Tablod Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

Page 1

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

1


SALAM REDAKSI Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Manunggal Universitas Diponegoro

SALAM REDAKSI

Salam Pers Mahasiswa! Setelah cukup lama tidak menyapa pembaca sekalian, puji syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya Tabloid Manunggal Edisi I Tahun XIX Juli 2019 bisa mengobati rindu yang mulai memandu. Semoga informasi dari setiap rubrik yang tersedia dapat bermanfaat dan terus menginspirasi pembaca. Jika menilik beberapa tahun terakhir sampai saat ini, perjalanan memutari lingkungan kampus Undip akan selalu disajikan dengan pemandangan pembangunan dari gedung-gedung baru. Pembangunan ini tentunya merupakan bagian dari infrastruktur, sarana dan prasarana Undip yang akan menunjang universitas sebagai bagian dari Tridharma Perguruan Tinggi. Berangkat dari sinilah Tabloid Manunggal kali ini mempersembahkan berita terkait “Urgensi Pembangunan di Undip,” melalui rubrik sajian utama. Rupanya, pembangunan juga tidak hanya digencarkan di lingkungan kampus Undip. Gemerlapan dari tembok dan bahan bangunan yang menjulang tinggi mulai bermunculan di kawasan Tembalang, Semarang, yaitu gedung apartemen. Pembangunan beberapa apartemen di sekitar Undip ini bukan tidak mungkin akan berdampak

Pelindung: Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum .

Penasihat: Budi Setiyono, S.Sos., M.Pol.Admin., Ph.D, Prof. Dr.rer.net. Heru Susanto, S.T., M.M., M.T., Dr. Darsono, S.E., Akt., MBA, Prof. Dr. Ir. Ambariyanto, M.Sc., Dr. Adi Nugroho Pemimpin Umum: Alfio Santos

pada beberapa aspek kehidupan warga Undip maupun masyarakat di sekitar Undip. Untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari pembaca, dapat disimak dalam rubrik liputan khusus. Sejenak, mari berjalan-jalan di luar Tembalang, namun tetap di Kota Semarang. Tepatnya di jalan Menteri Supeno, Mugassari berdiri sebuah taman yang telah direnovasi dengan sebegitu megahnya. Taman Indonesia Kaya hadir di tengah hinar-binar masyarakat Semarang. Ingin tahu mengenai Taman Indonesia Kaya yang unin nan asik lebih dalam? Baca tuntas pada rubrik perjalanan. Sebagai kota Metropolitan, rupanya Semarang masih menyisakan nilai leluhur dari kebudayaan yang masih mengental. Sesaji rewandha masih tetap bersemayam meski banyak kebudayaan modern yang berusaha mengikis. Adat, ritual, dan budaya yang masih kompleks ini dirayakan

setiap satu tahun sekali. Mau tahu mengenai kapan dan bagaimana kegiatan sesaji rewandha dilaksanakan? Jangan lupa baca rubrik sastra dan budaya sampai tuntas ya! Di skala nasional, isu keberagaman – mungkin sedikit menyentil – untuk saat ini. Tabloid Manunggal menghadirkan tokoh keberagaman dari Semarang yang bernama Romo Aloysius Budi Purnomo yang akan memberikan nilai yang bisa diterapkan terkait tolerasi antarumat beragama di Indonesia. Selengkapnya, mari belajar tolerasi dari Romo Aloysius di rubrik wawancara khusus. Tidak hanya sampai di sini, sosok-sosok inspiratif nan unik juga hadir menemani pembaca dalam rubrik sosok mahasiswa dan dosen. Masih banyak informasi lain yang bermanfaat yang bisa Anda baca lho. Akhir kata, selamat bersantai, menyerap informasi, sambil minum kopi!

SURAT PEMBACA Menurut saya, taman rusa harus segera diperbaiki atau jika tidak bisa memberikan tempat yang layak bagi rusanya, lebih baik rusanya di lepas saja ke alam liar. Mengapa? Karena saya melihat bahwa taman rusa di Undip ini sangat amat memprihatinkan. Suatu kali, saat hujan saya pernah lewat taman rusa dan mendapati bahwa rusa-rusa ini berteduh di bagian atas taman dengan berdempet-dempetan. Selain itu, apakah wajar jika taman rusa yang notabene diperuntukan untuk tempat tinggal rusa-rusa itu bertopografi sangat curam? Yang terakhir, taman rusa terlalu gersang. Mungkin terlalu muluk untuk menginkan taman rusa seperti yang ada di Istana Bogor. Tapi ya setidaknya, tolonglah perlakukan rusa tersebut dengan semestinya, karena rusa juga makhluk hidup yang harus kita jaga. Tina Fakultas Ilmu Sosial dan Politik 2018

Sekretaris Umum: Verensia Audre Santoso Pemimpin Redaksi: Rivan Triardhana Putra Pemimpin Litbang: Deni Sanjaya

Pemimpin Perusahaan: Mutia Larasati

Wakil Pemimpin Redaksi: Alfiansyah

Redaktur Pelaksana Tabloid: Azza Ifana Staf Redaksi Tabloid: Kartika Hikma Dayanti, Ahmad Muda’i Daiman, Monicha Faladianti, Safira Amni Rahma Redaktur Fotografi: Rena Adinda Selviana Reporter Fotografi: Tita Adi Tiyawati. Rona Arinal Haq Redaktur Design: Sintia Mulia Rahmadanty Staf Artistik: Sofatun Misrofah Staf Layout: Diah Ramadhanti Safitri Staf Grafis: Luthfia Rizqia Nisa’ Redaktur Pelaksana Cyber News: Erlin Lutvia Anjani Reporter Cyber News: Isna Farhatina, Juan Adhiasta Pratama, Rangga Eka P, Shefa Deanisa Sekar Cahyadi, Winda Nurghaida Redaktur Pelaksana Joglo Pos: Sinta Maulia Reporter Joglo Pos: Annurya Hamida, Muhammad Daffa Apriza, Dini Izzati Sabila Redaktur Pelaksana Majalah: Indah Nur Apriliani Reporter Majalah: Vega Aprinda Lolita, Dyah Satiti Pujitaningrum, Faqih Himawan, Sarah Alfi Maiza Manajer Rumah Tangga: Nanik Nurhana Manajer Produksi, Distribusi dan Iklan: Sherline Vicky Aisyiyah Produksi dan distribusi: Nur Chamidah, Hiskia Rizki Amanina Chasanti Kadiv Kaderisasi: Annisa Rachmawati Staf Kaderisasi: Annisa Febriani, Mohammad Syauqy Radja Robbany Kadiv Jaringan Kerjasama: Mia Dwi Rakhmahwati Staf Jaringan Kerjasama: Ririn Evi Riyani, Safira Rosa Az-zahra Kadiv Data dan Informasi: Windusiwi Asih Akbari Staf Data dan Informasi: Amalia Nur Intan Pratama, Salsabila Afra Ariqoh Manajer EO: Fariza Adani Rahma Staf EO: Mega Laura Lubis, Shofie Fisabilla

Alamat Redaksi, Iklan dan Sirkulasi: Student Centre Lt. 1 Universitas Diponegoro, Tembalang, Semarang Email: persmanunggal@yahoo.com Website: www.manunggal.undip.ac.id

GONG Komik: Sofa/Manunggal

Menyelia Pembangunan di Kampus Diponegoro, Sudah Tepatkah? “Blok Barat,”“Blok Timur,” atau “Non-Blok,” ya kira-kira? “Candramawa” Apartemen di Sekitar Undip? Ya semoga yang putih menutupi yang hitam~

Redaksi menerima tulisan berupa opini, esai, puisi, cerpen, surat pembaca dan akademika. Tulisan diketik rapi dengan spasi 2,dan maksimal 3 folio. Redaksi berhak melakukan penyuntingan naskah seperlunya. Tulisan dapat dikirim melalui e-mail ke redaksi@manunggal.undip.ac.id atau tabloid-redaksi@manunggal.undip.ac.id

2

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019


G A U N G Infrastruktur Kampus, Nadi bagi Kegiatan Mahasiswa Oleh: Rivan Triardhana Putra Sudah 62 tahun, Universitas Diponegoro berdiri di tanah Kota Semarang. Angka tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. Mulanya, kampus Undip berada di kawasan Pleburan, kini telah berpindah ke daerah Tembalang. Relokasi tersebut menyebabkan timbulnya kawasan yang sesak. Bagaimana tidak, bila dijumlahkan secara total sudah ada sebanyak 50 ribu mahasiswa yang mendiami kawasan ini. Mereka bernaung di 11 fakultas dan 1 Sekolah Vokasi untuk mewujudkan segala mimpi menjadi pemimpinpemimpin di masa depan. Sampai saat ini, Undip terus berupaya memenuhi setiap kebutuhan mahasiswanya. Salah satunya adalah dengan memperhatikan sarana dan prasarana fisik yang ada di setiap fakultas. Banyak gedung yang sudah diperbaiki, fasilitas labo-

P U I S I

ratorium yang ditambah dan juga akan ada tempat parkir terpadu yang akan menampung seluruh kendaraan mahasiswa. Itu semua merupakan wujud dari bentuk nyata pembangunan di Undip. Fakultas Psikologi (F.Psi) contohnya. F.Psi kini telah memiliki gedung baru dengan delapan lantai yang menjulang tinggi. Arsitektur yang digunakan bercorak pola-pola trisula – lambang psikologi – di setiap lubang ventilasi. Dikutip dari berita Kampus.com pada tanggal 17 Januari 2019, gedung F.Psi yang baru ini menelan biaya hingga 53 Miliyar. Sementara nasib bangunan lama F.Psi, kabarnya akan direnovasi dan diperuntukkan untuk Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Pembangunan lain yang sedang berjalan adalah Sekolah Vokasi (SV). Gedung tersebut lebih dinilai tepat karena sela-

ma ini SV banyak disebut perlu adanya gedung baru untuk kegiatan perkuliahan. Gedung yang merupakan hibah dari dua perusahaan, akan difungsikan sebagai laboratorium praktik mahasiswa. Meski begitu, menilik di Fakultas Teknik (FT), keadaannya masih cukup memprihatinkan. Pembangunan masih belum tersentuh, meski keluhan-keluhan dari mahasiswa telah dikumandangkan. Gedung Kuliah Bersama (GKB) masih menjadi bangunan yang digunakan oleh mahasiswa dari Teknik Komputer, Geodesi, dan Lingkungan selama perkuliahan. Dengan tidak adanya gedung kuliah sendiri, tentu proses penyampaian pendidikan akan terhambat. Entah bagaimana kelanjutannya, Apakah mereka akan mendapat gedung baru? ataukah GKB akan dibuat lebih besar untuk menampung seluruh mahasiswa dari ketiga jurusan

tersebut? Undip masih harus berbenah untuk mencapai misinya menjadi 500 besar World Class University. Infrastruktur menjadi sangat penting guna menunjang seluruh kegiatan mahasiswa yang didasarkan pada Tridharma Perguruan Tinggi. Pembangunan harus terus berjalan, fakultas harus senantiasa berbenah, pengadaan barang harus dipercepat, dan yang lebih penting lagi, seluruh pembangunan tersebut harus merata di setiap fakultas.

SEHARIAN

PERCAKAPAN

Tulisanku berakhir dalam percakapan kita Seperti bagaimana percakapan itu kita sudahi beberapa pekan yang lalu Kata-kata terakhirku berakhir dalam kalimatmu Pada percakapan terakhir kita yang lama Sebelum semesta mengungkit jarak tanpa hentinya Manifestasi tentang apapun, hasratmu atau juga gelisahmu Aku pun tak ingin tahu Kata mereka itu pertanda, akhir dari semua yang semu Novia Haryanti - Sastra Indonesia 2018

Pagi sudah lewat bagai malam Kesetiaan adalah mimpi buruk para bintang Dan pertanyaan dikandung pernyataan Aku benci air asin yang keguguran Saat ufuk melahirkan mentari atau angin yang tak kunjung pulang-- dan hujan yang tak punya tujuan Dia tengah kelimpungan, mencari jalan pintas yang dikunci penipuan Pagi adalah ambisi kuat untuk pergi-- menuju mimpi pemimpi yang menganggur seperti sapi Disebut apakah tempat ini? Tempat para pendamba mencaci Memukau indera pendengaran dan menipu degup yang sakit-- bak manipulasi berseri-seri Disebut apakah tempat ini? Aroma busuk menusuk penciuman Di muka rumah, dan memerangkap bisu nya tangis Karena gagal di habisi oleh mulut-mulut yang membuka lebar, menganga menertawai, dan berlari melengos pergi.

PAISHA Lontong tidak tahu, Apa lagi kuahnya hanya bisa Membuatnya mengapung. Pral! Semua ludah keluar Sruput, ah! Ku masukkan lagi energi, Dan.. Paisha! Paisha! Ku mengatakannya sampai Melengking, dan kali ini ku mengeja Kata ini dari belakang. Paaaaaaaaaisha! Senang bisa mengatakannya di Depan kamera yang kupegang dari tadi. Kau harus buka mata, inilah zamanku, Bukan lagi soal lontong Nugroho A. Purwo - Sastra Indonesia 2016

Yulita Firdayanti - Manajemen 2018

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

3


SAJIAN UTAMA Menyelia Pembangunan di Kampus Diponegoro, Sudah Tepatkah? Pembangunan yang berjalan di Universitas Diponegoro sebagai lembaga pendidikan harus mengacu pada Tridharma Perguruan Tinggi. Dilihat dari itu, maka pembangunan di Undip harus mendukung dalam penyelenggaraaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Sejalan dengan Tridharma Perguruan Tinggi, mengutip dari Rencana Strategi tahun 2015-2019 sebagai universitas yang berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), Undip terus melakukan peningkatan terhadap tata kelola aset dan kelembagaan, akademik dan non akademik, peningkatan status Undip sebagai kampus berkelas dunia (World Class University) serta peningkatan kapasitas finansial. Undip mengetahui dengan pasti arah dari pencapaian visi yang didasarkan dengan dua hal tersebut. Salah satu aspek penunjang yang terus digalakkan oleh Undip adalah dengan tidak mengabaikan peningkatan sarana dan prasarana. Konsep pembangunan telah didasarkan pada apa yang sudah tertulis dalam renstra Undip. Konsep Pembangunan Prof. Heru Susanto, Wakil Rektor II Undip menegaskan bahwa pembangunan sarana infrastruktur Undip berlandaskan pada rencana strategi yang telah dipublikasikan. “Jadi ini harus dilihat dulu konsepsi tentang pembangunan. Sejak 2015 dengan Prof. Yos Johan Utama, kita konsepkan. Kalau dulu ada konsepnya tapi menurut saya masih kurang, kita sempurnakan,” ujarnya. Alur pengadaan pembangunan, menurut Kepala Direktorat Aset dan Pengembangan, Hery Suliantoro, pengadaan infrastruktur baru Undip didasari adanya usulan dari fakultas. “Prosesnya itu dari usulan fakultas masing-masing, diajukan ke badan pembangunan, kemudian dari pihak aset (Direktorat Aset dan Pengembangan, red) mengonsep dan menjalankannya,” ungkap Hery. Sementara itu, untuk melihat bahwasanya usulan dari fakultas dapat disetujui atau tidak, Undip perlu mengkaji lebih dulu atas dasar kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak dan memang harus segera terealisasi atau tidak. Faktor “kebutuhan” pembangunan ataupun pengadaan gedung ini merupakan indikator utama. “Kita lihat dari sesuatu hal yang sifatnya adalah mana yang lebih penting. Yang sudah akut pasti akan dibangun duluan, tapi kalau yang belum akut ya belum, urut,” jelas rektor Undip, Prof. Yos Johan Utama pada Selasa (13/8). Dalam wawancara tim Tab-

4

loid dengan Wakil Rektor II, Prof. Heru menjelaskan jumlah dana yang digunakan tahun ini mencapai 150-190 miliyar per tahun. Dia mengungkapkan alokasi dana tahun ini yang akan menjadi biaya pembangunan infrastruktur Undip ke depan. Pertama, dana tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan gedung baru di Fakultas Sains dan Matematika (FSM) dan renovasi gedung psikologi lama untuk penataan gedung fakultas milik Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Kedua, Prof. Heru menyampaikan tahun ini akan dibangun sebuah jembatan yang akan menghubungkan antara rusunawa Undip dengan Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) untuk mempermudah mobilisasi serta memperbaiki kualitas pelayanan. Yang ketiga, akan membangun covention hall. Convention hall ini nantinya dapat menampung sekitar delapan ribu peserta. Terakhir, akan dialokasikan ke renovasi gedung Inovasi dan Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Persebaran Infrastruktur Dilansir dari jajak pendapat yang telah dilakukan oleh LPM Manunggal pada (8/5), hanya sebanyak 8% responden menjawab pembangunan di Undip sudah tepat sasaran, sementara itu 12% menjawab sudah cukup, 34% merasa bahwa pembangunan di Undip kurang tepat sasaran, dan sisanya 46% menjawab pembangunan di Undip belum tepat sasaran. Pembangunan yang tampak secara kasat mata terlihat dari arah bundaran gerbang pintu masuk Undip yaitu taman inspirasi. Pembangunan lain yang juga telah selesai dieksekusi, antara lain: gedung Fakultas Psikologi (F.Psi), Training Center II, gedung Korean Center di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), gedung PKM Fakultas Hukum (FH), Gedung Acintya Prasada FSM, Laboratorium Bloomberg Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Fresh Mart FPP, dan lain-lain. Taman Inspirasi sendiri, menurut Prof. Heru dibangun sebagai area berkumpulnya seluruh mahasiswa Undip untuk bertukar pikiran. “Taman inspirasi itu kan untuk open teater-nya mahasiswa, silakan untuk apapun, untuk teater ataupun untuk rembugan, di sana juga disediakan jaringan listrik dan wifi yang terdeteksi,” ungkapnya. Menurut Prof. Heru penataan ruang juga harus dilakukan seperti pemindahan gedung F.Psi

ke tempat lahan yang lebih luas. Pemindahan tersebut dilakukan supaya dapat menampung lebih banyak mahasiswa dari tahun sebelumnya, juga upaya mewujudkan perkuliahan ke jenjang master (S2) di jurusan psikologi tersebut. Sementara gedung psikologi yang lama akan digunakan untuk FK dan FKM. “Fakultas Psikologi (gedung, red) yang lama, menempati kawasan atau ruangan yang kalau dikembangkan itu menyulitkan. Karena kalau itu ditambah bangunan maka space-nya akan terpakai,” ungkap Prof. Heru. Sejalan dengan itu, Prof. Yos Johan juga membenarkan pernyataan yang dilontarkan oleh Prof. Heru. Gedung F.Psi yang lama, nantinya akan digunakan sebagian oleh FK dan sebagian lagi akan dialihkan untuk FKM. “Fakultas Psikologi itu udah akut banget karena di sana tidak cukup (lahan, red), maka dibangun. FKM dan FK dikasih bekas (fakultas, red) psikologi. Tapi yang psikologi depan itu sudah old betul, dan karena sudah menampakkan di wilayah internasional seperti itu (bentuk bangunan, red) sudah gak bisa, makanya dibangun,” jelas Prof. Yos Johan. Pembangunan gedung Korean Center yang terletak di FIB sempat menuai polemik dari beberapa mahasiswa Undip. Hal ini muncul karena di FIB sendiri tidak terdapat jurusan Sastra ataupun Bahasa Korea, sehingga kebermanfaatannya seringkali dipertanyakan. Salah satunya, diungkapkan oleh Wulan Rizqi Ameilia dari jurusan Sastra Indonesia. “Iya saya pernah merasa seperti itu, tapi menurut saya tidak apa-apa, karena saat ini saya sudah tahu ada mata kuliah pilihan Bahasa Korea,” ujar Wulan. Menurut pengakuan dari Prof. Yos Johan, gedung Korean Center tidak hanya dipakai untuk acaraacara bernuansa Korea saja, melainkan dapat digunakan untuk acara apapun yang memang membutuhkan gedung Korean Center sebagai tempat pelaksanaannya. “Pemakaiannya multifungsi, Korea bisa, Jepang bisa. Teman-teman (gedung Korean Center, red) itu dibantu dari Korea kan gitu,” tambah Prof. Yos Johan. Pembangunan gedung Training Center II merupakan bentuk dari Undip dalam meningkatkan pelayanan. Selain sebagai pelayanan, juga terdapat fasilitas penginapan yang diberi nama Undip Inn. Pelayanan lain yang ditingkatkan oleh Un-

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

dip seperti gedung PKM FH yang ditunjukkan untuk mahasiswa. Di FEB sendiri, peningkatan layanan untuk penelitian telah diwadahi dengan adanya laboratorium Bloomberg. Layanan fresh mart yang terletak di sebelah patung sapi diperuntukkan bagi mahasiswa FPP untuk mewadahi hasil produk. Sementara itu, mengutip pada laman fsm.undip.ac.id, di FSM, gedung baru yang diberi nama Acintya Prasada merupakan gedung enam lantai yang diperuntukkan bagi prodi magister dan doktor. Sementara itu, pembangunan yang saat ini tengah dilakukan adalah gedung Sekolah Vokasi (SV), dan Parkiran Terpadu. Gedung SV sendiri dibangun berdasarkan hibah dari Sinarmas dan Astra dengan total 40 milyar. Pada tahun 2018, sempat terjadi insiden jatuhnya plafon di ruang perkuliahan SV, sehingga ketika di tahun ini terdapat pembangunan untuk gedung SV yang baru dinilai merupakan angin segar terutama untuk mahasiswa-mahasiswa dari SV. “Memangnya duitnya cukup? Saya cari dulu duitnya. Dulu awalnya mau ngutang kita, tapi ternyata ada yang mau bantu,” ujar Prof. Yos Johan. Untuk parkiran terpadu, menurut Hery Suliantoro merupakan fasilitas yang tidak hanya ditunjukkan untuk mahasiswa-mahasiswa dari fakultas terdekat dari parkiran terpadu seperti FIB, FISIP, dan FH, melainkan untuk umum. “Semua fasilitas milik fakultas sebenarnya milik Undip, jadi semuanya fasilitas umum. Mungkin nanti dibangun parkiran-parkiran di fakultas lain,” ujar Hery. Gedung yang sudah direncanakan untuk dibangun, antara lain: jalan sikatak, Convention Hall, serta gedung PKM dan inovasi. Jalan sikatak dibangun untuk menghubungkan jalan buntu yang berada di belakang FPP dengan depan Rusunawa Undip. Pembangunan jalan sikatak ini berkaitan dengan adanya pembangunan convention hall. “Kalau convention hall dibangun, jembatan sikatak gak dibangun, jadi kemacetan di sana. Makanya nanti berputar,” jelas Prof Yos Johan. Sementara itu, convention hall dibangun untuk menggantikan fungsi gedung Prof. Soedarto yang biasa digunakan untuk acara wisuda dan seminar-seminar di Undip. Menurut rektor Undip, gedung Prof. Soedarto sudah tidak mencukupi kapasitas massa untuk pelaksaan wisuda. “Gedung Prof. Soedarto sudah tidak


SAJIAN UTAMA mencukupi untuk wisuda harus tiga hari ya kan boros biayanya. Kalau sekali langsung delapan ribu (orang, red) kan habis selesai,” ujar Prof. Yos Johan. Sementara itu, apabila convention hall sudah jadi, maka gedung Prof. Soedarto yang lama akan kembali beralih pada fungsi yang sebenarnya. “Nantinya convention hall akan menjadi tempat yang menggantikan fungsi gedung Prof. Soedarto. Gedungnya (Prof. Soedarto, red) sendiri akan kembali difungsikan sesuai fungsinya yaitu sebagai pementasan seni,” ungkap Hery. Suprastruktur Pembangunan Sebagai agent of change tentu pendapat, kritik maupun saran dari mahasiswa dalam pembangunan infrastruktur di Undip sangat dibutuhkan guna menilai sudahkah pembangunan infrastruktur tepat sasaran dan dapat dialokasikan secara efektif dan efisien. Ketika ditemui oleh awak Tabloid Manunggal Selasa (29/04) di sekitar kampus Undip Tembalang, salah satu organisatoris yang menjabat sebagai ketua Badan Pengelola Mentoring Agama Islam (BPMAI) 2019, Luluh Wahyusetiawan memberikan kritik dan sarannya mengenai pembangunan berkelanjutan infrastruktur di Undip. “Untuk fasilitas atau sarananya sudah ada seperti SC (Student Center, red) gitu, cuma masalahnya di perawatannya yang masih kurang,” ungkap Luluh. Saran yang lain muncul dari

Andang Saputra Pratama, yang menilai terdapat ketimpangan adanya pembangunan di fakultasnya, FEB dengan fakultas yang lain. Hal ini salah satu penyebabnya karena FEB bekerja sama dengan Djarum Foundation sehingga pembangunan-pembangunan yang ada dinilai lebih pesat. “Mungkin fakultas lain bisa mengajak kerjasama pihak lain untuk mendukung dana pembangunan sehingga tidak bergantung pada dana universitas saja,” ujar Andang. Senada dengan hal itu, Wulan juga merasakan hal yang sama, menurutnya pembangunan yang ada di Undip kurang merata di beberapa fakultas. “Untuk FEB, FH, FK itu pembangunannya selalu diutamakan, contoh saja FEB punya kantin yang begitu bagus, FH itu punya gedung yang megah, sementara FIB bahkan tidak punya kantin,” jelasnya. Meski begitu, Wulan berharap agar Undip juga fokus pada perbaikan fasilitas di bangunan yang sudah ada. Dilihat dari Tridarma perguruan tinggi maka pembangunan di Undip harus mendukung dalam penyelenggaraaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Penting bagi kita untuk mengetahui apa saja yang dibutuhkan dalam upaya meningkatkan ketiga aspek tersebut, hal ini digunakan sebagai parameter keberhasilan pembangunan yang berlangsung di Undip. “Pembangunan di Undip harus tidak lepas dari pendidikan, pengabdian, dan penelitian. Maka mendasarkan pada tridarma tadi,

keberhasilan pembangunan harus dilihat dari tiga aspek tersebut” ujar Syakir Kurnia, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Undip. Unsur utama yang mendukung dalam peningkatan fungsi dasar Undip sebagai lembaga pendidikan adalah sarana fisik. Dalam menjalankan pembangunan fisik, setiap fakultas di Undip tentu memiliki kebutuhan uniknya masing-masing. Selain itu, pembangunan fisik di Undip juga harus didasarkan pada kesadaran akan pentingnya pembangunan yang holistik, inklusif dan dapat diakses bagi para penyandang disabilitas. “Pertama, pembangunan harus dilatarbelakangi dengan kebutuhan. Kedua, harus holistik dengan mempertimbangkan aspek keadilan, keadilan distributif dan komutatif, juga keadilan untuk bisa menjangkau orang-orang yang selama ini tidak bisa menikmati fasilitas pendidikan, contohnya tidak acessible untuk penyandang disabilitas,” ungkap Syakir. Mengenai fasilitas untuk mahasiswa Undip yang menjadi penyandang disabillitas, Syakir menyayangkan kesadaran Undip untuk memenuhi persoalan itu bukanlah hadir atas kesadaran dalam membangun, tetapi karena tuntutan akreditasi. “Jadi komponen akreditasi internasional salah satunya adalah menyediakan akses bagi para peyandang disabilitas, maka kita menyediakannnya. Tetapi ya tidak apa-apa, pada akh-

irnya juga akan tersedia, hanya saja kita naïf,” ujar Syakir. Hal ini benar terbukti, seperti yang terjadi di FIB, di mana Undip baru menyediakan jalur khusus penyandang disabilitas setelah pada tahun ini terdapat dua mahasiswa baru yang memiliki keterbatasan dalam hal itu. Meski begitu, pertanyaan selanjutnya untuk memberikan fasilitias berupa lift di FIB, belum terealisasi. Syakir menilai bahwa pembangunan yang ada di Undip sebetulnya sudah disesuaikan dengan tridharma perguruan tinggi, artinya pembangunanpembangunan yang berjalan di Undip memang sudah baik. Namun yang perlu dijadikan “awas” adalah mengenai suprastruktur yang mendasari pola pikir suatu pembangunan tersebut didirikan. Menurutnya, salah satu hal yang membuat suatu pembangunan dinyatakan gagal adalah dikarenakan persoalan suprastruktur. Dia mencontohkan salah satu pembangunan yang dinilai gagal dalam suprastruktur adalah ruangan dosen di jurusan IESP, FEB di mana terdapat sekat-sekat pembatas antardosen. “Ruang dosen IESP adalah produk gagal dari kegagalan berpikir. Di dalam bermasyarakat sumber daya seharusnya tidak dibagi-bagi, dialokasikan berdasarkan pada strata. Yang namanya bermasyarakat itu biarkan membaur tanpa membedakan satu sama lain,” jelasnya. (Kartika, Muda’i, Monicha, Luthfia, Azza)

SELAMAT & SUKSES

Dana Yuli Agustina, S.Pi

Rahmat Septiandendi, S.Ak.

Anastia Afika Riza, S.Pi

Staf Produksi, Distribusi, dan Iklan 2018

Reporter Cyber News 2017

Manager Produksi, Distribusi, dan Iklan 2018

Dimas Indrapermana, A.Md.M. Yana Laras Widyowati A., S.T. Reporter Cyber News 2018

Redaktur Pelaksana Majalah 2018

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

5


LIPUTAN KHUSUS “Candramawa” Pembangunan Apartemen di Sekitar Undip

Keberadaan sejumlah apartemen yang berada di kawasan Undip tentunya akan berdampak pada kehidupan masyarakat Tembalang dan sivitas akademika Undip yang akan berlalu lalang di sekitar lokasi tersebut. Dampak itu nantinya bisa berupa dampak sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Sebagai informasi tambahan, ketiga apartemen tersebut rupanya membidik mahasiswa sebagai target sasaran utama dalam pemasarannya. Impak Pembangunan Pak Emo, salah satu warga yang tinggal di dekat apartemen mengaku merasa resah lantaran rumahnya tidak mendapat sinar matahari pagi semenjak apartemen tersebut mulai dibangun. “Itu kehalang (bangunan, red), jam 11 saya baru kebagian (sinar matahari, red),” ujar Pak Emo. Pak Emo juga mengeluhkan kebisingan dari proses pembangunan apartemen yang berjalan selama 24 jam. Hal yang sama juga dirasakan Nurul. Nurul mengatakan bahwa dampak yang kentara selain suara berisik tersebut juga debu yang berasal dari proses pembanguan. “Kadang kalau malam itu masih ada suara mesin, kadang ada semen yang muncrat masuk ke halaman,” keluh Nurul, mahasiswi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Semarang. Ia juga mengeluhkan air berlumpur yang menurutnya adalah imbas dari pembangunan apartemen yang terletak di belakang persis tempat sewa kos miliknya. “Semalam itu berlumpur airnya, kebetulan saya di sini udah ada pembangunan ini, tapi gak pernah sampai separah itu,” ujar Nurul ketika ditemui di jalan Tirto Agung (27/6) oleh Tim Tabloid Manunggal. Ferdi, seolah membenarkan pernyataan dari Nurul. “Kalau dampak yang sekarang aku rasakan, airnya jadi kurang bersih mbak,” ujar Ferdi, berprofresi sebagai penjaga kosan. Menanggapi hal tersebut, Siswandi Djamaluddin selaku Project Director dari Alton Apartment menyanggah tudingan tersebut. “Ya harusnya tidak (air yang berlumpur,

6

Foto: Tita/Manunggal

Setidaknya ada empat pembangunan apartemen yang tengah dikerjakan dan berada dalam kawasan Tembalang dekat kampus Undip. Keempat apartemen tersebut yakni: The Alton Apartment @Paltrow City, Abimanyu Apartment, Cordova Edupark Apartment, dan Tamansari Cendekia Apartment. Ingar dari proses pembangunan mulai terasa sejak awal kontruksi ini dibuat.

red) karena pembangunan Alton itu tidak pakai basement yang artinya tidak ada galian yang bisa mempengaruhi sumur-sumur dangkal warga. Kalau dia (air, red) berubah itu ya gak tahu kan bisa saja dari faktor sekitaran yang lain lagi, kita gak ngerti,” sanggah Siswandi. Hal-hal tersebut barulah dampak yang muncul saat proses pembangunan apartemen, sementara itu Ketua Lab Pengembangan Wilayah dan Manajemen Lingkunan, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Undip, Wiwandari Handayani menyatakan kekhawatirannya terkait masalah-masalah yang mucul akibat buntut dari pembangunan apartemen apabila telah dihuni. Pertama adalah masalah ketersediaan air. Menurut Wiwandari atau yang lebih akrab disapa Wiwik, pertambahan aktivitas yang dilakukan oleh setiap penghuni apartemen tentu kebutuhan akan berakibat pada kebutuhan air yang meningkat. “Dengan kondisi yang sekarang saja, beberapa daerah di atas sudah mengalami kekeringan di musim kemarau untuk keperluan air bersih. Sementara PDAM untuk daerah Tembalang itu kan belum terlayani dengan baik, jadi gak bisa juga mengandalkan (PDAM, red) sepenuhnya, masih ngambil sumur,” terang Wiwik. Menanggapi hal tersebut, Siswandi menjelaskan sumber air yang akan digunakan oleh Alton Apartment sudah sesuai dengan standar dan Peraturan Daerah Kota Semarang. “Salah satu (sumber utama air, red) memang tetap PDAM karena di dalam Perda Kota Semarang, untuk ngebor tanah gak boleh,” tukas Siswandi. Selain PDAM, sumber air yang lain berasal dari pengelolaan air lintasan hujan, dan pengelolaan air bersih yang berasal dari sungai dekat lokasi. Rupanya pengolahan air yang dilakukan oleh Alton Apartment

merupakan salah satu hasil kerjasama dengan Undip. “Kita kerjasama dengan beberapa hasil riset temuan dosen maupun mahasiswa (Undip, red) yang kita terapkan dalam pembangunan, salah satunya pengelolaan air yang bisa langsung diminum dan material arsitektur yang bisa menyerap soundproove,” ungkap Siswandi. Kedua, masalah pengendalian banjir. Permasalahan terkait banjir memang sedang ramai diperbincangkan pada Maret lalu. Banjir banyak menggenang di beberapa titik di Undip juga kawasan dekat Undip seperti di jalan Tirto Agung. Kekhawatiran ini muncul apabila apartemenapartemen yang berdiri tidak mempersiapkan sistem drainase yang tepat. “Itu (berdirinya apartemen, red) menutup aliran, apalagi apartemen itu posisinya memang di daerah yang tidak jauh dari sungai dan selama ini juga tanpa kehadiran apartemen itu sudah banjir,” jelas Wiwik. Sementara itu dari pihak Apartemen Alton mengaku telah mengantisipasi hal tersebut. “Menangkap air lintasan dulu, makanya tidak menyebar kemana-mana, yang kita sebut embun. Embun itu yang membuat tangkapantangkapan lintasan air pada saat musim hujan,” jelas Siswandi. Ketiga, permasalahan transportasi dan lalu lintas. Memang diketahui pada saat jam-jam tertentu kawasan di dekat Undip memiliki titik kemacetan. Kemacetan juga terjadi pada saat Undip terdapat acara besar seperti wisuda. “Dengan jalan yang sekarang saja tanpa belum adanya apartemen yang beraktivitas itu kan sudah macet ya mbak pukul empat pagi dan sore karena adanya tambahan aktivitas ekonomi bisa dibayangkan nanti macetnya kaya apa,” ungkap Wiwik. Mengantisipasi hal tersebut, pihak apartemen Alton telah memikirkan strategi agar ke-

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

macetan tidak menumpuk terjadi apabila bangunan telah dihuni. “Ya kalau Alton ini ada dua bukan hanya di Tirto Agung, dekat KFC, salah satu lagi kita buka di samping setelah jembatan itu,” terang Siswandi. Buah Positif Ketiga permasalahan di atas tentunya akan memberikan dampak yang positif manakala dapat terintregasi dengan baik. Nilai positif yang muncul berupa penataan lingkungan yang lebih rapi dan adanya aksesibilitas yang menjadi lebih baik. Terlebih apabila permasalahan terkait ketersediaan air dan penanggulangan banjir dapat terurai. Selain itu, dampak yang berasal dari sektor ekonomi adalah dengan adanya perputaran uang sehingga harapannya ekonomi sekitar dapat berkembang. Pak Emo juga menaruh harapan yang besar terkait pembangunan apartemen apabila telah dihuni. “Menambah keramaian, bisa mendukung usaha sekitar apartemen usaha-usaha seperti warung, laundry, dan fotokopi nanti semua bisa mengangkat usaha itu,” ungkap Pak Emo. Pengaruh yang lain yang muncul berupa meningkatnya lapangan pekerjaan baru khususnya di daerah Tembalang. Selain itu dampak sosial juga akan mulai terasa seperti gaya hidup baru yang berasal dari perubahan kebudayaan masyarakat rumah horizontal dengan rumah vertikal. Menurut Nugroho, salah satu dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip pembangunan apartemen dapat berdampak pada citra Undip. “Bagi sebagian pihak, adanya apartemen bisa meningkatkan image Undip karena dikelilingi oleh perumahan ataupun pemukiman mewah,” ungkapnya. (Azza, Monicha, Safira).


Dosen

OPINI

Pembangunan: Meningkatkan Kualitas dan Daya Saing Oleh: Fajrul Falah, S.Hum. M.Hum.*

tivasi sekaligus sarana untuk terus meningkatkan kualitas diri. Akan tetapi, jika yang dimaksudkan atau menjadi topik adalah pembangunan infrastruktur, maka bisa dilihat beberapa yang telah ada. Undip membangun dan mengembangkan beberapa kampus di Jawa Tengah, seperti di Pekalongan, Batang, Demak, dan Rembang. Kampus-kampus tersebut dikenal dengan sebutan PSDKU (Program Studi di Luar Kampus Utama). Pembangunan kampus-kampus yang berpotensi bertambah tersebut, menjadi urgen mengingat mampu mencerdaskan masyarakat setempat. Selain itu, akses mendapatkan perguruan tinggi yang baik bagi masyarakat setempat dan sekitar menjadi mudah. Bayangkan, melalui pendidikan, jalan hidup (bukan nasib) seseorang bisa berubah ke arah lebih baik. Kualitas sumber daya manusia (SDM) meningkat, perekonomian bisa tumbuh, dan daerah tersebut memiliki daya saing lebih baik. Tentu harus dilakukan dengan perbaikan terus-menerus, melihat perubahan kebutuhan dan tantangan masyarakat yang semakin bekembang. Menumbuhkan Kreativitas Undip juga membangun dan meresmikan gedung baru Fakultas Psikologi, Korean Center di FIB, dan Taman Inspirasi. Pembangunan gedung baru dan peremajaan gedung lama, penting dilakukan untuk mendukung proses Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) lebih baik. Korean

Center pun diharapkan sebagai sarana mahasiswa belajar budaya korea lebih mendalam. Budaya bukan dalam tataran arti umum tampilan fisik, tetapi perilaku positif yang menjadi identitas masyarakat negeri ginseng tersebut. Adagium yang berbunyi bedanya sebagian orang Indonesia dengan Korea “kalau orang Indonesia, kalau belum rusak belum diperbaiki. Kalau Korea, jika tidak diperbaiki maka akan rusak”. Dua perbedaan pandangan yang memiliki konsekuensi berbeda dan menuntut adanya perubahan terus-menerus (improvement). Dari situlah, kita bisa belajar dari (budaya) Korea. Taman inspirasi pun demikian, sebagai panggung dan sarana pengembangan kreativitas mahasiswa (di luar Tri Dharma). Kalau sebelumnya taman yang terletak di depan Gedung Widya Puraya tersebut, sepintas terlihat didominasi sekadar untuk kegiatan foto bersama organisasi mahasiswa (Ormawa). Kini, taman yang dianggap representatif untuk kegiatan mahasiswa itu, nampak ramai. Melalui kegiatan berdiskusi dapat memunculkan inspirasi, kemampuan softskill mahasiswa terlatih dan tumbuh. Kata orang bijak, “Kalau kita hanya belajar membaca buku, maka hanya belajar satu bab. Tetapi, jika diskusi maka belajar banyak bab”. Belajar memahami dari sudut pandang berbeda. Saat Dies Natalis Undip ke-61 pada 2018 di tempat tersebut digelar panggung Undip Berpuisi “Cinta dalam Larik Kata” bersama Guber-

nur Jawa Tengah (Jateng), Sekda Jateng, rektor beserta wakilnya, dekan, dan mahasiswa. Kegiatan semacam itu, bisa menginspirasi sebagian publik yang menyaksikan. “La wong gubernur saja baca puisi, maka kenapa saya nggak?” Artinya, banyak potensi yang bisa digali dan disalurkan melalui taman tersebut, kembali pada individu masing-masing. Tentunya taman dan sebagian pembangunan yang ada, harus diimbangi dengan partisipasi aktif dan positif civitas akademika Undip, untuk memastikan bahwa fasilitas-fasilitas yang telah dibangun, bisa dijaga dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan kata lain, upaya-upaya pembangunan tersebut, di era persaingan semakin ketat saat ini begitu penting, mengingat dari situlah pembangunan SDM dimulai, kualitas dan daya saing mulai meningkat dan diperhitungkan di kancah global. Semoga. *) Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro

Foto: Dok. Pribadi

Jika dilihat dalam tiga tahun terakhir (mulai 2017), Universitas Diponegoro (Undip) mengalami banyak perkembangan. Hal tersebut dikarenakan terjadi perubahan status Undip menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) pada 2017. Perubahan tersebut, didasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah RI nomor 52 tahun 2015. Predikat PTN BH yang disandang menjadikan Undip memiliki wewenang yang salah satunya adalah hak mengelola dana secara mandiri. Konsekuensi logis dari status dan kewenangan tersebut yang cukup nampak adalah pembangunan. Ada dua pembangunan yang nampak signifikan di Undip. Pertama pembangunan fisik atau infrastruktur (tangible) dan kedua, pembangunan nonfisik atau sumber daya manusia (intagible). Berberapa pembangunan dan upaya yang dilakukan universitas yang mengejar ranking 500 besar universitas dunia itu, antara lain meningkatkan mutu riset dosen, menyelenggarakan pelatihan/klinik manuskrip dan submit publikasi internasional demi menggenjot publikasi ilmiah di kancah internasional (terindeks Scopus), serta mendorong dosen dengan kualifikasi pendidikan masih S2 (master) untuk melanjutkan studi S3 ke luar negeri. Meningkatkan Daya Saing Sebagai personal dosen, upaya-upaya pembangunan yang dilakukan universitas riset tersebut begitu terasa dan menjadikan mo-

Mahasiswa Infrastruktur Undip, Benarkah Untuk Tujuan Pendidikan? Oleh: Pascalis Muritegar Embu-Worho Mahasiswa Program S1 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Saat ini, saya merasa cukup heran dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di Fakultas Psikologi. Beberapa teman saya mengeluhkan mendapat dosen kurang optimal dalam mengajar suatu mata kuliah, saya pun juga pernah merasakannya. Sebagai contoh, dosen yang sering meminta maaf dan mengaku kepada mahasiswa karena masih harus banyak belajar tentang mata kuliah tersebut, menjadi aneh saat mahasiswa harus belajar dari orang yang masih belajar juga, tapi mendapat izin oleh kampus. Contoh lain adalah keluhan dari dosen-dosen yang mengaku kurang istirahat karena terlalu sibuk mengajar mata kuliah yang berbeda-beda. Sehingga beberapa kali harus mengorbankan kelas yang lain. Fakta ini membuktikan bahwa Fakultas Psikologi masih membutuhkan lebih banyak tenaga pendidik yang memadai. Permasalahan ini tentunya akan berdampak buruk dari proses belajar mahasiswa yang sudah membayar setiap semester kepada pihak kampus untuk dicerdaskan. Namun, proses belajar mengajar

itu sendiri ternyata belum bisa berjalan dengan optimal. Selain itu, jumlah lulusan S3 di Fakultas Psikologi juga masih terhitung sedikit untuk bisa membuka program S2, sementara dosendosen yang masih berkuliah S3 saat ini belum lulus. Walaupun berada dalam kenyataan ini, Fakultas Psikologi dengan berani memperbanyak mahasiswa setiap tahunnya dan berencana membuka program S2. Hal yang perlu dipertanyakan adalah apa dasar dari keberanian tersebut. Dengan fasilitas gedung dan laboratorium yang ada dan dirasa memadai, kemungkinan itulah yang menjadi sumber kebijakan dan rencana tersebut. Disini dapat dilihat bahwa ada fenomena pembangunan infrastruktur yang berpengaruh pada kebijakan atau perencanaan. Namun, tidak dibarengi dengan perbaikan di ranah tenaga pengajarnya. Fakultas Psikologi memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas fenomena ini, sebab kebijakan dan perencanaan tersebut tidak akan terjadi tanpa mendapat persetujuan dari jaja-

ran rektor. Oleh karenanya, sebagaimana kita ketahui bahwa infrastruktur merupakan penunjang utama, dimana penunjang tetaplah penunjang, bukan landasan. Jadi pembangunan infrastruktur atau prasarana sebagai penunjang terlaksananya tujuan berupa gedung dan laboratorium seharusnya bukan jadi perhatian utama bagi kampus, melainkan infrastruktur orang-orang yang berbicara pada mimbar akademik. Sebab bila memang tujuannya untuk memberikan pendidikan, maka peran yang lebih penting bukan sarana kampus, melainkan tenaga pengajarnya. Tapi faktanya hal tersebut malah tidak terlalu diperhatikan. Setiap kebijakan maupun perencaan pasti memiliki motif dibaliknya. Kasus ini membuktikan bahwa motifnya bukan lagi ditujukan untuk pendidikan, melainkan untuk kepentingan Undip sebagai instansi. Sebagai contoh, dengan bertambahnya jumlah mahasiswa ini akan memperbanyak pemasukan Undip dari uang-uang yang dibayar oleh mahasiswa, namun tidak diperhatikan nasib perku-

Foto: Dok. Pribadi

liahannya. Terdapat kemungkinan bahwa pemasukan tersebut bisa saja dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur lain yang bisa menunjang tercapainya tujuan pendidikan, namun kenyataan bahwa ada pembiaran atas ketidakjelasan mutu pendidikan di salah satu fakultas tidak bisa dipungkiri. Undip telah terjebak dalam paradigma tersebut, entah akan sampai kapan. Permasalahan lainnya adalah tidak banyak orang yang menyadari, alias terlena dan membiarkan saja ketersesatan ini berlanjut terus.

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

7


PENELITIAN DOSEN Tingkatkan Nilai Kejujuran dalam Pengalokasian Dana Desa Sudah banyak penelitian yang dikembangkan dengan menggunakan metode Analythical Hierarchy Process (AHP). Tapi ada yang menarik dari penelitian yang dilakukan oleh Deden Dinar Iskandar. Pada penelitian miliknya, terdapat “nasihat awareness” dalam pengalokasian dana desa. Dana desa merupakan dana APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/ kota dan diprioritaskan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Berbasis Pendekatan disalahgunakan mbak. Di Eksperimen Laboratori- mana kejujuran pada genum erasi ini sudah mulai diabaiKetika ditemui oleh awak kan terutama para petinggiTabloid Manunggal pada petinggi jabatan,” ungkap Rabu (13/03) di ruang Deden. dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip, Deden menceritakan lebih dalam mengenai alasannya menggunakan pendekatan eksperimen laboratorium. Selain karena eksperimen laboratorium dapat menciptakan situasi kehidupan nyata dalam sebuah setting laboratorium, penelitian dengan menggunakan eksperimen laboratorium lebih efisien dari segi waktu pengerjaan. “Dengan pendekatan ini nggak lama Mbak prosesnya dua jam saja cukup dan dilakukan di Laboratorium Kewirausahaan FEB Undip. Kalau lama (proses pengerjaan, red) nanti yang menjadi objek penelitiannya tidak fokus lagi,” jelasnya.

Deden memperhatikan bahwa kejujuran pelaku pemerintahan dan transparansi mengenai dana desa menuai banyak kontroversi. Ada anggapan mengenai dana desa yang tidak tersalurkan untuk kebutuhan masyarakat desa melainkan hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Hal tersebut menjadi permasalahan yang kompleks karena masyarakat desa masih minim akan kesejahteraan. “Saya sendiri mengembangkan penelitian ini dengan metode AHP dirasa lebih tepat untuk menggambarkan permasalahan transparansi dana desa di Indonesia yang 8

Permasalahan transparansi dana ini bisa diambil dari contoh dengan lingkup yang lebih kecil. Misalnya, pemberian uang senilai Rp100.000,- untuk dibagikan setengahnya ke salah seorang rekan, tetapi pada akhirnya uang tersebut hanya dibagikan 10 persen dari jumlah tadi. Hal tersebut sudah menunjukan tidak adanya transparansi dana yang dapat mengakibatkan kerugian pihak lain. Ini berlaku pada subsidi maupun pajak yang tidak ada transparasinya dari para oknum sehingga menyebabkan kerugian berbagai pihak. Solusi dari AHP

Penelitian ini berusaha menawarkan solusi untuk mengatasi kegagalan pencapaian tujuan pemberian dana desa seperti yang sudah diuraikan di atas. Solusi yang ditawarkan adalah dengan menerapkan Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam forum musyawarah untuk mengalokasikan dana desa. AHP sendiri dapat diartikan sebagai alat yang efektif dalam proses pengambilan keputusan kelompok dan bisa membantu semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan dapat mencapai keputusan yang baik. Tentunya, AHP bisa berfungsi sebagai alat pendukung keputusan yang akurat. Hal tersebut bisa mengatasi po-

tensi masalah alokasi dana desa, yaitu kurangnya kemampuan perencanaan dari komponen masyarakat yang terlibat dalam musyawarah desa. Penggunaan AHP dalam pengalokasian dana desa memiliki potensi untuk meningkatkan alokasi dana desa bagi kepentingan masyarakat dan mengurangi potensi penyimpangan yang disebabkan dominasi elit perangkat desa. Selain itu, AHP yang diwajibkan dan disertai dengan mekanisme transparansi bisa memberikan hasil yang lebih baik daripada AHP yang ditawarkan sebagai prosedur pendukung pengambilan keputusan tanpa ada mekanisme pemaksaan. Dalam konteks pengalokasian dana desa, dokumen berbasis AHP bisa dipaparkan dalam sebuah forum pertanggungjawaban masyarakat secara umum maupun forum eskternal dengan otoritas yang diakui (misalnya lembaga dan alat kelengkapan pemerintah di tingkat yang lebih tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM pemerhati masalah pembangunan desa, serta media massa lokal). “Manfaatnya bisa memberikan insight untuk kebijakan yang bisa diambil pemerintah terkait efektivitas dana desa,” ujar Deden. Menurutnya pula, hasil dari penelitiannya dapat dijadikan sebagai wacana dan metode baru dalam penelitian-penelitian yang lain untuk kebijakan publik bagi para akademisi. Ketika ditanya mengenai

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

kendala pada saat melakukan penelitian, Deden hanya menjawab terdapat masalah dalam pengambilan sampel. “Sampel dari mahasiswa ekonomi dan mahasiswa non ekonominya mbak, kalau yang ekonomi sudah lebih paham mengenai bahasa-bahasa ekonomi, kalau yang mahasiswa nonekonomi belum sepenuhnya mengerti (bahasa-bahasa ekonomi, red) bahkan ada yang tidak paham sama sekali.” ujar Deden. Deden juga menegaskan, penyusunan penelitian dari tahap awal hingga akhir bisa terselesaikan hanya dalam waktu 10 jam. “Kebetulan sebelumnya saya sudah pernah melakukan hal tersebut,” ungkap Deden. (Monicha)


PENELITIAN M A H A S I S WA Pupuk Bioorganomineral: Solusi Atasi Penyakit pada Bawang Merah

Degradasi lahan akibat dari penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia yang berlebihan mengakibatkan budidaya tanaman bawang merah tidak terproduksi secara maksimal. Hal ini juga berdampak pada bawang merah yang rentan terserang penyakit.

Foto: Dok. Pribadi

Selain dua hal tersebut, kebiasaan para petani dalam penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia melebihi dosis yang direkomendasikan semakin memperburuk keadaan budidaya bawang merah. Mengingat bahwa kebutuhan akan bawang merah dalam negeri kian tinggi mendorong untuk ditemukan langkah konkrit guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan segera. Zakiyyudin Ahmad dari jurusan S1 Agroekoteknologi berusaha menjawab permasalahan tersebut dengan menciptakan pupuk bioorganomineral. Pupuk bioorganomineral ini dinilai banyak mengandung agensi hayati dan mineral. “Ya, kandungan pupuk ini (bioorganomineral, red) yang bikin jadi ramah lingkungan,” ungkap Zaki. Bersama dua rekan yang lainnya, Cinthya Ramadhani yang juga berasal dari jurusan S1 Agroekoteknologi, dan Cinthya Damayanti dari jurusan S1 Agribisnis membentuk tim dalam Program Kreativitas Mahasiswa – Penelitian (PKM-PE) yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Tim yang terbentuk dari hibah penelitian Universitas Diponegoro sejak tahun 2018 ini diketuai oleh Zaki sendiri.

Proses dan Manfaat Penelitian Zaki menuturkan bahwa penelitian mengenai pupuk bioorganomineral ini merupakan penelitian berlanjut dan penyempurnaan. “Jika sebelumnya kami menggunakan pupuk organik dari sampah daun, kini kami menggantinya dengan daun trembesi yang banyak tumbuh di sepanjang jalan pantura,” ujar Zaki. Daun trembesi dipilih karena termasuk dalam tanaman yang bergolongan leguminase dan mengandung nitrogen yang baik untuk tanaman. Selain daun trembesi, komponen lain yang digunakan yaitu zeolite dan batuan fosfat sebagai sumber mineral juga agensi hayati Trichoderma sp. Pembuatan pupuk biorganomineral diawali dengan pengomposan daun trembesi sebanyak 1 kg terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan mencampur zeolite, batuan fosfat masing-masing 0,5 kg, dan agensi hayati Trichoderma sp. 0,25 kg. Campuran bahan-bahan kemudian diinkubasi selama dua hari dan dicetak menjadi bentuk tablet kemudian dikeringkan. Pupuk yang telah jadi dapat diaplikasikan pada tanaman bawang merah sejak dua minggu setelah tanam. Bentuk pupuk menjadi tablet bukan tanpa maksud. Pu-

puk tablet yang belum banyak di pasaran menjadi daya tarik sendiri dari produk ini. Pupuk berbentuk tablet memudahkan petani dalam pengaplikasian serta daya pakai pupuk yang lebih efisien dibanding pupuk berbentuk bubuk karena proses pencucian oleh air lebih lambat. Sehingga penggunaan pupuk organomineral ini jauh lebih hemat juga bersifat ramah lingkungan karena tersusun dari bahanbahan hayati yang murah dan mudah didapat. Kinerja efek pemberian pupuk bioorganomineral pada tanaman bawang merah yang didapat lebih baik jika dibandingkan dengan pupuk anorganik di pasaran. Tanaman bawang merah yang diberikan pupuk bioorganomineral pada minggu kedua setelah tanam memberikan hasil lebih panen tinggi dan tanaman yang terbebas dari serangan Layu Fusarium. “Hasil dari penelitian kami kemarin pupuk kami bisa melebihi penggunaan pupuk kimia anorganik itu untuk parameter produksi. Untuk ketahanan terhadap penyakit penggunaan pupuk kita aman dari serangan,” jelas Zaki. Meski begitu, Zaki mengungkapkan bahwa penelitiannya masih memiliki kekurangan sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hasil pada skala lapang. “Kita hanya sebatas

studi pustaka sama penelitian di greenhouse,” tutur Zaki. Prospek ke Depan Zaki dan kawan-kawan – melalui penelitian pupuk bioorganomineral – telah mengikuti konferensi di Malaysia pada 8-12 Juli lalu. Tim ini juga telah mendaftarkan hak paten untuk komposisi pupuk. Rencana ke depan, penelitian ini akan dikembangkan pada tanaman yang lainnya serta berfokus pada penanggulangan penyakit layu fusarium. Selain itu pengembangan penelitian ini juga diarahkan pada bidang pengabdian masyarakat dan jangka panjang akan mengarah pada bisnis untuk dikomersialkan. “Kalau komersialkan sambil jalan, sudah mengajukan formulanya untuk paten, rencana juga kita mau ikut PKM pengabdian atau (PKM, red) kewirausaan,” ungkap Zaki. Zaki juga berpesan agar mahasiswa dapat mengilhami nilai tri dharma perguruan tinggi. “Kenalilah masyarakat sekitar dengan segala permasalahannya. Cobalah pecahkan masalah dengan ilmu yang dimiliki, insyaallah akan bermanfaat” ujarnya (Nanik).

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

9


JAJAK PENDAPAT Akurasi Pembangunan di Universitas Diponegoro

Ya

Bagaimana pendapat Anda mengenai pembangunan yang dilaksanakan di Undip?

Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik

Apakah terdapat fasilitas-fasilitas baru di Fakultas Anda?

Ya, yaitu pembangunan : - Close House FPP - Gedung Pascasarjana FSM - Mushola Baru FISIP - Pembangunan Sekolah Vokasi - Gedung PKM FH - Gedung baru Psikologi, dsb. Tidak, yaitu pembangunan - Ruang publik untuk berkumpul - Perbaikan kelas dan perlengkapannya yang mendukung perkuliahan - Renovasi gedung B (gedung sejarah) - Perbaikan atap GSG FIB, dsb.

Menurut Anda, apakah pembangunan di Undip sudah tepat sasaran?

Tidak

Sudah Cukup Kurang Belum

Alasan: - Saya melihat pembangunan lebih difokuskan kepada fakultas yang mempunyai banyak uang. Banyak yang tidak mengalami pembangunan karena kekurangan dana. - Sudah mulai dibangun gedung-gedung yg dirasa diperlukan, semisal sekolah vokasi. - Penentuan pelaksanaan pembangunan kurang memperhatikan urgensi — yang lebih darurat. -Mungkin cukup tepat guna menunjang mahasiswa yang semakin bertambah. - Secara bertahap Undip sudah memerhatikan kebutuhan setiap fakultas, dsb.

Saran pembangunan Undip selanjutnya: - Harus dibuat lebih merata semua fakultas dan pertimbangkan lagi prioritas mana yang penting dan kurang penting - Para pemangku kepentingan bisa mengadakan survei untuk melihat apa saja yang diperlukan dalam membangun undip. - Benahi saluran air di undip dahulu agar tidak sering banjir lagi, melakukan perawatan berkala dan renovasi bangunan lama apabila diperlukan - Pembenahan SDM, dan tata kelola anggaran; Pembangunan jalur pedestrian yang ramah dan menghubungkan antar fakultas; Kampus MSTP Teluk Awur benar-benar diaktifkan kembali sebagaimana mestinya untuk penelitian; Peningkatan pemeliharaan sarpras - Tanam pohon lebih banyak agar Undip lebih asri - Alokasi dana untuk perawatan gedung juga harus diperhatikan Pembangunan merupakan suatu upaya terencana yang dilakukan guna memperbaiki atau mengubah ke posisi yang lebih baik. Menurut salah satu ahli, yaitu Mohammad Ali menyatakan bahwa pembangunan adalah upaya terencana yang dilakukan guna memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas manusia dengan berlandaskan infrastruktur, sarana, dan prasarana. Universitas Diponegoro (Undip) sebagai salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia tentunya terus berupaya meningkatkan kualitasnya agar mampu masuk ke jajaran 500 Besar World Class University. Dilansir dari laman undip.ac.id, dalam pidato pelantikan Prof. Yos Johan Utama sebagai Rektor Undip mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar Undip dapat masuk ke 500 Besar World Class University, di antaranya perbaikan infrastruktur, penataan sistem serta memperkuat perencanaan dan kebijakan. Perbaikan infrastruktur tentu merupakan salah satu jenis pembangunan yang dilakukan. Selain itu, terdapat beberapa pojok Undip yang telah mengalami pem-

10 10 10

bangunan, seperti pembangunan gedung sekolah vokasi dan rencana pembangunan Program Studi di Luar Kampus (PSDKU) di Batang, Rembang, Demak, dan Pekalongan. Lembaga Pers Mahasiswa Manunggal melakukan jajak pendapat mengenai ketepatan atau akurasi pembangunan di Undip. Jajak pendapat ini menggunakan metode random sampling dengan derajat kesalahan 10%. Responden merupakan mahasiswa Undip dari berbagai fakultas. Hasil dari jajak pendapat ini tidak bertujuan untuk menggambarkan pendapat seluruh civitas akademika Undip Semarang. Pelaksanaan Pembangunan Undip Berdasarkan survei yang telah dilaksanakan tanggal 8 Mei 2019 dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa Undip menganggap pembangunan yang telah dilaksanakan cukup baik. Dari 120 responden yang terlibat, sebesar 46% responden menganggap pembangunan sudah cukup baik dilaksanakan, 34% responden menganggap pembangunan sudah baik dilaksanakan, 10% kurang baik dilaksanakan, 7% sangat baik dilaksanakan, dan 3% sangat kurang baik dilaksanakan.

Hasil survei mengatakan bahwa sebesar 70% responden menyatakan terdapat pembangunan yang dilakukan di fakultas. Pembangunan-pembangunan yang telah dilakukan di Undip, di antaranya pembangunan sekolah vokasi dan gedung, seperti gedung pascasarjana FSM, gedung psikologi, gedung PKM FH, dan gedung parkir bersama. Tidak hanya pembangunan gedung saja, Undip juga memperbaiki jaringan wifi, merevitalisasi ruang kelas, membangun close house, Fresh Mart, dan tangga berjalan untuk disabilitas di Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP), mushola untuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), masjid untuk Fakultas Kedokteran (FK), lapangan untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), kantin Fakultas Ilmu Budaya (FIB), atm di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan membangun sejumlah laboratorium, seperti laboratorium korean center dan laboratorium bloomberg. Meskipun banyak pembangunan yang telah dilakukan, 30% responden mengatakan masih terdapat beberapa sudut yang luput, misalnya pembangunan gedung teknik komputer, perbaikan atap GSG FIB, dan pembangunan laboratorium yang dibutuhkan untuk menunjang perkuliahan.

Manunggal Manunggal -- Edisi Edisi II Tahun Tahun XIX XIX Agustus Agustus 2019 2019

Tingkat Akurasi Pembangunan Undip Sebanyak 46% responden mengatakan bahwa pembangunan di Undip cukup tepat sasaran. Sementara sisanya, yaitu 34% mengatakan kurang tepat, 12% mengatakan belum tepat, dan 8% mengatakan sudah tepat sasaran. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi responden menilai pembangunan cukup tepat sasaran, mulai dari sudah cukup banyaknya gedung yang dibangun hingga masih ada sarana umum atau gedung fakultas yang lebih urgen untuk dibangun, namun belum dilaksanakan. Menilik hasil survei mengenai akurasi pembangunan Undip yang masih di tingkat cukup, responden berharap ke depannya pembangunan yang dilakukan lebih merata dan mengutamakan sarana umum, seperti pembuatan jalur pedestrian, perbaikan saluran air, menambah penerangan khususnya di daerah lingkar Undip, dan melakukan penghijauan agar lingkungan sekitar Undip lebih asri. Responden juga menyarankan agar dilakukan survei berkala tentang suatu penjuru Undip yang membutuhkan sehingga pembangunan dapat tepat sasaran.


P E R JA L A NA N Taman Indonesia Kaya, Panggung Pertunjukan Seni Nusantara

Foto: Tita/Manunggal

Hadirnya Taman Indonesia Kaya menjadi sarana rekreasi gratis bagi masyarkat sekaligus tempat melestarikan dan mengenalkan budaya Nusantara kepada masyarakat. Taman yang terletak di jalan Menteri Supeno, Mugassari, Semarang Selatan ini berdiri di lahan seluas 5.000 meter persegi. Taman dengan ikon amphitheater besar yang berada di tengahnya ini menyediakan pelataran yang berkapasitas 1.000 pengunjung dan ruang hijau yang mengelilinginya. Taman Indonesia Kaya kerap menyajikan pertunjukkan seni bersama senimana se-Jawa Tengah, khususnya semarang dan berbagai komunitas-komunitas seni di Jawa Tengah. Fasilitas dan Fungsi Taman yang diresmikan pada 10 Oktober 2018 lalu ini merupakan proyek kerjasama antara Bakti Budaya Djarum Foundation dengan Pemerintah Kota Semarang dalam menyediakan ruang terbuka untuk kegiatankegiatan budaya. Adanya taman ini merupakan kelanjutan dari program pelestarian budaya nusantara yang sebelumnya juga telah berjalan dengan berdirinya Galeri Indonesia Kaya dengan memadukan konsep edukasi dan digital multimedia di Jakarta.

Pendirian Taman Indonesia Kaya sendiri didasari pada rasa kepedulian atas budaya dan kesenian Jawa Tengah, khususnya kota Semarang, yang perlu dikembangkan kembali dengan menyediakan panggung budaya bagi para seniman. “Kita melihat budaya khususnya kota Semarang juga harus dikembangkan lagi, akhirnya kita bekerja sama dengan Pemerintah Kota Semarang, memilih tempat ini yang sekarang dinamakan Taman Indonesia Kaya menjadi ruang terbuka untuk dilaksanakan kegiatan-kegiatan budaya seperti malam ini,” ujar Teguh, selaku pengelola Taman Indonesia Kaya (30/3). Teguh menjelaskan, dengan adanya ruang terbuka untuk dilaksanakannya kegiatan-kegiatan kebudayaan masyarakat bisa datang kapan saja untuk menikmati pertunjukannya secara sukarela. Bentuk panggung budaya sengaja dibuat melingkar agar lebih fleksibel untuk digunakan ketika ada acara-acara pementasan. Selain sebagai tempat berekspresi para seniman atau komunitas-komunitas budaya di Semarang, Taman Indonesia Kaya juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk mengadakan berbagai acara seperti

Foto: Tita/Manunggal

Mengusung konsep ruang publik (public place), Taman Indonesia Kaya menjadi sarana rekreasi sekaligus panggung ekspresi bagi para seniman Jawa Tengah.

senam, latihan menari, dan latihan membaca puisi. “Kalau pagi, siang, sore anak-anak TK dan SD, mereka sama gurunya belajar di ruang terbuka atau biasanya jam 11 atau 12 ada ekstrakurikuler dari SMA atau SMK yang latihan menari atau latihan puisi. Jadi tidak hanya berpotensi wisata tapi yang lebih menyenangkan karena tamannya benar-benar bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan pendidikan,” ucap Teguh. Fasilitas lain yang ada di taman ini adalah adanya ruang persiapan bagi para penampil (backstage) yang berada di bawah panggung, toilet umum dan disabilitas, air mancur menari yang dapat bergerak seiring dengan lagu-lagu daerah dan lagu perjuangan yang diputar, serta gerbang mural karya lima seniman Semarang (Puthut Aldoko Wilis, Arief Hadinata, Azis Wicaksono, Guruh Indra dan Muhammad So’if). Selain itu, Taman Indonesia Kaya juga menyediakan kran air siap minum bagi pengunjung. Kedepannya, Taman Indonesia Kaya direncanakan sebagai tempat dilaksakannya pameran edukasi serta instalasi seni rupa. Acara tersebut sekaligus memberi kesempatan bagi komunitas mahasiswa maupun masyarakat untuk mengekspresikan bakatnya dalam bidang seni dan budaya. Daya Tarik Wisatawan Penyelenggaraan acara-acara pementasan kesenian setiap bulannya menjadikan Taman Indonesia Kaya sebagai destinasi wisata baru bagi masyarakat.

Pementasan yang diselenggarakan, seperti musik akustik, gamelan, dan kegiatan lain, berkaitan dengan seni dan budaya di Indonesia. Ruang hijau yang dilengkapi lampion serta kursi-kursi taman dan gerbang mural menjadi spot instagramable bagi kaum milenial. Keberadaan air mancur menari yang dijadwalkan menyala mulai pukul 19.00-20.00 menjadi sarana rekreasi bagi anak-anak. Setiap malam taman budaya outdoor ini selalu ramai dengan wisatawan. Mereka yang datang mayoritas penduduk asli Semarang dan mahasiswa yang berekreasi bersama keluarga atau teman-temannya. Beberapa pengunjung mengatakan cukup terhibur dengan adanya acara-acara kesenian yang diadakan. “Suka datang kesini karena bagus, ramai, asyik. Kalau penat masyarakat bisa langsung datang kesini entah untuk refreshing atau melihat performance. Bagus karena menampilkan festival-festival tradisional juga,” jelas Nur Astri, salah satu pengunjung Taman Indonesia Kaya. Bahkan beberapa pengunjung telah datang lebih dari satu kali ke Taman Indonesia Kaya. Jumlah pengunjung bertambah saat malam minggu atau liburan. “Saya sudah tiga kali kesini. Ya, karena bagus, murah, untuk liburan dengan keluarga juga dan acara-acara seperti ini (pentas kesenian, red) di malam minggu,” ungkap Sutarjo Hadi, salah satu pengunjung lainnya. (Kartika)

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

11


SOSOK Ester Elisabeth Keluar dari Zona Nyaman dengan Target Lomba per Bulan

Menjadi mahasiswa bukan berarti hanya sekadar kuliah dan organisasi saja, tapi bagaimana meng-upgrade diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman. Jika hanya terfokus pada akademis dan organisasi saja, maka kita tidak akan tahu batas kemampuan yang kita miliki. Ester Elisabeth mencoba hal itu dengan membuat target satu bulan membawa kemenangan satu piala.

Ester, mahasiswi semester enam ilmu komunikasi ini memiliki segudang aktivitas selain berkutat di akademis. Ester pernah menjabat sebagai kepala bidang riset BEM Fisip Undip, dan sekarang sebagai ketua himpunan Ilmu Komunikasi serta penerima beasiswa Tanoto Foundation. Sejak SMA, Ester sudah banyak mengikuti perlombaan. Di antara seabrek lomba yang pernah dia ikuti, debat bahasa Inggris-lah yang menjadi passion-nya. Gagal? Tentu Ester pernah merasakannya. Namun bagi Ester, kalah dalam perlombaan dapat memberikan pengalaman yang membuatnya termotivasi untuk lebih baik lagi. Dalam perkuliahan Sejak menyandang gelar mahasiswa baru, Ester telah mendapatkan juara satu dalam ajang lomba debat bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh akademi kepolisian tingkat provinsi. Bagi Ester, meningkatkan kapasitas diri jelas diperlukan dan untuk mampu menilik batas kemampuan maka harus siap menghadapi tantangan baru. “Orang yang tipikal kalau

12

Foto: Dok. Pribadi

MAHASISWA

terus di zona nyaman, maka tidak akan tumbuh, jadi ingin mencari hal-hal yang membuat deg-deg-an atau tantangan baru dari maba,” ucap Ester ketika ditemui pada hari Selasa, (26/3) di Gedung C FISIP Undip. Semenjak duduk di semester pertama, Ester sudah membuat target untuk mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang produktif. Misalnya, mengikuti organisasi, mendapatkan beasiswa, kerja part time menjadi penerjemah dan memenangkan lomba. Selain menargetkan diri untuk mengikuti berbagai perlombaan, Ester juga memiliki impian agar lulus dengan perdikat cumlaude. Dengan kerja kerasnya, tidak heran jika tahun 2019, Ester berhasil menjadi runner up Mawapres Undip. Ada dua lomba yang paling berkesan menurut Ester, pertama National University Debating Championship di Semarang pada tahun 2017. Pada waktu itu, dia berhasil sampai semifinal dalam ajang lomba debat tingkat internasional tersebut. Sebel-

umnya di ajang yang sama, delegasi dari Undip hanya sampai seperdelapan final tahun 2010 lalu. Kedua, Model United Nation di Harvard University pada Februari 2018. Meskipun belum berhasil, tetapi ada kesan tersendiri ketika mengikuti lomba di sana, seperti cuaca yang berbeda dengan di Indonesia juga faktor persaingan delegasi dari negara lain yang ketat untuk menjadi yang terbaik.

temannya. Bukan bermaksud untuk “anti sosial,” tetapi kepada menggunakan waktu untuk kegiatan yang lebih positif.

Ester berpesan untuk mahasiswa lain agar fokus ketika mengikuti kompetisi, dan temukan komitmen serta passion yang sesuai dengan minat. “Orang gagal karena dia gak tahu prioritasnya. Selama kita melakukan pekerjaan yang baik dan berdampak baik, kita gak usah mencari teman, tapi Tips dan Trik teman yang akan mencari kita,” Sejauh ini, sekitar 30 piala ungkap Ester. (Muda’i) telah dibawa pulang dalam mengikuti perlombaan baik itu tingkat nasional maupun internasional. “Jadi menang paling sekitar 10-12 lomba dalam setahun, jadi kalau dihitung sampai sekarang 30-an kali lomba,” jelas Ester. Untuk mencapai hal tersebut, ternyata ada beberapa tips dan trik yang dikemukakan Ester. Pertama, Ester seringkali hanya tidur dua jam dalam sehari untuk mengejar deadline lomba ataupun tugas kuliah. Kedua, Ester “mengurangi” kegiatan hang-out bersama teman-

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019


SOSOK Fashion Unik Ala Mirya Anggrahini

DOSEN Dulu, saat saya masih berstatus sebagai mahasiswa baru, saya dan teman-teman dari jurusan Sastra Indonesia dikumpulkan dalam satu ruangan. Oleh kakak tingkat, masing-masing dari kami menerima secarik kertas bertuliskan “Kartu Rencana Studi.” Salah satu di antara kakak tingkat tersebut – yang sampai sekarang belum saya kenal – menyuruh kami untuk segera menemui wali dosen masingmasing. Katanya waktu itu, “Kalau mau ketemu Bu Mei (sapaan Mirya) gampang, cari yang outfit dari atas sampai bawah yang warnanya sama.”

Foto: Azza/Manunggal

Begitulah Mirya dikenal oleh warga Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip. Bahkan barangkali, di fakultas yang lain juga. Gaya berbusana dengan warna yang senada berikut dengan aksesorisnya merupakan outfit sehari-harinya. Tak heran jika hal ini telah melekat sebagai kekhas-an yang dimiliki oleh Mirya dan dinilai unik. Berawal dari Tidak Bisa Dandan

menjadi demikian. Mulanya, Mirya mengoleksi kacamata dengan berbagai frame warnawarni dan berlanjut mengoleksi aksesoris gelang dengan warna-warna yang berbeda juga. Model berbusana Mirya adalah atasan dengan bermotifkan batik atau garis. Menilik ke bawah, Mirya biasanya memakai setelan celana yang warnanya mengikuti warna pakaian atasnya. Aksesoris yang biasa dipakai Mirya adalah kacamata dan jam tangan. Kedua aksesoris ini juga berwarna sama dengan warna pakaiannya. Ide berpakaian seperti ini sebenarnya muncul karena adanya perasaan bahwa dirinya tidak bisa berkreasi. “Kreasi saya itu mati, terus dari situ saya kalau bikin baju modelnya semua begini, yang penting (warna dari atas sampai bawah, red) merahmerah-merah,” tambahnya.

Mirya, salah satu dosen tetap yang mengajar di FIB Undip mengaku gaya berbusana sehari-hari untuk mengajar di Undip memang dikarenakan dirinya yang merasa tidak bisa berias. “Gak bisa caranya buat alis, make-up-an itu jujur gak bisa,” ungkapnya ketika ditemui di kantornya (23/4). Hal inilah yang kemudian membuat Mirya memakai outfit dengan warna yang senada tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri. Gaya berbusana semacam Gaya berbusananya ini, tidak itu rupanya sudah dilakoni oleh serta-merta langsung berubah Mirya sejak tahun 2007. Sebe-

lum memakai model pakaian yang sekarang, dahulu Mirya memakai setelan hem mode laki-laki yang dipadukan dengan celana jeans. Meski begitu, kostum yang selama ini menarik perhatian, menurut Mirya hanyalah hal yang biasa-biasa aja dan tidak bermaksud untuk meningkatkan eksistensinya juga. “Ya biasa saja, seadanya. Saya gak punya perasaan apa-apa agar dilihat orang lain,” ujar dosen yang akrab disapa Bu Mei ini. Mirya juga menambahkan bahwa dia tidak mempermasalahkan busana yang dipakainya melainkan mempertimbangkan perihal kenyamanan. Koleksi Aksesoris Untuk menunjang fashion style miliknya, Mirya banyak mengoleksi kacamata dan jam tangan agar penampilannya lebih terlihat selaras. Untuk saat ini, total jumlah kacamata miliknya mencapai 34 buah, sementara jam tangan, Mirya mengaku me-

miliki jumlah yang lebih banyak dari kacamata. “Lebih kalau itu (jam tangan, red). Kata teman saya warna itu gak sampe 34 lho, kok kamu punya sampai 34? Lah bagaimana kalau ini putus atau rusak? Merahnya dua, birunya dua begitu,” timpal Mirya. Untuk menaruh koleksikoleksinya, Mirya memiliki tempat kaca khusus yang ditaruh berdasarkan warna-warna yang cocok sebagai gradasi. Mirya menambahkan, aksesoris yang sulit didapat adalah yang berwarna kuning dan hijau. Mirya biasanya membeli kacamata ataupun jam tangan miliknya di pedagang-pedagang yang menjual di jalanan. “Nah ke Candi Borobudur setiap bulan Mei saya antar mahasiswa, mereka semua kesana (candi borobudur, red), saya justru cari kacamata. 100.000 dapat 10,” jelasnya. Koleksi aksesoris miliknya juga tidak dipatok dengan harga yang tinggi, meskipun ada beberapa yang mahal – yang biasanya hanya dipakai pada acara-acara tertentu seperti di pesta pernikahan –. Selain aksesoris, rupanya Mirya memang memiliki kebiasaan mengoleksi benda-benda yang berbahan plastik dan alat elektronik. Mirya mengaku sangat menyukai warna merah, sampai-sampai barang-barang yang terdapat di rumahnya, hampir seluruhnya berwarna merah. “Apa saja merah kecuali sprei, cat dinding warna krem. Walaupun saya gak alergi dengan warna tapi merah itu (membuat saya, red) jadi pede,” ujarnya. (Azza)

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

13


POJOK USAHA

Foto: Mutia/Manunggal

“Elokopi” Trend Kopi Banyak Dilirik Wirausaha di Kalangan Mahasiswa

Elokopi menjadi salah satu memulai (berwirausaha, red),” menu kopi petani menjadi salah seharusnya dapat memacu sewirausaha yang dipelopori oleh jelas Andre. Tujuan dari usaha satu menu yang sering kali di- mangat bagi mahasiswa-mamahasiswa Undip. Usaha yang ini agar kopi dapat dinikmati cari oleh mahasiswa. Kopi ini hasiswa Undip yang lain agar bertempat di Fakultas Ilmu Bu- oleh semua masyarakat. Usaha berasal dari campuran rempah- memulai proses dalam berwidaya (FIB) didirikan oleh ma- yang memiliki konsep gerobak rempah yang diolah secara rausaha. “Undip sendiri menhasiswa yang bernama Andre dorong ini dipilih karena meng- manual. Harga satu buah cup dukung mahasiswanya untuk Jamal

Andriansyah,

jurusan hemat dalam segi modal dan kopi berkisar dari 10-15 ribu ru- berwirausaha. Jadi ya harusnya

Sastra Inggris 2016. “Elokopi” ramah lingkungan. menjadi label usaha dari gerobak kopi yang didirikan Andre. Berawal dari usaha perkebunan kopi yang sudah berjalan selama tiga tahun, mendorong Andre untuk membuka usaha yang berhubungan dengan kopi.

piah.

Nama Elokopi terinspirasi dari

Dalam keberjalanannya us-

perkebunan kopi milik Andre aha ini, Andre mengaku memiyang terletak di Temanggung. liki beberapa kendala. Sering Hamparan pegunungan selalu kali ditipu orang, dilihat remeh, menjadi

pemandangan

yang dan gengsi dengan teman ma-

“elok” di perkebunan kopi mi- hasiswa lainnya sudah menjadi liknya. “Elok yang berarti indah, risiko yang dihadapinya. Namun

Pada awalnya, Andre men- setiap kali datang ke perkebu- dia berhasil mengatasi permajalankan usahanya sendiri, na- nan saya selalu melihat kein- salahan tersebut hingga sampai mun kini dia melibatkan dua dahan dari gunung-gunung di diposisinya saat ini. Dari hasil orang mahasiswa yang ber- sekitar kebun kopi,” ungkap An- penjualan kopi ini dia mendapatasal dari jurusan yang sama dre. Usaha yang dikelola sejak kan omzet yang lumayan banuntuk melayani para pembeli. dari pembibitan sampai menjadi yak. “7 juta tiap bulannya,” ujar Hal ini dilakukan dengan hara- biji kopi dilakukannya secara Andre. pan dapat mendorong jiwa-jiwa mandiri agar mendapatkan kopi wirausaha di kalangan maha- dengan kualitas yang baik. Elosiswa. “Saya sering kali men- kopi sendiri memiliki beberapa gajak teman-teman untuk ber- varian menu, di antaranya: kopi wirausaha, tapi jika tidak ada petani, kopi hitam, kopi alpukat, contohnya maupun wujudnya kopi putih, dan kopi pisang. Di mereka tidak akan mau untuk antara menu yang ditawarkan,

14

Andre mengungkapkan bahwa Undip memiliki tujuan untuk mencetak lulusan mahasiswanya agar menjadi tenaga kerja ahli dan wirausahawan. Menurutnya, hal ini sangat positif dan

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

kita sebagai mahasiswa dapat memanfaatkannya

dengan

baik,” jelas Andre. (Mutia)


WAWANCARA KHUSUS Hidup Rukun dalam Lintas Keberagaman Indonesia BIODATA Aloysius Budi Purnomo Wonogiri, 14 Februari 1968

Pendidikan Fakultas Teologi, Universitas Sanata Darma

Foto: Dok. Istimewa

Jabatan Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Agung Semarang (KAS)

Aloysius Budi Purnomo atau biasa dikenal dengan Romo Budi merupakah tokoh lintas agama yang identik dengan permainan saxophonen-nya. Berbicara mengenai keberagaman agama yang ada di Indonesia, Romo mengajak kita untuk bersama-sama saling mensyukurinya. Dalam kesempatan kali ini, Romo yang ditemui oleh Reporter Manunggal, Kartika Hikma, menyatakan harapannya untuk meningkatkan kerukunan antarumat beragama khususnya di Indonesia. Sebagai seorang pemuka agama, bagaimana pendapat Romo mengenai keberagaman agama yang ada di Indonesia? Pertama, Indonesia memiliki kekayaan keberagaman mulai dari bahasa, budaya, dan agama. Keberagaman agama di Indonesia lahir sebagai suatu peristiwa dari pengalaman yang panjang, yang dalam perspektif saya selama ini selalu saya syukuri. Indonesia selain memiliki keberagaman budaya, kesenian, bahasa, etnisitas, tapi juga keberagaman dalam hal keberagamaan. Minimal secara formal ada enam agama resmi yaitu Islam, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, Katolik, Kristen, Protestan dan kawan-kawan agama asli yang dalam konstitusi kita disebut aliran kepercayaan, yaitu agama asli yang sudah ada sebelum agama besar di Nusantara. Realitas keagaamaan harus kita syukuri, karena dengan adanya keberagaman dalam keagamaan, negeri ini diperkaya dengan beragam perspektif religiusitas. Semangat religius yang ada di negeri ini diperkaya oleh keberagaman agama-agama yang ada. Kedua, dalam konteks keberagaman apapun selalu ada tantangan. Keberagaman digambarkan sebagai perjalanan lalu lintas, dalam berjalan di jalan raya ada beragam entitas ada pejalan kaki, motor, sepeda, becak, ada gerobak, mobil. Tetapi prinsipnya kita tidak pernah mau menabrak atau ditabrak. Supaya tidak menabrak ataupun ditabrak butuh yang namanya kewaspadaan dan saling menghargai sesama. Kalo keberagaman agama bisa disaring dalam kedewasaan, kita akan sal-

Pernah menjabat sebagai rektor Seminari Tinggi Sinaksak Pematang Siantar

Keberagaman merupakan kekayaan yang harus kita syukuri. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir dari keberagaman, maka kita wajib menjaganya dengan saling menghormati, memahami, dan menghargai sesama. ing menghormati, tidak akan saling menabrak atau ditabrak. Dari situlah harmoni yang menjadi ciri nusantara dalam keberagaman tetap bisa dijaga dalam situasi apapun. Untuk membangun suatu harmoni dalam keberagaman, kita membutuhkan yang namanya toleransi. Bagaimana pendapat Romo mengenai toleransi keberagaman yang ada di Indonesia? Saya bersyukur karena kita memiliki filosofi yang indah. Konsensus-konsensus besar yang kemudian menjadi pilar hidup bersama dalam keberagaman itu kuat di negeri ini. Kearifan para pendiri bangsa sangat hebat sehingga yang diutamakan menjaga kerukunan, harmoni. Harmoni menjadi tantangan utama tetapi kita sudah teruji dalam kehidupan nusantara atau NKRI bahwa keharmonisan selalu diutamakan. Contoh konkrit saja, misalnya pada bulan Ramadan ketika sahabat-sahabat yang beragama Islam menjalankan ibadah puasa kita saling menjaga. Bukan hanya yang tidak puasa menghormati yang puasa, bahkan saya mengalami sendiri secara radikal positif, yang puasa menghormati saya yang tidak puasa. Dengan begitu negeri ini menjadi lebih damai. Terbukti kemarin dalam pesta demokrasi kita yang begitu rumit tapi ternyata partisipasi sangat tinggi dan masyarakat begitu damai dan begitu rukun. Nusantara seperti samudra yang begitu kaya, dalam kekayaan kita jangan terjebak melihat puih dan debur ombak yang sesekali muncul. Kekayaan keberagaman nusantara begitu kaya yang kadang terlupakan karena buih-buih kecil konflik. Letupan-letupan konflik itu bagian dari proses politik yang kadang-kadang terjadi karena settingan politik yang menggunakan keagamaan demi kekuasaan. Bukan sematamata karena DNA masyarakat Indonesia yang suka konflik. Kita itu gotong royong, bersaudara, musyawarah mencari mufakat, itulah DNA kita. Kekuasaan kolonial saja bisa dikalahkan, maka ibaratnya entitas keberagaaman kita itu tidak akan pernah pecah, itu keyakinan yang sudah teruji dalam sejarah.

Adakah cara tersendiri dari Romo untuk meningkatkan toleransi antarumat beragama? Pertama, saya rasa toleransi yang sudah bagus di negeri ini harus dirawat. Kedua, kita harus membangun dialog untuk saling memahami dan mengenal. Dengan saling mengenal, kita akan saling menghormati, tidak mudah berburuk sangka, dan membuang segala curiga dengan saling bersilaturahmi. Kami (re: para pemuka agama) punya cita-cita mewujudkan peradaban kasih bagi masyarakat Indonesia agar semakin sejahtera, bermartabat, dan semakin beriman. Kalo ini bisa menjadi cita-cita bersama, negeri ini akan tetap kuat. Negeri kita akan menjadi kiblat bangsa lain dalam hal kerukunan, keadailan, dan keberagaman. Saya pernah membaca dari salah satu artikel, bahwa Romo memiliki misi untuk meningkatkan spiritualitas. Bagaimana cara Romo untuk meningkatkan spiritualitas tersebut? Spiritualitas sendiri artinya hidup dalam tuntunan roh suci, sprit. Roh suci tersebut ada dalam semua agama. Setiap orang yang mempunyai kehendak baik, benar, suci, dan indah disitulah spiritualitas dibangun dalam kebersamaan dan keberagaman agama-agama. Saya begitu damai dan nyaman, ketika saya ikut ngaji bersama Habib Lutfhi, Gus Mus, dan kawankawan yang lain. Ketika ada ceramah di suatu tempat, saya diundang dan saya datang. Saya menimba spiritualitas Islam. Bagi saya, Islam yang benar adalah Islam yang Rahmatan lil ‘alamin. Saya punya banyak sahabat ulama, kiai, atau tokoh-tokoh Islam. Kalau saya bersama mereka itu, ya rasanya inilah Indonesia yang sesungguhnya. Tetap pada satu jalur yaitu ketuhanan yang Maha Esa. Romo pernah membawa tarian sufi yang identik dengan budaya Timur Tengah dan Islam ke dalam gereja. Bagaimana pendapat masyarakat mengenai sikap Romo tersebut? Saya juga dikritik bahwa kenapa sih Romo pakai tarian sufi di dalam gereja? Ya, itu bagian dari buih-buih yang ada di samudra.

Dulu pernah Kiai Budi menari sufi di depan jenazah Uskup. Masyarakat yang tidak memahami maksudnya mengatakan Kiai abal-abal, tapi dibalik itu ada persahabatan yang mendalam. Kiai Budi dari luar kota langsung pulang, dan langsung ke katredal. Jenazah sudah mau diberangkatkan beliau larilarian masuk. Kiai Budi menari sufi untuk memberi rasa hormat dan cinta untuk sahabatnya yang hendak dimakamkan. Beliau tidak serta merta menjadi Katolik hanya karena masuk ke gereja. Saya percaya bahwa masuk ke dalam gereja atau tempat ibadah agama lain tidak serta merta menjadikan kita Katolik atau masuk ke kepercayaan tersebut. Romo identik menggunakan saxophone ketika menghadiri beberapa acara keagamaan. Apakah ada filosofi tersendiri dari penggunaan saxophone tersebut? Sebetulnya tidak ada filosofi khusus, hanya kebetulan saja Tuhan memberi talenta kepada saya. Sebenarnaya saya bukan pemain saxophone yang hebat, tapi saya menjadikan saxophone sebagai sarana untuk mempersatukan dan mendamaikan. Saxophone itu terdiri dari berbagai bagian, sebagai simbol keberagaman yang kalau dicerai beraikan tidak akan bisa dipakai. Yang terbaru, saya bisa mempersatukan dua kubu yaitu pak Hidayat Nur Wahid dan Yeni Wahid yang berbeda perspektif dalam politik. Mereka membaca puisi Selamat Pagi Indonesia dan saya iringi dengan saxophone. Saya biasanya menggunakan saxophone untuk mengiringi lagu Tombo Ati, Indonesia Pusaka, dan Bagimu Negeri, semua orang menikmati tanpa diskriminasi. Bagaimana harapan Romo untuk Indonesia ke depannya? Indonesia tetap maju, rukun, walau kadang-kadang ada perbedaan politik tapi perbedaan politik itu tidak bisa memecah belah kita. Saya percaya kekayaan keberagaman negeri ini menjadi modal dasar untuk maju. Maka tetap jaga kerukuanan, saling menghormati, dan menghargai, kalau ada pesoalan ayo duduk bersama mencari mufakat yang terbaik.

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

15


SASTRA BUDAYA Sesaji Rewandha, dari Legenda menjadi Pariwisata Budaya “Goa Kreo”

Foto: Dok. Istimewa

Tradisi Sesaji Rewandha yang digelar setiap tahun di Desa Kandri, kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, menjadi andalan pemerintah untuk menarik wisatawan datang ke Objek Wisata Goa Kreo. Tradisi ini merupakan napak tilas Sunan Kalijaga yang mencari kayu jati di sekitar Goa Kreo, yang dihuni banyak monyet ekor panjang. Kisah ini bermula dari perjalanan Sunan Kalijaga yang pada waktu itu sedang mencari kayu jati pilihan untuk dibawa ke Demak, dalam rangka pembangunan Masjid Agung Demak. Kayu tersebut dibawa dengan cara mengalirkannya ke sungai. Namun, di tengah perjalanan, kayu tersebut tersangkut di belokan waduk Jatibarang sehingga menghambat perjalanan Sunan Kalijaga. Supaya mendapatkan petunjuk, Sunan Kalijaga kemudian bermeditasi di dalam goa yang dihuni oleh kera berekor panjang. Sunan kalijaga dalam meditasi itu mendapatkan petunjuk untuk memotong kayu menjadi dua bagian. Kawanan kera tadi berniat untuk membantu Sunan Kalijaga, namun oleh Sunan Kalijaga hanya diperbolehkan untuk ngereho (asal kata kreo yang berarti menjaga). Itulah sedikit cerita dari Tirkasno, guru kunci Goa Kreo ketika ditemui Tim Tabloid Manunggal pada Rabu (3/4), saat menceritakan asal muasal Sesaji Rewandha. Iring-iringan prosesi Sesaji Rewandha Prosesi Sesaji Rewandha diawali dengan arak-arakan empat gunungan yang berisi hasil bumi, buah-buahan, nasi

16

tumpeng dan sego kethek atau dalam bahasa Indonesia berarti nasi kera. Gunungan buah-buahan diperuntukkan untuk kera yang menghuni kawasan Goa tersebut, sementara “sego kethek” diperebutkan oleh pengunjung yang memadati suasana kirab tersebut. Dalam prosesi karnaval tersebut, ada urutan iring-iringan dari titik awal Desa Kandri menuju ke Goa Kreo. Barisan pertama namanya cucuk lampah, diisi dengan orang yang mengatur barisan. Pada barisan pertama ini rombongan membawa spanduk untuk mengenalkan karnaval tersebut. Selain itu, terdapat pula bendera empat warna yaitu merah, kuning, putih, dan hitam yang melambangkan warna bulu kera. Barisan kedua diisi oleh bagus-ayu yang terdiri dari lakilaki dan perempuan yang masih perjaka dan perawan. Setelah itu ada barisan yang diisi oleh orang yang “melakonkan” atau berperan sebagai Sunan Kalijaga dan para Santri. Dibelakangnya terdapat rombongan yang membawa replika kayu jati dan rombongan drum band untuk mengiringi musik, kemudian diteruskan para penari. Terakhir adalah barisan dari pengunjung yang ikut meramaikan karnaval budaya itu.

Aset Budaya Pariwisata Lokal Budaya Sesaji Rewandha pada mulanya bernama “Nyadran Goa.” Nyadran goa ini mencangkup bersih-bersih, slametan, dan makan bersama oleh warga sekitar. Pemerintah kota Semarang mengambil alih dengan mengelola budaya itu untuk dijadikan sebuah pertunjukkan bagi wisatawan yang ingin menyaksikan karnaval Sesaji Rewandha tersebut. “Nyadran goa dahulu yaitu bersih-bersih, slametan, makan bareng. Karena udah dikelola pemerintah maka diganti (menjadi, red) sesaji rewandha,” terang Tirkasno. Dalam pertunjukkannya di Goa Kreo, pemain terlebih dahulu berjalan memutar tiga kali dengan diiringi lagu dandang gulo sebagai prosesi adat tersebut. Karnaval itu disajikan dalam berbagai macam jenis budaya tarian, seperti: tari Gambyong, dan Gambang Semarang yang diiringi dengan nyanyian tembang macapat maupun pagelaran musikal kolosal. Sesaji Rewandha merupakan salah satu bukti keunggulan budaya di Semarang yang masih terus dilestarikan. Dibukanya objek wisata Goa Kreo dengan budaya Sesaji Rewandha yang menjadi daya tarik masyarakat

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

turut memajukan perekonomian warga sekitar dengan banyaknya masyarakat yang menjual makanan di area tersebut. Legenda Mistis Sesaji Rewandha Konon ketika Sesaji Rewandha diadakan dua kali muncul beberapa korban maupun bencana. “Sini ga hujan tapi Gunung Ungaran itu kan hujan, dan air banjir kan dari sana, tautau banjir bandang dan banyak yang meninggal dunia, dan itu pada tahun 2009,” ungkap Tirkasno. Kejadian tersebut terjadi pada sore hari setelah selesai karnaval Sesaji Rewandha. Ada lagi kejadian mistis seperti kesurupan yang bergerak layaknya monyet dan terjadi karena pengunjung karnaval mengambil gunungan buah-buahan yang akan dikasihkan ke kera ekor panjang ketika prosesi berlangsung. Hal itu sontak membuat riuh suasana dan membuat prosesi itu menjadi terhambat. (Muda’i)


K O L O M Pergolakan Nalar dan Batin Manusia di Era Post Truth Oleh : Verensia Audre Santoso

Ilustrasi: Sofa/Manunggal

Publik mungkin bertanyatanya pada peristiwa kemenangan Trump yang mengalahkan Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat 2016 silam. Banyak juga yang merasa heran, bagaimana bisa Britania Raya –sebuah negara yang turut mengambil peran dalam lahirnya Uni Eropa– justru sebagian rakyatnya memilih untuk keluar dari perserikatan ekonomi tersebut dalam referendum Britain Exit (Brexit). Dua peristiwa historis tersebut telah melahirkan sebuah frasa baru, yaitu post truth. Frasa tersebut cukup populer digunakan pada tahun 2016 hingga kamus Oxford menobatkan post truth sebagai word of the year. Kamus Oxford mendefinisikan istilah tersebut sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Di era digital ini, fenomena post truth semakin tampak nyata. Letak permasalahannya, ruang digital masih mengadopsi anonymous sehingga ada ruang gelap identitas yang mudah ditunggangi kepentingan yang tidak bertanggung jawab, didukung pula dengan potensi penyebaran informasi yang menuju viralitas. Selain itu, algoritma

juga mendorong warganet untuk terkurung pada informasi yang sejalan dengan keyakinan dan interest-nya. Hal tersebut tentu berbahaya karena nantinya masyarakat hanya mampu melihat informasi dari satu sudut pandang. Dalam konteks politik, post truth sempat membuat riuh publik dengan adanya semburan kebohongan. Fenomena tersebut dimaknai sebagai firehose of falsehood, taktik di mana semburan kebohongan diciptakan secara terus menerus dan masif. Joseph Gobbes, menteri propaganda Nazi pernah mengatakan bahwa “kebohongan yang hanya sekali disampaikan akan tetap menjadi sebuah kebohongan, tetapi kebohongan yang disampaikan secara terusmenerus niscaya menjadi sebuah kebenaran� ujarnya. Di sisi lain, fenomena post truth tidak hanya menunggangi dunia politik. Penggiringan opini bisa juga dilakukan oleh masyarakat biasa. Publik sempat dihebohkan dengan berita kekerasan seorang siswi SMP yang bernama Audrey. Mencuatnya kasus ini diawali dengan tulisan seorang warganet yang membuat sebuah thread di Twitter. Thread tersebut sangat viral

hingga akhirnya ada sebuah petisi yang melayangkan tuntutan terhadap pelaku. Tagar #JusticeForAudrey sempat menjadi trending topic di Twitter. Namun kasus ini membingungkan publik. Publik merasa dibohongi ketika hasil visum Audrey ternyata tidak ada bekas kekerasan seperti yang telah dinarasikan. Banyak warganet yang merasa menyesal membela Audrey karena merasa kasus ini terlalu didramatisasi oleh pihak korban. Berkaca dari kasus di atas, sebagai warganet, kita harus bijak dalam menggunakan internet dan sosial media. Jika kita tidak menyikapinya dengan bijak, kita bisa menjadi orang bodoh yang mudah terpancing post truth dan hoax. Tidak sulit untuk menjadi warganet yang baik, salah satunya dengan cara literasi media. Jika ada seseorang yang mencoba melakukan penggiringan opini, kita tidak boleh menelan informasi tersebut secara mentah-mentah. Yang perlu kita lakukan adalah mengecek informasi tersebut dengan mengakses situs berita yang memang sudah kredibel dan bandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lainnya. Usahakan mencari berita yang cover both sides dan disertai dengan data yang jelas.

Lagi-lagi akal sehat memang perlu diterapkan dalam menggunakan internet dan sosial media. Jangan terlalu gampang baper (bawa perasaan) ketika melihat informasi yang terkesan menggiring opini publik yang sesuai dengan keyakinannya. Kita harus bisa memandang sebuah informasi yang hadir dengan seobjektif mungkin. Jangan terlalu fanatik apalagi merasa opininya paling benar. Selain itu, sebelum berkomentar di sosial media, sebaiknya perkayalah informasi terlebih dahulu agar tidak menjerumuskan orang lain ke dalam opini yang berbasis subjektivitas semata. Jika orang dungu berhasil menggiring opini orang-orang dungu lainnya, apakah kamu bisa membayangkan apa yang terjadi? Baiklah. Tidak perlu panjang lebar lagi. Pesan saya pada intinya jangan lupa perkaya diri dengan literasi, dan jangan sampai akal sehat dikebiri.

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

17


KONSULTASI

Diasuh Oleh: Dra. Endang Sri Indrawati, M.Si. Psikolog dan Dosen Psikologi, Undip

Dunia, Akhirat VS Opini

Bagaimana saya mengatur waktu saya antara dunia (seperti berorganisasi) dan

akhirat (ilmu dan ibadah) saya? Terlebih saya ingin memberatkan akhirat saya. Namun, saya juga bingung bagaimana menyikapi orang-orang yang mengangap primitif, gak gaul, dan gak open minded. (Ika) Jawab: Tempelkan tulisan di dinding-dinding kamar atau tempat manapun yang bisa dilihat oleh mata kita, “Menciptakan Keseimbangan Dunia dan Akhirat.” Ada beberapa kata-kata mutiara yang cocok sekali ditulis sebagai pengingat kita, seperti “Fashtabiqul Khoirot.” Jadi harus menanamkan nilai dan prinsip dari kata-kata tersebut. Dengan sendirinya, energi tubuh akan menyesuaikan diri dengan keyakinan-keyakinan yang dimiliki, kesannya itu seperti mantra. Pada dasarnya bacaan kita itu mempengaruhi pikiran kita. Kalau untuk tanggapan orang lain, harus punya kata-kata penangkis kepada orang-orang yang memojokkannya.Misalnya mereka mengatakan bahwa modern itu harus gaul, maka harus tanamkan kalimat penangkis bahwa “Modern itu taat beribadah.” Lagipula tanggapan-tanggapan yang semacam itu “ada” bisa karena penampilan dan tingkah laku. Misal pakai baju serba hitam, kamu akan dinilai sebagai seorang yang misterius, atau contoh lain: sering menyapa maka orang menganggap bahwa Islam itu ramah.

Ilustrasi: Sofa/Manunggal

SELF-HARM Bagaimana

cara menghilangkan perasaan sedih atau depresi yang bikin rasanya ingin melakukan self harm terus? (Rahma) Jawab: Bisikan-bisikan yang kita terima dalam psikologi itu namanya halusinasi. Halusinasi ini muncul ketika seseorang ditimpa kesedihan yang mendalam. Nasihatku adalah jangan terlalu bersedih. Lalu bagaimana caranya agar tidak terlalu bersedih? Menempatkan semua urusan di tangan bukan di hati. Kalau sudah dihati, biasanya kita memiliki konsep kepemilikan yang tinggi. Misalnya aku menempatkan A di dalam hatiku, nah begitu A hilang, sedihku minta ampun. Tapi kalau itu hanya di tempatkan di tanganku, suatu ketika hilang maka hanya akan muncul “Oh sudah waktunya dia tidak lagi menjadi temanku,” kemudian akan damai. Di sini konsep memaafkan orang lain itu penting, karena sebenarnya apapun yang menimpa diri kita sudah seizin Tuhan. Dan sebaiknya kita jangan marah sama Tuhan dan manusianya. Itu kan takdir kita. Yang bisa kita lakukan adalah minta ganti lagi sama Tuhan. Jadi segala sesuatunya ya disandarkan pada Tuhan.

Ilustrasi: Sofa/Manunggal

Be Your Self Aku ingin jadi diri sendiri tapi bagaimana caranya agar orang-orang di sekitarku dapat menerima? Gak harus berpura-pura jadi orang baik, ramah, dan sebagainya (Putri) Jawab: Untuk ukuran kita masih remaja atau dewasa awal, monggo jadi diri sendiri. Yang harus dipikirkan adalah risiko yang ditimbulkan. Jadi biasakanlah untuk punya kesiapan menanggung risiko untuk menjadi diri sendiri. Boleh menjadi diri sendiri tapi harus tetap membuka diri terhadap masukan dari orang yang lebih berpengalaman atau orang yang lebih tua. Sebenanya seusia kalian itu belum mempunyai banyak pengalaman, jadi takutnya “menjadi diri sendiri” tapi justru bertentangan dengan norma masyarakat. Biasanya seusia kalian, ada dalam tahap mencari jati diri, belum pada tahap menjadi diri sendiri. Yang ditakutkan adalah sisi negatif yang justru melekat. Siapapun dirimu, menjadi diri sendiri itu tidak berarti kita melepaskan ikatan dengan norma subjektif kita. Norma subjektif itu adalah orang-orang yang membesarkan kita yang dekat dengan kita dalam artian orang tua. Tetap harus berguru dan mendapat bimbingan.

Ilustrasi: Sofa/Manunggal

18

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019


Trinity The Nekad Traveler: Kerja Keras dan Kesungguhan yang Membuahkan Impian Nyata Judul : Trinity The Nekad Traveler Sutradara : Rizal Mantovani Pemeran : Maudy Ayunda, Hamish Daud, Babe Cabita, Rachel Amanda, Anggika Bolsterli, Ayu Dewi, Cut Mini, Theo, dan Farhan Negara : Indonesia Rilis : 16 Maret 2017 Durasi film : 99 menit Trinity, seorang wanita pekerja kantoran yang tidak menyukai kehidupan kantor. Gedung dengan ruangan persegi yang identik dengan meja kerja, irama dari suara printer yang hampir tiap menit menggema, dentuman hasil ketikan keyboard dari badan komputer, dentingan dari suara tetikus, dan telepon kantor yang sering berdering. Jangan lupakan dengan adanya peraturan mengikat yang mengharuskan pekerja menggunakan pakaian rapi, make up natural yang terhias, dan sepatu hak tinggi yang kadang membuat tumit pegal. Selain bekerja di kantor, Trinity juga merupakan seorang travel writer yang menghasilkan uang dari tulisan dan perjalanannya. Tulisannya dimuat dalam naked-traveler.com, sebuah blog pribadi miliknya. Sebagai pekerja kantoran dan travel writer tentu tidak mudah, terlebih untuk urusan waktu. Trinity seringkali merasa kesulitan untuk mendapatkan izin dari bosnya di kantor yang terkenal galak. Sampai-sampai saat Trinity meminta izin cuti kepada bosnya, alih-alih mendapatkan izin, justru ia malah mendapatkan tugas tambahan. Apabila Trinity tidak berhasil untuk memenuhi target baru dari tugas tambahan yang diberikan oleh bosnya, maka terpaksa jatah untuk cuti liburan tahun depan akan dipotong. Begitulah ancaman yang diberikan oleh bosnya. Itu adalah sepenggal kisah dari Trinity The Nekad Traveler, film yang memperoleh 16.442 penonton pada penayangan perdananya. Film yang inspiratif ini disutradarai oleh Rizal Mantovani. Trinity The Nekad Traveler merupakan hasil dari alih wahana buku karya seorang traveler bernama Trinity dengan judul The Naked Traveler. Tidak mengherankan jika film ini cocok ditonton oleh orang yang menyukai traveling karena menghadirkan sebuah kisah perjalanan yang nyata. Bahkan untuk hal sekecil tips traveling juga dimuat secara tersirat. Pada permulaan film, diperlihatkan Trinity yang membuat daftar tempat-tempat yang ingin ia kunjungi untuk berlibur. Ini merupakan hal yang menarik, karena penonton mendapatkan daftar dan referensi terbaru tempat yang bagus untuk traveling. Aspek sinematografi yang disajikan juga dapat menyegarkan mata, bagaimana tidak? Rizal, sebagai sang sutradara, cakap dalam membuat penonton menikmati pemandangan yang epik dan indah di Makassar,

Lampung, Filipina, dan Maladewa. Efek yang ditimbulkan seakanakan menyeret alam bawah sadar penonton untuk segera mengunjungi tempat-tempat itu juga. Konflik mulai terlihat ketika Trinity melakukan traveling ke Filipina bersama dengan sepupunya, Ezra, serta kedua sahabatnya, Yasmin dan Nina yang memiliki hobi yang sama. Di sana mulailah dia mengalami berbagai dilema antara pekerjaan atau passion-nya. Itu belum termasuk lika-liku kisah percintaannya dengan Paul, seorang fotografer tampan dan traveler pula yang ditemuinya dalam perjalanan. Sayangnya, alur cerita yang dihadirkan cenderung datar, hingga menimbulkan rasa bosan. Chemistry yang dibangun dari pe-

meran utama (Maudy Ayunda) dan Paul (Hamish Daud) kurang dalam sehingga belum mendapatkan rasa greget dalam beradegan. Belum lagi hadirnya tokoh Mr. X yang tidak begitu “diperhatikan” dalam film ini. Film ini dapat membuat penonton termotivasi untuk senantiasa bekerja keras dan bersungguhsungguh dalam menggapai mimpi. Meskipun harus melalui jalur yang penuh lika-liku, penuh rintangan, dan dibutuhkan usaha yang tidak sedikit, namun akhir dari semua itu akan terbayar secara sempurna. Pada akhirnya, hasil tidak akan mengkhianati suka dan duka proses yang menyertainya. (Mia)

RESENSI Pulang Bersama Bujang “Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, kesedihan demi kesedihan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit. Pulang.” Judul PenulIs Terbit Penerbit Tebal ISBN

Pulang. Berangkat dari rekomendasi seorang, saya memutuskan untuk membaca buku ini karena ia bilang cerita yang diangkat cukup apik. Pada mulanya saya berekspektasi bahwa Tere Liye akan menyajikan cerita berlatar belakang zaman peperangan, ternyata bukan. Novelnya yang satu ini benarbenar menyajikan sesuatu yang berbeda. Sebutlah Bujang, seorang anak laki-laki pedalaman Sumatra yang tidak mengenal dunia luar dan tidak pula mengenyam pendidikan. Dalam satu tubuh anak ini mengalir darah orang-orang hebat di pulau Sumatra. Kakek dari bapaknya merupakan seorang jagal paling mahsyur di pulau Sumatra, dan kakek dari ibunya merupakan seorang pemuka agama di pulau Sumatra. Hari itu saat Bujang masih berusia 15 tahun, Tauke Besar, pemimpin keluarga Tong, dan anak buahnya datang ke kampung tempat Bujang tinggal. Pada malam itu saat sedang berburu bersama Tauke Besar, ia telah kehilangan satu emosi dalam hatinya, yaitu takut. Derasnya hujan tengah malam, di pedalaman rimba Sumatra, seorang monster bermata merah telah mengambil rasa takutnya. Keesokan paginya Bujang memutuskan untuk ikut Tauke Besar ke ibukota. Dalam waktu dua tahun Bujang berhasil menyelesaikan pendidikan setara SD, SMP, dan SMA-nya. Dan dalam kurun waktu itu juga Bujang berlatih tinju, menembak, dan pedang bersama guru-guru hebat. Setelahnya Bujang menempuh pendidikan tinggi di universitas kota. Selama masa kuliah itu Bujang melakukan riset yang mendalam tentang shadow economy, sebuah riset yang kelak akan membawa keluarga Tong

: Pulang : Tere Liye : September 2015 : Republika : 400 halaman : 9-786020-822129

menjadi salah satu keluarga berpengaruh di dunia. Setelah mendapatkan gelar sarjana, Bujang menempuh pendidikan magister ekonomi di Amerika. Sekembalinya dari Amerika, ia mulai melakukan berbagai inovasi untuk keluarga Tong. Berbagai pertempuran dalam mempertahankan dan memperluas kekuasaan keluarga Tong ia lakukan, hingga menghadapi pengkhianatan yang menentukan nasib keluarga Tong. Setelah melewati rangkaian pertempuran tersebut, Bujang mendapatkan pelajaran yang ia lewatkan selama ini, sesuatu yang dia anggap remeh hingga saat itu tiba. Lewat buku ini, Bujang mengingatkan untuk berpegang teguh pada prinsip hidup, karena jika kita tidak mempunyai dasar pondasi yang kuat maka hidup yang diibaratkan sebagai sebuah bangunan ini akan runtuh karena pengaruh-pengaruh dari luar. “Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.” (halaman 400) Paragraf diatas menyadarkan kita bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya. Selalai apa pun seorang hamba terhadap perintah-Nya, Tuhan dengan berbagai cara akan selalu berusaha memanggil hambanya itu. Selanjutnya adalah sang hamba sendiri yang akan memutuskan akan berada di jalan yang seperti apa. Buku ini memiliki alur kisah yang maju mundur, tetapi ceritanya masih mudah untuk dipahami. Tere Liye dengan apiknya menyatukan cerita yang bernuansa aksi dengan berbagai pelajaran hidup didalamnya. Menurut saya hanya satu kekurangan dari buku ini, yaitu dalam rangka untuk menyelesaikan konflik secara cepat, penulis memunculkan beberapa adegan cerita yang terlalu klise. (Salsa)

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019

19


20

Manunggal - Edisi I Tahun XIX Agustus 2019


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.