan bantuan pada waktu yang cepat dan tepat, serta dapat menerapkan keadilan dalam penanggulangan kejahatan, sebagaimana diharapkan masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
6.
Percepatan Implementasi Community Policing Yang
Diharapkan Sebagai Bagian Dari Upaya Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat
Sebagai orgnasisasi service yang ingin mencapai kualitas pelayanan terbaik, dalam
rangka
upayanya
meraih
kepercayaan
masyarakat,
Kepolisian
harus
mengembangkan beberapa faktor kunci keberhasilan (key factors of success)4. Faktorfaktor kunci keberhasilan pelayanan yang harus dikembangkan oleh Kepolisian itu, nantinya harus minimal sama dengan institusi-institusi pelayanan publik yang ada dimasing-masing tingkatan, atau bahkan lebih unggul dari mereka. Beberapa faktorfaktor kunci keberhasilan yang harus dipegang tersebut, antara lain adalah: interactive marketing, internal marketing, dan external marketing5. 1)
Interactive marketing mengacu kepada kemampuan berinteraksi dengan publik dalam cara yang konsisten, dan berorientasi untuk memuaskan kebutuhan masyarakat dalam memecahkan masalah hukum atau ketertiban. Meskipun demikian, disadari bahwa membangun perilaku seragam dengan mutu standar minimal dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat bukanlah hal yang mudah.
2)
Internal Marketing mengacu kepada pembudayaan sevice quality dari inisiatif pimpinan Kepolisian untuk memotivasi, melatih, dan berharap agar tiap anggota Kepolisian berlaku sebagaimana budaya service quality yang telah dibangun tersebut. Dalam konteks ini, institusi Kepolisian yang ada diberbagai belahan dunia lain yang berhasil sudah membuktikan bahwa keberhasilan mereka erat kaitannya dengan adanya suatu program
4
C. Gronroos “A service quality Model and Its Marketing Implication�, European Journal of Marketting, 1984, Kajian Grand Strategi Kepolisian Menuju 2025, Lembaga Penyeldikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hal 119. 2004. 5 Ibid hal 119
Copyrights @krishnamurti_bd
pelatihan yang ketat terhadap anggota dan manajemen organisasi. Oleh karena itu, hal tersebut berlaku pula bagi Kepolisian dimana sistem pelatihan yang penuh disiplin dan mengacu pada pencapaian kepercayaan masyarakat harus ada dalam tubuh Kepolisian, dalam hal ini dimensi dari responsive, tuntas dan ketulusan (responsiveness, assurance, and emphaty) yang muncul dari pelayanan Kepolisian akan dapat ditingkatkan. 3)
Eksternal marketing, mengacu kepada penyediaan pelayanan sesuai spesifikasi yang diharapkan oleh masyarakat (segi delivery service). Eksternal
marketing
inilah
yang
berkait
erat
dengan
implementasi Community Policing oleh Kepolisian dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Dalam rangka mempercepat implementasi Community Policing yang diharapkan itulah,
maka
Kepolisian
perlu
memberdayakan
sebuah
program
yang
dapat
menunjukkan bukan hanya tanggung jawab penegakkan hukum dan tanggung jawab pemeliharaan kamtibmas, namun juga berupa tanggung jawab sosial yang dapat melahirkan sejumlah manfaat bagi Kepolisian dan masyarakat serta komunitas. Pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat secara optimal merupakan sebuah kegiatan yang bisa memberi manfaat selain bagi Kepolisian sendiri juga bagi masyarakat dan komunitas sebagai stakeholder Kepolisian. Manfaat ini bisa diraih, karena Program Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah implementasi dari program community policing yang bisa dengan cepat dan nyata mampu melibatkan komunitas dalam kegiatan perpolisian. Secara lebih jauh, kita bisa melihat manfaat yang bisa diraih dengan adanya Pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana terlihat dalam table 3.1:
Copyrights @krishnamurti_bd
Tabel 3.1 Manfaat Keterlibatan Komunitas Pada Program Pemberdayaan Masyarakat
Komunitas Pada Organisasi Polisi
Organisasi Polisi Pada Komunitas
• Reputasi dan citra Polisi yang lebih baik • Legitimasi dan dukungan untuk melaksanakan tindakan perpolisian dilapangan. • Memanfaatkan pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang harus dihadapi. • Menciptakan model keamanan swakarsa. • Terdukungnya infrastruktur dan lingkungan sosial ekonomi yang lebih baik. • Memberdayakan para tokoh masyarakat, para ahli yang berkompeten dan para masyarakat yang sadar kamtibmas untuk selalu bersam Kepolisian mengatasi berbagai permasalahan bersama. • Laboratorium pembelajaran untuk inovasi KOD Penyelenggara.
• Peluang menciptakan pengalaman dan pemberdayaan kemampuan masyarakat melalui program yang dilaksanakan bersama • Menciptakan peluang interaksi baru sehingga bisa menciptakan peluang pemberdayaan sosial. • Menciptakan berbagai kemudahan pelayanan bagi masyarakat • Transparansi dan akuntabilitas pelayanan yang bisa diakses oleh masyarakat.
Selain manfaat yang bisa raih antara kedua belah pihak, maka Program Pemberdayaan Masyarakat juga mendatangkan manfaat bagi anggota Polisi yang terlibat dalam program serta mendatangkan manfaat terpenting dalam rangka menciptakan kedekatan masyarakat serta mempercepat tujuan meraih kepercayaan masyarakat terhadap Polisi. Adapun bagi anggota Kepolisian pada KOD Penyelenggara, beberapa manfaat yang bisa didapatkan antara lain, misalnya: 1)
Anggota Kepolisian bisa belajar berbagai metode yang lebih up to date menyangkut alternatif penyelesaian masalah ditengah-tengah masyarakat.
2)
Anggota
Kepolisian
menghadapi
tantangan
pengembangan
dalam
berinteraksi dengan masyarakat. 3)
Anggota Kepolisian dapat mengembangkan berbagai ketramplilan baru dari masyarakat yang dihadapinya sehingga tidak selalu merasa lebih hebat dan dampak akhirnya adalah mereka menjadi lebih low profile.
Copyrights @krishnamurti_bd
4)
Memperbarui pengetahuan anggota atas komunitas lokal sehingga memberi kontribusi bagi komunitas lokal
5)
Mendapatkan persepsi baru atas pola perpolisian komunitas.
6)
Mendapatkan teman baru setiap hari, dan memelihara teman lama yang sudah ada.
7)
Dan berbagai manfaat lainnya.
Copyrights @krishnamurti_bd
III.
KOMUNITAS
Copyrights @krishnamurti_bd
7.
Pengertian Komunitas Dalam sosiologi kita mengenal adanya masyarakat (sering disebut Patembayan/
Gessellchaft)
dan
komunitas
(Paguyuban/
Gemenschaft).
Patembayan
adalah
sekumpulan orang dalam wilayah tertentu yang hidup berkelompok secara langsung maupun tidak langsung dengan ciri bahwa tingkat keakraban mereka masih kurang. Terdapat pula ruang kosong antar individu maupun antar kelompok yang disebut dengan ruang publik. Sementara itu, Paguyuban adalah masyarakat dalam skala kecil sehingga antar individu memiliki hubungan keakraban satu dengan yang lainnya. Komunitas merupakan istilah yang sering digunakan dalam percakapan seharihari pada berbagai kalangan. Seperti halnya kebanyakan istilah yang populer, maka maknanya pun bisa beragam tergantung pada konteks kalimatnya. Kita biasa mendengar ada orang yang mengatakan “komunitas ilmuwan yang mendukung teori evolusi”. Dalam pemberitaan media sering juga muncul ungkapan “komunitas muslim di Kashmir”. Sedangkan para anggota Kepolisian tentu juga akrab dengan istilah “membina hubungan baik dengan komunitas masyarakat lokal”, ataupun kalimat “perpolisian komunitas”. Makna kata komunitas dalam berbagai contoh diatas berbeda-beda. Makna komunitas dalam kalimat “komunitas ilmuwan yang mendukung teori evolusi” tentu berbeda dengan kalimat “komunitas muslim di Kashmir” dan kalimat “membina hubungan baik dengan komunitas lokal”. Dalam kalimat komunitas ilmuwan, komunitas dimaknai sebagai kelompok manusia yang bisa saja tinggal diberbagai lokasi yang berbeda atau juga mungkin berjauhan jaraknya, namun dipersatukan minat dan kepentingan yang sama. Sedangkan ungkapan komunitas muslim lebih menunjukkan pada satu kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik dan kesamaan keyakinan yang tinggal ditengah penduduk dengan karakteristik dan keyakinan yang berbeda., sedangkan komunitas dalam contoh ketiga di atas lebih dekat dengan makna
Copyrights @krishnamurti_bd
“kumpulan individu yang mendiami lokasi tertentu dan biasanya terkait dengan kepentingan yang sama�. Makna komunitas yang disebut terakhir inilah yang tercakup dalam Community Policing. Meski harus diakui, dalam konteks Community Policing sendiri makna komunitas tidak bersifat tunggal. Perubahan sosial mendorong terjadinya perubahan pemaknaan terhadap istilah bukan sekedar kata komunitas. Wilbur J. Peak (dalam Lesly, 1991:17) menyatakan bahwa konsep komunitas sudah banyak berubah. Komunitas bukan lagi sekedar kumpulan orang yang tinggal pada lokasi yang sama tapi juga menunjukkan terjadinya interaksi diantara kumpulan orang tersebut. Jadi selain karena faktor-faktor fisik yakni tinggal di lokasi yang sama, komunitas itu juga bisa merupakan unit sosial yang terbentuk lantaran adanya interaksi diantara mereka. Dengan kata lain, komunitas itu bukan hanya menunjukkan pada lokalitas saja melainkan juga pada struktur. Ini berbeda dengan pengertian komunitas pada Jefkins (1987:126) yang hanya melihat komunitas dari aspek lokalitas saja yakni sekelompok orang yang tinggal disekitar wilayah operasi suatu organisasi yang oleh Jefkins disebut sebagai tetangga. Hallahan
(2003:89), meski
dalam
konteks
yang
berbeda
menjelaskan
perbedaan antara publik (masyarakat) dan komunitas. Dalam pengertian klasik, komunitas dipandang hanya salah satu bagian dari publik yang dilayani dalam kegiatan Pelayanan Kepolisian yang dikatagorikan sebagai publik eksternal. Namun dalam praktek Perpolisian mutakhir, cenderung mengubah istilah public (masyarakat) dengan community (komunitas). Komunitas adalah semua stakeholder yang dilayani oleh organisasi. Pembedaan yang dibuat oleh Hallahan ini penting bagi kita dalam memahami apa yang disebut komunitas nantinya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam table 4.1. Sedangkan Stewart E Perry (2001) dalam CED Definitions and Terminology memandang ada dua makna komunitas. Pertama komunitas sebagai katagori yang mengacu kepada orang yang saling berhubungan berdasarkan nilai-nilai dan Copyrights @krishnamurti_bd
kepentingan bersama yang khusus, seperti penyandang cacat, jamaah masjid, atau kelompok imigran. Kedua, secara khusus menunjuk pada satu katagori manusia yang berhubungan satu sama lain karena didasarkan pada lokalitas tertentu yang sama yang karena kesamaan lokalitas itu secara tak langsung membuat mereka mengacu kepada kepentingan dan nilai-nilai yang sama. Dengan demikian, apa yang diungkapkan Perry ini sama dengan pengenalan kita atas konsep komunitas sebagai istilah yang menunjukkan pada lokalitas atau struktur. Dengan
demikian
untuk
kepentingan
Community
Policing,
kita
bisa
memandang komunitas berdasarkan 2 (dua) hal yaitu Lokalitas dan interaksi dalam struktur sosial. Pertama, Komunitas berdasarkan lokalitas adalah merupakan kelompok orang yang berdiam pada lokasi yang sama. Misalnya, warga masyarakat yang tinggal pada satu wilayah tertentu dalam radius interaksi yang cukup proporsional misalnya sekitar Pospol ataupun Polsek. Kedua, komunitas dapat juga dipandang sebagai interaksi dalam struktur sosial yang berdiam pada lokasi yang berbeda atau mungkin berjauhan (setingkat wilayah Polres misalnya) namun dipersatukan oleh kepentingan dan nilai dan nilai-nilai yang sama. Misalnya komunitas seniman, komunitas pekerja, komunitas pendidikan termasuk komunitas sadar kamtibmas.
Copyrights @krishnamurti_bd
Tabel 4.1 PERBANDINGAN KONSEP PUBLIK DAN KOMUNITAS
Publik Fokus Kelompok Orientasi Kekuasaan Tujuan Sejarah
Keterkaitan dalam kelompok
Komposisi Dipandang Organiasi
Keterlibatan Organisasi Komunikasi Organisasi
Relasi Konsep
Permasalahan Secara umum bersifat politis Perubahan Karena terorganisasi, waktunya terbatas; seringkali hanya sesaat lantaran terbatasnya focus/ tujuan kelompok Tujuan bersama; diskusi tentang masalah; kegiatan para aktivis
Secara umum dianggap terbentuk dari kumpulan individu Sulit ditentukan posisinya sampai menunjukkan kelompok tersebut ingin dikenal Sering reaktif, kebanyakan diberi mandate atau diprovokasi kelompok Kontinum respons mulai dari akomodasi hingga advokasi; negosiasi Kebanyakan publik berasal dari komunitas
Komunitas Kepentingan Seringkali bersifat apolitis Pemeliharaan Seringkali panjang dan terus berkembang lantaran didirikan dengan baik Kultur (keyakinan, nilai, ritual, tradisi, artefak, bahasa), kegiatan berwacana, partispasi dan identitas bersama Individual organisasi dan insititusi Mudah ditentukan posisinya dan familiar dengan kepentingan Secara ideal proaktif Integrasi (keterlibatan, pemeliharaan, pengorganisasian) Public dengan tujuan terbatas yang kemudian seringkali bertambah besar sehingga menjadi komunitas, namun focus kelompok pun meluas bukan hanya pada isu tunggal
Sumber: Hallahan, 2003: 89
Copyrights @krishnamurti_bd
8.
Peran Komunitas Bagi Keberhasilan Kepolisian Peran Komunitas sangat signifikan bagi keberhasilan Kepolisian untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu disadari bersama bahwa kedepan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi Kepolisian khususnya pada tingkat KOD dan jajarannya bukan hanya tergantung pada mereka yang ada dalam organisasi saja, namun juga bergantung pada komunitas yang menjadi stakeholder mereka. Kedepan, manfaat menjalin hubungan yang sehat dan baik dengan komunitas dapat membentuk sikap positif komunitas pada organisasi. Sikap positif komunitas ini pada gilirannya akan berpengaruh terhadap sikap anggota Kepolisian terhadap Kantor dimana dia bekerja. Rasa bangga terhadap kantor dimana mereka bekerja ditentukan juga oleh sikap masyarakat terhadap organisasi dimana mereka berada tersebut. Hal ini terjadi
karena
para
anggota
Kepolisian
yang
ada
dalam
satuan
apapun
mengidentifikasikan dirinya dengan sangat erat pada komunitas dimana mereka berada dan secara tak sadar para anggota Kepolisian tersebut mengambil pola pikir sikap komunitas tadi (Lesly 1991: 15). Dengan demikian sesungguhnya komunitas pada wilayah kerja organisasi Kepolisian (ditingkat KOD dan Polsek serta Pospol), memiliki pengaruh besar dan langsung pada kinerja organisasi Kepolisian khususnya ditingkat KOD dan jajarannya. Oleh karena itu sangat wajar bila saat ini dan kedepan semakin banyak organisasi kepolisian diseluruh dunia yang menyadari pentingnya menjalin hubungan baik dengan komunitasnya. Semakin baik hubungan dengan komunitas tersebut, maka akan semakin baik pula citra kepolisian dimata komunitasnya, dan makin tinggi pula rasa bangga para anggota Kepolisian terhadap organisasi dimana dia bekerja. Kegiatan menjalin hubungan dengan komunitas bukan hanya sekedar melibatkan mereka kala kita butuhkan saja baru menjalin hubungan, atau bukan pula hanya setelah terjadi ketegangan baru kita sibuk menjalin hubungan. Kegiatan menjalin hubungan sudah menjadi kebutuhan bagi Organisasi dilingkungan Organisasi Kepolisian Copyrights @krishnamurti_bd
melalui berbagai usaha yang sistematis dalam rangka memberdayakan komunitas dan masyarakat dalam rangka menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban yang lebih kondusif dilingkungan tempat bekerja, tempat tinggal, jalan raya dan tempat-tempat umum dimana komunitas tersebut berinteraksi sebagai sebuah masyarakat. Sejalan dengan perubahan hubungan antara Polisi dan masyarakat dalam rangka implementasi community policing ditengah-tengah masyarakat itu, maka kini hubungan itu bukan hanya sekedar membangun dan membina hubungan saja melainkan sudah harus melibatkan dan mengembangkan mereka sebagai mitra (partnership) Kepolisian dalam pengelolaan permasalahan keamanan. Hubungan yang sebelumnya tidak seimbang antara Kepolisian dan masyarakat yang mengesankan Polisi selalu berwenang dalam penanganan masalah-masalah keamanan dan ketertiban, menjadi hubungan yang seimbang dimana masyarakat dan komunitas mempunyai peran yang seimbang dalam rangka pengelolaan permasalahan keamanan di wilayahnya. Dengan pola hubungan yang seperti ini, maka organisasi akan mendapatkan keuntungan dan banyak manfaat. Dengan memposisikan organisasi sebagai mitra dalam pandangan komunitas, dan komunitas dipandang sebagai mitra dalam pandangan organisasi, dalam mencapai tujuannya masing-masing melalui sumber-sumber daya yang dimiliki, semakin menegaskan bahwa kedepan akan semakin banyak manfaat yang dipetik KOD Penyelenggara Program Pemberdayaan Masyarakat, seperti nama baik, pencapaian tujuan organisasi dan moral kerja angoota. Konsekuensi lain dari mengembangkan program kemitraan yang diwujudkan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat adalah dapat membuat KOD Penyelenggara dan jajarannya menjadi terlibat langsung dalam permasalahan keamanan dan permasalahan sosial lainnya yang menjadi sumber permalahan keamanan dan akan berusaha untuk mengatasi bersama antara pihak Kepolisian dan masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
IV.
KONSEPSI DASAR COMMUNITY POLICING DAN DASAR
PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH PADA COMMUNITY POLICING Community Policing juga dapat didefinisikan sebagai cara/ gaya pemolisian di mana Polisi bekerja sama dengan masyarakat setempat (tempat ia bertugas) untuk mengidentifikasi, menyelesaikan masalah-masalah sosial dalam masyarakat dan Polisi sebagai
katalisator
yang
mendukung
masyarakat
untuk
membangun/menjaga
keamanan di lingkungannya (Trojanowicz, 1998) (Bayley, 1988). Pemolisian ini tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan. Sukses dari Community policing adalah: terciptanya keteraturan sosial dan keharmonisan dalam komuniti. Adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap Polisi, serta adanya hubungan yang harmonis antara polisi dengan komunitas dan masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
9.
Konsepsi Dasar Community Policing Terciptanya organ Polisi tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat akan rasa
aman dan tertib. Dalam suatu masyarakat terdapat berbagai aturan yang diciptakan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam lingkungannya, sehingga mereka dapat melakukan berbagai aktivitasnya dengan lancar. Pada kenyataannya tidak semua anggota masyarakat mau mentaati dan melaksanakan berbagai aturan tersebut, bahkan ada yang memiliki kecenderungan untuk melakukan pelanggaran ataupun penyimpangan dari aturan–aturan yang telah disepakati bersama. Akhirnya masyarakat membutuhkan suatu organ yang bertugas sebagai pencegah anggota masyarakat melakukan pelanggaran dan juga melakukan penindakan terhadap mereka yang melanggar aturan, inilah esensi tugas Polisi. Keberadaan polisi tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Polisi tidak bekerja dalam ruang yang kosong, namun bekerja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan rasa aman dan tertib. Sir Robert Pell menyatakan bahwa “Kepolisian untuk selamanya harus memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang telah membentuk realitas tradisi bersejarah bahwa; polisi adalah masyarakat dan masyarakat adalah polisi; polisi adalah satu–satunya anggota masyarakat yang dibayar untuk selalu menyadari tugasnya berupa kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan yang dicita– citakan oleh semua warga masyarakat“. Pada mulanya polisi bertugas untuk memelihara ketentraman, ketenangan dan mencegah kejahatan. Pencegahan terjadinya kejahatan merupakan fungsi utama polisi sehingga polisi disebar ke tengah–tengah masyarakat baik dalam bentuk pos–pos polisi maupun patroli. Strategi preventif dan proaktif ini dianggap kurang berhasil menekan jumlah kejahatan yang dinilai semakin hari semakin banyak jumlahnya. Orientasi strategi polisi berubah ke arah tindakan reaktif bahkan dibantu dengan emergency call, namun strategi reaktif inipun dinilai tidak berhasil menekan angka kejahatan, bahkan membuat polisi jauh dari masyarakatnya karena interaksi antar polisi Copyrights @krishnamurti_bd
dan masyarakat menjadi semakin jarang. Perkembangan selanjutnya muncul pemikiran untuk kembali pada strategi untuk mendekatkan kembali hubungan polisi dengan masyarakatnya. Konsep Community Policing muncul dan diimplementasikan di beberapa Negara. Konsep ini diyakini akan mampu mendekatkan dan meningkatkan kerjasama antara polisi dengan masyarakat. Community Policing lebih mengarah pada kepolisian yang berorientasi pada pemecahan masalah yang berbasis pada peran serta masyarakat. Terciptanya peran serta masyarakat ini dapat dibina melalui interaksi yang sederajat antara polisi dan masyarakatnya. Upaya proaktif pencegahan kejahatan bersandar pada peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan, operasi, pengawasan dan evaluasi serta mengalihkan tanggung jawab komando kepada polisi yang lebih rendah yang menghasilkan pelayanan kepolisian yang relatif lebih langsung dan terdesentralisasi (Skolnik dan Bayley, 1988b). Polisi tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, bahkan dalam beberapa model polisi merupakan “bentuk lain� dari masyarakat. Sir Robert Pell (1829) mengungkapkan beberapa asas penegakan hukum yaitu : 1)
Misi dasar polisi adalah mencegah kejahatan dan ketidak tertiban.
2)
Kemampuan tugas polisi untuk melaksanakan tugas mereka tergantung dari persetujuan masyarakat tentang eksistensi, tindakan-tindakan, perilaku, dan kemampuan polisi untuk mengamankan dan memelihara kehormatan masyarakat.
3)
Polisi harus menjamin timbulnya dorongan untuk bekerjasama dari masyarakat dalam menghormati hukum,agar dapat menjamin dan memelihara kehormatan masyarakat.
4)
Tingkat kerjasama dari masyarakat yang dapat menjamin pengurangan, proporsi yang tepat serta tingkat kebutuhan untuk menggunakan kekuatan fisik. Copyrights @krishnamurti_bd
5)
Polisi harus dapat menemukan dan memelihara itikad baik masyarakat, dengan terus-menerus menunjukan pelayanan yang bersipat jujur dan adil secara mutlak berdasarkan hukum dengan siap memberikan pelayanan kepada semua anggota masyarakat.
6)
Polisi menggunakan kekuatan fisik hanya apabila perlu untuk menjamim kepatuhan terhadap hukum atau untuk memulihkan ketertiban, apabila pelaksanaan persuasi nasehat dan peringatan ternyata tidak cukup.
7)
Polisi setiap saat harus memelihara hubungan baik dengan masyarakat sebagai realitas tradisi sejarah, bahwa polisi adalah public dan public adalah polisi; polisi adalah satu-satunya anggota-anggota dari masyarakat yang digaji untuk mencurahkan perhatian penuh kepada tugas-tugas yang diwajibkan
kepadanya,
atas
kepentingan
setiap
penduduk
dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat setempat. 8)
Polisi
harus
selalu
mengarahkan
tindakan-tindakannya
kepada
pelaksanaan fungsi-fungsinya dan tidak pernah berniat mengambil alih kekuasaan-kekuasaan peradilan dengan melecehkan individu atau Negara. 9)
Ukuran
dari
efisiensi
polisi
adalah
tidak
adanya
kejahatan
dan
ketidaktertiban, bukan fakta-fakta yang terlihat berupa tindakan dalam menanganinya.
Kegiatan kegiatan polisi yang lebih luas dari sekedar penegakan hukum tidak terlepas dari kenyataan bahwa polisi merupakan bagian dari masyarakat dan memerlukan kerjasama yang erat antara polisi dengan masyarakatnya. Konsep Community Policing juga berangkat dari adanya keyakinan bahwa polisi tidak dapat menjauh dari masyarakat untuk mengetahui akar permasalahan dari suatu “peristiwa�. Sistem ini menekankan pada kegiatan-kegiatan preventif dengan mengedepankan problem
solving,
pelayanan
masyarakat,
membangun
hubungan
baik
dengan
masyarakat dan kegiatan nyata untuk mewujudkan rasa aman dalam masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
Community Policing adalah gaya pemolisian yang yang mendekatkan Polisi kepada masyarakat yang dilayaninya.
Community Policing diartikan juga sebagai
filosofi pemolisian dan program strategi, Robert Blair (1992): As philoshopy of policing, it embodies a number of principles or ideas that guide the structure of policing toward goal attainment (Kratcosky and Duane Dukes, 19911995; 86)
Community Policing juga dapat didefinisikan sebagai cara/ gaya pemolisian di mana Polisi bekerja sama dengan masyarakat setempat (tempat ia bertugas) untuk mengidentifikasi, menyelesaikan masalah-masalah sosial dalam masyarakat dan Polisi sebagai
katalisator
yang
mendukung
masyarakat
untuk
membangun/menjaga
keamanan di lingkungannya (Trojanowicz, 1998) (Bayley, 1988). Pemolisian ini tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan, sukses dari Community policing adalah: terciptanya keteraturan sosial dan keharmonisan dalam komuniti. Adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap Polisi, serta adanya hubungan yang harmonis antara polisi dengan komuniti/masyarakat. Menurut Trojanowics dan Bucqueroux (Kunarto, 1998) beberapa prinsip dalam Community Policing, meliputi: a.
Sebagai suatu falsafah dan strategi, Community Policing memungkinkan Polisi dan masyarakat dapat bekerja sama erat dalam berbagai cara baru dalam memecahkan berbagai penyebab kejahatan, kecemasan terhadap kejahatan, keributan fisik maupun sosial, serta penyakit masyarakat.
b.
Community Policing perlu dilaksanakan oleh seluruh Jajaran Kepolisian, namun dalam operasionalnya Policing
membutuhkan Polisi khusus (Community
Officers - CPO), yaitu Polisi petugas Polmas
yang bertindak
sebagai ujung tombak sekaligus penghubung langsung antara Kepolisian dengan masyarakat, serta untuk bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat melalui dimensi hubungan baru yang lebih proaktif, kreatif dan produktif berdasarkan atas rasa saling percaya. Copyrights @krishnamurti_bd
c.
Community
Policing
masyarakat terutama
bertujuan
untuk
melindungi
semua
lapisan
yang paling rawan, dilakukan secara terpadu
dengan melibatkan seluruh Jajaran Kepolisian dan masyarakat sesuai dengan batas kewenangan masing-masing.
Menurut Greene (1991) dalam buku ”Community Policing, Comparative Perspektive and Prospects” karya Robert. R. Friedmann dijelaskan bahwa: “Community Policing telah menghasilkan langkah penting dalam perbaikan strategi Kepolisian yang berkaitan dengan bimbingan masyarakat. Apabila pelaksanaannya terus dikembangkan dengan baik dan konsisten akan dapat memperluas pemahaman tentang keterkaitan antara Polisi dan masyarakat yang diamankan”.
Community Policing adalah satu filosofi dan strategi operasional yang melibatkan beberapa komponen dan prinsip-prinsip yang di Kepolisian dirumuskan sebagai berikut: a.
Proaktif Community Policing berlandaskan pada usaha bersama antara masyarakat
dengan kepolisian dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada dalam masyarakat setempat yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya dalam meningkatkan keamanan dan kualitas hidupnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam Community Policing adalah bimbingan dan pendidikan masyarakat tanpa paksaan baik melalui perorangan atau kelompok untuk menumbuh kembangkan kemampuannya dalam menciptakan dan menjaga lingkungannya.
b.
“Pemecahan Masalah (Problem Solving) Community Policing mendefinisikan kembali misi Polisi untuk fokus pada
pembangunan kepercayaan masyarakat dan pemecahan masalah, sehingga kesuksesan atau kegagalan juga tergantung pada hasil-hasil kualitatif (masalah yang diselesaikan) dan bukan hanya pada hasil-hasil kuantitatif (penahanan yang
Copyrights @krishnamurti_bd
dilakukan, surat panggilan yang dikeluarkan, dan lain-lain). Kedua ukuran tersebut, kuantitatif dan kualitatif diperlukan�.
c.
Kemitraan (Partnership) Community Policing mendorong satu Kemitraan baru antara masyarakat
dengan petugas Polisi yang ditugaskan di daerah mereka, yang berbasis pada saling menghargai, keberadaan, dan saling memberi dukungan. Adapun elemen khusus dari Community Policing mencakup: 1)
Community Policing menjadi komitmen bersama sebagai filosofi, kebijakan
maupun
strategi
organisasi
yang
senantiasa
menumbuhkembangkan Kemitraan baru antara warga komunitas dengan Polisi yang bekerjasama atau bersama-sama dalam menyelesaikan
berbagai
masalah
sosial
yang
terjadi
dalam
masyarakat. 2)
Berorientasi pada warga masyarakat yang dilayaninya yang sejalan dengan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam memberikan pelayanan kepada warga masyarakat.
3)
Program Community Policing merupakan program perencanaan yang berkaitan dengan tindakan bersama dalam menciptakan kedamaian dan keamanan dalam masyarakat dengan prinsipprinsip: a)
Diciptakan
bersama
dari
tokoh
masyarakat,
warga
masyarakat maupun dari kelompok keluarga. b)
Melibatkan
warga
dalam
menyelesaikan masalah
yang
menjadi keprihatinan masyarakat.
COMMUNITY POLICING intinya adalah menjaga, mempertahakan dan membina hubungan baik antara polisi dengan komunitas. Petugas polisi dalam berkomunikasi dengan masyarakat harus menggunakan “KATA HATI DAN PIKIRAN� sehingga masing–
Copyrights @krishnamurti_bd
masing dapat berbicara dan mengungkapkan perasaan serta pemikirannya secara terbuka dalm tingkat yang sederajat. Terciptanya suatu komunikasi yang harmonis ini dapat menghilangkan prasangka tentang polisi yang tidak obyektif. Tujuan COMMUNITY POLICING adalah untuk menciptakan rasa aman dengan landasan terciptanya kepercayaan anggota–anggota komunitas terhadap polisi sebagai aparat pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat serta sebagai aparat penegak hukum. Secara detail Konsepsi Community Policing antara lain : 1.
Harus Terprogram dan Sitematis Pelaksanaan konsep COMMUNITY POLICING tidak dapat dibebankan kepada
personel polisi secara perorangan, namun harus merupakan suatu kegiatan yang terprogram dan sistematis. Untuk kepentingan tersebut maka kebijakan ini harus diangkat ke tingkat Mabes Kepolisian, bahkan kalau perlu dibawa ke tingkat yang lebih atas karena ada konsekuensi anggaran didalamnya. Kepolisian dalam menetukan anggarannya tetap harus mendapat persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan. Political Will pemerintah dapat mendorong terwujudnya Community Policing dengan lebih baik karena polisi akan mendapat dukungan dari pemerintah dan aparatnya sampai tingkat yang terbawah. Kegiatan yang dilakukan dalam Community Policing ini tidak boleh sembarangan, namun disusun dalam bentuk program dan angaran yang berlaku untuk satu tahun. Kebutuhan ini disusun sendiri oleh petugas Community Policing dengan berlandaskan Program Oriented, bukan Budget Oriented. Kebutuhan anggaran yang diajukan meliputi kebutuhan operasional sehari–hari serta kebutuhan untuk hidup secara layak bagi personil COMMUNITY POLICING dan keluarganya. Dukungan anggarannya tidak dibebankan kepada satuan kewilayahan maupun partisipasi masyarakat, namun tetap diperoleh dari pemerintah. Copyrights @krishnamurti_bd
Agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan secara tertib dan seragam maka perlu dibuat satu system yang mengatur Communiy Policing, hal ini dapat dilakukan dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan mauapun petunjuk teknis. Keseragaman ini hanya garis besarnya saja dimana setiap tempat akan berbeda–beda kondisinya disesuaikan dengan hakekat ancaman dan karakteristik wilayah serta warganya.
2.
Mengedepankan Peran Polsek dan Pospol COMMUNITY POLICING tidak dapat dikembangkan dalam jangkauan yang besar
sehingga dalam pelaksanaannya tetap mengandalkan Polsek dan terutama Pospol. Pospol merupakan unit kerja terdepan bagi Kepolisian dengan area wilayah kerja yang terbatas. Diharapkan nantinya pospol ini bekerja dalam lingkup komunitas dengan ciri utamanya adalah adanya kekerabatan/ keakraban antara satu dengan lainnya. Semakin kecil wilayah yang dilayani oleh seorang personil Community Policing akan semakin baik dalam pelaksanaan tugasnya karena interaksi yang terjadi antara polisi dengan warganya akan semakin sering. Polisi bisa lebih memahami kondisi wilayah tugasnya serta karakteristik warga yang tinggal didalamnya sehingga dapat membantu dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul.
3.
Mengemban Fungsi Polisi Tugas Umum meliputi Sabhara, Bimmas dan
Lantas serta melaksanakan TPTKP. Kita
mengenal
bahwa
Kejahatan
terjadi
apabila
Niat
bertemu
dengan
Kesempatan atau dikenal dengan rumus N+K = KEJAHATAN. Pada umumnya kehadiran polisi dilapangan adalah dalam rangka meniadakan kesempatan. Ini merupakan konsep tugas Sabhara yang hanya berkutat pada peniadaan kesempatan saja. Dalam COMMUNITY POLICING tugas ini perluas meliputi meniadakan Niat, Kesempatan dan Menigkatkan Partisipasi masyarakat. Meniadakan Niat
Copyrights @krishnamurti_bd
untuk melakukan Kejahatan dan menigkatkan Partisipasi masyarakat dilakukan melalui komunikasi dengan warga. Petugas polisi melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, melakukan dialog dan diskusi serta membangkitkan kesadaran masyarakat untuk dapat bersama–sama polisi melakukan penegakan hukum. Dalam hal ini petugas Community Policing tetap mengemban fungsi Bimmas dan deteksi dini. Kedekatan polisi dengan warganya juga turut berperan dalam mengurangi niat untuk melakukan pelanggaran, apalagi dalam sistem masyarakat kita yang ,masih mengenal ”malu” atau sungkan melanggar bila diketahui kerabatnya. Bila polisi sudah dianggap sebagai kerabatnya maka warga juga akan malu/ sungkan melakukan pelanggaran.
4.
Titik Berat pada Patroli Tugas utama polisi dalam COMMUNITY POLICING tetap malakukan patroli
dengan menggunakan kendaraan yang representatif untuk wilayah masing–masing. Pada wilayah tertentu mobil patroli dapat diandalkan dalam pelaksanaan tugas, namun di wilayah lain mungkin cocok dengan sepeda motor, sepeda bahkan dengan jalan kaki. Yang harus diingat bahwa patroli ini bukan sekedar berputar–putar mengelilingi wilayah tugasnya, namun tetap dibarengi dengan sambang serta melakukan dialog dengan warganya. Tanpa melakukan sambang dan dialog maka meskipun dekat secara fisik antara polisi dan warganya, namun secara batiniah tidak ada hubungan antara keduanya. Rasa memiliki polisi tidak dapat terwujud dengan patroli saja, namun harus dipupuk melalui kominikasi terbuka dua arah. Dalam berpatroli petugas dilengkapi dengan alat–alat komunikasi yang dapat menghubungkan petugas dengan stasiunnya maupun dengan pimpinan yang lebih tinggi. Selain sebagai alat kontrol bagi pimpinannya, juga merupakan sarana bagi masyarakat untuk dapat menghubungi petugas secara cepat apabila memerlukan bantuan.
Copyrights @krishnamurti_bd
5.
Komunikasi dua arah dengan warga Esensi COMMUNITY POLICING adalah menjaga hubungan yang baik antara polisi
dengan warganya. Hal ini hanya dapat terwujud melalui komunikasi dua arah yang terjalin dalam kesetaraan (sederajat). Polisi tidak berkomunikasi satu arah yang berkesan menggurui bahkan bisa dianggap mengindoktrinasi. Dalam komunikasi tersebut dapat muncul permasalahan–permasalahan yang dihadapi warga serta harapan yang mereka inginkan dari polisinya. Petugas polisi kemudian melakukan analisa secara bersama–sama dengan warga melalui diskusi untuk meyelesaikan masalah yang ada. Pada suatu kesempatan dapat saja petugas menyampaikan arahan– arahan ataupun petunjuk yang dianggap perlu dari pimpinannya. Pada kesempatan lain warga dapat mengajukan beberapa alternatif penyelesaian masalah kepada petugas polisi. Komunikasi yang terjalin dengan baik inilah ”KUNCI” keberhasilan Community Policing, karena melalui komunikasi akan didapat saling pengertian antara kedua pihak dan akan menghilangkan praduga–praduga terhadap polisi yang tidak benar.
6.
Desentralisasi kewenangan Petugas COMMUNITY POLICING memiliki kewenangan yang terbatas dalam
tugasnya di mana mereka diberi keleluasaan untuk menyusun program dan anggaran serta
melakukan
aktivitas–aktivitasnya.
Petugas
COMMUNITY
POLICING
dalam
merumuskan program dan rencana kerjanya senantiasa meminta masukan dan bekerja sama dengan masyarakat. Keterpaduan antara ide–ide polisi dan masyarakat akan melahirkan suatu program yang lebih tepat daripada dirumuskan sendiri oleh polisinya. Keterlibatan masyarakat juga mampu membangkitkan semangat dan kemauan warga untuk turut serta secara aktif membantu polisi dalam pelaksanaan tugasnya.
Copyrights @krishnamurti_bd
10. Dasar Pendekatan Masalah Pada Community Policing Community
Policing
juga
merupakan
strategi
maupun
kebijakan
untuk
mengendalikan kejahatan, yang memberikan peluang lebih luas bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam menentukan pemolisian. hubungannya dengan masyarakat.
Dan Polisi berupaya untuk memperbaiki
Di mana masyarakat menyadari haknya akan
adanya pelayanan keamanan dari Polisi serta mempunyai kewajiban untuk berperan serta dalam menciptakan, memelihara serta memperbaiki keteraturan sosial dalam masyarakat. Community Policing merupakan gaya pemolisian dalam masyarakat yang modern dan demokratis yang bersifat proaktif yang bertujuan untuk menghadapi berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Khususnya yang berkaitan dengan
masalah keamanan, dalam hal ini Polisi menyadari bahwa dalam menanggulangi masalah
keamanan
tidak
dapat
dilakukan
sendiri
dan
dalam
melaksanakan
pemolisiannya Polisi bersama-sama dengan masyarakat untuk menyelesaikan gangguan Kamtibmas yang lebih mengedepankan tindakan pencegahan (Crime Prevention), untuk mengurangi
rasa
ketakutan
akan
adanya
gangguan
Kamtibmas,
serta
untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat (lihat Bayley : 1995, Friedman 1992 : Trojanowicz : 1998, Rainer : 2000, Pomerlive : 2003, IOM : 2004). Empat dasar pendekatan pemecahan masalah Community Policing : 1)
Memahami lingkungan/mengetahui latar belakang masyarakat.
2)
Mengidentifikasi masalah dan prioritas penanganan.
3)
Bekerja sama dengan pihak-pihak yang benar dan patuh terhadap hukum dan mendukung akan terciptanya keteraturan sosial.
4)
Mencari dan mencoba menemukan cara penyelesaian yang mendasar.
Pengembangan dari 4 (empat) langkah dasar tersebut adalah dengan :
Copyrights @krishnamurti_bd
1)
Menata/ mengeset waktu yang diperlukan dan target yang akan menjadi sasaran.
2)
Melakukan dokumentasi.
3)
Melakukan pelaksanaan dari program yang telah direncanakan, antara lain melalui Public Education (pembelajaran kepada masyarakat) yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak terkait (Stakeholder).
Enam komponen yang disebutkan berikut ini dipandang sebagai komponen yang penting dalam proses Community Policing yang harus secara aktif bekerjasama jika kita menginginkan agar konsep ini berhasil, yaitu : 1)
Polisi; Perlu restrukturisasi dari semua bidang, dari mulai rekruitmen dan seleksi
calon
Polisi,
evaluasi
hingga
merubah
sistem
reward
(penghargaan). 2)
Masyarakat; Perlu menjadi mitra aktif, menjadi penyedia sumber daya manusia dan material termasuk para sukarelawan untuk menangani berbagai masalah guna menjamin adanya Daya Preventif jangka panjang.
3)
Pejabat Pemerintah dan Dewan; Pejabat Pemerintah dan Dewan merupakan komponen yang sangat penting.
Mereka perlu mendukung
perubahan yang diperlukan guna membantu Community Policing dapat eksis dan berjalan. 4)
Pelaku Bisnis; Pelaku bisnis dapat menyediakan sumber daya dalam membentuk sukarelawan dan dukungan finansial.
5)
Lembaga-lembaga lain; Karena Community Policing berarti Kemitraan, maka lembaga-lembaga lain seperti ; rumah sakit, penyedia jasa-jasa sosial,
sekolah,
pusat
kesehatan
mental
dan
lembaga
swadaya
masyarakat dapat menjadi penyedia bebrbagai jasa pendukung yang dapat mengurangi beban kerja yang dihadapi oleh Polisi.
Copyrights @krishnamurti_bd
6)
Media; Media merupakan Stakeholder penting, karena dapat membantu mendidik masyarakat tentang adanya perubahan menuju Community Policing, menekankan perlunya masyarakat berfungsi sebagai Mitra Polisi. Media juga sangat penting dalam mendorong munculnya kebanggaan dalam diri masyarakat dan petugas penegak hukum.
Polisi tidak dapat sepenuhnya menentukan sendiri apa yang harus dan ingin dikerjakannya. Mandat itu datang dari banyak pihak, ada yang datang dari hukum atau Undang-undang tetapi ada juga yang datang dari para Stakeholders, agar Polisi dapat fungsional dalam masyarakat yang dilayaninya tidak dapat ditentukan sepenuhnya oleh Polisi sendiri.
Masyarakatlah yang lebih menentukan Polisi macam apa yang ingin
dimiliki. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan adalah: 1)
Bekerjasama diantara mereka satu sama lain dengan misi Community Policing.
2)
Pengamatan/ pengawasan terhadap lingkungan warga.
3)
Public Campaign.
4)
Crime Watch.
5)
Pencegahan kejahatan melalui Display Bus.
6)
Pendidikan melalui video-video.
7)
Membuat lencana/lambang-lambang untuk kecakapan dalam pencegahan kejahatan.
8)
Senantiasa memonitor, meninjau kembali dan mengevaluasi/ mengkaji ulang dari kegiatan yang telah dilakukan.
Community Policing sebagai filosofi dan sebuah strategi operasional yang mendorong terciptanya satu kemitraan baru antara masyarakat dan Polisi.
Polisi dan
masyarakat bekerja bersama-sama sebagai Mitra dalam mengidentifikasi, menentukan prioritas dan menyelesaikan masalah-masalah baru seperti ; tindak kejahatan, penyalahgunaan obat-obatan, ketakutan akan tindak kejahatan, ketidak-tertiban sosial
Copyrights @krishnamurti_bd
dan fisik serta seluruh kekurangan di masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan seluruh kualitas hidup di wilayah tersebut. Community Policing menuntut adanya komitmen dari keseluruhan Jajaran Organisasi Kepolisian terhadap filosofi Community Policing. Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan
pemolisian
tradisional,
Polisi
harus
menemukan
cara
untuk
mengekspresikan filosofi Community Policing dengan cara menggali strategi-strategi yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu masalah sebelum tindak kejahatan muncul atau sebelum masalah tersebut menjadi semakin serius. Community Policing tergantung pada Desentralisasi dan personalisasi pelayanan Polisi, sehingga Polisi memiliki kesempatan, kebebasan dan mandat untuk berfokus pada pemecahan masalah bebrbasis masyarakat sehingga masyarakat dapat menjadi satu tempat yang lebih baik dan aman.
Copyrights @krishnamurti_bd
V.
COMMUNITY POLICING DI BERBAGAI NEGARA
11. Community Policing di Jepang Sistem kepolisian Jepang merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang Kekaisaran Jepang. Pada masa pemerintahan Shogun di jaman Edo, para Samurai (ksatria) adalah pengemban fungsi-fungsi kepolisian dan membawahi badan - badan pemerintahan yang mempunyai kewenangan melakukan tindakan-tindakan kepolisian. Kegiatannya dikendalikan oleh para pejabat yang ditugaskan pada kota atau ibukota. Sejarah kepolisian modern di Jepang sendiri mulai dapat dipelajari sejak Restorasi Meiji (1868). Pada saat itu Jepang memulai era baru setelah sekian lama pemerintah melakukan politik isolasi dengan mengurung diri dari pengaruh dan hubungan dengan negara-negara lain, kecuali Belanda dan China. Kebijakan itu sendiri dimaksudkan untuk mengejar berbagai ketertingalan yang dialami setelah sekian lama tidak melakukan hubungan dengan Negara lain. Khusus dalam bidang kepolisian, upaya yang ditempuh pemerintah Jepang adalah dengan cara mengirimkan tenaga-tenaga ahli Jepang ke berbagai negara eropa khususnya Prancis, guna dapat melihat dan mempelajari sistem hukum dan sistem kepolisian di negara tersebut.
Selain itu, pemerintah Jepang juga mendatangkan
tenaga-tenaga ahli dari Eropa untuk membentuk manajemen organisasi kepolisian modern yang mengacu kepada sistem kepolisian di negara Eropa. Tentunya hal ini juga dipadukan dengan situasi dan kondisi di Jepang. Tenaga-tenaga ahli tersebut umumnya berasal dari Prancis dan Rusia. Sehingga perkembangan sistem kepolisian modern di Jepang pada awalnya lebih banyak dipengaruhi oleh sistem kepolisian Prancis maupun Rusia. Pembentukan Kepolisian modern pada masa pemerintahan Meiji dimulai dengan didirikannya Kepolisian Pusat dan beberapa Markas Besar Kepolisian Daerah ditingkat Prefektur atau Propinsi. Sistem ketatanegaraan saat itu belum mengenal adanya Copyrights @krishnamurti_bd
struktur pemerintahan daerah, oleh karena itu kegiatan kepolisian pada Markas Besar Kepolisian Daerah secara langsung dikontrol oleh pemerintah pusat. Pada tahun 1874 dibentuk pula Departemen Dalam Negeri dan Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo (Tokyo Metropolitan Police Department). Pembentukan Koban pertama kali dilakukan pada tahun 1874 oleh Toshiyoshi Kawaji (Kepala Metropolitan Police Departement of Tokyo yang pertama), pada masa pemerintahan Shogun. Keberadaan Koban pada saat itu ditempatkan disetiap pintu gerbang kediamaan para Shogun, berupa sebuah bangunan kecil yang digunakan sebagai kantor dan tempat untuk melakukan penjagaan oleh para pengawal/kesatria (Samurai). Jumlah Koban yang didirikan pada saat itu di seluruh wilayah Jepang sekitar 15.000. Tujuan pembentukan Koban itu sendiri adalah untuk membangun sebuah sistem yang dapat mengawasi dengan ketat kegiatan rakyat atau kelompok yang anti kepada pemerintah. Pada awalnya Kepolisian Jepang memiliki kekuasaan administratif yang besar dan kuat sehingga kegiatannya tidak hanya menangani masalah tindak pidana, akan tetapi juga menangani masalah-masalah lain seperti kebersihan, tenaga kerja, konstruksi bangunan dan sebagainya. Salah satu tugas Kepolisian yang paling berat dilakukan pada saat itu adalah tugas di bidang politik, karena polisi harus mengawasi setiap kegiatan partai oposisi pemerintah. Hal tersebut berlangsung selama kurang lebih delapan puluh tahun. Setelah mengalami kekalahan pada perang dunia II, Jepang mulai membangun prinsip-prinsip demokrasi dalam pemerintahannya. Pemerintah mengganti keberadaan kekuatan militer dengan Pasukan Bela Diri serta merubah sistem hukum dengan perpaduan antara sistem hukum Eropa Kontinental dengan sistem hukum Anglo Saxon. Selain itu dalam bidang kepolisian pemerintah melakukan reformasi struktural serta misi kepolisian dengan membangun suatu sistem kepolisian yang berdiri di atas prinsipprinsip demokrasi. Reformasi kepolisian tersebut meliputi 3 substansi pokok, yaitu : a.
Merubah Kepolisian terpusat menjadi Kepolisian Pemerintahan Daerah. Copyrights @krishnamurti_bd
b.
Mendirikan Komisi Keamanan Umum.
c.
Membatasi kewenangan administratif kepolisian yang terlalu besar.
Secara struktural dalam pelaksanaan tugasnya, kepolisian Jepang berada di bawah pengawasan Komisi Keamanan Umum (Public Safety Comission). Komisi ini ditempatkan baik pada tingkat nasional maupun tingkat prefektur. Komisi tersebut bertugas untuk menjaga agar kegiatan polisi
tetap demokratis dan berlaku netral.
Fungsi Koban yang sebelumnya dititikberatkan pada kegiatan memata-matai rakyat untuk kepentingan penguasa, kemudian dirubah menjadi fungsi kepolisian demokratis yang dekat dengan masyarakat. Selain itu, sistem Kepolisian yang semula bersifat sentralistik (terpusat) dirubah menjadi kepolisian yang bersifat desentralisasi, dan ditindak lanjuti dengan pembentukan Police Station pada setiap daerah yang jumlah penduduknya + 5.000 orang. Pada tahun 1952 dilakukan penyempurnaan sistem kepolisian dengan memadukan sistem kepolisian nasional
dengan
cara
sistem kepolisian daerah. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan masalah kesulitan anggaran kepolisian yang dirasakan sangat memberatkan Pemerintah Daerah. Sistem kepolisian yang semula ditempatkan pada pemerintah kota dikembalikan ke pemerintah daerah tingkat propinsi. Kebijakan tersebut diikuti dengan pembentukan Markas Besar Kepolisian Prefektur/ Police Prefecture Headquarter (PPH), pembentukan Komisi Keamanan Umum pada setiap prefektur, serta peresmian NPA (National Police Agency) sebagai Badan Kepolisian Nasional Jepang. Sesuai Undang-undang Kepolisian Jepang, anggaran kepolisian prefektur bersumber dari anggaran belanja daerah. Anggaran ini digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan kepolisian termasuk membayar gaji personil polisi. Personil Polisi yang memiliki pangkat Senior Superintendent atau lebih tinggi pada setiap prefektur mendapatkan gaji dari pemerintah pusat. Hal ini dimaksudkan agar mereka menyadari bahwa mereka bertugas untuk kepentingan daerah dan kepentingan negara. Status
Copyrights @krishnamurti_bd
polisi yang semula adalah sebagai pembantu jaksa dirubah menjadi polisi mandiri yang dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan pidana secara independen. Dengan konsep Community Police yang dilembagakan dalam struktur organisasi kepolisian Jepang, tugas-tugas kepolisian lebih mengutamakan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat preventif dari pada preventif
kegiatan
yang
bersifat
represif. Kegiatan
tersebut diwujudkan dalam bentuk pemecahan masalah (problem solving),
pemberian pelayanan kepada masyarakat, membangun hubungan masyarakat
serta
berbagai
kegiatan
lainnya. Aplikasi
baik
dengan
dari kegiatan tersebut
dilakukan melalui patroli, kunjungan kepada masyarakat, pengarahan atau konseling dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan petugas polisi. Koban pada umumnya ditempatkan di kota-kota besar dan dikelola oleh petugas community police yang berdinas dengan sistem shift di fasilitas ini. Sedangkan Chuzaisho pada umumnya ditempatkan di komunitas selain kota-kota besar dan dikelola oleh petugas community police yang bertempat tinggal di fasilitas tersebut. Berpusat pada Koban atau Chuzaisho-nya masing-masing petugas community police Koban atau Chuzaisho melakukan aktivitas penjagaan dengan berdiri di depan posnya, patroli, kunjungan rutin ke rumah-rumah dan tempat-tempat kerja, mengurus kejadian, kecelakaan, dan sebagainya. Petugas community police Koban atau Chuzaisho melakukan tugas berdiri berjaga di luar posnya, dan mengawasi keadaan sekeliling dengan duduk di dekat pintu pos. Selain itu, mereka juga melaksanakan tugas-tugas administrasi di dalam pos, mencegah kejahatan dan kecelakaan maupun menangkap pelakunya, serta mengawasi lalu lintas. Petugas community police Koban dan Chuzaisho melakukan patroli untuk memahami
kondisi
wilayah
mencegah
kejadian
dan
Koban ala Brazil
kerjanya, kecelakaan
Copyrights @krishnamurti_bd Kunjungan Rutin
maupun menangkap pelakunya, mengawasi lalu lintas serta membina remaja. Selain itu, petugas community police masing-masing melakukan kunjungan rutin ke rumah-rumah dan tempat-tempat kerja. Polisi memberikan pembinaan dan informasi mengenai hal-hal yang diperlukan untuk menjaga keamanan penduduk dan kehidupan yang tentram seperti hal mencegah kejahatan, mencegah musibah dan kecelakaan, serta mendengarkan pendapat dan harapan dari penduduk.
Pendirian Koban dan Chuzaisho memiliki dasar hukum yang Undang-Undang Kepolisian Jepang
termuat dalam
pasal 53(5). Koban dan Chuzaisho merupakan
organisasi subordinat dari Police Station. Sedangkan dalam Pasal 15 Peraturan Operasi Community Police disebutkan bahwa : “Pada tiap-tiap wilayah yuridis police station didirikan Koban atau Chuzaisho, berdasarkan keadaan daerah setempat , seperti : a.
Populasi penduduk pada siang dan malam hari
b.
Jumlah kepala keluarga
c.
Klasifikasi wilayah administratif
d.
Kondisi Keamanan wilayah seperti jumlah kejadian
kriminalitas
dan
kecelakaan lalu lintas� Dalam Community Policing yang dilakukan oleh Kepolisian Jepang, Polisi dan masyarakat membentuk asosiasi/forum Community Policing sebagai wadah komunikasi warga/ kelompok kategorial dan anggota berasal dari anggota masyarakat yang terpandang dan disegani, serta sudah tua dan dewan ini dibentuk dan dipilih dalam rapat sesuai dengan yurudis, sedangkan Kepala Koban/ Chuzaiso ditunjuk sebagai Wakil Ketua dan para petugas Community Policing ditunjuk sebagai pengurus bersama beberapa warga yang telah dipilih dan disepakati bersama. Pertemuan forum dilakukan secara berkala dan darurat, serta partisipasi anggota dan penduduk. Cara kerjanya forum adalah untuk memberikan informasi mencakup informasi yang ingin diketahui dan dibutuhkan oleh penduduk, serta informasi yang ingin disampaikan oleh Polisi kepada penduduk dan nantinya dalam sosialisasi kepada
Copyrights @krishnamurti_bd
penduduk dengan membuat Bulletin dan gambar-gambar yang berisi informasi dari Polisi ke penduduk. Fungsi Community Police merupakan ujung tombak dan etalase Kepolisian Jepang
dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat,
khususnya dalam mencegah kejahatan. Tugas pokok Community Police adalah : a.
Memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada masyarakat dengan melakukan pemeliharaan keamanan selama 24 jam terus menerus.
b.
Mengetahui
keinginan
dan
harapan
masyarakat
serta
membantu
memecahkan permasalahan dalam masyarakat. c.
Melakukan Patroli, Kunjungan dan Penjagaan.
d.
Menangkap pelaku kejahatan termasuk para pelanggar lalu lintas.
e.
Melakukan TPTKP.
Kegiatan Community
yang
Police
memberikan
dilaksanakan
ini
berfungsi
perlindungan
untuk kepada
masyarakat khususnya dalam mencegah kejahatan dan diharapkan hubungan memahami yang
menjadi
keinginan
baik
polisi
dapat menjaga
dan
masyarakat,
apa
dan permasalahan di tengah -tengah
masyarakat.
Polisi juga diharapkan dapat cepat merespon setiap kejadian yang dialami masyarakat melalui panggilan darurat 110. Sekitar 40 % dari seluruh anggota Kepolisian Nasional Jepang adalah anggota
Community Police. Dalam hal pembinaan karir, Kepolisisan
Jepang sangat memperhatikan fungsi Community Police sebagai suatu landasan Copyrights @krishnamurti_bd
bertugas anggota polisi dengan menempatkan setiap anggota kepolisian Jepang yang baru lulus dari Sekolah Kepolisian pada fungsi Community Police (minimal 2–3 tahun bertugas di Koban). Dengan demikian terlihat bahwa sebagian besar kekuatan Community Police berada di garis depan pelayanan masyarakat yaitu di Koban dan Chuzaisho. Tanggung jawab fungsi Community Police pada tingkat Police Station berada dibawah seorang Supervisor yang berpangkat Superintendent dan seorang Koordinator yang berpangkat Police Inspector / Asisten Police Inspector. Supervisor Community Police juga membawahi seksi Administrasi Kepolisian. Supervisor bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas Community Police, sedangkan koordinator bertugas menjalankan dinamika operasional community police. Jadwal kegiatan dan urusan administrasi Community Police ditangani Sub Seksi Administrasi Community Police, sedangkan kegiatan operasional oleh Unit Community Police 1,2,3 dan Mobil Patroli. Pelaksanaan tugas anggota Seksi Community Police umumnya
dibagi dalam 3 shift, mereka melaksanakan tugas selama 1 x 24 jam dan
selanjutnya lepas dinas selama 48 jam. Pada hari kedua tetap ada anggotanya yang masuk sampai pukul 17.45. Seksi Community Police melaksanakan apel pagi setiap hari. Seksi ini mengikuti apel pagi secara keseluruhan di Police Station bersama dengan Seksi lainnya. Kegiatan apel pagi ini dirasakan penting karena merupakan wahana untuk memberikan informasi, petunjuk serta jadwal kegiatan masing-masing anggota. Mekanisme yang dilakukan pada saat apel pagi di tingkat Seksi Community Police adalah: a.
Ploting anggota untuk melaksanakan tugas pada hari itu termasuk ploting untuk melakukan tugas khusus oleh Kasubsi Community Police yang saat itu bertugas. Apabila ada Kepala Seksi lain yang ingin menyampaikan informasi dapat disampaikan setelah pembagian ploting anggota.
Copyrights @krishnamurti_bd
b.
Menyampaikan kasus-kasus menonjol yang terjadi selama 2 hari terakhir untuk dapat diketahui dan diantisipasi oleh petugas piket Koban dan Patroli. Hal ini perlu untuk kesinambungan informasi mengingat petugas yang akan melaksanakan tugas telah menjalani lepas dinas dan libur selama 2 hari dan mereka tetap harus mengetahui apa yang terjadi selama yang bersangkutan tidak bertugas.
c.
Pembagian disket data khusus dari PPH
untuk masing-masing Koban.
Disket pribadi tidak boleh digunakan untuk pengamanan data serta menghindari
kebocoran
informasi
kepada
pihak
yang
tidak
berkepentingan. Disket tersebut diberikan kepada setiap anggota pada jam 8 pagi di masing-masing Police Station untuk dibawa ke Koban. d.
Masing-masing anggota Koban saling bertukar informasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh anggota Community Police adalah mencegah kejahatan dengan memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara mencegah kejahatan, patroli dan juga melaksanakan penindakan terhadap pelanggar lalulintas maupun pelaku kejahatan. Pada saat bertugas, anggota Koban sering mengungkap kasus kejahatan ketika
mereka menanyakan orang yang dicurigai. Menanyakan
identitas sebenarnya hanya sarana saja tetapi esensiny adalah mengecek apakah orang tersebut melakukan kejahatan atau tidak.
Copyrights @krishnamurti_bd
Struktur Community Police ○ Komisi Keamanan Umum Nasional (NPSC), Badan Kepolisian Nasional (NPA), Divisi Community Police ○ Mabes Kepolisian Wilayah (RPB) ◎ Mabes Kepolisian Prefektur (PPH) – Bagian Community Police Unit patroli kendaraan Police Station – Divisi Community Police * Unit Kerja: Peraturan Operasi Community Police, pasal 4 dan 5. Koban
Koban
Chuzaisho Unit patroli kendaraan
Unit patroli langsung
Sasaran kerja / prioritas Community Police ditetapkan secara berkala ( biasanya setahun sekali) dan untuk tahun 2005 sasaran yang ditetapkan oleh PPH adalah “meningkatkan kegiatan yang berorientasi / melekat dengan kehidupan masyarakat”. Untuk mencapai target ini Community Police di Police Station melakukannya dengan 3 cara, yaitu pertama, memperbanyak kehadiran polisi ditengah masyarakat dengan memperbanyak kegiatan fungsi Community Police di jalan. kedua, memperbanyak upaya penangkapan tersangka, baik dengan kecepatan mendatangi TKP maupun penindakan terhadap pelanggaran/kasus-kasus yang bersifat ringan (tipiring, Perda) dan cara ketiga, melaksanakan kegiatan yang melibatkan warga masyarakat/kelompok sukarelawan dan pihak Pemda dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah kejahatan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Secara umum community police menangani berbagai macam permasalahan yang berkaitan dengan keamanan, baik berupa kasus pidana, pelanggaran Perda, perselisihan antar warga. Kasus-kasus yang ditangani antara lain pelanggaran parkir, laka lantas, penanganan korban kejahatan dan laporan penemuan dan kehilangan barang. Hal ini dilakukan karena masyarakat Jepang terbiasa dengan melaporkan setiap barang temuan. Setiap barang temuan yang dilaporkan oleh masyarakat dicatat dan dilaporkan serta disimpan di Police Station. Barang temuan ini memiliki masa kadaluarsa. Masyarakat yang menemukan barang temuan dicatat identitas untuk menanyakan
keinginan yang bersangkutan untuk memiliki barang, bila tidak ada
pemilik sampai lewat batas waktu masa kadaluarsa. Terhadap orang yang menemukan barang dan tidak melapor dapat dijerat dengan hukum pidana. Salah satu tantangan besar community police adalah banyaknya koban yang kosong. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor yaitu: pertama, jumlah perbandingan polisi dan masyarakat
yang
masih
kurang;
kedua,
semakin
banyaknya
kejahatan
yang
mengakibatkan petugas koban berangkat ke TKP. Untuk mengatasi kekurangan personil ini, maka berbagai macam cara dilakukan oleh Kepolisian Jepang antara lain menggabungkan beberapa Police Station menjadi satu (telah dilaksanakan di Police Station Joetsuminami, Police Station Joetsukita dan Police Station Yasuzuka menjadi Police Station Joetsu di PPH Niigata), melibatkan “petugas
konsultasi koban�
yang
diawaki oleh para purnawirawan polisi; mengarahkan mobil patroli ke Koban-koban yang kosong dan lain-lain. Ada pula dengan memafaatkan tekhnologi modern seperti telepon di Koban yang langsung berhubungan dengan Police Station dan sebuah kamera televisi khusus dimana masyarakat yang datang ke Koban dapat berkomunikasi langsung
dengan
petugas
community
police
Copyrights @krishnamurti_bd
di
Police
Station.
12. Community Policing di Singapura Singapore
Police
Force
(SPF),
atau
Badan
Kepolisian
Singapura
mulai
menerapkan strategi dan gaya community policing secara intensif pada tahun 1980an. Hal itu terjadi karena SPF menyadari penuh bahwa pola dan gaya yang telah mereka terapkan sebelumnya ternyata tidak mampu melawan tingkat kejahatan yang semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas. Mereka paham betul pada akhirnya bahwa tanpa bantuan masyarakat, Kepolisian tidak akan mampu menekan kejahatan yang tejadi tersebut.
Pada kurun waktu berikutnya, SPF mulai meniggalkan gaya pemolisian reaktif (reactive policing) menjadi gaya pemolisian proaktif (proactive policing). Dengan gaya pemolisian proaktif, maka SPF secara nyata telah melaksanakan strategi community policing yang lebih berorientasi pada pemecahan masalah. Model, gaya dan strategi community policing diterapkan oleh SPF karena mereka menyadari betul bahwa mereka memiliki keterbatasan kemampuan dalam menangani masalah keamanan, karena polisi tidak tahu, kapan kejahatan akan terjadi, dimana terjadi, siapa pelakunya, dan mengapa
melakukan
kejahatan
tersebut.
Dengan
demikian,
maka
mulailah
dikampanyekan kepada seluruh lapisan masyarakat, bahwa masalah keamanan bukanlah hanya menjadi tanggung jawab polisi belaka, namun juga menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat.
Dengan adanya hal itu, SPF bukan berarti ingin melepaskan tanggung jawab pelaksanaan tugasnya dalam bidang keamanan, namun mereka mencoba mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama dengan Kepolisian terlibat aktif dalam pengelolaan permasalahan keamanan. Dalam rangka mengimplementasikan strategi community policing tersebut, maka SPF banyak mengirimkan petugas-petugas polisinya untuk melakukan studi banding di Negara Jepang dan magang pada kepolisian Jepang (NPA). Dengan berbekal pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan dari hasil studi Copyrights @krishnamurti_bd
banding tersebut, maka SPF mulai melakukan beberapa langkah strategis dalam rangka membangun kemampuan community policing. Beberapa langkah strategis yang dilaksanakan oleh SPF antara lain, adalah
1)
Melakukan Perubahan Pada Cara Berfikir Petugas Polisi dalam Melaksanakan Pemolisian (Change The Mindset of Police Officer) Pada program ini, SPF mengawali kegiatanyaa melalui media Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, baik yang bersifat pembentukan maupun pengembangan. SPF mendisain program pelatihan community policing selama tiga minggu, yang dilatihkan kepada para siswa-siswa calon anggota polisi, maupun para siswa yang telah menjadi polisi untuk dididik ulang. Hampir semua petugas polisi secara bergiliran mendapatkan pelatihan ini, dan selanjutnya mereka mendapatkan program pemagangan di kantor-kantor kepolisian yang ditunjuk. Pada program Perubahan cara berfikir ini, selain mendapatkan pelatihan teknis, terhadap para anggota kepolisian juga ditanamkan berbagai nilai yang
menyangkut
nilai-nilai
murni
kepolisian,
sehingga
mereka
menjadikan nilai-nilai murni tersebut sebagai pedoman bertindak sebagai anggota kepolisian. Kesemua program tersebut dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan dan saat ini dipusatkan di “Home Base Academy� semacan Akademi Kepolisian singapura yang menjadi sentral segala pelatihan di Kepolisian Singapura.
2)
Membangun Kepercayaan Masyarakat Dalam rangka upayanya membangun kepercayaan warga, maka SPF melakukan berbagai penanaman nilai dan moral kepada para anggotanya,
agar
dalam
melakukakn
tindakan
kepolisian
selalu
menggunakan pendekatan emphati yang mengedepankan hati nurani sebagai landasan bertindak. Pendekatan hati ke hati digunakan dalam Copyrights @krishnamurti_bd
segala tindakan kepolisian untuk menunjukkan kepada warga masyarakat bahwa tindakan kepolisian yang dilakukan oleh petugas, merupakan upaya tulus mereka dalam rangka memberikan keamanan, menjaga keselamatan, melayani, melindungi dan membimbing masyarakat.
Selain
berbagai
tindakan
kepolisian
pendekatan hati nurani diatas, maka
yang
didasarkan
pada
dalam rangka membangun
kepercayaan masyarakat, kepada seluruh anggota Kepolisian ditanamkan adanya berbagai larangan yang harus dihindari dan akan mendapatkan sanksi tegas bila dilanggar, antara lain tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan polisi tidak bisa dipercaya, seperti; KKN (korupsi, kolusi, nepotisme),
tidak
professional
dalam
melaksanakan
tugas,
tidak
responsive terhadap berbagai keluhan masyarakat, bersikap arogan, melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat, melakukan tindak pidana, tidak transparan dan akuntabel dalam melaksanakan tugas.
3)
Pendidikan Masyarakat (Public Education) Pendidikan bagi masyarakat penting dilakukan, agar masyarakat paham dan sadar bahwa masalah keamanan merupakan hal yang utama dan penting bagi kehidupan masyarakat dan kehidupan Negara Singapura sebagai “Negara Jasa� yang menjadikan faktor keamanan sebagai faktor penting bagi upaya mendatangkan investor ke Negara mereka. Oleh karena itu kepada para warga masyarakat ditekankan betul bahwa masalah keamanan adalah merupakan tanggung jawab bersama, dan kepada mereka dibebankan berbagai aturan yang mengikat dalam rangka mengelola permasalahan kemanan.
Bentuk-bentuk pendidikan masyarakat yang dilakukan, antara lain dengan cara mensosialisasikan berbagai informasi tentang situasi dan kondisi masyarakat dan berbagai ancaman keamanan (termasuk ancaman Copyrights @krishnamurti_bd
pertahanan) yang dihadapi, dan juga memberikan pendidikan dan latihan cara-cara penanggulangannya. Selain itu SPF juga membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan formil dari tingkat taman kanakkanak hingga universitas untuk memasukkan beberapa kurikulum menyangkut keamanan dan ketertiban hukum.
Selain berbagai bentuk pendidikan, pelatihan dan sosialisasi yang terprogram, maka SPF melakukan berbagai langkah komunikasi dengan warga masyarakat melaui berbagai kegiatan kunjungan kerumah dan berbagai tempat berkumpul warga (masyarakat Singapura senang berkumpul ditempat-tempat tertentu sambil minum kopi) serta menjalin hubungan yang intens dengan para tokoh masyarakat.
4)
Melakukan Berbagai Kegiatan Pencegahan Kejahatan (Crime Prevention) Dalam rangka membangung kualitas hidup warga masyarakat (community development), maka SPF dengan dukungan pemerintah Singapura mulai mengembangkan program Pusat Polisi Lingkungan (Neighborhood
Police
Centre)
serta
program
Keselamatan
dan
Pengamanan dari Kejahatan (CSPP/ Crime Savety and Security Program). Dengan program ini, diharapkan masyaralat dalam suatu lingkungan dapat tumbuh dan berkembang serta dapat mempertahankan keberadaan mereka dilingkungan tersebut agar tetap produktif. Oleh karena itu Kepolisian bersama-sama dengan warga mengembangkan suasana yang aman dan kehidupan yang harmonis dalam lingkungan masyarakat.
5)
Memodifikasi Sistim Koban (Jepang) Menjadi Sistim NPP (Neighborhood Police Post) dan NPC (Neighborhood Police Centers) SPF
memodifikasi
sistem
Koban
di
Jepang,
dengan
cara
membangung Pos-Pos Kepolisian (NPP/ Neighborhood Police Post0 di berbagai lingkungan yang bertugas untuk menangani berbagai pelayanan Copyrights @krishnamurti_bd
kepolisian utamanya pada kasus-kasus yang tidak mendesak, dan menyerahkan berbagai penanganan kasus-kasus mendesak kepada mobilmobil reaksi cepat. Modifikasi yang dilakukan dilatarbelakangi perbedaan karakteristik
demografi
Singapura
dan
Jepang
dimana
penduduk
Singapura adalah pemukiman yang padat dengan karakteristik warga yang sangat majemuk dan tingkat mobilitas mereka yang tinggi.
NPP yang dikembangkan di Singapura ditujukan untuk pencegahan dan penekanan kejahatan melalui kerjasama dan dukungan masyarakat. Prioritas diberikan untuk meningkatkan hubungan Polisi-Masyarakat guna mendapat kepercayaan public. Meskipu modifikasi sistem Koban yang dilakukakan Singapura ini memberikan hasil yang memuaskan dengan adanya hubungan yang baik dengan masyarakat serta perbaikan citra Kepolisian secara signifikan, namun dalam jangka panjang para petugas polisi di NPP menjadi tidak puas dengan pekerjaan mereka dan menimbulkan dampak kebosanan.
Untuk mengatasi hal tersebut, dan dikaitkan dengan meningkatnya jumlah populasi dibeberapa lingkungan wilayah kerja NPP, maka SPF memodifikasi sistim NPP menjadi NPC system (Neighborhood Police Centers/ Pusat Polisi Lingkungan). NPC bila dikaitkan dengan sistem kepolisian di Indonesia, maka bisa diasosiasikan sebagai perwujudan kantor Kantor Kepolisian setingkat antara Pospol dan Polsek (lebih besar dari Pospol dan lebih kecil dari Polsek).
Perbedaan yang siginifikan antara NPP dan NPC adalah bahwa apabila NPP hanya diberikan untuk menangani permasalahan pada tahap awal saja dan merespon kasus-kasus yang tidak mendesak serta hanya menangani TKP dalam kaitan dengan Tindakan pertama pada TKP saja, maka di NPC, mereka dapat merespon semua kasus dan melakukan Copyrights @krishnamurti_bd
berbagai tindakan kepolisian sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh Polsek-polsek di Indonesia.
Copyrights @krishnamurti_bd
13. Community Policing di Misi PBB
Copyrights @krishnamurti_bd
VI.
ADAPTASI COMMUNITY POLICING OLEH KEPOLISIAN
14. Adaptasi Community Policing Menjad Polmas Konsep dan strategi community policing telah mulai diimplementasikan oleh Kepolisian sejalan dengan proses reformasi yang terjadi ditubuh Kepolisian sejak pemisahan Kepolisian dari ABRI pada tahun 1999 yang lalu. Implementasi Community Policing yang dilaksanakan oleh Kepolisian ini merupakan bagian dari upaya Kepolisian mewujudkan Grand Strategi Kepolisian yang salah satu diantaranya adalah dalam rangka upayanya mencapai pelayanan publik yang unggul (strive for excellence). Upaya Kepolisian menwujudkan pelayanan yang prima berkaitan dengan upaya pencegahan kejahatan, penegakkan hukum dan ketertiban, merupakan bagian dari prioritas pembangunan ekonomi dan budaya nasional untuk mewujudkan daya saing bangsa (Nation’s Competitiveness).
Dalam rangka mewujudkan upaya meraih pelayanan publik yang unggul itulah, maka Kepolisian telah mengkonstruksi Visi dan Misi nya yang tertuang dalam kebijakan dan Strategi KaKepolisian tentang Percepatan Pencapaian Sasaran Prioritas tahun 2005. Implementasi Kebijakan dan Strategi KaKepolisian yang berkaitan dengan community policing, selanjutnya dijabarkan lagi dalam Keputusan KaKepolisian Nomer 737/ X/ 2005 yang berisi tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Nantinya dalam SKEP 737 itulah, yang dalam perkembangannya menjadi dasar landasan utama Kepolisian dan jajarannya dalam melangkah mengimplementasikan strategi community policing dilapangan.
Naskah yang tertuang dalam SKEP 737 itu oleh Kepolisian dimaksudkan sebagai upaya Kepolisian menyamakan persepsi dan pemahaman tentang Community Policing serta
menyesuaikan
pendekatan
Bimmas
dan
peran
Babinkamtibmas
dengan
mengembangkan konsep Polmas dalam suatu kebijakan dan strategi, sehingga dapat digunakan sebagai prinsip-prinsip penuntun dalam pengambilan keputusan organisasi Copyrights @krishnamurti_bd
dan
pedoman
umum
dalam
penyusunan
program
penerapan
Polmas
dalam
penyelenggaraan tugas Kepolisian. Kepolisiani dalam SKEP 737 telah menerjemahkan secara harfiah arti kata Community policing sebagai “Perpolisian Masyarakat”. Dalam SKEP tersebut, dijelaskan bahwa Konsep Polmas (Perpolisian Masyarakat) mencakup dua unsur yaitu; perpolisian dan masyarakat.
Konsep kata perpolisian merupakan terjemahan dari kata “policing” yang berarti segala hal ihwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam konteks ini pengertian yang diharapkan dari kata perpolisian bukan hanya yang menyangkut halhal berkaitan dengan operasionalisasi (taktik dan teknik) fungsi kepolisian, namun juga menyangkut pengelolaan fungsi kepolisian secara menyeluruh mulai dari tataran manajemen puncak sampai manajemen lapis bawah termasuk pemikiran-pemikiran filsafati yang melatarbelakanginya. Sedangkan konsep kata masyarakat, merupakan terjemahan dari kata “community”, dimana dalam kontek Polmas berarti menyangkut batas geografis dan juga melputi masyarakat dalam batas geografis yang lebih luas namun mempunyai kesamaan kepentingan.
Hal yang paling signifikan dalam rangka mengimplementasikan Community Policing melalui Polmas ini, Kepolisian telah mengembangkan sebuah wadah bertemunya masyarakat dan polisi dalam sebuah forum yang dinamakan dengan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) dan Dewan Kemitraan Polisi dan Masyarakat (DKPM). FKPM dan DKPM dibentuk di Polsek-Polsek dengan harapan adanya pertemuan yang intens antara anggota forum dengan kepolisian ditingkat Polsek sehingga dengan adanya FKPM akan dapat menemukan dan mengidetntifikasikan berbagai akar masalah menyangkut keamanan termasuk adanya kemampuan forum untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul itu dalam rangka menyelesaikan berbagai konflik yang ada pada warga. Selain itu FKPM dan DKPM diharapkan mampu dapat mengakomodir/ menanggapi berbagai keluhan warga dan meningkatkan kunjungan Polisi kepada masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
Hal menarik dari implemementasi strategi Polmas yang telah dijabarkan oleh Kepolisian ini adalah adanya adaptasi dari konsep Koban dan Chuzaiso pada model community policing yang telah dilakukan di Jepang dan model Neighborhood Police Post yang telah diterapkan di Singapura. Kedua model ini memang menarik dan sangat bisa diandalkan dalam rangka menjadi “benchmark� Polmas di Indonesia. Namun yang membedakan dalam penerapannya adalah bahwa karakteristik masyarakat kedua Negara itu yang cukup berbeda secara siginifikan dengan karakteristik masyarakat Indonesia pada umumnya dimana masyarakat di Jepang dan Singapura adalah masyarakat yang sudah sadar hukum, sedangkan masyarakat di Indonesia adalah masyarakat yang masih pada taraf belum sadar hukum benar.
Hal inilah yang menjadikan model penerapan Polmas di Indonesia berjalan tertatih-tatih dan membutuhkan energi sangat besar dalam rangka mencapa tujuan yang diharapkan. Untuk itu, satu model pemberdayaan masyarakat agar mereka taat dan sadar kamtibmas harus mulai dilakukan seiring sejalan dengan penerapan Polmas di Indonesia. Oleh karena itu, Program Pemberdayaan Masyarakat yang dikembangkan dalam penulisan selanjutnya merupakan bagian dari upaya mempercepat implementasi Polmas di Indonesia yang bisa bersinergi dengan program-program lain dalam Polmas.
Copyrights @krishnamurti_bd
VII.
PEMBERDAYAAN
POSPOL
SEBAGAI
BASIS
PERPOLISIAN KOMUNITAS Implementasi Community Policing pada tingkatan Polsek, didasarkan kepada pemikiran bahwa Polsek merupakan Kesatuan Operasional kepolisian terbawah, yang dalam kegiatan kesehariannya selalu bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sebagai sebuah kesatuan Kepolisian Dasar, Polsek mempunyai tanggung jawab besar dalam pelayanan Kepolisian yang bersifat Operasional. Karenanya, kepada Polsek secara umum pelaksanaan tugas mereka dibagi kepada empat hal meliputi Kegiatan Pemolisian Masyarakat (Community Policing) oleh Pospol dan para Petugas Pembina Kamtibmasnya, Kegiatan Pelayanan Umum (Pengaturan Penjagaan Pengawalan dan Patroli) oleh petugas Samapta dan Lalu lintas, Kegiatan Penegakkan Hukum oleh petugas Reserse, serta Kegiatan Deteksi Dini oleh petugas-petugas Intelijen. Inti dari kegiatan petugas Pembina Kamtibmas dalam Community Policing (baik petugas Pos-Pos Kepolisian maupun Petugas Babin Kamtibmas) adalah melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti Patroli, sambang, berkomunikasi dengan warga serta melaksanakan deteksi dini. Kepada mereka harus dilepaskan beban tanggung tanggung jawab pekerjaan-pekerjaan lain yang sifatnya dapat menyita waktu seperti melakukan penangkapan dan melakukan pengaturan lalulintas. Dalam kegiatan patroli, sambang, komunikasi serta deteksi dini tersebut hakekatnya merupakan sebuah rangkaian tugas yang saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Secara lebih jelasnya bisa dicontohkan bahwa ketika seorang petugas pembina kamtibmas melaksanakan patroli diharapkan mereka melaksanakan sambang kepada warga-warga yang ada dilingkungannya. Pada saat mereka menyambangi warga itulah mereka dapat berkomunikasi dan menyerap berbagai informasi tentang berbagai permasalahan yang ada kemudian dicatat dan diupayakan untuk diselesaikan bila itu bersifat kecil. Sedangkan apabila permasalahan itu bersifat besar, maka bisa dicatat dan Copyrights @krishnamurti_bd
dilaporkan kepada pimpinan atau kalau memungkinkan diupayakan koordinasi dengan elemen-elemen masyarakat lainnya. Sedangkan tugas-tugas pelayanan umum yang dibebankan kepada petugas Samapta dan petugas lalulintas antara lain berupa tindakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli serta menanggapi laporan maupun pengaduan masyarakat. Dalam tugas-tugas yang telah disebutkan diatas, maka peran petugas Pos Kepolisian yang selama ini dibebankan untuk melaksanakan pengaturan dijalan raya akibat kemacetan diserahkan kepada petugas samapta dan petugas lalulintas tersebut. Berikutnya dalam tugas penegakkan hukum, maka kepada petugas reserse yang ada di Polseklah beban itu diemban. Koordinasi yang terus menerus patut digalakkan, namun porsi petugas reserse lebih dikedepankan. Tugas pengungkapan suatu kasus bukanlah tugas yang ringan namun diperlukan ketekunan dan waktu khusus bagi penyelidikan dan pengembangan serta pemrosesan keperadilan. Karenannya harus ada petugas khusus yang menanganinya. Sedangkan tugas deteksi dini yang bersifat pengumpulan setiap informasi dari seluruh
anggota
memungkinkan,
polisi kepada
bisa
diemban
mereka
oleh
diberikan
petugas
intelijen
kesempatan
untuk
di
Polsek.
Bila
mengolah
dan
menganalisa informasi tersebut guna digunakan oleh Pimpinan Polsek dalam mengambil keputusan. Dalam pembagian tugas tersebut, Kepolisian harus sudah mulai berani menampilkan kegiatan Community Policing sebagai ujung tombak kegiatan mereka (prioritas), namun dengan tidak mengabaikan sedikitpun kegiatan operasional lainnya. Prinsip dasarnya bahwa masing-masing bentuk kegiatan pelaksanaan tugas tersebut adalah saling melengkapi, satu sama lain. Hal tersebut dapat terjadi karena Community Policing tanpa pelayanan pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli maupun penegakkan hukum adalah sesuatu yang sia-sia. Namun apabila mereka dapat berjalan beriringan, maka tugas penegakkan hukum itu sendiri akan membuahkan hasil adanya efek pencegahan kepada kejahatan maupun gangguan keamtibmas lainnya. Begitu pula Copyrights @krishnamurti_bd
pelaksanaan tugas pelayanan umum merupakan hal sangat esensial, mengingat prinsip dasar Community Policing juga merupakan tugas pelayanan. Sedangkan deteksi dini melalui pengumpulan informasi oleh petugas-petugas intelijen juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya.
Copyrights @krishnamurti_bd
VIII. Gambar 9.1 Bagan Pelaksanaan Tugas Opsnal Kepolisian Di Polsek
POLSEK
PATROLI
YAN UM
GAKKUM
CP SAMBANG
POSPOL
DETEKSI DINI
KOMU
INFOR
DETEKSI
NIKASI
MASI
DINI
SOLUSI
BABINKAMTIBMAS
JA
TUR
WAL
SPK
Copyrights @krishnamurti_bd
LI
LANTAS
LP
UPAYA²
PUL INFO/
REPRESIF
BAKET
RESKRIM
INTELKAM
15. Pospol dan Bhabinkamtibmas sebagai Basis Pelayanan Kepolisian Implementasi Community Policing di Polsek memerlukan beberapa pedoman, antara lain sebagaimana dibawah ini : 1.
Struktur (Desentralitas Kewenangan) Melalui Penyebaran Pospol-
Pospol Desentralitas komando adalah unsur yang penting dalam Community policing dengan asumsi dasar bahwa karakteristik kerawanan setiap daerah akan berbeda bergantung kepada berbagai aspek yang melatarbelakanginya seperti geografi, demografi, sumberdaya alam, ideologi politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Adalah suatu pemikiran trasidisonal apabila kita polisi masih mengasumsikan masyarakat suatu daerah akan sama dengan masyarakat didaerah lainnya. Dengan adanya asumsi diatas, maka penanganan suatu permasalahan disetiap daerah tentunya membutuhkan pemecahan khusus dengan mempertimbangkan berbagai latar belakang tadi. Oleh karenanya, desentralitas kewenangan khusus perlu diberikan kepada para polisi yang bertanggung jawab atas setiap wilayah bergantung dari hakekat kerawanan serta lingkup masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Secara operasional, pemikiran diatas dapat dijabarkan melalui pelebaran serta penyebaran kantong-kantong pemantauan wilayah dengan menerjunkan anggotaanggota khusus secara terus menerus yang bertanggung jawab kepada upaya-upaya pembinaan kamtibmas diwilayah-wilayah tertentu. Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa setiap kantong-kantong wilayah pemantauan yang sudah diberikan tanggung jawab
kepada
petugas-petugas
tertentu
tersebut
dapat
diakomodir
dalam
pembentukan Pos-Pos Kepolisian sebagai kantor kepolisian tempat mereka mengkosolidasikan kegiatan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Penyebaran Pos-Pos Kepolisian bisa berbeda baik secara kuantitas disetiap Polsek dan bersifat dinamis dalam artian keberadaan Pos-pos Kepolisian tersebut bisa berubah bergantung kepada sifat kepentingannya. Kepada Pos-Pos Kepolisian tersebut perlu diberikan otoritas terbatas dalam rangka pelaksanaan kegiatannya dan secara lebih khusus lagi kepada mereka tidak dibebankan untuk melaksanakan upaya-upaya penegakkan hukum yang bersifat represif. Sebagai ilustrasi bisa digambarkan dengan apa yang dilakukukan oleh Polsek Metro Penjaringan. Wilayah Hukum Polsek Metro Penjaringan terdiri dari lima kelurahan dengan jumlah Pos-pos Kepolisian yang ada sejumlah sebelas Pos Kepolisian. Dalam masing-masing Kelurahan yang ada, jumlah Pos Kepolisian yang ada bisa berbeda baik jumlah Pos Kepolisiannya, maupun jumlah petugasnya. Hal itu dapat terjadi karena adanya pertimbangan kebutuhan akan adanya kerawanan kamtibmas serta aspekaspek sosial yang melatarbelakanginya. Jumlah Pos yang ada, serta petugas yang bertanggung jawab didalamnya tersebut bisa berubah tergantung pada kebutuhan yang ada. Setiap Pos Kepolisian yang ada berserta petugas yang mengawakinya bertanggung jawab kepada upaya pembinaan kamtibmas dalam lingkup wilayah yang menjadi daerah pemantauannya. Karenanya kepada mereka perlu diberikan sarana dan prasarana yang cukup, bekal pengetahuan yang cukup, pembinaan kemampuan maupun pelatihan yang terus menerus dan yang terpenting kepada mereka perlu diberikan waktu dan kesempatan yang cukup untuk mengemban tugasnya dengan adanya kepastian atau kejelasan rotasi yang konsisten. Apabila rotasi penempatan petugas-petugas Pos Kepolisian terlalu cepat dilaksanakan, maka mereka tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengenal dan dikenal diwilayah dan berdampak kepada kualitas konsistensi penjabaran program-program kamtibmas.
Gambar 9.2 Penyebaran Pos – Pos Kepolisian
Copyrights @krishnamurti_bd
POSPOL
POSPOL
MUARA KARANG
MUARA BARU POSPOL
I
MUARA BARU
XI
POSPOL
POSPOL
VI
V
KAMAL POSPOL
PLUIT
VII
POSPOL
IV
PIK
BPL POSPOL
POSPOL
VIII
DHI
X PS. IKAN
II POSPOL
IX
III
PS. ANGKASA
16. PROGRAM
POSPOL JEMBATAN TIGA
KEGIATAN
COMMUNITY
POLICING
DI
POSPOL Program kegiatan dalam rangka meng- implementasikan Community Policing sebagaimana disebutkan diatas, lebih banyak dititik beratkan kepada upaya-upaya Pembinaan Kamtibmas, dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya antara lain: a.
Pembinaan Kamtibmas adalah falsafah dan strategi Pembinaan Kamtibmas adalah falsafah dan strategi keorganisasian yang
memungkinkan polisi dan warga masyarakat bekerjasama erat dengan berbagai cara
baru
untuk
memecahkan
masalah
berbagai
penyebab
kejahatan,
kecemasan masyarakat terhadap kejahatan, keributan fisik maupun sosial yang berdampak kepada gangguan kamtibmas, serta berbagai penyakit masyarakat. Falsafah ini berkeyakinan bahwa para tokoh panutan masyarakat layak terlibat langsung dalam pelaksanaan tugas kepolisian, sebagai penegasan atas peran serta dan dukungan mereka. Harus diyakini bahwa pemecahan permasalahan masyarakat dewasa ini memerlukan kebebasan bagi masyarakat maupun polisi untuk menemukan cara-cara baru yang kreatif untuk menangani
Copyrights @krishnamurti_bd
berbagai kepentingan masyarakat bukan sekedar perbaikan yang sempit berlingkup kepada insiden kejahatan atas perorangan saja. b.
Pembinaan Kamtibmas perlu dilaksankan oleh seluruh jajaran
Kepolisian Program ini menuntut pemikiran dan aktivitas seluruh jajaran kepolisian dan aparat pamswakarsa beserta seluruh potensi masyarakat lainnya guna mengoperasionalkannya dalam kegiatan sehari-hari. Jajararan kepolisian perlu mengupayakan sebijak mungkin kesadaran akan perlunya mencari dan melaksanakan upaya-upaya pemecahan permasalahan yang ada di masyarakat dengan cara-cara yang baru dan kreatif. Hal yang mungkin bisa dilaksanakan termasuk diantaranya adalah mengajak dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam proses menjadikan mereka polisi bagi dirinya sendiri. Dalam kaitan dengan program ini, kepada para petugas Pos-Pos Kepolisian yang langsung dilapangan tersebut perlu diberikan wewenang lebih besar dengan cara menghormati pendapat mereka sebagai polisi professional. c.
Pembinaan
Kamtibmas
membutuhkan
Polisi
yang
khusus
menanganinya Untuk melaksanakan Pembinaan Kamtibmas dalam Community Policing, sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa Polsek perlu mengembangkan PosPos yang ada, maka petugas-petugas yang mengawakinya bertindak selaku penghubung antara polisi dan masyarakat. Sebagai petugas kepolisian khusus yang berhubungan dengan masyarakat, selain mereka bertugas sebagi petugas patroli yang dapat menerima panggilan radio, maka ritme tugas utama lainnya adalah
dengan
bertatap
muka
secara
langsung
dengan
masyarakat
dilingkungannya dalam rangka menjaga hubungan sehari-hari. d.
Polisi yang bertanggung jawab secara khusus tersebut harus
bekerjasama dengan masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
Peran petugas-petugas Pos Kepolisian yang luas, menuntut hubungan yang berkesinambungan dengan tokoh-tokoh panutan masyarakat, sehingga mereka dapat mencari solusi-solusi baru yang kreatif bagi permasalahanpermasalahan setempat. Sebagai aparat penegak hukum, petugas-petugas Pos Kepolisian harus menanggapi pengaduan dan menangkap penjahat yang tertangkap tangan. Selain itu mereka juga melaksanakan tugas pengaturan, penjagaan pengawalan dan patroli serta memprakarsai rencana-rencana jangka panjang yang melibatkan masyarakat dalam dalam upaya meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh dilingkungannya. Sebagai petugas penampung keluhan, petugas-petugas Pos Kepolisian juga bertugas menghubungkan warga dengan aparat pemerintah lainnya maupun institusi-institusi lainnya yang dapat memberikan bantuan bagi penyelesian masalah dan upaya perbaikan mutu hidup. e.
Pembinaan kamtibmas memperkenalkan hubungan baru antara
aparat dan masyarakat Dalam pembinaan kamtibmas model Community Policing ini, menimbulkan hubungan baru antara aparat dan masyarakat yang menawarkan harapan akan terkikisnya sikap apatis, sekaligus menahan diri terhadap setiap dorongan untuk terlalu bercuriga satu sama lain. Hubungan baru yang didasarkan atas rasa saling percaya ini juga menuntut aparat kepolisian untuk bertindak selaku katalisator (pemacu), mengajak masyarakat untuk bertanggung jawab atas peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh dilingkungan mereka. Penerimaan atas program ini juga berarti sepakat untuk menyelesaikan sendiri permasalahan dilingkungan yang bersifat kecil di oleh masyarakat. Namun sebagai imbalannya polisi harus bekerjasama dengan masyarakat dalam pengembangan hubungan jangka panjang guna mengatasi masalah-masalah yang cukup berat.
Copyrights @krishnamurti_bd
f.
Pembinaan kamtibmas menambahkan dimensi proaktif dalam
tugas polisi Pembinaan kamtibmas dalam CP memerlukan penambahan unsur Proaktif yang penting dalam pola pikir reaktif tradisional polisi. Konsekwensinya tugas polisi menjadi lebih multidimensional. Sebagai penjaga keamanan yang bertugas melaksanakan fungsi kontrol setiap saat (24 jam sehari, 7 hari seminggu), polisi harus mampu memberikan tanggapan seketika atas setiap krisis dan gangguan kamtibmas. Dalam CP, peran polisi diperluas agar kehadirannya membawa dampak yang lebih nyata terhadap proses perubahan untuk menjadikan lingkungan dimana ia bertugas lebih nyaman dan lebih aman kedepan. g.
Pembinaan kamtibmas mencoba menyeimbangkan ketrampilan
manusia dan inovasi teknologi. CP membutuhkan penggunaan teknologi secara bijaksana, namun tetap percaya bahwa tidak ada yang lebih baik daripada upaya manusia yang mengabdi dengan cara bermusyawarah dan bekerjasama. Program ini bermakna menanamkan kepercayaan kepada para tokoh masyarakat untuk bersama-sama turun kelapangan, menyumbangkan pendapat, kebijakan dan keahlian mereka untuk mencari pendekatan baru terhadap permasalahan kemasyarakatan.
h.
Pembinaan Administrasi dan Manajemen Anggaran Dengan
Orientasi Kepada Program (Program Oriented) Community Policing memerlukan manajerial yang baik. Hal ini terkait dengan adanya misi dan visi Kepolisian yang perlu dijabarkan secara operasional. Karenanya operasionalisasi kebijakan membutuhkan pengorganisasian yang jelas dengan mengupayakan pencapaian hasil yang maksimal.
Copyrights @krishnamurti_bd
17. Implementasi
Pemberdayaan
Pospol
Dalam
Community Policing Secara sederhana dalam pelaksanaan Community Policing, sebuah Polsek maupun
Pos-pos
Kepolisian
dibawahnya
beserta
para
Babinkamtibmasnya
membutuhkan perencanaan kegiatan, pengorganisasian kegiatan, pelaksanaan kegiatan secara konsisten dan pengawasan serta pengendalian yang baik. Karena itu dibutuhkan sebuah program yang jelas dan cara-cara untuk mencapainya.
Dalam merencanakan sebuah program, sudah mulai harus ditinggalkan adanya pemikiran kepada Budget Oriented, namun Polsek sudah mulai harus berangkat kepada Program Oriented. Perbedaan yang pokok dari keduanya adalah adanya pemikiran bahwa sebuah institusi bisa melaksanakan kegiatannya hanya dengan menyerahkan sejumlah anggaran tanpa disertai dengan adanya perencanaan sebelumnya akan kebutuhan anggaran sebenarnya dalam rangka menyelesaikan program tersebut. Akibatnya apabila hal demikian masih terjadi, maka berimplikasi kepada pelaksanaan kegiatan yang lebih bersifat reaktif daripada terprogram.
Dalam Program Oriented, Polsek sudah harus mulai memikirkan perencanaan kepada program-program apa yang akan dilaksanakan kedepan, mengorganisasikan kegiatan
tersebut
melalui
petugas-petugas
pelaksananya,
Melaksanakan
dan
merencanakan kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam rangka pelaksanaanya, dan bagaimana mengawasi dan mengendalikan agar program yang telah dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik.
Secara detail, dapat dicontohkan sebagai berikut: 1)
Perencanaan Copyrights @krishnamurti_bd
Dalam perencanaan, ada beberapa tahapan tindakan antara lain, perlu diidentifisir
terlebih
dahulu
karakteristik
kerawanan
daerah
berdasarkan
gangguan kamtibmas yang ada. Dari data gangguan kamtibmas yang ada, maka akan didapatkan data kerawanan daerah yang selanjutnya menjadikan Polsek lebih bisa menfokuskan upaya-upaya penangkalan dan upaya penyelesaian masalahnya. Selanjutnya Polsek bisa mengarahkan kegiatan pemantauan tersebut dengan merencanakan sasaran kegiatan, target-taget kegiatan, petugas yang melaksanakan serta cara-cara bertindaknya. Dari rangkaian sasaran, target, dan petugas serta cara bertindak tersebut, maka akan tergambarkan rencana kebutuhan anggaran dalam rangka meraih hasil maksimal. Penyusunan anggaran disesuaikan dengan tingkat kebutuhan akan program kegiatan dengan asumsi apabila kebutuhan anggaran pelaksanaan tugas tersebut dapat dipenuhi, maka konsekwensinya para petugas-petugas dilapangan tidak akan terbebani lagi dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan, sehingga mereka akan lebih dapat berkonsentrasi melaksanakan tugasnya. Penyusunan program rencana anggaran ditingkat Polsek juga harus menyentuh kepada
anggaran-anggaran
Pos-Pos
Kepolisian
dan
para
Petugas
Babinkamtibmas.
2)
Pengorganisasian Setelah rencana program kegiatan dilaksanakan, maka selanjutnya perlu
diorganisir kegiatannya melalui penentuan sasaran, target dan petugas-petugas serta cara bertindaknya. Penentuan sasaran dirumuskan dalam pembagian wilayah-wilayah pemantauan (Beat-Beat Patroli) dengan merinci titik-titik kerawanan yang ada sebagai target-target kegiatan dalam rangka upaya mencari solusi permasalahan bersama warga.
Copyrights @krishnamurti_bd
Selanjutnya perlu ditunjuk orang-orang yang khusus melaksanakan selama
kurun
waktu
tertentu,
sehingga
mereka
dapat
berkonsentrasi
melaksanakan kegiatan melalui cara-cara bertindak yang telah digariskan namun dengan tidak meninggalkan kreativitas dan inovasi para petugas tersebut.
Gambar 9.3 BaganPengorganisasian Patroli
PATROLI
KANIT
POSPOL I
POSPOL II
POSPOL III
POSPOL IV
POSPOL V
POSPOL VI
POSPOL VII
POSPOL VIII
POSPOL IX
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
KAPOSPOL
P.SUDARYO
BEDJO R.
T HERIYANTO
KISNO
HENDRAWIN
SUGITO
NGATINO
MUHYANTO
SUYANTO
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
NGAJIMIN
HAERUDIN A
ZAINAL K
SANGA S
PACHSYA P
SALIYANTO
MAD ARID
TUGIYO S
MUHAMMAD
HALIM
SUHARYANTO
HARTONO
NAMAD S
RUSTOMO
SUWARDJI SUPARNO
CIPTA P SUDARYONO
SUPOYO
ARIF H SUDARYONO
SUWOLO ABDULLAH B
WASHIM SUWARTO
WING KENEDI
SLAMET
KAHAR
WADJIMAN HARRI ROSSA
ADALA L ANDALAS
MUHARI
SYARIFUDIN PRIYANTO KUMBINO YANTO
SURATMAN I WAYAN PS
EDY GUTONO SUTIYO MUJIONO
BIMA S BEJO D
ASEP D.
HARMANDI SUDJIANTO SIMATUPANG
SUDARNO INDARTO
SUMARSONO GUTONO
JOKO R
BAHRI ALAM
SUTINO
IMAM
ARFAN Z
YON M
SUJARWONO
AYI RUSLAN IWAN S
SUPRI N
AHMAD D
KIKI M
KURNIAWAN
ABDUL ANDI N
RYAN I KAMAL
ANDRIANTO SANTOSO
SLAMET FANI F
FAHRULI
WILDAN
DARU L
Copyrights @krishnamurti_bd
3)
Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan Community Policing pada dasarnya adalah para
petugas-petugas pembina kamtibmas yang sudah terbagi dalam wilayah-wilayah pemantauan
tersebut
melaksanakan
patroli
sebagaimana
yang
sering
dilaksanakan selama ini. Namun kedepan titik berat kegiatan mereka pada saat patroli tersebut lebih banyak lagi melaksanakan kegiatan sambang (selain observasi) kepada warga masyarakat dalam segala lapisannya.
Dalam
kegiatan
sambang
tersebut
mereka
diharapkan
dapat
berkomunikasi dengan para warganya dan dapat menyerap berbagai informasi serta permasalahan yang ada serta berupaya memecahkan masalah-masalah tersebut
bersama-sama
dengan
warganya.
Apabila
permalahan
tersebut
membutuhkan penanganan lebih lanjut, termasuk mungkin membutuhkan koordinasi
yang
lebih
tinggi,
maka
mereka
bisa
melaporkan
kepada
babinkamtibmas yang ada dikelurahan ataupun membuatkan Laporan informasi guna ditindak lanjuti oleh pimpinan Polsek.
Gambar 9.4 BaganPelaksanaan Community Policing
Copyrights @krishnamurti_bd
POSPOL
SAMBANG KOMUNIKASI PUL INFO
PATROLI POLSEK
DETEKSI BABIN DINI KAMTIB
SOLUSI
MAS
4)
Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan Pengendalian adalah faktor penting yang tidak bisa
ditinggalkann, namun dengan mendasari kepada prinsip yang tidak membebani kepada petugas-petugas pelaksana. Prinsip pengawasan yang ada adalah agar tujuan pencapaian hasil dapat dilaksanakan dengan baik. Karenanya bentuk penugasan yang paling dasar adalah bisa dengan menggunakan alat-alat komunikasi dengan cara memerintahkan kepada para petugas dilapangan untuk melaporkan setiap pergerakan patroli mereka kepada operator Polsek sebagai kontrol. Selain itu kepada mereka diberikan dua buah buku yaitu buku patroli dan buku kontrol warga. Dalam buku patroli berisikan matrik rute yang dilalui dan kegiatan yang dilaksanakan serta hasil yang diperoleh. Sedangkan dalam buku kontrol warga berisikan tentang kunjungan-kunjungan yang dilaksanakan, dengan
siapa
mereka
bertemu
dan
informasi
serta
solusi-solusi
yang
dilaksanakan bersama. Terhadap buku kontrol tersebut perlu diadakan pengecekan secara periodik untuk mengetahui tingkat keaktifan dan kreativitas petugas-petugas
Copyrights @krishnamurti_bd
dilapangan serta dalam rangka memberikan saran-saran tindak bagi peningkatan kemampuan mereka menangani masalah.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 9.5 Bagan Pengawasan dan Pengendalian
BUKU KONTROL
POSPOL
PATROLI
•MATRIK RUTE •KEGIATAN YG DILAKS. •HASIL YG DIPEROLEH
CEK
BUKU BABIN KONTROL POLSEK
KAMTIB
SAMBANG
• KUNJUNGAN² YG DILAKS. • DGN SIAPA BERTEMU • INFO/SOLUSI YG DILAKS.
SECARA PERIODIK
BERSAMA
MAS LAPORAN INFORMASI
•LAPORAN DR WARGA MASY. / HSL LIDIK
(LI)
2.
Pembinaan Kemampuan Peningkatan kemampuan melalui upaya pembinaan yang terus menerus patut
dilaksanakan dengan konsisten. Metodologi dasar pembinaan kemampuan yang dilaksanakan adalah dengan memberikan pengetahuan dan kemampuan serta etikaetika pelaksanaan tugas. Dalam meningkatkan pengetahuan tersebut, kepada mereka harus diberikan ilmu-ilmu dasar tentang komunikasi dan taktik serta teknik kepolisian. Ilmu ilmu itu bisa diberikan melalui metode ceramah dan diskusi, bahkan bila perlu diadakan pengujian kemampuan mereka. Berbeda dengan pengetahuan, maka berkaitan dengan pembinaan kemampuan diperlukan peningkatan melalui pelaksanaan latihan yang terus-menerus. Hasil yang ingin diperoleh adalah adanya peningkatan kemampuan melalui ketrampilan dan keahlian melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kebutuhan mereka. Pelatihan Copyrights @krishnamurti_bd
adalah hal yang tidak bisa ditawar, karena belum tentu seseorang yang tahu itu mampu melaksanakan. Selanjutnya pembinaan etika profesi harus tetap diberikan melalui penajamanpenajaman norma dan etika serta aturan bagi batas pelaksanaan tugas yang tidak perlu dijadikan kendala, namun bisa dijadikan pedoman. Kesemua upaya tersebut patut direncanakan dan dilaksanakan dengan seksama bagi keberhasilan pelaksanaan tugas. Karena bagaimanapun setiap situasi sosial itu bersifat dinamis dan berkembang, sehingga dibutuhkan peningkatan kemampuan dalam rangka mengantisipasi dan mencarikan upaya-upaya pemecahan terbaik.
Gambar 6.6 BaganPembinaan Kemampuan
ETIKA KEPOLISIAN
UNDANG² / HUKUM
PENGAJARAN
PENGETAHUAN
OUTPUT PAHAM
KEBUDAYAAN
PENGETAHUAN SOSIAL
PENGETAHUAN LAIN
INTER PERSONAL SKILL PUAN TUR KOMUNIKASI JA OUTPUT PELATIHAN
KETRAMPILAN
PUAN TEKNIS WAL PUAN DETEKSI DINI
LI
PUAN SELESAIKAN MASALAH
3.
Kerjasama Copyrights @krishnamurti_bd
TRAMPIL
Kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat merupakan syarat utama Community Policing. Karena dalam Community Policing, orientasi pelaksanaan tugasnya lebih kepada upaya-upaya pemecahan masalah ditengah-tengah masyarakat dalam rangka mencari dan menekan setiap kerawanan sosial yang apabila dibiarkan akan berdampak kepada gangguan kamtibmas. Oleh karena itu dalam Community Policing tidaklah mengherankan apabila Polisi akan bersentuhan dengan permasalahan-permasalah yang berkaitan dengan Geografi, Demografi, Sumberdaya alam, serta aspek-aspek sosial lainnya (TRI GATRA dan ASTHA GATRA). Sedangkan kita sadar betul bahwa permasalahan-permasalahan diatas bukan melulu tugas polisi dalam menanganinya namun membutuhkan kehadiran instansiinstansi lain termasuk elemen-elemen lain dalam masyarakat. Azas yang mendasari kerjasama ini adalah azas susbsidiaritas dan azas kewajiban umum. Bentuk-bentuk kerjasama yang dijalin, bisa secara formal maupun informal namun dengan tetap berpegang kepada semangat pelayanan. Kerjasama yang dilaksanakan ini bisa juga mengacu kepada semangat otonomi daerah sehingga kedepan sifat pelayanan Kepolisian juga akan membawa dampak bagi keberhasilan Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan program pembangunan. Oleh karenanya dalam Rancangan Anggaran Pembangunan Daerah, perlu mulai disusun sebuah rencana anggaran bagi Keamanan yang penysunannya melibatkan Kepolisian Daerah maupun Kepolisian-Kepolisian Resort. Pemerintah Daerah baik langsung maupun tidak langsung membuthkan terciptanya rasa aman bagi iklim investasi yang kondusif karenanya mereka dapat menganggarkan program kegiatan tersebut dan mendapatkan pengesahan dari Legislatif. Konsekwensinya kepada Kepolisian adalah adanya akuntabilitas dan transparansi dari kegiatan mereka dalam rangka menciptakan rasa aman bagi masyarakat dan lingkungannya.
Copyrights @krishnamurti_bd
IX.
PROGRAM
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DALAM
PERPOLISIAN KOMUNITAS
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
adalah
Program
yang
mengelola
persekutuan orang atau organisasi yang komunikatif, dimana persekutuan orang atau organisasi tersebut diprakarsai dan dioperasikan oleh Kepolisian dalam hal ini satuan setingkat KOD (Kendali Operasional Dasar) meliputi
Polres, Poltabes, ataupun
Polwiltabes dan jajarannya agar kesatuan tersebut dapat berkomunikasi secara teratur dengan masyarakat yang menjadi stakeholdernya dan memberikan manfaat yang BERNILAI TINGGI dengan tujuan mengaktifkan dan meningkatkan kepercayaan mereka kepada Kepolisian melalui penciptaan hubungan emosional yang erat satu sama lain. Karakteristik utama dari Program Pemberdayaan Masyarakat yang beroritentasi nilai adalah: 1)
Diprakarsai, direncanakan dan dikelola oleh Kepolisian bukan oleh masyarakat.
2)
Menawarkan nilai sesungguhnya maupun nilai berdasarkan persepsi (perceived value) kepada anggota-anggotanya dengan mengoptimalkan kombinasi manfaat pelayanan keamanan (hard benefit) dan manfaat non pelayanan keamanan (soft benefit)
3)
Menciptakan peluang bagi anggota-anggota Program Pemberdayaan Masyarakat dan KOD tersebut untuk berkomunikasi satu sama lain dengan lebih intensif.
4)
Mengumpulkan data untuk mendukung KOD penyelenggara untuk memperbaiki kinerjanya.
5)
Bertujuan untuk mengaktifkan kegiatan community policing dengan mendorong mereka untuk secara proaktif ikut bersama dalam kegiatan Copyrights @krishnamurti_bd
keamanan atau merekomendasikan hasil kinerja KOD penyelenggara kepada pihak-pihak lain.
Copyrights @krishnamurti_bd
18. Program Pemberdayaan Masyarakat Program Pemberdayaan Masyarakat merupakan sebuah ide dan gagasan yang muncul dari berkembangnya Model Perpolisian masyarakat atau Community Policing di berbagai belahan dunia. Program Pemberdayaan Masyarakat hanyalah salah satu program dari berbagai program yang ada pada Community Policing yang dilaksanakan oleh polisi dan masyarakat. Pada hakikatnya masing-masing jenis program mempunyai karakteristik dan keunikan tersendiri. Program Pemberdayaan Masyarakat yang akan dikembangkan dalam penulisan naskah ini diilhami oleh ide adanya berbagai KLUB PELANGGAN yang dilaksanakan oleh berbagai institusi baik yang bersifat profit maupun non profit. Klub Pelanggan merupakan salah satu tren pemasaran yang ditemukan di Jerman dan berkembang keseluruh dunia. Mengapa Klub Pelanggan ini ditemukan dan dikembangkan pertama kali di Jerman karena adanya dua faktor. Pertama, orang Jerman memang senang berkumpul (cluber). Setiap orang Jerman paling tidak menjadi anggota dua klub, apakah itu klub tennis, klub kolektor, klub hobi dan lain-lain. Ini merupaka bibit budaya yang subur untuk tumbuhnya klub pelanggan. Kedua, sampai musim semi 2001 seluruh perusahaan di Jerman dipaksa untuk berpikir keras bagaimana memberikan manfaat non-finansial kepada anggota pelanggannya berkaitan dengan Peraturan tentang persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, para pemasar di Jerman harus menciptakan program loyalitas pelanggan yang tidak mengandalkan diskon tetapi tetap menawarkan nilai dan menciptakan loyalitas6. a.
Adaptasi
Karakteristik
Klub
Pelanggan
kepada
Program
Pemberdayaan Masyarakat
6
Stephan A. Butscher, Customer Loyality Programmes and Club, Penerjemah: Widya, Penyunting Y Yuwomo,. Penerbit PPM 2006
Copyrights @krishnamurti_bd
1)
Klub pelanggan diprakarsai, direncanakan dan dikelola
oleh organisasi penyelenggara. Ini menunjukkan adanya tiga aspek penting: a)
Pertama, organisasi pemrakarsa tidak harus organisasi bisnis yang berorientasi pada laba. Organisasi penyelenggara juga dapat berupa organisasi nirlaba, lembaga pendidikan, yayasan
pengelola
museum
termasuk
Kepolisian
dan
sebagainya. b)
Sedangkan aspek yang kedua, dalam hal ini organisasi menjadi pemrakarsa dan terlibat dalam pengoperasiannya. Aspek kedua ini sangat penting untuk membedakan dengan program lain yang diprakarsai oleh pelanggan sendiri (seperti “fans club� kelompok penggemar, dsb).
c)
Organisasi konsultansi bisa saja terlibat dalam perencanaan dan
pengoperasionalisasian
perusahaan
penyelenggara
klub harus
pelanggan, terlibat
dan
tetapi dan
memainkan peranan utama.
Bentuk Adaptasi Klub Pelanggan Pada Program Pemberdayaan Masyarakat Sebagaimana Klub Pelanggan adalah, bahwa Program Pemberdayaan Masyarakat harus pula diprakarsai, direncanakan dan dikelola oleh KOD penyelenggara, ini menunjukkan adanya tiga aspek penting yang bisa diadaptasi oleh KOD penyelenggara, yaitu: a)
Bahwa Kepolisian sebagai sebuah institusi pelayanan dapat juga mengelola model klub pelanggan ini dengan berbagai modifikasi yang disesuaikan pada tugas, tanggung jawab dan wewenang Kepolisian terhadap masyarakat selaku alat Negara penegak hukum, serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Copyrights @krishnamurti_bd
Bentuk modifikasi yang pertama dan terpenting perlu disesuaikan adalah pada namanya dimana pada program klub pelanggan yang diprakarsai, direncanakan dan dikelola oleh
Kepolisian
harus
berorientasi
kepada
upaya
implementasi pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan
kamtibmas
sebagai
implementasi
dari
Community Policing. Oleh karena itu, nama yang paling tepat untuk program ini adalah program “Kelompok Sadar Kamtibmas� atau disingkat dengan PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Nama dari
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
tersebut
mencerminkan sebuah upaya serius dari Kepolisian untuk mengakselerasi upaya implementasi Community Policing ditengah-tengah masyarakat.
b)
Berkaitan dengan aspek yang kedua, maka penting untuk dipahami bersama bahwa KOD penyelenggara Program Pemberdayaan
Masyarakat
harus
menjadi
pemrakarsa,
perencana dan terlibat dalam pengoperasiannya. Berangkat dari aspek ini, maka segala hal ikhwal awal berkaitan dengan ide, perencanaan hingga pengoperasian Program Pemberdayaan Masyarakat, KOD penyelenggara harus terlibat dan tidak boleh lepas tangan begitu saja kepada masyarakat untuk berjalan tanpa kendali dari KOD penyelenggara.
Copyrights @krishnamurti_bd
c)
Sedangkan apabila KOD penyelenggara memerlukan pihak lain sebagai outsourcing ataupun konsultan pengelolaan program ini, maka KOD penyelenggara tersebut harus tetap terlibat sebagai pemeran utama penyelenggara guna dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2)
Klub Pelanggan ditujukan untuk menciptakan peluang
komunikasi secara teratur. Klub pelanggan berupaya mendorong anggotanya secara aktif berkomunikasi dalam klub tersebut. Konsep komunikasi dalam klub pelanggan adalah dalam rangka menciptakan dialog antara anggota klub dengan perusahaan. Berkaitan dengan konsep diatas, maka Program Pemberdayaan Masyarakat sebagai adaptasi dari klub pelanggan dapat memainkan peran yang signifikan sebagai sarana dan media komunikasi dua arah antara anggota klub yang dalam hal ini adalah para warga masyarakat yang benar-benar tertarik untuk berperan serta secara aktif mengelola permasalahan keamanan dilingkungannya.
3)
Klub Pelanggan menawarkan Nilai Nyata dan Perceived
kepada Anggotanya
Menciptakan nilai untuk anggota merupakan tujuan utama pembentukan klub pelanggan. Hal yang sama juga sangat bisa dilakukan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dimana KOD penyelenggara dapat memberikan kombinasi yang unik antara keuntungan nilai,
Copyrights @krishnamurti_bd
keuntungan
finansial
serta
keuntungan
non
finansial
dalam
keanggotaannya sebagai Program Pemberdayaan Masyarakat. Contoh keuntungan nilai yang bisa ditawarkan disini misalnya keuntungan bahwa dengan keterlibatannya sebagai anggota Program Pemberdayaan Masyarakat, maka dia akan bisa mendapatkan nilai tambah dalam hal pelayanan keamanan. Hal ini bisa saja di desain melalui pola pengelolalan keamanana terpadu yang dihasilkan dari manajemen database
keanggotaan
digabungkan
dengan
Manajemen
Operasi
Kepolisian pada KOD penyelenggara. Sedangkan contoh keuntungan finansial yang bisa diberikan kepada para anggota Pokdar antara lain, KOD Penyelenggara dapat melakukan langkah kemitraan dengan para pelaku ekonomi untuk berpartisipasi aktif melalui support dan sponsor kepada Program Pemberdayaan Masyarakat sehingga para anggotanya bisa mendapatkan diskon sepantasnya apabila berbelanja ditempat para mitra tersebut. Pola kerjasama kemitraan yang dikembangkan
disini
tentunya
dilakukan
dengan
prinsip
saling
menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Berikutnya contoh keuntungan non finansial yang bisa didapatkan oleh para anggota antara lain misalnya pengelola Program Pemberdayaan Masyarakat secara rutin mengirimkan informasi melalui berbagai media yang ada guna memberikan informasi tentang program tersebut dan berbagai hal lain tentang aspek keamanan. Selain itu penyelenggara program bisa juga mengadakan berbagai kegiatan bersama anggota dalam
rangka
menggali
pola
komunikasi
dan
kedekatan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
4)
Klub Pelanggan Adalah Instrumen Pemasaran.
Copyrights @krishnamurti_bd
serta
Bila diadaptasi dalam model Program Pemberdayaan Masyarakat, maka Program Pemberdayaan Masyarakat adalah instrumen Community Policing pada KOD Penyelenggara. Dengan demikian, meskipun Program Pemberdayaan Masyarakat seakan-akan terpisah dari Organisatoris kepolisian secara struktural, namun pembentukannya bertujuan untuk menjadi bagian dari Implementasi Community Policing yang terselenggara secara lebih sitematis.
5)
Keanggotaan Dalam Klub Harus Memenuhi Persyaratan
Tertentu Untuk
bergabung
sebagai
anggota
Program
Pemberdayaan
Masyarakat, calon anggota harus misalnya mengisi formulir, membayar biaya keanggotaan dan sebagainya. Jarang sekali keanggotaan suatu organisasi yang diberikan secara otomatis. Setelah menjadi anggota, sudah barang tentu mereka diberikan identitas keanggotaan mereka misalnya dengan kartu pengenal, dan sebagainya.
6)
Sasaran Klub Pelanggan adalah Pelanggan Bila diadaptasikan kepada Program Pemberdayaan Masyarakat,
maka sasaran Program ini adalah seluruh warga masyarakat yang mempunyai potensi untuk dijadikan mitra sadar hukum sehingga dapat menjadi mitra KOD penyelenggara dalam pengelolalaan permasalahan keamanan
dilingkup
wilayah
yang
menjadi
tanggung
jawab
dan
wewenangnya. Selain warga masyarakat secara individu, maka sasaran Program ini juga meliputi institusi baik yang bersifat bisnis maupun non bisnis untuk bisa dijadikan mitra sejajar kepolisian dalam rangka pemberdayaan community policing.
Copyrights @krishnamurti_bd
7)
Klub
Pelanggan
Mengorganisasikan
Anggotanya
Pada
Tingkat Tertentu. Program Pemberdayaan Masyarakat dapat mengadaptasi model pengelolaan
klub
pelanggan
dengan
memberikan
kelonggaran
kewenangan kepada anggota Program Pemberdayaan Masyarakat untuk mengorganisasikan diri yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Program Pemberdayaan Masyarakat.
b.
Membedakan Program Pemberdayaan Masyarakat (hasil adaptasi
dari Klub Pelanggan) dengan Program-Program Community Policing lainnya Karakteristik diatas membedakan Program Pemberdayaan Masyarakat dengan berbagai program-program Community Policing lainnya. Meskipun demikian, pembedaan yang ada tidak berarti bahwa program ini tidak saling terkait dan saling dukung satu sama lain. Pembedaan yang muncul dala program ini dibandingkan dengan program-program community policing lainnya hanyalah pada tingkat percepatan yang dihasilkan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran dari implementasi community policing ditingkat KOD penyelenggara. Berikut ini adalah contoh nyata dari perbedaan-perbedaan tersebut: 1)
Pemberdayaan Pospol Dalam implementasi community policing yang berkaitan dengan
pemberdayaan Pospol, maka kendala terbesar yang ditemui oleh KOD penyelenggara adalah berkaitan dengan sumberdaya baik sumberdaya manusia (man), anggaran (money), sarana prasarana (material) metode pelaksanaan (method), serta peranti lunak maupun keras (machine).
Copyrights @krishnamurti_bd
Berbagai kendala tersebut menyebabkan upaya pemberdayaan pospol berjalan tertatih-tatih untuk mencapai sasaran yang telah dicanangkan. Berbeda
dengan
program
diatas,
maka
dalam
Program
Pemberdayaan Masyarakat berbagai kendala diatas tidak terlalu besar ditemui karena ide dan gagasan Program ini meskipun pada awalnya memerlukan sumberdaya, namun sifatnya tidak besar dan merupakan investasi jangka panjang. Perbedaan kendala sumberdaya ini juga berdampak kepada tingkat kecepatan mencapai sasaran program.
2)
DKPM (Dewan Kemitraan Polisi dan Masyarakat) DKPM adalah sebuah pranata yang di adopsi dari model Koban dan
Chuzaiso di Jepang dan diakomodir dalam Skep KaKepolisian No. 737/X/2005, tanggal 13 Oktober 2005, yang berisi lampiran: "Kebijakan dan
Strategi
Penerapan
Model
Perpolisian
Masyarakat
Dalam
Penyelengagraan Tugas Kepolisian". Anggota DKPM adalah anggota-anggota yang sifatnya mewakili kelompok-kelompok masyarakat dan bersifat terdiri dari beberapa orang saja. Karena jumlahnya sedikit, maka keanggotaan DKPM bersifat ekslusif dan tidak dapat menyentuh sampai lapis terbawah pelayanan Kepolisian. Kendala ini menyebabkan terjadinya batas dan jarak antara anggota DKPM dengan masyarakat maupun dengan anggota-anggota Kepolisian khususnya di level pelaksana. Berbeda
dengan
DKPM,
maka
keanggotaan
Program
Pemberdayaan Masyarakat bisa menyentuh keseluruh lapisan masyarakat sepanjang mereka memenuhi persyaratan yang tertuang dalam AD-ART program. Dengan semakin inklusifnya sifat keanggotaan program, maka tingkat loyalitas anggota juga semakin beragam dan pengelola program
Copyrights @krishnamurti_bd
dapat lebih fleksibel dalam merencanakan berbagai program kegiatan perpoilsian masyarakat.
3)
Patroli Community Policing dan Sambang Patroli
community
Policing
adalah
model
patroli
yang
dikembangkan dengan pola-pola yang lebih dekat dengan masyarakat. Pola patroli ini mengedepankan kegiatan sambang dan komunikasi dengan masyarakat yang ditemui pada sepanjang rute patroli yang dilalui. Kendala yang ada disini adalah bahwa dengan keterbatasan sumberdaya manusia Kepolisian yang ada, maka cakupan daerah patrol yang bisa direngkuh serta jumlah warga yang dapat ditemui sangatlah terbatas. Belum lagi apabila para anggota patroli harus dihadapkan pada berbagai Police Hazard yang ada, maka tugas patroli community policing mau tidak mau harus disesuaikan dengan kondisi yang ada.
4)
Penyuluhan Penyuluhan merupakan salah satu bentuk program kegiatan
community policing yang paling konvensional. Dalam kegiatan ini, biasanya petugas polisi turun ditengah-tengah masyarakat dan melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya memberi informasi kepada masyarakat menyangkut berbagai tema dan topik. Permasalahan yang mengemuka kemudian bahwa tingkat pendidikan masyarakat sudah semakin tinggi sementara tingkat pendidikan anggota Kepolisian semakin tidak sebanding dengan mereka. Kendala ini menjadikan kegiatan penyuluhan tidak efektif dan hanya dilaksanakan di tempat-tempat terpencil bukan di kota dimana tingkat pendidikan masyarakat masih pada level yang sebanding dengan Copyrights @krishnamurti_bd
anggota. Kedepan, model kegiatan seperti ini menjadi semakin tidak populer dan tingkat partisipasi masyarakat juga semakin menurun sehingga tujuan dan sasaran program implementasi community bisa tidak tercapai. Selain itu model penyuluhan satu arah ini mengakibatkan munculnya kendala ketidak seimbangan kedudukan karena polisi merasa ada pada pihak yang lebih sedangkan masyarakat ada pada pihak yang dibawah.
5)
Pam Swakarsa Kam Swakarsa adalah singkatan dari Keamanan Swakarsa yang
merupakan dimensi sosiologik dari fungsi Kepolisian yang terdiri dari pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dalam praktek kehidupan masyarakat dirasakan perlunya dan dirasakan manfaatnya. Keamanan swakarsa berguna untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat dan komunitas sehingga dari waktu ke waktu dilaksanakan atas dasar kesadaran dan kemauan masyarakat sendiri (secara swakarsa) serta kemudian melembaga dalam tata kehidupan masyarakat. (Irjen Pol (P) Momo Kelana, “Memahami Undang-Undang Kepolisian UndangUndang No.2 tahun 2002 Latar Belakang dan Komentar Pasal demi Pasal�. Penjelasan Pasal 3 ayat (1)huruf c. PTIK Press. Jakarta 2002) Dalam perkembangannya Kam Swakarsa identik dengan Siskamling ataupun perondaan oleh masyarakat dan dimasa kini menjadi tidak populer lagi bentuk perondaan ini karena sudah digantikan peranannya oleh Satpam (Satuan Pengamanan), Hansip (Pertahanan Sipil), Kamra (Keamanan Rakyat), Banpol (Bantuan Polisi), dan lain sebagainya. Peran kemitraan masyarakat masih lekat dalam pola pengamanan seperti ini, namun kegiatan kemitraan mereka lebih kepada kegiatan preventif yang Copyrights @krishnamurti_bd
dikelola oleh warga pada lingkungan sekitar mereka. Kepedulian masyarakat dan komunitas untuk terlibat aktif mengelola permasalahan ditempat umum, ataupun tempat-tempat lain yang bukan lingkungannya menjadi berkurang karena mereka tidak memiliki rasa memiliki dan kalaupun ada rasa memiliki tidak ada sarana penyaluran bagi peran serta mereka. Program Pemberdayaan Masyarakat menjadi satu terobosan yang cukup bisa memberikan pemecahan masalah dengan melibatkan peran serta
masyarakat
yang
tergabung
dalam
komunitas
Program
Pemberdayaan Masyarakat untuk bermitra bersama Kepolisian dalam rangka mengelola permasalahan keamanan bukan hanya dilingkungan mereka tinggal juga dilingkungan lain yang juga merupakan tanggung jawab bersama.
6)
Program Pemberdayaan Masyarakat yang Ada Selama Ini Pokdar yang ada selama ini cenderung pasif dan tidak terkelola
dengan baik oleh KOD. Akibatnya peran serta mereka tidak terlalu bisa diharapkan dalam rangka mencapai tujuan penciptaan kamtibmas yang kondusif. Mereka lebih banyak dilibatkan hanya pada kegiatan-kegiata seremonial seperti serah terima kapolres, Hut Bhayangkara dan itupun hanya orang-orang tertentu saja. Berbeda dengan Program Pemberdayaan Masyarakat yang telah ada, maka Program Pemberdayaan Masyarakat kedepan harus dapat dikelola dengan lebih profesional, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Tabel 1.2 Perbandingan Program Community Policing Yang Telah Ada dengan Program Pemberdayaan Masyarakat
Program CP Yang Telah Ada Pemberdayaan Pospol Terkendala oleh terbatasnya sumberdaya, sehingga masih tertatih-tatih.
DKPM Sifat keanggotaannya formil dan ekslusif (berangkat dari kata Forum) Tidak bisa menjangkau segala lapisan masyarakat karena bentuk organisasinya konvensional sehingga tidak menarik minat banyak orang.
Patroli CP dan Sambang Dilaksanakan oleh petugas Kepolisian melalui kegiatan sambang. Terbatasnya jumlah anggota mengakibatkan terbatasnya cakupan daerah yg ter-cover, juga terbatasnya jumlah warga yang ditemui sehingga implementasi CP menjadi kurang efektif. Tetap efektif sebagai sarana kegiatan Preemtif dan Preventif Kepolisian
Penyuluhan Kegiatan dalam rangka menyampaikan pesan-pesan
Program Pemberdayaan Masyarakat
Integrasi Sinergis Keduanya
Sumberdaya awal tidak besar dan sifatnya investasi bila dikelola dengan baik akan dengan cepat tercapai sasaran.
Integrasi keduanya akan berdampak lebih baik karena Pospol dapat berperan sebagai agen-agen pemasaran dan pelayanan kepolisian terdepan bagi seluruh pelanggan Kepolisian termasuk bagi anggota Pokdar.
Sifat keanggotaannya inklusif dan bisa menyentuh segala lapisan masyarakat. Bentuk organisasinya lentur dan tidak formil, pola kegiatannya bervariasi dan menarik minat kepada seluruh anggotanya karena prinsip pengelolaan program harus member manfaat nilai lebih kepada anggotanya.
Kedepan sifat keanggotaan Program Pemberdayaan Masyarakat yang terbuka dapat menjadi mitra sinergis bagi DKPM dalam rangka memberdayakan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat. Bisa juga anggota DKPM menjadi anggota Pokdar atau sebaliknya anggota Program Pemberdayaan Masyarakat menjadi anggota DKPM atau juga keduanya terpisah sepanjang tujuan dan sasaran CP dapat tercapai dengan lebih efektif
Para anggota Program Pemberdayaan Masyarakat dapat berperan sebagai mata telinga Kepolisian di lapangan sehingga asupan informasi berkaitan dengan kamtibmas bisa lebih banyak karena disuplai langsung oleh orang2 yang sudah dilatih dengan standart tertentu. Anggota Program Pemberdayaan Masyarakat merasa dihargai dan mendapat peran ketika mereka diajak ikut serta aktif menjaga kamtibmas dengan cara yang elegan
Kedepan, Patroli CP yang disinergikan dengan keberadan Program Pemberdayaan Masyarakat dapat mempertajam analisa gangguan kamtibmas yang terjadi sehingga dapat bersama2 mengambil langkah pemecahan masalah. Program Pemberdayaan Masyarakat dapat menjadi mitra dalam rangka memperluas daerah pemantauan patrol dalam rangka mengoperasionlkan kegiatan preemtif dan preventif kepolisian
Pesan-pesan kamtibmas yang disampaikan lebih bersifat
Dengan Program Pemberdayaan Masyarakat, maka kegiatan
Copyrights @krishnamurti_bd
kamtibmas yang acapkali bersifat satu arah. Polisi kesannya berada pada pihak yang lebih daripada masyarakat
banyak arah karena menggunakan media komunikasi modern yang memungkinkan peran serta anggota pokdar member masukan satu sama lain.
penyuluhan bisa dilakukan dengan cara-cara yang bisa lebih diterima dan bisa direncanakan bersama sehingga tujuan dari kegiatan bisa tercapai
Program Pemberdayaan Masyarakat ini dikelola dengan menggunakan pendekatan Nilai yang bermanfaat sehingga menjadi menarik dan membuat banyak orang tertarik untuk menjadi anggota Program Pemberdayaan Masyarakat karena merasakan manfaat nilai yang luar biasa termasuk kedekatan emosional dengan Kepolisian
Anggota Pokdar yang masih ada dan masih aktif diajak kembali untuk bersama-sama KOD penyelenggara mengoptimalisasikan keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat sehingga keanggotaan nya semakin bertambah dan kegiatannya semakin aktif dan pada akhirnya dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan berkaitan dengan percepatan implementasi Community Policing.
Pam Swakarsa
Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Telah ada Program Pemberdayaan Masyarakat yang ada sifat keanggotaannya pasif dan masih terkelola secara konvensional. Anggotanya eksklusif dan cenderung bersifat seremonial saja. Masyarakat tidak tertarik untuk menjadi anggotanya karena merasa tidak ada manfaat yang dapat diambil
c.
Definisi Program Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, maka Program Pemberdayaan
Masyarakat bisa didefinisikan sebagai: Persekutuan orang atau organisasi yang komunikatif, dimana persekutuan
orang
atau
organisasi
tersebut
diprakarsai
dan
dioperasikan oleh Kepolisian dalam hal ini satuan setingkat KOD penyelenggara (Kendali Operasional Dasar) meliputi Polres, Poltabes, ataupun Polwiltabes dan jajarannya agar kesatuan tersebut dapat berkomunikasi secara teratur dengan masyarakat yang menjadi stake holdernya dan memberikan manfaat yang BERNILAI TINGGI dengan tujuan mengaktifkan dan meningkatkan kepercayaan mereka kepada Kepolisian melalui penciptaan hubungan emosional yang erat satu sama lain.
Copyrights @krishnamurti_bd
Secara lebih rinci, definisi diatas dapat di elaborasi sebagai berikut: 1)
Orang atau Organisasi Anggota
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
bukan
hanya
perorangan tapi bisa juga organisasi, perusahaan dan badan hukum lainnya.
2)
Saling berkomunikasi Program Pemberdayaan Masyarakat harus memiliki berbagai jenis
model dan tingkat komunikasi, mulai dari komunikasi pertelepon, newsletter, brosur, e-mail, sampai pertemuan fisik seperti sarasehan, forum diskusi, tour bersama, outbond, gathering, outing dan lain-lain.
3)
Diprakarsai dan dioperasikan oleh KOD Penyelenggara Penyelenggaraan Program Pemberdayaan Masyarakat harus dibuat
dan dikelola oleh KOD Penyelenggara, bukan diprakarsai oleh masyarakat atau pihak lain. Ini karena pada dasarnya yang paling berkepentingan dengan program ini adalah Kepolisian dalam hal ini KOD Penyelenggara itu sendiri.
4)
Kontak secara teratur Komunikasi atau kontak dilakukan secara teratur, bisa melalui
pertemuan rutin dalam berbagai bentuk seperti diskusi, tur, training, outbond, outing, sarasehan, silaturahmi, pengajian bersama atau sekedar ngobrol atau kontak melalui newsletter.
Copyrights @krishnamurti_bd
5)
Mengaktifkan dan
meningkatkan
kepercayaan kepada
Kepolisian Untuk mencapai ini, KOD Penyelenggara harus mampu membenahi kedalam terlebih dahulu manajemen pengelolaan perpolisian yang lebih responsif, tuntas dan tulus dengan mengembangkan pemberdayaan Pospol dan Community Policing secara lebih intensif. Kesemua hal diatas adalah merupakan manfaat yang dianggap bernilai bagi calon anggota apabila mereka bergabung kedalam Program Pemberdayaan Masyarakat. Aktivitas yang diselenggarakan oleh Program Pemberdayaan Masyarakat bertujuan untuk menstimulus minat dalam berperan serta aktif membina kamtibmas secara bersama-sama antara Kepolisianmasyarakat.
6)
Penciptaan hubungan emosional yang erat (Loyalitas kepada Kepolisian) Ini merupakan tujuan utamanya. Loyalitas akan terbangun apabila
terjalin hubungan emosional antara anggota Program Pemberdayaan Masyarakat dan KOD Penyelenggara (termasuk didalamnya para anggota Kepolisian) ataupun dengan berbagai kegiatan perpolisian masyarakat yang dilaksanakan oleh Kepolisian akan selalu didukung oleh para anggota Program Pemberdayaan Masyarakat tersebut.
Copyrights @krishnamurti_bd
19. Program Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Bagian Dari Upaya Percepatan Community Policing di TengahTengah Masyarakat
Mengoptimalisasikan Program Pemberdayaan Masyarakat sangat mirip dengan mengembangkan kegiatan yang baru di kepolisian; membutuhkan perencanaan rinci, konsentrasi dan keseriusan semua pihak. Komitmen dibutuhkan bukan hanya dari orang yang terlibat langsung dalam penyusunan konsep, tapi juga dari pihak manajemen (dalam hal ini seluruh perwira dan khususnya Kapolres sebagai pelindung kegiatan). Program Pemberdayaan Masyarakat merupakan sebuah terobosan dalam dunia bisnis modern yang menggunakan pendekatan Relationship Marketing. Tujuan utama relationship marketing adalah menciptakan hubungan emosional antara perusahaan dengan pelanggan. Demikian pula dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ini, ada upaya penciptaan hubungan emosional antara KOD Penyelenggara dengan masyarakat yang menjadi stakeholder-nya. Ikatan emosi ini terwujud dalam dalam perasaan diperlakukan sebagai mitra yang istimewa dan merasa dipercaya. Hubungan emosi ini mirip dengan hubungan antara suami-istri atau antar sahabat. Hubungan ini terjadi karena ada saling percaya, saling mendukung, saling menghargai. Namun tidak semua hubungan berlangsung selamanya. Biasanya hubungan berakhir ketika ikatan emosional terputus. Mengapa kita ‘kehilangan’ teman kuliah dulu? Mungkin karena kesibukan, kita tidak menyurati atau menelepon lagi, atau kita sibuk dengan kegiatan kita yang luar biasa, atau kita mendapatkan teman baru yang lain sehingga waktu kita menjadi berkurang dengan teman lama kita, tanpa disadari tahutahu kita sudah kehilangan kontak dengan sahabat dekat kita dulu. Dalam kegiatan perpolisian sehari-hari, acapkali Kepolisian disibukkan untuk melaksanakan berbagai tindakan perpolisian dalam rangka menangani berbagai Copyrights @krishnamurti_bd
masalah yang timbul. Kesibukan tersebut sering melenakan kita sehingga kita tidak menyadari bahwa masyarakat memiliki kontribusi besar dalam pelaksanaan tugas kita. Masyarakat sebagai pelanggan jasa kepolisian utamanya masyarakat yang sadar kamtibmas membutuhkan perhatian Kepolisian. Masyarakat sebagai sebuah komunitas juga menginginkan perlakuan istimewa. Mereka tidak bisa diabaikan. Program Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka mengakomodir mereka perlu dan harus dibuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga ikatan emosional terjalin. Aspek lain yang perlu diperhatikan bahwa Program Pemberdayaan Masyarakat memiliki dampak jangka panjang. Program ini tidak bisa membuahkan hasil dalam hitungan minggu. Gambar 5.1 menunjukkan elemen konsep Program Pemberdayaan Masyarakat. Elemen-elemen tersebut akan dibahas secara lebih rinci dalam bab-bab selanjutnya. Masing-masing tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka optimalisasi Program Pemberdayaan Masyarakat harus bersifat berkelanjutan dan bisa dikelola oleh anggota Kepolisian. Apabila Program ini terlalu rumit untuk dipahami dan dikelola oleh anggota kita, maka akan menjadi kontra produktif. Untuk bisa menghasilkan manfaat yang bernilai, program tidak harus rumit.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 5.1 Elemen Konsep Program Pemberdayaan Masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
Sebelum
mengembangkan
Program
Pemberdayaan
Masyarakat,
KOD
Penyelenggara bersama seluruh jajarannya perlu mencari jawaban atas dua pertanyaan berikut: 1)
Apakah produk pelayanan Kita sudah cukup bagus?
2)
Apakah produk pelayanan Kepolisian yang kita laksanakan cukup bernilai untuk mengembangkan program ini?
Apabila kualitas produk pelayanan KOD Penyelenggara kurang mendapat apresiasi masyarakat karena mutunya masih kurang, maka Program Pemberdayaan Masyarakat ini tidak bisa mengobati apapun. Namun apabila produk pelayanan Kepolisian yang dikembangkan
dimasyarakat
sudah
cukup
bagus,
barulah
program
ini
dapat
bermanfaat. Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.2, dasar retensi masyarakat pelanggan Kepolisian adalah kepuasan mereka atas pelayanan Kepolisian. Apabila Program Pemberdayaan Masyarakat ditujukan untuk keseluruhan lini pelayanan Kepolisian, maka kepuasan mereka yang dimaksud adalah kepuasan masyarakat yang menggunakan jasa-jasa pelayanan Kepolisian, artinya kepuasan mereka terhadap KOD Penyelenggara secara keseluruhan, bukan pada bagian tertentu saja.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 5.2 Kepercayaan Komunitas Berdasarkan Kepuasan Dan Nilai
Produk yang baik = Kepuasan Pelanggan
Perpolisian Komunitas
Dung
Hartib &
Pokdar
Yom
Gakkum
Kamtib
Pelayanan bernilai tambah
Ciptakan rasa aman
Manfaat Yg dianggap bernilai tinggi
Identifikasi/ hbg emosional/ kemitraan Kepolisian
Peningkatan Kepercayaan Masyarakat
Setelah mengetahui gambaran situasi saat ini, barulah kita bisa melangkah kedua tahap berikutnya dalam perencanaan yaitu: mengeidentifikasikan tujuan Program Pemberdayaan Masyarakat dan penetapan sasaran dan jenis program. Penetapan tujuan dan sasaran jenis program sangat tergantung pada jenis proram yang akan dibuat. Hal yang lebih penting lagi yang harus dipertimbangkan adalah bahwa sasaran program dan jenis program yang akan dilakukan sangat tergantung pada manfaat yang akan ditawarkan oleh program, karena adanya perbedaan harapan dan motivasi keikutsertaan anggota dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. Pemilihan manfaat yang akan diberikan merupakan hal yang sangat sulit dan penting dalam konsep Program Pemberdayaan Masyarakat. Kaitan antara manfaat dan kelompok sasaran menunjukkan pentingnya penetapan kelompok sasaran dan manfaat secara tepat. Copyrights @krishnamurti_bd
Program Pemberdayaan Masyarakat yang optimal hanya bisa dikembangkan apabila telah dilakukan berbagai riset pendahuluan terlebih dahulu. Riset yang dilakukan tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain menyangkut benchmarking (patokan) pelaksanaan kegiatan serupa yang pernah ada di tempat-tempat lain, ataupun menyangkut literatur dan konsultansi dengan beberapa pihak yang memahami bagaimana mengembangkan program seperti ini sebelumnya. Hasil riset tersebut dapat menjadi sumber inspirasi sebelum membangun Porgram Program Pemberdayaan Masyarakat. Idealnya, pengembangan Program Pemberdayaan Masyarakat dari mulai gagasan sampai dengan implementasi sepenuhnya akan memakan waktu sekitar 6 (enam) bulan. Yang perlu diperhatikan bahwa apabila KOD Penyelenggara hanya sekedar mencontoh program lain dan mengabaikan riset pendahuluan serta tahaptahap perencanaan yang baik, maka program tersebut akan berjalan tertatih-tatih dan bisa jadi tidak akan sesuai dengan yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan. Pengembangan program tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Akan lebih baik mengenalkan program yang sempurna meskipun waktunya mundur beberapa saat daripada meluncurkan program yang buruk dalam waktu singkat. Berangkat dari berbagai uraian diatas, maka Optimalisasi pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat yang diharapkan kedepan, harus memenuhi beberapa daftar periksa sebagaimana terinci dibawah ini: a.
KOD Penyelenggara harus sudah memiliki kualitas produk jasa pelayanan Kepolisian yang cukup baik terlebih dahulu Produk jasa pelayanan Kepolisian pada KOD Penyelenggara yang akan memberdayakan Program Pemberdayaan Masyarakat secara optimal harus memiliki mutu yang memadai, ataupun bila belum bisa mencapai kualitas mutu pelayanan yang diharapkan, setidaknya kualitas mutu pelayanan tersebut tidak boleh bermasalah. Pelayanan Kepolisian sebagai sebuah produk jasa yang dihasilkan oleh KOD Penyelenggara harus memiliki nilai bagi masyarakat dan sudah memenuhi harapan masyarakat. Copyrights @krishnamurti_bd
Bila produk pelayanan Kepolisian pada KOD Penyelenggara tidak cukup bernilai dan tidak cukup memuaskan masyarakat, maka program ini kurang dapat berjalan dengan optimal. Sebagai standar dasar produk pelayanan Kepolisian yang berkualitas, menurut penulis setidaknya memenuhi tiga syarat harapan masyarakat, yaitu: pelayanan yang Responsif, Tuntas, dan Tulus.
b.
Mempunyai tujuan utama yang ingin dicapai dari Program Pemberdayaan Masyarakat. KOD Penyelenggara dan manajemen Program Pemberdayaan Masyarakat harus menentukan tujuan yang ingin dicapai dari program ini. Penetapan tujuan ini harus sejalan dengan Visi dan Misi Kepolisian yang telah ditetapkan
oleh
pimpinan
Kepolisian.
Penetapan
tujuan
ini
akan
menyangkut kepada tiga hal, yaitu; tujuan inti, tujuan utama dan tujuan sekunder.
c.
Mempunyai kelompok sasaran yang hendak dilibatkan sebagai angggota. KOD Penyelenggara harus menetapkan siapa saja kelompok sasaran yang akan dilibatkan dalam keanggotaan Program Pemberdayaan Masyarakat sehingga
program
tidak
berjalan
serampangan
dalam
melakukan
perekrutan terhadap anggotanya tanpa kriteria tertentu.
d.
Program Pemberdayaan Masyarakat harus mempunyai daftar manfaat yang akan ditawarkan dalam program tersebut. Dalam
memberdayakan
Program
Pemberdayaan
Masyarakat,
KOD
Penyelenggara harus mempunyai daftar manfaat yang akan ditawarkan Copyrights @krishnamurti_bd
kepada anggota program. Secara prinsip kesemua manfaat yang ada tersebut ditentukan melalui perencanaan yang matang dan selanjutnya disosialisasikan kepada peserta program sehingga mereka menjadi tertarik mengikuti program secara sukarela.
e.
Mempunyai konsep pendanaan dalam jangka panjang. Perencanaan penganggaran dan konsep pembiayaannya harus pula terencana dengan baik sehingga program ini tidak mati ditengah jalan karena tidak ada perencanaan dan dukungan yang layak untuk menjalankannya.
f.
Mempunyai konsep komunikasi yang baik bagi operasionalisasi program. Konsep-konsep komunikasi modern dengan menggunakan berbagai sarana media komunikasi seperti majalah, surat, hotline, pertemuan, majalah web dan sebagainya harus bisa diciptakan. Kesemua media ini digunakan sebagai sarana hubungan komunikasi antara penyelenggara program dengan anggota maupun antar anggota dengan anggota Program
Pemberdayaan
Masyarakat,
serta
bagaiman
dapat
mengkomunikasikan program ini dengan baik secara internal agar selalu mendapat dukungan dari anggota Kepolisian.
g.
Mampu mengorganisasikan program dengan konsep yang cukup kompatibel. Pengorganisasian adalah faktor esensial dalam penyelenggaraan program ini. Oleh karena itu, dalam melakukan pengorganisasian, perlu dilakukan
Copyrights @krishnamurti_bd
langkah-langkah
yang
sistemik
sehingga
kegiatan
dan
tahapan
implementasi program dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
h.
Mampu
menyusun
database
dengan
sistem
yang
terkomputerisasi. Penyusunan database yang baik akan mendukung kelancaran program karena dengan database yang ada inilah maka akan lebih mudah membantu berbagai kegiatan perpolisian yang diselenggarakan oleh KOD Penyelenggara, khususnya yang dilakukan oleh unit-unit kerja yang ada didalamnya.
i.
Mampu mengintegrasikan Program Pemberdayaan Masyarakat ke dalam Manajemen Operasional Kepolisian. Persyaratan pengintegrasian Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Organisasi KOD Penyelenggara adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan diadakannya program ini. Oleh karena itu kepada siapa manajemen program ini memberi laporan serta
sinergisitas
dan
kerjasama
unit-unit
yang
ada
dalam
mengoperasionalkan program ini dalam rangka mencapai tujuan bersama harus dapat disingkronisasi dalam Manajemen Operasional Kepolisian dilingkungan KOD Penyelenggara.
j.
Mempunyai alat ukur Keberhasilan Alat ukur keberhasilan berguna untuk menganalisa kemajuan, perbaikan dan pengembangan program. Untuk itu, KOD Penyelenggara harus mampu menentukan faktor-faktor apa yang bisa dijadikan sebagai alat ukur dan siapa yang bertanggung jawab melakukannya. Copyrights @krishnamurti_bd
Berdasarkan beberapa daftar periksa dalam rangka optimalisasi pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat diatas, maka pada bab berikutnya akan dibahas uraian tentang upaya yang bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat yang optimal.
Copyrights @krishnamurti_bd
X.
IMPLEMENTASI
PROGRAM
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Konsep Program Pemberdayaan Masyarakat dapat dijalankan hanya jika manfaat yang ditawarkan dianggap memiliki nilai tinggi oleh warga masyarakat. Alasan seseorang bergabung dalam Program Pemberdayaan Masyarakat adalah untuk mendapatkan manfaat yang dianggapnya bernilai. Jika manfaat yang ditawarkan dianggap tidak bernilai, maka masyarakat tidak akan tertarik untuk bergabung. Isu penting lain adalah menyangkut masalah anggaran. Mengelola Program Pemberdayaan Masyarakat bisa sangat mahal. Salah satu sebab gagalnya pengelolaan program ini adalah ketidakmampuan mengendalikan biaya. Oleh karena itu penting sekali
untuk
menetapkan
konsep
keuangan
jangka
panjang
yang
mencakup
pengelolaan faktor-faktor biaya, termasuk kemungkinan untuk mengkonversikan biaya ini kepada anggota. Meskipun sangat sulit, Program Pemberdayaan Masyarakat bisa diubah menjadi profit center, guna mendukung kegiatan community policing, namun keuntungan utama dari program ini harus tetap focus kepada meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada KOD Penyelenggara. Langkah
berikutnya
adalah
menyusun
rencana
komunikasi
Program
Pemberdayaan Masyarakat. Pertama-tama kita harus menetapkan frekuensi komunikasi dan saluran-saluran yang akan digunakan untuk berhubungan dengan anggota Program Pemberdayaan Masyarakat, serta bagaimana agar anggota bisa menghubungi program. Selanjutnya buat rencana berkomunikasi eksternal KOD. Selain komunikasi eksternal, juga perlu dibuat pola komunikasi internal. Komunikasi internal sangat penting agar Program Pemberdayaan Masyarakat mendapat dukungan bermanfaat dari semua pihak terkait.
Copyrights @krishnamurti_bd
Selanjutnya kita juga harus menetapkan bagaimana mengorganisasikan Program Pemberdayaan Masyarakat. Aspek ini mencakup Pusat Pelayanan Program, kegiatan apa yang harus dialihdayakan (outsourcing), sumber daya apa yang diperlukan (organisasi, teknologi, personel) dan logistik manfaat program ini. Akhirnya kita perlu menetapkan cara menyusun dan memanfaatkan database secara lebih efektif, mengintegrasikan Program Pemberdayaan Masyarakat kedalam Manajemen Operasional Kepolisian (MOP) pada KOD penyelenggara dan memanfaatkan sepenuhnya program tersebut untuk membantu bagian/ satuan/ unit yang ada dalam KOD Penyelenggara, serta cara mengukur keberhasilan program. Berbagai
elemen
konsep
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
tersebut,
selanjutnya perlu diakomodir dalam langkah-langkah operasional dalam fungsi manajemen. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam manajemen yang perlu dilakukan meliputi
kegiatan
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
dan
pengendalian sehingga kegiatan pengelolaan Program Pemberdayaan Masyarakat bisa lebih optimal.
Copyrights @krishnamurti_bd
20. Perencanaan Pada dasarnya, Perencanaan adalah proses perencanaan kegiatan-kegiatan yang diwadahi dalam program. Kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat yang diwadahi dalam Community Policing bisa beragam. Tentu saja semua kegiatan itu memerlukan perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik, kata sebagian ahli manajemen, harus bisa menjawab pertanyaan dalam 5W + 1H (what, why, who, where, when, dan how). Berdasarkan hal tersebut, seperti diuraikan Manullang (1982:49), perencanaan yang baik itu musti bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut 1)
Tindakan apa yang harus dilakukan?
2)
Apakah sebabnya tindakan itu harus dilakukan?
3)
Siapa yang melaksanakan tindakan tersebut?
4)
Dimana tindakan tersebut dilaksanakan?
5)
Kapan tindakan tersebut dilaksanakan?
6)
Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut?
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat tergambarkan bahwa perencanaan itu mengandung hal-hal yang berkenaan dengan rincian kegiatan atau tindakan, alasan pelaksanaan tindakana/ kegiatan, lokasi pelaksanaan, waktu pelaksanaan, sumber daya manusia yang menjalankannya dan petunjuk teknis pelaksanaan. Dengan cara yang lain, Djuju Sudjana (1992:42-43) menyatakan, dalam perencanaan yang berarti menyusun rangkaian kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan itu setidaknya ada dua aspek yang penting diperhatikan. Pertama, upaya yang berkaitan dengan penyusunan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dengan mempertimbangkan sumber-sumber daya yang tersedia atau bisa disediakan. Kedua, kegitan yang menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Selanjutnya Djuju juga menyebutkan tentang karakteristik perencanaan, antara lain: 1)
Perencanaan merupakan model pengambilan keputusan secara rasional dalam memilih dan menetapkan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan.
2)
Prencanaan beorientasi pada perubahan keadaan dari masa sekarang pada
keadaan
yang
diinginkan
pada
masa
datang
sebagaimana
dirumuskan dalam tujuan yang ingin dicapai. 3)
Perencanaan melibatkan orang-orang dalam proses untuk menentukan dan menemukan masa depan yang diinginkan.
4)
Perencanaan member arah mengenai bagaimana dan kapan tindakan akan diambil serta siapa pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut.
5)
Perencanaan melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang akan dilalui. Perkiraan itu meliputi keinginan keberhasilan, sumber-sumber daya yang digunakan, faktor-faktor pendukung dan penghambat serta resiko dari tindakan yang dilakukan.
6)
Perencanaan berhubungan dengan penentuan prioritas dan urutan tindakan yang akan dilakukan. Prioritas ditetapkan berdasarkan urgensi atau kepentingannya, relevansi dengan tujuan yang akan dicapai, sumber daya yang tersedia, dan hambatan yang mungkin ditemui.
7)
Perencanaan
sebagai
titik
awal
untuk
arahan
terhadap
kegiatan
pengorganisasian, pergerakan, pembinaan, penilaian dan pengembangan.
Dalam proses pembuatan rencana ada langkah-langkah yang menurut Manullang (1982:52-54) harus dilakukan, antara lain: 1)
Menetapkan tugas dan tujuan. Langkah
awal
menentukan
yang
mesti
tujuan. Setelah
dilakukan
dalam
tujuan
ditetapkan,
Copyrights @krishnamurti_bd
perencanaan maka
adalah
selanjutnya
dirumuskan tugas-tugas yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu antara tujuan dan tugas merupakan dua kesatuan yang erat, tak mungkin ada tugs tanpa tujuan dan begitu juga sebaliknya taku mungkin tujuan tercapai bila tak dilakukan tindakan atau melaksanakan tugas apapun.
2)
Mengobservasi dan menganalisa. Selanjutnya setelah tujuan dan tugas ditetapkan, maka kita mulai mengobservasi faktor-faktor yang mempermudah pencapaian tujuan tersebut. Dalam proses observasi itu mungkin kita bisa memudahkan mencapai tujuan, karena itu perlud dianalisis faktor mana yang paling efektif. Dengan proses analisis itu diharapkan kita bisa mendapatkan cara terbaik untuk menjalankan tujuan dengan tugas tertentu.
3)
Mengadakan kemungkinan-kemungkinan Hasil langkah pada butir 2 diatas, memungkinkan kita untuk memiliki laternatif untuk pencapaian tujuan. Dari berbagai alternative itu, kemudian
dikelompokkan
berdasarkan
katagori
tertentu
seperti
berdasarkan waktu pneyelesaian atau dana yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan.
4)
Membuat sintesis Dari sekian banyak alternative itu bisa jadi kita harus memilih diantaranya atau membuat sintesis dengan cara meramu berbagai alternative itu menjadi satu alternatif saja.
Copyrights @krishnamurti_bd
5)
Menyusun rencana Langkah terakhir adalah menyusun rencana yang bisa dilakukan oleh sebuah panitia, staf oerencanaan atau bagian perencanaan suatu organisasi. Intinya, ada orang atau pihak yang bertanggung jawab untuk menyusun rencana tersebut.
Setelah kita mengetahui konsep perencanaan secara umum, selnjutnya maka penulis akan membahas bentuk perencanaan kegiatan dalam rangka optimalisasi Program Pemberdayaan Masyarakat di tingkat KOD, meliputi beberapa tindakan sebagai berikut:
a.
Menentukan Tujuan Program Pemberdayaan Masyarakat 1)
Menentukan Tujuan Inti Adapun tujuan inti
dari
program ini
adalah meningkatkan
kepercayaan masyarakat, dan kedekatan antara polisi dengan masyarakat khususnya masyarakat yang sadar kamtibmas serta guna mendukung terciptanya keamanan dalam negri yang lebih kondusif melalui upaya menurunkan terjadinya gangguan kamtibmas
serta
meningkatkan pengungkapan kejahatan. Tujuan inti ataupun tujuan akir dari Program Pemberdayaan Masyarakat ini adalah merupakan tujuan jangka panjang yang hanya bisa dicapai jika tujuan-tujuan antara tercapai terlebih dahulu. Gambar 6.1 menunjukkan lima tujuan utama Program Pemberdayaan Masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.1 Tujuan Utama Program Pemberdayaan Masyarakat
2)
Menentukan Tujuan Utama a)
Menciptakan peran serta aktif Masyarakat Yang
Sadar Kamtibmas dalam Pembinaan Kamtibmas Tujuan utama Program Pemberdayaan Masyarakat adalah menciptakan peran serta aktif masyarakat dalam pembinaan kamtibmas sehingga masyarakat mampu menjadi mitra aktif Copyrights @krishnamurti_bd
Kepolisian dalam pengelolaan permasalahan keamanan di wilayah yang menjadi tanggung jawab KOD Penyelenggara. Tentu saja warga masyarakat yang akan diajak untuk berperan serta aktif dalam pembinaan kamtibmas adalah warga masyarakat yang sadar hukum dan sebisa mungkin benar-benar ingin memberikan manfaat dalam program ini. Hal ini harus benarbenar
dipedomani
oleh
KOD
Penyelenggara,
karena
dalam
beberapa kasus kedekatan antara mereka dengan polisi dijadikan sebagai sarana untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
b)
Mendapatkan anggota baru yang mau berperan aktif
dalam dalam kegiatan Bin Kamtibmas Tujuan kedua adalah menarik minat warga masyarakat yang lain (yang belum berperan serta aktif dalam kegiatan kemitraan dan pengelolaan kamtibmas) untuk berperan serta aktif terlibat dalam pemberdayaan kamtibmas melalui Program Pemberdayaan Masyarakat. Untuk menarik minat mereka terlibat dalam program ini, maka ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, anggota Program Pemberdayaan Masyarakat yang merasa puas akan menjadi pengiklan gratis dari mulut kemulut. Manfaat yang diterima oleh anggota Program Pemberdayaan Masyarakat diceritakan kepada orang lain sehingga orang lain tertarik untuk masuk menjadi anggota. Cara
kedua,
nilai
yang
ditawarkan
oleh
Program
Pemberdayaan Masyarakat sangat menarik, sehingga non-anggota tertarik untuk menjadi anggota. Anggota baru ini mencoba ikut Copyrights @krishnamurti_bd
dalam
berbagai
kegiatan
yang
dilaksanakan
dalam
rangka
community policing dan terus terlibat aktif bersama-sama dengan Kepolisian dan anggota Pokdar lainnya apabila mereka merasa puas dengan pelayanan Kepolisian khususnya pelayanan yang diberikan oleh KOD Penyelenggara.
c)
Membangun
database
yang
baik
bagi
penyelenggaraan perpolisian Tujuan utama ketiga adalah untuk membangun database anggota termasuk database warga masyarakat yang menjadi mitra aktif kepolisian. Idealnya database tidak hanya berisi data sosial demografis (umur, alamat, pekerjaan dan sebagainya), tetapi juga data rinci mengenai minat politik, tingkat ekonomi, ketokohan pada lokalitas dan komunitas tertentu dan sebagainya. Informasi semacam itu memang agak sulit diperoleh, namun apabila yang bersangkutan dapat kita dalam melalui berbagai pendekatan dan metode tertentu (misalnya referensi media massa dan warga lainnya), maka data tersebut akan sangat berguna dalam banyak hal nantinya.
d)
Mendukung unit-unit lain dalam KOD Penyelenggara Program Pemberdayaan Masyarakat ini dapat mendukung
unit-unit lain dalm KOD Penyelenggara dalam rangka mengelola permasalahan kepolisian khususnya pada bidang yang menjadi tanggung jawabnya, misalnya: 1)
Sebagai bantuan informasi pengungkapan kejahatan pada fungsi reserse
Copyrights @krishnamurti_bd
2)
Sebagai asupan data intelijen menyangkut gangguan kamtibmas yang terjadi pada fungsi reserse.
3)
Sebagai mitra proyek tertib lalulintas pada fungsi lalulintas.
4)
Sebagai kamswakarsa dalam rangka pencegahahan terjadinya gangguan kamtibmas pada fungsi samapta,
5)
e)
Dan lain-lain masih banyak lagi.
Menciptakan peluang Komunikasi Sarana komunikasi yang terjalin selama ini antara Kepolisian
dan masyarakat diakui masih banyak barier sehingga menimbulkan jarak yang cukup dalam antara polisi dan masyarakat. Masyarakat selama ini memahami Kepolisian dalam kapasitas yang sangat simple menurut persepsi mereka daripengalaman yang mereka dapatkan ketika berinteraksi dengan polisi serta dari pengalaman orang lain juga dari
rekaman kegiatan polisi sehari-hari yang
ditangkap di berbagai media massa. Kendala komunikasi ini bisa diminimalisir melalui ruang komunikasi yang akan dijalin antara KOD Penyelenggara dengan para anggotanya termasuk dengan warga masyarakat lainnya melalui sarana media yang di desain dengan baik.
3)
Menentukan Tujuan Sekunder Selain tujuan inti dan tujuan utama, Program Pemberdayaan
Masyarakat ini juga dapat diarahkan untuk beberapa tujuan sekunder misalnya seperti:
Copyrights @krishnamurti_bd
a)
Masyarakat
bersedia
melapor
kepada
Kepolisian
bila
mengetahui terjadinya gangguan kamtibmas. b)
Masyarakat bersedia menjadi saksi dalam proses lidik/ sidik tindak pidana.
c)
Masyarakat
bersedia
melapor
apabila
menjadi
korban
kejahatan. d)
Masyarakat secara sadar menjalani hidup tertib dan disiplin
e)
Masyarakat bersedia menjadi sumber informasi kamtibmas.
f)
Masyarakat
mau
berperan
aktif
dalam
pembinaan
pelaku
kejahatan
kamtibmas. g)
Masyarakat
bersedia
(tertangkap
tangan),
menangkap tidak
main
hakim
sendiri
dan
menyerahkan pelaku kejahatan kepada Kepolisian untuk ditindak lanjuti.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.2 Hirarki Tujuan Program Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan Sekunder Masy b’sedia menangkap plk kjhtn tnp main hakim sendiri
Tujuan Utama M’dapatkan Peran serta anggota baru aktif masyarkat
Masy mau b’peran aktif dlm giak binkatibmas
Masy bersedia menjadi smbr info kamtibmas
Masy b’sedia lapor bila lihat GK
m’ciptakan peluang komunikasi
Tujuan Inti: Katkan: Kprcayaan Kedekatan kamdagri
Masy b’sedia jadi saksi
M’dukung bag/ sat di KOD
Masy sadar kamtibmas hidup tertib dan disiplin
b.
M’bangun database yg kuat
Masy bersedia lapor bila jadi korban
Menentukan Sasaran Program Pemberdayaan Masyarakat Kelompok sasaran Program Pemberdayaan Masyarakat adalah seluruh
warga masyarakat yang dilayani oleh KOD Penyelenggara dimana KOD Penyelenggara ingin menjalin hubungan yang lebih erat dengan mereka sehingga
dapat
membentuk
sebuah
komunitas
yang
sadar
hukum.
Mendefinisikan kelompok sasaran bukan pekerjaan gampang, namun sangat
Copyrights @krishnamurti_bd
penting. Penentuan kelompok sasaran akan menentukan manfaat program yang akan ditawarkan kepada mereka. Setiap kelompok sasaran memiliki preferensi dan orientasi nilai tersendiri sehingga memiliki konsekuensi: Perbedaan definisi kelompok sasaran, meskipun sangat kecil bisa
1)
menyebabkan perbedaan yang sangat besar dalam manfaat yang ditawarkan Semakin luas definisi kelompok sasaran, semakin banyak jumlah
2)
benefit yang harus ditawarkan Karena ketepatan manfaat yang ditawarkan sangat penting, maka definisi kelompok sasaran juga menjadi sangat penting. Meskipun secara prinsip semua warga masyarakat, maupun masyarakat yang sadar hukum, namun tidak mungkin kita atau tidak efisien bagi kita untuk menjangkau semua orang dengan menjadikan mereka sebagai anggota program ini. Ada kalanya keanggotaan mereka harus dibatasi baik dalam jumlah anggota yang akan direkrut maupun pada jenis pengelompokan sosial lainnya. Pada prinsipnya ada dua pertanyaan yang harus dijawab berkaitan dengan penentuan kelompok sasaran, yaitu: 1) Apakah kita akan menfokuskan pada seluruh warga masyarakat tanpa kecuali atau pada masyarakat tertentu saja yang telah menjadi mitra Kepolisian selama ini? 2) Segmentasi sosial apa yang akan kita kelompokan terhadap calon anggota
yang
akan
menjadi
sasaran,
apakah
berdasarkan
pengelompokkan umur/ tingkat ekonomi/ tingkat pendidikan/ wilayah tempat tinggal/ pekerjaan atau segmentasi lainnya?
c.
Menentukan Jenis Program Pemberdayaan Masyarakat Secara
prinsip
ada
dua
jenis
kelompok
Program
Pemberdayaan
Masyarakat, yaitu terbatas, dan terbuka. Program Pemberdayaan Masyarakat Copyrights @krishnamurti_bd
terbatas tidak bisa dimasuki semua orang. Ada prosedur formal yang harus diikuti untuk menjadi anggota. Proses terserbut mencakup pengisian formulir serta memenuhi persyaratan administrasi lainnya yang telah ditetapkan oleh KOD penyelenggara. Bisa juga dipersyaratkan adanya pelatihan/ penataran terlebih dahulu dan diikuti dengan pelantikan sebagai anggota. Dari kesemua persyaratan yang telah disampaikan diatas, pada prinsipnya hal tersebut bisa menangkal masuknya anggota yang tidak diingini. Selain itu persyaratan keanggotaan juga bisa memastikan bahwa mereka yang menjadi anggota adalah kelompok sasaran utama. Sebaliknya, Program Pemberdayaan Masyarakat yang terbuka boleh dimasuki oleh siapapun. Biasanya, program seperti ini tidak mensyaratkan adanya pengisian formulir pendaftaran. Program Pemberdayaan Masyarakat terbuka diselenggarakan apabila warga masyarakat tidak memiliki ikatan emosional yang cukup kuat
dengan KOD Penyelenggara.
Tenntu saja
keanggotaan program seperti ini menjadi sangat luas, karena tidak ada ‘pembatasnya’. Program seperti ini biasanya diselenggarakan untuk menarik minat warga masyarakat untuk menjadi anggota Program Pemberdayaan Masyarakat. Program Pemberdayaan Masyarakat terbuka dan tertutup mempunyai keunggulan dan kekurangan masing. Tabel 6.1 menunjukkan kelebihan dan kelemahan tersebut. Namun kelebihan dan kelemahan tersebut sangat bergantung kepada tujuan penyelenggaraan program. Dalam banyak kasus, Program Pemberdayaan Masyarakat terbatas lebih cocok karena membutuhkan anggaran tidak besar, lebih fokus, dan dapat berkomunikasi dengan anggota secara lebih efektif.
d.
Menentukan Manfaat Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Bisa Ditawarkan Kepada Anggota Copyrights @krishnamurti_bd
Manfaat yang diterima oleh peserta Program Pemberdayaan Masyarakat akan sangat menentukan apakah program tersebut berhasil mencapai tujuannya atau tidak, yaitu meningkatkan kedekatan Kepolisian-masyarakat. Karena tujuan utama Program Pemberdayaan Masyarakat adalah membangun hubungan emosional, maka upaya dalam rangka menemukan manfaat yang tepat menjadi sangat penting disini.
Tabel 6.1 Kelebihan Program Pemberdayaan Masyarakat Terbatas dan Terbuka
Program Pemberdayaan Masyarakat Terbatas • • • • • •
Apabila ada iuran, dananya dapat menutup biaya program Prasyarat keanggotaan bisa membantu menfokuskan kepada kemopok sasaran Akses yang agak terbatas menyebabakan keanggotaan bernilai Keanggotaaan yang ditetapkan secara jelas menyebabkan komunikasi dengan mereka menjadi lebih efektif Database hanya berisi mereka yang memiliki minat menjadi mitra aktif kepolisian Iuran anggota (bila ada) meningkatkan ekspektasi, sehingga manajemen Program Pokdar dituntut untuk terus menerus melakukan perbaikan
1)
Program Pemberdayaan Masyarakat Terbuka • • •
•
Bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat Database tentang masyarakat lebih lengkap Bisa diperoleh data yang lengkap, yang bisa dianalisis bisa dibuat segmentasinya untuk menetapkan komunikasi yang tepat. Jumlah besar anggota bisa membantu mencapai kampanye progam yang lain dalam rangka binkamtibmas
Memilih Manfaat Yang Tepat Ketika memutuskan untuk masuk menjadi anggota Program
Pemberdayaan Masyarakat, anggota akan membandingkan
input
(pemberian data, kewajiban keanggotan, biaya administrasi, iuran anggota, dll) dengan output yang diterima dari program (manfaat, status,
Copyrights @krishnamurti_bd
citra,
keuntungan
finansial,
perlakuan
istimewa,
dll)
seperti
terdeskripsikan pada gambar 6.3. Bagi mereka, hanya apabila menurut pertimbangannya manfaat yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan yang diberikan, maka warga masyarakat akan bersedia bergabung dengan Program Pemberdayaan Masyarakat.
Demikian
pula
sebaliknya
bagi
KOD
Penyelenggara
hendaknya bisa menelaah dengan tepat manfaat apa yang akan didapatkan dalam penyelenggaraan program ini.
Gambar 6.3 Pentingnya Manfaat Program Pemberdayaan Masyarakat
Input: • Biaya administrasi • Pemberian data • Kewajiban • Biaya utk dpt
Output: • • • •
manfaat, status citra, keuntungan finansial, • perlakuan
Pertanyaan
yang
kemudian
mengemuka
adalah,
apa
yang
dimaksud dengan manfaat yang tepat itu? Manfaat yang tepat adalah manfaat yang dipandang memiliki nilai tinggi oleh warga masyarakat. •
Memiliki nilai tinggi. Copyrights @krishnamurti_bd
Setiap manfaat memiliki nilai, namun hanya yang nilainya tinggi yang bisa menarik. •
Nilai dimata masyarakat dan komunitas Manfaat
tersebut
bernilai
tinggi
menurut
kacamata
masyarakat dan komunitas. Tidak ada manfaatnya Program Pemberdayaan Masyarakat dianggap bagus oleh Kepolisian maupun KOD Penyelenggara namun dinilai rendah oleh masyarakat. •
Pemilihan manfaat harus dilakukan dari sudut mata masyarakat Pendapat masyarakat merupakan satu-satunya cara untuk mengetahui manfaat yang tepat buat mereka. Program hanya akan berjalan jika menawarkan manfaat yang mereka sukai.
2)
Memilih Manfaat Berdasarkan Pendekatan Berorientasi
Nilai Untuk menciptakan Program Pemberdayaan Masyarakat yang menarik,
program
tersebut
harus
mengadopsi
dan
mengadaptasi
pendekatan berorientasi nilai. Ini merupakan langkah yang sangat penting untuk membangun hubungan emosional jangka panjang. Yang dimaksud dengan berorientasi nilai adalah bahwa KOD Penyelenggara program menghitung betul nilai yang diharapkan oleh peserta program dan pengorbanan yang mereka berikan, serta manfaat yang dapat dipetik oleh KOD Penyelenggara dan biaya yang dikeluarkannya.
a)
Manfaat Keras dan Manfaat Lunak Copyrights @krishnamurti_bd
Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ada dua jenis manfaat yang bisa ditawarkan kepada anggota yaitu manfaat keras (hard benefit) dan manfaat lunak (soft benefit). Manfaat keras adalah manfaat dalam bentuk pelayanan Kepolisian yang cepat dan tuntas tanpa mengeluarkan biaya yang tidak perlu (sudah seharusnya ini berlaku kepada seluruh lapisan masyarakat bukan hanya kepada anggota Program Pemberdayaan Masyarakat saja) termasuk manfaat yang berkaitan dengan finasial lainnya. Manfaat lunak adalah manfaat dalam bentuk pelayanan khusus, perlakuan khusus, penghargaan yang membuat anggota
merasa
diistimewakan.
Program
Pemberdayaan
Masyarakat yang berorientasi nilai akan memilih kombinasi dari kedua
jenis
manfaat
tersebut
secara
tepat,
sebagaimana
ditunukkan pada gambar 6.2 diatas.
b)
Nilai Dari Suatu Manfaat Ada tiga faktor utama yang menentukan nilai suatu manfaat,
yaitu: •
Nilai finansial
•
Relevansi untuk masing-masing peserta program
•
Kemudahan
menggunakan
atau
kemudahan
mendapatkan manfaat Nilai finansial bagi anggota program dapat diukur dengan membandingkan keseluruhan manfaat (tenaga, waktu, uang, dll) dan penghematan yang diperoleh dengan energi (waktu, tenaga, uang, dll) yang dikeluarkan untuk program tersebut. Relevansi untuk masing-masing anggota berarti manfaat yang ditawarkan harus sejalan dengan minat mereka. Oleh Karena Copyrights @krishnamurti_bd
itu dalam penggunaan manfaat harus ada hubungan intensif yang diberikan dengan kepentingan peserta program. Pendek kata, manfaat yang ditawarkan harus sesuai dengan keinginan dan kebutuhan peserta program. Program Pemberdayaan Masyarakat yang menawarkan manfaat yang tidak relevan tidak akan memiliki nilai bagi calon peserta. Oleh karena itu penting untuk mempertimbangkan secara mendalam kebutuhan dan struktur nilai kelompok sasaran yang akan didekati dengan Program Pemberdayaan Masyarakat ini. Relevansi juga harus dilihat dari sudut KOD Penyelenggara. Program ini harus memiliki relevansi dengan kepentingan KOD Penyelenggara.
Apabila
tidak
mendukung
kepentingan
KOD
Penyelenggara, Program ini menjadi tidak ada nilainya. Oleh karena itu manfaat harus terkait dengan produk jasa inti pelayanan Kepolisian. Namun pada umumnya manfaat yang ditawarkan harus terkait langsung dengan citra Kepolisian. Sedangkan kemudahan penggunaan berarti bahwa manfaat Program Pemberdayaan Masyarakat harus dikomunikasikan dengan jelas dan bisa diperoleh tanpa upaya yang amat sulit, contohnya; memberi
laporan
melalui
telepon
jauh
lebih
mudah
bila
dibandingkan harus datang ke Kantor Polisi dan mengisi berbagai formulir di kantor. Kemudahan mendapatkan berarti pula bahwa untuk mendapatkan manfaat, tidak membutuhkan upaya terlalu keras dan makan waktu. Sebagai contoh; apabila misalnya manfaat yang
ditawarkan
adalah
kemudahan
dan
kecepatan
dalam
pelayanan SIM, maka peserta program perlu dikirimkan terlebih dahulu informasi tentang prosedur pembuatan SIM serta informasi tentang materi ujian yang dihadapi sehingga ketika mengurus Copyrights @krishnamurti_bd
pembuatan SIM sudah tau langkah-langkah yang akan dilalui dan paham akan materi yang akan diujikan.
c)
Contoh Manfaat Yang Bernilai Pada
saat
penulis menjabat
sebagai
Kapolsek
Metro
Penjaringan, penulis mengelola Program Pemberdayaan Masyarakat yang menawarkan manfaat untuk dapat berkomunikasi langsung dengan Polsek melalui jalur HT (Handy Talkie) yang dikendalikan oleh Operator Polsek. Dengan ikut sertanya mereka sebagai anggota, maka mereka otomatis diberi Call sign (kode panggil) dan dapat berkomunikasi melalui HT kapan saja dan bila benar-benar mengalami
gangguan
kamtibmas,
maka
anggota
Polsek
Penjaringan merapat ke lokasi kejadian dengan segera.
d)
Tiga Tahap Mengidentifikasi Manfaat Yang Bernilai Untuk bisa mendapatkan nilai yang benar-benar nyata bagi
masyarakat yang akan menjadi anggota Program Pemberdayaan Masyarakat, maka ada proses tiga tahap yang menyaring berbagai manfaat
yang
menghasilkan
memiliki konsep
nilai
tertinggi
program
yang
yang dapat
pada
akhirnya
meningkatkan
kedekatan polisi dan masyarakat serta meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam jangka panjang. •
Langkah 1: Pengumpulan Manfaat Potensial Pada
tahap
ini
kelompok
sasaran
Program
Pemberdayaan Masyarakat telah ditetapkan dan Panitia Pembentukan telah dibentuk. Anggota panitia terdiri dari berbagai
unit
kerja
dan
unit
Copyrights @krishnamurti_bd
pelayanan
dala
KOD
Penyelenggara dan mungkin juga menggunakan konsultan dari luar. Pada tahap ini tim menyusung semua manfaat yang kemungkinan
bisa
diberikan
Program
Pemberdayaan
Masyarakat. Teknik yang bisa dilakukan diantaranya dengan cara curah pendapat (brainstorming). Dengan teknik ini, tim panitia yang terdiri dari gabungan berbagai unit kerja dan unit pelayanan, dipilah menjadi kelompok terpisah. Masingmasing
kelompok
ecara
independen
mengumpulkan
gagasannya sendiri. Kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan gagasan yang telah diperolehnya. Dalam brainstorming,
pada
dasarnya
tidak
ada
pembatasan
gagasan untuk membuat manfaat potensial. Pada tahap pertama ini, selain brainstorming juga perlu dilakukan desk research dan benchmarking. Sumber gagasan dan benchmarking yang dijadikan bahan bisa program-program serupa diluar negri, ataupun mengacu kepada program-program sejenis yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan bisnis.
•
Langkah 2: Studi Awal Masyarakat Pengguna
Jasa Utama Kepolisian Melalui studi awal pada masyarakat pada skala kecil, maka daftar panjang dari manfaat potensial yang telah dibuat pada langkah pertama bisa semakin diseleksi lagi. Studi awal masyarakat pengguna jasa utama Kepolisian ini idealnya dilakukan melalui diskusi kelompok (focus group discussion) dan wawancara mendalam. Tujuan studi ini Copyrights @krishnamurti_bd
adalah untuk menyaring manfaat yang paling menarik. Penilaian dari masing-masing manfaat akan dilakukan pada tahap
tiga.
Pada
tahap
ini
hanya
menyaring
dan
menghilangkan gagasan manfaat yang nilainya tidak tinggi dimata masyarakat pelanggan.
•
Langkah 3: Studi Mendalam Masyarakat Pada tahap ini, tahap final dimana daftar manfaat
yang teridentifikasi sebagai “sangat bernilai� pada tahap sebelumnya, dianalisis lebih jauh. Berbeda dengan pra tes pada tahap dua yang menggunakan masyarakat pada skala kecil, pada tahap ini menggunakan skala besar (setidaknya diperlukan 250 responden untu bisa mendapatkan hasil yang diharapkan. Tujuan dari stuni ini adalah untuk mendapatkan pemicu nilai paling penting (lima teratas)
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa paket manfaat yang ditawarkan oleh Program Pemberdayaan Masyarakat merupakan gabungan antara manfaat keras dan manfaat lunak. Kesemua manfaat itu harus disinergikan dalam sebuah program penawaran yang bersifat menarik sehingga memicu keinginan masyarakat untuk bergabung dalam program dengan mendapatkan kompensasi manfaat tersebut. Permasalahannya adalah, KOD Penyelenggara harus dapat mengantisipasi dampak penawaran manfaat program sehingga tidak menimbulkan ekses akibat ter-diskriminasinya warga masyarakat yang tidak bergabung dalam program, karena pada prinsipnya sudah menjadi kewajiban Kepolisian untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa membeda-bedakan
Copyrights @krishnamurti_bd
mereka dalam bentuk apapun. Oleh karena itu manfaat yang diberikan pada anggota Program Pemberdayaan Masyarakat jangan sampai disalahartikan sebagai motivasi keuntungan semata tanpa upaya mensinergikan dengan tujuan sebenarnya dari pengguliran program ini. Disisi lain, apabila KOD Penyelenggara tidak dapat memberikan manfaat tersebut secara konsisten, maka Program Pemberdayaan Masyarakat juga akan menjadi sia-sia.
e.
Menentukan
Anggaran
Dan
Biaya
Program
Pemberdayaan
Masyarakat Memasuki
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
berarti
memasuki
komitmen keuangan jangka panjang. Diperlukan biaya dan waktu sebelum Program Pemberdayaan Masyarakat mendapatkan anggota. Selain itu, Program Pemberdayaan Masyarakat juga memerlukan anggaran untuk memelihara agar tetap berjalan dan untuk memperbarui agar program tetap memiliki nilai tinggi. Namun demikian bila dikelola dengan baik, program ini juga akan dapat menghasilkan pemasukan dimasa datang meskipun tidak dalam waktu yang singkat. Faktor biaya utama yang harus menjadi perhatian dalam Program Pemberdayaan Masyarakat adalah: 1)
Infrastrukur teknik (database, komputer, kantor, dsb)
2)
organisasi, personil (melalui pemberdayaan Pospol, peningkatan Kemampuan dan pelatihan-pelatihan, merestorasi pusat-pusat pelayanan kepolisian dsb).
3)
Pusat Pelayanan Program Pemberdayaan Masyarakat
4)
Pengembangan, penyimpanan, pengiriman manfaat.
5)
Komunikasi.
6)
Pengengembangan dan perbaikan konsep.
Copyrights @krishnamurti_bd
Biaya yang dikeluarkan memang besar, terutama kalau yang menjadi sasaran adalah semua warga masyarakat, namun jangan sampai melemahkan semangat kita untuk berbuat. Apabila kita memberikan segmentasi tertentu kepada calon keanggotaan Program Pemberdayaan Masyarakat, maka biaya yang dikeluarkan meskipun besar dapat diupayakan untuk tetap didukung oleh para anggota yang berminat besar untuk membantu. Namun demikian semakin banyak anggota yang terlibat dalam program, maka pemasukan dari biaya administrasi juga semakin besar. Selain itu, Program Pemberdayaan Masyarakat bisa juga menghasilkan pendapatan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung (tentunya pengelolaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku). Dana
yang
dikeluarkan
untukmenyusun
dan
mejalankan
Program
Pemberdayaan Masyarakat lebih tepat disebut sebagai investasi, bukan biaya. Ini merupakan
investasi
untuk
meningkatkan
kedekatan
dan
kepercayaan
masyarakat dimasa yang akan datang. Program ini kedepan akan dapat memberidayaguna bagi para anggotanya. (lihat gambar 6.4). masalah utamanya adalah sangat sulit untuk menghubungkan antara peningkatan kepercayaan dan kegiatan Prgoram Program Pemberdayaan Masyarakat. Meskipun demikian dengan database yang lengkap dan rinci, dampak suatu program bisa terukur.
Gambar 6.4 Bottom-line Effect
Manfaat Program Loyalitas Pelamggan
Nilai keanggotaan/ hubungan emosiona
Berdayaguna bagi anggota Program Pemberdayaan Masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
Dimasa depan, Program Pemberdayaan Masyarakat akan mengembalikan investasinya dalam jangka waktu tertentu, melalui dampak tidak langsungnya kepada kedekatan hubungan Kepolisian masyarakat dan tingkat kepercayaan yang semakin meningkat pula kepada KOD Penyelenggara serta berbagai keuntungan lainnya termasuk kembalinya investasi dalam dana partisipasi masyarakat yang bisa dikelola kembali dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dalam rangka mengelola permasalahan keamanan. Gambar 6.5 menunjukkan berbagai komponen konsep keuangan Program Pemberdayaan Masyarakat dengan fokus pada upaya mengembalikan investasi pada bentuk pemasukan, yang akan dibahas secara detail sebagaimana dibawah ini.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.5 Konsep Anggaran dan Biaya Program Pemberdayaan Masyarakat
Promosi kegiatan
1)
Iklan dalam mjlh/ tabloid/ web Program
Sponsor dan Kemitraan eksternal
Komunikasi internal
Komunikasi eksternal
database
Penjualan Merchandise
Biaya administrasi keanggotaan
Pusat Pelayanan Program
Biaya untuk mendapat manfaat (radio HT)
Beban biaya utk acara khusus
Pendapatan
Kat puan Orgns dan personil
Biaya
Infrastruktur teknik
Biaya Administrasi Keanggotaan Cara terbaik untuk mendapatkan pemasukan yang terjamin dan
terukur adalah dengan menarik biaya administrasi keanggotaan atau keanggotaan tahunan. Biaya administrasi keanggotaan dibebankan hanya sekali selama menjadi anggota. Biaya bergabung sangat bermanfaat untuk menutup biaya administrasi yang dikeluarkan berkaitan dengan pendaftaran, pembuatan kartu, dan mengirim paket ucapan “Selamat Bergabung�. Copyrights @krishnamurti_bd
Biaya keanggotaan tahunan (iuran tahunan) harus diperbarui setiap tahun. Maksud diadakannya biaya iuran tahunan adalah dalam rangka mendapatkan pemasukan tetap tahunan serta untuk mengetahui tingkat keaktifan anggota, serta bisa mendorong anggota yang tadinya tidak aktif untuk menjadi aktif lagi, serta untuk memelihara database tetap mutakhir. Biaya administrasi ini akan member nilai tertentu pada program ini. Keanggotaan Prorgam Program Pemberdayaan Masyarakat yang bebas biaya memiliki kesan tidak terorganisir dengan baik dan tidak memiliki ‘nilai’. Besarnya biaya harus ditetapkan berdasarkan segmen yang dituju. Karena segmen yang dituju dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ini cukup luas, maka biaya pendaftaran tidak boleh terlalu besar.
2)
Penjualan Merchandise/ Produk Khusus Program Cara
lain
untuk
mendapatkan
pemasukan
adalah
dengan
menawarkan produk khusus kepada anggota. Barang yang ditawarkan bisa bermacam-macam, seperti kaos, rompi, topi, cindera mata polisi, buku panduan kamtibmas atau barang-barang lain yang khas dari progam ini. Pada prinsipnya barang-barang yang ditawarkan ini harus khusus ditawarkan hanya kepada anggota Program, tidak boleh dijual kepada umum. Produk ini harus unik yang bisa memberikan kebanggaan kepada pemiliknya. Produk khusus ini harus: a)
Sesuai dengan citra program
b)
Bermutu baik, paling tidak jangan sampai gampang rusak.
c)
Ditawarkan dengan harga yang masuk akal (tidak terlalu mahal).
Copyrights @krishnamurti_bd
d)
Dijual khusus kepada anggota Program Pokdar dan anggota KOD Penyelenggara saja.
3)
Kerjasama Saling Menguntungkan Dengan Mitra Eksternal Keanggotaan Program Pemberdayaan Masyarakat yang besar dan
terorganisir dengan baik mungkin saja dapat menarik minat bagi berbagai perusahaan dan jenis usaha lainnya sebagai sasaran marketing. Para pengusaha tersebut mungkin saja berminat untuk bermitra dengan Program Pemberdayaan Masyarakat untuk menawarkan produknya. Oleh karena itu, KOD Penyelenggara dalam memilih mitra yang akan terlibat dalam
kerjasama
saling
menguntungkan
nantinya,
harus
mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: a)
Mitra harus mampu menyediakan produk yang kualitasnya baik dan tidak melanggar hukum, membantu Program Pemberdayaan
Masyarakat
mencapai
tujuannya,
dan
melengkapi kegiatan Program. b)
Kontak antara mitra eksternal dengan anggota program tidak boleh langsung. Program Pemberdayaan Masyarakat harus bisa mempertahankan wewenangnya dalam mengelola komunikasi dengan anggota-anggotanya. Tujuannya adalah mencegah terjadinya penawaran barang dan jasa yang tidak sesuai dengan misi program.
c)
Program Pemberdayaan Masyarakat harus dijaga agar tidak menjadi ajang penjualan barang. Mitra eksternal harus diseleksi, agar anggota Program Pemberdayaan Masyarakat tidak kebanjiran penawaran barang-barang yang tidak dibutuhkan atau tidak member manfaat yang bernilai.
4)
Iklan Pada Majalah/ Tabloid/ Web/ dll Pada Program
Pemberdayaan Masyarakat Copyrights @krishnamurti_bd
Untuk menjaga kontinuitas komuniksi antar anggota atau antara pengelola
Program
Pemberdayaan
Masyarakat,
program
harus
menerbitakan majalah/ tabloid atau halaman web. Majalah/ tabloid atau halaman web bisa dijadikan ruang iklan yang dijual untuk mendapatkan pemasukan. Namun iklan yang dipasang harus sejalan dengan citra yang akan dibangun melalui Program Pemberdayaan Masyarakat ini.
5)
Beban Biaya Untuk Acara Khusus Program Pemberdayaan Masyarakat bisa menyelenggarakan suatu
acara
seperti,
Olahraga
bersama,
Temu
anggota,
Rally
Program
Pemberdayaan Masyarakat, Darmawisata, Outing dan Outbond, Konser Musik, Santunan anak yatim, Pengajian dan sebagainya. Dengan berbagai kegiatan yang dirancang secara menarik tersebut, tentu saja program bisa menarik biaya partispasi terntentu dan sudah selayaknya biaya partisipasi tersebut harus sebanding dengan manfaat yang didapat.
6)
Biaya atas Manfaat Program Manfaat yang diberikan oleh Program ini sudah seharusnya
diberikan dengan biaya yang tidak membebani masyarakat, bila perlu diberikan dengan gratis. Namun adakalanya untuk mendapatkan manfaat program harus ada biaya tertentu yang dikeluarkan, dan biasanya anggota bersedia membayar untuk manfaat yang diterimanya asal bersifat bukan paksaan. Semakin tinggi manfaat yang diberikan, maka anggota bersedia mengeluarkan biaya yang semakin besar. Misalnya
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
mengeluarkan
program manfaat dengan mengijinkan anggota untuk menggunakan frekuensi radio komunikasi yang dikelola oleh KOD Penyelenggara dengan
Copyrights @krishnamurti_bd
menggunakan Kode Panggil (call sign) yang sudah terdaftar di KOD Penyelenggara. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, tentunya anggota bersedia mengeluarkan uang untuk membeli HT (handy talkie) dan membayar iuran call sign.
Biaya
mengembangkan,
meluncurkan
dan
menjalankan
Program
Pemberdayaan Masyarakat jangan dilihat sebagai “biaya� semata. Biaya-biaya tersebut adalah investasi pada kegiatan Community Policing yang akan dipetik manfaatnya dalam jangka panjang. Program Pemberdayaan Masyarakat ini memungkinkan KOD Penyelenggara berkomunikasi secara langsung dan intensif dengan
masyarakatnya
khususnya
dengan
Komunitas
Program
Pemberdayaan Masyarakat. Gejala dan fenomena yang ada selama ini adalah bahwa hampir semua Polres,
Poltabes,
Polwiltabes
bahkan
Polsek-Polsek
mempunyai
program
semacam ini. Hal ini mempunyai implikasi pada dua hal. Pertama, apabila kita tidak membuat Program Pemberdayaan Masyarakat segera, maka kita akan ditinggalkan masyarakat semakin jauh, karena masyarakat merasakan tidak adanya saluran komunikasi yang layak antara mereka dengan Kepolisian diwilayah mereka. Kedua, ini merupakan peluang yang baik bagi kita selaku manajer kepolisian pada tataran KOD untuk mengembangkan Program Pemberdayaan
Masyarakat,
karena
ternyata
hampir
semua
Program
Pemberdayaan Masyarakat yang ada tidak terencana dengan baik. Progam Program Pemberdayaan Masyarakat yang dirancang dengan lebih baik akan memiliki keunggulan sehingga kita akan semakin cepat mendapatkah hasil yang diharapkan.
Copyrights @krishnamurti_bd
f.
Menentukan Proses Administrasi dan Operasi Internal dan Eksternal Proses administrasi internal dan eksternal harus ditentukan sejak awal
dengan metode administrasi yang disesuiakn dengan Manajemen Operasional Kepolisian. Program Pemberdayaan Masyarakat yang optimal melibatkan beberapa pihak seperti manajemen progam, mitra luar, mitra keuangan, dan tentu saja anggota. Masing-masing pihak membutuhkan informasi yang berbeda, memiliki tugas yang berbeda dan jenis komunikasi yang berbeda pula. Unutk bisa memberi kepuasan kepada anggota dan operasional yang mulus, system yang kompleks ini harus diorganisasikan secara efisien. Pengorganisasian bukan hanya menyangkut ketersediaan sumberdaya manusia, keuangan, waktu dan teknis, tetapi juga pembentukan struktur organisasi yang tepat. Cara terbaik untuk bisa melakukan pengorganisasian adalah dengan membentuk Pusat Layanan Terpadu (PLT) yang mengelola proses administrasi internal dan eksternal program. Sistem Administrasi dan Operasi Pusat Layanan Terpadu tidak bisa dijlankan dengan efisien jika hanya dikerjakan secara paruh waktu oleh beberapa gelintir staf saja. Pekerjaan besar ini bukan hanya pekerjaan sambilan saja. Dalam banyak hal PLT terkait erat dan sangat identik dengan Manajemen Administrasi dan Operasi Program Pemberdayaan Masyarakat. Dengan demikian sebenarnya tanggung jawab pengelolaan Program Pemberdayaan Masyarakat juga menjadi tanggung jawab manejerial pada KOD Penyelenggara.
g.
Menentukan Bentuk-Bentuk Komunikasi Program Pemberdayaan Masyarakat Seperti telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya, bahwa salah satu
tujuan utama Program Pemberdayaan Masyarakat adalah untuk meciptakan peluang komunikasi. Untuk mencapai tujuan ini, kosep program harus mencakup Copyrights @krishnamurti_bd
metode dan bentuk-bentuk komunikasi untuk menjangkau anggota Program Pemberdayaan Masyarakat dengan tema komunikasi yang menarik anggota tersebut. Tema tersebut harus terbuka bagi semua anggota, dan pada saat yang sama memungkinkan mereka berkomunikasi secara aktif dengan pengelola program KOD Penyelenggara program. Program Pemberdayaan Masyarakat harus berkomunikasi dengan tiga golongan, dimana masing-masing golongan memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda (lihat gambar 6.6). Golongan pertama adalah anggota program, golongan kedua adalah Anggota Kepolisian dan manajemen dalam KOD Penyelenggara dan yang ketiga adalah golongan yang berada diluar program yang mencakup media, mitra sponsor, mitra luar (pranata sosial, ekonomi, pemerintahahan dll). Untuk berkomunikasi dengan masing-masing kelompok diperlukan sarana dan cara komunikasi yang berbeda.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.6 Bentuk Komunikasi Program Pemberdayaan Masyarakat
Media. Lingkungan KOD, publik
Personel internal KOD
Dihungi oleh Anggota Program
Anggota PPK
PROGRAM POKDAR
Kontak antar anggota PPK
Copyrights @krishnamurti_bd
Di hbg oleh pengelola Program
Anggota PPK
1)
Komunikasi
dengan
anggota
Program
Pemberdayaan
Masyarakat Komunikasi dengan anggota Program harus dibuat sederhana, mudah namun tidak serampangan. Meskipun komunikasi yang dilakukan oleh Kepolisian pada prinsipnya bersifat terbuka dengan siapapun, namun berkaitan dengan program ini, perlu ada sedikit ruang komintas yang bersifat terbatas antar mereka saja. Misalnya hanya mereka yang bisa logini ke situs web saja (warga masyarakat lain bisa mengakses web dengan terbuka namun tidak bisa log-in sebelum menjadi anggota program). Adapun tujuan komunikasi dengan warga masyarakat termasuk dengan anggota Program Pemberdayaan Masyarakat adalah, antara lain: •
Memberikan
informasi
mengenai
manfaat
Program
mengenai
kegiatan
Program
Pemberdayaan Masyarakat. •
Memberikan
informasi
Pemberdayaan Masyarakat. •
Memberikan informasi mengenai acara atau penawaran kegiatan terntentu.
•
Membangun hubungan antara KOD Penyelenggara dengan seluruh warga masyarakat termasuk anggota Program Pemberdayaan Masyarakat
•
Memberikan
informasi
mengenai
permasalahan
sosial,
ekonomi dan kamtibmas yang terjadi diwilayah yang menjadi tanggung jawab. •
Mendorong anggota untuk aktif berinteraksi dengan KOD Penyelenggara melalui pemberian informasi yang up to date dan harus diseselesaikan segera secara bersama-sama dengan masyarakat. Copyrights @krishnamurti_bd
•
Mendorong tingkat kedekatan masyarakat dengan KOD Penyelenggara
•
Mendukung tingkat pencapaian tujuan program yang lain.
Komunikasi dengan anggota bisa dipilah menjadi tiga jenis yaitu regular aktif, ireguler aktif dan pasif. Komunikasi aktif berarti KOD Penyelenggara secara aktif mengontak anggotanya. Komunikasi aktif semacam ini bisa regular (misalnya melalui tabloid bulanan) atau tidak regular (surat, laporan mengenai acara tertentu, foto acara, dsb). Sedangkan
komunikasi
pasif
berarti
anggotalah
yang
mengontak
pengelola program (misalnya melalui sambungan telepon, surat kepada editor tabloid, email, pertemuan).
2)
Komunikasi Antar Anggota Dalam beberapa hal, anggota sangat tertarik untuk bertemu satu
sama lain untuk bertukar gagasan, atau mendiskusikan permasalhan maupun minat bersama. Hal ini kebanyakan terjadi manakala program sudah mendekatkan hubungan yang baik antar KOD Penyelenggara dengan masyarakat dan para anggota program termasuk dengan lintas sektoral lainnya. Bentuk-bentuk komunikasi yang dilakukan antar mereka bisa dilakukan melalui berbagai pertemuan antar mereka yang difasilitasi oleh KOD Penyelenggara dan juga melalui program online, pertemuan rutin (bulanan/ tiga bulanan/ tahunan), kunjungan bersama atau pertemuan biasa lainnya.
3)
Komunikasi Internal Dalam KOD Penyelenggara
Copyrights @krishnamurti_bd
Informasi mengenai Program Pemberdayaan Masyarakat ini juga harus dikomunikasikan ke dalam lingkungan Internal KOD Penyelenggara. Program ini hanya bisa berhasil apabila seluruh anggota Kepolisian dalam internal KOD Penyelenggara mendukung program dan konsepnya, serta berperan aktif untuk melakukan kegiatan perpolisian dengan baik dan benar sebagaimana visi dan misi yang telah digariskan. Dukungan dan peran aktif ini terutama penting bagi para anggota yang sehari-harinya berhubungan langsung dengan masyarakat dalam hal memberikan pelayanan maupun tindakan kepolisian lainnya. Apabila masyarakat berkali-kali dikecewakan baik oleh perlakuan karyawan maupun oleh produk pelayanan Kepolisian yang kurang memuaskan, Program Pemberdayaan Masyarakat tidak akan meningkatkan kedekatan dan kepercayaan masyarakat. Masalah akan muncul apabila ada kesenjangan yang lebar antara kinerja program dengan kinerja organisasi KOD Penyelenggara. Untuk mengatasi hal ini semua, anggota harus diberitahu mengenai program dan maksudnya, serta mendapat pelatihan sebelum program secara resmi dimulai. Anggota harus bisa menjawab mengenai Program Pemberdayaan Masyarakat dan membantu warga masyarakat yang memerlukan anggota apabila mereka berminat untuk menjadi calong anggota progam. Jangan sampai ada pelanggan yang menelepon meminta informasi mengenai Progam
Program
Pemberdayaan
Masyarakat,
dilempar
berkali-kali
keorang-orang yang berbeda dan akhirnya tak ada satupun orang yang bisa memberi penjelasan secara memuaskan. Manajemen puncak juga harus menjadi contoh dalam memberi dukungan pada program ini. Manajemen harus menyadari bahwa Program Pemberdayaan Masyarakat memiliki jangkauan yang panjang dan memastikan
tersedianya
dukungan
anggaran
Copyrights @krishnamurti_bd
dan
infrastrukutur.
Manajemen memiliki kewajiban untuk meyakinkan pihak-pihak pengkritik, serangan dari luar maupun menghilangkan hambatan finansial demi kelancaran program.
4)
Komunikasi Dengan Lingkungan Eksternal Tidak kalah penting adalah komunikasi program dengan pihak luar
seperti instansi-instansi samping di Pemda, Kejaksaan, Pengadilan Negri, Kodilm dan Jajarannya, Para camat dan Lurah serta RW dan RT dan juga tokoh masyarakat dan lain-lainnya terutama yang paling penting adalah dengan media massa. Manfaat program bisa dikomunikasikan melalui pemberitaan yang menarik sehingga bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, kegiatan-kegiatan progam juga bisa dimuat di media massa lokal sehingga para anggota merasa terperhatikan.
h.
Menyiapkan Pengukuran Keberhasilan Sejak Tahap Awal Salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab oleh manajemen
Program Pemberdayaan Masyarakat adalah; “Apakah Program Pemberdayaan Masyarakat yang saya selenggarakan berhasil?� bersamaan dengan berbagai kegiatan perpolisian yang dilaksanakan diwilayahnya selaku Kasatker pengelola program ditantang untuk dapat membuktikan keberhasilan program ini. Oleh karena itu, keberhasilan suatu konsep Progam Program Pemberdayaan Masyarakat harus diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Berikut ini adalah berbagai
penjelasan
menyangkut
Perencanaan
penyiapan
pengukuran
keberhasilan program. Manajemen Program Pemberdayaan Masyarakat dan para pejabat lainnya serta Kasatker pada KOD Penyelenggara harus mendefinisikan tujuan program dan menentukan ukuran keberhasilan yang digunakan. Tujuan maupun ukuran
Copyrights @krishnamurti_bd
keberhasilan Program Pemberdayaan Masyarakat harus sudah ditentukan sebelum program dimulai, agar kelak bisa diukur sampai sejauh mana tingkat perkembangan program. Tujuan yang ditetapkan bisa dipilah menjadi tujuan primer dan tujuan sekunder sebagaimana telah diuraikan pada subbab sebelumnya. Setelah mengetahui tujuan dan ukuran keberhasilan, maka mulai ditetapkan skala kuantitatif dan kualitatifnya guna memudahkan pengukuran keberhasilan Setelah menetapkan skala kuantitatif, kita perlu mengukur kondisi saat ini, bukan
hanya
dalam
bentuk
angka
absolut,
tetapi
juga
mengukur
perkembangannya dari waktu kewaktu. Pengukuran secara teratur biasanya satu tahun sekali akan menunjukkan kondisi saat ini. Agar pengkuran kuantitaitif dapat berjalan lancar, maka beberapa pertanyaan berikut ini harus dijawab: 1)
Darimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan? Bag/ sat mana yang bisa diajak kerjasama?
2)
Apakah memungkinkan untuk memilah data anggota Program Pemberdayaan Masyarakat dengan data-data yang lain?
3)
Siapa yang bertanggung jawab atas aktualitas pengukurannya?
4)
Bagaimana
penyaluran
pelaporannya
Copyrights @krishnamurti_bd
(format,
alamat,
dsb)
21. Pengorganisasian
Istilah Pengorganisasian sebagai salah satu fungsi manajemen termasuk sulit untuk didefinisikan. Setiap ahli manajemen memberikan definisinya masing-masing sesuai dengan latar belakang keahlian dan kondisi lingkungannya (lihat Manullang, 1982 dan Djudju, 1992). Tokoh manajemen George R. Terry (dikutip dari kuliah Manajemen Kepolisian, PTIK 1999, Hadi Saputro, dan Djudju 1992: 78) menjelaskan bahwa pengorganisasian merupakan kegiatan dasar manajemen yang dilakukan untuk menghimpun dan menyusun semua sumberdaya yang diisyaratkan dalam rencana sehingga kegiatan mencapai tujuan yang sudah ditetapkan bisa dilaksanakan dengan baik. Sedangkan Justin G. Logenecker (Dalam Djuju 1992:77) mendefinisikan pengorganisasian sebagai aktivitas yang menetapkan hubungan antara manusia dan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Intinya, dalam pengorganisasian ada sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya lain, yang bekerja dalam kegiatan untuk mencapai tujuan dalam kurun waktu tertentu yang sudah ditetapkan. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengorganisasian akan lebih banyak dibanding dengan sumberdaya manusia dalam proses perencananaan. Pengorganisasian akan menggambarkan pengelompokan sumberdaya manusia untuk menjalankan tugas dan kegiatan tertentu. Didalamnya ada pembagian tugas diantara kelompok-kelompok pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan yang yang sudah ditetapkan sebelumnya. Besarnya jumlah kelompok pelaksanaan tugas tertentu sangat ditentukan oleh jenis kegiatan yang dijalankan. Makin rumit tugas yang dijalankan tentu akan makin banyak kelompok tugasnya. Diatara kelompk-kelompok pelaksanaan tugas tersebut, karena bekerja untuk tujuan yang sama, tentu ada koordinasi sehingga gerak langkah masing-masing tetap berada pada jalur yang sudah ditetapkan. Copyrights @krishnamurti_bd
Pada dasarnya pengorganisasian dilaksanakan dengan memilah-milah dan merinci kegiatan kedalam tugas-tugas pekerjaan.. dalam pengorganisasian tersebut, ada tiga prinsip yang musti dipegang. Pertaman, kebermaknaan yang berarti pengorganisasian tersebut memiliki efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan dalam rencana. Kedua, keluwesan yang berarti perubahan yang
terjadi
dalam
lingkungan
sekitar
atau
pada
perkembangan
kegiatan
memungkinkan dijawab dengan melakukan penyempurnaan dan penyesuaian. Ketiga, dinamika, yang berarti pengorganisasian bukan sesuatu yang statis melainkan dinamis sejalan
dengan
perkembangan
organisasi,
perubahan
sikap,
kemampuan
dan
kepentingan orang-orang yang berada didalamnya serta perubahan yang mendorong terjadinya perubahan rencana. Pengorganisasian dilakukan menurut urutan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Upaya memahami dengan sebaik-baiknya tujuan yang ditentukan , kebijakan, rencana dan program, rangkaian kegiatan menuju tujuan.
2)
Penentuan tugas-tugas pekerjaan yang akan dilakukan lebih dulu dengan mempertimbangkan kebijakan dan aturan-aturan yang berlaku.
3)
Upaya
memilah-milah
penggalan
berbagai
tugas
pekerjaan
yang
kemudian diikuti dengan pengelompokan tugas. 4)
Menentukan pembagian batas-batas yang jelas tentang tugas-tugas pekerjaan yang akan dilakukan oleh bagian-bagian yang sejajardan oleh bagian-bagian hirarkis vertical dalam organisasi.
5)
Penentuan
persyaratan
bagi
orang-orang
yang
diperlukan
untuk
melakukan tugas-tugas pekerjaan berdasarkan bagia-bagian pekerjaan dan kedudukan hirarkis dalam organsasi. 6)
Penysusunan organsasi dan personil yang mendukung persyaratan diatas.
7)
Penetapan prosedur, metode dan teknik kegiatan yang cocok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Dalam pengorganisasian ini, kita bisa menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan struktur fungsional dan pendekatan struktur jaringan. Pendekatan struktur fungsional digunakan ketika orang-orang yang terlibat didalamnya sesuai fungsi dan keahliannya, diberi kewenanangan untuk mengatur dan mengarahkan kelompok-kelompok tugas yang ada. Dengan demikian, hubungan yang sifatnya hirarkis dari atas langsung dapat makin berkurang dan orang-orang yang berada dibawahnya merasa memiliki tanggung jawab untuk menjalankan tugasnya masing-masing dalam rangka pencapaian tujuan. Salah satu contoh yang bisa digambarkan dalam pendekatan struktur fungsional disini adalah bentuk hubungan dan pengorganisasian yang dilakukan oleh tim sepak bola (gambar 6.7). Gambar 6.7 Pengorganisasian Struktur Fungsional
Pelatih
Penjaga Gawang
Pemain Bertaha
Pemain Gelanda
Penyera ng
Selain pendekatan fungsional, bentuk kegiatan pengorganisasian juga mengenal pendekatan struktur jaringan. Pendekatan ini relative baru, yang biasanya digunakan untuk lingkungan yang tidak stabil karena derasnya arus perubahan dan menuntut kita untuk bisa memberikan respons dengan cepat. Kita ambil contoh kegiatan Community Policing berupa pemberdayaan Program Kamtibmas. Dalam kegiatan ini, staf yang terlibat harus berhadapan dengan ketidak pastian seperti adanya kelompok komunitas yang menentang kegitan tersebut karena bertentangan dengan
Copyrights @krishnamurti_bd
kepentingannya dan juga adanya kepastian atau tidak berkaitan dengan kesediaan peserta program yang mau bergabung dan terlibat dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. Kegitan Program Pemberdayaan Masyarakat ini bisa diorganisir dengan menggunakan pendekatan struktur jaringan seperti digambarkan dalam gambar 6.8 dan 6.9 berikut ini: Gambar 6.8 Pengorganisasian Struktur Jaringan
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.9 Pengorganisasian Struktur Jaringan
Copyrights @krishnamurti_bd
Dalam struktur jaringan ini, penekanan hubungan antara bagian atau kelompok tugas lebih pada koordinasi. Hubungannya bukan bersifat hirarkis, melainkan lebih berorientasi pemberian kewenangan dan tanggung jawab pada masing-masing bagian. Hal yang membedakan struktur ini dengan struktur fungsional adalah adanya keterlibatan pihak luar organisasi yang dalam hal ini pihak tokoh masyarakat, instansi samping dan lintas sektoral, tim berkait teknologi dan yang lainnya, sehingga keterlibatan
mereka
membentuk
jaringan
keterlibatan
pihak
internal
(KOD
Penyelenggara) dan masyarakat sasaran kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat serta organisasi dan lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah. Dalam pengorganisasian ini sudah pula dijelaskan uraian tugas masing-masing kelompok tugas itu. Misalnya, Tim Pengelolaan Database, bertugas untuk merekap semua data yang masuk dari mulai pendaftaran hingga pemasukan data serta pengoperasiannya sesuai kebutuhan yang diinginkan. Selanjutnya Tim Pengelolaa Database juga bertanggung jawab pada pengolahan dan analisa data guna keperluan penggunaan Tim-Tim yang lain dalam rangka operasionalisasi program. Dari uraian diatas, terlihat bahwa fungsi utama uraian tugas tersebut sangat diperlukan dalam rangka menjelaskan ruang lingkup kewenangan masing-masing kelompok tugas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan kelompok tugas lain sekaligus memudahkan untuk melakukan langkah koordinasi kerja. Dalam Proses Pengorganisasian, maka ada kegitan yang dinamakan dengan kegiatan Penyusunan Sumberdaya Manusia. Penyusunan sumberdaya manusia diperlukan dalam rangka mengisi kelompok-kelompok tugas yang ada. Penyusunan sumberdaya manusia itu dilakukan berdasarkan dua pendekatan yaitu; berdasarkan kuantitas dan kualitas. Pendekatan kuatitas berarti kita menyusun berapa banyak sumberdaya manusia yang diperlukan dalam rangka tugas tersebut. Sedangkan pendektan penyusunan sumberdaya manusia dengan menggunakan pendekatan kualitas berarti kita menentukan kualitas kualifikasi ataupun kapabilitas yang diperlukan untuk mengisi kelompk tugas tersebut. Untuk menentukan preferensi
Copyrights @krishnamurti_bd
kualifikasi maupun kapabilitas yang diperlukan, maka kita harus mempedomani kepada uraian tugas yang akan diemban. Terkait dengan kualifikasi dan kapabilitas ini, maka KOD Penyelenggara perlu memutuskan apakah akan menggunakan tenaga yang ada, mengambil dari luar atau merekrut petugas baru. Bila dalam lingkungan internal KOD Penyelenggara tidak tersedia anggota yang memiliki kemampuan untuk menjalankannya, maka pilihannya adalah memberdayakan orang lain yang mampu sembari kita melatih anggota kita agar mampu menangani tugas tersebut. Kegiatan lain dalam proses Pengorganisasian setelah gugus tugas pada masingmasing Tim sudah terisi, maka berikutnya adalah kegiatan pengarahan. Pengarahan adalah dengan cara bagaiman kita menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tergantung kepada orang-orang yang berada dalam organisasi akan membawa kemana program ini berjalan. Dalam melakukan kegiatan pengarahan, maka manajer Program dengan dukungan pimpinan pada KOD Penyelenggara sebagai pelindung program patut memperhatikan aspekaspek manusiawi dari para pelaksananya.
Copyrights @krishnamurti_bd
22. Pelaksanaan Sekarang kita semakin jelas bahwa Program Pemberdayaan Masyarakat yang optimal melibatkan beberapa pihak dan harus diorganisir secara efisien. Namun demikian ternyata, pengorganisasian ini bukan hanya menyangkut ketersediaan sumberdaya manusia belaka karena disana ada pula elemen lain yang harus diorganisir yaitu uang/ anggaran, waktu dan teknis pelaksanaan dan kesemuanya harus ditentukan struktur organisasi yang tepat. Cara terbaik untuk bisa menindak lanjuti pengorganisasian dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat adalah dengan membentuk Pusat Layanan Terpadu (PLT): a.
Membentuk Pusat Layanan Program Pemberdayaan Masyarakat PLT tidak bisa dioperasikan secara efisien bila dilaksanakan dengan cara
paruf waktu oleh beberapa gelintir staf saja. Pekerjaan ini tidak dapat hanya menjadi sambilan saja. PLT mempunyai beberapa tanggung jawab, antara lain sebagai berikut: 1)
Semua kontak dengan anggota Program Pemberdayaan Masyarakat harus melalui PLT, seperti surat, email, panggilan telepon semua harus dijawab dan dikirimkan melalui PLT. PLT adalah kantor pusat komunikasi dan titik pusat Program Pemberdayaan Masyarakat.
2)
Komunikasi dengan PLT bukan hanya dilakukan oleh anggota, calon anggota yang tertarik juga bisa mengontak PLT untuk mendapatkan keterangan rinci.
3)
Apabila KOD penyelenggara program menyertakan Polsek-Polsek, maka kontak dengan Polsek-Polsek tersebut bisa di desain bersama sehingga tercipta jalur koordinasi dan keterpaduan yang optimal.
Copyrights @krishnamurti_bd
4)
PLT juga bertanggung jawab atas pemeliharaan database dan menyerahkan analisa tertentu berdasarkan permintaan
5)
PLT juga menangani semua administrasi Program Pemberdayaan Masyarakat.
PLT dan manajemen Program Pemberdayaan Masyarakat adalah dua pihak yang berbeda. Fungsi PLT adalah menjalankan urusan sehari-hari Program Pemberdayaan Masyarakat, sedangkan manajemen Program bertanggung jawab untuk mengelola konsep secara keseluruhan (lihat gambar 6.10). Karena semua tugas PLT penting, maka standar infrastruktur PLT adalah tinggi. Tidak penting apakah PLT dijalankan dengan bergabung pada Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) ataupun terpisah, namun yang terpenting adalah dalam melakukan pengelolaan terhadap PLT harus mempertimbangkan beberap aspek sebagai berikut:
1)
Orang Adalah Segala-galanya. Apabila orang-orang dalam PLT tidak dapat mengerjakan dengan
baik, apapun alasannya, PLT tersebut tidak akan berfungsi dengan baik. Orang yang menjawab telepon, berkorespondensi dengan anggota, meerima keluhan dan aduan, konsultasi masalah keamanan harus terlatih dan professional. Perlu diingat bahwa mereka berhubungan langsung dengan masyarakat kita yang paling penting. PLT memerlukan orangorang yang memiliki ketrampilan komunikasi yang baik dan berperilaku baik, yang senang berhubungan dengan orang, yang memiliki mental melayani, luwes, dan cerdas. Dalam menghadapi permasalahan yang dikemukakan oleh masyarakat, beberapa karakter yang dituntut diatas memang bawaan, namun ada juga ketrampilan yang bisa dilatihkan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.10 Struktur Jaringan Kerja Program Pokdar Kamtibams
Pelayanan atas berbagai kegiatan, pengiriman daftar manfaat dan fasilitas pelayanan lainnya
Manajemen Program
Pengembangan dan pengendalian konsep
Mitra kerjasama Surat menyurat, konsultasi dan permintaan lainnya
Internal dan eksternal (manfaat program)
SPK Input: survey anggota, evaluasi kegiatan, evaluasi manfaat dsb
Output: Evaluasi konsep dan pengembangan selanjutnya Program dan kegiatan yang bermanfaat
PUSAT LAYANAN TERPADU (PLT) PROGAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT • Kontak dg anggota • Administrasi • Permintaan atau informasi keamanan, konsultasi, keluhan, pelaporan
Pengiriman manfaat, pelayanan melebihi harapan, konsultasi khusus, sambang teratur, pelibatan kegiatan
Call Centre Menangani komunikasi yg masuk
Anggota
Copyrights @krishnamurti_bd
2)
Peralatan Yang Mutakhir Peralatan harus mutakhir dan bisa menjalankan fungsi yang
dibutuhkan seperti: a)
Telepon
b)
Sistem Hotline
c)
Fax
d)
Radio Komunikasi
e)
Komputer Online 24 Jam dengan internet
f)
Komputer administrasi dan printer
g)
CCTV (Central Circuit Television) memonitor tempat-tempat umum
3)
h)
Papan Monitor dengan Layar besar
i)
SMS service
j)
Dan sebagainya
Infrastruktur Infrastruktur harus disiapkan untuk jumlah pekerjaan yang
diantisipasi. Misalnya ada anggota yang berminat untuk mendaftar, maka segera setelah itu prosedur standar yang harus dilakukan terhadap anggota baru harus segera dilaksanakan dengan tidak menunggu terlalu lama.
4)
Piranti Lunak dan Piranti Keras Perangkat lunak dan perangkat keras database, harus bisa
menampung dan mengelola database yang masuk. Piranti lunak harus sesuai dan cukup fleksibel untuk melakukan analisis yang diperlukan. Database bukan hanya diperlukan untuk mengumpulkan data saja, tetapi Copyrights @krishnamurti_bd
juga untuk mendukung sat/bag lain dalam pelaksanaan tugas. Jadi database bukanlah bukanlah untuk kepentingan Program Pemberdayaan Masyarakat semata, tetapi untuk kepentingan bersama dalam KOD Penyelenggara.
5)
Waktu Kerja PLT harus buka 24 jam dalam rangka mengantisipasi pelaporan
dan keluhan anggota. Oleh karena itu PLT harus mampu menyediakan sumberdaya yang cukup dan selalu terintegrasi dengan SPK dalam rangka melakukan pelayanan terhadap anggotanya.
6)
Identitas Tersendiri Program Pemberdayaan Masyarakat harus mempunyai identitas
sendiri. Artinya program ini memiliki tempat sendiri, nomor fax sendiri, alamat email sendiri, nomor telepon sendiri, atau kalau perlu logo sendiri.
Tentu saja standar yang tinggi diatas memerlukan biaya besar, namun menjadi tugas Kasatker untuk memikirkan bagaimana caranya agar Program ini dapat menghidupi dirinya sendiri nantinya antara lain dengan melibatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan anggaran secara transparan.
b.
Mengintegrasikan Program Pemberdayaan Masyarakat Kedalam Manajemen Operasional Kepolisian
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan ketika berencana mengintegrasikan Program Pemberdayaan Masyarakat kedalam Manajemen Operasional Kepolisian. Pertama, harus dipertimbangkan ke Bagian apa Program Pemberdayaan Copyrights @krishnamurti_bd
Masyarakat dan manajemennya harus diintegrasikan. Apakah program akan dijalankan oleh divisi terpisah atau menjadi bagian dari bagian/ satuan yang telah ada. Kedua, bagaimana mengoptimalisasikan kerjasama antar Program Pemberdayaan Masyarakat dengan bagian-bagian dan satuan-satuan lain dalam kaitan
dengan
sistem
Manajemen
Operasional
Kepolisian
dalam
KOD
Penyelenggara, sehingga program ini dapat diberdayakan secara optimal oleh mereka.
1)
Mengintegrasikan
Kedalam
Struktur
Organisasi
KOD
Penyelenggara Sangat sulit untuk member solusi bagaimana mengintegrasikan Progam Program Pemberdayaan Masyarakat ke dalam struktur orgnisasi KOD Penyelenggara. Namun secara umum bisa dikatakan bahwa semakin independen kerja bagian Program Pemberdayaan Masyarakat, maka akan semakin efektif menjalankan fungsinya. Istilah “independen� disini bukan berarti bagian atau unit Program Pemberdayaan Masyarakat mengabaikan bag/ sat lain dalam organisasi. Tujuan dari bag/ sat lain dalam organisasi pada KOD Penyelenggara harus juga dipertimbangkan. Independen disini berarti manajemen Program Pemberdayaan
Masyarakat
harus
memiliki
wewenang
memutuskan
mengenai cara menjalankan program, cara mengorganisasikannya, atau manfaat apa tang ditawarkan, serta bagaimana mengelola kegiatan kemitraan. Dalam praktek pelaksanaan, Program Pemberdayaan Masyarakat dapat diintegrasikan dalam struktur organisasi Binamitra. Bisa juga alternative lain dilaksanakan, dimana Program Pemberdayaan Masyarakat berdiri sendiri dibawah kendali langsung pada WakaPolres karena pada prinsipnya
pengelolaan
Program
Pemberdayaan
Copyrights @krishnamurti_bd
Masyarakat
ini
membutuhkan sinergi sistemik antar bag dan sat yang ada didalam KOD Penyelenggara.
2)
Memanfaatkan Program Pemberdayaan Masyarakat Untuk Unit-Unit Kerja Lain Aspek lain yang harus dilaksanakan secara hati-hati adalah
memastikan
bahwa
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
adalah
memastikan bahwa Program Pemberdayaan Masyarakat sebagai penyedia informasi dan data bisa dimanfaatkan oleh bag/ sat lain dalam KOD Penyelenggara. Bag Binamitra, Bag Ops, Bag Min, Sat Intelkam, Sat Samapta, Sat Reskri, Sat Lantas, Sat Res Narkoba, dan lain-lain adalah contoh dari unit-unit kerja dalam KOD Penyelenggara yang bisa memanfaatkan fungsi program ini. Table 6.2 menunjukkan beberapa contoh potensi pemanfaatan Program Pemberdayaan Masyarakat dan anggotanya untuk membantu berbagai unit kerja yang ada dalam proses pelaksanaan kegiatan pemolisian yang dilakukakan sesuai lingkup kewenangan masing-masing. Pemanfaatan tersebut member peluang kepada meningkatnya efektivitas dan efisiensi kerja secara signifikan. Kegiatan pengungkapan perkara misalnya,
biasanya
membutuhkan
biaya
besar
untuk
melakukan
penyelidikan dan pengumpulan informasi terhadap alat bukti, maka dengan melibatkan peran serta aktif mereka bisa didapatkan saksi-saksi yang cukup berkompeten dalam rangka membuat terang suatu tindak pidana.
Copyrights @krishnamurti_bd
Table 6.2 Contoh Potensi Pemanfaatan Program Pemberdayaan Masyarakat Untuk Bag dan Sat pada KOD Penyelenggara
Bag/ sat
Bag Binamitra
Bag Ops
Bag Min
Sat Intelkam
Sat Samapta
Sat Reskrim
Sat Lantas
Manfaatkan Program Pemberdayaan Masyarakat dan Anggotanya • Untuk mendapatkan komentar, saran, kritik, masukan serta penggalangan dukungan dalam rangka menimplementasikan Community Policing secara lebih akseleratif • Untuk mndapatkan dukungan opini public dalam ranga memanfaatkan public image Kepolisian sebagai institusi yang semakin dipercaya. • Untuk mendapatkan dukungan pelibatan kamswakarsa dalam rangka cegah gangguan kamtibmas sejak dini. • Untuk mendapatkan gagasan baru mengenai program kegiatan community policing dalam rangka mempercepat mencapai tujuan. • Untuk mendapatkan dukungan informasi secara cepat dalam rangka meningkatkan “response time” mendatangi TKP. • Untuk mendapatkan dukungan informasi berkaitan dengan covering area yang terbatas sehingga bisa di tutup oleh anggota Pokdar melalui pemantauan langsung yg dilaporkan secara regular • Untuk memberikan semangat kepada anggota Kepolisian dilapangan bahwa mereka ternyata tidak bekerja sendirian ditengah-tengah masyarakat. • Untuk mendapatkan informasi tambahan tentang bagaiman peran dan kinerja anggota dilapangan sebagai bahan pertimbangan peningkatan karier anggota • Sebagai mata telinga Kepolisian dilapangan dengan memberikan berbagai informasi apapun dengan menggunakan sarana apapun yang dikelola oleh program. • Sebagai sarana pengumpulan data dalam rangka memahami karakteristik kondisi wilayah yang belum bisa dieksplore dengan lebih mendalam oleh angota Sat Intelkam sehingga memudahkan analisa data yang akan disajikan kepada pimpinan guna mengambil keputusan secara tepat dan cepat. • Untuk mendapatkan dukungan koordinasi dalam rangka kegiatan pencegahan kejahatan • Untuk mendukung kegitan sambang dalam rangka mempercepat upaya mendekatkan Kepolisian kepada masyarakat. • Untuk menjadi mitra informasi menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan keamanan. • Untuk mendapatkan dukungan informasi pengungkapan perkara. • Untuk mendapatkan informasi tentang daerah-daerah rawan kejahatan. • Untuk mendapatkan informasi berbagai data kriminalitas lainnya. • Untuk mendapatkan dukungan tertibnya lalulintas. • Untuk mendapatkan dukungan program traffic engineering • Untuk mendapatkan dukungan program traffic education • Untuk mendapatkan dukungan program pencegahahan lakalantas
Copyrights @krishnamurti_bd
• •
Sat Narkoba
Untuk mendapatkan dukungan program suluh narkoba Untuk mendapatkan dukungan pengungkapan kejahatan narkoba
Internet merupakan alat yang sangat baik untuk berinteraksi langsung dengan anggota karena model pengatarannya yang besifat cepat dan mudah diakses oleh siapapun dan kapanpun. Namun demikian pertemuan langsung juga tidak kalah pentingnya karena hanya dengan pertemuan langsung-lah kedekatan emosional bisa dibangun sejak awal. Melalui berbagai interaksi yang dijalankan dengan para anggota inilah, bisa diperoleh berbagai keterlibatan anggota Program Pemberdayaan Masyarakat menyangkut gagasan, ide, sumbangan informasi, saran, masukan, pertimbangan hingga tenaga dan fikiran serta materi dan finansial yang bisa dikelola bersama dalam rangka meyelesaikan berbagai permasalahan keamanan maupun permsalahan sosial lainnya dilapangan. Anggota bisa berkunjung ke homepage program dan melihat isu yang dilempar oleh pengelola. Mereka bisa menyampaikan pendapatnya disitu sebagai sebuah saluran yang lebih layak daripada mereka menyaurkannya ke media lain. Agar mereka tertarik, sebaiknya seluruh pendapat dan gagasan tersebut ditayangkan, dan penyelnggara juga harus menyampaikan tindak lanjut dari masukan tersebut dengan action plan yang jelas bukan hanya sekedar retorika belaka. Meskipun demikian perlu ditetapkan pola yang jelas menyangkut seberapa sering anggota dikontak untuk berkomunikasi baik yang bersifat langsung maupun yang menggunakan media lain. Para anggota Program Pemberdayaan Masyarakat yang bergabung, mengharapkan adanya manfaat dari program ini, bukan sebaliknya malah membuat mereka repot karena terganggu berurusan dengan polisi. Program Pemberdayaan Masyarakat tidak boleh berjalan sendiri dalam pelaksanaannya namun juga bisa melibatkan peran bag/ sat lain untuk secara terintegrasi melakukan kegiatan yang sinergis dalam rangka mengoptimalkan Copyrights @krishnamurti_bd
program ini. Program Pemberdayaan Masyarakat bisa juga digunakan untuk mendukung Polsek dan Pospol yang ada dijajaran KOD Penyelenggara dengan meluncurkan suatu kegiatan misalnya dan mendorong anggota untuk lebih sering berkunjung ke Polsek-Polsek dan Pospol-Pospol (misalnya mengirimkan majalah yang bisa diambil di Pospol dan ada DoorPrize sehingga mereka berminat untuk datang mengambilnya).
c.
Pola Komunikasi Yang Dilaksanakan Berdasarkan pengalaman, komunikasi yang terlalu sering (misalnya setiap
hari atau setiap minggu) justru tertekan karena anggota merasa tertekan atau terganggu. Sebaliknya komunikasi yang terlalu jarang dilakukan juga menjadi tidak produktif karena tidak memadai untuk membangun hubungan yang emosionil. Pola komunikasi yang di desain ini hanyalah sarana untuk mendekatkan KOD Penyelenggara dengan masyarakatnya, namun sebenarnya peran para anggota Kepolisian dilapanganlah yang lebih diuji untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Berikut adalah alternatif pola kegiatan dengan menggunakan media komunikasi yang bisa dijadikan sarana kedekatan Kepolisian masyarakat dalam hal ini bisa dikelola oleh KOD Penyelenggara di wilayahnya masing-masing (gambar 6.11):
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.11 Metode Berkomunikasi Dengan Pelanggan
Copyrights @krishnamurti_bd
1)
Paket Selamat Datang Dalam beberapa waktu setelah calon anggota mendaftar dan
diterima sebagai anggota Program, anggota harus mendapat paket selamat datang. Paket selamat datang harus mencakup majalah/ tabloid/ newsletter program terbaru, informasi rinci mengenai manfaat program dan bagaimana cara mendapatkan manfaat program, gift selamat datang dan surat selamat datang. Paket selamat datang tidak cukup dengan ucapan selamat bergabung, karena mungkin saja nilainya dianggap terlalu rendah dibandingkan kewajiban sebagai anggota Program. Bagi mereka yang bergabung dengan program, sudah sewajarnya kita memberikan sesuatu yang jauh melebihi dari yang mereka harapkan. Paket ini harus dikirim segera setelah calon peserta diterima dalam keanggotaan program. Apabila anggota terlalu lama menerima paket ini, maka mereka merasa program tersebut tidak responsive. Sebagai akibatnya mereka bisa menghentikan niatnya untuk menjadi anggota ataupun bila tetap meneruskan keanggotaan akan menjadi anggota yang pasif. Akan lebih baik apabila pengiriman paket selamat datang ini dilakukan secara langsung oleh anggota Kepolisian yang terlibat dalam kegiatan Community Policing khususnya yang bertanggung jawab pada wilayah tersebut, sehingga kedekatan antara Kepolisian masyarakat sudah terjalin sejak dini.
2)
Majalah/ Tabloid Program Pemberdayaan Masyarakat Majalah ataupun tabloid Program Pemberdayaan Masyarakat
merupakan unsure komunikasi yang paling penting dan standar bagi
Copyrights @krishnamurti_bd
hampir semua program yang sejenis. Majalah/ tabloid ini diterbitkan antara dua sampai dua belas kali setahun. Tebalnya dari empat hingga empat puluh halaman, tampil dalam bentuk editorial yang beragam. Isi majalah/ tabloid juga beragam sesuai dengan kegiatan perpolisian yang dilakukan, informasi mengenai berbagai masalah kamtibmas serta berbagai manfaat lain yang ditawarkan. Ada tiga jenis model majalah Program Pemberdayaan Masyarakat. Pertama adalah majalah yang ditujukan khusus untuk anggota program, yang
isinya
hanya
berita-berita
yang
terkait
dengan
Program
Pemberdayaan Masyarakat. Kedua, adalah majalah program yang ditujukan hanya untuk anggota tapi isinya mencakup juga berita-berita diluar program yang dianggap menarik bagi anggotanya. Ketiga adalah majalah program yang ditujukan untuk anggota maupun non anggota yang berminat. Anggota akan menerima gratis, namun non anggota harus membeli. Beritanya bukan hanya terkait dengan program, namun yang menarik minat semua pembacanya. Beberapa
keunggulan
lain
dari
majalah/
tabloid
Program
Pemberdayaan Masyarakat adalah: •
Isinya bisa ditujukan secara khusus untuk kebutuhan dan minat
anggota
Program
Pemberdayaan
Masyarakat.
Kesamaan program dengan gaya hidup pembaca akan meningkatkan ikatan diantara mereka. •
Bisa dimanfaatkan untuk memasang iklan dengan harga yang lebih murah.
3)
Surat dan Newsletter Surat bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk mendekatkan
hubungan
Kepolisian-masyarakat
dan
meningkatkan
Copyrights @krishnamurti_bd
kepercayaan
masyarakat kepada KOD Penyelenggara. Surat bisa dikirm dua atau empat kali setahun. Apabila proram tidak memiliki majalah atau halama web, surat bisa dikirim lebih sering lagi. Isi
surat
mencakup
informasi
mengenai
kegiatan
program,
informasi-informasi baru menyangkut permasalahan kamtibmas, dan atau member ucapan selamat. Surat yang ditujukan secara pribadi kepada anggota memiliki manfaat
besar
bagi
Progam
Program
Pemberdayaan
Masyarakat.
Pertama, surat akan membuat mereka merasa diperlakukan special. Surat juga bermanfaat untuk mendapatkan informasi respon dari anggota menyangkut berbagai masalah kamtibmas dan pelayanan Kepolisian lainnya. Adapun manfaat yang sangat penting dari adanya pengiriman surat ini adalah untuk melaksanakan one-to-one visiting (sambang) dari KOD Penyelenggara kepada para anggota Program Pemberdayaan Masyarakat
dimana
mereka
merupakan
representasi
dari
warga
masyarakat yang harus dilayani. Meskipun memiliki manfaat yang sangat besar, namun faktanya jarang Program Pemberdayaan Masyarakat yang telah mendayagunkan potensi ini sebagai salah satu bentuk komunikasi dengan anggota. Penyebabnya adalah kebanyakan Program Pemberdayaan Masyarakat yang telah ada tersebut tidak memiliki database yang cukup baik dan bilapun ada tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal.
4)
Hotline Program Pemberdayaan Masyarakat Dominanannya
penggunaan
telepon
dalam
komunikasi,
menyebabkan hotline menjadi sarana komunikasi yang vital dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. Sayangnya banyak dari organisasi
Copyrights @krishnamurti_bd
Kepolisian yang belum memiliki jaringan hotline seperti ini sehingga tidak dapat secara optimal memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebaiknya menghubungi hotline tidak perlu membayar. Hotline ini harus
didesain
untuk
mendayagunakan
kecepatan
pelaporan
dan
kecepatan respon pelayanan Kepolisian terhadap berbagai masalah yang diadukan. Hotline ini juga bisa digunakan untuk berkonsultasi, menerima keluhan dan sebagainya. Hotline harus dijaga oleh staf yang berkualifikasi tertentu dan terlatih agar bisa melayani penelepon dengan baik. Untuk membangun hubungan emosional dengan anggota, Hortline harus langsung dijawab oleh staf, bukan dengan mesin penjawab. Mesin penjawab hanya akan menciptakan jarak dengan masyarakat. Penjaga hotline harus memiliki akses ke database
anggota
program maupun database kepolisian lainnya, sehingga mereka mampu memberikan informasi yang akurat menyangkut berbagai masalah yang disampaikan.
5)
Internet dan Email Internet dapat dimanfaatkan oleh KOD Penyelenggara sebagai
sarana komunikasi antar anggota dengan Program Pemberdayaan Masyarakat, baik melalui web maupn melalui email. Saat ini jarang dari KOD yang menggunakan internet secara aktif dan efektif. Mereka belum menyadari bahwa pemanfaatan internet dan email dapat menghemat biaya yang sangat besar. Jika pesan komunikasi dibuat dan didesain dalam format PDF dan ditampilkan dalam internet/ web, maka tidak ada lagi biaya mencetak majalah, mencetak spanduk, brosur dan lain-lainya yang dapat mengeluarkan biaya besar.
Copyrights @krishnamurti_bd
Web Program Pemberdayaan Masyarakat bisa digunakan bukan hanya untuk menjelaskan manfaat program saja, namun dapat menarik minat kalangan-kalangan tertentu yang telah memiliki kualitas menengah dan melek informasi untuk bergabung dalam program ini. Sebagai sarana komunikasi, halaman web di internet mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: a)
Bisa dimanfaatkan untuk menjelaskan program-program yang diselenggarakan oleh KOD Penyelenggara.
b)
Sangat interaktif sehingga bisa dijadikan sarana dialog.
c)
Bisa dijadikan sarana untuk mendapatkan opini anggota program
d)
6)
Bisa menyampaikan informasi setiap saat.
Pertemuan dan Acara Selain berbagai sarana komunikasi diatas, Program Pemberdayaan
Masyarakat harus dapat mengatur suatu pertemuan anggota secara regular dalam rangka berkomunikasi. Pertemuan anggota sebaiknya harus direncanakan secara matang. Pertemuan tersebut akan lebih menarik kalau dibuat suatu acara yang bisa mengakomodir minat anggota. Salah satu acara yang menarik untuk dirancang adalah melakukan perjalanan bersama, outing, dan outbond ataupun hanya sarasehan yang sifatnya ramah tamah sambil minum teh dan melakukan sharing pendapat. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut harus didesain dalam rangka mencapai tujuan program dan menjadi media kedekatan Kepolisianmasyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
d.
Manajemen Database Program Pemberdayaan Masyarakat Data maining (analisis data), kini menjadi semakin penting dalam
Relationship Marketing dan pengelolaan Program Pemberdayaan Masyarakat. Saat ini maupun dimasa mendatang, Institusi Kepolisian yang tidak bisa membangun dan memanfaatkan database warganya tidak akan terlalu berhasil dalam mengimplementasikan Community Policing secara optimal. Database merupakan memori sebuah institusi yang membantu menangkap, menganalisis, dan mengelompokkan kebutuhan kegiatan perpolisian masyarakat berdasarkan desain data yang kita inginkan seperti karakteristik pekerjaan, strata ekonomi, pendidikan, minat, wilayah tempat tinggal, dan berbagai data demografi lainnya. Berkaitan dengan itu, maka penting dalam pelaksanaan kegiatan Optimalisasi
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
ini
untuk
melakukan
manajemen database program dimana siklusnya bisa digambarkan dalam gambar 6.12 dibawah ini.:
Gambar 6.12 Siklus Manajemen Database Program Pemberdayaan Masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
Dari gambar diatas, terlihat bahwa bahwa masing-masing tahap sangat berkait dan saling mengisi dimana data tersebut diperlukan dalam rangka memunculkan kegiatan Commuinty Policing yang lebih efektif dan efisien. Database yang tertata dengan baik sangat penting bagi keberhasilan program.
e.
Kartu Anggota Program Pemberdayaan Masyarakat Sebagai
Penarik Minat Kartu anggota Program Pemberdayaan Masyarakat bisa dimanfaatkan sebagai “penarik minat� keanggotaan dan juga sebagai alat pengumpul data ataupun sebagai identifikasi ditempat-tempat tertentu. Kartu ini bisa digunakan sebagai kartu diskon misalnya (bekerkasama dengan pelaku ekonomi dengan prinsip saling mendukung). Sayangnya banyak saat ini pihak-pihak yang memanfaat kartu Program Pemberdayaan Masyarakat sebagai alat untuk menghindari tindakan kepolisian ataupun pengelola Program Pemberdayaan Masyarakat belum memanfaatkannya dengan optimal. Kartu Anggota Program Pemberdayaan Masyarakat (KTA PPK), harus didesain semenarik mungkin, bukan hanya asal buat sehingga mengesankan kegiatan Program Pokdar Kamtibamas bukanlah kegiatan yang bernilai tinggi. Agar KTA PPK bisa bermanfaat, ada kondisi yang harus dipenuhi, yaitu Pengelola Program Pemberdayaan Masyarakat
mengorganisir acara atau bekerjasama
dengan mitra eksternal, dimana untuk menikamti benefit dari kegiatan tersebut, anggota diminta untuk menunjukkan bukti KTA.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.13 Contoh Kartu Tanda Anggota Prorgram Program Pemberdayaan Masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
23. Pengendalian
Kegiatan pengendalian merupakan sebuah rangkaian proses dalam siklus manajemen yang harus dilakukan bukan hanya pada saat kegiatan sudah selesai berlangsung, namun juga harus dilakukan sejak awal sebuah kegiatan direncanakan. Selama ini kesan yang muncul bagi kebanyakan orang, bahwa pengendalian selalu identik dengan kata “pengawasan�. Perbedaan yang mencolok antara kedua kata tersebut bahwa acapkali kegiatan “pengawasan dilakukan setelah seluruh rangkaian proses kegitan berakhir barulah dilakukkan pengawasan dan penilaian. Berbeda dengan kegiatan pengawasan, maka kegiatan pengendalian adalah sebuah kegiatan yang tersistematisir sejak awal suatu kegiatan direncanakan. Pengendalian dalam konteks ini haruslah mengacu kepada penetapan tujuan yang dilakukan dan penilaian terhadap rencana yang telah dibuat. Proses kegiatan pengendalian
dilakukan
meliputi
dua
kegiatan
utama,
yaitu
penilaian
dan
pengukuran keberhasilan serta evaluasi program kegiatan. Pengendalian dilakukan dalam rangka menjaga agar program yang dilakukan selalu berada pada jalur yang benar dan bukan untuk mencari-cari kesalahan. Adakalanya pada saat suatu program kegiatan berjalan, para pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat tidak merasa bila langkah-langkah yang dijalankan sudah mulai menyimpang dari tujuan program atau kegiatan. Atau bisa juga ada beberapa bagian pekerjaan yang diselesaikan lebih lambat dari seharusnya. Atau bisa juga terjadi dimana kondisi lapangan tempat menjalankan kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat ternyata berbeda dengan apa yang dipersepsikan dengan pada saat perencanaan dibuat. Karena itulah pengendalian menjadi sangat penting dalam menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat. Pengendalian bertujuan untuk mengusahakan apa yang
Copyrights @krishnamurti_bd
direncanakan bisa menjadi kenyataan. Pengendalian dijalankan dengan dua prinsip pokok, yakni (a) Rencana merupakan standar pelaksanaan pekerjaan dan (b) pemberian wewenang dan instruksi. Pengendalian ini berfungsi untuk mengukur sampai sejauh mana pencapaian tujuan, dimana cara yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara rangkaian kegiatan yang telah dilakukan selama ini dengan tujuan yang hendak diraih serta perbaikan yang dilakukan. Dalam konteks Program Pemberdayaan Masyarakat ataupun kegiatan lainnya dalam kaitan dengan implementasi community policing, kegiatan pengendalian dilakukan untuk melihat bagaimana program kegiatan ini sejalan dengan rencana strategis organisasi KOD Penyelenggara. Dalam prosesnya, kita bisa melakukan pengendalian melalui pendekatan model lima langkah umpan balik, yaitu: 1)
Menentukan apa yang diukur
2)
Menetapkan standar kinerja
3)
Mengukur Kinerja Aktual
4)
Membandingkan kinerja aktual dan standar kinerja
5)
Melakukan langkah-langkah korektif
Pengendalin pada hakekatnya juga merupakan kegiatan untuk mengumpulkan fakta. Kegiatan pengumpulan fakta ini dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara seperti: 1)
Peninjauan
2)
Laporan Lisan
3)
Laporan tertulis
4)
Laporan dan pengawasan pada hal-hal yang dianggap istimewa.
Berkaitan
dengan
keempat
hal
diatas,
maka
sistem
informasi
yang
dikembangkan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat menjadi sangat penting.
Copyrights @krishnamurti_bd
System informasi manajemen yang dikembangkan nantinya dapat berbentuk sistemu yang berbasis computer ataupun sistem pelaporan tertulis mingguan maupun bulanan. Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat, kepada para penanggung jawab program kegiatan maupun sub-sub tim, serta seluruh pelaksana, biasanya memberikan laporan pelaksanaan kegitan perminggu dan laporan perkembangan pekerjaan bulanan atau tiga bulanan. Dalam laporan mingguan, harus diuraikan langkah-langkah yang dilakukan dan permasalahan yang dihadapi, serta solusi yang dijalankan. Sedangkan dalam laporan bulanan maupun tiriwulan, seharusnya berisiakan laporan perkembangan pekerjaan dalam satu kegiatan atau sub program yang diperbandingkan dengan pekerjaan bulan sebelumnya. Informasi yang disampaikan itu mejadi sangat penting untuk melihat perkembangan pelaksanaan tugas atau unutk memantau kemungkinan terjadinya kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengendalian sebaiknya dilaksanakan dengan mempedomani beberapa hal dibawah ini, antara lain: 1)
Pengendalian sebaiknya hanya berkenaan dengan jumlah minimal informasi yang dibutuhkan untuk memberikan gambaran yang terpercaya tentang suatu kegiatan.
2)
Pengendalian sebaiknya hanya dilakukan dengan memantau kegiatan atau hasil kegiatan yang bermakna.
3)
Pengendalian hendaknya dilakukan tepat waktu, sehingga tindakan korektif bisa dilakukan sebelum terlambat.
4)
Pengendalian sebaiknya dilakukan bukan hanya untuk jangka pendek namun juga menyangkut jangka panjang.
5)
Pengendalian hendaknya digunakan untuk memenuhi atau melebihi standar yang telah ditetapkan.
Dalam kegiatan pengendalian, selain beberapa hal yang telah diuraikan diatas, maka ada dua kegiatan inti yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan Copyrights @krishnamurti_bd
sebagai bagian dari proses kegiatan pengendalian. Kedua kegiatan inti tersebut adalah berupa kegiatan Penilaian dan Pengukuran Keberhasilan serta kegiatan Evaluasi Program Kegiatan.
Copyrights @krishnamurti_bd
a.
Penilaian dan Pengukuran Keberhasilan Selain ditujukan dalam rangka melakukan tindakan perbaikan terhadap
Program Pemberdayaan Masyarakat, maka penilaian juga dilakukan dengan beberapa tujuan lain, seperti: 1)
Memberi
masukan
kepada
perencana
Porgram
Program
Pemberdayaan Masyarakat. 2)
Memberi masukan untuk pengambilan keputusan, apakah akan melanjutkan,
memperluas
atau
menghentikan
Program
Pemberdayaan Masyarakat. 3)
Memberikan masukan untuk pengambilan keputusan dalam rangka memodifikasi Progrgam Program Pemberdayaan Masyarakat.
4)
Mendapatkan informasi tentang pendukung dan penghambat Program Pemberdayaan Masyarakat
Dalam rangka melakukan penilaian, maka ada beberapa aspek yang harus diidentifikasi untuk dilakukan penilaian. Aspek yang terpenting harus dilakukan dalam rangka melakukan penilaian adalah dengan membandingkan antara Kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat yang telah dijalankan dan dibandingkan pada upaya pencapain tujuan yang telah ditetapkan sebagai mana terurai pada subbab perencanaan. Fokus penilaian adalah pada Kegiatan Program, bukan pada konteks pencapaian organisasi secara keseluruhan (hal ini dilakukan pada kegiatan evaluasi). Perbedaan antara penilaian dan evaluasi secara mendasar adalah bahwa pada penilaian, yang menjadi fokus perhatian adalah melakukan pengukuran pada tahapan kegiatan yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan prioritas tujuan utama yang telah dibuat alat ukur keberhasilannya. Sedangkan
pada
Evaluasi,
dilakukan
dalm
konteks
apakah
Program
Pemberdayaan Masyarakat yang dilakukan untuk pencapaian tujuan percepatan Copyrights @krishnamurti_bd
implementasi Strategi Community Policing secara keseluruhan sudah berhasil atau belum. Pada kegiatan penilaian, Manajemen Program Pemberdayaan Masyarakat dan para pejabat lainnya serta Kasatker pada KOD Penyelenggara harus mendefinisikan tujuan program dan menentukan ukuran keberhasilan yang digunakan. Tujuan maupun ukuran keberhasilan Program Pemberdayaan Masyarakat harus sudah ditentukan sebelum program dimulai, agar kelak bisa diukur sampai sejauh mana tingkat perkembangan program. Tujuan yang ditetapkan bisa dipilah menjadi tujuan primer dan tujuan sekunder sebagaimana telah diuraikan pada subbab sebelumnya. Setelah mengetahui tujuan dan ukuran keberhasilan, maka mulai ditetapkan skala kuantitatif dan kualitatifnya guna memudahkan pengukuran keberhasilan Tujuan Kuantitatif adalah penetapan skala kuantitatif terhadap tujuan utama sehingga bisa diidentifikasi dengan lebih terukur dalam rangka menilai apakah program ini telah berhasil atau belum. Tabel 6.3 adalah contoh bagaimana kita melakukan penetapan skala kuantitatif terhadap tujuan utama Program Pemberdayaan Masyarakat. Setelah menetapkan skala kuantitatif, kita perlu mengukur kondisi saat ini, bukan
hanya
dalam
bentuk
angka
absolut,
tetapi
juga
mengukur
perkembangannya dari waktu kewaktu. Pengukuran secara teratur biasanya satu tahun sekali akan menunjukkan kondisi saat ini. Agar pengkuran kuantitaitif dapat berjalan lancar, maka beberapa pertanyaan berikut ini harus dijawab: 1)
Darimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan? Bag/ sat mana yang bisa diajak kerjasama?
2)
Apakah memungkinkan untuk memilah data anggota Program Pemberdayaan Masyarakat dengan data-data yang lain?
3)
Siapa yang bertanggung jawab atas aktualitas pengukurannya?
4)
Bagaimana penyaluran pelaporannya (format, alamat, dsb) Copyrights @krishnamurti_bd
Tabel 6.3 Prioritas Tujuan Utama Dengan Skala Pengukuran PRI ORI TAS
TUJUAN UTAMA
1
Menigkatkan Anggota Baru
2
Membangun database yang kuat (pembaruan teknologi)
3
Mendukung Unitunit yang ada di KOD Penyelenggara
4
Menciptakan peluang komunikasi
5
Meningkatkan Peran Serta Aktif Masyarakat
SKALA PENGUKURAN Jumlah anggota sekarang setiap bulan meningkat sejumlah: N x jumlah polsek Pembaruan teknologi baik yang bersifat Informasi (Internet, email, web, jaringan radio komunikasi) maupun teknologi (computer, database, program pendataan secara computerized) Melibatkan unit dalam mendukung tugas kepolisian, misal: - Reserse; dalam ungkap kejahatan (jumlah ungkap perkara meningkat - Intel; dalam suplai informasi (jumlah LI meningkat) - Lantas; dalam ciptakan hartib lantas dan kurangi laka (Giat Tertib lantas meningkat dan Laka menurun). - Samapta; dalam kurangi terjadinya GK (GK menurun) - Binamitra: dalam katkan kamswakarsa dan public image building (jumlah kam swakarsa meningkat) - Dll Meningkatkan frekuensi komunikasi di HT, pertemuan-pertemuan, email, surat menyurat, kontak lain, sambang dll. Melibatkan mereka dalam pengelolalaan kegiatan perpolisian secara aktif dari tadinya tidak ada menjadi ada, dari yang tadinya masih sedikit menjadi lebih banyak.
Berikutnya adalah langkah-langkah yang perlu diambil untuk melakukan pengukuran kualitatif, antara lain: 1)
Memecah tujuan kualitatif dalam beberapa pertanyaan yang lebih rinci yang dapat dijawab iya dan tidak, atau yang dapat diukur dengan skala kualitatif lainnya.
2)
Menjawab/ mengukur pertanyaan tersebut secara obyketif.
3)
Membuat kesimpulan mengenai gagal/ berhasil.
Copyrights @krishnamurti_bd
Contoh yang bisa diberikan disini misalnya dengan mengacu kepada salah satu tujuan pada table 6.3 diatas, yaitu tujuan nomer 5, meningkatkan peran serta aktif masyarakat. Dengan skala pengukuran kuantitatif, peningkatan peran serta aktif masyarakat sulit diukur. Meskipun demikian dengan pengukuran kuantitatif, maka tujuan no 5 tersebut, dapat di breakdown dalam beberapa pertanyaan kualitatif seperti: •
Beberapa sering program berinisiatif menjalin kerjasama kegiatan perpolisian dengan menggunakan peran serta anggota KOD Penyelenggara dan anggota Program Pemberdayaan Masyarakat?
•
Berapa banyak dari kontak tersebut yang bersifat individual (oleh anggota Kepolisian dilapangan) dan berapa yang merupakan kegiatan teroganisir dari program?
•
Berapa banyak kegiatan yang dilakukan menghasilkan dampak nyata dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan keamanan yang diakibatkan oleh berbagai permasalahan lainnya?
•
Berapa
sering
berhubungan
anggota
Program
Pemberdayaan
dengan
anggota-anggota
Masyarakat
Kepolisian
baik
dilingkungannya maupun anggota Kepolisian yang lain dalam rangka memberikan masukan/ saran/ ide/ informasi berkaitan dengan
permasalahan
yang
ada
diwilayah
hokum
KOD
Penyelenggara?
Akhirnya, berkaitan dengan proses penilaian ini hal penting yang harus diingat dan diperhatikan dalam rangka meng optimalkan Program Pemberdayaan Masyarakat ini adalah kemungkinan terjadinya kegagalan atau rencana tidak bisa sepenuhnya
terlaksana.
Acapkali
terdengar
ungkapan
diantara
para
penyelenggara kepolisian bahwa sering terjadi perbedaan antara yang telah direncanakan dan kenyataan dilaksanakan dilapangan. Kesenjangan antara rencana dan kenyataan tersebut muncul karena adanya masalah. Oleh karena Copyrights @krishnamurti_bd
itu, penyelenggara Program Pemberdayaan Masyarakat dan Kasatker harus berupaya
mengidentifikasi
masalah-masalah
yang
dapat
muncul
dalam
implementasi Recana Pemberdayaan Program Pemberdayaan Masyarakat, misalnya: 1)
Implementasi berjalan lebih lambat dari rencana
2)
Ada masalah besar yang tidak terantisipasi
3)
Koordinasi kegiatan yang tidak efektif
4)
Ada kegiatan yang saling berlawanan dan muncul krisis yang menganggu perhatian dan implementasi rencana
5)
Kemampuan orang-orang maupun anggota Kepolisian yang terlibat tidak memadai
6)
Tak memadainya pelatihan dan instruksi untuk anggota pelaksana
7)
Ada faktor-faktor lingkungan eksternal yang tak bisa dikontrol
8)
Tak memadainya arahan dan kepemimpinan dari manajer level menengah dan penyelia tingkat pertama
9)
Jeleknya rumusan tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan implementasi yang penting
10)
Tak memadainya pemantauan kegiatan melalui sistem informasi
Kesemua masalah yang telah diuraikan diatas bisa saja semuanya muncul tatkala menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat, namun bisa juga hanya satu atau dua saja masalah yang muncul. Oleh karena itu, dengan mengetahui
adanya
permasalahan
utama
yang
biasanya
muncul
kala
menjalankan Program, maka kita bisa lebih bersiap diri untuk menyiapkan cara mengatasi permasalahan ini kedalam rencana aksi kita.
b.
Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat
Copyrights @krishnamurti_bd
Evaluasi adalah sebuah kegiatan dalam proses manajemen berkaitan dengan pengendalian. Evaluasi berarti sebuah proses penilaian secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau ketepatan sesuatu berdasarkan kriteria dan tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, dalam melakukan evaluasi, kita member makna, tujuan, efektivitas, atau keseuaian Program Pemberdayaan Masyarakat ini dengan acuan pada dua hal, yaitu standar/ kriteria dan dengan tujuan inti yang telah ditetapkan sebelumnya. Standar adalah “hasil yang diinginkan atau peristiwa yang diharapkan yang digunakan sebagai atau kegiatan yang aktual� Dengan demikian dalam melakukan evaluasi pada tahap kegiatan pengendalian, maka kita harus terlebih dahulu menetapkan apa yang akan dievaluasi. Apakah yang akan dievaluasi itu menyangkut maknanya? Menyangkut tujuannya? Menyangkut efektivitas kegiatannya? Ketepatan Progamnya? Ataukah keempat-empatnya sekaligus? Kesemua hal yang dievaluasi tersebut nantinya dinilai dengan menggunakan standar/ kriteria yang sudah ditetapkan yaitu tujuan inti dari pelaksanaan program (sebagaimana telah disebutkan diatas, maka tujuan inti pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat ini adalah; meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan kedekatan antara polisi dengan masyarakat khususnya masyarakat yang sadar kamtibmas serta guna mendukung terciptanya keamanan dalam negri yang lebih kondusif melalui upaya menurunkan terjadinya gangguan kamtibmas serta meningkatkan pengungkapan kejahatan). Evaluasi dapat dikatagorikan pada enam hal, yaitu: 1)
Evaluasi untuk pengambilan keputusan, yaitu evaluasi yang diarahkan untuk pengumpulan informasi yang berkaitan dengan berbagai
keputusan
tentang
perencanaan
Pemberdayaan Masyarakat.
Copyrights @krishnamurti_bd
Progam
Program
2)
Evaluasi bagian program, yaitu mengevaluasi bagian tertentu dari program seperti bagian implementasi dan dampak program.
3)
Evaluasi jenis data dan efektivitas, yaitu evaluasi yang mengambil data
dan
jenis
kegiatan
mengkategorisasika
data
tertentu untuk
untuk
menilai
dievaluasi
seperti
komponen-komponen
program. 4)
Evaluasi atas proses evaluasi, yang diperlukan oleh para perancang program untuk memahami proses evaluasi.
5)
Evaluasi pencapaian tujuan, yang menilai pengkajian pada tujuantujuan khusus program apakah tercapai atau tidak. Ini merupakan katagori evaluasi yang paling umum dilakukan.
6)
Evaluasi dari hasil dan dampak, yang menilai sejauh mana hasil atau dampak program kepada tujuan yang diharapkan.
Dalam melakukan evaluasi, ada beberapa langkah yang harus dilalui, antara lain: 1)
Mendiskripsikan apa yang akan dievaluasi (misalnya Program Pemberdayaan Masyarakat adalah program yang akan dievaluasi).
2)
Mengidentifikasi
sasaran
yang
membutuhkan
atau
akan
menggunakan hasil evaluasi itu (misalnya yang akan menggunakan hasil evaluasi adalah Kapolres, Kapolsek, Para Kabag, Para Kasat dan seluruh anggota dilapangan). 3)
Mengidentifikasikan permasalahan atau isu yang dipandang penting oleh sasaran pembaca evaluasi (misalnya; isu penolakan komunitas atas Program Pemberdayaan Masyarakat karena sudah ada DKPM ditiap kelurahan dan kecamatan).
4)
Menyusun rancangan evaluasi (misalnya akan mengidentifikasikan alasan penolakan program).
5)
Pengumpulan data (misalnya; melalui kuesioner atau observasi). Copyrights @krishnamurti_bd
6)
Menganalisis dan menginterpretasikan data yang terkumpul.
7)
Menuliskan dan menyampaikan laporan evaluasi tersebut.
Dengan mendasari kepada langkah-langkah diatas, maka dalam konteks Program Pemberdayaan Masyarakat ini, proses evaluasi dapat dirumuskan dalam bagan sebagai mana terihat dalam gambar 6.14. gambar 6.14 menunjukkan beberapa aspek dalam mengevaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat. Evaluasi dimulai dengan mengkaji pelaksanaan program, asumsi dan premis yang
digunakan
sampai
dengan
diagnosis
atas
situasi
mutakhir
dan
kecenderungan yang penting. Hal yang menarik dari proses ini adalah munculnya 7 (tujuh) kesimpulan yang penting untuk dikaji ketika kita mengevaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat, antara lain: 1) Komunikasi yang buruk. 2) Lemahnya komitmen manajemen. 3) Kegagalan membuat mekanisme umpan balik. 4) Perencanaan yang tak kokoh. 5) Rencana operasional yang tak konsisten. 6) Keliru dalam menilai sumber daya yang diperlukan. 7) Keberhasilan menjalankan rencana karena rencana member hasil yang diharapkan. Bila kita elaborasi, maka ketujuh kesimpulan tersebut semua berkenaan dengan faktor-faktor komunikasi, dasar-dasar perencanaan, analisis kebutuhan dan manajemen pelaksanaan. Dengan demikian dalam menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat, keempat faktor tersebut harus mendapat perhatian. Apabila KOD Penyelenggara gagal dalam menjalankan keempat faktor tersebut, maka tujuan pencapaian program juga sulit untuk diwujudkan.
Copyrights @krishnamurti_bd
Gambar 6.14 Mengevaluasi Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
Isu Apakah Program yg ditetapkan memberikan hasil yang diinginkan?
Ya
Tidak
Apakah pelaksanaan program tidak baik?
Ya
Apakah efektif komunikasi tentang program dan komponennya?
Kesimpulan Tidak Komunikasi buruk
Ya
Tidak Apakah Tidak asumsi dan premisnya sahih? Ya
Apakah ada komitmen manajemen dan diikuti dengan penentuan langkah yang
Tidak
Ya
Apakah sudah dirumuskan dan dikaji scenario alternatif?
Apakah hasilnya dimonitor dan dilakukan revisi program?
Tidak
Apakah mempengaruhi perencanaan?
Ya
Lemahnya komitmen manajeman
Gagal membuat mekanisme umpan balik yang tepat
Ya Apakah situasi mutakhir & kecenderungan penting didiagnosis dg baik?
Tidak
Dasar perencanaan tidak kokoh
Tidak Apakah rencana operasional sejalan dengan PPK
Tidak
Rencana Operasional tidak konsisten
Ya Apakah alokasi sumberdaya memadai & sejalan dg tujuan PPK?
Tidak
Salah menilai kebutuhan sumberdaya
Rencana dan hasil yang baik
Copyrights @krishnamurti_bd
XI.
PENUTUP
Copyrights @krishnamurti_bd