Tabloid1fix2015 pages

Page 1

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

1


Salam Redaksi Salam Pers Mahasiswa! Anda tidak akan bisa lari dari tanggung jawab pada hari esok dengan menghindarinya pada hari ini, begitu bunyi kutipan yang katanya pernah diungkapkan Abraham Lincoln, mantan Presiden Amerika Serikat. Tanggung jawab memang janji yang harus dibayar. Tak dipungkiri, ada janji yang harus kami tunaikan, salah satunya untuk tetap memberikan informasi dan hiburan bagi sivitas akademika Undip. Atas karunia Tuhan yang Maha esa, Tabloid Manunggal Edisi II Tahun XV Juli 2016 dapat hadir di hadapan pembaca. Kalau boleh dibilang, tabloid edisi kedua ini dirancang dan dilahirkan ketika rumah dalam keadaan hangat. PTN BH menjadi bahan diskusi yang selalu hadir di jamuan-jamuan diskusi mahasiswa. Baik salah satu maupun sebagian unsur unsur penyusun PTN BH selalu terlihat menarik untuk diperbincankan. Oleh se-

bab itu, kali ini LPM Manunggal mengulik keterkaitan problema akademik dengan status PTN BH yang mulai disandang kampus ini, hal itu kami laporkan dalam sajian utama. Dari rektorat mari kita berjalan sedikit menuju UPT Perpustakaan Undip. Masih dalam suasana PTN BH, Undip ternyata masih memiliki pekerjaan rumah terkait kuantitas sumber daya manusia pemustaka. Masih adakah kendala bagi perpustakaan Undip seiring dengan status baru kampus ini? Sebenarnya apa yang menjadi kendala operasional UPT Perpustakaan Undip? Selengkapnya kami sajikan dalam rubrik Fokus. Tak mau ketinggalan, rubrik Liputan Khusus pun memberikan informasi menarik. Undip Siapkan Transportasi Khusus Kampus mungkin akan mengusik rasa penasaran Anda terhadap pemberlakuan bus kampus. Tidak hanya soal isuisu terhangat dari rumah sendiri, rubrik Sosok kembali menyajikan mere-

ka-mereka yang dirasa inspiratif. Suwondo dan Giovanny Eveline Wirahana akan menyapa Anda dalam rubrik Sosok. B o s a n berkeliling rumah, kita bisa ke tengah kota sedikit, berteduh di bawah pohon-pohon rindang. Ya, Hutan Tinjomoyo yang berlokasi di daerah Jatingaleh masih menyimpan ratusan ruang sejuk di tengah kota. Sayangnya, hutan kota tersebut masih memiliki sedikit problematika. Anda dapat menyimak tentang salah satu lokasi foto terviral di dunia maya ini

dalam rubrik Perjalanan. Di akhir perjalanan menyusuri tabloid edisi kedua ini, Anda bisa mengintip sejumlah aktivitas di pelabuhan Tanjung Mas Semarang melalu Lensa. Selamat menikmati hidangan kali ini!

Oleh: Rosa/Manunggal

Surat Pembaca

Saya mewak menginginkan ili teman2 yang mudah diakses web sia/ siakad/simak di ciri khas, seper manapun dan memiliki ti warna web ya ng dengan fakultas , dan rincian ti sesuai ap prodi, mahasiswa, se rta dosennya. *kalimat dalam ku

rung mohon ti dak dipublikasikan . Terimakasih.

GONG Integrasi sistem akademik Undip sebagai solusi problema akademik. Bukan wacana baru, kan? Kuantitas SDM menjadi kendala penambahan jam operasional UPT Perpustakaan Mirip ya dengan pepatah ada uang ada barang Undip siap wujudkan transportasi khusus kampus Bagus.. asal jangan melewatkan visi misi kita ya, pak..

Uly Teknologi Pangan FPP

Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Manunggal Universitas Diponegoro Pelindung: Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum . Penasihat: Dr Adi Nugroho Pemimpin Umum: M. Irzal Adiakurnia Sekretaris Umum: Zulfa Ayu A. Pemimpin Redaksi: Klaudia Molasiarani S. Pemimpin Litbang: Anisah Novitarani. Pemimpin Perusahaan: Mizan Ikhlasul R. Sekretaris Redaksi: Faiz Balya M. Redaktur Pelaksana Tabloid: Gina Mardani C Staf Redaksi Tabloid: Safira Irfani M., Ilham Mubarok, Verawati Meidina Redaktur Fotografi: Agung Prasetyo Reporter Fotografi: Haqqi Ilmaniar, Hayyina Hilal Hadi Redaktur Artistik: Rosyida Noor Alima Staf Artistik: Sholihatun Nissa, Faqih Sulthan, Destri Della Redaktur Pelaksana Cyber News: Kalista Vidyadhara Reporter Cyber News: Haninda Rafi W, S. Adi Nurrokhim, Fauzia Citra R, Suryaningrum Ayu Redaktur Pelaksana Joglo Pos: Nigitha Joszy Reporter Joglo Pos: M. Fajrin Ardhi P., Putri Rachmawati, Annisa Dyah P., Astrid Nurhasanah Redaktur Pelaksana Majalah: Merina Wulandari Reporter Majalah: Ma’ruf Hidayat, Atina Maria, Damedo Winsantara, Elsa Prisma Dianti Manajer Rumah Tangga: Indraswari Nur Imaniati Manajer Produksi, Distribusi dan Iklan: Rachmat Shaleh Produksi dan distribusi: Annisa Tiara L, M. Shaleh Alfarisi Kadiv Kaderisasi: Erdidhah P. Pinilih Staf Kaderisasi: Lilis Sujianto, Intan Dwi A. Kadiv Jaringan Kerjasama: Shela Kusumaningtyas Staf Jaringan Kerjasama: Bayu Ninik Wijayanti,Vera Nirmala Sari Kadiv Data dan Informasi: M. Fuad Staf Data dan Informasi: Rizki Ulfa N., Bonna Nur Ischaq D., Manajer EO: Maya Nirmala Tyas L. Staf EO: Rizko Prasada F., Septi Rani, Noor Santi. Alamat Redaksi, Iklan dan Sirkulasi: Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Universitas Diponegoro Jln. Imam Bardjo, SH No.2 Semarang 50241 Telp: (024) 8446003 Email: persmanunggal@yahoo.com Website: www.manunggal.undip.ac.id

Redaksi menerima tulisan berupa opini, esai, puisi, cerpen, surat pembaca, dan akademika. Tulisan diketik rapi dengan spasi 2, maksimal 3 folio. Redaksi berhak melakukan penyuntingan naskah seperlunya. Tulisan dapat dikirim melalui email ke persmanunggal@yahoo.com.

2

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Gaung Menuju Universitas Riset, Bagaimana Sistem Akademik Undip? Oleh: Anisah Novitarani*

Mengelola perguruan tinggi bukanlah perkara mudah. Perguruan tinggi memiliki banyak bidang serta divisi yang harus dikelola dengan baik. Undip saat ini tengah disibukkan dengan masa transisi dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Selain itu, Undip juga masih membawa visinya untuk menjadi Universitas Riset tahun 2020. Lantas, sudah sejauh mana langkah Undip mempersiapakan hal tersebut? Implementasi tata kelola PTN BH tentunya akan memperkuat Undip menjadi universitas riset. Kegiatan penelitian sivitas akademika tentu perlu ditingkatkan, fasilitas-fasilitas laboratorium untuk penelitian juga perlu ditingkatkan, begitu pula peningkatan layanan perpustakaan serta pembentukan indeks jurnal ilmiah di lingkungan Undip.

OPINI

Pasalnya, hal-hal akademik tersebut sangat berpengaruh bagi mahasiswa. Sistem akademik sekarang dipermudah dengan adanya sistem akademik berbasis online. Diharapkan dengan adanya sistem informasi akademik (SIA) berbasis online, dapat mempermudah mahasiswa untuk mengakses SIA di mana pun dan setiap saat. Akan tetapi, pada kenyataannya, SIA yang telah berjalan menimbulkan banyak pertanyaan dan keluhan. Mahasiswa sering mengeluhkan ketika melakukan pengisian kartu rencana studi (KRS) yang sering terjadi masalah, bahkan tak jarang sering tidak kebagian kelas. Hal tersebut sangat merugikan mahasiswa, meski pun dapat diurus tapi tentu saja prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Bagaimana jika mahasiswa tersebut berdomisili di luar kota bahkan luar Jawa? Mengingat waktu pengisian KRS dilaksanakan ketika libur semester.

Selain itu, SIA merupakan rapor yang digunakan mahasiswa untuk mengontrol dan memantau nilai akademiknya. Lantas bagaimana transparansi nilai yang tercantum dalam SIA? Apabila terdapat permasalahan pada nilai atau aduan, mahasiswa bisa langsung menghubungi dosen yang bersangkutan baru kemudian mengurus perihal tersebut ke akademik. Ribet bukan? Padahal untuk komplain nilai ada batasan waktunya. Tidak hanya nilai, di beberapa fakultas, SIA juga digunakan untuk informasi kehadiran mahasiswa. Persentase kehadiran mahasiswa merupakan kunci utama apakah mahasiswa yang bersangkutan dapat mengikuti ujian atau tidak. Apabila SIA tidak berfungsi dengan baik, hal ini akan berdampak pada proses penghitungan persentase kehadiran. Adapun, syarat mahasiswa untuk dapat mengikuti ujian adalah kehadiran minimal 75 persen.

Jika kehadiran mahasiswa kurang dari 75 persen, maka secara otomatis dia tidak dapat mengikuti ujian. SIA berbasis online memiliki keuntungan akses yang lebih cepat dan dapat mempermudah mahasiswanya. Akan tetapi, jika sistem sia online tersebut belum siap untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang seringkali timbul, tentunya akan sangat merugikan mahasiswa dan malah menambah masalah baru dalam bidang akademik. Jika Undip ingin menjadi universitas riset yang unggul pada 2020, tentunya hal-hal semacam masalah SIA ini sudah harus dipersiapkan lebih matang lagi.

*) Pemimpin Litbang LPM Manunggal 2015

Ada Apa dengan Mahasiswa? Oleh: Achmad M Akung*

Judul ini tentu saja tidak ada hubungannya dengan Rangga dan Cinta yang konon terpisah 14 tahun lamanya yang lantas melahirkan AADC2 (mohon dibaca tidak dalam bahasa inggris ya). Kalkulasi matematikanya, AADC 10 akan tayang sekitar 140 tahun lagi... hihihihi. Catatan ini khusus terpersembahkan untuk mahasiswa, Diponegoro Muda khususnya. Begini, jika saya diperkenankan untuk merasa bahagia, tentu tersebab perolehan IPK mahasiswa yang kian melejit bak meteor. IPK di bawah 3 kini nyaris menjadi barang langka yang pantas di lestarikan karena dikhawatirkan bisa punah. IPK mahasiswa sekarang lambai menjuntai. Cum Laude, meminjam bahasa semarangan, ting tlecek, karena kelewat banyaknya. IPK 4 bahkan sudah mulai banyak pemiliknya. Kenapa saya khawatir? Belasan tahun menjadi dosen membuat saya banyak belajar tentang mahasiswa. Pengalaman saya berkutat dalam dunia pengembangan sumber daya manusia, tentang psikotes, rekrutmen, dan seleksi karyawan, membuat saya sedikit memahami persaingan memperebutkan dunia kerja yang kian hari kian kompetitif dan kompleks. Apalagi kini persaingan bukan lagi antarsesama anak bangsa, tetapi sudah lintas negara. Sebuah ancaman yang sejatinya adalah tantangan dan peluang bagi kita. Begini. IPK yang tinggi itu bukannya

tidak penting, tapi ada hal yang lebih penting dari sekadar angka-angka IPK itu. Ya, dia adalah kompetensi. Bayangkan ketika IPK tinggi, namun ketika bekerja lolak-lolok karena nir-kompetensi, tidak kompatibel dengan tim kerja karena memang gagap bersosialisasi. Ajaibnya, bukan sekadar lulusan yang akan kena getahnya, tapi yang paling fatal adalah almamater kita. Dampak jangka panjangnya akan menimpa adikadik angkatan. Barangkali memang ini sebuah overgeneralisasi, tetapi seringkali terjadi. Sedih, ketika tahu almamater kita diblack list perusahaan atau instansi tersebab satu dua alumni yang berkinerja tak sesuai ekspektasi, padahal telah menyandang IPK tinggi. Dalam dunia kerja, competence is a must. Kompetensi teknis, akademis, pun kompetensi sosial (social skills). Kompetensi yang sering diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab jauh lebih penting ketimbang haru biru IPK semu dan waktu studi yang terburu-buru. Trust me. It Works. Tanyakan pada hatimu Nah, mari kita berkontemplasi ke sudut-sudut kampus tercinta. Pendidikan tinggi, sebagaimana termaktub dalam UU 12/2012, bertujuan untuk mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan ber-

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

budaya untuk kepentingan bangsa. Seringkali saya ngobrol dengan kolega, termasuk para senior, mereka banyak mengeluhkan tentang melemahnya fighting spirit mahasiswa zaman sekarang. Konon, menurut pengamatan mereka, mahasiswa sekarang lebih banyak menuntut, enggan bekerja keras, gagap meregulasi diri, ingin instan, cenderung malas, serta cenderung hedonis. Ingin santai, tetapi cepat lulus dengan IPK cetar membahana. Tengoklah, betapa banyak mahasiswa yang masih gemar titip absen, datang terlambat, keluar masuk ruangan sesuka hati, hobi begadang main game, yang-yangan, nyosmed dan nge-gadget pada saat kuliah, tugasnya pun instan hasil copy paste dari internet. Saya tahu tidak semua mahasiswa begitu, karena masih banyak mahasiswa hebat di Bumi Diponegoro. Namun, tidakkah cerita ini menjadi semacam warning bagi adik-adikku semua? Yang cukup merisaukan adalah mulai luruhnya tata krama mahasiswa terhadap lingkungan sekitar. Berkali-kali saya ngobrol dengan masyarakat di seputar kampus, pemilik kos, para pedagang, pemilik rumah kontrakan, sebagian jawabannya senada. Mahasiswa telah mulai tanggal etika dan sopan santunnya. Kepedulian, empati, dan kepekaan sosial mahasiswa pun dirasa semakin terkikis. Status mahasiswa adalah amanah yang tidak Tuhan sematkan pada semua orang. Menjadi mahasiswa hanyalah satu

di antara sekian banyak stase dalam tugas perkembangan yang harus diemban, dijaga, dan dirawat dengan hati, jiwa, dan laku yang sepenuh seluruh. Nikmati dan jalani prosesnya dengan suka cita, penuh keikhlasan dan kesyukuran sebagai seorang pembelajar, seraya memantaskan diri untuk bisa memberikan persembahan terbaik bagi orang tua, keluarga, orangorang tersayang dan almamater tercinta. Senyampang masih ada waktu, segeralah berbenah untuk Undip Jaya. Jadi, sekarang sudah paham kan, sayang? *) Alumni Fakultas Psikologi Undip Angkatan 1996 Kini Dosen Fakultas Psikologi Undip Semarang

Foto: Dok. Pribadi

3


Sajian Utama Menanti Solusi Problema Akademik: Integrasi Sistem Akademik Undip Laman Sistem Informasi Akademik (SIA) Undip selalu menjadi perbincangan di setiap akhir dan menjelang semester baru. Banyaknya mahasiswa yang mengakses dalam waktu bersamaan, membuat laman SIA sering mengalami gangguan. Hal ini seolah menjadi salah satu problem akademik menahun Undip yang tak jua sembuh.

Pembantu Rektor I yang saat ini disebut Wakil Rektor I Undip, Prof M. Zaenuri menyadari kesalahan server sering terjadi pada Sistem Informasi Akademik (SIA) Undip. Ia mengatakan, berdasarkan sistem kemampuan dan sistem pengelola yang lama, tidak memungkinkan sistem antara fakultas dan universitas terpadu. “Memang kita sadari sebagai suatu kelemahan, tetapi bukan berarti kita diam. Insya Allah Undip dalam waktu 5 tahun akan investasi sekitar Rp10 miliar untuk punya mainframe. Mainframe itu artinya sebuah unit atau hard disk semua data. Semua rekapitulasi data sistem pengelola, tidak bisa dikoreksi kecuali menggunakan password rektor,” jelas Prof Zaenuri. Sejumlah laman sistem akademik fakultas bahkan sudah tidak lagi menginduk SIA Undip. Misalnya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) memiliki laman sistem akademik siska.fisip.undip. ac.id, Fakultas Hukum (FH) memiliki sistem akademik simak.fh.undip.ac.id, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menggunakan sistem akademik www.simaweb.fe.undip.ac.id. Walaupun telah mempunyai laman akademik masing-masing, kendala seperti server down juga masih menghantui laman-laman sistem akademik fakultas. Sama seperti SIA, sistem akademik FISIP masih sering mengalami masalah, terutama di awal semester ketika mahasiswa disibukkan dengan entry kartu rencana studi (KRS). “Salah satu kendala yang banyak terjadi adalah tagihan pembayaran. Belum nanti ada trouble di server,” ujar Operator Siska FISIP Undip, Mukhamad Ridwan. Menurut Ridwan, untuk memberikan pelayanan sistem akademik yang maksimal kepada mahasiswa harus dimulai dari induk terlebih dulu. “Kenapa Undip tidak berani membuat program (sistem akademik, red) yang top lah? Jadi tidak dari masing-masing fakultas, (fakultas) hukum sendiri, (fakultas) kedokteran sendiri, (fakultas) ekonomi sendiri. Belum ada sinkronisasi,” tegas Ridwan. Ridwan juga mengungkapkan, kendala utama dalam peningkatan kualitas pelayanan laman sistem akademik di Undip adalah server. Menurutnya, kualitas server yang digunakan Undip belum kuat. “Misalkan dari seluruh yang ada

4

di Undip ini gabung ke situ (SIA, red), servernya kuat ndak kira-kira? Itu yang harus dievaluasi. Nanti servernya mati total, semua enggak ada aktivitas,” tambahnya. Selain itu, Ridwan juga mengaku tenaga ahli program sistem akademik beberapa fakultas di Undip masih kurang, salah satunya di FISIP. Berbeda dengan FISIP, FH memanfaatkan kinerja BEM dan senat untuk membantu mengoordinasi mahasiswa yang mengalami kesulitan entry mata kuliah saat awal semester tiba. “Kita (fakultas hukum, red) memberikan waktu pengisian KRS satu minggu. Kita bekerja sama dengan senat dan BEM (fakultas, red) untuk mengawal pengisian KRS itu,” terang Kepala Subbagian Akademik Fakultas Hukum, Wiwik Sulistyowati. Wiwik menjelaskan, selama satu minggu waktu pengisian KRS, senat dan BEM membuka bilik pengaduan. Data mahasiswa yang mengadukan kesulitan pengisian KRS direkapitulasi setiap dua hari sekali dan dilaporkan ke bagian akademik. Berbeda dengan FH dan FISIP, menurut Kepala Bagian Akademik FEB, Sidiq Muhamad Asnan, sistem akademik FEB tidak banyak mendapatkan keluhan server error. Bahkan, akses Simaweb tidak terbatas pada mahasiswa saja, orang tua pun dapat mengakses kegiatan akademik anaknya melalui Simaweb. Tidak hanya itu, sejak 2010, FEB menerapkan daftar hadir digital sehingga dapat meminimalisir kecurangan dalam pengisian presensi yang dapat dicek di Simaweb. Masih marak titip absen Tidak hanya sistem akademik daring, problematik akademik lainnya tampak dari penerapan sistem daftar hadir. Berkaitan dengan hal tersebut, Prof Zaenuri mengatakan semester depan Undip sudah tidak menggunakan presensi manual (tanda tangan, red) lagi. Artinya, semua kartu presensi mahasiswa dan dosen sudah didesain. Dia menjelaskan, presensi digital yang akan digunakan Undip ke depannya merupakan bentuk kerja sama dengan bank-bank mitra Undip. Beberapa mahasiswa pun mengakui sudah pernah melakukan titip absen (TA). Mereka menjelaskan bahwa alasan mereka melakukan TA adalah karena kegiatan UKM di kampus bertabrakan dengan

jadwal kuliah, sehingga mereka terpaksa TA daripada izin. Mereka berdalih bahwa izin akan mengurangi persentase 75% kehadiran dan mereka takut apabila jumlah kehadirannya kurang dari 75%. “Kalau mau efektif dan tanpa kecurangan sih bisa pakai sidik jari atau pakai apalah dengan teknologi itu, sehingga tidak ada TA dan mengurangi tingkat kecurangan itu sendiri,” ujar Aldo, mahasiswa Agroekoteknologi 2014. Saat ini, sejumlah fakultas yang telah jauh mendahului menggunakan sistem daftar hadir digital adalah FEB. Sistem absensi digital (menggunakan kartu, red) sudah diterapkan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis sejak beberapa tahun silam. Namun, hal itu juga masih dirasa kurang efektif. “Efektif? Ngga juga sih, kadang ada yang nitip juga. Kecuali kalau dosennya ngitung gitu,” jelas Ema, mahasiswa Akuntansi Undip. Kartu absensi digital pun sudah dimiliki semua mahasiswa Fakultas Sains Matematika. Namun hingga saat ini, semua mahasiswa FSM masih menggunakan absensi manual. “Menurutku, absensi manual itu kurang efektif karena jadinya kan banyak yang TA. Sebenarnya dosen itu ada yang enggak merhatiin absen, tapi ada juga yang memperhatikan kedatangan. Kalau (kedatangannya) full nanti kita dapat nilai plus, kalau kita enggak full ya nanti kita enggak dapat nilai full. Harapanku sih mungkin bisa diberlakuin itu kartu BRInya. Buat apa kita sudah dibuatin kayak gitu kalau enggak dipakai,” ujar salah satu mahasiswa Fisika Undip. Walaupun belum menggunakan daftar hadir digital, kehadiran mahasiswa dan dosen di FH sudah dapat dipantau melalui Simak. “Kita (FH, red) setiap hari perkuliahan terekam langsung di Simak online. Jadi, petugas pelayanan setiap hari input kehadiran dosen dan kehadiran mahasiswa itu di Simak,” jelas Wiwik. Wiwik juga menegaskan, kehadiran dosen yang dipantau melalui laman akademik juga berdampak pada gaji yang akan diterima nantinya. “Jadi gaji dosen itu berdasarkan laporan akademik. Dosen A ngajar di mata kuliah apa itu ada rekapannya,” ungkap Wiwik.

demik yang paling diperhatikan adalah nilai mahasiswa. Beberapa mahasiswa mengungkapkan, sistematika penilaian masih dianggap kurang transparan. “Untuk masalah transparansi nilai kebanyakan kita tahunya udah berwujud nilai di KHS. Lha sedangkan transparansi dari dosen belum dikasih tahu komposisi nilainya, tiba-tiba dapet nilai A, dapet nilai B, bahkan ada yang dapet nilai C,” ungkap mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Muhammad Irsyad. Sebagai fakultas yang juga menggunakan SIA Undip sebagai laman akademik, mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika (FSM) mengaku dapat melihat nilai UAS di SIA, tetapi tidak untuk nilai UTS. “Sejauh ini kita tau nilai UTS itu kalau sesudah UAS. Kalau nilai UAS kan nanti kita bisa lihat di SIAnya. Di SIA itu kelihatan tuh nilai UTS berapa, UASnya berapa, praktikumnya berapa. Cuma kalau pas setelah UTS itu kita enggak tahu nilai UTS kita berapa. Mungkin ada beberapa dosen yang ngasih tau, tapi ada beberapa dosen juga yang enggak ngasih tahu,” ujar Aini, mahasiswa Jurusan Fisika Undip 2014. Meski Aini merasa puas dengan sistem transparansi nilai yang sudah diterapkan di fakultasnya, dia mengharapkan agar para dosen juga terbuka dalam menyampaikan hasil UTS. Sehingga, katanya, ketika mahasiswa mendapat nilai yang kurang maksimal, dia bisa berusaha lebih maksimal lagi untuk menghadapi UAS. Sementara itu, mahasiswa Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP), Reynaldo Mahendra Putra menegaskan bahwa transparansi nilai adalah poin penting di lingkungan akademik. “Karena ketika mahasiswa nanti nilainya ada di bawah standar, kita bisa melakukan perbaikan, sehingga nilainya tidak terlalu jelek. Jadi kita bisa tahu kekurangan kita di mata kuliah itu,” ungkapnya. Sama halnya dengan Irsyad, transparansi nilai menurutnya penting. “Transparansi nilai ya sebenarnya penting biar tahu kalau ternyata dosen itu enggak asal ngasih nilainya, andaikan transparansi enggak ada di KHS, enggak masalah, yang penting ketika ditanyakan bisa dijelaskan. Apalagi kalau dosennya yang asal kasih nilainya, itu ada Transparansi nilai dipertanyakan solusi lain, mungkin dikasih tugas lagi Selain daftar hadir, komponen aka- biar bisa ke akademik untuk usulkan ganti

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Sajian Utama nilai,” ujar mahasiswa FIB itu. Menurut Prof Zaenuri, transparansi nilai bukan masalah penting atau tidak penting, namun itu adalah kewajiban. “Itu adalah kewajiban. Karena ada yang namanya PDPT (pangkalan data perguruan tinggi, red). Ada nama mahasiswa dan program studinya di situ,” ungkapnya. PDPT merupakan pangkalan data perguruan tinggi yang memuat distribusi nilai yang telah diperoleh mahasiswa. PDPT biasanya dimanfaatkan instansi-instansi penerima tenaga kerja untuk memeriksa validasi nilai lulusan yang melamar pekerjaan ke instansi tersebut. “Nanti para lulusan kalau mengecek nomor ijazahnya, kantor tempat akan memperkerjakan dia, betul enggak ijazahnya asli, lalu sebaran nilainya berapa, berapa lama dia mencapai itu, tahapan itu apa aja, lalu dia punya enggak surat keterangan pendamping ijazah,” jelas Prof Zaenuri. PDPT tidak hanya memiliki dampak bagi mahasiswa, menurut Prof Zaenuri, hal ini juga berdampak pada kinerja dosen. “Seorang dosen kalau

menyusun SKP (sasaran kinerja pegawai, red), mengampu mata kuliah apa, berapa kali tatap muka, sebaran nilai, itu semua ada di PDPT, dia tidak bisa berbohong, dan itu akan dikontrol Jadi semua itu dilaksanakan.” Dosen Sastra Inggris Rifka Pratama pun mendukung adanya transparansi nilai. Menurut dia, transparansi nilai mampu menghindari subjektivitas antara dosen dengan mahasiswa dalam pemberian nilai akademik. “Saya secara personal sangat mendukung kalau memang harus ada transparansi, supaya mahasiswa juga tahu di mana kekurangannya. Misalnya di tugasnya atau di mid-(ujian tengah semester, red)-nya. Ketika transparansi itu ada, maka nilai yang dimunculkan itu adalah nilai yang orisinal, nilai yang jujur,” ungkapnya. Senada dengan Rifka, dosen FSM Agus Subagio juga setuju dengan transparansi nilai bagi mahasiswa. “Saya setuju karena memang komposisi tugas, UTS, dan UAS di awal kuliah selalu disampaikan sebagai kontrak kuliah,” ungkapnya. Agus juga menyampaikan, komponen nilai

tersebut bisa dilihat karena memang di- onal Indonesia (KKNI) Peraturan Menteri Riset dan Teknologi No. 44 tahun fasilitasi di SIA. 2015, yaitu mampu berkompetisi di sekOptimalisasi akademik dalam PTN BH tor Asean. “Mempertemukan kurikulum Selain masalah teknis, Prof Zaenuri ini (kurikulum standar perguruan tinggi mengimbau, hal lain yang perlu diperhati- negeri, red) dengan kebutuhan user masih kan terkait akademik dalam kampus PTN bermasalah. Karena kurikulum yang kita BH adalah prosesnya. “Saat ini sebetulnya anut sekarang ini masih kurikulum tahun Undip itu semua komponennya sudah ada, 2012,” jelasnya. Sementara itu, dari sisi sarana dan tapi memang belum optimal,” imbuhnya. Misalnya, fasilitas dari segi ja- prasarana, jumlah tenaga pengajar, serminan kesehatan mahasiswa. Prof Zaenuri ta kerja sama dengan instansi dan peruberkeinginan, mahasiswa Undip memili- sahaan, menurut prof Zaenuri juga perlu ki jaminan kesejahteraan dan kesehatan, diperhatikan dalam menunjang akadetermasuk asuransi saat kecelakaan yang mik Undip. Dia mengungkapkan, kebiadministrasinya sudah termasuk dalam jakan pemerintah kota Semarang yang besaran UKT. Menurutnya, hal itu ber- belum melakukan pengangkatan dosen kaitan dengan proses akademik. “Con- baru menyebabkan cukup adanya jarak di tohnya, mahasiswa perikanan dan kelau- antara dosen muda dan dosen lama. Setan yang menyelam, tiba-tiba tenggelam, dangkan, pada tahun 2017 nanti kurang asuransinya sudah ditanggung oleh BPJS lebih 12% dosen Undip akan pesnsiun, (badan penyelenggara jaminan sosial),” sehingga Undip harus melakukan efisiensi agar tidak kekurangan tenaga pengajar. terang prof Zaenuri. Sedangkan, di bidang kurikulum, “Maka Undip harus merekrut kembali menurut Prof Zaenuri, mahasiswa Undip dosen tetap berdasarkan kerja sama, buharus mempunyai standar seperti yang kan dosen kontrak,” tandasnya. (Gina, tertera di Kerangka Kualifikasi Nasi- Safira, Mei, Ilham)

Selamat & Sukses uli, S. I. Kom. airulnuz h K d ernews 2014 ma porter Cyb h e A R

Rescuembha,2S0.E. u d a 14 Rinporter Majal e R

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

Eka Pusita A.P, S. Kadiv Jarkem 20I. Kom 14 .

Yuliantika H, S. I. Staff Iklan 201Kom. 3

5


Liputan Khusus Undip Siap Wujudkan Transportasi Khusus Kampus Meski angkutan kota (angkot) berwarna kuning sering berlalu-lalang di lingkungan kampus Undip, legitimasi angkot kuning tersebut hingga kini masih dipertanyakan. Di sisi lain, Undip tengah mempersiapkan infrastruktur yang menunjang transportasi mahasiswa. foto: Agung/Manunggal

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Tata Usaha, Rumah Tangga, Hukum, dan Tata Laksana Undip, Edi Surahmat. Dia mengungkapkan, pihaknya tidak bisa mengatakan legal atau tidak, karena yang berhak menyatakan seperti itu adalah dinas perhubungan. Lebih lanjut dia mengatakan, keberadaan angkot kuning adalah tanggung jawab dinas perhubungan. Berbeda dengan Edi, salah seorang supir angkot kuning, Medi menyatakan, angkutan yang beroperasi di Undip awalnya merupakan paguyuban dari warga, setelah itu disahkan oleh notaris. “Jadi angkot kuning ini sudah legal mbak, bukan ilegal lagi,” katanya. Sejarah angkot kuning Angkutan umum sudah sejak lama ada di kawasan Undip. Awalnya, angkutan tersebut hanya omprengan pedesaan berupa mobil pick up berpelat nomor warna hitam yang digunakan untuk membantu warga setempat dalam bertransportasi. Mulai 2002, angkot berpelat hitam mulai diganti menjadi angkot kuning oleh pemerintah. Adapun, angkot yang berada di kawasan Undip Tembalang, 90% merupakan milik sopir angkot pribadi, sisanya sewa. Banyaknya angkot yang beroperasi di Undip dinilai sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi para sopir angkot. Mereka dapat membiayai kebutuhan hidup sehari-sehari, bahkan biaya pendidikan anak-anaknya. “Jadi

6

sopir angkot sangat jelas membantu mahasiswa justru dimanjakan dengan keperekonomian kami mbak, untuk bayar beradaan angkot di Undip. sekolah, juga kebutuhan sehari-hari,” Di lain pihak, ongkos yang diperluungkap Medi. kan untuk membayar jasa angkot dirasa memberatkan. Jarak jauh-dekat mahaRute dan tempat mengetem angkot siswa dikenakan biaya Rp3 ribu. Banyak Saat ini, angkot di kampus Un- mahasiswa yang menginginkan agar Undip Tembalang beroperasi dari Ngesrep, dip memiliki transportasi umum sendiri kampus, sampai ke daerah Bulusan. Se- yang dapat dinikmati oleh mahasiswa benarnya, rute yang dilewati angkot secara murah bahkan gratis. kuning menjangkau hingga daerah Dinar “Kan rawan ya kalau bukan maMas (melewati Sigar Bencah, red). Na- hasiswa dan mahasiswa jadi satu naik mun, karena tidak adanya penumpang, angkot. Untuk meminimalisir itu, harusangkot pun tidak sampai menjangkau nya Undip punya transportasi sendiri biar daerah Dinar Mas lagi. lebih nyaman, lebih enak, lebih murah. Rute ini dinilai tidak jelas bagi se- Soalnya sekali puteran (perjalanan mengbagian mahasiswa pengguna jasa angkot. gunakan angkot, red) Rp3 ribu, mungkin Terkadang, angkot berbelok ke daerah kalau mahasiswa cuma Rp2 ribu kan enak Banjarsari terlebih dahulu sebelum ma- atau gratis he-he,” ujar Vq. suk ke kawasan kampus. Selain itu, angkot terlalu sering mengetem sehingga Keberlanjutan transportasi kampus tidak dapat dijadikan alternatif untuk Undip memang berencana memke kampus dengan cepat. “Kalau seta- berikan transportasi umum berupa bus huku, angkot kuning itu biasanya ngetem kampus untuk mahasiswa melalui kerja di BRI bunderan, dan dia biasanya enggak sama yang dijalin bersama pemerintah mau jalan kalau belum penuh,” ungkap kota. Hal ini tampak dengan adanya beVq Pinasthika, salah satu mahasiswa berapa shelter di lingkungan kampus Undip pengguna jasa angkot. Undip Tembalang sejak akhir 2015 lalu. Rencananya, Dinas Perhubungan Kota Peran angkot Semarang akan menyediakan Bus Rapid Mahasiswa Undip menggunakan Transit (BRT) dalam waktu dekat. Lebih angkot kuning untuk transportasi menuju lanjut, mereka akan mensosialisasikan kampus. Angkot mulai beroperasi sekitar hal tersebut kepada masyarakat dan sopukul 06.00 WIB. Bahkan, angkot tetap di pir angkot. Adapun, rute yang dilalui oleh kampus sampai malam untuk menunggu BRT Undip nantinya adalah Unnes-Undip. mahasiswa yang belum pulang dan meSebenarnya, pihak kampus timerlukan transportasi. Menurut Medi, dak memperbolehkan adanya angkot di

lingkungan kampus. Namun, banyaknya mahasiswa yang tidak memiliki kendaraan bermotor pada saat itu, dimanfaatkan angkot untuk masuk ke kampus. Secara resmi, dinas perhubungan pun tidak memberikan trayek angkot ke kampus. “Sebetulnya kami melarang ketika kita (Undip, red) dijadikan terminal bayangan, misalkan di Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Intinya, tidak boleh kampus ini dijadikan tempat terminal angkot. Para sopir angkot sebetulnya menolak. Mereka dengan kami seperti kucing-kucingan. Ketika ada petugas dia lari, kalau enggak ada petugas ya begitu,” ujar Edi Surahmat. Lebih lanjut Edi mengatakan, Undip memiliki program yang memfasilitasi mahasiswa 24 jam. Namun di sisi lain, kondisi kampus Undip secara geografis dinilai masih menyatu dengan jalan penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut, Undip tengah mengupayakan agar masyarakat umum memiliki Id card ketika hendak masuk ke kawasan Undip, sama seperti jika bertamu ke Rusunawa. “Undip berencana membuat letak pintu khusus. Jadi nanti jalur yang khusus ke kampus ya untuk mahasiswa, untuk kepentingan proses belajar mengajar. Sehingga tidak ada orang masuk secara sembarangan. Rencananya, kita akan membuat jembatan antara Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) dengan Rusunawa untuk jalur masuk masyarakat,” ungkap Edi Surahmat. (Safira)

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Fokus UPT Perpustakan Undip: Kuantitas SDM Menjadi Kendala Penambahan Jam Operasional foto: Agung/Manunggal

Berdasarkan Standar Nasional Perpustakaan (SNP) Bidang Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Perguruan Tinggi Tahun 2011, perpustakaan menyediakan layanan kepada pemustaka sekurang-kurangnya 40 jam per minggu, minimal 5 hari kerja per minggu. Namun, sistem tersebut belum sepenuhnya diterapkan oleh Undip yang mulai menyandang status sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan, Wahyu Praptini saat ditemui di UPT Perpustakaan Undip, Jumat (27/11) menjelaskan, Undip menggunakan sistem kerja Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) sehingga layanan perpustakaan hanya bisa dilakukan pada jam kerja seperti bidang-bidang lain. Layanan perpustakaan buka pada pukul 07.3016.00 WIB untuk Senin-Kamis dengan waktu istirahat selama 1 jam, sementara Jumat buka pada pukul 08.30-16.30 WIB dengan waktu istirahat selama 2 jam. “Kalau menurut peraturan yang berlaku tentang perpustakaan mestinya itu masih kurang,” terang Wahyu. Namun, terdapat kendala untuk memenuhi jam layanan sesuai dengan Standar Nasional Perpustakaan (SNP), yaitu sumber daya manusia (SDM). Menurut Wahyu, SDM di UPT Perpustakaan Undip terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk memperpanjang jam kerja. Total keseluruhan SDM di UPT Perpustakaan Undip tercatat 31 orang per Desember 2015. Wahyu menyatakan, sistem kerja lembur sudah tidak dapat diberlakukan karena terdapat kebijakan remunerasi

yang mengharuskan Undip memberikan kompensasi kepada setiap pegawai yang melakukan pekerjaan di luar tupoksi dan jam kerja. “Kalau dibikin lembur, ya tentunya melemburkan seseorang kurang manusiawi kalau tidak memberikan kompensasi,” ungkap Wahyu. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, menurut Wahyu, adalah dengan menerapkan sistem kerja shift sehingga mem-

Sumber: UPT Perpustakaan Undip

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

butuhkan SDM tambahan. Tidak perlu pegawai tambahan Di pihak lain, Bagian Kepegawaian Universitas Diponegoro menyetujui dengan pemberlakuan sistem shift untuk menambah jam layanan UPT Perpustakaan Undip. Kepala Bagian Kepegawaian Undip, Agnes Esti, saat ditemui di gedung rektorat, Rabu (20/1) mengatakan, tidak menutup kemungkinan diberlakukan sistem shift bila memang diperlukan. Namun, lanjutnya, belum diperlukan penambahan pegawai di UPT Perpustakaan Undip. Pasalnya, kata dia, Jumlah SDM di UPT Perpustakaan Undip tidak seimbang. Agnes mengatakan, terdapat beberapa jabatan yang sumber dayanya berlebihan dan beberapa jabatan yang kekurangan SDM. Dengan diberlakukannya sistem kerja shift, lanjut Agnes, tidak semua pegawai masuk kerja pukul 07.30 WIB dengan catatan, setiap pegawai memiliki jumlah minimal jam kerja, yaitu 7,5 jam sehari. “Misal buka sampai malam, beberapa masuk mungkin jam sepuluh atau tengah hari. Kan seperti itu bisa,” kata Agnes menjelaskan.

Setelah resmi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH), Undip mendapatkan keleluasaan untuk merekrut pegawai secara mandiri. Akan tetapi, rekrutmen pegawai tidak serta merta dapat dilakukan tanpa perhitungan. Banyak konsekuensi yang harus ditanggung Undip ketika merekrut pegawai. Selain itu, perekrutan tenaga baru juga harus memperhatikan kemampuan keuangan Undip. Bagian Kepegawaian Undip mencatat terdapat 924 pegawai kontrak di Undip dan semuanya harus diikutsertakan jaminan kesehatan, jaminan kematian, dan jaminan hari tua. “Itu kan banyak sekali pengeluaran untuk 900 orang itu berapa ratus juta per bulan?” terang Agnes. Menurut Agnes, harus dilakukan pemetaan dan penataan SDM di UPT Perpustakaan Undip. Hal ini dilakukan untuk menentukan bagian mana yang SDM-nya tidak seimbang. “Kalau memang betul-betul sangat butuh, kita rekrut sesuai kemampuan Undip berapa. Nanti dilakukan secara terpusat bersama unit-unit lain dan fakultas,” pungkas Agnes. (Ilham)

7


Forum Mahasiswa Kebebasan Akademik dalam Perguruan Tinggi Otonom Oleh : Satria Adi Wicaksono* foto: Dokumen Pribadi

mengembangkan program studi (prodi) yang bisa merespons kebutuhan pasar dan aspek strategis di pemerintahan, serta mempermudah proses perizinannya. Dalam bidang nonakademik, misalnya pengembangan berbagai aset produktif untuk mendukung aktivitas tridharma perguruan tinggi. Namun, perguruan tinggi harus terbebas dari kepentingan politik, kekuasaan, dan uang, serta harus menghasilkan pengetahuan berdasarkan kebenaran bukan pembenaran. Oleh karena itu, kebebasan akademik dalam perguruan tinggi yang otonom sangat dibutuhkan demi terlahirnya seorang ilmuan. Nantinya, kebebasan akademik Sejak 17 Oktober 2014, melalui ini akan dipertanggungjawabkan kepaPeraturan Pemerintah (PP) No. 80/2014, da Tuhan, tanah air, ilmu, profesi, dan PP No. 81/ 2014, PP No. 82/2014, dan masyarakat luas (Luknanto, 2013). PP No. 83/2014, Undip resmi menyandang status sebagai PTN-BH. PP tersebut Problematika akademik Cukup banyak polemik akademik menyesuaikan landasan hukum tentang perubahan status PTN menjadi PTN-BH Undip yang dikeluhkan mahasiswa. Daftar yang tertuang dalam pasal 27 ayat (4) PP kehadiran mahasiswa menjadi salah satu yang dipertimbangkan dalam penilaian No. 4/2014. Undip telah memiliki hak otonomi, mata kuliah. Banyaknya fenomena titip baik dalam bidang akademik maupun absen menjadi salah satu bukti kurang nonakademik. Dalam bidang akademik efektifnya sistem presensi mahasiswa misalnya, Undip memiliki kewenangan di Undip.

Selain itu, penggantian mata kuliah di hari lain karena dosen berhalangan hadir juga menimbulkan masalah. Beberapa mahasiswa mungkin sudah memiliki jadwal lain sehingga tidak dapat hadir di kuliah pengganti. Ada juga beberapa dosen yang memerintahkan mahasiswa mengisi daftar hadir sebanyak dua atau tiga kali karena dosen tidak hadir di perkuliahan sebelumnya. Hal tersebut membuat presensi mahasiswa yang tidak dapat hadir kala itu menjadi kosong sebanyak dua hingga tiga kali juga. Ketegasan dan kesadaran dari mahasiswa dan pihak pengampu dibutuhkan dalam kasus ini. Sebenarnya, dosen dapat memberikan materi terlebih dulu ketika berhalangan hadir agar mahasiswa dapat mempelajarinya sendiri, lalu diulas sepintas di lain waktu. Pemberian tugas yang berkaitan dengan materi juga dapat dilakukan, dengan demikian mahasiswa akan mempelajari materi untuk menyelesaikan tugas. Begitu pula dengan inovasi-inovasi baru seperti menggunakan dua kali presensi (presensi kampus dan mata kuliah), penggunaan presensi sidik jari, presensi wajah, atau pemanfaatan barcode pada

kartu mahasiswa (KTM) mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengatasi permasalahan ini. Tidak hanya presensi, penilaian merupakan tolak ukur dalam mengikuti perkuliahan. Kurang adanya keterbukaan antara sejumlah dosen dengan mahasiswa membuat banyak mahasiswa merasa kurang puas ketika mendapatkan nilai di luar harapan. Melalui keterbukaan sistem penilaian, mahasiwa akan mengerti alasan mendapatkan nilai demikian. Sehingga, ketika harus perbaikan, mereka segera menghubungi dosen yang bersangkutan. Kesulitan akses SIA Undip di luar wilayah kampus terjadi di pertengahan Januari 2016 ini. Hal ini harus segera diatasi. Penambahan operator atau dengan meniru cara Fakultas Sains dan Matematika (FSM) dengan membuat pintu masuk cadangan untuk mengakses SIA Undip di luar wilayah kampus merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan.

*)Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Peternakan dan Pertanian Angkatan 2014

Menuju Akreditasi Internasional? Oleh: Fadhil Alghifari*

Baffling, kata berbahasa inggris ini cukup pas untuk menggambarkan judul yang saya gunakan dalam tulisan ini. Membingungkan. Memang, semenjak pergantian ‘kabinet’ tertinggi kampus (rektorat) tahun 2015, banyak janji yang dilontarkan untuk kemajuan kampus Diponegoro ini. Menurut KRjogja. com (15/03/2016), Undip dalam beberapa tahun ini semakin menggiatkan diri untuk mengejar akreditasi internasional bagi program-program studinya. Cara ini dilakukan sebagai salah satu upaya Undip menjadi universitas kelas dunia atau World Class University (WCU). Saat ini baru FEB yang sejumlah prodi dan jurusannya terakreditasi internasional. Fakultas lain, terutama teknik dan kedokteran diharapkan bisa terakreditasi internasional tahun depan, mengingat kedua fakultas tersebut dinilai paling siap untuk akreditasi internasional. Selama kurang lebih empat tahun menjalani hidup sebagai mahasiswa kampus orange (seperti yang tertulis di gedung utama), saya merasa situasi dan kondisi fakultas yang saya tempati ini bertolak belakang dengan visi dan misi yang ingin dicapai oleh universitas. Lupakan kualitas sistem universitas secara keseluruhan apabila struktur atau sub-

8

sistem yang menjadi pondasinya keropos di berbagai sisi. Sub-sistem atau ‘pondasi’ inilah yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan mahasiswa. Dua hal yang akan saya sorot dari fakultas saya sendiri adalah pelayanan akademik, termasuk keramahan staf dan sistem akademik online. Membingungkan memang, melihat penilaian yang dinobatkan untuk kampus ini cukup tinggi. Namun, kenyataan yang saya dan rekanrekan lihat di lapangan tidak menggambarkan nilai ‘A’. Selama empat tahun ini saya tidak melihat adanya perubahan keramahan dan pelayanan akademik maupun kemahasiswaan. Saya pun mencoba melakukan riset kecil ke rekan-rekan saya (20 orang) yang tersebar dari tiga jurusan di FISIP. Entah salahnya di mana, 18 dari 20 rekan-rekan memberi nilai tiga (bahkan hampir semuanya kurang dari tiga) dari interval penilaian 1-5 untuk keramahan dan pelayanan akademik. Meskipun riset ini tidak menggambarkan secara umum kepuasan terhadap pelayanan akademik maupun kemahasiswaan dari mahasiswa (semoga saja), namun kira-kira beginilah fakta yang tersaji di fakultas saya tercinta. Tak hanya itu, permasalahan lain

yang menjadi sorotan masyarakat adalah server Sistem Informasi Akademik (Siska) yang tidak bisa diakses beberapa waktu yang lalu. Server dan sistem informasi sekelas “top 5 universities in Indonesia” dan “700 besar perguruan tinggi kelas dunia” seharusnya aktif dan lancar diakses 24 jam. Pada bulan Februari lalu, situasi seperti ini berimbas pada terganggunya jadwal mata kuliah dan registrasi ulang mahasiswa FISIP. Ketidaknyamanan ini dirasakan langsung oleh teman-teman terdekat saya karena hingga H-2 masuk kuliah, beberapa dari mereka ada yang belum input KRS. Sejenak ada sebuah pemikiran yang menggelitik saya dan sejatinya dapat digali lebih dalam lagi. Asumsinya adalah bukankah World Class University memiliki kesamaan paradigma dengan perusahaan jasa pada umumnya, yakni Consumer or student satisfaction leads to perceived service quality? Thus the greater level of satisfaction, the greater perceived service quality (Parasuraman et al 1988), lalu apakah benar kampus ini sedang berada di jalan menuju akreditasi internasional?

foto: Dokumen Pribadi

*) Mahasiswa Hubungan Internasioal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Penelitian Pemanfaatan Limbah Sebagai Pupuk Kandang Plus Pemupukan sangat diperlukan untuk menstimulasi pertumbuhan tanaman. Pemenuhan unsur hara tanaman ditunjang dengan memberikan pupuk. Sejauh ini, petani lebih senang menggunakan pupuk kimia dibandingkan pupuk kandang. Mereka cenderung menginginkan proses yang cepat dan instan.

foto: Safira/Manunggal

Kini, para petani sudah mulai meninggalkan pupuk kandang dan beralih ke pupuk kimia. Hal tersebut membuat Prof. Dwi Retno Lukiwati tertarik melakukan inovasi pupuk kandang agar tak ditinggalkan petani. “Petani itu sangat bergantung pada pupuk kimia. Ketika musim pangan tiba mereka akan mencari pupuk kimia. Nah yang terjadi kemudian adalah langkanya pupuk fosfat (salah satu jenis pupuk kimia, red). Pupuk fosfat kalau musim pangan pasti hilang dari peredaran dan kalau pun ada pasti harganya mahal. Makanya, kita sebagai orang di perguruan tinggi harus peduli dengan masalah seperti itu,” ujar dosen Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Undip tersebut. Prof. Dwi Retno Lukiwati tidak sendiri. Dia beserta rekan-rekannya, Tri Winarni Agustini, Budi Adi Kristanto, Surahmanto, Retno Iswarin Pujianingsih, Endang Dwi Purbayanti, dan Eny Fuskhah memulai penelitian pupuk kandang plus sejak 2010. Pupuk kandang merupakan pupuk yang dihasilkan dari olahan kotoran hewan ternak. Pupuk kandang plus berarti menambahkan unsur-unsur lain ke dalam pupuk kandang alami. Unsur-unsur tersebut dianggap mampu meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman. Penelitian itu membawa mereka ke beberapa negara, seperti Thailand, Rumania, Kamboja, Spanyol, dan China Terus bereksperimen Pembuatan pupuk kandang meng-

hasilkan senyawa asam melalui proses dekomposisi atau proses pembusukan alami. Agar kandungan pupuk kandang plus tak kalah dengan pupuk kimia, dosen yang akrab disapa Luki itu mencoba menambah batuan fosfat ketika proses dekomposisi. Fosfor merupakan salah satu nutrisi unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Hasilnya, pertumbuhan tanaman lebih baik ketika diberikan pupuk kandang plus dibandingkan dengan pemberian pupuk kandang biasa. Kemudian Luki mengajarkannya ke petani. Bagaimanapun, menurutnya, petani butuh bukti bukan janji. Penelitian Luki tidak berhenti sampai di situ. Dia mengembangkan lagi inovasi pupuk kandang plus, bukan hanya ditambah batuan fosfat, tetapi juga ditambah dengan limbah perikanan. “Cangkang kerang Simping (Amusium pleuronectes, red) merupakan sumber kalsium, fosfor, dan magnesium. Akhirnya, saya bersama dengan dosen perikanan meneliti itu (cangkang kerang Simping, red). Jadi kita buat pupuk kandang plusnya dobel, batuan fosfat dan tepung cangkang kerang,” ujar Luki. Tak puas sampai di situ, Luki mencoba mengkombinasikan inovasi pupuk kandang plus dengan pupuk hayati, yakni mikoriza. “Mikoriza diinokulasikan di benihnya. Kami uji coba menggunakan jagung manis (Zea mays L. Saccharata, red). Kenapa jagung manis? Karena panennya cepat,” ungkap Luki. Hasilnya, tanaman jagung manis yang diberikan pupuk kandang plus yang sudah dikombinasikan

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

dengan pupuk hayati menghasilkan kualitas tanaman yang lebih baik. Luki meningkatkan lagi inovasi pupuk kandang plusnya. Kali ini, dia mengkombinasikannya dengan biodekomposer, yakni bakteri pengurai. Biodekomposer banyak pula yang dijual di pasaran. Dia coba membandingkan antara pupuk kandang plus yang diberi biodekomposer berbagai merek dengan yang tidak diberi biodekomposer. Pupuk kandang plus tanpa biodekomposer ketika dibandingkan dengan pupuk kandang yang menggunakan biodekomposer ternyata hasilnya sama. “Kalau begitu, ngapain pakai biodekomposer?” ujar Luki. Menurutnya, pupuk kandang sudah mengandung biodekomposer alami. Pupuk kandang plus cukup diberikan sekali saat tanam pertama. Sehingga pada tanam kedua, ketiga, dan keempat tidak perlu diberi pupuk. Hal tersebut menunjukkan, kandungan hara dalam pupuk kandang plus tidak langsung habis dalam sekali tanam. Sehingga sampai tanam keempat tumbuhan masih mendapat unsur-unsur yang dibutuhkannya dengan baik. Akhir tahun lalu, Luki bersama para petani menanam jagung pulut (Zea mays ceratina, red) yang diberi pupuk kandang plus, kemudian diambil tongkolnya dan dikeringkan untuk dijadikan benih. “Hasilnya yaitu tanaman jagung tersebut tumbuh dan berbuah sangat bagus, tinggi tanamannya mencapai 3 meter, tongkolnya padat, panjang, dan enak

banget,” ujarnya saat ditemui di gedung A FPP Undip. Proses produksi mahal Saat ini, pembuatan pupuk kandang plus dilakukan oleh para petani di Kabupaten Sragen. Kelompok tani yang terdiri dari 30 orang tersebut mengkandangkan ternaknya secara komunal. Pupuk kandang plus yang komposisi utamanya dari kotoran ternak dijual oleh mereka seharga Rp60 ribu per 50 kg. Namun, penjualanya belum dilakukan secara komersial karena mahal dan sulit dalam proses pembuatannya. “Selama ini, bahan bakunya dari saya jika mereka sedang tidak mendapatkan subsidi. Istilahnya membantu,” ungkap Luki. Biasanya petani mendapat subsidi berupa batuan fosfat dan cangkang kerang Simping yang sudah dalam bentuk tepung. Cangkang kerang didapatkan dari bantuan dosen Jurusan Perikanan Undip dan subsidi fosfat dari pemerintah. Luki mengakui bahwa saat ini petani memang tidak bisa meninggalkan pupuk kimia sepenuhnya. Namun dari penelitiannya tersebut, dia pun berharap tidak berhenti sampai di sini. “Sedapat mungkin kita menggunakan pupuk berbahan baku lokal, karena di sekitar kita banyak sekali limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk,” ungkapnya. (Safira)

9


Polling Apa Kata Mahasiswa tentang Sistem Akademik Undip? mahasiswa mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan akademik yang baik, selain melakukan kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, hak tersebut belum terpenuhi seutuhnya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam sistem pelayanan akademik.

Kartu Hasil Studi Perhitungan akumulasi nilai Kurang koordinasi klarifikasi nilai antara akademik dan dosen Sistem nilai pukul rata Lain-lain

44% 37% 16% 3%

Pelayanan Akademik Pelayanan internal

51%

Transpalasi nilai

33%

Sistem prediksi

10%

Lain-lain

3%

Apa harapan Anda untuk sistem akademik kampus? Peningkatan mutu dan kualitas dalam sistem akademik

50%

Sistem akademik online (SIA) yang mudah

28%

Penilaian pelayanan dan sumber daya karyawan akademik

17%

Mengubah sistem pelayanan manual menjadi digital

5%

Bagaimana pendapat Anda tentang sistem akademk di kampus Undip ini?

Sistem pelayanan akademik pada perguruan tinggi setidaknya terdiri dari sistem informasi, sistem akademik, dan sistem administrasi. Penyelenggaraan pelayanan akademik bisa dilakukan secara manual ataupun dalam jaringan (daring). Sejauh ini mahaiswa masih menghadapi masalah saat memanfaatkan pelayanan akademik, Lembaga Pers Mahasiswa Manunggal pun melakukan jajak pendapat guna mengetahui kualitas pelayanan akademik Undip di kalangan mahasiswa. Survei kualitas pelayanan akademik ini menggunakan kuisioner sampel acak untuk mengumpulkan data. Dari survei yang dilakukan dapat diketahui jika kualitas sistem pelayanan akademik Undip dinilai belum berjalan maksimal. Terbukti, dari 138 responden yang terlibat, hanya 15% responden yang menilai sistem pelayanan akademik berjalan baik. Sementara hampir separuhnya menyatakan sistem pelayanan akademik masih kurang memuaskan. Salah satu penilaian kualitas sistem pelayanan akademik dapat dilihat dari pengalaman responden ketika memanfaatkan sistem ini. Hampir semua responden pernah menghadapi permasalahan dalam sistem pelayanan akademik. Ada berbagai jenis permasalahan dalam sistem pelayanan akademik. Sebanyak 108 responden pernah menghadapi masalah akademik. Separuh dari mereka

mengeluhkan kualitas pelayanan internal, sementara sisanya sering menghadapi permasalahan lain seperti transparansi nilai, sistem presensi dan berbagai masalah lain dalam sistem pelayanan akademik. Permasalahan lain yang dialami responden adalah saat mengurus Kartu Rencana Studi (KRS). Sistem saling berebut dalam input mata kuliah banyak dikeluhkan oleh respoden. Terkadang, hal tersebut membuat mahasiswa tidak mendapat kuota dalam mata kuliah yang dipilih. Revisi atau pembatalan mata kuliah pada awal perkuliahan juga belum bisa dilkukan dengan mudah. Mahasiswa masih menemui kesulitan ketika akan mengganti mata kuliah yang terlanjur dipilih. Input mata kuliah yang terkadang tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan menjadi permaslahan lain yang dikeluhkan oleh sebagian responden. Kartu Hasil Studi (KHS) menjadi sesuatu yang ditunggu mahasiswa diakhir masa perkuliahan. KHS menjadi laporan yang memuat nilai mahasiswa pun tidak luput dari permasalahan. KHS yang hanya mencantumkan nilai akhir tanpa dilengkapi dengan perhitungan akumulasi nilai menjadi salah satu permasalahan bagi 44% responden. Permasalahan tersebut berdampak pada kurangnya koordinasi antara pihak akademik dan dosen ketika mahasiswa ingin mengklarifikasi nilai yang didapatkan. Selain itu, adanya dosen yang menerapkan sistem penilaian sama rata juga dirasa menjadi sebuah sistem yang merugikan bagi sebagian mahasiswa. Pelayanan akademik dengan sistem daring yang bertujuan mempermudah akses mahasiswa tampaknya belum sepenuhnya tercapai. Banyak kesulitan yang ditemui ketika memanfaatkan pelayanan akademik daring, lebih dari separuh responden masih mengalami kesulitan untuk mengakses Sistem Informasi Akademik (SIA) daring karena server overload atau server down. Bahkan, sebagian responden mengalami kesulitan mengakses SIA ketika berada di luar lingkungan kampus. Sementara sebagian lainnya mendapati gangguan

teknis pada SIA. Problematika lain muncul untuk permasalahan presensi kehadiran. Mahasiswa mempermasalahkan presensi manual yang memungkinkan mahasiswa titip absen serta perekapan kehadiran yang kurang berjalan dengan baik. Hal tersebut dianggap merugikan bagi sebagian responden. Kedisiplinan dosen tampaknya juga perlu ditingkatkan. Hal tersebut terlihat dari cukup banyaknya keluhan tentang dosen yang kurang teliti dalam presensi. Tindakan yang pasti akan dilakukan mahasiswa ketika menghadapi kesulitan atau permasalahn akademik adalah melakukan pengaduan kepada pihak a ka d e m i k . S e b a g i a n Pernahkah Anda mengalami responden permasalahan dengan sistem menyatakan di akademik Undip? kurang puas terhadap sikap pegawai akademik dalam menangg a p i ke l u h a n mereka. Sementara 2% menyatakan sangat puas dengan birokrasi akademik. Masih ditemuinya berbagai macam permasalahan dalam sistem pelayanan akademik Kampus Undip membuat sedikitnya 50% responden mengaharapkan adanya peningkatan mutu dan kualitas dalam sistem akademik. Sumber daya manusia dalam sistem pelayananakademik juga menjadi salah satu objek yang perludiperhatikan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya 28% responden yang mengharapkan adanya peningkatan pelayanan dan sumber daya karyawan dilingkungan kampus Undip. Harapan lain yang muncul adalah kemudahan akses pelayanan akademik daring (SIA) dan perubahan dari sistem pelayanan akademik manual menjadi digital.

47%

Kurang

37%

Cukup

15%

Baik Lain-lain

10

1% Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Perjalanan Rehat Sejenak di Hutan Kota Foto: Agung/Manunggal

dialihfungsikan. Pemanfaatan tersebut belum bisa dicapai secara maksimal oleh Tinjomoyo. Perlu adanya tindakan konservasi lebih lanjut serta perbaikan fasilitas untuk menunjang para peneliti maupun pengunjung wisata agar datang ke Hutan Wisata Tinjomoyo. “Ya, saya juga inginnya di sini (Tinjomoyo, red) bisa dijadikan sebagai daerah penelitian,” ujar Suparno, Kepala Subbagian Tata Usaha Hutan Tinjomoyo. Selain itu, fasilitas wisata outbond yang dulu mulai dikembangkan kini berhenti dan mengalami kemunduran. Awalnya, kawasan Tinjomoyo menawarkan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di sana, seperti outbond, permainan air soft gun, bahkan all terrain vehicle (ATV). Namun kegiatan tersebut kini tidak berjalan. Adanya pertentangan dari warga setempat yang merasa tidak nyaman juga mengakibatkan aktivitas ATV diberhentikan.

Gapura pintu masuk Hutan Tinjomoyo. Hutan kota ini terletak di sebelah selatan Kota Semarang, kecamatan Gunung Pati.

Saat ini, sarana rekreasi alam di tengah kota mulai sulit ditemukan, begitupula di Kota Semarang. Walaupun demikian, siapa sangka? Masih ada secuil kehijauan di antara sesak beton-beton di kota lumpia ini. Hutan Tinjomoyo sempat populer beberapa waktu lalu, khususnya di media sosial. Bagi masyarakat Semarang yang menggunakan aplikasi Instagram, foto-foto berlatar belakang rindang pepohonan, jembatan merah, pohon tumbang yang kemudian di jadikan ornamen fotografi bermunculan di lini massa. Beberapa spot di hutan Tinjomoyo tersebut merupakan tempat paling laris yang dijadikan latar foto di Hutan Tinjomoyo. Kalangan muda pun penasaran dengan hutan yang terletak di selatan kota tersebut. Tak heran, jika pengunjung Hutan Tinjomoyo didominasi mahasiswa ataupun pelajar. Ristananda Elsa (19), mahasiswa Undip, mengaku sebelumnya tak mengetahui keberadaan Hutan Tinjomoyo. Rista mengetahui hutan kota yang berada di kecamatan Gunung Pati tersebut dari media sosial Instagram. “Tahu Hutan Tinjomoyo dari akun Instagram Explore Semarang. Ke Hutan Tinjomoyo untuk foto-foto, terutama foto di jembatan merah yang banyak dishare (fotonya) di instagram,” ungkap Rista. Selain Rista, Agung Sasongko (19) juga mengaku tahu Hutan Tinjomoyo dari internet dan informasi yang diberikan rekan-rekannya. Karena penasaran, dia datang langsung dari Demak ke Semarang khusus untuk mengunjungi Hutan Tinjomoyo. “Tujuan pergi ke Tinjomoyo karena ingin sekadar refreshing, penyegaran otak jenuh karena aktivitas,” ujar Agung. Seperti halnya Agung, sejumlah pengunjung mengaku datang ke Hutan Tinjomoyo untuk rekreasi dan berfoto. Memprihatinkan Hutan Tinjomoyo berada di naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang. Awalnya, Hutan Tinomoyo merupakan Taman Margasatwa Tinjomoyo yang saat ini dipindahkan ke daerah

Mangkang. Taman Margasatwa tersebut dipindah karena lokasi itu terkena banjir. Oleh karena itu, tak heran jika masih ditemukan bekas kandang-kandang binatang di Hutan Tinjomoyo. Sayangnya, keberadaan kandang-kandang tersebut sudah tidak terawat. Hutan Tinjomoyo yang tampak cantik di foto-foto nyatanya masih harus mendapat perhatian khusus. Fasilitas di tempat yang disebut sebagai sarana rekreasi ini belum memadai. Di dalam hutan juga masih ditemukan jalan yang terputus seperti bekas longsor. Hutan terlihat mangkrak dan dibiarkan begitu saja. Hal ini menjadi sangat disayangkan, mengingat Tinjomoyo merupakan salah satu ruang terbuka hijau kota yang keberadaannya masih terhitung sedikit di Kota Semarang. Padahal, pengelolaan taman hutan raya sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang No. 14 tahun 2011 tentang tata ruang wilayah Kota Semarang. Dalam peraturan itu disebutkan, pengelolaan taman hutan raya meliputi pengembangan tanaman tahunan dalam mendukung ruang terbuka hijau kota dan pengembangan kegiatan rekreasi yang tidak mengganggu fungsi konservasi. Namun kedua poin tersebut tampaknya belum terealisasi dengan baik pada kawasan Hutan Tinjomoyo. Salah satu potensi kawasan Tinjomoyo adalah keberagaman vegetasi dan faunanya. Hal tersebut sebenarnya telah diatur dalam Perda Kota Semarang No. 14, yaitu kawasan taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya, pariwisata alam dan rekreasi, serta pelestarian budaya berupa konservasi yang tidak dapat

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

Bersebelahan dengan pemukiman Untuk masuk ke hutan tinjomoyo, pengunjung dikenakan retribusi tiket sebesar Rp3500,00 per orang. Dengan biaya yang relatif terjangkau itu, pengunjung sudah bisa menikmati pemandangan hutan dan beberapa spot unik Tnjomoyo yang sering dijadikan sebagai latar berfoto. Tiket masuk tersebutlah yang menjadi pemasukan bagi pengelolaan Hutan Tinjomoyo. Akan tetapi, penarikan uang retribusi tersebut juga tidak berjalan secara optimal dikarenakan lokasi Tinjomoyo yang berbatasan langsung dengan pemukiman warga. Beberapa upaya telah direncanakan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang sudah ada sejak Tinjomoyo masih berupa taman Margaraya tersebut. “Sebenarnya dari dinas pernah ada usul untuk menutup jalan warga, dan membuatkan jembatan baru sebagai jalan masuk warga, tapi kan bikin jembatan juga tidak membutuhkan dana yang sedikit, jadi belum dilaksanakan,” ungkap Suparno. Selain itu, tidak optimalnya penarikan biaya masuk Tinjomoyo juga dikarenakan adanya jalan masuk lain yang berada di belakang kawasan hutan. Pengunjung bisa bebas keluar masuk tanpa harus membayar biaya retribusi tiket karena tidak melewati loket. Potensi besar sebagai hutan kota dan sarana rekreasi sudah dimiliki oleh Hutan Wisata Tinjomoyo. Sejumlah perencanaan dan pemanfaatan juga sudah lama dilakukan oleh pemerintah. Namun hingga saat ini, hal tersebut tidak memberikan perubahan yang signifikan bagi kawasan Tinjomoyo. (Gina, Mei) Foto: Agung/Manunggal

Sebelum menjadi hutan kota, Tinjom oyo merupakan taman margasatwa Tinjomoyo. Terd apat sejumlah bekas kandang hewan yang kini mangkrak di Hutan Tinjomoyo.

11


Profil Teriakan Kampanye Sadar Sejarah Melalui Seni Tidak peduli dengan gerimis yang mengguyur Kota Semarang sejak sore hari, para pengunjung mulai berdatangan dan memenuhi sebuah halaman rumah. Di sana terlihat beberapa pemuda asyik melukis mural di tengah riuhnya suara hujan dan pengunjung. Foto: Nina/Manunggal

Salah satu agenda komunitas Hysteria One Day Art Project diselenggarakan untuk memperkenalkan karya mereka ke masyarakat Semarang, Jumat (26/2).

Pameran hasil aktivitas kelompok streetartis yang diinisiasi oleh komunitas Hokage dan Pemuda Serbaguna itu berjudul One Day Art Project (ODAP). Salah satu kegiatan ODAP yakni mengunjungi situs-situs yang dianggap penting dan terbengkalai. Di situs tersebut, mereka melukis mural secara legal yang bertujuan mengingatkan sejarah tempat itu. Pameran tersebut diselenggarakan dan didukung oleh Komunitas Hysteria yang bermarkas di Jl Stonen No. 29 Bendan Ngisor Gajahmungkur, Semarang. Komunitas Hysteria memiliki perhatian terhadap kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Kota Semarang. Ditemui dalam acara ODAP, Jumat (26/2) malam, Akhmad Khairudin atau akrab disapa Adin, ketua komunitas menceritakan, Hysteria adalah organisasi seni yang bersangkutan dalam pemberdayaan pemuda berbasis masyarakat. ”Kami fokus pada isu-isu tentang seni, pemuda, budaya urban, dan pengembangkan masyarakat,” imbuhnya. Salah satu kegiatan Hysteria yang lain adalah membantu pengembangan komunitas para pemuda, khususnya di bidang seni. Pengembangan tersebut berupa bantuan merancang program untuk komunitas-komunitas yang bersedia diajak atau mengajak kerja sama dengan Hysteria. Program yang dibuat tentunya berdasarkan kebutuhan setiap komunitas.

12

Selain itu, Hysteria juga sering melakukan aksi blusukan ke kampung-kampung di Kota Semarang. Kegiatan ini merupakan wujud konkret dari program peka kota yakni berupa Project Kampung. Project Kampung adalah kegiatan produksi, distribusi, dan pemanfaatan mengenai pengetahuan kampung. Biasanya, Hysteria datang ke kampung-kampung untuk mencari tahu kebutuhan kampung tersebut lalu membuatkan program yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, Hysteria juga melakukan penyelidikan mengenai latar budaya kampung, seperti sejarah, tokoh, kuliner, warisan, dan lain sebagainya. Kemudian, pengetahuan suatu kampung tersebut didistribusikan melalui berbagai hal, seperti seni, pembuatan buku, zine, publikasi online, video, pameran foto, penyelenggaraan forum atau seminar, dan lain sebagainya. Hal itu bertujuan agar pengetahuan mengenai kampung tersebut berguna bagi kehidupan masyarakatnya. “Pada akhirnya ini menjadi alat untuk memperjuangkan mereka (kearifan lokal kampung, red), karena kalau tidak ada manfaatnya maka hanya sekadar selebrasi belaka,” tegas lulusan Universitas Diponegoro tersebut. Hysteria menyadari bahwa peran masyarakat dalam melakukan intervensi isu cukup strategis untuk mengkampanyekan kesadaran mempertahankan keadaan kampung, baik dari segi sejarah

maupun budaya. Hal ini dilakukan Hysteria agar Kota Semarang tidak kehilangan identitasnya. Beberapa kegiatan Hysteria yang lain adalah menerbitkan zine secara periodik, mengadakan workshop, pameran, pertunjukan, pemutaran film atau video, diskusi, dan program lainnya dengan titik pusat seni, pemuda, masyarakat dan kota. Hysteria menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan atau lembaga yang tertarik dengan program mereka. Walaupun statusnya yang sudah resmi secara hukum sebagai sebuah lembaga, hal itu belum menjanjikan adanya anggaran yang disediakan pemerintah kepada Hysteria. “Kalau difasilitasi memang beberapa kali, misalnya dipinjami ruangan, mobil, atau ada narasumber dari mereka (pemerintah, red) dan kalau kita audiensi diterima, tetapi kalau sampai diplotkan dalam anggaran, itu enggak,” jelas laki-laki yang pernah menjadi Komite Dewan Kesenian Semarang itu. Adin menambahkan, dalam waktu dekat ini Hysteria sedang mempersiapkan dua program yaitu Bienalle Kampung dan Tengok Kampung Bustaman 3. Bienalle Kampung merupakan acara seni rupa yang diselenggarakan di kampung-kampung dan berpindah tempat setiap dua tahun sekali. Adapun Tengok Kampung Bustaman 3 adalah kelanjutan dari acara Tengok Kampung Bustaman 1 dan 2 yang sudah diadakan sebelumnya. Lahir dari Zine Hysteria didirikan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro pada akhir 2005, yaitu Heri C Santoso,

Adin, Yuswinardi, dan Gus Yon. Akar komunitas ini terlahir dari zine, yaitu selebaran sastra yang didistribusikan sejak 11 September 2004. Selebaran ini berisi artikel tentang puisi, cerita pendek, esai, propaganda, dan kadang-kadang slogan. Setelah bertahun-tahun bertahan hanya sebagai komunitas, akhirnya pada 7 Maret 2011 Hysteria meresmikan organisasinya secara hukum. Saat ini, Hysteria dikendalikan oleh tiga pengurus utama, yaitu Adin, Purna, dan Bagus. Ketiganya merupakan poros dari keberlangsungan roda kegiatan Hysteria. Sisanya, Hysteria hanya memiliki beberapa pengurus magang dan relawan yang bekerja by project. Oleh karena itu, Hysteria tidak memiliki anggota yang tercatat melalui pendaftaran resmi atau member card. Dengan formasi tersebut, Hysteria bertekad memajukan kehidupan kesenian Kota Semarang. Ketika ditanya mengenai bagaimana keadaan seni di Kota Semarang, Adin berasumsi saat ini Kota Semarang sudah memiliki kehidupan kesenian yang cukup ‘ramai’. Dia juga berharap keadaan seni yang terjadi pada saat ini tidak sekadar karena media sosial, sehingga banyak orang berbondong-bondong melakukan seni tanpa tahu sejarahnya. (Mei)

Foto: Nina/Manunggal

Salah seorang anggota komunitas Hysteria melukis saat acara One Day Art Project, Jumat (26/2) di Semarang.

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Pojok Usaha

Menjadi KUA Membantu Mahasiswa untuk Mandiri Sejalan dengan perkembangan internet, kini bisnis online semakin menjamur. Peluang berbisnis secara online tidak hanya dinikmati oleh pemilik usaha saja. Pasalnya, para pemilik usaha tersebut juga mengembangkan jaringannya dengan menarik distributor maupun reseller. Hal ini memberikan peluang bagi siapa saja yang berkeinginan untuk ikut berbisnis. Foto: Dokumen Pribadi

Aprillia Fatun Ni’mah (22), mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Undip 2011 turut mengambil kesempatan tersebut. Sejak september lalu, April, sapaan akrabnya, menjadi distributor pertama di Semarang yang ikut memasarkan produk Brownies Manten. Brownies Manten merupakan usaha yang dirintis oleh Patria Prima Putra (founder dan owner Jambiethnic) dan Awalinda Bestari (founder dan owner Bestari Soft Cake) sejak 18 September 2014. Mereka berdua adalah entrepreneur yang bertemu di salah satu organisasi bisnis bernama Indonesia Sharing Club (ISC). Brownies kering bertekstur renyah yang jika digigit akan lumer di mulut itu dibuat tanpa menggunakan bahan tepung dan mentega, sehingga rendah lemak dan jauh dari kolesterol. Patria menciptakan sistem distribusi menarik yang sangat efektif dan menciptakan panggilan unik untuk setiap reseller maupun distributornya. Dia menyebut reseller dengan nama penghulu yang bertugas mempertemukan Brownies Manten dengan Calon Mantu (calon konsumen), sedangkan distributor disebut dengan KUA sebagai tempat berkumpulnya para penghulu. Awalnya, April mendapat tawaran dari kawannya yang merupakan salah seorang staf marketing strategis dari Brownies Manten untuk direkrut sebagai KUA. Setelah bertanya mengenai asal-usul Brownies Manten dan sistem marketingnya, akhirnya dia menyanggupi untuk andil dalam bisnis tersebut.

“Waktu itu saya menunggu yudisium di akhir September dan wisuda di akhir Oktober. Saya bingung mau ngapain karena belum mendapat sertifikat jadi cari kerja juga enggak mungkin. Akhirnya, saya terima tawaran teman yang mengajak untuk menjadi KUA,” ungkapnya. Demi menarik minat pelanggan maupun calon reseller, April menggunakan semua sosial medianya untuk promosi. Empat reseller pertama yang berhasil direkrut membuat April tidak perlu mengeluarkan modal. Dari modal nol rupiah tersebut, dalam waktu tiga bulan April berhasil meraup omzet sebesar Rp13 juta. Saat ini, perempuan kelahiran 11 April 1993 tersebut sudah mempunyai 20 reseller yang tersebar di daerah Semarang, khusunya mahasiswa Undip, Udinus, dan Unisula serta dari daerah lain, seperti Purwokerto dan Pati. Akan tetapi, tugas April tidak sekadar menjaring reseller, dia juga selalu mengadakan acara kopi darat untuk membina dan memantau reseller, berbagi ilmu marketing, membagi perangkat marketing, serta sharing sesama reseller untuk saling belajar kendala dan cara menyiasati kendala tersebut.

Membina reseller yang berjumlah tidak sedikit tentu bukan suatu hal mudah. Beberapa tantangan sering singgah, seperti harus sabar ketika para penghulu yang nyaris semuanya mahasiswa enggan menyimak sharing di grup media sosial dan tidak bisa datang saat acara kopi darat. Di sisi lain, April mengaku senang ketika menjalankan usaha ini karena bisa belajar cara berkomunikasi dengan orang-orang yang baru dikenal serta dapat berbagi ilmu dan mendapat ilmu dari para reseller. Meskipun sudah mempunyai banyak reseller dan kebanjiran order, perempuan asli Pati tersebut tidak puas begitu saja. Dia mempunyai visi untuk memperluas jaringan para KUA dan penghulu, utamanya menggerakan anak-anak Undip untuk turut andil dalam bisnis ini, “Paling tidak satu fakultas ada satu ambassador. Selain supaya persebaran para KUA maupun penghulu merata, saya juga ingin membantu mahasiswa Undip untuk menjadi lebih mandiri dengan mempunyai penghasilan sendiri,” ungkap April. (Indras/Santi)

Menciptakan Kedai Ala Jepang di Tembalang Foto : Rizko/Manunggal

Ketika ditanyakan soal ciri khas negara Jepang, bisa jadi tiap-tiap orang mempunyai jawaban yang berbeda. Dari sekian jawaban, tidak menutup kemungkinan segelintir orang akan menjawab ‘kulinernya’. Di daerah Tembalang sendiri, terdapat salah satu kedai yang menyajikan kuliner khas negara matahari terbit tersebut. Jika berangkat dari SPBU Undip ke arah Jalan Banjarsari, maka kita akan menemukannya di sebelah kiri jalan. Terletak di Jalan Jatimulyo nomor 10, Tembalang, Semarang, sebuah papan dengan gambar pria berbaju dan berikat kepala putih bertuliskan ‘Yaki-Yaki’ di atasnya seakan mengundang pengguna jalan untuk singgah ke tempat tersebut. Yaki-Yaki didirikan oleh dua orang mahasiswa Undip dari dua jurusan yang berbeda. Afif Prasetya Nugraha Putra (22) adalah mahasiswa S1 Teknik Mesin, sedangkan Imaduddin Zakiy (22) mahasiswa S1 Teknik Industri. Meski demikian, keduanya sudah kenal sejak lama karena berasal dari SMA yang sama. Nama Yaki-Yaki diambil dari bahasa Jepang. Yaki dapat diartikan sebagai pembakaran atau pemanggangan, selaras dengan konsep yang diusung, yaitu fusion Japanese food. Fusion Japanese food merupakan konsep menyajikan masakan

ala Jepang. Selain itu, nama Yaki-Yaki dipilih karena mirip dengan nama salah satu owner-nya. “Plesetan dari nama teman saya, Zakiy, owner satunya,” tambah Afif. Tempat makan yang ‘dideklarasikan’ sebagai kedai oleh pemiliknya ini pertama kali dibuka pada 17 Agustus 2015. Ketika mendirikan Yaki-Yaki, Afif mengaku tidak memiliki kendala soal dana ataupun perizinan. Kendala yang dihadapi justru lebih ke arah teknis, misalnya mencari peralatan dapur yang sesuai. Bahan baku Afif dapatkan dari salah satu penyuplai di pasar Banyumanik dan supermarket yang menjual bumbu-bumbu masakan Jepang. Dalam hal menu, Afif terinspirasi

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

dari restoran Jepang di kota besar seperti Jakarta, Bandung, d a n Yo gyakarta. Menurut Afif, di Kota S e m a r a n g masih jarang restoran Jepang yang menawarkan menu sama seperti Yaki-Yaki. Sementara itu, untuk pemilihan lokasi, Jatimulyo dipilih karena daerah lain di sekitar Tembalang seperti Ngesrep, Sirojudin, dan Banjarsari dinilai sudah padat.

Berbicara mengenai usaha maka tidak lepas dari persaingan. Ketika disinggung mengenai hal tersebut, Afif mengakuinya. “Kalau di Tembalang, saingannya bukan sesama Jepang, tetapi sesama tempat makan. Kalau yang disajikan sama, kita cari konsep yang berbeda biar orang tertarik,” ujar Afif optimistis. Dia yakin bisnis yang digelutinya saat ini memiliki prospek yang bagus jika melihat omzet yang dihasilkan hingga saat ini. Buka cabang menjadi salah satu goal terbesar yang dimiliki oleh Afif. Namun, saat ini, pria kelahiran Semarang tersebut lebih memilih fokus mengefisiensikan menu yang disajikan. (Rizko)

13


Sosok Suwondo: Kejar Mimpi dengan Landasan Keilmuan Foto: Ilham/Manunggal

Kuliah untuk mencari ilmu, bukan pekerjaan. Pekerjaan akan mengikuti jika ilmu sudah matang. Dengan mencintai pekerjaan yang digeluti, pekerjaan akan memberikan lebih dari sekadar materi. Begitulah sepenggal ungkapan Suwondo, Ketua Forum Komunikasi Pustakawan dan Pengelola Perpustakaan (FKP3) Undip ketika ditemui Manunggal beberapa waktu lalu. Awalnya, Suwondo sama sekali tidak tahu tentang profesi pustakawan. Profesi itu masih asing saat ia duduk di bangku SMA. Sebelum ia sempat memilih jurusan di perguran tinggi, gurunya menyuruhnya untuk memilih Jurusan D3 Perpustakaan dan Informasi di Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Suwondo pun mengikuti perintah gurunya karena menurutnya, guru adalah orang tua yang telah mengangkat derajatnya. Ia berhasil lolos menjadi mahasiswa D3 Perpustakaan dan Informasi Undip. Di semester pertama, Suwondo tidak semangat mengikuti kuliah di jurusan yang tidak diinginkannya. Di semester kedua, ia baru mulai bersungguh-sungguh dalam kuliah. “Semester dua saya berpikir mungkin kalau lahan itu (profesi pustakawan, red) masih luas dan banyak yang mengerjakan, maka saya rebutan, tetapi kalau lahannya banyak dan belum ada yang mengelola dengan baik, maka tidak rebutan,” jelas Suwondo. Pria kelahiran 18 Juli 1976 ini pun lulus dengan

gelar cumlaude. Pada 2001, Suwondo mengawali kariernya di bidang perpustakaan sebagai staf di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Undip. Kemudian, Suwondo diangkat sebagai pustakawan terampil pada tahun 2004. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Perpustakaan di Undip, Suwondo diangkat menjadi pustakawan ahli. Saat ini Suwondo juga menjabat sebagai Ketua FKP3 Undip periode

Misi Konservasi Berbuah Prestasi Berkesempatan menjadi delegasi Indonesia dalam Asia Pacific Business Forum 2015 di Bangkok. Giovanny Eveline Wirahana (21) membawa isu mangrove hingga ke mancanegara. Dalam forum ekonomi tersebut, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip itu menyampaikan manfaat mangrove dalam industri kreatif. Eveline, sapaan akrab perempuan kelahiran Karawang 21 Januari 1995 itu mengaku tertarik dengan isu lingkungan sejak SMA. Aksi nyata Eveline terhadap permasalahan lingkungan dia mulai dengan mendirikan komunitas di sekolahnya. Kala itu, menurut Eveline, kesadaran teman-teman di sekolah untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah. Selain itu, banyak di antara mereka yang belum dapat membedakan sampah organik dan nonorganik Ketertarikan di bidang lingkungan membuat Eveline memilih jurusan kuliah yang tak jauh dari minatnya itu. “Tetapi setelah aku lulus komunitasnya enggak jalan dan kebetulan saat mau masuk kuliah aku mencari jurusan yang passionnya hampir sama kayak aku,” cerita Eveline. Tahun 2015, Eveline berkesempatan mengikuti Asia Pacific Business Forum (APBF) yang bertempat di

14

Bangkok, Thailand. Saat mengikuti forum tersebut, Eveline mengusung motto “Mangrove is Lifestyle”, sesuai dengan motto organisasi mahasiswa yang dia ikuti di kampus. Menurut Eveline, mangrove is lifestyle berarti menjadikan mangrove sebagai gaya hidup. “Saat ini isu mangrove sedang menjadi topik utama di Asia Pasifik. Kebetulan waktu di Bangkok itu kan kegiatan bisnis forum ya, jadi bagaimana caranya pebisnis yang mainnya di bidang internasional tetap bisa menjaga lingkungan untuk tetap sustain gitu,” jelas mahasiswa kelautan angkatan 2012 tersebut. Eveline juga menjelaskan, mangrove secara fisik tidak hanya menjadi pencegah abrasi di pantai. Ternyata, mangrove juga memiliki nilai ekonomi. Saat di Bangkok, Eveline mengenalkan salah satu potensi ekonomi yang dimiliki mangrove dalam segi industri kreatif, berupa cerita mangrove

2014-2017. Tak hanya itu, pada 2015 Suwondo mewakili Undip sebagai pustakawan berprestasi dalam Pemilihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Diktendik) Tingkat Nasional. Kompetisi ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengapresiasi kinerja pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia. Suwondo berhasil masuk sebagai 15 besar

pustakawan berprestasi tingkat nasional. “Pengalaman 15 besar itu luar biasa. Di sana memang kita kompetisi, tetapi banyak ilmu yang kita dapat,” terang pria asal Demak tersebut. Bergelut di bidang perpustakaan selama 15 tahun, tak semuanya berjalan mulus. Menurut Suwondo masyarakat masih belum banyak tahu tentang profesi pustakawan. Dengan kata lain, masih banyak yang memandang sebelah mata profesi ini. “Seakan-akan pustakawan penjaga buku,” lanjutnya. Lebih dari sekadar menjaga buku, pustakawan juga bertugas untuk mengolah dan menyediakan informasi. “Itu yang menjadikan semangat belajar dan berinovasi, tidak ada batasnya. Informasi kan harus sesuai perkembangan zaman,” jelas Suwondo. Banyak hal yang dia lakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas diri. Di antaranya mengikuti berbagai pelatihan, training motivasi, dan berbagi wawasan dengan rekan sesama pustakawan. Bahkan ia sudah menamatkan pendidikan S2 Ilmu Komputer di Universitas Dian Nuswantoro (Udinus). Jurusan Ilmu Komputer dipilihnya karena ketertarikannya pada komputer, terutama desain grafis dan olah website. Suwondo memegang teguh prinsip yang diajarkan orang tuanya, yaitu kuliah bukan untuk mencari pekerjaan. Kuliah, lanjutnya, adalah untuk menuntut ilmu, pekerjaan nanti akan mengikuti. “Ilmu itu yang harus kita ambil sebanyak-banyaknya. Ilmu itu yang harus kita gali benar-benar. Kejar mimpi dengan landasan yang kuat, yaitu kelimuan,” pungkas Suwondo. (Ilham)

Foto: Nina/Manunggal

(cermang), batik mangrove, dan jajanan mangrove. Dia bercerita, para peserta dalam APBF antusias terhadap isu yang dibawanya. Banyak orang yang tertarik dengan cermang dan batik bakau. Cermang dianggap sebagai media kampanye yang unik bagi masyarakat terutama anak-anak untuk tetap menjaga lingkungan. “Kenapa harus cerita? Karena menurut kita (Kesemat, red) salah satu media kampanye yang baik untuk anakanak, untuk adik-adik di sekolah dasar ya melalui cerita. Makanya, cermang itu dijadiin ikon waktu aku di sana (APBF, red),” jelas mahasiswa yang mengaku sedang menggarap penelitian di bidang konservasi ini. Berbeda dengan cermang, menurutnya, batik bakau dilirik karena batik sangat identik dengan Indonesia. Bergabung dengan organisasi lingkungan Guna menyalurkan minatnya di bidang lingkungan dan sebagai bentuk pengawalan isu, saat di universitas, Eveline bergabung dengan UPK Kesemat FPIK. “Aku ikut mulai dari semester dua, karena kalau di sini (FPIK, red) semester awal belum boleh ikut organisasi,” ujar Eveline yang kini sudah menjadi dewan penasihat di organisasi yang telah diikutinya hampir 3 tahun itu.

Tidak hanya berkampanye untuk masyarakat luas, Kesemat dan Eveline pun mensosialisasikan mangrove kepada mahasiswa Undip. Alumni SMA Negeri 1 Karawang ini juga menjelaskan, Kesemat tidak hanya berkampanye soal mangrove. UPK FPIK itu juga mempunyai kelompok binaan masyarakat yang memanfaatkan mangrove sebagai roda ekonomi dengan membuat jajanan mangrove dan batik bakau. Di samping itu, dia juga berpesan bahwa lingkungan tetap harus dijaga. “Kalau bukan kita siapa lagi?” pungkasnya. (Gina)

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Sastra Budaya

Menengok Kampung Kambing di Bustaman Foto: Nina/Manunggal

Terdapat hiruk pikuk yang berbeda ketika Manunggal memasuki salah satu kawasan di Jalan MT Haryono, Semarang. Sejumlah warga terlihat menjajakan daging kambing di depan rumahnya, sebagian lain terlihat sibuk mengolah daging. Tak heran bila bau prengus kambing tercium di setiap sudut gang yang diberi nama Kampung Bustaman.

Terletak di salah satu gang yang berdekatan dengan Kampung Arab, Kampung Koja-India (Pekojan) dan Kampung Cina (Pecinan), Kampung Bustaman memiliki aktivitas yang berbeda dengan perkampungan padat tengah kota Bercengkrama dengan tetangga mejadi salah satu kebiasaan warga di kampung bustaman. Penduduknya yang padat, lainnya. Pusat pemotongan dan pengomenciptakan kerukunan dan kedekatan antarwarga di lingkungan tersebut. (Nina/Manunggal) lahan kambing di Kota Semarang, itulah hal menarik yang dimiliki oleh Kampung Bustaman. Semarang, seperti Demak, Kudus, dan sekitarnya menjadi tidak nyaman un- memiliki hiruk-pikuk setiap harinya, terleRembang. tuk ditinggali. pas dari kegiatan pemotongan kambing. Kambing sebagai penunjang pereKambing-kambing yang sudah Limbah yang dikhawatirkan men- Menurut Abdul Aziz, warga Kamkonomian didatangkan dari luar daerah segera di- jadi sumber penyakit akhirnya menuai pung Bustaman pada awalnya adalah Kampung Bustaman memang potong. Pemotongan biasanya dimulai protes keras dari warga sekitar yang se- warga asli Kota Semarang. Seiring waktu, identik dengan kambing. Sebagian war- dari pukul satu dini hari dan berlanjut bagian besar merupakan etnis Tionghoa, banyak pendatang dari luar daerah yang ganya menggantungkan hidup dari usaha hingga pagi hari. Lalu kegiatan dilan- sehingga pada tahun 2014 RPH Bustaman menempati Kampung Bustaman untuk yang berkait dengan binatang berfamili jutkan dengan pendistribusian daging resmi dibekukan. mencari pekerjaan di kota. Para pentraguilidae itu. Ada yang menjadi jura- kambing hingga petang. Kemudian, pada datang lantas menetap di Kampung Bustagan, tukang kelet (tukang potong), tu- malam hari kambing-kambing yang lain Gang kecil bernama Bustaman man hingga memiliki anak cucu. kang kerok, pengepul kulit, penjual bum- didatangkan kembali dari luar daerah, akNama kampung ini diambil dari Keadaan Kampung Bustaman bu gulai, sate, dan tengkleng. Hal inilah tivitas ini berlangsung seperti itu setiap nama seorang kiai, yaitu Kiai Kertobo- yang padat penduduk menjadi lebih tidak yang menjadi salah satu penunjang ting- harinya. “Kambing di sini hanya transit, so Bustam yang juga merupakan kakek layak dengan adanya proses pemotongan kat perekonomian masyarakat Kampung mbak, disimpan sementara di kandang buyut Raden Saleh. Warga kampung per- kambing. Pembuangan limbah pemoBustaman. milik tengkulak,” jelas Ketua RT 5 Kam- caya bahwa Kiai Bustam dulu memba- tongan kambing yang masih manual meUsaha pemotongan kambing pung Bustaman, Abdul Aziz. ngun sebuah sumur yang menjadi cikal nimbulkan bibit penyakit. “Warga sini di Kampung Bustaman pada awalnya Kambing yang sudah dipotong, bakal dari kampung ini. Selain memba- (Bustaman, red) juga sempat ada yang dipelopori oleh Ny. Klentheng, H. Ibrahim, dipisahkan setiap bagiannya, seperti ngun sumur, Kiai Bustam juga memba- protes karena bau, tetapi bisa terseledan H. Marzuki. Usaha ini sudah ber- kepala, jeroan, kulit, kaki, dan lain se- ngun sebuah musala di kampung Busta- saikan setelah ada kesepakatan pemlangsung sejak masa penjajahan kolonial bagainya. Hal itu dilakukan untuk memu- man untuk menyebarkan agama Islam di buangan limbah yang benar oleh tengkuBelanda. Ketika itu, kambing-kambing dahkan penjualan daging kambing dan Semarang. lak,” ujar Ketua Ikatan Remaja Kampung dipasok oleh ketiga orang pelopor usaha kegiatan pengolahannya. Biasanya, seba“Musala ini (Musala Bustaman) Bustaman, Maulana. tersebut dari luar daerah, seperti Ungaran, gian besar daging kambing sudah dipe- masih ada kaitannya dengan Masjid Pe- Saat ini, Kampung Bustaman seSalatiga, Ambarawa, dan Boyolali. Seki- san oleh pemborong dari luar Bustaman, tolongan dan Kampung Pesantren di dang dalam proses penataan oleh wartar 30 ekor kambing dikirim ke Kampung dari mulai pedagang gulai, pedagang daerah Petudungan. Sekarang, Musala ganya. Bahkan, warga Bustaman memiliki Bustaman untuk kemudian dipotong dan sate keliling, rumah makan bistik, hingga Bustaman sudah diperbaiki biar nyaman daerah khusus parkir kendaraan bermodiproses. restoran besar. digunakan beribadah,” tutur Abdul Aziz tor agar lebih tertib. Beberapa bagian Seiring berjalannya waktu, usaSaat ini pemotongan kambing di Terlepas dari namanya, Kampung gang dihiasi oleh grafiti dan beberapa ha pemotongan kambing di Kampung Bustaman dikelola sendiri oleh warganya Bustaman merupakan sebuah kawasan sudut gang diberi hiasan buatan warga Bustaman semakin melejit, sehingga tanpa ada campur tangan dari pemerin- yang padat penduduk. Tercatat, sebanyak agar terlihat indah. Hal ini merupakan Bustaman dijadikan sebagai pusat ke- tah. Menurut Abdul Aziz, sekitar tahun 96 kepala keluarga menempati gang ke- inisiasi dari sebuah komunitas peduli giatan tersebut di Kota Semarang. 1995-1996 pemerintah sempat mendi- cil tersebut. Biasanya, lima sampai enam kampung yang bernama Histeria, terdiri Saat ini, usaha pemotongan rikan Rumah Potong Hewan (RPH) di kepala keluarga menempati sebuah ba- dari seniman, wartawan, mahasiswa, dan kambing di Kampung Bustaman sudah Bustaman. Pemerintah membeli sebuah ngunan berbentuk petakan kecil ukuran masyarakat. memasuki generasi ketiga. Sekarang ha- gudang milik penduduk etnis Tionghoa kurang lebih 1,5x5 meter. “Sedikit demi sedikit, Bustaman nya ada dua orang yang menjadi tengku- untuk kemudian dijadikan sebagai RPH. Bahkan, pada salah satu sudut sedang kami tata, mbak, agar lebih nyalak kambing, yaitu Yusuf dan H. Toni. Se- Namun, tidak ada sikap dan kontrol dari gang terdapat tempat yang diberi nama man ditempati meskipun keadaanya tiap hari, keduanya memasok sebanyak pemerintah yang jelas pada saat itu. Ku- Dong Sepuluh, kawasan terpadat di Kam- begini (kumuh dan padat, red),” tamkurang lebih 70-100 ekor kambing untuk rangnya perawatan dan pengembangan pung Bustaman. Dinamakan Dong Sepuluh bah Maulana. Sayangnya, kurangnya perdipotong dan diproses di Kampung Busta- RPH, begitu pula pembuangan limbah karena terdapat 10 bangunan berbentuk hatian dari pemerintah serta minimnya man. Proses pemotongan kambing diker- pemotongan kambing yang tidak sesuai petak yang saling berhimpitan, setiap kesadaran warga mengakibatkan Kamjakan oleh para buruh yang kebanyakan dan masih dilakukan secara manual petaknya dihuni oleh lebih dari empat pung Bustaman masih menjadi daerah merupakan pendatang dari daerah luar mengakibatkan Bustaman dan daerah kepala keluarga. Tak heran, jika Bustaman kumuh dan padat pemukiman. (Mei)

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

15


Kolom

Di Balik Status ‘Mahasiswa’ Oleh: Slamet Adi Nurrokhim* Ilustrasi: S. Nissa/Manunggal

Beberapa kelompok mahasiswa menilai tidak ada perubahan yang signifikan terhadap negeri ini setelah setahun pemerintahan Jokowi-JK. Sebaliknya, mereka menganggap pemerintahan Jokowi-JK justru terkesan merosot. Puncaknya adalah beberapa waktu lalu, saat mahasiswa yang diwakili oleh BEM Seluruh Indonesia (BEMSI) melancarkan aksi di Istana Negara terkait penanganan kabut asap yang dinilai lamban.

Meski kebebasan berpendapat sangat diapresiasi di negeri ini, sebagai kaum intelektual, mahasiswa pun perlu memahami lebih dalam organ pemerintahan yang tidak hanya sekadar lembaga eksekutif. Baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, ketiganya memiliki peran yang saling berkaitan dan berhubungan. Mengenai demo mahasiswa yang dilayangkan kepada presiden, mahasiswa juga perlu mengkaji dari sisi fungsi lem-

Deru Duri

Suara Tiada pernah sampai Sejejakpun tak kau mulai Jangan biarkan ia menua Tak berdaya, tak bernyawa Mustahil terjangkau rasa Bisikanmu yang tanpa asa Bahkan lidah itu bukan lagi lidahmu kawan Lisanmu kadang tertahan Karena dunia tiada lagi sama Seluruhnya terpenjara Jadi tahanan Pahitnya kenyataan Namun diam bukan pula emas Mata kita harus tetap awas Memangsa dengan ganas Menerkam tanpa sedikitpun celah untuk lepas Pada pikiranmu Biarkan ia hidup dan bersemu Lewat jemarimu, lewat jemarimu

Anissa Dyah Pertiwi Sastra Inggris FIB Undip

16

baga negara yang lain seperti misalnya Dewan Perwakilan Rakyat. Tepat 1 Oktober 2015, DPR RI periode ini genap setahun ‘mengabdi’ kepada negeri. Namun, tak dapat dipungkiri jika hampir seluruh elemen rakyat menilai betapa miskin prestasi mereka. Betapa tidak? Dari 39 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015, hanya tiga RUU yang sudah selesai dibahas dalam keputusan rapat paripurna. Prestasi tersebut sangat tidak sebanding dengan pendapatan dan tunjangan mereka yang telah dinaikkan menjadi Rp60 juta per bulan. Selain masalah prestasi, masalah kehadiran juga turut menggoreskan bekas kotor kinerja DPR. Pasalnya, kebiasaan membolos saat sidang sudah menjadi rahasia umum yang memilukan. Bahkan, hampir separuh lebih anggota DPR-RI yang tak hadir dalam HUT DPR-RI yang ke70 pada 28 Agustus 2015 silam. Berdasarkan laporan CNN Indonesia pada tanggal 28 Desember 2015, anggota dewan yang datang pada acara tersebut tercatat hanya 288 orang dari total 560 orang anggota. Mereka yang berasal dari PDIP berjumlah 65 anggota, Golkar 50 anggota, Gerindra 35 anggota, Demokrat 25 anggota, PAN 22 anggota, PKB 25 anggota, PKS 21 anggota, PPP 20 anggota, NasDem 15 anggota, dan Hanura 10 anggota. Selanjutnya, masih terngiang jelas ulah anggota dewan yang menghamburkan uang negara untuk kunjungan kerja yang tak jelas manfaatnya. Terakhir,

Teruntuk Bapak Angsa malam Dan gemercik ibu bulan menepi Purnama telah jauh Lihat, telagamu tenang Angsa sebaik legam Terbilang keluguan Batas menyandang buta tuli Sebai’at gelar abadi Anugerah? Mungkin setahun lagi Masih suka aku, angsamu layu Mata naif mematikan deru-duri dan dera Hari-haru penuh huru-hara Telaga pagar ayu mawar Putih Nihil mengingat durinya Angsamu berlaga-lagu Mengancam duri-duri itu Menagis Selaput air menggumpali lentera Berbaur kucuran air saga Angsa malam pulas dan pias Lentik duri kuat menancap Kau tertawa Izrail membahana pikir Menangis

Ibu bulan memandikan Menghangatkan celah cuat telaga Membasuh basah angsa Bulir susu pun jelaga Anugerah? Ia telah khianat Suci nyala angsaku Bukan, angsamu kaku Jiwa-jiwa lama berdebudebu Menunggu lahir baru Sampai nanti, ini salam Marebah-rubuh angsa malam Melagu sebait bisu Aku menuntun Memimpin, menengadah sana: Seberkas do’a Hingga senja meraup petang Hingga masaku langit masih terbentang Semarang, 1 Januari 2016

Sritika Indah Sastra Indonesia FIB Universitas Diponegoro

kunjungan kontroversial pimpinan DPR dan beberapa anggota, yaitu ke Amerika. Kunjungan kerja yang bernilai lebih dari Rp4,6 miliar tersebut hanya menghasilkan kontroversi soal kehadiran pimpinan DPR (Setya Novanto-Fadli Zon) di rangkaian kegiatan kampanye bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ulah tersebut dinilai banyak orang sebagai perbuatan merendahkan martabat bangsa. Puncaknya pada tahun ini, masih mengenai ulah yang dilakukan oleh ketua DPR-RI Setya Novanto yang lagi-lagi membuat masyarakat mempertanyakan kinerja DPR-RI. Politisi Partai Golkar tersebut dilaporkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said atas dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak PT Freeport. Ada baiknya, mahasiswa dapat menilai persoalan dari berbagai sudut pandang termasuk melihat sebab-akibat serta bebas dari kepentingan apapun. Pasalnya, status mahasiswa menyiratkan sebuah pesan untuk menjadi agent of change dengan mengimplementasikan nilai-nilai moral dan intelektualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2015

*Reporter Manunggal Cybernews

Luka Lara

Puisi

Hilang, Yang dirasa tak akan lekang Yang dirasa akan selalu utuh Nyatanya tak lagi tangguh Terjatuh, dan luruh Rasa, Yang pernah membuncah Yang pernah merekah Nyatanya tak lagi berwarna Pudar, tanpa pendar Asa, Yang selalu hadir, Di saat semangat tak bisa terukir Yang dulunya ada tanpa banyak pikir Nyatanya musnah tiada akhir Bergulir, lalu mungkir Luka, Yang kini menganga tanpa jeda Yang makin meradang, leluasa Akhirnya hinggap tak bisa pisah Berdarah, dan marah Lara, Yang kini merana tak bisa reda Yang merasa sengsara tiada tara Akhirnya menyala Petaka, dan mara Aku, Yang kini mengais-ais secuil rasa Yang selalu berdoa mengharap asa Akhirnya menyerah tanpa resah Berserah, dan pasrah Reyuni Adelina Barus Ilmu Komunikasi 2014 FISIP Undip

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Wansus Sastra, Benda Budaya yang Terus Berubah-ubah Tidak ada bangsa yang hidup tanpa sastra, karena dibalik perkembangan dan pertumbuhan suatu bangsa terdapat sastra yang ikut mewarnai dinamika kehidupan tersebut. Bahkan, sastra pun dapat dikatakan sebagai cerminan kehidupan masyarakat yang akan berkembang mengikuti dinamika arus kehidupan manusia. Foto: Nina/Manunggal

Biod

Nama: Sapardi Djoko Damono Pendidikan : Sekolah Dasar Kasatrian SMP II Mangkunagaraan SMA II Margoyudan Jurusan Sastra Barat Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM

ata

Keluarga : Sadyoko (Ayah) & Sapariah (Ibu)

Penghargaan Cultural Award dari Australia (1978) Anugerah Puisi Putra dari Malaysia (1983) SEA Write Aaward dari Thailand (1986) Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia (1990) Mataram Award (1985) Kalyana Kretya (1996) dari Menristek RI Penghargaan Achmad Bakrie (2003)

K A R I E R Berkaitan dengan itu, reporter Manunggal Verawati Meidiana berkesempatan mewawancarai Sapardi Djoko Damono, seorang pujangga Indonesia terkemuka yang juga tergolong sebagai salah satu dari 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh menurut buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang disusun oleh Tim 8 Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B Jassin. Simak petikan wawancara khusus bersama penulis Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni dan novel dengan judul yang sama, usai mengisi Seminar Nasional di gedung Pascasarjana Undip Semarang beberapa waktu lalu. Sejak kapan Pak Sapardi mulai tertarik dengan dunia sastra dan menulis? Apakah karena dorongan keluarga atau yang lain? Sejak kecil, kira-kira sejak SMP saya sudah mulai menulis dan terus-menerus sampai sekarang. Saya suka sastra karena suka membaca dan saya senang ketika melakukan hal itu. Bagaimana pandangan Pak Sapardi mengenai sastra dari segi ilmu dan seni menulis? Ya sama saja.Saya kan menulis dulu baru mempelajari sastra sebagai ilmu, jadi tidak ada perbedaan sastra sebagai ilmu ataupun benda budaya. Jadi begini, sastra itu ilmu dalam pengertian yang sangat umum dan bentuknya yang berubah-ubah sampai sekarang. Maka inilah yang harus kita sikapi, yaitu mengenai perubahan bentuk sastra. Saya banyak membaca, saya baca ini dan baca itu, lalu saya tersadar begitu jauhnya perubahan sastra saat ini, sehingga apa yang kita pelajari di universitas sebenarnya sudah ketinggalan jauh dari sastra yang terjadi saat ini. Jadi kalau kita tidak menyikapi perubahan itu maka tertinggallah kita. Teori itu ditulis untuk dibantah oleh teori yang lain. Tidak ada teori yang benar,

maka seperti itulah juga sastra sebagai ilmu maupun seni. Tadi Pak Sapardi menyebutkan bahwa sastra selalu mengalami perubahan.Apa saja yang berubah dari sastra, Pak? Dan faktor apa yang menyebabkan perubahan pada sastra? Hal yang berubah adalah cara menyampaikannya, karena kalau yang disampaikannya itu sama. Contohnya dongeng. Dongeng kancil pada gambar akan berbeda dengan dongeng kancil yang disampaikan oleh nenek saya dan juga akan berbeda dengan dongeng kancil yang difilmkan. Cara menyampaikan sastra ini selalu berubah karena teknologi. Jadi kalau kita hanya meneliti isinya saja, maka hasilnya akan itu-itu saja. Justru caranya yang harus diteliti, sehingga kita bisa tahu apakah perubahan cara penyampaian juga mengubah pemaknaan sastra atau tidak. Dulu sastra hanya melalui lisan, kemudian karena kita berhubungan lisan, kita tulis dalam bentuk tulisan maka muncullah sastra tulis. Karena hanya satu buah tulisan, tulisan itu tidak bisa dibaca oleh orang banyak. Hingga akhinya ditemukan mesin cetak dan sastra mengalami pembaharuan. Hal inilah yang juga memberikan pengaruh besar terhadap penyebaran karya sastra. Bahkan, saat ini ada audio novel atau audio literatur, yaitu sastra yang hanya bisa didengar. Beberapa novel Inggris modern, Amerika, maupun Jepang, sudah bukan buku lagi tapi didengar dalam bentuk audio novel dan bisa diunduh. Satu dari sekian banyaknya karya Pak Sapardi yang paling digilai oleh banyak orang adalah puisi Aku Ingin. Lantas sebenarnya, apa makna dari puisi tersebut? Dan bagaimana proses penulisannya?

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

Guru Besar Ilmu Sastra, Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Pendiri Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Dosen Universitas Diponegoro Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia Anggota Dewan Kesenian Jakarta Pelaksana Harian Pusat Dokumentasi HB Jassin Anggota Redaksi Majalah Kebudayaan Basis Country Editor untuk Majalah Tenggara Koresponden untuk Indonesia Circle Pendiri Yayasan Puisi dan Menerbitkan Jurnal Puisi

Untuk makna, kalau saya tahu dan ingin memberi tahu maknanya, maka saya tidak akan menulis puisi. Saya akan menulis esai. Maka makna itu terserah, terserah pembaca mengartikan puisi saya itu bagaimana. Puisi Aku Ingin ini terkenal karena dijadikan lagu. Nah, yang bagus ini bukan puisinya saja, tetapi yang nyanyinya juga bagus, musiknya juga bagus sehingga banyak yang tahu dan banyak yang suka. Melalui lagu, puisi yang tadinya hanya bisa sembunyi dalam kertas bisa dinikmati dengan cara didengarkan sehingga puisi saya banyak dikenal oleh orang-orang. Kalau prosesnya, puisi ini memang banyak melibatkan perasaan dan emosional hingga akhirnya jadilah puisi tersebut.

na teknologi.Pada masa saya, teknologi belum seperti ini. Mereka belajar tidak hanya dari buku tetapi juga melalui komputer, seperti menulis di blog. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah diajari, tetapi karena teknologi maka mereka bisa belajar. Maka inilah yang harus dipertimbangkan. Sebenarnya karya sastra kita itu berkembang terus karena peran teknologi. Sastra itu tidak hanya dalam bentuk buku. Teknologi digital yang kita berhubungan dengan mereka setiap hari tanpa kita sadari telah mengubah pandangan terhadap sastra itu sendiri. Kita bisa menulis, membaca, membuat puisi melalui komputer toh? Iya karena internet sudah menjangkau hampir seluruh aspek kehidupan kita.

Untuk saat ini, apakah Pak Sapardi sedang menulis karya sastra? Dan kapan akan menerbitkan buku lagi? Ya, saya masih nulis.Kemarin malam baru saja diluncurkan buku terbaru saya di gramedia. Saya akan terus menulis, karena ya hanya itu pekerjaan saya. Tahun ini juga akan ada dua lagi yang mau terbit. Setelah Novel Bulan Juni dan Melipat Jarak itu, masih ada satu buku puisi yang belum beredar. Satu lagi ada novel lanjutan dan mungkin bisa saja ada satu novel lanjutan lain lagi yang akan terbit. Kalau terbitnya ya nanti itu terserah penerbitnya mau diterbitkan kapan.

Nasihat atau saran Pak Sapardi untuk para penulis atau mahasiswa di bidang sastra bagaimana menjadi penulis yang baik? Kalau mau jadi penulis, harus baca, karena sesungguhnya tidak ada teori menulis puisi atau novel. Novel itu ditulis jika kita sudah membaca novel. Berawal dari membaca maka kita akan menulis. Sastrawan yang baik adalah sastrawan yang suka membaca karena menulis itu diawali dengan membaca. Tidak ada orang yang tidak pernah membaca lantas ia menulis. Semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita menulis, karena sebenarnya menulis itu meniru apa yang kita baca. Dengan membaca kita belajar berbahasa, belajar memahami masalah-masalah, dan lain sebagainya. Kalau penulis tidak pernah membaca ya tidak akan pernah bagus karya sastranya.

Menurut Pak Sapardi, bagaimana perkembangan karya sastra khususnya puisi di negeri kita saat ini? Wah jago, anak-anak muda jago semua menulis puisi.Ini semua juga kare-

17


Konsultasi Diasuh oleh: Dra. Endang Sri Indrawati, M.Si. Psikolog dan Dosen Fakultas Psikologi, Undip

Ilustrasi : S. Nissa/ Manunggal

1 Sering Mengantuk di Kelas

Tidur yang cukup di malam hari tetap membuat saya mengantuk ketika berada di kelas. Akibatnya, saya menjadi sulit untuk berkonsentrasi pada saat mengikuti perkuliahan. Bagaimana cara yang efektif untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut? (Vita /FK 2014) Sebenarnya mengantuk di dalam kelas tidak sepenuhnya kesalahan Anda. Pengajar juga memiliki tanggung jawab dalam hal ini. Pengajar harus bisa menarik minat dan perhatian mahasiswa melalui intonasi suara atau pilihan kata-kata sehingga mahasiswa tertarik dan tidak mengantuk. Namun, Anda sebagai mahasiswa juga harus memiliki keinginan untuk mengalihkan rasa kantuk tersebut. Hal itu bisa dilakukan dengan cara mencatat materi yang dijelaskan oleh dosen atau melakukan aktivitas lain selama tidak mengganggu proses belajar mengajar.

Jawaban:

2

Sikap Individualisme

Sejak saya kuliah, saya bertemu dengan teman baru yang memiliki sifat dan karakter berbeda. Perbedaan pendapat kerap menimbulkan pertengkaran di antara kami. Saya juga merasa sikap individualis di antara kami sangat tinggi. Bagaimana cara mengatasinya? (Mirza/FISIP 2014)

Jawaban:

Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mengubah pandangan buruk terhadap suatu perbedaan menjadi pola pikir yang positif, yaitu dengan cara menanamkan sifat saling memahami dalam diri Anda dan teman-teman yang disertai dengan perasaan ikhlas. Dengan begitu, akan terjalin pertemanan yang baik dan meminimalisir pertengkaran-pertengkaran.

4 Pikiran Negatif terhadap Orang Lain

3

Takut Menjalin Hubungan dengan Lawan Jenis

Saya merasa takut untuk berkomitmen dengan seorang laki-laki, terutama dalam hal menjalin hubungan. Bahkan saya sering merasa gelisah apabila membayangkan bahwa suatu saat nanti saya akan menikah. Bagaimana cara mengatasinya? (Rinda/FIB)

Jawaban:

Kita memang terbiasa menggunakan perasaan ketika sedang menjalin suatu hubungan, sehingga cara berpikir kita berubah menjadi irasional. Hal yang harus Anda lakukan adalah berpikir secara logis dan berhenti mengkhawatirkan hal-hal yang belum terjadi dan belum tentu terjadi.

18

Saya sering merasa bahwa orang lain tidak menyukai saya. Padahal hal tersebut tidak terjadi dan itu hanya perasaan saya saja. Apa yang harus saya lakukan? Dan mengapa hal itu bisa terjadi? (Resta/FKM)

Jawaban:

Satu-satunya cara yang bisa menolong adalah merubah pola pikir Anda. Anda harus menanamkan pola pikir yang positif (Positive Thinking). Pola pikir positif akan menjadikan Anda pribadi yang maju, berkembang, dan sukses.

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Resensi Cinta dalam Jalinan Mitologi dan Sejarah

Foto : Dokumen Istimewa

Judul Buku Pengarang Tebal Tahun Terbit Penerbit

: Amba : Laksmi Pamuntjak : 577 halaman : Cetakan kelima, Juni 2015 : PT Gramedia Pustaka Utama

Novel berlatar belakang sejarah selalu menarik minat penulis maupun pembaca. Di Indonesia, peristiwa G30S tahun 1965 menjadi salah satu latar yang kerap dipakai oleh penulis dalam karyanya. Laksmi Pamuntjak pun menawarkan kisah berlatar belakang tragedi tersebut. Ia bahkan menautkannya dengan epos fenomenal mengenai cinta dan peperangan, yakni Mahabharata.

Laksmi Pamuntjak a w a l n y a menulis novel ini dalam bahasa Inggris, dengan judul The Question of Red. Sebelumnya, ia telah melakukan berbagai riset, termasuk berkunjung langsung ke Pulau Buru, seperti yang tercantum pada bagian akhir buku. Amba, begitulah nama sang tokoh utama. Ia merupakan putri sulung dari sebuah keluarga yang tinggal di kota kecil di Jawa Tengah, Kadipura. Meskipun kedua adiknya, Ambika dan Ambalika tersohor dengan kecantikannya, tidak demikan dengan sang kakak. Amba serupa camar. Ia suka terbang bebas, tetapi kuat dan memiliki pendiriannya sendiri. Pada tahun 2006, Amba pergi ke Pulau Buru. Ia ingin mencari Bhisma, laki-laki yang ia kasihi, tetapi tak pernah kembali padanya. Sebuah e-mail yang mengabarkan tentang kematian Bhisma telah membuatnya yakin untuk menelusuri jejak lelaki tersebut. Jejak-jejak masa lalu Amba yang dibesarkan oleh orang tua yang menyukai kitab-kitab Jawa lama, tak memungkiri bahwa ia hidup dalam dugaan-dugaan yang ia kaitkan dengan kisah Mahabharata, demikian juga saat laki-laki bernama Salwa hadir dalam hidupnya. Meskipun Salwa tulus terhadapnya dan orang tuanya menyukai

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016

lelaki tersebut, Amba tahu bahwa ia tidak ditakdirkan bersama Salwa. Suatu hari, Amba menemukan iklan lowongan pekerjaan sebagai penerjemah bahasa Inggris di sebuah rumah sakit di Kediri. Seolah tak peduli dengan fakta bahwa Kediri identik dengan bahaya, Amba pergi ke sana. Di tempat itu, ia bertemu Bhisma Rashad, dokter lulusan Leipzig, Jerman Timur. Pada pertemuannya dengan Bhisma untuk pertama kali, Amba luluh. Ia merasakan udara lesap di sekelilingnya, warna di sekitarnya memudar serupa warna pucat teh, dan ia bisa mencium aroma lelaki itu, yaitu perpaduan antara aroma kulit, kayu, dan buku-buku tua. Seiring bergulirnya waktu, Bhisma memperkenalkan Amba pada dunianya dan perannya sebagai seorang dokter yang berteman dekat dengan orang-orang komunis. Pada satu waktu, Bhisma mengajak Amba untuk datang ke sebuah acara berkabung di Universitas Res Publica, Yogyakarta. Amba hadir, tanpa mengetahui bahwa itu adalah kali terakhir ia melihat sosok Bhisma. Hari itu, tentara datang dan menyerbu sehingga kekacauan pun terjadi. Amba dan Bhisma terpisah. Bhisma pun tak pernah muncul lagi dalam kehidupan Amba. Berpuluh-puluh tahun kemudian, Amba mengetahui kebenaran bahwa Bhisma ditangkap oleh

Pemerintah Orde Baru lalu dibuang ke Pulau Buru. Laksmi Pamuntjak begitu piawai dalam mengaitkan benang-benang yang saling berkelindan di antara para tokoh. Penyajian alurnya jelas. Surat-surat dari Salwa dan Bhisma pun ditulis dengan apik dan semakin menghidupkan cerita. Ada pula kutipan-kutipan sajak dalam novel ini, misalnya sajak Pablo Neruda, Robert Graves, bahkan dari Serat Centhini. Di sisi lain, Laksmi Pamuntjak juga mengajak pembaca memasuki lembaran sejarah yang kian terlupakan. Para pembaca akan menapaki jejak peristiwa G30S, keadaan masyarakat pada masa itu, dan kehidupan para tahanan politik dibuang di Pulau Buru. Lokalitas yang kental dalam novel ini memperkuat kekhasannya. Novel ini diramu dengan pilihan kata yang memukau. Namun, adanya diksi-diksi yang sukar dipahami dan kelambatan alur membuat novel ini tampak berat. Pembaca akan memerlukan konsentrasi untuk mendalami novel ini. Amba adalah pilihan tepat bagi pembaca yang menginginkan penyegaran dalam dunia literasi. Tak hanya menikmati kisah cintanya, pembaca juga akan menyelami pergolakan dalam sejarah Indonesia. Selamat membaca. (Ayu)

19


20

Manunggal - Edisi II Tahun XV Juli 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.